Ceritasilat Novel Online

Kemelut Kerajaan Mancu 7

Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


perubahan kita dapat mengetahui gerakan mereka. Juga
malam ini, ketiga pasukan harus sudah dapat menyusup dan
siap di tempat masing-masing, yaitu di pintu gerbang, di dekat
gedung Pangeran Bouw, dan di dekat istana. Jangan membuat
gerakan mengepung lebih dulu karena gerakan itu dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menarik perhatian orang. Kemudian, begitu ada tanda ayam
berkokok, pasukan kedua membantu kedua Locianpwe Lamhai Cin-jin dan Ngo-beng Kui-ong, Sobat Mong Lai, dan para
perwira penyerbu istana Pangeran Bouw Hun Ki, membasmi
semua yang melawan termasuk Pangeran Bouw Hun Ki dan
Pangeran Kang Shi. Sementara itu, Thio Kwan dan Yu Kok Lun
lebih dulu membawa dua losin prajurit pergi menangkap
Pangeran Ciu Wan Kong sehingga kalau dalam pertempuran di
istana Pangeran Bouw Hun K i itu Huang-ho Sian-li mengamuk,
kalian dapat memaksa ia menyerah dengan memperlihatkan
ayahnya yang disandera. Kemudian, kalau pasukan pertama
ternyata tidak menemui pasukan kerajaan yang akan masuk,
mereka harus cepat pergi ke istana dan membantu pasukan
ke tiga yang mengepung istana. Nah, kalau ada pertanyaan,
silakan ajukan sekarang karena ini merupakan perundingan
terakhir."
Setelah merundingkan rencana pemberontakan mereka
secara rinci, perundingan itu ditutup karena semua orang
harus membuat persiapan malam itu juga. Setelah semua
meninggalkan ruangan rahasia itu, sebagian para panglima
dan pejabat tinggi, pulang ke tempat tinggal masing-masing,
dan para pembantu atau pengawal kembali ke kamar masingmasing yang disediakan untuk mereka dalam istana itu,
Pangeran Cu Kiong berjalan menuju kamarnya bersama Angmo Niocu Yi Hong. Akan tetapi ketika Y i Hong hendak menuju
ke kamarnya sendiri, tangannya dipegang Pangeran Cu Kiong.
"Niocu, malam ini engkau harus menemani aku. Besok
merupakan hari penentuan dan ma lam ini aku ingin
menikmatinya, siapa tahu merupakan malam terakhir pula
bagiku." "Ih, mengapa bicara begitu, Pangeran" Aku ingin tidur,
harus siap dan mengaso agar besok pagi dapat mengerahkan
tenaga sepenuhnya."
"Marilah, Niocu, engkau tidur di kamarku saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran, biarkan aku sendiri saja...." Ang-mo Niocu Yi
Hong menarik tangannya yang dipegang, akan tetapi
pangeran itu tidak mau melepaskannya.
"Niocu, apakah engkau tidak cinta lagi padaku" Bukankah
kita saling mencinta" Ingat, kalau aku berhasil, engkau pun
akan mendapat kedudukan tinggi di istanaku...."
Di dalam hatinya Yi Hong tersenyum mengejek. Cinta" Tak
pernah ada rasa cinta menyelinap dalam hatinya. Hatinya
sejak kecil sudah dijejali dan dipenuhi bibit kebencian
terhadap pria sehingga kini yang ada hanya perasaan benci.
Kalau ia mau berdekatan dengan pria yang muda dan tampan,
ini sama sekali bukan cinta, melainkan hanya nafsu berahi
belaka. Akan tetapi biarpun setelah beberapa lamanya
menjadi kekasih Pangeran Cu Kiong dan ia mulai merasa
bosan, ia menahan diri dan tidak mau memperlihatkannya.
Kini pun ia terpaksa mengalah, bukan karena ada rasa sayang
terhadap pangeran yang ia tahu bukannya cinta kepadanya
melainkan hendak memanfaatkannya, melainkan karena demi
memenuhi tugasnya sebagai utusan Jenderal Wu Sam Kwi.
Tiada seorang pun laki-laki di dunia ini yang pernah dicintanya
dengan kasih yang murni, bahkan Yi Hong tidak pernah
merasakan kasih sayang antara dirinya dan ayah kandungnya
yang telah tewas terbunuh oleh ibu kandungnya sendiri ketika
ia berusia satu tahun! Gurunya sendiri, Lam-hai Cin-jin, yang
telah mendidiknya sejak ia berusia sepuluh tahun, juga hanya
ia taati dan ia hormati sebagai guru tanpa ada rasa sayang
seorang murid kepada gurunya, dan hal ini hanya karena
gurunya itu seorang laki-laki! Kalau ada laki-laki yang benarbenar ia bela, bukan lain adalah Jenderal Wu Sam Kwi. Sejak
kecil telah tertanam dalam lubuk hatinya bahwa Jenderal Wu
Sam Kwi adalah seorang pahlawan besar yang gagah perkasa,
setia kepada tanah air dan bangsa, dan yang ia junjung tinggi.
Untuk tokoh yang sudah tua itu, Ang-mo Niocu siap untuk
berkorban nyawa sekalipun! Justru karena rasa bakti dan
sayangnya kepada Jenderal Wu Sam Kwi, maka Yi Hong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu Pangeran Cu Kiong dengan sungguh hati, bukan
demi keberhasilan pangeran itu, melainkan demi kemenangan
dan keberhasilan Jenderal Wu Sam Kwi.
Melihat itu setelah melayani Pangeran Cu Kiong dengan
hati muak karena memang sudah bosan dan terpaksa, Yi Hong
dapat membujuk pangeran itu untuk menitipkan Tek-pai
(Tanda Kekuasaan) dari mendiang Kaisar Shun Chi yang
dirampas dari Huang-ho Sian-li itu kepadanya.
"Tek-pai itu merupakan bukti terpenting bagi Paduka,"
demikian Yi Hong membujuk. "Dengan Tek-pai di tangan,
setidaknya Paduka memiliki kekuasaan yang disegani sebagian
besar para pejabat kerajaan, apalagi sebelum ada kaisar baru.
Maka, amat berbahaya kalau Paduka pegang sendiri. Juga
kalau Paduka sembunyikan, bisa saja diambil atau dicuri
orang. Maka, kalau Paduka percaya kepada saya, bagaimana
kalau diam-diam Paduka titipkan kepada saya" Tidak akan ada
yang menyangka sehingga saya dapat menyelamatkan Tek-pai
itu dan tidak sampai dirampas atau dicuri orang."
Pangeran Cu Kiong menganggap usul itu baik sekali, maka
pada keesokan harinya pagi-pagi sekali setelah mereka mandi
dan berganti pakaian, Tek-pai itu sudah berada di balik ikat
pinggang Ang-mo Niocu Yi Hong. Tentu saja tujuan Yi Hong
menyimpan Tek-pai itu sama sekali bukan untuk kepentingan
Cu Kiong, melainkan untuk kepentingan Jenderal Wu Sam Kwi.
Ia mengharapkan barang kali tanda kekuasaan dari kaisar itu
akan dapat berarti penting sekali bagi junjungannya di Secuan, terutama sekali kalau rencana pemberontakan Pangeran
Cu Kiong sampai menemui kegagalan.
(o-dwkz-jTn-o) Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa merasa menyesal sekali
bahwa ia terpaksa harus pergi meninggalkan tempat tahanan
di istana Pangeran Cu Kiong, meninggalkan pemuda tampan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah yang telah membebaskannya dari tahanan tanpa dapat
menolongnya. Di tempat tinggal Pangeran Cu Kiong terdapat
banyak prajurit pengawal. Walaupun hal ini bukan merupakan
bahaya bagi seorang yang memiliki kelihaian seperti pemuda
yang membebaskannya itu, namun di situ ada pula Ngo-beng
Kui-ong yang sakti. Mungkinkah pemuda itu mampu
menyelamatkan diri dari mereka" Akan tetapi, ada dua hal
yang memaksa Huang-ho Sian-li pergi meninggalkan pemuda
itu, walaupun tindakannya ini mendatangkan penyesalan yang
mendalam kepadanya. Pertama pemuda itu yang mendorong
ia agar pergi me larikan diri dengan mengatakan bahwa ia
harus cepat menemui ayahnya dan yang terpenting
menyelamatkan Pangeran Mahkota. Ke dua, kalau ia nekat
mengamuk untuk membantu pemuda itu meloloskan diri,
kemudian ia tertangkap pula karena lihainya kakek yang
seperti mayat hidup itu, lalu bagaimana dengan tugasnya
melindungi Pangeran Mahkota" Demikianlah, dengan hati
merasa menyesal sekali, terpaksa Thian Hwa meninggalkan
istana Pangeran Cu Kiong dan cepat ia kembali ke gedung
ayahnya Pangeran Ciu Wan Kong.
"Ayah...!" Ia melompat ke ruangan dalam di mana ayahnya
sedang duduk termenung. Pangeran Ciu Wan Kong baru saja
kembali dari menghadiri persidangan dalam istana di mana
Pangeran Bouw Hun Ki memutuskan untuk menunda
persidangan karena Huang-ho Sian-li yang menjadi terdakwa
pembunuh Pangeran Leng tidak dihadirkan di situ. Pangeran
Ciu termenung dan diam-diam dia merasa khawatir sekali
akan nasib puterinya yang menjadi tawanan Pangeran Cu
Kiong yang jahat dan kejam. Ketika mendengar panggilan itu
dan melihat berkelebatnya bayangan Huang-ho Sian-li yang
tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, dia melompat berdiri.
"Thian Hwa...!" Saking girangnya, Pangeran Ciu Wan Kong
merangkul puterinya. Thian Hwa juga merasa terharu karena
ia dapat merasakan rangkulan ayahnya yang penuh kasih
sayang itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayah...!" Ia pun merangkul dengan hati terharu.
Pangeran Ciu Wan Kong melepaskan rangkulannya dan
menyuruh puterinya duduk. "Terima kasih kepada Tuhan,
engkau dapat pulang dengan selamat, Anakku. Nah, ceritakan,
bagaimana engkau dapat meloloskan diri dari cengkeraman
Pangeran Cu Kiong yang jahat itu dan apa yang telah terjadi?"
"Ayah, aku telah difitnah oleh Pangeran Cu. Dia yang
membunuh Pangeran Leng, menggunakan Pek-hwa-ciam
milikku yang telah dirampasnya setelah mereka merobohkan
dan menangkapku."
"Sudah kami duga hal itu, Thian Hwa. Akan tetapi
bagaimana terjadinya" Ceritakan selengkapnya, aku ingin
sekali mendengar apa yang terjadi."
Thian Hwa lalu menceritakan apa yang ia alam i ketika ia
mengunjungi Pangeran Leng Kok Cun di mana telah terdapat
Pangeran Cu Kiong dan para jagoannya yang lihai sehingga ia
ditawan mereka dan difitnah sebagai pembunuh Pangeran
Leng, padahal yang membunuhnya adalah Pangeran Cu Kiong
sendiri! "Pedang, Pek-hwa-ciam, dan Tek-pai pemberian Kaisar
dirampas, lalu aku dimasukkan kamar tahanan, dijaga oleh
Ngo-beng Kui-ong yang amat sakti dan para prajurit yang s iap
dengan panah mereka mencegah aku melepaskan diri dari
tahanan." "Ah, masih baik nasibmu engkau tidak dibunuh pangeran
yang jahat itu, Anakku...."
"Mereka tentu masih menganggap aku berguna maka
mereka tidak atau belum membunuhku, Ayah. Mereka merasa
menang karena dapat memfitnahku dengan membunuh
Pangeran Leng."
"Akan tetapi, bagaimana engkau dapat meloloskan diri,
Thian Hwa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tadi muncul seorang pemuda yang merobohkan para
prajurit dan dia membebaskan aku dari kamar tahanan
dengan menyamar sebagai seorang prajurit...."
"Ah, pemuda yang tampan gagah itu" Dia Si Han Bu...!"
"Si Han Bu...?"
"Ya, dia sudah datang berkunjung ke sini. Dia mengaku
bernama Si Han Bu, murid dari Im-yang Sian-kouw di Bengsan. Kemunculannya membawa banyak kabar yang demikian
baiknya sehingga sulit dipercaya, Anakku!"
"Kabar apakah, Ayah?"
"Kebahagiaan pertama yang dibawanya tentu saja dengan
tindakannya yang telah membebaskanmu dari tahanan
Pangeran Cu Kiong. Dan kabar ke dua yang membuat kita
patut bersyukur kepada Tuhan adalah bahwa... Cui Eng....
masih hidup dan gurunya, Im-yang Sian-kouw, mengetahui di
mana adanya...." Suara Pangeran Ciu Wan Kong kini
mengandung isak tangis!
"Cui Eng... Ibuku...?" T hian Hwa setengah menjerit. "Ibu...
Ibu... Ibuku masih hidup...?" Ia bangkit dan merangkul
ayahnya. Ayah dan anak kembali berangkulan dan kini
keduanya menangis!
"Benar, Anakku.... menurut Si Han Bu, gurunya yang
bernama Im-yang Sian-kouw mengatakan bahwa Cui Eng
ibumu masih hidup dan ia tahu di mana kini ibumu berada...."
Tiba-tiba Thian Hwa melepaskan pelukan ayahnya. "Ayah,
sekarang juga aku akan pergi ke Beng-san, mencari Im-yang
Sian-kouw dan bertanya kepadanya di mana adanya ibuku!"
"Nanti dulu, Thian Hwa! Engkau tidak boleh pergi sekarang
ini!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa, Ayah" Apakah Ayah sudah lupa kepada Ibu dan
Ayah tidak lagi mencinta Ibu maka tidak ingin aku mencari
Ibu?" "Bukan begitu, T hian Hwa. Akan tetapi, engkau harus dapat
menentukan mana yang paling penting untuk dilaksanakan
paling dulu. Ibumu masih hidup, hal ini merupakan berkah
Tuhan, merupakan kebahagiaan yang tiada bandingnya bagi
kita berdua dan bagi kong-kongmu, akan tetapi saat ini ibumu
berada dalam keadaan baik dan sehat. Sebaliknya, kerajaan
terancam bahaya, Pangeran Mahkota terancam keselamatannya padahal engkau telah dipercaya oleh Kaisar
untuk melindunginya. Juga kita tidak boleh melupakan Si Han
Bu yang mungkin terancam keselamatan nyawanya di istana
Pangeran Cu Kiong. Bagaimana mungkin engkau pergi
meninggalkan mereka yang terancam bahaya begitu saja"
Mari kita lakukan yang terpenting lebih dulu dan ini
merupakan perintahku kepadamu sebagai ayah memerintahkan anaknya!"
Betapapun keras hatinya, Thian Hwa dapat melihat
kebenaran ucapan ayahnya setelah tadi dalam rangkulan
ayahnya ia dapat merasakan kasih sayang orang tua itu, maka
setelah menghela napas panjang meredakan guncangan dan
ketegangan hatinya mendengar ibunya masih hidup, ia lalu
berkata. "Baiklah, Ayah. Aku akan menaati semua perintahmu."
"Sukurlah, Anakku yang baik. Mari kita cepat pergi
menemui Kakanda Pangeran Bouw Hun Ki dan kauceritakan
semua pengalamanmu di istana Pangeran Cu Kiong."
Ayah dan anak itu pergi mengunjungi Pangeran Bouw Hun
Ki. Ketika Pangeran Bouw Hun Ki, Bouw Hujin, Bouw Kun
Liong, Bouw Hwi Siang, Bu Kong Liang, Gui Sian Lin, dan
beberapa orang panglima dan pejabat tinggi yang setia


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada Pangeran Mahkota dan membantu usaha Pangeran
Bouw melindungi dan membela calon kaisar menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatangan Huang-ho Sian-li bersama Pangeran Ciu Wan
Kong, mereka terkejut, heran dan juga girang melihat gadis
itu selamat dan berhasil lolos dari penahanan Pangeran Cu
Kiong. Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa segera menceritakan
pengalamannya secara lengkap kepada mereka sampai ia
dapat terlepas karena pertolongan Si Han Bu yang kini entah
bagaimana nasibnya.
"Aih, sungguh aku dan Dinda Pangeran Ciu Wan Kong
merasa prihatin, sedih dan malu mempunyai seorang
keponakan seperti Pangeran Cu Kiong yang jahat dan licik itu.
Kita harus siap siaga menghadapi niatnya yang jelas hendak
memberontak dan merebut tahta kerajaan dari Pangeran
Mahkota!" kata Pangeran Bouw Hun Ki.
"Memang secepatnya kita harus bertindak, ma lam ini juga
kita membuat persiapan!" kata Bouw Hujin penuh semangat.
"Sekarang, bukan hanya kita me lindungi Pangeran Mahkota
dan menyelamatkan tahta kerajaan, akan tetapi juga harus
menolong dan menyelamatkan pemuda yang telah membebaskan Thian Hwa itu! Aku sendiri yang akan
menyelidiki ke istana Pangeran Cu Kiong untuk menolong
pemuda bernama Si Han Bu itu!"
"Aku akan menemani Bibi!" kata Thian Hwa dengan gagah.
"Perlahan dulu, jangan terburu-buru dan gegabah," kata
Pangeran Bouw Hun Ki. "Urusan ini sudah menjadi urusan
negara, bukan urusan pribadi lagi. Istana Pangeran Cu Kiong
sekarang tentu makin diperkuat penjagaannya setelah Thian
Hwa lolos dari sana. Kita kumpulkan semua pasukan yang
setia dan membuat pertahanan besar-besaran. Para ciangkun
yang berada di sini harap cepat menghubungi teman-teman
sependirian yang setia kepada pemerintah. Juga pasukan kita
yang berada di luar kota raja, malam ini sudah harus
memasuki kota raja. Semua ini perlu diatur sebaik mungkin
dan secara rahasia. Ketahuilah, bahwa pihak musuh juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai banyak pendukung dan mereka cerdik. K ita sudah
berhati-hati, sudah menyembunyikan lagi Pangeran Mahkota
ke rumah kami ini, di ruangan rahasia bawah tanah, tidak lagi
di istana. Namun, mungkin mereka sudah mengetahui atau
menduganya. Karena itu, yang terutama kita harus
mengungsikan Pangeran Mahkota ke tempat yang benarbenar rahasia dan dijaga amat kuat, baru kita atur yang lain."
"Pangeran, sebaiknya Pangeran Mahkota disembunyikan di
dalam benteng induk pasukan kerajaan yang mempunyai
tempat persembunyian rahasia dan terjaga kuat oleh pasukan
pilihan yang besar jumlahnya!" kata Panglima Ciang.
"Baik, usul itu diterima!" kata Pangeran Bouw Hun Ki yang
percaya sepenuhnya kepada panglima ini.
Setelah itu, mereka lalu mengatur rencana untuk menjaga
kalau sewaktu-waktu pihak lawan bergerak, dan mengubah
posisi mereka yang mungkin sudah diketahui atau diduga
musuh. Mereka semua dapat menduga bahwa titik-titik pusat
yang akan diserang oleh kekuatan pemberontak tentu istana
tempat tinggal Pangeran Bouw Hun Ki dan istana kaisar yang
tentu akan dikuasa i pemberontak. Oleh karena itu, pertahanan
pertama diutamakan istana, dan tempat tinggal Pangeran
Bouw Hun Ki sengaja dikosongkan untuk menjebak lawan!
Keselamatan Pangeran Mahkota tidak perlu dikhawatirkan lagi
karena selain pihak musuh tidak mungkin tahu atau menduga,
juga perbentengan induk pasukan itu kuat bukan main.
Demikianlah, kalau pihak Pangeran Cu Kiong malam itu
mengaso untuk persiapan gerakan esok hari, pihak Pangeran
Bouw Hun Ki malam itu juga sibuk membuat persiapan untuk
menghancurkan apabila pihak pemberontak mengadakan aksi
penyerbuan! Pada keesokan harinya, penduduk kota raja sama sekali
tidak menyangka akan terjadi peristiwa menggemparkan.
Mereka semua mengira bahwa peristiwa penyerbuan di istana
Pangeran Bouw Hun Ki telah selesa i dan para penjahat atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemberontak yang didalangi Pangeran Leng Kok Cun sudah
terbasmi, bahkan dalangnya, Pangeran Leng Kok Cun, sudah
pula terbunuh. Mereka semua mengira bahwa tentu
suasananya kini aman setelah tidak ada yang mendalangi
pemberontakan. Akan tetapi, suasana mulai gempar dan para penghuni
banyak yang berlari-larian, mengungsi ketakutan ketika terjadi
pertempuran hebat di beberapa tempat. Terutama sekali
terjadi pertempuran besar-besaran antara dua pasukan
pemerintah yang berbeda pimpinan. Hanya ragam pakaian,
bentuk topi, dan bendera mereka saja berbeda, lambanglambang kesatuan mereka, akan tetapi di antara mereka tidak
terdapat pasukan musuh dari luar. Semua adalah pasukan
pemerintah. Berarti ini terjadi perang pemberontakan!
Pertempuran berkobar mulai pagi-pagi sekali. Mula-mula,
pasukan pemberontak yang menjaga di pintu gerbang selatan,
berjumlah seribu orang, tiba-tiba menghadapi serbuan
pasukan pemerintah dari luar pintu gerbang dalam jumlah
yang seimbang. Akan tetapi baru saja pertempuran dimulai,
dari dalam kota raja muncul sekitar seribu orang prajurit
pemerintah yang menjepit pasukan pemberontak. Pasukan ke
dua dari pemerintah ini ternyata masuk ke dalam kota raja
melalui pintu gerbang utara semalam, hal yang sama sekali
tidak disangka para pemimpin pemberontak.
Pertempuran ke dua terjadi di depan istana tempat tinggal
Pangeran Bouw Hun Ki. Akan tetapi pertempuran di sini tidak
seimbang. Pertahanan yang
dilakukan para prajurit pemerintah di sini lemah sekali sehingga mereka terus
mundur, terdesak oleh pasukan pemberontak yang lebih besar
jumlahnya. Pertempuran ke tiga terjadi di depan istana kaisar! Di sini
terjadi pertempuran yang sama hebatnya dengan yang terjadi
di pintu gerbang kota raja. Pihak pasukan pemberontak
mendapat sambutan hebat dari pasukan pemerintah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak kalah banyaknya, bahkan pasukan pemberontak terjepit
oleh pasukan yang membanjir keluar dari benteng induk
pasukan yang semalam telah menampung bala bantuan dari
luar yang masuk ke kota raja melalui pintu-pintu gerbang yang
tidak terjaga pasukan pemberontak. Tentu saja pihak pasukan
kerajaan dapat mendesak pasukan pemberontak yang menjadi
panik menerima penyambutan itu.
Selain di tiga tempat itu, terdapat pula pertempuranpertempuran kelompok kecil dari para mata-mata dan
penyelidik kedua pihak. Bahkan para jagoan pendukung
pemberontak yang ikut menyerbu, ketika disambut para
pendekar yang membela kerajaan segera memisahkan diri dari
pasukan yang bertempur dan mereka memilih bertanding di
tempat-tempat yang luas, tidak sempit oleh banyaknya prajurit
yang bertempur.
Thio Kwan dan Yu Kok Lun yang memimpin dua losin
prajurit menyerbu ke gedung tempat tinggal Pangeran Ciu
Wan Kong dengan membawa tugas menangkap ayah Huangho Sian-li, akan tetapi setelah menyerbu, mereka kecelik
karena di gedung itu tidak terdapat siapa pun. Bahkan tidak
ada seorang pun pelayan. Yang ada hanya beberapa orang
prajurit penjaga yang segera melarikan diri melihat ada
prajurit pemberontak menyerbu. Thio Kwan dan Yu Kok Lun
kecewa dan marah sekali. Untuk melampiaskan kemarahan
mereka, mereka merusak perabot-perabot
rumah, membiarkan dua losin anak buah mereka mengambil dan
merampok barang berharga sesuka hati mereka dari rumah
itu, kemudian mereka menyuruh anak buah mereka
membakar gedung itu untuk me lampiaskan kemarahan
mereka! Setelah itu, dengan sorak sorai kemenangan
menutupi kekecewaan dua orang pimpinan mereka dan juga
gembira karena pasukan yang berubah menjadi gerombolan
perampok itu telah memperoleh "hasil" lumayan dari gedung
Pangeran Ciu Wan Kong, mereka menuju ke istana Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bouw Hun Ki untuk membantu pasukan besar yang menyerbu
ke sana. Ketika Thio Kwan dan Yu Kok Lun tiba di depan istana
Pangeran Bouw Hun Ki, hati mereka gembira melihat betapa
pasukan pendukung Pangeran Cu Kiong sedang mendesak
pasukan pemerintah yang mempertahankan istana Pangeran
Bouw. Akan tetapi mereka berdua juga melihat perkelahian
mati-matian terjadi agak jauh dari pertempuran para prajurit,
yaitu antara jagoan-jagoan pendukung Pangeran Cu Kiong
melawan para pendekar yang membela kerajaan!
Memang seru dan menarik sekali perkelahian antara para
ahli silat tingkat tinggi itu, jauh lebih seru dan menegangkan
dibandingkan dengan pertempuran antara para prajurit kedua
pihak yang saling tumpas dengan ngawur itu.
Seperti telah direncanakan oleh para pemberontak, yang
memimpin pasukan yang menyerbu istana Pangeran Bouw
Hun Ki diperkuat dengan orang-orang sakti seperti Lam-hai
Cin-jin, Ngo-beng Kui-ong, Mong Lai dan para perwira tinggi.
Akan tetapi setelah melihat para pendekar tidak ada yang
menyambut mereka dan hanya pasukan kerajaan saja yang
menyambut, maka Lam-hai Cin-jin mengajak para jagoan
untuk membantu penyerbuan ke istana yang dipimpin sendiri
oleh Pangeran Cu Kiong yang dibantu oleh Ang-mo Niocu Yi
Hong. Setelah tiba di depan istana kaisar, barulah mereka
mendapat sambutan dahsyat. Lam-hai Cin-jin segera diterjang
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa tanpa banyak cakap lagi dan
mereka segera bertanding mati-matian. Nyonya Pangeran
Bouw Hun Ki atau yang ketika masih gadis merupakan
seorang pendekar wanita berjuluk Sin-hong-cu (Burung Hong
Sakti) bernama Souw Lan Hui, begitu melihat Ngo-beng Kuiong segera menerjang kakek mayat hidup ini karena ia dapat
menduga tentu kakek ini lihai bukan ma in seperti yang
diceritakan Thian Hwa dan mereka pun segera terlibat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkelahian dahsyat. Ang-mo Niocu Yi Hong segera diserang
oleh Bu Kong Liang yang kini membenci wanita yang ternyata
berwatak jahat dan palsu itu. Mong Lai, tokoh Mongol yang
ahli ilmu s ilat campur gulat, juga memiliki kekuatan ilmu s ihir,
diserang oleh Bouw Kun Liong, putera Pangeran Bouw. Thio
Kwan dan Yu Kok Lun yang baru datang ke depan istana itu
setelah membakar rumah Pangeran Ciu Wan Kong yang
ternyata kosong, juga sudah diserbu dua orang gadis cantik,
yaitu Bouw Hwi Siang dan Gui Siang Lin. Adapun Pangeran Cu
Kiong yang tadinya hanya memberi semangat kepada para
jagoannya, tiba-tiba harus menghadapi Pangeran Bouw Hun
Ki! "Cu Kiong, apakah engkau tidak ma lu berhadapan dengan
nenek moyang kita setelah engkau mati nanti sebagai seorang
pengkhianat dan pemberontak?"
"Bouw Hun Ki, engkau orang tua yang tidak tahu malu!
Engkau sudah bekerja sama dengan penjahat wanita Huangho Sian-li untuk menguasai tahta kerajaan. Pada lahirnya saja
engkau mengaku sebagai pelindung dan pendamping
Pangeran Kang Shi, akan tetapi siapa tidak tahu akan isi
perutmu" Engkau ingin menguasai Pangeran yang masih
kanak-kanak itu sehingga engkaulah yang berkuasa atas
pemerintahan!" Setelah berkata demikian, Pangeran Cu Kiong
menerjang dan menyerang dengan pedangnya.
"Tranggg...!" Pangeran Bouw Hun Ki menangkis dengan
pedangnya dan dua orang pangeran yang paman dan
keponakan ini sudah saling serang dengan pedang mereka.
Biarpun Pangeran Bouw Hun Ki baru setelah menikah dengan
Souw Lan Hui belajar ilmu silat dari isterinya itu, namun
karena isterinya memiliki kepandaian silat yang hebat, maka
pangeran ini pun memiliki pertahanan yang cukup kuat dan
serangan balasannya juga cukup berbahaya bagi lawannya
karena Pangeran Cu Kiong juga bukan seorang ahli silat yang
terlalu pandai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah pertempuran berlangsung, barulah Pangeran Cu
Kiong dan para pembantu dan pendukungnya, merasa terkejut
dan kecelik. Mereka sama sekali tidak mengira bahwa rencana
siasat mereka telah dihadapi dengan persiapan yang amat
kuat oleh pihak lawan, bahkan pasukan yang mendukung
pemberontak jumlahnya jauh kalah besar.
Yang menjadi puncak perkelahian antara para ahli silat itu
adalah pertandingan antara Lam-hai Cin-jin melawan Huangho Sian-li Ciu Thian Hwa, dan antara Ngo-beng Kui-ong
melawan Sin-hong-cu Souw Lan Hui atau Nyonya Bouw.
Mereka inilah yang memiliki tingkat ilmu silat paling tinggi di
antara para tokoh kedua pihak.
Bouw Hujin menghadapi lawan yang amat tangguh. Nyonya
yang berusia lima puluh satu tahun ini adalah murid Bu-tongpai yang lihai. Senjatanya siang-kiam (sepasang pedang)
bergerak cepat sekali membentuk dua gulungan sinar pedang
yang menyambar-nyambar bagaikan dua ekor naga sakti
berlomba saling berebut mustika. Juga ia memiliki tenaga sakti
yang amat kuat. Akan tetapi sekali ini ia bertanding melawan
Ngo-beng Kui-ong yang merupakan datuk tua paling dahsyat
ilmunya di seluruh daerah selatan! T adi sebelum Nyonya Bouw
dan para pembantunya keluar menyambut lawan, Ngo-beng
Kui-ong ini, di samping keponakan muridnya, yaitu Lam-hai
Cin-jin, mengamuk dan telah membunuhi setiap orang perwira


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maupun prajurit yang berani dekat dengan mereka. Entah
sudah berapa puluh orang tewas di tangan Ngo-beng Kui-ong.
Kini pun, Nyonya Bouw masih sering mendapat bantuan
prajurit atau perwira yang merasa memiliki ilmu s ilat lumayan.
Namun, mereka itu bagaikan laron menyerang api, begitu
tersentuh sinar tongkat ular di tangan Ngo-beng Kui-ong
mereka sudah berpelantingan dan tewas!
Melihat betapa banyaknya prajurit dan perwira yang
menjadi korban kelihaian kakek yang seperti mayat hidup itu,
Nyonya Bouw menjadi marah sekali. Ia mengeluarkan pekik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melengking dan tangan kirinya bergerak. Tiga benda
berkeredepan seperti kilat menyambar ke arah tenggorokan,
ulu hati, dan pusar tubuh Ngo-beng Kui-ong! Itulah tiga
batang Gin-seng-piauw (Senjata Rahasia Bintang Perak) yang
dilepas secara dahsyat oleh tangan kiri Nyonya Bouw! B iarpun
Ngo-beng Kui-ong merupakan seorang yang memiliki ilmu s ilat
tingkat tinggi dan lihai sekali, walaupun dia mampu
menghindarkan diri dari serangan maut ini, tidak urung dia
terkejut bukan main. Dia melempar diri ke belakang dan
bergulingan sehingga serangan tiga batang piauw itu luput.
Ketika dia bergulingan itu, dia melihat betapa pasukan
pengikut Pangeran Cu Kiong sudah terdesak mundur dan
banyak di antara mereka yang tewas. Kakek ini memang
cerdik dan licik. Dia sudah memperhitungkan jauh-jauh bahwa
kalau Pangeran Cu Kiong kalah, agaknya akan sukar baginya
untuk menyelamatkan dirinya, sukar untuk keluar dari kota
raja. Maka sekarang, selagi ada kesempatan, dia harus
mempergunakannya untuk menyelamatkan diri. Keselamatan
dirinya adalah yang paling utama baginya. Maka begitu dia
melompat bangun, dia melemparkan tongkat ularnya ke atas
dan senjata itu melayang seperti seekor ular hidup ke arah
leher Nyonya Bouw!
Nyonya Bouw maklum akan kelihaian tongkat ular yang kini
bergerak seolah hidup itu, dapat menduga bahwa itu
merupakan ilmu sihir yang jahat, maka ia pun cepat
menggerakkan sepasang pedangnya untuk menangkis sambil
mengerahkan tenaga saktinya. Terdengar suara nyaring
berdentangan ketika tongkat ular itu mengamuk dan selalu
bertemu dengan sepasang pedang yang dima inkan oleh
Nyonya Bouw dengan cepat sehingga membentuk lingkaran
sinar bergulung-gulung seperti payung besar yang dibuka dan
menjadi perisai.
"Trang-trang-trak-trakk!" Ketika Nyonya Bouw membuat
gerakan menggunting dengan kedua pedangnya dari kanan
kiri, tiba-tiba tongkat itu seperti kehilangan kekuatannya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat terpotong-potong oleh sepasang pedang Nyonya Bouw.
Ternyata Ngo-beng Kui-ong menghentikan kekuatan sihirnya
yang tadi mengendalikan tongkat itu, karena dia menggunakan kesempatan itu untuk tidak mempedulikan
tongkatnya lagi, melainkan melompat dengan cepatnya ke
arah Pangeran Bouw Hun Ki yang masih berkelahi melawan
Pangeran Cu Kiong dengan sengitnya.
Pada saat itu, perkelahian antara dua orang pangeran tua
dan muda itu masih berlangsung seru. Agaknya para prajurit
masih sungkan terhadap wibawa dua orang pangeran yang
paman dan keponakan sendiri ini sehingga tidak ada prajurit
yang mau melakukan pengeroyokan atau mencampuri
perkelahian itu.
Karena tempat mereka berdua berkelahi menjadi terbuka
tanpa adanya pengeroyokan, Ngo-beng Kui-ong sekali loncat
dapat menyambar tubuh Pangeran Bouw Hun Ki. Begitu
menotok punggung Pangeran Bouw Hun Ki sehingga pangeran
itu terkulai lumpuh, dia terus mengempit dan membawanya
melompat jauh. Melihat ini, para panglima pendukung
kerajaan terkejut dan hendak menolong, akan tetapi mereka
tidak berani bergerak ketika melihat Ngo-beng Kui-ong
mendekatkan jari-jari tangan membentuk cakar kepada kepala
Bouw Hun Ki sambil berseru.
"Siapa berani menghalangiku, kuhancurkan kepalanya!"
Bahkan Nyonya Bouw yang melihat betapa suaminya
ditangkap Ngo-beng Kui-ong yang secara licik meninggalkannya tadi, perbuatan yang sama sekali tidak ia
sangka-sangka, menjadi pucat dan marah sekali. Akan tetapi
wanita perkasa ini pun bukan seorang berbatin lemah yang
tidak mampu mengendalikan perasaannya sendiri. Dia maklum
bahwa Ngo-beng Kui-ong tidak mempunyai alasan lain dalam
menculik suaminya kecuali untuk mempergunakannya sebagai
sandera agar dia dapat meloloskan diri. Tidak ada alasan lain
karena kakek yang seperti mayat hidup itu hanyalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan orang kiriman Jenderal Wu Sam Kwi untuk
membantu gerakan Pangeran Cu Kiong. Jadi, kurang kuat
alasannya untuk membunuh Pangeran Bouw. Pasti hanya
untuk sandera agar dia dapat meloloskan diri keluar kota raja.
Maka, ia pun cepat melakukan pengejaran, hanya
membayangi saja, tidak berani terlalu dekat karena khawatir
hal itu akan membahayakan nyawa suaminya.
Tidak ada yang tahu akan peristiwa terculiknya Pangeran
Bouw Hun K i oleh Ngo-beng Kui-ong lalu dikejar Nyonya Bouw
keluar dari medan pertempuran karena semua orang sibuk
sendiri bertempur menghadapi lawan masing-masing yang
cukup tangguh. Pertempuran terus berlanjut dan sudah
banyak korban dari kedua pihak berjatuhan.
Sementara itu, tiga puluh orang prajurit yang ditinggalkan
di istana Pangeran Cu Kiong untuk menjaga agar tawanan Si
Han Bu tidak sampai lolos, merasa gelisah. Mereka tahu
bahwa Pangeran Cu Kiong dan semua anak buahnya sedang
mencoba untuk merebut tahta kerajaan dan kini sedang
bertempur melawan pasukan kerajaan. Dari tempat mereka
berkumpul di rumah tahanan yang berada di belakang istana,
mereka dapat mendengar suara orang bertempur yang
bergemuruh. Mereka menjadi gelisah sekali. Bukan hanya
mereka yang merasa gelisah, akan tetapi juga seluruh
penghuni istana, yaitu para keluarga Pangeran Cu Kiong dan
para pelayan dan pembantu rumah tangga. Mereka tinggal
menanti berita. Kalau pihak Pangeran Cu menang mungkin
kemuliaan menanti mereka, akan tetapi sebaliknya kalau
usaha pemberontakan itu gagal, malapetaka menanti mereka!
Si Han Bu yang duduk di atas pembaringan, bersila dan
tampak tenang saja. Dia memang tidak merasa khawatir sama
sekali, bukan hanya karena dia maklum bahwa Ngo-beng Kuiong yang menawannya hendak menggunakan dia untuk
membujuk gurunya agar membantu Jenderal Wu Sam Kwi,
akan tetapi terutama sekali karena pemuda ini tidak pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merisaukan sesuatu. Dia menghadapi segala hal yang
menimpa dirinya dengan tenang. Apa pun yang terjadi,
terjadilah! Dia kini ditawan musuh, ini merupakan sebuah
kenyataan. Perlu apa dirisaukan lagi" Yang penting tetap
tenang dan waspada, tanpa mengkhawatirkan
dan membayangkan hal-hal buruk yang mungkin akan datang. Dia
ditawan, ini merupakan sebuah kenyataan yang tak dapat
disangkal atau diubah lagi. Tidak perlu disusahkan, tiada
gunanya dikhawatirkan. Dia ditawan musuh, titik. Dalam
keadaan tenang, pikirannya menjadi jernih dan hatinya tenang
menghadapi apa pun yang akan terjadi. Sekarang dia masih
hidup dan selama masih hidup, dia tidak akan pernah putus
asa. Tentu saja sudah menjadi kewajiban setiap orang
manusia yang hidup di dunia ini mempertahankan keadaan
dirinya, mempertahankan kehidupannya. Ikhtiar itu wajib.
Kalau lapar mencari makanan, kalau haus mencari minuman,
kalau mengantuk tidur, kalau sakit mencari obatnya. Setiap
orang harus menjaga kehidupan dirinya sendiri, bahkan setiap
mahluk harus melakukannya, kalau ia masih ingin hidup.
Sekarang pun dia harus berupaya untuk dapat meloloskan dari
tahanan. Tidak perlu mengotori otaknya dengan semua
ketakutan, kesusahan, atau kekhawatiran dengan membayangkan masa depan yang belum tiba. Otak harus
bersih untuk dapat berdaya upaya menolong dirinya sendiri.
Maka ia duduk bersamadhi, untuk menenangkan hati dan akal
pikirannya, dan untuk menghimpun tenaganya yang mungkin
kalau peluangnya ada, akan dia perlukan.
Kita kembali ke medan pertempuran yang kini semakin
menjauhi istana kaisar karena pemberontak mulai terdesak
mundur dan keluar dari daerah istana. Y ang berkelahi dengan
seru dan mati-matian terutama sekali adalah Huang-ho Sian-li
Ciu Thian Hwa me lawan Lam-hai Cin-jin, jagoan paling lihai
dari pihak pemberontak setelah Ngo-beng Kui-ong yang sudah
melarikan diri menculik Pangeran Bouw Hun Ki dan dikejar
Nyonya Bouw keluar kota raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pedangnya, Thian Hwa melawan mati-matian
karena harus diakuinya bahwa Lam-hai Cin-jin merupakan
seorang lawan yang amat tangguh. Tingkat kepandaian Koksu
(Guru Negara) dari Yunnan-hu ini hanya berada di bawah
Ngo-beng Kui-ong, itu pun selisihnya tidak banyak walaupun
kakek mayat hidup itu merupakan paman gurunya. Senjata di
tangan Lam-hai Cin-jin amat menyeramkan. Sebuah tongkat
ruyung berduri yang mengandung racun sehingga lawan dapat
terbunuh hanya oleh luka yang tidak berbahaya karena
racunnya akan menjalar ke dalam tubuh korban. Selain
tongkat ruyung berduri yang ganas itu, juga tangan kiri Lamhai Cin-jin menyelingi serangan ruyungnya dengan pukulan
jarak jauh Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam). Setiap
tangan kirinya melancarkan serangan ini, telapak tangannya
berubah hitam dan dari telapak tangan itu menyambar uap
hitam beracun! Thian Hwa harus bekerja keras menghadapi pukulan Hektok-ciang dan sambaran ruyung berduri itu. Ia mula-mula
mainkan Kwan-im Kiam-sut (Ilmu Pedang Kwan Im) yang
lembut indah dan kokoh pertahanannya. Namun lama-lama ia
maklum bahwa menghadapi lawan seperti Lam-hai Cin-jin
yang demikian lihainya, kalau hanya bertahan saja akhirnya ia
sendiri yang akan terancam bahaya. Melawan seorang yang
demikian lihainya, menyerang merupakan pertahanan yang
lebih menguntungkan. Maka ia lalu mengubah ilmu
pedangnya. Kini ia mainkan Huang-ho Kiam-hoat (Ilmu
Pedang Sungai Kuning) yang tidak selembut Kwan-im Kiamsut namun Huang-ho Kiam-hoat ini memiliki gerakan yang
dahsyat penuh dengan serangan yang bergelombang. seperti
membanjirnya air Sungai Kuning yang terkenal itu.
"Cring-tranggg...!" Bunga api berpijar-pijar ketika pedang
itu untuk ke sekian kalinya bertemu dengan ruyung.
"Wuuuuttt...!" tangan kiri Lam-hai Cin-jin menyambar dan
uap hitam meluncur ke arah kepala T hian Hwa. Gadis perkasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu miringkan tubuhnya dan cepat menggunakan tangan kiri
untuk menangkis.
"Dukk...!" Lengan tangan kiri T hian Hwa yang berkulit putih
halus dan mungil itu bertemu dengan lengan yang besar
pendek dipenuhi bulu kasar. Biarpun Thian Hwa sudah dapat
menduga akan kekuatan lawan dan dara ini tadi sudah
mengerahkan sin-kang sekuatnya, tetap saja tubuhnya
terpental dan terhuyung ke belakang saking kuatnya
pertemuan tenaga sakti mereka. Thian Hwa terkejut karena
dia tidak menduga bahwa pukulan tangan kiri Lam-hai Cin-jin
sedahsyat itu. Pada saat itu, Lam-hai Cin-jin sudah melompat
ke depan dan ruyungnya menyambar ke arah kepala Thian
Hwa! Dalam keadaan yang amat gawat itu, berkelebat bayangan
putih dan sebuah sinar pedang me luncur dan menangkis
ruyung itu. "Singg... trranggg...!"
Lam-hai Cin-jin terkejut sekali ketika ruyungnya tertangkis
sebatang pedang dan yang membuat tangannya tergetar
hebat. Pada saat itu ada hembusan angin kuat menyambar.
Kiranya ada kipas yang menyerangnya. Dia tahu berhadapan
dengan lawan kuat. Cepat dia melempar diri ke belakang dan
berjungkir balik tiga kali. Ketika dia memandang, seorang
wanita berpakaian putih, berusia empat puluh tahun lebih
namun masih cantik, telah berdiri, pedang di tangan kanannya
dan kipas di tangan kirinya.
"Im-yang Sian-kouw...!" katanya kaget dan maklum bahwa
akan sulit menghadapi pengeroyokan dua orang wanita sakti
itu dia lalu me lompat jauh menghilang di antara para prajurit
yang sedang bertempur.
Thian Hwa tidak mengejar karena mengejar pun percuma
mencari seorang di antara demikian banyaknya prajurit yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur. Pula ia amat tertarik mendengar disebutnya nama
tadi. Ia menghampiri wanita itu dan bertanya.
"Apakah... Bibi ini Im-yang Sian-kouw...?"
Im-yang Sian-kouw mengangguk dan sejak tadi pun ia
sudah kagum melihat sepak terjang gadis muda yang berani
melawan Lam-hai Cin-jin dengan demikian gigihnya. Ia
mengangguk sambil tersenyum, akan tetapi sebelum ia
sempat bertanya, Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa sudah


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata dengan hati tegang.
"Bibi, cepat, Bibi. Kita harus pergi menolong murid Bibi...."
"Muridku?"
"Ya, bukankah Si Han Bu itu murid Bibi?"
Im-yang Sian-kouw terkejut. "Benar, di mana dia" Apa
yang terjadi dengan dia?"
"Nanti saja kuceritakan, Bibi. Sekarang yang terpenting kita
harus menolong dan membebaskannya. Mungkin dia tertawan
di rumah Pangeran Cu Kiong, Si Pemberontak itu. Mari, Bibi!"
Huang-ho Sian-li melompat dengan cepat sekali sehingga
Im-yang Sian-kouw harus mengerahkan gin-kang untuk
menyusul gadis itu. Hatinya tentu saja merasa gelisah
mendengar murid yang disayang seperti anak sendiri itu
tertawan musuh.
Setelah mereka berlari secepat terbang, Im-yang Siankouw mendapat kenyataan betapa gadis itu dapat berlari
cepat sekali, tidak kalah olehnya!
"Apa... apa dia masih hidup?" tanyanya khawatir.
"Mudah-mudahan saja, Bibi!"
Ketika mereka tiba di istana Pangeran Cu Kiong, keadaan di
situ sunyi. Maklum, pasukan telah meninggalkan tempat itu
untuk ikut menyerbu istana kaisar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tempat tahanan berada di belakang, mari kita ke sana,
Bibi!" kata Thian Hwa dan dua orang Wanita perkasa itu
melayang ke atas wuwungan istana dan menyelidiki di bagian
belakang. Ketika tiba di ruangan tahanan yang telah dikenal
baik oleh Thian Hwa, mereka berdua melihat tiga puluh orang
prajurit s ibuk melepaskan anak panah ke dalam sebuah kamar
tahanan melalui jeruji besi yang kokoh kuat.
Di dalam ruangan itu, mereka melihat seorang pemuda
yang bukan lain adalah Si Han Bu, bergerak-gerak lincah,
mengelak dan menangkisi puluhan batang anak panah yang
menyambar dari depan. Masih untung baginya bahwa di
belakangnya adalah dinding sehingga para prajurit itu tidak
dapat mengepung dan menyerangnya dari belakang atau
samping, hanya dari depan. Ternyata tiga puluh orang prajurit
yang ditinggalkan Pangeran Cu K iong untuk menjaga tawanan
itu semakin gelisah mendengar berita bahwa pasukan
pendukung Pangeran Cu Kiong tampaknya terdesak. Maka,
karena mereka ingin sekali segera pergi dari situ, baik untuk
membantu perang ataupun untuk lari menyelamatkan diri,
mereka serentak mengambil keputusan untuk membunuh
tawanan dengan menyerang dengan anak panah dari luar
ruangan tahanan!
Betapa pun lihainya Si Han Bu, dihujani anak panah oleh
tiga puluh orang prajurit tanpa dia memegang senjata untuk
melindungi dirinya, sungguh merupakan hal yang merepotkannya. Sudah ada dua batang anak panah yang
melukai pundak dan pahanya. Walaupun dua batang anak
panah itu tidak menembus pundak dan paha, namun tetap
saja dua bagian tubuhnya itu lecet-lecet dan berdarah. Han Bu
lalu melompat dan mengangkat dipan yang menjadi tempat
tidurnya, dan setelah dia menggunakan dipan untuk
melindungi diri dari keroyokan anak panah, keadaannya agak
membaik. Dia tidak repot sekali, namun tetap saja dia sama
sekali tidak mampu membalas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar bentakan suara wanita. "Pertahankan,
Han Bu!" "Subo...!" Han Bu girang sekali mendengar suara gurunya
dan dia menjadi lebih gembira me lihat Huang-ho Sian-li juga
datang bersama subonya. Tentu saja Han Bu sudah tahu,
bahkan sudah merasa yakin bahwa Im-yang Sian-kouw
sesungguhnya dulu bernama Cui Eng, puteri dari Cui Sam atau
ibu kandung dari Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa!
Dua orang wanita itu lalu mengamuk. Begitu mereka
melayang turun dari atas genteng, tubuh mereka berkelebatan
bagaikan dua ekor burung rajawali menyambar-nyambar dan
para prajurit itu berpelantingan roboh! Dalam waktu sebentar
saja, dua belas orang prajurit sudah roboh dan tak dapat
bangun lagi. Yang lainnya menjadi panik dan ketakutan.
Mereka tanpa dapat dikomando lagi lalu melarikan diri
meninggalkan bangunan tempat tahanan, bahkan terus
melarikan diri keluar dari istana Pangeran Cu Kiong.
Im-yang Sian-kouw cepat membuka pintu kamar tahanan
dan Han Bu keluar sambil tersenyum.
"Wah, untung Subo dan Huang-ho Sian-li datang
menolong. Kalau tidak tentu aku akan mati!"
"Bagaimana luka di pundak dan pahamu?" Im-yang Siankouw memandang ke arah baju bagian pundak dan celana di
paha yang robek dan berdarah.
"Tidak apa-apa, Subo, hanya lecet sedikit."
"Bibi dan Si Han Bu, mari kita cari senjata kita yang
dirampas, lalu cepat kembali ke istana membantu pasukan
yang bertahan terhadap serbuan para pemberontak!"
Mendengar ucapan Huang-ho Sian-li, guru dan murid itu
mengangguk dan mereka cepat mencari pedang Kwan-imkiam dan kantung Pek-hwa-ciam milik Thian Hwa yang
dirampas, juga pedang Im-yang-kiam dan kipas Im-yang-poTiraikasih Website http://kangzusi.com/
san milik Si Han Bu. Mereka tidak mempedulikan keluarga dan
para pelayan Pangeran Cu Kiong yang ketakutan dan sete lah
mencari di kamar Pangeran Cu Kiong, gadis dan pemuda itu
menemukan senjata mereka. Dengan girang mereka lalu
membawa senjata mereka dan bersama Im-yang Sian-kouw
cepat kembali ke tempat pertempuran yang masih
berlangsung. Mereka tidak sempat untuk bicara karena
pertempuran masih berlangsung dan Huang-ho Sian-li
mendesak guru dan murid itu untuk bergegas ke istana dan
membantu pasukan kerajaan.
Pertempuran masih berlangsung ramai walaupun pasukan
pemberontak terus terdesak mundur. Juga terjadi perubahan
besar dalam pertempuran antara jagoan-jagoan pendukung
pemberontak melawan para pembela kerajaan. Setelah pihak
pemberontak ditinggalkan jagoan yang paling sakti, yaitu Ngobeng Kui-ong, maka banyak di antara teman-temannya yang
menjadi jerih. Ang-mo Niocu Yi Hong yang cerdik dan licik itu
merasa gentar setelah melihat Ngo-beng Kui-ong melarikan
diri sambil menculik Pangeran Bouw Hun K i. Ia melihat betapa
gurunya, Lam-hai Cin-jin, juga hanya mampu mendesak Thian
Hwa akan tetapi lalu muncul seorang wanita setengah tua
cantik yang amat lihai yang membuat gurunya lari terbirit-birit!
Lam-hai Cin-jin dan Ngo-beng Kui-ong sudah melarikan diri,
tidak ada harapan lagi untuk menang! Ang-mo Niocu yang
cerdik berpikir. Biarpun pemberontakan itu gagal, setidaknya
ada keuntungannya bagi Jenderal Wu Sam Kwi, pertama
karena pemberontakan itu melemahkan Kerajaan Mancu.
Kedua kalinya, ia telah memiliki Tek-pai dari Kaisar Shun Chi
dan ia percaya Tek-pai ini amat berguna bagi pemimpinnya.
Kalau ia serahkan Tek-pai itu kepada Jenderal Wu Sam Kwi,
tentu ia mendapatkan pahala besar! Maka, untuk apa
membahayakan dan mengorbankan nyawanya hanya untuk
membela Pangeran Cu Kiong yang bagaimanapun hanya
seorang pangeran penjajah Mancu" Maka, sambil berteriak
melengking ia menusukkan payung pedangnya dan ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditangkis, mendadak dari ujung payung pedang itu meluncur
Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah) sebanyak tujuh batang
menyerang ke arah Bu Kong Liang yang menjadi lawannya!
Murid Siauw-lim-pai yang tangguh itu cepat memutar siangkek (sepasang tombak pendek bercabang) sambil melompat
tinggi ke atas lalu berjungkir balik ke belakang sehingga
sebagian jarum-jarum merah itu tertangkis dan sebagian lagi
dapat dielakkannya. Ketika dia turun kembali, Ang-mo Niocu
sudah tidak berada di depannya. Wanita ini merasa ketakutan
ketika ia melihat Huang-ho Sian-li dan Im-yang Sian-kouw
yang tadi membuat gurunya lari terbirit-birit sudah datang lagi
di tempat itu. Maka ia cepat menyelinap di antara para prajurit
dan menghilang!
Thio Kwan yang bertanding melawan Bouw Hwi Siang,
dapat mengimbangi gadis itu, bahkan tampak lebih kuat.
Demikian pula Y u Kok Lun dapat mendesak Gui Siang In. Akan
tetapi Bu Kong Liang yang ditinggal lari Ang-mo Niocu segera
membantu dua orang gadis itu sehingga Thio Kwan dan Yu
Kok Lun terkejut dan terdesak terus. Tak lama kemudian,
kedua orang dari Kam-keng Chit-sian (T ujuh Dewa Kam-keng)
yang mengabdi kepada Pangeran Cu Kiong itu, tewas pula.
Kam-keng Chit-sian kini habis, tinggal seorang saja, yaitu
Ciang Sun, akan tetapi sudah lama dia meninggalkan
Pangeran Cu Kiong.
Bouw Hwi Siang, Gui Siang In, dan Bu Kong Liang kini
membantu Bouw Kun Liong yang masih bertanding ramai
melawan Mong Lai. Orang Mongol ini memang tangguh sekali.
Selain bertenaga gajah, ilmu silat campur ilmu gulatnya juga
berbahaya, ditambah lagi dia menguasai ilmu sihir sehingga
tadi dia sempat membuat Bouw Kun Liong kewalahan. Akan
tetapi setelah tiga orang itu maju mengeroyok, Mong Lai
menjadi repot dan akhirnya dia pun roboh dan tewas.
Melihat Pangeran Cu Kiong masih saja berteriak-teriak
memberi semangat kepada pasukannya tanpa melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyataan bahwa tiga orang jagoannya, Thio Kwan, Yu Kok
Lun, dan Mong Lai telah tewas, sedangkan mereka yang dia
andalkan, Ngo-beng Kui-ong, Lam-hai Cin-jin, dan Ang-mo
Niocu juga sudah melarikan diri meninggalkan pertempuran, Si
Han Bu melompat dengan sigapnya dan sekali tangannya
menampar, Pangeran Cu Kiong tidak mampu menghindarkan
diri dan dia tertampar roboh. Dia mencoba untuk bangkit,
akan tetapi Han Bu sudah menggerakkan pedangnya.
"Si Han Bu, jangan bunuh dia!" terdengar Huang-ho Sian-li
berseru dari belakang dan ia pun menolak lengan kanan Han
Bu sehingga pedang yang sudah ditodongkan itu menjauh dari
leher Pangeran Cu Kiong!
"Ha-ha-ha!" Pangeran Cu Kiong tersenyum getir. "Huangho Sian-li, apakah engkau masih ada perasaan cinta kepadaku
sehingga tidak tega melihat aku terbunuh?"
Mendengar ini, Thian Hwa merasa sedih juga karena harus
ia akui bahwa Pangeran Cu Kiong adalah cinta pertamanya!
Walaupun kini ia tidak mempunyai perasaan cinta kepada
pangeran yang licik, kejam dan berkhianat itu, namun tetap
saja kemesraan dalam hatinya yang dulu masih membekas.
"Pangeran Cu Kiong, dosamu sudah bertumpuk dan
sebetulnya sudah sepatutnya kalau engkau dibunuh. Akan
tetapi aku mau menukar jiwamu dengan Tek-pai milikku
pemberian Kaisar. Kembalikan Tek-pai padaku dan aku tidak
akan membunuhmu!"
Tiba-tiba Pangeran Cu Kiong tertawa bergelak. "Ha-ha-haha, jangan harap mendapatkan T ek-pai itu, Huang-ho Sian-li!
Tek-pai itu telah dibawa pergi Ang-mo Niocu Yi Hong untuk
diserahkan kepada Jenderal Wu Sam Kwi!"
"Aku akan mengejar dan mengambilnya kembali!" T iba-tiba
Si Han Bu berkata dan tubuhnya berkelebat, pergi dari situ.
"Si Han Bu...!" Huang-ho Sian-li me larang, akan tetapi Imyang Sian-kouw tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarkan saja, anak itu sukar dihalangi kalau sudah
mempunyai kehendak. Dia dapat menjaga diri dan aku hampir
yakin dia akan mampu mengambil T ek-pai itu kembali."
JILID XIII THIAN HWA lalu bergerak cepat, menotok jalan darah di
tubuh Pangeran Cu Kiong sehingga tidak mampu bergerak
lagi. Kemudian, tiba-tiba ia memanggul tubuh pangeran itu
dan membawanya melompat ke atas. Setelah tiba di puncak
menara, di bawah sinar matahari yang telah naik tinggi, ia
berseru dengan pengerahan khi-kang sehingga suaranya
terdengar nyaring dan menggema ke seluruh penjuru.
"Para pasukan pemberontak, dengar dan lihatlah! Pangeran
pemberontak Cu Kiong yang berkhianat terhadap kerajaan
telah kami tawan. Juga semua kaki tangannya telah ditumpas,
banyak yang mati dan sebagian melarikan diri. Kalau kalian,
yang masih prajurit pasukan kerajaan, membuang senjata,
berlutut dan menyerah, masih bisa diharapkan pengampunan
bagi kalian. Kalau nekat bertempur tanpa pimpinan lagi, kalian
semua pasti binasa!"
Tadinya para prajurit pemberontak ragu-ragu, akan tetapi
begitu ada seorang prajurit yang membuang senjata dan
berlutut, hal itu seperti merupakan komando dan akhirnya
mereka semua berlutut dan membuang senjata mereka.
Berakhirlah perang saudara itu dan pemberontakan
Pangeran Cu Kiong itu gagal sama sekali! Para prajurit yang
ikut memberontak dan kini menyerahkan diri mendapat
pekerjaan berat, yaitu mengurus ratusan mayat yang menjadi
korban pertempuran dan merawat lebih banyak lagi mereka
yang luka-luka. Juga mereka diharuskan melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembersihan di bekas tempat pertempuran yang dinodai
darah. Rakyat penduduk kota raja yang tadinya banyak
melarikan diri mengungsi, perlahan-lahan kembali ke rumah
masing-masing. (Oo-dwkz-jTn-oO)
Kini baru Im-yang Sian-kouw sempat berhadapan dengan
Huang-ho Sian-li. Setelah membiarkan Si Han Bu pergi
mencari T ek-pai dan Huang-ho Sian-li membawa Pangeran Cu
Kiong naik ke menara dan gadis perkasa itu berhasil
mengakhiri perang dan membuat semua prajurit pemberontak
menyerahkan diri, Im-yang Sian-kouw memandang gadis itu
dengan sinar mata penuh kagum. Pangeran Cu Kiong telah
diserahkan kepada panglima untuk ditahan dalam penjara.
"Nona, ketika mula-mula tiba di kota raja dan mendengar
akan nama besar Huang-ho Sian-li, aku masih belum percaya
bahwa ada seorang gadis yang masih muda seperti engkau ini
selain memiliki ilmu kepandaian yang lihai sekali, juga dapat
bersikap tegas dan bijaksana seperti seorang panglima
perang! Nona, siapakah gurumu?"


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Guruku bernama Thian Bong Sianjin, Bibi. Akan tetapi, Bibi
Im-yang Sian-kouw, ilmu kepandaianmu lebih hebat lagi,
bahkan kalau tidak ada muridmu Si Han Bu yang menolongku
keluar dari tahanan, mungkin sekarang aku sudah mati."
"Aih, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi, Nona. Sudah
semestinya orang-orang segolongan dan sehaluan saling
membantu tanpa pamrih. Eh, apa artinya ucapan Pangeran Cu
Kiong itu" Benarkah bahwa engkau... mencintanya" Maafkan
pertanyaanku ini karena sungguh aku merasa bingung
mendengarnya. Apakah hubunganmu dengan pangeran
pemberontak itu?"
Huang-ho Sian-li tersenyum menghela napas panjang.
"Sebetulnya kami masih merupakan saudara sepupu, Bibi. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu putera Pamanda Kaisar Shun Chi, sedangkan aku adalah
puteri seorang pangeran...."
"Wah! Kiranya engkau ini puteri pangeran" Ah, pantas
kalau begitu. Siapakah ayahmu, kalau aku boleh mengetahui?"
Dalam suara Im-yang Sian-kouw terdengar getaran aneh dan
sinar matanya kini dengan tajam penuh selidik menatap wajah
Thian Hwa. "Ayahku bernama Ciu Wan Kong, seorang adik Kaisar Shun
Chi.... eh, kenapa Bibi...?" Thian Hwa hampir saja meloncat
untuk menangkap tubuh Im-yang Sian-kouw yang tiba-tiba
terhuyung dan wajahnya tampak pucat sekali.
Siapa yang akan dapat bertahan mendengar pengakuan
seorang gadis cantik jelita dan gagah bahwa gadis itu adalah
puteri suaminya" Akan tetapi Im-yang Sian-kouw adalah
seorang wanita gemblengan yang sudah banyak mengalami
hal-hal yang amat hebat sehingga batinnya sudah menjadi
kuat. Ia tersenyum, memandang Thian
Hwa dan menggelengkan kepalanya dengan lembut.
"Tidak apa-apa... tidak apa-apa... engkau... eh, siapakah
namamu, anak yang baik?"
"Namaku Ciu Thian Hwa, Bibi."
Im-yang Sian-kouw terdiam sejenak. Ia sengaja tidak
mengeluarkan suara lagi karena jantungnya berdebar kencang
dan ia tahu bahwa sekuat-kuat hatinya, pada saat itu tetap
saja suaranya akan terdengar gemetar penuh perasaan haru
dan sangsi. Ya, ia masih sangsi bahkan tidak percaya akan
dugaannya yang muncul bahwa gadis ini adalah puterinya!
Tidak, tidak mungkin! Past i anak ini merupakan keturunan lain
dari Pangeran Ciu Wan Kong, atau tentu ada keterangan lain.
Tidak mungkin sama sekali gadis ini adalah anaknya yang
ketika masih bayi bersama ia dan ayahnya hanyut terbawa
arus air Sungai Kuning yang demikian dahsyatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau kenapa, Bibi?" kembali Thian Hwa bertanya
melihat wanita itu kini diam saja termenung.
"Thian Hwa, maukah engkau memperkenalkan aku dengan
keluargamu?" tanyanya lirih.
"Tentu saja, Bibi! Murid Bibi itu pun sudah bertemu dengan
ayahku. Mari, Bibi, kita pergi ke rumah Ayah, akan tetapi
maklum, aku tadi mendengar kabar bahwa rumah Ayah
dirampok dan dibakar oleh gerombolan pemberontak. Ayah
sudah mendahului ke sana untuk memeriksa dan membereskannya."
Im-yang Sian-kouw tidak banyak bicara lagi dan kedua
kakinya bergerak cepat, bagaikan melayang ia meninggalkan
tempat itu. Thian Hwa cepat mengejarnya dan gadis ini
sampai lupa dan tidak memperhatikan bahwa wanita cantik itu
langsung menuju ke arah rumah ayahnya! Tentu saja hal ini
tidak aneh karena Im-yang Sian-kouw yang dulu bernama Cui
Eng itu sudah hafal akan letak rumah Pangeran Ciu Wan Kong
yang juga menjadi tempat tinggalnya!
Setelah tiba di depan gedung tempat tinggal Pangeran Ciu
Wan Kong, Im-yang Sian-kouw berhenti dan berdiri dengan
hati diliputi keharuan. Ia tentu saja mengenal benar rumah
besar itu, di mana ia tinggal sejak kecil sampai menjadi
dewasa, bekerja sebagai pelayan, kemudian menjadi kekasih
Pangeran Ciu Wan Kong. Pot-pot bunga seruni yang berjajar
di depan gedung itu masih berdiri dan pada saat itu sedang
berbunga. Akan tetapi bagian kanan rumah itu terdapat bekas
terbakar, hangus dan barang-barang berserakan. Ia melihat
banyak prajurit sedang membersihkan tempat itu.
"Bibi, biar aku mencari Ayah dan memberitahukan akan
kedatanganmu," kata Thian Hwa.
Im-yang Sian-kouw tidak menjawab, masih berdiri seperti
patung memandang rumah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa berlari memasuki gedung dan ia menemukan
ayahnya sedang mengumpulkan barang-barang berharga yang
dapat diselamatkan dari kebakaran, menyusunnya dalam
kamar ayahnya, dibantu oleh Cui Sam, kakeknya.
"Ayah! Kong-kong!"
"Thian Hwa, rumah ayahmu dirampok dan dibakar
jahanam-jahanam itu!" kata Kakek Cui Sam gemas.
"Ah, tidak mengapa. Ini masih baik karena bagaimanapun
juga, pihak pemberontak berhasil dihancurkan, bukan begitu,
Thian Hwa?" kata Pangeran Ciu Wan Kong dengan wajah
gembira. Dia tadi mendengar akan sepak terjang puterinya
yang hebat mengagumkan, yang telah menawan Pangeran Cu
Kiong dan membawanya ke puncak menara di mana dengan
gagah beraninya Thian Hwa berhasil membuat para sisa
pemberontak membuang senjata dan menakluk! Perbuatan itu
amat hebat dan menjadi buah bibir dan pujian seluruh rakyat.
"Harta benda hilang bisa dicarikan penggantinya, yang
terpenting adalah nama dan kehormatan keluarga dan engkau
telah menjunjung tinggi sekali nama dan kehormatan keluarga
kita, Anakku!" kata pula Pangeran Ciu Wan Kong.
"Ayah, aku datang bersama seorang tamu."
"Eh" Mana tamunya" Siapa?"
"Bibi Im-yang Sian-kouw, Ayah."
"Im-yang Sian-kouw?" Tanya pangeran itu ragu karena
merasa tidak mengenal nama itu.
"Hemm, agaknya Ayah telah lupa lagi akan keterangan
pemuda bernama Si Han Bu itu."
"Si Han Bu..." Ah, ya, maksudmu guru Si Han Bu yang
katanya tahu di mana adanya ibumu itu" Ah, cepat persilakan
ia masuk ke sini. Thian Hwa." Lalu dia berkata kepada Cui
Sam. "Gak-hu (Ayah Mertua), mari kita bersihkan tempat ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan persiapkan untuk menerima tamu kita. Ia akan
memberitahu tentang Cui Eng!" kata Pangeran Ciu Wan Kong
dan mereka berdua segera sibuk membereskan ruangan tamu
untuk menyambut Im-yang Sian-kouw.
Baru saja mereka selesai membersihkan kamar tamu yang
tidak ikut terbakar itu, Thian Hwa dan Im-yang Sian-kouw
muncul di ambang pintu.
"Ayah, inilah Bibi Im-yang Sian-kouw yang telah
menyelamatkan nyawaku ketika aku terancam oleh Lam-hai
Cin-jin!" kata Thian Hwa.
Pangeran Ciu Wan Kong sedang memegang sebuah vas
kembang dan membersihkannya dari debu. Dia memutar
tubuh memandang dan... "pyarrr...!" vas itu terlepas dan
terjatuh pecah berkeping-keping di atas lantai. Dia berdiri
bengong terlongong dengan wajah pucat. T hian Hwa terkejut,
memandang Im-yang Sian-kouw dan melihat betapa wanita
itu menundukkan mukanya yang pucat dan perlahan-lahan
butiran air mata menuruni kedua pipinya!
"Cui Eng...! Cui Eng... Ya Tuhan... benar-benar engkaukah
ini..." Cui Eng, isteriku...?" Suara ini terdengar menggigil,
bahkan kedua lengan pangeran itu pun menggigil.
"Pangeran...." suara Im-yang Sian-kouw
lirih dan sesenggukan. "Cui Eng...! Engkau benar Cui Engku...!" Tiba-tiba Pangeran
Ciu Wan Kong tersaruk-saruk maju dan menjatuhkan diri
berlutut di depan wanita itu! "Cui Eng, ampunkan aku... Aku
demikian lemah sehingga tidak berani menentang kehendak
orang tuaku... aku telah berdosa kepadamu, telah membuat
hidupmu, hidup Gak-hu (Ayah Mertua) dan hidup anak kita
menderita... ampunkan aku, Cui Eng...."
Im-yang Sian-kouw menahan perasaan harunya. "Pangeran, bangkit dan berdirilah. Kalau engkau menyadari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa dulu engkau amat lemah, mengapa sekarang tidak
berubah dan masih amat lemah?"
"Cui Eng... terima kasih engkau telah kembali...."
"Berdirilah, Pangeran. Dengar, aku tidak ingin kembali
kepadamu yang sudah mengusirku. Aku hanya datang untuk
mendengar tentang ayah dan anakku...."
"Cui Eng, aku di sini..,." T iba-tiba Cui Sam yang sejak tadi
hanya melongo saja di sudut ruangan, kini maju menghampiri
puterinya. "Ayah...!" Cui Eng berseru dan ia segera berlutut di depan
kaki Cui Sam. Kakek itu mengangkatnya dan mereka pun
berangkulan sambil menangis.
"Cui Eng, inilah anak kita, Ciu Thian Hwa. Thian Hwa, cepat
beri hormat kepada ibumu!" kata Pangeran Ciu Wan Kong
yang sudah bangkit berdiri.
Sejak tadi Thian Hwa berdiri dengan muka pucat, tidak
bergerak seperti patung. Sama sekali ia tidak pernah menduga
bahwa Im-yang Sian-kouw adalah Cui Eng ibunya! Bagaimana
ia dapat menduganya" Ia mendengar dari kakek dan ayahnya
bahwa Cui Eng adalah seorang wanita lemah yang sama sekali
tidak paham ilmu silat. Sedangkan Im-yang Sian-kouw
merupakan seorang wanita yang demikian sakti! Maka biarpun
ayahnya menyuruh ia memberi hormat kepada Im-yang Siankouw sebagai ibunya, ia masih ragu-ragu dan hanya
memandang dengan sinar mata mencorong penuh selidik.
Sebaliknya, Im-yang Sian-kouw juga belum dapat menerima
dan percaya begitu saja bahwa Huang-ho Sian-li adalah anak
kandungnya yang dulu belum ia beri nama ketika terlepas dari
pondongan dan hanyut dalam Sungai Kuning.
"Pangeran Ciu Wan Kong! Ayah, harap jangan membohongi
aku. Bagaimana mungkin anak ini adalah anakku yang ketika
bayi hanyut di air Sungai Huang-ho" Bagaimana mungkin...?"
Suara wanita itu kini tergetar mengandung isak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Cui Sam berkata dengan suara seorang ayah yang
marah dan menegur puterinya. "Cui Eng! Jangan keraskan
hatimu karena dendam kebencian! Ketahuilah bahwa Ciu Wan
Kong juga menderita, bahkan tidak kalah menderitanya
dibandingkan kita! Dia bahkan tidak pernah menikah dan telah
dikenal sebagai orang yang sinting karena duka memikirkan
dirimu! Panjang ceritanya bagaimana anakmu ini dapat
selamat bahkan kini menjadi seorang pendekar wanita. Apa
anehnya" Engkau sendiri juga dahulu seorang wanita lemah
dan kini telah menjadi seorang wanita sakti. Pandanglah baikbaik, andaikata pikiranmu yang penuh dendam kepada
Pangeran Ciu itu mencoba untuk menyangkal, pandanglah
muka Ciu T hian Hwa! T idakkah engkau dapat melihat, apakah
matamu telah buta untuk dapat melihat betapa anakmu ini
memiliki wajah seperti kembar dengan wajahmu" Thian Hwa,
inilah Cui Eng, ibumu yang selama ini kaurindukan!"
Mendengar ucapan Cui Sam yang marah itu, bagaikan
bendungan air pecah, kedua orang wanita itu mengeluarkan
rintihan jerit hati dan mereka tersedu-sedu lalu entah siapa
yang lebih dulu, mereka saling tubruk dan saling rangkul.
Dua orang wanita ini hampir tidak dapat mengeluarkan
suara. "Ibu...!"
"Anakku... Anakku...!"
Keduanya menangis tersedu-sedu, bagaikan air bah yang
membanjir sete lah bendungannya bobol. Im-yang Sian-kouw
merangkul, menciumi muka T hian Hwa yang basah dengan air
mata mereka, lalu menekan muka anaknya itu ke dadanya
seperti seorang ibu hendak menyusui bayinya.
Dapat dibayangkan betapa mendalam rasa haru di dalam
dada hati dua orang wanita itu. Keduanya sama sekali tidak
pernah mengira bahwa mereka akan dapat saling bertemu.
Thian Hwa yang sejak bayi terpisah dari ibunya dan ditemukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Bong Sianjin hanyut di air Sungai Huang-ho,
menganggap ibunya tentu sudah tewas. Demikian pula,
seujung rambut pun tidak pernah mengira bahwa anaknya
yang masih bayi dapat selamat dari air sungai yang besar dan
ganas itu. Keharuan yang mendalam itu timbul dari perasaan
duka, sakit hati, juga rasa bahagia yang luar biasa. Selama ini
Cui Eng atau Im-yang Sian-kouw tidak mau pergi ke kota raja
untuk menemui suaminya karena ia merasa sakit hati sekali
atas pengusiran terhadap dirinya. Yang membuat ia
mendendam terutama sekali karena ia kehilangan anaknya. Ia
menganggap bahwa Pangeran Ciu Wan Kong telah
memusnahkan semua kebahagiaannya, membunuh anaknya
dan membunuh ayahnya, membuat ia merana dan hampir
mati kalau saja tidak ditolong Bu Beng Kiam-sian.
Betapa pun hebatnya perasaan haru mencekam perasaan
hati Huang-ho Sian-li dan Im-yang Sian-kouw, namun mereka
berdua adalah wanita-wanita yang gagah perkasa dan sudah
tergembleng lahir batinnya sehingga selain tenaga badan
mereka amat kuat, juga tenaga batin mereka kokoh dan tidak
mudah dilumpuhkan perasaan sendiri. Tak lama kemudian
keduanya sudah dapat menguasai hati dan ketenangan
mereka, lalu Im-yang Sian-kouw melepaskan rangkulannya


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada puterinya dan menghampiri Cui Sam, lalu ia
menjatuhkan diri berlutut di depan kaki ayahnya itu.
"Ayah...!"
Cui Sam membungkuk dan merangkul puterinya, ditariknya
agar berdiri dan kakek ini pun memandang puterinya dengan
sepasang mata basah.
"Cui Eng, alangkah bahagianya kita sekeluarga dapat
bertemu dan berkumpul kembali seperti ini...."
"Apa yang dikatakan Gak-hu benar, Eng-moi... sekarang
tidak ada lagi penghalang bagi kita untuk hidup bersama
dengan bahagia, sekeluarga menjadi satu dan tidak akan
terpisah lagi," kata Pangeran Ciu Wan Kong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Im-yang Sian-kouw memandang wajah
pangeran itu dengan sinar mata mencorong dan mulut
bergaris keras. "Pangeran Ciu Wan Kong, setelah apa yang
kaulakukan terhadap aku dan keluargaku dua puluh tahun
yang lalu, bagaimana mungkin aku dapat hidup bersamamu
lagi" Tidak, aku tidak mau!"
Cui Sam, Thian Hwa, dan terutama sekali Pangeran Ciu
Wan Kong terkejut bukan main mendengar ucapan yang keras
dan tegas penuh kepahitan dari Im-yang Sian-kouw. Akan
tetapi ucapan itu sekaligus menikam perasaan Pangeran Ciu
Wan Kong seperti ujung sebatang pedang ditusukkan ke ulu
hatinya. "Cui Eng, engkau jangan berkata begitu! Aku menjadi
saksinya bahwa yang mengusir kita dulu adalah orang tua
Pangeran Ciu, bukan dia. Dia hanya terlalu taat kepada orang
tuanya dan tidak berani menentang kehendak mereka. Dan
aku tahu betapa dia amat menderita. Dia tidak pernah
menikah dan...," kata Cui Sam.
"Aih, Eng-moi, aku mengerti sekarang...!" Pangeran Ciu
Wan Kong tiba-tiba memotong. "Aku memang tidak pernah
menikah, akan tetapi engkau... mungkin saja engkau telah
menikah dengan laki-laki lain...." Suaranya terdengar sedih
sekali. "Huh, memikirkannya juga aku tidak pernah!" bentak Imyang Sian-kouw.
Tiba-tiba Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa merangkul ibunya
dan menangis. "Ibu... Ibu... selama aku hidup baru sekarang
ini aku ingin memohon sesuatu kepada ibuku. Ibu, aku mohon
sukalah kiranya Ibu mengasihani dan memaafkan kelemahan
Ayah dahulu, sudilah Ibu kembali kepada Ayah dan hidup
bersama kami, Ibu...."
"Memaafkan manusia yang kejam ini" Manusia yang begitu
angkuh akan kedudukan dan keturunan, yang memandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rendah rakyat kecil dan miskin seperti aku" Memaafkan
manusia yang telah menghancurkan hidupku, yang membuat
Ibu Anak dan kakekmu menderita dan hampir tewas" Dan
engkau, yang sejak kecil dipisahkan dari ayah ibumu dan
kakekmu, yang bahkan tidak sempat diberi nama oleh ibumu,
engkau yang sudah digembleng menjadi seorang pendekar
wanita yang gagah perkasa, engkau malah membujuk aku
memaafkan manusia yang jahat ini?"
Thian Hwa menjatuhkan diri berlutut dan menciumi kaki
ibunya. "Ibu, harap dengarkan dulu kesaksianku, Ibu. Ketika
pertama kali aku mendengar cerita Kakek Cui Sam tentang
apa yang Ibu alami di keluarga Ciu, aku juga marah dan
bahkan mengambil keputusan untuk membantai keluarga Ciu
yang dulu mengusir Ibu. Akan tetapi, orang tua Ayah, yaitu
mereka yang dulu mengusir Ibu, telah tiada. Aku marah
kepada Pangeran Ciu Wan Kong dan bermaksud menghajarnya. Akan tetapi ketika aku tiba di sini dan melihat
Ayah meratapi dan menangisi gambar Ibu seperti orang yang
hilang ingatan, aku menyadari bahwa Ayah bukanlah orang
jahat. Dia hanya lemah dan tidak berani menentang orang
tuanya. Ibu, jahatkah orang yang taat dan tidak mau
menentang Ayah Ibunya" Memang, Ayah lemah, akan tetapi
sama sekali tidak jahat. Selain itu, aku berani memastikan
bahwa Ayah amat mencinta Ibu, sejak dahulu sampai
sekarang. Karena itu, sekali lagi, Ibu kembalilah kepada Ayah.
Aku ingin sekali melihat Ayahku dan Ibuku hidup rukun dan
saling mencinta. Apalagi Kakek Cui Sam juga sudah berada di
sini, Ibu. Kita semua dapat merupakan sebuah keluarga
lengkap yang hidup berbahagia."
Dengan air mata bercucuran Pangeran Ciu Wan Kong kini
berlutut pula di dekat puterinya. "Eng-moi.... kalau engkau
tidak mau memaafkan aku... kalau engkau memang demikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit hati kepadaku, aku mohon maaf... bunuhlah aku agar
aku dapat menebus semua kesalahanku kepadamu...."
Im-yang Sian-kouw Cui Eng sesungguhnya tidak pernah
membenci suaminya ini. Ia memang menderita sakit hati yang
hebat, akan tetapi bukan kepada suaminya melainkan kepada
kedua mertuanya yang sekarang telah tiada. Ia tahu bahwa
suaminya amat mencintanya dan ia pun selalu mencinta
suaminya. Kini melihat suaminya, anaknya, juga ayahnya
semua memintakan maaf atas kelemahan suaminya, dan
melihat suaminya berlutut m inta dibunuh, hatinya menjadi cair
dan dengan air mata bercucuran ia membangunkan suaminya.
"Bangkitlah, Pangeran, tidak baik seorang suami berlutut di
kaki isterinya. Aku... aku memaafkan semua kelemahanmu
dahulu." Empat orang itu bertangis-tangisan, akan tetapi tangis
terakhir ini adalah tangis kebahagiaan. Setelah luapan
keharuan mereka mereda, Pangeran Ciu Wan Kong lalu
memerintahkan pelayan untuk menyediakan pesta makan
keluarga dan mereka makan minum dengan gembira
menyambut persatuan kembali keluarga itu.
Selesa i makan, barulah mereka saling menceritakan
pengalaman masing-masing. Pangeran Ciu Wan Kong tidak
mengalami banyak hal, selama itu seolah dia mati walaupun
jasmaninya masih hidup. Dia tidak me lakukan kegiatan apa
pun, hanya menyesali dan menangisi kepergian Cui Eng dan
anaknya. Baru setelah muncul Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa
dalam hidupnya, gairah hidupnya bangkit kembali dan dia
bahkan terlibat dalam urusan menghadapi para pangeran
yang memberontak. Kemudian Kakek Cui Sam menceritakan
pengalamannya. Ketika mereka bertiga, Kakek Cui Sam, Cui
Eng, dan bayinya yang sedang pergi menuju dusun tempat
asal mereka, terbawa hanyut air Sungai Huang-ho yang deras,
dia kehilangan puteri dan cucunya. Dia sendiri berhasil
menyelamatkan diri dan dalam keadaan sengsara dia kembali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke kota raja dan diterima sebagai pelayan di istana Pangeran
Cu Kiong sampai dia bertemu dengan Ciu Thian Hwa yang
segera dikenalnya karena wajah gadis itu persis wajah
puterinya, Cui Eng. Kemudian betapa akhirnya dia dibawa
Thian Hwa untuk tinggal bersama Pangeran Ciu Wan Kong,
mantunya. Ketika giliran Ciu Thian Hwa tiba, gadis ini menceritakan
semua pengalamannya dengan panjang lebar. Karena Kakek
Cui Sam dan Pangeran Ciu Wan Kong sudah pernah
mendengar ceritanya, maka yang amat memperhatikan dan
mendengarkan dengan hati tertarik sekali adalah Im-yang
Sian-kouw. Thian Hwa bercerita betapa ketika ia yang masih
bayi terseret air Sungai Kuning, ia diselamatkan oleh Thian
Bong Sianjin dan kemudian menjadi muridnya.
"Aih, jadi engkau murid Thian Bong Sianjin" Aku pernah
mendengar namanya disebut mendiang guruku, Bu Beng
Kiam-sian!" seru Im-yang Sian-kouw girang dan kagum.
Pantas puterinya menjadi seorang pendekar wanita yang amat
terkenal, kiranya ia menjadi murid, bahkan dirawat dan
dibesarkan oleh tosu itu. "Dan diakah yang memberimu nama
Thian Hwa?"
"Benar, Ibu. Kong-kong (Kakek) atau Suhuku itu
memberiku nama Thian Hwa."
"Dan julukan Huang-ho Sian-li itu?"
Wajah Thian Hwa berubah kemerahan. "Ah, itu hanya
sebutan dari para penduduk dusun-dusun di sepanjang
Huang-ho. Karena aku sering menolong mereka, maka mereka
menyebutku demikian." Gadis itu juga bercerita tentang Ui
Yan Bun yang menjadi sahabat baiknya, bahkan juga terhitung
suhengnya karena Ui Yan Bun mendapat gemblengan pula
dari T hian Bong Sianjin.
"Siapa kau bilang nama pemuda sahabatmu dan Suhengmu
tadi?" Im-yang Sian-kouw memotong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Namanya Ui Yan Bun, Ibu."
"Nanti dulu... apakah dia seorang pemuda berusia sekitar
dua puluh tiga tahun, berpakaian serba biru, wajahnya bersih
dan sikapnya sopan, tubuhnya tinggi sedang dan senjatanya
pedang?" Kini T hian Hwa memandang ibunya dengan mata terbelalak
dan wajah berseri. "Ibu mengenalnya" Benar, dia adalah
pemuda seperti yang Ibu gambarkan!"
"Aku pernah bertemu dengan Ui Yan Bun. Ketika itu, dia
datang ke Beng-san bersama seorang gadis bernama Wan Kim
Hui. Maksud kedatangan mereka mencarikan obat bagi ibu
gadis itu yang terkena pukulan Hek-tok-ciang dari Lam-hai
Cin-jin. Mereka ingin minta obat itu dari guruku, akan tetapi
karena Bu Beng Kiam-sian telah tiada, maka aku memberikan
obat penawar racun Hek-tok-ciang itu kepada mereka."
Dengan singkat Im-yang Sian-kouw menceritakan tentang
pertemuannya dengan Ui Yan Bun dan Wan Kim Hui itu.
Kemudian Thian Hwa me lanjutkan ceritanya ketika ia
meninggalkan perguruan untuk mencari pengalaman dan
untuk mencari orang tuanya sampai ia tiba di kota raja dan
mula-mula ia membantu Pangeran Cu Kiong yang disangkanya
seorang pangeran yang baik budi. Setelah tahu bahwa
pangeran itu memiliki cita-cita yang tidak benar, ia lalu
meninggalkannya. Kemudian ia memperdalam ilmunya di
bawah gemblengan kedua dari Thian Bong Sianjin dan ketika
turun gunung ia terlibat dalam urusan di istana. Setelah
bertemu ayah dan kakeknya dan dipercaya oleh Kaisar yang
masih paman-tuanya sendiri, ia secara langsung berhadapan
dengan pemberontak yang dipimpin oleh Pangeran Cu Kiong.
Semua pengalaman itu ia ceritakan dan ibunya mendengarkan
dengan penuh keharuan akan tetapi juga bangga.
Setelah Thian Hwa selesai bercerita, Pangeran Ciu Wan
Kong memandang isterinya dan berkata. "Eng-moi, sekarang
engkau harus menceritakan semua yang kaualami. Aku masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terheran-heran dan sulit untuk percaya bahwa engkau, yang
dulu lemah, bahkan pernah menolak untuk membunuh seekor
tikus yang mengacau di dapur, tiba-tiba muncul sebagai
seorang wanita sakti!"
Cui Eng menghela napas panjang. "Memang, pengalaman
seseorang terkadang amatlah aneh, tidak kalah aneh daripada
dongeng-dongeng. Pengalaman Thian Hwa tadi juga sudah
aneh sekali dan sekarang giliranku bercerita. Aku tidak ingin
menceritakan tentang segala penderitaanku karena hal itu
hanya akan membangkitkan kenang-kenangan lama yang
tidak enak. Singkatnya, ketika aku hanyut di sungai, dalam
keadaan pingsan aku diselamatkan mendiang Suhu Bu Beng
Kiam-sian (Dewa Pedang Tanpa Nama). Aku dibawa ke Bengsan, dirawat sehingga sembuh lalu menjadi muridnya. Nah,
sejak saat itu aku hanya hidup untuk belajar ilmu silat dan
ilmu pengobatan dari Suhu. Kemudian, Suhu menolong
seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, yaitu Si Han Bu
yang kemudian oleh Suhu diserahkan kepadaku untuk menjadi
muridku." "Akan tetapi mengapa engkau mengubah namamu menjadi
Im-yang Sian-kouw, Eng-moi?" tanya suaminya.
"Aku ingin mengubur nama lama itu yang hanya
mendatangkan kesengsaraan dan Suhu pula yang memberi
aku julukan Im-yang Sian-kouw, disesuaikan dengan ilmu s ilat
Im-yang Sin-kun yang kupelajari sampai mendalam. Han Bu
merupakan satu-satunya penghibur bagiku, apalagi setelah
Suhu tiada. Dia menjadi murid akan tetapi juga pengganti
keluarga sehingga sudah kuanggap sebagai anak sendiri.
Maka, begitu dia turun gunung, aku merasa kesepian dan
timbul niatku untuk pergi ke kota raja...."
"Ah, Ibu tentu ingin mengetahui keadaan Ayah!" kata Thian
Hwa. Im-yang Sian-kouw tersenyum dan kedua pipinya yang
masih halus itu menjadi kemerahan. "Yah, bagaimanapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit hatiku, dia itu ayahmu, Thian Hwa dan aku juga
menyadari bahwa dia tidak bersalah. Akan tetapi begitu tiba di
sini, terjadi pertempuran itu. Aku bertanya-tanya dan
mendengar tentang namamu yang dipuji-puji orang sebagai
pendukung kerajaan dan engkau menentang pemberontak.
Ketika aku melihat engkau bertanding melawan Lam-hai Cinjin, tidak sukar bagiku untuk memihakmu. Aku mengenal Lamhai Cin-jin sebagai seorang pengikut Jenderal Wu Sam Kwi,
dan di selatan dia merupakan seorang datuk yang terkadang
melakukan perbuatan sesat. Maka aku segera turun tangan
membantumu."
Semua orang bernapas lega. Kini mereka semua sudah
mengetahui riwayat masing-masing selama keluarga itu ceraiberai. Kini keluarga itu telah berkumpul dan bersatu kembali.
Mereka seolah-olah mengalam i kehidupan baru yang
menjanjikan masa depan yang penuh kebahagiaan.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Bouw Hujin atau Sin-hong-cu Souw Lan Hui mengerahkan
seluruh gin-kangnya dan ia berhasil menyusul Ngo-beng Kuiong yang melarikan diri dari medan pertempuran sambil
menculik Pangeran Bouw Hun Ki. Mereka sudah tiba di luar
kota raja, di jalan yang sepi.
"Keparat jahanam, Ngo-beng Kui-ong, kiranya nama
besarmu itu kosong belaka! Engkau tidak lebih hanya seorang


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua bangka mau mampus yang pengecut dan penakut!"
demikian Bouw Hujin berteriak setelah ia berkelebatan
melampaui lawan dan kini berhadapan dengan Ngo-beng Kuiong dengan sepasang pedang di tangan.
Melihat bahwa pengejarnya hanya seorang saja, Ngo-beng
Kui-ong tertawa mengejek. T entu saja dia tidak takut kepada
nyonya itu. Tadi, dalam pertempuran, dia sudah mengenal
ilmu silat nyonya ini dan walaupun harus dia akui bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita cantik ini memiliki ilmu pedang Bu-tong-pai yang amat
dahsyat, namun kalau hanya bertempur satu lawan satu, dia
merasa yakin akan mampu mengalahkannya. Kini di tempat
sunyi itu, tentu saja hatinya menjadi besar. Dia melemparkan
tubuh Pangeran Bouw Hun Ki yang lemas tertotok ke atas
tanah sehingga tubuh itu bergulingan. Hati Nyonya Bouw
tenang melihat keadaan suaminya tidak terluka dan tidak
terancam bahaya, maka tanpa membuang waktu lagi ia sudah
memutar sepasang pedangnya dan menyerang dengan ganas
dan sangat dahsyat.
"Haiiittt...!" Pedang kiri wanita itu menusuk ke arah muka di
tengah-tengah antara kedua mata Ngo-beng Kui-ong dengan
jurus Hui-in-ci-tian (Awan Mengeluarkan Kilat) disambung
dengan pedang kanan menyambar dari samping, melengkung
menebas pinggang lawan dengan jurus Giok-tai-wi-yau (Sabuk
Kemala Melingkari Pinggang). Dua serangan beruntun ini
berbahaya bukan main karena serangan pertama ke arah
tengah-tengah antara sepasang mata itu membuat lawan silau
dan terkejut, pandangannya tercurah kepada sinar mencorong
yang meluncur ke tengah dahi itu sehingga perhatiannya
terhadap pedang kanan yang menyambar pinggang agak
kurang. Akan tetapi Ngo-beng Kui-ong adalah seorang ahli
silat yang selain kuat juga sudah banyak sekali pengalamannya berkelahi, maka biarpun dia agak terkejut,
tetap saja dia dapat menggerakkan tongkat ularnya ke
sebelah kiri tubuhnya untuk menangkis babatan pedang kanan
Nyonya Bouw. "Singg... trangggg!" Bunga api berpijar menyilaukan mata
dan di lain saat Ngo-beng Kui-ong sudah membalas dengan
serangan kilat yang amat hebat. Dia bukan hanya
menggerakkan tongkatnya, melainkan menggerakkan tubuhnya yang berputaran seperti gasing dan tongkatnya
mencuat dan menyambar dari pusingan badannya yang tidak
dapat dilihat jelas itu. Tentu saja menghadapi serangan aneh
ini, Bouw Hujin terkejut, akan tetapi wanita itu memiliki ginTiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang yang tinggi, membuat tubuhnya dapat berkelebatan
seperti seekor burung walet yang selalu dapat menghindarkan
diri dari serangan tongkat yang tiba-tiba dari tubuh lawan
yang berpusing itu.
Perkelahian di tempat sunyi itu semakin seru. Ngo-beng
Kui-ong bersilat dengan ilmu tongkat Pat-hong-tung (T ongkat
Delapan Penjuru) yang amat dahsyat sehingga tubuhnya
berputar seperti gasing. Untuk menghadapi ilmu tongkat yang
amat hebat ini, Bouw Hujin (Nyonya Bouw) mainkan siangkiam (sepasang pedang) dengan ilmu pedang Siang-liong-huithian (Sepasang Naga Terbang ke Langit) sebuah ilmu pedang
dari Bu-tong Kiam-sut (Ilmu Pedang Bu-tong-pai). Karena
Nyonya ini telah memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
yang amat baik, maka tubuhnya seperti berkelebatan terbang
saja. Akan tetapi, bagaimanapun juga, Sin-hong-cu Souw Lan
Hui atau Nyonya Bouw yang lihai itu masih kalah pengalaman
bertanding dibandingkan lawannya yang sudah berusia
delapan puluh tahun. Kakek tua renta ini banyak sekali
ilmunya yang aneh-aneh, bukan hanya gerakan silat yang
aneh dan lihai, akan tetapi juga dia memiliki tenaga sihir yang
kuat sehingga terkadang, kalau dia membentak sambil
mengerahkan tenaga sihirnya, Bouw Hujin merasa betapa
tubuhnya terguncang hebat yang membuat gerakannya agak
kacau dan berkurang kecepatannya. Ngo-beng Kui-ong
merasa girang. Kini dia tahu bahwa inilah kemenangannya dan
dia pun semakin sering menyerang dengan pengerahan
tenaga sihir. Dan tidak dapat disangkal lagi bahwa Nyonya
Bouw kini mulai terdesak hebat.
Melihat dari tempat dia rebah terguling dan telentang,
Pangeran Bouw Hun Ki merasa khawatir sekali. Dia melihat
betapa isterinya mulai terdesak oleh kakek tua renta yang
amat sakti itu. Dia tidak mengkhawatirkan keselamatan dirinya
sendiri, akan tetapi dia amat mengkhawatirkan isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Andaikata dia tidak berada dalam keadaan tertotok, tetap saja
dia tidak mampu membantu isterinya. Tingkat kepandaian
silatnya masih terlalu jauh di bawah tingkat mereka sehingga
bantuannya bukan menolong bahkan selain mengacaukan
permainan silat isterinya, juga dalam beberapa gebrakan saja
dia akan roboh dan tewas. Kalau mungkin dia ingin berteriak
kepada kakek itu yang dia tahu bernama Ngo-beng Kui-ong
agar kakek itu melepaskan isterinya dan membawa dia ke
mana pun dikehendakinya. Dia siap dan rela mengorbankan
nyawa asalkan isterinya selamat. Namun dia tidak mungkin
meneriakkan keinginannya dan permintaannya itu. Dia
mengenal baik isterinya, seorang pendekar wanita yang lebih
menghargai nama dan kehormatan daripada nyawa. Maka, dia
mulai memandang dengan muka pucat melihat isterinya kini
repot sekali, hanya dapat menggunakan sepasang pedangnya
untuk melindungi dirinya saja tanpa mampu balas menyerang.
Bahkan sudah dua kali Nyonya Bouw terhuyung ke
belakang dan hampir terpelanting saking kuatnya hawa
pukulan yang mengandung tenaga sihir itu melandanya. Ngobeng Kui-ong semakin ganas dan kini dia mendesak dengan
tongkatnya yang amat berbahaya karena selain tongkat ular
itu mengandung racun, juga tamparan tangan kirinya
merupakan serangan yang lebih ganas dibandingkan Hek-tokciang dari Lam-hai Cin-jin, murid keponakannya itu!
Pada saat yang amat gawat itu, tiba-tiba terdengar seruan
lembut. "Siancai! Ngo-beng Kui-ong yang sudah amat tua
masih saja belum mampu menahan nafsunya yang suka
membunuh. Sayang sekali!"
Ngo-beng Kui-ong terkejut sekali ketika tiba-tiba ada hawa
dorongan yang amat kuat membuat tubuhnya yang berputar
itu kehilangan keseimbangan sehingga dia menghentikan jurus
silat berpusing itu dan memandang dengan penuh perhatian.
Dia melihat seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian seperti
seorang tosu dari kain putih, mukanya bersih tanpa kumis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau jenggot dan sikapnya tenang sekali, usianya sekitar enam
puluh tahun. "Thian Bong Sianjin!" serunya kaget. Sebaliknya, Pangeran
Bouw Hun Ki, terutama sekali Nyonya Bouw, girang bukan
main melihat munculnya Thian Bong Sianjin dalam keadaan
yang amat gawat bagi suami isteri itu.
Watak Ngo-beng Kui-ong sejak dulu memang licik. Dia
cerdik sekali dan tidak segan menggunakan cara apa pun demi
keuntungannya. Melihat munculnya Thian Bong Sianjin, dia
maklum bahwa melawan Thian Bong Sianjin berdua Sin-hongcu Souw Lan Hui, dia tidak akan menang bahkan dia berada
dalam keadaan gawat dan berbahaya sekali. Maka cepat dia
menudingkan tongkatnya ke arah tubuh Pangeran Bouw Hun
Ki yang masih rebah telentang di atas tanah, dan sinar hitam
meluncur dari ujung tongkat ke arah Pangeran Bouw Hun Ki.
Melihat ini, Thian Bong Sianjin yang berdirinya lebih dekat
dengan pangeran itu, melompat dengan gerakan kilat. Paku
hitam yang meluncur dari ujung tongkat itu mengenai
pundaknya ketika tubuhnya menjadi perisai bagi Pangeran
Bouw Hun Ki. "Manusia curang!" T hian Bong Sianjin berseru.
Melihat Thian Bong Sianjin tidak roboh biarpun terkena
pakunya yang beracun, Ngo-beng Kui-ong menjadi semakin
ketakutan dan dia pun lalu me lompat dan melarikan diri.
Setelah kakek itu pergi, tubuh Thian Bong Sianjin terkulai
roboh. Nyonya Bouw tidak melakukan pengejaran karena
perhatiannya lebih tercurah kepada suaminya dan kepada
Thian Bong Sianjin. Ia meloncat dekat suaminya,
membebaskan totokan sehingga Pangeran Bouw Hun Ki
mampu bergerak lagi, lalu keduanya memeriksa keadaan
Thian Bong Sianjin yang tergeletak dalam keadaan pingsan.
Tanpa ragu Nyonya Bouw membuka kancing baju sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampak dada Thian Bong Sianjin. Ia mengerutkan alisnya
ketika melihat sebatang paku hitam telah menancap di pundak
kanan bekas kekasih atau sahabat baiknya itu.
"Bagaimana keadaannya" Parahkah?" Pangeran Bouw Hun
Ki bertanya dengan khawatir.
Nyonya Bouw mengangguk. "Ia terkena senjata rahasia
Toat-beng-hek-ting (Paku Hitam Pencabut Nyawa) yang
mengandung racun amat berbahaya, sama bahayanya dengan
akibat pukulan Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam)."
"Ah, celaka! Lalu bagaimana" Engkau harus dapat
menyembuhkannya. Ingat, dia terluka karena melindungi
diriku, kalau dia tidak menghadang, tentu aku yang terkena
senjata rahasia ini dan sudah mati!" kata Pangeran Bouw
kepada isterinya.
"Aku mengerti," Nyonya Bouw mengangguk, dalam hatinya
merasa bersukur bahwa suaminya demikian bijaksana, sama
sekali tidak merasa cemburu walaupun sudah mengetahui
bahwa dahulu di waktu ia belum menjadi isteri pangeran itu,
hubungannya dengan Thian Bong Sianjin amat akrab.
"Satu-satunya obat penawar yang dapat menyelamatkan
nyawanya hanyalah jamur salju putih, atau bubuk racun ular
laut. Kukira di ruangan obat istana terdapat obat-obat
penawar itu. Mari kita cepat bawa dia ke sana," Nyonya Bouw
Hun Ki lalu mencabut paku hitam, menggunakan sin-kangnya
untuk menyedot darah yang keracunan walaupun yang keluar
tidak cukup banyak. Lalu ia menotok jalan darah di sekitar
pundak untuk mencegah menjalarnya racun hitam itu.
Kemudian mereka membawa Thian Bong Sianjin yang masih
pingsan kembali ke kota raja dan langsung saja ke istana.
Benar saja dugaan Nyonya Bouw, di ruangan penyimpanan
obat-obatan langka di istana terdapat obat penawar racun ular
laut. Setelah diobati dengan racun ular laut untuk menangkal
racun dari Hek-tok-ting, ternyata obat itu manjur sekali. Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bong Sianjin siuman dari pingsannya dan terbebas dari
ancaman maut. Hanya saja dia masih agak lemah dan perlu
beristirahat beberapa hari. Begitu bangkit duduk dan melihat
Pangeran Bouw Hun Ki dan Nyonya Bouw, dia segera
mengucapkan terima kasih.
"Ji-wi (Ka lian Berdua) telah menyelamatkan nyawa pinto
(aku). Kalau tidak ada Pangeran Bouw dan Bouw Hujin yang
menolong, kiranya hari ini pinto sudah tidak berada di dunia
lagi." "Wah, Totiang (sebutan pendeta), ucapan apakah yang
kaukatakan ini" Ini terbalik sama sekali!" kata Pangeran Bouw
Hun Ki. "Saya diculik Ngo-beng Kui-ong, kemudian isteriku
mengejar dan bertanding melawan dia. Akan tetapi, Ngo-beng
Kui-ong amat lihai dan agaknya isteriku dan aku pasti akan
binasa kalau saja tidak ada Totiang yang menolong kami
berdua. Bahkan Totiang menghadang paku terbang untuk
melindungiku sehingga Totiang sendiri yang terluka. Siapakah
yang menolong dan siapa yang ditolong dalam hal ini?"
Thian Bong Sianjin tersenyum. "Siancai! Kita saling tolong,
semua terjadi secara kebetulan. Nah, yang kebetulan inilah
yang telah menolong, karena kebetulan tidak dapat kita buat.
Hanya Y ang Maha Kuasa sajalah yang menciptakan kebetulan
sehingga kita diberi kesempatan untuk saling bantu.
Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa yang menolong kita semua,
dengan cara melalui orang lain yang dipergunakanNya pada
saat itu."
"Benar sekali apa yang dikatakan Thian Bong Sianjin tadi.
Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa sajalah yang dapat menolong
manusia kalau hal itu dikehendakiNya. Karena itu, segala puji
dan rasa syukur tidak sepatutnya ditujukan kepada manusia
lain, kecuali hanya kepada Tuhan. Kita semua seyogianya
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Pengasih!" kata
Nyonya Bouw dengan girang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, ucapan isteriku ini mengingatkan aku kepada cara
orang-orang berterima kasih kepada Tuhan. Biarpun setiap
saat mengucapkan terima kasih dengan suara lantang,
biarpun setiap hari menyalakan dupa berlutut di depan meja
sembahyang dan memberi korban yang serba mewah untuk
menyembah Tuhan, seperti yang dilakukan setiap orang untuk
menyatakan terima kasih mereka kepada Tuhan, apakah hal
ini sudah tepat dan benar" Mengapa kita selalu bersukur,
berterima kasih dan berdoa sukur kepada Tuhan setiap kali
kita menerima anugerah, menerima berkat yang berlimpah,
menerima hal-hal yang kita anggap menguntungkan dan
menyenangkan" Mengapa kita bersungut-sungut dan tidak
mengucap sukur kepada Tuhan yang kita anggap tidak
memberkati kita kalau kita mengalam i hal yang kita anggap
merugikan dan tidak menyenangkan" Totiang, mohon
penjelasan akan semua ini dan mohon petunjuk, apa yang
sepatutnya kita sebagai manusia bertindak untuk menyatakan
rasa sukur dan terima kasih kita kepada Tuhan Yang Maha


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuasa." Thian Bong Sianjin tertawa. "Pangeran, untuk menyelidiki
hal ini jangan kita hanya menerima pendapat seseorang
karena kalau pendapat itu keliru, kita semua ikut keliru. Hidup
ini adalah pengalaman kita semua, maka untuk menyadari
akan kebenaran, kita dapat belajar dengan membuka mata
melihat kehidupan itu sendiri, tanpa menilai, tanpa pendapat,
hanya melihat dan merasakan. Mari kita menyelidiki bersama
tentang apa yang engkau katakan tadi. Segala macam
perbuatan kalau mengandung pamrih bagi diri sendiri, sudah
pasti perbuatan itu palsu adanya dan hanya merupakan cara
untuk mendapatkan pamrihnya itu. Ada pamrih yang
terkandung dalam perbuatan yang disebut baik, seperti ingin
dipuji, ingin mendapatkan imbalan jasa, ingin dibalas, dan
masih banyak lagi keinginan yang tersembunyi di balik
perbuatan itu, semua bermaksud untuk menguntungkan dan
menyenangkan dirinya sendiri. Jelas bahwa perbuatan pamrih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tidak benar. Perbuatan tanpa pamrih adalah perbuatan
yang spontan, akan tetapi perbuatan ini pun ada dua macam.
Perbuatan spontan yang didasari rasa benci, sudah pasti tidak
benar karena mengandung kekejaman dan permusuhan.
Sebaliknya, segala macam perbuatan yang didasari Kasih
sudah pasti baik dan benar! Nah, Kasih dari Tuhan yang kita
terima berlimpah setiap saat, apakah kita hanya menjadi
manusia-manusia yang hanya bisa minta dan menerima saja,
tanpa pernah memberi" Lalu kalau Kasih dari T uhan diujudkan
dengan berkat-berkat yang berlimpahan, apakah yang dapat
kita lakukan untuk menyatakan bahwa kita benar-benar
berterima kasih kepadaNya" Tuhan Maha Kuasa, tentu saja
tidak membutuhkan pemberian apa pun dari siapa juga, akan
tetapi sebagai rasa sukur dan terima kasih kita, kita dapat
membantu Tuhan dengan menyalurkan berkat-berkatnya yang
diberikan kepada kita kepada orang lain! Kita diberkati
kekuatan yang lebih, mari kita salurkan berkat itu kepada
orang lain, untuk menolong orang yang lemah dan
membutuhkan pertolongan. Kita diberkati harta benda yang
lebih, mari kita salurkan itu kepada orang lain, menolong
orang yang membutuhkan karena miskin. Kita diberkati
pengetahuan dan pengertian, mari kita salurkan berkat itu
kepada orang lain yang tidak mengetahui dan kurang
mengerti. Kita diberkati kedudukan dan kekuasaan tinggi, mari
kita salurkan berkat itu untuk me lindungi rakyat yang tidak
berkedudukan yang tidak memiliki kekuasaan. Dengan
demikian, tidak s ia-sialah semua berkat berlimpahan yang kita
terima dari T uhan dan berbahagialah orang yang menjadi alat
Tuhan, yang dipakai oleh Tuhan untuk menyalurkan berkatberkatnya. Lihatlah, semua mahluk di dunia ini, baik bergerak
maupun yang tidak bergerak, semua merupakan penyalur
berkat Tuhan. Pohon-pohon memberikan bunga, buah, daun,
bahkan kayunya untuk manusia dan binatang. Binatangbinatang juga menyalurkan berkat Tuhan dengan memberikan
segala yang ada padanya demi kesejahteraan manusia. Lihat
angin, air, api, bahkan matahari dan bulan, mereka semua itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi penyalur berkat Tuhan yang mutlak pentingnya bagi
manusia. Lalu sekarang pertanyaannya yang harus kita
tujukan kepada hati kita masing-masing, kita yang telah
menerima sekian banyaknya berkat dari Tuhan secara
berlimpah me lalui segala benda dan mahluk ciptaanNya di
muka bumi ini, apakah yang telah kita lakukan untuk
menyatakan terima kasih kita kepada Tuhan dengan jalan
menyalurkan berkatnya yang berlimpahan itu kepada pihak
lain" Berkat dari Tuhan kita terima melalui manusia, hewan
maupun tanaman. Tidakkah sudah sepatutnya kalau kita
menyatakan terima kasih dan puji sukur kita juga me lalui
uluran kasih kepada sesama manusia, hewan, dan tanaman?"
Suasana menjadi sunyi sekali sete lah Thian Bong Sianjin
berhenti bicara. Pangeran Bouw Hun Ki dan Nyonya Bouw
dapat merasakan denyut jantung mereka sendiri dengan jelas.
Semua kata-kata itu meresap sampai ke sanubari mereka
masing-masing. Justru dalam keadaan hening itu, di mana pikiran tidak
berkeliaran dan hati tidak disibukkan perasaan apa pun,
mereka dapat menerima semua ucapan tadi yang
membangkitkan kesadaran mereka akan kebenaran yang
hakiki. Pada saat itu terdengar langkah orang yang memecahkan
keheningan itu. Bouw Kun Liong, Bouw Hwi Siang, Bu Kong
Liang, dan Gui Siang Lin memasuki ruangan itu. Dua pasang
orang muda ini sudah mendengar dari Nyonya Bouw bahwa
Thian Bong Sianjin yang menyelamatkan Pangeran Bouw Hun
Ki dan isterinya adalah guru Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa.
Maka mereka datang berkunjung untuk menengok keadaan
kakek itu yang sudah mulai sembuh.
Nyonya Bouw memperkenalkan mereka kepada Thian Bong
Sianjin yang ikut merasa gembira bahwa Nyonya Bouw atau
Souw Lan Hui yang dulu pernah menjadi sahabat baiknya itu
kini hidup bahagia dengan seorang suami yang bijaksana dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua orang anak laki dan wanita yang gagah perkasa, bahkan
agaknya telah menemukan calon dua orang mantu murid
Siauw-lim-pai yang gagah dan baik pula! Diam-diam dia
bersukur karena seandainya Souw Lan Hui menjadi isterinya,
belum tentu keadaannya akan sebaik dan sebahagia sekarang!
Mereka bercakap-cakap dengan gembira dan dalam
kesempatan itu, empat orang muda itu mendapatkan banyak
petunjuk tentang kehidupan dari T hian Bong Sianjin.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Ang-mo Niocu Yi Hong berhasil me larikan diri dan ia
merasa girang bahwa tidak ada yang mengejarnya. Biarpun
sebagai utusan Jenderal Wu Sam Kwi ia harus membawa
kabar yang tidak menggembirakan karena usaha pemberontakan Pangeran Cu Kiong yang didukungnya telah
gagal, namun ia berhasil membawa Tek-pai yang oleh
Pangeran Cu Kiong diserahkan atau dititipkan kepadanya.
Jenderal Wu Sam Kwi pasti akan girang sekali bisa
mendapatkan Tek-pai itu karena sebuah Tek-pai dari Kaisar
bagaimanapun juga memiliki kekuasaan yang disegani dan
dihormati kalangan atas kerajaan.
Setelah melakukan perjalanan yang cepat, menggunakan
kuda yang selalu ditukar dengan yang baru setelah kuda itu
kelelahan, akhirnya Ang-mo Niocu Yi Hong tiba di perbatasan
Yunnan-hu yang menjadi daerah kekuasaan Jenderal Wu Sam
Kwi. Ia berhenti di kota Mayong yang berada di dekat
perbatasan dan termasuk daerah Yunnan-hu. Karena merasa
sudah berada di daerah sendiri, Ang-mo Niocu yang merasa
lega dan aman lalu beristirahat dalam sebuah kamar di rumah
penginapan. Ia telah melakukan perjalanan yang jauh dan
berat sehingga tubuhnya terasa lelah sekali. Sampai dua hari
dua malam ia melepaskan lelah, menghabiskan waktu itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk makan dan tidur saja. Setelah menginap dua malam,
pada hari yang ke tiga, ia melanjutkan perjalanan menuju ke
ibu kota Yunnan-hu yang letaknya masih sekitar seratus li
(mil) dari kota Mayong kini ia tidak tergesa-gesa dan telah
menjual kudanya dan melanjutkan perjalanannya dengan jalan
kaki. Siang hari itu panas sekali dan seperti biasa ia
mengembangkan payungnya untuk melindungi mukanya dari
sengatan sinar matahari. Tiba-tiba tampak bayangan putih
berkelebat melaluinya dan ketika bayangan itu berhenti dan
berbalik sehingga mereka saling berhadapan, Ang-mo Niocu
melihat seorang pemuda tampan berpakaian putih menghadangnya sambil tersenyum lebar. Pemuda itu bukan
lain adalah Si Han Bu yang memang melakukan pengejaran
terhadap Ang-mo Niocu setelah ia mendengar dari Huang-ho
Sian-li bahwa T ek-pai dari Ka isar yang diberikan kepada gadis
itu telah dirampas Pangeran Cu Kiong dan kemudian oleh
pangeran itu diserahkan kepada Ang-mo Niocu yang kini
membawa Tek-pai itu kabur menuju ke Yunnan-hu di selatan
"Hai, Nona berpayung merah yang cantik, engkau tergesagesa hendak ke manakah?" kata Han Bu sambil tersenyum.
Ang-mo Niocu terbelalak memandang pemuda itu. T adinya
ia merasa tidak mengenal pemuda yang tampan dan tampak
ramah ini, akan tetapi ia segera teringat bahwa ini adalah
pemuda yang pernah ditawan dalam kamar tahanan di istana
Pangeran Cu Kiong. Padahal Pangeran Cu Kiong sudah
mengatakan bahwa kalau perjuangannya memberontak gagal,
para prajurit yang menjaga tawanan itu diperintahkan untuk
menghujaninya dengan anak panah sampai mati. Bagaimana
sekarang tahu-tahu pemuda itu telah bebas dan berada di
depannya" Akan tetapi gadis yang sudah banyak pengalaman
ini dapat menenangkan hatinya kembali karena ia pun maklum
bahwa tidak mungkin pemuda ini sengaja mengejarnya. Untuk
apa mengejarnya" Pemuda ini tidak mempunyai alasan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejarnya. Dalam pemberontakan Pangeran Cu Kiong itu ia
hanya seorang pembantu yang tidak begitu penting. Dan tidak
ada seorang pun mengetahui kecuali dia dan Pangeran Cu
Kiong sendiri bahwa Tek-pai dari Kaisar itu kini berada
padanya. Pula, Ang-mo Niocu memang amat tertarik kepada Si
Han Bu, pemuda yang tinggi besar dan jantan gagah berwajah
tampan ini. Apalagi ia tahu bahwa ilmu s ilat pemuda ini cukup
tangguh, dan sikapnya yang agak ugal-ugalan menambah
daya tariknya sebagai seorang pemuda. Lumayan untuk teman
bersenang-senang setelah sekian lamanya melakukan pelarian
yang melelahkan tanpa teman! Maka, ia tersenyum manis
sekali ketika Han Bu menegurnya sambil tersenyum itu. Tanpa
banyak berpura-pura lagi ia pun menjawab.
"Aih, engkau sudah dapat membebaskan diri dari tawanan
Pangeran Cu Kiong yang brengsek itu" Aku memang tergesagesa pergi meninggalkannya. Untuk apa aku membela
pangeran yang gagal segala-galanya itu" Aku tahu bahwa dia
pasti akan gagal segala-galanya, maka aku pun tidak
sungguh-sungguh membantunya. Eh, siapa pula namamu" Si
Han Bu, bukan" Hei, anak manis, sejak engkau ditawan
sebetulnya aku ingin sekali menolongmu namun tidak
mendapatkan kesempatan."
"Ah, aku memang tahu bahwa engkau adalah seorang yang
baik hati, Ang-mo Niocu!" kata Han Bu, diam-diam dia
mengagumi kecantikan gadis itu. Bukan hanya wajahnya yang
cantik manis, akan tetapi juga bentuk tubuhnya menggairahkan. Seorang gadis yang amat menarik hati,
memiliki daya tarik yang luar biasa, terutama kerling mata dan
senyum bibirnya yang menantang itu. Akan tetapi dia pun
sudah mengetahui bahwa gadis yang menarik ini amat lihai
dan berbahaya, juga sudah mendengar betapa gadis ini
merupakan seorang iblis betina yang suka menggoda laki-laki
untuk kemudian dibunuhnya! Benar-benar seorang iblis betina
yang amat cantik!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja aku tidak mungkin bersikap tidak baik terhadap
seorang pendekar muda yang gagah perkasa seperti engkau
ini, Si Han Bu. Sekarang katakan, mengapa engkau menyusul
aku" Dan bagaimana engkau dapat menyusulku sejauh ini?"
Han Bu tetap tersenyum. "Aku meniru perbuatanmu, Niocu.
Aku juga menunggang kuda yang kutukar dan ganti dengan
kuda lain setiap kudaku sudah kelelahan. Akhirnya aku dapat
mengejarmu di sini."
"Hemm, dan apa yang dapat kulakukan untukmu, pemuda
gagah?" "Ang-mo Niocu, perang pemberontakan Pangeran Cu Kiong
telah usai, pemberontakan telah dapat dihancurkan dan kini
tidak ada lagi permusuhan antara engkau dan aku membela
pihak masing-masing. Karena itu, apabila engkau benar-benar
hendak berbaik hati kepadaku, aku harap engkau suka
menyerahkan Tek-pai yang kauterima dari Pangeran Cu Kiong
kepadaku."
Bibir yang berbentuk indah menantang itu bergerak-gerak
mengarah senyum simpul yang nakal. "Tek-pai" Mengapa aku
harus menyerahkan Tek-pai kepadamu, pendekar tampan?"
"Niocu, Tek-pai itu oleh mendiang Kaisar Shun Chi telah
diberikan sebagai tanda kekuasaan kepada Huang-ho Sian-li
Ciu Thian Hwa puteri Pangeran Ciu Wan Kong. Pangeran Cu
Kiong yang memberontak merampas Tek-pai itu dari tangan
Huang-ho Sian-li ketika gadis itu tertawan. Kemudian
Pangeran Cu Kiong menyerahkan Tek-pai itu kepadamu,
Niocu. Nah, karena Tek-pai itu bukan hak milikmu, maka
sudah sepatutnya kalau kaukembalikan kepadaku agar dapat
kuserahkan kepada yang berhak, yaitu Huang-ho Sian-li."
"Bagaimana kalau Tek-pai itu tidak ada padaku, Han Bu?"
"Bohong! Pangeran Cu Kiong sendiri yang mengaku bahwa
Tek-pai itu dia serahkan kepadamu." bentak Han Bu.
"Sudahlah, jangan mempermainkan aku, Niocu. Serahkan T ekTiraikasih Website http://kangzusi.com/
pai itu padaku dan tidak ada urusan lagi di antara kita, tidak
ada permusuhan lagi."
"Kau tidak percaya dan mengira aku berbohong" Nah,
silakan menggeledahku, Han Bu. Mari, di sini sepi tidak ada
orang lain. Geledahlah aku!" Gadis itu lalu menghampiri
sebatang pohon besar di tepi jalan. Tempat itu teduh dan ia
menurunkan payungnya, lalu menghampiri Han Bu dan berdiri


Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sikap menantang, membusungkan dadanya dan
mengangkat kedua lengannya ke atas, memberikan tubuhnya
untuk digeledah!
Mendapatkan tantangan ini, Han Bu tersenyum malu-malu
dengan muka berubah kemerahan. Bagaimana mungkin dia
menggeledah dan menggerayangi tubuh Ang-mo Niocu untuk
mencari Tek-pai yang mungkin disembunyikan di balik
pakaiannya"
"Aih, bagaimana ini, Niocu. Aku suka menggeledahmu,
akan tetapi menggerayangi tubuhmu" Aku tidak mau
bertindak tidak sopan dan kurang ajar terhadap wanita."
"Ah, tidak apa-apa. Aku senang kalau engkau mau
menggeledah dan mencari Tek-pai itu agar engkau yakin
bahwa aku tidak berbohong kepadamu. Tek-pai itu memang
tidak berada padaku, Han Bu."
Si Han Bu merasa serba salah. Tidak mungkin dia mau
menggerayangi tubuh gadis itu untuk menggeledah.
Bagaimana kalau gadis itu berbohong" Akan tetapi mungkin
saja gadis itu memang tidak membawa Tek-pai karena
memang sudah ia sembunyikan sebelumnya" Dia mencari
akal, lalu berkata.
"Ang-mo Niocu, aku mendengar bahwa engkau adalah
seorang wanita yang gagah perkasa dan sebagai seorang
wanita gagah perkasa engkau tentu tidak mau berbohong.
Benarkah itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja benar!" kata Ang-mo Niocu sambil tersenyum
manis dan hatinya merasa senang.
"Kalau begitu, cobalah engkau membuat ikrar dengan
mengikuti kata-kataku. Beranikah engkau" Tentu berani
karena seorang gagah tidak takut akan apa pun, bukan?"
"Ya, tentu saja aku berani!"
"Nah, ikuti kata-kata dan tirukan. Tek-pai itu tidak ada
padaku." "Tek-pai itu tidak ada padaku!" kata Ang-mo Niocu dengan
tegas dan seperti main-ma in.
"Kalau aku berbohong...."
"Kalau aku berbohong...." gadis itu menirukan.
"Aku menjadi gadis yang paling jelek, paling tidak menarik,
paling menjemukan di dunia ini!"
"Aku menjadi gadis...." Ang-mo Niocu tidak me lanjutkan.
Gadis mana mau disebut paling jelek, paling tidak menarik,
dan paling menjemukan di dunia ini"
"Ha, ternyata engkau seorang gadis yang benar-benar
gagah sehingga engkau tidak mau berbohong. Sekarang
katakan, di manakah Tek-pai itu, Ang-mo Niocu?"
"Hemm, Tek-pai ada padaku, lalu apa yang akan
kaulakukan kalau Tek-pai tidak kuserahkan kepadamu, Han
Bu?" "Terpaksa akan kupergunakan kekerasan karena aku sudah
berjanji kepada guruku untuk mendapatkan Tek-pai itu
kembali." "Hi-hik, andaikata engkau dapat mengalahkan aku, lalu
bagaimana engkau dapat mengambil Tek-pai dariku, pemuda
ganteng?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau engkau dapat kukalahkan dan menjadi tidak
berdaya, tentu aku dapat mengambil Tek-pai itu dengan
mudah darimu."
"Betulkah itu" Memangnya engkau sudah tahu di mana
Tek-pai itu kusimpan, Han Bu?"
Han Bu tertegun. "Memangnya disimpan di mana?" Mata
pemuda itu memandang dengan sinar mencari-cari di seluruh
tubuh gadis itu.
"Engkau mau tahu?" Ang-mo Niocu mengerling genit dan
tersenyum lebar penuh arti. "Tek-pai itu kusimpan di balik
celanaku, di dekat pusar. Nah, beranikah engkau mengambilnya" Kalau berani, tidak usah kita bertanding. Aku
tidak ingin kaupukul roboh, dan aku pun tidak ingin
memukulmu. Silakan kauambil saja dari balik celanaku dan
aku tidak akan mencegahnya. Mari, ambillah, Si Han Bu!"
Kembali gadis itu memajukan dada dan perutnya ke arah Han
Bu sambil melangkah mendekati.
Han Bu terpaksa mundur-mundur! Sialan, pikirnya.
Pengakuan gadis itu bahwa Tek-pai itu disimpan di balik
celana, membuat dia kehilangan akal. Apalagi gadis itu berada
dalam keadaan sadar, bahkan andaikata gadis itu pingsan
sekalipun, bagaimana mungkin dia dapat mengambil Tek-pai
di tempat tersembunyi seperti itu"
"Hayo, Han Bu. Mengapa mundur-mundur" Ke sinilah,
ambillah Tek-pai itu, mari!" Ang-mo Niocu dengan gembira
menggoda dan ia merasa senang karena keraguan dan
keengganan Han Bu itu jelas merupakan pertanda bahwa
pemuda ini adalah seorang perjaka tulen yang belum pernah
berdekatan apalagi bergaul akrab dengan wanita!
"Aku... aku tidak mau mengambilnya darimu...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID XIV "KENAPA" Bukankah engkau sudah berjanji kepada gurumu
untuk mengambilnya dariku dan menyerahkannya kepada
yang berhak" Aih, engkau sungkan dan malu, ya" Karena kita
belum saling mengenal" Sekarang begini saja, Han Bu. Kita
bersahabat dan kalau engkau mau bersikap manis dan baik
kepadaku, mau menjadi kekasihku, aku akan menyerahkan
Tek-pai itu padamu. Bagaimana, mudah, bukan?"
Wajah pemuda itu berubah merah sekali seperti udang
direbus dan dia hanya menggelengkan kepalanya kuat-kuat
tanpa dapat mengeluarkan suara.
Pada saat itu terdengar derap kaki kuda dan muncul dua
orang penunggang kuda yang segera menghentikan kuda
mereka setelah tiba di dekat Ang-mo Niocu dan Si Han Bu.
Pemuda ini tentu saja terkejut bukan main ketika mengenal
bahwa seorang di antara dua orang penunggang kuda itu
Pendekar Kidal 8 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Anak Berandalan 3

Cari Blog Ini