Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 16

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


Terdengar teriakan menyayat hati dan tubuh Soan Li berkelebat
ketika gadis itu dengan cepat sekali pergi dari situ turun dari puncak Ngo-heng-san dengan kecepatan seperti terbang sambil
mengeluarkan rintihan sepanjang jalan!
"Liok Kong Ji, tutup mulut! Apakah kau bermaksud menghinaku"
Kalau kau bermaksud menghina, katakan terus terang agar aku
dapat memutuskan untuk mengadu nyawa denganmu di sini dan
sekarang juga!" kata-kata ini keluar dari mulut Go Ciang Le yang sudah melompat ke depan Kong Ji dengan sikap menantang, berdin tegak dengan gagahnya dan menatap wajah bekas muridnya itu
dengan sinar mata berapi-api. Gentar juga Kong Ji melihat sikap bekas gurunya ini, akan tetapi sambil tersenyum menjura dan
berkata, "Hwa I Enghiong, seorang gagah yang sudah disebut pendekar
besar, bahkan yang sudah terpilih menjadi calon bengcu, apakah demikian mudah saja mencari permusuhan" Kau tahu bahwa aku
tidak bermaksud menghina, melainkan mengemukakan kejahatan
Wan Sin Hong yang agaknya dibela mati-matian oleh Cam-kauw
Sin-kai. Sekarang Nona Gak sudah melarikan diri berarti bahwa
kata-kataku semua berbukti, Cuwi-enghiong yang hadir di sini
menjadi saksi." Karena jawaban ini menyangkal bahwa Kong Ji
menghina Ciang Le tidak bisa apa-apa.
la tadinya sudah marah sekali, akan tetapi bagi seorang pendekar ia tidak berani berlaku sewenang-wenang, maka sengaja
memancing bekas muridnya itu. Kalau sengaja Kong Ji berani
menghinanya, ia mempunyai cukup alasan untuk menyerang
pemuda itu. Akan tetapi ternyata dengan cerdik dan Licin sekali 777
Kong Ji mengelak sehingga terpaksa Ciang Le menahan sabar dan
kembali ke tempatnya.
"Cam-kauw Sin-kai sudah banyak buktinya bahwa Wan Sin Hong
seorang penjahat keji dan tidak patut dijadikan calom bengcu. Kalau kau belum puas dapat juga aku menyebutkan kejahatannya satu
demi satu, misalnya pembunuhan terhadap murid Kun-tun-pai Tim
Beng dan isterinya, lalu perampokan, pembunuhan-pembunuhan
dan gangguan-ganguan terhadap wanita-wanita yang banyak
disaksikan oleh orang-orang gagah sedunia. Tanya saja kepada para pemimpin partai-partai besar seperti Siauw lim-pai, Teng-san-pai, Go-bi-pai dan lain lain yang kini hadir, apakah mereka itu belum pula mengenal kejahatan Wan Sin Hong. Cam-kauw Sin-kai, jangan kau berpura-pura, ataukah kau betul-betul buta dan tuli maka kau memilih Sin Hong?"
Banyak tokoh yang berada di sini, biarpun mereka ini tidak
memihak dalam percekcokan itu, namun mereka ini rata-rata sudah mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong, maka pemilihan nama
ini sebagai calon bengcu tentu saja tak dapat mereka setujui.
Mendengar uraian Kong ji serentak mereka menyataka setuju.
"Penjahat Wan Sin Hong jangan dijadikan calon...!" pekik ini
terdengar simpang-siur dan akhirnya merupakan sorak riuh
rendah.Ternyata bahwa tidak saja kaki tangan atau pendukung Liok Kong Ji yang ikut bersorak-sorak, bahkan para undangan lain juga terpengaruh oleh kata-kata Kong Ji.
Melihat ini Ciang Le tak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera mengerahkan tenaga dan berseru keras sekali,
"Diam semua...!!"
Suara ini menggeledek dan menggelarkan jantung sehingga
beberapa orang yang kurang kuat terpelanting jatuh! Yang lain-lain menjadi pucat dan suara riuh tadi berhenti seperti seekor orong-orong terpijak. Keadaan menjadi sunyi ketika Ciang Le dengan
langkah tenang dan lebar menghampiri Kong Ji yang sudah siap
sedia menghadapi segala kemungkinan.
"Liok Kong Ji, lebih baik tutup mulutmu yang kotor berbisa itu."
Suara Ciang Le amat keras sehingga mudah terdengar oleh semua
778 orang yang hadir di situ. "Semua ucapanmu hanya untuk
menjelekkan orang lain, tidak ingat bahwa kau sendiri seorang
manusia busuk dan kotor! Kau telah melarikan diri dari pulau,
meninggalkan perguruan dan membawa minggat pedang pusakaku
yang kau curi. Kedosaan di dunia kang-ouw memang banyak sekali, akan tetapi mencuri pedang guru sendiri kemudian membelakangi
guru dan bersikap seolah-olah lupa kepada semua pelajaran yang pernah terima dari gurunya, itu termasuk dua macam kedosaan
besar tak berampuni. Kau sudah menipu orang-orang kang-ouw,
mengadukan ke sana ke mari!" Kemudian Ciang Le menengok
kepada Tai Wi Siansu dan berkata.
"Tai Wi Siansu, daripada mendengarkan obrolan kosong dari
bocah ini, bukankah lebih baik melanjutkan saja pemilihan calon bengcu?"
Setelah berkata demikian, Ciang Le kembali ke dalam
rombongannya. Akan tetapi dengan muka merah Kong Ji melanjutkan katakatanya, "Hwa I Enghiong telah bicara, akan tetapi memutarbalikkan
kenyataan" Kata-katanya juga nyaring dan dapat terdengar oleh
semua orang. Para pendengar menjadi gembira oleh karena mereka memang sudah mengerti bahwa dalam pertemuan ini tentu akan
terjadi pertentangan-pertentangan.
"Memang aku pernah menjadi muridnya, akan tetapi kalau aku
merasa dibeda-bedakan sehingga tidak senang dan rminggalkan
perguruan, apakah salahnya" Bukan dia seorang saja guruku!
tentang pedang pusaka Pak-Lek Sin-kiam, siapakah yang tidak tahu bahwa pedang ini diperebutkan oleh seluruh orang di dunia kangouw" Hwa I Enghiong merebutnya dan orang lain, jadi siapa yang kuat dialah yang memiliki pedang. Aku yang telah mendapatkan
tempat sembunyi Pak Kek Siansu di mana beliau menyimpan kitab
kitabnya, akulah yang berhak memiliki pedang itu dan siapa yang kuat boleh coba-coba, merampasnya dari tanganku!"
Bi Lan yang lebih mudah naik darah daripada suaminya,
mendengar omongan ini lalu menjawab. "Bocah she Liok, kau
779 benar-benar tak tahu malu dan manusia durhaka! Kecil kecil kau sudah membuntungi lengan Bu Tek Suheng yang semenjak kau
masih kecil menjadi suhengmu dan momeliharamu! Kemudian kau
menipu sana-sini dan akhirnya menipu kami sehingga dapat mencuri ilmu silat dan pedang pusaka. Dan perbuatanmu benar-benar sudah menjadi alasan cukup kuat untuk kami bertindak memberi
hukuman." Kong Ji pura-pura tidak mendengar bahkan lalu menghadapi
orang banyak. dan berkata,
"Cuwi-enghiong, tadi belum saya lanjutkan alasan-alasan yang
kukemukaka mengapa tiga orang calon bengcu tidak pantas menjadi calon! Pertama-tama Ketua Hut-eng pai karena dia seorang wanita, ke dua Wan Sin Hong, karena di penjahat besar, dan ke tiga adalah Hwa I Enghiong. Dia ini biarpun menyebut diri pendekar besar, akan tetapi sudah berapa belas tahunkah dia menyembunyikan diri saja dan tidak mempedulikan urusan kang-ouw. Kalau dia pendekar
besar, bagaimana sampai ada penjahat-penjahat seperti Wan Sin
Hong itu berani muncul" Bahkan yang celaka sekali, murid
perempuannya yang bernama Gak Soan Li tadi menjadi korban Wan
Sin Hong pula tanpa Hwa I Enghiong berani berbuat apa-apa. Ha, ha, ha, coba Cuwi-enghiong bertanya, Nona Gak Soan Li melahirkan anak siapakah" Kecemaran yang luar biasa besarnya ini ditimbulkan oleh penjahat Wan Sin Hong dan Hwa I Enghiong tidak berani
berbuat apa-apa. Patutkah orang seperti dia menjadi calon bengcu?"
Inilah hinaan yang hebat. Serentak Ciang Le dan Bi Lan
melompat maju menerjang Liok Kong ji dengan pedang masingmasing! Akan tetapi dari belakang Kong Ji melompat keluar Giok Seng Cu yang menggunakan pukulan Tin-san-kang menangkis
serangan Bi Lan sedangkan serangan pedang Ciang Le yang amat
hebat itu ditangkis oleh Kong Ji.
Ciang Le diam-diam kaget juga karena tak disangkanya sama
sekali sejurus serangan dari ilmu pedangnya Pak-kek-kiam-hwat
dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Kong Ji, bahkan kalau ia
tidak berlaku hati-hati dan cepat menarik kembali pedangnya, ada bahaya pedangnya akan terbabat putus oleh Pak kek Sin kiam!
780 "Hwa I Erighiong, apakah kau benar- benar tidak punya malu"
Mengapa kau datang datang menyerangku" Lebih baik kau
menjawab tidak betulkah tuduhanku, semua tadi" Kalau kau dapat membuktikan bahwa aku tadi hanya memfitnah belaka dan
keteranganku tidak betul, biarlah semua enghiong yang berada di sini menghukumku sebagai penipu dan pembohong! Akan tetapi
kalau memang betul, mengapa kau tidak tahu malu bahkan
menyerangku" Dimana keadilan mu?" teriak Kong Ji sambil
melintangkan pedangnya.
Merah muka Ciang Le. Memang, kalau ia melanjutkan
penyerangannya, tentu semua orang lalu menganggap dia
keterlaluan. Memang dalam pemilihan bengcu, calon-calon bengcu boleh saja menyerang lawannya dengan tuduhan- tuduhan yang
berbukti untuk melemahkan kedudukan lawan, hal ini sudah lazim.
Dan betapapun juga kurang ajarnya Kong Ji dalam kata- katanya
tadi, memang berbukti. Memang Soan Li, menurut pengakuan gadis yang telah hilang ingatannya itu telah menjadi korban Wan Sin
Hong, bahkan belum lama ini, Soan Li telah... melahirkan seorang putera! Hal itu benar-benar merupakan alb yang memalukan.
Merupakan noda yang mencemarkan nama baiknya. Kalau saja
Soan Li melakukan hal yang tidak patut itu dalam keadaan sadar, tentu ia akan turun tangan dan mungkin ia akan menewaskan
muridnya itu. Akan tetapi, Soan Li merupakan korban perbuatan
orang jahat, dan melihat keadaan gadis yang hilang ingatannya itu, Ciang Le, Bi Lan dan yang lain-lain merasa amat kasihan.
Bersama-sama Cam kauw Sin-kai, memang berusaha
menyembuhkan Soan Li, bahkan sedikit demi sedikit mereka
mendapat kesimpulan bahwa di balik segala peristiwa hebat yang menimpa diri Soan Li tersembunyi rahasia besar yang aneh dan
yang sukar sekali dipecahkan. Misaknya tentang diri Wan Sin Hong.
Soan Li menyatakan dalam keadaan lupa ingatan itu bahwa dia
menjadi korban keganasan Wan Sin Hong, akan tetapi ketika ia
melihat Wan Sin Hong dalam keadaan yang sudah agak baik, dia
menganggap Wan Sin Hong itu seorang "kekasihnya" bernama Gong
Lam! Sedangkan Wan Sin Hong sendiri bersumpah tidak pernah
mengganggu Soan Li.
781 Bukankah hal itu amat aneh membingungkan" Rahasia besar ini
mereka pegang teguh, akan tetapi siapa kira, di tengah-tengah
orang banyak yang datang dari segala jurusan ini, Kong Ji membuka begitu saja rahasia itu yang mendatangkan cemar pada nama Hwa I Enghiong! Selagi Ciang Le dan Bi Lan ragu dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. tiba-tiba terdengar suara orang berseru.
"Liok Kong Ji manusia sombong! Siapa bilang Nona Gak Soan Li
murid Hwa I Enghiong tidak punya suami dan melahirkan anak yang tak berayah" Akulah suaminya dan akulah ayah anak itu!"
Kaget semua orang dan cepat-cepat mereka menengok ke arah
orang yang bicara itu. Orang ini baru muncul dari tengah-tengah rombongan para pengikut Liok Kong Ji sendiri, muncul bersama dua orang lain, yang seorang adalah gadis cantik dan gagah, yang ke dua adalah seorang pemuda tampan.
"Hui Lian...!" Bi Lan berseru keras ketika melihat gadis itu.
"Hong Kin...'" Seru Cam-kauw Sin-kai girang dan terheran-heran melihat pemuda baju hijau yang mengaku menjadi suami Gak Soan
Li tadi. "Wan Sin Hong...!" seruan terakhir ini keluar dari banyak mulut ketika melihat pemuda ke tiga yang datang bersama Hui Lian di
belakang Coa Hong Kin.
Seruan nama terakhir ini disambut oleh berkelebatnya banyak
orang, yakni pertama-tama Siok Li Hwa dengan empat puluh orang pengikutnya, Liok Kong Ji, Giok Seng Cu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu, Bu Kek Siansu, dan banyak sekali tokoh-tokoh partai besar lain! Akan tetapi yang terdahulu adalah Siok Li Hwa disusul di belakangnya oleh Liok Kong Ji, lalu tokoh-tokoh besar yang lain.
"Wan Sin Hong manusia jahanam mampuslah teriakan-teriakan
ini terdengar simpang siur dan beberapa buah senjata rahasia
menyambar. Siok Li Hwa mengeluarkan Cheng-sin-ciam (Jarum
Sakti Hijau), Liok Kong Ji menyambitkan Hek lok-ciam (Jarum Racun Hitam) semua senjata rahasia ini menyambar ke arah Wan Sin Hong yang berdiri tertegun dan kesima melihat begitu banyak orang
menyerangnya. 782 Kemudian melihat berkelebatnya sinar hijau dari Cheng-sin-ciam dan sinar hitam dan Hek-tok ciam ditambah susulan lain senjata rahasia, Wan Sin Hong terkejut sekali, mencabut pedang dan
memutar pedang menangkis.
Senjata-senjata rahasia itu runtuh akan tetap tidak semua.
Beberapa buah Hek tok-ciam dan Cheng-sin-ciam menyambar dan
mengenai tubuh pemuda itu yang mengeluarkan pekik kesakitan,
pedangnya terlepas lalu ia terhuyung-huyung hendak roboh.
Melihat betapa Wan Sin Hong roboh oleh jarum-jarum terbang
itu, Siok Li Hwa mengeluarkan suara ejekan dan Liok Kong Ji
mengeluarkan seruan heran. Keduanya mengejar dengan pedang di
tangan, siap membacok tubuh Wan Sin Hong yang sudah roboh di
atas tanah Itu. Tiba tiba dari rombongan para pengikut Kong Ji yang ribuan banyaknya itu, dan mana tiga orang muda tadi muncul,
berkelebat bayangan orang yang luar biasa cepatnya.
Sekali tangannya menyambar, di lain saat tubuh Wan Sin Hong
sudah dikempit oleh lengan kanannya. Pada saat itu, Li Hwa dan Kong Ji menyerang dengan pedang mereka. Li Hwa dengan pedang
hijaunya sedangkan Kong Ji dengan pedang emasnya. Dua barang
pedang pusaka menyambar cepat ke arah Wan Sin Hong yang
sudah dipondong. Orang itu mengeluarkan seruan aneh, tangan
kirinya yang masih bebas itu digerakkan dengan jari-jari tangan terbuka ke arah dua batang pedang yang menyambar sambil
melompat ke kanan.
Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji berteriak kaget dan mereka
terhuyung ke belakang. Ternyata bahwa pedang mereka tadi kena
ditolak oleh hawa pukulan yang luar biasa kuatnya sehingga kalau saja mereka sendiri tidak memiliki tenaga lweekang tinggi, pasti pedang itu terlepas dari pegangan. Tidak urung mereka masih
terhuyung-huyung ke belakang, dan ketika mereka memandang,
ternyata orang itu telah lenyap di antara orang banyak sambil
membawa pergi tubuh Wan Sin Hong yang terluka oleh senjatasenjata rahasia!
Semua orang terheran-heran. Orang yang dapat menangkis
serangan Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sekaligus hanya dengan
tolakan tenaga lweekang, dapat dibayangkan betapa hebat dan
783 tinggi kepandaiannya! Orang itu masih muda, pakaiannya sederhana saja, akan tetapi mempunyai muka yang aneh sekali, karena
mukanya seluruhnya dan leher sampai ke telinga berwarna merah
yang bukan sewajarnya.
Banyak orang yang bermuka merah akan tetapi orang itu
mukanya seperti dilumuri darah saja saking merahnya. Tak seorang pun di antara tokoh-tokoh di sini mengenalnya apa lagi orang itu hanya sebentar saja sehingga tidak sempat ditanya namanya dan
asal-usulnya. Sementara itu Hui Lian berlari-lari dan memeluk ibunya,
sedangkan Coa Hong Kin berlari dan berlutut di depan suhunya,
Cam-kauw Sin-kai. Dua orang ini tadinya terkejut melihat Sin Hong roboh oleh senjata rahasia tanpa mereka sempat menolong.
Bagaimana Hui Lian dan Hong Kin dapat muncul di saat itu" Dan
yang lebih aneh lagi. bagaimana Wan Sin Hong dapat pula muncul bersama mereka" Kita mengetahui bahwa Hui Lian dan Hong in
telah tertawan oleh Liok Kong Ji dan ikut dalam rombongan sebagai orang-orang tawanan yang tidak berdaya. Ada-pun Wan Sin Hong,
telah lama pemuda ini tertutup dalam dasar jurang puncak Luliangsan tak dapat keluar lagi karena jalan keluar satu-satunya telah ditutup mati oleh Liok Kong Ji!
Untuk mengetahui hal ini dengan jelas, mari kita mundur dan
mengikuti pengalaman Wan Sin Hong yang terkurung dan
terpendam di dalam dasar jurang.
-oo0mch-dewi0ooSin Hong mengamuk ketika melihat Ba Mau Hoatsu dan Giok
Seng Cu. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi lweekangnya
yang sudah mencapai tingkat tak terukur lagi tingginya, ia telah menewaskan Ba Mau Hoatsu, pembunuh ayah-bundanya. Sin Hong
sudah banyak mendapat petuah- petuah berharga dari ayah
angkatnya, Lie Bu Tek, juga. mendapat banyak sekali nasihatnasihat dari gurunya yang pertama, Liang Gi Tojin. Oleh karena itu, andaikata ia mendapatkan Ba Mau Hoatsu pembunuh ayah
bundanya itu sebagai seorang yang sudah melakukan perbuatan784 perbuatan baik, sebagai seorang baik-baik yang sudah merubah
hidupnya yang sesat kiranya ia tidak akan membunuhnya.
Akan tetapi melihat betapa Ba Mau Hoatsu makin jahat saja, ia
lalu menewaskan pendeta Tibet itu, bukan semata- mata untuk
membalas dendam ayah bundanya, juga untuk melenyapkan
seorang manusia berbahaya bagi keselamatan umum dari muka
bumi. Juga Giok Seng Cu telah ia robohkan dan terluka ketika dua orang pendeta ini menyusul Kong Ji dan Nalumei ke dalam
terowongan rahasia.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dengan marah Sin
Hong mengejar Kong ji, Nalumei, dan Giok Seng Cu yang melarikan diri melalui terowongan, akan tetapi terpaksa Sin Hong
menghentikan usahanya ini dan kembali ke dalam dasar jurang
karena musuh musuhnya telah menghujani batu-baru dari
terowongan, membuat ia tak mungkin melakukan pengejaran lebih
lanjut. Ta tahu akan kelicikan Kong Ji dan tahu pula akan kelihaian pemuda iblis itu, maka lebih baik ia mengalah dan mundur untuk perlahan lahan mencari akal keluar dari tempat itu.
Setelah tidak terdengar suara tiga orang itu lagi, Sin Hong lalu berjalan melalui terowongan untuk keluar. Akan tetapi, seperti yang ia telah diduga dan dikhawatirkah, pintu keluar yang dahulu menjadi kamar Pak Kek Siansu di puncak Luliang-san, telah tertutup dan di timbuni batu-batu karang yang besar dan berat.
Sin Hong mencoba untuk mendorong batu-batu karang itu, akan
tetapi sia-sia. Kong Ji tidak berlaku kepalang tanggung. Timbunan batu karang itu banyak sekali sehingga menutup seluruh goa dan berat tekanan gunung batu kara itu puluhan ribu kati. Mana tenaga manusia dapat mendorongnya atau membongkarnya" Sin Hong
akhirnva maklum bahwa tak mungkin ia dapat keluar melalu jalan ini, maka ia lalu kembali ke dasar jurang.
Sampai beberapa hari Wan Sin Hong tidak dapat mencari akal
untuk keluar dari tempat itu. Untuk melalui jalan seperti ketika ia pernah turun ke dalam jurang, tidak mungkin. Jalan itu dapat
ditempuh dari atas ke bawah dengan bantuan akar-akar yang
dilepas dari atas, akan tetapi dari bawah ke atas benar-benar tak mungkin. Kalau hal itu dikerjakan berarti hanya akan membuang
785 nyawa secara sia-sia belaka. Akhirnya Sin Hong mengambil
keputusan untuk mengambil jalan yang semenjak dahulu sudah
sering kali ia pikirkan.
Dahulu, ketika ia berada seorang diri di tempat itu, terkurung hidup-hidup dan mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu, seringkali ia sebagai anak-anak ingin sekali keluar dari tempat kurungan itu, akan tetapi sebelum ia mencapai tingkat tinggi dengan kepandaian silatnya, keinginan itu hanya diakhiri dengan tangisan belaka.
Seringkali ia menjelajah tempat itu dan di bagian kiri di mana terdapat jurang yang amat mengerikan dalamnya, karena
sebetulnya itu bukan jurang, melainkan lereng bukit yang diliputi oleh awan. Kalau melihat tempat ini, ingin sekali Sin Hong menuruni lereng itu dan memeriksa keadaan di sebelah sana.
Akan tetapi tempat itu demikian sukar dilewati, selain gelap
tertutup halimun, juga lereng itu menurun amat terjalnya dan
tanahnya terdiri dari batu karang yang tajam runcing, dan selalu basah oleh halimun sehingga berlumut dan licinnya tak perlu
dtbicarakan lagi. Oleh karena itu, biarpun dahulu ia telah
memperoleh kepandaian tinggi sebelum mengambil keputusan
menuruni jalan ini, ia berusaha lebih dulu mencari jalan lain
sehingga akhirnya menemukan terowongan yang membawanya ke
gua tempat istirahat atau bertapa mendiang Pak Kek Siansu.
Kalau jalan itu tidak terdapat olehnya, tentu ia akan mengambil jalan menuruni lereng yang terjal ini, yang baginya merupakan jalan terakhir. Memang, mengambil jalan ini berarti mempertaruhkan
nyawa untuk mendapat jalan keluar dari tempat kurungan itu.
Sekarang karena terowongan sudah tertutup dan untuk naik ke
puncak melalui jurang tak mungkin dilakukan, terpaksa ia harus mempertaruhkan nyawa, mengmbil jalan itu. Kalau saja di dunia
ramai tidak banyak yang harus dikerjakan, kiranya Sin Hong akan lebih suka tinggal di tempat itu, bertapa dan menyucikan batin sampai tiba saatnya ia menyusul gurunya, Pak Kek Siansu. Akan
tetapi hal itu tak dapat dilakukan sekarang.
786 Masih terlalu banyak urusan yang harus diselesaikan di dunia
ramai. Di sana ada urusan pengrusakan namanya, ada urusan Gak
Soan Li yang membuat ia dihajar oleh Go Ciang Le, hal yang
membuat ia merasa kasihan kepada Soan Li dan juga penasaran
dan perih hati dan di sana masih banyak orang-orang jahat -yang harus ia hadapi.


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah, setelah membawa banyak buah-buahan yang
dahulu menjadi makanan utamanya setiap hari untuk bekal di
perjalanan, Sin Hong memulai perjalananiya yang amat sukar dan berbahaya. Beberapa hari yang lalu, pemuda ini mengubur jenazah Ba Mau Hoatsu. Biarpun kakek jahat ini musuh besarnya dan tewas di dalam tangannya, akan tetapi setelah melihat mayat itu
menggeletak tak terurus, ia menjadi tidak tega juga dan digalinya sebuah kuburan untuk mayat bekas musuh besarnya.
Ia mendapatkan kesukaran dalam menggali tanah berbatu tanpa
alat, kemudian ia melihat sepasang senjata Ba Mau Hoatsu, yakni sepasang roda yang entah sudah mengambil nyawa berapa ratus
orang! Dengan senjata ini Sin Hong menggali dan mendapat kenyataan
bahwa roda itu terbuat daripada baja yang luar biasa kerasnya.
Maka sekarang, ketika menuruni lereng terjal itu, ia pun membawa sepasang roda itu untuk dipergunakan sebagai pembantu menuruni lereng.
Dengan roda ini ia dapat mengalungi setiap batu karang bawah
kakinya dan dengan bantuan roda ia mengayun tubuh ke bawah,
bergantung kepada roda yang dikalungkan pada batu karang
kemudian menggantungkan roda ke dua pada batu karang di bawah
kakinya. Demikianlah dengan amat perlahan dan hati-hati, Sin Hong mulai perjalanannya yang penuh bahaya.
Sekali saja ia terpeleset dan terlepas " ke bawah, batu karang-batu karang yang tajam seperti golok dan runcing seperti pedang akan menyambut tubuhnya! Yang membikin perjalanan amat
berbahaya adalah halimun atau embun gunung yang menyelimuti
sepanjang lereng sehingga tidak saja di situ amat gelap, akan tetapi yang paling berbahaya adalah hawa dingin yang menggerogoti kulit dan meresap ke dalam tulang.
787 Makin jauh Sin Hong menuruni lereng itu, makin tebal embun
yang menyelimutinya dan hawa dingin menyerang hebat sehingga ia sampai menggigil. Terpaksa Sin Hong menunda perjalanannya,
kedua kakinya menginjak ujung batu karang dan kedua tangannya
memegang roda yang tergantung pada batu karang di atasnya. Di
sini ia mengerahkan sin-kangnya sehingga tubuhnya tiba-tiba
menjadi hangat sekali seakan-akan ia bukan sedang berdiri di dalam selimutan embun, melainkan diselimuti oleh cahaya terik matahari!
Memang lweekang dari pemuda ini sudah hebat sekali. Tak lama
kemudian, dari atas kepalanya menguap asap putih dan tubuhnya
mulai berpeluh.
Setelah mengusir hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya
kaku, ia lalu melanjutkan perjalanannya. Perjalanan ini
membutuhkan tenaga lweekang untuk menjaga agar ia jangan
sampai jatuh, maka tadi ketika mengerahkan tenaga memanaskan
tubuh, terpaksa ia berhenti.
Akhirnya, setelah mengalami serangan embun berkali-kali dan ia sudah berhenti sampai lima kali untuk mengusir dingin, kemudian ia telah keluar dari daerah embun dan berada di tempat yang terang.
Pemandangan dari situ amat indah, juga menakutkan sekali. Kalau tadi ia melihat ke bawah, ia hanya melihat halimun yang gelap putih demikian pula melihat ke atas. Akan tetapi sekarang kalau ia
menundukkan kepalanya, ia melihat alam yang amat luas di bawah kakinya. Lereng gunung itu masih amat curam, akan tetapi jauh di bawah sudah melihat tanah datar, kurang lebih seratus kaki di
bawahnya. Di depannya nampak pohon-pohon yang kelihatan dan
situ amat pendek dan kecil, akan tetapi indah sekali.
Kalau ia memandang ke atas, nampak warna-warni indah dari
pelangi karena sinar matahari mencoba menembus embun dan
mendatangkan warna yang inilah menakjubkan.
Sin Hong kini terus menurun dengan lebih cepat dari tadi.
Sekarang ia tidak menghadapi serangan embun, juga dapat melihat dengan jelas sehingga kedua kakinya mudah saja mencari tempat
berpijak, tidak seperti tadi meraba-raba untuk mendapat keyakinan bahwa batu karang berikutnya yang hendak digantungi roda benar-benar cukup kuat.
788 Tanpa terasa olehnya, Sin Hong telah melakukan perjalanan yang amat berbahaya ini selama setengah hari! Akhirnya ia dapat
menginjakkan kedua kakinya di atas tanah datar dan ketika ia
mendongak ke atas, terlihatlah olehnya bahwa yang dituruninya tadi adalah dinding gunung yang tinggi menjulang ke atas dan
puncaknya lenyap ke dalam awan.
Akan tetap, daerah yang didatangi ini aneh dan asing baginya. Di depannya terdapat gunung-gunung kecil di ujung sekali menjulang tinggi sebuah gunung yang seakan- akan hendak menyaingi Luliangsan yang besar. Sin Hong tidak tahu bahwa itulah puncak gunung Teng-san, yang masih termasuk daerah pegunungan Luliang-san
juga. Karena hendak segera menjumpai manusia agar ia tahu di
mana ia berada dan dapat menanyakan jalan yang harus ditujunya.
Sin Hong tidak membuang waktu lagi dan cepat melanjutkan
perjalanan. Akan tetapi semua jurusan nampak liar dan tak pernah didatangi manusia. Jalan satu-satunya yang kelihatan hidup hanyalah lorong menuju ke puncak gunung di ujung itu. Maka ia terus berlari cepat dan akhirnya menjelang senja tibalah ia di lereng Teng-san.
Ketika ia sedang berlari cepat mencari-cari dengan pandang
matanya kalau-kalau di dekat situ terdapat perkampungan, tiba-tiba ia melihat tubuh dua orang manusia menggeletak dt pinggir jalan!
Sin Hong cepat lari menghampiri dan ketika ia memandang,
ternyata bahwa yang menggeletak itu adalah dua orang pendeta
yang sudah tak bernyawa lagi! Dua orang tosu itu terang telah
terbunuh orang karena pada tubuh mereka terdapat bekas-bekas
bacokan senjata tajam. Juga, melihat tanda-tanda darah di situ, ternyata bahwa pembunuhan ini terjadinya belum lama, belum
lewat semalam. Melihat ini, Sin Hong mengerutkan alisnya.
Bagaimana di tempat sesunyi ini terdapat manusia yang dibunuh"
Siapakah mereka ini dan siapa pula pembunuhnya"
Melihat dua orang tosu yang terbunuh, Sin Hong tidak ragu-ragu lagi bahwa di puncak gunung itu tentu terdapat pertapaan. Maka ia lalu mendaki gunung dengan cepatnya.
Tepat seperti yang ia duga, di puncak gunung terdapat sebuah
kuil yang cukup besar, sebuah kuil kuno yang biarpun tembok789 temboknya sudah kelihatan tua dan buruk, namun masih tetap
kokoh kuat saking tebalnya, tanda bahwa bangunan kuil itu adalah bangunan kuno yang lebih mementingkan kekuatan dari pada
keindahan. Seorang totong (kacung pertapa) menyambutnya dan
membawanya ke dalam ruangan tamu. Ruangan tamu ini lebar dan
di situ terdapat jendelanya yang besar. Sambil menanti datangnva ketua kuil, Sin Hong melihat-lihat keluar jendela yang terbuka.
Pemandangan di luar jendela amat indah, dengan gunung-gunung
tinggi dihias pohon-pohon
rindang. Ta mendengar tindakan
kaki perlahan, cepat ia
memutar tubuh dan
memandang. Alangkah heran
dan kagetnya ketika melihat
seorang tosu ini bersama
dengan ketua-ketua partai
besar yang lain hendak
menangkapnya. Tosu tua itu
bukan lain adalah Pang Soan
To-jin, ketua dari Teng-sanpai! Di lain pihak, Pang Soan
To-jin juga terkejut karena
tosu ini juga mengenal Wan
Sin Hong. "Hemm, kau...?"
katanya dan di lain saat ketua Teng-san-pai sudah mengeluarkan senjatanya, yakni pian baja dan bersiap menyerang. Sin Hong
menarik napas panjang dan tersenyum pahit, lalu berkata sambil memandang ke atas, ke arah langit-langit ruangan itu.
"Ayaa... agaknya yang jutsi (menjelma) menjadi aku sekarang ini, dahulunya adalah seorang penjahat besar yang tak pernah
tertangkap, maka sekaranglah aku harus menebus dosa-dosa
dahulu." Tosu itu nampak tercengang. "Apa maksudmu?"
790 "Totiang, sesungguhnya selama hidup aku belum pernah
bertemu dengan To-tiang juga dengan para locianpwe lain yang
selalu mengejar-ngejarku, belum pernah aku bertemu. Akan tetapi mengapa setiap kali bertemu, Totiang mengarnbil sikap bermusuh?"
"Karena kau seorang penjahat keji! Sudah menjadi kewajiban
kami sebagai penegak keadilan dan pelindung rakyat tertindas, kami harus membasmi orang- orang jahat seperti kau ini." kata pula Pang Soan Tojin.
"Itulah yang kumaksudkan. Agaknya dahulu aku seorang
penjahat besar yang belum menebus dosa, maka sekaranglah
hukumannya. Sekarang ini, sebaliknya dari dahulu, aku yang tidak pernah melakukan kejahatan apa- apa di sana-sini dianggap orang jahat dan dimusuhi oleh orang-orang di dunia kang-ouw. Memang
sudah nasibku..". Suara Sin Hong terdengar begitu sungguhsungguh sehingga ketua Teng-san-pai menjadi makin tertarik.
"Orang muda, memang sikapmu bukan seperti penjahat, akan
tetapi banyak orang-orang jahat sikapnya kelihatan seperti orang baik-baik. Tentang kejahatanmu, siapakah yang tidak tahu" Sudah terlalu banyak saksi dan bukti-buktinya."
"Masa bodoh dan terserah kepada orang sajalah," Sin Hong
menjadi mendongkol sekali. "Akan tetapi setidaknya, kedatanganku ini bukan untuk bersoal jawab tentang itu. Totiang menganggap aku seorang penjahat keji, terserah hanya Thian yang mengetahui!"
"Wan Sin Hong, kata-katamu membikin pinto bingung dan raguragu. Apa sih maksudmu datang di tempat pertapaan pinto ini?"
"Kedatanganku di bukit ini tidak sengaja, Totiang. Juga secara kebetulan sekali aku di lereng gunung ini dan melihat dua orang tosu yang sudah menjadi mayat di lereng...."
"Apa... Di mana...?" Pang Soan Tojin terkejut sekali.
"Mari ikut bersamaku. Totiang, kuperlihatkan tempatnva," kata
Sin Hong dan di lain saat dua orang itu telah berlari-lari turun gunung dengan cepatnya.
Pang Soan Tojin sengaja mengerahkan ilmu lari cepatnya, akan
tetap alangkah heran dan kagumnya ketika melihat pemuda itu
791 tanpa banyak kesukaran dapat selalu mengimbangi kecepatan
larinya! Akhirnya mereka tiba di tempat di mana Sin Hong melihat dua mayat tosu tadi.
"Ah, benar-benar mereka telah terbunuh..." Pang Soan Tojin
berkata perlahan lalu cepat memeriksa isi saku baju mereka.
Wajahnya berubah dan ia berkata seperti kepada diri-sendiri "Surat kuasa diambil orang... apa maksudnya...?"
"Totiang, bolehkah aku mengetahui, surat-surat apakah yang
diambil orang?"
Pang Soan Tojin yang tadinya memeriksa mayat dua orang anak
muridnya yang terbunuh di lereng Teng-san, kini berdiri dan
memandang kepada Sin Hong, bimbang dan ragu mendengar
pertanyaan pemuda itu.
"Apa huhungannya hal ini semua dengan engkau" Biarpun pinto
belum pernah menyaksikan sendiri tentang kejahatanmu, akan
tetapi semua ciangbunjin sudah menyatakan bahwa kau seorang
penjahat keji. Sekarang kau datang-datang pada saat terjadi
pembunuhan atas dua orang murid pinto, hemm... pinto harus
selidiki betul-betul siapa pembunuh mereka ini dan mengapa dua orang muridku dibunuh."
Sin Hong mengangkat kedua lengannya ke atas dan
menggerakkan pundaknya tanda putus asa.
"Ampun, Totiang...! Apakah kau juga menuduh aku melakukan
pembunuhan terhadap mereka ini" Aduh, alangkah buruk nasibku.
Aku yang mendapatkan mereka dan sengaja naik untuk melaporkan, bahkan dituduh. Eh, Totiang yang baik, kalau memang aku yang
membunuh mereka dan telah merampas barang-barat mereka,
untuk apa aku harus memberi tahu kepadamu dan masih bertanyatanya lagi barang apa yang dirampas dari tubuh mereka" Hanya
seorang gila yang akan berbuat seperti itu dan kiranya Totiang tidak akan menyangka aku pula. Betapapun jahat aku, kiranya belum
miring otakku'"
Pang Soan Tojin menganggap alasan ini memang kuat. Kalau
pemuda ini yang membunuh dua orang anak muridnya, mengapa
pemuda ini bersikap seperti itu. Dan pula, makin lama ia bercakap-792
cakap dengan pemuda ini dan memandang wajahnya, makin tipis
keyakinannya bahwa pemuda ini seorang penjahat. Sebagai seorang tokoh besar di dunia kang-ouw, ia sudah ribuan kali melihat wajah penjahat dan selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan
"penjahat keji" yang bersikap dan berbicara seperti pemuda ini!
Akan tetapi untuk percaya begitu saja, ia pun masih ragu-ragu.
"Orang muda, kalau betul-betul bukan kau yang membunuh
mereka, apa maksudmu bertanya tentang surat yang dirampas
orang dari tubuh mereka ini?"
"Totiang maklum bahwa di mana-mana aku dituduh penjahat,
dan aku sedang berdaya upaya nienangkap pemalsu namaku. Kalau
Totiang memberi tahu kepadaku, kiranya aku akan dapat mencari
jejak pembunuhnya. Percayalah, Totiang. Wan Sin Hong akan
mencekik batang leher penjahat yang membunuh dua orang tosu
ini." "Surat itu adalah surat kuasa. Sebetulnya pinto sendiri harus
datang ke Ngo-heng san untuk melakukan pemilihan bengcu baru,
akan tetapi pinto sedang kurang sehat dan karenanya pinto
menyuruh dua orang anak murid pinto ini dengan membawa surat
kuasa. Sekarang mereka terbunuh dan surat kuasa dirampas orang, sungguh tak tahu apa artinya itu?"
Otak Sin Hong memang luar biasa cerdasnya. Mendengar ini,
sebentar saja ia sudah dapat menerka apa yang kiranya mungkin
dilakukan orang dengan perampasan surat kuasa.
"Terima kasih, Totiang, aku akan menyusul ke Ngo-heng san
dan menangkap pembunuhnya!" Setelah berkata demikian sekali
berkelebat pemuda itu lenyap dari depan Pang Soan Tojin,
membuat Ketua Teng-san-pai itu menjadi bengong, menghela napas dan mengurut urut Jenggotnya yang pendek.
"Hayaaa... luar biasa sekali pemuda itu. Kalau dia memang jahat dan bermaksud membunuhku, bagaimana dapat melayaninya"
Ilmunya benar-benar tinggi... sungguh banyak terjadi hal-hal aneh di dunia ini, banyak rahasia yang membingungkan..." Tosu itu lalu kembali ke kuil dan menyuruh anak-anak murid yang lain untuk
mengurus jenazah kedua orang anak muridnya yang tewas itu.
793 Adapun Sin Hong dengan kecepatan luar biasa lalu berlari
menuju Ngo-heng-san. Ia teringat akan pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng-san. Teringat pula betapa Cam-kauw Sin-kai pernah
menyatakan hendak memilihnya sebagai calon bengcu. Teringat
akan ini, terbayang pula segala kejadian di Pulau Kim-ke-tho,
tentang Gak Soan Li yang bernasib malang sekali, tentang Hwa I Enghiong yang telah menghajarnya, tentang ayah angkatnya, Lie Bu Tek dan Hui Lian puteri Hwa I Enghiong yang juga membencinya
dan menganggapnya penjahat. Semua kenangan ini membuat Sin
Hong menjadi berduka sekali akan tetapi membuat makin marah
dan gemas terhadap penjahat yang merusak namanya. Ia
memperepat larinya sehingga seolah- olah terbang di atas ujung rumput hijau.
Demikianlah secara singkat kita telah mengikuti pengalaman Sin Hong sejak terkurung di jurang sampai ia dapat mencari jalan keluar kemudian pergi ke Ngo-heng-san. Sekarang marilah kita menengok pengalaman Hui Lian dan Coa Hong Kin yang muncul bersama Sin
Hong di Puncak Ngo-heng-san itu.
Telah kita ketahui bahwa dalam perjalanan mereka bersama dari
kota raja menuju ke Ngo-heng-san untuk memenuhi permintaan
Pangeran Wanyen Ci Lun, Hui Lian dan Hong Kin dihadang oleh Liok Kong Ji dan kawan- kawannya bahkan kemudian setelah bertempur
seru lalu roboh dan tertawan oleh Kong Ji yang lihai.
Baiknya Kong Ji masih membutuhkan dua orang muda ini, kalau
tidak tentu nasib mereka tidak akan demikian baik. Kong Ji
membutuhkan Hui Lian untuk dipergunakan sebagai pemaksa Ciang
Le apabila ternyata menghalangi kehendaknya menjadi Bengcu dan di samping memang ia sayang kepada bekas sumoinya yang cantik
ini. Dan dia membutuhkan Hong Kin karena ia bercita-cita untuk masuk ke dalam lingkungan istana mencari kedudukan, maka tidak baiklah kalau ia menanam permusuhan denga Pangeran Wanyen Ci
Lun yang amat berpengaruh di dalam kota raja, sedangkan Hong
Kin adalah orang kepercayaan dan kesayangan Pangeran Wanyen Ci Lun. Oleh karena ini maka Hui Lian dan Hong Kin selamat dan
diperlakukan baik sungguhpun mereka selalu dikurung di tengahtengah dan kedua tangan mereka dibelenggu.
794 Ketika pasukan yang membawa mereka sudah tiba di puncak
Ngo-heng san, Hui Lian dan Hong Kin diturunkan dari kuda dan
selanjutnya dua orang muda ini dipaksa berjalan kaki di tengah-tengah pasukan yang juga berjalan kaki. Pasukan ini adalah
pasukan dari Partai Kwan-cin-pai, yang terdiri dari anggautaangauta yang pakaiannya campur aduk tidak seragam. Memang
Kwan-cin-pai berbeda dengan partai partai lain dan tidak pernah mengenakan pakaian seragam.
Agaknya ini memang sifat sembarangan dan jorok dari ketuanya,
yakin Mo-kiam Siangkoan Bu sehingga pasukannya juga tidak
teratur. Akan tetapi, sungguhpun demikian pasukan ini terdiri dari orang-orang yang pandai ilmu silat dan pula amat setia kepada
ketua dan perkumpulan. Justru karena pakaian para anggauta
pasukan ini tidak seragam, maka Kong Ji menyuruh pasukan ini
yang menjaga Hui Lian dan Hong Kin sehingga dari luar barisan
tidak akan kentara bahwa di tengah-tengah barisan terdapat dua orang tawanan. Dilihat sepintas lalu saja, tentu orang akan mengira bahwa dua orang itu pun termasuk anggauta pasukan.
Mereka berdua diperlakukan baik dan tidak diganggu, bahkan
tidak dipisahkan melainkan diperbolehkun berjalan berdampingan di dalam barisan. Dengan kedua tangan dibelenggu ke belakang. Hui Lian berjalan di dekat Hong Kin.
"Apa maksud anjing Liok itu membawa kita naik ke Ngo- hengsan?" tanya Hui Lian perlahan.
Hong Kin juga tidak mengerti. "Kalau dia masih takut
mengganggumu, masih tidak aneh. Akan tetapi mengapa aku masih
dibiarkan hidup" Ini benar benar aneh."
"Kita harus berusaha membebaskan diri. Liok Kong Ji itu jahat
dan berbahaya sekali. Dia membawa kita pasti ada maksudnya yang keji." Diam-diam ia mengerahkan tenaga untuk melepaskan
belenggunya, akan tetapi sia-sia belaka. Pengikat pergelangan
tangannya terbuat daripada sutera ulat hijau yang amat kuat dan ulet. Juga Hong Kin beberapakali mengerahkan tenaga, namun sia-sia. Mereka menjadi penasaran sekali dan diam-diam mencari jalan.
795 "Bagiku sendiri, aku tidak khawatir biarpun menghadapi bahaya
maut, Nona. Akan tetapi kau... ah, hatiku perih kalau mengingat akan nasibmu."
Wajah Hui Lian menjadi merah dan ia mengerling ke arah
pemuda itu dengan lirikan tajam. "Mengapa kau mengucapkan katakata seperti itu, Saudara Coa" Kita adalah kawan seperjalanan, kawan yang memikul tugas yang sama. Sudah seharusnya senasib
sependeritaan. Kalau aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula.
Demikian sebaliknya, kita akan menghadapi bahaya maut bersama."
"Tidak, Go-lihiap. Malapetaka boleh menimpa padaku, seorang
yang malang dan tak seorang pun akan kehilangan kalau aku
terkena malapetaka. Akan tetapi kau... ah, aku akan
mempergunakan kesempatan dan kemungkinan untuk
membantumu terbebas daripada tangan iblis Liok Kong Ji itu."
Hui Lian merasa terharu dan memberikan hadiah senyuman
manis. "Saudara Coa kau benar-benar seorang yang berhati mulia.
Berkali kali telah mengeluarkan tenaga dan berkorban untuk
menolongku. Kebaikanmu sudah cukup banyak dan aku orang she
Go amat berterima kali kepadamu. Akan tetapi jangan kaukira aku hendak selamat sendiri saja, hendak enak sendiri saja. Percayalah, sekali aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Aku bukan
seorang pengecut yang suka meninggalkan kawan senasib begitu


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja. Kita berangkat bersama dan memikul tugas bersama, tak
mungkin aku dapat meninggalkan engkau hanya untuk mencari
keselamatan sendiri."
Mendengar ucapan ini, wajah Coa Hong Kin menjadi berseri dan
agaknya kata-kata itu amat menyenangkan hatinya. Kebaikan hati gadis ini terhadapnya sedikit menjadi hiburan bahwa ia mencinta seorang gadis yang patut dicinta dan setidaknya, cinta kasihnya sudah terbalas oleh sikap manis dari gadis itu.
Kemudian rombongan itu tiba di lapangan di mana para tokoh
kang-ouw sudah berkumpul. Dari tempatnya, Hui Lian dapat melihat tokoh-tokoh besar yang dikenalnya baik-baik, bahkan ia melihat pula ayah bundanya. Bukan main girang hatinya, akan tetapi tiba-tiba ia merasa angin menyambar lehernya dari belakang. Sebelum gadis im sempat mengelak, ia merasa leher belakangnya sakit dan ternyata 796
jalan darah Tiong-cu-hiat dan selanjutnya jalan darah bagian urat gagu telah kena ditotok.
Ternyata bahwa yang menotoknya adalah Giok Seng Cu. Tosu
yang cerdik ini tahu bahwa kalau melihat ayahbundanya mungkin
sekali gadis ini berteriak, maka untuk menjaga agar jangan sampai terjadi hal ini, ia telah menotok jalan darah yang membuat gadis itu lemas dan gagu. Juga Hong Kin mengalami nasib yang sama, maka
biarpun dua orang muda ini dapat mendengar dan melihat segala
sesuatu yang terjadi di lapangan itu, mereka sama sekali tidak berdaya!
Keributan di antara para tokoh besar yang makin memuncak
apalagi ketika Liok Kong Ji maju menyerang kanan kiri dengan kata-katanya yang tajam, menimbulkan ketegangan besar sehingga para anggauta pasukan tak seorang pun tidak menonton. Oleh karena ini perhatian kepada Hui Lian dan Hong Kin berkurang bahkan dua
orang ini tidak diperhatikan lagi. Apa gunanya" Dua orang muda itu sudah terbelenggu dan tertotok, tak mungkin dapat melarikan diri dari tempat itu dan tak mungkin dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka.
-oo0mch-dewi0ooJilid XXIX AKAN tetapi tiba-tiba seorang di antara para anggauta Kwan-cinpai itu, seorang pemuda yang pakaiannya sederhana, diam-diam
mendekati Hui Lian dan Hong Kin. Ketika dua orang muda itu
memandang, mereka merasa terkejut, heran, dan juga girang.
Pemuda itu segera diam- diam lalu menggunakan sebatang pisau
pendek yang amat tajam untuk membabat putus tali pengikat
pergelangan, tangan mereka dan dalam sekejap mata bebaslah Hui Lian dan Hong Kin.
Dua orang muda yang berkepandaian tinggi ini lalu mengerahkan
lweekang dan dengan jari tangan sendiri dapat membebskan
totokan. Pada saat itu, Kong Ji tengah melancarkan seranganserangan yang amat menghina kepada Ciang Le dan menghina
nama baik Gak Soan Li semau-maunya.
797 Mendengar dan melihat ini Hui Lian berbisik. "Celaka, nama Ayah akan tercemar...."
"Biar aku menolongnya...." kata Hong Kin cepat-cepat. Mereka
bertiga lalu menggunakan kesempatan selagi semua orang
menonton perang kata-kata yang menegangkan menerobos keluar
dari barisan dan Hong Kin lalu mengeluarkan kata-kata pengakuan bahwa dialah suami Soan Li!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, munculnya Hui Lian, Hong Kin dan pemuda yang menolong mereka yang kemudian
ternyata Wan Sin Hong menimbulkan kegemparan. Seperti telah kita ketahui semua, Wan Sin Hong terkena serangan jarum-jarum
rahasia dari Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sehingga roboh akan
tetapi muncul manusia aneh bermuka merah darah yang
menyambar tubuh wan Sin Hong dan lenyap dari situ!
-oo0mch-dewi0ooSetelah berhasil melukai Wan Sin Hong dengan jarum- jarumnya,
Kong Ji dan Siok Li Hwa merasa heran dan penasaran sekali. Orang aneh muka merah tadi telah menolak serangan pedang mereka
hanya dengan hawa pukulan dan kini orang aneh itu telah
membawa lari tubuh Wan Sin Hong. Kong Ji yang melihat jarum
beracun Hek-tok- ciam telah mengenai tepat tubuh Wan Sin Hong
dan merobohkan pemuda yang paling ditakutinya itu, menjadi lega.
Dia tadinya kaget setengah mati melihat munculnya Wan Sin
Hong. Bagaimana pemuda itu dapat muncul" Demikian ia bertanyatanya dengan hati ngeri karena ia maklum bahwa kepandaian Wan
Sin Hong amat tinggi. Maka melihat betapa semua orang memusuhi Sin Hong bahkan betapa Sin Hong telah roboh oleh jarum-jarumnya dan jarum-jarum yang dilepas oleh Siok Li Hwa, ia menjadi lega dan tidak mau mengejar. Apalagi karena ia menyaksikan betapa orang aneh bermuka merah yang ia belum tahu siapa adanya itu benar-benar tangguh dan lihai, maka ia menyerahkan pengejaran kepada Siok Li Hwa.
Memang Ketua Hui-eng-pai ini merasa penasaran sekali melihat
Wan Si Hong musuh besarnya dilarikan orang aneh bermuka merah.
798 Kalau belum membunuh Wan Sin Hong dan membawa kepalanya,
hati Siok Li Hwa belum puas. Nama baik Hui-eng-pai telah
dicemarkan hal ini baru satu kali terjadi selama ia hidup, maka Wan Sin Hong harus dibunuhnya!
Sambil membentak keras Siok Li Hwa mengejar orang aneh
bermuka merah yang lenyap ke jurusan barat puncak. Para anak
buahnya cepat-cepat mengejar sehingga mereka itu kelihatan
seperti sekelompok garuda putih beterbangan turun gunung!
Sementara itu Hui Lian yang memeluk ibunya, secara singkat lalu menceritakan semua pengalamannya yang terakhir. Karena tidak
ada kesempatan dan waktu, Hui Lian hanya menceritakan yang
paling penting saja, terutama yang berhubungan dengan keadaan di situ.
"Ibu dan Ayah, Saudara Coa Hong Kin tadi sengaja mengaku
sebagai suami Suci, untuk membersihkan muka kita...."
Ciang Le menjadi girang sekali dan memandang ke arah Hong
Kin yang bercakap-cakap perlahan dengan gurunya, memandang
dengan penuh terima kasih. Sementara itu atas perintah Cam-kauw sin-kai, Hong Kin lalu memberi hormat kepada Ciang Le dan Bi Lan, juga kepala Lie Bu Tek. Adapun Cam-kauw Sin-kai sendiri dengan suara lantang tertawa dan berkata.
"Cuwi Enghiong yang hadir di sini semua menjadi saksi betapa
besar kebohongan manusia she Liok! Dia tadi membuka mulut
kotornya memburuk-burukkan dan menghina nama baik Hwa I
Enghiong dan muridnya. Sekarang ternyata kata-katanya itu bohong belaka. Nona Gak Soan Li ada suaminya!"
Tai Wi Siansu cepat mencegah dilanjutkannya percekcokan
karena sebagai pemimpin permilihan bengcu. ia berkewajiban untuk segera menyelesaikan tugasnya yang banyak terhalang oleh
percekcokkan tadi.
"Saudara sekalian harap suka bersabar dan harap menghentikan
segala caci maki satu kepada yang lain. Sekarang kita lanjutkan tentang pemillhan bengcu, diambil dan tujuh orang calon-calon tadi.
Seperti sudah lajim dalam pemilihan bengcu, harap para calon
sekarang membuktikan bahwa dia memang patut menjadi bengcu
799 karena kepandaian silatnya. Dan oleh karena itu pinto sendiri di luar kehendak pinto telah dipilih menjadi calon bengcu, maka terpaksa pimpinan pinto serahkan kepada wakil pinto, yakni Bu Kek Siansu ciangbunjin dari Butong pai! Dan untuk mempersingkat waktu, pinto sendiri mempelopori para calon bengcu, dan pinto bersiap sedia mencoba kepandaian seorang di antara para calon." Setelah berkata demikian, Tai Wi Siansu yang sudah tua itu lalu melompat ke tengah lapangan dan menanti datangnya seorang di antara calon bengcu
yang hendak memperlihatkan kepandaian. Sebetulnya, Ketua Kunlun-pai yang sudah lanjut usianya ini tentu saja tidak mempunyai nafsu untuk menjadi bengcu.
Akan tetapi, untuk memperkuat pihak yang disukainya, dan pula
melihat bahwa di antara para calon terdapat orang- orang seperti Liok Kong Ji dan See-thian Tok-ong, ia tentu saja tidak rela kalau sampai kedudukan bengcu dipegang oleh seorang di antara mereka ini dan daripada kedudukan bengcu dipegang oleh See-thian Tok-ong, lebih baik dia pegang sendiri! Ta tahu pula bahwa dalam
pemilihan bengcu, pasti akan terjadi adu tenaga, dengan masuknya menjadi calon bengcu, berarti ia memperkuat tenaga pihak yang
disukainya. Kalau saja ia melihat bahwa para calon itu semua memenuhi
syarat dan mencocoki hatinya, tidak nanti ia mau dipilih sebagai calon! Melihat majunya Tai Wi Siansu, tentu saja para calon seperti Cam-kauw Sin-kai dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le tidak mau maju untuk melayani kakek itu mengukur kepandaian.
Bagi Cam-kauw Sin-kai dan Go Ciang Le, kalau kedudukan
bengcu itu diserahkan kepada Tai Wi Siansu, mereka tidak akan
membantah seperti halnya Tai Wi Siansu sendiri tentu tidak akan membantah kalau yang dipilih sebagai bengcu itu Cam-kauw Sin-kai atau Go Ciang Le. Dua orang calon yang tadi disebut Siok Li Hwa dan Wan Sin Hong tidak berada di situ dan kini tmggal dua orang calon yang lain, yakni Liok Kong Ji dan See Thian Tok-ong.
See-Thian Tok-ong hendak melompat maju menghadapi Ketua
Kun-lun-pai akan tetapi Kong Ji sambil tertawa mencegahnya.
"See-thian Tok-ong, mengapa terburu-buru" Tidakkah kau dapat
melihat bahwa mereka itu semua bersekongkol" Lihat, aku berani 800
bertaruh bahwa Hwa I Enghiong dan Cam- kauw Sin-kai tidak nanti mau maju menghadapi Tai Wi Siansu. Kau lihat sajalah dan jangan terburu-buru maju."
See-thian Tok-ong memang orang yang kurang pedulian, maka ia
tadi tidak mempedulikan keadaan, sehingga ia tidak memikirkan
sejauh itu. Sekarang mendengar kata-kata Kong Ji, ia menunda
niatnya dan benar-benar ia menanti.
Memang apa yang dikatakan oleh Kong Ji ini benar belaka.
Betapapun juga, tak nanti Ciang Le dan Cam-kauw Sin-kai mau
maju menghadapi Tat Wi Siansu untuk bertanding ilmu.
Melihat ini See-thian Tok-ong sudah hilang sabar dan hendak
maju pula. Akan tetapi Kong Ji sudah mendahuluinya, menyuruh
seorang pembantunya untuk maju. Orang ini adalah seorang kakek tua yang bongkok kurus, kepalanya besar, rambutnya jarang dan
putih sedang kulit mukanya kerut-merut jelek sekali. Ia memegang sebatang tongkat bambu dan dari belakang pundaknya tersembul
gagang pedang yang ujungnya berukirkan kepala setan yang
menakutkan dan ronce-roncenya berwarna hitam. Dengan langkah
sembarangan orang ini telah menghadapi Tai Wi Siansu,
menyeringai sambil berkata dengan suaranya yang parau seperti
suara burung gagak.
"Tai Wi Siansu, sudah lama sekali aku mendengar akan nama
besar Ketua Kun-lun-pai yang katanya memiliki ilmu pedang yang tinggi sekali. Kebetulan hari ini aku mendapat kehormatan bertemu muka dan siapa kira kau yang sudah begini tua masih menginginkan kedudukan bengcu. Akan tetapi malah kebetulan, karena dengan
demikian aku mendapat kesempatan untuk merasai kehebatan ilmu
pedangmu. Bukankah setiap orang yang hadir berhak menguji
kepandalan calon bengcu?" Setelah berkata demikian, ia tertawa terbahak-bahak.
Mehhat kakek ini, Tat Wi Siansu dapat menduga bahwa dia tentu
seorang yang pandai, akan tetapi karena belum mengenalnya, Tat Wi Siansu lalu memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan
dan bertanya. 801 "Sahabat siapakah" Dari golongan mana dan siapa nama
sahabat yang terhormat?" Sebagai seorang ciangbunjin (ketua)
partai besar. Tai Wi Siansu tentu saja tidak mau mengadu
kepandaian dengan seorang lawan yang tidak ternama. tentu Tai Wi Siansu akan mundur dun menyuruh murid saja untuk melawannya.
Kakek yang buruk rupa itu mengeluarkan suara menyindir.
"Hemm, tentu saja Ketua Kun-lun-pal yang bernama besar tidak
mengenal kepada seorang rendah seperti aku. Aku adalah Ketua
Kwan-cin-pai dan tinggal di An-hwei."
Tat Wi Siansu terkejut. "Aha, kiranya pinto berhadapan dengan
Mo-kiam Siang koan Bu, jago nomor satu dan Propinsi An-hwei! Kau mau bermain-main dengan pinto" Marilah!"
Kakek buruk rupa itu memang Mokiam siangkoan Bu Ketua
Kwan-cin-pai yang sudah menjadi pengikut Kong Ji. Pemuda ini
belum tahu sampai di mana tingkat kepandaian Tai Wi Siansu, maka ia tidak mau maju sendiri. Sebagai seorang calon bengcu atau
bahkan seorang bengcu dari timur dan selatan, ia harus memegang harga diri.
Maka ia memberi tanda kepada Mokiam Siangkoan Bu untuk
mencoba kepandaian kakek Kun-lun-pai itu sebelum ia sendiri turun tangan. Memang Kong Ji adalah seorang sang amat licik dan ia telah mengatur siasat rendah. Kawan-kawannya yang memiliki
kepandaian tinggi cukup banyak, di antaranya adalah Siangkoan Bu sendiri, lalu ada di situ
Siang-pian Giam-ong Ma Ek Ketua Bu cin-pai, Sin houw Lo Bong
Ketua Shan si-kai-pang, Twa-to Kwa Seng Ketu Twa-to Bu pai, ada pula Giok Seng Cu tangan kanannya, dan masih ada beberapa orang gagah dan Siauw-lim-pai. Go bi-pai, Heng-san-pai dan Hoa-san-pai.
Ta hendak menggunakan tenaga orang-orang ini untuk menghadapi
para calon bengcu yang lain.
Kalau sampai mereka semua ini kalah dan ia sendiri kiranya
takkan dapat kemenangan, masih ada jalan lain, yakni melakukan pengeroyokan! Untuk keperluan ini di belakangnya sudah ada seribu lebih orang dari partai pendukungnya yang pada saat itu sudah
802 berkumpul di sekitar puncak Ngo-heng-san! Bahkan masih
mengharapkan munculnya Nalumei bersama pasukannya.
Mo-kiam Siangkoan Bu yang melihat bahwa Tai Wi Siansu sudah
bersikap sedia dengan sebatang pedang tipis ditangan, lalu
mengeluarkan suara meringkik seperti kuda dan cepat melakukan
serangan pertama dengan tongkat bambunya. Tongkat ini
ditusukkan ke arah mata Tai Wi Siansu dengan gerakan cepat.
Ketua Kun-lun-pai diam-diam marah dan mendongkol. Kalau ia
diserang dengan pedang, itu adalah hal yang wajar. Akan tetapi diserang dengan sebatang bambu, inilah penghinaan namanya!
Pedang tipis di tangannya bergerak sedikit dan bambu di tangan Siangkoan Bu putus ujungya begitu bertemu dengan pedang, sedikit pun tidak mengeluarkan suara.
Akan tetapi, ternyata kemudian bahwa memang inilah semacam
gerak tipu dari Siangkoan Bu karena begitu bambu terbabat, bambu ini terus saja langsung melakukan serangan menusuk ulu hati! Tadi memang sengaja ia "menyerahkan" bambunya untuk dibabat, hanya
ketika pedang lawan membabat ia miringkan bambu sehingga
bambu itu kini menjadi runcing sekali dan tahu-tahu ia pergunakan untuk menusuk dada. Senjata bambu ini tak boleh dipandang
ringan, karena batang bambu yang kosong ini kalau terisi oleh hawa lweekang dari pemegangnya, bambu ini berubah menjadi senjata
yang ampuh dan kuat, dan dalam penggunaan dalam serangan
menusuk ini tidak kalah berbahayanya oleh senjata tajam dan
runcing lain dari baja. Hebatnya, selagi bambu ini masih menusuk, tangan kiri Siangkoan Bu sudah bergerak ke pundak dan di lain saat, sebatang pedang dengan sinar kebiruan telah meluncur cepat
menyusul serangan bambu, melakukan serangan ke dua dan
menusuk lambung!
"Bagus!" Tat Wi Siansu sendiri yang juga seorang ahli pedang
dan Kun lunpai, memuji gerakan lawan ini yang memang benarbenar amat cepat indah dan berbahaya. Ketua Kun-lun-pai ini
setelah menangkis bambu, cepat miringkan tubuh sehingga dua
serangan sekaligus itu dapat dihindarkan. Kemudian tanpa memberi kesempatan kepada lawan, ia lalu membalas dengan penyerangan
membabat dari kiri ke kanan dengan pedangnya.
803 Siangkoan Bu menangkis, dua pedang bertemu dan bunga api
berpijar. Keduanya melompat mundur untuk melihat pedang
masing-masing. Mereka merasa lega melihat pedang masing-masing tidak rusak oleh pertemuan yang keras tadi tanda bahwa pedang
mereka berimbang dalam
kekuatannya. Pedang di tangan Tai
Siansu adalah sebatang
pedang pusaka Kun-lun-pai
biarpun amat tipis namun
terbuat dari pada baja putih
yang kuat sekali. Besi biasa
saja dapat terputus dengan
mudah oleh pedangnya. Di
lain pihak, pedang di tangan
Siangkoan Bu diberi nama
Mo-bin-kiam (Pedang Muka
Iblis), terbuat dari logam
berwarna kebiruan yang amat
keras dan juga pedang ini
tajam sekali, cukup kuat
untuk membuat putus logamlogam lain. Dalam detik-detik selanjutnya dua orang kakek kosen ini sudah
bertempur sengit. Sepasang pedang itu bergulung- gulung
merupakan sinar berwarna putih dan biru, amat indah dipandang
dan mendebarkan hati karena tegangnya. Semua orang tahu bahwa
dalam permainan yang indah kelihatannya ini bersembunyi tangantangan maut yang setiap waktu dapat mencabut nyawa seorang di
antara kedua pemainnya.
Kepandaian Siangkoan Bu memang tinggi. Tidak saja ia memiliki
tenaga lweekang yang sudah tinggi sekali, juga ilmu pedangnya
amat aneh, cepat dan ganas. Pantas saja ia diberi julukan Mo ,-kiam (Si Pedang Iblis) karena memang ia memiliki ilmu pedang yang kuat dan dahsyat.
804 Di lain pihak, siapakah yang tidak mendengar kelihaian Ilmu
Pedang Kun-lun Kiam-hoat" Ilmu pedang partai besar Kun-lun-pai sudah tersohor di kolong langit. Gerakannya indah dan cepat
mengandung kekuatan menyerang yang sukar dilawan, sebaliknya
dalam bertahan amat kuatnya, merupakan benteng sinar pedang
yang sukar ditembusi. Maka dapat dibayangkan betapa ramainya
pertandingan ini, makim lama gerakan mereka makin cepat
sehingga setelah lewat lima puluh jurus, keduanya lenyap
terbungkus gulungan sinar pedang mereka.
Bagi para penonton yang kurang tinggi ilmu silatnya, sukar dapat mengatakan siapakah di antara dua ahli pedang itu yang unggul dan siapa yang terdesak. Tentu saja dalam pandangan mata para ahli yang berada di situ, di antaranya Kong Ji dan Ciang Le, mudah saja terlihat bahwa lambat laun akan tetapi tentu, Ketua Kun-lun-pai yang sudah tua itu mendesak Mo-kiam Siangkoan Bu!
Akhirnya pada jurus ke delapan puluh, terdengar Tai Wi Siansu
membentak keras, diikuti suara nyaring. Bambu di tangan
Siangkoan Bu tadi putus menjadi dua sedangkan pedang birunya
terlempar jauh ke belakang. Dia sendiri terhuyung-huyung dan
cepat melompat berjungkir balik ke belakang, lalu berdiri dengan muka pucat. Darah mengucur keluar dari luka di kedua lengannya dekat siku. Ia menjura dan berkata,
"Terima kasih, Tai Wi Siansu. Memang ilmu pedang Kun- lun-pai
hebat, bukan among kosong. Aku menerima kalah." Inilah katakata jujur yang mau tidak mau harus diucapkan oleh seorang
jagoan kang-ouw yang telah kalah dalam sebuah pibu (adu
kepandaian). Mo-kiam Siangkoan Bu terpaksa harus mengaku ini,
karena ia sudah berhutang nyawa kepada kakek Kun lun-pai itu.
Kalau dalam gebrakan tadi Tai Wi Siansu mau berlaku kejam,
kiranya bukan hanya luka kecil pada kedua lengan saja yang
dideritanya, melainkan jauh lebih hebat. Kemudian ia mengambil pedangnya dan berdiri di dekat pasukannya dengan muka muram.
Ta telah menderita kekalahan dan karenanya merasa malu dan
penasaran. Di lain pihak, dengan napas agak memburu, Tai Wi Siansu berdiri tegak dengan pedang dilintangkan di depan dada. Kakek berusia
805 delapan puluh tahun ini kelihatan gagah sekali dan sikapnya lemah lembut. Jenggotnya yang putih semua dan panjang itu berkibar-kibar tertiup angin dan sinar matanya penuh semangat, berapi-api.
Akan tetapi bagi siapa yang memillki pandang mata awas, dapat
dilihat bahwa kakek tua renta ini sudah lelah sekali dan hanya tenaga lweekangnya yang tinggi saja yang dapat mengatur
pernapasannya sehingga tidak terengah-engah, sungguhpun jalan
darahnya sudah amat cepat membuat seluruh tubuh panas dan
keringat keluar dari lengan dan jidat.
Tentu saja Kong Ji melihat pula dan maklum akan hal ini. Cepat pemuda ini melompat keluar dan tahu-tahu pedang Pak-kek Sinkiam yang bercahaya keemasan telah berada di tangannya.
"Tai Wi Siansu, kita sama-sama calon bengcu, mari kita menguji kepandaian masing-masing!" Tanpa menanti jawaban, pemuda itu
sudah menusuk dengan pedangnya ke arah tenggorokan kakek itu.
"Tidak adil...!" Seru Leng Hoat Taisu Ketua Thian-san-pai dan
sudah melompat dengan tongkat hitamnya untuk menggantikan Tai
Wi Siansu. Akan tetapi, sebagai ciangbunjin dari Kun-lun-pai, juga sebagai calon bengcu, Tai Wi Siansu merasa malu kalau harus mengaku
kalah sebelum bertanding. Ta mengelak cepat dari serangan Kong Ji dan melihat majunya Leng Hoat Taisu yang bukan seorang calon
bengcu ia berseru,
"Leng Hoat Toyu, kau mundurlah. Biar aku menghadapi bocah
she Liok ini. Dia benar, kami sama-sama calon harus mengukur


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepandaian dan tidak mengandalkan bantuan kawan."
"Akan tetapi tadi ia juga mengajukan wakil." Leng Hoat Taisu
mencoba membantah. Sementara itu, Kong Ji hanya tersenyum dan
sebelum Tai Wi Siansu yang ragu-ragu itu mendapat kesempatan
menjawab, pemuda ini sudah memberi api.
"Benar, Tai Wi Siansu, kau sudah tua tentu pertempuran tadi
membuat kau lelah. Kalau mau mengaso dan mengatur napas dulu,
silakan, aku yang muda akan melayani Leng Hoat Taisu, kemudian baru kita main-main. Tidak apa aku mengalah menghadapi dua
806 orang beruntun, sudah sepatutnya yang muda mengalah!"
Senyumnya demikian penuh ejekan sehingga Tai Wi Siansu tidak
ada muka lagi untuk mundur. Dengan muka merah saking
marahnya. Tai Wi Siansu menggerakkan pedangnya membentak.
"Bocah she Liok. Alangkah sombongmu! Kaukira pinto takut
kepadamu" Majulah!"
Melihat kenekatan Tai Wi Siansu terpaksa Leng Hoat Taisu
mengundurkan diri dan ia memandang kepada Bu Kek Siansu
dengan kepala digeleng-gelengkan dan mukanya memperlihatkan
kekhawatiran. Kekalahan atau kemenangan dalam pibu bukanlah hal yang aneh.
bahkan kematian dalam pibu tidak pernah dibuat penasaran oleh
orang-orang gagah di dunia kang- ouw.
Akan tetapi kettdak-adilan membuat semua orang gagah
penasaran dan pertandingan pibu antara Liok Kong Ji dan Tai Wi Siansu dianggap tidak adil. Akan tetapi oleh karena Tai Wi Siansu sendiri yang tidak kuat menghadapi ejekan Liok Kong Ji sudah
menyatakan setuju. Tak seorang pun berhak mencampuri
pertandingan ini. Mereka yang berpihak pada Tai Wi Siansu kini menonton dengan hati berdebar dan perasaan tegang.
Dengan mulut masih tersenyum Kong Ji memasang kuda-kuda,
tubuhnya merendah hampir berjongkok, pedangnya disembunyikan
di bawah lengan kiri, sedangkan lengan kirinya bergerak-gerak
lambat ke depan dan belakang. Kuda-kuda macam ini tidak dikenal oleh Tai Wi Siansu sungguhpun kakek ini seorang jago pedang yang kenamaan. Hal ini tidak mengherankan oleh karena Kong Ji,
pemuda yang penuh akal dan amat cerdik ini ternyata telah dapat menciptakan kuda-kuda ini menurut Ilmu Pukulan Tin-san-kang
dicampur dengan ilmu pedang berdasarkan Pak-kek Sin-ciang yang ia "curi" pelajari melalui Hui Lian! Maka yang mengenal kuda kuda ini hanya dua orang. Ini pun hanya setengah-setengah.
Ciang Le mengenal kuda-kuda ini dengan melihat pedang
disembunyikan di bawah lengan kiri sebagai jurus yang hampir
sama atau pada dasarnya sama dengan jurus Hok-te-ciong-kiam
(Mendekam di Tanah Menyembunyikan Pedang) dari Ilmu Pedang
807 Pak-kek-sin-kiam. Hanya tangan kiri yang jari-jari tangannya dibuka dan digerak-gerakkan lambat-lambat ke depan dan ke belakang itu tidak ada dalam gerakan Hok-te-ciong-kiam, maka Ciang Le menjadi terheran-heran.
Sebaliknya Giok Seng Cu mengenal baik gerakan tangan kiri itu, yang bukan lain adalah gerakan Tin-san-kang, gerakan
mengumpulkan tenaga. Sebaliknya gerakan Hok-te- ciong-kiam tadi tidak dikenal oleh Giok Seng Cu. Memang ilmu pedang Pak-kek-sinkiam-sut biarpun sumbernya sama dengan ilmu silat yang dipelajari oleh Giok Seng Cu dari mendiang Pak Hong Siansu, namun ilmu
pedang ini jarang ada yang mengerti sedangkan Ciang Le sendiri pun hanya mempelajari sebagian saja.
Adapun Tai Wi Siansu yang sudah marah, menghadapi pasangan
kuda-kuda pemuda itu dan melihat mulut yang tersenyum-senyum
mengejek, tak dapat menahan sabar lagi. Kakek ini adalah Ketua Kun-lun-pai, ilmu pedangnya sudah mencapai tingkat tinggi sekali, maka tentu saja ia tidak gentar menghadapi segala macam kuda-kuda yang aneh sekalipun. Ta mengandalkan kekuatan pedangnya
dan sambil berseru, "Lihat pedang?" ia menyerang Kong Ji yang
kuda-kudanya rendah itu dengan sabetan pada kepala.
Kong Ji memang sudah menanti datangnya serangan ini. Ta
mengumpulkan tenaganya menanti datangnya pedang lawan
sampai dekat, kemudian sekaligus ia melompat dengan dua macam
gerakan. Pedangnya membabat pedang lawan dengan pengerahan
tenaga lweekang sedangkan tangan kirinya mendorong ke arah
dada dengan tenaga Tin- san-kang sepenuhnya.
"Traanggg...!" Pedang tipis di tangan Tai Wi Siansu menjadi
buntung ujungnya ketika bertemu dengan Pak-kek Sin-kiam, dan
dalam kagetnya Tat Wi Siansu sampai kurang memperhatikan
datangnya hawa pukulan dari tangan kiri Kong Ji. Tiba-tiba kakek itu berteriak dan terhuyung-huyung mundur sampai enam tindak,
terkena pukulan Tin-san-kang pada dadanya!
Wajah Tat Wi Siansu menjadi pucat sekali. Tidak hanya karena
pedangnya menjadi buntung, akan tetapi terutama sekali karena
hebatnya pukulan Tin san kang yang hawa pukulannya mengenai
dadanya. Baiknya ia adalah seorang ahli yang sudah memiliki hawa 808
sinkang di tubuhnya sehingga hawa ini secara otomatis telah dapat menolak pukulan Tin-san kang. Namun karena pukulan ini memang
lihai bukan main, tenaga sinkang itu masih kalah kuat, membuat Tai Wi Siansu terhuyung-huyung dan menderita luka di dalam dadanya.
Ta merasa dadanya sakit dan napasnya sesak, akan tetapi dengan pengerahan lweekang ia dapat mempertahankan lukanya, kemudian
dengan marah ia menyerbu lagi!
Para tokoh yang memihak Tai Wi Siansu menjadi pucat. Sudah
jelas bahwa kakek ini terluka dan kalau melanjutkan pertempuran, akan terancam bahaya. Akan tetapi mereka juga maklum bahwa
tentu saja Tai Wi Siansu tidak sudi mengalah begitu saja.
Dikalahkan oleh seorang begitu muda hanya dalam satu jurus,
benar-benar merupakan hal yang sangat memalukan dan lebih baik putus nyawa daripada menyerah dalam sejurus! Pedang buntung di tangan Tai Wi Siansu masih amat lihai bergerak-gerak dan
menyambar- nyambar laksana naga mengamuk. Biarpun buntung
ujungnya, namun masih tajam dan masih dapat membabat leher
atau pinggang lawan!
Akan tetapi, oleh luka-luka di dada itu, tenaga kakek ini makin berkurang dan Liok Kong Ji tanpa mengenal kasihan terus
mendesaknya dengan pukulan-pukulan Tin-san-kang dan pedang
Pak-kek Sin-kiam selalu menyambar ke arah pedang tipis buntung itu dengan maksud merusak pedang ini sampai tak dapat
dipergunakan lagi.
Tentu saja amat kewalahan kakek itu mempertahankan diri.
Tidak saja ia harus mempertahankan diri dengan tangkisantangkisan terhadap serangan pukulan Tin-san- kang yang dahsyat juga ia harus berhati-hati agar pedangnya jangan bertemu lagi
dengan pedang lawan. Hal ini tentu saja membuat permainan
pedangnya canggung karena setiap kali harus ditarik mundur dan tidak dilanjutkan dalam serangannya takut kalau terbabat oleh Pak-kek Sin-kiam, maka makin lama makin terdesaklah Ketua Kun-lun
pai itu. Betapapun juga, Tai Wi Siansu patut dikagumi. Ta masih berhasil mempertahankan diri sampai lima puluh jurus Kong Ji menjadi
marah dan penasaran kalau tadi hanya berusaha membabat putus
809 pedang kakek ini dan hendak mengalahkan kakek ini tanpa
membunuhnya adalah sekarang pedangnya berkelebatan mengarah
tempat-tempat berbahava dan pukulan Tin-san-kang dilakukan oleh tangan kirinya mengarah tempat-tempat seperti lambung, ulu hati dan pusar!
Menghadapi gelombang serangan dahsyat ini Tai Wi Siansu yang
napasnya sudah empas empis hanya kuat bertahan selama sepuluh
jurus. Tiba-tiba pedangnya kena dibabat putus pada tengah
tengahnya dan dalam elakannya terhadap pukulan Tin-san kang di dada, ia kurang cepat sehingga pundak kanannya terkena darongan tangan kiri Kong Ji. Kakek itu terpental seperti dilemparkan akan tetapi dapat jatuh dengan kedua kaki di atas tanah dan dalam
keadaan berdiri.
Kelihatannya tidak apa-apa, hanya mukanya pucat dan pedang
tinggal sepotong masih di tangannya. Tiba-tiba menyambitkan sisa pedang itu ke arah Kong Ji. Pemuda itu memukul pedang lengan
tangan kiri sehingga pedang sepotong itu amblas ke dalam tanah tidak kelihatan lagi! Melihat ini, Tai Wi Siansu tiba-tiba muntahkan darah merah dan tubuhnya sempoyongan. Baiknya Leng Hoat Taisu
sudah melompat dan memondong tubuhnya mundur.
Kekalahan Tai Wi Siansu sudah sah. Dengan kekalahan ini,
berarti ketua Kunlun-pai itu tidak dianggap sebagai calon bengcu lagi, sudah "gugur" dan harus diganti calon lain.
Cam-kauw Sin-kai mendahului Ciang Le. Kakek pengemis ini
melompat ke tengah lapangan. Lengan bajunya yang lebar berkibar dan ia sudah berdiri menghadapi Kong Ji. Sebelum pengemis sakti ini membuka mulut, Kong Ji sudah menoleh ke arah See-thian Tok-ong dan berkata,
"See thian Tok-ong, inginkah kau main-main dengan pengemis
ini ataukah kau lebih suka nanti menghadapi Hwa I Enghiong?"
Memang Kong Ji pintar bukan main. Ia tahu bahwa Cam-kauw
Sinkai seorang yang pandai dan merupakan lawan berat. Bukan ia gentar menghadapinya, akan tetapi baru saja ia merobohkan Tai Wi Siansu.
810 Kalau sekarang ia menghadapi kakek pengemis ini, biarpun ia
dapat menang, akan tetapi ia harus menyerahkan tenaga seperti
yang tadi lakukan dalam menghadapi Tam Wi
Siansu. Dan ini merugikan plhaknya. Kalau ia sudah lelah betul baru menghadapi Ciang Le nanti, berbahayalah kedudukannya. Oleh karena itu, ia hendak mengajukan See- thian Tok-ong dan dengan kata-katanya tadi berhasil memancing keluar See-thian Tok ong.
See-thian Tok-ong sudah pernah merasai kelihaian Ciang Le,
maka sekarang mendengar kata-kata Kong Ji tentu saja ia lebih
suka menghadapi Cam-kauw Sin-kai dan "menyerahkan" Go Ciang
Le kepada bocah she Liok bekas muridnya yang sekarang sudah
menjadi seorang pemuda lihai bukan main itu.
Atas pertanyaan Kong Ji tadi, See-thian Tok-ong bertukar
pandang dengan puteranya dan di lain saat, Kwan Kok Sun telah
bertindak menghampiri Cam-kauw Sin-kai. Melihat ini, Liok Kong Ji seperti seorang penjual obat berkata keras kepada para hadirin,
"Inilah dia Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun, putera tunggal dari See-thian Tok-ong! Dia tentu saja berhak maju mewakili ayahnya.
Eh, pengemis bangkotan, kau berhati- hatilah menghadapi Saudara Kwan Kok Sun ini!"
Sambil tertawa, Kong Ji lalu melompat mundur ke dalam
rombongannya sendiri di mana diam-diam ia mengumpulkan tenaga
dan mengatur napas agar kelelahannya dalam bertanding tadi dapat diusir dan tenaganya menjadi segar kembali dalam persiapan
menghadapi lawan yang lebih berat lagi.
Sementara itu, ketika Cam-kauw Sin-kai melihat bahwa lawan
yang menghdapinya adalah bocah gundul putera See- thian Tok-ong yang terkenal jahat, segera maju membentak.
"Bocah setan, keluarkan senjatamu! sambil berkata demikian,
Cam-kauw Sin kai menggoyang-goyang tongkatnya dengan sikap
seperti orang hendak menggebuk anjing. Ini bukan gerakan biasa karena ini merupakan kuda- kuda dari Ilmu Tongkat Cam-kauw-tung-hwat yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw, terkenal
sebagai Ilmu Tongkat Pembunuh Anjing yang sukar dikalahkan.
811 Kwan Kok Sun menggerakkan hidungnya. "Jembel tua, untuk
melawan orang macam engkau saja mengapa mesti mengeluarkan
senjata" Kedua tanganku masih kuat untuk merobohkanmu.
Majulah'" Bukan main marahnya Cam-kauw Sin-kai mendengar ejekan ini.
Ia tadinya sudah segan-segan untuk melawan bocah ini, karena
biarpun sudah dewasa, aneh sekali, pemuda gundul ini masih
kelihatan seperti seorang anak- anak dari sepuluh tahun. Hanya tubuhnya saja yang besar akan tetapi kedua tangannya kecil, juga mukanya seperti muka anak-anak. Ia segan karena menghadapi
Kwan Kok sun, ia seperti hendak bertanding melawan ejekan itu, ia menancapkan tongkatnya ke dalam tanah, lalu melangkah maju
membentak. "Bocah setan, sombong amat kau. Majulah kalau mukamu sudah
gatal-gatal ingin ditampar!"
Kwan Kok Sun menyerang dengan kedua kepalan tangannya
yang kecil!. Gerakannya kuat dan cepat, mendatangkan desir angin dan tiba-tiba Cam-kauw Sin-kai mencium bau yang amis
memuakkan. Ia terkejut sekali dan tahu bahwa sebagai putera See-thian Tok-ong Si Raja Racun, sudah tentu sekali bocah ini pun
seorang ahli racun. Hawa pukulan kedua tangannva saja sudah
membawa bau racun yang kuat dan berbahaya.
Cepat pengemis sakti ini menyembunyikan tangannya ke dalam
lengan baju dan dengan ujung lengan bajunya ia mengebut dan
menangkis pukulan pukulan Kwan Kok Sun. Ilmu Silat Cam kauw
Kun-hwat memang aneh. Ilmu silat ini diciptakan untuk menghajar orang-orang seperti menghajar anjing, maka gerakan-gerakannya
aneh dan anjing yang bagaimana pun galaknya, tentu akan terpukul tunggang langgang dengan ilmu silat ini.
Demikian pula kalau menghadapi lawan manusia, ilmu silat ini
amat aneh dan sukar diduga gerakan-gerakannya Giok Seng Cu
sendiri ketika menghadapi murid Cam-kauw Sin-kai yakni pemuda
Coa Hong Kin, dalam segebrakan saja terkena tamparan di
pundaknya oleh pemuda itu yang mempergunakan ilmu Silat Camkauw Kun-hoat. 812 Baru saja bertempur belasan jurus sudah dua kali Kwan Kok Sun
kena disentil telinganya oleh Cam kauw Sin-kai dengan ujung lengan baju dan ditampar pundaknya yang membuat pemuda gundul itu
terhuyung huyung dan merasa sakit bukan main. Telmganya
mengeluarkan darah dan pundaknya serasa retak tulangnya. Ia
mengamuk dan tiba- tiba dari jari-jari tangan kiri yang dibuka menyambar sinar hijau. Inilah bubuk racun yang disebarkan ke arah muka Cam-kauw Sin-kai.
Kakek pengemis itu adalah seorang tokoh kang-ouw
penggembara yang sudah kenyang makan garam, di samping
pengalamannya banyak sekali tentu saja siang siang ia telah
mengenal senjata racun ini. Dengan ujung lengan baju dilebarkan ia menggerak-gerakkan kedua tangannya sehingga serangan-serangan
racun itu dapat disampok pergi, kemudian sambil berseru keras ia menerjang dengan tendangan berantai.
Inilah tendangan That-kauw-soan-hong-twi (Menendang Angin
Dengan Tendangan Berputar-putar), sebuah tipu gerakan dalam
ilmu Silat Cam-kauw-kunhoat. Kwan Kok Sun terkejut sekali dan
biarpun ia juga memiliki gerakan yang gesit, akan tetapi ia hanya dapat mengelak sampai lima kali tendangan saja.
Tendangan ke enam dan ke tujuh dengan tepat mengenai
pahanya, membuat tubuhnya terlempar ke belakang dan ke dua
kakinya menjadi lumpuh, karena biarpun tulang-tulang pahanya
tidak sampai patah, akan tetapi daging puhanya menjadi hitam biru dan jalan darahnya tertahan.
Akan tetapi Kwan Kok Sun benar-benar lihai. Setelah terpental, ia dapat mengatur keseimbangan tubuhnya, sehingga jatuhnva di atas tanah dalam keadaan duduk. Ketika Cam-kauw Sin-kai mengejar, ia cepat mengangkat kedua tangannya, digerak-gerakkan bergantian
ke depan. Dilihat begitu saja, seakan-akan Kwan Kok Sun merasa takut dan hendak mencegah Cam-kauw Sin-kai turun tangan lebih lanjut atau maksudnva sudah menerima kalah. Demikian pula tadinya disangka oleh Cam-kauw Sin-kai sehingga pengemis sakti ini tidak membuat penjagaan, bahkan hendak maju menghampiri dan menolong bocah
itu berdiri. 813 Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa ada angin
menyambar dari depan menyerang dadanya dengan hebat. Itulah
pukulan Hek- tok ciang yang dilancarkan dan jauh dengan
mengandalkan lenaga hoat-sut (sihir) dari barat! Cam-kauw Sin-kai tidak sempat mengelak, maka ia cepat mengerahkan tenaga ke
dada menolak. Ia berhasil menolak pukulan itu dan cepat melompat ke samping, akan tetapi pakaiannya di bagian dada menjadi hangus dan kulit dadanya terasa gatal-gatal!
"Kurang ajar!" serunya dan ia telah mengepal tinju hendak
memberi hajaran kepada Kwan Kok Sun, akan tetapi tiba-tiba
pemuda gundul itu telah lenyap. Ternyata ibunya, Kwan Ji Nio, telah turun tangan menyambar tubuh puteranya. Tentu saja dengan
adanya kejadian ini Kwan Kok Sun dianggap kalah.
Cam-kauw Sin-kai cepat mengeluarkan sebutir pel merah dari
saku bajunya dan ditelannya. Ini hanya untuk penjagaan kalaukalau pukulan Hek-tok-ciang tadi mengakibatkan luka di dalam
dada. Kemudian ia mcncabut tongkatnya, karena melihat See thian Tok-ong sudah melompat maju untuk menggantikan puteranya yang
kalah. "Cam-kauw Sin-kai, jangan kau sombong karena dapat
mengalahkan anak kecil. Inilah lawanmu!" Sambil berkata demikian, See-thian Tok-ong mengeluarkan senjatanya yang dahsyat, yaitu
sepasar Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) yang amat
mengerikan. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai sudah maklum bahwa menjadi
calon bengcu berarti menghadapi lawan-lawan berat, maka ia sudah siap menghadapi segala resikonya.
Setelah berhadapan, dua orang kakek yang berilmu tinggi ini
mulai saling menyerang dengan seru. Pertempuran kali ini lebih sengit daripada tadi. Gerakan See-thian Tok-ong benar- benar luar biasa sekali. Sepasang cakar setan itu bergerak- gerak aneh, seperti menycrang dengan cara membabi buta, akan tetapi sebetulnya
gerakan-gerakan ini menurutkan sistim silat yang aneh dan jarang terdapat di pedalaman Tiongkok. Yang amat berbahaya adalah
hawa beracun yang keluar dari sepuluh kuku-kuku panjang dan
cakar itu. 814 Setiap cakar mempunyai lima kuku panjang dan lima warna yang
mengeluarkan bau keras dan tidak enak lima macam, yang satu
lebih hebat dari yang lain. Sekali gurat saja dengan kuku cakar setan ini akan mendatangkan maut!
Baiknya Cam-kauw Sin-kai memiliki Ilmu Silat Cam- kauw-tunghwat yang juga amat aneh gerakan-gerakannya dan sukar diduga
perubahan gerakannya. Juga tongkatnya ternyata amat berbahaya
karena setiap serangan merupakan totokan atau tusukan maut.
Oleh karena itu, tidak mudah bagi See-thian Tok-ong untuk
mengalahkan lawannya dalam waktu singkat. Pertahanan Cam-kauw
Sin-kai benar-benar kokoh kuat dan tongkatnya kini meupakan
lingkaran yang sukar sekali diterobos.
Pertempuran kali ini berjalan sampai seratus jurus lebih, masing-masing mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian, maklum
bahwa lawan amat berat dan sekali terkena serangan berarti
menghadapi bahaya maut. Akan tetapi tak lama pengemis sakti itu makin terdesak. Yang membuat ia tidak kuat adalah bau dari hawa beracun yang keluar dari Ngo tok Ma-Jiauw itu. Biarpun ia sudah menahan napas dan menarik napas amat hati-hati, tidak urung ia terpengaruh juga oleh hawa beracun itu, yang membuat kepalanya pening dan pandangan matanya berkunang.
Cam-kauw Sin-kai maklum kalau tidak cepat-cepat dapat
merobohkan lawannya, ia akan kalah. Sambil berseru keras ia lalu mainkan jurus-jurus terakhir yang paling hebat dari ilmu silatnya.
Tongkatnya melayang-layang turun naik dengan gerakan cepat dan aneh. Biarpun See-thian Tok-ong lihai bukan main, ia menjadi
terkejut dan bingung. Tak dapat ia menghindarkan diri ketika
tongkat itu menusuk dengan cara tusukan bertubi-tubi yang dimulai dari atas ke bawah. Sebuah tusukan mengenai pangkal lengan
kirinya dan untuk sedetik lengan kiri itu menjadi lumpuh sehingga sebuah senjatanya terlepas dari pegangan.
Akan tetapi pada saat yang hampir bersamaan, hanya dua tiga
detik lebih lambat. Ngo-tok Ngo-jiauw di tangan kanan See-thian Tok-ong berhasil menggurat pundak Cam- kauw Sin-kai! Kakek
pengemis ini merasa pundaknya gatal panas dan seperti ditusuktusuk jarum. Cepat ia melompat jauh ke belakang dan begitu ia
815 turun ke tanah, ia lalu mengambil segenggam pil penawar racun
yang terus ditelannya! Namun tetap saja ia menjadi limbung dan terpaksa ia duduk di atas tanah, bersila sambil mengerahkan tenaga lweekang untuk mengusir pengaruh racun yang hebat itu.
See-thian Tok-ong mengeluarkan suara ketawa aneh. Tangan
kirinya sudah pulih kembali dan kini sepasang Ngo- tok Mo-jiauw sudah dipegangnya dengan sikap menantang. Ta maklum bahwa
kakek pengemis itu pasti akan tewas, paling lama dalam waktu dua puluh empat jam lagi.
"Tblis dari barat rasakan pembalasanku!" Tiba-tiba Coa Hong Kin membentak marah dan pemuda ini mencahut pedang, hendak
melompat ke tengah lapangan untuk menuntut balas atas kekalahan suhunya. Akan tetapi sebuah tangan yang amat kuat memegang
pundaknya, mencegahnya dan terdengar suara Ciang Le yang
tenang dan berpengaruh.
"Dia bukan lawanmu. Biar aku menghadapinya. Tangan kuat
yang menahan pundaknya itu terlepas dan tahu-tahu tubuh Ciang
Le sudah berada di tengah lapangan menghadapi See-thian Tokong. Hong Kin lalu menghampiri suhunya dan dengan bantuan
muridnya. kakek pengemis ini berjalan kembali ke dalam
rombongannya di mana ia lalu direbahkan d atas rumput dan


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirawat oleh Hong Kin dibantu oleh Lie Bu Tek, Hui Lian dan Bi Lan.
Sementara itu, See-thian Tok-ong melihat Ciang Le datang, tanpa banyak cakap lagi segera menyerang dengan Ngo tok Mo-jiauw,
menyerang bertubi-tubi dengan sepasang senjata itu. Ciang Le tidak mau berlaku lambat, ia melompat jauh ke kanan untuk
menghindarkan diri dan untuk mencabut pedangnya. See-thian Tokong sudah pernah merasai kelihatan tangan Ciang Le, maka ia
berlaku hati- hati sekali dan dengan penuh perhatian serta
pengerahan tenaga dan kepandaian, Raja Racun dari barat ini mulai mendesak Hwa I Enghiong.
Akan tetapi sebentar saja See thian Tok-ong mengeluh di dalam
hati. Ilmu pedang dari Hwa I Enghiong benar-benar hebat dan kuat luar biasa. Juga pedang yang digunakan oleh Hwa I Enghiong
adalah Kim-kong kiam, pedang yang mengeluarkan sinar emas
seperti pedang Pak kek Sin-kiam, akan tetapi sinar pedang Pak-kek 816
Sin-kiam lebih putih dan lebih gemilang. Biarpun demikian pedang Kim kong-kiam termasuk pedang pusaka yang ampuh dan kuat.
Dahulu ketika untuk pertama kali bertemu dengan Ciang Le, biarpun See-thian Tok-ong memegang Pak-kek Sin-kiam, masih saja ia tidak dapat merobohkan Ciang Le, yang bertangan kosong, maka tentu
saja ia sudah cukup maklum akan kelihaian ilmu silat dari Hwa I Enghiong. Akan tetapi sekarang lain lagi keadaannya, See-thtan Tok-ong memegang sepasang senjatanya yang diandalkan, yaitu
Ngo-tok Mo- jiauw dan dalam hal ilmu silat dengan Ngo-tok Mojiauw sesungguhnya Raja Racun ini jauh lebih lihai daripada kalau ia menggunakan senjata lain. Ia telah mencipta ilmu silat yang khusus untuk mainkan sepasang senjata yang mengerikan itu. Dan di
samping ini, betapapun lihai Hwa I Enghiong Go Ciang Le, seperti Cam-kau Sin-kai tadi ia pun mulai terkena pengaruh bau senjata aneh Ngo-tok Mo-jiau tadi.
"Celaka," pikir Ciang Le sambil memutar pedang Kim- kong-kiam
lebih hebat lagi. "aku harus cepat-cepat merobohkanya!" Setelah mengambil keputusan ini dan melihat kesempatan, Ciang Le lalu
menyerang dengan Ilmu Pedang Pak-kek Kiam-hoat bagian yang
paling lihai. Pedangnya berkelebat mengancam dari atas seperti burung elang
menyambar- nyambar kepala mengeluarkan angin dan suara
mendesing-desing mengerikan. See thian Tok-ong terkejut sekali, tahu bahwa serangan ini merupakan ancaman maut yang dapat
memenggal leher atau memecahkan kepalanya, maka ia lalu
mengerahkan dan menggunakan sepasang Ngo-tok Mo-jiauw untuk
melindungi kepala dengan memutarnya seperti kitiran cepatnya.
Akan tetapi tiba-tiba Ciang Le berseru.
"Pergilah!"
Tubuh See-thian Tok ong yang besar itu terlempar seperti batang pohon dilontarkan angin kuat. Inilah kehebatan jurus Ilmu pedang yang dimainkan oleh Ciang Le tadi. Nampaknya hebat dan dahsyat menyerang kepala, tidak tahunya kelihaiannya terletak pada
serangan lanjutan yang dilakukan oleh kaki! Ternyata bahwa
pedang yang menyambar-nyambar tadi hanya pancingan belaka
agar lawan yang bagaimana kuat pun akan melindungi kepalanya
817 dan kurang memperhatikan tubuh bagian bawah. Oleh karena itu,
dengan mudah Ciang Le dapat menendang perut See-thian Tok-ong
sehingga tubuh Raja Racun itu terlempar jauh!
Akan tetapi Ciang Le juga terkena pengaruh hawa beracun
sehingga mukanya agak pucat. Baiknya tendangannya tadi kuat
sekali sehingga betapapun kuat tubuh See-thian Tok-ong,
tendangan itu telah mendatangkan luka di dalam perutnya dan tidak memungkinkan Raja Racun ini bertempur terus. Maka tentu saja
dianggap kalah dan gagal dalam pemilihan bengcu. Orang-orang
yang berpihak kepada Hwa I Enghiong bersorak menyambut
kemenangan ini. See-thian Tok-ong dirawat oleh delapan orang
kawannya, para busu yang menyamar.
"Hwa l Enghiong jangan tiba-tiba berkelebat bayangan yang
cepat luar biasa dan tahu-tahu Kwan Ji Nio sudah menyerangnya
dengan ranting bambu, menotok matanya.
Ciang Le melompat jauh ke belakang ia ragu-ragu, karena selain kepalanya masih pening akibat pengaruh hawa beracun dari Ngo-tok Mo-jiauw, juga ia merasa segan-segan untuk melayani seorang wanita.
"Mengasolah!" tiba-tiba ia mendengar suara bisikan isterinya
yang tahu-tahu telah berada di dekatnya. Ciang Le mundur, dan kini Bi Lan menghadapi Kwan Ji Nio. Dua orang tokoh wanita yang
berilmu tinggi saling berhadapan, bagaikan dua ekor singa betina hendak saling terkam"
"Kwan Ji Nio, benar-benar girang sekali hatiku dapat bertemu
dengan engkau di sini. Akan puas hatiku dapat melanjutkan
pertandingan yang dahulu." Memang kurang lebih sembilan tahun
yang lalu, dalam perebutan Pak-kek Sin-kiam, pernah Kwan ji Nio bertempur melawan Liang Bi Lan dan See-thian Tok-ong bertanding melawan Go Ciang Le, sedangkan Kok Sun bertempur menghadapi
Go Hui Lian yang ketika itu, sebagaimana dapat diikuti dalam cerita bagian depan, tidak dilanjutkan karena Ciang Le, menawan Kok Sun dan memaksa suami isteri dari barat itu mengembalikan pedang
unuk ditukar dengan Kok Sun.
818 Sekarang dua orang wanita kosen itu berhadapan lagi. Keduanya
sama usianya, kurang lebih empat puluh tahun, sama cantiknya dan sama ramping tubuhnya. Akan tetapi sikap Bi Lan nampak jauh lebih gagah.
"Kau menggantikan suamimu untuk menjenguk neraka! Baik,
bersiaplah untuk mampus!" bentak Kwan Ji Nio yang serentak
mengirim serangan bertubi-tubi dengan rantingnya. Gerakannya
cepat ! bukan main karena nyonya ini adalah ahli ilmu meringankan tubuh yang disebut Te in-hang (Lompatan Tangga Awan) sehingga
ketika ia bergerak dalam serangan-serangannya, tiada ubahnya
seperti seekor burung walet menyambar-nyambar. Kedua kakinya
seperti tak pernah menyentuh tanah.
Bi Lan mengeluarkan suara ketawa mengejek dan di lain saat
nyonya ini pun lenyap dari pandangan mata. Hanya sinar pedangnya saja yang nampak, menjadi gulungan sinar yang bundar, dan kedua kaki yang kadang-kadang kelihatan menyentuh bumi menyatakan
bahwa nyonya ini masih ada di dalam bungkusan gulungan sinar
pedang itu! Kali ini Kwan Ji Nio menemui batu keras! Kali ini ia menjumpai tandingan yang juga seorang ahli ginkang luar biasa.
Bi Lan telah mendapat latihan ginkang dari orang aneh, sepasang tosu kembar bernama Thian-te Siang-mo yang memiliki ginkang luar biasa (baca Pendekar Budiman). Dahulu ketika masih muda, Bi Lan telah dijuluki orang Sian- li Eng-cu (Bayangan Bidadari) karena memang gerakannya amat cepat sehingga kalau ia bergerak, yang
kelihatan hanya bayangannya saja.
Kali ini pertempuran benar-benar hebat, mengalahkan kehebatan
pertempuran yang lalu. Hal ini memang tidak aneh, karena
keduanya adalah ahli-ahli gin-kang yang kepandaiannya sudah
memuncak, maka dalam pertempuran ini, orang-orang hanya
melihat gulungan sinar pedang dan gulungan sinar ranting yang
saling belit dan saling tindih menjadi satu sukar diketahui mana yang lebih kuat.
Delapan puluh jurus telah lewat dan pertempuran makin
memuncak saking ramainya. Hui Lian berdiri menonton sambil
meremas-remas tangannya. Ta merasa meyesal mengapa tidak dia
saja yang tadi menggantikan ayahnya. Ta khawatir kalau-kalau
819 ibunya akan kalah, sungguhpun ia dapat melihat betapa ibunya kini medesak hebat kepada Tawannya. Kalau dia yang maju, Hui Lian
merasa pasti dapat merobohkan Kwan Ji Nio, paling lama dalam
pertandingan lima puluh jurus. Biarpun masih kalah hebat dalam ginkang oleh ibunya akan tetapi dalam ilmu pedang, kiranya ia
masih lebih mahir daripada ibunya. Tni adalah karena dia telah mempelajari Pak-kek Kiam-sut sedangkan ibunya tidak.
Akan tetapi ketika memperhatikan lagi, Hui Lian menarik napas
lega. Tbunya pasti menang, dan benar saja, terdengar jerit
kesakitan, ranting terlempar jatuh dan tubuh Kwan Ji Nio melompat ke ke belakang. Ta jatuh dengan kedua kaki di atas tanah,
terhuyung huyung dan darah mengucur dari pahanya. Cepat Kong Ji menyuruh ahli-ahli pengobatan rombongannya merawat. Sejak tadi pun ia sudah menyuruh kawan-kawannya merawat See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. See-thian Tok-ong yang
melihat pihaknya kalah semua, tentu saja menerima baik bantuan pemuda ini karena setelah dia dan anak isterinya kalah, paling baik sekarang menjagoi Kong Ji dan membantunya! Demikianlah sifat
orang jahat. Mudah berubah, penjilat, dan pengecut. Selalu memilih tempat untuk keuntungannya sendiri tanpa memperdulikan
kegagahan, keadilan, dan kejujuran.
Kini dari pihak Liok Kong ji muncul Giok Seng Cu. "Aku mewakili Tung-nam Tui-bengcu," katanya dengan suara kasar, "sekarang
calon yang masih ada hanyalah Tai bengcu dan Go Ciang Le.
Semenjak dahulu, Hwa I Enghiong hanya nienyembunyikan diri saja, mengapa sekarang tiba-tiba muncul hendak menduduki kursi
bengcu" Apakah dia benar-benar begitu ingin menjadi bengcu?"
Ucapan Giok Seng Cu ini penuh sindiran, membuat Bi Lan marah
sekali. "Giok Seng Cu, suamiku mengingini kedudukan bengcu masih
tidak begitu memalukan, tidak seperti engkau yang begitu
merendahkan diri menjadi kaki tangan seorang penjahat muda yang pernah menjadi muridmu. Di manakah kulit mukamu" Ketahuilah,
suamiku tidak begitu ingin menjadi bengcu, hanya karena pilihan orang lain maka terpaksa ikut dalam lomba ini. Akan tetapi bukan semata- mata untuk meramaikan pemilihan, melainkan semata-mata 820
untuk menghadapi manusia-manusia jahat yang hendak
mempergunakan kepandaian menduduki kursi bengcu!"
Giok Seng Cu tersenyum mengejek "Bi Lan, kau masih saja
bermulut besar seperti dulu. Pergilah dan biarkan suamimu yang maju!" Giok Seng Cu melakukan tantangan ini karena ia melihat
Hwa I Enghiong Go Ciang Le masih bersila sambil meramkan mata
mengira bahwa CiangLe masih terluka dan karenanya iato bera ni menantang.
"Untuk melayani manusia rendah macam engkau saja, cukup
dengan pedangku. Majulah!" kata Bi Lan sambil menyerang. Terjadi pertempuran hebat yang ke lihatannya berat sebelah karena Giok Seng Cu hamya bertangan kosong. Akan tetapi pada hakekatnya,
kakek rambut pandang inilah yang mendesak Bi Lan dengan
pukulan- pukulan Tin-san-kang. Sedangan pedang Bi Lan cukup ia layani dengan kibasan kedua lengan bajunya saja, sedangkan
pukulan-pukulan Tin-san-kang dari jarak jauh membuat Bi Lan
kewalahan. Nyonya ini baiknya memiliki kegesitan luar biasa
sehingga dapat mengelak ke sana ke mari, hanya hawa pukulan
saja yang menyerempet dan membuat pakaiannya berkibar-kibar.
Akhirnya Bi Lan tak kuat menghadapi lawannya lebih lama lagi, ia bertempur sambil mundur.
"Ibu, kau sudah lelah. Biar aku menggantikanmu!" tiba- tiba
terdengar bentakan nyaring dan Hui Lian sudah menyerang Seng Cu dengan pedangnya, sedangkan Bi Lan lalu melompat mundur untuk
beristirahat karena ia betul betul lelah menghadapi Giok Seng Cu yang lihai.
Sebelum tertangkap oleh Kong Ji, Hui Lian sudah bertempur
melawan Giok Seng Cu dan telah melukai kulit lengannya dengan
ujung pedangnya. Oleh karena inilah gadis itu menjadi berani dan besar hati menghadapi Giok Seng Cu yang dianggapnya bertenaga
besar akan tetapi tidak memiliki kepandaian tinggi.
la tidak tahu bahwa ketika melawannya sampai tergores pedang
kulit lengannya, Giok Seng Cu tidak melawannya dengan sungguhsungguh. Kakek ini tidak berani melukainya seperti yang dipesan oleh Kong Ji dan dalam pertempuran seperti itu, Giok Seng Cu
hanya mengelak dan tak pernah menyerangnya. Serangan satu821 satunya yang diajukan selalu hanyalah usaha untuk menangkapnya hidup-hidup tanpa melukai dirinya. Tentu saja dalam pertempuran seperti itu, Giok Seng Cu tidak dapat mengeluarkan semua
kepandaiannya dan karena itulah ia sampai terluka oleh goresan pedang Hui Lian.
Akan tetapi sekarang lain lagi. Mereka berada di gelanggang
pertempuran yang sungguh-sungguh dan tak terdengar perintah
sesuatu dari Kong Ji. Oleh karena inilah Giok Seng Cu lalu
menyerang dengan sepenuh tenaga dan mengeluarkan semua
kepandaiannya. Hui Lian terkejut dan cepat-cepat melakukan
perlawanan sengit.
Kong Ji berdiri tegak dengan hati tak enak. Tadi ia sudah terkejut sekali melihat munculnya Hui Lian dan Coa Hong Kin yang ternyata telah ditolong oleh Wan Sin Hong.
Gagallah rencananya unmemaksa Ciang Le dengan mengancam
Hui Lian yang sudah tertawan. Sekarang ia melihat gadis itu
melakukan perlawanan sengit terhadap Giok Seng Cu, benar-benar hatinya tidak enak sekali. la dapat meramalkan bahwa nona itu pasti akan kalah oleh Giok Seng Cu.
Hal ini memang tidak apa-apa baginya, akan tetapi ia tahu betul akan silat kepandaian Giok Seng Cu. Kakek ini mengandalkan
kelihaiannya semata-mata atas kemahiran ilmu silat dan senjatanya yang ampuh adalah Pukulan Tin- san-kang. OLeh karena setiap
orang lawan dari kakek ini kalau kalah tentu akan roboh terkena pukulan Tin-san-kang dan ini berarti lima bagian tewas, tiga bagian terluka berat di dalam tubuh dan hanya dua bagian masih ada
harapan hidup! Bagi Kong Ji, kalau sampai Hui Lian tewas memang tidak apaapa. Akan tetapi di dalam hati kecilnya ada rasa sayang kepada bekas sumoinva ini dan ia tidak tega kalau melihat Hui Lian tewas.
Apalagi ia tahu bahwa kalau hal ini terjadi, permusuhan dengan pihak Hwa I Enghiong akan menjadi makan besar dan selamanya ia takkan merasa aman lagi. Dengan orang seperti Go Ciang Le itu
lebih aman bersahabat daripada bermusuh, lebih baik menjadi
kawan daripada menjadi lawan. Setidaknya jangan menanam rasa
822 permusuhan besar dan dendam yang melahirkan pembalasanpembalasan. Diam-diam Kong it mengeluarkan suatu dari saku bajunya dan
memandang ke arah pertempuran dengan penuh perhatian. Saat
yang dikhawattrkan tiba. Ketika nona itu menyerang dengan
pedangnya secara cepat sekali. Giok Seng Cu membuang diri ke kiri, terus bergulingan di atas tanah. Ini merupakan pancingan yang
hanya dimengerti oleh Kong ji. Akan tetapi Hui Lian mengira bahwa ia telah dapat mendesak, maka dengan hati besar ia mengejar.
Tiba-tiba Giok Seng Cu membalikkan tubuh dan selagi tubuhrnya
masih mendekam, ia mengirim pukulan Tin-san kang ke arah Hui
Lian! Inilah hebatnya pancingan itu. Pukulan Tin-san-kang memang dilakukan dengan tubuh merendah, makin rendah makin kuatlah
pukulan itu, maka dalam bergulingan Giok Seng Cu selain
memancing lawan datang mengejar, juga dapat mengatur
kedudukan yang amat baik untuk melakukan pukulan tiba-tiba.
Hui Lian melihat ini dan mengerti namun terlambat. Ketika ia
mengelak angin pukulan Tin san-kang sudah menghantamnya
biarpun ia sudah mengelak, pundaknya masih terdorong, membuat
ia terguling! Giok Seng Cu mengeluarkan seruan girang, melompat dan mengejar, bermaksud mengirim pukulan ke dua yang tentu
akan mematikan gadis itu. Terdengar Bi Lan menjerit dan Ciang Le menahan napas. Tentu saja kalau mereka mau, mereka dapat
menyerang Giok Seng Cu, akan tetapi ini bukanlah laku orang
gagah. Mereka ini lebih baik kehilangan puteri daripada harus
melanggar peraturan kang-ouw.
Pada saat Giok Seng Cu memukul, kakek ani berteriak kesakitan
mengurungkan pukulannya, bahkan ia sendiri terhuyung-huyung
lalu berlari mendekati Kong Ji. Di pundaknya telah menancap tiga batang Hek-tok-ciam (Jarum racun Hitam) yang dilepas oleh Kong Ji dalam usahanya menolong Hui Lian.
Dengan muka sebentar pucat sebentar merah Hui Lian kembali
ke rombongannya. Kong Ji setelah mengobati pundak Giok Seng Cu, lalu melompat ke tengah lapangan. Ciang Le juga melompat
menghadapinya dengan Hwa I Enghlong berkata singkat.
823 "Kami telah berhutang nyawa anak kami kepadamu." Kong Ji
menjura dengan hormat. "Harap maafkan Giok Seng Cu Suhu yang
lancang tangan. Memang tidak sedikit pun aku mempunyai maksud
bermusuhan denganmu. Kalau saja kau suka mengalah dan
membiarkan aku menduduki kursi bengcu, bukankah ini berarti
saling menolong dan menghindarkan pertandingan pertandingan
yang membahayakan nyawa?"
Ciang Le tak dapat menjawab. ia bingung sekali. Ia memang
harus membela kedudukan bengcu agar jangan terjatuh dalam
tangan orang seperti Kong Ji. Akan tetapapi di lain pihak, sebagai seorang gagah ia harus ingat budi. Betapapun jahatnya Kong Ji, baru saja tak dapat disangkal bahwa tanpa pertolongan Kong Ji
yang mengorbankan pembantunya sendiri sampai dilukainya, sudah dapat ditentukan nyawa Hui Lian melayang di tangan Giok Seng Cu.
Budi menolong nyawa
adalah budi besar, hanya
dapat dilunasi dengan
menolong nyawa pula. Ciang
Le berdiri bengong, kagum
dan juga ngeri menyaksikan
kelicikan dan kepintaran Liok
Kong Ji. Bocah ini benarbenar seorang iblis yang
kelak akan membahayakan
dunia. Pada saat itu, terdengar
suara orang-orang yang
hadir di situ dan semua mata
memandang ke satu jurusan.
Tentu saja Kong Ji dan Ciang
Le juga tertarik dan mereka
ikut menoleh. Kong Ji
mengeluarkan seruan marah dan kaget sedangkan Ciang Le
terheran-heran ketika melihat siapa yang datang itu.
Dengan sikap gagah dan senyum yang menambah cantiknya.
Siok Li Hwa berjalan diikuti oleh pasukannya dan di sampingnya 824
berjalan seorang pemuda membikin kaget, marah, dan heran semua orang. Pemuda itu yang berjalan dengan sikap tenang dan
sederhana, sepeti juga sederhananya pakaiannya, bukan lain adalah Wan Sin Hong.
Kong Ji kaget setengah mati hampir ia tak dapat mempercayai
kedua matanya sendiri. Wan Sin Hong sudah menjadi korban jarum Hek-tok-ciam dan jarum hijau dari Li Hwa, bagaimana sekarang
datang lagi dalam keadaan segar dan sehat" Dan mengapa
sekarang berjalan dalam suasana persahabatan dengan Li Hwa"
Hatinya berdebar tidak karuan dan ia merasa tidak enak.
Sebaliknya, Ciang Le tidak heran melihat Wan Sin Hong dalam
keadaan masih hidup dan sehat karena ia sudah mendengar dari
Hui Lian tadi siapa adanya orang yang terkena jarum-jarum yang dilepas oleh Kong Ji dan ketua Hui-eng-pai. Ia hanya heran melihat Wan Sin Hong berani muncul di tempat itu.
Bagaimanakah Wan Sin Hong yang tadinya sudah roboh oleh
jarum rahasia dan dibawa pergi tubuhnya oleh seorang aneh yang bermuka merah dan dikejar oleh Li Hwa, kini datang dalam keadaan sehat bersama Siok Li Hwa" Mengapa mereka tidak kelihatan
bermusuhan dan kemanakah perginya Si Muka Merah yang aneh
tadi" Baiklah kita mengikuti pengalaman Hui-eng Niocu Siok Li Hwa ketika melakukan pengejaran kepada Wan Sin Hong yang
dipondong pergi oleh manusia muka merah yang aneh.
-oo0mch-dewi0ooJilid XXX SEPERTI telah dituturkan di bagian depan, Hui-eng Niocu Siok Li Hwa yang merasa penasaran karena belum dapat membunuh Wan
Sin Hong yang mencemarkan nama baik perkumpulannya, ketika
melihat tubuh Sin Hong dibawa lari oleh orang yang bermuka
merah, lalu mengejar terus bersama rombongannya.
Belum lama ia mengejar dan tiba di sebuah hutan di lereng Bukit Ngo-heng-san itu, ia melihat orang yang dikejarnya tadi sedang berlutut. Wan Sin Hong direbahkan di atas tanah dan orang itu
kelihatan sedang merawat luka-luka yang diakibatkan oleh jarum-825
jarum rahasia. Orang itu sedang asyik menusuk-nusuk bagian
terluka tadi dengan jarum-jarum emas dan perak, sedangkan jarum Hek-tok-ciam dan jarum hijau yang tadi melukai Wan Sin Hong telah dicabuti dan kini diletakkan di atas sehelai kain putih.
Orang demikian asyiknya mengobati luka-luka dan duduknya
membelakangi Li Hwa sehingga tidak mendengar atau melihat
datangan Siok Li Hwa dan anak buahnya.
Siok Li Hwa ragu-ragu. Pedangnya sudah siap di tangan, akan
tetapi ia termangu-mangu ketika menyaksikan betapa orang yang
menolong Wan Sin Hong itu tengah mengobati luka-luka yang
ditimbulkan antara lain oleh jarum-jarum hijaunya.
"Serahkan penjahat Wan Sin Hong kepadaku!" akhirnya ia
membentak dengan suara keras.
Orang yang disangkanya orang aneh bermuka merah itu menoleh


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan melihat wajah orang ini, Li liwa mengeluarkan jerit ngeri dan takut demikian pula para anak buahnya mengeluarkan jerit kaget dan muka mereka pucat. Pandang mata mereka sebentar ditujukan
kepada Wan Sin Hong yang menggeletak di atas bumi, kemudian
dialihkan kepada orang yang berlutut dan yang tadinya disangka orang bermuka merah. Memang aneh sekali dan bagi para gadis ini tentu saja merupakan hal yang aneh dan mengerikan karena baik
bentuk badan maupun wajah kedua orang pemuda itu, baik yang
berbaring maupun yang berlutut merawat, bagaikan tangan kanan
dan tangan kiri. Serupa benar!
Saking bingung dan gugupnya, Li Hwa lalu melontarkan sebatung
jarum hijau kepada pemuda yang sedang berlutut dan sedang
mengobati luka-luka di tubuh pemuda yang rebah itu. Pemuda yang berlutut itu tengah memegangi jarum emas dan perak yang
dipergunakan untuk menusuk-nusuk bagian yang terkena jarum
beracun, maka ia tidak keburu nienangkis atau mengelak. Dengan tenang ia lalu melembungkan kedua pipinya dan... sekali meniup jarum hijau itu runtuh ke tanah!
Mata Li Hwa yang tajam dan bening itu terbelalak kaget. Mana
mungkin orang meniup runtuh jarum hijaunya" Memang benar
826 jaram itu kecil dan ringan saja akan tetapi telah disambitkan dengan penggunaan tenaga lweekang istimewa.
Seorang dengan tenaga lweekang biasa saja jangan harap akan
dapat melontarkan jarum itu demikian cepat dan kuatnya. Akan
tetapi bagaimanakah tenaga yang mendorong jarum itu menjadi
punah begitu terkena angin tiupan pemuda itu" Setankah dia"
"Nona, tenanglah dan jangan galak-galak dulu. Tidakkah kau
melihat betapa hebat luka saudara ini" Biarkan aku mengobatinya lebih dulu baru kita bicara. Pengaruh jarum hijaumu tidak berbahaya akan tetapi Hek-tok-ciam benar-benar merupakan senjata rahasia beracun keji sekali!" Kembali pemuda itu tekun merawat yang luka dan sama sekali tidak mempedulikan Li Hwa.
Ketua Hui-eng-pai ini berdiri bengong dan merasa malu kepada
diri sendiri. tidak ada muka untuk menyerang lagi dan akhirnya ia malah melangkah mendekati dan dengan para anak buahnya berdiri di belakangnya, dia menonton cara pengobatan itu. Kagum ia
melihat betapa cekatan jari-jari tangan pemuda yang mengobati.
Setelah menusuk-nusuk dengan enam jarum emas dan perak, lalu
menggunakan pisau tajam untuk melakukan operasi dan
mengeluarkan darah yang hitam dan kehijauan dari luka-luka akibat jarum rahasia tadi. Setelah membersihkan luka-luka, ia lalu
menempelkan obat di atas bekas luka, dan dengan secawan arak ia memberi minum obat kepada Si sakit mg masih pingsan. Akhirnya ia membereskan baju si sakit yang tadi dibukanya dan sambil
tersenyum ia memandang kepada Li Hwa.
"Sudah beres, nyawanya tertolong, biarpun ia harus beristirahat sedikitnya seratus hari."
Siok Li Hwa memandang tajam dan ia merasa bulu tengkuknya
berdiri melihat persamaan yang luar biasa antara dua orang pemuda itu.
"Siapa kau?" tanyanya, mengharap akan mendapat jawaban
bahwa pemuda ini adalah saudara kembar dari Wan Sin Hong yang
menggeletak pingsan di atas tanah. Akan tetapi jawaban pemuda
yang tersenyum-senyum tenang ini membuat bulu-bulu tengkuknya
berdin lagi, juga para pengikutnya mengeluarkan seruan tertahan 827
sambil menutup mulut yang berbibir merah dengan jari-jari tangan ketika pemuda itu menjawab.
"Namaku Wan Sin Hong."
"Kau... Wan Sin Hong..." Kalau begitu... siapa... siapakah
orang........ itu...?" Li Hwa menunjuk ke arah pemuda yang terluka tadi.
Sin Hong tersenyum duka. "Dia ini siapa aku sendiri pun belum
tahu, akan tetapi biarpun ia agaknya serupa benar dengan aku, aku berani pastikan bahwa dia bukan Wan Sin Hong."
"Kalau begitu kaulah orangnya yang berbuat jahat kepada Cun
Eng. Jahanam, bersiaplah kau untuk mampus!" Li Hwa lalu bersikap hendak menyerang dengan pedangnya, juga tiga puluh sembilan
orang gadis rombongannya mencabut pedang masing-masing
Jago Kelana 8 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Memanah Burung Rajawali 12

Cari Blog Ini