Ceritasilat Novel Online

Pendekar Guntur 15

Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 15


kepada para komandan pos yang berada ditempat itu harus berhati-hati.
Sedangkan tersebut telah mereka sendiri ngeri jika sampai dijagal. Sebab mereka tidak mengetahui yang mana kawan dan yang mana lawan. orang2 Bengkauw yang berada di kota
berlaku waspada sekali, biar bagaimana Kwang Tan melakukan perjalanan kekota Ciu-ling, dimana Bu Kie berada. Dia menceritakan apa yang terjadi. Segera juga Bu Kie perintahkan seluruh pimpinan Bengkauw untuk mengadakan pemeriksaan yang lebih teliti, penyaringan yang lebih hebat.
Diwaktu itu, juga telah diketahui tentunya orang-orang Cu Goan Ciang yang menyelusup kedalam tubuh Bengkauw tidak sedikit jumlahnya. Karenanya, dengan menyaring mereka lagi, menyelidiki asal usul mereka, dapat diketahui mereka itu memiliki sangkut pautnya dengan Cu Goan Ciang atau tidak.
Jika memang tidak dapat diketahui keseluruhannya, akan tetapi sebagian dari mereka dapat ditangkap. Dan dari mereka akan diperoleh keterangan lebih jauh.
Begitulah, Bengkauw jadi sibuk buat mengurusi persoalan tersebut. Lima kota yang telah mereka kuasai, segera diadakan pembersihan. Seluruh anggota Bengkauw diperintahkan menghadap sepuluh orang demi sepuluh orang. Dan mereka diperiksa
Tetapi sejauh itu tetap saja belum berhasil dibongkar orang2 Cu Goan Ciang yang berhasil menyelusup kedalam Bengkauw.
Hanya saja pada sore harinya dihari ke-dua, terlihat Kwang Tan tengah memeriksa seorang anak buah Bengkauw yang dicurigainya, Dia seorang tua bertubuh kurus kering, dengan muka berpotongan tikus.
Dia berusia antara empat puluh tahun lebih, tertawanya sinis dan juga selalu memandang dengan lirikan mata yang sangat licik.
"Dimana kau sebelumnya !" tanya Kwang Tan kepada orang itu, "Ketika terjadi pembunuhan gelap pada orang2 Bengkauw beberapa saat yang lalu kau berada dikota mana "!"
Orang itu tersenyum sinis, dia bilang: "Waktu itu berada di Ciu-ling, dan baru beberapa hari ini dikirim ke Kang-wi!" "Siapa namamu "!"
"Tung Kiang San."
"Hemmm, apakah engkau bukan orang yang diutus oleh Cu Goan Ciang !" tanya Kwang Tan.
Orang itu jadi tertawa geli. Dia beranggapan bahwa pertanyaan Kwang Tan merupakan pertanyaan yang lucu dan tidak masuk akal. Mana ada maling yang mau mengaku maling jika ditanya langsung seperti itu.
"Tentu saja bukan !" katanya setelah puas tertawa.
Tetapi sesungguhnya Kwang Tan memang sengaja mengajukan pertanyaan yang biasa-biasa saja yang bisa memancing rasa humor, jika seorang anggota Bengkauw yang resmi dan bukan mata-mata musuh, tentu dia akan ketakutan sekali memperoleh pemeriksaan seperti itu, tidak seperti orang ini yang tertawa geli.
Dan sekarang Kwang Tan melihat lagak orang ini, dia telah dapat memastikan orang ini tentunya mata2 musuh, orang Cu Goan Ciang yang menyelusup masuk.
Memang Kwang Tan pura2 mengajukan pertanyaan tolol, sehingga disebabkan orang ini mungkin mata2
musuh, jadi tertawa
geli seperti itu menertawai kebodohannya.
Padahal disinilah letak dari ketrampilan dan kecerdikan Kwang Tan.
Setelah orang itu berkata demikian dan selesai tertawa, tahu2 Kwang Tan mengulurkan tangan kanannya, dia telah mencengkeram pergelangan tangan orang itu.
Tung Kiang San kaget ketika pergelangan tangannya kena dicengkeram. Dia berusaha berkelit, namun gagal, pergelangan tangannya kena dicengkeram.
Diwaktu itu Tung Kiang San berusaha mengerahkan tenaganya, juga gagal, cengkeraman jari-jari tangan Kwang Tan ternyata sangat kuat sekali sehingga Tung Kiang San tidak dapat berkutik.
"Sedikit saja aku mengerahkan tenaga dalamku, maka lengan tanganmu ini akan hancur...!" mengancam Kwang Tan. "Lebih baik engkau mengakui terus terang saja, bahwa engkau orang Cu Goan Ciang yang memang menyelusup kedalam Bengkauw kami !"
Tung Kiang San telah meringis menahan sakit. katanya: "Mana boleh begitu.... aku benar2 anggota resmi Bengkauw, sekarang mana mungkin aku yang memangnya bukan orang Cu Goan Ciang engkau paksa agar mengakui diriku sebagai orang Cu Goan Ciang "!"
Tetapi Kwang Tan tidak mau banyak bicara, begitu tangan kanannya digerakkan, seketika tubuh orang yang kurus kerempeng itu terbanting.
"Brakk !" tubuhnya telah terbanting keras, orang itu mengeluarkan jeritan.
Kwang Tan mengawasi orang tersebut dengan tajam. "Kau berasal dari pintu perguruan mana?" tanyanya dengan suara yang tawar.
Tung Kiang San tidak segera menyahuti, dia memandang kepada Kwang Tan dengan sorot mata yang mengandung kebencian. Dan itu saja sudah cukup buat Kwang Tan mengetahui dan merasa yakin bahwa orang ini tentunya bukan anggota Bengkauw yang sebenarnya, Tetapi orang itupun rupanya segera dapat menguasai dirinya, dia menyahuti: "Aku... aku murid Siauw Lim Sie !"
"Bohong !" bentak Kwang Tan.
"Mengapa bohong "!" tanya Tung Kiang San berani sekali sambil merangsek bangun. "Hemmm, engkau orang Cu Goan Ciang yang memang menyamar dan menyelusup kedalam tubuh Bengkauw!"
kau Kwang Tan dengan penuh keyakinan, "jika engkau tidak mau mengakui terus terang, maka aku akan menyiksa dirimu...!"
Orang tersebut berdiri dengan muka yang merah padam. "Engkau jangan se-wenang2, biarpun engkau memiliki kepandaian tinggi, aku tidak jeri denganmu! Apakah engkau beranggapan Beng kauw merupakan perkumpulan yang sangat baik dan agung sehingga orang akan merasa bangga jika menjadi anggota Bengkauw ?"
Meledak kemarahan Kwang Tan, dan dia semakin yakin bahwa orang itu bukanlah anggota Bengkauw. Justeru dalam keadaan marah seperti itu, rupanya Tung Kiang San lupa bahwa dirinya tengah menyamar sebagai anggota Bengkauw, sehingga dia mengucapkan kata-katanya seperti itu.
"Bagus," kata Kwang Tan kemudian, "Memang Bengkauw tidak mengharapkan anggotanya seperti engkau...."
Sambil membarengi dengan kata2nya tersebut, tubuhnya telah melesat kearah orang she Tung itu, tangan kanan Kwan Tan bergerak sebat sekali, tahu2 dia telah mencengkeram lagi lengan orang itu, begitu dia menggentaknya, tubuh Tung Kiang San terlempar ketengah udara, kemudian terbanting keras sekali, dan juga diwaktu itu dia mengeluarkan suara jerit kesakitan.
Dia telah merangkak bangun, akan tetapi begitu dia berdiri tegak, sehingga tangan Kwang Tan menyambar lagi, menghantam dada orang itu.
"Bukkkk !" tubuhnya seketika bergulingan dilantai. Dan dia juga Sambil melompat dengan kalap, terjungkel rubuh
menjerit kesakitan. dia menggerakkan sepasang tangannya buat menyerang kepada Kwang Tan. Namun Kwang Tan bergerak gesit sekali dia menghantam lagi, pundak dari Tung Kiang San telah kena dihantamnya, seketika tubuh orang itu terjungkel dengan tulang pundaknya menjadi patah. Dia meraung kesakitan, dan bergulingan dilantai.
Dikala itu Kwang Tan menghampiri. "Jika engkau tidak mau mengaku, hemm aku akan menghantam kau terus menerus, sehingga engkau tidak bisa mati, hiduppun tidak dapat, engkau akan menderita sekali!
Terlebih bijaksana jika engkau mengakui yang sebenarnya!"
"Aku anggota Bengkauw... engkau berbuat se-wenang2 kepadaku !" teriak Tung Kiang San dengan suara yang nyaring dan kalap.
Kwang Tan tidak memperdulikan sikap protes dari Tung Kiang San tersebut, Dia telah berusaha untuk menghajar orang itu dengan pukulan yang kuat, sehingga tubuh Tung Kiang San bergulingan dilantai, selama beberapa kali dia jatuh bangun jungkir balik.
Dengan begitu membuat Tung Kiang San berulang kali menjerit kesakitan Kwang Tan memang sengaja menghantamnya mempergunakan tenaga yang diperhitungkan benar2, sehingga walaupun Tung Kiang San terhantam dengan keras, tokh tetap saja tidak menderita luka didalam yang membuat dia terbinasa.
Cuma saja, Tung Kiang San sendiri yang merasakan kesakitan bukan main, telah menjerit2 tidak hentinya. Dia masih terus juga protes bahwa dirinya adalah anggota dari Beng-kauw dengan demikian dia tetap bersikeras bahwa Kwang Tan tidak berhak untuk menganiayanya.
Namun Kwang Tan tidak memperdulikannya, setiap kali tangannya bergerak, maka tubuh Tung Kiang San telah jungkir balik berulang kali, ketika meraba mulutnya yang berdarah, dia sudah tidak bisa mempertahankan perasaan takutnya, dia telah berseru "Hentikan! Hentikan! Engkau hendak membunuh-ku!"
Tetapi Kwang Tan tidak memperdulikan nya, terus juga dia maju menghampiri dan mengayunkan tangan kanannya, maka tubuh dari Tung Kiang San telah kena dihantamnya lagi, membuat dia jungkir balik, dalam keadaan seperti itu, hidungnya juga telah menyemburkan darah.
Tung Kiang San dalam keadaan kesakitan dan juga melihat darah yang menyembur begitu banyak, jadi tambah ketakutan, akhirnya dia berseru: "Hentikan ! Hentikan ! jangan memukul terus....!"
Dan dia juga telah menekuk kedua kaki-nya, berlutut dihadapan Kwang Tan, katanya: "Aku mengaku ! Aku mengaku ! Aku mengaku ! Aku bukan orang BengKauw !" sesambatan Tung Kiang San dengan suara tergagap ketakutan.
Diwaktu itu tampak Kwang Tan mengangkat tangan kanannya, dia mengancam akan menghantam lagi, namun mendengar perkataan Tung Kiang San, dia menghentikan dan menahan tangannya ditengah udara, dia mengawasi tajam sekali kepada Tung Kiang San, katanya dengan sikap yang tawar: "Engkau mengakui bahwa dirimu memang bukan orang Bengkauw, bukan " Hemmm, sekarang engkau akui, siapa dirimu sebenarnya "!"
Dan setelah berkata begitu, dengan segera dia telah menghantam lagi dengan tangan kanannya, dia mengerti, jika saja dia tidak menghajar dengan cara seperti ini, tentu Tung Kiang San tidak akan mengaku keadaan yang sebenarnya.
Sedangkan Tung Kiang San yang dihantam dengan kuat oleh Kwang Tan, seketika tubuhnya terpental lagi, dia merasakan dadanya yang dihantam sakit bukan main, dia sampai menjerit-jerit.
"Aku akan mengaku ! Aku akan menceritakan !" teriaknya dengan ketakutan dan kesakitan. "Katakanlah segera !" bentak Kwang Tan dengan suara yang tawar, "Hemmm, jika memang engkau tidak mau mengatakan yang sebenarnya, aku akan menghantam lagi kepadamu !"
"Aku.... aku... aku diutus oleh.... oleh.... kerajaan....!" mengaku Tung Kiang San pada akhirnya, dan kemudian telah berlutut dihadapan Kwang Tan. "Ampunilah jiwaku.... bebaskanlah aku,... aku akan memberitahukan segalanya kepadamu, dan aku akan memberitahukan siapa
saja berada didalam pasukan Bengkauw,
Tetapi engkau harus berjanji bahwa engkau akan membebaskan diriku, aku akan pergi ketempat yang jauh, dan tidak akan kembali kepasukanku, karena jika aku kembali kepasukanku, tentu aku akan dijatuhi hukuman!
Aku berjanji, apa yang kuketahui disini tidak akan kulaporkan kepada kerajaan..!"
"Hemmm, berapa banyak orang yang menyelusup kedalam pasukan Bengkauw"!" tanya Kwang Tan.
"Tetapi... kau berjanji akan membebaskan diriku jika memang aku membuka rahasia itu, bukan"!" tanya Tung Kiang San dengan sikap memohon belas kasihannya.
Kwang Tan mengangguk.
"Ya, aku akan membebaskan kau....!" dia memberikan janjinya.
"Apakah janjimu ini dapat dipegang"!" tanya Tung Kiang San. "Tidak perlu kau ragu-ragu..,.. aku akan menepati janjiku... aku tidak akan menyalahi janjiku.... aku akan
membebaskan dirimu... sekarang engkau mengakulah terus terang, dari mana kalian dikerahkan, dan panglima mana yang telah menangani persoalan ini, berapa kekuatan kalian yang telah menyelusup kedalam pasukan Bengkauw lalu apa rencana kalian?"
Sambil bertanya begitu, dia telah memandang tajam sekali kepada Tung Kiang San. Sedangkan rahasia apa pasukan yang diselusupkan menyelundup kedalam barisan pasukan Beng-kauw berjumlah tiga ratus orang lebih.
Mereka semuanya mengerti ilmu silat. Dan juga mereka diperintahkan untuk bekerja sendiri-sendiri diberbagai sektor.
"Jika memang mereka itu dikumpulkan, tentu engkau mengenali mereka?" tanya Kwang Tan.
Tung Kiang San telah mulai membuka yang diketahuinya, Dia memberitahukan, "Ya, diantara kami terdapat tanda pengenal." menyahuti Tung Kiang San, "Karena dari itu, kami saling mengenali dan tahu satu dengan yang lainnya."
"Baiklah jika demikian! sekarang beritahukan, tanda2 apa yang kalian pergunakan?" tanya Kwang Tan kemudian. "Kami semuanya membawa secarik kain putih berukuran patkwa, segi delapan, dan juga kami pergunakan dipinggang...!" Sambil berkata begitu, Tung Kiang San telah memperlihatkan pinggangnya, pada ikat pinggangnya memang benar terdapat secarik kain putih dengan bentuk potongan segi delapan.
Sedangkan Kwang Tan setelah melihat bentuk kain itu, mengingatnya dengan baik. Dia telah berdiam diri sejenak, katanya: "Jika demikian baiklah! Engkau belum lagi bisa dipercaya sepenuhnya jika memang apa yang kau terangkan ini benar, maka engkau akan dibebaskan.,., dan juga,
sekarang engkau beristirahat dulu disini!"
Setelah berkata begitu, Kwang Tan merogoh sakunya, dia mengibaskan tangannya. Waktu itu Tung Kiang mengatakan sesuatu,
tetapi San sesungguhnya hendak tiba2 sekali dia mencium sesuatu bau harum, dan selanjutnya dia tidak ingat diri, karena tubuhnya telah terguling dan pingsan terkena pengaruh obat tidur yang dilepaskan Kwang Tan.
Kwang Tan bekerja cepat sekali, dia telah keluar dari tempat itu, dan mengumpulkan orang2 Bengkauw, Lalu dia perintahkan orang2 Bengkauw itu berkumpul. Kepada para komandan pasukan Bengkauw dibisikannya sesuatu. Waktu orang2 Bengkauw berkumpul, mereka memeriksanya.
Maka mudah sekali Kwang Tan menangkapi mereka seorang demi seorang, Dan selesai menangkap sebanyak tiga puluh enam orang pasukan kerajaan yang telah menyelundup kedalam pasukan Bengkauw, maka dia berangkat menemui Bu Kie, memberitahukan yang diketahuinya In Lie Heng, Song Wan Kiauw dan juga tokoh Bengkauw lainnya murka bukan main. Tetapi merekapun sangat girang sebab telah mengetahui rahasia
musuh. dimana memang dengan mudah mereka dapat menangkapnya.
Cara Bu Kie menangkap mereka berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Kwang Tan, Bu Kie menerima sepuluh orang demi sepuluh orang dari pasukannya, dia
memperhatikan apakah
diantara mereka ada yang mengenakan kain putih berpotongan segi delapan itu. Maka dengan demikian jika memang diantara sepuluh orang itu terdapat orang yang dicarinya segera ditangkapnya.
Dan sebentar saja telah dapat ditangkap lebih dari lima puluh orang, Kepada anak buahnya Bu Kie pun telah perintahkan buat menyampaikan kepada komandan dari pasukan Bengkauw ditempat2 lainnya, untuk mengadakan pembersihan.
Dengan diketahuinya rahasia lawan, maka dengan mudah, semua anak buah dari Cu Goan Ciang yang menyelusup kedalam Bengkauw dapat disapu bersih dan ditangkap.
Dan juga, Bu Kie segera menurunkan hukuman dengan menotok jalan darah tertentu mereka, untuk memusnahkan
tenaga dan kepandaian mereka, Dengan demikian, telah membuat mereka yang tertangkap itu menjadi manusiamanusia bercacad.
Sedangkan Kwang Tan telah kembali kekota dimana dia memang bertugas, digaris depan, yaitu kota Kang-wi, dan
juga dia telah bekerja dengan bersungguh2, mengobati orang yang terluka ringan maupun berat dalam pertempuran yang acap kali terjadi.
Pasukan Cu Goan Ciang juga telah berulang kali melakukan penyerbuan berusaha menerobos masuk kedalam kota Kang-wi lagi, namun mereka selalu gagal. Dengan demikian, kemenangan yang telah dicapai oleh
Bengkauw memang sangat memuaskan sekali.
Dan jika diwaktu itu, pasukan Bengkauw telah dikerahkan lebih jauh, buat menyerbu terus.
Kota demi kota telah berhasil direbut dan telah membuat pasukan kerajaan selalu main mundur dan meninggalkan kota yang mereka pertahankan.
Cu Goan Ciang mengetahui apa yang terjadi belakangan itu, dimana pasukan kerajaan selalu dapat dipukul mundur dan rusak oleh pasukan Bengkauw, disamping kuatir, juga sangat gusar sekali.
Diwaktu itu, dia juga jengah bingung bukan main, karena justeru puteri kesayangannya telah pergi entah kemana meninggalkan istana bersama gurunya. Sehingga membuat Cu Goan Ciang disamping memikirkan untuk
mengatur pasukannya yang selalu kalah dalam medan pertempuran juga dia telah memerintahkan beberapa orang pahlawan istana untuk pergi mencari jejak puterinya.
Dia juga telah perintahkan, jika memang guru puterinya itu ditemukan ia harus dihukum mati. Juga telah dikirim
pemberitahuan merupakan pengumuman dari Kaisar kepada para pejabat diberbagai kota, untuk mengawasi kalau-kalau puteri Kaisar lewat dikota mereka.
Terlebih waktu itu keadaan sangat kacau sekali, rakyat banyak yang tengah mengungsi. Dan anehnya rakyat
mengungsi bukannya meninggalkan tempat-tempat yang dikuasai oleh pasukan Beng-kauw, malah mereka telah berlomba untuk mendatangi tempat-tempat yang dikuasai oleh pasukan Bengkauw, karena mereka merasa lebih aman berada bersama-sama dengan pasukan Bengkauw dibandingkan berada dengan para tentara kerajaan, yang pada saat itu lebih banyak mempergunakan kesempatan
buat merampas harta benda mereka, bertindak sewenangwenang dengan memperkosa dan membunuh tanpa mengenal perikemanusian!
Dengan beruntun rakyat telah meninggalkan tempat mereka, maka boleh dibilang, dimana
kerajaan tengah bertahan, maka disitu
pasukan tentara
sudah tidak ada rakyat, karena rakyat yang mengungsi itu telah mendukung dan ikut berjuang, masuk menjadi anggota Beng kauw.
Keruan saja, banyak pasukan tentara kerajaan yang telah gugur dan rusak, karena
mereka selalu terdesak dan tergempur, kota demi kota telah terjatuh kedalam tangan pasukan Bengkauw. Kemenangan demi kemenangan Bengkauw membuat pasukan bersemangat.
Bu Kie sendiri yakin melihat Bengkauw, berarti mereka berjuang bukan sendiri dan tentu semakin lama akan bertambah kuat.
Dengan demikian tentu saja akan membuat pasukan Bengkauw itu bertambah hebat juga, dimana selalu dapat tumbuh berlipat ganda jumlahnya lebih besar, menerjang kepada kota2 yang dipertahankan oleh pasukan kerajaan !"
-ooo0dw0ooo yang telah Bengkauw diperoleh
semakin rakyat mendukung PADA sore itu tampak Ban Tok Kui dengan menuntun tangan Ho Tiat tengah berjalan dijalan raya di kota Yangchin, dan tengah memandang sekelilingnya yang sepi.
Dia hanya melihat pasukan tentara kerajaan yang hilir mudik, sama sekali tidak terlihat penduduk atau rakyat biasa. Juga para tentara kerajaan yang berpapasan
dengannya, telah memandang dengan sorot mata mengandung curiga.
Akan tetapi Ban Tok Kui tidak memperdulikan dia melangkah terus per-lahan2 dengan menuntun tangan Ho Tiat.
Sedangkan Ho Tiat telah berulang kali mengeluh, bahwa dia letih sekali, karena telah seharian mereka tidak menemukan warung arak, Banyak warung arak yang mereka jumpai akan tetapi semuanya kosong.
Dengan demikian membuat mereka tidak bisa beristirahat dan juga tidak dapat untuk melenyapkan dahaganya Dikala itu tampak Ban Tok Kui telah meng hampiri sebuah warung arak, untuk melihat keadaan didalam warung arak itu, karena dia percaya, tentunya salah satu warung arak yang ada dikota ini ada yang masih
menjual arak, atau jika mungkin, diapun ingin sekali mengisi perut.
Ho Tiat telah merengek, dia menyatakan sangat lapar dan haus sekali.
"Jika memang rumah makan itu tidak menjual minuman, dan tidak ada pelayannya, tidak ada makanan yang bisa dimakan, kita akan mati kelaparan....!"
Ban Tok Kui tersenyum.
"Jangan kuatir, jika memang terpaksa nanti kita rampas saja dari para tentara kerajaan?" kata Ban Tok Kui. Ho Tiat menghela napas dalam-dalam, sebelumnya dia telah sering mengemukakan kepada Ban Tok Kui, agar dia memperkenalkan saja kepada tentara kerajaan yang mereka jumpai, bahwa dia adalah puteri Kaisar.
Tentu tentara kerajaan itu akan membagikan mereka makanan dan air yang mereka butuhkan. Namun Ban Tok Kui malah telah memarahinya dan melarangnya. Dengan demikian membuat Ho Tiat tidak berani membantah perintah gurunya agar jangan sekali2 memperkenalkan diri sebagai puteri Kaisar.
"Sekali saja engkau memperkenalkan diri bukannya mereka menolong, mereka malah akan mencurigai kita dan menangkap kita, bukankah para tentara kerajaan itu tidak pernah bertemu dengan kau, dan biarpun engkau mengaku sebagai puteri Kaisar, mereka mana percaya" Malah mereka akan mencurigakan kita telah menjual nama baik puteri
Kaisar, di mana kita akan ditangkap dan disiksa! jika hal ini terjadi, maka kita akan menerima perlakuan yang tidak baik !"
mengiakan dan tidak
memperkenalkan keadaan kerajaan itu.
Biarpun tidak mengerti keseluruhannya, Ho Tiat memaksa gurunya buat dirinya kepada para tentara
Diwaktu itu tampak Ho Tiat benar2 telah haus sekali, ketika melihat ada sebatang pohon dipinggir jalan, dia sudah tidak tahan dan letih sekali, dia menghampiri pohon itu. duduk disitu untuk mengasoh.
Sedangkan Ban Tok Kui hanya menyeka keringat sambil tetap berdiri, ia memandang keadaan disepanjang jalan itu. Rumah-rumah yang telah kosong. Memang dia baru saja memasuki salah satu rumah itu, Didalam rumah itu pasti
masih terdapat sedikit air minum atau makanan dari pemiliknya yang telah mengungsi Akan tetapi, begitu Ban Tok Kui dan Ho Tiat memasuki rumah tersebut, niscaya para tentara kerajaan akan mencurigai mereka.
Disaat itu, tampak Ho Tiat mengeluh panjang pendek tidak hentinya.
Tiba-tiba ada dua orang tentara kerajaan, yang masing2 berusia diantara tiga puluh tahun lebih, sambil cengar cengir telah bisik-bisik, dan mereka telah menghampiri dengan sikap yang kurang ajar. Mata mereka begitu jalang memandang kepada Ho Tiat.
"Nona yang sangat manis sekali! Aku tidak menyangka Toako, dalam keadaan perang seperti ini, kita masih bisa bertemu dengan seorang gadis dusun yang demikian cantik..!" kata yang seorang dengan suara dan sikap yang kurang ajar sekali.
Tentara yang seorangnya itu, yang dipanggil dengan sebutan Toako, telah cengar cengir juga, dia telah bilang: "Benar. inilah aneh sekali.... Tetapi rupanya memang ini merupakan peruntungan kita yang sangat bagus, sehingga kita bisa dianugerahi oleh Thian seorang gadis secantik itu, lalu bagaimana dengan tua bangka itu ?"
Sambil berkata begitu, dia telah melirik dengan sudut matanya kepada Ban Tok Kui dan tersenyum sinis.
Kawannya telah tertawa bergelak2.
"Mengapa kita harus pusing2. jika kita meminta anaknya secara baik2, tentu tua bangka itu akan mempersulit kita. Lebih baik kita mampusi saja.... baru kita berurusan dengan nona cantik itu !"
"Akur !" kata kawannya.
-ooo0dw0ooo Jilid 24 TAMPAK tentara yang dipanggil Toako itu telah menghampiri Ban Tok Kui, diapun telah bilang: "Tampaknya kalian berdua, yang tentunya ayah dan anak,
sangat lelah sekali. Aku berbaik hati hendak menolong kalian....!"
Setelah berkata
menyambar gagang
begitu, tangannya cepat sekali goloknya, dia telah mengeluarkan goloknya itu yang segera digerakan, langsung ditabaskan
kepada Ban Tok Kui, karena memang dia bermaksud hendak membunuhnya.
Akan tetapi Ban Tok Kui mana memandang sebelah mata kepada kedua tentara itu. Waktu melihat golok yang menyambar kearah tenggorokannya, Ban Tok Kui
mengeluarkan mengulurkan suara desis perlahan, kemudian tangan kanannya, Begitu cepat dia telah
gerakan tangannya, tahu-tahu dia telah menjepit golok tentara itu, dia mengerahkan sedikit tenaga dalamnya, seketika golok itu menjadi patah.
Dan bukan itu saja, Karena dengan sigap sekali tangan Ban Tok Kui, masih tetap tangan kanan itu, meluncur turun, maka menghantam telak sekali dada tentara itu.
"Bukkk!" kuat sekali dada tentara itu kena dihantamnya, seketika tentara itu terguling dan telah rubuh tidak bergerak lagi menggeletak diatas tanah, putus napas.
Tentara yang seorangnya jadi kaget tidak terkira, namun dia juga murka, Dia mencabut goloknya, dan menerjang, Dan nasibnya sama seperti apa yang dialami oleh tentara yang seorangnya itu, seketika rubuh terbinasa!
Dalam keadaan seperti itu, ditempat tersebut memang ada beberapa orang tentara kerajaan lainnya yang tengah hilir mudik, Mereka melihat dua orang rekan mereka terbunuh seperti itu, segera juga mereka dengan bengis telah menghampiri Ban Tok Kui lantas mengepungnya.
"Pembunuh jahanam, tentunya engkau orang Bengkauw?" berseru mereka hampir berbareng, dan juga mereka serentak telah mencabut senjata masing2 yang dipergunakan buat menyerang, Hebat kesudahannya.
Senjata dari para tentara kerajaan itu menyambar kepada Ban Tok Kui. Beruntun terdengar suara jerit kematian, Bukan Ban Tok Kui yang terluka, justeru belasan tentara kerajaan itu yang telah terpental dan kemudian ambruk ditanah tanpa bernyawa lagi!
Sedangkan Ho Tiat telah bangun dari duduknya, dia mementang sepasang matanya lebar-lebar, katanya dengan terheran-heran: "Suhu.... mengapa engkau membunuh mereka" Bukankah mereka
kerajaan"!" Dia bertanya
pasukan ayahku, pasukan begitu dengan parasnya
memperlihatkan bahwa dia sangat ngeri sekali menyaksikan mayat-mayat malang melintang seperti itu.
Ban Tok Kui menghampiri Ho Tiat, menuntun tangannya.
"Mereka manusia-manusia tidak tahu diri... mereka hendak membunuhku,
maka lebih baik aku yang membunuhnya!" kata Ban Tok Kui kemudian. Ho Tiat hendak menanyakan sesuatu lagi tetapi Ban Tok Kui telah menuntunnya buat pergi meninggalkan tempat itu dengan mempergunakan ginkangnya, walaupun ginkang
Ha Tiat belum terlalu
tinggi, tetapi dengan tangan kanannya dicekal oleh Ban Tok Kui, sehingga membuat dia bisa berlari dengan cepat. tubuhnya seperti terseret dan dia hanya mengimbangi tubuhnya belaka, Sedangkan waktu itu para tentara kerajaan yang lainnya, yang melihat kawan2 mereka telah menggeletak tidak bernyawa dan orang yang telah membunuh kawan-kawan
mereka hendak pergi, segera juga mengejarnya.
Namun para tentara kerajaan itu mana bisa mengejarnya, karena dalam waktu yang singkat sekali mereka telah tertinggal jauh sekali.
Setelah berlari sekian lama, waktu tiba dihadapan sebuah kuil, tampak Ban Tok Kui dan Ho Tiat berhenti berlari. Ban Tok Kui juga berkata: "Kita singgah dikuil itu, tentu para pendeta kuil tersebut tidak ikut mengungsi."
Pintu kuil tertutup rapat dan diatas lang kan terdapat ukiran tiga huruf yang megah, berbunyi Pek Liong Sie dan juga warna dari bangunan kuil tersebut sangat mewah dan bersih sekali.
Segera Ban Tok Kui mengetuk pintu kuil, tidak lama
kemudian pintu kuil telah dibuka, dan tampak seorang totong yang membuka pintu kuil sedikit. Ketika melihat Ban Tok Kui dan Ho Tiat, dia memperlihatkan sikap berkuatir sekali, katanya: "Cepat kalian berlalu, jika memang kalian ditemui oleh para tentara kerajaan, tentu kalian bisa celaka...!"
Ban Tok Kui tersenyum, katanya: "Kami ingin menumpang sehari saja.... harap Siauw-suhu mengijinkan kami berlindung didalam kuil kalian !" Setelah berkata begitu, Ban Tok Kui merangkapkan sepasang tangannya, dia memberi hormat kepada pendeta kecil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sipendeta telah memandang sekelilingnya, dia melihat keadaan ditempat itu sepi dan tidak terlihat seorang tentara kerajaanpun juga.
Maka akhirnya setelah ragu2 sejenak, dia mengangguk. "Baiklah.... ayo cepat masuki Ayo cepat!" katanya sambil membuka pintu kuil itu lebih lebar.
Ban Tok Kui mengucapkan terima kasih dan mengajak Ho Tiat masuk kedalam kuil tersebut, sedangkan pendeta kecil itu telah menutup pula pintu kuil.
"Mengapa kalian belum meninggalkan kota "!" tanya
totong itu waktu memimpin mereka masuk keruang tengah kuil tersebut.
"Kami dalam perjalanan dan singgah di kota ini, siapa tahu kami hendak diganggu oleh para tentara kerajaan, sehingga kami berkelahi dan kini kami dikejar mereka...!"
Totong itu telah menghela napas dalam-dalam merangkapkan kedua tangannya memuji akan kebesaran Sang Buddha, dia telah mengatakan kemudian "Memang pasukan tentara kerajaan bukannya membela rakyat justeru hanya membawa kerusuhan belaka..."
Dan waktu itu mereka telah tiba diruangan dalam kuil itu, dan Ban Tok Kui serta Ho Tiat telah dipersilahkan duduk ditikar yang terdapat di situ.
Totong itu meninggalkan mereka kedalam buat melaporkan tamunya yang telah singgah dikuil ini kepada Pemimpin kuil tersebut. seorang totong lainnya telah membawakan minuman buat mereka, dan beberapa macam makanan kering.
Tanpa sungkan2 lagi, Ho Tiat segera meneguk air yang disuguhkan, malah minta tambah lagi kepada Totong yang melayani mereka juga melahap makanan kering itu.
Ban Tok Kui tidak mencegah perbuatan muridnya itu, karena memang dia mengetahui bahwa muridnya itu sangat haus sekali! Dia sendiri telah meminum air minumannya dengan perlahan-lahan.
Sedangkan Totong yang melayani mereka pun tidak merasa heran. Dia maklum. Justeru dia menduga bahwa Ho Tiat berdua dengan Ban Tok Kui adalah ayah dan anak yang tengah mengungsi dan kini kehabisan bekal, telah
kelaparan dan kehausan. Totong itu melayani dengan baik sekali.
Setelah minum air minumannya, Ban Tok Kui bertanya kepada Totong itu. "Siauw Suhu, apakah para tentara kerajaan itu tidak mengganggu kalian disini" Kalian tidak meninggalkan kota ini "!"
Totong itu tersenyum.
"Jika mereka mengganggu kami. tentu kami tidak akan tinggal berdiam diri !" menyahut Totong itu, "Karena kami akan berdiam diri saja, dan juga tetap menjalankan ibadah setiap hari, tanpa memperdulikan apa yang mereka lakukan, asal diluar kuil ini! selama mereka tidak mengganggu kuil kami, maka kami tidak akan mencampuri urusan mereka! Tetapi jika memang mereka mengganggu
kuil kami dan juga mungkin kami tidak sanggup menghadapi mereka, mengingat jumlah mereka yang sangat banyak, namun hukum Thian tidak mungkin mereka elakkan, Jika sampai kuil mereka ganggu juga dan pendeta mereka celakai, tentu mereka tidak akan dapat selamat dalam peperangan, dan mereka akan hancur! Kenyataan
yang ada memang memperlihatkan orang2 Bengkauw telah berhasil merebut kota demi kota dari tangan mereka, karena semua ini disebabkan mereka bukan berjuang dengan ber sungguh2, mereka Bengkauw, malah merampas harta memperkosa, dan bukannya benar2 menghadapi orang
mempergunakan kesempatan ini buat rakyat dan juga buat merampok, melakukan perbuatan jahat lainnya,
dengan demikian mereka dikutuk Thian dan mereka bercelaka..." Mendengar perkataan totong itu yang panjang lebar, Ban Tok Kui jadi berdiam diri saja dengan kepala agak tertunduk, Diam2 dia jadi malu sendirinya.
Diakuinya, didalam hatinya, bahwa selamanya dia tidak pernah melakukan pekerjaan yang baik, dia selalu mencelakai orang dan juga sampai terhadap gurunya boleh dibilang dia mendurhakainya.
Karena dari itu, selama hidupnya, dia tidak pernah
merasa senang. Dan sekarang berada didalam kuil ini, mendengar kata2 Totong itu, hatinya tenang bukan main. Dan juga dia teringat kepada sutenya.
Sutenya itu memiliki kepandaian yang liehay sekali dan mungkin menang satu tingkat dari kepandaiannya. Memang bicara soal pengalaman sutenya itu tidak bisa menandinginya namun ilmu silat dari sutenya itu merupakan ilmu khusus yang sulit sekali dihadapinya.
Maka jika memang sutenya itu bermaksud hendak mencelakainya, tentu sutenya itu, Kwang Tan, akan dapat melukainya dan juga membunuhnya, untuk melenyapkan bibit penyakit didalam rimba persilatan.
Kenyataan yang ada justeru memang sutenya itu tidak membunuhnya, malah telah menasehatinya dan mengajaknya buat kembali ke jalan yang lurus dan bersih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malah sutenya itu telah menjanjikan buat memberikan kouwhoat dari ilmu gurunya yang belum lagi diwarisinya. Teringat akan semua itu Ban Tok Kui menghela napas dalam-dalam, Dia telah termenung beberapa saat dengan hati yang bimbang sekali. sedangkan totong itu yang melihat sikap Ban Tok Kui menduga bahwa lelaki setengah
baya ini mungkin tengah berduka memikirkan rumahnya yang tentu telah hancur dan hartanya telah dirampas oleh tentara kerajaan. Dia telah pamitan untuk meninggalkan tamu ini kebelakang.
Ban Tok Kui telah menghela napas dalam-dalam, lama dia termenung begitu. Ho Tiat hanya berdiam diri saja menyaksikan sikap dari gurunya.
Di waktu itulah dihati Ban Tok Kui timbul perasaan jelus, karena dia segera teringat betapapun juga, memang gurunya telah memilih kasih dan juga telah membeda2kan
dalam memberikan dan mewarisi ilmunya sehingga sutenya itu telah menerima ilmu yang jauh lebih hebat dari dia sendiri.
Dan rasa jelasnya itu telah menindih perasaan malu dan juga perasaan menyesalnya. Sedangkan Ho Tiat terus juga memakan barang makanan kering yang disajikan totong itu, sampai akhirnya dia merasa kenyang.
Dari ruangan dalam tampak keluar seorang pendeta tua dengan kumis dan jenggot yang telah memutih. sikapnya sabar sekali.
Begitu melihat kedua tamunya, dia telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat dan mengeluarkan kata 2 menghormat dan sabar menyambut kedua tamu ini.
Ban Tok Kui dan Ho Tiat telah melompat berdiri, juga membalas hormat dari pendeta tua itu. "Maafkan Lolap tidak menyambut diluar tadi !" kata pendeta tua itu, "Dan silahkan Siecu berdua dengan nona ini beristirahat...!"
Tetapi berkata sampai disitu, tiba2 muka pendeta itu berobah hebat, dia membuka matanya lebar2, sikapnya yang tadi lembut, mendadak berobah menjadi berang, matanya yang redup juga telah berobah menjadi bersinar memandang tajam sekali kepada Ban Tok Kui, malah dia telah berseru, "Kau...!"
Mendengar seruan sipendeta, Ban Tok Kui dengan heran mengangkat kepalanya, dia melihat sikap pendeta tua itu dengan sendirinya, dia tambah heran juga.
"Ada apa Taysu "!" tanya Ban Tok Kui malah tidak mengerti. "Hemmm, omitohud! Omitohud! Rupanya Thian memang maha pengasih! Bukankah Siecu adalah Ban Tok Kui..?" tanya pendeta itu kemudian dengan suara yang keras, tidak terlihat lagi sikap lemah lembut tadi yang terpancar dari dirinya.
Ban Tok Kui telah memandang pendeta itu dengan sikap berwaspada, karena melihat sikap si pendeta seperti itu, dia segera menyadari pasti ada sesuatu yang tidak beres, apa lagi memang pendeta tersebut mengetahui siapa adanya
dirinya, menyebut nama nya.
"Benar....?" mengangguk Ban Tok Kui. "Memang benar apa yang ditanyakan Taysu, bahwa aku memang Ban Tok Kui !"
Muka pendeta itu merah padam, dia telah mendengus, kemudian katanya: "Bagus! Hari ini rupanya memang merupakan hari yang sangat baik sekali, dimana Lolap akan dapat membalas sakit suhengku.... yang telah terbunuh dengan keji ditanganmu, dengan mempergunakan racun !"
Sambil berkata begitu pendeta tua tersebut telah mengibaskan tangannya.
Sesungguhnya Ban Tok Kui tidak memandang sebelah mata pada pendeta itu, dia menduga kibasan tangan pendeta itu tentu dapat diterimanya dengan mudah.
Tetapi ketika angin kibasan tangan itu menerjang dirinya, dia kaget juga, karena tenaga dorongan itu kuat sekali, hampir saja membuat dia terjungkel disebabkan kuda2 kedua kakinya hampir tergempur.
Beruntung memang sinkang yang tinggi memang Ban Tok Kui memiliki sehingga cepat sekali dia bisa
mengerahkan tenaga dalamnya buat memperkuat kuda2 kedua kakinya.
Dengan demikian dia tidak sampai terhuyung mundur atau rubuh oleh kibasan tangan pendeta itu.
"Mari kita mulai.... Lolap akan melihat berapa tinggi kepandaianmu!" kata pendeta itu yang bersiap-siap hendak menyerang.
Sedangkan totong yang tadi mengantarkan pendeta ini, segera memutar tubuhnya. Dia melihat, bahwa keributan tidak bisa dihindarkan. Dan tidak lama kemudian dia telah kembali bersama belasan pendeta lainnya.
Ban Tok Kui telah memandang dingin kepada pendeta itu, katanya tawar: "siapakah suhengmu yang kau katakan telah terbunuh di tanganku, Taysu?"
"Suhengku itu bergelar Bin Lap Hweshio dan engkau sekarang telah ingat, bukan?" kata pendeta itu dengan suara berang mengandung kemarahan, sedangkan Lolap sendiri Un Lim Hweshio. Nah, sekarang tentunya engkau telah mengetahui apa persoalannya, mari! Mari! Lolap ingin sekali melihat berapa tinggi kepandaianmu."
Sambil berkata begitu, sipendeta membawa sikap bersiap sedia, karena dia memang bermaksud untuk memulai pertempuran.
Namun Ban Tok Kui acuh tak acuh, dia menoleh kepada Ho Tiat katanya: "Tiat-jie, mundur kau kesamping... biar aku menghajar pendeta kurang ajar ini..."
"Tetapi suhu .!" kata Ho Tiat bimbang. Baru saja gadis kecil itu, puteri Kaisar Cu Goan-Ciang, berkata begitu justeru disaat itu diluar kuil terdengar suara ramai2. Rupa nya pasukan tentara kerajaan yang mengejar Ban Tok Kui lewat didepan kuil.
"Tentu dia bersembunyi didalam kuil itu" terdengar diantara pasukan antara kerajaan itu berseru nyaring. "Tidak mungkin! Tentu pendeta didalam kuil itu tidak berani memberi pintu kepada mereka" kata tentara yang
lainnya. Terdengar ribut2 diluar kuil semakin menjauh, menunjukkan bahwa para tentara kerajaan itu tentu nya telah pergi melakukan pengejarannya dan pencarian jejak dari Ban Tok Kui ketempat lain.
Un Lim Hweshio telah tertawa dingin, katanya: "Sesungguhnya, engkau telah
meminta kami melindungi dari pengejaran para tentara kerajaan, dan kami memang memberikan perlindungan, Tetapi siapa tahu, kau seorang pembunuh keji yang telah membinasakan suhengku tanpa kenal malu! Maka dari itu, sekarang engkau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu itu."
Setelah berkata begitu, Un Lim Hweshio yang sudah tidak bisa mempertahankan diri segera menerjang maju. Dia mempergunakan ujung lengan jubahnya buat mengibas.
Tenaga kibasan lengan jubahnya menyambar dahsyat sekali kepada Ban Tok Kui, Namun Ban Tok Kui tetap berdiri ditempatnya tanpa bergerak, Waktu angin kibasan
itu hampir tiba, barulah dia balas mengibas.
Dia bermaksud akan menghadapi serangan pendeta itu dengan keras dilawan keras. Namun dia kecele, karena tahu2 angin serangan pendeta itu seperti lenyap, mendadak sekalian Lim Hwe shio mempergunakan tenaga bersifat
lunak, dan hanya tangan kanannya yang meluncur terus.
Jari-jari tangannya, yang tampak bulat-bulat montok itu telah terlatih baik sekali, tengah diulurkan buat mencengkeram.
Ban Tok Kui mengeluarkan suara dengusan dia telah berkata mengejek: "Hemmm, ternyata engkau memiliki sedikit kepandaian juga!"
Sambil berkata begitu, cepat bukan main dia juga menarik pulang tenaga tangkisannya dia berkelit hebat
sekali, tubuhnya seperti seekor ular yang berkelebat kesamping sipendeta, kemudian jari telunjuknya terulurkan ke tenggorokan pendeta itu.
Un Lim Hweshio sendiri menyadari bahwa cara menyerang dari Ban Tok Kui tidak bisa diremehkan. karena jika sampai tenggorokan nya kena ditotok oleh jari telunjuk Ban Tok Kui, dia akan terbinasa.
Karena dari itu, dia pun telah berkelit, namun dihatinya dia memuji dan kagum atas keliehayan Ban Tok Kui.
Sedangkan Ban Tok Kui tidak hanya sampai disitu saja, mengetahui totokannya gagal dan melihat si pendeta dapat mengelak dengan baik, tahu2 dia bergerak dengan tubuh meliuk aneh, dia menghantam dengan mempergunakan kedua tangannya yang sekaligus
dipakai mendorong.
"Bukkkk!" terdengar suara benturan yang sangat kuat sekali, karena diwaktu itu terlihat Un Lim Hweshio tidak keburu berkelit, karena dari itu dia telah menangkis.
Tangkisan tersebut yang disertai oleh kekuatan tenaga sinkang, membuat dua kekuatan saling bentur, mereka saling berhadapan berdiri tegak, dan mengempos sinkang mereka.
Lwekang dari Un Lim Hweshio tidak lemah, dia telah mengerahkan dan berusaha menindih tenaga dalam dari Ban Tok Kui.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu kekuatan juga Ban Tok Kui, mana mudah di tindih sinkangnya, dia malah telah mengeluarkan
kepandaiannya yang sangat diandalkannya, yaitu pada telapak tangannya itu terdapat racun yang hebat sekali, dia bermaksud akan menyalurkan racun pada telapak tangannya untuk merubuhkan sipendeta.
Un Lim Hweshio mengeluarkan seruan tertahan, karena tiba2 sekali dia mencium bau amis, karena itu dia segera dapat menduga bahwa lawannya tengah mempergunakan racun yang memiliki daya kerjanya hebat sekali.
Dia tidak berayal lagi melompat mundur, menjauhi diri dari Ban Tok Kui dengan begitu, mengadu kekuatan tenaga dalam selesai sampai di situ.
Ban Tok Kui tertawa bergelak2.
"Mengapa harus bersikap pengecut seperti itu" Bukankah engkau hendak membalas sakit hati suhengmu, mari, mari majulah, mari kita main2 lagi !"
Un Lim Hweshio mengeluarkan suara erangan diejek seperti itu, dengan geram dia telah menerjang maju, menghantam dengan kedua tangannya, yang berkesiuran kesana kemari dengan berbagai jurus yang liehay sekali.
Mereka berdua jadi bertempur dengan seru, terlibat dalam mengadu ginkang dan kekuatan sinkang mereka. Ban Tok Kui sendiri diam2 berpikir didalam hatinya: "Hemm, pendeta ini memiliki kepandaian yang lumayan! Dan suhengnya, jika dibandingkan dengan dia, masih berada dibawah tingkat kepandaiannya! Aku harus dapat menghadapinya lebih bersungguh2, karena sekali saja aku
lengah, tentu dia dapat mencelakai aku !"
Disebabkan berpikir begitu, Ban Tok Kui mengerahkan kekuatan tenaga sinkangnya, dia perlawanan yang lebih gigih lagi, telah memberikan
dia telah melakukan
serangan balasan yang ber-tubi2, sedangkan diwaktu itu angin yang berkesiuran hebat didalam ruangan itu membuat para pendeta lainnya tidak bisa berada didekatnya.
Un Lim Hweshio semakin lama jadi semakin penasaran, terutama sekali telah lewat puluhan jurus dia masih belum bisa mendesak lawannya. Karena dengan segera dia
mengempos semangatnya dan menyerang semakin hebat.
Ban Tok Kui sengaja berulang memancing kemarahan sipendeta, membuat pendeta itu agak kalap.
Dan ketika melihat serangan semakin hebat, tapi penjagaan kali mengejek buat Dia telah berhasil
dari Un Lim Hweshio dirinya sudah semakin mengendor, diam-diam Ban Tok Kui menjadi girang. Perlu diketahui untuk seseorang yang paling penting sekali dalam pertempuran adalah ketenangan. Sekali saja
seorang lawan gugup atau kalap dan penjagaan dirinya jadi lemah, tentu dengan mudah dirinya dapat dirubuhkan.
Karena dari itu, setelah melihat bahwa Un Lim Hweshio dapat dipancing kemarahannya, Ban Tok Kui semakin girang, Sejauh itu dia hanya berkelit kesana kemari, dimana dia telah berusaha untuk menyingkirkan diri dari serangan
sipendeta sambil sekalian mempelajari ilmu silat sipendeta.
Dan akhirnya dia berhasil menemukan kelemahan Un Lim Hweshio, karena diwaktu itu bahwa Un Lim Hweshio sering segera juga terlihat,
lupa mengadakan penjagaan pada dadanya, yang menjadi lowong jika dia
tengah menyerang dengan mempergunakan sekaligus kedua tangannya.
Ban Tok Kui telah melihat kesempatan itu ada lagi, dimana Un Lim Hweshio tengah menyerang pula dengan kedua tangannya, Tangan kanan sipendeta menyambar kearah ubun-ubun Ban Tok Kui, tangan yang satunya menyambar kearah tenggorokan Ban Tok Kui.
Rupanya pendeta itu hendak mempergunakan ilmu silat harimau. yang terkenal cukup ganas itu.
Ban Tok Kui tidak berusaha mengelakkan lagi, malah dia berdiri tegak dan memperdengarkan suara tertawa bergelak2, sebelum kedua tangan Un Lim Hweshio tiba pada sasarannya, tahu2 dia telah mempergunakan kedua tangannya mendorong.
Dia telah mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, buat menyalurkan racun pada telapak tangannya berkumpul di permukaan kulit. Maka begitu dia mendorong ke-dada Un Lim Hweshio, yang merupakan lowongan yang terbuka lebar itu, hawa amis telak tercium oleh Un Lim Hweshio.
Pendeta itu telah mengetahui bahwa suhengnya terbunuh dengan racun, maka dia berhati-hati sekali terhadap Ban Tok Kui, karena dia tidak mau menjadi korban racun dari lawannya tersebut.
Namun siapa sangka, dalam kalapnya tadi sementara waktu dia seperti melupakan ancaman racun lawannya, Dia telah menyerang seperti juga melupakan penjagaan dirinya.
Sekarang setelah mencium bau amis itu, barulah dia tersadar, Yang membuatnya terkejut, justeru diwaktu itu kedua telapak tangan Ban Tok Kui yang tampak kehijau2an, tengah meluncur dekat sekali dengan dadanya.
Untuk menangkis tentu tidak mungkin, karena jika dia menangkis dan tangan mereka saling bersentuhan, tentu yang menderita kerugian adalah Un Lim Hweshio sendiri.
Namun buat mengelakkan diri dari serangan kedua telapak tangan Ban Tok Kui juga tidak mungkin, karena jika dia mengelak tentu akan membuat dia terserang juga, kekiri atau kekanan sama saja, waktunya sudah tidak mengijinkan.
Maka satu2nya jalan, dia hanya menjengkangkan dirinya menjeblak kebelakang seperti juga tubuhnya itu rubuh jatuh kebelakang, dia mempergunakan Selaksa Kati, dimana sepasang jurus dari Jembatan
kakinya tetap berdiri ditempatnya.
Dengan tubuh yang tahu2 menjeblak ke-belakang itu, maka terjangan kedua telapak tangan dari Ban Tok Kui telah menghantam tempat kosong. Dan hantaman itu malah telah menyebabkan tubuh Ban Tok Kui terhuyung ke depan dua langkah, karena dia jadi kehilangan keseimbangan tubuhnya, sebab tadi dia begitu yakin, sekali dilihatnya terjangan kedua tangannya tidak mungkin dapat
dielakkan lawannya dan juga dia tahu Un Lim Hweshio tidak dapat mengelak lagi dari hantamannya.
Dia telah menambahkan tenaga dalamnya, dan justeru dia menghantam tempat kosong, sehingga kuda-kuda kedua kakinya tergempur, dengan demikian, dia terhuyung maju dua langkah.
Kesempatan ini justeru telah dipergunakan oleh Un Lim Hweshio menghantam selangkangan Ban Tok Kui. "Bukkkk !" Ban Tok Kui yang berusaha berkelit, namun tetap saja tidak keburu, maka pinggangnya kena dihajar.
Tapi Ban Tok Kui juga tidak berdiam diri saja, begitu melihat serangannya gagal, waktu tubuhnya terhuyung maju, cepat sekali dia menggunakan kaki kanannya menendang kepada perut lawannya yang hendak dijejaknya.
Dan karena Un Lim Hweshio menghantam keselangkangan Ban Tok Kui sambil berkelit juga hendak bergulingan, yang kena ditendang Ban Tok Kui adalah kempolan sipendeta, sampai tubuh sipendeta jatuh terguling dilantai.
Mereka berdua terhenti dari pertempuran tersebut, karena Un Lim Hweshio biarpun telah meletik berdiri lagi dengan gesit, tokh dia merasakan kempolannya sakit bukan main, sehingga buat sementara dia mempergunakan tenaga dalamnya untuk melindungi kempolannya mengurangi rasa sakit itu.
Ban Tok Kui yang terkena dihantam pinggangnya menderita lebih berat.
Dia merasakan pinggangnya tadi seperti dihantam laksaan kati, dan dia merasakan pinggangnya seperti juga akan patah. Dalam keadaan menderita kesakitan seperti itu. Ban Tok Kui tidak mau memperlihatkan kelemahannya, Dia tidak meringis dan juga tidak mengeluh, malah dia telah berkata dengan sikap mengejek: "Mengapa engkau tidak maju lagi " Bukankah engkau hendak membalas sakit hati suhengmu " Majulah ! Majulah !"
Dan diiringi dengan kata-katanya itu, secara diam-diam dia menyalurkan tenaga dalamnya, berusaha melenyapkan rasa sakit pada pinggangnya.
Dia memang berhasil, begitu dia menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya, maka rasa sakit pada pinggangnya telah lenyap.
Sedangkan Un Lim Hweshio yang waktu itu tengah mengempos semangatnya buat
dan mengurangi rasa sakitnya,
melindungi kempolannya
juga tengah memeriksa keadaan tenaga dalam maupun pernapasannya, karena dia kuatir kalau-kalau tadi tendangan Ban Tok Kui membuat
dia terluka didalam, telah memandang kepada Ban Tok Kui dengan sorot mata yang merah padam berang bukan main.
Dia mengibaskan tangan kanannya, katanya: "Tangkap pembunuh keji itu !" perintahnya itu ditujukan kepada belasan orang pendeta yang berdiri disamping.
Belasan pendeta itu segera serentak melompat mengepung Ban Tok Kui.
Menyaksikan itu, Ban Tok Kui tertawa dingin
"Manusia pengecut yang tidak punya guna !" ejeknya, dan dengan ringan sekali dia telah bergerak kesana kemari berkelit dari serangan yang dilakukan belasan pendeta tersebut.
Setiap gerakan yang dilakukannya memang lincah sekali, sehingga tidak satupun serangan dari belasan pendeta itu yang mengenai dirinya. Belasan pendeta itu juga telah mencabut senjata mereka masing-masing, sinar pedang berkelebat kesana-kemari dengan lincah dan sebat sekali, mengancam berbagai bagian yang mematikan ditubuh Ban Tok Kui.
Hanya saja Ban Tok Kui benar2 sangat liehay, dia dapat menghadapi serangan-serangan itu dengan sebaik-baiknya. Diantara berkesiuran sinar pedang tersebut, terlihat betapa tubuh Ban Tok Kui segesit dan selicin belut telah mencelat kesana-kemari, bahkan tidak jarang telapak tangannya berhasil menghantam salah seorang lawannya, membuat tubuh lawannya terpental dan kemudian bergulingan.
Biarpun pukulan itu tidak sampai membinasakan tokh telah membuat lawan yang terpukul itu terluka didalam. Namun belasan pendeta itu benar2 tabah, mereka telah menyerang terus, biarpun sebagian dari mereka telah
terluka, dalam keadaan terluka tetap maju merangsek menyerang dengan pedang mereka!
Belasan pendeta itu adalah murid2 Un Lim Hweshio, dengan sendirinya ilmu silat mereka tidak sehebat Un Lim Hweshio.
Sedangkan Un Lim Hweshio sendiri berimbang kepandaiannya dengan Ban Tok Kui, maka bisa dibayangkan, tentu saja tidak banyak yang bisa dilakukan pendeta-pendeta itu.
Cuma saja disebabkan jumlah mereka yang banyak dan juga mereka maju serentak dengan cara mengeroyok karenanya telah membuat Ban Tok Kui pun tidak bisa cepat2 merubuhkan mereka semuanya.
Juga para pendeta itu mempergunakan pedang sebagai senjata mereka, karenanya tidak leluasa Ban Tok Kui ingin menghantam mereka dengan mempergunakan telapak tangan beracunnya.
Beruntun dari jurus-ke jurus telah lewat, tanpa terasa telah puluhan jurus Ban Tok Kui menghadapi puluhan pendeta itu.
Sedangkan Ho Tiat yang menyaksikan di pinggiran betapa gurunya dikeroyok oleh belasan pendeta, malah para pendeta itu mencekal pedang, tetapi gurunya sama sekali bertangan kosong, dia jadi tidak puas.
Segera juga bibir nya yang kecil mungil telah terbuka berseru nyaring: "Kalian manusia2 tidak tahu malu! Kalian mengandalkan jumlah banyak buat menghina guruku!"
Teriaknya itu diucapkannya berulang kali. Malah jika saja Ban Tok Kui tidak berseru mencegah Ho Tiat maju, tentu dara manis ini akan menyerbu buat membantui gurunya.
Ban Tok Kui terus juga mengerahkan tenaga dalamnya, semakin lama diri kedua telapak tangannya hawa amis semakin santer tercium disekitar gelanggang pertempuran itu.
Dan juga Ban Tok Kui telah berhasil merubuhkan beberapa orang lawannya, Dan karena telapak tangan dari Ban Tok Kui memang semakin lama semakin hebat dan telah diliputi oleh delapan bagian tenaga dalamnya, membuat lawannya yang kali ini dirubuhkannya
menggeletak tidak bisa bergerak lagi.
Setelah lewat beberapa saat lagi, maka tampak jumlah pendeta2 yang mengurung Ban Tok Kui bersisa enam orang saja, sedangkan yang lainnya telah menggeletak tidak bergerak, mereka terluka didalam dan pingsan.
Ban Tok Kui sengaja berulang kali memperdengarkan suara tertawa bergelak, dia yakin didalam waktu yang singkat dia akan dapat merubuhkan sisa keenam orang lawannya.
Dia sendiri sesungguhnya tidak terhindar dari luka, dimana pundak kanannya kena tertikam dua kali, juga lengannya tergores mata pedang salah seorang lawannya.
Diwaktu itu, Ho Tiat sendiri telah memandang dengan kuatir bukan main, karena dia melihat pundak gurunya dan lengannya juga berlumuran darah merah.
Sedangkan Ban Tok Kui telah berseru nyaring: "Un Lim Hweshio, engkau keledai gundul pengecut, ternyata engkau hendak mengorbankan murid-murid ini, sedangkan engkau sendiri tidak berani maju ! Ayo, mari kita mengadu kekuatan ! Mari, mengapa engkau bengong saja menyimpan ekor disitu ?"
Memang Un Lim Hweshio tengah berdiri termenung dengan mata terpentang lebar-lebar menyaksikan muridmuridnya seorang demi seorang telah dapat dirubuhkan oleh Ban Tok Kui.
Waktu dia ditegur dan diejek seperti itu oleh Ban Tok Kui, dia jadi tersadar. Segera juga, dengan mengeluarkan erangan, dia melompat ketengah gelanggang, kemudian diapun berteriak: "Kalian semua mundur !"
Tubuh Un Lim Hweshio meluncur gesit sekali kearah Ban Tok Kui diiringi kedua tangannya yang telah
menghantam kearah batok kepala Ban Tok Kui.
Tetapi Ban Tok Kui menangkis dengan ke dua telapak tangannya, memang Ban Tok Kui telah mempersiapkan, dimana dia telah mengerahkan tenaga dalamnya,
menyalurkan racun pada
telapak tangannya dan menangkisnya, maka telapak tangan mereka masing2 telah saling bentur. Suara benturan itu sangat hebat, Tubuh Ban Tok Kui terpental dan bergulingan dilantai, namun cepat sekali dia bisa bangun berdiri, sedangkan Un Lim Hweshio pun tersentuh.
Hanya saja keadaannya lebih parah di bandingkan Ban Tok Kui, karena dia telah terpelanting dengan tubuh yang kemudian menggeletak dilantai tanpa bisa bergerak, malah telah memuntahkan darah segar beruntun beberapa kali, mukanya pucat pias, dia telah terluka didalam yang parah
sekali, membuat dia tidak bisa bangun dengan segera.
Ban Tok Kui melihat keadaan sipendeta telah melangkah maju. Dia bermaksud menggerakkan tangannya membunuh Un Lim Hweshio, Namun diwaktu itulah didepan matanya berkelebat bayangan Kwang Tan, dimana dia teringat
kepada adik seperguruannya itu, kepada janjinya sendiri.
Karena dari itu, dia telah batal buat menghantam binasa lawannya ini, dia telah memutar tubuhnya, menghampiri Ho-Tiat, menuntun tangannya, dan mengajak muridnya itu buat meninggalkan kuil tersebut.
Sedangkan enam orang pendeta yang masih belum dirubuhkan Ban Tok Kui dan beberapa orang totong, segera juga menghampiri Un keadaan guru mereka. menghalangi kepergian Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui berdua dengan Ho Tiat meninggalkan kuil itu cukup jauh, tidak ada yang mengejar. Dan waktu itulah Ban Tok Kui telah berkata: "Jika memang aku tidak teringat kepada pesan adik seperguruanku, hemm, hem keledai
gundul tua bangka yang tidak tahu diri itu akan kuhantam mampus.... sayang aku telah bersumpah pada adik Lim Hweshio, untuk memeriksa
Mereka semuanya tidak berani seperguruanku, bahwa aku tidak akan sembarangan membunuh. Tetapi
beracunku, jiwanya
dia telah terkena telapak tangan juga tidak mungkin bisa bertahan
lama.... akhirnya keledai gundul itu akan mampus juga!" Dan setelah berkata dengan suara menggumam seperti itu, dia telah mendengus berulang kali. Ho Tiat memandang kepada gurunya, katanya: "Suhu, mengapa mereka begitu tidak tahu malu mengeroyokmu ! Bila pendeta tua itu memiliki sakit hati dan dendam, karena katanya suhengnya telah kau binasakan, seharusnya dia
sendiri yang berusaha bertempur sebaik mungkin untuk merubuhkan dirimu, tidak seharusnya mengorbankan murid-muridnya itu."
Ban Tok Kui tersenyum, dia hanya geleng2 kepala sambil mendengus berulangkali.
Diwaktu itu, mereka melihat dikejauhan tampak mendatangi rombongan tentara kerajaan. Cepat-cepat Ban Tok Kui menyeret Ho Tiat untuk menyingkir para tentara kerajaan itu yang telah melihat Ban Tok Kui dan sigadis, segera memburunya, suara mereka ribut sekali.
Namun betapapun juga Ban Tok Kui dan Ho Tiat tidak bisa mereka kejar, karena Ban Tok Kui serta muridnya telah mempergunakan ginkang mereka, sehingga para tentara kerajaan itu dalam waktu yang singkat lelah dapat ditinggalkan jauh sekali.
Ban Tok Kui telah berusaha untuk meninggalkan tempat itu dengan cepat, hanya saja Ho Tiat menahannya, gadis kecil itu masih letih sekali dan selalu merengek minta beristirahat dulu.
Ketika mereka telah meninggalkan kota tersebut beberapa lie, mulai jarang terlihat para tentara kerajaan. Dan juga diwaktu itu memang tampak nyata sekali, pengaruh Beng kauw sangat besar, karena tidak ada tentara kerajaan yang berani berada diluar kota, mereka kuatir kalau-kalau pasukan tentara Beng-kauw sembarang waktu akan menyerang. Karena dari itu, mereka selalu mengadakan persiapan didalam kota saja.
Sepanjang perjalanan diluar kota memang Ban Tok Kui berdua muridnya tidak bertemu dengan siapapun juga, Sampai akhirnya ketika mereka tiba dipermukaan hutan, dan mereka bermaksud untuk beristirahat Ban Tok Kui melihat ada beberapa orang yang telah terlebih dulu tengah duduk beristirahat didepan permukaan hutan itu.
Ban Tok Kui memperhatikan keadaan mereka yang ternyata beberapa orang berpakaian singsat, dengan sikap yang gagah, Mereka semuanya mencekal senjata tajam, dan melihat cara berpakaian mereka memang memperlihatkan mereka itu tentunya orang-orang rimba persilatan.
Ban Tok Kui telah menarik tangan Ho Tiat untuk berlalu, menyingkir dari orang-orang itu.
Apa lacur, justeru orang-orang yang tengah beristirahat dibawah batang pohon dimuka hutan itu, telah melihat mereka. Malah waktu melihat Ban Tok Kui telah memutar tubuh dan mengajak sigadis buat meninggalkan tempat itu, batal menghampiri kearah mereka, salah seorang diantara mereka telah berseru nyaring: "Berhenti!"
Dan menyusul dengan seruannya itu, tubuhnya dengan gesit sekali mencelat dan telah memburu kepada Ban Tok Kui.
Demikian juga beberapa orang kawannya telah menyusul juga, Ban Tok Kui sendiri yang mendengar orang itu berseru: "Berhenti!" dia tidak berlari terus, dia berhenti dan
memutar tubuhnya, menantikan kedatangan orang orang itu dengan sorot mata yang sangat tajam sekali.
Dia berkata dengan suara berbisik kepada Ho Tiat: "Jika mereka hendak mengganggu kita, sehingga terjadi pertempuran engkau harus menjauhi diri menantikan aku dipermukaan hutan itu, aku akan membereskan mereka....!"
Ho Tiat mengiyakan, dan diwaktu itu orang-orang yang memburu mereka telah tiba.
Mereka berjumlah tujuh orang, semuanya memiliki potongan tubuh yang tinggi tegap dan gagah sekali. Mereka juga memiliki sinar mata yang tajam sekali, dengan senjata tersoren dipinggang dan dipunggung masing-masing.
"Hemm, apakah engkau orang Bengkauw?" tanya salah seorang diantara mereka.
Ban Tok Kui menggeleng.
"Apakah kau gagu"!" tanya orang itu lagi yang usianya empat puluh tahun, dengan suara mendongkol karena melihat Ban Tok Kui hanya menggeleng belaka tanpa menyahuti.
Ban Tok Kui kembali menggeleng. "Jika memang tidak gagu, apakah engkau tidak bisa menjawab pertanyaanku"!" tanya orang itu lagi, semakin mendongkol.
Kembali Ban Tok Kui menggeleng.
"Hemm.. engkau hendak mempermainkan kami rupanya!" kata orang itu. "Bukan mempermainkan diri kalian!" kata Ban Tok Kui akhirnya, "Kita tidak saling kenal satu dengan yang lainnya,
tetapi kalian demikian usil, telah berusaha menahanku, padahal aku sendiri tidak mau mencampuri urusan kalian, aku sengaja memutar jalan, untuk berlalu dari tempat ini. Tetapi justeru kalian yang telah memburu!" Waktu berkata begitu, sikap Ban Tok Kui tawar sekali.
Orang itu mengawasi Ban Tok Kui dari kepala sampai keujung kakinya, tiba-tiba dia tertawa bergelak gelak nyaring sekali, suara tertawanya itu bergema sampai jauh.
Beberapa orang kawannya telah nyetetuk. "Hajar saja! Kita harus menghajarnya biar dia tahu rasa dan tidak bersikap bodoh seperti itu! Atau kemungkinan besar dia adalah mata-mata dari Cu Goan Ciang!"
"Benar! Mungkin juga dia mata" dari Cu Goan Ciang." kata seorang lainnya. Tetapi orang yang berusia empat puluh tahun yang tadi pertama-tama menegur menyerang, dia hanya
Ban Tok Kui, tidak segera berhenti tertawa dan kemudian
katanya: "Siapa engkau sebenarnya" Apakah engkau orang Bengkauw atau memang seperti yang diduga oleh kawankawanku itu, bahwa engkau adalah mata-mata Cu Goan Ciang" Dan juga gadis kecil itu.... hemm, dia berusia masih muda sekali, cantik lagi, diajak berkelana dalam keadaan negeri tengah kacau seperti ini, apakah engkau tidak merasa
kuatir jika nona kecil itu nanti mengalami sesuatu yang tidak diinginkan "!"
Ban Tok Kui mencilak matanya: "jika memang kalian orang-orang Bengkauw, berarti kita orang sendiri."
"Hemmm, kalian juga orang Bengkauw "!" tanya orang berusia empat puluhan tahun itu, sambil mengawasi Ban Tok Kui dan kemudian Ho Tiat dengan sinar mata menyelidik.
Ban Tok Kui tertawa dingin.
"Jika memang orang Bengkauw kenapa dan jika memang bukan orang Bengkauw juga kenapa." tanyanya tawar. "Jika memang benar-benar dan terbukti engkau orang Bengkauw, kalian berdoa boleh melanjutkan perjalanan kalian, tetapi jika memang kalian bukan orang Bengkauw, silahkan kalian kembali saja ketempat asal kalian ! Dan
terlebih lagi jika memang kalian ini orang yang sengaja diutus oleh Cu Goan Ciang, untuk menjadi mata-mata menyelusup kedalam Bengkauw, maka kami akan membuktikannya nanti, dengan memeriksa kalian berdua !"
Ketujuh orang ini sesungguhnya memang merupakan orang-orang Bengkauw, Mereka memang menerima tugas dan tengah melaksanakan tugas tersebut, buat menyelidiki tempat2 dari kota yang akan mereka serbu dimana jika mereka telah kembali dengan membawa laporan yang pasti mengenai kekuatan lawan, tentu pasukan Bengkauw akan menyerbunya.
Sekarang, mereka bertujuh telah melihat Ban Tok Kui dan Ho Tiat, Yang menjadi alasan mereka mempersulit Ban Tok Kui bukan karena memang mereka bersungguh2 mencurigai Ban Tok Kui sebagai mata2 dari Cu Goan
Ciang, tetapi justeru mereka melihat Ho Tiat, gadis kecil yang sangat cantik itu. Dengan demikian timbul rasa iseng mereka, dan telah sengaja mempersulit Ban Tok Kui.
Sebetulnya, memang cukup banyak rakyat yang mengungsi dan telah pergi kekota-kota yang telah dikuasai
oleh Bengkauw, Dan mereka tidak memperoleh kesulitan apapun juga setelah diperiksa secukupnya, mereka diterima, bahkan rakyat yang bergabung dengan Bengkauw mendukung dan bantu berjuang, dengan begitu kekuatan Bengkauw menjadi tambah kuat juga,
Hanya terdapat sifatnya, saja, diantara anggota Bengkauw itu justeru
berbagai macam manusia dengan adat dan dan jaga diantara mereka ada yang bertabiat buruk, dan senang juga dengan paras cantik.
Termasuk ketujuh orang ini, yang begitu melihat Ho Tiat, segera timbul sifat iseng mereka, sesungguhnya ada dua atau tiga orang diantara mereka yang tidak begitu tergiur oleh paras cantik. namun karena mereka tengah melaksanakan tugas bersama, sebagai kawan seperjuangan, dengan sendirinya mereka juga memperlihatkan sikap setia kawan. Mereka mendukung akan perbuatan kawan2 mereka tersebut.
Sikap dari orang berusia empat puluhan tahun itu justeru telah membuat Ban Tok Kui tersinggung.
Ban Tok Kui seorang tokoh dari kalangan sesat, namanya mengetarkan rimba persilatan. Tidak perduli dari kalangan sesat atau hitam demikian juga golongan putih, banyak yang menaruh rasa segan dan jeri padanya.
Tetapi sekarang justeru ketujuh orang ini membawa sikap seperti juga tidak memberi muka padanya, karenanya telah membuat dia jadi mendongkol dan naik darah.
Dia telah beberapa kali memperlihatkan sikap seperti acuh tak acuh, dan dia juga telah memperlihatkan sikap seperti tidak melayani mereka, Namun memang orang2 itu seperti juga hendak kenyataannya mendesaknya.
Maka akhirnya dia memperlihatkan sikap menantang.
Ban Tok Kui setelah mendengar jawaban dari orang berusia empat puluh tahun lebih itu, tertawa tergelak2 kemudian dia berkata dengan sikap yang congkak:
"Hemmm, manusia-manusia seperti kalian hendak memeriksa diriku" Bagus! Bagus! Rupanya kalian memang belum mengetahui siapa adanya aku ini heh !"
Orang berusia empat puluh tahun dan ke enam orang kawannya telah memandang Ban Tok Kui dengan bola mata mencilak, mereka memandang rendah pada Ban Tok
Kui, yang paling diduga tidak hanya mengerti ilmu silat bagian kulitnya saja.
Orang yang berusia empat puluh tahun lebih itu, telah berkata dengan sikap yang dingin: "Hemmmm, jika memang begitu, rupanya engkau juga ingin minta dihajar
dulu, baru engkau akan menjawab dengan benar" Sekarang engkau katakan siapa dirimu" Memang kami belum lagi mengetahui siapa adanya engkau" Atau memang engkau seorang Jenderal besar dari kerajaan Cu Goan Ciang?"
Itulah ejekan yang dirasakan oleh Ban Tok Kui menusuk hatinya dan dia gusar sekali. Maka dia mendengus dan katanya: "Jika memang nanti setelah kalian mengetahui siapa diriku dan kalian memohon ampun, waktu itu sudah terlambat Aku adalah Ban Tok Kui! Kalian telah mendengarnya baik2" Aku adalah Ban Tok Kui!"
Muka ketujuh orang itu berobah. Mereka sebelum memasuki Bengkauw memang telah sering mendengar nama Ban Tok Kui, karena mereka adalah orang2 rimba persilatan.
Karena dari itu, mereka segera terkesiap hatinya, kaget tidak terkira, bahwa dihadapan mereka tidak lain dari tokoh iblis yang tangannya sangat telengas dan beracun sekali, sehingga tanpa disadari mereka telah mundur dua langkah atau tiga langkah, muka mereka juga berobah pucat.
Mereka jadi salah tingkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ban Tok Kui telah tertawa tawar.
"Sekarang jika memang kalian menyesal, itupun sudah kasip dan terlambat?" katanya dengan suara yang tawar, "Nah, kalian bersiap-siaplah untuk menerima hajaranku, sebagai imbalan dari kata2 kalian yang tadi bermaksud hendak menghajar diriku."
Setelah berkata begitu Ban Tok Kui bersiap2 hendak menyerang. Tetapi salah seorang diantara ketujuh orang itu telah berkata gugup: "Tunggu dulu Locianpwe, maafkan sikap
kami tadi!" kata orang itu dengan ketakutan sekali, karena dia mengetahui Ban Tok Kui merupakan iblis yang tangannya beracun, jika sampai dia telah mempergunakan tangannya dan melukai mereka, tentu kemungkinan dapat hidup terus itulah sulit.
Sedangkan Ban Tok Kui tertawa dingin. "Biarpun kalian tidak memperlihatkan sikap untuk melawan diriku, dan tidak bersedia untuk menerima seranganku, tetap saja aku akan menghajar kalian!" kata Ban Tok Kui dengan suara yang tawar: "Lebih baik kalian
cabut senjata kalian untuk menerima seranganku, agar tidak mampus konyol!"
Dan setelah berkata begitu Ban Tok Kui memperlihatkan sikap yang sangat angker sekali, diapun telah berkata begitu dengan suara yang bengis: "Cabut senjata kalian !"
Muka ketujuh orang itu jadi berobah semakin pucat, mereka jadi serba salah,
kepandaian biasa-biasa saja,
Mereka hanya memiliki sekarang mereka bertemu
dengan tokoh dari kalangan sesat yang tangannya sangat beracun dan justeru mereka juga tadi yang telah mencari urusan dengannya.
Maka akhirnya, dengan tangan agak tergetar karena takut dan terpaksa, mereka telah mencabut senjata masing2, kemudian bersiap2 hendak menerima serangan dari Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui tidak segera menyerang, dia melirik kepada muridnya, katanya: "Tiat jie, minggir kau, aku hendak menghajar mereka."
Ho Tiat mengiakan, Selama ikut gurunya berkelana didalam rimba persilatan, gadis kecil ini, puteri Kaisar yang merupakan gadis yang memiliki kedudukan sangat mulia, telah memperoleh pengalaman yang cukup banyak.
Dan juga dengan menyaksikan beberapa kali gurunya bertempur dengan orang2 yang memiliki kepandaian tinggi, maka gadis itu telah memperoleh pengalaman yang sangat berarti.
Dengan menyaksikan pertempuran itu, dia telah bisa melihat betapa liehaynya gurunya. Dan dia juga telah dapat memperbandingkan ilmu silat yang telah dipelajari taktik dan cara ilmu silat yang dipergunakan lawan gurunya,
Dimana dia juga membayangkan dirinya yang tengah menghadapi walaupun Ho Tiat tidak pernah bertempur
dengan siapapun juga, tokh dengan menyaksikan begitu, dia telah memperoleh kemajuan yang pesat.
Terlebih lagi jika memang memiliki waktu dan kesempatan luang dia telah melatih diri dengan giat sekali, dan memperoleh petunjuk lebih jauh dari gurunya, sekarang menyaksikan gurunya akan bertempur lagi menghajar ketujuh orang itu, diam2 hati Ho Tiat agak girang.
Karena dia akan dapat menyaksikan pula pertempuran yang seru. Dan pertempuran seperti itu memang telah
membawa manfaat yang tidak sedikit buat gadis kecil itu.
Setelah Ho Tiat menyingkir cukup jauh dipinggir tepian muka hutan itu, tampak Ban Tok Kui menoleh kepada ketujuh orang Beng kauw itu, katanya: "Kalian tadi bersikap kurang ajar dan sangat lancang kepadaku, maka sekarang aku akan menghadiahkan kepada kalian seorangnya tiga kali tamparan! Kalian boleh mengelak,
berkelit atau balas menyerang kepadaku!"
Sedangkan orang yang berusia empat puluh tahun lebih, rupanya telah dapat menguasai goncangan hatinya, dia berpikir selihaynya kepandaian Ban Tok Kui, tetapi jika memang mereka mengeroyoknya, tentu Ban Tok Kui tidak bisa berbuat banyak.
Terlebih lagi Ban Tok Kui mengatakan bahwa mereka hanya akan ditempiling sebanyak tiga kali seorangnya, maka hati mereka agak tenang. Dan orang berusia empat puluh tahun itu telah merangkapkan tangannya dengan pedangnya menghadap kebawah:
"Kami memohon pengajaran dari Locianpwe!" kata2nya itu disusul dengan sikap dan gerak tubuhnya dalam keadaan bersiap siaga.
Ban Tok Kui tertawa dingin, dilihatnya keenam orang kawan dari orang berusia empat puluh tahun itu telah berpencar mengepung dirinya.
"Apakah kalian sudah ber siap2 untuk menerima hajaranku, sebagai pelajaran atas kelancangan dan
kekurang ajaran kalian?" tanyanya dengan tawar.
"Kami siap untuk menerima petunjuk Lo-cianpwe!" kata orang berusia empat puluh tahun ini. Ban Tok Kui tidak banyak bicara lagi, segera juga tubuhnya telah melesat kedepan, Per tama2 dia
menghantam kemuka orang yang berusia empat puluh tahun lebih itu. Hantamannya tampaknya perlahan sekali, tetapi kesudahannya benar2 luar biasa.
Orang berusia empat puluh tahun itu, yang melihat mukanya yang diincar Ban Tok Kui segera berkelit. Cuma saja gerakan tubuhnya kalah cepat dibandingkan dengan kesebatan tangan Ban Tok Kui.
Begitu dia berkelit, justeru punggungnya yang telah kena dihantam, kemudian pundaknya. Beruntun dua kali, sampai memperdengarkan suara. "Bukkkk, bukkkk, bukkk !" dan tubuh orang itu segera terpental bergulingan di tanah dengan mengeluarkan jerit kesakitan.
Keenam orang kawannya kaget, tetapi mereka tidak berani berayal, serentak mereka telah menerjang. Enam batang senjata tajam, tiga batang pedang, dua golok dan sebatang Poan koanpit telah menyambar kepada Ban Tok Kui.
Sedangkan Ban Tok Kui seperti tidak mengacuhkan serangan keenam orang tersebut, dengan sebat tubuhnya telah melompat kedepan orang berusia empat puluh tahun itu, yang tengah merangkak bangun.
Tangan kanannya dengan cepat dan kuat telah bergerak, maka terdengar suara "plakkkk plakk, plaaakkkk!" karena muka orang itu beruntun tiga kali telah ditempilingnya.
Tempilingan tangan Ban Tok Kui tentu saja berbeda dengan tempilingan biasa, dimana begitu muka orang
berusia empat puluh tahun kena ditempiling, seketika mukanya bengkak dan dua giginya telah rontok.
Diwaktu itu, tampak senjata keenam orang lawan Ban
Tok Kui telah menyambar dekat sekali, hanya terpisah beberapa dim saja, namun secepat kilat tubuh Ban Tok Kui telah berputar.
Gerakan tubuhnya begitu gesit dan lincah sekali, dia tahu2 seperti telah lenyap dari hadapan keenam orang lawannya, dan juga begitu tubuhnya berkelebat sepasang tangannya telah bergerak, terdengar suara "trang... tranggg... trangggg..." beruntun beberapa kali, kemudian terlihat senjata dari keenam orang itu telah terlepas dari tangan mereka masing2. menggeletak diatas tanah.
Ketika keenam orang itu bengong karena takjub dan kaget, justeru Ban Tok Kui telah bergerak gesit sekali, dia telah menampar dengan tangannya, tubuhnya berkelebat kesana kemari, maka ramai sekali dengan suara "Plakkkk,
plokkkk, plakkkk !" yang beruntun, di mana masing-masing dari keenam orang itu telah ditempilingnya.
Satu orangnya dihadiahkan tiga kali tempilingan membuat tubuh mereka terjungkel dan juga gigi mereka pada rontok.
Suara jerit kesakitan merekapun ramai sekali, karena mereka kaget dan kesakitan, sampai mereka tidak berani merangkak bangun mereka berenam telah berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mereka, seperti juga mereka hendak memohon pengampunan dari Ban Tok Kui.
Karena mereka kuatir kalau2 Ban Tok Kui nanti akan menyerang lagi, dan juga diwaktu itulah terlihat mereka mendekam diam seperti juga menantikan hukuman dari hakim.
Hanya orang yang bertubuh tinggi besar berusia empat puluh tahun itu, setelah rasa kagetnya lenyap, dia segera melompat dengan penuh kemarahan dan kalap.
Dia juga telah mengambil pedangnya yang tadi terlempar ditanah, Mencekalnya kuat2, kemudian dia menikam kepada Ban Tok Kui dengan seluruh tenaganya.
Hanya saja Ban Tok Kui mana memandang sebelah mata terhadap orang itu. Karenanya, dia telah berdiam diri saja ditempatnya tanpa bergerak dan tanpa berusaha berkelit dari tikaman itu.
Malah waktu mata pedang itu hampir mengenai dadanya, segera dia mengelak dengan tubuh yang melejit kesamping kanan, lalu dia telah menghantam dengan kepalan tangannya yang mengenai tepat sekali dada orang berusia empat puluhan tahun itu.
Tubuhnya mental jauh sekali, diiringi oleh suara jerit kesakitan Dia menggeletak di tanah dengan dada melesak, tetapi dia tidak mati, hanya pingsan saja disebabkan lukanya yang begitu parah.
Di waktu itu tampak Ban Tok Kui telah puas karena telah berhasil mengajar orang tersebut. Tanpa memperdulikan mereka Ban Tok Kui menghampiri Ho
Tiat, dia mengajak gadis kecil itu buat berlalu meninggalkan tempat itu dan juga ketujuh orang yang telah dihajarnya
Hanya saja, setelah meninggalkan tempat itu cukup jauh, justeru dia baru teringat sesuatu, Dia teringat kepada Kwang Tan, adik seperguruannya karena dia teringat
betapa pada sutenya itu dia memang telah bersumpah tidak akan melakukan hal-hal yang tidak baik, dan tidak akan menjatuhkan tangan telengas ataupun juga beracun.
Tetapi sekarang, justeru dia telah menghajar orang2
Bengkauw itu dengar Kwan dengan keras, jika urusan ini sampai di Tan, bukankah akan mempersulit dirinya
sendiri, dimana tentu sutenya itu batal memberikan kepadanya kauwhoat dari ilmu silat yang belum diterima dan belum diwarisi gurunya.
Karena dari itu, sedikitnya timbul perasaan menyesal dihati Ban Tok Kui. Ho Tiat yang berjalan disamping gurunya memperhatikan sikap gurunya, Dia melihat muka gurunya begitu murung, dan tampaknya bergelisah, mukanya memancarkan kekecewaan dan juga penyesalan.
"Kenapa Suhu "!" tanya Ho Tiat yang tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya.
Ban Tok Kui hanya menggeleng2kan kepalanya saja tanpa mengatakan sesuatu, kemudian tidak lama dia menggumam dengan
terdengar jelas. Dia
suara yang perlahan sekali, tidak
mengajak muridnya meneruskan perjalanan mereka.
-OOodwoOO KWANG TAN tengah mengobati tujuh girang Bengkauw yang terluka pada mukanya, Salah seorang diantara mereka yang berusia empat puluh tahun lebih, yang lukanya paling berat dan parah, karena tulang dadanya retak hampir patah melesak.
Dia juga terluka didalam, Keenam orang Bengkauw lainnya telah dapat sembuh dengan segera, mereka hanya copot gigi belaka dengan muka yang membengkak karena terkena tempilingan dari tangan beracun, sehingga pipi mereka membengkak hebat. Setelah diberi obat oleh Kwang Tan, maka bengkak itu mengempis dan sembuh.
Hanya saja orang yang berusia empat puluh tahun itu yang perlu di rawat lebih teliti oleh Kwan Tan, lukanya begitu parah sambil menguruti jalan darah orang berusia empat puluh tahun lebih itu. wajah Kwang Tan murung sekali.
Dia telah mendengar cerita dari orang2 itu, bahwa mereka dilukai oleh Ban Tok Kui maka dia jadi murung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekali, karena dia menduga bahwa suhengnya bagaimana tampaknya memang sudah tidak bisa ditarik ke jalan yang lurus dan benar, karena dia masih mengumbar ketelengasan tangannya dan selalu sembarangan melukai lawannya begitu parah.
Dilihatnya, suhengnya juga masih racun pada tangannya, Ketujuh orang itu biar mempergunakan
Bengkauw yang terluka itu justeru terkena racun yang tetap hebat daya kerjanya.
Dengan demikian, Kwang Tan harus berpikir dua kali, jika memang harus memberikan kouwhoat dari ilmu silat dari warisan gurunya kepada suhengnya.
Maka dia juga jadi murung, karena usahanya buat menarik suhengnya kembali kejalan yang benar rupanya akan menemui kesulitan yang tidak kecil.
Diwaktu itu, dia terus juga menguruti orang yang berusia empat puluhan tahun itu, yang telah tersiar dari pingsannya dan juga telah merintih tidak hentinya.
"Kalian sesungguhnya bentrok dengan Ban Tok Kui apakah disebabkan sesuatu urusan yang ada hubungannya dengan orang-orang kerajaan" Atau memang Ban Tok Kui membantui pihak kerajaan?" tanya Kwang Tan setelah rintihan orang itu berkurang.
Orang itu menggeleng perlahan.
"Bukan... bukan !" kata orang tersebut. Terhadap Kwang Tan dia tidak berani berdusta, dia telah mengakuinya terus terang, Cuma saja dia tidak menyebutkan bahwa mereka sesungguhnya tengah iseng dan melihat Ho Tiat yang cantik jelita, gadis kecil yang manis itu dan mereka bermaksud untuk menggodanya.
Dia hanya menceritakan bahwa dia mencurigai Ban Tok Kui dan mereka menegur buat memeriksanya. Akan tetapi Ban Tok Kui justeru telah menghajar mereka.
Dalam keadaan terluka seperti itu, orang tersebut menceritakannya dengan
suara yang tergagap dan juga suaranya tidak lancar, dimana dia juga menahan rasa sakit yang bukan main. Beruntung Kwang Tau merupakan Tabib Dewa yang memiliki obat mujarab sekali, karenanya, biarpun lukanya itu tidak segera sembuh, dan rasa sakit itu masih hebat dideritanya, tokh orang ini tidak akan mati dan tidak terlalu membahayakan jiwanya lagi.
Jika telah lewat beberapa hari kesehatannya tentu akan pulih sebagaimana biasa.
Kwang Tan telah menghela napas beberapa kali, kemudian dia duduk termenung. Siorang berusia empat puluh tahun itu dengan ragu-ragu dan sambil menahan rasa sakitnya telah bertanya: "Apakah... apakah Sinshe kenal dengannya"!"
Kwang Tan mengangguk perlahan.
"Ya!!" sahutnya dengan suara yang samar, antara terdengar dan tidak, "Dia suhengku!" "Suheng Sinshe?" tanya orang berusia empat puluh tahun itu seperti juga kaget dan lupa pada rasa sakit yang dideritanya, sehingga ia hampir saja melompat bangun Dan
gerakan tubuhnya itu membuat dia menjerit kesakitan.
Kwang Tan menepuk perlahan pundaknya katanya. "Kau beristirahatlah... jangan terlalu banyak bergerak dulu." Setelah ketaman itu Kwang Tan keluar dan kamar dia pergi belakang gedung
itu. Dia telah melangkah perlahan-lahan dengan kepala tertunduk, pikirannya bekerja terus.
Dia telah melihatnya, bahwa suhengnya memang sulit sekali untuk ditarik kembali ke jalan benar.
Suhu mereka telah meninggalkan pesan terakhir. Juga menugaskan Kwang Tan agar dia menasehati dan membawa suhengnya kembali ke jalan yang benar. Dalam pesan terakhir suhunya itu justeru ditegaskan, jika memang suhengnya itu tidak dapat ditarik dan dibawa kembali kejalan yang benar dan tetap saja menempuh jalan yang
sesat, malah Kwang Tan, boleh membunuhnya. Hal ini untuk mencegah jangan sampai bertambah korban yang timbul oleh tangan beracun suhengnya itu.
Dan inilah yang membuat Kwang Tan jadi bimbang, Dia memang menghendaki agar dapat mengajak suhengnya kembali kejalan yang benar.
Menurut Kwang Tan, sekarang negeri tengah kalut, Bengkauw mengadakan perlawanan pada Cu Goan Ciang, yang dirasakan terlalu menindas.
Karena dari itu, rakyat tengah bergerak juga. Jika suhengnya mau kembali


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke jalan yang benar, dan bergabung serta membantu Bengkauw, itulah yang sangat menggembirakan sekali, karena kepandaian suhengnya tidak rendah. Orang seperti Ban Tok Kui tentu akan membawa manfaat yang tidak sedikit buat Bengkauw.
Namun apa yang dilihatnya belakangan ini justeru memperlihatkan bahwa suhengnya itu memang sulit diajak untuk kembali ke jalan yang benar, sulit buat dinasehatinya.
Maka dari itu, tinggal satu pilihan bagi Kwang Tan, jika memang suhengnya itu tetap menempuh jalan sesat, berarti dia harus membunuhnya!
Kwang Tan menghela napas berulang kali. Dari dalam berlari seorang anggota Bengkauw, yang melaporkan bahwa telah datang Thio Kauwcu bersama rombongannya.
Kwang Tan terkejut bercampur girang, segera dia memburu keluar buat menyambut.
Benar saja Bu Kie bersama dengan Hoan Yauw, Jie Lian Cu, Song Wan Kiauw, In Lie Heng, Tio Beng dan yang lainnya telah datang.
Kedatangan mereka untuk menyaksikan sendiri dari dekat garis depan perbatasan antara kota-kota yang telah direbut oleh Bengkauw dari tangan orang-orangnya Cu Goan Ciang.
Bu Kie telah menanyakan banyak mengenai perkembangan terakhir dari keadaan digaris depan itu, Dia memperoleh laporan dari Tang Liu Ing, seorang perwira
muda yang cakap dan cekatan dalam mengatur pasukan Bengkauw dalam merebut kota demi kota diri tangan pasukan tentara kerajaan.
Bu Kie juga memuji akan cara kerja Kwang Tan yang begitu cekatan.
Dengan demikian, Bu Kie telah mengungkapkan juga, tentu banyak korban berjatuhan tidak tertolong lagi, jika saja tidak ada Tabib Dewa seperti Kwang Tan.
Dengan adanya Kwang Tan sebagai tabib Bengkauw yang resmi dan dia telah turun tangan dengan cekatan
mengobati anggota2
Bengkauw yang terluka, dengan sendirinya korban2 bisa dicegah. Kwang Tan berulang kali mengeluarkan kata-kata merendah dan juga dia telah mengungkapkan maksudnya hendak mencari Ban Tok Kui, dia menceritakan bahwa
suhengnya itu tampaknya memang sulit sekali buat di nasehat karena tampaknya memang suhengnya itu lebih senang tetap menempuh jalan sesat dengan tangannya yang beracun.
Bu Kie menghela napas mendengar keinginan Kwang Tan seperti itu, dengan wajah murung katanya: "Apakah jika dia tetap bersikeras tidak mau meninggalkan dunianya
yang tersesat didalam golongan Hekto, kau akan mematuhi pesan terakhir guru kalian, membunuhnya."
Kwang Tan mengangkat pundaknya, dia napas dalam-dalam.
"Perintah Suhu tidak boleh dilalaikan.... bagaimana harus dipatuhi!" jawabnya. "Dan siauwte telah berusaha untuk mengajaknya kembali kejalan yang benar, agar dia tersadar dari kekeliruannya, insyaf namun tampaknya memang dia sulit sekali untuk diajak kembali
kejalan yang bersih dan juga dia masih tetap telengas dengan tangannya yang beracun. jika nanti telah bertemu dengannya, dia tetap dengan pendiriannya, maka pesan suhu harus siauwte laksanakan...!"
Bu Kie menepuk-nepuk pundak Kwang Tan, begitu juga Song Wan Kiauw telah berpesan kepada Kwang Tan, agar
ia berlaku hati hati jika berhadapan dan berurusan dengan Ban Tok Kui.
"Orang seperti dia selalu hatinya kejam dan tangannya telengas, juga sangat licik sekali. Dia tidak segan-segan akan
mempergunakan akal licik yang rendah untuk membunuhmu.... karena dari itu hiante, tidak dapat engkau terlalu mempercayainya!"
Kwang Tan mengiyakan dan mengucapkan terima kasih atas nasehat Song Wan Kiauw itu.
menghela walaupun In Lie Heng dan yang lainnya juga menghibur Kwang Tan Mereka menyatakan orang seperti Ban Tok Kui memang sulit buat diajak kembali kejalan yang lurus, karena sejak semula dia telah berada dalam golongan Hekto yang selalu diliputi kelicikan, kekejaman dan sifat maupun tabiat yang rendah.
Maka mereka telah berpesan kepada Kwang Tan biarpun Ban Tok Kui nanti berjanji untuk kembali kejalan Pekto, tetapi Kwang Tan tidak bisa memberikan kauwhoat dari ilmu silat yang dikehendakinya.
"Sikap berhati-hati dan cermat lebih berharga dari sikap apapun juga, karena dia bisa saja berpura-pura menuruti akan nasehatmu, hiante, tetapi kemudian setelah menerima kauwhoat yang dikehendakinya, dia akan kembali pada asalnya !" kata In Lie Heng sambil menghela napas dalamdalam.
Kwang Tan memberikan janjinya bahwa dia akan berlaku dan bertindak hati-hati, juga dia memang telah memikirkan bahwa sementara ini, biarpun Ban Tok Kui memperlihatkan kelakuan baik, dia tidak nantinya memberikan kauwhoat yang dikehendakinya itu.
"Jika nanti setelah lima tahun atau sepuluh tahun, selama itu benar2 terbukti telah melakukan tindakan yang jujur dan membela disaat seperti inilah keadilan, menjauhi dari kesesatan,
merupakan saat yang tepat aku memberikan kauwhoat yang dikehendakinya."
Begitulah pada saat itu Kwang Tan pamitan kepada Bu Kie dan yang lainnya. Justeru disaat Bu Kie dengan rombongan nya berada disitu, maka Kwang Tan bisa memiliki waktu untuk mencari jejak suhengnya itu. Dan dia berjanji tidak akan
lama pergi mencari jejak suhengnya, karena dia hanya dua atau tiga hari saja pergi mencari jejak kakak seperguruannya itu.
Dia berpatokan seperti itu, karena tujuh anggota Bengkauw telah di lukai oleh Ban Tok Kui ditempat yang tidak jauh dari situ, dengan demikian tentu Ban Tok Kui belum lagi pergi jauh.
Sedangkan Bu Kie telah menyarankan agar Kwang Tan lebih baik mengajak beberapa orang Bengkauw mendampinginya, karena Bu Kie kuatir kalau2 Ban Tok Kui yang beracun itu melakukan tindakan yang sangat licik memperdayakan sutenya ini.
Tetapi usul dan anjuran Bu Kie telah ditolak oleh Kwang Tan, ia menyatakan dengan pergi seorang diri ia lebih leluasa menghadapi suhengnya itu. Dan Bu Kie tidak mendesak lebih jauh, karena dia beranggapan itu adalah urusan dalam dari pintu perguruan Kwang Tan.
Waktu sore itu Kwang Tan meninggalkan kota tersebut, dilihatnya pasukan Bengkauw tengah berlatih dengan tekun dan giat. Hatinya terhibur juga. ia memang telah menyaksikan betapa bersemangat nya anggota Bengkauw dalam menghadapi perjuangan ini.
Memang korban yang jatuh dipihak Beng-kauw tidak sedikit, tokh semua itu tidak menurunkan semangat berjuang dari orang-orang Bengkauw.
Bahkan mereka bertambah semangat dengan bertambah banyaknya rakyat telah berduyun2 masuk menjadi anggota Bengkauw dan mendukung perjuangan Bengkauw, mereka ikut angkat senjata berjuang.
Setelah meninggalkan kota itu belasan lie, Kwang Tan tiba dimuka hutan, tempat dimana Ban Tok Kui melukai ketujuh orang Bengkauw itu.
"Tentu dia mengambil kearah selatan. Tidak mungkin dia masuk kota, karena tentu dia tidak ingin denganku!" pikir Kwang Tan.
Dan Kwang Tan terus juga menyusuri jalan hutan itu, sampai akhirnya didengarnya didalam hutan tertawa renyah seorang wanita, suara seorang gadis yang nyaring merdu sekali.
bertemu didepan Kwang Tan mencari2 asal dari suara tersebut, ternyata didalam hutan seorang gadis kecil tengah berlari2 mengejar seekor kupu2. Setelah melihat jelas, Kwang Tan jadi terkejut dan takjub bercampur girang, itulah Ho Tiat murid suhengnya!
Betapa manisnya gadis yang baru berusia lima belas tahun itu, Parasnya yang sangat cantik, senyumnya yang begitu manis dan juga dengan suaranya yang merdu renyah.
-ooo0dw0ooo Jilid 25 TUBUH Ho tiat tampak ringan sekali, melompat kesana kemari, Akan tetapi kupu2 yang dikejarnya juga sangat gesit, tampaknya memang kupu2 itu tengah mempermainkan gadis cilik tersebut. Setiap kali Ho Tiat mengulurkan tangannya ingin menangkap, maka diwaktu itulah kupu2 itu berkelit dan terbang lebih jauh.
Ho Tiat semakin lama semakin gembira dan penasaran. Sekali-sekali diselingi suara tertawa renyah. Walaupun dia selalu gagal menangkap kupu-kupu itu, tokh dia tidak berputus asa. Dia telah mencobanya terus.
Kwang Tan menyaksikan sigadis masih juga belum berhasil menangkap kupu2 itu, segera menjejakkan kakinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak sekali tubuhnya melesat Begitu Kwang Tan mengibaskan tangannya, seketika kupu-kupu itu telah dapat ditangkapnya.
Ho Tiat memandang terheran-heran dan kaget kepada Kwang Tan. Pertama-tama dia menyaksikan kegesitan pemuda itu, yang bergerak begitu lincah, kemudian dia pun
mengenalinya bahwa pemuda tersebut tidak lain dari Kwang Tan, pemuda yang menjadi sute dari suhunya.
"Kau..." katanya sambil memandang terus kepada Kwang Tan, disaat Kwang Tan mengulurkan tangannya mengangsurkan kupu2 itu kepadanya, sambil tersenyum lebar.
KWANG TAN mengangguk "Ya.,., nona tampaknya cukup letih buat menangkap kupu2 nakal ini, aku telah menolongi menangkapnya dan kau boleh mengambil kupukupu ini !" Sambil berkata begitu,
Kwang Tan telah memberikan kupu-kupu itu kepada sigadis, sedangkan Ho Tiat tidak segera menyambuti kupu2 itu, dia telah memandangi Kwang Tan beberapa saat dan kemudian menggeleng.
"Tidak! Engkau yang telah menangkapnya, maka kupukupu itu menjadi hak dan milikmu, aku tidak mau mengambilnya!" kata Ho Tiat kemudian.
Kwang Tan tersenyum lebar melihat sikap gadis kecil ini, dia telah bilang: "Akh.... nona jangan berkata begitu, aku
hanya sekedar menolongimu buat menangkap kupu-kupu ini.... ambillah!" kata Kwang Tan kemudian.
Namun Ho Tiat tetap saja menggeleng dan tidak mau menerima kupu2 itu.
"Tidak, aku tidak mau ditolong oleh siapapun juga, akupun memang tidak membutuhkan pertolonganmu! Engkau yang menangkap kupu kupu itu, maka telah menjadi milikmu, engkau ambillah buatmu sendiri, Aku bisa menangkap kupu-kupu lainnya!" Sambil berkata begitu, Ho Tiat memutar tubuhnya, dia bermaksud kembali kedalam hutan untuk menemui gurunya.
Kwan Tang heran dan mendongkol juga melihat lagak gadis ini, dia tersinggung karena maksud baiknya telah ditolak sedemikian rupa oleh gadis cilik itu, Namun pemuda ini masih tertawa lebar dan katanya: "Baiklah, jika memang engkau tidak bersedia kutolong, aku pun tidak akan membantumu menangkap kupu-kupu ini, engkau
boleh menangkapnya sendiri! Nah, pergilah kau tangkap lagi!"
Setelah berkata begitu, Kwang Tan melepaskan kupu2 yang berada ditangannya, kupu2nya terbang kembali dengan lincah, kesana-kemari.
Ho Tiat menahan langkah kakinya, dia memandang kepada pemuda itu, kemudian dia menggeleng.
"Aku sudah tidak menginginkan kupu2 itu !" katanya tawar.
"Ihh, mengapa begitu"!" tanya Kwang Tan semakin tidak mengerti akan adat gadis kecil ini. "Engkau telah mengganggu ! Hemm, apakah engkau memandang begitu rendah kepadaku, engkau beranggapan aku sebagai gadis yang tidak punya guna tidak bisa
menangkap kupu-kupu itu, sehingga perlu engkau yang menolongi aku menangkap kupu-kupu itu" Sekarang, kau lihatlah. jika memang aku ingin menangkap kupu-kupu itu, dapat kulakukan dengan mudah ! Tadi memang sengaja aku tidak mau menangkap binatang itu, karena memang kami tengah bermain-main, dan juga memang kupu-kupu itu
tidak ingin kupersakiti ! Kau lihatlah !"
Setelah berkata begitu, tampak sigadis dengan lincah telah melesat. Tubuhnya melompat ketengah udara ringan sekali, waktu mana kupu-kupu itu sesungguhnya telah pergi cukup jauh. Namun dengan gerakan yang sangat gesit sekali, dia berhasil menangkap kupu-kupu itu.
Namun segera dia melepaskannya lagi, dan tubuhnya telah hinggap diatas tanah pula. "Nah, kau lihatlah !" kata Ho Tiat kemudian. "Bukankah jika memang aku menginginkan kupu-kupu itu, aku dapat menangkapnya dengan mudah" Hemm, hemm, justeru memang aku tidak ingin mempersakiti kupu-kupu itu..!"
Dan sambil berkata begitu, sigadis cemberut sehingga dimata Kwang Tan sigadis bertambah cantik saja, manis menawan, dan walaupun dia tengah marah, nada suaranya tetap merdu didengarnya.
"Jangan marah, nona !" kata Kwang Tan kemudian
"Aku tidak marah !" kata Ho Tiat dengan muka tetap cemberut "Mengapa aku harus marah "!" Kwang Tan ditanggapi seperti itu, jadi tergagap juga. jelas memang dia tidak bisa mengatakan gadis itu tengah
marah, Dan juga tampaknya gadis ini yang memiliki perangai aneh, pandai sekali berbicara.
Ho Tiat melihat Kwang Tan berdiam diri saja, dia memutar tubuhnya lagi hendak berlalu.
Kwang Tan kaget melihat gadis itu ingin pergi, cepat2 dia mencegahnya: "Tunggu dulu nona... tunggu dulu !" Ho Tiat menahan langkah kakinya pula dia menoleh kepada Kwang Tan, lalu tanyanya: "Apa yang hendak kau katakan lagi" !"
"Aku... aku...!" Kwang Tan jadi gugup, karena dia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya. Sedangkan Ho Tiat telah berkata dengan suara yang tawar: "Hemm, apakah engkau ingin kuhormati, ingin kupanggil sebagai susiok, karena engkau adalah adik seperguruan dari guruku" Hemm, apakah memang begitu?"
Muka Kwang Tan berobah merah, Memang seharusnya, dalam peraturan pintu perguruan manapun juga, seorang keponakan murid harus bersikap menghormat kepada paman gurunya.
Sikap menghormat itu sudah menjadi kewajiban dan tidak ada tawar menawar, Sikap yang kurang ajar malah akan membuat sang susiok dapat saja menghukumnya menurut peraturan pintu perguruannya.
Tetapi Kwang Tan mana mau dihormati oleh gadis itu berlebihan Malah dia sendiri sesungguhnya tengah mengemban tugas dari gurunya, dimana jika tidak berhasil membuat Ban Tok Kui sadar dan insyaf akan perbuatan salahnya, kembali kejalan yang benar, maka dia harus turun tangan membunuhnya.
Karena dari itu, bagaimana mungkin dia bisa meminta murid dari suhengnya itu untuk melakukan penghormatan kepadanya "
Ho Tiat telah berkata lebih jauh lagi: "Aku tidak bisa lama-lama ditempat ini,
aku harus pergi, jika memang engkau tidak ada kata2 yang hendak kau katakan, aku ingin pergi!" Tampaknya Ho Tiat tidak sabar sekali.
Kwang Tan jadi gelagapan. Yang terpenting baginya adalah dapat bercakap-cakap dengan gadis itu.
"Tunggu dulu, memang ada yang ingin kukatakan kepadamu!" tata Kwang Tan pada akhirnya.
"Ya, katakanlah cemberut.
"Di manakah !" kata Ho Tiat dengan muka yang
Ban Suheng?" tanya Kwang Tan kemudian. "Guruku"!"
"Ya!" mengangguk Kwang Tan.
"Ada apa engkau menanyakan guruku"!" balik tanya Ho Tiat dengan bola matanya yang begitu jeli memandang kepada Kwang Tan, tampaknya dia bercuriga.
"Ada yang hendak kusampaikan padanya..." kata Kwang Tan kemudian. "Hemmmm, apakah engkau memang hendak mengancamnya seperti dulu itu?" tanya Ho Tiat dengan suara yang sinis sekali.
"Bukan... ada yang hendak kukatakan kepadanya!" kata Kwang Tan pula. "Hemm, guruku tidak mau bertemu dengan kau! Kata guruku, kau seorang yang licik dimana engkau telah
memperoleh kasih sayang yang berlebihan dari gurumu, sehingga engkau manja dan memperoleh warisan ilmu yang lebih banyak dari guruku! Tetapi engkau jangan harap dengan memiliki ilmu yang lebih tinggi dari guruku, akan dapat menguasai guruku itu."
Mendengar perkataan Ho Tiat seperti itu, Kwang Tan tertawa, "Bukan itu maksudku !" katanya, "Tetapi yang sesungguhnya aku hendak membicarakan sesuatu yang sangat penting sekali, dimana kami hendak merundingkan sesuatu mengenai pintu perguruan kita."
Ho Tiat memandang ragu, sebagaimana diketahui, Ban Tok Kui bimbang untuk mematuhi janjinya, guna kembali kejalan yang benar dan insap, disamping itu juga memang dia merasa iri dan dengki kepada adik seperguruannya, dia memiliki hati yang jelus, karena adik seperguruannya itu telah menerima kepandaian dan ilmu yang jauh lebih
banyak dari guru mereka, sehingga Ban Tok Kui merasakan gurunya itu memilih kasih dalam mendidik muridnya.
Dengan begitu hal tersebut, mengenai perasaan tidak puasnya terhadap sutenya itu, seringkali diutarakannya kepada muridnya, yaitu Ho Tiat, dan Ho Tiat jadi memiliki perasaan tidak menyukai kepada Kwang Tan.
Apa lagi memang dia pernah menyaksikan betapa Kwang Tan dengan menggunakan kekerasan telah menekan gurunya, memaksa gurunya buat bersumpah. Dengan demikian, menimbulkan sikap antipati yang sangat
mendalam dihati gadis itu.
Kwang Tan sendiripun telah menduganya, bahwa suhengnya itu tentu akan berusaha memojokkannya dimata muridnya. Dengan melihat sikap dari Ho Tiat saja, dia telah mengetahui bahwa Ho Tiat memiliki perasaan tidak senang kepadanya.
Karena dari itu, dia telah berusaha untuk memberikan pengertian kepada keponakan muridnya itu, memang sebenarnya dia bermaksud hendak bertemu dengan suhengnya dan juga dia bermaksud untuk sekali lagi
menasehati suhengnya itu. jika memang suheng nya bersikeras maka diwaktu itu dia akan turun tangan keras buat menghajarnya.
Dan jika memang suhengnya itu tidak mau juga insyaf,
maka dia akan membunuhnya. itu adalah perintah dari guru mereka, Dan inilah pesan terakhir dari guru mereka, Dengan demikian membuat dia harus melaksanakannya. Namun kenyataan yang ada memperlihatkan, tampaknya sulit sekali buat Kwang Tan dapat membujuk suhengnya itu, dengan cara yang baik.
Dimana dia bisa menarik suhengnya yang terlanjur telah menjadi seorang tokoh iblis yang berasal dari golongan hitam itu, karena dari itu, hatinya jadi bimbang sekali waktu melihat sikap yang diperlihatkan Ho Tiat.
Dia juga memikirkan, tentunya Ho Tiat memerlukan sekali bimbingan gurunya
itu. Dan juga, jika sampai suhengnya itu dibunuh, maka berarti akan membuat gadis itu selanjutnya tidak memperoleh petunjuk dari gurunya itu lagi, dan ini berarti akan sangat merugikan gadis kecil itu.
Tetapi, tentu saja pesan terakhir dari gurunya merupakan perintah yang tidak dapat diabaikan dan juga tidak bisa dilalaikan, jika saja memang Ban Tok Kui tidak mau
tersadar dari kekeliruannya, dia harus dibinasakannya. Dan memang Kwang Tan akhirnya mengambil keputusan yang tetap.
Disaat itu terlihat Ho Tiat juga sangat kuatir sekali. Sikap marah dengan muka cemberut seperti itu, hanya untuk melampiaskan perasaan tidak senangnya.
Akan tetapi dihati kecilnya, dia keselamatan gurunya, karena dia Kwang Tan, paman gurunya ini, memang memiliki kepandaian yang berada diatas tingkat kepandaian gurunya.
menguatirkan sekali
mengetahui bahwa sute dari suhunya, Jika saja Kwang Tan bermaksud hendak membinasakan gurunya, Ban Tok Kui akan memperoleh banyak kesulitan, memang buat membunuh Ban Tok Kui tidak akan mudah dilakukan Kwang Tan tetapi jika mereka bertempur, tentu
akan membuat gurunya itu pasti terluka lagi seperti dulu. Kalau hal itu terjadi, tentu dia akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.
Kwang Tan waktu itu telah berkata dengan sabar: "Nona, sesungguhnya aku bermaksud baik pada gurumu! Percayalah, aku sama sekali bukan bermaksud buruk kepada gurumu sekarang kau beritahukanlah kepada
gurumu, bahwa aku ingin bertemu dengannya !"
"Guruku tidak mau bertemu dengan kau lagi !" kata Ho Tiat tambah cemberut: "Jika ada kata2 yang ingin kau katakan, cukup kau beritahukan kepadaku !"
"Tetapi ini adalah urusan pintu perguruan kami, dengan demikian, mana mungkin aku memberitahukan kepadamu?" kata Kwang Tan tetap sabar.
"Aku adalah muridnya, jadi masih terhitung sebagai orang pintu perguruan kita.... maka jika engkau
memberitahukan kepadaku, dan nanti aku yang akan menyampaikannya, kukira itu tidak menyalahi peraturan pintu perguruan kita!"
"Nona...!" benar2 Kwang Tan jadi kikuk dan mendongkol. Karena biar bagaimana dia merasa sigadis ini keterlaluan. Sudah jelas dia adalah susioknya, sudah tidak memperlihatkan sikap menghormat kepada orang yang lebih tinggi tingkat kedudukannya, malah gadis ini telah bersikap seenaknya sendiri.
Mana mungkin dia bisa mengatakannya kepada gadis itu, karena gadis tersebut terhitung merupakan tingkat kedua dari dirinya, dan ini adalah urusan langsung dengan suhengnya urusan yang menyangkut dengan pesan terakhir dari guru mereka.
Dengan sendirinya, Kwang Tan telah mendongkol juga, dia bilang lagi: "Jika memang nona keberatan buat memberitahukan pada gurumu, biarlah aku sendiri yang akan pergi menemuinya...!" setelah berkata begitu. Kwang Tan memperlihatkan sikap seperti juga hendak pergi memasuki hutan itu, untuk mencari sendiri Ban Tok Kui.
Ho Tiat terkejut tiba2 dia melompat dan menghadang didepan Kwang Tan.
"Kau tidak boleh masuk!" katanya, "Kau tidak boleh memasuki hutan itu." "Kenapa?" tanya Kwang Tan sambil mengawasi gadis itu dengan tersenyum sabar. "Mengapa aku tidak boleh memasuki hutan itu?"
"Hemmm, jika memang engkau memasuki hutan itu, aku akan menyerangmu." kata Ho Tiat.
Kwang Tan berpikir, bahwa sikap gadis ini benar2 sangat aneh sekali, kukoay dan juga agak kurang ajar. Tetapi dia masih menahan diri dan telah memandang dengan tetap tersenyum, malah dia telah bilang:
"Jika memang nona mengambil sikap seperti ini, maafkanlah, untuk selanjutnya, akupun tidak bisa menghormatimu.....!"
Muka Ho Tiat memerah, dia mendongkol dan tambah kuatir, Yang membuat dia mendongkol, karena Kwang Tan hendak memasuki hutan itu dan ingin mencari gurunya, walaupun dia telah mencegahnya, tampaknya Kwang Tan sulit dicegah dan mungkin dia akan memaksa masuk kedalam hutan tersebut.
Juga dia berkuatir karena jika untuk masuk kedalam memang Kwang Tan hutan, pasti dia tidak memaksa berdaya buat menahannya biarpun dia mengeluarkan seluruh ilmu silat yang dimilikinya, tidak nanti dia bisa menghadapi dan menandingi kepandaian susioknya itu. Karena dari itu, dia telah memandang dengan sorot mata yang tajam ragu2, namun tekadnya telah bulat, walaupun bagaimana, dia harus menahan Kwang Tan agar sang susiok ini tidak memasuki hutan itu buat mencari Ban Tok Kui, gurunya.
"Jika memang engkau tetap tidak mau pergi dari tempat ini, aku akan menyerang mu, biarlah aku akan mengadu jiwa denganmu!" seru Ho Tiat pada akhirnya dengan nekad.
"Hhhmmmm, jika begitu, berarti engkau sudah tidak mematuhi dan mentaati akan peraturan didalam pintu perguruan kita." kata Kwang Tan pada akhirnya sambil memperlihatkan sikap bersungguh2. "Dan engkau, sebagai keponakan murid, berani bersikap seperti ini dihadapan susiokmu !"
"Tetapi engkau sendiri yang memaksa aku bertindak seperti ini. Aku sudah mengatakan bahwa guruku tidak bersedia bertemu denganmu akan tetapi engkau tetap memaksa. Dengan demikian, jelas engkau memang hendak mencari gara2 dengan guruku, dan engkau sendiri yang
akan bertindak se-wenang2, karena engkau mengetahui bahwa guruku itu tidak bisa menandingimu, dan engkau hendak memaksanya terus agar dia menuruti akan perintah dan kehendakmu."
Kwang Tan tersenyum,
"Semua ini bukan atas kehendakku, tapi adalah pesan dari sucouw (kakek guru)mu, guru kami yang telah meninggalkan pesan dan perintah ini, dengan demikian, aku harus melaksanakan perintah suhuku sebaik2nya. Nah, nona manis, jika memang engkau tidak mau juga menyingkir biarlah aku akan memaksa untuk masuk
kedalam hutan itu,
jika memang engkau tetap tidak memperbolehkan aku untuk bertemu dengan gurumu, maka biarlah aku akan memaksa dengan kekerasan." Muka gadis itu berobah memerah, dia berkata: "Engkau tidak tahu malu! Sudah kukatakan berulang kali bahwa guruku tidak mau bertemu dengan engkau, tetapi kenyataan engkau tetap memaksa. sungguh tidak tahu malu !
Hemmm, sungguh tidak tahu malu ! Aku benci padamu !" teriak sigadis kemudian dengan suara yang berang.
Kwang Tan tersenyum melihat lagak gadis itu, dia telah bilang: "Biarlah nona membenciku karena aku walau bagaimana harus melaksanakan perintah guruku ! Nah, aku
mohon dengan hormat, agar nona menyingkir karena jika masih tidak mau menyingkir membuka jalan buatku, aku akan memaksa untuk masuk kedalam hutan itu !" Sambil berkata begitu, tampak Kwang Tan bersiap-siap akan menerobos.
Tetapi Ho Tiat yang jadi keselamatan gurunya, karena semakin berkuatir untuk dia berpikir jika sampai
Kwang Tan telah sempat memasuki hutan itu dan bertemu dengan gurunya, tentu mereka akan bertempur.
Dan Ho Tiat kuatir kalau-kalau gurunya nanti terluka atau terbinasa ditangan Kwang Tan, Dengan disertai suara erangan marah, dimana dia telah membentak nyaring sekali, dan muka merah padam karena marah, tampak Ho Tiat telah menerjang kepada Kwang Tan, dia menghantam dengan tangan kanannya, sehingga kepalan tangannya yang kecil mulus itu meluncur kearah muka Kwang Tan.
Sedangkan Kwang Tan tersenyum mengawasi datangnya serangan dari sigadis, dia telah memiringkan kepalanya, maka dia berhasil berkelit dari pukulan tangan Ho Tiat. Malah, berbareng tubuhnya tahu2 telah melesat disamping
tubuh sigadis, dia telah melewati gadis tersebut gesit sekali dia telah meninggalkan sigadis.
Ho Tiat kaget tidak terkira waktu memperoleh kenyataan Kwang Tan telah menerobos penjagaannya, dimana tampak Kwang Tan telah berkelebat melewati sisi samping
dirinya, Baru saja dia hendak memutar tubuhnya untuk menyerang lagi, diwaktu itu tampak Kwang Tan telah tertawa dan berkata: "Selamat tinggal nona manis sampai bertemu lagi!"
Ho Tiat melihat tubuh Kwang Tan berkelebat dengan cepat sekali memasuki hutan itu. Dia jadi tambah kuatir dan nekad, dia berteriak "Aku benci! Aku benci kepadamu... akan kubunuh kau!" Dan gadis itu telah mengejarnya.
Tetapi Kwang Tan bergerak cepat sekali, dalam waktu yang singkat Kwang Tan telah meninggalkan gadis itu
cukup jauh. Ho Tiat mengejar dengan sekuat tenaga, tetapi tidak berhasil, sebab waktu itu tubuh Kwang Tan berkelebat sangat lincah, sehingga dia telah meninggalkan gadis itu
Laron Pengisap Darah 8 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Istana Yang Suram 7

Cari Blog Ini