Ceritasilat Novel Online

Pendekar Guntur 16

Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 16


jauh sekali. Dalam keadaan seperti itu terlihat betapapun juga Kwang Tan memang berusaha tidak mau melayani gadis kecil itu.
Sedangkan Kwang Tan sendiri setelah berlari menerobos masuk kedalam hutan, akhirnya melihat seseorang yang
tengah duduk menyender dibawah sebatang pohon, dengan sepasang mata terpejamkan. Dia juga mengenali bahwa orang itu tidak lain dari Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui waktu itu tengah memejamkan matanya, dia memang tengah beristirahat Dan membiarkan muridnya
pergi main-main untuk menangkap kupu-kupu. Diwaktu itulah Kwang Tan telah memangginya. "Ban Suheng.."
Panggilan Kwang Tan itu membuat Ban Tok Kui menoleh sambil membuka matanya, dia terkejut melihat diri Kwang Tan tahu-tahu telah berada disisinya.
Dan dia memandang sekelilingnya, dia tidak melihat muridnya, entah Ho Tiat berada dimana, Gesit sekali Ban Tok Kui melompat berdiri.
"Hemm, engkau Sute"!" katanya kemudian dengan suara yang tawar.
"Ya....!" menyahuti Kwang Tan. Dan dia telah merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat kepada suhengnya itu. "Apakah selama ini suheng baik-baik saja, bukan"!"
Waktu itu terlihat Ban To Kui telah memiliki perasaan tidak enak, karena dia menyadari, tentunya sutenya ini datang buat mendesaknya2 lagi. Dia telah memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Baik! Dan, apa yang hendak kau sampaikan kepadaku dengan kedatanganmu yang demikian tiba-tiba" Tentunya engkau memiliki urusan, sehingga engkau mencariku"!"
Kwang Tan mengangguk "Ya... memang ada sesuatu yang hendak sute tanyakan kepadamu, suheng...!" jawab Kwang Tan.
"Apa itu"!" tanya Ban Tok Kui sambil mengawasi Kwang Tan dengan tajam, dan juga dalam keadaan bersiap siaga, untuk sewaktu-waktu menerima sutenya ini.
"Katakanlah...! Apa yang hendak kepadaku"!"
serangan dari kau tanyakan Kwang Tan tidak segera menyahuti, dia mengawasi suhengnya itu. Dia memperoleh kenyataan bahwa suhengnya dingin tidak memperlihatkan perasaan apapun juga, tawar sekali, malah dilihat dari sikapnya itu, tampaknya dia memang tengah berwaspada untuk bertempur,
Karenanya telah membuat Kwang Tan juga bersiap-siap, suhengnya ini memiliki tangan yang sangat beracun sekali, juga memang ilmu silatnya liehay, Dia akhirnya menyahuti: "Yang hendak sute tanyakan adalah mengenai tujuh orangorang Bengkauw, yang konon menurut cerita mereka, yang
melukai mereka tidak lain dari suheng, apakah yang mereka ceritakan itu benar adanya"!"
Ban Tok Kui mengangguk segera, dia tidak tampak ragu, karena memang dia telah menduga sebelumnya, bahwa yang akan ditanyakan oleh Kwang Tan tentu ketujuh orang Bengkauw yang telah dilukainya itu.
"Sedikitpun memang tidak salah! Benar, aku yang telah melukainya.... dan sekarang, apa yang kau kehendaki" Aku memang yang telah melukainya...!"
Kwang Tan tetap memperlihatkan sikap sabar, dia bilang: "Dan seperti yang telah suheng janjikan, justeru suheng tidak akan sembarangan melukai orang, Namun kenyataannya yang ada justeru lain, dimana suheng telah melukai ketujuh orang Bengkauw. Tahukah suheng, bahwa Bengkauw tengah berjuang dengan gigih buat menghadapi
pasukan tentara kerajaan, guna membela rakyat yang tertindas! Hemm, dengan dilukainya ketujuh orang Bengkauw itu, berarti Bengkauw telah kekurangan tujuh tenaga yang mungkin bisa membuat Bengkauw lebih kuat.,.,!"
"Tetapi mereka itu orang2 kurang ajar!" kata Ban Tok Kui dengan suara yang tawar.
"Orang-orang kurang ajar" Apa maksud suheng!?" tanya Kwang Tan kemudian.
"Mereka berusaha menggangguku! Sesungguhnya, ketika bertemu dengan hendak berlalu berpapasan muka dengan mereka. mereka, aku telah
mengajak Tiat-jie, memutar tubuh dan muridku, agar tidak Namun justeru mereka itu yang telah mengejarku, dan juga telah mengatakan beberapa patah perkataan yang
sangat kurang ajar sekali, dimana mereka juga bersikap terlalu menghina diriku, Apakah dengan begitu, aku tidak pantas jika menghajar mereka, agar dilain waktu mereka tidak berlaku kurang ajar pula" Dan engkau tidak boleh selalu memberatkan diriku saja.
Ingat, aku adalah suhengmu ! Dan tentu saja, apa yang telah kujanjikan, akan kulakukan dengan sebaik-baiknya tetapi, jika memang engkau terlalu mendesak, hemm, hemm, tentu saja aku tidak bersedia melaksanakannya, karena aku tidak mau dikendalikan oleh kau!
Dan juga, jika memang engkau belum mengetahui aku akan memberitahukannya, bahwa tidak semua orang Bengkauw itu terhormat dan lebih baik dari diriku, karena diantara mereka justeru terdapat banyak sekali yang memiliki jiwa yang kotor dan rendah !
Tahukah engkau, apa maksud ketujuh orang Bengkauw itu berusaha menahan diriku, dengan alasan mereka sebagai orang Bengkauw, maka mereka hendak memeriksa diriku dan muridku "Mereka tergiur melihat muridku maka mereka mencari-cari alasan belaka !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu berkata seperti itu, tampak Ban Tok Kui tengah diliputi penasaran dan murka.
Kwang Tan tersenyum. "Tetapi, jika memang mulut ketujuh orang Bengkauw itu kurang ajar dan bersikap tidak baik pada suheng, tidak semestinya pula mereka itu dilukai dengan mempergunakan
racun yang bekerja hebat... bukankah cukup jika memang suheng mengajar adat pada mereka secukupnya saja, tanpa perlu mempergunakan racun !"
Mendengar Kwang Tan membela ke tujuh orang Bengkauw yang telah dilukainya, hati Ban Tok Kui semakin tidak enak, dia telah bilang: "Memang biar bagaimana diantara kita berdua tidak mungkin terdapat kecocokan, engkau tentunya akan tetap mengotot dan bersikeras buat membela orang-orang Bengkauw.
Karena, apa yang kudengar selama ini, justeru engkau telah diangkat dan menjadi Tabib resmi di Bengkauw ! Tetapi semua peristiwa yang terjadi pada orang-orang Bengkauw itu, tidak bisa engkau campur baurkan dengan urusan kita !
Kita memang memiliki urusan, tetapi urusan itu adalah urusan didalam pintu perguruan kita ! jika memang engkau menghendaki agar aku kembali kejalan yang baik, tentunya engkaupun harus memperhatikan sikap dan sepak terjangku dari segala sudut, jangan begitu aku melukai seseorang, segera engkau menuduh aku yang selalu mencari gara2 pada mereka !
Hemm, didalam hal ini jelas bahwa engkau selalu berat sebelah dan sengaja ingin menekanku! Terus terang saja, jika memang engkau pun keberatan buat memberikan kauwhoatmu kepadaku itupun tidak menjadi persoalan. aku tidak akan memaksanya.
Dan juga, jika engkau tidak bersedia untuk membiarkan aku hidup terus, baiklah! Aku akan mempergunakan seluruh kemampuanku mari kita mengadu ilmu dan kekuatan, aku ingin melihat sampai berapa jauh kepandaian yang kau miliki...!"
Setelah berkata begitu, tampak Ban Tok Kui bersiap-siap, dia menantang dengan muka yang merah padam. Kwang Tan menggelengkan kepalanya, dia bilang: "Suheng jangan salah paham, walaupun bagaimana sute bermaksud baik, karena sute menghendaki agar suheng
kembali kejalan
yang benar, meninggalkan lembaran hitammu, jika memang suheng masih bersikeras dan juga dengan sikap suheng yang bengis dan tangan suheng yang beracun, maka terpaksa sute harus mematuhi dan melaksanakan perintah suhu karena biar bagaimana, keselamatan umum yang dipentingkan."
Dan sambil berkata begitu, Kwang Tan memandang tajam sekali kepada suhengnya. Sebelum Ban Tok Kui sempat menyahuti diwaktu itu tampak Ho Tiat tengah berlari2 menghampiri kepada
mereka, Malah dari jauh Ho Tiat telah berseru: "Suhu, biarlah aku yang menghajar dia." Dan begitu tiba didekat gurunya, memang benar2 Ho Tiat telah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya dengan ringan sekali mencelat ketengah udara, dimana sepasang tangannya telah digerakkan, dia telah menghantam kuat sekali kepada Kwang Tan dengan mempergunakan seluruh kekuatan yang ada padanya.
Namun Kwang Tan mana memandang sebelah mata pada serangan gadis cilik itu. Karena kepandaian Ho Tiat memang belum seberapa, dan juga tenaga dalamnya juga belum terlatih mahir. Maka Kwang Tan telah berdiam diri
saja, dia tidak berusaha berkelit, dia membiarkan dadanya dihantam oleh kepalan tangan Ho Tiat yang putih mulus dan berukuran kecil.
Diwaktu itu Ban Tok Kui hendak menahan keinginan muridnya menyerang Kwang Tan. Namun terlambat.
Kepalan tangan Ho Tiat telah menghantam kuat dada Kwang Tan. sedangkan Kwang Tan sama sekali tidak berusaha menghindar dan mengelak. Diwaktu itulah terdengar suara, "Bukkkk!!" dan tampak gadis kecil itu menarik kaget tangannya, dia menjerit:
"Aduhhhh!" kesakitan, karena kepalan tangannya telah menghantam dada Kwang Tan yang dirasakannya sangat kuat dan keras melebihi baja, sehingga tenaga pukulannya itu seperti juga mental kembali kepadanya, membuat dia kesakitan bukan main.
Dalam keadaan seperti itu, Kwang Tan rupanya telah
mengerahkan tenaga dalamnya, menyalurkan sinkangnya melindungi dadanya dan dia telah membuat dadanya itu jadi terlindung dari hantaman kepalan tangan sigadis kecil tersebut, dimana dia membiarkan sigadis kecil itu menghantam dadanya.
Dengan demikian telah membuat kepalan tangan dari Ho Tiat yang mengenai dadanya jadi sakit luar biasa. Ternyata kepalan bengkak. Dan Ban melompat kedekat muridnya untuk memeriksa kepalan
tangan muridnya yang memerah bengkak itu.
"Hem, engkau sendiri terhadap seorang gadis kecil yang tidak berdaya, telah melayani dengan kejam seperti ini!" mendesis Ban Tok Kui dengan suara mengandung kegusaran.
tangan Ho Tiat telah memerah
Tok Kui tidak tinggal diam, dia Memang Ban Tok Kui sangat memanjakan sekali muridnya, dia sangat sangat sayang pada Ho Tiat, Dengan demikian, hatinya sakit sekali melihat tangan Ho Tiat membengkak seperti itu.
Karenanya, diapun telah bertekad, jika memang keadaan memaksa, dia akan mengadu jiwa dengan sutenya, yang usianya masih begitu muda.
Dan yakin, biarpun kepandaian Kwang Tan lebih tinggi dari kepandaiannya, akan tetapi pengalaman bagi sutenya masih lebih sedikit, dan dia menang pengalaman, maka dia yakin, jika saja dia mempergunakan seluruh kepandaiannya
buat mengadu jiwa, tentu dia akan dapat menghadapi sutenya itu.
Dan jika memang dia terluka, tentu sutenya itu sedikitnya akan terluka juga, Karena dari itu Ban Tok Kui telah bersiap2 buat menyerang.
Kwang Tan telah berkata dengan sikap menyesali "Maafkanlah suheng, aku tidak menyangka akan berakibat begitu hebat.."
Sambil berkata begitu, tampak Kwang Tan telah mengeluarkan
semacam obat bungkusan obatnya, dia mengambil
yang diangsurkan kepada suhengnya, katanya lagi: "Borehkan obat ini kepada kepalan tangannya, tentu akan hilang rasa sakitnya !"
Ban Tok Kui dengan muka merah padam tidak mau menyambuti obat itu, dia hanya menguruti per-lahan2 jalan darah dikepalan tangan Ho Tiat, kemudian tanyanya: "Apakah rasa sakit telah berkurang "!"
Ho Tiat meringis saja dan mengangguk perlahan, juga air matanya sudah tidak bisa dibendungnya. Diwaktu itulah
dia telah berkata dengan suara yang mengandung kekuatiran buat gurunya,
"Suhu harus hati2 menghadapi dia." Ban Tok Kui mengangguk, dan dia berhenti menguruti kepalan tangan muridnya, tahu2, dalam keadaan masih berjongkok tubuhnya melesat sangat cepat kearah Kwang
Tan, dan dia telah menghantam dengan tangan kanannya.
Apa yang dilakukannya itu memang sangat cepat luar biasa dan juga jarak mereka dekat sekali.
Kwang Tan merasakan sambaran angin serangan yang dahsyat dari kepalan tangan suhengnya, dia telah berseru nyaring, kemudian mengelak dengan segera. Gerakan tubuhnya begitu cepat sekali, dia memang berhasil mengelakkan serangan dari suhengnya, namun dia tidak membalas menyerang.
Sedangkan Ban Tok Kui yang gagal dengan terjangannya, tahu2 telah memutar tubuhnya, dimana dia lelah menyerang lagi lebih dahsyat, sekarang dia dalam keadaan berdiri tegak, serangan yang dilakukannya memang sangat luar biasa sekali.
"Bukkk!" dia telah menghantam lengan Kwang Tan. Memang diwaktu itu, karena cepatnya datang serangan Ban Tok Kui, dan juga Kwang Tan tengah menguatirkan kepalan tangan Ho Tiat, dimana dia masih mencekal obat yang hendak diberikannya kepada gadis itu, membuat
gerakannya berayal dan
dia tidak bisa menghindarkan serangan tangan Ban Tok Kui lengan nya telah terhajar, menimbulkan rasa sakit yang bukan main, kulit tangannya itu juga telah membengkak, karena terkena racun.
Tetapi Kwang Tan tidak rubuh, dia hanya memutar tubuhnya menyingkir kesamping, mencegah jangan sampai Ban Tok Kui mempergunakan kesempatan tersebut membarengi dengan serangan susulannya.
Sedangkan Ban Tok Kui yang melihat serangannya itu berhasil, cepat sekali menyusuli dengan hantaman berikutnya. Dia telah menyerang dengan kuat sekali.
Dalam keadaan seperti itu, dia semakin bersemangat, dan juga setiap serangannya itu disertai dengan lwekang yang dahsyat, sehingga pada kulit telapak tangannya itu tampak memerah mengandung racun, dan sinar hijau menunjukkan bahwa racun yang mengendap pada telapak tangannya itu merupakan racun yang sangat dahsyat.
Beruntun Kwang Tan berkelit dari serangan suhengnya, sejauh itu Kwang Tan tidak membalas menyerang, dia hanya berseru berulang kali, teriaknya:
"Suheng, hentikanlah, jangan memaksa aku turun tangan."
Namun Ban Tok Kui tidak mengacuhkan
Kwang Tan, malah dia telah menyerang terus
teriakan semakin
dahsyat, akhirnya, waktu Kwang Tan merasakan napasnya itu sesak dan hawa racun yang amis semakin menguasai
pernapasannya Kwang Tan tak bisa berdiam diri terus hanya berkelit dan mengelak belaka. Maka setelah lewat beberapa jurus lagi, Kwang Tan merobah cara bersilatnya, dimana dia beberapa kali balas menyerang.
Serangan balasan yang dilakukan oleh Kwang Tan bukan serangan sembarangan, karena dia lelah menyerang dengan jurus jurus ilmu pukulan Guntur.
Kwang Tan telah memperoleh petunjuk langsung dari Thio Sam Hong, dan juga petunjuk dari Thio Bu Kie, dengan demikian membuat dia memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Sekarang dia menyerang dengan bersungguh-sungguh, sehingga membuat dia dapat mendesak Ban Tok Kui setelah lewat beberapa jurus kemudian.
Namun Ban Tok Kui juga berlaku nekad, dia berulang kali telah menyerang dengan hebat, seperti sudah tidak memikirkan keselamatan dirinya, karena memang
tampaknya dia hendak terluka bersama dengan lawannya.
Karena dari itu, setiap kali dia berkelit atau mengelak dari serangan Kwang Tan, dia selalu membalas menyerang lagi dengan dahsyat.
Dengan demikian, kedua kakak adik seperguruan itu telah bertempur dengan hebat sekali. Dan juga tampaknya mereka benar2 memiliki kepandaian yang sama tinggi. Jika saja Kwang Tan memiliki kepandaian yang lebih banyak dibandingkan dengan Ban Tok Kui tetapi bicara soal pengalaman justeru Kwang Tan masih berada dibawah
kakak seperguruannya itu, membuat mereka jadi memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Diwaktu hu Kwang Tan juga melihat kenekatan dan kakak seperguruannya itu, dia mengempos semangatnya. Sedapat mungkin sesungguhnya dia tidak mau melukai
kakak seperguruannya, akan tetapi justeru setiap serangan yang dilakukan oleh Ban Tok Kui memaksa dia harus mempergunakan ilmu andalannya.
Dengan demikian Kwang Tan pada saat itu telah mempergunakan seluruh sinkang yang dimilikinya dia telah membuat beberapa tempat yang terkena serangannya menjadi hangus juga, telah dua batang pohon yang terkena hantaman Kwang Tan yang menjadi hangus serta tumbang.
Ho Tiat menyaksikan dari pinggir jalan pertempuran itu, dia seperti juga telah melupakan rasa sakit pada pergelangan tangan dan kepalan tangannya. Dia memandang dengan penuh kekuatiran karena dia kuatir sekali akan keselamatan gurunya.
Untuk membantui, tentu saja kemampuan, karena memang dia dia tidak memiliki memiliki kepandaian yang tidak seberapa, maka dia hanya menyaksikan saja jalannya pertempuran tersebut, dimana dia bertekad
didalam hatinya, jika gurunya terluka dan dirubuhkan oleh Kwang Tan, maka gadis kecil inipun akan mengadu jiwa dengan Kwan Tan.
Sesungguhnya, di dasar hati sigadis telah terdapat perasaan kagum pada Kwang Tan. Dia melihat usia Kwang Tan yang begitu muda, namun memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Juga Kwang Tan merupakan seorang pemuda yang tampan gagah, dengan demikian, dia merasa kagum pada susioknya.
Akan tetapi justeru karena gurunya selalu didesak oleh Kwang Tan, telah timbul juga rasa bencinya. Dan rasa benci itu meluap sedemikian rupa, karena memang dia tidak berdaya buat menolongi gurunya.
Sedangkan waktu itu Ban Tok Kui merasakan napasnya memburu keras sekali, dia telah berusaha untuk menyalurkan tenaga dalam buat mengatur jalan pernapasannya, Akan tetap saja tidak berhasil, karena dia terus juga terdesak dengan hebat.
Malah diwaktu itu juga terlihat nyata sekali, bahwa tidak lama lagi, jika keadaan seperti itu berlangsung terus, tentu dia akan kena dirubuhkan menyadari dirinya terancam dengan segera dia mengerahkan dan mengempos seluruh tenaga lwekang nya dan diapun mengeluarkan jurus2 ilmu simpanannya.
oleh Kwang Tan. Karena
kena dirubuhkan sutenya, Memang diwaktu itu Ban Tok Kui telah melancarkan serangan2 yang mengajak adu jiwa pada lawannya. Dia akan merasa puas, biarpun dia dilukai oleh adik seperguruannya itu, asal dia dapat membunuh adik seperguruannya.
Kwang Tan sendiri semula bertempur dengan hati ragu2, dia masih selalu berseru. "Suheng, engkau terlalu memaksa diriku, aku telah mengajak engkau untuk kembali kejalan yang lurus, ternyata memang engkau lebih ingin memilih jalan yang sesat, memaksa aku harus melaksanakan
perintah Suhu, apakah engkau
benar2 sudah tidak bisa merobah keputusanmu itu" Atau memang hatimu sudah keras membatu "!" Tetapi seruan dari Kwang Tan tidak ditanggapi oleh Ban Tok Kui. Selalu saja, jika Kwang Tan tengah ber seru2 seperti itu tampak Ban Tok Kui malah menyerangnya semakin hebat.
Dengan demikian membuat Ban
mendesak sementara pada lawannya.
Tok Kui dapat Akhirnya setelah
memperoleh kenyataan Ban Tok Kui tidak bisa dibujuknya, tampak Kwang Tan telah mengerahkan tenaga sinkangnya,
dia telah mengeluarkan jurus2 terhebat dari pukulan Gunturnya, sehingga dari kedua tangan Kwang Tan telah mengalir kekuatan tenaga dalam yang luar biasa hebatnya, juga sangat panas sekali.
Begitu Kwang Tan mempergunakan jurus2 pukulan Gunturnya yang terhebat, maka Ban Tok Kui jadi tambah terdesak, dia seperti sudah tidak berdaya untuk balas menyerang karena dia selain hanya berkelit kesana-kemari, dan dia juga tidak bisa maju terlalu dekat pada Kwang Tan, disebabkan hawa panas yang luar biasa selalu meluncur keluar dari telapak tangan Kwang Tan.
Ho Tiat melihat keadaan gurunya seperti itu, jadi tambah kuatir Akhirnya dia telah berseru : "Suhu, menyingkir saja!" Tetapi teriakan Ho Tiat mana bisa didengar lagi oleh Ban Tok Kui yang tengah sibuk untuk melayani serangan2 yang dilakukan Kwang Tan.
Dia tampak mulai gugup, karena terdesak semakin hebat, Diwaktu itu juga tampak jelas sekali, bahwa napas Ban Tok Kui memburu keras, disekujur tubuhnya mengalir keringat yang membasahi bajunya. Dia juga tidak selincah tadi lagi.
Kwang Tan sendiri, semakin lama bertempur semakin bersemangat. Memang dia kalah pengalaman dibandingkan dengan suhengnya itu, namun tokh dia memiliki ilmu silat yang sengaja diciptakan oleh guru mereka, buat menindih ilmu silat yang dimiliki Ban Tok Kui.
Hal itu disebabkan guru Kwang Tan yakin suatu saat justeru Kwang Tan akan bertempur hebat sekali dengan Ban Tok Kui. Maka guru mereka telah mempelajari seluruh ilmu yang pernah diwariskan kepada Ban Tok Kui.
Dia telah menciptakan ilmu silat baru, buat menindih seluruh kelemahan dari ilmu silat yang pernah
diwariskannya kepada Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui sendiri yang semakin lama semakin terdesak sehingga boleh dibilang dia sulit sekali bernapas, jadi kalap. Namun dalam kekalapannya itu, dia tidak berdaya buat balas menyerang sedangkan untuk berkelit
atau mengelak dari setiap serangan yang dilakukan Kwang Tan saja, dia sudah sibuk bukan main.
Dengan demikian membuat Ban Tok Kui berulang kali mengeluarkan seruan tertahan, karena beberapa kali dia hampir terhantam telak oleh Pukulan Guntur Kwang Tan.
Waktu pertempuran itu tengah berlangsung terus selama beberapa puluh jurus lagi, terlihat Kwang Tan masih merasa belas kasihan kepada suhengnya, tegurnya sambil menghantam dengan tangan kanannya: "Apakah engkau tetap tidak mau mematuhi perintah terakhir dari suhu"!" tanyanya.
Ban Tok Kui tidak menyahuti. Dalam kalapnya, dia telah menyalurkan seluruh tenaga dalam dan racun yang terhebatnya pada kedua telapak tangannya.
Serangan yang kali ini dilakukan oleh Ban Tok Kui memang luar biasa. Angin terangan itu menyiarkan bau
amis yang bukan main, Kwang Tan tidak mau mengadu kekerasan dengan lawannya, karena dia menyadari telapak tangan suhengnya ini memang beracun.
Jika sampai telapak tangan mereka saling sentuh, sedangkan diwaktu itu suhengnya tengah mengerahkan
seluruh racun ditelapak tangannya, tentu saja membuat dia yang akan menderita kerugian, itulah sebabnya Kwang Tan telah mengelak kanannya telah Menghanguskan sambil membarengi dengan tangan menghantam dengan jurus "Guntur
Bumi" maka sepasang tangannya telak sekali telah menghantam punggung Ban Tok kui. "Bukkk....!" kuat sekali punggung Ban-Tok Kui kena dihantamnya, dan hantaman itu telah membuat Ban Tok Kui terhuyung beberapa langkah kedepan, dia juga telah mengeluarkan seruan kesakitan.
Tampak dia berusaha mengempos semangatnya untuk membendung hawa panas pada punggung yang telah hangus itu, namun dia tidak berhasil karena dia terguling juga.
Menyaksikan keadaan mengeluarkan seruan dan gurunya seperti itu Ho Tiat menangis, dia memburu dan memeluk tubuh gurunya, sambil sesambatan. Kwang Tan berdiri ditempatnya dengan sikap menyesal, karena dia telah menurunkan tangan begitu keras kepada suhengnya. Dia benar-benar terpaksa sekali.
Ho Tiat setelah menangis sekian lama, akhirnya telah mengangkat kepalanya, dia memandang kepada Kwang Tan dengan sepasang mata digenangi air mata, mengandung kebencian yang sangat.
"Manusia keji.... terhadap suhengmu sendiri engkau telah menurunkan tangan demikian telengas, manusia tidak tahu malu!" memaki Ho Tiat diantara isak tangisnya.
Ban Tok Kui mengerang menahan sakit, dia memejamkan matanya, berulang kali dia masih berusaha menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya, namun dia gagal, tetap saja, jantungnya telah ikut hangus sebagian akibat dari gempuran yang dilakukan Kwang Tan tadi, sehingga
keadaan Ban Tok Kui waktu itu sangat parah sekali, karena dia telah terluka didalam yang tidak ringan.
"Suhu !" memanggil HoTiat berulang kali diantara isak tangisnya.
Ban Tok Kui hanya mengerang saja. Dikala itu terlihat Ho Tiat telah menggoyang2kan tubuh gurunya, dia melihat sepasang mata gurunya dipejamkan dan dari mulutnya terdengar suara rintihan yang perlahan.
"Suhu... apakah lukamu sangat berat sekali ?" tanya Ho Tiat pula. Ban Tok Kui tidak menyahuti dan hanya mengerang saja, Diwaktu itulah terlihat Ho Tiat jadi kalap, Setelah tidak memperoleh jawaban dari gurunya, dia tahu2 telah berdiri, kemudian menghampiri Kwang Tan, dengan
sepasang mata digenangi air mata, dia telah berkata dengan suara berang mengandung kemarahan yang sangat: "Engkau manusia keji, manusia yang tidak memiliki perikemanusian...terhadap suhengmu sendiri, engkau telah menurunkan mengatakan tangan demikian keji, engkau selalu
bahwa suhengmu bertangan telengas, tetapi sekarang engkau sendiri, memiliki tangan yang jauh lebih telengas lagi..!"
Kwang Tan berdiam diri saja, dia tidak melayani cacian sigadis kecil itu. Sedangkan Ho Tiat telah menghampiri Kwang Tan, kemudian dengan mempergunakan kedua kepalan
tangannya buat memukuli dada Kwang Tan, dengan sekuat tenaganya.
Kwang Tan tetap tidak berkelit, dia tidak menghindar dari pukulan kedua kepalan tangan Ho Tiat, Dia membiarkan kepalan tangan gadis itu memukuli dadanya,
sehingga terdengar suara yang nyaring: "Buk...buk...buk...." berulang kali, dan dia tetap saja berdiam diri, seperti tidak merasa sakit pada dadanya.
Justeru sebaliknya, Ho Tiat yang setelah memukuli sekian lama, akhirnya menjerit-jerit kesakitan, karena kedua kepalan tangannya telah membengkak merah dan mendatangkan rasa sakit yang bukan main hebatnya .. rupanya waktu Ho Tiat memukuli dadanya, dan Kwang Tan hanya mengerahkan tenaga dalamnya melindungi dadanya, dan tenaga dalamnya itu telah membuat pukulan
dari kedua kepalan tangan Ho Tiat selalu mental balik. Karena Ho Tiat telah memukul dengan sekuat tenaganya, maka hebat juga mentalnya tenaga berbalik itu.
Perlu diketahui, dengan cara melindungi dadanya melapisi dengan tenaga
dalamnya, jika seorang lawan menyerang Kwang Tan semakin kuat tenaga pukulannya, maka tenaga membaliknya akan sama kuatnya, jika dipukul perlahan, tenaga membalik itupun akan perlahan pula, itulah sebabnya, mengapa Ho Tiat jadi bengkak kedua kepalan tangannya.
Dia dalam kalapnya memukuli Kwang Tan dengan kedua kepalan tangannya sekuat tenaga, dia juga tengah kalap, sehingga dia tidak merasa sakit pada pukulan2 pertama.
Tetapi setelah menghantam sekian lama, disaat dia menyudahi pukulannya itu, justeru dia merasakan kepalan tangannya itu sakit bukan main, karena membengkak merah dan besar, Dan gadis itu menangis kesakitan.
Kwang Tan menghela napas.
"Jika kau mau meminta dengan hormat kepadaku obat untuk melenyapkan rasa sakit itu, aku akan memberikannya !" kata Kwang Tan kemudian.
Tetapi Ho Tiat benar2 sangat keras hati, biarpun dia merasakan kedua kepalan tangannya itu sakit bukan main, tokh dia tidak mau memohon untuk diberikan obat dari Kwang Tan Dia hanya merintih dan menangis kesakitan.
Diwaktu itu Kwang Tan telah menghampiri dan berkata lagi dengan suara yang sabar: "Apakah engkau tetap tidak mau meminta obat penyembuh kepalan tanganmu itu agar tidak mendatangkan rasa sakit seperti itu"!"
Ho Tiat tetap tidak menyahut, dia hanya menangis menahan sakit. Sesungguhnya, keadaan kedua kepalan tangan Ho Tiat dapat disembuhkan dengan segera oleh Kwang Tan. Jika memang Kwang Tan memberikan obat kepada sigadis, maka rasa sakit itu akan lenyap.
Dan bengkak kedua kepalan tangan itu akan lenyap jika saja Kwang Tan mengurutnya pada jalan-jalan darah tertentu dikepalan tangan itu.
Namun justeru Ho Tiat benar2 keras hati, biarpun dia merasakan kesakitan yang sangat, tetap saja dia tidak mau memohon untuk diberikan obat pelenyap sakit dari Kwang Tan.
Dengan demikian, sengaja juga Kwang Tan tidak mau dulu memberikan obat pelenyap sakit itu,
Kwang Tan telah menghampiri suhengnya yang masih rebah ditanah dalam keadaan setengah pingsan, dimana ia berada dalam keadaan sadar dan tidak.
Setelah mengawasi sekian lama, Kwang Tan berjongkok disampingnya.
"Suheng....!" panggilnya perlahan.
Ban Tok Kui membuka matanya, dia melihat bahwa disampingnya berjongkok Kwang Tan. Dia mengerang perlahan dan memejamkan matanya pula.
"Sungguh menyesal sekali aku harus menurunkan tangan demikian merobah keras kepada suheng, apakah suheng telah keputusanmu dan akan mematuhi perintah
terakhir Insu "!" tanya Kwang Tan lagi.
Ban Tok Kui tetap memejamkan matanya, dia tidak menyahut, hanya mengerang saja. Sampai akhirnya dia telah membuka pula matanya, dia memandangi Kwang Tan beberapa saat dengan muka meringis.
Walaupun bagaimana hati Kwang Tan tidak tega melihat keadaan suhengnya seperti itu, dia telah berkata dengan hati yang terharu: "Apakah suheng benar2 tidak bisa mematuhi perintah terakhir Insu !"
"Aku.... aku...." berkata sampai disitu, Ban Tok Kui tidak bisa meneruskan perkataannya, karena dia mengerang lagi perlahan mukanya meringis menahan sakit yang tidak terkira, Ban Tok Kui pun menyadarinya, bahwa ia telah terluka didalam yang cukup berat, karena dari itu, dia yakin Jika tidak memperoleh obat dari Kwang Tan, tentu
akhirnya pasti membuat dia menemui ajalnya.
Maka dia telah berkata dengan suara perlahan lagi "Aku... aku hanya menitipkan muridku itu."
"Tetapi suheng, jika memang engkau bermaksud untuk mematuhi perintah terakhir Insu, aku akan memberikan obat yang dapat menyembuhkan lukamu itu." kata Kwang Tan.
Diapun telah merogoh sakunya, mengeluarkan obatnya. Tetapi Ban Tok Kui menggeleng perlahan mukanya masih tetap meringis.
"Tidak... tidak mungkin. Aku telah berusaha untuk mematuhi perintah terakhir Insu, akan tetapi kenyataannya tetap saja aku akhirnya terdesak buat melakukan hal-hal
yang sesungguhnya sudah tidak ingin kulakukan seperti yang terjadi pada ketujuh orang Bengkauw itu, aku dari jauh ketika melihat mereka, aku telah mengajak Tiat-jie buat menyingkir agar tidak bertemu dengan mereka, tetapi mereka tetap mengejar dan menghadang kami, sampai akhirnya aku turun tangan dan berakhir justeru mereka
telah kuhajar..!"
Mendengar perkataan Ban Tok Kui seperti itu, Kwang Tan mengerutkan alisnya, dia bilang: "Pesan terakhir Insu bukan hendak mengekang dirimu, bukan berarti engkau tidak boleh mempergunakan kepandaianmu itu, tapi justeru engkau dapat menghajar ketujuh orang Bengkauw itu jika
memang mereka bersalah, tetapi tentu saja tidak dengan hajaran yang bisa mengancam jiwa mereka. Dan juga tidak penting sekali tanganmu selalu mempergunakan racun seperti itu..."
"Aku... aku memang telah melatih dan merendam tanganku dengan berbagai racun. Dan juga karena itu tentu saja racun itu sudah tidak dapat dilenyapkan Selain jika
tanganku menghela menahan sakit.
Kwang Tan menghela napas dalam2.
"Suheng tentu akan berhasil kembali ke jalan yang benar, jika memang suheng bertekad dengan hati sepenuhnya..." katanya, "Baiklah, kali ini biarlah aku memberikan obat pemunah racun, agar tanganmu itu dapat dipunahkan dari pengaruh racun, dan juga luka pada punggungmu akan sembuh, Tetapi bersediakah jika racun di telapak tangan suheng di lenyapkan?"
ini dikutungkan!" sahut Ban Tok Kui sambil
napas dalam2, dia kemudian meringis lagi, Mendengar pertanyaan Kwang Tan itu, Ban Tok Kui berdiam diri beberapa saat lamanya, dia telah memejamkan matanya. Mukanya tetap meringis.
Keadaan disekitar tempat itu hening sekali, tetapi tibatiba terdengar suara berkeresek yang cukup ramai, disertai seruan beberapa orang:
"Itu dia... cepat....!" Dan beberapa sosok tubuh tampak berlari memasuki hutan tersebut.
Ho Tiat yang tengah kesakitan menahan perasaan sakit pada kedua kepalan tangannya yang membengkak telah menoleh dengan muka meringis dan air mata bercucuran kepada orang2 yang baru datang tersebut.
Dia jadi berseru kaget
yang tengah mendatangi
setelah mengenali orang-orang itu, Mereka adalah pendeta pendeta berkepala gundul, wajah mereka memperlihatkan kemarahan yang bukan main. Tidak lain, pendeta yang berlari didepan adalah Un Lim Hweshio diiringi oleh murid-muridnya. Diam-diam Ho Tiat mengeluh, karena biar bagaimana memang tampaknya sulit sekali gurunya terlolos dari kematian.
Dalam keadaan terluka parah seperti itu tentu tidak banyak yang bisa dilakukan gurunya. Un Lim Hweshio cepat sekali telah tiba didekat Kwang Tan, demikian juga muridnya Kwang Tan sendiri telah
memperhatikan pendeta tersebut, sampai kemudian dia bertanya: "siapakah Taysu ?"
Dia bertanya dengan sabar dan merangkapkan kedua "tangan" nya, memberi hormat kepada Un Lim Hweshio. Sipendeta tidak segera menyahuti, dia memperhatikan Ban Tok Kui yang menggeletak di tanah, sepasang alis sipendeta telah mengkerut dalam-dalam.
"Siapa yang melukai dia ?" tanya sipendeta kemudian dengan suara yang tawar. Tetapi pada paras mukanya terlihat sinar kegembiraan dan rasa puas.
Memang Un Lim Hweshio dengan mengajak murid2 nya, tengah mencari jejak Ban Tok Kui. Dulu dia telah dilukai Ban Tok Kui, setelah bersemedhi tujuh hari dan memakan berbagai macam obat, akhirnya dia bisa menyembuhkan dirinya.
Kebetulan sekali, telah datang berkunjung sutenya, Kang Eng Hweshio, ia menceritakan padanya apa yang telah dialaminya. Kang Eng Hweshio mengajaknya agar mereka mencari Bau Tok Kui.
Ternyata mereka berhasil menemui jejak Ban Tok Kui, namun justeru Ban Tok Kui dalam keadaan rebah terluka parah seperti itu.
Kang Eng Hweshio memang berdiri dibelakang Un Lim Hweshio dengan muka yang dingin, tidak memancarkan perasaan apapun juga. Biarpun dia sute Un Lim Hweshio,
namun kepandaiannya lebih tinggi setingkat dibandingkan Un Lim Hweshio, karena ia memiliki kelebihan dari suhengnya, dimana dia memiliki kecerdasan yang melebihi suhengnya.
Karena dari itu, setiap jurus yang diterima dari gurunya dulu, dapat dicernakan dengan mudah dan cepat. itu pula sebabnya mengapa ia bisa memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari Un Lim Hweshio.
Sedangkan Kwang Tan yang tidak memperoleh jawaban dari Un Lim Hweshio, malah telah ditanya seperti itu, segera menyahuti dengan suara yang tetap tawar. "Siauwte yang telah melukainya !"
Bola mata Un Lim Hweshio mencilak memain. Tampaknya dia terheran2 dan juga tak mempercayai, karena dia mengetahui benar betapa tinggi kepandaian Ban Tok Kui.
Dia sendiri tidak berdaya banyak menghadapi Ban Tok Kui, tetapi sekarang seorang anak berusia paling tidak tujuh atau delapan belas tahun telah mengakui dia yang merubuhkan dan melukai Ban Tok Kui, tentu saja
merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan sekali.
"Kau yang melukainya?" tanya Un Lim Hweshio kemudian setelah berkurang takjubnya. Kwang Tan mengangguk.
"Benar, Maafkan Taysu, siapakah sebenarnya Taysu dan urusan apakah antara Taysu dengan Ban Tok Kui?" tanya Kwang Tan kemudian.
Un Lim Hweshio tertawa dingin.
"Kami memang sengaja membunuhnya! Dia telah melukai yang lalu, dan kini kami hendak menuntut balas. Lolap adalah Un Lim Hweshio dan ini adalah suteku, Kang Eng Hweshio, ini murid2 Lolap !" menjelaskan Un Lim Hweshio.
Setelah berkata begitu, dengan langkah lebar, Un Lim Hweshio tanpa memperdulikan Kwang Tan lagi, telah menghampiri kepada Ban Tok Kui yang masih tetap rebah ditanah.
Dia telah memandang mengejek, kemudian katanya: "Hemmm, sekarang rupanya telah tiba saat kematianmu, syukur kedatangan kami sebelum engkau mati! Dengan demikian tentu kami bisa membalas sakit hati kami!"
mencarinya, untuk
aku beberapa waktu
Setelah kanannya, berkata begitu, dia karena dia bermaksud kepala Ban hantamannya melukainya. mengangkat tangan hendak menghantam
Tok Kui, dia menghendaki agar sekali dapat membunuh orang yang pernah Ho Tiat waktu itu sesungguhnya tengah kesakitan pada
kedua kepalan tangannya. Namun melihat terancamnya jiwa gurunya, dalam keadaan tidak berdaya seperti hendak dibunuh oleh Un Lim Hweshio, segera juga dengan melupakan rasa sakitnya, dia telah menerjang maju sambil berseru nyaring: "jangan mengganggu guruku! jangan menganiaya guruku."
Un Lim Hweshio telah menahan gerakan tangannya dia berkata dengan tawar, "Hemmm, jangan membunuh gurumu" Apakah engkau lupa, engkau sendiri telah menyaksikan betapa beracun dan kejinya tangan iblis ini! Dia telah membunuh suhengku, kemudian juga melukai aku, maka sekarang adalah kesempatan baik sekali bagiku untuk membunuhnya."
Dan setelah berkata begitu, dia mengangkat tangannya pula, tanpa memperdulikan Ho Tiat yang menubruk dan merangkuli gurunya.
Kwang Tan kagum juga melihat ketabahan dan kesetian Ho Tiat pada gurunya, disaat kedua kepalan tangannya tengah menderita sakit yang hebat karena membengkak besar, di mana juga gurunya dalam keadaan tidak berdaya, Ho Tiat masih tetap bersikeras untuk melindungi gurunya tanpa memperdulikan keselamatan dirinya.
"Jika kau hendak membunuh guruku, bunuhlah aku dulu !" teriak Ho Tiat dengan suara yang nyaring dalam keputus asaannya.
"Apa" Kau hendak ikut mampus juga" Bagus! Bagus! Lolap tentu tidak akan mengecewakan harapanmu....!" Dan memang Un Lim Hweshio sudah tidak memperdulikan bahwa Ho Tiat seorang gadis kecil belaka, yang dalam keadaan tidak berdaya, dia memang bermaksud hendak membunuhnya.
Tangan kanannya telah meluncur bergerak terus, dia hendak menghantam buat membikin Ho Tiat terpental. Tetapi waktu itu Ho Tiat yang dalam keputus asaannya menyaksikan bahwa pendeta itu memang benar2 hendak membunuh dirinya dan juga gurunya, akhirnya nekad. Ia berdiri dan membusungkan dadanya.
Dengan muka yang mengandung marah dia bilang: "Ayo, bunuhlah. Aku ingin melihat, apakah engkau berani membunuhku, membunuh puteri Kaisar !"
Un Lim Hweshio jadi merandek, dia heran, "Apa kau bilang "!" tanyanya dengan ma ta terpentang lebar2
"Hemmmm, jika memang engkau berani, ayo bunuhlah kami. Aku adalah Cu Ho Tiat putri Kaisar, dan tentu ayahku tidak akan tinggal diam." jawab Ho Tiat.
Keruan saja Un Lim Hweshio dan yang lainnya terkejut. Tidak terkecuali Kwang Tan.
"Kau... kau puteri Kaisar Cu Goan ciang "!" tanya Un Lim Hweshio. "Ya!" mengangguk Ho Tiat berani sekali, lenyap rasa takutnya, bunuhlah! melihat, apakah kalian berani membunuh puteri dari raja kalian....!"
Sambil menantang seperti itu, Ho Tiat membusungkan dadanya.
Un Lim Hweshio tiba2 tertawa tergelak2 kemudian katanya. "Bagus! Bagus! Siapa sangka ada seorang gadis sinting yang mengakui sebagai puteri Kaisar Cu Goan Ciang! Hahaha aku tidak bisa kau perdayakan, budak cilik! Tidak mungkin puteri Hongsiang akan berkeliaran seperti engkau..." Dan dia telah mengangkat tangan kanannya
untuk menghantam Ho Tiat.
Diam2 Ho Tiat mengeluh, dia tercekat melihat pendeta itu tidak gentar walaupun dia telah memberitahukan bahwa dirinya puteri Kaisar Cu Goan Ciang yang berkuasa penuh di seluruh daratan Tionggoan.
"Jika memang engkau hendak membunuhi Aku tidak akan gentar. Hemmm, aku ingin
Tadi dia sengaja memberanikan diri, menekan rasa takutnya, tetapi setelah melihat pendeta itu
tidak mempercayai keterangannya dan ingin
juga kepadanya hatinya jadi ciut.
sama sekali menyerang Waktu itu Ban Tok Kui yang dalam keadaan menahan sakit, melihat bahwa jiwa Ho Tiat terancam, dia telah
berkata dengan memaksakan diri menahan sakit: "jangan... jangan ganggu muridku, kau boleh membunuhku dia....dia memang puteri Cu Goan Ciang!"
Mendengar perkataan Ban Tok Kui itu benar-benar Un Lim Hweshio dan yang lainnya kaget, sekali ini ke-ragu2an mereka jadi berkurang, karena mereka yakin Ban Tok Kui tentu tidak berdusta, dia meminta agar dirinya yang dibunuh untuk menyelamatkan jiwa gadis cilik itu.
Terlebih lagi Ban Tok Kui setelah menahan rasa sakitnya, dia meneruskan katanya. "Jika... jika aku telah kau bunuh, aku mohon... aku mohon agar kau mengantarkan muridku itu pulang keIstana untuk mengembalikan kepada Kaisar Cu Goan Ciang, karena memang aku membawanya keluar istana tanpa setahu Kaisar, tentu kalian akan menerima hadiah
yang sangat besar dan banyak dari Kaisar."
Kwang Tan jadi memandang tajam sekali kepada Ho Tiat, dia benar2 tidak mempercayai bahwa gadis kecil yang cantik manis disamping itu seorang gadis yang lincah sekali ternyata merupakan puteri Kaisar yang tengah Bengkauw......dengan tidak hentinya mengawasi Ho Tiat.
Diwaktu itu Ho Tiat telah berkata: "Kalian ampuni jiwa guruku, jika kelak kami telah pulang keistana, maka akan dan juga memiliki suara yang renyah itu, juga memang
terlihatnya dia merupakan berkuasa sekarang ini, musuh besar demikian, membuat Kwang Tan kuberitahukan kepada ayahandaku, bahwa kalian telah berlaku murah hati kepada kami, tentu kalian akan diberi hadiah yang banyak sekali !"
Un Lim Hweshio tiba2 telah tertawa bergelak2, dia menoleh kepada Kang Eng Hweshio, sutenya, katanya: "Sute, inilah benar2 rejeki yang sangat besar! Kita bawa bocah ini keistana menyerahkannya kepada Kaisar. jika apa yang dikatakannya itu tidak merupakan karangan kosong belaka, tentu kita akan dapat meminta harta dan pangkat pada Hongsiang !"
Kang Eng Hweshio mengerutkan sepasang alisnya, dia tidak segera menyahuti, sampai akhirnya dia bilang: "Aku tidak begitu yakin bahwa dia puteri Hongsiang !"
"Kita dapat menyelidikinya nanti !" kata Un Lim Hweshio, "Yang terpenting sekarang ini, kita
membinasakan dulu Ban Tok Kui, dan kemudian membawa bocah cilik itu ke-istana !"
Dan setelah berkata begitu, Un Lim Hweshio telah mengangkat tangannya buat menghantam Ban tok Kui. "Tahan... mengapa kau masih hendak membunuh guruku! jika memang engkau hendak membunuh guruku, kelak jika memang kalian membawaku keistana, jangan harap engkau dapat menerima hadiah dari ayahku, akan kuberitahukan juga kepada ayah, bahwa kalian yang justeru telah menculik dan membunuh guruku, lalu menyiksa
diriku dan membawaku keistana buat memeras Hongsiang! Hemmm aku mau lihat, jika telah terjadi seperti itu, apakah kalian tidak akan ditangkap dan dihukum oleh ayahku"!"
Itulah ancaman yang sangat mengejutkan Un Lim. Tetapi justeru Kang Eng Hweshio dengan suara tawar


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata: "Kita tetap membunuh Ban Tok Kui! jika kelak bocah cilik itu kita bawa keistana, biar dia mengadu apa saja pada ayahnya, tentu Kaisar tidak mempercayainya. Kita bisa saja mengatakan, bahwa dia telah diculik oleh Ban Tok Kui, kita melihat dia tengah diganggu oleh serombongan orang2 Bengkauw, dan kita telah menolonginya.
Dengan bisa bertemu puterinya, ini memang benar-benar dia puteri Kaisar, tentu Hongsiang berterima kasih kepada kita dan memenuhi permintaan kita, akan dianugrahi pangkat dan kedudukan, karenanya kita tidak perlu takut dengan ancaman itu!"
Un Lim Hweshio merasa apa yang dikatakan sutenya itu benar. Dia melangkah lebih dekat pada Ban Tok Kui, dihatinya telah terdapat tekad bulat, bahwa ia harus membunuh Ban Tok Kui, Dia telah mengangkat tangannya, menghantam kearah batok kepala Ban Tok Kui.
Waktu itu Ban Tok Kui dalam keadaan terluka, dengan demikian tentu saja dia tidak bisa bergerak sedikitpun juga, dimana dia rebah lemah ditanah, dengan sepasang mata terpejamkan buat menerima kematian.
Ho Tiat menyaksikan apa yang dilakukan Un Lim Hweshio, jadi menjerit keras dan nyaring sekali sambil
menutupi mukanya, dia menjerit akan menubruk Un Lim Hweshio.
Akan tetapi telapak tangan Un Lim Hwe shio meluncur cepat, karena hanya terpisah beberapa dim saja dari kepala Ban Tok Kui, sedangkan tubuh Ho Tiat tidak bisa bergerak
lebih jauh, dimana dengan gerakan yang cepat sekali, Kang Eng Hweshio telah mengulurkan tangan kanannya, mencengkeram baju dipundak gadis kecil tersebut, sehingga Ho Tiat tidak berdaya untuk meronta dari cekalan nya itu.
Kwang Tan sejak tadi sudah merasa tidak senang pada pendeta-pendeta ini. Karena dilihatnya bahwa mereka tentunya bukan pendeta baik2.
Juga dia melihatnya betapa Un Lim Hwe shio dan Kang Eng Hweshio bermaksud menyerahkan Ho Tiat kepada Kaisar untuk memperoleh hadiah, juga akan meminta pangkat.
Diapun telah menyaksikan, bahwa pendeta-pendeta itu hendak memfitnah Bengkauw, dia jadi tidak menyukai para pendeta tersebut.
Sekarang melihat Un Lim Hweshio tengah mengayunkan tangannya, buat menghantam batok kepala Ban Tok Kui, Dengan sendirinya, dia jadi mendongkol sekali.
Begitu dia mengibaskan tangannya, seketika pergelangan tangan Un Lim Hweshio seperti disampok oleh suatu kekuatan yang tidak tampak, dan tangan Un Lim Hweshio terpental kearah lain, tidak berhasil menghantam batok kepala Ban Tok Kui.
Un Lim Hweshio telah memandang Kwang Tan, dia berseru bengis: "Engkau ingin mencampuri urusan kami" Apakah engkau tidak takut mampus"!"
Kwang Tan tersenyum sabar.
"Hmmm, kalian justeru yang telah mencampuri urusanku ! Aku tengah ada urusan dengan Ban Tok Kui, dan sekarang kalian justeru hendak mencampuri urusanku, Dengan demikian, apakah kalian bisa dibiarkan begitu saja "."
Sambil berkata begitu, Kwang Tan berdiri tegak dengan sikap yang angker. Kang Eng Hweshio ikut bicara dengan sikapnya yang dingin sekali: "Hei pemuda kurang ajar, lebih baik cepat2 kau angkat kaki sebelum kami melemparkan engkau atau mem bunuhmu."
Kwang Tan tertawa.
"Kukira tidak semudah membunuh lalat untuk membunuhku !" kata Kwang Tan.
"Ohhh, benar2 engkau hendak mencari urusan dengan kami "!" bentak Kang Eng Hweshio yang meluap darahnya. Dengan tenang Kwang Tan menyahuti: "Ya, justeru aku jadi tertarik sekali buat melihat sampai berapa tinggi kepandaian kalian dan sekarang lepaskanlah nona itu, janganlah kalian mengganggu nona kecil yang tidak berdaya itu."
Bukan main mendongkolnya Kang Eng Hweshio. Benarbenar dia melepaskan cekalan tangannya pada baju dipundak Ho Tiat, Kwang Tan telah melemparkan bungkusan obatnya kepada gadis itu.
"Nona, kau makanlah obat itu, rasa sakit kedua kepalan tanganmu akan lenyap...!" dia memberitahukan. Ho Tiat sesungguhnya merasa benci kepada Kwang Tan, namun keadaan sudah berlangsung demikian, walaupun hati kecilnya tidak bersedia menerima pertolongan Kwang Tan, justeru dia sangat menguatirkan sekali keselamatan gurunya.
Maka diapun telah menyambut bungkusan obat itu. Dia pikir, sekarang biarlah dia memakan obat itu menerima pertolongan Kwang Tan, jika rasa sakit pada kedua kepalan tangannya telah lenyap, bukankah dia bisa mempergunakan kedua tangannya itu lebih leluasa" Karenanya, segera juga
dia menelan obat tersebut, sedangkan urusan dengan Kwang Tan dapat diurusnya nanti.
Diwaktu itu Kwang Tan telah tertawa kepada Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio, dia bilang: "Sekarang kau katakanlah apakah kalian akan maju berbareng atau memang satu-satu "!"
Kang Eng Hweshio telah tertawa dingin.
"Hemmm," dia mendengus murka, "Kau memandang terlalu rendah pada kami!
Tetapi biarlah, aku akan memperlihatkan kepadamu, bahwa kami bukan sebangsa pengecut, kau boleh menghadapi aku dulu....!" Setelah berkata begitu, dia mengibaskan tangan kanannya, memberi isyarat agar kawan2nya, termasuk Un Lim Hweshio agar mengundurkan diri, membuka gelanggang pertempuran buat dia dengan Kwang Tan bertanding.
Kwang Tan tertawa.
"Bagus! Ternyata dugaanku keliru, bahwa kalian hanya pendeta-pendeta bedodoran." katanya.
Kemurkaan Kang Eng Hweshio semakin meluap, dengan disertai bentakan nyaring, tubuhnya telah melesat maju dan menghantam kepada Kwang Tan.
Dia memang memiliki ilmu silat dan sin kang yang lebih kuat dibandingkan dengan Un Lim Hweshio. Maka dari itu,
begitu dia menyerang, maka
serangan itu merupakan pukulan yang dahsyat.
Kwang Tan tidak berkelit dari hantaman pendeta itu, dia tetap berdiri tegak di tempatnya.
Waktu tangan pendeta tersebut menyambar hampir tiba pada dadanya, cepat sekali ia telah mengulur tangan, mencekal pergelangan tangan sipendeta, sehingga tangan Kang Eng Hweshio tidak bisa menerobos maju lebih jauh.
Yang membuat Kang Eng terkejut bukan kuatnya cekalan tangan Kwang Tan sehingga tangannya itu tidak meluncur maju terus. Tetapi justeru cekalan tangan Kwang Tan begitu panas, jari2 tangannya seperti juga jepit besi
yang telah dibakar dalam kobaran api, panas bukan main. Kang Eng Hweshio sampai melompat sambil berseru kaget.
Diwaktu itu tampak Kang Eng Hweshio telah meronta dengan mengerahkan tenaga lwekangnya.
-ooo0dw0ooo Jilid 26 KWANG TAN melepaskan cekalannya mendadak sekali, tangan Kang Eng Hweshio tertarik, dan kulit pergelangan tangannya telah pecah terluka, akibat panasnya hawa jari jari tangan Kwang Tan, pergelangan tangan Kang Eng Hweshio seperti juga kena dijepit oleh jepitan besi yang telah dibakar dalam kobaran api, seperti juga terluka terbakar.
Un Lim Hweshio yang menyaksikan keadaan sutenya seperti itu, diam-diam tercekat hatinya, Dia juga berpikir: "Apakah bocah ini mempergunakan ilmu siluman"!"
Sambil berpikir, dia juga telah bergerak buat menghantam punggung Kwang Tan. Dia memang berada dibelakang pemuda tersebut, maka untuk mencegah Kwang Tan meneruskan serangannya mendesak sutenya, Un Lim Hweshio telah menghantam dengan hebat.
Memang kepandaian Un Lim Hweshio berada disebelah bawah kepandaian Kang Eng Hweshio, Tetapi jika sampai serangan itu mengenai sasarannya, tentu Kwang Tan akan terluka tidak ringan.
Namun Kwang Tan memiliki pendengaran yang tajam. Terlebih lagi memang lawannya menyerang dengan kekuatan tenaga dalam yang begitu hebat.
Dengan demikian dia merasakan menyambarnya angin serangan tersebut. Belum lagi kepalan tangan Un Lim Hweshio mengenai sasarannya, justeru tubuh Kwang Tan telah mencelat dan berkelit dengan gesit sekali, lenyap dari hadapan Un Lim Hwe shio.
Kwang Tan juga tidak berkelit saja. dia membalas menyerang, Dia memang telah berkelit kesamping, dan juga dia telah melompat dengan tangan kanan dibarengi untuk menghantam.
Dengan demikian dia hendak merubuhkan Un Lim Hweshio dalam waktu yang singkat sekali. Tetapi Un Lim Hweshio biarpun tidak selihay sutenya, yaitu Kang Eng Hweshio, namun kepandaiannya pun tidak lemah. Dia merasakan menyambarnya serangan lawan setelah pukulannya tidak mengenai pada sasarannya.
Cepat-cepat dia mengempos semangatnya tanpa menoleh lagi, dia telah menghantam kebelakang. "Bukk!" beradulah dua kekuatan yang dahsyat sekali, karena memang Un Lim Hweshio telah menangkis dengan delapan bagian tenaga lwekangnya, Namun dia jadi kaget sendirinya.
Bukan saja ia merasakan tenaga lawan begitu kuat menghantam dirinya, juga yang paling mengejutkannya, justeru panasnya hawa yang menyambar seperti api.
Hal ini membuat Un Lim Hweshio sampai menjerit kaget, berusaha melompat menjauhi diri. Beruntung dia telah cepat2 menarik pulang tenaganya dan menjauhi diri. Jika tidak tentu akan membuat tubuhnya akan menjadi hangus.
Dengan demikian, Un Lim Hweshio masih beruntung tidak menjadi korban dari hawa panas pukulan guntur yang dilakukan Kwang Tan.
Setelah berdiri tegak ditempatnya Kwang Tan tidak mengejarnya, dan dia melihat si pendeta telah memandang dengan sepasang mata terbuka lebar2.
Dia telah memandang takjub mengandung perasaan heran bukan main, bercampur dengan perasaan marah. "Kau... mempergunakan ilmu siluman apa"!" tegurnya dengan sengit mengandung kemarahan.
Kwang Tan tersenyum. "Mengapa harus mempergunakan ilmu siluman" Umpama kata aku mempergunakan ilmu siluman, apakah
sebagai seorang pendeta engkau tidak dapat menangkap siluman" Ayo, majulah ! jika memang engkau tetap ingin mencelakai Ban Tok Kui, maka berarti engkau harus melangkahi dulu mayatku....!"
"Hemm, engkau sendiri yang mengatakan bahwa engkau telah melukai Ban Tok Kui dan engkau tentunya memiliki
sakit hati dengannya. Lalu mengapa harus mati-matian engkau membelanya"!" tanya Un Lim Hweshio.
Kwang Tan tertawa tawar.
"Tentu saja aku membelanya dari maksud jahat orang2 yang hendak mencelakainya, karena dia adalah suhengku!" menyahuti Kwang Tan.
"Suhengmu"!" tanya Un mementang lebar sepasang Lim Hweshio sambil matanya, Kwang Tan mengangguk "Benar Ban Tok Kui adalah suhengku! Maka dari itu, jika memang engkau hendak mencelakainya, berarti kalian harus berurusan dulu denganku."
Sambil berkata begitu, Kwang Tan berdiri tegak sambil membuka matanya lebar-lebar, dia telah bersiap2 hendak menerima serangan dari Un Lim Hweshio, diapun telah berkata, "Nah, sekarang, kalian majulah jika memang masih penasaran!"
Un Lim Hweshio berdiri ragu-ragu. Yang membuat dia tidak mengerti justeru tenaga serangan dari Kwang Tan memiliki hawa yang begitu panas, membuat dia gentar dan juga heran.
Disaat itulah, Kang Eng Hweshio yang telah hilang rasa sakitnya, telah melompat maju, diapun telah membentak bengis, sambil katanya:
"Hajarlah orang itu, mari kita maju bersama!" teriaknya itu disusul dengan tubuhnya yang telah melambung tinggi sekali, dia juga menghantam Kwang Tan.
Namun kali ini dia berlaku sangat hati2 sekali, semuanya diperhitungkan benar. Un Lim Hweshio melihat sutenya telah mulai menyerang Kwang Tan, semangatnya juga terbangun. Segera dia melompat maju untuk menerjang pada Kwang
Tan. Malah dia telah lainnya, yang menjadi Kwang Tan.
perintahkan muridnya, tujuh orang pendeta agar ikut menyerang
Serentak ketujuh orang pendeta itu menyerbu Kwang Tan, memang mereka memiliki kepandaian dibawah Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio, namun mereka berjumlah cukup banyak, mereka juga menyerang dengan serentak, dengan demikian mereka merupakan bantuan yang tidak kecil buat Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio.
Kwang Tan tidak gentar dikepung seperti itu, segalanya telah diperhitungkan, Melihat lawannya maju dengan serentak, sementara waktu tubuh Kwang Tan telah berkelebat kesana-kemari dengan lincah, dia mengelakkan diri dengan gesit sekali, dan belum membalas menyerang.
Setelah menyaksikan Un Lim Hweshio gagal lima kali menyerangnya, diwaktu itulah dia membarengi dengan menghantam mempergunakan tangan kirinya, hawa yang sangat panas telah menyambar. Tangan kanannya dipergunakan buat menangkis serangan dari Kang Eng Hweshio.
Un Lim Hweshio merasakan sambaran hawa panas pada angin serangan Kwang Tan. Segera dia berkelit menyingkirkan diri dari serangan tersebut.
Namun seketika semangatnya jadi terbang meninggalkan raganya karena terlalu terkejut, waktu itu terdengar suara "Derr!" yang memekakkan telinganya.
Tanah tempat dimana tadi dia berdiri yang semula dipenuhi oleh rumput-rumput yang menghijau telah menjadi hangus. Dia jadi menggigil ngeri, dia tidak menyangka bahwa pukulan yang dilakukan Kwang Tan demikian hebat.
Dikala itu Kang Eng Hweshio yang melihat lawannya menangkis dengan tangan kanannya, dia beranggapan tentu lawannya akan dapat digempurnya, karena tangan kiri Kwang Tan waktu itu tengah dipergunakan menyerang Un Lim Hweshio.
Dia girang, dan membentak nyaring, dimana dia telah menghantam lagi dengan tenaga sepenuhnya, angin serangannya men deru2 bagaikan datangnya gelombang yang sangat besar.
Kwang Tan tidak gentar. Dia memang mengetahui betapa kuatnya tenaga serangan Kang Eng Hweshio kali ini, Mungkin pendeta itu telah mempergunakan sebagian terbesar dari tenaga Iwekangnya, cepat sekali dia telah mengelak kemudian dia menghantam dengan tangan kirinya dan didorongnya kearah dada lawannya.
Kang Eng Hweshio waktu itu tengah yakin bahwa dia akan berhasil dengan serangannya, dan dia tengah gembira, waktu dia melihat Kwang Tan menarik pulang tangannya, kemudian diputar dan dipakai mendorongnya, dia tidak memperdulikannya.
Dia menduga tentunya tenaga dorongan Kwang Tan yang dilakukannya dengan begitu mendadak dan tiba2 sekali, tidak memiliki arti apa2.
Namun setelah dia merasakan menyambarnya angin serangan Kwang Tan yang berkesiuran sangat panas sekali, barulah hatinya tercekat, Hawa angin telapak tangan kiri
Kwang Tan seperti juga mengandung api yang memanggangnya.
Dia kaget, semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya, Dia juga
mengetahui dan merasakan tenaga dorongan itu sangat kuat sekali, sehingga boleh dibilang tenaga serangan dari tangannya sendiri seperti sudah tidak bisa menerjang maju terus.
Dalam beberapa detik itu, jiwanya memang terancam selalu. Dia seorang yang sangat cerdik, dan memang lebih liehay dari Un Lim Hweshio suhengnya.
Dia bisa mengambil keputusan yang sangat cepat sekali. Begitu merasa bahwa tenaga serangannya tidak memberikan hasil dan jiwanya sendiri terancam maut, secepat kilat dia melompat kebelakang.
Untuk kagetnya, tenaga serangan Kwang Tan yang begitu panas tetap saja seperti mengikutinya, terus juga menerjang kepada dirinya.
Saking kagetnya, Kang Eng Hweshio sudah tidak bisa berpikir lebih lama lagi, dia tidak berpikir panjang telah membuang dirinya bergulingan ditanah.
"Derrrr..." terdengar suara menggelegar disamping kepalanya, hanya terpisah tidak jauh dari telinganya, sehingga dia merasakan telinganya seperti juga menjadi tuli mendengung dan ia semangatnya seperti
dimana dia melihat jadi lebih kaget lagi, sampai
terbang meninggalkan raganya, tanah disampingnya, menghitam karena hangus ! Itulah keadaan yang benar2 sangat mengejutkannya, karena tanah itu memang terkena angin hantaman telapak tangan Kwang Tan.
Dan dia bisa mengambil kesimpulan, tentunya tenaga serangan Kwang Tan sangat panas seperti juga menyambarnya api, sehingga bisa menghanguskan seperti itu, dia menggidik sendirinya, namun dia juga tidak berani berayal.
Karena dengan segera dia segera melompat bangun dan telah berdiri, sambil dibarengi dengan melompat kebelakang lagi, dimana dia telah menjauhi diri dari Kwang Tan, karena dia kuatir kalau2 Kwan Tan nanti menyusuli dengan serangan berikutnya.
Dalam keadaan seperti itu Kwang Tan tidak meneruskan serangannya, dia tidak mendesak lawannya terus, dia hanya berdiri tegak mengawasi lawan-lawannya itu dengan sikap mengejek.
Ketujuh pendeta yang menjadi murid Un Lim Hweshio juga tidak berani menerjang maju, karena mereka telah menyaksikan betapa liehay tenaga pukulan Kwang Tan, mereka kuatir jika tubuh mereka yang terkena pukulan Kwang Tan, niscaya akan menjadi hangus seperti arang.
"Ayo majulah lagi !" kata Kwang Tan kemudian dengan suara yang mengejek, "Mengapa harus bengong seperti itu "!"
Muka Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio jadi memerah, Mereka malu dan marah di ejek seperti itu. Namun mereka juga gentar setelah mengetahui betapa tenaga pukulan dari Kwang Tan sangat hebat luar biasa,
aneh, juga bisa menghanguskan sasaran yang diserangnya.
"Jika memang kalian takut, maka segeralah menggelinding dari tempat ini, aku tidak akan mengganggu kalian! Diwaktu selanjutnya kalian baik2 saja membaca kitab suci dan liamkeng !"
Un Lim Hweshio sudah tidak bisa menahan perasaan marahnya. Dia memang gentar, tetapi dia menjadi nekad. "Sute, mari kita hajar pemuda kurang ajar itu, aku tidak percaya dia bisa menghadapi kita...!" Sambil berkata begitu
dia telah melompat dan menghantam lagi, Hantaman itu juga disertai dengan kekuatan tenaga dalam sepenuhnya.
Kang Eng Hweshio, biarpun memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari Un Lim Hweshio, namun hatinya lebih kecil dari Un Lim Hweshio, nyalinya waktu itu tengah
rontok, di mana dia gentar buat berurusan dengan Kwang Tan.
Akan tetapi ketika melihat Un Lim Hweshio telah menerjang dan menghantam lagi kepada Kwang Tan, dia tidak berani berayal, dia telah menyerang juga dengan beberapa kali hantaman.
Ketujuh pendeta yang menjadi murid Un Lim Hweshio dengan membesarkan nyali mereka, telah ikut maju untuk membantu guru dan paman guru mereka.
Kwang Tan seperti tadi, selalu mengelak dan berkelit kesana kemari, gerakan yang dilakukannya begitu lincah. Dan Kwang Tan tidak segera mempergunakan tenaga pukulan Gunturnya, dia tengah memperhatikannya, sampai berapa jauh kepandaian dan ilmu silat yang dimiliki Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio.
Dikala itu, Kang Eng Hweshio melihat Kwang Tan selalu mengelak kesana kemari dan tidak membalas menyerang, hati kecilnya jadi berpikir: "Apakah tadi dia bisa menyerang dengan tenaga seperti petir yang bisa menghanguskan, hal itu terjadi hanya kebetulan saja "!"
Sambil berpikir begitu, semangatnya terbangun, dia lelah menyerang semakin gencar dan hebat untuk mendesak Kwang Tan.
Kwang Tan telah memperoleh kenyataan bahwa kepandaian Kang Eng Hweshio berada diatas kepandaian Un Lim Hweshio, dengan demikian, kunci buat merubuhkan dan menggentarkan nyali dari semua pendeta itu adalah merubuhkan Kang Eng Hweshio.
Hal ini disebabkan memang Kwang Tan tidak mau mempergunakan sembarangan Pukulan Gunturnya, untuk meminta korban, jika dapat dia masih ingin berusaha mencegah jatuhnya korban.
Setelah memperoleh kenyataan seperti itu, Kwang Tan lebih banyak menaruh perhatian kepada Kang Eng Hweshio. Dia kemudian juga menantikan disaat Kang Eng Hweshio tengah menyerangnya dengan sepasang tangannya
beruntun menyambarnya kesana kemari.
Diwaktu itulah dengan cepat sekali dia telah membarengi menangkis, disusul kemudian dengan hantamannya juga. Hantaman kali ini dilakukan Kwang Tan dengan mempergunakan ilmu pukulan Gunturnya yang bernama "Guntur Menghanguskan Bumi."
Benar hebat luar biasa cara menyerang Kwang Tan, karena begitu dia menghantam, seketika tubuh Kang Eng Hweshio terpental tanpa dia bisa bertahan atau berkelit dari tenaga angin serangan Kwang Tan.
Ternyata tadi ketika Kang Eng Hweshio menyerang, dia merasakan tenaga serangannya itu seperti dihadang oleh sesuatu kekuatan yang dahsyat.
Kwang Tan telah menangisnya dan belum lagi dia berpikir buat menarik pulang tenaganya buat menyerang dengan hantaman berikutnya, justeru Kwang Tan telah menyerang dengan ilmu pukulan Gunturnya.
Dengan demikian membuat Kang Eng Hweshio tahutahu merasakan dadanya sakit, tubuhnya terhuyung karena tenaganya buat
kakinya, dia telah
dia tidak bisa mengerahkan mempertahankan kuda-kuda ke dua
terjengkang rubuh dengan dada dirasakan sakit bukan main. Un Lim Hweshio dan pendeta lainnya terkejut melihat keadaan Kang Eng Hweshio. Mereka merandek dengan
hati terkesiap buat sementara mereka tidak menyerang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu mereka tersadar, segera mereka meluruk buat menyerang Kwang Tan. Namun Kwang Tan telah menyingkir menjauhi diri.
"Jika memang kalian masih hendak mendesakku dan tidak mau angkat kaki, kalian akan mengalami hal yang sama seperti dia."
Un Lim Hweshio dan pendeta2 lainnya jadi bimbang, karena mereka telah melihatnya. Kang Eng Hweshio waktu itu telah rebah terjengkang ditanah tanpa bergerak, hanya merintih tidak hentinya, rupanya Kang Eng Hweshio terluka cukup parah.
Seperti diketahui Kang Eng Hweshio memiliki kepandaian yang melebihi tingginya kepandaian Un Lim Hweshio, dengan dapat dirubuhkannya Kang Eng Hweshio oleh Kwang Tan, sudah merupakan hal yang dianggap luar biasa oleh Un Lim Hweshio dan pendeta2 lainnya.
Terlebih lagi sekarang ini Kang Eng Hweshio, yang semula mereka ketahui merupakan pendeta yang keras hati, pada wajahnya tidak pernah apapun juga, dan selalu pula memancarkan perasaan
bertindak dengan bengis,
sekali ini bisa merintih seperti itu, tentunya Kang Eng Hweshio tengah menderita kesakitan yang sangat.
Diwaktu itu, tampak Kang Eng Hweshio masih merintih, rupanya memang dia merasakan sakit yang luar biasa pada dadanya yang telah hangus.
Dia memejamkan memenuhi sekujur
mata, mukanya meringis, keringat tubuhnya, keadaannya benar-benar mengenaskan. Tidak ada darah yang terpencar atau mengalir keluar, diapun tidak memuntahkan darah segar, seperti orang2 yang terluka parah dan terluka didalam.
Hanya saja, justeru dadanya itu telah hangus. Dan hangusnya dadanya, membuat jantung didalam dadanya, paru2nya dan isi dada hangus juga.
Rupanya rasa sakit lainnya terancam kemungkinan yang diderita oleh Kang Eng Hweshio disebabkan jantungnya yang hangus dan sebagian isi dari dadanya yang lainnya terasa seperti terbakar.
Dan jelas, bahwa rasa sakit seperti itu jauh lebih hebat dibandingkan dengan luka diluar atau luka dianggota tubuh lainnya, Rasa sakit itu telah menusuk sampai keotaknya, sakit bukan buatan dan juga telah membuat Kang Eng
Hweshio yang memang berhati baja dan juga keras, ternyata telah merintih tidak hentinya.
Un Lim Hweshio menghela napas, Dia tidak melompat menerjang kepada Kwang Tan lagi, dia telah menghampiri sutenya dan berjongkok disamping Kang Eng Hweshio, dia memeriksa keadaan sutenya.
Waktu melihat dada sutenya itu hangus, dia jadi menggidik dan hatinya ikut nyeri, Dia bisa membayangkan tentu rasa sakit yang diderita oleh Kang Eng Hweshio
merupakan penderitaan rasa
sakit yang bukan main hebatnya. Dalam keadaan seperti itulah terlihat Un Lim Hweshio berusaha untuk mengurut bagian dada dari sutenya, dia ingin memegang dada dari Kang Eng Hweshio.
Namun begitu tangan Un Lim Hweshio mengenai dada Kang Eng Hweshio, disaat itulah Kang Eng Hweshio menjerit kesakitan.
Karena begitu jari tangan Un Lim Hweshio mengenai bagian dadanya yang memang telah hangus menghitam itu, dia merasakan seperti juga disayat-sayat.
Karena itu pula telah membuat Kang Eng Hweshio jadi menjerit dengan keras sekali, ketika Un Lim Hweshio telah memegang dadanya.
Un Lin Hweshio sendiri jadi kaget tidak terkira, dia telah bertanya: "Bagaimana keadaanmu itu, sute "!"
Kang Eng Hwes,hio tidak bisa menjawabnya, dia telah bilang dengan suara yang terputus-putus: "Untuk ini... untuk ini... engkau harus membalaskan... membalaskan sakit hatiku... rasanya aku sudah tidak mungkin hidup... lebih lama lagi."
Setelah berkata begitu, napasnya memburu keras sekali, keringat telah membanjiri sekujur tubuhnya, akibat dia berkata2 seperti
bergerak2, napas
itu telah membuat bagian
nya yang memburu juga
dadanya membuat
dadanya itu bergerak dengan cepat dan keras, membuat
luka didadanya itu mendatangkan rasa sakit yang luar biasa.
Un Lim Hweshio telah mengangguk, katanya: "Ya sute, biar bagaimana sakit hatimu akan kami balaskan!"
Setelah itu, dengan hati penuh diliputi hawa amarah, tampak Un Lim Hweshio telah melompat menghampiri Kwang Tan, dia juga telah mengibaskan tangannya memberi isyarat kepada murid2nya agar menerjang maju untuk menyerang Kwang Tan.
"Kami akan mengadu jiwa dengan kau." kata Un Lim Hweshio kemudian suara mengandung keberangan, "Kami akan membalas sakit hati suteku itu !" Dan Un Lim Hweshio bukan hanya berkata begitu, tubuhnya dengan gesit telah menerjang kepada Kwang Tan, dimana dia telah menyerang dengan dahsyat.
Angin pukulannya berkesiuran menyambar dengan hebatnya karena dia telah mempergunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.
Kekuatan lwekang yang dimiliki Un Lim Hweshio memang masih berada disebelah bawah lwekang Kang Eng Hweshio, Namun sekarang dia dalam keadaan berduka dan marah, dia telah menyerang dengan sepenuh tenaganya seperti juga dia hendak mengadu jiwa untuk mati bersama dengan Kwang Tan. maka Kwang Tan tidak menyambuti serangan itu.
Dia telah menghindar, Gerakan yang dilakukannya memang luar biasa cepatnya. Dia juga malah telah menyambar salah seorang murid dari Un Lim Hweshio dan kemudian melemparkannya, sehingga murid dari Un Lim Hweshio yang seorang itu telah terlempar menyambar kepada murid sipendeta yang lainnya, mereka telah jatuh terguling2 ditanah.
Membarengi dengan itu tampak Kwang Tan telah menepuk pundak kedua pendeta tersebut.
"Bukkk, Bukkk!" dua orang murid dari Un Lim Hweshio itu rubuh dengan pundak yang hangus! Mereka menjerit2 kesakitan dan pedih, mereka juga berusaha untuk merangkak bangun, namun perasaan sakit pada pundak mereka membuat mereka tidak bisa bangun dengan segera.
Un Lim Hweshio yang melihat cara Kwang Tan menyerang seperti itu, cepat sekali telah melompat maju untuk menyerang kepada Kwang Tan, karena dia kuatir kalau2 Kwang Tan akan menyerang lagi kepada muridnya yang lain.
Namun usaha Un Lim Hweshio tidak memberikan hasil sama sekali, karena begitu Kwang Tan membentak, sambil mengayunkan kedua tangannya, maka dua orang murid Un Lim Hweshio telah kena dibuat jungkir balik lagi terpelanting ditanah.
Sisanya yang tiga orang tidak berani maju malah terlihat mereka ber siap2 hendak memutar tubuh buat melarikan diri, jika diwaktu itu mereka belum juga melarikan diri, hanya saja mereka jeri kepada guru mereka dan mereka
tidak berani disaat pengecutnya.
Un Lim Hweshio itu juga memperlihatkan sikap sendiri waktu itu telah menyadari bahwa ia bersama sisa beberapa orang muridnya tidak mungkin dapat menghadapi dan melawan Kwang Tan.
Dia tidak menyerang lebih jauh, hanya memandang dengan tatapan mata mengandung kebencian, bilangnya. "Hemmm, sekarang memang engkau memperoleh kemenangan, tetapi urusan ini tidak akan kami lupakan, jika ada kesempatan tentu kami akan mencarimu lagi !"
Sambil berkata begitu, dia telah mengibaskan tangannya, dia perintahkan murid2nya yang tersisa tiga orang itu buat mengangkat saudara sedangkan Un Lim sutenya, Kang Eng Hweshio, Mereka telah meninggalkan tempat tersebut.
seperguruan mereka yang terluka,
Hweshio sendiri telah mengangkat Kwang Tan berdiri ditempatnya tanpa bergerak sedikitpun juga, dia membiarkan mereka berlalu, setelah para pendeta itu pergi, Kwang Tan menoleh kepada Ho Tiat.
Dilihatnya gadis kecil yang manis itu, tengah berjongkok disamping Ban Tok Kui dan waktu itu tengah menangis. Kwang Tan menghampirinya, katanya. "Apakah keadaan gurumu lebih baik ?"
Ho Tiat menggeleng perlahan. Sesungguhnya, dia sangat benci kepada Kwang Tan, karena dia telah menyaksikan sendiri bahwa gurunya justeru telah dilukai begitu hebat oleh Kwang Tan.
Namun sekarang, dalam keadaan bingung dan juga kuatir melihat keadaan gurunya seperti itu, Ho Tiat sendiri tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Memang obat yang diberikan Kwang Tan kepadanya tadi, telah cukup baik buat menyembuhkan bengkak ditangannya, sehingga gadis yang cantik manis itu tidak merasa sakit lagi pada kedua kepalan tangannya.
Kwang Tan menghampiri dan berjongkok disamping Ban Tok Kui, dia memeriksa keadaan suhengnya, sampai akhirnya dia menghela napas, dilihatnya sepasang mata Ban Tok Kui terpejamkan rapat2, dan juga mukanya telah pucat pias, napasnya ter-sengal2.
Keadaannya parah sekali, dan mungkin tidak lama lagi dia akan putus napas, kalau saja tidak memperoleh pengobatan yang tepat.
"Jika gurumu tidak memperoleh pengobatan dengan segera, jiwanya bisa melayang." kata Kwang Tan kemudian dengan suara yang perlahan.
"Dan juga tampaknya gurumu tidak bisa mengharapkan pertolonganku, karena dia tidak bersedia berjanji untuk kembali kejalan yang lurus dan bersih, yang diharapkan
oleh mendiang guru kami dan juga, memang tampaknya sulit buat gurumu itu kembali ke jalan yang benar."
Mendengar perkataan Kwang Tan seperti itu, Ho Tiat berpaling memandang kepada gurunya, kemudian menangis terisak sambil katanya: "Suhu...berjanjilah suhu...
Suhu Bukankah itu merupakan suatu anjuran yang baik buat Suhu juga."
Ban Tok Kui waktu itu sudah dalam keadaan setengah pingsan, dengan sulit ia berkata.
"Aku... aku tidak mungkin hidup lebih lama lagi, Maka biarlah aku pergi dengan semua dosaku untuk menemui Insu (guru berbudi)!" Lemah dan perlahan sekali suaranya itu, ia berkata dengan suara tergetar.
Diwaktu itu Kwang Tan cuma memandang saja, dan melihatnya betapapun juga suhengnya ini rupanya memang
bersedia berjanji
untuk kembali kejalan yang benar meninggalkan jalan yang sesat yang selama ini ditempuhnya, tapi harga diri juga yang membuat suhengnya tidak mau memberikan janjinya, mungkin ia tidak mau sampai merendah kepada sutenya cuma buat memperoleh pengampunan.
"Bagaimana suheng, apakah kau bersedia untuk kembali kejalan yang lurus seperti perintah suhu" Jika memang engkau mau berjanji untuk kelak benar-benar kembali kejalan yang lurus, maka sute akan segera mengobati lukamu itu, pasti engkau akan sembuh seperti sediakala!" tanya Kwang Tan.
Ho Tiat menangis terisak, dan ia memaksa gurunya agar mau berjanji kembali kejalan yang lurus, akhirnya, dengan suara perlahan,tampak Ban Tok Kui berkata: "Baiklah... aku... aku berjanji..."
Kwang Tan tersenyum, dilihatnya suhengnya setelah Napasnya memburu, berkata memejamkan matanya. Kwang Tan bilang:
"Baiklah suheng, syukur kau perintah suhu! Dan sute akan segera akan menyembuhkan masih mau mentaati kau !" Setelah berkata begitu, Kwang Tan bekerja cepat, ia menotok beberapa jalan darah ditubuh Ban Tok Kui. Dan kemudian mengeluarkan beberapa pil obat, yang berwarna hijau merah, diberikan kepada suhengnya. Dalam waktu sebentar saja, Ban Tok Kui bisa bernapas jauh lebih lapang, juga ia merasakan sakitnya berkurang banyak.
Setelah diurut beberapa saat lagi, memang Ban Tok Kui jauh lebih sehat, ia tidak meringis menahan sakit lagi. Disamping itu napasnya berjalan lancar.
Kwang Tan berdiri, dia berpaling pada Ho Tiat, katanya, "Setiap hari gurumu harus memakan dua butir pil ini. Semua ada empat belas butir, berarti harus habis dimakan dalam tujuh jari, lukanya akan sembuh keseluruhannya."
Ho Tiat walaupun membenci Kwang Tan, namun memperoleh kenyataan gurunya telah ditolong Kwang Tan, ia waktu menyambuti obat itu mengucapkan terima kasih. Cuma saja dihatinya tetap ia tidak menyukai Kwang Tan yang dianggapnya telah mencelakai gurunya.
Kwang Tan merangkapkan tangannya memberi hormat kepada suhengnya, katanya,
"Suheng, sute tidak bisa berlama2 disini, dan juga suheng tentunya ingin beristirahat maka maafkan, sute ingin meminta diri." Setelah berkata begitu, ia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat dengan cepat sekali, Ho Tiat pada waktu menyaksikan hal yang tersebut jadi kagum sekali, karena
paman gurunya memiliki ginkang yang benar2 luar biasa, Dalam waktu sekejap mata saja, Kwang Tan telah lenyap dari penglihatannya.
Ban Tok Kui hanya menggumam perlahan dengan suara yang tidak jelas, dan telah memejamkan matanya rapat
rapat. Sedangkan Ho Tiat mendampinginya. Setelah lewat sekian jam Ban Tok Kui duduk, sakitnya telah lenyap dan juga ia sudah bisa duduk tegak,
Hanya saja hawa murni didirinya belum lagi kumpul. Dan ia memerlukan waktu untuk membuat hawa murninya dan sinkangnya dipulihkan kembali.
Dengan dipayang oleh Ho Tiat, akhirnya Ban Tok Kui berdua muridnya meninggalkan tempat tersebut.
ooooo)d-0-w(ooooo
KWANG TAN kembali ke tengah2 kawannya, dan memang ia berjuang
dengan bersemangat pada hari2 berikutnya. Ada yang menggembirakan hati Kwang Tan, justeru ia telah berhasil memaksa kakak seperguruannya berjanji tidak akan kembali kejalan sesat.
Dan rupa nya pelajaran pahit seperti itu, akan membuat Ban Tok Kui tersadar akan kesesatannya dan juga akan mentaati perintah dari guru mereka.
Karena gembira, Kwang Tan sekarang bisa mencurahkan seluruh perhatiannya buat berjuang bersama dengan para pendekar gagah pencinta negeri, membantu Bengkauw.
Dan ia telah berhasil untuk membantu Bengkauw mengembangkan kekuasaan, karena diwaktu itu telah banyak kota2 yang direbutnya.
Tapi pada suatu pagi, datang seorang utusan Thio Bu Kie, yang perintahkan padanya untuk pergi ke kota raja,
melakukan penyelidikan. Surat Thio Bu Kie lebih jauh menceritakan bahwa kalau pasukan Bengkauw memperoleh kemenangan merebut beberapa kota lagi, dan setelah menghimpun kekuatan yang benar-benar kuat, maka akan menyerang keibu kota.
Itulah sebabnya, mengapa Thio Bu Kie telah memberikan tugas kepada Kwang Tan buat pergi kekota raja untuk melakukan penyelidikan, sebab menurut hemat Thio Bu Kie, hanya Kwang Tan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas berat tersebut, sebab kepandaian pemuda itu telah tinggi sekali.
Di-samping mengerti ilmu pengobatan jelas Bu Kie tidak perlu kuatir lagi Kwang Tan akan dirubuhkan oleh orang2nya Kaisar, yang umumnya, selain memiliki kepandaian tinggi, sangat licik, dan sebagian dari mereka pandai mempergunakan racun.
Dengan senang hati Kwang Tan menerima tugas tersebut, walaupun ia resmi sebagai Tabib Bengkauw, dan akan meninggalkan tugasnya sementara waktu, Kwang Tan telah meninggalkan resep2 tertentu kepada orang2 Beng kauw itu, untuk luka2 tertentu yang sangat umum.
Dengan demikian, Kwang Tan bisa meninggalkan mereka dengan hati yang tenang. Juga, memang menjadi tujuan Bu Kie jika Kwang Tan penyelidikan buat Bengkauw, juga pergi ke kota raja, sambil melakukan keperluan dan
berhubungan dengan sepanjang perjalanan Kwang Tan niscaya bisa turun tangan membantu orang2 Bengkauw yang terluka, yang mungkin saja ada seorang dua orang anggota Bengkauw yang tengah melakukan tugas2 tertentu di berbagai kota yang masih dikuasai oleh tentara Cu Goan Ciang.
Kwang Tan segera mempersiapkan segala nya untuk keberangkatannya itu. Untuk mencapai kota raja mungkin ia memerlukan waktu dua bulan perjalanan.
Selama dua bulan Beng kauw tentu sudah semakin banyak merebut kota-kota yang mereka serang dari tangan tentara Cu Goan Ciang.
Kepada utusan Thio Bu Kie, Kwang Tan menanyakan kesehatan dari semua tokoh-tokoh Bengkauw, semalaman suntuk mereka bercakap-cakap.
Dan besok paginya, Kwang Tan pun meninggalkan kota tersebut, untuk menuju kekota raja, Keadaan waktu itu agak tenang, karena pasukan tentara musuh tidak berani
meremehkan lagi kekuatan yang dimiliki pasukan Beng kauw, karenanya Kwang Tan tidak perlu kuatir bahwa
mengalami kekalahan oleh tentara Cu Bengkauw akan Goan Ciang. Terlebih lagi, melewati kota2 sehingga ia bisa sekalian menyelidikinya.
Keesokan paginya dengan seorang diri Kwang Tan melakukan perjalanan, selama ada kesempatan tentu ia akan menyerap2i tentang kekuatan tentara musuh, Akhirnya ia tiba di Hang-ciu, yang sangat terkenal itu sebagai tempat yang sangat padat penduduknya.
Kwang Tan singgah untuk pesiar sambil menyerapi tentang kekuatan tentara Cu Goan Ciang yang ditempatkan ditempat tersebut, Dan setelah melintasi propinsi Ciat-kang, ia masuk ke propinsi Kangsouw atau Yangciu.
Juga kota ini terkenal sangat ramai sebab penduduknya yang padat, ia tiba dikala hari menjelang magrib, segera ia melihat ramainya kota dan mendengar suara musik dan nyanyian disana-sini, seperti juga penduduk kota ini sama
sekali tidak merasakan suasana peperangan yang tengah terjadi antara Cu Goan Ciang dengan pasukan Bengkauw, yang tidak lama lagi tentu akan merembet ke kota ini.
Penduduk yang ada dikota ini seperti terbuai oleh segala kegembiraan dan pelesiran yang menyenangkan hati, setelah menitipkan kudanya dirumah penginapan, Kwang keberangkatannya
yang belum jatuh kekota raja akan ketangan Bengkauw Tan jalan2 mengelilingi kota tersebut, ia menyaksikan jika ada uang tidak usah orang kuatir akan kekurangan kesenangan.
Tepatlah kata-kata yang berucap: "Dengan uang sepuluh laksa renceng melibat pinggang menunggang burung jenjang pergi ke Yangciu."
Selama dalam perjalanan Kwang Tan selalu bersikap hati-hati dan waspada sekali, iapun melakukan perjalanan seorang diri, juga dirumah penginapan ia memakai nama samaran.
Demikian juga kali ini, ia hanya seorang diri mengelilingi kota tersebut. Setelah puas jalan-jalan sambil menyerapi keadaan dikota tersebut, ia kembali kerumah penginapan buat bersantap.
Selesai bersantap Kwang Tan kembali kekamarnya
untuk rebah2an, kedua matanya di pejamkan, ia segera memikirkan tentang perjalanannya yang dilakukan seorang diri, ia juga teringat kepada perjuangan Bengkauw, yang ingin sekali menegakkan keadilan dalam negeri dari kerajaan ini, Kaisar Cu Goan Ciang yang selalu bertindak dengan tangan besi itu dapat dirubuhkan.
Kwang Tan sempat menyaksikan dibeberapa kota, dengan penduduknya yang hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan akibat korban peperangan.
Ia juga teringat kepada Ban Tok Kui, betapapun juga suhengnya itu masih saudara seperguruannya, yang harus dihormatinya sebagai kakak seperguruannya. Dan memang menggembirakan Ban Tok Kui telah berjanji akan kembali kejalan yang benar.
Sekian lama Kwang Tan rebah dipembaringannya tanpa dapat tidur walaupun ia telah memejamkan matanya rapat2, sampai akhirnya ia bangun dan duduk, dan bersemedhi untuk melatih jalan pernapasannya.
Tidak lama setelah bersemedhi, barulah ia bermaksud tidur, dan membuka pakaian luarnya. Tapi tiba2 sekali telinganya yang tajam mendengar suara rintihan perlahan, serta isak tangis seorang anak kecil, segera ia membuka
pintu dan pergi kekamar di depannya, dari mana suara isak tangis dan rintihan itu didengarnya.
Ia mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu kamar, namun segera juga Kwang Tan membatalkannya dan urung untuk mengetuk pintu kamar tersebut, karena dianggapnya perbuatannya itu tentu kurang baik.
Maka ia segera menghampiri pelayan, yang tengah duduk menyender dipintu depan dengan matanya yang meram-melek.
Memang sudah menjadi kebiasaan dirumah penginapan ini, untuk selalu menugaskan seorang pelayan penjaga pintu, guna menyambut atau mengantar tamu yang datang atau ada keperluan pergi diwaktu malam.
Demikian juga halnya dengan pelayan tadi, ia segera bangkit dan berdiri tegak dengan hormat ketika melihat tamunya menghampiri kearahnya, Bahkan ia segera bertanya: "Apakah tuan hendak berangkat diwaktu malam selarut ini !"
Kwang Tan menggoyangkan tangannya perlahan, ia tidak menjawab, hanya saja segera ia menanyakan siapakah penghuni didepan kamarnya itu, dari mana terdengar suara rintihan perlahan dan isak tangis seorang anak kecil.
"Ohhhh itu," kata pelayan itu, agaknya dia heran dan terkejut "Sepuluh hari yang lalu mereka datang kerumah
penginapan ini. Yang satu seorang tua dengan pakaian seperti pengemis mesum, serta bersamanya seorang anak lelaki kecil.
Pengemis itu dalam keadaan terluka disekujur tubuhnya, begitu masuk ke-dalam kamar ia segera merebahkan diri, terus ia terserang demam panas dingin, ia memiliki sebungkus obat bubuk, dia telan obat itu.
Ternyata obat tersebut tidak banyak menolong, bahkan ia jadi lebih parah dengan luka-lukanya itu, keadaannya payah sekali, sehingga pernah juga ia pingsan tidak ingat diri. Bocah itu lari keluar sambil menangis, ia mencari seseorang yang telah datang kerumah penginapan ini dialah seorang yang mukanya kuning.
Ketika dia melihat seorang tua itu, ia berduka bukan main dan segera dia pergi mencari tabib, ialah Kam Hong Tie, alias It Sian (Dewa Tunggal), tabib ini memang merupakan tabib yang luar biasa, tabib setengah dewa, yang
memiliki ilmu pengobatan benar-benar sangat menakjubkan sekali dan belum pernah orang yang ditolongnya tidak sembuh dari sakitnya, telah banyak orang yang ditolongnya.
Tapi setelah memeriksa keadaan sipengemis itu dengan memegang nadinya tabib itu segera memperlihatkan wajah
yang muram, ia menggelengkan kepalanya sambil menghela napas perlahan, dikatakannya pengemis tersebut sulit sekali buat ditolong dan tidak perlu diberi obat.
Karena jika diberi obat paling lama juga ia hanya akan hidup lebih sepuluh hari, atau selambat2nya setengah bulan akan putus napas, Terus It Sian pergi tanpa memberikan obat atau resep obatnya. Bahkan iapun tidak mau menerima uang hadiah sebagai pembayaran uang pengobatan.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bercerita sampai disitu, pelayan ini menghela napas, memperhatikan
mendengarkan Kwang Tan yang waktu itu tengah cerita pelayan dengan tertarik pelayan tersebut segera meneruskan perkataannya lagi untuk melanjutkan ceritanya tentang si pengemis terluka itu.
"Majikanku kuatir si pengemis mati dihotel kami ini, ia mohon agar orang bermuka kuning itu mengajak sipengemis, kawannya itu, keluar dari rumah penginapan ini. Tapi orang bermuka kuning itu malah meminta kebijaksanaan.
"Kebajikanku untuk membiarkan si sakit menginap saja dulu beberapa saat disini, katanya ia hendak pergi mencari obat. ia pun pergi dengan meninggalkan uang lima puluh
tail perak, ia berpesan wanti-wanti agar sisakit dilayani dengan sebaik-baiknya, ia segera meninggalkan si pengemis dan si bocah.
Namun telah lima hari ia pergi, tidak juga terlihat ia kembali, ini adalah hari keenam sejak kepergiannya,
sedangkan sipengemis semakin
parah juga keadaannya, payah benar penyakit yang dideritanya, luka2 ditubuhnya tampaknya memang semakin berat, itu pula sebabnya mengapa bocah yang mendampinginya selalu menangis.
Aku kuatir justeru sipengemis sulit diselamatkan jiwa tuanya itu...!"
Kwang Tan mengerutkan alisnya, tanyanya kemudian: "Apakah engkau dapat mengantarkan aku kepada pengemis itu "!"
Pelayan itu menentang matanya lebar2 tampaknya ia heran, namun akhirnya ia tertawa.
"Apakah tuan mengerti ilmu pengobatan?" tanyanya, ragu2 dan seperti meremehkan.
Segera ia mengutarakan Kwang Tan kekamar pengemis itu, tapi ia masih terus mengoceh hampir tidak kedengaran karena sangat perlahan. "Tuan mungkin kurang sehat syarafnya, walaupun ia mengerti ilmu pengobatan mana dapat ia menandingi kepandaian It Sian "!"
Segera juga mereka tiba didepan kamar, pelayan itu mengetuk perlahan pintu kamar tersebut sambil berkata: "Engko kecil, buka pintu, ada yang ingin menolong pamanmu itu, katanya dapat mengobati penyakit luka paman-mu."
Daun pintu terbuka, segera tampak seorang bocah yang wajahnya muram sekali, matanya merah. Bengkak karena terlalu banyak menangis. Namun ia tampan, walaupun masih berusia kecil, setelah menatap sejenak kepada Kwang
Tan, dia berkata dengan hormat: "Apakah paman mengerti ilmu pengobatan" cuma kami jadi membuat repot paman, silahkan masuk !"
Kwang Tan kagum. Bocah ini sopan dan juga sangat hormat, pandai bicara, ia melangkah masuk. Segera dilihatnya orang tua yang tengah rebah dipembaringan napasnya satu 2 dan sulit sekali, tidak lancar, penerangan didalam kamar tersebut hanya lilin yang tinggal separuh, apinya, guram, sampai kamar itu dengan sendirinya menimbulkan kesan agak menyeramkan.
Orang tua itu mengerang lemah, matanya guram tidak bersinar seperti umumnya orang sehat, memang kesehatannya sangat terganggu sekali.
"Pemuda, terima kasih..." katanya kemudian dengan suara yang lemah waktu
Kwang Tan sampai dipinggir pembaringannya, "hanya saja, penyakitku ini tidak mudah diohati, sulit sekali memperoleh obat yang tepat, kalau obat yang biasa tidak akan dapat menyembuhkan sakitku ini, aku kuatir, akan membuat engkau pusing dan lelah percuma saja, karena tetap saja penyakitku ini tidak dapat disembuhkan....!"
tangan kanannya, diteruskan pada tangan kiri, akhirnya ia berdiri dan berkata sambil tertawa:
"Walaupun penyakit yang mengendap pada memang berat, masih ada harapan untuk disembuhkan penyakit ini disebabkan angin jahat, lojinke, kau tentu telah
melakukan pertempuran
yang melelahkan, kau lalu mempergunakan tenaga yang melebihi takaran, dan juga Lalu samar2 tampak jelas ia berusaha mengendalikan perasaan hatinya, ialah rasa agung dan harga dirinya. Kwang Tan menghampiri untuk duduk disisi orang tua itu, dia memperhatikan dengan cermat.
"Lojinke, jangan kuatir seperti itu," katanya dengan suara yang halus, "Setiap perantau sulit lolos dari gangguan penyakit" maka dari itu, mari lojinke, kesempatan untuk melihat penyakitmu, sanggup mengobatinya."
"Benarkah?" bocah itu bertanya mendadak, dengan wajah yang sejenak berobah menjadi cerah. "Jika benar, paman, aku si In An akan memberi hormat lebih dulu kepada kau guna menyatakan terima kasihku!"
Benar2 anak tersebut hendak berlutut dihadapan Kwang Tan guna memberi
hormat untuk membuktikan akan pernyataannya tadi yang ingin menyatakan terima kasihnya karena pemuda ini dapat mengobati pamannya, sebab Kwang Tan mengatakan masih sanggup mengobati luka2 sipengemis tua itu.
Kwang Tan cepat mencegah sambil tersenyum ramah sekali, "Jangan dulu, saudara kecil. jangan! Kau sabar, jangan tergesa-2 seperti itu"
Lalu dengan sebelah tangan memegangi dan, ia memeriksa lidah orang tua itu dan memegang juga nadi Sampai
lojinke berilah aku rasanya aku telah melakukan perjalanan cepat sampai tidak sempat lagi kau beristirahat, sehingga gangguan angin jahat masuk kedalam tubuh, setelah begitu kau terserang hawa dingin
sehingga panas dan dingin mengaduk menjadi satu.
Bersamaan dengan itu, lojinke juga salah makan obat, Syukurlah, jika terlambat lagi beberapa hari, obat dewa sekalipun sulit untuk dapat menolong."
Wajah orang tua itu berobah, ia juga memperlihatkan perasaan heran yang membuat ia mementang matanya lebar2, ia pun telah berkata: "Wahai pemuda yang pandai, hasil pemeriksaanmu sangat tepat." dan ia menghela napas
dalam2, wajahnya jadi guram lagi waktu ia berkata lagi: "Lalu sekarang, bagaimana?"
Kwang Tan mengawasi kagum pada orang tua ini. Walaupun penyakitnya berat, orang tua itu tetap besar hati, ia menjawab: "Jika memang lojinke bersedia menahan sakit, aku akan menyembuhkan dengan segera !"
Orang tua itu tertawa, tapi suara tertawanya serak, suara yang keluar dari tenggorokannya pun kering sekali.
"Pemuda yang pandai, kau turun tanganlah !" katanya, "Aku si tua yang memang belum mau mampus ini rasanya masih dapat menahan penderitaan terlebih jauh !"
Kwang Tan tertawa, tanpa berkata lagi, ia mengeluarkan kotak kuning kecil dari sakunya dan mana ia mengambil sembilan batang jarum emas yang kecil sekali, panjangnya hampir empat dim.
Setelah ia meminta orang tua itu rebah tengkurap, cepat ia menusuk sembilan kali banyaknya, disembilan tempat, ia menusuk dengan cepat dan cekatan, juga setiap tusukannya tepat sekali. tidak pernah meleset dan tidak pernah diulang.
Jika tabib lainnya, tentu akan berlaku hati2 waktu hendak menusukkan setiap batang jarumnya. Orang tua itu merintih karena menahan sakit. katanya: "Kongcu, aku... aku merasakan tubuhku kaku dan ngilu, inilah hebat... penderitaan yang terlalu hebat..!"
"Lawan Lojinke, perasaan sakit itu harus dilawan!" Kwang Tan memberikan semangat "Tidak tahan penderitaan berarti penyakit tidak dapat disembuhkan. Tahan sedikit, Jika memang nanti sebentar lagi aku mencabut jarum ku, kau pun harus menahan napas, kalau napasmu buyar, akan berabe dan berbahaya sekali !"
"Aku mengerti, Kongcu, dimana kau mempelajari ilmu ketabibanmu ini" Tabib atau akhli silat yang pandai mempergunakan jarum, yang selama ini telah kukenal, hanya ada beberapa orang diantaranya dan itupun belum pernah aku menemukan tabib atau juga orang yang pandai
mempergunakan tusuk jarum semahir kau! Laote, ilmu silatmupun mungkin mahir sekali, bukankah begitu "!"
Kwang Tan tertawa mendengar ia sebentar dipanggil Kongcu, sekarang dipanggil "Loote" yang berarti adik.
"Bicara tentang ilmu silat, aku mengerti sedikit sekali," katanya setelah tertawa, "Kalau nanti lojinke sudah sembuh, aku ingin sekali menerima petunjuk dari kau!"
"Hemm," orang tua itu berseru. "Kau minta petunjukku, Laote, itulah dapat! Aku situa tidak sembarangan menerima
budi orang maka itu setelah kau mengobati aku, untuk kau pasti akan ada kebaikannya."
Mendengar perkataan orang tua tersebut, Kwang Tan berhenti tertawa, kemudian dengan sikap yang bersungguh2, ia berkata: "Lojinke, dalam hal mengobati
aku memiliki tiga pantangan! Tahukah lojinke akan hal ketiga pantanganku itu?"
Orang tua itu merebahkan kepalanya tapi suara sipemuda membuatnya jadi mengangkat kepalanya sambil mengerling buat melirik ke muka Kwang Tan.
"Laote, aneh sekali kata2mu itu." katanya kemudian, "Mana bisa aku mengetahuinya akan ketiga pantanganmu itu" Nah coba kau beritahukan, apakah ketiga pantangan tersebut?"
Kwang Tan tertawa. ia sengaja mendustai orang tua itu, untuk menipunya dan mengalihkan perhatian orang tua tersebut, agar ia dapat melawan rasa nyeri tusukan jarum.
Tanpa diajak bicara, orang tua itu pasti menderita hebat sekali, Dengan banyak bicara tanpa merasa, berkuranglah penderitaannya itu, tidak usah dia sampai pingsan.
Memang Kwang Tao cerdas sampaipun Thio Bu Kie selalu memujinya. Kali inipun ia memperoleh akal untuk mengalihkan perhatian sisakit, ia segera menjawab, katanya dengan sikap bersungguh2.
"Pantanganku yang pertama itu adalah hal yang biasa yaitu tidak mengobati manusia jahat." "Ohhh begitu?" kata orang tua tersebut "Itulah memang pantas, Cuma saja, seorang tabib tidak dapat menolongi jiwa dari orang yang tengah menghadiri kematian !"
"Aku yang rendah bukannya tabib, aku tidak masuk hitungan itu?" menyahuti Kwang Tan.
"Jawaban yang bagus! Yang kedua?"
"Pantanganku yang kedua," menjawab Kwang Tan girang. ia memperoleh kenyataan orang tua itu sudah dapat bicara lebih keras, "ialah orang diluar kelihatan baik, sebenarnya hatinya berbahaya dan licik!"
"Ya, itupun memang pantas pula!"
"Pantanganku yang ketiga," kata Kwang Tan setelah tertawa lebar, "Aku tidak mengobati siapa ada kebaikan atau faedahnya."
Orang tua itu tertawa, segera juga ia berkata nyaring: "Bagus, bocah! Kau mengobati aku karena mengharapkan kebaikan! Baiklah, lain kali aku si orang tua akan belajar cerdik!"
Sibocah yang bernama In An, yang semula terus menerus berduka, pun ikut tertawa, inilah untuk pertama kali semenjak gurunya, ialah siorang tua itu, menderita sakit yang parah tersebut.
Kwang Tan tertawa. ia telah melihat waktunya sampai, maka ia bilang: "Lojinke, apakah kau sekarang merasa dapat memainkan jalan pernapasanmu "!"
Orang tua itu dapat tertawa dan berkata nyaring tanpa merasa, sekarang pernapasannya berjalan lurus, cuma
tinggal sedikit sesaknya, tapi ia girang bukan main, katanya.
"Laote, kau benar2 sangat liehay nya," kembali ia tertawa lebar. Kwang Tan segera bicara sungguh2. "Lo jinke, awas! Aku hendak mencabut jarumku! Nah, siaplah untuk menahan napas."
Benar2 si pemuda mulai bekerja sebatang demi sebatang ke sembilan jarum itu dicabuti. tersebut memperdengarkan suara
Selama itu orang tua rintihan perlahan, ia merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia telah ditotok tiga kali, didengarnya suara Kwang-Tan: "sekarang jangan menahan napas lebih jauh!" Sambil berkata Kwang Tan mengeluarkan sebutir pil Tiang Lun Tan yang dibarengi perkataannya: "Lojinke, telanlah ini ! Obat itu berwarna merah dan sangat harum sekali."
Orang tua itu segera merasakan tubuhnya ringan dan napasnya lancar sekali.
Kwang Tan masih bekerja lebih jauh, ia minta orang tua itu membuka bajunya, untuk
menguruti seluruh tubuh orang tua tersebut dengan jari2 tangan yang bergerak cepat dan lincah pada setiap jalan darah penting ditubuh orang tua itu.
Pengurutan tersebut mendatangkan hawa hangat, yang membikin darah ditubuh orang tua itu mengalir dengan teratur, sehingga mukanya bersemu dadu cerah. kurang
sepajangan hio, barulah Kwang Tan berhenti menguruti.
Orang tua itu memakai lagi bajunya, kedua matanya dibuka lebar2, mulutnya dipentang untuk berkata dengan suara yang sangat keras "Bagus benar, bocah! Cara kau
mengurut ini telah membuat aku perlu belajar pula delapan atau sepuluh tahun barulah bisa memperoleh keakhlian seperti itu! Ohhh, Lao-te, kau bukannya tengah menghina aku dengan mengatakan bahwa engkau meminta petunjukku .Sungguh engkau membuat aku jadi malu sekali."
Kwang Tan tersenyum, lucu mendengar sebentar ia dipanggil si bocah, kongcu, juga siadik, yaitu laote. Sama sekali Kwang Tan tidak merasa kurang puas, karena ia bisa memakluminya, itulah karena kegembiraan yang meluap2 dari orang tua tersebut bercampur perasaan terharu dan kagum.
"Lojinke, sekarang kau telah sembuh seluruhnya, penyakit dalam itu telah dapat diobati!" kata Kwang Tan kemudian "Tinggal angin jahat yang belum tersapu semua. Nanti aku membuatkan kau resep obat, segera aku minta pelayan pergi membelinya, iapun minta In An pergi kedepan untuk meminjam alat tulis."
Bocah itu pergi sambil berlari cepat2 dan lekas sekali ia kembali, Kwang Tan segera menulis resepnya itu. Orang tua tersebut menyaksikan bagaimana surat obat itu cepat ditulis oleh Kwang Tan, hurufnya pun sangat bagus dan indah sekali.
"Laote, indah sekali tulisanmu." memuji orang tua itu tanpa disadarinya. Kwang Tan tertawa, ia menyerahkan surat obat pada In An dan In An segera kembali lari keluar untuk meminta kepada pelayan membelikan obat tersebut.
Waktu itu fajar sudah tiba. Di rumah penginapan tersebut suasana jadi berisik sekali dan tamu2 telah berkemas atau berangkat pergi sehingga pelayan semuanya
jadi sibuk sekali, tidak terkecuali pelayan yang tadi melayani mereka, ia sudah mandi keringat.
"Eh, engko kecil, apakah kau tidak lihat aku sedang sibuk seperti ini?" kata pelayan itu waktu In An minta pertolongannya, ia baru berkata begitu, mendadak ia mengangkat kepalannya mengawasi In An, katanya dengan
mata terbuka tebar, tampaknya dia sangat heran sekali, katanya. "Bagaimana" tuan muda itu berhasil menolongi orang tua itu "!"
In An tidak sempat menyahuti, ia hanya mengangguk sambil ingin menyerahkan surat resep obat itu .
Tapi pelayan tersebut melihat ia mengangguk dengan wajah yang cerah, tidak muram seperti waktu sebelumnya, segera juga ia menyambar resep obat, itu terus dibawa lari ia tidak memperdulikan tamu lainnya yang memangginya, ia lari kedalam kamar.
Untuk herannya dan takjubnya, ia melihat orang tua itu tengah duduk sambil bercakap2 dengan si pemuda diiringi suara tertawanya yang nyaring, ia berdiri mendelong, mematung didepan pintu hampir tidak bisa mempercayai apa yang disaksikannya itu.
"Aku siorang tua tokh tidak jadi mati, bukan "!" kata orang tua itu waktu melihat sikap si pelayan, "Bukankan kau merasa aneh melihat kenyataan ini "!"
"Akh, kau hanya guyon, tuan,.,.!" kata pelayan itu tersadar dari bengongnya dan jadi malu.
Kwang Tan berkasihan melihat sipelayan itu, ia mengeluarkan uang sepuluh tail, diserahkan kepada pelayan itu, sambil mintanya agar pelayan itu cepat2 pergi membeli obat.
"Uang kelebihannya untukmu !" katanya. "Terima kasih, tuan, terima kasih!" kata pelayan itu berulang kali dan sangat bersyukur. "Ohh, kau benarkah dewa! Dikolong langit ini ada orang yang lebih pandai dari It Sian, benar2 sangat aneh sekali, benar2 aneh, benar2 aneh, aneh sekali !" Sambil mengoceh seperti itu, sipelayan cepat keluar dari kamar.
Kwang Tan membiarkan pelayan itu pergi, ia kemudian menoleh kepada orang tua itu, katanya sambil tertawa: "Lojinke, jika kau bukan orang aneh Rimba Persilatan, kau tentunya seorang Kangouw yang luar biasa !"
"Sebutan orang aneh Rimba persilatan tidak sanggup kuterima tapi jika sebutan orang Kangouw luar biasa, mungkin tepat!" sahut orang tua tersebut sambil tersenyum. "Aku si tua she Bun dan bernama Sie. Didalam rimba persilatan gelaranku yang kecil ialah Pat Cie Tiat Liong, Laote, pernahkah kau mendengarnya ?"
Kwang Tan terkejut, sampai tanpa merasa ia berseru, "Ohh kiranya Locianpwe Pat Cie Locianpwe yang menjadi salah seorang Kaypang Sam Lo !"
Ia terus menatap tangan orang tua itu, karena tadi ia mendapatkan jari2 tangan orang itu lengkap sepuluh, tapi
mengapa disebut Pat Cie Tiat Liong (Naga Besi Delapan Jari). Ia juga tidak sangka orang tua itu seorang diantara Kaypang Sam Lo yaitu tiga tertua Kaypang atau partai pengemis.
Melihat sikap sipemuda, orang tua itu dapat menerka isi hati Kwang Tan, Katanya kemudian sambil tertawakan mengangkat kedua tangannya, untuk diperlihatkan kepada Kwang Tan, jari-jari tangannya dipentang, ia menambahkan: "Nah Laote, kau telah melihat jelas atau belum?"
Kwang Tan mengawasi Pada tangan kiri ia melihat jari kelingkingnya terbuat dari tembaga yang warnanya mirip dengan warna kulit tangan, sehingga menjadi samar, sedangkan pembuatannya bagus sekali.
Demikian juga jari kelingking tangannya yang kanan. Segera juga Kwang Tak mengerti dan mengangguk. "Sebenarnya locianpwe, apakah yang telah terjadi terhadapmu?" tanya Kwang Tan kemudian, "Maukah locianpwe menceritakannya kepadaku?"
Bun Sie menunjuk pada In An, sibocah, kemudian ia memberikan keterangannya: "In An adalah anaknya Kang Ouw Sin- Houw (Harimau Sakti dari sungai Telaga) In Yang Li, jago dari Yan-In. Setelah memperoleh nama besar, In Yang Li hidup
menyendiri ditepi telaga Tong Peng Ouw dikecamatan Tong Ii peng, Shoa-tang, ia hendak menikmati hidup aman dan tenteram damai, Selama merantau ia bentrok dengan Kang Lam Sie Liong (Empat Naga dari Kang Lam), empat jago dari Pouwshie, Hopak, yaitu empat orang bersaudara Kwa, yang masing bernama Kwa Lung yang tertua, Kwa Cin, Kwa Min dan Kwa Lo.
Mereka berempat memang pernah dirubuhkan In Yang Li. Bahkan Kwa Cin kena dibabat kutung lima jari tangan kanannya oleh In Yang Li.
Segera juga keempat jago Hopak itu menghilang. Tidak tahunya mereka berguru pada seorang berilmu digunung Tiang Pek San. Setelah turun gunung mereka mencampurkan diri dalam rombongan Ceng Kie Pay, partai Bendera Hijau, ditiga propinsi Kangsouw, Anhui dan Ouwpak.
Mereka bermaksud menuntut balas. Niat itu didengar Boo Sie yang waktu itu berada dikota Langsun dalam perjalanan menuju kelo-im untuk menggabungkan diri dengan pengemis lainnya, karena didengarnya Bengkauw mulai bergerak lagi dan
menggabungkan diri dengan untuk membantu Bengkauw. ia bermaksud hendak
para saudara separtainya Mendengar bahwa In Yang Li terancam jiwanya, ia jadi menunda perjalanannya, bahkan ia telah mutar haluan, pergi memberikan kisikan kepada In Yang Li, karena In Yang Li memang sahabat baik Bun Sie.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Bun Sie tiba di Tongpeng, ia terlambat In Yang Li telah dikeroyok. Waktu menolongi, Bun Sie dikepung tujuh belas jago Ceng Kie Pay. ia berhasil membinasakan lima musuh dan menolongi In An, untuk dibawa menyingkir ia dikejar.
Syukur ditengah jalan dapat juga ia meloloskan diri, Tiga hari tiga malam ia melarikan diri tanpa minum dan makan, tubuhnya pun terluka, disepanjang jalan ia terkena angin, maka setibanya di Kang-touw, ia rubuh.
Disini ia menyembunyikan diri, maka perintahkan In An pergi mencari pemimpin pengemis di Yangciu yang bernama Kie Shang dan perintahkan kawannya itu pergi ke Ouwpak, untuk minta obat dari tabib partai pengemis, ia sendiri menguatkan diri dan hati untuk menantikan pertolongan itu.
Maka syukur ia bertemu Kwang Tan, jika tidak pasti ia mati terlantar dirumah penginapan tersebut. Mendengar cerita itu, Kwang Tan berkasihan terhadap In An. ia menggenggam kedua tangan anak itu, yang nasibnya sangat malang sekali.
"Bagus locianpwe, kau telah memperoleh murid sangat berbakat ini, kelak setelah dewasa tentu akan dapat menuntut balas." berkata Kwang Tan sambil mengangguk ramah pada In An yang menunduk dengan kepala berduka.
"Hai, kembali kau memanggilku dengan sebutan locianpwe." tegur Bun Sie, matanya dibuka lebar2. "Jika kau menghargai aku panggillah aku dengan sebutan laoko (kakak), Tentang silat kau tentu saja berbeda dariku laote. Oya, aku sampai lupa menanyakan sesungguhnya kau murid siapa?"
Kwang Tan segera menceritakan asal usul nya. Segera juga sipengemis tua jadi girang bukan main, mukanya berseri-seri.
"Sungguh ini adalah peruntunganku si-tua yang sudah mau mampus benar2 sangat baik! Telah lama memang aku kagum sekali mendengar sepak terjang gurumu, dan juga
aku waktu sekarang ini, jika saja tidak menghadapi urusan sahabatku itu, tentu aku telah menggabungkan diri dengan Bengkauw... untuk ikut berjuang !"
Kwang Tan menceritakan juga, betapa pasukan Bengkauw telah berhasil memperoleh kemenangan
gemilang dan berhasil menguasai beberapa kota.
Bun Sie mendengarkan dengan penuh perhatian dan girang sekali, Sampai akhirnya ia berkata, "Kau benar2 seorang pemuda yang hebat sekali, laote !"
"Bagaimana keadaan pernapasanmu lao-ko ?"" tanya Kwang Tan kemudian. Tapi sipengemis tua telah mengulapkan tangannya, Bun Sie pun segera berkata: "Itu urusan kedua, sekarang aku ingin menyatakan sesuatu padamu, laote, bagaimana jika
aku si tua tidak mau
mampus terhitung sebagai saudaramu...!"
"Mana aku berani, laoko !" kata Kwang Tan menampik dengan ramah.
"Akh, jangan bertingkah seperti kakek2!" kata Bun Sie. Mendadak sikapnya jadi bersungguh2 "Begini saja, aku jadi Toako, karena akulah situa dan kau menjadi Jite (adik ke dua)! Nah Jite, bagaimana pandanganmu terhadap In An" Apakah dia ada harapan maju "!"
Kwang Tan tidak dapat tidak menerimanya keinginan sipengemis tua ini, tapi iapun tidak menjadi kurang senang oleh sikap si pengemis tua yang mengangkat dirinya menjadi kakak angkatnya yang tertua tanpa meminta persetujuannya, ia bahkan senang untuk keperluannya itu. Iapun merasakan, betapa sangat baiknya jika ia mengangkat saudara dengan tokoh pengemis ini.
"Pandangan toako pasti tidak salah." jawabnya kemudian tertawa, ia menggaruk2 kepala, katanya: "Kita menjadi saudara angkat, lalu bagaimana orang2mu memanggil aku, bila mereka bertemu denganku."
In An sendiri segera juga berlutut memberi hormat sambil memanggil: "Ji-susiok!" Panggilan itu berarti paman yang kedua, Malah ia telah mengangguk2an kepalanya.
Kwang Tan segera memimpin bangun, katanya tertawa. "Gurumu tidak senang banyak peraturan, mengapa kau mengangguk2 kepada ku seperti itu?"
"Sudahlah?" kata Bun Se tertawa, "Kau masih muda sekali, sekarang kau menjadi orang tertua partai kami, itulah hal yang orang lain, walaupun dia minta, dia tidak akan memperolehnya! Maka mengapa engkau bertingkah. Sekarang begini saja, Kau mau pergi ke kota raja" Aku
Jago Kelana 6 Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Pahlawan Dan Kaisar 5

Cari Blog Ini