Ceritasilat Novel Online

Tugas Rahasia 1

Tugas Rahasia Karya Gan K H Bagian 1


"/ TUGAS RAHASIA Karya : Gan KH Jilid ke : 1 Mega mendung, cuaca buruk hawa lembab, dalam keremangan yang kelabu ini Kim-hou po (benteng macan / emas) yang terbuat dari susunan batu bata kelabu itu kelihatan seram, misterius diliputi warna beku.
Benteng besar itu didirikan dtatas dataran tinggi dengan pagar tembok dua tombak tingginya, panjangnya mencapai puluhan li. Dari luar tiada orang pernah melihat bagaimana keadaan di dalam benteng, kecuali burung yang terbang diudara Dan kenyataan udara diatas benteng macan emas tidak kelihatan ada burung terbentang melintas, maklum sekitar benteng adalah tanah tandus, sepucuk pohonpun tiada, karena tiada pepohonan tiada tempat untuk berpijak dan membuat sarang, maka jarang ada burung yang terbang di sini.
Benteng itu memang mirip iblis raksasa yang sedang mendekam diatas sebuaji bukit rendah, kecuali warna kelabu, seluruh benteng itu hanya dihiasi dua kepala harimau besar yang terbuat dari emas, dua kepala harimau yang dipasang diatas pintu gerbang dengan menggigit dua elang besar yang terbuat dari emas pula, gelang emas itu sebesar lengan bayi, beratnya pasti seratusan kati. sementara kepala harimau itu ada orang pernah naksir beratnya ada tiga ribu kati, maklum karena terbuat dari emas murni.
Dalam Bulim (dunia persilatan) sering terjadi pertikaian, hanya lantaran belasan tahil emas. Tapi ribuan kati emas murni jang berbentuk kepala harimau ini menjadi pajangan pintu, entah sudah sekian tahun lamanya beiada di sana. tidak sedikit orang yang lewat di daerah ini, dari jauh sudah melihat adanya warna kuning kemilau dari kepsla harimau dan gelang besar yang tergigit di-muluti ya, selamanya takkan ada yang berani menyentuhnya.
Kim-hou-po boleh dikata merupakan benteng yang palin misterius di Bulim. Begal besar, perampok yang paling ganas, bila sudah kepepet karena tiada tempat berpijak karena takut di buru hukum, jalan satu-satunya pasti akan masuk ke Kim-hou-po. /
Demikian bagi seorang persilatan karena diburu musuh besarnya, keluarga terbunuh habis, pada hal kekuasaan musuh besarnya tersebar luas diempat penjuru, demi menyelamatkan jiwa. terpaksa dia pun masuk ke-Kim-hou-po.
Bagi setiap insan persilatan yang punya hoby belajar silat dan menuntut ilmu yang lebih tinggi, setelah gagal dalam usahanya mengembara di Kangouw untuk mengejar kungfu, akhirnya diapun akan pergi Kim-hou-po. Pokoknya setiap insan persilatan bila menemukan jalanbuntu, entah karena persoalan apa, demi mencapai cita-citanya, secara langsung dia akan teringat pada Kim-hou-po.
Tapi ada apakah sebetulnya rjdalam Kim-hou-po" Tiada orang bisa merjelaskan karena tiada seorang manusia yang sudah masuk kedalam Kim-hou-po perrah keluar pula dan muncul dikalangan Kangouw
Didalam Kim-hou-po mungkin mereka hidup senang, atau mungkin sudah lama mati atau. . . . hakikatnya tiada oran tahu. namun asosiasi kaum persilatan terhadap Kim-hou-po tidak pernah berobah, bila menghadapi jalan buntu serta merta mereka akan hijrah ke dalam Kim-hou-po.
Sudah tiga hari tiga malam Ciong Tay pek mendekam dalam lobang galiannya ditanah berdebu ditanah belukar, setengah li jauhnya diutara Kim-hou-po. Untuk mendekam didalam lobang galian seperti kelinci selama itu sudah tentu bukan pekerjaan yang enteng dan segar, kalau tidak mau dikatakan merupakan siksa, tapi Ciong Tay pek justru kuat bertahan, selama tiga hari tiga malam itu, dia jarang tidur, seluruh waktunya dihabiskan untuk memperhatikan dan mengawasi gerak gerik Kim-hou-po, namun selama tiga hari tiga malam itu. pintu gerbang benteng besar itu hakikatnya tidak pernah terbuka barang sekejappun.
D bawah kaki bukit dimana benteng raksasa itu berdiri, dibangun dua deret rumah batu. Dalam rumah batu yang besar dan panjang itu dipelihara tidak sedikit kuda dan orang-/
orang yang merawatnya. Bila kebetulan arah angin menghembus keutara dari tempat persembunyiannya Ctong Thay pek sering mendengar ringkik kuda, kadang kala didengar nya pula gelak tawa orang, pernah pula dia melihat bayangan beberapa orang yang mondar mandir, tapi orang-orang itu semua ber-seragam hitam dengan tutup kepala hitam pula, sering orang-orang berkedok itu menunggang kuda secara berombongan dibedal ditanah tandus pegunungan menimbulkan kepulan debu kuning, kelihaiannya tugas mereka adalah mengasuh dan merawat kuda-kuda itu atau pesuruh dan kuli. karena sering Ciong Thay-pek mendapatkan mereka mengeluarkan kereta memuat buntalan-buntalan besar entah apa isinya diangkut keatas bukit dan berhenti dibawah pagar tembok lalu mengerek bantalan itu kedalam.
Bahwasanya Ciong Thay-pek belum pernah melihat seorangpun wajah penghuni Kim-hou-po. Pada hal begitu besar hasratnya untuk tahu keadaan didalam Kim-hou po. sayang dia bukan burung yang punya sayap dan bisa terbang diudara mengintip dari udara.
Pagi hari keempat, akhirnya Ciong Thay-pek melompat keluar dari lobang galiannya. Ciong Tay-pek adalah seorang pemuda berperawakan kurus dengan pakaian yang compang camping, baju yang sudah rombeng itu tidak dapat membungkus badannya yang kurus, sehingga kelihatan didepan dadanya dihiasi sebuah tato biru berhentak seekor kupu-kupu besar. Walau badannya kurus, tapi wajahnya menampilkan sikap tegas, sorot matanya tajam penuh tekad, seolah olah tiada seuatu kekuatan apapun didunia ini dapat mencegah dia melakukan sesuatu bila dia sudah punya tekad untuk meakukannya.
Setelah berdiri dia menepuk badan membersihkan debu yang melekat dibadannya lalu melangkah lebar kedepan. /
Hari ini cuaca cerah ceria, sang surya memancarkan cahayanya yang berderang semakin jauh dia beranjak kedepan, kepala harimau dan gelang emas di atas pintu gerbang Kim-hou-po semakin menyolok mata ,langkahnya memang lebar, jarak setengah li ditempuhnya dengan cepat akhirnya dia tiba didepan dua deret rumah batu panjang, sejenak dia berdiri.
Banyak orang didepan rumah, tapi semua sibuk akan pekerjaan sendiri, Giong Tay-pek celingukan memandang beberapa orang yang mondar-mandir didepannya, akhirnya dia mengulum senyum getir. Orang-orang itu semua berpakaian hitam dengan kerudung kepala hitam pula jadi tidakkelihatan wajahnya hanya perawakan mereka saja yang berbeda tinggi rendah kurus gemuk, namun selintas pandang Ciong Tay-pek sudah tahu bahwa orang-orang ini semua memiliki kungfu yang cukup tinggi.
Ternyata kehadiran Ciong-Tay-pek di antara mereka tidak menimbulkan perhatian, tiada satupun yang melirik atau menegor diri nya, maka dia meneruskan jalan kedepan melewati kedua deretan rumah itu dan tiba dijalan miring yang menuju keatas bukit, di mana benteng raksasa berdiri, sejauh ini orang-orang itu. tetap diam, tiada yang menegurnya
Ciong-Tay-pek memanjat keatas lewat jalan yang serong terus maju kedipan pintu gerbang Kim-hou-po. Setelah menarik napas, dia ulur tangan memegang gelang emas disebelah kiri, gelang emas ini memang berat, baru saja dia memegang dan belum mengetukkan keatas pintu, maka terdengarlah seorang serak tua berkata: "Tunggu."
Suara "tunggu" ini kedengarannya berat menggelegar laksana guntur yang menyelinap keluar dari cela-cela pintu, hingga badan Ciong Tay pek bergetar, lekas dia menegakkan badan lalu mengingat kata-kata yang sudah dirangkaikannya serta pernah diucapkan dainm hati ribuan kali, maka suaranya terdengar mantap: "Cayhe (aku yang rendah) Ciong Tay-pek, /
ingin mencari perlindungan di Kim-hou po. jikalau diterima, selama hidup ini rela bekerja dan setia bagi Hou- pocu" waktu mengucapkan perkataan, jantung berdebar, namun sekuatnya dia menekan perasaannya.
Ciong Tay-pek tahu bukan kejadian aneh bila seseorang mengetok pintu minta perlindungan kepada Kim hou po. Sementara ada pula suatu ketentuan dari pihak Kim-hou-po yang harus dipatuhi, setiap orang yang datang minta perlindungan tidak pernah ditanya asal usul dan tujuannya. Peristiwa terjadi sejak delapan tahun yang lalu, Se-san-liok yan (enam siluman dari gunung barat) karena bertumpuk kejahatan yang pernah dilakukan, sehingga menimbulkan kemarahan masa. kaum persilatan bergabung mengeroyok mereka, setelah diadakan rapat terbuka di Siong-san. berbagai perguruan silat dari aliran terus sepakat untuk mencari jejak Se-san liok-yau serta menumpasnya, dalam suatu pertempuran sengit empat dari keenam siluman itu hasil dibunuh, dua lagi yang masih hidup sempat melarikan diri dan mencari perlindungan di Kim hou-po.
Sudah tentu Ciong Tay-pek tahu, sesuai ketentuan pihak Kitn-hou-po tidak akan menanya asal usul dan maksud tujuannya, padahal dia sendiri tahu bahwa kedatangannya bahasanya memikul suatu tugas rahasia, tugas khusus.
Bukan mustahil sejak Kim-hou-po berdiri dibukit rendah diutara sungai besar ini, selamanya belum pernah ada seorang yang mempunyai tekad dan maksud tujuan seperti dirinya memasuki Kim-hou-po. Bahwa Ciong Tay-pek berani melakukan sesuatu tugas yang belum pernah orang lain lakukan, jelas dia bukan manusia yang bernyali kecil. namun bila dia terbayang akan berita yang tersiar luas diluar, betapa misteriusnya Kim-hou-po ini, jantungnya masih berdebar dengan keras.
Maka terdengar pula uara serak tua itu separah lebih berat dari patah yang terdahulu serasa mendengung telinga Ciong /
Thay-pek ,,Kim-hou-po tidak pernah menolak kedatangan siapapun tapi harus diketahui, bila gelang emas diatas kepala harimau diketuk, bila pintu gerbang terbuka, maka kau harus masuk. Setelah masuk kecuali memperoleh jdziu dari Pocu (ketua atau pemilik benteng), selama hidup siapapun dilarang meninggalkan benteng ini."
Jari jemari Ciong Tay-pek masih pegang gelang emas itu, tanpa merasa telapak tangannya sudah berkeringat dingin. Dia maklum kalau sekarang dia membatalkan niatnya masih ada kesempatan. Tapi dia justru menjawab lantang : "Aku tahu."
"Bagus," ucap suara serak tua itu, "kau boleh ketok."
Ciong Tay-pck menarik na"as dalam dengan keras dia ketukan pelang emas itu di atas pintu suaranya berkumandang tapi tidak begitu keras, namun hanya sekejap dua daun pintu gerbang itu pelan-pelan terbuka, namun pintu besi itu hanya terbuka selebar empat lima dim jadi hanya celah-celah belaka, cukup tiba untuk seseorang menyelinap masuk.
Tanpa bimbang Ciong Tay-pek lantas menyelinap masuk, waktu dirinya mendekam tiga hari tiga malam dilobang galian ditanah tegalan itu, dalam hati sudah ribuan kali dia memikirkan persoalan Ini, maka sekarang tak perlu dipikir lagi, dengan miring tabuh segera dia sudah berada dibalik kedua daun besi besar itu.'
Begitu dia menyelinap masuk kedua daun pintu besar itupun lekas merapat pula dengan suara gemuruh. Waktu Ciong Tay pek angkat kepalanya, dirinya berada disebuah lorong panjang yang sempit, kedua sisi adalah tembok batu yang tinggi. Delapan kaki didepannya tampak sesosok bayangan orang yang bungkuk berdiri membelakangi dirinya pelan-pelan orang bungkuk ini beranjak ke-depan.
Akhirnya Ciong Tay-pek sudah berada didalam Kim-hou-po, melangkahkan kakinya d i dalam benteng raksasa yang /
dipandang amat misterius oleh kaum persilatan. Meski hanya lorong sempit panjang yang dihadapinya tapi dia bingung tak tahu bagaimana dia harus berbuat. Untunglah orang bungkuk didepan itu bersuara "Ikut aku."
Itulah suara serak tua yang didengar Ciong Tay-pek waktu dia masih berada diluar pintu tadi, didalam lorong sempit ini kedengarannya mendengung dengan volume suara yang menggetar genderang telinganya.
Tersipu langkah Ciong Tay-pek beranjak kedepan. Dia tahu Lwekang (tenaga dalam) kakek bungkuk ini ternyata sudah diyakinkan setaraf itu, pasti sebelum ini adalah seorang jago kosen didunia persilatan.
Tapi setelah sekarang dia berada di Kim-hou-po, terhitung apa pula dia " Sembari berpikir Ciong Tay-pek melangkah kedepan, dengan tangkah lebar, kakek bungkuk didepannya kelihatannya berjalan tertatih-tatih namun meski Ciong Tay pek sudah mempercepat langkah dan melebarkan tapak kaki nya tetap dia berada dibelakang si kakek dalam jarak yang sama. Akhirnya mereka sudah keluar dari lorong sempit itu, diujung lorong terdapat sebuah gardu yang dipajang amat indah dan serba antik, sayup-sayup Ciong Tay-pek mendengar percakapan dan cekikik tawa lembut dari dalam gardu, seperti cekikik seorang gadis lembut yang berhati polos sedang berkelakar, siapapun mendengar tawa lembut itu pasti merasa longgar dan bebas perasaan.
Begitu berada didepan gardu kakek itu lantas berhenti, tapi begitu berhenti dia lantas membalik badan,sehingga Ciong Tay-pek tetap tidak bisa melihat raut wajahnya, namun dikala orang berputar itulah sekilas Ciong Thay-pek menangkap tanda merah berbentuk hati dipipi kiri orang.
Seketika benak Ciong Tay pek teringat pada seeorang. Sesaat dia berdiri melenggong dengan mulut terbuka lebar, teraba keringat dingin mengucur di punggung menyentuh pinggang alat itulah si kakek sudah bersuara pula: "Masuklah." /
Bahwasanya hati dan perasaan Ciong-Tay-pek sudah tidak karuan, bentakan si kakek juga mendadak pula sehingga perasaannya semakin gundah dan hatinya, tanpa sadar dia beranjak kedepan mendorong pintu terus melangkah masuk kedalam gardu tertutup itu.
Bagi seorang lelaki yang jiampu bertahan tiga hari tiga malam mendekam dalam lobang tanah ditegalan, keadaan garda dengan perabot serba antik ini sudah tentu merupakan dunia lain yang teramat mewah. Baru saja kaki melangkah masuk hidung sudah dirangsang bau wangi, begitu dia angkat kepala, diantara pajangan yang serba mewah dan molek dengan aneka warna cerah, dibelakang sebuah meja bundar kayu cendana, duduk seorang cewek cantik, sanggul sang terhias berbagai hiasan dengan pakaian kuno laksana putri keraton, mata yang jeli mengerling, senyum yang menawan hati pula, suaranya merdu: "Silakan duduk," dua patah kata yang mengandung maknit, seperti tersedot saja Ciong Tay pek beranjak kesamping lalu duduk didepan meja bundar.
Sebening kaca sepasang bola mata cewek jelita ini menatap wajah Ciong Tay-pek, yang dipandang menjadi risi dan malu tertunduk, hanya sepasang tangan cewek jelita saja yang diamat Pada saat itu pula jantung Ciong Tay-pek seketika berdebar-debar.
Demi suatu tujuan rahasia dia bertekad menyelundup kedalam Kim-hou-po untuk mencapai maksudnya ini dia sudah menyembunyikan asal-usul merobah nama, serta berguru ke Tay-seng-bun dikota Cu seng di Shoa-tang. Tay-seng-bun tidak memiliki Kungfu yang lihay atau tinggi, tapi perguruan ini terkenal dengan tujuh puluh dua perobahan tata riasnya, jadi aktifitas perguruan ini kalau bukan mencuri, ya merampok, menipu atau perbuatan kotor apa saja yang dipandang hina dina. Selama setahun Ciong Tay-pek merendahkan derajat, menutup tali batinnya ikut aktif dalam berbagai kegiataan kotor didalam Tay seng bun waktu dia meninggalkan /
perguruan ini. dia beranggapan banwa kepandaian tata rias yang dikuasai..ya sekarang sudah terhitung nomor satu didunia ini kalau tidak mau dikatakan termasuk kelas wahid.
Kini dikala dia mengawasi sepasang tangan si cewek jelita ini, sepasang tangan putih halus laksana batu jade dengan jari-jari runcing berkuku panjang, begitu halus dan moleknya sehingga lelaki manapun yang melihatnya akan terbangkit nafsu birahinya.
Tapi Ciong Tay pek yang sudah ahli ini sudah yakin bahwa sepasang tangan itu palsu, dibalik kepalsuan sepasang tangan yang halus molek itu bukan mustahil adalah tangan yang kurus kering, dengan jari-jari seperti cakar burung, hasil dari keahlian sepasang tangan yang udah beken dalam bidangnya ini. sehingga langan yang buruk dan menyeramkan itu sekarang kelihatan begitu halus dan menyenangkan, jelas kepandaian ini jauh masih berada diatas kepandaian tata rias yang pernah diperolehnya dari Tay-seng- bun, meski dalam perguruan itu seluruhnya mempunyai tujuh puluh dua jenis tata rias yang berbeda dengan perobahan-perobahan yang tidak kentara.
Bahwa cewek jelita ini juga seorang ahli dalam soal rias merias, adalah logis kalau CiongTay-pek amat terperanjat, lalu maksud kedatangannya apakah masih dapat mengelabui lawan" Tanpa terasa punggungnya seperti dijalari ribuan semut, itulah keringat dingin yang bercucuran.
Didengarnya cewek jelita itu berkata lembut: "Angkat kepalamu."
Tanpa sadar Ciong Tay-pek angkat kepala nya mengawasi cewek yang ayu jelita didepannya, jantungnya berdebar srmakin keras. Sebelum berguru ke Tay-seng bun yang memiliki tujuh puluh dua kepandaian perobahan tata rias Ciong Tay-pek sudah memiliki Kungfu yang lumayan, Ciangbun (pemimpin) Tay-seng-bun amat sayang dan memberi kepercayaan penuh kepadanya, pernah dalam suatu /
percakapan gurunya itu memberi tahu bahwa Ja-li-pay dari Persia terhitung nomor satu diseluruh jagat dalam kepandaian tata rias alias make up.
Tapi anggota Ja li-pay tiada yang pernah datang keTionggoan. Anggota seluruhnya adalah nenek-nenek yang sudah berusia enam puluhan, tapi mereka mampu merias dan berdandan sendiri menjadi seorang gadis tujuh belas tahun yang cantik molek, orang lain tidak akan mampu melihat kepalsuannya. Kepandaian lain yang lihay dari Ja-li-pay adalah Ja-li bi-hun (ilmu sihir), seseorang bila terpengaruh oleh ilmu Ja-li-bi-hun segala persoalan yang terkandung dalam sanubari-bisa dilimpahkan tanpa tedeng aling-aling kepada orang yang mempengaruhi pikirannya.
Sekarang Ciong Tay-pek sudah yakin bahwa cewek jelita dihadapannya ini adalah perempuan yang berkedok, dengan sejenis obat-obatan khusus menoleh kulit mukanya kulit yang kerat keriput di mukanya akan segera kelihatan.
Dari berita yang tersiar luas di Kangouw Ciong Tay-pek sudah tahu bahwa pihak Kim-hou-po selamanya tidak pernah tanya asal usul dan tujuan seseorang yang mencari perlindungan didalam bentengnya, kenyataan hal itu tidak benar karena mereka memiliki cara lain yang amat manjur, sehingga pendatang baru itu akan tunduk dan menyerah lahir batin serta secara suka menuturkan isi hatinya.
Pelan-pelan Ciong Tay-pek menarik napas panjang, hatinya amat kalut. padahal dia tahu untuk menolak daya kekuatan Ja-li-bi-hun, dia harus mengkonsentrasikan pikiran, serta menyalurkan tenaga murni dalam badannya, kedua tangannya mengepal kencang jari tengah tangan kanannya mengincar Lau-kiong-hiat ditelapak tangan kiri sendiri.
Cewek jelita itu tertawa merdu, katanya: "Siapa namamu" Untuk apa masuk kebenteng ini "' /
Segera Ciong Tay-pek menjawab: "Aku bernama . . . ." hampir saja dia menyebut nama aslinya, karena suara si cantik memang sedemikian merdunya punya dayi tarik luar biasa bagi sehingga setiap lelaki rasanya tidak akan berbohong pula kepadanya. Tapi tidak sia-sia usaha persiapan Ciong Tay-pek selama setahun didalam Tay-seng bun, maka segera dia menyambung: "..Aku bernama Ciong Tay-pek. karena diuber uber musuh dan menemukan jalan buntu, terpaksa mencari perlindungan ke Kim-hou-po."
Agaknya sicantik amat puas akan jawaban Ciong Tay-pek, dengan tawa cekikikan dia berdiri, katanya : ..Sekarang kau sudah berada didalam Kim hou po, boleh legakan hatimu. Tapi kau harus ingat, didalam benteng kau akan bertemu dengan banyak orang, kau dilarang tanya asal usul dan nama mereka, lebih baik percakapan keras dan panjang lebar juga harus kau hindarkan. Kehidupan dalam benteng tentram dan sejahtera, laksana kehidupan dalam kalangan dewa-dewa, betapapun tinggi Kungfu, sekali kali tidak boleh mendemonstrasikan kepandaianmu didalam benteng. Lebih penting lagi setelah berada di Kim-hou-po maka jangan punya pikiran lagi ingin keluar dari sini.'
Ciong Tay-pek ikut berdiri serta mengiakan dengan hormat sambil munduk.
..Baiklah, kau sudah lulus.'' ucap si cantik, '"boleh terserah kemana kau mau mencari tempat tinggal, akan datang orang nvelayani segala keperluanmu, jangan lupa pesanku, Begitu memutar badan si cantik mengeluarkan bebauan wangi, melangkah gemulai keluar pintu belakang. Dikala si cantik membelakangi dirinya, sudah timbul hasrat Ciong Tay-pek menyergapnya dengan tutukan mematiikan di Hiat-to (jalan darah) mematikan dipunggungnya. Tapi dia telan mentah-mentah keinginannya itu. karena dia sadar dirinya baru tiba, segala sesuatunya tidak boleh sembrono, langkah selanjutnya /
dia harus mencari tahu keadaan dan situasi di Kim-hou-po, baru menentukan langkah selanjutnya.
Dengan pandangan mendelong dia antar bayangan si cantik keluar pintu. lalu pelan-pelan diapun beranjak keluar. Diluar adalah sebuah taman kembang yang besar, waktu masih diluar benteng siapapun takkan pernah membayangkan bahwa didalam benteng tinggi yang serba misterius ini terdapat sebuah taman kembang yang permai, tanah berumbut menghijau halus seperti permadani, di sana sini tertaman berbagai jenis tanaman dan Kembang-kembang yang belum pernah dikenalnya, empang teratai, gunungan palsu serta gardu-gardu pemandangan, demikian pula loteng-loteng mungil ditengah taman yacg tersebar luas itu.
Tepat ditengah taman kembang ini terdapat sebuah telaga buatan dengan airnya yang jernih bening sehingga kelihatan dasarnya. Dipermukaan air mengambang daun teratai yang bundar besar dengan bunga teratai yang lagi mekar semerbak, menambah semarak keadaan taman yang memabukan ini.
Didalam taman ini terdapat bauyak orang, tapi setiap orang sibuk akan pekerjaan masing masing, malah suasanapun hening lelap tiada terdengar suara berisik sedikitpun. Tampak oleh Ciong Tay-pek dibawah sepucuk pohon murbei seorang kakek perawakan tinggi kurus sedang meniup seruling, jari jemarinya kelihatan bergerak dengan lincah dan mahir, tapi serulingnya itu tidak mengeluarkan suara.
Lebih banyak orang lagi yang berjalan-jalan menghirup hawa segar ditengah taman, namun sikap dan mimik wajah mereka kelihatan santai dan tak acuh akan keadaan sekelilingnya, seperti dalam taman kembang besar dan luas ini adalah milikku, hanya aku saja yang sedang berada ditengah taman kembang ini, umpama mereka jalan berpapasan satu dengan yang lain juga dianggap tidak melihatnya sama sekali. Pida hal serirg terjadi dua orang sudah hampir /
bertabrakan namun secara mendadak keduanya bisa menyingkir sendiri secara tangkas. Jelas dalam saat-saat yang menentukan itu mereka berbareng menggunakan gerak tubuh dan langkah kelas tinggi yang teramat lihay
Waktu masih diluar benteng Ciong Tay-pek sudah ribuan kali membayangkan keadaan didalam Kim-hou-po dengan berbagai kayalannya. tapi apapun tak pernah diduganya beginilah keadaan gata didalam Kim-hou-po ini. Pelan pelan dia beranjak kedepan, dibawah gunungan yang terbuat dan batu-batu karang laut, ada beberapa lelaki ubanan tengah duduk bermain catur. Tapi mereka bukan main berpasangan, satu lawan satu, tapi bermain sendiri-sendiri tanpa lawan. Biji-biji catur merekapun beraneka ragam warnanya, ada yang terbuat dari emas murni perak atau batu jade. ternyata ada pula yang terbuat dari mutiara. Ciong Tay-pek berdiri sekian lamanya d samping seorang kakek, ternyata si kakek tetap sibuk dengan permainan, jangan kata menyapa melirikpun tidak kepadanya.
Dipinggir telaga banyak pula yang sedang mengail, Ciong Tay-pek melihat seorang lelaki besar memegang joran panjang dua tombak sebesar lengan tangan orang, bobot joran itu yakin ada ratusan kati, tapi lelaki besar itu hanya memegang joran dengan kekuatan jari-jari tangannya diujung pangkalnya, namun sedikitpun tidak kelihatan makan tenaga. Melihat lelaki ini mau tidak mau tercekat hati Ciong-Tay-pek, bagi orang lain mungkin punya kesan din bisa kecurigaan yang mendalam, karena Ciong Tay-pek pernah sekali melihat orang ini, yaitu Kim-kong-kan Sulo Hou, murid-murid dari Thi-kan bun yang membunuh empat puluh tujuh jiwa keluarga gurunya dan dipandang sebagai musuh bergama kaum persilatan umumnya. Waktu itu dia terkepung dan sedang pertarung sengit melawan beberapa jago silat lihay yang mengeroyoknya, namun akhirnya dia berhasil melarikan diri dengan membawa luka luka parah. Gaman yang selalu dibawanya adalah joran yang terbuat dari baja itu, joran /
raksasa yang tiada tandingan di jagat ini. Sekarang manusia durjana, besar yang telengas itu sedang duduk dipinggir telaga, seluruh perhatian dicurahkan diujung kailrya, seperti tiada manusia lain yang hidup disekitarnya.
Ciong Tay-pek terus maju kedepan, tampak pemuda dengan berdandan Kacung langsung menhampiri dirinya seria menyapa: "Kau baru datang" silakan ikut aku."
Ada orang mengajak bicara dirinya Ciong-Tay-pek merasa diluar dugaan, namun lekas dia mengiakan. Ternyala pemuda itu juga tidak banyak mulut, langsung dia putar badan terus beranjak kesana, tak lama kemudian mereka telah menyusuri rumpun kembang memasuki sebuah bangunan berloteng besar, serambi panjang telah mereka telusuri, sepanjang jalan ini tidak sedikit orang-orang yang berpapasan dengan mereka, tapi setiap orang itu sama, seolah-olah hanya dia sendiri yang menghuni Kim-hou-po ini.
Akhirnya pemuda itu membawa Cinng Tay-pek memasuki sebuah lorong panjang terus membelok ke sebuah serambi, mendorong sebuah pintu serta berkata: "Bagaimana kamar ini?"
Ciong Tay-pek mengangguk, sahutnya: "Bagus sekali saudara, cilik, kenapa orang-orang disini semua tiada yang berbicara7"
Pemuda itu melerok sekejap kepada Ciong-Tay-pek katanya;"Waktu kau datang apakah nona Ho tidak berpesan apa-apa kepadamu?" habis bicara dia terus melangkah pergi. Kebetulan di serambi luar tiada orang, mendadak dia ulur tangan mencengkram kepundak si pemuda, gerak cengkraman jari tangan Ciong-Tay-pek boleh di kata cukup cerat dan lihay, tapi pundak si pemuda seketika mengedap kebawah, kelihatannya seperti tidak sengaja, namun cengkraman tugas rahasia Ciong Tay-pek telah dihindarkan dengan baik. Karuhan kejut Ciong-Tay-pek bukan main, sementara pemuda itu sudah melompat setombak jauhnya. /
Berdiri melongo diambang pintu, tampak pemuda itu sudah melangkah gesit keluar perambi, maka Ciong Tay-pek menarik napas panjang. Tampak dari serambi sana beranjak perlahan seorang lelaki setengah umur kearahnya, sebilah golok tergantung dipinggangnya
Lelaki setengah umur ini lewat disamping Ciong Tay pek, seperti orang lain diapun tidak melirik sama sekali kepada Ciong Tay-jek, namun begitu melihat golok yang tergantung dipinggang lelaki itu, seketika dia kaget terkesiap, teriaknya: "Jit-sing-to."
Sejak mula Ciong Tay-pek sudah tahu, umpama dirinya gembar-gembor didalam Kim-hou-po orang lain juga tidak akan menghiraukan dirinya, tapi begitu dia melihat golok yang kemilau laksana salju, begitu tipisnya golok itu seperti tembus sinar saja. dekat punggung goloknya terdapat hiasan tujuh butir mutiara bundar yang memancarkan sinar gemerdep, tak tertahan dia menjerit kaget,
Itulah reaksi umum bagi setiap insan persilatan setelah melihat golok ku.
Maklum Jit-sing-to (golok tujuh bintang) bukan gaman sembararang gaman. Dua puluhan tahun yang lampau, berbagai Ciangbun dari aliran persilatan di Bulim, entah yang berkuasa didaratan atau diperairan pernah mengadakan pertemuan tiga kali di Hing-yang, ketiga kali pertemuan itu menentukan secara mutlak akan nilai-nilai tertinggi dari senjata-senjata sakti yang berada didunia ini. Akhirnya dipastikan ada delapan belas macam senjata didunia ini yang diakui menjagoi dunia persilatan. Sementara Jit-sing-to adalah golok tersakti dan tertajam diantara berbapai jenis golok yang pernah ada. Demikian pula Ing-sia-kiam milik lng-sia Tojin diagulkan sebagai pedang nomor satu dari seluruh pedang yang menjagoi Bulim.
Bahwa tokoh-tokoh Bulim itu berkumpul bukan untuk bertanding silat, tapi hanya menilai dan menentukan kesaktian /
semata, maksudnya adalah demi menjaga keselatarian beberapa tokoh silat kenamaan itu, maklumlah bila diadakan pertandingan silat, seluruh percatutan dunia persilatan pasti akan geger dan mendatangkan bencana yang tidak kecil artinya, tapi tak pernan terpikir dalam benak mereka, bahwa penilaian senjata secara mutlak itupun akhirnya mendatangkan bencana pula bagi pemilik senjata yang diagulkan itu.
Pemilik Jit-sing-to waktu itu adalah Pendekar besar Siau Tm-hong dari Ouw pak, tapi sejak gamannya itu diakui sebagai golok nomor Satu diseiuruh jagat ini, tak lama kemudian mendadak tersiar kabar bahwa Siau Tin-hong mati sicara konyol, Jit-sing-to juga lenyap tak karuan parannya. Hingga dua tanun kemudian baru orang tahu bahwa Jit-sing to berada di tangan Hek-ing-cui hong (bayangan hitam mengudak angin) Pek Liau-pine.
Tak lama setelah berita ini tersiar, gembong penjahat yang terkenal dan disegani diseluruh lapisan golongan hitam Hek-ing-cui-hong Pek Liau-ping ternvata ditemukan ajal didepan Pek be-si dikota Lok-yang, Jit-sing-to di tangannya itu juga, lenyap entah kemana.
Tiga tahun lagi, seseorang pernah melihat Lok-hoat Lojin yang terkenal sebagai manusia aneh dari Biau-kiang ada membawa senjata sakti itu, tapi tidak lama kemudian, tersiar berita pula bahwa Lok-hoat Lojin mendadak rnati, sejak kejadian itu Jit-sing-to pernah muncul pula beberapa kali, tapi setiap kali muncul pemiliknya pasti ganti orang lain, Kungfu pemilik baru lebih tinggi dari pemilik lama. Terakhir kali Jit sing-to berada ditangan Pangcu Liong bun-pang yang berkuasa disepanjang sungai kuning, merupakan Pang atau sindikat terbesar di-perairan itu. Dlhadapan umum Liong-bun-pang Pangcu bilang golok itu adalan hadiah salah seorang kenalan baiknja diwaktu dirinya merayakan hari ulang tahun /
enam puluh tempo hari. Akan tetapi kelayak umum tahu bahwa Liong jiau-kun (pukulan cakar naga) Liong-bun Pangcu yang mempunyai tujuh puluh dua jurus permainan itu tiada bandingnya diseluruh jagat, maka boleh diduga bahwa Ju-sing-to pasti berhasil direbutnya secara kekerasan.
Bahwa Jit sing-to sudah terjatuh ketangan Liong-bun pan Cu, maka kaum persilatan beranggapan golok itu akan abadi ditangannya, tidak akan ganti pemilik baru pula. Tapi biarnya Liong-bun Pangcu mati juga. kematiannya juga secara misterius, demikian pula Jit-sing-to telah lenyap pula.
Semua kejadian besar itu pernah menggemparakan Bulim, sudah tentu Ciong Tay-pek tahu akan peristiwa itu, oleh karena itu begitu dia melihat Jit-sing-to yang pernah membuat geger kaum persilatan ini tanpa kuasa menjerit keras. Namun lelaki setengan umur yang menyoreng pedang dipinggang itu tetap beranjak kedepan seperti tidak mendengar suaranya.
Berdebar jantung Ciong Tay-pek, kedatangannya kedalam Kim-hou-po ini memang sedang mengemban tugas rahasia, untuk mencapai tujuan jelas bukan pekerjaan yang mudah dilakukan, tapi bila dia memiliki golok sakti yang tajam luar biasa itu. urusan pasti dapat dilaksanakan lebih leluasa dan lancar. Tacli dia sudah diberi peringatan, siapa-pun didalam Kim-hou-po dilarang menggunakan kepandaian, tapi dikala lelaki setengah umur itu lewat didepannya, dengan golok kemilau dipinggangnya, tanpa sadar Ciong Tay-pek ikut mcnggerakan kaki mengikuti dibelakang orang.
Dipunggung golok yang tajam luar biasa dihiasi mutiara, merupakan suatu hal ganjil. Namun konon kabarnya bila Jit-sing-to yang tajam itu membabat, apapun yang menjadi sasarannya pasti terbelah menjadi dua, maka mutiara hiasan iru selamanya takkan pernah rusak,
Sambil berpikir Ciong Tay-pek mempercepat langkah, serambi panjang ini sepi dan sunyi tiada bayangan manusia lain kecuali mereka berdua, yang terdengar hanyalah jantung /
Ciong Tay-pek sendiri yang berdebur-debur seperti amukan karang mendampar pantai. Jikalau orang ini.mampu merebut Jit-sing-to dari tangan Liong bun Pangcu, maka betapa tinggi Kungfu orang ini tentu susah diukur. Lalu kenapa dia datang ke Kim-hou-po" Mungkin dia takut menghadapi jago silat lain yang berkepandaian lebih tinggi dan merebut golok itu dari tangannya, maka dia sembunyi atau menyelamatkan diri di Kim-hou po" Bahwa Kim-hou-po siapapun dilarang menggunakan ilmu silat, maka selama hidupnya dia akan dapat mempertahankan Jit-sing-to. Tapi umpama semua itu betul. lalu apa pula faedahnya dia merebut dan memiliki Ju-sing-to itu"
Jantung Ciong Tay-pek makin berdetak, perasaannya juga kalut, kini dia sudah dekat dibelakang lelaki setengah umur itu, bila keluar dari serambi ini, selanjutnya mungkin dia tidak akan memperoleh kesempatan lagi maka betapapun sekarang dia harus mencobanya .
Mendadak dia angkat sebelah tangannya menekan pundak lelaki itu, diwaktu jari jarinya menyentuh pundak orang, berbareng lelaki itu menolen serta memandangnya sekejap, tampak oleh Ciong Tay-pek, wajah orang menampilkan rasa heran dan kaget.
Sebetulnya Ciong Tay-pek Sendiri juga tidak melihat jelas karena pandangannya berkaca-kaca oleh keringat dingin sendiri yang bercucuran diseluruh mukanya. Begitu orang itu menoleh maka kedua jari tangan kiri Ci ong Tay-pek langsung menyodok ke Cian coan-hiat di leher lelaki setengah umur itu.
Sodokan jari itu dilandasi seluruh kekuatan Lwekangnya, dengan bekal kepandaian Ciong Tay-pek sekarang, papan jati setebal dua dim sekali sodok juga bolong seketika sekarang kecepatan gerak tangannya juga luar biasa, baru saja lelaki itu menoleh Ciong Tay pek juga sudah turun tangan, hakikatnya kesempatan untuk berkelit juga tidak ada, dalam sedetik itu Ciong Tay-pek sudah bersorak girang dalam hati /
Dalam anggapan Ciong Tay-pek serangannya itu pasti berhasil, maka Jit-sing-to juga akan menjadi miliknya, setelah memiliki Jit-sing-to. tugas kerja selanjutnya juga pasti lebih mudah dilaksanakan.
Tapi pada detik-detik bagai kilat menyambar itulah, jelas kedua jari Ciong Tay-pek sudah menyodok leher orang dan tenggorokan orang jupa bersuara: "'Krok' sekali, tapi kenyataan kedua jari Ciong Tay-pek senerti menyodok perut ikan yang licin terus menggelincir turun, seluruh tenaga yang dikerahkan dalam sodokan itu juga sirna tanpa bekas.
Karuan dalam sekejap itu Ciong Tay-pek melenggong. Maklum setelah sodokan jarinya gagal, bila mendadak kekuatan lawan menggetar balik menyerang dirinya, isi perut tubuhnya bisa tergetar hancur dan jiwapun melayang. Kalau hal itu terjadi, jiwanya tentu sudah tamat dan Tay pek tidak akan melenggong dengan darah tersirap. Sebelum turun tangan dia sudah yakin bahwa lelaki tua ini bukan orang sembarangan, tapi sekarang dirinya seperti hampa, tanpa perasaan. Ternyata lelaki itu juga tidak bertindak atau memberi reaksi balasan, orang hanya berdiri diam memandang dengan sorot dingin.
Ciong Tay-pek membuka mulutnya ingin bicara, namun dari tenggorokan serdiri ternyata mengeluarkan suara ganjil, dia sendiri menjadi heran dan tidak habis mengerti kenapa hal ini bisa terjadi. Maklum Tay-pek terlalu kaget, bahwasanya dia tidak tahu apa akibatnya. Persoalan apa pula yang paling menakutkan dalam dunia ini kecuali tahu dirinya segera akan mampus.
Lama lelaki itu menatap Ciong Tay-pek, rona matanya berganti beberapa kali dan kelihatan ganjil, kecuali merasakan kulit kepala terasa kesemutan dan lidah kelu, hakikatnya Ciorig Tay-pek rasakan sekujur baaan kehilangan rasa.
Mendadak lelaki tua itu terbahak-bahak, sambil tertawa kakinya melangkah lebar, tampak oleh Ciong Tay-pek dikala /
orang berputar dan melangkah pergi sorot matanya mendadak memancarkan sinar aneh yang tajam.
Saking kaget dan pesona karena serangan kedua jarinya tidak mampu merobohkan orang, Ciong Tay pek menjublek dan lupa menurunkan tangannya. Bila sinar tajam tadi berkelebat, seketika dia rasakan jari tangannya yang masih menjulur iuius itu seketika dingin semilir, semula Ciong Tay-pek menyangka lelaki itu menghukum ringan dirinya hanya menabas kutung kedua jari tangannya terus pergi dengan gelak tawa latah.
Ciong Tay-pek tidak tahu setelah dirinya melakukan kesalahan besar ini, apa akibatnya, maka seluruh badannya basah kuyup o.eh keringat dingin, jikalau orang kebetulan hanya menabas kutung kedua jarinya, maka persoalan inipun boleh dianggap selesai sampai di sini, maka diapun akan menerima hukuman ringan ini dengan perasaan lega. Maka sambil menarik napas panjang pelan-pelan dia menarik tangannya, syukur perasaan telah pulih Namun kembali dia berdiri tertegun.
Ternyata kedua jarinya masih utuh, bukan saja masih utuh malah diantara kedua terjepit sebilah golok pusaka yang kemilauan Jit-sing-to itulah. Setelah keluar dari serambi dan melangkah semakin jaun, lelaki tua itu masih terus tertawa dan tertawa. Karuan Ciong Tay-pek kira dirinya sedang bermimpi.
Akan tetapi ini kejadian nyata bukan impian, Jit-sing-to inasih terjepit d kedua jari tangannya, batang pedang itu ternyata dingin, hawa dingin itu merembes kedalam badan lewat kedua jarinya itu kenyataan lelaki ha itu memang menyerahkan Jit-sing-to kepadanya terus tinggal pergi dengan gelak tawa kesenangan.
Kejadian yang tidak mungkin justru menjadi kenyataan, otak Tay-pek seperti beku sekeras batu. Apapun dia tidak /
habis meengerti rangkaian peristiwa ini bagaimana bisa terjadi.
Untunglah pada. saat itu dibelakangnya terdengar langkah orang yang mendekat, kalau tidak entah berapa lama lagi dia akan berdiri menjubek ditempat im. Derap langkah yang mendatangi itulah yang menyentak lamunannya, cepat dia menyingkap baju menyembunyikan golok itu kedalam bajanya.
Dilihatnya seorang muda lewat didamping nya, ternyata orang muda ini melirikpun tidak kepadanya. Pelan pelan Ciong Tay pek menarik napas, perasaannya memang bergejolak, satu hal masih membuatnya sadar; Dirinya berada di Kim hou-po. peristiwa apapun mungkin saja terjadi dalam Kim-hoa-po, meskipun kejadian itu teramat ganjil seperti di dalam mimpi.
Kini Jit-sing to tersimpan dalam bajunya, rasa dingin itu meyakinkan bahwa kejadian ini memang sesungguhnya. Dia membalik tubuh, tiada orang lain diserambi ini, maka dia melangkah balik kedalam kamarnya, setelah menutup pintu jantung masih berdenyut keras.
Jit sing-to sudah menjadi miliknya, gelak tawa lelaki tua itu seperti masih kumandang ditelinganya, kenapa orang tua itu tertawa seriang itu malah" Sudah tentu Ciong Tay-pek tidak memperoleh jawaban. Bahwa Jit-sing-to diperolehnya dalam keadaan ganjil dan semudah itu. sebelumnya juga tidak pernah terbayang olehnya.
Maka dia menerawang, bagaimana langkah selanjutnya" Begitu banyak jago jago kosen didalam Kim hou-po, namun dimana dan siapakah Pocu (pemilik benteng) ini" orang-orang itu kelihatan adalah para tamu yang mencari perlindungan hidup disini, sejauh ini hanya tiga orang penghuni Kim-hou-po asli yang pernah ditemuinya. Orang pertama adalah Kakek bungkuk yang menyambut dirinya pertama kali dilorong sempit itu, kedua adalah nona jelita yang tidak diketahui /
wajah aslinya itu. seorang lelaki adalah pemuda yang melayani dirinya itu.
Ciong Tay-pek terus duduk diam hingga hari menjadi petang, jantungnya masih berdebar, didengarnya langkah orang mondar-mandir diserambi, tak lama kemudian pintu kamarnya didorong terbuka, pemuda tadi melangkah masuk mendorong sebuah kereta kayu yang berbentuk seperti meja meja teh kecil, setelah menyulut dian. hidangan yang tersedia diatas kereta dia pindahkan keatas meja. Hidangan ternyata banyak dan lezat, tapi Ciong Tay-pek tidak punya selera, dia hanya n.engangkat poci arak terus menenggaknya sampai puas. Setelah arak dalam poci kering laagsung dia merebahkan diri diatas ranjang.
Tak lama lagi pemuda itu balik lagi. Ciong Tay-pek sembunyikan tangannya didalam baju dengan kencang dia genggam gagang Jit-sing-to, dengan mendelong dia awasi pemuda itu mengukuri hidangan diatas meja.
Jarak dengan pemuda itu hanya tujuh kaki. bila dia melarcarkan serangan mendadak, golok tajam itu akan merobek bajunya, Ciong Tay pek tidak percaya pemuda ini mampu menyelamatkan diri dari tabasan toloknya. Terasa telapak tangannya yang menggenggam gagang golok basah oleh keringat, namun dia tidak berani bertindak secara gegabah lagi. Dia maklum nasib baik tidak mungkin selalu menimpa dirinya, bahwa dalam keadaan serba ganjil tadi dia bisa memiliki Jit-sing-to adalah karunia Yang Maha Kuasa
Setelah pemuda itu mendorong keluar kereta meja itu, baru Ciong Tay-pek merebahkan dirinya keatas ranjang pula, cuaca makin gelap. keadaan Kim-hou-po ternyata sunyi senyap, dalam benteng sebesar ini seperti hanya dirinya saja yang masih hidup.
Dengan hati berdebar-debar Ciong Tay-pek asyik menunggu dengan sabar, keringat dingin yang membasahi tubuhnya sudah kering, basah lagi kering pula, entah berapa /
kali, akhirnya dia berdiri perlahan lalu mendorong daun jendela, dari bintang-bintang yang bertaburan diangkasa, dia memperhitungkan waktu itu sudah menjelang tengah malam.
Diluar jendela adalah sebuah pekarangan tiada seorangpun kelihatan, sedikit mengenjot badan tanpa bersuara dia melompat keluar dan hinggap diatas tanah, sebali menjejak lagi badannya melambung keatas genteng. Setelah diatas wuwungan, baru secara samar-samar dia dapat menjelajahkan pandangannya keseluruh Kim-hou-po. Didalam benteng terdapat dua taman besar, satu didepan yang lain di belakang. Siang tadi dirinya berada drtaman depan ternyata taman belakang jauh lebih besar dari taman depan.
Dimana-mana terdapat rumah-rumah, keadaan pekat dan sepi, setitik sinar pelitapun tidak kelihatan. Dimanakah penghuni asli dari Kim-hou-po ini bertempat tinggal"
Dengan menahan napas Ciong Tay-pek celingukan kian kemari, angin malam menghembus kencang, satu jam lebih Ciong Tay-pek mendekam diatas wuwungan, namun tetap tidak menemukan apa-apa. Kelihatannya tiada ronda atau penjagaan apapun didalam Kim-hou-po. Sungguh kejadian yang susah dibayangkan, kalau benar di Kim-hou po ini tanpa ronda dan penjagaan, kenapa jago-jago silat ssbanyak itu bisa hidup tentram dan selamat, kenapa pula para penjahat besar yang sudah masuk ke Kim-hou po tak ada yang pernah bisa keiuar "
Tahu mendekam sampai pagi juga tidak memperoleh apa-apa diatas wuwungan, maka dengan enteng dia melayang turun pula. berjalan pelan-pelan kedepan setiap langkah kakinya menambah cepat detak jantungnya, hatinya was-was dan siaga menghadapi segala kejadian yang bakal menimpa dirinya. Tapi satu pekarangan demi satu pekarangan telah dijelajahinya, keadaan tetap sunyi tiada gerakan apapun, seolah-olah tinggal dirinya seorang yang masih hidup dalam benteng ini. /
Akhirnya dia tiba ditaman belakang dan berada dikaki tembok tinggi, di sini dia berhenti serta angkat kepala memandang kelangit. Pagar tembok ini amat tinggi, terutama dimalam gelap ini, kelihatan lebih tinggi, tapi Ciong-Tay-pek tahu dirinya tidak boleh bertindak sembrono, dengan mudah sebetulnya dia bisa melompati pagar tembok dan melompat keluar, bila berada diluar tembak, bukankah berarti dirinya sudah keluar dari Kim-hoa- po"
Sudah tentu sekarang Cong Tay-pek tidak akan meninggalkan Kim-hou-po, karena maksud tujuannya belum tercapai. Menyusuri kaki tembok dia terus maju perlahan, mungkin kerena terlalu sepi, maka pendengaran tajam Ciong Tay-pek dapat menangkap sedikit suara lembut disebelah depan dekat kaki tembok.
Kontan CiongTay-pek menghentikan langkah dan berdiri siaga, perasaannya yang peka seperti kucing yang mengintip tikus dibalik jerami. Kini dia sudah mendengar jelas, ada orang sedang berbicara, orang yang lagi bicara kemungkinan berada diluar pagar tembok. Cepat dia tempelkan kupingnya kedinding tembok, hawa murni dalam tubuhnya dikerahkan. Waktu dia meyakinkan ilmu te-thia (mendengar dari bumi), Kungfu yang sukar dilatih ini pernah banyak makan derita, namun sekarang kepandaiannya itu dapat dimanfaatkan.
Suara itu begitu lembut dan lirih, semula sukar Tay pek membedakan arah datangnya suara, namun lambat laun setelah dia pasang kuping dengan seksama, kini dia mulai mendengar jelas, itulah langkah seseorang yang mondar mandir, seperti ada orang memindah dan menggeser meja lalu berduduk, kejap lain orang itu mulai membalik lembaran buku.
Suara itu tidak mungkin kumandang dari luar tembok; karena diluar tembok adalah tanah tegalan, mana mungkin ada suara selembut itu" Sejenak Ciong Tay-pek berdiri melenggong tapi akirnya dia mengerti. /
Suara itu memang bukan dari luar tembok tapi kumandang dari dalam tembok, ternyata didalam tembok tebal tinggi yang memagari benteng raksasa ini dihuni orang. Kembali janturg Ciong Tay-pek berdebar, orang yang bertempat tinggal didalam pagar tembok, sudah tentu adalah orang-orang Kim-hou-po, maka dapat dipastikan orang yang hendak di carinya pasti juga berada didalam pagar tembok ini
Maka Ciong Tay-pek mendengarkan lebih cermat, dia mendengar suara daun pintu nya terbuka, di susul seorang berkata:
"Sau pocu ada pesan apa?"
Mendengar Sau-pocn (tuan muda pemilik benteng) seketika mengejang tubuh Ciong Tay-pek maka didengarnya sebuab suara sinis dingin berkata sambil menyeringai:,
"Yang baru datang bernama Ciong Tay-pek" Tidak patuh pada peraturan?"
Bahwa suara dalam tembok menyinggung nama dirinya, lebih besar rasa kaget Ciong-Tay-pek, lekas kedua tangannya menekan tembok sambil merapatkan tubuhnya dia ingin mendengar lebih lanjut pembicaraan didalam.
Terdengar suara semula berkata : "Masih mending, siang tadi, Yang ah Lojin menyerahkan Jit-si -to kepadanya."
Mendengar sampai disini lutut Ciong Tay-pek Serasa goyah hampir saja dia jatuh semaput, dia kaget bukan lantaran leiaki tua yang disergapnya diserambi panjang itu ternyata adalah Yang ah Lojin, saJah satu dari Thian-san- ji-lo (dua orang tua dari Thian-san), tapi lantaran setiap gerak gerik-nya yang dianggapnya tersembunyi ternyata sudah dibawah pengawasan orang diluar tahunya.
Didengarnya pula suara sinis tadi berkata :
"Baru datang ke Kim-hou-po,' tidak perlu dibuat heran kalau dia tidak mematuhi aturan, siapa tidak yakin bahwa diri /
sendiri memiliki kepandaian yang luar biasa dan ingin melakukan sesuatu yang mengejutkan " Hehe, mendekam diluar tembok mencari dengar pembicaraan kami bukan dia saja yang pernah melakukan,"
Seperti disambar geledek kejut Ciong Tay-pek mendengar ucapan orang, sekujur badan tanpa kuasa menggigil. Pada saat itu pula segulung tenaga mendadak terlontar dari balik tembok menerjang dirinya.
Padahal kedua tangan Ciong Tay-pek menekan tembok, separo mukanya menempel tembok pula, begitu tenaga besar itu menerjang tiba, kontan mukanya seperti kena tampar "Plak" menyusul seluruh tubuhnya mencelat terbang kesamping. Jangan kata ingin meronta, berteriak kejutpun tidak sempat lagi tahu-tahu tubuhnya sudah melorot turun dan terjatuh kedalam sebuah jaring yang lemas lembut.
Perlu diketahui C.ong Tay-pek adalah pemuda yang punya asal usul, bagaimana asal usulnya biar disebelah belakang akan kami terangkan. Ilmu silatnya tidak lemah, bernyali besar, tindak tanduknya cermat pula, kalau tidak bagaimana mungkin dia berani menyelundup ke Kim-hou po " Tapi sekarang sekujur badannya terjaring dalam keadaan lunglai, benang jaring terbuat dari benang perak yang lemas dan lembut, semakin meronta benang lembut itu mengiris kulit rasanya sakit dan gatal.
Jaring besar itu ujungnya dipasang sebuah galah, ujung galah yang lain berada ditangan seseorang, waktu Ciong Tay-pek menoleh dan melihat jelas pemegang galah, seketika merinding bulu kuduknya.
Pertama Ciong Tay-pek melihat sebuah tangan yang halus putih dengan jari jari runcing yang berkuku panjang di susul melihat seraut wajah ayu rupawan yang menawan hati siapa lagi kalau bukan si molek yang menguji dirinya waktu pertama masuk ke Kim hou po tadi. /
Tanpa sadar Ciong Tay pek mengeluarkan suara jeritan panik dan ngeri, namun baru saja dia pentang mulutnya, dilihatnya Si cantik menurunkan kedua tangannya hingga jari itupun mengedap turun, tapi sekali sendai pula hingga jaring itu membal keatas maka tubuh Ciong Tay-pek seperti dilempar pegas mencelat keatas tembok.
Rasa kaget dan takut Ciong Tay-pek saat itu tak bisa dibayangkan, hakikatnya tak sempat dia berpikir, cara bagaimana si cantik dapat melempar dirinya dari dalam jaring itu keatas tembok, memangnya dirinya mau dilempar keluar dari Kim-hou po "
Di saat perasaan tak karuan menggelitik sanubarinya, sementara tubuhnya melayang keatas tembok, sekilas dia sempat melirik kebawah, ternyata pagar tembok ini lebarnya ada satu tombak lebih, beberapa ekor kuda bisa berlari kencang berjajar diatas tembok benteng ini. Kebetulan waktu tubuhnya melayang turun, sebuah papan menjeplak terbuka, maka terbukalah sebuah lobang besar, dibawah kelihatan ada cahaya lampu menyorot keluar.
Sebisa mungkin Ciong Tay-pek masih berusaha dikala tubuh terapung diudara menggeliat tubuh mengembangkan Ginkang supaya dirinya melayang keluar pagar, karena setelah dirinya melayang keluar tembok dirinya punya kesempatan melarikan diri.
Tapi begitu papan tadi menjeblak terbuka, dibawah cahaya lampu yang benderang tampak dua lelaki baju hitam dengan kepala mendongak, memancang dingin dirinya. seorang diantaranya malah melambaikan ke dua tangan. Kontan terasa segulung tenaga besar yang punya daya sedot kuat telah menarik dirinya kebawah. sekujur badan seperti terbungkus oleh tenaga orang, begitu kedua sikut orang itu di tekuk, maka badan Ciong Tay-pek seketika anjlok kebawah lewat lobang melayang kedalam kamar. Diwaktu Ciong Tay pek mengira dirinya bakal terbanting jatuh diatas lantai, seorang /
baju hitam yang lain ulur sebelah tangannya, seperti meraih sesuatu, berbareng tangan yang lain menarik sebuah kursi, "Bluk" dengan tepat pantat Ciong-Tay-pek jatuh diatas kursi itu.
Seperti bermain sulap saja. namun kenyataan sedikitpun Ciong Tay-pek tidak terluka namun rasa kaget dan takutnya sungguh tidak terlukiskan, meski sudah duduk diatas kursi pandangannya masih gelap berkunang-kunang telingapun seperti mendengung. Tenggorokan terasa kering seperti dipanggang diatas bara, mulut sudah terbuka namun megap-megap tak kuasa bersuara.
Begitu Ciong Tay-pek terjatuh dan terduduk diatas kursi orang lain tiada yang bersuara, semua diam tidak bergerak, sesaat kemudian baru Ciong Tay pek agak tenang dan pandanganpun mulai terang, ternyata dirinya berada disebuah kamar yang terpajang mewah dan megah, perabot yang ada didalam kamar ini tanggung tiada keduanya dldunia ramai serba antik dan kuno, tak ternilai harganya. Tak pernah terbayang dalam benak Ciong-Tay pek. meski dia tahu dirinya berada dikamar dalam tembok benteng, ternyata sedikitpun dia tidak merasa sempit atau gerah.
Dihadapannya duduk seorang pemuda, usianya sekitar likuran tahun, wajahnya tampan, hanya air mukanya yang pucat itu kelihatan agak ganjil, bukan pucat lesi, tapi pucat menghijau seperti lumut, siapapun yang memandang muka ini akan timbul kesan aneh dan seram.
Dikanan kiri si pemuda berdiri dua orang berpakaian hitam, kedua matanya merem melek, tapi memancarkan sinar terang, kedua orang ini menatap dingin dan mengancam kepada dirinya.
Jantung Ciong Tay-pek kembali berdetak keras, baru terpikir dalam benaknya cara bagaimana dia harus mohon ampun, pemuda itu sudah buka suara lebih dulu: /
"Saudara Ciong, kau sudah berada di dalam Kim-hou po, kami tidak akan tanya asal-usulmu, tapisetelah berada di dalam Kim-hou-po. maka kau harus mematuhi segala peraturan yang berlaku, apa kau tahu apa maksudku?" suaranya tidak kereng atau bengis, namun kedengarannya membuat bulu kuduk orang merinding, karena orang secara langsung akan merasa ancaman terasa dibalik perkataannya itu. Ciong Tay-pek bergidik pula, mulutnya terbuka pula, tapi tetap tak bisa berbicara.
Tampak bergerak kulit daging muka si pemuda, itulah tanda dia tertawa, katanya pula: "Tapi harus di maklumi setiap pendatang baru pasti merasa heran dan ketarik akan sesuatu yang dianggapnya ganjil dan melanggar peraturan, karena itu boleh kami memberi sekali peringan kepadamu." sampai di sini dia menunduk serta berhenti sejenak lalu melanjutkan. "Hanya sekali peringatan sebelum kau meninggalkan kamar ini. apapun yang pernah kau lakukan kami anggap tidak pernah terjadi, maka peringatan yang sekali boleh anggaplah sebagai permulaan dari kehadiranmu di Kim-hou-po."
Ciong Tay-pek cukup cerdik pandai, sekali ini dirinya tidak akan dihukum atau di apa-apakan, malah bila sekarang dia masih mau melakukan perbuatan apapun, masih belum melampaui peringatan pertama tadi dan tidak akan dianggap melanggar kedua kalinya. Karuan jantungnya berdebar pula, bukan karena takut, tapi lantaran semangatnya menggejolak, rasa ingin mencoba timbul dalam benaknya. Diwaktu tubuhnya disedot turun tadi, sebelah tangannya sudah menyelinap kedalam baju, gagang golok sudah dipegangnya kencang, tadi dia sudah bersiaga bila perlu akan turun tangan melabrak musuh dan mengadu jiwa.
Tapi jalan pikirannya sekarang berobah; tiga orang didepannya ini. terutama si pemuda pasti mempunyai kedudukan penting didalam Kim-hou po. Maka Ciong Tay-pek /
berpikir: "Bila aku bisa membekuknya, maka, maka maksud kedatanganku bukan mustahil bisa terlaksana malam ini juga."
Dia maklum Kungfu kedua orang baju hitam itu pasti hehat luar bisa, dari permainan tenaga kedua tangannya tadi, dapatlah dinilai bahwa mereka sudah menguasai ilmu Tay-si-mi-jiu dan aliran Hud, itulah ilmu silat tingkat tinggi, tapi jari-jari Ciong Tay-pek yang menggenggam gagang golok semakin mengencang.
Baru saja Jit-sing-to dimilikinya, betapa perbawa dan kekuatan Jit-sing-to sebelum ini sudah sering dia mendengarnya, maka begitu tangannya memegang gagang Jit-sing-to, maka timbul keyakinan teguh dalam sanubarinya, dia yakin bila secara mendadak dirinya menyergap si pemuda, harapan mencapai kemenangan amat besar.
Pada saat itulah, seperti tertawa tidak tertawa pemuda itu masih terus menatapnya, tanyanya:
"Kau sudah mengerti?"
Mumpung ada kesempatan sambil menarik napas Ciong Tay-pek berdiri sambil menjawab:
"Aku sudah.....mengerti." dikala mengucap 'mengerti', lengan kanannya pun sudah bergetar, "Bret" selarik sinar dingin berkelebat, Jit-sing-to sudah menyamber menyobek pakaian membabat kearah si pemuda. Serangan goloknya boleh dikata teramat cepat dan kencang, seluruh batang Jit-sing-to memancarkan tabir cahaya perak laksana lembayung.
Serangan Ciong Tay-pek kelihatannya biasa saja, pada hal merupakan jurus serangan yang amat dibanggakan, sejurus serangan mengandung tujuh perobahan, dalam arena setombak sekujur badan lawan terbelenggu dalam cahaya goloknya, ke manapun musuh menyingkir pasti termakan oleh ketajaman goloknva, apalagi gaman yang dibuat menyerang sekarang adalah Jii-siang-to, golok sakti yang diagulkan sebagLi senjata terampuh jaman ini. /
Waktu melancarkan seranga.n goloknya Ciong Tay-pek masih kelihatan duduk diatas kursi, mendadak dia berjingkrak berdiri, sementara ketujuh perobahan goloknyapun berkembang dalam sesingkat itu, di mana deru angin goloknya menyamber, sinar golok juga seperti meluber kekanen kiri, jadi bukan hanya si pemuda saja yang diincarnya, kedua orang baju hitam itupun tak luput dari ancaman goloknya.
Bukan kepalang senang hati Ciong Tay-pek. Diwaktu perobahan permainan goloknya dikembangkan, pemuda itu masih diatas kursinya, matanya terbeliak seperti amat diluar dugaan, namun begitu goloknya hampir mengenai sasarannya, mendadak pandangannya kabur, bayangan si pemuda ternyata sudah lenyap dari depan matanya,
Jurus Pak-to- lay co yang dilancarkan Ciong Tay-pek ini boleh di kata merupakan jurus sarangan ilmu golok jang paling lihay, arti dari nama jurus itu adalah sekali serangan di lancarkan lawan pasti melayang jiwanya. Kenyataan si pemuda sudah terbelenggu dalam cahaya goloknya, dalam keadaan seperti itu, seekor burungpun jangan harap bisa terbang keluar. Tapi kenyataan pemuda itu kini sudah lenyap dari depan matanya. Hakikatnya Ciong Tay-pek tidak tahu cara bagaimana si pemuda dapat lolos dari ancaman sinar goloknya, yang ada didepannya sekarang adalah sebuah kursi.
Sayang serangan golok Ciong Tay-pek itu terlalu bernafsu dan daya kekuatannya juga terlalu kencang, walau tahu lawan sudah menyingkir, tapi untuk menghentikan serangan juga sudah tidak kuasa lagi. Maka dalam sedetik itu terdengarlah suara tabasan mengenai sesuatu, kejap lain sinar golokpun telah kuncup, Ciong Tay-pek menarik golok berdiri tegak sekujur badannya menggigil keras. Namun kursi yang diduduki si pemuda tadi sudah terbatat hancur berjatuhan diatas lantai.
Makin keras sara tubuh Ciong Tay-pek menggigil, Jit-sing-to masih terpegang ditangannya memancarkan cahaya /
gemerdap, tapi sekujur badannya masih terus menggigil dengan keringat bertetesan,
Dalam sekejap ini sungguh ingin Ciong-Tay pek tertawa, karena sejak Jit-sing-to ini digembleng jadi, kemungkinan belum pernah terjadi seorang yang memegang Jit-sing-to bisa mennggigil takut seperti dirinya sekarang.
JILID KE - 2 Namun dalam keadaan seperti dirinya, sekarang mau tidak mau Ciong Tay-pek harus merasa takut, merasa ngeri, seluruh tubuhnya seperti mengejang kaku keberanian untuk membalik badanpun tiada lagi.
Maka terdengar suara si pemuda dibelakangnya, dari suaranya agaknya si pemuda juga merasa heran dan kaget, tanyanya : "Apakah Sip-loyacu baik-baik saja?"
Kembali bergetar tubuh Ciong Tay-pek, pertanyaan itu kedengarannya bernada datar dan biasa, namun bagi pendengaran Ciong Tay-pek seperti bunyi guntur yang menggelegar dipinggir telinganya. dia maklum lawan sudah tahu serangan golok yang dilancarkan tadi adalah Jay-cing-to-hoat, ilmu golok Sam-siang Tayhiap yang terkenal dikolong langit, Sip Tay-hiong Sip-cengcu dari Ling-cui-ceng.
Dari pertanyaan itu dapat dinilai bukan saja kepandaian si pemuda amat tinggi, pengetahuannya ternyata juga amat luas, dirinya jelas bukan apa-apa dibanding orang.
Setelah sekian lama menggigil dan berhasil menguasaii diri baru pelan-pelan Ciong Tay pek membalik badan. Pemuda dan kedua orang baju hitam berdiri didepannya,''Tiang" Jit-sing-to d tangannya tak kuasa dipegangnya lagi, jatuh berkerontarg diatas lantai. /
Waktu melancarkan jurus Pak-to-lay-co tadi goloknya menyamber dan ballik bajunya, maka bajunya robek dan tersingkap, hingga gambar tato seekor kupu terbang didepan dadanya kelihatan nyata. Suaranya ternyata juga gemetar : "Guruku .. .baik-baik saja.''
Setelah mengajukan pertanyaannya sikap si pemuda seperi tidak acuh terhadap Sio Tay hiong, tawar ya tetap tawar, katanya . "Mumpung kau belum meninggalkan tempat ini. kau masih sempat melakukan apa yang ingin kau lakukan.''
Ciong Tay-pak menelan ludah, sahutnya tergagap : ,.Aku. .. tidak berani lagi."
Pemuda itu menarik muka, desisnya : "Baik dan selanjutnya, kau harus patuh akan segala peraturan dalam benteng ini, kuharap kau tidak perlu diperingatkan-untuk kedua kalinya" habis bicara mendadak kedua tangannya seperti disodorkan kedepan, kontan Ciong Tay-pek rasakan segulung tenaga besar menyongsong dirinya hingga dadanya seperti ditindih barang berat napasnya seketika sesak.
Pada hal kedua tangan pemuda tidak menyentuh badan Ciong Tay-pek, orangnya juga masih berdiri ditempatnya dalam jarak yang cukup jauh tidak bergerak pula. namun tubuh Ciong Tay-pek seketika mencelat terbang keatas. di kala hampir menyentuh langit-langit, mendadak terdengar suara menjeplak pula. maka terbukalah sebuah lobang dan orangnyapun masih terus meluncur keluar lewat lubang besar itu setinggi lima kaki pula maka daya luncur tubuhnya keataspun telah sirna, d kala tubuhnya meluncur turun pula dirinya hingga dikaki tembok.
Sekujur badan Ciong Tay-pek basah kuyup oleh keringat dingin, begitu angin malam menghembus lalu seketika dia gemetar kedinginan seperti kecemplung kedalam sumur salju, tenaga untuk angkat langkah juga seperti tiada lagi. Pada saat itu pula tampak sinar perak melayang turun dari atas tembok "klontang" ternyata Jit-sing-to melayang jatuh dibawahi /
kakinya. Dalam sekejap itu tidak habis heran Ciong Tay-pek apa maksud kejadian ini. Akan tetapi lekas sekali diapun sudah paham duduknya persoalan. Ternyata Jit-sing-to dikembalikan kepadanya.
Golok mustika nomor satu dikolong langit yang pernah menimbulkan pelbagai bencana bagi setiap pemiliknya ini ternyata tidak terpandang sedikitnya oleh orarg di sini, kini bukan dirinya saja yang di bebaskan, golok mustikapun dikembalikan. Sekaligus Ciong-Tay-pek menyadari pula, kenapa begitu banyak kaum persilatan yang punya nama besar dan terkenal didunia persilatan setelan masuk Kim-hau-po ini rela mengenyam kehidupan tentram tanpa urusan. Gelagatnya dari jago-jago kosen itu juga seperti dirinya pernah mendapat peringatan yang pertama. Dan kenyataan membuktikan tiada seorangpun diantara mereka yang berani menantang bahaya untuk menerimi peringatan kedua.
Mendelong beberapa kejap lagi baru Ciong-Tay pek membungkuk badan memungut Jit-sing-to, wajahnya seketika mengunjuk senyum getir, jikalau ada orang mau merebut golok mestika ini, dengan senang hati dia akan serahkan golok mestika itu ketangan orang lalu tetawa besar tinggal pergi.
Maklum didalam Kim-hou-po, apapun tiada gunanya, hanya pendatang baru yang goblok saja lantas merah matanya begitu melihat Jit-sing-to, demikianlah keadaan dirinya, sebagai pendatarg baru yang goblok itu. Pelan-pelan dia beranjak kedepan, keadaan tetap sunyi sepi seperti tiada orang lain bertempat tinggal di sini, gelagatnya dia boleh mondar mandir kemana saja sesuka hatinya. Namun setelah mengalami peringatan pertama tadi, terasa olehnya didalam keheningan yang mencekam ini, di tempai-tempat gelap sana entah berapa pasang mata tengah mengawasi gerak-geriknya, segala gerak geriknya jelas takkan luput dari pengawasan mata-mata setan yang tersembunyi itu. /
Akhirnya Ciong Tay-pek kembali kekamarnya, setelah rebah diatas ranjang, bukan saja dia tidak dapat tidur, matapun susah terpejam. Matanya mendelong terus hingga fajar menyingsing hingga pemuda itu membawakan sarapan pagi.
Setelah membersihkan badan dan makan kenyang pelan pelan dia melangkah keluar.
Bila dia tiba ditaman melihat orang lain, kini seakan-akan keadaan diri sendiri sudah tidak berbeda pula dengan orang lain, orang lain anggap tidak pernah ada dirinya, memang sekarang diapun merasakan, walau orang didepan matanya namun mereka sudah tiada arti bagi kehidupan selanjutnya" Beginilah dia berjalan pelan pelan, duduk melamun menghabiskan waktu.
Kehidupan tentram dan tawar itu tanpa terasa telah berselang beberapa hari lamanya. Setiap kali bertemu atau melihat tokoh-tokoh silat dan penjahat besar yang dibenci kaum persilatan, selalu dia ingin tertawa besar. Maklum setelah mereka berada di sini, tiada musuh yang akan mencari perkara dan menuntut jiwa mereka, di sini mereka bisa hidup dengan tentram, hidup seperti apa yang telah dirasakan olehnya sekarang.
Hari itu Ciong Tay-pek tak kuasa menahan rasa gelinya lagi, mendadak dia mendongak sambil tertawa besar, tertawa terpingkel sampai air mata bercucuran, tertaya latah terbungkuk-bungkuk. Tapi betapapun keras dan lantang gelak tawanya, orang-orang sekitarnya tiada yang melirik atau menghiraukan tingkah poahnya.
Pada haii itu kembali dia tertawa disamping Kim-kong kan Suto Hou yang membunuh seluruh keluarga gurunya, terasa ada seseorang memandangnya sekejap.
Setiap kali Ciong Tay-pek melihat Suto Hou, Suto Hou selalu duduk dipinggir telaga memegang joran baja dan /
mengail. Didalam telaga kemungkinan tiada ikan, tapi kerja Suto Hou setiap hari mengail ikan ditelaga.
Bukan sekali ini Ciong Tay-pek tertawa besar dan latah disamping Suto Hou, namun setiap kali itu pula Suto Hou tidak pernah memperlihat reaksi, demikian pula kali ini. Cuma bedanya kali itu dia merasa ada seseorang tengah memperhatikan dirinya. Semula itu hanya firasat Ciong Tay-pek sendiri, tapi begitu dia angkat kepala tampak disebrang telaga sana, seorang tengah membalikan tubuh, walau sudah membalikan badan namun masih terbayang dalam pelupuk mata Ciong Tay-pek akan pandang sepasang matanya yang jeli bening.
Sesaat Ciong Tay-pek melenggong, bayangan punggung orang kelihatan kurus ramping, setelah membalik badan orang berdiri diam tidak bergerak lagi. Ciong Tay pek juga berdiri menjublek, otaknya sedang berpikir: "Sebelum ini apakah pernah aku melihatnya. Lapat-lapat dia memang seperti pernah bertemu muka, itulah perempuan setengah baya bertubuh kurus. Tapi kenapa perempuan setengah baya ini mendadak memperhatikan dirinya "
Setelah menarik napas panjang Ciong-Tay-pek melangkahkan kakinya menyusuri pinggir telaga beranjak kesana lekas sekali Gia sudah berada dibelakang perempuan setengah baya itu. Dia tidak buka suara mengajaknya bicara namnn tenggorokannya mengeluarkan suara aneh. Pada saat itulah perempuan setengah baya itu menoleh pula memandang sekejap. Seketika melonjak perasaan Ciong Tay-pek. sekilas pandang dia lantas tahu bahwa perempuan setengah baya ini mengenakan kedok muka.
Pada hal sepasang bola mata perempuan setengah baya ini sedemikian keji dan bening, hanya seorang gadis rupawan saja yang memiliki bola mata seterang itu. Kembali Ciong Tay-pek menduga, siapapun meski dia seorang manusia durjana, penjahat besar yang disegani sesama manusia, setelah berada /
di Kim-hou-po, tidak perlu dia menyembunyikan wajah aslinya, sebaliknya bila memang perlu demikian, maka orang ini pasti mengemban suatu tujuan rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain demikian pula keadaan dirinya.
Tengah Ciong Tay-pek berpikir cara bagaimana dia harus ajak orang bicara, perempuan setengah baya itu sudah melangkah pergi.langkahnya cepat, sesaat Ciong Tay-pek bimbang apakah perlu d a mengikutinya orang sudah membelok kebelakang gunungan, bila diapun mengejar kebelakang gunungan itu, bayangan perempuan setengah baya itu sudah tidak kelihatan.
Inilah pertemuan mereka yang pertama. walau mereka masing-masing bukan melihat wajah asli karena mereka menggunakan kedok mukaPertemuan mereka yang kedua terjadi beberapa hari kemudian. Ciong Tay-pek sedang duduk dibawah gardu dipinggir gunungan, dengan Jit-sing-to dia sedang mengiris kulit pohon, apa maksud mengiris kulit pohon itu, bahwasanya dia sendiripun tidak tahu. Gunungan karang itu banyak lobangnya, tengah Ciong Tay-pek duduk melamun, mendadak didengarnya suara tiupan dan angin silirpun menyampuk mukanya mendadak dia angkat kepala, dilihatnya dari lobang kecil diatas gunungan karang, ada mulut orang yang tengah meniupkan angin kearahnya.
Lekas Ciong Tay-pek melengos, golok ditangannya masih terus mengiris dahan pohon, tak lama kemudian dia mendengar suara perempuan yang lirih berbisik,: "Kau datang kemari, apa yang ingin kau lakukan."
Ciong Tay-pek diam saja, tidak buka suara, pada hal dia tahu setombak di sekitarnya tiada orang lain. umpama ada orang, peduli dia sedang berbuat apa, orang-orang itu juga tidak akan memperhatikan dirinnya, tapi dia tetap diam, dia hanya sedikit menggeleng kepala. /
Maka suara perempuan itu berkata pupu: "Mungkin maksud tujuan kami sama, kenapa tidak kami bekerja sama?"
Seketika berdetak jantung Ciong Tay-pek, pelan- pelan dia menggerakan badan, tapi tangannya masih sibuk mengikis pohon. lalu mengerahkan Lwekang mengecilkan suara dengan lirih dia menjawab : "Seperti kau" Mencari sebuah kedok muka yang lebih baguspun kau tidak mampu, lalu apa yang bisa kau lakukan"''
Setelah memperoleh jawaban Ciong Tay-psk, terdengar dibalik gunungan sana suara orang menggereget gemas, suaranya lirih tapi penuh mengandung rasa kejut dan heran pula, maka selanjutnya keadaanpun sepi, tiada suara lain pula
Itulah pertemuan mereka yang kedua. Siapa perempuan berkedokini, boleh di kata Ciong Tay-pek tiaik tahu menahu, namun perasaannya amat senang juga tegang Selama ini dia berpikir: "Apakah perempuan ini belum pernah mengalami peringatan pertama. Dari mana pula perempuan itu bisa meraba bahwa kedatangannya ke Kim bou-po mengemban tugas rahasia " Betapa besar nyali perempuan itu, dalam suasana seperti ini berani dia bersuara dan mengadukan kontak dengan dirinya " Semua pertanyaan iiu, Ciong Tay pek tidak punya bahan untuk menjawabnya, hanya satu hal dia tahu, perempuan itu pasti akan mencari nya pula, itu berarti mereka masih ada kesempatan bertemu untuk ketiga kalinya.
Hanya terpaut sekali pertemuan ketiga itu terjadi.
Cuaca sudah gelap, waktu dengan santai Ciong Tay-pek beranjak pulang kekamarnya setelah mengalami kikisan dan ukiran ujung goloknya yang tajam, dahan pohon itu sudah berobah menjadi sebuah kursi kecil yang berbentuk kuno dan sederhana.
Ciong Tay-pek masih terus maju kedepan, di kala hari sudah gelap, dia merasakan di belakang ada orang /
membuntutinya, di susul suara perempuan itu terkiang di dalam telingnya, didengarnya perempuanmu berkata
"Kau ingin menjadi orang pertama dalam Bulim diseluruh kolong langit ini bukan?""
Sedikitpun Ciong tidak memberi reaksi, seolah-olah tidak pernah mendengar pertanyaan orang. Maka suara perempuan itu terdengar berkata pula : "Akupun demikian."
Ciong Tay-pek menghirup hawa segar.dia berpikir: "Kau melimpahkan cita-citamu kepada orang lain, maka selanjutnya jangan harap kau bisa mencapai cita-cita itu" tapi dia tidak bersuara, langkahnya tetap berjalan kedepan.
Setelah dia hampir memasuki pintu kamarnya, terasa oleh Ciong Tay-pek perempuan itu masih berada dibelakangnya, malah jarak mereka semakin dekat, perempuan itu tetap berkata : ,,Seperti kami begini, kalau kau terus menunggu dan tidak segera turun tangan, kapan akan tercapai keinginan kami "
Ciong Tay-pek mempercepat langkah memasuki serambi, lampu yang terpasang di serambi kelihatan guram. Perempuan itu berkata pula: ,, Kalau kau tidak berani, maka kau akan tamat disini, kau akan hidup merana selama hidup di benteng ini, segala cita rasapun amblas"
Mendadak Ciong Tay-pek menhentikan langkah, perempuan itu juga berhenti sejenak, tapi segera beranjak pula kedepan lewat di sampingnya, bila Ciong Tay-pek melangkah pula, maka sekarang dia berada dibelakang perempuan itu
Dengan menahan emosinya dia berkata dingin. "Dan kau" Bukankah keadaan seperti dirimu" kurasa kaupun pernah merasakan peringatan pertama, kau masih berani bertindak lagi"' /
Hanya bibir Ciong Tay-pek saja yang kelihatan bergerak, umpama waktu itu ada orang lain berada disampingnya juga takkan mendengar bila dia sedang bicara. Tampak olehnya badan perempuan didepannya seperti bergetar. Maka Ciong Tay-pek lantas tertawa dingin, kini langkah perempuan itu diperlambat, hingga Ciong Tay-pek mendahului dan berada disebelah depan pula.
Suara perempuan itu kini terdengar disebelah belakang :, Kondisiku lebih baik dari engkau. sedikitnya aku sudah tahu, asal kau dapat mengorek keluar dan memindah batu besar ketiga ratus enam puluh lima ke-arah kiri sejak dari pintu besar deretan kelima dari bawah, maka kau akan memperoleh benda yang kami inginkan bersama."
Kedengarannya suara perempuan itu seperti mengambang, dinilai bahwa orang dapat mengeluarkan suara dengan desakan tenaga dalamnya, Ciong Tay-pek tahu bahwa latihan Lwekang perempuan ini jelas tidak disebelah bawah dirinya. Beberapa patah kata-katanya yang terakhir seketika membual Ciong Tay-pek menghentikan langkah.
Diwaktu Ciong Tay-pek menghentikan langkah itulah, dari sebelah belakang mendatangi derap langkah orang banyak, beberapa orang satu persatu lewat di sampingnya tanpa bersuara waktu Ciong Tay-pek berpaling kebelakang lagi bayangan perempuan itu sudah tidak kelihatan.
Ciong Tay-pek juga tidak berhenti lama, dia melanjutkan perjalanan kedepan telinganya seperti mendengung dalam hati dia tengah meresapi beberapa patab perkataan perempuan tadi, hingga dia memasuki kamar merebahkan diri diatas tanah, terasa sekelilingnya begitu sepi, tapi perasaannya masih bergolak seperti dirinya berada ditengah alunan gelombang pasang yang mengamuk.
Entah berapa kemudian, akhirnya Ciong Tay-pek bangkit pelan-pelan, perlahan pula dia mendorong jendela, lalu melompat keluar. Daya tarik perkataan perempuan tadi /
sungguh teramat besar bagi dirinya, pada hal dia tahu bahwa kemungkinan itu hanya merupakan perangkap, namun tekadnya sudah teguh untuk menyerempet bahaya, betapapun dia harus mencoba mencari tau kebenaran dari perangkap itu.
Jantungnya berdebar keras, langsung dia masuk taman terus menuju kekaki tembok, sambil mepet tembok dia menggeremut maju kearah pintu besar. Dikala dia berdiri di-samping pintu gerbang, sayup-sayup dia mendengar ringkik kuda diluar tembok. Pernah tiga hari dia menyelidiki diluar sana, maka dia tahu kuda-kuda itu dipelihara oleh orang-orang seragam hitam berkerudung kepala hitam pula, kemungkinan orang-orang baju hitam semua adalah pesuruh atau kacung dari Kun hou-po paling tidak mereka bekerja untuk kepentingan Kim-hon-po.
Ciong Tay-pek menarik napas panjang, pelan-pelan dia menyurut mundur, tembok ini dibangun dari batu-batu padas yang berben-tuk segi empat, sambil mundur satu persatu dia menghitung, kerja ini memang ringan dan tidak sukar, tapi memerlukan ketelitian. Semakin jauh dia mundur semakin mendekati tiga ratusan, detak jantung Ciong Tay-pek juga semakin keras bila hitungannya sudah mencapai tiga ratus enam puluh mendadak dia berhenti. Bukan lantaran dia ingin berhenti, tapi karena rasa tegang hatinya menambah rasa takut dan ngeri, tapi juga makin curiga, berbagai perasaan itu gejolak dalam hatinya menimbulkan suatu kekuatan, sehingga tanpa sadar dia menghentikan langkah dan hitungannya.
Tapi Ciong Tay-pek tidak segera turun tangan, yang terpikir dalam benaknya sekarang adalah deru napasnya terasa memburu berat seperti desau kenalpot mobil yang keberatan muatan ditanjakan terjal. Batu besar persegi yang ke tiga ratus enam puluh lima sudah berada di depan mata, jaraknya juga hanya tiga tindak, barang yang diincarnya selama ini, sehingga dia berani menempuh bahaya menanggung segala resiko menyelundup ke Kim-bou-po, apa betul benda yang /
diinginkan itu berada dibalik batu nomor 365 " Kebetulan dia berdiri membelakangi tembok maka dia ulur tangannya menekan tembok, tembok besar yang terbuat dari batu padas itu terasa dingin dan kasar.
Pelan-pelan Tay-pek menggeser kaki, telapak tangannya ikut bergerak tak pernah meninggalkan permukaan tembok, akhirnya jari jemarinya menekan batu yang ke 365. Pelan-pelan pula dia memalingkan kepala, d sekitarnya yakin tiada orang lain. dia angkat kepala, tampak pagar tembok di sini cukup tinggi, jikalau dia berhasil dengan usahanya malam ini, dalam waktu sekejap mata dia bisa melompati pagar benteng ini.
Tapi Ciong Tay-pek tidak segera turun tangan, yang terpikir dalam benaknya sekarang adalah keadaan dirinya dan situasi sekitarnya sebelum dirinya mengalami peringatan pertama waktu itu tak ubahnya seperti sekarang, sekelilingnya tiada orang, kesunyian terasa ganjil namun secara mendadak badannya terlempar jatuh oleh pukulan tenaga dahsyat sehingga dirinya terjatuh kcdalam jaring.
Terbayang akan kejadian itu, dia ingin segera lari balik kekamarnya tinggal tidur saja. bahaya apapun tidak diserempetnya lagi. Akan tetapi kalau dirinya benar-benar lari pulang kekamarnya, sesuai apa yang dikatakan perempuan itu. selanjutnya dirinya akan tenggelam dalam kehidupan yang tawar, tak ada masa depan dan selama bidup takkan bisa keluar dari Kim-hou-po
Detak jantung yang keras menyebabkan Ciong Tay-pek merasa dadanya sakit, sekian lama dia menjublek, akhirnya dia mengepal tinju lalu pelan-pelan menarik kedua tangannya. Dikala kedua tangan tertarik itulah dia menghimpun semangat mengerahkan hawa murni dikedua telapak tangannya, maka timbul serangkum tenaga besar, walau cukup besar bentuk batu padas itu, tapi asal bangunan batu tidak kokoh dan bisa bergerak yakin dapat dihisapnya keluar. /
Dalam detik-detik yang menentukan ini, saking tegang Ciong Tay-pek tidak pikirkan apapun lagi. Suatu kenyataan, bila dia mau menggunakan otaknya, bahwasanya dia tidak akan berani melakukan apa yang sekarang sedang dia kerjakan.
Dikala lengan tangannya sudah tertekuk mundur hampir setengah kaki. sementara telapak tangannya masih merekat kencang di permukaan batu padas yang kasar itn, keringat sudah bercucuran diselebar muka Ciong Tay-rek, malam gelap pekat, angin malam menghembus kercang, bahwasanya dia tidak melihat keadaan didepan matanya tapi setelah tangannya ditarik mundur, telapak tangan masih melekat dipermukaan batu. ini menandakan bahwa daya sedot tenaga yang dikerahkan telah berbasil menyedot keluar batu padas pada hitungan yang ke 365.
Hanya sejenak Ciong Tay-pek ragu-ragu gerakan selanjutnya secepat kilat, dengan kedua tangan dia pegang batu itu terus dijerakan diianah lalu kedua tangan merogoh kedalam lobang.
Sambil merogoh kedalam dia menyeka keringat dimukanya pada lengan baju disamping pundaknya, waktu tangannya merogoh kedalam looang batu, terasa didalam lobang masih ada pula lobang lebih kecil, dari lobang kecil inilah tangannya merasa memegang sesuatu, waktu di rogohnya keluar ternyata sebuah bumbung bambu.
Meski hanya meraba dengan sebelah tangan, tapi Ciong Tay-pek merasakan, bumbung bambu itu entah sudah diraba dan dipegang berapa tahun lamanya, maka permukaan bumbung bambu itu terasa licin mengkilap bagaikan Kaca.
Sekujur badan Ciong Tay-pek bergetar keras, tapi gerak geriknya tetap cepat dan tangkas, lekas sekali dia sudah pegang din keluarkan bumbung bambu sebesar lengan bayi panjang satu kaki itu. Karena terlalu tegang, walau kedaan sekitarnya tetap sunyi tanpa ada gerakan apa-apa, di mana /
tangannya merogoh "Sret: lekas dia mencabut Jit-sing-to, sementara punggungnya sudah menempel dinding terus menjejak kaki melonjak keatas


Tugas Rahasia Karya Gan K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu badannya merambat terus naik ke atas. di kala hampir mencapai pucuk tembok, pada saat itulah dilihatnya sesosok bayangan orang tanpa mengeluarkan suara mendadak muncul dari kegelapan. Bayangan bagai setan itu muncul dari atas ke bawah langsung menubruk kearah Ciong Tay-pek. daya tubrukannya kelihatan cepat dan ganas secara reflek Ciong Tay-pek menggerakkan tangan, jadi tanpa pikir dia menabas kearah bayangan itu.
Kelihaiannya tabasan goloknya akan mengenai sasarannya, karena tubrukan bayangan hitam itu dipapak tabasan golok, namun bayangan hitam itu ternyata teramat tangkas, sedetik sebelum tubuhnya disambar golok, mendadak dia menggeliat di tengah udara terus bersalto balik kebelakang, maka tabasan golok Ciong Tay-pek mengenai tempat kosong.
Padahal Ciong Tay-pek harus kerahkan tenaga murninya untuk mempercepat Luncuran tubuhnya keatas, disamping dia meloncarkan tabasan goloknya, tapi pada saat bayangan hitam itu bersalto kebelakang itulah, mendadak Ciong Tay-pek rasakan pergelangan tangan kirinya pegal kesemutan, dalam malam segelap itu Ciong Tay-pek tidak bisa melihat jelas senjata gelap apa yang mengenai tangannya, celakanya begitu pergelangan pegal serta merta kelima jarinyapun ikut lemas, maka bumbung bambu yang dipegangnya itu seketika terlepas jatuh.
Ternyata bumbung itu tidak langsung jatuh ketanah, dikala masih melayang turun ditengafa udara, dalam kegelapan tampak berkelebat selarik cahaya merah gelap, maka bumbung itu seketika membelok arah melayang kearah bayangan hitam yang masih terapung diudara delapan kaki diatas tanah. Dalam sekejap itu Ciong Tay-pek juga sudah /
berhasil mencapai pucuk tembok, hanya sekejap dia berhenti sejenak diatas tembok.
Dengan mendelong dia saksikan bayangan hitam itu melayang turun ke tanah, gerak geriknya lebih cepat lagi dari tubrukannya dari atas tadi, dalam sedetik bayangannya telah lenyap ditelan kegelapan.
Semestinya Ciong Tay-pek bisa lompat turun pula serta mengejar bayangan itu, namun dia sudah saksikan gerak gerik bayangan itu secepat angin, tapi jelas adalah perempuan yang berkedok itu Tapi bukan Ciong Tay-pek mengejar kedalam dia justru melompat jum alitan keluar pagar. Dalam sedetik itu dia berpikir, meski dirinya tidak memperoleh apa apa dalam usahanya,masuk ke Kim-hou-po, namun merai i syukur juga bahwa dirinya selamat.
Begitu kedua kaki menginjak bumi beruntun dia melompat jangkit beberapa kaii, bayangannya pun telah lenyap ditelan kegelapan. Musim dingin sudah hampir jelang, musim semi sudah diambang mata, namun hujan salju masih sering terjadi mesti tidak lebat lagi, namun hembusan angin terasa dingin merasuk tulang. Ditanah tegalan yang menuju ke kota Sang yang, rumput-rumput liar sudah mulai bersemi, diantara lajunya arus air disungai, kelihatan gumpalan-gumpalan es yang terhanyut dalam pusaran air yang deras.
Sebuah kapal tambang sudah melepas tali dan mengangkat jangkar, dua lelaki kekar memegang galah panjang, kapal tambang itu didorong ketengah sungai. Begitu lepas jangkar kapal tambang itu lantas terbawa arus sungai yang deras melaju dengan pesat, diatas kapal tambang ada delapan orang, semua menggosok telapak tangan dan mengkeretkan badan menahan dingin, demikian pula kedua lelaki pemegang galah itu juga berpakaian tebal, namun baju bagian dada tersingkap, setiap kali mengerahkan tenaga mereka berholopis kontol baris, maka keringat panas pun bercucuran membasahi badan. /
Semula kapal tambang ini, dikayuh ke atas melawan arus, setiba ditengah sungai baru dilajukan kesebrang dua lelaki tadi kini memegang gayuh, tenaga mereka memang besar, namun arus air juga deras, bingga laju kapal yang melawan arus ini terasa amat lamban.
Pada saat itulah diatas tanggul dipinggir sungai sana tampak pasir debu bergulung gulung terdengar derap lari kuda yang ramai mendatangi. Mereka datang dari arah jalan raya.
Tak jauh dari tempat itu ada beberapa rumah pendek terbuat dari tanah liat, di kala beberapa kuda itu dibedal datang, didepan rumah tanah liat, itu, seorang kakek sedang duduk dikaki tembok, untuk mencari hangat dari teriknya sinar matahari sambil memicing mata dia menoleh kearah jalanraya sembari menggumam:,"Wah sudah telat, kapal tambang sudah berangkat."
Dalam beberapa patah ucapannya itu, puluhan ekor kuda sudah memburu tiba langsung menerjang kepinggir sungai. setiap penunggang kuda semua seragam hitam dengan kerudung kepala hitam pula, kain hitam di-tubuh mereka kelihatan kotor berdebu, bahwasanya siapa mereka tiada yang bisa dikejar, seorang penunggang kuda diantaranya segera keprak kudanya naik keatas tanggul. Kuda tunggangannya berjingkrak berdiri sambil meringkik panjang, waktu anjlok turun pula kaki depannya sudah berada ditanah serong yang menjurus kesungai.
Sementara itu kapal tambang sudah hampir mencapai tengah sungai, jaraknya ada dua puluhan tombak, tampak orang di punggung kuda itu menggentak keras mendadak tubuhnya mencelat tinggi keudara, ditengah udara badannya berputar datar, maka terdengarlah suara gemerantang, seiring dengan putaran tubuh orang itu.maka muncullah seutas rantai panjang, diujung rantai terpasang sebuah gantolan yang runcing mengkilap, meluncur pesat kearah kapal tambang ditengah sungai itu. /
Disaat kuda itu menerjang keatas tanggul meringkik serta mengerem daya lajunya. orang-orang diatas kapal tembang itu sudah angkat kepalanya memandang kearah sebrang. Tapi gerak gerik. penunggang kuda itu memang cekatan dan ctpat sekali, sebelum orang-orang diatas kapal tambang taru apa yang Terjadi, "Plok" gantolan runcing berantai panjang itu sudah jatun diatas dek dan kebetulan menggantol ujung kapal, berbareng bayangan orang itu. juga sudah melayang turun dipinggir sungai terus pasang kuda. Manusia yang satu ini ternyata seperti sebuah tonggak kayu yang kokoh tertanam didaiam bumi. kedua tangan dengan cepat menarik rantai ang sudah menggantol kapal tambang itu, ternyata kapal tambang yang sedang laju kedepan itu berhamil antuknya mundur.
Sementara itu belasan orang-orang berkedok itupun sudah mencongklang kuda mereka diatas tanggul, seorang diantaranya berseru keras: "Tuan tuan, monon maaf bila menunda perjalanan kalian sejenak kami sedang memburu seseorang yang tidak merasa bersalah boleh diam saja dan tidak perlu takut."
Orang-orang diatas kapal tambang itu kelihatannya memang kaget dan ketakutan, tiada seorangpun yang bersuara, demikian pula dua lelaki pemilik kapal menghentikan kerjanya, lekas sekali kapal tambang itu sudah kembali pada tempatnya semula. Enam orang sudah melompat turun dari punggung kuda terus berlompatan keatas kapal seraya membentak: ."Silakan tuan tuan naik keatas dara"
Lekas pemilik kapal memasang papan panjang penyebrangan seperti menggiring bebek saja sembilan penumpang kapal tambang itu berbaris naik keatas darat dengan gopoh. Enam orang berkedok itu tampak berkilat sorot matanya kepala mereka berdebu, hanya mata mereka saja yang kelihatan bersih, maka keadaannya kelihatan lucu. /
Setelan sembilan penumpang naik keatas darat, tiga orang diantara enam orang berkedok itu juga ikut naik dua orang sibuk memeriksa kapal seorang lagi berdiri diburitan. Lelaki yang menarik baliK kapal dengan rantai panjang itu masih tetap berdiri dipinggir sungai setegak tonggak yang kokoh.
Dalam pada iiu para penunggang kuda berkedok hiiam itupun sudah turun semua dari punggung kuda, sembilan penumpang kapal tambang itu dirubung dengan ketat, sekilas kedua pemilik kapal saling pandang lalu seorang angkat bicara: "Kalian mau cari siapa, urusan tidak ada sangkut-pautnya dengan kami, mau periksa apa bolen silakan cepat sedikit, hari sudah hampir petang, arus sungai akan lebih besar, penyebrangcn kuatir bisa gagal, harap kalian suka maklum."
Agaknya pemilik kapal tambang ini sudah lama mencari nafkah dipenyebrangan sungai ini, berbagai jenis sifat manusia pernah dihadapi, karena itu meski mendadak menghadapi perohahan mendadak seperti ini, sedikitpun mereka tidak kelihatan gugup.
Maka salah seorang diantara orang orang berkedok itu tampil kedepan, katanya dengan lantang: "Ciong Tay pek keluarlah sendiri."
Sembilan penumpang termasuk kedua pemilik kapal terkurung dalam kepungan orang-orang berkedok itu. setelah orang berkedok itu buka suara, maka sembilan orang itu saling toleh, saling pandang satu dengan yang lain. semua tidak bersuara, tapi juga tiada seorangpun yang tampil kemuka.
Sembilan orang itu terdiri tiga lelaki setengah umur, dandan mereka mirip petani, ada sepasang suami istri yang masih muda. yang lelaki beralis tebal mata besar, sekali pandan; juga bisa diketahui sebagai pekerja sawah, yang perempuan ternyata kelihatan kekar, jari-jari tangannya kelihatan kasar, tidak punya pinggang, kulitnya hitam, jelas /
diapun perempuan jang selalu aktif diladang. Seorang lagi membopong sebuah kotak kayu besar, kelihatannya tabib keliling atau penjual kelontong. Masih ada lagi tiga orang, seorang seperti guru sekolahan, sementara dua orang lagi tampak berpakaian perlente, baju tebal mereka terbuat dari kulit rase yang berbulu indah, kalau bukan tuan tanah pasti pedagang kaya.
Angin dingin masih ribut dengan hembusan kencang, setelah orang berkedok itu bersuara, keadaan sunyi sejenak, tiada orang bersuara, maka orang itu berkata pula: "Bagus, Ciong Tay-pek, apa kau kira dapat lolos atau menyembunyikan diri ?" merandek sebentar lalu menyambung, "Terpaksa kalian harus membuka pakaian biar kami periksa dada kalian."
Perintah ini agaknya diluar dugaan orang-orang itu. kontan petani muda itu memprotes "Cuaca sedingin ini, kalian jangan mempermainkan orang"'
Tapi protesnya ini justru disambut delapan orang oiang berkedok itu dengan gerakan serempak."Sreng", mereka mencabut golok baja yang kemilau, maka orang itu membentak pula: "Lekas, jangan membuang waktu.'
Petani muda itu lantas menggerutu: "Makanya, setan alas, mau libat bolen lihat," sembari menggerutu dengan keras dia menbuka kancing mantelnya lalu membuka baju dalamnya pula maka tampak dadanya yang bidang kekar dan berbulu, ' Bluk, bluk" dua kali dia tepuk dada seraya berkaok: Nah boleh kau periksa ?"
Tampak lengan lelaki berkedok itu bergerak, pandangan orang banyak seketika silau tahu-tahu tangannya sudah memegang sebilah pedang panjang yang tipis dan lencir, sementara itu mentari sudah doyong kebarat hampir masuk peraduan, sinar surya menampilkan reflek cahayanya diatas pedang panjang itu hingga orang-orang didepannya tak kuat membuka mata, begitu tangan mencabut pedang, mendadak dia maju setapak, di mana pergelangan tangan berputar, /
ujung pedang yang tajam dan runcing itu sudah mengancam dada si petani muda serta menggores turun.
Gerakannya amat cepat. dikala perani muda itu menjerit kaget, hakikatnya dia tidak sempat menyingkir, tahu-tahu pedang orang itu-pun sudah menarik lengannya.
Tampak goresan ringan ranjang didar'a petani muda itu menimbulkan cucaran darah, tapi hanya luka lecet dikulitnya saja, maka darah yang keluar juga hanya sedikit saja.
Keruan petani itu kaget dan gusar tapi juga jeri. sekilas dia menunduk mengawasi luka-luka ringan didadanya waktu dia angkat kepala mengawasi lelaki berkedok itu, seketika dia berdiri melongo tak mampu bersuara.
Sebaliknya lelaki berkedok itu malah tersenyum ramah, katanya: '"Maaf, saudara " sembari bicara dia mengulap tangan kirinya, seorang berkedok segera maju kedekatnya lantas merogoh kedalam kantong mengeluarkan sekeping uang katanya: "Mengganggu kau saja, terimalah ini sebagai ganti rugi pengobatan mu."
Uang perak itu senilai lima tahil, selama hidup dan bekerja berat di sawah mungkin petani itu tak pernah memiliki uang sebanyak itu. seketika dia terbeliak kaget, kejap lain setelah dia sadar apa yang dihadapi menang kenyataan seketika mulutnya tertawa lebar, katanya : ,,Ah, luka seringan ini, diludahi beberapa kali juga sudah sembuh, terima kasih, terima kasih." sambil bicara dengan munduk-munduk dia terima uang itu teius digenggamnya kencang-kencang, pada hal hawa dingin, angin ribut lagi, dia lupa mengancing bajunya lagi..
Lelaki berpedang itu segera memberi aba-aba : "Baiklah, berikutnya."
Beberapa penumpang kapal tambang itu semula bersikap kaku dan seperti kurang senang, kini setelah petani muda itu memperoleh keuntungan malah, mereka jadi iri, seperti /
berlomba saja dengan muka riang semua membuka kancing baju masing-masing, tanpa kecuali dikulit dada mereka orang itu menggores luka panjang yang ringan, gerak pedangnya memang teramat cepat tapi juga penuh perhitungan, darah yang keluar dai luka panjang itu tadi setetes.
Kini tinggal kedua lelaki berpakaian tuan tanah itu, kelihatan mereka sungkan dan tidak mau diperiksa cara begitu, kalau mereka tidak pingin terima ganti rugi lima tahil, namun menghadapi kegarangan orang-orang berkedok dengan golok baja yang kemilau, apalagi mereka cukup adil setiap orang diberi ganti rugi lima lahil, maka terpaksa mereka menurut saja kehendak orang-orang berkedok itu.
Lekas sekali pekerjaan sudah hampir usai, kini tinggal perempuan petani itu, pedang panjang orang itu mendadak menuding perempuan petani dan berseru : "Sekarang kau."
Petani muda yang masih menggenggam lima tahil perak di angannya sambil berseri tawa tadi kini menjadi gugup, serunya keras : "Hai, orang yang hendak kalian cari itu laki atau perempuan" Inilah isteriku yang baru saja kukawin, jangan kalian main-main padanya.
Bergetar pedang panjang lelaki itu hingga memetakan garis-garis gemerdep. katanya kereng : "Orang yang kami cari iin mendadak lelaki lain saat perempuan, kadang-kadang tua tiba-tiba menjadi muda, maka kami harus memeriksanya juga."
Karuan petani muda itu makin gelisah, serunya " "Tidak boleh, dia betul-betul istriku, perempuan tulen, mana boleh main buka baju didepan umum " Memangnya kalian tidak tahu adat-istiadat " Kalau begitu, biar kukembalikan uangmu, boleh kalian bunuh kami saja dari pada terhina." sembari berkaok-kaok dia menghadang didepan istrinya sambil melot u. /
Sesaat lelaki berpedang itu jadi bimbang, akhirnya dia menoleh dan berseru : "Toa-moay, kau saja yang memeriksanya."
Seorang berkerudung baju hitam segera mengiakan sambil tampil kemuka. Perawakan orang ini tinggi lencir, mengenakan jaket kulit, kerudung mukanya tampak berdebu, mulutnya yang kelihaian tampak menyeringai lebar. Orang yang memegang pedang menuding orang bekerudung ini dan berkata "Inilah adik besarku, dia juga perempuan, kurasa tiada halangan untuk memeriksanya."
Melotot petani muda itu kepada orang yang mendekatinya, katanya menggeleng : "Darimana aku tahu kalau dia ini perempuan ?"
Orang berkerudung yang mendatangi ini memang tidak mirip perempuan, hakikatnya tiada berbedaan dengan orang berkerudung lainnya, malah perawakannya lebih tinggi, pantas kalau petani muda ini bertanya demikian.
"Jangan cari perkara." sentak orang berpedang, "dia ini adik besarku, siapa bilang bukan perempuan."
"Kau sendiri yang bilang, aku tidak mau percaya, kecuali dia buka dulu bajunya, bila dada ya benar ada sepasang tetek ..."
Belum selesai dia bicara, orang yang berdiri didepannya sudah menghardik :
"Kentut makmu yang busuk."
"Plak" kontan dia gampar muka petani muda itu dengan murka.
Gamparannya amat keras sehingga petani itu terpental jatuh dan terguling kebawah tanggul, untung dia sempat meraih sebuah batu sehingga badannya tidak kecemplung kekali. Tapi separo mukanya bengap, sembari merangkak keatas dia berkaok-kaok. bila dia sudah berada diatas tanggul /
pula, orang yang menggamparnya itu sudah menyeret isteri petani itu kesamping. sebilah golok kemilau juga sudah mengancam mukanya.
Isteri petani itu tampak mencak-mencak namun hanya sejenak, orang berkerudung itu sudah berteriak : "Toako, dia bukan Ciong Tay-pek."
Sambil medekap dada dengan muka merah dan malu isteri petani itu berlari kearah si petani dan sembunyi di belakangnya Sementara lelaki yang berpedang itu mengerut alis debu diatas alisnya kelihaian rontok berhamburan, terdengar dia memberi aba-aba : "Berangkat."
Serempak anak buahnya mencemplak ke punggung kuda, akan tetapi dua orang yang masih berada dialas kapal tetap berdiri tidak bergerak, malah kelihatan mimik mereka amat aneh.
Beberapa orang sudah putar kudanya hendak menerjang keatas tanggul sana, namun serentak pandangan semua orang tertuju keatas kapal, cahaya mentari menjelang magrib menyinari muka mereka, kedua orang ini seperti tertawa dan bukan tertawa, seperti meringis kesakitan tapi bukan menangis kedua matanya memandang sikapnya lucu sekali.
Jumlah orang-orang seragam hitam ada belasan orang, empat diantaranya segera melompat turun pula terus memburu keatas kapal. Begitu mereka mendekat, karena kapal bergoyang maka kedua orang yang berdiri ini lantas bergerak perlahan terus roboh di atas geladak. Lelaki besar yang berdiri dipinggir tanggul dengan tangan menarik kencang rantai besi itu, begitu melihat kedua Orang kawannya yang diatas kapal roboh, seketika menampilkan sikap kaget dan heran.
Demikian pula empat orang yang menyusul keatas kapal juga seketika tertegun, serempak mereka memburu maju /
seraya memeriksa, teriaknya : "Wah sudah mati terbokong senjata rahasia."
Karena peristiwa yang tak terduga ini, keadaan menjadi hening, yang terdengar hanya hembusan angin lalu dan deru napas mereka yang berat, sehingga teriakan kedua orang itu kedengarannya lebih seram membuat orang berdiri bulu kuduknya.
Dua orang lagi tampak mencelat mumbul dan punggung kuda meluncur kebawah tanggul dan berdiri jajar dikanan kiri lelaki yang menarik rantai besi itu. Kedua orang ini adalah lelaki berpedang dan adik besar perempuan itu. Lelaki berpedang yang menggores luka panjang didada setiap penumpang dan perempuan yang dipanggil adik besar itu agaknya bersaudara. Ketiga orang ini jelas bukan sembarang orang, di Bulim (dunia persilatan) tiga bersaudara ini juga cukup terkenal dengan julukan "Toa-ho-sam-tiau cu" (tiga saka di sungai besar) Begitu datang dengan jangkar rantainya menarik balik kapal tambang itu adalah Loji (oraag kedua) Thi Cu (saka besi), perawakannya tinggi besar. Yang dicurigai sebagai perempuan oleh petani muda itu adalah adik paling muda mereka Pi-lik cu (saka geledek), sedang saudara tua mereka adalah King thian-Cu (saka penyanggah langit) yaitu lelaki berpedang itu. Juga pemimpin dari rombongan besar orang berkerudung ini. Sepanjang sungai besar siapa tidak kenal adanya tiga saka besar di sungai besar. Kini ketiganya berdiri jajar dibawah tanggul, perawakan Pi-lik-cu meski perempnan tapi tidak kalah tinggi dari kedua saudaranya, wataknya berangasan lagi, begitu tiba disamping saudarannya dia lantas bertanya bengis : "Jiko (engkoh kedua) siapa pembunuhnya ?"
Jago Kelana 8 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Sepasang Pedang Iblis 2

Cari Blog Ini