Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung Bagian 7
Ting Peng . . "Ting toako, mengapa kau begitu memandang asing terhadap kami" Setelah datang masih
berdiri saja di depan pintu tak mau masuk?"
"Cia siocia, aku datang kemari untuk menantang ayahmu berduel!"
Kembali Cia Siau giok tertawa merdu.
"Aku telah menyampaikan kata-katamu itu kepada ayah, dia bilang berduel denganmu adalah
urusan kalian, tapi yang pasti kau adalah tuan penolongku, bagaimana juga aku harus
menyatakan dulu perasaan terima kasihku kepadamu sebelum membicarakan masalah lain, hayo
jalan! mari kita masuk ke dalam!"
Ia segera maju ke depan dan menarik lengan Ting Peng.
Ting Peng menjadi sangsi:
"Aku. ..." Sambil tertawa kembali Cia Siau giok berkata:
"Persoalan harus diatur mana duluan dan mana belakangan, kau menolong jiwaku lebih dulu
dan menantang ayahku belakangan, karena itu sekalipun kau hendak mencari ayahku untuk
berduel, paling tidak harus menerima perjamuan lebih dulu setelah aku menyampaikan rasa terima
kasihku, kau baru boleh menantang ayahku, dengan demikian ayahku juga tak usah ragu-.ragu
untuk turun tangan terhadap dirimu nanti, benar bukan?"
Perkataan yang diutarakan oleh seorang gadis cantik semacam ini tentu saja benar, apalagi
apa yang dikatakan memang betul dan bisa diterima dengan akal sehat.
Terpaksa Ting Peng ditarik masuk olehnya, cuma buru berjalan berapa langkah tiba-tiba dia
meronta dan melepaskan diri dari cekalannya sambil berkata.
"Tunggu sebentar, aku masih ada satu persoalan yang harus diselesaikan lebih dulu!"
Dia lantas membalikkan badan dan menghampiri Lim Yok peng, katanya dengan hambar.
"Tadi, bukankah kau ingin melihat aku mencabut golokku!"
Dengan cepat Lim Yok peng mundur selangkah ke belakang.
Ting Peng mendengus dingin, katanya lebih jauh:
"Aku tidak begitu suka membunuh orang, tapi aku lebih tak suka orang lain berkata demikian
kepadaku, kau telah menyaksikan diriku, tapi masih memaksa untuk menyaksikan golokku, itu
berarti kau hanya memperdulikan golokku, tidak memperdulikan orangku, bukan begitu" Baik,
sekarang aku akan memperlihatkan golokku.
Cuma golokku selamanya tak pernah keluar sarung tanpa hasil, maka lebih baik kau pun
mencabut keluar pedangmu pula!"
Paras muka Lim Yok-peng pucat pias seperti mayat, mulutnya ternganga lebar dan tak tahu
apa yang musti diucapkan..
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Ting Peng menghela napas panjang:
"Bagi seorang lelaki sejati, mati lebih berharga daripada hidup tertekan, mengapa kau
ketakutan seperti itu" Kalau toh merasa takut, mengapa pula kau harus berlagak menjadi seorang
jagoan?" Lim Yok peng memang merasa takut, tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang ciangbunjin
suatu perguruan, tentu saja dia tak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan orang sambil
mencabut pedangnya dia berseru:
"Omong kosong, siapa yang takut kepadamu itu?"
Bila seorang tak mau mengakui dirinya ketakutan maka saat itulah dia sedang merasa
ketakutan setengah mati, tapi waktu itu tiada orang yang mentertawakan dirinya.
Karena orang luar juga sedang ketakutan seperti dia.
Kemudian Ting Peng maju ke depan Lim Yok peng dan mencabut goloknya.
Sebilah golok yang amat sederhana, cuma golok itu melengkung sehingga mirip bulan sabit..
Setiap orang hanya memperhatikan golok itu, tapi tak ada yang melihat bagaimana caranya
Ting Peng turun tangan, dia hanya berjalan menuju ke arah ujung pedang Lim Yok peng..
Tahu-tahu pedang Lim Yok peng telah kutung menjadi dua bagian, sebilah pedang kini sudah
berubah menjadi dua bilah.
Seperti pedang itu terbuat dari bambu sehingga ketika disayat dengan senjata tajam, dari
ujung pedang sampai gagang pedangnya telah terpapas kutung menjadi dua bagian, separuh di
kiri dan separuh di kanan.
Seluruh badan Lim Yok peng berdiri kaku seperti sebuah patung.
Waktu itu Ting Peng hanya berkata sepatah kata:
"Lain kali jangan sembarangan menyuruh aku mencabut golok, bila bersikeras ingin berbicara
maka pertimbangkan dulu kemampuanmu."
Selesai berkata, dia berpaling ke arah lima orang lainnya sambil menambahkan:
"Demikian juga dengan kalian semua!"
Selesai berkata dia lantas mengikuti Cia Siau giok masuk ke dalam perkampungan.
ooo0ooo GOLOK IBLIS SEBAGIAN besar jago tertahan di tepian sungai, tapi orang yang berdiri di depan pintu pun
tidak sedikit, semua orang telah dibuat tertegun.
Seperti juga Lim Yok peng, mereka berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca.
Semua orang telah menyaksikan golok tersebut, sebilah golok lengkung yang amat sederhana,
tiada sesuatu keistimewaan apa-apa.
Tapi siapapun tak melihat jelas bagaimana caranya Ting Peng turun tangan, mereka hanya
menyaksikan Ting Peng maju menyongsong kedatangan ujung pedang Lim Yok peng, kemudian
merekapun menyaksikan pedang itu sudah terbelah menjadi dua.
Mengutungi senjata lawan dalam suatu pertempuran adalah suatu kejadian yang jamak,
mengutungi pedang lawan hanya suatu kejadian biasa, tapi pedang Lim Yok peng bukan pedang
biasa, pedang tersebut adalah sebilah pedang ternama, sebilah pedang yang diwariskan hanya
kepada ciangbunjin saja, meski tidak terukir tulisan apa-apa di ujung pedang tersebut, tapi sudah
umum kalau orang menganggap pedang ada orang hidup, pedang musnah orang mati.
Sekarang pedang itu telah dimusnahkan orang, seakan-akan dimusnahkan oleh suatu
kekuatan iblis yang luar biasa, karena tenaga manusia tak mungkin bisa melakukannya.
Sekalipun seorang ahli pembuat pedang juga tak mungkin bisa membelah pedang tersebut
menjadi dua bagian, walau ditempa dan dipanaskan lagi.
Tapi Ting Peng dapat melakukannya.
Akhirnya Lim Yok peng sadar kembali dari lamunannya, Ting Peng telah masuk ke dalam pintu
gerbang, hanya Ah-ku masih duduk dengan setia di atas kereta.
Lim Yok peng membungkukkan badan memungut kutungan pedangnya. kemudian menghela
napas panjang. "Aai....akhirnya aku tahu juga, apa sebabnya kalian merasa begitu ketakutan..."
"Lim sicu, apakah kau melihat jelas bagaimana caranya turun tangan.?" Buru-buru Thian kay
sangjin bertanya. Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak, pada mulanya aku hanya melihat goloknya, tidak melihat orangnya, menanti aku
melihat orangnya, golok itu sudah berada di tangannya, seakan-akan golok adalah golok, orang
adalah orang, kedua belah pihak tidak ada hubungannya satu sama lainnya."
Kelima orang itu merasa terkejut sekali, buru-buru Ci yang totiang bertanya:
"Lim sicu. benarkah kau mempunyai perasaan demikian?"
Lim Yok peng memandang sekejap ke arahnya, lalu menjawab dengan suara dingin:
"Kalian sendiri toh bukannya tak pernah merasakan keadaan seperti ini, mengapa harus
bertanya lagi kepadaku?"
Thian kay sangjin menghela napas panjang.
"Tidak ciangbunjin, dulu perasaan yang lolap sekalian alami jauh lebih hebat daripada
sekarang, golok itu belum mendekat di badan, hawa tajam sudah mendesak tubuh, bahkan
bagaikan mau menyayat badan, seandainya Cia tayhiap tidak turun tangan menyelamatkan kami
dan menangkis golok tersebut, sudah pasti tubuh lolap sekalian berlima serta guruku telah
tercincang menjadi lima belas bagian, golok tersebut benar-benar merupakan sebilah golok iblis
yang menakutkan" "Benar" kata Ci yang totiang pula, golok bulan sabit itu nampaknya sederhana seperti tiada
sesuatu yang aneh, tapi bila sudah berada ditangan majikannya, untuk memainkan jurus golok
tersebut maka segera muncul suatu kekuatan siluman yang sanggup menggetarkan perasaan
setiap orang...." Lim Yok peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku tidak merasakan apa-apa, juga tidak menyaksikan apa-apa, cuma melihat golok itu
mendekati aku, kemudian tiba-tiba orangnya sudah berdiri di hadapanku, mengenai apa yang
terjadi sehingga pedangku itu kutung, aku sama sekali tidak merasakan keadaan semacam itu,
mungkin kemampuan yang dimiliki Ting Peng masih belum mencapai kehebatan orang yang kalian
maksudkan, sehingga kemampuannya justru belum sedemikian menakutkan"
"Tidak, sicu keliru besar" kata Thian kay taysu sambil menggeleng, "kesempurnaan yang
dicapai Ting Peng sekarang telah melebihi kemampuan orang itu, juga lebih menakutkan, karena
dia dapat mengendali-kan golok, bukan dikendalikan oleh golok!"
ooo0ooo APAKAH yang dimaksud sebagai Golok mengendalikan manusia.
Golok adalah manusia, manusia adalah golok, antara manusia dan golok bila tak terpisahkan
maka golok akan merasakan napsu membunuh dari manusia, akal budi manusia tak bisa
mengendalikan kebuasan golok sehingga manusia menjadi budak golok, golok menjadi sukma dari
manusia. Golok adalah sebuah alat pembunuh, sedang golok tersebut merupakan alat pembunuh dari
sekian alat pembunuh. Lantas apa pula yang dimaksudkan "manusia mengendalikan golok?"
Golok adalah aku, tapi aku tetap aku.
Golok itu digenggam oleh tangan dan digerakkan menurut perasaan yang dipancarkan lewat
akal budi, oleh sebab itu bila dalam hatiku ingin menghancurkannya semacam barang,
menghancurkannya hingga suatu bentuk, golok akan melakukannya menurut perintah yang
disalurkan lewat otak dan digerakkan otot tangan.
Jadi manusia sukma dari golok tersebut, golok adalah budak dari manusia bukan sebaliknya.
Paras muka enam orang pemimpin dari enam partai besar yang berada di depan pintu telah
berubah sangat hebat, penuh diliputi perasaan takut dan ngeri yang tebal, mereka memang
mempunyai alasan untuk merasa takut dan ngeri.
Ditinjau dari penuturan Lim Yok peng, kesempurnaan Ting Peng telah mencapai manusia
mengendalikan golok, itu berarti tiada orang yang bisa mengendalikan dirinya lagi.
Ci-yang totiang termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata.
"Cia sianseng, menurut pendapatmu, apakah pedang sakti dari keluarga Cia sanggup untuk
mengendalikan golok iblis dari Ting Peng?"
Dengan cepat Cia sianseng menjawab:
"Sepuluh tahun berselang, aku berani mengatakan dengan pasti tidak mungkin. Tapi sepuluh
tahun belakangan ini aku tidak tahu sampai dimanakah taraf kemampuannya yang dimiliki
majikanku sehingga terpaksa aku hanya bisa mengatakan tidak tahu"
Jawaban semacam itu sama halnya dengan jawaban yang tak berguna, sebuah jawaban yang
bisa membuat orang bertambah kesal.
Tapi dari jawaban tersebut dapat ditarik pula satu kesimpulan baru, yakni tiada orang yang
tahu kemampuan Cia Siau hong yang sebenarnya.
Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai suatu tingkat kesempurnaan yang mengerikan sekali.
Tapi Cia sianseng mengatakan kepandaian tersebut masih belum berhasil mencapai taraf
yang dimiliki Ting Peng sekarang.
Dengan suara rendah ketua Hoa san pay Cing Hui kiam-khek Leng It hong berbisik:
"Sekalipun Cia tayhiap bisa menangkan Ting Peng, kitapun tak bisa terlalu mengharapkan
terlalu banyak, karena mengundang dia keluar untuk mengurusi persoalan ini mungkin lebih tidak
gampang dibandingkan dengan kita turun tangan sendiri untuk menghadapi Ting Peng."
Semua orang menundukkan kepalanya rendah-rendah, apa yang diucapkan Cia Siau giok tadi
terasa masih mendengung di sisi telinga mereka, pandangan Cia Siau hong terhadap mereka
sudah jelas menerangkan segala-galanya.
Mereka tak berani marah kepada Cia Siau hong, karena Cia Siau hong memang berhak untuk
mengeritik mereka. Satu-satunya harapan mereka sekarang adalah jangan sampai kritikan tersebut tersiar sampai
di luar perkampungan. Sewaktu datang tadi, gaya ke enam orang itu sangat gagah, naik perahu baru keluar Cia dan
disambut masuk ke dalam perkampungan seperti tamu agung.
Tapi sewaktu berlalu dari situ keadaannya mengenaskan sekali..
Sekalipun mereka masih juga menunggang perahu yang sangat megah itu, meski diantar oleh
Cia sianseng, tapi barisan penyambut tamu agung yang berjajar di tepi perkampungan telah
dibubarkan, bahkan sudah bubar sebelum mereka naik ke atas perahu.
Maksud dari kenyataan itu sudah jelas sekali, yakni barisan penyambut tersebut bukan
disiapkan untuk menyambut kedatangan mereka, apa yang mereka saksikan hanya suatu
kebetulan saja. Sewaktu mereka pergi, tamu agung dalam perkampungan Sin-kiam-san-ceng belum ada yang
pergi, untuk membuat orang tidak salah paham, maka barisan tersebut dibubarkan. .
Hal ini membuat di atas wajah mereka yang sedih, diliputi pula perasaan malu.
Terutama sekali ketika perahu mereka menepi di pantai seberang, betapapun muka dengan
sorot mata kawanan jago persilatan yang dialihkan ke arah mereka, dengan pandangan
tercengang serta perasaan tidak mengerti, rasa malu yang mencekam di dalam hati mereka makin
bertambah tebal. Cuma saja walaupun dalam perkampungan Sin kiam san-ceng mereka mendapat perlakuan
yang kurang baik, namun dalam pandangan kawanan persilatan itu, kedudukan mereka masih
tetap tinggi dan terhormat bagaikan malaikat.
Oleh karena itu tak ada yang berani maju bertanya kepada mereka, apa gerangan yang telah
terjadi di tepi seberang sana, bahkan semua orang masih mempunyai satu hal yang paling
diperhatikan. Bagaimanakah akhir pertarungan antara Ting Peng dengan Cia Siau hong"
Untuk saja Cia sianseng ikut mengantar mereka ke seberang dan Cia sianseng sudah
termasyhur sebagai seorang yang ramah dan hangat bergaul dengan semua orang.
Maka ada orang yang sudah berjalan menghampiri Cia sianseng, bahkan sudah bersiap-siap
untuk menyapa. Walaupun Cia sianseng mempunyai pergaulan yang luas, tapi orang yang bisa mempunyai
hubungan dengannya, paling tidak juga seseorang yang punya nama.
Orang itu bernama Lo Kay seng, seorang cong-piautau dari suatu perusahaan pengawalan
barang, yang tidak terhitung besar namun juga tidak terhitung kecil, maka bagaimanapun juga Lo
cong-piautau masih mempunyai sedikit nama yang cukup lumayan dalam dunia persilatan.
Terlepas dari kedudukannya itu, dia masih ada satu hal yang bisa diandalkan, yakni Cia
sianseng pernah mempunyai sedikit hubungan dengannya, ketika ia secara kebetulan melewati
kota dimana perusahaan pengawalan barang itu dibuka, ia pernah menerima jamuannya bahkan
menjadi tamu seharian penuh di rumahnya.
Oleh karena itu, Lo Kay seng merasa inilah saatnya untuk memperlihatkan hubungannya itu
kepada umum. Tampaknya Cia sianseng juga telah melihat kehadirannya, maka sebelum ia sempat buka
suara, dia telah menegur lebih dulu:
"Saudara Kay seng, maaf, maaf, aku tak tahu kalau kaupun turut hadir di sini, mengapa tidak
memberi kabar dulu kepada siaute" Sungguh mohon maaf atas keterlambatan ku datang
menyambutmu" Di hadapan begitu banyak orang, dalam sebutan yang begitu ramah hampir saja air mata Lo
Kay seng jatuh bercucuran saking terharunya, sikap mesra dari Cia sianseng kepadanya ini
membuat kedudukannya diantara sekian banyak orang menanjak tinggi secara tiba-tiba ...
Di kemudian hari, sekalipun Cia sianseng menyuruh pergi mati, tanpa ragu dia pasti akan
melaksanakannya. Karena bagi orang-orang persilatan, yang penting adalah gengsi.
Maka Lo Kay seng menjadi tergagap dengan mata terbelalak, saking terharunya dia sampai
tak tahu bagaimana harus menjawab. Sambil tertawa kembali Cia sianseng berkata.
"Mungkin pertarungan ini dibatalkan."
"Mengapa?" tanya Lo Kay seng cepat-cepat.
Cia Sianseng tertawa. "Sebab Ting kongcu telah bersahabat dengan nona kami, malah mereka dapat berbincangbincang
dengan akrab sekali."
"Lantas bagaimana dengan soal pertarungan itu?"
"Entahlah, mereka belum membicarakan-nya lagi, tapi seandainya Ting kongcu bersahabat
dengan nona kami, tentunya ia akan merasa rikuh untuk menantang lo tay-ya kami lagi.
ooo0ooo WALAUPUN Cia sianseng tidak memberi tahukan apa-apa, tapi terhadap pertarungan antara
Ting Peng dengan Cia Siau hong pun telah mengemukakan dugaan pribadinya.
Dugaannya tentu saja tak bisa dianggap sebagai jawaban, tapi dugaan dari Cia sianseng
adalah congkoan dari perkampungan Sin kiam san ceng...
Karena Cia sianseng mempunyai kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan,
perkataannya cukup berbobot. Oleh karena itu bila tiada suatu keyakinan yang memadahi tak
mungkin dia akan sembarangan berbicara, apa lagi mengemukakannya di depan umum.
Oleh karena itu, apa yang dikatakan hampir boleh dibilang merupakan suatu jawaban.
Suara helaan napas segera terdengar diantara kawanan jago persilatan itu.
Agaknya mereka semua merasa kejadian itu patut disesalkan, patut disayangkan, tapi seperti
juga banyak yang menyambut berita itu dengan perasaan gembira.
Walaupun dengan susah payah mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghadiri
keramaian tersebut, tapi tampaknya kehadiran mereka bukan berharap untuk bisa menyaksikan
akhir dari pertarungan tersebut. entah siapapun yang menang dan siapa yang kalah.
Dalam anggapan setiap orang, Cia Siau-hong adalah dewa, malaikat, seorang jago pedang
yang tiada taranya, semacam perlambang dari suatu kejayaan dan keagungan.
Tentu saja tiada orang yang berharap dewanya kalah, malaikatnya menderita kekalahan hebat
ditangan orang. Ting Peng pun merupakan suatu perlambang pula dalam hati sementara orang, terutama
sekali dalam hati kaum muda serta kaum wanita.
Kemunculannya yang tiba-tiba, kecemerlangan dan kejayaan yang diperolehnya secara tibatiba,
penuh mengandung sistim bekerja yang segar, yang santai dan penuh jiwa kemudaan.
Sistim yang diperlihatkan kepada umum seolah-olah merupakan suatu pendobrakan, suatu
pendobrakan terhadap tradisi kuno yang penuh dengan segala macam tata cara yang serba kaku
dan disiplin. Dia seakan-akan muncul dengan suatu cita-cita, yakni menantang duel terhadap segala
macam tata cara kuno tersebut, dia pun menunjukkan sikap yang gagah, dan angkuh untuk
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantang kaum tua serta kaum ketua kenamaan untuk beradu kepandaian.
Tindakan semacam ini, bagi perasaan kaum muda merupakan suatu dorongan semangat yang
besar untuk maju. Oleh karena itu, mereka pun tidak berharap Ting Peng kena dirobohkan dalam pertarungan
tersebut.. Sekalipun jawaban yang diperoleh kurang merangsang perasaan, namun setiap orang merasa
gembira, membuat setiap orang merasa puas pula terhadap hasil dari pertempuran itu.
ooo0ooo RUMAH RAHASIA TING KONGCU dan nona kami telah menjadi sahabat karib!"
Berita itu merupakan suatu kenyataan dan diumumkan Cia Sianseng kepada semua orang,
agaknya berita tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak akan dibantah oleh setiap orang,
meski pun pemimpin ke enam partai besar pernah merasakan kelihaian dari Ting Peng, namun
merekapun tidak menyangkal kenyataan tersebut.
Dengan mata kepala sendiri mereka saksikan Cia Siau giok menggandeng tangan Ting Peng
masuk ke dalam perkampungan, hubungan mereka berdua nampaknya amat erat.
Tapi kenyataan yang sebenarnya belum tentu akan sesederhana apa yang dibayangkan
semua orang. Cia Siau giok memang amat cantik, seorang gadis yang cantik jelita, di bawah senyumannya
setiap lelaki akan merasa seolah-olah tak dapat menampik setiap permohonannya.
Kalau mereka dapat berjalan sambil bergandengan tangan dengannya, sekali pun di depan
mata terdapat kawah gunung berapi, orang-orang lelaki bisa saja melompat ke dalam tanpa
mengernyitkan dahi. Tapi Ting Peng bukan lelaki sembarangan, dia tidak begitu mudah untuk ditundukkan. Karena
dia telah mengalami rayuan maut dari bini Liu Yok siong, Chin Ko cing memang seorang
perempuan yang amat menggetarkan hati kaum lelaki.
Karena dia mempunyai seorang istri rase, walaupun selama berada di hadapannya Cing cing
tak pernah menggunakan ilmu rayuan apa-apa, namun kecantikan wajahnya selembut air, tak
akan bisa ditandingi oleh perempuan manapun.
Cia Siau giok berbeda dengan kedua orang perempuan itu, dia seakan-akan memiliki
kelebihan dari dua orang perempuan tersebut, daya tarik dari Chin Ko cing dan kelembutan dari
Cing cing. Akan tetapi Siau giok tidak sejalang Chin Ko cing, diapun tidak seanggun Cing cing.
Bagi lelaki lain, mungkin dia tak akan mengalami kegagalan, tapi bagi Ting peng, dengan
mudah akan terlihat kelemahan-kelemahannya.
Oleh karena itu, ketika mereka berdua sudah duduk, pelayan sudah menghidangkan sayur dan
arak, dan setelah mereka meneguk tiga cawan arak, dimana Cia Siau giok mulai mabuk serta
memancarkan daya tarik kegadisannya, Ting Peng malahan merasa kegembiraannya lenyap tak
berbekas. Tiba-tiba Cia Siau giok memerintahkan pelayan untuk mengundurkan diri, setelah memenuhi
cawannya dengan arak ke empat, ia menjatuhkan diri bersandar di atas dadanya dan tertawa
merdu, bisiknya: ?"Mari, kita meneguk secawan arak lagi!"
Kalau di masa lalu, sekalipun arak tersebut adalah arak beracun, pasti tak akan ada orang
yang menampiknya. Tapi Ting Peng justru mendorong tubuhnya dengan dingin, dan menampik pula arak tersebut
dengan dingin, kemudian menjawab:
"Tiga cawan arak sudah cukup sebagai sopan santun. cawan ke empat ini terlalu berlebihan"
Cia Siau giok tertegun, baru pertama kali ini dia didorong orang untuk menjauh. Lagi pula oleh
seorang pria. Sejak dia tiba di perkampungan Sin kiam san-ceng, entah sudah berapa banyak jago pedang
dan jago silat muda yang menjadi tamunya, mereka datang karena terangsang oleh kecantikan
serta kelincahannya. bahkan gara-gara saling berebut mengambilkan sapu tangannya yang terjatuh ke tanah, dua
orang lelaki telah saling mencabut pedang untuk berduel mati-matian.
Tapi sekarang, dia telah didorong orang.
Kenyataan ini membuatnya merasa sedih, tapi juga mendatangkan semacam rangsangan
baru. Lelaki ini ternyata masih dapat menampik bujuk rayunya, maka diapun bertekad untuk
menaklukkannya. Oleh karena itu, sambil tertawa dia lantas berkata:
"Ting toako, masa memberi muka kepadaku pun kau tak sudi.
Ting Peng berkerut kening, kemudian menjawab tanpa perasaan.
"Diantara kita berdua tak pernah mempunyai suatu hubungan, lagi ula aku tak pernah minum
arak karena suatu perasaan belaka"
Kata-kata yang tanpa perasaan sama artinya, dengan sebuah tamparan keras yang
mendamprat di atas pipinya, kontan senyuman di ujung bibirnya menjadi kaku.
Hal inipun mendatangkan satu perasaan malu yang belum pernah dialaminya sebelumnya,
sepasang matanya segera menjadi merah, titik air mata jatuh berlinang dengan wajah yang
mengenaskan dia awasi wajah Ting Peng tanpa berkedip.
Sikap yang begitu mengenaskan bukan cuma bisa meruntuhkan perasaan kaum lelaki,
manusia baja pun akan turut meleleh.
Tapi Ting Peng bukan manusia baja, dia adalah seorang yang berperasaan lebih keras
daripada baja, maka dengan wajah yang menunjukkan perasaan muak serunya.
"Nona Cia, bila kau ingin merayu orang, maka usiamu masih kelewat muda, kalau ingin
menangis aleman maka usiamu sudah kegedean, yang paling menjemukan dari seorang gadis
adalah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan usia sendiri"
Hampir saja air mata Cia Siau giok bercucuran dengan deras, tapi setelah mendengar
perkataan itu, dengan cepat dia menyeka air matanya, lalu berkata sambil tertawa:
"Ting toako. kau pandai sekali bergurau" Perubahan sikap yang begitu cepat malahan justru
membuat Ting Peng menjadi tertegun:
Perubahan sikap seseorang ternyata bisa mengalami perubahan dengan sedemikian cepatnya
dalam waktu singkat terutama bagi seorang perempuan, paling tidak dia harus berpengalaman
selama banyak tahun dalam sarang pelacuran sebelum dapat menguasahi sikap semacam itu.
Maka sekali lagi Ting Peng mengawasi perempuan itu dengan seksama, ia benar-benar tidak
berhasil menjumpai lagi perasaan marah atau perasaan sedih lagi di atas wajahnya.
"Ting toako, kau pandai benar bergurau!"
Sebetulnya ucapan tersebut merupakan sepatah kata yang sangat umum, tapi seandainya dia
bukan seorang perempuan pelacur yang sudah biasa menghadapi pelbagai macam tantangan
hidup dalam keadaan seperti ini, mustahil dia bisa menggunakan kata-kata tersebut.
Menggunakan sepatah kata untuk membuang jauh-jauh semua kejengahan, cara semacam ini
tak bisa dikatakan suatu kata-kata merendah, tapi boleh dibilang merupakan suatu tehnik untuk
menghilangkan kejengahan.
Tak tahan lagi Ting Peng segera bertanya:
"Berapakah umurmu tahun ini?"
Cia Siau giok tertawa. "Perkataan yang paling tak bisa dipercaya di dunia ini adalah ucapan dari seorang perempuan,
semasa masih muda dulu aku selalu lebih suka dianggap orang telah dewasa, telah matang maka
aku selalu menambah umurku dengan satu dua tahun, tapi setelah aku benar-benar menjadi
dewasa dan matang, akupun kuatir diriku kelewat cepat menjadi tua, maka akupun mengurangi
usiaku dengan satu dua tahun, selewatnya beberapa tahun lagi, bila aku benar-benar sudah
meningkat tua, mungkin umurku akan dikurangi dengan lebih banyak lagi, sampai aku sendiripun
tak jelas berapa sebenarnya umurku."
"Tapi aku toh pasti mempunyai suatu umur yang dapat membuat dirimu sendiri merasa puas
bukan, usiaku yang tidak kelewat besar juga tidak kelewat kecil. . . "
"Tentu saja, itulah sebabnya kebanyakan perempuan selalu hidup antara usia sembilan belas
sampai dua puluh tahun, kalau sebelum usia itu, maka usianya harus dikurangi satu dua tahun,
tapi selanjutnya harus ditambah satu tahun, oleh karena itu kalau tahun berselang aku mengaku
berumur sembilan belas tahun dan tahun ini dua puluh tahun maka sekarang aku kalau
kuberitahukan kepadamu tahun ini aku berumur dua puluh tahun dan tahun depan aku berumur
sembilan belas tahun."
Ting Peng merasa kalau kecerdasan gadis ini sangat menarik hati, sambil tertawa dia bertanya
lagi: "Tahun lalu kita belum bersua muka maka aku tidak tahu berapa usiamu yang sebenarnya"
"Aaah, itu mah tidak menjadi soal" sahut Cia Siau giok sambil tertawa, "pokoknya kalau aku
bukan sembilan belas tentu dua puluh tahun, asal kau tidak menganggap aku berusia dua puluh
satu tahun, aku tak akan menjadi marah"
"Aaai. . . kalau begitu anggap saja aku tak pernah bertanya" Ting Peng menghela napas.
Cia Siau giok memutar biji matanya, lalu berkata:
"Sebenarnya memang begitu, Ting toako tidak nampak seperti orang bodoh, mengapa kau
harus mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu ?"
Ia memang seorang perempuan yang sangat memahami perasaan kaum lelaki, setelah
mengalami kegagalan dalam taktik merayu dan taktik lemah lembut, kini dia telah bertukar dengan
taktik yang ke tiga. Ia memang disadarkan oleh sepatah kata dari Ting Peng.
"Untuk merayu usiaku kelewat kecil, untuk menangis menjadi aleman, usiamu kelewat besar!"
Dari perkataan itu, dengan cepat ia tahu kesan macam apakah yang didapatkan Ting Peng
terhadap dirinya, selain itu diapun segera mengetahui perempuan macam apa pula yang paling
digemari oleh Ting Peng. Diam-diam ia menyalahkan kebodohan sendiri yang telah banyak melakukan kesalahan,
padahal perempuan macam apakah yang digemari Ting Peng, sedikit banyak seharusnya dia
sudah harus mempunyai gambaran.
Sewaktu di pintu gerbang tadi, justru karena ejekan dan sindirannya terhadap ketua enam
partai, ia berhasil menangkan persahabatan dari Ting Peng dan mengajaknya masuk ke dalam.
Ada sementara orang lelaki memang menyukai perempuan yang suka menyindir, kebetulan
pula Ting Peng adalah salah seorang diantaranya, hal ini justru meningkatkan kegembiraan Cia
Siau giok. Dia ingin mencoba merasakan hal-hal yang baru, dia ingin mencoba untuk menundukkan lelaki
ini. Tapi diapun merasa agak takut, dalam pengalamannya, dia belum pernah merasakan peranan
semacam ini, dia tak tahu apakah dia bisa berbuat dengan sebaik-baiknya.
Ia masih menggigit jarinya sambil berpikir tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan
perkataan apa yang hendak dikatakan, tetapi Ting Peng tidak memberi kesempatan lagi.
Dengan suara hambar katanya:
"Nona Cia, sekarang kau bisa mengundang keluar ayahmu"
Cia Siau hong menjadi tertegun.
"Apa kau masih akan mencari ayahku untuk berduel?" serunya keheranan.
"Aku memang datang ke sini lantaran persoalan ini!" sahut Ting Peng hambar.
Entah sudah berapa banyak akal yang di pikir Cia Siau-giok, tapi akhirnya semua akal tersebut
dilepaskan, dia tahu harus menggunakan cara apa untuk menghalangi terjadinya duel tersebut:
Tapi Ting Peng telah mengemukakan jawaban yang sedang dipikirkannya itu.
"Nona Cia, apakah kau berharap kita bisa menjadi sahabat yang baik....?" "
"Tentu saja, aku ingin membalas budi pertolonganmu, sekalipun berbicara yang sebenarnya
walaupun kau benar-benar telah menolongku, tapi akupun tak usah menerimanya sebab kau
bukan menolong aku karena ingin menolongku!"
"Ooooh, lantas karena apakah aku telah menolongmu?"
"Kau hanya bertindak demi menjaga gengsimu, martabatmu, kau tidak menghendaki ada
orang lain membunuh orang di pagoda Ang bwee khekmu itu, coba kalau beralih ke tempat lain,
kau pasti tak akan menggubris!"
"Tidak, kau keliru, sekalipun berada ditempat lain aku juga akan mengurusinya, asal aku
berada di telaga See Ou, siapapun tak boleh membunuh orang di situ, kecuali aku sendiri!"
Cia Siau giok tertawa, kejumawaan Ting Peng membuatnya makin gembira, semakin jumawa
semakin nampak nyata watak yang sebenarnya dari seseorang.
Oleh karena itu katanya sambil tertawa:
"Tapi sewaktu berada di pagoda Ang Bwe khek tempo hari, bukankah banyak juga yang mati
di situ" Dan lagi orang-orang itu bukan mati di tanganmu?"
"Walaupun orang-orang itu bukan mati di tanganku, tapi aku merasa mereka memang pantas
untuk mati asal aku menganggap orang itu pantas mati dan ada orang yang mewakiliku untuk
membunuhnya, mengapa aku tidak menyimpan tenaga baik-baik.
Inilah tindakan dari seorang lelaki yang pandai, lagi pula seorang lelaki yang telah dapat
mengendalikan semua perasaan dan napsunya, sehingga tak sampai dikemukakan secara nyata.
Diam-diam Cia Siau giok mendapat kembali suatu kelebihan dari Ting Peng dalam hatinya.
?"Kalau begitu, aku masih bukan termasuk orang yang kau anggap pantas untuk mati?"
katanya kemudian. "Benar, dulu aku sama sekali tak mengenalmu, bahkan akupun tidak tahu kalau kau putrinya
Cia Siau-hong, tentu saja tak bisa memutuskan kau beralasan untuk mati atau tidak!"
"Sekarang kau tidak tahu, apakah kau menganggap aku tidak pantas untuk mati?"
Ting Peng segera tertawa:
?"Benar, bila ingin mengetahui apakah seseorang pantas mati atau tidak, hal ini harus dilihat
dulu pernahkah dia menyalahi diriku atau tidak, kau masih belum melakukan perbuatan brutal
semacam itu!" "Andaikata suatu hari aku benar-benar menyalahimu?"
"Aku hanya bisa berkata, berhati-hatilah kau, sekalipun kau adalah putrinya Cia Siau hong aku
tetap tak akan mengampunimu"
Cia Siau giok menjulurkan lidahnya dan tertawa nakal.
"Kalau begitu aku akan selalu memperingatkan diriku sendiri janganlah berbuat sesuatu yang
menyalahi dirimu" "kalau memang begitu, kaupun tak usah melakukan perbuatan-perbuatan yang kau anggap
cerdik tapi justru menjemukan diriku!"
"Ting toako, aku benar-benar tidak tahu perbuatan apakah yang menjemukan hatimu"
Ting Peng segera mendengus dingin.
"Seperti apa yang kau lakukan sekarang, selalu mengulur waktu dan ingin menghalangi niatku
untuk berduel dengan ayahmu, perbuatan semacam ini merupakan suatu perbuatan yang sangat
menjemukan hatiku, yang paling kubenci adalah perempuan yang tidak tahu kedudukannya
sebagai seorang perempuan, perempuan yang selalu ingin mencampuri urusan orang lelaki."
Sewaktu mengucapkan kata tersebut, di depan matanya seakan-akan muncul bayangan dari
Chin Ko cing perempuan yang paling di bencinya itu, hingga tanpa terasa rasa muak yang
menghiasi wajahnya nampak bertambah tebal.
Cia Siau-giok merasa terperanjat sekali, dia sangat memahami pengalaman Ting Peng dimasa
lampau, terutama sekali peristiwanya dengan Liu Yok siong.
Pembalasan yang dilukiskannya terhadap Liu Yok song boleh dibilang mendekati kebrutalan,
sekalipun berbicara dari setiap perbuatan yang pernah dilakukan Liu Yok siong terhadapnya,
pembalasan itu tidak terhitung kebangetan, tapi setiap pembalasan yang dilancarkan olehnya
sudah pasti memberikan pukulan batin yang amat besar bagi Liu Yok-siong.
Chin Ko-cing ingin membantu Liu Yok siong untuk merangkak ke tempat kedudukan yang lebih
tinggilah baru menipu Ting Peng dan mempermainkan dirinya.
Oleh sebab itu Ting Peng bukan cuma membenci perempuan semacam ini, dia pun paling
benci terhadap perempuan-perempuan yang suka mencampuri urusan orang lelaki.
Dengan cepat Cia Siau giok tahu apa yang harus dilakukan olehnya, sambil tertawa katanya.
"Ting toako, kau salah paham, aku tidak bermaksud menghalangimu untuk berduel dengan
ayahku, akupun merasa tak mampu untuk menghalangi keinginanmu itu, seperti juga aku tak
sanggup untuk mengundangnya
keluar, karena aku sendiripun tidak tahu apakah dia berada di rumah atau tidak sekarang .."
"Apa" bukankah tadi kau mengatakan..."
"Benar, belum lama berselang aku telah berjumpa dengan ayahku dan berbincang-bincang
dengannya, tapi dia tidak mengemukakan pendapat apa-apa terhadap soal tersebut, ia tidak
mengatakan menerima tantanganmu juga tidak mengatakan menampik"
Dia dapat menyaksikan perubahan di atas wajah Ting Peng, buru-buru lanjutnya:
"Dalam persoalan ini, aku benar-benar tak dapat mengambilkan keputusan apa-apa bagi
ayahku, satu-satunya cara hanyalah ku ajak untuk pergi mencarinya, coba, dilihat apa
keputusannya nanti" ooo0ooo SEKARANG, ada tiga orang sedang berdiri di depan pintu besar yang tertutup rapat, berdiri
termangu sambil mengawasi gembokan besar yang telah berkarat itu.
Selain Ting Peng dan Cia Siau giok, terdapat pula A-ku.
Pelayan yang setia ini meski tak pandai berbicara, namun dia sangat pandai memahami
perasaan orang, bila tidak membutuhkan kehadirannya, dia tak akan ditemukan, tapi bila dia
dibutuhkan maka tak pernah ia ketinggalan.
Sewaktu Ting Peng mengikuti Cia Siau giok keluar dari ruangan, bagaikan bayangan saja dia
turut di belakangnya, cambuk yang semula berada ditangan kini sudah tak nampak lagi,
sebaliknya sebilah pisau belati terselip pada pinggangnya, dua belah gelang perak melingkar di
atas lengannya, sedang di ujung jarinya mengenakan sebuah cincin berduri.
Senjata semacam ini nampaknya seperti tak akan mendatangkan kegunaan apa-apa, tapi Ting
Peng tahu kalau senjata-senjata yang dibawa Ah-ku mempunyai khasiat dan kekuatan yang luar
biasa. Sambil menuding bangunan berdinding tinggi di hadapannya, Cia Siau giok berkata:
Selama banyak tahun ayahku bersembunyi di dalam sana, kata sembunyi yang siaumoay
pergunakan ini mungkin kurang tepat karena jejak dia orang tua memang sukar diikuti, diapun
bukan selalu berada di dalam sana. ."
Tentang soal ini Ting Peng sudah tahu, semenjak Sin kiam san-ceng dihuni Cia Siau giok,
jumlah anggota perkampungan itupun semakin bertambah banyak.
Asal jumlah penghuninya makin banyak, rahasiapun semakin sukar dipegang.
Kembali Cia Siau giok berkata:
"Bila ayahku berada di rumah, dia pasti berdiam di dalam sana, kalau tidak akupun tak tahu dia
berada dimana" `Belum lama berselang dia toh masih berada dirumah..."
"Tapi sekarang, apakah dia masih berada di sana atau tidak sukar untuk diketahui, dulu diapun
sering berbuat demikian, kaki depan masih melangkah keluar untuk menyapa orang, dalam waktu
singkat dia sudah hilang tak berbekas, kemudian terdengar ada orang yang berkata kalau ia telah
berjumpa dengannya di kota, padahal selisih waktunya antara kejadian pertama dengan kejadian
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lain cuma dua jam!.. Dua jam memang sudah cukup baginya untuk sampai di suatu tempat yang lain" kata Ting
Peng sambil tertawa. "Tapi kota itu berjarak hampir lima ratus li dari sini!" seru Cia Siau giok sambil tertawa.
"Oooh, kecuali dia bersayap dan bisa terbang diangkasa, apakah ayahmu telah berhasil
melatih diri menjadi dewa?" seru Ting Peng dengan wajah menunjukkan perasaan kaget.
"Ayahku bukan dewa, juga tak bersayap, paling banter karena tenaga dalamnya telah
mencapai kesempurnaan, sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat
kesempurnaan, maka dia dapat melewati perintang jalan yang sukar dilewati orang lain dan
memotong jalan terpendek, itulah sebabnya dia lebih cepat daripada orang lain"
Ting Peng segera manggut-manggut.
"Yaa mungkin saja memang demikian, lima ratus li adalah jarak untuk kebanyakan orang
misalnya dari kiri bukit berputar ke sebelah kanan bukit sebaliknya jika rata tidak berjalan
memutar, tapi memotong bukit tentu saja jaraknya tinggal separuhnya saja"
"Yaa mungkin begitulah kejadiannya."
Ting Peng segera menuding ke arah gembokan di depan pintu, kemudian berkata lagi:
"Kalau begitu walaupun pintu ini terkunci tapi belum tentu bisa membuktikan kalau ayahmu
tidak berada di sana?"
"Benar berada di depan toako, siaumoay tak berani berbohong, aku memang benar-benar
tidak tahu apakah ayahku berada di dalam sana atau tidak..."
"Bagaimana kalau kita berteriak memanggil dari luar pintu?"
"Mungkin hal itupun tak ada gunanya karena siaumoay juga tak pernah masuk ke sana, tapi
dulu aku pernah mencoba, adakalanya sekalipun dia orang tua berada di dalam, namun ia tidak
menyahut atas panggilanku, ia pernah berpesan, bila dia ingin bertemu dengan orang maka dia
akan munculkan diri dengan sendirinya, kalau tidak maka tak usah masuk untuk mengganggunya"
"Kalau begini terpaksa aku harus mendobrak pintu dan masuk ke dalam ...."
?"Tentu saja bukan hanya cara ini saja yang tersedia, misalnya dengan melompati pagar
pekarangan, kau pun bisa masuk ke dalam, tapi agaknya Ting toako bukan seseorang yang sudi
melompati dinding pekarangan orang. ."
"Benar, aku datang mencari ayahmu dan menantangnya berduel, semuanya kulakukan
dengan cara yang terbuka dan blak-blakan, aku tak ingin menirukan sang pencuri yang menerobos
masuk ke rumah orang dengan melompati dinding pekarangan orang"
Setelah berpikir sebentar, dia berkata lagi:
"Aku hendak masuk ke dalam dengan mendobrak pintu, tentunya kau tak akan menghalangi
perbuatanku ini bukan?"
Cia Siau giok tertawa. ?"Sebetulnya aku wajib menghalangi perbuatanmu, tapi tenaga dan kemampuanku belum
cukup untuk menghalangi perbuatanmu itu, maka apa gunanya aku harus mengorbankan tenaga
dengan percuma" Apa yang hendak kau dobrak tak lebih hanya sebuah pintu, mengapa aku harus
pertaruhkan nyawa untuk melindungi benda mati?"
"Nona Cia, kau memang seorang gadis yang sangat cerdik" puji Ting Peng sambil tertawa.
Cia Siau giok turut tertawa.
"Ayahku telah banyak menyalahi orang, tapi jarang punya berapa orang teman, walaupun
perkampungan Sin kiam san ceng termasyhur di seluruh dunia, tapi tak akan melindungi diriku,
sebagai anak gadis Cia Siau hong, kalau tidak cerdik berarti umurku tak bisa panjang!"
"Benar, nama besar ayahmu tak dapat menjamin orang lain tidak membunuhmu, seperti juga
Thi -yan siang hui yang mengejar dirinya tempo hari, toh tiada orang yang berani menghalangi
mereka!" "Siapa bilang tak ada" Ting toako kan telah menghalangi mereka" seru Cia Siau giok sambil
tertawa, orang yang berani turun tangan terhadap anak gadis Cia siau hong, sudah pasti dia bukan
sembarangan orang, oleh karena itu orang yang bisa melindungiku pun tak banyak jumlahnya, apa
lagi seperti orang, toako boleh dibilang jarangnya jarang!"
"Nona Cia, jangan lupa kalau aku datang mencari ayahmu untuk diajak berduel lebih baik kau
jangan kelewat terburu napsu untuk bersahabat denganku!" kata Ting Peng dingin.
"Mengapa" Yang kau tantang untuk berduel toh ayahku, bukan aku, apa sangkut pautnya
antara tantanganmu itu dengan persahabatan diantara kita berdua"!"
"Bila pertarunganku dengan ayahmu telah berlangsung, maka salah satu pihak pasti akan
menderita kekalahan!"
"Itu sudah pasti, tapi kejadian itupun tak akan besar pengaruhnya, bila kepandaian silat telah
berhasil mencapai ke tingkatan seperti apa yang kalian miliki, menang kalah hanya selisih sedikit
sekali, mustahil pertarungan tersebut dapat diakhiri dengan mengalirkan darah. . ."
"Sukar untuk dikatakan begitu, misalnya saja seperti ilmu golokku, bila telah dilancarkan maka
akan sulit untuk ditarik kembali."
"Kau berhasil melukai Thi yan siang hui, mengalahkan Lim Yok peng bukankah semuanya bisa
dilepaskan dengan leluasa.?"
"Hal ini disebabkan selisih kepandaian mereka denganku amat jauh, aku belum menyerang
dengan sepenuh tenaga!"
Cia Siau giok segera tertawa.
"Ketika kau melangsungkan pertarungan melawan ayahku, rasanya kaupun tak usah
menyerang dengan sepenuh tenaga, pertarungan antara jago lihay hanya berbeda dalam hal
tehnik serta taktik, tidak diputuskan oleh kekuatan tenaga, adakalanya dengan berdiri saling
berhadapan tanpa turun tanganpun kedua belah pihak sudah tahu siapa yang menang dan siapa
yang kalah!" "Hebat benar kepandaianmu, kalau tidak masa kau bisa mengucapkan perkataan semacam
ini." Orang yang belum mencapai suatu tingkatan tertentu, tak mungkin dia bisa memahami arti
dari kata-kata tersebut?" seru Ting Peng dengan perasaan tergerak.
"Ting toako, aku adalah putrinya Cia Siau hong, majikan generasi yang akan datang dari
perkampungan Sin kiam san ceng, tentu saja kepandaianku tak boleh sangat cetek.
Dengan kemampuan yang kau miliki, tidak seharusnya kau melarikan diri sewaktu dikejar oleh
Thi yan siang hui tempo hari, sebab kepandaian mereka tidak sehebat kepandaianmu!"
Sekali lagi Cia Siau giok merasakan hatinya bergetar keras, dia tak menyangka kalau Ting
Peng begitu teliti, lagi pula dapat menangkap kelemahan-kelemahan dibalik perkataannya itu..
Dengan cepat otaknya berputar kencang dengan cepat dia telah berhasil menemukan sebuah
akal bagus, dia tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, alasan apapun tak akan berhasil
menutupi kelemahannya itu, malah justru dengan berterus terang keadaannya malah bertambah
bahaya. Sambil tertawa dia lantas berkata:
"Kalau kepandaianku betul-betul selisih banyak bila dibandingkan dengan kepandaian mereka,
bagaimana mungkin aku bisa meloloskan diri dari pengejaran mereka dan kabur ke pagoda Ang
Bwe khek?" "Kalau begitu, kau memang bermaksud untuk melarikan diri?"
"Boleh dibilang begitulah, aku tahu kalau sepasang suami istri itu adalah manusia yang sangat
lihay, karenanya aku ingin melihat siapakah yang sanggup mengatasi kebuasan mereka, aku ingin
tahu setelah ayahku menolong banyak orang untuk melepaskan diri dari kesulitan, bila putrinya
yang menjumpai kesulitan, siapa pula yang akan menampilkan diri untuk melindungiku?"
"Akhirnya hasil yang kau peroleh ternyata sangat tidak memuaskan hatimu?"
"Benar!" jawab Cia Siau giok sambil tertawa, "hari itu dalam pagoda Ang bwee khek dari Ting
toako hampir dipenuhi oleh jago-jago kenamaan dari empat penjuru di dunia, tapi hasilnya amat
mengecewakan hatiku maka sejak hari itu, pandanganku terhadap kaum pendekar dunia
persilatan pun telah berubah sama sekali."
Setelah tertawa, kembali lanjutnya:
"Cuma akupun tidak terhitung sama sekali tanpa hasil, paling tidak kau masih sempat bertemu
dengan seorang enghiong muda macam Ting toako. . . "
"Tapi aku bukan menolongmu karena jiwa pendekarku!"
"Paling tidak kau telah menolongku!"
"Hal ini dikarenakan aku tidak mengijinkan ada orang yang melakukan pembunuhan di tempat
kediamanku, dan lagi karena aku mempertimbangkan kepandaianku sudah pasti dapat
menangkan lawan, kalau tidak , akupun tak akan bertindak bodoh dengan mempertaruhkan
nyawaku untuk menolong-mu!"
"Benar, siaumoay pun tahu, aku dengan Ting toako sama sekali tak punya hubungan apa-apa,
akupun tidak beralasan untuk memohon kepada Ting toako untuk berbuat demikian!"
"Ehmmm.... tampaknya kau dapat memandang lebih luas atas persoalan ini..."
Cia Siau giok tertawa. "Aku hanya membandingkan diriku sendiri dengan orang lain, kalau suruh aku mengorbankan
jiwa hanya untuk menolong seseorang yang tak kukenal, akupun sama saja tak akan
melakukannya, kecuali dia adalah orang yang kucinta atau kukenal secara akrab!"
"Sudahkah kau jumpai seseorang macam ini?"
"Belum, tapi aku percaya sebentar lagi akan kujumpai orang itu!"
Sinar matanya dialihkan ke wajah Ting Peng, hampir saja dia meneriakkan namanya, tapi Ting
Peng seakan-akan tidak melihat tandanya itu, malah ujarnya dingin:
"Aku telah berhasil menemukannya, dia adalah istriku Cing-cing!"
Cia Siau giok tidak marah, hanya katanya sambil tertawa:
"Dia memang seorang yang hok kie!"
Ting Peng bertekad untuk mengakhiri pembicaraan yang tak berguna itu, ia segera berpaling
dan mengulapkan tangannya kepada Ah Ku yang ada di sisinya.
"Rusak gembokan itu, dobrak pintunya!" "
Ah Ku maju dan menghajar gembokan tersebut dengan kepalan tinjunya, tapi saat itulah
muncul empat sosok tubuh manusia.
ooo0ooo RUMAH PENYIMPAN PEDANG SEBETULNYA, entah ke empat orang itu jelas bersembunyi dimana, tiba-tiba saja mereka
menampakkan diri bahkan dengan cepat telah muncul di hadapan Ah Ku.
Paras muka mereka sangat dingin, usianya antara empat puluh tahunan dan setiap orang
mengenakan jubah abu-abu dengan membawa sebilah pedang.
Muka mereka kaku tanpa emosi, dengan mata yang abu-abu dan dalam mereka mengawasi
Ah Ku tanpa berkedip. A-Ku tidak bergerak, dia menengok ke arah Ting Peng dan menunggu petunjuk selanjutnya.
Ting Peng sedang memandang pula ke arah Cia Siau giok, tapi Cia Siau giok hanya tertawa
sambil berkata. Saudara Ting Peng kalau kukatakan ke empat orang ini tidak kukenal, percayakah kau?"
"Kau maksudkan mereka bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng?"
"Soal ini tak berani kukatakan, karena aku baru satu tahun lebih datang kemari!" "
"Walaupun setahun lebih tidak terhitung lama, tapi masa anggota keluarga sendiripun tidak
kau kena1" rasanya hal ini mustahil!!"
Cia Siau giok tertawa. "Orang-orang yang lain tentu saja kukenal, lagi pula mereka baru ku undang setelah aku
berada di sini, tapi orang yang berada dalam halaman ini tak seorangpun yang kukenal, sebab aku
tak pernah masuk ke dalam sedang merekapun tak pernah keluar?"
Kalau selamanya tak pernah keluar, bagaimana cara mereka untuk selanjutnya hidup" .
?"Aku tak tahu, akupun tidak mengurusi soal rumah tangga Cia Teng seng yang mengurusi
soal itu" Cia Teng seng adalah Cia sianseng, semua orang hanya memanggilnya sebagai Cia sianseng
dan tak tahu siapa namanya.
"Cia Siau giok adalah majikan perkampungan ini, tentu saja dia tak usah memanggil nya Cia
sianseng, tapi hingga sekarang dia baru secara langsung menyebut namanya.
Tapi salah seorang diantara lelaki setengah umur itu telah berbicara, suaranya persis sekaku
paras mukanya: Cia Teng seng juga tidak tahu tentang kami, kami masuk ke dalam perkampungan ini ketika
pamannya masih mengurusi perkampungan Sin kiam san-ceng, hingga sekarang telah tiga puluh
tahun. Sepuluh tahun berselang Cia siang kwee telah tiada, jabatannya kemudian dilanjutkan oleh
keponakannya, ia Cuma mengurusi urusan luar, tidak mengurusi urusan dalam."
"Kalau begitu kalian berempat adalah orang tertua di dalam perkampungan Sin kiam sanceng?"
tanya Cia Siau giok sambil tertawa.
"Kami tidak termasuk perkampungan Sin kiam san-ceng, kami termasuk "Rumah Penyimpan
Pedang". "Dimana letaknya Rumah penyimpan pedang?"
"Di dalam sana !" jawab lelaki setengah umur itu sambil menunjuk ke dalam halaman berpagar
tinggi. "Oooh... rupanya halaman ini bernama Rumah penyimpan pedang, sungguh memalukan,
ternyata aku tidak mengetahui akan hal ini, aku adalah majikan perempuan tempat ini"." sela Cia
Siau-giok dengan wajah tercengang.
"Hal ini pernah kudengar dari majikan, tapi dengan rumah penyimpan pedang sama sekali tak
ada hubungan tempat ini tidak termasuk dalam perkampungan Sin-kiam san-ceng, melainkan
tempat tinggal majikan.." Majikan kalian.. adalah ayahku!" sambung Ciu Siang giok sambil
tertawa.. "Kami tidak mempersoalkan hubungan majikan di luar rumah penyimpan pedang, dalam
Rumah penyimpan pedang hanya ada seorang majikan dan tiada hubungan dengan lainya!"
Cia Siau-giok tidak marah, dia malah tertawa.
"Siapakah nama kalian berempat?"
Didalam rumah penyimpan pedang hanya ada majikan dan budak pedang, tiada nama dan
tiada nama marga yang berlaku hanya sebutan tahun, menurut sebutan aku bernama Ka-cu,
selanjutnya adalah "Ih-cho, Pin gin, Ting-moau.
"Yaaah, kalau menurut keadaan tersebut seharusnya dalam rumah penyimpan pedang ini
seharusnya terdapat enam puluh orang budak pedang?"
"Rumah penyimpan pedang terpisah dari keramaian dunia dan selamanya tak pernah saling
berhubungan, maaf aku tak bisa menerangkan apa-apa kepadamu!"
"Aku hendak mencari Cia Siau hong, dia ada di situ atau tidak?" seru Ting Peng kemudian.
"Didalam Rumah penyimpan pedang, tidak terdapat manusia bernama itu. . . ."
Mula-mula Ting Peng agak tertegun, kemudian katanya kembali:
"Kalau begitu aku hendak mencari majikan dari Rumah penyimpan pedang itu !"
"Kalau majikan hendak berjumpa dengan kalian, dia akan munculkan diri untuk berjumpa
sendiri dengan kalian, kalau tidak sekalipun kau datang mencarinya juga percuma, selamanya
Rumah penyimpan pedang melarang orang lain memasukinya!"
"Apakah majikan kalian ada di dalam?"
"Tak bisa kami katakan, aku percaya kalian pun sudah tahu, lima kaki di balik dinding
pekarangan ini merupakan daerah terlarang, hari ini karena kalian baru melanggar untuk pertama
kalinya maka kami hanya memberi peringatan, tapi lain kali kami akan turun tangan untuk
membunuh setiap pelanggarannya, sekarang kalian boleh pergi dari sini!"
"Aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel!" seru Ting Peng dengan suara
dalam. "Sudah kukatakan kepadamu, di sini tidak terdapat manusia bernama itu, kalau kalian hendak
mencari Cia Siau hong, seharusnya mencari orang itu di tempat lain!"
(Bersambung ke Jilid 14) Jilid : 14 TING-PENG segera tertawa dingin.
"Lantas aku harus pergi ke mana untuk bisa menjumpai orang itu?"
"Kami tidak tahu, Rumah penyimpan pedang terpisah dari dunia luar, lagi pula sesuai dengan
namanya, Rumah penyimpan pedang adalah tempat untuk menyimpan pedang bukan tempat
untuk berduel" "Kalau memang begitu, mengapa kalian membawa pedang?"
"Yang kami pegang bukan pedang!" jawab Ka-cu.
"Kalau bukan pedang, lantas apa?"
Terserah apa saja yang akan kau katakan, pokoknya benda ini bukan pedang!"
Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak suaranya amat sinis dan memandang rendah.
"Haaahh. . . haaahh. . . haaahh. . . sudah terang pedang, namun mengatakan bukan pedang,
cara kalian menipu orang dan menutup telinga untuk mencuri genta, betul-betul menggelikan
sekali, cukup membuat gigi orang pada copot saking gelinya"
Berada dalam keadaan seperti ini, siapapun akan merasa gusar bila mendengar perkataan
dari Ting Peng itu, akan tetapi ke empat orang itu masih tetap tenang, mereka tidak marah juga
tidak dipengaruhi oleh gejolak emosi.
Ka-cu menunggu sampai dia selesai berkata, kemudian baru ucapnya dengan dingin: "Kau
ingin berpikir bagaimana dan menyebut dengan sebutan apa, semuanya itu merupakan urusanmu
sendiri, tapi selama berada dalam rumah penyimpan pedang, kami tidak menganggapnya sebagai
pedang, kaupun tak dapat memaksa kami untuk menyebutnya sebagai pedang !."
Ting Peng tak dapat tertawa lagi, mendamprat orang memang suatu pekerjaan yang
menyenangkan tapi kalau pihak lawan sama sekali tidak menggubris, maka hal mana akan
menjadi tidak menyenangkan lagi.
Setelah menelan kembali sisa tertawanya ke dalam perut dengan suara nyaring baru katanya.
"Apakah kalian keluar untuk menghalangi aku masuk?"
"Benar, pintu itu memisahkan Rumah penyimpan pedang dengan dunia luar, maka kau tak
dapat merusaknya!" "Kalau aku bersikeras hendak merusaknya?"
"Maka kau bakal celaka, kau akan menyesal karena telah berbuat demikian, dan lagi orang
lainpun akan menyalahkan dirimu, karena sudah melakukan perbuatan tolol."
Sekali lagi Ting Peng tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . sebenarnya aku tak bermaksud untuk merusaknya, tapi
setelah mendengar perkataanmu itu aku mulai ingin sekali untuk merusaknya karena aku adalah
orang yang tak pernah menyesal terhadap pekerjaan yang telah kulakukan, lagi pula paling
menimbulkan gerutu orang lain."
Agaknya Ka-cu tidak begitu menyukai sikapnya itu, merekapun tidak terbiasa bergurau,
karenanya dia hanya berkata:
"Kami akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menghalangi niatmu itu"
Ting Peng segera tertawa:
" Ah Ku hancurkan gembokan itu!"
Sekali lagi Ah Ku maju ke depan, empat bilah pedang ditangan ke empat orang itu segera
turun tangan bersama menusuk ke arah dadanya.
Tusukan tersebut amat sederhana, amat biasa dan tak akan disertai perubahan apa-apa, tapi
kedahsyatannya sungguh mengerikan. . .
Siapapun tak akan berani menyongsong datangnya tusukan tersebut, mereka pasti akan
berusaha untuk menghindarkan diri, tapi sayang justru mereka berjumpa dengan Ah-Ku".
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perawakan tubuh Ah Ku tinggi besar, kulit badannya hitam pekat dan bersinar seakan-akan
seluruh badannya telah dilapisi oleh selapis minyak berwarna hitam.
Minyak itu amat berkilat dan licin tampaknya, kulit badan Ah Ku pun mempunyai keistimewaan
tersebut. hampir pada saat yang bersamaan ke empat bilah pedang dari ke empat orang itu bersamasama
menusuk di atas badannya.
Dia tidak berkelit juga tidak menghentikan gerakannya, bahkan seakan-akan tidak melihat
datangnya tusukan pedang tersebut.
Mungkinkah dia tidak takut mati"
Ujung pedang itu menyambar lewat dari atas dadanya dan mengikuti kulit badannya tergelincir
ke samping, seakan-akan ada sebuah jarum yang menusuk di permukaan plastik yang licin saja,
ujung jarum itu meleset ke samping tapi tidak meninggalkan bekas apa-apa.
Sebenarnya jurus pedang dari ke empat orang budak pedang itu sudah termasuk lihay dan
aneh, tapi kemampuan yang dimiliki Ah Ku jauh lebih lihay lagi.
Saking kagetnya Cia Siau giok sampai menjerit tertahan, Ah Ku segera mengerahkan
sepasang tangannya, tahu-tahu Ka-cu berempat sudah terdorong ke samping oleh tenaga
dorongannya, kemudian tampaklah tangannya yang terangkat itu dihantamkan ke bawah.
Kepala itu tak mungkin selunak kapas, apalagi jari tangannya mengenakan sarung tangan.
Walaupun gembokan itu amat besar, tapi sudah berkarat.
Baja yang bisa berkarat, tentu saja bukan baja yang baik.
Baja yang baik seharusnya seperti sarung tangan yang membungkus tangan Ah Ku, berkilat
dan bercahaya. Oleh karenanya sewaktu kepalannya diayunkan ke bawah, gembokan berkarat itu segera
hancur berkeping-keping, menyusul kemudian kakinya menjejak pintu tersebut sehingga
terpentang lebar. Dunia penuh rahasia dibalik pintu yang terkunci itu sudah tersimpan dan tertutup selama
puluhan tahun, selain Cia Siau hong belum pernah ada orang lain yang pernah memasukinya.
Maka sampai Cia Siau giok sendiripun merasa keheranan, buru-buru dia melongok pula ke
dalam, tapi dia segera merasa kecewa.
Walaupun tempat itu sangat luas, tapi keadaannya kacau dan kotor, rumput ilalang setinggi
dada, bangunan rumah yang semula berada di situ, sekarang telah tertutup sama sekali. Tempat
itu tak lebih hanya sebuah bangunan rumah yang terbengkalai, tempat semacam itu bisa dijumpai
dalam perkampungan Sin kiam san ceng, bahkan merupakan tempat kediaman dari Cia Siauhong,
si jago pedang sakti dari kolong langit, seandainya tidak disaksikan dengan mata kepala
sendiri, siapapun tak akan percaya.
ooo0ooo YANG Paling membuat orang keheranan adalah dua buah kuburan yang berdiri di situ,
walaupun tidak diketahui kuburan siapakah itu tapi bisa dilihat kalau kuburan tersebut belum lama
dibuat, sebab rumput yang tumbuh di atas kuburan itu diatur sangat rapi, satu-satunya tempat
yang paling rapi dalam halaman tersebut.
Ketika Ka-cu berempat budak pedang menyaksikan pintu sudah dibuka, meski sikapnya agak
kaget dan gugup, namun paras mukanya semakin dingin menyeramkan mendadak mereka
menerjang keluar ke arah luar.
Mereka bukan melarikan diri, sebab-sebab setelah berlarian sejauh belasan kaki, mendadak
mereka berhenti lagi. Kemudian mereka seperti tikus-tikus yang sudah lama terkurung dalam jebakan kemudian
secara tiba-tiba menyaksikan pintu jebakan itu terbuka, dengan cepatnya mereka menerjang
kembali ke depan dan menyebarkan diri menuju ke tempat persembunyian.
Bersembunyi adalah kebiasaan yang dilakukan tikus bila sedang kaget, tapi ke empat orang itu
tidak mirip sekali, karena mereka hanya bersembunyi sebentar kemudian munculkan diri kembali.
Mereka masuk dengan membawa pedang waktu keluar juga membawa pedang.
Kalau sewaktu masuk tadi mereka membawa pedang yang bercahaya tajam, maka setelah
keluar pedang mereka penuh berlepotan darah, malahan darahnya masih menetes keluar tiada
hentinya. Pedang mereka berempat sama, itu berarti paling tidak mereka telah memburuh satu orang,
tapi kalau dilihat dari darah yang menetes keluar, jelas bukan cuma empat orang saja yang
terbunuh. Mereka hanya masuk sebentar lalu segera muncul kembali, keluar setelah membunuh orang,
tapi tidak menimbulkan suara apa-apa. Mungkin orang terbunuh masih belum tahu kalau nyawa
sendiri telah direnggut. Gerakan semacam itu benar-benar merupakan suatu gerakan yang amat cepat, suatu gerakan
pedang yang amat cepat. Sambil bergendong tangan Ting Peng hanya memandang dengan sikap hambar, sedikitpun
tidak terpengaruh oleh kejadian tersebut, demikian pula dengan Ah Ku.
Mereka beralasan untuk bersikap tenang dan tentram, karena orang yang dibunuh sama sekali
tidak ada hubungan dengan dirinya.
Lain dengan paras muka Cia Siau giok.
Sikapnya berubah hebat, teriaknya tertahan:
"Apa yang telah mereka lakukan" "
"Mungkin membunuh orang!" jawab Ting Peng hambar. .
Jawaban semacam itu seperti juga jawaban yang tak berguna, siapapun tahu kalau mereka
telah membunuh orang. bukan mungkin. . .
Dengan suara parau kembali Cia Siau giok berkata.
"Tapi mengapa mereka membunuh orang?"
Ting Peng tertawa. "Mungkin mereka tak suka menyaksikan orang-orang itu bersembunyi terus di sana sambil
mengintip kemari akupun tidak suka dengan perbuatan semacam ini"
"Mereka adalah orang-orang perkampungan Sin kiam san ceng!" seru Cia Siau giok.
Dia seakan-akan menganggap Ting Peng sebagai pembunuh tersebut.
Ting Peng hanya tertawa tidak menjawab, sebaliknya Ka-cu telah berkata.
Sekalipun begitu, mereka bukan orang-orang dari Rumah penyimpan pedang, majikan telah
menentukan tiga buah larangan bagi orang luar, sekeliling pekarangan ini telah dinyatakan
sebagai daerah terlarang dan dilarang mengintip kemari, barang siapa berani melanggar dia harus
mati" "Itu berarti dua kaki di luar daerah ini bukanlah daerah terlarang.....?" seru Cia Siau giok.
"Dua kaki adalah batas sebelum pintu terbuka, sekarang pintu telah terbuka, berarti daerah
lingkarannya pun turut bertambah besar, semua daerah yang dapat melihat keadaan didalam pintu
merupakan daerah terlarang"
"Maksudmu, setiap orang yang dapat melihat keadaan di dalam halaman itu harus mati?" "
"Benar" Ka-Cu mengangguk, ketika kau datang kemari, majikan telah berkata kepadaku, bila
kau tidak memberitahukan kepada orang-orang maka kematian mereka merupakan
keteledoranmu, kalau kau telah memberitahukan kepada mereka, maka kematian mereka
merupakan kematian yang dicari sendiri!" "
"Mereka bukan orang-orangku, mereka adalah anggota perkampungan Sin kiam san-ceng.
Dalam perkampungan Sin kiam san ceng sebenarnya tidak terdapat orang-orang seperti
mereka, kaulah yang membawa mereka datang.
"Aku adalah majikan dari perkampungan Sin kiam san ceng!"
"Sewaktu majikan masih ada, kau masih belum dapat terhitung sebagai majikan, sekalipun
majikan tidak ada, kaupun hanya merupakan majikan dari perkampungan Sin kiam san ceng,
bukan majikan dari Rumah penyimpan pedang, kau tidak berhak untuk mengurusi wilayah sekitar
tempat ini..." "
Mendadak Ting Peng merasa kejadian ini menarik sekali, tampaknya hubungan antara Cia
Siau hong dengan Cia Siau giok sebagai ayah dan anak masih diikuti pula dengan suatu
hubungan yang istimewa sekali..
Cia Siau giok memandang sekejap ke arah Ting Peng, dia merasa apa yang dikatakan sudah
kelewat banyak, maka buru-buru katanya sambil tertawa.
"Hubungan antara kami ayah dan anak memang agak renggang karena jarang berjumpa, ada
banyak persoalan memang belum bisa dipahami, harap Ting toako jangan mentertawakannya!"
Ting Peng tertawa dan tidak banyak bicara..
Cia Siau giok merasa sangat tak enak perasaannya, dia lantas memutar biji matanya sambil
berkata lagi: "Kalau begitu apakah kamipun harus mati juga?"
?"Soal ini masih belum tahu karena kalian sudah membuka pintu halaman, mati hidup kalian
sudah tak dapat diputuskan oleh kami lagi."
"Siapa yang akan menentukannya?"
?"Tentu saja keputusan akan datang dari dalam."
"Didalam sana masih ada orang?"
?"Setelah kalian masuk ke dalam, maka kau akan tahu dengan sendirinya "
"Kalau kami tak ingin masuk?" tiba-tiba Ting Peng menyela.
Ka-cu menjadi tertegun, segera serunya. .
Setelah pintu terbuka: "masa kalian tak akan masuk ke dalam."
"Bukan begitu, mungkin kami hanya ingin menyaksikan pemandangan didalam saja, sekarang
pintu telah terbuka, isinya cuma dua buah kuburan dan suasana yang porak poranda, sedikitpun
tidak menarik hati, maka aku jadi tak ingin masuk ke dalam, kecuali aku tahu kalau Cia Siau hong
berada didalam. "Soal itu kami tak mau mengurusinya, kami hanya tahu setelah pintu kalian buka maka
kalianpun harus masuk ke dalam, kalau tak ingin masuk maka kalian harus mati di luar."
Ting Peng segera tertawa dingin.
Sebenarnya aku bermaksud hendak masuk ke dalam, tapi setelah mendengar perkataan-mu
itu, aku jadi tak ingin masuk ke dalam."
Ka-cu tidak menjawab, dia menggunakan gerakan sebagai jawaban, ke empat orang itu
segera mengangkat pedangnya di depan dada dengan ujung pedang diluruskan ke depan
sehingga membentuk posisi seperti kipas, pelan-pelan mereka bergerak maju ke depan.
Lingkaran kepungan makin lama makin menyempit, hawa pembunuhan yang terpancar keluar
dari ujung pedang merekapun makin lama semakin bertambah tebal.
Paras muka Ting Peng turut berubah menjadi serius, dia tahu kalau barisan pedang yang
dibentuk ke empat orang ini lihay sekali, bahkan memancarkan selapis tenaga tekanan tak
berwujud yang sangat kuat, dimana hawa pedang itu memaksa orang untuk mau tak mau harus
mundur, mundur terus sampai ke ujung pintu dan masuk ke balik halaman.
Paras Ah-ku pun berubah menjadi amat serius. Sepasang kepalannya digenggam kencangkencang,
agaknya dia bersiap sedia untuk menerjang keluar, tapi asa dia maju selangkah,
tubuhpun segera didesak mundur kembali oleh hawa pedang yang dahsyat.
Ujung pedang yang berada di depan tubuhnya tadi tak mampu melukai tubuhnya, tapi hawa
pedang yang tak berwujud sekarang telah mendesaknya untuk mundur ke belakang, dapat
diketahui kalau hawa pedang yang dibentuk ke empat orang itu telah menciptakan selapis kabut
pedang tak berwujud yang pelan-pelan menyusut ke depan.
Ah ku merasa agak tidak terima, kakinya maju selangkah sementara sepasang telapak
kepalannya di genggam kencang-kencang, tampaknya dia telah bersiap sedia untuk menyambut
serangan itu dengan kekerasan.
"Ah ku cepat ke belakangku!" tiba-tiba Ting Peng membentak nyaring.
Ah Ku memang sangat menuruti perintah Ting Peng, dia segera melompat mundur ke
belakang. Dengan cepat Ting Peng telah maju dan menggantikan tempat kedudukannya, golok bulan
sabitnya telah diangkat ke tengah udara. Hawa kekuatannya telah menggumpal menjadi satu dan
bersiap-siap melancarkan sebuah bacokan maut yang maha dahsyat.
Ternyata kekuatan yang terpancar keluar dari ayunan goloknya itu sangat menggetarkan
perasaan mereka berempat, dengan cepat ke empat orang itu menghentikan gerak majunya dan
berubah menjadi sikap menempel satu sama lainnya.
Sementara itu selisih jarak kedua belah pihak tinggal satu kaki.
Didalam udara yang Cuma satu kaki luasnya itu justru terdapat dua gulung kekuatan dahsyat
yang saling menggesek dan saling menerjang.
Tiba-tiba berhembus lewat segulung angin membawa selembar daun kering, daun kering itu
terjatuh ke tengah antara dua kekuatan itu, belum lagi daun itu mencapai tanah, tiba-tiba saja
lenyap tak berbekas. Dalam ruang kosong yang luasnya cuma satu kaki itu, seakan-akan terdapat beribu-ribu bilah
pedang tajam, beribu-ribu bilah golok tajam yang berada dalam kendali beribu-ribu pasang tangan
tak berwujud. Sekalipun yang terjatuh hanya sebutir kedelai yang kecilpun pasti akan hancur berkepingkeping
dan musnah bila terjatuh ke sana.
Paras muka Cia Siau giok berubah menjadi pucat pias dan menyusut menjadi satu, namun
sorot matanya memancarkan sinar kegembiraan.
Napasnya memburu kencang, tapi separuh bagian dikarenakan kegembiraan, separuh lainnya
karena takut. Hal apakah yang membuatnya merasa begitu gembira."
Ah Ku juga menampilkan perasaan tegang yang belum pernah dijumpai sebelumnya,
walaupun ia tidak dapat berbicara, tapi mulutnya justru tak dapat merapat, seakan-akan seperti
mau menjerit. Tiada orang persilatan yang pernah berjumpa dengan Ah-Ku.
Tapi sekalipun orang yang baru saja berjumpa dengan Ah Ku juga dapat melihat kalau dia
adalah seorang jago lihay yang berilmu sangat tinggi.
Dihari-hari biasa dia selalu bersikap dingin, kaku dan tak berperasaan, seakan-akan tiada
persoalan yang akan membuatnya terpengaruh oleh emosi.
Tapi sekarang, ia telah berubah menjadi begitu tegang, oleh sikap kaku yang menyelimuti
kedua belah pihak. Dari sini dapat diketahui kalau Ting Peng dan ke empat orang budak pedang itu sudah saling
berhadapan dengan sikap siap tempur.
Walaupun senjata tak pernah saling bertemu.
Dalam kenyataan mereka sudah melangsungkan suatu pertarungan yang amat sengit.
Bentrokan yang tak bermata dan tak ber wujud, sekilas pandangan nampaknya biasa dan
tenang. Tapi bentrokan tetap merupakan bentrokan, dalam suatu bentrokan harus ada suatu
penyelesaian. Suatu bentrokanpun harus berakhir menang atau kalah" Hidup atau mati"
Bentrokan antara Ting peng dan budak-budak pedang itu nampaknya hanya mati dan hidup
yang dapat mengakhirinya, inilah perasaan bersama yang dirasakan setiap orang termasuk kedua
belah pihak, tapi siapakah yang hidup dan siapakah yang mati" Perasaan dan pandangan setiap
orang adalah berbeda. Dengan cepatnya menang kalah dapat dilihat, karena bercampur tiba-tiba ke empat orang
budak pedang itu maju selangkah lagi ke depan.
Jarak diantara kedua belah pihak cuma satu kaki, setelah maju selangkah berarti jaraknya
lebih pendek berapa depa, tapi masih belum mencapai suatu jarak dimana senjata masing-masing
dapat saling membentur, Tapi berbicara dari keadaan situasi semenjak kedua belah pihak saling bertahan, satu depa
sejak kemungkinan besar dapat menentukan mati hidup masing-masing pihak.
Kalau sudah terjadi terjangan secara nekad, biasanya suasana pasti akan bertambah
menegang, mati hidup dapat diketahui, tapi kenyataannya tidak..
Karena Ting Peng mundur selangkah lagi, dia juga mundur sejauh satu depa.
Dengan begitu jarak kedua belah pihak masih tetap satu kaki.
Paras muka Ka-cu berubah sangat aneh, dia nampak tegang, sedang Ting Peng masih tetap
tenang. Biasanya orang yang dapat memaksakan suatu posisi yang lebih dekat, seharusnya pihaknya
yang menang, tapi mengapa paras muka Ka-cu justru malah nampak sangat tegang"
Sekali lagi kawanan budak pedang maju ke depan, sedang Ting Peng mundur lagi ke
belakang. Selangkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah. . .
Terpaksa Cia Siau giok dan Ah-Ku turut mundur pula ke belakang.
Akhirnya mereka telah mengundurkan diri ke balik pintu "Blaamm!" pintu itu menutup kembali.
Suasana tegang telah berakhir, tampaknya Ting Peng yang kalah.
Ting Peng telah menarik kembali goloknya, dia masih nampak amat tenang, seakan-akan tak
pernah terjadi sesuatu peristiwapun.
Sebaliknya Ka-cu berempat seakan-akan baru sembuh dari suatu penyakit yang amat parah,
hampir saja mereka kehabisan tenaga.
Seperti juga baru ditarik dari dalam sungai, seluruh badan mereka basah kuyup oleh keringat.
Ka-cu adalah satu-satunya orang yang masih mampu bertahan diri, dia segera menjura
dengan wajah penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih Ting kongcu!"
"Tidak mengapa" jawab Ting Peng sambil tersenyum. "kalianlah yang telah memaksa aku
masuk ke dalam!" "Tidak!" ucap Ka-cu dengan wajah serius, "dalam hati kami tahu dengan jelas, seandainya
hawa golok Ting Kongcu dilepaskan kami pasti tak akan lolos!"
"Apakah kalian bertekad untuk memaksaku masuk?"
"Benar, kalau kami gagal untuk memaksa Ting Kongcu masuk, terpaksa kami harus
menggunakan nyawa kami menebus kesalahan ini."
Ting Peng segera tertawa.
"Nah, itulah dia, sebenarnya aku memang ingin masuk, tapi tak ingin masuk karena dipaksa
orang, seandainya kalian mempersilahkan aku masuk secara baik-baik, sedari tadi aku sudah
masuk." Ka-cu termenung beberapa saat lamanya kemudian baru berkata lagi.
"Bila Ting kongcu bersikap keras tak mau masuk, terpaksa kami harus mati.
Bagaimanapun juga, kami tetap berterima kasih kepadamu.
Sekalipun mereka adalah budak-budak pedang yang tak punya nama, tapi kedisiplinannya
jauh lebih mengagumkan dari pada sekawanan jago kenamaan lainnya, mereka lebih mengerti
membedakan mana budi dan mana dendam.
Tampaknya Ting Pang tak ingin menerima kebaikannya itu sambil tertawa katanya:
Aku sendiripun tak ingin dipaksa masuk oleh kalian dalam keadaan seperti ini, tapi kalau aku
ingin masuk kemari dengan leluasa, tampaknya aku harus mengeluarkan jurus golokku, untuk
membinasakan kalian lebih dahulu"
Ka-cu tidak menyangkal akan perkataan itu, ujarnya dengan sikap sangat menghormat:
"Bila jurus serangan kongcu dilancarkan, sudah pasti kami akan mati di tanganmu!"
"tentang hal ini aku lebih jelas daripada kalian, Cuma aku masih tak ingin turun tangan garagara
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalian, aku datang kemari untuk menantang Cia Siau hong berduel, kalian bukan Cia Siau
hong!" "Bagus sekali! Bagus sekali! Golok iblis begitu dilepas, darah segar tentu akan berceceran,
kau sudah dapat mengendalikan diri untuk melancarkan serangan, tampaknya sudah hampir
melepaskan diri dari napsu iblis yang mencekam dalam tubuh manusia, sahabat kecil, silahkan
kemari untuk berbincang-bincang."
Suara dari seorang kakek berkumandang keluar dari balik gubuk tak jauh dari sana.
Ka-cu sekalian berempat bersikap menghormat sekali terhadap suara itu, buru-buru mereka
membungkukkan badannya dengan kepala tertunduk.
Ting Peng berpaling ke arah Cia Siau giok dengan sorot mata bertanya, dia ingin membuktikan
apakah orang yang berbicara itu Cia Siau hong atau bukan.
Ia mendapatkan bukti tersebut dari sorot mata Cia Siau giok, tapi juga menyaksikan setitik
perasaan takut, ia menjadi keheranan Cia Siau hong adalah ayahnya, seorang putri yang
berjumpa dengan ayahnya mengapa harus menunjukkan rasa takut"
Cuma Ting Peng tidak berpikir sebanyak itu, dia datang untuk mencari Cia Siau hong dan
sekarang orang-yang dicari telah ditemukan, maka sambil membopong goloknya dengan langkah
lebar ia menuju ke rumah gubuk itu.
Cia Siau giok ragu-ragu sebentar, baru saja akan ikut maju, suara dari Cia Siau-hong telah
berkumandang lagi: "Siau giok, kau tetap tinggal di situ, biarkan dia masuk sendirian!"
Perkataan itu seakan-akan mempunyai wibawa yang amat besar, Cia Siau giok segera
berhenti. Ah Ku ingin turut ke depan, tapi Ting Peng telah mengulapkan tangannya suruh dia tetap
tinggal di sana. Cia Siau hong tidak menyuruh Ah Ku tetap tinggal di sana, tapi dia justru mengatakan minta
Ting Peng masuk sendirian, entah mengapa ucapan tersebut nyatanya mendapatkan pengaruh
besar baginya sehingga diapun suruh Ah Ku tetap tinggal di sana, mungkin hal ini sebagai
pertanyaan suatu perasaan adil saja.
Kalau toh Cia Siau hong menyuruh putrinya tetap tinggal di depan, mengapa dia harus
membawa pembantu" ooo0ooo RUMAH PENYIMPAN PEDANG TEMPAT itu benar-benar merupakan sebuah rumah gubuk yang sangat jelek tiada sesuatu
bendapun dalam ruangan tersebut kecuali dua buah kasur duduk.
Kasur tempat duduk itu diletakkan saling berhadapan, yang satu diduduki oleh seorang kakek
berbaju abu-abu sedang yang lain tentunya disediakan bagi Ting Peng!
Akhirnya Ting Peng berhasil menjumpai manusia berwatak aneh yang nama besarnya
menggetarkan seluruh kolong langit itu, dia sendiri tak dapat melukiskan bagaimanakah
perasaannya waktu itu. Bila berhadapan dengan seseorang yang hendak ditantangnya untuk berduel biasanya api
semangat pasti akan berkobar di dalam dadanya, kobaran semangat untuk bertempur.
Tapi Ting Peng tidak merasakan hal itu.
Berhadapan muka dengan jago-jago pedang nomor wahid dikolong langit ini, semestinya
orang akan merasa amat gembira dan kagum.
Tapi Ting Peng juga tidak merasakannya.
Kalau didengar dari suaranya Cia Siau hong tentu sudah amat tua.
Berbicara soal umur seharusnya Cia Siau hong baru berusia lima puluh tahun lebih, enam
puluh tahun kurang, bagi seseorang jago persilatan, usia tersebut belum terhitung tua.
Tapi setelah berjumpa dengan Cia Siau hong pribadi, bahkan dia sendiri pun tak bisa menilai
apakah dia tua muda atau setengah umur.
Kesan yang tertanam dalam hati Ting Peng terhadap Cia Siau hong, adalah Cia Siau hong .
Ia sudah banyak mendengar tentang Cia Siau hong sebelum bertemu dengan Cia Siau hong,
ia sudah menciptakan sendiri raut wajah Cia Siau hong didalam benaknya, ternyata apa yang
tertera di depan matanya sekarang hampir serupa dengan bayangan yang diperolehnya dulu.
Dengan pandangan yang pertama, dia mengira Cia Siau hong adalah seorang kakek.
Sebab suaranya kedengaran begitu tua, mengenakan jubah berwarna abu-abu dan duduk di
atas kasur duduk persis seperti seorang pertapa tua...
Sorot mata yang pertama dilihat Ting Peng juga sorot mata yang begitu lelah, bosan terhadap
kehidupan, sorot mata yang hanya dijumpai dalam tubuh seorang kakek lanjut usia.
Tapi setelah diperhatikan secara seksama, dia baru mengetahui kalau Cia Siau hong belum
tua, rambutnya cuma berapa lembar yang memutih, lainnya tak berbeda dengan rambut sendiri.
Di atas wajahnya tidak nampak kerutan, kulitnya halus dan berkilat.
Raut wajahnya terhitung amat tampan, dia memang cukup pantas disebut lelaki tampan, tak
heran kalau semasa mudanya dulu bisa begitu romantis.
Dengan wajahnya sekarang, asal dia mau mungkin masih banyak perempuan yang bakal
tergila-gila kepadanya. .
Cia Siau-hong hanya memperhatikan Ting Peng sekejap, kemudian dengan amat tenang dan
halus dia berkata: "Silahkan duduk, maaf tempat ini hanya sebuah gubuk reyot! "
Walaupun dalam sebuah gubuk reyot dengan tempat duduk tumpukan jerami, tapi
mempersilahkan tamunya duduk di hadapan tuan rumah, hal ini menunjukkan kalau Cia Siau hong
telah menganggap Ting Peng sebagai setingkat dan sederajat. Hal mana sudah merupakan suatu
kehormatan yang sangat besar.
Orang yang berhak duduk dalam tingkatan seperti ini, rasanya cuma berapa gelintir manusia
saja. Seandainya berganti dulu, Ting Peng pasti akan merasa rikuh atau tidak tenang, tapi sekarang
dia mempunyai ambisi yang besar dan dia menganggap kecuali dia, sudah tiada orang yang
pantas duduk setingkat dengan leluasa sekali.
Cia Siau hong, itulah sebabnya dia duduk dengan leluasa sekali.
Cia Siau hong memandang lagi ke arahnya dengan sorot mata kagum, katanya.
"Bagus sekali, anak muda memang seharusnya demikian, harus menganggap tinggi diri
sendiri, membawa jalan pemikirannya menuju ke dalam pikiran yang tinggi pula, dengan begitu
barulah berharga kehidupan di dunia ini?"
Ucapan tersebut mirip suatu pujian, tapi nadanya seperti seorang locianpwe yang memberi
nasehat kepada angkatan muda, ternyata Ting Peng menerimanya.
Didalam kenyataan Ting Peng memang seharusnya menerimanya sebab Cia Siau hong
memang angkatan tuanya. Sekalipun sebentar lagi dia bisa mengalahkan Cia Siau hong toh kenyataan tersebut tak
mungkin bisa dirubah. . Cia Siau hong memandangnya lagi dengan sorot mata kagum:
"Aku tahu kau bukan seorang yang suka banyak berbicara"
"Yaa, aku bukan"
"Dulu, akupun bukan!" Cia Siau-hong tertawa.
"Tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi sedih dan agak murung, lanjutnya:
"Tapi sekarang aku telah berubah banyak bicara, mungkin aku sudah mulai tua!"
Orang yang umurnya semakin bertambah, kata-kata yang diucapkan pun akan semakin
bertambah banyak, berubah menjadi cerewet, tapi Cia Siau hong tampaknya tidak mirip.
Ting Peng tidak bermaksud untuk menimbrung, maka Cia Siau hong melanjutkan kembali
kata-katanya: "Cuma, akupun berubah menjadi banyak mulut hanya selama berada di sini, bila tiada orang,
seringkali aku bergumam membicarakan banyak hal untuk diriku sendiri, tahukah kau apa
sebabnya?" "Aku tak suka menebak!"
Ucapan ini tidak sopan, tapi Cia Siau-hong pun tidak marah, malahan katanya sambil tertawa
terkekeh: "Benar, anak muda memang harus berbicara langsung dan terus terang, hanya orang yang
berusia lanjut saja yang suka berbicara berputar-putar, hanya untuk mengucapkan sepatah kata
yang sederhana saja, dia harus mengucapkan segudang perkataan lebih dulu?"
Mungkinkah hal ini dikarenakan orang yang sudah berusia lanjut sudah merasa kalau
kehidupannya tak akan lama lagi, maka mumpung ada kesempatan berbicara sebanyakbanyaknya,
mungkin di kemudian hari tak dapat berbicara lagi"
Tapi dalam usia seperti Ting Peng, tak mungkin dia akan mempunyai perasaan seperti ini.
Hanya saja pertanyaan yang diutarakan Cia Siau hong masih saja urusan tetek bengek.
Mengapa seorang jago pedang nomor wahid dikolong langit bisa berubah menjadi cerewet
amat" Mengapa dia hanya berbuat begitu selama berada di sini?"
Walaupun Ting Peng tak ingin menebaknya tapi tak tahan juga untuk mencari jawaban
tersebut dengan mempergunakan semua kemampuan yang dimilikinya.
Maka sepasang matanya mulai celingukan mencari ke sana kemari, tempat ini memang suatu
tempat yang sangat tidak menyenangkan.
Perak poranda, sepi kotor, suram dan di mana-mana hanya ada hawa kematian, tiada setitik
hawa kehidupanpun. Jagoan bersemangat dari manapun, asal sudah mengendon kelewat lama di situ, dia pasti
akan berubah menjadi murung.
Tapi, hal ini sudah pasti bukan menjadi alasan bagi Cia Siau hong hingga berubah demikian .
Seseorang yang mempunyai kepandaian yang amat dalam terhadap ilmu pedang, dia sudah
memiliki kemampuan yang melebihi siapapun dan tak akan terpengaruh oleh pengaruh macam
apapun. Maka Ting Peng tidak berhasil menemukan jawabannya.
Untung saja Cia Siau hong tidak menyuruhnya menduga-duga terlalu lama, dengan cepat dia
mengutarakan sendiri jawabannya.
"Karena di tanganku sudah tak berpedang!"
Pada hakekatnya jawaban tersebut tidak mirip sebagai suatu jawaban.
Tangannya tanpa pedang, apa pula hubungannya dengan perasaan didalam hati"
Orang yang bernyali kecil mungkin saja menggunakan senjata untuk memperbesar
keberaniannya, tetapi apakah Cia Siau hongpun seseorang yang menjadi berani karena
mengandalkan pedangnya"
Namun Ting Peng seolah-olah menerima jawaban tersebut.
Paling tidak dia memahami maksud dibalik ucapan tersebut.
Cia Siau hong adalah seorang jago pedang yang kesempurnaannya sudah mencapai pada
puncaknya, kehidupannya sudah habis oleh pedang, pedang sudah merupakan jiwanya,
sukmanya. Ditangan tanpa pedang sama artinya dengan ia sudah tak berjiwa, tak bernyawa lagi.
Kalau Cia Siau hong telah menghilangkan pedang yang sudah merupakan jiwanya itu maka
yang tersisa hanyalah seorang kakek yang biasa dan lemah.
Dari mimik wajah Ting Peng, Cia Siau hong sudah tahu kalau pemuda tersebut telah
memahami perkataannya, maka dia menjadi gembira sekali.
"Kita dapat melanjutkan perbincangan itu, kalau tidak, kau tak akan merasa tertarik oleh
perbincanganku selanjutnya!
Ting Peng merasa agak terharu, perkataan dari Cia Siau hong tak lain menunjukkan kalau dia
adalah orang yang mencocoki perasaannya.
Orang yang bisa di anggap sebagai teman karib merupakan suatu kejadian yang pantas
digirangkan, tapi orang yang bisa di anggap Cia Siau hong sebagai teman karib apakah cuma
melambangkan kegembiraan belaka"
"Dalam kenyataan aku sudah dua puluh tahun lamanya tak pernah membawa pedang lagi,
pedang mestika yang dimiliki perkampungan Sin kiam san cengpun sudah ku buang ke dasar
sungai. Ting Peng mengetahui akan hal ini.
Peristiwa tersebut terjadi setelah pertempuran antara Cia Siau hong melawan Yan Cap sa.
Setelah memutar otak dengan susah payah akhirnya Yan Cap sa berhasrat menciptakan jurus
yang kelima belas, suatu jurus serangan yang tak ada taranya di dunia ini.
Dengan jurus serangan itu, dia berhasil mengalahkan Cia Siau hong yang tiada tandingannya,
tapi yang mati akhirnya justru Yan Cap sa sendiri, dialah yang telah menghabisi nyawa sendiri
dengan tujuan untuk melenyapkan jurus serangan yang teramat keji tersebut.
Suara dari Cia Siau hong amat tenang, kembali dia berkata:
"Walaupun pedang mestika telah tenggelam, namun nama Sin kiam san ceng masih tetap
utuh, hal itu dikarenakan aku masih hidup, mengertikah kau ....?"
Ting Peng manggut-manggut.
Bila ilmu pedang seseorang telah berhasil mencapai suatu taraf yang luar biasa, tanpa pedang
di tanganpun dia masih bisa menggunakan benda yang lain sebagai penggantinya, seperti
sebatang ranting, sebuah kayu atau bahkan sebuah jarumpun.
Pedang itu sudah bukan berada di tangannya, melainkan didalam hati pedang tersebut sudah
tak terlihat lagi dengan mata.
Perkataan Cia Siau hong sudah teramat sulit untuk dipahami tapi Ting Peng justru telah
mencapai tingkatan tersebut, oleh karena itu dia mengerti.
Namun kata Cia Siau hong berikutnya justru semakin sulit untuk dipahami lagi.
"Dalam tanganku sudah tidak berpedang lagi "
Sekalipun mengulangi kata yang terdahulu namun maknanya sekarang sudah jauh lebih dalam
lagi. Kenapa?" Ting Peng segera bertanya.
Pertanyaan inipun merupakan suatu pertanyaan yang bodoh, pertanyaan yang tak akan
dipahami oleh siapapun. Tapi Ting Peng telah mengutarakannya keluar, diutarakan dalam keadaan dan situasi seperti
ini, dan hanya ditanya oleh Ting Peng saja karena dia harus memahami dahulu apa yang
dikatakan Cia Siau hong tadi.
Sebenarnya Ting Peng enggan mengajukan pertanyaan itu, dia tahu hal mana pasti
menyangkut rahasia orang lain.
Diluar dugaan Cia Siau hong telah memberikan jawabannya.
Dia menuding kedua buah kuburan di depan gubuk.
Kuburan itu berada di halaman, begitu masuk ke dalam pintu sudah dapat dilihat.
Andaikata terdapat sesuatu yang istimewa, seharusnya Ting Peng telah menemukannya
sedari tadi, buat apa Cia Siau hong memberi petunjuk lagi kepadanya"
Tapi setelah ditunjuk Cia Siau hong, Ting Peng baru tahu kalau jawaban tersebut harus dicari
dari tempat itu. Kuburan itu adalah kuburan yang amat sederhana, tempat untuk mengubur orang mati.
Seandainya tempat itu terdapat sesuatu keistimewaan, maka keistimewaannya adalah bisa
dipakai untuk mengubur orang mati.
kuburan di halaman tersebut adalah kuburan tanpa batu nisan, hanya terdapat dua buah
papan nama kecil tergantung didalam gubuk.
Yang berada di sebelah kiri bertuliskan:
"Tempat bersemayan sahabat karibku Yan Cap sa!"
Sedangkan yang berada di sebelah kanan bertuliskan:
Tempat bersemayan istriku Buyung Ciu ti!
Ternyata dua orang itulah yang dikubur di sana.
Yan Cap sa adalah orang yang telah mengalahkannya.
Buyung Ciu ti adalah istrinya, juga merupakan musuh besarnya selama hidup, selama ini entah
berapa banyak cara dan tipu muslihat yang telah dipergunakan olehnya untuk membinasakan Cia
Siau hong. Walaupun kedua orang itu sudah tiada namun Cia Siau hong tak pernah melupakan
mereka. Maka Cia Siau hong berkata, kalau ditempat ini dalam tangannya tiada pedang.
Sekalipun Cia Siau hong tiada tandingannya dikolong langit, tapi ia pernah dikalahkan oleh
kedua orang ini. Yan Cap sa pernah mengalahkannya sekali, hal mana membuatnya tak pernah bisa merobah
kembali keadaan tersebut.
Buyung Ciu ti entah sudah berapa kali mengalahkan dia.
Oleh karena Cia Siau hong telah menamakan tempat ini sebagai Rumah penyimpan pedang.
Bagaimanapun tajamnya pedang yang dimiliki, tapi setelah berada di sana akan berubah
menjadi tak tajam lagi. Bagaimanapun cemerlangnya nama besar Cia Siau hong selama ini, namun berada di
hadapan kedua orang itu dia selamanya merupakan seorang yang kalah.
Tanpa terasa timbul perasaan kagum dalam hati Ting Peng terhadap orang tua itu.
Kedua orang itu sudah mati, tapi Cia Siau hong justru membangun tempat seperti ini untuk
merangsang diri. Apakah yang menjadi tujuan"
Yan Cap sa dan Buyung Ciu ti bukannya seseorang yang pantas untuk dihormati.
Cia Siau-hong mengubur mereka di sini bukanlah dikarenakan dia ingin selalu memperingati
mereka. Lantas apakah tujuannya"
Kali ini Ting peng tidak bertanya mengapa, dia tak perlu bertanya, agaknya dia sudah
mengetahui jawabannya. Setelah termenung lama, lama sekali, pelan-pelan Ting Peng bangkit berdiri.
"Kedatanganku kali ini adalah mencari cianpwe untuk berduel!"
Nada ucapannya sangat menaruh hormat.
Cia Siau-hong manggut-manggut:
"Aku tahu, sudah lama sekali tiada orang yang datang mencariku untuk berduel"
"Aku bukan bertujuan untuk mencari nama, aku benar-benar ingin mencari cianpwe untuk
beradu kepandaian!" "Aku mengerti, belakangan ini kau sudah menjadi seorang yang sangat ternama!"
"Dengan kepandaian yang kumiliki dalam ilmu golok, aku rasa mana dapat menandingi
kepandaian pedang dari cianpwe!"
"Kau kelewat sungkan, kau sepantasnya mengatakan kalau kau dapat mengalahkan diriku!"
"Tapi sekarang aku tak sanggup untuk mencabut golokku terhadap cianpwe lagi"
"Karena saat ini aku tak berpedang?"
"Bukan, saat ini siapa pun dapat turun tangan membunuh cianpwe!"
"Benar itulah sebabnya aku harus mempersiapkan penjagaan yang ketat di luar pintu dan
melarang siapapun masuk kemari, sebab selama berada di sini aku hanyalah seorang kakek
lemah yang tak berkemampuan apa- apa."
Tapi aku tahu, setelah keluar dari sini sudah pasti aku bukan tandingan dari cianpwe!
"Aaaah, itupun belum tentu, menang kalah sukar untuk dibicarakan terlalu awal."
"Aku sudah kalah" kata Ting Peng kemudian sambil menjura, ?"maaf bila kuganggu
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketenangan cianpwe, dan terima kasih atas petunjuk dari cianpwe......"
Ternyata Cia Siau hong tidak bermaksud untuk menahannya di sana, hanya tanyanya:
"Berapa usiamu tahun ini?"
"Dua puluh delapan tahun!"
Cia Siau hong segera tertawa.
"Kau masih sangat muda, tahun ini aku telah berusia lima puluh tahun, rumah penyimpan
pedang ini baru kudirikan, kau sudah terlambat delapan belas tahun dibandingkan dengan aku.
"Apakah cianpwe sudah sepuluh tahun berada di sini?"
"Tidak! Waktuku berada di sini tidak terlalu lama, aku masih sering berjalan-jalan di luar,
kebiasaanku seperti itu tak pernah bisa dirubah lagi, kau lebih bahagia daripada diriku!" "
"Aku lebih bahagia daripada cianpwe?"
"Benar, aku selalu berada dalam keberhasilan dan kesuksesan, oleh karena itu sudah terlalu
lambat bagiku untuk merasakan kekalahan sebaliknya kau sejak mulai sudah merasakan pelbagai
penderitaan dan kekalahan, itulah sebabnya kemajuan yang akan kau capai di kemudian hari
sukar untuk dikatakan!"
Ting Peng termenung sambil berpikir sebentar, kemudian katanya kembali.
"Di kemudian hari, aku berharap masih mempunyai kesempatan untuk melangsungkan duelku
dengan locianpwe!" "Tentu, tentu, setiap saat aku akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati, tapi di
kemudian hari pun paling baik kalau kita masih berjumpa lagi ditempat ini"
"Mengapa?" "Kau sudah pernah masuk kemari" maka rumah penyimpan pedang ini sudah tak bisa di
anggap sebagai tempat terlarang lagi?"
"Aku merasa menyesal sekali atas terjadinya peristiwa semacam ini . "
"Tak perlu menyesal, sewaktu kau datang, tempat ini masih merupakan rumah penyimpan
pedang, karena tempat ini hanya diketahui oleh kau dan aku, mengerti?"
Ting Peng segera tertawa.
?"Aku mengerti, Aku pasti akan mengingat selalu perkataanmu itu dan tak akan
memberitahukan kepada siapa saja!" "
"Terutama terhadap putriku!"
Ting Peng tertegun, tiba-tiba tanyanya:
"Sebenarnya dia putri cianpwe atau bukan?"
"Benar !" . Ting Peng tidak berbicara lagi, dengan langkah lebar dia keluar dari situ.
ooo0ooo TEMPAT PEMONDOKAN TATKALA Ting Peng hendak meninggalkan Rumah penyimpan pedang, tak tahan dia
berpaling dan memperhatikan kembali kedua buah kuburan serta rumah gubuk itu sekejap, hatinya
penuh dengan perasaan kagum.
Yang paling mengagumkan adalah kemampuan Cia Siau hong berpedang.
Sewaktu berada di depan pintu, bila telah mendengar tentang pemimpin enam partai besar
membicarakan soal golok. "Enam partai besar merupakan partai paling berkuasa dalam dunia persilatan dewasa ini,
pemimpin mereka tak lebih adalah manusia-manusia yang berkepandaian silat paling tinggi dalam
dunia persilatan. Orang yang berilmu silat paling tinggi dalam dunia persilatan bukan berarti paling tinggi ilmu
silatnya dikolong langit, dalam hal ini tentu saja merekapun mengakuinya maka dari itu mereka
datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan satu persatu bertekuk lutut, bahkan terhadap
sindiran dan cemoohan Cia Siau giok, terhadap merekapun hanya disambut dan diterima tanpa
membantah. Mereka beranggapan golok Ting Peng sudah mencapai tingkatan manusia mengendalikan
golok, itu berarti sudah tiada tandingannya di dunia ini.
Pendapat semacam itu sesungguhnya tak dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang
keliru. Cuma saja mereka belum tahu kalau masih ada tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Yakni tingkatan yang sedang dicapai oleh Cia Siau hong pada saat ini.
Cia Siau hong adalah seorang jago pedang, sudah barang tentu tingkatan yang di capai pun
tingkatan di ujung pedang.
Pedang merupakan senjata, golokpun merupakan senjata.
Bila ilmu silat telah mencapai tingkatan yang paling tinggi, antara golok dan pedang sudah
tiada perbedaannya lagi, hanya berbeda dalam pelaksananya belaka.
Tingkatan yang dicapai Ting Peng hanyalah Golok adalah manusia, manusia tetap manusia.
Golok diperbudak manusia, manusia merupakan jiwa dari golok.
itulah ciri khas seorang jagoan yang amat lihay.
Tapi bagaimana dengan Cia Siau hong"
Sejak kapankah dia telah mencapai tingkatan semacam itu" Tiada orang yang tahu, tapi sejak
sepuluh tahun berselang ia telah berhasil melampaui tingkatan tersebut dan hal mana sudah
merupakan suatu kepastian.
Karena dia telah membangunkan Rumah penyimpanan pedang.
Didalam Rumah penyimpanan pedang ini, dia sedang mengejar tingkatan yang lain, tingkatan
paling tinggi yang disebut Huan Phu kui tin, suatu tingkatan yang paling hebat namun justru akan
membawa dirinya menuju ke taraf kesederhanaan dan kebiasaan.
Tingkatan tersebut merupakan tingkatan "pedang adalah pedang, aku adalah aku. pedang
bukan pedang, aku bukan aku". Suatu tingkatan yang betul-betul maha luar biasa.
Sekarang Ting Peng masih belum bisa meninggalkan goloknya, sebilah golok lengkung
berbentuk bulan sabit. Di atas golok itu terukir kata-kata:
"Siau lo it ya teng cun hi"
Golok iblis yang membuat setanpun menjadi pusing.
Tanpa golok ini, mungkin Ting Ping sudah bukan Ting Peng yang dulu, tapi jelas tak mungkin.
akan menjadi Ting Peng sekarang.
Antara manusia dan golok masih belum dapat dipisah-pisahkan.
Di tangan Cia Siau hong pun sebenarnya terdapat sebilah pedang mestika.
Tapi semenjak sepuluh tahun berselang, dia sudah menyimpan pedangnya dirumah, dia telah
melepaskan pedang mestikanya itu.
Sekarang dia belum berhasil mencapai tingkat yang paling tinggi itu, maka dia harus berada
didalam Rumah penyimpanan pedang untuk mencapai ke tingkatan seperti itu.
Dalam rumah penyimpan pedang tiada sesuatu yang istimewa, hanya dua buah kuburan, tapi
yang penting adalah makna kedua buah kuburan tersebut baginya.
Ditempat lain diapun menyiapkan dua kuburan yang sama tapi apakah dapat memberikan
makna yang sama pula"
Ting Peng tidak bertanya, dia percaya sekalipun ditanyakan, Cia Siau hong juga tak akan
menjawabnya. Karena sekarang telah berada dalam tingkatan yang berbeda, semacam tingkatan yang sama
sekali asing, masa mereka harus masuk ke dalam alam manusia sebelum mengerti apa yang
sebenarnya mereka tuju. Lagi pula, sekalipun ada seseorang yang masuk kedalamnya diapun tak dapat menceritakan
apa yang dirasakan kepada orang lain, karena orang lain tidak mempunyai pengalaman dan
perasaan seperti itu. Seperti misalnya ada seseorang telah memasuki sebuah kebun yang sangat indah, setelah
keluar dari situ dia lantas menceritakan kepada rekan-rekannya bahwa bunga itu berwarna emas,
buah berwarna tujuh warna.
Tapi rekannya itu adalah seorang yang buta sejak lahir, bagaimanapun juga mustahil dia bisa
membayangkan apa yang diceritakan kepada dirinya itu.
Bagi seseorang yang buta dia tidak mempunyai perasaan terhadap warna, mungkin dia dapat
menggunakan bau bauan untuk membedakan aroma bunga dan buah, tapi dia tak dapat
menikmati keindahannya lewat keindahan warnanya.
Cuma Ting Peng masih teringat lagi dengan perkataan dari Cia Siau hong.
"Lain kali jika kau datang kemari lagi, di sini sudah tiada rumah penyimpan pedang lagi"
"Hal mana berarti Cia Siau hong sudah dapat keluar dari situ dan benar-benar melangkah
masuk ke dalam suatu dunia baru.
Dia sudah dapat memindahkan kedua buah kuburan tersebut ke dalam hatinya, sudah dapat
menjadikan tempat manapun sebagai rumah penyimpan pedang.
Ting Peng mengetahui akan keadaan seperti ini tapi tidak tahu kapan baru bisa memasuki
tingkatan seperti itu, tapi dia tahu bahwa dirinya masih kalah setingkat bila ditandingkan dengan
Cia Siau hong. Oleh karena itulah baru tumbuh perasaan kagumnya terhadap Cia Siau hong.
Dengan kemampuan yang dimiliki Ting Peng sekarang, tentu saja hanya tingkatan yang
dicapai Cia Siau hong saja yang dapat menimbulkan perasaan hormatnya.
ooo0ooo CIA SIAU GIOK dan Ah Ku tidak menunggu ditempat semula.
Ketika Ting Peng berjalan keluar, hanya empat budak pedang yang menunggu di depan pintu,
lagi pula pintu tersebut sudah terbuka lebar.
Dengan tercengang Ting Peng segera bertanya.
"Mengapa pintu ini terbuka?"
"Karena Ting kongcu telah menjumpai majikan didalam rumah dan sekarang telah berjalan
keluar lagi" jawab Ka-cu dengan amat gembira.
Perkataan tersebut sesungguhnya tak bisa dianggap sebagai suatu jawaban, tapi juga hanya
Ting Peng yang dapat memahaminya, maka diapun lantas manggut-manggut.
"Sudah tentu kami harus berterima-kasih pula kepada Ting Kongcu" seru Ka-cu lagi gembira.
"Berterima-kasih kepadaku" Apa sangkut pautnya dengan diriku?"
Ting Kongculah yang telah membantu majikan untuk keluar dari Rumah penyimpan pedang
ini!" "Aku telah membantu majikan kalian" Apakah kau tidak salah?"
"Tak bakal salah, selama banyak tahun majikan selalu terkurung oleh sebuah pertanyaan,
pertanyaan tersebut adalah jurus pedang tersebut, jurus pedang kelima belas dari Yan Cap sa"
"Aku mengetahui akan jurus itu, tapi bukankah jurus itu sudah berlalu"
"Yaa, sekarang memang sudah berlalu" jawab Ka-cu tertawa, "di hadapan Ting Kongcu hal
tersebut memang bukan terhitung suatu persoalan penting"
"Aku sama sekali belum pernah menyaksikan jurus pedang itu" seru Ting Peng tercengang.
Kembali Ka-cu tertawa. "Ting Kongcu telah menjumpainya, jurus serangan terakhir yang kami berempat pergunakan
untuk memaksa Ting Kongcu masuk adalah menggunakan jurus serangan tersebut."
"Jurus itu?" Ting Peng tidak percaya.
"Benar, jurus pedang itu!"
"Dan jurus itupula yang telah mengalahkan pedang nomor wahid di kolong langit Cia Siau
hong." "Hmm, kemampuan kami tentu saja tak bisa dibandingkan dengan kemampuan dari Yan Cap
sa dimasa lalu, tapi jurus pedang yang kami pergunakan adalah jurus pedang tersebut" Ka-cu
tetap merendah. "Tanpa kemampuan yang cukup, apakah jurus selama sepuluh tahun kami khusus hanya
melatih diri dengan jurus tersebut tanpa terganggu oleh tugas lain, oleh karena itu secara
dipaksakan masih dapat mempergunakannya, lagi pula bila jurus serangan itu dikembangkan
maka sebenarnya sudah merupakan jurus serangan yang tiada tandingannya, tapi kami tetap tak
mampu untuk membendung serangan golok sakti dari kongcu!"
Ting Peng segera membungkam.
Jurus pedang bila sudah mencapai pada saat yang paling dahsyat maka hal ini sudah tiada
sangkut pautnya lagi dengan soal kemampuan seseorang, jurus pedang tetap merupakan jurus
pedang, dapat digunakan sekali berarti sudah mengembangkan seluruh intisarinya, bila meleset
sedikit saja, maka hal ini tak bisa dianggap sebagai jurus.
Hanya jurus serangan lain yang lebih ganas lagi yang bisa mematahkan jurus serangan
semacam itu, kecuali itu tiada cara kedua lagi.
Teori tersebut sudah dapat dipahami oleh Ting Peng.
Ketika dia menggunakan jurus Thian gwa liu seng untuk menjagoi dunia persilatan, dia sudah
memahami teori tersebut. Maka dia muncul ke dalam dunia persilatan dengan penuh perasaan percaya pada diri sendiri.
Tapi ia telah bertemu dengan Liu Yok siong yang munafik, bertemu dengan Ko siau yang
memuakkan. Suami istri itu berkomplot untuk membohongi jurus serangannya itu.
Oleh karena itu sampai pada akhirnya Liu Yok siong baru dapat mematahkan jurus serangan
itu. Maka, kemudian dia baru membalas dendam dengan sekuat tenaga, membunuh perempuan
yang bernama Ko siau, tapi tetap mengampuni nyawa Liu Yok siong..
Hal tersebut bukan dikarenakan Liu Yok siong mempunyai sesuatu keistimewaan, melainkan
Liu Yok siong memang tidak pantas mati.
Liu Yok siong dapat menemukan titik kelemahan dari jurus serangan Thian gwa liu siang, hal
ini membuktikan kalau jurus serangan tersebut bukanlah sebuah jurus serangan yang tiada
tandingannya. Terdengar Ka-cu kembali tertawa:
"Selama ini majikan selalu terbenam dalam penyelidikannya soal pedang, walaupun dia telah
mencapai puncak kesempurnaan namun tak pernah terlepas dari belenggu jurus pedang tersebut
...." Ting Peng memahami akan hal ini.
Sejak Cia Siau hong mengurung diri di dalam rumah penyimpan pedang, seperti juga kaum
pendeta yang menutup diri menghadap ke dinding, mereka berniat dan berusaha melepaskan diri
dari semua beban pikiran.
Begitu semua beban pikiran dapat dilepaskan, maka mereka akan berhasil mencapai suatu
tingkatan yang berhasil. Sejak Cia Siau hong mengurung diri di sana, dia tak pernah berhasil meloloskan diri dari
tekanan jurus pedang itu, dia tak dapat mengendalikan diri terhadap jurus pedang itu.
Tapi Ting Peng telah mematahkan jurus serangan tersebut, dengan cara memakai senjata
tanpa mengucurkan darah, hal mana membuat Cia Siau hong segera menjadi paham kembali.
Itulah sebabnya ketika dia mengaku kalah kepada Cia Siau hong, namun Cia Siau hong tak
mau menerimanya. Sebelum pertemuan ini, seandainya dia sampai berjumpa dengan Cia Siau hong, mungkin Cia
Siau hong tak bisa kalah di tangannya, namun iapun tak bisa menangkan dia.
Bila sampai terjadi bentrokan, besar kemungkinan kedua belah pihak akan sama-sama terluka,
atau sama-sama mengundurkan diri.
Sebab bila pertarungan dilangsungkan dia pasti akan kalah, karena kepandaiannya terbatas,
sedangkan Cia Siau hong sudah dapat melepaskan diri dari belakang.
ooo0ooo SEKARANG Ting Peng merasa gembira sekali, sebenarnya ia agak sedih tadi, namun
sekarang setitik kesedihan pun sudah tak ada lagi.
"Bagaimanapun juga aku masih dapat menjadi jagoan yang tiada tandingannya dikolong
langit!" Kemudian sambil tertawa katanya pula kepada ke empat orang budak pedang itu.
"Sejak kini dalam perkampungan Sin kiam san ceng sudah tidak terdapat rumah penyimpan
pedang lagi." "Ya, sudah tak ada, lagi pula tak perlu", sambung Ka-cu sambil tertawa.
"Kalian berempatpun tak usah berjaga di sini lagi.
Ka cu mengangguk. Betul, bukan saja Ting kongcu telah membantu majikan, lagi pula malah membantu kami pula
untuk melepaskan diri dari belenggu"
Setelah ini apakah kalian berempat masih akan tetap tinggal di tempat ini.
Kembali Ka-cu tertawa. "Barusan nona Cia pun berharap kami bisa tinggal di sini, tapi kami telah menolaknya,
perkampungan Sin kiam san ceng tidak cocok untuk kami"
?"Tempat manakah baru cocok untuk kalian?" "
"Banyak tempat cocok buat kami. Kalau dulu kami hidup demi pedang, dengan pedang
melanjutkan hidup karena pedang dilahirkan, sekarang kami dapat melepaskan pedang, banyak
persoalan dapat kami kerjakan lagi seperti misalnya aku suka menanam bunga, aku dapat menjadi
tukang kebun Ih Ca suka memelihara ikan, dia bisa membuka peternakan ikan dan memusatkan
pikirannya untuk memelihara ikan...."
?"Kalianpun akan melepaskan pedang?"
`Benar! kamipun akan melepaskan pedang!"
?"Tahukah kalian bila kalian tidak melepaskan pedang, dalam dunia persilatan kalian akan
segera menikmati suatu masa yang cemerlang dan gemilang"
"Kami tahu, majikan pernah bilang, bila kami keluar dari sini, jarang ada orang di dunia
persilatan yang mampu menandingi kami, kami akan segera menjadi jagoan nomor wahid di
dunia." "Apakah kalian tidak ingin?"
"Walaupun kami ingin sekali, tapi masih ada satu persoalan yang pelik, setelah menjadi jagoan
nomor satu, maka kami tak akan mempunyai waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang kami
senangi." "Ting Kongcu tentu dapat melihat, usia kami sudah tidak kecil lagi, bahkan boleh dibilang
sudah mencapai setengah abad, kalau dalam separuh hidup kami yang lalu hidup untuk pedang,
maka separuh hidup kami berikutnya tak boleh untuk pedang lagi, kami harus hidup untuk kami
sendiri." Ting Peng sudah menaruh perasaan kagum dan hormat terhadap ke empat orang itu, paling
tidak mereka sudah dapat mengatasi soal nama dan keuntungan pribadi, itu berarti kehidupan
mereka selanjutnya pasti akan merasa gembira sekali.
Oleh karena itu, dia pun bertanya:
?"Apakah kalian sudah mempunyai rencana terhadap kehidupan kalian selanjutnya?" Dia
berpendapat Cia Siau hong pasti sudah mengaturkan segala sesuatunya untuk mereka.
Betul juga, sambil tertawa Ka-cu segera berkata:
"Yaa sudah. sewaktu majikan membangun rumah penyimpan pedang ini, ia telah memberi
kami setiap orang lima laksa seribu dua ratus tahil perak sebagai uang pesangon"
"Hmm, suatu jumlah yang dapat membuat orang kaya baru ..."
"Tapi itu juga bisa dipakai untuk biaya hidup setahun" kata Ka-cu sambil tertawa.
"Ini baru tahun pertama, sepuluh tahun berikutnya bukankah apa yang kalian peroleh akan
Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencapai suatu jumlah yang tak terhitung banyaknya..
"Tidak, masih bisa terhitung, lagi pula dengan cepatnya dapat dihitung dengan jelas, karena
kami hanya mempunyai sekeping, sekeping yang berbobot seratus tahil?"
"Hanya sepotong seberat seratus tahil?" agaknya Ting Peng tidak habis mengerti.
"Betul, majikan memang seorang yang amat sosial ... ..."
"Apakah otak kalian semua sudah mulai dihinggapi penyakit?"
"Tidak, kami semua sehat, bahkan otak kami pun jernih!"
"Kalau memang begitu otakku lah yang ada persoalannya" kata Ting-Peng sambil mengetuk
kepala sendiri. Ka-cu segera tertawa. "Benar Ting kongcu juga sehat, cuma kau tidak mengetahui perjanjian antara kami dengan
majikan saja" "Ooooh..... bagaimanakah perjanjian kalian dengan majikan kalian itu.... ?"
Perjanjian majikan dengan kami adalah bila setahun kami tinggal di sini lantas hendak pergi
maka kami boleh membawa lima laksa seribu dua ratus tahil, bila berada di sini dua tahun, hanya
boleh membawa dua laksa lima ribu enam ratus tahil begitu seterusnya, tiap tahun mendapat
pengurangan sampai separuhnya, dan kini sudah mencapai sepuluh tahun, karena itu kami genap
hanya memperoleh seratus tahil saja!
"Waaaah . . . . hitungan dari negara manakah itu. . . ."
"Itulah perhitungan majikan untuk kami, kalau kami hanya tinggal setahun, itu berarti ilmu
pedang kami belum seberapa, pikiran pun belum mantap, sebab itu kami butuh uang banyak untuk
bisa menjamin suatu kehidupan yang tenteram. Kalau tidak sudah pasti kami akan menjadi
Istana Yang Suram 7 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Naga Dari Selatan 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama