Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 32

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 32


kurang ajar! lihat" dan tanganya segera melayang!
Hong Kun berkelit. "Hargailah dirimu nona!" katanya. "Jangan kau turuti saja
adatmu dan mudah menyerang orang!----hahaha.."
Kiauw Couw maju menghampiri nona itu, ia tarik
lengannya. "Jangan layani dia," bujuknya, "Sebenarnya apakah yang
dia katakan barusan?"
Dadanya In Go berombak, tak dapat ia menjawab, ia justru
menjerit menangis. Tonghong Liang tersadar tangisan itu. ia membuka
matanya dan berjingkrak bangun, untuk terus melemaskan
pinggangnya, kemudian ia mengawasi Hong Kun sambil ia
memperlihatikan wajah tersungging senyuman, kemudian lagi
ia balik mengawasi nona yang lagi terseguk-seguk itu.
Segera bocah ini mengerti bahwa terntunya si pria telah
menggoda si nona, memang ia jemu terhadap pria itu,
sekarang ia jadi membenci, diam-diam ia mengumpulkan
ludahnya serta juga tenaga dalamnya, setelah itu mendadak ia
meludah pada pemuda itu yang dibencinya itu!
Hong Kun kaget sekali, dia tengah menggoda In Go,
serangan gelap itu diluar dugaannya, telak mukanya kena
terludahkan, selagi kaget itu, ia pun merasakan mukanya
panas dan nyeri, serangkum hidungnya mencium bau yang tak
sedap, tapi ia tidak menjadi gusar, ia menyangka In Go yang
meludahinya, dengan sabar ia menyusuti mukanya.
"Kau baik sekali, nona!" katanya semabari tertawa, "Kenapa
nona tidak meludahi saja mulutku" pasti harapannya
bertambah-tambah dan itu menandakan cintamu padaku"
Tonghong Liang tertawa terbahak-bahak.
"Bagaimana kalau sekali lagi?" tanyanya, yang terus
meludah pula! Hong Kun melengak. lalu gusar, kiranya dia diganggu si
bocah nakal lantas mendadak saja dia serang bocah itu!
Tonghong Liang melihat serangan, dengan mudah ia
berkelit, habis itu ia melompat maju, untuk membalas
menyerang dengan pedangnya.
Hong Kun panas hati, dia berkelit lalu terus menyerang
pula, maka dengan demikian, bertempurlah mereka berdua,
hanya sementara itu, belum sempat ia menghunus
pedangnya, Diantara dua orang, walaupun Hong Kun tanpa senjata, dia
menang latihan serta pengalaman pertempuran, dan si bocah
menang bunga dan pedangnya yang cepat gerak-gerakannya,
maka sekilas, Hong Kun kalah angin.....
Sedikit demi sedikit, Tonghong Liang mendesak lawannya
sampai si lawan mundur dua tombak lebih, maka juga ketika
itu ditanah datar berlumpur itu tampak dua rombongan orang
yang lagi mengadu kepandaian.
In Go dan Tonghong Kiauw Couw lagi memperhatikan Bu
Pa dan Tio It Hiong mereka sampai seperti melupakan
Tonghong Liang dan Gak Hong Kun,
Didalam rombongan It Hiong, si anak muda mesti berkelahi
dengan berhati-hati sekali, ia tidak dapat memperlihatkan
kelemahan yang dibuat-buat atau nona In Go bakal
mencurigainya, maka juga, ia mesti mencari suatu
kesempatan, yang mana segera gunakan.
Mula-mula anak muda kita menyerang dengan Jurus, "kay
bun kaiu san" --membuka rimba melihat gunung,--disusul
dengan" tongcu pay hud,--kacung memuja sang budha. kedua
tanganya dilonjorkan. maksudnya buat memancing Bu Pa
mengunakan jurus silat "ngo lui kek liang,"--Lima guntur
menindih batok kepala. Benar-benar muridnya Gwa To sin Mo kena dipancing,
benar-benar dia lantas menyerang dengan jurusnya yang
dahsyat itu, tangan kanannya yang berupa seperti sambaran
guntur itu. It Hiong segera menggunakan akal biasa, ia membuang
tubuhnya ke belakang, mengelak dengan jurus "sia kwa leng
kie,"--miring menggatung bendera, hanya kali ini ia sambil
berseru seperti berbisik:"gunakanlah kesempatan ini! "isyarat
itu disusul dengan satu tendangan.
Bu Pa tercengang sedetik atau segera dia menyambar
dengan tangannya, menyambar kaki orang, ketika It Hiong
menarik kakinya, sepatunya copot sebab terus terpegang kena
oleh lawannya. Lantas Bu Pa tertawa dan berkata :"Terima kasih, Tio
taihiap! kau telah mengalah terhadapku"
It Hiong menghela napas, ia menunjuki tampang sangat
menyesal. Bu Pa tidak menghiraukan lagi keadaan orang, dia hanya
lantas menoleh kepada adik seperguruannya, buat terus
berlari seraya berkaok girang :"Adik, adik In Go, kau lihat!"
dan ia mengancungkan sebelah tanganya, mengangkat tinggi
sepatunya It Hiong yang terus ia pegang saja.
In Go meliat itu, diapun lari menghampiri, kegirangannya
bukan kepalang ia menubruki dan merangkul Bu Pa dengan Ia
tak dapat bicara, ia merangkul erat-erat dan meletakkan
kepalanya didada sang suheng, kakak seperguruannya.
Tonghong Kiauw Couw juga lari menghampiri.
"Saudara Bu Pa. kau hebat" pujinya. "Kau mengagumkan!
aku beri selamat padamu, buat perjodohan kalian yang
terangkap dengan indah. Bu Pa sangat girang, dengan sebelah tangannya,
merangkul In Go, tangannya yang lain mengangkat tinggi
memperlihatkan sepatu rampasannya.
"Terimah kasih! terima kasih! kau memuji saja!" serunya.
Dengan langkah jingkat. It Hiong terus menghampiri, ia
memberi hormat pada Bu Pa seraya berkata :"Saudara Bu Pa.
terimah kasih untuk kebaikanmu, yang menaruh belas kasihan
padaku," "Oh, saudara, kau terlalu merendahkan diri!" kata Bu Pa.
"Saudara Bu Pa! kata pula It Hiong menggoda. "Kalau nanti
tiba saatnya buat minum arak kebahagiaan, aku harap kau
jangan lupa aku--tapi , eh. adikmu itu, kenapa dia berdiam
saja?" In Go mendengar semua, ia girang berbareng jengah, ia
malu sendiri, maka ia mendekam terus di dada kakaknya
seperguruannya itu, sang kekasih.
Kiauw Couw tertawa melihat lagak nona itu, kemudian ia
tertawa pula kapan ia melihat mengawasi sepatunya It Hiong,
ditangannya Bu Pa. It Hiong pun ingat sepatunya.
"Saudara Bu Pa, bagaimana kalau kau kembalikan padaku
barang tanda kemenanganmu itu?" tanyanya tertawa.
Bu Pa lupa pada sepatu orang, atas tawa dan kata-katanya
muda-mudi itu, dia bingung .
"Apa?" tanyanya pada It hinog.
"Itu, sepatu yang menjadi perantara jodoh kalian berdua!"
sahut si anak muda, "maukah kau memulangkannya padaku?"
Baru sekarang Bu Pa sadar, ia melihat sepatu ditangannya,
terus ia tertawa, maka lantas ia melepaskan tubuhnya In Go.
akan ia melompat pada It Hiong.
"Aku lupa!" katanya seraya terus memakaikan sepatu
orang. Selagi Bu Pa bekerja itu, telinga mereka berempat
mendengar suara nyaring dar bentrokan senjata tajam, maka
semua lantas menoleh, maka sekarang baru mereka ingat
yang Tonghong Liang sedang bertempur hebat dan suara itu
disebabkan beradunya senjata mereka itu berdua!
Selama bertempur, terus Tonghong Liang mendesak
lawannya, ia dapat berbuat begitu sebab ia bersenjatakan
pedang dan ilmu pedangnya ilmu pedang kilat, Hong Kun
terus main melompat, mundur atau menyamping ke kiri dan
kanan, desakan si bocah membuatnya tak sempat menghunus
pedang dipunggungnya, untung buat ia ialah keuletannya dan
tenaga dalamnya yang terlebih mahir. beberapa kali ia
menghajar dengan hebat tetapai selalu gagal, sebab lawannya
gesit sekali, barulah selagi Bu Pa dan In Go kegirangan, selagi
Kiauw Couw dan It Hiong mengghoda dan meminta sepatu
itu, waktu itulah baru Hong Kun memperoleh kesempatannya.
Tiba-tiba murid cerdik dan licik ini dari It Yap Tojin
menggunakan waktunya, disaat ia diserang mendadak ia
menjejakkan tanah melompat jauh setombak jauhnya, dan
selekasnya ia menaruh kaki sebat luar biasa, ia menghunus
pedangnya, maka itu, ketika Tonghong Liang menyusul dan
menikam pula, sempat ia menangkis dengan pedangnya,
hingga senjata mereka beradu keras, habis itu, segera ia
membalas menyerang, dengan menggunakan pedangnya,
dengan cepat ia mencoba membalas menyerang.
Kiauw Couw terkejut mendengar suara pedang, apapula
selekasnya ia melihat adiknya mulai didesak Hong Kun, tidak
ayal lagi ia melonpat berlari, akan menghampiri adiknya, cepat
ia tiba, tepat Hong Kun membacok adiknya itu, terus saja ia
mewakili adiknya menangkis, selagi si anak sendiri mengegos
tubuhnya, begitulah pedang mereka beradu keras, menyusul
mana Hong Kun melompat mundur, karena pedangnya
mustikanya keras lawan keras, karena si nona telah
menggunakan Keng Hong Kiam pedang mustika juga!
Dengan sinar mata gusar, Kiauw Couw mengawasi tajam
pada Hong Kun, habis itu ia menarik tangan adiknya, buat di
ajak pergi ke rombongannya It Hiong bertiga Bu Pa dan In Go.
Hong Kun tidak berkata apa-apa, dengan langkah perlahan
ia susul muda-mudi itu, pedangnya ia masukkan kedalam
sarungnya selagi ia berjalan.
Bu Pa dalam kegirangannya menyambut Tonghong Liang
tahu siapa terus ia tepuk-tepuk.
"Saudara, hari ini kita berdua beruntung sekali!" katanya,
gembira, "Kita telah dilindungi tuhan yang maha kuasa!"
Ketika itu hatinya Tonghong Liang masih sedikit berdebaran
sebab ia ingat ancaman bahaya dari lawannya tadi, syukur
kakaknya ia dapat menolong pada saatnya yang tepat, ia
mengawasi Bu Pa tanpa mengatakan sesuatu.
Tio It Hiong sebaliknya, pemuda ini dengan bersemangat
berkata: "Setiap laki-laki sejati, dia mesti bersedia menghadapi
golok yang dapat mengucurkan darah atau pedang yang akan
menerbangkan semangat, siapa yang dapat berbuat barulah
dia sanggup mengangkat namanya didalam dunia sungai
telaga! kali ini satu ancaman bahaya berarti tambahan
pengalaman! maka itu, saudaraku yang muda, kau harus ingat
ini baik-baik! jangan sekali-kali kau menjadi takut!"
Kata-kata gagah itu sangat meresap dalam hatinya
Tonghong Liang. "Akan aku ingat baik-baik!"demikian jawabnya. "Kalau
mesti bertempur lagi sekali, akupun tidak takut!, " lantas dia
menoleh pada Kiauw Couw, sang kakak, untuk
berkata:"Kakak, pedangmu itu hebat! bagaimna kalau lain kali
ada kesempatan, dapatkah kau mencurikan pula sebuah
untukku?" Dasar masih seorang bocah, enak saja si Liang ini
,mengutarakan kata-katanya itu. satu kali kakaknya "Mencuri"
pedang orang, ia menyangka lain kali kakaknya itu boleh
mencuri pula. "Hus!" berseru sang kakak, yang terus tertawa. "dirumah
ada sebuah golok mustika yang tajam luar biasa, yang dapat
dipakai menguntungkan emas atau membelah batu kemala,
kenapa kau justru menghendaki pedang?"
Matanya Tonghong Liang berputar, otaknya bermain.
"Tidak" sahutnya, "Golok tidak cocok bagiku! aku menyukai
sekali pedang!" Inilah sebab dia terpengaruh pedang lihai dari Hong Kun.
It Hiong rada bingung, ia khawatir anak itu menginginkan
Keng Hong Po Kiam. kalau begitu, urusannya dapat menjadi
berlarut-larut, sedangkan pedang itu ia sangat butuhkan,
bagaimana kalau ia terlambat hadir di In Busan" maka ia
lekas-lekas berkata pula:"Adik, siapa hidup merantau,
pribadinya harus melebihi golok dan pedang mustika!
mengertikah kau akan hal itu?"
Tonghong Kiauw Couw mengawasi Tio It Hiong, mulanya ia
heran, atau dilain detik, ia insaf, maka ia lantas
menandingi:"Benar, kata-katamu benar, tuan Tio! hampir aku
kena dilibat keinginan memiliki pedang mustika!"
It Hiong mengangguk, masih ia berkata pula:"Masih ada
satu hal ! buat apa memiliki pedang mustika kalau kita tidak
sekalian memiliki pribadi tinggi" dengan begitu, mudah sekali
kita mengundang datangnya bahaya maut, tanpa pedang
tetapi hanya membekal pribadi luhur, dapat juga kita
merantau, keselatan atau ke utara, dan di empat penjuru
lautan, kita menanam memupuk persahabatan!"
Mendengar itu Hong Kun turut bicara, katanya, "Itulah
cuma cara bicaranya si orang sekolah, cuma buat mengelabui
orang banyak, --Hm! bagaimana dengan jiwanya bocah ini
barusan" dia telah ditolong oleh pribadi luhurkah, Hahahaha!
siapakah hendak kau perdayakan?"
Tonghong Liang tunduk, ia memikirkan kata-katanya dua
pemuda itu. It Hiong menjadi gusar sekali. orang she Gak itu menjadi
pengacau! "Gak Hong Kun!" serunya.
Hong Kun kaget, orang menyebut she dan nama
lengkapnya, sinar matanya lantas berputar, otaknya bekerja,
hanya sebentar, ia lantas mendapat pikiran.
"Dengan mata berputar, ia berkata keras."Gak Hong Kun,
benarkah kau tidak tahu malu?" Ia menyebut Gak Hong Kun
walaupun Gak Hong Kun adalahnya dirinya sendiri. didalam
keadaan seperti itu, masih ia hendak mengacaukan pikirannya
Kiauw Couw berempat. Hong Kun berbuat begitu karena ia takut ada langkah dari
Tonghong Kiauw Couw, ia ingin mengacaukan pikirannya nona
itu, agar jangan berpihak pada saingannya itu, orang yang ia
tengah sarukan tampang dan namanya, tegasnya, It Hiong ia
jadikan Hong Kun! kembali ia mau perang uraf syaraf.
It Hiong gusar hingga ludeslah sisa kesan baiknya
terhadapnya, dari merasa kasihan ia menjadi benci. maka
dengan alis berdiri dan sinar mata bengis, ia menatap
muridnya It Yap Tojin itu, lalu sembari menoleh kepada
Tonghong Kiauw Couw, ia berkata:"Nona, aku memintah
sudikah apakah kau mengembalihkan pedang mustika padaku,
sekarang ingin aku membinasakan dahulu manusia jahat ini,


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian baru aku mau pergi ke In Bu San guna membasmi
semua bajingan agar tidak ada sisanya sekali pun satu iblis
saja!" Dalam murkanya itu, It Hiong menjadi keren sekali. lantas
ia menghampiri nona Tonghong, untuk mengulurkan tangnya,
buat mencabut pedang Keng Hom Kiam yang berada di
punggungnya nona itu. Kiauw Couw berkelit dengan ia mundur selangkah.
"Tahan dullu!" katnya saabr,
Hong Kun sendiri sudah lantas melompat mundur sejauh
lima tindak, untuk ia menghunus pedangnya-Kie Koat Kiam,
untuk segera menantang:"Apakah kau sangka aku takut
padamu" Hm," Nona Tonghong mengawasi It Hiong dan Hong Kun
bergantian, terhadap It Hong kepadannya luar biasa, ia
mencuri pedangpun melulu dengan maksud mencari pemuda
itu, hanya buat apa, ia mencari pemuda itu, hanya buat apa ,
dia sendiri tidak tahu jelas, ia cuma merasa ada sesuatu yang
mengingatkannya pada pemuda itu, tetapi itu tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata, diluar dugaannya, sekarang
muncul dua orang Tio It Hiong yang membuatnya ragu-ragu
pikirannya Bimbang, disaaat terkhir itu, ia memikirkan
pemecahannya. dan ia percaya kalau kedua anak muda itu
dibiarkan bertempur, akan ketahuan siapa yang terlebih lihai
dan pada orang itu ia ingin serahkan pedang Keng Hong Kiam.
Paling akhir ia melirik Hong Kun, yang sikapnya tembereng
itu, setelah maju ia berkata:"Ada pedang mustika tanpa
kejujuran, itu memudahkkan kebinasaan diri sendiri, maka itu
kau sahabat, kau memmiliki pedang mustika tetapi kau tidak
jujur, kau kurang bijaksana! kenapa kau menantang pada
orang tanpa senjata mustika?"
Hong Kun tertawa. "Habis, apakah maksudmu, nona?" dia bertanya.
Tonghong Kiauw Couw tertawa.
"Supaya adil, baik kau tukar pedangmu dengan pedang
biasa saja!" sahutnya "setujukah kau?"
Hong Kun tersenyum, otaknya bekerja, tak sudi ia
mempercayai nona itu, ia curiga, bahwa mungkin orang
mengarah pedangnya itu.....
"Siapa tidak mempunyai pedang mustika, baiknya dia
terima nasib saja!" kemudian katanya getas, "Buat apa aku
diharuskan menukar pedang?" ia lantas menoleh, akan
menatap It Hiong, untuk berkata keras:" "Gak Hong Kun, jika
kau suka menyerah kalah maka aku, Tio It Hiong, akan
memandang kepada persahabatan kaum kang-ouw, akan aku
tak membinasakan kau habis-habisan! kau insaf sekarang?"
Hebat muridnya It Yap Tojin itu, sampai disaat itu, ia masih
hendak membikin kacau pikirannya Tonghong Kiauw Couw!
masih dia menyebut dirinya Tio It Hiong dan menyebut It
Hiong sebagai Hong Kun! Mendengar suara itu, hampir dadanya anak muda kita
meledak saking panas hati, bagaimana rendah orang yang
tadinya ia kasihani itu! tapi dasar sudah mahir latihan tenaga
dalam, masih ia dapat menguasai dirinya. sebaliknya dari pada
mengumbar hawa amarahnya, diam-diam ia mengerahkan
tenaga dalamnya, akan menyalurkannya pada pedangnya,
guna sewaktu-waktu siap digunakan.
Tonghong Kiauw Couw mengawasi kedua pemuda tu
bergantian, ia tersenyum.
"Sahabat." katanya pada Hong Kun, "Tidak apa jika kau
tidak sudi, menukar pedangmu. sekarang aku mempunyai satu
cara lain, yang patut" ia memegang gagangnya pedangnya,
lantas ia berkata:"Itulah cara pedang mustika melwan pedang
mustika! Nah, bagaimana anggapan kalian berdua?" setelah
berkata begitu, ia pedang Keng Hong Kiam pada ujungnya,
terus menyodorkan gagangnya kepada It Hiong, ia mengulur
tangannya perlahan. Hong Kun tercekat hati. "Ah, aku tolol!" ia sesalkan diri, "Kenapa aku justru
menyebabkan nona itu menyerahkan pedangnya pada lawan"
mana mungkin pedang itu dikembalikan pada pemiliknya?"
karena itu, dalam sejenak itu, , ia mengambil keputusannya
dan segera melaksanakan itu! dengan kecepatan luar biasa, ia
membabat pada tangannya si nona yang lagi diulur itu.
Penyerangan gelap itu tapinya gagal, selagi penyerangan
dilakukan, satu serangan lain dilakukan terhadap si orang
rendah, yang terhajar sikutnya, hingga tengannya tertolak
keras dan pedangnya terlepas dan terbang! dengan
menggertak gigi menahan nyeri, dengan tangan kiri
memegangi sikut kanannya, dia lompat mundur menjauhkan
diri! Itulah It Hiong yang menyerang secara tiba-tiba sebab ia
melihat nona Tonghong terancam bahaya, ia menyerang
mendahului tanpa pikir lagi, sebab itulah perlu guna
melindungi Kiauw Couw, iapun dapt menyerang lantas dengan
dahsyat sebab ia telah mengerahkan tenaga dalamnya sejak
tadi. Ketika It Hiong sudah menyambut pedangnya, yang
diberikan si nona selekasnya nona itu melihat bagaimana
oarang berlaku kejam hendak menyerangnya, maka sambil
menuding ia berkata keras, " Gak Hong Kun, pungutlah
pedangmu! mari kita bertempur secara laki-laki! bagaimana
hina kau membokong terutama terhadap seorang wanita!"
"Sungguh hebat!" Tonghong Liang berseru dengan
pujiannya. "Sungguh cepat!" dia ia bersorak bertepuk
tanganbp! Hong Kun tidak mengatakan sesuatu, lekas-lekas ia
mengeluarkan obatnya untuk di telan tanpa bantuan air lagi,
setelah mana ia melompat pada pedangnya guna
menjemputnya itu, tapi ia tidak mencekal pedang
memasukinya kedalam sarungnya! lalu dengan tampang gusar
ia menegur anak muda kita kau sendiri, bukankah kau juga
membokong aku" bagaimana nyaring kau berbunyi!"
Begitu ia berkata itu, begitu ia memutar tubuhnya buat
berjalan pergi! Ketika itu, Tonghong Kiauw Couw tertawa, ia telah melihat
dan mengetahuinya, "Emas sejati tak takut panasnya api" demikian katanya,
nyaring, "kiranya kaulah si Tio It Hiong palsu!"
It Hiong panas. "She dan nama dia yang sebenarnya ialah Gak Hong Kun,"
katanya pada si nona. "sudah sekian lama dia telah menyaru
menjadi Tio It Hiong!!"
Justru itu Hong Kun, yang sudah ngeloyor pergi, balik
kembali, langsung dia menghadapi nona Tonghong dan
berkata secara temberang, "Nona, jika nona mau menyaksikan
aku yang rendah menempur jahanam ini, silahkan kau datang
kegunung In busan! sekarang ini aku tidak mempunyai
kesempatan buat melayani dia!"
"Benarkah itu?" ejek Tonghong Liang, yang mendahului
kakaknya membuka mulut. ia pun membuat main kedua belah
tangannya di depan mukanya.
Biar bagaimana, panas juga hatinya Hong Kun.
"Orang mulut jail, kau mencari susahmu sendiri!"
bentaknya. "Kau lihat, nanti akan tiba saatnya aku memberi
hajaran padamu!" Kiauw Couw mengulapkan tangan pada adiknya, kemudian
ia berkata pada orang jumawa tetapi licik itu:"Kalau orang Bu
Lim mengadu kepandaian, biasanya dia mulai secara
memuaskan, oleh karena itu kalian berdua buat mengadu
kepandaian apa perlunya kau mesti menanti sampai waktu
lainnya" kenapa naniti sampai di In busan?"
Hong Kun melengak, mukanya merah, ia bungkam.
It Hiong lantas berkata:"Rupanya nona belum tahu! lagi
beberapa hari, yaitu tanggal lima belas bulan pertama saatnya
kaum sesat menempur kaum sadar, sekalian kaum sesat
berikut bajingan-bajingannya dari luar lautan, bakal berkumpul
di gunung In Bu San, guna mengadakan pertemuan atau
pertempuran yang mereka namakan Bu Lim Cit Cun. guna
disana mendapatkan kepastian paling pandai, gagah dan
lihai!" "Benar demikian!" Hong Kun menyelutuk. "kau yang
menamakan dirimu kaum sadar, jika kau berani, datanglah
keau kesana! beranikah kau?"
It Hiong tertawa. "Telah pasti aku akan menyambut tantangan itu" sahutnya.
"Di sana aku nanti minta pengajaran dari kau kaum Heng San
Pay!" Hong Kun berdiam, karena ia ingat bahwa ia harus
menjawab si nona, maka ia lantas berkata:"Kau benar, nona
memang kalau kaum rimba persilatan bertempur, tak usah
mereka memiliki tempat dan waktu, akan tetapi lainlah halnya
aku dan jahanam ini, kami mau mengadu ilmu pedang kami
sebab aku hendak memperoleh keputusan dalam urusan
merampas isteri orang! di sana akan dapat diputuskan siapa
yang bakal memperoleh julukan yang nomor satu dikolong
langit ini!" Tonghong Kiauw Couw Heran mendengar kata-kata"
Merampas isteri orang" itu pikirnya : "Siapakah yang
merampas isteri orang" bagaimana duduknya itu" ia adalah
seorang wanita, bahkan seorang nona, tidak heran kalau ia
memperhatikan sekali soal itu, maka dalam herannya, ia
tanya:" kalian bukannya mengadu pedang, kalian justru
berebutan isteri! buat itu, kalau mau bertempur hidup atau
mati! kenapakah?" Hong Kun dengan sikap dan suara gagah berkata:"Di
antara kami tidak ada satu jua yang dapat hidup bersama,
karenanya kami harus mengambil keputusan dengan cara
kekerasan! maka itu kebetulan sekali, kami hendak
menggunakan saat pertemuan di In Bu San untuk mengambil
keputusan! keputusan akan diambil di muka orang-orang
gagah supaya jahanam ini mati puas! disini, cuma nona
seorang yang menyaksikannya! biarlah dunia rimbah
persilatan semuanya mengetahui segala kejahatannya dan
dosa-dosanya!" Gusarnya It Hiong bukan kepalang, akan tetapi ia masih
dapat mengendalikan diri, maka juga sebaliknya daripada
mengumbar hawa amarahnya, ia justru tertawa.
"Sahabat she Gak, benar katamu ini!" katanya. "Siapa yang
tubuhnya penuh kejahatan dan dosa, nanti di In Busan dapat
diputuskan! itu waktu sang pedanglah yang bakal memberikan
keadilan!" Hong Kun menunjuk pedang berikut sarungnya ditangan It
Hiong, ia berkata pada nona Tonghong "Nona, kau telah kerna
tertipu! bagaimana mudah kau menyerahkan pedang pada
jahanam ini! bukankah nona seperti menampar pipi sendiri"
bukankah nona bakal ditertawai orang?"
"Urusan mengembalikan pedangku adalah urusanku sendiri,
bukan urusanmu!" menjawab si nona terang dan tegas.
"Karena itu, tak berhak kau untuk mencampur tahu! aku tahu
apa yang aku lakukan!" ia berdiam sebentar, baru ia
menambahkan:"Sebenarnya aku ingin menyaksikan kalian
berdua mengadu kepandaian, siapa yang menang dialah Tio It
Hiong sejati, dia pula pemilik asli dari pedang Keng Hong
kaim! siapa sangka, kau telah melepaskan hakmu" siapa yang
harus disalahkan?" Hong Kun terdesak, tetapi dia tertawa. "Aku yang rendah
bukan melepaskan hakku!" katanya membela. "Aku hanya
menjanjikan tempat dan waktu kepada jahanam ini! maka itu,
nona, kalau aku benar-benar seorang yang menepati janji, aku
minta kau jangan dahulu menyerahkan pedang sebelum ada
pertempuran yang memutuskan!"
Kembali orang she Gak itu hendak menghasut, supaya si
nona batal mengembalikan pedangnya.
Kiauw Couw cerdas sekali, tak mudah ia terpedayakan.
maka juga ia berkata:" Bu Ie San tak dapat disamakan dengan
In Bu San, dari itu, urusan pemulangan pedang dengan
urusan pertandingan kalian berdua tak dapat disangkut
pautkan! pedang itu terserah padaku, pada siapa aku merasa
senang, kepadanya akan aku menyerahkannya! kau telah
melepaskan hakmu, maka pedang aku serahkan pada sahabat
ini!" Gak Hong Kun melengak, gagal ia dengan lidahnya yang
tajam. "Nah, sampai jumpa pula di In Bu San!" kemudian ia
berseru, terus ia melompat pergi, akan terus lari turun
gunung! It Hiong lantas memberi hormat pada si nona.
"Nona, kau baik sekali, telah kau mengembalikan
pedangku," katany "Nona aku menghaturkan banyak-banyak
terima kasih! nona, lain waktu kita akan bertemu pula! sampai
jumpa lagi!" Begitu ia menutup mulutnya, It Hiong pun mau berlalu.
"Tunggu dulu!" tiba-tiba si nona mencegah It Hiong
menundah kepergiannya. "Kalau ingin bicara apa, nona?" tanyanya sabar.
Dengan tampang sungguh-sungguh, Kiauw Couw berkata:"
Sebenarnya aku mengembalikan pedang ini, bertentangan
dengan maksudku yang semula, maka juga hal itu kalau
diketahui kang ouw, orang akan menertawakan aku, ah......"
Nona itu berhenti bicara dengan tiba-tiba , mukanya merah
sendiri. It Hiong dapat menerka kekhawatirannya si nona.
"Bagaimana caranya mengembalikan pedang itu yang
dapat membuat hatimu tenang, nona?" ia tanya.
"Coba kau memikirkannya" sahut si nona, dia justru
membalikan. It Hiong heran hhingga ia melengak, bagaimana justru ia
yang harus memikirkannya.
"Jika aku yang memikirkannya nona, mungkin nona justru
nanti tak menyetujuinya," sahutnya.
Nona itu tersenyum. "Cobalah kau utarakan itu," katanya si nona "Percaya, tak
nanti aku mempersulitmu. buatku sudah cukup asal itu
selayaknya atau selaras..."
It Hiong heran juga, setelah urusan sampai begini jauh,
masih ada ekornya yang berupa syaratnya aneh ini,
"Bukankah mudah saja buat aku meninggalkan pergi" pikirnya,
disaat itu, ia memang tidak mendapat memikirkan sesuatu,
maka sekian lama ia berdiri diam saja.....


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika itu sudah mendekati tengah hari, diantara rantingranting
pohon, burung-burung kecil beterbangan pergi datang
dan turun naik sambil ramai mengasi dengan celotehnya.
ditanah datar itu, sunyi segalanya.
Dalam keadaan diam itu, It Hiong mengangkat kepalanya
melihat kelangit. Tiba-tiba ia melihat beberapa ekor burung
elang lagi beterbangan. tiba-tiba juga ia ingat sesuatu.
Pikir, inilah saatnya buat ia memberi kepuasan pada si
nona, siapapun telah berdiam saja.
"Saudara Bu Pa, silahkan kalian datang kemari!" ia
memanggil muda-mudi murid -muridnya Gwa To sin mo itu.
yang tengah duduk berduaan dan berbicara asyik akan
mencicipi madu asmara, hingga mereka melupai segala urusan
lainnya, tak peduli It hiong dan Hong Kun telah bentrok.
Si anak muda masih harus mengulang-ulang panggilannya,
baru Bu Pa berdua mendapat dengar dan menoleh, lantas si
pria menarik tangannya si wanita, buat diajak lari
menghampiri. "Ada Perintah apakah tayhiap?" Bu Pa tanya sambil
memberi hormat. "Aku hendak meminta kembali pedangku ini, suka apalah
kalian berdua menjadi saksinya, " kata It Hiong.
Bu Pa segera menepuk dadanya dan berkata:" Tayhiap,
urusanmu ialah urusanku si Bu Pa, maka itu tak peduli ada
urrusan bagaimana besar, aku berani bertanggung jawab"
In Go melirik dan berkata perlahan:"Orang belum lagi
menjelaskan urusannya kau sudah tergesa-gesa tidak
karuan...." "Begini duduknya hal ini" It Hiong segera memberi
keterangan:"Mulanya syarat si nona Tonghong akan
mengembalikan pedang ialah si pemilik pedang harus
bertempur dahulu dengan nona, dan kalau si pemilik menang
satu atau setengah jurus , barulah pedang itu dikembalikan,
tetapi sekarang telah berubah, maka si nona mengubah juga
syaratnya itu, bahkan ia menghapus, tapi si nona khwatir
orang kang ouw nanti menertawakannya, kalau ia
menyerahkan dengan bersahaja, dari itu ia....."
"Kau menghendaki kami berbuat apa, sahabat she Tio?" In
Go bertanya ..... "Bagaimana harusnya aku bilang, kalian berdua cuma
diminta menjadi saksi saja" sahutnya It Hiong. "kami tidak
berani mmbikin berabeh atau sulit, "ia terus menghunus
pedangnya. "Maka itu di depan kalian dan nona Tonghong,
hendak aku pertunjukan ilmu silat pedangku yang buruk,
itulah Gie Kiam hui Hong sut, ilmu pedang terbang, dengan
pertunjukan ini aku harap akan dapat meyakinkan nona
Tonghong dan membuatnya kelak tidak mendapat tertawaan
orang yang tidak tahu duduknya urusan kita ini."
"Itulah bagus!" berseru Bu Pa dan In Go "Aku akur! suka
aku menjadi saksinya."
Nyatanya Tonghong Kiauw juga menyetujui cara itu,
katanya:"sahabat, dengan mempertontonkan ilmu
kepandaianmu itu, aku anggap itu melebihkan cukupnya Bila
kita mengadu pedang, bahayakan itu justru membuat kami
tambah penglihatan serta pengetahuan! silahkan!"
"Baiklah, nona!" berkata si anak mudah, "Saudara Bu Pa,
kalian saksikanlah,"
Segera setelah suaranya berhenti, It Hiong sudah lompat
mencelat dengan Te Ciong sut, ilmu meringankan tubuh
Tangga Mega, sembari berlompat itu, ia mementangkan kedua
belah tangannya dalam sikap jurus "Pek ho liang ce," --jenjang
putih membuka sayap, ia melompat tinggi dan kaki lebih
berbareng itu, ia menghunus pedangnya, seterusnya ia
melompat tak hentinya, tinggi jauh, hingga gerak-geriknya itu
nampak mirip orang yang lagi terbang melayang mundar
mandir, selama mana selain pedangnya dibulang-balingkan,
hingga sinarnya pedang berkilauan, ia bergerak dengan
sangat cepat dan lincah, hingga ujung bajunya pun terus
berkibar-kibar. Bu Pa berdua In Go, terutama Tonghong Kiauw Couw ,
juga Tonghong Liang, mengawasi tanpa berkedip, mereka
sangat tertarik hatinya, kagumnya bukan main. bahkan
Tonghong Liang yang kekanak-kanakan turut menjadi
mendelong saja, dia merasa tegang sendirinya, tanpa merasa
ia mendekati kakaknya akan memeluknya.
Lewat sekian lama maka tiba-tiba saja It Hiong mencelat ke
depannya ke empat orang penontonnya itu, dia menginjak
tanah tanpa suara, menandakan kesempunaan dari ilmu
peringan tubuhnya itu, ia tersenyum dan berkata
merendah:"Telah aku memperlihatkan pertunjukan yang
buruk......" Tonghong Kiauw Couw berempat masih mengawasi anak
muda itu, "Nona, bagaimana sekarang?" tanya si anak muda.
"Cukupkah pertunjukanku ini menenangkan hatimu?"
Dari diam mengawasi, nona Tonghong lantas tersenyum.
sekarang tenanglah hatinya, maka ia menjadi girang sekali.
diam-diam ia sangat mengagumi pemuda tampan di depannya
itu, yang memiliki kepandaian demikian lihai.
"Tadinya aku keliru memandang kau, tayhiap?" katanya
kemudian mengakui kekeliruan pandangannya. "Aku harap
tayhiap suka maafkan aku"
Selagi berkata begitu, nona ini melirik pada In Go dan Bu
Pa, maka ia mendapatkan si nona In masih merangkul
pacarnya, sebab tadi itu dia kagum berbareng ngeri
menyaksikan pertunjukan luar biasa dari It Hiong itu, dia
ternyata mendapat serupa kesan seperti Tonghong Liang
mengenai kepandaian It Hiong, menyaksikan tingkahnya Nona
In itu, ia jengah sendirinya, mukanya menjadi bersemu merah
dadu. Justru Kiauw Couw melirik padanya, justru In Go menoleh
juga, maka dia menjadi likat sekali, sebab orang pergoki dia
lagi merangkul Bu Pa, lekas-lekas dia melepaskan
rangkulannya, sembari memisahkan diri, dia merapikan
rambutnya, guna menutupi rasa malunya itu,...
Bu Pa sebaliknya sudah lantas berkata nyaring "Inilah
dibilang bahwa kenyataan mengalahkan segala apa! inilah
ilmu pedang yang langkah dikolong langit ini! kalau nanti ada
oarng yang usil mulut, yang berani menyatahkan yang tidak
tidak, maka aku Bu Pa, aku suka menjadi saksinya! malah
sebagai saksi, aku sangat girang, mukaku menjadi terang!"
Tidak cuma berkata begitu, Bu Pa bertindak menghampiri It
Hiong, guna memberi hormat buat mengutarakan
penghargaannya. Maka It Hiong menjadi tersipu-sipu membalas hormat itu.
"Ah, saudara Bu Pa bisa saja!" katanya.
"Terima kasih, saudara, yang kalian suka menjadi saksi
kami!" Tonghong Liang pun menghampiri It Hiong, tangan siapa ia
cekal keras-keras. "Kakak, aku minta sukalah kau mengajari aku ilmu Gie
Kiam Hui Heng Sut itu!" pintanya.
It Hiong menyukai bicoh itu, tak tega ia menampiknya,
maka ia berkata:"Nanti adik, setelah selesai pertemuan besar
di In Bu San, baru aku mengajari kau"
Tonghong Ling menerima baik janji itu, dia girang sekali.
"Inilah janji!" katanya.
Bu Pa dan In Go sementara itu tercekat hatinya. keduanya
menjadi tidak enak, mendengar di sebutnya gunung In Bu
San, mereka jadi ingat pesan guru mereka disaat guru dan
murid mau berpisah, ketika itu sang guru. Gwa To Sin Mo,
memesan mereka buat datang tepat di In Bu San Nanti!
karena Ini, mereka menjadi merasa sukar.
Muda-mudi itu berasal dari kalangan lurus-lurus sesat, Gwa
To Sin Mo tidak terkenal jahat, hanya dialah ahli racun, hingga
dia memperoleh julukannya itu, Sim Mo, bajingan Sakti, dan
bantuannya dibutuhkan Im Ciu It Mo, yang hendak membikin
"Hoa Hiat Thian Lo," Jaring langit yang dapat mencairkan
darah. karena itu, tak dapat tidak, sin mo mesti pergi ke In Bu
San, karenanya kedua ,muridnya ini pun di pesan mesti pergi
ke gunung itu, tentu saja kedua murid ini menjadi sulit
sendirinya, di Bu Ie San ini mereka telah bertemu Tio It Hiong
dan telah mendapat pertolongan dari pemuda kaum lurus
yang baik hati itu, bagaimanan nanti di In Busan andaikata
mereka mesti menghadapi It Hiong sebagai lawan"
Mulanya Bu Pa dan In Go tidak memikirkan soal
pertentangan diantara kedua golongan sadar dan sesat,
gurunya p[un tidak bersangkut paut, sampai Im Ciu It Mo
membujuk gurunya berpihak pada kaum sesat itu, baru
mereka merasakan kesulitannya itu, demikianlah kali ini, selagi
mereka berdiri menjublak, It Hiong sudah berpamitan dari
Tonghong Kiauw Couw sambil ia berkata: "Nona, berkat
pedang ini, kita telah bersahabat! nona, gunung itu tinggi, air
itu panjang, maka itu, sampai berjumpa pula lain kali!"
Kiauw Couw berduka sekali, ia merasa berat berpisah dari
anak muda itu. tanpa merasa, air matanya berlinang-linang.
"Sahabat she Tio," katanya dengan berduka, "Jika kau tidak
memandangku sebagai orang luar, aku minta sembarang saat
kau sudi datang menjenguk kami....." dan mukanya pun
merahlah...... It Hiong mengawasi, ia bingung untuk memberikan
jawabannya, menghibur atau menampik" ia jeri untuk lakon
asmaranya. dilain pihak, tak ingin ia membuat si nona
bersusah hati, ia mesti menjawab dengan tepat! ia mengawasi
sekian lama, lalu ia menghela napas, untuk akhirnya berkata:"
Sampai jumpa pula, nona Tonghong! sampai jumpa pula, "
segera ia memutar tubuhnya, buat melangkah dengan cepat
sekali hingga lekas juga ia lenyap dikaki gunung!
Tonghong Kiauw couw berdiri mengawasi, matanya
mendelong saja, semangatnya seperti telah disedot anak
muda yang tampan dan gagah itu!
Jilid 61 Bu Pa dan In Go berpamitan tetapi nona Tonghong seperti
tak melihat atau mendengarnya, sebab sebab ia masih terus
berdiri menjublak, matanya tak berkedip mengawasi kekaki
gunung dimana It Hiong menghilang.....
Masih lama nona ini berdiam terus, ketika kemudian ia
bagaikan tersadar, seperti orang melamun ia berkata seorang
diri, "aku mesti pergi melihat dia...."
Tapi Tonghong Liang, sang adik, mengwasi saja lagak
kakaknya itu, kemudian ia menyambar tangan orang, buat
ditarik, buat diajak pulang ke Kiu Kiok Ceng Kee.
***** Dunia Bu Lim, Rimba persilatan, atau kalangan kang Ouw-sungai telaga, telah digemparkan berita tentang Bu Lim Cit
Cun, pertemuan besar kaum Bu Lim, diwaktu mana bakal
dilakukan pertandingan mati hidup diantara kaum sesat dan
kaum sadar dikarenakan kaum sesat hendak merebut
pengaruh, untuk menjadi jago tunggal agar kelak dunia
menjadi dunianya sendiri, supaya selanjutnya mereka dapat
melakukan apa yang mereka suka, lebih-lebih setelah tibanya
hari-hari pertama dari permulaan tahun, sebab pertemuan
akan diadakan pada tanggal lima belas bulan pertama hingga
waktunya sudah datang dekat sekaali.
Dari perbagai penjuru angin orang telah datang kegunung
In Bu San, tempat pertemuan besar itu, telah datang orangorang
dari dua golongan, terutama mereka yang bersangku
paut, karena datangnya dari berbagai arah banyak yang tanpa
berjanji, maka juga datangnya pun masing-masing, cuma
sedikit yang berombongan, setelah sampai digunung, barulah
orang belkelompok masing-masing.
Semua orang yang datang itu pula terdiri dari berrbagai
golongan, sebagaimana dari cara berpakaiannya atau
berdandannya. ada orang-orang biasa, ada imam To kauw,
atau biksu dan nikouw kaum hud kauw, ada pelajar, ada juga
pengemis, usianya pun tak tentu, ada yang tua, ada yang
muda atau setengah tua, hanya yang seragam senjata
mereka, pedang dan golok.
Diatas gunung kau sesat dan kaum lurus memisahkan diri,
masing-masing ada gubuknya sendiri, ada gubuk yang ketiga
dan itulah dari kaum penonton, maka juga gunung, yang
tadinya sepi dan sunyi, sekarang menjadi ramai.
Diatas puncak utama, yang dipilih sebagai medan
pertempuran, terdapat tanah datar yang luas, yang beralaskan
rumput, hingga itu merupakan tempat yang tepat sekali buat
maksud tersebut, disekitar itu, yang gundul, terdapat banyak
batu berserakan serta juga pepohonan kecil.
Puncak itu dinamakan Pek Lok Hong, di kiri dan kanan itu
terdapat puncak-puncak lainnya yang sambung menyambung,
juga rimbanya, oleh karena kaum sesat mengambil tempat
disebelah kiri, maka sedirinya kaum lurus menempati bagian
sebelah kanan. Tio It Hiong berangkat dari Bu Ie San, propinsi Hokkian, dia
melakukan perjalanan cepat, tanpa singgah kalau tidak ada
perlunya, waktu ia sampai di tempat, tujuan itu, waktunya
sudah tanggal lima belas, bahkan diwaktu magrib, ia ulet
tetapi toh ia merasa lelah juga, hanya setelah tiba, hatinya
merasa lega, ia tak terlambat, dikaki gunung ia berhenti, buat
lantas menangsal perutnya, ia membekal rangsum kering,
sembari makan dan beristirahat itu, ia mengawasi orang-orang
yang baru tiba, yang bagaikan berbelok berjalan mendaki
gunung. Dipermulaan musim semi, sisa hawa dingin belum lenyap,
seluruhnya, maka juga diwaktu magrib, mega masih tebal,
akan tetapi matahari sore cerah, hawa udarapun nyaman
sekali. Satu kali, It Hiong melihat tibanya serombongan orang,
yang menarik perhatiannya. Itulah kira-kira sepuluh orang
pendeta, diantaranya ada sebuah tandu atau usungan terbuat
dari rotan peranti ditanah pegunungan, diatas itu bercokol
seorang biksu yang telah berusia lanjut yang tampangnya
tenang sekali, sedangkan jubahnya kuning serta lehernya
digantungkan rantai mutiara Liam Cu.
Dengan lantas It Hiong mengenali biksu tua itu, ialah Pek
Yan Siansu. orang suci dari kuil Bie Lek Sie ,orang yang
pernah menghadiakan Wan Ie Jie, obat yang pernah
menolongnya bebas dari kematian keracunan.
Di belakang tandu itu berjalan sekalian biksu, dua yang
depan adalah Liang Houw Siang Ceng, sepasang biksu naga
dan harimau, yang gelang-gelang emasnya dilengannya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bercahaya berkilauan! gan Sek Sie digunung Ngo Tay San,
murid-murid dari kepala Pie Sie Siansu, yang lainnya, yang
anak muda kita kenali, adalah Bu Kie hwesio dari Siauw Lim
Sie. Tadinya It Hiong hendak muncul, akan menemui para biksu
itu, tetapi ia gagal sebab kedua tukang mengusung tandu itu
jalan cepat bagaikan lari, maka agar tidak mencurigai orang,
ia batal menyusul. Sebenarnya Pie Sie Siansu sudah sampai terlebih diatas In
Bu San, dia datang dengan mengajak Pie Te Siansu, adik
seperguruannya, adalah ia yang mengirim surat mengundang
Pek Yam Siansu karena bantuannya Biksu ahli racun itu perlu
guna menghadapi para bajingan yang beracun
Baik kuil Gwan Sek Sie dari Ngo Tay San maupun kuil Bie
Lek Sie dari Ciong Lam San, dua-duanya menjadi cabang dari
Siauw Lim Sie gunung Siong San, karenanya Pie Sie dan Pek
Yam terhitung sebagai pendeta-pendeta dari satu kaum dan
satu tingkat juga, juga Liauw In taysu dari Siauw Lim Sie telah
mengirim undangan pada Pek Yan Siansu, hingga biksu tua itu
dan berilmu ini tak dapat tidak turun gunung, maka itu para
biksu yang mengiringi Pek Yam, kecuali Bu Sek dan Bu Siang,
semuanya pendeta dari Siauw Lim Sie.
It Hiong tidak mendapat tahu sebab musabab dari
datangnya Pek Yam Siansu itu. maka ituy ia merasa heran,
tengah ia berpikir itu, tiba-tiba telinganya mendengar
beberapa kali seruan, yang datangnya dari kaki gunung. ia
lantas menoleh, ia melihat mendatangi sebuah joli, yang
dilarikan keras, tendanya dikasihh turun, dan jendelanya
tertutup dengan jala hitam, hingga tak terlihat siapa
penumpangnya, sebentar saja, joli itu sudah lewat jauh.
Walaupun sudah magrib, itu waktu masih saja ada orang
yang datang mendaki gunung, seperti tak putusnya.
Tidak lama, dengan suara sedikit berisik, tampak
mendatangi serombongan wanita, yang berambut panjang
dan dikasih turun terlepas, semua mereka itu mengenakan
ikat pinggang tersulam, disebelah depan mereka berjalan
belasan orang lainnya. "Ah, mereka pun telah tiba!" kata It Hiong didalam hati,
sebab ia kenal semua wanita itu ialah tujuh orang muridnya
Im Cin It Mo, belasan orang yang berjalan di muka itu, sinar
matanya semua sinar mata bodoh dan jalannya pun sambil
tunduk..... Ketika Ek Toa Biauw lewat di sisi It Hiong, dia mengangguk
memberi hormat, di menyapa, sebab dia mengenali anak
muda kita dan dia tak jumawa, dan dia menyapa terlebih
dahulu, maka si anak muda mengangguk menyambutnya.
"Apakah kalian saja yang baru tiba" "It Hiong tanya.
Ek Toa Biauw tertawa. "Guru kami duduk di joli, tadi telah jalan lebih dahulu,"
sahutnya. Mendengar itu maka mengertilah It Hiong bahwa joli tadi
diduduki Im Ciu It Mo. Selewatnya rombongan Cit Biauw Yauw-lie itu, cuaca makin
suram. "Apakah aku pun sudah waktunya naik keatas," pikir si
anak muda. Atau hampir bertepatan dengan itu, tiga orang perrempuan
tampak mendatangi, mereka semua bertubuh ramping, semua
membekal pedang pada punggungnya, dan jalannya pun
tenang-tenang saja, sebab sembari mendaki mereka itu sambil
bicara. diantaranya terdengar kata-kata:" kakak Kiauw In...."
Mendengar demikian, tiba-tiba saja semangatnya It Hiong
terbangun, segera dia memasang mata, atau lantas hatinya
menjadi girang luar biasa.
Meskipun dengar samar-samar, segera ketiga wanita itu
dapat dikenal si anak muda sebagai tiga orang terhadap siapa
dia paling prihatin! maka tidak waktu lagi, ia berlari pergi
memapaknya. "Kakak!" panggilnya setelah ia datang dekat.
Dengan lantas ketiga orang perempuan itu menghentikan
langkahnya, semua mengangkat muka, mengawasi ke depan,
hingga mereka pun mendapat lihat siapa yang menyapanya
itu. Ketiga orang itu ialah Kiauw In yang terdepan, lalu Pek
Giok Peng, lalu Tan Hong si nona kaum sesat yang telah sadar
dan mengubah tingkah lakunya.
"Oh, kau adik Hiong?" nona Cio menanya. "Kau sendiri
saja?" Belum lagi orang menyahuti. Giok Peng sudah lompat
menyambar lengan orang seraya dia berkata keras:"Oh,
bagaimana sukarnya aku mencari kau!"
"Kakak Hiong, Tan Hong pun menyapa dengan girang luar
biasa, "Bagaimana kesudahannya kau meminta pulang
pedangmu, kakak" bagaimana kau dapat tiba terlebih dahulu
dari pada kami?" It Hiong demikian gembira hingga ia tidak tahu siapa yang
ia mesti jawab. "Mari!" Kiauw in lalu mengajak, ia insaf bahwa jalanan itu
bukannya tempat mereka memasang omong, ia menarik
tangannya Giok Peng sambil menambahkan:"Adik Hiong tak
bakal lari, maka itu mari kita cari tempat yang aman di mana
kita dapat berbicara dengan bebas"
Giok Peng semua setuju, maka berempat mereka berjalan
bersama, mereka pergi jauh tiga tombak dari jalanan, di sana
ada sebuah batu besar, di belakang batu itu mereka
menempatkan diri, hingga mereka tak mudah dilihat orang
lain. It Hiong segera memberika penuturan bagaimana caranya
ia berhasil mendapatkan pulang pedangnya. ia bercerita jelas,
dan akhirnya ia memberitahukan, Tan Hong halnya kakak
seperguruan kakak nona itu yaitu Beng Leng Cinjin, kedapatan
digunung Hek Sek San dalam keadan ingatannya terganggu
disebabkan terpengaruhkan orang jahat.
Tan Hong kaget, berduka dan gusar berbareng, hingga ia
menggertak gigi. "Sungguh jahat, Im Ciu It Mo!" berkata si nona dalam
sengitnya, " Bairlah, akan aku mencara balas terhadapnya,
supaya aku dapat membantu kakakku itu!"
"Adik, kau sabarlah, " Kiauw In memberikan nasehat, "
Janganlah kau terpengaruhkan kemarahanmu hingga
pikiranmu menjadi kacau. mernurut aku, lebih dahulu kita
pergi ke In Bus San, di sana kita tuturkan perihal kakakmu itu
dan kemudian pikirannya para cianpwe. aku kira mereka tentu
akan memberi petunjuk bagaimana kita harus bertindak.
"Menurut terkaanku tentunya Gak Hong Kun turut
memainkan peranan dalam urusan ini" Giok Peng
mengutarakan sangkaannya.
"Itulah benar," It Hiong kasih tahu, "It Yap Tojin justru
menjadi pemimpin di belakang layar dalam usaha Bu Lim cit
Cun itu! laginya...."
Sudah terlanjur bicara, It Hiong memikir buat mengasih
tahu halnya, bahwa dalam pertemuannya dengan Hong Kun di
Bu Ie San, pemuda she Gak Itu telah menentangnya
bertempur di In Bu San nanti.
Justru itu, Giok Peng telah mencelanya:"Lagi apa" kau
bicaralah, apa mungkin kau menyangsikan aku masih berat
memikirkan manusia buruk itu?"
It Hing tertawa, tak sudi ia menimbulkan urusan lama, itu
cuma akan membuat nona Pek menjadi menyesal, berduka
dan mendongkol saja, ia tertawa dan berkata, :"Urusanmu
dengan Hong Kun ada bagaikan awan yang telah buyar dan
lenyap, oleh karena itu tak usah kakak masih mengingatnya!
Tio It Hiong bukanlah seorang laki-laki yang cemburu...."
Kiauw tertawa. "Kau bicara tidak lancar, adik, maka juga adik Giok Peng
menjadi tidak sabaran!" katanya, "kau mengatakan
lagian.......Nah, kau bicaralah terus! lagian apakah itu?"
"Lagiannya begini kakak...."sahut It Hiong, yang terus
menceritakan bagaimnan ia meminta pedangnya tetapi di
gunung Bu Ie San ia bertemu dengan Hong Kun yang ngotot
mengaku diri sebagai" Tio It Hiong," hingga kesudahannya
pemuda itu she Gak itu, menantangnya buat mengadu
kepandaiannya di gunung In Bu San.
Mendengar itu , Giok Peng tertawa.
"Kalau begitu aku keliru menerkamu!" katanya, yang
mengakui kekeliruan terkaannya.
Habis itu, masih mereka bicara lain-lain urusan, mereka
asyik sekali hingga tanpa ,merasa mereka ditinggal pergi sang
waktu, hingga tahu-tahu sang malam telah tiba dan si putri
malam mulai memperlihatkan cahayanya yang indah permai,
malam itu terang mirip seperti siang hari....
Tiba-tiba malam yang sunyi dipecahkan suara siul yang
nyaring dan tajam seperti menikam telinga, hingga It Hiong
berempat lantas menggerakkan tubuh mereka, untuk berbalik
dan mengawasi dari mana suara hebat itu datang, dengan
demikian mereka lantas melihat seorang wanita tua bersama
seorang nona muda sekali mendatangi mereka, mereka
berdua itu mirip nenek dan cucunya.
Kedua orang perempuan itu menggunakan masing-masing
baju panjang dengan tangan pendek, kaki mereka tanpa
sepatu, dan bajunya itu disulam dengan kupu-kupu warna
merah maron, hingga nampak sangat mencorong dan
mentereng! Si nona yang berjalan disebelah depan, meriap-riapkan
rambutnya yang turun kebahunya, usianya baru tiga atau
empat belas tahun, dialah yang memperdengarkan suara
siulan tajam itu, berulang-ulang, tak hentinya, hingga
sikapnya itu yang aneh pasti membuat orang merasa heran.
It Hiong melengak, ia telah melihat dan mendengar banyak
tetapi tidak kenal nenek dan kacung wanita itu, demikianpun
Kiauw In dan Giok Peng, tidak demikian dengan Tan Hong,
nona yang menjadi salah satu Cin dari Hek Keng To, pulau
Ikan lodan hitam dari Hay-lam, ingat yang ia pernah
menemukan dua orang itu ditengah jalan disuatu tempat
dalam propinsi Ouw lam, bahwa ia kenal mereka itu.
"Eh, kakak Hiong, kenapa kau nampak bingung?" tanyanya
pada It Hiong, ia tertawa. "Apakah kakak lupa halnya kau
pernah bertemu dengan mereka itu?"
It Hiong menggeleng kepala.
"Seingatku, belum pernah aku bertemu dengan
mereka...."sahutnya.
"Kalau demikian, benar-benar kau lupa!" berkat si nona, "Si
orang tua adalah Ang Gan Kwie Bo dari gunung Le Kong Sam
di Haylam...." kemudian ia menunjuk si nona kecil seraya
melanjutkannya: "anak itu bernama Cio Hoa, muridnya, dan
siulannya itu ialah ilmu kepandaian yang istimewa dari Ang
Gan Kwie Bo, namanya Toat Pek Im Po, yang dia sangat
andalkan, Cio Hoa masih muda, kepandaiannya itu dia
pergunakan sebagai semacam barang mainan, dia belum
melatihnya sampai sempurna kepadiaan itu, hingga suaranya
cuma terdengar tajam, tidak demikian apabila Ang Gan Kwie
Bo, sendiri yang menyuarakannya, orang menjadi putus
nyawa karenanya... "Jika perempuan dari Lamhai itu begitu rupa, dia bakal
menjadi lawan berbahaya bagi kita," kata Giok Peng.
Tan Hong tertawa. "Dengan kata-katamu ini, kakak, kau jadinya mengangkat
Ang Gan Kwie Bo terlalu tinggi?" katanya. "Dia lihai cuma
dalam siulannya itu, sedangkan kepandaiannya silatnya belum
berarti banyak!" "Bagaimana kau pikir kalau kepandaiannya Ang Gan Kwie
Bo itu dipadu dengan suara seruling maut Kwie Tiok Mo Im
dari Kwie Tiok Giam Po, kaucu dari Losat Kauw dari gunung Ay
lo san,"katanya. kemudian, "karena aku harus membantu
melindungi cianpwe Beng Kee Eng, aku telah turun gunung
terlebih dahulu, jadi aku tidak dapat mendengar siulannya itu,
cuma kau sendiri yang mendengar........."
It Hiong berdiam, akan tetapi otaknya berpikir,
terbayanglah peristiwa digunung Ay lao san itu dimana ia telah
menempuh bahaya, hampir jiwanya melayang disebabkannya
terjatuh kejurang.... Kiauw In yang sejak tadi berdiam saja, turut bicara.
"Bagaimana lihainya ilmu kaum sesat, jangan kita gentar
hati," demikian katanya, "Tak dapat pikiran kita terganggu
oleh karena itu, bukankah buat kau adik, sama saja itu adalah
Toat Pek Im Po atau Kwie Tiok Mo Im" kau toh telah makan
belut emas! kita harus berlaku tenang dan tabah,
It Hong diingatkan pada darahnya binatang itu, maka
segera juga pikirannya menjadi tenang, karena itu, ia sangat
bersyukur pada kakak seperguruannya itu, Giok Peng dan Tan
Hong pun mengagumi ingatannya tajam dari si nona.
"Ingatanmu sangat tajam, kakak," kata It Hiong,
menggoda, "Pantaslah kalau kakak menjadi separuh
guruku!......" Kiauw In tersenyum, sedangkan Giok Peng tertawa dan
segera berkata pada suaminya:"Kau pintar sekali bicara, ya"
kalau kau mau mengangkat kakak In sebagai separuh
gurumu, lebih dahulu kau mesti menjalakan kehormatan besar
padanya" Disebutnya kata guru membuat nona Cio ingat barang
sesuatu, lantas ia merogoh kedalam sakunya, buat menarik
keluar dua pucuk surat tertutup, itulah "kim long" surat
rahasia, dari gurunya, yang ia telah menyimpannya dengan
berhati-hati, setelah itu ia mendekati It Hiong, katanya:"Ketika
guru kita mau melakukan perjalanan merantau, ia telah
meninggalkan tiga pucuk surat rahasia untuk kita, sampai
sebegitu, baru sepucuk yang telah kita buka. sekarang masih
ada dua buah lagi kau lihat, adik, ditempat dan disaat ini,
bukankah saat buat membukanya" Aku maksudkan surat yang
kedua" It Hiong menyambuti. "Kakak benar, " sahutnya. ia melihat sampul surat
bertuliskan empat buah huruf, bunyinya "Ban Hoa Pie Teng"
yang berarti "selaksa bunga menutupi langit (atau kepala)" ia
lantas menyobek pinggiran sampul, akan menarik keluar
suratnya. Ketiga nona datang dekat sekali pada si anak muda, hingga
berempat mereka merubung menjadi satu, sebab semuanya
ingin segera melihat bunyinya surat, setelah surat dibeber,
maka mereka membacanya sebaris dari enam belas huruf


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil, beginilah bunyinya: Gie Kiam Siauw Seng, Ban Ho Apie
Teng Ay Lao Tek Cie, Hek Sek Yu Keng"
Berempat muda-mudi itu lantas mengawasi saja, tak
mudah mereka membacanya mengerti, mereka harus
menggunakan otak memikirin.
Lewat sekian lama, Kiauw In yang mulai bicara, katanya:
"Menurut dugaanku, surat rahasia ini, kita terlambat
membukanya. ada disebut-sebut nama Ay lao dan Hek sek,
itulah toh gunung Ay lao sian dan Hek Sek San" bukankah
adik Hiong telah menjelajah sarang-sarang bajingan dikedua
gunung itu?" It Hiong mengangguk. "Aku sepakat dengan kau, kakak," katanya. "Rupanya
sampul ini harus dibuka setelah kita meninggalkan Ay lao san
atau sebelumnya pergi Ke Hek Sek San, benar demikian,
bukan?" "Tapi, apakah artinya dua baris, atau delapan huruf yang
pertama itu?" tanya Giok Peng.
It Hiong berpikir, sampai ia bagaikan tersadar.
"Empat huruf dari baris kedua, itulah kata-kata rahasia,
atau kunci buat mempelajari Ilmu Gie Kiam Hui Heng Sut,"
katanya, "ban hoa pie teng berarti berlaksa bunga menutupi
langit, maksudnya ialah di waktu mempelajari ilmu pedang
orang harus mencapai batas kesempurnaan, buat mana, hati
mesti tetap, belajar mesti tekun, hingga akhirnya orang dapat
terbang mengedalikannya pedang, Yakni Gie Kiam Siauw
Seng, jadi artinya ringkasnya belajar harus sungguh-sunguh
sampai maksudnya tercapai,"
"Jika demikian," Tan Hong turut bicara, "Rupanya gurumu
itu. kakak, bermaksud memberi anjuran pada kau, yaitu
setelah kau mememperoleh Ilmu Ay lao san, kau mesti
mempelajari itu sampai sempurna, seperti berlaksa bunga
menutupi langit, setelah mana, di Hek Sek San nanti, haruslah
kau berhati-hati, harus waspada sebab mungkin di sana ada
ancaman malapetaka."
"Aku kira taksiran adik Tan Hong cuma benar separuhnya
saja," kata Giok Peng, "menurut aku, empat huruf dari baris
ke empat, yang terakhir, berarti menunjuk pada kakak Kiauw
In, yang digunung Hek Sek San sudah terkena racun yang
mengekang kesadarannya, maksudnya ialah kita harus
berjaga-jaga akan ancaman bahaya itu,..."
"Aku percaya kau benar! adik Peng," Berkata Kiauw In,
"Hanya sekarang ini, semua telah berlalu lewat, nah, adik
Hiong, coba kau buka sampul yang ketiga itu, supaya kita
tidak menyia-nyiakan waktu dan terlambat seperti sampul!
kedua itu!" It Hiong menurut, ia lantas membacanya muka sampul itu,
ketiga nona bersama melihatnya, nyata tulisannya ialah " Cit
Mo Tong Hian," Yang berarti "tujuh bajingan muncul
bersama," "Kleihatannya kali ini kita tidak terlambat" kata It Hiong
pada ketiga nona kawannya, sembari tertawa.
"Masih kau bicara saja!?" kata Giok Peng, "Bukannya lekas
buka sampulnya" It Hiong menurut, ia merobek sampul dan menarik
suratnya, maka ia lantas membacanya Bunyinya:"satu racun
berubah tiga racun, seratus tak suka daging atas nampan,
darah bajingan mencuci pelangi kaget, laki-laki atau suami
kenal mulia dan hina malu,"
Kiauw In bertiga turut membacanya.
Lalu berulang-ulang mereka membacanya dan mengulangi
sebelum mereka dapat menangkap artinya maksudnya tulisan
itu, yang terbagi dalam empat baris, mereka sampai pada
"menunduk kepala akan mengasah otak," sebab semua katakata
itu sulit untuk segera ditangkap artinya dengan satu kali
melihat atau membaca saja.
"Bagaimana kalau kita masing-masing menerka satu baris?"
tanya Tan Hong. Gio peng mengangguk. "Sepakat," sahutnya, "Bagaimana caranya?"
Tan Hong mengulur tangannya, bergantian menunjuk
Kiauw In, It Hiong dan si nona Pek, katanya:" Kakak beramai
mengambil satu baris menurut runtunannya, dan aku baris
yang ke empat, yang terakhir! Bagaimana ?""
It Hiong semua setuju, maka itu, lantas mereka masingmasing
mengapali satu baris untuk mengingatanya diluar
kepala, hingga mudahlah bagi mereka itu buat memahami arti
dan maksudnya, karenanya lantas mereka itu berpikir, seperti
lakunya anak-anak sekolah.
"Aku mendapatkan baris yang ketiga," Kata Giok Peng
kemudian, "Aku anggap kata-kata itu sederhana sekali,
karenanya aku mengartikannya menurut sebagaimana
adanya," Baris ketiga itu ialh "darah bajingan mencuci pelangi langit
kaget," tegasnya darah bajingan dipakai mencuci pelangi
kaget, dan "pelangi kaget" ialah pedang mustika Keng Hong
Kiam, Keng=kaget, dan Hong=pelangi.
Kiauw In mengangguk, katanya, "Tepat! Keng Hong Kiam
dicuci dengan darah bajingan, itu artinya, kapan adik Hong
menghadapi ketujuh bajingan, ia mesti menghadapi
pertempuran yang berdarah, seteleh itu 'baru' ia akan berhasil
menumpas kawanan bajingan itu. tegasnya adik Hiong harus
menggunakan kekerasan!--dan aku, aku mendapatkan baris
pertama--satu racun berubah tiga racun, dengan racun pasti
diartikan si bajingan beracun, sulitnya buat aku ialah
pengetahuan atau pengalamanku yang kurang mengenai
sekalian bajingan itu" kenapa satu bajingan berubah tiga
bajingan" disaat ini, belum dapat aku menerkanya pasti...."
Juga Giok Peng dan Tan Hong kurang mengtahui halnya si
bajingan beracun--Tok Mo, cuma satu kali mereka pernah
melihat empat huruf "Giok Lauw Kip Ciauw" di pendopo Tay
Hong Tian didalam vihara Siauw Lim Sie, empat huruf
beracun, pertanda pembunuhan oleh Tok Mo, lainnya tidak,
kakek itu, tak dapat mereka membantu kakak yang tertua itu.
"Apakah tak mungkin bahwa si bajingan beracun itu, Tok
Mo ada satu yang tulen dan tiga yang palsu?" It Hiong turut
mengutakan terkaannya. Kiauw In berpikir. "Memang ada kemungkinannya adik, "sahutnya kemudian,"
Tapi, cobalah kalian memikirkannya terlebih jauh, kita
membutuhkan kepastian"
"Apakah tak boleh jadi, namanya saja satu Tok Mo tetapi
sebenarnya ada tiga orangnya?" Tan Hong turut membantu
berpikir. "Mungkin kau benar adik, hong," berkata It Hiong, "didalam
satu bulan terakhir ini aku telah melihat dua orang Tok Mo
yang sama rupa dan tampangnya, ialah seorang pelajar tua
yang kulit mukanya sudah berkerut-kerut, entahlah Tok Mo
yang ketiga itu...."
Giok Peng nampaknya heran.
"Kalau baru menemui dua orang adik," Giok Peng pun
turut bicara, "Bagaimana kau dapat memastikan merekalah
dua orang" siapa tahu meerka itu cuma satu, yaitu pertama
kali kau ketemu yang satu, lalu yang kedua kali, dia juga
sebab mereka bagaikan kembar dan tentulah sukar
memastikan merekalah dua orang...."
"Inilah sebab aku memperhatikan suara mereka," It Hiong
menjelaskan, "Suara mereka berdua berlainan, bahkan halnya
Tok Mo yang satu itu, yang berada didalam sarangnya Im Ciu
It Mo, aku mendengarnya dari mulut Cit Biauw Yauw Lie,
katanya dialah Couw Kong Put Lo yang menyamar, entahlah
Tok Mo yang kedua itu...."
"Jika demikian adanya adik,"Kiauw in turut bicara pula,
"mungkin sekali Tok Mo yang ketigapun si Tok Mo yang palsu,
jadi benar seperti katanya guru kita, bahwa Tok Mo satu
berubah menjadi tiga Tok Mo.........guru kita mengerti ilmu
meramal, mestinya ramalannya itu tidak salah!"
"Ya, demikianlah terkaanku," kata It Hiong, "ketiga Tok Mo
palsu tiga-tiga!'nya. "Taruh kata benar demikian adanya" tanya Tan Hong,
"Habis bagaimana dengan Tok Mo yang satu itu, yang tulen?"
"Bukankah tadi adik mengatakan ada satu saja namanya
tetapi tiga orangnya?" It Hiong tanya, "Kenapa sekarang adik
mengatakan begini" tentang itu baik kita tak usah repotkan
pula, pedang Keng Hong Kiam menjadi pedang pembela
keadilan dan penakluk bajingan, sekarang tak usah kita
rewelkan pula dia bajingan tulen atau si bajingan palsu,
biarlah ujung pedang yang nanti menentukan!"
Gagah bicaranya si anak muda, dia nampak sangat
bersemangat. "Dari ke empat baris surat rahasia, yang tiga telah dapat
kita tafsirkan," kata Giok Peng. "Sekarang tinggal yang ke
empat adik Hong, coba kau menjelaskan pendapatmu."
Tan Hong lantas membaca mengapali baris terakhir itu,
"Laki-laki atau suami kenal mulia dan hina atau malu," terus ia
berpikir, baru ia berkata"Menurut aku, aku kira maksud
singkatnya yaitu setelah seseorang berhasil dalam usahanya,
dia menepi digunung atau dalam rimba, akan mencuci tangan
dari kalangan sungai telaga, bagaimana, apakah kakak
beramai setuju?" Kiauw In mngenagguk. "Menurut pikiranku," katanya, "Kalau nanti di In Bus san
pihak kita berhasil menumpas kawanan bajingan sesat itu
maka selayaknya apabila Adik Hiong bertindak sebagai
seorang laki-laki sejati yang kenal akan kemulian dan
kehinaan, buat menjadi orang gagah yang tahu gelagat, guna
selanjutnya menutup diri dan menyepi di tanah pegunungan
atau rimba, akan menempuh sisa hidup selanjutnya...."
Mendengar itu, alisnya It Hiong terbangun.
"Bagus, " serunya, "semua pesan suhu, akan aku Tio It
Hiong mentaatinya! selesai urusan di In Bu San, akan aku
mengajak kakak bertiga tinggal bersama ditanah pegunungan!
di sana kita bersama akan melewati hari-hari kemudian kita
!....." Kata-kata itu dikeluarkan secarah sungguh, maka juga
ketiga orang nona itu menerima dan menyambutnya dengan
berkesan sekali, lebih -lebih Tan Hong, yang kenal diri, sampai
dengan perlahan ia berkata:"Tan Hong adalah perempuan asal
kaum sesat, mana dapat ia memikir yang tidak-tidak" mana
dia mempunyai rejeki besar akan hidup bersama kalian, para
kakak" Ah......."
Dengan tampang sangat mengasihi, It Hiong
berkata:"didalam halnya manusia bergaul atau bersahabat,
yang paling diutamakan ialah mengenal hati satu sama lain!
maka itu, apabila telah tiba saatnya, akan aku mengambil
keputusan yang bijaksana, yang pasti tak bakal
mengecewakan kalian!, sekarang ini masih terlalu pagi buat
menyebutkan itu!" Mendengar kata-kata "Tak bakal mengecewakan kalian" itu,
bukan main terbukanya hatinya Tan Hong, dia merasa sangat
lega dan bersyukur, dia girang sekali.
"Aku....Aku......" katanya dan tak dapat ia meneruskannya,
sebab Kiauw In mencelanya:"Apa lagi yang hendak kau
katakan, adik" kita adalah sesama orang kaum sungai telaga,
dada kita harus lebar bagaikan perahu, kepalan kita harus
keras dan ulet! bukankah soalmu soal remeh, dari itu buat
apakah kau memikir dan mengkhawatikrkannya?"
Tan Hong terdiam, matanya mengawasi nona Cio, sinarnya
menyatakan yang ia sangat beryukur, sebab Kiauw In sangat
sabar dan lapang dada, pikirannya terbuka sekali, dia tak iri
atau jelus, dia bahkan sangat mulia!
Begitulah mereka berempat, memasang omong, sampai
rembulan mulai selam ke arah barat, barulah mereka berjalan
mendaki gunung. Besoknya pagi. makin banyak orang yang naik ke In Bu
San, hingga ke kiri dan kanan puncak Pek Lok Hong,t ampak
hanya kilauan dari golok dan pedang.
Lagi satu hari lewat maka tibalah di hari yang dinantinantikan
cia-gwee-cap gouw, tanggal lima belas bulan
pertama. malam itu diperbagai kota dan kampung di seluruh
negeri, orang merayakan pesta Goan siauw, atau Cap go meh,
sebaliknya, diatas puncak In Bu San, kedua belah pihak
menghadapi saat-saat pertempuran yang memastikan ,
disamping mereka yang hadir untuk menonton.....
Kedua belah pihak yang berkelompok sudah bersiap sedia
didalam masing-masing rombongannya. di pihak sesat orang
memilih It Yap Tojin sebagai ketua di bantu oleh Kip Hiat
Hong Mo Touw Hee Cie dari lembah Ceng-lo Ciang gunung Bu
liang san serta Im Ciu It Mo dari Hek Sek San, it yap tenang
sekali melihat datangnya sedemikian banyak kawan yang
tersohor. Dipihak sadar, pendatangpun bukan main banyaknya,
disamping wakil-wakil kesembilan partay persilatan besar,
hadir juga banyak guru silat tersohor, bahkan orang yang
tadinya sudah lama tak muncul dalam dunia kang ouw,
terutama orang yang tak disangka-sangka, yang sudah empat
puluh tahun lebih hidup menyendiri. dialah Pek Yam Siansu
dari vihara Bie Lek Sie. Perubahan terjadi selekasnya pihak sesat melihat pasti
keadaan rombongan pihak lurus itu, orang lantas pada saling
mengalah, bahkan Gwa To Sin Mo lantas mengundurkan diri
sebab dia kena bujuk Bu Pa Dan In Go kedua muridnya, yang
tidak sudi bermusuhan dengan Tio It Hiong.
Kerugian lain dari pihak sesat itu ialah dengan mundurnya
juga Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Cie, sebab dia itu, setelah
melihat It Hiong, ia lantas ingat pada janjinya dahulu dengan
anak muda itu, dan dia mundur seketika.
Karena mundurnya dua anggota penting itu, susunan
penyelenggara pun turut berubah. telah diadakan pemilihan
ketua yang baru, It Yap Tojin tidak dapat sesatu penuh
disebabkan dia adalah orang kaum "sama tengah" sebab
tadinya dialah orang lurus dan baru belakangan masuk ke
dalam kalangan sesat, setelah pemilihan baru, kedudukan
ketua di pegang oleh Im Ciu It Mo di bantu oleh hong gwa
Sam Mo dan ketiga Tok Mo, si bajingan tunggal.
Im Ciu It Mo lantas mengirim Ek tou Biauw, murid pertama
diantas Cit Biauw Yauw Lie, buat pergi ke pihak lurus, buat
menyampaikan tantangan untuk memulai pertempuran besar
yang memutuskan. Dengan berjalan cepat, sebentar saja Toa Biauw sudah


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai digubuknya pihak sadar, dengan mudah ia diijinkan
masuk kedalam kemah terakhir, untuk menghadap Liauw In
Tianglo yang lagi di temani It Hiong bersama Kiauw In, Giok
Peng dan Tan Hong. Ek Toa Biauw mengenali It Hiong dan Kiauw In, Giok dan
Tan Hong asing baginya, Liauw In mengenakan jubah kuning.
biksu itulah yang dihampirinya, akan memberi hormat
padanya seraya berkata:"Ek Toa Biauw dari Hek Sek San
datang menghadap bapak pendeta ketua dari Siauw lim pay!"
Liauw In memblas hormat seraya menanya nona itu ada
punya pengajaran apa untuknya.
Toa Biauw mengawasi dahulu pendea itu dan orang-orang
lainnya. baru ia menjawab:"ketuadari bu-lim Cit cun, yaitu
guru kami, Im Ciu It Mo, mengutusku menyampaiakn surat,
kepada loSiansu untuk memohon loSiansu sudi membacanya,"
Dengan membungkuk hormat, si nona mengeluarkan
surtanya dan terus menghaturkan itu,
Pek Giok Peng berbangkit akan menyambuti surat itu,
setelah itu ia berkata:"silahkan pembawa surat menunggu
dipinggiran gua menantikan balasan!" Terus ia menyerahkan
surat lawan pada tetua Siauw Lim Sie itu.
Liauw In menyambuti surat itu, karena ia tahu apa
bunyinya itu, ia tidak membuknya, hanya terus ia berkata
pada si nona pengantar surat, bahwa ia sudah mengerti dan
meminta si nona menyampaikannya balasan bahwa pihaknya
telah siap sedia menerima tantangan.
Ek Toa Biauw menyahuti dan berpamitan. ia baru berjalan
beberapa tindak, atau si biksu, yang tampangnya sangat
berkesan baik, memanggilnya kembali, maka lekas ia memutar
tubuhnya dan menanya, biksu itu mempunyai titah apa.
Liauw In menangkapkan tangannya dan
berkata:"Sebenarnya di antara kita berdua kaum tidak ada
permusuhan untuk mati atau hidup, yang hanya perselisihan
belaka, hal mana mudah dibataskan asal kedua belah pihak
dapat membataskan diri dan tak usah membinasakan, maka
itu lolap hendak memberi nasehat kepada gurumu itu supaya
dia mundur teratur, guna mencegah bencana, ia, asal gurumu
itu suka menghapus niatnya menjagoi dunia Bu Lim, suka
lolap mengajak para ketua dari sembilan partai meninggalkan
tempat ini, agar selanjutnya kita hidup rukun sama-sama,
maukah nona menyampaikan pesanku ini pada gurumu?"
Demikianlah pendeta tua itu, yang hatinya pemurah, yang
tak menyukai pertumpahan darah, hingga ia suka bicara
demikian halus maka sayang sekali, pihak sesat tetap sesat,
jalannya kesasar, tak sudi mereka menoleh akan melihat
pantai keselamatan, yang masih muda sama pendiriannya
seperti gurunya itu. Begitulah nona ini bersenyum dan menjawab, "losiansu,
maaf, tugasku bukan untuk menyampaikan kata-kata
losiansu ini kepada guruku, nah, ijinkalah aku yang muda
mengundurkan diri!" Begitula suara ditutup, begitu orangnya memutar tubuh
melanjutkan perjalanannya pergi.
Menyaksiakn kelakuan orang itu, Laiuw In menghela napas.
"Amitabha budha, inilah takdir, yang tak dapat diubah!"
katanya, masgul, ia terus duduk sambil tunduk seraya mendoa
perlahan sekali, lewat sesaat ia mengangkat tangannya,
diletaki di depan dada, terus ia menengadah kelangit untuk
memberi hormat seraya mengucap:"Budha kami yang maha
pemurah, maafkanlah muridmu ini yang tidak mempunyai
guna, yang tidak mampu menyingkirkan malapetaka, hingga
kekerasan mesti diambil juga, supaya kawanan bajingan dapat
disingkirkan, guna membela keadilan, terpaksa muridmu mesti
memegang pimpinan dalam usaha penindasan kepada kaum
sesat yang ganas dan kejam itu!"
Ketika itu Ek Toa Biauw sudah kembali kepada gurunya,
guna menyampaikan jawabannya pihak lurus itu, maka Im Ciu
It Mo segera bekerja, menitahkan orang-orang pihaknya
bersiap sedia, terutama didalam urusan menyiapkan perbagai
racun, guna dipakai menghadapi lawan, ia ingin, pada
saatnya, musuh dapat diserang dengan senjata yang sangat
berbahaya itu!. Kapan sang magrib dan sore telah lewat tibalah sang
malam, rembulan indah, udara pun bersih dari sang mega,
cahayanya si putri malam membuat tanah lapang, yang
dijadikan medan laga itu, terang mirip siang hari.....
Tidak lama maka muncullah rombongannya kaum sesat,
mereka mengambil lapangan sebelah barat, menghadap pihak
sadar disebelah timur, mereka sudah lantas mengatur
kedudukan dengan Cit Biauw Yauw Lie berdiam di depan
gurunya, untuk dapat menerima segala titah.
Liauw In duduk rapi bersama ketua delapan partai. Pek
Yam Siansu duduk tetap diatas usungannya, yang diletaki di
belakang Liauw In beramai, sebab ia tak mau maju kemuka, ia
duduk sambil memejamkan mata, nampaknya ia seperti tak
memperdulikan soal pertempuran hidup mati itu, ia hanya
dikawal empat orang biksu bersenjatakan golok kayTo, yang
berdiri dikedua sisinya, di depannya setiap biksu itu terdapat
sebuah guci besar berisi arak, yang baunya keras tersiarnya!.
Sudah rembulan terang, di kedua belah pihak orang pun
memasang banyak obor yang besar-besar, hingga dilapangan
itu terlihat suasana malam disebabkan cahaya semua obor itu.
Sang waktu berjalan terus.
Tepat kira jam permulaan maka ditengah udara lantas
terdengar siulan yang nyaring dan panjang, suaranya tajam
seperti menusuk telinga, terasa nyeri, itulah pertanda dari
pihak barat, pertanda bahawa pertandiangan akan dimulai.
Disaat itu, sunyilah suara orang di sebelah timur dan barat,
bahkan sunyi juga diantara rombongan penonton, yang
berkelompok sendiri dilain bagian dari tanah lapang itu, untuk
sejenak, mereka itu kaget dan khawatir, syukur suara tajam
itu lenyap tak lama kemudian.
Menyusul berhentinya pertanda itu, seorang perempuan
lompat keluar dari bagian barat, untuk maju kelapangan
dimana dia terus memberi hormat krarah timur seraya
berkata:"pertemuan sudah dimulai! silahkan ketua dari
golongan lurus maju kemuka buat berbicara!"
Duduk disisi kiri Laiuw In ialah Hay Thian sin lie dari
haylam. dia memuji sang Buddha, terus berkata pada tertua
siauw lim pay itu:"suheng, bagaimana kalau dititahkan murid
kami Cukat Tan keluar untuk menemui lawan?"
Liauw In mengangguk. "Baiklah, Sin-ni!" sahutnya. "Lolap setuju!" lantas ia
memberi isyarat pada seorang murid di depannya, siapa sudah
lantas berkata nyaring:"Cukat Tan murid dari Ngo Bie pay,
silahkan maju!" Cukat Tan yang berada di dalam rombongan murid tingkat
dua, sudah lantas menyahuti seraya terus bertindak maju,
akan terus memberi hormat pada ketua lalu terus maju lebih
jauh sampai ketengah medan pertempuran. dia memberi
hormat pada si nona dari pihak barat itu serta menanya:
"nona akulah Cukat Tan dari Ngo Bie pay, aku ditugaskan buat
berada disini, maka itu, ada pengajaran apakah dari nona"
silahkan beritahukan!"
Wanita itu tertawa tawar.
"Oh, segala orang tak berarti!" katanya, "kaulah Cukat Tan
dari Ngo Bie pay" tapi kau berani maju kesini, kau boleh
dibilang berani juga!"
Cukat Tan mendongkol hingga sepasang alisnya bangkit
berdiri. "Nama Cukat Tan memang tidak mengangetkan orang
tetapi dia berani menyebut namanya terang-terangan!"
katanya keras, "tidak sebagai kau, nona, kau tak punya nama
sama sekali!" Nona itu tertawa dingin. "Sahabat, silahkan berdiri biar tegak!" katanya keras,
"nonamu hendak memberi tahukan namanya!"
"Hm!" sambutnya Cukat Tan, mengejek.
Nona itu cuma berhenti sejenak, segera terdengar pula
suaranya yang nyaring:"Kau dengar baik-baik! Nonamu ialah
Ek Toa Biauw muridnya Im Ciu It Mo dari Hek Sek San!"
Dia memang murid kepala dari sibajingan tunggal dari Hek
Sek San. Cukat Tan tertawa. "Kiranya kaulah anggota dari Cit Biauw Yauw Lie!" katanya,
"Aku khawatir dari Toa Biauw kau bakal berubah menjadi put
Biauw!" Itulah ejekan, "Toa Biauw" berarti "cantik luar biasa"
sedang "put Biauw" ialah "tidak cantik" alias jelek! maka itu,
mendnegar demikain, matanya Toa Biauw melotot.
"Kau pandai memainkan lidahmu!" bentaknya. "Bilang, kau
datang kemari untuk berbicara atau bertempur?"
"Untuk bicara!' "Nah, kau dengarlah ! Guruku, Im Ciu It Mo, berkatai
bahwa, pertama kali kita bertarung, kita menggunakan
senjata! pihakmu akan mengajukan siapa?"
Cukat Tan merabah gagang pedangnya.
"Aku yang akan belajar kenal dengan pihakmu," sahutnya.
Ek Toa Biauw lantas saja pergi kepihaknya, dirombongan
sebelah barat itu, guna menyampaikan kabar pada gurunya,
segera muncul seorang yang bertubuh besar, yang mukanya
hitam dan brewokkan, serta senjatanya sebuah tok kak
tongjin, boneka terbuat dari tembaga, dia berjalan cepat
memasuki kalangan. "Akulah Peklie cek, tongcu nomor satu dari losat kauw dari
gunung Ay lao san!" demikian katanya dengan nyaring.
"Bocah, kalau kau melawan aku, aku khawatir usiamu yang
muda membuatmu tak tahan menerima satu kali saja
hajaranku!" "Cukup!" seru Cukat Tan sambil memberi hormat,
"silahkan?" Berkata begitu anak muda kita menghunus pedangnya.
Melihat demikian, Pek lie cek sudah lantas menggerakkan
senjatanya yang hebat dengan apa dia menghajar pedang
lawan, maksudnya untuk dengan satu gerakan saja membuat
senjata lawan runtuh! Cukat Tan tidak mau mengadu senjata, pasti pedangnya
yang ringan kalah dari boneka yang berat itu, maika ia
menggunakan kegesitan tubuhnya dan kelincahannya, ia
menarik pulang pedangnya untuk diteruskan menyerang pula,
hingga lawan menjadi repot ketika ia menyerang terus-terusan
tiga kali! Pek lie kaget, terpaksa ia melompat mundur.
Cukat Tan tidak mau mengerti, ia melompat menyusul,
untuk mengulangi serangan saling susul, dengan demikian, ia
seperti mengurung lawan itu.
Peklie repot sekali, dia selalu mesti membela diri, karena
mana menjadi kena terdesak, bonekanya yang berat dan
panajng seperti membuatnya sulit bergerak dengan leluasa,
dia menang latihan tetapi kalah gesit.
Dengan mengandalkan kegesitannya, Cukat Tan menampak
menang unggul dan keunggulan itu ia pergunakan sebaikbaiknya.
"Awas!' teriaknya mendadak setelah bertempur puluhan
jurus. Pek lie kaget dan menjerit kesakitan, tubuhnya mundur,
bahu kirinya mengucurkan darah sebab ujung pedang lawan
menikam tepat. Cukat Tan berhenti sampai disitu, ia melompat maju, guna
mengulangi serangannya, atau dari dalam rombongan lawan
terlihat seseorang lompat maju pada si hitam yang brewokan
itu, guna menolong dengan dia lantas menghajar pedangnya,
hingga senjata mereka beradu.
"Siapa kau?" bentaknya orang baru itu. "bagaimana kau
merasakan kim tay tongcumu ini?"
"Kim tay" adalah senjata sabuk sulam.
Cukat Tan heran, ia mengawasi penghadangnya itu,
seorang wanita cantik tetapi tampangnya bengis, matanya
sangat tajam. Dia berdiri tegak di depannya Pek Lie cek.
"Kau sebutkan namamu!" kata Cukat Tan nyaring sesudah
ia mengawasi orang perempuan itu' "pedangnya Cukat tak
membinasakan perempuan siluman yang tak bernama!"
Wanita itu tertawa, dia mengawasi si anak muda yang
tampan, yang sangat menarik hatinya.
"Lou hong hui muncul guna main-main beberapa jurus
denganmu!" sahutnya tersenyum.
Cukat Tan tidak mau banyak bicara, pengalaman
memperingati ia untuk jangan memasang omong dengan
wanita centil itu atau genit, maka ia lantas maju menikam.
Wanita itu melompat muhndur, untuk mendapat
kesempatan memutar sabuknya yang panjang setombak lebih,
dengan cara itu, hendak ia melihat pinggangnya anak muda di
depannya itu! Cukat Tan merasa sulit melayani senjata yang panjang
yang dapat diulur panajng itu, sedangkan pedangnya cuma
tiga kaki kira-kira, karena itu, perlu ia menggunakan siasat,
apa akal" mendadak ia menjatuhkan diri dengan jurus silat
"cacing bergilingan di pasir," tubuhnya terus menggelinding
menghampiri lawan, dengan demikian sambil berkelit, terus ia
membalas menyerang dibagian bawah, ia menyerang sambil
tubuhnya mencelat bangun.
Lou hong hui terkejut dan repot sekali, tidak dia sangka
lawan dapat lolos dari libatan sabuknya seraya terus
menghampiri dekat padanya serta menyrang dengan serangan
berbahaya itu, tapi dasarnya sudah berpengalaman, ia tidak
menjadi gentar atau bingung, ia berkelit dari ujung pedang
dengan tubuhnya lompat jumplitan, diwaktu mana, sebelah
kakinya terulur mendepak lawan!
Itulah berbahaya buat Cukat Tan, yang gagal menikam
lawannya, sulit buat ia menggunakan pedangnya atau berkelit
tubunhya. didetik yang sangat berbahaya itu, ia menjadi
nekat, terpaksa, terpaksa ia menyerang terus, buat celaka
bersama, demikian ia tidak menangkis atau berkelit ia justru
meneruskan tikamannya! Tang hiang dipinggiran kaget sekali melihat pacarnya itu
dalam ancaman bahaya, dalam bingungnya ia menjerit sambil
berlompat maju, hendak mia membantui sang pacar atau
justru ia maju, justru ia menyaksiakn sesuatu yang
membuatnya heran dan tercengang!
Mendadak hoa hong hui dan Cukat Tan mencelat mundur


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing-masing, dua-daunya selamat tak kurang suatu
apapun! Apakah yang telah terjadi"
Itulah sebab hong hui, yang banyak pengalamannya, tidak
mau celaka bersama, disaat yang tepat, dia dapat
membatalkan serangannya, sebaliknya dari pada menentang
terus, kaki lainnya dipakai menjejak tanah, buat melompat
mundur juga. Menyusul itu terdengar siulan nyaring, yang menjadi abaaba
buat menunda pertempuraan, maka lou hong hui segera
mengundurkan diri dan Cukat Tan balik kedalam
rombongannya bersama-sama Teng Hiang, ketika itu Pek lie,
yang terluka sudah ditolong dan dirawat kawannya.
Pertandingan itu ditundah, bukannya dihentikan, maka itu
tak lama dari mundurnya hong hui berdua Cukat Tan, dipihak
sesat muncul lain pahlawannya,seorang pria setengah tua,
yang tangannya bersenjtakan golok dan tangan kirinya pisau
belati, dia betubuh besar, matanya bersorot bengis, yang luar
biasa ialah rambutnya hijau.
Melihat lawan itu, Teng Hiang mengenali Lek hoat jin long,
maka ia lantas menghadap ketuanya, mohon ijin maju buat
melayani lawan, ia memperoleh perkenan lantas ia maju.
Lek hoat jin long mengenali si nona mereka berdua pernah
bertemu di Kho-tiam cu. maka itu, tak mau Teng hiang bicara
lagi, bahkan ia lantas menyerang!
Lek hoat jin long menangkis serangan itu, dia lantas
tertawa, dialah si mata keranjanag, tak dapat ia melihat muka
kelimis atau timbullah maksudnya yang bukan-bukan.
"Oh, nona Teng Hiang!" katanya, "kembali bertemu pula
gunung dan air! sungguh kita berdua berjodoh!"
"Siapa kesudian mengadu mulut denganmu!' bentak si
nona, "lihatlah pedangku!'
Kembali Teng Hiang menyerang, kali ini ia menikam dan
menebas hingga tiga kali ini.
Masih Lek hoat jin long menggoda dengan kata-kata dan
tertawanya, ketiga serangan itu dengan mudah saja ia
menghalaunya, tapi sekarang Teng Hiang melihat sesuatu
pada lengannya lawan, lengan itu kaku dan bergeraknya
kurang lincah. Memang, sepasang tangannya jin long telah dikutungkan
Kiauw In dan So Hun Cian Li si orang utan ketika diluar kota
Hen yang dia itu bertemu si nona dan Ya Bie serta binatang
paraannya itu, dia lihai, dia membuat sepasang tangan besi
dan masih tak mau tobat. "Tanganmu kejam, nona." katanya tertawa, matanya
melirik Teng Hiang. "akan tetapi aku tahu, hatimu sebenarnya
baik bahkan manis, nah, marilah kita berdua main-main buat
beberapa jurus!" Pria itu menggunakan golok, dengan senjatanya itu dia
menerjang lawannya, tetapi dia bukan menyerang seperti
biasa, hanya selalu menarik buah susu Teng Hiang, hingga
hatinya nona Teng menjadi sangat panas, dengan mendadak
ia membalas menyerang secara hebat!
****** Terpaksa Jinlong maju mundur, tetapi dia mundur sekalian
hendak menggunakan kesempatan, dia pun gusar sebab
terdesak itu. Mendadak dia meluncurkan lengan kirinya.
Kelihatannya dia menunju, tak tahunya tangannya
meluncurakn pisau belatinya itu, yang cahayanya berkilauan.
Teng Hiang kaget sekali, inilah ia tidak sangka, syukur
dalam keadaan terancam masih sempat ia menyampok pisau
belati itu,. tapi itu justru membuat kemarahannya meluap, ia
melompat sambl menebas bengis.
Masih Lek hoat jin long tertawa ceriwis, ia menangkis
dengan goloknya, kembali ia menyerang dengan tangan
kirinya yang sudah tidak bersenjata lagi, nampaknya ia
meninju, tidak tahunya mendadak tangannya itu
menyamburkan sesuatu seperti uap ungu, sebab itulah senjata
rahasianya, bubuk beracun Bie hun Tok-hun!
Teng Hiang terkejut, ia kena menyedot bubuk itu, tetapi ia
tidak takut, ia telah makan obatnya Pek Yam Siansu, bubuk
beracun itu tidak mempan terhadapnya.
Lek hoat jin long menggunakan bubuknya dengan dia
merasa sangat girang, dia percaya bubuknya itu bakal
berhasil, hingga mungkin dia dapat menawan nona buat
dibawah pulang, kedalam rombongannya, akan seterusnya
memiliki...... Justru bubuk itu belum buyar dan si pria ceriwis lagi
mengawasi tajam, mendadak dia melihat satu sinar berkelebat
ke arahnya, dia menjadi kaget, akan tetapi sebelum dia tahu
apa-apa, tubuhnya sudah roboh dengan jiwa melayang
seketika, sebab secara sangat cepat, Teng Hiang sudah maju
menyerang dengan satu tebasan ke arah pinggang hingga
pinggang itu putus! Menyaksikan demikian, dari pihak barat lompat maju
seorang laki-laki yang tubuhnya jangkung kurus, yang kedua
tangannya memegang siang kauw, yaitu sepasang kaitan yang
menjadi senjatanya, dia gusar dan berkata bengis kepada
nona teng: "Eh, budak bau, kenalkah kau pada siauw tiong
beng dari to liong to?"
Teng Hiang menunjuk pada mayatnya Lek hoat jin lomnng
sambil ia berkat: "siapa yang tak kenal kamu dari pihak To
Liong To" kamu telah mengucurkan banyak darah yang
berbau bacin dalam dunia sungai telaga! semua orang
membenci kamu! hanya mengenai kau sendiri, sayang
pendengaranku kurang luas, belum pernah aku dengar
namamu! apakah kau mau turut teladan dia ini supaya kau
pun mati puas?" Mata Tiong beng mendelik.
"Jangan mengoceh saja?" bentaknya. "lihat senjataku"
Dan sepasang kaitannya menyerang Teng Hiang itulah
jurus "sepasang naga keluar dari laut,"
Teng Hiang menangkis, terus ia membalas, bahkan segera
ia mendesak, tapi siauw cong beng tidak sudi mengalah, dia
mencoba-coba mendesak, hingga keduanya jadi bertarung
seru sekali. Dalam ilmu pedang dan kaitan, keduanya sama-sama
sempurna, hanya dalam hal tenaga dalam, atau keuletan, si
nona kalah setingkat, rupanya, itu disebabkan perbedaan usia
dari mereka itu berdua, hanya dalam hal keringanan tubuh,
Teng hiang lebih unggul, dengan begitu dapat ia menutupi
kelemahannya. Pertempuran seru dan berisik disebabkan sering beradunya
kedua senjata, diantara penonton didua-dua pihak pun kadang
terdengar puji-pujian buat masing-masing jagonya, disebelah
itu, kedua pihak sama-sama waspada, buat membantu
pihaknya apabila bantuan mereka diperlukan.
Mendadak saja satu sinar putih berkelebat, munculnya dari
arah barat, meluncur ketengah kalangan, maka segera tampak
Teng Hiang menjerit keras dan tubuhnya roboh ketanah, pada
bahunya tertancapkan sebilah golok lu yan To, dan dari
lukanya darah mengucur keluar sedang pedangnya lepas dari
gengamannya! Justru itu si nona terjatuh maka siauw tiong beng
melompat ke arah lawannya itu sambil dia mengayun
kaitannya, sebab ingin dia merampas nyawa orang. Justru itu
juga dari arah timur bergerak tubuh melompat bagaikan
bayangan, melompat ke arah kalangan pertempuran, dan
sebelum lagi Tiong beng tahu apa-apa senjata kaitannya
terjun itu tiba-tiba tubuhnya roboh terjengkang dan darahnya
mencrat, dia rebah ditanah, tak berkutik pula.
Hebat penyerangnya Tiong Bneg itu, karena gerakannya
bagaikan kilat. Justru si orang she Siuaw roboh, dia justru
mengangkat bangun Teng Hiang, yang terus dipayang
dibawah pulang kedalam rombongannya. Dia bersenjatakan
sebatang pedang. Semua orang dikedua belah pihak kagum sekali atas
gerakan penolong itu, sedangkan pihak kaum sesat kagum
berbareng kaget, kiranya dialah nona, yang sudah
menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga Mega serta Ilmu
pedang Khie-bun patkwa kiam!
Dan dialah Cio Kauw In dari Pay In Nia, yang terpaksa
berbuat demikian guna membantu Teng hiang. Bukankah
nona itu pun roboh sebab terbokong"
Tengah nona Cio memayang Teng Hiang pulang, di
belakangnya tampak sesosok bayangan menyusul edngan
sangat cepat, didalam satu kelebatan, bayangan itu sudah
menghampiri sejauh dua tombak lagi! Menyususl itu, sehelai
sabuk panjang menyambar pada nona dari Pay In Nia itu,
bahkan itulah serangan "tok coa touw sin,--ular beracun
mementahkan racun" Tepat orang menyerang padanya tepat Kiauw in memutar
tubuhnya seraya dia menebaskan pedangnya ke belakang,
maka itu dengan satu suara "sreet" perlahan, terkutunglah
senjata musuh, yaitu sabuk yang lihai itu. Kemudian tanpa
menoleh lagi, nona kita berjalan terus mengantarkan Teng
Hiang pulang kedalam rombongannya.
Bukan main mendongkolnya si penyerang gelap itu. Dialah
seorang bertubuh besar dan jangkung. Dia gusar dan malu.
Dila gusarnya, dia mengumbar hatinya. Maka juga dia
mendamprat:"Oh, budak hina dina! Kamulah bangsa palsu
semuanya siapakah diantara kamu yang mau datang kemari
akan menerima bisa?"
Suara itu keras dan keren, muka orang pun merah dan
membara, matanya melotot. Hanya sinar mata itu nampak
guram, kelihatannya ketolol-tololan.
Bu Sek hweshio dari liong houw Siang ceng segera maju
menyambut tantangan itu. Dia bertindak lebar hingga
jubahnya berkibar-kibar, pada lengannya tampak sepasang
kim hoan emas, yang bersinar berkeredipan. Dia menghampiri
lawan sambil memuji sang Buddha yang maha suci, terus dia
memberi hormat sambil berkata:"sicu, usiamu sudah lanjut
sekali, kenapakh masih begini tidak dapat bersabar"
Bagaimana kalau pin ceng yang menerima pengajaran
beberapa jurus dari kau?"
"Akulah kang Teng Thian dari to liong to!" orang itu
berseru memeprkenalkan dirinya. "Eh, keledai gundul yang
tidak mempunyai nama, jangan kau membuat ruyungku
menjadi kotor!" Bu Sek tidak menjadi kurang senang. Sebaliknya ia tertawa.
"sicu, pin ceng adalah Bu Sek dari Gwan Sek Sie!" iapun
memperkenalkan dirinya. "pasti sicu pernah mendengar
namanya liong houw siang ceng!"
Mana Teng Thian tertawa lebar.
"Memang itulah nama yang bukan kecil!" katanya, baiklah
sekarang ini lohu hendak mencoba coba kepandaian, taysu,
untuk mendapat kenyataan nama besarmu itu, nama curian
atau bukan!" Didalam keadaan otak tak sadar seluruhnya, kang Teng
Thian menyebut orang sekenanya saja, nama kepala keledai,
nanti taysu"panggilan suci untuk seorang biksu. Disaat itu, ia
lupa pada siauw tiong heng, adiknya yang ia hendak bela, dan
begitu dia menutup mulutnya, begitu dia menyerang lawan
tanpa menanti jawaban dari lawan itu!,
Bu Sek berkelit kesamping, dari situ lantas ia membalas
menyerang dengan gelang emasnya, ia galak seperti lawannya
itu, maka itu. Keduanya lantas saling menyerang atau
bergantian berkelit, nayta snejata mereka, satu panajng yang
lain pendek, menyulitkan msaing-masing, Teng Thian mau
renggang, Bu Sek sebaliknya, dengan demikian, masingmasing
ada kelemahannya, asal Bu Sek merangsak, Teng
Thian mundur, hingga karenanya, sipendeta selalu maju
mendekati! Sebaliknya dengan jago to liong to itu, karenanya
demikian,keduanya tak mudah dapat memperlihatkan
serangan-serangan yang dahsyat. Yang terang ialah Teng
Thian seperti kena desak".
Kang Teng Thian juga terganggu oleh pikirannnya, tak
dapat dia memikir dengan sadar. Maka itu, dalam cara
berpikir, dia menang unggul, baik diwaktu menyerang,
maupun disaat berkelit dapat ia mengira dengans seksama.
Diwaktu menyerang, ia pula dapat mencuri kesempatannya
yang baik. Nampaknya kedua lawan itu sama tangguhnya, akan tetapi
dimata ahli. Teng Thian adalah yang kalah angin. Bahkan dia
sudah memasuki tahap berbahaya. Dia bukan kalah lihai
hanya kalah dengan kekuatan otaknya.
Lewat kira setengah jam. Pertempuran berlangsung makin
hebat. Im Ciu It Mo senang menyaksikan pertempuran itu. Dia
memang hendak mengadu jiwanya jago-jago kaum sesat buat
keuntungan dirinya sendiri, supaya pihak lurus mendapat
kerugian jiwa, buatnya, kematian jago-jago tidak berarti apaapa,
tentu saja, Teng Hiang semua tidak insaf yang mereka
tengah dijadikan perkaakas.
Lewat lagi sesaat maka berakhirlah sudah pertarungan
dahsyat itu, tahu-tahu pedangnya si orang suci telah
menyambar batok kepalah siornag sesat, maka robohlah jago
dari toliong to, pulau naga melengkung, dengan kepalanya
pecah terbelah! Im Ciu It Mo menyaksikan kekalahan pihaknya itu. Segera
merubah siasatnya, begitulah di lantas bersiul, memberi
isyarat kepada ketujuh orang muridnya:"Cit Biauw Yauw Lie,
supaya mereka itu yang mengajukan diri.
Ek Toa Biauw menerima titah. Ia memberi hormat pada
gurunya, lantas ia mengajak enam orang saudarinya maju
ketengah tanah lapang. Hanya disaat ia hendak mulai
mengatur tin, Barisan rahasianya tiba-tiba ia didahului
dihampiri Gu Tauw Kong, murid kepala dari Ceng Shia Pay
sebab orang she gu itu mengenali Ek ci Biauw sebagai murid
murtad dari partaynya., ia tidak sangka adik seperguruannya
itu kabur terus masuk menjadi murid kaum sesat, lebih dahulu
tauw kong menemui gurunya buat mengasih keterangan
tentang ji Biauw serta memohon perkenan memberikan
hukuman pada adik seperguruannya itu, setelah memperoleh
ijin barulah dia maju, dia menghunus pedangnya dan
menghadap Im Ciu It Mo, habis memberi hormat, ia
berkata"Aku adalah Gu Tauw Kong murid Ceng Shin Pay, ingin
aku melaporkan pada bapak ketua dari Bu Lim cit cun tentang
Ek Ji Biauw Yauw Lie, bahwa dialah murid Ceng Shia Pay
yang buron dan sedang dicari, kerananya sekarang aku


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang untuk menawan dan menghukumnya!"
Im Ciu It Mo tahu, memang benar Ek Ji Biauw adalah orang
Ceng Shia Pay yang lari kepadanya di Hek Sek San dan
menerimanya sebagai murid, tentu sekali tak berani ia
melindungi murid itu secara terang-teragan. Maka ia berlagak
pilon. Maka juga sengaja ia menegur:"Eh, Gu Tauw Kong,
bukankah disini ada terselip soal pribadi, yang kau hendak
mengumbar secara umum" Tidakkah dengan demikian kau
bakal memnbuat orang penasaran?"
Gu Tauw Kong menjawab dengan hormat:"Dia benar-Benar
murid murtad dari partai kami. Disini hadir paman guru dari
kami dan beliau dapat dijadikan saksi dari kebenarannya katakataku
ini!" "Gu Tauw Kong!" kata pula Im Ciu It Mo, "kalau benar kau
hendak membersihkan partaimu, buat itu kau harus
menggunakan kepandaianmu, kalau kepandaianmu belum
berarti maka janganlah kau menyesal atau menyesalkan orang
lain! Terutama jangan kau nanti mengatakan aku kejam!"
"Itulah aturan kaum Bu Lim yang harus ditaati!" sahut
Tauw kong singkat. Terpaksa mau Im Ciu It Mo, mesti membatalkan
penggunaan Barisan , ia panggil Ek Ji Biauw datang dekat
padanya, buat diberikan pesan sekalian diberikan juga secara
diam-diam sebungkus bubuk racun, guna si murid pakai
merobohkan lawannya, lawannya yang menjadi kakak
seperguruannya. Ek Ji Biauw tidak menjadi jeri, ia mengandalkan pada
gurunya ini, bahkan ia girang sekali. Selekasnya ia
menghampiri Gu Tauw Kong, ia lantas menegur:"Eh, orang
she Gu, benarkah kau tidak memandang persahabatan lama
dan hendak membinasakan aku ?"
Tauw kong mengasih dengar suara dinginnya "Hm!"
berulang kali. "Ek Ji Biauw, apakah kau masih tetap tak sadar?" tegurnya,
"kaulah si murid durhaka! Apakah kau menganggap dunia
kang ouw masih dapat menerima dirimu" Kau berbuat
pelanggaran, kau yang cari penyakit sendiri kenapa kau masih
membandel?" Ji Biauw tertawa dingin. "Siapa hidup siapa mati,. Dia harus mengandalkan
tangannya sendiri!" sahutnya keras dan gagah. Bahkan segera
dia menyerang dengan sabuk sulamnya, senjata yang
ujungnya kelihatan barang keras berupa seperti bulan sabit,
tapi itulah perkakas belaka, untuk ia mengtahui sampai
dimana sudah kemnjuan sang kakak seperguruannya yang
bengis itu. Tauw kong berdiri tegak, ketika senjata sampai kepada
kepalanya, ia cuma berkelit, sikap tenang itu membuat si
nona percaya sang kakak telah menjadi lihai sekali, hingga
sulit buat ia mengalahkannya. Dari itu. Ia mau mengandalkan
racun bubuk gurunya. Lantas ia menyerang pula, kali ini
dengan sungguh-sungguh terus, terus dengan keras, hingga
sabuknya naik turun, ke kiri dan kanan, berputaran dan
melibat, menyambar-nyambar!
Gu Tauw Kong berlaku waspada dan gesit. Ia menangkis
dan berkelit dengan beraturan, ia pun membalas menyerang
setiap ada kesempatan, karena ia tidak mau hanya menjadi
sasaran, ia malah ingin lekas-lekas menyudahi pertempuran
itu!. Segera setelah lewat banyak jurus, nampak Ek Ji Biauw
keteter, dia kalah lihai dan kalah hati juga. Oleh karena itu, dia
menjadi penasaran dan gusar sekali, hingga dia mengertak
gigi. Lantas dia mencari saat baiknya.
Gu Tauw Kong tidak menyangka jelek, ia mengira adik
seperguruan murtad itu sudah mogok, ia mendesak. Siapa
tahu, mendadak Ji Biauw menyerangnya dengan bubuk
beracunnya Im Ciu It Mo. Tak sempat ia menangkis atau
berkelit, dalam sekejap saja ia gelagapan, lantas ia roboh,
bahkan lantas keluar darah dari mulut, mata, hidung dan
telinganya. Bukan alang-kepalang girangnya Ji Biauw yang ia berhasil
memperoleh kemenangan, sambil menuding mayatnya sang
suheng ia berkata:" kau mencari mampus sendiri maka jangan
kau sesalkan siapa juga"."
Baru Ek Ji Biauw mengeluarkan ejekannya itu atau
mendadak saja tubuhnya roboh tergulung dengan jiwa segera
melayang, hingga orang "orang kedua belah pihak menjadi
heran, tak terkecuali Im Ciu It Mo yang senantiasa mengawasi
gerak-gerik muridnya itu.
Ek Toa Biauw kaget dan heran tetapi ia lantas lari pada
adiknya itu, untuk mengangkat tubuhnya, buat dibawah
pulang, ketika ia memeriksa tubuh si adik seperguruannya,
tidak ada luka yang ditemui kecuali sebelah pelipisnya
berlobang kecil dan dari situ tampak darah meleleh keluar.
Im Ciu It Mo gusar sekali, tahulah dia yang muridnya itu
telah terbokong. Maka juga dia mengawasi ke arah lawan
dengan matanya merah seperti darah.
Berbareng itu waktu di sebelah timur. Hay Thian Sin Nia
berbangkit untuk terus memberi hormat pada Liauw In Tianglo
seraya berkata:"Saudara ketua, pin-ni memohon maaf atas
perbuatanku!" Liauw In membalas hormat, sepasang alisnya bergerak.
"Sinni tidak bersalah apa-apa," sabutnya. "Sinni toh tengah
menghukum muridmu yang murtad yang telah menjadi sesat"
Pi sie Siansu tertawa dan berkata: "Sinni, sungguh lihai
ilmumu Tan ciu sinthong serta Bie lip ta hiat sungguh jitu dan
tepat, hingga lolap menjadi sangat kagum!"
Tan ci sin-thong ialah ilmu menyentil dengan jari tangan
serta Bie lip ta hiat adalah ilmu menimpuk jalan darah dengan
sebutir beras. "Kalian baik sekali saudara-saudara!" Hay thian sinni
berkata pula. "perbuatan itu pinni lakukan karena terpaksa,
buat itu pinni bersedia menerima kutukan thian!"
"pinni" ialah sebutan "aku" buat seorang nikouw.
Pi sie Siansu berkata pula: "seorang murid murtad harus
menerima hukumannya, apapula murid yang bandel dan
menjadi sesat dan jahat, hingga ia tak segan menggunakan
racun membinasahkan kakak seperguruannya sendiri. Orang
kejam semacam dia, kalau dia hidup terus, dia bakal berbuat
lebih banyak dosa, dia akan mencelakai lebih banyak orang
terutama kaum Bu Lim, sin ni telah membinasakannya,
Buddha kita tentu maklum dan akan memaafkan!"
Mendengar pembicaraan itu barulah semua pihak timur
ketahui sebab musababnya kematian Ek Ji Biauw. Hanya
selama itu, kedua belah pihak pada berdiam selama sekian
lama. Sang malam makin larut, rrembulan sekarang berada
ditengah-tengah langit, angin gunung keras dan hawanya
sangat dingin sekali meresap di tulang.
Im Ciu It Mo sementara lantas berpikir keras, kekuranganya
Ek Ji Biauw menyebabkan Barisan Cit Biauw tin tidak dapat
dikerahkan. Jadi perlu dicari lain orang untuk diajukan guna
menantang lawan. Dia ingin sekali memperoleh kemenangan
".. Tepat itu waktu. Ang gan kwi bo bangkit dari tempat
duduknya dan bicara dengan ketua Bu Lim cit cun,
menawarkan diri buat maju menempur musuh.
Im Ciu It Mo mengenal baik si biang iblis dari pulau Lee san
di Haylam itu, dia jarang mengembara, kurang
pengalamannya, dalam pertempuran, ilmu silatnya juga
sangat terbatas. Yang dia sangat andalkan adalah ilmu
sesatnya, yaitu:"Toat Pek mo im?"suara bajingan membetot
arwah, ilmu itu membuatnya menjadi jumawa. Sedangkan
senjatnya adalah sebatang tongkat rotan. Biasanya dia tidak
memakai sepatu, maka itu, dia melangkah ketanah lapang
dengan sepasang kakinya telanjang!
Bagi pihak timur, Ang Gan Kwie Bo boleh dibilang asing, dia
pun berwajah sangat luar biasa. Sudah rambutnya riap-riapan,
mukanya merah. Dia berjubah panjang, tetapi bertangan
pendek. Pada bajunya terdapat sulaman kupu-kupu warna
merah maron. Cuma Tan Hong yang tertawa selekasnya si nona melihat
bajunya jago dari Lee san itu, dia lantas berkata:"Ditanah siok
sudah tiada panglima perang lagi, hingga Liauw hoa menjadi
sianhong, perwira yang maju di muka lihat, Ang Gan Kwie Bo
pun maju berperang!"
Tanah siaok ialah tempat formasi kerajaan tau dinasti Han,
dari Lauw pie, di jaman Sam Kok, tiga kerajaan.
Mendengar demikian, Pek Giok Peng berkata :"Biarlah aku
yang mencoba-coba bagaimana lihainya Biang iblis itu!"
"Ay ..ah, kau berhati-hati, kakak!" Tan Hong pesan.
Nona Pek lantas minta perkenannya Laiuw In Tianglo, terus
itu maju akan menghampiri yang baru itu. Bahkan tiba di
depan lawn, ia lantas menegur:"Ang Gan Kwie Bo, bukannya
kau bertapa digunung lee san, haylam, untuk hidup dengan
aman dan damai. Kenapa justru kau datang kemari
mencampuri diri dalam air keruh" Apakah kau tidak takut
mati?" Orang yang ditegur tertawa terkekeh-kekeh, pertanda
bahwa dia berani sekali:"Nona, kau she apa dan nama apa?"
tanyanya. "Kau harus bicara dahulu!"
Sama sekali tak tampak tanda yang jago wanita dari Lam
Hay ini berniat berkelahi.
Terpaksa, Giok Peng pun tertawa menyaksikan lagak orang
itu. "Akulah Siauw Yan Ji Pek Giok Peng!" demikian jawabnya.
"Pekerjaanku ialah menaklukan bajingan dan membekuk
iblis!" Belum berhenti suaranya nona kita, atau Ang gwan Kwie Bo
sudah perdengarkan suara iblisnya, "Toat Pek Im Po," "
gelombang suara memebtot arwah, --jeritan mana diulangulang
beberpa kali. Suara itu sangat tajam masuk ke telinga bagaikan
mendatangkan rasa nyeri, sangat mengagetkan, dan bulu
roma bangkit berdiri karenanya, hingga tanpa merasa, orang
jeri sendirinya, demikian dengan Giok Peng. Dadanya
bagaikan bergolak, jantungnya berdebaran, darahnya
mengalis deras, hingga tubuhnya turut menjadi limbung,
terhitung mau jatuh! Karena itu jangan kata buat berkelahi,
buat menggengam pedang saja sukar"..
Bukan saja nona Pek, juga orang lainnya. Di sebelah timur
itu turut merasakan hebatnya Pekik iblis tersebut, darah
mereka terasa berjalan keras dan hati mereka goncang"..
Sementara itu. Tio It Hiong sudah memasang mata
semenjak Ang Kwie Bo mulai muncul, ia melihat dan
mendengar, begitu lekas ia mendengar suara orang dan
mendapatkan tubuhnya Giok Peng terhuyung-huyung, segera
ia melompat maju dan lari menghampiri, sedangkan
tangannya sudah menarik keluar Lee-cu, mutiara mustika dari
sakunya. Ia lari pada istrinya, yang mulutnya terus ia
desakkan mutiaranya itu, kemudian ia melompat mundur,
akan memasang mata, guna memberikan pertolongan lebih
jauh bila perlu".. Ang Gan Kwie Bo girang sekali dapat menggunakan suara
jahatnya itu, ia terus memperdengar-kan lebih jauh. Hingga
suaranya makin mengentarkan, bagaikan Pekik burung
bajingan itu, ia sampai lupa menggunkan tongkat rotannya!
It Hiong mundur bukan melulu buat mengawasi Giok Peng,
diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya menurut ilmu
Khie Bun Hian Thian Khie Kang, guna menutup semua jalan
darahnya, agar darahnya tak bergolak. Iapun terbantu
khasiatnya darah belut emasnya serta hasilnya latihan Gie
Kiam Sut. Maka juga suaranya si biang bajingan cuma
membuat darahnya bergerak sedikit. Ia dapat tetap berdiri
tegak menjagai isterinya.
Lain-lain orang tergempur hebat sebab Toat Pek Im po
diperdengarkan terus-menerus, orang telah menutup telinga
tetapi toh hati mereka goncang dan muka mereka pucat pasi.
Luar biasa khasiatnya Lee-cu, di dalam waktu yang pendek,
Giok Peng dapat pulih kesegarannya dan kesehatan tubuhnya.
Ia seperti tak terganggu sama sekali oleh suara aneh tapi
dahsyat dari lawannya. Maka diam-diam ia mengawasi
lawannya itu, lalu selagi mulutnya orang bekerja, tiba-tiba ia
menyerang dengan pedangnya!
Hanya dengan satu gerakan itu, tongkatnya Kwie Bo kena
dibikin terbang! Nona Pek bergerak terus dengan sangat cepat. Dengan
pedangnya ia menuding si biang bajingan, sedangkan dengan
tangan kirinya ia menyambar rambut orang. Terus ia
mengancam:"tutup mulutmu! Apakah kau kira dengan ilmu
iblismu ini dapat kau menakuti nonamu?"
Giok Peng paksakan bicara, meskipun mulutnya lagi
mengulum mutiara mustika.
Ang Gan Kwie Bo kaget sekali, ia tidak menerka sama sekali
akan gerakan si nona lawannya itu. Memangnya ilmu silatnya
tidak lihai, lantas ia menjadi tidak berdaya, bahkan tubuhnya
gemetaran saking takutnya. Di dadanya sudah terancam ujung
pedang mustika. Hatinya berdebar keras, tubuhnya lantas
bermandikan peluh dingin. Ia menggoyang-goyangkan
tangannya. Mukanya menjadi sangat pucat, karena ia tidak
dapat lantas membuka suara, gerakan tangannya itu
merupakan permintaan ampunnya".
Cio Hoa sang murid menjadi kaget dan ketakutan. Diapun
tidak berdaya. Maka dia menghampiri gurunya, akan memeluki
kaki orang sambil dia menangis sesugukan.
Baru sekarang Ang Gan Kwie Bo menyesal, sampai air
matanya tergenang?" Giok Peng menggerakkan pedangnya, ia membabat kutung
rambut orang yang panjang, yang ia cekal dengan tangan
kirinya, menyusul itu, ia mendepak tubuh si biang bajingan
sambil ia membentak:"kau menggelindinglah!"
Benar-benar tubuhnya Ang Gan Kwie Bo bergulingan lebih
jauh dan hatinya pun mulai tenang, dengan muka kemerahmerahn
saking malu, ia merayap bangun, terus dia
mengawasi nona Pek, sinar matanya menunjukkan yang dia
bersyukur sebab jiwanya tidak dirampas. Setelah itu, tanpa
mengatakan sesuatu, dia menarik tangan muridnya buat
diajak berlari pergi! Sampai disitu, hati semua orang sudah tenang kembali,
maka juga, menyaksikan tingkahnya si biang bajingan, mereka


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa. Adalah Im Ciu It Mo di sebelah barat yang menjadi kaget,
malu tak enak hati. Dia khawatir, dia pula panas hati, maka
berulang-ulang dia mengetuk-ngetuk tanah dengan
tongkatnya. It Yap Tojin melirik Im Ciu It Mo, sang kawan yang tadinya
ia biarkan menjadi pemimpin, atau ketua diantara mereka. Ia
pikir sekarang tibalah saatnya buat ia merampas kedudukan
tanpa menyentuh rasa tinggi diri dari si bajingan tunggal,
maka sembari tertawa lebar, ia berkata:"saudara ketua,
apakah kau membutuhkan bantuanku tauwto si rahib?"
Im Ciu It Mo menoleh mengawasi, mednadak ia tampak
tenang, ia tampak girang. Maka tak lagi ia bermuka kebirubiruan
saking masgul dan bareng mendongkol. Iapun lantas
menyahuti:"Toheng, janganlah kau mengucap begini!
Terhadapmu bahkan memintapun aku tak berani!"
It Yap Tojin tersenyum.. "Cuma," katanya, "kalau pinto sendiri yang turun tangan itu
tidak mungkin kurang bagus kesudahannya!.......
Im Ciu It Mo melengak. Dia manatap rahib itu, dasar cerdik
dan licik, dia dapat menerka hati orang, maka ia lantas
berkata :"asal lotiang turun tangan, pasti kita bakal
memperoleh kemenangan! Setelah ini, Toheng, tidak nanti aku
berani menyangkal jasa besarmu!"
It Yap tertawa lebar itulah jawaban yang ia tunggu-tunggu.
Tapi ia menggunakan alasan. Katanya :"Pinto tak memikir
sedemikian jauh, bukankah kita satu sama lain sahabatsahabat
dari satu hati dan satu tujuan" Dibawah dari cit cun,
kedudukan yang terakhir bagiku pun sudah cukup!"
Bukan main girangnya Im Ciu It Mo mendengar kata-kata si
rahib, hatinya menjadi sangat lega, maka lantas ia berkata
:"Baiklah, dengan cara begini kita berjanji silahkan Toheng
turun tangan!" It Yap mengangguk. "Baiklah, akan pinto coba, " sahutnya
Walaupun ia mengatakan demikian, It Yap Tojin tidak
lantas maju sendiri hanya sambil mengulapkan tangannya ia
menyuruh Gak Hong Kun, muridnya.
Hong Kun mau maju pada permulaan pembukaan, ia
dicegah oleh gurunya, ia telah meminta beberpa kali tapi
selalu gurunya itu mengisyaratkan buat ia bersabar, sampai
sekarang tibalah saatnya ia maju, maka ia juga girang bukan
main, tidak ayal lagi ia memegang gagang pedangnya, terus ia
melompat maju, dan terus pula ia menantang :"Mana dia Tio
It Hiong" Mari maju! Bukankah cepat kalau sekarang kita
mencari keputusan?" It Hiong mau menyambut tantangan itu, inilah kesempatan,
sebab ia akan dapat menempur si manusia licik di muka
umum. Hanya belum lagi dia maju, Giok Peng sudah
mendahuluinya, nona itu panas hati, sekarang sudah tidak ada
sisa kasih atau kesan baiknya terhadap anak muda itu,
sebaliknya. Ia sangat membencinya. Maka dengan menempur
si anak muda, hendak ia melampiaskan dendam hatinya yang
telah tertahan sekian lama. Bahkan setibanya di tanah lapang,
ia tanpa membuka mulutnya lagi, ia sudah lantas menerjang!
Gak Hong Kun pun membenci nona Pek, sebabnya mudah
dimengerti. Si nona telah meninggalkannya, sekarang tiba
kesempatan akan mengumbar sakit hatinya. Maka ia
menyambut serangan si nona dan lantas saja melawan,
bahkan membalas menyerang, dengan hebat sekali!
Setelah bertemu dengan gurunya, meski juga didalm waktu
Kisah Bangsa Petualang 5 Pendekar Tongkat Dari Liongsan Liong-san Tung-hiap Karya Kho Ping Hoo Misteri Kapal Layar Pancawarna 5

Cari Blog Ini