Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 24
Sementara itu hari sudah terang, pasukan mendapatkan aba2 menyerang, seketika terjadilah hujan panah dan batu yang berhamburan ke benteng kota, menyusul tembok2 benteng banyak ditempeli tangga panjang, be-ramai2 perajurit Mongol berusaha manjat ke-atas benteng.
Akan tetapi penjagaan benteng juga kuat, beberapa perajurit Han memegangi kayu besar dan banyak tangga melangit itu didorong terpental dari tembok benteng.
Akhirnya ada beberapa ratus perajurit berhasil menyerbu ke atas benteng, sorak-sorai pasukan Mongol menggelegar setiap Pek-hu-tiang (komandan seratus orang, setingkat kapten) Mongol memimpin pasukannya merayap ke atas sebagai bala bantuan.
Mendadak terdengar suara genderang dipukul keras, sepasukan pemanah kerajaan Song muncul di balik tembok sana dapat menahan majunya pasukan Mongol, menyusul sepasukan lain dengan obor be-ramai2 membakar tangga panjang sehingga perajurit Mongol yang sedang merayap ke atas benteng sama jatuh terjungkal ke bawah.
Suasana menjadi gaduh, di tengah pertempuran dahsyat itu, tiba2 di atas benteng muncul sepasukan Iaki2 gagah perkasa bersenjata golok, tombak dan pedang, serentak pasukan Mongol yang berhasil menyerbu ke aras benteng itu disergapnya.
Pasukan laki2 itu tidak memakai seragam pasukan Song ada yang berbaju hitam ringkas, ada yang berjubah panjang dengan warna yang berbeda, waktu bertempur juga tidak menuruti peraturan pasukan, namun semuanya sangat tangkas, jelas tiap2 orang itu memiliki ilmu silat yang terlatih.
Perajurit Mongol yang menyerbu ke atas benteng itu adalah perajurit pilihan yang sudah berpengalaman dan gagah berani, namun sama sekali bukan tandingan pasukan laki2 itu, hanya beberapa gebrakan saja satu persatu mereka dapat dikalahkan dan terbunuh, ada yang menggeletak di atas benteng, ada yang terlempar ke bawah benteng.
Di antara pasukan laki2 itu ada seorang setengah umur berjubah abu2 kelihatan paling tangkas, tanpa bersenjata, tapi berlari kian kemari tanpa.
tandingan, di situ pula musuh tercerai berani laksana harimau menyerbu ke tengah kawanan domba.
Kubilai mengawasi sendiri pertempuran itu, melihat betapa gagahnya lelaki setengah tua itu, ia menjadi kesima, katanya dengan gegetun: "Siapa di antara jago2 di dunia ini ada yang lebih hebat daripada orang ini?" Nyo Ko berdiri di samping Kubilai, ia lantas berkata: "Apakah Ongya tahu siapakah dia?" "Apa mungkin dia ini Kwe Cing?" jawab Kubilai terkejut.
"Betul, memang dia," kata Nyo Ko.
Sementara itu beberapa ratus perajurit Mongol yang menyerbu ke atas benteng itu sudah terbunuh dan bersisa beberapa orang saja, hanya tiga orang Pik-hu-tiang dengan bertumbak dan membawa perisai masih terus bertempur dengan mati2an.
Ban-hu-tiang (komandan selaksa orang, setingkat kolonel) yang memimpin pertempuran di bawah benteng kuatir didamperat Kubilai, cepat ia memerintah agar meniupkan tanduk dan memberi aba2 penyerbuan lagi, serentak pasukan Mongol menyerang dengan gagah berani untuk menyelamatkan ketiga Pek-hu-tiang.
Mendadak Kwe Cing bersiul nyaring dan melangkah maju, ketika salah seorang Pek-hu-tiang menusuknya dengan tumbak, dengan tepat gagang tumbak kena dipegang Kwe Cing terus didorong ke depan, menyusul sebelah kakinya melayang dan tepat menendang pada perisai Pek-hu-tiang kedua, meski kedua Pek-hu-tiang itu sangat gagah, tapi sukar menahan tenaga sakti Kwe Cing, seketika keduanya mencelat terjungkal ke bawah benteng dan binasa dengan kepala pecah dan tubuh remuk.
Pek-hu-tiang ketiga berusia lebih tua, rambutnya sudah ubanan, iapun insaf dirinya tak terluput dari kematian, tapi sekuatnya ia putar goloknya dan menyerang dengan kalap, Se-konyong2 Kwe Cing menubruk maju, dengan tepat tangan lawan yang memegang golok itu kena dicengkeramnya, selagi ia hendak menyusuli dengan sekali hantaman untuk membinasakan Pek-hu-tiang itu, tiba2 ia melengak Pek-hu-tiang itupun dapat mengenali Kwi Cing cepat ia berseru: "He, engkau, Kim-to Hunji (menantu raja bergolok emas)!" Kiranya Pek-hu-tiang ini adalah bekas anak buah Kwe Cing ketika dahulu Kwe Cing ikut Jengis Khan menyerbu ke wilayah barat Segera Kwe Cing turun dari kuda dan berlari mendekati benteng, mereka menarik busur dan membidikan dua panah ke arah Kwe Cing.
Kepandaian memanah kedua orang itu memang lihay, baru saja terdengar suara teriakan perajurit di atas benteng, tahu2 kedua panah itu sudah menyamber sampai di depan dada Kwe Cing, tampaknya sukar lagi bagi Kwe Cing untuk mengelak, tak terduga mendadak kedua tangan Kwe Cing meraih, satu tangan satu panah telah kena dipegangnya menyusul kedua panah itu berbaIik- disambit ke musuh.
. Belum lagi kedua jago pengawal Mongol tadi melihat jelas apakah Kwe Cing jadi mati kena panah mereka atau tidak, mendadak kedua panah sudah menyamber tiba dan menembus dada mereka, kontan mereka binasa.
serentak terdengarlah, suara sorak gemuruh pasukan Song di atas benteng disertai bunyi genderang yang ber-talu2 sebagai tanda kemenangan.
Kubilai menjadi kesal dan memimpin pasukannya mundur ke tempat yang diperintahkan tadi, ditengah jalan tiba2 Nyo Ko berkata: "Ongya tidak perlu masgul, biarlah sebentar Cayhe masuk ke kota sana untuk membunuh Kwe Cing.
" "Tapi Kwe Cing itu serba lihay, namanya memang bukan omong kosong belaka, kurasa rencanamu hendak membunuhnya rada sukar," ujar Kubilai sambil menggeleng.
"Beberapa tahun pernah kutinggal di rumahnya, pula pernah menolong anggota keluarganya, dia pasti tidak curiga apapun padaku," kata Nyo Ko.
"Tadi kau berdiri di sampingku, mungkin sudah dilihat olehnya," kata Kubilai pula.
"Sebelumnya sudah kupikirkan hal ini, maka tadi aku dan nona Liong memakai topi lebar untuk menutupi muka dan pakai mantei bulu puIa, dia pasti pangling padaku," ujar Nyo Ko.
"Baiklah, jika begitu kuharap kau akan berhasil, tentang janji anugrah pasti kupenuhi" kata Kubilai.
Nyo Ko mengucapkan terima kasih, Baru saja ia hendak berangkat bersama Siao-b'ong-li, sekilas dilihatnya Kim-lun Hoat-ong, Siausiang-cu dan lain2 menghunjuk rasa kurang senang, segera terpikir oleh Nyo Ko bahwa orang2 itu tentu kuatir kalau gelar "jago nomor satu" itu akan direbutnya karena berhasil membunuh Kwe Cing, untuk itu orang2 itu pasti akan menjegalnya supaya usahanya gagal.
Maka Nyo Ko lantas berkata pula kepada Kubilai: "Ada sesuatu pula ingin kutegaskan kepada Yang Mulia.
" "Urusan apa, katakan saja," jawab Kubilai.
"Maksudku membunuh Kwe Cing hanya demi membalas sakit hati pribadiku," tutur Nyo Ko.
"selain itu juga kepalanya kuperlukan untuk menukar obat penolong jiwa Kokohku, Maka kalau usahaku berhasil berkat doa restu Ongya, namun gelar jago nomor satu itu sama sekali tak berani kuterima.
" "Apa sebabnya" "tanya Kubilai heran.
"Betapapun kepandaianku belum dapat dibandingkan dengan tokoh2 yang hadir di sini ini, mana kuberani mengaku sebagai jago nomor satu?" kata Nyo Ko.
"Sebab itulah Ongya harus terima dulu permohonanku ini barulah kuberani melaksanakan tugas" Karena Nyo Ko bicara dengan sungguh2 dan tegas, pula melihat sikap Siau-siang-cu dan yang lain itu, diam2 Kubilai juga dapat menerka apa yang menjadi pertimbangan anak muda itu, maka berkatalah dia: "Baiklah, setiap orang memang mempunyai cita2 sendiri, jika begitu kehendakmu akupun tidak ingin memaksakan.
" Segera Nyo Ko memohon diri dan berangkat bersama Siao-liong-li.
Ditengah jalan mereka membuang topi dan mantel bulu yang mereka pakai sehingga dandanan sekarang adalah bangsa.
Sampai dibawah benteng kota hari sudah menjelang magrib, terlihat pintu gerbang benteng tertutup rapat, di atas benteng satu regu prajurit sedang ronda kian kemari.
" "Hei, aku bernama Nyo Ko dan ingin bertemu dengan Kwetoaya, Kwe Cing," teriak Nyo Ko.
Ketika mendengar suaranya, perwira yang dinas jaga coba melongok ke bawah dan melihat Nyo Ko cuma bersama dengan seorang perempuan, ia percaya pasti bukan musuh yang sengaja hendak menyusup ke kota, segera ia melaporkan hal itu kepada Kwe Cing.
Tidak lama kemudian dua pemuda muncul diatas benteng dan melongok keluar, seorang lantas bersuara: "Oh, kiranya Nyo-toako, apakah cuma kalian berdua?" Kiranya kedua pemuda itu adalah Bu Tun-it-dan Bu Siu-bun.
Dengan tertawa Nyo Ko lantas meryawabr "Eh, kiranya Bu jiko, Apakah Kwe-pepek ada di situ?" "Ada, silahkan masuk saja" Jawab Siu Bun.
Segera ia memberi perintah agar membukakan pintu benteng dan menurunkan jembatan untuk menyambut datangnya Nyo Ko dan Siao-liong li Kedua saudara Bu membawa Nyo Ko ke sebuah rumah besar, dengan wajah berseri Kwe Cing menerima kedatangan mereka, lebih dulu Kwe Cing memberi hormat kepada Siao-liong-li lalu menarik tangan Nyo Ko, katanya dengan tertawa girang: "Ko-ji, kedatangan kalian sangat kebetuIan, Musuh sedang menyerang kota, kedatangan kalian berarti bantuan yang dapat diandalkan bagiku, sungguh bahagia sekali segenap penduduk kota ini.
" Siao-liong-li adalah guru Nyo Ko, maka Kwe Cing menghormatinya sebagai angkatan yang sama dengan ramah ia menyilakan dia masuk kedalam rumah, terhadap Nyo Ko iapun sangat sayang dan menggandeng tangannya.
Ketika teringat bahwa orang yang menggandeng tangannya ini adalah pembunuh ayahnya, sungguh tidak kepalang gemas hati Nyo Ko, kalau bisa sekali tusuk akan dibinasakannya.
Cuma jeri kepada kelihaian Kwe Cing, maka tidak berani sembarangan bergerak, dengan air mukanya yang gembira, iapun menanyakan kesehatan sang paman dan tidak lupa pula menanyakan Ui Yong.
Lantaran rasa dendamnya sebegitu jauh ia tidak memberi sembah hormat kepada Kwe Cing.
Namun Kwe Cing memang orang baik, sedikitpun ia tidak memperhatikan tata adat begitu.
Sampai di ruangan besar, Nyo Ko hendak menemui Ui Yong ke dalam, namun Kwe Cing telah mencegahnya, katanya: "Bibimu sudah hampir melahirkan, beberapa hari akhir2 ini kesehatannya ada terganggu, boleh kau menemuinya lain hari saja.
" Diam2 Nyo Ko bergirang, ia justeru kuatir akan kecerdikan Ui Yong, bukan mustahil maksud kedatangannya ini akan diketahuinya, kalau bibi itu sedang sakit, maka kebetulan baginya.
Tengah bicara, datanglah utusan panglima kota yaitu Lu Bun-hoan, yang mengundang Kwe Cing untuk menghadiri perjamuan merayakan kemenangan yang tadi.
Namun Kwe Cing telah menolak undangan itu dengan alasan dia sendiri lagi menerima tamu, sudah tentu utusan panglima itu sangat heran, dilihatnya usia Nyo Ko masih muda dan tiada sesuatu yang luar biasa, entah mengapa justru anak ini mendapat perhatian Kwe Cing sebesar itu sehingga menolak undangan sang panglima hanya untuk melayani anak muda itu, Terpaksa utusan itu pulang melaporkan hal itu kepada Lu Bun-hoan.
Kwe Cing lantas mengadakan perjamuan sederhana di rumah sendiri untuk merayakan kedatangan Nyo Ko dan Siao-liong-li, ikut hadir di meja perjamuan adalah Cu Cu-liu, Loh Yu-kah, kedua saudara Bu, Kwe Hu dan lainnya.
Ber-ulang2 Cu Cu-liu mengucapkan terima kasih pada Nyo Ko yang pernah menolongnya dgn memaki pangeran Hotu dari Mongol itu menyerahkan obar penawar sehingga Cu Cu-liu terbebas dari renggutan maut.
Sikap Kwe Hu ternyata tawar saja terhadap Nyo Ko, ia cuma memanggil sekali, lalu tidak bicara pula.
Dalam perjamuan itu alis si nona kelihatan terkerot seperti dirundung suatu persoaIan.
Kedua saudara Bu juga, selalu menghindari adu pandang dengan Nyo Ko, ketiga orang juga tidak berbicara sejak awal hingga berakhirnya perjamuan.
Sebaliknya Loh Yu-kah dan Cu Cu-liu sangat gembira ria dan.
asyik ngobrol tentang kemenangan gemilang atas pasukan Mongol siangnya.
Waktu perjamuan selesai, sementara itu sudah lewat tengah malam.
Kwe Cing menyuruh Kwe Hu mengawani Siao liong-li tidur sekamar, ia sendiri menarik Nyo Ko untuk tidur bersama satu ranjang.
Ketika akan pergi Siao-liong-li sempat melirik sekejap pada Nyo Ko dan agar anak muda itu ber-hati2.
Nyo Ko kuatir rahasianya diketahui orang, cepat ia berpaling dan tidak berani menatap Siaoliong-li Kwe Cing menggandeng Nyo Ko ke kamar tidurnya, ber-ulang2 ia memuji anak muda itu melawan Kim-lun Hoat-ong di barisan batu2 itu dan berhasil menyelamatkan Ui Yong, Kwe Hu serta kedua saudara Bu.
Habis itu ia lantas tanya pengalaman Nyo Ko setelah berpisah.
Teringat kejadian tempo hari, diam2 Nyo Ko menyesal telah menolong Ui Yong dengan matian apabila sudah mengetahui Ui Yong adalah musuhnya ia kuatir kalau banyak bicara mungkin rahasia tujuannya akan diketahui Kwe Cing, maka tentang pertemuannya dengan Thia Eng, Liok Bo-siang, Sah Kho dan Ui Yok-su tak diceritakannya, ia hanya mengaku merawat lukanya di pegunungan sunyi, kemudian bertemu dengan Kokoh, lalu bersama ke sini untuk mencari paman.
Sembari membuka baju dan mapan tidur, Kwe Cing berkata: "Ko-ji, saat ini musuh sudah berada di depan mata, keadaan Song Raya kita benar2 berbahaya, seperti telur di ujung tanduk.
Siangyang adalah perisai bagi tanah air kita, kalau kota ini jatuh, mungkin ber-juta2 rakyat kita akan menjadi budak orang Mongol.
Dengan mataku sendiri kulihat keganasan orang MongoI, sungguh darahku menjadi mendidih menyaksikan kekejaman musuh itu.
. . . " Segera Nyo Ko teringat juga keganasan perajurit Mongol yang dilihatnya sepanjang perjalanan, saking gusarnya iapun mengertak gigi.
"Kaum kita belajar silat dengan sepenuh tenaga, walaupun tujuannya ingin berbuat kebajikan dan membela kaum kecil, namun ini hanya sebagian kecil saja daripada tugas kita yang sebenarnya," kata Kwe Cing pula, "Sebabnya orang Kangouw menyebut aku "Kwe-tayhiap", kukira bukan disebabkan kepandaianku yang tinggi melainkan menghormati diriku yang berjuang mati2an demi negara dan rakyat.
Namun aku sendiri merasa tenagaku seorang teramat kecil dan belum dapat membebaskan rakyat dari kesengsaraan sesungguhnya aku malu untuk disebut "Tayhiap", Kau masih muda, kepintaranmu dan kecerdasanmu berlipat ganda daripadaku, hari depanmu pasti cemerlang dan tentu jauh melebihi diriku.
Hanya kuharap kau selalu ingat kepada pesanku ini: "Demi negara dan rakyat, itulah tugas utama kita", Semoga kelak namamu termashur dan menjadi seorang Tayhiap (pendekar besar) sejati yang dihormati segenap rakyat jelata.
Uraian Kwe Cing itu sangat mengena di lubuk hati Nyo Ko, dilihatnya Kwe Cing bicara dengan sungguh2, simpatik, tapi juga kereng, meski jelas dia adalah musuh yang membunuh ayahnya, tapi tanpa terasa timbul juga rasa hormat dan segannya.
Segera ia menjawab: "Kwe-pepek, jika engkau sudah meninggal aku pasti akan ingat selalu perkataanmu ini.
" Sudah tentu Kwe Cing tak mengira bahwa malam ini juga si Nyo Ko akan membunuhnya, dengan rasa sayang ia membelai kepala anak muda itu dan berkata pula "Ya, memang, berjuang sampai titik darah penghabisan kalau negara kita runtuh, jiwa pamanmu ini jelas juga takkan tertinggal lagi.
Baiklah, sudah jauh malam, marilah tidur.
Kabarnya Kubilai sangat pandai mengatur pasukan, kemunduran pasukannya tadi mungkin cuma siasat belaka, dalam beberapa hari ini pasti akan ada pertempuran dahsyat, kau perlu kumpulkan dan memupuk semangat untuk memperlihatkan segenap kepandaianmu di medan perang.
" Nyo Ko mengiakan saja, lalu membuka baju dan mapan tidur.
Belati yang dibawanya dari Coat-ceng-kok itu diam2 diselipkan nya di pinggang, ia pikir biar ilmu silatmu beratus kali lebih tinggi, kalau sudah tertidur, sekali tikam dengan belati ini, masakah kau mampu mengelak" Karena siangnya bertempur sengit, maka Kwe Ceng rada lelah, begitu menempel bantal dia terus terpulas.
Sebaliknya Nyo Ko bergolak-golik tak dapat tidur.
Dia tidur di bagian dalam, didengarnya pernapasan Kwe Cing sangat teratur, tarikan dan hembusan napasnya terselang agak lama, diam2 ia kagum terhadap Lwekang sang paman yang hebat itu.
Agak lama kemudian, suasana terasa hening, hanya dari jauh terdengar suara peronda sedang melakukan tugasnya pelahan Nyo Ko berduduk dan meraba belatinya, ia pikir kalau dia sudah kutikam mati, segera kupergi membunuh Ui Yong pula, rasanya membereskan seorang wanita hamil tak terlalu sulit, selesai semuanya segera bersama Kokoh kembali ke Coat-ceng-kok untuk mengambil setengah biji obat itu.
Kemudian kami akan mengasingkan diri di kuburan kuno itu untuk menikmati kebahagiaan hidup dan takkan peduli apakah dunia ini akan menjadi milik Song atau direbut Mongol.
Begitulah hatinya sangat senang berpikir sampai di sini, Tiba2 terdengar suara tangisan seorang anak kecil di rumah tetangga sana,menyusul suata sang ibu sedang meminang anaknya, suara tangis anak itupun mulai mereda dan kemudian sunyi senyap pula.
Seketika hati Nyo Ko tergetar, mendadak teringat olehnya apa yang dilihatnya di perjalanan tempo hari, di mana seorang Busu Mongol telah menyudet perut seorang bayi dan diangkat ke udara seperti sundukan satai, bayi itu tidak lantas mati, tapi masih dapat menjerit ngeri.
Segera terpikir olehnya: "Untuk membunuh Kwe Cing sekarang bagiku sangat mudah.
Tapi kalau dia mati, kota ini takkan dapat dipertahankan lagi dan be-ribu2 anak kecil dalam kota ini tentu akan menjadi mangsa keganasan perajurit Mongol.
Aku sendiri berhasil membalas dendam, tapi akibatnya jiwa rakyat jelata yang tak terhitung banyaknya akan menjadi korban, apakah perbuatanku ini dapat dipuji?" Tapi lantas terpikir pula: "Kalau tidak kubunuh dia, tentu pula Kiu Jian-jio tak mau memberikan obatnya padaku dan kalau aku mati pasti juga Kokoh tak dapat hidup lagi," Betapa mendalam cintanya kepada Siao-liong-li boleh dikatakan tiada taranya, karena itulah menjadi nekat: "Sudahlah, biar peduli amat dengan jiwa rakyat Siangyang dan negara segala, ketika aku menderita sengsara, selain Kokoh seorang siapa lagi yang pernah menaruh belas kasihan padaku" Orang lain tidak pernah sayang padaku, buat apa aku mesti sayang pada orang lain?" Begitulah ia lantas angkat belati nya.
tenaga dikumpulkan pada tangan itu, ujung belati mengincar tepat pada dada Kwe Cing.
Lilin di dalam kamar itu sudah dipadamkan tapi Nyo Ko sudah biasa melihat dalam kegelapan, waktu belatinya akan ditusukan, sekilas ia memandang wajah Kwe Cing, dilihatnya air muka paman sangat tenang, wajah seorang welas asih dan berbudi.
Belati sudah tergenggam di tangan Nyo Ko, tapi ia ragu2 untuk turun tangan mengingat keselamatan laksaan jiwa bangsa Han yang akan menjadi korban keganasan serdadu Mongol yang kejam itu.
----------- nggak nyambung tidurnya sangat nyenyak.
Tiba2 terbayang pula dalam benak Nyo Ko semua kejadian di masa lampau, betapa kasih sayang paman padanya waktu tinggal di Tho-hoa-to dan tanpa mengenal lelah sang paman mengantarnya ke Cong-lam-san untuk belajar siIat, malahan berniat menjodohkan puteri tunggalnya kepadanya.
Tanpa terasa timbul pikirannya: "Selamanya Kwe pepek bertindak jujur dan terus terang, beliau adalah seorang tua yang baik budi, Pribadi seperti dia ini seharusnya tidak mungkin mencelakai ayahku, Apakah mungkin Sah Koh yang tidak waras itu sembarangan omong" Kalau saja tikaman ini jadi kulaksanakan dan mungkin ternyata salah membunuh orang baik, bnkankah dosaku sukar lagi diampuni" Wah, nanti dulu kukira urutan ini harus kuselidiki dulu.
Pelahan2 ia lantas menyimpan kembali belatinya, ia coba merenungkan pula satu demi satu kejadian di masa lalu sejak dia bertemu dengan Kwe Cing dan Ui Yong.
Teringat olehnya sikap Ui Yong yang kurang simpatik padanya, beberapa kali dipergoki suami isteri ku sedang membicarakan sesuatu soal apa2, tapi pokok pembicaraan lantas dihentikan begitu dia muncul.
Kalau dipikir, tentu ada sesuatu diantara suami isteri itu sengaja dirahasiakannya.
lngat pula sang bibi resminya menerimanya sebagai murid, tapi yang diajarkan hanya membaca dan menulis, sedikitpun tidak diajarkan silat.
Apakah keramahan paman Kwe kepadaku itu bukan lantaran dia telah mencelakai ayahku dan hatinya merasa tidak tenteram, maka sengaja membaiki aku sekedar menenangkan hatinya yang merasa berdosa itu" Begitulah Nyo Ko terus bergulang-guling tak dapat pulas.
Dalam pada itu Kwe Cing masih tidur dengan nyenyaknya, namun pada suatu ketika itu, dapat mengetahui pernapasan Nyo Ko yang rada memburu itu mendadak ia membuka mata dan bertanya: "Ada apa, Ko-ji" kau tak dapat tidur?" Badan Nyo Ko rada bergetar, jawabnya: "Oh tidak apa2" "Kalau kau tidak biasa tidur bersama orang lain, bolehlah kutidur di meja saja," kata Kwe Cing dengan tertawa.
"Wah, tidak, tidak apa2" sahut Nyo Ko cepat "Baiklah, jika begitu lekas tidur.
" ujar Kwe Cing. "Orang belajar silat harus mengutamakan menenangkan batin dan memusatkan pikiran.
" Nyo Ka mengiakan. Akan tetapi pikirannya tetap bergoIak akhirnya ia tidak tahan dan bertanya: "Kwe-pepek, dahulu waktu kau mengantar diriku ke Cong lam-san,- sampai kuil di kaki gunung itu pernah kutanyakan sesuatu padamu, apakah paman masih ingat?" Hati Kwe Cing terkesiap, jawabnya: "Ya, ada apa?" "Tatkala mana Kwe-pepek marah2 dan menghantam sebuah pilar batu sehingga menimbulkan salah paham para Tosu hari Coan-cin-kau, apakah paman masih ingat persoalanku yang kutanyakan itu?" "Ya, kalau tidak salah kau tanyai cara bagaimana meninggalnya ayahmu," Dengan tatapan tajam Nyo Ko berkata pula.
"Waktu yang kutanyakan padamu adalah siapa kah yang membunuh ayahku.
" "Darimana kau mengetahui bahwa ayahmu di bunuh orang?" kata Kwe Cing.
"Memangnya ayahku meninggal secara baik2?" tanya Nyo Ko dengan suara agak serak.
Kwe Cing terdiam sejenak, ia menghela napas panjang, lalu berkata pula: "Ayahmu meninggal secara menyedihkan, akan tetapi tiada siapapun yang membunuhnya, dia sendirilah yang membunuh dirinya sendiri" Mendadak Nyo Ko bangun berduduk, dengan perasaan yang sangat terangsang ia berkata: "Tidak Kwe-pepek dusta padaku, mana mungkin di dunia ini ada orang membunuh dirinya sendiri" seumpama ayahku membunuh diri, tentu juga ada orang-lain yang menyebabkan kematiannya.
" Kwe Cing menjadi berduka dan meneteskan air mata, katanya pelahan: "Anak Ko, kakekmu dan ayahku adalah saudara angkat, ayahmu dan diriku juga mengikat persaudaraan.
Kalau ayahmu mati secara penasaran masakah aku tidak berusaha membalas dendam baginya?" Tubuh Nyo Ko rada gemetar, saking menahan perasaannya hampir saja ia berucap: "Kau sendiri yang membunuh ayahku dengan sendirinya kau tidak mungkin membalaskan dendamnya.
" Tapi ia tahu sekali ucapannya itu dikeluarkan tentu Kwe Cing akan waspada dan selanjutnya pasti sukar hendak membunuhnya.
Maka Nyo Ko hanya diam saja, lalu tidak bicara lagi.
"Persoalan ayahmu sebenarnya sangat banyak lika-likunya dan sukar diceritakan dalam waktu singkat.
" kata Kwe Cing pula.
"Dahulu waktu kau bertanya, karena kupikir usiamu masih terlalu muda dan belum dapat memahami sebab musababnya dengan jelas, lantaran itulah aku tidak mau menjelaskan padamu, sekarang kau sudah dewasa, sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang Jahat, maka setelah orang MongoI dipukul mundur, biarlah nanti kuceritakan dari awal hingga akhir.
" jeIasnya. Habis berkata ia terus membalik dan tidur lagi.
Nyo Ko cukup kenal perangai sang paman yang tegas itu, sekali dia bilang satu, tidak mungkin berubah menjadi dua, Tapi ia menjadi ragu2 lagi dan memaki dirinya sendiri: "Wahai, Nyo Ko, biasanya kau bertindak sesuatu selalu tegas dan berani, mengapa sekarang kau bimbang dan takut2 " Apakah kau jeri terhadap ilmu silatnya yang lihay" Bukan saja kesempatan bagus malam ini kau sia2 kan, besok bila Ui Yong mengetahui maksud tujuanmu mungkin Kokohmu akan ikut menjadi korban.
Teringat kepada Siao liong li, seketika ia bersemangat lagi, ia meraba pula belatinya, belati yang menempel kulit perutnya itu serasa panas oleh suhu badannya.
Baru saja ia hendak mencabut belatinya, tiba2 terdengar daun jendela diketok orang tiga tali dengan sangat pelahan.
"Cepat Nyo Ko pura2 tidur, sedangkan Kwe Ceng, lantas terjaga bangun berduduk serta bertanya "Apakah Yong-ji di situ" Ada urusan apa?" Namun suara di luar jendela lantas berhenti, Kwe Ceng terus berbangkit, dilihatnya Nyo Ko tertidur nyvnyak, ia pikir anak muda itu baru saja pulas, sebaiknya jangan diganggu lagi.
pelahan2 ia lantas membuka pintu kamar dan keluar, diiihatnya Ui Yong sedang menunggunya di serambi sana, Kwe Cing mendekati sang isteri dan bertanya dengan suara tertahan "Ada urusan apa?" Ui Yong tidak menjawabnya, ia menarik tangan suaminya ke halaman belakang, setelah memandang sekelilingnya, habis itu baru berkata: "Percakapanmu dengan Ko-ji sudah kudengar semua.
Dia mengandung maksud buruk, apakah kau tidak tahu?" Kwe Cing terkejut "Apa" Dia bermaksud buruk bagaimana" " ia menegas.
"Dari ucapannya itu, tampaknya dia mencurigai kita berdua yang membunuh ayahnya," tutur Ui Yong.
"Ya bisa jadi dia curiga," Ujar Kwe Cing sambil menggeleng, "tapi aku sudah berjanji akan menceritakan sebab musabab kematian ayahnya.
" "Memangnya kau benar2 akan menceritakan padanya tanpa menutupi sesuatu apapun ?" tanyanya.
"Begitu mengenaskan kematian ayahnya, selama ini akupun selalu merasa bersalah," kata Kwe Cing, "Meski adik Nyo Khong tersesat ke jalan yang salah, tapi kita juga tidak berusaha menyadarkan dia dan tidak berdaya menyelamatkan dia.
" "Hmm orang macam begitu masakah ada harganya dibantu?" jengek Ui Yong, "Malahan aku justeru menyesal tidak membunuhnya sedini mungkin, kalau tidak masakah beberapa gurumu itu sampai tewas di Thoa hoa-to gara2 perbuatannya?" Teringat kepada peristiwa yang mengenaskan itu, tanpa terasa Kwe Cing menghela napas panjang "Dari anak Hu kudengar kedatangan Ko-ji ini kelihatan agak aneh, katanya pula kau tidur sekamar dengan dia, Aku menjadi kuatir terjadi sesuatu, maka sejak tadi aku sudah mengawasi di luar jendela.
Kukira sebaiknya jangan tidur bersamanya, harus diketahui bahwa hati manusia sukar dijajaki, pula ayahnya.
. . meninggal akibat keracunan karena memukul bahuku.
" "Yong-ji, itupun tidak dapat dikatakan kau yang mencelakai dia.
" ujar Kwe Cing. "Walau kita memang ada maksud membunuhnya, akhirnya dia juga mati akibat diriku, maka soal kita sendiri yang turun tangan membunuhnya atau bukan menjadi tidak penting lagi.
" kata Ui Yong. Kwe Cing berpikir sejenak, katanya kemudian "Betul juga ucapanmu.
Kalau begitu sementara ini takkan kuceritakan terus terang padanya, Yong ji, sudah jauh malam, lekas kembali ke kamarmu dan mengaso, besok malam biar kupindah tidur ke-markas saja.
" Biasanya Kwe Ging memang menuruti segala nasehat Ui Yong, soalnya ia tahu kecerdasan dan pengetahuan sang isteri memang berkali lipat lebih pintar daripada dirinya, dugaannya selalu tepat, perhitungannya tak pernah meleset, meski ia tidak percaya bahwa Nyo Ko bermaksud jahat kepada-nya, tapi sang isteri sudah bilang begitu, maka ia lantas menurut saja.
Segera Kwe Cing memayang sang isteri kembali ke kamarnya, katanya: "Kukira selekasnya Hu-ji dinikahkan saja dengan Ko-ji agar selesailah persoalan kita ini.
" "Aku sendiripun bingung menghadapi urusan ini!" ujar Ui Yong sambil menghela napas.
"Kakak Cing, dalam hatiku hanya ada engkau seorang begitu pula dalam hatimu sama ada aku, akan tetapi puteri kita itu ternyata tidak seperti kau, juga tak seperti aku, dalam hatinya justeru sekaligus terisi dua kekasih yang sukar dibedakan mana yang harus dipilih, inilah yang membuat kita sebagai ayah-bundanya serba susah.
" "Dua kekasih" yang dimaksud Ui Yong bukan lain daripada Bu Tun-si dan Bu Siu-bun.
Kedua anak muda ini sama jatuh cinta kepada Kwe Hu.
sebaliknya Kwe hu juga tidak pilih kasih terhadap kedua saudara Bu-itu.
Waktu masih kecil memang tidak menjadi soal, tetapi ketiganya kini sudah dewasa, persoalan cinta segi tiga inipun menjadi semakin rumit dan serba sulit.
Menurut pikiran Kwe Cing, dia ingin menjodohkan, puterinya kepada Nyo Ko dan, untuk kedua saudara Bu akan dicarikan gadis lain yang setimpal.
Namun pikiran Ui Yong terlebih cermat, ia tahu banyak kesulitan dalam persoalan jodoh ini.
Kendatipun dia sangat pintar, menghadapi soal rumit inipun dia merasa bingung dan tak berdaya.
Begitulah Kwe Cing mengantar isterinya ke dalam kamar, setelah berbaring dan menyelimutinya, ia duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan sang isteri dengan tersenyum bahagia.
Selama sebulan ini keduanya sama sibuk urusan tugas, suami-isteri jarang berkumpul dengan tenang, sekarang keduanya berhadapan tanpa bicara, namun terasa sangat tenang.
Ui Yong memegangi tangan Kwe Cing dan di-gosok2kannya pada pipi sendiri, lalu berkata dengan suara lirih: "Engkoh Cing, anak kita yang kedua ini bolehlah kau berikan suatu nama yang baik.
" "Kau tahu aku tidak sanggup, mengapa kau menggoda aku," jawab Kwe Cing dengan tertawa.
"Kau selalu mengatakan dirimu tidak sanggup apa2, padahal, engkoh Cing, lelaki diseluruh jagat ini tiada keduanya yang mampu melebihi kau," kata Ui Yong dengan mesra dan sungguh2 Kwe Cing menunduk dan mencium pelahan muka sang isteri katanya: "Kalau anak laki2 kita beri sama Boh-to saja, tapi bila perempuan.
. . . " Dia berpikir sejenak, lalu menyambung "Kau saja yang memberikan namanya.
" "Saat ini kita sedang mempertahankan kota Siang yang ini menghadapi serbuan orang MongoI, karena anak dilahirkan di sini, maka kita beri nama Yang saja, agar kelak kalau sudah besar anak ini akan selalu ingat bahwa dia dilahirkan di kota yang sedang berkecamuk peperangan.
" "Bagus, diharap saja anak perempuan ini tidak senakal Tacinya, sudah begitu besar masih membikin repot orang tua saja," ujar Kwe Cing.
"Kafau cuma repot sih tidak jadi soal.
" ujar Ui Yong dengan tersenyum, "justeru dia.
. . . . ahhh aku malah berharap anak ini adalah laki2 saja" Kwe Cing me-raba2 tangan sang isteri dan ber-kata: "Anak laki2 atau anak perempuan kan sama saja" Sudahlah, lekas tidur, jangan berpikir macam2" Setelah menyelimuti sang isteri dan memadamkan lilin, lalu Kwe Cing kembali ke kamarnya, dilihatnya Nyo Ko masih tidur dengan lelapnya, di-dengarnya bunyi kentongan tiga kali, segera ia naik tempat tidur lagi.
Tak diketahuinya bahwa percakapan mereka suami-isteri dihalaman tadi telah dapat didengar semua oleh Nyo Ko yang sembunyi di balik pintu.
Waktu Kwe Cing dan Vi Yong menuju ke ruangan dalam Nyo Ko masih berdiri kesima di balik pintu sambil merenungkan ucapan Ui Yong: "Aku justeru menyesal tidak membunuhnya lebih dini, ayahnya mati keracunan akibat memukul bahuku, kita sama ada maksud membunuhnya, tapi akhirnya dia juga mati akibat diriku.
" Dari kata2 itu jadi sudah jelas bahwa ayahku memang tewas di tangan mereka berdua, hal ini tidak perlu diragukan lagi, demikian pikir Nyo Ko, Diam2 iapun merasa Ui Yong benar2 maha lihay karena mencurigai dirinya, kalau malam ini tidak turun tangan, mungkin kelak tiada kesempatan baik lagi.
Begitulah ia lantas berbaring lagi di tempat tidurnya dan menunggu sampai kembalinya Kwe Cing.
Setelah Kwe Cing merebahkan diri dan memakai selimut, didengarnya Nyo Ko mengeluarkan suara mengorok pelahan.
Diam2 ia pikir anak muda ini nyenyak benar tidurnya.
Karena itu ia mapan tidur dengan pelahan, kuatir kalau mengganggu Nyo Ko.
Selang tak lama, selagi layap2 akan terpulas, tiba2 terasa Nyo Ko membalik tubuh dengan pelahan, tapi waktu membalik tubuh tetap mengeluarkan suara mendengkur Kwe Cing melengak heran, umumnya orang tidur kalau membalik tubuh tentu suara mendengkurnya akan berhenti mengapa pernapasan bocah ini lain daripada yang lain, apakah mungkin latihan Lwekangnya mengalami kesalahan" jika betul demikian bisa celaka.
Hati Kwe Cing memang polos, sama sekali ia tidak pernah menyangka Nyo Ko sengaja pura2 mendengkur Begitulah ketika Nyo Ko membalik tubuh pula pelahan dan melihat Kwe Cing tetap diam saja, segera ia mengeluarkan suara dengkuran lagi sambil turun dari tempat tidur.
Semula ia berniat menikam Kwe Cing dalam selimut, tapi diurungkan karena merasa berbahaya menyerangnya dari jarak dekat, kalau saja sebelum ajalnya Kwe Cing membalas sekali hantam, tentu jiwa sendiri juga akan melayang.
Karena itu ia mengambil keputusan turun tempat tidur dulu, begitu tikamannya mengenai tempat yang mematikan segera ia akan melompat keluar jendela dan melarikan diri, Tapi iapun kuatir kalau suara mendengkurnya berhenti mungkin akan menimbulkan curiga Kwe Cing jika dalam tidurnya itu merasakan sesuatu yang tidak beres maka sambil turun dari tempat tidur ia tetap pura2 ngorok.
Karena kelakuannya inilah membikin Kwe Cing semakin bingung, ia pikir jangan2 bocah ini mengidap penyakit "mimpi berjalan" Kalau sekarang kubiarkan dia.
karena kagetnya bukan mustahil tenaga dalamnya akan bergolak dan tersesat ke jalan yang keliru, itu berarti maut bagi anak muda itu.
Karena itulah ia tidak berani bergerak dan tetap pasang kuping untuk mengikuti gerak gerik Nyo Ko.
Pelahan Nyo Ko mengeluarkan belatinya danbdigenggamnya kencang di depan dada, dengan hati2 ia mendekati tempat tidur, mendadak ia angkat belatinya terus hendak ditikamkan ke ulu hati Kwe Cing.
"Ko ji, kau mimpi buruk apa?" pada saat itu juga mendadak Kwe Cing berseru padanya dengan suara halus.
Sungguh kaget Nyo Kotak terkatakan, begitu ke dua kakinya menutul, secara membalik tubuhnya terus menerobos keluar jendela.
Akan tetapi kecepatannya tetap kalah cepat daripada Kwe Cing sebelum dia tancapkan kakinya di luar, tahu2 kedua bahunya sudah dipegang oleh kedua tangan Kwe Cing.
Seketika Nyo Ko putus asa, ia tahu ilmu silat sendiri se-kali2 bukan tandingan sang paman, melawan juga tiada gunanya, maka ia cuma pejam mata dan menunggu ajal saja.
Tak terduga Kwe Cine terus mengangkat tubuhnya dan melompat masuk pula ke dalam kamar, didudukkannya Nyo Ko di tempat tidur dalam posisi seperti orang lagi semadi.
Diam2 Nyo Ko heran, ia tidak tahu dengan cara bagaimana dirinya akan disiksa oleh Kwe Cing, Tiba2 teringat pada Siao-liong-li, ia menarik napas panjang dan segera bermaksud berteriak memperingatkan nona itu agar lekas melarikan diri.
Melihat si Nyo Ko menghimpun tenaga, Kwe Cing semakin salah paham bahwa anak muda itu sedang menahan sakit.
Cepat ia gunakan tangannya untuk menahan perut Nyo Ko.
Mestinya Nyo Ko hendak berteriak: tapi perutnya ditekan sehingga sukar bersuara, sedangkan dalam hati menguatirkan keadaan Siao-liong-li, ia menjadi kelabakan tapi perutnya ditahan oleh kwe Cing, ingin merontapun tidak dapat.
Dengan pelahan kemudian Kwe Cing berkata: "Ko-ji, kau ter-buru2 berlatih, akibatnya malah macet sebaiknya jangan banyak bergerak, tenangkan pikiranmu, akan kubantu kau meredakan pergolakan tenaga dalammu.
" Nyo Ko tercengang heran karena tidak tahu apa maksud ucapannya, ia hanya merasakan hawa hangat tersalur dari tangan sang paman ke dalam perutnya dan terasa sangat menyegarkan.
Segera tahulah Nyo Ko bahwa Kwe Cing sedang membantunya dengan Lwekang yang tinggi untuk melancarkan tenaga dalamnya.
Diam2 ia merasa geli dan malu diri pula, Nyata sang paman salah sangka latihan Lwekangnya tersesat sehingga kelakuannya seperti orang sinting.
Agar tidak menimbulkan curiga orang segera ia mengerahkan tenaga dalam sendiri dan sengaja disalurkan ke sana ke sini tanpa teratur dan seperti sukar diatasi.
Tehtu saja Kwe Cmg bertambah kuatir, ia kerahkan tenaganya lebih kuat untuk menghimpun tenaga dalam Nyo Ko yang terpencar itu.
Karena Nyo Ko sudah telanjur berlagak begitu mau-tak mau ia harus berbuat supaya lebih sungguh2 tampaknya.
Dasar Lwekang si Nyo Ko sekarang sudah sangat tinggi, seketika Kwe Cing kena dikelabui sampai agak lama barulah ia berhasil melancarkan tenaga dalam si Nyo Ko yang disangkanya nyasar itu.
Setelah kerja keras begitu, akhirnya Nyo Ko merasa kehabisan tenaga, Kwe Cing juga merasa letih, kedua orang sama2, bersemadi sehingga fajar barulah segar kembali.
"Sudah baik belum, Ko-ji?" tanya Kwe Cing dengan tersenyum.
"Sungguh tak terduga bahwa tenaga dalammu sudah begini hebat, hampir saja aku tidak sanggup menolong kau.
" Tahu bahwa sang paman tidak sayang mengorbankan tenaga murninya demi untuk menolongnya mau - tak - mau hati Nyo Ko sangat terharu, katanya: "Terima kasih atas pertolongan Kwe-pepek, semalam aku hampir saja celaka.
" Diam2 Kwe Cing bersyukur bahwa anak muda ini tidak menyadari bahwa semalam dia telah angkat belati hendak menikamnya, kalau tahu, tentu anak muda itu akan menyesal tak terhingga.
Nyata Kwe Cing yang berhati jujur dan baik budi itu tetap tidak mencurigai perbuatan Nyo Ko itu, ia malahan kuatir kalau Nyo Ko mengetahui kejadian itu, maka sengaja membelokkan pembicaraan, katanya segera: "Marilah kau ikut padaku keluar untuk mengontrol pertahanan pasukan kita.
" Nyo Ko mengiakan dan ikut keluar.
Kedua orang masing2 menunggang kuda perang dan dilarikan keluar benteng kota.
"Ko-ji," kata Kwe Cing ditengah jalan, "Lwe-kang kaum Coan-cin-pay adalah ilmu yang baik, meski kemajuannya lambat, tapi jarang terjadi kemacetan.
Kukira kuncinya sudah cukup kau pahami, nanti kalau musuh sudah mundur akan kujelaskan lebih lanjut.
" "Baiklah, kumohon Kwe-pepek jangan menceritakan kejadian semalam kepada bibi, kalau beliau tahu tentu akan mentertawakan diriku yang mempelajari ilmu sesat dari Kokoh segala," kata Nyo Ko.
"Teatu takkan kuceritakan," kata Kwe Cing.
"Padahal Kanghu nona Liong itupun bukan kepandaian jelek, soalnya kau sendiri yang banyak memikirkan hal2 lain dan tidak dapat memusatkan pelajaranmu pada itu saja.
" Nyata ocehan Nyo Ko telah berhasil membohongi Kwe Cing sehingga tidak bercuriga sedikitpun, ia tahu bila urusan ini diketahui Ui Yong, maka sukar akan mengelabuhi nyonya maha cerdik itu, ia merasa lega setelah Kwe Cing berjanji takkan memberitahukan kejadian semalam kepada Ui Yong.
Begitulah kedua orang terus melarikan kuda mereka ke barat kota, terlihat sebuah sungai kecil terbentang di kaki bukit sana.
"Sungai ini bernama Tan-keh," tutur Kwe Cing, "Konon dahulu Lau Pi pada jaman Sam-kok itu dikejar pasukan musuh sampai di tepi sungai ini, Kuda yang ditunggangi Lau Pi bernama Tek-loh, menurut peramal kuda, katanya kuda itu kurang baik bagi sang majikan.
Tak terduga pada saat gawat itulah sang kuda mampu melompat melintasi sungai kecil itu sehingga Lau Pi lolos dari kejaran musuh dan selamatlah jiwanya.
" - Bicara sampai disini, tiba2 ia turingat kepadar ayah Nyo Ko, katanya pula dengan gegetun: "Sebenarnya manusia juga sama dengan kuda yang bernama Tek-loh itu, baik atau buruk sukar diramal, segala sepatu hanya bergatung pada ketentuan pikiran sekejap saja.
" Hati Nyo Ko terkesiap, ia melirik Kwe Cing sekejap, tampaknya wajah sang paman mengunjuk rasa duka dan menyesal, agaknya ucapan itu tidak sengaja ditujukan kepadanya, Diam2 ia membatin: "Meski tidak salah ucapannya, tapi baik itu apakah, buruk itu apa pula" Kalian suami isteri telah mencelakai ayahku apakah juga perbuatan baik?" - sesungguhnya ia sangat kagum terhadap tindak tanduk Kwe Cing, tapi bila ingat sang ayah yang mati di tangan suami isteri itu, mau-tak-mau timbul rasa dendamnya.
Begitulah mereka terus melarikan kuda ke atas sebuah bukit dan memandang jauh ke sana kelihatan air sungai Hansui mengalir memanjang ke selatan, tertampak pula rakyat ber-kelompok2 mengungsi membanjiri Siangyang.
Sambil menuding kaum pengungsi itu, Kwe Cing berkata: "Pasukan Mongol pasti mengganas di perkampungan sana sehingga rakyat jelata kita terpaksa mengungsi menyelamatkan diri, betapa kejamnya orang Mongol sungguh menggemaskan.
" Pada saat itulah, tiba2 dilihatnya rombongan pengungsi yang menuju pintu benteng itu ber-lari balik, tapi arus pengungsi dari belakang masih terus membanjir tiba sehingga di luar kota Siangyan seketika kacau balau dan hiruk pikuk.
Kwe Cing terkejut, ia heran mengapa penjaga pintu gerbang kota itu tidak membukakan pintu dan membiarkan kaum pengungsi itu masuk.
Cepat ia melarikan kudanya ke sana, terlihat lah satu regu pemanah berdiri di atas benteng dengan mementang busur menghadap kaum pengungsi itu.
"Hai, ada apa kalian" Lekas membuka pintu!" teriak Kwe Cing.
Melihat Kwe Cing, perwira penjaga cepat memerintahkan membuka pintu gerbang, dan membiarkan Kwe Cing dan Nyo Ko masuk.
"Rakyat dijagal secara kejam oleh musuh, mengapa tidak membiarkan mereka masuk?" tegur Kwe Cing.
Perwira piket itu menjawab: "Lu-tayswe menguatirkan diantara kawanan ptngungsi ada mata2 musuh, maka betapapun mereka dilarang masuk kota agar tidak menimbulkan bencana.
" "Andaikata betul ada satu-dua mata2 musuh.
yang terselundup masuk juga tidak boleh mengakibatkan jiwa be-ribu2 rakyat jelata menjadi korban?" ujar Kwe Cing, "Hayo lekas membuka pintu.
" "Sudah lama Kwe Cing ikut berjasa mempertahankan kota Siangyang, namanya sangat tersohor dan disegani kawan maupun lawan, perwira itu tidak berani membantah perintahnya, terpaksa ia membukakan pintu benteng disamping mengirim berita kepada Lu Bun-hoan.
Seketika terjadilah lautan manusia membanjir ke dalam kota, ketika kawanan pengungsi itu hampir masuk kota semua, mendadak dari jauh debu mengepul tinggi, pasukan Mongol menyerbu tiba dari arah utara, Perajurit Song segera siap siaga di belakang tembok benteng, terlihat di depan pasukan Mongol itu didahului oleh suatu rombongan orang yang berpakaian compang camping dan tangan membawa pentung dan sebagainya, tapi tiada sesuatu senjata tajam betul2, cara berjalannya juga tidak teratur, rombongan kaum jembel itu ber-teriak2: "Jangan memanah, kami adalah rakyat Song!" - Dan pasukan Mongol yang tangkas itu ternyata berlindung di belakang barisan rakyat itu.
Sejak Jengis Khan memang pasukan Mongol selalu menggunakan siasat begitu, yakni memakai rakyat negara musuh sebagai perisai untuk menyerbu kedudukan musuh, asalkan penjaga tidak tega hati dan berhenti memanah, maka pasukan Mongol lantas menyerbu maju, Cara itu sangat keji dan ganas, tapi lebih sering berhasil dengan baik, Begitulah maka kelihatan barisan rakyat itu telah digiring pasukan Mongol dan dipaksa mendekati benteng, makin lama makin dekat malahan sebagian sudah mulai memanjat tangga.
Saat itu Lu Bun-hoan, panglima pertahanan kota Siangyang, sedang berkeliling mengawasi penjagaan pasukannya, melihat keadaan berbahaya, segera ia memberi perintah agar melepaskan panah, seketika terjadilah hujan panah di tengah jerit tangis rakyat jelata yang jatuh bergelimpangan, rakyat lainnya lantas membalik dan lari serawutan.
Namun merekapun menjadi mangsa perajurit Mongol yang menabasnya dgn golok atau menusuknya dgn tumbak, barisan rakyat itu tetap didesak agar menyerbu ke atas benteng.
Nyo Ko berdiri di samping Kwe Cing.
gusar sekali ia menyaksikan adegan menyedihkan itu.
"Panah! Pahahl" terdengar Lu Bun-hoan berteriak2 pula memberi perintah.
Segera suatu baris anak panah menyamber lagi ke bawah.
"Hai berhenti! jangan salah membunuh orang baik," seru Kwe Cing.
"Keadaan segawat ini, andaikan orang baik juga terpaksa salah membunuhnya," ujar Lu Bun-Hoan.
"Jangan, orang baik mana boleh salah membunuhnya.
" kata Kwe Cing pula.
Tergetar hati Nyo Ko, diam2 ia menggumam: "jangan salah membunuh orang baik, jangan salah membunuh orang baik.
" Mendadak Kwe Cing berseru: "Hayo saudara2 anggota Kay-pang, ikut padaku!" Segera ia berlari turun dari atas benteng, Nyo Ko juga akan ikut, tapi Kwe King berkata padanya: "Semalam kau kelihatan kurang sehat, sebaiknya kau berjaga di sini saja untuk mengawasi keadaanku.
" Sebenarnya Nyo Ko ingin ikut Kwe Cing menghajar p rajurit Mongol yang kejam itu, ia tercengang mendengar ucapan Kwe Cing itu, tapi iapun tidak dapat berterus terang kejadian semalam, terpaksa ia tetap tinggal di tempatnya dan menyaksikan Kwe Cing memimpin suatu pasukan tanpa seragam menerjang keluar benteng terus menyergap sayap kanan pasukan Mongol.
Siasat pasukan Mongol yang "meminjam golok untuk membunuh orang" adalah cara sekali bertindak mendapat dua hasil, disamping menjagal bangsa Han juga dapat menggoyahkan hati pasukan Song, Tapi mendadak terlihat Kwe Cing memimpin pasukan menyerbu tiba, setiap orang berkepandaian tinggi dan gagah berani.
Pasukan Mongol yang digiring barisan di belakang itu lantas membagi pasukannya untuk menahan serbuan Kwe Cing itu.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun pasukan Kwe Cing itu sebagian besar adalah jago2 pilihan dari Kay-pang, sebagian kecil lainnya adalah para ksatria yang sengaja datang ke Siangyang untuk ikut berjuang, serentak mereka menyerbu maju sambil ber-teriak2, semangat tempur mereka yang menyala-nyala itu sudah membikin pasukan Mongol merasa keder.
Maka begitu kedua pihak bergebrak segera ratusan perajurit Mongol dibinasakan.
Tampaknya pasukan Mongol itu sukar menahan pasukan Kwe Cing, tiba2 dari samping sana menerjang tiba pula pasukan Mongol lain, Pasukan Mongol itu memang tangkas dan sudah terlatih, meski barisan pejuang yang dipimpin Kwe Cing itu berilmu silat tinggi, seketika merekapun sukar mengalahkan musuh, sementara itu barisan rakyat yang dipaksa menyerbu ke benteng kota itu lantas berlari serabutan karena pasukan Mongol yang menggiring mereka itu sebagian terpencar untuk menempur pasukan Kwe Cing.
Pada saat itulah terdengar suara tiupan tanduk disebelah timur sana, suara derapan kuda pasukan bergemuruh, dan pasukan Jian-jin-tui (barisan ribuan orang, batalion) Mongol menerjang tiba, menyusul dari sebelah barat kembali dua pasukan Jian-jin-tui menyerbu datang sehingga rombongan Kwe Cing itu terkurung di tengah.
Melihat betapa hebatnya pasukan Mongol itu, saking jerinya Lu Bun-hoan menjadi bingung dan tidak berani mengirim pasukan penolong.
Sambil berdiri di atas benteng, Nyo Ko terus merenungkan ucapan Kwe Cing tadi: "jangan salah membunuh orang baik! jangan salah membunuh orang baik?" sementara itu ia melihat sang paman terkepung rapat oleh pasukan Mongol ia pikir: "Sebabnya Kwe-pepek terkepung musuh sekarang adalah karena dia tidak mau salah membunuh orang baik2.
Padahal rakyat ini bukan sanak kadangnya, tapi dia toh menyelamatkan mereka tanpa menghiraukan jiwa sendiri, Lantas apa sebabnya dia mencelakai ayahku?" Ia memandangi pertempuran sengit di luar benteng itu, tapi dalam hati terus memikirkan teka-teki yang sukar dipecahkan ini : "Dia dan ayah adalah saudara angkat, dengan sendirinya hubungan mereka lain daripada yang lain, tapi akhirnya toh Kwe-pepek mencelakai jiwa ayah, apakah ayahku memang orang busuk yang sama sekali tak dapat diampuni?" Selama hidup Nyo Ko tidak pernah melihat ayah-bundanya sendiri, sejak kecil ia membayangkan sang ayah adalah seorang pendekar budiman, gagah berani, seorang lelaki sejati di dunia ini, kalau mendadak dia disuruh mengakui ayahnya adalah orang busuk, betapapun dia tak dapat terima.
Padahal samar2 dalam lubuk hatinya sudah lama terasa bahwa ayahnya jauh untuk dibandingkan Kwe-pepek, cuma setiap kali kalau timbul pikiran demikian selalu ia menekannya sekuatnya dan sekarang perasaan ini mau tak-mau timbul pula dalam benaknya.
Dalam pada itu medan perang di bawah sana masih berlangsung dengan sengit, suara hiruk pikuk menggelegar menggetar bumi, rombongan Kwe Cing tampak menerjang kian kemari, tapi tetap sukar menembus kepungan musuh.
Cu Cu-liu dan kedua saudara Bu masing2 siap memimpin suatu pasukan hendak keluar benteng untuk membantu, tiba2 terdengar suara tiupan tanduk yang keras dan sahut menyahut, kembali empat pasukan Jian jin-tui Mongol menerjang tiba pula.
Cara Kubilai mengatur pasukannya memang lain daripada yang lain, asalkan pintu gerbang benteng dibuka untuk mengeluarkan bala bantuan, maka pasukan Mongol yang sudah siap itu segera akan menyerbu masuk kota.
Keruan Lu Bun-hoan kebat-kebit ketakutan, cepat ia memberi perintah agar pintu gerbang jangan dibuka.
Diperintahkan pula dua regu perajurit khusus berjaga di pintu gerbang, siapa yang berani membuka pintu segera akan dibinasakannya.
Suasana diluar dan didalam benteng menjadi kacau balau, macam2 pikiran juga bertarung seru dalam benak Nyo Ko, sebentar ia berharap Kwe Cing dilalap saja oleh pertempuran gaduh itu, lain saat ia berharap pula agar sang paman berhasil mendobrak kepungan musuh.
Tiba2 kelihatan pasukan Mongol rada kacau, be-ribu2 perajurit berkudanya tersiak mundur laksana gelombang surut, dengan sebatang tumbak panjang Kwe Cing memacu kudanya keluar dari kepungan disertai barisan orang2 gagah yang dipimpinnya itu, mereka terus menerjang sampai di bawah tembok benteng, Ketika dekat pintu benteng, Kwe Cing terus memutar balik berjaga di belakang pasukan, di mana tumbaknya menyamber, beberapa perajurit dan perwira Mongol lantas terjungkal dari kudanya.
Melihat betapa lihaynya Kwe Cing, seketika pasukan Mongol itu menahan kuda mereka dan tak berani terlalu mendekat.
Pertahanan kota Siangyang boleh dikatakan tiada artinya tanpa Kwe Cing, maka Lu Bun-hoan menganggap Kwe Cing sebagai tulang punggungnya, ia sangat girang melihat Kwe Cing lolos dari kepungan musuh, cepat ia berseru membuka pintu gerbang.
Tapi pintu gerbang itu hanya dibuka selebar Satu-dua meter saja dan cuma cukup dimasuki suatu penunggang kuda saja, para ksatria itu ber turut2 lari ke arah pintu dan menyelinap masuk satu persatu.
Melihat siasat mereka gagal total, pasukan MongcI tidak tinggal diam, panji komando Kubilai tampak bergerak, dua pasukannya lantas menyerbu tiba dari kanan-kiri pintu gerbang.
"Lekas masuk, Kwe-tayhiap, kita tidak menunggu orang lain lagi!" seru Lu Bun-hoan kuatir.
Tapi sebelum seluruh anak buahnya selamat, mana Kwe Cing mau masuk benteng lebih dulu, ia berbalik menerjang kembali ke sana dan membinasakan dua jago Mongol yang mengudak paling dekat.
Namun pasukan besar sungguh seperti gelombang samudera saja di medan perang itu, betapapun tinggi ilmu silat Kwe Cing juga sukar menahan terjangan pasukan besar itu.
Melihat keadaan sangat berbahaya, Cu Cu-liu yang berdiri diatas benteng cepat menurunkan seutas tali panjang dan berseru: "Naik ke sini, adik Kwe!" Waktu menoleh, Kwe Cing melihat anggota Kay-pang yang terakhir sudah berhasil menyelinap masuk pintu gerbang, tapi ada balasan perajurit Mongol sempat ikut menerjang ke dalam, Segera regu penjaga pintu sibuk menghalau musuh disamping berusaha menutup pintu gerbang sekuatnya! pelahan2 daun pintu benteng yang tebalnya lebih, setengah meter itu dapatlah dirapatkan.
Mendadak Kwe Cing membentak keras2, tumbaknya membinasakan seorang musuh, berbareng itu ia terus meloncat ke atas dan berhasil berpegang pada tali yang dijulurkan Cu Cu-liu tadi Dengan cepat Cu Cu-liu menarik talinya ke atas, seketika tubuh Kwc Cing terapung beberapa meter tingginya ke atas.
"Gunakan panah!" segera Ban-hu tiang pasukan Mongol yang memimpin pertempuran itu memberi komando, dalam sekejap saja be-n"bu2 anak panah terus menyamber ke arah Kwe Cing.
Namun sebelumnya Kwe Cing juga sudah memperhitungkan kemungkinan ini,- ia sudah menanggalkan jubahnya, dengan tangan kanan berpegangngan tali, tangan kiri memegang jubahnya terus diputar dan dikebutkan sekuatnya laksana sebuah perisai raksasa.
Hanya kuda tunggangannya tadi yang menjadi korban, berpuluh anak panah bersarang di badan binatang itu hingga mirip landak.
Cu Cu-liu terus menarik talinya dengan cepat dari semakin tingginya Kwe Cing terkerek ke atas, tampaknya tinggal beberapa meter lagi dia akaa mencapai benteng, pada saat itulah tiba2 di tengah pasukan MongoI itu muncul seorang Hwesio besar dengan berjubah kuning emas, siapa lagi dia kalau bukan Kim-lum Hoat-ong.
Dari seorang perwira Mongol di sebelahnya Hoat Ong mengambil busur dan panahnya, ia tahu kepandaian Cu Cu-liu dan Kwe Cing sangat tinggi kalau memanah mereka tentu tidak berhasil maka anak panah yang dibidikkan itu justeru mengincar tali yang mengerek Kwe Cing ke atas itu.
Tindakan Kim-lun Hoat-ong ini sungguh keji, anak panah itu menyambar bagian tali yang sukar dicapai oleh Cu Cu-liu dan Kwe Cing sehingga kedua orang sukar menangkisnya.
Malahan Kim-lun Hoat-ong kuatir kalau kedua orang itu mendadak menggunakan cara aneh untuk mematahkan serangannya, maka cepat ia susulkan pula panah kedua dan ketiga, panah kedua mengincar Cu Cu-liu dan panah ketiga mengarah Kwe Cing.
"Plok", dengan tepat panah pertama telah mengenai tali sehingga putus, sedangkan panah kedua dan ketiga juga menyambar secepat kilat ke arah sasarannya.
Dan karena talinya putus, dengan sendirinya tubuh Kwe Cing anjlok ke bawah sehingga dia terluput dari panah ketiga, sedangkan Cu Cu-liu merasa tangannya yang memegang tali itu mendadak menjadi ringan, ia berseru kaget dan tahu2 panah kedua juga sudah menyambar tiba.
Panah ini kuat luar biasa, jelas pemanahnya memiliki tenaga dalam yang lihay, Cu Cu-liu tahu di atas benteng penuh berjubel orang, baginya tidak sulit untuk menghindar tapi akibatnya panah itu pasti akan mengenai orang di belakangnya, Cepat ia gunakan dua jarinya untuk menyampuk pelahan pada batang panah itu sehingga anak panah itu terjatuh ke bawah.
Sementara itu Kwe Cing terkejut ketika merasa tali yang mengereknya ke atas itu putus, ia tidak cidera sekalipun terjatuh ke bawah benteng tapi terjeblos di tengah kepungan musuh sebesar itu, betapapun sukar baginya untuk menerjang keluar.
Sementara itu pasukan musuh sudah berada di depan pintu gerbang kota, kalau dari dalam benteng dikirim keluar bala bantuan, kesempatan itu pasti akan digunakan pasukan Mongol untuk menyerbu ke dalam kota.
Dalam keadaan demikian Kwe Cing tidak dapat berpikir banyak lagi, mendadak sebelah kakinya menutul dinding benteng sehingga tubuhnya terapung ke atas, menyusul kaki yang lain memancal pula dan begitu sejenisnya kedua kaki bergantian memanjat.
Ilmu "naik tangga langit" yang hebat ini jarang yang bisa, andaikan bisa juga setiap panjatan itu hanya sanggup naik satu-dua meter saja ke atas, tapi Kwe Cing memanjat dinding benteng yang halus licin itu, bahkan sekali naik dapat tiga-meter tingginya, sungguh kepandaian yang luar biasa dan mengejutkan seketika suasana di atas dan di bawah benteng menjadi sunyi senyap ber-ribu2 pasang mata sama memandang Kwe Cing seorang.
. Kim-lun Hoat-ong terperanjat akan kelihayan Kwe Cing itu, ia tahu ilmu naik tangga langit kekuatannya terletak pada loncatan ke atas secara sekaligus, asal sedikit merandek dan kendur, langkah selanjutnya menjadi sulit dan gagal.
Maka cepat ia membidikkan panah pula ke punggung Kwe Cing, secepat kilat anak panah itu terus menyambar ke sasarannya.
"Jangan memanah!" serentak pasukan kedua pihak sama berteriak.
Rupanya mereka menjadi sangat kagum menyaksikan kehebatan Kwe Cing itu dan semua berharap dia akan dapat mencapai benteng dengan selamat Meski pasukan Mongol itu adalah musuh, tapi merekapun menghormati ksatria dan pahlawan gagah, serangan secara tidak jujur itu menimbulkan rasa ketidak adilan mereka.
Ketika merasakan panah menyamber dari belakang dengan kuat, diam2 Kwe Cing mengeluh, terpaksa ia membaliki tangan untuk menyampuk panah.
Sampukan ke belakang dengan tepat membuat panah itu mencelat pergi, serentak bergemuruhlah sorak sorai pujian atas ketangkasan Kwe Cing itu.
Akan tetapi di tengah suara riuh ramai itu pula tubuh Kwe Cing telah rada merandek, puncak benteng yang tertinggal beberapa meter lagi ternyata tak dapat dicapainya lagi.
Ketika pasukan kedua pihak bertempur dengan sengit, hati Nyo Ko juga bertentangan seperti pertempuran di medan perang, dilihatnya Kwe Cing terancam bahaya, sekilas timbul beberapa kali pikiran Nyo Ko: "Dia adalah musuhku, harus kubunuh dia atau tidak?" Waktu Kwe Cing sudah hampir mencapai benteng, asalkan Nyo Ko menghantamnya sekali dari atas, dalam keadaan terapung di udara Kwe Cing pasti akan terluka dan jatuh binasa, Tapi sedikit ragu saja, Kwe Cing sudah terperosot lagi ke bawah oleh panah Kim-lun Hoat-ong, dalam keadaan pikiran kacau, Nyo Ko mendadak memegang kutungan tali di tangan Cu Cu-liu itu terus menubruk ke bawah benteng dan syukur sebelah tangannya masih keburu mencengkeram tangan Kwe Ceng.
Perubahan kejadian ini cepat luar biasa, tapi Cu Cu-liu adalah murid It-teng Taysu, betapa cepat dan tangkas tindakannya, tanpa ayal ia terus menarik sekuatnya kutungan tali yang masih ditangannya itu.
sekali sendal, segera Nyo Ko dan Kwe Cing terangkat ke atas, laksana dua ekor burung raksasa kedua orang lantas melayang di udara" Menyaksikan kejadian luar biasa itu, pasukan kedua pihak seketika melongo kesima.
Dalam keadaan "terbang" di udara, Kwe Cing merasa penasaran kalau tidak dapat membalas kelicikan Hoat-ong tadi.
Dilihatnya" Hoat-ong sudah penteng busur dan hendak memanah lagi, maka begitu dia tancapkan kaki di atas benteng, segera ia rebut busur dan panah dari seorang perajurit, secepat kilat iapun lepaskan panah ke arah panah yang sudah di bidikkan Hoat-ong itu, "Prak", panah Kim-lun Hoat-ong tertembak patah menjadi dua.
Ketika Hoat-ong melengak kaget "creng", tahu2 busur yang dipegangnya juga patah, oleh panah berikutnya yang dilepaskan Kwe Cing.
Sebenarnya kepandaian Kwe Cing dan Kim-lun Hoat-ong boleh dikatakan seimbang, tapi waktu kecilnya Kwe Cing pernah mendapat pelajaran memanah dari Cepe, si pemanah sakti kesayangan Jengis Khan, ditambah tenaga dalam Kwe Cing sendiri maha kuat, maka kepandaiannya memanah sungguh sukar dicari bandingannya di dunia ini, dengan sendirinya pula Kim-lun Hoat-ong bukan tandingannya.
Ber-turut2 tiga kali, panah pertama mematahkan panah lawan, panah kedua mematahkan busur dan panah ketiga segera dilepaskan pula dengan mengincar panji kebesaran Kubilai.
Panji itu sedang ber-kibar2 tertiup angin dan tampaknya sangat angker di tengah ber-ratus2 ribu perajurit itu, mendadak anak panah menyambar tiba dan tepat memutuskan tali panji itu, seketika panji kebesaran Kubilai itu melorot ke bawah dari tiangnya, serentak pula pasukan kedua pihak berteriak2 gemuruh.
Menyaksikan kelihayan Kwe Cing itu, pula semangat tempur pasukan sendiri sudah runtuh, cepat Kubilai memberi perintah pasukan mundur.
Kwe Cing berdiri di atas benteng dan menyaksikan pasukan Mongol mundur dengan teratur, dengan disiplin yang sangat kuat, sedikitpun tidak kacau, tanpa terasa ia menghela napas dan mengakui kehebatan pasukan Mongol yang sukar di tandingkan pasukan Song itu.
Teringat kepada situasi negara, ia menjadi sedih dan mengkerut kening.
Setelah mengundurkan pasukannya hingga ber-puluh li jauhnya, diam2 Kubilai merenungkan pula akal menggempur Siangyang, ia pikir dengan adanya Kwe Cing jelas kota itu sukar dibobolkan.
Melihat Kubilai termenung, Kim-lun Hoatong lantas berkata: "Yang Mulia menyaksikan sendiri kalau bocah she Nyo itu tidak menolongnya, jelas jiwa Kwe Cing sudah melayang di bawah panahku.
Memang sudah kuduga bahwa bocah she Nyo itu adalah manusia yang tak dapat dipercaya.
"Belum tentu begitu halnya," ujar Kubilai.
"Bisa jadi Nyo Ko ingin membunuh sendiri orang she Kwe itu untuk membalas sakit hati ayahnya, maka ia tidak ingin musuhnya mati ditangan orang lain," Meski Kim-lun Hoat-ong tidak sependapat tapi iapun tidak berani membantah, terpaksa iapun menyatakan semoga begitulah hendaknya.
"Mundurnya pasukan Mongol sudah tentu membuat girang Lu Bu-hoan, ia mengadakan perjamuan besar pula untuk merayakan kemenangan itu.
Sekali ini Nyo Ko juga diundang sebagai tamu terhormat, semua orang sama memuji betapa gagah beraninya menolong Kwe Cing itu.
. Kedua saudara Bu juga ikut hadir dalam pesta itu, melihat Nyo Ko baru datang sudah lantas berjasa, mereka merasa iri.
Mereka menjadi kuatir pula setelah peristiwa ini Kwe Cing akan semakin berniat menjodohkan anak perempuannya kepada Nyo Ko, hati mereka menjadi kesal.
Selesai pesta itu, Ui Yong mengundang Nyo Ko keruangan dalam untuk menemuinya, iapun memberi pujian dengan kata2 halus.
"Ko-ji," kata Kwe Cing, "Tadi kau terlalu keras menggunakan tenaga, apakah dadamu sekarang terasa sakit?" - Rupanya dia kuatir kalau Nyo Ko akan tambah parah penyakitnya setelah semalam mengalami gangguan latihan Lwekang.
Kuatir Ui Yong akan mengusut lebih lanjut apa yang terjadi semalam, cepat Nyo Ko menyatakan tidak apa2 dan segera pula membelokkan pembicaraan, katanya: "Kwe-pepek, kepandaianmu memanjat dinding benteng itu sungguh luar biasa dan tiada bandingannya.
" "Sudah beberapa tahun aku tidak berlatih kepandaian itu sehingga gerak gerikku rada kaku, maka hampir terjadi malapetaka tadi," ujar Kwe Cing tersenyum.
"Sungguh tidak nyana ilmu yang kupelajari dari Ma-toliang di Mongol dahulu dapat dimanfaatkan sekarang.
Kalau kau suka, Hehehe kuajarkan ilmu itu padamu nanti.
" Ui Yong dapat melihat sikap Nyo Ko yang kikuk, waktu bicara juga seperti sedang memikirkan sesuatu, meski semua orang menyaksikan anak muda itu menyelamatkan sang suami dengan sepenuh tenaga, tapi ia tetap waswas, katanya kemudian "Engkoh Cing, malam ini kurasa kurang enak badan, hendaklah kau suka menjaga di sini.
" Kwe Cing lantas ingat pesan sang isteri, segera ia mengangguk setuju lalu katanya kepada Nyo Ko: "Ko-ji, tentu kau sudan lelah, bolehlah kau kembali ke kamar untuk mengaso.
" Setelah kembali ke kamamya, Nyo Ko duduk termenung menghadapi meja, sementara itu sudah dekat tengah malam, memandangi api lilin yang sebentar terang sebentar gelap itu, macam pikiran berkecamuk dalam benaknya.
Tiba2 terdengar suara ketokan pintu yang pelahan, suara Siao-liong-li mendesir di luar.
"Belum tidur kau?" Dengan girang Nyo Ko lantas membuka pintu.
dilihatnya Siao-liong-li sudah berdiri di depan pintu dengan baju hijau pupus dan wajah berseri "Ada urusan apa, Kokoh?" tanya Nyo Ko.
"Aku ingin menjenguk kau," jawab Siao-liong-li dengan tertawa.
"Akupun merindukan kau," ujar Nyo Ko dengan suara lembut dan menggenggam tangan si nonar pelahan keduanya lantas ke taman bunga.
Tetumbuhan di taman bunga itu jarang2 saja, namun bunga sedap malam mekar semerbak me-ngasyikkan, Siao-liong-li memandang rembulan yang menghiasi cakrawala, katanya kemudian dengan suara lirih.
"Apakah kau harus membunuhnya dengan tanganmu sendiri" Rasanya waktu sudah sangat mendesak.
" Cepat Nyo Ko mendesis: "Ssst, jangan mempersoalkan ini, hati2 dengan mata telinga yang tak kelihatan di sini.
" Siao-liong-li menatap anak muda itu dengan kesima, katanya kemudian: "Jika bulan sudah bulat nanti, maka tibalah batas waktu 18 hari.
" Sembilan hari sejak ia berpisah dengan Kiu-Jian-jio, kalau dalam satu-dua hari ini tak dapat membunuh Kwe Cing dan Ui Yong, maka sukar kembali lagi ke Coa-cengkok sebelum racun dalam tubuhnya bekerja, ia menghela napas dan bersama Siao-Iiong-li mengambil tempat duduk pada sepotong batu besar.
Keduanya berhadapan dengan bungkam, namun kasih mesra yang timbul dalam hati sukar dibendung, seketika keduanya melupakan urusan permusuhan dan pertempuran segala.
Lewat lama dan lama sekali, tampaknya sang dewi malam sudah mulai mendoyong ke barat, malam sunyi dengan hawa yang dingin, tiba2 di balik gunung2an sana ada suara kaki orang, dua orang mendatangi cuma tidak kelihatan karena teraling oleh semak bunga, Terdengar suara seorang gadis berkata: "Jika kau mendesak aku lagi, lebih baik kau gorok leherku saja dengan pedangmu agar aku terhindar dari penderitaan.
" "Hm, hatimu bercabang, memangnya kau sangka aku tidak tahu?" terdengar seorang lelaki menjawab "Begitu bocah she Nyo itu datang ke sini, segera ia pamer kepandaian didepan orang banyak, tentu saja segala sumpah setia dimasa lalu telah kau lupakan semua," Dari suara mereka itu jelas ialah Kwe Hu dan Bu Siau-huan berdua.
Siao-liong-Ii mencebir kepada Nyo Ko, maksudnya mencemoohkan anak muda itu yang digilai oleh gadis di mana saja dia berada.
Nyo Ko tersenyum, ia tarik Siao-liong-li lebih rapat dengan dirinya dan memberi tanda agar jangan sampai bersuara, maksudnya akan mendengarkan lebih lanjut percakapan Kwe Hu berdua.
Tampaknya Kwe Hu menjadi marah setelah mendengar ucapan Bu Siu-bun tadi, dengan suara keras ia menjawab: "Jika begitu, anggaplah apa yang kita bicarakan dahulu cuma omong kosong saja, Biarlah nanti kupergi sejauhnya, selamanya takkan bertemu dengan Nyo Ko, kitapun takkan bertemu selamanya.
" Lalu terdengar suara kebasan baju, mungkin Bu Siu-bun ingin menarik lengan baju Kwe Hu, tapi nona itu telah mengebutkannya dengan keras.
Dengan suara marah Kwe Hu berkata pula: "Kenapa kau pegang2 segala" Orang datang atau tidak peduli apa dengan aku?" Andaikan ayah ibu menjodohkan aku kepadanya, biar matipun aku tidak mau menurut.
Kalau ayah memaksa aku, segera aku minggat saja.
Hm, sejak kecil si Nyo Ko sombong meremehkan diriku hm, aku justeru tidak memandang sebelah mata padanya, Ayah selalu menganggap dia anak baik, hm, aku justeru anggap dia bukan manusia baik2.
" Dengan girang Bu Siu-bun lantas membumbui: "Benar, benar, bocah itu memang congkak dan mengira dunia ini dia punya, Adik Hu, anggaplah aku yang salah omong, harap engkau jangan marah.
selanjutnya aku takkan sembarangan omong lagi, kalau berbuat begini lagi, biarlah aku menjelma menjadi.
. . . menjadi kura2. " - Lalu ia bergaya seperti kura merangkak.
Dari nada ucapan Kwe Hu itu, meski omelannya pada Bu Siu-bun itu membuat anak muda itu bertambah menyembah di telapak kakinya, tapi hati nona itu tampaknya juga sayang padanya.
Terdengar Bu Siu-bun berkata pula: "Subo (ibu guru) paling sayang padamu, asalkan kau memohon bantuannya dan beliau berjanji takkan menjodohkan kau pada bocah she Nyo itu, maka Suhu pasti tak dapat berbuat apa2" "Hm, kau tahu apa" jengek Kwe Hu, "Meski ayah suka menuruti kehendak ibu, tapi kalau meng-hadapi urusan penting, biasanya ibu selalu mengikuti kemauan ayah.
" "Oh, langkah bahagiaku jika kaupun begitu" terdengar ucapan Bu Siu-bun dengan menghela napas.
Mendadak terdengar suara "plok" disertai jerit kesakitan Bu Siu-bun, serunya: "He, kenapa kau memukul aku?" "Habis, mengapa kau bicara seenakmu?" omel Kwe Hu.
"Aku tidak sudi pada si Nyo Ko, akupun takkan menjadi isteri monyong macammu ini.
" "Bagus, baru sekarang kau bicara blak2an kau tidak sudi menjadi isteriku, tapi lebih suka menjadi isteriku kakakku, ingin kukatakan.
. . ingin kukatakan. . . " tapi saking gugupnya Bu Siu-bun tidak sanggup melanjutkan.
Tiba2 nada ucapan Kwe Hu berubah halus, katanya: "Bu-jiko, kau baik padaku, ini sudah kau katakan beratus dan beribu kali dengan sendirinya kutahu perasaanmu yang sungguh2 itu, Meski kakakmu tidak pernah menyatakan isi hatinya padaku, tapi akupun tahu dia jatuh hati padaku, Nah, jadi betapa sulitku menghadapi kalian ini, siapapun antara kalian kupilih, satu di antara kalian tentu akan kecewa dan berduka.
Kau sayang padaku dan memanjakan diriku, tapi kau tidak pernah tahu betapa serba salahku menghadapi hal ini.
" Sejak kecil Bu Tun-si dan Bu Siu bun ditinggalkan ayah-bundanya, hubungan kakak beradik itu selamanya sangat baik, tapi akhir2 ini keduanya sama2 jatuh cinta pada Kwe Hu sehingga- timbul perang dingin antara mereka.
. Maka Bu Siu bun tidak enak bicara lagi demi Kwe Hu menyinggung tentang kakaknya itu.
Karena gugup dan cemas air matapun berlinang2.
Kwe Hu ambil saputangan dan dilemparkan kepada anak muda itu, katanya pula dengan gegetun: "Bu-jiko, kita dibesarkan bersama, aku hargai kakakmu, tapi aku lebih cocok dengan tutur katamu, Terhadap kalian berdua sama sekali aku tidak mem-beda2kan, jika sekarang kau memaksa aku bicara terus terang, coba kalau kau yang menjadi aku, lalu cara bagaimana kau akan bicara?" "Aku tidak tahu," ujar Siu-bun.
"Aku cuma ingin katakan padamu, kalau kau dipersunting orang lain, maka aku takkan hidup lagi.
" "Baiklah, malam ini sudah cukup.
Siang tadi ayah bertempur mati2an, tapi kita malah bicara hal yang tidak penting di sini, kalau diketahui ayah tentu kita akan diomeli.
Bu-jiko, ingin kukatakan bagimu, jikalau kau ingin memperoleh pujian dari-ibuku, mengapa kau tidak berjuang dan berjasa, sebaliknya setiap hari hanya merecoki diriku saja, bukankah kau akan dipandang enteng oleh ayah.
" "Benar!" seru Bu Siu-bun sambil melonjak.
"Akan kubunuh Kubilai untuk membebaskan Siang-yang dari kepungan musuh, setelah berhasil masakah kau takkan terima lamaranku?" "Jika begitu kau berjasa sebesar itu, andaikan aku tidak mau juga tidak bisa," ujar Kwe Hu dengan tertawa, "Namun di sekeliling Kubilai tidak sedikit pengawal2 lihay, melulu seorang Kim-lun Hoat-ong saja sukar dilawan, sebaiknya kau jangan berkhayal dan pergilah tidur saja.
" Akan tetapi Bu Siu-bun sudah mempunyai perhitungan sendiri, ia pandang pula wajah Kwe Hu yang molek itu, lalu berkata: "Baiklah.
kaupun lekas tidur saja. " - ia melangkah pergi beberapa tindak tiba2 menoleh dan berkata pula: "Adik Hu malam ini kau mimpi atau tidak?" "Mana aku tahu?" jawab Kwe Hu tertawa.
"Jika bermimpi, coba kau terka apa yang kau impikan?" tanya Siu bun.
. "Besar kemungkinan aku akan mimpi melihat seekor monyet kecil" ujar Kwe Ku dengan tersenyum.
Girang sekali Bu Siu-bun, ia tahu kata2 "monyet" itu adalah kata olok2 si nona padanya, Maka melangkah pergilah dia dengan setengah berjingkrak.
Siao-liong-Ii dan Nyo Ko saling pandang dengan tersenyum mengikuti roman kedua muda-mudi itu.
Betapapun mereka merasa bangga pada cinta sendiri yang sukar dibandingi oleh cinta kasih antara Bu Siu-bun dan Kwe Hu yang tidak menentu itu.
Setelah Siu-bun pergi, Kwe Hu berduduk sendirian sambil termenung memandangi rembulan.
Selang agak lama, ia menghela napas panjang.
Pada saat itulah tiba2 dari balik gunungku muncul seorang dan menegurnya: "Apa yang sedang kaupikirkan, adik Hu?" Kiranya ialah Bu Tun-si.
Nyo Ko dan Siacliong-li terkesiap, kiranya dibalik gunung2an sana masih ada lagi seorang, dapat diperkirakan sudah sejak tadi Bu Tun si berada di situ lebih dulu daripada Nyo Ko berdua, kalau tidak, mustahil Nyo Ko berdua tidak mengetahui kedatangannya.
. Dengan mengomel Kwe Hu menjawab: "Kau selalu main sembunyi.
Tentunya sudah kau dengar semua percakapanku dengan Bu-jiko bukan?" Bu Tun-si mengangguk ia berdiri agak jauh di depan Kwe Hu, tapi sorot matanya penuh rasa cinta yang tak terhingga.
Kedua orang terdiam sampai sekian lama, kemudian Kwe Hu bertanya: "Apa yang hendak kau katakan padaku?" "O, tidak apa2.
tanpa kukatakan juga kau sudah tahu," ujar Bu Tun-si sambil melangkah pergi.
Nyata watak kedua saudara Bu itu sama sekali berbeda, yang satu pendiam dan yang lain banyak omong, Kwe Hu ter-mangu2 mengikuti kepergian Bu Tun-si itu hingga lenyap di balik gunung2 an sana, ia pikir alangkah baiknya jika di dunia ini tidak ada Bu tua dan Bu muda itu melainkan cuma ada seorang saja, ia menghela napas gegutun.
Dilihatnya rembulan sudah semakin men-doyong ke barat, ia lantas kembali kekamarnya.
Sesudah Kwe Hu pergi Nyo Ko tanya Siao-liong-li dengan tertawa: "Jika kau menjadi dia, kau pilih yang mana?" Siao-Iiong-li berpikir sejenak, kemudian menjawab: "Pilih kau.
" "Aku di luar hitungan," ujar Nyo Ko dengan tertawa "Nona Kwe sedikitpun tidak suka pada-ku, tidak mungkin aku terpilih Yang ku maksud-kan jika kau menjadi nona Kwe lalu kau pilih mana antara kedua saudara Bu itu?" Siao-liong-li terdiam dan membandingkan kedua saudara Bu itu, tapi akhirnya ia menjawab: "Aku tetap memilih kau.
" Nyo Ko menjadi geli dan terharu pula, Di-rangkulnya Siao-liong-li dan berkata dengan suara lembut: "Ya, orang lain selalu berbimbang hati, namun Kokohku hanya menyukai diriku saja.
" Begitulah kedua orang itu terus terduduk mengobrol di situ dengan perasaan bahagia, sementara itu fajar sudah menyingsing tetap merasa berat untuk berpisah.
Tiba2 datang seorang centing memberitahu bahwa Kwe Cing mengundang Nyo Ko untuk merundingkan sesuatu urusan.
Melihat centing itu rada gugup dan ter-gesa2, Nyo Ko pikir pasti ada urusan penting, ia coba tanya: "Apakah paman Kwe sudah lama mencari aku?" "Ya, kedua Bu-siauya mendadak menghilang," tutur centing itu, "Tentu saja Kwe-toaya dan Kwe-hujin sangat kuatir, nona Kwe juga menangis saja tadi.
" Nyo Ko terkejut, segera iapun paham duduknya perkara, tentu kedua saudara Bu itu bersaing merebut hati Kwe Hu dan sama2 ingin berjasa besar, maka mereka telah menuju ke kemah pasukan musuh dengan tujuan membunuh Kubilai.
. Cepat Nyo Ko menuju ke ruangan dalam dan melihat Ui Yong duduk di sebelah sana dengan cemas, Kwe Cing tampak berjalan mondar mandir, sedangkan Kwe Hu tampak mengucek matanya yang merah bendol, Diatas meja tertaruh dua batang pedang.
Melihat kedatangan Nyo Ko, segera Kwe Cing berkata: "Ko-ji, apakah kau tahu untuk apa kedua saudara Bu itu pergi ke kemah pasukan musuh" Antara kalian mungkin ada pembicaraan apa2, bisa jadi sebelumnya kau telah mengetahui sesuatu kehendak mereka?" "Tapi siautit tidak melihat sesuatu tanda mencurigakan atas diri kedua adik Bu itu," tutur NyoKo.
"Mungkin mereka ikut sedih-karena kepungan musuh yang sudah sekian lamanya, maka mereka sengaja menyusup ke markas pasukan musuh, jika mereka berhasil membunuh seseorang panglima musuh, kan suatu jasa juga.
" Kwe Cing menghela napas, katanya sambil menuding kedua pedang di atas meja: "seumpama maksud tujuan mereka memang baik, tapi sesungguhnya mereka terlalu tidak tahu diri, senjata mereka saja dirampas orang dan sengaja dikirim ke sini" Hal ini rada di luar dugaan Nyo Ko, dia memang sudah menduga maksud tujuan kedua saudara Bu itu pasti gagal, sebab kepandaian mereka jelas bukan tandingan Kim-lun Hoat-ong, Siau-siang-cu dan lain2.
Tapi tidak menyangka dalam waktu sesingkat itu senjata mereka sudah dikirim pulang oleh musuh.
Kwe Cing mengambil sepucuk surat yang tertindih dibawah pedang itu dan disodorkaa kepada Nyo Ko agar membacanya, Kiranya surat itu dari Kim-lum Hoat ong yang ditujukan kepada Kwe Cing, isinya menyatakan bahwa kedua saudara Bu kepergok olehnya dan sementara menjadi tamu kehormatan pihak Mongol, untuk itu Kwe Cing diundang agar suka berkunjung ke sana sekedar omong2, habis itu dapatlah kedua muridnya itu dibebaskan.
Walaupun nada surat itu sangat ramah, namun jelas maksudnya kedua saudara Bu itu dijadikan sebagai sandera, hanya kalau Kwe Cing datang sendiri barulah kedua anak muda itu dapat dilepaskan.
"Bagai mana pendapatmu?" tanya Kwe Cing setelah Nyo Ko membaca surat itu.
Nyo Ko cukup cerdik, ia tahu Ui Yong jauh lebih pintar daripada dia, tindakan apa yang harus dilakukan masakah nyonya itu tidak tahu" Bahwa sekarang dirinya diundang ke sini, maksudnya pasti tidak lain agar dia mau mengiringi Kwe Cing ke markas musuh, Setiba di sana, sekalipun Kim-lun Hoat-ong dan kawannya dapat mengalahkan Kwe-Cing, tapi untuk membunuh atau menangkapnya rasanya sulit.
Dah jika dirinya dan Kokoh ikut pergi membantu, pasti sang paman akan dapat meloloskan diri.
Akan tetapi segera berpikir pula olehnya" tapi kalau aku dan Kokoh mendadak berbalik memiha sana, maka untuk membunuhnya boleh dikatakan teramat mudah, seumpama aku tidak tega membinasakan dia dengan tanganku sendiri, kan tidak jelek jika kupinjam tangan Hoat-ong dan lain2 untuk mencelakai dia?" Berpikir deraikian, ia tersenyum dan berkata: "Kwe-pepek, baiklah aku dan Suhu mengiringi engkau ke sana, Kwe-pekbo sudah pernah menyaksikan paduan pedang kami dapat mengalahkan Kim-lun Hoat-ong, kalau kita bertiga pergi bersama, rasanya musuh tidak mampu menahan kita.
" Dengan girang Kwe Cing berkata: "Sungguh kecerdikanmu sukar dibandingi kecuali bibimu, Memang begitulah maksud bibimu mengundang kau ke sini.
" Diam2 Nyo Ko menjengek biarpun bibimu secerdik setan juga sekali tempo akan terjungkal di tanganku, Namun dia tenang2 saja dan menjawab: "Urusan tidak boleh terlambat, marilah kita berangkat saja sekarang, Aku dan Suhu menyamar sebagai kacungmu agar musuh tidak menaruh curiga apa2.
" Kwe Cing menyatakan setuju, ia berpaling dan berkata kepada sang isteri: "Yong-ji, kau jangan kuatir, ada Ko-ji dan nona Liong mendampingiku ke sana, apapun yang terjadi kami akan pulang aku ke sini dengan selamat," -Habis ini segera ia suruh mengundang Siau-Iiong-li.
Tiba2 Ui Yong berkata: "Tidak, maksudku cuma Ko-ji saja yang mengiringi kau ke sana.
Nona cantik molek seperti nona Liong jangan kita membiarkan dia ikut menyerempet bahaya, Aku ingin dia tinggal disini bersamaku.
" Nyo Ko melengak, akan tetapi ia lantas paham maksudnya, nyata sang bibi juga waswas padanya, maka Siao-liong-li sengaja ditahan sebagai sandera agar dia tidak berani berbuat sembarangan.
Agar tidak menimbulkan curiga, Nyo Ko juga tak mendesak agar Siao-liong-lj harus ikut, ia hanya diam saja.
Tapi Kwe Cing lantas berkata: "Ilmu pedang nona Liong hebat luar biasa kalau dia ikut pergi tentu akan banyak menambah kekuatan kita," "Badanku terasa kurang enak, mungkin akan melahirkan dalam sehari dua ini, kalau nona Liong tinggal disini, tentu aku takkan kuatir apa2" .
ujar Ui Yong. "Benar, benar," ujar Kwe Cing, "Ko-ji, marilah kita berangkat.
" Nyo Ko merasa kewalahan mengadu kepintaran dengan Ui Yong, tapi Kwe Cing yang jujur dan polos itu pasti bukan tandingan dirinya, setelah dibereskan di tempat musuh sana, nanti kembali lagi ke sini untuk menolong Siao-Iiong-Ii kiranya tidak sukar.
Maka ia lantas meringkasi pakaiannya dan ikut berangkat bersama Kwe Cing.
Nyo Ko menunggang kudanya yang kurus itu, sedangkan Kwe Cing menunggang kuda merah kesayangannya, Kedua ekor kuda itu dapat berlari cepar, tidak sampai setengah jam mereka sudah sampai di markas besar pasukan Mongol.
Mendengar kedatangan Kwe Cing, Kubilai terkejut dan bergirang, cepat ia mengundangnya masuk ke dalam kemah.
Kwe Cing tercengang ketika melihat seorang pangeran muda berduduk di tengah kemah, mukanya lebar dan daun kupingnya besar, kedua matanya cekung, ternyata mirip sekali wajah ayahnya,yaitu Tulai.
Kwe Cing jadi teringat pada persaudaraannya dengan Tulai di masa muda dahulu.
Tanpa terasa matanya menjadi merah dan hampir meneteskan air mata.
Cepat Kubilai meninggalkan tempat duduknya dan memberi hormat kepada Kwe Cing, katanya, "Mendiang ayahku sering berceritera tentang keperkasaan paman Kwe dan sangat kagum luar biasa, kini dapat berjumpa dengan paman, sungguh bahagia bagiku.
" Kwe Cing membalas hormat dan berkata "hubunganku dengan Tulai Anda (anda - saudara angkat dalam bahasa MongoI), laksana saudara sekandung, waktu kecil kami ibu dan anak-bernaung dibawah lindungan haycou (Jengis Khan) dan telah banyak menerima bantuan beliau.
Siapa duga ayahmu yang gagah perwira itu mendadak wafat dalam usia muda, sungguh aku sangat menyesal dan ikut berduka cita.
" Ucapan Kwe Cing yang sunguh2 dan tulus itu membikin hati Kubilai terharu juga, segera ia-pun memperkenalkan Siau-siang-cu, In Kik-si dan lain2, Kwe Cing disilakan duduk pada tempat yang paling terhormat, sedangkan Nyo Ko berdiri di belakang Kwe Cing dan pura2 tidak kenal dengan semua orang.
Kim-lun Hoat-ong dan lain2 tidak tahu maksud tujuan ikut sertanya Nyo Ko ini, tapi merekapun tidak menegurnya ketika melihat anak muda itu tidak menggubris mereka, hanya Be Kong-co saja, dasarnya memang orang dogol, segera ia berseru: "Eh, Nyo-heng.
. . " Belurn lanjut ucapannya, mendadak In Kik-si mencubit sekerasnya pada pantat Be Kong-co, saking kesakitan Be Kong-co menjerit, akan tetapi In Kik-si lantas berpaling ke sana dan tidak menggubrisnya, karena tidak tahu siapa yang menyakitinya, Be Kong-co, ngomel dan marah2 sehingga lupa menyapa Nyo Ko.
Setelah minum secawan arak susu kuda khas Mongok segera Kwe Cing bermaksud tanya tentang kedua saudara Bu, namun Kubilai sudah lantas berseru kepada anak buahnya.
"Lekas mengundang kedua tuan Bu ke sini.
" Para pengawal mengiakan, tidak lama Bu-Tun-Si dan Bu-Siu-bun tampak digusur masuk, Kaki dan tangan diikat dengan tali kulit, tali kulit yang bagian kaki panjangnya tidak lebih dari setengah meter sehingga terpaksa kedua anak muda itu harus melangkah dengan pelahan.
Melihat sang guru berada disitu, kedua saudara Bu itu terkejut dan malu, mereka memanggil "Suhu", lalu menunduk dan tidak berani membuka suara.
Sebenarnya Kwe Cing sangat marah pada kecerobohan tindakan kedua anak muda itu, tapi demi melihat pakaian mereka lusuh, badan berlepotan darah, suatu tanda mereka mengalami pertarungan sengit dan akhirnya baru tertawan, pula melihat kedua orang itu diringkus secara mengenaskan, dari rasa gusar Kwe Cing menjadi merasa kasihan kepada mereka, ia pikir meski tindakan mereka terlalu sembrono, tapi tujuannya luhur demi bangsa dan negara, betapapun jiwa patriotik mereka harus dipuji.
Maka dengan suara halus ia lantas berkatai "Orang persilatan adalah jamak mengalami berbagai gemblengan jiwa dan raga serta mengalami berbagai kegagalan, semua ini bukan soal apa2" Kubilai pura2 mengomeli anak buahnya: "Sudah kuperintahkan melayani kedua tuan Bu ini dengan baik, mengapa kalian berlaku sekasar ini, lekas membuka ikatan mereka.
" Anak buahnya mengiakan dan segera hendak membuka tali kulit yang meringkus kedua saudara Bu itu.
Namun tali kulit itu sangat kencang, apalagi sebelumnya telah dibasahi dengan air sehingga sukar dibuka begitu saja.
Segera Kwe Cing mendekatinya, ia pegang tali kulit yang mengisi di dada Bu Tun-si dan dibetotnya ke kanan-kiri, "plok", seketika tali kulit itu putus, menyusul ia-pun putuskan tali ikatan di tubuh Bu Tun-si dengan cara yang sama.
Cara Kwe Cing memutuskan tali kulit itu tampaknya sangat mudah, tapi sebenarnya sukar dilaksanakan jika tak memiliki tenaga dalam yang kuat.
Siau-siang-cu, Nimo Singh dan lain2 saling pandang sekejap, dalam hati masing2 sama bertambah waswas.
"Lekas bawakan arak dan meminta maaf kedua tuan Bu," seru Kubilat kepada anak buahnya.
Dalam hati Kwe Cing mulai menimang bahwa pertempuran ini pasti takkan berakhir dengan damai, sebentar pasti terjadi pertempuran sengit, kalau kedua saubara Bu itu tidak lekas pergi tentu akan menjadi beban malah baginya.
Segera Kwe Cing berbangkit dan memberi hormat kepada Kubilai dan para hadirin katanya "Terima kasihku kepada Ongya dan saudara2 sekalian yang telah memberi pengajaran atas kelancangan murid2ku ini.
" Lalu ia berpaling kepada kedua saudara Bu: "Nah, lekas kalian pulang dan lekas beritahukan kepada Subo bahwa di sini aku berjumpa dengan putera saudara angkatku, sebentar lagi aku pulang setelah berbincang dengan sahabat lama ini.
" "Tapi Suhu. . . " karena sudah kapok menghadapi musuh2 tangguh, Bu Siu-bun menjadi kuatir juga atas keselamatan Kwe Cing.
Tapi Kwe Cing lantas melambaikan tangannya dan membentak : "Lekas pergi kalian! Lapor kepada Lu-ciang-kun bahwa pertahanan perlu diperkuat apapun yang bakal terjadi jangan se-kali2 pintu gerbang dibuka untuk menjaga sergapan musuh secara mendadak.
" Ucapan Kwe Cing itu lantang lagi berwibawa dan sengaja diperdengarkan kepada Kubilai dan anak buahnya, artinya kalau sampai terjadi apa2 atas diri Kwe Cing, betapapun kota Siangyang tetap harus dipertahankan.
Kedua saudara Bu tahu arti pesan sang guru, mereka tak berani bicara lagi dan segera memohon diri untuk pulang ke Siangyang.
Dengan tertawa kemudian Kubilai berkata: "Mungkin paman Kwe belum tahu bahwa kedua saudara itu datang ke sini hendak membunuh diriku?" Kwe Cing mengangguk, jawabnya: "Ya, sebelumnya aku memang tidak tahu, dasar anak kecil, terlalu sembrono.
" "Memangnya sudah kuduga pasti paman Kwe tidak mengetahui perbuatan mereka, kuyakin paman Kwe pasti takkan menyuruh mereka berbuat demikian mengingat hubungan baik paman dengan mendiang ayahku," kata Kubilai.
"Belum tentu begitu," ujar Kwe Cing tegas.
"Urusan dinas harus diutamakan daripada urusan pribadi.
Dahulu Tulai Anda juga pernah memimpin pasukannya menyerbu Siangyang, waktu itu akupun punya pikiran hendak melakukan pembunuhan gelap terhadap kakak angkat sendiri agar pasukan musuh dapat digempur mundur.
Tapi kebetulan Thaycou jatuh sakit, terpaksa pasukan Mongol mundur kembali ke wilayah sendiri, karena itu persaudaraanku dengan Tulai Anda tetap terpelihara dengan baik.
Di jaman dahulu, seorang pahlawan tega membunuh anggota keluarga sendiri demi kesetiaannya kepada negara, kalau anggota keluarga saja boleh dibunuh, apalagi cuma sahabat atau saudara angkat" Hati Nyo Ko tergetar mendengar ucapan tegas dan sungguh2 itu, pikirnya: "Pantas saja, memangnya membunuh saudara angkat adalah kebiasaannya, Entah mendiang ayahku itu berbuat kekalahan apa sehingga tewas di tangannya, Wahai Kwe Cing, apakah dalam hidupmu sendiri selamanya tak pernah berbuat sesuatu kesalahan?" BegituIah rasa dendam dan bencinya seketika timbul lagi dalam benaknya.
Ternyata Kubilai sama sekali tidak marah atas ucapan Kwe Cing tadi, ia menanggapi dengan tersenyum: "Jika begitu, mengapa paman Kwe bilang kedua muridmu tadi terlalu sembrono?" "Mengapa tidak," jawab Kwe Cing.
"Kepandaian mereka masih cetek, mereka tidak tahu diri dan melakukan pembunuhan gelap, tentu saja gagal, Bahwa mereka pasti akan gagal bukan soal, yang pasti kau menjadi tambah waspada dan untuk selanjutnya tentu sukar jika hendak membunuh kau.
" Kubilai bergelak tertawa, ia pikir Kwe Cing ini terkenal polos dan kurang mahir bercakap, tapi nyatanya kata2nya ini teramat tajam.
" Padahal Kwe Cing hanya bicara sesuai dengan kenyataannya, apa yang dia pikirkan saat itu segera dikatakannya.
" Kim-lun Hoat-ong merasa kagum juga melihat sikap Kwe Cing yang tanpa gentar itu meski berada di tengah pasukan musuh.
Begitu juga Kubilai sangat senang dan menyukai tokoh macam Kwe Cing ini, ia pikir kalau orang ini dapat dirangkul menjadi pembantuku, maka nilainya jauh melebihi sepuluh buah kota Siangyang.
Segera ia berkata pula: "Paman Kwe, saat ini kerajaan Song sedang kemelut, rajanya dan rakyatnya sengsara, banyak pembesar dorna berkuasa secara se-wenang2.
Paman Kwe sendiri adalah ksatria yang gagah perkasa, mengapa engkau sudi diperbudak oleh raja lalim dan pembesar dorna itu?" Mendadak Kwe Cing berdiri dan berseru: "Se-jeIek2nya orang she Kwe mana kusudi diperalat oleh kaum dorna dan raja lalim.
Soalnya aku benci kepada orang Mongol yang menjajah wilayah negeri kami dan melakakan keganasan tanpa batas.
Darah mendidih dalam rongga dadaku ini bergolak siap berkorban bagi bangsa dan negaraku.
" "Bagus?" seru Kubilai sembil menggebrak meja.
"Marilah kita minum satu cawan bagi keperwiraan paman Kwe.
" - Habis ini lantas mendahului menenggak habis semangkuk arak susu kuda.
Walaupun tidak semuanya setuju atas sikap Kubilai itu, tapi terpaksa semua orang mengiringi minum satu mangkuk.
Segera para pengawal menuangkan lagi mangkuk yang sudah kosong itu.
Segera Kwe Cing berkata pula: "Negara kami luas dan rakyat banyak dengan peradaban yang tinggi, sejak jaman baheula hingga sekarang belum pernah bertekuk lutut kepada bangsa lain, Meski orang Mongol mendapatkan kemenangan untuk sementara, kelak pasti juga akan dienyahkan dari sini dengan kehancuran yang sukar dibayangkan.
Untuk itulah hendaklah Ongya suka merenungkannya lebih masak agar tidak menyesal di kemudian hari.
" "Terima kasih atas petua paman," jawab Kubilai dengan tertawa.
Melihat sikap orang yang meremehkan ucapannya jtu, segera Kwe Cing berkata pula: "Baiklah-kumobon diri sekarang juga, sampai bertemu pula.
" "Antar tamu!" seru Kubilai kepada anak buahnya.
Hoat ong dan lain2 saling pandang dengan bingung dan semuanya menatap ke arah Kubilai, mereka pikir dengan susah payah Kwe Cing sudah dipancing masuk perangkap, masakah sekarang akan dilepaskan begitu saja" Tapi jelas kelihatan Kubilai telah mengantar Kwe Cing keluar kemah dengan penuh hormat, betapapun mereka juga tak berani sembarangan bertindak.
Sambil melangkah keluar kemah, diam2 Kwe Cing mengakui kehebatan Kubilai yang tidak boleh diremehkan itu, ia mcngedipi Nyo Ko sambil mempercepat langkahnya ke tempat kuda.
Mendadak dari samping muncul delapan orang Mongol yang kekar, seorang diantaranya menegur "He, kau ini Kwe Cing bukan" Kau telah banyak menewaskan saudara2 kami di Siangyang, sekarang kau berani berlagak ke sini Ongya membiarkan kau pergi, tapi kami tidak dapat tinggal diam.
" Sekali menggertak, serentak kedelapan orang terus menubruk maju, dengan Judo gaya Mongol mereka terus hendak menjambret baju Kwe Cing.
Berkelahi secara Mongol ini adalah kebanggaan orang MongoI, kedelapan orang ini bahkan adalah jago Judo Mongol yang paling lihay dan sengaja disiapkan oleh Kubilai di situ untuk menangkap Kwe Cing.
Namun Kwe Cing yang sejak kecil tinggal di Mongol juga mahir kepandaian orang Mongol seperti menunggang kuda, memanah dan bantingan: (Judo) ala Mongol.
Begitu melihat orang2 itu hendak memegangnya, cepat kedua tangannya meraih ke kanan dan kiri, kaki kanan berbareng menyapu, hanya sekejap saja empat orang telah dipegangnya terus dibanting, empat orang lagi kena diserampang oleh kakinya hingga terjungkal.
Yang digunakan Kwe Cing adalah kepandaian bantingan gaya Mongol asli, cuma dia mempunyai dasar ilmu silat yang tinggi, tenaganya kuat luar biasa, tentu saja kedelapan orang itu bukan tandingannya.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di luar kemah berjaga seribu perajurit pribadi Kubilai, seribu orang ini semuanya mahir bantingan, maka bersorak sorailah mereka demi menyaksikan sekaligus Kwe Cing dapat merobohkan delapan jagoan mereka itu.
Kwe Cing mengepalkan kedua tangannya dan menanggalkan kopiahnya sambil berputar satu keliling, ini adalah adat orang MongoI sebagai balas menghormat kepada sorak pujian para penonton setelah berhasil membanting jatuh lawannya.
Karena sikap Kwe Cing itu, sorak sorai pasukan Mongol itu bertambah gemuruh.
Setelah merangkak bangun, kedelapan orang Mongol itu memandangi Kwe Cing dengan terkesima bingung, entah mesti menubruk maju lagi atau disudahi sampai di sini saja" Segera Kwe Cing memberi tanda kepada Nyo Ko agar berangkat Tapi pada saat itu juga terdengarlah suara tiupan tanduk sahut menyahut di sana sini, beberapa pasukan Mongol tampak berseliweran di kejauhan sana, rupanya Kubilai telah mengerahkan pasukannya, Kwe Cing dan Nyo Ko sudah terkepung rapat di tengah.
Melihat kekuatan musuh yang hebat itu, diam2 Kwe Cing terkejut ia pikir biarpun berkepandaian setinggi langit juga sukar menembus kepungan musuh seketat itu, Sungguh tak tersangka bahwa Kubilai akan mengerahkan pasukannya sebanyak itu hanya untuk melayani Kwe Cing seorang saja, ia kuatir Nyo Ko merasa gentar maka ia sendiri sedapatnya bersikap tenang, katanya kepada anak muda itu: "Kuda kita cukup cepat, marilah kita terjang saja dan rampas dua buah perisai musuh untuk menjaga kalau musuh memanah kuda kita," - Lalu ia membisiki pula "Lekas menerjang dulu ke selatan, habis itu kita putar balik ke utara," Semula Nyo Ko melengak heran, Siangyang terletak di selatan, mengapa sang paman mengajaknya menerjang ke utara malah" Tapi ia lantas paham maksud Kwe Cing itu, tentu sebelumnya Kubilai telah pusatkan pasukannya di sebelah selatan untuk mengadang dia yang jelas akan kabur pulang ke Siangyang, sebab itulah penjagaan di sebelah utara tentu kosong.
Terjang dulu ke selatan, lalu membalik terjang ke utara secara tak terduga", dengan demikian kepungan musuh pasti akan dapat dibobolkan.
"Wah, cara bagaimana harus kugagalkan rencananya ini?" demikian pikir Nyo Ko Baru saja timbul pikiran Nyo Ko ini, tiba2 dari kemah Kubilai sudah melayang keluar beberapa orang dalam sekejap saja orang2 itu sudah mengadang di depan Kwe Cing, menyusul terdengar suara meraung di udara, sebuah roda tembaga dan sebuah roda besi menyamber berbareng ke arah kuda Kwe Cing dan Nyo Ko.
Nyata Kim-lun Hoat-ong sudah ikut turun tangan untuk merintangi lolosnya mereka.
Melihat samberan kedua roda itu sangat keras, Kwe Cing tak berani menangkapnya dengan tangan, ia menunduk ke bawah, kedua tangannya menekan sekuatnya pada leher kedua kuda mereka.
seketika kaki depan kuda2 itu bertekuk lutut dan sepasang roda musuh pun menyamber lewat di atas kepala kuda.
Roda2 itu berputar satu kail di udara, lalu terbang kembali ke tangan Hoat-ong, Karena rintangan itu pula, tahu2 Nimo Singh dan In Kik-si sudah menyusul tiba, habis itu Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang-cu juga memburu datang.
Mereka berempat terus mengelilingi Kwe Cing dan Nyo Ko.
Sebagai tokoh kelas satu di dunia Kangow, Kim-lun Hoat-ong, Siau-siang-cu dan lain2 sama sekali tidak sudi merosotkan derajat mereka dengan cara main kerubut.
Akan tetapi lantaran Kanghu Kwe Cing terlalu lihay, pula setiap orang mereka ingin sekali mendapatkan gelar "jago nomor satu Mongol", dengan sendirinya mereka saling berlomba mendahului.
Segera kelihatan sinar senjata gemerlapan menyilaukan mata, kecmpat orang sudah menyiapkan senjata masing2.
Kini yang dipegang Kim-lun Hoat-ong adalah senjata roda emas, In Kik-si bersenjata Kim-pian (ruyung emas) bertaburkan mutiara dan batu permata.
Siau-siang-cu memegang sebatang pentung, pendekar pentung yang biasa dibawa anggota keluarga yang kematian orang tua.
Adapun senjata Nimo Singh paling aneh, senjatanya melilit pada lengannya dan dapat mulur mengkeret, tampaknya seperti ular hidup, Kwe Cing menyadari kalau keempat lawan ini tidak dibereskan tentu sukar dirinya untuk lolos.
Kedudukan kedua pihak adalah 2 lawan 4, untuk menang jelas sulit, tapi asalkan dapat merobohkan salah seorang musuh, untuk lolos rasanya tidak susah, ia coba mengamat-amati gerakan keempat lawan dan cara memegang senjata, tampaknya diantara empat lawan itu In Kik-si adalah paling lemah.
Secara mendadak Kwe Cing terus menghantam sekaligus dengan kedua tangan menuju muka Siausiang-cu.
. Tanpa mengelak Siau-siang-cu malah menegakkan pentungnya dan menutuk telapak tangan Kwe Cing, Sudah tentu Kwe Cing tak berani meremehkan musuh ini, ia tahu semakin sepele senjata yang digunakan, semakin tinggi pula ilmu silat orang itu.
Maka ia tidak berani menyambut pentung orang, cepat ia membaitki tangannya ke sana, dengan gerakan "Sinliong-pah-bwe",(naga sakti menggoyang ekor), dengan tepat senjata ruyung In Kik-si kena dicengkeramnya.
caranya membaliki tangan untuk rebut senjata musuh sungguh cepat dan gesit luar biasa.
Segera ln Kik-si bermaksud menyendal ruyungnya untuk menggempur musuh, namun sudah terlambat, ujung ruyung sudah terpegang Kwe Cing.
Tapi pengalaman In Kik-si sangat luar, hampir ilmu silat dari aliran manapun diketahuinya, meski tidak semuanya dilatihnya dengan baik, namun kepandaiannya memang banyak ragamnya, begitu terasa senjatanya terpegang musuh, segera ia ikuti gaya tarikan Kwe Cing terus menubruk maju malah, berbareng itu tangan lain telah bertambah dengan sebatang belati.
"Bagus!" seru Kwe Cing, kedua tangannya digunakan sekaligus, tangan kanan tetap memegangi ujung ruyung lawan, tangan kiri berusaha merebut belati.
Dalam keadaan tangan kanan merebut senjata kanan dan tangan kiri merebut senjata kiri lawan jadi kedua tangan Kwe Cing telah berada dalam keadaan bersilang.
Tadinya In Kik-si mengira dengan tikaman belatinya pasti dapat memaksa musuh melepaskan ruyungnya, siapa tahu bukannya Kwe Cing menghindar, sebaliknya belati itupun hendak dirampasnya, jadi bukan saja ruyung takdapat dipertahankan bahkan belati juga akan terlepas.
Pada saat bahaya itulah tiba2 roda emas Hoatong dan pentung Siau-siang-cu juga menyerang tiba berbareng.
Diam2 Kwe Cing kagum terhadap kelihayan lawan karena tak berhasil membetot lepas ruyung musuh.
Mendadak ia menggertak dan mengerahkan tenaga dalam sekuatnya melalui ruyung itu, seketika In Kik-si merasa dadanya seperti dipalu, mata berkunang2 dan darah segar lantas tersembur dari mulutnya.
Pada saat itu pula Kwe Cing lantas melepaskan pegangannya pada ruyung dan membaliki tangannya untuk melayani serangan roda emas serta pentung.
In Kik-si tahu lukanya tidak ringan, pelahan ia meninggalkan kalangan pertempuran dan duduk bersila ditepi sana untuk menahan muntah lebih lanjut.
Melihat In Kik-si dilukai oleh Kwe Cing, Hoat-ong dan Siau-siang-cu disamping senang ju-Ift merasa keder.
Mereka senang karena berkurang dengan seorang saingan yang ikut berebut "jago nomor satu Mongol", tapi melihat betapa lihaynya Kwe Cing, mereka juga keder dan kuatir kalau merekapun terjungkal di tangan lawan itu.
Begitulah ketiga orang sama2 tidak berani sembarangan bertindak, mereka sama berjaga dengan rapat.
Disamping melayani kedua lawan, diam2 Kwe Cirig menyelami kedua macam senjata aneh yang dipegang Siau-siang-cu dan Nimo Singh itu, pantang pendek yang dibawa Siau-siang-cu itu terbuat dari baja, kecuali keras dan berat seketika sukar diketahui keanehan yang Iain, sedangkan senjata bentuk ular milik Nimo Singh itu menyerang dengan jurus yang aneh sekali.
Senjata itu berbentuk ular berbisa yang berkepala segitiga, badan ular dapat melingkar dengan lemas, kepala dan ekor ular tampak runcing dan sangat tajam, yang lihay adalah sukar diduga bilamana badan ular itu akan melingkar dan ke arah mana kepala atau ekor ular itu akan menyerang.
Tapi di tangan Nimo Singn senjata ular itu berterbangan naik turun dan berputar2 dengan aneka macam perubahan yang hebat Dahulu Kwe Cing pernah bertempur melawan tongkat ular milik Auyang Hong ular aneh yang melilit pada tongkatnya itu adalah ular tulen dan berbisa luar biasa.
Tapi senjata ular2an Nimo Singh sekarang meski juga aneh, namun cuma bentuknya saja seperti ular, tapi sebenarnya benda mati, betapapun pasti ada titik kelemahannya.
Sebab itulah Kwe Cing lebih jeri terhadap serangan roda Kim-lun Hoatong daripada Nimo Singh.
Setelah berlangsung belasan gebrakan, sekonyong2 terdengar suara raungan seorang, kelihatan seorang tinggi besar menerjang tiba, siapa lagi dia kalau bukan Be Kong-co.
senjata Be Kong-co adalah sebatang toya yang panjang lagi besar, tanpa bicara ia terus mengemplang kepala Kwe Cing dari belakang Nimo Singh.
Padahal waktu itu empat tokoh itu sedang bertempur dengan sengitnya dan sama2 berjaga dengan sangat rapat, hakikatnya tiada peluang sedikitpun bagi orang lain.
Tenaga pukulan dan samberan senjata mereka sudah berbentuk menjadi satu jaringan kekuatan yang maha dahsyat.
Maka kemplangan toya Be Kong-co itu kontan terbentur oleh jaringan tenaga yang dibentuk empat orang yang sedang saling gempur lagi.
meski tanpa mengeluarkan suara, namun toya itu mendadak terpental balik, kalau saja Be Kong-6a tidak memiliki tenaga sakti, tentu toya itu sudah mencelat terlepas dari tangannya atau bisa jadi toya itu akan mengemplang kepalanya sendiri hingga pecah berantakan.
Tapi begitu merasa gelagat jelek.
Be Kong-co terus berteriak keras dan mengerahkan kekuatannya untuk menahan toyanya sehingga tidak sampai merugikan diri sendiri, walaupun begitu juga tangannya terasa kesemutan dan lecet berdarah.
"Aneh, aneh. !" ia berseru, dan mengerahkan tenaga pula, sekuatnya ia mengemplang lagi.
Ia, mengemplang Kwe Cing dengan berdiri di belakang Nimo Singh, yang berdiri di depannya sana adalah Kim-lun Hoat-ong, diduganya kemplangan Be Kong-co ini pasti akan menimbulkan kekuatan lebih besar, tapi ia cuma menyeringai saja dan tidak mencegahnya.
Nyo Ko juga menyaksikan keadaan itu, ia tahu kepandaian Be Kong-co terlalu jauh dibandingkan keempat tokoh itu, kalau ikut bertempur akan bikin susah dirinya sendiri ia suka kepada orang dogol yang barhati polos itu, pula beberapa kali Be Kong-co membelanya, maka ia tidak tega menyaksikan si dogoI dicelakai Segera ia membentak: "Be Kong-co awas seranganku!" Berbareng pedangnya terus menusuk ke punggung orang dogol itu.
Be Kong-co melengak bingung, katanya: "Adik Nyo, mengapa kau menyerang padaku?"
04 "Orang goblok, lekas kau enyah dari sini!" damperat Nyo Ko sambil melancarkan pula beberapa kali tusukan sehingga Be Kong-co kelabakan berusaha mengelak dan terpaksa melompat mundur sehingga cukup jauh dari kalangan pertempuran Kwe Cing berempat.
Setelah mendesak lagi beberapa langkah, kemudian Nyo Ko membisiki Be Kong-co dengan suara tertahan: "Be-toako, jiwamu sudah kuselamatkan, kau tahu tidak?" "Apa katamu?" tanya Be Kong-co dengan bingung.
"Ssst, jangan keras2, nanti didengar mereka," desis Nyo Ko.
"Ada apa?" kembali Be Kong-co menegas dengan mata terbelaIak.
"Apa yang mesti kutakuti terhadap Hwesio gede piaraan biang anjing itu?" - suaranyatetap keras, bahaya adalah bicara biasa,namun bagi orang lain sudah serupa orang berteriak.
"Baiklah, kalau begitu kau jangan bicara lagi, turut saja perkataanku," kata Nyo Ko.
Penurut juga Be Kong-co, ia mengangguk dan tidak bersuara pula.
Nyo Ko lantas berkata padanya: "Kwe Cing bisa ilmu sihir, begitu dia membaca mantera segera kepala lawan dapat dipenggalnya.
Maka lebih baik kau berdiri sejauhnya dari dia.
Mata Be Kong-co terbelalak lebar, setengah percaya dan setengah tidak.
Karena ingin menolong jiwa si dogol, Nyo-Ko tahu jalan paling baik adalah mengibulinya, kalau dikatakan ilmu silat Kwe Cing sangat hebat tentu dia tidak mau menyerah kalah, tapi kalau bilang Kwe Cing mahir ilmu sihir, besar kemungkinan si dogol mau percaya.
Karena itu, untuk lebih meyakinkan kepercayaan Be Kong-co, Nyo-Ko berkata pula: "Tadi kau mengemplangnya dengan toyamu, toyamu tidak membentur apa2 terus terpental balik malah, kan aneh bukan" saudagar Persi itu sangat tinggi ilmu silatnya, mengapa sekali gebrak juga dilukainya?" Be Kong-co mau percaya ucapan Nyo Ko ini, ia manggut2, lalu memandang Kim-lun Hoat-ong, Siau-siang-cu dan Iain2 deogan agak ragu.
Nyo Ko tahu apa yang sedang dipikirkan Be-Kong-co, segera ia menambahi pula.
"Hwesio gede itu punya jimat dan telah diberikan kepada mayat hidup serta setan cebol itu, mereka membawa jimat, dengan sendirinya tidak gentar terhadap ilmu sihir lawannya.
Apa Hwesio gede itu tidak memberi jimatnya padamu?" Dengan gemas Be Kong-co menjawab "Tidak!" "Ya, bangsat gundul itu memang tidak dapat diajak bersahabat, ia juga tidak memberi jimatnya padaku, biarlah nanti kita bikin perhitungan dengan dia," kata Nyo Ko.
"Benar!" seru Be Kong-co, "Lantas bagaimana sekarang?" "Kita menonton saja, makin jauh makin baik," ujar Nyo Ko.
"Kau memang orang baik, adik Nyo," kata Be Kong-co.
"Syukur kau mau memberitahukan padaku.
" Segera ia seret toyanya dan mundur lebih jauh untuk mengikuti pertarungan Kwe Cing berempat itu.
Sementara itu Kwe Cing sedang mengeluarkan ilmu silat yang terkenal: "Hang-liong-cap-pek-ciang" (delapan belas jurus penakluk naga), meski tinggi juga ilmu silat Hoat-ong bertiga, tapi biasanya mereka tinggal terpencil di daerah yang jarang bergaul dengan orang luar, pengalaman dan pengetahuan mereka terbatas, dibandingkan In Kik-si jelas pengetahuan mereka boleh dikatakan teramat dangkal.
Melihat ilmu pukulan yang dahsyat itu, mereka bertiga sama sekali tidak kenal asal-usulnya, mereka hanya mengepung Kwe Cing di tengah, mereka pikir asalkan mereka mengepung sekuatnya, tentu lawan takkan tahan lama mengerahkan tenaga pukulan sehebat itu.
Pendapat mereka memang masuk diakal, umumnya angin badai tak pernah berlangsung sepanjang hari, hujan keras juga jarang semalam suntuk, semakin keras tenaga yang dikeluarkan semakin sukar pula berlangsung lama.
Perjodohan Busur Kumala 9 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Kampung Setan 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama