Kereta Berdarah Karya Khu Lung Bagian 16
gunung yang sempit, dengan kecepatan yang tinggi kereta itu
melanjutkan terjangannya lebih ke depan.
Mendadak.... Suara tertawa yang amat keras bergema memenuhi seluruh
selat tersebut, tampaklah sesosok manusia dengan gesitnya
melayang turun kebawah, Koan Ing yang melihat munculnya Orang itu dalam hati
rada berdesir, bukankah dia adalah Thian Yang Siuw-su" Saat
ini dia orang telah digunakan oleh Wang Yu Liem hal ini
berarti pula kalau si sastrawan berusia pertengahan itupun
berada di sekitar tempat ini.
Tubuh Thian Yang Siuw-su laksana sambaran kilat
meluncur ke depan, siapa tahu kereta berdarah itu mendadak
berputar dan menerjang ke arah bukit sebelah kiri."
Pikiran Koan Ing segera tergerak, jelas di dalam kereta
berdarah masih ada penunggangnya.
Tubuhnya tanpa berhenti melakukan pengejaran terus
sedang tubuh Thian Yang Siuw-su pun bersamaan waktunya
tiba juga disana sehingga tanpa bisa dicegah lagi antara
mereka berdua telah bertemu muka.
Ditengah suara bentakan yang amat keras Thian Yang
Siuw-su melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar dada
Koan Ing. Pemuda itu buru-buru angkat pedangnya menepuk,
ditengah suara dengungan yang amat keras pedang kiemhongkiam itu berhasil dipukul getar oleh serangan telapak itu.
Suma Han yang ada dibelakangnya sewaktu melihat
kejadian ini hatinya jadi kembali berdesir.
"Siapakah orang itu?" pikirnya diam-diam "Bagaimana
mungkin di tempat ini kedatangan lagi seorang yang memiliki
kepandaian silat demikian tinggi!"
Koan Ing setelah menerima datangnya telapak tadi kontan
balas kirim satu tendangan ke depan, tetapi serangannya
itupun berhasil dipunahkan oleh Thian Yang Siuw-su.
Dikarenakan saling serang menyerang diantara mereka
berdua itulah maka tubuh Suma Han berhasil melampaui
setengah pundak dari mereka berdua.
Thian Yang Siuw-su jadi terperanjat, ia tidak mengira kalau
di tempat ini telah kedatangan seorang musuh tangguh.
Mereka bertiga tak berani saling berbicara, masing-masing
pihak saling berusaha untuk mengejar kereta berdarah itu
terlebih dulu. Tetapi dikarenakan persaingan diantara mereka bertiga itu
pula kereta berdarah telah berada kurang lebih tiga kaki lebih
jauh dari mereka. Mendadak kuda2 yang menarik kereta itu meringkik dan
pada meloncat berdiri, mengambil kesempatan itu bagaikan
anak panah yang terlepas dad busurnya Suma Han meluncur
ke depan. Thian Yang Siuw-su membentak keras, telapak kanannya
mengirim satu satu pukulan menghajar kereta berdarah itu.
"Grrrrr.... " Kereta berdarah tersebut segera terjun ke arah
bawah tebing dengan cepatnya,
Kiranya dikanenakan sebelah depan dari tempat itu adalah
jalan buntu yang tak bisa dilalui lagi, sedangkan Thian Yang
Siuw-su takut Suma Han berhasil mendapatkan kereta itu
terlebih dulu maka ia telah mengirim satu pukulan menghajar
kereta itu jatuh kebawah lembah.
Sebenarnya Suma Han dapat menduduki kereta berdarah
tersebut, dengan kejadian ini maka dia jadi kehilangan kereta
itu. Di dalam keadaan gusar tercampur gemas, tubuhnya
membalik ditengah udara sambil membentak keras ia
melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Thian Yang Siuwsu.
Thian Yang Siuw-su pernah melihat kedahsyatan dari
tenaga dalam Suma Han, melihat datangnya serangan
tersebut ia tidak berani berayal tangannya pun melancarkan
satu serangan menghantam ke arah depan.
Dua gulung angin pukulan segera menumbuk menjadi satu,
ditegah suara ledakan yang keras timbullah suatu pusaran
angin yang amat keras. Ketika tubuh mereka berdua bersama-sama melayang
turun kebawah masing-masing pada pusatkan perhatiannya ke
arah musuh, siapapun tak ada yang berani berlaku gegabah.
Tubuh Koan Ing berputar ke udara, sinar matanya dapat
melihat kalau kereta berdarah itu telah jatuh ke dalam jurang
yang dalamnya kurang lebih selaksa kaki, ia tahu kereta
tersebut pastilah akan hancur berantakan.
Tubuhnya berputar dua kali lingkaran ditengah udara lalu
meluncur ke atas dinding bukit.
Suma Han serta Thian Yang Siuw-su sehabis saling
bertukar satu pukulan di dalam hati masing-masing telah
mempunyai perbitungan sendiri2, walaupun kini melihat Koan
Ing meninggalkan tempat itu tetapi tak seorangpun yang
berani bergerak. Tubuh Koan Ing dengan gesitnya meloncat diantara dinding
gunung kedua belah sisi tubuhnya laksana sebuah kelereng
meloncat dan memantul menuju kebawah jurang.
Menanti tubuhnya mencapai dasar jurang maka terlihatlah
kereta berdarah itu sudah hancur dan berserakan di atas
tanah, kuda2 berwarna darah pun kini sudah menggeletak
ditengah ceceran darah, disisinya menggeletak pula sesosok
tubuh orang tua. Ketika Koan Ing dapat melihat orang itu hatinya jadi kaget
sehingga hampir-hampir saja meloncat ke atas, bukankah
orang tua itu adalah Ciu Tong, Toocu dari pulau Ciat Ih To
dilautan Timur" Setelah tertegun beberapa saat lamanya ia baru maju ke
depan dan berjongkok membimbing bangun tubuh orang tua
itu. Dengan amat pajah Ciu Tong membuka matanya dan
memandang ke arah Koan Ing beberapa saat lamanya.
"Bukankah kau adalah Koan Ing?" tanyanya.
Dengan perlahan pemuda itu mengangguk "Aku memang
Koan Ing adanya!" "Kedatanganmu sungguh bagus sekali, saat ini kereta
berdarah akan menjadi milikku untuk selamanya," kata Ciu
Tong dengan ngotot sekali, Walaupun begitu satu senyuman
masih tetap menghiasi bibirnya.
Koan Ing merasa hatinya bergidik, setelah dilihatnya tubuh
si orang tua itu berada dalam keadaan pajah dan bermandikan
darah maka dalam hati pemuda itu merasa bilamana Ciu Tong
tak tertOlong lagi. "Hei.... , tentunya dia berhasil mencuri kereta berdarah itu
dari tangan si sastrawan berusia pertengahan itu, tidak
disangka akhirnya ia malah memperoleh akibat yang demikian
ngerinya!" diam-diam pikirnya dihati.
Ia mulai merasa kalau orang tua yang ada di hadapannya
adalah seorang tua yang patut dikasihani.
"Empek Ciu, perkataanmu sedikitpun tak salah!" sahutnya
tanpa terasa. Ciu Tong tertawa kering, dengan paksakan diri ia
melanjutkan kembali kata-katanya.
"Aaa.... aku.... aku sudah.... ada.... du.... duuuuu.... dua
puluh tahun lamanya.... selalu.... mee.... meee.... memikirkan
keeee. kereta berda.... darah.... mulai ini haa . hari.... mulai
ini haa.... hari.... kereta be.... berdarah ada.... dalah mii....
milikku....!" Berbicara sampai disitu, kepalanya tiba-tiba rubuh ke
samping dan putuslah napasnya.
Melihat si orang tua itu telah mati Koan Ing merasa hatinya
amat sedih sekali, perduli Ciu Tong jahat atau baik ia masih
mempunyai nama besar diantara empat manusia aneh, tidak
disangka dikarenakan kereta berdarah mereka ayah beranak
harus menemui akhir yang begitu mengenaskan, hal ini benarbenar
amat mengharukan. Kini Ciu Tong sudah mati dengan amat mengerikan, sedang
sesaat menjelang kematianya ia masih belum juga melupakan
kereta berdarah.... tidak aneh kalau Jien Wong
memerintahkan dirinya untuk memusnahkan kereta tersebut,
tidak nyana kalau kereta berdarah ini benar-benar
mendatangkan mala petaka saja!
Selagi pikirannya sedang berputar keras di tengah suara
sambaran angin yang keras, tampaklah dua sosok bayangan
manusia melayang turun ke atas permukaan tanah.
Buru-buru Koan Ing meletakkan mayat dari Ciu Tong ke
atas tanah dan ia sendiri menyingkir kesamping, sekali
pandang saja pemuda itu dapat melihat kalau yang datang
bukan lain adalah Thian Yang Siuw-su serta Suma Han.
Baru saja tubuh Koan Ing mundur ke belakang, mendadak
Thian Yang Siuw-su berkelebat menubruk ke arah kereta
berdarah yang telah hancur berantakan itu.
Sinar mata Koan Ing berkelebat, hatinya merasa
terperanjat karena di tempat itupun sinar matanya telah
menemukan segulung kertas yang terguling keluar dari
hancuran kereta berdarah tersebut.
Rahasia dari kereta berdarah ini jarang sekali ada orang
yang mengetahui, kiranya rahasia tersebut berada di dalam
gulungan kertas itu. hanya tidak tahu kertas itu semula
disembunyikan dimana"
Mungkin bilamana kereta ini tidak hancur. kertas itupun
tidak mungkin bisa muncul.
Sewaktu pemuda itu lagi berdiri termangu-mangu itulah
tangan kanan dari Thian Yang Siuw-su telah berhasil mencekal
ujung sebelah atas dari gulungan kertas itu.
Ia segera membentak keras pedang kiem-hong-kiamnya
langsung menghajar pergelangan tangan dari Thian Yang
Siuw-su. Thian Yang Siuw-su mendengus dingin, tangan kirinya
diangkat langsung menyerang ke arah tangan kanannya, dua
jari tangannya dengan kecepatan yang tertinggi menotok ke
atas tubuh pedang kiem-hong-kiam tersebut.
Suma Han yang selama ini berdiri di samping sesudah
melihat kejadian ini sudah tentu tidak mau ambil diam,
ditengah suara bentakan yang amat keras kelima jari
tangannya dengan dahsyat mencengkeram ke arah punggung
Thian Yang Siuw-su. Thian Yang Siauw Su merasa terperanjat, di bawah
serangan gabungan dari dua orang jagoan berkepandaian
tinggi ini memaksa ia mau tak mau harus meloncat ketengah
udara. "sreeeet....!" ditengah sambaran setentetan cahaya
keemas-emasan setengah gulungan kertas tersebut berhasil
dibabat putus oleh pedang kiem-hong-kiam dan tersebar ke
atas lembah. Dengan cepat Koan Ing menyambar separuh bagian
gulungan kertas itu sedang sebagian gulungan itupun berhasil
didapatkan oleh Suma Han.
Waktu itu Koan Ing tidak sempat memperhatikan lagi
lukisan di dalam gulungan kertas itu, ia segera
memasukkannya ke dalam saku.
Dengan perlahan Thian Yang Siuw-su mencabut keluar
pedangnya. sambil dilintangkan di depan dada sinar matanya
yang tajam memperhatikan terus ke arah musuh-musuhnya.
"Bilamana kalian berdua tidak suka menyerahkan ilmu silat
aliran Hiat Hoa Pay itu janganlah harap bisa loloskan diri dari
sini!" tiba-tiba terdengar suara seseorang bergema datang
dengan dinginnya. Koan Ing hanya terasa hatinya tergetar keras dan segera
menoleh ke belakang. Tampaklah dari sisi sebelah kiri muncul seseorang yang
bukan lain adalah Majikan dari rimba Wang Yu Liem, si
sastrawan berusia pertengahan itu dengan membawa delapan
orang lelaki berbaju hitam.
Ia merasa sangat terkejut sinar matanya menyapu sekejap
ke sekeliling tempat itu.
Suma Han yang melihat kejadian itupun merasa amat
terperanjat sekali, dia tahu kepandaian silat yang dimiliki
Thian Yang Siuw-su tidak berada di bawah dirinya apalagi
dengan munculnya orang tersebut berserta kedelapan orang
berbaju hitamnya, kepandaian silatnya tentu tidak rendah.
Hal ini berarti pula kalau kedudukannya pada saat ini
benar-benar sangat berbahaya sekali.
Si sastrawan berusia pertengahan itu memandang sekejap
ke arah Suma Han lalu sambil tertawa tanyanya; "Entah
siapakah nama besar dari Loo sian seng ini?"
"Loohu adalah Giok Yan Coen'' sahutnya kemudian sambil
mendengus sedang tangannya mematahkan sebatang pohon
bambu. Sehabis berkata tangannya mulai menyambar mematahkan
ranting pada bambu tersebut.
Si sastrawan berusia pertengahan itu agak terkejut sewaktu
disebutkan nama itu tetapi sebentar kemudian ia sudah
tertawa kembali. "Selamat bertemu, selamat bertemu" cayhe adalah majikan
Rmba Wang Yu Liem tentunya Suma Han thayhiap pernah
mendengarnya bukan!"
Dalam hati Suma Han pun merasa rada berdesir, ia sama
sekali tidak menyangka Kalau orang yang ada di hadapannya
pada saat ini adalah majikan dari Rimba Wang Yu Liem, salah
satu dari tiga tempat terlarang di dalam Bu-lim, sekali
pandang saja ia sudah tahu bilamana orang ini sangat
berbahaya dan banyak akal.
Bambu yang ada ditangannya dengan cepatnya dibabat,
disajat. membentuk sebuah seruling bambu.
"Ooow.... selamat bertemu, selamat bertemu!" sahutnya
sambil bekerja tanpa berhenti. Koan Ing yang melihat Suma
Han kembali membuat sebuah seruling hatinya merasa sangat
terperanjat, tetapi keadaannya pada saat ini juga amat
berbahaya maka itu ia merasa tidak ada perlunya untuk
memberi peringatan kepada si sastrawan berusia pertengahan
itu, maka itu mulutnya tetap bungkam sedang hatinya secara
diam-diam mulai mencari akal untuk meloloskan diri dari sana.
Sinar mata si sastrawan berusia pertengahan itu berkilat, ia
yang melihat Suma Han menyajat bambu dalam hati lantas
mengira si orang tua itu lagi memamerkan ilmu silatnya,
karenanya tak terasa lagi ia sudah tertawa, "Perbuatan dari
Suma thayhiap selama hidupnya selalu jujur dan halus, tetapi
tak sejujur dan sehalus tindakan dari kami orang-orang Rimba
Kereta Berdarah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wang Yu Liem, coba kau lihat Thian Yang Siuw-su itupun kini
telah menggabungkan diri dengan Rimba Wang Yu Liem
kami!" Sekali lagi Suma Han merasa hatinya tergetar keras, nama
besar dari Thian Yang Siuw-su pernah dia orang
mendengarnya, tidak disangka ini hari ia telah digunakan oleh
orang lain, hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang
sangat aneh. Walaupun ia mengerti saat ini keadaannya sangat
berbahaya tetapi karena merasa ilmu suara iblis "Si Hun Mo
Ing"nya tanpa tandingannya maka hatinya sediKitpun tidak
gentar. Jang terpenting baginya pada saat ini adalah. berusaha
untuk merebut waktu, jarinya dengan dahsyat disentilkan ke
atas bambu dan jadilah sebuah seruling yang amat indah.
Tiba-tiba si sastrawan berusia pertengahan itu menjerit
kaget, hatinya terasa berdesir karena saat itulah ia baru
teringat bilamana si orang tua itu pandai menjinakkan
binatang dengan mengandalkan serulingnya.
"Cepat rebut seruling bambu itu!" bentaknya keras.
Pedang panjang Thian Yang Siuw-su berkelebat dengan
cepat, ganas dan telengas ia langsung menusuk tenggorokan
Suma Han. Saat ini Suma Han tinggal melubangi sebuah lubang lagi
maka jadilah seruling itu, kini melihat maksud hatinya
terhalang, hatinya jadi mendongkol bercampur gusar,
ditengah suara bentakan yang amat keras seruling bambu itu
dengan disertai suara desiran yang amat tajam menotok ke
atas alis Thian Yang Siuw-su.
Sinar mata Koan tag berkil?i, fiba2 tubuh nya meloncat ke
atas, ia berkelebat menuja ke arah lembah gunung sebelah
belakang, "Cepat halangi Koan Ing!" bentak si sastrawan berusia
pertengahan itu cepat2, Tiga orang berbaju hitam segera meloncat ketengah udara
dan langsung mengejar diri pemuda itu.
Gerakan Koan Ing cepat laksana sambaran kilat berlari
menuju keluar selat, Suma Han yang melihat kejadian tersebut
hatinya terasa amat berdesir, pikirnya:
"Aku tidak boleh berada disini seorang diri untuk
menghantarkan kematian!"
Dengan gesitnya ia menghindarkan diri dari serangan
Thian-yuan Siuw-su lalu tubuhnya mencelat dan bersalto
ditengah udara untuk kemudian mengejar ke arah Koan Ing.
Thian Yang Siuw-su sewaktu melihat musuhnya melarikan
diri, tubuhnya pun ikut berkelebat ke depan melakukan
pengejaran. Dengan demikian mereka berdua satu di depan yang lain di
belakang bersama-sama mengejar Koan Ing dengan
kencangnya, Pikiran Koan Ing dengan cepat berputar. bilamana demikian
terus keadaannya ia tidak bakal bisa meloloskan dirinya
apalagi Suma Han tidak suka melepaskan dirinya terus
menerus, ia harus mencari satu akal untuk menghindari
mereka. Tubuhnya laksana sambaran kilat berkelebat ke depan,
hanya di dalam sekejap mata dia telah keluar dari selat
tersebut. Tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan tubuh manusia
berkelebat datang. segulung angin serangan jari dengan
dahsyatnya meluncur menghantam tubuh Suma Han,
Suma Han dengan gesitnya berkelit, melihat serangannya
tidak mencapai pada sasaran bayangan itupun segera
berkelebat kesamping. Kiranya orang itu bukan lain adalah sijari sakti Sang Su-im
adanya. Tubuh Koan Ing baru saja berdiri tegak dari balik hutan
kembali muncul seseorang yang bukan lain adalah Sang
Siauw-tan. Kiranya Sang Su-im serta Sang Siauw-tan merasa tidak lega
hatinya karena kepergian Koan Ing, karena itu mereka segera
menyusul tidak disangka di tempat itu mereka telah berjumpa.
"Kau baik-baik bukan?" tanya sijari sakti itu kepada sang
pemuda. "Terima kasih atas perhatian empek Sang, aku tidak ada
urusan sama majikan dari Rimba Wang Yu Liem kembali telah
munculkan dirinya sedang empek Ciu sudah mati karena
kereta berdarah yang ditumpanginya terjatuh ke dalam
jurang!" Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi sangat
terperanjat. "Ooow.... begitu?"
Ia sama sekali tidak menyangka kalau Ciu Tong telah mati,
walaupun dirinya dengan Ciu Tong rada tidak cocok tetapi
bagaimanapun juga mereka adalah jago-jago yang
mengangkat nama bersama-sama.
Dengan kematian dari Ciu Tong ini benar-benar satu
pukulan yang amat berat bagi hatinya.
Saat itu Suma Han telah berhasil membuat satu lubang
lagi, tetapi kini Sang Su-im telah munculkan dirinya. Ia takut
ilmu suara iblis "Si Hun Mo Ing" tersebut tak manjur untuk
digunakan terhadap Koan Ing karena tempo hari ilmunya
inipun telah berhasil dipunahkan oleh pemuda tersebut
dengan menggunakan ilmu saktinya.
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah
dua orang itu, hatinya benar-benar merasa ragu-ragu.
Sang Siauw-tan dengan perlahan berjalan kesisi Koan Ing,
mereka berdua tak ada yang mengucapkan sepatah katapun.
Ketiga orang berbaju hitam itupun saat ini sudah berdiri di
belakang tubuh Thian Yang Siuw-su, mereka bersama-sama
memperhatikan Koan Ing tajam-tajam.
Beberapa saat kemudian tampaklah lima orang berbaju
hitam dengan menggendong si sastrawan berusia
pertengahan itupun tiba disana.
Begitu si sastrawan tersebut munculkan dirinya ditengah
kalangan sambil tertawa dingin ia segera berseru:
"Beginipun sangat bagus sekali, urusan boleh kita
selesaikan disini!" Sinar mata Suma Han berkilat. seruling bambunya tiba-tiba
ditempelkan pada ujung bibirnya. Begitu suara seruling
tersebut bergema memenuhi angkasa Koan Ing segera
merasakan hatinya tergetar amat keras, tangannya dengan
cepat menggenggam tangan Sang Siauw-tan sedang sepasang
matanya memperhatikan Suma Han tajam-tajam.
Kini si orang tua itu kembali memperdengarkan suara iblis
"Si Hun Mo Ing"nya, maka itu ia harus berusaha mencari
kesempatan untuk turun tangan dahsyat terhadap dirinya.
Sang Su-im sendiri pun merasa sangat terperanjat, tidak
menanti Koan Ing buka suara telapak tangan kanannya telah
ditempelkan ke atas jalan darah "Leng Thay Hiat" pada
punggungnya. Thian Yang Siuwsu yang ada diSudut lain Pun buru-buru
mencekal tangan si sastrawan berusia pertengahan itu,
sisanya delapan orang lelaki berbaju hitam telah kena
dikuasai. saat ini mereka menggeletak tak bisa berkutik.
Hal itu terjadi diluar dugaan mereka, sudah tentu membuat
Thian Yang Siuwsu merasa amat gusar sekali, dengan mata
melotot ia memperhatikan diri Suma Han.
Dengan langkah PatKwanya, Suma Han mulai
memperhatikan diri Koan Ing, dalam hatinya ia bermaksud
untuk sekali hantam membinasakan pemuda tersebut tetapi
ketika melihat Sang Su-im telah menempelkan telapak
tangannya pada punggung pemuda itu, hatinya jadi berdesir.
Buru-buru ia mengundurkan dirinya kembali ke tempat
semula, Sinar matanya berkilat, ia bermaksud pula untuk
membinasakan Thian Yang Siuwsu l bih dahulu, tetapi hatinya
merasa tidak tenteram. Setelah berpikir beberapa saat lamanya terakhir ia
mengundurkan dirinya dan naik ke atas sebuah puncak
gunung. Koan Ing yang melihat Suma Han naik ke atas puncak
hatinya jadi amat terperanjat di dalam benaknya segera
teringat akan sesuatu peristiwa!
Dengan langkah yang amat perlahan Suma Han naik ke
atas puncak tebing itu, tiba-tiba irama seruling berubah.
Ditengah suara irama seruling laksana retaknya batu serta
mengamuknya ombak ditengah samudra terlihatlah dua ekor
macan dengan ganas dan dahsyatnya menubruk ke arah
Thian Yang Siuw-su. Ooo)*(ooO Bab 55 THIAN YANG SIUW-SU mengerutkan dahi, sepasang
telapak tangannya segera dipentangkan kesamping, ditengah
suara desiran yang tajam macan buas tersebut berhasil
dibinasakan olehnya. Tubuhnya dengan cepat menubruk ke arah tebing tersebut,
mendadak seekor ular aneh berbintik2 menyusup keluar
antara rerumputan dan langsung menyambar tubuh Thian
Yang Siuw-su, bersamaan itu pula dari empat penjuru
terdengarlah suara auman harimau serta jeritan kera yang
membelah bumi. Pikiran Koan Ing dengan cepat bergerak, ia tahu bilamana
kumpulan binatang2 buas itu berhasil dikumpulkan disana
maka sulit sekali baginya untuk meloloskan diri.
Tubuhnyapun ikut meloncat ke atas dan menubruk ke arah
tebing gunung tersebut. Kawanan ular menyambar silih
berganti di atas tebing gunung itu, pedang panjang Koan Ing
berkelebat tiada hentinya kesana kemari menghalau
datangnya sambaran tersebut.
Sang Su-im sambil menarik tangan Sang Siuw Tan pun ikut
mengejar dari belakang. "Jangan lepaskan orang itu!" teriak si sastrawan berusia
pertengahan dengan suara yang amat keras.
Ketika Koan Ing tiba di atas puncak tebing tersebut Suma
Han sejak semula telah meninggalkan tempat itu.
Karena tubrukan harimau serta sambaran ular inilah
gerakan mereka jadi sangat terlambat! Sambil melancarkan
sentilan2 jari, Sang Su-im berhasil menyusul ke atas puncak
tebing itu, kepada Koan Ing segera berkata:
"Kita tidak bakal berhasil menyandak dirinya, mari kita
mencari dulu tempat untuK menghindar!"
Koan Ing pun merasa perkataan tersebut sedikitpun tidak
salah, ia tak memaksa lagi walaupun hatinya terasa sangat
cemas, Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap di
sekeliling tempat itu, tiba-tiba diantara bergeraknya kawanan
binatang ia menemukan segerombolan manusia bergerak
mendekat.... Beberapa saat kemudian ia baru bisa melihat jelas kalau
orang-orang itu bukan lain adalah Song Ing serta Thian Siang
Thaysu sekalian Melihat kejadian tersebut Koan Ing jadi sangat girang,
sedangkan Sang Su-im merasa hatinya sedikit ada diluar
dugaan. Sebetulnya Thian Siang Thaysu sekalian tertinggal di atas
puncak untuk mengawasi Yuan Si Tootiang sekalian,
bagaimana mungkin mereka bisa tiba disini"
Tentunya Yuan Si Tootiang sekalian berhasil melarikan diri
dengan pinjam kesempatan waktu suasana amat kacau.
Mereka bertiga bersama-sama berlari untuk
menggabungkan diri dengan Thian Siang thay su sekalian,
kemudian bersama-sama berangkat menuju kesebuah puncak
gunung disebelah kanan. Puncak guouog itu sangat tinggi sekali sehingga menembus
awan, menanti semua orang telah tiba di atas puncak hatinya
baru terasa lega, karena di atas puncak gunung yang
demikian tingginya ini binatang buas tak mungkin bisa
mencapainya. "Heeei.... tidak disangka ini hari kembali kita orang
terkurung di dalam kurungan binatang buas! Entah harus
menggunakan cara apa kita baru bisa terbebas?"
Sang Su-im yang membimbing tubuh Sang Siauw-tan tetap
membungkam, sinar matanya memandang ke tempat
kejauhan. Cha Can Hong pun menghela napas panjang. "Tempo hari
kita semua orang adalah jago-jago Bu-lim yang dihormati oleh
setiap orang tidak disangka ini hari bisa terjatuh jadi
sedemikian rupa.... tiga manusia genah empat manusia aneh
telah mendapatkan malu yang benar-benar memilukan!"
"Ciu heng telah mati!" kata Sang Su-im tiba-tiba dengan
suara yang amat tawar. Tubuh Cha Can Hong kelihatan tergetar keras, ia
membungkam dalam seribu bahasa.
Kematian dari Ciu Tong boleh dikata merupakan satu
pukulan yang keras terhadap dirinya, karena kematian salah
satu anggotanya berarti pula nama besar empat manusia aneh
jadi tersapu. Kepalanya dengan perlahan ditundukan rendah-rendah,
lama sekali dia termenung.
Semua jago yang hadir di dalam kalangan pada saat ini
pada tahu bagaimana tingginya kepandaian silat yang dimiliki,
ditambah pula ilmu obat-obatan yang amat lihay sungguh
merupakan suatu keajaiban alam.... Tidak disangka sioiang
tua itu kini telah mati! Thian Yang Thaysu merangkap tangannya memuji
keagungan Buddha, mendadak ia merasa dirinya telah
mempermainkan nyawanya sendiri, bukan begitu saja bahkan
iapun telah menggunakan nyawa dari anak murid Siauw-limpay
guna merebutkan sebuah kereta berdarah yang tidak
diketahui apakah kegunaannya
hal ini benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang
sangat bodoh. Hatinya mulai merasa menyesal, kecewa karena
perbuatannya yang sangat tolol itu!
SesOsok bayangan hijau dengan amat ringannya melayang
datang, Koan Ing putar badan sambil melancarkan tiga
serangan berantai. Ditengah suara tertawa panjang yang amat keras orang itu
segera balas melancarkan lima pukulan dahsyat.
Ditengah suara dengungan pedang kiem-hong-kiam orang
Kereta Berdarah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu dengan ringannya melayang kepinggiran puncak.
Orang itu ternyata adalah Thian Yang Siuwsu.
Tidak selang beberapa saat kemudian muncul delapan
orang lelaki berbaju hitam yang segera meletakkan si
sastrawan berusia pertengahan tersebut ke atas tanah.
Melihat munculnya Orang itu Thian Siang Thaysu sekalian
segera bersiap-siap untuk melancarkan serangan, mereka
bermaksud untuk mengadu kekuatan dengan orang-orang
Rimba Wang Yu Liem. Kawanan ular telah mencapai ke atas puncak tebing, Sang
Su-im sambil putar badan melancarkan satu serangan jari
untuk menghajar hancur seekor ular raksasa sebesar kepala!
Suara auman binatang buas bergema memenuhi empat
penjuru, suasana semakin menegang.
"Haaa.... haaa.... saat ini bukanlah saat buat kita untuk
saling bermusuhan," kata si sastrawan berusia pertengahan itu
sambil tertawa. "Buat apa kalian mau saling bunuh
membunuh?" "Kalau begitu bagus sekali," sahut Koan Ing dengan tawar.
"Kau serahkan dulu separuh dari gulungan kertas yang
diperoleh dari kereta berdarah, setelah itu kami akan memberi
separuh tempat di atas puncak ini buat kalian berlindung,
Kalau tidak! Lebih baik kalian cepat menyingkir dari sini!"
"Haaa.... haaa.... Koan Ing, jangan kau kira kita benarbenar
takut kepadamu!" teriak si sastrawan itu dengan
tertawa terbahak-bahak, "Sebetulnya kau harus tahu kalau
kekuatan diantara kita berdua adalah seimbang, sikapmu
janganlah terlalu sombong!"
"Hmmm! mau atau tidak itu terserah dirimu, bilamana kau
tidak rela, heee.... hee.... boleh coba-coba saja."
Waktu itu kedelapan orang berbaju hitam itu sudah putar
badannya untuk menghadapi serangan dari kawanan ular
sedang dipihak Koan Ing, Song Ing, serta Sin Hong Soat-nie
masing-masing dengan menggunakan sebilah pedang
menyapu serangan dari kawanan ular tersebut hal ini jelas
kelihatan kalau kekuatan dari pemuda tersebut jauh melebihi
kekuatan lawannya. "Baik!" sahut si sastrawan berusia pertengahan itu
kemudian setelah berpikir sebentar. "Mati hidup kita masingmasing
belum bisa diketahui biarlah aku mengalah satu kali
buat kalian." Sehabis berkata tangannya diangkat. Thian Yang Siuw-su
yang ada disampingnya dengan cepat mengambil keluar
gulungan kertas itu kemudian diserahkan kepada Koan Ing.
Pemuda itu dengan cepat menerimanya, ketika sinar
matanya berputar terasalah pandangan semua orang ditengah
kalangan itu sedang memperhatikan gulungan kertas
ditangannya. Tetapi ia tidak mengambil gubris, dari sakunya iapun
mengambil keluar seperampat bagiannya.
Rasa ingin tahu mulai menyelimuti hati setiap orang
walaupun mereka tidak bermaksud untuk merebut tetapi
terhadap rahasia ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ini mereka sangit
mengharapkan bisa mengetahuinya.
Dengan menggunakan tangan kanannya Koan Ing
melemparkan gulungan kertas itu ketengah udara, bersamaan
itu pula pedang kiem-hong-kiamnya dicabut keluar dari dalam
sarungnya. Diantara berkelebatnya serentetan cahaya keemas-emasan
gulungan kertas tersebut telah tersajat hancur berantakan dan
tersebar keempat penjuru oleh tiupan angin gunung yang
amat kencang. Melihat kejadian itu hati semua orang merasa kecewa,
mereka menyesal sebelum melihat apakah rahasia yang
termuat di dalam gulungan kertas itu, benda tersebut keburu
sudah dihancurkan oleh Koan Ing.
Si sastrawan berusia pertengahan itupun tak menyangka
kalau Koan Ing bisa menghancurkan gulungan kertas itu tanpa
melihat sekejappun isinya, hal ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa yang berada diluar dugaannya.
Rasa menyesal mulai menyelimuti hati kecilnya, dia
menyesal kenapa tadi tidak menggunakan gulungan kertas
palsu untuk menipu pemuda tersebut.
Suara seruling dengan perlahan mulai merendah, kawanan
ular yang menyerangpun mulai mengundurkan diri, walaupun
begitu suara aumun macan serta pekikan binatang buas masih
berlangsung tiada hentinya di sekeliling tempat itu.
Dalam hati mereka mengerti kalau dalam pada saat ini
dirinya telah terkepung di atas puncak tersebut.
Sihar mata si sastrawan berusia pertengahan itu dengan
perlahan menyapu sekejap ke seluruh kalangan, kemudian
ujarnya, "Dengan hadirnya jagoan Bu-lim yang sedemikian
banyaknya, ada seharusnya mencari sesuatu cara untuk
meloloskan diri!" "Hmm! Diantara kita bagaikan air sungai yang tidak
mengganggu air sumur, kalian tak diperkenankan melewati
garis ini! Kalau tidak kami akan turun tangan tanpa sungkansungkan"
seru Song In tiba-tiba sambil membuat satu garis di
atas permukaan tanah. Si sastrawan berusia pertengahan itu agak melengak, ia
sama sekali tidak menduga kalau Song Ing bisa bertindak
tanpa sungkan-sungkan terhadap dirinya, untuk beberapa saat
saking mendongkolnya ia tertawa dingin tak henti-hentinya
kemudian melengos memandang ke arah kejauhan.
Lama sekali suasana berubah jadi hening.
"Sang-heng!" tiba-tiba Cha Can Hong memecahkan
kesunyian, "Siauwte ada urusan yang hendak dirundingkan,
entah sudikah kiranya Sang-heng untuk mengabulkan?"
Sang Su-im rada melengak ia sama sekali tidak menduga
Cha Can Hong bisa berkata demikian.
Selama ini hubungannya dengan si dewa telapak dari gurun
pasir ini sangat intim sekali apalagi diantara empat manusia
aneh tinggal mereka berdua saja hal ini sudah tentu membuat
hubungan mereka semakin rapat....
Selama ini Cha Can Hong bersifat tinggi hati, bagaimana
mungkin ini hari bisa berkata begitu" urusan apa yang hendak
diajak berunding" "Kalau ada urusan silahkan Cha Loo-te bicarakan, asalkan
aku orang she Sang bisa melaksanakannya tentu akan
kerjakan dengan sepenuh tenaga, buat apa kau orang bicara
lambat-lambat?" tegurnya sambil tertawa.
"Heee.... soal ini mengenai puteriku yang paling kecil ini."
Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi tersadar
kembali, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas
wajah Cha Ing Ing. Saat ini gadis cilik itu telah menundukkan kepalanya
rendah-rendah, wajahnya amat mengenaskan sekali seperti ia
mau menangis tapi tak dapat melelehkan air mata.
Koan Ing sendiripun jadi melengak, dia sama sekali tidak
menduga Cha Can Hong bisa mengungkit persoalan tersebut
dihadapan orang banyak. untuk beberapa saat lamanya
pemuda itu jadi kebingungan dan memandang ke arah Song
Ing dengan pandangan melongo.
Perlahan-lahan Sang Siauw-tan maju mendekati diri Cha
Ing Ing lalu mencekal tangannya erat-erat.
"Haaaaa.... haaaaa.... Cha Loo-te! sudah tentu di dalam
urusan ini aku tak ada perkataan lain lagi," kata Sang Su-im
sambil tertawa terbahak-bahak, "Kong Boen Yu adalah kawan
karibku tempo hari, bilamana kau ada urusan kenapa tidak
dibicarakan langsung dengan nona Song saja?"
Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing, kemudian
tersenyum "Urusan ini bilamana dibicarakan pulang pergi
akhirnya ya sama saja karena merupakan satu lingkaran
setan, kenapa tidak ditanyakan saja kepada orangnya sendiri,
asalkan dia setuju maka urusan kan bisa selesai dengan
sendirinya. buat apa ditanyakan lagi kepada kami?"
"Heeeei.... putriku yang terkecil ini sudah aku manja sejak
kecil." seru si dewa telapak sambil menghela napas panjang.
Kini ia telah menginjak dewasa, bilamana dalam keadaan
aman aku tidak bakal akan membicarakannya tetapi keadaan
kita sangat berbahaya sekali karena itu aku terpaksa harus
menyelesaikan urusan tersebut ini hari juga!"
Cha Ing Ing yang mendenear perkataan tersebut segera
tundukkan kepalanya menangis tersedu-sedu, agaknya ia
merasa amat bersedih hati.
Sementara jago yang melihat kejadian itupun merasa
hatinya ikut sedih, dengan nama besar dari Cha Can Hong di
dalam Bu-lim tidak disangka karena urusan puterinya tidak
memperduli lagi kedudukkannya, hal ini benar-benar sangat
mengharukan. Koan Ing sendiri juga dibuat kebingungan setelah
mendengar perkataan dari Cha Can Hong tersebut tak
mungkin baginya untuk menampik lagi, tetapi iapun tak berani
menyanggupi. Saking bingungnya tanpa terasa sinar matanya sudah
dialihkan ke atas wajah Song Ing.
Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing kemudian
tersenyum. "Jika dihitung aku adalah subonya, dengan beranikan diri
biarlah aku mewakili dirinya untuk menyanggupi urusan ini!"
Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tak menyangka
kalau Song Ing bisa mewakili dirinya untuk menyanggupi
urusan tersebut mulutnya jadi melongo-longo dan selama
beberapa saat lamanya tak dapat mengucapkan sepatah
katapun, "Tetapi ia sudah ada ikatan terlebih dulu dengan nona
Sang, aku takut hal ini rada sedikit menyiksa nona Cha,"
sambung Sang Ing lagi sambil tertawa.
Kini ganti Sang Siauw-tan yang tertegun, diapun tidak
menduga kalau Song Ing bisa berkata begitu.
Kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam,
saking malunya ia menundukkan kepalanya rendah-rendah
sedang dalam hati merasa kheki bercampur girang.
Cha Can Hong yang melihat Song Ing telah menyanggupi,
hatinya jadi sangat girang.
"Haaa.... haa.... nona Song, terima kasih, terima kasih"
teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ing-jie!" tegur Song Ing kemudian terhadap Koan Ing.
"Haruslah kau ketahui perbuatan seorang lelaki sejati harus
ditanggung sendiri resikonya, urusan terhadap nona Cha pun
terjadi karena dirimu apalagi kaupun sudah menyajangi dirinya
terlampau batas, kini kau tidak bisa menampik lagi. Ajoh cepat
memberi hormat buat kedua orang Gak-hu Thayjien!"
Koan Ing rada tertegun, urusan inipun terjadi karena tempo
hari ia berusaha untuk menghindari Sang Siauw-tan.
sebenarnya dalam hati pemuda itu tidak mencintai Cha Ing
Ing, hanya saja dikarenakan keadaan memaksa mau tak mau
ia harus menerimanya juga,
Apalagi urusan ini sudah jadi begitu, mati hiduppun masih
belum diketahui, karenanya tanpa terasa tubuhnya sudah
menjatuhkan diri berlutut.
"Haaaaa.... haaaa.... Hian-say tidak usah banyak adat....
Hian say tidak usah banyak adat" seru Sang Su-im serta Cha
Chan Hong berbareng. Sang Siauw-tan dan Cha Ing Ing buru-buru putar badan
untuk melengos, walaupun kedua orang gadis itu bersikap
terbuka dan lapang dada tetapi di dalam keadaan seperti ini
mau tak mau mereka dibuat jengah juga.
Dengan kejadian ini maka suasana tegang-segera tersapu
bersih diganti dengan suasana yang penuh dengan
kegembiraan. Hati semua jago terasa lebih kendor dan nyaman.
Jilid 23 "SONG SICU!" tiba-tiba Sin Hong Soat-nie angkat bicara
pula dengan suaranya yang kalem. "Loo-niepun dengan
memberanikan diri hendak bertindak sebagai mak comblang
buat muridku, muridku Cing It justru turun gunung
dikarenakan Kuan Ing. maka itu saat ini juga aku perintahkan
dia orang untuk lepaskan jubah nikouw dan kembali jadi rakjat
biasa untuk kawin dengan Koan Ing!"
Begitu perkataan dari Sin Hong Soat-nie diucapkan keluar,
suasana di seluruh puncak jadi gempar. mereka semua pada
termangu-mangu dibuatnya....
Para jago tidak menyangka kalau Sin Hong Soat-nie bisa
bertindak begitu, hal ini benar-benar berada diluar dugaan
mereka. Song Ing sendiripun jadi melengak dibuatnya. ia
memandang sekejap ke arah Koan Ing.
Belum sempat perempuan ini mengucapkan sesuatu
tampaklah Cing It nikouw sudah menjatuhkan diri berlutut di
depan Sin Hong Soat-nie. "Suhu! kau orang tua janganlah berbuat begitu!" serunya
sambil melelehkan air mata....
"Haaeee.... suthay!" sela Song Ing pula sambil menghela
napas panjang. "Urusan ini kami tak bisa berbuat apa-apa,
asalkan mereka setuju maka tak ada persoalan lagi yang
dapat dibicarakan!" Semula Cha Can Hong yang mendengar perkataan itu jadi
tertegun dibuatnya, tetapi sebentar kemudian ia sudah
tertawa terbahak-bahak dan berseru kepada Sang Su-im.
"Sang Toako! tidak disangka hian-say kita bukan saja
memiliki kepandaian yang bagus diapun merupakan seorang
pemuda yang begitu romantis.... "
Sang Su-im pun tertawa. "Suthay!" ujarnya kemudian kepada Sin Hong Soat-nie.
"Kali ini nona Song tidak berani mengabulkan permintaanmu,
tetapi aku Sang Su-im boleh mewakili Koan Ing untuk
menerimanya. Hey, Koan Ing. ajoh cepat menghunjuk hormat
buat Suthay!" Perkataan dari Sang Su-im inipun kontan membuat suasana
jadi gempar. Sin Hong Soat-nie meminta muridnya untuk
melepaskan jubah nikouw kawin dengan pemuda tersebut hal
ini sudah merupakan satu kejadian yang mengejutkan, siapa
sangka Sang Su-im tanpa berpikir lebih panjang lagi ternyata
sudah mengabulkan. "Empek Sang! Ini.... " teriak pemuda itu kaget.
Sinar mata sijari sakti berkilat. ujarnya dengan serius,
"Perempuan ini sangat baik memperlakukan dirimu, sewaktu
kau naik kepuncak Sun Lie Hong secara diam-diam ia sudah
mengalah buat dirimu, setelah turun dari gunung iapun baikbaik
Kereta Berdarah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merawat kau orang, kini suhunya sudah setuju apa yang
hendak kau bicarakan lagi?"
Koan Ing tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia menoleh ke arah
Song Ing tetapi perempuan itu cuma tersenyum saja tanpa
berbicara. Ketika menoleh pula ke arah kedua orang gadis itu, saat ini
Cha Ing Ing serta Sang Siauw-tan sedang bergandengan
tangan dan memandang ke arahnya sambil tertawa.
Hatinya jadi mantab. diam-diam pikirnya, "Mati hidup kita
belum bisa ditentukan biarlah aku menurut saja!"
Diapun teringat kalau tangan dari Cing It terpotong
dikarenakan dirinya, nikouw itu benar-benar bersikap baik
terhadap dirinya. Ditambah pula tempo dulu ia pernah berpikir
bahwa siapa saja yang bisa mendapatkan Cing It sebagai istri
maka orang itu bakal hidup berbahagia.
Teringat akan perkataan tersebut tanpa terasa lagi ia sudah
jatuhkan diri berlutut. "Koan Ing mengucapkan banyak terima kasih atas maksud
baik dari suthay" katanya,
"Heeei.... kalian baik-baiklah berjaga diri," sahut Sin Hong
Soat-nie kemudian sambil menarik tangan Cing It.
"Cing It suci!" tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan menegur.
"Siauw-tan sumoay! ada urusan apa?"
Sang Siauw-tan jadi melengak, sebenarnya ia bermaksud
untuk menggoda Cing It tetapi melihat sikapnya yang amat
tenang untuk beberapa saat lamanya ia jadi gelagapan
dibuatnya. "Aku merasa.... merasa amat girang!" sahutnya kemudian
dengan gugup. Cing It tersenyum, tak sepatah katapun yang diucapkan
keluar. Melihat hal itu Sang Su-im segera tertawa terbahakbahak.
Pada saat itulah suara seruling berkumandang memenuhi
angkasa, beratus-ratus ular yang amat besar mulai bergerak
naik ke atas puncak. Sinar mata Koan Ing berkilat, pedang kiem-hong-kiamnya
segera dibabat ke depan membinasakan lima ekor ular.
Kesepuluh jari tangan Sang Su-im pun berturut-turut
menyentil keluar. terasalah serbuan dari kawanan ular itu
semakin lama semakin banyak, dibunuh satu datang sepuluh,
bunuh sepuluh datang seratus, seketika itu juga membuat
semua orang terdesak. Thian Yang Siuwsu sekalianpun kena didesak sehingga
musti mendekati mereka. Ooo)*(ooO Bab 56 KOAN ING yang melihat kejadian itu matanya berkilat
tubuhnya tiba-tiba bergerak dan membentuk sebuah lingkaran
seluas sepuluh kaki lebih dan teriaknya:
"Barang siapa yang berani masuk ke dalam lingkaran ini
jangan salahkan aku akan turun tangan jahat!"
Setelah daerah gerak ditentukan maka semua orang terasa
jadi lebih ringan ditambah pula kedelapan Orang lelaki berbaja
hitam serta Thian Yang Siauwsu merupakan jago-jago dari Bulim,
untuk menjaga diripun sudah lebih dari cukup.
Tetapi kawanan ular itu agaknya menerjang terus tiada
hentinya, tenaga manusia ada batasnya bilamana hal ini
diteruskan maka lama kelamaan akan pajah juga.
Satu jam dengan cepatnya berlalu, tetapi serbuan dari
kawanan ular itu bukannya berkurang, sebaliknya semakin
bertambah. Matanya Thian Siang Thaysu mendelik bulat2, serangannya
dilancarkan semakin dahsyat.
Segulung angin pukulan laksana mengamuknya ombak
ditengah samudera dengan cepatnya menyapu datang, kurang
lebih seribu ekor ular kecil berhasil dihantam hancur dan
terpental jatuh ke dalam jurang disisinya.
Melihat kejadian itu Cha Can Hong jadi cemas. Buru2
teriaknya, "Thaysu jangan semberono dan terlalu mengumbar
nafsu, bilamana Thaysu menghantam dengan menggunakan
tenaga murni terus menerus maka hal ini hanya
mendatangkan bahaya saja buat Thaysu sendiri."
Sekali lagi Thian Siang Thaysu mengirim satu pukulan
dahsyat menghalau hampir separuh bagian dari kawanan ular
itu, "Daripada harus berpeluk tangan menanti saat kematian
jauh lebih baik mengumbar hawa amarah dihati!" teriaknya
murka. "Haaa.... haaa.... kalau aku sih masih ingin tinggalkan
sedikit tenaga untuk menghadapi Yuan Si!" seru Cha Can
Hong sambil tertawa, tangannya kembali menyentil mati tiga
ekor ular. Mendengar perkataan itu Thian Siang Thaysu merasa
hatinya bergidik, ia jadi sadar kembali dan teringat kalau
dirinya pun harus meninggalkan sedikit tenaga untuk
menghadapi Yuan Si Tootiang.
Setelah hatinya jadi sadar nafsu murkapun jadi sirap.
"Tetapi siapa yang bisa lolos dari kurungan kawanan ular
ini".... " tiba-tiba sisastrawau berusia pertengahan itu
menimbrung. "Sekalipun ada orang yang berhasil meloloskan
diri dari kurungan ular ini ada siapa pula yang bisa meloloskan
diri dari kurungan binatang buas" untuk menghadapi Yuan Si
Tootiang aku rasa hanyalah suatu impian disiang hari bolong
saja." "Heeee.... heeee.... Bangsat! Lebih baik kau orang jangan
bicara sembarangan, hati-hati aku bunuh kau sampai mati."
Potong Koan Ing dengan kerasnya.
Si sastrawan berusia pertengaban itu tertawa dingin tiada
hentinya. Cuaca semakin lama semakin gelap, walau pun orangorang
yang ada ditengah kalangan pada saat ini adalah jagojago
Bu-lim yang berkepandaian sangat tinggi tetapi mereka
mulai merasa lemah. Hanya si sastrawan berusia pertengahan seorang diri duduk
bersila, agaknya terhadap suasana di sekelilingnya. dia Orang
sama sekali tidak ambil gubris.
Sebaliknya Koan Ing merasa hatinya sangat cemas, ia telah
memikirkan berpuluh-puluh cara tetapi tak ada sebuahpun
cara yang bisa dilaksanakan.
Ditengah suara tiupan seruling kawanan ular itu menerjang
semakin santar lagi, sedang cuacapun mulai gelap.... keadaan
benar-benar amat menyeramkan.
"Heeeeeei.... tak kusangka aku orang harus menemui
kematian di tempat ini!" tiba-tiba si sastrawan berusia
petengahan itu bergumam sambil menengadah ke atas langit.
Koan Ing sama sekali tidak ambil gubris terhadap perkataan
orang itu, pedang kiem-hong-kiamnya tetap melanjutkan
serangannya melawan ular tersebut, menoleh pun tidak!
"Koan Ing!" tiba-tiba si sastrawan berusia pertengahan itu
berseru dengan menghela napas.
Setelah menghancurkan tiga ekor ular. barulah pemuda
tersebut menoleh ke belakang, "Ada urusan apa....?"
"Aku sudah hidup di kolong langit selama delapan puluh
tahun tetapi yang kuketahui selama ini hanyalah manusia2
yang mengutamakan nama besar dan kekajaan, tidak
kusangka hari ini aku bisa temui pemuda semacam kau, hal ini
benar-benar membuat hatiku girang.
"Pujian darimu, aku orang she Koan tidak berani untuk
menerima hal tersebut!"
Kembali si sastrawan berusia pertengahan itu menghela
napas panjang. "Heeeee.... kau kemarilah, aku ada perkataan
yang hendak disampaikan benar-benar kepadamu!"
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat. tubuhnya
segera meloncat akan menghampirinya. Saat itulah Sang Suim
yang ada disisinya sudah memberi peringatan dengan
suara yang lirih: "Orang ini amat licik dan banyak akal kau harus bertindak
hati-hati dan selalu waspada?"
Koun Ing mengangguk kemudian berjalan kehadapan si
sastrawan berusia pertengahan.
"Kau orang ada urusan apa?" tanyanya sambil menyimpan
kembali pedang kiem-hong-kiam tersebut.
Si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa sedih lalu
menengadah menandang bintang dilangit.
"Selama hidup aku pernah berbuat jahat dan pernah
berbuat baik, tetapi ada beberapa perkataan yang hendak aku
sampaikan kepadamu, kau harus percaya kalau perkataan
yang diucapkan oleh seseorang yang mendekati ajalnya
adalah benar-benar dan sungguh. burung sesaat menemui
ajalnya berpekiK tiada hentinya.... walaupun apa yang
diucapkan Sang Su-im terhadap dirimu aku tidak tahu tetapi
jika ditinjau dari perubahan air mukamu aku bisa
menduganya?" "Eeeei majikan rimba. perkataanmu sungguh aneh sekali."
tegur Koan Ing sambil tertawa. "Bukankah sekarang kita orang
masih hidup semua" Buat apa kau bicarakan soal kematian?"
Si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa pahit.
"Orang-orang yang aku tangkap untuk dijadikan anggota
Rimba Wang Yu Liem kebanyakan adalah lelaki sejati, kau
harus tahu harapanku untuk hidup telah putus. bilamana
harapan hidup telah putus maka orang itu pasti mati. Setelah
aku orang berpikir sangat lama akhirnya dalam hatiku
mengambil keputusan sebelum menemui ajal aku ingin
berbuat suatu pekerjaan baik!" katanya.
"Orang-orang itu telah menelan pil "Thian Ci Pek Siauwtan"
ku dan selamanya tidak bisa baik kembali," ujar si
sastrawan berusia pertengahan itu lagi sambil memandang
sekejap bayangan punggung dari Thian Yang Siuwsu serta
kedelapan orang berbaju hitam itu. "Tetapi sesudah aku mati
tak ada orang yang bisa memberi petunjuk kepada mereka
kecuali ada seseorang yang suka menelan semacam obat
maka orang itu bisa menguasai mereka untuk selamanya,
karena itu aku berharap kau suka menelan obat itu mewakili
untuk memberi petunjuk buat mereka! kau sanggup bukan?"
Koan Ing jadi melengak, Ia sama sekali tidak menyangka
kalau si sastrawan berusia pertengahan itu bisa mengajukan
permintaan seperti itu, untuk sesaat lamanya ia jadi bungkam
dan termenung. Kembali si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa
pahit. "Akupun tidak perlu berbuat licik terhadap dirimu. aku
hanya berharap sebelum kematianku menjelang kau suka
mengabulkan permintaanku ini. bilamana kau tidak setuju
maka hal ini sama artinya kau tak punya Liang-sim?"
Selesai berkata dari dalam sakunya ia mengambil keluar
sebutir pil berwarna merah dan diserarakan kepada Koan Ing.
Tidak menanti Koan Ing menerimanya lagi tangan kirinya
tiba-tiba mencabut sebilah belati dan ditusukan ke arah
pinggangnya sendiri! Suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa.
ditengah mengucurnya darah segar dari si sastrawan berusia
pertengahan itu rubuh menggeletak di atas tanah.
Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tidak menyangka
kalau si sastrawan berusia pertengahan itu bisa melakukan
bunuh diri, tanpa terasa lagi tangannya sudah menerima pil
berwarna merah itu dan memandang ke tempat kejauhan.
Saat itu si sastrawan berusia pertengahan itu telah
menggeletak ditengah ceceran darah segar, pedangnya
menyobek pinggang hal ini membuktikan kalau ia benar-benar
sudah mati. Sesaat sebelum menemui ajalnya ia minta dirinya menelan
pil itu untuk menguasai beberapa orang tersebut, apakah
maksudnya agar ia tetap hidup terus"
Alisnya dikerutkan rapat-rapat, pertanyaan ini benar-benar
membuat pikirannya kacau. Pada saat itulah mendadak
tampak seso sok bayangan maunsia melayang turun kesis
tubuhnya. "Bocah! jangan telan pil tersebut" perintahnya.
Koan Ing jadi sangat terperanjat, ia mendongak.... kiranya
orang itu bukan lain adalah Song Ing.
"Bilamana dia sungguh-sungguh mati biarlah aku tusuk lagi
tubuhnya dengan dua kali tusukan" seru Song Ing lagi sambil
menusukkan pedangnya ke atas tubuh si sastrawan berusia
pertengahan itu. Baru saja pedangnya ditusukkan kebawah mendadak tubuh
Si sastrawan berusia pertengahan itu menggelinding
kesamping. Melihat hal tersebut Song Ing jadi semakin gusar,
sebenarnya dalam hati ia telah menaruh curiga, tidak sangka
orang itu benar-benar sedang pura-pura mati.
"Keledai, kau sungguh licik dan kejam!" bentaknya gusar.
Sembari berkata pedangnya dengan cepat menutul ke arah
kening dari si sastrawan berusia pertengahan itu.
"Tahan!" teriakan majikan dari Rimba Wang Yu Liem itu
dengan suara keras. "Kau ada urusan apa lagi, ajoh cepat
katakan." Koan Ing yang melihat kejadian itupun hatinya ikut merasa
gusar, bilamana pil itu sungguh-sungguh ia telan mungkin
situasi ditengah kalangan saat ini telah berubah.
"Hmmm! perkataan baik menjelang kematian.... heee....
kau benar-benar seorang yang berhati baik!" dengusnya
dingin. Si sastrawan berusia pertengahan itu segera tertawa
terbahak-bahak, "Kali ini aku benar-benar telah kalah. pil
"Thian Ci Pek Siauw-tan" ini setelah ditelan akan membuat
orang itu seratus persen mendengarkan perkataanku bahkan
sampai mati takkan sadar kembali. kini maksudku telah
gagal.... heeei.... bilamana tadi kau suka menelan pil tersebut.
dengan kekuatan dari jago-jago yang ada tidaklah sukar untuk
menolong aku lolos dari mara bahaya, cuma saja saat ini
kalian pun belum menang karena bagaimanapun juga kalian
belum tentu bisa hidup lebih lanjut. Heee.... heee.... walaupun
begitu aku sebagai majikan Rimba Wang Yu Liem tidak sudi
mati ditangan Suma Han!"
Selesai berkata belati ditangan kanannya segera ditusukkan
ke arah dadanya sendiri tubuhnya dengan perlahan ikut rubuh
ke atas tanah. Koan Ing segera maju satu langkah ke depan untuk cekal
denyutan jantungnya. terasalah denyutan itu semakin lama
semakin perlahan dan akhirnya berhenti sama sekali.
Kali ini si sastrawan berusia pertengahan itu betul-betul
Kereta Berdarah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah membunuh diri! Selagi ia berdiri termangu-mangu, mendadak
mendengarlah Thian Yang Siuw-su serta kedelapan orang
berbaju hitam itu membentak keras kemudian dengan
dahsyatnya menerjang ke arah bawah tebing.
Koan Ing yang memandang bayangan punggung mereka
cuma bisa menghela napas panjang. orang-orang itu sudah
jadi gila semua.... Kepandaian silat dari Thian Yang SiUw-su
pun sangat lihay sekali, tetapi dikarenakan kereta berdarah
tak disangka ia tidak memperoleh akhir cerita yang sangat
mengenaskan. Hanya di dalam sekejap saja tengah malam telah
menjelang datang.... Semua Orang yang lagi putus asa tiba-tiba dapat
menangkap suara tertawa tergelak yang amat nyaring
bergema memenuhi seluruh angkasa, suara tertawa itu
seketika itu juga mengacaukan irama dari seruling tersebut,
seketika itu juga serangan kawanan ular itu jadi kacau balau
dan pada melarikan diri keempat penjuru.
Melihat kejadian tersebut hati semua orang jadi amat
girang bercampur terkejut.... dari manakah datangnya bala
bantuannya" Ditengah suara gelak tertawa, irama seruling itu berusaha
untuk meronta tetapi akhirnya berhasil juga ditirukan oleh
suara tertawa itu hingga suasana jadi amat kacau.
Binatang buas yang semua berhasil ditaklukkan melalui
irama seruling kini pada bubar dan lari serabutan kesanakemari.
Lama sekali Sang Su-im memperhatikan, akhirnia dengan
rasa terkejut bercampur girang teriaknya:
"Aaaah.... kiranya dia!"
Baru Saja perkataan itu diucapkan keluar tampaklah
seorang kakek tua berjubah putih yang berperawakan tinggi
besar telah melayang datang.
"Haa.... haaa.... kiranya Orang Sang-heng masih teringat
akan diriku!" "Lam Kong-heng Bagaimana mungkin kau orang bisa tiba
disini dari tempat yang begitu jauh" Hal ini benar-benar
berada diluar dugaanku!" teriak Sang Su-im kegirangan.
Mendengar perkataan tersebut semua orang jadi tersadar
kembali, kiranya orang itu adalah sitabib sakti dari daerah Tian
Pian, Lam Kong Ceng adanya, tidak disangka dari daerah yang
begitu jauh ia bisa muncul disini bahkan membantu mereka
untuk mengundurkan kawanan binatang tersebut dengan
suara tertawanya. Sang Siauw-tan buru-buru majU memberi hormat dan
disusul oleh Koan Ing mengucapkan terima kasih atas budi
dan pertolongannya tempo hari.
"Haaa.... haaa.... saudara cilik kau tak usah banyak adat."
seru Lam Kong Ceng sambil tertawa. "Ilmu pertabibmu telah
aku ketahui sejak dahulu, kali ini akupun ada maksud untuk
membantu kau orang!"
Setelah itu Sang Su-im pun mewakili dirinya untuk
memperkenalkan para jago lainnya.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba Thian Siang Thaysu
merangkap tangannya memberi hormat.
"Pinceng mohon diri dulu dari saudara sekalian, sebelum
berhasil menawan Yuan Si hatiku merasa belum lega,"
katanya. "Haaa.... haaa.... Taysu, kau tidak usah begitu tergesa!"
seru Lam Kong Ceng sambil tertawa. "Orang yang meniup
seruling itu masih ada di sekeliling tempat ini, dia pun tidak
berani meninggaikan tempat tersebut. Bagaimana kalau kita
jalan bersama-sama?"
"Haaa.... haaa.... kalau begitu kebetulan sekali." teriaknya.
Demikianlah dengan dipimpin oleh Lam Kong Ceng para
jago mulai menuruni puncak tebing itu dan menuju kesebuah
puncak yang ada disebelah kiri.
Puncak tebing itu amat curam dan berbahaya sekali.
Setelah mencapai di atas puncak maka terlihatlah di
hadapannya muncul sebuah lekukan lembah yang ditengahnya
dihubungkan dengan sebuah jembatan batu, di bawah
jembatan merupakan suatu jurang sedalam ribuan kaki.
Di atas jembatan batu duduklah beberapa orang, yang
paling depan bukan lain adalab "Sin Tie Langcoen" Ti Siuw-su
adanya. Tiga orang yang ada dibelakangnya bukan lain adalah silblis
bongkok dari daerah Si Ih Chiet Han Kokcu serta Yuan Si
Tootiang. Dan terakhir di atas puncak dihadapan mereka duduklah
seseorang yang bukan lain adalah Giok Yang Coen" Suma
Han! Untuk menghubungi tebing sebelah sini dengan puncak
diseberang sebelah sana hanya ada satu jalan saja.
Thian Siang Thaysu kerutkan alisnya rapat-rapat, tiba-tiba
serunya, "Biarlah aku yang coba!"
Sehabis berkata tubuhnya menubruk ke depan naik ke atas
jembatan batu tersebut. Song Ing yang melihat kejadian itu segera mengerutkan
dahi. "Kau ikutilah dari belakang!" serunya kepada Koan Ing.
Pemuda itu dengan hormatnya menjura kemudian meloncat
ke atas jembatan batu. Saat ini Thian Siang Thaysu benar-benar sudah mencapai
pada puncak kegusarannya, ditengah suara bentakan yang
amat keras sepasang telapak tangannya didorong sejajar
dada, dengan menggunakan ilmu kepandaian andalannya
"Siang Thian Ciang Mo Ceng Kie" ia menghajar tubuh Ti Siuwsu.
Melihat datangnya serangan yang demikian dahsyatnya Ti
Siuw-su sangat terperanjat. ia pun bersuit nyaring sedang
tubuhnya meloncat menyingkir.
Mengambil kesempatan itulah Thian Siang Thaysu segera
menerjang ke depan. Pada waktu itu Koan Ing telah mencabut keluar pedang
kiem-hong-kiamnya tetapi sewaktu melihat tempat yang
dipijak Ti Siuw-su hatinya jadi curiga.
Jembatan batu itu sudah lama sekali mendapatkan
serangan angin dan hujan dan kini boleh dikata amat lapuk
setelah dilewati Ti Siuw-su tadi maka sebagian dari jembatan
tersebut telah mengendor.
Bilamana ingin naik ke atas jembatan itu masih tidak
mengapa, tetapi bilamana bermaksud hendak melukai orang
dan kerahkan tenaga, hal itu tidak mungkin terjadi.
Selagi hatinya tergerak itulah Ti Siuw-su telah balikkan
badannya menubruk datang. seruling besinya dengan disertai
desiran tajam menotok ke arah batok kepala pemuda
tersebut. Sebaliknya Si Ih Mo Tuo yang ada dibelakangnya telah
menubruk ke arah Thian Siang Thaysu.
Koan Ing merasa hatinya bergidik, tubuhnya menghindar
ke samping lalu melayang ketangah udara!
Thian Siang sendiripun tahu kalau dia orang tidak dapat
menerima serangan musuh di atas jembatan batu tersebut.
tubuh mereka berdua bersamaan waktunya meloncat ke atas.
Ti Siuw-su serta si Iblis bongkok yang melihat kejadian itu
buru-buru membabatkan tongkat serta serulingnya ke atas
jembatan batu tersebut. "Brraaaaaaaammm....!" jembatan batu kena dipukul hancur
berantakan. sedang tubuh kedua orang itupun meloncat balik
ke atas batu semula, Dengan adanya kejadian ini bukan saja Koan Ing serta
Thian Siang Thaysu merasa amat terperanjat, sekalipun Sang
Siauw-tan serta Cha Ing Ing yang ada diataspun pada
menjerit kaget. Koan Ing membentak keras. tubuhnya yang ada ditengah
udara bersalto beberapa kali lantas balik menubruk ke arah Ti
Siuw-su, sedangkan Thian Siang Thaysu menghantam diri si
Iblis bongkok. Seruling besi ditangan Ti Siuw-su dengan membentuk
gerakan lingkaran menghalau datangnya serangan pedang
dari Koan Ing, saat ini tubuh pemuda tersebut ada ditengah
udara dan dibawahnya adalah jurang, maka itu asalkan dirinya
berhasil memaksa ia untuk meluncur kebawah maka tamatlah
riwajatnya. Hati Thian Siang Thaysu benar-benar sangat murka,
tubuhnya yang ada ditengah udara segera melancarkan
serangan dengan menggunakan "Sian Thian Ceng Kie"nya,
terasalah segulung asap putih yang amat dahsyat menekan
diri Si Ih Mo Tuo. Si lh Mo Tuo tertawa terbahak-bahak tongkat pualamnya
berturut-turut melancarkan tiga serangan dahsyat
menghantam hawa pukulan dari Thian Siang Thaysu.
Thian Siang Thaysu yang melihat serangannya tidak
mengenai sasarannya, ia jadi semakin gemas, tubuhnya
dengan amat hebatnya menubruk tubuh Si In Mo Tuo.
Koan Ing yang melancarkan serangan pedang ke depan
dengan cepat kena ditangkis oleh seruling besi dari Ti Siuw-su,
pedang serta seruling bentrok menjadi satu menimbulkan
bunga-bunga api. seketika itu juga seruling besi tersebut kena
dihisap oleh tenaga dalam Koan Ing.
Hal ini benar-benar membuat Si Tie Langcoen merasa
berdesir. Serangan dari Thian Siang Thaysu pada saat ini sudah lebih
mirip dengan serangan binatang terluka, melihat kejadian itu
Si Ih Mo Tuo jadi sangat terperanjat.
Tongkat pualamnya dibabatkan sejajar dada kemudian
menekuk ditengah jalan menghantam batok kepala hweesio
tersebut, agaknya ia hendak membinasakan musuhnya di
dalam sekali kemplangan. Thian Siang Thaysu dengan kalapnya berteriak keras,
tangannya dengan keras lawan keras menerima datangnya
tongkat pualam itu Tak kuasa lagi tubuhnya tergetar sangat
keras. Si Ih Mo Tuo merasa amat terperanjat Tangan kanannya
dengan gugup ditarik ke arah belakang dengan gerakan cepat.
Tetapi pada saat yang bersamaan pula tubuh Thian Siang
Thaysu telah menubruk datang
Braaak!! Tubuh mereka berdua terpisah dan bersama-sama
jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam yang tak terlihat
dasarnya itu! Koan Ing merasa terkejut bercampur gusar, ia sama sekali
tidak menyangka kalau Thian Siang Thaysu ternyata mengajak
Si Ih Mo Tuo untuk mati bersama-sama.
Ti Siuw-su yang melihat kejadian itu hatinya pun merasa
amat terperanjat, ditengah suara bentakan yang amat keras
tangan kanannya mengendor.
Ditengah ajunan tangannya ia bermaksud untuk memukul
jatuh Koan Ing berserta pedangnya ke dalam jurang.
Koan Ing bukanlah manusia biasa, ia menarik napas
panjang dan tetap menghisap kencang-kencang seruling
besinya itu. Ti Siuw-su yang melihat senjatanya ikut terhisap kencang
hatinya jadi bergidik. Pertempuran antara jagoan berkepandaian tinggi justru
ditentukan pada detik2 ini sedikit saja Ti Siuw-su berajal
pedang kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing telah membabat
ke arah tubuhnya dan dengan paksa mendorong tubuh Ti
Siuw-su terjatuh ke dalam jurang.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa,
tanpa ampun lagi, tubuh Ti Siuw-su melayang ke dalam jurang
dan semakin lama tubuhnya semakin kecil kemudian lenyap
tak berbekas. Kematian dari Thian Siang Thaysu membuat hawa amarah
pemuda ini memuncak, dengan dinginnya ia memandang ke
arah Chiet Han Kokcu, Phoa Thian-cu.
Tubuhnya tiba-tiba melayang ke depan dan berdiri ditengah
batu yang digunakan oleh Si Ih Mo Tuo tadi.
Kokcu dari lembah Chiet Han Kok ini benar-benar sudah
dibuat bergidik oleh sikap Koan Ing yang amat menyeramkan
itu. mendadak ia menutup kembali jaringan emasnya dan
menjura ke arah pemuda tersebut.
"Phoa Thian-cu rela mengaku kalah!" katanya perlahan.
"Hmmmm! kalau begitu cepatlah menyingkir!"
Phoa Thian-cu menghela napas panjang tubuhnya meloncat
ketengah udara kemudian bersalto beberapa kali dan
melayang turun ke atas batu yang digunakan oleh Ti Siuw-su
tadi. Yuan Si Tootiang yang melihat Koan Ing berhasil pukul
rubuh Ti Siuw-su ke dalam jurang Thian Siang Thaysu adu
jiwa dengan Si Ih Mo Tuo ditambah kini Phoa Thian-cu
mengaku kalah membuat hatinya terasa berdesir.
Mendadak dengan mata membara ia mengajunkan telapak
tangannya ke depan, segulung hawa pukulan yang maha
dahsyat dengan disertai suara desiran yang amat keras
menggulung ke arah depan.
Sikokcu dari lembah Chiet Han Kok, Phoa Thian-cu sama
sekali tidak menyangka bilamana Yuan Si Tootiang bisa
melancarkan satu pukulan yang begitu dahsyat untuk
membokong dirinya. Di dalam keadaan gugup tubuhnya mencelat ketengah
udara untuk menghindarnya.
"Yuan Si-heng, apa maksudmu?" Teriaknya dengan amat
terperanjat. Yuan Si Tootiang hanya mendengus dingin telapak
tangannya kembali mengirim satu pukulan yang sangat
dahsyat ke depan. Kali ini Phoa Thian-cu sudah mengadakan persiapan
tubuhnya kembali mencelat ketegah udara dan bersalto
beberapa kali untuk menghindar.
"Yuan Si-heng, kau jangan terlalu memaksa aku pun bisa
memberi perlawanan kepadamu!" teriaknya gusar.
Yuan Si Tootiang kembali mendengus dingin, teriaknya
tiba-tiba, "Heee.... kau berani mengkhianati diriku dan
meninggalkan diriku selagi aku terjepit nyawamu tak bisa
diampuni lagi!" Sehabis berkata telapak tangannya kembali menyambar ke
depan disusul tiga rentetan cahaya tajam berkelebat
mengiringi angin pukulan tersebut.
Phoa Thian-cu sama sekali tidak menyangka Yuan Si
Tootiang bisa turun tangan jahat terhadap dirinya, tubuhnya
meloncat ke samping untuk menghindarkan diri dari kedua
Kereta Berdarah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buah angin pukulan tersebut, sedangkan jalanya disambar
kebawah memunahkan datangnya ketiga rentetan cahaya
tajam yang mengancam dirinya.
Siapa sangka agaknya Yuan Si Tootiang sudah menduga
akan hal itu, begitu ia selesai menyambitkan ketiga buah batu
itu, kembali satu pukulan dahsyat menyusul datang.
Pukulan yang terakhir ini telah menggunakan seluruh
tenaga yang dimilikinya. Phoa Thian-cu tak sempat untuk menghindar tanpa ampun
dadanya kena terhantam. ditengah suara jeritan ngeri yang
menyajatkan hati darah segar muncrat keluar dari mulutnya.
Tubuhnya pun dengan keras terpental lima kali ke belakang
dan jatuh ke dalam jurang yang tak kelihatan dasarnya itu,
Setelah berhasil membereskan nyawa Phoa Thian-cu
dengan angkernya Yuan Si Tootiang baru menoleh ke arah diri
Koan Ing. Wajah pemuda itu pada saat ini sangat dingin, pada masa
hidupnya Thian Siang Thaysu justru bermaksud untuk
menghadapi Yuan Si Tootiang, kini hweshio dari Siauw Sim
pay itu sudah mati, maka itu bagaimana pun juga ia tidak
akan melepaskan tosu itu.
Pedang Kiem-hong-kiamnya setelah berkelebat membentuk
suatu gerakan setengah lingkaran lantas disilangkan di depan
dada. Lama sekali mereka berdua saling berpandangan mendadak
Koan Ing bersuit nyaring tubuhnya dengan disertai sambaran
pedang menubruk ke depan.
Pedangnya laksana naga emas yang melayang ditengah
angkasa berkelebat menembusi udara kemudian menusuk
lambung Toosu itu. "Inilah jurus "Giok Sak Ci Hun!"
Yuan Si Tootiang tertawa dingin, pedangnya pun segera
dicabut keluar. Diantara menyambarnya cahaya tajam, hawa
pedang memenuhi angkasa. Dia telah menggunakan jurus
"Koei Coa Peng Koei" atau pura" ular mati berbaring dari ilmu
pedang "Toa Cing Kiam Hoat".
Sepasang pedang terbentur menjadi satu menimbulkan
percikan bunga-bunga api. hawa pedang dengan cepat
mengurung tubuh mereka berdua.
Para jago yang melihat kejadian itu dari samping merasa
hatinya sangat terperanjat pertempuran pedang semacam ini
benar-benar luar biasa sekali. Walaupun mereka semua
merupakan jago-jago lihay tetapi selama hidup mereka belum
pernah menemuinya. Masing-masing pihak berusaha dengan menggunakan hawa
pedang untuk rebut kemenangan, mendadak bayangan
manusia berpisah, tubuh Koan Ing mencelat ke atas sedang
Yuan Si Tootiang ditengah suara suitan yang amat panjang
sepasang telapaknya dipentangkan.
Selapis kabut merah mulai meliputi tubuhnya, laksana
seekor burung rajawali dengan seramnya ia mengejar tubuh
Koan Ing, Cha Ing Ing yang melihat kejadian itu menjent kaget, hati
semua jagopun merasai tergetar.
Tenaga dalam Yuan Si Tootiang sudah berhasil mencapai
pada taraf kesempurnaan ditambah lagi dengan kabut
berdarahnya hal ini membuat dia orarg semakin lihay lagi.
Walaupun para jago ada maksud untuk turun tangan
membantu tetapi di dalam keadaan situasi seperti ini tak
seorangpun yang sanggup untuk membantu,
Koan Ing bersuit nyaring, tubuhtnya yang ada ditengah
udara kembali mencelat ke atas.
Dengan cepatnya Yuan Si Tootiang berhasil menyusulnya,
sepasang pedang kembali bentrok menjadi satu,
Tubuh Koan Ing dengan cepat melayang turun kebawah,
"Hmm! Kau hendak lari kemana"!" teriak Yuan Si Tootiang
sambai mendengus dingin. Ketika dilihatnya hawa murni pemuda itu seperti telah
habis, ia segera membentak keras pedangnya dengan disertai
desiran yang tajam disambitkan ke arah depan mengancam
punggung Koan Ing. Koan Ing berteriak keras, ujung kaki kirinya kembali
menutul batu, lalu bagaikan kilat balik badan menangkis
datangnya sambitan pedang dari Yuan Si Tootiang itu.
Yuan Si tootiang jadi terperanjat, ia sama sekali tidak
menyangka kalau Koan Ing berhasil menerima datangnya
serangan pedang tersebut.
Buru-buru tubuhnya merandek ditengah udara kembali
bersalto kebelaksng untuk melarikan diri.
Siapa tahu dalam hati pemuda itu telah ada perhitungan,
pedang kiem-hong-kiamnya di dalam sekejap saja telah
melancarkan serangan mengancam delapan belas posisi yang
berbeda. kemudian tangannya diajunkan ke depan
mengembalikan pedang dari Yuan Si Tootiang tadi.
Toosu Bu-tong-pay ini pada saat ini lagi kelabakan sekali, ia
tak berhasil menghindarkan diri....
Diantara berkelebatnya cahaya tajam pedangnya telah
menembusi punggungnya hingga ke depan dada.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa.
Para jago yang menonton jalannya pertermpuran itupun
pada mengucurkan keringat.
Tubuh Koan Ing dengan gesit melanjutkan gerakannya
kepuncak seberang. Waktu ini Suma Han sudah dibuat keder oleh pertempuran
yang baru saja berlalu keringat dingin mengucur keluar
membasahi keningnya, ia merasa tenaga dalamnya tak dapat
melampaui pemuda itu dan iapun tahu bilamana terjadinya
pertempuran dirinya tentu kalah.
Karena itu sewaktu Koan Ing tiba di hadapannya tak kuasa
lagi Suma Han sudah menjatuhkan diri berlutut di
hadapannya. Koan Ing tetap membungkam seribu bahasa, pedangnya
tiba-tiba berkelebat ke depan mencukil keluar gulungan kertas
yang ada di dalam sakunya kemudian diantara kilatan pedang
kertas itu sudah hancur berkeping-keping.
"Heeei.... Kereta berdarah telah berlalu kau pergilah," kata
pemuda itu kemudian kepada Suma Han.
Si orang tua itu tertegun, sama sekali ia tak mengucapkan
kata-kata. Saat itulah Sang Siauw-tan serta Sang Su-im sekalian telah
tiba disana, mereka hanya bisa menghela napas panjang
saja.... Dan dengan demikian peristiwa KERETA BERDARAH itupun
telah berlalu.... T A M A T Harap Anda puas dengan cerita ini!!!!!
Kisah Para Pendekar Pulau Es 18 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Tongkat Rantai Kumala 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama