Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 18
tertawa tergelak: "Bocah muda, kau memang cerdik, selain Wi lote, aku dan
Kit shiacu memang terlibat dalam penyergapan terhadap Oh
Ceng-thian suami istri waktu itu."
"Benarkah begitu?" Oh put Kui tertawa pedih, "kau berani
mengakui perbuatan tersebut, apakah kalian tidak kuatir ada
yang datang menuntut balas buat dirinya?"
"Kau hendak menuntut balas?" jengek Siau Yau sambil
tertawa, "apa hubunganmu dengan Lan Hong?"
Sekali lagi Oh Put Kui tertawa pedih.
"Anaknya! Cukup berhak bukan?"
Jawaban ini kembali membuat Siau Yau tertegun.
Bukan cuma dia, bahkan Kit Put Shia Wi Thian-yang pun
turut merasa amat terperanjat setelah mendengar jawaban
tersebut. "Jadi kau.............. kau adalah putra Oh Ceng Thian?" seru
Wi Thian-yang tergagap. Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, tiba-tiba muncul
sesosok bayangan manusia ditengah arena, lalu terdengar
orang itu menyambut sambil tertawa dingin:
"Betul, dia adalah putraku!"
Ternyata orang yang munculkan diri tak lain adalah
sipedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng Thian.
dengan hati terkesiap Siau Yau segera berseru:
"Oh Ceng-thian, kau belum mampus?"
"Haaaahhh......... hhaaaaaahhhh........ haaaahhhh....... dengan mengandalkan kemampuanmu itu masih ingin
mencabut nyawaku" Hmmmm............."
Berbicara sampai disitu, secepat kilat dia telah meloloskan
pedangnya. "Haaaahhhh......... haaaaaaahhhhhh........ haaahhhh.........
panglima yang pernah kalah perangpun berani omong besar?"
ejek Siau Yau sambil tertawa tergelak.
Dia mengira kemampuan Oh Ceng Thian masih seperti
pedang iblis pencabut nyawa yang dulu.
Oh Ceng-thian tertawa dingin, segera teriaknya:
"Siau Yau, lebih baik kau maju bersama-sama Kit Put-shia!"
"Bagus sekali," sahut Kit Put Shia setelah mendengar
perkataan itu, "aku memang ingin mencoba sampai seberapa
jauhkah kemajuan yang berhasil dicapai saudara Oh selama
delapan belas tahun terakhir ini................"
Seusai berkata dia segera mencabut pedangnya dan
langsung ditusukkan ketubuh Oh Ceng-thian.
Hampir pada saat yang bersamaan Siau yau melancarkan
pula sebuah pukulan dengan dua serangan kipas.
Oh Ceng-thian segera menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu saja
serangan kedua orang itu sudah berhasil dipunahkan.
Dalam pada itu keempat ciangbunjin serta Wici Bin telah
mengundurkan diri dari atas panggung, mereka merasa Oh
Ceng-thian serta Oh Put Kui jauh lebih berhak untuk
menghadapi musuh-musuhnya demi membalaskan dendam
bagi kematian istri serta ibunya.
Waktu itu Oh Put Kui dan Wi thian-yang belum sampai
melangsungkan pertarungan.
Sebab sebelum pertarungan dimul;ai, dia ingin menanyakan sebuah persoalan lebih dulu sampai jelas.
Maka setelah tertawa dingin katanya:
"Wi Thian-yang selama dua puluh tahunan terakhir ini kau
tak pernah menyingkapkan bahwa kaulah pembunuh ibuku,
apa sebabnya kau mempunyai keberanian untuk mengakui
perbuatan tersebut hari ini?"
Wi Thian-yang tertawa tergelak:
"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh....... segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal
menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit
baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan
selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang
bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk
membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani
mengakui perbuatanku itu?"
"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh....... segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal
menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit
baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan
selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang
bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk
membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani
mengakui perbuatanku itu?"
Oh Put Kui merasakan hatinya terkesiap, segera serunya:
"Apa yang telah kalian lakukan disini?"
"Didalam hidangan yang kalian makan telah dicampuri
racun tok-ku dari wilayah Biau, itu berarti kalian taka akan
lolos dari cengkeraman ji-kuncu."
"Siapa sih Ji kuncu itu?" tanya Oh Put Kui tertegun.
Sambil tertawa Wi Thian-yang segera menunjuk kearah
perempuan cantik berbaju putih itu seraya ujarnya:
"Ji kuncu adalah kuncu dari Ban-mo-teng-sim-hwee, nanti
lote mesti maju memberi hormat kepadanya. Nah lote,
selanjutnya kau akan menjadi anggota perkumpulan kami,
bukankah semua perselisihan pun akan berakhir dengan
begini saja?" Mendengar sampai disitu Oh Put Kui segera tertawa dingin:
"Wi Thian-yang, sekarang aku sudah mengerti!"
Dalam pada itu suasana dibawah panggung telah terjadi
kegaduhan, sebab perkataan dari Wi Thian-yang telah
mengejutkan mereka semua, tanpa terasa peluh dingin jatuh
bercucuran, malahan ada pula yang wajahnya berubah
menjadi pucat pias. Disaat Oh Put Kui selesai berkata tadi, tiba-tiba Wi Thianyang berkata lagi sambil tertawa:
"Lote, kau benar-benar ingin beradu jiwa?"
"Wi Thian-yang!" mendadak Oh Put Kui berteriak keras,
"kau harus merasakan kelihayan dari pedang karat cing-pengsiu-kiam ku lebih dahulu!"
Cahaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu pedang karat itu
sudah melancarkan tujuh buah serangan secara beruntun.
Wi Thian-yang sama sekali tidak menyangka kalau
serangan pedang dari Oh Put Kui begitu tajam dan hebat,
seketika itu juga dia terdesak sehingga mundur delapan
langkah secara beruntun. Andaikata Oh Put Kui tidak menghentikan serangannya
dengan segera, niscaya Wi Thian-yang akan mengalami
keadaan yang tragis. Wi Thian-yang segera mengerutkan alis matanya rapatrapat, menggunakan kesempatan disaat Oh Put Kui
menghentikan serangannya, dia segera meloloskan pedang
antiknya, dan berseru sambil tertawa seram:
"Bajingan keparat, aku akan memusuhi harapan itu, segera
akan kukirimkan kau menjumpai ibumu...........!"
"Sreeeeeet, sreeeeeeet........!"
Secara beruntun dia melancarkan lima buah serangan
berantai, ternyata tenaga dalam yang dimilikinya tak kalah dari
Oh Put Kui. Oh Put Kui tertawa seram segera teriaknya:
"Wi Thian-yang, saat ajalmu telah tiba......"
"Traaaaaaaaaaang.............."
Mendadak pedang karat cing-peng-kiam itu diayunkan
keatas langsung membentur pedang antk dari Wi Thian-yang,
menyusul bentrokan itu, Wi Thian-yang merasakan peluh
dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Ternyata pedang andalannya telah kutung menjadi dua.
Ia sadar situasi tidak menguntungkan baginya, dengan
segera seraya melayang meninggalkan raganya cepat-cepat
dia mengundurkan diri kebelakang.
Sudah barang tentu Oh Put Kui tak akan membiarkan
musuhnya menghindarkan diri, dimana pedangnya berkelebat
lewat, mata pedang langsung membacok bahu kiri siraja setan
penggetar langit. "Omitohud......" tiba-tiba dari kejauhan bergema suara
pujian, "siau sicu, ampunilah selembar jiwanya..........."
Sayang keadaan sudah terlambat.
Percikan darah tampak berhamburan kemana-mana, tubuh
Wi Thian-yang sudah terbabat pedang Oh Put Kui dan roboh
terkapar diatas tanah.............
Saat itulah sesosok bayangan manusia melayang turun
diatas panggung, ternyata orang itu adalah Wi-in sinni.
Melihat Wi Thian-yang sudah terkapar bermandikan darah,
sementara Oh Put Kui berdiri sambil menyeka air mata, dia
menghela napas panjang sambil katanya:
"Siau sicu, bencan yang kau lakukan kali ini betul-betul
kelewat besar!" Belum habis perkataan dari nikou itu, kembali tampak dua
sosok bayangan manusia melayang naik keatas panggung.
Orang yang pertama segera berjongkok dan membopong
tubuh Wi Thian-yang lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun melompat turun dari panggung dan segera kabur
menuju keluar bukit. Orang itu tak lain adalah Nyoo Ban-bu.
sedangkan orang kedua tetap berdiri dihadapan Oh Put Kui
tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui mendongakkan
kepalanya, ternyata orang itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian.
Agaknya semua kesadaran Nyoo Siau-sian sudah hilang, ia
berdiri termangu-mangu sambil mengawasi wajah pemuda itu
tanpa berkedip selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ia
perdengarkan suara yang menyeramkan bagaikan lolongan
serigala. Suara tertawa itu boleh dibilang jauh lebih tak sedap
didengar dari pada suara tangisan kuntilanak.
Dengan perasaan iba Oh Put Kui memandang sekejap
kearahnya, namun tak sepatah katapun berani diutarakan.
Mendadak Nyoo Siau-sian menghentikan suara tertawanya,
kemudian berseru sambil menangis:
"Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu,
ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku
tidak membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........
Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak
dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas
panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung
dibelakang punggung seperti orang gila.
"Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu,
ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku
tidak membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........
Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak
dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas
panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung
dibelakang punggung seperti orang gila.
Dengan langkah sempoyongan, tiba-tiba dia membalikkan
badan dan lari meninggalkan tempat itu.
"Anak Sian!" Wi-in sinni segera berteriak keras, dengan
cepat dia menyusul dibelakangnya.
Oh Put Kui yang berada diatas panggung cuma bisa berdiri
termangu-mangu bagaikan patung.
Mendadak percikan darah memancar keluar dari sisi
tubuhnya. Pedang Thian-lui-kiam dari Oh ceng-thian telah meluncur
ketengah udara, hawa pedang yang tajam telah menerkang
kemuka dan menyambar tubuh Kit Put shia serta Siau Yau
yang berada lima depa dihadapannya.
"Bluuuuuuuuuukkkk, bluuuuukkkkk..........!"
Bersamaan waktunya Kit Put Shia dan Siau Yau kehilangan
batok kepalanya dan bersama-sama roboh terkapar diatas
tanah. Pada saat itu juga, perempuan cantik berbaju putih yang
duduk diatas panggung itu melompat bangun kemudian
melompat kebawah dan berusaha melarikan diri.
Mendadak sesosok bayangan manusia berwarna putih
muncul dari samping panggung dan mengejar perempuan
cantik berbaju putih itum, dalam sekali sambaran saja ia
sudah berhasil membekuk lawan serta menyeretnya kembali
keatas panggung. Ternyata orang ini adalah Thian-hian Huicu Cu Yu-hong,
akhirnya ia berhasil juga membekuk kembali adiknya yang
sesat. Dengan sepasang mata berkaca-kaca Cu Yu-hong segera
berkata kepada Oh Ceng-thian:
"Jite, aku akan pulang kegunung, biar urusan ditempat ini
diselesaikan oleh Siau toako serta Ban tua.............."
Berbicara sampai disitu ia segera melejit ketengah udara
dan meluncur keluar lembah...
Oh Ceng-thian menghela napas
panjang, setelah menyarangkan kembali pedangnya, dia berseru kepada Kakek
latah awet muda: "Ban tua, toa kuncu menyuruh kau yang memimpin
penyelesaian dalam tempat ini."
"Tak usah kuatir, aku sudah mendengar ucapan tersebut!"
jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling kearah kuil Tay-kong-si,
teriaknya pula: "Oh Sian, bila kau bersama Thian-liong, Lan Ciu-sui dan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pek Bian-peng berempat tidak segera tampilkan diri, akupun
tak akan mencampuri urusan ini lagi."
Puji syukur kepada sang Buddha dan gelak tertawa nyaring
segera bergema memecahkan keheningan.
Tay-gi-sangjin, Thian-liong-sang-jin, Peng-goan-koay-kek
Lan Cui-siu, seribu li pencabut nyawa Pek Bian-peng, serta
seorang perempuan suku Biau setengah telanjang yang
diseret, pelan-pelan munculkan diri dari balik pintu kuil Taykong-si. Sambi tertawa tergelak Kakek latah awet muda segera
berseru: "Oh sian, bebaskan dulu semua teman-teman yang berada
disini dair pengaruh racun Tok-ku!"
"Tak usah kuatir, segera akan kulaksanakan perintah lo
sicu........." jawab Tay-gi sang-jin sambil tersenyum.
Semua orang repot bekerja untuk membebaskan para jago
yang hadir dari pengaruh racun tok-ku serta menyelesaikan
persoalan disitu. Tapi ada satu orang yang sama sekali tidak ikut campur.
Sambil menggenggam pedang karatnya, dia berdiri
termangu-mangu diatas panggung...........
Lama kemudian, selangkah demi selangkah dia baru
berjalan meninggalkan tempat itu menuruni bukit Ci-lian-san.
Paras mukanya hambar tanpa emosi, pikirannya bagaikan
kosong tak berisi, tapi jalanan yang ditempuh justru
merupakan jalan perbukitan yang curam, terjal dan penuh
dengan semak belukar yang berduri.
Mungkin ia sedang memikirkan suatu persoalan.
Tapi semua persoalan sudah tidak terlalu penting lagi
baginya, sebab ia merasa dendam sakit hatinya telah terbalas,
bukankah begitu" Musuh besar pembunuh ibunya telah tewas
pula diujung pedangnya. Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, dia
teringat bahwa dia telah menjadi seorang pembunuh, seorang
pembunuh yang telah membinasakan ayah orang lain pula.
Mungkinkah dia akan membalas dendam kepadanya"
Mungkinkah hal ini terjadi" Pikiran tersebut berputar dan
melintas tiada hentinya dalam benaknya.
Beberapa tetes air mata bercampur darah menetes
membasahi wajahnya...............
Dia seperti merasa agak lelah, tapi dia bertekad akan
mengembara lebih jauh. Sebab dia lamat-lamat merasa bahwa dia harus
menghilangkan pikiran dan perasaan berdosa yang membebani hatinya selama ini, dia harus menghilangkannya,
sekalipun hal ini akan terjadi disaat rambutnya telah beruban
semua. Jalan bukit yang berliku-liku tak diperduli, dia berjalan terus
menuruti suara hatinya. Ia berjalan dan berjalan terus............. begitu asyik dia
berjalan sehingga sama sekali tak terasa olehnya ada dua
orang sedang mengikuti pula dibelakangnya.
"Liok tua, kenapa dengan Oh toako" Aku merasa amat
cemas!" "Nona Kiau, asal aku sipengemis dan kau mengikutinya
terus, tak nanti dia akan tertimpa sesuatu musibah!"
"Aaaaaaaaaaaaaai,,,,,,,,,,,,,, Liok tua, terpaksa kita harus
mengikutinya terus, kemanapun dia akan pergi.............."
Helaan napas panjang yang dalam dan berat bergema
diudara, andaikata lapisan salju dibukit Ci-lian-san tidak
menebal hingga membatu, mungkin helaan napas yang begitu
berat itu dapat menggugurkan salju-salju tersebut.............
Lambat laun............. Bayangan-bayangan manusia itupun makin lama makin
jauh dan makin buram sebelum akhirnya lenyap dikejauhan
sana. Ditengah udara hanya tertinggal suara langkah yang berat
serta helaan napas yang dalam...........
Dan sampai disini pula kisah "Pulau neraka" ini, sampai
berjumpa dilain kesempatan.
-TAMAT- Renjana Pendekar 14 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Jago Kelana 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama