Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Li 13

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 13


mendesah halus. 1260 Desahannya sangat lembut, namun membawa nada yang
begitu sedih dan berduka.
Tidak pernah ada yang mengira desahan seperti itu
dapat keluar dari mulutnya, apalagi dengan
kecantikannya saat itu yang tiada taranya.
Hati Li Sun-Hoan melorot.
Ia tahu bahwa tidak ada musik ataupun suara dalam
dunia ini yang lebih efektif daripada desahan seorang
wanita yang tidak berdaya, untuk menggerakkan hati
seorang pria. Tidak juga suara daun beterbangan di
musim gugur, tidak juga suara aliran air sungai yang
deras, tidak juga suara harpa yang merdu di malam
terang bulan, tidak juga suara suling yang merayu-rayu
dalam kegelapan malam. Tidak ada yang bisa menyaingi
desahannya yang putus asa.
Li Sun-Hoan berharap A Fei menoleh padanya dan
mendengar penjelasannya. Namun mata A Fei lekat pada Lim Sian-ji. Telinganya
hanya bisa mendengar suaranya.
Kata Lim Sian-ji, "Aku sudah selesai berbicara. Aku tidak
bisa tinggal lebih lama."
"Mengapa?" "Karena aku sudah berjanji, aku hanya akan mengatakan
dua kalimat, sesudah itu aku akan pergi."
1261 "Apakah kau memang ingin pergi?" tanya A Fei
"Kalau aku tidak segera pergi, mereka akan mengusirku."
"Siapa" Siapa yang akan mengusirmu?"
Tiba-tiba matanya menyala dengan semangat yang baru
dan berseru lantang, "Mengapa kau membiarkan orang
mengusirmu. Ini kan rumahmu."
Kini Lim Sian-ji menoleh dan menatap A Fei.
Matanya sudah basah oleh air mata. Mata itu begitu
lembut, selembut tetesan embun di pagi hari.
Sampai lama ia hanya menatap A Fei, lalu kembali ia
mendesah dan bertanya, "Apakah ini masih rumahku?"
Sahut A Fei, "Tentu saja. Selama kau mau, ini tetap
adalah rumahmu." Hati Lim Sian-ji bergejolak. Ia sudah akan menghambur
ke pelukan A Fei, namun tidak jadi dilakukannya.
Katanya, "Tentu saja aku mau, tapi aku takut yang lain
tidak akan setuju." A Fei mengertakkan giginya. "Yang tidak setuju, boleh
keluar." Tuan Sun sungguh berhasil membuat darah A Fei
mendidih dan membangkitkan semangatnya. Bukan itu
saja, namun seluruh emosi dalam hatinya pun kini
terangkat ke permukaan. 1262 Jika tubuh seseorang menjadi lemah, perasaannya akan
semakin meluap-luap. Matanya tidak pernah lepas dari Lim Sian-ji. Lalu
katanya, "Di rumah ini, tidak ada yang berhak
mengusirmu. Engkaulah yang berhak mengusir orang
lain." "Aku sungguh ingin hidup bersamamu, tapi mereka juga
adalah teman-temanmu"." Kata Lim Sian-ji sambil
tersenyum. Setetes air mata bergulir ke pipinya.
Sahut A Fei, "Siapapun yang tidak ingin bersahabat
denganmu, bukan sahabatku."
Kini dikalungkannya lengannya di leher A Fei dan
berkata, "Aku sudah puas hanya mendengar engkau
mengatakannya. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan
orang akan aku. Aku tidak peduli bagaimana mereka
memperlakukan aku." Pintu masih terbuka lebar.
Perlahan Li Sun-Hoan berjalan ke arah pintu dan keluar
ke kegelapan malam. Sun Sio-ang mengikutinya. Ia menggigit bibirnya dan
berkata, "Apakah kita pergi begitu saja?"
Li Sun-Hoan tidak menjawab. Kata-kata tidak bisa keluar
dari mulutnya. 1263 Sun Sio-ang berjalan menjajarinya. Katanya dengan
marah, "Aku tidak bisa percaya, ternyata dia adalah
orang semacam itu! Masih juga ia memperlakukan wanita
seperti itu dengan baik". Tidak tahu terima kasih! Ia
hanya peduli akan cintanya dan tanpa ragu-ragu
mengkhianati sahabat-sahabatnya!"
Li Sun-Hoan mengeluh panjang. Katanya, "Kau salah
menilai dia." "Bagaimana salahnya" Apakah menurutmu dia bukan
orang seperti itu?" "Bukan." "Kalau bukan, kenapa dia bertindak seperti barusan?"
Suara Li Sun-Hoan tercekat, "Karena".karena"."
Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tuan Sunlah yang
melanjutkan kalimatnya. "Ia berbuat begitu karena ia tidak bisa mengendalikan
diri saat ini," kata Tuan Sun sambil menghela nafas.
Tanya Sun Sio-ang, "Mengapa ia tidak bisa
mengendalikan diri" Tidak ada yang mengancamnya
dengan pisau. Tidak ada yang mengikatnya dengan tali."
Sahut kakeknya, "Memang benar tidak ada yang
memaksanya. Dia sendirilah yang membelenggu dirinya."
1264 Tuan Sun kembali mendesah dan menambahkan,
"Sebenarnya, setiap orang memang punya belenggu dan
penjaranya masing-masing."
Sahut Sun Sio-ang cepat, "Aku tidak punya."
"Kau pikir kau tidak punya, karena kau masih anak-anak
dan kau belum mengerti."
Suara Sun Sio-ang meninggi karena kesal, "Kalau aku
dianggap masih anak-anak, ya sudah! Bagaimana
dengan dia?" Ia menunjuk Li Sun-Hoan dan melanjutkan, "Ia bukan
anak-anak, tapi dia tidak punya belenggu ataupun
penjara." Sahut kakeknya sabar, "Tentu saja dia punya."
Sun Sio-ang memandang Li Sun-Hoan dengan matanya
yang besar. "Benarkah?"
Li Sun-Hoan tersenyum dan menjawab, "Harus kuakui,
aku memang punya." Kata Tuan Sun, "Ia tidak pernah menyimpan amarah
dalam hatinya. Walaupun orang menghina dia, atau
menyakitinya, ia tidak pernah marah. Sampai-sampai
orang berpikir ia berbuat begitu karena semangat
hidupnya sudah tidak ada."
Li Sun-Hoan tersenyum. 1265 "Namun ketika ia tahu bahwa sahabatnya ada dalam
bahaya, ia akan meninggalkan segala sesuatu untuk
menolong mereka. Apakah itu artinya masuk ke dalam air
mendidih, atau berjalan melewati bara api, atau ditusuk
dengan pisau di dadanya, ia akan melakukan
segalanya"." Tuan Sun mendesah dan melanjutkan lagi, "Karena
"persahabatan" adalah penjaranya. Hanya penjara ini
yang dapat mendorong semangatnya ke permukaan.
Hanya penjara ini yang dapat membuat darahnya
bergolak." Tanya Sun Sio-ang, "Lalu bagaimana dengan orang
seperti Liong Siau-hun. Apakah ia pun mempunyai
penjara?" "Tentu saja." "Apa penjaranya?"
Jawab Tuan Sun, "Kekayaan dan kekuasaan!"
"Namun ia ingin membunuh Li Sun-Hoan bukan demi
harta atau kekuasaan. Ia tahu pasti bahwa Li Sun-Hoan
bukan orang yang akan bertempur demi harta atau
kekuasaan." "Ia ingin membunuh Li Sun-Hoan karena belenggu dalam
hatinya," sahut kakeknya.
"Belenggu apa?"
1266 Tuan Sun menoleh pada Li Sun-Hoan dan berhenti
bicara. Wajah Li Sun-Hoan terlihat lebih muram daripada
kegelapan malam. Sun Sio-ang jadi tahu jawabannya.
Liong Siau-hun membenci Li Sun-Hoan karena ia selalu
curiga, selalu cemburu. Ia curiga Li Sun-Hoan akan membalas perbuatannya
yang dulu. Ia cemburu akan kehormatan dan kemurahan hati Li
Sun-Hoan. Karena ia tidak mungkin pernah menjadi
seperti itu. Kecurigaan dan kecemburuan adalah belenggunya.
Sebagian besar orang dalam dunia juga punya belenggu
ini. Lalu apakah belenggu A Fei"
Tuan Sun menengadah, memandang bintang-bintang
yang gemerlapan di langit malam. "Belenggu A Fei
berbeda sama sekali dengan belenggu Liong Siau-hun. A
Fei dibelenggu oleh cinta."
Sun Sio-ang jadi bingung. "Cinta pun dapat dianggap
sebagai belenggu?" 1267 "Tentu saja. Sebenarnya belenggu cinta itu lebih berat
daripada belenggu apapun juga."
"Tapi, apakah betul ia mencintai Lim Sian-ji" Sepertinya
ia mencintai Lim Sian-ji hanya karena ia tidak dapat
memiliki wanita itu," kata Sun Sio-ang.
Tidak ada jawaban. Karena memang tidak ada yang dapat menjawab
pertanyaan ini. Sun Sio-ang mendesah dan memandang Li Sun-Hoan.
Katanya, "Ia adalah sahabatmu. Kau harus memikirkan
bagaimana caranya membebaskan dia dari belenggunya
itu." Perlahan Li Sun-Hoan menoleh ke belakang"..
Cahaya dalam rumah itu sudah padam. Pondok kecil itu
berdiri sendirian di tengah hembusan angin barat dalam
kegelapan malam. Seolah-olah menjadi serupa dengan A
Fei, keras kepala, tahan bantingan, kesepian.
Li Sun-Hoan membungkukkan badannya dan mulai
terbatuk-batuk lagi. Ia tahu tidak ada yang bisa membantu A Fei lepas dari
belenggunya. Hanya A Fei sendirilah yang dapat melepaskannya.
1268 Bab 74. Orang yang Paling Murah Hati
Api telah padam. Namun ada kobaran lain yang di sulut dalam rumah itu.
Sepasang tungkai yang panjang dan langsing terjulur di
sisi ranjang. Tampak semakin mempesona di bawah sinar
bulan yang remang-remang.
Kaki wanita itu sedikit tertekuk saat tubuh sang pria
bergetar. Tubuh A Fei kaku seperti busur yang ditarik.
Anak panah pun sudah siap di atas busur itu untuk
dibidikkan. Seorang yang berpengalaman pasti tahu betapa sulitnya
bertahan dalam situasi ketegangan seperti itu.
Lim Sian-ji, tidak perlu diragukan, adalah seseorang yang
berpengalaman. Ia terus menerus menghindar dan mendorong tubuh A
Fei, sambil terus berbisik, "Tunggu".tunggu"."
A Fei tidak menjawab dengan kata-kata, namun dengan
perbuatan. Ia tidak bisa lagi menunggu.
1269 Lim Sian-ji menggigit bibirnya dan menatap mata A Fei
yang merah terbelalak. "Meng".Mengapa kau tidak pernah bertanya padaku?"
"Bertanya apa?"
"Apakah Siangkoan Kim-hong dan aku sudah".."
Tubuh A Fei mengejang tiba-tiba, seolah-olah seseorang
menendangnya di bawah sana.
"Apakah karena hal itu tidak mengganggumu lagi?" tanya
Lim Sian-ji A Fei mulai berkeringat. Keringat menandakan
kelemahan seseorang. Lim Sian-ji mulai melihat kelemahannya.
"Aku tahu, hal itu pasti mengganggumu, karena aku tahu
kau sangat mencintaiku."
Suara Lim Sian-ji terdengar sedih dan tertekan, namun
matanya memancarkan kesenangan yang sadis. Ia
seperti seekor kucing yang sedang mempermainkan tikus
di bawah tangannya. Ia seperti Siangkoan Kim-hong
yang memandangnya saat ia berada dalam situasi yang
kurang menguntungkan. "Jadi apakah kau melakukannya atau tidak?" tanya A Fei
dengan suara parau. 1270 Lim Sian-ji mendesah dan menjawab, "Seekor tikus yang
malang dalam genggaman seekor kucing yang kejam.
Kau tidak perlu menanyakan hasil akhirnya."
Tiba-tiba A Fei tersungkur. Ia merasa sangat marah,
seluruh tubuhnya terasa lemas.
Lim Sian-ji memandang wajahnya, air matanya seolaholah
akan menetes. "Aku tahu, hal ini pasti membuatmu sangat marah, tapi
aku tidak dapat menyembunyikannya dari dirimu. Aku
ingin mempersembahkan diriku padamu suci dan tidak
bernoda, tapi"."
Ia merayap ke atas dada A Fei dengan air mata di


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya dan berkata, "Kini aku menyesal menunggu
terlalu lama. Walaupun semuanya itu demi engkau, kini
aku"." Tiba-tiba A Fei berseru, "Aku tahu bahwa semuanya itu
demi diriku. Oleh sebab itu, aku bersumpah akan
mengembalikan kesucianmu kepadamu."
"Kesucian tidak mungkin didapatkan kembali!" sahut Lim
Sian-ji. "Bisa, aku punya cara."
Ia mengepalkan tangannya dan berkata dengan tegas,
"Jika aku membunuh Siangkoan Kim-hong, jika aku
membunuh orang yang telah menodaimu, maka kau
akan kembali suci bersih?"
1271 Ia berhenti bicara, karena tiba-tiba terdengar suara tawa
melengking dari luar jendela.
"Kalau begitu, kau harus siap membunuh banyak sekali
orang!" Terdengar suara lain menambahkan, "P-e-l-a-c-u-r itu
selamanya tidak pernah bersih! Selain engkau, semua
lelaki yang pernah melihatnya, pernah juga tidur dengan
dia!" Suara yang ketiga menambahkan, "Jika kau ingin
membunuh semua orang yang pernah tidur dengan dia,
sekalipun kau bunuh 80 orang sehari, sampai tua pun
kau belum akan selesai!"
Rumah itu memiliki tiga jendela, dan ketiga orang itu
berada di balik tiap-tiap jendela.
Ketiga suara itu berbeda, tapi ada juga kesamaannya
yang aneh. Melengking dan sember. Siapapun yang mendengarnya
pasti merasa mual. A Fei segera bangkit berdiri dan menutupi tubuh Lim
Sian-ji dengan selimut. Ia menendang sebuah bantal
yang kemudian menggulingkan sebatang lilin di atas
meja. Dengan suara tajam ia bertanya, "Siapa kalian?"
Sebenarnya ia ingin segera memburu keluar, namun
setelah ia berdiri ia memutuskan untuk tetap berada di
samping Lim Sian-ji. 1272 Ketiga orang di luar sana kembali tertawa tergelak.
"Jangan bilang bahwa kau kuatir kami akan melihat
tubuhnya yang telanjang!"
"Baginya, sudah biasa orang memandang tubuhnya. Ia
malah akan merasa tidak nyaman jika orang tidak
memandang tubuhnya!"
"Pang". Ketiga jendela itu terpentang.
Tiga larik cahaya masuk ke dalam ruangan itu, langsung
tertuju pada Lim Sian-ji.
Ketiganya itu adalah Lentera Kongming.
Hanya terlihat cahayanya yang terang, tapi tidak terlihat
dari mana datangnya atau siapa yang memegangnya.
Cahayanya begitu terang menyilaukan, sampai-sampai
orang sulit membuka mata.
Lim Sian-ji menutup matanya dengan tangannya. Selimut
katun yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan jatuh,
memperlihatkan kakinya, lalu pahanya".
Ia tidak berusaha menarik selimut itu. Ia memang tidak
takut dilihat orang. A Fei mengertakkan giginya. Ia merenggut pakaiannya
dan memberikannya kepada Lim Sian-ji. "Pakailah ini."
1273 Lim Sian-ji memutar bola matanya dan tersenyum
mengejek, "Kenapa" Apakah kau malu dengan tubuhku?"
Walaupun ia telanjang bulat, ia masih dapat tersenyum
penuh percaya diri. Ia telah menggunakan dua senjatanya yang paling
mematikan. A Fei membanting kursi ke lantai dan mengoyakkan kaki
kursi itu. Katanya, "Siapa yang berani masuk ke sini akan
mati!" Terdengar ketiga suara itu tertawa lagi. Kali ini terdengar
dari balik pintu. "Ia masih ingin membunuh."
"Dalam kondisinya saat ini, lebih baik ia tidak berpikir
untuk membunuh orang."
"Ia masih bisa membunuh satu orang".dirinya sendiri!"
Terdengar suara "Pang" sekali lagi. Kini pintu kayu yang
tebal itu telah hancur berkeping-keping.
Serpihan kayu masih beterbangan saat ketiga orang itu
masuk ke dalam. Ketiganya mengenakan jubah kuning.
Ketiganya mengenakan topi bambu yang terikat erat di
kepala mereka, menutupi wajah mereka.
1274 Ini adalah penampilan khas anggota Kim-ci-pang.
Yang pertama mempunyai rantai emas yang terlibat di
tangannya. Cambuk rantai itu terdiri dari dua bagian
yang dihubungkan oleh sebuah palu besi yang besar.
Yang kedua bersenjatakan golok, yang ketiga
bersenjatakan pedang. Golok Kepala Setan dan Pedang Pintu Kematian.
Ketiga senjata itu telah siap sedia, seolah-olah mereka
kuatir akan melewatkan kesempatan untuk membunuh.
A Fei tiba-tiba berdiri tanpa bergerak. Ia seperti serigala
kelaparan yang mencium daging segar.
Walaupun reaksinya sudah banyak berkurang dan
kekuatannya sudah melemah, naluri alamiahnya belum
menjadi tumpul. Ia telah mencium bau darah.
Lim Sian-ji terkikik geli saat berkata, "Ah, ternyata Si
Meteor Kembar Angin dan Hujan, Ketua Cabang Hiang
Siong yang terkenal itu. Sungguh aku merasa
terhormat." Palu meteor kembar di tangannya terayun ringan ke
depan ke belakang. Ia tampak teguh dan kokoh bagaikan
gunung batu. 1275 "Apakah Ketua Cabang Xiang datang atas perintah
Siangkoan Kim-hong untuk membunuhku hari ini?" tanya
Lim Sian-ji menantang. "Tebakanmu memang tepat," jawab Hiang Siong.
Lim Sian-ji mengeluh dan berkata, "Aku tidak percaya
kalau Siangkoan Kim-hong ingin membunuhku sesegera
ini." Sahut Hiang Siong, "Orang yang tidak berguna lagi,
harus mati." "Kau salah. Ia tidak ingin membunuhku untuk alasan itu."
"Hmmm?" "Ia ingin aku mati karena ia kuatir aku akan menemukan
laki-laki lain dan menodai reputasinya."
Hiang Siong menjawab dingin, "Perintah Siangkoanpangcu
tidak perlu penjelasan. Hanya perlu
dilaksanakan." Lim Sian-ji melirik A Fei sekilas dan berkata, "Kalian
bertiga menerobos masuk ke sini untuk membunuhku,
karena kalian pikir ia tidak bisa lagi melindungi aku."
Jawab Hiang Siong, "Dia boleh mencoba."
"Tidak ada gunanya mencoba," kata yang bersenjatakan
golok sambil tertawa dingin.
1276 "Hmmm?" "Kau sendiri sudah mengatakan di depan mukanya. Kau
pun tidak percaya bahwa ia dapat melindungimu. Kita
semua pun tahu itu. Apa gunanya mencoba?"
Lim Sian-ji tertawa dan berkata, "Benar. Bahkan saat ini,
melindungi diri sendiri saja dia tidak bisa. Aku hanya
akan mempersulit dia, kecuali".."
Perlahan ia bangkit berdiri. Tubuhnya yang telanjang
diterangi cahaya lentera dan melanjutkan, "Kalian pikir
aku tidak dapat melindungi diriku sendiri?"
Payudaranya tegak menantang, kakinya lurus jenjang.
Di bawah cahaya lentera, kulitnya tampak putih mulus
bagaikan kain sutra yang mahal.
Memang pantas ia bangga akan kemolekan tubuhnya.
Wajah A Fei berkerut kesakitan. Keringat dingin, hampir
sebesar butiran kacang poLiong mulai mengalir dari
dahinya. Tangan Lim Sian-ji perlahan bergerak turun membelai
tubuhnya sendiri. Dengan suara serak ia berkata, "Tidak
sayangkah jika kalian bertiga membunuhku?"
Hiang Siong mengeluh dan berkata, "Ada wanita yang
menggunakan tubuhnya untuk membeli barang-barang
tertentu. Waktu memilih minyak wangi, atau mencoba
1277 baju baru, dan mereka tidak malu. Tapi kau sama sekali
berbeda." "Tentu saja aku berbeda."
"Kau jauh lebih murah hati dibandingkan mereka. Kau
menggunakan tubuhmu untuk membayar hal-hal sepele.
Selama hatimu senang, kau akan memuaskan nafsu
pegawai rendahan yang membukakan pintu untukmu,"
kata Hiang Siong. "Apakah kau ingin minta bayaran?"
Lim Sian-ji berjalan perlahan ke arahnya dan berkata,
"Mari datang dan ambillah. Kalau aku ingin membayar
sedikit upah untukmu, tidak ada yang akan bilang itu
terlalu sedikit." Hiang Siong berdiri tegak seperti sebatang pohon.
Lim Sian-ji berjalan ke hadapannya dan mulai menciumi
lehernya. Namun Hiang Siong menyerang tiba-tiba. Palunya
menghantam dada Lim Sian-ji.
Tubuh Lim Sian-ji terpelanting, dan jatuh tepat di atas
ranjang! Topi bambu lepas dari kepala Hiang Siong, dan
tampaklah wajahnya. 1278 Seraut wajah putih pucat, penuh kerut merut, tapi tanpa
sehelai rambut atau bulu di wajahnya.
Tiba-tiba Lim Sian-ji tergelak dan berkata, "Tidak heran
kaulah yang dikirim Siangkoan Kim-hong untuk
membunuhku. Kau bukan lelaki, bukan juga perempuan!
Kau setengah lelaki-setengah perempuan. Dasar orang
aneh!" Hiang Siong menatapnya dingin, tanpa perasaan di
wajahnya. Setelah beberapa saat ia berpaling pada A Fei
dan berkata, "Lebih baik kau pergi dulu."
"Pergi?" tanya A Fei.
"Jangan bilang kau masih ingin melindungi p-e-l-a-c-u-r
ini." A Fei menundukkan kepalanya.
"Sebaiknya kau pergi sekarang. Lebih baik kau tidak
berada di sampingnya saat aku membunuh dia."
"Kenapa?" "Karena kau pasti ingin muntah waktu melihatnya,"
jawab Hiang Siong dengan garang.
A Fei terdiam, lalu kembali menundukkan kepalanya.
Lim Sian-ji pun sudah berhenti tertawa. Saat ini, ingin
tertawa pun tidak bisa lagi.
1279 Saat itulah A Fei menyerang!
Naluri A Fei masih amat tajam.
Ia benar-benar memilih saat yang tepat untuk
menyerang. Sayangnya, gerakannya lambat dan tenaganya lemah.
Selarik cahaya emas berkelebat dan meteor kembar pun
menyambar. Serpihan kayu kembali beterbangan dan kaki kursi di
tangan A Fei sudah hancur.
"Perintah yang kuterima adalah membunuhnya, bukan
membunuhmu. Kau masih hidup karena aku tidak suka
ikut campur,"kata Hiang Siong dingin.
A Fei menggenggam erat dua serpihan kayu di
tangannya, bagaikan orang yang sekarat berpegangan
pada harapannya yang terakhir.
Tapi harapan apakah ini"
Dulu ia adalah sang pembunuh.
Kini ia tidak bisa lagi membunuh. Bahkan di mata orang
lain, ia pun tidak berharga lagi untuk dibunuh.
Ini tandanya ia tidak berguna lagi di mata orang lain.
Apakah dia mati atau hidup, tidak ada bedanya.
1280 "Begitu sulit untuk merangkak ke atas, bergitu mudah
untuk jatuh ke bawah".
Tiba-tiba A Fei teringat saat ia pergi untuk
menyelamatkan Li Sun-Hoan. Saat pertama kali ia beradu
pedang dengan Hing Bu-bing".
Saat itu, tidak ada yang berani meremehkan dia.
Tapi sekarang" Kejadian itu baru beberapa hari yang lalu saja, namun
rasanya seperti kenangan masa silam.
Suara Hiang Siong pun terdengar seperti datang dari
kejauhan. "Kalau mau, kau boleh tetap di sini dan menyaksikannya.
Akan kuperlihatkan bagaimana seorang pembunuh
membunuh orang." Tiba-tiba sebuah suara yang lain masuk ke dalam
ruangan itu, "Dan kau adalah ahli dalam hal membunuh"
Kurasa kau belum pantas disebut pembunuh!"
Bab 75. Antara Hidup dan Mati
Suara itu monoton dan datar. Tidak tinggi, tidak rendah.
Tidak mengandung emosi sedikitpun. Hiang Siong kenal
baik dengan suara ini. Satu-satunya orang yang bersuara
seperti ini adalah Hing Bu-bing!
Hing Bu-bing! 1281 Hiang Siong terperanjat. Ia menoleh perlahan".betul,
Hing Bu-bing adanya! Pakaiannya tampak lusuh. Ia kelihatan lelah dan letih.


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun matanya".. Matanya yang kelabu mati masih tetap dingin seperti
sedia kala. Tatapannya masih dapat membuat darah
orang yang dipandangnya membeku seketika.
Hiang Siong mengalihkan pandangan dari matanya ke
tangannya. Tangan kirinya masih digendong dengan kain pembalut.
Warnanya terlihat kelabu seperti abu, seperti tangan
yang menggapai-gapai dari liang kubur.
Tangan ini dulu bisa membunuh, namun kini hanya
membuat mual orang yang melihatnya.
Hiang Siong tertawa kecil dan berkata, "Walaupun aku
mungkin tidak mengerti cara yang canggih membunuh
orang, setidaknya aku masih bisa membunuh. Mungkin
Hing-siansing tahu cara yang canggih membunuh orang,
tapi sayangnya, membunuh tidak bisa dilakukan dengan
mulut, harus dengan tangan."
Mata Hing Bu-bing menyipit. Ia menatap Hiang Siong dan
berkata perlahan, "Kau tidak melihat tanganku?"
"Ada banyak macam tangan. Apa yang kulihat adalah
tangan yang tidak bisa membunuh."
1282 "Kau pikir tangan kananku tidak dapat membunuh?"
"Ada banyak macam manusia juga. Ada yang mudah
dibunuh, ada yang tidak."
Tanya Hing Bu-bing, "Macam manakah engkau?"
Hiang Siong mengalihkan pandangannya dan berkata
dingin, "Macam yang tidak bisa kau bunuh."
Matanya penuh kebencian, seolah-olah ingin memancing
Hing Bu-bing untuk menyerang. Seolah-olah mencari-cari
alasan untuk membunuhnya.
Tiba-tiba Hing Bu-bing tertawa terbahak-bahak.
Ia sama seperti Siangkoan Kim-hong. Ia tampak lebih
mengerikan saat tertawa. Tanpa sadar Hiang Siong mundur selangkah.
Kata Hing Bu-bing, "Jadi selama ini kau membenciku?"
Hiang Siong mengertakkan giginya dan berkata,
"Rasanya tidak banyak orang di dunia ini yang tidak
membenci dirimu." "Dan kau ingin membunuhku?"
"Dalam hal ini, aku juga bukan satu-satunya."
"Lalu mengapa menunggu sampai sekarang?"
1283 "Kau harus menunggu kesempatan yang terbaik untuk
membunuh. Seharusnya kau lebih mengerti akan hal ini
daripada siapapun juga."
Tanya Hing Bu-bing, "Dan kau pikir kesempatan itu
sudah datang sekarang?"
Sahut Hiang Siong, "Benar."
Hing Bu-bing mengeluh dan berkata, "Sayangnya aku
punya rahasia yang tidak kau ketahui."
"Rahasia apa?" Mata Hing Bu-bing tertuju pada lehernya saat berkata,
"Tangan kananku pun bisa membunuh. Sebenarnya,
dibandingkan dengan tangan kiri, tangan kananku bisa
membunuh lebih cepat!"
Saat mengucapkan kata yang terakhir, pedangnya telah
menembus leher Hiang Siong!
Tidak ada yang melihat dari mana datangnya pedang itu
dan bagaimana pedang itu menembus leher Hiang Siong.
Yang terlihat hanyalah selarik sinar dan semburan darah.
Dengan suara "Ge", nafas Hiang Siong berhenti. Matanya
seolah-olah hendak melompat keluar.
Mata Si Golok Kepala Setan dan Si Pedang Pintu
Kematian pun terlihat hendak melompat keluar.
Keduanya perlahan-lahan mundur ke arah pintu.
1284 Hing Bu-bing tidak menoleh. Ia berkata dingin, "Kalian
berdua berpikir masih bisa pergi setelah mengetahui
rahasiaku?" Selarik sinar kembali berkelebat!
Darah muncrat membasahi lantai. Di bawah cahaya
lentera, butiran-butirannya bagaikan untaian mutiara
merah yang berkilauan. Obat yang manjur rasanya selalu pahit, dan racun yang
mematikan selalu manis bagai madu.
Ada hal-hal tertentu dalam hidup ini yang tidak dapat
dimengerti".bahkan hal-hal yang sangat jelek dan
menjijikkan, jika dilihat dari sudut pandang lain bisa
tampak indah dan berharga.
Itulah sebabnya, pedang yang membunuh selalu tampak
berkilau dan darah yang tercurah selalu tampak
gemerlapan. Itulah sebabnya ada pepatah, "Kecantikan pudar dalam
sekejap mata. Hanya keahlian sejati yang bertahan
abadi". "Keahlian sejati" tidak pernah tampak cantik.
Pedang yang membunuh sama saja dengan pisau
pemotong sayuran. Dua-duanya terbuat dari baja yang
sama. Perbedaannya adalah sedalam apa kau
melihatnya. 1285 Ada juga pepatah yang mengatakan, "Biarkan aku
menikmati sekejap saja kecantikan itu. Biarkanlah hal-hal
yang abadi menunggu sampai selamanya, mereka tidak
berguna bagiku". Beberapa saat yang lalu, Hiang Siong adalah Si Meteor
Kembar Angin dan Hujan yang sangat disegani, Ketua
Cabang Kedelapan Kim-ci-pang.
Tapi kini, ia hanyalah seorang mati. Tidak banyak
berbeda dari orang-orang mati yang lain.
Hing Bu-bing memandangi mayatnya. Air mukanya
berubah agak aneh. Seolah-olah baru pertama kali
melihat orang mati. Apakah ini pertama kalinya ia merasakan "kematian?"
Apakah setelah orang merasa benar-benar sebatang
kara, barulah ia dapat merasakan "kematian?"
Lim Sian-ji menghela nafas panjang.
Ia telah menahan nafas sangat lama. Baru kini akhirnya
ia berani menghembuskan nafas lega.
Ia tersenyum manis pada Hing Bu-bing dan berkata,
"Aku tidak menyangka bahwa kau akan datang untuk
menyelamatkan aku." Hing Bu-bing tidak mengangkat kepalanya. Ia menyahut
dingin, "Kau pikir aku datang untuk menyelamatkanmu?"
1286 Lim Sian-ji mengangguk dan berkata, "Aku tahu
maksudmu." Perlahan Hing Bu-bing mengangkat wajahnya dan
berkata, "Apa yang kau tahu?"
"Kau menyelamatkan aku karena Siangkoan Kim-hong
ingin membunuhku." Hing Bu-bing terus menatapnya.
"Kau membencinya. Jadi apapun yang direncanakannya,
kau akan menggagalkannya."
Hing Bu-bing masih terus menatapnya.
"Bahkan sekarang pun, aku tahu orang macam apakah
engkau. Dan akupun tahu bahwa Siangkoan Hui mati
dalam tanganmu." Mata Hing Bu-bing beralih pada pedangnya.
Katanya, "Kau tahu terlalu banyak."
Lim Sian-ji tertawa dan berkata, "Aku pun tahu kau tidak
akan membunuhku. Karena jika kau membunuhku, kau
melakukan apa yang diinginkan Siangkoan Kim-hong."
Ia tersenyum lembut dan menambahkan, "Kau tidak
hanya akan membiarkan aku hidup, kau juga akan
membawaku pergi bersamamu. Betul kan?"
"Membawamu pergi bersamaku?"
1287 "Karena jika kau tidak ingin aku mati di tangan
Siangkoan Kim-hong, dan kaupun tidak ingin aku
membocorkan rahasiamu, kau tidak punya pilihan. Kau
harus membawaku pergi bersamamu."
Suaranya menjadi makin lembut dan merayu, "Sepenuh
hati, aku rela pergi bersamamu. Ke mana pun juga kau
pergi, aku akan ikut."
Hing Bu-bing terdiam sesaat, lalu melirik A Fei.
Seolah-olah ia baru menyadari A Fei ada di situ.
Lim Sian-ji pun meliriknya. Ia menghampiri A Fei dan
mencium pipinya. Lim Sian-ji tidak berbicara apa-apa lagi.
Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.
Lalu ia pergi keluar mengikuti Hing Bu-bing.
A Fei diam tidak bergerak.
Mulutnya terasa kering. Ia terus mematung. Sinar matahari masuk melalui jendela. Hari sudah pagi.
A Fei masih tidak bergerak.
1288 Ia terbaring di lantai basah kuyup oleh darah dari mayat
di sampingnya. Ia tergantung di antara hidup dan mati hanya dengan
seutas benang?" *** "Tanggal X X, sepuluh li di luar tembok barat, di bawah
pohon dekat paviliun. Siangkoan Kim-hong" Musim dingin telah tiba. Angin barat bertiup merontokkan
sisa-sisa daun kering yang tersisa di atas pohon.
Surat itu berwarna sama seperti daun kering yang
menguning. Warna kuning yang membawa hawa
kematian. Warna kuning yang membawa rasa kelayuan
dan kengerian. Surat itu hanya terdiri dari 17 kata. Singkat dan
sederhana. Sama seperti cara Siangkoan Kim-hong
membunuh. Tidak pernah banyak gaya.
Surat itu diantarkan oleh seorang pegawai penginapan.
Setelah membacanya, tangannya terus gemetaran.
Sun Sio-ang menyambar surat itu dan membacanya.
Rasa dingin mencekam merembes dari tulang
punggungnya naik sampai ke bahu dan turun ke
tangannya. Ujung-ujung jarinya tiba-tiba terasa kaku
kedinginan. 1289 Besok"harinya adalah besok".
"Menurut kalender, besok bukanlah hari baik. Ada banyak
hal yang salah," gumam Sun Sio-ang.
Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Mengapa harus
cari hari baik untuk membunuh?"
Tatapan Sun Sio-ang tajam menusuk Li Sun-Hoan.
Sampai sekian lama, lalu ia pun bertanya dengan
lantang, "Bisakah kau membunuhnya?"
Mulut Li Sun-Hoan terkatup rapat. Senyum di bibirnya
sedikit demi sedikit lenyap.
Tiba-tiba Sun Sio-ang bangkit berdiri dan keluar dari
kamar itu. Li Sun-Hoan tidak dapat menerka apa yang
akan diperbuatnya. Gadis itu segera kembali berlari
masuk dengan kuas, tinta, dan kertas di tangannya.
Kuas yang bergagang mengkilap dan kertas berkualitas
tinggi. Ia tidak memandang Li Sun-Hoan saat berkata, "Kau
bicara, aku menulis."
Li Sun-Hoan terhenyak. "Apa yang kau ingin aku
katakan?" "Apakah kau punya keinginan yang belum kesampaian"
Atau masalah yang belum selesai?"
1290 Suaranya sangat tenang, namun kuas di tangannya
terlihat gemetar. Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Apakah kau mau
aku mengatakannya sekarang" Aku kan belum mati."
"Setelah kau mati, kau tidak bisa mengatakannya lagi
padaku," jawab Sun Sio-ang datar.
Selama itu, kepalanya terus menunduk. Matanya tertuju
pada kuas di tangannya. Namun ia tidak dapat
mengabaikan tatapan mata Li Sun-Hoan.
Mata gadis itu mulai basah. Ia menggigit bibirnya kuatkuat
dan berkata, "Kau boleh bilang apa saja. A Fei,
contohnya. Adakah yang kau ingin aku katakan
kepadanya" Atau adakah yang kau ingin aku perbuat
baginya?" Rasa pedih terbayang jelas dalam mata Li Sun-Hoan. Ia
menghela nafas dan berkata, "Tidak ada."
"Tidak ada" Sama sekali tidak ada?"
"Aku bisa saja menasihatinya untuk tidak membunuh
seseorang, tapi bagaimana aku dapat membujuknya
untuk tidak mencintai seseorang?"
"Bagaimana jika ada orang yang ingin membunuhnya?"
tanya Sun Sio-ang. Li Sun-Hoan tertawa pahit. "Sekarang ini, siapa yang
ingin membunuhnya?" 1291 "Siangkoan Kim-hong".."
"Jika Siangkoan Kim-hong telah membiarkan ia pergi.
Tidak mungkin tiba-tiba saja ia mau membunuhnya
sekarang. Kalau memang Siangkoan Kim-hong ingin
membunuhnya, ia pasti sudah mati sejak lama."
"Bagaimana di kemudian hari?" desak Sun Sio-ang.
Li Sun-Hoan memandang ke luar jendela, ke kejauhan,
dan berkata perlahan, "Saatnya bangun tetap akan tiba,
setelah mimpi yang paling panjang sekalipun. Jika saat
itu tiba, ia akan mengerti segala sesuatu. Apapun yang
kukatakan padanya saat ia masih tidur, tidak akan ada
gunanya." Sun Sio-ang terdiam cukup lama, lalu berkata,
"Bagaimana dengan dia?"
Seakan-akan Sun Sio-ang harus mengumpulkan segenap
kekuatannya untuk mengatakan kalimat itu.
Tentu saja Li Sun-Hoan tahu siapa yang
dimaksudkannya.

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rasa pedih di matanya terlihat semakin dalam. Tiba-tiba
ia berjalan ke arah jendela dan membukanya.
Sun Sio-ang, dengan kepala tetap tertunduk, berkata
lirih, "Jika kau".kau ada pesan untuknya, apa saja".."
Li Sun-Hoan memotongnya cepat, "Tidak ada. Sama
sekali tidak ada." 1292 "Tapi kau".."
Kata Li Sun-Hoan, "Selama ia hidup, akan ada orang
yang menjaganya. Saat ia meninggal, akan ada orang
yang mengurus penguburannya. Ia tidak memerlukan
aku. Kematianku hanya akan membawa kelegaan
baginya." Suaranya tenang, namun ia tidak memaLingkan
wajahnya. Ia terus memandang ke luar.
Mengapa ia takut untuk menoleh"
Sun Sio-ang memandang tubuhnya yang kurus dari
belakang. Setetes air mata jatuh ke atas kertas kosong
itu. Tanpa suara ia menyeka air matanya dan berkata, "Tapi
pasti ada yang hendak kau katakan. Mengapa kau tidak
mau memberitahukannya kepadaku?"
Li Sun-Hoan balik bertanya, "Mengapa kau begitu ingin
aku bicara?" "Kau beri tahu aku sekali saja dan aku akan
mengingatnya selama-lamanya. Setelah kau meninggal,
aku akan melaksanakannya satu per satu. Dan
kemudian"." Li Sun-Hoan segera berbalik dan bertanya, "Dan
kemudian apa?" "Dan kemudian aku pun akan mati!" jawab Sun Sio-ang.
1293 Ia berdiri tegak dan memandang lurus pada Li Sun-Hoan.
Ia tidak memaLingkan wajahnya dan ia tidak berusaha
menyembunyikan apapun juga.
"Meng".Mengapa kau ingin mati?"
"Aku tidak bisa menghindar dari kematian, karena
setelah kau pergi, hidup akan lebih menderita daripada
mati." Ia terus menatap Li Sun-Hoan tanpa berkedip.
Lalu gejolak hatinya mulai mereda dan tenang. Jelas
sudah bahwa gadis itu telah bertekad bulat. Tidak ada
orang yang bisa membujuknya untuk berubah pikiran.
Li Sun-Hoan merasa hatinya seperti ditusuk. Ia
membungkuk dan mulai batuk-batuk keras.
Setelah batuknya mereda, Sun Sio-ang mendesah dan
berkata dengan tenang, "Jika kau ingin aku terus hidup,
kau tidak boleh mati". Siangkoan Kim-hong belum tentu
ingin bertemu denganmu untuk berduel. Ia pun cukup
segan padamu." Tiba-tiba ia menghambur ke arah Li Sun-Hoan, meraih
tangannya dan be kata, "Kita bisa lari, lari sejauh
mungkin. Kita lupakan semuanya. Aku".Aku bisa
membawamu pulang ke rumahku. Tidak ada yang tahu
tempat itu. Sekalipun Siangkoan Kim-hong ingin
mencarimu, ia tidak mungkin dapat menemukan engkau
di sana." 1294 Li Sun-Hoan tidak menjawab. Ia tidak mengatakan
sepatah kata pun. Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat.
Angin dingin berhembus masuk ke dalam kamar itu.
Segulung asap ikut masuk memenuhi kamar itu dan
menghalangi pandangannya.
Suara Tuan Sun yang bijak kedengaran memenuhi
ruangan itu, "Apapun yang kau katakan, ia tidak akan
melarikan diri." Sun Sio-ang menghentakkan kakinya dan berkata dengan
kesal, "Bagaimana Kakek bisa tahu kalau ia tidak akan
pergi?" "Jika ia adalah macam orang yang melarikan diri, kau
tidak akan mempunyai perasaan apa-apa terhadap dia."
Sun Sio-ang terdiam, lalu membalikkan badannya dan
menutup mukanya. Li Sun-Hoan mengeluh dan berkata, "Cianpwe"."
Tuan Sun menyelanya dan berkata, "Aku tahu apa yang
kau pikirkan, tapi".aku hanya bisa menasihatinya untuk
tidak membunuh seseorang. Aku tidak bisa
membujuknya untuk tidak mencintai seseorang"."
Cinta. Satu-satunya hal dalam hidup ini yang tidak dapat
dipaksakan. 1295 Li Sun-Hoan mulai terbatuk-batuk lagi. Kali ini lebih keras
dari sebelumnya. *** "Sepuluh li di luar tembok barat, di bawah pohon dekat
paviliun." Paviliun itu bersegi delapan. Tempatnya tepat di kaki
gunung, di sebelah luar hutan.
Hutan itu sudah gundul. Cat pada tiang-tiang paviliun itu
pun telah mulai mengelupas.
Angin barat menderu-deru. Dataran yang luas itu terdiam
dalam keheningan. Li Sun-Hoan berjalan masuk keluar hutan. Sepertinya ia
telah berjalan melewati setiap inci hutan itu.
"Besok, harinya adalah besok."
Matahari mulai condong ke barat. Hari akan segera
berlalu. Esok hari, di bawah matahari senja yang sama, seluruh
permusuhan antara Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kimhong
akan diselesaikan. Ini akan menjadi pertarungan yang terhebat sepanjang
sejarah! 1296 Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan mengangkat
kepalanya. Matahari terbenam memancarkan sinarnya ke
seluruh jagad raya, memenuhinya dengan keindahan dan
keagungan yang tiada taranya.
Tapi, di mata seorang yang hampir mati, apakah
matahari terbenam pun akan tampak indah"
Tuan Sun dan Sun Sio-ang duduk diam dalam paviliun
itu. Tiba-tiba Sun Sio-ang bertanya, "Waktunya berduel
masih lama. Mengapa ia datang ke sini begitu awal?"
"Dalam duel dua orang ahli, yang harus diperhitungkan
bukan hanya kekuatan dan kelemahan ilmu silatnya,
namun kau juga harus memperhatikan cuaca, keadaan
sekitar, dan orang-orang lain. Karena Siangkoan Kimhong
memilih lokasi ini, ia pasti punya alasan," jawab
Tuan Sun. "Apa alasannya?"
"Ia pasti sudah terbiasa dengan keadaan di tempat ini.
Bahkan ia mungkin telah memasang perangkap di sini
sebelumnya." "Jadi Li Sun-Hoan harus datang ke sini lebih dulu dan
memeriksa keadaan sekitar, apakah Siangkoan Kim-hong
telah memasang perangkap dan di mana ia
memasangnya." "Benar sekali. Jenderal-jenderal jaman dulu pun selalu
memeriksa medan laga sebelum perang yang penting
berlangsung. Perang apapun itu, jika seseorang
1297 memeriksa dengan seksama medan laganya, ia pasti
akan mempunyai keuntungan."
"Tapi mengapa ia berjalan bolak-balik di tempat itu
saja?" tanya Sun Sio-ang.
Jawab kakeknya, "Jalan bolak-balik pun ada maksudnya."
"Hah?" "Ia ingin berjalan melewati setiap jengkal tanah di situ
dan memeriksa keadaan permukaan tanah. Ia ingin tahu
apakah tanahnya lembut atau keras, kering atau
lembab." "Dan untuk apa dia tahu?"
"Karena tiap jengkal tanah itu berbeda dan dapat
mempengaruhi kemampuan meringankan tubuhnya. Jika
dengan tujuh puluh persen tenagamu, kau dapat
melompat tujuh meter di atas tanah yang lembab, di atas
tanah yang keras, kau dapat melompat sepuluh meter."
"Perbedaannya tidak begitu jauh."
Tuan Sun mengeluh. "Jika dua orang orang ahli
bertempur, kesalahan mereka tidak boleh lebih besar dari
satu inci!" Tiba-tiba Li Sun-Hoan berjalan mendekat dan berdiri
tepat di depan paviliun itu. Ia menghadap ke barat, ke
arah terbenamnya matahari di atas hutan yang gundul
itu. Dalam sosoknya terkandung segulung perasaan yang
1298 kuat, namun tidak seorang pun dapat menerka apa yang
ada dalam pikirannya. Sun Sio-ang tidak tahan untuk tidak bertanya pada
kakeknya, "Dan sekarang apakah yang sedang
dilakukannya, berdiri mematung seperti itu?"
Bab 76. Taktik yang Cemerlang
Jawab Tuan Sun dengan suara rendah, "Siangkoan Kimhong
pasti datang awal esok hari."
"Mengapa begitu?" tanya Sun Sio-ang.
"Karena siapa yang datang lebih awal, punya
kesempatan untuk memilih lokasi yang paling
menguntungkan. Tidak mungkin Siangkoan Kim-hong
menyia-nyiakan kesempatan ini."
"Lalu mengapa Li Sun-Hoan tidak datang lebih awal lagi
saja?" "Mungkin dia tidak ingin berlomba datang lebih awal.
Atau mungkin juga ia punya alasan yang lain sama
sekali." Tuan Sun terkekeh pelan dan menambahkan, "Li Tamhoa
bukan orang biasa. Kadang-kadang aku pun dibuatnya
bingung, tidak mengerti apa maksud perbuatannya."
Kata Sun Sio-ang, "Dalam pandanganku, seluruh tempat
ini tampak sama saja. Aku tidak bisa menentukan tempat
mana yang paling menguntungkan."
1299 "Tempat di mana ia berdiri saat ini," kata Tuan Sun.
"Apa istimewanya tempat itu?"
"Jika Siangkoan Kim-hong berdiri di situ, Li Sun-Hoan
pasti harus berdiri tepat di depannya."
"Mmmm." "Waktu berduel telah ditentukan, yaitu pada saat
matahari terbenam." "Aaah, sekarang aku mengerti. Jika seseorang berdiri di
situ, punggungnya akan tepat menghadap cahaya
matahari terbenam, jadi cahaya itu tidak akan
mempengaruhinya sama sekali. Namun, orang yang
berada tepat di depannya, akan silau oleh cahaya itu.
Dan jika sekali saja kau berkedip, lawanmu akan
mempunyai kesempatan yang sempurna untuk
menyerangmu." "Tepat sekali."
"Namun mengapa Siangkoan Kim-hong memilih untuk
berdiri di situ?" "Hanya dengan cara berdiri di situ, baru ia tahu
kelemahan tempat itu. Lalu ia dapat mencari tempat
yang lain," kata Tuan Sun. "Jika kau melihat hutan di
sana, sinar matahari senja pun dipantulkan oleh embun
yang membeku di atas dedaunan. Jadi berdiri di situ pun
akan silau juga." 1300 Kini Li Sun-Hoan berjalan menuju sebatang pohon tepat
di hadapan mereka. Mata Sun Sio-ang terus mengikuti gerakannya. Tiba-tiba
selarik sinar menyilaukan matanya". Pohon itu
mempunyai paling banyak embun yang membeku, dan
sinar matahari yang dipantulkannya pun paling banyak.
Tanya Tuan Sun, "Kini kau mengerti?"
Sun Sio-ang tidak menjawab. Tiba-tiba tubuh Li SunHoan melesat ke atas pohon dan dengan cepat mengitari
pohon itu. "Semua orang tahu bahwa "Pisau Kilat si Li tidak pernah
luput". Namun ilmu meringankan tubuhnya pun ternyata
sangat tinggi. Tidak banyak orang di dunia ini yang dapat
menandinginya," seru Tuan Sun.
"Tapi, apa yang sedang dilakukannya di pohon itu?"
tanya Sun Sio-ang. "Ia sedang memeriksa tiap ranting dan cabang pohon itu,
berapa kuatnya mereka itu. Ada dua alasan mengapa ia
melakukannya." "Dua alasan?" "Yang pertama, ia ingin memastikan bahwa pohon itu
belum "dikerjai" oleh Siangkoan Kim-hong."
"Dikerjai?" 1301 "Ketika ia sedang berhadapan dengan Siangkoan Kimhong,
apa yang akan terjadi jika tiba-tiba ranting-ranting
pohon itu patah?" "Kalau patah yang pasti akan jatuh ke bawah."
"Jatuh ke mana?"
"Ke tanah." Tiba-tiba Sun Sio-ang jadi mengerti
maksudnya. "Atau di depannya, sehingga menghalangi
pandangannya. Atau mungkin di atas kepalanya. Yang
pasti, itu akan memecahkan konsentrasinya dan
memberikan keuntungan bagi Siangkoan Kim-hong."
"Lagi pula, jika ia tidak punya pilihan lain, ia bisa naik ke
atas pohon itu. Apa yang akan terjadi jika tiba-tiba pohon
itu berubah menjadi medan laga?" tanya Tuan Sun.
"Oleh sebab itulah, ia harus memeriksa segala sesuatu
dengan seksama. Pohon itu dan juga segala sesuatu di
sekitar sini," jawab Sun Sio-ang.
"Akhirnya kau mengerti."
"Ya, kini aku mengerti. Siapa sangka ada begitu banyak
persiapan sebelum berduel."
"Apapun yang kau kerjakan, jika kau telah mencapai


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tingkatan yang tertinggi, selalu akan lebih rumit dan
mendetil. Bahkan dalam hal menyulam atau memasak
sekalipun." 1302 Tuan Sun melirik pada Li Sun-Hoan dan melanjutkan,
"Walaupun waktu duelnya ditentukan esok hari,
sebenarnya duel itu telah dimulai sejak pertama kali
mereka bertemu. Yang diuji adalah perhatian mereka
akan hal-hal yang mendetil, kesabaran mereka, dan
pengetahuan mereka. Kesempatan mereka menang telah
ditentukan sejak saat itu, namun pemenang akhirnya
baru ditentukan esok hari saat berduel."
"Namun apa yang dilihat orang adalah apa yang terjadi
di saat yang sangat singkat itu. Ada pepatah, "Menang
kalah dalam pertarungan antara dua jagoan ditentukan
oleh satu langkah saja". Namun siapa yang dapat
membayangkan betapa banyak persiapan di balik satu
langkah itu," kata Sun Sio-ang.
Wajah Tuan Sun menjadi muram. Ia memantik api dan
menyalakan pipanya. Matanya tertuju pada api dalam
pipa itu. Katanya, "Seorang ahli silat yang sejati selalu
hidup kesepian. Orang hanya melihat mereka dalam
kejayaan dan kesuksesan mereka. Tidak ada yang
melihat betapa banyak pengorbanan mereka. Karena
itulah, tidak ada orang yang dapat memahami mereka."
Sun Sio-ang menundukkan kepalanya dan bermain-main
dengan ujung lengan bajunya. Katanya, "Tapi apakah
mereka tidak ingin dimengerti oleh orang lain?"
Sementara itu, Li Sun-Hoan mengencangkan ikat
pinggangnya dan dengan sedikit tekanan di kakinya ia
melompat ke atap paviliun itu.
1303 Tuan Sun menghembuskan asap dan berkata, "Semua
orang selalu menganggap Li Sun-Hoan sebagai orang
yang berantakan dan sembarangan. Siapakah yang
pernah melihat sisi kerapiannya" Namun untuk hal-hal
yang penting, ia tidak melewatkan satu detil yang terkecil
sekalipun." Sun Sio-ang mendesah dan berkata, "Mungkin karena ia
telah membiarkan begitu banyak hal berlalu".."
Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya dan bertanya, "Tadi
Kakek bilang pertempuran ini sudah berlangsung sejak
lama. Dalam pandanganmu, siapakah yang saat ini
berada di atas angin?"
Jawab Tuan Sun, "Sepertinya tidak ada yang tahu
jawabannya." Ia menggigit-gigit bibirnya lagi.
Jika pikirannya sedang kusut, ia selalu menggigit-gigit
bibirnya. Semakin kusut pikirannya, semakin kuat
gigitannya. Saat ini, ia hampir menggigit bibirnya sampai lepas.
"Apa pendapatmu?" tanya kakeknya.
"Mmm". Siangkoan Kim-hong terlihat begitu percaya
diri." "Betul. Dan ini karena pada tahun-tahun terakhir ini ia
selalu berhasil dalam usahanya. Hanya saja, mungkin
1304 kematian anaknya bisa mempengaruhi sedikit
konsentrasinya." Kata Sun Sio-ang, "Juga Hing Bu-bing. Kepergiannya bisa
dianggap sebagai kehilangan yang besar bagi Siangkoan
Kim-hong." Kata Tuan Sun, "Inilah sebabnya ia ingin segera berduel
dengan Li Sun-Hoan, karena ia takut rasa percaya dirinya
sedikit demi sedikit mulai berkurang."
Tuan Sun mengeluh dan melanjutkan, "Itulah sebabnya,
duel ini bukan hanya menyangkut hidup Siangkoan Kimhong
dan Li Sun-Hoan, tapi juga menyangkut seluruh
dunia persilatan." Sun Sio-ang tampak kaget. "Apa betul pengaruhnya
sedemikian besar, Kek?"
"Yang pertama, jika Siangkoan Kim-hong menang, rasa
percaya dirinya pasti akan melambung semakin tinggi.
Perbuatannya pasti akan semakin berani dan aku kuatir,
tidak akan ada yang dapat menghalanginya."
Mata Sun Sio-ang berkejap-kejap. "Sebetulnya, kurasa
tidak mungkin Siangkoan Kim-hong bisa menang."
"Kenapa begitu?"
"Pisau Kilat si Li tidak pernah luput! Pisaunya tidak
pernah gagal!" seru Sun Sio-ang.
1305 "Tapi Siangkoan Kim-hong pun tidak pernah kalah," kata
Tuan Sun lirih. Sun Sio-ang tertawa keras dan berkata, "Apakah Kakek
sudah lupa" Siangkoan Kim-hong pernah kalah sekali."
"Oh?" "Hari itu, di paviliun di luar kota Lokyang. Bukankah
Kakek mengalahkannya?"
Tuan Sun diam saja. "Kakek, sebelum ini, aku belum pernah minta apapun
darimu. Tapi kali ini, aku minta tolong satu saja."
"Apa itu?" tanya Tuan Sun sambil meniup pipanya dan
menyelubungi dirinya sendiri dengan asap putih.
Kata Sun Sio-ang, "Aku mohon Kakek memastikan Li
Sun-Hoan tetap hidup, bagaimanapun caranya"."
Tiba-tiba ia berlutut di hadapan kakeknya dan berkata,
"Kakek adalah satu-satunya orang di dunia ini yang dapat
mengatasi Siangkoan Kim-hong. Kakeklah satu-satunya
yang dapat menolong Li Sun-Hoan. Dan Kakek pasti tahu
bahwa jika Li Sun-Hoan mati, aku sungguh tidak sanggup
hidup tanpa dirinya."
Lautan asap itu telah lenyap.
Namun asap tebal seolah-olah membayangi mata Tuan
Sun. 1306 Kabut musim gugur, muram dan sedih"..
Namun secercah senyum menghiasi wajahnya.
Matanya menatap ke kejauhan, dan dengan lembut
tangannya membelai rambut cucunya. Katanya, "Dari
semua cucu-cucuku, kaulah yang paling nakal. Kalau kau
mati, siapa yang akan mencabuti jenggotku dan
menjambak rambutku?"
Sun Sio-ang bangkit perlahan. "Jadi Kakek berjanji?"
Tuan Sun menganggukkan kepalanya dan berkata,
"Selama ini kau hanya menunggu aku mengatakannya,
bukan?" Pipi Sun Sio-ang bersemu merah dan ia pun menyahut,
"Kakek kan tahu setelah seorang gadis menjadi dewasa,
ia tidak bisa terus tinggal di rumah. Hatinya akan
berpaling ke tempat lain."
Tuan Sun tertawa dan berkata, "Namun kulitmu masih
tebal. Aku tidak tahu, apakah ada orang yang
menginginkanmu atau tidak."
Sun Sio-ang beringsut dan mendekatkan bibirnya ke
telinga kakeknya. Ia berbisik, "Aku tahu. Dan jika ia tidak
menginginkan aku, aku punya cara untuk membuatnya
menginginkan aku." Tuan Sun memeluknya, seolah-olah ia kembali menjadi
seorang gadis kecil dan berkata dengan lembut, "Kau
adalah cucu kesayanganku, tapi kau terlalu nakal dan
1307 terlalu berani. Tadinya aku sungguh kuatir kau tidak akan
menemukan jodohmu, tapi kini paling tidak kau telah
menemukan orang yang betul-betul kau sukai. Aku hanya
bisa berbahagia untukmu."
Kata Sun Sio-ang sambil cekikikan, "Aku memang
sungguh beruntung bertemu dengan dia. Tapi ia juga
beruntung bertemu dengan aku. Dalam dunia ini, tidak
banyak orang yang seperti aku."
Tuan Sun tersenyum. "Memang kau adalah satu-satunya
dalam dunia ini." Ia duduk di pangkuan kakeknya dengan hati ringan dan
gembira. Karena ia bukan saja memiliki kakek yang hebat, namun
ia juga memiliki orang yang sangat mengagumkan dalam
hatinya. Keluarga, kekasih, ia punya keduanya. Apalagi yang
diinginkan seorang gadis"
Ia merasa ialah orang yang paling berbahagia di seluruh
dunia. Ia merasa, masa depannya sungguh gilang gemilang.
Kini hari sudah mulai malam. Kegelapan telah menelan
habis sinar matahari yang cerah.
Tapi seakan-akan ia tidak menyadarinya.
1308 "Cinta dapat membutakan mata manusia".
Walaupun ini adalah perkataan kuno, kebenarannya tidak
pernah berubah. Jika Sun Sio-ang dapat membuka matanya sekarang, ia
akan melihat betapa dalam kesedihan dan kepedihan
dalam sorot mata kakeknya. Walaupun orang lain dapat
melihat kesedihan itu, tidak akan ada yang bisa menebak
apa sebabnya. Malam semakin dekat, hembusan angin semakin dingin.
Suasana begitu hening, hanya suara dahan dan
dedauLam-yang-hu berdansa mengikuti irama angin.
Di manakah Li Sun-Hoan"
Sun Sio-ang sudah tidak sabar. Ia berjalan keluar dan
berseru, "Apa yang kau lakukan di atas sana" Mengapa
kau belum turun juga?"
Tidak ada jawaban. Ke mana perginya Li Sun-Hoan"
Apakah ada jebakan licik di atas atap paviliun itu"
Apakah Li Sun-Hoan sudah terjebak"
Atap paviliun itu terbuat dari genteng berwarna merah
dengan hiasan keemasan di puncaknya.
1309 Di atas puncak itu ada sebuah kotak hitam terbuat dari
besi. Kotak besi hitam yang sederhana, sama sekali tidak ada
hiasannya. Tidak juga ada jebakan yang akan
melontarkan panah beracun pada orang yang
membukanya. Tapi, apa maksudnya kotak besi itu berada di atas
puncak atap paviliun itu"
Dalam kotak besi itu ada sehelai rambut.
Sehelai rambut yang hitam panjang. Tidak ada
istimewanya. Namun entah berapa lama Li Sun-Hoan terpekur
memandangi sehelai rambut itu. Ketika Sun Sio-ang
berseru memanggilnya, seolah-olah ia tidak mendengar
apa-apa. Apa istimewanya sehelai rambut ini"
Sun Sio-ang tidak habis pikir.
Tidak ada seorang pun yang habis pikir.
Wajah Li Sun-Hoan tampak begitu mendung, matanya
mulai kelihatan merah. Sun Sio-ang belum pernah melihat dia seperti ini
sebelumnya. Bahkan ketika mereka minum begitu banyak
arak, mata Li Sun-Hoan selalu segar dan terang.
1310 Apa yang mengakibatkan perubahan yang begitu tibatiba
ini" Mereka meletakkan sehelai rambut itu di meja batu
dalam paviliun. Sun Sio-ang tidak tahan untuk tidak bertanya, "Rambut
siapa ini?" Tidak ada jawaban. Tidak ada yang bisa menjawab.
Kelihatannya mirip dengan rambut siapapun juga di
dunia ini. Kata Sun Sio-ang, "Rambut sepanjang ini, pastilah
rambut seorang wanita."
Ia tahu bahwa pernyataannya tidak sepenuhnya betul
karena laki-laki pun bisa berambut sepanjang itu.
Memotong rambut dapat diartikan tidak hormat terhadap
orang tua. Dalam cerita-cerita, selalu dikisahkan anak-anak gadis
yang berdandan seperti pria akan segera ketahuan jika
rambut mereka yang asli terlihat.
Namun cerita itu hanya dapat menipu anak-anak kecil.
Anehnya, cerita-cerita semacam itu masih juga
diceritakan sampai saat ini.
1311 Sun Sio-ang menghentakkan kakinya dan berkata,
"Rambut siapapun juga, ini kan cuma sehelai rambut
saja. Apa sih anehnya?"
"Ada," kata Tuan Sun singkat.
"Ada apanya?" tanya Sun Sio-ang.
"Ada yang aneh. Ada yang sangat aneh tentang rambut
ini." "Apa anehnya?" "Segalanya aneh," jawab Tuan Sun. "Mengapa sehelai
rambut berada dalam kotak besi" Bagaimana kotak besi
itu berada di atas puncak atap paviliun ini" Siapa yang
meletakkannya di sana" Apa alasannya?"
Sun Sio-ang terkesima. Tuan Sun menghela nafas dan berkata, "Jika tebakanku
tepat, ini adalah perbuatan Siangkoan Kim-hong."
Tanya Sun Sio-ang, "Siangkoan Kim-hong" Mengapa ia
melakukannya?" "Karena ia ingin Li Sun-Hoan melihat sehelai rambut itu."
"Tapi"tapi dia"."
"Ia pasti telah mengira bahwa Li Sun-Hoan pasti datang
sebelumnya untuk memeriksa keadaan tempat ini.
Mungkin ia telah mengira bahwa Li Sun-Hoan pasti akan
1312 memeriksa atap paviliun ini, sehingga dengan sengaja ia
meletakkan kotak besi ini di atas sana."
"Tapi apa istimewanya sehelai rambut ini" Memangnya
kenapa kalau Li Sun-Hoan melihatnya" Bukankah ini


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh bodoh?" tanya Sun Sio-ang tidak mengerti.
Namun saat ia mengatakan kalimat itu, ia merasa
memang ada yang salah, ada yang betul-betul salah.
Siangkoan Kim-hong bukanlah orang melakukan hal-hal
bodoh yang tidak berguna.
Mata Tuan Sun tertuju pada Li Sun-Hoan dan bertanya,
"Apakah kau tahu rambut siapa ini?"
Li Sun-Hoan terdiam beberapa saat. Akhirnya ia
mendesah dan menjawab, "Aku tahu."
"Tapi apakah kau sungguh-sungguh yakin?" tanya Tuan
Sun. Nada suaranya tajam dan tegas.
Li Sun-Hoan hanya dapat menjawab, "Aku".."
"Kau tidak yakin, kan?"
Ia tidak menunggu jawaban Li Sun-Hoan. Segera ia
menambahkan, "Siangkoan Kim-hong melakukannya
karena ia ingin kau percaya bahwa sehelai rambut ini
adalah milik Lim Si-im, dan bahwa ia telah jatuh ke
dalam tangannya. Ia ingin kau terganggu, sehingga ia
1313 berkesempatan untuk membunuhmu. Mengapa kau jatuh
dalam jebakannya?" "Betul. Jika Nyonya Lim telah jatuh ke dalam tangannya,
mengapa ia tidak membawanya saja ke sini untuk
mengancammu?" tambah Sun Sio-ang.
Jawab Li Sun-Hoan, "Karena ia tidak bisa
melakukannya".. Orang lain mungkin bisa, namun dia
tidak bisa." "Mengapa?" "Karena jika ada orang yang tahu ia menggunakan cara
serendah itu untuk mengalahkan Li Sun-Hoan, ia akan
menjadi bahan tertawaan seluruh dunia."
"Namun ia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya
membiarkan engkau melihat sehelai rambut."
"Karena itulah, taktiknya sungguh cemerlang," sahut Li
Sun-Hoan. Sun Sio-ang masih terus mendebatnya, "Tapi rambut ini
belum tentu miliknya."
"Mungkin juga, mungkin juga tidak". Tidak ada yang
bisa memastikan," kata Li Sun-Hoan.
"Lalu mengapa tidak kau lupakan saja, dan anggap saja
kau tidak pernah melihat rambut itu. Dengan begitu,
jebakannya gagal total."
1314 "Sayang sekali, aku sudah melihatnya."
Kata Sun Sio-ang, "Karena ia tidak mengatakan apa-apa,
maka kau malah menjadi curiga. Karena ia tahu bahwa
kau akan menjadi curiga, maka ia membuat rencana
seperti ini. Walaupun kau tahu maksud yang sebenarnya,
kau tetap memilih untuk terjebak dalam permainannya."
Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan berkata,
"Mengapa aku selalu dihadapkan pada situasi seperti
ini?" Bab 77. Rahasia Hin-hun-ceng
Lalu Li Sun-Hoan pun tersenyum dan berkata, "Yah,
begitulah hidup. Kadang-kadang, walaupun tahu kau
sedang berjalan menuju perangkap, kau harus terus
berjalan maju." Kata Tuan Sun, "Benar. Jika itu adalah orang yang
sangat kusayangi, aku pun akan masuk ke dalam
perangkap itu." Sun Sio-ang menghentakkan kakinya dengan kesal
sambil memandang dua laki-laki itu. Katanya, "Walaupun
kalian berdua bersedia ditipu, aku tidak mau!"
"Ah, kau pun sudah masuk perangkapnya. Kau pun telah
curiga bahwa rambut itu adalah milik Nyonya Lim. Kau
pun telah terusik. Jika kau harus berduel dengan
1315 seseorang sekarang, walaupun dia bukan tandinganmu,
kau pasti akan kalah di tangannya," kata Tuan Sun.
"Tapi".tapi".."
Jika ia dihadapkan pada situasi seperti itu, ia tidak tahu
apa yang akan diperbuatnya.
Siangkoan Kim-hong memang bermaksud mengacaukan
pikiran Li Sun-Hoan. Apakah Li Sun-Hoan percaya itu
adalah rambut Lim Si-im atau tidak, bukan masalah. Jika
Li Sun-Hoan mulai berpikir, itu artinya rencana Siangkoan
Kim-hong telah berhasil. Bagaimana mungkin hal ini tidak mengganggu pikiran Li
Sun-Hoan" Wanita itu menghiasi setiap mimpinya. Bagaimana
mungkin ia melupakannya begitu saja"
Walaupun ia tahu itu bukan rambut Lim Si-im, Li SunHoan akan tetap merasa kuatir dan pikirannya akan
kalut. Hanya karena Siangkoan Kim-hong telah berhasil
membuat dia berpikir tentang Lim Si-im.
Masalahnya bukan terletak pada milik siapakah sehelai
rambut itu, namun pada kepribadian Li Sun-Hoan.
Ini adalah satu-satunya cara mengatasi Li Sun-Hoan. Jika
cara yang sama digunakan untuk orang lain, mungkin
tidak akan berhasil sama sekali, karena orang lain
mungkin tidak berpikir terlalu panjang dan dalam.
1316 Inilah sebabnya mengapa Siangkoan Kim-hong sangat
berbahaya. Ia tahu caranya mengatasi tiap-tiap musuh. Walaupun
caranya sering kali tampak aneh, bahkan bodoh, caranya
selalu terbukti efektif. Karena ia memahami betul strategi tempur militer "Selalu
menyerang pikiran lawan".
Li Sun-Hoan duduk di lantai dan menyelonjorkan kaki
dan tangannya. Walaupun ia tidak mengatakan apa-apa, Tuan Sun dan
Sun Sio-ang tahu benar apa yang berada dalam
pikirannya: pergi ke Hin-hun-ceng untuk memastikan
bahwa Lim Si-im berada di sana.
Sebelum memulai perjalanannya, ia harus melepas lelah
terlebih dahulu. Setiap kali ia membuat keputusan penting, ia selalu
berusaha menenangkan tubuh dan pikirannya.
Ini adalah salah satu kebiasaannya.
Kebiasaan yang sangat baik.
Sun Sio-ang memandang dia lekat-lekat.
"Jadi ia belum melupakan wanita itu. Bahkan, wanita itu
lebih penting daripada segala sesuatu. Tidak seorangpun
1317 dapat menggantikan tempatnya di hatinya".tidak juga
aku." Mata Sun Sio-ang menjadi merah. Ia tidak tahan untuk
tidak bertanya, "Apakah kau harus pergi?"
Li Sun-Hoan tidak menjawab.
Kadang-kadang tidak menjawab adalah jawaban yang
terbaik. "Ia harus pergi. Kalau tidak pergi, pikirannya tidak
mungkin bisa tenang," kata Tuan Sun.
"Tapi".bagaimana jika ia memang tidak ada di sana?"
tanya Sun Sio-ang ragu. Mata Li Sun-Hoan menjadi kelam, sekelam malam tanpa
bulan. "Bagaimana pun juga, aku harus pergi. Apa yang
akan terjadi kemudian akan kuputuskan kemudian."
"Tapi jika kau pergi, artinya kau langsung masuk ke
dalam perangkap Siangkoan Kim-hong," kata Sun Sioang.
"Hmmm?" "Tujuan Siangkoan Kim-hong adalah supaya kau pergi ke
Hin-hun-ceng. Waktu duel sudah ditetapkan, yaitu esok
hari. Hin-hun-ceng letaknya cukup jauh. Sekalipun kau
dapat pergi ke sana dan pulang kembali sebelum waktu
berduel, kau akan sangat kelelahan, sedangkan dia pasti
sudah cukup beristirahat dan menghimpun tenaganya."
1318 Kata Li Sun-Hoan datar, "Ada hal-hal yang kau tahu
seharusnya tidak kau lakukan, tapi tetap saja kau
lakukan." "Tapi jika kau pergi, itu sama saja dengan menyerahkan
nyawamu kepadanya dengan cuma-cuma. Apakah dia
betul-betul sangat berharga bagimu" Lebih berharga
daripada nyawamu sendiri?" tanya Sun Sio-ang menusuk.
Li Sun-Hoan terdiam sejenak. Lalu ia mengangkat
kepalanya dan memandang lurus pada Sun Sio-ang.
Mata Sun Sio-ang sudah basah oleh air mata. Ia segera
memaLingkan wajahnya, menghindari tatapan Li SunHoan. Kata Li Sun-Hoan, "Aku hanya berharap kau mengerti
hatiku. Jika kau ada pada posisiku, kau pasti akan
berbuat sama. Dan jika kau berada dalam posisinya, aku
pun pasti berbuat yang sama bagimu."
Sun Sio-ang tidak bergeming, seakan-akan ia tidak
mendengar apa yang baru saja dikatakan Li Sun-Hoan.
Namun air matanya mengalir semakin deras.
Ketika seorang wanita mencintai seorang laki-laki, ia
ingin menjadi wanita satu-satunya dalam hidup sang
pria. Ia tidak ingin siapapun juga berada dalam dunia
mereka. Tapi apapun yang terjadi, Lim Si-im sudah berada dalam
hati Li Sun-Hoan sejak lama.
1319 Sun Sio-ang berdiri di situ tidak bergerak. Apakah
perasaannya sekarang" Manis" Kecut" Atau pahit"
Tuan Sun menghela nafas panjang dan berkata, "Ada
yang harus dilakukannya. Biarkanlah dia pergi."
Sun Sio-ang mengangguk perlahan dan tersenyum.
Senyum yang pahit, tapi paling tidak ia masih bisa
tersenyum. Dengan mata basah ia tersenyum dan berkata, "Tiba-tiba
saja aku merasa sangat bodoh. Ia sudah mengenal
wanita itu jauh sebelum ia mengenalku. Bahkan mereka
sudah mengukir sejarah jauh sebelum aku ada dalam
hidupnya. Jika ada orang yang boleh merasa kesal,
dialah lebih berhak merasa kesal daripada aku."
"Jika seseorang dapat mengakui bahwa dirinya bodoh,
itu menunjukkan bahwa ia telah menjadi pandai," kata
kakeknya sambil tertawa. "Tapi ada sesuatu yang harus kulakukan juga," kata Sun
Sio-ang. "Apa itu?" "Aku akan pergi bersamanya. Aku harus pergi
bersamanya." "Itu tidak jadi soal, tapi".." Tuan Sun berbicara sambil
menoleh pada Li Sun-Hoan.
1320 Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Dia bilang dia
harus pergi, maka dia harus pergi."
Kata Tuan Sun sambil tertawa, "Aku perlu waktu 60
tahun untuk belajar bahwa berdebat dengan wanita itu
sia-sia saja. Kelihatannya kau belajar jauh lebih cepat."
Li Sun-Hoan bangkit berdiri dan berkata, "Karena kita
harus pergi, lebih baik kita pergi secepatnya. Kau".."
"Jangan berasumsi bahwa semua wanita itu lamban dan
pLim plan. Banyak wanita yang tegas seperti pria. Kalau
sudah bilang pergi, ya pergi," kata Sun Sio-ang.
Kata Tuan Sun, "Kalau kalian sudah tiba di sana, jangan
lupa sekalian menengok Jisusiok dan melihat
keadaannya." "Pasti, Kek," kata Sun Sio-ang. Lalu ia melirik Li SunHoan dan berkata, "Jika ia tidak ingin aku masuk
bersamanya ke dalam Hin-hun-ceng, aku akan
menunggunya di tempat Jisusiok."
"Pendekar Kedua Sun sudah tinggal dekat Hin-hun-ceng
lebih dari dua belas tahun. Apakah kalian tahu
sebabnya?" tanya Li Sun-Hoan.
Ia selalu menganggap hal ini sangatlah aneh.
Dua belas tahun yang lalu adalah saat ia memutuskan
untuk meninggalkan rumahnya untuk selama-lamanya.
Pada saat yang hampir sama, Si Bungkuk Sun
memutuskan untuk tinggal tepat di seberang Hin-hunKANG
ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
1321 ceng. Ia sudah begitu lama memikirkannya, tapi tetap ia
tidak menemukan apa hubungannya.
Si Bungkuk Sun tidak punya hubungan apa-apa dengan
Keluarga Li. Ia pun tidak ada hubungan dengan Liong
Siau-hun. Lim Si-im sudah menjadi yatim piatu dari kecil
dan hidup bersama keluarga Li sejak itu.
Lim Si-im adalah gadis yang sangat pendiam. Mungkin
seumur hidupnya ia tidak pernah meninggalkan Puri itu,
tidak mungkin ia punya hubungan dengan orang penting
dalam dunia persilatan. Jika Si Bungkuk Sun hanya melaksanakan perintah
seseorang, siapakah yang menyuruhnya berjaga-jaga
tepat di muka Hin-hun-ceng"
Apa sebenarnya yang dijaga oleh Si Bungkuk Sun"
Mungkin hanya ada satu orang di muka bumi ini yang
tahu jawaban semua pertanyaannya. Orang itu adalah
Tuan Sun. Ia hanya bisa berharap bahwa Tuan Sun mau
memberitahukan kepadanya rahasia ini.
Namun ia harus kecewa. Tuan Sun meletakkan pipa di bibirnya dan mulai
mengisapnya. Sun Sio-ang memandang sekejap pada kakeknya dan
berkata, "Ada satu hal yang selalu kuanggap aneh."
1322 Li Sun-Hoan memandang padanya dan menunggu ia
melanjutkan perkataannya.
Lanjut Sun Sio-ang, "Liong Siau-in menebas putus
tangannya sendiri di hadapan Siangkoan Kim-hong.
Apakah kau mengetahuinya?"
Li Sun-Hoan mengangguk dan mendesah, "Ia memang
anak yang agak aneh. Perbuatannya pun selalu sulit
dimengerti."

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang kuanggap aneh adalah bahwa ia bisa memotong
tangannya sendiri." "Hah?" "Pada saat itu, Siangkoan Kim-hong sudah hampir
membunuh mereka. Maka ia bertindak lebih lebih dulu,
supaya Siangkoan Kim-hong tidak jadi membunuh
mereka. Dengan berbuat begitu, ia bukan saja
menyelamatkan nyawanya sendiri, namun ia pun menjadi
lebih terhormat karena ia berani mengorbankan diri demi
menyelamatkan ayahnya."
Sun Sio-ang mengeluh dan menambahkan, "Ini
menunjukkan kepandaian dan kecerdikannya. Tapi
memang ia selalu pintar dan banyak akal. Aku tidak
heran akan hal itu."
"Lalu, apa yang membuatmu merasa heran?" tanya Li
Sun-Hoan. 1323 "Kau telah memusnahkan ilmu silatnya. Seharusnya,
kekuatannya pasti lebih lemah daripada orang biasa.
Setuju?" Kata Li Sun-Hoan, "Aku sungguh tidak tahu apakah
perbuatanku saat itu benar atau salah."
Sun Sio-ang tidak menggubrisnya. "Tulang manusia itu
tebal dan keras. Hanya orang-orang dengan kekuatan
pergelangan tangan yang sangat kuatlah yang dapat
memotong putus tangannya sendiri dengan sekali
tebasan. Kecuali yang digunakan adalah pedang yang
sangat sangat tajam atau pedang mustika."
"Apakah pedangnya seperti itu?"
"Sama sekali bukan!"
"Namun ia hanya menebas sekali dan tangannya
langsung putus," kata Li Sun-Hoan mulai tidak mengerti.
"Bahkan ia tidak kelihatan mengerahkan tenaga
sedikitpun," kata Sun Sio-ang.
"Ternyata pandanganmu jauh lebih tajam daripada aku.
Setelah mendengarkan penjelasanmu, akupun merasa
ada kejanggalan." "Lagi pula, jika orang biasa baru tertebas tangannya,
tidak mungkin mereka sanggup menahan sakit. Orang
biasa pasti langsung pingsan," kata Sun Sio-ang.
1324 "Betul sekali. Orang yang kuat sekalipun tidak akan
mampu menahan sakitnya, kecuali mereka mempunyai
dasar tenaga dalam yang sangat kuat," kata Li SunHoan. "Tapi, Liong Siau-in kan hanya seorang anak kecil yang
lemah. Bagaimana mungkin ia dapat menahan rasa sakit
tangannya tertebas?"
Li Sun-Hoan diam saja, namun matanya mengejapngejap,
seakan-akan ia baru menemukan ide yang baru.
Kata Sun Sio-ang lagi, "Bukan saja ia bisa menahan rasa
sakit yang demikian hebat, ia masih sanggup berbicara,
bahkan memungut tangannya yang putus itu. Bagaimana
orang biasa sanggup melakukan hal seperti ini?"
"Apa kau pikir ia sudah memulihkan kembali ilmu
silatnya" Penampilannya yang kelihatan lemah itu cuma
pura-pura saja?" tanya Li Sun-Hoan.
"Aku tidak tahu," jawab Sun Sio-ang.
"Waktu aku memusnahkan ilmu silatnya, aku
mengerahkan tenaga cukup banyak. Tidak mungkin ia
bisa pulih, kecuali".."
Ia memandang Sun Sio-ang dan melanjutkan, "Kecuali
kabar burung itu memang benar. Bahwa ada kitab ilmu
silat yang sudah lama hilang yang tersembunyi dalam
Hin-hun-ceng dan Liong Siau-in berhasil
menemukannya." 1325 "Aku tidak tahu."
"Apakah alasan Pendekar Kedua Sun berjaga di depan
Hin-hun-ceng lebih dari dua belas tahun ini ada
hubungannya dengan kitab ilmu silat itu?"
"Aku tidak tahu," kembali Sun Sio-ang menjawab
demikian. Kata Tuan Sun, "Kalau kau ingin dia tahu, mengapa tidak
kau ceritakan saja selengkapnya?"
Sun Sio-ang memandang kakeknya dan berkata, "Aku
takut diomeli." Tuan Sun tertawa dan berkata, "Satu-satunya cara
membuat wanita menyimpan rahasia, adalah tidak
memberitahukan rahasia itu kepada mereka."
"Tapi aku kan tidak bilang apa-apa"."
"Caramu bahkan lebih baik lagi. Kau tidak perlu
mengatakannya, tapi kau membuat aku harus
mengatakannya," kata Tuan Sun.
"Walaupun aku mengatakannya, aku kan cuma
memberitahukan kepadanya. Dia kan bukan orang luar,"
kata Sun Sio-ang membela diri.
"Ya, dia bukan orang luar."
Waktu Li Sun-Hoan mendengarnya, ia tidak tahu harus
merasa apa. 1326 Ia tahu bahwa ia sudah berhutang begitu banyak dalam
hidupnya, sampai ia tidak tahu bagaimana harus
membayarnya. Ketika seorang wanita telah menganggap seorang pria
bukan lagi orang luar, artinya ia telah menentukan
pilihannya. Walaupun orang itu kemudian bertambah
satu kakinya atau mukanya berubah menjadi kuda, ia
tidak akan pernah bisa lolos lagi.
Nada suara Tuan Sun kini menjadi serius dan berkata,
"Memang benar ada kitab ilmu silat yang tersembunyi
dalam Hin-hun-ceng. Itu bukan hanya kabar burung."
"Punya siapa" Mengapa aku tidak pernah tahu?" tanya Li
Sun-Hoan. Tuan Sun menyalakan pipanya lagi dan meniupnya. Asap
putih bergulung-gulung ke segala arah. Ia bertanya,
"Apakah kau pernah mendengar tentang Wang
LianHua?" "Tentu saja. Semua orang di dunia pernah
mendengarnya." "Awalnya, Wang LianHua adalah musuh bebuyutan dari
pendekar besar Sim Long. Baru belakangan mereka
menjadi sahabat sehidup semati. Wang LianHua selalu
merupakan tokoh antara baik dan jahat. Walaupun
kadang-kadang jahat, ia tidak pernah betul-betul jahat.
Walaupun kadang-kadang licik dan rakus, ia bisa juga
menjadi adil dan setia. Ia pernah menyakiti Sim Long
1327 beberapa kali, namun Pendekar Shen selalu
mengampuninya," kata Tuan Sun.
[Kisah tentang Sim Long dan Wang LianHua diceritakan
dalam karya Gu Liong yang lain, "Pendekar Baja"]
Kata Li Sun-Hoan, "Aku pun mendengar bahwa Wang
LianHua akhirnya memutuskan untuk mundur dari dunia
persilatan bersama dengan Sim Long dan pergi ke
sebuah pulau di lautan lepas. Kejadiannya sudah lama
sekali." "Betul. Akhirnya Sim Long berhasil membujuk Wang
LianHua untuk berbalik ke jalan yang lurus."
Ia mendesah, lalu melanjutkan, "Sangat mudah untuk
membunuh seseorang, yang sulit adalah membuat orang
berubah. Pendekar Shen memang adalah orang yang
luar biasa. Jika kau dilahirkan beberapa tahun lebih awal,
aku yakin kalian berdua pasti menjadi sahabat kental."
Li Sun-Hoan tidak dapat menahan rasa kagum yang
terpancar dari matanya terhadap Pendekar Sim Long. Ia
tidak menyadari bahwa di kemudian hari, keharuman
namanya dan kisahnya pun, juga kekaguman generasi
yang akan datang terhadap dirinya, tidak lebih kecil
daripada Pendekar Sim Long.
Kata Tuan Sun, "Sim Long memiliki bakat yang luar
biasa, namun Wang LianHua pun bukan orang biasa.
Kalau ia biasa-biasa saja, bagaimana mungkin ia bisa
menjadi musuh bebuyutan Pendekar Shen?"
1328 Jika di antara dua manusia ada perbedaan besar dalam
hal kepandaian dan bakat, mereka tetap bisa menjadi
sahabat, namun mereka tidak mungkin menjadi musuh
besar. Itulah sebabnya, hanya Siangkoan Kim-honglah
yang layak menjadi musuh bebuyutan Li Sun-Hoan.
Kata Li Sun-Hoan, "Katanya ia adalah orang yang paling
berbakat yang pernah hidup dalam dunia persilatan.
Bukan hanya dalam hal ilmu silat namun juga dalam ilmu
pengetahuan. Pengetahuannya dalam berbagai bidang
sangat luas dan dalam, tidak ada tandingannya."
"Betul sekali. Ia sangat mahir dalam ilmu astrologi dan
ramalan, musik, catur, sastra, juga kesenian. Ia pun ahli
dalam bidang kedokteran dan juga penyamaran. Belum
tentu sepuluh orang dapat mempelajari semua
pengetahuannya, namun ia seorang diri mampu
mendalami seluruhnya."
Lanjut Tuan Sun lagi sambil mendesah, "Tapi karena
minatnya terlalu luas, ia tidak mengkhususkan diri dalam
ilmu silat. Kalau tidak, dengan kepandaian dan bakatnya,
kurasa ia tidak akan dapat dikalahkan oleh Sim Long."
Tiba-tiba Li Sun-Hoan teringat akan A Fei.
Apakah bakat A Fei lebih besar daripada Wang LianHua"
Namun ia hanya berkonsentrasi pada satu bidang,
pedang. Oleh sebab itu, ilmu pedangnya menjadi sangat
dalam dan dalam proses menuju pada tingkatan tidak
terkalahkan. 1329 "Sangat disayangkan, orang berbakat selalu memilih
untuk melakukan hal-hal yang bodoh".
Li Sun-Hoan mendesah dan tidak ingin memikirkannya
lagi. Kata Tuan Sun lagi, "Setelah Wang LianHua bertobat, ia
menyadari bahwa apa yang telah dipelajarinya ternyata
bukan hanya terlalu campur aduk dan acak-acakan, tapi
juga sangat kontemporer. Awalnya ia ingin membakar
saja "Ensiklopedi LianHua" yang telah disusunnya."
"Ensiklopedi LianHua?" tanya Li Sun-Hoan.
"Isinya adalah seluruh pengetahuan yang dipelajarinya
seumur hidupnya," papar Tuan Sun.
"Mengapa ia ingin membakarnya?"
Bab 78. Pertempuran yang Mengerikan
Li Sun-Hoan merasa heran mengapa Wang LianHua ingin
memusnahkan kitab yang merupakan hasil karya, jerih
payah seumur hidupnya. Tuan Sun menjelaskan, "Kitab itu bukan hanya berisikan
teori-teori ilmu silat. Kitab itu juga berisikan ilmu tentang
racun, cara mengubah wajah, memanggil dan
menjinakkan serangga dari suku Miao, teknik hipnotis
dari Persia"." 1330 Ia mendesah dan melanjutkan, "Jika kitab seperti itu
jatuh ke tangan yang salah, konsekuensinya sangat
fatal." Kata Li Sun-Hoan, "Ya, sangat menyeramkan."
Kata Tuan Sun, "Di lain pihak, kitab ini adalah darah dan
keringat seumur hidupnya. Ia tidak sanggup
memusnahkannya. Jadi sebelum ia mundur dari dunia
persilatan, ia menitipkan kitab itu pada seseorang yang
betul-betul dapat dipercayainya."
Setelah mendengarnya, perlahan-lahan Li Sun-Hoan
dapat merangkaikan kisah itu dalam benaknya dan
menyimpulkan bahwa kitab ilmu silat yang tersembunyi
dalam Hin-hun-ceng adalah "Ensiklopedi LianHua".
Namun masih ada beberapa hal yang tidak dapat ia
mengerti. Contohnya, kepada siapakah Wang LianHua
mempercayakan kitab itu"
"Ia mempercayakannya kepadamu!" kata Tuan Sun.
Li Sun-Hoan terperanjat. "Aku?"
Tuan Sun tertawa dan berkata, "Selain Li Tamhoa, siapa
lagi dalam dunia ini yang lebih layak menerima kitab
seperti itu?" Lalu Tuan Sun melanjutkan, "Ia mempercayakan
"Ensiklopedi LianHua" kepadamu bukan hanya untuk kau
jaga, namun ia ingin menyerahkannya kepada seorang
1331 murid yang berhati mulia, supaya ilmu warisannya dapat
terus hidup dan berkembang."
"Tapi aku sama sekali tidak tahu akan hal ini."
"Karena pada saat yang sama, kau memutuskan untuk
pergi." "Dua belas tahun yang lalu".betul. Saat itu aku harus
pergi ke perbatasan dan pulang dengan luka parah. Jika
bukan karena Liong Siau-hun menyelamatkan nyawaku,
mungkin aku sudah".."
Saat itu, ia merasa seperti tenggorokannya tersumbat
sesuatu dan ia tidak mampu melanjutkan kalimatnya.
Ini adalah salah satu peristiwa dalam hidupnya yang
tidak akan pernah dilupakannya.
Karena peristiwa itulah seluruh hidupnya berubah
total".dari kebahagiaan menjadi kenestapaan!
"Walaupun Wang LianHua tidak berjumpa denganmu, ia
bertemu dengan Nona Lim. Karena ia harus segera
berangkat, ia tidak dapat menunggu lagi dan akhirnya ia
terpaksa meninggalkan "Ensiklopedi LianHua" pada Lim
Si-im." Tidak ada yang lebih memahami hubungan antara pria
dan wanita lebih baik daripada Wang LianHua. Ia bisa
langsung tahu bahwa ada hubungan yang lebih jauh dari
sekedar teman antara Lim Si-im dan Li Sun-Hoan.
1332 Namun mengapa Lim Si-im tidak pernah menyampaikan
hal ini kepadanya" "Dari manakah Cianpwe mendengar kisah ini" Apakah
sumbernya bisa dipercaya?" tanya Li Sun-Hoan.
"Sangat bisa dipercaya."


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sun Sio-ang tidak bisa menahan diri untuk diam saja.
"Kami mendengarnya langsung dari Jisusiok. Waktu Tuan
Wang mengunjungi Hin-hun-ceng dan bertemu dengan
Nona Lim, pamanku menunggu di luar."
Ia mengeluh lalu menambahkan, "Sejak hari itulah,
Jisusiok tidak pernah pergi dari tempat itu!"
"Apakah Wang LianHua menyuruhnya untuk mengawasi
aku?" tanya Li Sun-Hoan.
Jawab Tuan Sun, "Karena Tuan Wang telah memilih
engkau untuk memikul tanggung jawab yang berat itu,
sudah pasti ia tidak meragukan engkau. Namun ia tidak
merasa yakin dengan kemampuan ilmu silatmu saat itu.
Ia kuatir, jika cerita itu sampai tersebar, orang-orang
akan berlomba-lomba mencuri kitab itu. Oleh sebab
itulah ia menyuruh Jisuheng untuk tinggal di sana,
membantumu jika sewaktu-waktu engkau
memerlukannya." Kata Sun Sio-ang, "Dalam petualangannya di dunia
persilatan, Jisusiok pernah ditolong oleh Tuan Wang.
Pamanku adalah orang yang selalu ingin membalas budi,
1333 jadi ketika Tuan Wang memintanya untuk melakukan hal
ini, ia melakukannya dengan senang hati."
Sambung Tuan Sun, "Namun kemudian, ia mengetahui
bahwa Nona Lim tidak pernah memberikan kitab itu
kepadamu. Dan karena engkau telah pindah ke
perbatasan, ia menjadi sangat kuatir dan tidak berani
pergi dari tempat itu."
Kata Li Sun-Hoan, "Pendekar Kedua Sun memang
seseorang yang sungguh memegang teguh janjinya. Ia
menganggap permintaan seseorang sebagai urusan
pribadinya. Hanya saja"."
Tambahnya, "Hanya saja, bagaimana dia tahu bahwa
Nona Lim tidak pernah memberikan "Ensiklopedi LianHua"
kepadaku" Bahkan aku tidak tahu adanya kitab seperti
itu." Tuan Sun mengisap pipanya sekali, lalu menjawab, "Kau
saja tidak tahu, apalagi aku."
Li Sun-Hoan tidak berbicara lagi.
Ia tidak bisa percaya bahwa Lim Si-im menyembunyikan
sesuatu dari dirinya. Sesuatu yang begitu penting.
Kata Tuan Sun, "Wang LianHua bukan hanya pandai
membunuh orang, ia pun sering menolong orang.
Metode penyembuhannya sungguh luar biasa. Bahkan
ada yang bilang bahwa ia bisa membuat orang mati
hidup kembali, menambahkan daging di atas tulang."
1334 Kata Sun Sio-ang, "Dan Liong Siau-in adalah putra Lim
Si-im satu-satunya. Seorang ibu akan melakukan apapun
juga demi anaknya. Itulah sebabnya mengapa aku kuatir
ia"." Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
Li Sun-Hoan mengerti apa yang hendak dikatakannya".
Siapapun juga mengerti apa yang hendak dikatakannya.
Pasti Lim Si-im telah memberikan "Ensiklopedi LianHua"
pada putranya. Selama itu, ia telah menyembunyikannya
dan menyimpan rapat-rapat rahasia itu.
Tapi mengapa ia tidak pernah mengatakannya kepada Li
Sun-Hoan" Saat pertama kali Li Sun-Hoan bertemu dengannya, ia
adalah seorang gadis kecil.
Hari itu turun salju. Bunga Bwe di halaman baru saja bermekaran. Salju yang
terhampar di bawah pohon-pohon Bwe terlihat begitu
putih dan bersih. Saat itu Li Sun-Hoan sedang berada di bawah pohon
Bwe, membuat orang-orangan salju. Ia sedang berjalan
ke sana ke mari mencari potongan arang yang paling
hitam untuk mata orang-orangan salju itu.
Itu adalah salah satu saat terindah dalam hidupnya.
1335 Bukan karena ia suka membuat orang-orangan salju. Ia
hanya membuat orang-orangan salju supaya ia bisa
memberi mata pada orang-orangan salju itu. Gumpalan
salju itu seolah-olah menjadi hidup. Dan ia begitu
menikmati dan puas memandangnya.
Ia suka membuat sesuatu. Ia benci merusak.
Ia selalu cinta akan kehidupan.
Dan setelah itu, diam-diam ia akan meruntuhkan orangorangan
salju itu, karena ia tidak ingin orang lain mencuri
kebahagiaannya. Pada saat itu, ia belum mengerti bahwa
ada kebahagiaan yang tidak mungkin dapat direnggut
oleh orang lain. Di kemudian hari, ia baru menyadari bahwa kebahagiaan
itu sama seperti sebuah kantong ajaib. Semakin banyak
engkau memberi, semakin banyak engkau
mendapatkannya. Demikian pula halnya dengan penderitaan.
Jika kau ingin orang lain ikut merasakan kesulitanmu,
penderitaanmu sendirilah yang akan semakin bertambah.
Wajah orang-orangan salju itu itu bundar.
Ia sedang berpikir-pikir, di mana hendak diletakkannya
matanya. Tiba-tiba, ibunya yang sedang sakit parah,
yang hampir tidak pernah bangkit dari tempat tidurnya,
berjalan ke halaman menggandeng seorang gadis kecil
berjubah merah. 1336 Jubahnya merah terang, lebih cerah daripada bungabunga
Bwe yang bermekaran di situ.
Namun wajah gadis kecil itu begitu pucat, lebih pucat
dari salju yang putih. Merah dan putih adalah warna kesukaannya. Putih
melambangkan kesucian, merah melambangkan
semangat. Saat pertama ia memandang gadis itu, ia merasakan
kasih sayang yang besar terhadapnya. Rasanya ia ingin
segera menghampirinya dan memegang tangannya eraterat
supaya ia tidak diterbangkan angin.
Kata ibunya, "Ini adalah putri bibimu. Bibimu harus pergi
ke tempat yang sangat jauh, jadi mulai sekarang ia akan
tinggal bersama-sama dengan kita.
Kau selalu bilang, kau ingin adik perempuan. Nah, ini aku
sudah menemukannya untukmu. Kau harus selalu baik
padanya, jangan membuatnya sedih."
Namun seakan-akan ia tidak mendengar perkataan
ibunya. Karena gadis kecil itu telah berlari ke arahnya dan
menatap orang-orangan salju buatannya.
Tanya gadis kecil itu, "Mengapa dia tidak punya mata?"
Tanyanya, "Kau ingin meletakkan matanya?"
1337 Gadis itu mengangguk. Ia memberikan dua potong arang itu kepadanya.
Inilah pertama kalinya ia membagi kebahagiaannya
dengan orang lain. Sejak saat itu, ia selalu membagi apapun yang dimilikinya
dengan gadis itu. Ketika orang memberi biskuit padanya,
ia selalu menyimpannya di kantongnya. Ketika ia
bertemu dengan gadis itu, barulah ia membelahnya
menjadi dua, dan makan bersama dengan dia.
Selama ia dapat melihat sorot mata bahagia di mata
gadis itu, kebahagiaan itu tidak dapat digantikan dengan
apapun juga di dunia ini.
Ia bersedia membagi hidupnya dengan gadis itu.
Gadis itu pun merasa demikian. Ia tahu. Ia percaya.
Saat mereka berpisah sekalipun, ia selalu merasa di
hatinya yang terdalam bahwa ialah satu-satunya yang
dapat berbagi kesusahan, kegembiraan, rahasia, segala
sesuatu dengan gadis itu.
Bahkan sampai sekarang pun ia masih
mempercayainya".. Gang yang sempit. Salju telah menimbun dari sehari
sebelumnya. 1338 Salju itu mulai mencair dan tanah menjadi lembab dan
berlumpur. Ada bagian tanah yang kering dekat tembok,
tapi Li Sun-Hoan sengaja berjalan di salju yang
bercampur lumpur. Ia menikmati rasa sejuk saat kakinya
masuk ke dalam lumpur yang lembut itu.
Entah mengapa, hal itu dapat menenangkan hatinya.
Dulu, ia benci lumpur. Lebih baik ia mengambil jalan
memutar yang jauh daripada harus berjalan lewat
lumpur. Namun kini ia menyadari bahwa lumpur pun ada sisi
baiknya. Ia menahan pijakan langkahmu, dan pada saat
yang sama melindungi dan menyelimuti kakimu dengan
kelembutannya. Bukankah ada juga orang-orang di dunia ini yang seperti
lumpur" Mereka terus menerus melapangkan dada dari
rasa benci dan hinaan orang lain, tanpa pernah
menyimpan dendam dan menuntut balas".
Jika tidak ada tanah dan lumpur dalam dunia ini,
bagaimana biji-bijian bisa tumbuh" Bagaimana pohon
yang tinggi besar bisa ada"
Mereka tidak pernah mendendam dan merasa benci
karena mereka sadar sepenuhnya akan harga diri
mereka. Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan mengangkat
kepalanya. 1339 Temboknya tampak baru saja dibersihkan, namun papan
nama di depan warung Si Bungkuk Sun sudah tua dan
kusam. Dari tempat ia berdiri, ia tidak bisa melihat siapa pun
juga di dalam sana. Hari belum gelap, sehingga lilin dan lentera pun belum
dipasang. Waktu hari mulai gelap, apakah lentera kecil di pondok
kecil itu pun akan dinyalakan"
Benak Li Sun-Hoan berkelana, berpikir tentang hal-hal
yang tidak ingin dipikirkannya. Selama dua tahun ia
selalu duduk di kursi di sudut sana menunggu dan
memandangi lentera kecil itu.
Si Bungkuk Sun dengan setia menemaninya. Ia tidak
pernah bicara, tidak pernah bertanya.
Sun Sio-ang pun mendesah dan berkata, "Waktu makan
malam belum tiba. Warungnya pasti masih sepi. Apa
yang sedang dilakukan Jisusiok sekarang ya" Apakah ia
sedang sibuk membersihkan meja?"
Si Bungkuk Sun tidak sedang membersihkan meja.
Ia tidak akan pernah membersihkan meja-meja itu lagi!
Mereka melihat tangan di atas meja.
1340 Tangan itu menggenggam lap meja. Menggenggamnya
erat-erat. Pintu tertutup rapat. Mereka menggedornya kuat-kuat,
namun tidak ada jawaban. Mereka memanggil keraskeras,
tapi tidak ada yang menyahut.
Sun Sio-ang tampak lebih kuatir daripada Li Sun-Hoan. Ia
mendobrak pintu dan melihat tangan itu.
Tangan itu telah terpotong di pergelangannya.
Sun Sio-ang sangat terkejut dan segera menghampiri
meja. Itu adalah meja tempat Li Sun-Hoan selalu duduk dan
minum arak selama dua tahun.
Wajah Li Sun-Hoan menjadi pucat. Ia mengenali tangan
itu. Selama dua tahun, tangan itulah yang dengan setia
menuangkan arak ke cawannya, tidak terhitung berapa
kali banyaknya. Ketika ia mabuk, tangan itulah yang membimbing dia
masuk ke kamarnya. Ketika ia sakit, tangan itulah yang menyeduhkan obat
untuknya. Tapi sekarang, tangan itu telah berubah menjadi
seonggok daging kering yang mati. Darahnya sudah
membeku dan otot-ototnya kejang. Jari-jari yang
1341 memegang lap meja itu menggenggam begitu kuat
seakan-akan berpegangan pada nyawanya.
Apakah ia sedang mengelap meja saat seseorang tibatiba
menebas tangannya" Meja itu terlihat bersih mengkilap.
Ketika ia mengelap meja itu, apakah ia teringat pada Li
Sun-Hoan" Tiba-tiba Li Sun-Hoan merasa sakit di dadanya seperti
tertusuk sembilu. Air mata Sun Sio-ang sudah mengalir deras ke pipinya
saat ia bertanya, "Apakah kau tahu tangan siapa ini?"
Li Sun-Hoan mengangguk perlahan.
"Di manakah dia".di manakah tubuhnya?" Suara Sun
Sio-ang terdengar gemetar.
Tiba-tiba ia berlari ke luar. Warung kecil itu kosong,
kosong sama sekali. Ketika ia masuk kembali, Li Sun-Hoan masih berdiri di
samping meja itu. Pandangannya masih tetap tertuju
pada tangan itu. Empat jarinya tertekuk memegang lap itu. Satu jari
menunjuk ke arah luar. Lurus bagai anak panah,
menunjuk ke arah jendela warung itu.
1342 Jendela itu terbuka lebar.
Li Sun-Hoan menengadah dan memandang ke luar
jendela. Sun Sio-ang mengikuti arah pandangannya dan
memandang ke luar jendela juga. Tiba-tiba keduanya
berlari ke sana dan melompat ke luar secara bersamaan.
Di luar, angin bertiup menembus sumsum. Air di selokan
pun sudah membeku. Di luar sana ada gang kecil yang tidak lebih besar
daripada selokan itu. Mungkin juga sebenarnya itu bukan


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gang, tapi hanya selokan kering.
Mereka menyusuri gang itu sampai ujungnya dan melihat
ada sebuah pintu kecil. Mereka tidak tahu rumah
siapakah itu. Bahkan mungkin pintu kecil itu tidak pernah
digunakan. Itu hanyalah sebuah gang buntu.
Pintu itu tidak terkunci. Di pegangannya terlihat sebuah
cap tangan berwarna merah. Tangan yang berlumuran
darah. Sun Sio-ang segera berlari ke sana dan memeriksanya.
Lalu ia menoleh ke arah Li Sun-Hoan.
Bibirnya sudah berdarah karena digigitnya begitu keras.
Katanya, "Siangkoan Kim-hong sudah memperhitungkan
bahwa kau akan datang ke sini."
1343 Mulut Li Sun-Hoan tetap terkatup.
Lanjut Sun Sio-ang, "Ia tahu bahwa kau tidak akan
langsung pergi ke Hin-hun-ceng karena kau tidak ingin
bertemu dengan Liong Siau-hun. Ia menduga pasti kau
akan menemui Jisusiok terlebih dahulu."
Li Sun-Hoan tetap diam. "Ini semua adalah jebakan yang sudah dipersiapkannya
bagimu." Mulut Li Sun-Hoan masih terkancing.
"Jadi kau tidak boleh masuk ke sana."
"Dan kau?" tanya Li Sun-Hoan tiba-tiba.
Sahut Sun Sio-ang, "Bagiku tidak ada masalah. Bukan
aku yang ingin dibunuh oleh Siangkoan Kim-hong."
"Jadi kau boleh masuk."
"Tidak ada yang bisa menghalangi aku masuk," kata Sun
Sio-ang tegas. Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan berkata,
"Sepertinya kau tidak memahami aku sebaik Siangkoan
Kim-hong." "Oh?" 1344 "Jika ia memang memasang perangkap untukku, ia tahu
aku pasti akan masuk melalui pintu ini. Sekalipun ada
orang yang menggergaji kedua kakiku, aku tetap akan
merangkak masuk ke dalam sana!"
Sun Sio-ang menatapnya. Air matanya yang hangat
kembali membasahi wajahnya.
Ia menghampiri Li Sun-Hoan dan memeluknya. Kini air
matanya membasahi wajah Li Sun-Hoan.
Ia menyeka wajah Li Sun-Hoan, seolah-olah ia sedang
menggunakan air matanya untuk menghapus kelelahan
Li Sun-Hoan. Karena memang hanya ada satu hal yang
dapat menghapus kelelahan seorang laki-laki, yaitu air
mata kekasihnya. Lengan dan kaki Li Sun-Hoan yang tegang mulai
mengendur. Akhirnya ia pun tidak dapat menahan diri
dan membalas pelukan Sun Sio-ang.
Keduanya saling berpelukan begitu erat.
Karena inilah kali pertama mereka saling berpelukan, tapi
mungkin juga untuk yang terakhir kalinya!
Seakan-akan matahari pun tidak ingin menyinari gang
kecil itu. Suasana terasa sangat suram dan keruh.
Di balik pintu, kegelapan lebih pekat lagi.
1345 Ketika mereka mendorong pintu itu terbuka, tercium bau
busuk yang sangat menusuk yang membuat mereka
merasa ingin muntah. Bau daging dan darah yang membusuk!
Lalu mereka mendengar suara-suara yang sangat aneh.
Seperti seekor binatang yang sedang kesakitan
menunggu ajalnya. Seperti hantu yang sedang menjeritjerit
minta dilepaskan dari siksaan neraka.
Tapi suara itu memang kedengaran dari bawah tanah!
Ada lebih dari dua puluh orang di bawah sana. Mereka
mengertakkan gigi bagaikan binatang yang sedang
bertempur hidup dan mati.
Tidak ada yang buka mulut. Diancam dengan pisau
sekalipun, tidak ada yang berani buka suara.
Tadinya ada 26 orang. 9 sudah gugur. 17 orang yang
tersisa dipisahkan menjadi dua. Kelompok yang lebih
kuat jumlahnya lebih banyak daripada kelompok yang
lebih lemah. Mereka berjumlah 12 dan semuanya berpakaian kuning.
Mereka semua mempunyai senjata yang tidak lazim,
salah satunya bersenjatakan sipoa besi.
Kelompok yang lain awalnya berjumlah 9 orang, namun
kini tinggal 5. Salah satunya buta.
1346 Ada juga seseorang yang tinggi kekar berikat pinggang
merah. Ia tidak bersenjata.
Tubuhnya adalah senjatanya!
Terlihat selarik sinar menyambar, sebuah golok penyisik
ikan menyerang bahu kirinya. Seperti sebuah kampak
memotong kayu. Golok yang tajam itu membelah
dagingnya, namun tertahan oleh tulang bahunya!
Orang berbaju kuning itu berusaha keras menarik
goloknya, namun orang tinggi kekar itu sudah
menghantam dadanya dengan telapak tangannya.
Terdengar suara gemeretak tulang-tulang yang patah.
"Peng". Tubuh itu sudah melayang dan jatuh berdebam.
Tapi orang tinggi kekar itu sudah tidak bisa lagi
menggerakkan tangan kirinya. Tiba-tiba ia berseru,
"Kalian semua pergi dulu, aku akan tinggal dan menahan
mereka. Cepat!" Tidak ada yang bergerak mundur. Tidak seorang pun
menjawabnya juga. Seseorang yang sudah rebah di tanah berusaha berdiri
dan berkata dengan suara parau, "Kita tidak bisa
mundur. Walaupun mati, kita harus membawanya
bersama dengan kita!"
Mereka berada di terowongan bawah tanah. Di sana,
lentera menyala sepanjang hari, sepanjang tahun.
1347 Lentera itu dipasang di dinding. Dalam cahayanya yang
remang-remang terlihat bahwa yang baru saja bicara
adalah seorang wanita. Seorang wanita yang tinggi besar
dan gemuk. Di wajahnya tampak bekas luka yang
memanjang dari mata sampai ke sudut mulutnya.
Mata kanannya buta. Dengan mata kirinya ia sedang
memandang orang tinggi kekar itu.
Tatapan itu penuh dengan dendam kesumat. Dendam
kesumat yang tidak akan padam, sekalipun dalam
kematian. Si Wanita Tukang Jagal, Ang-toanio!
Dan siapakah orang tinggi kekar itu" Mungkinkah ini
adalah orang yang sudah bertahun-tahun tidak didengar
kabarnya, Thi Toan-kah"
Saat ini, wanita itu sudah tidak mungkin bangun lagi.
Matanya masih terbuka lebar, masih menatap Thi Toankah.
Dia telah mati tanpa kesakitan, tanpa ketakutan sedikit
pun. Karena yang ada di benaknya hanyalah membalas
dendam. Selain membalas dendam, ia tidak memikirkan
dan tidak merasakan yang lain.
Thi Toan-kah mengatupkan giginya saat sebilah pedang
kembali menusuk tubuhnya. Ia menghentakkan kakinya
1348 dan berkata, "Kalian benar-benar tidak mau pergi" Jika
kalian semua mati, siapa yang akan membawaku pergi?"
Si buta tertawa dingin dan berkata, "Sekalipun kami
semua mati, kami tetap akan membawa jiwamu pergi
bersama dengan kami!"
Walaupun ilmu silatnya lebih tinggi daripada mereka
yang tidak buta, ia tetaplah seorang buta. Ia bergantung
sepenuhnya pada telinganya untuk mengetahui gerakan
lawan dan menentukan posisi mereka.
Namun jika ada orang yang berbicara, telinganya tidak
akan setajam biasanya. Sebelum dua kalimatnya selesai,
sebuah kait harimau telah menyambar dan menoreh
dadanya. Kait itu dipuntir dan ditarik ke atas, sehingga daging dan
darah menggantung di situ.
Thi Toan-kah hampir tidak tahan dan ingin muntah
melihatnya. Walaupun sudah sering membunuh, ia bukanlah orang
yang kejam. Walaupun tubuhnya sangat keras, hatinya
teramat lembut. Namun kini tangannya pun sudah menjadi lembut. Ia
tidak lagi mampu membunuh.
Tiba-tiba ia berteriak, "Lalu bagaimana jika aku mati di
tanganmu?" 1349 Si buta kembali tertawa dan berkata, "Kami tidak ada
sangkut pautnya dengan apa yang terjadi di sini. Kami
hanya datang untuk mencarimu."
Seorang lagi berkata dengan suara kasar, "Jika
"Tionggoan-pat-gi" tidak bisa mencabut nyawamu dengan
tangan kami, kematian kami akan sia-sia belaka!"
Wajah orang itu burikan dan ia menggunakan dua buah
golok, satu pendek satu panjang. Ia adalah keturunan
Sekte Utara Si Golok Yin Yang, Kongsun Uh.
Thi Toan-kah pun tertawa. Dalam situasi seperti ini,
mengapa seseorang malah tertawa"
Tapi itu adalah tawa yang membuat bulu kuduk orang
berdiri. Lalu katanya, "Jadi kalian hanya ingin
membunuhku dengan tangan kalian sendiri. Itu gampang
saja".." Ia melayangkan tangannya ke belakang dan mendorong
seseorang berpakaian kuning ke belakang. Lalu tiba-tiba
ia berlari cepat, langsung ke arah golok Kongsun Uh.
Kongsun Uh terbelalak, tidak percaya apa yang terjadi,
saat golok pendeknya menembus dada Thi Toan-kah!
Darah muncrat membasahi dadanya.
Raungannya terputus saat ia jatuh tersungkur ke tanah.
Di punggungnya tertancap tombak berbunga sepanjang
satu meter. 1350 Rumbai berwarna merah yang menghiasi mata tombak
itu masih terayun-ayun. Thi Toan-kah pun jatuh tersungkur. Dari mulutnya terusmenerus
terdengar gumaman. "Semua hutangku kini sudah terbayar lunas, mengapa
kalian belum pergi juga?"
Ia hanya memandang kosong saat sebuah tombak
menusuk ke arahnya. Ia tidak berusaha menangkisnya,
tidak berusaha mengelak. Bab 79. Persahabatan yang Tulus dan Setia
Kongsun Uh berteriak lagi saat ia berusaha merangkak
mengangkat tubuhnya, "Kita pasti telah salah sangka. Ia
pasti tidak".."
Suaranya putus. Sebatang tombak lagi menusuk punggung Kongsun Uh!
Dan tombak itu pun dicabut. Dalam keremangan cahaya
lentera di dinding sana, tampak kabut tipis menyelimuti
terowongan itu. Kabut tipis berwarna merah muda.
Kabut darah! Awalnya ada 26 orang. Kini 16 orang sudah gugur.
1351 Tapi pembantaian berdarah ini tampaknya belum selesai.
Kini kelompok yang kuat dan kelompok yang lemah
tampak makin besar perbedaannya.
Seorang penjual obat dengan enam luka di tubuhnya
berkata dengan suara serak, "Thi Toan-kah sudah mati,
mari kita pergi dari tempat ini!"
Hanya tinggal 3 orang yang hidup dari kelompok mereka.
Dan mereka kini berada di pihak yang kalah. Tidak
mungkin mereka bisa terus bertahan.
Seseorang dengan kapak di tangannya, Kapak Pembelah
Gunung Hua, mengertakkan giginya dan berkata,
"Jisuheng, apakah kita harus mundur?"
Si buta menjawab, "Mundur" "Tionggoan-pat-gi" lebih
baik mati daripada mundur. Siapa yang mengatakan kata
"mundur" sekali lagi akan kubunuh sekarang juga!"
Salah seorang yang berpakaian kuning tertawa dan
berkata, "Bagus! Kalian memang punya nyali! Maka hari
ini, biarlah kami yang melaksanakan impian kematian".."
Suaranya tiba-tiba terputus. Matanya melotot seperti
mata ikan mati. Kematiannya tiba-tiba dan hampir tanpa suara. Hanya
terdengar bunyi "Gaak" "Gaak" yang lemah dari
tenggorokannya. Nafasnya belum putus, namun ia sudah tidak bisa lagi
melanjutkan perkataannya. Ia mencoba sekuat tenaga,
1352 namun tiada sepatah katapun yang bisa keluar. Karena di
lehernya terlihat ada sebilah pisau menancap.
Pisau sepanjang 15 cm. Pisau Kilat si Li! Tiba-tiba semua gerakan berhenti. Mata semua orang
tertuju pada pisau itu. Tidak ada yang tahu dari mana datangnya pisau itu, tapi
semua orang tahu siapa yang sudah tiba.
Setiap orang di terowongan bawah tanah itu ternganga
mulutnya. Li Sun-Hoan berdiri tepat di hadapan mereka semua.
Tapi tidak seorang pun berani menoleh memandangnya.
Mereka kuatir, saat mereka menoleh, pisau pencabut
nyawa itu tiba-tiba bersarang di leher mereka.
Mereka semua adalah anggota papan atas yang setia
dalam Kim-ci-pang. Tidak seorang pun pengecut dan
takut mati. Namun saat ini, mereka semua sudah lemah
dan kehabisan tenaga. Mereka sudah melihat terlalu
banyak kematian, terlalu banyak darah yang tertumpah.
Hal ini telah banyak melunturkan semangat mereka. Lagi


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula, "Pisau Kilat si Li" sudah terkenal di seluruh dunia. Ini
bukan pisau biasa, pisau ini seakan-akan punya jiwa dan
roh yang haus darah! 1353 Empat kata itu kini terasa semakin erat hubungannya
dengan arti kematian. Atau mungkin baru sekarang mereka sungguh-sungguh
mengerti arti kematian. Mayat teman seperjuangan mereka masih tergeletak
dekat kaki mereka. Sedetik yang lalu ia masih merupakan manusia hidup
yang bernafas. Lalu pisau yang mengerikan itu telah mengubahnya
menjadi tubuh yang kaku dan mati.
Hidupnya menjadi tidak berarti, bahkan sebelum ia
menyadarinya. Tidak ada yang lebih mengerikan daripada perubahan
mendadak. Yang menakutkan bukanlah kematian itu,
namun penantian akan kematian itu sendiri.
Tiba-tiba Si Buta bertanya, "Li Tamhoa?"
Walaupun ia tidak bisa melihat apapun juga dan tidak
terdengar suara apapun juga, entah bagaimana ia bisa
merasakan kehadiran Li Sun-Hoan. Ia bisa merasakan
hawa membunuh yang begitu kental.
"Ya," jawab Li Sun-Hoan.
Si Buta menghela nafas, lalu duduk bersila.
1354 Kim Hong-pek dan Si Penebang Kayu mengikutinya dan
duduk perlahan. Mereka duduk tepat di antara genangan
darah yang mengalir dari tubuh Kongsun Uh dan Thi
Toan-kah. Dari sorot mata mereka, seakan-akan mereka
sedang duduk di dunia yang lain.
Dalam dunia itu, tidak ada lagi dendam, tidak ada lagi
penderitaan. Li Sun-Hoan berjalan perlahan ke kelompok orang
berpakaian kuning itu. Tangannya kosong. Tidak ada pisau di sana.
Namun seolah-olah pisau itu ada di matanya.
Ia menatap mereka dan bertanya, "Di mana orang yang
mereka bawa?" Orang-orang berbaju kuning itu menunduk memandangi
kaki mereka. Li Sun-Hoan mengeluh dan berkata perlahan, "Aku tidak
ingin memaksa kalian, namun kuharap kalian pun tidak
memaksaku juga." Salah satu dari mereka yang berdiri tepat di hadapannya,
yang wajahnya sudah basah oleh keringat dingin dan
yang tubuhnya sudah gemetar hebat, tiba-tiba bertanya,
"Apakah kau bertanya mengenai Si Bungkuk Sun?"
"Ya." 1355 Orang itu tersenyum janggal lalu berseru, "Baik! Akan
kubawa kau padanya. Ikuti aku!"
Senjatanya adalah kait kepala harimau. Setelah
kalimatnya selesai, tangannya naik ke atas. Ujung
kaitnya menembus lehernya sendiri.
Ia tidak bisa lagi menahan penantian yang mengerikan
ini. Kematian adalah jalan keluar yang paling cepat.
Li Sun-Hoan menyaksikan tubuhnya berdebam jatuh ke
tanah. Tangannya terkepal erat.
Si Bungkuk Sun sudah mati!
Kematian si kait kepala harimau itulah jawabannya.
Tapi bagaimana dengan Lim Si-im"
Tiba-tiba sinar ketakutan terpancar dari mata Li SunHoan. Perlahan matanya terangkat dari tubuh yang mati
itu. Tiba-tiba ia mendengar suara Thi Toan-kah. Keringat dan
darah sudah membasahi wajahnya dan menutupi
matanya. Ia hampir-hampir tidak bisa melihat dan
nafasnya tersengal-sengal. Katanya, "Ih Beng-oh, Ihjiko".."
Wajah Si Buta yang biasanya kaku seperti batu mulai
bergerak-gerak. Ia mengatupkan giginya dan menjawab,
"Aku di sini." 1356 "Apa".Apakah hutangku sudah terbayar lunas?"
"Hutangmu sudah terbayar lunas."
"Ada satu hal lagi yang ingin kukatakan," kata Thi Toankah.
"Katakan saja."
"Walaupun aku sudah bersalah terhadap Ang-heng, aku
tidak pernah mengkhianatinya. Aku hanya"."
Ih Beng-oh segera memotongnya dan berkata, "Kau
tidak perlu bicara lagi, aku sudah mengerti."
Ia benar-benar mengerti. Seseorang yang mengkhianati sahabatnya tidak mungkin
mau mengorbankan dirinya dalam situasi seperti tadi.
Bukan hanya Ih Beng-oh yang mengerti. Kim Hong-pek
dan Si Penebang Kayu pun mengerti betul.
Sayang sekali mereka terlambat menyadarinya.
Air mata mulai meleleh dari mata Ih Beng-oh. Mata yang
sudah buta bertahun-tahun lamanya.
Li Sun-Hoan melihatnya. Melihatnya dengan jelas.
Itulah pertama kalinya ia menyadari bahwa orang buta
pun dapat meneteskan air mata.
1357 Air mata yang hangat pun telah mengalir dari matanya
sendiri. Air mata yang hangat itu jatuh ke atas wajah Thi Toankah
yang mulai dingin. Ia berlutut dan menyeka keringat
dan darah dari wajah Thi Toan-kah.
Akhirnya Thi Toan-kah membuka matanya dan segera
setelah dilihatnya Li Sun-Hoan, ia berseru gembira,
"Siauya! Siauya".kau benar-benar telah datang!"
Ia sungguh penuh dengan suka cita, ia berusaha bangun,
namun terus-menerus roboh kembali.
Li Sun-Hoan berlutut di sampingnya dan berkata, "Aku
sudah datang. Kita punya banyak waktu untuk bercakapcakap
nanti." Thi Toan-kah berusaha keras menggelengkan kepalanya
dan tersenyum pedih. Katanya, "Kini aku bisa mati tanpa
menyesal. Tidak ada lagi yang perlu kukatakan."
Li Sun-Hoan tersenyum dengan mata penuh air mata,
"Tapi masih banyak yang seharusnya kau katakan. Kau
tidak pernah mengkhianati Ang-heng. Mengapa tidak kau
ceritakan seluruhnya" Mengapa kau menunda-nunda
begitu lama?" Sahut Thi Toan-kah, "Aku menundanya bukan demi
diriku sendiri." "Lalu demi siapa?"
1358 Thi Toan-kah kembali menggelengkan kepalanya.
Lengan dan kakinya mulai mengejang karena kesakitan,
namun wajahnya tetap tenang dan damai. Bahkan seulas
senyum gembira terkulum di sudut bibirnya.
Kematiannya sungguh penuh kedamaian.
Salah satu hal yang paling sulit dilakukan dalam hidup ini
adalah mati dengan damai!
Li Sun-Hoan terus berlutut di sampingnya. Seluruh
tubuhnya mati rasa. Ia tahu demi siapa Thi Toan-kah mati.
Kemungkinan besar Thi Toan-kah tiba di Hin-hun-ceng
sebelum Li Sun-Hoan dan mengetahui rencana Siangkoan
Kim-hong untuk menjebaknya, maka ia mengikuti
rombongan orang berbaju kuning ini ke dalam
terowongan bawah tanah. Jika Thi Toan-kah tahu bahwa
ada kemungkinan Li Sun-Hoan berada dalam bahaya,
tidak mungkin Thi Toan-kah hanya berpangku tangan.
Kemana pun juga, ia akan pergi menolongnya.
Namun bagaimana ia bisa tahu rencana Siangkoan Kimhong"
Dan apa sebenarnya rahasia antara dia dengan Ang
Thian-kiat, atau Ang-heng itu" Yang sampai matipun
tidak dibeberkannya"
1359 "Apakah sebenarnya yang kau sembunyikan" Walaupun
kau bisa mati tanpa penyesalan, bagaimana aku bisa
hidup dengan tenang jika kau berakhir seperti ini?" kata
Li Sun-Hoan dengan muram.
"Kurasa aku tahu apa yang disembunyikannya," kata Kim
Hong-pek tiba-tiba. "Kau"..kau tahu?" tanya Li Sun-Hoan tidak percaya.
Wajah Kim Hong-pek selalu tampak kelam dan sedih.
Namun kini warnanya hijau seperti sedang sakit.
Ia mengertakkan gigi dan berkata, "Persahabatan dan
kesetiaan Ang toako sudah terkenal sangat luas. Kurasa
kau pun pasti mengetahuinya."
"Ya, aku tahu."
"Selama itu adalah permintaan sahabatnya, ia tidak akan
pernah menolak. Karena itu, pengeluarannya pun
menjadi tidak sedikit. Namun ia tidak seperti engkau, ia
tidak mempunyai ayah yang menjabat sebagai Menteri
Kerajaan." Li Sun-Hoan tersenyum. "Jadi ia selalu hidup dalam kemiskinan. Seseorang yang
miskin, namun mempunyai banyak sahabat, tapi juga
menginginkan penghormatan, harus memikirkan cara lain
untuk membayar hutang-hutangnya," kata Kim Hongpek.
1360 "Maksudmu". Ang-heng terlibat urusan yang tidak
halal?" tanya Si Penebang Kayu terbelalak.
"Betul, aku secara tidak sengaja mendengarnya. Tapi aku
tidak sanggup mengatakannya, karena aku tahu bahwa
Ang-heng melakukannya karena ia sangat terdesak
kebutuhan," kata Kim Hong-pek.
Lalu ia melanjutkan dengan lantang, "Lagi pula semua
orang yang ditipu Ang-heng memang pantas mendapat
ganjaran! Walaupun ia memang menipu dan
memanfaatkan orang, ia tidak pernah melakukan yang
bertentangan dengan moral dan hati nuraninya."
Tanya Ih Beng-oh, "Lalu apa hubungan Thi Toan-kah
dengan kasus ini?" "Setelah ada banyak yang aneh, orang mulai curiga dan
menyelidiki transaksi-transaksinya. Salah satu sahabat
Thi Toan-kah adalah inspektur yang bertanggung jawab
akan kasus ini. Mereka berdua sudah mencurigai Ang
toako sejak lama, namun mereka tidak punya bukti."
"Mungkin itulah sebabnya Thi Toan-kah pura-pura
bersahabat dengan Ang toako, supaya ia dapat
menyelidiki lebih jauh dan menemukan bukti-bukti yang
kuat," kata Si Penebang Kayu.
"Mungkin itulah yang terjadi."
Kim Hong-pek melanjutkan, "Namun Thi Toan-kah tidak
ingin mengungkapkannya karena Ang toako selalu baik
padanya. Ia sudah menganggap Ang toako sebagai
1361 sahabatnya, dan ia tidak mungkin mengungkapkannya
dan merusak reputasi Ang toako setelah ia meninggal.
Oleh sebab itulah ia menanggung semua kesalahan dan
tuduhan kita. Ia bukan melarikan diri demi dirinya
sendiri." Tanya Ih Beng-oh, "Lalu mengapa kau tidak pernah
memberitahukannya kepada kita semua?"
"Aku"." Bagaimana aku dapat mengungkapkannya" Ang
toako begitu murah hati dan baik kepadaku. Thi Toankah
saja tidak mau mengatakannya, bagaimana mungkin
aku tega melakukannya?"
"Bagus sekali! Kau memang sahabat sejati Ang toako!"
kata Ih Beng-oh. Terlihat senyum dingin menghiasi wajahnya, namun
seluruh tubuhnya bergetar hebat.
Kata Kim Hong-pek, "Aku tahu bahwa ini memang tidak
adil bagi Thi Toan-kah, tapi aku tidak punya pilihan lain,
aku sungguh-sungguh tidak punya pilihan lain".."
Suaranya makin lirih saat ia berbicara, dan tiba-tiba
diangkatnya sebatang golok. Golok yang sama yang telah
mengambil nyawa Thi Toan-kah. Ia mengarahkannya
pada tubuhnya sendiri dan menusuk dadanya, tepat di
tempat golok itu menusuk dada Thi Toan-kah.
Walaupun ia mengerang kesakitan, di wajahnya
terbayang senyuman yang sama dengan senyuman Thi
Toan-kah. "Aku sudah berhutang begitu banyak
1362 kepadanya, namun sekarang, paling tidak hutang itu
sudah kubayar lunas!"
Dan ia pun mati dengan tenang"..
Salah satu hal yang paling sulit dilakukan dalam hidup ini
adalah mati dengan tenang.
Tiba-tiba Ih Beng-oh tertawa seperti orang kesurupan.
"Bagus sekali! Kau sudah berani untuk mengatakan
kebenaran, juga berani untuk membayar hutang darah
ini, kau sungguh-sungguh adalah sobat sejatiku! Paling
tidak kita, "Tionggoan-pat-gi" tidak pernah sekalipun
mempermalukan diri kita sendiri!"
Lama-kelamaan suara tawanya menjadi seperti tangisan
yang memilukan. Lalu Si Penebang kayu pun berlutut di hadapan tubuh Thi
Toan-kah yang berlumuran darah, dan membungkuk
sekali. Kemudian ia menoleh pada Ih Beng-oh dan
berkata, "Jisuheng, aku pergi duluan."
Tawa Ih Beng-oh pun terhenti mendadak dan sikapnya
kembali menjadi dingin dan tenang. Sahutnya, "Baiklah."
Kapaknya terangkat ke atas, darah tersembur ke tanah,
ia pun mati. Bahkan lebih cepat, lebih tenang.
Jika Li Sun-Hoan tidak melihat dengan mata kepalanya
sendiri, ia tidak akan pernah percaya bahwa ada orangorang
yang sama sekali tidak takut akan kematian seperti
mereka ini. 1363 Ih Beng-oh menoleh pada Li Sun-Hoan. Di wajahnya
tidak tergambar emosi apapun. Katanya, "Aku masih
belum pergi, karena masih ada yang harus kukatakan
kepadamu."

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Sun-Hoan hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Mungkin sekarang kau sudah bisa menebak bahwa kami
telah bersembunyi di sini sejak lama. Kami sudah
mengira bahwa cepat atau lambat, Thi Toan-kah akan
kembali ke sini. Oleh sebab itu, kami tahu banyak hal
yang telah terjadi di sini."
Lanjut Ih Beng-oh perlahan-lahan, "Kami tahu akan
rencana Siangkoan Kim-hong sejak awal. Liong Siau-hun
pun mengetahuinya. Aku selalu merasa heran, mengapa
kau mau berteman dengan orang semacam dia."
Tentu saja Li Sun-Hoan tidak bisa menjawabnya.
"Thi Toan-kah mengetahui akan perangkap ini dari Liong
Siau-hun. Ia sengaja membocorkan rahasia ini, karena ia
ingin mengantarkan Thi Toan-kah ke dalam liang
kuburnya. Tapi dia tidak menyangka bahwa kami
mengikutinya kemari, karena kami tidak akan
membiarkan dia mati di tangan orang lain."
Lanjutnya lagi, "Namun tentang Nyonya" Nyonya Lim Siim,
ia sama sekali tidak berada dalam bahaya. Ia tidak
berada di tangan Siangkoan Kim-hong. Jika kau mampir
ke Hin-hun-ceng, kau pasti akan menjumpainya di sana."
1364 Li Sun-Hoan merasakan kehangatan di dadanya. Apakah
itu rasa terima kasih" Apakah itu rasa bahagia"
"Dan sekarang, segala permusuhan di antara kami telah
selesai. Aku hanya bisa berharap bahwa kau sudi
menguburkan kami bersama-sama. Dan jika ada yang
bertanya tentang "Tionggoan-pat-gi", aku berharap kau
bisa menjelaskan kepada mereka bahwa walaupun kami
telah berbuat kesalahan dalam hidup kami, kami telah
berusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya dalam
kematian kami," kata Ih Beng-oh.
Orang-orang berjubah kuning yang masih hidup diamdiam
meloloskan diri keluar. Walaupun Li Sun-Hoan
melihat mereka pergi, ia tidak merasa perlu untuk
menghalangi mereka. Ia pun tidak merasa perlu untuk menghalangi Ih Bengoh.
Karena ia tahu pasti, Ih Beng-oh tidak mungkin bisa
terus hidup. Jikalau seseorang bisa mati dengan tenang, apa lagi
yang diinginkannya" Kematian tidak berarti apapun juga bagi mereka.
Kini, saat Li Sun-Hoan memandangi lantai yang penuh
mayat, ia pun bergidik. Ia menyadari betapa brutal dan
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 6 Rumah Judi Pancing Perak Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Perjodohan Busur Kumala 13

Cari Blog Ini