Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 15
terkekeh: "Kongsunlote, jangan mulutmu bicara tidak sesuai dengan isi hatimu, aku berani bertaruh kau pasti sedang kasmaran entah terhadap nona yang mana sampai kehilangan semangat
seperti orang linglung. Kemarilah, hayo ceritakan padaku, nanti kubantu mencarikan akal."
Merah muka Kongsun Siang, katanya tergagap: "O, sungguh
tiada persoalan apa2." Lalu dia menjura dan mernambahkan:
"Silakan duduk lagi, hamba akan kembali ke kamar saja." Bergegas dia lantas ke kamar.
Mengawasi punggung orang, Coa Liang ter-kekeh2, katanya:,
"Anak bagus kau masih pura2 dan mungkir, kalau betul kau sudah kasmaran, kau bisa sakit rindu."
Sementara itu So-yok berdiri di ujung dek tingkat kedua. Angin
sungai menghembus santer. . wajah yang selama ini berseri cerah kini kelihatan meradang kemarahan dan kesal.
Kun-gi sudah berada di sampingnya, jelas dia telah mendengar
langkah orang mendatangi, tapi dia sengaja memandang ke
tempat nanjauhdidepantanpa menolehatau melirik.
Kun-gi berhenti, serunya: "Hupangcu.. ... ."
Tetap tidak menoleh, suara So-yok kedengaran kaku dingin:
"Jangan panggil aku Hupangcu, untuk apa kau masih hiraukan diriku?"
"Bukankah Hupangcu yang suruh aku kemari?"
"Siapa suruh kau kemari" Aku tidak memanggilmu, pergilah
kau." . "Hupangcu memanggilku dan aku sudah keluar, kalau kau
memang tidak memanggilku, yah anggaplah aku yang salah
dengar," pelan2 dia putar badan hendak tinggal pergi.
MendadakSo-yok putarbadan, bentaknya:"Berdiriditempatmu!"
Kun-gi masih muda dan berdarah panas juga, katanya tertawa
tawar: "Cayhe sebetulnya . . . ." dia mau berkata: "Cayhe menghargaimu sebagai Hupangcu, tapi Cayhe bukan orang yang
boleh di panggil dan diusir begini saja." Tapi baru saja berucap
'Cayhe' itulah, sorot rnatanya kebentrok dengan wajah orang yang kelihatan sayu rawan, seperti dirundung kesedihan dan
penyesalan, suaranya garang, tapi sorot matanya ber-kaca2 dan
akhirnya meneteskan air mata.
Hati lelaki umumnya memang lemah bila melihat air mata
perempuan. Dan perempuan juga tahu cara mengambil
keuntungan ini, maka dalam setiap pertengkaran air matalah yang dijadikan alat untuk menundukkan lelaki. Sejak jaman dahulu kala air mata perempuanentahsudah
menundukkanberapabanyakkaumlaki2.
Demikian pula hati Ling Kun-gi seketika luluh, kata2 yang sudah siap tercetus dari mulutnya seketika dia telan kembali, setelah menghela napas, dia berkata: "Kau memang suka membawa
adatmu sendiri" "Aku membawa adat apa?" jengek So-yok.
"Entah karena apa Hupangcu marah2, sekaligus membunuh
sembilan orang, memangnya ini bukan membawa adatnya sendiri."
"Ya, aku marah2 dan membunuh orang, memangnya kenapa?"
Serius rona muka Kun-gi, katanya: "Kau ada-lah Hupangcu Pekhoa-pang, memangnyasiapa beraniberbuatapa2terhadapmu" Tapi
perlu Cayhe memberitahukan nona bahwa kuinginkan keutuhan
ilmu silat nona cilik penyaru Cu-cu itu adalah untuk kepentingan Pang kita, dengan tingkat kepandaiannya, utuh atau dipunahkan
ilmu silatnya tidak menjadi persoalan bagi kita, cuma menurut
rencanaku setelah nanti kita mendarat akan kuberi kesempatan dia melarikan diri, dengan menguntit jejaknya kita pasti akan dapat meluruk ke Ceng-liong-tong dengan mudah, dengan Hek-liong-hwe
Cayhe tiada permusuhan apa2, tapi jelek2 Cayhe adalah
Cong-su-cia Pek-hoapang, aku punya tanggung jawab untuk
berbakti dan bekerja demi kepentingan Pek-hoa-pang, dan kau
membawa adatmu sehingga segala rencanaku kau gagalkan."
"Gagalyagagal, memangnyakenapa?"ejekSo-yok.
"Bagi Cayhe sendiri tiada persoalan, kalau di sini aku tidak bisa bekerja dan tidak betah lagi, seandainya seluruh isi kapal bakal tertumpas habis, Cayhe yakin masih cukup mampu
mempertahankan diri, aku masih tetap bisa berkelana di Kangouw, aku tetap Ling Kun-gi, tapi kau adalah lain. . . . ."
"Dalamhalapa akuberbeda?"
"Kau kan Hupaagcu Pek-hoa-pang, kalian mengerahkan seluruh kekuatan meluruk ketempat jauh ini, hanya boleh menang pantang
kalah dan gagal, sekali menang akan tambah semangat juang yang
lebih berkobar dan menyapu segala aral rintangan, tapi bila gagal kalian akan berbalik tertumpas habis seluruhnya, nama Pek-hoapang selanjutnya akan lenyap dari percaturan Kangouw, oleh
karena itu menghadapi setiap persoalan tidak boleh kita membawa adatnya sendiri."
"Kau sedang mengajar dan memperingatkan aku?"
"Mengajar atau memperingatkan aku tidak berani, aku hanya
memberi ingat saja."
"Tidak perlu kau membujukku, memang demikianlah aku ini,
watak pembawaan sejak dilahirkan, segala tindak-tanduk selalu
menuruti keinginan hati .... "
"Obat mujarab biasanya memang pahit getir, bujuk kata
umumnya memang menusuk telinga, kalau Hupangcu tidak suka
dengar nasihatku, ya sudahlah," Kun-gi putar badan hendak tinggal pergi.
Melihat orang mau pergi, semakin marah So-yok, bentaknya:
"Berdirilah ditempatmu."
"Apa pula yang ingin kau katakan?"
"Terangkan sejelasnya, ya sudahlah apa maksudmu?" kiranya si nona salah paham.
"Sudahlah, anggapsajaakutidakpernahbicaraapa2"
Membesi kaku muka So-yok, serunya menuding Kun-gi dengan
menggereget: "Ling Kun-gi, jangan kau kira secara langsung Thaysiang sudah memberi muka padamu, maka kau lantas ingin
berbuat tidak semena2, mendapat yang baru lupa yang lama,
ketahuilah, kalau kau berani . . . . membuang akhir untuk
permulaan yang kalut, aku tidak akan membiarkan dirimu," lenyap suaranya mendadak dia putar tubuh terus berlari ke tingkat ketiga.
"Membuang yang akhir untuk permulaan yang kalut" kata2 ini umpama geledek menggelegar di pinggir telinga Ling Kun-gi, apa
lagi kata2 ini terucap oleh seorang perempuan macam So-yok yang Hupangcu ini, dia terlongong sekian lamanya. Betapa berat dan
serius kata "mendapat yang baru lupa yang lama" dari mulut seorang perempuan" Mendapat yang baru lupa yang lama,
memangnya siapa yang baru dan siapa pula yang lama itu" Kapan
dirinya pernah mendapatkan yang baru" Kapan pula yang lama" . .
. . Lama sekah Kun-gi menjublek di atas dek, mulutnya berulang
menggumam kata2 yang tak berujung pangkal itu, hatinya
dirundung rasa kesal dan masgul yang tak terlampias. Sungguh dia tidak habis mengerti darimana juntrungan kedua patah kata dan
persoalan apa yang dimaksud"
Kun-gi adalah perjaka yang punya perasaan tajam dan otak
yang encer pula, selama beberapa hari ini, bagaimana sikap dan
tindaktanduk So-yok terhadapnya, memangnya dia tidak tahu"
Tapi dia yakin sebagai murid didik Hoanjiu-ji-lay yang kesohor itu dirinya selalu bertindak jujur dan sopan, tak pernah melakukan
perbuatan kotor apalagi melanggar susila.
Waktu Thay-siang memanggilnya dan So-yok mengantar, di
lamping gunung yang melekuk gelap itu, karena tak kuat menahan
gejolak perasaan lantaran dirayu pernah dia memeluk ia satu kali, kania sendiri jugareladan mandahdipelukdan dicium, kalaubukan
dia sendiri yang rela menyerahkan dirinya, memangnya dirinya
berani berbuat kurangajar" Bagaimana kejadian itu dapat
dikatakan sebagai permulaan yang kalut" Dia tahu perempuan
yang satu ini memang angkuh dan tinggi hati, tidak dapat
disangkal bahwa sikap orang memang teramat baik pada dirinya,
dan di sinilah mungkin letaknya kenapa dia sampai berkata
demikian pedas dan ketus. Beginipun baik, paling tidak
selanjutnyanonaitutidakakan merecokidirinyalagi.
Semalam suntuk Kun-gi tidak memejamkan mata, angin sungai
terasa silir nyaman, tanpa terasa ia merasa letih, setelah menguap dia kembali ke kabin. Setiba di kamar baru saja dia duduk di kursi dekat jendela, didengarnya seseorang mengetuk pintu pelahan,
lalu daun pintu didorong orang, bayangan seorang berkelebat
masuk. Itulah Kongsun Siang, mimik mukanya tampak aneh,
seperti dirundung persoalan rumit saja, mulutnya berseru lirih:
"Cong-coh" Heran Kun-gi, tanyanya: "Ada urusan apa Kongsun-heng"'
"Ti . . . .tidak apa2," gagap jawaban Kongsun Siang, "kulihat Ling-heng baru kembali, maka sengaja kutengok kemari." Jelas jawabannya sangat meng-ada2.
"Silakan duduk Kongsun-heng."
Kongsun siang duduk tanpa banyak kata, kedua tangan
tergenggam dan jari2 nya mengerat kencang di depan dada,
matanya mendelong mengawasi Kun-gi, bibirnya bergerak
beberapa kali, seperti hendak mengutarakan apa2. Tapi begitu
melihat sorot mata Kun-gi yang tajam, seketika dia menunduk,
wajahnya menampilkan rasa penyesalan yang tak terhingga, ingin
bicara tapi tak berani mengutarakan isi hatinya.
Kun-gi anggap tidak tahu, dia angkat poci teh dan menuang dua
cangkir, katanya: "Minumlah Kongsun-heng."
Ter-sipu2 Kongsun siang menerima cangkir teh yang disodorkan
padanya, sahutnya: "Terima kasih Ling-heng."
Diam2 Kun-gi merasa heran melihat sikap ganjil orang. "Kong sun-heng" katanya sambil angkat cangkir tehnya, "semalam suntuk kaupuntidaktidur, kenapatidak istirahatsaja?"
Mendadak Kongsun Siang berdiri, katanya: "Silakan Ling-heng istirahat, aku tidak menggangu lagi."
Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Silakan duduk Kongsun-heng, bukan maksudku mau mengusirmu, terus terang aku tidak merasa
kantuk, maksudkukausendiriyangperluistirahat"'..
"Seperti juga Ling-heng, akupun tidak merasa kantuk," sahut Kongsun Siang.
"Kalau begitu silakan duduk lagi."
Kongsun Siang duduk pula, sekilas dia pandang Kun-gi lalu
berkata: "Ada sepatah kata yang ingin kukatakan, tapi aku jadi ragu2 apakah pantas kuucapkan"'
"Sesama saudara, ada omongan apa, boleh katakan saja."
"Baiklah kubicara terus terang, kurasa Ling-heng dengan
Hupangcu adalah pasangan yang setimpal . . . . . . "
Mendadak Kun gi tertawa, katanya: "Apa arti kata2 Kongsunheng?" Kongsu Siang melenggong, katanya: "Apakah ucapanku salah"
Kulihat sikapnya terhadap Ling-heng begitu mesra dan manja, jelas dia penujui kau ........."
Kun-gi menggeleng, katanya: "Kongsun heng salah paham,
watak Hupangcu dingin di luar panas di dalam, dia pandang aku
sebagai saudara, akupun memandangnya sebagai adik hakikatnya
tiada persoalan jodoh diantara kami."
Berkelebat sinar terang pada sorot mata Kongsun Siang,
tanyanya:"Ha, betuldemikian?"
"Terus terang Kongsun heng, aku sudah punya . .. . . . "
teringat akan Tong Bunkhing dan Pui Ji-ping yang terjatuh di
tangan orang2 Hek-liong-hwe, terbayang pula akan Un Hoankun yang kini
menyamar jadi Bikui di Pek-hoa-pang ini, sesaat dia jadi sukar
bicara lebih lanjut. Terpancar rasa senang pada wajah Kongsun Siang, katanya
tertawa: "O, kiranya Ling-heng sudah punya pacar."
Terpaksa Kun-gi manggut2, ujarnya: "Ya, boleh dikatakan
demikian " Tiba2 serius sikap Kongsun Siang, katanya sambil menekan
suara: "Tapi dia begitu kasmaran terhadap Ling-heng, sifatnya yang ketus dan kaku juga sudah kau ketahui, kukira urusan ini bisa jadi runyam."
"Hubungan laki perempuan harus cinta sama cinta, soal asmara sedikitpun tidak boleh dipaksakan, aku hanya anggap dia sebagai adik, tak pernah terpikir dalam benakku untuk mempersunting dia sebagai seorang yang cerdik, lewat beberapa waktu lagi pasti dia, akan mengerti juga," sejenak dia berhenti lalu berkata menatap KongsunSiang: "Dan lagi aku tidak akantinggalterlalu lamadi sini."
Kongsun Siang mengangguk, ujarnya: "Aku tahu dua saudara
Ling-heng menjadi tawanan Hek-liong-hwe, mungkin Ling-heng
harus selekasnya menolong teman dan harus meninggalkan kita
semua." "Sekali bertemu Kongsun-heng kita lantas seperti sahabat lama, memang demikianlah maksudku, hanya kau saja yang dapat
menyelami perasaanku."
"Bila Ling-heng memerlukan tenagaku, kapan saja dan di mana saja pasti aku rela dan senang hati membantumu biarpun sampai
titik darah terakhir."
Mendengar orang menyinggung titik darah terakhir (gugur),
sekilas Kun-gi melengak, katanya mengerut kening: "Soal
menolong orang, memang aku sedang merasa kebingungan,
bahwa Kongsunheng suka membantu, kuaturkan terima kasih."
"Kalau Ling-heng merasa kekurangan tenaga, hubunganku
dengan Thio Lam-jiang amat intim, kalau tiba waktunya cukup
kumintatenaganyapastidia suka membantujuga."
Kun-gi menghela napas pelan2, ujarnya: "Ai, dara cilik yang tertangkap itu sebetulnya adalah pelayan pribadi Cui-tongcu dari Ceng-liong-tong, keterangannya amat berguna bagi kita, tapi Hupangcu tadi telah membunuhnya, sumber penyelidikan yang
kuharapkan menjadigagal, bukankah amatsayang?"
Kongsun Siang bertanya: "Dari ucapan Ling-heng ini seolah2
Thay-siangtelahsetujupengampunanjiwa mereka?".
"Ya, aku telah mohon pengampunan mereka kepada
Thay-siang." "Lalu kenapa dia membunuhnya?"
"Siapa tahu apa sebabnya, tidak hujan tiada angin tiba2 dia marah2 padaku?"
"Waktu Ling-heng keluar tadi, apa yang dia katakan?"
''Dia sudah biasa membawa adat dan terlalu binal, memangnya
dia mau mengaku salah?"
"Marah2 dan main bunuh tentu ada alasannya," ujar Kongsun Siang. "Apakah dia tidak menjelaskan kepada Ling-heng?"
"Tidak," sahut Ling Kun gi, "bicara baru beberapa patah kata lalu dialarike kamarnya."
Sudah tentu Kun-gi merasa rikuh dan malu menceritakan
tentang tuduhan So-yok mengenai dirinya, apalagi dia sendiri
bingung apa maksud kata2 "mendapat yang baru lupa yang lama, membuang yang akhir untukpermulaan yang kalut".
"Kurasa kalau Ling-heng ada maksud mau pergi, tidak perlu kau melayaninya secara serius, segala urusan harus sabar dan berpikir panjang."
"Memang, sebetulnya wataknya yang sejati tidak jahat, cuma terlalu binal dan suka main bunuh, tangannya yang gapah itu
membikin aku kurang cocok."
Sampai di sini tiba2 Kongsun Siang berdiri, katanya: "Ling-heng harusistirahat, aku mohon dirisaja."Terus dia melangkah keluar.
Setelah Kongsun Siang pergi sudah tentu Kun-gi tidak bisa tidur.
Seorang diri dia pegangi cangkir tehnya sambil melamun.
Sekonyong2 dia seperti ingat sesuatu, mendadak dia berdiri dari tempat duduknya, seketika pucat wajahnya dan badanpun
gemetar, keringat dingin gemerobyos, mulutnya bergumam:
"Mungkinkah dia ...."
-o-00d0w00-o- Malam itu kapal besar itu berlabuh di Ko-toh-than yang terletak di Kwanciu, Go-san. Malam sudah larut, kabut tebal. Kira2
setengah li dari tempat kapal besar itu berlabuh terdapat sebuah bukit kecil yang tandus, hanya ada puluhan batang pohon saja
yang tumbuh di bukit itu, Angin malam menghembus men-desir2
seolah2 suara berkeluh-kesah.
Pada saat itu, tampak dua sosok bayangan orang sedang berlari2 ke arah bukit saling kejar. Orang yang di depan mengenakan baju hijau, seorang laki2, yang di belakang berperawakan ramping semampai, itulah seorang gadis remaja.
Malam berkabut cukup gelap sehingga sukar terlihat jelas
wajah2 mereka, tapi dari perawakan mereka jalas bahwa mereka
adalah muda-mudi yang mungkin sedang mengadakan pertemuan
cinta rahasia di sini. Memang tempat yang sunyi dengan hawa
yang sejuk dan pemandangan malam nan menyegarkan ini cocok
benar untuk memadu cinta.
Jilid 22 Halaman 63/64 dan Jilid 23 Halaman 4 s/d
6 Hilang ....... lagidiantara merekasudah tidak kuperhatikan."
Si pemuda banting kaki, katanya geram: "Bajingan laknat, selagi aku tidak di kamar dia menyamar diriku melakukan perbuatan
kotor dan mesum itu."
Si gadis meliriknya sekali, tanyanya heran: "Kenapa iapun
memanggilmu Toako?" pertanyaan yang bernada cemburu.
"Hoanmoay, jangan kau salah paham, pertama kali waktu aku
harus menghadap Thay-siang, di tengah jalan dia memaksa aku
menjadi Toakonya." "Tak heran, selama ini begitu besar perhatiannya terhadapmu."
Si pemuda menghela napas, ujarnya: "Ai, malam itu juga kau menjelaskan persoalannya padaku kemungkinan aku masih sempat
menangkap keparat itu." '
"Memangnya kenapa kalau kau menangkapnya" Merekakan
suka sama suka, apa sangkut pautnya dengan kau?"
"Aduh, kenapa kau masih belum mengerti. Kalau malam itu
kutangkap keparat itu, paling tidak urusan akan menjadi jelas tiada sangkut pautnya dengan aku dan bukan aku yang dijadikan
kambing hitam:" Ber-kedip2 bola mata si gadis, tanyanya: "Malam itu kuseret Giok-lan ke tempat itu, kalau sampai terjadi sesuatu, dia kan bisa jadi saksi."
Berkerut alis si pemuda, katanya: "Urusan ini memang serba susah, bagaimana aku harus memberi penjelasan kepadanya?".
Bergetar tubuh si gadis, tanyanya sambil memandangnya
lekat2: "Kenapa" Memangnyadiacariperkarapadamu?"
Si pemuda manggut2, katanya serba runyam: "Tadi pagi, dia
memakiku, katanya aku mendapat yang baru lupa yang lama
segala." "Mendapat yang baru lupa yang lama," tanya si gadis, "Lalu bagaimana jawabmu?"
Sipemuda menyengir kecut, katanya: "Sehabis mengataku, dia lantas lari pergi."
Si gadis berpikir sebentar, katanya: "Kukira sudah saatnya kau harus meninggalkan tempat ini."
"Tidak, sekarang aku masih belum boleh pergi."
"Kenapa?" "Pertama, perkara ini belum kuselidiki, selama belum terang persoalan ini aku tetap akan menjadi kambing hitam, kalau
kutinggal pergi begini saja, bukankah aku betul2 membuang yang
akhir dari permulaan yang kalut" Selain itu kedua temanku berada ditanganorang2Hek-liong-hwe,akuharusmenolong mereka."
Berpikir sejenak si gadis mengangguk, katanya: "Alasanmu juga betul, lalu bagaimana selanjutnya?"
"Aku harus membekuk keparat yang memalsu diriku itu . . . . . "
sampai di sini, mendadak ia genggam lengan si gadis, katanya lirih:
"Ada orang datang, lekas kita sembunyi."
Pohon cemara di atas bukit memang tinggi besar, tapi dahannya
runcing dan daunnya jarang2, tidak cocok untuk menyembunyikan
diri. Sipemuda celingukan, cepat iatarik si gadisterus melompatjauh
ke semak2 sana dan merunduk maju, baru saja mereka sembunyi
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di belakang pohon cemara besar, Tampak sesosok bayangan orang
melesat tiba, langkahnya begitu enteng dan cepat meski harus
berlari menanjak naik ke atas bukit, begitu tiba dia berdiri tegak menghadap ke utara sambil menggendang kedua tangan. Bukit ini
kecil tapi luasnya ada belasan tombak.
Tempat orang itu berdiri sedikitnya berjarak empat-lima tombak
dari tempat sembunyi kedua muda-mudi, di tengah malam yang
gelap oleh kabut ini, yang kelihatan hanya bayangan hitam belaka.
sukar melihat bentuk dan roman mukanya.
Kedua muda mudi itu mendekam di-semak2 di belakang pohon,
mereka mengawasi bayangan orang itu tanpa berani bergerak.
Bayangan itu tetap berdiri menghadap ke utara, juga tiga
bergerak sedikitpun. Begitulah keadaan demikian bertahan cukup
lamanya, tak kuat menahan rasa heran, si gadis berbisik di pinggir telinga si pemuda: "Untuk apa dia kemari?"
Si pemuda menjawab dengan suara lirih: "Kelihatannya dia
sedang menunggu sesuatu."
Arah utara sebelah bukit kecil ini adalah hutan pohon cemara,
pohonnya pendek2 dan tidak begitu lebat, tapi di malam nan gelap ini kelihatannya begitu lebat dan pekat. .
Tak lama kemudian dari arah hutan cemara itu berkumandang
sebuah suara rendah berat: "Kau sudah datang?"
Orang yang berdiri tegak di atas bukit segera membungkuk
hormat, sahutnya: "Cayhe sudah tiba."
Orang di dalam hutan cemara ternyata tidak unjuk diri,
suaranya tetap berkumandang: "Baik sekali!" sesaat kemudian dia bertanya: "Bagaimana diatas kapal?"
Orang di bukit menjawab: "Memang Cayhe hendak
menyampaikan laporan kepada Cujin (majikan), sejak datang
seorang she Ling dalam Pang itu, dia diangkat menjadi Cong-su
cia, usianya masih muda, tapi berilmu silat tinggi, kabarnya adalah murid kesayangan Hoanjiu-ji-lay. . . . . . . ."
Orangdidalamhutanbersuara kagetdanheran.
Orang di atas bukit melanjutkan: "Akhir2 ini dia berhasil
membongkar komplotan mata2 Hek-liong-pang yang
diaelundupkan ke sana, maka dia mendapat kepercayaan
Thay-siang . . . . . . . '"
"O," orang di dalam hutan bersuara pula.
"Kalau bocah she Ling ini tidak disingkirkan, mungkin akan merugikan jugabagiCujin," ucaporang di atasbukit.
Mendadak orang di dalam hutan tertawa, katanya: "Majikan
malah suruh aku memberitahu padamu, sedapat mungkin kau
harus ber-muka2 kepada bocah she Ling itu, dan ikatlah hubungan intim dankerjasamabaikdengan dia."
Orang diatas bukit mengiakan, sahutnya: ''Cayhe mengerti"
"Majikan ada sepucuk surat," kata orang di dalam hutan cemara, 'Kau harus menyerahkan kepada Thay-siang, cuma jangan
sampai jejakmu di ketahui."
"Cayhe akan laksanakan perintah dengan hati2."
"Nah terimalah surat ini!" "Ser" selarik sinar putih tiba2
menyambar keluar dari hutan melayang ke atas bukit.
Orang di atas bukit cepat menangkapnya, langsung dimasukkan
ke dalam saku. Terdengar orang dalam hutan cemara berkata pula: "Bagus,
sekarang boleh kau kembali!"
Orang di atas bukit mengiakan, sekali menutul kaki terus
meluncur turun ke bawah bukit, sekejap saja bayangannya lenyap
ditelan kegelapan. Keadaan hutan cemara juga seketika menjadi
sunyi, agaknyaorangdidalamhutan itujuga telahpergi.
Selang agak lama lagi baru kedua muda-mudi yang sembunyi di
semak belukar itu berani angkat kepala. Kata si gadis dengan
pelahan: "Entah orang di dalam hutan itu sudah pergi belum?"
Pemuda itu mendahuluiberdiri, sahutnya:"Sudahpergijauh."
Kaget dan heran si gadis, tanyanya: "Agaknya mereka bukan
orang Hek-liong-hwe?"
"Sudah tentu bukan."
"Memangnya siapa mereka?"
"Sekarang belum jelas, sungguh tak nyana di dalam Pek-hoapang kecuali ada mata2 Hek-liong-hwe, masih ada juga komplotan
agen rahasia lain." 'Tadi sudah kau lihat jelas siapa dia?"
"Kukira dia mengenakan kedok."
"Lalu suaranya" Kau tidak kenal?"
"Tentunya mereka juga sudah waapada kalau konangan orang,
maka suara pembicaraan mereka tadipun menggunakan suara
palsu, biarlah hal ini pelan2 kita selidiki."
"Bukankah kau dengar majikan mereka menginginkan dia kerja sama dengan kau?"
"Betapapun kita harus menyelidiki asal-usul dan seluk-beluk mereka, supaya kita tidak di peralat di luar sadar kita," berhenti sebentar, lalu ia menambahkan: "Hoanmoay, hayolah pulang!"
Dua bayangan orang segera meninggalkan bukit kecil itu dan
meluncur ke bawah. -oo0dw0oo Kapal besar berloteng susun tiga itu terus berlayar mengikuti
arus sejak dari Kwa-ciu menuju ke muara sungai Tiangkang.
Sekarang mereka sudah berlayar di lautan teduh.
Tiga layar besar berkembang. Langit nan biru dihiasi gumpalan
mega putih, gelombang laut mendampar udara cerah.
Kalau kapal berloteng ini dapat laju dengan tenang di sungai
Tiangkang, tapi tidak demikian di lautan teduh. Gelombang di
lautan lepas ini jauh lebih besar dan kuat, kalau di Tiangkang kapal ini terhitung ukuran besar, tapi di lautan teduh seperti daun kering kecil terombang ambing dipermainkan gelombang yang naik turun,
maka terasa sekali guncangan yang amat kuat.
Kehidupan orang2 di atas kapal sudah tentu tidak setenang dan
senyaman waktu masih berlayar di sungai. Terutama para dara
kembang yang tidak biasa hidup di atas air, mereka sama pening
kepala dan muntah2, kaki enteng langkah limbung.
Setelah berada di lautan teduh ini, kapal bersusun ini putar
haluan menuju ke utara, Siang malam tak berhenti dan berlayar
terus tanpa berlabuh lagi. Sejak Cong-su-cia Ling Kun-gi
membongkar mata2 Hek-liong-hwe, sepanjang jalan ini tak pernah
lagi terjadi apa2. Lantaran tak terjadi apa2 ini maka terasa sekali kehidupan di tengah lautan ini menjadi hambar. Dan karena
kehidupan yang hambar ini, maka dua persoalan yang selama ini
masih mengganjeldalambenak Ling Kun-gisukardiselidiki.
Kedua persoalan yang mengganjel hati Kun-gi ini adalah
pertama dia harus mencari tahu siapa laki2 yang menyamar dirinya melakukan perbuatan mesum di kamarnya itu" Orang lain yang
makan nangkanya, dia sendiri yang kena getahnya, maka dia harus menyelidikinya sampai persoalan ini menjadi jelas.
Kedua, siapakah orang yang mengadakan kontak dengan
temannya di atas bukit itu"
Dia harus mengetahui rencana aksi mereka supaya dirinya tidak
sampai diperalat diluar tahunya pula, sebagai Cong-su-cia Pek-hoapang, adalah tanggung jawab dan kewajibannya untuk menyelidiki
hal ini. Tapi kalau lawan tidak mengadakan aksi tentu takkan
timbul reaksi, padahal menyelidiki sesuatu memerlukan adanya
aksi, kalau kehidupan di atas kapal ini terus tawar dan hambar
begini, kecuali sehari makan tiga kali, semua orang menganggur
dan cuma ngobrol di kamar makan atau bermain catur belaka.
Begitulah hari ke hari telah lewat, kedua persoalan ini tetap
belum ada penyelesaian. Beberapa hari kemudian kapal sudah keluar dari teluk Lo-sin,
sepanjang pelayaran ini beberapa kali, mereka melihat banyak
kepulauan besar dan kecil.
Pada hari itu, pagi2 betul sampai tengah hari seorang diri Thaysiang naik ke atap tingkat ketiga memandang jauh ke depan sana.
Semua orang menduga mereka sudah hampir tiba ke tempat
tujuan, tapitiadaseorangpunyangtahudimana
merekabakalmendarat. Menjelang senja, di bawah pancaran sinar surya yang kuning
cemerlang, di kejauhan sana daratan sudah kelihatan samar2.
Thay-siang suruh Teh-hoa menyampaikan perintahnya kepada
Ko-lotoa, mumpung malam ini gelombang pasang, sebelum tengah
malam kapal harus sudah memasuki teluk kepulauan Ngo-hui-to.
Beritainisegeratersiarke seluruh kapal.
Tahu bahwa malam ini kapal bakal menepi dan mereka akan
mendarat, suasana menjadi hiruk pikuk, berkobar semangat
mereka. Hari sudah petang, Kehidupan di atas kapal sesudah makan
malam dan istirahat satu jam semua orang harus tidur ke
kamarnya masing2. Tapi lain dengan malam ini. Lampu terang
benderang di kamar makan tingkat kedua, cuma pada setiap
lubang dari jendela berkaca telah dipasang kain hitam yang tebal sehingga cahaya lampu tidak menyorot keluar.
Meja besar yang berjajar segi tiga di kamar makan kini tinggal
satu saja, maka ruang makan ini terasa lebih luas. Orang2 sudah berdiri berjajar di kanan-kiri, sebelah kiri dipimpin oleh Cong-su-cia Ling Kun-gi, di belakangnya terbagi dua baris, Coh-houhoat Leng Tio-cong dan Sam-gansin Coa Liang, di belakang mereka lagi
adalah ke tujuh Hou-huat, Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thi
Lam-jiang, Toh Kanling, Lo Kunhun, Yap Kay-sian dan Liang Ih jun, ( Cin Tekiong sudah gugur ). Delapan Hou-hoat-su-cia adalah Ting Kiau, Ban Yu-wi, (empat diantara dua belas Hou-hoat-su-cia sudah terbunuh oleh orang2 Hek liong-hwe ).
Barisan sebelah kanan dipimpin oleh Congkoan Giok-lan, disusul
enam Tay-cia, yakni Bikui Ci-hwi, Hu-yong, Hong-siang, Giok-je
dan Loh-bi-jin (Hay-siang sudah mati), merekapun berdiri menjadi dua baris, Disusul oleh barisan para dara kembang yang berjumlah sembilan belas, Cu-cu sudah meninggal. Mereka berdiri tegak
khidmad, suasana hening dan sunyi..
Tak lama kemudian tampak kerai tersingkap, yang mendahului
melangkah masuk adalah Thay-siang, dia tetap menggunakan
pakaian serba hitam, cadar hitam, sebutir mutiara sebesar buah
anggur bertengger di atas gelung rambutnya. Perempuan tua ini
memang serba misterius. Di belakang Thay-siang adalah Pek-hoapangcu Bok-tan, Hupangpcu So-yok. Lalu dua pelayan Teh-hoa Liuhoa, satu membawa Ji-gi ( mistar batu jade ) seorang lagi
memegang kebutan bergagang batu jade pula.
Thay-siang langsung menuju ke meja di tengah ruangan,
Pangcu dan Hupangcu berdiri di kirikanan kedua pelayan berdiri
paling belakang. Orang2 di barisan kanan-kiri serentak bersorak menyanjung puji dengan suara lantang.
Agaknya Thay-siang merasa puas, dia manggut2 kepada
hadirin. Memang suasana seperti inilah yang disukai Thay-siang, dia
adalah jantan di antara kaum perempuan, suka menonjolkan diri
sebagai orang yang berkuasa dan berwibawa. Begitu senyap
suasana di ruang makan ini, sorot mata Thay-siang yang
mencorong tajam menyapu para hadirin, katanya kemudian: "Losin sudah perintahkan Ko-lotoa untuk berlayar memasuki teluk
kepulauan Ngo-hui-to malam ini selagi air laut pasang. Kita akan mendarat di suatu tempat yang dinamakan Cu-thau .. . ..." sampai di sini dia bicara, hadirin sudah menyambut dengan tampik sorak yang riang gembira.
Setelah suara keplok tangan sirap baru Thay-siang melanjutkan:
"Cu-thau tempat kita mendarat itu kira2 puluhan li dari Kunlunsan, kira2 seratus li lebih dari Ui-lionggiam, markas besar
Hek-liong-hwe, oleh karena itu setelah kita mendarat harus segera mendapatkan tempat berteduh untuk istirahat di samping membagi
tugas." merandek sebentarlalu ia melanjutkan: "DariCu-thau menuju barat, kira2 lima li jauhnya kita akan menuju ke sebuah
gunung yang bernama Ciok santhu, di atas gunung ada sebuah
Ciok-sinbio, di biara inilah kita akan istirahat." Sampai di sini dia angkat kepala serta berteriak; "'Ling Kun-gi!"
Lekas Kun-gi menyahut: "Hamba ada di sini."
Kata Thay-siang "Kau pimpin Coh-yu-hou-hoat dan seluruh
Houhoat-su-cia, setelah kapal mendarat bersama Congkoan
Giok-lan kalian naik ke darat lebih dulu dan berkumpul di
Ciok-sinbio itu. Di sebelah timur Ciok-santhau adalah sungai,
sebelah barat adalah hutan, boleh kau berunding dengan
Coh-yu-houhoat cara bagaimana harus menyesuaikan diri dengan
keadaan di sana dan aturlah segala yang kita perlukan."
Kun gi mengiakan dan terima perintah.
Thay-siang berkata pula: "Giok-lan pimpin Bikui, Ci-hwi,
Hu-yong, Hong sian, Giok-je ber-lima seperjalanan dengan Ling
Kun-gi berangkat dulu ke Ciok-sinbio dan atur lebih dulu segala keperluan kita." Giok-lan dan para Tay-cia yang disebut namanya membungkukhormatsambil mengiakan.
"Loh-bi-jin bersama para dara kembang akan mengiringi
perjalanan Losin," demikian pesan Thay-siang. Setelah membagi tugas berkata Thay-siang lebih lanjut: "Sekarang waktu masih cukup, kalian boleh bubar dan membenahi semua yang diperlukan,
setelah tengah malam nanti bekerjalah menurut pesanku tadi,
awas jangan gagal." Hadirin mengiakan, Thay-slang terus meninggalkan tempat itu
di bawah bimbingan Bok-tan dan So-yok. Setelah Thay-siang pergi, Giok-lan bersama para Tay-cia dan dara2 kembang itu juga
mengundurkan diri ke tingkat ketiga. Maka terjadilah sedikit
kesibukan di atas kapal, semua orang sibuk mem-benahi barang
miliknya masing2. Manusia adalah makhluk yang biasa hidup di daratan. Setelah
puluhan hari hidup di atas kapal, siapapun sudah merasa gerah,
kesaldantak betah, semuaorang ingin lekas2naik kedarat.
Setelah larut malam dan rembulan sudah mulai doyong ke
barat, tiba saatnya air laut naik pasang. Ko-lotoa adalah seorang kelasi yang ahli, dia tahu cara bagaimana memanfaatkan tenaga
angin dan kekuatan air. Tiga layar berkembang, mumpung air laut pasang, kapal laju pesat mengikuti arah angin.
Sebelum kentongan ketiga, di bawah dorongan gelombang
pasang serta hembusan angin kencang kapal sudah mulai
memasuki teluk. Maka, terdengarlah dua kali suara tiupan kulit
kerang, ketiga layar yang berkembang itu segera diturunkan.
Dalam teluk sekitar kepulauan Ngo hui-to ini banyak sekali
pulau2 kecil, kini pulau2 kecil ini tenggelam di bawah air pasang, hanya batu2 karang saja yang kelihatan menonjol dipermukaan air.
Agaknya Ko-lotoa sudah apal akan keadaan sekitar sini, maka
kapal lajuseperti kembalike rumahnyasendiri.
Setelah layar diturunkan laju kapal menjadi lambat, kalau air
pasang sudah dengan sendirinya kapal mengapung ke atas, Kolotoa sendiri yang pegang kemudi, kapal belok ke kanan dan ke kiri melalui batu2 karang laksana seekor ikan raksasa yang berenang di dalam air.
Kira2 semasakan nasi kemudian kapal mulai memasuki teluk
rendah, terdengar suara keresekan di dasar kapal, kiranya perairan di sini sudah dangkal dan kapalpun berhenti. Tanpa diperintah para kelasi segera sibuk bekerja menurunkan jangkar maka kapalpun
tak bergoyang lagi. Bahwa kapal sudah berhenti di sini, itu berarti mereka sudah
tiba di tempat tujuan. Tapi orang2 yang berdiri di atas kapal
menjadi keheranan, selepas mata memandang hanya kegelapan
melulu, kiranya kapal besar ini masih dikelilingi air, jaraknya dengan daratan paling tidak masih setengah li jauhnya.
Dengan cekatan para kelasi segera menurunkan 6 sampan,
sementara Ko-lotoa menghampiri Ling Kun-gi, katanya sambil
menjura: "Cong-su-sia, Cong-koan, sekarang boleh silakan turun ke sampan"
Kun-gi memperhitungkan sampan itu paling2 hanya muat tiga
orang, jadi sekali jalan hanya bisa membawa 18 orang, rombongan sendiri bersama rombongan Giok-lan terang tidak bisa sekaligus
mendarat bersama. Maka dia lantas berkata: "Terpaksa kita harus membagi dua rombongan, oleh karena itu harap Congkoan
bersama para Tay-cia, Leng-heng dan para Houhoat dan aku
sendiri akan turun lebih dulu sebagai rombongan pertama.
Coa-heng bersama delapan Hou-hoat-su-cia berangkat pada
rombongan kedua. Sekarang rombongan pertama boleh turun ke
sampan." Sambil angkat tangan ke arah Giok-lan dia menambahkan:
"Silakan." Lalu dia mendahului lompat turun ke salah sebuah sampan.
Leng Tio cong, tujuh Houhoat dan Giok-lan serta Bikui dan lain2
juga melompat turun. Cepat sekali keenam sampan ini sudah
meluncur ke arah daratan. Setelah kedua rombongan ini mendarat
semua, sementara itu mereka sudah menghabiskan waktu
setengah jam. Setelah semua orang lengkap berkumpul, Kun-gi menjadi
kebingungan, baru saja dia hendak ajak Giok-lan berunding,
tampak bayangan orang berkelebat, tahu2 Ko-lotoa yang kini
mengenakan topi beludru, sambil menenteng pipa cangklong
mendatang terus menjura, katanya tertawa: "Atas perintah
Thay-siang, hamba disuruh menyusul untuk menunjukkan jalan. "
Kun-gi melenggong, katanya mengangguk: "Bagus sekali,
memang aku hendak berunding cara bagaimana menuju ke Cioksanthan. Syukurlah Thay-siang mengutus Ko-lotoa kemari, silakan."
Ko-lotoa tertawa, katanya: "Cong-su-cia terlalu sungkan, aku orang tua memang kelahiran Mo-ping, di kampungnya sendiri
sudah tentu apal keadaan sini." Lalu dia menjura serta
menambahkan: "Ma-rilah kutunjukkan jalannya."
Kun-gi dan Giok-lan beramai lantas mengikuti langkahnya.
Sembari jalan Kun-gi berpaling dan berkata dengan menggunakan
ilmu gelombang suara kepada Giok-lan: "Congkoan, kau tahu asal usul Ko-lotoa?"
Giok-lan menjawab dengan gelombang suara pula: "Aku hanya
tahu dia pandai berenang, dia-lah yang memimpin armada laut
Pekhoa pang kita di sekitar perairan Phoa-yang-ouw, tentang asal usulnya aku tidak tahu. Sejak aku tahu urusan, agaknya dia sudah menjadi anak buah Thay-siang dan menjadi pemimpin para kelasi
itu." "Jadisudah lamasekali dia ikut Thay-siang?"
Giok-lan manggut, tanyanya: "Adakah Cong-su-cia melihat
gejala2 yang mencurigakan atas dirinya?"
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "'Tidak, aku hanya bertanya sambil lalu saja."
Selama percakapan ini, mereka berjalan terus dengan langkah
cepat. Mendadak disadari oleh Kun-gi bahwa Ko-lotoa yang
menunjuk jalan di depan berjalan dengan langkah enteng dan
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cekatan. Maklumlah rombongan di bawah pimpinan Ling Kun-gi ini
semua memiliki kepandaian silat yang lumayan kalau tidak mau
dikatakan kelas satu, Ko-lotoa hanya kelasi, dia berjalan paling depan lagi, padahal orang2 yang di belakangnya sudah berjalan
sambil ber-lari2 kecil, dari ini dapatlah disimpulkan bahwa Ko-lotoa juga memiliki Ginkang yang tinggi, paling tidak sejajar dengan
semua orang. Kira2 semasakan air mereka sudah tiba di Ciok-santhau. Di
tengah malam di pegunungan yang tidak seberapa besar dan tinggi ini bertengger seperti raksasa mendekam terletak Ciok-sanbio di samping gunung, jalan menuju ke biara ini merupakan undakan
batu yang rata dan terawat bersih.
Di tengah perjalanan Kun-gi mengamati situasi sekelilingnya,
lalu dia perintahkan Coh-houhoat Leng Tio-cong bersama Toh
Kanling, Liang Ih-jun dan empat Houhoat-su-cia bertugas jaga di sebelah timur yang menghadap ke sungai. Coa Liang ber-sama Lo
Kun hun, Yap Kay-sian bersama empat Houhoat-su-cia berjaga di
hutan sebelah barat. Sementara dia pimpin Kongsun Siang, Song
Tekseng. Thio Lam-jiang bersama Giok-lan langsung naik ke atas
gunung. Setiba di depan Ciok-sinbio baru Ko-lotoa menghentikan
langkah, katanya menjura: "Biarlah aku mengetuk pintu." Lalu dia mendahului maju ke pintu serta mengetuk tiga kali.
Maka kumandanglah suara seorang perempuan bertanya:
"Siapakah di luar?"
"Kita kemari bukan untuk sembahyang," sahut Ko-lotoa.
Jawaban yang tak sesuai dengan pertanyaan,
Diam2 Kun-giheran, tapidiatidakbersuara.
Terdengar suara perempuan di dalam berkata pula: "Kalian
tidak akan sembahyang, lalu mau apa kemari?"
"Lamhay KoansimdatangmenemuiCiok-sin,"sahutKo-lotoa.
Tergerak hati Kun-gi, batinnya: "Kiranya mereka bicara dengan bahasa rahasia."
Waktu dia berpaling ke arah Giok-lan, wajah orang juga
menunjuk mimik heran seperti tidak tahu menahu, kebetulan
orangpun menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh tanda
tanya. Kiranya pembicaraan rahasia Ko-lotoa ini juga tidak
diketahui maksudnya oleh Giok-lan.
"O," terdengar perempuan tua di dalam ber-suara, pintu tetap tidak dibuka, tanyanya pula: "Apakah ucapanmu ini dapat
dipercaya?" "Kiap toaciangku dari istana bawah laut yang bilang begitu, memangnya omongannya bisa salah?"
"Lalu di mana dia!"
"Dia adalah aku inilah yang tidak becus," ujar Ko-lotoa tertawa.
"Hah," lirih suara kaget perempuan tua di dalam, "jadi kau inilah Kiap-toaciangkun, lekas silakan!" Daun pintu segera terpentang lebar, keluarlah seorang nenek beruban dengan muka kuning
kurus, melihat di luar pintu berdiri sekian banyak orang seketika dia berjublek, segera pula dia unjuk tawa sambil menjura: "Di tempat iniserbakekurangan, marisilakankalianmasukminumteh."
Bahwa Ko-lotoa mendadak menjadi "Kiap-toa ciangkun",
sungguh aneh bin ajaib. Ko-lotoa tertawa, katanya: "Tidak jadi soal, Lam-hay Koanseim toh sudah kemari, apa pula yang ditakuti?"
"Kalau begitu terpaksa aku harus memberi lapor kepada yang berkuasa."
"Betul, lekaslah kau laporan kepada yang berkuasa."
Bergegassinenek lari masuk kebelakang.
Sekilas pandang Kun-gi lantas tahu bahwa si nenek
mengenakan kedok, di waktu membalik badan, gerak pinggangnya
gemulai dan langkahnya enteng, tidak mirip seorang nenek yang
sudah tua, bertambah besar perhatian dan rasa curiganya. Tak
tahan dia berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya: "Kau kenal baik penghuni biara ini?"
Ko-lotoa tertawa lebar, sahutnya: "Orang sekampung halaman sendiri, sudah-tentu kami kenal baik. Mari silakan Cong-su-ciat dan Congkoan."
Beriring orang banyak lantas masuk ke biara menyusuri serambi
mereka masuk ke sebuah pekarangan, tampak bangunan biara ini
terdiri dari tiga lapis gedung, setiap lapis bangunannya amat lebar dan luas.
Tatkala semua orang lagi mengagumi bangunan megah
dipegunungan sepi ini, tampak dari dalam beranjak keluar seorang Nikoh tua berkopiah kain kelabu, jubah agamanyapun kelabu,
dengan merangkup tangan dia berkata kepada Ko-lotoa: "Omitohud! Pinni dengar katanya Ko-toasicu berkunjung, terlambat
menyambut, harap dimaafkan."
Ko lotoa balas hormat ber-ulang2, katanya tertawa: "Sekian tahun tak bertemu. Lo-tang-keh masih baik2 saja, marilah
kuperkenalkan dua orang penting dalam Pang kita." Segera dia menunjuk Kun-gi: "Inilah Cong-su-cia!" Lalu menunjuk Giok-lan:
"Inilah Congkoan. Atas perintah Thay-siang ia di suruh kemari mengadakan persiapan."
Nikoh tua mengamati mereka berdua, lalu berkata: "Kiranya
Cong-su-cia dan Congkoan, maaf pinni kurang hormat."
Tajam tatapan Kun-gi, didapatinya muka Nikoh tua inipun
mengenakan kedok, bertambah tebal rasa curiganya, tapi
sedikitpun dia tidak unjuk tanda apa2, bersama Giok-lan dia balas hormat dan menyapa ala kadarnya.
Lalu Nikoh tua bertanya kepada Ko lotoa: "Go-po tadi
melaporkan, katanya Koanseim akan datang sendiri kemari, apa
betul?" "Tidak salah," ucap Ko-lotoa berseri tawa. "Posat sudah tiba di Cu-than, sebentar juga akan tiba, maka Congkoan disuruh kemari
mengadakan persiapan."
Baru sekarang Kun-gi dan Giok-lan jelas duduk perkaranya,
Koanseim-po-sat yang dimaksud dalam pembicaraan kedua orang
ini kiranya adalah Thay-siang.
Tampak sikap Nikoh tua menjadi tegang, mulutpun berseru
kaget, katanya ter-sipu2 kepada Giok-lan: "Congkoan sekalian silakan ikut Pinni, periksalah perumahan di belakang, supaya
dibersihkan dan dipajang semestinya untuk menyambut kehadiran
sang agung." "Silakan Losuhu," ucap Giok-lan tertawa. Lalu ia berkata kepada Kun-gi: "Harap Cong-su-cia duduk saja di sini, biar kuperiksa ke dalam." Ia menggapai Bikuiberlima: "Kalian ikutaku."
Sebetulnya Kun-gi hendak memberitahu Giok-lan bahwa Nikoh
tua dan nenek reyot tadi sama mengenakan kedok, supaya dia
berlaku hati2, tapi ucapan yang sudah di ujung mulut itu akhirnya batal diucapkan.
Bahwa secara diam2 Thay-siang menyuruh Ko-lotoa menunjuk
jalan serta bicara dengan para biarawati ini secara rahasia, nenek tua itupun memanggil Ko-lotoa sebagai. Kiap-ciangkun segala, dari tanda2 ini tidak sukar dianalisa bahwa dalam biara ini termasuk seluruh penghuninya pasti mempunyai hubungan erat dengan
Thaysiang. Setelah Giok-lan berlalu dalam ruang itu tinggal Ling Kun-gi, Ko-lotoa dan Kongsun Siang, bertiga duduk di kursi yang ada di ruang sembahyang itu, Kira2 kentongan ketiga baru tampak Thay-siang
datang diiringi Bok-tan, So-yok dan sekalian Taycia dan dara
kembang. Ling Kun-gi, Giok-lan dan Nikoh tua beramai menyambut
kedatangannya serta menyongsongnya ke dalam ruang. Mendadak
Nikoh tua berlutut terus menyembah di depan Thay-siang dengan
air mata bercucuran, serunya sambil menyembah ber-ulang2:
"Syukurlah akhirnya hamba bisa bertemu pula dengan Tuan
Puteri." Bahwa Nikoh tua berubah menjadi "hamba" (pelayan) sedang Thay-siang menjadi Tuan Puteri, sudah tentu kata2 ini membuat
semua hadirin melongo kaget. Terutama Ling Kun-gi, pikirnya
dalam hati: "Kiranya Nikoh tua ini adalah pelayan Thay-siang waktu mudanya dulu, entah tuan puteri apa dan darimana
Thay-siang asalnya?"
Thay-siang tampak tertawa ramah: "Lekas bangun, hampir dua puluh tahun kita tidak bertemu, masih banyak persoalan yang ingin kutanya padamu." Sembari bicara sedikit dia mengangkat
tangannya, Teh-hoa dan Liu-hoa segera maju membimbing Nikoh
tua itu berdiri. Nikoh tua berdiri sambil menyeka air mata, katanya: "Ada pesan apa tuan puteri?"
"Coba lihat, rambutpun sudah ubanan, jangan kau selalu usil mulut memanggil Tuan Puterisegala," kataThay-siang.
Dari samping Ko-lotoa ikut menimbrung dengan tertawa:
"Sekarang kita memanggilnya Thay-siang, kaupun harus ubah
panggilanmu. " Nikoh tua menghormat sambil mengiakan.
Thay-siang duduk dikursi yang telah disediakan, tanyanya:
"Selama dua puluh tahun ini tentu kau cukup kepayahan, apakah mereka pernah mencari setori ke sini?"
"Letak tempat ini hanya seratusan li dari Ui-lionggiam, beberapa tahun permulaan mereka memang menaruh curiga, beberapa kali
mengobrak-abrik tempat ini, malah secara diam2 kita diawasi dan gerak-gerik dibatasi, syukur tiada yang mengenali hamba,
beberapa tahun belakangan ini ada kalanya juga mereka meronda
di perairan sekitar sini, sesuai pesanmu dulu tak pernah hamba
memperlihatkan jejak, maka keadaan tetap aman tenteram."
Diam2 Kun-gi mulai paham, pikirnya: "Tak heran dia
mengenakan kedok." "Gak-koh-tiamapaada kabar?"tanyaThay-siang.
"Beberapa hari yang lalu masih ada kabar, mereka sudah tahu bahwa engkau sudah berangkat kemari lewat jalan air, maka Hwiliong-tongcu Nao Sam-Jun diperintahkan mencegat kalian di
tengah jalan, di samping itu merekapun mendatangkan jago2 dari
berbagai daerahumruk menghadapipertempuran besar2an."'
Thay-siang tertawa dingin, katanya: "Beberapa hari yang lalu Nao Sam-jun dengan Cap-ji-sing-siok sudah dipukul mundur,
kecuali beberapa gelintir cakar alap2 memangnya jago2 macam
apa yang bisa mereka kumpulkan?"
Kembali Kun-gi melenggong mendengar percakapan ini,
pikirnya: "Kiranya Hek liong-hwe juga bersekongkol dengan alat negara." Cakar alap2 yang dimaksud adalah petugas negara.
"Agaknya Thay siang terlalu pandang rendah mereka, kabarnya
. . . . " mendadak nikoh tua berhenti tak berani meneruskan ucapannya, lalu menyambung dengan ilmu gelombang suara. Jelas
percakapan selanjutnya amat penting dan rahasia, tiada
seorangpun yang tahu persoalan apa yang dipercakapkan"
Akhimya terdengar Thay-siang mendengus gusar: "Keparat, biar kuhadapi jago2 Bit-cong andalan mereka, betapa sih lihaynya?" lalu ia menyambung: "Kali ini kita menempuh perjalanan lewat air, mereka kurang biasa, menurut rencanaku semula akan istirahat
dua hari di smi, bahwa merekapun sudah mempersiapkan diri,
biarlab kita sergap saja sebelum mereka bersiaga." Sampai di sini pandangannya menyapu hadirin lalu berkata pula: "Begitu fajar menyingsing kita harus segera berangkat, waktu masih kira2 dua
jam, dalam waktu yang singkat ini semua harus istirahat
secukupnya." Habis berkata dia berdiri, Nikoh tua membuka jalan, mereka
mengundurkan diri ke belakang bersama Bok-tan dan So yok. Gioklan juga bawa para Tay-cia dan dara kembang istirahat ke
belakang. Kecuali mereka yang malam ini tugas jaga, sisanya sama duduk bersimpuh di ruang depan ini. .
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" u n Dengan cepat haripun mulai terang, semua orang berbaris tegak
beranjak keluarlah Thay-siang berdiri di undak2an, sorot matanya yang berkilat tajam tampak mencorong dibalik cadar hitam, sekilas dia menyapu pandang seluruh hadirin, lalu berkata dengan suara
lantang: "Sekarang kita akan berangkat, musuh kita adalah Hekliong hwe, dengan banyak jago kosen merekapun sudah siap
menyambut kedatangan kita, oleh karena itu kita harus sergap
mereka untuk merebut kemenangan dengan jumlah kita yang
sedikit ini, melumpuhkan mereka yang berjumlah berlipat ganda.
Sepatah kata pesanku ini harus kalian camkan dengan baik, setiap kali berhadapan dengan orang2 Hek-liong-hwe kalian harus turun
tangan lebih dulu bunuh seluruhnya dan habis perkara, sekali lena dan kalah cepat memperoleh kesempatan, jiwa kalian sendiri yang akan melayang dan tiada liang kubur untuk kalian." Semua hadirin mendengarkan dengan khidmad dan patuh, tiada yang buka suara.
Sudah ribuan li mereka tempuh perjalanan inti, tujuannya
menyerbu Hek liong-hwe, medan laga sudah di depan mata, maka
berkobarlah semangat tempur scmua orang. Apalagi kata2 Thay
siang cukup tajam dan membakar semangat, semakin besar gairah
tempur mereka. Habis bicara dari lengan bajunya yang lebar itu Thay-siang
mengeluarkansepucuksampultertutup, teriaknya:"Boktan!"
Pek-hoa-pangcu Bok-tan mengiakan sambil tampil ke depan,
serunya: "Guru ada, pesan apa?"
"Kau pimpin Giok-lan, Bikui, Ci-hwi dan Coh-houhoat Leng Tio-cong, Houhoat Liang Ih-jun, Yap Kay-sian dan Bing-gwat sebagai
petuntuk jalan, bekerjalah menurut catatan dalam surat rahasiaku ini," Lalu ia serahkan sampul surat itu.
Setelah terima sampul surat itu, Bok-tan menjura, katanya :
"Tecu terima perintah."
Thay-siang mengulap tangan: "Kalianpun boleh pergi. "
Giok-lan, Bing-gwat ( Nikoh tua ), Leng Tio-cong dan lain2
mengiakan bersama, lalu mereka mengintil cepat di belakang Pekhoa-pangcu Bok-tan keluar biara.
Kembali Thay-siang keluarkan sampul surat kedua serta
berseru: "So-yok!"
"Tecu ada," sahut So-yok tampil ke depan.
"Kau bawa Hu-gong, Hong-sian, Giok-je, Yu-houhoat Coa Liang, Houhoat Toh Kanling, Lo Kunhun dan Bing-cu akan menunjukkan
jalan, bekerjalah menurut petunjuk dalam suratku ini," lalu diapun serahkan sampulsurat itu.
Setelah menerima sampul So-yok terus mengundurkan diri
beserta orang2 yang ditunjuk Thay-siang barusan.
Untuk ketiga kalinya Thay-siang mengeluarkan pula sampul
ketiga, teriaknya: "Ling Kun-gi!"
"Hamba ada,"sahut Kun-gi.
Thay-siang serahkan sampul surat itu, sorot matanya menatap
tajam ke muka Ling Kun-gi, katanya dengan suara tandas: "Ling Kun-gi, dalam tiga rombongan ini, rombonganmu merupakan pusat
kekuatan penyerbuan kita kali ini, apakah Pek-hoa-pang dapat
mengalahkan Hek-liong-hwe, tugas berat ini terletak di atas
pundakmu, oleh karena itu kau harus mematuhi pesanku di dalam
sampul ini, jangan lena dan jangan ragu, tahu tidak?"
"Hambaakan bekerjasekuattenaga,"sahutKun-gi.
"Baiklah" ujar Thay-siang. "Sisa orang2 yang ada di sini boleh kau pimpin seluruhnya, Ko-lotoa akan menjadi petunjuk jalan,
laksanakan perintahmu di dalam sampul, hanya boleh berhasil
pantang gagal" habis berkata baru dia serahkan sampul surat itu.
Waktu Kun-gi terima sampul itu, tampak di bagian depan
sampul tertulis sebaris huruf yang berbunyi: "Sebelum jam 8 harus tiba di Lim-cu-say dansurat inibarubolehdibuka."
Entah dimana letak Lim-cu-say" Tapi Ko-lotoa akan
menunjukkan jalannya, maka dia tidak perlu banyak tanya. Segera dia simpan sampul itu ke dalam saku, terus menjura dan serunya:
"Hamba terima perintah dan segera melaksanakannya"
"Loh-bi-jin," ucap Thay-siang lebih lanjut, "20 dara kembang yang kau pimpin tinggal 19, biarlah Teh-hoa menggenapi jumlah
ini, kau tetap pimpin 20 orang." Teh-hua adalah salah satu pelayan pribadi Thay-siang.
"Tecu terima perintab," seru Loh-bi-jin.
Kata Thay-siang: "Suruhlah mereka menggotong tandu yang
ada dibelakang itukeluar, kalianboleh segeraberangkat."
Kembali Loh bi-jin mengiakan terus ke belakang membawa
empat dara kembang, tak lama kemudian dia sudah keluar,
keempat dara kembang itu memikul sebuah tandu, warna tandu ini
juga serba hitam. Diam2 Kun-gi membatin:"Tandu initentubuatThay-siang."
Thay-siang mengulap tangan, katanya: "Untuk memburu waktu, sekarang juga kalian boleh berangkat!"` lalu dia berpaling kepada Liu-hoa di belakangnya: "Bawalah ji-gi itu dan jalanlah selalu mengiring di samping tandu." Liu-hoa mengiakan.
Heran Kun-gi, semula dia kira Thay-siang akan naik tandu ini,
tak kira dia membagi seluruh kekuatan Pek-hoa-pang menjadi tiga rombongan, ketiga rombongan dilepasnya pergi berarti seluruh
kekuatan dikerahkan. Lalu dia sendiri bagaimana" Memangnya
seorang diri dia akan tinggal di biara ini" Atau sengaja dia
membagi tugas kepada orang banyak, sementara dia sendiri
menuju ke suatu tempatb tertentu" Tapid Thay-siang sudaah
memerintahkabn berangkat, kecuali berangkat menunaikan tugas,
tak mungkin dia mengajukan pertanyaan lagi.
Maka lekas dia menjura kepada Thay-siang, ia membawa Kolotoa, Kongsun Siang, Song Tek seng, Thio Lam-jiang dan
kedelapan Hou-hoat-su-cia mendahului keluar. Sementara
Loh-bi-jin mengintil dengan barisan 20 dara kembang yang
mem-bawa tandu kosong, sementaraLiu-hoa
mengiringdisampingtandu hitam.
Setelah rombongan mereka itu meninggalkan Ciok-santhan
barulah Kun-gi bertanya kepada Ko-lotoa: "Ko-lotoa, Thay-siang suruh kita tiba di Lim-cu-say sebelum jam 8 pagi, apakah keburu waktunya?"
"Lim-cu-say terletak di kaki gunung Kunlun sebelah depan, dari sini kira2 ada 50 li, kini baru jam 6, kalau jalan cepat, kukira masih sempat memburu waktu."
"Baiklah, silakan Ko-lotoa tunjukkan jalan, kita jalan cepat2,"
demikian ucap Kun-gi. Di bawah petunjuk Ko lotoa, mereka berjalan cepat menuju ke
arah utara. Daerah yang mereka lalui adalah pegunungan rendah,
jalan2 gunung yang berliku sukar dilalui, untung mereka sama
memiliki kepandaian tinggi, dengan menyusuri kaki gunung mereka maju terus, ada kalanya mereka harus melintas jurang atau
menyeberang sungai. Selama sejam lebih mereka menempuh
perjalanan dengan sangat payah, tapi tapi tiada yang mengeluh,
untungnya sepanjang perjalanan yang serba sukar ini mereka tidak mengalami aral rintang berarti, tepat pada jam yang ditentukan
mereka tiba diLim-cu-say.
Itulah sebuah tanah datar yang cukup luas di bawah gunung,
hutan bambu memagari tanah lapang, berumput di depan sana,
kiranya ada beberapa petak bangunan gubuk bambu yang dihuni
beberapa keluarga. Tiba2 tergetar pikiran Kun-gi, pikirrrya: "Agaknya beberapa gubuk bambu itu ada sembunyi para mata2 Hek-liong-hwe." Serta merta dia merogoh keluar sampul surat itu dan dibukanya, tampak di atas secarik kertas tertulis:
"Pertama, kalian belum sarapan pagi, maka boleh istirahat di sini sambil mengisiperutyangtersediadidalamtandu.
Kedua, dari Lim-cu-say menuju ke utara, sepanjang jalan
hendaklah kibarkan panji Pang kita, para dara kembang sebagai
pelopor jalan.. Liu-hoa tetap beriring di samping tandu, kalian menyebar mengelilingi tandu, gerak langkah kalian harus hati2 dan selalu waspada, tapi juga tidak perlu cepat2, hal hal ini harus diperhatikan, berbuatlah supaya pihak lawan mengira kalian akan menyerbu setelah tabir malam mendatang, tentang situasi
perjalanan boleh berunding dengan Ko-lotoa.
Ketiga, sebelum magrib harus tiba di Ui-lionggiam, di depan Uiliong giam ada sebuah tanah lapang, kalian harus sembunyi dan
aturlah jebakan di sini, sementara perintahkan Loh-bi-jin menaruh tandu di tengah lapangan dan berjaga mengelilinginya.
Keempat, kalau berhadapan dengan Cap-ji-sing-siok dari Ui
liongtong, suruhlah para dara kembang menghadapinya.
Kelima, di antara musuh yang muncul, bila kedapatan Lama
berkasa merah, jangan dihadapi dengan kekuatan, biarkan dia
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berusaha menerjang ke dekat tandu, kalau tidak kesamplok Lama
kasa merah, tandu harus dijaga seketat mungkin, setelah tiba di Uilionggiam, baru lemparkan tandu ini ke gua Ui-liong-tong, sarang para penjahat itu.
Enam, sampul tertutup yang kedua ini baru boleh dibuka setelah
kalian berhasil, mendudukiUi-Liong-tong."
Setelah habis membaca tulisan dalam sampul, Ling Kun-gi
berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya: "Berapa jauh dari sini menuju ke Ui-lionggiam?"
"Lima sampai enampuluh li," sahutKo-lotoa.
Perjalanan sejauh lima puluh li harus ditempuh dari pagi sampai maghib, pantas Thay-siang menekankan supaya kita tidak usah
bergerak terlalu cepat. Kini baru Kun-gi paham bahwa
rombongannya ini meski merupakan kekuatan utama untuk
menyerbu Ui-lionggiam, tapi kenyataan juga hanya merupakan
barisan yang main gertak belaka. Apalagi mereka tidak perlu
bergerak cepat, para dara kembang sebagai pelopor barisan jelas tujuannya untuk menarik perhatian pihak lawan saja.
Yang pasti rombongan Bok-tan dan So-yok baru boleh dikatakan
sebagai barisan penyerbu, terang tugas mereka jauh lebih berat, karena kemungkinan tugas mereka adalah menyerbu Ui-liong-tong
dan Hwi-liong-tong. Dari sini dapatlah diambil kesimpulan bahwa Thay-siang pasti masih mempunyai rahasia lainnya yang sengaja
disembunyikan. Dan yang membuatnya paling heran adalah Cap-jising siok dari Hwi-liong tong itu kebal segala macam senjata, tapi kenapa para dara kembang itu yang diharuskan mengadapi
mereka" Dari mana pula Thay siang bisa tahu kalau Lama ber-kasa merah akan muncul di antara para musuh" Kenapa pula kalau
berhadapan dengan para Lama kasa merah boleh membiarkan
mereka menubruk ke tandu" Kalau tidak bersua Lama kasa merah,
tandu harus dipertahankan malah"
Bolak-balik Kun-gi berusaha memecahkan berbagai persoalan
ini, tapi tetap tidak memperoleh jawaban yang memuaskan,
terpaksa dia simpan sampul surat itu, lalu berkata kepada seluruh rombongan, "Thay-siang suruh kita istirahat di hutan bambu ini, setelah menempuh perjalanan sejauh 50 an li, belum makan pagi
lagi, di dalam tandu ada disediakan rangsum, marilah kita istirahat di sini saja."
"Cong-coh" kata Ko-lotoa, "apakah perlu kita mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk istirahat?"
"Begitupun boleh," sahut Kun-gi.
Ko-lotoa berseri senang, katanya. "Kalau demikian marilah ikut aku." Agaknya dia amat apal akan daerah ini, dia bawa orang banyak memutar ke kaki gunung, di mana kebetulan ada tanah
lekukan di balik hutan yang cukup tersembunyi, maju lagi beberapa jauh mereka tiba di sungai besar di sebelah belakang adalah hutan yang subur dan rimbun. tanah lekukan itu ditumbuhi rumput
menghijau, di sinilah tempat yang cocok untuk istirahat banyak
orang. Tandu diletakan di tengah tanah lapang, laki perempuan duduk
menjadi dua kelompok di kanan kiri melingkari tandu. Loh-bi-jin segera suruh dua dara kembang mengeluarkan rangsum di dalam
tandu dan dibagikan kepada orang banyak.
-odw0o Untung Ui-lionggiam sejauh 50-an li. Thay-siang berpesan
supaya mereka tidak perlu buru2, cukup asal mereka tiba di
tempat tujuan sebelumsenja, jadiwaktunya masihcukup luang
untuk istirahat. Setelah semua kenyang, Kun-gi suruh Loh-bi-jin maju dan suruh
dia membaca pesan Thay-siang secara lantang dihadapan orang
banyak. habis membaca Loh-bi-jin terus menyingkap tutup tandu,
betul juga di tempat duduk tandu memang ada panji yang dilipat
rapi. Maka dia suruh dua dara kembang memotong bambu dan
dibuat tiang panji. Bukan saja panji2 itu berwarna warni menyolok, sulamannya juga indah Ada yang berbentuk segi panjang, panji ini bertuliskan Pek-hoa-pang dengan huruf besar. Ada pula yang
berbentuk segi tiga, di tengahnya bersulam huruf "Hoa" yang besar. Ada pula panji panjang sempit berwarna dasar putih
bertulisan hitam, hurufnya berbunyi-"Tumpas habis Hek-liong-hwe"
dan sebuah lagi bersemboyan "Lenyapkan sampah persilatan".
Setelah panji2 ini dipasang di ujung bambu panjang hingga mirip barisanpanjidiwaktupawai, menarikdan mengesankan.
Setelah segala persiapan selesai dilakukan, Kun-gi mendekati
Loh-bi-jin, tanyanya: "Apakah nona tahu apa yang harus dilakukan sepanjang perjalanan ini?"
"Wah, agaknya Cong-su-cia hendak menguji aku," ucap
Loh-bi-jin "dalam pesan Thay-siang suruh para dara kembang menjadi pelopor barisan dengan panji2 serba aneka ragam ini, tapi gerak-gerik kita sedapat mungkin harus tetap dirahasiakan, ku-kira maksud Thaysiang supaya kita menggulung panji2 itu, barisan
maju ke depan dengandiam2, entahbetultidakgambaranku ini?"
"Nona memang cerdik," ujar Kun-gi mengangguk, "kukira memang demikianlah maksud Thay-siang."
"Aku sangat bangga dapat seperjalanan dengan Cong-su-cia
dan berada di bawah perintahmu lagi, segalanya terserah kepada
Congsu-cia saja." "Jangan nona sungkan, baiklah kita bekerja sesuai pesan beliau saja," kata Kun-gi pula. Setelah cukup lama mereka istirahat, Ko-lotoa tetap berjalan paling depan sebagai penunjuk jalan. Kali ini barisan dibagi menjadi beberapa kelompok, maka jalannya jauh
lebih teratur. Ko-lotoa sebagai penunjuk jalan berada paling depan, lalu Congsu-cia Ling Kun-gi, Kongsun Siang, Song Tek-sing, Thio Lam-jiang dandisusulparadara kembangyang membawa panji2.
Cuma panji yang mereka bawa sama digulung, ada yang masih
melambai dan sebagian gambar kelihatan, siapapun yang
melihatnya pasti akan tahu bahwa mereka adalah barisan orang
Pek hoa-pang. Yang berada dibelakang barisan dara2 kembang adalah
Loh-bi-jin sang pimpinan, lalu Liu-hoa yang memegang mistar
kebesaran, di belakangnya lagi baru tandu, dibelakang tandu
adalah delapan Houhoat-su-ciayang
mengenakanseragamhijaupupus.
Barisan tampak megah dan merupakan kekuatan utama
Pek-hoapang, siapapun bila melihat tandu serba hitam itu pasti
akan mengira orang yang duduk didalamnya Thay-siang adanya.
Memang siapa yang tahu bahwa tandu ini sesungguhnya kosong"
Barisan ini memang dimaksud untuk menggertak musuh belaka.
Ternyata Ko-lotoa juga cukup cerdik dan pintar, dia
meninggalkan jalan raya, sengaja dia pilih jalan pegunungan yang jauh lebih sulit dilewati. Malah ada kalanya sengaja main sembunyi dan menggeremet majusepertitakut jejaknyakonangan musuh.
Yang benar, waktu berada di Lim-cu-say, jejak mereka sudah
selalu diawasi oleh mata2 Hek-liong-hwe, dengan burung dara pos mata2 itu sudah kirim berita ke markas pusat, malah sepanjang
perjalanan ini ada juga orang menguntit, setiap saat gerak-gerik mereka selalu dilaporkan lewat burung pos. Oleh karena itu pihak Hek-liong-hwe amat jelas akan jejak dan gerak-gerik mereka. Tapi maksud tujuan Thay-siang akan rombongan yang dipimpin Ling
Kun-gi ini memang hanya untuk menggertak musuh, supaya pihak
Hek-liong hwe merasa yakin sudah menguasai situasi.
Menjelang senja sesuai pesan Thay-siang mereka sudah berada
di belakang gunung, tapi mereka bergerak sembunyi2, mereka
harus menunggu hari menjadi gelap baru akan beraksi, secara
mendadak menyergap Ui-lionggiam.
Hari mulai remang2, rombongan yang dipimpin Ling Kun-gi
dibawah petunjuk jalan Ko lotoa akhirnya tiba di tanah lapang
berumput di luar Ui-lionggiam. Inilah tempat yang sudah di
tentukan oleh Thay-siang, setiba di tempat ini mereka tidak perlu main sembunyi lagi.
Dara2 kembang dengan mengacungkan panji2 mereka berderap
memasuki tanah lapang serta menduduki tanah berumput datar ini, tandupun diturunkan tepat di tengah lapangan.
Sungguh aneh, dari depan sampai belakang gunung tak pernah
mereka kesamplok dengan seorang musuhpun sehingga barisan
pelopor Pek-hoa-pang yang merupakan kekuatan inti ini seolah2
memasuki daerah yang tidak dihuni lagi, Tapi Kun-gi cukup
mengerti, bila pihak lawan diam saja dan tidak memberikan
sesuatu reaksi, ini berarti bahwa mereka memang sudah sejak
lama mempersiapkan diri dan mengekang anak buahnya secara
keras dan membiarkan pihak Pek-hoa-pang masuk jebakan yang
telah diatur. Maka Kun-gi berpesan kepada seluruh anak buahnya agar selalu
siaga dan waspada. Delapan Hou-hoat-su-cia, 20 dara kembang
semua sudah melolos senjata siap membentuk ancang2 barisan di
tengah tanah rumput itu. Tandu tetap berada di tengah, tirai
menjuntai menutup rapat sehingga tak kelihatan siapa yang ada di dalam, Liu-hoa berdiri tegak di samping tandu sambil memeluk
mistar kebesaran. Jumlah mereka tidak sedikit, tapi gerak-gerik mereka cukup
lincah dan tangkas, langkah tidak berbunyi dan tidak menimbulkan kepulan debu.
Sementara panji2 Pek-hoa-pang sudah dipancang di sekeliling
tanah lapang, panji berkibar tertiup angin. Empat dara kembang
yang ditugaskan mengurus komsumsi segera mengeluarkan
rangsum dan dibagikan. Setelah malam semakin berlarut nanti
mereka akan menghadapi suatu pertempuran besar yang akan
menentukan mati dan hidup, maka mereka harus mengisi perut
untuk menunjang semangat dan kekuatan fisik.
Pada saat mereka istirahat itulah tiba2 terdengar dari arah barat di mana tadi mereka datang berkumandang suara ledakan
menggelegar. Terlihatlah serombongan bayangan orang muncul
dari balik batu2 besar dan mencegat jalan mundur mereka.
Yang terdepan adalah seorang kakek tua bertubuh kurus kering,
bermata satu sebelah kanan. Di belakangnya berbaris sembilan
orang, dari kaki sampai kepala di bungkus pakaian seragam. ketat warna hitam, hanya kedua biji mata mereka yang kelihatan, itulah sisadariCapji-sing-siok yangberpakaian kebal senjata.
Kun-gi tertawa dingin, jengeknya. "Kukira siapa, rupanya kalian yang pernah kecundang di bawah pedangku, mana Kim kao cian
Nao Sam-jun, kenapa tidak kelihatan batang hidangnya"
Memangnya sudah pecah nyalinya?"
Bola mata si kakek yang bermata tunggal ini mendelik besar
seperti kelereng berapi, sesaat lamanya dia menatap Kun-gi,
katanya kemudian: "Usia muda bermulut besar, kau inikah
Cong-sucia Pek-hoa-pang yang bernama Ling Kun-gi itu?"
Kun-gi bertolak pinggang dengan angkuh, katanya: "Sebutkan juga namamu?"
Si mata tunggal mencibir, dengusnya: "Cari urusan tidak tahu diri, memangnya siapa Lohu ini tidak pernah kau dengar orang
bilang?" Kun-gi tertawa lantang, katanya: "Terlalu banyak sampah
persilatan, mana mungkin orang she Ling tahu akan orang2 tersisa ini."
Seketika si mata tunggal menarik muka, teriaknya gusar: "Anak keparat yang tidak tahu diri, nanti akan Lohu bikin kau tahu betapa lihaynya orang tersisa ini."
Ko-lotoa berdiri di belakang Ling Kun-gi, tiba2 dia berkata lirih:
"Dia inilah yang dipanggil Hoanthianeng Siu Ing, salah satu dari ke 36 panglima Hek-liong-hwe dulu ........."
Mata tunggal Hoanthianhwe Siu Ing memancarkan cahaya
dingin tajam, sesaat dia tatap Ko-lotoa, akhirnya ter-gelak2,
katanya: "Kau ini Ko-ciangkun, haha, tak heran kau segera tahu asal usul saudaramu ini."
Ko-lotoa segera menjura, katanya: "Ya, memang inilah orang she Ko, silakan Siu-ciangkun."
Diam2 Kun-gi mengangguk, pikirnya: "Ternyata Ko-lotoa juga salah satu dari ke36 panglima Hek-liong hwe dulu."
Tatkala dia ber-pikir2 inilah, dari arah jalan pegunungan sebelah sana juga berdentum suara ledakan keras. Muncul bayangan dua
pasang orang berbaju hitam dari jalanan hutan sana. Empat orang bergerak laksana setan gentayangan, pelan2 mereka beranjak
keluar dari hutan, lalu berdiri terpencar ke kirikanan, tegak laksana patung, kedua tangan lurus ke bawah, muka kalihatan putih kaku
seperti mayat. Lalu disusul munculnya dua buah lampion warna merah, dua
gadis baju hijau menentengnya keluar dengan langkah lembut dari hutan.
Menyusul muncul sebuah tandu yang di pikul dua laki2 kekar.
hanya sebentar saja sudah berada di luar hutan dan berhenti di
ujung jalan. Kedua gadis pembawa Lampion berdiri di kirikanan
tandu, keempat laki2 serba hitam berwajah seperti mayat tadi juga merapat ke dekat tandu.
Diam2 Kun-gi menerawang: "Ramalan Thay-siang memang
tepat, Hek-liong-hwe main pancing musuh ke daerah terlarang ini untuk turun tangan tapi pihak musuh tidak tahu semua ini sudah
dalam perhitungan beliau."
Maka dapatlah diduga kalau Hek-liong-hwe mengerahkan
kekuatan dan membuat perangkap di sini, jelas rombongan Pekhoa-pangcu Bok-tan dan Hupangcu So-yok yang bertugas
menyerbu dari sayap kirikanan atas perintah Thay siang itu belum diketahui pihak musuh.
Apa yang dikatakan Thay-siang memang tidak salah,
rombongan yang dipimpinnya ini merupakan pusat kekuatan dari
barisan penyerbu Pek-hoa-pang yang paling tangguh, agaknya
Hek-lionghwe mengira Thay-siang berada di dalam tandu yang
mereka pikul dan dijaga ketat ini, maka merekapun mengerahkan
kekuatan untuk mencegat dan menumpasnya di sini.
Sambil menimang2 itulah secara diam2 dia memberi kedipan
mata kepada Loh bi-jin, maksudnya supaya si nona bekerja sesuai petunjuk Thay-siang yang tertera di surat rahasianya itu, dia harus pimpin para dara kembang menghadapi Cap-ji-sing-siok dari Hwiliong-tong.
Loh-bi jin mengerti, dia mengangguk, lalu memberi tanda
dengan lambaian tangan ke arah dara2 kembang. Melihat aba2
serentak dua puluh dara kembang menggerakkan tangan, sekali
tangan membalik, dari pinggang masing2 mereka mengeluarkan
sepasang golok melengkung, mereka menghadap ke barat dan
berbaris rapi. Walau tidak tahu cara bagimana para dara kembang ini akan
menghadapi Cap ji-sing-siok, tapi Kun-gi tahu bahwa Thay-siang
sudah memperhitungkan pihak Hek-liong-hwe pasti memasang
perangkap di sini, dengan menunjuk dara2 kembang ini
menghadapi Cap-ji-sing-siok, tentu hal ini tidak perlu dikuatirkan.
Musuh dibagian barat sudah dia serahkan pada Loh -bi-jin, ini
menurut pesan Thay-siang di dalam surat rahasianya, maka urusan selanjutnya dia boleh tidak usah mengurusnya.
Mengenai rombongan musuh yang berada di arah timur,
jumlahnya memang tidak banyak, tapi tandu hitam yang mungil itu tidak asing lagi bagi Kun-gi, dia tahu itulah tandu yang biasa dinaiki Hianih-lo-sat. Perempuan yang satu ini pandai menggunakan obat
bius, sampai Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thianong Tong Ji-hay yang memiliki kepandaian tinggi itupun kecundang olehnya, tapi dia
tidak usah gentar menghadapinya karena memiliki Jing-sintan
buatan keluarga Un dari Ling-lam pemberian Un Hoankun.
Maka pelan2 dia memutar ke arah timur sembari tangan meraba
gagang pedang, serunya tertawa lantang: "Apakah yang datang Hianih-lo-sat Coh-siancu" Sungguh tak nyana kita berjumpa lagi di sini."
Maka berkumandanglah suara seorang nyonya dari dalam tandu
hitam itu: "Aku bukan Hianih-lo-sat Coh-siancu."
Mendengar logat suara orang Kun-gi tahu memang bukan suara
Coh-siancu, sekilas dia melengak, tanyanya: "Kalau kau bukan Hianih-siancu, memangnya kenapa kau gunakan panji2 miliknya?"
Orang dalam tandu mendengus, katanya: "Buat apa Losin harus memakai panji miliknya?" Sampai di sini suaranya tiba2 meninggi:
"Junhoa, Jiu-gwat, buka tirai."
Dua pelayan baju hijau yang berdiri di kanan-kiri tandu
mengiakanterus menyingkaptiraiyang menutup tandu.
Kini Kun-gi bisa melihat jelas. Di dalam tandu duduk seorang
nyonya baju hijau bergaun putih, wajahnya putih, rambutnya
sudah beruban, sorot matanya berkilat, memang dia bukan
Hianih-lo-sat. "Anakmuda,"ucapnyonyabajuhijau, "kaukenalCoh-siancu?"
Gagah perkasa sikap Ling Kun-gi dengan jubah yang
melambai2, katanya sambil mengangguk: "Cayhe pernah bertemu dengan Cohsiancu."
"Bagus sekali" ucap nyonya baju hijau sambil mengawasinya lekat2, tanyanya: "Siapa namamu?"
"Cayhe Ling Kun-gi."
Agaknya nyonya baju hijau rada melengak, beberapa saat dia
mengawasi pula, katanya kemudian: "Jadi kau inilah Cong-su-cia dari Pek-hoa-pang itu.."
"Ya, betul, memang akulah yang rendah ini."
"Baiklah musuh utama yang kita hadapi malam ini adalah Thaysiang dari Pek-hoa-pang, untuk itu Losin boleh memberi
keringanan padamu, asal kau tidak menerjang ke arahku sini, Losin tidak akan mempersulit padamu."
Tegak alis Kun-gi, katanya lantang: "Banyak terima kasih akan kebaikanmu, Cayhe juga ada sepatah dua kata untuk disampaikan.
Pertempuran malam ini pihak mana bakal gugur sulit diramalkan,
tapi asal engkau suka mengundurkan diri dari asalmu datang tadi, Cayhe juga boleh memberi keringanan padamu, pasti tidak akan
menyentuh seujung rambutmu."
Junhoa dan Jiu-gwat yang berdiri di kanan-kiri tandu seketika
menarik muka, sambil menuding Kun-gi mereka memaki: "Berani, kau kurangajar terhadap Liu siancu, biar kuringkus kau lebih dulu."
Liu-siancu, kiranya nyonya berbaju hijau yang duduk di dalam
tandu adalah Jianjiu-koanim Liu-siancu yang terkenal itu. '
Mencorong terang bola mata Ko-lotoa mendengar nama orang,
dilihatnya tangan kedua budak perempuan yang menuding itu
mengeluarkan selarik sinar emas berkelebat, segera ia berteriak:
"Cong-coh, hati2 serangan mereka." Sayang peringatannya ini sudah terlambat.
Di tengah hardikan suara Junhoa dan Jiu gwat, dua batang
jarum emas tanpa bersuara menyamber ke kirikanan pundak Ling
Kun-gi. Tapi Kun-gi tetap menggendong tangan dengan sikapnya yang
gagah perkasa tanpa bergerak, kedua jarum emas lawan dibiarkan
saja mengenai pundaknya, malah dia unjuk senyum manis dan
berkata: "Kalau jarum nona berdua bisa melukai Cayhe, jabatan Cong-su-cia di Pek-hoa-pang memangnya bisa kududuki." Belum habis dia bicara, kedua jarum emas lawan yang mengenai
pundaknya, pelan2 jatuh ke tanah.
Terbeliak Junhoa dan Jiu-gwat, muka merekapun pucat pasi.
Tapi Jiu-hoa masih bandel, dengusnya: "Jangan takabur" Hm, coba rasakanyangini . . . . "
Lekas Liu-siancu bersuara: "Jiu-gwat, jangan turun tangan, dia meyakinkan ilmu sakti pelindung badan, kalian tidak akan mampu
melukai dia." Pandangannya beralih dan berkata pada Ling Kun-gi:
"Usiamu masih begini muda, tapi sudah berhasil meyakinkan ilmu sakti pelindung badan, sungguh kagum dan harus dipuji, tak heran kau berani bersikap angkuh dan bermulut besar, ketahuilah ilmu
silat tiada batasnya, kepandaian seorang bisa lebih tinggi daripada yang lain, tentunya kau pernah dengar penuturan gurumu tentang
nama Kinsianyang Jianjiu-koanim bukan" Ilmu sakti pelindung
badanmu itu hanya mampu menolak senjata rahasia biasa, tapi
menghadapi Thay yangsinciam (jarum sakti matahari) milikku ini, ilmu saktimu itu tidak akan berguna lagi.". Diam2 tergetar hati Ling Kun-gi, memang gurunya pernah bilang bahwa Jianjiu-koan im
Liu-siancu yang bertempat tinggal di Kiusianyang memiliki ilmu
senjata rahasia yang menjagoi Bu-lim, selama berpuluh tahun
malang melintang tak pernah menemukan tandingan, terutama
"jarum sakti matahari" yang dia yakinkan itu khusus untuk memecahkan Khikang atau ilmu sakti kekebalan pelindung badan
yang tangguh bagi tokoh2 persilatan umumnya. Sungguh tak
pernah terpikir oleh Kun-gi bahwa Jianjiu-koanim Liusiancu yang tersohor juga mau menjadi kaki tangan musuh dan bersekongkol
dengan Hek-liong-hwe. Dengan tertawa Kun-gi berkata: "Memang Cay-he pernah
dengar dariSuhu tentangnamabesarLiu-siancu,
tapikalauLiu-siancuyakin bahwa jarum sakti mataharimu itu mampu membobol pertahanan ilmu pelindung badanku, nah boleh silakan
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
coba." "Suhu," teriak Junhoa gusar," usil mulut orang ini, kalau tidak diberi tahu rasa, dia kira jarum sakti matahari Suhu tidak mampu mengalahkan dia."
Liu-siancu tersenyum, katanya: "Anak muda, sekali hawa murni pertahanan badanmu pecah, maka tamatlah jiwamu, jangan kau
mempertaruhkan jiwamu sendiri, perlu kuperingatkan padamu, asal nanti kau tidak menerjang ke arahku, aku tetap tidak mengganggu dirimu."
Pada saat itulah, suara ledakan ketiga menggelegar lagi. Maka
muncullahdelapan lampu yangbesarterangdari ngaraibatutempat
ketinggian sana, sehingga seluruh Ui-lionggiam ini menjadi terang benderang sepertisiang hari.
Dari sebuah mulut gua besar yang menganga di bawah Uilionggiam sana muncul sebarisan orang dengan langkah lamban.
Orang yang berjalan paling depan adalah laki2 tua berjubah hitam, wajahnya merah beralis tebal, jenggot dibawah dagunya sudah
memutih, pedangnya panjang beronce kuning tampak tersandang
dipundaknya, sorot matanya berkilat menghijau dingin.
Orang ini pernah dilihat Kun-gi di Pek-hoa-pang dulu, dia adalah Ci Hwi-bing Tongcu dari Ui-liong-tong. Di belakangnya ada dua
orang tua lagi, seorang berpakaian kain kaci kasar, berperawakan agak pendek, tapi raut mukanya memanjang, mirip tampang kuda
sehingga kelihatannya amat lucu. Seorang lagi bermuka tirus,
tulang pipinya menonjol, rona mukanya pucat seperti kertas, kedua matanya memicing seperti meram tapi juga melek sekilas pandang
orang akan segera tahu bahwa kedua orang tua ini berasal dari
aliran jahat. Di belakang kedua orang tua ini diikuti pula empat laki2 kekar berpakaian hitam ketat dengan pedang panjang di
punggung mereka, paling tidak keempat orang ini adalah para
Sincu dari Uiliong-tong yang ber-pangkat tingkat dua.
Diam2 Kun gi menerawang situasi yang dihadapinya, pihak
lawan sekaligus muncul tiga rombongan jago2 kosen, musuh di
timur dan barat terang akan mencegat jalan mundur pihaknya,
sementara rombongan yang dipimpin Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing
sendiri berhadapan langsung dengan dirinya.
Hoanthianeng Siu Ling yang memimpin sisa Cap ji-sing-siok
akan dihadapi Loh-bi-jin dengan dara2 kembang sesuai yang
dipesan oleh Thay-siang, sementara untuk menghadapi rombongan
musuh di sebelah barat dan di depan ini, dia sendiri harus berdaya upaya. Maka dia berbisik kepada Kongsun Siang supaya memimpin
empat Hou-hoat-su-cia menghadapi rombongan musuh di sebelah
timur yang dipimpin Liu-siancu. Sementara empat Hou-hoat-su-cia yang lain di bawah pimpinan Ting Kiau di serahi tugas untuk
melindungi tandu. Sementara Kun-gi, Ko-lotoa, Song Tek sing Thio Lam-jiang
berhadapan langsung dengan kekuatan utama musuh yang
dipimpin Ci Hwi-bing. cara pembagian ini kalau dinilai kekuatannya jelas pihak sendiri terlampau lemah, Tapi dalam keadaan kepepet pada saat genting ini, cara yang ditempuhnya ini sudah merupakan pilihan yang terbaik. Bersinar tajam mata Ui-liong-tongcu, dengan kalem satu persatu dia awasi, setiap insan Pek-hoa-pang yang ada di tengah lapangan, kemudian terkulum secercah senyuman riang,
congkak dan rasa kemenangan, dalam jarak dua tombak dia
berdiri, suaranya bergetar keras: "Siapakah yang bernama Ling Kun-gi, Cong-su-cia dari Pek-hoa-pang"'
Dengan kalem Kun-gi melangkah maju, katanya: "Cayhe inilah Ling Kun-gi, Ci-tongcu ada petunjuk apa?" Pedang tersoreng dipinggang, jubah hijau yang dipakainya melambai tertiup angin, sikapnya tenang dan wajar, sungguh tak ubahnya seorang
panglima perang yang sudah berpengalaman dan tabah
menghadapi segala lawan. Ko-lotoa, Song Tek-seng dan Thio
Lam-jiang tetap beriring di belakangnya.
Seperti mataharimauyangbuasdan liar so-rot mataCiHwi-bing,
katanya, menyeringai: "Kau inikah Cong-su-cia itu?". Di taman belakang Pek-hoa-pang dulu dia pernah melihat Kun-gi duduk
berjajar dengan Pek-hoa-pangcu, maka dia kenal Kun-gi. "Mana Thay-siang kalian?" tanyanya pula.
"Ya, beliaupun datang."
"Kenapa menyembunyikan diri dalam tandu, persilakan dia
keluar!' "Apakah Hwecu kalian juga akan keluar?" balas tanya Kun-gi.
"Dengan kekuatan kami yang tangguh ini, memangnya perlu
Hwecusendiriyang keluar?"ejek Ci Hwi-bing.
Tawar tawa Kun-gi, ucapnya: "Kalau Hwecu kalian tidak mau
keluar, Thay-siang kami jugatidaksudi menemuimu."
Ci Hwi-bing terbahak sambil mendongak, serunya: "Kalian sudah terjatuh ke dalam genggaman tanganku, ingin Lohu lihat sampai
kapandia bisasembunyi didalamtandu."
"Jadi Ci-tongcu sudah yakin kalau pihakmu pasti akan menang?"
jengekLing Kun-gi. "Memangnya kalian mampu keluar dari sini dengan masih
bernyawa?" "Kukira belum tentu," demikian ucap Kun-gi dengan sombong,
"orang kuno ada bilang, orang bajik tidak akan datang, yang datang tidak mungkin bajik, kalau Pek-hoa-pang cuma macamnya
orang2 segampang tahu dicacah memangnya bisa meluruk sejauh
ini sampai di Kunlunsan ini?"
Berubah rona muka Ci hwi-bing, sebelah tangan mengelus
jenggot dia tatap Ling Kun-gi sesaat lamanya, katanya: "Tapi keadaan di depan mata sudah merupakan bukti, kalian masuk
perangkap dan terkepung dari tiga jurusan, jelas berada dalam
situasi yang kepepet, inilah kenyataan yang tak bisa diperdebatkan lagi, kau bukan orang bodoh, memangnya tidak bisa menilainya
sendiri." "Tidak, Cayhe tetap berpendapat pihak mana yang bakal gugur masihsukardiramalkan," Kun-gi tetap memberitanggapantegas.
Terkekeh mulut Ci Hwi-bing, senyum sinisnya semakin tebal
disertai rasa gusar, suaranya berubah kereng berat: "Lohu dengar, katanya kau adalah murid Hoanjiu-ji-lay Put-thong Taysu?"
"Memangnya perlu kuterangkan lagi?" jengek Kun-gi.
"Mengingat gurumu Put-thong Taysu, Hwecu tidak ingin
bermusuhan dengan kau, maka Lohu di perintahkan untuk
menasihati kau bahwa permusuhan Hek-liong-hwe dengan
Pek-hoapang tiada sangkut pautnya dengan kau, tak perlu kau ikut basah dalam air keruh ini, terutama mengingat ilmu silat yang kau pelajari begitu tinggi, masa depanmu gilang gemilang, jika kau sudi mampir ke Hek-liong-hwe kami, Hwecu juga bisa memberi
kedudukan Conghou-hoat yang lebih agung padamu."
Kun-gi tertawa, katanya: "Kebaikan Hwecu kalian, Cayhe terima didalam hatisaja."
"Jadikautidak mauterimaundangankami?"
"Sekarang Cayhe adalah Cong-hou-hoat-su-cia dari Pek-hoapang, sebagai seorang ksatria memang bisa aku harus bermuka
dua, pagi berpihak sini dan malam berpihak sana, sekarang, kata2
Ci-tongcu tadi kuputar balik dan kupersembahkan kembali padamu, kalau sekarang aku membujuk Ci-tongcu menyerah dan berpihak
pada Pek-hoa-pang bagaimana?"
Ci Hwi-bing manggut2, katanya: "Maksud Hwecu, jika Ling-lote tidak mau menyerah, beliau pun mengharap kau mengundurkan
diri saja dari keterlibatanmu ini, jangan sampai diperalat oleh Pek-hoapang, asal kau mengangguk segera kusuruh orang
mengantarmu turun gunung, bagaimana pendapat mu.
Kun-gi tertawa, katanya: "Jika Thay-siang kita juga membujuk umpama Ci-tongcu tidak mau takluk kepada Pek-hoa-pang, silakan
selekasnya kau mengundurkan diri saja, bagaimana pendapat Citongcu?" WajahCiHwi-Ling berubahkelam:"Jadi kau tetapmembandel."
"Seperti kau Ci-tongcu, masing2 orang mempunyai tekadnya
sendiri2" "Ling Kun-gi, kebodohanmu ini akan menghancurkan masa
depanmu sendiri." "Cayhe tidak habis pikir, dalam hal apa aku akan
menghancurkan masa depanku sendiri?"
"Baiklah Lohu terangkan padamu, Pek-hoa-pang main pikat
terhadap insan persilatan dengan paras elok anggotanya, paling2
mereka hanya perkumpulan orang2 durhaka dan khianat, sekarang
kausudah mengertibukan?"
Bahwa Pek-hoa-pang dituduh sebagai khianat mau tak mau
bergetar hati Ling Kun-gi, semakin tebal rasa curiganya. Dia masih ingat Thay-siang pernah berkata demikian: "Mereka (maksudnya Hek-liong-hwe) kecuali mengerahkan beberapa anggota cakar
alap2, memangnya bisa mengerahkan jago2 silat dari mana?"
Semula Kun-gi mengira permusuhan antar Pek-hoa-pang dan Hekliong-hwe hanya pertikaian biasa antara sesama perkumpulan yang berkecimpung dalam percaturan Kangouw, tapi dari ucapan Ci Hwibing tadi dia menarik kesimpulan bahwa permusuhan kedua
perkumpulan inijugaadahubungannyadenganpihakpenguasa.
Ko-lotoa tetap berdiri di belakang Ling Kun-gi, dia hanya berdiri diam mendengarkan percakapan kedua pihak. Maklumlah, dia
hanya sebagaipenunjuk jalan, tiadahakuntuk
ikutbicaradihadapanCongsu-cia. Apalagi Ling Kun-gi tidak termakan oleh bujuk rayu Ci Hwibing yang akan menariknya ke pihaknya,
maka dia anggap tak perlu ikut berbicara.
Tapi kini persoalan sudah lain, kaum persilatan umumnya
memang mengalami kehidupan pahit di ujung senjata, tapi sekali
urusan menyangkut pihak yang berkuasa, siapapun tak berani
memikulakibatnyadituduh sebagaipengkhianatnegara.
Melihat Kun-gi mendadak terdiam, Ko lotoa mengira dia keder
karena dituduh sebagai "pengkhianat". Sejauh ini urusan telah berkembang, maka dia tidak hiraukan kedudukannya sekarang
sebagai penunjuk jalan lagi, segera ia menghardik: "Ci Hwi-bing, kau bangsat keparat, pengkhianat bangsa kau anggap sebagai
bapak, paling2 kau hanya diangkat sebagai Tongcu, memangnya
kau punya masa depan pula"
Melotot mata Ci Hwi-bing, bentaknya dingin: "Kau Ko Wi-gi.
Haha, memangnya Hwecu sedang mencari kalian kawanan
pengkianat ini, ternyata kau berani antar jiwamu ke sini, ini
namanya sorga ada pintu kau tak mau masuk, neraka buntu
justeru kau terjang."
Ko-lotoa menarik muka, katanya sinis: "Kalau aku berani
datang, memangnya gentar berhadapan dengan kalian cakar alap2
antek kerajaan ini" Lihatlah panji yang berkibar" Tujuan kami
adalah menyapu bersih Hek-liong-hwe dan menumpas sampah
persilatan . . . . . .. ." Muka Ci Hwi-bing yang merah seketika diliputi amarah yang meluap2, bentaknya mengguntur:
"Pengkhianat, kematian sudah di depan mata masih berani
bertingkah." "Ci-tongcu," laki2 tua bermuka tirus di sebelah kanannya buka suara, "Lohu ingin bertanya beberapa patah kata kepada bocah she Ling ini."
Ci Hwi-bing segera berubah sikap, katanya berseri tawa:
"Tokkoheng silakan bicara." Lalu dia mundur selangkah.
Mendelik kedua mata kakek muka tirus, tatapannya yang
beringas se-olah2 hendak menelan Ling Kun-gi bulat2, katanya:
"Anak muda, Lohu ingin bertanya padamu, kau harus menjawab dengan baik."
Melihat Ci Hwi-bing terhadap kakek kurus ini begitu hormat,
Kungi tahu kalau kedudukan si kakek mungkin di atas Ci Hwi-bing, tapi sikapnya tetap tak berubah, jawabnya dengan tertawa:
"Bergantung soal apa yang kau tanyakan."
"Lohu Tokko Siu, tentunya sudah pernah kau dengar dari
gurumu?" ucap si kakek kurus.
"Kiranya bangkotan tua yang sukar dilayani," demikian batin Kungi, Tapi dia tetap tertawa, katanya: "Ada pertanyaan apa, boleh Loheng katakan."
Terunjuk rasa kurang senang pada wajah Tokko Siu, katanya:
"Pernah Lohu bertemu beberapa kali dengan gurumu, usiamu
masih semuda ini, tua bangka seperti aku berani kau pandang
sebagai Loheng (saudara tua)?"
Kun-gi tertawa lantang, katanya: "Suhu pernah memberitahu
padaku, beliau selama hidup tidak pernah punya sahabat, maka
Wanpwe juga tidak pernah pandang siapapun sebagai angkatan
tua, selama berkelana di Kangouw tak pernah kupandang diriku
sebagai angkatan muda, bahwa kupanggil kau Loheng, ini cocok
dengan ajaran Nabi bahwa di empat penjuru lautan semuanya
adalah saudara, memangnya ucapanku salah?"
"Ada guru pasti ada murid," dengus Tokko Siu, "anak muda, orang yang bermulut besar dan kurangajar harus betul2 memiliki
kepandaian sejati." "O, jadi Loheng ingin menjajal betapa besar bobotku?"
"Masih ada persoalan yang ingin Lohu tanyakan lebih dulu."
"Katakan saja."
"Lohu punya dua murid, semua mati di tangan Pek-hoa-pang,
kau sebagai Cong-su-cia Pek-hoa-pang, tentunya tabu siapa yang
membunuh mereka?" "Siapa muridmu itu?"
"Kedua murid Lohu itu masing2 bernama Pek Ki-han dan Cin
Tekhong." Ling Kun gi melengggong mendengar kedua nama ini, kiranya
kedua orang ini adalah saudara seperguruan, dari sini dapatlah
dimengerti bahwa Tokko Siu tentu mahir menggunakan ilmu yang
serba dingin. Sekilas berpikir dia mengangguk, katanya: "Sudah tentu Cayhe tahu jelas akan kematian kedua muridmu itu."
"Lekas katakan," beringas muka Tokko Siu, "siapa yang membunuh mereka?"
Diam2 Kun-gi membatin: "Ci Hwi-bing sendiri yang membawa
Pek Ki-han dan Lan Hau meluruk ke Pek-hoa-pang, akhirnya hanya
dia seorang yang berhasil lolos, agaknya dia tidak menceritakan duduk persoalan yang sebenarnya'" Segera katanya: "Waktu muridmu Pek Ki-han meluruk ke Pek-hoa-pang, karena tidak sudi
ditawan, dia rela bunuh diri, Ci-tongcu berada di sini, boleh kau tanya padanya."
Tokko Siu berpaling, tanyanya: "Ci-tongcu, apa betul demikian?"
"Betul, tapi kematian Pek-heng betapapun harus diperhitungkan pada pihak Pek-hoa-pang."
"Memang masukakal. Lalu, CinTek-hong?"
"Cin Tek-hong berhasil menyelundup ke Pek-hoa-pang, malah
diangkat jadi Houhoat, di Gu-cu-ki rahasianya terbongkar oleh
Cayhe, kebetulan Hwi-liong-tongcu Nao Sam-jun memburu datang
bersama Cap-ji sing-siok dan mengepung kami, Nao Sam-jun
beranggapan muridmu telah membocorkan rahasia Hek-liong-hwe,
maka Cin Tek-hong dibunuhnya dengan senjata rahasia beracun . .
. ." "Jadi maksudmu, bukan kalian yang membunuh Cin Tek-hong?"
teriakTokko Siu marah2. Tegak alis Kun-gi, katanya lantang: "Tadi Cing-tongcu sudah bilang, sudah tentu perhitung-an ini harus dibereskan dengan Pekhoa-pang."
Muka tirus Tokko-Siu yang semula pucat seputih kertas pelan2
bersemu hitam, hardiknya bengia: "Katakan, kepada siapa Lohu harus membuat perhitungan?" Kedua tangannya sudah terangkat di depan dada, sorot matanya yang mencorong dingin menatap
Ling Kun-gi, setiap saat dia sudah siap turun tangan.
"Awas Cong-coh," Ko lotoa memperingatkan. Song Tek-song dan Thio Lam-jiang yang berdiri di kanan-kirinya serentak
memegang gagang pedang dan siap tempur.
Sebaliknya Kun-gi bersikap kalem, wajar seperti tanpa
persiapan, katanya tawar: "Bahwa kita sudah berhadapan dimedan laga, kalau kau mau membuat perhitungan dengan aku boleh
saja." "Bagus sekali" dangus Tokko Siu.
Tiba2 kakek bermuka kuda di sebelah kiri berteriak: "Tunggu sebentar Tokko heng, akupun ingin tanya siapa pula yang telah
membunuh muridku" Nah, orang she Ling, muridku Lan Hau siapa
yang membunuhnya?" "Cayhe sudah bilang, kalau toh kita sudah berhadapan di sini, urusan apapun dan berapa banyak yang akan kalian bereskan,
semua tujukan saja pada orang she Ling ini."
"Anak muda, besar amat mulutmu, kau mampu
membereskannya?" jengek kakek muka kuda.
"Kalau Cayhe tidak dapat membereskannya, memangnya aku
bisadiangkatsebagaiCong-su-cia Pek-hoa-pang?"
"Usiamu begini muda, kau memang pemberani, tapi kalau Thaysiang kalian sudah datang, sudah tentu kami akan mencari
perhitungan padanya."
"Tidak sulit untuk kalian menemui Thay-siang, lalui dulu diriku ini."
Kakek muka kuda menarik muka, serunya gu-sar: "Keparat, kau ingin mampus."
"Menang kalah belum ada ketentuan, memangnya pasti Cayhe
yang akan mampus?" Dengan angkuh kata si muka kuda: "Aku Dian Yu-hok, pernah
dengar tidak?" Mulut bicara kakipun melangkah maju.
Dian Yu-hok dijuluki orang Lam-sat-sin (malaikat maut), sudah
tentu Kun-gi pernah mendengar namanya, kebesaran namanya
tidaklebihrendah daripadaPing-sin(malaikates)Tokko Siu.
Kedua tokoh Kosen dari aliran jahat yang termasuk kelas top ini, memang merupakan golongan tersendiri dalam percaturan dunia
persilatan, kehebatan mereka pernah menggetarkan delapan
penjuru, kebanyakan perguruan silat dari aliran besar kecil segan mencari setoripada mereka.
Melihat Dian Yu-hok sudah mengambil ancang2 hendak
menyerang Kun-gi, lekas Tokko Siu berteriak: "Dianheng, tunggu sebentar, bocahiniserahkanpadaku,"
Lam sat-sin Dian Yu-hok menarik mukanya yang panjang seperti
tampang kuda, katanya dingin: "Bukan soal serahkan atau berikan pada siapa" Yang terang dia membunuh muridku dan sudah berani
memikul tanggung jawab, memangnya aku tidak pantas menuntut
balas padanya?" Kurang senang Tokko Siu, katanya: "Paling tidak aku kan sudah bicara lebih dulu padanya."
Kun-gi tertawa, katanya: "Tak usah kalian berdebat, Cayhe
hanya seorang diri dan tidak mampu membelah tubuh untuk
sekaligus menghadapi kalian. Nah, kailan maju bersama saja, akan kuhadapi sekaligus."
Sementara Kun-gi bicara, Dian Yu-hok dan Tokko Siu sudah
berebut maju, sama2 tak mau mengalah sehingga jarak mereka
sudah dekat di kirikanan Kun-gi. Tokko Siu membentak: "Anak muda, keluarkan senjatamu."
"Sret", Kun-gi melolos keluar Ih-thiankiam dan melintang di depan dada, ia pandang bergantian kedua musuh, katanya:
"Silakan kalianpun keluarkan senjata."
"Peduli senjata macam apapun selalu kuhadapi pula dengan
keduatelapaktanganku ini,"demikianujar TokkoSiu.
Kun-gi tertawa angkuh, pelan2 dia masukkan kembali Ihthiankiam ke serangkanya, katanya: "Kalau kalian tidak mau pakai senjata, biarlah ku layani dengan kedua telapak tanganku pula."
Dian Yu hok melenggong, katanya: "Anak muda dengan
bertangankosong,kaumampu menghadapikamiberdua?"
"Kalian tidak perlu urus," ejek Kun-gi, "kalau tetap ingin membuat perhitungan dengan Pek-hoa-pang, Cayhelah yang akan
menghadapi, kalau Cayhe beruntung menang, maka perhitungan
kalian harap dianggap impas, kalau Cayhe kalah, anggaplah aku
tidak becus, matipan aku tidak menyesal, setelah kalian berhasil menagih utang, maka bolehlah pulang saja."
Sekilas Tokko Siu melirik ke arah Dian Yu-hok, katanya
mengangguk: "Bagaimana pendapat Dianheng?"
Lansat-sin Dian Yu-hok mengangguk, katanya: "Baiklah, kita turuti saja kehendaknya."
Kun-gi maklum pertempuran hari ini baik menang atau kalah
akhirnya pasti membawa akibat yang luas artinya, sudah tentu dia tidak berani gegabah, diam2 ia kerahkan seluruh kekuatan
Lwekangnya, cuma lahirnya tetap tenang, wajahnya tersenyum
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebar malah. Diam2 Ko-lotoa mengerut kening, tanyanya lirih: "Cong-su-cia betul2 hendak melayani kedua bangkotan ini?"
Sebagai seorang kelasi dari Pek-hoa-pang yang bertugas
penunjuk jalan, kedudukannya amat rendah, tapi dari percakapan
Hoanthianeng Siu Eng dan Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing tadi, Kun gi tahu bahwa Ko-lotoa adalah salah satu dari tiga puluh enam
panglima Hek-liong-hwe dulu, maka ia menduga bahwa Thay-siang
mengutus dia sebagai penunjuk jalan mungkin, mempunyai
maksud yang besar artinya, selama ini dia tidak anggap orang
sebagai penunjuk jalan belaka, maka demi mendengar pertanyaan
orang, segera ia menjawab dengan suara lirih pula: "Betul, situasi rada genting, terpaksa aku harus layani mereka, Ko-heng bertiga harap mundur beberapa langkah, perhatikan Ci Hwi-bing dengan
keempat anak buahnya, jangan biarkan mereka menerjang kemari
sehingga kedudukan kita menjadi kacau."
Ko-lotoa mengangguk, katanya: "Cong-su-cia tak usah kuatir, tugas ini cukup dimaklumi olehku, cuma Tokko Siu dan Dian
Yu-hok meyakinkan ilmu silat yang beracun jahat, dengan satu
lawan dua Cong-coh harus hati2."
Tengah mereka bicara, Ping-sin Tokko Siu sudah tak sabar lagi,
selanya dingin: "Sudah selesai kalian berunding?"
Lekas Kun-gi berpaling, katanya tersenyum "Baiklah, silakan kalian memberi petunjuk."
"Kau berani menghadapi kami berdua, mungkin tiada
kesempatan balas menyerang," kata Tokku Siu, kontan tangan terayun terus menepuk ke depan. Gaya tepukan tangannya seperti
tidak menggunakan tenaga. tapi segulung angin keras segera
mendampar. Dalam seleksi adu kepandaian di Pek-hoa-pang tempo hari Ling
Kun-gi pernah saksikan pukulan telapak tangan Cin Tek-hong yang kuat, Tokko Siu adalah gurunya, sudah tentu juga mahir dalam
ilmu pukulan, maka sejak tadi dia sudah siaga, melihat lawan
memukul segera dia melejit ke samping menghindarkan diri.
Melihat lawan menyingkir, Lansat-sin Dian Yu-hok segera
membentak: "Awas." Tangan kanan lantas memukul dari samping, segulung angin keras kontan menerjang tubuh Ling Kun-gi.
Tanpa menoleh lekas Kun-giayuntangan kiri kesamping.
Setelah memukul sebetulnya Dian Yu-hok hendak mendesak
maju lebih dekat dan menambahi pukulan lain, tapi mendadak
terasa segulung kekuatan yang tidak kentara langsung menahan
tubuhnya, keruan kagetnya bukan main, batinnya: "Ilmu silat bocah ini, ternyata tidak boleh dipandang enteng."
Terpaksa pukulan telapak tangannya segera dia tarik kembali
serta didorong pula keluar, dengan demikian barulah tenaga
dorongan lawan yang tidak kentara itu dapat dibendungnya.
Kejadian berlangsung dalam sekejap mata, setelah pukulan
Tokko Siu berhasil dihindarkan Ling Kun-gi, sambil terkekeh dia gentak lengan bajunya, jari2 tangan yang kurus panjang mirip
cakar burung lantas menongol keluar serta mencakar2 ke udara
dua kali. Mendadak dia menubruk maju, tutukan dan pukulan dilancarkan
sekaligus menyerang Kun-gi. Kali ini Kun-gi tidak berkelit lagi, dia kembangkan Cap-ji-kim-liong-jiu, tutukan jari dan pukulan telapak tanganpun dilancarkan tak kalah lihaynya, malah variasinya lebih banyak, sekarang kanan, lain kejap tahu2 kiri, jadi kanan kiri saling berlawanan, secara sengit serta cepat dia hadapi rangsakan Tokko Siu, Hiat-to besar dan urat nadi orang menjadi sasaran
serangannya. Ca-ji-kim-liong-jiu diciptakan dari Ih-kin king yang diselami
secara mendalam, sebetulnya merupakan ilmu pusaka Siau-lim-pay
yang tak diajarkan kepada orang luar, kini dikembangkan tangan
kiri Ling Kun-gi, perbawanya sungguh hebat, umpama setan
iblispun tak mampu menghadapinya.
Waktu Kun-gi berkelit tadi, Lansat sin Dian Yu -hok pernah
menyerangnya sekali, tapi setelah itu dia berpeluk tangan dan
berdiri menonton saja. Maklumlah, dia sudah menjajaki bahwa kepandaian Kun-gi
ternyata tidak lebih rendah daripada kepandaian sendiri, Dian Yu-hok berasal dari suku Miau yang punya watak suka curiga, di
samping selama puluhan tahun berkelana di Kangouw, pengalaman
memberitahu padanya sebelum tahu jelas seluk beluk kepandaian
Ling Kun-gi, dia takkan sembarangan turun tangan.
Kini dia berdiri di pinggir gelanggang dan mengawasi dengan
penuhperhatiankedua orangyanglagiberhantam.
0odwo0 Di sini Ling Kun-gi tengah menghadapi rangsakan Tokko Siu,
sementara Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing telah menggerakan pedang, dengan keempat anak buahnya segera dia menerjang ke arah Ko-lotoa bertiga, bentaknya: "Ko Wi gi, dua puluh tahun lebih kita tak bertemu, biarlah hari ini aku mohon pnngajaranmu."
Setelah Kun gi turun gelanggang, maka Ko-lotoa merupakan
pentolan di antara mereka bertiga, maka Ci Hwi-bing lantas
mengincarnya lebih dulu. Ko-lotoa tertawa, mendadak dari
samping badan dia mengeluarkan sebatang besi, mendadak kedua
batang besi dia sambung terus diputar ke kanan-kiri menjadi
sebatang tumbak besi, hardiknya, "Memang aku juga ingin mohon pengajaranmu."
"Lihat pedang, Ko Wi-gi!" bentak Ci Hwi-bing terus mendahului ayun pedang menusuk lambung Ko-lotoa.
Ujung tumbak Ko-lotoa ternyata bergantol, bentaknya dengan
suara keras: "Serangan bagus!" Berbareng tumbak menyampuk dan menarik. Kedua orang segera saling serang dengan cepat,
pertempuran mereka cukup sengit dan menegangkan.
Melihat Tongcu mereka melabrak Ko lotoa, empat anak buahnya
berpakaian hitam di belakang Ci Hwi-bing segera ikut menyerbu
maju. "Sret", Song Tek seng segera cabut pedang, katanya dengan tertawa: "Thio heng, kebetulan kita masing2 kebagian dua orang.
Hayo kita berlomba, coba siapa merobohkan mereka lebih dulu."
Mulut bicara, pedangpun bekerja, sekali tutul pedangnya
mamancarkan bintik sinar kemilau bagai rantai perak tahu2
meluncur ke tenggorokan kedua lawan yang menyerbu tiba.
Sekali bergerak, Loanbi-hong-kiam hoat dari Go-bi-pay segera
dia kembangkan dengan sengit.
Thio Lam-jiang ter-bahak2, serunya: "Baiklah, marilah kita berlomba mengalahkan musuh." Tangan kanan meraih, badanpun bergerak, sebelum lawan menerjang tiba dia sudah melambung ke
atas, sinar pedang menyamber ke batok kepala kedua lawan.
Serangan pedang yang dilancarkan dengan badan menukik ini
ternyata bukan olah2 lihaynya, Kiranya Thio Lam-jiang juga telah keluarkan ilmu pedang Hing-sanpay yang ganas.
Tapi keempat orang berbaju hitam yang menjadi lawan mereka
adalah empat diantara ke12 Sin Ciu dari Ui-liong-tong yang
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" u n memiliki kepandaian kelas satu. Apalagi pedang merekapun
berwarna hitam gelap dan tak memancarkan sinar, jangankan di
tengah malam gelap, umpama di tengah siang hari juga sukar
untuk mengikuti dilancarkan Song Tek-seng segencar hujan lebat, lawan merasa
sepertidisampuk ribuanjarumtajamyangsukardijajaki.
Sedangkan Hing-san kiam-hoat yang dikembangkan Thio Lamjiang mendenging nyaring, badan berlompatan naik turun, ada
kalanya dia melambung ke udara dan menerkam laksana elang
menerkam anakayam. Dengan kerja sama mereka berdua yang ketat ini, ternyata
rangsakanlawanberhasil dibendung, untukbeberapa kejaplamanya
mereka sama kuat dan tiada yang lebih unggul atau asor.
Bayangan orang lari kian kemari, sementara sinar pedang saling
berseliweran, di sana-sini mulai terjadi pertempuran yang gaduh dan sengit.
Begitu pertempuran kalut berlangsung di depan Ui-lionggiam,
maka Hoanthianeng Siu Eng yang memimpin sisa Cap-ji-sing siok
segera berhadapan dengan 20 dara kembang di bawah pimpinan
Loh-bi-jin, mata tunggalnya kelihatan beringas, tiba2 ia angkat tangan seraya membentak: "Serbu!" Belum lenyap suaranya, sembilan orang yang seluruh tubuh terbalut dalam kulit anjing laut segera berlompatan maju, sisa Cap ji-sing-siok ini segera
menyerbu dengan nekat. Ke 20 dara kembang sejak tadi sudah siaga, jarak kedua pihak
sebetulnya ada empat tombak, begitu melihat kesembilan Sing-siok menubruk maju, 18 orang di antara para dara kembang tiba2
berpencar menjadi dua kelompok, gerakan mereka begitu rapi dan
terlatih, orang berada di ujung kanan mendadak mengayun tangan
dan menimpukkan setitik sinar biru, sementara yang berada di
ujung kiri juga mengayun tangan, entah darimana tahu2 tangan
kedua orang sudah memegang seutas rantai sebesar ibu jari,
begitu pinggang mereka meliuk, badanpun tiba2 mendekam ke
tanah. Gerakan ini boleh dikatakan dilakukan serempak oleh
delapan belas dara kembang, jelas bahwa mereka sudah lama
terlatih dan digembleng. Tatkala sembilan Sing-siok itu menubruk tiba, Loh-bi-jin sedikit mendak, segesit burung ia melayang kedepan. Sementara sembilan
musuh sudah menerjang tiba, tapi mereka dipapak timpukan titik
biru dari para dara kembang, mereka mengapung di udara, untuk
berkelit jelas tidak mungkin, soalnya mereka terlalu yakin akan pakaian yang kebal senjata, maka merekapun tidak berusaha
menghindar. Betapa cepat luncuran kedua pihak yang saling tubruk dan timpuk ini. Tahu2 sembilan titik sinar biru dengan telak
mengenai tubuh sembilan Sing-siok dan meledak, seketika asap
biru mengepul dan apipun berkobar dengan ganasnya. Pakaian
yang dikenakan para Sing-siok itu menutupi seluruh anggota badan dari kaki sampai kepala, yang kentara hanya kedua mata mereka,
maka kobaran api yang panas disertai asap tebal biru ini seketika berkobar di depan dada mereka, kecuali kobaran api, pandangan
mata merekapun tertutup oleh asap sehingga tidak bisa melihat
keadaan sekitarnya lagi. Kepandaian silat kesembilan Sing siok ini jelas tidak lemah, tapi berada di udara, tahu2 dia terbakar, keruan kaget mereka bukan
main, dalam gugupnya mereka berusaha memadamkan api sambil
menepuk2 dada sendiri. Sembilan orang melakukan gerakan yang
sama. Maklumlah, siapapun kalau dada terjilat api, secara otomatis
pastiberusaha memadamkannyadengantepukan keduatangan.
Tapi di luar dugaan mereka bahwa ledakan api ini buatan
khusus dari Pek-hoa-pang untuk menghadapi mereka, begitu besar
daya bakarnya, menyentuh barang apapun api pasti berkobar,
sebelum menjadi abu daya bakarnya tidak akan padam, siapapun
takkan mampu memadamkannya.
Karena berusaha memadamkan api, maka lengan baju mereka
yang lebar menimbulkan kesiur angin yang malah menambah
besar kobaran api sehingga lengan baju merekapun ikut terbakar.
Sembilan Sing-siok jadi mencak2 sambil ber-teriak2 panik
seperti manusia api, siapapun yang dekat mereka, sekali terpegang dan dipeluk, tentu jiwa akan ikut melayang dan terbakar mampus
bersama mereka. Tapi delapan belas dara kembang sudah siaga, dua orang satu
kelompok, masing2 memegang ujung rantai yang cukup panjang
dan siap mendekam di tanah. Karena sekujur badan terjilat api,
pandanganpun terganggu asap tebal, hakikatnya para Sing-siok
yang panik terbakar itu tak melihat keadaan sekitarnya lagi, baru saja kedua kaki mereka hinggap ditanah, dua dara kembang
segera mengayun tangan, dengan rantai panjang mereka menjirat
kedua kaki orang Sudah tentu para Sing-siok tak pernah pikir bakal kecundang
begini rupa, satu persatu mereka terjungkal roboh, belum lagi para Sing-siok itu berbuat banyak, segesit kera para dara kembang
sudah melejit bangun dan berlompatan menyilang sehingga kaki
orang betul2 terbelenggu oleh rantai dan ditarik ke kirikanan
dengan kencang. Begitu roboh dengan kaki terbelenggu oleh rantai, kesembilan
Sing-siok meronta2 dan bergulingan di tanah. Sementara api
berkobar semakin besar. Hanya beberapa kejap saja sembilan
orang aneh yang berpakaian kebal senjata itu hanya meronta
beberapa kali, akhirnya tak bergerak lagi, dengan cepat api
membiru itu mengeluarkan bau hangus terbakarnya badan
manusia yang tak sedap, Cap-ji-sing-siok yang selama ini dibanggakan oleh Hwi-liongtong, bukan saja kebal senjata, malah sudah malang melintang di Kangouw tak pernah kecundang, tak nyana hari ini tertumpas habis begitu saja oleh para dara2 cantik yang cekatan ini, belum gebrak semuanya sudah roboh dan mati terbakar menjadi abu.
Dalam pada itu waktu kesembilan Sing-siok menubruk maju
tadi, Loh-bi-jin juga meluncur ke depan memapak Hoanthianeng
Siu Ing, bentaknya menuding: "Orang she Siu, hari ini adalah hari ajalmu, lihat pedang!" Dari depan segera pedangnya menusuk.
Mimpipun Hoanthianeng Siu Ing tak pernah menduga bahwa
Pendekar Pengejar Nyawa 4 Kuda Putih Karya Okt Badai Laut Selatan 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama