Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 21

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 21


tubuhnya dihujani serangan pedang, kalau tidak tak mungkin
lukanya bisa begini banyak."
Sesaat Ling Kun-gi berdiri melenggong mengawasi dinding yang
mengadang di depan sana, jelas di dinding ini ada pintu rahasia pula, mengingat Bok-tan, Giok-lan, Bikui (Un Hoankun) dan lain2
mungkin berada di balik pintu ini, kemungkinan merekapun telah
terluka parah. Liang Ih-jun dan Yap Kay-sian yang membekal
kepandaian setinggi itupun terluka parah, apalagi mereka yang
telah terperangkap di dalam sana, jelas setiap saat meng-hadapi mara bahaya juga.
Terbayang akan Bok-tan dia teringat kepada Un Hoankun pula,
hatinya menjadi gelisah, katanya: "Yong-lopek, di sini ada pintu rahasia lagi, entah cara bagaimana membukanya, marilah lekas
kita masuk ke sana."
Sekilas Yong King tiong melirik mayat Tang Kim-seng yang
menggeletak di kaki tembok sana, mendadak tergerak pikirannya:
"Tang Kim-seng berlari sampai di sini, kenapa tidak buka pintu terus larikesebelahdalam"Tapidiasengajapakai
mayatsebagaitameng dan main membokong" Memangnya di balik
pintu ini ada perangkap yang amat lihay!"
Karena itu, sambil mengelus jenggot dia ber-kata : "Losiu tidak tahu alat perangkap yang terpasang di balik pintu, tapi mengingat Tang Kim-seng lari sampai di sini dan tak berani masuk lebih
lanjut, dapatlah ditarik kesimpulan pasti ada jebakan lihay di sana, setelah Losiu berhasil membuka pintu rahasia ini, jangan
Ling-kongcu berlaku gegabah, lihat dulu keadaan baru masuk."
"Wanpwe sama sekali asing mengenai alat2 perangkap, silakan paman memberi petunjuk," kata Kun-gi.
Dengan tersenyum Yong King-tiong lantas maju beberapa
langkah, ia mengelus dinding lalu menekannya beberapa kali,
setelah itu tangan kanan melindungi dada, cepat dia menyurut
mundur pula. Dinding batu mulai bergetar dan pelan2 terbuka sebuah celah
pintu, tapi tak nampak adanya reaksi apa2. Sudah tentu di balik pintu adalah lorong panjang pula, lebarnya juga hanya tiga kaki, keadaan di sinipun gelap gulita, lima jari sendiripun tidak kelihatan, keadaan hening lelap, tak terdengar suara apapun.
Sementara itu Yong King-tiong telah merogoh keluar dua
bumbung besi bundar dari tubuh Tang Kim-seng dan beberapa
puluh batang Gin ling-sian, katanya dengan tertawa :
"Ling-kongcu, coba kau mundur beberapa langkah. biar Losiu mencobanya."
Kun-gi lantas mundur dua langkah. Yong-King-tiong lantas maju
pula, ia pegang sebatang Gin ling-sian terus menimpuknya ke
dalam. Tampak sinar perak berkelebat memecah kegelapan disusul
suara ledakan dari permukaan tanah seketika timbul kobaran api
perak yang menyala cukup besar.
Dalam lorong sempit yang gelap itu. tiba2 timbul cahaya yang
terang benderang dapat mengawasi dengan seksama, panjang
lorong itu kira2 ada delapan tombak lalu membelok ke kiri,
bagaimana keadaan di balik pengkolan sudah tentu sukar
diketahui, tapi jalan lorong ini kelihatan lurus datar, tiada sesuatu yang mencurigakan.
Setelab ditunggu sekian lamanya tetap tiada reaksi apa2, diam2
Yong King-bong berpikir: "Kalau tidak ada perangkap dalam lorong ini, kenapa Tang Kim seng tak berani masuk?"
"MarilahpamanYong,kitamasuk memeriksanya,"ajakKun-gi..
Yang King-tiong cukup tabah, cermat dan hati2, katanya
menggeleng: "Losiu kira Tang Kim-seng pasti tahu cara membuka alat rahasia di sini, tapi dia lebih rela melawan kita secara mati2an dari pada masuk ke sana, kukira pasti ada sesuatu yang menjadi
sebabnya." "'Kalau tidak masuk sarangnya, mana dapat penangkap anak
harimau?" demikian kata Kun-gi. "Yang penting kita harus lebih hati2, paman boleh tunggu saja di sini, biar Wanpwe coba masuk
ke sana." "Kalau harus masuk marilah bersama supaya bisa saling
membantu," ujar Yong King-tiong.
"Jangan, biar Wanpwe masuk sendiri, bila benar ada perangkap, segera Wanpwe akan mundur, kalau banyak orang yang masuk,
padahal lorong sesempit itu, kalau mengalami kesulitan tentu sukar bergerak, bukankah semuanya akan terperangkap malah?"
Yong King-tiong mengangguk, katanya: "Jika demikian
keinginan Ling-kongcu, Losiu tidak akan memaksa, cuma jangan
kau masuk terlalu jauh, bila menghadapi bahaya harus lekas
mundur, nanti kita rundingkan pula cara mengatasinya."
"Wanpwe mengerti." ujar Kun-gi. Sambil menenteng pedang dan tangan lain memegang Leliong-cu Kun-gi melangkah masuk ke
dalam lorong. Dengan mendelong Yong King-tiong hanya bisa
mengawasi punggung Ling Kun-gi.
Lorong inipun amat gelap tapi ada cahaya mutiara di tangan
Ling Kun-gi, maka dia dapat maju pelan2, setiap langkahnya amat hati2 dan diperhitungkan, keadaan terasa tenang dan aman, Yong
Kingtiong yang berada di luar pintu semakin terbelalak bingung, kalau betul lorong itu tiada perangkap kenapa Tang Kim-seng tidak berani masukke sana"Memangnyadiatidaktahucara membukapintu
ini" Dalam pada itu Kun-gi sudah berjalan setombak lebih dan
hampir mencapai dua tombak jauhnya, keadaan tetap tenang dan
aman, tapi dikala langkahnya tepat mencapai jarak dua tombah
dari pintu, tanpa bersuara pintu lorong mendadak bergerak
menutup. Berdiri di depan pintu perhatian Yong King-tiong tertuju kepada Ling Kun-gi, tak pernah terpikir bahwa daun pintu akan
menutup secara mendadak, waktu dia sadar dengan kaget, namun
tak keburu lagi berbuat sesuatu apa, dalam hati dia mengeluh:
"Celaka!" Cepat dia ulur tangan ke tombol untuk membuka pintu lagi.
Waktu pertama kali dia menekan tomboi ini pintu segera
terbuka, tapi sekarang meski dia ketuk2 sekerasnya tombol itu,
daun pintu tetap tertutup rapat.
Sudab empat puluh tahun Yong King-tiong hidup di lorong2 gua
dalam perut gunung ini, sedikit banyak dia sudah cukup apal akan segala peralatan rahasia yang terpasang di sini, biasanya iapun suka memperhatikan, dan mempelajarinya dengan iseng, maka
boleh dikatakan sekarang cukup ahli, juga tentang peralatan
rahasia di sini. Malah dari hasil penelitiannya itu dia sendiri telah menciptakan ruang rahasia di kamar pribadinya dengan daun pintu yang amat berat itu.
Beruntun dengan menggunakan beberapa cara ia berusaha
membuka daun pintu, tapi tetap gagal, baru sekarang dia sadar
bahwa peralatan rahasia di sini agaknya berbeda daripada
peralatan di tempat lain, pasti di balik daun pintu ini dipasang peralatan istimewa untuk mengendalikan daun pintu ini. Apa yang dinamakan peralatan khusus tentunya jauh lebih berbahaya. Kini
Ling Kun-gi terperangkap di dalam, tak heran Tang Kim-seng lebih suka tinggal di luar sini daripada masuk ke sana. Semakin dipikir semakin gelisah, tanpa terasa keringat membasahi badan Yong
King-tiong. Tiba2 dia mundur dua langkah, obor dia serahkan
kepada Siau-tho, pelan2 dia menarik napas. dua tangan terangkat di depan dada Jubah hijau yang longgar tiba2 melembung, bola
matanya mendelik, tiba2 dia menghembuskan napas keras2 dari
mulut, berbareng tenaga terkerahkan pada kedua tangannya terus
menggempur ke daun pintu batu.
"Blang" pukulan menimbulkan getaran yang keras, lorong sempit itu seketika diliputi hawa yang bergolak. Begitu keras
pukulan dan akibatyangtimbulsehinggaYong King-tiongsendiri
tertolak mundur selangkah. Obor padam seketika sehingga lorong
menjadi gelap gulita. Tanpa diminta lekas Siau-tho menyulut obor pula. Yong Kingtiong maju memeriksa, pintu yang terkena pukulan dahsyatnya
masih utuh tak kurang suatu apapun. Sudah tentu dia tidak tinggal diam, beruntun dia memukul lagi lebih keras, tapi hasilnya nihil, daun pintu tidak bergeming sedikitpun malah hawa bergolak
semakin keras, lorongsempitiniterasaberguncanghebat.
Tiga pukulan Yong King tiong telah dilancarkan dengan seluruh
kekuatannya, akhirnya dia menjadi lemas sendirinya, tiga pukulan tadi boleh dikatakan telah memeras seluruh kekuatannya, maka
keadaannya sekarang menjadi loyo, wajahaya kelihatan letih.
Siau-tho maju sambil angkat obor, katanya lirih: "Yongcongkoan, istirahatlah sebentar."
Yong King-tiong menghela napas, katanya: "Lohu sudah
menduga pasti di sini ada perangkap yang luar biasa. Ai, kalau
Lingkongcu sampai mengalami musibah, bagaimana Lohu harus
memberitanggung jawabkepada Thi-hujin?"
Siau-tho menggigit bibir, katanya setelah ber-pikir: "Menurut pendapat hamba, Ling-kongcu memiliki kepandaian tinggi,
membawa senjata pusaka lagi, orang baik tentu dikaruniai umur
panjang, semoga Thian selalu memberkatinya."
"Ya, semoga seperti apa yang kau doakan," Yong King-tiong menghela napas pula.
-oo0dw0oo Sekarang marilah, kita ikuti pengalaman Ling Kun gi di dalam
lorong, cahaya mutiara di tangannya dapat mencapai sejauh tiga
tombak, tapi dalam jarak sepuluh tombak, bila ada musuh
sembunyi pasti dapat diketahui juga oleh ketajaman telinganya,
setelah menyusuri hampir dua tombak dia yakin kalau dalam
lorong ini tiada orang bersembunyi, maka hatinya semakin tabah, karena dia tahu setiap peralatan rahasia menjelang alat itu
bergerak pasti akan menimbulkan suara, meski itu hanya suara
gesekan lirih sekali pasti tidak akan lepas dari pengamatan mata kupingnya, sedikit peringatan ini sudah cukup baginya untuk
secepatnya bersiap menjaga kemungkinan, tapi sejauh hampir dua
tombak ini, keadaan tetap tenang dan aman, Kun-gi menjadi geli
akan ketegangan sendiri. Lorong gua di perut gunung dengan segala peralatannya ini
adalah hasil ciptaan Sinswi-cu, pada setiap petak lorong pasti di pasang sebuah pintu, maksudnya supaya orang luar tidak leluasa
keluar masuk menerjang ke dalam Hek-liong-hwe, pada daun pintu
di sini masing2 juga menggunakan cara yang berbeda untuk
membukanya. Sejak masuk dari Ui-liong-tong sampai di sini, entah berapa
lorong dan betapa jauh yang telah di tempuh Ling Kun-gi, berapa pintu pula yang berhasil dia dobrak, kecuali sering disergap oleh mu-suh, kapan dia pernah menghadapi alat perangkap yang
berbahaya" Karena yakin di depan tiada musuh bersembunyi dan
percaya tiada perangkap apa2 di sini, maka Kun-gi mempercepat
langkahnya, tapi waktu dia mencapai dua tombak dari dalam pintu, mendadak didengarnya daun pintu di belakang tertutup, seketika
Kun-gi tersentak kaget. Maklumlah bagi seorang persilatan yang berkepandaian tinggi,
bila bertindak soal pertama yang dia pikirkan adalah jalan mundur.
Bila dia baru mencapai satu tombak lantas tahu daun pintu akan
menutup, mungkin dengan kecepatan gerakannya dia masih
sempat melompat keluar, tapi kini dia sudah dua tombak jauhnya, umpama segera tahu juga ti-dak mungkin mundur lagi. Kejadian
bagai percikan api belaka, baru saja Kun-gi mencelos kaget,
kupingnya lantas mendengar suara keretekan dari balik dinding di kanan kirinya.
Kejadian teramat cepat, belum lagi suara keretekan itu lenyap
mendadak dilihatnya sinar dingin berkelebat, dari dinding sebelah kiri mendadak menusuk keluar pedang yang tak terhitung
jumlahnya, dinding batu di sini tinggi tiga tombak panjang delapan tombak itu hampir semuanya merupakan dinding pedang, jumlah
pedang yang menusuk keluar dari dinding sedikitnya ada tiga
ratusan batang. Padahal lebar lorong hanya tiga kaki, sedang
panjang pedang juga hampir tiga kaki.
Syukur Ling Kun-gi sudah berlaku hati2 dan waspada, begitu
mendengar suara dari balik dinding, betapa cekatan dia bergerak, belum lagi pedang menusuk badannya, Seng-ka-kiam di tangan
kanannya sudah bekerja, terdengar suara benturan keras disusul
suara gemerantang, pedang panjang yang menusuk keluar, seluas
lima kaki di sekitarnya kena ditabas kutung berhamburan. Tapi
kejap lain, dari dinding sebelah kanan, kembali muncul sinar
dingin, entah berapa banyak pedang menusuk keluar pula.
Tanpa pikir kembali Kun-gi kerjakan Seng-ka-kiam, di mana
pedangnya terobat-abit kemba-li suara gemerentang memekak
telinga, seluas lima kaki di sekitarnya pedang yang sedang
menusuk daridinding kembali disapunyakutung.
Kini Kun-gi aman di lingkaran seluas lima kaki itu. Hanya di
tempat inilah yang paling aman sepanjang lorong ini, meski
kutungan pedang yang menempel dinding masih mulur, tapi sudah
takbisa melukainyalagi. Kini Kun-gi bisa memperhatikan dengan seksama, pedang yang
menusuk keluar dari kanan-kiri ternyata bergiliran, itu berarti siapapunyang masuk lorong inipasti akanbinasa.
Soalnya bila merasa diserang oleh pedang yang menusuk keluar
dari dinding kiri, dengan sendirinya akan berkelit dan mepet
dinding kanan, lorong lebar tiga kaki, panjang pedang ada dua kaki tujuh dim, di samping berkelit kaupun harus mengempiskan dada
dan perut, tapi pada saat itu pula, dari dinding kanan di belakang punggung juga, menusuk keluar pedang yang tak terhitung
banyaknya. Secara bergiliran maju mundur begini, mustahil kalau sekujur badanmu tidak tertusuk.
Setelah melihat keadaan ini baru Ling Kun-gi paham kenapa
sekujur badan Yap Kay-sian sampai terluka sebanyak delapan belas jalur pedang. Tapi nyatanya dengan luka2 sebanyak itu dia berhasil menerjang keluar dari lorong ini, sungguh sukarnya tak dapat
dibayangkan, sebab selain harus memiliki kepandaian tinggi, juga kecerdikan tidak kurang pentingnya, di samping itu harus memiliki Ginkang yang luar biasa pula.
Mengingat Yap Kay-sian, dengan sendirinya dia teringat kepada
Bok-tan dan rombongannya, entah berapa orang sudah menjadi
korban oleh barisan pedang ini. Serasa denyut jantungnya
bertambah kencang, perasaan seperti tertekan. Hal ini malah
menambah tekadnya untuk menerjang masuk lebih lanjut.. Pedang
disinipun harusdilenyapkanseluruhnyalebihdulu.
Seng-ka-kiam segera dia pindah ke tangan kiri, tangan kanan
mengeluarkan Ih-thiankiam, dengan kedua tangan sekaligus
memainkan kedua pedang pusaka segera dia menerjang masuk
lebih dalam. Tampak dua larik cahaya terang menari turun naik, di mana
sinar pedang menyamber, pedang2 selebar itu seketika sama
rontok berhamburan. Ling Kun-gi terus menerjang maju, tiba di
belokan lorong, dilihatnya di atas tanah menggeletak sesosok
mayat yang berlepotan darah.
Di bawah pancaran cahaya mutiara tampak jelas bahwa orang
yang menggeletak ini adalah Coh-houhoat Kiu-ci-boankoan Leng
Tio-cong adanya. Punggungnya terluka sembilan tusukan pedang,
dadanya juga tergores beberapa jalur, tapi tusukan dipunggung itu lebih parah sehingga menamatkan jiwanya. Sebetulnya ilmu silat
orang ini lebih tinggi, tapi selama hidup dia tidak pernah pakai senjata, maka kali ini menjadikorbansecarapercuma.
Mungkin dikala mengalami serangan pedang dari dinding kiri,
dengan tangan kosong terang tak berani melawan senjata tajam.
Jalan satu2nya ialah berkelit dan mepet ke dinding kanan, tak
terduga pedang lantas menusuk keluar juga dari dinding ka-nan
sehingga luka dipunggungnya tampak lebih telak daripada luka2 di dadanya.
Diam2 Kun-gi menghela napas, dalam hati dia berdoa : "Lengheng, istirahatlah dengan tenang!" Kun-gi menerjang maju lebih lanjut, lorong di situ agak serong dan membelok, kira2 delapan
tombak lagi baru sampai di ujung lorong, kembali dia dihadang
sebuah dinding. Waktu dia berpaling, kutungan pedang berserakan memenuhi
lorong, syukur dia selalu membekal kedua batang pedang pusaka
ini, kalau tidak jangan harap dia bisa menembus hutan pedang di sini. Dikala dia berpikir itulah, suara keresekan di balik dindingpun berhenti. Sisa kutungan pedang yang masih menempel dinding dan
masih bergerak maju mundur itupun kini sudah hilang ke dalam
dinding dan tak berbekas lagi. Keadaan kembali tenang seperti
sediakala. Pada saat itulah mendadak didengarnya seruan Yong
King-tiong: "Ling-kongcu .... . " suaranya keras dilandasi kekuatan dalam yang hebat, gema suaranya mendengung di dalam lorong,
nadanya kedengaran gugup dan kuattir.
"Aaaahhh!" sebuah teriakan girang tiba2 berkumandang dari pengkolan sana. Bayangan Yong King-tiong yang tinggi segera
muncul, sebat sekali dia sudah melejit tiba di samping Kun-gi,
katanyapenuhperhatian:"Ling-kongcu, kautidakapa2."
Terharu juga Kun-gi atas perhatian orang, lekas dia memapak
maju, katanya: "Yong-lopek, beruntung Wanpwe membekal kedua pedangini, perangkappedangdisini kuhancurkanseluruhnya."
Dengan seksama Yong King-tiong awasi badan Ling Kun-gi,
memang seujung rambutpun tidak kurang suatu apa, maka dengan
mengelus jenggot dia berkata tersenyum: "Untung yang masuk kemari adalah Ling-kongcu, kalau Losiu, tentu sejak tadi sudah
menggeletak tak bernyawa" La-lu dia bertanya: "Jenazah di pengkolan itu apakah juga orang Pek-hoa-pang?"
"Dia itujah Kiu-ci-boankoan LengTio-cong, Coh-houhoat
Pek-hoapang, orang ini dari Eng-jiau-bun, kepandaian yang
diyakinkan mengutamakan kekerasan jari tangan, selamanya dia
tidak pernah pakaialatsenjata, makadi sinidia mengalami
nasibnyayangsial." "Betul, hutanpedang di sinibegini lebat, alatperangkapbergerak cara hidup, bagi orang yang tidak bersenjata sudah tentu akan
menderita rugi besar," demikian ujar Yong King-tiong.
Tengah bicara, tampak Siau-tho dan seorang jago pedang baju
hitam sudah menyusul tiba.
"Yong-lopek, di sini ada pintu rahasia lagi, tolong paman
membukanya," pinta Kun-gi.
Cepat sekali Yong King-tiong berhasil mem-buka pintu di
dinding, Kembali mereka memasuki sebuah lorong pula. Dengan
memegang mutiara dan menenteng pedang Kun-gi jalan ke depan,
katanya: "Yong-lopek, biar Wanpwe memeriksanya dulu."
"Biarlah kita masuk bersama," ucap Yong King-tiong,
"selanjutnya takkan ada hutan pedang atau perangkap lain lagi, karena pintu2 di sini rada2 sukar dibuka dari luar, orang yang di dalam bila mendekati segera pintu terbuka sendiri, dari sini
dapatlah diduga bahwa orang2 Pek-hoa-pang pasti terkurung di
sini." "Baiklah, biar Wanpwe membuka jalan," lalu Kun-gi beranjak lebih dulu.
Sambil menenteng pedang Yong King-tiong ikut masuk, di
belakangnya adalah Siau-tho dan jago pedang baju hitam yang
terakhir. Ternyata keadaan lorong ini tenang dan aman, kali ini Kungi lebih hati2. Setelah empat tombak jauhnya tetap tiada
kejadian apa2, maka dia percepat langkahnya.
Panjang jalan ini entah berapa li, kira2 semasakan air telah
mereka tempuh, tapi bayangan orang Pek-hoa-pang tetap tidak
kelihatan, padahal lorong ini sudah berakhir dan diadang sebuah kamar batu, sebuah kamar yang luas dan lebar berbentuk segi
enam, di tengah kamar tertaruh sebuah meja bundar warna hijau
dikelilingi enamkursi batu, kecuali ini tiada benda lainnya. Keadaan di sinipun gelap gulita sehingga sukar diketahui keadaan
sekelilingnya. Yong King-tiong berhenti di luar pintu. tanpa terasa ia bersuara heran.
Kun-gi berpaling, tanyanya: "Paman Yong, adakah kau melihat gejala yang tidakberes disini?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tiga puluh tahun Losiu menjabat Congkoan Hek-liong-hwe tak pernah kuketahui adanya tempat ini."
"Paman Yong, bukankah Han Jantotadibilang merekatelahubah
lorong gua serta membangunnya lebih rumit, kalau orang2
Pek-hoapang, bergerak menurut peta lama itu berarti masuk
perangkap sendiri, mungkin di sinilah tempat yang di maksud itu"
"Losiu hanya tahu bahwa di belakang Ceng-liong-tong ditambah bangunan rahasia, tempat untuk menyekap orang, tapi tak tahu
kalau di sini ada tempat seluas ini, dinding segi enam ini entah mengapatidakberpintu, lalu ke manakitaharuspergi?"
Kamar yang luas ini terasa sunyi senyap, tapi di dalam sana
lapat2 terasa adanya hawa yang mencekam, dia mengerut kening,
katanya pula kepada Kun-gi: "Ling-kongcu tunggu saja di sini, jangan sembarang bergerak, Losiu akan memeriksa ke dalam."
Segera dia kerahkan tenaga dalam, dengan hati2 dia melangkah
masuk pelan2. Kamar ini memang kosong melompong, kecuali meja kursi tiada
benda lain, tapi Yong King-tiong bertindak amat hati2, dengan
cermat dia periksa meja kursi, lalu berjalan mengelilingi dinding sepanjang ruangan.
Terutamapadasetiap sudutsegi enamitudiaberdiricukup lama,
matanyapun menatap ke dalam dengan tajam serta mendengarkan
dengan seksama tapi agaknya tetap tidak memperoleh sesuatu
yang diharapkan. Setelah berdiri menunggu sekian lama, Ling Kun-gi jadi hilang
sabar, baru saja ia hendak menyusul maju mendadak didengarnya
gema suara benturan senjata tajam yang sayup2. Betapa tajam
pendengaran Ling Kun-gi, tiba2 sorot matanya berpaling ke arah
sudut ketiga di sebelah kanan,
Lwekang Yong King-tiong juga cukup tinggi, iapun mendengar
gema suara benturan senjata dari arah yang sama, yaitu dari sudut ketiga, maka iapun membalik ke arah sini.
Di antara anggota rombongan yang dipimpin Bok-tan, Cohhouhoat Leng Tio-cong dan Yap Kay-sian sudah mati, sementara
Liang ih-jun luka parah, yang ketinggalan adalah Bok-tan, Giok-lan, Bikui ( Un Hoankun) dan Ci-hwi serta Binggwat Suthay dari
Ciok-sin bio yang belum kelihatan muncul.
Suara benturan senjata itu kemungkinan adalah perjuangan
para nona yang kesamplok musuh tangguh dan tengah bertempur
sengit, keruan Lingkun-gi jadi kuatir. Maka tanpa ayal segera dia melayang ke dalam kamar serta berkata lirih: "Yong-lopek harap tunggu di sini, biar Wanpwe masuk menengok ke dalam, mungkin
orang Pekhoa-pang sedang melabrak musuh tangguh di dalam
sana" Tanpa menunggu reaksi Yong King-tiong langsung dia
berkelebat masuk ke sudut ketiga.
Melihat betapa rasa kuatir Ling Kun-gi, Yong King-tiong jadi tak enak merintangi, bahwasanya memang dia tak sempat
mencegahnya karena gerakan Kun-gi terlampau cepat, terpaksa
dia berpesan dari belakang: "Ling-kongcu harus hati2, Losiu rasa keenamsudutpintudisini pastitidak beres."
Kun-gi sudah melayang beberapa tombak jauhnya, sahutnya
sambil berpaling: "Wanpwe mengerti."
Lorong di belakang sudut pintu ketiga ini juga selebar tiga kaki, dengan membawa Leliong-cu, mata dan kuping dipasang tajam2,
Kun-gi maju terus ke arah datangnya suara.
Langkahnya cepat sekali, sebentar saja dia sudah mencapai
puluhan tombak, di depan mendadak muncul sebuah lorong sempit
yang melintang. Di tempat persimpangan ini sulit membedakan
arah datangnya suara benturan senjata, sebetulnya gema suara itu lebih jelas, kadang2 keras tiba2 lirih dan lenyap, dapatlah
dibedakan bahwa dua orang yang lagi berhantam itu tidak
setanding, atau mungkin seorang melarikan diri dan yang lain
mengejar, kini jarak mereka sudah semakin dekat kearah dirinya.
Setiba dipersimpangan jalan terpaksa Kun-gi harus berhenti dan
menunggu, dengan penuh perhatian dia bedakan arah datangnya
suara, tak nyana waktu dia berhenti dan mendengarkan, itulah
suara benturan itu mendadak lenyap. Sesaat kemudian baru
berkumandang lagi, kini jelas datang dari arah sebelah kiri, cuma suaranya kedengaran amat jauh.
Kun-gi tidak ayal lagi, lekas dia membelok ke kiri terus menyusul ke sana dengan kencang. Tak terduga baru empat tombak dia
berlari, mendadak di kejauhan sana didengarnya suara hardikan
nyaring. Suara hardikan nyaring ini serasa sudah amat dikenalnya, cuma sukar dibedakan suara siapa" Keruan dia melenggong,
kembali dia menahan lang-kah dan pasang kuping mendengarkan
pula. Tapi suara hardikan itu hanya sekali saja, lalu tak terdengar lagi.
Dari kecermatan cara Kun-gi membedakan suara, dia yakin kalau
suara, hardikan itu datang dari belakangnya malah, jadi
berlawanan dengan suara benturan senjata tadi.
Sedikit merandek ini suara benturan senjata tadipun sudah
lenyap, malah dia memperhitungkan suara hardikan, itu tidak
terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Otaknya bekerja seeepat kilat, segera dia putar balik terus menerjang ke persimpangan jalan, kali ini membelok ke arah kanan.
Kali ini hanya berlari kira2 enam tombak lantas dilihatnya
sesosok bayangan langsing berkelebat keluar dari tikungan sebelah depan danberlari mendatangi. Jadikedua orangberlari salingpapak.
Tangkas sekali gerak-kberik bayangan langsing itu, begitu ada
orang datang dari arah depan, tanpa tanya siapa dia dan tak peduli apa akibatnya, sekali menghardik kontan dia ayun tangan serta
menepuk ke depan. Tepukan telapak tangan ini ternyata dibarengi dengan taburan gumpalan asap putih yang menerjang ke muka
orang. Syukur Kun-gi sudah menahan langkah dan berdiri menunggu,
teriaknya: "Adik Hoan, inilah aku!" Gumpalan putih itu bertaburan di muka Ling Kun-gi dan "plak", tepukan tangan orang telak mengenai pundaknya.
Sekilas bayangan langsing itu tampak tertegun, habis itu
mendadak berjingkrak dan menjerit girang, teriaknya: "Toako, kau
. . . . " sambil berteriak segera ia menubruk maju dan menjatuhkan diri dalam pelukan Kun gi, dengan kencang ia merangkul Kun-gi,
kepalanya menempel di pinggir kupingnya, bisiknya lirih penuh
rasa haru dan riang serta lega: "Toako, hampir saja aku tak bisa ketemu lagi dengan kau." Ternyata dia bukan lain adalah Un Hoan kun yang menyamar Jadi Bikui.
Tampak oleh Kun-gi pakaian Un Hoankun robek dua tempat,
keduanya tergores pedang hingga kulit badannya terluka, rambut
awut2an, keadaannya kelihatan amat letih dan kehabisan tenaga,
timbul rasa iba dan sayangnya, katanya sambil mengelus rambut
orang: "Adik Hoan, kau terluka?"
"Untunglah hanya lecet kulit saja," sahut Hoankun. "Eh, Toako, kapan kau masuk kemari" Kenapa hanya kau saja?"
"Panjang ceritanya, aku mencari kalian, kalau tidak mendengar suara hardikanmu, mungkin belumbisa kutemukan kau?"
Kepala Un Hoakun bersandar dipundak Ling Kun-gi, katanya:
"Lorong2 sempit di sini simpang siur, seperti berada di sarang labah2 yang menyesatkan, sukar menemukan jalan keluarnya,
lama kelamaan rombongan kami lantas terpencar satu persatu,
apalagi musuh selalu menyergap dan membokong, kepandaian
silat dan ilmu pedang merekapun teramat tinggi, kalau aku tidak membekal obat bius, mungkin aku sudah terluka parah." Setelah merandek dan menghela napas, dia menambahkan pula dengan
tertawa: "Tadi dengan obrt biusku juga sudah kubunuh dua
orang," "Sejak kapan kalian terpencar?" tanya Kun-gi.
"Entah sejak kapan, yang terang sudah cukup lama, semula Ci-hwi masih berada di sampingku, kemudian terdengar suara
benturan senjata lawan segera aku memburu ke sana, tak tahunya
setiba di tikungan musuh lantas menyergap, setelah aku berhasil membereskan orang itu, bayangan Ci-hwipun telah lenyap."
"Jadikau hanyaselalu, beradadi lorong sempit ini."
Suara Un Hoankun seperti minta belas kasihan: "Ya, obor yang kubawa sudah terbakar ha-bis, seorang diri aku jadi menggeremet di tempat gelap, semakin gugup semakin bingung dan semakin
sulit menemukan jalan keluarnya . . . . "
Kun-gi tertawa, katanya: "Kau sudah tahu takut sekarang?"
Mengencang pelukan Un Hoankun, katanya sambil
membenamkan kepalanya ke dada Ling Kun-gi: "Memangnya kau
saja yang tidak takut?"
Terasa oleh Kun-gi waktu orang bicara bau badan si nona nan
harum membuat hatinya rada terguncang, terutama badan orang
yang padat berisi menempel kencang di dadanya, jantung mereka
yang berdetak seakan saling bertautan menjadi satu, seketika
badan terasa hangat. Pelan2 dia angkat muka si nona, katanya
lembut: "Sekarang kau tak usah takut." Empat mata beradu pandang, tampak bulu mata Un Hoankun yang panjang
melengkung, bola matanya nan bening dan jeli, bibirnya merah
seperti delima merekah. Muka mereka memangnya amat dekat,
kini semakin mendekat . . . ."
Badan Un Hoankun seperti mengejang, mulutnyapun mengeluh
lirih. Sayang pada detik2 romantis itu dari tempat yang gelap sana mendadak kelarik sinar pedang berkelebat, cahaya dingin laksana kilat menusuk ke arah mereka.
Gerak orang ini sangat cepat, kedatangannya tidak
menimbulkan suara, tahu2 serangan pedangnya sudah menyambar
tiba dengan perbawa yang mengejutkan.
Kun-gi terkejut sadar, lekas, dia miring kekanan sambil menarik badan Un Hoankun, tiga jari tangan kiri dengan cepat menjepit
ujung pedang lawan, berbareng kaki kanan melayang ke dada
orang. Karena tangan menjepit ujung pedang lawan, telapak
tangannya ikut membalik, cahaya mutiara yang semula teraling kini mendadak terpancar dan menjadikan lorong sempit itu terang.
Tampak orang yang menyergap secara licik ini adalah laki2
berbaju hijau, usianya empat puluhan, dari serangan pedangnya
yang lihay serta kedatangannya yang tidak membawa suara,
terang dia jago kosen dari Ceng-liong-tong yang berkepandaian
tinggi. Sebetulnya si baju hijau ini tadi hanya melihat segumpal
bayangan orang di lorong sempit ini, maka diam2 dia
menggeremet maju terus menusukkan pedangnya, sungguh tak
nyana bahwa yang diserangnya ini adalah sepasang muda-mudi
yang sedang memadu cinta di tempat gelap ini. Terutama pemuda
jubah longgar ini hanya sekali angkat tangan dan ujung pedang
lantas terjepit, keruan ia kaget, lekas dia miring badan sambil mundur setengah tindak, berbareng tangan kiri menepuk
tendangan kaki Kun-gi, sedang tangan kanan menggentak keras,
pergelangan tangan berputar dan pedangpun ditarik. Dengan
gentakan yang dilandasi kekuatan hebat ini, ujung pedangnya bisa menciptakan lingkaran, bagi seorang yang Lwekangnya rendah,
jari2 nya yang menjepit ujung pedang pasti bisa tertabas kutung.
Tapi Ling Kun-gi juga mengerahkan tenaga saktinya pada ketiga
jarinya yang menjepit ujung pedang lawan. Maka terdengar
"pletak", ujung pedang tiba2 patah.
Kejadian cepat sekali, orang itu tergentak mundur dua tindak
baru berdiri tegak, sekilas kelihatan tertegun, katanya dengan
tertawamarah:"Anakbagus, kiranyakauanakmuridSiau-lim."
"Kau salah satu dari tiga puluh enam panglima
Haek-liong-hwe?" tanya Kun-gi.
Orang itu melenggong, jawabnya kemudian: 'Darimana kau
dapat tahu?" "Tiga puluh enam panglima adalah orang kepercayaan Lohwecu, seharusnya mereka patriot bangsa dan tuan . . . . . . '
Tajam tatapan mata si baju hijau, tanyanya: "Siapa kau?"
"Kau tidakperlu tahu siapa diriku."
Mendadak beringas sorot mata si baju hijau, bentaknya bengis:
"Kau bocah ini, terlalu banyak yang kau ketahui." Sret, pedangnya kembali menusuk ke arah Ling Kun-gi.
Dengan enteng Kun-gi mengegos kesamping dan balas
membentak: "Bukan saja banyak yang Cayhe ketahui, hari ini malah aku akan mencuci bersih nama baik Hek-liong-hwe di bawah
pimpinan Lo-hwecu dulu, sebagai salah seorang tiga puluh enam
panglima dulu, kini kau rela menjadi antek musuh, maka kematian adalah bagianmu."
"Toako," seru Un Hoankun di belakang,"orang ini harus kita tawan hidup2."
Karena tusukannya luput orang itu jadi melengak, mendengar
ancaman Kun-gi lagi, seketika dia naik pitam, dengusnya: "Anak muda sombong benar kau!" Sret, sret, kembali pedangnya bergetar menusuk dua kali.
Di mana tangan Kun-gi terangkat tahu2 pedang pandak sudah
digenggamnya, tapi dia tidak lantas balas menyerang, kaki tidak bergeming, hanya badan bagian atas bergontai mengikuti gerak
tusukan lawan, dua kali tusukan si baju hijau kembali mengenai
tempatkosong. Gerakan bergontaiyanggemulai iniadalah hasildari
Hwi-liong-kiu-sekyangtelahdiacangkok dalampraktek.
Dengan gerakan sederhana, tiga kali tusukan lawan yang cukup
deras ini berhasil dihindarkan, keruan hati Kun-gi bertambah
senang, tangan kanan tiba2 terayun, maka terdengarlah suara
"trang" pedang panjang lawan yang sudah patah ujungnya itu kena ditekannya ke bawah.
Pada saat itulah, tiba2 terlihat sebuah lengan putih halus
terjulur keluar dari samping Kun-gi, begitu kelima jarinya
terpentang, segumpalasapberbubukseketikamenyampuk
mukaorangitu. Melihat Un Hoankun menjentikan bubuk kabut pembius, si baju
hijau tahu gelagat tidak menguntungkan, tapi pedang sendiri
tertindih oleh pedang Ling Kun-gi, jangankan mau mundur,
kesempatan menarik pedangpun tak sempat lagi, tahu2 hidungnya
mengendus bau harum yang aneh, seketika pandangan menjadi
gelap. "Bluk", seketika roboh tersungkur.
Un Hoankun berjingkrak kegirangan. "Syukurlah, akhirnya dapat kita bekuk seorang musuh hi-dup2." demikian teriaknya sambil berkeplok.
"Untukapa kau menawannyahidup2?"tanyaKun-gi.
Un Hoankun berseri tawa, katanya: "Lorong sempit ini
bercabang sertamembingungkan,
kalauadapetunjukjalankanlumayan?"
Mendadak Kun-gi teringat akan perkataan Yong King-tiong:
"Losiu hanya tahu bahwa di belakang Ceng-liong-tong telah
ditambah bangunan rahasia.. Di sanalah para tawanan disekap,
tapi tak pernah kuduga bahwa di sini ada tempat, seperti ini."
Memangnya Tong Bunkhing, Pui Ji-ping berdua disekap di mana"
Orang2 Pek-hoa-pangpun terpencar entah ke mana saja di lorong
sempit yang membingungkan ini,' baru sekarang dia sadar
perlunya seorang penunjuk jalan di tempat yang menyesatkan ini.
Maka dengan mengangguk dia berkata: "Untung kau berpikir
cermat, memang kita perlu bantuannya."
"Semula aku amat benci mereka, maka tiada seorangpun yang
kuampuni, setelah obor padam, seorang diri aku putar kayun
kesasar kian kemari barulah teringat untuk menawan seorang
musuh, tapi tiada musuh ,yang muncul lagi, suara bentakan yang
kau dengar tadi juga kudengar, maka aku memburu kemari,
mungkin dia inilah yang sengaja hendak menjebak orang," lalu dia bertanya lebih prihatin: "Toako, kedua temanmu apakah sudah kau temukan?"
"Belum," sahut Kun-gi sambil menggeleng.
"Nah, kan kebetulan" Orang ini besar sekali manfaatnya bagi kami."
"Mungkin dia tidak sudi kita paralat. Hayolah adik Hoan, kita gusur dia dulu, biar paman Yong membujuk dia, mungkin dia tidak sukarelamenjadiantek musuh."
"Siapakah paman Yong?" tanya Un Hoankun.
"Dia adalah teman ayahku almarhum, Cong-koan Hek-liong-hwe yang sekarang, dia berada di luar, tadi kudengar suara benturan senjata, maka aku menerjang masuk kemari."
"Luar" Tempat apa di luar sana?"
"Luar yang kumaksud sudah tentu masih berada di perut
gunung Kunlunsan, yang kumaksud adalah bagian luar lorong2
sempit di sini," lalu Ling Kun-gi menambahkan: "Panjang sekali kejadiannya kalau diceritakan, marilah ke luar dulu saja," Dengan mengangkat Leliong-cu dia putar badan terus berjalan balik ke
arah datangnya tadi. Dengan cepat mereka tiba di pintu batu dan kembali ke kamar
segi enam. Yong King-tiong sudah menunggu dengan tidak sabar,
untunglah akhirnya dilihatnya, Kun-gi muncul dengan memanggul
seorang, lekas dia memapak maju, katanya: "Kenapa Kongcu pergi selama ini" Losiu sudah ingin menyusulmu ke dalam." Belum habis bicaranya dilihatnya pula seorang nona berjalan di belakang
Kun-gi, dia mengangguk dan menyapa: "Apakah nona ini yang
bentrok dengan musuh?"
Kun-gi tertawa, sahutnya: "Bukan, suara benturan senjata itu semakin menjauh, Wanpwe tidak menemukannya." Lalu dia
perkenalkan Un Hoankun: "Hoanmoay, inilah paman Yong."
Kepada Yong King-tiong dia menambahkan: "Dia bernama Un
Hoankun, puterikesayanganUnlocengcu dari Linglam."
Tertunduk kepala Un Hoankun, sapanya: "Paman Yong!"
Yong King-tiong manggut2, tanyanya heran: "Bagaimana nona
Un bisa masuk kemari?"
"Paman jangan salah mengerti, untuk membantu Wanpwe
secara diam2, dia menyamar jadi Bikui dan menyelundup ke dalam
Pekhoa-pang." "O, kiranya begitu," Yong King-tiong mengangguk.
Sementara itu Kun-gi sudah turunkan tawanannya, tanyanya:
"Paman kenalorang ini?"
"Dia bernama Tu Hong-sing, salah seorang dari tiga puluh enam panglima dulu, sekarang dia salah seorang dari delapan Koan-tai dari Hek-liong-hwe."
"Apa kerja dan tugas seorang Koan-tai?" tanya Kun-gi.
"Sesuai namanya, seharusnya Koan-tai memimpin banyak
orang, tapi Koan-tai dari Hek-liong-hwe kira2 setingkat dengan
Houhoat, jabatan ini tidak terhitung rendah, tapi tidak punya tugas tertentu, semula jabatan ini hanya merupakan simbol dalam
kalangan pemerintahan kerajaan, yang terang kedelapan Koan-tai
seluruhnya dikerahkan bertugasdiCeng-liong-tong."
"Syukurlah kalau paman Yong kenal dia, biar kubikin dia
mendusin, Ling-toako bilang supaya engkau membujuknya,
mungkin dia mau insaf dan bertobat, karena tidak secara suka rela menjadi antek musuh," kata Un Hoan-kun.
Yong King-tiong berpaling kepada Kun-gi, tanyanya: "Lingkongcu ingin Losiu membujukdia?"
Maka Kun-gi menjelaskan keadaan di dalam lorong2 sempit
yang simpang siur seperti sarang labah2, padahal orang2
Pek-hoa-pang terkurung di dalam dan tak bisa keluar, di samping dua temannya lagi yang disekap entah dimana. Kemungkinan Tu
Hong-sing bisa bantu membereskan soal2 ini, jika dapat
membujuknya, tentu segalaurusandi sinitidakakan mengalami
kesulitanlagi. Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong manggut2, katanya:


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebagai seorang dari tiga puluh enam panglima sudah tentu Losiu cukup kenal pribadi Tu Hong-sin, orang ini cupet pikiran dan
sempit pandangan, tamak harta dan gila pangkat. apalagi sekarang sudah menjadi Koan-tai, jabatan tingkat keenam di istana raja,
untuk membujuknya meninggalkan pangkatnya mungkin agak
sulit." Setelah menepekur sebentar akhirnya dia menambahkan: "Ada
satu hal mungkin dapat membuatnya tunduk."
Un Hoan-kun lantas tertawa, katanya: "Wan-pwe tahu, Wanpwe punya cara supaya dia tunduk dan menyerah."
"Kaupunyaakalapa?" tanyaKun-giheran.
"Setiap manusia yang gila pangkat dan tamak harta pasti takut mati," ujar Un Hoan-kun.
Yong King-tiong mengangguk, "Ucapan nona memang betul."
Un Hoan-kun tidak banyak bicara lagi, dia mendekati Tu
Hong-sing, mendadak dia ulur dua jari tangannya yang lentik putih beruntun menutuk tiga Hiat-to Tu Hong-sing, lalu ia mengeluarkan satubotolkecil, denganujung kukudia mengambil bubukobatterus
dijentikan ke hidung Tu Hong-sing.
Sungguh mujarab obat bubuk dalam botol kecil ini, begitu
mencium bau obat itu, Tu Hong-sing yang jatuh pingsan seketika
berbangkis dua kali lalu membuka mata. Sebentar bola matanya
berputar mengerling kian kemari, akhirnya melihat Yong
King-tiong, Ling Kun-gi, Un Hoan-kun, seketika rona mukanya
berubah, mendadak dia bangun berduduk. Begitu duduk baru dia
sadar bahwa beberapa Hiat-to di tubuhnya telah tertutuk, kaki
tangan hakikatnya tak mampu bergerak.
"Tu-heng, sudah siuman kau?" sapa Yong King-tiong.
"Syukurlah Yong-congkoan berada di sini," kata Tu Hong-sing sambil mengawasinya, "beberapa Hiat-toku tertutuk."-Ternyata betul dia manusia yang takut mati, berhadapan dengan Yong Kingtiong, nada bicaranya seperti minta tolong dan mohon di kasihani.
Yong King-tiong berdiri kereng, katanya: "Apa-kah Tu-heng tahu bahwa Han Jan-to sudah mampus, sementara Cui Kin-in sudah
merat setelah keok?" Tu Hong-sing tampak kaget, katanya: "Apa betul ucapan Congkoan?"
"Sejak kini aku bukan lagi Congkoan Hek-liong-hwe, maka Tuheng jangan memanggilku Cong-koan, empat puluh tahun aku
berkumpul di sini dengan Tu-heng, maka ingin kuberi nasehat, kita kan bangsa Han, sesama anggota Thay-yang-kau dan bersumpah
setia di depan cakal-bakal, adalah tidak pantas rela menjadi antek dan cakar alap2 musuh.
Berubah hebat air muka Tu Hong-sing, serunya dengan
terbeliak kaget: "Yong-congkoan, kau telah berontak?"
"Betul, dulu bersama Tu-heng kita sama2 mendapat kebaikan
dan bimbingan Lohwecu, tapi sejak Hek-liong-hwe jatuh ke tangan musuh, maka kau lantas diperalat untuk menjadi algojo terhadap
sesama pahlawan bangsa, kini tiba saatnya kita harus insaf dan
bertobat, tidak pantas selalu tersesat dan diperalat, asal kau mau bekerja sama dengan kami, aku bertanggung jawab, pasti tidak
akan membikin rugi kau seujung rambut." Agaknya terjadi perang batin dalam benak Tu Hong-sing, lama sekali dia sukar ambil
keputusan, kedua matanya merem melek, menepekur
kebingungan. Un Hoan kun tahu orang agaknya tengah mengerahkan hawa
murni, maka dengan tertawa dingin dia mengejek: "Orang she Tu, ketahuilah, Hiat-to yang kututuk adalah ajaran khas keluarga Un dari Linglam, kalau kau mengerahkan hawa murni ingin
menjebolnya, awas kalau tersesat dan malah celaka bagi jiwamu."
Terbeliak Tu Hong-sing, katanya kemudian:
"Apa keinginan kalian?"
"Bergantung bagaimana sikapmu terhadap uluran tangan kami,"
jengek Un Hoan-kun. "Cayhe sudah jatuh ke tangan kalian, mati hidupku berada di genggamanmu, memangnya apa lagi yang dapat kulakukan?"
"Hanya ada satu jalan bisa kau tempuh, yaitu tunduk akan
kemauanku.Nah, matiatauhidupterserahpadapilihanmusendiri."
Tu Hong-sing melirik ke arah Yong King-tiong, Yong King-tiong
pura2 tidak melihatnya, malah melengos ke arah lain.
"Semut saja ingin hidup apalagi manusia, daripada mati, hidup sengsara juga mending. . ." demikian kata Tu Hong-sin. "Cuma Cayhe ingin tahu soal mati dan hidup tadi, kalau hidup bagaimana"
Jika mati bagaimana pula?"
"Soal sederhana. Pertama, seperti yang dikatakan paman Yong tadi, asal kau mau kerja sama dan tidak mengandung maksud
jahat serta tidak berusaha melarikan diri lagi, setelah kami keluar dari Kun-lun-san, peduli kau akan berbuat jahat atau bajik, menjadi lawan atau kawan, kami tetap akan melepasmu, soal kedua . . . . "
mendadak dia tutup mulut.
"Bagaimana dengan syarat kedua?" tanya Tu Hong-sing.
"Jalan kedua ialah kau harus tunjukkan keadaan di sini yang simpang siur, di mana pula kalian mengurung tawanan, kalau kau
tidak mau menjelaskan, kami akan mengompesmu dengan
kekerasan,menyiksamusampai matibilakautidakmenjelaskan."
Terunjuk rasa ngeri pada rona muka Tu Hong-sing, kepala
tertunduk, mulutnya bergumam sendiri: "Orang, she Tu sudah hidup sekian lamanya, memangnya harus mati di sini tanpa
diketahui orang?" "Memangnya, setelah keluar dari sini, kami pasti melepasmu, dari pada kau mati tersiksa dengan sia2, bukankah sayang?"
demikian bujuk Un Hoan-kun.
Tu Hong-sing angkat kepala mengawasi Un Hoan-kun, katanya:
"Baiklah," coba kau katakan dulu cara bagaimana akan kerja sama itu?"
"Jadi kau sudah terima syaratku" Baik, apa yang dikatakan kerja sama ada dua hal. Pertama, kau menjadi pelopor menunjukkan
jalandi sini, cari kembaliorang2 Pek-hoa-pangyangterceraiberai di sini. Kedua, tunjukkan tempat tahanan, kami akan menolong dua
sahabat Ling-toako."
"Hanya dua soal ini saja!" Tu Hong-sing menegas.
"Betul," sahut Un Hoan-kun tegas.
"Baik, Cayhe terima semua syarat itu, bukalah Hiat-toku."
"Paman Yong," tanya Un Hoan-kun kepada Yong King-tiong,
"apakah omongannya dapat dipercaya?"
Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong bergelak tertawa,
katanya: "Sukar dikatakan, Losiu dengan Tu-heng dulu memang sesama anggota tiga puluh enam panglima, tapi setelah dia
menjadi cakar alap2, sukar dikatakan apakah dia dapat dipercaya atau tidak?"
Mengawasi Yong King-tiong, bukan kepalang marah Tu
Hong-sing, pikirnya: "Yong King-tiong, kenapa tidak kau pikir, dulu kaupun menyerah kepada kerajaan sampai sekarang, aku paling2
menjabat Koan-tai kelas enam, kau orang she Yong justeru
menjadi Congkoan dengan pangkat lebih tinggi buka mulut tutup
mulut kau maki aku sebagaicakaralap2,
memangnyakauinibukancakaralap2?"
Sudah tentu hal ini tak berani dia ucapkan, terpaksa hanya
menyengir saja, katanya: "Yong-loko, puluhan tahun kita
bersahabat, masa kau tidak percaya padaku?"
Sebelum Yong King-tiong bersuara Un Hoan-kun mendahului
menyambung: "Yong-lopek yang kenal kau puluhan tahun juga
masih sangsi terhadapmu, bagaimana aku berani percaya
padamu?" Sampai di sini mendadak dia merogoh keluar sebutir pil, katanya: "Beginisaja, kau telanobatini, nanti kubukaHiat-tomu."
Tu Hong-sing menatap tangan si nona sekejap, tanyanya:
"Apakah obat beracun yang ada di tangan nona?"
Un Hoan-kun tertawa lebar, katanya: "Bukan, keluarga Un dari Linglam selamanya tidak pernah pakai obat racun, pil ini bernama Sip-hun-wan. setelah kau minum, dalam jangka waktu dua belas
jam kalau tidak mmemperoleh obat penawarnya, bila obatnya
bekerja, orangnya akan menjadi linglung seperti orang gila yang kehilangan ingatan, segala-nya terlupakan, selamanya tak bisa
diohati lagi." "Jahat juga pil ini," kata Tu Hong-sing.
"Jangan kuatir, aku punya obat penawarnya," ujar Un
Hoan-kun, "setelah kau telan Sip-hun-wan ini akan kuberikan sebagian obat penawarnya, kau akan tahan enam jam dalam
keadaan segar bugar."
"Setelah enam jam, harus minum obat penawarnya lagi?" tanya Tu Hong-sing.
"Betul, enam jam kemudian, akan kuberikan lagi sisa obat
penawarnya." "Jadi maksud nona, setiap enam jam harus minum obat
penawarnya?" "Bukan begitu halnya, setelah enam jam, khasiat obat penawar akan lunak, tergantung dari usaha bantuanmu, bila sebelum enam
jam kita bisa keluar dari sini, kontan akan kuberi lagi obat
penawarnya padamu." "Itu berarti sebelum Cayhe mmemperoleh seluruh obat
penawarnya harus sekuat tenaga melindungi keselamatan kalian."
Mengawasi Ling Kun-gi, Un Hoan-kun tersenyum manis,
katanya: "Tak perlu kau melindungi aku, bersama dengan
Ling-toako, siapapun jangan harap bisa melukai aku." -Dia bicara dengan jujur dan wajar, tapi siapapun bisa merasakan betapa
besar cintanya terhadan Ling Kun-gi. .
Un Hoan-kun berkata lebih lanjut: "Baiklah, sudah kujelaskan seluruhnya, sekarang lekas kau telan obat ini."
Mengawasi obat di tangan Un Hoan-kun, se-saat Tu Hong-sing
menjadi bimbang. "Hiat-tomutertutuk, sebetulnyaakutidakperlu membuangwaktu
dan banyak bicara dengan kau," kata Hoan-kun, mendadak tangan kirinya terulur jari2nya memencet geraham Tu Hong-sing sehingga mulut orang terbuka, sementara tangan kanan menjejalkan obat ke mulut orang, dia tepuk lagi sekali di belakang leher orang, lalu dengan kedua tangan dia menggablok pula kedua sisi pipinya.
Bahwa dirinya menjadi tawanan, hal ini sudah dianggap suatu
penghinaan, hati Tu Hong-sing marah dan penasaran, tapi dia
hanya berani marah dihati lahirnya dia seperti pasrah nasib,
setelah Un Hoan-kun mengembalikan gerahamnya seperti semula
tanpa terasa dia berkata keras: "Nona mana obat penawarnya?"
"Buat apa ter-gesa2, Sudah kujanji memberi, nanti tentu
kuberi," sembari bicara berbareng dia buka Hiat-to di badan orang, lalu mengeluarkan dua butir pil warna merah serta diangsurkan,
katanya: "Inilah ini obat penawarnya."
Tu Hong-sing bergegas bangun, begitu terima obat langsung dia
jejalkan ke dalam mulut, tapi sebelah tangannya dengan kecepatan kilat tahu2 menyambar pergelangan tangan Un Hoan-kun,
sekuatnya dia tarik mundur pula tiga langkah. Badan orang dia
buat tameng di depannya, bentaknya dengan bengis: "Siapa di antara kalian berani maju orang she Tu segera bunuh dia lebih
dulu," Kejadian berlangsung terlalu cepat dan mendadak, Ling Kun-gi
dan Yong King-tiong tak sempat bertindak, terpaksa mereka
mendelong mengawasi Un Hoan-kun di seret mundur oleh Tu
Hong-sing. "Tu Hong-sing, tidak salah bukan omonganku?" jengek Yong King-tiong, "barang siapa terima menjadi cakar alap2, jangan harap dapat dipercaya lagi."
"Terhadap kalian kaum pemberontak ini, buat apa bicara soal kepercayaan segala?"demikian ejekTu Hong-sing.
Un Hoan-kun diam saja dan membiarkan urat nadi pergelangan
tangannya dipegang serta diseret, cuma mulutnya berteriak
melengking: " Apa yang hendak kau lakukan?"
"Budak manis," kata Tu Hong-sing sambil ce-ngar-cengir, asalkan kau serahkan seluruh obat penawarnya, aku akan ampuni
jiwamu." "Jangan kau lupa aku ini orang dari marga Un di Ling-lam," kata Un Hoan-kun kalem.
Seperti diketahui keluarga Un dari Ling-lam terkenal sebagai
keluarga pencipta obat bius di kalangan Kangouw, oleh karena itu orang2 Kangouw suka bilang: "Setiap anggota marga Un, sekujur badannya mengandung obat bius."
Pada saat itulah terdengar seorang menanggapi: "Tu-heng tutuk dulu Hiat-tonya."
"Belum lenyap suaranya, serempak dari enam sudut pintu sana berbareng muncul enam laki2 seragam hijau yang menenteng
pedang. Kedua mata Yong King-tiong mencorong terang, hardiknya
kereng: "Nyo Ci-ko, bagus sekali kedatanganmu."
Dalam pada itu, tiba2 terdangar suara "bluk" entah mengapa tiba2 Tu Hong-sing terbanting jatuh semaput.
Orang yang muncul dari sudut kiri atas sana adalah laki2
setengah umur bermuka putih berperawakan sedang, dialah Nyo
Ciko, salah seorang kepercayaan Cui Kin-in yang dia bawa dari
kotaraja, Dari sorot matanya yang gemeredep dapatlah diketahui
bukan saja Kungfunya tinggi, diapun seorang cerdik pandai yang
bekerja dengan cekatan. Baru saja Nyo Ci-ko muncul lantas melihat Tu Hong-sing
terbanting roboh, keruan ia kaget, lekas dia membentak:,"Tidak lekas kalian membantunya?" --Dua laki2 seragam hijau segera mengiakan dan menubruk ke arah Un Hoan-kun.
Un Hoan-kun menyeringai, jengeknya: "Siapa berani maju?"
-Sekali tangan berayun, segumpal asap segera menabur ke arah
musuh. Kedua orang berseragam hijau ini tadi sudah mendengar bahwa
nona ini adalah anggota keluarga Un dari Linglam, kini melihat
orang menaburkan asap, sudah tentu mereka tak berani ayal,
padahal mereka tengah menubruk maju, terpaksa menahan napas
sambil mengerem sekuatnya luncuran tubuh serta menjejak balik
ke belakang. "Hihi, sungguh menggelikan, hanya segenggam pasir saja sudah bikin kalian ketakutan," demikian ejek Un Hoan-kun. Yang dia taburkan memang segenggam pasir, tapi orang tak berani
mendekati-nya lagi. Un Hoan-kun tidak hiraukan orang banyak, dia keluarkan botol
kecil, dengan kuku dia ambil sedikit bubuk obat terus dijentikan ke hidung Tu Hong sing. Setelah berbangkis sekali Tu Hong-sing
lantas membuka mata dan kucak2 mata serta melompat berdiri.
Mengawasi orang, Un Hoan-kun tertawa geli, katanya: "Tu-tay-koantai, kau akan pegang tangan-ku lagi dan paksa aku
menyerahkan obat penawarnya?"
Setelah mengalami pahit getirnya baru Tu Hong-sing betul2
kapok, sekarang mana berani dia bertingkah pula" Apalagi dia
sudah menelan Sip-hun-wan dan baru menelan dua butir obat
penawarnya, jika Un Hoan-kun sampai marah dan tak mau
memberi obatpenawarnyakandirisendiribisacelaka malah"
Terhadap jiwa sendiri dia pandang jauh lebih berharga dari
apapun di dunia ini, maka dengan menyengir ia berkata: "Obat bius nona memang lihay, Cayhe sudah kapok betul2, tadi kita
sudah berjanji, maka harus sama2 ditepati, benar tidak?"
"Kau tidak usah kuatir, kalau dalam enam jam kita bisa keluar sini, pasti kuberi lagi empat butir obat padamu. Tapi berada di sini, kau harus tundukakan perintahku."
"Baiklah," Tu Hong-sing setuju.
Sekilas mengerling Un Hoan-kun berkata lirih pula: "Mereka akan segera turun tangan, mari kau ikut aku ke sana." -Lalu dia melangkah ke arah orang banyak,
Tu Hong-sing betul2 sudah kapok merasakan kelihayan obat
bius Un Hoan-kun, kali ini dia betul2 tidak berani bertingkah pula, dengan jinak dia mengintil di belakang Un Hoan-kun.
Ternyata dalam sekejap ini keadaan sudah memuncak tegang,
kedua pihak sudah sama2 melolos pedang dan siap tempur. Kun-gi
paling perhatikan keselamatan Un Hoan-kun, maka sejak tadi dia
perhatikan gerak-gerik pihak lawan, kini setelah melihat Hoan-kun kembali dalam rombongan legalah hatinya. Yong King-tiong
merupakan pemimpin rombongan, dia telah berhadapan dengan
Nyo Ci-ko, mereka sedang saling cercah dan nista.
Terdengar Nyo Ci-ko berkata lantang: "Yong King-tiong, pihak kerajaan memberi pangkat setinggi itu padamu, ternyata kau
berani menghasut orang dan berbuat jahat untuk memberontak?"
Yong King-tiong tergelak2, katanya: "Nyo Ci-ko, kau juga
bangsa Han, kau lupa asal usul leluhur, bangsat kau angkat jadi ayah, kaulah yang khianat dan memberontak. Ketahuilah,
Hek-liong-hwe adalah milik Thay-yang-kau, dua puluh tahun kalian kangkangi dan kuasai, menjadi alat kerajaan untuk memberantas
sesama golongan Kangouw,"
Setiap orang Bu-lim yang berdarah patriot patut
menghukummu, kini Han Jan-to si durjana penjual Hek-liong-hwe
sudah mampus menembus dosa-nya, cukong kalian Cui Kin-in
utusan istana raja juga sudah melarikan diri, dengan kekuatanmu Nyo Ci-ko memangnya bisa berbuat apa, Lohu malas bergebrak
dengan kau, lebih baik kau menyerah saja"
Han Jan-to sudah mampus, Cui Kin-in melarikan diri, dua
kalimat ini sungguh membikin darah Nyo Ci-ko tersirap, melihat
sikap Yong King-tiong jelas bukan membual. Tapi kejap lain dia
merasa ganjil pula, memangnya Yong King-tiong dan pemuda
jubah hijau ini dapat menandangi Cui Kin-in" Apalagi Cui Kin-in masih didampingi seorang Lama kasa merah yang memiliki ilmu
Yoga tingkat tinggi tiada tandingan. Lekas sekali otaknya bekerja, akhirnya dia tertawa keras, "Yong king-tiong, jangan kau membual, kalian sudah masuk ke daerah terlarang Ceng-liong-tam,
memangnya masih ingin keluar."
Ternyata tempat ini bernama Ceng-liong-tam.
"Baik, tiada gunanya putar lidah, marilah kita tentukan dengan kepandaian saja." -"Sreng", Yong King-tiong lantas melolos pedang.
Ling Kun-gi melangkah maju setindak, katanya: "Paman Yong, membunuh ayam masa pakai golok" Biar Wanpwe saja yang
menghadapinya." "Tunggu sebentar, Ling-toako," seru Un Hoan-Kun.
"AdaapaHoan-moay?"tanyaKun-gisambil berpaling.
"Apakah orang she Nyo ini setimpal menjadi lawanmu?" ucap Hoan-kun tertawa, "kupikir biar saudara Tu saja yang menjajalnya bebarapa jurus." -Lalu sambil membetulkan sanggulnya Un Hoankun berpaling, katanya: "Saudara Tu, babak pertama ini terpaksa kau saja yang menghadani orang she Nyo beberapa jurus."
Karena jiwa sendiri tergenggam ditangan orang, Tu Hong-sing
tak berani membangkang, terpaksa dia melolos pedang dan maju
ke hadapan Nyo Ci-ko. Sudah tentu Nyo Ci ko naik darah, matanya mendelik tajam
mengawasi Tu Hong-sing, bentaknya: "Kau kenapa Tu Hong-sing"
Memangnya kau sudah ter-gila2 oleh perempuan siluman itu?"
Tu Hong-sing menjura, katanya: "Lapor Cong-koan, hamba
baik2 saja." Ternyata Nyo Ci-ko adalah Congkoan yang berkuasa di Cengliong-tam ini. "Baiklah, kau minggir saja ke samping," teriak Nyo Ciko.
Tu Hong-sing menyengir, katanya: "Maaf Cong-koan, aku
terpaksa oleh keadaan ........."
Nyo Ci-ko betul2 kaget, hardiknya: "Kau juga mau berontak?"
Keringat menghiasi jidat Tu Hong-sing, katanya: "Aku disuruh menelan Sip-hun-wan dari ke-luarga Un, terpaksa harus menurut
perintahnya." "Orang she Tu, buat apa putar bacot melulu" Hayo labrak dia, kalau hari ini kau biarkan dia lolos, setelah keluar dari sini apa dia mau mengampunijiwamu?"demikiandesakHoan-kun.
Seperti dipalu jantung Tu Hong-sing, katanya mengertak gigi:
"Betul, Nyo-congkoan, kecuali mengadu jiwa dengan kau tiada jalan lain bisa kupilih." -"Cret", kontan dia menusuk lebih dulu.
Gusar Nyo Ci-ko, "trang", sekali tangan membalik dia tangkis pedang Tu Hong-sing, teriaknya beringas: "Tu Hong-sing, mereka hanya berapa orang, berapa lama lagi mereka kuat bertahan di
tempat terlarang ini" Kenapa kau gampang dihasut kaum
pemberontak?" Tu Hong-sing menarik pedangnya, katanya sambil
menggeleng2: "Tidak mungkin, kalau aku tidak mmemperoleh obat penawar, hidupku takkan sampai besok."
"Kau tunduk pada pemberontak, memangnya hari ini kau bisa
hidup?" bentak Nyo Ci-ko. Sembari angkat pedang kembali dia membentak: "Hayo kalian maju, ringkus beberapa pemberontak ini?"
Pada setiap sudut pintu itu berdiri seorang laki2 seragam hijau yang menghunus pedang, jelas mereka mendengar perintah
Congkoan, tapi mereka tetap berdiri tegak, tiada satupun yang
bergeming. Keruan Nyo Ci-ko semakin murka, mukanya membesi hijau,
bentaknya: "Kalian sudah mampus, Hayo sikat mereka!"
Hoan-kun tertawa tawar, katanya: "Walau mereka belum


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampus, tapi mereka takkan mau turut perintahmu lagi."
Seperti disengat lebah Nyo Ci-ko tersentak mundur, serunya
gusar: "Apa yang kau lakukan terhadap mereka?"
"Betul, mereka terkena obat biusku, sengaja kusisakan kau
seorang, supayasaudaraTuinibisa membereskan kau."
Serasa pecah nyali Nyo Ci-ko, tapi lahirnya dia tetap beringas, katanya mendesis: "Perempuan siluman, keji juga cara kerjamu."
-Mulut bicara kepada Un Hoan-kun, "Wuut", tiba2 tangan kiri menghantam ke arah Tu Hong-sing, berbareng ke-dua kaki
menjejak tanah terus melejit mundur ke arah salah satu pintu.
Kejadian sebetulnya amat cepat dan mendadak apalagi
serangan kepada Tu Hong-sing cepat sekali sehingga dia tak
mungkin merintangi, dia pikir dengan mudah dapat lari masuk ke
balik pintu sana. Sekali dia berada di lorong gelap itu, jalan yang simpang siur disanalebih memudahkan melarikandiri.
Tak tahu baru saja dia bergerak, didengarnya Kun-gi
membentak keras: "Lari ke mana kau?" -Dari kejauhan tangan kirinya menghantam.
Serangkum tenaga dahsyat seketika timbul dari tepukan telapak
tangannya, sasaran pukulannya ternyata tidak langsung ditujukan pada Nyo Ci-ko, tapi menuju ke pintu yang terletak kira2 lima kaki di belakangnya.
Lwekang Ling Kun-gi amat tangguh, pengalaman tempur selama
ini menambah banyak perbendaharaan menghadapi musuh,
pukulan yang dilancarkan ini sungguh tepat perhitungan waktunya, dikala tenaga pukulannya menerjang ke depan pintu, badan Nyo
Ci-ko yang mundur ke belakang itupun kebetulan melejit turun.
Sebagai Siwi kelas tiga istana raja, sudah tentu Kungfu Nyo
Ci-ko tidak rendah, waktu badannya melejit mundur, terasa adanya kesiur angin mencurigakan di belakang, lekas ia menarik napas,
badan yang terapung di udara itu secara mentah2 lantas berputar kearah kiri, tangan kiri yang semula melindungi dada secepat kilat terayun keluar.
Reaksinya cukup cepat, ayunan tangannya kebetulan
menggempur samping tenaga pukulan Ling Kun-gi yang menerjang
ke pintu sudut, begitu dua tenaga saling terjang, karena dia
melancarkan pukulan waktu badan masih terapung, seketika ia
terpental mundur beberapa langkah. Tapi hal ini sudah dalam
perhitungannya, tujuannya untuk meluputkan diri dari terjangan
telak pukulan Ling Kun-gi, maka badannya cuma terpental
beberapa kaki lantas dapat berdiri tegak pula. Tapi hanya sekali adu pukulan saja dia sudah mmemperoleh bukti bahwa Lwekang
pemuda ini sungguhtidakkepalangtingginya, betul2di
luardugaannya. Sekali adu pukulan ini, terasa juga oleh Ling Kun-gi bahwa Nyo
Ci ko adalah musuh tangguh, Nyo Ci-ko yang melejit, mundur dan
keterjang angin pukulan, umpama dia kuat bertahan juga pasti
akan kerepotan, tapi kenyataan dikala angin pukulan hampir
mengenai dirinya, badan yang masih terapung itu mendadak masih
sempat berputar sembari balas memukul sekali, dengan daya
bentrokan pukulan itu dia membal mundur menyelamatkan diri,
jelas tak mungkin dilakukan. Untung setelah melancarkan sekali
pukulan jarakjauh, Kun-gitidak menyusuli lagi denganpukulanlain.
Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong tergelak2 dengan
menengadah, katanya:, "Nyo Ci-ko, tentunya kau sudah dapat memperhitungkan situasi di depan mata, kalau tidak mau
menyerah, untuk bisa keluar dengan selamat, sukarnya seperti
manjat ke langit." Wajah Nyo Ci-ko ,yang semula putih, halus kini membara kelam,
pedang di tangan dibolang-balingkan, bentaknya bengis: "Yong King-tiong, beranikah kau perang tanding melawanku?"
"Belum lagi kau bertanding melawan saudara Tu ini," demikian sela Un Hoan-kun, "Kau sudah berusaha lari, kini berani kau menantang paman Yong?"
Bahwa Tu Hong sing masih bimbang adalah karena Nyo Ci-ko
berpangkat Siwi kelas tiga, kalau dirinya ingin merambat ke atas, sekali2 tidak boleh berbuat salah padanya. Tapi kenyataan jauh
berbeda. Dari nada Yong King-tiong dia yakin bahwa Nyo Ci-ko
sudah tiada harapan keluar dan lolos dengan selamat. Bahwa Nyo
Ci-ko sudah bukan merupakan ancaman baginya, apalagi pihak
Yong King-tiong sudah menguasai keadaan, kalau sekarang tidak
lekas turun tangan, tunggu kapan lagi"
Maklumlah, bagi seorang tamak yang selalu memikirkan pangkat
dan mengejar kedudukan, tiada yang tidak main licik dan selalu
memungut keuntungan dikala lawan kepepet, demikian juga
keadaan Tu Hong-sing sekarang.
Apalagi diumpak oleh omongan Un Hoan-kun, sambil memutar
pedang, segera dia melangkah maju, dengan memasang kuda2
dan pedang menuding ke depan, dia berkata: "Nyo-congkoan, aku dipaksa oleh keadaan, terpaksa menyalahi kau, silakan."
"Baik, sekongkol dengan pemberontak sama dosanya, orang she Nyo akan mulai menjagal kepalamu lebih dulu," -Sreet, cepat sekali pedangnya menyabat.
"Bagus," sambut Tu Hong-sing, Mendadak tubuhnya berputar ke pinggir Nyo Ci-ko, pedang lantas menyerang dengan tipu Kim-tau-jan-ci (garuda emas pentang sayap), sinar pedangnya tahu2
laksana kilat menyerampang dan menusuk le-ngan dan pundak.
Tapi gerak Nyo Ci-ko amat tangkas dan gesit, setiap pedang
bergerak, posisi kakinya selalu berubah, sebat sekali pedangnya membalik mematahkan serangan lawan. "Trang", dua pedang beradu, keduanya sama2 tergentak mundur selangkah.
Tu Hong-sing rasakan telapak tangannya pedas linu, pedangnya
tertolak balik, diam2 ia terkejut. Mulut Nyo Ci-ko menjengek,
mendadak dia balas merangsak, pedang berputar dengan kencang
mengembangkan serangan gencar, beruntun dia menusuk lima
kali. Sudah tentu Tu Hong-sing tidak mau kalah, iapun
kembangkan ilmu pedang andalannya dan balas menyerang serta
mempertahankan diri dengan rapat, sekaligus lima tusukan lawan
dapat dia tangkis, malah sempat balas menyerang tiga kali.
Tujuan Nyo Ci-ko ingin secepatnya mengakhiri pertempuran,
maka begitu berpencar lantas menubruk maju pula dengan
serangan lebih keji. Setelah bentrok pendahulnan tadi, kini kedua-nya sama tidak
berani memandang enteng lawan, Nyo Ci-ko mengembangkan ilmu
pedang ajaran Tiang-pek-pay, gerak pedangnya mengutamakan
keras dan kencang, setiap pedang menyamber laksana naga
mengamuk dan seperti elang berputar di udara hendak menubruk
mangsanya, perbawanya cukup meyakinkan.
Ilmu pedang Tu Hong sing justru berbeda, dia mengembangkan
gerak lincah dan tangkas disertai perubahan yang berbelit2,
sekujur badannya seperti terbungkus oleh cahaya sinar pedang.
Lekas sekali pertempuran sudah berlangsung tiga sampai lima
puluh jurus. Semula Nyo Ci-ko terlalu mengagulkan diri dan
percaya akan tingkat ilmu pedangnya, dia anggap Tu Hong-sing
sebagai anak buahnya, gampang dan pasti bisa dirobohkan.
Apalagi dia ingin lekas mengakhiri pertempuran, maka
serangannya selalu mendahului dantidaksegan2 menempuh
bahayauntuk merobohkan lawan.
Tak tahunya Tu Hong sing cnkup cerdik, gerak geriknya lincah
dan tangkas, penjagaanpun ketat, setelah lima puluhan jurus,
bukan saja Nyo Ci-ko tidak berhasil menarik keuntungan, malah
beberapa kali karena terburu nafsu hampir saja dia dilukai pedang Tu Hong-sin, keruan ia semakin gelisah, marah dan gugup, pula.
Nyo Ci-ko tidak tahu bahwa Tu Hong-sing hakikatnya jauh lebih
payah daripada dia.. Ilmu pedang Tu Hong-sing memang lincah
dan banyak perubahan, tapi Lwekangnya lebih rendah, untuk
bertahan sekian lama ini dia sudah keluarkan seluruh kekuatannya, apalagi setiap kali dua senjata beradu, selalu dia rasakan dadanya seperti digodam oleh getaran keras yang timbul dari benturan
senjata itu. Maka dia harus bertahan mati2an, demikianlah tiga
puluh jurus telah berselang pula.
Kini baru Nyo Ci-ko melihat meski ilmu pedang Tu Hong-sing
tidak lemah, tapi Lwekang orang bukan tandingannya. Penemuan
ini seketika menambah keyakinan Nyo Ci-ko dan mengobarkan
semangat tempurnya, sambil tertawa dingin, gerak pedangnya
tiba2 berubah, diam2 dia kerahkan tenaga dalam sehingga batang
pedangnyadiliputitenaga murniyanghebat.
"Trang," kembali dua senjata beradu, meski Tu Hong-sing berhasil menahan beberapa kali rangsakan lawan, tapi dia
sendiripun ditolak mundur beberapa langkah. Dengan hasil itu
sudah tentu Nyo Ci-ko semakin senang, ia mengejek : "Ingin kulihat berapa jurus pula kau kuat bertahan?"
Hanya beberapa gebrak lagi Tu Hong-sing telah terdesak di
bawah angin, serangan Nyo Ci ko semakin gencar, pedangnya
hanya naik turun menangkis dan bertahan belaka.
Kini setiap serangan setiap jurus, kedua pedang selalu beradu
"trang-tring" dengan keras, sudah tentu lama kelamaaa Tu Hong-sing kehabisan tenaga, keringat sudah membasahi badan,
langkahnya menyurut mundur, boleh dikatakan dia sudah tidak
mampu balas menyerang lagi.
"Toako," kata Hoan-kun lirih, "Tu Hong-sing sudah tidak becus lagi, lekas kau turun tangan."
"Tidak apa," sabut Kun-gi "dia masih kuat bertahan tiga jurus lagi."
Di sini tengah bicara, di sana terdengar pula benturan pedang,
"bret", lengan baju kiri Tu Hong-sing terbabat robek oleh pedang Nyo Ci-ko.
Tu Hong-sing tampak kaget serta melompat mundur. Mendadak
Nyo Ci-ko juga menubruk maju, pedangnya kembali menyapu
miring. Lekas Tu Hong-sing angkat pedang menangkis, "trang", lengan kanan seketika terasa kemeng, pedangnya terpental pergi.
Sudah tentu pertahanannya menjadi terbuka lebar.
Mata Nyo Ci-ko tampak merah membara, tanpa bersuara
pergelangan tangannya memutar sambil menggentak pedang,
selarik sinar terang laksana kilat menyamber tahu2 menusuk lurus ke dada orang.
Pada detik2 menentukan itulah, tiba2 Nyo Ci-ko merasakan
adanya kesiur angin tajam di sebelah seperti ada orang melejit
tiba. Belum lagi dia sempat berpikir, tiba2 terasa pergelangan
tangan kanan mengencang dan sakit, tahu2 sudah terpegang oleh
orang, disusul segulung tenaga raksasa menyalur ke luar telapak tangan orang itu, sehingga kelima jari sendiri yang memegang
pedang menjadi kendur, tanpa kuasa dia kena disengkelit
jungkir-balik ke belakang.
Kejadian seperti dalam impian belaka, belum lagi dia melihat
jelas bayangan orang, tahu2 dirinya sudah terbanting jatuh.
Tapi jelek2 Nyo Ci-ko adalah jago kosen dari istana raja,
Kungfunya tinggi, dengan daya sengkelitan lawan, sigap sekali
ujung pedangnya menutul bumi, kedua kaki membalik terus
hinggap ditanah dan berdiri tegak. Waktu dia angkat kepala,
ternyata Ling Kun-gisudah berdiridihadapannyadengansikapgagah.
Nyo Ci-ko tidak tahu siapa pemuda jubah hijau ini" Hatinya
kaget dan gusar pula, melihat anak muda ini bertangan kosong,
maka kumatlah amarah-nya, sekali ia menghardik, "Wut", pedang menyapu kencang dengan deru keras. Serangan yang dilancarkan
diburu kemarahan ini sudah tentu tidak kepalang hebatnya, sinar pedang menjulur panjang, dia kira lawan bertangan kosong tentu
sukar mengegos. Jika lawan dapat dibabat kutung sebatas
pinggang bukankah terlampias penasarannya"
Tak nyana begitu pedangnya menyapu, ternyata menabas
tempat kosong, berapa licin dan lincah gerakan tubuh Ling Kun-gi, entah bagaimana telah berkelit pergi" Tapi kenyataan dia masih
berdiri di tempat semula, tidak kelihatan menggeser kaki barang satu sentipun.
Nyo Ci-ko melenggong, sungguh dia tidak habis percaya, selama
tiga puluh tahun dia meyakinkan ilmu pedang, tapi lawan muda
bertangan kosong ini tak mampu menyentuh ujung pakaiannya,
sedangkan musuh2 tangguh masih berada disekelilingnya, anak
buahnya mati kutu oleh obat bius perempuan siluman itu, kalau
dirinya tidak menyerang dengan sergapan mendadak, sedikitnya
dua tiga orang harus dirobohkan baru bisa meloloskan diri, kalau tidakhari inipasti gugur ditempatini.
Karena itu tanpa ayal pedang kembali bekerja, "sret, sret" dua kali, ia membelah dan membacok, Kali ini Nyo Ci-ko dapat
menyaksikan dengan jelas, pada jurus serangan pertama, Ling
Kungi tampak sedikit miring ke samping, sinar pedang
menyerempet lewat sisi kanan badannya.
Jurus kedua sudah tentu lebih cepat lagi, sasarannya adalah
badan sebelah kiri di mana kebetulan Kun-gi sedang berkelit ke kiri juga, tapi badan Kun-gi seperti bermata saja, belum lagi pedang lawan menyerang tiba, badannya kembali bergontai miring ke
samping sehingga serangan kedua kembali mengenai tempat
kosong. Nyo Ci-ko sungguh kasihan, seperti berhadapan dengan setan,
sejak dia malang melintang di Kangouw belum pernah dia melihat
lawan dengan gerakan tubuh seaneh dan ajaib begini, sesaat dia
melenggong kagettidaktahu apapula yangharusdia lakukan.
Mendadak Kun-gi tertawa panjang, tangan kanan terangkat,
tahu2 tangannya sudah pegang sebilah pedang panjang empat
kaki, ujung pedang menuding ke arah Nyo Ci-ko, katanya lantang:
"Orang she Nyo, kalau sekarang kau turunkan pedang dan
menyerah, paling2 aku memunahkan kepandaian silatmu, jiwamu
tetap boleh diampuni, kalauberani...."
Nyo Ci-ko sudah nekat, dengan mendelik dia membentak: "Biar tuanmu adu jiwa denganmu."
Kembali pedang berputar, kali ini memancarkan bintik sinar
berkelip bagaibintangterus menusuk.
Kun-gi tertawa dingin, pedangnya menyilang balik dan "trang", sengaja dia mengetuk batang pedang Nyo Ci-ko. Kontan lengan
kanan Nyo Ci-ko, terasa kemeng, jarinya kesakitan luar biasa,
pedangpun tak kuasa dipegang lagi dan "trang", jatuh ke tanah.
Ujung pedang Kun-gi yang kemilau tahu2 sudah mengancam
tenggorokan Nyo Ci-ko, katanya dengan menjengek: "Orang she Nyo, apa pula yang ingin kau katakan?"
NyoCi-kotidakbersuara, diapejamkan mata.
Yong King-tiong melihat gelagat jelek, lekas dia melompat maju
dan menutuk beberapa Hiat-to di tubuh orang, lalu dengan keras
dia pencet geraham Nyo Ci-ko, tampak darah hitam kental meleleh dari ujung mulutnya.
Yong King-tiong membanting kaki, katanya gegetun: "Keparat ini bunuh diri dengan menelan racun." Waktu dia lepaskan
pegangannya, badan Nyo Ci-ko lantas roboh tersungkur.
"Lihay benar racun yang dia gunakan," seru Hoan-kun bergidik.
"Itulah racun khusus yang di buat oleh istana, cukup menjilat dengan ujung lidah dan malam pembungkusnya akan pecah, racun
akan segera bekerja dan jiwapun melayang seketika. Losiu agak
lena sehingga dia sempat bunuh diri."
Melihat Nyo Ci-ko mati menelan racun, diam2 Tu Hong-sing
merasa lega, lekas dia maju mendekat dan berjongkok di pinggir
tubuh orang, ia merogoh kantong orang, lalu dikeluarkan tiga biji uang emas terus diangsurkau kepada Yong King-tiong, katanya:
"Yong-congkoan, inilah kun-ci untuk membuka pintu batu Ceng-liong-tam, harap engkau suka terima."
Yong King-tiong menerima ketiga mata uang itu, bobotnya
ternyata lebih berat daripada mata uang umumnya, lebih tebal dan kadar emasnya juga lebih murni, maka dia bertanya: "Pintu batu Ceng-liong-tam" Di mana letak Ceng-liong-tam?"
Sebagai Hek-liong-hwe Congkoan, ternyata dia tidak tahu
menahu adanya Ceng-liong-tam.
"Ceng-liong-tam berada di tempat tahanan tawanan Ceng-liongtong, yang dikurung di sana semuanya adalah pesakitan penting . .
. " Sebelah tangan mengelus jenggot, Yong King-tiong bertanya
heran: "Sebagai Hek-liong-hwe Cong-koan, kenapa Lohu tidak tahu akan hal ini?"
"Ceng-liong-tam dibangun di bawah pimpinan Nyo Ci-ko setelah kedatangan Cui-congkam, tempat sekitar sini dinamakan Ceng-liong-tam, Nyo Ci-ko adalah Congkoan daerah terlarang ini."
"Coba terangkan, dimana letak kamar batu itu?"
"Letaknyatepatdibawahruangan segienamini"
"Cara bagaimana untuk turun ke bawah?"
Untuk membuka pintu pertama harus dilakukan enam orang
sekaligus, keenam kursi batu di sini, berbareng didorong ke tengah sampai masuk ke bawah meja, pintu akan segera tampak."
"Yong King-tiong berpaling, pihaknya ada lima orang,
ketambahan Tu Hong-sing kebetulan enam orang, maka dia
berkata: "Kebetulan kita ada enam orang, marilah kita kerja bersama."
Un Hong -kun melirik kelima orang yang di biusnya itu, katanya:
"Paman Yong, bagaimana kelima orang ini?"
"Biarlah, kita bereskan dulu urusan di bawah, setelah berhasil menolong orang baru putuskan nasib kelima orang ini."
Maka di bawah pimpinan Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Un
Hoankun, Siau-tho, jago pedang baju hitam serta Tu Hong-sing,
enam orang masing2 pegang satu kursi, di bawah aba2 Yong
King-tiong serempak mereka mendorong kursibatu ketengah.
Kalau seorang diri hendak mendorong keenam kursi ini secara
bergantian tidak mungkin, karena kursi batu ini seperti berakar di dalambumi, tapibilasekaligusdidorong keenamnya, anehmemang,
dengan mudah kursi bergeser maju masuk ke bawah meja. Pada
saat lain terdengar suara gemuruh, meja bundar bersama keenam
kursi batuitutiba2bergerakdan pelan2ambles kebawah.
"Yong-pongkoan," lekas Tu Hong-sing menjelaskan, "meja bundar ini, adalah alat angkut naik turun ke kamar batu di bawah, sekaligus enam orang bisa turun bersama, setelah meja bundar ini sejajar dan rata dengan lantai baru kita boleh beranjak ke tengah meja."
"Baiklah, " Yong King-tiong berkeputusan, "Ling-kongcu bersama Losiu dan Tu-heng. bertiga turun lebih dulu, nona Un
harap tunggu dan jaga di atas saja."
Tengah bicara meja itupun sudah rata sejajar dengan lantai,
Yong King-tiong lantas mendahului melangkah kepermukaan meja
diikuti Ling Kun-gi dan Tu Hong-sing.
Semula meja bergerak lamban, tapi setelah dimuati tiga orang,
ternyata daya amblesnya semakin cepat. Un Hoan-kun merasa
kuatir, sengaja ia ang-kat obor menerangi ke bawah, ia berdiri di pinggir lubang bundar dan melongok ke bawah"
Ling Kun-gi keluarkan Le-liong-cu, dia amati keadaan
sekelilingnya, tempat di mana meja itu melorot turun bentuknya
mirip sebuah sumur, mereka bertiga terus dibawa turun ke bawah.
Tak lamakemudian mejaitu sudahberadaditengah2sebuah kamar
batu, laluberhentisendiri.
Diam2 Kun-gi memperhitungkan jarak turun meja dari atas kira2
ada sepuluhan tombak dalamnya.
"Sudah sampai," kata Tu Hong-sing mendahului melompat turun, "Silakan kalian turun."
Yong King-tiong cukup cermat dan hati2, setelah Tu Hong-sing
melompat turun di lantai baru dia ikut melompat turun. Kini


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka berada di sebuah kamar batu segi empat, luasnya ada lima enam tombak, tapi kecuali meja bundar yang turun dari atas
bersama kursinya, keadaan di sinipun kosong melompong tiada
perabot lainnya. Setelah melompat turun Tu Hong-sing bergegas maju menarik
sebuah kursi dan dipindahnya keluar terus menduduki kursi itu.
"Tu-heng, apa yang kau lakukan?" tanya Yong King-tiong, Diam2 dia sudah kerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, bila Tu Hong-sing menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan, segera
dia akan memukulnya mampus.
Tu Hong-sing tertawa getir, katanya: "Jiwaku sudah tergenggam di tangan nona Un, sementara Cayhe sendiri belum ingin mati,
meja batu ini setelah turun ke bawah, jika kursi ini tidak segera dipindah, dia akan bergerak naik sendiri pula, bila begitu kecuali di atas ada enam orang sekaligus mendorongnya pula dan menunggu
lagi meja ini turun, kalau tidak kitaselamanyatidakakan bisa naik ke atas."
"O, begitu," ucap Yong King-tiong. Lalu diapun menarik sebuah kursi serta diduduki, tanyanya:
"Kamar batu ini tiada pintu, cara bagaimana bisa terbuka?"
"Di sini ada tiga lapis pintu, Yong-congkoan sudah empat puluh tahun berada di Hek-liong-hwe, berbagai pintu batu yang
terpasang dilorong2itupastisudahapalsekali,demikianjugauntuk
membuka ketiga lapis pintu di sini, setiap orang Hek-liong-hwe
cukup angkat tangan saja untuk membukanya . . . . "
"Lalu untuk apa ketiga keping mata uang emas ini?" tanya Yong King-tiong.
Tu Hong-sing tertawa, katanya: "Ini untuk menjaga bila di
dalam Hek-liong-hwe ada pengkhianat atau mata2 musuh, atau
para tawanan penting Hek-liong-hwe yang berani menyelundup
kemari untuk menolong orang, tentu dia pikir akan bisa membuka
pintu di sini, tapi diluar tahunya dengan caranya itu sekaligus akan menyentuh alat rahasia yang merupakan perangkap keji, hujan
anak panah atau senjata rahasia lainnya akan terjadi, meski orang yang membuka pintu memiliki kepandaian setinggi langit juga
jangan harap bisa lolos dari mara bahaya."
"Keji benar perangkapnya," dengus Yong King-tiong, "apa pula gunanya ketiga keping mata uang mas ini?"
"Untuk menjaga supaya alat perangkap itu bekerja, sebelum
kita menekan tombol membuka pintu, kita harus masukkan dulu
sekeping uang mas ini, alat rahasia itu dibikin bungkam barulah dengan leluasa pintu terbuka dan kita bisa masuk dengan
selamat:" " "Di depan Lohu, kuharap Tu-heng tidak bertingkah melakukan sesuatu yang membahayakan jiwamu sendiri," demikian ancam
Yong King-tiong. "Untuk ini Yong-congkoan tak usah kuatir, tadi sudah kubilang, aku belum ingin mati," demikian Tu Hong-sing memberikan
janjinya. "Syukurlah kalau kau tahu diri," ucap Yong King-tiong.
Lalu kepingan uang emas terus diangsurkan kepada Tu
Hong-sing, katanya: "Baiklah tolong Tu-heng melakukannya,
bukalah ketiga lapis pintu itu satu persatu."
Tu Hong-sing terima ketiga keping uang mas itu dengan
tertawa, katanya: "Yong-congkoan terlalu banyakcuriga."
"Itulah yang dinamakan lebih baik berhati2 menjaga segala
kemungkinan, watakmu Lohu cukup tahu."
Tu Hong-sing angkat pundak, katanya: "Yong-congkoan tidak
percaya padaku, ya, apa boleh buat." -Sekali tarik dia putuskan tali emas yang merenteng uang emas itu lalu dia menghampiri dinding
di sebelah depan. Yong King-tiong segera berdiri, tangan terangkat siap siaga,
tenaga sudah dia pusatkan pada kedua telapak tangan, setiap
waktu siap melontarkan pukulan.
TanpaayalLing Kun-gijuga ikut maju mendekat.
Tibadikakidinding, TuHong-singberkata:
"Kamar batu di sini untuk mengurung orang2 yang lebih penting dan berkedudukan tinggi, semuanya ada dua kamar, tempatnya
juga lebih nyaman, di sini pesakitan tidak perlu diborgol, karena berada di kamar ini meski punya kepandaian juga jangan harap
bisa lolos keluar." Sembari bicara iapun berjongkok. Ternyata di bawah dinding
ada sebuah garis lubang kecil, kalau tidak diamati sukar
ditemukan. Tu Hong-sing masukkan sekeping uang emas itu ke
lubang sempit itu, terdengar suara "tring" di dalam dinding, lalu tak terdengar apa2 pula. Tu Hong-sing berdiri tegak lalu menekan dua kali pada bagian dinding, maka tampak dua daun pintu pelan2
terpentang. Di balik pintu batu itu terdapat dua kamar yang berjeruji besi
sebesar lengan bayi di bagian depannya, tempatnya tidak begitu
besar, tapi di dalam ada dipan, meja kursi, bentuk kedua kamar ini sama, tapi tiada penghuninya.
"Tu-heng, di sinitiadaorang,"ucap Yong King-tiong.
"Tadi sudah kujelaskan, kamar ini khusus untuk mengurung
orang2 penting, sudah tentu sekarang tiada penghuninya, tapi aku ingin membukanya dan tunjukkan pada kalian," sembari bicara dia tutup pula daun pintu seperti sedia kala.
"Bagaimanadengan kamar lainnya?"tanyaYong King-tiong.
"Dua kamar di kedua samping ini adalah kamar tahanan biasa, lelakidisebelah kiri, kanan untuk kaumwanita."
"Coba kau buka dulu pinto sebelah kanan," kata Kun-gi.
"Apakah kedua sahabat Ling-kongcu adalah perempuan?" tanya Tu Hong-sing.
"Benar,"sahut Kun-gi.
Tanpa bicara lagi Tu Hong-sing mendekati dinding, lalu
menceploskan sekeping mata uang ke dalam lubang sempit, lalu
menekan tombol dan membuka pinto. Baru saja daun pintu
terbuka, dari dalam lantas terdengar suara nyaring galak orang
sedang memaki: "Cis, kalian bangsat keparat, kawanan anjing buduk, memangnya kalian bisa berbuat apa pada nonamu" Akan
datang suatu ketika nonamu bikin hancur sarang kalian ini, satu persatu kusembelih kalian . . . . . . " agaknya nona yang memaki dengan menerocos nyaring ini bukan saja galak tapi juga binal,
meski memakiorang tapisuaranyakedengaran merdu.
Tanpa melihat orangnya, mendengar suaranya, Kun-gi lantas
tahu bahwa yang mencaci maki ini adalah Pui Ji-ping. Seketika
perasaan Ling Kun-gi jadi bergolak, dia lekas berteriak:
"Ping-moay, inilah aku datang menolongmu, apakah kau berada sama nona Tong?" -Dengan Le liong cu diangkat ke atas cepat dia masuk ke dalam.
Di balik pintu sudah tentu adalah kamar tahanan berjeruji besi
pula, cuma kamar tahanan di sini tiada dipan, juga tidak ada meja kursi. Di kamar depan terkurung tiga nona, rambut tampak
semrawut, ketiganya sama2 mengenakan pakaian pria, jubah hijau
sutera dengan sepatu kulit rendah, wajah mereka kelihatan kuyu
pucat, keadaannya tampak lucu menggelikan. Memang waktu
mereka di tawan semuanya mengenakan pakaian laki2, kemudian
diketahui bahwa mereka perempuan, maka di pisah di kamar ini.
Ketiga orang ini adalah Tong bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu
Ya-khim. Mendengar suara Ling Kun-gi, Pui Ji ping tampak berdiri
melongo. Suara ini amat dikenalnya, betapa dia telah berharap
akan kedatangannya" Entah berapa ribu kali saking iseng dalam
tahanan ini mereka membicarakan hari2 yang amat mereka
dambakan ini, memang hanya Ling Kun-gi seoranglah yang
menjadi titik sinar harapan mereka. Kini kenyataan sang perjaka yang diharapkan betul2 sudah berdiri dihadapan mereka.
Sepasang mata Tong Bun-khing bagai mata burung Hong itu
tampak berkaca2 lalu meneteskan air mata," suaranya gemetar haru:"Ling-toako, inibukan mimpibukan?"
Pu Ji-ping juga meneteskan air mata, teriak-nya keras: "Toako, kau betul2 telah datang, kutahu kau pasti akan menolong kami,
kenyataan sekarang kau betul telah kemari." -Dari balik terali dia masih kelihatan lincah, dengan mengembeng air mata, bicara
sambil tertawa bak sekuntum bunga mekar yang ditaburi air
embun, jernih dan tetap segar, cuma kelihatan agak kurus.
Sungguh bukan main senang hati Ling Kun-gi, tapi juga merasa
kasihan. Sejak mulai berkelana di Kangouw, nona yang dia jumpai pertama kali adalah Pui Ji-ping, selama ini dia pandang nona lincah ini sebagai adik kecilnya sendiri, ia kira tak pernah dirinya menaruh hati kepadanya. Tapi di luar sadarnya bibit asmara akan tumbuh
dan bersemi di dalam sanubari orang, sudah tentu hal ini tak
pernah dia pikir. Baru sekarang dia sadar Pui Ji.-ping juga telah menempati sesuatu sudut tersendiri, malah menduduki tempat
yang cukup penting dalam hatinya. Selama beberapa bulan ini,
siang malam selalu dia rindukan si dia, kini setelah berhadapan, bila tidak teraling jerujibesi mungkindiasudahmenubruk
majusertamemeluknya. Tapi semua ini hanya gelora perasaan yang sekejap saja, dia
sadar masih ada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing di sampingnya, maka dengan mengerut alis dia bertanya: "Bagaimana kalian bisa sampai tertawan oleh orang2 Hek-liong-hwe?"
Pui Ji-ping mengomel: "Perempuan keparat yang bernama Liusiancu itulah sebabnya. Hm, Siancu apa" Dia menamakan dirinya
Siancu (dewi) segala, yang terang dia itu lebih patut dinamakan siluman centil, ingin rasanya kami menusuk badannya biar mampus baru terlampias penasaran kami"
"Tu-heng," kata Yong King-tiong, "pintu besi ini bagaimana cara membukanya?"-Pintu berjeruji itutiada, gembokataukunci, terang dikendalikan dengan alat rahasia juga.
"Terus terang aku sendiri tidak tahu cara membukanya, kecuali Nyo Ci-ko mungkin tiada orang lain yang bisa membuka pintu ini."
Berkerut alis Yong King-tiong, katanya berpaling kepada Kun-gi:
"Ling-kongcu, Pokiam yang kau bawa apakah bisa digunakan?"
Baru sekarang Kun-gi teringat akan pedang pusakanya, lekas
dia berkata: "Ya, biar Wanpwe mencobanya" Lalu dia
mengeluarkan Seng-ka-kiam dan berkata pula: "Adik Ping, kalian mundur agak jauh."
Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim segera mundur
berjajar mepet dinding dalam.
Kun-gi mendekat, dan pelan2 menghirup napas mengerahkan
tenaga di lengan kanan, pedang diangkatnya terus memapas terali besi. "Trang", di mana sinar pedangnya berlalu, besi sebesar lengan bayi itu dengan mudah telah dipapasnya putus. Sekali
berhasil bertambah keyakinan Ling Kun-gi, beruntun beberapa kali tabasan pula dia bikin suatu lubang besar pada terali besi yang mengurung ke-tiga nona itu.
Ling Kun-gi simpan pedangnya, sambil berteriak senang girang
Pui Ji-ping mendahului menerobos keluar. "Toako," teriaknya, selama dua bulan ini dia cukup menderita, kini suka-duka sama
merangsang perasaannya, tanpa hiraukan orang banyak segera dia
menubruk ke arah Ling Kun-gi.
Lekas Kun-gi memapahnya, katanya lirih: "Pingmoay, berdirilah tegak, jangan seperti anak kecil , di hadapan orang banyak kau
bisa ditertawakan." Pui Ji-ping Jadi merah malu dan lekas mundur. Sementara Tong
Bun-khing dan Cu Ya-khim juga sudah menerobos keluar.
"Ji-moaycu ( adik kedua )," kata Kun-gi kepada Tong Bun-khing,
"cukup lama kalian sama menderita."
Tong Bun-khing menahan isak tangisanya, tangannya sibuk
membetulkan sanggulnya, katanya dengan tersenyum rawan:
"Setiap hari kami berharap akan kedatangan Ling-toako, syukurlah hariini harapankami terkabul."
Tidak seperti Pui Ji-ping main tubruk dan peluk tapi mimiknya
yangmesradan harusdikasihanisungguh membuatorangterharu.
Kun-gi memandang Cu Ya-khim, katanya: "Ji-moaycu, nona ini
......." Pui Ji-ping segera menyela: "Toako, inilah Piau-ci Cu Ya-khim yang sering kusebutkan padamu itu." -lalu dia berpaling dan berkata pula: "Piauci, dia...."
Merah muka Cu Ya-khim mendengar Pui Ji -ping bilang "sering kusebutkan padamu", tapi sikapnya tampak wajar dan tertawa, katanya: "Tak usah kau jelaskan, kutahu dia adalah kau punya . . .
. . . Piauko". Balas digoda, Pui Ji-ping uring2an, serunya tak mau kalah: "Kau punya berada di depan sana, jangan kuatir. . . . . . . "
Kun-gi sendiri ikut merah mukanya digoda ke-dua nona, lekas
dia menyela: "Marilah kuperkenalkan, inilah Paman Yong, sahabat karib ayahku almarhum, inilah Tu-tayhiap. Dapat menolong kalian dengan leluasa adalah berkat pertolongan mereka berdua."
Lekas Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim memberi
hormat kepada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing, katanya
serempak: "Terima kasih Yong-lopek, Tu-tayhiap,"
Yong King-tiong dan Tu Hong-sing sama mengangguk. Lalu
Kungi menerangkan asalusul ke-tiganona.
Tong Bun-khing berkata: "Ling-toako, yang tertawan bersama kami waktu itu ada puluhan orang " Dari keluarga Ban dari Ui-san dan keluarga Kho dari Ciok-mui, mereka dikurung di kamar sebelah lekaslah kau tolong mereka sekalian.
Tu Hong-sing tertawa, katanya: "Nona tak usah kuatir, segera kubuka pintunya."
Pui Ji-ping melirik kepada Cu Ya-khim sambil mencibir, katanya:
"Ya Piauci, legakan saja hatimu."
"Setan kecil," maki Cu Ya-khim dengan muka merah, "takkan kuampuni kau nanti," -Sembar bicara dia memburu ke arah Pui Jiping.
Dengan cekikikan lekas Pu Ji-ping lari sembunyi ke belakang
Ling Kun-gi, teriaknya: "Piauci ampun, tak berani lagi."
Sudah tentu Cu Ya-khim jadi rikuh, katanya "Ya, sekarang kau punya tempat untuk bersembunyi, apa kau dapat bersembunyi
selamanya." Pui Ji-ping segera unjuk muka setan, katanya tertawa: "Segera kaupun akan punya tempat untuk bersembunyi."
Dalam pada itu Yong King-tiong dan Tu Hong-sing telah
beranjak ke kamar sebelah, Kun-gi ajak ketiga nona maju ke sana.
Tampak Tu Hong-sing sedang masukan mata uang mas ke dalam
lubang kecil, lalu menekan tombol, lekas sekali daun pintu lantas terbuka, seperti keadaan di kamar sebelah tadi, kamar di sinipun berterali besi. Dalam kamar tahanan yang remang2 tampak
terkurung dua orang, mereka memang Ban Jin-cun dan-Kho
Keh-hoa. Melihat keadaan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, kecut hati Cu
Yakhim, baju yang mereka pakai ternyata lebih rombeng, rambut
awut2an keadaannya lebih runyam daripada mereka bertiga,
dengan mengembeng air mata lekas dia memburu ke depan terali,
teriaknya: "Ban-toako, lihatlah, Ling-toako datang menolong kalian."
Ban Jin-cun tampak melengak, tanyanya: "Nona, kau siapa?"
Sambil membetulkan letak rambutnya Pui Ji-ping cekikikan,
katanya: "Dia adalah Cu Jing sahabatmu alias Piauciku, kenapa Banheng melupakan dia?"
Kembali Ban Jin-cun melenggong, teriaknya: "Nona adalah. . . .
.. ." "Siaute Ling Kun-ping," sela Ji-ping menggoda dengan tertawa jenaka. "Inilah Tong-jiko Tong Bun-khing."
Kho Keh-hoa lantas mengerti, katanya sambil menghela napas:
"Kiranya kalian adalah nona2."
"Sekarang baru kalian tahu," seru Pui Ji-ping terpingkal2. Lalu dia tuding Ling Kun-gi, katanya: "Dia ini adalah Toakoku Ling Kun-gi, dia sengaja kemari menolong kita."
Lekas Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa memberi hormat. Sejak tadi
Ling Kun-gi sudah siapkan Seng-ka-kiam, katanya: "Ban-heng, Khoheng harap mundur dua langkah, biar kurusak dulu pintu terali ini, setelah kalian keluar baru bicara lagi"
Ban dan Kho berdua segera mundur, maka dengan mudah terali
besi itu dirusak oleh Ling Kun-gi, dengan leluasa kedua orang
lantas menerobos keluar, kembali mereka satu sama lain saling
memperkenalkan diri. Untuknaik keatas mereka membagiduarombongan, rombongan
pertama Ling Kun-gi diiringi ketiga nona, setelah Tu Hong-sing
mendorong maju kedua kursi, meja bundar itupun mulai bergerak
naik ke atas, kejap lain keempat orangpun telah berada di kamar segi enam, Waktu meja kembali pada keadaan semula, keenam
kursi itupun bergeraksendiriberpencar ketempat masing2.
Maka Kun-gi pimpin orang banyak mendorong kursi ke tengah
pula, supaya meja kursi kembali turun ke bawah, Sudah tentu
Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim sama kagum dan tidak habis mengerti akansegala peralatanyangbergerakserbaotomatisini.
Setelah kursi ambles ke bawah, maka Kun-gi perkenalkan Tong
Bun-khing bertiga kepada Hoan-kun. Antara nona dan nona lebih
gampang bergaul, cepat sekali merekapun sudah bergaul dengan
akrab dan intim. Tak lama kemudian rombongan keduapun telah naik ke atas, Un
Hoan-kun keluarkan obat penawar dan satu persatu dia oles
hidang kelima laki2 baju hijau, setelah berbangkis sekali kelima orang itupun siuman.
Sorot mata Yong King-tiong tajam berwibawa, katanya kereng:
"Kalian dengarkan, Heng-liong-hwe kini telah lebur, Han Jan-to sudah mampus, Cui Kin-inpun telah merat, Ceng-liong-tam
CongkoanNyiCi-kojugamampus, mengingatkalianbiasanyajarang
melakukan kejahatan, hari ini Lohu tidak ingin main bunuh, asal kalian mau bersumpah selanjutnya tidak menjadi antek musuh dan
cakar alap2 kerajaan, sekarang tugas kalian mengumpulkan orang2
Pek-hoa-pang yang terjebak di lorong2 sesat, setelah keluar dari sini, kalian bebas memilih jalan hidup sendiri2, apa kalian mau terima kebijaksanaan ini?"
Melihat Nyo Ci-ko memang sudah mati, situasi jelas tidak
menguntungkan, maka serentak mereka menjura dan menyatakan
setuju dan tunduk. "Syukurlah kalian mau insaf, nah inilah Sip-hun-wan buatan khusus dari keluarga Un kami di Linglam, dalam dua belas jam
kalau tiada obat penawarnya. selama hidup kalian akan menjadi
orang pikun dan gila, tapi bila kalian menunaikan tugas dengan
baik sesuai dengan perintah paman Yong tadi, setelah keluar dari sini, obat penawarnya akan kubagikan pula kepada kalian,"
demikian pesan Un Hoa-kun. Lalu dia keluarkan lima butir pil dan ditaruh di meja.
Bahwa mereka harus menelan Sip-hun-wan, sudah tentu kelima
orang ragu2 dan saling pandang dengan bingung. Tu Hong-sing
segera menghardik: "Apa pula yang kalian ragukan" Bukankah tadi akupun telah menelan sebutir" Jangan kuatir, nona Un pasti
menepati janji, sekarang lekas ambil dan telan, jangan membuang waktu lagi."
Kelima laki2 baju hijau tidak berani ayal lagi, setiap orang maju mengambil sebutir pit terus ditelannya.
"Sekarang tenaga kita di sini cukup banyak," demikian Yong King-tiong sambil menyapu pandang seluruh hadirin, "tapi yang kenal dengan orang Pek-hoa-pang hanya Ling-kongcu dan nona
Un", kalau satu lama lain tidak saling kenal, pasti bisa
menimbulkan salah paham dalam usaha pencarian mereka, maka
Losiu berpendapat lebih baik Ling-kongcu bersama nona Un berdua saja yang masuk mencari mereka."
"Ucapan Yong-lopek memang beralasan," ujar Kun-gi, "soal menolong orang memang adalah kewajiban Wanpwe sesuai pesan
bibi, sekarang biarlah Wanpwe saja yang mencari mereka."
Sudah tentu berbeda perasaan antara tiga nona demi
mendengar Kun-gi bilang "kami berdua". Tong Bun-khing berwatak lembut dan tidak usil mulut, tapi tidak demikian dengan Pui Ji-ping yang binal dan suka usil, segera dia menyeletuk: "Ling-toako, aku mau ikut,"
"Adik Ping, dalam lorong sana banyak anak cabang yang
berbelit2, keadaan gelap pula, sembarang waktu menghadani
bahaya, lebih baik kau ikut orang banyak menunggu dan istirahat saja di sini, setelah menemukan orang2 Pek-hoa-pang kita akan
cepat keluar dan kumpul pula di sini, kalau terlalu banyak orang malah kurang leluasa."
"Betul," sela Yong King-tiong, "lebih baik kalian tunggu saja di sini, ketahuilah di sini ada enam sudut pintu, pada hal kita hanya bisa membagi dua kelompok, setelah setiap sudut pintu diperiksa harus segera mundur dan keluar memeriksa sudut pintu yang lain, kalau kalian tinggal di sini sembarang waktu kan bisa memberi
bantuan dan menjaga jalan mundur mereka."
"Yong-congkoan," timbrung Tu Hong-sing, agaknya kau belum jelas akan keadaan di sini, walau tempat ini merupakan mulut atau jalan keluar Ceng-liong-tam, tapi keadaan di dalam keenam sudut pintu situ sama lain tiada bedanya, kita cukup membagi dua
kelompok masuk ke dalam mencari mereka, cuma perlu dijanjikan
dulu jalan2 mana yang harus ditempuh masing2 kelompok, setelah
sampai pada suatu tempat dapat berkumpul lalu ke-luar bersama."
"Kiranya begitu," ujar Yong King-tiong. "Kalau begitu tentu bisa menghemat tenaga dan waktu. Ling-kongcu jangan membuang
waktu lagi, bersama Tu-heng pimpinlah mereka (kelima laki2 baju hijau) dalam satu rombongan, Lohu akan bawa sia yang lain dalam rombongan kedua, cuma kita harus membawa obor lebih banyak
Nah, sekarang berangkat,"
"Wanpwe terima petunjuk," kata Kun-gi.
Tu Hong-sing berkata: "Setiap orang yang bertugas di Cengliong-tam harus membawa obor khusus, jalan yang mesti ditempuh
masing2 kelompok harus diatur dan direncanakan dulu, supaya
tiada yang ketinggalan dalam usaha mencari mereka."
"Kalau begitu, tolong Tu-heng saja yang membagi tugas," ucap Yong King-tiong..
Tu Hong-sing lantas memberi pesan pada kelima orang baju


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hijau: "Kelompok pertama harus masuk dari Thian-mui, membelok kanan keluar dari Te-mui. Kelompok yang lain masuk dari Te-mui, belok kanan keluar dari Thian-mui."
Kelima orang baju hitam mengiakan bersama. Yong King-tiong
lantas pimpin Un Hoan-kun dan tiga laki2 baju hijau memasuki
Thian-mui dari sebelah kiri setelah menyulut obor. Sementara Kun-gi bersama Tu Hong-sing dengan dua laki2 baju hijau masuk
melalui Te-mui dari sebelah kanan, merekapun membawa obor. Sia
yang laintetapberjagadi kamar segienam.
Setelah kedua kelompok orang itu masuk, tanpa terasa Pui Jiping mengerut kening, tanyanya: "Tong-cici, entah orang2
Pek-hoapang apa yang dicari oleh Ling-toako?"
"Bukankah Hek-liong-hwe anggap kita orang Pek-hoa-pang"
Mungkin kedua kelompok Pang dan Hwe ini terjadi bentrokan
sengit, Ling-toako bantu pihak Pek-hoa-pang menggempur Hekliong-hwe, maka dia bisa menolong kita," lalu Tong Bun-khing berpaling ke arah Siau-tho dan bertanya: "Nona, betul tidak terkaanku?"
"Ah, hamba hanya seorang pelayan yang melayani keperluan
Congkoan, apa yang kuketahui hanya sedikit saja, kalau tak salah Ling-kongcu adalah Cong-hou-hoat-su-cia dari Pek-hoa-pang, Han-hwecu dari Hek-liong-hwe adalah pembunuh ayahnya. sedang
Yong-congkoan adalah sahabat karib ayah Ling-kongcu, maka dia,
bantu Ling-kongcu menggempur Hek-liong-hwe."
"Lalu siapa itu nona Un?" tanya Ji-ping.
"Kudengar tadi Ling-kongcu pernah bilang, sejak mula nona Un memang sudah kenal baik dengan Ling-kongcu. waktu Ling-kongcu
menyelundup ke Pek-hoa-pang, nona Un ikut membantu dengan
menyamar Bi-kui dalam Pek-hoa-pang, untung tadi dia tertolong
oleh Ling-kongcu dari lorong2 sesat di dalam."
"Kalau Ling-kongcu menyelundup ke dalam Pek-hoa-pang.
bagaimana mungkin bisa diangkat menjadi Cong-hou-hoat-su-cia
dariPek-hoa-pang?" demikian tanya Cu Ya-khim.
"Entahlah, hambasendirijugatidak tahu."sahutSiau-tho.
"Kukira dalam hal ini ada banyak persoalan yang berbelit,"
timbrung Tong Bun-khing, "Biarlah kita tunggu setelah Ling-toako keluar baru kita tanya padanya."
Bersungut Pui Ji-ping, katanya dengan tertawa: "Kalau mau
tanya, kau saja yang tanya padanya."
-000-0dw0-000 Kini kita ikuti rombongan Ling Kun-gi, Tu Hong-sing membawa
obor berjalan di depan diikuti Kun-gi, lalu kedua orang baju hijau yang juga membawa obor. Di bawah penerangan tiga batang obor
lorong yang gelap gulita itu menjadi cukup terang, dalam jarak
sepuluh tombak keadaan sekitarnya dapat terlihat dengan nyata.
Tadi Kun-gi baru masuk puluhan tombak saja di dalam lorong2
sesat ini, maka dia belum tahu di mana letak rahasia inti lorong2
sesat ini. Kali ini Tu Hong-sing jadi penunjuk jalan, setelah belok kanan tikung kiri, di antara lorong2 sempit itu banyak pula
cabangnya sehingga mirip sarang labah2. Banyak jalan cabang
yang berliku2 setelah ditempuh sekian lamanya baru diketahui
bahwa lorong itu buntu, terpaksa harus putar balik. Tapi bukan
mustahil kembalinya akan salah jalan ke cabang yang lain pula.
Bila tiada penunjuk jalan, sekalisalah langkahbesarsekaliakibatnya, mungkin selamanyatakkan bisa keluardaritempatyang
menyesatkanini. Tapi tugas Kun-gi kini harus menjelajah seluruh lorong2 ini
untuk menemukan dan menolong orang2 Pek-hoa-pang yang
terkurung, maka setiap lorong cabang kudu diperiksanya, umpama
menemukan lorong-lorong buntu juga harus diperiksa.
Diam2 Kun-gi menaruh perhatian, sepanjang jalan ini makin
banyak cabang yang simpang siur, putar sana belok sini, dan
membuat orang pusing tujuh keliling, tapi setiap kali bila tiba pada lorong yang agak lebar dan merupakan lorong penting, maka selalu ada belokan ke kanan dan ini berarti tidak salah jalan lagi.
Semula dia masih was-was dan menaruh curiga pada Tu
Hong-sing, lambat laun dia yakin Tu Hong-sing dapat bekerja jujur dan betul2 memeras keringat.
Setelah terbukti Tu Hong-sing bekerja sekuat tenaga, maka
Kungi juga pusatkan perhatiannya, mata kuping dipasang tajam,
pikiran dia tumplek dalam usaha pencarian orang2 Pek-hoa-pang.
Sebetulnya jalan lurus yang penting dalam lorong ini hanya ada
enam jalur, tapi lantaran pada jarak tertentu ada cabang yang
rumit dan membingungkan, adakalanya setelah menyusur pergi
datang ternyata masih tetap berada dilorong yang sama, maka
kerja mencari orang ini sungguh amat berat dan menghabiskan
tenaga, apalagisetiappelosokharus merekajelajahi.
Tengah mereka berjalan, tiba2 Kun-gi mendengar kira2 sepuluh
tombak di sebelah depan lapat2 seperti ada suara keresekan.
Suara itu sangat itu lirih seperti daun jatuh, meski seorang
persilatan yang memiliki Lwekang tinggi juga harus tumplek
perhatian mendengarkan dengan cermat baru dapat mendengar
suara itu. Maklum derap langkah mereka berempat sendiri sudah
menimbulkan suara yang ramai, tapi Kun-gi dapat mendengar
suara geseran sesuatu itu diantara derap kaki mereka, Mungkin
seekor tikus yang lari ketakutan. Pendek kata suara itu amat lirih, tapi sekilas pasang kuping Kun-gi lantas menghentikan langkah,
katanya dengan suara tertahan: "Tu-heng, berhenti dulu, apa di depan ada persimpangan jalan pula?"
Tu Hong,-sing berhenti, sahutnya: "Betul, tapi dari sini ke persimpangan jalan masih sepuluh tombak."
"Di persimpangan jalan depan ada orang bersembunyi, entah
dia kawan atau lawan?" demikian kata Kun-gi.
"Ada orang sembunyi didepan" Bagaimana Ling-kongcu bisa
tahu?" tanya Tu Hong-sing heran.
"Lapat2 kudengar dalam jarak sepuluh tombak di depan ada
suara napas pelahan empat-lima orang, tapi jalan yang kita
tempuh ini jalan lurus, bayangan manusia tidak kelihatan, maka
kuduga pasti mereka sembunyi di persimpangan jalan."
Tu Hong-sing kaget, katanya heran: "Jadi Ling-kongcu sudah dengar suara pernapasan mereka."
"Dalam lorong ini mudah menimbulkan gema suara, apalagi
mereka sembunyi ditempat gelap, karena hati merasa tegang
hendak menyergap musuh, meski menahan napas tapi deru
napasnya menjadi lebih berat dari biasanya."
"Kemampuan Ling-kongcu yang luar biasa ini sungguh
mengagumkan. . . . . . "pujiTuHong-sing.
Belum habis dia bicara kini iapun mendengar suara lambaian
pakaian orang, lalu tampak empat sosok bayangan orang
berkelebat keluar dari kanan-kiri persimpangan jalan di depan. Lalu menyusul suara seorang gadis membentak: "Pendatang berhenti, kalau mau hidup lekas buang senjata dan tinggalkan orangnya,
kalau tidak kalian bertiga bangsat ini jangan harap bisa hidup!"
-Agaknya dia sudah melihat tiga orang Hek-liong-hwe, ucapannya
supaya meninggalkan orang mungkin dia mengira Ling Kun-gi
menjadi tawanan musuh yang sengaja di gusur kemari.
Maklumlah di depan Ling Kun-gi adalah Tu Hong-sing yang
menenteng pedang, di belakangnya adalah dua laki2 baju hijau,
jadi se-olah2Kun-giadalah tawanan mereka.
Begitu mendengar suara orang, berdegup girang hati Kun-gi,
segera dia melompat maju dan berseru: "Pangcu, Cayhe memang sedang mencari kalian."
"Hah. . . . . . " dari lorong di depan terdengar teriakan tertahan, nada yang mengandung rasa kaget dan kegirangan luar biasa,
sesosok bayangan langsing segera melejit maju, teriaknya: "Lingheng, . . . . . . " karena hati senang, seperti seorang yang sudah lama tersesat kini bertemu dengan sanak familinya, maka dia
berlari menubruk datang. Maklumlah seorang remaja yang sekian lamanya tersesat di
lorong gelap ini, kini bertemu dengan perjaka pujaannya, maka dia ingin melimpahkan seluruh perasaannya, kini dia perlu bujuk dan hibur manja. Namun betapapun dia adalah Pek-hoa-pang Pangcu,
dihadapan orang luar, apalagi di depan dayangnya, betapapun dia tetap harus pegang gengsi sebagai Pangcu yang berwibawa dan
disegani. Untunglah seruan "Pangcu" Kun-gi telah menyentak sanubarinya.
Kira2 beberapa kaki di depan Kun-gi dia berhenti, matanya yang
jeli tampak berkaca2, wajahnya berseri girang, katanya:
"Ling-heng, bagaimana kau bisa menemukan tempat ini" Kau tidak apa2" Rombongan kami telah tercerai berai." -Meski masih
tertawa, tapi wajahnya sudah basah air mata, katanya pula:
"Lihatlah, kini tinggal kami berlima orang sungguh aku tidak tahu cara bagaimana harus memberipertanggunganjawab kepadaSuhu?"
"Pangcu tidak usah sedih," bujuk Kun -gi, "lorong sesat di Ceng-liong-tam ini memang amat berbahaya, orang2 yang tercerai-berai pasti dapat kita temukan, Cayhe memang sedang mencari kalian."
Bok-tan melirik Tu Hong-sing bertiga, tanyanya:
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" u n "Bukankah mereka orange Hek-liong-hwe kenapa . ."
memancarkan sinar aneh, katanya dengan mesra: "Kembali Lingheng membuat pahala besar. Ai, aku sungguh menyesal."
Tak enak dia banyak bicara, terpaksa ia mendesak : "Syukurlah kami berhasil menemukan Pangcu, cuma lorong sesat ini banyak
cabang yang simpang siur, kami membagi dua rombongan untuk
mencari kalian, tugas kami belum lagi selesai, waktu amat
berharga, kinisilakan Pangcu ikut dalamrombongan ini."
Rajawali Emas 1 Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Bagus Sajiwo 5

Cari Blog Ini