Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Bagian 2
melewati jembatan Fu Min ke pelabuhan Lu, saudara-saudara kami
tidak berani menghadangnya. Orang lainnya pergi di bagi beberapa
kelompok, ada beberapa yang naik perahu ke bawah, ada beberapa
jalan ke atas. Otak utamanya Tikus Setempat, naik satu perahu
misterius sangat cepat berlayar ke atas."
Pria besar itu melaporkan semuanya.
"Terima kasih atas kerja sama saudara Gao, sampai
jumpa." Dia mengepal tangan menghormat tanda berterima kasih, lalu
menelusuri jalan semula kembali ke tempat penambatan perahu.
Lalu perahunya menyeberang sungai, merapat di Lao-gufan.
Sampai di bangunan terbuka kecil, dia melepaskan pedang,
menaruhnya di meja di tengah bangunan terbuka, menggendong
tangan dengan sorot mata tajam menatap rumah Lin-zhi yang terletak tidak jauh, diam tidak bergerak.
Tidak lama, seorang dao (pendeta) keluar dari pintunya, dengan
ragu-ragu berjalan menuju bangunan terbuka, matanya bersorot
waspada, kira-kira dari bangunan terbuka tiga empat zhang lagi dia menghentikan langkahnya.
Mata Fu Ke-wei yang dingin dengan keji menyambut dao yang
semakin mendekat, sudut mulutnya tersenyum dingin menakutkan.
Dao tua akhirnya memberanikan diri masuk kedalam
bangunan terbuka dengan ketakutan memberi hormat:
"Apa kabar dermawan! Aku memberi hormat. Dermawan..."
"Aku tidak mau banyak bicara." Dengan dingin dia berkata lagi:
"Aku tahu Ular Air Qin-qi, sembunyi di kuil anda. Kau panggil dia
keluar, aku ada pertanyaan untuknya. Jika dia tidak keluar, aku
Xie-jian-xiu-luo marga Fu tentu akan menjewer kupingnya keluar,
seharusnya dia bersembunyi di kota Zhou, disini mana cocok
bersembunyi?" "A...aku akan lakukan."
Dao tua mundur ketakutan, hampir saja dia roboh karena
kakinya lemas. Tidak lama, Ular Air Qin-qi muncul diluar pintu kuil dengan wajah
pucat, tangannya memegang senjata Tusuk Pembelah Air, dia
berkeringat dingin dan gemetaran mendekat ke bangunan terbuka.
"Kau...kau ini adalah Xie...Xie Jian Xiu...Xiu-luo
Fu...pendekar besar Fu?" Tanya Ular Air Qin-qi diluar
bangunan terbuka dengan ketakutan
"Ca...cari..aku..ada...ada..keper... keperluan... apa?"
"Siapa yang menghubungi Tamu Penggantung Wu-feng?" Dengan
nada dalam Fu Ke-wei bertanya, "kau mengeluarkan berapa perak,
menyewa Tamu Penggantung membunuh Dewa Nyamuk
Xian-zhong?" "Ini salah paham yang besar!" teriak Ular Air dengan gelisah, "Aku dengan perusahaan pelayaran Jiang Han, dulu memang ada dendam, tapi tidak begitu besar, tidak perlu sampai harus membunuh orang
membalasnya, juga tidak pantas menyewa Tamu Penggantung membunuh
orang, hanya setan yang tahu Tamu Penggantung Wu-feng seperti dewa atau seperti setan. Begitu Dewa Nyamuk mati, Tangan Dunia polisi Lin sudah menyeberang sungai menyelidik, menuduh aku menyewa orang
membunuhnya, untungnya dia tidak punya bukti, hingga tidak bisa
menangkap ketika aku menyeberang sungai, tapi itu telah membuat aku ketakutan sekali, hingga terpaksa menyembunyikan diri..."
"Apakah kau kenal orang yang bernama Bo Yi-he?"
"Tidak kenal!" "Kau sungguh tidak terlibat?"
"Aku bisa bersumpah pada langit, jika aku terlibat, langit akan
membuat aku disambar geledek dibakar api tidak ada turunan."
Sumpah Ular Air dengan sangat lancar sekali, "beberapa hari lalu,
perahu perusahaan pelayaran Jiang Han terdampar di Lao-zhou, aku
yang mengutus orang menariknya keluar, aku melupakan
permusuhan pribadi, jiga menjaga rasa setia kawan Jiang-hu."
"Aku percaya padamu." Wajah Fu Ke-wei tidak dingin lagi, "Kau
teruskan saja bersembunyinya! Ingat, pertemuan kita hari ini
jangan sampai bocor, kalau tidak, akan ada pembunuhan. Katakan
kau belum pernah melihat aku, tahu tidak?"
"Tahu, tahu." Kata Ular Air buru-buru mengangguk, "Tadinya
aku juga tidak kenal kau, jujur saja, apa kau benar Xie-jian-xiu-luo pendekar besar Fu, sekarang aku masih curiga."
"Bagus bagus, kau teruskan rasa curigamu! Sampai jumpa."
Berturut-turut dua hari, dia telah mendatangi tidak sedikit
tempat, setiap kali kembali ke penginapan Yi Feng, wajah dia
semakin jelek satu duapuluh persen.
Hari ini, tidak lama setelah lewat tengah hari, saat dia masuk
keruang penginapan, wajahnya sudah menjadi hijau keabu-abuan,
pucat, sepasang matanya tidak bersinar, langkahnya berat, dan juga bau obat dan luka busuk di tubuhnya, semua menjelaskan dia adalah
orang yang akan menjalin keluarga dengan raja neraka. Pedang di
pinggangnya, seperti akan membebani dia jatuh! dibandingkan saat
dia muncul pertama di Iao-gu-fan seperti dua orang yang berbeda.
"Tuan, kau...kau kenapa?" pelayan yang
membopong dia dengan perhatian ber-tanya, "wajahmu jelek
sekali, apakah lukanya kambuh lagi?"
Waktu dia terluka pelayan sudah tahu, setiap hari pelayan yang
memanggilkan tabib memeriksanya, mengganti obat dan makan obat,
tapi semakin diobati semakin parah.
"Sungguh aku merasa tidak tahan." Katanya dengan nafas
terengah-engah. "Tuan, kalau tidak tahan harus baik-baik istirahat!" Pelayan
membopong dia masuk kedalam, menuju kekamarnya, sambil
berjalan sambil menyalahkan.
"Aku tidak bisa istirahat." Dengan lemas berkata, "aku tahu aku akan segera mati, tapi sebelum mati, aku harus tahu orang yang diam-diam ingin membunuhku, tidak dengan tangan sendiri membunuh mereka,
mati pun tidak bisa menutup mata."
"Tuan..." "Aku tidak akan mati di penginapanmu." Dia terengahengah
kesakitan, "tolong suruh orang panggilkan tabib Luo, obat jamu dia dingin, lebih cocok untuk luka. Dan juga itu tabib Zhuang, tolong
suruh orang panggil dia."
"Baik aku sekarang menyuruh seorang pelayan kecil pergi
memanggilnya." Toko tabib Luo berjarak setengah li dari penginapan, tabib ini
cukup ternama di daerah ini, cukup mahir terhadap pengobatan
keseleo atau luka terjatuh.
Saat tabib Luo pulang meninggalkan penginapan, sudah sekitar
jam empat sore, di belakangnya sudah diikuti oleh seorang
setengah baya yang tinggi kurus.
"Apakah tabib Luo?" Orang setengah baya sekali masuk toko
sudah memanggil, "sibuk sekali tampaknya, apa baru pulang dari
penginapan Yi-Teng?"
"Benar." Tabib Luo membalikan tubuh, kotak obat diberikan pada
pelayan toko, "saudara ada keperluan apa" Silahkan duduk di dalam, silahkan!"
Tuan rumah dengan tamunya sudah duduk, pelayan kecil sudah
mundur setelah menyiapkan teh.
Tamu itu menyebut dirinya marga Sun, datang dari Nanjing.
"Tabib Luo, aku mengikutimu sejak dari penginapan." Orang
marga Sun terus terang mengatakan maksudnya, "pasienmu itu
bukan saja usahanya sejenis dengan aku, dan juga tetangga satu
jalan. Orang ini sifatnya sombong, suka berkelahi, tidak mudah
didekati. Tapi mengingat usahanya sejenis, aku tidak bisa
meninggalkan dia tanpa mengurusnya, makanya aku berencana
diam-diam menyewa perahu, menyewa beberapa orang memaksa
dia pulang ke Nan-jing, jika tidak memaksanya, dia tidak akan mau
pulang, niat balas dendamnya terlampau keras, dia tidak akan
mendengarkan nasihat siapa pun."
"Benar, dia tidak mau pulang." Tabib Luo berkata, "kadang
pingsan, tapi tetap saja mulutnya berguman apa itu wanita hina,
apakah luka dia ada hubungannya dengan wanita?"
"Tidak tahu." Marga Sun berkata, "maksud ku datang kesini, adalah
berharap mengetahui keadaan sakitnya, supaya ada persiapan, jika
membawa dia pergi, dalam dua hari di dalam perahu, apakah akan
berbahaya?" "Ini...sulit dikatakan." Tabib Luo berpikir dengan hati-hati berkata,
"dadanya ada tiga luka menganga, dalam sampai ketulang, telah diobati beberapa hari, tapi lukanya tidak merapat juga, kalau sakitnya kambuh dia tidak mau berbaring, setiap hari pergi keluar, katanya mencari jejak, obat yang dimakan tidak cukup untuk dia, panasnya tidak turun-turun seluruh tubuhnya seperti api, yang aneh adalah dia tetap masih bisa bertahan, tapi....jika di perahu dia mau istirahat, kiranya tidak apa-apa."
"Dia tidak akan mati bukan?"
"Mungkin, masalahnya adalah entah dia bisa tenang atau tidak,
bisa tidak membatalkan niat gilanya membalas dendam, jika dengan
tenang baik-baik diobati, dia tidak akan mati."
"Ooo! Kalau begitu aku jadi lega."
"Saudara Sun, kau harus tahu, obat tidak akan menyembuhkan
orang yang tidak ingin hidup, menurut lukanya dua hari lalu
mungkin dia sudah harus berbaring, sebabnya dia masih bisa
bertahan sampai sekarang, bisa dikatakan karena kuatnya
keinginan dia untuk hidup dan niat membalas dendam, dia melebihi
orang biasa, dan dapat bertahan tidak jatuh. Di Nan-jing ada tabib yang bagus, bawalah dia pergi! Dia akan hidup."
"Terima kasih atas nasihatmu, sekarang aku pulang, aku akan
berusaha membawa dia pulang ke Nan-jing."
Tidak lama, marga Sun pamit meninggalkan toko.
Dua orang awak perahu menyatu dengan orang-orang pejalan
kaki, di kejauhan mengikuti marga Sun dari belakang.
Malam sudah tiba, tapi tamu-tamu penginapan Yi-feng masih
ada yang keluar masuk, sampai dini hari, baru suara orang
semakin reda. Fu Ke-wei tinggal di kamar pekarangan belakang barisan ketiga,
tamunya kebanyakan adalah pedagang.
Sekitar jam dua dini hari, dua pelayan yang bertugas melayani Fu
Ke-wei keluar dari kamar, menutup pintu kamar, menelusuri gang
kembali ke tempat tinggalnya.
Sinar lentera putih dibawah gang terbatas, para tamu sudah
tidur, tidak terlihat ada orang yang bergerak dijalan.
Ada dua bayangan hitam melayang turun kepekarangan dari
arah barat, yang satu menempelkan tubuh disudut belokan gang,
yang satu diam-diam datang ke kamarnya Fu Ke-wei, tanpa
mengeluarkan suara membuka pintu kamar, sekelebat masuk
kedalam. Didalam kamar gelap sekali, pelayan tidak menyalakan lampu.
"Aku...aku ingin minum..." dari arah ranjang terdengar
panggilan yang lemah, tidak bertenaga seperti merintih.
Tamu yang sendirian, tidak ada teman yang membantu,
keadaannya pasti menyedihkan.
"Aku bawakan air untuk kau minum." Kata bayangan hitam itu,
berjalan menuju arah suara.
"Buuk..." terdengar satu suara, bayangan hitam itu jatuh
kebawah, ditangkap oleh satu tangan besar yang kuat sekali, dia
tidak dapat bergerak. Bayangan hitam yang bertugas mengawasi dan membantu,
menempel di dinding sudah bersiap-siap, matanya tidak berkedip
menatap pintu kamar, setiap saat dapat dengan cepat melabrak ke
dalam membantu. Teman telah masuk beberapa saat, seharusnya, tidak perduli
apakah berhasil atau tidak, dia sudah harus keluar, saat berniat
meninggalkan tempat persembunyian, tiba-tiba di belakang tubuh
terdengar satu suara dalam:
"Apakah anda sedang menunggu orang?"
Bayangan hitam itu terkejut, mendadak dia membalikan tubuh,
tangannya sudah memegang belati, tanpa berpikir maju menyerang
dengan belati, orang yang menyerang lebih dulu menang, yang
belakang menyerang celaka, asal menemukan ada orang, harus
dibunuh untuk membungkam mulutnya.
Di sudut belokan gang yang tidak tersorot oleh sinar lampu,
bayangan hitam tidak perduli siapa orang yang datang, asal melihat satu bayangan orang, mana ada waktu melihat dulu siapa orangnya"
Tusukan belati cepat laksana kilat, reflek-nya sungguh tidak bisa
dibandingkan, seharusnya tidak mungkin bisa gagal, orang yang
gerakannya secepat ini, menjadi seorang pembunuh pasti senang
melakukannya. Belati menusuk kearah jantung, arahnya tepat sekali.
Tapi, tusukan mematikan ini malah gagal, di depan mata
bayangan hitam berkelebat, belati nya menusuk ke tempat
kosong, lalu dibawah perut "biji kejiFnya bergetar, terkena satu
tendangan yang kuat sekali, "Mmm..." terdengar suara, "Buuk" satu
getaran besar, punggungnya menabrak dinding, segera jatuh
ketanah pingsan di injak oleh seseorang.
0-0-0 Gunung Zhu berada di luar gerbang utara, dari kota kirakira
jauhnya lima li, ini adalah tempat rekreasi ternama, disana ada satu bangunan kuil Guang-ji yang cukup ternama. Perahu yang berlayar di sungai, dari jarak lebih dari sepuluh li sudah dapat melihat pagoda Ling Gui yang berada disisi kuil.
Disisi kuil ada satu balkon Di-chui, ini adalah tempat untuk
menyambut para orang orang ternama dari kota yang datang
melancong, biasanya kuil ini tidak menerima tamu menginap, maka
pintunya sering ditutup rapat tidak tampak ada orang.
Jam tiga pagi itu, di sebuah ruangan mewah di balkon ada sinar
lampu, dua orang yang duduk di satu meja, di sampingnya ditempatkan sebuah pembakaran yang di dirikan sementara, api menyala, membuat
air didalam teko kecil hampir mendidih.
Tampak di ruangan itu ada seorang laki-laki dan seorang wanita,
yang laki-laki usianya sudah lanjut, kepala botak, wajahnya penuh
keriput, memakai mantel dao, mantelnya lebar dan besar, tampak
suci. Yang wanita berpenampilan seorang wanita dusun, usianya kurang
lebih tiga puluh tahun, rok kain, dandanannya sederhana sekali,
wajahnya bersih, walau wajahnya biasabiasa saja, tapi dia seperti
seorang wanita dari keluarga yang rajin mengurus rumah dan bisa
mendampingi suami mengajar anak.
Diatas meja ada teko dan gelas teh, sebuah teko keramik ungu
dari Yi-xing, empat gelas setelannya ditaruh diatas baki teh. Kotak teh nya sangat cantik dan mahal, daun teh yang ada di dalamnya
pasti bukan kwalitet biasa.
Air sudah mendidih, dao tua mulai menyeduh teh.
"Sudah jam empat." Nyonya setengah baya berguman, "jika
lancar, mereka seharusnya sudah akan kembali."
"Seorang yang tinggal setengah nyawa, dan di sampingnya tidak
ada teman yang menemani, sampai para berandalan setempat pun
menghindar jauh dari dia, seharusnya lancar." dao tua menumpahkan
teh untuk nyonya setengah baya, "menambahkan satu pisau buat dia,
bisa di katakan semudah membalikan tangan. Ooo! Apakah kau
merasa tidak tenang?"
"Aku khawatir saat bocah itu meregang nyawa balik menggigit."
Kata nyonya setengah baya, "harimau mati tidak jatuh
keperkasaannya, bocah itu sangat bandel sekali!"
"Kau membesar-besarkan orang lain."
"Kenyataannya memang begitu." Kata nyonya setengah baya, "Ratu
Lebah membunuh orang, tidak pernah sekaligus menggunakan tiga
buah jarum Ekor Lebah, kali ini menggunakan tiga buah jarum, tetap tidak dapat membunuhnya, hingga lima enam hari dia tetap masih bisa berjalan, jika kau kira mudah menghadapinya, kau salah besar."
"Tenang saja! Lu bersaudara kepandaiannya tinggi sekali, selain
pintar juga waspada, kali ini pasti berhasil, Ooo! Apa kau
sungguh-sungguh ingin pulang membawa satu telinga sebagai
bukti?" "Benar, pelanggan bersikukuh mengeluarkan uang lebih seribu
liang perak, ingin mendapat sebuah benda sebagai bukti."
"Besok pagi kau sudah bisa membawa barang bukti pulang
melapor." dao tua kembali menumpahkan the, "mungkin mereka
segera akan kembali, aku keluar sebentar memanggil saudara Zhen,
mungkin membawa dia masuk untuk minum teh meningkatkan
semangat...Iii!" Pintu yang tidak dikunci, entah kapan sudah terbuka lebar, sebuah
bayangan hitam yang langsing berdiri di pintu, pedangnya terselip di pinggang, mantelnya melayang-layang seperti roh.
"Saudara Zhen sudah tidak akan bisa masuk lagi." Kata tamu
tidak diundang itu, "apa tidak persilahkan aku masuk minum teh"
Wangi sekali, sepertinya teh Yun-wu yang tersohor mahal."
Laki-laki dan wanita itu terkejut sampai meloncat, hampir saja
membalikan meja besar. "Kau..." teriak dao tua terkejut dan ketakutan.
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tamu tidak di undang itu perlahan melangkah masuk, sambil
menutup dan mengunci pintu, tangannya diangkat, sssst... sebuah
suara pelan terdengar, satu telinga manusia yang pucat jatuh
diatas meja. "Kau boleh membawa telinga ini pulang melapor."
Tamu tidak diundang ini ternyata adalah Fu Ke-wei, pada nyonya
setengah baya berkata dengan ramah, "kabar matinya Xie-jian-xiu-luo Fu Ke-wei, besok pagi akan tersiar."
Dao tua merapatkan sepasang tangan, akan melakukan satu
gerakan. "Jangan kau gunakan Telapak Pendorong Gunung itu, aku tahu kau
adalah pendeta dao dari Wu-yi-qing-xi, sekarang tinggal di Kuil
Guang-ji." Kata Fu Ke-wei berhenti di jarak dua zhang lebih, "Telapak Pendorong Gunung mu bisa melukai orang dalam jarak delapan chi, di luar delapan chi sudah tidak ada pengaruhnya, menyerang padaku, tidak akan ada gunanya."
"Tampaknya kau tidak terluka." Teriak pendeta dari Wu-yi
terkejut, "orang-orangku terkena tipumu."
"Jarum Ekor Lebah nya Ratu Lebah tidak gagal, tapi aku dapat
bertahan." "Tapi para tabib itu..."
"Luka sangat mudah di samarkan, menempelkan satu
gumpal daging sapi busuk dan tidak mengizinkan tabib
memeriksanya dan memberi obat, sangat mudah sekali."
Nyonya setengah baya diam-diam menggeser kearah
jendela, gerakannya ringan sekali.
"Nyonya, jangan kau berpikir menerobos jendela melarikan diri,
sekali tubuhmu meloncat..." Fu Ke-wei dengan keras berteriak pada si nyonya, "ah...! Aku jamin paling sedikit ada tiga bilah pisau Xiu-luo, menembus tubuh seksimu, gerakanmu pasti tidak secepat pisau
Xiu-luo ku. Ingat! Aku sudah peringatkan."
"Kau...kau telah membunuh Lu bersaudara?" tanya Pendeta Wu-yi
menahan nafas. "Membunuh mereka! bukankah aku harus berhadapan dengan
hukum" Tentu, telinga ini adalah kepunyaan mereka."
"Me...mereka te...telah mengaku?"
"Kalau tidak mengaku apa mereka bisa hidup?"
"Oh langit! Bagaimana kau bisa tahu kami sedang
mengerjai mu?" "Mudah sekali, aku tidak mati, bos kalian mana mungkin puas"
Orang-orangnya Ratu Lebah yang diam-diam menyerang aku, pasti
tidak berani tinggal disini, mungkin sudah berada sejauh ratusan li, mana ada waktu aku menghabiskan satu atau setengah tahun
mengejar mereka" Makanya, aku terpaksa menunggu orang-orang
kalian yang datang ingin membereskan dan mencari aku.
Hari ini, diluar aku berlari kesana-kemari mencari jejaknya Tamu
Penggantung, kalian pasti mengira aku telah salah arah, maka dengan tenang dan berani melakukannya! Rencana kalian dan perbuatannya
sungguh hebat, sayang bertemu dengan aku yang lebih hebat dari
kalian. Sekarang, kalian berdua siapa yang mau beritahukan, orang
yang menyuruh kalian."
"Jangan harap." Kata nyonya setengah baya, "aku, pendeta Wu-yi
dengan kau akan mengadakan satu pertarungan hidup mati, masih
belum pasti siapa orang yang bisa hidup sampai melihat matahari
terbit, nama Xie-jian-xiu-luo tidak bisa menakutkan orang, jangan
terlalu percaya diri."
"Tuan, apa kau berani bertarung terbuka dengan kami?" tanya
pendeta Wu-yi dengan suara dalam.
"Tidak." Katanya tegas, "kalian terus mene-rus ingin
membunuhku, tidak ada satu alasan pun untuk bertarung secara
adil dengan kalian."
"Kau..." "Yang paling penting adalah, kalian berdua tidak boleh ada satu
pun yang lolos." Katanya dengan tenang, "bertarung secara adil, aku tidak bisa mengawasi dua orang."
"Kau di Jiang-hu adalah..."
"Aku apa pun bukan." Dia tertawa tawar, "aku hanya seorang
yang tidak sudi diam-diam dibunuh tanpa alasan, maka mencari
sebabnya. Sekarang, kalian sudah boleh menyerang, hati-hati
pisau Xiu-luo ku." Dia berdiri menurunkan tangan, matanya memandang
hidung, hidung memandang hati, seperti patung batu,
sepertinya perubahan yang terjadi disekitar, tidak ada
sangkut-pautnya dengan dia.
Pendeta Wu-yi mulai merubah posisinya, dari dalam mantel dao dia
mengeluarkan belati sepanjang satu chi delapan cun, adalah sebilah pedang pendek tajam yang pas ukurannya.
Nyonya setengah baya bergerak kearah berlawanan, di tangan
kanannya ada belati, tangan kiri menyembunyikan tiga buah senjata
gelap yang kedua ujungnya tajam.
Pendeta Wu-yi sudah sampai disisi meja, tiba-tiba dengan cepat
membalikan meja, dia ingin membalikan meja dan bersembunyi
dibelakangnya, bersembunyi di belakang meja jadi tidak takut
diserang pisau Xiu-luo. Tubuhnya bergerak tangan bergerak, cepat sekali.
Tapi, dia tetap terlambat selangkah.
Mejanya dapat ditangkap, juga telah dibalikan, tapi tidak keburu
menghalangi tubuhnya, sinar jarum sekelebat sudah sampai, sulit
dilihat dengan mata telanjang.
"Ngeek..." pendeta Wu-yi berteriak tertahan.
"Buum...!" meja telah jatuh.
"Ping ping pang pang!" teko dan gelas jatuh pecah, air teh
muncrat dimana-mana. Nyonya setengah baya sudah bergerak satu langkah kekanan,
tadinya akan melemparkan senjata gelapnya, menggunakan
kesempatan itu mendobrak jendela melarikan diri.
"Tinggal kau seorang." Kata Fu Ke-wei dingin.
Nyonya setengah baya itu ketakutan, wajahnya berubah.
Pendeta Wu-yi menahan sakit di perutnya, dia meronta di lantai,
menggulungkan tubuh, suara rintihannya menggetarkan hati orang,
di bawah iga kanannya darah segar membasahi mantel dao nya.
"Pisau tidak membuka luka." Fu Ke-wei tanpa perasaan berkata,
"dao tua sendiri ingin cepat mati, makanya menggoyangkan pisau
yang tertinggal di luar tubuhnya setengah cun, supaya udara
masuk kedalam luka, makanya mengalirkan begitu banyak darah."
Bertarung dengan orang, harus memantapkan hati berani maju
terus, jika semangat tempurnya hilang, apapun akan habis.
Begitu Pendeta Wu-yi roboh, mental nyonya setengah baya telah
hancur oleh tekanan kematiannya, wajahnya pucat, dengan gemetar
berkata: "Jangan paksa aku, dao tua yang bisa beritahukan siapa
penyewanya." "Kau tidak tahu?"
"Aku..aku hanya melakukan perintah."
"Bukankah kau menyuruh Lu bersaudara memotong telinga aku,
dan membawanya pulang melapor?"
"Aku..." "Kau diperintah siapa memotong telinga kembali melapor?"
"Ini...Tamu Penggantung Wu-feng." Nyonya setengah baya
terpaksa berkata jujur. "Sembarangan bicara!"
"Yang aku katakan benar sekali."
"Nyonya, kau salah melihat aku Xie-jian-xiu-luo," Kata Fu Ke-wei
dingin, "Tamu Penggantung mengaku dirinya paling hebat, ilmu silatnya tinggi sekali, kejam dan percaya diri, merajalela di dunia persilatan dua puluh tahun lebih, tidak pernah berteman dengan orang, makanya dia bisa muncul dengan bebas. Dia memang benar pernah tinggal dikota ini, tapi itu karena ditarik oleh orang, orang yang menarik dia itu pasti bukan Ular Air di seberang sungai, tapi orang-orang kalian.
Bo Yi-he yang mengejar Tamu Penggantung juga tertipu, Bo Yi-he
yang memanggil aku datang kesini adalah Bo Yi-he palsu, mungkin kalian telah mengubur Bo Yi-he yang asli. Jika kau mengira aku ini begitu bodohnya, kejadian malam ini cukup membetulkan kesalahanmu.
Katakanlah! Apa benar kau tidak mau mengatakannya?"
"Yang harus di katakan telah aku katakan."
"Sayang aku tidak percaya kata-katamu."
"Kau..." "Kau mau melemparkan belati itu sendiri" atau menunggu aku
menggunakan pisau Xiu-luo melukaimu, menangkap hidup-hidup
dan memaksamu" Kau adalah seorang wanita, akibat dipaksa oleh
seorang laki-laki, seharusnya kau bisa membayangkan sendiri."
"Kau tidak akan berhasil mendapat pengakuan..."
"Sebenarnya, aku telah mendapatkan pengakuan yang ingin aku
ketahui, aku hanya ingin mendapatkan kepastian dari mulutmu saja.
Mungkin kau pikir saat terpaksa, lebih baik bunuh diri saja, tapi aku beritahu, kau mati atau tidak semua tidak berarti banyak, aku tetap bisa menarik benang dari kepompongnya, memaksa satu persatu
orang-orang penting kalian keluar, ayo lepaskan belatinya!"
Teriakan suara terakhirnya, membuat terkejut nyonya setengah
baya, mungkin karena hatinya terlalu tegang, atau terlalu ketakutan, mungkin juga reflek, sekali tubuhnya bergetar, tangan kiri mendadak sekuat tenaga dilayangkan keluar, satu kilatan terbang menembus
udara, senjata gelap yang kedua ujungnya tajam ini, dengan
kecepatan penuh terbang menuju Fu Ke-wei.
Pikiran Fu Ke-wei bergerak tubuhnya bergerak, dengan
tenang melangkah kekanan satu langkah.
Senjata gelap pertama tidak mengena sasaran, senjata gelap
kedua melewati lengan kiri luar Fu Ke-wei, senjata gelap ketiga
dengan mudah ditangkap tangan kiri dia.
"Sekarang aku sudah tahu siapa kau ini." katanya dengan gembira,
"kukira kau adalah seorang nyonya, ternyata adalah gadis usia dua
puluh tahun lebih, ilmu merubah wajahmu sungguh hebat, tidak aneh
orang yang pernah bertemu dengan Wanita Penenun Fei Yin-yin,
masing-masing orang mengatakannya berbeda, masing-masing
menggambarkan sendiri, aku telah mendapat penemuan besar pada
ketuamu. Kukembalikan senjatamu, terimalah!"
Senjata gelap itu dilemparkan, terbang menuju Wanita
Penenun Fei Yin-yin. Wanita Penenun tidak berpikir lagi, dia mengulurkan tangan
menerima, begitu senjata itu ditangkap, terdengar teriakan
menggetarkan telinga, seperti kilat senjata itu terbang kembali, dia melemparkan kembali senjata gelap yang diterima, orangnya
mengikuti dari belakang senjata gelap, menerjang dengan
mengangkat belati, dalam sekejap sudah mendekat, belati dengan
dahsyat di tusukkan, inilah saatnya bertaruh nyawa.
Sejata gelap kecil seperti kilat sampai di depan dada Fu Kewei, dia mengangkat tangan kanannya, kembali menangkap senjata gelap itu,
langsung dilemparkan lagi kedepan.
"Traang!" Terdengar suara menggetarkan telinga, Wanita Penenun Fei
Yin-yin tidak berani tidak menggunakan belati menangkisnya
senjata gelap yang terbang kembali, terlalu cepat, itu hanya
gerakan reflek. Senjata gelapnya ditangkis belati, dan tangan yang
memegang belati telah ditangkap Fu Ke-wei, ditekannya
kebawah. "Aaw...!" Dibawah tekanan yang tidak terhingga Wanita Penenun roboh
kebawah, lutut kanannya menyentuh tanah, seluruh lengan kanannya
sudah tidak bisa dikendalikan, dan juga sakitnya sampai ke hati,
tulang tangannya seperti telah hancur semua, belatinya pun jatuh
ketanah. Selanjutnya, tenggorokannya ditangkap oleh tangan besar Fu
Ke-wei, seperti menangkap leher angsa, pelan-pelan dia menambah
tenaga, ditarik keatas. Tangan ditekan kebawah, leher ditarik keatas, rasanya sangat tidak enak, ingin menggigit lidah bunuh diri juga sudah tidak ada
kesempatan. "Aku tidak ingin kau mati." Kata Fu Ke-wei dingin, "aku ingin
memecahkan hawa dua saluran hawa dan darah, mengunci
saluran kaki dan tanganmu, lalu diserahkan pada anak buahnya
Naga Setempat, bos mereka di bunuh, semuanya marah sekali,
coba bayangkan, mereka akan bagaimana membalas dendam
padamu?" "Am...ampuni aku..." Wanita Penenun dengan takut berkata
terbata-bata. "Apa kau pernah mengampuni aku?" Tangan Fu Ke-wei yang
mengunci leher sedikit mengendur, "siapa ketuamu itu?"
"Aku...aku tidak tahu, aku hanya ta...tahu yang perintahkan aku
adalah bangsawan kecil Zhu Tian-he."
"Aku tidak bisa membebaskanmu, karena kau malam ini sudah
kedua kalinya berbohong."
"Aku ti...tidak bohong..."
"Pembicaraan kau dengan Pendeta Wu-yi, telah kudengar sebagian
besarnya, sepertinya kau telah mengatakan pelanggan bersikukuh
menge-luarkan lebih seribu liang perak, menginginkan satu barang
bukti." "Ini..." "Jika kau tahu pelanggannya, tentu tahu orang penting
lainnya selain bangsawan kecil, Hm... hm...! Aku akan mencabut
kalian sampai ke akar-akarnya, mendapat sekali kerepotan tapi
selamanya aman." "Aku..." "Aku tidak akan banyak bicara lagi padamu..."
"Kau menang, aku...aku akan katakan!"
Wanita Penenun akhirnya menyerah.
"Kau telah menyelamatkan nyawamu sendiri, aku bawa kau ketempat
yang aman untuk membicarakannya." Kata Fu Kewei, sambil menotok
pingsan Wanita Penenun, setelah membereskan mayat Pendeta Wu-yi,
dia mengapit Wanita Penenun pergi keluar dari rumah.
Di hilir kabupaten Huan-chang barat laut aliran sungai
tengah, ada sederetan pulau pasir.
Que-zhou adalah salah satu pulau pasir terbesar, dari atas mulai
dari Tong-ling, sampai ke bawah San-jiang, berderet sepanjang
puluhan li, membagi aliran sungai jadi beberapa cabang aliran.
Diatas pulau pasir ada beberapa dusun, rumput dan pepohonan
subur, terdapat banyak bermacam-macam burung air, bukan saja
dapat melihat kelompok burung gereja, kadang bisa menangkap
angsa yang beratnya sepuluh jin lebih.
Dusun tiga rumah di barat laut pulau pasir semuanya adalah
pemburu, hidupnya mengandalkan dari memburu burung air.
Rumah yang paling u lara, didepan pintu ada lapangan luas,
sekelilingnya ditanam banyak pohon Liu.
Hari ini saat fajar, orang didalam rumah belum bangun, diluar
rumah tiba-tiba terdengar satu siulan panjang, suaranya menerjang
kelangit, mengejutkan kelompok besar burung air yang terbang diatas langit.
Pintu papan yang berat dibuka, keluar seorang setengah baya,
ditangannya memegang pedang panjang, melihat kesekeliling,
matanya terlihat terkejut, dengan matanya memeriksa keadaan
sekeliling. Tidak jauh dari kiri di belakang pohon Liu, melangkah keluar Fu
Ke-wei dengan baju biru melambai-lambai, di wajahnya tampak tawa
yang sulit ditebak, dia menggendong tangan dengan tenangnya,
selangkah demi selakah mendekat kepintu, tingkahnya yang
anggun, persis seperti seorang penggede yang berkuasa.
"Siapa?" orang setengah baya terkejut bertanya.
"Teman lama." Fu Ke-wei tertawa, "aku adalah teman baiknya
nona Yan-fang. katakan sedikit kasar, adalah tamu baik atau tamu
hidung belang dia. Saudara, merepotkanmu pergi melaporkan, dia
tidak akan menolak bertemu denganku."
"Iii! Kau...kau ini..."
"Seharusnya kau tahu asal-usulku dan tujuanku datang
kemari." Dari dalam pintu keluar empat orang, di antaranya ada Yan-fang
yang menyamar jadi laki-laki, dan yang menyamar orang tua,
tangan-nya memegang seruling palsu sepanjang dua chi dua cun.
Dua orang lainnya sama berusia setengah baya, wajahnya galak
sangat tegap, semua orang membawa senjata.
"Ternyata kau!" teriak Yan-fang yang menyamar laki-laki
terkejut, "orang-orang kami di Wu-hu semuanya hilang misterius,
pasti telah dibunuh olehmu."
"Makanya aku bisa mencari sampai disini." Dia tertawa semakin
mendekat, "orangnya telah datang, tentu telinganya juga telah datang!
Nona Yan-fang, kau sungguh terlalu tidak berperasaan, kau
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meninggalkan aku begitu saja, membuat aku repot sekali mencarinya!"
"Kau..." "Begitu kalian berpencar dan sengaja menyamar lari ke segala
arah, aku sungguh tidak tahu harus mengejar kearah mana
baiknya, hampir saja membatalkan niat tidur bersama kau lagi.
Sekarang baguslah, akhirnya dapat bertemu denganmu, apakah
kau mau pergi denganku?"
Lima orang itu membagi kedua arah, diam-diam
membentuk strategi setengah lingkaran.
Ssst..! terdengar suara pedang dicabut, Yan-fang yang
pertama-tama mencabut pedang.
Seruling orang tua telah diangkat, mata tuanya tidak lamur lagi.
Orang setengah baya yang tampak galak berada paling kiri, kail
kepala macan ditangannya berkilat sinar dingin.
Fu Ke-wei berdiri dalam jarak tiga zhang lebih, wajahnya
semakin dingin. Dengan satu suara siulan naga, dia mencabut pedangnya.
"Ratu Lebah, kau keji sekali, sayang terlalu pintar, orang yang
terlalu pintar sering melakukan hal bodoh." Dia mengayunkan
tangan kirinya, tiga buah Jarum Ekor Lebah telah dilepaskan,
"kukembalikan padamu, kau masih mau mengatakan apa?"
Ratu Lebah menjawab dengan gerakan, mengangkat
pedang maju menyerang. Lima banding satu, lima orang tidak satu pun orang biasa, senjata
gelapnya lebih-lebih dahsyat dan keji.
Begitu dia tertawa panjang, mendadak dia meloncat, bagai ikan
meloncat dia balik mundur tiga zhang lebih, dua kali loncatan sudah masuk ke dalam rerumputan ilalang.
Lima orang laki-laki dan perempuan pertama tertegun, lalu
meloncat mengejar. Di tempat semacam ini susah melihat orang, mengejar orang di
rumput setinggi satu zhang, bukan saja akan sia-sia, juga setiap saat bisa mendapat serangan mendadak yang sangat berbahaya.
Telah memeriksa kesetiap sudut seluas setengah li, lima orang
selalu tidak berani berpencar mencari.
Setelah satu jam, lima orang dengan hati berat dan khawatir
berjalan menuju rumah mereka yang tidak jauh itu.
Orang-orang di beberapa rumah lainnya, sudah dari tadi menutup
pintu menghindar keributan, hening tidak ada sedikit pun suara, pintu dan jendela tertutup rapat tidak terlihat orang.
Lima orang laki-laki dan perempuan berjalan berbaris, orang tua
yang paling depan sambil berjalan sambil berkata:
"Orang itu pasti tidak akan pergi begitu saja, disini dia menunggu, terang-terangan atau diam-diam menyerang, kita pasti sulit
menghadapinya, kita harus segera meninggalkan tempat ini."
Pria besar yang memegang sepasang garpu berjalan paling akhir,
dia menyatakan tidak setuju katanya:
"Jangan ketakutan oleh namanya, kita lima orang cukup untuk
mengubur dia, bertarung di tempat ini dengan dia, bagaimana pun
lebih baik, daripada meninggalkan tempat ini mengejar dia."
Orang yang memegang kail kepala macan juga tidak setuju
meninggalkan tempat itu, dengan keras berkata:
"Betul, orang itu sudah lama berkelana di Jiang-hu, adalah
pakarnya dalam perburuan, kalau kita pergi, kita harus berpencar
mencari tempat sembunyi, kalau begitu..."
Tidak jauh dibelakang tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara dingin
Fu Ke-wei: "Kalau begitu tidak akan ada teman dalam perjalanan ke
neraka!" "Aduh..." orang yang memegang sepasang garpu sambil
berteriak roboh kedepan. "Hmm..." orang yang memegang kail kepala macan
tubuhnya ditegakan, mencoba menghentikan langkah,
membalikan tubuh. Fu Ke-wei muncul di belakangnya kira-kira duazhang,
pedangnya tidak dikeluarkan.
"Kau..." Orang yang memegang kail kepala macan berteriak ketakutan,
sekuat tenaga melemparkan kail, lalu tubuhnya roboh kedepan.
Perubahannya cepat sekali.
Ratu Lebah berteriak, tiga buah Jarum Ekor Lebah meluncur ke
arah Fu Ke-wei yang datang menerjang dengan cepat, begitu jarum
keluar, dia merendahkan tubuh ke samping, berguling masuk ke
rerumputan. Fu Ke-wei menerobos dari bawah kail kepala macan yang dilemparkan
itu, tepat menyambut pemilik Kail Kepala Macan yang jatuh ke bawah, lalu tubuhnya membelit kesamping, tiga buah Jarum Ekor Lebah
semuanya menusuk masuk ke punggung pemilik Kail Kepala Macan.
Dia mendorong laki-laki besar yang terkena Jarum Ekor
Lebah: "Hemm!" dengan dingin, pedangnya dicabut, tampak satu kilatan
pedang, orang yang melayangkan pedang menerjang tapi tidak
mengenai sasaran, dadanya sendiri malah tersabet oleh pedang
lawannya, dia tersayat luka sepanjang satu chi lebih.
Bersamaan dalam sekejap itu, seruling itu meniupkan jarum Pintu
Neraka, kebawah perutnya, kecepatannya mengejutkan orang.
Perubahan yang berturut-turut sangat berbahaya, semua hampir
terjadi dalam bersamaan waktu, seluruh reaksi terjadi oleh reflek, semua orang seperti lupa akan akibatnya, setiap gerakan
menentukan hidup matinya.
Fu Ke-wei yang telah melukai dada orang yang menggunakan
pedang, gerakannya tidak berhenti, dia membalikan tubuhnya,
dengan ganas pedangnya menerjang orang tua yang baru saja
meniupkan jarum Pintu Neraka.
Tapi saat tertahan sekejap, dia tidak dapat menghindar dari
serangan jarum itu, beberapa jarum menusuk di pinggul sebelah kiri luar, dia hanya dapat mengeser bawah perutnya agar jarum itu tidak mengenai perutnya.
Sinar pedang datang membelah udara, dahsyat seperti
geledek mengelegar. Orang tua itu tidak ada kesempatan untuk mengisi jarum lagi,
begitu seruling meninggalkan bibirnya, tanpa sadar dia berteriak
sekali, dengan jurus Menutup Awan Mengunci Embun dia mencoba
menyelamatkan diri, dengan serulingnya dia menyambut sabetan
pedang yang datang menyerang, tenaga dalamnya disalurkan ke
ujung seruling, tenaga dalamnya yang hebat mengejutkan orang.
Bayangan pedang dan seruling bertemu dalam sekejap, tapi
tidak terjadi suara benturan logam, seruling itu terbuat dari logam campuran tembaga ungu, setelah di isi tenaga dalam, cukup untuk
menangkis golok atau pedang.
Tapi kali ini seruling tidak bisa menahan gerakan pedang, disaat
akan bentrok, bayangan sinar pedang tiba-tiba membelok, masuk
menusuk di celah sempit dari bayangan seruling, bayangan dua
orang itu lalu terpisah. Sentuhan dalam sekejap, hidup atau mati telah ditentukan.
"Buuk..." Fu Ke-wei tiarap ketanah, tubuhnya menjauh dua zhang
lebih, begitu tubuhnya berguling, tubuhnya sudah menghilang di
rerumputan ilalang. Orang tua yang menerjang maju delapan chi lebih, mendadak
melemparkan seruling dan menghentikan terjangannya, sepasang
tangan memeluk dada kiri sebelah bawah, tubuhnya pelan-pelan
membungkuk ingin teriak tapi tidak bisa mengeluarkan suara,
darah segar dengan jumlah banyak merembes keluar dari tangan
yang menutup luka seperti mata air.
Akhirnya dia bergoyang-goyang jatuh ke depan, kaki tangannya
mulai meregang. Jantung telah tertembus pedang, seluruhnya telah
tamat. Semua telah berhenti, sepertinya waktu pun berhenti berputar.
Bau amis darah menyegat hidung, sinar matahari tanpa perasaan
menyoroti empat mayat. Dalam keheningan, terakhir terdengar rintihan kesakitan orang
meregang nyawa, lalu kembali hening.
Inilah kehidupan terakhir manusia.
Sungguh manusia tidak mudah hidup, setelah mati apa pun tidak
ada bekasnya, memang manusia akhirnya akan mati.
Dalam sekejap empat orang itu sudah menyelesaikan
kehidupan terakhirnya. Ratu Lebah adalah orang yang paling pintar, dia berjalan di tengah pasir dengan waspada, gerakannya pun cepat sekali, setelah melepaskan jarumnya, dia langsung kabur, dia sangat beruntung dapat
menyelamatkan nyawanya, dia tidak berani berdiam lagi ditempat itu melihat perkembangan akhirnya.
Pulau pasir panjangnya sepuluh li lebih, tempat di mana siapapun
dapat menyembunyikan diri, tapi tidak mudah jika ingin meninggalkan tempat itu, disana tidak ada perahu walau menancapkan sayap pun
sulit terbang, kecuali dia bisa berenang melalui air.
Fu Ke-wei harus berhati-hati pada Ratu Lebah, jika tidak, dia tidak akan sampai menyembunyikan dirinya di dalam rerumputan, karena
jarum yang menusuk di sisi pinggul luar, begitu racunnya menemui
darah segera bercampur, racun dalam darah mengikuti aliran darah
mengalir ke jantung, di dalam darah akan terjadi perubahan yang
khusus. Jika dia bergerak, aliran racun jarum akan bergerak bertambah cepat, makanya dia terpaksa memutuskan meninggalkan tempat itu,
menyelamatkan dirinya terlebih dulu.
0oo0 Bab 4 Dalam waktu yang singkat ini, hanya meninggalkan tempat tidak
sampai dua puluh langkah, Fu Ke-wei sudah merasa tidak tahan lagi, kepalanya pusing, kaki dan tangan mati rasa.
Untungnya dia sudah tahu sifat racunnya, jadi dia sudah
menyiapkan obat penawarnya.
Di dalam rerumputan yang tertutup rapat, dengan aman dia
menyembunyikan diri, memaksakan tenaganya mengambil obat
penawar dari kantong serba ada dan menelannya, setelah sesaat
buru dia bertenaga mencabut jarumnya.
Perkiraan dia tepat sekali, Jarum Racun Pintu Neraka adalah jarum
yang membuat orang Jiang-hu yang mendengar wajahnya akan
berubah, senjata ampuh yang bisa membunuh secara diam-diam.
Panjang jarum itu tiga cun, di belakangnya ada bulu lembut
berbentuk corong, jarak ampuh tembakannya, dapat mencapai dua
sampai tiga puluh kali panjang seruling.
Nama asli peniup seruling adalah Seruling Pengejar Nyawa
Xiao-jing, tenaga dalamnya sangat hebat, dia menggunakan tenaga
dalamnya meniup jarum, dengan sangat jitu bisa menembak dari
seratus chi lebih. Orang yang pernah melihat wajah asli Seruling Pengejar Nyawa
sangat sedikit sekali, tidak perduli orang aliran hitam atau putih semua membencinya. Racun diatas Jarum Pintu Neraka, walau bukan racun
sekali melihat darah langsung mengunci tengorokan, tapi racunnya
sekali masuk ke jantung pasti mati, dan tidak perduli mengenai bagian mana saja, begitu racun mencapai jantung hanya dalam sekejap,
walaupun yang terkena di bagian kaki, perbedaan waktu matinya juga sangat terbatas.
Seruling Pengejar Nyawa dengan Seruling Damai, Seruling Racun
disebut Tiga Seruling Dunia, dari Tiga Seruling Dunia, Seruling
Pengejar Nyawa yang paling keji, dia diam-diam selalu mencelakai
orang, kali ini bisa mati di bawah pedang Fu Ke-wei, sungguh langit mempunyai mata.
Walau Fu Ke-wei telah menyiapkan obat penawar, tapi dia
merasakan lemas juga tidak bersemangat, kaki tangannya tidak
bertenaga, tidak dapat pulih dalam waktu singkat.
Sampai lewat tengah hari, akhirnya dia pulih kembali,
tubuhnya terasa haus dan lapar, sekarang dia sudah bisa keluar.
Dia kembali ketempat pertarungan tadi, empat mayat itu sudah
jadi kaku, dan juga mendatangkan banyak sekali lalat, membuat
orang ingin muntah. Tanah yang berpasir gampang untuk mengubur orang, dia
menggunakan sepasang tangannya menggali liang, setelah
mengucurkan banyak keringat, baru dia selesai mengubur empat
mayat itu. Orang persilatan yang suka berkelahi, tempat terakhirnya, jika
mati di parit dikubur di parit, jika mati di jalan cukup mendirikan tanda, tidak perlu bompai segala, juga tidak perlu disem-bahyangi
keturunannya. Fu Ke-wei sudah sampai di kampung nelayan lainnya, setelah
makan dia kembali memulai pengejaran.
Dia tidak perlu menanyakan lagi pada penduduk kampung, dia
telah menduga Ratu Lebah pasti tidak berani menampakan diri atau
berhubungan dengan penduduk kampung.
Dia kembali ke tempat pertarungan meneliti jejak Ratu Lebah.
Dia adalah ahlinya pencari jejak, diatas pulau pasir semacam ini,
tidak sulit membedakan jejak yang belum lama ditinggalkan oleh
manusia atau hewan. Setelah dua jam, dia melihat di udara yang jauhnya satu li lebih,
burung air terkejut dan berterbangan ke segala arah, di bawah
kakinya, ada bulu bebek liar, walau telah dikubur dengan teliti, tetap tidak lolos dari matanya yang tajam.
"Kau sudah kenyang makan." pada arah burung air terkejut berterbangan dia berguman, disudut mulut tampak tawa dingin yang
menakutkan orang, "kau seorang gadis, siang hari apa berani
meloncat kedalam air" Kau terlalu pintar, terlalu pintar sering
melakukan kesalahan, melakukan hal bodoh, kau seharusnya
merampas sebuah perahu melarikan diri jauhjauh. Mungkin, kau
mengira aku telah mati oleh racun Jarum Pintu Neraka, jadi tidak perlu terburu-buru pergi!"
Sinar matahari tengelam memenuhi langit, malam akan tiba.
Banyaknya burung air diatas pulau air mengejutkan orang,
sepertinya langit dipenuhi oleh beraneka ragam burung air yang
terbang, mencari sarang untuk istirahat.
Di suatu kampung di pantai barat pulau pasir, di tambatkan dua rakit bambu, itu adalah alat pengangkut hasil buruan pemburu burung, di
sisinya masih ditaruh lima enam kurungan burung persegi besar, sangat kokoh, di taruh di dua tempat, di dalam kurungan tidak ada burungnya.
Ratu Lebah seperti roh keluar dari dalam rerumputan, dengan
gembira lari ke pantai, menuju kedua rakit bambu.
Dia menarik rakit, dan akan menariknya ke sungai yang berada dua
puluh langkah jauhnya, asal dia berhasil di dorong ke air, maka dia tidak akan takut lagi ada orang mengejar.
Di tempat menaruh kurungan burung, tiba-tiba tampak Fu Ke-wei
bangkit berdiri. "Kau baru datang?" Fu Ke-wei mendekat sambil tertawa, "apa ingin pergi ke Wu-wei-zhou" Tidak salah, Wu-wei-zhou memang sangat
sepi, mudah menghindari pengawasan orang, bagus untuk
bersembunyi. Tapi aliran di utara lebih bahaya dari aliran selatan, kau seorang diri apa bisa mengendalikan rakit bambu ini" Maukah ku
bantu?" Wajah Ratu Lebah berubah total, wajahnya yang cantik memikat
tiba-tiba seperti kehilangan darah, dari merah berubah menjadi putih pucat. Baju laki-lakinya di penuhi dengan rumput dan pasir, persis seperti pemburu burung yang hidupnya susah, jika tidak membawa pedang,
sungguh tidak seperti pesilat tinggi dunia persilatan.
"Kau kau sembunyi disini?" dia dengan terkejut bertanya.
Tidak ada jalan untuk mundur, dia harus menyelamatkan diri
melalui jalan air. Tapi dia tahu itu tidak mungkin, jarak yang dua puluh langkah
seperti ribuan li jauhnya, dia pasti tidak akan secepat pisau Xiu-luo yang ternama diseluruh dunia.
"Benar! Aku sedang menunggumu!" kata Fu Ke-wei sambil
tertawa berdiri satu zhang lebih.
Hati Ratu Lebah tenggelam kebawah, tawa Fu Ke Zwei tadinya
sangat ramah, walau membuat orang sulit menebaknya, tapi di lihat di matanya, tawa semacam ini sedikit pun tidak ada perasaan ramahnya, sebaliknya menakutkan sekali, itu adalah tawa kucing pada tikus yang ditaruh di depan cakarnya, tawa serigala pada anak kambing di depan taringnya.
"Ssst..!" sebuah suara pedang dicabut, dia mencabut keluar pedangnya, bersiap-siap akan mempertaruhkan nyawa.
"Kau pasti masih punya banyak Jarum Ekor Lebah." Wajah Fu Ke-wei kelihatannya seperti lebih ramah, "mungkin kau masih ada harapan membunuhku, aku pikir kau tidak akan menceritakan alasan
kenapa mau membunuh aku. betul tidak?"
Pedang dia di sodorkan ke depan, ujung pedang mencapai posisi
menyerang, wajah serius, lima jari tangan kiri setengah direntangkan setengah dibengkokan, tampak bergetar.
"Kau tidak bicara, tapi kau akan mengatakannya." Tangan Fu Ke-wei dengan santai diulurkan kebawah, dia tidak berniat mencabut pedang,
"kau tidak ada niat beradu pedang dengan aku, karena ilmu pedangmu tidak seberapa. Cara kau membunuh orang adalah diam-diam menyerang dan bersiasat, usaha yang kau kerjakan adalah yang paling hina di dunia persilatan. Makanya, aku juga akan menggunakan pisau Xiuluo
membunuhmu." Dia malas menjawab, sepasang matanya memperhatikan sorot
mata Fu Ke-wei. "Tempat aku berdiri, adalah jarak paling ideal untuk jarum Ekor Lebahmu." Fu Ke-wei tersenyum, "kesempatan ini tidak boleh dilewatkan."
Dua zhang, memang jarak paling ampuh jarum Ekor Lebah, juga
jarak tepat bagi pisau Xiu-luo mengambil nyawa, pisau Xiu-luo lebih berat dari pada jarum, tenaganya lebih besar beratus kali.
Sehingga, kedua belah pihak sama-sama sangat waspada.
Semangat kedua belah pihak, masing-masing sedang bersiap
melakukan pertarungan untuk menjatuhkan semangat lawannya.
Tenaga dan semangat kedua belah pihak sudah sampai pada saatnya,
sekecil apa pun perubahannya, bisa menimbulkan serangan gila yang
mendadak, yang menakutkan, tiada duanya, tidak menyerang tidak
apa-apa, sekali menyerang maka kalau bukan kau yang mati maka
aku yang mati.
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku telah mendapatkan tidak sedikit jejak penting." Fu Kewei terus bicara, seperti tidak terpikirkan kalau berkata maka kurang konsentrasi,
"tidak perlu lagi pengakuan lebih banyak, menangkap hidup atau mati sudah tidak ada pengaruhnya, Wanita Penenun Fei Yin-yin sudah
mengatakan terlalu banyak. Dia tidak bisa tidak bicara, karena
mengalami hal yang lebih parah dari pada mati, hingga semangatnya
hancur, kalau kau" Apa yang akan kau alami apa pernah kau
perhitungkan?" Sorot mata Ratu Lebah bergerak, pedangnya pelan-pelan
mengeluarkan suara siulan naga.
"Tenaga dalammu cukup hebat." Kata Fu Ke-wei sambil
pelan-pelan bergerak ke kiri setengah langkah, "tidak sulit membunuh orang dalam jarak tiga zhang dengan menggunakan jarum sekecil ini.
Lima enam tahun ini, kau tidak pernah gagal, orang yang mati secara diam-diam sudah terlalu banyak. Aku pikir, jika aku melelangmu di
muka umum, coba kau tebak, ada berapa banyak orang yang akan
datang berlomba membeli" Harganya entah akan setinggi apa" Jika
membuat kau bagus! Lihay!"
Saat dia sekejap tidak konsentrasi, sebuah Jarum Ekor Lebah
sekilas sudah meluncur tiba, kebetulan dia sedang melangkah ke
sisi satu langkah, jarumnya lewat di sisi iga kanan, sungguh
berbahaya sekali. "Kau cukup hebat, sangat paham akan senjata gelap." Dia tetap berkata dengan tenangnya, "beberapa ahli senjata gelap sangat percaya diri, merasa dirinya paling hebat, menyerang kepada jalan darah atau khusus membidik titik mematikan, merasa ini adalah jurus hebat. Tapi, orang semacam ini yang gagalnya pun sering sekali, malah
mengakibatkan nyawanya melayang.
Kau dengan aku bersifat sama, bertemu dengan lawan yang
seimbang. Asal bisa melepaskan senjata gelap, dan dapat mengena
sasarannya, tidak perduli titik mematikan atau bukan, artinya telah sukses setengah bagian. Maka beberapa tahun ini, kau dan aku bisa
hidup dengan baik. Tapi hari ini, diantara kau dan aku harus ada
seorang yang dihapus namanya dari dunia persilatan."
Ratu Lebah sudah mulai menggeser posisinya, karena
pergeserannya Fu Ke-wei terpaksa dia bergeser juga untuk
mendapatkan posisi yang menguntungkan.
"Lebih baik lemparkan saja pedangmu, agar gerakannya lebih
lincah." Fu Ke-wei pelan-pelan bergeser sambil berkata, "orang yang berkhayal menggunakan pedang menangkis senjata gelap, pasti
adalah orang paling idiot, paling ditertawakan, paling kasihan di dunia, kau seharusnya mengerti ini. Aku memberi kesempatan, kau
menyimpan pedang, aku jamin tidak mengambil kesempatan
memberimu, sebuah pisauku."
Siasat Ratu Lebah mengharapkan Fu Ke-wei bertarung
menggunakan pedang telah gagal, terpaksa dia menyimpan
kembali pedangnya. Dia merasa denyut jantungnya tidak dapat dikendalikan, telapak
tangannya berkeringat, sungguh gejala yang tidak menguntungkan,
membuktikan di dalam hatinya ada gejolak, telapaknya berkeringat
pasti akan berpengaruh pada tenaga dan teknik melempar jarum.
Tentu saja, dia bukan ingin bertarung pedang dengan Fu Ke-wei,
hanya ingin dalam pertarungan ini mendapat kesempatan bagus
melepaskan jarumnya. Fu Ke-wei disebut Xie-jian (Pedang sesat),
jurus pedangnya berbeda dengan perguruan yang ada di dunia,
belum pernah terdengar ada orang ternama atau pesilat tinggi mana
yang bisa mengalahkannya, dengan orang macam ini bertarung
pedang, adalah menggunakan nyawa sendiri untuk berkelakar.
"Jangan paksa aku." Kata Ratu Lebah sambil menyimpan
pedangnya, dengan melemparkan pedang kebawah, dia melihat
keadaannya sudah tidak ada kesempatan menggunakan pedang,
"lepaskan aku, dan selanjutnya, pasti tidak akan ada orang yang diam-diam membunuh kau lagi, kecuali musuh besarmu tidak
melepaskanmu." "Kaulah yang memaksa aku." Kata Fu Ke-wei, "jika kau di posisi aku, apa kau akan menyelidik sampai tuntas atau tidak" Kita adalah orang yang mempermainkan nyawa, entah penjelasan apa yang bisa membuat
tenang" Jika setiap hari kita khawatir ada orang diam-diam akan
membunuh, tidak jadi gila juga itu baru aneh."
"Aku tidak bisa memberitahu, kau "
"Aku tidak akan berhenti sebelum sampai di'sungai
kuning'." "Hemm...!" Ratu Lebah berteriak, sepasang tangan berturut-turut diayunkan, yang digunakan adalah jurus BungaHujan Memenuhi
Langit, hujan jarum menguasai daerah sekitar dua zh.nij'., dahsyat laksana angin topan badai hujan.
Bayangan biru melayang mundur, melayang mundur sebelum
hujan jarum tiba, tubuh manusi.i yang berat malah ringan seperti
bunga jatuh, mundurnya seperti tidak cepat, tapi sebenarny.i lebih cepat sedikit dari pada hujan jarum.
Melayang sejauh tiga zhang, hujan jarum pun habis tenaganya
pada jatuh ketanah, walau masih ada beberapa yang terbang
maju, tapi sudah tidak dapat melukai orang. Jarak kedua pihak
sudah ada labih dari lima zhang.
Ratu Lebah membalikan tubuh langsung menggunakan
langkah seribu, dengan kecepatan penuh loncat kearah sungai.
"Ha ha ha ha " Suara tawa menggetarkan telinga, semakin mendekat
dibelakang. "Matilah kau!"
Ratu Lebah tiba-tiba membalikan tubuh, dengan marah teriak,
kedua kalinya dia melepaskan jarum, jumlahnya lebih banyak dari
yang pertama kali, tenaganya lebih mengejutkan orang.
Tapi, saat jarum Ekor Lebah dari sepasang tangannya
terbang menembus angin, jantungnya seperti meloncat,
wajahnya berubah, dia tahu dia sudah habis, hatinya tenggelam
kebawah, seluruh tubuh terasa kaku.
Fu Ke-wei yang mengejar sampai tiga zhang, mendadak menerkam
kedepan, disaat sekejap tubuhnya menempel tanah, kilatan sinar
dengan kecepatan yang tidak dapat dilihat mata telanjang, sudah tiba didepan dadanya Ratu Lebah.
Ratu Lebah sudah tidak dapat menghindar, hanya dengan reflek
menggerakan tubuh, pisau Xiu-luo langsung menusuk masuk
kedada kanan bawah, seluruh tubuhnya bergetar, seperti terkena
listrik. Hujan jarum bersiut lewat dari atas punggung Fu Ke-wei,
semuanya tidak berhasil mengenai sasaran, ada beberapa lewat
hampir menempel di belakang kepala, bahayanya setipis rambut.
Fu Ke-wei menerkam sambil melempar pisau saat lawan telah
melemparkan jarum seperti hujan, Pisau Xiu-luo malah lebih cepat
sekejap dari hujan jarum, perhitungannya memang tepat dan hebat
sekali, meski bergerak belakangan tapi sampai lebih dulu, tidak aneh Ratu Lebah sampai tidak punya kesempatan menghindar, dia hanya sempat
bergerak menghindar dari tusukan pisau di tempat yang mematikan.
Dia meloncat berdiri, maju dengan langkah besar. Sepasang
tangannya menahan dadanya, membalikan tubuh sempoyongan
lari kesungai. Fu Ke-wei perlahan mengikuti, dengan keras berkata:
"Jangan harap kau ingin mati di dalam air."
Langkah Ratu Lebah kacau, tapi tetap berlari ke depan, dia sudah
hampir sampai di sungai. "Semua karena berhubungan dengan hidup matinya diriku, aku
tidak dapat kasihan padamu." Nada bicara Fu Ke-wei semakin dalam.
Saking sakitnya seluruh tubuh Ratu Lebah sampai gemetar,
langkahnya semakin lambat bergoyang-goyang.
"Jika aku tidak bisa mendapatkan ketua kalian, ketua kalian akan tidak akan berhenti mengutus orang diam-diam membunuh aku, di
tempat mana pun aku harus waspada ada orang yang diam-diam ingin
membunuhku, minum seteguk air juga mungkin bisa mati terkena
racun. Makanya, aku tidak akan berhenti."
Ratu Lebah sudah hampir sampai di air, lalu jatuh, kembali
berusaha berdiri. "Berani diam-diam membunuh aku, dan dapat mengutus banyak
orang, merencanakan jebakan yang rapih, orang ini pasti adalah orang yang hebat. Diantara aku dan dia, hanya boleh satu orang yang hidup, setelah ada yang mati baru boleh selesai." Nada bicara Fu Ke-wei tegas dan kuat, menggetarkan telinga, dan penuh percaya diri, "menangkap bangsat tangkap dulu rajanya, tidak menangkap otak pembunuhnya,
aku tidak bisa tidur tenang."
Akhirnya Ratu Lebah sudah sampai pada jarak kurang lebih satu
zhang dari sisi air, mendadak dia menerjang ke depan.
Fu Ke-wei cepat maju ke depan, menangkap lengan kanannya,
sekali tarik. Dia menjerit kesakitan, lalu dilemparkan ke pantai,
tubuhnya meronta, terlentang, kaki dan tangan semakin lemas.
"Aku tidak bisa kasihan padamu." Dia berdiri tegak, "beritahu aku asal usulmu, baru aku dapat menolongmu."
Ratu Lebah menahan sakit, membuka sepasang mata yang tidak
bercahaya, menatap pada dia.
"Aku...aku tidak bisa mem...memberi tahumu." Ratu Lebah
akhirnya bicara, "aku...aku sakitnya su...sudah tidak tahan,
tambahkan aku sa...satu pedang, aku...aku tidak ben...benci kau."
"Tidak." katanya dengan tegas, "aku ingin tahu kebenarannya, di dunia persilatan ada tiga organisasi pembunuh bayaran yang besar,
perkumpulan Bunga Merah, Organisasi Teratai Putih, perkumpulan
Qing-lian. Beritahu aku, kau anggota pembunuh bayaran dari
perkumpulan yang mana?"
"Aku...aku ti...tidak bisa..."
"Dengan susah payah aku bisa mendapatkan orang penting seperti kau, kalau kau tidak mengatakannya aku tidak akan berhenti." Dia dengan galak berkata, "walau kau mati, aku juga akan memamerkan mayatmu di dunia persilatan, mengundang orang persilatan
melihatnya, kurasa pasti ada orang yang mengenal wajah aslimu, dan mendapatkan asal usulmu."
Ratu Lebah ingin bicara tapi tidak jadi, akhirnya berteriak sekali, lalu jatuh pingsan.
Saat sadar kembali, bintang-bintang penuh di langit. Dia
menemukan dirinya berbaring di dalam gubuk rumput, di sisi
menyala satu obor cemara, di sisinya duduk Fu Ke-wei.
Dia menemukan dirinya hanya memakai baju dalam, luka
dadanya telah dibalut dengan sobekan baju.
"Aku tidak akan berterima kasih padamu karena telah menolongku."
katanya dengan lemah, "orang yang berusaha di bidangku, menjaga rahasia adalah syarat penting dan utama. Aku adalah pakarnya, pakar dihidang ini, kau tidak mungkin mendapatkan apa pun dari mulutku."
"Aku tahu kau sangat pemberani." Kata Fu Ke-wei dingin, "hatimu pun cukup kejam cukup keji, tapi sebagai manusia! Pasti ada
kelemahannya di balik kekejaman, pasti tersembunyi satu kelemahan.
Jago aliran hitam, Orang Gila Pembunuh Sembilan Leng-gang, tidak
takut langit tidak takut bumi, membunuh orang seperti menjagal
anjing, tapi begitu dia bertemu dengan seekor kucing hitam, dia
ketakutan setengah mati, seluruh tubuhnya kaku, inilah kelemahan
dia. Aku tidak akan gunakan cara yang keji memerasmu, tapi aku
sedang mencari kelemahanmu."
"Aku aku tidak akan takut takut kucing hitam."
"Masih ada benda dan cara lain!"
"Kau sedang me menyia nyiakan waktu."
"Kita lihat saja nanti." Katanya sambil tertawa, "disekitar sini sangat tersembunyi, aku ada banyak waktu."
Saat tengah malam, Ratu Lebah mulai demam.
Pada saat hari sudah terang, dia sudah dalam keadaan
setengah sadar. Saat dia sadar, melihat Fu Ke-wei diluar gubuk, sedang
santainya bernyanyi kecil, dengan bangganya memanggang bebek
liar. "Beri beri aku air " teriak dia dengan lemah.
"Baik, airnya datang." Kata Fu Ke-wei gembira, dia memindahkan bebek panggang setengah matang ke sisi api, batang pohon yang
menembus bebek ditaruh diatas cabang kaki tiga penyangga, lalu
membawa kendi air keramik dan sebuah mangkuk yang di beli dari
kampung. "Minumlah!" Fu Ke-wei mengangkat tubuh atas dia memberi dia minum air, "airnya belum di masak, kalau sampai sakit perut tidak tanggung jawab."
Dia tidak bisa tidak minum, dia minum satu mangkuk besar.
Fu Ke-wei membaringkan dia kembali, lalu kembali kesisi api
memanggang bebek liar. Seluruh tubuh Ratu Lebah panas sekali, wajahnya merah
seperti api, bibirnya sudah tampak ada retak dan kering.
"To...tolong panggilkan...tabib un...untuk aku..." Dengan nada memohon.
"Oh...! bagaimana tabib mau datang" Kau sedang
berkhayal." Kata Fu Ke-wei seperti tidak terjadi apa apa.
"Ka... kalau begitu ba...bawa aku ke... kekota ber...
berobat..." "Rupamu yang seperti setan ini, apa aku berani
membawamu" Apa siap masuk ke pengadil-an?"
Keadaannya memang sungguh sangat kacau, dia hanya
memakai baju dalam, di bawah baju tampak berantakan baunya
kalau dicium bisa muntah, laki-laki tentu akan menghindar
mengurus dia, keadaan seperti ini memgotongnya masuk kekota,
pasti akan terlibat perkara. "Ooo.. .Aku hampir mati..."
"Seharusnya kau memang harus mati sejak dulu, tidak perlu
salahkan orang!" Saat ini Ratu Lebah sudah bukan lagi setan wanita yang bisa
dengan tersenyum membunuh orang, tapi adalah wanita biasa yang
disiksa oleh demam panas yang tinggi yang tidak lama lagi akan
hancur. Demam panas akan membuatnya setengah sadar, setengah sadar
akan menjadi mimpi buruk, mimpi buruk akan mengigau, mengigau
tidak akan terhindar membocorkan rahasia yang di sembunyikan
didalam hati. Buat orang persilatan tangan memegang golok atau pedang, satu kata tidak cocok segera timbul hawa membunuh, pisau putih masuk, keluar jadi pisau merah, mati pun tidak perlu mengerutkan alis, sekali bertarung tidak perdulikan hidup atau mati.
Tapi semua ini tidak bisa membuktikan dia tidak takut mati, kalau
tidak takut mati lalu buat apa hidup" Pahlawan yang takut disiksa
sakit, sekali disiksa, seorang pemberani sangat mungkin berubah
menjadi penakut. Sakit, itulah kelemahan Ratu Lebah, di dunia kebanyakan orang
ada kelemahan semacam ini, sangat umum sekali.
"Tolong aku..."
Dia seperti menyerah, sebenarnya suaranya sangat
dikasihani. "Aku sudah menolongmu, sayang obat lukaku kurang
mujarab." "Aku " "Kau tidak apa apa, mungkin masih bisa bertahan dua tiga hari, aku akan menunggui mu mati, aku akan menguburkan kau di bawah
pasir." Ratu Lebah teriak sekali, lalu jatuh pingsan.
Saat sadar, hari sudah sore.
Semalam lagi dia menderita, kecuali air, Fu Ke-wei sama sekali
tidak perdulikan dia. Hari sudah terang, keadaan Ratu Lebah hanya tinggal
nafasnya, orangnya sudah tidak karuan sekali.
"Kau kau ti tidak meng...mengganti obat." Katanya dengan tidak jelas.
"Obat ku telah habis digunakan." Fu Ke-wei dengan santai berkata, diluar gubuk dia meng-gerakan kaki dan tangan, di sisinya ada dua ekor bebek liar yang diburu semalam.
"Aku aku bunuhlah aku!"
"Terhadap orang tidak berdaya, aku tidak ada selera, aku hanya menunggu kau menghembuskan nafas terakhir, setelah mengubur
kau tepuk-tepuk tangan dan pergi. Kau tahu, laki laki mengurus
wanita sakit sungguh repot sekali!"
"Aku " "Beritahu aku, siapa nama dan marga kau" Mungkin, aku akan
mendirikan satu bompai untukmu, mengukir namamu. Ha ha ha!
Orang mati tinggalkan nama, itu harus." "Tolong aku!"
"Belum waktunya. Hey! Kau bukan bermarga Nu kan?"
"Aku...marga Ouw...Ouw Yu-zhen." Akhirnya dia menyerah.
"Dari perkumpulan Bunga Merah?"
"Per... Perkumpulan Qing-lian..." Pikirannya sudah dalam keadaan setengah sadar.
"Ketua perkumpulan mu adalah "
"Hartawan Besar Zhan, Zhan Fan-chen." Kali ini jawaban dia terdengar jelas.
"Ooo! Aku bawa kau mencari dia, bagaimana mencarinya?"
"Di...gunung Lu lembah Da-yin kampung Tao."
"Siapa yang mengeluarkan uang untuk bunuh aku?"
"Ti...tidak tahu."
"Bagaimana Wanita Penenun bisa tahu?"
"Dia...dia tidak mung mungkin tahu, dia hanya me...
menerima pe... perintah a... aku..."
"Baik, aku bawa kau berobat." Dia merintih sekali, pingsan tidak sadar-kan diri.
Fu Ke-wei menempatkan Ratu Lebah di penginapan di
pelabuhan Fu, setelah meninggalkan cukup uang, dia buruburu
menuju keselatan. Lembah Da-yin dibawah bukit Shuang-jian di gunung Lu,
kampung Tao letaknya setengah li di tenggara hutan.
Perkampungan ini sebenarnya hanya ada sepuluh lebih rumah, ketua
perkampungannya Hartawan Besar Zhan, Zhan Fan-chen, di Jiu-jiang
dia cukup punya nama, termasuk bangsawan setempat, orangnya
ramah dan penderma. Siapa pun tidak tahu dia berpura-pura baik,
lebih-lebih tidak ada orang yang tahu dia adalah ketua perkumpulan Qing-lian, pemimpin pembunuh bayaran.
Fu Ke-wei siang malam berlari ke Jiu-jiang, dia tahu dia harus
cepat, maka dia segera melakukan gerakan kilat, jika menunggu
perkumpulan Qing-lian mendapat tanda bahaya pasti akan
mengumpulkan pesilat tinggi untuk berjaga, atau ketua Zhan
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah mendengar berita, bisa melarikan diri, dunia demikian
besar, kemana mencari orang menakutkan yang tidak diketahui
siapa pun" Di selatan perkampungan Tao sekitar satu li, ada satu lereng
datar seluas sepuluh ha, penuh ditumbuhi rumput setinggi lutut,
seperti karpet hijau yang besar.
Keluar masuk orang kampung, harus melalui lereng ini. Jalan
kecil menuju kota menerobos lereng, berdiri diatas lereng, dapat
melihat dengan jelas pemandangan pintu kampung.
Lewat tengah hari, Fu Ke-wei sudah tampak berada
ditengah-tengah lereng, dia duduk di atas rumput di pinggir jalan
kecil, membuka makanan dan arak yang dibawa, dengan santai
menikmatinya. Makan di alam terbuka, tidak cocok dengan situasinya, karena
diatas kepala matahari sangat terik, sungguh tidak nikmat, dia
sesungguhnya sedang menyiksa diri.
Di luar dalam jarak setengah li tampak hutan menghampar, pohon
tua menjulang kelangit, di setiap tempat adalah tempat melancong
dengan pemandangan indah. Malah ada orang di lapangan rumput
pendek, di bawah terik matahari, makan di
alam terbuka, sungguh tidak normal.
Hal yang tidak normal, akan menjadi perhatian orang.
Setelah minum setengah puas, di kampung Tao keluar tiga orang,
dengan tenang berjalan menurun, semakin mendekati lapangan
rumput. Sejak tiga orang ini mulai meninggalkan pintu perkampungan,
gerak-geriknya sudah di dalam pengawasan Fu Ke-wei.
Tentu saja, segala gerakan dia juga dalam pengawasan tiga orang
itu. Jarak kedua tempat satu li lebih, kedua belah pihak bisa melihat
dengan jelas bentuk tubuh dan wajah lawannya, seharusnya dari
bentuk tubuh dan gerakan, melihat kedudukan lawan, seorang
pembunuh bayaran, sudah punya kemampuan ini.
Dia pikir di perkampungan sudah ada orang yang mengenal
dirinya. Sesudah dekat, semua tampak seperti orang kampung yang
berwajah biasa dan ramah, usia-nya sekitar tiga-empat puluhan,
berdandan pegawai panjang, tidak terlihat tingkah seorang pesilat.
"Hei...!" orang yang pertama sampai sambil tersenyum menyapa,
"saudara semangat sekali, mengapa makan dialam terbuka?"
"Ha ha ha! Diatas kepala matahari seperti pembakaran besar,
mana ada semangat makan di alam terbuka?" dia bangkit berdiri sambil tertawa keras, "aku sedang menunggu orang."
"Menunggu orang" Ada janji?"
"Belum janji! Jika janji maka itu janji kematian." Dia
menepuk-nepuk pedang yang di selipkan di pinggangnya, "barang yang harus dibawa, aku sudah membawa semuanya."
"Janji dengan siapa?"
"Teman lama." Dia tertawa, dari dalam keranjang makanan
mengambil satu hio, menggunakan kuku di bawah hio satu cun,
mengupas hio, maka hio nya tampak ada kupasan
sepanjang setengah cun, "saudara, kenal hio semacam ini?"
"Tidak kenal." Orang kampung menggelengkan kepala.
"Ha ha ha! Saudara seharusnya kenal, ini adalah hio penghitung waktu yang sering digunakan orang Jiang-hu." Dia menancapkan hio di tanah,
"kecepatan pembakarannya, ditentukan oleh besar kecilnya tiupan angin, kering basahnya dan lain-lain, biasanya digunakan didalam ruangan
ditaruh diatas tempat abu untuk menghitung waktu. Disini, sulit bisa tepat, tapi perbedaannya tidak besar."
"Maksud saudara ini adalah "
"Ini adalah hio dua cun batas waktu yang aku berikan pada orang untuk bertemu." Dia tertawa, "anginnya tidaklah besar, panas dan kering, hio satu cun ini, kira-kira dapat menyala setengah jam."
"Orang yang saudara janjikan adalah "
"Inilah dia." Di dalam dada dia mengeluarkan kartu minta bertemu, "tuan hartawan besar Zhan, Zhan Fan-chen di
perkampungan Tao, benar tidak ketua perkampungan kalian"
Tolong, saudara sampaikan untuk aku, terima kasih."
"Apa?" tiga orang kampung wajahnya bersamaan berubah.
"Aku tidak salah cari tempat bukan?" dia tertawa.
"Siapa marga dan namamu, saudara?" orang kampung pertama yang tetap menyapa, dan telah menerima kartu minta bertemu,
"sepertinya kau lupa membubuhkan nama."
"Tidak perlu membubuhkan nama, ketua kampung Zhan sudah
tahu." Dia kembali mengambil makanan dari keranjang, "masih ada lagi, benda-benda ini sekalian diantarkan."
Tiga pria besar wajahnya berubah besar, menarik nafas dingin.
Seluruhnya ada tiga benda: jarum tiup beracun orang tua, senjata
gelap yang kedua ujungnya tajam dari Wanita Penenun, Jarum Ekor
Lebahnya Ratu Lebah. "Ambilah!" Dia memberikan tiga macam senjata gelap ke tangan pria kampung, "tadinya aku punya cukup alasan, diamdiam
membunuh dulu beberapa orang perkampunganmu kemarin malam,
lalu dengan terang-terangan menyerang. Harap beritahu ketua
perkampungan kalian, sekali hionya terbakar habis jika dia tidak
datang, aku akan tepuk-tepuk kaki pergi, akibatnya dia harus
tanggung semuanya. Ooo ya! Dia tidak dapat membawa terlalu
banyak orang, paling banyak hanya boleh membawa tiga orang
sebagai saksi, aku juga hanya membawa tiga orang. Orang lainnya,
boleh berdiri diatas lereng menyaksikan, menghindarkan kesalah p ah aman."
"Tiga orang saksi anda "
"Disana." Dia menunjuk kehutan disebelah barat sejauh
setengah li, "begitu ketua perkampungan datang, mereka akan
menampakan dirinya."
"Ini "Apa yang aku katakan, harap saudara jangan lupa apa-apa yang penting. Ah! Aku akan menyalakan hio."
Tiga orang kampung berpencar ke kiri dan ke kanan, akan
melakukan sesuatu. "Kalian adalah orang orang pintar, harap jangan melakukan hal bodoh yang merugikan." Dia santai berkata, "aku masih muda, kesabaran ku ada batas, dan juga bukan pahlawan yang penuh kebenaran dan penuh
kesayangan, apa kalian mengerti maksudku?"
Tiga orang kampung itu saling memandang, pelan-pelan
mundur. Dia mengeluarkan peneker api, pisau api begitu dipukul, percikan
api membakar pembuat api, lalu perlahan di goyang, pembuat api
mengeluarkan api, menyalakan selongsong kain minyak.
"Waktu pembakaran satu cun hio sudah cukup." Dia menyalakan hio, meniup padam api yang menyala, katanya, "kalian lambat satu langkah sama dengan merugikan ketua perkampungan kalian lebih
satu langkah kesempatan mempersiapkan diri."
Tiga orang kampung segera berlari, cepat sekali.
Fu Ke-wei kembali duduk, kembali minum arak.
Hio setengah cun hampir terbakar habis jadi abu, di luar pintu
tetap tidak ada gerakan. Dia menghabiskan seteguk arak terakhir di dalam Hu Lu,
memasukan kembali alat makan dan sisa-sisa, bangkit berdiri
menepuk-nepuk debu di tubuhnya, membereskan baju, pedang
dipindahkan ketempatyang mudah dicabut.
Semua gerakannya, dilakukan dengan tenang dan mantap,
sepertinya dia benar-benar adalah pelancong menikmati gunung,
bukan (latang untuk bertarung dengan pesilat tinggi.
Akhirnya, sekelompok orang mulai keluar dari pintu
perkampungan. Diatas lereng, dua puluh lebih laki perempuan menahan nafas
menunggu, berjarak di luar seratus langkah, tetap masih bisa
merasakan ada ketegangan.
Empat orang telah tiba, hionya pas terbakar habis.
"Ketua perkumpulan, apa kabar." Sambil tertawa dia
merangkapkan tangan memberi hormat, "aku datangnya
tergesa-gesa, harap bisa di maafkan, aku Fu Ke-wei."
Ketua perkumpulan Qing-lian, Zhan Fan-chen usianya kira kira
setengah ratus, tingkahnya anggun, perawakannya tegap, wajah persegi, telinga besar, wajah bersinar merah, memelihara kumis dan janggut, wajahnya tenang, tersenyum ramah. Memakai mantel panjang berwarna
biru pusaka sebagai dasar dengan kembang awan putih berkilat, tidak perduli di tempat apa kehadirannya, siapa pun harus mengakui dia adalah bangsawan ternama yang berkedudukan tinggi.
Tiga orang yang mengikuti usianya tidak beda jauh, semua
memakai mantel hijau, semua berwajah terang dan tenang,
tingkahnya tidak biasa. Wajah yang jujur ramah, panca indra tepat di tempatnya, sulit buat orang percaya mereka adalah pesilat. Tiga
orang membawa empat bilah pedang, jelas yang satunya milik ketua
kampung Zhan Fan-chen. "Lama telah mengagumi." Ketua Zhan sambil tersenyum
membalas hormat, tawanya ramah, "saudara kecil
menggemparkan dunia persilatan, naga di antara manusia, hari ini
dapat bertemu, sungguh membuat kagum orang seumur hidup."
Basa-basi sejenak, ketua perkumpulan memperkenalkan
orang-orangnya. Mereka adalah Zhao-zhong, Qian-xiao, Sunren.
Entah nama mereka asli atau palsu" Bagaimana pun begitu lah
kenyataannya. Fu Ke-wei mengangkat tangan kanan, mengayunkan tiga kali.
Tidak lama, dari dalam hutan melangkah keluar tiga orang
setengah baya, langkah kakinya santai, sebentar saja telah
mendekat. Wajah ketua perkumpulan sedikit berubah, tapi tetap
tersenyum. "Tiga temanku ini, mungkin ketua Zhan tidak asing, mereka datang untuk menjadi saksi." Fu Ke-wei memperkenalkan kedua belah pihak, "salah satu empat polisi besar di dunia dari kantor Jiu Jiang, Pedang Penakluk iblis, Xu Wen-ding polisi Xu, salah satu dari sembilan jago pedang terbesar di dunia, Pedang Naga Bersiul, Wu Yu-long, orang pintar dari dunia persilatan, Pedang Setan, Zuo-liang. Mereka adalah orang orang ternama di dunia persilatan saat ini yang bisa kuundang. Mengenai polisi Xu adalah penanggung jawab setempat, dia berhak tahu segala hal yang terjadi di tempatnya.
"Harus, harus," Ketua Zhan tertawa-tawa, "saudara kecil sudah mempersiapkan dengan matang, caranya juga hebat."
"Baik sekali perkataan ketua Zhan." Kata Fu Ke-wei ramah, "tiga barang bukti, ketua Zhan seharusnya sudah menerimanya, jika perlu
saksi, uku bisa menyuruh orang membawanya kesini, t idak tahu ketua perkumpulan ada pertanyaan dan petunjuk apa?"
"Sudah tidak perlu." Ketua Zhan wajahnya menjadi dingin, "aku bukan orang yang tidak bisa menerima atau tidak bisa melepas,
lebih-lebih I >u kan orang yang tidak bis a menerima kekalahan."
"Mengagumkan, mengagumkan. Kalau begitu, anda mengaku
sebagai ketua Perkumpulan Qing-lian," wajah Fu Kewei juga jadi dingin, "apa aku salah mencarinya?"
"Tidak salah, aku memang ketua perkumpulan Qing-lian." Ketua Zhan membenar-kan. "Perkumpulanku ternama di Jiang-hu sudah tiga puluh tahun, bisnis yang diterima tidak kurang dari ribuan, walau ada beberapa yang gagal, tapi tidak pernah kalah. Sangat disesalkan, kali ini kalah begitu fatal. Ada polisi Xu disini, jadi perkumpulan Qing-lian sudah hancur sampai keakar-akarnya, nama saudara memang tidak
kosong." "Hartawan besar Zhan mendirikan pusat perkumpulan disini sudah dua puluh tahun lebih, namanya baik, berbudi luhur tersebar
keseluruh Jiang-hu." Kata Pedang Penakluk Iblis polisi Xu sedikit malu,
"aku benar-benar ada mata tidak ada bola matanya, sangat menyesal.
Mulai dari sekarang, aku beri waktu dua puluh empat jam pada
hartawan, besok pada waktu ini, tentara akan mengurung rumah
anda, jika kurang sopan, harap bisa dimaklumi."
"Polisi Xu sangat bijaksana." Kata Pedang Naga Bersiul Wu Yu-long dingin, "perkumpulan Qing-lian tidak akan membuat perkara di tempat ini, polisi Xu sementara tidak akan mendapatkan bukti kesalahannya.
Tolong tanya, besok, pada waktu ini, saudara Xu berdasarkan apa,
membawa tentara menggurung perkampungan Tao" Kebijak-kan mu
tidak dapat diterima!"
"Ini " Polisi Xu tidak bisa bicara.
"Maka, masalah ini biarkan saja di selesaikan secara pribadi oleh teman Jiang-hu!" kata Pedang Naga Bersiul dengan keras:
"Tentu, masalah saudara Fu harus di selesaikan terlebih dulu, masalah selanjutnya bagaimana nanti saja."
"Betul, masalah saudara Fu diselesaikan terlebih dulu." Pedang Setan Zuo-liang tertawa, "jika ketua Zhan bisa selamat melewati ujian, walau saudara Xu ingin lebih awal membawa orang melaksanakan
tugas pemeriksaan, juga akan sia-sia, juga tidak akan mendapatkan
bukti kesalahan, kelinci pintar membuat tiga goa, orang-orang
perkumpulan Qing-lian tidak akan tinggal diam menunggu mati."
"Tidak perduli hasil akhirnya bagaimana, Perkumpulan Qing-lian sudah pasti kalah." Ketua Zhan dengan tenang berkata, "diantara yang kuat ada yang lebih kuat, aku telah salah menilai kemampuan saudara Fu, usaha selama tiga puluh tahun akhirnya hancur dalam sehari,
menyesal sekali. Saudara Fu, bisakah jelaskan cara penyelesaiannya?"
"Dua hal." Fu Ke-wei dengan serius berkata, 'pertama,
beritahukan asal-usulnya nama pelanggannya."
"Ha ha ha! Saudara Fu, maaf aku tidak bisa menyanggupi
permintaanmu." Ketua Zhan langsung menolak, "sebabnya
Perkumpulan Qing-lian bisa berdiri selama tiga puluh tahun, karena dengan kata "kepercayaan" sebagai jaminan, kau sedang
mengajukan permintaan yang tidak mungkin."
"Tidak bisa dirundingkan?"
"Tidak bisa," jawab Ketua perkumpulan Zhan tegas.
"Walau aku melepaskan permintaan yang lainnya juga tidak ada
kesempatan untuk merundingkan?"
"Tidak salah!" "Baik, kalau begitu aku ajukan permintaan keduaku."
"Aku mendengarkan dengan hormat."
"Bubarkan perkumpulan Qing-lian, semua harta benda
perkampungan, di sumbangkan pada toko obat Hui-min yang ada di
kota dan Rumah Bi-tian, biar polisi Xu yang mengaturnya."
Toko obat Hui-min di usahakan oleh pemerintah, ada berbagai
tabib ahli, tabibnya semua telah lulus uji, mengobati dan memberi
obat tanpa bayar itu adalah politik sosialnya pemerintah. Sayang
keuangan masing-masing kantor terbatas, makanya kecuali beberapa
kota besar, di kota-kota kecil toko obat Hui-min biasanya kekurangan biaya. Rumah Bi-tian juga usaha pemerintah, khusus menampung
orang jompo dan yatim piatu, yaitu rumah penampungan yang
biayanya juga terbatas sekali.
. "Aku harus mempertimbangkannya dulu." Ketua Zhan merasa di luar dugaan, tidak menduga Fu Ke-wei bisa mengajukan
permintaan semacam ini. "Aku ingin jawaban yang pasti, dan harus di keputusan
segera." Tingkah Fu Ke-wei juga sangat tegas, "setelah
memastikan, perselisihan kita hapus, aku tidak akan
mempertanyakan lagi masalahmu."
"Dikemudian hari?"
"Dikemudian hari" Asal aku dapatkan bukti kesalahanmu, aku bisa mencari kau, harap kau selamanya tidak mendirikan usaha
pembunuh bayaran lagi."
"Teman persilatan lainnya" Aku perlu jaminan."
"Ketua Zhan, kau sedang mengajukan permintaan yang
keterlaluan." Kata Fu Ke-wei tanpa sungkan, "permusuhan pribadi antara kau dan aku, hanya bisa diselesaikan antara kau dan aku
pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Perselisihan antara kau dengan orang persilatan, aku tidak bisa melibatkan diri, kau harus selesaikan sendiri dengan mereka. Sekali kau meninggalkan perkampungan Tao, keselamatan mu menjadi tanggung jawab
sendiri, di saat pemindahan hak harta benda, kau tetap aman, inilah satusatunyajaminan aku."
"Kalau begitu tidak perlu banyak bicara lagi, aku menolak
permintaan mu." "Dua permintaanku semuanya ditolak?"
"Betul." "Kalau begitu, kita terpaksa selesaikan dengan satu
pertarungan." "Mungkin benar."
"Baik, aku dengan sangat mengajukan satu pertarungan yang
adil, apa anda menerimanya?" Fu Ke-wei satu kata satu kata
mengucapkannya. "Kalau diterima bagaimana, kalau tidak terima lalu
bagaimana?" "Kalau diterima kita selesaikan disini, kau dan aku masingmasing membawa tiga orang saksi, ini akan menjadi satu pertarungan yang
adil, dan ada saksinya, hanya boleh satu orang yang hidup, kalau ada yang mati baru selesai. Jika tidak menerima, aku segera persilahkan saksi pergi, selanjutnya masing-masing jalan sendiri, kejamnya
pembalasan, tidak akan pernah ada contohnya."
"Apakah anda menakut-nakuti aku?"
"Kau salah ketua Zhan." Kata Fu Ke-wei dingin, "aku Xiejian-xiu-luo tidak pernah menakut-nakuti orang, aku telah berada di sekitar perkampungan anda selama dua hari, keluar masuk perkampungan anda sebanyak tiga kali, jika bukan polisi Xu merasa khawatir aku melukai wanita dan anak-anak, Sudah dari dulu aku melakukan pembunuhan, mana mau aku melakukan
pertarungan adil dengan kau" Kau tidak memberi aku kesempatan yang adil, aku malah telah menghormatimu, apa kau tahu" Katakanlah! Aku menunggu jawabanmu, menerima atau tidak terima terserah kau."
"Saudara, kau sudah mendesakku sampai tidak ada jalan lain
lagi." Kata ketua Zhan dengan nada dalam.
"Jika aku mati di Wu-hu, tidak akan ada orang yang bisa
membongkar kejahatanmu." Kata Fu Ke-wei tertawa dingin, "kau ingin bicarakan aturan denganku?"
"Sudah tidak perlu, aku terima." Ketua Zhan tertawa tawar,
"saudara, katakan saja caranya!"
"Kau mengorganisasi perkumpulan pembunuh bayaran, semua
pembunuhnya mahir dengan senjata gelap, ketua perkumpulan
pasti telah khusus mempelajarinya. Aku ingin "
"Aku tidak ingin menggunakan senjata gelap menentukan
pertarungan hidup mati." Ketua perkumpulan Zhan memotong, dia mungkin tahu pisau Xiu-luo nya Fu Ke-wei sangat menakutkan.
"Kalau begitu dengan senjata di tangan sebagai ganti, senjata gelap sebagai tambahan, masing-masing melakukan sebaik mungkin!
Aku pernah terluka oleh Jarum Ekor Lebah dan Jarum Pintu Neraka,
berhak menggunakan senjata gelap sebagai tambahan, dibandingkan
dengan perkumpulanmu menggunakan secara diam-diam, sedikit
lebih jantan, bukan?" Fu Ke-wei tertawa dingin, "bagiku, kau sudah berada di pihak yang unggul, paling sedikit aku tidak tahu asal
usulmu, dan asal usulku kau telah sangat tahu, jika tidak, kau pasti tidak akan mengutus puluhan pasukan inti menghadapi aku."
"Baiklah, aku menurut saja." Ketua Zhan tidak bisa
membantah lagi, "kita gunakan senjata dan senjata gelap
semampunya, sampai ada yang mati baru selesai."
"Ketua tidak bertele-tele, aku ucapkan terima kasih terlebih dulu."
Dengan demikian, saksi di kedua belah pihak jadi tidak perlu
memeriksa senjata. Jika hanya menggunakan senjata saja saksi
kedua belah pihak harus memeriksa petarung lawannya, apakah
menyembunyikan sesuatu permainan kecil yang berbahaya.
Setelah saksi kedua belah pihak berunding beberapa saat dengan
singkat, memeriksa lapangan apakah ada jebakan, lalu saksi
membawa petarung ketengah lapangan yang datar, jarak kedua belah
pihak lima belas langkah.
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saksi kedua belah pihak memberi aba-aba tangan.
"Apa kalian masih ada kata-kata yang ingin dibicarakan?" tanya Pedang Penakluk Iblis dengan keras.
Tidak ada yang menjawab, situasinya menjadi tegang.
"Kedua belah pihak siap! Cabut pedangnya!" Polisi Xu
suaranya seperti petir. Kedua orang itu mencabut pedang, melemparkan sarung pedangnya, menyiapkan diri, berhadapan dari kejauhan. 0-0-0
Bab 5 Matahari terik diatas kepala, tapi orang d lapangan tidak
merasa kepanasan. Sebaliknya, sepertinya ada hawa dingin
mendesak dari segala arah ketengah lapangan.
Dengan kedudukannya polisi Xu sepakal diangkat oleh semua
orang menjadi wasit. Setelah lima orang saksi lainnya tidak ada lagi yang mengajukan
pertanyaan, polisi Xu mengangkat tinggi tangan kanannya, melihat
sekali pada kedua orang yang mau bertarung, lalu tangar. kirinya
memberi aba-aba pada para saksi untuk mundur.
Lima orang saksi membagi ke kiri dan kanar mundur sejauh dua
puluh langkah, berdiri di posis: masing masing, menjaga kalau-kalau ada orang mencoba mengganggu, siapa pun tidak diizinkan mendekat
lebih dari dua puluh langkah.
"Aku Pedang Penakluk Iblis Xu Wen-ding dengan ini menjatakan
pertarungan dimulai, kedua belah pihak boleh melakukan apa saja,
sampai ade yang mati baru selesai. Pertarungan mulai!' Teriakan polisi Xu keras sekali, diikuti teriakar tangan kanannya dikibaskan kebawah, dengan cepat dia mundur ke belakang.
Wajah Fu Ke-wei tampak serius, die memberi hormat
pedang terlebih dulu. Ketua Zhan sudah menguasai dunis persilatan tiga puluh tahun,
dari usia, pengalaman dan kedudukannya, kedudukan Fu Ke-wei
jauh di bawahnya, melakukan penghormatan pedang adalah
penampilan merendah diri saja.
Ketua Zhan tidak berani sombong, dia juga sama
memegang pedang membalas hormat.
Setelah saling menghormat, mereka bersamaan melangkah maju,
dalam jarak dua zhang baru menghentikan langkah, menggerakan
pedang, memasang kuda-kuda, bersiap menyerang.
Kuda-kuda Fu Ke-wei tampak sangat aneh, sangat berbeda dengan
jurus pedang dari perkumpulan pedang manapun juga bukan jurus
pedang aliran lurus. Sikap jurus pedang aliran lurus adalah memakai pedang diulur
kedepan, sejajar dengan alis, kuda-kuda begini sangat lincah untuk menyerang atau bertahan, saat menyerang bisa langsung membuka
menerjang udara, saat bertahan cukup sedikit menggerakan ujung
pedang, maka sudah dapat menangkis serangan lawan.
Tapi kuda-kuda Fu Ke-wei, malah tidak beraturan, tangan kiri
digantung di sisi tubuhnya. Pedang juga di taruh miring di depan dada, ujung pedang sedikit keluar, berada di kiri depan, gayanya menunjukan, kuda-kuda dia lemah, sebelah kanan ada kekosongan, saat akan
bergerak menyerang gerakannya pasti kurang leluasa, banyak
kekurangan, tidak aneh gaya dia dijuluki orang Xie-jian (Pedang Sesat).
Begitu kedua belah pihak bergerak, hawa membunuh mendadak
meledak, semangat kedua belah pihak tampak kelihatan di luar,
hawa yang sangat kuat membentuk tekanan dahsyat yang tidak
terlihat, sedikit-sedikit menerjang pada lawannya, hawa dingin di
sekelilingnya menjadi lebih kental lagi.
Dibawah sinar matahari pedang ketua Zhan tampak berkilauan,
samar-samar terdengar suara dengungan, pedangnya mulai
bergerak menyerang, wajahnya yang ganas membuat orang jadi
takut. Sebaliknya, pedangnya Fu Ke-wei tampak tidak bertenaga, dia
seperti memegang tongkat penggiring bebek, bukan pedang untuk
membunuh orang, tidak ada suara dengungan pedang, juga tidak ada
hawa pedang yang maju menyerang. Sepertinya, seluruh tubuhnya
menciut di bawah tekanan serangan lawan, hingga tidak bersemangat, lemah tidak seperti seorang ahli pedang yang ternama.
Tapi di mata ahli, malah bisa melihat kekuatan di dalamnya. Setiap otot dia adalah lemas, setiap saat ada gejala tenaganya akan mendadak meledak, jika meledak, akan menjadi sebuah serangan yang dahsyat
tiada tara dan sangat menakutkan.
Jika ingin berlatih hingga taraf ini, di katakan sulit memang sangat sulit, tenaganya terpusat di dalamsetiap ototnya, tidak terpengaruh oleh perubahan yang ada diluar, yang disebut diam laksana bayi,
sekali meledak, tenaganya mendadak bisa berkumpul dari satu titik
dan memancar keluar, seperti geledek, angin kencang, batu pecah,
awan hancur, yaitu gerak laksana kelinci lepas, lewat seperti guntur.
Waktu seperti terhenti, dalam keheningan, suara yang dapat di
dengar hanya samar-samar suara dengungan yang keluar dari
pedang ketua Zhan. Ketegangan hampir membuat orang tidak bisa
bernafas. Beberapa saat, lagi beberapa saat
Mendadak, terdengar teriakan dan kilatan pedang
menerjang, bayangan orang seperti kilat bertemu,
memecahkan keadaan yang tadi saling menunggu.
Batu pecah langit terkejut, hidup mati hanya sekejap.
Tidak terdengar suara bentrokan senjata, hanya terlihat kilatan sinar pedang yang menyilaukan mata dari pedangnya ketua Zhan, yang
mendesak angin maju menyerang, tekanannya seperti ribuan jin yang
tidak bisa ditahan, meluncur pada Fu Ke-wei dengan buasnya, seperti puluhan ribu ular mas mendadak berkumpul.
Pedang Fu Ke-wei seperti sebuah titik menerobos maju menusuk,
lalu berkelebat keluar, tubuh dan pedang menjadi satu keluar satu
zhang lebih, begitu menginjak tanah seperti angin ribut. Fu Ke-wei membalikan tubuh, wajahnya tidak berperasaan, nafasnya seperti
berhenti. Ketua Zhan juga melayang satu zhang lebih, menggunakan
Qian-jin-zhui (berat seribu kati) menahan tubuhnya, dengan agak sulit membalikkan tubuh. Di bawah iga kanannya, mantel yang berwarna biru hijau ada satu robekan besar, tali pinggangnya setengah putus, darah segar keluar memerahkan baju, bekas darah semakin lama semakin
membesar. Warna wajahnya menakutkan sekali, warna darahnya dengan
cepat memudar, giginya menggigit dengan kuat, otot bergerakgerak.
"Trang..!" pedangnya tiba-tiba terlepas dari tangan jatuh ke tanah, tangan kanannya gemetar keras.
"Dalam usia dua puluh tahun aku keluar gunung, melanglang
buana selama empat puluh tahun." Kata ketua Zhan mengeluarkan suara seperti datang dari dunia luar, "hari ini, hanya satu jurus saja aku sudah kalah, aku aku benci, sangat benci, ini bukan kenyataan, bukan kenyataan!"
Darah segar mengalir di bawah iga, pedangnya terjatuh tanah,
itu kenyataan. "Beritahu aku, siapa pelanggannya?" tanya Fu Ke-wei
dengan nada dalam. "Hmm...!" Ketua Zhan berteriak, tangan kirinya dengan cepat diayunkan, sinar kilat meluncur datang.
Fu Ke-wei menjatuhkan diri, berguling dua kali lalu
meloncat berdiri. Tiga buah garpu kecil dan dua senjata gelap berbentuk bintang,
membentuk kipas terbang melayang lewat dari atas punggung Fu
Ke-wei, dalam keadaan itu mati hidup manusia tipis seperti sehelai rambut, orang yang berada dalam jarak satu zhang lima enam chi,
pasti tidak akan bisa menghindar dari serangan lima buah senjata
gelap itu. Senjata gelap itu meluncur sejauh tujuh delapan zhang baru
tenaganya habis, sungguh menakutkan sekali.
Tapi Fu Ke-wei dapat menghindar serangan maut ini, dia telah
menggunakan cara menghindar dengan menggulingkan tubuh di
tanah, gerakan yang tidak sudi digunakan oleh seorang pesilat tinggi dalam menghindarkan bahaya.
Tangan kiri ketua Zan merogoh kantong senjata gelap yang ada di
bawah tali pinggangnya, semacam benda sudah berada ditangannya
lagi. Fu Ke-wei melemparkan pedangnya sejauh tiga zhang lebih,
berjalan berkeliling merubah posisi.
Tangan dia sedikit mengepal, orang yang di pinggir tidak dapat
melihat di tangannya ada benda apa.
Ketua perkumpulan Zhan pelan-pelan juga merubah posisi, tidak
memperdulikan luka di iga kanannya.
Dua ahli top senjata gelap, segera akan ada menentukan siapa
yang akan lenyap dari bumi ini atau mungkin keduanya bersamaan
mati. Berkeliling setengah lingkaran besar, Fu Ke-wei yang
menyerang pertama, sepasang tangannya diayunkan, lalu
tubuhnya dijatuhkan kekiri.
Kuda-kudanya dari tadi sudah terbuka, jadi mudah saja
menjatuhkan diri. Tapi, tubuh dia tidak jatuh sekali, hanya sedikit bergoyang saja, tubuhnya sudah kembali kesemula.
Sepasang tangannya diayunkan, tapi hanya melemparkan
sebuah Pisau Xiu-luo saja dari tangan kirinya.
Ketua Zhan melempar senjata gelapnya lebih lambat sekejap,
sebuah pisau daun Liu seluruhnya menusuk kedalam rerumputan di
sebelah kiri Fu Ke-wei. Jika Fu Ke-wei tadi benar-benar menjatuhkan diri, saat ini dia
sudah mati di tanah tertusuk pisau daun Liu.
Senjata gelapnya sangat cepat, walau bisa di lihat oleh mata tapi
susah menghindar, maka hanya mengandalkan pengalaman dan
keputusan yang tepat baru bisa menghindar. Bisa dikatakan, begitu
senjata gelap dilepaskan sudah ditentukan mati atau hidupnya.
Orang yang salah antisipasi, orang itulah yang akan melangkah
masuk ke kuburan. Ketua Zhan sudah melemparkan pisau daun Liu, karena yang
digunakan adalah tangan kiri, menurut kebiasaan dia pasti bergerak ke kanan, tapi dia malah sebaliknya melawan kebiasaan, dia bergerak ke kiri, siapa tahu gerakannya malah masuk kedalam perhitungan-nya Fu Ke-wei, tubuhnya tepat menyambut datangnya Pisau Xiu-luo, dia ingin menghindar tapi sudah tidak keburu.
"Ah...!" Ketua perkumpulan Zhan berteriak, tubuhnya sekali bergoyang sekali bergetar, Pisau Xiu-luo sudah masuk kedalam sisi
perut kirinya, tidak tertahan dia mundur dua langkah.
Satu kilatan lagi berkelebat, Pisau Xiu-luo kedua membelah angin
datang, cepatnya laksana kilat.
"Aiit! " ketua Zhan kembali teriak, mundur lagi dua langkah.
Pisau Xiu-luo menusuk di bahu kiri, sampai ke celah tulang.
"Beritahu aku, siapa pelanggannya?" Fu Ke-wei dengan suara dalam berteriak.
"Aku aku tidak akan beritahu, ini adalah....a ....aturan " ketua Zhan dengan suara gemetar berteriak, selangkah demi selangkah
mendekat pada Fu Ke-wei. Fu Ke-wei melayangkan tangan kiri, Pisau Xiu-luo ketiga satu
kilatan sudah sampai, masuk ke dalam bahu kanan ketua Zhan.
Ketua perkumpulan Zhan seperti terkena petir, hampir saja jatuh
ke belakang, tapi bisa di tahannya, dengan bengis kembali
melangkah ke depan. "Aku terpaksa membunuhmu." Kata Fu Ke-wei menggigit gigi.
Ketua Zhan sudah mendekat sampai kurang dari satu zhang,
tangan kanan yang tadinya sudah mati rasa mendadak di ayunkan,
diiringi sebuah keluhan sakit, dan jatuh kedepan.
Fu Ke-wei mengulurkan tangan kiri, menangkap sebuah jarum tipis
sepanjang lima cun, tadinya dia ingin segera menyerang kembali,
akhirnya dia melemparkan jarum tipis itu ke pinggir, berjalan pada ketua Zhan yang tengkurap meronta di rerumputan.
Dia berhak membunuh ketua Zhan, dia berdiri di samping tubuh
ketua Zhan, tangan kanannya diangkat perlahan, pisau Xiu-luo yang
kecil ujungnya menonjol di ujung jari.
"Berhenti!" dari kejauhan Zhao-zhong yang menjadi
seorang saksi cepat berteriak.
Pedang Penakluk Iblis polisi Xu sekelebat sudah sampai, dia
merentangkan tangan menghadang, dengan suara dalam berkata:
"Saudara Zhao, apa kau tahu kau sedang melakukan apa?"
"Aku tahu." Kata Zhao-zhong tegas, "aku tidak akan
menghalangi Xie-jian-xiu-luo mengambil nyawa ketua Zhan, aku
hanya ingin bicara dengan marga Fu."
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Aku ingin membicarakan syarat dengan dia, aku bukan orang
ketua Zhan." "Biarkan dia datang kemari." Fu Ke-wei berteriak, "polisi Xu, aku dapat menghadapinya."
Zhao-zhong cepat mendekat, katanya:
"Pergilah cari orang yang akhir-akhir ini telah bermusuhan dengan mu, hargamu adalah lima belas ribu liang perak."
Fu Ke-wei jadi sadar, juga mengeluh:
"Orang yang sanggup mengeluarkan uang lima belas ribu liang
perak, tidak ada seberapa."
"Apa sudah cukup?" tanya Zhao-zhong.
"Terima kasih, aku akan ambil kembali pisauku."
"Bila percaya padaku, biar aku yang ambil."
"Aku percaya padamu." Kata Fu Ke-wei sambil mundur kesisi.
Zhao-zhong melepaskan kantong serba adanya, mengeluarkan dulu
obat-obatan yang diperlukan, membalikan tubuh ketua Zhan yang hampir pingsan, dua tangannya bergerak, menghentikan darah yang mengucur, lalu memasukan pil obat kedalam mulut ketua Zhan, lalu mencabut iga buah pisau Xiu-luo, menyobek baju dengan ancarnya memberikan obat
bubuk membalut luka. "Kukembalikan barangmu." Zhao-zhong Derdiri sambil
mengembalikan pisau Xiu-luo, "kau idak takut aku mengambil
kesempatan?" "Kau sangat hati-hati." Fu Ke-wei dengan :enang menerima pisau Xiu-luo, "pisau Xiu-luo iitanganku ini, kapan saja bisa dilemparkan nenusuk titik kematianmu, kau tidak akan mau nenempuh bahaya
melakukannya." "Kau telah menang."
"Lima belas ribu liang perak, sebelum hari *elap harus sudah
diantarkan ke toko obat Hui Vlin."
"Pasti sampai ditujuan."
Fu Ke-wei membalikan tubuh langsung oergi, langkahnya
mantap dan bertenaga. 0-0-0 Setengah bulan kemudian. Di benteng Tian-long yang terletak di bukit Bai-wen gunung Huang,
menyala api besar, asap tebal mengepul keudara.
Sekelompok laki-laki dan perempuan mem bawa peti perbekalan
dan bungkusan baju, sedang menelusuri jalan kecil
berbondong-bondong turun gunung.
Di pinggir jalan Fu Ke-wei melangkah keluar menghadang dijalan
sambil tersenyum bertanya:
"Saudara-saudara, ada hal yang ingin ku tanyakan,
apayang terjadi di benteng Tian-long?"
Seorang pria besar setengah baya yang membawa kapak besar
mendatangi, dengan aneh bertanya:
"Anda marga apa" Apakah temannya ketua benteng?"
"Betul, aku adalah teman lama ketua benteng Lu, Apakah
benteng Tian-long terkena api langit?"
"Kami yang membakarnya, atas perintah."
"Atas perintah" Atas perintah siapa?"
"Ketua benteng kami!"
"Dimana ketua benteng Lu?"
"Dia tiga hari lalu ketua telah pergi membawa beberapa orang."
Kata pria besar setengah baya, "sebelum pergi dia berpesan, setelah tiga hari dia pergi bakar bentengnya, supaya benteng Tian-long
lenyap dari dunia persilatan, dan menghindarkan musuh mencari
jejaknya dan mengejar."
"Ooo! Begitu. Kalian ini kapan tinggal di benteng Tianlong?"
"Dua tahun lalu kami datang ke benteng Tian-long."
"Tidak aneh kalian tidak kenal aku."
"Kau ini " "Aku, Xie-jian-xiu-luo." Dia tertawa menggoyangkan
tangan, "kalian baik-baik di jalan, sampai jumpa."
0-0-0 Dua bulan kemudian. Fu Ke-wei muncul di sebuah kereta jarak jauh dari Xu-zhou ke
Nan-yang. Dalam dua bulan ini, dia telah menjelajahi utara dan
selatan sungai besar, malah sampai jauh ke ibu kota,
mengejar Pedang Naga Langit Lu-zhao.
Walau benteng Tian-long sudah lenyap di dunia, dan ketua
bentengnya juga telah menjadi orang cacat, tapi Pedang Naga Langit yang berada di urutan ketiga dari sembilan jagoan aliran hitam ini, di Jiang-hu telah merajala rela selama empat puluh tahun lebih, uang haram yang dia kumpulkan sudah sulit dihitung banyaknya, tidak dapat di jamin dia tidak menyewa pembunuh bayaran lagi membunuh dia, jika tidak di cabut akar bahaya ini, bukankah dia selamanya tidak akan bisa tenang"
Bulan lalu dari teman persilatan, dia memperoleh beberapa berita,
sehingga dia jauh-jauh datang ke He-nan mencoba keberuntungan.
Tengah hari, kereta kuda telah meninggalkan daerah
perbukitan, masuk ke dataran Ru-he, keadaannya juga
semakin lembab, sungguh seperti di dalam oven.
Terpal kereta sudah sangat buruk, tapi untuk menutup terik
matahari lebih dari cukup.
Dari sembilan penumpang di kereta, dua orang diantaranya wanita.
Sembilan orang itu duduk di dalam kereta yang ditarik oleh dua
keledai, terlihat sedikit berdesakan.
Jalan raya yang lebarnya hanya tiga zhang lebih, tidak ada angin
yang berhembus, gandum tinggi di kedua sisi menghalangi udara
yang bergerak, maka cuara terasa sangat panas dan gerah, benar
seperti di dalam oven. Permukaan jalan dari tanah yang kuning keabu-abuan, setelah di
gilas oleh roda kereta, amblas sedalam hampir satu chi. Sehingga,
debu di belakang kereta bergulung keatas, dalam setengah hari
Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
debunya mungkin belum turun, dan delapan kaki keledai yang
menginjak jalanan, mengangkat debu, tepat menyembur kedalam
kereta, membuat semua orang yang berada di dalam kereta
wajahnya penuh dengan tanah dan kepala penuh dengan debu,
keringat di tambah debu, sungguh tidak enak dipandang dan
dirasakan, baik lakilaki atau perempuan semua sama, siapa pun
jangan harap bisa bersih.
Sepanjang jalan tidak banyak pelancong, kadang ada dua atau
tiga orang yang naik kuda lewat, mereka memperlambat
tunggangannya, menghindar debu yang berterbangan.
Setelah lama kering, jika turun hujan lebat, pelancong yang lewat
jalan ini akan lebih susah, sebab jalan bisa-bisa amblas hampir kelutut, kereta juga sama sekali tidak bisa bergerak, harus menunggu sampai tanahnya kering baru dapat berjalan lagi.
Didalam kereta, ada seorang pelajar dari kota Xiang pergi ke kota
Nan-yang untuk sekolah, pada tahun itu, orang yang tidak sekolah di anggap rendah, dengan sekolah, baru dihargai setiap orang, demikian permikiran itu tertanam dalam hati orang.
Dalam dinasti Ming, setiap raja selalu ada pejabatnya yang
menyalahgunakan kekuasaan, beratnya pajak, sungguh membuat
orang mengeluarkan lidah, membuat rakyat sulit hidup, langit
marah, orang kesal, yang sial adalah rakyat. Pelajar bersusah payah belajar supaya bisa berhasil, setelah berhasil maka dia akan
mendapat kedudukan jadi pejabat, raja tidak perduli dari mana
asalnya" Asal lulus bisa jadi pejabat. Bagaimana pun menjadi pejabat lebih baik dari pada jadi rakyat miskin, karena menjadi pejabat
adalah satusatunya jalan untuk keluar dari kemiskinan.
Dari sembilan penumpang, kecuali dua orang wanita, yang
lainnya terdiri dari petani, karyawan, usahawan semua ada, dan Fu
Ke-wei mungkin adalah satu-satunya orang Jiang-hu yang
berkelana. Larinya kereta keledai sangat mantap, kecepatannya stabil,
keretanya tidak begitu bergoyang, hanya gerahnya yang membuat
orang tidak tahan. "Saudara!" Usahawan setengah baya yang duduk diseberang
berkata pada Fu Ke-wei yang sedang menutup mata istirahat,
"kita semua kepanasan, sampai baju basah oleh keringat, kau
sepertinya sedikit pun tidak merasa kepanasan, kau bisa
menutup mata beristirahat dengan santai, kau tidak takut
panas?" "Takut satu hal, bisa atau tidak bisa menahan adalah satu
keahlian besar." Dia membuka sepasang matanya tertawa, "takut juga tidak ada gunanya, kita harus berusaha bisa menahannya."
"Ooo! Bagaimana cara menahannya?"
"Hati tenang tentu akan dingin, seluruh tubuh dilemaskan, tidak gelisah, pikirkan hal yang gembira, lakukan nafas yang panjang dan dalam. Cobalah! Dijamin kau tidak akan demam." Dia tenang berkata, "air jangan terlalu banyak minum, sedikit bicara."
Selesai berkata, dia kembali menutup sepasang matanya.
"Debu yang menyebalkan!" kata orang yang memakai baju petani mengerut alis, "sampai di tempat istirahat di depan, sungguh aku akan meloncat kedalam kali berendam sepuasnya!"
"Jalan ini aku pernah beberapa kali lewat, di depan sepertinya ada sebuah kali, semua orang menyebutnya kali Putih, tapi mungkin kusir tidak akan menghentikan keretanya, harus sampai dulu di kabupaten
Ye baru dapat beristirahat, di sana kau baru dapat berendam air."
"Orang setempat memang menyebutnya Kali Putih." Kata pelajar itu menyela, "tidak lama lagi kalian sudah bisa melihatnya, kedua pantai jauhnya beberapa li, semua pasir putih ini dibawa oleh aliran sungai. Begitu air sungai meluap, air sungai itu warnanya menjadi
putih susu, makanya disebut kali putih."
Bagaimana pun seorang pelajar, banyak pengetahuannya.
Benar saja kata-katanya tidak salah, tidak lama, di depan
tampak sebaris-sebaris pasir putih, ada beberapa sudah menutupi
sawah, tidak ada rumput yang tumbuh, putihnya menyilaukan
mata, juga tampak liar. Suara roda kereta mengeluarkan bunyi keras, ketika melewati
jembatan Ru-wen, pemandangannya pun berubah.
Di depan debu membumbung tinggi keatas, satu kereta dengan
empat kuda berlari dengan kecepatan penuh datang mendekat, di
tiga empat li jauhnya, sudah dapat melihat bayangannya dengan
jelas. Ini adalah kereta tali panjang, empat ekor kuda semuanya kuda
pilihan. Dengan as lebar, roda besar, badan kereta kecil, box kereta mewah dengan gambar burung merak biru. Kusirnya memakai baju
putih bulan, pakai topi matahari, berdiri diatas tempat kusir
mengayunkan pecut, panjangnya pecut satu zhang delapan chi,
pecut itu diayunkan tidak berhenti membentuk kembang pecut.
Di belakang kereta, empat penunggang kuda memakai baju warna
biru langit, membawa golok atau pedang, mengawal kereta kuda
kadang melihat kebelakang, kudanya juga kuda pilihan.
Di belakangnya lagi, debu bergulung-gulung, terdengar suara
derap banyak kuda, paling sedikit ada empat belas ekor kuda,
mengikuti dari jarak seratus langkah di belakang.
Kusir utamanya adalah seorang pria kasar, dia terkejut, mungkin dia telah banyak pengalaman, telah melihat ada yang tidak beres, dua kali teriakan terdengar, satu suara pak pak dan satu lagi suara pecut, kereta pelan-pelan menepi kepinggir kiri.
Jalan raya dapat dilewati tiga atau empat kereta secara
bersilangan, logikanya kalau menghindar menepi kekiri sisi jalan,
kereta tidak akan sampai tabrakan, kereta empat kuda tali pendek,
juga dapat lewat bersilangan.
Penumpang didalam kereta, tidak dapat melihat keadaan di depan,
hanya mendengar suara kereta dan derap kuda yang cepat sekali,
mereka juga malas mengeluarkan kepala melihat keadaan di luar
kereta. Kedua buah kereta itu semakin dekat, kereta kuda yang
didepan seperti gila menerjang datang.
"Perlahan sedikit, apa mau mati"'' kusir utama berteriak.
Orang yang didalam kereta terkejut bangkit berdiri.
Fu Ke-wei tidak istirahat lagi, dengan cekatan dia bangkit dari
duduknya, mengeluarkan kepala dari kereta memeriksa, wajahnya
berubah. Empat ekor kuda yang datang dari depan seperti sudah gila,
kusirnya juga seperti sudah gila, keretanya bergoyang keras,
berloncat loncatan, tampak mengerikan, sepertinya setiap saat
keretanya bisa terguling hancur berkeping-keping.
"Cepat jalankan kereta ke dalam sawah!" terdengar
teriakan pada kusir utama.
Di pinggir jalan ada parit selebar dua chi, sawah hanya
beberapa tumpukan pasir putih, bagaimana kereta bisa keluar"
Kusir utama tidak menurut, dia malah mengerem
keretanya, dengan lancar mengendalikan keledai,
keretanyajadi berhenti di sisi jalan.
"Hati-hati mereka " Fu Ke-wei berteriak dengan keras,
mendadak dia keluar dari dalam kereta.
Kereta lawan datang menerjang, kekuatannya seperti
gunung runtuh. Empat penunggang kuda di belakangnya, malah di luar sepuluh
langkah telah meninggalkan jalan raya, maju dari kedua
sampingjalan, baru saja kereta berpapasan, empat penunggang kuda
itu juga sudah sampai di kedua sisi kereta.
Golok dan pedangnya di cabut, saat dua penunggang kuda itu
menempel disisi kereta, mereka melukai pantat keledai dengan
pedang dan golok, dan tanpa berhenti menerjang terus kedepan.
Kusir utama terkejut, keledainya kesakitan dan berlari ke depan,
kusir utama tidak menduga kejadian ini, hingga jatuh terlentang.
Debu berterbangan, di depan tidak terlihat orang.
Kereta kuda yang berlari mendadak membelok, membuat kereta
tidak terkendali dan berguling ke kanan.
Di dalam bayangan debu, sepuluh ekor lebih kuda telah datang
menerjang, melihat kereta kuda berguling, mereka tidak keburu
menghindar. Orang berteriak, kuda berkikik! Langit goyang bumi
goncang, mengerikan sekali.
"Oh! Langit!" Fu Ke-wei yang melayang turun di atas tumpukan pasir di sisi jalan me-nengadah kepala berteriak, merasa, bulu di
seluruh tubuhnya menjadi dingin dan berdiri, hawa dingin menutup
tubuhnya. Kereta empat kuda yang mewah dan empat penunggang kuda
telah berlari sejauh seratus langkah lebih, suara keretanya sangat keras, derap kuda seperti guntur, semua menghilang dalam debu
yang berterbangan. Tiga belas penunggang kuda, hanya tinggal tiga orang yang paling
belakang, di saat kritis menerjang, mereka kesamping dan masuk
kesawah jadi bisa selamat, sepuluh yang lainnya tujuh mati seketika, tiga luka berat hampir mati, empat belas ekor kuda tidak ada seekor pun yang dapat berdiri sendiri, kebanyakan putus kaki patah leher, roboh semua.
Kusir utama sudah mati, mati tertindih oleh kuda yang mati.
Delapan penumpang di dalam kereta luka parah, yang
beruntung selamat hanya dua orang, pelajar dan pedagang. Yang
satu patah tulang kaki kanannya, yang satu tangan patah dan
kepala luka. Orang yang tidak mati, dalam kepulan debu menolong yang
terluka, yang mati dibaringkan di sisi jalan, yang luka dibopong
kesawah untuk dibalut lukanya.
Fu Ke-wei menemukan buntalannya sendiri dibawah kereta yang
hancur, dengan lancarnya mengobati dan membalut luka pelajar dan
pedagang. Dia mendengar suara derap kuda, juga tahu tiga penunggang
kuda yang selamat membawa temannya yang luka, dengan cepat
pergi kearah selatan. Dia tidak sempat memperdulikan, dengan fokus dia mengobati
pelajar dan pedagang. Dia mempunyai obat luka yang paling
bagus, cara membalutnya juga lancar sekali.
"Kalian bertalianlah." Dia menghibur dua orang yang terluka parah, "nanti aku pergi kekampung terdekat minta pertolongan."
Dia jalan kearah datangnya, kampung Ru-wen yang ada
dibelakang yang berpenduduk sekitar dua-tiga puluh keluarga.
Dia tidak dapat tinggal menjadi saksi melapor ke polisi, setelah dua orang yang luka parah di serahkan pada kepala kampung, dia
meninggalkan Ru-wen menuju kearah selatan, menuju ke kabupaten
Ye. Saat tiba disana, hari sudah hampir malam.
Dia masuk kota sebelum gerbang kota di tutup, dan tidur di
penginapan. Hari kedua dia tidak meneruskan perjalanan, dia
menghabiskan waktu seharian mencari berita.
Hari ketiga, dia menyewa seekor keledai kecil, dengan penuh
amarah menuju Nan-yang. Xiang-yang, kota terbesar di perairan tengah Han-jiang, adalah
pintu penting di utara provinsi Hu dan Guang, sejak jaman dahulu
ternama lalu lintasnya, perekonomian dan kemili-terannya.
Kota pemerintahan Xiang-yang walau mengalami beberapa kali
peperangan, tapi pulihnya cepat sekali, di dalam kota sudah tidak
tampak kerusakan akibat peperangan, pasar sangat ramai, tampak
sangat maju. Xiang-yang merupakan sentral perdagangan, di seberang utara
Han-jiang berjarak tiga empat li dari kota Fan. Dulu jalan kota Fan memanjang sampai kepinggir kali, tapi jalan lama telah dibakar rusak, deretan toko dan penginapan yang makmur sudah tidak terlihat.
Fu Ke-wei menginap di penginapan Fulai, penginapannya terletak
di selatan kota, di sekitarnya merupakan tempat penambatan
perahu, 'naga' dan 'ular' bercampur baur, hingga banyak masalah
terjadi. Satu li lebih dari barat daya kota, ada satu erumahan Hanbei yang
cukup ternama, lerumahan ini miliknya tuan Li, bangsawan
Xiang-ang, Li Yong-kang. Tapi pengurusnya adalah marga Jin, biasa dipanggil Jin-badou
(tuan kedelapan Jin). Perumahan ini adalah satu tempat penting yang di ketahui
orang-orang dunia persilatan, orang di perumahan ini menguasai
Pukulan Naga Sakti 18 Heng Thian Siau To Karya Liang Ie Shen Gelang Kemala 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama