Ceritasilat Novel Online

Setan Harpa 3

Setan Harpa Karya Khu Lung Bagian 3


diapun memeluk nya, ia membiarkan kobaran api asmara
dalam hatinya berkembang dan tumbuh di hati mereka
berdua .... Cinta telah terjadi! Bagaikan sebuah sandiwara, sebelum itu mereka tak
pernah berjumpa, tak pernah saling mengenal, tapi kini bibit
cinta mulai bersemi dalam hati mereka berdua, bagi mereka
cinta adalah sesuatu yang aneh tapi nikmat dan
menggetarkan sukma. Ong Bun-kim telah jatuh cinta dalam pandangannya
yang pertama, cinta ini merupakan pula cintanya yang
pertama. Ia telah mempersembahkan perasaannya untuk
perempuan asing yang baru saja dijumpainya, cuma... hasil
apakah yang bakal ia petik dari cinta pertamanya ini"
Tiba-tiba... gadis itu mendorongnya dan melepaskan diri
dari rangkulan, kemudian teriak nya dengan terperanjat:
"Tidak .... tidak ..."
Ong Bun-kim tertegun, ditatapnya gadis itu dengan
perasaan pedih, suatu penampikan dalam suasana yang
amat sensitif ini telah menyinggung perasaannya, membuat
ia merasa sedih dan tundukkan kepalanya dengan lemas...
"Keee . . . kenapa kau . . . ?" tegurnya kemudian agak
tergagap. "Aku . . . aku ... " tiba-tiba gadis itu menangis makin
menjadi. "Apakah aku telah menganiaya dirimu" Apakah kau
benci kepadaku" Marah kepadaku?"
"Tidak, tidak ... aku . . . aku tidak pantas untukmu!"
Sekujur badan Ong Bun-kim gemetar keras, dengan
terkesiap ia mendongakkan kepalanya dan mengawasinya
tajam-tajam, perkataan tersebut menimbulkan perasaan
seram dan ngeri dalam hati kecil pemuda itu.
"Kenapa" Kenapa kau berkata begini?" tanyanya dengan
jantung berdebar keras. "Aku tidak pantas mendapat kasih sayangmu, sebab kau
adalah orang baik...!"
"Apakah kau bukan orang baik?"
"Aku?" tiba tiba ia tergelak tertawa, suara tertawanya
kedengaran begitu kalap, seram dan tak sedap didengar.
Sekian lama kemudian, ia melanjutkan lebih jauh :
"Bagi dirimu, aku jauh lebih jahat berkali lipat dari
padamu, aku adalah orang paling jahat!"
"Jahat?" "Benar, aku jahat, aku jauh lebih jahat dari padamu"
Pelan-pelan gadis itu bangkit berdiri, ditatapnya sekejap
wajah Ong Bun kim dengan termangu, lalu katanya:
"Lupakanlah peristiwa ini!"
"Apa..." Melupakannya...." Kau minta aku
melupakannya...?" ia mengeluh. . .
Jeritan tersebut muncul dari lubuk hatinya, dari dasar
hatinya yang paling dalam ....
"Ya, lupakanlah!" jawab Bunga iblis dari neraka dengan
suara yang dingin dan tajam.
"Tidak, aku tidak akan melupakannya!"
"Aku minta kepadamu, lupakanlah peristiwa ini!"
"Beritahu dulu, kenapa aku harus melupakannya...?"
"Tak usah kau tanyakan hal itu, aku hanya minta
kepadamu untuk melupakan peristiwa tadi!"
"Tidak, aku tak dapat melupakannya... tak dapat
melupakannya...selama hidup tak akan kulupakan..."
gumaman tersebut makin lama semakin lirih, paras
mukanya makin diliputi kemurungan dan kesedihan yang
makin tebal. Dalam hati kecilnya ia menjerit, mengeluh:
"Oooh...Thian! Inilah cintaku yang pertama...apakah
harus seperti nasibku, mendapatkan penghancuran dan
pemusnahan yang tak berperi kemanusiaan...?"
Yaa, Thian tidak seharusnya bersikap berat sebelah
kepadanya, pengalaman hidupnya sudah cukup sengsara
dan menderita, haruskah ia mengalami pula cinta
pertamanya yang akan berakhir dengan tragis dan penuh
kesedihan" Ia bukan seorang manusia super, dia seperti pula
manusia biasa pada umumnya, ia tidak berharap cinta
pertamanya harus berakhir bagaikan bayangan berakhir
tanpa kesan apa-apa. "Kalau kau dapat melupakan peristiwa ini, banyak
kebaikan yang akan kau terima, ingatlah perkataanku,
lupakan kejadian tadi, nah selamat tinggal!" kata Bunga
iblis dari neraka dengan sedih.
"Kau hendak pergi ke mana?"
"Jangan perhatikan diriku, tak usah kau tahu ke mana
aku hendak pergi. . .!"
Habis berkata, ia lantas putar badan dan berlalu dari
sana. Ia mirip seorang gadis yang kejam dan tak punya
perasaan, ia seperti seorang nona yang tak tahu apa artinya
sayang dan cinta, ia telah pergi dengan begitu saja ...
"Tunggu sebentar!" tiba tiba Ong Bung kim berkata.
Tanpa terasa gadis itu menghentikan langkah-nya, tapi ia
tidak berpaling, tanyanya:
"Masih ada persoalan apa yang hendak kau tanyakan?"
"Beritahukan kepadaku, siapa namamu?"
"Bunga iblis dari neraka!"
Begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, ia putar
badannya dan berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.
"Beritahu kepadaku, siapa namamu." teriak Ong Bunkim
dengan suara setengah menjerit.
Tapi gadis asing yang telah dicintainya itu sudah pergi
tanpa berpaling, pergi dengan begitu saja.
Ia telah pergi membawa serta kasih sayang dan cinta
pertama Ong Bun-kim, ia seakan-akan pergi tanpa
perasaan, dan yang tertinggal hanya kesedihan dan
kepedihan bagi Ong Bun-kim.
Dia duduk di sana seperti orang yang kehilangan
ingatan, sambil memandang awan di angkasa, gumamnya
lirih: "Oooh... Thian! Apa yang terjadi dengan diriku..." Apa
pula yang telah kuperoleh....?"
Sekarang, ia merasakan bahwa apapun tidak berhasil ia
dapatkan, bahkan ia merasa seperti kehilangan sesuatu,
yang mana membuat bertambahnya duka nestapa dalam
hatinya. 00OdwO00 BAB 13 KETIKA dipikir hatinya makin sedih, akhirnya tanpa
disadari pemuda itu melepaskan harpa besinya dan mulai
memetik senarnya membawakan sebuah lagu yang
berirama sedih .... Menggunakan permainan khim tersebut, semua perasaan
cinta dan dendamnya dilampiaskan ke luar irama yang
pedih dengan nada yang menggetarkan sukma segera
mengalun di angkasa dan menyayat nyayat hati ....
Sesungguhnya Ong Bun kim adalah seorang pemuda
yang berhati keras, tapi pada saat ini, mengikuti permainan
harpa, air mata tanpa terasa jatuh bercucuran.
Sebuah lagu telah selesai dibawakan.
Walaupun irama lagu sudah hampir berakhir, tapi suara
yang memilukan hati masih mengalun di angkasa . . .
Pelan-pelan Ong Bun kim bangkit berdiri lalu beranjak
dan melangkah maju ke depan namun baru beberapa
langkah kemudian tiba-tiba ia berhenti lagi.
Kurang lebih satu kaki di hadapannya, entah sejak kapan
telah duduk seorang gadis berbaju abu-abu yang berwajah
pucat, berambut panjang dan bersikap sedih.
Ia masih muda, tapi bila diperhatikan lebih seksama, ia
terasa seakan-akan bagaikan seorang nenek-nenek yang
sudah lanjut usia, mimik wajahnya yang kesal
menunjukkan betapa murung dan sedih hatinya.
Air mata masih menodai wajahnya, mungkinkah ia
menangis karena sedih mendengarkan irama lagu yang
dibawakan Ong Bun kim"
Sejak kapankah gadis itu berdiri di sana" Ong Bun kim
tak dapat menjawab pertanyaan itu.
Gadis itu telah mendongakkan kepalanya dan menatap
tajam wajah Ong Bun kim, seakan-akan ia sedang bertanya:
"Mengapa kau bawakan lagu yang bernada sedih dan
menyayat hati itu . . ."
Ong Bun-kim tidak bertindak apa-apa, dia hanya bisa
memandang gadis tersebut dengan wajah termangu-mangu.
Bila dilihat dari biji mata si nona berbaju abu-abu yang
murung, Ong Bun kim merasa seakan-akan ia terkenang
kembali dengan semua kesedihan dan ketidak beruntungan
di masa masih kanak-kanak dulu.
Suatu perasaan senasib sependeritaan tiba-tiba terlintas
dalam benaknya dan menyelimuti perasaannya.
Mereka berdiri saling bertatapan, seakan akan pihak
lawan adalah duplikat dari pengalaman yang dialaminya.
-oo0dw0oo- Jilid 5 AKHIRNYA, Ong Bun-kim melemparkan kerlingannya
yang pelan-pelan beranjak... keadaan seperti juga keadaan
dikala meninggalkan Lan Siok lin tempo hari.
Ia tidak merasa sayang, pun tidak mengucapkan sepatah
katapun ! Mereka tidak saling menyapa, tidak saling merasa
sayang, pun tidak perlu suatu perpisahan, tapi dibalik
sanubari masing-masing telah terselip suatu perasaan
murung yang tipis. Ia telah pergi... pergi membawa harpa besinya, menuju
ke halaman baru dari perjalanan hidupnya...
Lembah Sin Ii kok, terletak di bukit selatan Soat im san.
Di mulut lembah itu berdiri sebuah batu karang yang
terbuat dari alam, batu itu amat besar dan berbentuk seperti
seorang gadis, mungkin nama Sin li kok berasal dari
keadaan alam di situ. Ketika Ong Bun kim tiba di mulut lembah, hawa napsu
membunuh segera berkobar dalam dadanya, ia merasa
andaikata tiada Siau Hui un, tak mungkin ayahnya bakal
tewas di tangan Kui jin suseng.
Ia hendak melenyapkan lembah Sin li kok dari muka
bumi... ia hendak mencincang tubuh Siau Hui un menjadi
berkeping-keping. Hawa napsu membunuh yang berkobar dalam dadanya
makin lama semakin menebal, dengan sekali lompatan
tubuh ia menerobos masuk ke dalam lembah Sin li kok...
Tapi, baru beberapa tombak ia berjalan, mendadak
serentak pemuda itu menghentikan gerakan tubuhnya.
Secara tiba-tiba timbul goncangan keras dalam hatinya,
ia merasa seakan-akan mendapat firasat jelek.
Sebelum ingatan kedua sempat melintas dalam
benaknya, mendadak terdengar bentakan nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, bayangan manusia
segera berkelebat bagaikan sambaran petir, tahu-tahu empat
orang nona berbaju merah sudah menghadang di hadapan
Ong Bun kim. Si anak muda itu segera mendongakkan kepalanya,
ketika mengetahui apa yang terjadi, paras mukanya segera
berubah hebat. Seorang nona berbaju merah yang berada di paling
depan, segera menegur dengan suara dingin;
"Siap kau" Berani benar menyatroni lembah Sin li kok
kami?" Ong Bun kim mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahh... lembah Sin li kok
bukan neraka atau tempat terlarang yang tak boleh
dikunjungi orang, kenapa aku Ong Bun kim tak boleh
mendatanginya?" Diiringi gelak tertawa yang mengerikan, tubuh Ong Bun
kim secepat sambaran kilat telah menerjang ke arah
keempat orang nona berbaju merah itu, harpa besinya
sekuat tenaga dibacokkan ke depan:
Pada saat ini Ong Bun kim benar-benar sedang diliputi
hawa napsu membunuh yang berkobar-kobar, bisa
dibayangkan sendiri dalam serangan tersebut tentu
disertakan juga tenaga pukulan yang mengerikan.
Seandainya pukulan itu sampai mengenai sasaran, tak
dapat dibayangkan bagaimana jadinya gadis gadis itu.
Dikala Ong Bun kim sudah hampir menyarangkan
pukulannya di tubuh lawan itulah, tiba-tiba terdengar
bentakan nyaring: "Tahan!" Karena bentakan tersebut, Ong Bun kim segera menarik
kembali serangannya sambil melompat mundur, ketika
diperhatikan orang itu, paras mukanya kembali berubah
hebat, sebab orang itu bukan lain adalah Si hiat yau hoa
(Siluman bunga penghisap darah).
"Aku kira siapa yang datang, tak tahunya adalah Ong
sauhiap!" demikian Siluman bunga penghisap darah
menyapa. Sikap lembut dan halus yang diperlihatkan Siluman
bunga penghisap darah ini sama sekali berada di luar
dugaan Ong Bun kim, segera bentak nya dengan ketus:
"Yaa, memang aku yang datang, mau apa kau?"
Siluman bunga penghisap darah tersenyum.
"Bolehkah aku tahu, mau apa kau datang ke mari?"
tanyanya. "Aku hendak mencari Kokcumu!"
"Ooooh... kebetulan sekali, aku memang sedang
menerima perintah dari Kokcu kami untuk mencarimu,
silahkan masuk!" Tercengang juga Ong Bun kim menghadapi sikap lembut
dan penyambutan hormat dari Siluman bunga penghisap
darah, sebab seingatnya mereka tak pernah bersahabat,
malah sebaliknya merupakan musuh bebuyutan yang
pernah diwarnai dengan pertarungan-pertarungan sengit.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba satu
ingatan melintas dalam benaknya, kemudian ujarnya:


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah Kokcumu juga akan mencariku?"
"Benar, silahkan!"
Seraya berkata ia lantas menyingkir ke samping dan
memberi jalan lewat. Ong Bun kim tidak tahu permainan setan apakah yang
sedang dilakukan Siau Hui un, diam-diam ia tertawa
dingin, lalu sambil mengangkat kepalanya maju ke depan.
Anak muda itu mempunyai perhitungan sendiri, ia
merasa setelah berani datang ke situ ia tak akan
memperdulikan mati hidupnya di dalam hati, ia musti
meninggalkan tenaga intinya untuk menghadapi segala
kemungkinan yang bakal terjadi.
Lembah itu panjang sekali, akan tetapi sempitnya bukan
kepalang. Pepohonan tumbuh dengan suburnya di sepanjang
lembah, sebuah jalan setapak menghubungkan mulut
lembah itu dengan lembah bagian dalam, Siluman bunga
penghisap darah berjalan mengikuti di belakang anak muda
itu. Setelah menembusi hutan yang lebat, tampaklah sebuah
bangunan loteng yang indah dan megah muncul di
kejauhan sana. Setelah melewati dinding pekarangan, sampailah mereka
di tengah tanah lapang di muka gedung, terlihatlah di kedua
belah sisi jalan kecil yang menghubungkan pintu gerbang,
masing-masing berdiri berjajar lima enampuluh orang gadis.
Paras muka setiap anak gadis itu amat keren dan serius,
tak seorangpun diantara mereka yang bersikap bebas.
Tanpa sadar Ong Bun kim menghentikan langkah
kakinya. Siluman bunga penghisap darah segera ter senyum,
katanya: "Setelah Kokcu kami mengetahui akan kehadiranmu,
beliau telah memimpin segenap anggotanya untuk
menyambut kedatanganmu!"
"Terima kasih banyak!" dengus Ong Bun-kim sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Selesai berkata ia lantas melanjutkan perjalanannya ke
depan, ia tidak perduli apakah gadis-gadis itu akan turun
tangan kepadanya atau tidak, ia harus berhadapan dengan
maut yang berada di depan mata.
Ketika tiba di pintu gerbang, tampaklah dua buah patung
malaikat perempuan yang terukir dari batu marmer berdiri
di sisi kiri dan kanan pahatan tersebut sangat hidup, indah
dan menawan hati. "Silahkan masuk, Ong sauhiap!" kata Siluman bunga
penghisap darah. Ong Bun-kim termenung dan berpikir sebentar,
kemudian sambil membusungkan dada ia masuk ke dalam.
Ruang tengah gedung itu sangat besar, lebar dan megah,
tak kalah rasanya dengan keindahan istana.
Di kedua belah sisi ruang tengah masing-masing berdiri
belasan orang gadis berbaju merah, diantaranya terdapat
pula perempuan-perempuan yang telah berusia lanjut.
Di ruang tengah belakang meja kebesaran duduk seorang
gadis berbaju merah yang berusia dua puluh satu-dua
tahunan, dibelakang gadis itu masing-masing berdiri dua
orang perempuan tua berbaju merah pula.
Dalam hati Ong Bun-kim lantas berpikir: "Mungkinkah
dia adalah Toan-kiam-giok-jin (perempuan cantik pedang
kutung) Siau Hui-un " Tapi mengapa semuda itu" Tidak,
tidak mungkin! Seharusnya dia adalah seorang perempuan
yang telah berusia empat puluh tahunan!"
Sementara ia masih berpikir, dara berbaju merah itu
sudah bangkit berdiri. Ong Bun-kim lantas berpaling ke arah Siluman bunga
penghisap darah sambi l tanyanya:
"Apakah dia adalah Kokcu kalian?"
"Bukan, dia adalah wakil Kokcu kami."
Belum habis Siluman bunga penghisap darah berkata, si
nona berbaju merah itu sudah berkata sambil tersenyum:
"Apakah yang datang adalah Ong sauhiap?"
"Benar!" "Harap kau bersedia memaafkan, berhubung masa
latihan Kokcu kami belum berakhir, beliau tak dapat
menyambut sendiri kedatanganmu, maka dari itu aku Tong
Wan-tin mohon maaf yang sebesar-besarnya!"
"Tidak berani ....!" kata Ong Bun-kim sambil tertawa
dingin. Sementara pembicaraan masih berlangsung, ia sudah tiba
di depan ruangan itu, tiba-tiba ia merasakan suasana dalam
ruangan tersebut penuh diliputi oleh hawa pembunuhan
yang menggidikkan hati. Ong Bun kim segera tertawa dingin, lalu katanya:
"Apakah nona adalah Hu Kokcu dari lembah Sin li kok
ini?" "Benar!" "Aku khusus datang ke mari untuk menjumpai Kokcu
kalian!" "Bolehkah aku tahu ada urusan apa?"
"Oooh....soal ini adalah urusan pribadi antara diriku
dengan dirinya, jadi lebih baik kau tak perlu tahu."
"Silahkan duduk Ong sauhiap, seusai latihan Kokcu
kami pasti akan datang menjumpai diri mu!"
Mendengar perkataan tersebut, paras muka Ong Bun kim
berubah hebat, segera bentaknya: "Kau tak usah
mencarikan alasan baginya, pokoknya aku ingin sekarang
juga bertemu dengannya!"
"Tapi....tapi.... tentang soal ini..."
Ong Bun kim tertawa nyaring, kembali katanya:
"Jika kau tidak mengundangnya sekarang juga, jangan
salahkan kalau aku Ong Bun-kim terpaksa harus menyalahi
dirimu!" "Tentang soal ini..." tampaknya Tong Wan-tin agak
dibikin serba salah oleh tindakan pemuda itu.
"Bagaimana?" kata Ong Bun-kim kemudian sambil
tertawa lebar, "mau pergi atau tidak?"
"Ong sauhiap, agaknya kau suka membuat susah orang?"
tegur Tong Wan-tia akhirnya dengan perasaan kurang
senang. Ong Bun-kim lagi-lagi tertawa.
"Persoalannya bukan soal menyusahkan orang atau
tidak, tapi yang pasti aku harus segera bertemu dengannya."
"Tentang soal ini..."
"Hayo pergi dan suruh dia ke luar untuk menjumpai
diriku!" "Aku rasa hal ini tak mungkin bisa terjadi!"
"Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup."
Ong Bun kim tak bisa mengendalikan perasaannya lagi,
sambil membentak keras, tubuhnya secepat sambaran kilat
meluncur ke hadapan Tong Wan tin dan menghantam
kepalanya. Tindakan tersebut segera menimbulkan kegemparan di
kalangan gadis-gadis berbaju merah yang berada di luar
ruangan, paras muka mereka rata-rata berubah hebat.
Sementara itu, serangan yang dilancarkan Ong Bun kim
telah tiba di hadapan Tong Wan-tin, dalam keadaan
demikian mau tak mau dia musti menggerakkan tubuhnya
untuk berkelit ke samping, kemudian bentaknya dengan
suara nyaring: "Tahan !" Ong Bun kim menarik kembali serangannya sambil
melompat mundur ke belakang.
"Apakah kau telah bersedia untuk memanggilnya ke
luar?" ia menegur dengan nada yang sinis.
Kali ini paras muka Tong Wan tin yang berubah hebat.
"Ong sauhiap, ketahuilah bahwa Kokcu kami sama
sekali tidak menganggap dirimu sebagai musuh besar,
apakah kedatanganmu kemari adalah untuk mencari balas?"
"Benar!" "Tapi kami mendapat perintah dari Kokcu untuk
menerima Ong sauhiap dengan pelayanan sebaik-baiknya!"
"Sudahlah, kau tak usah banyak berbicara lagi," tukas
Ong Bun kim dengan geramnya, "pokoknya kalau ia tidak
kau panggil keluar, seluruh anggota perguruannya akan
kubantai sampai ludas!"
"Ong sauhiap, kau jangan terlalu memaksa orang! "seru
Tong Wan tin mulai naik darah.
"Kalau aku mau mendesak terus lantas kenapa" Lihat
serangan!" Sambil membentak nyaring, Ong Bun kim melompat
maju ke depan, telapak tangannya segera diayunkan ke
muka melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat ke tubuh
Tong wan tin, wakil ketua dari lembah Sin li kok.
Sebagaimana diketahui adapun kedatangan, Ong Bun
kim ke tempat itu adalah untuk mencari balas, tentu saja
dalam melancarkan serangannya ia telah sertakan pula
segenap tenaga dalam yang dimilikinya, daya penghancur
yang di-hasilkan sungguh ibaratnya gulungan ombak yang
menyapu daratan." "Kurang ajar, apakah kau menganggap aku adalah orang
yang mudah dipermainkan," bentak Tong Wan tin.
Berbareng dengan bentakan tersebut, dia melepaskan
pula sebuah serangan balasan.
Bayangan manusia saling menyambar, secepat sambaran
kilat harpa besi dari Ong Bun kim menyambar ke depan.
Agaknya Tong Wan tin tidak menyangka kalau tenaga
dalam yang dimiliki Ong Bun kim telah mencapai tingkatan
sesempurna itu, termakan oleh desakan tersebut, tak kuasa
lagi ia kena terdesak sehingga harus mundur sejauh tiga,
empat langkah dengan sempoyongan.
Ong Bun kim tidak melepaskan musuhnya dengan begitu
saja, bagaikan bayangan saja ia menyusul ke depan, dengan
harpa besinya secara beruntun ia lancarkan tiga buah
serangan berantai. Secara beruntun Tong Wan-tin didesak hingga musti
mundur sejauh satu kaki lebih, karena posisinya berada di
bawah angin, otomatis iapun tidak memiliki kemampuan
untuk melancarkan serangan balasan.
Mendadak Tong Wan-tin membentak nyaring, dalam
situasi yang amat berbahaya, pergelangan tangannya
diayunkan ke depan, serangan dari Ong Bun-kim segera
dibendung, kemudian secara beruntun dia lancarkan pula
dua buah serangan balasan.
Ternyata tenaga dalam yang dimiliki Tong Wan-tin
termasuk hebat juga. Bayangan manusia segera saling
menyambar, dalam waktu singkat sepuluh gebrakan lewat
tanpa terasa. Diam-diam terkejut juga Ong Bun-kim, dia tidak
menduga kalau Hu-kokcu yang masih muda itu sanggup
menerima sepuluh buah pukulannya tanpa kalah, dari sini
bisa diketahui bahwa kepandaian silat yang dimiliki Siau
Hui-un pasti sudah mencapai puncak kesempurnaan.
-oooo0dw0ooo- BAB 14 TERBAYANG kesemuanya itu, berkobar kembali hawa
napsu membunuh dalam hati Ong Bun kim, ia membentak
keras, jurus jurus mematikan dilancarkan secara berantai,
dalam waktu singkat dia melancarkan pula lima buah
pukulan dahsyat. "Blaaam.... !" akhirnya sebuah pukulan berhasil
menghajar telak di tubuh Tong Wan-tin, ia muntah darah
dan tubuhnya mencelat ke belakang. Seorang gadis berbaju
merah secepat kilat maju ke muka menyambar tubuh Tong
Wan tin. Ong Bun kim tidak puas berbuat sampai di situ saja,
kembali ia membentak keras, "Lepaskan orang itu . . ."
Seperti banteng terluka, ia menerjang ke muka secara
garang. Akan tetapi sebelum Ong Bun-kim berhasil
mendekati dara berbaju merah itu, dua sosok bayangan
manusia telah menggulung ke arahnya dengan amat
dahsyat. Dua orang yang melancarkan serangan itu adalah dua
orang pelindung dari wakil Kokcu yakni dua orang nenek
baju merah yang membawa tongkat.
Sungguh hebat serangan gabungan dari dua orang nenek
tersebut, seketika itu juga Ong Bun-kim terdesak hebat dan
harus melompat mundur ke tempat semula.
"Kurang ajar, kalian pingin mampus?" bentak Ong Bunkim
sangat marah. "Ong sauhiap, kau jangan kelewat sombong."
Dalam pada itu belasan orang gadis berbaju merah yang
berada di ruang depan telah menyerbu maju ke depan,
dalam waktu singkat hawa napsu membunuh yang
menggidikkan hati menyelimuti seluruh gelanggang.
Sepasang mata Ong Bun-kim melotot besar dan
memancarkan sinar membunuh yang menggidikkan hati,
katanya: "Kalau Kokcu kalian tidak diundang ke luar lagi, hatihati
kalau sampai kubantai kalian semua!"
"Ong sauhiap, kenapa kau tidak mencoba untuk turun
tangan lebih dulu ... " ejek nenek baju merah yang berada di
sebelah kanan. "Jadi kalian benar benar ingin mampus?" bentak Ong
Bun kim dengan marahnya. "Benar, silahkan Ong sauhiap untuk turun tangan!"
Ong Bun kim tak dapat mengendalikan amarah yang
menggelora dalam hatinya lagi, tiba tiba jari tangan
kanannya bergetar memetikkan tiga kali sentilan senar khim
.... "Tingg... ! Tingg...! Ting...!" inilah petikan Kau hun ki (
irama penggaet sukma ) yang maha dahsyat tersebut.
Paras muka semua orang berubah hebat, hati mereka
seperti disayat dengan pisau tajam, peluh mulai membasahi
seluruh jidatnya, jelas daya pengaruh dari ketiga petikan
senar khim itu mengakibatkan getaran getaran dalam jiwa
semua orang. Akan tetapi sebelum pemuda itu melanjutkan petikan
mautnya, mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Tahan!"

Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Irama khim seketika terhenti, menyusul mana sesosok
bayangan manusia berwarna merah melayang turun di
hadapan Ong Bun kim. Ternyata dia adalah seorang gadis
berbaju merah yang berdandan sebagai seorang dayang.
"Mau apa kau datang ke mari?" bentak Ong Bun kim.
"Boleh aku tahu, apakah saudara adalah Ong sauhiap?"
tanya dayang berbaju merah itu tenang.
"Benar!" "Budak mendapat perintah dari Kokcu untuk
mempersilahkan Ong sauhiap menjumpainya!"
"Sekarang dia berada di mani?"
"Ikutilah diriku!"
Berbicara sampai di situ, dayang berbaju merah itu
segera berjalan menuju ke ruang belakang dengan langkah
yang lemah gemulai. Ong Bun-kim agak ragu sejenak, dahinya berkerut, tapi
akhirnya sambil menggigit bibir ia ikuti juga di belakang
dayang itu. Setelah melewati ruang belakang mereka berbelok
menelusuri sebuah serambi panjang, dan akhirnya tiba di
depan sebuah pesanggrahan yang letaknya tersendiri, di
depan pesanggrahan itu merupakan sebuah kebun bunga,
pemandangan sangat indah dan menawan hati.
Dayang berbaju merah itu mengetuk pintu pesanggrahan
itu, dari dalam seseorang segera menegur:
"Siapa di situ?"
"Ong Sauhiap, telah tiba!"
"Dipersilahkan masuk!" Dayang berbaju merah itu
mendorong pintu dan masuk ke dalam, Ong Bun-kim
mendongakkan kepalanya memperhatikan suasana dalam
ruangan, ternyata ruangan itu adalah sebuah ruang tamu
yang megah dan mewah sekali.
Empat orang dayang berbaju merah berdiri berjajar
dikedua belah sisi pintu ruangan.
Salah seorang gadis berbaju merah itu segera berkata
sambil tersenyum: "Ong Sauhiap, silahkan duduk!"
"Aku datang ke mari untuk mencari Kokcu kalian ... "
"Tentang soal ini aku sudah tahu, duduklah sebentar
sementara kulaporkan kedatanganmu ke dalam!"
"Silahkan!". Dayang berbaju merah itupun tidak berbicara lagi, ia
lantas beranjak dan menuju ke ruang belakang, sementara
Ong Bun-kim duduk sambil berusaha menekan kobaran api
kegusaran dan hawa napsu membunuh yang berkecamuk
dalam dadanya. Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki
manusia yang lirih bergema memecahkan kesunyian,
sewaktu pemuda itu mendongakkan kepalanya, tampaklah
dayang berbaju merah tadi telah muncul kembali
mengiringi seorang nyonya cantik berusia sekitar tiga puluh
tahunan. Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir Ong
Bun-kim... cuma senyuman tersebut penuh diliputi oleh
hawa napsu membunuh. "Jadi kaulah Kokcu dari lembah Sin li-kok...?" sapanya
sambil tertawa lebar. Kendatipun ia berbicara sambil tertawa lebar, akan tetapi
kedengaran juga bahwa suara nya agak gemetar karena
terpengaruh oleh pergolakan emosi . .
"Betul, aku adalah Kokcu dari lembah Sin-li-kok!"
nyonya cantik itu membenarkan.
"Kau bernama Siau Hui-un?"
"Betul, dan kau adalah muridnya Kui-jin Suseng
(sastrawan setan harpa)...?" nyonya cantik itu balik
bertanya. "Tepat sekali, dan aku pula putranya Sun hay bong kek
(manusia latah dari empat samudra)!"
Tiba-tiba di atas wajah Siu Hui un terjadi pergolakan
emosi yang amat hebat, serunya:
"Sungguh tak kusangka Kui jin suseng tidak membunuh
dirimu!" "Heeehhh... heeehhh...heeehhh...kenapa" Kau merasa
hal ini di luar dugaan" Siau Hui un, kau tahu tidak apa
maksud kedatanganku hari ini ke sini?"
"Tentu saja menengok aku!"
"Menengok kau" Hmmm....! Jangan bermimpi disiang
hari bolong, aku datang untuk merenggut selembar jiwamu.
" "Kenapa...?" jerit Siau Hui un tercengang, " mengapa kau
hendak merenggut nyawaku?"
"Sebab kau telah membunuh ayahku Si manusia latah
dari empat samudra Ong See liat!" jawab Ong Bun kim
setengah membentak, hawa napsu membunuh yang
mengerikan seketika menyelimuti seluruh wajahnya.
"Aaaah...!" sekali lagi Siau Hui un berteriak kaget,
serunya dengan suara gemetar: "siapa yang
memberitahukan hal tersebut kepadamu..." Siapa"
Katakan!" "Ibuku!" "Nak, akulah ibumu yang sesungguhnya..." Siau Hui un
segera menjerit keras. "Apa?" Jerit tertahan dari Ong Bun kim keras dan nyaring,
tubuhnya ikut mundur lima enam langkah dengan
ketakutan, ucapan tersebut hakekatnya merupakan guntur
yang membelah bumi di tengah hari bolong, dengan
kerasnya menghempaskan semua pikiran dan perasaan
hatinya ke tanah. Sepasang matanya dipentangkan lebar lebar, pemuda itu
masih sangsi apakah ucapan tersebut betul-betul telah
didengar olehnya. "Kau... kau... apa yang kau katakan?" tiba tiba bisiknya
dengan suara gemetar. "Nak, aku adalah ibu kandungmu, ibumu yang
sesungguhnya!" jawab Siau Hui un lagi sepatah demi
sepatah kata. Kali ini Ong Bun kim benar-benar berdiri terkesiap, ia
berdiri seperti sebuah patung dan tak mampu bergerak.
Hakekatnya peristiwa itu merupakan suatu kejadian di
luar dugaan yang membuatnya tidak habis mengerti dan
bingung, mungkinkah dia mempunyai dua orang ibu"
Tidak! Tidak! Jelas hal ini tidak mungkin, tak nanti di dunia
ini terdapat peristiwa semacam ini.
Ong Bun-kim berdiri seperti orang bodoh, kejadian yang
dihadapinya secara tiba-tiba ini sungguh membuat hatinya
amat kaget dan terkesiap.
"Nak, aku tidak menyangka kalau kau masih hidup di
dunia ini" keluh Siau Hui un dengan suara yang memilukan
hati, "kau mengapa kau tidak mengakui diriku sebagai
ibumu?" Berkata sampai di situ, tidak tahan lagi dua titik air mata
jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ong Bun kim yang menyaksikan kejadian itu semakin
kebingungan lagi, ia merasa seakan-akan berada di atas
awang awang, yaa ampun! Sesungguhnya apa yang telah
terjadi" Lagi-lagi ada seorang perempuan mengaku sebagai
ibu kandungnya dan perempuan itu ternyata adalah Siau
Hui un, salah seorang isteri ayahnya.
Bila diperhatikan dari mimik wajahnya, tidak terlihat
sikap kepura-puraannya, tapi bagaimana dengan Coa Siok
eh" Apakah dia itu cuma mengaku-ngaku saja" Atau Siau
Hui un yang mengaku-ngaku"
Pemuda itu merasa bingung dan tidak habis mengerti, ia
sungguh-sungguh tidak tahu apa yang musti dilakukan.
"Nak, kenapa .... kenapa kau?" akhirnya Siau Hui un
menegur. "Aku... aku ... "
"Kau curiga bahwa aku bukan ibu kandungmu?" tanya
perempuan she Siau itu tiba-tiba.
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . . pintar juga kau,
benar, aku memang mencurigai dirimu!" katanya.
"Bukan cuma kau yang mencurigai diriku, aku sendiri
juga curiga kepadamu..."
"Kenapa?" tanya Ong Bun kim malah tertegun.
"Setelah anakku dilarikan Kui jin suseng, sudah pasti Kui
jin suseng tak akan melepaskan dirinya dengan begitu
saja..." "Tapi Kui jin Suseng telah melepaskan diriku..."
"Apakah dalam tubuhmu terdapat sebuah Liong bei?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Ong Bun kim
merasakan hatinya bergetar keras, kini ada dua orang
perempuan yang menanyakan Liong bei (lencaua naga)
miliknya, hal ini membuat duduknya persoalan makin
membingungkan hati. Akhirnya ia mengambil ke luar Liong bei tersebut seraya
bertanya: "Bukankah benda ini adalah Liong bei?"
Melihat itu, tiba tiba Siau Hui un berteriak keras:
"Kau benar benar adalah ..adalah puteraku..."
Dengan begitu emosi dan pergolakan perasaan yang
meluap-luap ia merentangkan sepasang tangan nya untuk
memeluk Ong Bun kim..seakan-akan seorang ibu yang
sudah lama merindukan putranya dan tiba-tiba menemukan
kembali putra yang dicintainya itu . . . tidak tahan dia ingin
memeluk dan menciumnya. Sesungguhnya luapan perasaan seorang ibu terhadap
putranya adalah suatu luapan emosi yang wajar dan
seringkali bisa dijumpai dalam kehidupan masyarakat pada
umumnya. Ong Bun kim berdiri bodoh dan tak sanggup melakukan
sesuatu apapun. Ia membiarkan Siau Hui un memeluk tubuhnya,
membiarkan perempuan itu menangis terisak dan
membiarkan air matanya jatuh bercucuran membasahi
bajunya... sementara ia sendiri, tenggelam dalam alam
kebingungan yang amat sangat.
Benar, sesungguhnya apa yang telah terjadi"
Sebetulnya siapakah yang merupakan ibu kandungnya"
Siau Hui un kah" Atau Coa Siok oh"
Dari dulu hingga sekarang, rasanya belum pernah terjadi
peristiwa semacam ini dalam dunia persilatan.
Lama lama sekali, akhirnya Siau Hui un mendorong
tubuh Ong Bun kim seraya berkata:
"Nak, kau telah dewasa .... limabelas tahun sudah kita
tak pernah berjumpa muka... sungguh tak kusangka kau
masih hidup. . ." Isak tangisnya sungguh amat memilukan hati, membuat
orang yang melihatnya ikut terharu dan tercekam oleh
perasaan sedih. Ong Bun kim segera tersadar kembali dari alam
kebingungannya, katanya dengan cepat:
"Kau bilang apa" Kau. . . kau adalah... ibu kandungku?"
"Apakah kau anggap aku sedang berbohong" Kau
anggap aku hanya mengaku-ngaku saja?"
"Tapi, bagaimana dengan Coa Siok oh?"
"Dia adalah bibimu!"
"Tapi, ia mengatakan bahwa dia adalah iba kandungku,
mana mungkin ada seorang bibi yang mengaku sebagai
ibu?" "Apa kau bilang" Jadi... jadi... kau telah berjumpa
dengan Coa Siok oh?"
"Benar!" "Huuuh...! Tak tahu malu, padahal ia mandul, ia tak bisa
mempunyai anak, mana mungkin dia bisa menjadi ibumu"
Akulah yang benar, akulah ibu kandungmu."
"Tahukah engkau, sesaat sebelum ayahku dibunuh oleh
Kui jin suseng, ia telah dicelakai dulu oleh seseorang?"
"Oooh... benarkah begitu" Kalau memang demikian,
sudah pasti dialah yang melakukan perbuatan terkutuk itu !"
"Kau maksudkan Coa Siok oh?"
"Benar, dia adalah putrinya Mo kui kiam jiu (jago
pedang setan iblis), tentunya kau tahu bukan ketika Mo kui
kiam jiu menjodohkan putrinya kepada ayahmu, peristiwa
ini disertai juga dengan suatu maksud tujuan tertentu?"
"Aku tahu !" "Kalau demikian adanya, pastilah dia kuatir dibunuh
olehmu, maka diakuinya kau sebagai anaknya !"
Tentu saja ucapan tersebut bukannya tidak masuk di
akal, tapi bagaimanakah duduk persoalan yang
sesungguhnya, hal ini masih harus diselidiki dan dibuktikan
kebenarannya lebih dahulu.
Pemuda itu hanya bisa mengambil kesimpulan ketika itu,
yakni barang siapa bukan ibunya, berarti orang itulah
pembunuh yang telah mencelakai jiwa ayahnya.
Maka dia bertanya kembali:
"Bagaimanakah keadaannya sewaktu ayahku terbunuh
waktu itu?" "Hari itu ayahmu pergi karena ada urusan, tak lama
kemudian muncul Tay khek Cinkun yang mewartakan
bahwa ayahmu terbunuh oleh Kui jin Suseng, maka aku
memburu keluar. Tapi pada saat itulah Kui jin Suseng telah
memburu sampai di depan pintu, ia bertarung melawanku
di mana akhirnya aku terhajar hingga terluka, ketika aku
sadar kembali dari pingsan dan memburu masuk, ke dalam
rumah, kutemukan baik Coa Siok oh maupun dirimu telah
lenyap tak berbekas !"
Ternyata apa yang dia katakan persis seperti apa yang
diucapkan oleh Coa Siok oh tempo hari.
Kejadian ini semakin membingungkan Ong Bun kim,
semakin mengacaukan pikiran maupun perasaan hatinya.
Sesungguhnya apa yang telah terjadi"
Lama, lama sekali, akhirnya dia bertanya lagi:
"Tahukah kau bahwa ayahku masih mempunyai seorang
kekasih lagi?" "Yaa, ia pernah memberitahukan soal itu kepada kami,
tapi siapakah perempuan itu" Kami tidak tahu!"
Ong Bun kim merasakan suatu penderitaan yang tiada
taranya, sebab ada dua orang perempuan yang mengaku
sebagai ibunya, sedang apa yang diceritakan kedua orang


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan itu ternyata sama dan tak ada bedanya, ini
membuat sulit baginya untuk menentukan siapa yang asli
dan siapa yang gadungan ....
Tentu saja tidak mungkin ia mempunyai dua orang ibu
kandung. Atau dengan perkataan lain, salah seorang diantaranya
pasti cuma mengaku-ngaku belaka... tapi ia tidak mengerti
apa tujuan perempuan tersebut dengan perbuatan mengakungakunya
itu" Berpikir sampai di sini, tidak tahan lagi dia lantas
membentak: "Sebetulnya siapakah diatara kalian berdua yang benarbenar
adalah ibu kandungku?"
"Nak, kau... kau... mengapa kau tidak mau percaya
dengan perkataanku?" pekik Siau Hui un dengan suara
memilukan hati. "Bukannya aku tidak mau percaya kepadamu, tapi Coa
Siok oh juga mengatakan bahwa dia adalah ibuku, aku
menjadi sangsi, siapakah sesungguhnya diantara kalian
berdua yang merupakan ibu kandungku?" ucap Ong Bun
kim dengan perasaan yang amat sedih.
"Lantas saat ini dia berada di mana?"
"Mau apa kau?" "Mencarinya untuk membuktikan suatu persoalan." Ong
Bun kim berpikir sejenak, ia merasa ada benarnya juga usul
tersebut, sebab asal Coa Siok oh berhasil dijumpai, lantas
kedua orang itu ditemukan satu sama lainnya, bukankah
secara otomatis persoalannya akan menjadi jelas sendiri?"
Berakhir sampai di situ, tak tahan lagi dia lantas
bertanya: "Kau hendak menjumpai Coa Siok oh?"
"Benar!" "Kau bersedia pergi menjumpainya bersama-samaku?"
"Benar!" "Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat bersama!"
kata Ong Bun kim ketus. "Ia tinggal di mana?"
"Soal ini lebih baik tak usah kau campuri!"
"Lantas kapan kita akan berangkat?"
"Sekarang juga!"
"Boleh saja, aku lebih suka kalau persoalan ini dapat
diselesaikan secepatnya!"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat!"
Siau Hui un manggut-manggut, bersama Ong Bun kim ia
ke luar dari ruangan dan menuju ke ruangan paling depan,
setelah menyerahkan semua tugas sehari-hari tentang
masalah lembah kepada wakil Kokcunya Ton Wan tin,
bersama si anak muda itu berangkatlah dia meninggalkan
lemah Sin likok .... Bila ditinjau dari kesungguhan hati Siau Hui-un untuk
membuktikan kebenaran dari kemelut tersebut, tampaknya
ia memang tidak mirip sebagai orang yang cuma mengakungaku
belaka, lantas bagaimanakah perkembangan
selanjutnya mengenai peristiwa ini"
Apakah dia adalah ibunya"
Mungkin Coa Siok oh bukan ibu kandungnya,
melainkan hanya mengaku ngaku belaka"
Lantas apa maksud dan tujuan dari salah seorang
diantara kedua orang perempuan itu mengaku-ngaku
sebagai ibu kandungnya"
Yah, persoalan ini memang cukup di luar dugaan dan
membuat orang tidak habis mengerti, membuat orang tak
tahu apa yang musti dilakukan untuk mengatasi kemelut
tersebut. Dengan langkah yang sangat cepat kedua orang itu
berangkat menuju ke bukit Hau tau san, di tengah jalan Ong
Bun kim kembali bertanya:
"Selama kau, Coa Siok oh dan ayahku bertiga tinggal
dalam lembah Lip jin kok, apakah selain kalian masih ada
pelayan lain?" "Tidak ada!" "Jadi kalau begitu hanya kalian bertiga saja yang
mengetahui tentang peristiwa ini?"
"Benar!" "Kejadian ini terasa amat sulit untuk dilakukan
pemeriksaan serta penyelidikan, seandainya waktu itu
mereka mempunyai pembantu rumah tangga atau dayang,
maka mungkin saja kecuali tiga orang yang bersangkutan
masih ada orang keempat yang mengetahui tentang
persoalan itu." Suatu hari sampailah mereka di atas bukit Hau tau san.
Bukit itu tidak terlampau tinggi, tapi bentuk nya mirip
dengan sebuah kepala harimau, puncak Hu hau hong
(puncak harimau mendekam) letak nya berada disebelah
selatan bukit Hau tau san.
-ooo00dw00ooo- BAB 15 DALAM waktu singkat sampailah kedua orang itu di
bawah puncak Hu hau hong, kepada Ong Bun kim, Siau
Hui un segera bertanya: "Apakah Coa Siok oh berdiam di sini?"
"Benar!" "Mungkin kau dibohongi olehnya?"
"Aku rasa tidak, sebab jika ia membohongi diriku, hal ini
membuktikan bahwa dia bukan ibuku."
Sesaat kemudian tibanya mereka berdua di bawah
puncak bukit itu, dengan mata yang tajam mereka
celingukan kesana ke mari, akhir nya di atas puncak Hu
hau-hong ditemukan sebuah rumah kayu kecil.
"Benar, ia memang berdiam di sini, coba lihat! Di sana
terdapat sebuah rumah kayu kecil!" seru Ong Bun-kim
dengan perasaan bergetar keras.
Dengan gerakan cepat ia melayang ke muka dan dalam
beberapa kali lompatan saja sudah tiba di depan pintu.
Menyusul kemudian Siau Hui - un juga sampai di muka
pintu. Pintu rumah kayu itu tertutup rapat, Ong Bun-kim
merasakan hatinya bergolak keras, dengan perasaan
berdebar ia maju dan mengetuk pintu.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki
manusia berkumandang dari dalam ruangan, dan pintupun
dibuka orang. Ong Ban-kim segara mengalihkan pandangan matanya,
ternyata orang yang membukakan pintu, adalah dara
berbaju kuning yang pernah dihajarnya sampai terluka itu.
Paras muka si nona berbaju kuning itupun berubah hebat
setelah bertemu dengan Ong Bun kim, serunya tertahan:
"Oooh .... rupanya kau!"
"Benar, aku yang telah datang!"
"Ada urusan apa kau datang ke mari?"
"Mencari gurumu!"
"Mau apa?" "Soal ini tak usah kau campuri, pokoknya undang saja
gurumu agar ke luar menjumpai diriku!"
"Tapi guruku sedang pergi dan belum pulang!" kata nona
berbaju kuning itu cepat.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat: "Apa" Dia tak
berada di rumah?" "Betul, sudah dua hari guruku pergi keluar, sampai
sekarang beliau belum lagi pulang ke rumah"
"Hey, pengakuanmu itu sungguh-sungguh ataukah cuma
berbohong?" tegur Ong Bun-kim lagi ketus.
"Tentu saja sungguhan, masa aku musti membohongi
dirimu, dan lagi akupun tidak mempunyai keharusan untuk
berbohong!" Sekali lagi paras muka Ong Bun-kim berubah hebat,
katanya dengan ketus: "Sebelum aku masuk ke dalam rumah untuk melakukan
pemeriksaan sendiri, aku masih belum dapat mempercayai
perkataan dari nona!"
Seraya berkata, dia lantas maju ke muka dan bermaksud
masuk ke dalam rumah. "Hey, mau apa kau...?" bentak si nona berbaju kuning itu
dengan paras muka berubah.
Sekali menjejakkan kakinya ke atas tanah, dengan
kecepatan luar biasa tubuhnya meluncur ke depan dan
menghadang di depan pintu rumahnya.
Merasakan jalan perginya terhadang dengan kening
berkerut Ong Bun-kim menghentikan langkah majunya lalu
melirik sekejap wajah si nona dengan tatapan dingin.
"Hmmm .... mau apalagi?" jengeknya sinis, "tentu saja
akan menggeledah rumahmu!"
"Kau berani?" "Kenapa tidak berani " Hayo cepat menyingkir!"
Paras muka si nona berbaju kuning itu berubah hebat, ia
segera menggetarkan seruling peraknya sambil membentak:
"Silahkan mencoba, hmm! Jangan mimpi bisa
menerobos masuk ke dalam rumah dengan begitu saja!"
"Bangsat, kau pingin mampus?" bentak Ong Bun kim
sangat marah. Diiringi bentakan nyaring, tubuhnya menerjang maju ke
muka, tangan kirinya diayunkan dan sebuah pukulan maha
dahsyat ditepiskan dalam keadaan marah menggulung ke
depan. Ketika dilihatnya Ong Bun kim melepaskan serangan,
dengan gerakan cepat nona beibaju kuning itu memutar
seruling peraknya, diantara kilatan cahaya yang berkilauan
dia serang raut wajah Ong Bun kim.
Si anak muda itu membentak keras, harpa besi di tangan
kanannya segera disodokkan ke muka, kemudian telapak
tangan kirinya berputar dan secara beruntun melancarkan
dua buah serangan berantai, ini menyebabkan si nona
berbaju kuning itu terdesak hebat dan mundur berulang kali
ke belakang. Dalam pada itu, Ong Bun kim sudah menyerbu masuk
ke dalam ruangan rumah kecil itu.
Mendadak... pada saat Ong Bun kim sedang
melancarkan serangan secara bertubi-tubi, dari luar pintu
berkumandang suara bentakan nyaring:
"Sahabat dari manakah yang telah menerbitkan keonaran
di bawah puncak Hu hau hong...."
Belum habis teriakan itu, si nona berbaju kuning telah
berteriak kegirangan. "Suhuku telah pulang!"
Mendengar itu, Oag Bun kim merasakan hatinya
bergetar keras, dengan cepat dia berpaling, maka tampaklah
sesosok bayangan manusia secepat terbang sedang
melayang naik ke puncak dari bawah tebing Huhau hong
tersebut. Dalam sekejap mata, bayangan manusia itu sudah tiba di
depan pintu. Tak salah lagi, orang itu adalah Coa Siok-oh
yang sedang mereka cari-cari jejaknya.
Ong Bun - kim merasakan perasaannya bergolak keras,
dengan perasaan minta maaf dia lirik sekejap si nona
berbaju kuning itu, kemudian putar badan dan berjalan ke
luar. Sementara itu, Coa Siok-oh merasakan hatinya bergetar
keras ketika sinar matanya saling membentur dengan sorot
mata Siau Hui un, paras mukanya kontan berubah,
hardiknya: "Ooooh.... rupanya kau!"
"Betul, memang aku yang telah datang ke mari!"
Coa Siok oh segera tertawa dingin.
"Hehhh... heehh... heehh... sungguh tak kusangka
limabelas tahun tak bersua, kau tampak lebih muda dan
lebih gagah!" "Aku lihat kaupun bertambah muda dan gagah!" ejek
Siau Hui un pula dengan sinis.
Dua orang istri Su-hay-bong kek (manusia latah dari
empat semudra) . . . Coa Siok-oh dan Siau Hui un akhirnya
bertemu lagi untuk pertama kalinya setelah lima belas tahun
berpisah. Kedua orang perempuan itu sama-sama mengaku
sebagai ibu kandung Ong Bun-kim, entah bagaimana akhir
dari perkembangan tragedi ini"
Tampaklah raut wajah kelua orang itu sama-sama
diliputi oleh hawa napsu membunuh yang mengerikan.
Tiba-tiba Coa Siok-oh mendengar suara langkah manusia
menghampirinya, dengan cepat dia berpaling, tapi begitu
mengetahui kalau Ong Bun-kim juga berada di situ, paras
mukanya kontan berubah, teriaknya tertahan:
"Nak, kaupun berada di sini?"
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... betul, akupun ikut
datang ke mari..." jawab pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Kau datang bersama Siau Hui-un?"
"Betul!" Dalam sekejap mata, paras muka Coa Siok oh
mengalami pelbagai perubahan yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata... perubahan itu yaa bimbang yaa tertegun
juga kaget dan tercekat...
Ong Bun kim tertawa dingin, kembali katanya:
"Heeehhh . . heeehhh . . heeehhh . . kau bilang kau
adalah ibu kandungku?"
"Nak, apakah kau tidak percaya?"
"Betul, aku tidak percaya, sebelum duduknya persoalan
menjadi jelas aku tak berani mengakui dirimu sebagai
ibuku..." Sementara itu, Siau Hui un yang berada di sisinya segera
mengejek dengan suara dingin:
"Coa Siok oh, apakah kau yang melahirkan Ong Bun
kim?" "Apanya yang tidak benar?"
"Huuuh... tidak tahu malu!"
"Apa.." Kau... kau bilang apa?"
"Aku bilang kau adalah perempuan yang tak tahu malu!"
. Paras muka Coa Siok oh kontan berubah hebat,
bentaknya: "Kau mengatakan Ong Bun kim dilahirkan oleh siapa?"
"Aku!" jawab Siau Hui un ketus.
"Apa..." Kau yang melahirkan Ong Bun kim?"


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul!" Gemetar keras sekujur badan Coa Siok oh karena gusar,
segera bentaknya keras keras:
"Perempuan tak tahu malu!"
Kali ini paras muka Siau Hui un yang berubah hebat,
segera bentaknya pula: "Kau bilang apa?"
"Kau adalah perempuan yang tak tahu malu, akulah
yang melahirkan Ong Bun kim!"
Kedua orang perempuan itu sama-sama bersikeras
mengatakan bahwa Ong Bun kim mereka yang lahirkan,
kalau ditinjau dari mimik wajah mereka, tampaknya
mereka bersungguh-sungguh dan tidak bohong.
Sekali lagi paras muka Ong Bun kim berubah hebat.
"Sesungguhnya siapa yang telah melahirkan aku?"
bentaknya. "Aku!" "Aku!" Dua orang perempuan itu serentak menyahut dengan
suara lantang. Ong Bun kim menjadi tertegun, lalu dengan penuh
kegusaran bentaknya keras keras: "Sebetulnya siapa?"
"Aku!" sekali lagi kedua orang perempuan itu menyahut
hampir bersamaan waktunya.
Belum pernah Ong Bun kim menjumpai ke jadian seaneh
ini, ia benar-benar berdiri tertegun dan tak mampu berbuat
apa-apa. "Coa Siok oh!" Dengan suara lantang Siau Hui un
membentak, "lebih baik jangan menempelkan emas di atas
wajahmu sendiri, Huuuh...! Kau kawin dengan Ong See liat
karena kau hendak mencelakai jiwa Ong See liat, dan
sekarang kau takut dibunuh oleh Ong Bun kim, maka kau
tidak berani mengakuinya, bukankah begitu?"
"Kaulah pembunuh sesungguhnya yang telah mencelakai
jiwa Ong See liat...!" bentak Coa Siok oh.
"Wahai Coa Siok oh, setelah kau mempunyai keberanian
untuk membunuh, kenapa tidak mempunyai keberanian
untuk mengaku?" "Kau...." Tampaknya Coa Siok oh sudah tak dapat mengendalikan
hawa amarah yang berkobar dalam dadanya, sambil
membentak keras tiba-tiba ia menerkam ke arah Siau Hui
un, seruling peraknya diputar sedemikian rupa melancarkan
sebuah serangan yang maha dahsyat.
"Perempuan berhati busuk bagaikan ular berbisa, kau
terlalu kejam dan jahat, kubunuh dirimu!"
Cahaya berkilauan menyambar lewat, tahu-tahu ujung
seruling perak itu sudah tiba di depan dada Siau Hui un.
Karena diserang, dengan suatu lejitan cepat Siau Hui un
menyingkir ke samping, kemudian sambil mengayunkan
telapak tangan kanannya ia membentak keras.
"Bangsat, kau berani bermain kasar denganku" Baik,
kubunuh kau perempuan rendah yang tak tahu malu."
Di tengah bentakan keras, telapak tangannya segera
didorong ke muka melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dua orang itu sama-sama melancarkan serangan dengan
kecepatan yang luar biasa, lagi pula serangan itu sangat
dahsyat dengan jurus-jurus pukulan yang buas dan
mematikan, seakan-akan kedua belah pihak sama-sama
bertekad untuk membinasakan musuhnya di ujung telapak
tangan mereka sehingga rasa benci dan dendam dajam
hatinya bisa terlampiaskan.
Ong Bun kim semakin sakit hatinya menyaksikan
pertarungan antara kedua orang perempuan itu, betapapun
jua, salah seorang di antara mereka pastilah ibu
kandungnya. Dalam dugaannya semula, ia mengira asal Coa Siok oh
dan Siau Hui un bisa saling berjumpa maka urusan akan
segera menjadi beres, tapi kenyataannya sekarang bukan
penyelesaian yang dijumpai, sebaliknya duduknya
persoalan malah semakin bertambah kalut.
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya ke tengah
gelanggang, tampak olehnya bahwa pertarungan antara
kedua orang perempuan itu masih berlangsung dengan
serunya. Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, segera
bentaknya: "Tahan!" Mengikuti suara bentakan tersebut, kedua orang
perempuan itu sama-sama menarik kembali serangannya
dan mundur ke belakang. "Kalian berdua jangan berkelahi dihadapanku!" kata Ong
Bun kim lagi dengan suara kasar.
"Nak, bunuh saja perempuan itu, dia adalah pembunuh
ayahmu dialah yang telah mencelakai ayahmu!" bentak
Siau Hui un. "Bun kim, dia yang harus dibunuh!" teriak Coa Siok oh
pula, "dialah yang telah mencelakai ayahmu, perempuan
berhati keji itulah yang telah membunuh ayahmu dan
menyusahkan kita!" Hampir meledak batok kepala Ong Bun kim saking
bingung dan sedihnya, terutama setelah mendengar teriakan
teriakan itu, hatinya semakin pedih seperti disayat-sayat
dengan pisau. Sementara itu Coa Siok oh dan Siau Hui un masih saling
berhadapan bagaikan dua ekor ayam jago yang siap
bertempur, mereka berdiri saling melotot dengan penuh
kegusaran, tampaknya suatu pertempuran berdarah segera
bakal terjadi. Tiba-tiba Ong Bun kim tertawa dingin, kemudian
katanya: "Sudah. kalian tak perlu ribut dulu, untuk sementara
waktu kuputuskan bahwa kalian berdua adalah ibuku!"
"Tidak!" teriak Coa Siok oh, "akulah ibu kandungmu
yang sesungguhnya, akulah yang telah melahirkan dirimu!"
"Bukan, dia bukan ibumu" balas Siau Hui un, "akulah
ibumu yang sebenarnya... kau jangan sampai tertipu!"
Ong Bun kim menbungkam dalam seribu basa
ditatapnya kedua orang itu sekejap lalu otaknya berputar
keras berusaha untuk menemukan jalan lain guna
menanggulangi persoalan ini, dia harus berhasil
menemukan suatu cara untuk membuktikan bahwa
siapakah di antara kedua orang wanita itu adalah ibu
kandungnya, dan siapa pula di antaranya yang merupakan
musuh besar pembunuh ayahnya..."
Tiba-tiba Coa Siok oh bertanya dengan nada penuh
emosi. "Nak, apakah kau tidak percaya kepadaku" Apakah kau
tidak percaya bahwa aku adalah ibu kandungmu?"
Ucapan tersebut amat mengharukan hati, seakan-akan
hatinya menjadi remuk redam karena pemuda itu tak mau
percaya dengan perkataannya.
"Tidak, untuk sementara waktu aku tak dapat
mempercayai perkataanmu, akupun tak bisa mengambil
keputusan!" jawab Ong Bun-kim dengan suara ketus.
"Kau pasti bisa memutuskannya! pekik Coa Siok-oh
dengan suara amat sedih. Belum habis perkataannya itu, tiba-tiba dia
mengayunkan seruling peraknya dan dihantamkan ke atas
ubun-ubunnya, dengan kematian dia hendak menunjukkan
bahwa dialah ibu kandung Ong Bun-kim.
Betapa terperanjatnya si anak muda itu, cepat tubuhnya
berkelebat ke depan, ditangkisnya ayunan seruling perak itu
dengan harpa besinya... "Trang....!" bacokan maut dari Coa Siok-oh itu segera
terhantam ke samping oleh tangkisan itu.
"Hey, mau apa kau?" bentak Ong Bun kim.
"Aku.... aku ingin mati saja!" jerit perempuan itu seperti
orang kalap, air matanya jatuh bercucuran membasahi
pipinya. "Tapi kematian tak dapat menyelesaikan masalah yang
kau hadapi!" bentak pemuda itu lagi.
Siau Hui un yang berada di sampingnya tiba-tiba tertawa
dingin, ejeknya dengan nada sinis:
"Jangan kuatir, dia tak akan mampus!"
"Kenapa?" tanya Ong Bun kim sambil melirik sekejap ke
arah Siau Hui un dengan tatapan tajam.
"Perempuan itu pandai bersandiwara, dia ingin
menggunakan cara kematian untuk membuat kau percaya,
padahal ia sama sekali tidak bermaksud untuk mati, seperti
juga ketika ia berjumpa untuk pertama kalinya dengan
ayahmu..." Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, sebab
perkataan itu cukup masuk di akal, kemungkinan demikian
memang selalu ada. Coa Siok-oh betul-betul marah, mendongkol bercampur
penasaran, teriaknya keras-keras:
"Siau Hui un, kau..."
"Aku kenapa" Toh semua perkataanku adalah kata kata
yang sejujurnya .... memangnya aku sengaja berbohong?"
Coa Siok oh membentak penuh kegusaran, sekarang ia
sudah tidak tahan lagi, sambil membentak tubuhnya
menerkam ke arah Siau Hui un secara ganas, seruling
peraknya disertai desingan tajam melancarkan juga
serangan serangan maut. "Siau Hui un! Aku akan beradu jiwa dengan mu!"
bentaknya. Secepat kilat dia melancarkan tiga buah serangan
berantai. Serangan-serangan yang dilancarkan Coa Siok oh ini
rata-rata ganas dan jurus serangannya keji, agaknya ia
memang berniat untuk membinasakan Siau Hui un di ujung
seruling peraknya. Dengan cekatan Siau Hui un menghindarkan diri dari
ketiga buah serangan maut tersebut, kemudian tubuhnya
melejit dan menyerang ke depan secepat kilat, di antara
ayunan pergelangan tangannya, secara beruntun diapun
melancarkan tiga buah serangan balasan.
Untuk kedua kalinya dua orang perempuan itu terlibat
dalam pertarungan sengit karena ingin memperebutkan
anak. "Tahan!" bentak Ong Bun kim.
Kali ini dia ikut menerjang ke muka, dengan jurus Feng
hun ciu si (memisahkan adu keseimbangan) dia hadang di
hadapan kedua orang perempuan itu, lalu sambil
memancarkan sinar mata yang penuh disertai hawa napsu
membunuh bentaknya: "Jika kalian berani bertarung lagi, jangan salahkan kalau
kamu berdua kubunuh semua!"
Ancaman itu diutarakan dengan penuh diliputi hawa
pembunuhan yang menggidikkan hati, membuat siapapun
yang mendengarnya menjadi ngeri dan bergidik.
Baik Coa Siok oh maupun Siau Hui un yang mendengar
seruan tersebut sama-sama mundur tiga empat langkah
dengan badan merinding. "Baiklah!" kata Ong Bun kim kemudian, "kata kan
sekarang, sesungguhnya siapakah ibuku?"
"Aku!" "Aku!" "Omong kosong!" bentak Ong Bun kim kalap "jangan
sampai menimbulkan kemarahanku tahu" Jangan salahkan
kalau kubunuh kalian berdua bila keadaan berlarut terus
menerus!" Kali ini, si anak muda itupun sudah diliputi kegusaran
yang memuncak, pancaran hawa amarah nya membuat
siapapun akan bergidik. "Coa Siok oh, benarkah kau tidak mau mengaku?" tiba
tiba Siau Hui un mengancam dengan suara dingin.
"Mengaku apa?" "Mengaku kau sebagai pembunuh Ong See liat" Hm...
baik, kalau kau tidak mau mengaku juga tidak mengapa..."
"Mau apa kau?" Siau Hui un tertawa dingin.
"Heeehhh.. heeehhh... heeehh... kalau memang begitu,
jangan kau salahkan bila aku tidak mengingat lagi kebaikan
kita di masa lalu dengan membongkar semua rahasiamu
secara umum!" "Aaaah..!" Coa Siok oh menjerit kaget.
Sebaliknya Ong Bun kim dengan sinar mata yang diliputi
hawa napsu membunuh menatap wajah Coa Siok oh tanpa
berkedip... Hakekatnya ucapan dari Siau Hui un tersebut sangat
menggetarkan perasaan Ong Bun kim, sebab ia mulai
berpikir, rahasia apakah yang dimiliki Coa Siok oh sehingga
tidak boleh diketahui oleh orang lain"
Sinar matanya pelan-pelan dialihkan dari atas wajah Coa
Siok oh ke atas wajah Siau Hui-in, kemudian katanya
dengan dingin: "Katakan ! Rahasia apakah yang dia miliki
sehingga tidak boleh diketahui orang lain!"
Siau Hui-un tidak segera menjawab, sebalik nya kembali
mengancam dengan ketus: "Bagaimana Coa Siok oh" Mau bicara atau tidak?"
-ooo00dw00ooo- BAB 16 PERASAAN ngeri dan takut sempat menyelinap
diantara perubahan mimik wajah Coa Siok-oh, seolah
termenung sejenak akhirnya ia berkata.
"Rahasia apakah yang telah kumiliki" Kenapa tidak
diuarkan sekarang juga " Hmm... aku ingin tahu permainan
busuk apakah yang hendak kau perlihatkan dihadapanku."
"Oooh... jadi kalau begitu kau tak mau mengaku" Kau
hendak paksa aku untuk menguarkan rahasia tersebut ?"
ancam Siau Hui-un dengan wajah makin sinis.
-oo0dw0oo- Jilid 6 "BETUL ! Katakan saja Siau Hui-un, rahasia apa yang
kupunyai," Siau Hui-un tertawa dingin.
"Heeehhh . . heeehhh . . . heeehhh . . . kau benar-benar
hendak memaksa aku untuk mengatakannya?"
Penundaan yang berulang-ulang ini akhirnya membuat


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ong Bun-kim habis sabarnya, dengan mendongkol
bentaknya: "Hey, katakan dengan cepat!"
Siau Hui-in tertawa dingin.
"Coa Siok-oh !" katanya, "sebelum kau menikah dengan
si Manusia latah dari empat samudra, bukankah kau masih
mempunyai seorang kekasih yang bernama Phang Pak bun
dengan julukan Mo kui seng kiam (pedang malaikat setan
iblis)?" Ketika mendengar nama orang tersebut, tiba-tiba saja
paras muka Coa Siok oh berubah hebat, ia seperti kaget dan
takut, untuk sesaat tak mampu berkata apa apa.
Lain halnya dengan Ong Bun kim, dengan wajah
menyeringai penuh hawa napsu membunuh, ia segera
membentak: "Sungguhkah perkataan itu?"
"Benar!" jawab Coa Siok oh akhirnya dengan sedih, "apa
yang dikatakan memang benar, aku memang mempunyai
seorang kekasih yang bernama Phang Pak bun, tapi setelah
aku menikah dengan Su hay bong kek, aku hanya mencinta
Su hay bong kek seorang, terlepas apakah perkawinan itu
membuat aku harus mengorbankan cinta kasihku, tapi yang
pasti, setelah kawin dengan Su hay bong kek aku telah
menyerahkan sisa cinta kasihku hanya kepada si latah dari
empat samudra seorang..."
"Hmmm . . ! Setelah kawin, dengan Su hay bong kek,
bukankah kau masih mengadakan hubungan dengannya?"
kembali Siau Hui un mengejek dengan nada dingin.
"Haaah..!" Coa Siok oh menjerit kaget.
Paras muka Ong Bun kim ikut berubah hebat, segera
bentaknya: "Benarkah hubungan cintamu dengan orang itu belum
putus" Benarkah setelah perkawinanmu dengan ayahku, di
luar pengetahuan ayah kau me lakukan hubungan gelap
dengannya?" "Tidak... aku tidak pernah melakukan..." teriak Coa Siok
oh terkejut, sekujur badannya gemetar keras, mukanya ikut
memancarkan pula pula rasa takut dan ngeri.
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Hmmm..! Kalau begitu kalian tentu mengadakan
pertemuan gelap untuk saling melampiaskan keluh kesah
dan rasa kangen?" "Tidak, kami tidak pernah melakukannya..."
Perempuan itu, menjerit dengan penuh kesedihan, untuk
sesaat ia tak dapat mengendalikan emosi dalam hatinya lagi
sambil menutup wajahnya ia menangis tersedu-sedu.
Dia mengapa menangis" Mengapa bersedih hati" . .
Mungkin hanya dia sendiri yang mengetahui jawabannya.
"Kau tak usah menangis!" bentak Ong Bun kim ketus,
"bila kenyataannya memang demikian maka hanya ada satu
kemungkinan saja yakni turun tangan mencelakai ayahku
agar orang yang tidak disukai disingkirkan, pasti kaulah
yang telah membunuh ayahku, sebab setelah kematian
ayahku, kau bisa melanjutkan kembali hubungan dengan
Phang Pak bun..." "Tidak . . " jerit Coa Siok oh seperti orang kalap.
"Kau tak usah menyangkal lagi, sebab ini merupakan
kenyataan..." bentak Ong Bun kim.
"Tidak, tidak, ini bukan kenyataan, hal ini tak pernah
terjadi aku tak pernah melakukan hal itu..."
"Hmmm! Bukti sudah ada, apakah kau masih belum
mau mengaku?" ejek Ong Bun kim semakin sinis.
"Tidak, aku tak pernah mencelakai ayahmu, aku tak
pernah membunuh ayahmu...."
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, bentaknya:
"Kurang ajar, kau masih belum mau me-ngaku?"
"Oh Thian .... " jeritnya seperti orang kalap. "Aku .... aku
tidak pernah melakukan itu..."
"Kalau kau tidak mau mengaku lagi, jangan salahkan
kalau kubunuh dirimu...!"
Ancaman dari Ong Bun kim itu diucapkan dengan nada
bersungguh-sungguh, membuat siapapun yang
mendengarnya menjadi tercekat perasaannya, apa lagi sinar
matanya yang lebih tajam dari sembilu itu, menatap di atas
wajah Coa Siok oh tanpa berkedip, seakan-akan hendak
melalapnya hidup-hidup...
Coa Siok oh amat sedih sekali, ia tak bisa berbicara apaapa
kecuali menangis tersedu-sedu.
Selangkah demi selangkah Ong Bun kim mendekati
perempuan itu, lalu bentaknya lagi:
"Mau mengaku atau tidak?"
Isak tangis Coa Siok oh tiba tiba berhenti, pancaran sinar
yang menggidikkan hati terlintas di wajahnya, kemudian
katanya lirih: "Kau . . . kau .. . bunuhlah aku . . . mati di tanganmu aku
merasa lebih puas dari pada mati di tangan orang lain!"
Ucapan ini membuat Oag Bun kim tercengang malah, ia
termenung sejenak kemudian baru berkata dengan dingin:
"Sandiwara memang sangat bagus, kau memang seorang
pemegang peranan yang amat berbakat. Baiklah, aku ingin
mengajukan satu pertanyaan lagi kepadamu..."
"Tak usah banyak bicara, turun tanganlah dengan cepat!"
Ong Bun-kim tik dapat mengekang diri lagi, dia lantas
membentak: "Kalau begitu jangan salahkan kalau aku bertindak
kejam." Sambil membentak, sebuah bacokan maut yang amat
dahsyat segera dilontarkan ke tubuh Coa Siok-oh.
Terhadap datangnya ancaman tersebut Coa Siok-oh
sama sekali tidak bergerak, seolah-olah ia sama sekali tidak
melihat akan pukulan dari Ong Bun-kim itu.
Tampaklah angin pukulan yang maha dahsyat tersebut
segera akan menghantam dedaunan, tapi perempuan itu
masih berdiri tak berkutik di tempat semula.
"Blaaang !" Akhirnya pukulan maha dahsyat dari Ong Bun kim itu
bersarang telak di atas dadanya, Coa Siok-oh mendengus
tertahan dan muntah darah segar, tubuhnya terlempar kebelakang
dan roboh terkapar di atas tanah.
Ong Bun-kim melejit ke udara dan meluncur ke depan,
kemudian dicengkeramnya tubuh perempuan itu seperti
burung elang menyambar anak ayam
Mengenaskan sekali keadaan Coa Siok-oh waktu itu,
napasnya sudah sangat lemah, jiwanya sudah berada di
ambang maut. "Hey, sebetulnya kau bersedia mengaku tidak kalau kau
yang telah mencelakai ayahku?" teriak Ong Bun-kim
dengan geramnya. Coa Siok-oh tak mampu berkata apa-apa, hanya air
matanya yang jatuh bercucuran membasahi wajahnya
Ia merasa amat sedih, ia tak mampu berkata-kata lagi.
Ong Bun-kim telah mengangkat telapak tangan
kanannya pelan-pelan, seandainya Coa Siok-oh tidak mau
mengaku juga, kemungkinan besar ia benar-benar akan
membunuhnya. Suasana udara di sekeliling tempat itu terasa menjadi
sesak dan sumpek, hanya pembunuhan yang tebal seakanakan
menyelimuti setiap sudut gelanggang itu.
"Mau bicara tidak?" bentak Ong Bun-kim.
Coa Siok-oh masih belum juga menjawab.
Akhirnya Ong Bun-kim tak dapat menahan sabar lagi,
bentaknya keras-keras: "Akan kubunuh dirimu!"
Telapak tangannya segera diayunkan ke bawah
melancarkan sebuah pukulan mematikan.
Akan tetapi sebelum pukulan mautnya sempat
mengakhiri nyawa perempuan yang malang itu mendadak...
"Tahan!" serentetan bentakan nyaring menggelegar
memecahkan keheningan tempat itu.
Belum habis suara bentakan itu, cahaya tajam tampak
berkilauan. Ong Bun-kim segera menarik kembali serangannya
sambil mengalihkan pandangan matanya ke arah depan,
maka terlihatlah kurang lebih tiga kaki di hadapannya
berdiri sesosok bayangan hitam yang membawa sebuah
lampu lentera. "Siapa?" bentak Ong Bun-kim.
"Thi-teng-kek (tamu membawa lampu)...."
"Mau apa kau?" Thi-teng-khek tertawa ewa. "Apakah
kau adalah putranya si Latah dari empat samudra?"
tegurnya. "Betul!" "Terhadap semua peristiwa yang baru saja berlangsung,
aku telah mengikutinya dengan mata kepala sendiri,
bukankah kau ingin membuktikan siapa yang telah
melahirkan dirimu?" "Betul!" "Kau berani memastikan bahwa Coa Siok-oh bukan
ibumu?" "Yaa, sebab kemungkinannya bukan ibuku jauh lebih
besar dari pada kemungkinan sebagai ibuku!"
"Sekalipun demikian, kau masih belum bisa memastikan
kalau dia benar-benar bukan ibumu!"
Ong Bun-kim termenung sebentar, ia merasa ucapan
tersebut ada benarnya juga, ia masih belum dapat
memastikan kalau Coa Siok-oh bukan ibu kandungnya.
Maka setelah tertegun sejenak, ia menyahut:
"Benar juga perkataanmu itu!"
"Nah, andaikata dia adalah ibu kandungmu, bagaimana
dengan kau?" "Tidak, tidak mungkin, dia bukan ibunya!" teriak Siau
Hui-un dengan penasaran. "Salah seorang diantara kalian berdua adalah ibu
kandung saudara ini, dan kenyataan tersebut merupakan
suatu kenyataan yang tak terbantahkan, tapi siapakah yang
benar-benar merupakan ibu kandungnya, hal ini masih
merupakan suatu persoalan yang harus dibuktikan dulu...."
"Apakah kau dapat membuktikan?"
"Aku tidak bisa, tapi aku punya cara untuk
membuktikannya!" "Apakah caramu itu?"
"Pertama, Kui-jn suseng dapat membuktikan persoalan
ini sebab waktu itu setelah Kui-jin suseng membunuh
ayahmu, dia telah masuk ke rumah kembali untuk
menculikmu, bukankah begitu?"
"Benar!" "Tadi kedua orang perempuan ini sama-sama
mengatakan bahwa mereka memburu ke luar rumah tapi
dilukai oleh Kui-jin suseng, maka salah seorang diantara
mereka berdua pasti sedang berbohong!"
"Benar, Kui-jin suseng memang bisa mem-buktikan siapa
yang lagi berbohong !" Ong Bun-kim manggut-manggut.
"Kedua, ada orang lain lagi yang bisa membuktikan pula
siapakah yang telah melahirkan dirimu...." ujar Tamu
pembawa lampu lagi. "Siapakah orang itu?"
"Dia adalah seorang jagoan aneh yang telah termashur
namanya semenjak puluhan tahun berselang, orang itu
bernama Hiat-hay-khi-khek (Tamu penunggang kuda dari
lautan darah), konon dia adalah saudara angkat dari
ayahmu, tapi sejak kematian ayahmu, tiba-tiba saja jejaknya
tidak diketahui, jika kau dapat menemukan orang ini maka
teka teki disekitar siapakah ibu kandungmu akan segera
terpecahkan." "Orang itu bernama Hiat-hay-khi-khek?" tanya Ong Bunkim.
"Benar, lengkapnya Hiat hay-khi-khek Ku Sau kang,
setiap kali munculkan diri, orang itu selalu menunggang
seekor kuda berbulu merah, mengenakan jubah warna
merah dan kain cadar merah, maka orang persilatan
menyebutnya sebagai si tamu penunggang kuda dari lautan
merah!" Ong Bun-kim manggut-manggut tanda paham. Tamu
pembawa lampu kembali berkata: "Kecuali kedua orang itu,
aku rasa tak ada orang ketiga yang bisa membuktikan
siapakah yang telah melahirkan dirimu, maka dari itu, kau
harus menjumpai salah seorang di antara mereka berdua,
sebab kalau tidak kau selidiki dahulu persoalan ini hingga
jelas, siapa tahu yang kau bunuh justru adalah ibu
kandungmu sendiri." Ong Bun-kim berpikir sebentar, kemudian katanya:
"Bagus sekali, untuk sementara waktu baiklah dia
kulepaskan lebih dulu."
Setelah berhenti sejenak, sinar matanya segera dialihkan
kembali ke wajah Coa Siok-oh, kemudian bentaknya:
"Coa Siok-oh, kau tak usah mencari mampus, tunggu
saja setelah kubuktikan kebenaran dari kejadian ini, hmm!
Jika terbukti kaulah pembunuh ayahku....hemmm! Kau
pasti akan kucincang!"
Selesai berkata, ia lantas membantingkan tubuh Coa
Siok-oh ke atas tanah. Pada saat itulah Siau Hui-un segera
berkata: "Nak, akhirnya persoalan ini pasti akan menjadi jelas
dengan sendirinya, banyak bicara juga tak berguna, lebih
baik ikut aku saja pulang ke rumahku."
"Pulang ke mana?"
"Lembah Sin-li kok!"
Dengan sedih Ong Bun-kim gelengkan kepalanya.
"Tidak!" ia menampik.
"Kenapa?" "Sebab aku hendak mencari Mo-kui-kiam-jiu (pedang
sakti setan iblis) untuk membalas dendam!"
"Kau hendak mencari si Pedang sakti tangan blis untuk
menuntut balas. . . ?" ulang SiauHui un.
"Benar !" "Kau .... lebih baik kau. jangan pergi !"
"Tidak ! Bagaimanapun jua aku harus pergi !"
"Kemungkinan besar kau bukan tandingannya."
"Aku pasti berhasil membinasakan dirinya!"
"Jadi kau bersikeras hendak ke sana ?"
"Benar! Bagaimanapun jua aku harus ke sana!"


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaaai .... kalau begitu, berhati-hatilah kau....!" pesan
perempuan itu lirih. Terhadap perhatian serta kasih sayang dari Siau Hui un,
Ong Bun kim merasakan kehangatan yang sukar dilukiskan
dengan kata - kata. "Aku pasti akan berhati - hati, kau pulang-lah sendiri !"
katanya. "Baik, aku berangkat dulu !"
Siau Hui un menggerakkan kakinya pelan-pelan berlalu
dari situ, wajahnya diliputi kesedihan.
Tiba tiba ia menghentikan kembali langkah kakinya
kemudian bertanya dengan lirih:
"Nak, aku hendak mengajukan satu pertanyaan
kepadamu, apakah kau bersedia untuk menjawabnya?"
"Katakanlah !" "Sudahkah kau mempunyai sahabat perempuan ?"
Pertanyaan tersebut sama sekali di luar dugaan, hal ini
malah membuat Ong Bun kim tertegun, ia tidak habis
mengerti kenapa Siau Hui un mengajukan pertanyaan
seperti itu. Setelah tertegun lama sekali, akhirnya ia baru menjawab:
"Ibu, aku sudah punya ..."
"Kalau begitu, sayangilah teman perempuanmu itu,
sebab banyak kejadian di dunia ini yang berlangsung akibat
cinta yang kurang setia."
Dengan penuh rasa terima kasih Ong Bun kim melirik
sekejap ke arah Siau Hui un.
"Aku pasti akan menyayanginya!" sahut Ong Bun kim
sambil manggut-manggut. Siau Hui un menghela napas panjang, pelan-pelan ia
beranjak dan berlalu dari situ dengan sedih, dalam sekejap
mata bayangan tubuhnya telah lenyap di balik puncak Hu
hau hong sana. Ong Bun kim sendiri hanya berdiri mematung di tempat,
untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu apa yang musti
dilakukan. Sementara itu si nona berbaju kuning itu sudah
memayang bangun Coa Siok oh kemudian membawanya
masuk ke dalam rumah, sebelum masuk dengan penuh
perasaan dendam ia melotot sekejap ke arah Ong Bun kim,
lalu sambil mengertak gigi katanya:
"Kau pasti akan memperoleh pembalasannya!" Ong Bun
kim memandang sekejap ke arah nona berbaju kuning itu,
lalu tertawa dingin, di balik tertawa dinginnya itu penuh
diliputi perasaan masgul, murung dan sedih.
Teka teki siapakah ibu kandungnya masih tetap
merupakan sebuah tanda tanya besar.
Atau dengan perkataan lain, dia telah melepaskan musuh
besar pembunuh ayahnya, hal ini sangat memurungkan
pikirannya juga membuat sedih hatinya, akan tetapi dia
harus menggunakan segala upaya yang dimilikinya untuk
menahan pukulan batin tersebut.
Dia harus menjumpai salah seorang di antara Kui jin
suseng dan Hiat hay khi khek, sebab kecuali mereka berdua
tiada orang lain yang dapat membongkar teka teki tersebut.
Berpikir sampai di situ, tak kuasa lagi dia menghela
napas panjang. Helaan napas Ong Bun-kim itu masih tetap
menunjukkan keputus asaannya terhadap nasib, kesedihan
terhadap kehidupan dan kemasgulan, menghadapi setiap
kegagalan yang selalu dideritanya selama ini.
Ia telah beranjak, pelan pelan berlalu dari situ.
"Hey saudara, tunggu sebentar! Mau ke mana kau?" tiba
tiba Tamu pembawa lampu menegur.
"Ke perguruan Hau kwan!"
"Setiap perbuatan yang dilakukan berdasarkan pada
luapan emosi pasti akan menjumpai kegagalan-belaka, aku
harap sebelum kau lanjutkan niatmu itu, berpikirlah tiga
kali sebelum bertindak . . . ."
"Terima kasih banyak atas perhatianmu!"
"Saudara, memang banyak kejadian yang kau temui
sekarang merupakan peristiwa-peristiwa membingungkan
hati, akan tetapi tak sampai beberapa bulan lagi, suatu badai
dunia persilatan yang maha dasyat segera akan berlangsung
di depan mata...." "Badai macam apakah itu?"
"Ada satu persoalan ingin kutanyakan kepadamu lebih
dahulu, dulu aku pernah berjumpa beberapa kali dengan
ayahmu, ilmu silatnya mungkin memang dapat
dikatagorikan sebagai tiada tandingannya di kolong
langit..." "Tidak, masih ada seorang jago lihai yang disebut Si-ongmoci (Iblis cantik pembawa maut)..."
-ooo00dw00ooo- BAB 17 "AAAH...! Perempuan yang kau maksud kan itu hanya
satu dongeng belaka, benarkah mata uang kematian adalah
barang peninggalannya, sampai kinipun hanya merupakan
suatu dugaan belaka, meskipun demikian aku tahu bahwa
sebab kematian ayahmu bukanlah dikarenakan suatu
pembunuhan akibat cinta yang begitu sederhana..."
"Lantas karena apa ?" tanya Ong Bun-kim keheranan.
"Kemungkinan besar karena sejilid kitab pusaka ilmu
silat yang maha sakti."
"Karena sejilid kitab pusaka?"
"Betul, karena sejilid kitab pusaka, dan kemungkinan
besar kitab pusaka itu tersimpan di dalam tubuhmu!"
"Apa kau bilang" Tersimpan dalam tubuhku?"
"Benar, tersimpan dalam tubuhmu!"
"Aaah...! Hal ini tidak mungkin, aku tidak mempunyai
apa apa...kecuali sebuah mainan Liong-bei....eeh, janganjangan
di atas mainan Liong bei tersebut?"
"Hal ini tidak mungkin, sebab setelah perempuanperempuan
itu membinasakan ayahmu, mereka mengakungaku
pula sebagai ibumu, itu berarti benda itu pasti berada
di salah satu bagian dari tubuhmu, kalau tidak, apa
gunanya mereka harus mengaku sebagai ibumu dan
berusaha mendekati dirimu" Kalau rahasia tersebut hanya
berada di atas mainan Liong-bei tersebut, mereka toh bisa
turun tangan untuk membunuhmu kemudian merampas
benda tersebut, benar bukan?"
"Betul, tapi.... aku benar benar tidak mempunyai apa apa
lagi!" "Pasti ada, hanya sekarang kau belum menemukannya
saja." Dengan seksama Ong Bun kim mencoba untuk
membayangkan setiap bagian tubuhnya, akan tetapi ia
selalu tidak berhasil untuk menemukan bagian tubuh yang
manakah dirasakan sangat istimewa sehingga sejilid kitab
pusaka ilmu silat dapat di sembunyikan dalam tubuhnya,
sayang semua usaha nya selalu tidak mendatangkan hasil
apa-apa. Akhirnya lamunan itu disadarkan kembali oleh
perkataan si Tamu pembawa lampu.
"Tentang persoalan itu, kau tak perlu buru-buru untuk
mengetahuinya, sebab masih ada satu persoalan lainnya
yang terasa jauh lebih aneh lagi ..."
"Masalah apa?" "Suhumu Kui jin suseng bukankah masih hidup segar
bugar di dunia ini...?"
"Benar!" "Kalau ia benar-benar masih hidup, kenapa ia tak berani
munculkan diri untuk bertemu denganmu serta
memberitahukan tentang peristiwa pembunuhan terhadap
ayahmu itu kepadamu" Bukankah dibalik kejadian ini
terasa banyak terdapat hal-hal yang mencurigakan hati...?"
"Benar!" "Selain itu, kenapa ia bunuh ayahmu tapi tidak
membunuh dirimu" Bukankah di balik kejadian ini terasa
pula hal hal yang kurang wajar...!"
"Benar!" "Nah, jika kita tinjau lagi kemunculannya kembali dalam
dunia persilatan, bukan saja wajahnya ditutup dengan kain
cadar, diapun memakai sebuah lengan palsu di tangan
kirinya, jelas maksud tujuannya hanya ada satu
kemungkinan." "Kemungkinan apakah itu?"
"Mungkin ia takut kalau seseorang mengetahui jika ia
masih hidup di dunia ini, di samping itu bila dilihat dari
hasratnya yang begitu besar untuk mendapatkan semua
mata uang kematian tersebut, agaknya benda itu penting
sekali artinya bagi dia.... seakan-akan ia sedang
membuktikan akan kebenaran suatu masalah atau
seseorang." "Siapakah orang itu?"
"Tentu saja aku tidak tahu! Jika kau ingin mengetahui
jawaban dari persoalan persoalan itu, maka carilah Kui jin
suseng, sebab hanya dia yang dapat memberi penjelasan
kepadamu. Maka dari itu, bagaimanapun jua kau harus
mencarinya sampai ketemu."
"Tapi, dia tak ingin bertemu lagi denganku!"
"Itu soal gampang, asal kau gunakan sedikit siasat, aku
rasa dia pasti akan munculkan diri sekali lagi, asal sekali
saja ia menampakkan diri, ini sudah lebih dari cukup
untukmu!" "Aku pasti dapat menemukannya kembali, aku pasti
dapat menemukannya kembali!" seru Ong Bun kim sambil
menggigit bibirnya kencang-kencang.
"Bagus, kalau begitu aku akan pergi dulu, kita jumpa lagi
dilain waktu..." kata tamu pembawa lampu.
Begitu selesai berkata, tubuhnya lantas melayang pergi
dari situ, tampak cahaya lampu berkelebat lewat, tahu tahu
ia sudah berlalu dari hadapannya.
Oag Bun kimi tidak habis mengerti siapakah orang itu,
iapun tidak menyangka orang itu memiliki ilmu silat yang
tiada taranya, cukup dilihat dari gerakan tubuhnya yang
begitu cepat, dapat diketahui bahwa tenaga dalamnya benar
benar amat sempurna. Untuk sesaat lamanya Ong Bun kim berdiri tertegun di
tempat, pelbagai masalah yang mencurigakan selapis demi
selapis menyelimuti benaknya, ini semua membuatnya
terjerumus dalam penderitaan yang amat sangat.
Kecuali si Jago pedang setan iblis, ia mulai membenci
orang kedua... dialah Kiu jin suseng, gurunya yang telah
merawat dan mewariskan ilmu silatnya selama ini
kepadanya. Sesungguhnya dia tak ingin berbicara dengan bekas
gurunya itu, akan tetapi justru terdapat banyak persoalan
yang hanya bisa diselesaikan olehnya saja, hanya dia
seorang yang dapat membantunya untuk mengungkapkan
pelbagai kecurigaan yang menyelimuti benaknya selama ini.
Maka ia bertekad hendak mencarinya sampai ketemu...
meski sekarang belum mungkin, tapi suatu ketika citacitanya
ini pasti akan berhasil dengan nyata.
Berpikir sampai di situ, Ong Bun kim menarik napas
panjang panjang, ia berpaling dan memandang sekejap ke
arah rumah kayu itu, kemudian memutar badannya dan
berlalu dari situ. Setelah turun dari puncak Hu hau hong, berangkatlah
Ong Bun kim menuju ke arah Hau kwan.
Hau kwan terletak di bukit Cing liong san, dan suatu hari
sampailah si anak muda itu di bukit tersebut.
Sementara ia sedang melakukan perjalanan cepat, tibatiba
terdengar suara teriakan keras bergema dari arah
belakang. "Yang sedang melakukan perjalanan di depan situ
apakah Ong sauhiap?"
Mendengar sapaan tersebut, Ong Bun kim serta merta
berhenti dan berpaling, terlihatlah seorang gadis berbaju
hijau sedang menyusul ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
Ternyata gadis itu tak lain adalah Lan Siong ling, si nona
yang pernah menangis tersedu-sedu setelah mendengarkan
petikan harpa Ong Bun kim di luar benteng Tui hong po.
Ong Bun kim tertawa getir, kemudian katanya.
"Oooh... rupanya nona Lan di situ, maaf kalau tempo
hari aku Ong Bun kim pergi tanpa pamit."
"Waktu itu, kenapa kau pergi tanpa pamit?" tanya Lan
Siok ling dengan wajah murung.
"Aku tak ingin mengganggu ketenangan nona."
"Tapi kalau ingin pergi, seharusnya kau memberitahukan
dulu niatmu itu kepadaku."
Ong Bun kim cuma tertawa belaka, dia tak ingin
berkenalan dengan gadis itu sebab dia tahu pertemuan
selalu indah, tapi setelah berkenalan belum tentu
berbahagia. Maka sambil menarik kembali senyumannya dia
bertanya: "Entah ada urusan apa kau datang mencariku?"
Lan Siok Ling agak tertegun menghadapi pertanyaan
tersebut, tapi dengan cepat jawabnya.
"Kalau tiada urusan apakah aku tak boleh datang
mencarimu?" "Tentu saja boleh, cuma kebetulan sekali aku masih ada
urusan penting pada saat ini."
"Aku dengar kau hendak mencari Hou kwan Kwancu
untuk membalas dendam...?" tanya Lan Siok ling
kemudian. "Benar !" "Benarkah kau juga merupakan anak muridnya Kui jin
Suseng, si sastrawan setan harpa?"
"Benar!" "Aku lihat wajahmu bertambah murung dan sedih,
sesungguhnya rahasia hati apakah yang sedang kau
pikirkan?" Bagaikan seorang kekasih, ia sangat menaruh perhatian
terhadap keadaan Ong Bun kim, hal ini membuat si anak
muda itu merasakan hatinya sangat terhibur, baginya cinta
kasih adalah sesuatu hal yang sangat penting sekali artinya.
Ia tertawa getir, kemudian sahutnya:
"Aaaah...! Tidak apa apa... siapa bilang aku mempunyai


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rahasia hati?" "Kau jangan bohong, beritahukanlah kepadaku secara
berterus terang, dari pada aku selalu rnenguatirkan tentang
dirimu." Yaa, betapa kuatirnya ia tentang pemuda tersebut,
setingkat lebih mendalam daripada rasa perhatian adalah
cinta, yang benar ia telah mencintai Ong Bun-kim,
mencintainya sejak pandangan pertama...
Ong Bun-kim menghela napas panjang, bisiknya
kemudian: "Sekalipun kuberitahukan semuanya itu kepadamu, lalu
apa gunanya ?" "Beritahulah kepadaku, sebab aku sangat menguatirkan
keadaanmu, aku menaruh perhatian khusus kepadamu!"
Dari sikap maupun mimik wajah Lan Siok ing, Ong Bunkim
telah menyadari bahwa gadis tersebut telah jatuh cinta
kepadanya, sebaliknya ia sendiri justru tak pernah merasa
jatuh hati atau tertarik kepadanya.
Ia tertawa getir dan katanya:
"Aku bersedia mengikuti kau menuju ke Hou kwan,
seandainya terjadi sesuatu di sana, dua orang rasanya jauh
akan lebih baik dari pada seorang diri."
"Tidak, silahkan kau pergi saja, urusan yang menyangkut
diriku pribadi biar kuselesaikan sendiri!"
Dari balik kelopak mata Lan Siok-ling, air mata sudah
mengembang dan nyaris meleleh keluar wajah nyasangat
murung dan sedih, membuat siapapun yang menyaksikan
keadaannya itu akan ikut beriba hati.
Ong Bun-kim melirik sekejap ke arahnya, lalu tanpa
mengucapkan sepatah katapun memutar badan dan berlalu
dari sana. Dengan sedih Lan Siok-ling memandangnya beberapa
kejap, lama sekali, tiba-tiba wajahnya menunjukkan suatu
perubahan aneh,tanpa banyak berbicara diapun menutulkan
kakinya ke atas permukaan tanah dan meluncur pergi dari
situ. Setelah meninggalkan Lan Siok-ling seorang diri, dengan
kecepatan tinggi Ong Bun-kim melanjutkan kembali
perjalanannya, tak lama kemudian sampailah si anak muda
itu di luar lembah naga hijau.
Dua buah patung harimau besar yang dipahat dari batu
cadas berdiri di kiri kanan mulut lembah, harimau itu
sedang mementangkan cakarnya dengan wajah yang
garang, bukan saja indah pahatannya lagi pula sangat
hidup. Sebuah bangunan loteng berdiri tegak dimulut lembah,
dan di atas bangunan itu terpancanglah sebuah papan nama
yang bertuliskan: "HOU-KWAN". Ong Bun-kim mendesis sinis, baru saja dia hendak
menggerakkan tubuhnya untuk menyusup masuk ke dalam
lembah tersebut, mendadak terdengar bentakan keras
berkumandang memecahkan kesunyian, menyusul
kemudian belasan sosok bayangan manusia melayang
datang dari empat penjuru dan menghadang jalan perginya.
Ong Bun-kim merasa agak terkejut, dengan cepat ia
mendongakkan kepalanya serta memperhatikan para
pendatang itu. Sebagai pemimpin dari rombongan itu adalah seorang
kakek bercambang yang berusia antara limapuluh tahunan,
ia membawa senjata sepasang gelang baja dan berwajah
gagah. Ong Bun-kim tertawa ringan, pelan-pelan ia melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan.
Kakek bercambang itu mengayunkan sepasang senjata
gelangnya, lalu membentak dengan nyaring:
"Apakah saudara bernama Ong Bun-kim?"
"Benar!" "Kau juga yang telah membinasakan hou-khi-lak-pian
(enam cambuk penunggang harimau), lima orang anak
buah perguruan kami?"
"Betul!" "Kau benar-benar seorang manusia berbakat aneh yang
jarang ditemui dalam dunia persilatan, yaa gagah yaa lihay,
itu baru merupakan naga diantara manusia!"
"Terima kasih atas pujianmu..." kata Ong Bun-kim
sambil tertawa dingin. "Entah karena persoalan apakah saudara berkunjung ke
mari?" "Mencari Mo-kui-kiam-jiu si jago pedang setan iblis!"
Kakek bercambang itu tertawa sinis.
"Tidak sulit apabila ingin bertemu dengan kwancu kami,
cuma kau mesti melewati penjagaan kami lebih dulu. Aku
Mo-huan-jiu (elang iblis sakti) mohon beberapa petunjuk
jurus silatmu!" "Hmm......! Apa gunanya mencari kematian buat diri
sendiri!" jengek si anak muda sinis.
"Sekalipun aku bakal mati di tanganmu, kematian itupun
sangat membanggakan hatiku."
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh
wajah Ong Bun-kim, katanya sambil tertawa:
"Kalau begitu jangan salahkan kalau aku berhati kejam
dan bertangan keji..."
Diiringi sebuah bentakan nyaring, tiba-tiba si anak muda
itu menerjang maju ke muka, harpa besinya digetarkan lalu
menyapu ke depan dengan disertai tenaga serangan yang
amat dahsyat. Waktu itu Ong Bun-kim telah diliputi oleh kobaran hawa
napsu membunuh, maka dalam serangan tersebut ia
sertakan juga segenap tenaga dalam yang dimilikinya,
sungguh dahsyat ancaman tersebut bikin hati orang bergetar
keras. Cahaya emas berkelebat lewat, gelang baja raksasa yang
berada di tangan kanan Hui-huan Sinkun tiba-tiba disodok
ke muka menyongsong datangnya harpa besi dari Ong Bunkim,
sementara gelang baja raksasa yang berada di tangan
kirinya balik melancarkan ancaman ke dada si anak muda
itu. Sungguh dahsyat dan ganas serangan dari ilmu Mohuanjiu tersebut, bukan perubahan jurus serangannya saja
yang aneh dan sakti, bahkan keganasan serta kecepatannya
cukup membuat orang menjulurkan lidahnya.
Tidak terasa Ong Bun-kim terdesak mundur selangkah,
cepat-cepat harpa besinya diayun ke muka secara beruntun
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Dikala Ong Bun-kim sedang melancarkan tiga jurus
serangannya, beberapa orang manusia berbaju kuning yang
ada di sisi gelanggang segera maju ke muka dan mengepung
anak muda itu rapat-rapat.
Tampaknya begitu Mo-huan-jiu menunjukkan gejala
kalah, maka beberapa orang manusia berbaju kuning
serentak akan melancarkan sergapan.
Mendadak Ong Bun-kim merasakan semangatnya
berkobar kembali, dalam waktu singkat ia melancarkan
lima buah serangan berantai, serangan itu jauh lebih
dahsyat dari serangan pertama tadi, malah disertakan juga
kekuatan yang lebih ampuh dari angin puyuh.
Mo-huan-jiu kena didesak hingga mundur tujuh delapan
langkah, melihat serangannya berhasil, Ong Bun-kim
memburu ke depan, dengan jurus Nu to-pak-an (gelombang
besar menghantam pantai) ia melancarkan sebuah pukulan
kembali. Betapa terkejutnya Mo-huan-jiu menghadapi serangan
kilat sedahsyat itu, untuk menghindar sudah tak sempat,
akhirnya timbullah tekadnya untuk beradu jiwa.
Ia membentak keras, gelang bajanya secepat kilat
disambit ke tubuh Ong Bun-kim sebagai senjata rahasia
Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan Ong Bun-kim,
dengan jarak sedekat itu ditambah lagi ancaman gelang
terbang itu muncul dengan kecepatan luar biasa, tak sempat
ia berkelit ke samping terpaksa harpa besinya ditarik
kembali lalu dipakai untuk menyongsong datangnya gelang
baja tersebut. "Criiing !" benturan nyaring berkumandang memecahkan
kesunyian, percikan bunga api bertebaran ke empat penjuru.
Mendadak, dikala Ong Bun-kim mempergunakan harpa
besinya untuk membendung gelang baja dari Mo-huan-jiu
tersebut, gelang besi kedua dari Mo huan-jiu kembali
dilontarkan ke arahnya. Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan Ong Bun-kim,
rasa kagetnya sukar dilukiskan dengan kata-kata, sebab
sementara harpa besinya masih tergencet oleh senjata
lawan, gelang baja kedua sudah keburu menyusul tiba lagi.
Terpaksa sambil menggigit bibir, tubuhnya berputar
jencang, dengan memaksakan diri ia pentalkan diri ke
samping. "Breeet...!" sekalipun ia menghindar cukup cepat, tak
urung bajunya tersambar pula oleh gelang baja itu sehingga
robek sebagian besar, saking kagetnya peluh dingin sampai
bercucuran membasahi tubuhnya.
"Criiing...!" gelang baja itu menghantam di atas dinding
batu menimbulkan percikan api, batu gunung berguguran
hebat dan ini membuktikan betapa dahsyatnya tenaga
serangan tersebut. Hawa pembunuhan yang menyelimuti wajah Ong Bunkim
makin menebal, jeritnya: "Bajingan, kubunuh kau...."
Secepat kilat tubuhnya meluncur ke arah Mo-huan-jiu,
sementara harpa bajanya langsung disodokkan ke atas batok
kepala lawan. Padahal waktu itu Mo-huan-jiu masih belum hilang rasa
kagetnya, mana mungkin ia dapat menghindarkan diri dari
serangan maut Ong Bun-kim itu" Mendadak....
Bentakan nyaring berkumandang bagaikan guntur
membelah bumi, belasan orang manusia berbaju kuning
serentak menyerbu ke muka, dengan tenaga pukulan
bagaikan amukan ombak di tengah samudra mereka
bersama-sama melepaskan sebuah pukulan ke tubuh Ong
Bun-kim... Serangan gabungan dari belasan orang manusia berbaju
kuning itu sungguh cepat bagaikan kilat, baru saja Ong
Bun-kim akan melancarkan serangan balasan, beberapa
gulung angin pukulan sudah keburu menyambar tiba...
ooo0dw0ooo Bab 18 ONG BUN-KIM meraung keras, tubuhnya berkelebat ke
tengah udara dan melintas sejajar di angkasa, dengan suatu
gerakan yang sangat aneh ia berhasil menghindarkan diri
dari serangan gabungan belasan orang kakek berbaju kuning
itu. Dengan terjadinya peristiwa itu, hawa pembunuhan yang
menyelimuti wajah Ong Bun-kim makin menebal, dengan
alis mata berkerenyit bentaknya:
"Bangsat, rupanya semua pingin mampus?"
"Belum tentu !" jawab salah seorang dari manusia
berbaju kuning itu dingin.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau begitu, hayolah
dicoba dulu!" teriak Ong Bun-kim sambil tertawa seram.
Berbareng dengan selesainya ucapan itu, harpa besi
dipegangnya dengan tangan kiri sementara jari tangan
kanannya memetik tali-tali senar itu, maka
berkumandanglah suara irama harpa yang serasa membetot
sukma siapa saja... "Awas! Irama pembetot sukma..." kedengaran seseorang
berpekik dengan nada terperanjat.
Termasuk Mo-huan-jiu, seketika itu juga paras muka
semua orang berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat.
Tiba-tiba berbareng dengan berkumandangnya irama
pembetot sukma tersebut, secepat kilat Ong Bun-kim
menerjang ke muka,belum sempat belasan orang manusia
berbaju kuning itu hilang rasa kagetnya, tahu-tahu harpa
besi itu sudah menyambar datang.
Jeritan-jeritan ngeri segera berkumandang memecahkan
kesunyian.. darah segar muncrat keempat penjuru, suasana
waktu itu betul-betul mengerikan.
Begitulah, diantara berkelebatnya harpa besi menyambar
kian kemari, dalam waktu singkat belasan orang manusia
berbaju kuning itu , termasuk Mo huan jiu tewas secara
mengerikan. Kecepatannya dalam melancarkan serangan dan
kekejiannya dalam merenggut nyawa orang, cukup
membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Ong Bun kim menghentikan gerakan tubuhnya,
memandang belasan sosok mayat yang bergelimpangan di
atas tanah, ia memperdengarkan serentetan suara, tertawa
dingin yang mengerikan. Kemudian anak muda itu putar badannya dan
meneruskan terobosannya masuk ke dalam lembah.
Belum jauh Ong Bun kim menggerakkan tubuhnya,
mendadak terdengar suara bentakan nyaring berkumandang
datang: "Berhenti!" Mendengar bentakan tersebut tanpa terasa Ong Bun-kim
menghentikan langkah kakinya, tampaklah seorang
perempuan cantik berbaju kuning diiringi belasan orang
kakek berbaju kuning telah muncul di hadapannya.
Begitu tiba di gelanggang, dengan sorot mata yang tajam
perempuan cantik berbaju kuning itu menyapu sekejap
belasan sosok mayat yang bertimpangan di tanah, lalu
dengan paras muka berubah serunya:
"Saudara, sungguh keji perbuatanmu!"
"Keji...?" jengek Ong Bun-kim sambil tertawa dingin,
"yang terhitung keji masih ada di belakang."
"Oooh... rupanya kau adalah Ong Bun-kim?" "bentak
perempuan cantik berbaju kuning lagi dengan paras muka
berubah. "Tepat sekali!"
"Kau datang ke mari untuk mencari balas?"
"Benar!" Perempuan cantik berbaju kuning itu segera tertawa


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dingin. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jadi kau datang ke
mari untuk menemui Kwancu kami?" katanya.
"Perkataanmu sekali lagi benar, dan kau ingin
menghalangi keinginanku ini?"
"Kwancu mempersilahkan kau masuk, nah! Silahkan..."
kata perempuan itu dengan suara dalam.
Terkejut juga Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan
itu, dia tak menyangka kalau pihak lawan akan bertindak
semudah ini untuk mempersilahkannya masuk, hadangan
tidak dilakukan, pertarunganpun segera ditiadakan,
bukankah hal ini merupakan sesuatu yang aneh"
Sepasang alis matanya berkenyit, seakan-akan ia sudah
merasakan pula akan hawa pembunuhan yang menyelimuti
di balik kesemuanya itu. Memang, iapun tahu kalau perjalanannya menuju ke
Hou-kwan diliputi oleh pelbagi mara bahaya yang setiap
saat mengancam keselamatan jiwanya, akan tetapi
kendatipun jalan itu langsung menembus ke neraka, ia tetap
akan melewatinya juga. Yaa, bagaimanapun juga, dia hendak menantang perang
terhadap kematian.... "Bagaimana..." Engkau takut?", tiba tiba perempuan
cantik berbaju kuning itu menyindir.
Ong Bun kim segera sadar kembali dari lamunannya,
dengan lirikan tajam ia memandang sekejap ke arah
perempuan cantik berbaju kuning, kemudian sambil
mengangkat bahu, busungkan dada dan mengangkat kepala
ia meneruskan langkahnya ke depan.
Perempuan cantik berbaju kuning itupun mengikuti dari
belakangnya. Sepanjang perjalanan, ia saksikan banyak
bayangan manusia yang bergerak-gerak di balik kegelapan,
seakan-akan terdapat berpuluh-puluh manusia yang
bersembunyi di sekitar tempat itu sambil mencari
kesempatan untuk melancarkan sergapan ke arahnya.
Ong Bun-kim mendengus dingin, sikapnya masih tetap
tenang dan mantap, karena ia sudah tidak memikirkan lagi
soal mati hidupnya. Dalam waktu singkat sampailah mereka di luar dinding
pekarangan Hou-kwan, dua barisan manusia-manusia
berbaju kuning yang jumlahnya mencapai puluhan orang
berdiri berjajar di kedua belah samping pintu gerbang
pekarangan tersebut, mereka berdiri dengan gagah dan
berwajah keren serta serius.
Ong Bun-kim segera menghentikan langkahnya.
"Silahkan masuk!" seru perempuan cantik berbaju kuning
yang berada di belakangnya dengan cepat.
Ong Bun-kim tertawa ewa, ia segera meneruskan
perjalanannya memasuki dinding pekarangan tersebut.
Setelah masuk ke dalam dinding pekarangan maka
tampaklah sebuah bangunan gedung yang amat besar
terbentang di depan mata, setelah melewati jalan yang
beralas batu sampailah dia di depan pintu gerbang.
Pada anak tangga menuju ke pintu gerbang kembali ada
belasan orang manusia berbaju kuning yang berdiri berjajar
dikedua belah sisinya. Di samping kiri dan kanan pintu berdiri lagi dua buah
patung harimau batu yang sedang mendekam, ini semua
menambah keangkeran suasana di sekitarnya:
Setibanya di depan anak tangga, sekali lagi Ong Bun-kim
berhenti, ia mengernyitkan alis matanya seakan-akan
sedang mempertimbangkan suatu masalah besar.
"Silahkan masuk!" kembali perempuan cantik berbaju
kuning itu berseru. Ong Bun-kim tertawa dingin, dengan nada yang tidak
diketahui maknanya ia mendesis:
"Silahkan?" "Bukankah kau ingin berjumpa dengan Kwancu kami?"
"Benar!" "Kalau memang begitu silahkan masuk!"
"Di manakah Kwancu kalian?"
"Sudah menunggu kedatanganmu semenjak tadi dalam
ruangan tengah!" "Kalau begitu suruh saja dia yang ke luar ke mari!"
Paras muka perempuan cantik berbaju kuning itu
berubah hebat. "Hey, sebetulnya kau yang ingin mencari dia" Ataukah
dia yang hendak mencarimu?" demikian ia menegur.
"Itu bukan menjadi soal, aku hanya ingin bertanya,
bukankah ia mengundangku datang ke mari?"
"Benar!" "Kalau aku memang diundang datang, kenapa sebagai
tuan rumah ia tidak menyambut sendiri kedatangan
tamunya?" Perempuan cantik berbaju kuning itu tertegun, ucapan
dari Ong Bun-kim itu benar-benar membuat ia terbungkam
dan tak mampu membantah lagi.
Sesungguhnya Ong Bun-kim mempunyai
perhitungannya sendiri, ia tak mau masuk ke dalam
ruangan karena siapa tahu kalau dalam ruangan justru telah
dipasang alat perangkap yang sangat lihay" la kuatir bila
masuk ke dalam maka akan lebih banyak bahayanya dari
pada keberuntungan... Sebab itulah setelah mempertimbangkannya sejenak,
akhirnya ia memutuskan lebih baik tidak masuk ke dalam.
Maka Ong Bun-kimpun tidak langsung masuk ke dalam
ruangan untuk mencari Mo-kui-kiam-jiu.
Perempuan cantik berbaju kuning itu tertawa dingin.
"Hehh....heehh....heehh....kalau begitu aku akan masuk
untuk memberi laporan terlebih dulu!"
Dengan langkah lebar ia lantas masuk ke dalam ruangan.
Ong Bun-kim hanya berdiri menanti di bawah undakundakan
batu di luar pintu gerbang, sementara belasan
orang manusia berbaju kuning itu berdiri berjajar di
belakangnya, sehingga secara otomatis timbullah suatu
hawa pembunuhan yang tebal menyelimuti sekeliling
tempat itu. Tak lama kemudian, dari balik pintu gerbang
berkumandanglah suara gelak tertawa yang amat nyaring,
seorang kakek tinggi besar dan tegap dengan memakai baju
kuning dan berusia enampuluh tahunan, diiringi dua orang
kakek pendek lagi bungkuk serta perempuan cantik berbaju
kuning itu munculkan diri di depan mata.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
Tak usah ditanyapun ia sudah tahu bahwa kakek yang
berjalan di paling depan itu tak lain adalah Hou-kwan
kwancu si jago pedang setan iblis yang dicari-cari.
Sementara itu, si jago pedang setan iblis sendiripun telah
menghampiri Ong Bun-kim sambil tertawa nyaring,
sikapnya sombong, tinggi hati dan tak enak dipandang.
"Kau yang bernama Ong Bun-kim?" tegur si jago pedang
setan iblis setelah tertawa tergelak.
"Benar! Dan kau adalah si jago pedang setan iblis?"
"Tepat sekali, kau benar-benar gagah dan tampan, tak
malu disebut sebagai manusia berbakat aneh dari dunia
persilatan." "Hsehh....heeehhh....heeehhh tapi aku rasa tak bisa
dibandingkan dengan mendiang ayahku, bukan?"
Hebat juga perubahan wajah Mo-kui-kiam-jiu,
"Mana, mana dibandingkan dengan ayahmu. tentu saja
kau kelihatan lebih gagah!"
"Kwancu terlalu memuji!"
Sementara pembicaraan antara mereka berdua
berlangsung, orang tidak melihat pancaran sikap
permusuhan diantara kedua orang itu, seakan-akan dua
orang sahabat yang saling bertemu saja, padahal di hati
kecil mereka justru terlintas segala intrik serta hawa napsu
membunuh yang menyeramkan.
Cuma kedua belah pihak sama-sama mempunyai
kemantapan serta semangat untuk menyimpan napsu
membunuh itu dalam hati kecilnya, maka hal tersebut tidak
sampai tercermin pada wajah masing-masing.
Paras muka Mo-kui-kiam-jiu berubah hebat, lalu
tegurnya: "Ada urusan apa kau datang kemari?"
"Masa Kwancu tidak tahu?" Ong Bun-kim balik
bertanya. "Mencari aku?" "Benar!" "Karena apa?" "Dendam!" Si Jago pedang setan iblis segera tertawa dingin.
"Heehh heeehh heeehh kalau memang kedatanganmu
untuk membalas dendam, kelirulah jika kau bunuhi anak
buahku!" "Tapi orang-orang itu justru diutus Kwancu untuk
membunuhku, jadi terpaksa aku harus menindak mereka!"
jawab Ong Bun-kim sambil tertawi dingin pula.
Sekali lagi paras muka Mo-kui-kiam-jiu berubah.
"Karena dendam apakah kau datang mencariku?"
"Jago pedang setan iblis, kau tak usah berlagak pilon,
apakah kematian ayahku bukan atas hasil karya dari
kwancu seorang?" "Perkataanmu itu sungguh membuat hati orang nenjadi
bingung dan tidak habis mengerti, bukankah ayahmu tewas
di tangan Kui-jin suseng" Kenapa bisa menyangkut diriku
pula?" Sekali lagi paras muka Ong Bun-kim berubah, hawa
pembunuhan tak terkendalikan lagi dan segera memancar
ke luar dari balik matanya, dengan suara menggelegar ia
membentak. "Jago pedang setan iblis, kau manusia rendah, bajingan
terkutuk yang tak tahu malu."
"Harap dijaga sopan santunmu dalam bercakap-cakap."
"Aku ingin bertanya kepadamu, tenaga dalammu tak bisa
memenangkan ayahku, bukankah kau telah
mempergunakan Bi-jin-ki (siasat perempuan cantik) untuk
mencelakai ayahku?" "Hal ini memang kenyataan!"
"Cukup dengan dasar ini, aku dapat membinasakan
dirimu!" "Hmm...! Aku kuatir kau tak sanggup melakukannya!"
Ong Bun-kim tertawa dingin, dengan suara dalam
kembali ia membentak: "Aku ingin mengajukan satu persoalan lagi kepadamu !"
"Katakan!" "Kematian ayahku bukanlah lantaran terkena siasat
busukmu yang bekerja sama dengan Kui jin suseng?"
"Apa kau bilang?"
Ong Bun-kim tertawa dingin.
"Heehhh... heehhh... heeehh... oleh karena putrimu Coa
Siok-oh tidak tega turun tangan membinasakan ayahku,
maka kau menarik Kui-jin suseng agar berpihak kepada mu
dengan bayaran tinggi, dan ayahkupun mati terbunuh
olehnya?" "Omong kosong!" bentak jago pedang setan iblis dengan
gusar. "Heehhh... heehhh... heeehhh... Mo-kui-kiam-jiu!"
kembali Ong Bun kim mengejek dengan wajah diliputi
hawa membunuh, "setelah mempunyai keberanian untuk
membunuh orang, mengapa kau tidak mempunyai
keberanian untuk mengakuinya?"
Jago pedang setan iblis tertawa seram.
"Haahhh . . . haaahhh . . . haahhh . . Ong Bun-kim"
katanya, "kau harus mengerti selama hidup belum pernah
aku berbohong, setelah mempunyai keberanian untuk
membunuh orang, aku mempunyai keberanian untuk
mengakuinya..." "Kalau memang begitu, mengapa kau tidak
mengakuinya?" "Karena aku tidak pernah merasa melakukan perbuatan
semacam itu...!" Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, katanya
kemudian sambil tertawa: "Terserah kau bersedia mengakui atau tidak, aku tetap
akan membunuh dirimu!"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, secepat
sambaran kilat ia menerjang maju ke depan.
Air muka Mo-kui-kiam-jiu ikut berubah, sambil tertawa
dingin hardiknya keras-keras: "Kau kepingin mampus?"
Ong Bun-kim tertawa. "Mo-kui-kiam-jiu, setelah berani kudatangi tempat ini,
tentu saja soal mati hidup sudah tidak kupikirkan lagi,.."
"Bagus sekali!" seru jago pedang setan iblis setelah
berhenti sejenak ia berpaling sambil membentak lagi.
"siapkan senjataku!"
"Pedang Cing-kang kiam berada di sini!" seorang kakek
bungkuk mengiakan sambil melangkah maju.
Dengan hormatnya kakek bungkuk itu mengangsurkan
pedang tersebut dengan kedua belah tangannya.
Setelah menerima pedang Ging-kang-kiam tersebut,
dengan paras muka sedingin es dan tatapan mata setajam
sembilu Mo-kui-kiam-jiu menatap wajah Ong Bun-kim
tanpa berkedip. Satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Ong Bunkim,
tegurnya mendadak dengan suara dingin:
"Jago pedang setan iblis, yang hendak turun tangan
hanya kau seorang" Ataukah termasuk seluruh anak
buahmu?" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku seorangpun
sudah lebih dari cukup..."
"Seandainya anak buahmu turun tangan mengeroyok
diriku?" "Soal itu tak usah kau kuatirkan!" jawabnya, setelah
berhenti sejenak, bentaknya sambil berpaling, "Lu Hengcu!"
"Tecu siap menerima perintah!" perempuan cantik
berbaju kuning itu mengiakan sambil tampil ke depan.
"Selama aku sedang melangsungkan pertarungan
melawan Ong Bun kim, setiap anggota perguruan kita
dilarang ikut campur dalam pertempuran tersebut !"


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tecu siap melaksanakan hukuman!"
"Bagus, andaikata aku kalah di tangannya, kalianpun tak
boleh menyusahkan Ong Bun kim, biarkan ia pergi dari sini
tanpa diganggu!" "Baik!" Selesai meninggalkan pesannya, Mo kui kiam-jiu baru
berpaling kepada Ong Bun kim sambil bertanya:
"Sekarang, kau bisa berlega hati, bukan?"
"Mati hiduppun tidak kupikirkan lagi, kenapa musti
tidak berlega hati?"
"Mau turun tangan hayolah cepat lakukan!"
"Boleh, cuma kita tak usah bertarung di sini!"
"Lantas di mana?"
"Di puncak Liong ciok hong!"
"Puncak tanduk naga?" ulang Ong Bun kim tercengang,
"di manakah letak tempat itu?"
"Jangan kau tanyakan di mana letak tempat itu, katakan
saja berani tidak kau menyertai diriku ke situ?"
Kontan saja Ong Bun kim mendongakkan kepalanya
sambil tertawa tergelak. "Haaahhh... haaahhh... haaahh... asal Kwancu berani
mendatangi tempat itu, tentu saja aku Ong Bun kim akan
melayani keinginanmu."
"Kalau begitu, hayo ikut aku!"
Habis berkata ia lantas menutulkan ujung kakinya ke
tanah dan berangkat meninggalkan Hou-kwan menuju ke
sebuah bukit di belakang sana.
Ong Bun kim tertawa dingin, ia menyusul di
belakangnya dengan tak kalah cepatnya.
Setelah naik ke atas tebing, mereka berputar menuju ke
sebuah puncak jauh di depan sana, dalam waktu singkat
sampailah kedua orang itu di puncak bukit itu, dan si Jago
pedang setan iblispun segera menghentikan larinya.
Ong Bun kim mencoba untuk mengawasi sekejap
sekeliling tempat itu, tampak olehnya luas puncak itu
mencapai sepuluh kaki, di bawah sana ternganga sebuah
jurang yang tiada terkirakan dalamnya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tempat ini memang
merupakan sebuah tempat yang sangat bagus!" katanya
kemudian sambil tertawa dingin.
Jago pedang setan iblis ikut tertawa dingin.
"Benar, tempat ini memang suatu tempat yang sangat
baik, di bawah dasar jurang sana akan menjadi tempat
kubur dari salah seorang di antara kita berdua!"
"Manusia pedang setan iblis, tak usah banyak berbicara
lagi, loloskan senjatamu!" bentak Ong Bun kim kemudian.
Jago pedang setan iblis tertawa dingin- "Criing...!"
cahaya tajam berkilauan, tahu-tahu pedang Cing kang kiam
telah diloloskan dan siap melancarkan serangan.
"Silahkan kau turun tangan lebih dulu!" bentaknya
kemudian. "Sebagai tamu tidak akan mendahului tuan rumah,
silahkan kwancu turun tangan lebih dulu!"
"Terhadap seorang boanpwe angkatan muda macam
kau, kenapa aku musti turun tangan duluan" Ada baiknya
kau saja yang menyerang lebih dahulu."
Ong Bun kim tertawa sinis.
"Hmm! Kalau begitu maaf!" katanya.
-ooo000dw000ooo- Jilid 7 BAB 19 DENGAN suatu lompatan maut ia menerjang ke muka,
harpa besinya disertai dengan tenaga serangan yang kuat
disodok ke depan menghantam tubuh Jago pedang setan
iblis, sungguh amat dahsyat serangan tersebut.
Berbarengan dengan serangan yang dilancarkan Ong
Bun-kim, Jago pedang setan iblis menggetarkan pula
pedang mestikanya, cahaya tajam berkilauan dan ia
melancarkan serangan kilat.
Hampir boleh dibilang kedua belah pihak sama-sama
melancarkan serangan pada saat yang bersamaan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tak kuasa lagi Ong
Bun - kim terdesak mundur sejauh tiga langkah, disaat yang
amat singkat ternyata Jago pedang setan iblis telah
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Kecepatan dalam melancarkan serangan, ketepatan
dalam perubahan jurus, semuanya mencerminkan bahwa
dia adalah seorang Jago pedang kenamaan.
Dari ketiga jurus ancaman inilah Ong Bun kim
menyadari bahwa keadaannya pada hari ini jauh lebih
banyak bahayanya dari pada keberuntungan.
Apa yang tersiar dalam dunia persilatan ternyata
memang bukan nama kosong belaka, ilmu silat yang
dimiliki Jago pedang setan iblis berkali-kali lipat lebih tinggi
dari pada kepandaian sendiri.
Paras muka Jago pedang setan iblispun agak berubah
setelah menyaksikan kelihayan Ong Bun kim, dia tidak
menyangka kalau dengan usianya semuda itu ternyata ilmu
silatnya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi.
Ia tertawa dingin. "Hehmmm... tak kunyana kalau ilmu silatmu sudah
mencapai tingkatan setinggi ini!"
"Aku lihat ilmu silat dari Coa kwancu juga sangat hebat,
bagaimana kalau rasakan lagi beberapa jurus serangahku ini
!" Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, sebuah
serangan kilat kembali dilancarkan.
Pada saat ini, hawa napsu membunuh telah menyelimuti
seluruh wajah Jago pedang setan jblis, di bawah serangan
kilat dari Ong Bun kim itu, pedang mestikanya berputar
membentuk selapis cahaya pedang yang mana dengan
cepatnya me-nyelimuti seluruh tubuh anak muda itu.
Suatu pertarungan sengit akhirnya pun di mulai.
Yaa, pertarungan ini merupakan suatu pertarungan yang
mempertaruhkan mati hidup kedua belah pihak, barang
siapa kalah dalam pertarungan tersebut maka hilanglah
harapannya untuk melanjutkan hidup.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak sudah terlibat
dalam pertarungan sengit yang luar biasa dahsyatnya.
Bayangan harpa, cahaya pedang disertai desingan angin
tajam menyambar dan menderu tiada hentinya, sungguh
mengerikan sekali pemandangan peda waktu itu.
Limabelas jurus.... Duapuluh jurus... Dalam waktu singkat limapuluh jurus sudah dilewatkan
tanpa terasa. Bumi serasa bergoncang, sinar rembulan serasa pudar,
sungguh amat mendebarkan sukma keadaan itu.
Pasangan Naga Dan Burung Hong 6 Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Keris Pusaka Sang Megatantra 11

Cari Blog Ini