Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
"Nah, sekarang kita berada berdua saja dalam kamar ini, Coa Wan-gwe. Terus terang saja, kalau aku menjadi pembantumu, dalam waktu beberapa bulan saja tentu engkau akan jatuh bangkrut dan seluruh harta bendamu akan habis!"
"Mengapa begitu?" tanya hartawan itu terkejut.
"Pertama, karena aku tidak suka melihat orang menjadi korban perjudian. Kedua, karena aku selalu menentang perbuatan jahat dan kejam yang dilakukan orang-orangmu atas perintahmu. Ke tiga, karena aku tidak suka melihat orang bersikap sewenang-wenang, memaksa wanita muda untuk menjadi miliknya. Dan ke empat, aku tidak dapat tinggal diam saja melihat orang-orang hidup melarat dan tidak dapat makan, dan hartamu tentu akan kubagi-bagikan kepada mereka!"
Sepasang mata hartawan itu terbelalak. "Wah, wah, kalau begitu, tidak jadi saja! Aku tidak mau mempunyai pembantu seperti itu!" Hartawan Coa menjadi marah, lalu bangkit berdiri. "Orang muda, segera kau pergi tinggalkan rumahku jni dan jangan lagi mengganggu aku!"
"Kalau aku tetap mengganggumu, kau mau apa?"
Hartawan itu masih belum mau menyerah dan tiba-tiba dia menyambar sebuah tali yang tersembunyi di antara kain-kain sutera yang menghias kamar itu. Terdengar suara kelenengan di luar dan daun pintu kamar itu terbuka. Tiga orang gadis pelayan cantik yang bertubuh kuat mncul, bersama tiga orang jagoan yang tadi sudah dirobohkannya! Tiga orang jagoan itu nanlpak gentar sekali walaupun mereka cepat datang mendengar kelenengan yang berarti tanda bahaya bagi majikan mereka itu. Di luar pintu masih berdiri puluhan orang pengawal, siap dengan senjata di tangan.
"Nah, engkau masih berani menggangguku?" bentak hartawan itu.
Hay Hay tersenyum. Hartawan Coa ini harus diberi hajaran yang cukup keras untuk melunakkan hatinya yang keras.
"Hemm, kau mengandalkan para pengawalmu" Engkau tidak tahu bahwa setiap waktu, para tukang pukul dan pengawalmu itu dapat saja berbalik memusuhimu, dan mungkin engkau akan dibunuh oleh mereka."
"Tidak mungkin! Mereka adalah para pembantuku yang setia!"
"Setia" Karena terpaksa dan karena uang, seperti halnya nona Siok Bi tadi. Kau?". !" Hay Hay menggapai seorang di antara tiga gadis itu. "Kau ke sinilah dan beri satu kali tamparan pada pipi Hartawan Coa!"
Semua orang terkejut, juga Hartawan Coa. Akan tetapi sungguh aneh. Gadis itu yang tadinya terbelalak kaget mendengar perintah itu, kini melangkah maju menghampiri Hartawan Coa.
"Plakk!" Tangannya menampar dan pipi hartawan itu telah ditamparnya!
Tidak begitu nyeri, akan tetapi Hartawan Coa menjadi terkejut dan marah bukan main. Sebentar pucat dan sebentar merah mukanya. "Tangkap perempuan kurang ajar ini!"
Hay Hay melangkah maju. "Siapa berani menangkapnya" Kalau aku tidak memberi perintah, tak seorangpun boleh mengganggunya!" Dan aneh, mendengar teriakan Hay Hay ini, tak seorangpun berani maju, biarpun Hartawan Coa berkali-kali memberi perintah.
"Kau! Majulah dan tampar pipi hartawan ini agar dia tidak berteriak-teriak Jagi!" kata Hay Hay pada gadis ke dua. Gadis itupun tadinya terbelalak, akan tetapi ia melangkah maju dan tangannya menampar. Hartawan itu hendak menangkis, namun kalah cepat.
"Plakk!" Untuk kedua kalinya pipinya kena ditampar oleh gadis kesayangannya yang biasanya amat patuh kepadanya.
"Tiat-ci Thjo Kang, jarimu sudah patah, maka pergunakan kakimu menendang pantat Hartawan Coa! Hayo cepat, jangan keras-keras, biar dia tahu rasa saja!"
Tentu saja mendengar ini, Tiat-ci Thio Kang mempertahankan diri sekuatnya untuk menentang perintah yang berlawanan dengan kemauan hatinya itu. Akan tetapi, entah apa yang mendorongnya untuk melangkah maju dan kakinya terayun.
"Bukk!" Hartawan Coa jatuh tersungkur dan bangkit sambil meringis dan menggosok pinggulnya yang tertendang. Kini mukanya pucat dan matanya terbelalak ketakutan memandang kepada Hay Hay.
"Bagaimana" Haruskah aku lanjutkan" Kalau aku memerintahkan mereka itu menyembelihmu, sekarang juga akan mereka laksanakan, Wan-gwe!"
"Tidak?". Tidak?"..! Hentikan permainan setan ini !" katanya meratap ketakutan
"Kalau begitu, perintahkan mereka itu mundur."
"Mundur! Kalian semua mundur, terkutuk kalian!" Hartawan Coa membentak dan mereka semua segera keluar dari dalam kamar, menutupkan daun pintu kamar dengan khawatir melihat betapa majikan mereka marah-marah.
"Nah, Wan-gwe. Begjtulah kalau engkau memelihara harimau-harimau liar. Sekali waktu mereka akan membalik dan mencelakai dirimu sendiri. Sekarang, aku minta agar engkau tidak lagi menggunakan kekayaan dan kekuasaanmu untuk berbuat sewenang-wenang. Kalau aku mendengar engkau masih melanjutkan perbuatanmu yang jahat, aku akan segera kembali ke kota ini dan akan kuperintahkan anak buahmu membunuhmu, atau mungkin juga keluargamu sendiri akan kuperintahkan mereka membunuh dan menyiksamu lebih dulu!"
"Aku?" aku tidak berani lagi?".. "
"Engkau tidak akan mengganggu lagi Gui Lok dan puterjnya, Gui Ai Ling yang kau inginkan itu?"
"Tidak, tidak..... tidak lagi."
"Dan engkau tidak akan menyuruh orang-orangmu mencaru Siok Bi untuk kauganggu ?" .
"Tidak, aku tidak berani."
"Bagus, akan tetapu jangan mencoba-coba untuk membohongi dan menipuku. Kalau perlu, aku dapat menyuruh siapa saja atau apa saja untuk menghukum dan membunuhmu. Lihat tombak dan pedang di sudut kamar itu. Aku dapat memerintahkan mereka itu untuk membunuhmu!"
Sekali ini, dalam pandang mata yang tadinya ketakutan dari hartawan itu, berkilat sinar tidak percaya, walaupun mulutnya tidak berani mengatakan hal itu.
"Engkau tidak percaya, Coa Wan-gwe" Nah, lihat baik-baik! Pedang dan tombakmu itu sendiri akan menyerangmu!"
Tiba-tiba mata hartawan itu terbelalak dan mukanya yang hitam itu menjadi berkurang hitamnya karena pucat sekali. Dia melihat betapa pedang yang berada dalam sarungnya dan tergantung di tembok, kini meninggalkan sarung dan melayang-layang, bersama dengan tombak yang juga meninggalkan rak senjata. Kedua senjata itu melayang-layang ke atas lalu keduanya meluncur ke arah dirinya! Dia terkejut ketakutan dan melompat, menjauhi, akan tetapi ke manapun dia mundur, dua batang senjata itu terus mengejarnya, tombak itu seperti hendak menusuk-nusuk perutnya dan pedang yang tajam itu mengancam untuk membacok lehernya! Tentu saja dia mandi keringat dingin.
"Tidak?"..! Tidak?"..! Jangan?"". ah, ampunkan aku?"" ampunkan?"".. " dia jatuh berlutut dan tidak berani mengangkat lagi mukanya, tidak berani melihat dua senjata yang seperti hidup dan mengancamnya itu.
"Mereka sudah kuperintahkan kembali ke tempat masing-masing, Wan-gwe."
Hartawan Coa mengangkat mukanya dan benar saja. Dua buah senjata itu sudah berada di tempat masing-masing, tidak bergerak dan mati seperti biasanya. Dia mengeluh dan menghapus keringat dengan ujung lengan bajunya.
"Nah, kaulihat sendiri, Wan-gwe. Sedangkan benda mati saja dapat berkhianat padamu, apa lagi manusia hidup. Sekali waktu, bisa saja pelayanmu sendiri meracunimu atau membunuhmu selagi engkau tidur. Karena itu, bertobatlah dan tinggalkan semua perbuatan jahat, baru Tuhan akan mengampunimu."
Hartawan itu masih berlutut dan dia mengangguk-angguk. "Baik, baik?" aku minta ampun, aku bertobat?".. tidak berani lagi".."
Ketika dia mengangkat muka, ternyata pemuda itu telah lenyap dari situ! Ketika para pelayan dan pengawal memasuki kamar, mereka menemukan hartawan itu masih berlutut dalam keadaan seperti tidak bersemangat lagi! Hay Hay sama sekali tidak tahu bahwa sepeninggalnya, dia tidak hanya membuat hartawan itu menjadi bertobat, bahkan lebih dari itu dan sangat menyedihkan. Hartawan Coa menjadi seperti orang gila yang selalu ketakutan, takut terhadap isterinya, anak-anaknya, pelayan, bahkan takut kepada benda-benda dalam kamarnya. Dia selalu berteriak-teriak bahwa mereka semua hendak membunuhnya. Akhirnya, karena dia selalu marah-marah dan minta agar semua benda disingkirkan dari kamarnya, maka kamar itu menjadi gundul dan kosong. Bahkan dia tidur begitu saja di atas lantai karena takut kalau segala macam ranjang, kelambu, meja kursi, bantal guling, di tengah malam akan membunuhnya! Hartawan Coa menjadi seperti orang gila. Akan tetapi, kota itu menjadi tenang dan para penduduknya bernapas lega karena setidaknya, seorang yang tadinya amat ditakuti dan mengganggu ketenangan hidup mereka telah mati kutu.
*** Malam yang gelap karena malam itu gelap bulan. Langit hanya dihiasi laksaan bintang, atau jutaan atau bahkan lebih. Tak terhitung! Biarpun tidak ada bulan, namun sinar lemah dari bintang-bintang itu bergabung dan mampu pula mengurangi kepekatan malam, bukan menjadi gelap gulita lagi melainkan remang-remang.
Akan tetapi, kompleks bangunan dalam lingkungan istana sama sekali tidak pernah gelap! Banyak sekali lampu-lampu gantung besar kecil, beraneka warna dan bentuk, menerangi bagian dalam dan luar istana. Bahkan di taman-taman bunga yang teratur indah terdapat lampu penerangan.
Malam itu sunyi karena hawa malam itu amat dinginnya. Musim semi telah mulai, akan tetapi sisa musim salju masih meninggalkan hawa dingin yang menyengat tulang. Karena dinginnya, maka biar di lingkungan istana sendiri, malam itu sunyi. Para penghuninya, yaitu kaisar dan semua keluarganya, juga para dayang, para selir, para pelayan dan bahkan para pengawal, lebih suka berada di dalam bangunan dari pada di luar! Di udara terbuka, sungguh hawa dingin tak tertahankan. Para pengawal luar yang melakukan penjagaan di luar kompleks bangunan, lebih suka berkelompok di dalam gardu-gardu penjagaan di mana mereka dapat menghangatkan tubuh di dekat arang membara, atau perapian yang mereka buat untuk sekedar menghangatkan badan melawan hawa dingin. Para penjaga menjadi malas untuk meronda, karena meronda berarti meninggalkan gardu, memasuki tempat terbuka di mana mereka akan disambut oleh dekapan hawa yang amat dingin.
Pula, siapakah yang akan berani mengganggu ketentraman istana" Berarti mencari mati konyol! Maling" Sebelum mendapatkan sesuatu, dia sudah akan mati kedinginan! Malam itu, malam yang dingin sunyi para penjaga menjadi lengah.
Namun, bagi seseorang yang sedang dimabok cinta dan dendam birahi, yang sedang menderita rindu, pekerjaan berkencan dengan seorang kekasih yang dirindukan merupakan kewajiban yang dilakukan dengan sepenuh hati, dengan nekat dan kalau perlu mengorbankan diri! Apa lagi hanya hawa dingin di malam sunyi itu, biar harus menghadapi rintangan yang lebih berat sekalipun, seorang yang sedang merindukan pertemuan dengan kekasihnya takkan mundur selangkahpun!
Demikian pula bagi pria yang kini sedang menanti di dalam taman bunga sebelah barat istana itu. Dia bersembunyi di balik rumpun bunga yang tumbuh lebat di sebelah kiri depan pondok indah itu. Pondok yang bercat merah dan diberi nama "Sarang Madu" di depannya, nama itu tertulis indah di papan yang tergantung di depan pondok. Nama ini diberikan kaisar karena dia merasa seolah-olah berada di sarang madu kala sedang bersenang-senang dengan para selir dan dayang yang muda-muda dan cantik jelita di pondok merah itu. Nama Sarang Madu itu ada riwayatnya. Ketika itu, pondok merah ini baru saja selesai dibangun dan belum ada namanya. Ketika kaisar dan para selir tercinta sedang bersenang-senang di situ, kaisar melihat sebuah sarang lebah tergantung di dahan pohon dekat pondok. Sarang lebah itu sudah penuh madu, nampak ada madu menetes-netes turun. Kaisar segera menyuruh pengawal untuk mengusir lebah-lebahnya dan menurunkan sarang lebah itu. Ternyata penuh dengan madu! Tentu saja kaisar menjadi gembira sekali, bersama para selir dan dayang minum madu yang manis. Karena peristiwa itulah maka pondok itu diberi nama Sarang Madu. Bukan hanya karena madu itu memang manis. Akan tetapi berpesta pora dengan para dayang dan seli yang cantik-cantik itu memang amatlah manisnya!
Dan bagi pria yang kini bersembunyi di dekat pohon Sarang Madu itu, memang pondok itu merupakan sarang madu yang amat manis baginya. Semua kenangan manis, indah dan menggembirakan berada di dalam pondok itu sejak dia bertemu dan berhubungan dengan Hwee Lan!
Pria itu kini menyelinap dekat tembok pondok yang lebih melindungi dirinya dari hembusan angin lembut dan kini sinar lampu gantung yang halus menyentuhnya. Dia seorang laki-laki muda berusia kurang lebih duapuluh lima tahun, berpakaian sebagai seorang perwira dan dia nampak gagah sekali dalam pakaian yang cemerlang ini. Sebuah pedang tergantung di pinggangnya, dan topi bulunya nampak bersih. Bulu itu kelihatan putih sekali di atas rambutnya yang hitam panjang. Wajahnya tampan menarik, dan jantan. Wajah yang disuka oleh kaum wanita. Tubuhnya jangkung dengan pinggang ramping, tubuh yang juga menjadi idaman wanita. Pendeknya, pemuda berusia dua puluh lima tahun ini amat menarik bagi wanita. Seorang yahg tampan, gagah dan memiliki kedudukan baik. Seorang perwira pengawal! Dan dari pangkatnya ini saja, perwira pengawal dalam istana, mudah diduga bahwa dia bukan seorang pemuda lemah, melainkan seorang pemuda gemblengan yang memiliki kegagahan dan ilmu silat tinggi.
Perwira muda ini bernama Tang Gun. Baru dua tahun dia menjadi perwira di dalam istana, dipilih oleh kaisar sendiri karena dia telah berjasa, membantu pasukan pengawal membasmi perampok yang berani memberontak dan mengganggu ketenangan kaisar ketika kaisar berburu binatang di hutan. Pemuda yang gagah perkasa dan yang pekerjaannya sebagai seorang pemburu itu berhasil membantu para pengawal, bahkan dialah yang berhasil membunuh kepala perampok. Mendengar tentang kegagahan pemuda ini, kaisar memanggilnya dan karena gembiranya kaisar lalu menganugerahkan pangkat perwira pengawal kepadanya. Bukan pengawal luar, melainkan pengawal dalam istana, pangkat yang hanya diberikan kepada orang-orang yang benar-benar dipercaya oleh kaisar!
Tang Gun tadinya hidup berdua saja dengan ibunya yang sudah berusia empat puluh tiga tahun. Hidup berdua dalam keadaan miskin karena ibunya adalah seorang janda dan kehidupan mereka hanya mengandalkan hasil buruannya. Kalau dia berhasil membunuh seekor dua ekor kijang atau beberapa ekor kelinci, dagingnya lalu dibuat daging kering oleh ibunya, kulit dan daging kering itu dijual dan di tukar dengan beras, terigu dan bumbu-bumbu masak, juga untuk membeli pakaian. Mereka hidup di tempat terpencil, di dekat hutan.
Sejak kecil, Tang Gun memang suka mempelajari ilmu silat. Dari kawan-kawannya, para pemburu, dia belajar silat dan mencari guru-guru silat yang pandai. Karena tekunnya dan tidak mengenal lelah, juga rajin mencari guru yang pandai. Akhirnya dia menjadi seorang pemuda gemblengan yang pandai silat dan menjadi jago di antara para pemburu.
Ibunya selalu mengatakan bahwa sejak dia masih kecil sekali, ayah kandungnya telah meninggalkan mereka. Menurut ibunya, ayah kandungnya itu she Tang dan ibunya menyerahkan sebuah benda yang berbentuk ukiran seekor kumbang dari emas dan batu mirah. Si Kumbang Merah atau Ang-hong-cu, demikianlah julukan ayah kandungnya. Demikian menurut ibunya. Dia tidak pernah mengenal ayahnya, hanya tahu bahwa ayahnya she Tang dan berjuluk Ang-hong-cu, menurut ibunya seorang yang amat sakti dan kalau dia kelak melihat seorang pria yang mempunyai tanda mainan seperti yang dimilikinya, maka itulah ayahnya!
Tang Gun sudah mencari keterangan di dunia kang-ouw tentang Ang-hong-cu. Akan
tetapi, dengan kecewa dia mendengar bahwa sudah bertahun-tahun dunia kang-ouw tidak lagi mendengar nama Ang-hong-cu. Seolah-olah Si Kumbang Merah itu telah lenyap atau mungkin juga sudah mati! Maka, Tang Gun menjadi putus asa dan tidak mencari lagi. Ketika dia masih menjadi seorang pemburu biasa, kenyataan bahwa dia tidak berayah lagi, bahkan dia tidak tahu dimana ayahnya, sudah mati atau belum, tidak merupakan hal yang perlu dirisaukan benar. Dia hanya seorang pemburu miskin. Siapa yang akan memperhatikan dirinya dan siapa yang ingin mengetahui siapa ayahnya"
Akan tetapi, setelah dia menjadi seorang perwira pengawal di istana, hal itu menjadi amat penting! Dia kini seorang yang berkedudukan dihormati dan disegani, bahkan dekat dengan keluarga kaisar! Maka, untuk mengangkat dirinya, terutama di kalangan pasukan dan juga di dunia persilatan mulailah dia mengaku bahwa dia adalah putera dari Ang-hong-cu yang dikabarkan memiliki kesaktian hebat itu! Berita yang dibangga-banggakan inilah yang akhirnya sampai ke telinga Hay Hay lewat Siok Bi.
Sejak remaja, karena dia memiliki wajah tampan menarik, tubuh yang kokoh kuat sehingga dia nampak gagah dan jantan, Tang Gun disukai banyak wanita. Dan diapun sadar akan ketampanannya, sadar bahwa banyak wanita menyukainya. Oleh karena itu, biarpun ibunya yang menjanda itu mendesaknya untuk segera menikah, Tang Gun selalu menolak. Dia merasa rugi kalau harus menikah. Pertama, untuk menikah dia harus memiliki uang dan dia seorang yang miskin. Setelah menikah, berarti tanggungannya bertambah, tadinya hanya dua orang menjadi tiga orang, belum lagi kalau isterinya melahirkan anak. Ke dua, setelah dia beristeri, tentu akan berkurang rasa suka para wanita terhadap dirinya. Jauh lebih senang kalau dia masih bebas, dia dapat berpacaran dengan wanita manapun yang suka padanya dan disukainya.
Maka, mulailah Tang Gun dikenal sebagai seorang pemuda yang mata keranjang, selalu diburu wanita dan dia berganti-ganti pacar! Betapapun juga, dia tidak pernah melakukan pelanggaran. Tidak pernah dia memperkosa wanita, tidak pernah pula dia mempermainkan isteri orang. Dia hanya menyambut uluran cinta seorang gadis atau seorang janda muda.
Setelah berusia dua puluh tiga tahun dan diangkat menjadi perwira pengawal dalam istana, nafsu berahi yang selama ini memperhamba batin dan badannya terkekang dan tidak mudah dapat disalurkan. Dia kini telah menjadi seorang perwira pengawal dalam istana. Tentu saja dia tidak boleh sembarangan mengumbar nafsu seperti ketika dia masih tinggal di dusun. Dia harus menjaga namanya dan kini dia tinggal di kompleks perumahan para perwira yang berada di lingkungan istana, walaupun di bagian luar, namun masih berada di belakang tembok yang mengelilingi istana. Dia tinggal bersama ibunya, dalam sebuah rumah yang cukup indah walaupun sedang saja. Ada pula dua orang pelayan, laki-laki dan wanita, yang menjadi pelayan rumah mereka. Dia hanya dapat mencari hiburan dan bersenang-senang kalau dia sedang memperoleh giliran cuti dan dia pergi ke rumah pelesir yang jauh berada di sudut kota, menyamar sebagai seorang pemuda biasa. Akan tetapi kalau dia sedang bertugas, dan berada di rumah, dia tidak dapat berkutik. Sebagai seorang perwira pengawal, apa lagi pengawal di dalam istana, dia harus selalu sopan dan menjaga kesusilaan. Sebagian besar para perwira pengawal, juga para prajurit pengawal, yang mengawal sebelah dalam istana, apa lagi yang mengawal bagian keluarga puteri kaisar, adalah para thai-kam (laki-laki kebiri). Dia sendiri tidak diharuskan menjadi thai-kam karena kaisar percaya kepadanya.
Karena tugasnya menjadi komandan pengawal dalam istana, maka seringkali Tang Gun memimpin rombongan pengawal melakukan perondaan di waktu malam. Bahkan sering pula dia mendapat giliran berjaga di dalam taman yang berhubungan dengan tempat para puteri. Maka, sering pula dia melihat kaisar kalau Sribaginda ini sedang berjalan-jalan di dalam taman atau sedang bersenang-senang dengan para selir dan dayang di pondok-pondok indah. Tentu saja dia selalu bersikap hormat, berlutut dan menundukkan mukanya, tidak berani mengangkat muka memandang Sribaginda dan para wanita cantik itu.
Akan tetapi, karena dia mata keranjang, ketika matanya tidak dapat melihat namun hidungnya dapat mencium keharuman yang keluar dari pakaian para wanita, telinganya dapat menangkap suara tawa merdu sekali, sepatah dua patah kata yang keluar dengan halus lembut seperti nyanyian merdu, jantungnya terguncang hebat. Dan lambat laun, setelah hampir dua tahun dia terbiasa dengan kesempatan seperti itu, mulailah dia berani bermain mata. Biarpun kepalanya ditundukkan, namun matanya mengerling ke atas. Makin kagumlah dia ketika meiihat wanita-wanita cantik jelita dalam pakaian yang serba indah itu. Tadinya, dia hanya mampu melihat bagian tubuh di bawah saja. Dari kaki-kaki mungil sampai ke lutut yang tertutup suteta beraneka warna. Kini dia dapat melihat wajah para pemilik kaki mungil itu. Dan ternyata dia tidak menemukan wanita yang angkuh dan tinggi seperti dalam dongeng tentang puteri-puteri dan keluarga kaisar. Melainkan wajah-wajah cantik jelita dan manis yang memandang kepadanya dengan penuh gairah! Mata yang jeli itu, mulut yang segar kemerahan itu, menunjukkan dengan jelas sekali betapa mereka itu kehausan! Tang Gun yang sudah banyak bergaul dengan wanita, dapat melihattanda-tanda yang menunjukkan bahwa kebanyakan dari para wanita muda itu, para selir dan dayang dari Kaisar, memandang kepadanya dengan penuh birahi!
Memang demikianlah keadaan para wanita muda dan cantik itu. Mereka melihat seorang perwira pengawal yang muda, tampan, ganteng, gagah dan jantan. Apa lagi mereka mendengar dari para thai-kam yang selalu bermuka-muka terhadap mereka bahwa Tang-ciangkun (Perwira Tang) ini, yang pernah menyelamatkan kaisar, adalah seorang perwira yang benar-benar jantan dan laki-laki tulen, bukan thai-kam! Tentu saja hal ini membuat mereka tertarik dan mereka selalu timbul birahi dan gairah setiap kali melihat perwira itu.
Memang seperti itulah keadaan para wanita muda yang menjadi penghuni istana raja di manapun juga. Seorang kaisar sudah lajim mempunyai banyak sekali selir dan dayang, sampai puluhan orang banyaknya. Hal ini tentu saja merupakan keadaan yang tidak seimbang. Puluhan orang selir dan dayang itu adalah wanita-wanita yang masih muda, bagaikan bunga-bunga di taman yang sedang segar-segarnya, sedang mekar indah dan membutuhkan banyak sekali siraman dan curahan kasih sayang dan kemanjaan pria. Sebaliknya, kaisar yang sudah setengah tua itu tentu saja tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan badan dan batin mereka. Kaisar hanya mampu memberikan kedudukan dan kemewahan saja. Para wanita itu mendambakan perhatian, pencurahan kasih sayang yang lebih sering dan lebih banyak. Mereka itu rata-rata merasa kesepian, seperti burung-burung dalam kurungan. Maka, tidaklah mengherankan dan bukan semata karena watak mereka yang genit kalau mereka itu segera tertarik kepada Tang Gun yang muda, tampan, gagah dan memiliki kerling mata tajam dan senyuman menggairahkan hati mereka itu.
Akan tetapi bagi Tang Gun, yang paling membuatnya tergila-gila adalah seorang selir kaisar yang bernama Hwee Lan. Mula-mula, pertemuannya dengan Hwee Lan merupakan hal yang kebetulan saja dan tidak disengaja. Pada suatu malam, bebarapa bulan yang lalu, malam terang bulan yang amat indah. Tang Gun yang kebetulan dinas jaga, memimpin para pengawal dalam istana dan membagi-bagi tugas jaga, merasa iseng dan diapun memasuki tarman istana bagian barat yang indah. Sambil meronda, diapun sekalian menikmati malam yang amat indah itu. Malam yang hawanya tidak begitu dingin, terang bulan pula dan karena ketika itu bunga-bunga di taman sedang mekar, maka keadaan taman itu sungguh amat indah, romantis dan penuh dengan keharuman bunga.
Tiba-tiba dia dikejutkan oleh gerakan dan suara orang di belakang pondok Sarang Madu yang merah itu. Menduga terjadi sesuatu yang mencurigakan, diapun menyelinap di antara semak-semak dalam taman dan mengintai dari balik batang pohon. Kiranya yang berada di antara bunga mawar yang ditaman di bagian belakang pondok itu adalah seorang diantara para selir yang paling jellta! Selir itu memang amat menarik dan mempesona hati Tang Gun setiap kali melihatnya, dengan kulit muka yang bukan hanya putih mulus seperti para selir lain, melainkan putih bercampur warna merah segar, seperti kulit bayi yang montok. Dan selir yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu ditemani seorang dayang pelayan yang juga usianya masih muda, paling banyak dua puluh satu tahun, cantik pula. Namun, dibandingkan dengan selir itu, kecantikan dayang ini tidak ada artinya lagi.
"A Sui, malam begini indah, taman penuh bunga, udara begini sejuk dan harum. Aih, betapa indahnya malam ini?""." Tang Gun yang mengintai, merasa jantungnya berdebar penuh kagum. Suara itu, demikian merdu, dan kata-kata itu demikian halus dan indah.
Dayang itu tersenyum. "Aduh, kata-kata nona Hwee Lan selalu amat indah, seperti nyanyian, seperti sajak". " dayang itu memuji.
"Memang aku suka bersajak, A Sui, apa lagi dalam suasana yang begini indah".. " selir cantik itu mengangkat muka memandang ke arah bulan purnama. Wajah itu sepenuhnya tertimpa sinar bulan, nampak putih kemerahan, seperti disepuh emas sehingga Tang Gun yang mengintai terpesona. Belum pernah selama hidupnya dia melihat wanita secantik selir itu. Dan namanya Hwee Lan!
Dayang itu bertepuk tangan memuji. "Kalau begitu, mengapa nona tidak membuat sajak tentang malam yang indah ini" Saya akan berbahagia sekali mendengarkannya, nona." Sikap dayang itu amat bersahabat, karena walaupun kedudukannya sebagai dayang yang melayani selir itu, sebagai pelayan pribadi, namun dayang inipun termasuk seorang di antara para dayang cantik yang menerima "kehormatan" dari kaisar, yaitu pernah dan sewaktu-waktu menemani dan melayani kaisar di kamar tidurnya. Oleh karena itu, walaupun kedudukan mereka berbeda, namun keduanya merasa senasib dan seperti madu saja.
Hwee Lan kembali merenung memandang bulan, lalu beberapa kali dia menarik napas
panjang. "A Sui, di malam terang bulan seperti ini selalu mengingatkan aku akan masa remaja ketika aku belum dibawa ke dalam istana, bergembira ria bersama teman-teman di kampung. Dan malam sepertl ini selalu mengingatkan aku akan keadaanku sekarang. Aku akan mencoba bersajak, akan tetapi hanya untuk telinga kita berdua saja, A Sui."
Suasana menjadi hening. A Sui, juga Tang Gun yang bersembunyi, menanti dengan penuh pesona. Bahkan kembang-kembang di taman itu seperti menanti pula, dari semilir angin lembut mendadak berhenti, seperti memberi kesempatan kepada si jelita untuk mengalunkan suaranya yang merdu. Hwee Lan masih berdiri, demikian lembut seperti sebatang pohon yang-liu muda, memandang bulan, kemudian terdengarlah suaranya, lirih dan lembut seperti desahan bayu di antara daun pohon cemara.
"Malam syahdu penuh pesona
Mencipta sajak memuja asmara
Bulan gemilang bayu berdendang
Taman mengharum mengapa hati
bimbang" Mawar merah cantik jelita ,
Tiada belaian, sepi menderita
Siapa perduJi mawar sengsara
Apa guna segala ratap hampa
Mawar jndah menangis sendirj
Akhirnya layu........ kering...... mati ...!"
Sajak itu diakhiri dengan isak tangis tertahan. A Sui segera bangkit berdiri, merangkul Hwee Lan dan ikut pula menangis, akan tetapi disertai kata-kata menghibur.
"Sudahlah, nona, Tidak perlu membiarkan duka berlarut-larut menggerogoti hati. Memang beginilah nasib wanita-wanita seperti kita......... "
"Wahai Mawar Merah nan suci
ada taman sepotong hati dengan pupuk kesetiaan sejati
dan siraman air cinta murni
bersedia menampung jika sudi!"
Dua orang wanita itu terkejut dan menengok ke arah pohon besar di belakang pondok. Ketika melihat munculnya Tang Gun, Hwee Lan tidak menjadi ketakutan. Wajahnya berubah kemerahan dan kedua kakinya gemetar ketika perwira yang tampan itu menghampiri. Mereka berdiri dan saling pandang, sedangkan A Sui sambil menahan senyumnya mundur ke belakang nonanya. Dua orang wanita ini sudah sering kali membicarakan ketampanan dan kegagahan Tang Gun.
"Kiranya Tang-ciangkun?"". !" kata Hwee Lan, suaranya merdu dan lirih, agak gemetar karena jantungnya berdebar penuh ketegangan.
"SeJamat malam, Tuan Puteri dan maafkan kalau hamba mengganggu. Hamba tadi meronda lalu mendengar?"".. "
"Sudahlah, ciangkun. Engkaukah yang menjawab sajakku tadi?"
Betapa beraninya wanita ini, piker Tang Gun, betapa hausnya!
"Benar, Tuan Puteri, dan ampunkan hamba?". "
"Benarkah apa yang kaukatakan dalam sajak tadi" Engkau bersedia menampung mawar layu, bersedia menyirami dan menyegarkannya kembali?"
"Hamba bersedia, dengan sungguh hati dan dengan segala kebahagiaan dan kehormatan, Tuan Puteri?"" "
Kini seluruh tubuh Hwee Lan gemetar dan ia menoleh ke sekelilihg. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang lain di situ, ia melangkah maju, memegang tangan perwira itu dan berkata lirih, "Mari kita bicara di dalam pondok, ciangkun. Tidak baik kalau diketahui orang. A Sui, engkau menjaga di luar."
A Sui tersenyum gembira dan mengangguk, membayangkan bahwa iapun sudah pasti akan mendapat bagian karena bukankah rahasia mereka berdua berada di telapak tangannya" Tang Gun menjadi berani dan diapun menggenggam tangan yang kecil hangat dan lunak itu dan mereka bergandeng tangan memasuki pondok Sarang Madu.
Mudah dibayangkan apa yang terjadi malam itu di pondok Sarang Madu. Dua orang muda yang dilanda dan dicengkeram nafsu birahi itu sepenuhnya menyerah dan menjadi permainan nafsu mereka sendiri yang tak pernah mengenal puas. Dan keduanya terkulai dan menyerah. Bagi Hwee Lan yang sejak perawan dibawa ke dalam istana, selama ini hanya mengenat kaisar yang setengah tua sebagai satu-satunya pria yang menggaulinya, kini bertemu dengan Tang Gun yang muda, gagah, tampan dan jantan, tidaktah mengherankan kalau ia tergila-gila. Sebaliknya, biarpun Tang Gun sudah banyak bergaul aengan wanita, namun selama ini diapun belum pernah bertemu dengan wanita secantik dan sepanas Hwee Lan, maka diapun tergila-gila dan keduanya saling melekat dan merasa bahwa mereka tak mungkin dapat saling kehilangan atau saling berpisah!
Tang Gun yang cerdik maklum bahwa keselamatan dia dan kekasihnya berada di tangan A Sui. Kalau dibiarkan hal itu lewat begitu saja, tentu dia dan kekasihnya akan menjadi permainan dayang itu dan dapat diperas habis-habisan. Oleh karena itu, atas persetujuan Hwee Lan yang juga melihat ancaman bahaya ini, Tang Gun mempergunakan ketampanannya untuk merayu A Sui. Dan dayang inipun hanya seorang gadis yang tidak jauh bedanya dengan Hwee Lan, haus akan belaian dan kasih sayang pria, apa lagi kalau prianya setampan dan segagah Tang Gun. Iapun menyerah dalam dekapan Tang Gun. Maka amanlah hubungan mereka karena kesemuahya terlibat.
Nafsu tak pernah merasa puas. Bahkan makin dituruti, nafsu menjadi semakin ganas, semakin kelaparan dan selalu .menghendaki lebih! Maka, pertemuan antara Tang Gun dan Hwee Lan yang ditemani A Sui yang berakhir dengan permainan cinta gelap sepanjang malam itu tidak berhenti sampai di situ saja. Pertemuan demi pertemuan diatur dan diadakan antara mereka, makin lama semakin sering seperti orang kecanduan!
Dua bulan telah lewat dan pada malam yang amat dingin itu, Tang Gun tidak undur oleh dinginnya hawa udara dan dia sudah menanti kekasihnya di dekat pondok Sarang Madu. Malam itu adalah malam yang penting sekali bagi mereka bertiga, karena malam itu mereka sudah mengambil keputusan untuk melarikan diri dari dalam istana! Atau lebih tepat, Hwee Lan akan dibantu kekasihnya melarikan diri keluar istana. Sejak sore tadi Tang Gun yang menjadi komandan pengawal telah mengatur sedemikian rupa sehingga ada jalan terbuka yang tidak dijaga. Dan agaknya hawa udara yang dingin membantu mereka para pengawal lebih suka bersembunyi di dalam gardu penjagaan menghangatkan diri. Karena ia sendiri juga terlibat, maka tentu saja A Sui juga ikut pula melarikan diri.
Tang Gun bukan seorang bodoh. Dia tidak berani melarikan dua orang wanita yang sudah menjadi kekasihnya itu ke rumahnya yang maslh berada di dalam lingkungan istana. Tidak, dia tidak setolol itu. Dengan bantuan keuangan dari Hwee Lan, menjual barang-barang perhiasan yang mahal, Tang Gun telah membeli sebuah rumah di kota Yu-sian, jauh di sebelah barat kota raja. Rencana mereka, kalau dua orang wanita itu sudah dilarikan ke Yu-sian, kemudian setelah keributan karena pelarian mereka itu mereda, Tang Gun akan melepaskan jabatannya dan mnyusul ke Yu-sian di mana mereka akan hidup baru, dengan berdagang menggunakan modal yang sudah mereka kumpulkan.
Tak lama kemudian, muncullah dua orang wanita muda itu, membawa buntalan. Tang Gun menyambut mereka dengan rangkulan, mereka berciuman mesra, lalu ketiganya menyelinap diantara pohon-pohon dan rumpun bunga di taman, melarikan diri melalui jalan yang sudah di atur oleh Tang Gun. Sesuai rencana, mereka dapat keluar dari lingkungan istana tanpa diketahui orang. Seorang paman, sanak ibunya, telah menanti di luar tembok istana dengan sebuah kereta. Dua orang wanita itupun naik ke dalam kereta. Setelah mereka berangkulan sejenak dengan Tang Gun di dalam kereta untuk mengambil selamat berpisah, kereta lalu di1arikan dan Tang Gun menyelinap kembali ke dalam tembok istana, kembali ke gardu penjagaan seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Pada keesokan harinya, barulah para selir dan dayang menjadi ribut karena mereka tidak melihat adanya Hwee Lan dan A Sui. Setelah melapor kepada Tang-ciangkun dan komandan ini mengerahkan semua anak buahnya mencari-cari di dalam konlpleks istana tanpa hasil, barulah laporan disampaikan kepada kaisar tentang menghilangnya selir dan dayang itu.
Bagi kaisar, kehilangan seorang selir dan seorang dayang tidak ada artinya karena dalam sehari saja dia mampu mendapatkan sepuluh orang penggantinya yang lebih muda dan cantik. Akan tetapi yang membuat kaisar marah adalah karena peristiwa itu merupakan tamparan dan merupakan hal yang memalukan. Seolah-olah larinya mereka itu memberi kesan bahwa para selir dan dayang merasa tidak beruntung hidup di dalam istana. Karena itu, kaisar memanggil Tang Gun dan mernarahinya.
"Tang Gun! Engkaulah yang menjadi komandan jaga, komandan pengawal di bagian dalam istana. Bagaimana sampai engkau dan pasukanmu kebobolan dan tidak tahu adanya dua orang wanita yang meloloskan diri dari istana?"
Tang Gun berlutut dan memberi hormat sampai dahinya menyentuh lantai. "Mohon seribu ampun, Sribaginda. Hamba telah mengerahkan seluruh pasukan pada malam tadi untuk berjaga-jaga, bahkan hamba sendiri melakukan ronda. Akan tetapi, malam tadi hawa udara demikian dinginnya sehingga para pengawal banyak yang berlindung di dalam gardu, Bahkan para pengawal di bagian luar istanapun banyak yang berada di dalam gardu sehingga tidak ada seorangpun yang melihat dua orang wanita itu keluar dari dalam istana. Hamba menerima salah, dan hamba siap menerima hukuman dari paduka, bahkan hamba akan menerima andaikata hamba dihukum mati, buang atau dihentikan dari jabatan hamba sekalipun."
Ucapan terakhir itu bukan hanya untuk pemanis bibir atau untuk pengakuan salah belaka. Tang Gun akan bersukur sekali kalau memang dia dihentikan dari jabatannya karena dia akan dapat segera menyusul kekasihnya, ke kota Yu-sian.
Akan tetapi, kaisar mengampuninya karena kaisar masih teringat akan jasa perwira muda itu. Kaisar lalu memerintahkan Tang Gun untuk menghubungi para komandan pasukan pengawal di dalam dan di luar istana untuk melakukan penyelidikan dan mencari dua orang wanita yang lolos dari istana itu. Untuk merangsang mereka, kaisar menjanjikan kenaikan pangkat dan hadiah besar kepada siapa yang dapat berhasil membawa kembali dua orang wanita itu ke istana. Semua ini dilakukan kaisar bukan karena dia sayang kepada dua orang wanita itu, melainkan karena dia ingin menghapus kesan buruk dan akan menghukum mereka.
Tentu saja usaha ini sia-sia. Tidak mudah mencari dua orang wanita yang sudah pergi jauh itu, apa lagi ada Tang Gun yang selalu mengelabuhi dan menyesatkan arah penyelidikan dan pengejaran.
*** Malam itu kembali Tang Gun berdinas jaga. Dia duduk termenung di dalam gardu jaga. sebulan telah lewat semenjak kekasihnya pergi melarikan diri. Selama itu, baru satu kali dia sempat menengok ke kota Yu-sian, dengan dalih mencari jejak mereka yang melarikan diri, sekalian cuti. Hatinya lega bahwa Hwee Lan dan A Sui telah tiba di tempat tujuan dengan selamat. Kedatangan mereka sebagai penduduk baru, dengan pamannya sebagai tuan rumah, tidak menimbulkan kecurigaan. Akan tetapi, hanya sehari semalam saja dia dapat melepaskan rindunya kepada Hwee Lan dan A Sui.
Dia harus cepat mengundurkan diri dari jabatannya, pikirnya. Akan tetapi tidak sekarang, karena sekarang akibat pelarian itu masih menjadi buah bibir, juga kaisar masih belum melupakan peristiwa itu dan seringkali menanyakan berita pencarian dua orang wanita itu.
Tang Gun merasa gelisah. Dua orang kekasihnya di Yu-sian itu terlalu cantik. Mereka masih muda dan mereka sampai nekat melarikan diri dari istana adalah karena mereka merasa kesepian dan ingin menikmati hidup bersama dia. Sekarang, kembali mereka kesepian di Yu-sian dan hal itu amat berbahaya kalau dibiarkan berlarut-larut. Siapa tahu akan muncul. penggoda di sana, seorang pemuda yang ganteng! Hatinya dipenuhi rasa cemburu dan dia semakin gelisah.
Dia bangkit dan memesan kepada anak buah yang berada di pintu agar waspada. Dia sendiri lalu meninggalkan gardu, memasuki taman. Dia ingin mencari angin dan hawa sejuk untuk menenangkan hatinya. yang gelisah. Tanpa disengaja, langkah-langkah kakinya membawanya menuju taman barat dan tibalah di depan pondok Sarang Madu. Dia berhenti sejenak dan membayangkan semua pengalaman yang amat menyenangkan di pondok itu bersama Hwee Lan dan A Sui. Terkenanglah dia kepada mereka dan timbul perasaan rindu.
"Tang-ciangkun?". " Suara merdu seorang wanita yang memanggilnya itu membuat Tang Gun tersentak kaget. Hampir dia berseru memanggil nama A Sui ketika melihat munculnya seorang gadis berpakaian dayang dari balik semak-semak. Teringat bahwa A Sui telah pergi bersama Hwee Lan, dia menahan suaranya dan memandang penuh perhatian. Kiranya wanita itu adalah A Cui, seorang dayang lain, pelayan dari selir ke lima kaisar. Karena banyaknya dayang di istana, tentu saja Tang Gun tidak mengenal mereka semua dan biarpun dia tahu bahwa wanita yang manis inipun seorang dayang, dia tidak tahu siapa namanya.
"Ada apakah" Siapakah engkau dan mengapa memanggilku di sini?" tanyanya, pura-pura alim. Kalau saja tidak pernah terjadi peristiwa larinya Hwee Lan dan A Sui, tentu sikapnya berbeda dan dia akan lebih ramah dan manis terhadap dayang ini.
"S'ttt, Ciangkun, aku A Cui dan aku akan membicarakan urusan penting denganmu. Mari kita masuk ke dalam pondok dan bicara di dalam " kata wanita itu sambil melepas kerling tajam disertai senyum manis menentang.
Pada saat itu, Tang Gun sedang berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan setiap kecurigaan tentang menghilangnya selir kaisar dan dayangnya itu dari dirinya, maka biarpun dengan hati menyesal, terpaksa dia tidak berani melayani tantangan yang menggairahkan itu.
"Aih, nona A Cui. Jangan main-main. Mana aku berani?" katanya menolak.
"Tang-ciangkun, tak usah berpura-pura. Aku mau bicara tentang rahasia pondok Sarang Madu. Hayolah!" Ia melangkah menuju ke pintu depan pondok.
Tang Gun mengerutkan alisnya. "Rahasia pondok Sarang Madu'?" jantungnya berdebar tegang. " Apa maksudmu?"
"Maksudku ?".. hemm, apa lagi kalau tidak mengenai Hwee Lan dan A Sui" Nah, maukah engkau ikut masuk" Atau engkau lebih suka kalau aku membicarakan urusan itu dengan orang lain?"
Seketika pucat wajah Tang Gun mendengar ucapan itu.Tak perlu di jelaskan lagi,sudah cukup jelas,sudah terlalu jelas bahwa dayang ini mengetahui semua rahasia pelarian Hwee Lan A Sui! Maka,tanpa banyak cakap lagi,dia lalu melangkah masuk mengiringkan wanita itu kedalam pondok Sarang Madu.
Setelah mereka tiba di dalam pondok Tang Gun segera bertanya lirih,"A Cui, apakah sebetulnya yang kau inginkan?"
A Cui membalik dan mendekati Tang Gun,matanya mengerling tajam dan mulutnya tersenyum. "Perlukah engkau bertanya lagi,orang muda yang tampan" Aku tidak membutuhkan apa-apa kecuali apa yang di butuhkan Hwee Lan dan A Sui dan aku tidak menginginkan apa-apa darimu kecuali apa yang telah kauberikan kepada mereka." Wanita itu lalu melingkarkan kedua lenganya ke leher Tang Gun.Dua buah lengan itu melingkari leher sekuat dua ekor ular dan yang terdengar kemudian hanya dengus dan rintih,disusul napas tersendat-sendat dalam kegelapan di pondok Sarang Madu itu.
Baik A Cui maupun Tang Gun tidak tahu betapa sejak tadi ada sepasang mata tajam mencorong yang mengntai perbuatan mereka, sejak mereka saling jumpa di luar pondok. Pemilik mata ini adalah seorang laki-laki setengah tua, berusia sekitar lima puluh lima tahun, bertubuh sedang masih tegap, pakaiannya istana, tentu saia Tang Gun tidak mengenal mereka semua dan biarpun dia tahu bahwa wanita yang manis inipun karena ia adalah Tang Bun An, atau yang berjuluk Ang-hong-cu Si Kurnbang Merah! Seperti telah kita ketahui, Tang Bun An pergi ke kota raja untuk memulai hidup baru karena dia merasa sudah tua dan bosan dengan kehidupan petualangan seperti yang selama ini dialaminya. Dia terlalu banyak musuh, bahkan akhir-akhir ini dia dikejar-kejar orang-orang pandai sekali, termasuk puteranya sendiri yang bernama Tang Hay. Dia mengambil keputusan untuk pergi ke kota raja dan mencari kedudukan, untuk dapat mengembalikan kedudukan dan kemuliaan yang pernah dimiliki ayah kandungnya dahulu, yaitu mendiang Tang Siok yang menjadi pejabat tinggi di kota raja. Dia harus mampu meraih suatu kedudukan yang lebih tinggi dari pada yang pernah dimiliki ayahnya dan satu-satunya jalan untuk dapat memperoleh kedudukan tinggi itu hanyalah membuat jasa, kalau mungkin langsung terhadap Kaisar! Biarpun dia pandai ilmu silat dan mengerti juga ilmu sastra, namun tanpa memlliki hubungan yang baik dengan para pejabat tinggi, akan sukarlah memperoleh kedudukan. Apa lagi bagi seorang setua dia.
Ketika berada di kota raja, Tang Bun An segera mendengar berita yang amat menarik hatinya, yaitu tentang adanya seorang perwira pengawal muda yang menyebar berita bahwa perwira itu adalah putera dari Ang-hong-cu! Hal ini dirasakannya amat aneh. Bukankah selama ini namanya dianggap jahat dan buruk, dibenci oleh para pendekar dan ditakuti di dunia kang-ouw" Bahkan andaikata dia mempunyai anak kandung, seperti halnya Tang Hay, maka anak itu tentu akan malu mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Akan tetapi kenapa orang ini, seorang perwira pengawal pula, menyebarkan berita bahwa dia putera Ang-hong-cu. Seolah-olah hal itu membanggakan hatinya" Tadinya dia hanya tersenyum saja mendengar berita itu, dan dianggapnya perwira itu seorang pemuda yang tolol dan suka membanggakan diri meminjam ketenaran orang lain. Akan tetapi setelah dia mendengar bahwa perwira muda itu bernama Tang Gun, dia terkejut! She Tang" Dunia kang-ouw sudah mengenal nama julukan Ang-hong-cu, akan tetapi tidak ada atau amat jarang sekali orang mengetahui bahwa Ang-hong-cu memiliki she (nama keturunan) Tang!
Berita itu amat menarik hati Tang Bun An. Apa lagi ketika dia mendengar bahwa perwira bernama Tang Gun itu bekerja sebagai seorang komandan pengawal dalam istana, sebuah kedudukan yang diterimanya sebagai hadiah dari kaisar karena Tang Gun pernah menolong rombongan kaisar dari gangguan pemberontak dua tiga tahun yang lalu! Ah, siapa tahu, dari orang yang mengaku puteranya inilah datang kesempatan baginya untuk meraih kedudukan! Dan memang dia harus dapat mendekati istana, tempat tinggal kaisar kalau dia ingin memperoleh pangkat yang tinggi.
Demikialah, setelah melakukan penyelidikan tentang keadaan istana, Tang Bun An lalu mempergunakan ilmu kepandaiannya dan dengan tidak betapa sukar dia berhasil melewati pagar tembok dan masuk ke dalam taman bunga di bagian barat, dan kebetulan sekali dia dapat melihat dan mendengar pertemuan antara perwira Tang Gun dan seorang dayang. Dia belum sempat menyelidiki perwira yang mengaku puteranya itu, maka tadinya dia tiak tahu siapa perwira yang mengadakan pertemuan dengan seorang dayang istana itu. Akan tetapi setelah mendengar dayang itu menyebut "Tang-ciangkun" dia terkejut dan juga merasa gembira sekali. Tak salah lagi, pikirnya. Inilah perwira yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu itu! Dan dari penerangan yang tidak begitu cerah, cukup baginya untuk bernapas lega. Setidaknya orang muda itu tidak mengecewakan untuk menjadi puteranya. Jangkung, tegap, tampan dan gagah. Apa lagi setelah dia mendengar percakapan antara mereka, hatinya bangga. Pemuda yang mengaku puteranya ini ternyata seorang pria yang disukai wanita! Buktinya, dayang itu juga memikat cintanya, dan mempergunakan semacam rahasia pondok Sarang Madu sebagai alat untuk memeras agar perwira muda itu suka memuaskan nafsu birahinya! Diam-diam Tang Bun An tersenyum bangga, dan melihat pemuda itu mengikuti si dayang memasuki pondok, diapun cepat meloncat ke atas genteng untuk melakukan pengintaian. Di dalam kamar pondok itu hanya diterangi dua buah lilin, namun cukup bagi mata Tang Bun An yang tajam dan terlatih baik.
Mula-mula dia hendak melihat apakah orang yang mengaku puteranya itupun cukup jantan melayani wanita dalam bercinta. Akan tetapi, ketika dia mengintai dari atas dan mula-mula hanya terdengar bunyi dengus napas dan rintihan disusul pernapasan yang tersendat-sendat, dia terbelalak! Perwira muda yang mengaku puteranya itu, sama sekali tidak mencumbu rayu, tidak membelai mesra, melainkan mencekik leher gadis itu menggunakan ikat pinggang dayang itu sendiri! Betapa gilanya! Sayang kalau gadis muda semanis itu dibunuh begitu saja! Kalau perwira muda itu telah menikmatinya, mau di bunuh atau tidak dia tidak akan perduli. Akan tetapi jelas bahwa mereka itu baru saja saling bertemu, mengapa perwira itu membunuhnya tanpa membelai atau mencumbu sedikitpun" Akan tetapi dia menahan diri, tidak mau mencampuri karena ia ingin sekali tahu perkembangan selanjutnya. Keadaan perwira muda yang mengaku puteranya itu tentu saja baginya jauh lebih menarik dan lebih penting daripada nyawa seorang gadis dayang istana!
Melihat cara perwira itu membunuh dayang, yang memakan waktu cepat sekali, Tang Bun An dapat menduga bahwa perwira muda itu sedikit banyak memiliki tenaga yang lumayan juga.
Kini Tang Gun melepaskan ikat ping gang dayang itu, mengikat ujung ikat pinggang ke atas tihang dan menggantung mayat dayang itu pada lehernya, mengatur sedemikian rupa sehingga sekali lihat saja orang akan menduga bahwa dayang itu mati membunuh diri dengan cara menggantung. Dia membalikkan sebuah bangku di bawah mayat. Dengan cermat dia mengukur dan memperhitungkan. Kalau gadis itu membunuh diri, tentu mempergunakan bangku itu untuk berdiri dan mengikat ujung ikat pinggang ke tihang, mengikatkan ujung yang lain di lehernya kemudian menendang bangku itu sehingga tubuhnya tergantung dan mati tercekik. Tepat sekali. Setelah merasa puas, dia lalu menup padam api lilin dan keluar dari dalam pondok, menutupkan daun pintu pondok itu. Kemudian, dengan tenang diapun kembali ke pos penjagaan seperti tidak pernah terjadi sesuatu.
Pada keesokan harinya, kembali istana kaisar menjadi gempar ketika mayat A Cui ditemukan dalam keadaan menyedihkan. Ia mati tergantung dalam Pondok Sarang Madu, lidahnya terjulur panjang, matanya melotot dan tubuhnya kaku! Akan tetapi karena keadaannya jelas menunjukkan bahwa ia telah menggantung diri sampai mati, maka tidak ada persoalan lain kecuali mengurus mayatnya dan selanjutnya tidak ada apa-apa lagi.
Biarpun dia telah berhasil membunuh A Cui yang mengetahui rahasianya tanpa meninggalkan jejak, tetap saja hati Tang Gun merasa tidak tenteram. Dia dapat menduga bahwa kalau sampai A Cui mengetahui rahasia itu, berarti A Sui, dayang yang menjadi pelayan Hwee Lan itulah yang bermulut panjang dan membocorkan rahasia. Mungkin hanya untuk pamer dan membanggakan diri bahwa ia telah berhasil menjadi kekasih perwira Tang yang banyak dikagumi para puteri itu! Yang membuat dia gelisah, siapa saja yang sudah mengetahui akan rahasia itu" Apakah hanya kepada A Cui saja A Sui bercerita" Ataukah celotehnya didengar lebih banyak dayang lagi" Celakalah kalau begitu! Dia harus cepat pergi ke kota Yu-sian untuk minta keterangan A Sui, dan dayang yang panjang mulut itu perlu ditegur, atau bahkan dihajar agar lain kali tidak berani lagi berlancang mulut menyebarkan rahasia yang seharusnya dipegang teguh karena amat berbahaya kalau sampai terdengar oleh istana.
Pada keesokan harinya, Tang Gun mohon diri dari kaisar untuk keluar dari istana dalam usahanya menyelidiki sendiri kehilangan selir Hwee Lan dan pelayannya, A Sui. Untuk itu, dia minta cuti selama sebulan. Tentu saja permohonannya dikabulkan karena kaisar juga masih merasa amat penasaran dengan menghilangnya selir dan dayangnya itu, dan memang merupakan tanggung jawab Tang Gun sepenuhnya sebagai perwira pengawal dalam istana untuk dapat menangkap selir yang melarikan diri itu.
*** Kedatangan Tang Gun di kota Yu-sian dilakukan secara diam-diam. Bagaimanapun juga, dia tidak berani secara terang-terangan memperlihatkan diri kepada umum ketika dia mengunjungi ke kasihnya, yaitu Hwee Lan dan A Sui yang kini sudah membuka sebuah toko kain di kota itu. Dia datang pada malam hari, melalui genteng rumah seperti seorang pencuri! Akan tetapi kedatangannya itu disambut dengan mesra dan manis oleh Hwee Lan dan A Sui yang sudah merasa rindu sekali kepada pria ini.
Akan tetapi, kemesraan itu diliputi mendung. Tang Gun juga merasa rindu kepada mereka, nampak diam dan murung. Tentu saja hal ini membikin dua orang wanita itu menjadi khawatir.
"Koko, apakah yang menyebabkan engkau nampak murung dan tidak senang?" Hwee Lan merangkul dan duduk di atas pangkuan kekasihnya. Tang Gun menghela napas.
" Aku telah membunuh dayang A Cui ..."
"A Cui....... ?" A Sui terkejut sekali mendengar bahwa kekasih majikannya, juga kekasihnya sendiri itu, telah membunuh A Cui, seorang dayang istana yang menjadi sahabat baiknya.
"Membunuh A Cui" Kenapa......?" Hwee Lan juga berseru kaget dan ia turun dari atas pangkuan kekasihnya, akan tetapi masih merangkulnya dan mengamati wajah yang tampan itu dengan khawatir .
"Ia telah mengetahui rahasia kita, dan ia memerasku untuk melayaninya. Karena itu, aku lalu membunuhnya." Diceritakannya peristiwa dalam taman itu kepada dua orang wanita yang mendengarkan dengan wajah berubah pucat.
"Dan kalau sampai A Cui mengetahui rahasia kita itu, sudah pasti bahwa seorang di antara kalian yang telah membocorkannya dan menceritakannya kepada A Cui. Hayo, siapa yang telah bicara dengan A Cui" Mengaku saja!"
Hwee Lan memandang kekasihnya yang sudah bangkit berdiri itu dengan mata terbelalak, lalu ia menggeleng kepalanya. "Tidak, aku sama sekali tidak pernah bicara tentang hubungan kita kepada siapapun juga. Aku cukup mengetahui betapa berbahayanya kalau hal itu kulakukan. Akan tetapi A Sui.......! Engkau........., tentu engkau yang telah bicara dengan A Cui, bukan" Aku tahu bahwa engkau adalah sahabat karib A Cui!" Bekas selir kaisar yang cantik jelita itu kini memandang kepada pelayannya.
A Sui menjadi semakin pucat. Ia menundukkan mukanya, kemudian ia berlutut di atas lantai dan menangis. "Ampun.... saya kira........ hal itu tidak ada bahayanya, karena ia...... ia adalah seorang sahabat baik yang biasanya setia..... dan........"
"Goblok! Engkau lancang mulut!" Tang Gun dengan marah lalu menggerakkan kakinya menendang.
"Bukk!" Tubuh selir yang mungil itu terlempar dan menabrak dinding lalu terbanting jatuh. Ia menangis dan pipinya yang tertabrak dinding membiru, mulutnya berdarah.
"Kau...... kau akan membikin celaka kita semua!" Tang Gun membentak lagi dan kemarahannya masih berkobar.
"Ampun....... ampunkan saya........."
Bekas dayang itu merintih ketakutan. Sebelum Tang Gun turun tangan lagi menghajar atau mungkin membunuh bekas dayang yang menjadi kekasihnya itu, tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dibarengi suara seorang laki-laki, "Tang Gun, apakah engkau hendak membunuh pula wanita ini seperti engkau membunuh dayang A Cui?"
Tentu saja tiga orang itu terkejut, terutama sekali Tang Gun. Dia membalikkan tubuhnya dan ternyata di ruangan itu telah berdiri seorang laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Seorang pria yang usianya sudah lima puluh lima tahun, pakaiannya rapi, tubuhnya sedang dan setua itu masih nampak tampan menarik. Melihat bahwa pria itu hanya orang biasa saja, tidak membawa senjata, Tang Gun bersikap garang.
Sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka pria itu, ia membentak lantang, "Heh, siapakah engkau yang datang memasuki rumah kami tanpa diundang?" Biarpun suara dan sikapnya garang, namun hatinya berdebar tegang mendengar betapa pria ini telah tahu akan rahasianya yang ke dua, yaitu membunuh A Cui!
Pria setengah tua itu tersenyum me mengejek dan sepasang matanya mengeluarkan sinar tajam. "Aku adalah utusan kaisar yang datang untuk menangkap kalian bertiga dan membawa kalian kembali ke istana!"
Wajah Tang Gun seketika pucat mendengar ucapan ini. Akan tetapi melihat betapa orang itu hanya seorang diri saja dan tidak bersenjata, diapun menjadi nekat. Dia harus membunuh orang ini kalau ingin selamat. Secepat kilat dia sudah mencabut pedangnya dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang dengan tusukan pedangnya ke arah dada orang itu.
"Singgg....!" Pedang berdesing saking cepat gerakannya, namun hanya meluncur lewat karena orang itu sudah dapat mengelak dengan amat mudahnya. Akan tetapi begitu dia dengan lompatan ke kanan, Tang Gun sudah cepat membalikkan tubuh dan pedangnya menyambar ganas, kini membacok ke arah leher, dan gerakan pedang ini di susul tendangan kaki kirinya ke arah bawah pusar lawan. Hebat serangan ini karena Tang Gun telah memainkan jurus Li-kong-sia-ciok (Li Kong Memanah Batu), gerakannya selain cepat juga mengandung tenaga yang dahsyat. Namun, ternyata lawannya adalah seorang yang lihai sekali. Dia tidak pernah mimpi bahwa lawannya itu adalah orang yang sejak dia kecil dia cari-cari, yaitu ayah kandungnya sendiri yang berjuluk Ang-hong-cu!
Ang-hong-cu Tang Bun An menghadapi serangan dahsyat itu dengan amat tenang. Dia melangkah mundur sehingga bacokan tidak mengenai lehernya, dan ketika tendangan itu menyambar lewat, tangannya cepat bergerak menyentuh bawah kaki dan sekali dia menggerakkan tenaga ke arah tumit itu, tubuh Tang Gun terlempar dan terjengkang ke belakang!
"Brukkk!" Tubuh Tang Gun terbanting, akan tetapi orang muda inl sudah cepat meloncat bangun lagi dan menyerang lebih ganas. Dia kini dapat mengerti bahwa lawannya amat pandai, maka dia menjadi nekat. Dia harus dapat mengalahkan orang itu, atau dia akan celaka! Pedangnya menyambar-nyambar, berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung, yang menyambar-nyambar bagaikan maut kelaparan mencari nyawa. Namun, tingkat ilmu kepandaian silat yang dikuasai Tang Gun jauh berada di bawah tingkat Ang-hong-cu yang selain ilmunya tjnggi, juga sudah memiliki pengalaman luas, maka semua sambaran pedangnya tidak pernah mengenai sasaran. Bahkan kalau Si Kumbang Merah itu menghendaki, dalam beberapa jurus saja. Tang Gun tentu sudah roboh dan dikalahkan. Agaknya, mengingat bahwa perwira muda ini adalah puteranya sendiri, seperti yang diakui oleh Tang Gun dan yang dipercayanya pula, agaknya Si Kumbang Merah ingin menguji sampai di mana ketangguhan orang yang mengaku anaknya itu.
Setelah puas mempermainkan Tang Gun dengan elakan-elakan yang membuat tubuhnya berubah menjadi bayangan yang berkelebatah di antara sinar pedang, tiba-tiba Si Kumbang Merah mengeluarkan seruan nyaring.
"Heiiiittt!" Kedua tangannya bergerak, yang kiri menotok ke arah siku kanan lawan, yang kanan mencengkeram pundak dan di lain saat, tubuh Tang Gun telah menjadi lemas dan pedangnya dengan mudah berpindah tangan! Si Kumbang Merah menyusul dengan totokan ke arah jalan darah thian-hu-hiat dan tubuh perwira itupun terkulai lemas, tidak mampu bergerak lagi!
Dua orang wanita itu menjadi ketakutan sampai hampir terkencing-kencing.
Namun, Si Kumbang Merah tersenyum ramah dan berkata kepada mereka,"Hayo kalian berdua ikut bersamaku. Kereta sudah menanti di luar. Jangan sampai aku harus mempergunakan kekerasan terhadap kalian dua orang nona manis!"
Hwee Lan dan A Sui tidak berani membantah puJa waJaupun mereka ketakutan dan maklum bahwa malapetaka menanti mereka. Ang-hong-cu menarik tubuh Tang Gun bangun. Lalu memapahnya keluar, menggiring dua orang wanita itu yang berjalan dengan tubuh menggigil ketakutan. Ternyata di luar sudah tersedia sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda! Ang-hong-cu yang membayangi Tang Gun dan mengetahui tempat persembunyian perwira dengan dua orang kekasihnya itu, sudah mempersiapkan kereta untuk memboyong para tawanan itu kembali ke kota raja!
Setelah tiga orang itu berada di dalam kereta, Tang Gun tertotok lemas dan dua orang wanita itu menangis lirih, Ang-hong-cu lalu melarikan keretanya menuju ke kota raja. Penangkapan terhadap tiga orang itu merupakan peristiwa yang aneh karena tidak ada orang lain yang mengetahuinya! Dua orang wanita itupun merasa tidak berdaya, hanya mampu menangis ketakutan karena mereka dapat membayangkan bahwa mereka tentu akan menerima hukuman. Orang yang mereka percaya kini telah duduk setengah rebah didalam kereta, tidak mampu bergerak lagi dan hanya mampu memandang kepada
mereka dengan sinar mata putus asa dan ketakutan.
*** Cepat laksanakan penangkapan itu kalau benar engkau mampu melakukannya! Selama ini, seluruh pasukan pengawal tidak mampu menangkap dua orang perempuan itu. Maka, Tang Bun An, kalau engkau melanggar janji kesanggupanmu dan mengecewakan kami, kalau engkau gagal melakukan penangkapan, kami akan memberikan hukuman berat! Sebaliknya, kalau engkau memenuhi janji, yaitu dalam waktu sehari akan mampu menghadapkan dua orang wanita itu dan biangkeladinya yang membuat mereka minggat dari istana, kami akan mengangkat kamu menjadi kepala seluruh pasukan pengawal, baik yang di dalam maupun yang di luar istana!" Demikianlah kata kaisar ketika Tang Bun An diperkenankan menghadapnya. Tang Bun An menyatakan kesediaannya untuk menangkap dan menyeret dua orang wanita, yaitu selir Hwet. Lan dan dayang A Sui, kembali ke istana dalam waktu satu hari saja. Bahkan juga dia bersedia menangkap orang yang telah melarikan dua orang wanita itu dari dalam istana. Mendengar ini, tentu saja semua pengawal menjadi terkejut dan heran. Bagaimana mungkin orang setengah tua ini akan mampu menangkap buronan itu dalam waktu sehari saja, pada hal para pengawal yang pandai telah gagal sama sekali"
Tentu saja hal itu tidaklah terlalu mengherankan kalau saja mereka ketahui bahwa ketika Tang Bun An menghadap kaisar, tiga orang jtu telah menjadj tawanannya dan dia sembunyikan dalam sebuah kuil tua di dalam hutan sebelah utara kota raja!
Dengan sikap hormat dan gagah Tang Bun An menolak ketika kaisar menawarkan bantuan pasukan pengawal. Diapun berangkat dan tepat pada keesokan harinya, pagi-pagi dia sudah kembali ke istana membawa tiga orang tawanan itu yang telah dibelenggu kedua tangan mereka, dan dirantai kaki mereka.. Semua orang tentu saja menjadi bengong dan terkejut bukan main melihat bahwa komandan pengawal muda itu menjadi tawanan, apa lagi ketika mereka mendengar bahwa yang melarikan Hwee Lan dan A
Sui adalah Tang Gun, perwira pengawal yang amat dipercaya kaisar itu. Gegerlah seluruh penghuni istana mendengar bahwa Tang Gun tidak hanya melarikan selir dan dayangnya itu, akan tetapi juga dia yang telah membunuh A Cui yang disangka mati membunuh diri di Pondok Sarang Madu.
Kaisar sendiri tentu saja menjadi marah bukan main. Dengan muka merah dan mata melotot dia mendengarkan pengakuan tiga orang tawanan itu, kemudian dengan suara lantang kaisar menjatuhkan hukumannya. Hwee Lan dan A Sui dijatuhi hukuman menjadi nikouw (pendeta wanita), mencukur gundul rambut mereka dan selanjutnya mereka diharuskan menjadi nikouw, hidup di kuil untuk menebus dosa selama hidup mereka. Adapun Tang Gun, mengingat akan jasanya yang pernah dilakukannya terhadap kaisar, perwira pengawal ini dihukum buang setelah menerima cambukan sebanyak lima puluh kali!
Tentu saja Tang Bun An menerima hadiah seperti yang dijanjikan kaisar. Dia diangkat menjadi komandan seluruh pasukan pengawal! Suatu kedudukan yang tinggi!
Akan tetapi tentu saja kedudukan itu tidak diterimanya dengan begitu mulus dan mudah. Seorang di antara para menteri, yaitu menteri bagian keamanan, memperingatkan kaisar bahwa menerima seseorang untuk menjadi komandan pasukan pengawal istana, tidak semestinya dilakukan semudah itu.
"Ampun, Sribaginda," demikian antara lain menteri itu mengemukakan pendapatnya. "Memang sudah terdapat bukti akan kesetiaan dan jasa dari Tang Bun An dan sudah sepantasnya kalau dia menerima anugerah dari paduka. Akan tetapi, akan lebih bijaksana kiranya kalau dia diuji lebih dulu. Bagaimanapun juga, tingkat kepandaian seorang komandan haruslah lebih tinggi dari pada tingkat semua perwira pasukan itu sehingga tidak akan menimbulkan perasaan iri di antara para prajurit maupun perwira! Juga hal ini akan mempertebal ketaatan para anak buah terhadap komandannya."
Kaisar dapat menerima pendapat ini dan demikianlah, sebelum menerima pengangkatannya sebagai seorang panglima, kepala seluruh pasukan pengawal istana, Tang Bun An diharuskan melewati ujian. Pengujinya adalah seorang yang amat disegani di seluruh pasukan pengawal, yaitu Coa-ciangkun (Perwira Coa) yang tadinya menjabat kepala pasukan pengawal dan kini harus menjadi orang ke dua setelah Tang Bun An! Coa Ciangkun ini terkenal memiJiki tenaga gajah dan juga ilmu silatnya tinggi, maka boleh dibilang dia merupakan jagoan istana nomor satu yang selama ini sukar dicari tandingannya! Dia baru berusia empat puluh tahun dan tubuhnya tinggi besar menyeramkan.
Kaisar sendiri tertarik ketika melihat sikap Tang Bun An yang sedikitpun tidak menyatakan ketakutan ketika dikabarkan bahwa dia akan diuji oleh Coa Ciangkun yang terkenal itu. Maka, kaisar berkenan hendak menyaksikan sendiri ujian atau adu kepandaian itu. Mendengar bahwa kaisar sendiri hendak menyaksikan, legalah hati Tang Bun An. Kalau junjungan itu sendiri menyaksikan, sudah pasti perwira Coa itu tidak akan berani melakukan kecurangan dan tentu adu kepandaian itu akan berlangsung dengan jujur dan adil. Hal ini melegakan hatinya yang tadinya merasa ragu-ragu dan khawatir kalau-kalau dia akan dicurangi. oleh para pembesar istana yang tentu akan merasa iri hati kepadanya. Dan diapun maklum betapa lihainya para jago istana sehingga kalau sampai dia dikeroyok, hal itu akan berbahaya juga baginya.
Pada hari dan waktu yang sudah ditentukan, sebuah lian-bu-thia (ruang berlatih silat) telah dipersiapkan dan kaisar sudah hadir bersama beberapa orang selir dan dayang yang suka akan ilmu silat. Juga para pembesar militer hadir untuk menilai hasil ujian itu.
Setelah memberi hormat dengan berlutut di depan kaisar, Tang Bun An dan lawannya menuju ke tengah ruangan. Tang Bun An memandang kepada calon lawan itu dengan penuh perhatian. Seorang raksasa berusia empat puluh tahun dan biarpun tubuhnya tinggi besar, namun gerak-geriknya nampak gesit. Seorang lawan yang tangguh, pikirnya, akan tetapi sedikitpun dia tidak merasa gentar. Dia percaya kepada kemampuan dirinya. Sekelebatan saja dia tahu bahwa menghadapi lawan seperti itu, amat bodoh kalau dia harus mengadu tenaga. Jelas bahwa orang itu memiliki tenaga yang amat kuat, baik tenaga otot maupun tenaga dalam. Maka, satu-satunya cara untuk menghadapinya hanyalah mengandalkan kecepatan dan dia merasa yakin akan dapat mengatasi lawannya dalam hal kecepatan. Memang dia terkenal sekali sebagai seorang ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat dan karena mengandalkan gin-kang inilah maka selama puluhan tahun ini, tidak ada yang mampu menangkap Ang-hong-cu!
Pertandingan ujian itu segera dimulai dan mentaati perintah kaisar yang mengkhawatirkan kalau dua orang yang amat berguna baginya itu mengalami cidera, pertandingan dilakukan dengan tangan kosong.
Begitu mereka bergebrak saling serang, tahulah Si Kumbang Merah bahwa lawannya memang amat tangguh, dan memiliki ilmu silat yang pada dasarnya adalah aliran silat Siauw-lim-pai. Akan tetapi, gerakannya bercampur dengan silat dari utara dan barat, dan yang amat merepotkannya adalah kekuatan yang dahsyat dari lawan itu. Biarpun dia sendiri memiliki sin-kang yang kuat, namun setelah beberapa kali mencoba tenaga lawan dan mengadu tenaga, lengannya terasa agak nyeri karena dia kalah muda, dan tulang-nya kalah kuat! Maka, mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An mempergunakan kecerdikannya. Tubuhnya berkelebatan amat cepatnya dan benar seperti dugaannya.biar si raksasa itupun memiliki gerakan yang cepat, namun jauh kalah cepat dibandingkan dia. Coa Ciangkun mulai merasa pening karena lawannya lenyap, berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di sekeliling dirinya! Lawannya itu bagaikan seekor kumbang yang beterbangan mengitarinya, membuat Coa Ciangkun kini terdesak dan repot sekali.
Setelah lewat lima puluh jurus dan membuat lawan benar-benar pening, dengan kecepatan kilat ketika tubuhnya berkelebat di belakang lawan, tang Bun An mempergunakan ujung kakinya meendang cepat mengarah tekukan lutut kedua kaki Coa-ciangkun. Tidak keras tendangan itu, namun karena yang ditendang adalah bagian yang lemah, maka tanpa dapat dipertahankan lagi, kedua kaki perwira raksasa itupun tertekuk dan dia berlutut!
Tang Bun An yang cerdik tidak ingin mendapatkan musuh, maka cepat dia menjura kepada perwira itu sambil berkata, "Ciangkun, engkau sungguh hebat, maafkan aku."
Perwira Coa bangkit berdiri dan balas menjura. Hatinya kagum. Orang ini amat lihai, pikirnya, akan tetapi pandai pula merendahkan diri. Biarpun dia tadi kalah, namun lawannya sengaja tidak membikin malu padanya.
Dia tahu bahwa kalau lawan yang amat lihai itu menghendaki, dia dapat dikalahkan dalam cara yang lebih keras lagi.
Kaisar merasa puas dan para pembesar militer juga menyatakan kekaguman mereka. Semua orang tahu belaka bahwa pria setengah tua yang ganteng dan simpatik itu. memang memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan boleh diharapkan menjadi komandan pengawal yang boleh dipercaya.
Mulai hari ini, resmilah Tang Bun An menjadi Tang-ciangkun, dan kedudukannya bahkan jauh lebih tinggi dari pada Tang Gun. Lalu bagaimana dengan nasib Tang Gun" Bagi dua orang kekasihnya sudah jelas. Hari itu juga mereka digunduli dan diserahkan kepada para nikouw pengurus kuil, dan dua orang wanita muda itu dipaksa menjadi nikouw, setiap hari kerjanya hanya berdoa dan mempelajari kitab-kitab agama untuk menebus dosa mereka! Sedangkan Tang Gun sendiri, dengan punggung yang masih penuh babak belur dan terasa perih, lehernya dikalungi papan berlubang, dan dia dikawal oleh dua orang petugas penjara, dibawa keluar dari kota raja dalam perjalanannya ke tempat pembuangan, jauh ke utara,di mana terdapat tempat pembuangan dan di sana para terhukum itu dijadikan pekerja rodi, memperbaiki tembok dari Tembok Besar yang rusak, melayani pasukan penjaga dan lain-lain pekerjaan kasar, sampai mereka itu mati atau habis masa hukumannya.
Pada malam harinya setelah Tang Gun dikawal dua orang petugas penjara keluar dari kota raja, Tang Bun An gelisah di dalam kamarnya. Dia terkenang kepada Tang Gun, terkenang akan percakapan antara Tang Gun dan Hwee Lan di dalam kuil, sebelum mereka dia serahkan kepada kaisar. Dua orang itu bertangisan dan dalam keluh kesahnya itulah dia mendengar Tang Gun berkata dengan suara penuh duka.
"Aih, aku telah melupakan pesan ibuku, dan seperti juga ibuku, aku menjadi korban nafsu. Ibuku pernah bercerita bahwa karena terbuai oleh nafsu, ibuku telah menyerahkan diri kepada seorang pria. Ibuku mengandung dan pria itu pergi begitu saja. Ibu melahirkan aku dan hidup merana dan itu semua. adalah korban nafsu yang hanya beberapa waktu saja! Aku lupa akan pengalaman ibu, dan akupun tergoda oleh nafsu sehingga kita melakukan hubungan dan kini akibatnya sungguh pahit, sama sekali tidak sepadan dengan kesenangan sejenak yang kita nikmati......."
"Akan tetapi, koko. Kita saling mencinta...... ," bantah Hwee Lan.
"Hemm, benarkah itu" Kalau kita saling mencinta, tentu kita tidak akan melakukan hubungan yang akibatnya hanya mencelakakan kita sendiri. Kita saling mencelakakan. Yang mendorong hubungan kita bukanlah cinta, melainkan nafsu birahi! Sungguh tepat peringatan ibu. Kita harus senantiasa waspada terhadap nafsu kita sendiri karena nafsu kita yang akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan. Kalau kita lengah, nafsu menerkam kita. Untuk kenikmatan yang hanya beberapa saat kita rasakan, mungkin akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan selama hidup!"
Pemuda itu menangis dan merintih-rintih memanggil ibunya! Itulah yang selalu mengiang di dalam telinga Si Kumbang Merah pada malam hari itu. Dia sendiri tidak tahu siapa ibu pemuda itu, namun dia percaya bahwa Tang Gun adalah puteranya. Sudah terlalu banyak wanita dia permainkan sehingga dia tidak ingat lagi, wanita yang mana yang menjadi ibu pemuda itu! Dan diapun tidak mempunyai hasrat untuk mengetahuinya. Bagaimanapun juga, Tang Gun adalah anak kandungnya! Dia tidak memiliki rasa cinta kepada pemuda itu, akan tetapi, mengingat bahwa Tang Gun tidak bersalah kepadanya, dan juga tidak mengecewakan menjadi puteranya, pandai menjatuhkan hati wanita, maka hatinya merasa tidak tega.
Demikianlah, pada keesokan harinya ketika Tang Gun dan dua orang pengawalnya tiba di jalan sunyi di lereng sebuah bukit, tiba-tiba muncul seorang yang berpakaian serba hitam dan memakai kedok hitam pula. Tanpa banyak cakap, si kedok hitam ini menyerang dua orang pengawal itu. Mereka mencabut golok melakukan perlawanan. Namun percuma saja, hanya dalam beberapa jurus keduanya sudah terjungkal tewas dan si kedok hitam menendangi mayat mereka sampai terlempar ke dalam jurang yang amat dalam. Setelah itu, masih tanpa bicara, si kedok hitam membikin pecah "kang" (alat papan berlubang mengalungi leher), mematahkan semua rantai, kemudian menyerahkan sebuah buntalan kain kuning kepada Tang Gun. Buntalan kain itu ternyata berisi uang emas! Tang Gun terheran-heran dan si kedok hitam meloncat pergi. Pemuda itu hanya dapat berteriak, "Kedok hitam, aku Tang Gun tidak akan melupakan pertolonganmu ini selama hidupku!"
Si Kedok Hitam itu tentu saja bukan lain adalah Si Kumbang Merah Tang Bun An. setelah menolong dan membebaskan putera kandungnya dan memberi emas yang cukup untuk bekal hidup pemuda itu, dia lalu kembali ke kota raja dan hatinya merasa lega dan puas. Tang Gun seorang anak keturunannya yang patut dibanggakan! Hanya sayang ilmu silatnya tidak begitu tinggi, tidak seperti Hay Hay atau Tang Hay itu. Teringat akan Tang Hay, diam-diam Si Kumbang Merah bergidik. Anak itu luar biasa sekali. Amat lihai dan memiliki ilmu sihir yang mengerikan pula. Dan timbul kekhawatiran di dalam hatinya bahwa anak kandungnya yang satu itu sekali waktu akan dapat menemukannya! Akan mampukah dia menandingi anaknya itu" Akan mampukah dia menyelamatkan dirinya"
"Aku tidak perlu takut!" Akhirnya dia mengeluh. Bukankah tidak seorangpun di antara mereka, juga Tang Hay sendiri tidak, mengetahui bahwa dia kini telah menjadi seorang panglima di istana" Panglima, komandan seluruh pasukan pengawal yang amat kuat! Apa artinya musuh-musuh dari golongan para pendekar itu" Dalam kedudukannya sekarang, mereka takkan mampu berbuat sesuatu!
Dan mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An menikmati kehidupannya yang baru. Seorang panglima yang ditakuti dan disegani, yang memiliki kekuasaan di istana, luar dan dalam. Dialah pengatur semua penjagaan, dialah yang bertanggung jawab akan keamanan dan keselamatan istana, akan keamanan dan keselamatan kaisar sekeluarganya! Dia berkedudukan.tinggi dan terhormat, juga hidup dalam kemewahan. Sebentar saja dalam gedungnya yang megah dimeriahkan dengan adanya belasan orang pelayan wanita yang muda-muda, yang cantik-cantik. Bahkan karena pengalamannya dalam urusan wanita, Si Kumbang Merah memilih gadis-gadis yang cantik dan dengan segala macam sifat dan pembawaan, ada sesuatu yang khas dan menjadi daya tarik bagi setiap para pelayan itu. Dipilihnya dengan teliti sehingga sebentar saja para pejabat tinggi di kota raja mendengar atau melihat sendiri bahwa panglima baru ini mempunyai gadis-gadis pelayan yang hebat, yang tidak kalah dibandingkan dengan para dayang di istana kaisar!
*** Sudahkah Si Kumbang Merah Tang Bun An merasakan bahagia dalam hidupnya" Apakah dia kinj sudah puas dengan keadaan hidupnya yang baru, di mana dia bergelimang dengan kehormatan, kekayaan dan kemuliaan" Orang-orang menghormatinya, rumahnya besar dan djlayanj pelayan-pelayan wanita yang muda-muda lagi cantik, dijaga pasukan pengawal dan hidup sebagai seorang pembesar yang otomatis menjadi bangsawan yang kaya raya. Bahagiakah hidupnya" Senang memang. Namun, kesenangan bukanlah kebahagiaan. Kesenangan hanya merupakan keadaan sepintas saja, selewat saja, bahkan ada kesenangan yang umurnya amat pendek. Setelah saat senang itu lewat, maka muncullah kebosanan dan kekecewaan. Kesenangan hanya sekedar pemuasan nafsu kejnginan. Setelah tercapai, maka kepuasan itupun hanya sekelumit dan ! baru terasa bahwa apa yang dicapainya itu, kesenangan yang diidamkannya itu, tidaklah sebesar ketika dikejarnya.
Kesenangan hanyalah muka yang lain dari kesusahan, ada suka tentu ada duka, ada puas tentu ada kecewa. Kesenangan hanya merupakan permainan perasaan yang dikuasai nafsu. Adapun kebahagiaan bukanlah keadaan badan, melainkan keadaan jiwa! Keadaan jiwa yang bebas dari pada cengkraman nafsu. Jiwa yang tidak lagi terbungkus dan tertutup nafsu, jiwa yang sudah terbuka, sudah bersatu dengan Tuhan! Dan hanya kekuasaan Tuhan saja lah yang akan mampu membersihkan jiwa dari kurungan nafsu! lkhtiar manusia melalui pikiran dan akal budi tidak mungkin menundukkan nafsu, karena pikiran dan akal budipun sudah bergelimang nafsu. Tidak mungkin nafsu menundukkan nafsu. Hanya kekuasaan Tuhan yang akan mampu membersihkan jjwa yang bergelimang nafsu, atau jiwa yang tertutup oleh kekuasaan gelap, kekuasaan nafsu yang memikat manusia dengan segala macam bentuk kesenangan badani atau kesenangan pikiran dan hati.
Panca indera, pikiran, hati dan akal budi hanyalah alat pelengkap hidupnya jiwa dalam badan. Namun sungguh sayang, karena badan diperalat nafsu dan daya rendah, maka jiwa seperti tertutup dan terbungkus. Bagaimana mungkin kita membersihkan jiwa kita, betapa mungkin kita menundukkan nafsu kalau "kita" ini sudah bergelimang dengan nafsu" Hanya kekuasaan Tuhan yang akan mampu membersihkan jiwa kita, dan satu-satunya ikhtiar yang dapat kita lakukan hanyalah menyerah kepada Tuhan Yang Maha Kasih! Penyerahan yang berarti keimanan yang mutlak, penyerahan total, dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan ketawakalan.
Orang seperti Si Kumbang Merah Tang Bun An adalah manusia yang tidak mau mengenal Tuhan, tidak mau mengakui bahwa ada Yang Maha Kuasa di alam semesta ini. Dia mengira bahwa dirinya adalah sang penentu bagi dirinya sendiri, baik buruk berada di telapak tangannya. Orang seperti inilah yang akhirnya akar terpeleset, tersesat ke dalam lembah ke-jahatan, tanpa merasa bahwa dia tersesat. Baru kalau sudah tertimpa malapetaka sebagai akibat dari perbuatannya sendiri, orang seperti ini mengeluh, mencari-cari sasaran untuk dijadikan biang keladi malapetaka itu, untuk dijadikan kambing hitam melempar kesalahannya. Orang yang tidak mau mengakui kekuasaan Tuhan, selalu menyombongkan diri sendiri kalau berhasil, dan melemparkan kesalahan kepada pihak lain kalau gagal. Sebaliknya, orang yang percaya kepada kekuasaan Tuhan, dalam keadaan berhasil dengan rendah hati dia berterima kasih atas berkah Tuhan, dalam keadaan gagal dia mohon pengampunan atas segala kesalahannya kepada Tuhan.
Si Kumbang Merah Tang Bun An hanya sebentar saja merayakan kemenangan dan keberhasilannya, seolah-olah mabok dalam keberhasilannya. Namun, segala kesenangan yang diraihnya melalui nafsu yang dilampiaskan tanpa batas lagi, hanya sebentar saja terasa nikmat olehnya. Dalam waktu beberapa bulan saja dia sudah mulai merasa bosan! Belasan orang pembantu wanita, gadis-gadis cantik jelita dan manis itu sudah kehilangan daya tarik baginya, bagaikan sekumpulan bunga yang sudah tidak menarik lagi bagi seekor kumbang yang sudah menghisap madu bunga-bunga itu sampai sepuasnya. Mulailah matanya menjadi jalang mencari-cari bunga lain!
Si kumbang Merah yang tadinya merasa bosan dengan cara hidupnya yang liar, dan merindukan kekuasaan dan kedudukan yang akan mendatangkan kemuliaan dan kemewahan, kini setelah memperoleh semua itu, bahkan rindu akan cara hidupnya yang lalu! Dan sekali ini, dia tidak perlu lagi mencari-ca:ri ke kota-kota atau dusun-dusun seperti dahulu lagi. Kini wanita-wanita cantik seolah-olah berserakan di depan hidungnya! Betapa tidak" Dia adalah panglima yang mengepalai pasukan pengawal istana, baik di dalam maupun di luar istana. Oleh karena itu, para thai-kam pengawal yang selalu berjaga di sebelah dalam istana, di bagian para puteri, juga menjadi anak buahnya. Dan di dalam istana bagian para puteri itu terdapat banyak wanita pilihan, wanita-wanita tercantik di seluruh negeri! dan mulailah si kumbang merah beraksi. Tang Bun An, biarpun usianya sudah lima puluh lima tahun, namun dia menjadi seperti muda kembali, menjadi seekor kumbang merah yang beterbangan di antara bunga-bungan yang sedang mekar dengan indahnya di taman istana, hinggap dari satu ke lain kmbang untuk menghisap madu manis sepuas hatinya!
Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, tentu saja dengan mudah Si Kumbang Merah menyelinap ke dalam kamar seorang selir atau dayang tanpa di ketahui orang lain. baginya, tidak peduli wanita itu selir kaisar, atau bahkan puteri kaisar, atau dayang, asal muda dan cantik, tentu akan di rayunya. dia memang pandai merayu wanita, rayuan maut yang membuat setiap orang wanita menjadi lemas dan bertekuk lutut, menyerahkan diri tanpa melawan lagi, bahkan dengan suka rela, dengan kehausan seorang wanita yang menjadi isteri atau selir kaisar dengan puluhan orang saingan! Dalam waktu beberapa bulan saja, hampir seluruh selir dan dayang telah membiarkan diri dihisap oleh Si kumbang Merah. Bahkan banyak pula gadis puteri kaisar yang menyerah!
Namun, Si Kumbang Merah Tang Bun An adalah seorang pria yang berpengalaman dan cerdik sekali. Dia tidak lagi berani melakukan paksaan atau pemerkosaan terhadap wanita di dalam istana seperti dahulu seringkali dia lakukan ketika dia masih liar sebagai Ang-hong-cu yang ditakuti orang. Tidak, dia tidak ingin mengorbankan kedudukannya. Dia berlaku hati-hati dan hanya merangkul wanita yang menanggapi rayuannya sehingga selalu terjadi hubungan yang suka sama suka. Dia kini dapat menjaga pula agar jangan sampai ada puteri kaisar yang masih gadis menjadi hamil karena perjinaan mereka. Dan diapun tidak mau jatuh cinta seperti Tang Gun yang dianggapnya bodoh. Hubungannya dengan para wanita itu hanyalah hubungan nafsu semata, saling meminta dan memberi, setelah itu, habis sudah, tidak ada kaitan dalam hati.
Tidak lama kemudian, para selir dan dayang yang menjadi kekasihnya telah rnenjadi sekutunya. Mereka itu beramai-ramai selalu melindungi dan menyembunyikan rahasia Si Kumbang Merah. Bagi mereka, Tang-ciangkun yang satu ini sungguh merupakan seorang pria yang amat menyenangkan! Dan, mereka semua tahu bahwa sekali rahasia itu terbuka, bukan hanya panglima jantan itu yang , celaka, akan tetapi mereka semuapun akan menjadi korban. Mereka masih teringat akan nasib selir Hwee Lan ,dan dayang A Sui, dan mereka tidak ingin menjadi nikouw! Karena hampir semua selir dan dayang terlibat, maka Si Kumbang Merah merasa aman. Bunga-bunga harum itu bukan hanya menyerahkan madu manis kepadanya, bahkan melindunginya pula.
Betapapun juga, masih ada juga satu hal yang kadang mengkhawatirkan hati Si Kumbang Merah, yaitu permaisuri! War,...it berusia empat puluh tahun lebih yang masih nampak cantik dan amat berwibawa ini merupakan ganjalan dan juga merupakan ancaman bahaya bagi dia dan semua kekasihnya di dalam harem kaisar itu. Permaisuri ini anggun dan juga angkuh. Sebagai seorang pria yang berpengalaman dia maklum bahwa tidak mungkin merayu dan menundukkan hati seorang wanita seperti permaisuri itu. Kalau saja tarikan mulutnya tidak sekeras itu, atau pandang matanya tidak setajam dan sedingin itu, mau rasanya dia mencoba merayu sang permaisuri. Walaupun usianya sudah empat puluh tahun lebih, namun ia juga merupakan seorang wanita yang amat menarik, setangkai bunga yang sama sekali belum layu. Namun, Ang-hong-cu Tang Bun An tidak berani mencoba hal ini karena sekali gagal, dia akan celaka. Walaupun dia mampu melarikan diri andaikata terjadi sesuatu, yang jelas dia akan kehilangan kedudukannya dan akan menjadi seorang buruan pemerintah. Berat!
Kekhawatiran Ang-hong-cu memang tidak meleset. Diam-diam, permaisuri yang juga memiliki kecerdikan itu telah dapat "mencium" bau rahasia ketidakberesan yang terjadi di dalam istana bagian puteri itu. Biarpun para selir dan dayang, juga para thai-kam (pria kebiri) pengawal yang bertugas di sana semua membantu Ang-hong-cu, namun ada beberapa orang thai-kam yang menjadi orang-orang kepercayaan sang permaisuri! Mereka inilah yang membocorkan rahasia itu kepada permaisuri!
Ketika permaisuri mendengar bahwa banyak selir dan dayang yang telah "mengotori" istana dengan perbuatan jina mereka dengan Panglima Tang, diam-diam permaisuri marah bukan main.
"Hemm, pelacur-pelacur itu ....!" ia mengepal tangannya. "Awas, akan kubongkar semuanya!"
Sang permaisuri tidak berani melapor begitu saja kepada suaminya, yaitu kaisar , tanpa adanya bukti yang nyata. Kaisar harus dapat menangkap basah mereka itu, dan hal itu tentu saja dapat diatur , dengan bantuan para thai-kam pengawal yang menjadi para pembantunya yang setia!
Demikianlah, diam-diam permaisuri yang cerdik ini telah mengatur siasat bersama para pembantunya yang setia. Dan bagaikan seekor laba-laba betina, ia telah menenun sarang yang penuh jebakan dan perangkap. Hal ini dilakukan penuh rahasia sehingga sama sekali tidak mencurigakan Si Kumbang Merah dan para wanita yang menjadi kekasih Ang-hong-cu itu.
Pada suatu malam, seperti biasa Si Kumbang Merah berada di kamar seorang selir kaisar. Selir itu masih muda, tidak lebih dari tiga puluh tahun usianya, cantik jelita dan amat menarik, juga merupakan seorang di antara para selir yang tersayang oleh kaisar. Seperti biasa pula, dayang selir itu yang juga sudah menjadi kekasih Si Kumbang Merah, melayani mereka berdua yang berpesta pora di dalam kamar. Ang-hong-cu Tang Bun An demikian mabok kesenangan sehingga setelah lewat tengah malam, diapun sudah tertidur nyenyak dalam kamar itu, dalam pelukan kekasih-kekasihnya. Sama sekali dia tidak tahu bahwa gerak-geriknya sejak memasuki bagian puteri itu telah diamati oleh para thai-kam pengawal yang menjadi mata-mata permaisuri.
Untunglah bahwa selama ini Ang-hong-cu bersikap baik dan royal sekali kepada para pengawal. Para thai-kam pengawal yang tidak menjadi mata-mata permaisuri, masih setia kepada Ang-hong-cu. Panglima Tang ini merupakan seorang atasan yang royal dengan hadiah, bahkan suka pula mengajarkan satu dua jurus ilmu silat tinggi kepada mereka. Maka, sebelum jerat yang dipasang sang permaisuri mengena, pintu kamar selir itu telah digedor dari luar oleh beberapa orang pengawal yang setia kepada Ang-hong-cu.
"Ciangkun........, caingkun.......cepat buka pintu !" kata mereka.
Tentu saja Si Kumbang Merah terkejut, apa lagi ketika dia membuka pintu dan mendengar laporan seorang anak buahnya yang setia. "Ciangkun, celaka sekali. Entah apa yang terjadi, tahu-tahu Sribaginda datang berkunjung, dan anehnya, semua jalan keluar telah dijaga oleh para pengawal kepercayaan Sang Permaisuri! Agaknya rahasia ciangkun telah ada yang membocorkan. Cepat, mereka akan menuju ke sini!"
Setetah berkata demikian, para pengawal itu cepat mengundurkan diri karena tentu saja mereka tidak ingin terlibat. Mendengar laporan itu, selir dan dayangnya sudah menangis dengan wajah pucat dan tubuh gemetar ketakutan. Akan tetapi Si Kumbang Merah tenang saja, lalu menutupkan pintu kamar itu, dan merangkul selir itu, berbisik.
"Kau pura-pura sakit, berselimut!" Dan kepada dayang itu, diapun berkata, "Engkau merawat majikanmu, memijat-mijat kakinya dan laporkan bahwa sejak sore tadi, majikanmu merasa pening dan badannya lesu. Kalian berdua bersikap tenang saja, dan pura-pura kaget kalau ada yang menggedor pintu. Mengerti?"
Setelah berkata demikian, Si Kumbang Merah mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari saku bajunya dan mulailah dia berhias muka. Sebentar saja, mukanya telah berubah menjadi muka seorang wanita setengah tua! Dayang itu membantunya dengan pakaian yang lusuh dan tua, dan kini diapun telah menjadi seorang wanita tua yang berwajah lembut! Dan sekali berkelebat, dia sudah keluar dari jendela kamar itu. Daun jendela ditutup kembali oleh sang dayang.
Tak lama kemudian, benar saja pintu kamar itu digedor dari luar, keras sekali. "Cepat buka pintu! Perintah Sribaginda!" terdengar teriakan itu.
Karena perasaan takut, selir itu menggigil ketakutan, mukanya pucat dan keringat dingin membasahi tubuhnya. la bersembunyi ke dalam selimut, dan dayangnya segera membuka daun pintu itu, dengan perasaan takut yang ditahan-tahan pula. Setelah daun pintu dibuka dan ia melihat Sribaginda Kaisar di ambang pintu, dayang itu lalu menjatuhkan diri berlutut.
Kaisar tidak memperhatikan dayang itu, melainkan memandang ke seluruh kamar dengan sinar mata penuh selidik, lalu bertanya, "Apa yang dilakukan majikanmu?"
"Ampun..... , nyonya...... nyonya sedang sakit, sejak sore tadi terus tiduran ......, hamba mrawatnya......... "
Mendengar ini, kaisar cepat melangkah mendekati pembaringan, lalu menyingkap kelambu. Dia melihat selir terkasih itu rebah terlentang, mukanya pucat, tubuhnya menggigil.
"Engkau sakit..... ?" Kaisar meraba dahi dan lehernya dan mendapat kenyataan betapa tubuh itu panas dingin dan basah oleh keringat. "Ah, engkau benar sedang sakit. Tidurlah, besok biar diberi obat oleh tabib istana," Kaisar menutup kembali kejambu dan keluar dari kamar itu dengan wajah bersungut-sungut. Permaisuri tadi menyindirkan bahwa mungkin kini terulang kembali peristiwa Hwee Lan, dan kaisar dipersilakan untuk berkunjung ke kamar selir itu lewat tengah malam. "Kalau tidak ada pria di sana, tentu pria itu telah melarikan diri dan harus dicari sampai dapat, Jangan sampai nama baik paduka menjadi ternoda aib oleh peristiwa tak tahu malu seperti itu." Demikian sang permaisuri berkata. Dengan hati dipenuhi perasaan cemburu, kaisar lalu melakukan pemeriksaan lewat tengah malam, membawa pasukan pengawal yang dipilih oleh permaisuri. Akan tetapi, ternyata kamar itu kosong dan selir terkasih yang dituduh menyimpan .kekasih itu malah rebah dalam keadaan sakit!
"Geledah seluruh kamar di sini, cari dan tangkap kalau sampai terdapat seorang asing!" Demikian perintah kaisar yang merasa penasaran, lalu dia sendiri hendak mencari permaisuri di dalam kamarnya, untuk menegur permaisurinya itu kalau memang ternyata tidak ditemukan sesuatu. Untuk itu, dia telah membuang waktu dan tidak tidur, semua untuk percuma saja!
Akan tetapi, di kamar permaisuri terjadi hal yang amat aneh. Ketika permaisuri sedang rebah sambiltersenyum-senyum penuh kemenangan, membayangkan betapa selir itu tentu ditangkap dan dijatuhi hukuman, dan dayangnya terkasih sedang memijati kakinya sambil mengantuk, tiba-tiba saja nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di kamar itu telah berdiri seorang wanita setengah tua. Dayang itu hendak berteriak, akan tetapi wanita itu telah meraba tengkuknya dan iapun menjadi lemas tak mampu berteriak atau bergerak lagi. "wanita itu lalu merenggut gelang yang dipakai oleh dayang itu, memasukkannya ke dalam saku bajunya. Kemudian dia menghampiri permaisuri yang juga sudah bangkit duduk dan memandang dengan mata terbelalak.
Melihat permaisuri itu hendak menjerit pula, nenek yang bukan lain adalah Si Kumbang Merah cepat berbisik, "Harap jangan berteriak kalau paduka sayang akan nyawa paduka! Dengar baik-baik, hamba adalah seorang laki-Iaki..... sstt, paduka tidak perlu takut. Hamba tidak akan mengganggu paduka, dan malam ini paduka harus rnelindungi hamba. Hamba akan berada di sini, dan paduka katakan kepada sribaginda bahwa hamba adalah seorang ahli pijat yang sengaja paduka panggil ke sini. Ingat, kalau paduka membuka rahasia, hamba ketahuan kalau hamba laki-Iaki, hamba akan membuat pengakuan bahwa hamba adalah kekasih paduka."
Sepasang mata itu terbelalak, apa lagi pada saat itu tangan Si Kumbang Merah bergerak cepat dan tahu-tahu kalung yang berada di lehernya telah dirampas oleh "nenek" itu.
"Kalung ini, seperti juga gelang dayang ini, akan menjadi bukti bahwa hamba telah menjadi kekasih paduka yang paduka selundupkan ke dalam kamar ini."
"Kau..... kau tak tahu malu, hendak melempar fitnah kepadaku! Siapakah engkau sesungguhnya?"
"Tidak perlu paduka tahu, hamba hanya minta agar malam ini dilindungi dan besok diperbolehkan keluar dengan aman atau...... nama baik paduka akan ternoda. Semua orang akan percaya kepada hamba, dan semua selir akan suka bersumpah bahwa hamba adalah kekasih paduka!"
"Ihhh..... ! Kau.... kau.... jahanam yang menodai istana, berjina dengan para selir dan dayang itu! Engkau Tang-ciangkun!" Wanita bangsawan itu tiba-tiba menjadi pucat. "Kau jangan kau berani menggangguku! Aku akan menjerit, aku akan bunuh diri, aku.... "
"Jangan khawatir. Hamba tidak akan mengganggu paduka. Hambapun tidak pernah mengganggu para selir dan dayang. Bahkan hamba menolong mereka yang kehausan ......"
"Tutup mulutmu yang kotor!"
"Sekali lagi, kalau paduka membuka rahasia hamba, maka hamba pasti akan bersumpah menjadi kekasih paduka. Mungkin hamba akan dihukum mati, akan tetapi nama paduka akan menjadi cemar sampai tujuh turunan!"
Pada saat itu terdengar suara di luar dan Si Kumbang Merah cepat membebaskan totokan pada dayang itu dan berbisik, "Engkau sudah mendengar semuanya. Hayo kau tidur di sudut sana, dan kau akui bahwa aku adalah seorang ahli pijat yang dipanggil oleh majikanmu!"
Dayang itu hanya mampu mengangguk-angguk dan cepat dia merebahkan diri di sudut kamar itu dan pura-pura tidur. Ia takut bukan main, akan tetapi iapun tahu bahwa seperti juga majikannya, ia telah berada dalam cengkeraman pria yang menyamar sebagai wanita itu, pria yang ia tahu adalah Tang Ciangkun! Gelangnya telah dirampas dan kalau pria itu tertangkap lalu membuat pengakuan bahwa dia telah menerima gelang itu sebagai hadiah dari kekasih, tentu ia akan celaka, akan di gunduli dan di paksa menjadi ni-kouw!
Ketika kaisar memasuki kamar permaisurinya dengan wajah muram dan bersungut-sungut karena hatinya tidak senang, dia merasa heran melihat seorang wanita setengah tua memijati pinggul permaisurinya. Dapat di bayangkan betapa marah rasa hati permaisuri itu ketika "nenek" itu memijati pinggulnya dengan tekanan-tekanan kedua tangannya, hangat dan mesra. akan tetapi terpaksa ia menekan kemarahannya, dan harus diakuinya bahwa tekanan-tekanan itu memang pijitan seornag ahli dan otot-otot pinggul dan punggungnya terasa nyaman!
Wanita setengah tua itu cepat berlutut ketika kaisar memasuki kamar dan mendekati pembaringan.
"Hemm, siapakah wanita ini?" Kaisar bertanya kepada permaisurinya yang sudah bangkit dan memberi hormat pula kepadanya.
Si Kumbang Merah yang masih berlutut itu sudah bersiap-siap untuk meloncat dan melarikan diri kalau permaisuri itu membuka rahasianya. Akan tetapi, hatinya lega ketika permaisuri itu menjawab dengan suara sambil lalu.
"Ah, ia adalah seorang ahli pijat dari luar istana yang kabarnya amat pandai. Karena hamba merasa lelah dan tidak enak badan, maka hamba memanggilnya ke sini dan memang ia pandai sekali."Permaisuri lalu menggandeng tangan kaisar, dibawanya duduk di atas kursi kesukaan Sribaginda, di dekat meja. Dengan lembut ia lalu bertanya, "Bagaimanakah dengan penyelidikan paduka?"
"Hemm, tidak kutemukan siapa-siapa di kamarnya. Malah ia rebah dalam keadaan sakit! Engkau agaknya hanya menduga yang bukan-bukan saja!"
Permaisuri itu lalu memberi hormat dan berkata dengan suara lembut.
"Kalau begitu, ampunkan hamba. Sesungguhnya hamba selalu merasa khawatir kalau sampai terulang kembali peristiwa seperti yang dilakukan oleh Hwee Lan. Hamba khawatir, kalau sampai nama besar paduka ternoda."
Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemm, jangan bicara dulu kalau belum ada bukti yang nyata. Engkau hanya mengganggu pikiranku saja, dan aku menjadi lelah karena kurang tidur. Ah, benarkah ia pandai memijit" Biar kau suruh ia memijati tubuhku yang lelah sekali," kata Kaisar sambil menuding ke arah wanita setengah tua yang masih berlutut di atas lantai.
Tentu saja permaisuri merasa khawatir sekali, akan tetapi iapun tidak berani membantah karena khawatir kalau rahasia nenek itu ketahuan. Maka, terpaksa ia lalu membereskan pembaringan dan setelah membantu kaisar rebah di atas pembaringan, ia lalu menyuruh nenek itu memijati tubuh kaisar .
Akan tetapi, Si Kumbang Merah sama sekali tidak merasa khawatir. Dia adalah seorang ahli silat tinggi, pandai ilmu menotok jalan darah dan sudah hafal akan kedudukan otot-otot dan urat-urat, tahu benar cara pengobatan dengan urut dan pijit. Maka, tanpa ragu-ragu iapun lalu memijati tubuh kaisar, dimulai dari kedua kaki, terus naik ke pinggul, punggung, kedua lengan dan leher.
Lega rasa hati permaisuri ketika mendengar Sribaginda mengeluarkan kata-kata memuji dan merasa keenakan, bahkan tak lama kemudian Sang Kaisar telah tertidur amat nyenyaknya!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, permaisuri menyuruh Si Kumbang Merah menghentikan pijitannya. "Engkau boleh pergi sekarang, biar diantar keluar oleh pengawal kepercayaanku," katanya. Si Kumbang Merah tersenyum, memberi isarat berkedip kepada permaisuri dan dayangnya, lalu memberi hormat dan mengikuti dua orang thai-kam pengawal yang telah diberi perintah oleh permaisuri itu. Dengan aman, karena dikawal oleh dua orang thai-kam pengawal kepercayaan permaisuri, dia telah keluar dari daerah terlarang itu.
Sejak terjadinya peristiwa itu, Si Kumbang Merah semakin leluasa mengaduk-aduk daerah terlarang itu, bagaikan seekor kumbang yang dengan bebasnya beterbangan di antara bunga-bunga pilihan di taman istana, menghisap madu dari satu ke lain kembang sesuka hatinya! Permaisuri sama sekali tidak berdaya, bahkan permaisuri itu sudah merasa berterima kasih bahwa Si Kumbang Merah tidak memaksa ia untuk rnenjadi kekasihnya pula! Akan tetapi dayangnya tidak terlepas dari sengatan kumbang rnerah yang nakal itu.
Kini bahkan para thai-kam pengawal yang tadinya setia kepada permaisuri, semua telah tunduk di bawah kekuasaan Si Kumbang Merah dan tentu saja hal inipun terjadi melalui sang permaisuri yang tidak berdaya di bawah ancaman Si Kumbang Merah yang telah rnenguasainya dengan menyimpan kalung dan beberapa barang perhiasan lainnya. Benda-benda ini merupakan senjata ampuh, mernbuat sang permaisuri bertekuk lutut tidak berdaya karena sekali saja Si Kumbang Merah memperlihatkannya kepada orang lain dan mengatakan bahwa dia menerima dari sang permaisuri sebagai hadiah tentu istana, bahkan seluruh negeri akan geger! Tentu nama permaisuri itu akan terseret ke dalam lumpur sebagai seorang permaisuri yang menyimpan seorang kekasih gelap!
* * * Kita tinggalkan dulu Si Kumbang Merah Tang Bun An yang sedang mabok kesenangan dan menjadi seperti ayam jantan tunggal di antara ayam ayam betina di harem kaisar! Dia telah kembali kepada kehidupannya yang dulu lagi, walaupun terdapat banyak perbedaan. Dahulu, dia suka merusak wanita, memperkosa, membunuh, meninggalkannya setelah wanita itu mengandung, di dalam hati dia mentertawakan wanita yang pada dasarnya menimbulkan rasa dendam kebencian kepadanya. Kini, dia agaknya hanya menuruti nafsu, mencari senang tanpa rasa benci kepada wanita-wanita itu.
Kita tinggalkan dulu tokoh itu dan mengikuti perjalanan seorang di antara puteranya, yaitu Tang Cun Sek. Pemuda yang usianya sudah tiga puluh tahun itu setelah melarikan diri dari Cin-ling-san, lalu mengembara. Dia seorang pemuda yang tinggi besar dan gagah, wajahnya yang berkulit putih itu nampak tampan. Sepasang matanya tajam mencorong, sikapnya halus dan dia seorang yang pendiam. Seperti kita ketahui, Tang Cun Sek juga mengalami nasib yang sama dengan para keturunan Si Kumbang Merah. Ibunya menyerahkan diri karena rayuan jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) itu. Setelah ibunya mengandung, maka Si Kumbang Merah meninggalkan ibunya, dan tidak pernah muncul lagi. Ibunya menikah lagi dengan seorang hartawan Thio, menjadi selirnya. Sebagai anak tiri hartawan Thio, Cun Sek hidup cukup baik, menerima pendidikan dan tidak sampai ter lantar . Namun, dasar dia memiliki watak yang kotor, ketika dia berusia enam belas tahun dia bergaul dengan para pemuda yang tidak karuan dan dia berani berjina dengan dua orang selir ayah tirinya sendiri. Dia tertangkap basah dan diusir . Tang Cun Sek pergi setelah berhasil mencuri banyak emas dari gudang harta ayah tirinya.
Akan tetapi, dia amat cerdik sehingga akhirnya, dia berhasil menyelundup ke Cin-ling-pai dan menjadi murid dan anggota perkumpulan para pendekar itu. Bahkan bukan itu saja, dia mampu merayu dan menundukkan hati kakek Cia Kong Liang sehingga dia disayang dan dari kakek itu dia menerima banyak ilmu silat tinggi dari Cin-ling-pai. Demikian pandainya dia mengambil hati orang tertua dari Cin-ling-pai itu sehingga dia bukan saja disayang, akan tetapi juga oleh kakek itu dicalonkan sebagai ketua Cin-ling-pai yang baru. Namun, usahanya menguasai kedudukan ini digagalkan oleh Cia Kui Hong, gadis lihai dan cerdik itu. sehingga dia bukan saja tidak dapat terpilih menjadi ketua baru Cin-ling-pai, bahkan menderita malu. Maka, diapun minggat meninggalkan Cin-ling-pai sambil membawa pergi pedang pusaka Hong-cu-kiam, yaitu pedang pusaka dari Cin-ling-pai.
Demikianlah, Cun Sek tidak berani berhenti berlari cepat. Selama berbulan-bulan dia terus menjauhi Cin-ling-san karena dia maklum bahwa mungkin sekali pihak Cin-ling-pai akan melakukan pengejaran karena dia melarikan pedang pusaka.
Hampir empat bulan telah lewat sejak dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan pada suatu pagi dia tiba di sebuah kota. Kota Tian-cu-an merupakan sebuah kota yang cukup besar. Musim panas telah tiba dan hawa udara lumayan panasnya biarpun matahari belum naik terlalu tinggi.
Tang Cun Sek yang semalam tinggal di sebuah kuil To-kauw (Agama To) yang berada di luar kota, memasuki kota dengan sikap tenang. Dia memiliki banyak uang, sisa dari emas yang dahulu dicurinya dari rumah ayah tirinya, maka dia bersikap tenang, dapat membeli pakaian dalam perjalanan itu dan kini dia memasuki kota Tian-cu-an sebagai seorang pria muda yang berpakaian rapi dan bersih, membawa buntalan kain kuning dan sikapnya seperti seorang terpelajar. Pedang Hong-cu-kiam yang tadinya merupakan pedang pusaka Cin-ling-pai dan menjadi milik Cia Hui Song, ketua Cin-ling-pai, kini tersimpan di dalam buntalan pakaian itu. Pedang pusaka Hong-cu-kiam adalah sebatang pedang yang dapat digulung saking tipis dan lenturnya.
Golok Halilintar 11 Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Rajawali Lembah Huai 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama