Ceritasilat Novel Online

Suling Naga 16

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


"Pergilah kalian!" bentak Siu Kwi dan tiba-tiba tubuhnya bergerak dengan kecepatan luar biasa. Terdengar lima orang pengeroyok itu mengaduh dan tubuh merekapun terpelanting ke kanan kiri, roboh berserakan. Sejenak mereka menjadi nanar dan terheran-heran. Mereka tidak tahu bagaimana mereka tadi sampai roboh. Kedua tangan wanita itu berge-rak membagi-bagi tamparan seperti kilat menyambar-nyambar saja. Kini merekapun sadar bahwa mereka
-berhadapan dengan seorang wanita yang memiliki il-mu silat tinggi, maka mereka bangkit lagi sambil mencabut golok dari pinggang. Mereka mengepung lagi dengan besar hati karena keributan itu telah me-narik perhatian orang dan kini dari dalam muncul pa-sukan pengawal berjumlah belasan orang, mengiringkan Lui-thungcu yang datang bersama Lui-kongcu dan dua orang tosu.
Akan tetapi, serangan golok lima orang itupun tidak ada artinya sama sekali bagi Siu Kwi.
Ketika melihat lima orang itu menyerang serentak dengan golok mereka, Siu Kwi mendahului mereka. Tubuhnya ber-gerak cepat dan tahu-tahu lima orang itu sudah ber-pelantingan kembali, golok mereka beterbangan dan kini mereka terbanting lebih keras dari pada tadi sehingga mereka tidak dapat serentak bangun seperti tadi melainkan merangkak-rangkak sambil mengeluh seperti segerombolan anjing kena gebuk!
"Itulah siluman itu!" tiba-tiba Lui-kongcu berseru sambil menudingkan telunjuknya ke arah Siu Kwi. Mendengar ini, kepala dusun Lui segera mem-beri isyarat kepada tigabelas orang pengawalnya un-tuk maju.
"Tangkap siluman ini, hidup atau mati!" perintahnya. Tigabelas orang pengawal itu merupakan pengawal-pengawal pribadi yang pilihan dan rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, tidak seperti lima orang pengawal biasa yang sudah dirobohkan itu tadi. Mereka bergerak hati-hati, mencabut pe-dang dan perisai baja, lalu mengepung Siu Kwi. Wa-nita ini melihat bahwa ruangan itu terlampau sempit untuk menghadapi pengeroyokan, maka iapun meloncat turun ke pekarangan yang lebar. Tigabelas orang itu mengejarnya tanpa
meninggalkan gerakan ba-risan yang teratur. Ternyata tigabelas orang pengawal ini bukan orang-orang sembarangan dan mereka bergerak dalam gaya barisan Cap-sha Kiam-tin (Ba-risan Pedang Tigabelas) yang berubah-ubah seperti garis perbintangan. Karena itu, biarpun Siu Kwi me-lompat ke pekarangan, tetap saja wanita itu dalam keadaan terkepung.
Kini Siu Kwi berdiri tegak sambil bertolak pinggang. Kegembiraannya timbul kembali.
Sudah terla-lu lama ia menganggur dan tak pernah menghadapi perkelahian. Kini, dikepung tigabelas orang yang berpedang, timbul gairahnya untuk berkelahi. Akan tetapi, kesadarannya akan kesesatan yang dimasukinya dalam kehidupannya yang lalu tak pernah meninggal-kan batinnya sehingga kini ia menghadapi mereka tanpa ada perasaan benci. Perasaan benci inilah yang membuat orang dapat berbuat kejam, dapat membuat orang membunuh orang lain dengan mudah saja. Ti-dak, ia tidak akan membunuh orang, biarpun untuk menyelamatkan Yo Jin ia mau berbuat apa saja.
Melihat orang yang mereka kepung itu hanya ber-diri tegak sambil bertolak pinggang, tigabelas orang itu menjadi penasaran. Wanita ini sungguh meman-dang rendah kepada mereka. Orang yang memimpin barisan itu, yang berkumis panjang, mengeluarkan aba-aba Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
462 dan tiga orang yang berada di belakang Siu Kwi sudah menyerang dengan pedang mereka.
Seo-rang membacok ke arah leher, seorang lagi menusuk ke punggung dan orang ke tiga membabat ke arah kaki! Sungguh merupakan serangan dari belakang yang amat berbahaya karena semua barisan tubuh la-wan, atas, tengah dan bawah diserang dengan berba-reng. Dan yang diserang masih kelihatan enak-enak-an saja.
"Ia akan mampus sekarang! kata kepala dusun Lui melihat serangan itu.
"Heh-heh, dugaanmu keliru, thungcu. Orang-orangmu yang akan kalah!" Ucapan ini keluar dari mulut tosu tokoh Pek-lian-kauw yang berada di dekatnya sehingga kepala dusun itu terkejut bukan main.
Memang dugaan tosu itulah yang tepat. Ketika tiga batang pedang itu sudah menyambar dekat, tiba--tiba tubuh Siu Kwi meloncat ke depan sehingga tiga serangan dari belakang itu luput dan wanita itu kini malah menyerang pengepung yang berada di depan-nya. Empat orang serentak menyambutnya dengan pedang dan perisai. Akan tetapi agaknya Siu Kwi ti-dak perduli akan ini. Kaki tangannya bergerak cepat sekali dan terdengar suara keras ketika dua perisai baja pecah oleh tendangan Siu Kwi dan kakinya ma-sih terus mengenai dada para pemegangnya, sedang-kan kedua tangannya sudah merobohkan dua orang lain lagi. Dalam segebrakan saja, dari keadaan diserang oleh empat orang di belakangnya, wanita itu telah merobohkan empat orang di depannya! Hal ini sungguh sama sekali tak pernah disangka oleh barisan tigabelas orang itu. Mereka kini tinggal sembilan orang dan mereka cepat melangkah mengitari Siu Kwi yang kembali berdiri tegak sambil bertolak pinggang di tengah lingkaran.
Tubuhnya sama sekali tidak bergerak, hanya kedua bola matanya yang bergerak mengikuti gerakan sembilan orang pengepung itu.
"Orang she Lui!" Siu Kwi sempat berseru kepa-da kepala dusun yang berdiri di kepala anak tangga bersama puteranya dan dua orang tosu itu. "Bebas-kan Yo Jin dan aku akan meninggalkan tempat ini!"
Akan tetapi pada saat itu, sembilan orang penge-pungnya sudah menerjang maju secara serentak. Ba-nyak pedang berkilat dari segenap penjuru, menye-rang ke arah tubuh Siu Kwi.
Agaknya, sembilan orang itu hendak mencincang tubuh wanita itu menjadi ba-han bakso!
Namun, Siu Kwi menyambut serangan itu de-ngan gerakan tubuhnya yang lincah. Begitu tu-buhnya berkelebat, bayangannya saja yang nampak, tubuhnya sudah lenyap saking cepatnya ia bergerak. Sembilan orang itu terus menyerang ke arah bayang-an, namun mereka kalah cepat. Bayangan itu sudah menerjang ke kanan kiri, depan belakang dan bertu-rut-turut terdengar pekik kesakitan disusul robohnya seorang pengeroyok. Siu Kwi tak pernah menghenti-kan gerakannya. Bayangannya terus berkelebatan dan akhirnya, sembilan orang pengeroyok itupun roboh seperti empat orang pertama! Pedang dan perisai berserakan dan mereka itu mengaduh-aduh karena biarpun tak seorang di antara mereka tewas, namun mereka menderita patah tulang atau setidaknya salah urat yang membuat mereka tidak mampu berkelahi lagi. Dengan muka pucat dan mata terbelalak kini memandang gentar, tigabelas orang itu lalu merangkak bangun dan menyusul lima orang rekan mereka yang sudah lebih dulu mengundurkan diri, minggir di tempat aman sambil berusaha untuk mengobati cedera pada tubuh mereka.
Kepala dusun Lui dan puteranya saling pandang dengan muka berubah pucat. Tak mereka sangka bahwa duapuluh orang penjaga dan pengawal semua roboh oleh wanita itu!
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
463 "Ia benar-benar siluman! bisik Lui-kongcu yang kini menjadi ketakutan sehingga lenyap-lah semua gairahnya terhadap wanita cantik itu.
Akan tetapi, selagi ayah dan anak itu memandang khawatir dan mulai ketakutan, tiba-tiba terdengar su-ara ketawa dari dua orang tosu itu.
"Ha-ha-ha, siluman betina ini memiliki kepandai-an yang lumayan! Timbul kegembiraan pinto untuk mencobanya!" Dan tosu bermuka pucat tokoh Pat-kwa-kauw sudah menuruni anak tangga dan meng-hampiri Siu Kwi.
"Heh-heh, tosu. Hati-hatilah, atau kau akan kalah. Pinto tadi melihat gerakan-gerakan luar biasa dari kaki tangannnya, seperti pernah pinto kenal jurus-jurus yang dipergunakannya,"
kata tosu Pek-lian-kauw yang juga menuruni anak tangga.
Siu Kwi yang masih berdiri tegak, kini mengha-dapi dua orang tosu itu dan memandang tajam penuh selidik. Tosu pertama yang memakai jubah berlukis-kan gambar pat-kwa itu memiliki wajah yang pucat kekuningan, hampir sama kuningnya dengan jubah-nya.
Perawakannya tinggi besar akan tetapi karena mukanya pucat, dia nampak seperti orang yang men-derita sakit. Di tangan kanannya terdapat sebatang tongkat berbentuk ular hitam, panjangnya seperti pedang dan ujungnya yang berupa ekor ular itu runcing. Adapun tosu ke dua, usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari tosu pertama, tubuhnya kurus kering, pakaiannya putih dengan tanda gambar teratai di da-da. Tosu kurus kering ini mukanya berwarna merah darah sehingga kembali Siu Kwi terkejut. Di tangan tosu ini terdapat sebatang tongkat panjang, sepanjang tubuh tosu itu berbentuk naga hitam.
Biarpun ia tidak pernah bertemu dengan mereka dan tidak mengenal mereka, namun dengan mudah Siu Kwi dapat menduga bahwa tosu pertama tentulah seorang tokoh Pat-kwa-kauw, sedangkan tosu ke dua tentulah seorang tokoh Pek-lian-kauw. Dan dari war-na muka mereka, juga dari sinar mata mereka, tahulah ia bahwa ia berhadapan dengan dua orang sakti yang tidak boleh dipandang ringan.
"Heii, siluman betina. Sebenarnya siapa kamu" Berterusterangiah kepada pinto, karena kalau engkau bersikap lunak, mungkin pinto dapat pula bersikap lunak kepadamu, heh-heh-heh!"
Sepasang mata tosu Pat-kwa-kauw yang mencorong itu kini menjelajahi wajah dan tubuh wanita di depannya. Sekali pandang saja maklumlah Siu Kwi bahwa tosu tua bertubuh tinggi besar dan berperut gendut ini adalah seorang mata keranjang.
"Siancai...., toyu Ok Cin Cu memang suka bersikap lunak terhadap wanita. Memang sebaiknya kalau engkau mengaku terus terang siapa kamu dan apa sebenarnya maksudmu sehingga orang seperti eng-kau ini membela dan melindungi seorang dusun seper-ti orang she Yo itu!" kata pula tosu Pek-lian-kauw.
Tentu saja hati Siu Kwi menjadi panas sekali. Ia dan ketiga orang gurunya adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal takut dan walaupun mereka tidak pernah memilih kelompok, namun ia sendiri tidak pernah bermusuhan dengan orang-orang Pek-lian-kauw ataupun Pat-kwa-kauw.
"Ji-wi totiang (dua pendeta), aku bernama Ciong Siu Kwi dan selamanya aku tidak pernah bentrok dengan Pek-Lian-kauw maupun Pat-kwa-kauw. Jalan hidupku bersimpang dengan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
464 jalan hidup ji-wi. Karena itu, demi keutuhan dunia persilatan, kuharap ji-wi tidak mencampuri urusan pribadiku. Aku menbela ia karena aku mencintanya! Nah, aku sudah berterus terang, hendaknya ji-wi juga suka bersikap jujur."
Dua orang tosu itu adalah orang-orang yang terpandang di dalam golongan masing-masing, bahkan menduduki tingkat tinggi sebagai ketua-ketua cabang perkumpulan masing-masing.
Melihat sikap dan men-dengar ucapan Siu Kwi, dua orang kakek itu terse-nyum lebar dan diam-diam merekapun dapat menduga bahwa wanita yang masih muda ini tentu bukan orang sembarangan. Jelas bukan siluman seperti yang me-reka katakan dengan yakin untuk membuat kepala dusun Lui percaya kepada mereka. Dan merekapun tahu bahwa wanita bernama Ciong Siu Kwi ini lihai sekali ilmu silatnya, seorang wanita yang sudah ba-nyak makan asam garamnya hidup di dunia sesat yang penuh kekerasan. Wanita ini bukan golongan pende-kar, hal ini dapat diduga oleh mereka. Dan seorang wanita yang keras hati dan jujur sehingga mengaku begitu saja tentang cintanya kepada seorang pemuda dusun, hal yang sendirinya sudah merupakan suatu keganjilan. Aneh sekali selera wanita ini, pikir mereka. Mengapa menjatuhkan pilihan kepada seorang pemuda dusun yang bodoh dan tolol dan amat seder-hana" Pada hal, wanita seperti ini, akan mudah saja memilih pacar di antara para kongcu yang kaya dan pandai di kota-kota besar.
"Ho-ho, engkau hendak berkenalan dengan pinto, nona" Pinto memang ketua cabang Pat-kwa-kauw berjuluk Ok Cin Cu. Pinto juga tidak ingin bermu-suhan dengan engkau, hanya memenuhi permintaan Lui-thungcu untuk menghadapi siluman, Akan tetapi, pinto tidak membenci siluman, asal ia bersikap manis kepada pinto, heh-heh!" Kakek mata keranjang ini mengedipkan sebelah matanya untuk memberi isyarat kepada Siu Kwi.
"Dan pinto adalah ketua cabang Pek-lian-kauw, berjuluk Thian Kek Seng-jin. Benarlah katamu, nona. Diantara kita orang-orang dunia persilatan tidak perlu pecah belah. Karena itu, mari kita tinggalkan saja urusan lurah Lui dengan keluarga Yo, dan kita mem-perdalam perkenalan ini. Bagaimana?" Tosu Pek lian-kauw terkekeh.
"Ji-wi totiang memang tidak mempunyai sangkut-paut dengan urusan ini. Akan tetapi urusan ini langsung menyangkut diriku! Orang yang kucinta, Yo Jin, telah ditawan, bahkan ayahnya telah tewas. Aku harus membebaskan Yo Jin, baru aku mau meninggal-kan tempat ini bersama dia dan tidak akan memper-panjang urusan."
"Ho-ho, nanti dulu, nona. Yo Jin sudah berdosa terhadap Lui-thungcu, tidak dapat dibebaskan begitu saja sebelum menerima hukuman. Dan pinto telah membantu Lu-thungcu untuk menangkapnya," kata Thian Kek Seng-jin sambil tertawa.
"Kalau begitu, aku akan membebaskannya dengan menggunakan kekerasan!" kata Siu Kwi dan tubuh-nya sudah meloncat ke samping untuk memasuki ru-mah besar itu mencari pria yang dikasihaninya dan ditawan di tempat itu.
Akan tetapi nampak sinar berkelebat dan tahu- tahu tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu sudah menodong dada Siu Kwi dari samping. "Ha-ha, tidak begitu mudah, nona. Sebaiknya engkau bersikap ma-nis dan menurut saja kepada pinto agar tidak perlu pinto menghadapimu sebagai lawan."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
465 Kesabaran yang sejak tadi ditahan-tahan oleh Siu Kwi sudah habis. "Tosu keparat!"
bentaknya dan iapun menerjang dengan sengit. Tangan kirinya me-mukul dengan jari terbuka ke arah dada lawan sedang-kan tangan kanannya mencengkeram ke arah kepala, seperti hendak menjambak rambut putih yang riap-riapan itu.
"Heh-heh, liar juga engkau, nona!" kakek Pat-kwa-kauw itu tertawa mengejek dan dari sikapnya ini jelas bahwa dia memandang rendah kepada lawannya yang hanya seorang wanita muda. Tongkat hitamnya diputar untuk menangkis pukulan ke arah dadanya sedangkan tubuhnya melangkah mundur agar cengke-raman ke arah kepalanya itu tidak sampai.
"Uhhh...." Sikap memandang rendah dari Ok Cin Cu hampir saja mencelakakan dirinya sendiri ketika tiba-tiba saja kepalanya nyaris kena dicengke-ram oleh tangan Siu Kwi yang terus mengejarnya. Lengan wanita itu dapat memanjang dan dapat me-lanjutkan cengkeraman tangannya walaupun sudah dielakkan! Kalau saja Ok Cin Cu tidak memandang rendah, tentu dia tidak sekaget itu. Kini, terpaksa dia melempar diri ke belakang dan berjungkir balik beberapa kali sehingga tubuhnya terhuyung-huyung ketika dia sudah berdiri kembali.
Wajahnya yang pucat kuning itu berubah agak merah.
Kini dia tidak berani memandang rendah lagi dan tanpa banyak cakap, dia memutar tongkatnya dan menerjang ke depan. Tongkat itu berubah menjadi gulungan sinar hitam yang amat kuat. Melihat gerakan tongkat ini, Siu Kwi terkejut juga. Kiranya tongkat itu merupakan senjata pengganti pedang dan permainan pedang lawannya amat lihai. Diam-diam ia merasa menyesal mengapa ia tidak membawa pe-dang. Semenjak ia bertemu dengan Yo Jin, ia telah menyembunyikan pedangnya dan mengubur senjata itu di dalam hutan tak jauh dari dusun tempat tinggal Yo Jin. Akan tetapi Siu Kwi tidak takut. Ia mengandalkan kelincahan gerakannya dan juga kekebalan yang disalurkan di kedua lengannya untuk mengha-dapi tongkat lawan dengan tangan kosong. Ia masih tetap memainkan Hek-wan Sip-pat-ciang, ilmu simpanan mendiang Raja Iblis Hitam yang membuat lengannya dapat memanjang. Akan tetapi ilmu tong-kat tosu Pat-kwa-kauw itu benar-benar ampuh dan gulungan sinar hitam itu tidak dapat ditembus Hek-wan Sip-pat-ciang.
Wanita yang memiliki banyak macam ilmu silat itu merobah-robah gerakannya dan mainkan berbagai ilmu yang dipelajarinya dari mendiang Sam Kwi. Ia sudah mempergunakan ilmu tendangan Pat-hong-twi yang ampuh, mainkan ilmu silat Hun-kin-tok-ciang yang amat berbahaya, bahkan menggunakan Kiam-ciang (Tangan Pedang). Namun, lawannya memang hebat. Ok Cin Cu adalah seorang di antara tokoh-tokoh besar Pat-kwa-kauw yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi. Bukan hanya ilmu silatnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, juga kakek ini memiliki tenaga yang kuat. Kalau saja Siu Kwi tidak memiliki ilmu kebal Kulit Baja yang diwarisi dari mendiang Iblis Akhirat, tentu ia sudah roboh karena sudah tiga kali tongkat ular hitam itu berhasil mengenai tubuhnya.
Kini dua orang tosu itu benar-benar kagum dan juga penasaran. Hanya karena mereka merasa bahwa kedudukan mereka sudah tinggi yang mencegah mere-ka melakukan pengeroyokan.
Biarpun kadang-kadang merasa kewalahan, Ok Cin Cu merasa malu untuk minta bantuan kawannya, sedangkan Thian Kek Seng-jin juga merasa sungkan untuk turun tangan
mengero-yok. Di situ terdapat banyak orang menonton dan apa akan kata dunia kang-ouw kalau mendengar bahwa mereka berdua mengeroyok seorang wanita muda"
"Takkk....!" Untuk ke empat kalinya, ujung tongkat ular hitam itu menotok dan mengenai lam-bung Siu Kwi, namun wanita itu hanya terhuyung mundur sedikit dan kini Siu Kwi yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
466 juga merasa penasaran mengeluarkan suara melengking tinggi dan tubuhnya seperti lenyap menjadi bayangan yang ber-gerak cepat sekali. Dan angin kuat menyambar-nyam-bar ganas dibarengi suara bercuitan ketika ia maju menyerang! Ok Cin Cu terkejut bukan main sehing-ga dia terdesak mundur sampai lima langkah!
"Tahan....!" terdengar bentakan Thian Kek Seng-jin dan tongkatnya meluncur ke depan melin-tang dan menghadang Siu Kwi yang terpaksa meng-hentikan gerakan serangannya.
"Nona, aku mengenal ilmu-ilmumu. Masih ada hubungan apakah antara engkau dan Sam Kwi" tanya kakek dari Pek-lian-kauw itu.
Siu Kwi tidak ingin memperkenalkan guru-guru-nya, akan tetapi karena lawan sudah mengenal ilmu silatnya, iapun menjawab dengan ketus, "Mereka adalah guru-guruku dan seingatku, baik Sam Kwi maupun aku sendiri, tidak pernah bentrok dengan pi-hak Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw!"
"Siancai....! Kalau begitu engkau tentu yang berjuluk Bi-kwi!" kakek Pek-lian-kauw itu berseru lagi sambil memandang dengan penuh selidik.
Siu Kwi menarik napas panjang. Nama julukan Bi-kwi telah begitu tersohor dan kotor, bahkan lebih terkenal dari orangnya sendiri. Buktinya, tosu Pek-lian-kauw ini tidak mengenal dirinya, akan tetapi te-lah mengenal nama julukannya. Dan ia sendiri sudah mengambil keputusan untuk membuang nama julukan itu jauh-jauh, tidak akan pernah memakainya lagi.
Akan Tetapi kini ia diingatkan bahwa nama julukan-nya adalah Bi-kwi!
"Nama itu pernah kupakai, sekarang tidak lagi!" jawabnya dengan suara dingin.
"Bagus! Kiranya di antara para antek Hou Seng masih ada yang berkeliaran di sini!" berkata demi-kian, Thian Kek Seng-jin sudah menerjang maju de-ngan tongkat panjangnya yang berbentuk naga hitam. Gerakannya nampak lambat, namun mendatangkan angin pukulan yang keras dan didahului oleh suara berdesir.
Siu Kwi cepat mengelak, akan tetapi dari sam-ping, Ok Cin Cu menyambutnya dengan tongkat ular hitamnya Wanita ini meloncat dan menghadapi dua orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, ia lalu memainkan ilmu silatnya yang paling baru, yaitu Sam-kwi Cap-sha-kun! Ilmu silat ini memang ciptaan Sam Kwi yang paling hebat, diciptakan bersama bersumber dari semua ilmu silat mereka yang pilihan, digabungkan menjadi satu. Dalam ilmu silat ini ter-kandung gerakan pukulan ilmu silat Hek-wan Sip-pat-ciang, tendangan Pat-hong-twi dan ilmu silat Hun-kin Tok-ciang, juga terkandung Kiam-ciang yang ampuh.
Dua orang tosu itu terkejut menghadapi ilmu silat ini yang memang dahsyat sekali dan beberapa kali mereka sampai terdesak mundur. Akan tetapi, mere-ka adalah orang-orang yang selain memiliki ilmu silat tinggi, juga banyak pengalaman dalam perkelahian, maka dengan berpencar, kedua tosu itu mengurung dan gerakan tongkat mereka dapat membendung ke-dahsyatan Sam-kwi Cap-sha-kun. Apa lagi ketika Thian Kek Seng-jin mulai mengeluarkan bentakan-bentakan dengan suaranya yang parau dan penuh wi-bawa, mengandung tenaga sakti ilmu hitam dan si-hir, maka beberapa kali Siu Kwi merasa jantungnya terguncang dan karena itu gerakannya kurang sem-purna sehingga hampir saja ia menjadi korban hantaman tongkat.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
467 Siu Kwi mulai terdesak dan setelah lewat limapuluh jurus, tiba-tiba tongkat hitam di tangan tokoh Pek-lian-kauw berhasil menghantam pundak kirinya.
"Bukkk....!" Biarpun tubuh Siu Kwi sudah terlindung ilmu kekebalan, tetap saja ia terpelanting dan hampir terbanting roboh kalau saja ia tidak ce-pat membuat gerakan jungkir balik beberapa kali. Siu Kwi menggigit bibir menahan rasa nyeri. Biarpun ia tidak terluka, namun kerasnya pukulan itu seolah-olah merontokkan isi dadanya! Dan dua orang ka-kek itu masih menerjang terus tanpa mengenal am-pun. Siu Kwi berusaha mengelak, namun sebuah tusukan dengan tongkat ular hitam dari Ok Cin Ca yang menyambar dadanya, ketika ia mengelak, masih saja menyerempet pangkal lengan kanannya sehingga kulit dan sedikit dagingnya robek dan mengucurkan darah!
Maklumlah Siu Kwi bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya ia akan tewas di tangan dua orang kakek sakti ini. Dan kalau ia mati, berarti Yo Jin tidak akan ada yang menolong lagi. Maka, tiba-tiba saja ia melempar tubuh ke atas tanah, bergulingan dan ketika dua orang kakek itu mengejarnya, Siu Kwi mengge-rakkan kedua tangannya. Sinar hitam menyambar ke arah muka dua orang lawannya. Yang disambitkannya itu hanyalah pasir dan tanah, namun tidak boleh dipandang rendah karena yang diserang adalah muka dan sambitan itu didorong oleh tenaga sin-kang yang amat kuat sehingga jangankan sampai mengenai mata, baru mengenai kulit muka saja sudah dapat mengaki-batkan luka-luka. Dua orang kakek itu terkejut dan ce-pat memutar tongkat sambil berlompatan ke beiakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siu Kwi untuk melompat jauh dan melarikan diri. Cuaca sudah mulai remang-remang gelap sehingga ia dapat menyelinap hilang di dalam bayangan rumah-rumah dan pohon-pohon. Dua orang kakek itupun tidak melakukan pengejaran.
*** Malam itu gelap dan sunyi sekali di rumah kepala dusun Lui. Agaknya peristiwa sore tadi masih berbe-kas. Robohnya semua pengawal yang jumlahnya dua-puluh orang sungguh membuat gelisah hati keluarga Lui, walaupun kemudian ternyata bahwa dua orang tosu sakti itu dapat mengusir "siluman". Kini diam-diam kepala dusun Lui mendatangkan pengawal-pe-ngawal baru yang jumlahnya tidak kurang dari lima-puluh orang, berjaga-jaga di sekitar perumahan keluarga itu. Terutama sekali di kamar tahanan terdapat penjagaan yang amat ketat karena di situlah tempat Yo Jin ditahan dan kepala dusun Lui tidak ingin me-lihat tahanan ini lolos.
Walaupun dia berada di dalam tahanan, Yo Jin mendengar dari percakapan para penjaga di luar kamarnya tentang siluman betina yang mengamuk dan merobohkan duapuluh orang pengawal akan tetapi kemudian dapat diusir pergi oleh dua orang tosu. Diam-diam dia merasa heran sekali. Siapakah yang mereka maksudkan dengan siluman betina itu" Be-narkah ia itu Siu Kwi" Siu Kwi mengamuk dan mengalahkan duapuluh orang pengawal" Sukar baginya untuk mempercayai berita ini. Siu Kwi demikian lemah-lembut. Alisnya berkerut ketika ia teringat bahwa wanita itu dituduh sebagai siluman, bahkan ayahnya sendiripun
menganggapnya demikian. Ja-ngan-jangan memang benar! Dan kini Siu Kwi meng-amuk sebagai siluman! Dia bergidik dan cepat mengusir pikiran ini, lalu membayangkan ayahnya.
Ayahnya dipukul dan disiksa, dan dia merasa gelisah sekali memikirkan ayahnya. Dia menarik-narik be-lenggu kaki tangannya, namun tiada guna. Hal itu sudah dilakukannya sejak dia ditahan dan sampai ku-lit pergelangan kaki dan tangannya lecet-lecet dan nyeri bukan main.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
468 Menjelang tengah malam, sesosok bayangan berkelebatan di luar pekarangan perumahan kepala du-sun Lui. Bayangan ini adalah Siu Kwi. Setelah sore tadi ia berhasil melarikan diri, ia bersembunyi di da-lam hutan dan duduk bersila, memulihkan tenaganya dan memulihkan pula kesehatannya karena hantam-an pada pundak dan tusukan pada pangkal lengannya. Ia sudah mengobati luka di pangkal lengannya. Ha-tinya gelisah bukan main. Ia belum berhasil membe-baskan Yo Jin dan di tempat itu terdapat dua orang lawan yang demikian tangguhnya.
Hatinya terasa pe-rih kalau ia teringat kepada pria yang dikasihaninya.
Tak lama kemudian, ia lalu berlari cepat, kembali ke dusun selatan dan dengan bantuan para tetangga, ia mengurus pemakaman kakek Yo. Karena keadaan, maka terpaksa jenazah itu dikubur secara sederhana sekali. Para tetangga juga melakukannya dengan ketakutan setelah mendengar dari Siu Kwi bahwa kakek itu mati karena dipukuli orang-orang kepala dusun Lui, dan juga bahwa Yo Jin ditangkap oleh mereka. Maka, setelah selesai mengubur jenazah itu malam itu juga, para tetangga bergegas pulang ke rumah masing-masing, takut kalau sampai tersangkut urusn itu. Dan Siu Kwi lalu melakukan perjalanan kembali ke dusun timur.
Bagaimanapun juga, ia harus dapat menyelamatkan Yo Jin , harus dapat membebaskan pemuda itu dari dalam tahanan.
Sampai lama ia berkeliaran di luar rumah keluar-ga Lui. Dengan susah payah, tadi ia mengisi perut-nya. Ia hampir tak dapat menelan nasi, akan tetapi dipaksakannya karena ia maklum bahwa ia membu-tuhkan tenaga sepenuhnya untuk dapat menyelamatkan Yo Jin. Kalau ia membiarkan perutnya kosong, tentu tenaganya menjadi berkurang. Kini ia berkeliar-an di luar pekarangan, untuk meneliti keadaan. Hati-nya terasa girang. Agaknya keluarga Lui menyangka bahwa ia sudah jera untuk datang lagi, sudah takut terhadap dua orang kakek itu, maka kini keadaan di rumah itu sunyi saja, tidak terdapat penjagaan yang ketat. Sunyi dan gelap.
Namun, Siu Kwi bukan seorang bodoh. Ia tidak mau mudah terjebak oleh siasat musuh.
Siapa tahu kalau-kalau pihak musuh mengatur jebakan dan sengaja memancingnya. Karena itu ia tidak segera masuk, melainkan melakukan pengintaian dan pemeriksaan dari luar. Ia menanti sampai tengah malam dan setelah melihat bahwa benar-benar tidak terdapat penjaga di sekitar pagar tembok, baru ia meloncat naik ke atas pagar tembok, mendekam di atasnya un-tuk mengintai ke dalam. Ia merasa heran. Keadaan amat sunyi dan gelap. Benarkah keluarga Lui demi-kian lengahnya sehingga setelah kemenangan dua orang kakek sore tadi lalu menganggap bahwa ia ti-dak akan berani muncul kembali" Ataukah setelah ia
merobohkan duapuluh orang penjaga itu, lalu ti-dak ada penjaga lain yang menggantikan karena me-reka semua itu lelah dan mengalami patah tulang dan luka-luka" Ia tidak dapat menerima kemungkinan ini. Tak mungkin, pikirnya. Andaikata kepala daerah itu lengah, dua orang tosu lihai itu pasti tidak.
Akan tetapi, mengingat akan Yo Jin, ia tidak perduli lagi. Biarlah mereka mengatur jebakan, ia tidak takut. Ia akan berusaha membebaskan Yo Jin, kalau perlu dengan taruhan nyawa!
Setelah meneliti kea-daan di dalam dan tidak nampak berkelebatnya orang, ia lalu meloncat turun ke dalam kebun belakang ru-mah itu. dan menyelinap di antara semak-semak, men-dekati bangunan rumah di belakang. Ia menduga bahwa tentu tempat tahanan itu berada di bagian belakang.
Yo Jin mendengar percakapan para penjaga di luar pintu kamar tahanan itu dengan hati khawatir.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
469 "Kalau dombanya dijaga, tentu harimaunya tidak berani muncul. Karena itu maka kita harus bersembunyi." Demikian antara lain dia mendengar seorang penjaga bicara, kemudian terdengar suara mendesis tanda bahwa pembicara itu disuruh diam. Keadaan lalu menjadi sunyi dan ketika Yo Jin bangkit berdiri dan menjenguk dari jeruji pintu, dia melihat betapa di luar pintu tidak terdapat seorangpun penjaga lagi. Keadaaan amat sunyi, dan tempat itu hanya diterangi oleh sebuah lampu gantung. Agaknya lampu-lampu lainnya telah dibawa pergi atau dipadamkan. Suasana sunyi sekali, tak nampak seorang pun di luar kamar tahanan. Sunyi dan gelap di kebun belakang itu, yang nampak dari dalam kamar tahanan.
Yo Jin menggerakkan kedua kakinya melangkah ke arah pintu. Suara belenggu kakinya terseret memecahkan kesunyian. Dia berdiri di belakang pin-tu kamar yang terbuat dari besi itu, dan berpegang dengan kedua tangan yang terbelenggu pada jeruji besi, memandang ke luar, termenung. Apakah mak-sud ucapan penjaga tadi" Diakah yang diumpamakan domba tadi" Dan siapakah harimaunya yang diharap-kan akan muncul" Siu Kwikah" Jantungnya berdebar tegang. Dia tidak dapat yakin bahwa Siu Kwi yang dimaksudkan harimau itu, betapapun juga, dia tahu bahwa para penjaga itu sedang mengatur siasat untuk memandang dan menjebak seseorang yang dise-but harimau, dengan menggunakan dia sebagai domba, sebagai umpannya. Dengan jantung berdebar penuh ketegangan, Yo Jin meninggalkan belakang pintu. memandang ke luar dengan penuh perhatian. Sepa-sang matanya seperti ingin menembus kegelapan ma-lam di depan sana.
Entah berapa lama dia berdiri memandang keluar itu. Tiba-tiba pandang matanya menangkap berkelebatnya sesosok bayangan hitam. Dia terkejut dan mengikuti dengan pandang matanya.
Bayangan itu melompat dan tahu-tahu di bawah lampu gantung, hanya lima meter dari pintu kamar tahanan, berdiri seorang wanita yang bukan lain adalah Siu Kwi!
"Kwi-moi....!" serunya lirih, matanya terbe-lalak seolah-olah dia tidak dapat percaya kepada pan-dang matanya sendiri. "Kaukah itu....?" Dan diapun merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Kalau wanita ini benar Siu Kwi, apakah ia benar--benar....siluman" Cara pemunculannya ini!
"Sssttt....!" Wanita itu menaruh telunjuk di depan bibir. "Jin-toako, aku datang untuk membebaskanmu...."
Akan tetapi Yo Jin teringat akan percakapan para penjaga dan wajahnya berubah pucat.
Celaka, kiranya harimaunya benar Siu Kwi dan tentu kini Siu Kwi telah terperangkap.
"Kwi moi, awas! Ini sebuah perangkap....!" teriaknya. "Kau larilah, pergilah!"
Pada saat itu, tiba-tiba saja nampak sinar terang disusul suara berisik. Dan ketika Siu Kwi memba-likkan tubuh memandang, ternyata tempat itu telah dikepung; oleh puluhan orang bersenjata lengkap di tangan kanan dan dengan obor di tangan kiri. Agak-nya mereka tadi bersembunyi dan serentak memasang obor sambil mengepung tempat itu. Dan muncullah dua orang tosu yang sore tadi telah mengalahkannya!
"Ha-ha-ha-ha, siluman betina ini berani muncul lagi. Benar-benar keras kepala dan sudah bosan hi-dup!" kata Ok Cin Cu dan perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang ketika dia tertawa.
"Ia bukan siluman!" Yo jin membentak marah dari dalam kamar tahanan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
470 "Heh-heh-heh, siapa bilang bahwa Bi-kwi bukan siluman" Engkau telah mabok oleh
rayuannya, orang muda, heh-heh!"
"Tutup mulutmu yang kotor!" Siu Kwi membentak dan menyerang ke arah Thian Kek Seng-jin yang masih tertawa. Panas hatinya mendengar dirinya dihina di depan Yo Jin. Ketika tosu Pek-lian-kauw itu mengelak sambil memutar tongkatnya untuk balas menyerang, Siu Kwi sudah mencahut pe-dangnya dan menangkis. Ia tadi sudah mengambil senjata ini dan begitu menangkis, iapun menusuk de-ngan ganasnya.
"Tranggg...." bunga api berpijar ketika pedangnya kini ditangkis dlari samping oleh Ok Cin Cu yang menggunakan tongkat ular hitamnya. Ketua cabang Pek-lian-kauw itupun menerjang dengan tong-kat naga hitam, untuk membantu kawannya. Kem-bali terjadi pengeroyokan.
Akan tetapi Siu Kwi mengamuk dengan hebat. Pedangnya lenyap berubah men-jadi sinar bergulung-gulung yang menyelimuti tu-buhnya.
Yo Jin memandang bengong. Baru dia tahu bah-wa wanita yang dicintanya itu sama sekali bukanlah seorang wanita lemah, melainkan seorang ahli silat yang amat lihai! Kini diapun sadar mengapa dalam perkelahian-perkelahiannya, dia selalu menang walaupun dikeroyok, dan kini terjawab pula keanehan ketika para pengeroyoknya mencabut belati akan tetapi tidak sempat mempergunakan senjata itu. Tentu Siu Kwi bukan siluman betina, melainkan seorang pendekar wanita yang berkepandaian tinggi!
"Kwi Moi....!" keluhnya dengan terharu. Seorang pendekar wanita telah bersikap demikian baik kepadanya! Kini dia menonton dengan hati yang tidak karuan rasanya. Ada rasa heran, bangga, akan tetapi juga kegelisahan besar melihat betapa kini kekasihnya itu dikeroyok oleh banyak orang.
Para pengawal itu sudah mendengar bahwa banyak rekan mereka sore tadi dilukai oleh wanita ini. Maka, merekapun tidak tinggal diam dan ikut menyerang. Hasilnya sunggh celaka bagi mereka. Begitu ada para pengawal ikut menyerang, gulungan sinar pedang Siu Kwi semakin melebar dan setiap kali ada sinar mencuat dari gulungan cahaya itu, terdengar pekik disusul robohnya seorang pengawal. Dalam waktu sebentar saja, tidak kurang dari tujuh orang pengawal roboh dan terluka oleh ujung pedang di tangan Siu Kwi! Melihat ini, dua orang tosu itu menjadi marah.
"Kalian semua mundur! Biarkan kami berdua yang menangkapnya!" teriak Thian Kek Seng-jin.
Mendengar teriakan ini, para pengawal itu mun-dur karena merekapun jerih melihat betapa dalam segebrakan saja, setiap orang rekannya yang berani menyerang pasti roboh terluka.
Kini mereka mengepung sambil menonton dua orang tosu itu mengeroyok Siu Kwi! Seperti sore tadi, kembali Siu Kwi dikeroyok dua. Kali ini mereka berkelahi lebih mati-matian karena pedang di tangan Siu Kwi kini tidak sungkan-sungkan lagi, mengirim serangan maut yang amat berbahaya. Namun, seperti juga tadi. Siu Kwi belum cukup kuat untuk menghadapi pengeroyokan dua orang tosu yang amat lihai itu, setelah lewat limapuluh jurus, gulungan sinar pedangnya makin menyempit dan iapun terdesak terus oleh dua batang tongkat panjang dan pendek itu. Apa lagi seperti tadi, Thian Kek Seng-jin mengeluarkan bentakan-bentakan yang mengandung kekuatan sihir untuk melemahkan lawan, maka Siu Kwi hamir tidak mampu balas menyerang lagi, melainkan hanya mengelak dan menangkis sambil mundur.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
471 Yo Jin tidak dapat mengikuti perkelahian itu dengan baik karena selain dia berdiri di belakang pintu jeruji yang sempit, juga jalannya perkelahian itu telampau cepat baginya sehingga ia tidak dapat mengikuti dengan andang matanya yang menjadi kabur. Dia hanya melihat gulungan sinar putih dari pedang Siu Kwi dikurung dua gulungan sinar hitam, dan ka-dang-kadang saja nampak tubuh tiga orang itu atau kaki mereka yang menginjak tanah.
Namun, hatinya merasa khawatir sekali.
"Bukkk....!" Sebuah pukulan tongkat Thian Kek Seng-jin mengenai punggung Siu Kwi dan sedikit darah keluar dari mulut wanitaitu. Ia telah terluka. Maka iapun tahu bahwa sekali ini ia juga tidak ber-hasil. Diputarnya pedangnya dengan nekat sambil membalikkan tubuhnya. Para pengawal yang berada di belakangnya menjadi panik, apa lagi ketika ketika dua orang pengawal roboh. Terpaksa mereka mundur dan membuka kepungan. Siu Kwi menerobos
keluar dan meloncat ke dalam kebun, terus meloncat naik ke atas tembok pagar dan melarikan diri. Seperti sore tadi, dua orang tosu itu tidak mengejarnya, melainkan tertawa mengejek.
Terhuyung-huyung Siu Kwi lari memasuki hutan. Ketika tiba di tengah hutan, di bagian terbuka, iapun menjatuhkan diri di atas rumput, menelungkup dan menangis! Ia bukan menangis karena lukanya, melainkan menangis karena tidak mampu manyelamatkan Yo Jin.
Kalau ia mengingat kembali betapa Yo Jin berdiri di belakang pintu jeruji dengan kaki ta-ngan terbelenggu dan pucat, ia merasa kasihan sekali dan tangisnya makin mengguguk.
Akan tetapi, wanita yang keras hati ini segera dapat menguasai di-rinya. Tugasnya masih belum selesai. Yo Jin belum diselamatkan. Dan ia kembali terluka, sekali ini lebih parah karena pukulan dengan tenaga sin-kang itu telah mengakibatkan luka dalam, walaupun tidak amat berbahaya namun membutuhkan pengobatan dengan segera. Diusirnya bayangan Yo Jin yang melemahkan batinnya.
Siu Kwi mengeluarkan obat dan menelan dua butirpil merah Kemudian iapun duduk bersila untuk mengumpulkan hawa murni, mengobati lukanya dan memulihkan tenaganya. Ia terus bersila sampai pagi, kesehatannya berangsur-angsur pulih, dan juga tenaga-nya mulai pulih kembali.
Matahari mulai meneroboskan cahayanya melalui celah-celah ranting dan daun pohon, namun Siu Kwi masih bersamadhi dengan lelap. Demikian lelapnya sampai ia tidak tahu bahwa di dalam hutan itu muncul dun orang yang sejak tadi mengintainya. Baru setelah dua orang itu melangkah dekat menghampiri-nya, ia sadar dan cepat ia membuka mata. Dapat di-bayangkan betapa kagetnya ketika ia mengenal mere-ka sebagai Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin!
Akan tetapi rasa kaget ini juga dibarengi kemarahan yang meluap-luap karena kedua orang inilah yang telah menggagalkan usahanya untuk membebas-kan Yo Jin. Maka ia meloncat dan menghadapi dua orang tosu itu dengan sepasang mata bernyala ganas penuh kebencian.
"Dua tosu jahanam, kalian masih hendak mendesakku" Baik, aku akan mengadu nyawa dengan ka-lian!" bentaknya dan iapun sudah memasang kuda-kuda, siap untuk berkelahi mati-matian.
Akan tetapi dua orang tosu itu sama sekali tidak memperlihatkan sikap bemusuh, bahkan tersenyum.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
472 "Bi-kwi...." "Namaku Ciong Siu Kwi dan aku tidak mau menggunakan julukan itu lagi!" bentak Siu Kwi me-motong kata-kata Ok Cin Cu.
Kakek tinggi besar berperut gendut dengan ram-but riap-riapan ini tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, harimau hendak berganti bulu domba, ya" Baiklah, nona Ciong Siu Kwi, kami datang bukan untuk men-desakmu, melainkan untuk berdamai denganmu."
Siu Kwi memandang dengan mata tajam penuh selidik. Tentu saja ia tidak dapat mempercaya begitu saja kepada orang-orang seperti tosu itu. "Apa kehen-dak kalian?" tanyanya singkat, masih bersikap seperti seorang musuh.
"Ha-ha, bukankah engkau menghendaki agar pe-muda she Yo itu kami bebaskan?" kini Thian Kek Seng-jin, ketua cabang Pek-lian-kauw bertanya.
Mendengar pertanyaan ini, sepasang mata Siu Kwi berkilat. Tentu saja timbul gairahnya mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi ia seorang cerdik, dan cepat wajahnya nampak biasa seolah-olah pert-anyaan itu bukan merupakan penawaran yang memikat hatinya.
"Hal yang sudah jelas itu mengapa kautanyakan lagi?" Ia balas bertanya.
Kembali dua orang tosu itu tersenyum lebar. "Kita adalah orang-orang segolongan dalam dunia persilatan, karena itu, perlu apa kita harus saling bermusuhan" Sebaiknya kalau kita bekerja sama, saling bantu, bukankah hal itu akan lebih menguntung-kan kita kedua pihak?"
kata pula Thian Kek Seng--jin yang lebih pandai bicara dibandingkan Ok Cin Cu.
"Kaumaksudkan, kalian akan membebaskan Yo Jin dan sebagai gantinya aku harus
melakukan sesuatu untuk kalian?"
"Ha-ha-ha, ia memang seorang wanita yang amat cerdik, toyu!" Ok Cin Cu tertawa girang dan Thian Kek Seng-jin mengangguk-angguk.
"Tepat dugaanmu, nona Ciong. Engkau mem-butuhkan pembebasan Yo Jin, dan kami berdua juga mempunyai kebutuhan yang kami harapkan akan men-dapat bantuanmu agar terlaksana."
"Katakan, apa yang harus kulakukan untuk mem-bantu kalian?"
"Kami berdua mempunyai kebutuhan masing-ma-sing, dan kami akan membebaskan Yo Jin kalau eng-kau suka memenuhi dua permintaan kami untuk kebutuhan kami itu. Bagaimana, nona Ciong?" tanya pula Thian Kek Seng-jin.
"Katakan, apa yang harus kulakukan." jawab Siu Kwi dan di dalam batinnya, wanita ini tentu saja su-dah menyetujui permintaan mereka. Apapun akan ia lakukan demi menyelamatkan Yo Jin, pria yang dicin-tanya itu.
Thian Kek Seng-jin memandang kepada Ok Cin Cu, kemudian kepada Siu Kwi lagi sambil berkata. " Biarlah sahabat Ok Cin Cu akan menceritakan sen-diri permintaannya. Adapun pinto ingin engkau mem-bantu pinto menghadapi seorang musuh besar. Kami sudah maju berdua, namun belum dapat menandinginya. Kulau engkau maju membantu kami, aku yakin Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
473 akan dapat mengalahkan musuh besar itu."
Siu Kwi terkejut. Kalau dua orang seperti tosu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini saja tidak mam-pu menandingi orang itu, tentu musuh besar Thian Kek Seng-jin itu seorang yang lihai bukan main. Akan tetapi ia hanya membantu mereka berdua, dan hal ini tentu saja tidak berat baginya. Hanya, ia sudah meng-ambil keputusan tidak melakukan perbuatan jahat, maka iapun ingin tahu lebih dahulu siapa orang yang akan mereka keroyok itu.
"Siapakah orang itu?"
"Dia adalah seorang keturunan pendekar Pulau Es."
Siu Kwi terkejut dan mengerutkan alisnya. Kelu-arga Pulau Eslah yang telah menghancurkan semua cita-citanya, dan biarpun tadinya ia sudah tidak mau memikirkan hal itu dan tidak mau menanam persiapan dengan siapapun, akan tetapi sedikit banyak ada perasaan tidak suka terhadap keluarga Pulau Es dalam hatinya. Maka mendengar bahwa musuh besar ketua cabang Pek-lian-kauw ini adalah seorang ang-gauta keluarga Pulau Es, iapun tanpa berpikir panjang lagi lalu mengangguk.
"Baiklah! Aku akan membantu kalian mengha-dapi musuh itu, dan kalian harus
membebaskan Yo Jin."
"Heh-heh, nanti dulu! Tiba-tiba Ok Cin Cu berkata sambil menyeringai sehingga nampak mulut-nya yang tinggal mempunyai beberapa buah gigi yang besar-besar. "Itu adalah syarat yang diajukan saha-bat Thian Kek Seng-jin, sedangkan syarat dari pinto masih belum. Kaleu engkau membantu menghadapi musuh itu, berarti baru separuh dari syarat kami kau penuhi.
Engkau tentu tidak ingin kami membebaskan separuh badan orang she Yo itu, bukan" Kau memi-lih dari pingang ke atas atau dari pinggang ke bawah yang harus dibebaskan?"
Siu Kwi tidak mau menyambut kelakar ini. Tentu saja ia tidak mau mendapatkan setengah saja dari badan Yo Jin. "Katakanlah, apa syaratmu!" katanya cepat dan ketus.
Ok Cin Cu menyeringai dan Thian Kek Seng Jin mentertawakan temannya itu. Akan tetapi yang ditertawakan sama sekali tidak merasa malu, bahkan nampak gembir sekali ketika berkata, "Ciong Siu Kwi, sudah lama sekali pinto mendengar akan nama Bi-kwi yang selain lihai ilmu silatnya, juga lihai sekali dalam hal lain mengenai pria. Nah, ilmu silatmu su-dah pinto lihat dan rasakan. Akan teapi pinto ingin membuktikan sendiri kelihaianmu dalam hal yang lain itu. Pinto ingin agar engkau tidur bersama pinto satu malam dan melayani pinto.
Baru pinto mau membe-baskan Yo Jin seutuhnya!"
Kalau lain wanita yang diajukan itu, tentu ia akan merasa malu dan tersinggung sekali. Akan tetapi, bagi Siu Kwi, hubungan dengan pria bukan merupakan hal yang aneh. Sejak remaja ia sudah melayani Sam Kwi, tiga orang gurunya yang juga sudah kakek-kakek, dan selama ia bertualang sebagai Bi-kwi, entah sudah berapa banyak pria yang dipermainkannya uutuk melampiaskan napsunya. Per-mintaan terang-terangan dari Ok Cin Cu itu dianggapnya biasa saja, walaupun ia merasa terhina karena bia-sanya, ialah yang memilih laki-laki. Kecuali Sam Kwi, belum pernah ia melayani pria secara terpaksa. Akan tetapi, sekali ini, ia tidak berani marah, ia akan melakukan apa saja untuk pembebasan Yo Jin dan sya-rat yang diajukan oleh Ok Cin Cu itu, baginya adalah lebih berat dari pada syarat yang diajukan Thian Kek Seng-jin.
Menyerahkan badannya bagi Siu Kwi tidak ada artinya, karena hatinya sudah ia serahkan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
474 sebulat-nya kepada satu orang saja, yaitu Yo Jin! Dan ia melakukan itu bukan karena penyelewengan, bukan karena pemuasan nafsu, melainkan semata-mata untuk
menyelamatkan Yo Jin! "Baik, kuterima syaratmu. Nah, sekarang kalian bebaskan Yo Jin, dan aku akan memenuhi syarat kalian!"
"Ho-ho-ho, jangan tergesa-gesa, nona manis Thian Kek Seng-jin berseru. "Kami yang mengajukan syarat, maka kami harus melihat syarat-syarat itu terlaksana lebih dulu, baru kami akan membebaskan Yo Jin."
Betapa mendongkolnya rasa hatinya, terpaksa Siu Kwi menurut. Pagi hari itu juga kedua orang tosu mengajak Siu Kwi untuk membantu mereka menghapi musuh besar Thian Kek Seng-jin. Hari telah siang ketika mereka bertiga tiba dilereng sebuah bukit tandus yang penuh dengan batu-batu besar dan guha-guha. Dan di sebuah di antara guha-guha itulah terdapat musuh besar yang dimaksudkan!Laki-laki itu sedang duduk bersila dimulut guha ketika Ok Cin Cu, Thian Kek Seng-jin dan Ciong Siu Kwi memandang penuh perhatian. Hatinya tertarik untuk melihat orang yang demikian lihainya sehingga dua orang tosu seperti Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin sampai tidak mampu menandinginya.
Laki laki itu belum tua benar, paling banyak empatpuluh tahun usianya. Mukanya bulat dengan kulit yang agak gelap, namun bentuk mukanya tampan dan gagah, juga terawat rapi.
Rambutnya yang dikuncir mengkilap bersih dan halus karena minyak, wajahnya juga bersih, tidak ditumbuhi brewok karena agaknya dia rajin mencukur kumis dan jenggotnya.
Pakaiannya juga baik dan bersih, bahkan agak mewah. Seorang pria yang pesolek, pikir Siu Kwi. Ia belum pernah bertemu dengan pria ini. Di punggung pria yang duduk bersila itu nampak sepasang pedang beronce biru dan sarungnya terukir indah.
Pria yang gagah ini memang benar keluarga Pulau Es. Bahkan dia masih cucu dari mendiang Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, karena dia adalah Suma Ciang Bun! Seperti kita ketahui, delapan tahun yang lalu, Suma Ciang Bun menyelamatkan nyawa Gu Hong Beng
yang kemudian selama tujuh tahun di-gemblengnya di pegunungan. Setelah Hong Beng menjadi seorang pemuda yang lihai, Suma Ciang Bun mengutus muridnya itu untuk
memperluas pengalam-an dan pengetahuan, pergi ke kota raja untuk mela-kukan penyelidikan terhadap pembesar Hou Seng. Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, akhir-nya dengan beryambung bersama para pendekar sakti, Hong Beng membantu runtuhnya kekuasaan yang dibentuk oleh Hou Seng itu.
Sementara itu Suma Ciang Bun sendiri menyepi ke gunung-gunung untuk bertapa. Seperti biasa di sepanjang perjalanannya, kalau melihat hal-hal yang tidak adil, dia pasti turun tangan sebagai seorang pen-dekar. Dan sudah beberapa pekan lamanya dia ber-ada di pegunungan tandus itu, menanti kembalinya Hong Beng karena dia sudah berpesan kepada muridnya itu agar dua tahun kemudian datang mencarinya di pegunungan tandus itu.
Kehadirannya di dalam guha di gunung itu dike-tahui oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin. Dua orang tokoh besar Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini segera mengenal pendekar keturunan keluarga Pu-lau Es ini dan semenjak dahulu memang kedua aliran ini menganggap keluarga Pulau Es sebagai musuh be-sar. Semenjak jaman Pendekar Super Sakti masih mu-da, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
475 kedua aliran ini, terutama sekali Pek-lian-kauw, sudah memusuhi Pendekar Pulau Es. Melihat Suma Ciang Bun, tentu saja Thian Kek Seng-jin yang kebe-tulan berada di situ cepat turun tangan menyerang. Akan tetapi, dia tidak dapat menandingi kelihaian Suma Ciang Bun.
Bahkan ketika Ok Cin Cu mem-bantunya, dua orang tosu itu tetap saja kewalahan dan akhirnya mereka melarikan diri.
Itulah sebabnya, melihat kelihaian Siu Kwi, Thian Kek Seng-jin lalu mempunyai akal untuk mengajak wanita itu membantunya dengan janji akan membe-baskan Yo Jin dan seperti telah diperhitungkannya, Siu Kwi yang benar-benar jatuh cinta kepada Yo Jin, tak dapat menolak syaratnya.
Dengan hati besar karena mereka kini datang bertiga, Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin tertawa melihat musuh besar itu masih duduk bersila. " Ha-ha-ha, Suma Ciang Bun!
Kematianmu sudah berada di de-pan mata. Bangunlah dan terimalah kematianmu di tangan kami! Thian Kek Seng-jin berseru dengan nyaring sedangkan Ok Cin Cu hanya tertawa berge-lak. Siu Kwi tidak bertanya, hanya memandang tajam dan mengamati gerak-gerik orang yang sedang duduk bersila itu. Tiba-tiba saja Siu Kwi berseru, "Awas jarum....!" ketika Suma Ciang Bun mengge-rakkan tangan kirinya. Jarum-jarum halus sekali me-nyambar ke arah mereka bertiga. Dua orang tosu itu terkejut sekali dan merekapun cepat meloncat ke pinggir sambil mengebutkan lengan baju. Siu Kwi sendiri meloncat tinggi sehingga beberapa jarum yang menyambar kearahnya lewat di bawah kakinya. He-bat bukan main serangan jarum-jarum halus itu, dila-kukan oleh Suma Ciang Bun yang masih duduk bersi-la sambil memejamkan kedua matanya. Pendekar itu menyerang mereka hanya mengandalkan
pendengaran-nya saja. Ketika mereka bertiga sudah berdiri tegak kem-bali dan memandang, ternyata Suma Ciang Bun kini sudah bangkit, menghadapi mereka dengan alis berke-rut. Siu Kwi agak gentar melihat sinar mata yang mencorong itu dan ia dapat menduga bahwa pendekar ini berwatak keras.
Suma Ciang Bun tadi menyerang mereka dengan- jarum-jarumnya karena pendekar ini merasa jengkel bahwa samadhinya di ganggu oleh dua orang tosu yang sudah pernah dikalahkannya itu. Akan tetapi dia men-dengar seruan seorang wanita dan melihat betapa wa-nita itu dengan gerakan yang luar biasa ringannya telah meloncat ke atas ketika menghindarkan diri diri sambaran jarum-jarumnya. Tahulah dia bahwa dua orang tosu itu telah datang lagi membawa seorang teman yang amat lihai.
"Siapakah engkau yang membantu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw" Aku tidak pernah bermusuhan denganmu!" Suma Ciang Bun memandang tajam ke-pada wanita cantik pesolek itu.
Sebelum Ciong Siu Kwi yang merasa bimbang itu menjawab, Thian Kek Seng-jin sudah mendahuluinya. "Ha-ha, engkau tidak mengenal Bi-kwi murid mendi-ang Sam Kwi yang tewas di tangan para pendekar Pulau Es?" Memang Thian Kek Seng-jin ini cerdik sekali. Dia sudah tahu akan keadaan Siu Kwi, maka dia segera menghadapkan wanita yang membantunya itu sebagai musuh besar Suma Ciang Bun. Mendengar bahwa wanita itu adalah murid Sam Kwi yang men-jadi tokoh-tokoh besar dunia sesat, Ciang Bun tidak merasa heran kalau wanita itu kini membantu musuh-musuhnya.
"Bagus!" serunya marah. "Kalian memang harus dibasmi dan sekali ini aku tidak mau Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
476 kepalang tanggung!" Berkata demikian, Suma Ciang Bun menggerakkan tangan mencabut sepasang pedangnya. Sepasang pedang yang mengeluarkan sinar berkilauan berada di kedua tangannya dan diapun sudah berdiri dengan tegak, sikapnya menantang.
Ok Cin Cu sudah melintangkan tongkat ular hitamnya yang dimainkan sebagai pedang, sedangkan Thian Kek Seng-jin menggerakkan tongkat naga hitam sebagai sebatang tongkat panjang yang ampuh. Meli-hat ini, teringat akan janjinya, Siu Kwi juga melolos pedangnya ikut mengepung pendekar itu.
Ciang Bun sudah pernah bertanding melawan pengeroyokan dua orang tosu itu dan dia maklum bah-wa tingkat kepandaian mereka itu hanya sedikit selisihnya dengan tingkatnya sendiri. Kalau dia mampu mengalahkan mereka kanyalah karena ilmu silatnya yang luar biasa sehingga dua orang kakek itu menjadi bingung dan kacau dibuatnya. Akan tetapi, tenaga mereka tidak lebih kecil dari pada tenaga sin-kangnya walaupun dia sudah menguasai dua macam tenaga sakti yang bertentangan dari Pulau Es, yaitu Hui-yang Sin-kang dan Swat-im Sin-kang. Sayang bahwa dia tidak pernah berhasil menguasai kedua sinkang itu sampai ke puncaknya. Biarpun tidak begitu mudah baginya mengalahkan pengeroyokan dua orang tosu itu, namun dia percaya bahwa sekali inipun dia akan mampu mengalahkan, bahkan mungkin merobohkan mereka, kalau saja di situ tidak ada si wanita yang memiliki gerakan demikian ringannya. Untuk menguji sampai di mana kehebatan wanita itu, dia lalu lang-sung menggerakkan tubuhmya menyerang Siu Kwi dengan pedang kanannya yang menusuk ke
arah da-da disambung dengan gerakan pedang kiri yang dari atas membacok ke arah kepala.
Serangan ini cepat dan hebat karena merupakan bagian dari ilmu silat Siang-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Sepasang Iblis), jurus yang dinamakan Siang-mo jio-cu (Sepasang Iblis Be-rebut Mustika). Jurus ini dapat dikembangkan de-ngan serangan-serangan kanan kiri yang berlawanan atau berbeda arahnya dan sambung-menyambung men-jadi serangkaian serangan yang amat berbahaya.
Melihat betapa sepasang pedang itu menyerangnya dari depan dan atas, berarti hanya satu jurusan saja, Siu Kwi yang memiliki gerakan cepat itu karena ia telah mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh), cepat membuang diri ke kiri untuk mengelak. Akan tetapi sambil mengelak, ia telah menusukkan pedangnya dari samping ke arah lambung lawan disu-sul tendangan kilat ke arah lutut. Karena maklum bahwa ia berhadapan dengan lawan tangguh, maka Siu Kwi bergerak cepat, begitu diserang, mengelak sambil membalas dengan tidak kalah hebatnya.
"Cringgg....!" Ciang Bun terkejut melihat kehebatan wanita itu. Tepat dugaannya bahwa wanita itu lihai, buktinya, menghadapi serangannya tadi, da-pat langsung saja membalas. Dia menangkis dengan pedang kirinya dan membabat kaki yang menendang dengan pedang
kanan. Akan tetapi Siu Kwi sudah menarik kakinya dan meloncat ke belakang untuk mengatur kedudukannya.
Pada saat itu Ok Cin Cu sudah menyerang dari samping, menusukkan tongkat ular hitam ke arah le-her, sedangkan dari belakang, Thian Kek Seng-jin juga menyerang dengan babatan tongkat panjangnya ke arah kaki! Ciang Bnn cepat memutar tubuh, me-nangkis tongkat yang menusuk leher, kemudian dia meloncat ke atas membiarkan tongkat lewat di bawah kakinya, tubuhnya terus meluncur ke depan, masih menyerang Siu Kwi! Kini sepasang pedangnya itu bergerak dari kanan kiri dengan jurus Siang-mo Koan-bun (Sepasang Iblis Menutup Pintu).
Gerakannya ini memang merupakan lingkaran sinar pedang yang me-nutup jalan keluar lawan. Lawan yang diserangnya tidak akan mempu mengelak ke kanan atau ke kiri lagi Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
477 sehingga tidak ada kesempatan untuk balas me-nyerang.
Namun, Siu Kwi mengenal serangan berhahaya. Ia mempergunakan kelincahan tubuhnya, sudah me-loncat ke belakang sehingga kembali serangan Ciang Bun yang amat cepat itu luput dari sasaran! Hal ini membuat Ciang Bun penasaran dan pada saat itu, melihat betapa kedua orang tosu sudah menerjangnya lagi dari kanan kiri, dia memutar sepasang pedangnya menyambut. Berkali-kali terdengar bunyi nyaring dan nampak bunga api berpijar kalau pedang di tangan pendekar itu bertemu dengan tongkat lawan. Siu kwi yang melihat berapa pendekar itu agaknya berbalik hendak mendesak dua orang tosu, sudah cepat mener-jang dengan serangan-serangan pedangnya yang sinar-nya bergulung-gulung. Tentu saja serangan-serangan wanita ini tak dapat dipandang ringan dan memecah perhatian Ciang Bun yang terpaksa harus melayani tiga orang pengeroyoknya yang tangguh.
Kalau ada yang menonton pertandingan ini, tentu orang akan merasa kagum bukan main, walaupun ce-patnya gerakan mereka membuat mata biasa sukar un-tuk dapat mengikuti pertandingan, sukar melihat sia-pa yang terdesak dan siapa yang mendesak. Yang nampak hanya gulungan sinar senjata mereka, dan bayangan tubuh mereka terbungkus gulungan sinar itu, hanya kadang-kadang saja nampak bayangan me-reka dan kaki mereka menyentuh tanah.
Suma Ciang Bun adalah seorang keturunan langsung dari keluarga Pulau Es dan dia sudah menguasai ilmu-ilmu yang luar biasa tingginya. Akan tetapi, per-lu diketahui bahwa yang menjadi penentu terakhir mengenai tinggi rendahnya tingkat seorang ahli silat, adalah si orang itu sendiri, bukan ilmunya. Ilmu si-lat memang ada yang bagus ada yang buruk ada yang lambat ada yang cepat, ada yang praktis tanpa kem-bangan ada yang memakai banyak kembangan. Na-mun, setelah dikuasai seseorang, tentu saja sifat-sifat itu terseret oleh keadaan orang itu sendiri. Dan perlu diketahui bahwa sejak kecilnya, bakat ilmu silatnya tidaklah begitu menonjol dan kalah jauh kalau diban-dingkan dengan keturunan keluarga Pulau Es yang lain. Ilmu-ilmu silat yang dikuasainya memang hebat bukan main, akan tetapi tidak mencapai tingkat yang terlalu tinggi sehingga menghadapi pengeroyokan tiga orang yang lihai ini, Suma Ciang Bun mulai terdesak hebat.
Perhitungan Thian Kek Seng-jin memang tepat. Dia dan Ok Cin Cu tidak mampu menandingi Suma Ciang Bun dan hal ini membuat dia merasa penasaran bukan main. Dia tidak tahu siapa lagi yang dapat di-mintai bantuannya. Ketika dia dan Ok Cin Cu ben-trok dengan Siu Kwi dan melihat kelihaian wanita itu, terutama sekali kecepatan gerakannya, tahulah dia bahwa kalau wanita ini dapat membantunya, maka dia tentu akan mampu mengalahkan pendekar Pulau Es itu.
Betapapun juga, ilmu-ilmu silat yang dimainkan Suma Ciang Bun memang hebat sekali sehingga wa-laupun tiga orang itu mampu mengepung ketat dan mendesak sampai seratus jurus lamanya belum juga mereka bertiga itu mampu mengalahkan Suma Ciang Bun yang masih melawan dengan gigih. Akan tetapi kini pendekar itu lebih banyak bertahan dan melin-dungi diri dari pada menyerang.
Tiba tiba tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu menusuk ke arah leher Ciang Bun dari kiri, dibarengi dengan pukulan tongkat naga hitam ke arah ping-gangnya dari kanan Ciang Bun tidak sempat menge-lak lagi, terpaksa menggunakan sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri dengan jurus Siang-mo Khai-bun (Sepasang Iblis Membuka Pintu). Jurus ini bu-kan hanya menangkis, melainkan dilanjutkan dengan serangan balasan yang hebat. Akan tetapi pada saat dia menangkis, nampak sinar pedang meluncur ganas dari depan, yaitu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
478 pedang yang diserangkan oleh Siu Kwi ke arah dadanya. Serangannya sedemikian ce-patnya sehingga Ciang Bun merasa terkejut. Dengan menggunakan pantulan tenaga ketika menangkis tong-kat naga hitanm, pedang kanannya mental dan meluncur, memapaki sinar pedang Siu Kwi dari depan, se-dangkan pedang kirinya dengan tenaga sin-kang masih menempel tongkat ular hitam.
"Cringgg....!"Siu Kwi mengeluarkan seruan kaget karena pedangnya hampir terlepas dari pe-gangannya ketika bertemu dengan kerasnya dengan pedang lawan. Akan tetapi pada saat itu, tongkat na-ga hitam menyambar dari belakang dan tidak dapat dielakkan atau ditangkis oleh Ciang Bun lagi.
"Bukkk....!" Tubuh Ciang Bun terlempar keras, terbanting dan terguling-guling. Dia menderita luka parah oleh pukulan tongkat yang mengenai pung-gungnya itu, maka ketika dia terguling-guling, dia se-ngaja bergulingan dengan cepat, kemudian meloncat dan melarikan diri. Pendekar ini maklum bahwa dia telah terluka dan kalau tidak melarikan diri, tentu ti-ga orang lawan itu akan membunuhnya.
"Kejar dia....!" Thian Kek Seng-jin berse-ru marah ketika melihat lawan yang sudah terluka itu melarikan diri.
"Kenapa mesti dikejar?" Siu Kwi membantah. "Dia sudah kalah dan lari."
"Kejar! Kita harus membunuhnya!" Thian Kek Seng-jin berteriak dan diapun mengejar diikuti Ok Cin Cu, Siu Kwi terpaksa ikut mengejar.
"Jangan mencari penyakit!" kembali ia berkata sambil berlari di samping kakek itu. "Jangan mende-sak terus. Bagaimana kalau muncul tokoh-tokoh Pu-lau Es lainnya" Dia hanya tokoh kecil saja! Aku sudah banyak bertemu dengan mereka, yang kepan-daiannya jauh lebih tinggi dari dia!"
Thiar Kek Seng-jin mencari-cari akan tetapi bayangan Suma Ciang Bun tak nampak lagi.
Juga dia mulai jerih mendengar kata-kata Siu Kwi. Baru mengalahkan Suma Ciang Bun sekarang saja sudah demikian repotnya, apa lagi kalau muncul tokoh Pulau Es lain-nya yang lebih lihai. Pula, kalau wanita ini tidak mau membantunya, dia dan Ok Cin Cu juga tidak berdaya menghadapi tokoh yang mereka kejar-kejar itu. Maka, biarpun hatinya kurang puas karena dia tidak berhasil membunuh musuhnya, terpaksa dia memghentikan pengejarannya.
Ketika Ok Cin Cu pada malam itu menuntut syaratnya, diam-diam Siu Kwi bergidik
memandang ka-kek berusia hampir tujuhpuluh tahun yang bertubuh tinggi besar dengan perut gendut dan rambut riap-riapan, tubuhnya yang kurang terjaga kebersihannya itu mengeluarkan bau busuk. Akan tetapi, dengan terpaksa Siu Kwi menyerahkan dirinya kepada tosu gendut itu ketika sang tosu membawanya ke sebuah pondok kecil di luar dusun. Ia menyerahkan diri sambil mematikan perasaannya dan dengan tingkat kepandaiannya, hal ini tidak sukar ia lakukan. Yang masuk ke dalam ingatannya hanyalah bahwa ia mela-kukan pengorbanan untuk pria yang dicintanya. Apa-pun akan ia lakukan demi keselamatan Yo Jin. Kare-na apa yang ia lakukan itu tanpa disertai perasaan se-dikitpun, maka bagi Ok Cin Cu wanita ini tiada bedanya dengan sesosok mayat saja. Tentu saja hal ini membuat Ok Cin Cu merasa tidak puas dan kecewa, seperti bercinta dengan mayat atau patung dan diam-diam di pun marah sekali.
Pada keesokan harinya, dua orang tosu itu berjan-ji bahwa malam berikutnya mereka akan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
479 membebas-kan Yo Jin. "Engkau datanglah ke tempat tinggal Lui-thungcu pada tengah malam dan Yo Jin akan ka-mi bebaskan dengan diam-diam agar dapat kaujemput. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai ketahuan oleh keluarga Lui. Biarlah mereka mengira bahwa engkau dan orang-orang lain yang datang membebaskan Yo jin. Kami akan pura-pura melakukan pengejaran dan mencari," kata Thian Kek Seng-jin dan tentu saja Siu Kwi menyetujui dengan hati penuh harapan.
Malam itu cuaca gelap sekali. Bulan memang belum waktunya keluar dan sedikit bintang yang nam-pak kadang-kadang tertutup awan hitam yang lewat di bawahnya. Sebelum tengah malam, Siu Kwi telah berada di luar pagar tembok yang mengelilingi kompleks bangunan tempat tinggal keluarga Lurah Lui. Dengan hati berdebar penuh kegembiraan dan kete-gangan ia menanti sambil merenungkan semua yang telah terjadi semenjak ia berjumpa dengan Yo Jin. Telah terjadi perubahan besar dalam hidupnya, dimu-lai sejak ia dan sekutunya kalah dan hancur oleh para pendekar. Akan tetapi perubahan besar baru benar terjadi setelah ia berjumpa dengan Yo Jin. Ia telah berkorban untuk Yo jin. Di luar kehendaknya ia te-lah membantu dua orang tosu itu memusuhi pendekar Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es. Bah-kan di luar kehendaknya ia telah menyerahkan tubuh-nya kepada Ok Cin Cu. Kedua hal itu terpaksa ia lakukan karena ia tidak melihat cara lain untuk me-nyelamatkan Yo Jin yang berada dalam cengkeraman dua orang tosu yang tangguh itu. Hatinya gembira.
Betapapun juga, pengorbanan itu tidak berapa berat. Apa artinya menyerahkan badan tanpa perasaan dan hati" Dan ia hanya membantu untuk mengalahkan Suma Ciang Bun. Semua hal itu terlupa karena ia membayangkan betapa gembiranya sebentar lagi ia dapat menyelamatkan dan mengajak pergi Yo Jin. Ia akan hidup berbahagia bersama pria itu. Satu-satunya halangan, yaitu ayah Yo Jin, telah tewas pula. Sejak siang tadi ia sudah membayangkan hal ini dan sudah mengatur rencana. Ia hendak mengajak Yo jin pergi dan hidup di sebuah tempat yang baru di mana tak seorangpun akan mengenalnya. Ia akan hidup seba-gai manusia baru di tempat yang baru, bukan sebagai Bi-kwi murid Sam Kwi, melainkan sebagai isteri seo-rang pria sederhana seperti Yo Jin. Betapa akan berbahagianya mereka, merawat dan mendidik anak-anak mereka. Anak-anak! Ah, belum pernah sebelumnya ia membayangkan tentang rumah tangga, suami dan anak-anak.
Suara berdenting ketika tanda waktu dipukul para penjaga, menciutkan hatinya dan membuatnya sadar dari lamunan. Tengah malam telah tiba! Iapun men-dekati pagar tembok dan setelah merasa yakin bahwa keadaan di situ sunyi saja, ia lalu meloncat ke atas pagar tembok, meneliti sebentar keadaan di sebelah dalam yang ternyata juga sunyi seperti keadaan di luar. Maka ia lalu melompat turun dan menyelinap di antara pohon-pohon dan semak-semak menuju ke bagian belakang.
"Kwi-moi.... aku di sini....! Mendengar suara Yo Jin itu, bukan main girang rasa hati Siu Kwi.
"Jin-koko....!" Serunya lirih dengan suara gemetar dan iapun berlari ke arah suara tadi.
Agak-nya pria yang dikasihinya itu berada di belakang pon-dok yang menjadi kandang kuda, menantinya. Beta-papun gembira dan tegang rasa hatinya, Siu Kwi tidak pernah
mengendurkan kewaspadaannya. Ia berurus-an dengan dua orang tosu yang selain tangguh, juga cerdik dan mungkin saja suka bertindak curang, maka ia selalu siap siaga.
Kewaspadaan inilah yang menyelamatkannya. Ke-tika ia sudah melihat bayangan Yo Jin yang berdiri di belakang kandang kuda, dan ia berlari di antara po-hon-pohon di kanan kiri, tiba-tiba saja kakinya terli-bat tali sehingga ia terguling. Ia meloncat dan kaki-nya masih Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
480 terlibat banyak sekali tali yang agaknya di-tarik orang. Karena memang sebelumnya sudah siap siaga, hanya sebentar saja Siu Kwi terkejut dan secepat kilat ia telah mencabut pedangnya dan dengan bebe-rapa kali bacokan saja, tambang-tambang itu sudah putus semua.
Untung ia melakukan hal ini karena kalau tidak, tentu tubuhnya akan terlibat semua dan ia tentu tidak akan mampu melawan lagi!
Tiba-tiba keadaan menjadi terang. Obor-obor di- nyalakan dan ternyata tempat itu telah dikepung oleh puluhan orang penjaga yang dipimpin oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin sendiri! Dan di kejauh-an, ia melihat betapa Yo Jin dengan kaki tangan ter-ikat, berdiri dan terikat pada sebatang pohon. Tahu-lah ia bahwa memang dua orang tosu itu bersikap cu-rang sekali. Ia sengaja dipancing untuk ditangkap, bukan untuk disuruh menjemput Yo Jin seperti yang dijanjikan. Tentu saja ia menjadi marah sekali dan sepasang matanya mencorong seperti mengeluarkan api.
"Tosu-tosu jahanam yang berwatak hina dan ren-dah!" bentaknya dan iapun menerjang dengan pe-dangnya ke arah dua orang tosu itu. Akan tetapi, banyak sekali tombak panjang menyambutnya dan sebentar saja ia sudah dikepung dan dikeroyok oleh puluhan orang penjaga yang memegang tombak pan-jang. Dan kini dua orang tosu itupun menerjang ma-ju sehingga tentu saja Siu Kwi menjadi repot sekali melayani mereka. Namun, ia mengamuk seperti see-kor harimau betina terluka, pedangnya berkelebatan dan sudah ada beberapa orang penjaga yang roboh mandi darah. Pedang di tangan Siu Kwi sudah berlepotan darah. Akan tetapi, ia sendiri menerima tusukan tombak dan hantaman tongkat berkali-kali. Pundaknya dan paha kirinya terluka, kulitnya robek dan mengucurkan darah. Pipinya bengkak dan punggungnya juga dua kali menerima hantaman tong-kat panjang naga hitam di tangan Thian Kek Seng-jin.
"Kwi-moi...., larilah...., selamatkan dirimu....!"
Teriakan melengking ini menyadarkan Siu Kwi. Itulah suara Yo Jin dan iapun sadar bahwa mengamuk terus berarti mencari mati. Dan kalau ia mati di situ, tentu tidak ada harapan lagi bagi Yo jin. Selain ia seorang, siapa lagi yang akan membela Yo Jin" Hatinya berdarah kalau ia membayangkan Yo Jin yang belum juga dapat diselamatkannya. Akan tetapi, ia akan terus berusaha, dan untuk itu, ia harus mampu keluar dari kepungan ini lebih dahulu. Maka, tiba-tiba ia mener-jang ke belakang dan membalikkan tubuhnya. Karena yang berada di
belakangnya hanya para penjaga, me-reka itu menjadi panik ketika tiba-tiba dua orang di antara mereka roboh mandi darah. Terbukalah pe-ngepungan mereka dan Siu Kwi lalu menerjang ke arah itu. Para pengepung mundur dan keadaan men-jadi kacau balau. Dua orang tosu tidak dapat mende-sak Siu Kwi karena terhalang oleh para penjaga yang lari ke kanan kiri. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siu Kwi untuk melompat ke luar pagar tembok dan menghilang di dalam kegelapan malam.
*** Siu Kwi menangis sesenggukan. Tangisnya lebih sedih dari pada tangisnya yang pertama kali sebelum ia berjumpa Jengan Yo jin. Selamanya ia tidak per-nah menangis dan pertama kali menangis adalah ke-tika ia merasa kesepian, setelah persekutuannya hancur. Akan tetapi Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

481 tangisnya sekarang ini sungguh ke-luar dari dasar hatinya. Ia menangis sampai terisak-isak dan tersedu-sedan, kadang-kadang menyebut na-ma Yo Jin. Ia merasa berduka, gelisah, dan menyesal sekali. Bagaimanapun juga, kalau diusut dari semula, ialah yang menjadi gara-gara sampai Yo Jin terpaksa menjadi orang tahanan, bahkan ayahnya tewas dibu-nuh orang. Kalau Yo Jin tidak berjumpa dengannya, tentu dia tidak akan mengalami semua malapetaka ini. Dan ia sendiri sekarang tidak berdaya sama sekali untuk menyelamatkan Yo Jin. Semua impiannya kemarin kini buyar dan hancur pula, seperti hancur-nya semua cita-citanya. Karena kebingungan, tidak tahu apa yang harus dilakukannya, sedangkan ia sen-diri sudah menderita luka-luka yang cukup parah, Siu Kwi hanya dapat menangis! Menangis seorang diri di dalam hutan yang sunyi itu.
Pundak dan pahanya masih terluka menganga dan mengeluarkan darah, juga pipinya benjol, bekas pu-kulan tongkat di punggungnya juga mendatangkan rasa ngilu dan nyeri bukan main.
Akan tetapi ia tidak memperdulikan semua itu, tidak perduli akan keadaan dirinya. Yang terpikir olehnya hanyalah Yo Jin!
Dalam keadaan menangis ini, muncullah Siu Kwi sebagai seorang wanita sepenuhnya.
Seorang wanita yang normal, mahluk yang lemah dan terbuai perasaan, dan mencari pelarian dari segala derita ke dalam tangis. Dulu sekali, tangis merupakan hal yang me-malukan baginya, merupakan pantangan karena per-buatan ini dianggapnya memamerkan kelemahan dan cengeng. Akan tetapi sekarang, setelah merasa tidak berdaya dan bingung memikirkan keadaan pria yang dicintanya, yang tidak mampu ditolongnya, iapun tak dapat berbuat lain kecuali menangis! Dan tangisnya ini adalah pencurahan dari semua penderitaan batin yang sejak dahulu selalu ditekan dan ditahannya. Pen-deritaan batin ketika ia masih kecil kehilangan ayah ibu, ketika ia terpaksa melayani gairah nafsu tiga orang gurunya, Sam Kwi, yang diterimanya dengan pasrah namun sebenarnya di dasar hatinya timbul pemberontakan yang ditekannya. Semua himpitan batin itu dahulu ia imbangi dengan perbuatan-perbuat-an sesat dan kejam, sebagai pelariannya. Akan tetapi sekarang, setelah ia melihat betapa kesesatannya tidak mendatangkan kebaikan bagi dirinya, setelah ia ingin merobah jalan hidupnya, satu-satunya pelarian hanya-lah tangis kesedihan.
"Suci....!" tiba-tiba terdengar suara wa-nita menegurnya.
Siu Kwi mengangkat mukanya yang tadi ditutupi dengan kedua tangannya. Sebuah muka yang mem-bengkak, ujung bibir yang masih berdarah, muka yang basah air mata yang bercucuran dari sepasang mata yang kemerahan. Ketika ia melihat bahwa yang da-tang menegurnya adalah Bi Lan, Siu Kwi merasa jan-tungnya seperti ditusuk-tusuk dan iapun menangis semakin menjadi-jadi sampai mengguguk.
Yang datang itu memang Bi Lan bersama Sim Houw. Seperti telah diceritakan di bagian depan, se-telah berhasil menghancurkan komplotan kaki tangan pembesar Hou Seng, dibantu oleh para pendekar keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir, para pendekar bubaran dan Bi Lan pergi bersama Sim Houw. Kedua orang ini merasa saling tertarik dan terikat satu sama lain, merasa betapa mereka tak mungkin dapat saling berpisah lagi. Memang, selama melakukan perjalanan menuju ke utara, keduanya belum pernah saling meng-aku cinta! Sim Houw yang sudah tahu bahwa dia kini mati-matian jatuh cinta kepada Bi Lan, merasa sungkan untnk mengakui cintanya. Dia jauh lebih tua dari pada Bi Lan. Usianya sudah hampir tigapu-luh lima tahun, sedangkan Bi Lan belum ada duapuluh tahun! Gadis itu pantas menjadi keponakannya! Biarpun dia sungguh mencintanya, akan tetapi kalau dia mengaku akan hal itu, bukankah dia akan diter-tawakan, bahkan disangka bahwa semua kebaikannya terhadap Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
482 gadis ini berpamrih" Tidak, dia tidak be-rani mengaku cinta, walaupun hatinya sudah yakin akan hal itu. Di lain pihak, Bi Lan sendiri yang ma-sih hijau dalam soal asmara, hanya melihat Sim Houw sebagai seorang pria yang amat baik kepadanya. Dan iapun merasa amat suka kepada Sim Houw, kagum dan juga bangga dapat mempunyai seorang sahabat seperti
pendekar ini. Dan yang lebih dari segalanya, ia merasa aman tenteram penuh kedamaian kalau ber-ada di samping Sim Houw.
Dalam perjalanan mereka ke utara, mereka pada pagi hari ini memasuki hutan dan mereka merasa ter-heran-heran ketika mendengar isak tangis sampai ke telinga mereka, terbawa angin bersilir. Karena merasa heran dan curiga, menduga bahwa mungkin saja ter-jadi kejahatan.
mereka lalu mempergunakan ilmu me-ringankan tubuh, berindap menghampiri tempat dari mana suara itu datang. Dan dapat dibayangkan betapa heran dan terkejut hati Bi Lan ketika melihat bahwa yang sedang menangis terisak-isak itu adalah Bi-kwi! Karena itu, segera ia memanggil dan kini, setelah su-cinya itu memandang kepadanya, ia melihat keadaan sucinya yang luka-luka dan mukanya membengkak, dan kini sucinya menangis semakin menjadi-jadi.
"Suci.... kau.... kau menangis....?" Bi Lan menghampiri dan menjadi semakin terheran-heran.
Belum pernah ia melihat sucinya ini menangis, apa lagi menangis sampai sedemikian sedihnya. "Apa-kah yang telah terjadi, suci?" Bagaimana juga, di dalam hatinya, Bi Lan merasa kasihan kepada suci-nya, orang yang sejak ia kecil melatihnya dan mene-maninya, walaupan sikap Ciong Siu Kwi terhadapnya tak dapat dibilang manis. Juga ia teringat bahwa tan-pa pertolongan sucinya, tentu dirinya telah ternoda oleh Sam Kwi.
Mendengar pertanyaan ini, Siu Kwi menjadi semakin berduka. Akan tetapi, ia segera teringat, bahwa kalau sumoinya ini mau membantu, tentu ia akan dapat menyelamatkan Yo Jin!
Timbul lagi harapannya, akan tetapi karena khawatir kalau-kalau Bi Lan menolak permintaan tolongnya, iapun menjadi sema-kin berduka.
"Sumoi.... jangan dekati aku kalau kau tidak mau ketularan segala kesialan yang menimpa diriku.... ahhh, rasanya aku ingin mati saja, sumoi...." katanya sambil mengusap air mata dari kedua pipinya dan iapun memandang ke arah Sim Houw yang ber-diri tak jauh dari situ. Apa lagi kalau orang she Sim itu mau membantunya, sudah dapat dipastikan bah-wa Yo Jin dapat diselamatkan!
"Suci, sungguh aku merasa heran sekali melihat engkau dapat berduka cita seperti ini.
Apakah yang sesungguhnya telah terjadi" Aku melihat engkau menderita luka-luka. Apakah engkau berkelahi?"
Siu Kwi menarik napas panjang untuk menghenti-kan tangisnya. "Aku tidak tahu apakah kemunculan-mu ini akan merupakan pertolongan bagiku atau tidak, sumoi. Akan tetapi, biarlah kuceritakan semua kepa-damu...." Ia kembali menarik napas panjang. Bi Lan kini duduk di atas rumput, di dekatnya sedang-kan Sim Houw duduk di atas batu. Agaknya pendekar itupun tertarik untuk mendengarkan ceritanya yang membuat ia sampai menangis sedemikian sedihnya.
"Sumoi, setelah kau membiarkan aku pergi, baru aku merasa betapa sunyi dan merana hidupku, baru aku sadar betapa semua kesesatan yang telah meme-nuhi hidupku yang lalu tidak pernah mendatangkan kebahagiaan kepadaku. Engkau benar, sumoi, engkau tidak mau mengikuti jejak tiga orang suhu kita yang sesat. Aku ingin merobah hidupku, dan dalam kesa-daranku itu, bertemulah aku dengan seorang pemuda petani yang bodoh dan sederhana Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
483 dan lemah." Ia lalu menceritakan pertemuannya dengan Yo Jin, betapa kemudian muncul tiga orang pemuda be-randalan yang hendak menganggunya, dan betapa Yo Jin, pemuda dusun yang lemah dan bodoh itu, membelanya mati-matian.
"Bayangkan, sumoi! Dia yang lemah dan bodoh, rela dikeroyok dan dipukuli sampai babak-belur, hanya untuk membela aku yang tidak dikenalnya. Beta-pa gagahnya dia! Dan aku....
akupun jatuh cinta kepadanya, sumoi...."
Kembali Siu Kwi menangis dan Bi Lan memandang sucinya dengan mata terbelalak. Aneh sekali mendengar cerita dan pengakuan sucinya ini. Biasanya, sucinya mempermainkan pria sesuka hatinya. Pria-pria itu dianggap boneka saja olehnya, atau bina-tangpeliharaan yang dianggap sebagai penghibur. Akan tetapi kini, terang-terangan sucinya mengaku jatuh cinta kepada seorang pemuda dusun yang seder-hana, bodoh dan lemah!
"Dan semua pengorbanannya untuk diriku itu membawa akibat yang amat mencelakakan baginya. Ayahnya sampai terbunuh orang, dan dia sendiri se-karang menjadi tawanan...."
Siu Kwi menceritakan semua hal yang telah terja-di dengan nada suara sedih sekali.
"Aku telah berusaha untuk menyelamatkannya, untuk membebaskannya. Akan tetapi, dua orang tosu ketua cabang Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw itu terlalu tangguh bagiku. Bahkan mereka telah meni-puku. Mereka berjanji membebaskan Yo Jin kalau aku mau bekerja sama.
Thian Kek Seng-jin minta aku membantunya melawan dan mengalahkan pende-kar Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es. Hal ini telah kulakukan dan pendekar itu dapat dika-lahkan sampai melarikan diri. Kemudian akupun memenuhi permintaan Ok Cin Cu untuk melayaninya dan tidur bersamanya selama semalam. Semua ini ku-lakukan dengan pemaksaan diri, di luar kemampuan-ku demi untuk menolong Yo Jin. Akan tetapi, mere-ka berdua menipuku, tidak memenuhi janji, bahkan aku dikeroyok banyak orang malam tadi sampai nya-ris tewas dan menderita luka-luka inilah, aku hampir putus asa, sumoi. Tidak mengapalah aku mati asal Yo Jin selamat...."
Bi Lan saling pandang dengan Sim Houw. Ham-pir ia tidak dapat percaya akan cerita sucinya itu. Ia sudah terlalu mengenal sucinya sehingga cerita itu seperti tak masuk akal!
"Suci, sekarang yang terpenting adalah mengobati luka-lukamu. Luka di pundak dan pahamu itu cukup lebar, dan kulihat engkau seperti menderita luka dalam pula. Biarlah kami membantu mengobatimu, suci."
"Tidak! Tidak perlu aku diobati kecuali kalau.... ahh, mana mungkin kalian suka membantu-ku?" Dan tiba-tiba Siu Kwi menjatuhkan dirinya berlutut di depan sumoinya!
"Sumoi, aku mohon padamu, kaubantulah aku menyelamatkan Yo Jin...."
Tentu saja Bi Lan menjadi terkejut setengah mati dan cepat-cepat ia memegang kedua pundak sucinya, membangunkannya kembali.
"Hal itu nanti kita bicarakan, suci. Sekarang biarlah kami mengobatimu dulu...."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
484 "Tidak, sumoi. Kalau engkau tidak mau berjanji untuk membantuku menghadapi dua tosu jahanam itu dan menyelamatkan Yo Jin, akupun tidak perlu diobati dan biarlah aku mati saja."
Bi Lan kembali menoleh dan memandang kepada Sim Houw. Ia masih meragukan kebenaran ucapan sucinya ini, akan tetapi Sim Houw mengangguk. Pendekar itu dapat melihat bahwa tak mungkin Siu Kwi berbohong. Apa lagi mendengar bahwa kedua lawan Siu Kwi adalah tosu-tosu dari Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw, tentu saja hatinya condong untuk membantu bekas suci Bi Lan ini. Tentang benar tidaknya cerita Ciong Siu Kwi, hal itu dapat diselidiki nanti.
"Baiklah, suci. Aku berjanji untuk membantu-mu, akan tetapi dengan syarat bahwa apa yang kauceritakan semua tadi adalah benar."
Siu Kwi menarik napas panjang dan mengang-guk. "Aku mengerti dan tidak menyalahkan kalau engkau masih meragukan kejujuranku, sumoi, Akan tetapi engkaupun tentu belum yakin benar akan ke-putusanku untuk merobah cara hidupku. Aku telah bertemu dengan pria yang kucinta sepenuh jiwaku, dan aku melakukan apa saja demi untuk dia. Kalau ceritaku tidak benar, boleh engkau mengundurkan diri."
"Sekarang, yang terpenting mengobati luka-luka-mu, suci."
"Siu Kwi menurut dan tiba-tiba merintih. Baru sekarang ia merasa betapa seluruh tubuhnya nyeri, luka-luka itu, perih dan panas, di dalam dadanya juga terasa nyeri dan tenaganya hampir habis! Kini, se-telah ia merasa mendapatkan bala bantuan, baru ia merasakan semua kenyerian ini.
Bi Lan dan Sim Houw lalu merawat Siu Kwi. Dengan obat luka Siu Kwi sendiri yang amat man-jur, luka di paha dan pundaknya dicuci oleh Bi Lan dan diobati lalu dibalut, sedangkan untuk menyem-buhkan luka di dalam dada akibat guncangan pu-kulan tongkat pada
punggungnya, ia dibantu oleh Sim Houw yang menempelkan telapak tangan di punggungnya.
membantu wanita itu menghimpun tenaga dalam dan memulihkan kesehatannya. Men-jelang senja, sembuhlah Siu Kwi. Tubuhnya yang terlatih memang kuat, ditambah lagi semangatnya yang besar dan menyala-nyala akibat timbulnya harapan dalam hatinya untuk menyelamatkan Yo Jin.
Dan pada malam hari itu juga Siu Kwi mengajak Bi Lan dan Sim Houw untuk membantunya membe-baskan Yo Jin. Bi Lan memang sudah berunding mengenai hal ini, maka Bi Lan lalu berkata kepada bekas sucinya itu. Suci, bukan hanya karena ku-rang penuh kepercayaan kami kepadamu, akan tetapi bagaimanapun juga, kami tidak mau bertindak secara sembrono dan melibatkan diri dalam permusuhan, pada hal kami tidak mempunyai urusan apa-apa. Oleh karena itu, kami mau kau ajak pergi ke dusun itu, Hanya saja tidak bertindak sebagai perampas tawanan, melainkan secara damai."
"Maksudmu bagaimana" Apapun tindakan yang kalian ambil untuk membantuku, terserah.
Bagiku yang terpenting adalah keselamatan Yo Jin."
Diam-diam Bi Lan merasa terharu. Bukan main hebatnya cinta kasih sucinya ini terhadap pria yang bernama Yo Jin itu. Dan ia mulai percaya bahwa semua cerita sucinya itu tidak bohong.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
485 "Kami akan ikut bersamamu menemui lurah Lui dan dua orang tosu itu. Kita minta dengan baik-baik saja agar Yo Jin itu dibebaskan. Kemudian kita lihat bagaimana perkembangannya.
Kalau perlu, ten-tu saja kami akan membantumu membebaskan dia dengan jalan kekerasan, tentu saja setelah kami per-timbangkan urusannya."
Siu Kwi mengangguk-angguk. "Aku tidak menyalahkan kalian kalau meragukan kebenaran omong-anku. Marilah kita berangkat dan kalian lihat sen-diri."
Mereka lalu berangkat menuju ke dusun timur itu, ke tempat lurah Lui di mana Yo Jin ditahan, di bawah pengawasan dua orang tosu yang tangguh. Tidak seperti malam kemarin, malam itu terdapat penjagaan yang ketat sehingga begitu mereka tiba di dusun itu saja, para penjaga sudah melihat dan sege-ra mengenal Siu Kwi. Karena merasa jerih mengha-dapi wanita itu, para penjaga itu cepat berlari ke ru-mah lurah Lui dan melaporkan munculnya
"siluman" itu. Juga para penduduk dusun itu, yang sudah men-dengar akan adanya siluman yang mengamuk di ru-mah lurah mereka, kini menjadi ketakutan dan cepat-cepat mereka bersembunyi dan menutupkan semua jendela dan pintu rumah mereka ketika mendengar teriakan para penjaga yang berlarian bahwa siluman itu muncul kembali.
Demikianlah, ketika Siu Kwi, Bi Lan dan Sim Houw tiba di depan pekarangan rumah lurah Lui, mereka sudah disambut oleh puluhan orang penjaga yang dipimpin oleh dua orang tosu itu. Banyak obor dinyalakan sehingga keadaan menjadi terang sekali.
Ketika Thian Kek Seng-jin dan Ok Cin Cu meli-hat bahwa Siu Kwi datang bersama seorang gadis muda yang cantik sekali dan seorang laki-laki yang sikapnya sederhana, mereka berdua memandang ren-dah. Siu Kwi sudah terluka, pikir mereka dan dua orang temannya itu tak mungkin memiliki kelihaian melebihi Siu Kwi. Pula, di situ terdapat puluhan orang penjaga yang membantu.
"Heh-heh, Bi-kwi, siluman jahat. Engkau berani muncul kembali, apakah engkau ingin menyerahkan nyawamu?" Thian Kek Seng-jin berkata sambil melintangkan tongkat naga hitamnya.
"Ha-ha, barangkali engkau rindu pada pinto, nona manis?" kata si gendut Ok Cin Cu.
Siu Kwi menahan gejolak kemarahan yang meme-nuhi hatinya. Ia harus dapat meyakinkan sumoinya dan Sim Houw akan kebenaran ceritanya. "Thian Kek Seng-jin dan Ok Cin Cu, aku datang ke sini un-tuk bicara dengan kalian secara baik-baik. Mengapa kalian berkeras hendak menahan Yo Jin" Dia tidak mempunyai kesalahan apapun. Dia membelaku ketika Lui-kongcu hendak kurang ajar...."
"Dia ditangkap karena berani kurang ajar memu-kul Lui-kongcu!" kata Ok Cin Cu.
"Akan tetapi Lui-kongcu yang kurang ajar dan lebih dulu menyerangnya. Urusan itu amat kecil, akan tetapi kalian sudah memukul ayahnya sampai tewas. Dan kalian masih belum puas. Kalian membujuk aku untuk membantu Thian Kek Seng-jin mengalahkan Suma Ciang Bun pendekar keluarga Pulau Es, kemu-dian Ok Cin Cu bahkan memaksa aku
melayaninyaselama satu malam, dan berjanji akan membebaskan Yo Jin. Aku telah
memenuhi permintaan kalian, melakukan hal itu semua. Akan tetapi kalian melang-gar janji, bukan membebaskan Yo Jin, bahkan menje-bak dan hendak menangkap aku. Ji-wi totiang, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
486 sebagai pendeta, tosu dan tokoh-tokoh kang-ouw, apakah kalian tidak malu atas perbuatan kalian itu" Maka malam ini aku datang untuk minta dengan baik-baik agar Yo Jin dibebaskan, dan akupun tidak akan memperpanjang urusan ini."
Dua orann tosu itu tertawa bergelak dan para penjaga juga ikut pula tertawa. Riuh rendah suara ketawa mereka dan barulah kebisingan itu berhenti setelah Thian Kek Seng-jin bicara.
"Bi-kwi siluman jahat! Engkau adalah pecundang kami, masih berani datang untuk
mengajukan tuntutan" Apakah karena engkau membawa dua orang temanmu ini" Kami tidak takut dan kalian bertiga tentu takkan dapat lo-los dari pengepungan kami!"
Lega rasa hati Siu Kwi karena ia sudah membe-berkan semua persoalan dalam tuntutannya tadi dan iapun menoleh kepada Bi Lan dan Sim Houw, "Su-moi dan Sim-taihiap, kurasa sudah cukup aku bicara."
Sim Houw melangkah maju menghadapi dua orang tosu itu. "Ji-wi totiang." Katanya halus.
"benarkah apa yang dikatakan oleh nona Ciong tadi, bah-wa orang she Yo itu kalian tahan tanpa bersalah, dan kalian telah mengingkari janji terhadap nona Ciong?"
"Siapakah engkau yang berani mencampuri urus-an kami!" bentak Ok Cin Cu marah.
"Kalau benar, engkau mau apa?" Thian Kek Seng-jin juga membentak.
"Sim-toako, jelas bahwa suci yang benar. Dua orang tosu bau ini memang jahat sekali!" Bi Lan berseru marah.
"Kepung, tangkap atau bunuh mereka bertiga ini!" bentak Thian Kek Seng-jin memberi aba-aba kepada para penjaga yang memang sudah mengepung tempat itu.
"Kalau benar ji-wi adalah Thian Kek Seng-jin ke-tua cabang Pek-lian-kauw dan Ok Cin Cu ketua ca-bang Pat-kwa-kauw, maka perbuatan ji-wi ini sung-guh patut disesalkan dan amat tercela!" kata pula Sim Houw yang nampak tenang saja walaupun para penjaga sudah bergerak mengepung dengan sikap mengancam.
"Bocah sombong! Kepung dan tangkap, biarkan nona manis yang baru datang ini pinto sendiri yang menangkapnya!" bentak Ok Cin Cu.
"Nanti dulu!" Thian Kek Seng-jin memberi ko-mando kepada anak buahnya. "Pinto merasa penasar-an melihat kesombongan bocah ini. Orang muda, sia-pakah engkau" Pinto tidak ingin membunuh orang yang tanpa nama."
Sebelum Sim Houw menjawab, Siu Kwi sudah mendahului. "Dia adalah pendekar Sim
Houw, Pen-dekar Suling Naga! Dan ini adalah sumoiku Can Bi Lan!"
Mendengar disebutnya Pendekar Suling Naga, dua orang tosu itu saling pandang. Mereka pernah mendengar akan munculnya seorang pendekar baru yang lihai. Akan tetapi mereka tidak merasa takut dan sambil berteriak nyaring, Thian Kek Seng-jin su-dah menggerakkan tongkat naga hitamnya menyerang ke arah Sim Houw, sedangkan Ok Cin Cu yang
memandang rendah Bi Lan yang diperkenalkan sebagai sumoi dari Siu Kwi, sudah menubruk dengan tongkat ular naga menotok jalan darah di pundak Bi Lan, se-dang tangan kirinya mencengkeram ke arah dada. Serangan ini amat kurang ajar sifatnya sehingga de-ngan marah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
487 Bi Lan lalu mengelak sambil mencabut pedangnya.
Melihat sinar mengerikan dari pedang yang ber-ada di tangan Bi Lan, Ok Cin Cu terkejut dan bergi-dik. Akan tetapi dia tidak menjadi takut dan cepat menggerakkan tongkat ular hitamnya untuk menye-rang. Bi Lan menangkis dan balas menyerang sehing-ga terjadilah perkelahian yang seru di antara mereka. Ok Cin Cu tidak berani memandang rendah lagi. Gadis yang menjadi sumoi dari Ciong Siu Kwi ini memiliki pedang pusaka amat menggiriskan, juga ge-rakan-gerakannya tidak kalah cepat dibandingkan su-cinya.
Sementara itu, serangan tongkat naga hitam dari Thian Kek Seng-jin juga amat dahsyat, membuat Sim Houw maklum bahwa dia berhadapan dengan lawan tangguh. Terpaksa diapun mencabut pedangnya dan ketika pedang itu tercabut, terdengar suara meleng-king nyaring yang mengejutkan pula hati Thian Kek Seng-jin. Di antara kedua orang inipun segera terjadi perkelahian yang seru.
Melihat betapa dua orang tosu itu sudah dilawan oleh sumoinya dan Sim Houw, Siu Kwi lalu menga-muk, menerjang puluhan orang penjaga yang menge-pung. Amukannya memang
menggiriskan dan seben-tar saja sudah ada delapan orang pengeroyok yang ro-boh oleh pedangnya. Yang lain menjadi gentar dan Siu Kwi terus menerjang maju dan mendesak para pengeroyok untuk mundur. Akhirnya ia berhasil me-masuki pekarangan, terus ia meloncat ke dalam dan lari ke bagian belakang bangunan rumah keluarga Lui. Di bagian belakang, ia disambut oleh enam orang penjaga. Dengan mudah, ia merobohkan lima orang dan
menangkap seorang yang hendak melarikan diri.
"Cepat bawa aku ke kamar tahanan Yo Jin!" bentaknya sambil menempelkan ujung pedang di dada orang itu. Pedang itu menembus baju dan menusuk kulit sehingga kulitnya terluka.
Tentu saja penjaga itu terkejut dan ketakutan, mengangguk-angguk dan dengan ditodong pedang dia membawa Siu Kwi ke belakang. Akhirnya Siu Kwi menemukan Yo Jin yang
duduk bersandar dinding di dalam sebuah ka-mar tahanan. Siu Kwi menampar penjaga itu dengan tangan kirinya. Tanpa mengeluh lagi penjaga itu ro-boh dan Siu Kwi mempergunakan pedangnya untuk menjebol daun pintu kamar tahanan.
"Kwi-moi akhirnya engkau datang....!" Yo Jin berseru girang.
"Jin-koko....!" Ingin Siu Kwi merangkul orang itu, akan tetapi perasaan ini ditahannya dan ia-pun melepaskan belenggu kaki dan tangan pemuda itu. Baru beberapa hari saja ditahan, tubuh pemuda ini menjadi kurus sekali dan mukanya pucat.
"Jin-koko, engkau lebih baik pulang dulu ke du-sun, biar aku akan menyusul ke sana setelah selesai urusan ini!" katanya cepat. Ia khawatir kalau-kalau pemuda itu akan ditawan musuh lagi ketika ia sedang mengamuk bersama sumoinya dan Sim Houw.
"Tapi kau.... kau...."
"Jangan khawatir, aku mampu menjaga diri. Pulanglah, koko, aku akan menyusul nanti."
Yo Jin mendengar suara ribut-ribut orang berke-lahi di luar, maka diapun mengangguk dan tidak membantah lagi ketika tangannya ditarik okh Siu Kwi, diajak menuju ke kebun. Dua orang penjaga berusaha menghadang, namun dengan tendangan ka-kinya, Siu Kwi
merobohkan mereka. Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
488 "Cepat, keluarlah dari pintu ini!" kata Siu Kwi dan sekali dorong, pintu kecil di kebun itupun jebol. Melihat kehebatan wanita ini, Yo Jin beberapa kali terbelalak. Dia maklum bahwa wanita yang dicinta-nya ini adalah seorang wanita sakti, maka tanpa bica-ra apa-apa lagi diapun lari keluar dan cepat pulang ke rumahnya di dusun selatan.
Setelah melihat kekasihnya itu menghilang di da-lam kegelapan malam, Siu Kwi lalu melompat kem-bali ke dalam kebun dan berlari ke dalam rumah. Para pelayan ketakutan, dan dengan mudah saja Siu Kwi menemukan kepala dusun Lui lengkap dengan isteri-isterinya dan anak-anaknya di dalam ruangan belakang. Mereka terjaga oleh belasan orang penjaga, namun setelah ia menyerbu dan merobohkan empat orang, yang lain lalu melarikan diri
meninggalkan ke-luarga itu yang berkelompok sambil menggigil keta-kutan. Lurah Lui dan keluarganya, sudah mendengar bahwa Siu Kwi yang dituduh siluman itu sebenarnya adalah seorang wanita yang berkepandaian tinggi, dan hanya dua orang tosu tua itu saja yang mampu me-nundukkannya. Akan tetapi malam ini, wanita itu datang bersama dua orang teman yang juga amat lihai dan kini "siluman" itu telah datang menemukan me-reka!
Siu Kwi masuk dengan pedang di tangan. Melihat betapa pedang itu berlepotan darah, dan wajah yang cantik itu nampak beringas, sepasang matanya seperti mencorong, lurah Lui dan keluarganya menjadi pucat.
Siu Kwi menyapu mereka dengan pandang mata-nya, lalu menudingkan telunjuk kirinya ke arah Lui kongcu yang mencoba untuk menyembunyikan kepa-lanya di belakang punggung ibunya.
"Lui-kongcu, ke sini kau!" bentaknya.
"Tidak.... tidak....!" Pemuda itu menggigil ketakutan.
"Ke sini atau akan kuseret dan kubunuh kau!"
Pemuda itu hampir terkencing di celananya saking takutnya, akan tetapi mendengar bentakan itu dia lalu merangkak maju dan berlutut di depan Siu Kwi.
"Engkau juga ke sini, lurah Lui!" bentak Siu Kwi.
Lurah Lui bangkit berdiri dan maju. Dengan congkak akan tetapi pucat dia tetap berdiri, tidak ber-lutut seperti puteranya. Bagaimanapun juga, dia ada-lah kepala dusun itu dan sudah biasa orang-orang ber-lutut di depannya, bukan dia yang harus berlutut.
Siu Kwi tidak perduli akan sikap itu. "Kalian berdua yang membikin gara-gara sehingga Yo Jin di-tahan dan ayahnya tewas. Kalian berdua yang membuat aku menderita pula. Pertama-tama adalah gara-gara Lui-kongcu ini yang menjadi biang keladinya. Sudah sepatutnya kalau kupenggal kepalamu sekarang, juga!" Siu Kwi mengelebatkan pedangnya.
"Ampun.... ampun.... tidak....jangan bunuh aku.... aku tidak berani lagi!" Se-kali ini Lui-kongcu benar-benar terkencing di celana-nya. Melihat ini, Siu Kwi memandang muak.
Alang-kah jauh bedanya pemuda ini dengan Yo Jin, pemuda pilihannya. Pemuda ini seperti seekor anjing penakut yang takut digebuk, sebaliknya Yo Jin seperti seekor harimau yang pantang menyerah.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
489 "Engkau telah membuat Yo Jin tersiksa, engkau laki-laki mata keranjang penggoda wanita dengan mengandalkan kedudukan ayahmu!" Tiba-tiba nam-pak sinar berkelebat. Lui-kongcu menjerit dan darah muncrat. Ketika pemuda itu melihat bahwa lengan kirinya buntung sebatas siku dan darah muncrat-muncrat, dia menjerit-jerit dan lari kepada ibunya, lalu menangis menggerung-gerung dan jatuh pingsan.
Melihat ini, tiba-tiba kedua kaki lurah Lui menjadi lemas dan diapun, roboh berlutut karena kedua lututnya seperti kehilangan tenaga. "Ampun, lihiap.... ampunkan kami...." ratapnya.
Keluarga-nya semua berlutut minta-minta ampun. Melihat ke-luarga lurah itu, hati Siu Kwi menjadi agak lemah, hal yang baru sekarang ia alami.
"Baik, aku tidak akan membunuhmu. Akan teta-pi engkau telah mempergunakan
kedudukanmu untuk bertindak sewenang-wenang, memperalat pendeta-pendeta palsu dan jahat untuk menghina orang, maka engkau harus diberi pelajaran!" kembali pedangnya berkelebat dan lurah Lui menjerit kesakitan karena kaki kanannya terbabat buntung sampai lutut! Kem-bali darah muncrat-muncrat dan ketika semua orang menjerit ketakutan, wanita itu berkelebat dan lenyap dari situ.
Di luar, perkelahian masih berlangsung dengan seru. Akan tetapi, Ok Cin Cu sudah bermandi peluh-nya sendiri. Gerakan lawan yang hanya seorang gadis muda itu memang luar biasa sekali dan terutama se-kali pedang di tangan wanita itu membuat dia ka-dang-kadang menggigil. Bi Lan memang sudah mema-inkan ilmu pedang Ban-tok-kiam-sut dan karena ilmu itu dimainkan dengan pedang Ban-tok-kiam, maka bukan main hebatnya. Bi Lan menyerang dengan sungguh-sungguh. Ia merasa sakit hati dan benci se-kali mengingat betapa tosu ini telah menipu sucinya, membujuk sucinya melayaninya dan menyerahkan tu-buhnya untuk menebus keselamatan Yo Jin. Sakit hatinya mengingat akan hal ini dan kebenciannya terhadap tosu tinggi besar perut gendut inipun memuncak. Maka ia menyerang untuk membunuh dan ge-rakan-gerakannya membuat tosu itu kalang kabut.
Di lain pihak, Sim Houw juga mendesak lawan-nya dengan hebat. Kalau pemuda ini
menghendaki, sudah sejak tadi dia mampu merobohkan dan membu-nuh lawan. Akan tetapi, Sim Houw tidak ingin mem-bunuh. Dia tahu bahwa ketua cabang Pek-lian-kauw ini berwatak buruk dan jahat, suka melakukan hal-hal terkutuk di balik topeng perjuangan melawan pe-merintah penjajah. Akan tetapi, dia tidak ingin mem-bunuh, hanya ingin memberi peringatan saja. Ketika dia melihat betapa serangan-serangan Bi Lan merupa-kan serangan-serangan maut yang amat berbahaya ba-gi ketua cabang Pat-kwa-kauw, dia terkejut.
"Lan-moi, jangan membunuh orang....!" teriaknya memperingatkan. Pada saat itu terdengar suara keras dan tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu patah menjadi dua, sedangkan sinar pedang Ban-tok-kiam masih terus menyambar ke arah leher kakek gendut itu!
Untung bahwa Bi Lan masih mendengar teriakan Sim Houw dan ia memang patuh sekali terhadap pe-muda ini. Ia tahu bahwa sekali saja tergores Ban-tok-kiam, akan sukarlah menyelamatkan nyawa kakek gendut itu, maka ia menyelewengkan pedangnya ke samping, dan berbareng jari tangan kirinya menusuk ke depan.
"Crottt....!" Mata kanan Ok Cin Cu ter-tembus jari tangan Bi Lan. Kakek itu mengeluarkan pekik mengerikan dan tubuhnya terjengkang dan ter-banting keras.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
490 Saat itu, pedang suling naga mengeluarkan leng-king tinggi dan terdengar suara keras ketika tongkat naga hitam juga patah menjadi tiga potong. Pedang itu masih terus menyambar dan pergelangan tangan kiri Thian Kek Seng-jin terbabat putus. Kakek inipun menjerit dan melompat jauh ke belakang.
Mereka berdua cepat menotok dan mengurut ja-lan darah masing-masing untuk
menghentikan keluar-nya darah dari luka, dan tanpa bicara apa-apa lagi ke-duanya meloncat dan melarikan diri dari tempat itu. Melihat betapa dua orang tosu itu melarikan diri, pa-ra penjaga juga menjadi ketakutan dan menjauhkan diri.
Siu Kwi tidak perduli akan sikap itu. "Kalian berdua yang membikin gara-gara sehingga Yo Jin di-tahan dan ayahnya tewas. Kalian berdua yang membuat aku menderita pula. Pertama-tama adalah gara-gara Lui-kongcu ini yang menjadi biang keladinya. Sudah sepatutnya kalau kupenggal kepalamu sekarang, juga!" Siu Kwi mengelebatkan pedangnya.
"Ampun.... ampun.... tidak....jangan bunuh aku.... aku tidak berani lagi!" Se-kali ini Lui-kongcu benar-benar terkencing di celana-nya. Melihat ini, Siu Kwi memandang muak.
Alang-kah jauh bedanya pemuda ini dengan Yo Jin, pemuda pilihannya. Pemuda ini seperti seekor anjing penakut yang takut digebuk, sebaliknya Yo Jin seperti seekor harimau yang pantang menyerah.
"Engkau telah membuat Yo Jin tersiksa, engkau laki-laki mata keranjang penggoda wanita dengan mengandalkan kedudukan ayahmu!" Tiba-tiba nam-pak sinar berkelebat. Lui-kongcu menjerit dan darah muncrat. Ketika pemuda itu melihat bahwa lengan kirinya buntung sebatas siku dan darah muncrat-muncrat, dia menjerit-jerit dan lari kepada ibunya, lalu menangis menggerung-gerung dan jatuh pingsan.
Melihat ini, tiba-tiba kedua kaki lurah Lui menjadi lemas dan diapun, roboh berlutut karena kedua lututnya seperti kehilangan tenaga. "Ampun, lihiap.... ampunkan kami...." ratapnya.
Keluarga-nya semua berlutut minta-minta ampun. Melihat ke-luarga lurah itu, hati Siu Kwi menjadi agak lemah, hal yang baru sekarang ia alami.
"Baik, aku tidak akan membunuhmu. Akan teta-pi engkau telah mempergunakan
kedudukanmu untuk bertindak sewenang-wenang, memperalat pendeta-pendeta palsu dan jahat untuk menghina orang, maka engkau harus diberi pelajaran!" kembali pedangnya berkelebat dan lurah Lui menjerit kesakitan karena kaki kanannya terbabat buntung sampai lutut! Kem-bali darah muncrat-muncrat dan ketika semua orang menjerit ketakutan, wanita itu berkelebat dan lenyap dari situ.
Di luar, perkelahian masih berlangsung dengan seru. Akan tetapi, Ok Cin Cu sudah bermandi peluh-nya sendiri. Gerakan lawan yang hanya seorang gadis muda itu memang luar biasa sekali dan terutama se-kali pedang di tangan wanita itu membuat dia ka-dang-kadang menggigil. Bi Lan memang sudah mema-inkan ilmu pedang Ban-tok-kiam-sut dan karena ilmu itu dimainkan dengan pedang Ban-tok-kiam, maka bukan main hebatnya. Bi Lan menyerang dengan sungguh-sungguh. Ia merasa sakit hati dan benci se-kali mengingat betapa tosu ini telah menipu sucinya, membujuk sucinya melayaninya dan menyerahkan tu-buhnya untuk menebus keselamatan Yo Jin. Sakit hatinya mengingat akan hal ini dan kebenciannya terhadap tosu tinggi besar perut gendut inipun memuncak. Maka ia menyerang untuk membunuh dan gerakan-gerakannya membuat tosu itu kalang kabut.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
491 Di lain pihak, Sim Houw juga mendesak lawan-nya dengan hebat. Kalau pemuda ini
menghendaki, sudah sejak tadi dia mampu merobohkan dan membu-nuh lawan. Akan tetapi, Sim Houw tidak ingin mem-bunuh. Dia tahu bahwa ketua cabang Pek-lian-kauw ini berwatak buruk dan jahat, suka melakukan hal-hal terkutuk di balik topeng perjuangan melawan pe-merintah penjajah. Akan tetapi, dia tidak ingin mem-bunuh, hanya ingin memberi peringatan saja. Ketika dia melihat betapa serangan-serangan Bi Lan merupa-kan serangan-serangan maut yang amat berbahaya ba-gi ketua cabang Pat-kwa-kauw, dia terkejut.
"Lan-moi, jangan membunuh orang....!" teriaknya memperingatkan. Pada saat itu terdengar suara keras dan tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu patah menjadi dua, sedangkan sinar pedang Ban-tok-kiam masih terus menyambar ke arah leher kakek gendut itu!
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 2 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Wanita Gagah Perkasa 7

Cari Blog Ini