Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
sebatang pedang bersarung butut, dan jubah tosu yang menutupi
tubuhnya berwarna kuning lusuh. Wajahnya agak muram dan jarang senyum, wajah yang kurus
nampak lonjong, sesuai dengan tubuhnya yang tinggi kurus.
Adapun tosu kedua bertubuh gendut, tidak setinggi temannya,
juga jubahnya kuning dengan bagian dada terbuka. Agaknya dia
selalu kegerahan. tidak nampak dia membawa senjata dan
wajahnya yang bundar itu selalu dihias senyum, sepasang
matanya yang lebar bersinar dan berseri. Mereka melangkah
tanpa berkata-kata. Lee Song Kim memperhatikan mereka. Pengetahuannya tentang
tokoh-tokoh berbagai aliran silat memang luas. Walaupun dia
belum pernah bertemu sendiri dengan dua orang tosu ini, namun
68 menurut hasil penyelidikannya selama beberapa tahun ini, sejak
dia masih hidup di Pulau Naga bersama Hai-tok, membuat dia
tahu bahwa dua orang ini adalah dua tokoh Kun-lun-pai tingkat
tiga yang memiliki ilmu kepandaian tinggi ! Bukan main girang
rasa hatinya. Terbuka kesempatan baginya untuk menguji ilmu
silatnya yang didapat dari kitab pelajarannya ! Diapun cepat
keluar menghadang perjalanan dua orang tosu itu.
Ketika si tempat sunyi itu tiba-tiba muncul seorang laki-laki
tampan yang berpakaian mewah seperti seorang pelajar kaya,
dua orang tosu itu memandang heran dan memperlambat langkah
mereka karena laki-laki itu berdiri di tengah jalan, nampaknya
sengaja menghadang mereka.
"Jiwi totiang (bapak pendeta berdua), harap perlahan dulu
berjalan, karena saya ingin sekali bicara dengan jiwi (anda
berdua)," kata Lee Song Kim dengan sikap sopan dan ramah.
Tosu tinggi kurus yang berwajah muram itu diam saja, akan tetapi
tosu gendut tertawa ramah. "Ha-ha, ada keperluan apakah si-cu
(orang gagah) menahan perjalanan dua orang tosu seperti kami
?" Diam-diam Song Kim memuji ketajaman mata tosu gendut ini.
Begitu bertemu tosu ini sudah dapat melihat bahwa dia bukan
seorang pelajar biasa, melainkan pandai ilmu silat maka tosu itu
menyebut "sicu". Akan tetapi Song Kim memperlihatkan wajah
biasa saja. 69 "Totiang, kalau saya tidak salah duga, ji-wi totiang adalah tokohtokoh dari Kun-lun-pai, bukan ?"
Dua orang tosu itu saling pandang dan kerut di antara kedua alis
tosu kurus menjadi semakin dalam. Akan tetapi tosu gendut
segera menjawab sambil tertawa, "Siancai ...... pinto berdua
hanyalah tosu-tosu perantau biasa saja ...... "
Song Kim tersenyum. "Totiang tidak perlu merendahkan diri.
Bukankah totiang berjuluk Tiong Gi Tojin dan totiang yang kurus
ini adalah Tiong Sin Tojin" Tokoh-tokoh Kun-lun-pai tingkat tiga
yang berilmu tinggi dan lihai sekali !"
Dua orang tosu itu kini nampak terkejut, bahkan tosu gendut
kehilangan senyumnya. "Sicu, siapakah engkau dan apa
kepeluanmu menghadang perjalanan kami, apalagi setelah
engkau mengenal siapa adanya kami ?" tanya tosu gendut,
wajahnya serius. "Saya hanya seorang laki-laki biasa saja, orang menyebut saya
Lee Kongcu dan saya paling suka dengan ilmu silat walaupun
kepandaian saya masih rendah sekali. Sudah lama saya
mendengar akan kelihaian ji-wi totiang, maka setelah sekarang
ada jodoh untuk bertemu di sini, saya harap ji-wi tidak terlalu pelit
untuk mempertunjukkan ilmu-ilmu ji-wi yang tinggi untuk
membuka mata saya." Dua orang tosu itu mengerutkan akisnya. "Orang muda, kami
hanyalah tosu-tosu yang selalu mendambakan kedamaian dan
tidak suka berkelahi. Ilmu yang kami pelajari hanya untuk
70 menjaga diri saja. Karena tidak ada urusan apapun di antara kita,
bagaimana mungkin kami mengeluarkan ilmu silat " Kami bukan
tukang jual obat di pasar yang suka memamerkan ilmu silat," kata
pula tosu gendut. Lee Song Kim menggeleng kepala. "Jodoh sudah menentukan
perjumpaan kita, maka ji-wi jangan menolak, harap keluarkan
imu-ilmu simpanan ji-wi untuk saya lihat."
"Orang muda lancang !" Kini tosu kurus yang bernama Tiong Sin
Tojin membentak marah. "Minggirlah dan biarkan kami
melanjutkan perjalanan !"
Kembali Song Kim menggeleng kepala. "Tidak bisa, totiang.
Sebelum ji-wi menunjukkan ilmu-ilmu simpanan ji-wi, jangan
harap akan dapat melanjutkan perjalanan."
"Siapa yang berani melarang kami !" bentak tosu tinggi kurus, kini
menjadi marah sekali. "Akulah yang melarang. bagaimanapun juga, ji-wi harus melayani
dulu aku barang seratus jurus !"
"Siancai, orang ini sungguh sombong dan kurang ajar, suheng.
Biar pinto menghajarnya !" kata tosu kurus.
"Hati-hatilah, sute. Agaknya dia memang sengaja mencari
urusan," kata tosu gendut.
Tiong Sin Tojin, yang tinggi kurus, segera melangkah maju dan
karena dia dapat menduga bahwa orang muda yang demikian
71 sombong dan kurang ajar tentu memiliki kepandaian cukup tinggi,
begitu menyerang dia mengeluarkan jurus serangan yang ampuh
dan dahsyat. Kedua tangannya membentuk paruh burung yang
meruncing dan paruh burung ini mematuk-matuk ke arah jalan
darah yang berbahaya di kepala, leher dan dada secara bertubitubi.
"Hemm, Pek-ho-tok-hi (Bangau Putih mematuk Ikan) ......!" seru
Lee Song Kim sambil mengelak ke sana-sini. karena dia sudah
mengenal gerakan jurus ini, maka tidak sukarlah baginya untuk
menghindarkan diri. Tiong Sin Tojin terkejut mendengar seruan pemuda itu yang telah
mengenal jurus serangannya. Cepat dia merubah gerakan kaki
tangannya dan kini dia menyerang dengan dua buah jari tangan
kanan, yaitu telunjuk dan jari tengah, menusuk ke arah leher.
"Sian-jin-ci-lou (Dewa Menunjukkan Jalan) ...... Kembali Song Kim
berseru dan betapapun cepat dan dahsyatnya serangan maut itu,
dengan mudah dia dapat menangkis sambil melangkah mundur
dua langkah. serangan ini pun gagal.
"Tahan dulu !" bentak Tiong Sin Tojin, "Siapakah engkau yang
mengenal jurus-jurus Kun-lun-pai" Apakah engkau seorang murid
Kun-lun-pai ?" Song Kim menggeleng kepalanya. "Bukan murid, akan tetapi aku
suka sekali mempelajari jurus-jurus terlihai dari Kun-lun-pai,
bukan seperti yang kau perlihatkan tadi, totiang."
72 Tiong Sin Tojin menjadi marah. "Sudahlah, pinto tidak mempunyai
urusan dengan orang gila seperti engkau. Suheng, mari kita
pergi." "Ha, nanti dulu, totiang. Kalau engkau tidak mau menyerang,
biarlah aku yang menyerangmu. Lihat ini Hok- thian-hok-te
(Membalikkan Langit dan Bumi) !" bentak Song Kim dan diapun
sudah menyerang dengan ganas sekali, menggunakan kaki
tangannya dan serangan itu datang dari atas dan bawah, amat
cepatnya. Melihat betapa pemuda itu menggunakan sebuah jurus
Kun-lun-pai yang ampuh dan berbahaya, Tiong Sin Tojin terkejut
dan cepat diapun menyambut dengan elakan dan tangkisan, dan
merasa betapa lengannya tergetar setiap kali bertemu dengan
lengan lawan. Yang membuat dia penasaran dan kaget sekali ketika melihat
betapa lawan itu kini menyerangnya terus dengan jurus-jurus
pilihan dari Kun-lun-pai ! Terpaksa dia harus mengeluarkan jurusjurus tandingan untuk memunahkan semua serangan itu dan
memang inilah yang dikehendaki oleh Song Kim. Diam- diam
otaknya yang cerdik itu mencatat semua gerakan lawan yang
dapat mematahkan setiap serangannya sehingga dari pekelahian
ini dia memperoleh tambahan jurus-jurus pilihan dari Kun-lun-pai.
Karena merasa tidak dapat menandingi pemuda itu dengan
tangan kosong, Tiong Sin Tojin meloncat ke belakang dan
mencabut pedangnya. Akan tetapi suhengnya, Tiong Gi Tojin
yang gendut, cepat mencegahnya sambil meloncat ke depan.
"Sute, barlah pinto yang maju." Dia tidak ingin sutenya
menggunakan senjata karena mereka berdua tidak bermusuhan
dengan orang she Lee ini, Untuk apa menggunakan senjata "
73 Pantang bagi orang-orang yang menjadi pendeta, apalagi
pendeta Kun-lun-pai yang terpandang, untuk melukai, apalagi
membunuh orang tanpa sebab.
Kini, dengan mulut masih tersenyum menyeringai, tosu gendut ini
menghadapi Song Kim. "Lee-kongcu (tuan muda Lee),
sesungguhnya pinto tidak mengerti mengapa kongcu memaksa
pinto berdua untuk bertanding silat denganmu. Lebih tidak
mengerti lagi pinto melihat betapa engkau yang mengaku bukan
murid Kun-lun-pai, demikian pandai bersilat dengan ilmu silat
aliran kami!" "Tiong Gi Tojin, terus terang saja, aku adalah orang yang paling
suka belajar ilmu silat, karena itulah maka aku minta kepada ji-wi
untuk memberi petunjuk kepadaku barang seatus jurus. Karena
suka ilmu silat, aku mempelajari semua aliran, termasuk Kun-lunpai. Sayang, sangat sedikit yang kupelajari, maka kuharap akan
memperoleh barang beberapa jurus dari ji- wi totiang."
"Huh, kau hendak mencuri ilmu orang lain !" bentak Tiong Sin
Tojin yang berdiri di pinggir sambil mengepal tinju dengan marah.
"Mencuri ...... !" Tiba-tiba Tiong Gi Tojin berteriak dan memandang
kepada Song Kim dengan mata terbelalak. "Kalau begitu,
pencurian kitab Kun-lun-pai beberapa tahun yang lalu
"Benar ! Tentu dia inilah pencurinya !" teriak Tiong Sin Tojin,
agaknya juga baru sadar dan teringat akan peristiwa
menggemparkan tentang hilangnya beberapa buah kitab pusaka
74 Kun-lun-pai. "Pantas dia bukan murid Kun-lun-pai namun pandai
ilmu silat Kun-lun-pai."
Dua orang tosu itu kini langsung menerjang Song Kim dengan
serangan maut karena mereka baru sadar bahwa tentu inilah
orang yang telah mencuri kitab dari gudang pusaka Kun-lun-pai.
Song Kim merasa gembira sekali dan menyambut mereka dengan
cepat, memancing mereka untuk mengeluarkan ilmu-ilmu mereka
yang paling hebat. Dua orang tosu ini terpancing dan mereka
memang menyerang dengan jurus-jurus pilihan, tidak tahu bahwa
sama saja halnya mereka mengajarkan ilmu pukulan aliran
mereka yang paling ampuh kepada laki-laki yang amat lihai ini.
Dengan serangan dua orang itu, banyak jurus yang tadinya
dipahami Song Kim secara teoritis saja, kini dia memperoleh
petunjuk bagaimana harus memainkan jurus itu dengan tepat. Dia
mempermainkan dua orang tosu itu sampai lima puluh jurus lebih
tanpa merobohkan mereka, hanya menyerang untuk memncing
mereka mengeluarkan jurus pilihan aliran Kun-lun-pai.
"Tahan dulu !" bentak Tiong Gi Tojin yang melompat
mundur diikuti sutenya. Dia merasa penasaran sekali.
"Sebetulnya siapakah engkau, murid mana dan mengapa
memusuhi kami orang Kun-lun-pai ?" Karena melihat betapa
lihainya lawan, Tiong Gi Tojin merasa perlu untuk tahu lebih
banyak tentang lawan ini, sedangkan Tiong Sin Tojin kini
mencabut pedangnya karena maklum bahwa ilmu silat tangan
kosong mereka berdua agaknya tidak akan mampu mengalahkan
lawan yang lihai itu. 75 Sementara itu, Song Kim sudah merasa cukup menimba
pengetahuan ilmu silat Kun-lun-pai dari meraka, dan melihat
betapa mereka kini telah mempersiapkan senjata, dia maklum
bahwa kalau dia main-main terus, salah-salah dirinya sendiri yang
menjadi korban karena bagaimanapun juga harus diakuinya
bahwa dua orang tosu itu amat tangguh. Maka, sambil tersenyum
diapun menjawab, "Mau tahu aku murid mana " Nah, ji-wi totiang
(dua bapak pendeta), kiranya ji-wi (kalian berdua) belum buta dan
dapat mengenal ilmu silatku !"
Berkata demikian, Song Kim memasang kuda-kuda lalu
menerjang ke depan, ke arah Tiong Gi Tojin dengan jurus dahsyat
dari ilmu silat Houw-kun (Silat Harimau). Tiong Gi Tojin terkejut
dan cepat mengelak sambil mencabut sebatang kebutan dari
pinggangnya dan mengebut ke samping. Akan tetapi Song Kim
sudah menubruk ke samping dan menyerang Tiong Sin Tojin
dengan cakaran kedua tangannya, persis gerakan seekor
harimau yang mencakar ke samping dengan amat kuatnya.
Tiong Sin Tojin juga cepat meloncat ke belakang untuk
menghindarkan diri dari terkaman itu dan kedua orang tosu itu
hampir berbareng berseru, "Murid Siauw-lim-pai ...... ?""
Mereka berdua mengenal ilmu silat Siauw-lim-pai itu, yaitu Houwkun (Silat harimau). satu di antara ilmu-ilmu silat Siauw-lim-pai
yang meniru gerakan binatang-binatang buas.
Akan tetapi sambil tertawa Song Kim menyerang terus dan
biarpun kedua orang lawan itu memegang pedang dan kebutan,
tetap saja dia dapat mendesak mereka dengan jurus-jurus maut
dari Siauw-lim-pai. 76 Hal ini tidaklah aneh, sama sekali bukan karena dia terlalu mahir
dengan ilmu silat Siauw-lim-pai, yang seperti juga dengan ilmuilmu silat berbagai aliran hasil curian mendiang gurunya, hanya
dikuasai beberapa bagian saja yang tergolong tinggi tingkatnya,
melainkan karena memang sebelum menguasai berbagai ilmu
silat itu, dia sendiri sudah amat lihai sebagai murid Hai-tok. ilmu
silat Siauw-lim-pai itu dia pergunakan sebagai kulit luarnya saja,
akan tetapi sebenarnya sinkang yang dipergunakan dibalik
pukulan dan cengkeraman itu adalah sinkang yang diwarisinya
dari Hai-tok. Dan memang tingkatnya jauh lebih tinggi kalau dibandingkan
dengan tingkat dua orang tosu Kun-lun-pai tingkat tiga itu.
"Krrakkk ...... !" Tiba-tiba cengkeraman tangan kirinya tepat
mengenai kepala tosu itupun terpelanting, pedngnya terlempar
dan diapun tidak mampu bergerak lagi. Tempurung kepalanya
bagian pelipis kanan Tiong Sin Tojin retak dan tertekan masuk
kedalam dan nampak kepala itu berlubang empat, bekas empat
buah jari tangan Song Kim yang mencengkeram. Tiong Sin Tojin
tewas seketika. Tiong Gi Tojin marah bukan main, menggerakkan kebutannya
sehingga terdengar bercuitan dan gulungan putih menyambarnyambar. Namun, dengan lincahnya Song Kim dapat
menghindarkan diri, kemudian kembali tangannya yang ampuh
bergerak, kini memukuldengan tangan terbuka ke depan.
"Desss ...... !" Dada kiri Tiong Gi Tojin terkena hantaman telapak
tangn itu. "Uhhhh !" Tiong Gi Tojin terhuyung, darah segar keluar
77 dari mulutnya dan kebutannya terlempar lepas dari tangannya
yang kini keduanya dipakai untuk menekan dadanya yang kena
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukul tadi. "Ha-ha-ha, kiranya tidak berapa hebat kepandaian tosu tingkat
tiga dari Kun-lun-pai. Sayang bukan tingkat pertama atau
ketuanya sendiri yang dapat kuajak bertanding," kata Song Kim.
Tiong Gi Tojin berdiri memandang kepada lawan itu dengan mata
tajam dan penuh kemarahan, kemudian tanpa mengeluarkan
sepatahpun kata, dia mengambil tubuh sutenya yang sudah
menjadi mayat, memanggulnya dan tanpa pamit diapun pergi
diiringi senyum mengejek dari Lee Song Kim.
Begitu tosu gendut itu memanggul tubuh sutenya, Song Kim cepat
memanggil dua orang pembantu atau juga muridnya untuk
membayangi perjalanan Tiong Gi Tojin dan melihat
perkembangan siasat yang telah dilaksanakan tadi, yaitu
mengadu domba antara Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai. Dia tahu
bahwa di antara aliran-aliran persilatan, dua partai persilatan
itulah yang merupakan sumber ilmu silat tinggi. Siauw-lim-pai
adalah gudang ilmu silat dari para hwesio sakti seperti mendiang
Tat Mo Couwsu dan lain-lain, sedangkan Kun-lun-pai juga
merupakan gudang ilmu silat dari para pertapa dan tosu di Kunlun-san, bahkan dari Himalaya. Kalau dia dapat menguasai ilmuilmu paling tinggi dari dua partai persilatan itu, dia tidak akan
gentar lagi menghadapi jagoan- jagoan mereka dan dia akan lebih
mudah mencapai cita-cita yaitu mengangkat diri menjadi Thian-he
Te-it Bu-hiap (Jago Silat Nomor Satu di Kolong Langit) !
78 Dengan menahan rasa nyeri pada luka di dadanya, Tiong Gi Tojin
berlari sambil memanggul jenazah sutenya. Tentu saja dia tidak
mungkin dapat kembali ke Kun-lun-pai yang jauh, dan hanya pergi
ke sebuah kuil yang menjadi cabang dari Kun-lun-pai. Pada
malam harinya, tibalah dia di kuil yang dipimpin oleh seorang
sutenya, yaitu Tiong Le Tojin. Setibanya di pintu kuil, Tiong Gi
Tojin tidak kuat lagi dan diapun roboh terguling bersama jenazah
Tiong Sin Tojin. Tentu saja Tiong Le Tojin, ketua kuil Kun-lun-pai
itu, terkejut sekali melihat kedua orang suhengnya itu. Seorang
telah menjadi mayat dan seorang lagi dalam keadaan terluka
berat. "Tiong Gi suheng, apakah yang telah terjadi ?" tanyanya sambil
memangku kepala suhengnya itu yang napasnya sudah empasempis dan mukanya sudah menjadi pucat kebiruan.
"Orang she Lee ...... murid Siauw-lim-pai ...... " hanya demikian
dia mampu mengeluarkan suara karena diapun terkulai dan tewas
menyusul sutenya. Tentu saja pesan terakhir ini membingungkan hati Tiong le Tojin.
Murid Siauw-lim-pai she Lee. Agaknya orang she Lee itulah yang
membunuh kedua orang suhengnya. Karena pentingnya urusan
Tiong Le Tojin setelah mengurus kedua jenazah suhengnya itu
sebagaimana mestinya, lalu berangkat menuju ke pusat Kun-lunpai untuk melaporkan tentang kematian dua orang tosu Kun-lunpai. Disebutnya Siauw-lim-pai merupakan hal gawat dan Tiong Le
Tojin tidak berani lancang mengurusnya sendiri ke Siauw-lim-pai.
79 Para pimpinan Kun-lun-pai terkejut mendengar bahwa dua orang
tokoh mereka tewas di tangan seorang she Lee murid Siauw-limpai. Ada beberapa orang tokoh pimpinan yang berwatak keras
dan segera menyatakan untuk menuntut balas kepada orangorang Siauw-lim-pai, akan tetapi Tiong Tek Seng-jin, ketua Kunlun-pai pusat yang usianya sudah tujuh puluh tahun dan terkenal
bijaksana, sabar dan juga sakti itu, mengangkat kedua tangannya
ke atas. "Siancai-siancai-siancai ...... ! Perbuatan menurutkan nafsu
amarah merupakan penyelewengan yang hanya akan
mendatangkan malapetaka belaka. Sejak dahulu kita sudah
mengenal Siauw-lim-pai dan tahu bahwa pusat Siauw-lim-pai
pusat orang-orang gagah yang berjiwa patriot dan pendekar.
Karena itu, kalau ada seorang murid Siauw-lim-pai melakukan
penyelewengan misalnya, janganlah hendaknya kesalahan itu
kita timpakan kepada seluruh anggauta Siauw-lim-pai ! Yang tidak
benar adalah oknumnya, bukan perkumpulannya. Mengingat
akan persahabatan antara kita dan Siauw-lim-pai, biarlah kita
sampaikan saja peristiwa ini kepada Siauw-lim-pai untuk
menindak murid mereka yang melakukan pembunuhan terhadap
dua orang murid kita."
Mendengar ucapan yang halus dan mengandung penuh wibawa
ini, semua pimpinan Kun-lun-pai menyadari dan mereka pun
mentaati pesan itu. segera dikirim utusan ke pusat Siauw-lim-pai
untuk melaporkan peristiwa pembunuhan atas diri dua orang Kunlun-pai.
80 Pada waktu itu, yang menjadi ketua Siauw-lim-pai adalah Thian
Tek Hwesio, menggantikan suhengnya, Thian He Hwesio yang
sudah meninggal dunia karena usia tua. Thian Tek Hwesio yang
bertubuh pendek kecil itu berusia tujuh puluh tahun lebih dan dia
dibantu oleh Thian Khi hwesio yang bertubuh sedang dan berusia
tujuh puluh enam tahun. Tentu saja dua orang hwesio tua ini
dibanru pula oleh beberapa orang murid-murid kepala.
Ketika Thian Tek Hwesio dan Thian Khi hwesio menerima utusan
Kun-lun-pai dan mendengar pelaporan mereka, keduanya terkejut
dan saling pandang. "Omitohud ...... pinceng merasa berduka sekali mendengar berita
yang buruk ini. Ingin pinceng mengetahui, siapakah nama murid
Siauw-lim-pai she Lee yang melakukan pembunuhan itu,di mana
tempat tinggalnya dan apa pula sebabnya ?"
Utusan Kun-lun-pai memberi hormat dan dengan jelas dia lalu
menceritakan bahwa dua orang itu tahu-tahu roboh di depan kuil
Kun-lun-pai di tai-gu, dan bahwa mendiang Tiong Gi Tojin yang
ketika itu masih hidup hanya meninggalkan pesan beberapa
patah saja, yaitu : "orang she Lee ..... murid Siauw-lim-pai ...... "
"Omitohud, jadi pihak Kun-lun-pai tidak tahu siapa sebenarnya
orang she Lee murid Siauw-lim-pai itu dan apa yang menjadi
sebab maka dia sampai membunuh dua orang tosu Kun-lun-pai?"
"Benar," jawab utusan itu, "Ketua kami dengan hormat
menyerahkan kepada kebijaksanaan locianpwe di Siauw-lim-pai
81 untuk menyelidiki dan bertindak atas perbuatan muridnya, dan
Kun-lun-pai tidak akan mencampuri."
"Sungguh bijaksana sekali ketuamu itu, to-yu. Akan tetapi
bagaimana kami akan dapat bertindak dan menghukum murid
kami kalau kami tidak mengetahui siapa dia " Hendaknya
diketahui bahwa murid Siauw-lim-pai yang berada di luar banyak
sekali, dan tak terhitung junlah murid yang she Lee, bahkan
mungkin ada cucu murid she Lee yang tidak pernah kami ketahui
atau kenal sama sekali."
"Siancai ...... kami hanya utusan, locianpwe, dan kami sudah
menyampaikan laporan dan pesan ketua kami. Kemudian
terserah kepada kebijaksanaan Siauw-lim-pai. Kun-lun-pai hanya
akan bertindak sebagai penonton untuk mengagumi keadilan dan
ketegasan Siauw-lim-pai yang sejak ratusan tahun menjadi
sahabat kami, demikian pesan ketua kami."
"Omitohud ...... betapa sukarnya tugas itu, akan tetapi pinceng
akan mencobanya, melakukan penyelidikan itu. Harap sampaikan
salam dan hormat kami semua kepada para pimpinan Kun-lunpai."
Utusan itupun pergi meninggalkan Siauw-lim-pai dan tak lama
kemudian, Lee Song Kim juga mendengar akan segala laporan
anak buahnya yang melakukan penyelidikan. Hatinya merasa
agak kecewa bahwa api yang dinyalakannya antara Kun-lun-pai
dan Siauw-lim-pai tidak jadi berkobar. Kiranya kedua pihak tidak
dibakar perasaan marah, bahkan Kun-lun-pai menyerahkan
penyelidikan tentang perisriwa itu kepada Siauw-lim-pai. Cita82
citanya untuk membakar kedua perkumpulan besar itu agar
mereka saling serang sehingga dia akan dapat mempelajari
gerakan-gerakan ilmu silat mereka yang sedang bertanding,
gagal. Ang-hong-pai (Perkumpulan Tawon merah) merupakan sebuah
perkumpulan sesat yang anggautanya seluruhnya terdiri dari
wanita-wanita belaka. Biarpun hanya merupakan sebuah
perkumpulan wanita, namun nama Ang-hong-pai terkenal di dunia
hitam sebagai perkumpulan yang kuat karena para anggauta
wanita yang jumlahnya mendekati seratus itu rata- rata memiliki
ilmu silat tinggi, ahli pula tentang penggunaan racun dan rata-rata
memiliki watak kejam dan buas, mudah membunuh dan tidak
segan-segan menyiksa lawan yang tertawan. Juga banyak di
antara mereka terkenal sebagai wanita-wanita yang haus akan
pria, suka menangkapi pria-pria muda dan celakalah pria yang
sudah menjadi tawanan mereka karena dia akan dibawa ke
sarang Ang-hong-pai dan tak seorangpun tahu apa yang menjadi
nasibnya karena dia takkan pernah muncul lagi di dunia ramai !
Biarpun banyak di antara para anggauta Ang-hong-pai
merupakan wanita-wanita muda yang berwajah cantik dan
bersikap genit, namun kaum pria bergidik ngeri kalau mendengar
disebutnya nama Ang-hong-pai. Terutama sekali mereka yang
tinggal di daerah kota Nan-ping di Propinsi Hok-kian. Kalau ada
seorang wanita, betapa cantikpun, mengenakan pakaian serba
merah, sebagai tanda bahwa ia anggauta Ang-hong-pai, maka
para pemuda yang tidak memiliki kepandaian segera cepat-cepat
menyembunyikan diri, seperti anak-anak ayam melihat datangnya
seekor musang. 83 Para hartawan di kota Nan-ping dan sekitarnya, tidak ada yang
berani menolak untuk memberi sumbangan apabila ada wanita
baju merah datang ke rumah mereka, sehingga kehidupan Anghong-pai terjamin oleh sumbangan-sumbangan itu, di samping
hasil perampokan atau pencurian yang mereka lakukan di tempattempat
yang jauh dari wilayah Nan-ping. Mereka tidak pernah mau mengganggu wilayah itu karena mereka
memperoleh sumbangan dengan dalih "menjaga keamanan". Ada
memang terjadi beberapa kali munculnya seorang jagoan yang
menganggap dirinya cukup mampu utuk menjadi pendekar dan
menentang Ang-hong-pai, akan tetapi akibatnya, jagoan itu yang
tewas dan mayatnya tak pernah dilihat orang. Maka, nama Anghong-pai menjadi semakin tersohor dan kaum pendekar merasa
lebih aman untuk mengambil jalan sendiri dan tidak mencari
perkara dengan waita-wanita liar itu.
Yang menjadi ketua dari Ang-hong-pai ketika itu adalah seorang
wanita berusia kurang lebih enam puluh tahun, akan tetapi melihat
bentuk wajahnya yang masih manis, mukanya yang belum
dinodai keriput, tubuhnya yang masih padat rampng, ia nampak
seperti seorang wanita berusia tiga puluh tahun saja ! Para
anggauta atau murid Ang-hong-pai menyebutnya Theng Toanio
dan nama sebenarnya adalah Theng Ci. Wanita ini masih nampak
cantik dan pakaiannya selalu mewah, berwarna merah terbuat
dari sutera mahal dengan hiasan kuning emas dan garis biru.
Theng Toanio ini melanjutkan kedudukan mendiang subonya
(guru wanita) memimpin Ang-hong-pai dan karena ia nampak
lebih pandai daripada mendiang subonya, maka anak buah Anghong-pai semua taat dan tunduk kepadanya. Theng Toanio inilah
yang mulai memungut sumbangan dari para hartawan, berbeda
84 dengan mendiang subonya yang dahulu hanya mengandalkan
kejahatan untuk membiayai perkumpulannya. Juga kini anggaua
Ang-hong-pai mendekati seratus orang kesemuanya terdiri dari
wanita-wanita cantik dengan usia tidak lebih dari tiga puluh tahun
! Theng Toanio mengusir bekas anggauta yang usianya sudah
lebih dari tiga puluh tahun. Wanita ini memang lihai sekali, lihai
permainan pedangnya dan juga amat pandai mempergunakan
senjata rahasia jarum merah yang mengandung racun tawon
yang amat kuat. Perlu diketahui bahwa diwaktu mudanya, Theng Ci ini pernah
diperkosa oleh datuk sesat Thian-tok, dan agaknya pengalaman
inilah membuat Thian-tok tidak melupakan wanita ini. Pada tahun
terakhir menjelang kematiannya, datuk sesat Thian-tok, satu di
antara Empat Racun Dunia yang menjadi guru Ong Siu Coan,
mencari Theng Ci di sarang Ang-hong-pai. Mula-mula, melihat
kedatangan datuk sesat yang pernah memperkosanya, Theng Ci
menjadi marah dan mengerahkan anak buahnya untuk
mengeroyok. Akan tetapi Thian-tok terlalu lihai baginya dan untuk
kedua kalinya, wanita ini terpaksa menyerah, bahkan sekali ini ia
melayani segala kehendak Thian-tok dengan sukarela karena
Racun Dunia itu menjanjikan kepadanya untuk mengajarkan
ilmunya yang paling hebat. Demikianlah, selama hampir satu
tahun, Thian-tok hidup di antara para wanita di Ang-hong-pai, dan
mengajarkan Ilmu Silat Ngo-heng Lian-hoan-kun-hoat kepada
Theng Ci atau Theng Toanio, juga beberapa ilmu lain.
Setelah Thian-tok merasa bosan tinggal di situ dan pergi, Theng
Toanio telah menjadi seorang wanita yang lihai bukan main, jauh
lebih lihai daripada sebelum ia digembleng Thian-tok. Dan iapun
85 melatih anak buahnya sehingga mereka juga memperoleh
kemajuan pesat. Semakin ditakutilah Ang-hong-pai semenjak
waktu itu. Ang-hong-pai berada di puncak sebuah bukit yang penuh dengan
hutan lebat, di luar kota Nan-king dalam Propinsi Hok-kian. Dari
jauh, perkampungan Ang-hong-pai tidak nampak saking lebatnya
hutan di bukit itu. Akan tetapi, bukit yang diberi nama Ang-hongpai atau Bukit Tawon Merah itu terkenal sebagai tempat
berbahaya dan tidak ada seorangpun berani mencoba-coba untuk
mendudukinya. Di dalam hutan itu terdapat penuh binatang hutan
yang buas, akan tetapi yang membuat orang merasa gentar
adalah rombongan tawon-tawon yang bermacam-macam di
tempat itu. Banyak di antara tawon- tawon ini berbisa.
Sengatannya dapat mengakibatkan maut dalam waktu beberapa
jam saja. Dan tentu saja, selain bahaya binatang buas dan tawon,
bahaya terbesar yang mengancam mereka yang berani mendaki
bukit itu adalah perkumpulan Ang-hong-pai sendiri.
Pada waktu itu, kaisar amat lemah dan berenang di dalam
kesenangan pemuasan nafsu belaka. Kelemahan kaisar tentu
mengakibatkan kelemahan pemerintahan, pejabat-pejabat tidak
terkendali sehingga mereka bagaikan kuda-kuda yang lepas dari
kekangan, berubah menjadi raja-raja kecil yang tidak
memperdulikan keadaan rakyat, melainkan berlomba untuk
menumpuk kekayaan dan memperkuat kedudukan. Adanya
gangguan kepada rakyat seperti perampok dan golongan hitam
macam Ang-hong-pai, tidak diperdulikan oleh para pejabat
daerah. Bagi mereka, asal kedudukan mereka tidak diganggu,
sudahlah. bahkan banyak terjadi penjahat berkomplot dengan
86 pejabat, keduanya memiliki kepentingan yang sama, yaitu
makmur dengan jalan menghisap darah rakyat jelata dan tidak
saling menentang, Katakanlah bagi hasil !
Theng Toanio tidak terkecuali. Iapun melihat kelemahan
pemerintah, maka iapun segera mengadakan kontak dengan para
pejabat daerah, mengirimkan barang-barang berharga sebagai
tanda penghormatan dan hal ini membuat para pejabat segan
untuk menentang Ang-hong-pai, asal perkumpulan itu tidak
mengganggu alat-alat pemerintah.
Demikianlah kedudukan Ang-hong-pai amat kuat di daerah itu,
dan para pendekarpun segan untuk menentangnya. Namun, pada
suatu pagi yang sunyi dan cerah, nampak sesosok bayangan
mendaki bukit Ang-hong-san dengan lenggang seenaknya,
seolah-olah dia sedang mendaki sebuah bukit yang indah untuk
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pergi bertamasya, bukan sedang mendaki bukit yang penuh
dengan bahaya yang mengancam nyawanya.
Bayangan itu adalah seorang laki-laki yang belum tua, usianya
tiga puluh delapan kurang lebih, pakaiannya mewah, wajahnya
tampan dan tubuhnya membayangkan kekuatan. Rambutnya tersisir licin dan mengkilap karena minyak, mulutnya
tersenyum-senyum. Seorang pria muda yang tampan menarik
dan berpakaian mewah, pesolek dan senyumnya tentu mudah
meruntuhkan benteng pertahanan hati wanita ! Orang ini bukan
lain adalah Lee Song Kim ! Tidak mengherankan kalau orang
seperti dia sudah tahu bahwa bukit itu adalah sarang Ang-hongpai, karena dia adalah seorang yang amat lihai dan memang dia
naik ke puncak bukit dengan maksud mengunjungi Ang-hong-pai.
87 Lee Song Kim mendengar berita tentang Ang-hong-pai, tentang
ketuanya yang masih nampak cantik biarpun usianya sudah
setengah abad lebih, tentang para anggautanya yang berjumlah
hampir seratus orang, semua wanita muda yang menarik. Timbul
keinginan hatinya untuk berkunjung dengan dua macam niat di
hatinya. Pertama, untuk menguji ilmu ketua
Ang-hong-pai, kalau perlu menguasai ilmu silatnya, dan kedua,
kalau memang benar bahwa anggauta Ang-hong-pai terdiri dari
wanita-wanita muda yang cantik, dia bermaksud menaklukkan
perkumpulan itu. Pertama, agar Ang-hong-pai dapat memperkuat
kedudukannya, dan kedua, wanita-wanita itu dapat menghibur
hatinya dan memuaskan nafsunya. terutama sekali dia harus
menyusun kekuatan, karena untuk mempunyai jagoan nomor
satu, harus mempunyai kekuatan yang mendukung di
belakangnya, untuk menghadapi lawan yang banyak jumlahnya.
Ang-hong-pai bukanlah perkumpulan yang besar kalau
kedatangan orang asing di bukit itu tidak mereka ketahui
semenjak orang itu menginjakkan kaki di tanjakan pertama.
Mereka selalu memasang penjaga di semua sudut, secara
bergilir. Ketika para penjaga melihat munculnya seorang laki- laki
yang demikian tampannya, jantung mereka sudah berdebar tidak
karuan, merasa gembira dan tegang sekali, seperti sekumpulan
serigala kelaparan melihat munculnya seekor domba yang gemuk
dari dalam semak-semak. Tiga orang penjaga ini ingin sekali
segera menubruk pria itu, diperebutkan.
Akan tetapi mereka bukan orang-orang yang bodoh dan lancang.
Mereka dapat melihat, dari sikap dan langkah pria itu, bahwa yang
88 mendaki bukit ini bukanlah orang sembarangan. Mereka tidak berani sembrono. Sekali bertindak dan gagal, tentu
mereka akan mendapat kemarahan ketua mereka. Padahal, kalau
sudah marah, Theng Toanio kejam luar biasa. Mudah saja
membuntungi lengan atau kaki, atau bahkan leher orang ! Maka,
sambil menahan getaran hati yang penuh dengan nafsu melihat
pria yang demikian gantengnya, tiga orang ini lalu membagi tugas.
Seorang melapor kepada ketua di atas, yang lain tetap mengintai.
mereka tidak khawatir pria itu akan dapat pergi dari bukit itu
karena bukit itu, di antara pohon-pohon besar di dalam hutan,
terdapat jebakan-jebakan dan perangkap-perangkap yang penuh
rahasia. Sebelum tiba ditanjakan lereng pertengahan, tentu pria
itu sudah akan masuk perangkap dan mudah saja mereka tawan
! Demikian pikir mereka, sama sekali tidak mengetahui bahwa
calon korban yang mereka sangka seekor domba gemuk yang
lunak dagingnya itu ternyata adalah seekor harimau yang tidak
akan mudah dikalahkan oleh pengeroyokan segerombolan
serigala betina yang kelaparan ! Bahkan mungkin segerombolan
serigala betina itulah yang akan menjadi korban terkaman sang
harimau. Lee Song Kim memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali.
penglihatan dan pendengarannya, juga pancaindera yang lain,
amatlah peka dan terlatih. Maka, diam-diam dia sudah
mendengar dan melihat berkelebatnya tiga bayangan wanita di
antara semak-semak belukar itu. Akan tetapi dia hanya tersenyum
saja, tidak membuat gerakan mencurigakan, pura-pura tidak tahu
saja. Namun dia sudah dapat menduga bahwa tentu bayangan89
bayangan itu adalah penjaga-penjaga yang sudah melihat di
mendaki bukit dan tentu kini Ang-hong-pai telah membuat
persiapan untuk menyambutnya. Mengingat akan hal ini, Song
Kim tersenyum, penuh kepercayaan kepada diri sendiri. Dia terus
melangkah maju dengan gagah, memasuki hutan lebat itu,
mendaki tanjakan pertama yang penuh liku. Beberapa kali dia
mendapatkan jalan buntu, terhalang jurang yang menganga lebar
dan mengerikan. bagi orang biasa demikian, akan tetapi dengan
mudah Song Kim melompati jurang-jurang itu ! Beberapa buah
perangkap yang tertutup daun-daun dapat diketahuinya karena
sebelum melangkah, dia melemparkan batu-batu kecil dengan
tenaga kuat ke atas tanah yang akan diinj aknya.
Perangkap itu bekerja dan tebukalah lubang jebakan ketika
terkena sambitan keras itu sehingga tidak sampai menjebak
tubuhnya. Dari kauh, para anggauta Ang-hong-pai mengamati
gerak-geriknya dan mereka semua terkejut melihat betapa lakilaki itu mampu melewati semua rintangan. Makin yakin hati
mereka bahwa pria itu bukan orang bisa, melinkan orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Melihat ini, Theng Toanio cepat
mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan penghadangan
secara bertahap. Pasukan penghadang pertama muncul ketika Song Kim tiba di
lereng pertama. Dia melihat munculnya lima orang gadis yang
memegang tali hitam mengepungnya dari belakang batangbatang pohon. Dia melihat betapa lima orang itu mengikatkan
ujung tali hitam panjang pada pinggang mereka, sedangkan tali
itu mereka gulung dan dipegang di tangan mereka. Ujung lainnya
berbentuk lasso dan mengertilah dia bahwa mereka itu adalah
90 ahli-ahli melempar tali untuk menjerat binatang buas, dan kini
agaknya pasukan lasso ini hendak menangkapnya dengan tali
hitam itu. Dian-diam dia tersenyum dan pura-pura tidak melihat
mereka. Benar saja dugaannya. Tiba-tiba lima orang gadis itu
menggerakkan tangan, dari lima jurusan yang mengepung Song
Kim, dan nampaklah lima sinar hitam ketika tali-tali itu meluncur
dengan mulut lasso terbuka lebar menyambar kepalanya. Tentu
saja dengan mudah Song Kim akan dapat melepaskan diri dari
ancaman bahaya. Akan tetapi dia sengaja membiarkan tubuhnya,
lasso-lasso itu dengan cepat memasuki kepalanya dan menjerat
seluruh tubuh dari leher sampai ke kaki ! Karena lima orang gadis
itu tadi melempar tali melalui di atas cabang pohon di depan
masing-masing, hal yang sudah diatur lebih dahulu, kini mereka
menarik tali itu dengan harapan agar tubuh Song Kim tertarik dan
tergantung di udara, di antara lima batang pohon. Akan tetapi,
betapapun kuat mereka membetot dan menarik, tetap saja tubuh
Song Kim tidak bergeming, tidak terangkat sedikitpun. Laki-laki itu
malah tersenyum lebar dan menoleh ke sana-sini untuk melihat
lima orang gadis yang bersitegang menarik tali masing-masing.
Dengan kedua tangannya, Song Kim mengumpulkan lima helai
tali yang mengikat tubuhnya itu, mengerahkan tenaga dan tibatiba dia mengeluarkan bentakan nyaring sambil terus menarik
lima helai tali itu dan akibatnya, dengan sentakan yang
mengejutkan, tubuh lima orang gadis iti kini tertarik ke atas dan
tergantung kepada cabang pohon di depan masing-masing !
Mereka meronta-ronta, akan tetapi tidak mampu melepaskan diri
karena ikatan ujung tali pada ikat pinggang mereka, yang sengaja
91 dibuat demikian agar lawan tidak dapat merampas tali, amatlah
kuatnya. Song Kim kini melepaskan lasso-lasso itu dari tubuhnya.
Dengan satu tangan saja dia menahan tubuh lima orang gadis itu
dengan cara memegang ujung tali erat-erat, kemudian mengikat
kelima ujung tali menjadi satu, mengikatnya pada sebatang
pohon. Sekarang tubuh lima orang gadis itu tergantung setinggi satu
meter dari tanah, mereka masih meronta-ronta, akan tetapi makin
meronta, makin kuat saja tali mengikat pinggang mereka. Sambil
tersenyum lebar Song Kim menghampiri mereka, mengamati
mereka satu demi satu. Rata-rata mereka berusia dua puluh lima
tahun, bertubuh padat kuat dan berwajah manis. Bagaikan orang
memeriksa dan menilai ternak yang akan dibelinya, tangan Song
Kim membelai tubuh gadis-gadis itu, mengelus dagu, pipi dan
leher, menowel, mencolek dan mencubit sana-sini sambil
tersenyum. Kemudian tangannya meraih dan terdengar bunyi kain
robek ketika dia merenggutkan pakaian mereka itu terlepas dari
tubuh mereka, satu demi satu sehingga kini lima orang gadis itu
tergantung dalam keadaan telanjang bulat !
"Ha-ha-ha, inilah hukuman kalian yang telah berani mencoba
untuk menghalangi perjalananku. Sekali lagi kalian berani
menggangguku, bukan pakaianmu yang kurobek, melainkan
kulitmu !" Setelah berkata demikian, Song Kim melanjutkan perjalanannya mendaki bukit.
Melihat sepak terjang pria itu dari tempat persembunyiannya,
Theng Toanio terkejut bukan main. Apa yang diperlihatkan Song
92 Kim tadi merupakan bukti bahwa orang ini memiliki kepandaian
tinggi sekali. Maka iapun tidak mau mengambil resiko dan cepat
mengerahkan semua anak buahnya, langsung dipimpinnya
sendiri melakukan penghadangan. Biasanya, untuk menghadapi
lawan yang berani naik ke Ang-hong-pai, ada beberapa lapis
pasukan yang makin ke atas semakin kuat penjagaannya. Akan
tetapi sekali ini Theng Toanio tidak mau menyia-nyiakan waktu
dan membiarkan anak buahnya terancam. Ia sendiri memimpin
anak buahnya. Lebih dari lima puluh orang gadis dengan pedang
di tangan berbaris di belakangnya, sedangkan selebihnya
menyusun diri sebagai pengepung dan penjaga tempat-tempat
lain karena khawatir kalau-kalau pria yang pandai itu mempunyai
teman-teman yang menyerbu dari lain jurusan. Ada pula
beberapa orang yang menolong dan melepaskan lima orang
rekan yang tergantung dalam keadaan telanjang tadi.
Ketika Song Kim berjalan melalui lorong yang kecil, di kanan
kirinya semak-semak belukar, dia bersikap waspada.
Penciumannya menangkap bau yang asing, bau binatang buas!
Tiba-tiba terdengan suara gerengan yang menggetarkan gunung
itu dan Song Kim berhenti melangkah. Dari dalam semak-semak
muncullah dua ekor harimau yang besar, sebesar anak sapi ! Dia
tidak tahu bahwa dua ekor harimau itu memang dikerahkan oleh
Theng Toanio untuk menyerangnya. Inilah serangan pertama
yang dilakukan oleh pasukan yang dipimpin sendiri oleh Theng
Toanio. Melihat Song Kim, dua ekor harimau itu menggereng-gereng dan
menghampiri Song Kim dari samping, mata mereka melirik dan
penuh kemarahan. Song Kim berdiri tegak, seluruh urat syaraf di
93 tubuhnya menegang dan siap karena dia tahu betapa kuat dan
cepatnya binatang ini. Dia sama sekali tidak merasa gentar
karena yakin akan kekuatan sendiri.
Tiba-tiba binatang yang berada di sebelah kirinya mengaum dan
menubruk dengan terkaman yang tinggi. Song Kim mengelak
dengan menyuruk ke samping sehingga tubrukan itu luput.
Harimau yang berada di kanan mengikuti gerakan temannya, kini
menerjang ke depan dengan cakar kanan kiri menyambar buas.
Kembali Song Kim mengelak dengan loncatan ke belakang.
Harimau pertama menubruk lagi. Song Kim memiringkan tubuh ke
belakang, lalu ketika tubuh harimau itu melayang di sisinya,
diapun menggerakkan tangan kanannya, memukul dengan jari
terbuka ke arah dada binatang itu.
"Desss !!" Tubuh binatang itu kuat sekali, akan tetapi pukulan
Song Kim juga dahsyat sekali sehingga tubuh binatang itu
terlempar dan terbanting keras.
Harimau kedua menubruk pula dari belakang. Song Kim
mendengar sambaran angin dari belakang, lalu membalikkan
tubuh sambil mengayun kaki kirinya.
"Bukkk ...... !" Sebuah tendangan yang amat kuat mengenai perut
binatang itu, membuat tubuh binatang itu terlempar dan terbanting
pula. Agaknya, pukulan dan tendangan ini membuat dua ekor harimau
menjadi ketakutan dan juga kesakitan. Mereka mengeluarkan
94 suara auman takut dan menyusup pergi, lenyap ditelan semak
belukar. Lee Song Kim mengebut-ngebutkan jubahnya, berdiri tegak lalu
berseru dengan suara melengking tinggi dan nyaring karena dia
telah mengerahkan khikangnya sehingga suara itu melebihi
getaran auman harimau tadi dan menggema di seluruh
permukaan bukit. "Ang-hong-pai ...... ! Kalau masih ada lagi pertunjukanmu,
keluarkanlah !" Mendengar suara melengking ini, dan melihat betapa laki- laki itu
dengan mudah mampu mengusir dua ekor harimaunya, Theng
Toanio kembali terkejut. Akan tetapi ia memberi isyarat kepada
pembantu-pembantunya untuk melanjutkan serangan berikutnya,
yaitu menggunakan alat yang paling di andalkan : lebah-lebah
beracun ! Lebah-lebah yang ratusan banyaknya berada di tabung- tabung
bambu yang besar, dan di dalam tabung itulah tinggal ratu lebah
dan semua telur yang telah menetas. Lebah-lebah itu buas dan
menyerang siapa saja. Akan tetapi para anggauta Ang-hong-pai
tidak takut karena mereka telah menggunakan semacam minyak
yang terbuat dari daun putih. Bau minyak ini ditakuti lebah-lebah
itu sehingga tidak seekorpun berani menganggu mereka.
Kini tabung-tabung itu dibuka dan ribuan ekor lebah merah
berterbangan. Mula-mula mereka nampak marah dan
berterbangan di atas kepala para anggauta Ang-hong-pai, akan
95 tetapi karena binatang-binatabg itu mencium bau yang amat
ditakutinya,mereka lalu terbang tinggi mencari mangsa lain, dan
tentu saja mereka segera terbang menuju ke arah Song Kim yang
tidak memakai minyak anti lebah itu ! Ribuan lebah merah dengan
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengeluarkan suara mendengung riuh kini menyerbu ke arah
Song Kim yang berdiri tegak.
Dia sudah mendengar akan keganasan lebah-lebah merah ini,
maka sebelum naik ke bukit itu, dia sudah siap siaga untuk
menghadapinya. Mula-mula dia mempergunakan jubahnya yang
dilepas untuk diputar sedemikian rupa sehingga putaran jubah itu
mendatangkan angin yang amat kuat. Lebah-lebah itu terseret
oleh putaran arus angin yang dibuat oleh putaran jubah.
Mereka ikut pula terputar-putar dan begitu Song Kim
mengebutkan jubahnya dengan kekuatan besar, lebah-lebah
itupun tertiup sampai pergi jauh. Akan tetapi, lebah-lebah itu
kembali lagi. mereka kebingungan dan marah karena tabungtabung itu ditutup oleh para pembantu Theng Toanio. Mereka
kehilangan tempat tinggal mereka. Dengan ditutupnya tabung,
maka tidak ada tanda apa-apa lagi bagi mereka untuk
menemukan sarang mereka, maka mereka menjadi marah dan
kembali kepada Song Kim untuk menyerangnya.
Song Kim maklum bahwa tidak baik membunuh lebah-lebah itu.
Kalau dia mau, tentu saja dengan mudah dia akan membunuh
semua lebah dengan sambaran jubahnya, akan tetapi dia sayang
kepada binatang-binatang yang dapat dipergunakan sebagai
senjata itu, dan juga dia tidak mau membuat kesan buruk
terhadap Ang-hong-pai. Akan tetapi, kalau hanya menggunakan
jubah untuk mengusir mereka, tentu mereka akan datang kembali
96 dan akhirnya dia yang akan menjadi lelah sekali, juga
menghalangi dia untuk sampai di puncak bukit. Maka
dipergunakanlah cara kedua yang sudah dipersiapkan. Setelah
untuk kedua kalinya dengan jubah dia membuat lebah-lebah itu
tertiup jatuh, dia cepat menyalakan api dan membakar beberapa
batang hio biting yang sudah dipersiapkan lebih dahulu. Dia
membuat hio itu dari ramuan yang dicampur belerang. Terciumlah
bau yang amat menyengat hidung dan nampak asap mengepul
tebal berwarna putih kekuningan.
Tepat seperti telah diperhitungkan oleh Song Kim, ketika lebahlebah itu terbang kembali kepadanya, mereka tidak berani
mendekatinya, hanya berterbangan saja mengelilingi di atasnya.
bahkan ketika ada lebah-lebah yang terkena asap itu, mereka
terbang kacau balau seperti mabok.
Song Kim memegang dupa biting yang mengeluarkan asap itu
dan dengan tenang melanjutkan langkahnya mendaki puncak.
Lebah-lebah itu mengikutinya, akan tetapi karena asap menjadi
semakin banyak, merekapun semakin menjauh. melihat ini,
Theng Toanio menyuruh pembantunya untuk membuka tabungtabung itu. Begitu tabung-tabung dibuka, tercium oleh lebah-lebah
itu lalu ditutup kembali setelah semua lebah masuk tabung-tabung
itu. Song Kim tiba di bawah puncak dan tiba-tiba muncullah Theng
Toanio bersama puluhan orang anak buahnya. Melihat wanita
yang gagah dan cantik itu, dikawal puluhan orang gadis yang
manis-manis, Song Kim tersenyum dan memandang penuh
perhatian dan kekaguman. Tidak salah berita yang didengarnya.
97 Wanita itu nampak masih muda dan menggairahkan. Wajahnya
tetap cantik, kulitnya halus dan tubuhnya nampak padat. Sama
sekali tidak dipercaya kalau wanita itu sudah berusia enam puluh
tahun ! Dan belasan orang wanita muda yang agaknya menjadi
pembantu-pembantu utama ketua itu, nampak yang tercantik di
antara semua anggauta. Pakaian mereka yang serba merah itu
benar-benar mengagumkan, seolah-olah Song Kim merasa
berhadapan dengan sekelompok bunga yang sedang mekar
dengan indahnya ! Di atas puncak, nampak dari situ, terdapat
perkampungan dengan bangunan-bangunan yang mungil, cocok
untuk menjadi rumah tempat tinggal para wanita manis itu. Song
Kim tidak merasa rendah diri berhadapan dengan mereka, maka
dengan sikap tenang diapun tersenyum dan menghadapi Theng
Toanio. "Kalau tidak salah duga, aku berhadapan dengan Theng Toanio,
ketua Ang-hong-pai bersama para anggauta Ang-hong- pai yang
cantik-cantik dan gagah perkasa," katanya. Dilihatnya betapa
pandang mata para pembantu ketua itu berseri mendengar
pujiannya. Akan tetapi Theng Toanio mengerutkan alisnya dan
sinar matanya berkilat. Agaknya wanita ini masih merasa
penasaran dan marah karena semua serangannya tadi
digagalkan dengan mudah oleh pendatang ini.
"Benar dugaanmu, sobat. Akan tetapi siapakah engkau yang
demikian berani mendaki bukit Ang-hong-san dan melanggar
wilayah kami ?" "Aku bernama Lee Song Kim dan dikenal dengan sebutan Lee
Kongcu. Aku sengaja datang ke sini karena mendengar
98 kebesaran nama Ang-hong-pai, untuk berkenalan dan menjadi
sahabat, juga ingin sekali menguji sampai di mana kelihaian Anghong-pai."
"Hemmm, dan bagaiaman pendapatmu tentang Ang-hong-pai
kami ?" "Tempat yang indah, dengan perangkap-perangkap yang
berbahaya, harimau buas, lebah-lebah berbahaya, anak buah
yang manis-manis dan gagah. Akan tetapi biarpun semua itu
cukup mengesankan, aku masih belum merasa puas kalau belum
melihat sendiri sampai di mana kelihaian ketuanya !"
"Lee Kongcu, engkau menantangku ?" tanya Theng Toanio, mulai
tertarik karena pria ini ternyata tidak sombong dan tidak berniat
buruk. Seorang pria yang menarik sekali dan selama ini ia sendiri
hanya ditemani dan dilayani laki-laki yang lemah walaupun ia
boleh memilih orang-orang yang ganteng. Belum pernah ia
berdekatan dengan pria segagah ini, kecuali tentu saja ketika ia
berada di samping Thian-tok. Akan tetapi Thian-tok hanya tinggi
ilmunya saja, sebaliknya ia seorang kakek tua yang bertubuh
gendut tidak menarik sama sekali !
"Theng Toanio, aku hanya ingin membuktikan sendiri sampai di
mana kelihaianmu. Ketahuilah bahwa aku paling suka dengan
ilmu silat, ingin aku mengenal semua orang yang dikabarkan
berilmu tinggi, dan aku ingin menaklukkan mereka semua."
"Ehh " Menaklukkan mereka " Engkau juga ingin menaklukkan
aku ?" 99 "Maksudku mengalahkan mereka semua. Aku ingin disebut
sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap (jago Silat Nomor Satu di Kolong
Langit)." "Hemmm ...... engkau masih muda akan tetapi cita-citamu setinggi
langit. baiklah, aku akan melayani barang beberapa jurus. Akan
tetapi, bagaimana kalau sampai engkau kalah olehku ?"
"Kalau aku kalah, biarlah engkau yang akan menentukan apa
yang akan kaulakukan terhadap diriku."
"Dan kalau engkau menang ?"
"Kalau aku menang, hal yang sudah pasti bagiku, maka Anghong-pai harus selalu mentaati perintahku dan menjadi
taklukanku." "Engkau ingin menjadi ketua di sini menggantikan aku ?"
"Tidak, jangan salah mengerti, Theng Toanio. Aku hanya ingin
agar Ang-hong-pai memandang aku sebagai sekutu dan setiap
saat aku membutuhkan, Ang-hong-pai harus membantuku. Yang
pertama, Ang-hong-pai harus mengakui aku sebagai ketua
kehormatan dan tiga belas orang anggautanya akan kupilih untuk
menemaniku di perkampunganku, selanjutnya setiap kali kuminta,
mengganti tiga belas orang itu dengan orang-orang baru yang
pilihan." Theng Toanio tersenyum mengejek, akan tetapi terdengar suara
cekikikan karena para gadis itu merasa senang sekali dengan
syarat ini. Agaknya mereka akan berebut untuk dapat dipilih
100 karena siapa orangnya tidak akan senang menemani pria yang
segagah dan seganteng ini "
"Baiklah, syaratmu itu dapat kuterima. Akan tetapi kalau engkau
yang kalah, engkau harus tinggal di sini selama satu tahun untuk
menjadi pelayan pribadiku."
Song Kim tertawa. "Ha-ha-ha, betapa senangnya menjadi pelayan
pribadimu di sini, toanio, di antara kembang-kembang merah yang
begini cantik dan segar. Baik, kuterima syarat itu dan mari kita
mulai." "Bersenjata ataukah bertangan kosong ?" tanya Theng Toanio
yang masih memandang rendah lawannya. Biarpun, lawannya
tadi sudah memperlihatkan kelihaiannya, namun ia merasa yakin
bahwa kalau melawan ia dalam ilmu silat, ia tentu akan dapat
mengalahkan laki-laki itu. Selama ini belum pernah ada yang
mampu menandinginya setelah ia digembleng ilmu oleh Thiantok.
Song Kim memang ingin menguras ilmu dari manapun juga
datangnya, maka mendengar tantangan wanita itu, dia
tersenyum. "Biarlah kita main-main dengan tangan kosong dulu,
kalau engkau kewalahan, baru boleh engkau mengeluarkan
senjatamu, toanio." Mendengar ucapan yang memandang rendah ini, lenyap senyum
simpul di bibir wanita itu dan sepasang matanya mengeluarkan
sinar berkilat. "Orang sombong, kalau tidak kau jaga mulutmu, aku
101 khawatir sebelum aku mengeluarkan senjata, engkau telah lebih
dulu roboh dan mungkin tewas !"
Song Kim masih tersenyum. "Tewas dalam pibu (adu ilmu silat)
adalah hal yang lumrah, toanio dan aku tidak akan merasa
menyesal kalau aku tewas di tangan toanio, walaupun aku
menyesal karena tidak sempat bermesraan dengan nona-nona
manis yang berada di sini."
"Cukup, tak perlu banyak cakap lagi, orang she Lee. majulah !"
Theng Toanio berseru. "Aku adalah seorang tamu, tidak pantas kalau bergerak lebih dulu.
Engkaulah yang menyerang dulu, toanio, aku hanya melayani
saja," kata Song Kim dengan sikap tenang. Diam-diam Theng
Toanio merasa kagum juga. Laki-laki ini memang gagah, dan dia
merasa gembira sekali kalau dapat memiliki seorang kekasih
seperti ini. "Sambut seranganku !" Theng Toanio membentak dan ia sudah
menyerang dengan ganasnya. Dengan gerakan yang amat cepat
wanita itu sudah menotok jalan darah di kedua pundak, leher dan
dada secara bertubi-tubi. Memang hebat gerakan wanita ini,
karena selain cepat bukan main, juga tusukan jarinya yang
menotok itu mengeluarkan suara bercuitan saking kuatnya tenaga
yang mendorongnya. Diam-diam Lee Song Kim terkejut. Tak disangkanya bahwa ketua
Ang-hong-pai begini lihainya. Dia lalu mengelak dengan gerakan
102 indah sekali, dan ketika tangan lawan masih terus mengejarnya,
dia menangkis dengan kibasan tangannya.
"Plak ! Plak !" Dua kali tangannya bertemu dengan ketua Anghong-pai itu dan keduanya meloncat mundur karena merasa
betapa kuatnya tenaga yang keluar dari telapak tangan itu.
"Bagus, agaknya engkau memiliki juga sedikit kepandaian !"
bentak Theng Toanio dan wanita ini tidak main-main lagi, maklum
bahwa lawannya memang lihai, maka iapun lalu mengeluarkan
ilmunya yang ia pelajari dari Thian-tok. Begitu ia menggerakkan
kaki tangannya, kakinya bergerak-gerak dengan langkah
mengandung perubahan ngo-heng (ilmu unsur), dan kedua
tangannya menyerang dengan dahsyat, Song Kim cepat
mengelak dan menangkis sambil berseru kaget.
"Heiii ! Kiranya toanio ada hubungan dengan Thain-tok !" kata
Song Kim. Wajah Theng Toanio berobah merah. hatinya tidak senang dan
ada perasaan malu ketika ia diingatkan akan hubungannya
dengan Thian-tok, juga ia terkejut bagaimana laki-laki ini
mengetahui akan hal itu, padahal merupakan rahasia dan tidak
diketahui orang lain kecuali para anggauta Ang-hong-pai yang tak
mungkin berani membuka rahasia itu.
"Hemmm, bagaimana engkau menduga demikian, Lee Kongcu ?"
"Mudah saja ! Bukankah engkau tadi menyerangku dengan Ngoheng Lian-hoan Kun-hoat " Biarpun gerakanmu dahsyat dan
103 ganas sekali, namun aku masih mengenal silat andalan Thian-tok
itu." Lega rasa hati Theng Toanio. Orang she Lee ini tidak mengetahui
rahasianya, hanya mengenal ilmu silat yang dipelajarinya dari
Thian-tok, maka dengan cepat ia berkata, "Mendiang Thian-tok adalah guruku."
"Ah, kiranya toanio ini murid locianpwee itu " Pantas demikian
lihai ! Kalau begitu, toanio masih saudara seperguruan dengan
Ong Siu Coan ?" "Raja dari kerajaan Sorga di Nan-king itu " Ah, mana aku ada
harga untuk menjadi saudara seperguruan orang besar seperti
beliau itu " Aku hanya menerima pelajaran selama satu tahun saja
dari mendiang suhu, menjelang kematiannya."
"Akan tetapi ilmu kepandaanmu hebat, toanio. Mari kita lanjutkan
permainan kita." Theng Toanio yang ingin sekali mengalahkan laki-laki ini agar
suka menjadi pelayan pribadinya, maju lagi menyerang. Ia
mengeluarkan lagi Ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat untuk
menyerang secara bertubi-tubi dan dahsyat. Namun, tingkat
kepandaian Song Kim jauh lebih tinggi sehingga dia mampu
mengelak dan menangkis semua serangan itu, sambil
mempelajari setiap jurus, mengamati untuk menemukan jurus
yang ampuh dan pantas dikuasainya.
104 Wanita itu terkejut setelah lewat lima puluh jurus, ia belum juga
mampu mengalahkan lawannya. Jangankan mengalahkan,
menyentuh tubuhnya saj apun tak pernah karena semua pukulan
dan tendangannya dapat dielakkan atau ditangkis. Sedangkan
Lee Song Kim juga sudah merasa puas. Ada beberapa jurus yang
penting dan sudah dicatat dalam benaknya. Ketika Theng Toanio
menendang dari samping dengan gerakan memutar tubuh, dia
sengaja diam saja menanti sampai kaki yang menendang itu
menyambar dekat dan tiba-tiba saja dia telah menyambar kaki itu
dan sepatu kaki itu telah copot dan berada di tangannya.
"Ihhh ...... !" Theng Toanio berseru kaget dan mukanya berobah
merah sekali. Song Kim mengamati sepatu bersulam merah itu.
"Sungguh indah sekali sepatumu, toanio," katanya sambil
menyerahkan kembali benda itu.
Dengan muka merah karena dirampasnya sepatu itu tentu saja
menjadi bukti kekalahannya, Theng Toanio menerima sepatunya
dan memakai kembali, kemudian ia berkata, "Lee Kongcu, dalam
ilmu silat tangan kosong, engkau lihai sekali dan aku mengaku
kalah. Akan tetapi belum tentu aku kalah kalau kita
mempergunakan senj ata."
Lee Song Kim tersenyum. "Tentu saja harus dicoba dulu, toanio.
Nah, kaukeluarkan senjatamu, akan kuhadapi dengan tangan
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kosong saja." Theng Toanio membelalakkan matanya. Orang ini terlalu
sombong kalau akan menghadapi senjata-senjatanya dengan
105 tangan kosong, pikirnya. Betapapun lihainya orang ini, bagaimana
mungkin dapat melawan senjata-senjatanya " Karena merasa
dipandang rendah, Theng Toanio menjadi marah.
"Bagus ! Hendak kulihat bagaimana engkau menghadapi senjatasenjataku!" berkata demikian tangan kanannya bergerak dan
tahu-tahu sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya
telah berada di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya
membuka kantung yang tergantung di pinggang.
Lee Song Kim memang sengaja hendak mencari kesan
mendalam di perkumpulan ini, ingin memperlihatkan ilmunya agar
mereka semua tunduk dan taat kepadanya. Dia bukan sekedar
membual atau menyombongkan diri kalau hendak menghadapi
Theng Toanio yang bersenjata dengan tangan kosong. Dia sudah
tahu betul sampai di mana tingkat kepandaian lawan. ketika tadi
mereka bertanding tangan kosong. Dia sudah tahu betul sampai
di mana tingkat kepandaian lawan. Ketika tadi mereka bertanding
tangan kosong, dia sudah dapat mengukur dan dia merasa yakin
bahwa biarpun lawan berpedang, dia sanggup dan akan dapat
mengalahkannya. Kinipun dia tahu bahwa selain pedangnya,
wanita itu mempersiapkan senjata rahasia dan melihat kantung di
pinggang itu tempat penyimpanan senjata rahasia jarum merah
beracun yang pernah didengarnya sebagai senjata rahasia
andalan ketua Ang-hong-pai
"Aku sudah siap, toanio, mulailah !" katanya sambil memasang
kuda-kuda yang indah. Kaki kiri ditekuk sedikit, kaki kanan
dilonjorkan ke depan dengan jari-jari kaki menghadap ke atas dan
tumitnya terletak di atas tanah, tangan kiri tergantung agak ke
106 depan dengan jari tangan terbuka dan ibu jari ditekuk ke dalam,
tangan kanan di pinggang dengan siku ditekuk ke belakang
sedikit, juga jari tangan terbuka. Dengan kuda-kuda seperti ini dia
menghadapi lawan sambil tersenyum.
Melihat lawannya sudah siap, Theng Toanio yang mulai merasa
penasaran itu segera menerjang sambil mengeluarkan teriakan
dahsyat yang mengejutkan para anggauta Ang-hong-pai kerena
teriakan itu membuat jantung mereka tergetar dan terguncang.
Itulah teriakan yang disertai tenaga khikang yang disebut Sinhouw Ho-kang. Theng Toanio hanya berlatih selama beberapa
bulan saja, maka ilmunya ini masih belum matang, belum kuat
benar, jauh berbeda dengan yang sudah dikuasai Thian-tok
karena kakek itu ketika masih hidup, dapat saja membunuh orang
dengan teriakan ini tanpa menyentuhnya! Akan tetapi, karena
teriakan ini dilakukan pada saat pedangnya menyambar, maka
cukup berbahaya dan Song Kim cepat meloncat ke belakang
untuk menghindarkan diri dari sambaran pedang. Wanita itu cepat
pula mengejar dan mengirim serangan berantai yang amat
dahsyat. Perlu diketahui bahwa sebagai ketua Ang-hong-pai,
perkumpulan yang ahli tentang racun lebah, pedang yang
dipegang Theng Toanio inipun mengandung olesan racun tawon
yang amat berbahaya. Sedikit saja tergores dan terluka, maka
racun itu akan bekerja dan membuat luka itu melepuh seperti kena
api. Song Kim dapat menduga akan hal ini, maka dia selalu mengelak
dan kalau menangkis, dia menggunakan kebutan lengan bajunya.
Biarpun ujung lengan baju, namun kalau menangkis pedang
membuat Theng Toanio terkejut sekali karena pedangnya selalu
107 terpukul menyeleweng, bahkan ujung lengan baju itu
menimbulkan angin yang keras, disusul pula oleh totokan jari
tangan pria itu yang mengarah jalan darah di pergelangan tangan
atau sikunya. Memang harus diakui bahwa tingkat kepandaian Hai-tok, guru
Song Kim, dan Thian-tok, guruTheng Toanio, adalah seimbang.
Akan tetapi Song Kim telah berguru kepada Hai-tok sejak kecil,
bahkan akhir-akhir ini sebelum gurunya meninggal dunia, dia
telah mewarisi seluruh ilmu kepandaian Hai-tok. Sebaliknya, Theng Toanio hanya setahun menjadi murid Thiantok. Oleh karena itu, dapat dimengerti kalau kini Song Kim dapat
mempermainkan seperti tingkat guru dengan murid saja. Lebih
lagi karena Song Kim telah memperdalam ilmu-ilmunya dengan
ilmu-ilmu aliran lain yang telah dicuri oleh gurunya untuk dia.
Setelah lewat lima puluh jurus, tiba-tiba Song Kim membentak
dan totokannya pada pergelangan tangan kanan Theng Toanio
tak mugkin dapat dielakkan lagi. Terdengar wanita itu memekik,
pedangnya terlepas dari pegangan karena tangannya itu
beberapa detik lamanya tiba-tiba lumpuh. Theng Toanio meloncat
ke belakang, tangan kirinya bergerak dan begitu ia menyambit,
sinar merah berkeredepan menyambar ke arah tubuh Song Kim.
Song Kim mirngkan tubuhnya, beberapa batang jarum yang
menyambar mukanya luput, akan tetapi banyak jarum
menyambar ke tubuhnya dan diapun berteriak.
"Aduh ...... !" Tubuhnya terhuyung lalu roboh terlentang dengan
muka pucat! Beberapa orang anggauta Ang-hong-pai dan Theng
Toanio berseru kaget. Theng Toanio sendiri juga khawatir kalau108
kalau pria yang menarik hatinya itu tewas oleh jarum-jarumnya. Ia
hanya cepat mengobatinya. setelah mengambil pedangnya yang
tadi terlepas, Theng Toanio menghampiri tubuh Song Kim. Ketika
ia membungkuk untuk memeriksa lebih teliti, tiba-tiba terdengar
suara ketawa. Theng Toanio hendak meloncat pergi, akan tetapi
ia kalah cepat. Pedangnya sudah terampas lagi oleh Song Kim yang tiba-tiba
saja bergerak melompat dan berbareng dia berhasil mencabut
tusuk konde dari emas permata dari kepala Theng Toanio
sehingga rambut yang digelung itu terlepas dan terurai ke atas
kedua pundaknya ! Tentu saja Theng Toanio terkejut bukan main dan mukanya
menjadi merah sekali ketika ia memandang kepada Song Kim
yang sudah berdiri di depannya sambil memegang pedang yang
untuk kedua kali dirampasnya itu.
"Tapi ...... tapi ...... kau tadi terkena jarum-jarumku ...... katanya
agak bingung melihat hal yang tidak disangka-sangkanya ini.
Song Kim menarik jubahnya dan memperlihatkan beberapa
batang jarum yang menancap di jubahnya, akan tetapi tidak
mampu menembus kulit tubuhnya yang tadi sudah dilindunginya
dengan ilmu kekebalan. "Aih, engkau memang hebat, Lee Kongcu, aku mengaku kalah,"
kata Theng Toanio sambil mencabuti jarum-jarum itu, kemudian
menerima kembali pedangnya dan ia mengajak tamunya yang
amat menarik hati itu untuk naik ke puncak dan memasuki
perkampungan Ang-hong-pai. Para anggauta Ang-hong-pai
109 menyambut kemenangan Lee Song Kim dengan gembira.
Memang mereka sudah merasa kagum sekali, apalagi melihat
betapa pria ini dengan amat mudahnya mengalahkan ketua dan
guru mereka. Semua wanita kini memandang kepada Song Kim
dengan senyum manis dan sinar mata memikat, wajah mereka
semua cerah. sambil tertawa gembira Song Kim mengikuti ketua
Ang-hong-pai dan mereka lalu mengadakan pesta di bangunan
besar tempat tinggal Theng Toanio.
Demikianlah, mulai hari itu, Song Kim telah menundukkan Anghong-pai dan perkumpulan ini telah menjadi anak buahnya yang
setiap saat siap untuk mentaati perintahnya. Dia bukan
menundukkan Ang-hong-pai dengan kepandaiannya, akan tetapi
juga dengan daya tariknya sebagai seorang pria yang pandai
memikat hati, tampan gagah dan juga berpengalaman. Bahkan
kini di perkampungannya di Lembah Fen-ho lereng Luliang-san,
terdapat pelayan-pelayan baru yang jumlahnya belasan orang,
muda-muda dan cantik-cantik akan tetapi juga lihai karena
mereka adalah belasan orang anggauta Ang-hong-pai yang
dipilihnya untuk menjadi pelayan pribadinya dan juga pengawalpengawalnya.
Demikian tunduknya Theng Toanio kepada Song Kim sehingga
ketika Song Kim memerintahkan untuk memindahkan Ang-hongpai ke lereng Luliang-san, iapun mentaatinya dan semenjak itu,
perkumpulan ini pindah dari Nan-ping untuk mendekati Song Kim
dan hal ini memperkuat kedudukan Lee Song Kim yang mulai
menyusun kekuatan untuk mengaku diri sendiri menjadi Thian-he
Te-it Bu-hiap. 110 Beberapa bulan kemudian, pada suatu pagi, seorang hwesio tua
renta berjalan seorang diri di kaki Pegunungan Luliang-san.
Hwesio ini sudah berusia lanjut, sudah hampir delapan puluh
tahun, tubuhnya sedang dan masih tegak, dan wajahnya
membayangkan ketenangan dan kedamaian.
Tiba-tiba hwesio tua itu menahan langkahnya dan memandang ke
kiri. Biarpun orangnya belum nampak, namun pendengarannya
yang peka dan amat tajam sudah menangkap suara gerakan kaki
yang menuju ke tempat dia berjalan. tak lama kemudian
muncullah tiga orang laki-laki yang rata-ratabberusia tiga puluh
tahun, berwajah gagah dan berpakaian rapi, akan tetapi memiliki
sinar mata yang beringas dan kejam. Di punggung mereka
nampak senjata golok telanjang dan tiga orang ini langsung
menghampiri hwesio tua yang berdiri memandang mereka.
Dengan sikap kaku mereka menjura kepada hwesio itu yang
cepat dibalas dengan ramah oleh hwesio tua. "Kami diutus oleh
Lee Kongcu untuk mengundang Thian Khi Hwesio ke
perkampungan kami." Hwesio itu memang bernama Thian Khi Hwesio dan merupakan
orang kedua dari pimpinan Siauw-lim-pai. bagaimana seorang
tokoh tinggi dari Siauw-lim-pai dapat berada di tempat itu " Seperti
kita ketahui, peristiwa pembunuhan atas diri dua orang tokoh Kunlun-pai cukup membuat para pimpinan Siauw-lim-pai menjadi
pusing. Yang dituduh oleh para tosu Kun-lun-pai menjadi
pembunuh dua orang tokoh itu adalah seorang murid Siauw-limpai yang bermarga Lee. Tentu sukar bagi orang-orang Siauw-lim111
pai untuk mencari siapa adanya murid yang membunuh dua orang
tosu Kun-lun-pai itu. Karena maklum betapa gawatnya urusan itu yang mengandung
bahaya perpecahan atau bibit permusuhan antara Siauw-lim-pai
dan Kun-lun-pai. Maka Thian Khi Hwesio sendiri lalu berangkat
meninggalkan Siauw-lim-pai untuk mencari seorang murid Siauwlim-pai yang bernama Tan Ci Kong. Biarpun termasuk orang yang
masih muda, usianya masih kurang dari empat puluh tahun,
namun Tan Ci Kong merupakan seorang tokoh Siauw-lim-pai
yang berilmu tinggi. bahkan ilmu kepandaiannya masih lebih
tinggi dari tingkat kepandaian para pimpinan Siauw-lim-pai
sendiri, karena pendekar ini pernah digembleng oleh mendiang
Siauw-bin-hud, seorang hwesio tua renta yang menjadi datuk dari
Siauw-lim-pai. Setelah bertukar pikiran dengan suhengnya, yaitu Thian Tek
Hwesio ketua Siauw-lim-pai, Thian Khi Hwesio berangkat sendiri
untuk mengunjungi Tan Ci Kong. Pendekar ini tinggal di dusun
Tung-kang di luar kota Kan-ton. Setelah bertemu dengan
pendekar itu dan minta bantuannya agar Tan Ci Kong suka
melakukan penyelidikan dan menemukan siapa adanya murid
Siauw-lim-pai she Lee yang telah membunuh dua orang tosu Kunlun-pai, Thian Khi Hwesio lalu meninggalkan Tung-kang dan
kembali ke kuil Siauw-lim-pai.
Di dalam perjalanan inilah dia tiba di kaki Pegunungan Luliangsan dan di hadang oleh tiga orang yang menyampaikan undangan
kepadanya. 112 "Omitohud, sungguh kongcu kalian itu amat baik hati sekali. Akan
tetapi pinceng tidak pernah mengenal Lee Kongcu...... "
Tiba-tiba dia teringat. Orang she Lee " Jantungnya
berdebar tegang. "Lo-suhu, harap diketahui bahwa Lee Kongcu kami adalah orang
yang pemurah dan dermawan, menghargai orang-orang pandai.
Ketika dia mengetahui bahwa losuhu lewat di sini, dia mengutus
kami untuk menjumpai lo-suhu dan dengan hormat
mempersilahkan lo-suhu untuk singgah di perkampungan kami."
Diam-diam Thian Khi Hwesio merasa heran sekali bagaimana
orang she Lee itu dapat mengetahui namanya dan mengetahui
pula bahwa dia lewat di tempat itu. dan nama marga Lee itu
sungguh menarik hatinya dan menimbulkan keinginan tahu untuk
mengenalnya. "Omitohud ...... sungguh bahagia sekali menerima undangan
seorang yang sedemikian baik budi seperti Lee Kongcu. Baiklah,
sobat, pinceng memenuhi undangan itu."
Ketika memasuki sebuah perkampungan yang bersih dan teratur
rapi, diam-diam Thian Khi Hwesio menjadi heran dan kagum. Dia
dapat menduga bahwa penghuni perkampungan terpencil di
lereng bukit ini, jauh dari pedusunan lainnya, tentu merupakan
anggauta sebuah perkumpulan dan mungkin sekali yang menjadi
ketua atau kepalanya adalah orang yang disebut Lee Kongcu itu.
Bangunan-bangunan rumah di situ seragam dan di tengah-tengah
terdapat sebuah bangunan besar. Melihat keadaan rumah itu dari
luar, orang tentu akan merasa kagum karena rumah yang
113 demikian indah dan besar sepatutnya hanya berada di kota besar,
dihuni oleh orang yang kaya raya. Makin tertariklah hati pendeta
tua itu untuk mengenal Lee Kongcu yang mengundangnya.
Ketika tiga orang itu mengantarnya sampai di depan pintu rumah
besar, yang menyambut keluar adalah tiga orang gadis cantik
yang berpakaian serba merah, rapi dan gagah, gerakannya juga
cekatan. Tiga orang pemuda itu memberi hormat kepada mereka
dan berkata, "Harap sampaikan kepada kongcu bahwa kami telah
berhasil mengundang Thian Khi Hwesio."
"Bagus, kalian telah melaksanakan tugas dengan baik." kata
seorang di antara tiga gadis itu, yang bertahi lalat di dekat
hidungnya, kemudian gadis itu menjura kepada Thian Khi Hwesio,
"Locianpwe, silakan masuk, Lee Kongcu telah menanti
kedatangan locianpwe."
"Omitohud, sungguh merupakan kehormatan besar bagi pinceng,"
kata Thian Khi Hwesio sambil mengikuti tiga orang gadis itu. Dia
makin heran. Agaknya orang-orang di sini telah mengenalnya,
bukan hanya mengenal nama, akan tetapi juga agaknya
mengenal bahwa dia adalah seorang tokoh persilatan sehingga
gadis-gadis ini menyebut locianpwe. Dia tahu pula bahwa tiga
orang gadis ini, yang menyambutnya, memiliki ilmu silat yang
cukup baik, jauh lebih baik ketimbang tiga orang laki-laki yang
menghadangnya di kaki bukit tadi.
Ketika dia diajak masuk ke ruangan dalam, hwesio itu mengagumi
keindahan perabot rumah. Lukisan-lukisan indah dan kuno,
tulisan-tulisan sajak berpasangan yang amat berharga
114 bergantungan di dinding. Perabot-perabot rumahnya juga
merupakan benda yang mahal dan biasanya mengisi gedung
bangsawan yang kaya raya. Siapakah orang yang bernama Lee
Kongcu ini, pikirnya.
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tuan rumah itu telah menantinya di sebuah ruangan samping.
seorang laki-laki yang berusia tiga puluh delapan tahun,
berpakaian rapi dan mewah, melihat rambutnya yang licin dan
mukanya yang tampan terawat memberi kesan pesolek,
sepasang matanya mencorong dan mulutnya tersenyum. Laki-laki
itu bangkit berdiri dari kursinya, memberi hormat dengan ramah
kepada hwesio tua itu. "Selamat datang, locianpwe ! Sungguh bagaikan kejatuhan bulan
purnama saja rasanya hati kami menerima kunjungan locianpwe,
hal yang sudah lama sekali kami jadikan bunga mimpi di malam
hari dan kenangan di siang hari. Agaknya para dewa
mengabulkan permohonan kami dan sengaja menuntun
locianpwe lewat di tempat kami ini. Silakan duduk, locianpwe."
Hwesio tua itu memperhatikan laki-laki yang disebut Lee Kongcu
ini. Dia mengamati dari kepala sampai ke kaki, namun merasa
belum pernah bertemu dengan orang ini. Namun dia dapat
menduga bahwa orang yang pesolek dan tampan ini tentu bukan
orang sembarangan. Hanya apa maksud undangannya inilah
yang membuat dia merasa heran dan tidak mengerti.
"Omitohud ...... pinceng (aku) adalah seorang yang sudah tua
sekali dan mugkin pelupa. Agaknya kongcu sudah mengenal
115 pinceng akan tetapi sebaliknya pinceng lupa lagi siapakah kongcu
ini. Dan kapankah kita pernah saling bertemu, dan di mana ?"
Lee Song Kim tersenyum, bangga akan pengetahuannya yang
luas sehingga dia mengenal hampir semua tokoh persilatan di
dunia dan telah memberi tahu semua anak buahnya sehingga
begitu melihat hwesio tua ini lewat, anak buahnya juga sudah
mengenalnya. Dia memandang wajah hwesio tua yang sudah
duduk di depannya sambil tersenyum.
"Siapkah yang tidak mengenal locianpwe" Locianpwe adalah
Thian Khi Hwesio, wakil ketua Siauw-lim-pai yang gagah perkasa
dan berilmu tinggi. kalau locianpwe hendak mengenal saya, orang
memanggil saya Lee Kongcu. Melihat locianpwe lewat di sini,
timbul keinginan saya untuk mengundang makan locianpwe dan
belajar kenal lebih dekat karena hendaknya locianpwe ketahui
bahwa saya adalah orang yang amat kagum terhadap para tokoh
dunia persilatan dan ingin mengenal mereka semua. Ah, mari
silakan, locianpwe. Hidangan telah dipersiapkan. Jangan
khawatir, semua hidangan ini dibuat istimewa untuk para hwesio
dan pertapa yang tidak makan daging. Dan minumannya juga teh
yang amat harum dan baik. Silahkan !" Lee Song Kim mengajak
hwesio tua itu makan minum dan memang benar, masakan yang
dihidangkan tanpa daging sedangkan munumannya air teh wangi,
sesuai dengan pantangan seorang hwesio.
Karena dia memang lelah dan merasa lapar, Thian Khi Hwesio
tidak sungkan-sungkan atau ragu-ragu lagi, segera makan
minum, apalagi melihat tuan rumah juga makan minum dari
116 mangkok dan cawan dengan hidangan dan minuman yang sama
pula. Setelah makan kenyang, Lee Kongcu mengajak kakek itu ke lianbu-thia.
"Marilah, locianpwe, pertunjukan akan segera dimulai dan
locianpwe merupakan seorang tamu kehormatan kami di antara
banyak tamu yang hadir."
"Eh " Apakah kongcu sedang mengadakan sebuah pesta ?"
Laki-laki tampan itu tertawa. "Boleh dinamakan pesta, ya memang
pesta, pesta adu silat ! Marilah, locianpwe akan menyaksikan
sendiri," katanya sambil mengajak tanunya memasuki lian-bu-thia
(ruangan bermain silat) yang amat luas dan bersih, di samping
sebuah taman yang besar dan indah pula.
Ketika memasuki ruangan terbuka ini, Thian Khi Hwesio
terbelalak heran dan terkejut. Ada belasan orang yang hadir di situ
dan kesemuanya membayangkan orang-orang yang memiliki ilmu
silat tinggi. Dia hanya mengenal dua orang saja di antara belasan
orang itu. Yang seorang adalah seorang kakek yang terkenal
dengan nama Kam-kauwsu (guru silat Kam), seorang tokoh
persilatan aliran Bu-tong-pai yang terkenal gagah perkasa,
menjadi guru silat bayaran tinggi di Thian-cin. Dia tahu bahwa Kam-kauwsu ini memiliki ilmu silat yang tangguh,
terkenal sebagai seorang ahli gwa-kang (tenaga luar) yang
kekuatannya dibandingkan dengan kekuatan gajah ! Adapun
orang kedua yang dikenalnya adalah Tan-siucai (Mahasiswa
117 Tan), seorang murid Pek-hwa-pai dari utara yang juga terkenal
sekali sebagai seorang pendekar dari utara, dan ahli silat yang
juga merupakan seorang ahli sastera yang selalu berpakaian
sebagai seorang sasterawan. Sasterawan tua ini amat terkenal
dengan pedang tipisnya yang dapat digulung dan dipakai menjadi
sabuk. Dua orang gagah inipun terkejut melihat munculnya tuan rumah
dan seorang hwesio tua yang mereka kenal sebagai wakil ketua
Siauw-lim-pai ! Belasan orang lain juga memandang kepada
hwesio tua itu dan mereka semua memandang kagum dan hormat
ketika Lee Kongcu memperkenalkan Thian Khi Hwesio sebagai
tamu agung dan wakil ketua Siauw-lim-pai. Kalau masih ada
keraguan sedikit di hati para tamu ini, kini terhapus karena melihat
betapa wakil ketua Siauw-lim-pai sendiripun hadir sebagai tamu
dari orang she Lee yang aneh dan penuh rahasia ini. Mereka itu
semua menerima undangan seperti halnya Thian Khi Hwesio,
bahkan di antara mereka ada yang datang sebagai tawanan
karena dipaksa! Namun, setelah berada di rumah laki-laki kaya
raya yang aneh itu, merekapun diberi kamar dan dibiarkan bebas
sampai pada hari itu mereka semua diminta berkumpul di lian-buthia setelah semua orang mendapatkan hidangan mewah di
kamar masing-masing ! Ketika semua orang berkumpul di lianbu-thia yang amat luas itu, baru mereka tahu bahwa di tempat ini
berkumpul tokoh-tokoh pilihan dari aliran-aliran persilatan yang
menjagoi di dunia kang-ouw. Apakah maksud Lee Kongcu,
demikian nama tuan rumah seperti yang mereka kenal,
mengundang dan mengumpulkan semua tokoh persilatan yang
lihai ini " 118 Thian Khi Hwesio memperoleh tempat duduk kehormatan di dekat
tuan rumah dan setelah tuan rumah duduk, Lee Kongcu memberi
tanda kepada para penjaga sambil berseru, "Persilakan Kwa-enghiong hadir !"
Tempat itu terjaga oleh anak buah Lee Kongcu dan semua orang
merasa kagum melihat betapa pemuda-pemuda yang tegap,
gadis-gadis yang cantik, semua mengenakan pakaian serba
indah dan seragam, berjaga di situ dengan sikap tegak dan
gagah. Mendengar perintah Lee Kongcu, dua orang lalu memberi
hormat dan masuk ke bagian belakang rumah gedung besar itu.
Tak lama kemudian merekapun datang lagi bersama seorang lakilaki yang kusut sekali rambut dan pakaiannya, seorang laki-laki
tinggi kurus yang usianya sekitar lima puluh tahun. Banyak di
antara para tamu yang tidak mengenal laki- laki ini, akan tetapi
Thian Khi Hwesio yang melihat orang ini, terkejut sekali.
"Omitohud ...... ! Kiranya Huang-ho Sin-to (Golok Sakti dari
Huang-ho) juga berada di sini !"
Laki-laki yang kusut pakaian dan rambutnya itu menoleh dan
ketika dia melihat Thian Khi Hwesio, dia mengerutkan alisnya.
"Eh" Thian Ki Lo-suhu juga berada di tempat aneh ini" Tempat
macam apakah ini dan orang-orang macam apakah yang menjadi
penghuninya ?" "Kwa-enghiong, silahkan duduk dan pertanyaanmu itu akan
segera terjawab," kata Lee Song Kim dengan muka ramah.
119 Kwa Ciok Le memandang kepada tuan rumah dan agaknya dia
teringat akan sesuatu yang tidak menyenangkan, terbukti dari
suaranya yang cukup lantang sehingga terdengar oleh semua
orang, "Hemm, sebaiknya segera terjawab sebelum kesabaranku
habis dan terpaksa aku menggunakan kekerasan !"
"Kwa-taihiap, silakan duduk dan mari kita lihat saja apa yang akan
terjadi," kata Thian Khi Hwesio yang khawatir kalau-kalau terjadi
ketegangan karena dia mengenal watak keras dari pembasmi
bajak dari Huang-ho ini. Mendengar penawaran Thian Khi
Hwesio, tokoh Siauw-lim-pai yang dihormatinya itu, Kwa Ciok Le
merasa tidak enak kalau bersikap kasar terus, maka dia
mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu duduk di
sebelah kiri hwesio tua itu.
Lee Song Kim sendiri lalu duduk di atas sebuah kursi gading dan
di sebelahnya nampak seorang wanita yang berpakaian serba
merah muda. Wanita itu kelihatannya berusia tiga puluh tahun,
wajahnya masih nampak cantik bersemangat, tubuhnya masik
padat dan ramping. Padahal, wanita ini adalah Theng Ci, ketua
Ang-hong-pai yang telah menakluk kepada Lee Song Kim dan kini
menjadi pembantu Lee Kongcu itu !
Pasukan wanita yang nampak cantik-cantik dan gagah, yang kini
berjaga bersama dengan pasukan pria anak buah Lee Kongcu,
adalah bekas anak buah Ang-hong-pai. Di sebelah belakang Lee
Kongcu, nampak duduk dua orang laki-laki berusia kurang lebih
empat puluh tahun yang juga kelihatan gagah perkasa. Mereka itu
adalah pembantu-pembantu utama dari Lee Kongcu, yang juga
merupakan murid-muridnya yang paling pandai.
120 "Di antara para tamu yang kami hormati sudah tahu apa sebabnya
kami mengundang berkumpul demikian banyaknya tokoh-tokoh
kang-ouw dan ahli-ahli persilatan yang berilmu tinggi. Akan tetapi
kalau ada yang belum mengarti, baiklah, kami ingin menjelaskan.
Kami adalah orang yang suka sekali melihat ilmu silat, suka sekali
melihat tokoh-tokoh besar memperlihatkan ilmu silat simpanan
masing-masing. kami amat menghormati ahli silat yang pandai,
karena itu, kami mohon dengan hormat dan sangat kepada cu-wi
(anda sekalian) yang hadir sudilah memberi demostrasi ilmu silat
simpanan masing-masing untuk memperkenalkan kelihaian dan
untuk membuka mata kami dan memperluas pengetahuan kita
bersama. Kami persilakan saudara yang gagah perkasa Tiat-pi
Kim-wan (Lutung Emas Tangan Besi) untuk memperlihatkan
kelihaiannya ! Harap cu-wi suka menyambutnya dengan tepuk
tangan untuk memberi selamat kepada pendekar perkasa Tiat-pi
Kim-wan !" Mendengar ini, sebagian dari para tamu bertepuk tangan dan
seorang yang duduk di sebelah kiri bangkit berdiri. Dia seorang
laki-laki berusia empat puluh tahun, tubuhnya tinggi kurus dan
mukanya yang hitam memang pantas kalau berjuluk Lutung
karena hidungnya pesek mulutnya lebar mirip monyet, sepasang
matanya yang sipit itu mengeluarkan sinar jalang dan sejak tadi
matanya jelilatan menyambar ke arah pasukan wanita yang
cantik-cantik, dan mulutnya yang lebar menyeringai. Hati orang ini
girang bukan main, karena julukannya yang keren itu, Lutung
Emas Tangan besi, diperkenalkan, dan lebih bangga lagi dia
disebut "pendekar perkasa", padahal, dia lebih pantas dinamakan
tukang pukul dan jagoan di kotanya, yaitu Ta-tung.
121 Setelah bangkit, dengan melangkah ke tengah ruangan yang luas
itu, memberi hormat kepada Lee Kongcu, kemudian kepada
semua yang hadir, keempat penjuru, diapun memberi hormat
sambil bersoja. Sikapnya memang gagah seperti seorang
pendekar tulen. Biarpun orang ini sombong, namun
sesungguhnya harus diakui bahwa dia memiliki ilmu silat yang
tinggi dan namanya sudah terkenal di sebelah barat kota raja
sebagai seorang jagoan yang sukar dicari tandingannya. Entah
sudah berapa banyak ahli silat yang jatuh di tangannya. Dia
memiliki ilmu silat Kong-thong-pai dan Go-bi-pai, juga dia ahli
gulat Mongol sehingga ilmu silatnya yang merupakan campuran
tiga aliran ini membuat dia lihai bukan main. Kedua lengannya
terkenal amat kuat sehingga dia dijuluki lengan Besi atau Tangan
besi. Kabarnya kedua lengan itu dapat bertahan menghadapi
segala jenis senjata ! Karena tertarik oleh nama besarnya, Lee
Song Kim mengundangnya dan tidaklah sukar mengundang
orang ini, apalagi kalau dalam undangan itu terdapat kiriman
hadiah berupa perak ! Begitu memasuki gedung Lee Kongcu,
pada hari kemarin, kemudian mendapatkan perhatian dan
pelayanan istimewa, dikelilingi gadis-gadis cantik, tanpa
dimintapun segera hati orang ini condong untuk membantu dan
bermuka-muka kepada Lee Kongcu yang dianggapnya sebagai
seorang hartawan yang dermawan.
Sambutan tepuk tangan membuat Tiat-pi Kim-wan merasa
bangga. Hidungnya yang pesek itu berkembang kempis, merekah
dan setelah memberi hormat, diapun membuat lompatan berputar
ke tengah lapangan, memasang kuda-kuda, kembali bersoja ke
empat penjuru. 122 "Maafkan ilmu silatku yang buruk !" katanya merendah, padahal
ucapan merendah ini hanya menonjolkan ketinggian hatinya. Dan
diapun mulai bersilat ! Si Lutung Emas ini maklum bahwa mereka yang hadir
menyaksikan demonstrasinya adalah ahli-ahli silat dari empat
penjuru, mereka adalah tokoh-tokoh dunia persilatan yang lihai,
maka tentu saja diapun tidak mau memperlihatkan
kelemahannya. Begitu menggerakkan ilmu silat simpanannya
yang biasanya hanya dia keluarkan kalau dia terpaksa sekali,
kalau dia terdesak atau menghadapi lawan tangguh. Dan
memang hebat sekali gerakan-gerakan ilmu silat ini. Pantas dia
dijuluki lutung, kiranya bukan hanya karena hidungnya yang
pesek dan mukanya yang hitam, melainkan karena kini gerakan
silatnya mengingatkan orang akan gerak-gerik seekor lutung.
Mirip Kauw-kun (Silat Monyet) dari aliran Siauw-lim-pai dan aliran
lain yang memperkembangkan silat macam ini, akan tetapi juga
amat jauh bedanya. Ilmu silat ini hanya dalam hal gaya dan
kecekatannya saja mirip lutung, namun di dalamnya
menyembunyikan pukulan dan cengkeraman dahsyat, bahkan
beberapa kali nampak tubuh itu bergulingan di atas lantai sambil
tangannya mencengkeram ke bawah lalu disambitkan ke atas.
Kalau yang dicengkeram itu pasir atau batu lalu disambitkan
sambil melompat ke atas, tentu saja amat berbahaya bagi musuh
yang dapat terkena pasir matanya atau tersambit batu kepalanya.
Dan kedua lengan itu kalau saling beradu, yang agaknya memang
disengaja, mengeluarkan bunyi seperti dua potong besi diadu !
Kalau semua orang mengagumi ilmu silat aneh ini yang
merupakan gabungan dari silat Kong-thong-pai, Go-bi-pai dan
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
123 gulat Mongol, sebaliknya dengan sepasang mata hampir
terpejam, Lee Song Kim berusaha menangkap gerakan-gerakan
yang dianggap paling ampuh ! Dan diam-diam diapun sudah
mencatat gerakan bergulingan sambil mencengkeram tanah dan
menyambit tadi, juga gerakan tangan kiri memukul tangan kanan
mencengkeram yang ternyata kedua serangan ini hanya gertak
belaka karena yang menjadi inti serangan sesungguhnya adalah
sebuah tendangan pendek yang dilakukan tiba-tiba ke arah
bawah pusar ! Sungguh hebat sekali jurus ini, tidak tersangka
datangnya dan amat berbahaya karena sekali mengenai sasaran,
lawan dapat roboh tewas seketika, atau setidaknya tentu terluka
parah dan tidak akan mampu bangkit kembali karena tertendang
bagian yang paling berbahaya dari lawan kalau itu seorang pria !
Kalau lawan seorang wanita, tendangan itu dapat lebih ke atas
mengenai perut dan dapat merusak isi perut !
Setelah Lutung Emas Tangan Besi ini selesai memperlihatkan
kebolehannya, beberapa orang tamu bertepuk tangan memuji,
termasuk tuan rumah dan para pembantunya. Biarpun dia telah
mencatat beberapa gerakan yang dianggap penting dan
menguntungkan, namun Song Kim masih belum merasa puas.
"Hebat sekali ilmu silatmu, Tiat-pi Kim-wan ! Tak percuma anda
memiliki nama besar di sepanjang perbatasan Ta-tung ! Ah, mau
aku bertaruh bahwa tentu sukar sekali mengalahkan anda. Kalau
di antara sudara yang hadir di sini mampu menandingi dan
mengalahkan ilmu silatmu, aku akan memberi hadiah seratus tael
perak !" 124 Melihat kegembiraan tuan rumah, beberapa orang tamu saling
pandang. Seratus tail perak bukanlah jumlah yang sedikit ! Dalam
waktu tiga bulan belum tentu mereka dapat memperoleh hasil
sebesar itu. Mereka itu sebagian besar adalah ahli-ahli silat yang
tentu saja suka sekali berpibu (mengadu ilmu silat). Tanpa diberi hadiah saja mereka sudah tertarik,
apalagi dengan hadiah besar itu.
"Ha-ha-ha, hargaku lumayan tingginya, Lee Kongcu. Akan tetapi
bagaimana kalau yang melawanku kalah " mau diapakan yang
seratus tael itu ?" Song Kim tersenyum. "tentu saja untuk pemenangnya !"
Mendengar ini, si Lutung Emas Tangan Besi menjadi girang. Dia
bersoja ke empat penjuru. "Adakah di antara cuwi yang demikian
baik hati untuk memberi kesempatan padaku memperoleh hadiah
seratus tael perak " Kalau ada tiga orang yang maju dan aku
menang tiga kali,berarti tiga ratus ! Lumayan juga !"
Demikian sombongnya sikap si Lutung Emas ini sehingga dia
seolah-olah membayangkan bahwa dia pasti menang
menghadapi lawan yang manapun juga dan kalau ada yang maju,
dia yakin akan menang dan mendapatkan hadiah itu. Uang
sebanyak itu dan sikap si Lutung Emas yang tinggi hati menarik
banyak orang. Gatal-gatal hati dan tangan mereka untuk
menandinginya. Seorang tinggi besar yang mukanya merah seperti orang mabok
bangkit dan melompat ke tengah lapangan, lalu menghadap Song
125 Kim sambil memberi hormat, "Lee Kongcu, aku bukan seorang
yang kaya dan uang seratus tael bukan sedikit bagiku. Akan tetapi
kalau aku maju ini bukan demi uang itu sendiri, melainkan ingin
merasakan sampai di mana kebenaran nama julukan Tangan
Besi dari Si Lutung Emas !"
Melihat orang ini maju, hati Song Kim gembira sekali. Orang ini
berjuluk Seng jiu Sin-touw (Malaikat Copet), seorang yang
biarpun tubuhnya tinggi besar, memiliki kecepatan gerakan yang
luar biasa. Dia ahli dalam hal ginkang (ilmu meringankan tubuh)
dan kecepatan tangannya membuat dia dijuluki Malaikat Copet.
Memang dia merupakan raja copet dan maling di daerah barat,
namun dia seringkali mengagulkan dirinya sebagai penjahat
budiman, yang katanya mencuri untuk dibagi-bagikan kepada
orang miskin. Memang menggelikan sekali. Menolong orang
miskin termasuk perbuatan baik, akan tetapi untuk dapat berbuat
baik itu lebih dulu dia harus berbuat buruk, yaitu mencopet dan
mencuri ! Mungkinlah ini " Akan tetapi tidak ada yang sempat
bertanya karena takut akan kelihaian si raja copet ini !
Song Kim sudah banyak mendengar tentang tamunya yang
seorang ini. Kabarnya, si raja copet ini memiliki ilmu silat yang
bersumber kepada silat dari India, dan dia memperoleh
ginkangnya dari seorang pertapa Himalaya yang mengajarkan
tentang yoga kepadanya. Maka, gembiralah ia melihat majunya
orang ini karena menurut taksiranya, tingkat Si Raja Copet ini
tentu seimbang dengan tingkat Si Lutung Emas.
"Ji-wi, keluarkanlah ilmu simpanan masing-masing agar pibu ini
menjadi tontonan yang patut ditonton oleh para locianpwe yang
126 hadir, dan dengan hati rela dan gembira aku akan
menghadiahkan seratus tael perak itu kepada sang pemenang,"
kata Song Kim, sikapnya seolah-olah seorang pecandu ilmu silat,
walaupun sesungguhnya semua yang dilakukannya ini hanya
mempunyai satu saja pamrih, yaitu ingin dia mengumpulkan ilmuilmu selihai dan sebanyak mungkin untuk bekal dan syarat
baginya mengumumkan dirinya sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap
(pendekar Silat Nomor Satu di kolong Langit) !
Kini dua orang yang sama-sama jangkung itu sudah saling
berhadapan. Si Lutung Emas diam-diam marah dan penasaran
medengar ucapan Malaikat Copet. Dia belum pernah berkenalan
dengan orang ini, apalagi mengenal ilmu silatnya, maka biarpun
dia mendongkol, Si Lutung Emas bersikap hati-hati sekali.
"Siapakah orang gagah yang ingin pibu denganku ?"tanyanya,
sikapnya cukup sopan walaupun nada suaranya memandang
rendah. "Aku mengenalmu sebagai Tiat-pi Kim-wan, biarlah engkau
mengenalku sebagai Seng-jiu Sin-touw saja. Kita hanya mengadu
silat, bukan mengadu orang dan pribadinya," jawab Si Malaikat
Copet. Mendengar bahwa lawannya adalah seorang "Sin-touw"batau
Malaikat Copet, Si Lutung Emas tersenyum dan sengaja melucu
agar tidak sampai kehilangan pendukung. Dia lalu sibuk
memeriksa kantung-kantung jubahnya, mengeluarkan uang dan
segala barang yang dianggap berharga, lalu menyerahkan
kepada Song Kim sebagai tuan rumah. "Tolong kongcu simpan
127 dulu semua milikku yang tak berharga ini, khawatir kalau-kalau
nanti tahu-tahu lenyap dari kantungku setelah pibu. Bukankah
kalau demikian, biar menang seratus tael, tetap saja kehilangan
barang-barangku ?" Tentu saja semua penonton tersenyum, ada pula yang tertawa
geli mendengar ini dan mereka semua memandang kepada
Malaikat Copet sambil tertawa. Si Malaikat Copet yang warna
mukanya sudah merah itu kini warna itu menjadi kehitaman, tanda
bahwa dia merasa marah dan malu. Song Kim tidak memberi
komentar karena tidak mau berat sebelah, tidak pula tertawa, hanya menaruh barang-barang itu di atas meja
di depannya. "Lutung Emas, sambutlah seranganku !" bentak si Malaikat Copet
dan diapun sudah menerjang. Gerakannya cepat bukan main,
kedua tangan yang bergerak itu sukar diikuti pandang mata, tahutahu tangan kiri sudah menampar ke arah pelipis sedangkan
tangan kanan menyelonong ke arah lambung lawan dengan
totokan keras ! "Wah, cepatnya ...... !" teriak Si Lutung Emas dan diapun segera
meloncat ke belakang dengan gaya seekor kera yang cekatan.
Biarpun serangan kedua tangan yang cepat itu luput, tak urung Si
Lutung Emas merasa betapa ada angin pukulan yang dingin lewat
leher dan membuat bajunya di bagian perut berkibar. Maklumlah
dia bahwa lawannya, selain memiliki kecepatan yang
mengejutkan juga memiliki tenaga sinkang yang tak boleh
dipandang ringan. 128 Dan dugaannya memang tepat. Baru saja dia meloncat ke
belakang untuk menghindarkan serangan pertama, lawan sudah
menerjang lagi dan tahu-tahu kedua tangan yang cepat sekali
seolah-olah dua ekor ular yang ganas itu telah menghujankan
serangan bertubi-tubi, setiap pukulan, tamparan atau
cengkeraman mengandung tenaga yang amat kuat. Seng jiu Sintouw mengeluarkan seruan kaget dan cepat dia melindungi
tubuhnya dari serangan dengan jalan mengelak ke sana-sini,
kadang-kadang menangkis ! Perkelahian itu berjalan dengan
cepat sekali, akan tetapi karena penontonnya adalah ahli-ahli silat
jagoan, mereka semua dapat mengikuti perkelahian itu dan
merasa kagum. Sin-touw memang cepat bukan main, akan tetapi
pertahanan Kim-wan (Lutung Emas) juga rapat sekali sehingga
semua serangan dapat digagalkan.
Tiba-tiba Si Lutung Emas yang menghadapi tendangan lawan,
tiba-tiba terjengkang seolah-olah terkena tendangan, padahal dia
sengaja melempar diri ke belakang untuk menghindar. tubuhnya
terjengkang akan tetapi bigitu tiba di tanah, tubuh itu bergulingan
dan ketika dia mengeluarkan teriakan nyaring, ada dua benda
kecil menyambar ke arah mata Sin-touw !
"Heiiittt !!" Sin-touw berteriak dan cepat merendahkan tubuhnya.
Kiranya karena lantai itu bersih, Lutung Emas tidak dapat
mencengkeram pasir atau tanah atau kerikil, maka sebagai
gantinya, dia telah merenggut lepas dua buah kancing bajunya
dan dua buah benda kecil ini meluncur menuju ke mata lawan.
Pada saat itu lawan merendahkan tubuh untuk mengelak,
tubuhnya sendiri yang tadinya berada di atas lantai, tiba-tiba
menerjang ke atas dan kedua tangannya yang kuat itu sudah
129 menyambar, didahului oleh sebuah tendangan kakinya yang
panjang! Si Malaikat Copet mengelak dari serangan kedua tangan, maka
ketika kaki itu menendang, dia tidak sempat lagi mengelak lalu
menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
"Dukkk !" Hebat tendangan itu, akan tetapi tangkisan itupun
mengandung tenaga yang kuat dan akibat benturan kedua tenaga
itu, dua orang jagoan terdorong mundur sampai tiga langkah ! Kini
Lutung Emas sudah marah sekali. Sejak tadi dia didesak dan
sekali membalas, kakinya tertangkis sampai rasanya nyeri. sambil
mengeluarkan suara menggereng dengan amat cepatnya.
Song Kim menanti-nanti sampai Lutung Emas mengeluarkan
jurusnya yang ampuh tadi, yang dianggapnya sebagai jurus
terbaik. Akhirnya, apa yang diduganya terbukti. Kiranya memang
jurus itu dipergunakan Lutung Emas untuk berusaha
mengalahkan lawannya. Tangan kiri Si Lutung Emas menyambar
dengan pukulan dahsyat dibarengi tangan kanan mencengkeram
ke depan. Dua serangan ini memang hebat sekali nampaknya dan
pasti dapat mengelabui lawan yang menyangka bahwa dua
tangan itu merupakan inti serangan, atau setidaknya satu di
antaranya. Maka lawan tentu akan mengerahkan tenaga dan
perhatian menghadapi dua serangan ini. Demikian pula dilakukan
oleh Malaikat Copet. Pukulan ke arah kepalanya dengan tangan
kiri lawan itu dielakkan dengan miringkan kepala, dan
cengkeraman tangan kanan lawan di sambutnya dengan
tangkisan tangan kiri. Pada saat itulah tendangan pendek kaki
Lutung Emas menyambar ! 130 Bukan main kagetnya Malaikat Copet. Dia maklum bahwa untuk
mengelak atau menangkis tendangan itu tidak keburu lagi, maka
tangan kanannyapun memukul ke arah leher lawan untuk
mengadu nyawa sedangkan kedua kakinya agak ditekuk untuk
memberi kekuatan tambahan pada perut ke bawah yang sudah
diisi tenaga sinkang untuk melindunginya.
Si Lutung Emas tidak ingin membunuh lawan. Biarpun tubuh di
bawah pusar itu sudah dilindungi sinkang, kalau terkena
tendangannya pasti akan pecah dan lawan akan tewas.
Dia tidak mau melakukan hal ini dan mengarahkan tendangannya
ke lutut kiri lawan. Akan tetapi dia terkejut melihat betapa lawan
menjadi nekat dan memukul dengan tangan miring ke arah
lehernya. Pukulan yang mengadu nyawa ini sungguh tak pernah
disangkanya, dan datangnya demikian cepatnya ! Maka, satusatunya jalan hanya melempar tubuh ke samping untuk
mengelak. Dia tidak mugkin melempar tubuh ke belakang karena
dalam posisi menendang sehingga kalau hal itu dilakukan, dia
akan terbanting dan terjengkang !
Tepat pada saat ujung sepatu Lutung Emas mengenai lutut kaki
Malaikat Copet, pukulan tangan miring itu mengenai pundak
Lutung Emas. Akibatnya, Malaikat Copet terjungkal karena
lututnya terkena tendangan, akan tetapi sebaliknya lawannya juga
terpelanting oleh pukulannya pada pundak.
Diam-diam Song Kim yang melihat jelas gerakan mereka itu
menjadi girang dan kagum. sekaligus dia telah menemukan dua
gerakan yang sama-sama hebat ! Cepat dia bangkit dan
membantu keduanya untuk bangun. Kedua orang itu meringis
131 kesakitan karena seperti sambungan lutut Malaikat Copet yang
terlepas, ternyata sambungan tulang pundak Lutung Emas juga
terlepas. "Ji-wi sama-sama tangguh dan lihai, tidak ada yang kalah atau
menang, biarlah hadiah dibagi berdua, baru adil."
Semua orang menyatakan setuju dan kedua orang itupun kembali
ke kursinya, membawa lima puluh tail perak. Si Malaikat Copet
terpincang-pincang ketika menghampiri kursinya, sedangkan Si
Lutung Emas juga miring-miring jalannya seperti layang-layang
yang berat sebelah. Dengan sikapnya yang ramah dan sopan, sedikitpun tidak
memperlihatkan pamrih aslinya, melainkan memberi kesan
bahwa dia memang seorang penggemar silat seratus persen.
Lee Song Kim berhasil membujuk para tamunya seorang demi
seorang untuk mendemonstrasikan ilmu-ilmu simpanan masingmasing. Para tamu itu, di bawah pengaruh arak yang baik,
berusaha menonjolkan kepandaian silat masing-masing. Akan
tetapi sudah tujuh orang yang maju mendemonstrasikan ilmu
silatnya, Lee Song Kim diam-diam kecewa karena mereka ini
tidak memiliki jurus-jurus ampuh seperti dua orang tamu
terdahulu. Karena itu, dia tidak memberi komentar apa-apa dan
tidak memancing adanya pibu. Kini hanya tinggal lima orang yang
belum mendemonstrasikan ilmu silatnya. mereka itu adalah Kamkauwsu dari Thian-cin, Tan-siucai tokoh Pek-hwa-pai, Kwa Ciok
Le jagoan Kun-lun-pai. Thian Khi Hwesio sendiri, dan seorang
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita berusia kurang lebih empat puluh tahun yang mukanya
132 buruk dan di punggungnya terdapat sebatang pedang. Kini Lee
Song Kim menunjuk kepada wanita itu dan memperkenalkan.
"Sekarang kami mohon kepada saudari Sin-kiam Mo-li untuk
memberi petunjuk kepada kami akan kehebatan ilmu pedangnya.
Silakan, lihiap. Wanita itu bangkit berdiri, melangkah dengan tenang ke tengah
ruangan dan menjura kepada Lee Kongcu, kemudian kepada
semua orang yang memandang dengan hati tertarik.
Beberapa orang di antara mereka termasuk Thian Khi Hwesio
terkejut mendengar disebutnya nama Sin-kiam Mo-li (Iblis Betina
Pedang Sakti) itu karena nama itu adalah nama seorang tokoh
sesat yang terkenal kejam dan sakti, yang membuat nama besar
di dunia selatan ! Tak disangkanya bahwa tokoh sesat yang
ditakuti itu ternyata hanya seorang wanita berusia empat puluh
tahun dan kini bahkan hadir sebagai tamu Lee Kongcu !
"Lee Kongcu, ketahuilah bahwa aku tidak pernah memamerkan
kepandaian, dan pedangku ini hanya dicabut kalau berhadapan
dengan lawan. Entah sekarang ada yang mau menjadi lawanku
atau tidak, terserah kepada yang hadir. Kalau tidak ada,
sebaiknya aku pergi sekarang. Kalau ada, silakan maju, karena
bagaimanapun juga, aku sudah menerima kebaikan kongcu dan
ingin sedikit menghibur dengan pertunjukan pibu. Akan tetapi,
pedang tidak bermata, kalau sampai kesalahan tangan
membunuh atau melukai lawan, harap jangan menjadi kecil hati."
Setelah mengeluarkan ucapan itu, Sin-kiam Mo-li berdiri tegak,
siap menanti munculnya seorang lawan ! Empat orang tamu lain
133 yang belum memperlihatkan ilmunya tidak ada yang mau
menanggapi tantangan wanita itu. Bukan takut, melainkan mereka
sebagai jagoan-jagoan besar selain merasa tidak mau melayani
iblis betina yang haus darah itu. Semua orang maklum bahwa ahli
silat yang sudah tinggi ilmunya dapat menguasai senjata masingmasing. Biarpun senjata tidak bermata, namun si pemegang
senjata bermata,bahkan awas sekali sehingga sulitlah dikatakan
"kesalahan tangan" karena dalam keadaan bagaimanapun juga,
seorang ahli silat tinggi dapat menguasai semua anggauta
badannya. Lee Song Kim maklum bahwa di antara empat orang itu tentu tidak
ada yang mau maju. Dia sendiri ingin maju menghadapi Sin-kiam
Mo-li, akan tetapi dia merasa belum waktunya bagi dia untuk
memperlihatkan siapa dirinya sebenarnya. Kelak kalau sudah tiba
saatnya, sekali memperlihatkan diri, dunia harus mengakuinya
sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap ! Maka diapun memberi isyarat
kepada Theng Ci, pembantunya, untuk melayani wanita itu.
Memang hanya Theng Ci yang dianggapnya tangguh dan dapat
dipercaya akan mampu menandingi Sin-kiam Mo-li. Dua orang muridnya yang
duduk di belakangnya, belum tentu akan mampu menandingi
wanita berpedang sakti itu.
Theng Ci dapat menangkap isyarat atasannya. Selama ini, sudah
hampir satu tahun ia bersama anak buahnya tinggal di
perkampungan yang dibangun Lee Song Kim, menjadi
pembantunya yang dipercaya. Di antara murid-murid dan anak
buahnya, banyak yang bertugas menghibur dan melayani Lee
Kongcu, tentu saja mereka yang muda-muda dan cantik-cantik
134 saja yang dipilih Song Kim. Kini Theng Ci bangkit dari tempat
duduknya dan Song Kim juga bangkit, memperkenalkan.
"Karena tidak ada yang menyambut uluran tangan Sin-kiam Moli, untuk memeriahkan pesta ini, baiklah aku meyuruh pembantuku
ini untuk mewakili aku, bermain-main sebentar dengan Mo-li agar
mata kami semua terbuka menyaksikan ilmu pedang yang hebat
dari Sin-kiam Mo-li."
Semua tamu bertepuk tangan gembira menyambut majunya
Theng Ci karena mereka semua yang sudah mendengar nama
besar Sin-kiam Mo-li ingin sekali melihat kehebatan ilmu pedang
iblis betina itu. namun diam-diam mereka merasa khawatir.
Bagaimana sih tuan rumah ini " Menyuruh seorang wanita yang
nampak lemah itu untuk menghadapi Sin-kiam Mo-li " Padahal,
bukankah tadi Sin-kiam Mo-li mengeluarkan ancaman bahaya
pedangnya tak bermata, mungkin melukai bahkan membunuh
lawan " Juga ada yang merasa heran, termasuk Thian Khi
Hwesio. Tentu tuan rumah she Lee itu sudah maklum akan
kelihaian Sin-kiam Mo-li, akan tetapi kenapa berani mengajukan
wanita pembantunya itu " Jelaslah bahwa Lee Kongcu sudah tahu
pula bahwa pembantunya akan mampu menandingi si Iblis
Betina, kalau tidak demikian takkan disuruhnya maju. dan kalau
pembantunya saja berani menandingi Sin-kiam Mo-li, mudah
diduga bahwa tentu majikan atau ketuanya lebih lihai lagi ! Hati
Thian Khi Hwesio semakin tertarik. Perkumpulannya juga sedang
berurusan dengan seorang she Lee yang membunuh tokoh Kunlun-pai dan yang mengaku murid Siauw-lim-pai dan kini ada
seorang she Lee yang begini aneh, penuh rahasia dan agaknya
135 lihai sekali. Siapa tahu di antara keduanya itu masih ada
hubungan ! Sementara itu, Theng Ci sudah berhadapan dengan Sin-kiam Moli dan ketua Ang-hong-pai (Perkumpulan Tawon Merah) ini sudah
pula mencabut pedangnya karena tadi ia mendengar bahwa Si
Pedang Sakti ini hendak mempergunakan pedangnya. Sambil
menyembunyikan pedang di bawah lengan, iapun maju dan
memberi hormat kepada Sin-kiam Mo-li.
"Mentaati perintah Lee Kongcu, aku yang ingin melayanimu
bermain pedang sebentar, Sin-kiam Mo-li."
Sin-kiam Mo-li memandang tajam kepada wanita calon lawannya
itu dan diam-diam ia terkejut. Wanita ini sudah tua, hal itu dapat
dilihat dari sikap dan pandang matanya, jauh lebih tua darinya,
akan tetapi wajah dan bentuk badan wanita ini bahkan nampak
lebih muda darinya ! Hal ini saja sudah membuatnya terheran dan
Wanita Gagah Perkasa 5 Istana Kumala Putih Karya O P A Jodoh Si Mata Keranjang 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama