Ceritasilat Novel Online

Sastrawan Cantik Lembah Merak 4

Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana Bagian 4


terlebih saat ia mendengar bahwa lelaki sastrawan itu bermarga
197 han, dan pantaslah kelihatan demikian dihormati karena lelaki
sastrawan itu ternyata putra bengcu.
Han-liu-ing terkadang melihat lekat wajah gagah milik sastrawan,
dan saat Han-liang-jin menyelesaikan makannya, ia mengangkat
kepala dan pandangan keduanya bertemu, hal ini membuat Hanliu-ing kikuk dan malu, sehingga membuat ia tertunduk dan
wajahnya memerah dan panas, Han-liang-jin dengan ramah
bertanya "apakah lihap juga hendak menghadiri undangan pernikahan
Lee-ciangbujin ?" "ti"tidak han-taihap ! saya hanya pengelana yang kebetulan
lewat kota ini" jawab Han-liu-ing
"darimanakah asalmu nona ?" tanya Lee-hauw sambil minum
dan menyudahi makannya "saya dari kota shinyang cianpwe." jawab Han-liu-ing
"saya dari Kaifeng nona, dan paman ini dari Yinchuan, lalu
siapakah namamu nona " dan kenalkan saya bernama Hanliang-jin, dan paman ini?"
"aku bernama Lee-hauw nona!" sela Lee-hauw
"nama saya Han-liu-ing cianpwe." jawab Han-liu-ing sambil
menatap Lee-hauw dan merangkap kedua tangannya
"hahaha..ternyata keluargamu Han-taihap! coleteh Lee-hauw,
Han-liang-jin tersenyum menatap wajah Han-liu-ing dan
bertanya lembut "siapakah namamu orangtuamu ing-moi ?" Lee-hauw tiba-tiba
menyela "han-taihap! saya harus duluan karena secepatnya saya harus
bertemu dengan san-ko dirumah song-taijin, dan terimakasih
198 atas makan siangnya."
"oh kalau begitu silahkan paman! dan sampai ketemu besok dib
alai kota," sahut Han-liang-jin.
"maaf Han-siocia! saya permisi dulu!" ujar Lee-hauw sambil
berdiri, Han-liu-ing mengangguk sambil tersenyum, setelah Leehauw pergi, Han-liang-jin kembali bertanya
"siapakah nama ayahmu Ing-moi ?"
"nama ayahku Han-ok-liang twako." jawab Han-liu-ing,
mendengar nama ayah Han-liu-ing wajah Han-liang-jin langsung
berubah dan tersenyum haru dan bergumam
"ternyata kamu putri paman liang, adikku." Han-liu-ing merinding
mendengar getaran suara yang penuh rasa haru itu, selama ini
ia dan ibunya tidak tahu dengan keluarga pihak ayahnya, dan
sekarang ia bertemu dengan orang yang mengaku keluarga
ayahnya, air muka Han-liu-ing berubah pucat dan sendu karena
merasakan getaran suara Han-liang-jin yang penuh haru dan
rindu bercampur jadi satu, Han-liang-jin bagkit dari kursinya dan
duduk dihadapan Han-liu-ing yang masih termanggu, dengan
bibir bergetar Han-liu-ing bertanya
"a..apakah jin-twako kenal dengan ayah saya ?" Han-liang-jian
menatapnya sendu dan dengan seulas senyum ia menjawab
"walaupun kakak tidak pernah jumpa dengan ayahmu adikku!
tapi aku tahu bahwa Han-ok-liang adalah pamanku." Han-liu-ing
merasa heran, bagaimana pula tidak pernah bertemu tapi tahu
pikirnya, lalu ia berkata
"aku tidak mengerti twako!" senyum Han-liang-jin semakin
mengembang "twako maklum ketidak mengertianmu Ing-moi." ujar Han-liangjin
199 "kalau begitu jelaskanlah padaku Jin-ko!" pinta Han-liu-ing
"kakak yakin bahwa kamu tidak pernah tahu latar belakang
ayahmu, bukan" ujar Han-liang-jin, Han-liu-ing mengangguk
sambil menatap lekat wajah gagah didepannya
"kalau begitu dengarlah! kakak akan coba menceritakan
padamu." ujar Han-liang-jin
"baik aku akan mendengarkan Jin-ko." sela Han-liu-ing, Hanliang-jin menarik nafas dalam dan berkata
"ketahuilah Ing-moi! keluarga kita boleh dikatakan adalah
keluarga besar karena mempunyai beberapa orang ibu, kakek
kita bernama Han-hung-fei dan memiliki sembilan orang anak,
yang tertua adalah ayah saya Han-fei-lun, kemudian paman
Han-kwi-ong dari ibu yang lain, lalu ayahmu paman Han-ok-liang
dari ibu yang lain, kemudian paman Han-sai-ku dari ibu yang
lain, terus bibi Han-bi-goat, paman Han-bu-jit, paman Han-buseng dari ibu yang lain, kemudian Han-bun-liong dari ibu yang
lain, dan terakhir bibi Han-sian-hui adik kandung ayahku." Hanliu-ing terkesima mendengar penuturan Han-liang-jin, ia tidak
menyangka akan sedemikian banyak saudara ayahnya
"kira-kira kenapa ayah tidak mau menceritakan hal itu kepadaku
dan ibu " apakah Jin-ko tahu alasannya ?"
"alasan tepatnya tentu paman liang yang punya jawaban, tapi
kakak memiliki dugaan kuat sebab musababnya paman tidak
mau mengungkit latar belakangnya."
"katakanlah Jin-ko! apa dugaan kuat itu ?" tannya Han-liu-ing
semakin penasaran "diantara enam ibu yang melahirkan anak-anak kakek Han-hungfei, hanya dua orang yang dinikahi oleh kakek, memang satu
200 kenyataan pahit bila kita terlahir dan kemudian diabaikan."
"tentunya ayahku termasuk anak yang diabaikan ini, Jin-ko ?"
tanya Han-liu-ing lirih "demikianlah adikku! dan oleh karena perlakuan ini, jelas
menimbulkan kecemburuan dan rasa tidak terima anak-anak
kepada sang ayah sendiri maupun kepada anak-anak yang
diakui oleh ikatan."
"kenapa kakek tega berbuat seperti itu Jin-ko?" tanya Han-liu-ing
dengan nada sesal dan menuntut
"kita harus akui bahwa kakek kita bukan orang yang waspada
dengan hidup, kakek kita terperangkap kekelaman masa
mudanya Ing-moi, dan akibatnya anak-anaknya tidak akur antara
satu dengan yang lain "
"ayahku pasti benci pada Lun-pek dan keturunannya, iya kan ?"
ujar Han-liu-ing, Han-liang-jin mengangguk dan kemudian
berkata "jika dibolak-balik keruetan yang terjadi pada keluarga kita, boleh
dikatakan pecah menjadi tiga."
"tiga maksudnya bagaimana Jin-ko ?" tanya Han-liu-ing
"satu pihak adalah para paman yang merasa diabaikan, yakni
paman kwi-ong, paman Ok-liang, paman Bun-liong, lalu satu
pihak yang merasa sah diakui dan mengucilkan yang lain,
mereka ini adalah bibi bi-goat, paman bu-jit dan paman bu-seng,
lalu pihak yang ketiga adalah yang berusaha memperbaiki
ketidak akuran yang terjadi, jadi bagaimanapun halnya, sudah
merupakan suratan yang wajib mutlak diterima bahwa sembilan
orang itu dan keturunannya adalah saudara." jawab Han-liang-jin
menjelaskan, Han-liu-ing tercenung mencoba mencerna cerita
latar belakang keluarga ayahnya
201 "oh ya hendak kemanakah tujuanmu Ing-moi ?" tanya Han-liangjin dengan senyum lembut
"aku hendak ke kota Hehat Jin-ko." jawab Han-liu-ing
"lalu apakah Ing-moi akan melanjutkan perjalanan hari ini juga ?"
"karena siang juga sudah tinggi sebaiknya aku menginap di sini,
dan besok baru melanjutkan perjalanan."
"hmh"kalau Ing-moi tidak terburu-buru, bagaimana kalau besok
Ing-moi ikut denganku menghadiri pesta pernikahan putri Songtaijin."
"tapi aku tidak mengenal siapapun disana Jin-ko." jawab Han-liuing meragu
"tidak mengapa, banyak juga undangan yang tidak dikenal dan
datang hanya sekedar memariahkan pesta dan mengucapkan
selamat pada keluarga mempelai." jawab Han-liang-jin
meyakinkan adik sepupunya
"baiklah Liang-ko! aku akan ikut kalau tidak merepotkan Jin-ko."
"hehehe"tentu tidak merepotkan Ing-moi, terlebih pertemuan
kita yang tidak disangka-sangka ini amat membuat kakak
senang." ujar Han-liang jin tulus, hati Han-liang-jin terenyuh
mendengar perkataan kakak sepupunya yang tampan simpatik
dan baru dikenal dan diketahuinya ini.
"Baik! sebentar kakak akan memasan kamar pada pemilik
likoan." ujar Han-liang-jin seraya benagkit dan melangkah
menemui pemilik likoan, tidak lama kemudian seorang pelayan
mengantar mereka kekamar masing-masing,, pada sore harinya
setelah mandi dan berganti pakaian, Han-lian-jin keluar dari
kamar, dan melihat Han-liu-ing sedang duduk santai di teras,
Han-liang-jin melangkah dan mendekati Han-liu-ing, lalu
menyapa 202 "bagaimana istirahatmu siang ini Ing-moi ?" Han-liu-ing menoleh
dan dengan senyum sumigrah ia menjawab
"istirahatku cukup dan tidur siangku nyenyak Jin-ko!."
"kamu mau disini saja atau ikut kakak jalan-jalan melihat-lihat
keadaan kota?" ujar Han-liang-jin
"aku ikutlah Jin-ko." jawab Han-liu-ing sambil berdiri dengan
wajah gembira "kalau begitu marilah kita turun!" ujar Han-liang-jin, lalu
keduanya turun dan keluar dari likoan.
Banyak juga para tamu dari kalangan liok-lim yang memasuki
kota untuk memenuhi pesat besar kepala daerah, dan mereka
juga sedang berjalan-jalan keluar menikmati kesyahduan senja,
dan hampir semua tokoh-tokoh yang berpapasan dengam Hanliang-jin menyapanya dengan hormat dan takluk, Han-liu-ing
makin kagum melihat kakak misannya yang luar biasa ini,
saudaranya ini bersahaja sekali, namun memiliki charisma yang
kuat disamping wajahnya yang tampan dan gagah.
"apakah sal yang tersampir itu sudah merupakan ciri dari Jinko?" tanya Han-liu-ing heran, karena banyaknya para tokoh yang
menyapanya sepanjang jalan-jalan itu, Han-liang-jin menoleh
adik misannya dengan senyum, sembari menjawab
"tidak juga Ing-moi, tapi jika dikatakan ciri "sin-siucai-bukoan"
benar, karena kami semua murid-murid ayah memakai sal ini."
"oj begitu! tapi saya lihat semua tokoh yang berpapasan dengan
kita tadi, sangat mengenal Jin-ko dengan sebutan "sin-sansiucai"
"hehehe".itu karena istriku menyulam kipas pada salah satu
ujung sal yang aku pakai ini." jawab Han-liang-jin sambil
203 menunjukkan ujung sal yang dipakainya, Han-liu-ing melihat
ujung sabuk dengan sulaman berbentuk kipas dari benang emas
"sudah berapakah usiamu Ing-moi ?" tanya Han-liang-jin
"hampir dua puluh dua, kenapa memangnya Jin-ko?"
"tahukah kamu Ing-moi, bahwa wajahmu hampir mirip dengan
wajah bibi kita" "bibi yang mana Jin-ko?" tanya Han-liu-ing heran
"adik ayahku yang bernama Han-sian-hui, dan usianya sama
denganmu, Ing-moi" jawab Han-liang-jin, Han-liu-ing termanggu
mendengar bahwa ia mirip dengan bibi yang belum pernah
ditemuinya, dan mengingat hal kemiripan ini, ia malah teringat
pada pemuda ceriwis yang ditemuinya di kota Beijing, apakah
bibi ini yang dimaksud oleh pemuda itu?" pikirnya dalam hati,
kemudian ia menatap sepupunya dan bertanya
"dimanakah bibi hui ini tinggal Jin-ko?"
"Bibi tinggal bersama ayah di Kaifeng, tapi ketika saya singgah
di rumah ayah, bibi sedang mencari orang yang membunuh
keluarga kita di kota Bicu dan juga telah menculik kakek."
"kakek diculik !?" tanya Han-liu-ing terkejut, Han-liang-jin
mengangguk dan berkata Kalau tidak salah, ayah menyuruh bibi memulai pengusutan dari
lembah merak." "kenapa Lun-pek menyuruh bibi memulai pengusutan dari
lembah merak?" tanya Han-liu-ing heran
"karena kata ayah, kita punya keluarga disana"
"loh, apa hubungan hilangnya kakek dengan keluarga dilembah
merak, apa Lun-pek mencurigai keluarga dilembah merak?"
tanya Han-liu-ing makin penasaran, Han-liang-jin menatap adik
misannya dengan senyum lembut dan berkata
204 "ingat tidak Ing-moi apa yang kakak sampaikan tadi, bahwa
keluarga kita terpecah menjadi tiga pihak?" Han-liu-ing terdiam
sejenak, lalu berkata "ingat Jin-ko, pihak yang merasa sah, pihak yang merasa
diabaikan dan pihak yang mencoba memperbaiki keadaan."
"nah! pihak yang merasa diabaikan itu berada dilembah merak,
dan pihak yang merasa sah berada di Bicu, bisa kamu lihat
keterkaitannya adikku?" tanya Han-liang-jin, Han-liu-ing
termanggu dan mengangguk karena jelas melihat
keterkaitannya. "Ing-moi! Usia berapa kamu ditinggalkan paman ?" tanya Hanliang-jin tiba-tiba, Han-liu-ing berhenti dan menatap saudara
misannya heran, Han-lian-jin tersenyum dan mengajak adik
sepupunya duduk di sebuah bangku di pingir kolam ditengah
taman kota "kenapa Ing-moi " kenapa kamu heran?" tanya Han-liang-jin
"bagaimana Jin-ko tahu bahwa aku dan ibu ditinggalkan ayah?"
Han-liang-jin dengan lembut berkata
"tentulah kakak tahu, karena kata ayah! bahwa paman kwi-ong,
paman Ok-liang selama inI terjebak pada rasa tidak puas,
sehingga sejak masa mudanya sampai sekarang kedua paman
selalu berusaha untuk melenyapkan dua pihak yang lain, dan
terakhir ayah menemui mereka dilembah merak hampir empat
tahun yang lalu" Han-liu-ing baru merasa jelas sekarang tentang
sikap ayahnya yang selama ini cendrung mengabaikannya dan
ibunya, dan bahkan ia merasa bahwa ada hubungan hilangnya
kakeknya dengan kepergian ayahnya yang mendadak.
205 "Jin-ko, tujuan saya kekota Hehat adalah untuk mencari ayah,
karena kata ibu ayah pergi ke Hehat untuk sebuah urusan
penting." ujar Han-liu-ing lirih, karena merasa ayahnya telah
membabi buta karena mabuk dendam.
"oh jadi paman Ok-liang ke kota Hehat, berarti lembah merak
sudah ditinggalkan kalau begitu, hmh".tapi mungkin saja bibi
juga akan mengarah kesana." gumam Han-liang-jin
"heh..! sudah hampir malam, kita kembali kepenginapan, Ingmoi!" ujar Han-liang-jin sembari berdiri, Han-liu-ing serta merta
berdiri, dan merekapun buru-buru kembali ke penginapan.
Keesokan harinya, Han-liang-jin dan adik misannya menuju balai
kota, para tamu dari kalangan liok-lim berbondong-bondong
memasuki balai kota yang sudah didekorasi indah dan ditata
dengan apik, barisan polisi kota dengan sigap dan rapi berdiri
disepanjang jalan memasuki komplek pesta, lebih dari lima ratus
orang yang menghadiri pesta pernikahan itu, para undangan
mengantri panjang untuk menyerahkan kado dan hadiah buat
kedua mempelai dan keluarga, Song-taijin dan istri dengan
senyum ramah menyambut para tamu, lima orang ditugaskan
untuk menerima dan mengatur kado dan cendra mata yang
diberikan para tamu. Menjelang siang acara pernikahanpun dimulai, seorang biksu
dan tujuh muridnya melangkah ketengah panggung untuk
membawakan acara nikah tersebut, dan satu jam kemudian
acara itupun selesai, lalu disambung dengan acara petatah
petitih dari keluarga dan para undangan pada kedua mempelai,
dari pihak keluarga, Lee-hauw memberikan kata-kata nesehat
pada keponakan dan mantunya, lalu dari pihak undangan, oleh


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

206 keluarga meminta kepada Han-liang-jin untuk tampil
menyampaikan kata-kata nasehat pada kedua mempelai
"kami sekeluarga, terlebih Lee-ciangbujin dari Hoasan-pai
sangat mengharapkan agar kiranya "sin-san-siucai" dapat
memberikan kata-kata sambutan, kepada Han-taihap kami
persilahkan!" ujar pembawa acara, dan disambut gemuruh tepuk
tangan para undangan, Han-liang-jin yang duduk di bagian tamu
kehormatan bersama adik sepupunya dengan senyum bangkit
dari kursinya, ia melangkah ketengah panggung dengan senyum
ramah sambil melambaikan tangan dan disambut tepuk meriah
"terimakasih saya ucapkan pada keluarga kedua mempelai,
yang mana telah memberikan kesempatan pada siauwte, untuk
menyampaikan sepatah dua patah kata, pada acara sakral
pernikahan kedua adik yang menjadi mempelai pada pesta
megah dan luar biasa meriah ini, jadi untuk itu marilah kita
sama-sama menyampaikan kionghi sebanyak tiga kali pada
keduanya" ujar Han-liang-jin, lalu suara ucapan selamat pun
bergemuruh sampai tiga kali.
"yang saya hormati Song-taijin yang berbahagia, Lee-ciangbujin
Hoasan-pai yang saya muliakan, para sesepuh kota yang
budiman, para cianpwe yang bijaksana, para sicu dan hohan
serta rekan-rekan para undangan yang saya banggakan, dan
tidak lupa pada kedua mempelai yang bersuka cita,
perkenankan saya menyampaikan sepatah dua patah kata,
semoga wejangan bermamfaat bagi kita semua." ujar Han-liangjin sambil merangkap tangan dan membungkuk ke empat arah,
lalu sejenal ia menarik nafas dan berkata
207 "hadirin sekalian yang saya muliakan! dua hati dijadikan menjadi
satu dalam ikatan pernikahan pastilah ia punya tujuan, apakah
tujuan dari pernikahan" Jawabannya adalah untuk meraih
ketenangan, ketenangan merupakan hajat asasi setiap manusia,
ketenangan dapat terwujud jika keinginan dapat disalurkan dan
perasaan dapat dicurahkan, samalah halnya jika kita
mengatakan pikir itu dapat meraih ketenangan, jika nafsu dapat
disalurkan dan jiwa dapat pencurahan, dan tidak semua
penyaluran nafsu maupun pencurahan jiwa akan bemuara pada
ketenangan, karena ada juga penyaluran nafsu yang berakhir
pada kebinasaan dan pencurahan jiwa berujung pada
kehancuran, dan jika memang demikian adanya, apa syarat dari
kedua hal ini supaya bermuara pada ketenangan" Jawabannya
adalah benar dan seimbang, benar dan seimbang ini hanya ada
pada nikah yang kita sasksikan sekarang ini, penyaluran nafsu
pada insan yang terikat nikah adalah benar sehingga
menerbitkan ketenangan, pencurahan jiwa pada insan yang
terikat nikah adalah seimbang sehingga melahirkan
ketenangan." Dan kepada kedua mempelai saya ingin menegaskan, tetaplah
berpegang pada tujuan nikah, yakni ketenangan, jangan lari atau
menyimpang dari tujuan ini, apapun masalah dalam rumah
tangga yang kalian hadapi, tetaplah tenang! karena ketenangan
menjernihkan pemikiran, meredam nafsu dan melapangkan jiwa,
coba kalian bayangkan! masalah apa yang tidak terselesaikan
oleh pemikiran yang jernih, nafsu yang terkendali dan jiwa yang
lapang" jawabannya tidak ada, jadi kalian camkanlah! bahwa
keluarga dapat hancur berantakan karena lari dari prinsip nikah
yang mereka lakukan, demikian saja semoga bermamfaat bagi
208 kita semua." Han-liang-jin merangkap kedua tangan memberi
hormat pada hadirin, dan ia pun kembali ketempat duduknya
diiringi tepuk tangan para undangan, pembawa acara melangkah
ketengah panggung "Han-taihap! terimakasih kami ucapkan, petuah yang
disampaikan sungguh melimpah tidak berlebihan, sedikit tidak
berkekurangang." ujar pembawa acara seraya tersenyum, dan
kemudian dengan teriakan penuh semangat ia berkata "dan
selanjutnya".! adalah acara hiburan oleh kru sandiwara telaga
selatan, mari sama-sama kita saksikan seraya dipersilahkan
menyicipi hidangan yang kami sediakan!" lalu pembawa acara
undur diri dan digantikan oleh para kru sandiwara dengan
persembahan mereka. Pesta meriah itu berjalan lancar dan aman hingga larut malam,
setelah semua acara dijalani, para undangan pun mohon diri
kembali kerumah atau kepenginapan masing-masing, Han-liangjin dan adik sepunya juga mohon diri untuk kembali
kepenginapan, malam itu Han-liu-ing merasa senang tapi
gamang, dia tidak pernah menjadi perhatian dan dielu-elukan
orang, malam ini barulah ia merasakan betapa marga Han yang
diwarisinya mempunyai nilai lebih dimata para tokoh-tokoh
senior liok-lim, dia berjalan di sisi kakak misanya dengan
senyum bangga. Keesokan harinya, Han-liang-jin dan adik misannya turun untuk
sarapan pagi "Jin-ko! setelah sarapan aku akan melanjutkan perjalanan." ujar
Han-liu-ing sambil menyuap bubur nasi kemulutnya
209 "ya, berangkatlah ing-moi! semoga perjalananmu lancar dan
dapat menemui paman disana."
"apakah Jin-ko akan langsung kembali ke shan-tung?"
"benar, dan mungkin beberapa hari singgah di kaifeng, oh ya,
jika bertemu dengan bibi-hui sampaikanlah salam takzim dariku!"
Han-liu-ing heran seraya tersenyum ia berkata
"bagaimana aku tahu bibi Hui" sementara kami tidak pernah
bertemu." "bibi masih muda seperti kamu, dan akan mudah kamu kenali!
karena bibi hui selalu memakai sal seperti saya ini, namun
warnanya putih." "kenapa bibi-hui memakai sal warna putih" tanya Han-liu-ing
"mungkin karena bibi tingkat orangtua, maka ayah dan bibi
memakai sal warna putih." jawab Han-liang-jin, Han-liu-ing
manggu-manggut mengerti. Setelah sarapan kedua saudara misan itu pun berpisah, Han-liuing keluar dari gerbang utara, sementara Han-liang-jin keluar
dari gerbang selatan, hati Han-liu-ing terasa ringan, pertemuan
dengan kakak misannya membuat hatinya terkesan, rasa
sayang dan tulus yang ditunjukkan kakak misannya seakan telah
mengobati keterlantaran diri yang ia rasakan selama ini,
tugasnya sekarang adalah membantu bibinya yang sedang
mencari kakeknya yang diculik, hatinya merasa rindu dan haru
ingin cepat-cepat bertemu dengan bibi yang dikatakan hampir
mirip dengannya ini, dia mempercepat larinya, tubuhnya yang
ringan laksana kapas melesat melintasi lembah dan bukit.
Dua minggu kemudian Han-liu-ing memasuki kota taiyuan, langit
diatas kota taiyuan ditutupi awan mendung, Han-liu-ing segera
210 mencari-cari penginapan, dan baru saja ia duduk dan memesan
makanan, suara deru hujan pun terdengar, dan pada saat yang
sama sepasang suami istri berumur empat puluhan memasuki
likoan, wanita paruh baya itu masih kelihatan cantik, dengan
wajah sedikit masam dia mengebaskan lengan pakainnya yang
kena hujan, seorang pelayan datang mendekati pasangan itu
"silahkan tuan dan nyonya! dan nyonya hendak memasan apa?"
tanya pelayan ramah "dua porsi makanan dengan lauk panggang burung dara, lalu
seguci arak." jawab si nyonya sambil duduk dikursi dua meja
didepan Han-liu-ing, sesaat keduanya beradu pandang, dan
Han-liu-ing terkejut merasakan betapa sorot mata itu demikian
tajam, dan terkesan sombong, Han-liu-ing kembali menyuap
makanan kemulutnya. Pelayan datang menghantar pesanan dari pasangan itu dan
menghidangkannya di atas meja, setelah pelayan pergi,
keduanya mulai makan, dan berturut-turut empat orang tamu
memasuki likoan, sementara deru hujan pun makin menghebat,
air hujan laksana dicurahkan saja dari langit, empat tamu itu pun
mencari tempat duduk masing-masing, sehingga sepuluh meja
pada penginapan itu terisi , semua tamu menikmati hidangan
masing-masing, sementara tiga orang pelayan duduk dimeja
belakang dengan sikap tanggap jika sewaktu-waktu mereka
diperlukan para tamu, setelah suami istri selesai makan, si
nyonya menyeru dan melmbaikan tangan kepada pelayan,
seprang pelayan buru-buru datang mendekat sambil
membungkuk ia bertanya 211 "iya nyonya! apakah yang dapat saya bantu?"
"kami hendak menginap, tolong sediankan kamar untuk kami!"
"baik nyonya, apakah sekarang saya antar atau nanti, nyonya!?"
"ya, sekarang, mari koko!" pasangan pendekar itu pun
meninggalkan ruang makan dan oleh pelayan keduanya di bawa
ketingkat atas, melihat hujan yang masih saja lebat, Han-liu-ing
juga berencana untuk menginap, lalu ia pun memesan kemar
pada pelayan, seorang pelayan mengantarkanya ketingkat atas,
"ini kamarnya nona, silahkan!" ujar pelayan
"baik dan terimakasih lo-pek." sahutHan-liu-ing seraya masuk
kedalam kamar, karena suasana yang sejuk dan perut yang
kenyang membuat mata Han-liu-ing mengantuk, Han-liu-ing
langsung baring di atas ranjang dan tidak berapa lama ia pun
tertidur dengan nyenyak. Han-liu-ing terbangun saat hari sudah malam, dan hujan hanya
tinggal rintik-rintik, ia turun dari ranjang untuk pergi mandi,
setelah mandi ia berganti pakaian dan berdandan, lalu kemudian
turun kebawah untuk makan, dibagian bawah ia melihat suami
istri itu sudah selesai makan dan meja bekas makan mereka
dibersihkan seorang pelayan, Han-liu-ing duduk dan memesan
makanan pada pelayan, dari mejanya, Han-liu ing merasa
tertarik mendengar pembicaraan suami istri itu
"goat-moi, sebaiknya seng-te tidak terlambat sampai kesini."
"adikku itu tidak akan terlambat hung-ko, besok siang dia akan
sampai disini, dan kita akan sama-sama menuju kota hehat."
"semoga saja goat-moi, sebab kita tidak tahu bagaimana
keadaan gak-hu sekarang."
"hmh"..kalau nanti aku bertemu dengan si "coa-beng-kiam212
ong"! akan kupecahkan kepalanya." ujar si nyonya itu dengan
hati geram, tentunya kita sudah dapat menebak siapa suami istri
ini, mereka adalah Han-bi-goat dan suaminya Kao-hun seorang
pendekar jebolan gobipai.
Suami istri ini meninggalkan kediaman mereka di hopei karena
sebulan yang lalu mereka mendapat surat dari adiknya Han-buseng yang mengatakan bahwa "coa-beng-kiam-ong" yang
membantai keluarga mereka tinggal di kota Hehat, dan dalam
surat itu Han-bu-seng memesankan supaya cicinya Han-bi-goat
dan suaminya pergi ke taiyuan dan mereka akan berjumpa
disana. lalu sama-sama berangkat kekota Hehat untuk
mengadakan perhitungan dengan penculik ayah mereka
sekaligus menagih nyawa keluarga mereka yangt dibantai.
Suami istri itu langsung berkemas dan meninggalkan rumah
menuju kota taiyuan, dan sebulan kemudian mereka sampai di
kota taiyuan dan menanti kedatangan sang adik,
"julukan "coa-beng-kiam-ong" belum pernah saya dengar, dan
sepak terjangnya setelah menculik gak-hu tidak kedengaran
santer, apakah itu mungkin siasat mengalihkan perhatian,
sehingga kita tertipu, goat-moi?" ujar Kao-hung
"saya juga masih meragu, tapi sepertinya seng-te lebih banyak
tahu, nantilah kita tanyakan padanya." sahut Han-bi-goat.
Han-liu-ing yang mendengar percakapan hal penculikan yang
dibicarakan suami istri itu, pikirannya menghubungkan kejadiankejadian yang ia hadapi, kepergian ayahnya yang mendadak,
pertemuannya dengan kakak misannya yang juga menceritakan
hilangnya kakek mereka, dan sekarang ia bertemu dengan
213 suami istri paruh baya ini, bukankah si nyonya ini dan adiknya
yang hendak ditunggu adalah pihak yang merasa sah,
sebagaimana uraian dari kakak misannya tentang keluarga
Han" Kalau begitu bukankah nyonya itu tiada lain adalah bibinya
sendiri" pikir Han-liu-ing, hati Han-liu-ing makin tertarik dan ingin
melihat bagaimana pula pamannya yang bernama Han-bu-seng
itu. Keesokan harinya, saat para tamu makan siang, Han-bu-seng
tiba dipenginapan dimana Han-bi-goat dan suaminya menanti
"kamu sudah tiba seng-te!" sapa Kao-hung, Han-bu-seng tidak
langsung menjawab karena matanya memandang Han-liu-ing
yang saat itu menuruni tangga, Han-liu-ing merasa heran
dipandangi dengan tajam "heh! Kenapa kamu melihat perempuan itu!?" tegur Han-bi-goat
heran, Han-bu-seng melangkah mendekati meja kakaknya,
sementara Han-liu-ing melihat siapa yang menegur, hatinya
berkata "ternyata suami istri itu! berarti inilah pamannya yang
bernama Han-bu-seng." Han-liu-ing terus menuruni tangga dan
duduk agak jauh, tanpa merasa diperhatikan dan dibicarakan
Han-liu-ing memesan makanan pada pelayan.
Han-bu-seng terkejut ketika melihat wajah Han-liu-ing, dan dia
menyangka melihat adik Han-fei-lun yang pernah dijumpainya,
tapi karena sal tidak ada tersampir di bahu Han-liu-ing, Han-buseng jadi ragu
"Seng-te pertanyaanku belum kamu jawab, kenapa kamu
memandangnya seperti melihat hantu!?" tanya Han-bi-goat
"hmh".saya tadi menyangka bahwa dia itu seseorang yang
saya kenal, wajahnya hampir mirip, tapi ternyata tidak" jawab
214 Han-bu-seng "sudah kalau begitu, duduk dan makanlah! setelah itu kita akan
berangkat!" perintah Han-bi-goat, Han-bu-seng duduk dan
seorang pelayan datang melayani mereka.
"seng-te! apakah kamu yakin bahwa orang yang menculik gakhu ada dikota hehat ?" tanya Kao-hung
"kenapa " apakah Hung-ko tidak percaya ?" tanya Han-bu-seng
"memang aku sedikit ragu seng-te, karena masalahnya, sepak
terjang "coa-beng-kiam-ong" tidak pernah kedengaran setelah
menculik gak-hu, saya curiga bahwa penyebutan itu adalah dalih
lempar batu sembunyi tangan."
"berita yang kudapat adalah terpercaya dan ahli dalam hal-hal
seperti ini." "maksudmu bagaimana seng-te" bagaimana kamu demikian
yakin !?" tanya Han-bi-goat
"saya dibantu seorang teman saya di kota Tian-jin dan ia khusus
mengerahkan tilik sandinya untuk menyelidiki hal ini, dan dari
informasi yang mereka dapat, bahwa ayah berada di kui-san
bersama siang-mou-bi-kwi." jawab Han-bu-seng
"siapa pula siang-mou-bi-kwi itu seng-te !?" tanya Han-bi-goat
heran "siang-mou-bi-kwi itu dulunya tinggal di lembah merak bersama
dengan kwi-ong, ok-liang dan bun-liong, kamu tahu siapa tiga
orang ibi cici ?" tanya Han-bu-seng tiba-tiba, Han-bi-goat yang
serius mendengarkan makin tertarik dan menjawab penasaran
"tidak! memangnya siapa mereka itu !?"
mereka ini adalah anak-anak haram dari ayah." jawab Han-buseng tandas, Han-bi-goat dan suaminya terkejut
215

Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"berarti aku benar yang kukatakan bahwa julukan "coa-bengkiam-ong" itu hanya julukan semu." ujar Kao-hung
"kalau itu aku tidak tahu, tapi mungkin saja hung-ko." ujar Hanbu-seng
"sialan! ternyata anak-anak haram itu yang telah membunuh
keluarga kita di Bicu." umpat Han-bi-goat dengan hati geram, ia
tidak sadar suaranya agak sedikit tinggi dan membuat para tamu
yang lain memandang ke arah mereka, Han-liu-ing yang sedari
tadi konsentrasi mengerahkan pendengarannya mendengarkan
pembicaraan itu ikut juga memandang
"apa lihat-lihat!" bentak Han-bi-goat dengan tatapan tajam
kepada para tamu, para tamu lengsung menunduk atau
mengalihkan pandangan dengan rasa hati sebal
"sudah! kita langsung berangkat saja!" ujar Kao-hung seraya
berdiri, lalu merekapun keluar dari likoan dan melanjutkan
perjalanan, Han-liu-ing segera bangkit dan membayar makan
dan sewa penginapan, ia juga hari itu meninggalkan kota
Taiyuan dan berusaha membayangi ketiga orang itu, hatinya
merasa geram juga mendengar anak haram yang dilekatkan
pada ayahnya, namun dia tidak mau gegabah dan menyabarkan
diri, perjalanan ketiga orang itu boleh dikatakan cepat bagi
tingkat Kao-hung, namun bagi tingkat Han-bi-goat dan Han-buseng masih tergolong lambat, oleh karena perjalanan yang
tergolong lambat bagi keluarga Han, Han-liu-ing dapat
membayangi mereka tanpa diketehui.
Dua minggu kemudian Han-bi-goat dan rombongan istirahat
ditepi sebuah sungai sambil membakar ikan yang mereka
tangkap di sungai, 216 "cici! sepertinya dua hari ini aku merasa ada yang mengikuti
kita." ujar Han-bu-seng
"aku juga merasakan hal yang sama seng-te!, kamu coba
memutar bukit itu dan pergoki orang yang coba macam-macam
dengan kita." ujar Han-bi-goat, Han-bu-seng tiba-tiba berkelabat
dari tempat itu, dan tidak lama Han-bi-goat dan suaminya
melanjutkan perjalanan, Han-bu-seng yang menyisir bekas
perjalanan mereka, tidak menemukan orang yang mengikuti
mereka, ia sudah menaiki pohon yang tinggi dan berdiam disana
bebrapa jam, namun tetap saja hasilnya nihil, dengan rasa
gemas dan mengkal ia berlari cepat menyusul cici dan abang
iparnya. Setelah siang berganti malam Han-bu-seng mendapatkan
cicinya sedang tidur di sebuah bukit, sementara suaminya Kaohung sedang berjaga-jaga
"eh".kamu seng-te! apakah kamu menemukan orang yang
menguntit kita?" "tidak, aku tidak menemukan seseorang pun." jawab Han-buseng dengan nada kecewa
"sudahlah, mungkin perasaan kalian saja." ujar Kao-hung, Hanbu-seng diam saja dan menyandarkan diri disebuah pohon, dan
tidak lama kemudian ia pun tertidur, bagamana Han-bu-seng
tidak memergoki Han-liu-ing yang sedang membayangi mereka"
Hal itu dikarenakan saat mereka istirahat ditepi sungai, Han-liuing berbelok ke hulu sungai dan bergerak mendahului mereka,
Han-liu-ing merasa tidak perlu lagi membayangi tiga orang yang
tujuan jelas kekota Hehat, jadi ia berinisiatif mendahului mereka.
217 Seminggu kemudian Han-liu-ing tiba di kota Hehat sebagaimana
diketahui bahwa ayahnya baru seminggu yang lalu
meninggalkan kota Hehat menuju Kui-san, Han-liu-ing mencari
sebuah penginapan untuk menunggu kedatangan tiga orang
yang ditinggalkannya, namun sampai tiga hari ia tidak melihat
kedatangan Han-bi-goat dan rombongan, ia heran dan merasa
kecewa, hingga siang itu ia hanya duduk sambil minum didalam
likoan, sebenarnya rombongan Han-bi-goat sudah memasuki
kota hehat dua hari setelah Han-liu-ing sampai, Han-liu-ing tidak
menemui mereka karena rombongan Han-bi-goat memasuki
kota saat malam, dan mereka langsung kerumah suheng Kaohung yang bernama Lauw-ban.
Kedatangan rombongan itu membuat Lauw-ban heran dan
terkejut, setelah mempersilahkan tamunya masuk Lauw-ban
bertanya "ada apa sebenarnya hung-sute" kedatangan kamu dengan adik
ipar membuatku terkejut."
"kami ada urusan penting ban-suheng, terkait dengan diculiknya
gak-hu hampir dua tahun yang lalu."
"oh begitu, lalu bagaimana sute?" tanya Lauw-ban
"setelah selidik punya selidik diketahui bahwa penculiknya
mungkin berada di "kui-san" suheng!"
"kui-san!" hmh"..itu tempat siang-mou-bi-kwi, apa kamu mau
mengatakan bahwa yang menculik Han-cianpwe adalah "siangmou-bi-kwi?" tanya Lauw-ban penasaran
"hal itu mungkin saja Lauw-taihap, tapi yang jelas siang-mou-bikwi pasti terlibat penculikan ayah kami." sela Han-bu-seng,
Lauw-ban mengangguk mengerti
218 "lalu apa selanjutnya yang hendak kalian lakukan?" tanya Lauwban
"besok pagi-pagi sekali kami akan mendatangi "kui-san"!" jawab
Han-bi-goat tegas "dan mengingat musuh itu lebih dari seorang, sebaiknya Bansuheng ikut membantu kami, bagaimana Ban-suheng?" sela
Kao-hung "tentu sute! Aku akan membantu semampuku, jadi kalian
istirahatlah! dan besok kita akan berangkat ke kui-san" ujar
Lauw-ban seraya tersenyum arif, lalu kemudian merekapun
diantar kekamar untuk istirahat, keesokan harinya mereka
berangkat menuju kui-san bersama Lauw-ban, sementara Hanliu-ing harap-harap menunggu mereka, sehingga ia memutuskan
untuk pergi saja ke kui-san.
Bangunan di kui-san yang besar nampak angker berdiri
ditengah-tengah hutan lebat itu, Han-hung-fei sedang duduk
bersama Li-cing di balai-balai didepan rumah sambil menikmati
hembusan semilir angin senja, Li-cing segera berdiri ketika
melihat empat sosok bayangan tiba-tiba muncul
"ayah!" seru Han-bi-goat memanggil ayahnya, Han-hung-fei
segera berdiri dan menyahut
"kamukah itu goat-ji!?" tanya Han-hung-fei
"benar ayah, saya dan seng-te datang untuk membawa ayah
kembali, serta menagih nyawa orang yang membunuh ibu dan
jit-te." jawab Han-bi-goat tandas dan mata berkilat menahan
marah "hmh".kalian masuklah dulu! didalam kita bicarakan dengan
baik-baik!" ujar Han-hung-fei
219 "apa lagi yang hendak dibicarakan ayah!" sudah jelas
perempuan gila ini telah menculik ayah dan mebunuh ibu!"
bantah Han-bi-goat "jangan sesumbar dan jual lagak disini!" bentak suara, dan tibatiba Han-bun-liong sudah berdiri bersama dua orang saudaranya
"kamu ini siapa !?" balas Han-bi-goat membentak dengan
tatapan tajam "phuah..! siapa pula perempuan yang tidak tahu adat ini ibu?"
tanya Han-bun-liong kesal
"liong-ji! dia itu adalah cici-mu." jawab Han-hung-fei mencoba
menengahi "ternyata sisombong tidak tahu diri yang datang, malas
berhadapan dengan cecunguk yang banyak lagak, mari ong-ko!
kita masuk!" sela Ok-liang
"mari liang-te!" sahut Han-kwi-ong, dan sambil melangkah ia
berkata "liong-te! suruh mereka pergi dari sini Liong-te! jika tidak mau
lempar saja kedasar jurang
"kwi-ong! Jaga mulutmu!" teriak Han-hung-fei, Han-kwi-ong
berhenti dan membalik badan, dan dengan sinis ia berkata
"kalau tidak mau kehilangan kedua anakmu ini. sebaiknya suruh
mereka pergi!" "apa!" apa maksudmu kwi-ong!" apa kamu hendak
mencelakakan adik-adikmu!" tanya Han-hung-fei marah
"hehehehe..hahahhaa"..adik" hahaha"hahaha"lucu sekali,
kapan kamu punya adik liang-te?" Han-ok-liang yang ditanya
tersenyum sinis dan menjawab
"adik si Fei-lun kali, ong-ko, hahaha..hahaha....." keduanya
tertawa sambil berjalan masuk kedalam rumah
220 Han-bi-goat merasa terhina, ia ingin sekali menerkam kwi-ong,
namun ia tahan karena mendengar bentakan ayahnya yang
memarahi kwi-ong, hatinya merasa bingung dan marah ketika
melihat betapa kemarahan ayahnya tidak digubris, bahkan
ditertawakan. "kalian sebaiknya pergi dari sini! kami hanya menunggu
kedatangan Fei-lun! Bukan menunggu kalian!" ujar Han-bunliong
"taik kucing siapapun yang kalian tunggu! kami kesini untuk
menagih keluarga kami yang kalian bunuh dikota bicu." sela
Han-bu-seng tegas dan marah
"saya yang membunuh mereka semua, hayo! Kalian mau apa !?"
tantang Han-bun-liong "liong-ji! seng-ji! tidak bisakah kalian sedikit mengakui
keberadaanku disini!?" bentak Han-hung-fei dengan nafas
sedikit memburu "hmh".ibu! ibu sajalah yang mengurus, buat hati sebal saja."
ujar Han-bun-liong seraya masuk kedalam rumah, dibagian
belakang bangunan, Han-kwi-ong dan anaknya sedang berlatih,
sementara Han-kwi-ong dan Coa-kim asik berbicara di balaibalai, melihat kedatangan Han-bun-liong, Han-ok-liang bertanya
"bagaimana liong-te, apa mereka sudah pergi!?"
"biar ibu saja yang mengurus mereka." jawab Han-bun-liong
sambil duduk disamping coa-kim
"hihihi"..wajah kalian pada manyun semua, membuat aku jadi
gerah begini." seloroh Coa-kim, mendengar itu keduanya
senyum, sementara dihalaman depan Han-hung-fei mencoba
menenangkan kedua anaknya
221 "maaf anak mantu! dan kamu juga Lauw-taihap, kalian terpaksa
menyaksikan kejadian memalukan ini." ujar Han-hung-fei pada
Kao-hung dengan nada sesal
"tidak apa gak-hu, apakah sebaiknya aku dan suheng menunggu
disini atau kami menunggu di kota hehat?"
"apa maksudmu hung-ko!?" tanya Han-bi-goat tajam
"sebaiknya kamu disini saja hung-te, temani istrimu! Dan aku
akan menunggu kalian di rumah." sela Lauw-ban, lalu dia mohon
pamit pada Han-hung-fei, setelah Lauw-ban pergi, Han-hung-fei
berkata "apa yang menimpa ibumu dan jit-ji tidak perlu di ungkit-ungkit
lagi, ini semua kesalahan ayah, jadi tolong maafkan ayah!"
"walaupun ini kesalahan ayah, tapi mereka tidak berhak
membunuh ibu dan saudaraku! sahut Han-bi-goat
"hmh....dengarlah goat-ji, bersikeras menantang kakakmu tidak
ada gunanya, bahkan akan membuat kalian celaka, dan aku
akan makin tercabik-cabik dengan kehilangan kalian." ujar Hanhung-fei sedih
"sebaiknya kalian turuti apa kata ayah kalian! Sekarang kalian
sudah tahu keberadaan ayah kalian yang tidak kurang satu
apapun, bukankah itu sudah cukup!?" sela Lee-cing
"aku tidak tahu apa bisa melupakan kematian ibu dan jit-ko!" ujar
Han-bu-seng "Seng-ji! jika engkau mencari orang yang bersalah dalam
kematian ibumu, maka akulah orangnya,
uuuu..uuuuu?"semuanya ini adalah salahku, uuuu...uuuu" ujar
Han-hung-fei menagis menyesal menghiba diri, Lee-cing
membelai lengan dan menghibur Han-hung-fei seraya berkata
"ayah kalian sudah tersiksa dengan penyesalan yang tidak
222 bertepi ini, dan saya harap kalian sebagai anak-anaknya
mengerti dan tidak menambah keperihan hatinya dengan
mencoba berurusan dengan tiga saudara kalian tadi."
"sebaiknya kita pergi saja goat-moi, seng-te!" sela Kao-hung
"hari sudah hampir malam, sebaiknya besok saja kalian kembali
kekota hehat! ujar Lee-cing
"bagaimana enci!" tanya Han-bu-seng
"besoklah kalian pergi nak! malam ini temanilah ayah disini."
bujuk Han-hung-fei "apakah mereka mau kami disini!?" tanya Han-bi-goat ketus
"jangan kamu hiraukan mereka, bukankah anakku tadi sudah
mengatakan bahwa urusan kalian diserahkan padaku?" jawab
Lee-cing, akhirnya setelah dibujuk merekapun tinggal semalam
di kui-san Besok paginya, Lee-cing mengajak mereka untuk sarapan,
diruangan itu hanya ada ayah mereka dan Han-bouw-bian, kwiong dan yang lain-lain tidak ada
"kemana mereka dan siapa pula anak muda ini?" tanya Han-bigoat heran karena sejak mereka masuk kedalam rumah itu,
mereka hanya dijamu ayahnya dan lee-cing, dan tiga
saudaranya itu tidak kelihatan batang hidungnya
"ini keponakanmu goat-ji, anak dari kwi-ong." jawab Han-hungfei
"lalu mereka bertiga kemana ?" kembali Han-bi-goat bertanya
"saya suruh mereka pergi, supaya kamu dan adikmu merasa
nyaman." jawab Lee-cing, Han-bi-goat dan adiknya saling
pandang 223 "kita sarapan saja, nanti buburnya keburu dingin!" sela Hanhung-fei, lalu merekapun sarapan.
Setelah sarapan mereka diantar keluar oleh Han-hung-fei dan
Lee-cing. "ada yang datang!" bisik Han-hung-fei, dan tidak lama muncul
sosok bayangan berdiri ditengah halaman, seorang gadis cantik
berdiri gagah menatap mereka dengan heran
"kamu rupanya! kenapa kamu mengikuti kami!?" bentak Han-buseng pada gadis yang tiada lain adalah Han-liu-ing
"aku tidak mengikuti kalian! Aku kesini hendak mencari ayahku!"
jawab Han-liu-ing, mereka saling pandang dan merasa heran
"siapa ayahmu nona?" tanya Lee-cing menatap Han-liu-ing dari
atas sampai kebawah "ayahku Han-ok-liang, apakah ia ada disini?" jawab Han-liu-ing
"oh..dia anak liang-ji, berarti dia adalah cucuku." sela Han-hungfei, Han-liu-ing menatap orang yang mengaku kakeknya itu.
"apakah cianpwe bernama Han-hung-fei ?" tanya Han-liu-ing
memastikan, dengan senyum Han-hung-fei menjawab
"benar"aku adalah Han-hung-fei." dan pada saat itu terdengar
seruan Han-ok-liang "ing-ji! kenapa kamu datang kesini !?" Han-ok-liang sudah berdiri
disisi anaknya, dan berturut-turut muncul Han-bun-liong dan
Coa-kim "aku penasaran dengan sikap ayah yang meninggalkan kami
secara mendadak, dan ternyata ayah hanya memikirkan sakit
hati dan mengabaikan kami." jawab Han-liu-ing
"bicara apa kamu Ing-ji !?" bentak Han-ok-liang menatap tajam
pada anaknya 224 "ayah! sejak umur sembilan tahun ayah pergi meninggalkan
saya dan ibu, dan baru sesaat kembali, ayah tiba-tiba pergi lagi,
saya ingin tahu apa yang menyebabkan ayah menelantarkan
kami?" "ayah tidak menelantarkan kalian Ing-ji, hanya sanya ayah harus
menuntaskan urusan ayah." jawab Han-liang-jin
"siapa perempuan ini liang-te !?" tanya Kwi-ong yang tiba-tiba
keluar bersama Han-bouw-bian
"ini putriku Ong-ko!" jawab Han-ok-liang singkat, Han-liu-ing
melihat orang buta yang baru muncul, dan hatinya terkejut
melihat Han-bouw-bian yang tersenyum padanya
"hmh"urusan sakit hati karena diabaikan, begitukan ayah! Dan


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena urusan ini, ayah tidak sadar telah juga mengabaikan
keluarga sendiri, urusan yang tidak pernah selesai dan hanya
membuang-buang tenaga dan pikiran."
"bicara apa anakmu ini liang-te !?" tanya Han-kwi-ong marah dan
penasaran "ing-ji! tidak patut kamu menilai apa yang ayah lakukan! jaga
bicaramu nak!" ujar Han-ok-liang
"saya harap ayah, mengembalikan kakek ke kota bicu, dan kita
kembali ke shinyang, urusan masa lalu yang suram dan
pertikaian antara merasa anak sah dan anak yang terabaikan
dicukupkan sampai disini!" ujar Han-liu-ing sambil menatap Hanbi-goat
"bangsat! siapa yang mengajarimu sehingga berani lancang
terhadap ayah !?" bentak Han-ok-liang gusar, Han-bi-goat
tersenyum sinis, walaupun merasa disindir
225 "jika engkau berniat mengunjungi ayahmu, maka sebaiknya
kamu masuk! Tapi jika kedatanganmu kesini hanya untuk bicara
ngaco, sebaiknya kamu segera tinggalkan tempat ini!" ujar Hankwi-ong tajam
"kakek! apakah kakek akan tinggal disini atau hendak kembali ke
bicu!?" tanya Han-liu-ing pada Han-hung-fei, Han-hung-fei
termanggu mendengar perkataan cucunya itu
"aku tidak perlu diselamatkan ing-ji! aku merasa nyaman disini."
jawab Han-hung-fei "baiklah! dan bagaimana dengan ayah" bukankah urusan
dengan bibi-goat dan paman seng! sudah selesai !" dan kita
sudah bisa pulang sekarang, bukan?"
"kami tidak punya urusan dengan mereka ini!" sela Han-bunliong, Han-liu-ing memandang pamannya yang masih tergolong
muda ini "paman liong! bukankah pertentangan ini adalah merupakan
pertentangan antara anak yang merasa sah dengan anak yang
merasa di abaikan, dan sepertinya saya lihat kedua belah pihak
sudah bertemu." "Ing-ji! jangan buat ayah marah, ini bukan seperti apa yang kamu
pikirkan!" sela Han-ok-liang, Han-liu-ing termanggu melihat
ayahnya "jika tidak seperti yang saya katakan, lalu kenapa ayah menculik
kakek?" tanya Han-liu-ing
"kami hanya memancing kedatangan musuh kami, sudahlah! ini
bukan urusanmu Liu-ing!" jawab Han-bun-liong, Han-liu-ing
terdiam mencoba mereka-reka siapa musuh yang dimaksud, dan
dari menghubung-hubungkan cerita yang ia peroleh, tiada lain
musuh yang dimaksud, tentulah keluarganya di kaifeng, Han-liu226
ing dengan tatapan tajam memandang semua barisan orang tua
yang ada didepannya dan berkata lantang
"jika musuh yang kalian maksud adalah Lun-pek di kota kaifeng!
maka saya akan menjadi tumbal pertama untuk menghadapi
ayah dan para paman!"
"sialan! anak kuarangajar dan tidak tahu adat." bentak Han-kwiong mencak-mencak menahan marah, Han-ok-liang merasa
malu dan marah mendengar tantangan putrinya, dengan sekali
lompat, ia mengayun tangan hendak memukul putrinya, namun
Han-liu-ing dengan sigap mengelak, namun serangan ayahnya
luar biasa cepat dan datangnya bertubi-tubi
"plak?" sebuah tamparan mengenai pipinya sehinga dari sudut
bibir Han-liu-ing pecah berdarah, Han-liu-ing menggoyang
kepalanya yang terasa pening, lalu dengan nekat ia menyerang,
namun yang diserang ini adalah ayahnya, yang menjadi sumber
dari ilmu-ilmu yang diperolehnya
"plak..buk.." sebuah tamparan kembali mengenai pipinya dan
bahkan ditambah sebuah pukulan menghantam pundaknya,
Han-liu-ing tersungkur ketanah, namun dengan menguatkan hati
ia benagkit lagi, melihat kenekatan anaknya, Han-ok-liang mata
gelap karena sebal dan marah, sehingga ia mengayunkan
pukulan ke arah ubun-ubun, Han-liu-ing memajamkan matanya
pasrah menerima pukulan yang akan menghabisi nyawanya
"duk".plak"." pukulan Han-ok-liang kena tangkis dan disusul
sebuah pukulan, dan untungnya Han-ok-liang dengan cepat
memapaki dengan pukulan, keduanya terpental kebelakang,
Han-liu-ing merasa tubuhnya melayang dan segera ia membuka
matanya, dan melihat orang yang menolongnya,
227 "bibi-hui"!" bisiknya haru, gadis yang ternyata Han-sian-hui
menatap wajah gadis yang yang ditolongnya dengan heran, dan
ia teringat pada bao-lan "siapakah kamu nak!" Apakah kamu anak liang-ko!?" tanya Hansian-hui lembut, Han-liu-ing
"siapa pula pengacau ini!" bentak Han-kwi-ong
"liang-ko! apa yang kamu lakukan!" Kenapa hendak
mencelakakan anak sendiri!?"
"siapa kamu, dan apa hakmu ikut campur urusanku!" bentak
Han-ok-liang "aku ini bibinya Han-sian-hui! apa menurutmu aku tidak punya
hak!?" jawab Han-sian-hui tegas
"hui-ji!" kamukah itu nak!" sela Han-hung-fei dengan nada sendu
dan lirih "benar ayah! dan apakah ayah baik-baik saja!?" jawab Han-sianhui
"bagus ternyata adik si Fei-lun, sekarang mampuslah!" bentak
Han-kwi-ong sambil menyerang, Han-sian-hui dengan sigap
menyambut serangan hebat dan luar biasa cepat itu, sebentar
saja, keduanya terlibat pertempuran sengit penuh bahaya,
gemuruh sin-kang yang beradu membuat tempat itu bergeming
dan bergetar, gin-kang- tingkat tinggi berkutat dalam satu
pertarungan dahsyat dan menegangkan, Han-hung-fei terkesima
mendengar pertarungan luar biasa cepat itu, sungguh dia tidak
menyangka bahwa ilmunya yang dimainkan Han-kwi-ong
membuat ia tercengang karena tidak mampu lagi mengikutinya,
Han-bi-goat dan Han-bu-seng merasa kecut setelah
menyaksikan dahsyat luar biasanya pertempuran itu. Mata
228 mereka hanya menangkap lesatan bayangan putih dan hitam
mengaung diangkasa. Han-liu-ing, Han-bouw-bian, sama halnya dengan kedua paman
dan bibi mereka, hati mereka takjub dan penuh tegang
menyaksikan pertarungan tingkat luar biasa itu, dan yang paling
rendah tingkatnya diantara para penonton ini adalah Coa-kim,
Lee-cing dan Kao-hung, ketiganya menjauh karena telinga
mereka terasa sakit dan jantung mereka bergetar mendengar
pertempuran itu, hanya Han-ok-liang dan Han-bun-liong yang
dapat mengikuti setiap detil dari pertarungan yang hanya kilatan
bayangan tersebut, mata mereka tidak lepas melihat bagaimana
saudara tua mereka telah mengerahkan semua tenaga menekan
saudari bungsu mereka, namun mereka harus akui bahwa
saudari bungsu mereka itu luar biasa alot dan tidak bisa
dipandang remeh. Seratus jurus sudah berlalu, ilmu "bun-liong-pat-hoat" terus
mencecar bagian-bagian lemah dari Han-sian-hui, namun untuk
menjebol pertahanan ilmu "liang-hok-bun-hoat" (jurus sastra
penakluk sukma), laksana hendak menjebol didnding baja,
belum lagi ia kadang disibukkan dengan serangan cepat dan
terduga dari Han-sian-hui, setelah dua ratus jurus berlalu, Hansian-hui tiba-tiba merubah jurusnya dari"liang-hok-bun-hoat"
(jurus sastra penakluk sukma) kepada jurus "bun-sian-minling-ci"
(jari titah dewa sastra), ilmu ini adalah ilmu ciptaan kakaknya
Han-fei-lun yang diserap dari seluruh ilmu yang dimiliki Han-feilun, gerak langkah yang kaya akan aneka bhesi, gerak tangan
dengan posisi jari telunjuk dan tengah berdiri, sementara tiga jari
229 ditekuk saling mengikat bergerak melukis di awan dengan pola
sastra yang penuh dengan kata dan makna.
Akibatnya dalam empat puluh jurus Han-kwi-ong terdesak,
serangannya mati langkah, dan tak pelak dia dia menarik
pedang dari tongkatnya, cahaya matahari yang sudah mencapai
tengah hari itu menimpa pedang hingga berkilauan, dimulai
dengan gerak khas pembukaan jurus "bun-liong-kiam-hoat" Hankwi-ong menyerang dengan cepat
"trang?" pedang Han-kwi-ong bergetar saat sebuah sentilan jari
tangan Han-sian-hui menyentuh badan pedang, Han-kwi-ong
merasa terkejut, namun ia lebih terkejut lagi ketika hawa sebuah
serangan mengancam lehernya, Han-sian-hui menyusulkan
serangan dalam rangkaian jurus sastra dengan kata "Hauw" ,
Han-kwi-ong menghindar dengan menarik kepala kebelakang,
namun serangan itu hanya merupakan pancingan, karena yang
merupakan inti adalah serangan yang mengarah pada ulu
hatinya, dan tidak ayal ulu hatinya kena hantam
"tuk"hugh?" Han-kwi-ong merasakan sekujur tubunya laksana
kena strum, ia ambruk mencium tanah, Han-sian-hui tidak
menurunkan tangan maut pada kakaknya ini, tapi ia melompat
menjauh kedekat Han-liu-ing, Han-kwi-ong masih tergeletak
dengan nafas sesak, debaran jantungnya menderu, Han-kwi-ong
dan Han-bun-liong serasa tidak percaya bahwa saudara tua
mereka ambruk dengan nafas tersegal-segal setelah menyerang
dua puluh jurus menyerang dengan ilmu pedang, dengan geram
Han-ok-liang maju dan menantang Han-sian-hui yang berdiri di
sisi putrinya "sian-hui! maju dan hadapilah saya!" Han-ok-liang mencabut
230 pedangnya dan dengan cepat ia memasang kuda-kuda
pembukaan ilmu pedang bun-liong-kiam yang penuh khas, Hansian-hui melangkah ketengah dan kemudian memasang kudakuda sam-kwa, sebagaimana permulaan bhesi ilmu "bun-sianminling-ci" (jari titah dewa sastra).
"heaah?" seru Han-ok-liang memulai serangan, kesiur angin
serangan pedang Han-ok-liang menguik tajam, dan dalam
sekejap keduanya telah larut dalam pertempuran hebat dan
cepat, kilatan pedang berkiblat laksana ratusan pedang
mencecar tubuh Han-sian-hui yang bergerak laksana burung
kepinis "trang"trang..trang?" suara pedang disentil dan bergetar dan
bahkan kadang terpental, dan suaranya yang terdengar berkalikali berakibat fatal pada orang bersin-kang lemah Coa-kim dan
Lee-cing merasa gendang telinganya sakit perih menusuk,
keduanya langsung lari menjauh kebawa lembah disebelah
kanan halaman, Coa-kim sebelum lari meraih tubuh Han-kwi-ong
dan membawanya turun, Han-bi-goat dengan rasa terkejut dan
cemas melihat suaminya tiba-tiba menjerit, ia dan adiknya
segera berlari kebawah mengikuti Lee-cing, tidak lama kemudian
Han-liu-ing dan Han-bouw-bian menyusul, mereka menaiki
pohon-pohon untuk menyaksikan pertarungan yang super
dahsyat itu, hanya Han-bi-goat dan suaminya yang dibawah,
karena Han-bi-goat harus segera menolong suaminya yang
terluka dalam. "ternyata ia adalah bibi sendiri!" keluh Han-bouw-bian, Han-liuing yang kebetulan berada dipohon dibelakang Han-bouw-bian
mendengar, lau ia berkata
231 "makanya selidiki dulu sebelum nyosor!" Han-bouw-bian
menatap kebelakang sambil nyengir dan menggaruk kepala
yang tidak gatal, ia tidak menyadari bahwa keluhannya
terdengar semua orang yang sedang mengerahkan ketajaman
pendengaran, "hihihihi"..apa kamu terlanjur cinta pada bibi mu itu bian-ji?"
sela coa-kim sehingga wajah Han-bouw-bian makin terasa
panas "hihihi..apakah kamu pernah mengatakan cinta pada bibimu?"
tanya Coa-kim "sudahlah bibi Kim, aku tidak ingin membicarakannya." ujar Hanbouw-bian, Han-liu-ing yang tidak mengenal coa-kim merasa
muak, sikap genit dan nakal jelas terlihat dalam tawanya
"apakah kamu perempuan yang katanya mendatangi ayah saya
di shinyang?" tanya Han-liu-ing gemas
"hihihi"benar Liu-ing, dan aku ini adalah teman dekat ayahmu."
jawab Coa-kim tandas dan terus terang, Han-liu-ing dengan hati
kesal diam, tidak ada gunanya ia mencak-mencak, pikirnya, lalu
ia kembali menatap ke arah pertarungan yang semakin
menghebat dan sudah menginjak jurus ke seratus
"trang..." pedang Han-ok-lian untuk kesekian kalinya disentil
Han-sian-hui, dan kali ini pedang itu yang tidak tahan lagi hingga
patah menjadi dua, dan dalam momen mengejutkan itu Hansian-hui kembali menunjukkan kelebihan ilmunya yang luar
biasa, serangan susulan dalam hitungan detik itu membuat
pertahanan Han-ok-liang jebol dan dengan kalang kabut ia
berusaha menyelamatkan diri, tapi dengan patahnya pedang,
daya jangkauan untuk menekan Han-sian-hui yang menyerang
bertubi-tubi tidak membuahkan hasil, dan malah membuat ia
232 makin terdesak hebat "tuk"ihh?" sebuah jotosan mengenai paha Han-ok-liang,
tubuhnya bergetar seperti tersengat listrik, dia langsung lumpuh
terduduk. Dan ironisnya, Han-sian-hui tidak akan tega melanjutkan
serangan pada kakaknya yang sudah tidak berdaya, lalu ia
melompat menjauh, dan saat yang Han-bun-liong dengan hati
geram menyerang Han-sian-hui dari belakang, Han-sian-hui
terkejut dan mencoba melenting tinggi keudara, tapi serangan
pedang dalam rangkaian jurus bun-liong-kiam terlalu kuat
mendesaknya "brett?" bahu Han-sian-hui robek berdarah, Han-bun-liong tidak
berhenti sampai disitu, ia terus mengejar Han-sian-hui yang
bergerak mundur hingga sampai kehalaman belakang, Han-sianhui tidak punya kesempatan memperbaiki kedudukannya, hingga
untuk kedua kalinya pedang pusaka bun-liong-kiam melukai kaki
Han-sian-hui, makin lemah keadaan Han-sian-hui yang terus
dicecar tanpa ampun oleh Han-bun-liong.
Dengan hati tabah, Han-sian-hui mengerahkan sin-kang dan
dengan untung-untungan ia mengadu sin-kang dengan Han-bunliong
"dhuar".brak?" tubuh Han-bun-liong terpental dan menabrak
dinding bangunan hingga jebol, ia langsung pingsan diantara
reruntuhan bangunan, nasib Han-sian-hui juga tidak lebih baik,
mungkin bahkan naas sekali, tubuhnya terpental jauh meluncur
bebas kedasar jurang, dan pada saat naas itu, sebuah bayangan
kilat menangkap tubuh Han-sian-hui yang melayang, bayangan
itu adalah Han-hung-fei, Han-hung-fei mengikuti jalannya
233 pertempuran dari dalam rumah, dan ia terus mengikuti hingga
kebagian belakang bangunan, dan hatinya terkejut mendengar
suara benturan sin-kang, refleknya bergerak cepat karena ingat
bahwa ada jurang menganga di belakang, dan ia tahu posisi
putrinya membelakangi jurang, tubuhnya langsung bergerak
cepat meluncur kearah jurang dan menagkap tubuh putrinya.
Kedua tubuh itu meluncur cepat menuju dasar jurang, Han-hungfei memeluk anaknya yang entah pingsan atau sudah mati,
dengan hati sedih,pasrah dan sayang ia akan menjadi bantalan
tubuh anaknya didasar jurang, tangannya memeluk erat anaknya
"buk"prak?" tubuh belakang Han-hung-fei menghantam dasar
jurang, tulangnya patah remuk dan kepalanya hancur, walaupun
nyawanya sudah melayang, namun tangan itu masih memeluk
tubuh anaknya yang berbantal tubuhnya yang remuk redam.
Sementara di atas jurang, Han-ok-liang dengan tertatih-tatih
melangkah kebelakang bangunan dan melihat Han-bun-liong
yang pingsan, tidak lama kemudian mereka yang ada dilembah
naik keatas "apa yang terjadi Ok-liang!?" tanya Lee-cing sambil mendekati
anaknya yang masih pingsan
"mereka sepertinya mengadu sin-kang, dan pasti sian-hui sudah


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tewas didasar jurang." jawab Han-ok-liang
"ayah dan paman curang! Kalian telah bergantian melawan bibihui, uuuu..uuu".bibi".! bibi"..! uuuuu"uuuu?" teriak Han-liuing sambil menangis dan berlari ketepi jurang memanggilmanggil bibinya
"dimana ayah!?" tanya Han-bu-seng tiba-tiba, mereka semua
saling pandang 234 "tadi ia masuk kedalam." jawab Ok-liang, lalu meraka masuk
kedalam, Han-bouw-bian mengangkat pamannya dan dibawa
kedalam bangunan, tapi tiada seorangpun didalam
"ayah".!" panggil Han-bu-seng, Han-bi-goat juga memanggil
dan berlari kesana kemari
"eh"ayah tidak ada disini." gumam Han-bi-goat
"benar tadi fei-ko masuk kedalam ok-liang !?" tanya Lee-cing
"benar, aku melihatnya masuk kesini." jawab Han-ok-liang
bingung "tapi didini tidak ada, lalu kemana ayah pergi?" sela Han-buseng
"mungkin cianpwe pergi menjauh dari arena ini." sela Coa-kim
"hal itu mungkin saja, jadi ditunggu saja, sebentar lagi ia akan
muncul." ujar Lee-cing
"pergi kamu lihat keadaan Liu-ing!" ujar Lee-cing pada Hanbouw-bian, Han-bouw-bian segera keluar dan menuju halaman
belakang, namun Han-liu-ing sudah tidak berada disitu,Hanbouw-bian memanggil-manggil, suara panggilan Han-bouw-bian
mengundang keheranan mereka yang didalam, lalu mereka
keluar "aku tidak menemukan liu-ing paman!" ujar Han-bouw-bian
"mungkin ia sudah pergi." sela Coa-kim
"hmh...tidak kusangka anak itu akan menantangku seperti ini."
keluh Han-ok-liang dengan nada kecewa.
Tidak lama kemudian malampun tiba, Han-ok-liang mencoba
memngerahkan sin-kang mengobati Han-bun-liong, dan akhirnya
setelah hari hampir pagi Han-bun-liong siuman dan mengeluh,
Lee-cing segera meminumkan obat pada anaknya
235 "bagaimana" bagaimana dengan sian-hui?" tanya Han-bun-liong
"ia sudah tewas masuk kedalam jurang." jawab Han-ok-liang,
Han-bun-liong merasa lega dan kembali memjamkan matanya
dan ia pun tertidur. Pada pagi harinya seusai sarapan bubur, mereka kembali
dilanda kebingungan, karena sampai saat ini Han-hung-fei
belum muncul "apakah menurutmu yang terjadi pada ayah, seng-te?" tanya
Han-bi-goat "tidak mungkin ayah pergi menjauh dari arena pertarungan ini,
dan tidak mungkin ayah pergi begitu saja." gumam Han-bu-seng
"hmh....jika tidak karena kedua kemungkinan itu, artinya ia juga
mungkin melompat kejurang menyusul anaknya sian-hui." ujar
Han-kwi-ong, mereka semua saling tatap, dan hati mereka
cendrung membenarkan dugaan itu.
"sudahlah! Untuk apa lagi memikirkannya, yang jelas sekarang,
kita harus mempersiapkan diri, karena bisa jadi Han-fei-lun akan
mencari adiknya." ujar Han-kwi-ong
"kita tidak punya urusan lagi di sini seng-te! mari kita pulang!"
ujar Han-bi-goat, Han-bu-seng mengangguk, lalu merekapun
meninggalkan kui-san, setelah kepergian Han-bi-goat, penghuni
kui-san kembali kedalam, dan sementara itu Han-bun-liong
sudah bangun dan mencoba keluar dari dalam kamarnya
"kamu sudah bangun liong-ji!" sapa Lee-cing, lalu memapah
anaknya duduk di ruang tengah, lalu Lee-cing mengambil
semangkok bubur untuk anaknya, Han-bun-liong makan dengan
lahap "kemana ayah, ibu?" tanya Han-bun-liong heran
236 "mungkin ayahmu ikut terjun kedalam jurang menyusul sian-hui."
jawab Lee-cing, sesaat Han-bun-liong termanggu
"sudah kalau begitu, lalu bagaimana menurut Ong-ko, apa yang
kita lakukan selanjutnya?" tanya Han-bun-liong, Han-kwi-ong
terdiam dan menarik nafas panjang
"hmh"..ternyata jika satu lawan satu, kita masih kalah, kita baru
berhadapan dengan adiknya Fei-lun, tidak dinyana Sian-hui
sangat luar biasa." "ilmu sentilan dengan pola kata-kata sastra itu amat
membingungkan." sela Han-ok-liang
"bertemu dengan sian-hui merupakan satu keuntungan bagi kita,
karena dengan demikian kita akan lebih siap jika ilmu aneh itu
dikeluarkan." ujar Han-bun-liong
"jika sendirian! kalian tidak bisa berbuat apa-apa dihadapan
Han-fei-lun, jadi jalan satu-satunya adalah mengeroyoknya." sela
Lee-cing, ketiga Han itu menganguk
"tidak ada yang salah dengan mengeroyok, yang penting tujuan
tercapai." ujar Han-kwi-ong, kemudian mereka tertawa, sehingga
suara tawa itu bergema jauh kebawah lembah.
Han-liu-ing berlari cepat menuju kota hehat, hatinya sangat
sedih dan mendongkol pada ayah serta kedua pamannya,
setelah puas memangisi bibinya yang terkubur didasar jurang, ia
teringat pada saudara sepupunya Han-liang-jin, aku akan
mengadukan ini pada Lun-pek dan Jin-ko, pikirnya, lalu dengan
cepat ia meninggalkan kui-san tanpa sepengetahuan orangorang didalam rumah, Han-liu-ing memasuki kota hehat saat
malam sudah larut sekali, disebuah bangunan tua tidak terpakai,
ia istirahat menunggu pagi.
237 Setelah pagi tiba, Han-liu-ing membeli makanan dan nasi
bungkus, kemudian ia segera meninggalkan kota hehat,
tujuannya adalah kota Kaifeng, dimana uwaknya Han-fei-lun
tinggal, perjalanan itu dilakukan dengan cepat, Han-liu-ing
hampir tidak pernah istirahat dikota yang dilaluinya, dan dua
bulan kemudian, sampailah Han-liu-ing kekota Kaifeng, ia masuk
kedalam sebuah kedai nasi untuk makan dan minum, seorang
pelayan tua melayani dan menyiapkan pesanannya
"lo-pek! dimanakah kediaman bengcu!?" tanya Han-liu-ing
"oh...nona mau bertemu dengan bengcu, rumah bengcu hanya
lima blok dari sini, ikuti saja jalan ini terus, dan nanti akan
bertemu jalan bersimpang, nona ikuti jalan kekanan! dan kirakira dua blok, nona akan bertemu sebuah komplek berpagar
bambu, diatas gapura ada papan nama dengan tulisan-"sinsiucai-bukoan", eh memang nona darumana?" Han-liu-ing
tersenyum mendengar pelayan yang menerangkan alamat yang
ia cari "saya dari utara lo-pek." jawab Han-liu-ing
"oh, jauh sekali, dan pantas tidak mengetahui rumah bengcu."
"apakah orang banyak mengetahui persis rumah bengcu!?"
"benar nona, jangankan orang selatan, orang timur dan barat
dari kalangan seperti nona, rata-rata tahu persis rumah bengcu."
jawab pelayan itu merasa bangga
"baik dan terimakasih lo-pek, saya permisi hendak menemui
bengcu!" ujar Han-liu-ing, pelayan itu tersenyum ramah dan
segera membereskan meja Han-liu-ing, setelah membayar
makanan Han-liu-ing meninggalkan kedai dan berjalan mengikuti
jalan yang dituturkan si pelayan, tidak lama kemudian Han-liuing menemui jalan simpang, lalu ia mengikuti jalan sebelah
238 kanan, dan akhirnya ia menemukan komplek "sin-siucaibukoan", dengan langkah gamang, Han-liu-ing memasuki
halaman, seorang pelayan paruh baya dengan senyum ramah
mendekatinya dan bertanya
"ada apakah nona" Apa yang dapat saya bantu?"
"paman! apakah bengcu ada!?" tanya Han-liu-ing
"Han-taijin! sedang berada di rumah Bu-tihu, mungkin saat
malam baru kembali." jawab pelayan
"oh begitu! lalu siapa yang ada didalam rumah?"
"didalam hanya ada Han-hujin, apakah nona hendak menemui
Han-hujin juga?" "bolehlah, dengan Han-hujin juga tidak apa-apa." jawab Han-liuing
"baik, tunggulah dikursi itu nona, sebentar saya akan
menyampaikan pada Han-hujin tentang kedatangan nona." ujar
pelayan, Han-liu-ing mengikuti pelayan dan duduk dikursi
dibagian selaras rumah, pelayan itu lalu masuk kedalam, dan
tidak berapa lama pelayan itu keluar bersama seorang wanita
berumur lima puluh tahun, Han-hujin dengan muka cerah dan
senyum ramah menyapanya "selamat sore! siapakah tamu kami kali nona?" hati Han-liu-ing
merasa takluk akan keramahan yang ditunjukkan nyonya pemilik
rumah "maaf jika kedatanganku ini menggangu nyonya." ujar Han-liuing dengan rasa sungkan
"hmh".apa tidak salah nona" Kedatangan tamu merupakan
satu berkah, lalu bagaimana pula dikatakan mengganggu." ujar
Han-hujin senyum, Han-liu-ing larut senyum dengan wajah
ramah Han-hujin 239 "saya datang dari utara nyonya! dan nama saya Han-liu-ing."
"oh keluarga dekat ternyata, aduh marilah kita masuk Ing-ji!" ujar
Han-hujin seraya mengajak masuk tamunya.
Han-hujin mengajak Han-liu-ing duduk diruang tengah, dan tidak
lama seorang pelayan datang menyuguhkan air minum dan
sepiring roti "silahkan diminum dan rotinya dimakan Ing-ji! ujar Han-hujin
dengan senyumnya yang selalu menghias wajahnya yang amat
ramah, Han-liu-ing meminum air teh hangat yang dihidangkan
dan makan sepotong roti. "ceritakanlah tentang keluargamu Ing-ji! dan bagaimana hingga
kamu datang kemari!"
"saya tidak tahu apakah pek-bo kenal ayahku, tapi nama ayahku
adalah Han-ok-liang, dan kami tinggal di kota shinyang."
"oh..anak Liang-te ternyata, hmh"pantas wajahmu hampir mirip
dengan adik Hui." "apa maksud pek-bo! bibi Han-sian-hui?" tanya Han-liu-ing
memastikan "benar! Apakah kamu sudah bertemu dengan bibimu itu?" tanya
Han-hujin, mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba Han-liu-ing
terenyuh dan tidak bisa menahan tangis, Han-hujin terkejut dan
bertanya lembut "Ing-ji tenanglah! katakan pada pek-bo kenapa kamu
menangis?" "pek-bo! a"hiks"a"hiks"aku sudah bertemu dengan bibi-hui,
tapi malang nian nasib bibi-hui, uuuu"uuu".." jawab Han-liuing terbata-bata, Han-hujin diam sejenak, mencoba
menentramkan hatinya yang tiba-tiba berdebar, ia tarik nafas
240 dalam-dalam untuk kuat menerima berita yang mungkin sangat
buruk. Pada saat itu Han-fei-lun masuk kedalam ruangan dan
mendapatkan istrinya bersama seorang tamu yang sedang
sesugukan "oh ada tamu rupanya, siapakah tamu kita ini istriku!" tanya
Han-fei-lun "ini Ing-ji putri dari Liang-te, suamiku!" jawab Han-hujin, Han-liuing segera berdiri dan membungkuk hormat
"salam uwak! Saya Han-liu-ing putri dari Han-ok-liang."
"salam Ing-ji, duduklah! uwak merasa senang dengan
kedatanganmu ini!" sahut Han-fei-lun, setelah mereka kembali
duduk, Han-hujin berkata "Ing-ji disamping mengunjungi kita, ada hal duka yang hendak ia
sampaikan." Sesaat Han-fei-lun termanggu, lalu ia menatap
Han-liu-ing, dengan lembut ia berkata
"apakah karena hal duka itu, hingga kamu uwak dapatkan
sedang menangis?" Han-liu-ing mengangguk
"hmh....apakah kamu sudah dapat menceritakan dengan tenang
pada kami?" tanya Han-fei-lun, Han-liu-ing mengangguk lagi
"kalau begitu ceritakanlah nak! Kami akan mendengarkan!"
perintah Han-fei-lun, Han-liu-ing memandang pasangan tua yang
gagah bersahaja didepannya, setelah menarik nafas ia pun
berkata "Pek-pek dan pek-bo! Dua bulan yang lalu saya berada di Hehat
tepatnya di kui-san, disana saya menjumpai ayah, kakek. para
paman dan bibi." 241 "apakah alasan kalian berada disana, sehubungan dengan
diculiknya kakekmu?" tanya Han-fei-lun
"benar pek-pek! saat saya tiba disana, saya menjumpai kakek,
paman Han-bu-seng dan bibi-goat, setelah itu saya bertemu
dengan ayah, Ong-pek dan paman Han-bun-liong, dan tujuan
sebenarnya saya kesana adalah untuk mengajak ayah pulang
dan menghentikan pertentangan keluarga yang selama ini
menghantui ayah." "lalu bagaimana tanggapan ayahmu, nak?" tanya Han-fei-lun
"ayah tidak terima dan marah padaku, sehingga aku dan ayah
terlibat pertempuran, namun apalah dayaku, aku dipukuli ayah,
dan untung pada saat itu bibi-hui muncul dan menolong saya."
"terus apa yang terjadi?" tanya Han-hujin
"sepertinya kedatangan bibi lah yang ditunggu-tunggu oleh Ongpek, ayah dan paman liong, karena setelah mengetahui bahwa
bibi-hui adalah adik dari Lun-pek, ong-pek langsung menyerang
bibi-hui, sehingga mereka terlibat pertempuran hebat."
"terus bagaimana selanjutnya!?" tanya Han-fei-lun
"Ong-pek dapat di kalahkan oleh bibi-hui, tapi ayah menyerang
dan melanjutkan pertempuran, dan sepertinya ayah juga dapat
dikalahkan bibi-hui, dan entah bagaimana akhir pertempuran itu,
paman Han-bun-liong pingsan dan bibi Hui hilang, tapi kata ayah
bibi-hui sudah tewas terlempar kejurang." ujar Han-liu-ing, dan
wajahnya kembali sendu hendak menangis
"ing-ji! tidak usah larut dalam kesedihan! Keadaan bibimu belum
tentu sebagaimana yang diduga ayahmu, urusan hidup matinya
seseorang mutlak di tangan Thian, camkanlah hal itu!" ujar Hanfei-lun tegas, Han-liu-ing mengangguk sambil mengusap air
matanya, Han-fei-lun sambil tersenyum melihat Han-liu-ing yang
242 mengusap air matanya yang terus mengalir, dan dengan lembut
ia bertanya "bagaimana kamu tahu dengan kami, Ing-ji" apakah ayahmu
yang menceritakannya?"
"tidak pek-pek, sejak usia sembilan tahun ayah sudah
meninggalkan kami, dan ayah baru saja kembali kerumah,
namun tiba-tiba ayah mendadak meninggalkan kami lagi, jadi
aku penasaran, dan ingin tahun apa saja sebenarnya yang
dilakukan ayah, sehingga aku menyusulnya ke kui-san."
"lalu darimana kamu tahu kenal dengan kami, bahkan sepertinya
kamu juga tahun dengan semua paman dan bibimu!." sela Hanhujin
"beberapa bulan yang lalu aku bertemu dengan kakak misan
Han-liang-jin." "dimana engakau bertemu kakak misanmu, Ing-ji?" tanya Hanfei-lun
"aku bertemu dengan Liang-ko dikota shijajuang, saat ia datang
memenuhi undangan pernikahan putra Lee-ciangbujin dari
Hoasan-pai." "dan bagaimana kamu bisa tahu bahwa Jin-ji adalah saudara
misanmu?" "kami bertemu disebuah penginapan, dan orang hampir semua
mengenal jin-ko, dan sebutan Han-taihap yang membuat saya
tertarik dan penasaran, karena satu marga dengan saya."
"lalu bagaimana dan apa saja yang kalian bicarakan?" tanya
Han-hujin "setelah saya memperkenalkan saya sebagai marga Han, dan


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyebut nama ayah saya, dan kenyataannya Jin-ko tahu
243 dengan ayah saya walaupun belum pernah bertemu, Jin-ko lalu
menceritakan semua tentang keluarga kita, dan juga
mengenalkan kakek dan nama-nama keturunannya."
"hmh"..jin-ko sepulang dari shijajuang tidak menceritakan
pertemuannya dengan Ing-ji, ya Lun-ko?" sela Han-hujin, Hanfei-lun mengangguk sambil meminum air tehnya
"dan Jin-ko juga menceritakan dengan jelas bagaimana keluarga
ini tidak akur sehingga terpecah menjadi tiga pihak, lalu Jin-ko
juga menceritakan tenyang tragedi keluarga di kota Bicu hingga
diculiknya kakek." tutur Han-liu-ing
"hari sudah malam sebaiknya kamu mandi, ing-ji, setelah itu kita
makan bersama." ujar Han-hujin
"baik-pek-bo!" sahut Han-liu-ing, lalu ia diajak Han-hujin
kekamarnya dan menunjukkan kamar mandi, Han-liu-ing segera
mandi dan membersihkan diri, setelah berganti pakaian
tubuhnya terasa segar, dan seorang pelayan menjemputnya
untuk makan malam, Han-liu-ing mengikuti pelayan ke ruang
makan, uwaknya dengan senyum lembut menyambutnya, lalu
kemudian mereka makan. Setelah makan malam, Han-liu-ing diajak kembali keruang
tengah dan mereka melanjutkan percakapan.
"bagaimanakah dengan bibi-hui, pek-pek?" tanya Han-liu-ing
karena hatinya masih miris dengan nasib yang menimpa bibinya
"kita doakan saja, semoga bibimu selamat dan dapat menjumpai
kita kembali." jawab Han-fei-lun arif
"terus bagaimana dengan ayah, ong-pek dan paman liong?"
tanya Han-liu-ing penasaran, mendengar pertanyaan dengan
nada sedikit menuntut itu, Han-fei-lun tersenyum dan balik
244 bertanya "memang kenapa dengan ayahmu, nak" Kenapa kamu bertanya
demikian?" "pek-pek! ayah, ong-pek dan paman liong telah mencelakakan
bibi-hui, bukankah perbuatan itu harus dipertanggung
jawabkan?" jawab Han-liu-ing dengan hati heran
"benar! dan menurutmu Ing-ji, kepada siapakah mereka
mempertanggung jawabkan perbuatan itu"
"tentunya kepada pek-pek sebagai keluarga terdekat dari bibihui."
"menuriutmu Ing-ji! pertanggung jawaban bagaimana yang
hendak ku ajukan pada mereka?"
"menghukum mereka yang sudah berlaku curang pada bibi Hui."
Jawab Han-liu-ing tegas, Han-fei-lun tersenyum dan berkata
"ketahuilah Ing-ji, jika pek-pek berbuat seperti yang kamu
inginkan, maka akan memperuncing keadaan."
"saya tidak mengerti pek-pek?" tanya Han-liu-ing
"apakah kamu tahu tujuan ayahmu, ong-pek mu dan pamanmu
liong menculik kakekmu"
"menurut pemahaman saya, ayah menculik kakek untuk
memancing kedatangan Lun-pek."
"nah! ternyata kamu tahu nak, lalu menurutmu apakah pek-pek
harus terpancing?" ujar Han-fei-lun
"tapi pek-pek! membiarkan ayah, ong-pek dan paman liong
berbuat semaunya juga tidak tepat."
"benar sekali Ing-ji, tapi kita tidak harus membabi buta,bukan?"
"apakah menurut pek-pek mendatangi ayah adalah tindakan
membabi buta?" tanya Han-liu-ing heran, Han-fei-lun
mengangguk arif 245 "dimana letak membabi butanya, pek-pek?" tanya Han-liu-ing
makin penasaran "coba renungkan dan analisa perjelasan pek-pek ini Ing-ji!
pertama tiga saudaraku itu telah membunuh ibu dan Jit-te di kota
Bicu, bahkan menculik ayah kami, dan hal itu telah di usut
sehingga goat-moi dan seng-te telah bertemu di kui-san dengan
tiga saudaraku itu, dan hasilnya kedua belah pihak sama-sama
mengerti, hal itu jelas karena keberadaan ayah disana, jika
keluargaku yang saat itu disana telah sepakat, apakah baik jika
pek-pek mencak-mencak dan memburu tiga saudaraku itu" jelas
tidak baik, bukan?" ujar Han-fei-lun, Han-liu-ing terdiam dan
termanggu mendengar penjelasan uwaknya, lalu Han-fei-lun
melanjutkan penjelasannya
"kemudian tentang bibimu yang katanya tewas di dasar jurang,
itu baru sekedar dugaan, dan ketahuilah nak! menurutkan
tindakan berdasarkan dugaan, tidaklah tepat Ing-ji! mengertikah
kamu?" Han-liu-ing tertunduk dan mencoba mencerna
penjelasan pek-peknya, akhirnya rasa penasarannya tawar
berganti dengan rasa kagum dan takluk pada sikap dan cara
berpikir uwaknya yang bersahaja ini, tapi ia mengajukan
pertanyaan pamungkas dari rasa penasarannya
"bagaimana jika benar bibi tewas di dasar jurang" dengan bukti
bahwa bibi tidak pernah kembali lagi" Han-fei-lun dengan
senyum lembut menjawab "nak! bukti yang kamu katakan itu waktulah yang akan
menyatakannya, jadi bukankah sudah tepat kita menunggu?"
Han-liu-ing mengangguk membenarkan
"dan kedatanganmu kesini sangat berarti bagi kami Ing-ji,
246 disamping rasa haru karena terikatnya kembali rasa
kekeluargaan, berita yang kamu bawa juga amat tidak kalah
pentingnya, karena dengan berita itu, pek-pek mengetahui
situasi keadaan keluarga kita, semoga saja bibimu selalu dalam
lindungan Thian." ujar Han-fei-lun, Han-liu-ing mengangguk dan
hatinya memanjatkan doa pada keselamatan bibinya, dan tidak
lama kemudian, Han-liu-ing disuruh untuk istirahat, Han-liu-ing
meninggalkan uwaknya dan masuk kedalam kamar dan tubunya
yang lelah dibaringkan di atas tilam yang empuk, sebentar saja
ia pun lelap tertidur. Bagaimanakah keadaan Han-sian-hui didasar jurang, benarkah
dugaan Han-ok-liang bahwa Han-sian-hui tewas" untuk
mengetahuinya! sejenak mari kita undur kebelakang,
sebagaimana kita ketahui bahwa tubuh Han-sian-hui terhempas
berbantalkan tubuh ayahnya Han-hung-fei, Han-sian-hui masih
tidak sadarkan diri tergeletak diata badan ayahnya yang sudah
remuk redam dengan kepala hancur.
Keesokan harinya saat terik matahari menimpa tubuh Han-sianhui, ia terbatuk dan membuka matanya, hal yang pertama
dirasakan adalah nyeri pada dadanya pada saat batuk,
pandangannya nanar dan silau oleh cahaya matahari, ia
mencoba mengatur nafas dan mengingat kejadian yang ia alami,
dan terakhir ia mengingat bahwa tubuhnya melayang setelah
mengadu sin-kang dengan saudaranya Han-bun-liong, tapi
dimanakah aku ini" gumam Han-sian-hui, pada saat hatinya
bertanya-tanya, tangannya meraba sebuah lengan yang
melingkar diperutnya, dengan hati berdebar ia menggulinkan
247 tubuhnya kesamping untuk melihat siapa yang tergeletak
dibawahnya. Hati Han-sian-hui tersedak setelah melihat bahwa jasad
dibawahnya adalah jasad ayahnya yang remuk dan kepala
hancur, hatinya perih dan sedih, lalu ia pun menangis pilu sambil
memeluk tubuh ayahnya, setengah harian juga Han-sian-hui
menangisi ayahnya yang tewas mengenaskan, karena tubuhnya
yang masih sakit dan ditambah lagi rasa sedihan yang
mengguncang hatinya, Han-liu-ing pingsan untuk kedua kalinya.
Han-sian-hui siuman pada tengah malam, ia tidak bisa melihat
apa-apa, dasar jurang itu sangat gelap gulita, jemari tangannya
meraih jemari tangan ayahnya, setelah mendapatkan jemari
ayahnya, dengan menabahkan hati Han-sian-hui memejamkan
mata untuk tidur, dan ia pun tertidur pulas hingga malam
berganti pagi. Han-sian-hui membuka matanya dan mencoba untuk duduk,
setelah duduknya sempurna, Han-sian-hui mengerahkan sinkang untuk menormalkan kembali peredaran darahnya yangt
kacau, dan tiga jam kemudian, Han-sian-hui sudah berhasil
memulihkan diri, dia memperhatikan sekitarnya, dasar jurang itu
berupa tumpukan batu-batu padas, namun disebelah
belakangnya ada rumpun semak belukar setinggi pinggang
seluas empat tombak ketepi dinding jurang lain, lalu ia melihat
dinding jurang didepannya dan mendongak ke atas, dia tidak
melihat puncak jurang saking tingginya, lalu ia melihat dinding
jurang dibagian yang ditumbuhi semak, dan puncaknya sekitar
lima belas tombak. 248 Han-sian-hui mencabut semak belukar dan menggali tanah
dengan menggunakan moupitnya, setelah selesai menggali,
dengan hati nelangsa ia meletakkan jasad ayahnya didalam
lobang, lama ia duduk dalam lobang galian, air matanya terus
mengalir diantara sesugukannya, kemudian ia keluar dari lobang
dan menguruk tanah galian, setelah pekerjaan menguburkan
jasad ayahnya selesai, Han-sian-hui merambah semak belukar
untuk mencari apa yang bisa dimakan sebagai pengganjal perut,
dan ternyata dibawah semak kira-kira satu tombak dari dinding
tebing adalah rawa yang dalamnya setinggi leher orang dewasa,
Han-sian-hui banyak mendapatkan siput dan keong dipinggir
rawa. Han-sian-hui kembali dan duduk didekat makam ayahnya, lalu
dengan sin-kangnya ia membuat api dan membuat sate siput,
setelah daging siput matang, ia makan dengan lahap, dan tidak
terasa malam pun tiba, Han-sian-hui tidur disamping makam
ayahnya, keesokan harinya, Han-sian-hui bangun pagi-pagi, dan
ia bekerja mencabut semak hingga ketepi rawa, setelah seharian
kerja, jelaslah bahwa areal dasar jurang itu hanya seluas tiga
ratus meter. Setelah seminggu berada didasar jurang, Han-sian-hui mulai
mencari-cari dan memikirkan jalan keluar, namun hingga
sebulan sudah berlalu, Han-sian-hui tidak memukan jalan keluar,
akhirnya ia mengehentikan usahanya, dan fokus untuk
mempertahankan hidupnya, dia harus hemat dengan makanan
yang ada, dia hanya makan lima siput dalam sehari semalam,
karena keong dan siput yang hidup didalam rawa itu cukup
banyak, masih dapat mendukung kehidupan Han-sian-hui
249 selama enam bulan, demikianlah Han-sian-hui menjalani hariharinya dengan makan lima siput dan berlatih untuk kesehatan
tubuhnya, sementara jika malam ia melakukan siulian untuk
menyehatkan jiwanya dan membersihkan paru-parunya.
Tujuh bulan pun berlalu, dan persedian makanan pun hampir
habis, hanya tinggal makanan untuk dua hari lagi, setelah makan
lima siput, Han-sian-hui berlatih kungfu untuk menyegarkan
sendi-sendinya, dan tiba-tiba langit gelap oleh mendung, dan
tidak lama hujan turun dengan lebat, Han-sian-hui menghentikan
latihannya dan berlindung dibawah celah dinding tebing dimana
selama ini ia tidur dan berlindung dari sengatan matahari, air dari
dinding tebing dipinggir rawa mengalir deras laksana banjir, dan
sebentar saja rawa itu meluap hingga menggenangi kuburan
ayahnya, bahkan air naik dan menggenangi tumpukan batu, dan
tidak lama mencapai celah batu dimana Han-sian-hui duduk.
Han-sian-hui tetap duduk dan tidak beranjak dari tempatnya,
walaupun air sudah mencapai pinggangnya, Han-sian-hui tabah
dan pasrah menerima apapun yang dihadapinya, tiba-tiba suara
bergemuruh terdengar, dinding tebing sebelah pinggir rawa
longsor, ratusan kubik tanah menghantam genangan air,
sehingga air berguncang berombak menghantam kesisi tebing
dimana Han-sian-hui duduk, Han-sian-hui bergerak melompat
keatas, lalu turun dengan ringan mendarat dipermukaan air,
berkat gin-kangnya yang luar biasa, Han-sian-hui laksana
sehelai bulu berdiri diombang-ambing air yang sedang
berguncang, 250 Han-sian-hui melihat keadaan tanah longsor yang membentuk
bukit bukit buatan yamg dipenuhi pepohonan yang aral
melintang terbawa longsor, Han-sian-hui melompat ke sebuah
gelondongan kayu yang terombang-ambing didekatnya, dengan
sekali enjot tubuhnya melenting kearah bukit tanah, lalu
mendarat pada sebuah gelondongan kayu dan kembali ia
menggenjot tubuhnya menuju ke atas, dan dengan empat kali
lompatan, Han-sian-hui berada dipuncak bukit tanah bekas
longsor, hanya lima tombak lagi jarak antara puncak tebing
dengan tempat Han-sian-hui berdiri, tapi hal itu tidak lagi menjadi
masalah, karena bekas gerusan tanah longsor itu kasar karena
banyaknya bebatuan yang tersembul, dan bahkan salah satunya
tersembul sebuah batu sebesar anak kerbau, Han-sian-hui
melompat ke atas batu, dari atas batu, Han-sian-hui naik
menggunakan moupitnya, dan tangan yang lain berpegang pada
bebatuan yang menonjol. Satu jam kemudian, Han-sian-hui sudah sampai dipuncak
tebing, didepannya terbentang lembah yang akan
mengembalikannya dengan dunia luar, hatinya sangat suka cita
hingga ia sujud bersyukur pada Thian, Han-sian-hui bangkit dari
sujudnya, ia bersandar di sebuah pohon dan membiarkan dirinya
diguyur hujan yang masih turun dengan lebat, menjelang sore
hujan pun berhenti, Han-sian-hui bangkit dan segera menuruni
lembah, hatinya makin gembira setelah mendapatkan
persawahan, yang artinya ia sudah dekat dengan perumahan
warga, dengan berlari cepat Han-sian-hui melintasi pematang
sawah dan mengikuti jalan setapak, dan saat malam tiba, Hansian-hui keluar dari hutan dan mendapatkan jalan besar, dia
berhenti sejenak untuk memilih arah langkahnya.
251 Han-sian-hui memutuskan kearah kanan, lalu ia pun melanjutkan
perjalanan, dan satu jam kemudian ia memasuki sebuah desa,
Han-sian-hui berhenti disebuah rumah yang paling besar
diantara rumah-rumah yang dilewatinya, tiba-tiba tubuhnya
berkelabat kebalik semak-semak dipinggir jalan, dan tidak lama
dari sebuah gang tiga orang lelaki dengan membawa obor
muncul, ketiganya sedang meronda, ketika ketiganya lewat
didepan Han-sian-hui yang sedang sembunyi, Han-sian-hui
menyeru "cuwi-sicu!" ketiga orang lelaki itu terkejut dan memandang ke
arah semak "siapa disitu!?" tegur salah seorang dari mereka sambil
mengangkat tinggi-tinggi obor ditangannya, Han-sian-hui yang
berpakaian compang-camping dan nyaris menunjukkan hampir
sebagian besar tubuhnya, dengan meringkuk dibalik semak ia
berkata "selamat malam cuwi-sicu! nama saya Han-sian-hui, dan saya
tersesat hingga sampai kedesa ini, dan sudilah kiranya cuwi-sicu
menolong saya." "kenapa kamu bersembunyi!?" tanya yang lain
"saya seorang wanita dan pakaian saya compang-comping,
twako!" jawab Han-sian-hui
"bagaimana Lu-twako!?" tanya lelaki itu pada orang yang
pertama menegur Han-sian-hui


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kita harus tolong nona itu! dan karena rumahmu yang terdekat,
Yan-te! maka pergilah kerumahmu dan minta sehelai pakaian
istrimu!" jawab lelaki bermarga Lu, lelaki bermarga Yan itu
langsung berlari pulang, dan tidak lama ia sudah datang dengan
sehelai pakaian. 252 "ini pakaian istriku, nona, dan pakailah dulu!" ujar lelaki
bermarga Yan sambil melempar pakaian ke arah semak
"terimakasih Yan-twako!" sahut Han-sian-hui sambil menangkap
baju yang dilempar, lalu ia berkelabat kebalik pohon dan
mengenakan pakaian yang diberikan, setelah itu keluar dari
rerimbunan dan berhadapan dengan tiga orang peronda dan
mengucapkan terimakasih untuk kedua kalinya sambil
merangkap kedua tangan "kami akan membawamu menemui kepala desa!" ujar lelaki
bermarga Lu "terimakasih paman! bawalah saya menemui beliau!" sahut Hansian-hui, lalu Han-sian-hui mengikuti tiga lelaki itu kerumah
kepala desa. Bao-cungcu dan Bao-hujin menerima ketiga warganya yang
membawa Han-sian-hui, dengan heran Bao-cungcu bertanya
"darimana asalmu nona!" dan bagaimana kamu bisa tersesat?"
"saya Han-sian-hui dari Tianjin, loya! saya terjatuh kedalam
jurang dan baru selamat tadi sore, baru desa ini yang saya
masuki" jawab Han-sian-hui,
"oh..kasihan sekali kamu nak! tentu kamu sekarang sangat
lapar, jadi sebaiknya kamu makanlah dulu!" sela Bao-hujin
"benar! Kamu makanlah dulu Hui-ji!" ujar Bao-cungcu, lalu Baohujin membawa Han-sian-hui kedapur dan mengambilkan
makanan, sementara itu tiga warga berpamitan untuk melakukan
tugas mereka. Han-sian-hui melewatkan malam itu dirumah Bao-cungcu, pagipagi sekali keluarga itu sudah bangun, dan Han-sian-hui juga
sudah bangun dan langsung pergi mandi
253 "ini pakaian putriku! gantilah pakaianmu itu dengan ini!" ujar Baohujin
"terimakasih hujin, dan ini juga bukan pakaian saya, tapi pakaian
istri Yan-twako!" ujar Han-sian-hui
"oh begitu, nanti pakaian istri Yan-ji kita kembalikan, dan pakaian
ini tidak dipakai lagi, karena putriku sudah menikah dan pindah
kekota Baotou." "terimakasih nyonya!" sahut Han-sian-hui, lalu ia memakai
pakaian yang diberikan, dan pakaian itu ternyata sangat pas
dengan Han-sian-hui. "pakaian itu ternyata pas denganmu." ujar Bao-hujin senyum,
Han-sian-hui mengangguk seraya membalas tersenyum
"sekarang marilah kita sarapan!" ajak Bao-hujin, lalu merekapun
keluar dari kamar dan menuju ruang makan, di ruang makan
Bao-cungcu sudah menunggu, lalu merekapun sarapan
"bagaimana rencanamu selanjutnya hui-ji?" tanya Bao-cungcu
"nanti siang aku akan melanjutkan perjalanan, paman!" jawab
Han-sian-hui "kenapa buru-buru nak! tinggallah dua atau tiga hari lagi." sela
Bao-hujin "aku sangat senang dan ingin sekali bibi, tapi apakah tidak
merepotkan?" "tentu tidak Hui-ji, tinggallah disini setidaknya tiga hari!" sahut
Bao-hujin "baiklah kalau begitu bibi! dan saya ucapkan terimakasih atas
segala sambutan dan penerimaan yang ramah ini." ujar Hansian-hui, dengan senyum suami istri itu mengangguk, dan
kemudian mereka melanjutkan sarapan.
254 Pada Hari ketiga Han-sian-hui dan Bao-hujin pergi ke ladang
untuk memanen ubi dan kentang, panen hari itu cukup vabyak
hingga tujuh karung kentang dan tiga karung ubi, setelah agak
lewat siang pekerjaan itu selesai, lalu Bao-hujin mengajak Hansian-hui mekan, sungguh terasa nikmat makan ditengah ladang
yang sejuk oleh hembusan angin sepoi-sepoi
"bagaimana membawa ubi dan kentang ini kerumah kita, bibi?"
"kita bawa satu-satu hingga ketepi jalan raya, dan dari sana
nanti akan diangkut dengan kereta kuda."
"kapan kereta kudanya akan tiba?" tanya Han-sian-hui
"sebentar lagi kereta itu akan tiba, kita harus buru-buru Ing-ji!"
jawab Bao-hujin "bibi yang tenang saja makannya! biar saya yang mengangkat
karung-karung itu." ujar Han-sian-hui seraya berdiri dan
melangkah mendekati tumpukan karung berisi kentang
"yang kecil saja kamu bawa Hui-ji! supaya jalanmu cepat sampai
ditepi jalan." Perintah Bao-hujin, Han-sian-hui tersenyum, lau ia
menumpuk lima karung dibagian kanan, dan lima karung
dibagian kiri, kemudian ia mengerahkan sin-kang sehingga dua
tingkatan karung itu terangkat tinggi, dan dalam sekali genjot,
han-sian-hui sudah melesat tiga tombak, dan sebentar saja
sudah lenyap dari pandangan Bao-hujin yang terbeliak menatap
kejadian didepan matanya.
Bao-hujin kembali menikmati makannya dengan hati heran dan
takjub, dan belum lagi ia menyelesaikan makannya, Han-sianhui sudah muncul kembali didepannya, dengan pandangan
heran ia bertanya "apa yang telah kamu lakukan Hui-ji!?" Han-sian-hui tersenyum
dan menjawab 255 "mengangkat beban itu merupakan hal biasa dalam latihanku
bibi, jadi bibi tidak usahlah heran."
"tapi alangkah besarnya tenagamu hui-ji! sepuluh karung sekali
angkat bagaimana bisa?" sela Bao-huji
"bagi kalangan liok-lim, itu bukan hal yang sulit, bibi." ujar Hansian-hui, Bao-hujin manggut-manggut
"baiklah! mari kita pulang! Hihihihi".pulang panen begini santai
tidak ada beban, enak sekali yah" Hehehe?" ujar Bao-hujin
gembira. Tidak lama kemudian mereka sampai ditepi jalan, dan seorang
lelaki tua sedang memuat sepuluh karung milik keluarga Bao
"panennya lumayan banyak ya hujin?" ujar lelaki itu
"benar Yap-te, apakah bisa sekali angkut?" tanya Bao-hujin
"bisa hujin, tapi tidak ada lagi tempat duduk." Jawab lelaki itu
"ah..tidak apa-apa Yap-te, angkut saja karung-karungnya, kami
jalan saja!" ujar Bao-hujin, lalu mereka pun terus berlalu
meninggalkan lellaki itu memuat barang.
"apakah besok kamu akan meninggalkan kami Hui-ji?"
"benar bibi, saya masih ada urusan yang mesti diselesaikan, dan
aku juga tidak mau membuat kakak saya cemas karena
kehilangan saya." Jawab Han-sian-hui, Bao-hujin mengangguk
mengerti. Pada saat senja, mereka sampai kedalam kampung, Han-sianhui segera membersihkan diri dikamar mandi, setelah mandi dan
berganti pakaian malampun tiba, dan Bao-cungcu baru saja
pulang dari sawah, dia segera kebelakang untuk membersikan
mandi dan membersihkan diri
"bagaimana panen kentang dan ubi kita kali ini cing-moi?" tanya
256 Bao-cungcu pada saat mereka duduk santai diruang tengah
"panen kita kali ini lumayan banyak lung-ko, kentang yang
biasanya hanya empat karung, kali ini kita penen sampai tujuh
karung, dan ubi kita kali bahkan kita daopatkan tiga karung."
Jawab bao-hujin "wah"syukurlah jika memang demikian, tapi kenapa Yap-te
belum sampai ?" tanya Bao-cunghcu heran
"iya, tidak biasanya ia selambat ini." sahut Bao-hujin, Han-sianhui segera tanggap dan berkata
"biar aku lihat kesana paman, bibi!" lalu ia berdiri dan segera
keluar rumah, dan sebentar saja ia sudah lenyap, Bao-cungcu
yang hendak mencegah, di cegah istrinya dengan berkata
"biarkan saja Lung-ko! Hui-ji itu adalah orang kangowu, dan dia
sangat sakti dan ahli."
"darimana kamu tahu cing-moi?"
"aku sudah menyaksikan dengan mata kepalaku, pokoknya kita
tunggu saja!" jawab Bao-hujin menyakinkan suaminya.
Han-sian-hui tiba disebuah tikungan dan melihat orang she-yap
itu pingsan dan kereta kudanya hilang, Han-sian-hui menekan
syaraf dibagian belakang kepala, dan kontan she-yap itu sadar
dan mengeluh "paman Yap! Apa yang telah terjadi?" tanya Han-sian-hui
"aduh celaka nona! panen bao-cungcu dirampok dua orang
bersenjata!" jawab she-yap
"kapan dan kemana perginya mereka paman!?"
"baru satu jam yang lalu dan mereka melarikan kuda ke arah
sana." jawab she-yap sambil menunjuk ke arah larinya
perampok "baik! paman bisa berjalan kan?" tanya Han-sian-hui, she-yap itu
257 mengangguk "paman pulang saja ke dalam kampung, dan dua orang
perampok itu biar saya yang urus." ujar Han-sian-hui sambil
membantu she-yap berdiri.
Han-sian-hui berkelabat dari tempat itu, saat she-yap sudah
agak jauh berjalan, Han-sian-hui dengan kecekatan dan
ketajaman pendengarannya, ia segera dapat menyusul kedua
perampok yang sedang memacu kereta menaiki jalan mendaki,
dan dalam gerak cepat, Han-sian-hui telah melumpuhkan
keduanya dengan sebuah totokan, mereka menyadari
kebaradaan Han-sian-hui setelah ambruk dan lemas
"kalian telah merampok hasil panen kepala desa, kalian harus
dihukum!" ancam Han-sian-hui
"si..siapa kamu!" tanya seorang dengan nada bergetar
ketakutan "aku orang yang membenci apa yang kalian lekukan ini!"
"ampunkan saya lihap, aku tidak berbuat lagi." Pintanya dengan
wajah pucat "ampunkan kami! Kami hanya terpaksa." Sela yan yang lain
dengan nada memelas "terpaksa!" apa maksudmu dengan terpaksa!" tanya Han-sianhui heran
"desa kami dikuasai tengkulak dari kota Baotou." Jawab
perampok itu dengan wajah kesal dan kecewa
"hmh"..dimana desa kalian!?" tanya Han-sian-hui sambil
melepaskan totokan mereka
"desa kami kira-kira tiga mil dari bukit ini, namanya desa Mingci"
jawabnya 258 "baik besok aku akan singgah disana, siapakah nama kalian!?"
"saya Liu-gan dan ini sepupu saya Cia-tan." Jawab lelaki itu
"baik! sekarang pulanglah kalian! dan tunggu saya menjelang
siang " perintah Han-sian-hui, lalu ia memutar arah kereta dan
kembali menuju desa Bao-cungcu.
Han-sian-hui memasuki kampung pada saat tengah malam, ia
disambut Bao-kungcu dan Yap-ceng yang masih terjaga sambil
menunggunya "oh..syukurlah! panen kita dapat kamu selamatkan Hui-ji." ujar
Bao-cungcu "benar paman! dan mungkin pagi-pagi sekali saya akan
berangkat." "loh kenapa begitu Hui-ji!?" tanya Bao-cungcu heran
"saya ada urusan dengan desa dua orang yang mengambil
panen paman." "oh jadi perampoknya dua warga desa Mingci! ada apa dengan
desa mereka Hui-ji?" tanya Bao-cungcu
"warga desa itu sedang dalam cengkraman tengkulak, sehingga
kedua bersaudara itu nekat mencuri kesini." jawab Han-sian-hui
"hmh...mereka harus dibantu kalau begitu, Hui-ji." gumam Baocungcu
"benar paman! dan saya sudah berjanji akan menemui keduanya
disana." "baiklah kalau begutu, kamu istirahatlah! Sebentar lagi pagi akan
tiba." ujar Bao-cungcu, lalu Han-sian-hui masuk kedalam
kamarnya dan istirahat. Keesokan harinya han-sian-hui meninggalkan desa dilepas oleh
bao-cungcu dan istri, Han-sian-hui dibekali dengan sedikit uang
259 dan tiga stel pakaian bekas putri kepala desa, Han-sian-hui
dengan cepat berlari menuju desa Mingci, dan belum tengah
hari, Han-sian-hui sudah memasuki desa, kedua bersaudara itu
ternyata menunggu kedatangannya di jalan masuk
"lihap sudah datang! marilah kita kerumah saya, dan kita bicara
disana!" ujar Liu-gan, Han-sian-hui mengangguk dan mengikuti
kedua bersaudara itu, sesampai dirumah Liu-gan, Han-sian-hui
berkata "sekarang! ceritakan dengan jelas apa yang terjadi dengan
warga desa ini!" Han-liu-gan dan sepupunya sesaat saling
pandang, lalu Han-liu-gan bercerita
"tiga yang lalu, seorang pembesar kota Baotou bernama Ma-sin
berkunjung kedesa ini, melalui Kam-kungcu dia meminta
menjual hasil panen kami berupa kentang dan padi kepadanya,
berapapun ia akan tampung dengan harga sepertiga dari
penjualanya, dan bagi kami harga itu masing menguntungkan,
maka wargapun setuju menjual hasil panen kepadanya, pada
panen pertama, semua warga menjual hasil panennya kepada
Ma-wangwe, dan jual beli berjalan lancar, tiga bulan berikutnya
anak buah datang kedesa ini dan mengangkut semua hasil
panen, dengan bayaran setengah harga penjualannya, Kamcungcu dan sebagian besar warga protes, pimpinan anak buah
Ma-wangwe bersikeras mengatakan, bahwa harga yang mereka
pasang masih sepertiga dibawah penjualan, lalu dari hasil
pembicaraan warga dengan Kam-cungcu, maka kami rela
menerima harga tersebut dengan syarat, bahwa jika panen
berikutnya tidak sesuai harga pertama disepakati, maka kami
akan menjual pada yang lain."
260 "hmh"terus selanjutnya bagaimana?" tanya Han-sian-hui
"pada panen berikutnya, desa kami di satroni perampok yang
menamakan dirinya "hiat-to" (golok darah), semua panen kami
dijarah, dan tiga hari sesudahnya, anak buah Ma-wangwe
datang untuk mengangkut panen, karena kami sudah tidak
punya apa-apa, maka mereka pulang dengan tangan kosong."
"terus bagaimana kelanjutannya?" tanya Han-sian-hui penasaran
"pada panen berikutnya, perampok "hiat-to" datang lagi
menjarah semua panen kami, dan seminggu kemudian Mawangwe bersama anak buahnya datang, namun tidak ada hasil
panen yang ia dapatkan, dan karena dua kali panen kami tidak
mendapatkan apa-apa, maka Kam-cungcu dan warga minta
pada Ma-wangwe meminjamkan uang untuk membeli bibit, Mawangwe mau membantu asal hasil panen itu bagiannya dua
pertiga, oleh karena situasi warga yang sudah terpuruk, maka
kesepakatan itupun disetujui."
"lalu apa yang terjadi panen berikutnya, Liu-twako!?"
"panen berikutnya gerombolan "hiat-ko" muncul dengan
keberingasan mereka, tanpa belas kasihan mereka mengambil
semua hasil panen, dan kemunculan Ma-wangwe membuat kami
habis dan tidak berdaya, ia merasa dirugikan dan menuntut hasil
dua pertiga panen tersebut, dan dengan paksa Ma-wangwe
menyita beberapa petak tanah kami, demikianlah lihap! Oleh
karena perampok itu kami terlibat utang yang besar pada Mawangwe, dan hingga hari ini, semua tanah warga desa sudah
menjadi milik Ma-wangwe." ujar Liu-gan menutup ceritanya.


Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"hmh"kasus ini harus diusut dengan rinci, jadi akan kita mulai
dari sarang "hiat-to"! apakah jiwi-twako mengetahui dimana
sarang perampok ini?"
261 "kami tidak tahu lihap." jawab Cia-tan, sejenak Han-sian-hui
terdiam dan berpikir, lalu ia berkata
"apakah tidak ada dari warga yang tahu sarang perampok ini?"
"saya tidak tahu lihap! tapi coba kita tanya Kam-cungcu." jawab
Liu-gan, "baik! mari kita ketempat Kam-cungcu!" sahut Han-sian-hui, lalu
kedua bersaudara itu membawa Han-sian-hui menemui Kamcungcu, Kam-cungcu yang berumur hampir enam puluh tahun itu
dengan lesu menerima tiga tamunya
"apa maksud kalian datang menemui saya" dan siapa nona ini
gan-ji!?" "kami datang terkait malapetaka yang menimpa desa kita ini
paman! dan lihap ini mungkin dapat menolong kita." jawab Liugan
"hmh.....desa ini sudah diambang kehancuran, apa yang bisa
Menjenguk Cakrawala 4 Si Pemanah Gadis Karya Gilang Walet Emas Perak 3

Cari Blog Ini