Ceritasilat Novel Online

Menuntut Balas 15

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 15


bocah itu, ia merasa baik sekali Hu Ceng diterima pihak Siauw
885 Lim Sie, hingga kepada Liok Koan ia pun dapat menyelesaikan
tugas. Habis itu anak muda ini ingat Chong sie dan Siauw Thian,
Lantas ia menjadi heran. Heran, di kota raja yang luas ini, ia
tidak mendapatkan walaupun seorang pengemis juga, Habis
ke mana ia harus mencarinya" Karena ini ia memikir, ia sendiri
harus waspada. "Tapi biarlah," ia menghibur diri. "Pada tanggal tiga bulan
tiga mereka bakal bertempur di puncak Tiang Jie Hong, mesti
saudara Chong sie dan saudara Siauw Thian turut hadir, pasti
aku dapat menemukan mereka. Sekarang ini tak usahlah aku
terlalu memikirkan mereka itu"."
Maka ia pun lantas turun dari lauwteng.
Jilid 11.2 : Mengobati Kaisar Kian Liong
SALJU sudah berhenti, tinggal sang angin masih meniupniup.
Mega tebal dan gelap hingga cuaca pun menjadi gelap
juga, Hawa udara itu membuat orang tak gembira, Dijalan
tampak Cia In Gak sedang berjalan.
Ketika itu seluruh kota nampak putih seperti kemala, putih
cemerlang. Maka itu meski mega seperti mendung, keindahan
alam itu tak dapat dihilangkan.
Di luar pintu kota barat itu ialah tempat yang indah, Di
sana pernahnya taman Wan Beng Wan tempat kediaman
kaisar Yong Ceng. Di situ ada istana Kong Beng Tian yang
agung dan permai. In Gak tidak mau pesiar, maka itu ia menuju langsung ke
gunung Giok Coan San dan lantas mendaki. Di tengah gunung
ia berhenti untuk menoleh ke bawah, dengan begitu ia dapat
memandang bukit Ban Siu San, kota terlarang Cie Kim Shia,
taman Wan Beng Wan dan Ie Ho Wan.
886 Tapi ia tidak mau membuang-buang tempo, ia mendaki
terus, maka di lain saat sampailah ia di bawah menara Liu Lie
Tah di mana suasana sunyi, Tidak ada seorang juga di
sekitarnya itu. "Mungkin mereka bakal lekas tiba," pikirnya. "Baiklah aku
menanti di atas menara ini. Dari atas dapat aku menyaksikan
jelas gerak-gerik mereka..."
Maka naiklah ia ke atas menara, Tiba di undakan paling
atas, ia melihat ke bawah.
Wan Beng Wan ada di depan matanya, salju putih seperti
menutupi pohon-pohon yang berdaun hijau dan merah, maka
putihlah segala apa. Angin bertiup santer, pemandangan itu membuat hatinya
terbuka, Belum lama In Gak berada di situ atau dari bawah gunung
ia mendengar siulan beberapa kali, apabila ia mengawasi ke
bawah, ke arah darimana suara datang, ia melihat beberapa
tubuh bagaikan bayangan lagi berlompatan mendaki, gesitnya
luar biasa. Hanya sebentar, mereka sudah sampai di kaki menara,
Dengan begitu mereka lantas terlihat tegas, Merekalah Khole
Kong san su Mo serta Thian Gwa Sam Cun Cia.
Jie Mo, Hantu yang nomor dua, bersenyum, ia kata:
"Lootoa, pastilah keempat kepala keledai gundul itu tidak
berani datang ke mari "
Belum berhenti suaranya Hantu ini, dari gundukan salju tak
jauh dari dianya, terdengar suara memuji sang Buddha, sebab
keempat pendeta Siauw Lim sie tengan duduk bersila di situ,
Mereka tak segera terlihat lantaran jubah mereka abu-abu
warnanya dan rambut dan kumis jenggot mereka pun ubanan.
Dengan lantas mereka berempat bangun berdiri, keempatnya
berlompat, lalu mereka berada di depan keempat Hantu
beramai. 887 Hoat It siangjin merangkap kedua tangannya, ia kata
tenang: "Loolap berempat sudah sekian lama menantikan di
sini, harap dimaafkan yang kami telah terlambat menyambut."
ia berhenti sebentar, alisnya yang panjang bergerak-gerak.
Tanpa menanti jawaban, ia menambahkan "Sebenarnya kami
telah memikirkan urusan kita ini, Kamilah orang-orang di luar
garis, buat apa kami turut menceburkan diri dalam keruwetan"
Maka itu, Hoa Tan-wat, mengingat kamulah orang-orang
gagah yang kenamaan, yang tidak ada tandingannya, kami
suka menyerah kalah, asal tan-wat suka menyerahkan kitab
Bu siang Kim-kong Ciang Keng kepada kami, Dengan demikian
juga persahabatan dan keakuran Rimba persilatan jadi dapat
disempurnakan." Mendengar itu, Hoa Ie mencibir, dia tertawa,
"Sebenarnya kitab itu aku siorang she Hoa pernah
melihatnya," ia kata, "aku mendapatkan isinya tidak ada yang
luar biasa, mungkin cukup menggunai itu terhadap orang lain,
tetapi terhadap aku, tidak ada gunanya sama sekali"
Keempat pendeta bersenyum oleh ucapan itu, Di dalam hati
mereka, mereka kata: " Kitab itu mempunyai arti yang dalam,
yang pasti tidak dimengerti oleh bangsa hantu sebagai kamu"
Meski mereka berpikir demikian, mereka tidak
mengentarakan itu pada paras mereka.
"Memang kitab itu tidak ada faedahnya," berkata Hoa Ie,
"Hanya kalau kitab itu mesti dikembalikan sekarang, masih
ada halangannya, sebab kami telah memutuskan untuk
berdasarkan itu melakukan pertandingan di atas puncak Tiang
Jin Hong di gunung Tay san, untuk menguji kepandaian kita,
guna memilih seorang, si nomor satu yang paling liehay, yaitu
Thian-hee Tee It Bu-kong. Aku tahu kitab itu mengenai
kehormatannya Siauw Lim Pay dan partai kamu mesti
menghendakinya, akan tetapi mengingat soal di atas, terpaksa
aku mesti menyimpannya dulu, sehabisnya pertandingan tentu
aku akan membayarnya pulang."
888 Hoat It siang Jin mengerutkan alis pula.
"Siauw Lim Pay adalah partai di luar partai, dia tidak mau
berebutan dengan siapa juga," katanya, "Umpama kata Siauw
Lim Pay tidak turut dalam pertandingan itu, Hoa tan-wat toh
tidak akan menentangnya, bukan?"
Hantu pertama itu tertawa bergelak. "Taysu, mengapa kau
mengatakan begini?" dia tanya, "Penganut Buddha dilarang
bicara dusta. Taysu telah mengetahui kitab sudah terjatuh ke
dalam tangan kami, apakah benar tanpa memperdulikan
segala kesukaran yang diderita Taysu suka mengalah dan
kembali ke Siauw Lim sie?"
Wajahnya pendeta itu menjadi sungguh-sungguh.
"Inilah urusan Siauw Lim Pay, maka aku percaya lain-lain
partai tak akan turut ambil bagian." kata ia. "Tidakkah Hoa
Tan-wat bicara berlebihan?" Kembali Hantu itu tertawa.
"Ada cara dengan apa aku si orang she Hoa dapat
membikin lain-lain partai datang hadir," ia bilang, "Baiklah
taysu jangan kuatir, sekarang silahkan taysu berempat pulang
dulu ke Siauw Lim sie"
Hoat Ie siangjin belum memberi jawaban atau seorang
paderi di sisinya, yang alis dan kumisnya putih semua, berkata
dengan nyaring: "Sam-suheng, karena kitab berada pada Hoa
Tan-wat, baiklah urusan dibereskan sekarang juga. Buat apa
kita membikin banyak berubah?"
Hoa Ie mengawasi tajam kepada pendeta itu, ia tertawa
bergelak-gelak. "Hoat Leng, besar mulutmu " ia berkata, "Sekalipun
ketuamu sendiri, Pce Bie siansu, datang ke mari, belum tentu
urusan dapat dibereskan semudah pikiranmu."
Pendeta alis ubanan itu, ialah Hoat Leng, mengibas
tangannya, maka tangan bajunya lantas berkibar dengan
mengeluarkan angin santer, itulah kibasan "Sang Buddha
889 mengambil tempat duduk." suatu jurus dari ilmu silat "Tatmo
sip-samsie," tiga belas jurus dari ilmu silat Tatmo couwsu,
sambaran itu, dengan tangan kanan, menuju ke arah dada.
Si pemuda jelek di atas menara melihat tegas segala apa
demikian pun serangan itu, maka itu ia mengerti, pendeta itu
sama liehaynya dengan Hoat Hoa siangJin, pendeta yang
pernah bertempur dengannya di kota Kim-hoa. ia mengerti,
pertempuran ini bakal mengakibatkan urusan menjadi semakin
ruwet. Dan ia mengerti juga, atas serangan itu Hoa Ie tidak bakal
menangkis hanya berkelit, berkelit ke belakang si pendeta.
Benarlah dugaan itu, Hoa Ie tertawa dingin ketika ia
diserang ini, lantas kakinya bergerak. tahu-tahu ia sudah di
belakang penyerangnya, terus ia membalas menyerang
dengan pukulan "sie ciang pat sie, Empat telapakan tangan
berubah menjadi delapan"
Hoat Leng menyerang hanya menggertak. Ia menduga si
hantu mestinya liehay, dia tentu tak dapat dirobohkan dengan
satu serangan saja, dari itu ia telah berjaga-jaga.
Demikianlah begitu lekas tubuh orang bergerak dan kakinya
menggeser, ia membarengi menyerang pula, sekali ini dengan
sungguh-sungguh, sebelumnya menyerang, dan ia menggeser
diri sambil membalik tubuh, hingga umpama kata kalah sebat,
ia sudah mendahului berkelit.
Hoa Ie tertawa, ia berkelit pula, Maka serangan hebat dari
si pendeta mengenai saiju di mana ia barusan menaruh kaki,
hingga saiju itu terbongkar dan bermuncratan. ia tidak hanya
berkelit. Begitu lekas serangan lewat, begitu lekas ia merangsak
untuk menyerang, ia tahu tenaga besar luar biasa dari s i
pendeta, ia tidak mau melayani secara keras juga, hanya
dengan kelincahan. 890 Kalau ia melawan keras, taruh kata ia menang, ia akan
menghamburkan terlalu banyak tenaganya, ia meluncurkan
kedua tangannya, lalu yang kanan mendahului yang kiri,
menotok ke kerongkongan dijalan darah ouw-kiat, sedang
tangan kiri menyusul mengarah jalan darah ciang-bun.
Hoat Leng menjadi satu di antara keempat pendeta Siauw
Lim Pay dengan kedudukan pelindung, ia pun mengerti
keliehayannya lawan ini, dari itu ia tidak mau membiarkan
dirinya didesak. Karena sulit untuk menangkis tangan kanan lawan, dengan
sebat ia lompat mundur hingga lima tindak.
Hoa Ie melihat orang mundur, ia girang sekali, inilah
keinginannya, ia lantas merangsakpula, terus menerus, kedua
tangannya menyerang saling susul.
Hoat Leng mundur, dengan begitu ia memberi ketika
dirinya didesak, Tapi ia melawan, ia menggunai Tatmo sipsam
sie. Hanyalah karena ini, ia tidak dapat kesempatan untuk
membalas menyerang. Cepat sekali dan hebat pertempuran
ini. Jikalau mereka tetap bertempur secara begini, ada
kemungkinan Hoat Leng bakal kena dikalahkan, "pikir si
pemuda muka jelek sambil mengawasi dengan tajam,
"Katanya Siauw Lim Pay mulai mundur inilah benar, sedang
Hou Ie ini sangat liehay. Coba bukan pendeta dari Siauw Lim
sie, tidak sampai sepuluh jurus, tentunya lawan sudah roboh.
jikalau Siauw Lim sie tidak mengadakan perubahan, untuk
mempertahankan martabatnya sepuluh tuhun lagi akan
hilanglah Siauw Lim Pay dari muka bumi ini....
Hoat It Siangjin dan dua saudaranya menonton dengan alis
berkerut, Mereka ini menginsafi kemunduran mereka
semenjak Kaisar Yong Ceng membakar kuil Siauw Lim sie digunung
Siong san, kemunduran itu nampak nyata. Ilmu silat
Siauw Lim sie tetap liehay hanyalah itu tidak diwariskan
891 kecuali kepada murid yang berbakat, ilmu silat itu lebih suka
dikeram dalam kitab daripada diajari kepada sembarang
murid. Pertempuran di antara Hoa Ie dan Hoat Leng berjalan
terus, jurus lewajurus, tanpa merasa mereka sudah
menghabisi lima puluh jurus, hal itu benarlah dugaan si
pemuda jelek. Hoat Leng nampak mulai kendor gerakannya.
Lantas datanglah saat yang berbahaya, Hoa Ie mau
menggunai ketikanya, tangan kanannya mengancam, lalu
tangan kirinya menyamber ke ubun-ubun si pendeta di mana
ada jalan darah sin-kong yang berbahaya.
Tangan kanannya itu, yang menggertak. tidak cuma
menggertak. hanya lalu menyusul menyerang benar-benar,
kedua jerijinya mencarijalan darah hok-kiat, itulah totokan
jeriji Hian-im. Tapi inilah bukan yang terhebat.
Menyusul kedua tangan, si Hantu menggeraki kedua
kakinya, menendang bergantian ke jalan darah hwee-im.
Tendangan itu ialah "Wanyoh twie" atau tendangan "Kaki
burung wanyoh", Biarnya ia liehay, setelah sekian lama lebih banyak
terdesak, Hoat Leng repot juga. Dapat ia menangkis kedua
tangan lawan tetapi sulit untuk menyingkir dari kedua kaki
orang, yang dapat menendang saling susul seperti tak
hentinya. Hoat It kaget. Biar bagaimana, tak dapat ia membiarkan
adik seperguruannya dirobohkan. Hoat Leng bukan terancam
roboh saja hanya kecelakaan. Tepat ia hendak berlompat
maju, ia mendengar siulan nyaring dari atas menara dari
mana terlihat berlompat turunnya orang yang bersiul, yang
melayang bagaikan bayangan maka dilain saat, Hoa Ie dan si
pendeta dapat dibikin terpisah. Mereka itu terkejut.
892 Si pemuda muka jelek menjadi terkejut ia tidak menyangka
sekali, di menara itu ada bersembunyi orang lain, bersembunyi
di belakang patung sang Buddha. Kalau orang bermaksud
jahat, itulah berbahaya untuknya.
Hoa Ie kaget, Pertama ia tidak menyangka ada orang yang
menyelak di antara mereka. itu waktu ialah detik-detik
kemenangannya. Kedua ia heran untuk tenaga besar dari
orang yang memisahkan mereka, ia merasakan tenaga yang
jauh lebih besar daripada tenaganya sendiri.
Lebih dulu daripada itu, telinganya juga dibikin seperti tuli
oleh siulan orang itu, Maka itu ia berlompat mundur dua
tindak. terus ia mengawasi orang itu.
Hoat Leng mundur tetapi ia sangat bersyukur ia hanya
heran, waktu ia memandang penolongnya itu, ia tidak
mengenalnya, orang itu seorang wanita dengan pakaian hitam


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seluruhnya, rambutnya yang panjang sudah ubanan, sebab
usianya mesti di atas enam puluh tahun, sebaliknya kulit
mukanya segar, bersih dan botoh, sedang sepasang matanya
celi, Coba rambut itu tidak putih, dia dapat diduga seorang
nyonya muda. Hoa Ie mengawasi dengan heran berbareng mendongkol, ia
menganggap ia bukan cuma dipisahkan hanya diganggu,
dibikin rusak rencananya...
Nyonya itu mengawasi kepada kedua orang itu, mendadak
ia tertawa terhadap si Hantu dari Khole Kong san.
"Eh, mau apa kau mengawasi aku saja?" tegurnya, sabar,
"syukur kita bukannya seteru bukannya sahabat, jikalau tidak.
bukankah kau akan terbinasa oleh pukulanku, pukulan Hui-si
Pa uw-lui?" Kata-kata itu tidak melainkan perlahan, bahkan merdu,
Nama ilmu silatnya itu pun berarti "sutera terbang, guntur
menggelegar. 893 Hoa Ie heran, Belum pernah ia mendengar nama ilmu silat
itu. Maka ia mengawasi bengong juga ketiga Hantu lainnya
turut heran. tak terkecuali Thian-gwa sam Cuncia yang adalah
orang asing. Keempat pendeta turut heran juga.
Si nyonya tua dapat menebak bahwa orang keras
memikirkan tentang dirinya, ia lantas tertawa geli,
"Kamu tidak dapat menerka, aku pun malas
menerangkannya" katanya Jenaka. Akhirnya Toa-Mo, si Hantu
kepala, tertawa dingin. "Karena kau tidak mau memberi keterangan aku si orang
she Hoa hendak menegur kelancanganmu sudah merintangi
aku" ia kata bengis.
Mendadak air mukanya si nyonya menjadi dingin dan
bengis, tak lagi manis seperti semula.
"Hm, segala empat hantu dari Khole Kong san." katanya,
tertawa mengejek. "Kamu tak sederajat untuk bertempur
denganku Kalau kamu menghendaki sebentar kita boleh
mencoba-coba. sekarang aku si orang tua hendak menanya
keterangan dulu..." ia lantas menoleh kepada Hoat It Siangan,
terus ia tertawa. "Hoat It," ia tanya, "Hendak aku menanya kau, kamu telah
menawan anak anaknya Kiong-bun siang Kiat, ke mana kamu
telah membawa pergi mereka itu?"
Ditanya begitu, pendeta itu terkejut. Dengan cepat ia
merangkap kedua tangannya.
"Amitaba Buddha Siancay" pujinya, "Kami orang yang
mencucikan diri, mana dapat kami berbuat demikian,
perbuatan sangat melanggar yang tak mengenal undangundang
dari Th ia n" Maaf, li-tanwat. Kiong bun siang Kiat
ialah murid-murid murtad dari Siauw Lim si, kami telah
menerima perintah dari ketua kami, untuk menangkap
mereka, Kami telah diberikan tempo satu tahun, Mereka mesti
dibawa pulang ke gunung kami, untuk dihukum. Meski begitu,
itulah untuk kejahatan mereka sendiri, kejahatan mereka tidak
894 mengenai anak isteri mereka, dari itu tidak berani kami
menangkap keluarga mereka."
Hoat It berlaku hormat, terutama karena ia menduga orang
terlebih tua daripadanya.
Nyonya itu mengawasi dengan tajam, ia tertawa pula.
"Aku si orang tua suka mempercayai kata-katamu ini,"
katanya, "Kamu bangsa lurus, tidak nanti kamu berdusta,
Rupanya ada lain orang yang merampas keluarganya Kiongbun
Siang Kiat, Kalau kamu pulang ke gunung kamu, tolong
sampaikan hormatku kepada Lu Kun Peng, bilang bahwa
sahabatnya, keluarga Siang, mengharapi kesehatannya" Hoat
It terkejut, sampai ia mundur satu tindak. "Locianpwe,"
katanya, "bukankah kau Biauw Nia Siang... Sian?"
Mendengar itu, Khole Kong san su Mo kaget.
Jadinya nyonya tua ini ialah Hek Ie Hian-li In Hian Bi si
jubah Hitam, isteri dari Kim Hoat san-jin siang Yu dari bukit
Biauw Nia, hingga keduanya mendapat gelaran Biauw Nia
siang Yau, sepasang siluman dari Biauw Nia.
Tapi Hoat It tidak mau menyebut "siluman" (yauw), maka
ia menyebut "sian" (dewi, atau dewa- dewi, sebab mereka
suami isteri), Pada seratus tahun yang lampau mereka sudah
menggemparkan kalangan Rimba Persilatan atau Kang ouw
kepandaian mereka ialah gabungan lurus dengan sesat.
Tertang asal usul mereka, tidak ada yang dapat
menjelaskan. Mereka telengas, asal musuh, takperdulisesat
dan lurus, mereka menghajarnya hebat, sikap mereka itu
membuat mereka ditakuti juga dihormati sepak terjang
mereka hebat sekali. Setelah sadar, baru mereka mau mengundurkan diri.
Justeru itu, di jamannya itu, ada hidup seorang liehay lainnya,
ialah Khi Lian Ik siu, orang gagah luar biasa dari gunung Ki
Lian san. Dia ini tak menyetujui sepak terjang Biauw Nia siang
Yauw, hendak ia menaklukinya,
895 Biauw Nia siang Yauw tidak ketahui siapa adanya Ki Lian Ik
siu, oleh karena sebelumnya itu, si orang tua tidak pernah
tampak di muka umum, maka mereka menyangka saja orang
ialah bangsa mulut besar atau berandalan, mereka menjadi
tidak menghiraukannya. Celaka untuk mereka, lantaran mereka berdiam saja,
selama tiga tahun murid-murid mereka hampir habis di
tangannya orang tua tak dikenal itu, Baru kemudian mereka
mencari dan menempurnya. Dua hari satu malam mereka bertanding mati hidup,
Kesudahannya Ki Lian Ik siu dapat hajaran tiga kali ilmu silat
Hut si Pauw Lui itu, sebaliknya siang Yu patah sebelah kakinya
dan In Hian Bi terhajar hampir menemui ajalnya di gunung Ki
Lian sin di mana mereka bertarung mati-matian itu.
Dengan mengempit siang Yu, suaminya, Hian Bi kabur
menyingkirkan diri Pertempuran itu tidak ada orang lain yang menyaksikan
orang mengetahuinya dari kabar angin saja, Ki Lian Ik Siu
memang tidak pernah muncul secara umum, habis
pertarungan danterluka itu, ia lenyap pula hingga tak ada
yang ketahui ia masih hidup atau sudah mati.
Sepulangnya In Hian Bi ke gunungnya, selang dua tahun,
siang Yu menutup mata disebabkan luka di kakinya
membuatnya sangat berduka. Dia sendiri hidup terus, terus
dia meyakinkan ilmu ajaran gurunya, luka-lukanya pun
sembuh Ada yang membilang dia sesat.
Semenjak itu, dia pun hilang dari dunia Kang ouw, Baru
sekarang dia muncul secara tiba-tiba.
Ln Kun Peng itu namanya PeBi Siansu sebelum dia masuk
menjadi pendeta, ketika dulu hari Biauw Nia Siang Yauw
berunding ilmu silat dengan pihak Siauw Lim Pay, ia baru
berusia belasan tahun, dia masih menjadi se-bie, kacung.
"Apa kau bilang, Biauw Nia Siang san?" katanya si nyonya
tua tertawa. "Aku tidak pantangan orang merdeka
menyebutnya Siang Yauw" Syukur Lu Kun Peng masih
896 mengingat aku. Baiklah kau ketahui," katanya, menambahkan,
sembari bersenyum. "Kiong-bun siang Kiat ialah murid akuan dari Biauw Nia,
dengan begitu anak-anak mereka menjadi cucu-cucu murid
akuan dari aku, Aku telah berusia seratus tahun lebih, meski
aku dapat melindungi paras mukaku tetapi manusia itu tak
ada yang tak mati, karenanya sayang apabila kepandaianku
aku bawa ke liang kubur, Karenanya aku ingin mewariskan
kepada anak-anak dari murid-murid angkatku itu, supaya
mereka dapat memajukan ilmu silat kami."
Hoat It merangkap tangannya.
"Itulah rupanya maka lojinke turun gunung?" katanya. Hian
Bi bersenyum pula. "Orang bilang si keledai kepala gundul cerdas sekali, itulah
benar" katanya, "Kamu jangan takut, aku si orang tua turun
gunung bukan untuk mengganggu kamu, hanya siapa main
gila terhadap Kiong-bun siang Kiat, maka dia tak dapat
menyesatkan aku" Hoat It menyedot napas dingin, di dalam hatinya ia kata:
"Pantaslah Kiong-bun siang Kiat tidak memandang mata lagi
kepada Siauw Lim pay, kiranya mereka mempunyai tulang
punggung ini... Wanita tua itu berkata pula: "Kabarnya dalam Rimba
persilatan sudah muncul Koay Ciu si-seng Jie In. Aku si orang
tua tetap dengan tabiatku yang suka menang sendiri, maka itu
aku ingin sekali menemui dia."
Mendengar itu, kata Hoat It dalam hati-nya: "Kau tinggal di
gunung, kau mana tahu keadaan Rimba persilatan sekarang
ini" Tentu-nya Kiong-bun Siang Kiat sudah menulis surat
menyampaikan berita kepadamu dan mengundang kau turun
gunung..." Walaupun ia berpikir demikian pendeta ini tidak mau
mengutarakannya. 897 Tiba-tiba In Hian Bi melakukan perbuatan yang di luar
dugaan, Mulanya tampak air mukanya berubah, tiba tiba dia
lompat naik ke atas menara, ke tingkat yang ke dua yang
tingginya sepuluh tombak lebih.
Khole Kong san su Mo menjadi kaget, mereka cemas.
Mereka liehay tapi mereka cuma bisa lompat tinggi tujuh atau
delapan tombak. tidak sampai belasan. Maka itu, mereka
menjadi jengah, mereka merasa sendiri diri mereka kecil...
Keempat pendeta sia uw Limsi kagum, mereka mendoa
memuji. Di atas menara, In Hian Bi tidak berdiam saja, dia mencari
sesuatu, dia naik sampai di tempat bersemayamnya patung
Buddha tadi. Dia rupanya mendapatkan sesuatu yang
mencurigakan hingga perhatiannya menjadi demikian tertarik,
Itulah sebab si pemuda jelek. mendengar orang hendak
mencari Koay Ciu si-seng Jie In sudah menjemput tiga potong
es kecil dan menimpuk ke bawah, mengenai rambutnya
nyonya tua itu, mendatangkan rasa sakit, ia mendengar suara
anginnya serangan itu, hanya sebab itu tercampur suara
angin, ia tidak menyangka jelek. sampai ia kena tertimpuk.
Ketika tadi si muka jelek naik di tingkat tertinggi, HianBi
masih belum sampai, itulah sebabnya dia tidak tahu ada lain
orang di atas menara, sebaliknya si muka jelek tak mendapat
tahu datangnya dia, yang naik dari sebelah belakang,
Keduanya pun sama-sama tidak memperdengarkan suara apa
juga. Dalam penasarannya, In Hian Bi naik terus hingga di
tingkat paling tinggi, ia tetap tidak melihat ada orang lain, ada
juga seorang hanya dia itu lagi jalan di kaki gunung, ia lantas
turun, untuk menyusul, ia tidak mau memikir, kalau serangan
datangnya dari atas menara, tak nanti orang dapat turun
demikian cepat. sebentar saja ada di kaki bukit.
898 Seberlalunya si nyonya, pertempuran pun tak berlanjut lagi,
Kedua pihak mengundurkan diri, untuk menantikan tibanya
tanggal tiga bulan ketiga, guna bertemu pula di gunung Tay
san, akan mengadu kepandaian di puncak Tiang Jin Hong.
Hoat It suka berlaku sabar karena ia merasa pasti, dengan
melanjuti pertempuran belum tentu pihaknya berhasil
merampas pulang kitab mereka dari tangan keempat Hantu
yang berkeras kepala itu.
**** BAB 2 DENGAN begitu sunyilah pula suasana di Liu It Teh itu.
Hanya di taman Wan Beng Wan di atas lauwteng Hong Hong
Ceng Teng, si anak muda muka jelek lagi menunda diri di
loneng lauwteng itu memandangi keindahan alam. Tadi ia
menyingkir ke sini tanpa diketahui si nyonya tua.
Setelah sekian lama, anak muda itu menghela napas, terus
ia mengangkat tangannya ke mukanya, untuk meraba
mukanya, maka di lain saat, tangannya itu sudah meloloskan
sehelai topeng, hingga sekarang terlihat romannya yang
tampan sekali, ia menyimpan topengnya ke dalam sakunya,
dengan tindakan perlahan ia turun di undakan tangga.
Oleh karena ia tahu sedikit sekali orang yang mengenal
romannya yang asli, In Gak tidak takut melepaskan topengnya
itu. ia berjalan sampai di luar pendopo Hi Siu Tong yang
letaknya di sebelah barat telaga, telaga itu memakai papan
merek "Hu-yong Ceng ci-auw" Ketika ia memandang ke arah
gelong, ia melihat ada seorang di muka jendela pendopo
memandang ke luar. Dia mengenakan baju kulit terlapis dengan mantel, dan
kepalanya tertutup apa yang dinamakan kopiah angina. Muka
orang itu bersih, pada kumisnya ada sejumlah lembar uban,
Dia mestinya seorang bangsawan, hanya ketika itu kulitnya
pucat, matanya layu, sering dia batuk-batuk, itulah tanda
bahwa dia sedang terganggu kesehatannya.
899 Beberapa kali In Gak memandang orang itu, yang
sebaliknya pun mengawasi padanya, Tatkala ia berjalan
sampai di dekat jendela, mendadak dia bersenyum dan
menggapai, dan terdengar juga suaranya menyapa:
"Tuan, kau gembira sekali pesiar ke mari, mungkin kau
mempunyai kegemaran sama denganku yang menyukai
pemandangan pemandangan alam yang permai jikalau kau
suka, marilah mampir untuk duduk sebentar di sini"
In Gak memang lagi merasa kesepian, undangan itu baik
sekali untuknya. "Baiklah." sahutnya seraya ia menghampiri,
setelah saling memberi hormat, mereka berduduk untuk paling
dulu menanyakan she masing-masing. orang tua itu menyebut
she Ouw. Mereka lantas bicara, mulanya tentang pemandangan alam
yang indah itu, lalu beralih kepada ilmu main khim, catur dan
melukis, tak dilupai ilmu surat, Mereka membicarakan juga
soal ketiga agama. In Gak mendapat tahu orang terpelajar diam-diam ia
menghargai sebaliknya si orang she Ouw pun berpikir
demikian, karena ia merasa pemuda ini berpendidikan baik.
"Tuan Cia," kata dia kemudian, tertawa, "Kau terpelajar,
mengapa kau tidak mau bekerja untuk negara" Aku percaya,
tak sampai sepuluh tahun, kau bakal manjat tinggi. jikalau
tuan berminat, suka sekali aku membantu padamu."
"Terima kasih," kata In Gak bersenyum. "Hatiku tawar


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kepangkatan, tidak ada minatku sama sekali,
Menyesal aku mensia-siakan pengharapan kau."
Orang tua itu tertawa, ia tidak mendesaknya. Maka mereka
bicara terus dengan asyik. Selama itu si orang tua masih saja
suka batuk-batuk. suka ia berludah ke luar jendela. In Gak
melihat kadang-kadang ludah orang ada darahnya.
900 "Kau sakit, lotiang, mengapa kau tidak berobat?" si anak
muda tanya kemudian, "Lo-tiang sering batuk, itu namanya
pernapasanmu kurang sempurna: Kalau penyakit ini dialpakanlama-lama bisa mendatangkan gangguan lebih
hebat." Orang tua itu heran, ia memandang tajam, "Buat orang
dengan usia lanjut, penyakit batuk biasa saja," ia kata.
"Mengapa tuan Cia mengatakan penyakitku ini dapat menjadi
berlarut-larut" Mungkin tuan mengerti ilmu ketabiban?" ia
berhenti sebentar, tanpa menanti jawaban, ia kata pula sambil
menghela napas: "Penyakitku ini bandel sekali, aku mengundang tabib-tabib
terkenal, tidak ada faedahnya, maka itu meskipun aku bercitacita,
hatiku menjadi tawar. Begitulah aku mengiringi
kegemaranku dengan keindahan alam, hingga aku menjadi
suka pesiar di sini..."
In Gak percaya orang ini bukan sembarang orang, mungkin
dia benar orang bangsawan atau sedikitnya dia bekas menteri
yang mengundurkan diri, "Lotiang," katanya bersenyum, "mengapa lotiang tidak
mencoba mengundang Say-Hoa-To Gui Peng Lok dari kota
Ciang-peng?" "Pernah aku mengundangnya," sahut orang itu, "Dia
memberikan aku obat" guna menghancurkan reak. habis
makan obatnya itu, aku merasa baikan, akan tetapi ketika aku
mengundang pula, dia katanya sudah pergi ke Kwan-gwa."
In Gak heran mengapa Say Hoa To tidak mengobati secara
sungguh-sungguh pada orang tua ini. Tapi ia tahu, orang
pergi guna Hu Ceng. Maka ia mengawasi orang di depannya
ini. "Aku mengerti sedikit perihal obat-obatan," katanya
bersenyum, "Apabila lotiang tidak menampik, maukah kau aku
coba menolongnya?" Alisnya orang tua itu terbangun.
901 "Kau sungkan sekali, tuan Cia," katanya, "Ada pepatah
yang membilang, obat mujarab dapat dibeli dengan harga
ribuan tahil emas, tabib pandai sukar didapatkannya dalam
seratus tahun, maka itu, aku girang sekali hari ini aku dapat
bertemu denganmu Tuan Cia, mungkin aku bakal ketolongan,
dari itu besarkanlah hatimu, kau cobalah"
In Gak mengangguk ia lantas pegang nadi kenalan ini.
Tiba-tiba ia terkejut dan berkata: "Ooh, aku salah mata.
Mulanya aku menyangka lotiang ialah seorang berpangkat
atau hartawan besar, kiranya lotiang seorang Rimba
Persilatan" Lalu ia bersenyum dan menambahkan: "Di masa
mudanya lotiang terlalu mengumbar napsu hatimu, maka itu
anggauta tubuhmu mendapat gangguan hingga kau mirip
dengan pelita yang kekeringan minyak. hingga air ludahmu
menjadi keras, menjadi riak..."
Si orang tua tertawa. "Betul Betul" katanya memotong, "Silahkan bicara terus,
jangan kuatir" Tetapi In Gak tidak bicara terus, ia hanya merogo sakunya,
mengeluarkan obatnya, pel Tiang cun Tan"Coba lotiang makan dulu obat ini," katanya, Begitu lekas
orang menelan obatnya, mendadak ia mencekal jalan darah
pek-hwe. Dengan cepat si orang tua merasai napasnya tersalurkan
rapi, ada hawa hangat yang membawa obat turun ke dalam
perutnya, lalu sejenak kemudian, batuknya berhenti, dan
tubuhnya terasa nyaman. Masih sekian lama baru In Gak melepaskan cekalannya, ia
berbangkit untuk menghampiri meja tulis, guna menulis
resepnya, kemudian sambil menyerahkan itu pada si orang tua
she Ouw, ia bersenyum dan kata: "Coba lotiang makan terus
obat seperti tertera di sini, pantangannya ialah dalam waktu
tiga bulan jangan sekali lotiang mendekati wanita, setelah itu
902 pasti kau akan sembuh seluruhnya bahkan akan tambah
umur. Aku masih mempunyai urusan buat mana aku telah
berjanji dengan suatu orang, dari itu maafkan aku, tidak dapat
aku menemani lebih lama, Maaf" ia memberi hormat, untuk
meminta diri. Orang tua she Ouw itu tertawa: "Tunggu sebentar, tuan
Cia" katanya, "kau telah menolong mengobati penyakitku,
tidak dapat aku membalas budimu, maka itu sukalah kau
menerima ini satu tanda mata."
Sembari tertawa, orang tua ini merogo sakunya, untuk
mengeluarkan sebuah kantung sulam yang indah, ia tertawa
pula dan berkata lagi: "Isinya kantung ini barang biasa saja, mungkin tidak ada di
mata kau, akan tetapi untuk pengembaraan kau, ini akan ada
faedah-nya. sebenarnya aku mengagumi kepandaian kau,
maka semasa aku masih ada umur, aku mengharap nanti
dapat bertemu pula dengan kau. segala apa mengenai diriku
berada di dalam kantung ini, aku harap tuan jangan
menanyakannya lagi padaku..."
Ia menyesapkan kantung itu di tangan si anak muda, lantas
ia memutar tubuh untuk bertindak ke luar dari pendopo Hi sui
Tong itu, untuk menuju ke lain bagian dari taman itu.
In Gak heran tetapi ia menduga kata-kata si orang tua ada
artinya, ia simpan kantung itu dalam sakunya, ia hanya
berpikir sebentar lantas ia memakai pula topengnya, ia berlalu
dengan cepat dari Wan Beng wan untuk pulang ke hotelnya.
Baru setelah berada didalam kamarnya ia keluarkan
kantong tadi. ia lantas mengeluarkan isinya, ia melihat suatu
barang yang bersinar berkemilau, yang membikin seluruh
kamarnya menjadi terang benderang, ia menjadi terkejut
saking heran, ia lantas meneliti barang itu, ialah sepotong
giok-pwe warna hijau untuk sabuk.
903 Sabuk itu disulam dengan seekor naga-nagaan berkuku
lima, di betulan mulutnya tersebut sebutir mutiara, dan itulah
mutiara yang mendatangkan cahaya terang itu, ialah ya-bengcu.
mutiara mestika, yang dapat membikin malam bagaikan
siang karena cahaya terangnya itu.
Tapi yang hebat adalah ukiran delapan huruf pada tubuh
naga, bunyinya: "Kian Liong gie-pwe, ji tim cia lim," yang
berarti "Inilah sabuk Kian Liong, seperti tim hadir sendiri"
"Kian Liong" ialah Kaisar Kian Liong, dan "tim" itu adalah
sebutan "aku" atau "kau" yang biasa digunakan seorang raja..
Untuk sejenak In Gak duduk melongo. Jadi tadi ia telah
bertemu dengan orang paling mulia dan paling besar
pengaruhnya di dalam negeri. Lekas lekas ia menyimpan giokpwe
itu, menyimpan dengan hati-hati.
"Tadinya aku menyangka aku berhadapan dengan bekas
seorang berpangkat atau seorang bangsawan anak raja, siapa
sangka dialah sri Baginda Raja sendiri. Kenapa dia berada
dalam taman itu dan sendirian saja"
Habis berpikir begitu, ia tertawa sendirinya. ia pikir pula.
"Pantas Say Hoa To tidak berani mengobati sungguh-sungguh.
Aku sendiri, kalau aku tahu dialah raja, tentu aku tidak suka
menolongi dia. Kaisar Yong Ceng berasal dari murid Siau limsi,
pantas kalau Kian Liong pun pandai ilmu silat. Pula pantas
sebagai kaisar, ia tidak berani sembarang memakai tabib
untuk mengobati padanya, ia tentunya kuatir nanti di
racuni..." In Gak berhenti ngelamun karena kupingnya mendengar
suara ramai dari luar hotel, lalu samar-samar ia mendengar
terlebih jauh, "Hari ini kita golongan piauwkiok terbuka
matanya siapa sangka nona yang demikian manis dan lincah
demikian lihay ilmu silatnya..."
Mendengar itu In Gak menduga kepada It Goan Kisu serta
puterinya yang Jenaka, si Nona Ouw Kok Lan yang
904 termanjakan, Tidak heran kalau nona itu menerbitkan
kekacauan... Lantas ia meraih topengnya Lalu pergi ke luar.
Di satu bagian dari Ta-mo-ciang terlihat bmvak orang
berkerumun In Gak nelusup di antara orang banyak itu, untuk
maju ke muka, guna dapat melihat tegas siapa yang lagi
ditonton itu Segera ia melihat Kok Lian lagi melayani dua
orang yang tubuhnya besar dan kekar, sebaliknya It Goan Kisu
berdiri di pinggiran, b ersenyum-senyum seraya meng uruturut
kumis jenggotnya. Kedua orang itu baik ilmu silatnya, akan tetapi melayani si
nona mereka keteter. It Goan Kisu tajam matanya, ia lantas
mengenali si anak muda, ia segera menggapai. In Gak
menghampiri. "Kenapa puterimu itu, Ouw Locianpwe" ia tanya
bersenyum. "Tak lebih tak kurang karena urusannya Hwe gan Kimcu
Lim Bong" sahut orang tua itu tertawa, "Dua orang itu
mengirim surat undangan katanya mereka dititahkan
mengundang aku dan anakku pergi ke rumah makan Tong sun
di mana Lim Bong mengadakan perjamuan. Anakku tidak
senang, katanya Lim Bong tidak datang sendiri. Dia mau Lim
Bong datang, atau dia hendak mengambil kepala orang, Dua
orang ini berkeras kepala, mereka gusar, maka itu
bertempurlah mereka. Anak ini milikku satu-satunya, aku
sangat menyayangi dia. Harap lote tidak menertawakan
aku..." In Gak bersenyum, Terus ia memandang ke gelanggang.
Dua orang itu bersilat dengan ilmu silat Yo Ke Ciang,
keluarga panglima perang she Yo dari sm-co yang tersohor
dijaman dulu. Kelihatannya mereka dapat bekerja sama, akan
tetapi waktu itu, peluh mereka sudah mengucur deras, jidat
mereka gelap karena berpetanya otot-otot mereka. Meski
905 tenaga mereka sudah mengurang. mereka masih mereka
ngotot. Nona Ouw sebaliknya lincah sekali, ia tidak letih, bahkan
sering ia tertawa, ia menyerang ke setiap lowong m kedua
lawannya ia menyerang sambil menggoda.
Kedua lawan itu mengerti mereka lagi di-permainkan. Baru
setelah itu, mereka memikir untuk menyingkirkan diri. Yang
seorang mencari lowongan, setelah mendapatkan itu, ia
lompat ke luar, Tapi ia terlihat si nona, ia dipegat.
Ia lantas merasakan tenaga mendorong yang keras, hingga
kembali ia masuk dalam kalangan Akhirnya mereka jadi sangat
menolongkol, sembari berkelahi mereka mendekati Ouw Kong,
untuk berkata dengan keras: "It Goan Kisu, kecewa kau
menjadi orang Rimba Persilatan yang kenamaan Mengapa kau
tidak menghargai lagi persahabatan kaum Kang ouw"
Mengapa kau umbar anakmu ini" Kau ketahui sendiri, jikalau
kami mati, kami mati dengan hormat Tapi kau, adakah kau
mempunyai muka untuk hidup terus dalam dunia Kang ouw?"
Orang yang ditegur tidak menjadi gusar, ia cuma tertawa,
sebaliknya Kok Lan menjadi gusar, alisnya bangun berdiri.
"Jahanam" ia mendamprat lantas ia menjejak tanah, untuk
berlompat tinggi, tubuhnya terapung.
Dua orang itu terkejut, keduanya lantas lompat mundur,
akan tetapi mereka lantas didesak-lalu barusan mereka
dibacok. sekarang mereka ditikam, masing-masing jalan
darahnya thian-kiu di teng gorokan- Kembali mereka berkelit,
Tidak urung mereka kaget pula.
Tikaman, yang berupa cahaya hijau yang berkeredep. dari
tenggorokan menyambar ke samping muka mereka masingmasing,
hingga keduanya lantas menjerit.
Baru setelah itu, si nona tidak mendesak lagi. Dia berdiri
terpisah dua tombak. mukanya tersungging senyuman,
tangannya mencekal dua batang pedang yang luar biasa,
906 panjang tak ada lima kaki, romannya bengkok, bersinar
terang, In Gak heran akan senjata itu, yang ia belum pernah
lihat atau dengar. Dua orang itu telah lantas meraba kuping mereka yang
kanan, nyata kuping itu sudah lenyap. tangan mereka lantas
berlumuran darah-Mereka menjadi terlebih kaget, muka
mereka pucat, alis mereka berkerut.
Selagi mereka masih belum tahu harus berbuat bagaimana,
telinga mereka mendengar suara siulan dari luar gelanggang,
nyaring dan terang, tanda suara itu di-keluarkan oleh yang
mahir ilmu tenaga dalamnya, sampai It Goan Kisupun heran.
Menyusul berhentinya siulan itu, terlihatlah datangnya
beberapa orang, memasuki gelanggang dengan murka itu
melompati kepala orang banyak yang berkerumun menonton
pertempuran. Dengan begitu lantas terlihat tegas, merekalah
Kiong-bun siang Kiat, cintiong siang siauw. Hwe-gan Kim-cu
Lim Bong, serta seorang pendeta Lhama berjubah kuning,
memakai anting-anting dan tubuhnya besar dan gemuk. orang
banyak kaget, mereka berebutan mundur.
Lim Bong lantas melihat dua orangnya kehilangan daun
telinga mereka yang kanan, darahnya mengalir ke sebelah
muka mereka itu, sedang si nona, dengan pedang aneh di
tangan nampak muram, ia gusar sekali.
Tapi ia malu untuk melayani seorang wanita maka ia lantas
menghadapi Ouw Kong. "Ouw Kisu, caramu ini keterlaluan"
katanya sengit. It Goan Kisu tertawa terbahak.
"Ini pun disebabkan kami masih menaruh belas kasihan"
sahutnya. Kok Lan memang membenci orang ini, sekarang ia melihat
orang berlaku galak terhadap ayahnya, ia bertindak maju,
sembari membentak ia lompat menyerang.
907 Lim Bong terkejut, ia berkelit dengan lompat mundur
sambil berlenggak. itulah lompatan "Ikan gabus menembusi
gelombang." Dengan begitu sepasang gedang si nona cuma
berkelebat di depan mukanya.
Ia baru menaruh kakinya dan berniat mendamprat, lalu
serangan datang pula, kembali cahaya hijau berkemilau
memain di depan matanya, Kali ini ia tak sempat berkelit lagi,


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin ia bakal menerima bagiannya, syukur Cin-siong Siang
Niauw menolong padanya. Cintiong siang Niauw yang tertua, Cin siang, melihat
pedang aneh si nona, dia menjadi ketarik hati dan ingin
merampasnya, justeru ia melihat kawannya terancam bahaya
ia lompat maju, tangannya diulur ke tangan si nona, guna
merampas pedang yang luar biasa itu.
Kok Lan melihat datangnya serangan, ia lantas membalik
tubuh, guna menyambuti, untuk menikam jalan darah khi-hay
dari penyerang itu. Cin siang batal merampas pedang tapi ia
mengetuk ke lengan. Si nona terkejut, kedua tangannya kena terpukuL hampir
pedangnya terlepas. la lompat mundur, mukanya berubah.
Cin siang tidak berhenti karena mundurnya nona itu. sambil
berlompat maju, ia menghunus pedangnya, terus ia menikam
ke arah alis orang, itulah satu tikaman dari "Hui Hong Kiamhoat,"
ilmu pedang "Burung Hong Terbang." itu juga ilmu
yang membikin siang Niauw menjadi kesohor kosenMenghadapi lawan bengis itu, Kok Lan mengeluarkan It
Goan kiam-hoat, ilmu pedang "It Goan" ajaran ayahnya.
"Hanya segala mutiara sebesar beras berani mengeluarkan
sinarnya" kata Cin siang sambil tertawa dingin, terus ia
menyejang tak hentinya hingga tiga kali beruntun dengan tiga
jurusnya "Burung hong datang memberi selamat," "Burung
hong bersuara di tengah langit," dan "Burung hong menanti di
istana rembulan," semuanya jurus-jurus yang berbahaya dari
Hui Hong Kiam-hoat. 908 Ouw Kok Lan kena terdesak. Biar ia mengerti ilmu silat
ayahnya, ia kalah latihan-Dengan lantas ia merasa sukar
bernafas, hingga gerakannya menjadi ayal. Dengan begitu
juga pecahlah pembelaan dirinya.
Cin siang melihat lowongan, segera dia menikam ke pundak
kiri lawannya itu. Dengan berseru, Ouw Kong dan In Gak lompat berbareng
guna menolongi si nona, In Gak sampai terlebih dulu, dengan
ilmu jarinya ia terus menyerang.
Cin siang kaget sekali, Tiba-tiba ia merasa tolakan yang
keras, hingga ia mesti mundur empat tindak, sedang
serangannnya gagal dilanjuti kepada Kok Lan. ia lantas
melihat, perintang-nya ialah si anak muda muka jelek yang
kemarin terlihat di atas Ceng Hong Lauw. Yang membikin ia
kaget sekali dan heran ialah pedangnya terpegang kelima
jarinya anak muda itu. Si anak muda tertawa dingin dan kata: "Kau tahu, kau
terkenal untuk ilmu silat Hui Hong Kiam-hoat yang kesohor
sebagai yang nomor satu di kolong langit ini, tetapi nyata
kepandaianmu begini saja, jikalau kau hendak mengangkat
namamu, kenapa kau tidak mau menunggu sampai pertemuan
di gunung Tay san nanti, kau mengaku gagah tetapi kau
menghina seorang nona, kau sungguh manusia tak tahu malu"
Mukanya Cin siang bermuram durja, itulah cacian hebat,
yang takparnah ia menerimanya. ia lantas mengerahkan
tenaganya untuk menarik lolos pedangnya.
In Gak tertawa b erg elak. mendadak ia melepaskan
cekalannya, inilah tidak disangka tertua Cin-tiong Siang Niauw,
karenanya dia terhuyung mundur tiga tindak, hampir dia
terguling di saiju yang kotor.
Kiongbun Siang Kiat saling mengawasi, sedang si pendeta
lama tercengang dengan mulutnya menganga.
909 It Goaa Ki-su tiba belakangan, segera ia menarik tangan
puterinya buat diajak keluar dari gelanggang. Di dalam hatinya
jago tua ini heran sebab si anak muda dapat mendahului ia.
Putrinya pun heran seperti ia.
Ji-Koay Pa San liuw burung yang nomor dua, berlompat
maju dalam kemurkaan- Dia berkata dengan nyaring. "Tuan,
kau lihay, tetapi kau main bokong, aku tidak puas"
In Gak menyambutnya dengan tertawa lebar.
"Aku hanya menelad contoh " sahutnya, "Jikalau kau tidak
puas, baiklah, kau tunggulah aku di puncak Tiang Jin Hong
Tay San nanti" "Jikalau begitu" kata Pa San Tiauw dingin "baik, aku akan
nantikan kau di gunung Tay San" ia memberi hormat, buat ia
mengajak kawannya berlalu, dengan melompati kepala orang
bagaikan terbang. Kiongbun Siang Kiat yaitu Tiat Pi Kim-kong Mi San hok dan
Im Hong Sat-ciang Tian Ban Hiong, semenjak tadi mengawasi
dan mendengar saja, seberlalunya cin tiong Siang Niauw,
maka Tian Ban Hiong lantas mendekati si anak muda. "Kau
hebat, tuan" katanya dingin.
"Diam" In Gak membentak, "Tian Ban Hiong, Ho Sia Hok,
kamu telah melalui wewenangmu Ke cin-ong telah berulang
kali melarang kamu menggunai pengaruhnya pembesar negeri
mencampuri urusan kalangan Rimba Persilatan, kenapa masih
saja kamu saban-saban menerbitkan onar" Kamu tahu,
kejahatan kamu itu inilah hukuman picis Aku telah ditugaskan
menilik kamu, maka itu apakah kamu masih tidak mau lekas
pergi?" Sambil berkata itu, In Gak mengasih lihat sinar matanya
yang bengis, Tanpa merasa Kiong-bun Ji Kiat menggigil
sendirinya. Di pihak lain- si Lhama tertawa berkakak, "Bocah ini berani
menipu" teriaknya, "Sungguh dia sudah bosan hidup sang
910 Buddha kamu biasa keluar masuk di istana raja dan istanaistana
pelbagai pangeran akan tetapi belum pernah aku
melihat kau" In Gak tertawa dingin- "Untuk mengenal aku mudah sekali" katanya. Mendadak ia
mengulur kedua tangannya, dengan sepuluh jarinya ia
meryamber ke kedua nadi pendeta itu.
Pendeta itu ialah yang disebutBuddha Hidup Huchakdu,
kedudukannya sebagai taysu, kepala dari kuil Lhama Yong Ho
Kiong di dalam istana, Mengenai ilmu silat, dia pandai ilmu
yang dinamakan "See Thian Hud Ciu In", yaitu "Cap tangan
Buddha dari langit Barat". Dia berimbang dengan Kiong bun
siang Kiat, tetapi karena sangat diandalkan raja, dia menjadi
besar kepala. Dia juga sangat kemaruk paras elok, maka itu semenjak
tadi matanya terus mengincar Kok Lan. Dia terkejut melihat
sambaran sepuluh jari In Gak, tapi karena dia tidak takut, dia
menyambutnya, Dia pernah melatih ilmu kedot "Kim-kong put
Hoay sin-hoat", tubuhnya jadi "tidak bisa rusak", yaitu tak
mempan senjata. Ketika dia menyambut itu, dia menggunakan
jurus dari see Thian Hud Ciu In- Dia ingin dengan sekali
menghajar membinasakan si anak muda.
In Gak tidak membatalkan serangannya dengan menggeser
sedikit tangannya, tangan mereka menjadi tidak beradu, di
lain pihak, ia teruskan menyergap.
Huchikdu kaget, lalu dia menjerit kesakitan, matanya
dipentang, mulutnya dibuka, peluhnya mengucur ke luar
seperti hujan. In Gak tertawa dingin"Kau ini keledai gundul dari istana mana?" dia tanya bengis,
"Lekus bilang" Huchakdu merasakan sakit sampai di ulu hatinya, ia merasa
seperti digigit ribuan ular berbisa tubuhnya kaku dan ngilu,
Biarpun dia mau mati, dia tak dapat mewujudkan
keinginannya itu. Dia tidak berdaya sekali, bahkan buat
911 berontak juga tak sanggup, Dengan suara menggelap ia
menjawab: "Aku si pendeta kecil bernama Huchakdu, aku
berasal dari kuil Yong Ho Kiong..."
"Oo, kiranya kau" kata In Gak, "Dengan mengingat kepada
panghargaan sri Baginda atas dirimu, suka aku memberi
ampun pada jiwamu lekas kau mengangkat kaki"
Pemuda ini melepaskan cekalannya dengan menolak, lantas
mana tubuh besar pendeta Lhama itu terpental empat
tumbak, terbanting ditanahsaiju hingga dia terpendam sebatas
pinggang. Lekas sekali Huchakdu merayap untuk bangun berdiri, buat
segera lari kabur. Kiong bun siang Kiat kaget hingga mukanya menjadi
berubah, sedang Lim Bong pucat pasi, itulah hebat, tak dapat
mereka berani banyak omong lagi.
It Goan Ki-su menghela napas melihat lihaynya si anak
muda, memandang puterinya ia kata: "Kepandaiannya
pemuda ini tak dapat di-jajaki. Aku percaya, lagi sepuluh
tahun, dia tak akan ada tandingannya."
Kok Lan mengawasi anak muda itu.
"Bagaimana, ayah?" katanya manja. "Biasa-nya ayah tidak
suka mengalah kepada orang lain, tetapi sekarang ayah
memuji orang begini hebat..."
Ayah itu bersenyum. "Kau benar, tolol" katanya "Tapi ayahmu bukan cuma
memuji, Anak muda ini telah memberi bukti kenyataan, Kau
perhatikan saja, dia benar luar biasa."
Puteri itu bersenyum. In Gak sendiri menghadapi Kiong bun siang Kiat, ia tertawa
dan menanyai Jiwi loya apakah kamu masih hendak mengajari
sesuatu kepadaku?" Dua jago itu serba salah, lalu Ho sin Hok menenangkan diri
dan menyahuti: "Tuan, kepandaian kau memang lihay sekali,
912 cuma beberapa kali kau bergerak bagaikan membokong,
hingga orang sukar takluk..."
Kalau tadinya jago ini menyangsikan kedudukan orang,
sekarang dia menyangsikan kepandaiannya.
In Gak bersenyum. "Jikalau jiwi hendak main-main pula, itulah gampang,
sekali. Untuk itu baiklah jiwi melepaskan dulu pangkatmu di
istana, Kau tahu sekarang juga pangkatmu dapat dihapus dan
segera kamu dapat menjalankan hukumanmu" sembari
berkata, anak muda ini mengawasi bengis.
Mukanya dua kawan itu menjadi pucat, akhirnya Hosin Hok
menjura dan berkata: "Kalau demikian, tuan, baiklah, kita
tunggu saja lain hari" Terus dia ajak saudaranya ngeloyor
pergi. Lim Bong menjadi jeri lekas-lekas ia memutar tubuh, untuk
mengangkat kaki. ia baru bertindak satu kali, atau ia merasa
angin lewat di sisinya, lantas si anak muda menghadang di
depannya, tangannya yang kanan menyambar pundaknya
yang kiri. ia merasakan demikian sakit hingga ia tak dapat
bersuara, "Perkara kemarin tinggal perkara kemarin, tetapi perkara
hari ini tak dapat melindungi pula padamu" kata si anak muda
bengis, "Kau telah mendustai Ouw Locianpwe dan puterinya,
kau hendak mencelakainya, Untuk itu kau mengharapkan
pengaruh orang, kamu pun datang ke mari sekarang apa kau
mau bilang?" Lim Bong berdiam. Dia baru saja diangkat menjadi ketua
dari perkumpulan sam Tiam Hwe di empat propinsi Barat,
biarpun dia bersalah, dia berkepala besar, tidak mau dia
sembarang merendahkan diri
"Aku mau lihat, sampai berapa lama kau dapat berkepala
batu" kata In Gak tertawa dinginLim Bong lantas merasakan pundaknya tertekan, lalu
tenaganya seperti lenyap secara tiba-tiba. Mukanya lantas
913 menjadi pucat, Tubuhnya pun terhuyung seperti mau roboh.
Melihat siksaan itu, tak tega hatinya Ouw Kong.
"Laote, baik beri ampun padanya" ia minta. "inilah
pelanggarannya yang pertama Kalau lain kali dia berani
berbuat pula, aku sendiri tak akan mengampuninya"
In Gak menurut, ia melepaskan tangannya, terus ia
memutar tubuh, ketika It Goan
Kisu mengundangnya, untuk pergi ke kamarnya, ia
mengikut ke hotel mereka.
Lim Bong pun lantas ditolongi, diajak pergi oleh dua
orangnya yang hilang kupingnya itu.
Sampai disitu, orang banyak pun bubar.
Ouw Kong dan puterinya bersama In Gak masuk ke
kamarnya di hotel sam Goan, lantas mereka duduk di atas
pembaringan tanah di bawah mana apinya berkobar-kobar
hingga kamar menjadi hangat seperti di musim pertama.
pelayan telah dititahkan lekas menyajikan barang hidangan
dan arak. untuk mereka berbicara sambil minum dan dahar.
Sementara itu In Gak heran, Semenjak tadi ia tidak melihat
Gan Keng Lojin- Mau tak mau, ia menanyakannya kepada ouw
Kong It Goan Kisu mengurut kumisnya dan tertawa.
"Sahabatku itu tadi malam telah kembali ke sam-siang " ia
memberitahukan "Dia kata dia mau mendesak kepada
ketuanya supaya murid-murid Heng san Pay, menggunakan
waktu sebulan ini melatih sungguh-sungguh ilmu silat mereka,
yaitu ilmu pedang Liang Gi Kiam-hoat, ia ingin supaya Heng
san pay tidak dipandang enteng selama pertemuan di Tay san
itu" Ia berhenti sebentar untuk menatap anak muda di
depannya, habis itu ia berkata pula: "Laote, sampaipada detik
ini aku yang dianggap luas pengetahuannya dan banyak
pendengarannya masih tidak dapat tahu tentang gurumu,
kecuali aku merasa dalam segala hal kau melebihi lain orang,
914 sebenarnya aku mengagumi kau. Pasti laote mempunyai suatu
kesulitan, kerenanya kau menyembunyikan dirimu, tetapi kau
boleh percaya, aku akan menjaga mulutku seperti botol
disumpal, tidak nanti aku membuka rahasia. Maukah laote
menuturkan tentang dirimu kepadaku?"
It Goan Kisu termasyhur, apalagi setelah tiga kali ia
mendaki gunung Kun Lun san. ia banyak pengalamannya, luas
pengetahuannya. Ia bertabiat keras, maka itu Touw Liong Ki-su Chio Thay Hi
menjadi sahabat akrabnya, tetapi meski mereka berdua
seperti saudara-saudara kandung, mereka membawa dirinya
masing-masing, mereka tidak saling mengusik, itu pula tabiat
yang membikin ia mempunyai sedikit sahabat.
Karena luasnya pengetahuannya, ia kenal ilmu silat banyak
partai lainnya. sekarang, baru ia muncul pula dalam dunia
Kang ouw, ia mendapatkan In Gak dengan kepandaiannya, ia
menjadi kagum dan takluk, hingga beda daripada biasanya,


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau ia mendesak menanyakan hal ihwal si anak muda.
Pemuda itu menjadi serba salah, "Sebenarnya tidak berani
boanpwe mendusta." ia menjawab akhirnya, "Kepandaianku
ini separuh didapat dari ayahku almarhum, yang selebihnya
dari guruku seorang pendeta. oleh karena aku lagi
bertanggung jawab atas sakit hati keluargaku, menyesal aku
mesti menyembunyikan diriku..."
Ouw Kong terharu mendengar keterangan itu. ia hanya
masih heran siapa pendeta itu. ia mau menduga kepada
pendeta pihak Siauw Lim Pay tetapi kepandaian si anak muda
beda, inilah tidak heran karena Hian wan sip-pat Kay ialah
ilmu silat yang sudah lama lenyap dari dunia Kang ouw.
"Kau she apa, laote?" kemudian ia tanya mengenai diri
orang. "Boanpwe she Cia," In Gak menjawab bersenyum.
"Oh" kata si orang tua. ia lantas berdiam, karena ia tidak
bisa menduga orang tua pemuda ini. selama dua puluh tahun
915 ia menyembunyikan diri, ia terputus dari dunia Kang ouw, ia
tidak mendengar segala kejadian, hingga ia tidak tahu juga
peristiwa pengeroyokan atas dirinya Cia Bun, sedang Cia Bun
itu ia tidak kenal. Ouw Kok La n berdiam saja mendengar orang berbicara,
akan tetapi matanya tidak berdiam seperti mulutnya, matanya
terus bekerja mengawasi si anak muda, Hatinya turut bekerja
juga, Akhirnya dia mencibir mulutnya dan kata: "Ayah,
sekalipun di dalam kamar dia masih memakai topengnya,
bukankah itu disebabkan dia takut orang lihat wajahnya?"
Ouw Kong tidak menjawab puterinya, ia melainkan
bersenyum, cuma matanya menatap tetamunya itu, Matanya
itu bersinar terang. Benar benar In Gak menjadi serba salah. Akhirnya tanpa
bilang apa-apa, ia meloloskan topengnya
Kok Lan terkejut bukan kepalang, ia melongo dengan muka
merah karena jengah sedang hatinya berdebaran, Di dalam
hatinya ia memuji: "sungguh tampan" Dengan menjublak ia
menatap pemuda di depannya itu
In Gak melihat sikapnya si nona, lekas-lekas ia
mengenakan lagi kedoknya, ia memikir untuk tidak menanam
pula bibit asmara. sebab itu dapat meruwetkan pikirannya, ia
tidak ingin sampai menggagalkan penghidupan orang. ia
lantas teringat kepada Wan Lan.
Ouw Kong heran dan kagum Diam-diam ia menghela
napas, ia menyesal untuk puterinya, ia melihat jelas
kekaguman sang puteri, yang pasti tertarik pada anak muda
ini. Tentu anaknya telah mencintainya. Di lain pihak. la merasa
In Gak tidak tergiur akan puterinya itu
Biasanya pemuda, dia tertarik terlebih dulu, tetapi pemuda
ini lain, la hanya sangsi apa benar benar In Gak tidak tertarik
hati sedang Kok Lan demikian cantik, botoh, dan manis.
916 Maka ia menduga mungkin anak muda ini telah mempunyai
pacar... In Gak tidak mau memberi kesempatan si orang tua banyak
pikir, ia tertawa dan berkata: " Kiong bun siang Kiat mundur
saking terpaksa, mereka tentu tidak puas, bahkan gusar
sekali, maka itu boanpwe percaya mereka bakal datang pula."
Ouw Kong heran- "Kenapa laote berpendapat demikian?" dia tanya.
"Mereka bangsa keras hati, mereka pasti menyayangi anak
mereka," sahut In Gak. "Sekarang anak mereka itu lenyap.
bagaimana mereka tidak mencarinya?" ouw Kong heran
pemuda ini mengetahui urusannya kedua jago itu.
"Karena kebetulan sekali aku mendapat dengar hal
mereka," sahut In Gak. ia lantas menuturkan apa yang ia
dengar di Glok Coan san. Tapi ia menutup halnya ia
mempermainkan In Hian Bi dan telah bertemu dengan Kaisar
Kian Liong, ia cuma bilang ia melihat Hek Ie Hian-li, si Wanita
serba Hitam. Mendengar disebutnya in Hian Bi, Ouw Kong ingat sesuatu,
ia tertawa. "Laote, tahukah kau tentang diriku?" ia tanya. In
Gak menggeleng kepala. "Di kolong langit ini mungkin cuma satu orang yang ketahui
asal-usulku yang benar" kata It Goan Kisu, "Sekalipun chin
Thay Hi masih belum mengetahui jelas" ia tertawa, ia kata
pula: "Aku ialah muridnya Ki Lian Ik siu yang tersohor pada
seratus tahun yang lampau itu. Guruku itu belum pernah
merantau dalam dunia Kang ouw, kecuali satu kali ia
merobohkan Biauw Nia siang Yauw, peristiwa mana telah
mengangkat namanya. Sayang aku sendiri tidak dapat
menyaksikan pertempuran itu Pernah guruku menceritakan
padaku, sebenarnya ia berniat membinasakan siang Yauw
tetapi kemudian, melihat siang Yauw demikian lihay, ia
menyayanginya, ia batal mewujudkan pikirannya itu, dengan
917 begitu di luar keinginannya, ia meninggalkan ancaman
malapetaka... " Kok Lan heran, ia tertawa.
"Ayah, mengapa aku belum pernah mendengar ayah
bercerita tentang peristiwa itu?" Ayah itu tertawa.
"Percuma aku menuturkan, kau toh tidak tahu" sahutnya,
"Lagipula anak perempuan apa perlunya untuk mengetahui
begitu banyak" Mulut Kok Lan monyong. "Lihat, engko Cia, bagaimana sikapnya ayah" katanya pada
si anak muda. In Gak bersenyum.
Ouw Kong bergembira, maka banyak ia bercerita tentang
peristiwa-peristiwa kaum Rimba Persilatan di jamannya,
hingga ia membuat puterinya girang sekali.
In Gak turut mendengarkan tetapi ia tetap memikirkan hal
anak-anaknya Kiong bun siang Kiat, Coba ia bertemu Lui
Siauw Thian-pikirnya, pasti saudara angkat itu dapat
membantunya. Tidak lama, pintu kamar terdengar terketuk. "Siapa?" Ouw
Kong tanya, "Masuk"
Pintu tertolak, nongollah kepalanya seorang bocah umur
kira-kira tiga belas tahun, yang mukanya hitam.
"Apakah di sini ada Cia Tayhiap?" dia tanya perlahan,
agaknya ragu-ragu. In Gak heran tetapi ia bersenyum,
"Itulah aku. Ada apa, sahabat kecil?" ia tanya,
Melihat ada si orang tua dan si nona, ia mencibir mulutnya.
"Dapatkah tayhiap keluar sebentar?" ia kata. "Aku hendak
menyampaikan sesuatu...."
In Gak menurut, ia ajak bocah itu keluar, ke pojok
pekarangan Bocah itu lantas berbisik: "Apakah Cia Tayhiap mempunyai
lencana Kay Pang" Bolehkah aku melihatnya?"
918 In Gak percaya orang ialah pesuruhnya Chong si atau
siauw Thian. ia tidak bersangsi akan memperlihatkan ci tang
Hu-leng, lencananya itu. Anak itu lantas merogo sakunya, mengeluarkan sepucuk
surat, sambil menjura dalam, ia menyerahkan pada si anak
muda seraya berkata: "Aku masih mesti pergi ke shotang,
maka itu sampai lain kali" Kata-kata itu ditutup dengan
tubuhnya lompat melewati tembok pekaranganIn Gak kagum ia lantas melihat sampul surat dimana ia
mengenali tulisannya Lui Siauw Thian, maka ia lekas-lekas
membukanya, untuk membaca suratnya, Akhirnya ia
mengerutkan alis. Lui Siauw Thian mengabarkan bahwa dia sudah pergi dari
kota raja menuju ke Celam, bahwa Hu Ceng telah diambil
Hoat It siangjin menjadi murid bukan pendeta dari Siauw Lim
Pay, ia tahu bahwa Hu Liok Koan dan Hu Wan sudah
ketolongan dan menduga adik angkat ini yang menolongnya.
Karena lenyapnya itu kakek dan cucunya, Sim siang Kiu
menjadi panas hati dan sekarang lagi mencari adik angkatnya
ini. Maka adik ini dipesan buat waspada- Lebih jauh Siauw
Thian menuturkan perselisihan di antara Kay Pang sendiri,
bahwa ialah yang menculik anaknya Kiong bun siang Kiat,
maksudnya untuk dipakai sebagai ancaman
agar Liok Koan dan cucunya dimerdekakan, karena mereka
itu sudah ditolongi, anak itu sudah diperintah dimerdekakan
juga, ia pergi ke Celam tanpa menemui adik angkat ini sebab
ia tidak mau ia nanti dicari Kiongbun siang Kiat karena
diketahui ia dan adik angkat ini bergaul erat, ia pun ingin
membantu Tio Kong Kiu, calon mertua si adik angkat yang
tinggal di Tiongciu. Kong Kiu dan ciu Wi seng tidak mau turut
Lian cu dan Goat Go, puteri-puteri mereka, pergi ke
peternakan Gouw Hong piu di utara, mereka mau pergi nanti
di musim semi, sementara itu Ciu Wi seng terancam bahaya,
sebabnya ialah U-bun Lui,
919 ketua Oey Ki Pang bersakit hati mengenai peristiwa di Ciu
Ke Chung dan katanya U-bun Lui lagi bersiap sedia menuntut
balas. Telah dijanjikan pertandingan di puncak gunung cian
Hud san. Maka dia mau pergi memberikan bantuannya.
Menulis akhirnya, Siauw Thian mengasi tahu bahwa Koay
Cun, anggauta Kay Pang yang murtad itu berada di Celam,
maka Chong si beramai pergi untuk menyusulnya, Maka itu,
kalau urusan In Gak sudah selesai, ia diminta lantas menyusul
ke shoatang. Habis membaca, In Gak menyimpan surat itu di dalam
sakunya, ia kata dalam hatinya. "Urusanku sudah selesai, hari
ini juga dapat aku berangkat" Maka ia kembali ke dalam hotel,
ia melihat Ouw Kong dan puterinya menyambutnya sambil
tertawa. Hati In Gak bercekat, ia likat hingga mukanya menjadi
merah. itulah sebab ia mendapatkan mata Kok Lan tajam
seperti mau menembus hatinya, sebisa-bisa la berlaku tenang,
"Barusan aku dipanggil sahabatku," ia kata, bersenyum, "Ada
urusan yang mesti aku selesaikan, maka itu aku meminta diri
sekarang, Nanti saja kita bertemu pula di gunung Tay san."
It Goan Kisu heran, tapi sejenak. la dapat menenangkan
diri. "Kalau laote ada urusan, silakan" kata-nya, bersenyum,
"Kita toh akan bertemu pula sampai ketemu lagi"
Ouw Kok Lan heran akan sikap ayahnya itu. ia kaget si
anak muda mau pergi begitu mendadak. ingin ia pergi
bersama, ia dan ayahnya tidak punya urusan lain, Karena
kata-kata ayahnya itu, terpaksa ia berdiam saja, cuma
matanya menatap si anak muda.
In Gak harap semakin cepat ia pergi semakin baik, maka ia
memberi hormat kepada si nona dan kata: "Nona, nanti kita
bertemu pula di Tay san" ia lantas memudar tubuh, untuk
bertindak keluar. 920 Mukanya si nona menjadi merah, ia mengawasi orang
berlalu, Kemudian ia hendak menanya ayahnya, ayah itu
mendahuluinya: "Anak tolol Dia mau pergi, mana kita bisa
cegah" jikalau kita tidak berjalan bersama, dapatkah dia
mencegah kita" Lekas berkemas, aku sendiri mau lihat dulu ia
menuju kemana?" Ayah itu lantas lari ke luar.
Kok Lan bersenyum, dengan sebat ia membereskan
buntalannya, terus ia lari ke luar, guna menyusul ayahnya,
sebagaimana biasanya orang perantauan, bungkusan mereka
masing-masing kecil dan ringkas.
Sebenarnya tadi, selagi In Gak diajak ke luar oleh si bocah,
Ouw Kong telah tanya puterinya, si puteri telah mencintai In
Gak atau tidak. la dapat melihatnya dari gerak-gerik puteri itu.
Kok Lan likat tetapi toh ia mengaku di depan ayahnya itu,
Maka berdua mereka berdamai bagaimana harus bertindak
guna mewujudkan perangkapan jodoh itu, sang ayah
menyetujui kalau anaknya terus menemani si anak muda,
supaya lama-lama, pemuda itu dapat mencintai.
Di luar dugaan, In Gak kembali untuk segera berangkat
pergi, Kok Lan mencelos hatinya, Ayahnya lantas
menggunakan waktu itu untuk mereka menguntit anak muda
itu. In Gak tidak menyangka ia bakal disusul, sekeluarnya dari
hotel, ia pergi kejalan besar, akan cari tempat penyewaan
kuda dan kereta, ia membeli seekor kuda, Maka dengan
menunggang kuda, dapat ia melakukan perjalanan cepat.
Kudanya itu segera dicambuk, dilarikan ke arah timur, hingga
di sepanjang jalan saiju muncrat tak hentinya.
Ouw Kong dapat melihat kelakuan si anak muda, maka ia
pun bersama anaknya beli dua ekor kuda, untuk menyusul.
Begitu keluar dari pintu kota, In Gak kabur ke Ma-ki-kio,
terus ke arah Bu-Ceng, ia tidak menghiraukan angin keras dan
921 hawa dingin, dan jagat putih seluruhnya, ia melarikan kudanya
yang sering terpeleset sedang mulut binatang itu
meugeluarkan uap. Sambil kabur itu, otak In Gak bekerja, ia memikirkan
musuhnya, yang banyak. tapi belum ketahuan jelas siapasiapa
mereka itu dan di mana beradanya, Terutama ia belum
tahu siapa musuhnya yang merencanakan pengeroyokan
kepada ayahnya, ia memikirkan juga bagaimana caranya ia
menuntut balas nanti. Demikian rupa pemuda ini kelelap dalam pikiran, ia tak
merasa bahwa dua orang menguntitnya dari kejauhan, coba ia
sadar, ia tentunya sudah mendapat tahu dan bercuriga....
Jilid 12 : Terbokong musuh lama
SELANG satu jam, In Gak mendekati kecamatan Bu-ceng. ia
masih berpikir terus, Lalu di depan matanya berbayang wajah
cantik dari Tio Lian ciu, diganti wajah Ciu Goat Go yang botoh,
diganti pula oleh romannya Hu Wan si manis. "Kemudian lagi
ia mengingat Kang Yauw Hong yang harus dikasihani setelah
ia ingat Kouw Yan Bun, lantas ia ingat si berandalan Ni wan
Lan. Akliirnya ia menghela napas.
"Kenapa aku tidak berjodoh dengan Wan Lan?" tanyanya
pada dirinya sendiri, "Melihat dia lantas aku merasa muak.
Kenapa?" Tak tahu ia sebabnya perasaan itu. Dan sekarang ia
menghadapi ouw Kok Lan, nona manis lainnya lagi. ia seperti
tertarik nona itu. Maka lagi-lagi ia menghela napas.
"Biarlah aku ditambat asmara asal jangan digagalkan...
pikirnya kemudian- ia menghela napas pula.
Tanpa merasa, ia telah memasuki kota Bu ceng, Kudanya
lantas dikasih jalan perlahan Tiba dijalan yang besar, ia


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhenti di depan sebuah rumah makan, ia lantas lompat
922 turun dari kudanya, untuk masuk ke dalam, terus naik ke
lauwteng. Begitu ia tiba di atas, ia segera menarik perhatian para
tetamu, bahkan seorang yang bertubuh besar dan memakai
ikat kepala hijau tertawa dan berkata: "Ha, darimana
datangnya bangsa campuran ini" Dia bukan seperti dipelihara
orang" Tapi baru mulutnya rapat, ia mengeluarkan jeritan tertahan
mukanya menjadi pucat. In Gak. yang sebal untuk usilan,
selagi lewat, sudah mengambil kesempatan menekan pundak
orang, Lantas orang itu mengeluarkan air mata, meringis
menahan sakit. Orang jahil ini mempunyai kawan, dia kaget tetapi dia tidak
gusar, bahkan dia lantas merangkap kedua tangannya,
memberi hormat pada In Gak. sembari tertawa dia berkata:
"Tuan, tolong ampuni sahabatku ini seorang kasar yang
bicaranya sembarangan saja, harap kau tidak menyimpannya
dalam hati..." In Gak melihat orang ini juga memakai ikat kepala hijau,
bersama dia ada pula beberapa kawannya, Mereka semua
pada membawa senjata di pundak mereka, ia bersenyum
ewah, ia melepaskan tekanannya, lantas ia mencari meja.
Semua tetamu heran, maka sekarang, siapa mau
mengawasi pemuda ini, mengawasinya sambil melirik Tidak
lagi ada orang yang bersenyum, semua merasa heran dan
kagum. Sijahil itu, yang kesakitan, masih ada sisa rasa nyerinya,
Dia nyata bandel, dia kata sendirinya: "Siapa bilang aku orang
kasar" orang-orang Oey Ki Pay semua bangsa keras seperti
besi, maka itu ingatlah, gunung itu hijau selamanya dan air itu
mengalir tak hentinya"
In Gak mendengar itu, diam-diam ia terperanjat ia tidak
menyangka kota Bu-ceng ini berada dalam pengaruhnya
923 perkumpulan Bendera Kuning itu. Karena ini ia menaruh
perhatiannya. Semua kawannya si jahil memandang bengis kepada kawan
kasar itu, dari meja di dekatnya ada yang menegur dengan
perlahan" katanya mereka mempunyai urusan penting, tak
dapat mereka mencari musuh, atau mereka akan melaporkan
pada pangcu mereka supaya dia.
In Gak dapat mendengar jelas meski orang bicara perlahanMaka pikirnya: "Urusan penting apakah itu" Aku harus mencari
tahu...." Tidak lama, rombongan Oey Ki Pay itu sudah dahar cukup
dan turun dari lauwteng. In Gak lantas menyusul. Di atas meja kasir ia meninggalkan
sepotong perak. katanya sekalian untuk ongkos kudanya, yang
ia akan ambil sebentar di waktu ia kembali.
Rombongan Oey Ki Pay itu menuju ke luar kota, masuk ke
dalam sebuah kuil kecil, yang berada di dalam sebuah rimba,
kuil mana hampir ketutupan saiju. In Gak menguntit, terus ia
mendekati. TEMPAT perkumpulan rahasia mesti terjaga kuat, maka itu
si anak muda berlaku hati-hati. Lebih dahulu ia bersembunyi di
belakang sebuah pohon, ia mengawasi ke arah kuil, yang kecil
dan sudah rusak, sunyi senyap terbenam salju.
Di sekitarnya hanyak cabang-cabang kering, beku dengan
es. itulah tanda bahwa tempat itu tidak dirawat, Di atas saiju
tampak banyak tapak kaki, ini menandakan orang orang tadi
tidak ada yang lihay. Setelah berdiam sekian lama, In Gak memikir untuk
menghampiri kuil, atau segera ia merasa angin menyambar ke
arahnya, Cepat sekali ia berkelit ia tahu itulah serangan,
bukannya sampokan angin biasa, Ketika ia menoleh, ia melihat
siapa penyerangnya, seorang mirip siluman, sebab dia riapriapan
rambut-nya, mukanya bengis, sepuluh jarinya panjang
luar biasa. Ia lantas menegur: "Kau siapa?"
924 Penyerang itu heran orang dapat meloloskan diri, ia pun
heran untuk orang punya roman jelek. Katanya dalam hati:
"sungguh kebetulan Kenapa wajah dia sama dengan
wajahku?" ia tidak menjawab teguran, ia maju pula,
mengulangi serangannya. In Gak mendongkol tidak memperoleh jawaban, ia ingin
lekas masuk ke dalam kuil, tak sempat ia melayani, Maka itu ia
menyambut serangan itu ia menggunai tipu huruf
"Menggempur" dari Bi Lek sin Kang. sebagai akibat dari itu, si
penyerang terpental mundur.
Justeru itu dari dalam rimba terlihat lari ke luar empat
orang, satu di antaranya menyambut tubuhnya penyerang itu,
hingga dia tak usah roboh terbanting, Tapi dia telah
merasakan gempuran hebat, mukanya menjadi pucat, syukur
untuknya, si anak muda menggunai tenaga hanya lima bagian.
segera empat orang itu mengurung si anak muda.
Orang yang menyambuti si penyerang bertubuh kurus
sekali, usianya sudah lanjut, kumisnya pun yang disebut kumis
kambing hutan, tetapi sepasang matanya tajam, Dia lantas
menanya bengis: " Kau siapa" Kau orang Kang ouw, tahukah
kau pantangan mengintai lain berapat?"
"Kau aneh, sahabat." In Gak menjawab-nya, tertawa
dingin, "Perduli apa kamu dengan aku" siapa yang melarang
orang Kang ouw memasuki sebuah kuil" Kamu toh tidak
memasang pemberitahuan yang melarangnya" Mana aku tahu
kamu lagi berapat" Taruh kata aku tahu, kamu toh tidak dapat
melarang Kuil ini bukan milikmu" Keras dan tajam teguran itu.
Lima orang itu tercengang, Merekalah lima antara su-Lim
sie-sam shia, si tiga belas sesat Rimba Persilatan- Ketua
mereka, Chong-si koay siu, ialah orang yang di Ciu Ke Chung
dihajar In Gak hingga kedua tangannya patah dan pingsan.
925 Dia telah ditolongi U-bun Lui dan diobati tetapi ia bersakit
hati, maka dia bertekad mencari balas, Mereka pun mau
menunjang Oey Ki Pay. Hanya mereka tidak tahu si anak
muda, yang dikenal sebagai Gan Gak saja.
Sudah satu tahun Chong-si Koay siu mendendam sakit
hatinya itu, terus ia bekerja sama Ubun Lui, terus mereka
menyelidiki si anak muda. sekarang mereka heran melihat si
penyerang tadi, kawan mereka itu dibikin terpental sama
seperti terjadinya ketua mereka dulu hari.
"Kau jumawa, tuan" kata si tua tadi, "Dapatkah kau
mengalahkan kami berlima?"
Ia menyebut diri sebagai Bu Lim sip-sam shia.
In Gak tertawa, Tahulah ia orang ada dari kalangan apa.
"Kiranya kamu" katanya, "Kamu tidak dapat ampun lagi" ia
lantas menyerang dengan pukulan "Ti Liong ciu" dari Hian
Wan sip pat Kay, lima jarinya menyambar ke tangan kanan
orang itu. Si sesat itu sudah lantas berkelit, tangannya ditarik pulang,
Lacur, dia kalah sebat, lengannya kena ditangkap. Lantas dia
merasakan sakit sampai ke ulu hatinya.
Si penyerang tadi sudah lantas berlompat maju, guna
menolonGi kawannya itu, Dia menyerang ke punggung si anak
muda, suara angin dari serangannya dingin.
Karena ini, tiga kawannya turut menyerang juga, hingga
mereka jadi mengepung berlima, seperti Chong-si Keay siu
dulu hari mereka menggunai ilmu silat Touw Kat Han-hong
ciang yang berhawa dingin itu.
In Gak tidak menghiraukan serangan itu selama ini ia telah
memperoleh kemajuan pesat, ia berhasil menguasai ketiga
ilmunya, Hian wan sip Pat Ciang, Bi Lek sin- kang, dan Poute
sian ciang, Diserang berlima itu ia lalu memencet musuh yang
tercekal, hingga musuh itu menjerit terus pingsan. lalu
tubuhnya ia angkat dan putar, guna dipakai menangkis. Maka
926 kasihan musuh itu, dia terhajar delapan tangan kawannya,
tubuhnya hancur remuk. Kaget keempat si sesat, Justeru itu mereka mendengar
siulan nyaring, yang membikin mereka kaget dan hati mereka
gentar, belum mereka sempat sadar, lalu mereka merasakan
tekanan keras sekali Mereka cuma dapat mengeluarkan suara
tertahan, lantas yang tiga putus nyawanya.
Cuma yang satu masih dapat berkelit, meski begitu, dia
kena disusul si anak muda, tangannya dicekal sepuluh jari,
hingga dia merasa nyeri bukan main, sakit ke hatinya"
matanya berkunang-kunang.
Nyatanya In Gak sudah menyerang sambil berIompat. ia
menindih dengan tangan kiri, dengan tipu huruf "Menindih"
dari Bi Lek sin Kang", maka lima jeriji tangannya menjadi
sangat keras, sedang tangan kanannya menggunai pukulan
Poute sian ciang. Yang kelima itu dicekal dengan tipu silat Te Liong "Menaklukkan Naga Dia mati kutu. Tubuhnya dirasai sakit
seperti dipaguti laksaan ular, inilah siksaan lebih hebat dari
kematian lantas, ia lantas menjerit-jerit dengan rintihan
kesakitannya. "Sekarang baru kau ketahui bahwa dalam Rimba Persilatan
masih ada lain orang yang melebihi kamu Bu Lim sip sam
shia" kata In Gak tertawa mengejek. Jikalau kau mau diberi
ampun, lekas bilang, apa mau nya Oey Ki Pay berapat di
dalam kuil itu" Biar dia kuat sekali, si sesat ini berubah pikirannya.
Bukankah dia bakal dapat hidup" Maka dia membeber
rencananya Chong-si Koay si yang bersama Oey Ki Pay hendak
mencelakai si anak muda. Sepasang alisnya in Gak berdiri, giginya dikertak
Rencananya Chong-si Koay siu keji sekali, Dia mau
mengirim orang ke segala penjuru dengan tugas kejahatan
927 membunuh orang, membakar rumah, merampok dan berjina,
perbuatan itu memakai namanya Gan Gak. Dengan begitu
mau dibikin In Gak namanya rusak. supaya tak ada tempat di
mana si pemuda dapat menaruh kaki.
Tadi itu serombongan orang Oey Ki Pay ialah orang-orang
yang mendapat tugas kejahatan itu seraya mencari juga si
anak muda, Di waktu siang mereka menyelidiki bakal
kurbannya, di waktu malam mereka bekerja. syukurnya ialah
rencana keji ini baru mulai dikerjakanIn Gak gusar bukan main, Bagaikan kilat ia mengerjakan
tangannya, Mula-mula ia menotok beberapa kali, buat
membikin habis tenaganya orang itu, agar dia tak dapat
bersilat pula, kemudian ia menotok juga urat gagunya, ia
membentak ketika ia terkata:
"Sekarang pergi kau ke daerah barat-selatan untuk di sana
kau tinggal dengan tenang jikalau kau bertemu pula denganku
kau tidak dapat ampun lagi"
Orang itu menghela napas, lantas dengan kedua tangannya
dikasih turun, dia bertindak pergi.
In Gak mengawasi ke pintu kuil, lantas ia maju.
Sesaat itu, sunyi pula bagian luar kuil itu, cuma terdengar
suara angin dan empat mayat menggeletak di atas saiju...
Dengan berani In Gak masuk ke dalam. segala apa pun
sunyi, ia tidak menemukan orang di ruang dalam, Lantas ia
pergi ke beIakang, Lantas ia menjadi heran. orang tidak ada,
yang ada ialah mayat-mayat yang bergelimpangan di
antaranya ada mayatnya Cin Lok. ketua muda Oey Ki Pay.
Hebat matinya mereka itu - tulang-tulang mereka patah,
kepala mereka teklok, mata mereka mendelik, sinarnya
guram, mulut mereka berdarah hitam. salah satu mayat, yang
romannya sangat bengis mirip hantu, usianya sudah lanjut,
patah tangan dan kakinya, nyambung hanya karena kulitnya
saja. Dia mestinya salah satu si sesat. Anak muda itu
928 menduga semua kurban ialah kurban-kurban serangan
mendadak. "Hebat orang itu," ia berpikir "Tidak ada musuh
yang lolos... siapakah dia?"
Dalam herannya itu, In Gak lari ke luar. Ketika ia tiba di
tempat pertempuran tadi ke-empat mayat kurbannya lenyap
semua, ia menjadi lebih heran lagi. ia menduga tentulah orang
gagah di dalam kuil itu yang menyingkirkannya, inilah yang
pertama kali ia menemui orang dengan sepak terjang cepat
dan bersih itu. Oleh karena tidak dapat mencari orang itu, In Gak lari
pulang keBu-ceng utuk mengambil kudanya, guna melanjuti
perjalanannya ke Celam, seorang diri ia kabur dijalan yang
bersalju seluruhnya, cambuknya sering-sering menjeter
nyaring. Dihari ketiga, pagi, In Gak tiba di Teksciu, yang ia lalui,
hingga selanjutnya ia berada dalam wilayah shoatang, di
tanah suci, di mana penduduk umumnya halus budi pekertinva,
ramah tamah sikapnya: hingga penyair Souw Tong Po
menulis: "Di propinsi shoatang tetap lembaganya, di antara
sepuluh laksa keluarga semua keluarga sastera." Hanya
sayang akibat kekacauan pelbagai pemerintahan
menyebabkan penghidupan penduduk menjadi rusak.
Tiga jam kemudian m Gak sudah sampai di kota tujuannya
oi sini hawa udara sudah hangat, beda dengan kota raja yang
bersaiju, Inilah karena kota Celam berada di antara dua
gunung, berupa lembah. In Gak masuk dari pintu barat, kudanya dikasi jalan
perlahan, ia lantas melihat
telaga Tay Beng ouw yang luas dan bergelombang dan di
tengah mana ada ranggon yang tinggi. Di tepian ada banyak
pohon yang-liu, di telaga ada pohon teratainya. Air cetek dan
berwarna hijau. 929 Di sanapun kedapatan banyak burung air serta ikan
berenang pergi datang, Inilah telaga yang dapat dibandingi
dengan telaga se ouw di Hang-ciu.
Untuk mencari Goan seng Piauwkiok, In Gak turun dari
kudanya dan menanya orang, ia diberi keterangan, piauwkiok
itu berada di tepi telaga dan terpisahnya dari ia cuma kira
setengah li lagi Maka itu lantas ia menuju ke tempat yang
ditunjuki itu. Dari kejauhan sudah terlihat merek piauw-kiok yang dicari
ia jalan terus, ia melihat ada banyak orang mundar-mandir, di
antaranya ada yang romannya mencurigai ia menduga kepada
pihak musuh.

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tepi jalan, terpisah dari piauwkiok lima- enam tombak.
ada seorang berdiri dengan menolak pinggang dan matanya
sering diarahkan ke piauwkiok itu. Dipundak-nya ada sehelai
joanpian. Dengan tindakan perlahan In Gak lewat di depan orang itu,
yang mukanya mirip kera, lantas ia mengeluarkan reak,
meludah ke kaki orang itu.
"Kurang ajar" orang itu membentak gusar. "Kau mau cari
mampusmu. Lekas bersihkan kakiku, manusia jelek"
In Gak tertawa dingin. "Tuan mudamu memang jelek tetapi kau pun tak bagus
seberapa" ia kata. "Tuan mudamu membuang ludah, kenapa
kau mau melarang" Hm, bagus kau ingin tuan mudamu
menyusut ludah di kakimu itu jikalau kau bukannya manusia
kasar, tentu aku sudah kirim kau ke kantor negeri supaya kau
dirangket seratus rotan" orang itu menjadi gusar seperti kalap.
"Anak celaka, nanti tuan besarmu menghajar kau" dia
membentak. terus dia menyerang dengan kedua tangannya
diarahkan ke pundak si anak muda, untuk menolak.
Inilah yang dikehendaki In Gak. ia memang lagi
mengundang hawa marah orang, ia menunggu tangan orang
930 hampir tiba, mendadak ia berkelit ke belakang orang itu,
Dengan lekas joan pian orang itu pindah ke tangannya.
"Heran" si kasar kata sendirinya melihat orang lenyap.
tetapi ia memutar tubuhnya, segera ia menyerang ke
belakang, ia bertindak sangat sebat.
In Gak tertawa dan mengayun joan pian, dengan begitu
tangan penyerang itu lantas kena terlibat cambuknya sendiri,
yang makan tuan, ketika ia menarik dengan kaget, tubuh dia
itu tertarik dan terpental delapan tombak jauhnya, tercebur di
telaga. Setelah itu riuh terdengar beberapa suara orang, Mereka
lari ke arah In Gak. ia tahu orang tentu kawannya si muka
kera, tak mau ia banyak omong, ia menyambut mereka itu
dengan rabuan joan pian, hingga mereka itu menjerit
kesakitan pipi mereka terluka, tubuh mereka terguling jatuh,
darahnya mengucur. Habis itu In Gak tertawa dingin, ia membuang joan pian ke
tanah, gagangnya nancap lima dim, kemudian dengan roman
agung-agungan ia bertindak ke pintu piauwkiok.
Beberupa orang itu ketakutan, mereka merayap bangun,
untuk menolongi kawannya yang kecemplung, lantas mereka
ngeloyor pergi dengan cepat.
Di muka piauwkiok ada dua orang, mereka heran
menyaksikan pertempuran itu, ketika mereka mendapatkan
orang mendatangi, keduanya menyambut dengan hormat.
"Apakah tuan..." tanya mereka, Mendadak mereka berhenti
bicara. "Tak usah tanya tuan tuan" In Gak memotong,
mengulapkan tangan, "Tolong pimpin aku lantas menemui
Liang Hoay Tayhiap Ciu Locianpwe"
Dua orang itu tidak banyak omong lagi. mereka bersenyum,
lantas mereka memimpin masuk. Hanya yang satunya
931 kemudian berkata "ciu Tayhiap tengah rebah terluka di atas
pembaringan itulah karena urusan piauwkiok kami."
In Gak terkejut, Pantas ia melihat dua orang piauwkiok itu
beroman berduka. Di dalam pun ia melihat semua orang
tenang tetapi tak bergembira, Mereka itu agak heran melihat
datangnya ini, Di antara mereka ada sahabat-sahabat yang
datang buat memberikan bantuannya.
In Gak melewati tiga ruang, sampai di depan kamar yang
madap ke utara, Di depan pintu ada menjaga dua orang
dengan pakaian singsat, mereka itu didekati dua pengantar,
yang berbicara berbisik, seorang lantas masuk ke dalam, cepat
dia keluar pula, mengundang si anak muda masuk.
Sampai di dalam, In Gak melihat dua buah pembaringan di
atas mana ada rebah masing masing satu orang, ia mengenali
Ciu Wi seng, maka ia menduga yang satunya lagi tentulah
pemilik Goan seng Piauw kiok, ia mengangguk.
Kapan Wi Seng melihat orang yang datang itu, agaknya dia
girang, dia mau berbangkit tapi In Gak segera mendekati,
mencegah padanya, katanya perlahan sembari tertawa:
"Jangan bangun, gakhu silakan rebah saja, jangan kuatir, di
sini ada siauwsay." Ia membahasakan dirinya "siauw say"
menantu yang rendah. Wi seng tertawa meringis, rupanya
saking berduka dan menderita.
"Aku kuatir aku tidak dapat sembuh lagi," katanya
perlahan, "Aku terkena racun ular kim-shoa-coa dari Tok Pi sin
Mo. Aku terganggu pada pernapasanku. Demikian juga
Congpiauwtauw Kho Cu Liong dari Goan seng piauwkiok ini,
sekarang ini kita menutup jalan darah kita, ini tentu tak dapat
dilakukan terus menerus, sebab ada kemungkinan tubuh kita
berubah menjadi cair... In Gak terkejut ia tahu lihaynya ular beracun kim-shoa-coa
itu. Kalau racun bercampuran dengan darah dan meluluhkan
932 di seluruh tubuh, daging akanjadi busuk dan nowah, dan itu
berarti jiwa tak ketolongan lagi.
Kho Cu Liong mendengar perkataannya Wi Seng, dia
tertawa, dengan suara parau dia berkata: "Adakah ini Cia
siauwhiap" jangan takut Hidupnya manusia toh tak lebih
daripada seratus tahun, hidup itu impian belaka Kau harus
ketahui mentuamu dan aku telah berusia lanjut, kami mati tak
takut, hidup pun tak bergirang luar biasa Hanya yang aku
kuatirkan yaitu mentuamu, saudara Tio Keng Kiu, seorang diri
dia telah pergi ke jurang cian Tiang Yan di gunung Tay san
untuk mencoba mencuri obatnya Tok Pi sin Mo, yaitu rumput
Ho yan-co. Dia sudah pergi lima hari tetapi masih belum
kembali..." In Gak mengerutkan alis, tetapi ia bersenyum.
"Tetapkan hati, Kho Tayhiap" katanya, "Nanti aku pergi ke
cian Tiang Yan menyusul mentuaku itu, untuk sekalian
mendapatkan obat, Hanya bagaimana keadaan di sini?"
Susah Cu Liong bicara, napasnya sesak. mukanya merah,
maka Wi Seng lantas menalangi dia menjawab.
"Hiansay, silakan kau lekas pergi, Untuk sementara, di sini
tak ada bahaya, janji pertemuan di puncak Cian Hud Teng
masih ada tujuh hari lagi."
In Gak tahu tugasnya. "Baiklah, sekarang siauwsay lantas pergi" ia kata, ia
memberi hormat pada kedua orang tua itu, terus ia berjalan
ke luar. ia heran tidak melihat Lui Siauw Thian, hingga ia
kuatir saudara angkat itu pun mendapat kesusahan yang tidak
disangka-sangka, Tapi ia tidak sempat menanyakan, ia berlalu
dengan cepat, pikirannya kusut, hingga ia tak melihat dua
orang tadi memberi hormat padanya.
Tiba di luar, In Gak lompat naik atas kudanya, yang ia terus
kaburkan ke pintu kota selatan, Dengan lekas ia sampai di luar
kota. ia kabur terus hingga berada di tempat sepi. Setelah
melalui empat puluh li, ia mendapatkan matahari menerangi
933 seluruh jagat, Selagi melarikan kudanya, di samping ia, di
antara rimba, ia melihat samar-samar dua bayangan berlari ke
depan, seperti untuk melombai ia.
Ia menduga kepada orang jahat, ialah pihak musuh yang
mengintai dan menguntitnya, ia be^aspada, Karena ia tidak
ingin terintang. ia tidak memperdulikan mereka itu, ia perlu
cepat sampai di gunung Tay san, dijurang Cian Tiang Yan.
Gunung Tay san besar dan luas, ia tidak tahu di mana
adanya Cian Tiang Yan, tapi ia percaya dengan tanya-tanya
orang, ia akan dapat cari, ia mencambuk kudanya, ia ingin
dapat melombai dua bayangan tadi...
Pemuda ini tidak menimbulkan urusan, tetapi urusan
mencarinya... Untuk pergi ke Tay san, jalanannya ialah dari utara
kedamaian Tay-an, dan dari Celam ke Tay-an, orang mesti
melintasi jalan pegunungan dari dusun Han tek-cun sampai di
dusun Lou Cun di sebelah barat daya kecamatan itu, jaraknya
tujuh atau delapan puluh li. jalanan itu sukar, banyak
tanjakannya, banyak pohon cenutranya yang cabang dan
daunnya lebat. Ketika In Gak sampai di Ban-tek-cun, hari sudah jauh lohor,
ia mampir untuk menangsal perut dengan cepat, terus ia
berjalan pula. Maka di lain saat ia sudah mulai mendaki. lantas
ia seperti ditutupi pepohonan. Hari pun menjadi magrib. ia
tidak takut jalanan sukar, melainkan kudanya letih sekali,
jalannya perlahan, lebih perlahan dari orang berjalan kaki.
"Dengan jalan cara begini, sampai kapan aku dapat sampai
ke tempat tujuanku?" pikirnya, "Lebih baik aku meninggalkan
kudaku...." Benar selagi si anak muda memikir demikian tiba tiba
kupingnya mendengar mengaungnya pelbagai senjata rahasia,
sedikitnya puluhan biji, Tidak ayal lagi ia berlompat turun dari
934 kudanya, untuk jempalitan, diwaktu ia tiba di tanah,
tangannya yang lebih dulu menahan tubuhnya, itulah gerakan
"sin liong liang bwe," atau "Naga sakti menarik ekor-nya."
Terus ia berdiri untuk dengan kedua tangannya menyerang
ke kiri dan kanan. ia menggunai ilmu silat Bi Lek sin Kang,
tangan kirinya menggunai jurus "Im kek yang eng" jurus yang
ketiga belas, dan tangan kanannya jurus "Liok hap hoa it."
Hebat kesudahannya serangan ini. cabang-cabang pohon
patah dan jatuh karenanya, sejumlah pohon kecil turut roboh
juga, Dengan begitu tidak ada panah atau senjata rahasia
lainnya yang mengenai ia.
Celaka kudanya, binatang tunggangan itu terbinasa
ditancap banyak anak panah, bangkainya terkulai di tepi
jalanan. Pemuda ini jadi sangat gusar, ia lompat ke arah kiri, hingga
ia melihat belasan bayangan berlari pes at jauh nya belasan
tombak. Jikalau aku dapat membiarkan kamu lolos, aku sumpah tak
mau menjadi orang" ia kata dalam hatinya, Lantas ia lari
menguber. Rimba itu gelap dan lebat, banyak pohon oyotnya, itulah
rintangan. Musuh sebaliknya lari berpencaran. Agaknya musuh
mengenal baik rimba itu, Untungnya untuk mereka, mulanya
mereka sudah memisahkan diri bertombak-tombak jauh.
Tidak lama lagi, rembulan pun mulai muncul, maka di sana
sini nampak bayangan cabang-cabang mirip gerak-gerik
hantu... Sampai sebegitu jauh belum berhasil In Gak menyandak
atau membekuk musuh-musuhnya yang tidak dikenal itu.
Tanpa merasa ia telah mengejar jauhnya satu li. Lalu ia
mendekam di sebuah gundukan tanah seperti bukit, mata dan
telinganya dipasang. 935 Mendadak terdengar suara tertawa seram dari empat
penjuru, terbawa angin, itulah suara seperti "hantu menangis
atau serigala menyalak"...
Diwaktu malam seperti itu, In Gak yang bernyali besarpun
merasakan bulu romanyapada bangun berdiri, ia tidak takut, ia
mendengari, ia mau tahu, suara dari arah mana yang
datangnya paling dekat. Di sebelah itu, ia jadi semakin panas hatinya, Tiba-tiba ia
lompat mencelat. itulah lompatan "Kim liong tauw kah" atau
"Naga emas membuka kuku- nya", ia menubruk ke arah dari
mana datangnya tertawa gangguan itu, ia berjempalitan
hingga kakinya berada di atas.
Tiba-tiba terdengar pula tertawa yang menyeramkan itu,
belum lagi ia sampai, satu bayangan lompat berlalu, Tanpa
menanti kakinya menginjak tanah, ia menyerang bayangan itu
dengan kedua tangannya ke arah kaki, sambil ia membentak:
"sahabat, kau main setan-setanan, kau bukan orang Bu Lim"
Bayangan itu sangat gesit, hampir kakinya terpegang, Dia
lolos karena si anak muda terlambat sedikit. Tapi In Gak
sudah mahir dengan Hian Wan sip pat Kay, gagal dengan
tangkapan, ia terus menyentil.
Bayangan itu mengasih dengar suara tertahan, gerakannya
menjadi lambat lantas tubuhnya terlihat melesat ke atas.
"Sahabat, kau hendak lari ke mana?" In Gak menegur
seraya ia lompat menyusul. Mereka lantas main berkejarkejaran
terus. Sekonyong konyong In Gak merasakan kakinya menginjak
tempat kosong. selagi begitu dua bayangan muncul dari kiri
dan kanan, menyerang kepadanya. Mereka itu berada di
tempat yang terlebih tinggi, maka itu dari atas mereka
menyerang ke bawah. Biarnya ia terkejut, In Gak telah siap sedia, ia telah
menutuh diri ia mementang kedua tangannya, menyambuti
penyerang untuk sekalian menotok pundak mereka.
936 Dua musuh itu kaget, tetapi mereka sangat sebat, mereka
dapat berkelit dengan menjatuhkan diri, dalam gerakan "si
Keledai malas bergulingan.^
Secara demikian In Gak dapat dirintangi mengejar lawan
yang kena tersentil kakinya itu. Disamping itu, tubuhnya terus
turun, karena kakinya tidak menginjak suatu apa. Di sebelah
atas, kedua musuh itu, yang sudah berlompat bangun, telah
mengasih dengar seruannya:
"Kena" seruan itu disusul dengan menyambarnya belasan
senjata rahasia yang bersinar berkeredepanIn Gak kena terhajar akan tetapi ia sudah menutup diri,
tubuhnya tidak terluka ia tidak terjeblos dalam, kakinya lantas
menginjak gundukan tanah, ia melihat munculnya empat
bayangan di tempat belasan tombak, terus mereka itu
berpencaran pula. Tapi mereka berpencar bukan buat lari, hanya untuk
mengurung. Mereka dibantu oleh tiga yang tadi. sebab orang
yang dikejar-kejar itu sudah kembali, berkumpul bersama dua
penolongnya. Di antara cahaya rembulan, In Gak dapat melihat tujuh
orang itu, Mereka bukannya orang-orang muda lagi.
"Sahabat," tegurnya dingin, diwaktu malam ini, dan di
tempat begini, apa perlunya kamu memegat aku" jikalau
kamu tidak memberi penjelasan, jangan sesalkan aku kalau
aku berlaku telengas"
Tujuh orang itu berdiam, cuma mata mereka mengawasi


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tajam. Suasana sunyi sejenak. lantas terdengar tertawa aneh,
yang seram, disusul dengan bentakan: "Aku kira siapa, tak
tahunya kau, binatang cilik Aku mencarinya dengan susah
payah, tak tahunya kau dapat diketemukan di sini jikalau
malam ini aku si orang tua tidak membikin darahmu muncrat
937 dan tubuhmu melintang sebagai mayat, tak dapat sakit hatiku
dibikin lampias" In Gak seperti mengenali suara orang, ia lantas berpikir.
Cuma sedetik, ia pun tertawa lebar.
"Chong si Koay siu" ia berseru, "kau masih tak sadar, kau
membuatnya orang tertawa Dulu hari aku menyayangi
usahamu mengangkat nama, aku tidak mau merebut
nyawamu, tapi kali ini kau mengganggu aku, baiklah, aku
nanti melayani pula padamu Kau telah meyakini ilmu apa lagi"
Lekas kau keluarkan"
Orang tua itu memang benar pecundangnya In Gak selama
pertempuran di Ciu Ke Chung, tulang patahnya sudah
tersambung pula, maka sekarang dia dapat bergerak dengan
leluasa, Hanya sekarang dia tidak mau bertempur satu lawan
satu, dia mau main keroyok.
"Orang she Gan, jangan kau harap malam ini kau dapat
mengundurkan diri dengan tubuhmu utuh seluruhnya" kata
jago tua itu, suaranya dalam, "Kau lihatlah, di sana masih ada
lawan mu yang terlebih lihay datang ke mari" Dan dia
menunjuk. In Gak mau tertawa karena orang masih mengenal dia
sebagai si orang she Gan. Rupanya dia belum tahu ialah Koay
Ciu sie-seng Jie In. Kata-kata Chong-si Koay siu lantas terbukti Dari arah
kemana ia menujuk tadi lantas terlihat munculnya tiga
bayangan, Ketika In Gak mengawasi tajam, ia mengenali dua
antaranya, ialah It Ceng dan It -Hui, dua saudara dari Hoa san
Pay, atau Imyang siang Kiam yang tahun sudah telah menjadi
pecundangnya. Orang ketiga ialah seorang imam sudah ubanan
seluruhnya, dipundaknya tergendol sepasang pedang, cepat
larinya mereka, dari itu dapat diketahui, It Ceng dan It Hui
bukanlah It Ceng dan It Hui dahulu hari itu.
938 In Gak heran kenapa orang ketahui ia mau pergi ke Tay
san, ia hanya tidak mau menduga bahwa orang-orang yang
tadi ia permainkan di depan piauwkiok ialah orang-orangnya
Chong-si Koay siu, yang terus menerus mengintai padanya,
itulah Chong-si Koay siu yang bersama seorang kawannya
melombai ia dalam rupa bayangan.
Mereka itu lantas bekerja, bersiap dan menjaga, hingga
sekarang ia kena diganggu mereka itu. "
Chong-si Koay siu penasaran karena kekalahan dan
terlukanya itu, sia-sia ia mencari In Gak sesudah ia sembuh,
maka itu ia menggunai akal mengganggu Ciu Wi seng dan Tio
Kong Kiu, ia percaya In Gak bakal datang kalau ia mendengar
kabar perihal gangguan itu.
Dia cerdik, dia tahu Wi Seng dan Kong Kiu berada di Goan
seng Piauwkiok. Dia juga mendengar piauwkiok itu bakal
mengantar piauw ke Yang- ciu, maka dia menjaga di dekat Ni
san di Kiok-hu dan telah merampas piauw itu.
Semua piauwsu kena dibinasakan, cuma seorang pegawai
yang dikasih tinggal hidup supaya pegawai ini pulang
membawa laporan celaka, itulah pancingan agar Wi-seng dan
Kong kiu datang. Nyata umpan itu memakan.
Wi-seng dan Kong Kiu datang bersama Kho Cu Liong, Cu
Liong pun mengajak sejumlah sahabatnya.
Di Ni san lantas terjadi pertempuran. Dengan ilmu pedang
"ciu Hong Lok Yap It Ji Kiam", atau "Daun rontok di musim
ketiga Kong Kiu sudah lantas merobohkan beberapa lawannya,
yang terdiri dari Bu Lim sip sam shia serta orang-orang Oey Ki
pay. Dalam pertempuran kalut, pihaknya kalah jumlah.
Lantas datang Tok Pi sin Mo Ca Kun, si Hantu Tangan satu,
yang menjadi paman gurunya Chong-si Koay siu. Dia ini
menggunai jarum beracun, racun ular kim-shoa coa- maka Cu
Liong dan wi seng terluka.
939 Ca Kun masih seorang yang dapat berpikir ia melarang
Chong si Koay siu membinasakan dua orang she Kho dan she
Ciu itu, sebab katanya, musuh yang benar ialah Gan Gak.
lantas mereka dibiarkan berangkat pulang bahkan kepada
mereka diberitahukan jarum beracun itu tak ada obatnya
kecuali rumput Huli-yan-cu yang tumbuhnya cuma di jurang
Ciau Tiang Yan di gunung Tay san.
Ca Kun bilang. jikalau orang tidak puas, lagi setengah bulan
kedua pihak. boleh bertanding pula di puncak Cian -Hud San,
sedang urusan piauw cuma dapat dibereskan kalau Gan Gak
datang sendiri mengurusnya.
Sepulangnya ke Celam, melihat Wi seng dan Cu Liong
merintih saja, Kong Kiu tak tega, maka berangkatlah ia ke Tay
san, buat mencari obat dijurang Cian Tiang Yan itu ia tidak
takut meski ia tahu Ca Kun berdiam di tempat yang berbahaya
untuk orang luar. Demikianlah ia berangkat dan sudah lima hari belum
kembali Di kota Celam, Chong-si Koay siu memasang mata, ia telah
mendirikan cabang Oey Ki Pay, supaya orangnya bisa tinggal
tetap di kota itu. Dengan begitu ia jadi mendapat tahu hal
datangnya si anak muda. Kebetulan untuknya, ia dikunjungi
Im-yang siang Kiam bertiga, maka ia lantas meminta
bantuannya tiga sahabat itu.
Im-yang siang Kiam memang mau mencari balas buat
mereka, tanpa diminta juga tentu suka mereka memberikan
bantuan mereka. In Gak tertawa melihat It Ceng dan It-Hui ia kata: "Kamu
masih ada muka datang untuk mencari balas seharusnya
kamu memelihara diri, untuk menjadi orang baik-baik sungguh
bermuka tebal" Pemuda ini tertawa nyaring hingra tertawanya itu
berkumandang. 940 Im-yang siang Kiam gusar sekali, tetapi sebelum mereka
maju atau membuka mulut, si imam tua kawannya sudah
mendahulukan mereka, fmam itu mengasih dengar suara
"Hm" berulang kali dan kata: "Tuan, kau masih begini muda,
kau sudah jumawa sekali, mulutmu jahat"
In Gak menatap imam itu, yang matanya tajam dan kedua
pempilingannya menandakan tenaga dalam mahir. ia tertawa
dan kata: "To-tiang, kita tidak kenal satu pada lain, kita tidak
bermusuhan mengapa lotiang mencampuri air keruh ini?"
Si imam mengerut alis, ia mau menjawab tetapi Chong-si
Koay siu mendahului katanya sambil tertawa dingin: "Gan Gak.
kau jangan mempunyai mata tetapi tidak mengenali gunung
Tay san inilah Ti Bi Totiang, kakek guru kami yang menjadi
ciangbunjin dari Hoa san pay
Masihkah kau tidak mau menyerah untuk dibekuk?"
Tapi In Gak tertawa lebar, "Aku menyangka orang Kang
ouw tingkat bawah, tidak tahunya ketua dari sebuah partai,"
ia berkata, "Bagus untukku, aku mendapat kehormatan, aku
berbahagia sekali" ia berhenti sebentar, ketika ia melanjuti,
suaranya dalam: "Bangsat tua Chong si, apakah maksudmu
malam ini" Kau mau maju satu demi satu atau kau mau main
keroyok" Bilanglah, aku si orang she Gan akan mengiringi kau
jikalau kau main licik, mau meminjam golok lain orang untuk
membinasakan orang, aku si orang she Gan akan
mendahulukan membunuhmu." setelah berkata, tangan si
anak muda di ayun. Chong-sie Koay siu cepat berlompat mundur tiga tindak.
Dia jeri terhadap si anak muda karena dia mengingat terluka
baru ini. In Gak cuma menggertak ia tertawa.
Muka Koay sia menjadi pucat, dia malu sekali sudah kena
digertak. Dia mencoba berlaku sabar.
941 "Bocah cilik, jangan jumawa" bentaknya, "Jikalau kau dapat
memukul pecah barisan kami yang disebut Cit seng Lian Hoan
Tin, mulai saat ini aku nanti pergi menyembunyikan diri"
Barisan itu yalah barisan "Tujuh Bintang Berantai."
In Gak tertawa, Terus ia berpikir: "suhu mengajarkan aku
ilmu pedang dan ilmu bertindak Hian Thian cit seng, sekarang
baik aku mencoba melayani barisan Tujuh Bintang dari chongsie
Koay siu ini..." Maka ia tertawa dingin dan memberikan jawabannya:
"Siluman tua pergi pulang, kau tetap mau main kroyok ini
namanya siapa belum sampai di sungai Hong Ho, hatinya
belum mati. Apakah kau sangka aku jeri terhadap barisanmu"
jangan kau besar mulut, jangan kau ngoceh saja, mari mulai"
Chong-sie Koay Siu tertawa, matanya bersinar bengis, ia
lantas memberi hormat pada ketua Hoa San Pay. Tie Bu
Tianglo, dengan menjura dalam.
Melihat demikian, ketua Hoa San Pay itu ketahui chong-sie
Koay Siu belum membutuhkan bantuannya, maka itu
bersama-sama Im-yang siang Kiam, ia mengundurkan diri kepinggiranMalam itu lembah itu cukup terang oleh sinar rembulan,
dipuncak teriihat salju putih. kesunyian cuma diganggu suara
angin diantara pepohonan.
Bu Lim Sip-sam Shia, dengan chong sle Koay siu sebagai
ketuanya, sudah lantas mengatur diri. Mengikuti barisannya,
mereka terdiri dari tujuh orang yang berarti Tujuh Bintang.
Wajah mereka sangat tegang, sebab inilah saat maju atau
runtuhnya mereka. In Gak mengawasi orang mengatur barisannya, ia
mendapat kenyataan, untuk permulaan chong-si Koay Siu
bersama yang nomor dua dan nomor tujuh bakal menyambut
lawan, yang lainnya membantu. orang yang ketiga dan
keempat bersenjatakan pedang, dan yang kelima dan keenam
942 bergegaman tongkat long-ge-pang. Sembari mengawasi itu, ia
berpikir. "Aku mesti lekas pergi ke Cian Tiang Yan, tak sempat aku
melayani mereka, mesti aku lekas menyudahi gangguan ini."
Maka ia lantas menanyai "Siluman tua, kamu yang maju atau
aku?" "Terserah" sahut orang yang ditanya.
Tidak menanti suara orang berhenti, In Gak sudah maju
dengan tindakannya Hian Thian Cit seng Pou, ia melewati
Chong-si Koay siu dan orang yang kedua, tiba di depan orang
yang ketiga la mengulur tangan kanannya, menangkap tangan
kanan lawan di bagian nadi.
Bukan main kagetnya orang yang ketiga ini. Ia tidak sangka
musuh dapat melewati ketuanya berdua dan segera berada di
depannya dan menyerang secara kilat itu. ia hendak
menyingkirkan tangannya, tetapi sudah kasip.
Celakanya, begitu kena tercekal, habis sudah tenaganya,
setelah merasai lengannya kaku, ia lantas tak sadarkan diri.
Tengah In Gak manangkap musuh, ia mendengar Chong-si
Koay siu berseru, lantas ia merasa hawa dingin menyambar
dari belakangnya. Terang ketua musuh ini kaget dirinya
dilewati secara demikian mendadak dan lalu penyerang sambil
mengasih dengar suara amarahnya itu.
Perbuatan ketua ini disusul gerakan yang lain-lainnya. ia
menjadi kagum sebab sekalipun sudah kurang satu tenaga,
barisan itu masih demikian lihay, ia juga lantas melihat
datangnya serangan dua batang pedang, ia mengerti, seorang
diri tak dapat ia menangkis enam senjata berbareng, dari itu ia
berlaku cerdik, ia menarik musuh yang terpegang itu ke
belakangnya, terus ia lompat tinggi, tangan kirinya disabetkan
kepada musuh yang kelima dan keenam, itulah jurus "Ngo ci
hoan san" atau "Lima jeriji mengancam gunung" dari Bie Lek
sin Kang. 943 Chong-si Koay siu terkejut melihat orang menangkis
dengan memakai tubuh kawannya sebagai senjata, itu berarti
mencelakai kawan sendiri, Bersama dua kawannya yang
menggunai pedang ia lekas-lekas merubah sasarannya ke arah
kiri. Yang kelima dan keenam menyerang dengan tongkat
mereka, mereka terlambat, serangan mereka mengenai
sasaran kosong sebab tubuh In Gak sudah melesat,
sebaliknya, mereka merasai samberan angin hingga mereka
mesti lekas-lekas berkelit ke samping, Tidak urung pundak
mereka kena tersamber juga, hingga mereka lantas merasa
napas mereka sesak. In Gak tidak berhenti bergerak karena ia sudah lolos dari
bahaya itu. ia menaruh kaki di depannya Chong-si Koay siu,
lantas ia mengulur sepuluh jarinya kepada jago tua itu serta
musuh yang nomor dua. Ketika tadi ia menangkis, ia sekalian
melepaskan musuh yang ketiga yang telah lantas tak sadarkan
diri. Chong si Koay siu dan kawannya berkelit. Toh lengan
mereka tersampok anginnya serangan hingga keduanya kaget
dan mengeluarkan peluh dingin.
Ti Bi tianglo, ketua dari Hoa san Pay menjadi kagum dan
heran, ia tidak mengerti kenapa orang dapat bergerak dengan
cepat dan lincah itu, ia tidak bisa membade In Gak itu
keluaran partai persilatan mana, ia mau percaya hatinya
chong-si Koay siu bakal kena diruntuhkan apabila itu sampai
terjadi, ia dan dua kawannya bakal dihadapi soal sulit.
Karena ini ia lantas berpikir, terus ia kisiki Im-yang siang
Kiam, setelah itu segera ia mementang kedua tangannya,
hingga terdengar suara berkontrang nyaring, lalu terlihat
tubuhnya berlompat maju menyusuli dua sinar hijau seperti
bianglala. 944 Ketika itu In Gak. gagal menyerang Chong-si Koay siu dan
si nomor dua, meneruskan penerangannya kepada empat
yang lain, itulah cara menyerangnya guna membikin kacau
barisan musuh, barisan yang telah dilatih belasan tahun
hingga sukar untuk dipukul pecah.
Ketika Chong-si Koay Siu berdua berkelit empat yang lain
maju menyerang, bahkan diturut oleh si nomor tiga yang
sudah mendusin dan segera maju pula, ia ingin sekali cepat
menyudahi pertempuran itu. ia tengah memikir menggunai
jurus "Mematahkan otot dan memutuskan nadi" ketika ia


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat menyambernya sinar hijau dari dua batang pedang,
lekas-lekas ia berkelit dengan mengguai jurus huruf "Lolos"
dari Bi Lek sin Kang, sedang dengan lima jeriji tangan
kanannya, ia membarengi menyentil.
Kedua sinar itu lantas lenyap. sebaliknya muncul Ti Bi Tiang
lo, yang nampaknya heran dan kaget. Mengenali siapa orang
itu, ia menjadi membengkok ia menegur dengan suara dalam:
"Apakah seorang ciangbunjin juga main bokong seperti
caranya bangsa tikus?"
Muka Ti Bi menjadi merah, lekas-lekas dia memuji: "Bu
Liang siu Hud" ia merangkap kedua pedangnya dan menjura,
kemudian sembari tartawa ia kata: "Itulah perbuatan yang aku
tidak berani lakukan. Hanyalah melihat tuan begini lihay maka
aku, yang tak segan mencari kemajuan, ingin meminta
pengajaran barang satu dua jurus."
In Gak heran, ia tidak dapat membade hati orang, Di saat
seperti itu, ia tidak sempat berpikir lama, Maka ia bersenyum
dan menjawab. "Totiang terlalu memuji Baiklah, silakan
totiang memberikan pengajaranmu"
Selagi dua orang itu berbicara, Im-yang siang Kiam sudah
berbisik kepada Chong-si Koay siu, Dia ini dan kawankawannya
berhenti menyerang begitu lekas majunya ketua
Hoa san Pay itu. 945 Ti Bi Tiang lo tidak membuang-buang waktu, ia lantas
menyerang dengan sepasang pedangnya dengan jurus "sang
guntur mengagetkan," ialah satu diantara tiga jurus utama
dari "Tian-to Im yang Ngo Heng Kiam," ilmu pedang "Im-yang
dan Ngo-heng Bertentangan" dari Hoa San Pay. pedangnya
lantas berkilauan dengan anginnya menderum dan sinarnya
seperti juga benda-benda tajam menyerang pelbagai jalan
darah lawan. In Gak berkelit. ia segera berpikir bahwa sulit untuknya
kalau ia tidak menaklukkan imam ini. ia bergerak dengan
gerakannya "Hian Thian cit Seng Sin-hoat," begitu lincah
hingga ia seperti lenyap dari depan si imam, sebaliknya kedua
tangannya, dengan sepuluh jerijinya, menyamber ke nadi jago
tua itu. Ti Bi Tianglo kaget bukan main, inilah ia tidak sangka
Justeru itu mendadak In Gak merasai dorongan angin keras
sekali, yang datangnya dari kedua sampingnya, hingga selagi
ia merasai dadanya sesak, tubuhnya pun tertolak mundur.
Ini dia yang dibilang, "cengcorang menangkap tonggeret, di
belakangnya ada burung gereja." itulah sebab Im-yang Siang
Kiam bersama rombongannya Chong-si Koay Siu telah
bergerak secara diam-diam, keduanya menyerang berbareng
dari kiri dan kanan- Karena berbareng, bisa dimengerti tenaga mereka menjadi
besar luar biasa Biarnya ia telah menutup diri, In Gak toh
merasai tubuhnya ngilu, ia terus tertolak mundur, hingga ia
tak sempat berdaya meski ia sudah berpikir, begitu luang ia
akan meloloskan diri. Ti Bi Tianglo pun tidak berdiam saja. Karena bantuan kiri
dan kanan itu, ia bebas dari samberan lawannya, sebaliknya,
ia memperoleh kesempatan untuk menyerang pula,
menyerang saling susul, hingga In Gak menjadi repot
menangkis. 946 Tanpa merasa si anak muda mundur hingga ke tepi jurang,
Kalau tadi ia berlompat mundur, mungkin ia lolos, tetapi ia
penasaran. Sekarang ia terdesak tanpa dapat melihat ke
belakang di mana kabut menutupi jurang itu, ia terus menjaga
diri dari sepasang pedang si imam. ia juga bingung, ia merasa
napasnya tambah sesak..--Ia sia belaka ia mencoba
menyalurkannya untuk itu ia tidak mempunyai tempo luang.
Segera juga datang saat yang sangat ber-bahaya, yang
mengakhiri pertempuran ganji itu. Mendadak In Gak merasai
serangan sangat dahsyat, hingga tubuhnya mental mundur,
kakinya tak menginjak tanah lagi, itu artinya ia sudah
terlempar ke dalam jurang, maka lantas terdengar
jeritannya... Menyusulijeritan itu terdengar suara tertawa nyaring,
tertawa dari kepuasan, lantas terlihat orangnya, ialah seorang
berewokan. yang gigi-giginya tonggos, hingga dia nampak
sangat bengis, Dia muncul dengan lengan kirinya menyeret
tangan bajunya, Dialah Tok Pi sin Mo Ca Kun, paman guru dari
Chong-si Koay siu. Ti Bi Tianglo kenal Ca Kun semenjak beberapa puluh tahun,
maka ia mengangguk pada jago tua itu. si Hantu Tangan satu,
sembari tertawa dia kata: "Ca Losu, sudah banyak tahun kita
tidak pernah bertemu, nyata kau telah memperoleh kemajuan
pesat,pinto kagum sekali"
Tapi tanpa menantijawaban, ia melongok ke dalam jurang,
ia menghela napas dan berkata pula: "Orang ini berbakat luar
biasa sekali, sekarang dia terpendam di dalam jurang,
sayang... Ca Kun tertawa lebar dan berkata, "Ti Bi Totiang, sejak
kapan kau mempunyai rasa kasihan semacam ini" Memberi
ampun kepada musuh berarti mencelakai diri sendiri orang
semacam dia perlu apa disayangi?" Dia terus berpaling pada
947 Koay siu dan berkata, "satu laki-laki harus dapat membedakan
budi dan sakit hati" maka itu sekarang setelah musuhmu
sudah tersingkirkan kau mesti lekas membayar pulang
piauw dari Goim seng piauwkiok jangan kau terus
mengangkanginya" "Baik, susiok." sahut Chong-si Koay siu.
Tok pi sin Mo berpaling pula pada Ti Bi Tianglo, untuk
berkata, "Aku si orang she Ca masih mempunyai urusan,
sampai nanti kita bertemu pula"
Lantas dia memutar tubuh, untuk berlalu, hingga sejenak
kemudian, dia sudap lenyap di dalam sang gelap gulita...
Dengan berlalunya hantu itu, bubar juga Chong-si Koay siu
semua. Jurang itu tetap terpenam dalam kesunyian, kecuali sang
angin yang memperdengarkan suaranya di antara daun daun
cemara. BAB 4 ADA pertengahan bulan tujuh tahun yang lalu, seberlalunya
In Gak dari rumahnya Tiongciu It Kiam Tio Kong Kiu di Chongciu,
nampak pemuda itu telah pergi ke Kwan-gwa maka nonanona
Tio Lian ciu dan Ciu Goat Go menjadi kesepian, hingga
mereka menjadi berduka sekali, Baru selang setengah bulan
dapat juga mereka melegakan hati, dengan begitu dapat
setiap hari mereka bersilat di dalam taman sungai meyakini
pelajaran yang diberikan tunangan mereka, Dalam hal ini,
mereka berhasil mendapatkan kemajuan.
Dengan cepatnya sang tempo berjalan, tanpa terasa
Jago Kelana 16 Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Misteri Kapal Layar Pancawarna 19

Cari Blog Ini