Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 38
Thio Yong. Thio Yong mengiakan. Dia baru bermaksud memasukkan surat itu ke dalam saku
bajunya, tiba-tiba terdengar suara bentakan dua orang penjaga di luar.
"Siapa?" Pintu ruangan itu didorong dengan keras, dari luar menerjang masuk tiga orang.
Mereka adalah pasangan suami istri Kui Heng Su dan putranya, Kui Tiong.
Kui Ji Nio melihat tangan Thio Yong memegang sebuah amplop, dia langsung
merebutnya dan bertanya kepada Siau Po dengan suara yang bengis.
"Kau membuat laporan rahasia untuk Raja Tatcu?"
Begitu terkejutnya Siau Po sampai dia berdiri termangu-mangu untuk sesaat.
"Bukan, bukan!" katanya kemudian.
Kui Ji Nio merobek amplop itu dan mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya, Dia
melihat sehelai kertas yang gambarnya tidak karuan.
"Lihat!" katanya sambil menyodorkan kertas itu kepada Kui Heng Su. Lalu dia
menoleh kepada Siau Po. "Apa artinya gambar itu?" bentaknya.
"Aku... suruh dia ke bagian dapur dan perintahkan koki untuk membuat lumpia yang
ukurannya jangan terlalu besar juga jangan terlalu kecil, di bagian kulitnya harus
dibuat gambar bunga, Tapi dia tidak mengerti, maka aku menjelaskannya dengan membuat
gambar contoh asal-asalan saja," sahut Siau Po cepat.
Kui Heng Su dan Kui Ji Nio sama-sama menganggukkan kepalanya, meskipun
mereka belum pernah makan kue lumpia yang ada gambarnya, tapi mereka mengira
bahwa selera dan cara masak para pembesar memang istimewa.
Lagipula gambar yang dibuat Siau Po tidak menunjukkan arti apa pun bagi mereka.
Mimik wajah mereka langsung berubah, tidak segarang sebelumnya lagi. Tentunya apa
yang dikatakan bocah ini benar, bentuk gambar seperti tadi pasti bukan laporan rahasia
untuk Raja Tatcu. Kui Ji Nio menyerahkan kertas itu kembali pada Siau Po. Si bocah segera
memberikannya kepada Thio Yong.
"Cepat pergi!" katanya sambil mengibaskan tangannya seperti mengusir Thio Yong
menyambut kertas itu lalu membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke luar. "Persiapkan
semuanya baik-baik! Kalau perlu cari bantuan beberapa orang lagi untuk
mengerjakannya! jangan lamban! semuanya sudah lapar, Para tamu sedang
menunggu, urusan ini menyangkut jiwa manusia, tidak boleh ditunda lagi!" kata Siau Po
memesankan sekali Iagi. Thio Yong mengiakan sekali lagi lalu melangkah ke luar.
"Urusan makanan kecil tidak perlu diutamakan," kata Kui Ji Nio. "Saudara Wi, apakah
peta gambar ruangan-ruangan dalam istana sudah kau siapkan?"
"Aku sudah menggambarnya beberapa kali, tapi tidak berhasil," sahut Siau Po sambil
meraih selembar kertas dan sebatang pit lalu disodorkannya kepada Kui Ji Nio,
"Baiknya aku yang menjelaskan kalian yang menggambar."
Kui Ji Nio menyambut kertas dan pit itu lalu duduk di atas sebuah kursi.
"Baik, kau katakan saja, aku yang gambar," katanya.
Siau Po memang tidak bermaksud mengelabui kedua orang itu, Oleh karena itu ia
segera menjelaskan letak-letak ruangan yang ada dalam istana, Dia menyebutkan
nama dan letak setiap pendopo yang ada dari selatan ke utara, lalu dari barat ke timur.
Kui Ji Nio mendengarkan dengan seksama, tapi sampai begitu lama, Siau Po baru
menjelaskan setiap ruangan yang ada di sebelah selatan, dan perlahan-lahan
diteruskan ke utara, Setelah menghabiskan waktu setengah harian, bocah itu baru
mulai menjelaskan kedudukan ruangan yang ada di sebelah timur.
Ternyata apa yang dikatakan Siau Po memang tidak salah, ruangan yang ada dalam
istana begitu banyaknya, Kui Heng Su dan istrinya bukan orang berpendidikan maka
mereka mendengarnya sampai bingung.
Tidak mungkin mereka sanggup mengingat nama setiap ruangan yang ada di sana.
Sampai terasa letih, Kui Ji Nio baru sempat mencatat nama-nama sembilan pendopo
dan empat puluh delapan ruangan yang ada dalam istana, Akhirnya dia meletakkan
pitnya di atas meja dan berkata.
"Sungguh mengagumkan daya ingat saudara Wi, kami mengucapkan banyak-banyak
terima kasih!" Rupanya dia sendiri menyadari bahwa percuma saja apabila dia ingin
melukiskan setiap ruangan yang ada dalam istana itu. ia maklum dirinya tidak punya
kesanggupan itu. Siau Po tertawa. "Penjelasan ini kuberikan karena Kui siauya sudah memenangkan pertaruhan, maka
kalian tidak perlu berterima kasih," katanya. Kemudian dia menjelaskan lagi. "Para Sie
Wie biasanya hanya berjaga di sebelah timur yang di sana terdapat pendopo pertemuan
hanya sebagian kecil yang menjaga di tempat lain.
Tapi sekarang mereka sedang menghadapi pemberontakan yang diadakan oleh
Gouw Sam Kui, maka Raja Tatcu pasti memperketat penjagaan Pada keempat puluh
delapan ruangan penting yang ada di dalam istana pasti banyak para penjaganya."
-- Lebih baik aku tegaskan dulu, kalau Sri Baginda menerima pesanku dan
memperketat penjagaan Tentu ketiga ekor kura-kura ini tidak akan curiga kepadaku, Pikir Siau Po dalam hatinya.
"Hal itu tidak perlu diherankan lagi," kata Kui Ji Nio.
"Meskipun jumlah pengawal dalam istana tidak terkirakan, tapi sedikit sekali yang
berilmu tinggi. Mereka hanya mengandalkan orang banyak saja. Tetapi ada satu hal
yang perlu kalian ketahui bahwa ilmu memanah orang Boan Ciu hebat sekali, Tapi aku
yakin tentu kalian tidak mengkhawatirkan hal itu," kata Siau Po pula.
"Sekali lagi terima kasih atas petunjuk yang kau berikan sekarang juga kami mohon
diri," ujar Kui Ji Nio.
"Sebaiknya kalian bertiga makan kue lumpia dulu, dengan demikian bisa menambah
sedikit tenaga," kata Siau Po. Kemudian dia berteriak ke arah pintu, "Mana pelayan"
Antarkan beberapa macam makanan kecil!"
"Tidak usah!" ujar Kui Ji Nio sambil menarik tangan anaknya ke luar dari ruang baca,
Dalam hati pasangan suami istri itu berpikir -- Tanpa juntrungan kau menyuruh koki
membuat guratan gambar di atas kulit lumpia, jangan-jangan kau bermain gila untuk
mencelakakan kami. -Sejak awal kedatangan hingga pulang, mereka tidak minum setetes air teh pun.
tampaknya mereka tidak sudi terjebak untuk kedua kalinya.
Siau Po mengantar sampai ke depan pintu, Di sana dia menjura sambil berkata.
"Boanpwe menunggu berita baik dari locianpwe sekalian!"
Kui Heng Su melancarkan sebuah pukulan ke arah patung singa yang terdapat di
depan pintu gerbang, Patung itu langsung pecah berantakan dan debunya beterbangan
ke mana-mana. Setelah tertawa dingin dua kali, dia melesat cepat meninggalkan tempat
itu. Siau Po tertegun beberapa saat Dalam hati dia berpikir.
-- seandainya pukulan tadi ditujukan kepadaku, wah... tentu hebat sekali sebetulnya
dia ingin memberi peringatan kepadaku agar jangan merusakkan rencananya, kalau
tidak pukulan itu akan dirasakan olehku! Iseng-iseng dia juga melancarkan sebuah pukulan ke arah patung singa yang satu
lagi, tapi dia segera menarik tangannya kembali dan menjerit kesakitan Begitu dia
memperhatikan telapak tangannya, rupanya terdapat sedikit luka yang mengeluarkan
darah. Siau Po kembali lagi ke ruangan sebelah timur, Tampaknya Tan Kin Lam dan yang
lainnya sedang minum arak. Dia melaporkan pada gurunya bahwa dia telah
menjelaskan keadaan dalam istana pada pasangan suami istri Kui Heng Su. Dan baru
saja dia mengantarkan ketiga tamunya keluar, Tan Kin Lam mengangguk-anggukkan
kepalanya, Sembari menarik nafas panjang dia berkata.
"Seandainya pun mereka berhasil membunuh Raja Tatcu, rasanya mereka sendiri
tidak dapat keluar dengan selamat dari istana."
Para tamu minum arak dengan perlahan-lahan, Tampaknya mereka mempunyai
jalan pemikiran masing-masing, walaupun ada satu dua orang yang mengucapkan
beberapa kata, tapi tidak ada seorang pun yang memberikan jawaban.
Setengah kentungan kemudian, terdengar seseorang berkata dari luar ruangan.
"Lapor tayjin, kepala pasukan Tuan Thio mohon bertemu!"
Hati Siau Po gembira sekali mendengarnya, tapi dia pura-pura berkata.
"Sudah tengah malam begini, ada urusan apa sih" Bilang saja aku sudah ingin tidur,
ada persoalan apa, katakan besok pagi saja!"
"Baik," sahut orang itu.
"Mungkin ada kabar dari istana, Lebih baik kau tanyakan saja," kata Tan Kin Lam
dengan suara rendah. Siau Po mengiakan, lalu berjalan ke Iuar. Begitu sampai di ruangan depan, dia
melihat Tio Liang Tong, Ong Cin Po dan Sun Si Kek berdiri di sana. Thio Yong justru
tidak kelihatan. Siau Po jadi tertegun. "Mana saudara Thio Yong?" tanyanya dengan suara rendah pula,
"Lapor tayjin," kata Ong Cin Po. "Telah terjadi sesuatu pada diri Kepala pasukan Thio
Yong, Dia ditemukan pingsan di tengah jalan, tapi sekarang sudah digotong ke kamar
samping." Siau Po terkejut setengah mati mendengar laporan itu.
"Hah" Apa yang terjadi?" tanyanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Ong Cin Po dan yang lainnya, dia segera berlari ke
kamar samping, Tampak sepasang mata Thio Yong terpejam erat, wajahnya pucat pasi
dan dadanya tersengal-sengal.
"Saudara Thio, kenapa kau?" teriak Siau Po.
Perlahan-lahan Siau Po membuka mata Thio Yong.
"Hamba... hamba...." Mata Thio Yong mendelik ke atas dan dia jatuh tidak sadarkan
diri lagi. Siau Po mengulurkan tangannya ke balik pakaian Thio Yong. Dia menarik keluar
sehelai kertas yang merupakan surat rahasia untuk kaisar Kong Hi. Diam-diam dia
mengeluh. "Tadi seorang perwira yang mendapat tugas berjaga malam datang melaporkan
bahwa dia melihat seorang tentara terkapar di tengah jalan, Ketika hamba menyuruh
orang melihat ke sana, dia segera mengenali kepala pasukan Thio Yong, maka dia
menggotongnya pulang, Darah yang terdapat di belakang kepala kepala pasukan Thio
Yong sudah mulai membeku. Tampaknya dia pingsan sudah cukup lama," kata Sun Si
Kek memberikan keterangannya,
-- Dia pingsan sudah cukup lama. Surat itu belum sempat diantarkan pula.
Tampaknya begitu keluar pintu, dia sudah dicelakai orang. Mungkinkah ketiga ekor
kura-kura itu menanamkan orangnya di sekitar tempat ini" Mereka takut aku
memberikan laporan kepada Sri Baginda, maka begitu melihat Thio Yong keluar,
mereka segera turun tangan, -- Pikir Siau Po dalam hatinya.
Hatinya menjadi gelisah, Pada saat itu, perlahan-lahan Thio Yong sadar kembali,
Ong Cin Po cepat-cepat membawakan kendi arak agar orang itu dapat minum beberapa
teguk, Sun Si Kek dan Tio Liang Tong menggunakan arak hangat untuk menggosok
sepasang tangan Thio Yong. Dengan demikian, semangat Thio Yong agak pulih
kembali. "Hamba pantas mati, Baru keluar belum ada seratus langkah, tiba-tiba saja dada ini
terasa sakit... seperti disayat sembilu.... Dipaksa... kan berjalan beberapa langkah
lagi, kakiku limbung lalu pandangan mataku menjadi ge... lap. Ka... rena itu... tugas yang
diberi... kan tay.,, jin belum sempat hamba jalan... kan, se... karang,., juga...
hamba... akan..." sembari berkata, dia memaksakan diri untuk bangun.
"Thio toako, harap kau rebah saja agar bisa beristirahat!" kata Siau Po cepat,
"Urusan ini bisa diselesaikan mereka bertiga."
Siau Po segera menyerahkan surat rahasia kepada Ong Cin Po dan memerintahkan
mereka bertiga agar segera menuju istana raja dengan membawa sejumlah Sie Wie.
Hatinya panik sekali. -- Ketiga orang dari keluarga Kui itu sudah berangkat dua jam lebih, kemungkinan
jiwa Siau Hian Cu tidak bisa dipertahankan lagi. Yah, apa boleh buat, kita lihat
peruntungannya saja, - pikirnya.
Ong Cin Po dan kedua rekannya menerima baik tugas itu dan segera
melaksanakannya. "Si kakek tua yang ada dalam ruang baca tayjin tadi, ilmunya tinggi sekali..." kata
Thio Yong ter-sendat-sendat. "Ketika aku berjalan ke... luar... dari sana, huk...
huk... dia menepuk pung... gungku dengan per... Iahan.... Pa... da waktu i... tu aku tidak
merasa... kan apa-apa, rupanya aku sudah terluka di... dalam, Keluar belum berapa jauh, sakitnya
segera... tera... sa, sehingga... menggagalkan ren... cana tayjin..."
Saat itu Siau Po baru sadar. Rupanya Kui Heng Su yang melihat isi suratnya bukan
laporan rahasia, tetap saja menaruh kecurigaan Diam-diam dia turun tangan terhadap
Thio Yong, dengan demikian tugasnya jadi tidak terlaksana, Siau Po melihat sikap Thio
Yong yang salah tingkah karena menemui kegagalan Siau Po segera menghiburnya.
"Thio toako, kau istirahatlah dengan tenang! Dalam hal ini, kau sama sekali tidak
dapat disalahkan Makanya! Kura-kura tua itu telah mencelakaimu kita harus mencari
jalan untuk menebus nya?"
Dia menambahkan beberapa patah kata lagi untuk menenangkan perasaan Thio
Yong, kemudian memerintahkan seorang pelayan untuk membawakan sup jinsom
sebagai obat penguat tubuh dan sekalian menyuruhnya memanggil tabib untuk
mengobati Thio Yong. Setelah itu, Siau Po kembali ke ruangan timur, "Bukan berita dari istana," katanya,
"Kepala pasukan dipukul oleh Kui loya, mungkin selembar jiwanya sulit dipertahankan
lagi." Para hadirin terkejut sekali mendengarnya, "Kenapa dia memukul Kepala pasukan
Thio?" tanya mereka serentak.
Siau Po menggelengkan kepalanya, "Kepala pasukan Thio sedang meronda di luar,
melihat mereka, dia mengajukan pertanyaan Rupanya Kui loya merasa tidak senang
dan menghadiahkan sebuah pukulan untuknya."
Para hadirin manggut-manggut mendengar keterangannya, Dalam hati mereka
berpikir. -- Seorang pesilat biasa mana mungkin menahan pukulan si kakek Kui Heng Su yang
demikian lihay! Diam-diam Siau Po sendiri merasa menyesal.
-- Kalau sejak semula aku tahu Thio Yong telah terkena pukulan si kura-kura tua itu
dan surat rahasia tidak bisa sampai ke tangan Siau Hian Cu tepat waktunya, mestinya
aku tidak boleh menjelaskan keadaan di dalam istana dengan terperinci seharusnya aku
memberikan keterangan yang kacau, biar si kura-kura tua, kura-kura betina dan anak
kura-kura itu pusing tujuh keliling berputaran dalam istana! -- pikirnya.
Orang-orang yang ada dalam ruangan itu duduk menunggu, Telinga mereka
mendengar suara kentungan, ternyata sudah jam tiga subuh. Tidak berapa lama
kemudian, dari kejauhan terdengarlah suara gonggongan anjing dan ayam berkokok.
Hati mereka terasa tegang, Sedikit suara saja, tangan mereka langsung
menggenggam gagang senjata masing-masing. Tapi begitu suara-suara lenyap,
mereka duduk kembali dengan gelisah.
Beberapa saat kemudian, kokok ayam kembali terdengar, segurat garis putih yang
tipis mulai terlihat lewat celah jendela. Pagi sudah datang, fajar telah menyingsing,
Meskipun tidak ada seorang yang bersuara, tapi hati mereka sama-sama diliputi
ketegangan. "Sudah pagi," kata Siau Po. "Sebaiknya aku pergi ke istana untuk mencari info."
"Seandainya pasangan suami istri Kui Heng Su tidak berhasil dalam usahanya dan
mendapatkan kemalangan, kau harus berusaha menolong mereka, Kematian Gouw
Liok Kie toako adalah salah paham. Dalam hal ini kita tidak boleh menyalahkan mereka,
Kau harus menyadari bahwa kepentingan umumlah yang terutama, jangan mencampur
adukkannya dengan dendam pribadi penghinaan yang diperlihatkan oleh mereka pun,
kau tidak boleh ambil hati, mengerti?" kata Tan Kin Lam.
"Pesan Suhu tentu akan Tecu perhatikan Tapi,., tapi kalau mereka sudah berhasil
membunuh Si Raja cilik, biarpun Tecu ingin mempertaruhkan jiwa, rasanya sulit lagi
memberikan pertolongan kepada mereka," sahut Siau Po.
Tiba-tiba saja dia berpikir bahwa ada kemungkinan saat ini Siau Hian Cu sudah
dibunuh oleh ketiga ekor kura-kura itu. Hatinya menjadi pilu, air matanya jatuh
bercucuran. "Sayangnya Gouw toako..." Dengan alasan Gouw Liok Kie, suara tangisnya semakin
meraung-raung. "Berhasil atau tidaknya usaha pasangan suami istri Kui Heng Su, keadaan dalam
kotaraja hari ini pasti kacau balau," kata Bhok Kiam Seng. "Aku mempunyai sejumlah
saudara yang berdiam di sekitar istana menunggu berita, sebaiknya aku cari mereka
sekarang agar dapat menyuruh mereka menyembunyikan diri untuk sementara,
Setidaknya sampai situasi aman kembali."
"Betul," ujar Tan Kin Lam. "Para saudara dari Thian Te hwe kami juga banyak yang
tersebar di sana, semuanya berpencar untuk memberitahukan masalah ini, suruh
mereka berhati-hati, jangan sampai terkena getahnya! Tengah malam nanti, kita
bertemu kembali di tempat ini. Kita rundingkan lagi tindakan selanjutnya."
Para hadirin setuju dengan usul yang diberikan ketua pusat perkumpulan Thian Te
hwe itu. Tan Kin Lam memerintahkan empat orang anak buahnya keluar untuk melihat
keadaan Setelah mendapat laporan bahwa di luar keadaan aman, mereka baru
meninggalkan tempat itu. Baru saja Siau Po bermaksud ke luar, Sun Si Kek datang, Dia melaporkan bahwa
surat rahasia Siau Po sudah diantarkannya, Ketika penjaga di istana mendengar bahwa
ada sepucuk surat rahasia dari Ciam Cai Tayjin untuk Sri baginda, orang itu langsung
menghambur ke dalam untuk menyampaikannya, Sun Si Kek dan kedua rekannya
menunggu di luar, Sampai jam lima pagi, masih belum ada jawaban dari dalam.
Sampai sekarang Tio Liang Tong dan Ong Cin Po masih menunggu di sana, Karena
khawatir Ciam Cai tayjin menanti terlalu lama, Sun Si Kek pulang dulu memberikan
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
laporannya. "Baiklah, Kau jaga saja Kepala pasukan Thio disini!" kata Siau Po.
Hati Siau Po masih gelisah tidak menentu, Dia menyuruh beberapa orang congpeng
untuk menggiring ke luar si permaisuri palsu dan dengan tandu mereka berangkat
bersama-sama ke istana. Begitu sampai di pintu gerbang istana, Siau Po melihat keadaan di sana sunyi
senyap, Belasan Sie Wie penjaga yang memang bertugas di sana segera
menghadapnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Hu congkoan tentunya sudah letih sekali, tapi kota Yang-ciu pasti indah sekali,
bukan?" sapa mereka.
Siau Po berpikir dalam hati.
- seandainya terjadi sesuatu dalam istana, mereka tentu tidak akan keisengan
menanyakan pemandangan kota Yang-ciu segala, - Karena itu dia segera tersenyum
dan menganggukkan kepalanya, "Selama ini, keadaan kalian baik-baik saja, bukan?"
tanyanya. "Berkat peruntungan Hu congkoan yang besar, kami baik atasan maupun bawahan
dalam keadaan baik-baik saja, Namun pemberontakan yang dilakukan oleh Gouw Sam
Kui benar-benar merepotkan junjungan kita, Tidak jarang pada tengah malam, beliau
mengumpulkan menteri-menterinya untuk merundingkan urusan ini," sahut salah
seorang penjaga. Mendengar kata-kata itu, hati Siau Po jadi lega seketika.
Salah seorang penjaga tersenyum simpul dan herkata,
"Dengan kembalinya Hu congkoan yang biasa menangani segala urusan, Sri
Baginda tentu bisa bersantai sedikit."
Siau Po tertawa. "Kalian tidak perlu mengumpak. Oleh-oleh yang kubawa dari Yang-ciu cukup banyak,
semuanya pasti kebagian," katanya,
Para penjaga itu gembira sekali. Mereka mengucapkan terima kasih sampai berulang
kali. Siau Po menunjuk pada tandu yang ada di belakangnya.
"Di dalam tandu itu terdapat penjahat yang diinginkan oleh Thay Hou dan Sri
Baginda, sebaiknya kalian periksa dulu!" katanya pula.
Disingkapkannya tirai tandu itu, beberapa orang Sie Wie segera mengulurkan
tangannya untuk mencari-cari, ternyata tidak ditemukan senjata tajam atau benda
lainnya yang berbahaya, Sembari tertawa mereka berkata.
"Jasa Hu congkoan kali ini tidak kecil, kami pasti akan diundang minum arak
kenaikan pangkat lagi."
Siau Po masuk ke dalam istana. Dia segera menemui Sie Wie yang menjaga di
sekitar Kan Ceng Bun. Ternyata Sri Baginda benar-benar dipusingkan oleh masalah
pemberontakan Gouw Sam Kui sehingga sejak tengah malam beliau mengadakan
perundingan dan sampai saat ini belum bubar Siau Po senang sekali mendengarnya, Rupanya Sri Baginda sibuk sepanjang malam Tentu saja penjagaan di sekitar istana
ditujukan ke Yan Sim Tian, makanya di luar tidak kelihatan apa-apa. Lagipula
penerangan di pendopo itu luar biasa. Di sana terdapat empat ribu lentera yang
tergantung di sana sini. Meskipun ketiga ekor kura-kura dari keluarga Kui lihai sekali,
mana mungkin mereka bisa mendekati Sri Baginda" seandainya Siau Hian Cu tadi
malam cepat-cepat masuk tidur, kamarnya pasti gelap sekali.
Kemungkinan tadi malam jiwanya sudah melayang. Aih, ternyata dia bisa menjadi
raja bukan hanya karena ahli waris saja, tapi peruntungannya memang lain daripada
orang biasa, Untung juga ada si kdra-kura tua Gouw Sam Kui yang melakukan
pemberontakan Dengan demikian hati Sri Baginda jadi resah dan tidak dapat tidur
nyenyak, -- pikirnya dalam hati.
Setelah selesai bertanya, Siau Po segera menuju bagian luar pendopo Yang Sim
Tian, Di sana dia berdiri menunggu. Meskipun dia sangat disayang oleh Kaisar Kong Hi,
tapi junjungannya itu sedang mengadakan rapat besar, Maka bagaimana pun dia tidak
berani lancang masuk ke dalam.
Kurang lebih satu jam kemudian, tampak pintu utama pendopo itu dipentang lebarlebar
oleh seorang Sie Wie, Dari dalam berjalan ke luar Kong Cin Ong, Beng Cu, So
Ngo Ta dan yang lain-lainnya.
Ketika melihat Siau Po, semuanya tersenyum simpul sambil melambaikan
tangannya, Tidak ada seorang pun yang berani menyapanya.
Seorang thay-kam masuk memberikan laporan Kaisar Kong Hi segera menyatakan
bahwa Siau Po boleh masuk menemuinya.
Siau Po berjalan ke dalam, Dia berlutut dan menyembah Tampak olehnya keadaan
kaisar Kong Hi yang baik-baik saja, hanya tampangnya yang agak kusut Hati Siau Po
gembira sekali. "Sri Baginda, hamba,., senang sekali melihatmu...." sepanjang malam Siau Po
mengkhawatirkan keadaan Kong Hi, tanpa dapat menahan diri lagi air matanya jatuh
bercucuran. Kaisar Kong Hi tertawa melihatnya.
"Lho, tidak ada apa-apa kok nangis?"
"Hamba menangis karena saking gembiranya, Sri Baginda," sahut Siau Po.
Kong Hi dapat melihat sikap Siau Po yang tulus, Dia tertawa sekali lagi.
"Bagus, bagus!" katanya, "Gouw Sam Kui sudah memenangkan beberapa kali
peperangan, dia mengira aku tidak berani membunuh anaknya, Mak-nya! Kemarin aku
sudah memenggal batok kepala si keparat Gouw Eng Him!"
Siau Po terkejut setengah mati, mulutnya sampai mengeluarkan seruan.
"Hah! Sri Baginda telah membunuh Gouw Eng Him?" tanyanya untuk menegaskan.
"Memangnya kenapa?" tanya Kaisar Kong Hi. "Para menteri menasehati aku agar
jangan membunuh Gouw Eng Him. Mereka bilang urusannya nanti semakin runyam.
Mungkin kita masih bisa mengadakan perundingan dengan Gouw Sam Kui, Apalagi
kalau pemberontakannya tidak diungkit-ungkit lagi dan ia tetap boleh menjadi raja muda
di In-lam. Mereka juga bilang, kalau aku membunuh Gouw Eng Him, tidak ada lagi yang
dikhawatirkan oleh Gouw Sam Kui, tindakannya semakin menjadi-jadi. Huh! Dasar
pengecut!" "Sri Baginda sungguh bijaksana, Hamba pernah menyaksikan pertunjukkan
sandiwara yang di situ. Ciu Yu dan Lu Siau pernah berkata, bahwa sebagai menterimenteri
yang setia, kita boleh mengajukan peperangan kapan saja, tapi jangan sekalisekali
memperlihatkan kelemahan apalagi menunduk kepada musuh, Demikian pula
kita sekarang, Biarlah para menteri itu berunding dengan Gouw Sam Kui, tapi jangan
sekali-sekali Sri Baginda tunduk kepadanya," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi senang sekali, Dia menepuk meja keras-keras kemudian turun dari
kursinya. "Siau Kui cu, seandainya kau datang kemarin dan mengatakan dalil ini, para menteri
atau pun raja-raja muda yang hadir pasti tidak ada satu pun yang berani menasehati
aku agar mengadakan perundingan dengan Gouw Sam Kui. Huh! Biarpun mereka
menyerah kepada Gouw Sam Kui, kemungkinan kelak mereka tetap akan menduduki
jabatan yang sama", tentu mereka tidak merasa dirugikan!"
Dia merasa, meskipun Siau Po tidak berpendidikan tapi setidaknya lebih jujur
dibandingkan yang lain. Setidaknya bocah ini selalu mengutamakan kepentingannya,
Ditariknya tangan Siau Po menuju sebuah meja besar yang di atasnya terdapat sehelai
peta besar. "Aku sudah memerintahkan orang untuk menyiapkan pasukan sebagian menjaga
dari daerah Cin Ciu sampai Tiong Tek, sebagian lagi dari Bu Cong sampai Vok Ciu. Aku
mengutus Cang Erl Min yang menjadi panglimanya, Bila ada sesuatu yang mendesak,
dia boleh melakukan penyerangan. Barusan aku juga mengutus Mo Lok untuk menjadi
pemimpin pasukan dan berjaga-jaga di Say An. Dengan demikian, sepanjang jalan
menuju kotaraja telah dijaga ketat. seandainya Gouw Sam Kui sudah menguasai Inlam,
Kui Cu dan sekitarnya, kita juga tidak perlu merasa takut dia akan mementangkan
sayapnya," kata kaisar Kong Hi menjelaskan
"Sri Baginda," kata Siau Po. "Harap Sri Baginda juga menganugerahkan sebuah
jabatan dalam militer kepada hamba agar hamba dapat membantu menjatuhkan Gouw
Sam Kui!" Kong Hi tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Urusan militer atau pun perang bukanlah permainan," katanya. "Sebaiknya kau
berdiam dalam istana menemani aku saja, Lagipula, yang diutus kali ini adalah
pejabatpejabat tinggi pemerintahan yang merupakan orang Boan Ciu asli, Mungkin mereka
bisa tidak senang kalau kau ikut-ikutan."
"lya," sahut Siau Po. Dalam hati dia berpikir -Gouw Sam Kui ingin menarik simpati
orang-orang Han untuk mengusir Bangsa Tatcu, sedangkan aku hanya orang Boan
gadungan, tentu saja Sri Baginda tidak bisa percaya penuh kepadaku, -Ternyata Kaisar Kong Hi bisa menebak isi hatinya
"Kau begitu setia kepadaku, Bukannya aku tidak mempercayaimu Siau Kui Cu,
pasukan biasa maupun pasukan berkuda yang dipimpin Gouw Sam Kui bukan kepalang
hebatnya, Mungkin perlu waktu tiga, lima atau tujuh tahun untuk menghentikan
pergerakannya, Malah ada kemungkinan di tahun-tahun pertama kita terpaksa harus
menelan kekalahan. Dalam peperangan kali ini, kita harus mengambil patokan, pahit
dulu manisnya belakangan Kau suka menang dalam peperangan atau kalah dalam
peperangan?" tanyanya.
"Tentu saja menang dalam peperangan Kalau sampai kalah dan terpaksa lari terbiritbirit,
tentu tidak enak rasanya!" sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Kau begitu setia terhadapku, aku juga tidak akan merugikan dirimu. Kekalahan yang
akan kita terima di tahun-tahun pertama peperangan ini, biarlah dijalankan orang lain.
Apabila pasukan Gouw Sam Kui sudah jenuh dan letih dan posisi kita semakin mantap,
aku akan mengutus kau membawa pasukan besar ke Inlam dan menangkap sendiri si
pemberontak tua itu. Tahukah kau apa janji yang kutuliskan dalam surat pernyataan
mengenai peperangan ini?" tanya kaisar Kong Hi.
Siau Po senang sekali mendengar janjinya.
"Sri Baginda berpandangan luas dan berpengetahuan tinggi, apa yang dijanjikan
dalam surat pernyataan itu mana mungkin bisa hamba tebak?"
Kong Hi tertawa. "Dalam surat pernyataan itu ada janji yang aku buat sebagai berikut Siapa pun yang
berhasil meringkus Gouw Sam Kui, maka jabatan yang sebelumnya dipegang oleh si
pemberontak itu akan dianugerahkan pada orang tersebut Siau Kui Cu, dalam hal ini
terpaksa harus dilihat sampai di mana kehebatanmu Maknya, coba lihat apakah Hu Tek
Seng ini pantas menjadi Peng Si Ong atau tidak" Ha ha ha ha!"
Dia memiringkan kepalanya dan menatap Siau Po sekejap, Kemudian berkata pula,
"Sekarang kau masih terlalu kecil, wibawamu masih kurang, mungkin enam tujuh tahun
lagi, kalau umurmu sudah dua puluhan, bisa jadi pantas juga kau dianugerahkan gelar
Ong ya." Siau Po ikut tertawa. "Jabatan setinggi Peng Si Ong, mungkin peruntungan hamba tidak sebagus itu,"
sahutnya. "Tapi kalau Sri Baginda mengutus hamba menjadi panglima perang ke Inlam
untuk meringkus Gouw Sam Kui, wah... keren benar! Hamba akan membawa tombak
panjang dan berdiri di hadapannya sambil membentak: "Gouw Sam Kui, berlutut di
hadapan Jenderalmu!"
Hamba memuja kepada Thian Yang Kuasa agar Gouw Sam Kui diperpanjang
umurnya, sehingga pada saat itu hamba sendiri yang akan menyeretnya ke mari dan
menyuruhnya berlutut meminta pengampunan kepada Sri Baginda."
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak, "Bagus, bagus sekali!" serunya. Tiba-tiba
wajahnya berubah serius, "Siau Kui Cu, peperangan yang akan berlangsung di tahuntahun
pertama ini pasti akan menemui banyak kesulitan Kalah dulu bukan persoalan,
asal keadaannya tidak jadi kacau, Hanya seorang Jenderal besar yang bisa membuat
situasi tidak kacau meskipun kalah.
Lambat laun, dengan strategi yang dominan, kemenangan akan ada di pihak kita.
Kau bukan panglima keberuntungan, juga bukan panglima yang gagah berani, apalagi
disebut panglima besar Aih, sayangnya dalam pemerintahan ini juga tidak ada orang
yang bisa dianggap panglima besar."
"Sri Baginda sendiri adalah seorang panglima besar, Sri Baginda sudah dapat
melihat bahwa di tahun-tahun pertama kita terpaksa harus menelan kekalahan
Meskipun kalah, keadaannya tidak akan menjadi kacau, Seperti dalam perjudian, Sri
Baginda sudah memegang kartu utama, kartu apa pun yang dimiliki lawan, Sri Baginda
tidak perlu khawatir lagi, Meskipun musuh mencoba menggertak dengan memanggil
jumlah besar, akhirnya toh Sri Baginda juga yang akan meraih kemenangan dan
menyapu bersih semua uang di atas meja.
Yang penting, modal kita besar, Kalau mula-mula kalah, anggaplah kita
meminjamkan uang kepada lawan, sampai akhirnya kita akan menagih kembali berikut
bunganya," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Di dalam pemerintahan tidak ada panglima besar Aku sendirilah panglima besarnya,
Kata-kata ini tidak keliru juga. "Meski harus mengalami kekalahan dulu, tapi semangat
harus tetap ada. Dalam pemerintahan selain aku, mungkin tidak ada orang lain yang
sanggup melakukannya," katanya.
Dari dalam laci kaisar Kong Hi mengeluarkan sehelai kertas yang ternyata surat
rahasia dari Siau Po. "Kau mengatakan ada penyerang gelap dan meminta aku berhati-hati menjaga diri?"
tanyanya. "Betul," sahut Siau Po. "Saat itu keadaan sudah mendesak sekali, hamba dijaga
ketat oleh orang-orang itu pula, Dengan demikian hamba tidak mempunyai kesempatan
untuk memberitahukan secara diam-diam. Karena itulah hamba membuat sebuah
gambar, Untung saja Sri Baginda begitu cerdas sehingga sekali lihat saja sudah
mengerti artinya, walaupun orang yang akan melakukan penyerangan gelap itu ada di
tempat, dia toh tidak mengerti gambar apa yang hamba buat ini. Untung saja Sri
Baginda dilindungi oleh para Dewata sehingga niat jahat orang itu tidak kesampaian."
"Orang seperti apa penyerang gelap itu?" tanya kaisar Kong Hi.
"Dia adalah orang yang diutus Gouw Sam Kui untuk menyelinap ke kotaraja." sahut
Siau Po. Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya,
"Begitu tahu Gouw Sam Kui akan melakukan pemberontakan aku sudah menambah
penjagaan sebanyak tiga kali lipat, Ketika menerima surat rahasiamu tadi malam, aku
menambah lagi sejumlah Sie Wie menjaga di luar sini."
"Pembunuh gelap yang dikirim Gouw Sam Kui ini lihay sekali. Meskipun Sri Baginda
dilindungi para dewata, sebaiknya kita berhati-hati. jangan sampai Sri Baginda terkejut
karenanya," sahut Siau Po.
Tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benaknya. Cepat-cepat Siau Po berkata pula.
"Sri Baginda, hamba mempunyai sehelai kaos dalam mustika. Kalau dikenakan, tidak
akan mempan senjata tajam atau yang lainnya, sekarang juga hamba akan
melepaskannya agar dapat dipakai oleh Sri Baginda."
Kaisar Kong Hi tersenyum simpul.
"Bukankah baju itu kau peroleh ketika menggeledah rumah Go Pay?" tanyanya.
Siau Po terkejut setengah mati. Meskipun kulit wajahnya cukup tebal, tapi pertanyaan
ini sama sekali tidak terduga olehnya, selembar wajahnya jadi merah padam. Dia
segera menjatuhkan dirinya berlutut sambil berkata.
"Hamba pantas menerima hukuman mati Ya, ternyata urusan apa pun tidak dapat
mengelabui Sri Baginda."
"Kaos dalam dari benang emas itu merupakan peninggalan kerajaan terdahulu Go
Pay sudah berjasa besar, Dalam melakukan tugasnya dia juga terluka parah, Karena itu
setelah mengadakan perundingan Hu Ong menghadiahkan baju mustika itu untuknya,
Ketika aku mendapatkan laporan hasil penggeledahan dari rumah Go Pay, ternyata
baju mustika itu tidak tercatat di dalamnya."
Siau Po hanya tertawa terkekeh-kekeh dan salah tingkah.
Kong Hi juga tersenyum. "Sekarang kau bersedia melepaskan baju mustika itu untuk kupakai, ini berarti
hatimu tulus terhadapku Tapi aku berdiam dalam istana, di sekitarku ada ribuan
penjaga, Rasanya pembunuh gelap itu juga sulit mendekati diriku, Tidak perlulah
memakai baju mustika itu, Kau sendiri menangani berbagai urusan di luaran, Lebih
banyak bahaya yang kau hadapi daripada aku. Baju mustika itu anggaplah aku
menghadiahkannya kepadamu hari ini. Dengan demikian kau tidak akan menyandang
sebutan maling lagi," katanya.
Sekali lagi Siau Po menjatuhkan diri berlutut dan menyatakan terima kasihnya,
Keringat dingin telah membasmi seluruh tubuhnya.
-- Yang penting Sri Baginda jangan sampai tahu bahwa aku juga telah mencuri kitab
Si Cap Ji Cin Keng. -- pikirnya.
"Kau setia terhadapku, hal ini aku tahu betul Tapi dalam menangani urusan apa pun,
sebaiknya kau menggunakan peraturan, jangan seenaknya saja, seandainya suatu hari,
aku terpaksa mengutus orang menggeledah rumahmu dan kaos mustika ini diambil oleh
orang itu, celakalah kau!" kata kaisar Kong Hi pula.
Keringat dingin yang membasmi tubuh Siau Po semakin banyak.
"lya, iya. Hamba tidak berani lagi," katanya sambil menyembah lagi beberapa kali
baru berdiri. "Urusan Yang-ciu, Iain kali baru kita bicarakan lagi," kata kaisar Kong Hi. Tiba-tiba
dia bersin beberapa kali, sepanjang malam si raja cilik tidak dapat tidur, tentunya
sekarang sudah letih sekali.
"Baik," sahut Siau Po. "Berkat rejeki Thay Hou dan Sri Baginda yang besar,
permaisuri palsu itu sudah berhasil hamba tangkap."
Mendengar kata-katanya, Kaisar Kong Hi langsung berseru.
"Mana dia" Cepat giring masuk!"
Siau Po segera ke luar dan memerintahkan empat orang Sie Wie untuk membawa
Mao Tung Cu ke dalam serta mendorongnya agar berlutut di hadapan Kaisar Kong Hi.
"Dongakkan kepalamu!" bentak kaisar Kong Hi sembari berjalan mendekati
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
permaisuri palsu itu. Mao Tung Cu ragu-ragu sejenak, kemudian perlahan-lahan mengangkat wajahnya
dan memperhatikan Kaisar Kong Hi.
Kong Hi melihat wajah Mao Tung Cu yang pucat, timbul sekilas perasaan pilu dalam
hatinya. -- perempuan ini telah mencelakakan ibu kandungku sehingga meninggal, juga
mencelakai Hu Ong sehingga bersedih hati dan memilih menjadi pendeta, Dia pula
yang membuat aku menjadi yatim piatu. Dia juga menyekap Thay Hou sekian tahun dan
membuatnya menderita, Rasanya tidak ada orang yang melebihi dosa perempuan ini.
Tapi.. tapi... sejak kecil aku sudah kehilangan ibu, dialah yang membesarkan aku.
Selama beberapa tahun ini, budinya terhadapku cukup besar. Dia memperlakukan
aku seperti anaknya sendiri Dalam istana ini, satu-satunya orang yang benar-benar
memperhatikan aku, mungkin hanya perempuan ini. Tentu saja masih ada si licik Siau
Kui Cu. -- pikirnya dalam hati.
Dia merenung lagi sejenak, jauh di dasar lubuk hatinya juga menyadari.
-- Kalau dia tidak mencelakai selir Tong dan putranya, Yong Cin Ong, pasti
kedudukan mahkota di kerajaan ini akan jatuh pada anak selir itu mengingat begitu
sayangnya Hu Ong kepada ibunya. Kalau diingat kembali, budi perempuan ini terhadap
aku semakin besar saja, -Beberapa tahun yang lalu, usia kaisar Kong Hi masih terlalu kecil, Dalam ingatannya,
tidak ada persoalan yang lebih menyakitkan daripada tidak mempunyai orang tua. Tapi
setelah memegang tampuk pemerintahan selama beberapa tahun terakhir ini, dia
merasa kedudukannya diincar oleh banyak orang.
Dia sekarang menyadari bahwa kasih sayang orang tua masih tidak dapat
dibandingkan dengan kedudukannya yang mulia. Tentu saja pikirannya ini tidak pernah
dinyatakan kepada siapa pun juga, Bahkan mengingat terlalu lama pun, dia merasa
agak bersalah. Mao Tung Cu dapat melihat perubahan mimik wajah Kong Hi. Perlahan-lahan dia
menarik nafas panjang. "Dalam urusan pemberontakan yang dilakukan oleh Gouw Sam Kui, Sri Baginda
tidak usah terlalu mencemaskannya. Biar bagaimana kesehatan Sri Baginda harus
diutamakan. Apakah setiap pagi kau masih meminum sup sarang burung walet seperti
biasanya?" tanyanya penuh perhatian.
"Masih," sahut Kaisar Kong Hi tanpa sadar.
"Dosaku terlalu berat, kau bunuh saja aku dengan tanganmu sendiri!" kata Mao Tung
Cu pula. Kembali serangkum rasa sakit menyelinap dalam dada Kaisar Kong Hi. Dia
menggelengkan kepalanya lalu berkata kepada Siau Po.
"Giring dia ke Cu Leng Kiong, katakan kepada Thay Hou bahwa aku meminta beliau
yang memutuskan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada perempuan ini!"
Siau Po menekuk sebelah lututnya.
"Terima perintah!" sahutnya.
Kong Hi mengulapkan tangannya. "Pergilah!" .
Siau Po mengeluarkan surat pernyataan yang dibuat oleh Lhama Shang Cie dan
pangeran Kaerltan. Dengan dua tangan disodorkannya surat-surat pernyataan itu
kepada Kaisar Kong Hi. "Rejeki Sri Baginda sungguh besar sekali, pemimpin andalan Tibet dan Mongol
sekarang bertentangan dengan Gouw Sam Kui. Mereka mengambil keputusan untuk
berpihak pada Sri Baginda," katanya.
Selama beberapa hari ini Kaisar Kong Hi sibuk mempersiapkan pasukannya, Dia
justru khawatir kalau-kalau Mongol dan Tibet akan bergabung dengan Gouw Sam Kui.
Karena itu, mendengar kata-kata Siau Po, dia terkejut sekaligus gembira.
"Benar ada urusan demikian?" tanyanya. Cepat-cepat dibukanya surat pernyataan
itu, hatinya semakin berbunga-bunga, Dia mengibaskan tangannya memanggil dua
orang Sie Wie menggiring Mao Tung Cu ke luar. Lalu dia bertanya lagi kepada Siau Po.
"Dua jasa yang begitu besar bagaimana kau bisa melaksanakannya" Maknya! Kau
memang pantas disebut Panglima keberuntungan!"
Pada saat itu, kekuatan Mongol maupun Tibet tidak dapat dianggap enteng,
seandainya kedua negara itu sampai bergabung dengan Gouw Sam Kui, sulit sekali
baginya untuk memenangkan peperangan ini.
Sekarang ternyata kedua pentolan kedua negara yang pengaruhnya besar dan
berilmu tinggi sudi bekerja sama dengannya membasmi Gouw Sam Kui, Bagaimana
hatinya tidak menjadi senang" Tapi urusan ini datangnya terlalu mendadak Untuk
sesaat dia masih belum berani mempercayai benar tidaknya.
Siau Po tahu, kalau Si Raja cilik memaki "Mak-nya!" di hadapannya, berarti hati raja
itu sedang senang. Dia pun tertawa terkekeh-kekeh.
"Berkat rejeki besar Sri Baginda, hamba telah mengangkat saudara dengan mereka,
Si Lhama Shang Cie jadi toako, pangeran Kaerltan menduduki peringkat kedua, hamba
jadi saudara terkecil sahutnya.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Akalmu memang paling banyak, persyaratan apa yang kau janjikan kepada kedua
orang itu sehingga mereka bersedia membantu aku menjatuhkan Gouw Sam Kui?"
tanya Kaisar Kong Hi. Siau Po tertawa Iebar. "Sri Baginda memang cerdas, tentu saja tahu bahwa pengangkatan saudara ini
hanya kedok saja, tidak dapat dianggap serius, Mereka juga melakukannya karena ingin
mendapat anugerah dari Sri Baginda, Shang Cie ingin menjadi Buddha Hidup, Selain
Dalai Lhama dan Buddha Hidup Shang Cie. sedangkan Pangeran Kaerltan itu ingin
menjadi,., entah Cen Ke El Hao apa... hamba kurang pa-ham...."
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Cen Ke El Hao" Ah! Betul! Tentunya dia ingin menjadi Jengel Khan! Kedua urusan
ini tidak sulit sama sekali, Lagipula tidak perlu mengeluarkan biaya, Pada waktunya
nanti, tulis saja sebuah firman dengan cap kerajaan, dan kau sebagai utusanku yang
menyampaikan penganugerahan kedua orang itu di Tibet dan di Mongol.
Kau sampaikan pada toako dan jikomu itu, asal mereka bersungguh-sungguh
membantu aku, apa yang mereka damba-kan akan menjadi kenyataan, Yang penting,
harus setia. jangan mulut berbicara hitam, tapi hati justru mengatakan putih, Pokoknya,
apa yang dijanjikan dan apa yang dilaksanakan harus sama!"
Bagian 79 Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Apa yang dikatakan Sri Baginda memang tepat. Kedua kakak angkatku itu, mutunya
juga kurang begitu bagus, tidak boleh dipercaya sepenuhnya. Biar bagaimana harus
berhati-hati. Apalagi Sri Baginda sudah mengatakan bahwa di tahun-tahun pertama ini
kemungkinan kita akan kalah perang dulu. Kita harus berjaga-jaga agar kedua orang itu
tetap berpihak kepada Sri Baginda dan tahan mental."
Siau Po berkata demikian karena memikirkan kepentingan dirinya juga. seandainya
kelak terjadi pemberontakan oleh Shang Cie maupun Pangeran Kaerltan, toh
sebelumnya dia sudah menyuruh Sri Baginda untuk mawas diri. Jadi dia tidak akan
terbawa-bawa apabila ada masalah.
Kong Hi tersenyum, Kepalanya manggut-manggut.
"Betul, Tapi kita juga tidak perlu takut, Pada waktu itu kekuatan Gouw Sam Kui pasti
sudah jauh berkurang, Sedangkan jumlah tentara kita tidak terhitung banyaknya."
Siau Po tertawa terbanak-bahak. Rupanya si Raja cilik benar-benar mengagumkan
semangatnya melebihi orang dewasa.
(Di kemudian hari, baik Pangeran Kaerltan maupun si Lhama Shang Cie memang
mengadakan pemberontakan, tapi waktunya berlainan pangeran Kaerltan meninggal
ketika usia Kong Hi menjelang tiga puluh enam tahun. sedangkan Shang Cie meninggal
ketika kaisar Kong Hi berusia empat puluh empat tahun)
Siau Po menggiring Mao Tung Cu ke Cu Leng Kiong untuk menemui Thay hou.
Seorang thay-kam ke luar menyambutnya dan mengatakan agar Siau Po membawa
penjahat itu masuk ke dalam kamarnya.
Dalam hati Siau Po berpikir.
-- Dulu kedudukanku hanya seorang thay-kam, otomatis aku boleh keluar masuk
kamar Thay hou. Tapi sekarang aku sudah menjadi seorang pejabat tinggi, mengapa
aku masih disuruh masuk ke kamarnya" Mungkinkah Thay hou terlalu senang
mendengar aku berhasil menangkap si moler tua ini sehingga untuk sesaat dia lupa
bahwa aku bukan lagi seorang thay-kam" Dengan diiringi empat orang thay-kam yang menggiringi si permaisuri palsu, Siau Po
ikut masuk ke dalam kamar.
Tampak keadaan dalam kamar itu gelap sekali Dekorasinya masih tetap sama
seperti sedia kala, Thay hou duduk di tepi ranjang dengan sebagian punggungnya
tertutup oleh kelambu. Siau Po segera menjatuhkan diri berlutut dan menyembah. Dia
menanyakan kesehatan Thay hou.
Thay hou berdehem sambil melirik sekilas kepada Mao Tung Cu.
"Hm! Kau berhasil menangkap penjahat ini, Bagus! Kau boleh ke luar sekarang!"
katanya. Sekali lagi Siau Po berlutut dan menyembah kemudian mengundurkan diri. Ketika
berjalan ke luar dari Cu Leng Kiong, hatinya terasa tidak puas sama sekali.
-- Dengan susah payah aku berhasil meringkus si Moler tua, tapi Thay hou tidak
tampak senang, Padahal jasaku ini besar sekali, sepatah kata pujian pun tidak
dicetuskan, Neneknya! Siapa saja yang tinggal di Cu Leng Kiong pasti telur busuk! Baik
permaisuri yang asli maupun yang palsu, dua-dua-nya moler tua, nenek sihir! - makinya
dalam hati. Hatinya kesal sekali. Sembari berjalan mulutnya mendumel terus. Begitu keluar dari
Cu Leng Kiong, dia segera berjalan ke taman bunga yang ada di sampingnya, Tiba-tiba
sesosok bayangan berkelebat.
Ketika itu dia berada di jalan setapak yang dipenuhi gunung-gunungan di sekitarnya,
Dari balik gunung-gunungan itulah muncul tiga orang. Salah-satunya langsung
mencekal lengan kiri Siau Po. Sambil tertawa, dia berkata, "Apa kabar?"
Siau Po terkejut setengah mati, Begitu dilihatnya ternyata seorang thay-kam, Baru
saja dia bermaksud menyentaknya untuk bertanya, tahu-tahu dia mengenali thay-kam
itu adalah Kui Ji Nio. Rasa terkejutnya kali ini jangan ditanyakan lagi. Ketika dia melihat kedua orang yang
ada di samping thay-kam gadungan, ternyata mereka adalah Kui Heng Su dan putranya
Kui Tiong. Kedua orang itu mengenakan pakaian seragam para siwi bagian dalam.
Diam-diam Siau Po mengeluh.
-- Rupanya kalian bertiga masih bersembunyi di sini, -- Lengan kirinya telah dicekal
oleh Kui Ji Nio, Dia sadar, asal dia membuka mulut sedikit saja, Kui Heng Su pasti akan
menghantam batok kepalanya sampai pecah berantakan sekarang saja separuh
tubuhnya sudah terasa ngilu. Bayangkan saja, batok kepalanya toh tidak mungkin lebih
keras dari patung singa yang ada di depan rumahnya.
"Apa kabar locianpwe berdua?" tegurnya sambil tertawa getir, Dalam hati dia justru
memikirkan cara untuk meloloskan diri.
"Kau suruh mereka jangan bergerak, aku ingin bicara denganmu," kata Kui Ji Nio
dengan suara rendah. Siau Po tidak berani bertindak ceroboh, Dia segera menoleh dan berkata kepada
beberapa siwi yang mengikuti di belakangnya.
"Kalian tunggu di sini!" katanya.
Kui Ji Nio menarik tangan Siau Po dan berjalan ke depan belasan langkah.
"Cepat antarkan kami ke tempat Raja!" katanya dengan suara Iirih.
"Kalian toh sudah sampai di tempat ini sejak tadi malam, mengapa kalian masih
belum menemukan Raja juga?" tanya Siau Po.
"Kami sudah bertanya kepada beberapa orang penjaga. Menurut mereka Raja
sedang mengadakan perundingan dengan menteri-menterinya, sepanjang malam tidak
tidur sama sekali, Kami tidak bisa mendekatinya, apalagi turun tangan," sahut Kui Ji
Nio. "Barusan aku baru berpikir ingin menemui raja untuk mencari informasi tapi ternyata
dia sudah tidur sehingga tidak bisa ditemui, sekarang kalian sudah menyamar sebagai
thay-kam dan siwi. Bagus sekali, jangan menunda waktu lagi, kita ke luar dari istana
sekarang juga!" kata Siau Po.
"Urusannya saja belum selesai, untuk apa ke luar istana?" kata Kui Ji Nio.
"Sekarang sudah pagi, urusan ini tidak mungkin dilakukan Kalau kalian masih
berminat, sebaiknya kembali lagi saja nanti malam!" kata Siau Po.
"Dengan susah payah kami baru berhasil menyelinap ke dalam istana ini, masa
usahanya belum beres, kita sudah harus keluar" Dia tidur di mana" Antarkan kami ke
sana!" bentak Kui Ji Nio.
"Aku juga tidak tahu dia tidur di mana. Aku harus mencari seorang thay-kam dan
menanyakan hal ini kepadanya," sahut Siau Po.
"Kau tidak boleh berbicara dengan siapa pun! Barusan kau mengatakan bahwa kau
ingin menemui Raja, kenapa sekarang kau mengatakan kau tidak tahu di mana dia
berada" Hm! jangan harap bisa bermain gila di hadapan nyonya besarmu ini!" bentak
Kui Ji Nio sambil mengencangkan cengkeramannya pada jari tangan, Siau Po
kesakitan, jemari tangannya seakan remuk seketika, Saking sakitnya dia sampai
mendengus keras. Kui Heng Su mengulurkan tangannya dan membelai-belai kepala Siau Po.
"Anak baik!" sindirnya.
Siau Po sadar tidak mungkin baginya menghindari ketiga orang ini, Tapi tiba-tiba
hatinya tergerak. -- Aku ajak saja mereka ke Cu Leng Kiong, Di sana aku harus menimbulkan
keonaran agar Sri Baginda mendengarnya dan bisa mengadakan persiapan, Apabila
dalam keributan itu Thay hou sampai terbunuh, toh tidak ada sangkut pautnya
denganku! - pikirnya. "Tadi aku sih ingin pergi ke Cu Leng Kiong, Siapa tahu Sri Baginda ada di sana untuk
menjenguk Thay hou. Kita ke sana saja melihat-lihat keadaan!" katanya segera.
Kui Ji Nio melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tadi Siau Po memang ke luar
dari Cu Leng Kiong, Karena itu dia percaya dengan kata-kata Siau Po.
"Kalau kami sudah bertekad masuk ke dalam istana ini, tentunya kami juga sudah
sadar bahwa tidak mungkin keluar dalam keadaan hidup, Apabila kau memperlihatkan
sedikit saja gerakan yang mencurigakan terpaksa selembar nyawamu menjadi
pertaruhannya. Dengan bersama-sama berangkat menuju tempat Giam Lo Ong, toh sepanjang
perjalanan kita tidak akan kesepian. Apalagi anakku ini senang sekali bermain
denganmu," kata Kui Ji Nio. Maksud ucapannya sudah jelas, Kalau Siau Po bertingkah
macam-macam, dia ingin Siau Po mati bersama mereka.
Siau Po tertawa getir. "Kalau hanya mencari teman untuk bermain sih bukan persoalan, Kita bisa bermainmain
sampai puas di taman bunga ini, jalanan menuju neraka demikian gelap dan sepi,
aku rasa sebaiknya kita tidak menuju ke sana saja!" sahutnya.
"Kau boleh memilih, apakah kau lebih suka bertemu dengan Raja akherat atau Raja
di sini" Pokoknya, bagaimana pun hari ini kau harus menemui salah satu di antaranya!"
ancam Kui Ji Nio. Siau Po menarik nafas panjang.
"Kalau begitu, lebih baik kita temui raja sini saja. Tapi sebelumnya kita harus
tegaskan dulu, Begitu bertemu dengan raja, kalian harus turun tangan sendiri, aku tidak
mau ikut campur!" "Siapa yang sudi dengan bantuanmu" Asal kau mengajak kami menemui raja, kami
akan segera melepaskanmu selanjutnya tidak ada urusan lagi denganmu," kata Kui Ji
Nio. "Baik! Demikianlah kita tetapkan!" sahut Siau Po.
Siau Po digiring ketiga orang itu berjalan kembali ke istana Cu Leng Kiong, Kui Tiong
senang sekali melihat burung bangau dan burung merpati yang dipelihara untuk
menambah keindahan taman, Dia sampai bersorak kegirangan.
Siau Po menunjuk ke sana sini untuk memberikan penjelasan dan mengobrol
dengannya, Tentu saja dia bermaksud menunda-nunda waktu. Meskipun Kui Ji Nio
hampir habis kesabarannya, tapi begitu mengingat anaknya yang seumur hidup selalu
menderita dan tidak pernah mengecap kesenangan apa pun, dia tidak tega
menghentikan ocehan Siau Po.
Apalagi anaknya menunjukkan sikap senang sekali dan mungkin hari ini mereka tidak
dapat ke luar dari istana tersebut dalam keadaan hidup.
Dari kejauhan tampak ada serombongan orang yang keluar dari istana Cu leng
Kiong, Mereka menggotong dua buah tandu, Dengan sebelah tangan menarik Siau Po
dan sebelah tangan lagi menyeret anaknya, Kui Ji Nio menyelinap ke belakang pohon
bunga Botan yang rimbun, Kui Heng Su bersembunyi di belakangnya, Kedua tandu
yang digotong itu perlahan-lahan mendekat Siau Po melihat orang yang berjalan di
bagian paling depan adalah thay-kam yang mengurus keperluan kamar Thay hou.
Kedua tandunya di belakangnya juga dikenali Siau Po. Yang satu milik selir raja dan
satunya lagi milik Thay hou. Masing-masing tandu digotong oleh beberapa orang thaykam,
Di belakang dan samping kiri kanan berjalan beberapa orang pelayan wanita,
Masih ada lagi belasan siwi.
Biasanya, kalau Thay hou hilir mudik di dalam istana, tidak pernah ada siwi yang
mengiringi. Kemungkinan setelah mendapat berita dari Siau Po, Sri Baginda menyuruh
menambah ketatnya penjagaan. Hatinya segera tergerak, maka dia berkata dengan
suara rendah. "Hati-hati! Orang yang di dalam tandu pertama pasti Raja Tatcu, sedangkan orang di
dalam tandu kedua kemungkinan Thay hou."
Pasangan suami istri melihat kedua tandu itu dijaga ketat dan diiringi pelayan wanita
segala, Apalagi mereka ke luar dari istana Cu Leng Kiong.
Orang yang ada di dalamnya pasti Raja dan permaisuri Tanpa terasa hati mereka
menjadi tegang, Kedua orang itu melirik sekilas kepada anaknya. Sinar mata mereka
menunjukkan kelembutan dan kasih sayang.
"Anakku, orang yang ada dalam tandu itu pasti raja dan permaisurinya. Nanti kalau
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua tandu itu sudah dekat, kau harus tunggu aba-aba dariku! Begitu aku berteriak,
kita langsung bersama-sama menyerang kedua tandu itu. jangan beri ampun sedikit
pun!" kata Kui Ji Nio.
Kui Tiong tertawa. "Baik, Wah, kali ini pasti menyenangkan!" katanya.
Tampak kedua tandu itu semakin mendekat Telapak tangan Siau Po sudah
berkeringat. Telinganya mendengar thay-kam yang memimpin di depan mengeluarkan
suara. "Hush! Hush!" Maksudnya menyuruh orang yang menutupi jalan mundur beberapa
tindak. "Maju!" teriak Kui Ji Nio memberikan aba-aba. Ketiga orang itu langsung menerjang
ke depan. Gerakan ketiga orang ini cepat sekali, Persis badai yang tiba-tiba melanda,
Terdengar suara benturan yang keras, tiga pasang telapak tangan telah menghantam
bagian atas tandu yang pertama.
Rupanya pasangan suami istri Kui Heng Su khawatir raja Tatcu belum mati, Kui Heng
Su segera menghunus pedangnya, langsung menikam ke dalam tandu sebanyak lima
enam kali. Setiap kali pedangnya dicabut, darah pun bermuncratan ke mana-mana.
seandainya orang di dalam tandu mempunyai sepuluh lembar nyawa, pasti amblas
semuanya sekaligus. Para siwi yang mengiringi tandu itu jadi panik, Mereka berteriak keras dan
berpencaran masing-masing mencabut senjata yang terselip di pinggang.
"Sudah berhasil!" seru Kui Ji Nio. Ditariknya tangan kiri Kui Tiong dan lari ke arah
utara, Pedang di tangan Kui Heng Su bergerak meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang
menari, Mana mungkin para siwi itu bisa menghadangnya" Tampak ketiga orang itu lari
melewati istana Sou Kong Kiong, Para pelayan berteriak-teriak histeris, Keadaannya
kacau sekali. Saat itu juga, terdengar suara tambur bertalu-talu, Semua pintu yang terdapat dalam
istana itu langsung tertutup rapat Setiap pos yang penting dijaga oleh ratusan Sie Wie.
Dari luar istana menerjang masuk serombongan tentara berkuda, Tangan masingmasing
membawa sebatang busur yang siap membidikkan anak panah, situasinya
persis seperti medan perang.
Siau Po melihat ketiga orang dari keluarga Kui itu membunuh selir Raja tua. Mereka
tentunya mengira sudah mendapatkan hasil sehingga melarikan diri tanpa memeriksa
lebih jauh, Hatinya gembira sekali, cepat-cepat dia menyelinap ke luar dari nbalik
pohon bunga Botan. "Semuanya tidak boleh panik!" teriaknya, "Yang penting lindungi Thay hou"
Para siwi memang sedang panik, Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Begitu
melihat Siau Po, hati mereka menjadi tenang.
"Semuanya mengelilingi tandu Thay hou untuk melindunginya. Apabila ada
pembunuh gelap lagi, kalian harus melawannya dengan pertaruhan nyawa!" perintah
Siau Po. "Terima perintah!" sahut para siwi itu.
Siau Po merebut sebatang golok dari tangan salah seorang siwi,
"Hari ini kita semua menunjukkan kesetiaan kita kepada negara. Apabila datang lagi
penyerang gelap, meskipun jumlahnya ada seribu orang, kita harus mengadu jiwa
dengan mereka!" teriak Siau sekali lagi.
"Terima perintah!" sahut para siwi pula, semangat mereka jadi menyala-nyala
mendengar seruan Siau Po.
Siau Po berdiri tegak dengan mengacung goloknya ke atas. Tampangnya berwibawa
sekali, Para siwi yang melihatnya menjadi kagum.
-- Meskipun usianya masih kecil, tapi kelak kemudian hari pasti akan menjadi tokoh
besar! --pikir mereka. Tanpa menunda waktu lagi mereka segera melindungi tandu Thay hou dengan
berbaris mengeliIinginya.
Siau Po menoleh kepada para pelayan wanita.
"Apa yang kalian ributkan?" bentaknya, "Cepat berdiri melingkari depan para siwi itu!
Kalau ada penyerang gelap lagi yang datang, biar mereka memenggal batok kepala
kalian yang kosong itu terlebih dahulu!"
Para pelayan wanita itu berpikir, meskipun otak mereka dikatakan kosong, tapi kalau
begitu saja dipenggal oleh para pembunuh gelap, tentunya penasaran juga. Tapi
melihat Siau Po berdiri sambil mengacung-acungkan goloknya dengan penuh wibawa,
tidak ada seorang pun yang berani membantah. Terpaksa mereka berdiri di luar barisan
para siwi, Bahkan ada yang sampai terkencing-kencing di celana saking takutnya.
Sampai saat itu Siau Po baru menurunkan goloknya, Dia berjalan ke arah tandu Thay
hou. "Hamba Wi Siau Po terlambat memberikan bantuan sehingga membuat Thay hou
terkejut Di sini hamba menanyakan kesehatan Thay hou. semoga Thay hou dalam
keadaan baik-baik saja, Para penyerang gelap itu sudah melarikan diri ke bagian lain
dan sedang dikejar oleh para penjaga," katanya.
"Bagus!" sahut Thay hou.
Siau Po mengulurkan tangannya menyingkap tirai tandu, Tampak wajah Thay hou
pucat pasi, tapi senyumnya mengembang. Berkali-kali dia menganggukkan kepalanya.
"Bagus, Siau Po! Kau telah menolong aku sekali lagi!" katanya.
Melihat Thay hou tidak kurang suatu apa, hati hamba sudah tidak terkatakan
senangnya!" sahut Siau Po. Perlahan-lahan dia menurunkan kembali tirai tandu itu.
Kemudian Siau Po menoleh ke arah dua orang siwi sambil berkata.
"Cepat kalian sampaikan kepada Sri Baginda bahwa Thay hou tidak kurang suatu
apa, harap Sri Baginda tidak mengkhawatirkannya, Katakan juga bahwa aku Siau Po
menanyakan kesehatan Sri Baginda, Para siwi dan tentara semuanya bekerja keras,
Mereka sedang mengejar para pembunuh gelap itu!"
Kedua orang siwi itu menerima baik perintahnya lalu mengundurkan diri.
"Wi Siau Po!" Tiba-tiba terdengar Thay hou memanggil dengan suara rendah.
"Hamba di sini!" sahut Siau Po.
"Apakah kedua orang yang ada dalam tandu di depan itu sudah mati?" tanya Thay
hou dengan suara rendah. "Kedua orang?" tanya Siau Po seakan kurang yakin dengan pendengarannya sendiri.
"Coba kau lihat sana, hati-hati!" kata Thay hou.
Siau Po mengiakan. Dalam hati, dia justru heran sekali.
-- Mengapa bisa ada dua orang" Mengapa pula harus berhati-hati" - tanyanya dalam
hati. Dia langsung berjalan ke depan tandu yang pertama lalu perlahan-lahan mengangkat
tirainya, tanpa terasa dia mengeluarkan seruan terkejut.
"Ah!" Cepat-cepat dia menurunkan kembali tirainya, sepasang lututnya terasa lemas
dan gemetar Hampir saja dia jatuh terduduk di atas tanah.
Di dalam tandu daging manusia dan darah berceceran ke mana-mana, ternyata yang
mati memang dua orang. Tubuh kedua orang itu penuh dengan luka tusukan. Bahkan darahnya masih
menetes dari lubang-lubang luka itu. Yang satu memang si permaisuri palsu Mao Tung
Cu, sedangkan yang satunya seorang laki-laki bertubuh pendek gemuk.
Panca inderanya remuk terkena pukulan Tapi bentuknya masih jelas, Dia bukan lain
daripada Siu Tau to. Kedua orang itu mati berpelukan.
Kalau Mao Tung Cu mati dalam tandu itu, Siau Po memang sudah menduganya, Dia
sendiri yang menggiring perempuan itu ke istana Cu Leng Kiong untuk menerima
hukuman dari Thay hou. Tapi dari mana datangnya Siu Tau to" Kedua orang ini justru
duduk di dalam tandu selir Raja dan ditemani pula oleh Thay hou. Ke mana tujuan
mereka tadinya" Siau Po menenangkan hatinya sesaat, kemudian dia berjalan kembali mendekati
tandu Thay hou. "Lapor Thay hou, kedua orang itu sudah mati. Mereka mati dengan cara yang
mengenaskan Dapat dipastikan mereka tidak mungkin hidup kembali," katanya,
"Bagus!" kata Thay hou sembari tertawa. "Sekarang kita kembali ke istana Cu Leng
Kiong, Gotong sekalian tandu itu jangan ada seorang pun yang melongok ke
dalamnya!" Siau Po mengiakan Dia segera menurunkan perintah, Lalu dia sendiri yang
menggotong tandu Thay hou dibantu seorang siwi menuju istana Cu Leng Kiong,
sesampainya di sana, Siau Po mengangkat tirai tandu dan membimbing Thay hou ke
luar. Sekali lagi Thay hou tertawa.
"Kau baik sekali!" ujarnya.
Siau Po membalas dengan seulas senyuman.
-- Apa yang baik pada diriku" Thay hou memang tidak muda lagi, tapi wajahnya
masih lumayan, -pikirnya,
Thay hou menggapaikan tangannya, Siau Po disuruh masuk ke dalam kamar, para
pelayan wanita dan beberapa orang thay-kam diperintahkan agar meninggalkan
mereka, Setelah tinggal berdua saja, Siau Po segera merapatkan pintu kamar itu.
Jantung Siau Po berdebar-debar, Tanpa terasa wajahnya berona merah.
-- Aduh, celaka! Sejak tadi Thay hou terus memuji kebaikanku apakah dia
menginginkan aku menjadi pengganti si raja tua" Si permaisuri palsu mempunyai
seorang abang seperguruan yang menyamar menjadi dayang, Ada pula Siu Tau to
yang bersembunyi di dalam selimutnya, Apabila Thay hou yang asli ini menyuruh aku
juga menyamar menjadi seorang dayang dan menyelinap ke dalam selimutnya, apa
yang harus kulakukan" -- pikirnya dalam hati.
Thay hou duduk di tepi tempat tidur, untuk sesaat tampak dia termenung.
"Urusan ini sungguh berbahaya, sekali lagi kau memberikan pertolongan!" katanya
kemudian. "Hamba telah menerima budi besar dari Sri Baginda dan Thay hou. Meskipun seluruh
tubuhku ini hancur, aku tetap belum bisa membalasnya!" sahut Siau Po.
Thay hou menganggukkan kepalanya.
"Kau setia sekali, Sri Baginda dapat menggunakan tenagamu, juga terhitung rejeki
kami," katanya. "Semua itu merupakan budi besar yang dilepaskan Sri Baginda dan Thay hou.
Hamba hanya tahu bagaimana harus bersetia terhadap junjungan hamba," sahut Siau
Po. Dalam hati dia justru berkata. - Oh, Giok Hong tayte, Kuan Im Pou sat, tolonglah,
jangan sampai perempuan ini menyuruh aku menyamar menjadi dayangnya, Sekali lagi Thay hou tertawa, Bulu kuduk Siau Po sampai merinding mendengarnya.
"Kedua penjahat yang telah mati itu, bakar sampai jadi abu berikut tandunya! Ingat,
jangan membocorkan rahasia sepatah kata pun! Mengenai para siwi dan dayangdayang
yang ada di tempat kejadian tadi...." Berkata sampai di sini, tiba-tiba Thay hou
membungkam. "Peruntungan Thay hou bagus sekali, Tentang para siwi dan dayang-dayang, hamba
mempunyai cara untuk membuat mereka kentut pun tidak berani," ujar Siau Po.
Mendengar kata-katanya yang tidak sopan, Thay hou mengerutkan keningnya.
"Masalah ini harap kau urus sebaik-baiknya, Dengan demikian, kau akan mendapat
keuntungan tersendiri" kata Thay hou.
Siau Po memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Hamba akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas. Apabila ada satu orang saja
membocorkan rahasia, Thay hou boleh penggal batang leherku ini!" janji Siau Po.
"Kalau begitu hatiku jadi tenang, kau boleh ke luar sekarang," kata Thay hou.
Siau Po senang sekali, Hatinya menjadi lega, Cepat-cepat dia berlutut kemudian
mengundurkan diri. Baru saja keluar dari istana Cu Leng Kiong, Siau Po melihat tandu Kaisar Kong Hi
mendatangi perlahan-lahan, Seratus lebih siwi yang menjaganya. jumlahnya berlipat
ganda dari hari biasa, Siau Po segera menepi ke pinggir.
Kaisar Kong Hi yang melihatnya segera memanggilnya.
"Siau Kui Cu, kau tunggu aku di sini!" katanya, Siau Po mengiakan Dia tahu si Raja
cilik akan menjenguk ibunya, Diam-diam dia mengeluh dalam hati.
- Mengapa Siu Tau to bisa ada dalam tandu si Moler tua" Hm! Kejadian ini benarbenar
aneh sekali! -Kaisar Kong Hi berjalan ke luar dari istana Cu Leng Kiong, Siau Po mengikutinya
kembali ke pendopo Yang Sim Tian, Dia menunggu di Iuar. Beberapa saat kemudian,
dia melihat pemimpin penjaga istana keluar dari pendopo itu.
- Sri Baginda pasti memerintahkan orang itu untuk memperketat penjagaan dalam
istana, - pikirnya. Kemudian seorang thay-kam datang memberitahukan agar Siau Po masuk ke dalam,
Kaisar Kong Hi menyuruh para siwi dan thay-kam mengundurkan diri, lalu Siau Po
disuruh menutup pintu. Kaisar Kong Hi berjalan mondar-mandir di dalam ruangan dengan kening berkerut.
Tampaknya ada persoalan yang menyusahkan hatinya, pikiran Siau Po juga menjadi
galau. Semakin bertambah usia Kaisar Kong Hi, wibawanya semakin kentara, Semakin hari
Siau Po melihatnya, dia merasa hubungan mereka semakin renggang, sedangkan rasa
jerinya berhadap si Raja cilik semakin menambah, perasaan yang ada di antara mereka
sudah jauh berbeda dibandingkan ketika mereka masih bermain gulat bersama dulu.
Setelah lewat sejenak lagi, Kaisar Kong Hi baru berkata lagi
"Siau Kui Cu, ada suatu urusan, aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus
menyelesaikannya." "Sri Baginda cerdas sekali, Cu Kek Liang saja belum tentu sanggup menandingi Apa
pun yang terpikirkan oleh Sri Baginda pasti sebuah gagasan yang sempurna," sahut
Siau Po. "Kali ini Cu Kek Liang pun kehabisan akal. Kau sudah membangun tiga jasa besar,
tapi satu pun aku belum menghadiahkan apa-apa. Meringkus Mao Tung Cu adalah jasa
yang pertama, persoalan Mongol dan Tibet merupakan jasamu yang kedua, Dan
barusan kau berhasil menolong jiwa Thay hou, berarti itulah jasamu yang ketiga,
Usiamu masih kecil, kau sudah menduduki jabatan tinggi Aku toh tidak mungkin
mengangkatmu menjadi raja menggantikan aku" Ha ha ha!" selesai berkata kaisar
Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
Sampai saat itu, Siau Po baru tahu kalau Kaisar Kong Hi sedang bergurau
dengannya, Hatinya senang sekali.
"Semua ini berkat rejeki Sri Baginda dan Thay hou yang besar, segala jasa ini
sebetulnya didirikan oleh Sri Baginda sendiri sayangnya Sri Baginda tidak bisa
menaikkan pangkat sendiri, kalau tidak, seharusnya pangkat Sri Baginda naik lagi tiga
tingkat" sahutnya. Sekali lagi Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Meskipun seorang raja tidak bisa menaikkan pangkatnya sendiri, tapi sejak jaman
dulu kala, entah berapa banyak raja yang memberi gelar kepada dirinya sendiri, Ada
perayaan sedikit saja, atau memenangkan perang kecil saja, gelarnya bertambah lagi.
Meskipun harus melalui perundingan dengan menteri-menterinya, tapi semuanya toh
hanya kedok" Siapa yang berani membantah ucapan seorang kaisar" Sebrang raja
yang baik tidak mungkin memuji dirinya sendiri, Bukankah menggelikan sekali kalau hal
itu sampai dijadikan bahan pembicaraan rakyat jelata" Seorang raja yang bijaksana
tidak mungkin bersikap seperti itu."
"Oh, rupanya Niau Seng Hi Tong tidak suka memuji dirinya sendiri" Sri Baginda
adalah Niau Serig Hi Tong, tentu saja tidak akan memberi gelar kepada dirinya sendiri.
Tapi, kalau menurut pandangan hamba, setelah berhasil menjatuhkan Gouw Sam Kui
kelak, apabila Sri Baginda tidak memberi gelar kepada diri sendiri, rasanya agak
merugikan," kata Siau Po.
"Apanya yang rugi?" tanya kaisar Kong Hi sembari tertawa.
"Setelah berhasil menjatuhkan Gouw Sam Kui, Sri Baginda pasti memikirkan jasa
yang telah didirikan oleh para menteri, panglima perang, Pangkat mereka bagaimana
pun harus dinaikkan, sedangkan pangkat Sri Baginda sendiri tetap begini-begini saja,
Malah isi lemari uang sebagian besar akan terkuras untuk memberi hadiah kepada
mereka, Bukankah ini dinamakan rugi besar?" sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Kau benar-benar tidak berpendidikan. Apabila aku berhasil menjatuhkan Gouw Sam
Kui, rakyat tidak akan diperas lagi, semuanya dapat hidup bersejahtera, itulah hadiah
besar yang aku dapatkan," katanya.
"Oh, rupanya begitu!"
"Tapi seandainya pemberontakan ini berhasil digagalkan, hadiah-hadiah memang
cukup banyak yang harus dikeluarkan Kau toh tahu sendiri, berapa banyak pembesar
yang tidak becus, Kalau ada keributan, mereka menyembunyikan diri, Kalau semuanya
sudah selesai, mereka pun keluar untuk menepuk pantat kuda (mengumpak-umpak),"
kata Kong Hi pula, "Pada waktu itu, kita lihat saja, siapa yang paling banyak memuji Sri Baginda, dialah
tukang menepuk pantat kuda," ujar Siau Po.
"Betul," kata kaisar Kong Hi sambil tertawa, "Pada waktu itu, akulah yang akan
menendang pantatnya."
(Ternyata apa yang dikatakan kaisar Kong Hi hari itu memang tidak salah, Ketika
Gouw Sam Kui sudah berhasil dibasmi, banyak sekali pembesar yang mengagulkan
jasa masing-masing dan memuji-nya setinggi langit. Tapi Kaisar Kong Hi mengambil
tindakan yang tegas, Orang yang benar-benar berjasalah yang mendapatkan anugerah
pangkat tinggi dan hadiah besar),
"Kaisar yang menganugerahkan gelar kepada dirinya sendiri, banyaknya tidak terkira,
Pada jaman dinasti Beng, ada seorang kaisar bernama Cin Tek. Dialah yang sungguh
membuat orang heran," kata Kong Hi.
"Oh, raja yang satu ini hamba sudah pernah melihatnya beberapa kali," kata Siau Po.
Kong Hi memandangnya dengan heran.
"Kau pernah melihatnya beberapa kali" Apakah dalam mimpi?"
"Bukan," sahut Siau Po. "Hamba melihatnya dalam pertunjukan sandiwara, Ada
sebuah sandiwara berjudul "Bwe Liong Cen", Kisah mengenai Kaisar Cin Tek yang
mengadakan perjalanan ke Kang Lam. Di Dusun Bwe Liong Cen, dia bertemu dengan
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang gadis penjual arak bernama Lie Hong Ci, orangnya cantik dan mereka menjadi
sepasang kekasih yang saling mencintai."
Kaisar Kong Hi tertawa. "Kaisar Cin Tek senang berjalan-jalan dengan menyamar. Kemungkinan cerita
percintaannya dengan gadis bernama Lie Hong Ci itu memang ada. Kaisar yang satu ini
tidak suka memberi gelar kepada dirinya sendiri, tapi justru senang menganugerahkan
pangkat untuk dirinya sendiri, Setiap kali kalah dalam perang, dia malah mengatakan
menang, kemudian menganugerahkan pangkat untuk dirinya sendiri, Benar-benar
menggelikan!" katanya.
Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Orang ini memang aneh! Sudah menjadi kaisar masih belum cukup, justru lebih
senang mempunyai pangkat yang lebih rendah!"
Kaisar Kong Hi tertawa. "Pernah dia menganugerahkan pangkat "Cen Kok Kong" (Pangeran atau raja muda
sebuah kota madya) untuk dirinya sendiri, para menteri protes keras, mereka
mengatakan bahwa keluhuran Kaisar Cin Tek pasti keberatan mengetahui hal ini
biarpun mereka semua sudah almarhum.
Sebab hal tersebut berarti merendahkan derajat keluarga kerajaan Tapi Kaisar Cin
Tek tidak perduli, Belakang hari dia menang lagi dalam peperangan Saat itu dia
menganugerahkan pangkat Panglima Besar kepada dirinya sendiri, Untung saja usia
kaisar itu tidak panjang, kalau tidak pangkatnya semakin lama akan semakin tinggi dan
akhirnya dia terpaksa menganugerahkan kedudukannya kepada diri sendiri. Dengan
demikian berarti dia menggeser kedudukannya sendiri."
Siau Po mendengar Kong Hi mengatakan "menggeser kedudukan", meskipun yang
diceritakan adalah orang lain, tapi dia tidak berani banyak bicara lagi kecuali tertawa
terkekeh-kekeh. "Kaisar Cin Tek banyak melakukan hal yang ceroboh, sehingga rakyat mengalami
berbagai penderitaan Tetapi kesalahan mutlak juga bukan di tangan kaisar tersebut,
kebanyakan para thay-kam dan menteri yang memberikan pelajaran yang bukanbukan,"
kata Kaisar Kong Hi pula.
"Betul, betul," sahut Siau Po cepat, "Raja yang tidak baik pasti menggunakan tenaga
thay-kam serta menteri yang busuk pula, sedangkan raja yang bijaksana pasti
menggunakan tenaga thay-kam serta menteri yang baik."
Perlahan-Iahan Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.
"Belum tentu juga," katanya. "Di samping kaisar yang baik pasti ada saja beberapa
thay-kam serta menteri yang tidak beres, Tapi kalau rajanya sendiri tidak ceroboh dan
pandai melihat gelagat, pada akhirnya dia pasti bisa membedakan mana thay-kam serta
menterinya yang baik dan yang jahat."
"BetuI, betul," sahut Siau Po dengan jantung berdebar-debar.
"Si pemberontak Mao Tung Cu kan punya kekasih gelap, siapa ya namanya?" tanya
kaisar Kong Hi. "Panggilannya Siu Tau to. Siapa nama aslinya, hamba juga tidak tahu," sahut Siau
Po. "Tubuhnya begitu gemuk, persis seperti bola, mengapa dipanggil Siu Tau to?" tanya
Kaisar Kong Hi. "Katanya, dulu dia itu tinggi dan kurus sekali. Kemudian kaucu dari Sin Liong kau
menyuruh dia minum sebutir pil beracun, tubuhnya pun ciut serta menggumpal menjadi
gemuk pendek. Karena itulah orang tetap memanggil Siu Tau to mengikuti bentuk tubuh
yang sebenarnya," sahut Siau Po.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia dan Mao Tung Cu bersembunyi di dalam tandu
selir Ci dan memaksa Thay hou mengantarkan mereka keluar?" tanya kaisar Kong Hi
pula. Pikiran Siau Po bergerak secepat kilat
- Tadi Sri Baginda memuji jasaku yang besar karena telah menyelamatkan Thay hou.
Kemudian dia mengatakan kedua penjahat itu bersembunyi dalam tandu dan memaksa
Thay hou mengantarkan mereka ke luar.
Kalau begitu, urusan ketiga ekor kura-kura dari keluarga Kui yang melakukan
penyerangan masih belum diketahuinya, Tapi, baik ketiga orang dari keluarga Kui itu
sudah berhasil melarikan diri, atau tertangkap hidup-hidup maupun mati, toh bukan
urusanku. Biar bagaimana tetap tidak bisa ditutupi Lalu apa yang harus kukatakan
sekarang" Kaisar Kong Hi melihat ia ragu-ragu beberapa saat
"Bagaimana" Apakah ada hal yang menyulitkanmu?" tanyanya.
"Tidak, tidak!" sahut Siau Po cepat "Hamba sedang memikirkan, bagaimana kedua
penjahat itu bisa berada dalam tandu selir Cin. Biar kepala hamba memikirnya sampai
pecah, juga tidak berhasil mendapatkan jawabannya, Rasanya harus meminta
pertimbangan dari Sri Baginda juga."
"Aku ingin bertanya dulu kepadamu, bagaimana kau bisa tahu bahwa yang duduk
dalam tandu bukan Selir Cin sehingga kau memerintahkan para siwi melakukan
penyerangan?" kata Kaisar Kong Hi.
- Rupanya Sri Baginda masih mengira para siwilah yang membunuh Mao Tung Cu
dan Siu Tau to. Bagaimana pun, urusan ini pasti akan ketahuan, Lebih baik aku bicara
terus terang saja. -- pikir Siau Po dalam hati.
Karena itu ia segera berkata. "Hamba memang pantas mendapat hukuman mati,
Harap Sri Baginda membuka pintu hati untuk mengampuni hamba." Selesai berkata,
Siau Po segera menjatuhkan dirinya berlutut.
Kaisar Kong Hi mengerutkan keningnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Hamba mendapat perintah dari Sri Baginda dan membawa si penjahat Mao Tung Cu
ke istana Cu Leng Kiong, Ketika melewati taman bunga yang ada di samping, tiba-tiba
dari belakang gunung-gunungan terdengar suara yang mencurigakan.
Muncul tiga orang yang menyamar sebagai siwi dan thay-kam, Mereka langsung
meringkus hamba serta memaksa hamba mengantarkan mereka mencari Sri Baginda,
ilmu ketiga orang ini tinggi sekali, bahkan jemari tangan hamba hampir patah
dipelintirnya." Selesai berkata dia menunjukkan jari tangannya yang bengkak dan biru karena
memar. "Untuk apa mereka ingin mencari aku?" tanya Kaisar Kong Hi.
"Mereka bertiga pasti pembunuh gelap yang dikirimkan oleh Gouw Sam Kui. Biarpun
mereka membunuh hamba, hamba tetap tidak akan menjadi penunjuk jalan bagi
mereka, Kebetulan, tidak, ti-dak, kebetulan, tepat pada saat itu, tandu yang diduduki
Thay hou dan si penjahat Mao Tung Cu diusung ke luar dari istana Cu Leng Kiong.
Ketiga pembunuh gelap itu benar-benar tolol. Mereka melihat begitu banyaknya siwi
yang mengawal dan mereka mengenali salah satu tandu itu milik Thay hou, maka
mereka mengira tandu yang satunya lagi pasti diduduki Sri Baginda. Tanpa bertanya
lagi mereka menerjang ke luar dan menyerang tandu tersebut Wah, cara mereka
sungguh ganas! itu merupakan rejeki besar Sri Baginda dan Thay hou.
Kenyataannya pembunuh gelap tersebut membunuh pemberontak kerajaan
Mengenai ketiga pembunuh gelap itu, entah mereka sekarang sudah berhasil dibunuh
oleh para siwi atau sudah kena diringkus, Lebih baik hamba keluar dan menanyakannya
sampai jelas," sahut Siau Po.
"Ketiga pembunuh gelap itu tidak mungkin begitu ceroboh sembarangan main bunuh,
Kemungkinan kaulah yang memberikan petunjuk kepada mereka, iya kan" Kau pasti
berpikir kalau lebih baik mereka membunuh selir raja daripada aku yang terbunuh,
bukan" Begitu mereka menyerang tandu itu, keadaan dalam istana pasti gempar.
Dengan demikian mereka tidak mungkin bisa mendekati aku lagi. Dan selembar jiwamu
juga tetap dapat dipertahankan bukan?" kata Kaisar Kong Hi.
Rahasia hati Siau Po telah dibuka secara te-rang-terangan oleh Kaisar Kong Hi. Dia
sadar percuma berbohong lebih banyak, karena itu dia hanya dapat menundukkan
kepalanya dalam-dalam. "Kau memberi petunjuk kepada para pembunuh gelap itu untuk mencelakai selir raja,
sebetulnya dosamu itu patut mendapat hukuman penggal kepala, tapi setidaknya
kesetiaanmu terhadapmu masih ada tiga bagian...."
"Bukan tiga bagian, melainkan sepuluh bagian, seratus bagian, seribu bagian
kesetiaan hamba terhadap Sri Baginda," sahut Siau Po cepat.
Kaisar Kong Hi tersenyum.
"Rasanya kok tidak sebanyak itu," katanya.
"Ada, ada! Benar-benar ada!" sahut Siau Po.
Perlahan-lahan Kaisar Kong Hi menendang jidat Siau Po. Sambil tertawa dia berkata.
"Maknya! Bangunlah!" katanya.
Begitu terkejutnya Siau Po sampai keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya,
setelah menyembah satu kali lagi, dia baru berdiri
Kaisar Kong Hi tertawa. "Kau telah mendirikan tiga jasa besar Tadinya aku sudah bingung bagaimana harus
membalas budimu itu. Tapi kau sudah memberi petunjuk kepada para pembunuh gelap
itu untuk mencelakai selir raja, Meskipun niat itu tidak kesampaian, namun telah
membuktikan kelancangannya. Dengan demikian biarlah ketiga jasamu itu digunakan
untuk menutupi dosamu, Sekarang kedudukan kita jadi impas, Bagaimana?"
"Bagus, bagus sekali! ibarat bermain kartu, di bagian permulaan hamba yang
memenangkan permainan, namun akhirnya Sri Bagindalah yang menang, Dengan
demikian kedudukan kita jadi seri, siapa pun tidak ada yang rugi," sahut Siau Po, namun
dalam hati dia berkata. -- Tidak naik pangkat juga tidak apa-apa. Memangnya kau bisa mengangkat aku
menjadi panglima besar atau wakil raja" Biar diangkat jadi Jenderal juga tidak ada
artinya, "Si penjahat yang pendek gemuk itu juga sungguh licik, Dia tahu kekasihnya telah
diringkus olehmu, biar bagaimana kau pasti akan membawanya pulang ke istana, agar
dapat diadili oleh Thay hou. Dia dengan nekad menempuh bahaya, yakni menyelinap
masuk ke dalam istana dan menyandera Thay hou.
Tapi saat ini penjagaan dalam istana ketat sekali. Dia tidak bisa seenaknya melarikan
diri lagi seperti tempo hari. Satu-satunya jalan ialah duduk di dalam tandu selir Cin
dan memaksa Thay hou mengantarkan mereka ke luar.
Dengan demikian mereka berdua baru mempunyai kesempatan untuk lolos, Namun
satu hal yang tidak pernah terduga olehnya, yakni kau berani memberi petunjuk kepada
para pembunuh gelap untuk menyerang tandu selir Cin sehingga mereka berdua mati
konyol," kata Kaisar Kong Hi.
Saat itu Siau Po baru sadar mengapa Siau Tau To dan Mao Tung Cu bisa duduk
dalam satu tandu, "Rupanya begitu..." katanya, "Orang mengatakan rejeki dan
peruntungan Thay Hou serta Sri Baginda sama dengan peruntungan langit, Ternyata
hal ini sedikit pun tidak salah."
Dalam hati dia justru berkata.
- Tidak heran ketika aku mengantarkan Mao Tung Cu ke istana Cu Leng Kiong,
wajah Thay hou benar-benar tidak enak dilihat, sepertinya aku berhutang kepadanya
sebanyak tiga ratus tail dan tidak mau bayar.
Rupa-nya Siau Tau To sudah bersembunyi di dalam kamarnya, Kemungkinan dia
bersembunyi di kolong tempat tidur. Siau Tau To pernah tinggal di dalam istana ini
untuk jangka waktu yang cukup lama, maka setiap liku serta jalannya dikenalnya
dengan baik. Bahkan entah sudah berapa puluh kali dia tidur di atas ranjang Thay hou,
maka tidak aneh kalau dia bisa mendapatkan siasat yang jitu ini,
Entah sudah berapa hari dia bersembunyi di kamar Thay hou" Aduh, celakai Thay
hou dan Siau Tau To berlawanan jenis kelamin, Kalau mereka sudah bermalam-malam
tidur bersama, mungkinkah telah terjadi sesuatu di antara mereka"
Wah... kalau benar, topi pendeta Lo Hongya di Ngyo Tay San pasti berubah
warnanya menjadi kehijau-hijauan, (Mengenakan topi hijau adalah istilah untuk laki-laki
yang istrinya menyeleweng dengan laki-laki lain) Tentu saja Kaisar Kong Hi tidak dapat menerka apa yang terkandung dalam hati Siau
Po. Dia hanya tertawa dan berkata.
"Peruntungan Thay hou dan aku memang cukup besar, tapi aku lihat peruntunganmu
sendiri juga tidak kecil."
"Sebetulnya hamba tidak mempunyai peruntungan sama sekali Tapi karena sudah
lama mengikuti Sri Baginda, maka hamba kecipratan sedikit peruntungannya," sahut
Siau Po. Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Orang yang bernama Kui Heng Su itu bergelar "Sin Cian Bu Tek". Apakah ilmunya
memang tinggi sekali?" tanyanya.
Sembari tertawa terbahak-bahak, Kaisar Kong Hi mengajukan pertanyaan itu. Dalam
pendengaran Siau Po seakan ada petir yang menyambar secara tiba-tiba. Tubuhnya
terhuyung-huyung, Dia merasa sepasang lututnya lemas serta tidak bertenaga sama
sekali. "Ini... ini...."
Kaisar Kong Hi tertawa dingin.
"Langit adalah ayah, bumi adalah ibu, merobohkan Ceng, membangkitkan Beng! Wi
hiocu, nyalimu ternyata cukup besar, ya?" katanya ketus.
Siau Po merasa dunianya seakan berputar pikirannya menjadi kalut. Yang pertamatama
teringat olehnya adalah mencabut pisau belatinya dari selipan kaos kakinya, tapi
tiba-tiba hatinya tergerak pula.
-- Dia sudah mengetahui segalanya, Dia bisa mengajukan pernyataan tadi, ibarat dia
telah membuka kartu terang-terangan untuk melihat nilai siapa yang lebih besar,
ilmunya juga lebih tinggi daripada aku, sekali tusuk belum tentu dapat membunuhnya.
Tapi seandainya bisa, aku tetap tidak akan melakukannya! - Karena mendapat
pemikiran demikian, dia tidak ragu-ragu lagi, lalu segera berlutut dan berkata.
"Siau Kui Cu menyerah, harap Siau Hian Cu memberikan pengampunan!"
Mendengar kata-kata "Siau Hian Cu" ingatan Kaisar Kong Hi kembali pada masamasa
mereka sering berlatih gulat bersama, Dia menarik nafas panjang dan berkata.
"Selama ini, sungguh pandai kau mengelabui aku!"
Siau Po segera menundukkan kepalanya sampai mencapai tanah.
"Meskipun tubuh hamba terikat dalam perkumpulan Thian Tee hwe, tapi hati hamba
sungguh-sungguh berpihak kepada Sri Baginda, Selama ini hamba tidak pernah
melakukan hal apapun yang bisa mencelakai diri Sri Baginda," sahutnya cepat.
"Kalau kau mempunyai sedikit saja niat yang kurang baik dalam hati, kau kira kau
masih bisa hidup sampai hari ini?" kata Kaisar Kong Hi dengan termangu-mangu.
Siau Po dapat mendengar nada bicaranya yang mulai melunak, cepat-cepat dia
menyembah lagi. "Sri Baginda adalah Niau Seng Hi Tong, kecerdasannya melebihi Cu Kek Liang,
hamba boleh diibaratkan kesetiaannya dengan Kwan In Tiong (Kwan Kong)."
Hati Kong Hi terasa pilu.
- Maknya! Mana bisa dibandingkan dengan Cu Kek Liang serta Kwan In Tiong" Meskipun berpikir demikian, dia tidak mau memberikan tanggapan apa-apa, Kong Hi
sadar, kalau saja sikapnya terhadap Siau Po melunak saat ini, bocah ini pasti
ngelunjak, untuk selanjutnya pasti sulit lagi mengendalikannya.
Karena itu dia membentak dengan suara keras, "Cepat jelaskan semuanya satu per
satu! Kalau ada sepatah kata saja kau mengucapkan kebohongan, aku akan menyuruh
orang mencincang tubuhmu seperti daging anjing!"
Ketika mengucapkan kata-katanya yang terakhir, tanpa dapat dipertahankan lagi,
ujung bibirnya mengembangkan sedikit senyuman.
Siau Po sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tentu saja dia tidak dapat
melihat mimik wajah Kong Hi. Namun mendengar nada suaranya yang keras, cepatcepat
dia membenturkan kepalanya di atas lantai dan menjawab.
"Baik, baik, Sri Baginda telah mengetahui segalanya, mana mungkin hamba berani
berbohong?" Siau Po segera menceritakan kisahnya mulai dari hari kepergiannya ke
rumah Kong Cin ong untuk membunuh Go Pay lalu dia diringkus oleh orang-orang
Thian Tee Hwe, kemudian bagaimana dia diangkat sebagai murid oleh Tan Kin Lam
dan dipaksa mereka menjadi hiocu Thian Tee Hwe.
Semuanya diceritakan dengan jelas. Akhirnya dia juga mengungkapkan kisah
pertemuannya dengan ketiga orang dari keluarga Kui dan bagaimana dia kalah dalam
pertaruhan main dadu sehingga harus menjelaskan keadaan dalam istana, sekaligus
diungkapkannya kesulitan yang ditemuinya ketika berusaha mengirimkan surat rahasia
kepada Kaisar Kong Hi. Juga tentang dirinya yang diringkus oleh Kui Ji Nio dan bagaimana dia terpaksa
memberi petunjuk kepada ketiga pembunuh gelap itu untuk menyerang tandu selir Cin
demi menyelamatkan jiwa kaisarnya, Hanya mengenai kitab Si Cap Ji Cin Keng yang
dicurinya, tidak dibocorkan sepatah kata pun, ceritanya sungguh panjang, dan lebih
banyak benarnya daripada bohongnya, Boleh dibilang, selama hidup ini, baru pertama
kali inilah dia bersikap cukup jujur.
Berulang kali Kaisar Kong Hi menyela ceritanya dengan menanyakan tentang
perkumpulan Thian Tee Hwe, Siau Po juga menjawabnya dengan terus terang.
Akhirnya Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali,
"Lima orang terbagi dalam sebuah sanjak, siapa jati diri tidak ada orang yang tahu,"
katanya. -- Sri Baginda bahkan mengetahui kata sandi itu, tanda pengenal perkumpulan kami,
- Pikir Siau Po dalam hati. Maka dia pun segera melanjutkan ucapan raja cilik itu,
"Dari sini disebarkan kepada saudara sekalian, agar dapat saling mengetahui di kemudian
hari." "Begitu masuk pintu, persaudaraan pun terjalin Menghadapi hari esok yang terang
bersumpah akan bersungguh hati," lanjut Kaisar Kong Hi.
Kalau menurut peraturan dalam Thian Tee Hwe, begitu selesai membaca kata sandi
itu, masing-masing orang harus menyebutkan nama, dari bagian mana serta apa
kedudukannya dalam perkumpulan tersebut Tapi Kaisar Kong Hi hanya tersenyum
simpul Sedangkan Siau Po merasa senang sekali.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rupanya Sri Baginda juga anggota perkumpulan kami" Entah Sri Baginda dari
bagian yang mana" Berapa batang hiokah yang dipasang?"
Bicara sampai di sini, Siau Po baru menyadari kebodohannya sendiri Kong Hi adalah
seorang kaisar Bangsa Tatcu, mana mungkin ada niat membangkitkan kembali
kerajaan Beng" "Pukul mulutmu ang lancang! Pukul mulutmu yang lancang!" serunya
sembari menampar mulutnya sendiri perlahan-lahan.
Kaisar Kong Hi berdiri Di atas undakan tangga batu, dia berjalan mondar-mandir.
"Kedudukan yang kau jabat sekarang ini merupakan kedudukan Bangsa Boan kami,
nasi yang kau makan juga berasal dari Bangsa Boan kami, tapi rupanya hatimu setiap
saat justru memikirkan bagaimana caranya membangkitkan kembali kerajaan Beng.
Kalau tidak mengingat jasa-jasa yang telah kau dirikan, biar batok kepalamu ada
seratus, dipenggal semuanya juga masih belum cukup menebus dosamu!" kata Kaisar
Kong Hi. "Betul, betul!" sahut Siau Po. "Jiwa Sri Baginda memang lapang sekali sehingga
batok kepala hamba dapat dipertahankan sampai hari ini. Hamba akan mengundurkan
diri dari perkumpulan secepatnya, Biar bagaimana pun, hamba tidak sudi lagi menjadi
hiocu Thian Tee Hwe, MuIai sekarang tidak ada lagi istilah merobohkan Ceng
membangkitkan Beng, khusus menjatuhkan Beng membangun kerajaan Ceng!"
Diam-diam Kaisar Kong Hi merasa geli.
-- Kerajaan Ceng kami yang besar toh belum runtuh, mengapa harus dibangkitkan"
Dasar tukang mengoceh yang tidak-tidak! -- katanya dengan suara keras.
"Betul, betul! Hamba mendoakan kerajaan kita akan berjaya sampai laksaan tahun,
pokoknya apabila Sri Baginda menyuruh hamba membangkitkan apa saja atau
meruntuhkan apa pun, hamba tidak akan menolaknya," sahut Siau Po.
"Bagus!" kata Kaisar Kong Hi sepatah demi sepatah dengan suara dalam, "Aku ingin
kau memberontak dan meruntuhkan perkumpulan Thian Tee hwe."
"Baik, baik!" sahut Siau Po. Diam-diam dia mengeluh dalam hati, Tanpa terasa mimik
wajahnya menunjukkan perasaan serba salah.
"Mulutmu memang manis sekali, Sedikit-sedikit kau menyatakan kesetiaanmu
terhadapku, tapi benar atau tidaknya, siapa yang tahu?" kata Kaisar Kong Hi.
"Seratus persen benar!" sahut Siau Po. "Boleh disamakan dengan emas murni!"
"Diam-diam aku sudah menyeIidikmu. Untung saja selama ini kau belum pernah
mengambil tindakan yang merugikan diriku, sebaiknya kau dengar anjuranku, basmilah
perkumpulan Thian Tee Hwe, babat habis sampai ke akar-akarnya! Bunuh bersih
semua anggotanya! Dengan demikian kau telah menebus kesalahanmu sebagai matamata
di kerajaan ini. Kemungkinan aku malah bisa menaikkan pangkatmu dan memberikan berbagai
hadiah kepadamu. Tapi, apabila kau masih berlaku licik serta mencari keuntungan di
sana-sini, hm... hm... jangan kira aku tidak sanggup membunuh seorang Wi hiocu dari
Thian Tee Hwe!" Begitu terkejutnya hati Siau Po sampai keringat dingin bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya. "Betul, betul.... Apabila Sri Baginda ingin membunuh hamba, mudahnya seperti
menginjak seekor semut. Tapi, tapi Sri Bagindakan Niau Seng Hi Tong, tidak mungkin
membunuh menterinya yang setia."
"Memangnya kau menteri yang setia" Kau pantas disebut menteri licik yang tidak
tahu malu!" bentak Kaisar Kong Hi.
"Sri Baginda cerdas sekali, Hamba memang telah mengelabui Sri Baginda, Ada
beberapa urusan yang tidak hamba katakan dengan jujur Tapi hamba sama sekali
bukan menteri licik atau tidak tahu malu," sahut Siau Po.
"Baiklah. Mungkin kau bukan menteri yang licik, Namun bagaimana pun, kau seorang
bocah yang mata keranjang!" kata Kaisar Kong Hi.
Mendengar kata-kata si raja cilik, Siau Po dapat mendengar nadanya yang mulai
melunak, maka hatinya merasa agak Iega.
"Mata keranjang kan tidak apa-apa, yang penting bisa mendirikan jasa demi Sri
Baginda," sahutnya. Kaisar Kong Hi mengembangkan seutas senyuman tipis.
"Huh! Kau memang selalu memuji-muji diri sendiri sebagai orang baik, Begini saja,
sekarang kau pimpin sepasukan tentara untuk membasmi Thian Tee Hwe, Bhok onghu
dan ketiga orang dari keluarga Kui itu! Bawa batok kepala semua orang itu ke mari!
Pokoknya, kalau ada satu orang saja yang sampai lolos, aku akan menyuruh orang
untuk mengutungkan sebelah lenganmu, Kalau empat orang yang lolos, aku akan
mengutungkan kedua lengan dan kedua kakimu. Coba kau pikir sendiri, seandainya
lima orang saja yang lolos, entah apamu lagi yang harus dikutungkan?"
Siau Po menunjukkan wajah yang murung.
"Ini... ini.... Mungkin hamba harus menjadi thay-kam yang sebenarnya."
Tanpa tertahan lagi, Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Maknya! Memang kau paling mengkalkulasikan untung rugi dirimu sendiri!" makinya.
"Kalau Sri Baginda mengutungkan kedua kaki dan tanganku ini, hamba toh sembilan
puluh persen tidak dapat hidup lagi, Dtkutungkan atau tidaknya batang leher hamba ini
tidak ada bedanya lagi," sahut Siau Po sembari berkata dalam hati, -- Tentang Bhok
onghu saja sudah diketahuinya, sumber beritanya benar-benar hebat -Kaisar Kong Hi mengulurkan tangannya ke dalam saku, Dikeluarkannya sehelai
kertas lalu dibacanya dengan suara lantang.
"Cong tocu dari perkumpulan Thian Tee Hwe ialah Tan Kin Lam. Hiocu dari Ceng
Bok Tong bernama Wi Siau Po. Di bawah pimpinan Wi hiocu ada anggota-anggota
yang bernama Ci Thian Coan, Hian Ceng tojin, Cian Lao pan, Kho Gan Ciau, Hong Ci
Tiong dan lain-lain, sedangkan tokoh-tokoh dari Bhok onghu terdiri dari Bhok Kiam
Seng, Liu Tay Hong, Gouw Lip Sin dan lain-lain, Ketiga pembunuh gelap yang
menyelinap ke dalam istana terdiri dari Kui Heng Su, istrinya Kui Ji Nio dan putranya
Kui Tiong, Satu, dua tiga, empat, lima, enam, semuanya ada empat puluh tiga orang, Kalau
dikurangi namamu, jumlahnya masih ada empat puluh dua orang," katanya.
Siau Po segera menjatuhkan diri untuk berlutut dan menyembah sebanyak dua kali.
"Sri Baginda, meskipun orang-orang ini mempunyai niat untuk menghancurkan
kerajaan kita, serta membangkitkan kerajaan Beng, tapi baik usahanya untuk
memberontak maupun membangun kembali kerajaan lama toh tidak terwujud, Biarlah
hamba bicara dengan mereka bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang dapat
mengelabui Sri Baginda, Pernah Sri Baginda mengatakan bahwa kerajaan Ceng kita
yang besar akan berjaya selama laksaan tahun, apa yang dikatakan beliau pasti tidak
salah, Lebih baik mereka memadamkan impian kosong itu dan membubarkan
perkumpulan mereka saja."
Kaisar Kong Hi menepuk meja keras-keras, kemudian berkata dengan nada tajam.
"Rupanya kau sendiri rela mengorbankan nyawamu dan tetap tidak bersedia
menangkap para pemberontak itu, bukan?"
Siau Po berpikir dalam hati.
-- Bagi orang yang berkecimpung dalam dunia kangouw, yang penting adalah
kegagahan Apabila aku menangkap suhu dan saudara-saudara yang lainnya, Sri
Baginda pasti akan memenggal kepala mereka. Dengan demikian, aku telah menjual
atau mengkhianati sahabatku sendiri. Aku tidak ubahnya dengan Gouw Sam Kui! Aih,
Siau Po, Siau Po! Waktu itu mengapa kau tidak menyamar menjadi orang lain, tapi
justru menyamar sebagai Siau Kui Cu"
Bagian 80 Siau Kui Cu, Siau Kui Cu, bukankah sama saja anak si Gouw Sam Kui" Lebih baik
jabatan ini kulepas saja dan segera mencari jalan untuk memberitahukan hal ini kepada
suhu sekalian agar mereka dapat menggelinding jauh-jauh! -Kaisar Kong Hi melihat Siau Po tidak memberikan jawaban, hatinya semakin gusar.
"Bagaimana" Apakah kau tidak sadar bahwa kau sendiri telah melakukan kesalahan
besar" Bukankah aku sudah memberi kesempatan kepadamu untuk memulai
semuanya dari awal dan menyuruhmu agar menebus kesalahanmu dengan mendirikan
jasa tapi kau masih berharap untuk mengadakan penawaran denganku?" bentaknya
dengan suara bengis. "Sri Baginda, mereka ingin mencelakai engkau, Hamba mempertaruhkan nyawa
untuk mencegah mereka, Biar bagaimana hamba masih mementingkan Sri Baginda, ini
namanya solider, sekarang Sri Baginda meminta hamba menangkap mereka. Keadaan
hamba benar-benar terjepit di tengah-tengah, SuIit rasanya jadi orang yang baik, maka
terpaksa hamba meminta pertimbangan Sri Baginda dan memohon rasa solider dari Sri
Baginda," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi marah sekali.
"Hatimu berpihak kepada para pemberontak Kau tidak sudi menuruti apa yang
kukatakan. Dengan demikian, tidak ubahnya kau tidak menghormati aku. Buat apa aku
bicara soal solider denganmu?" Kong Hi mengatur pernafasannya sejenak, kemudian
baru melanjutkan kembali kata-katanya, "Kau pernah menyelamatkan jiwaku, pernah
menyelamatkan hu ong bahkan menyelamatkan Thay hou. Hari ini, apabila aku
membunuhmu begitu saja, tentu hatimu merasa tidak puas, Pasti kau akan mengatakan
bahwa aku kurang solider terhadapmu, bukan?"
Sampai detik ini, Siau Po terpaksa mengeraskan hatinya dengan berkata.
"Betul, dulu Sri Baginda pernah mengatakan, seandainya hamba berbuat kesalahan
Sri Baginda akan mengampuni jiwa hamba. Ucapan yang keluar dari mulut seorang
kaisar ibarat emas murni, Apa yang sudah diucapkan tidak bisa diingkari lagi,"
sahutnya. "Bagus, rupanya sejak awal kau sudah memperhitungkan segalanya, Kau sudah
menanamkan menterimu yang terkuat di arena percaturan kita, Hm! Kau benar-benar
culas!" kata Kaisar Kong Hi.
Siau Po tidak tahu apa artinya "culas", tapi dia dapat memastikan bahwa artinya pasti
bukan pujian. Sejak mengenal si raja cilik sampai sekarang ini, Siau Po tidak pernah
melihatnya dalam keadaan demikian gusar.
- Tampaknya batok kepalaku ini seakan sudah terpenggal setengahnya, Aku toh tahu
sifat si raja cilik, percuma mengemis kepadanya, Lebih baik membahas kebenaran serta
mencari alasan yang tepat. -- pikirnya dalam hati.
Karena itu dia berkata. "Hamba pernah menyembah Sri Baginda sebagai guru, Sri Baginda sendiri sudah
menyetujuinya, sedangkan Tan Kin Lam juga guru hamba. Kalau hamba berniat
mencelakai Sri Baginda, hambalah si murid murtad, seandainya hamba mencelakai
guru yang satu itu, hamba juga pantas disebut murid murtad, Lagipula.... Lagipula...
kalau Sri Baginda memenggal kepala hamba, tentunya mudah dan bisa saja, Tapi
apabila seorang guru memenggal kepala muridnya sendiri, rasanya sejak dulu kok
belum pernah terdengar..."
Diam-diam Kaisar Kong Hi berpikir - Urusan mengangkatnya sebagai murid, memang
aku pernah menjanjikannya, Anak ini terlalu dimanja selama ini sehingga kepalanya jadi
besar. Berani-beraninya dia membandingkan aku dengan kepala pemberontak dari
Thian Tee Hwe! Benar-benar gila! - Baru dia berpikir sampai di sini, tiba-tiba
sayupsayup terdengar suara bentakan dan benturan senjata berbunyi Trang! Ting! Trang!
Ting! dari kejauhan. Siau Po langsung melonjak bangun, "Tampaknya ada pembunuh gelap lagi, Suhu,
Harap kau duduk diam-diam, biar muridmu yang menghalangi di depan!" katanya,
Kaisar Kong Hi mendengus satu kali, -- Biarpun bocah ini banyak tipu muslihatnya,
tapi kesetiaannya terhadapku memang tidak bisa diragukan! -- katanya dalam hati,
"Mulai sekarang kau tidak boleh memanggil aku suhu lagi, Kau tidak mematuhi
peraturan partai ini, karenanya kau sudah kupecat sebagai murid!"
Ketika mengatakan ini, diam-diam kaisar Kong Hi merasa geli sendiri, Terdengar
suara langkah kaki yang riuh, beberapa orang telah menghambur ke depan ruangan
pendopo tersebut dan berhenti di sana. Siau Po sendiri segera berlari menuju pintu dan
memasangkan palangnya dengan benar Urusan ini menyangkut keselamatan jiwa,
maka gerakannya be-nar-benar cepat Dia tidak berani lamban sedikit pun.
"Siapa?" bentaknya.
Dari luar pintu terdengar suara sahutan.
"Lapor Sri Baginda! Di dalam istana telah kedatangan tiga orang pembunuh gelap,
sekarang mereka sudah dikepung rapat oleh para siwi, sebentar lagi pasti bisa diatasi."
- Ternyata ketiga orang dari keluarga Kui itu tidak sanggup meloloskan diri juga! pikir Siau Po dalam hati.
"Sri Baginda sudah tahu. Segera tambah seratus siwi untuk menjaga di depan
pendopo Yang Sim Tian. Di atas genteng juga harus ada tiga puluh orang siwi yang
menjaga!" sahut Siau Po.
Para siwi yang menjaga di depan pintu segera mengiakan dan melaksanakan
perintahnya. -- pikirannya benar-benar panjang, Tempo hari ketika menemui bahaya di Ngo Tay
San, si rahib wanita berbaju putih justru masuk dari atap rumah. Saat itu benar-benar
tidak ada persiapan sama sekali. Untung saja bocah ini menghadang di depanku
dengan menerima satu kali tikaman pedangnya dan tanpa memperdulikan keselamatan
jiwanya sendiri.- pikir Kaisar Kong Hi.
Sejenak kemudian, suara benturan senjata sudah mulai berkurang, tapi hanya
berlangsung sesaat, sebab suara jeritan manusia dan benturan senjata malah semakin
gencar Kaisar Kong Hi mengerutkan keningnya.
"Baru tiga orang pembunuh gelap saja tidak sanggup diringkus! Bagaimana kalau
yang datang tiga ratus atau tiga ribu orang pembunuh gelap?" gerutunya kesal.
"Sri Baginda jangan gusar! Orang yang ilmunya setinggi Kui Heng Su bertiga,
jumlahnya tidak banyak, Di dalam dunia mungkin tidak lebih dari lima orang," sahut Siau
Po. Sesaat kemudian, terdengar suara bentakan yang halus diiringi dengan langkah kaki
sejumlah manusia, Rupanya para Wie Su dan Sie Wie sudah mengelilingi seluruh
pendopo tersebut. Dan sejumlah penjaga lainnya mendekam di sekeliling atap pendopo
itu. Tidak ada satu pun yang berani berdiri di tengah-tengah genteng, Karena mereka
tahu kaisar mereka sedang berada di dalam, apabila berdiri di tengah-tengah genteng
dapat dianggap tidak sopan sebab sama saja berdiri di atas kepala kaisarnya.
Kaisar Kong Hi tahu di sekitar pendopo itu paling tidak sudah dijaga ketat oleh
sekurangnya lima ratusan tentara, penjagaan yang demikian ketat tentu tidak mudah
diterobos, karenanya dia juga tidak begitu mengkhawatirkan ketiga pembunuh gelap itu
Iagi. "Coba kau lihat, apa ini?" katanya sembari mengeluarkan lagi sehelai kertas lalu
dibentangkannya di atas meja.
Siau Po berjalan mendekati Rupanya gambar sebuah peta, Di tengah-tengahnya
terdapat gambar sebuah gedung besar, depannya ada dua buah patung singa yang
bertengger di bagian kiri dan kanan. Kalau dilihat sekilas, mirip gedung tempat
tinggalnya. Di sekitar gedung besar itu berjajar belasan meriam besar, Moncongnya tertuju ke
arah gedung itu. Ketika dia memperhatikan dengan seksama, rasanya semakin mirip
gedung tempat tinggalnya.
"Apakah kau mengenali gedung besar ini?" tanya Kaisar Kong Hi.
"Rasanya mirip dengan kandang anjing tempat tinggal hamba," sahut Siau Po.
"Bagus kalau kau mengenalinya," kata Kaisar Kong Hi yang kemudian menunjuk
kepada empat huruf besar yang tergantung di depan pintu gedung, "Tentunya kau juga
tahu tulisan Tiong Yong Pak Hu ini,bukan?"
Siau Po mendengar bahwa yang terlihat dalam gambar itu memang rumahnya,
hatinya terkejut setengah mati, Keringat dingin langsung saja membasahi sekujur
tubuhnya. Kalau ditilik dari gambar itu, sekitar rumahnya telah disediakan belasan
meriam besar, Tampaknya urusan ini mulai gawat.
Dia pernah melihat kedua orang asing meledakkan sebuah meriam, suaranya seperti
letusan gunung ber-api, asap mengepul sampai tinggi dan bebatuan yang terkena
sasaran jadi hancur tidak karuan.
Benar-benar dahsyat sekali! Meskipun dia mengenakan seratus helai baju mustika,
tetap saja tubuhnya akan berubah menjadi daging cincang dalam sekejap mata,
Membayangkan hebatnya meriam itu saja, tubuh Siau Po sudah menggigil.
Perlahan-Iahan Kaisar Kong Hi berkata kembali.
"Malam ini, orang-orang dari perkumpulan Thian Te hwe, orang-orang dari Bhok
onghu di Inlam, ketiga pembunuh gelap dari keluarga Kui, Hoa San Pai serta kepala
pemberontak dari Ong Ok San dan sekalian kaki tangannya akan berkumpul di
rumahmu. Pada saat ini, kedua belas meriamku itu sudah diletakkan di sekitar rumahmu, Tentu
saja semuanya sudah terisi Asal penutupnya dibuka, moncongnya diarahkan dengan
tepat dan Blam! Rasanya tidak ada seorang pun yang selamat Taruh kata, ada yang
tidak mati oleh ledakan, mereka juga tidak mungkin meloloskan diri, puluhan pasukan
berkuda yang bersiap sedia di depan rumahmu itu, pasti bukan hanya tahu mengisi
perut saja. Tentunya tadi kau sudah bertemu dengan pemimpin pasukan terdepan, bukan"
Sekarang dia sedang menyiapkan pasukannya, Selama ini, para tentara garis depan
yang dipimpinnya kurang akur dengan kau, bukan" Mungkinkah mereka mau
melepaskan kau begitu saja?"
"Semuanya sudah diketahui oleh Sri Baginda," ujar Siau Po dengan suara bergetar
"Sekarang Sri Baginda bersedia berkata terus terang, sama artinya telah mengampuni
selembar nyawa hamba, Kalau dulu hamba mempunyai sedikit jasa, maka hari ini
sudah dibayar impas oleh Sri Baginda, tidak tersisa sedikit pun juga."
Kaisar Kong Hi mengembangkan seulas senyuman.
"Bagus kalau kau mengerti. ibarat kita bermain kartu, permulaan kau sudah
memenangkan uang yang cukup banyak, tapi di tengah-tengah kau kalah sampai ludes
oleh aku. Apa yang pernah kau menangkan pertamanya seperti dimuntahkan sekaligus.
Sejak ini kedudukan kita seri. Kalau kita masih mau main, maka kita harus mulai dari
awal lagi." Siau Po menghembuskan nafas panjang.
"Terima kasih atas kasih sayang Sri Baginda! Mulai sekarang hamba hanya
memusatkan perhatian untuk bekerja bagi Sri Baginda, jangan kata baru Thian Tee
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hwe, meskipun hiocu dari Thian Kiu Hwe sekalipun, hamba tidak akan menjabatnya
lagi." Meskipun mulutnya berkata demikian tapi diam-diam hatinya merasa cemas, -- Suhu
dan saudara-saudara yang lainnya sudah berjanji untuk bertemu di tempatku malam ini.
Entah dengan cara apa aku dapat mencegah kepergian mereka, -- Lalu dia berkata lagi,
"Sri Baginda menyuruh hamba meringkus rombongan para pemberontak itu, padahal
sebelumnya Sri Baginda sudah mengadakan persiapan yang matang, Hamba benarbenar
seperti "katak yang entah di dalam apa".
Tiba-tiba terdengar seruan dari depan pintu.
"Lapor Sri Baginda! Para penyerang gelap sudah tertangkap!"
Wajah Kaisar Kong Hi langsung berubah berseri-seri.
"Bawa masuk!" serunya.
"Baik!" sahut Siau Po yang segera membalikkan tubuhnya dan membuka palang
pintu. Puluhan Wie Su menggiring ketiga orang dari keluarga Kui masuk ke dalam ruangan
pendopo. "Menghadap Sri Baginda, berlutut!" seru mereka serentak sambil menjatuhkan diri
berlutut di atas lantai. Tubuh Kui Heng Su, Kui Ji Nio maupun Kui Tiong penuh dengan bercak darah,
Terlihat luka di sana-sini, tapi mereka tetap berdiri dengan tegak.
Ketiga orang itu terikat oleh tali yang kuat, Beberapa siwi mencekal tangan mereka
dengan keras. Pemimpin wisu itu berteriak sekali lagi. "Berlutut! Berlutut!"
Namun ketiga orang dari keluarga Kui itu tidak menggubrisnya, Terdengar suara tik!
tik! Tikl di atas lantai Darah yang mengalir dari ketiga orang keluarga Kui serta
sebagian para wisu yang terluka masih terus menetes jatuh, Kui Ji Nio menatap Siau Po dengan
mata mendelik marah. "Pengkhianat cilik! Kau... kau memang busuk!" teriaknya.
Melihat keadaan ketiga orang itu yang demikian mengenaskan hati Siau Po terasa
sedih juga, Karena itu dia membiarkan dirinya dimaki-maki oleh si nenek tua itu, tidak
seperti biasanya, mulutnya tidak menyahut sepatah kata pun.
Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Sin Cian Bu Tek Kui Heng Su, ternyata hanya seorang kakek tua yang demikian
mengenaskan! Berapa jumlah orang kita yang terluka atau mati?"
"Para penjahat ini benar-benar telengas, Dari para wisu yang ikut bergerak hari ini,
yang mati berjumlah tiga puluh orang lebih, sedangkan yang terluka tidak kurang dari
empat puluh orang," sahut pemimpin pasukan itu.
Kaisar Kong Hi mendengus dingin, Dia mengibas-ngibaskan tangannya. Dalam hati
dia justeru memuji kehebatan ketiga pembunuh gelap tersebut.
Pemimpin pasukan itu menyuruh anak buahnya menggiring ketiga penyerang gelap
itu ke luar. Tiba-tiba Kui Heng Su menggeram kuat-kuat, mengerahkan tenaga dalamnya.
Lengan kanannya menyikut salah seorang wisu yang mencekalnya sehingga orang itu
menjerit kesakitan Tubuhnya terpental ke belakang, kepalanya tepat membentur
tembok dan pecah seketika, jangan ditanyakan lagi soal nyawanya.
Sementara itu, tangan Kui Heng Su dengan gerakan cepat mencengkeram tali yang
Anak Berandalan 3 Dewi Sungai Kuning Seri Huang Ho Sianli Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pembunuh 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama