Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bloon 15

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 15


itu, belum tentu benar. Yang engkau rasakan baik, belum
tentu baik. Demikian yang jahat itupun belum tentu jahat."
"Aneh, mengapa begitu ?" Blo'on heran.
"Ya, karena manusia itu pandai menggulai racun menjadi
manis rasanya. Pandai menyelimuti kebencian dengan senyum
tawa. Dan pandai menghias keculasan hati dengan budi
bahasa yang memikat. Manusia itu serigala berselubung ..."
"Kalau begitu kita bunuh saja semua manusia di dunia ini !"
teriak Blo'on serempak. Sian-li tertawa "Membunuh mereka " Apakah modalmu, apakah
kepandaianmu untuk membunuh manusia di dunia ini " Dunia
persilatan penuh dengan tokoh yang berilmu silat sakti. Dapat
menutuk jalan udarahmu sehingga engkau tak berkutik. Dapat
melepaskan pukulan yang menghancurkan batu. Dan engkau "
Hi. hi. hi ... " "Sumoay, jangan mengejek aku," kata Blo'on "aku tak
percaya hanya dengan ilmusilat saja manusia itu akan menjadi
sakti. Aku ingin menguji tokoh silat yang engkau sebutkan
paling sakti itu" "Tidak usah yang paling sakti" kata Sianli. "tetapi dengan
manusia yang paling culas saja".
"Siapa ?" "Toa-suheng ..."
"Siapa toa-suheng ?"
"Toa-suheng adalah engkoh seperguruan kita yang nomor
satu. "O, kita masih mempunyai seorang engkoh perguruan ?"
"Ya," Sian-li mengangguk.
"Siapa namanya ?"
"Tio Goan pa ... "
"Dimana dia sekarang ?"
"Mungkin masih dipuncak Giok-li-nia, tetapi entah kalau
sudah pergi ... " berkata sampai di situ suara Sianli tampak
rawan. "Mengapa engkau katakan dia seorang culas," tanya Blo'on
pula. Sian-li menunduk diam. "Sumoay, mengapa engkau diam saja ?" tegur Blo'on.
Sian-li menghela napas. "Mungkin aku yang salah ...
"Engkau salah apa ?" seru Blo'on makin heran, "hayo,
sumoay katakanlah yang jelas".
"Baiklah " kata Sian-li dengan nada sayu. Lalu ia mulai
menutur. "Semasa masih belajar silat di gunung, kami bertiga bergaul
erat seperti saudara sekandung."
"O, kalau begitu aku juga pernah belajar silat?" tukas
Blo'on. "Ah, ada sedikit yang belum kuceritakan padamu", buru2
Sian-li menerangkan "yang dimaksudkan kita bertiga itu ialah
Tio Goan, Kwik Ing dan aku. Engkau sendiri tak mau belajar
silat dan akhirnya minggat"
"Hm, kalau begitu kita mempunyai dua suheng" kata Blo'on.
"Ya, tetapi Kwik suheng sudah meninggal.
"Kwik suheng sudah meninggal " Kenapa ?" Blo'on terkejut.
"Dia meninggal waktu menjaga jenazah suhu dalam sebuah
kamar rahasia ... " "Siapa yang membunuhnya !" teriak Blo'on.
"Suheng meninggal dan jenazah suhupun hilang dicuri
orang ... " "Hai !" teriak Blo'on, "kalau begitu tentu dibunuh orang.
Siapakah pembunuh Kwik suheng dan siapakah yang mencuri
jenazah ayahku ?" "Itulah yang menjadikan rahasia besar yang menghebohkan
para ketua partai persilatan. Mereka sedang mencari
pembunuh dan pencuri itu. Begitu juga mencari engkau ..."
"Mencari aku ?" Blo'on. makin kaget.
"Ya, karena engkau menghilang tanpa jejak. "Lalu
kemanakah sajakah engkau selama ini ?" tanya Sian-li, "dan
kalau tidak salah, waktu engkau masih tinggal di gunung,
engkau tidak begitu Bloon melainkan hanya bandel saja.
Mengapa setelah aku ketemu dengan engkau, engkau berobah
menjadi orang blo'on " Siapakah yang membuat engkau
sampai begitu ?" "Uh. uh," desuh Blo'on, "jangan engkau tanyakan hal itu.
Karena sama sekali aku tak ingat apa2 lagi kecuali sekarang
ini." "Aneh".. aneh?" gumam Sian li.
"Sudahlah, sudahlah, jangan mengungkat hal itu' seru
Bloon, "sekarang ceritakan bagaimana dengan diri Tio suheng
yang engkau katakan itu."
"Baiklah, tetapi engkau jangan memutus ceritaku lagi" kata
Sian li lalu melanjutkan ceritanya.
"Oleh para ketua partai persilatan kami berdua, aku dan Tio
suheng, ditugaskan untuk menjaga markas Wisma Perdamaian
dan rumah suhu di gunung itu. Aku sangat berduka sekali atas
kematian ji-suheng. Karena dengan dia aku lebih erat
daripada dengan toa-suheng. Kwik suheng memang kalah
cakap dan kalah cerdas dengan suheng. Tetapi Kwik suheng
seorang pemuda yang jujur dan setya ... "
Sian-li berhenti sejenak lalu meneruskan:
"Berulang kali Tio suheng menghibur hatiku supaya jangan
kelewat berduka atas kematian Kwik suheng. Tio suheng
tanpa memperhatikan sekali diriku. Bahkan pada suatu hari ia
memberanikan diri untuk " "
"Untuk apa ?" Bloon menegas karena Sian li tak
melanjutkan kata-katanya.
"Untuk meminang aku"
"Apakah meminang itu ?" tanya Blo'on.
"Meminta aku suka menjadi isterinya ...
"O, dia suka kepadamu bukan ?" tanya Bloon.
Sian-li tersipu-sipu merah mukanya.
"Entah bagaimana, aku mempunyai perasaan tak suka
kepadanya. Dengan halus kuperingatkan kepadanya bahwa
hubungan kita ini hendaknya hanya terbatas sebagai kakak
adik saja. Apalagi kita masih menghadapi tugas berat untuk
mecari pencuri jenazah suhu.
Bermula ia menerima baik jawabanku itu. Bahkan dia
memuji aku sebagai seorang murid yang setya kepada suhu
dan seorang gadis yang baik.
Pada suatu hari ia mengatakan hendak turun gunung
menyelidiki seseorang yang patut dicurigai dan suruh aku
tinggal di gunung. Mungkin tiga empat hari baru dia pulang.
Demi kepentingan suhu, akupun tak mencurigainya.
Tepat pada malam ketiga, muncullah seorang yang
mencurigakan. Dia mengenakan, pakaian serba hitam dan
mukanyapun mengenakan topeng hitam. Karena dia berani
masuk kedalam kamar tempat tinggal suhu, maka
kuserangnya. Dan terjadilah pertempuran seru."
"Dia tentu toa-suheng!" tukas Blo'on.
"Bermula akupun menduga begitu." kata Sian-, "tetapi
ternyata bukan." "Bagaimana engkau tahu kalau bukan toa-suheng?" tanya
Blo"on. "Karena jurus ilmu silatnya bukan dari ajaran suhu. Dia
menggunakan ilmusilat yang aneh dan lihay sehingga aku
dapat dikalahkan. Aku rubuh karena jalandarahku tertutuk
jarinya , ..." "Lalu ?" desak Blo'on.
"Walaupun tak dapat berkutik tetapi aku masih dapat
melihat dan mendengar." kata Sian "kudengar dia tertawa iblis
lalu mengangkat aku kedalam kamar dan ... "
"Dan bagaimana " tanya Blo'on.
Tiba2 Sian-li menangis. "Hai, mengapa engkau sumoay?" Blo'on terkejut.
"Dia ... dia telah membuka seluruh pakaianku dan hendak
merusak kehormatanku "."
"Hai !" Blo'on melonjak kaget tetapi ia segera mengaduh
kesakitan karena gundulnya terbentur langit2 terowongan.
"Mengapa engkau diam saja ?" teriak anak itu, "apakah
engkau tak malu dirimu dilihat dalam keadaan telanjang ?"
Merah padam selebar muka Sian-li. Dengan menggigit
bibir, ia berseru : "Jalan darahku telah tertutuk, aku tak dapat
berkutik." "O, apakah jalan darah itu dapat ditutuk", Blo'on
terlongong. "Dapat" kata Sian-li, "ilmu menutuk jalan darah termasuk
salah sebuah dari ilmu silat".
"Hm, lagi2 ilmusilat," gerutu Blo'on, "seolah-olah ilmusilat
itu rajanya ilmu." "Habis kalau kenyataannya memang begitu," sahut Sian-li.
"Sudahlah, lanjutkan saja ceritamu".
"Karena tak dapat berkutik, akupun tak dapat berbuat apa2,
ketika ia ..." merahlah muka gadis itu.
"Ia bagaimana ?" desak Blo'on.
"Sudahlah, jangan tanya melilit begitu," bentak Sian-li,
"pokoknya, ia telah bertindak kurang ajar sekali kepadaku.
Setelah puas, dia terus hendak mencemarkan kehormatanku.
Aku tak dapat berbuat apa2. Karena malu dan marah, aku
hampir pingsan. Tiba2 sayup2 kudengar suara orang berseru":
"Hai, jangan menikmati gadis itu dulu. Engkau harus menepati
janjimu sebelum engkau bersenang-senang... "
Karena suara itu, orang berkerudung terkejut dan buru2
keluar. Tetapi bagaimana selanjutnya aku tak tahu karena aku
pingsan ... . Pada saat membuka mata. kudapatkan diriku berada dalam
sebuah guha di tengah hutan yang tak kuketahui namanya.
Guha itu rupanya dihuni orang. Keadaannya bersih dan
terdapat juga beberapa sisa makanan kering dan minuman,
Kulihat di atas meja terdapat sepucuk surat yang berbunyi:
Anak perempuan, Tinggallah dalam guha ini sampai aku kembali. Aku hendak
menghukum murid yang murtad itu .....
Setelah sampai tiga hari belum juga pemilik guha itu
pulang, akupun segera pergi."
"Nanti dulu," tiba2 Blo"on menyelutuk, "engkau bilang kalau
pakaianmu ditelanjangi orang berkerudung itu. Bagaimana
engkau pergi dari guha itu."
Sian-li tersipu-sipu merah.
"Sudah tentu waktu aku membuka mata kudapatkan aku
sudah berpakaian lagi. Mungkin penolongku, si pemilik guha
itu yang memakaikan."
"Siapakah pemilik guha itu?" tanya Blo"on
"Mana aku tahu ?" Sian-li mendesuh, "surat itu tidak diberi
nama penulisnya." "Lalu siapa murid yang murtad itu ?"
"Bagaimaga aku tahu ?" Sian li makin mengkal, "entah
muridnya entah murid ..... eh .....
"Mengapa?" seru Blo"on.
"Apakah dia maksudkan murid itu ..... ya murid itu murid
dari suhu, ya?" kata Sian-Li seorang diri.
"Murid dari suhumu ?" Blo"on menegas.
"Ya, siapa tahu kalau yang dimaksudkan itu yalah murid
dari suhu." "Kalau begitu engkau sendiri!" seru Blo"on
"Gila engkau !" bentak Sian li, "masakan aku hendak
merusak kehormatanku sendiri " Tentulah murid yang lain
atau suheng kita." "Kwik suheng sudah mati !" seru Blo"on.
"Tio suheng masih hidup dan dia ..., dia pernah
menyatakan hatinya padaku tetapi kutolak !" kata Sian-li,
"Benar, benar!" teriak Blo"on.
Sian-li tercengang : "Apanya yang benar ?"
"Eh, bukankah tadi engkau mengatakan hendak mengadu
aku dengan Tio suheng karena suheng itu seorang yang culas
?" Blo"on balas tanya.
"O. Ya, memang dia jahat", kata Sian-li. "ketika dia hendak
merusak kehormatanku, aku dapat menggigit sebuah kancing
bajunya. Inilah kancing baju itu."
Ia mengeluarkan sebuah kancing baju dari tulang.
"Kelak pada suatu ketika akan kupadu apakah kancing baju
ini miliknya," kata Sian-li. "tetapi kurasa aku pernah melihat
baju suheng memang mempunyai kancing baju seperti ini."
"Itulah maka engkau menuduh dia culas ?" tanya Blo"on.
"Sejak Kwik Ing suheng mati terbunuh dalam ruang jenazah
suhu, aku sudah curiga kepada Tio suheng" kata Sian-li.
"tetapi karena tiada buktinya maka aku tak berani
menuduhnya" "Siapakah orang yang memanggilnya pada saat itu ?" tanya
Blo"on. "Entahlah, karena aku terus pingsan dan ketika membuka
mata sudah berada dalam guha."
"Ya, baiklah sumoay." Kata Blo"on, "apabila Tio suheng itu
memang seorang manusia jahat aku terpaksa harus mewakili
ayah untuk menghukumnya."
Sian-li tertawa hambar. "Mengapa engkau tertawa ?" tanya Blo"l
"Sudahlah, jangan engkau mencari balas kepada Tio
suheng." "Mengapa ?" Blo"on membelalak.
"Karena engkau pasti bukan tandingannya. Tio suheng
cerdas dan berbakat. Dia murid yang paling disayang oleh
suhu. Hampir seluruh kepandaian suhu telah diberikan
kepadanya. Dan engkau " Tiap kali suhu hendak mengajar
ilmu silat kepadamu, engkau tentu menangis sehingga subo
(ibu guru) turun tangan dan menasehati suhu supaya jangan
memaksa engkau belajar silat."
"Apakah ibuku sayang sekali kepadaku," tanya Bloon.
"Subo seorang wanita yang sabar, seorang isteri yang
bijaksana dan seorang ibu yang penuh kasih sayang kepada
puteranya. Sayang subo sudah terburu-buru meninggal
sebelum melihat engkau dewasa ... "
"Oh. Mamah ... " tiba2 pecahlah tangis Blo"on demi
mendengar keterangan tentarg lbunya.
"Sst, jangan menangis !" serentak Sian membentak, "lihat di
sebelah muka itu. Kita tiba di sebuah tempat yang luas".
"Eh, apa hubungan tempat luas dengan keharuan hatiku "
Apakah engkau melarang aku menangis karena terkenang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada mamahku ?" "Subo sudah meninggal dan mengasoh di alam baka yang
tenang. Perlu apa engkau menangis " Apakah kalau engkau
menangis, subo akan hidup kembali ?".
"Huh, habis kalau aku terharu dan menyesal karena dulu
tak menurut kata2" "Menyesal tiada gunanya. Yang penting engkau harus dapat
merobah perbuatanmu dan menjadi manusia baik. Dan
caranya, bukan hanya dengan menangis. Tetapi harus dengan
perbuatan dan amal hidup yang luhur".
"Ya," sahut Blo"on, "eh, apakah mendiang Ibuku pernah
memberi pesan begitu kepadamu ?"
"Tidak." "Kalau tidak, mengapa engkau memberi nasehat kepadaku
seolah olah aku ini seorang anak kecil " Bukankah engkau ini
sumoay dan aku suheng?"
"Ya," sahut Sian-li. "biarpun suheng, tetapi engkau bloon".
"Memang aku sendiri heran mengapa tiba2 saja aku
menjadi bloon dan tak ingat apa2 lagi. " Bukankah engkau
mengatakan bahwa semasa kecil berdiam di gunung aku
belum blo"on ?"
Sian-li mengiakan. "Benar, engkau memang tidak blo"on masa itu. Entah
bagaimana setelah engkau mengembara tiba2 engkau
berobah blo"on".
"Hai, apakah itu !" sekonyong-konyong Blo"on berteriak
keras. "Mana ?" "Itu !" Blo"on menunjuk ke arah langit2 ruang terowongan,
"benda hitam besar yang bergelantungan itu !"
"Ah ... " Sian-li menjerit tertahan ketika pandang matanya
tertumbuk pada sebuah benda hitam yang ditunjukkan Blo"on.
Benda itu sebesar anjing. Tetapi tubuhnya terbungkus
dengan selimut hitam dan bergelantungan pada langit2
terowongan. Tiba2 Sian-li teringat sesuatu. Cepat ia beteriak " "Suheng
siapkan pedangmu !" "Mengapa ?" tanya Blo"on.
"Kita tiba di guha kelelawar ?"
"Kelelawar?", seru Bloon".
"Ya," yang..bergelantungan itu yalah kelelawar raksasa
yang suka menghisap darah manusia."
"Siluman !" teriak Blo"on.
-oo0dw0ooo- Jilid 22 Kelelawar. Umumnya kelelawar itu hanya sebesar binatang tikus. Tidak
mempunyai ekor tetapi bersayap. Kelelawar disebut juga
kampret. Tetapi kelelawar yang menghuni dilorong guha di bawah
tanah itu, bukanlah kelelawar biasa tetapi kelelawar raksasa.
Besarnya seperti seekor ayam jago, sayapnya mirip dengan
mantel. Apabila dirempat yang gelap dan seram seperti guha
dibawah tanah itu terdapat seekor binatang yang aneh dan
mengerikan, sudah tentu orang akan menjerit ketakutan atau
bahkan mungkin pingsan. Apalagi seorang anak dara seperti Liok Sianli. Walaupun dia
seorang gadis yang memiliki ilmu silat tinggi namun tetap juga
semangatnya terbang dan wajahnya pucat ketika melihat
kelelawar raksasa itu. Tetapi anehnya si Bloon hanya berteriak saja dan tidak
ketakutan. Dia belum pernah melihat kelelawar ataupun kalau
sudah pernah, diapun sudah lupa bagaimana ujut binatang itu.
Ketidak tahuan atau kelupaan akan ujud binatang itulah
menyebabkan Blo'on tak merasa gentar. Andaikan tahu bahwa
kelelawar itu hanya sebesar tikus tentulah ia akan memekik
jauh lebih keras atau mungkin dia akan lari ketakutan.
"Bukan siluman" seru Sian-li sesaat - setelah menemukan
kesadarannya bahwa yang dihadapinya itu seekor binatang
istimewa. Setiap binatang yang lain atau lebih luar biasa dari
jenisnya, tentulah memiliki sifat2 yang istimewa. Mungkin
Iebih ganas, lebih berbahaya.
Karena, menghadapi kenyataan bahwa binatang aneh itu
harus dihadapi dengan akal dan bukan dengan jerit pekikan
takut akhirnya dia itupun tenahg batinya.
"Engkau tahu kelelawar ?" tanyanya kepada Blo'on.
"Tidak" sahut Blo'on.
Sian-li kerutkan dahi. Digunung tempat kediamannya
banyak sekali binatang kelelawar. Tentulah Blo'on pernah
melihat bahkan tentu pernah bermain- main dengan binatang
itu. Namun karena Blo'on kehilangan daya ingatannya akan
peristwa yang lampau maka dia tak kenal.
Sian-li menceritakan tentang binatang itu kepada Blo'on.
"Kelelawar yang berada disini ini, seekor kelelawar raksasa.
Kita harus hati2 menghadapinya" Sian-li menutup
keterangannya. "Lalu bagaimana daya kita keluar dari terowongan ini ?"
tanya Bio"on. "Hm," Sian-li mendesuh tetapi diam lagi. Sampai beberapa
saat belum juga ia membuka suara.
Tiba2 Blo'on melangkah maju menghampiri binatang itu.
"Hai.. suko, hendak kemana ?" Sian-li berteriak kaget.
"Menghalau binatang itu!" enak saja Bio"on menjawab
seraya lanjutkan langkahnya.
"Jangan !" teriak Sian-li.
"Habis ?" Kalau begini saja kita kan akan terpancang disini
terus menerus" sahut Blo'on.
Sian-li hendak mencegah tetapi Blo'on sudah tiba dihadapan
kelelawar raksasa itu. "Hai, kelelawar" serunya dengan lantang, apakah engkau
penjaga guha ini?" Sudah tentu kelelawar tak dapat menyahut, "Hai. mengapa
engkau diam saja" masih anak itu berteriak, "kalau engkau
penjaga di sini; berilah kami jalan. Aku dan sumoayku hendak
ke sesama manusia." Sian li cemas2 geli mendengar kata2 dan melihat lagak
Blo'on yang petantang petenteng itu. Namun dia diam saja
melihatnya. "Kurang ajar, kalau engkau diam saja. ku anggap engkau
memperbolehkan" kata Blo'on lalu berpaling kearah Sian-li
"sumoay, hayo kita jalan ... "
Tetapi baru ia melangkah dua tindak, tiba-tiba serangkum
angin bertenaga kuat telah melandanya. Uh ... ia terhuyunghuyung
ke belakang sampai berapa langkah dan tiba di tempat
Sian-li. "Hebat benar" seru Bloon "dia dapat namparkan angin
dahsyat". Habis berkata ia terus maju lagi. Begitu mendengar deru
angin menyambar, cepat2 iapun ayunkan tangan menampar.
Plak ..... Terdengar letupan kecil dan Blo'onpun dorong mundur dua
langkah, Ia maju lagi menampar.
Terdengar letupan2 beberapa kali. Tiba2 binatang itu
bergerak melayang ke arah Blo'on.
"Hati2, engkoh ... !" teriak Sian-li. Tetapi nona itu tak dapat
melanjutkan kata2nya karena setelah luput menyambar Blo'on
yang loncat menghindar ke samping, kelelawar itu lanjutkan
gerakannya untuk menyerang Sian-li.
Sian-li menjerit dan loncat ke samping.
Nona itu berhasil menghindari tetapi deru angin sambaran
kelelawar raksasa itu masih mampu membuat tubuh Sian-li
terhuyung huyung, membentur dinding terowongan, duk ....
Kelelawar cepat berputar tubuh lalu menyerang Sian-li.
Dara itu dengan kemati-matian terus menyelinap kian kemari
untuk menghindar. Melihat itu Blo'on marah. Pada saat kelelawar hendak
tamparkan sayapnya kepada Sian-li, dengan murka Blo'on
loncat menghantamnya ...... Plak " pukulan tepat mengenai
sayap tetapi binatang itu tak kurang suatu apa. Bahkan ia
malah menerjang Blo'on dengan ganas. Ia hendak
menerkamnya. Kuku kelelawar itu runcing dan keras bagai pisau. Apabila
kena dicengkeramnya, tentu hancur-luluh tubuh Blo'on.
Blo'on buang tubuh berguling ke tanah. Tetapi sebelum ia
sempat bangun, kelelawar itupun menyerang pula. Dengan
demikian terpaksa ia harus berguling-guling terus menerus.
"Setan, kalau aku harus bergelundungan begini lama2
mukaku kan bisa mumur," Blo'on menggerutu.
Untung saat itu Sian-li mulai bertindak. Iamencabut pedang
dan membabat sayap kelelawar.
Tetapi pedang hanya seperti membentur benda yang lunak
tetapi ulet. Selaput sayap kelelawar itu lunak bagai sutera, ulet
bagai laut kapas. Sian-li terkejut. Lebih terkejut pula ketika menyadari bahwa
saat itu kelelawar menghadang ke arahnya dan menerjang.
Karena gugup Sian- li lontarkan pedangnya ke mata binatang
itu. Crek..... Melihat sebuah benda hendak menyerang matanya,
kelelawar cepat katupkan kelopak matanya. Pedang
membentur kelopak, terpental jatuh ke tanah lagi.
Sian-li tercengang. Saat itu kelelawar menerjangnya. Nona
itu menjerit tetapi tak keburu lagi hendak menghindar.
Sepasang cakar kelelawar mencengkeram kepala Sian-li. Nona
itu hendak dibawa terbang.
"Lepaskan sumoayku !" Blo'on dengan meloncat
menyerang, menghantam kelelawar sekuatnya. Pukulannya itu
tepat mengenai muka kelelawar. Rupanya binatang itu
kesakitan lepaskan Sian-li lalu melayang kearah Blo'on.
Blo'onpun nekad. Sambil menghindar balas menghantam
bertubi-tubi sehingga walaupun tidak mati tetapi kelelawar
itupun kesakitan juga. Seperti telah diceritakan dalam kisah si Blo'on jilid 21 yang
lalu, setelah makan belasan butir buah som yang tumbuh
didasar laut dan berumur seribu tahun, tubuh Blo'on telah
mengalami perobahan yang aneh luar biasa.
Jalan darah Seng-si-hian kwan yalah bagian jalan darah
yang paling sukar ditembus, telah terbuka. Dengan demikian
jadilah tubuh Blo'on itu sebuah tubuh yang menjadi sumber
tenaga-dalam. Apabila dikehendaki, sumber itu akan
memancar tenaga dalam yang hebat. Tetapi apabila diam,
sumber itupun tenang. Blo'on telah memiliki apa yang disebut
Ji-ih-tun-yang atau tenaga-murni yang dapat digerakkan
menurut sekehendak hatinya.
Tetapi Blo'on tak menyadari hal itu. Dan terjadilah suatu
keganjilan yang aneh. Seorang anak yang tak mengerti
ilmusilat, telah memiliki tenaga-dalam yang sempurna. Tokoh2
dalam dunia persilatan, hanya beberapa gelintir saja yang
jalandarah Seng - si - hian - kwannya sudah terbuka.
Adalah karena marah melihat Sian-li dicengkeram kelelawar,
Blo'on menyerang. Tanpa disadari gerak pukulannya itu telah
memancarkan tenaga-dalam yang hebat. Itulah sebabnya
mengapa kelelawar menderita kesakitan.
Kini terjadilah sebuah pertempuran antara seorang
manusia aneh dengan seekor kelelawar aneh. Apabila dua
mahluk saling bertempur tentu dahsyat sekali jalannya
pertempuran itu. Andaikata Blo'on mengerti ilmusilat tentu lah ia dapat
memanfaatkan tenaga-dalamnya yang istimewa itu, lebih baik
dan lebih terarah. Tetapi karena dia berkelahi menurut
kemauannya sendiri, maka pertempuran itupun berjalan lama
dan asyik. Tiba2 ruang guha itu bertebaran dangan asap.l Makin lama
asap itu makin tebal sehingga menutup seluruh ruang guha. '
Blo'on tak tahu dari mana asal asap itu. Namun selama
masih dapat melihat, ia terus melancarkan pukulan kepada
kelelawar. Rupanya kelelawar itupun mulai bingung. Buru2 ia
menyerang lebih hebat. Dalam sebuah kesempatan yang tak
terduga-duga, kelelawar berhasil menerkam tubuh Blo"on.
"Auh....." karena kesakitan Blo'on menjerit dan meronta
sekuat-kuatnya. Walaupun tak berhasil melepaskan diri dari
cengkeraman tetapi tenaga-dalam yang memancar dari tubuh
Blo'on berhasil melindungi tubuhnya tak sampai hancur
dicengkeram lawan. Kelelawar marah. Cepat ia tundukkan kepala kebawah.
Hendak menggigit leher Blo'on dan hendak menghisap
darahnya. Blo'on terkejut sekali. Kalau sampai tercengkeram kuku
kelelawar yang mengerikan itu, leher tentu remuk. Cepat ia
merundukkan kepala lalu menggoyang-goyangkan kian
kemari. Karena gerakan itu, sepasang kuncir Blo'on pun ikut
bergoyang-goyang seperti menampar. Andaikata manusia,
tentulah kelelawar itu akan menjerit kaget. Karena kedua ikat
kuncir rambut si Blo'on tiba2 berobah seperti sapu kawat yang
keras sehingga memaksa kelelawar itu tak berani menggigit.
Tetapi Blo'on sendiri memang tak menyadari hal itu bahwa
rambutnyapun dapat digerakkan sebagai senjata, Tenagadalam
Ji ih-tun-yang pun dapat disalurkan ke rambut.
Karena tak dapat berteriak maka kelelawar itupun tiba2
menguik keras sekali. Tak kalah tajamnya dengan suitan dari
jago silat yang dilambari dengan tenaga dalam.
Blo'on mengkal karena telinganya bising mendengar suara
jeritan kelelawar itu. Iapun segera menggembor sekuat
kuatnya. Gemboran itu mengejutkan kelelawar. Bukan saja binatang
itu hentikan suaranya yang aneh, pun juga terus menggelepar
keatas lalu secepat kilat menyambar kepala Blo'on lagi.
"Aduh ... " Bloon menjerit kesakitan ketika tubuhnya
terangkat naik. Yang disambar kelelawar itu ternyata dua buah
kuncirnya. Karena kelelawar itu menarik naik ke atas. Sudah
tentu Blo'on menjerit kesakitan karena kulit kepalanya seperti
dicabut dari tulang kepala.
Sehabis mencengkeram kuncir Blo'on. kelelawar itu
menelungkupkan kepala hendak menggigit dada Blo'on. Dan
gerakan itupun diserempaki dengan mengatupkan sepasang
sayapnya ke tubuh Blo'on.
Dengan demikian muka dan tubuh Blo"on terbungkus


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sayap kelelawar. Sebelum ajal berpantang maut, memang sudah menjadi
naluri kodrat setiap mahluk hidup. Dalam keadaan hendak
direnggut maut, sudah tentu Blo'onpun berusaha sekuat
tenaga untuk mempertahankan jiwanya. Dengan
mengerahkan seluruh tenaganya, ia gerakkan kedua
tangannya untuk menerkam leher kelelawar itu dan berhasil.
Saat itu terjadi pergulatan yang aneh tetapi maut dari dua
mahluk istimewa. Kelelawar raksasa itu berumur ratusan
tahun. Memiliki tubuh yang luar biasa keras dan kebalnya.
Demikian pula tenaganya pun teramat kuat. Blo'on karena
mendapat rejeki yang luar biasa anehnya telah memiliki
tenaga dalam yang aneh dan luar biasa.
Adu tenaga antara kedua mahluk itu, berlangsung seru dan
ngeri. Blo"on mendelik matanya karena kepalanya hampir
copot. Tetapi kelelawar itupun meram melek matanya karena
lehernya seperti dicekik sepit baja sehingga sukar bernafas.
Blo'on benar2 setengah mati sekali. Di samping harus
menahan kesakitan pada kepalanya, ia pun sesak rafasnya,
Asap yang memenuhi ruang guha dan selimut sayap kelelawar
itu menelungkupi mukanya begitu rapat.
Apabila dipeluk oleh seorang gadis cantik yang harum
baunya seperti murid2 Lembah Melati dulu, biar sampai
seminggu, sebulan bahkan setahun, mau saja Blo'on. Tetapi
dipeluk oleh seekor kelelawar besar yang baunya apek, Blo"on
benar2 minta ampun. Beberapa kali perutnva berombakombak
seperli ular berenang di air. Ia berusaha untuk
menahannya. Tetapi karena terus menerus diserang oleh bau
yang luar biasa apeknya akhirnya bobollah pertahanan Blo'on.
Huak ..... Bagaikan gunung berapi meletus, meluaplah isi perut Blo'on
berhamburan keluar Dan hal itu diulangnya berkali kali sampai
ia rasakan perutnya kempis karena sudah tak ada yang
dimuntahkan lagi. Beberapa saat kemudian tiba2 Blo'on rasakan tubuhnya
enak sekali. Napas longgar dan tidak lagi dia muntah karena
bau apek. Tetapi lain gangguan, muncul kembali. Karena kesakitan
dan tak dapat bernapas akibat cekikan Blo'on, kelelawar
itupun berontak juga. la mengepak-ngepakkan sayapnya,
menampar tubuh Blo"on.
Karena sayap kelelawar raksasa itu lunak tetapi keras,
Blo"onpun seperti digebuk dengan keping baja.
"Aduh" aduh ... " ia menjerit-jerit dan makin memperkeras
cekikannya. Hampir setengah jam pertempuran maut berlangsung,
Blo"on tele2 setengah mati tetapi kelelawar itupun meregang
jiwa alias sekarat. Beberapa saat kemudian keduanya rubuh tanah.
Ketika Blo'on membuka mata, ternyata ia sedang
menggeletak di tanah. Di sampingnya tampak sumoaynya
sedang memandangnya dengan penuh kecemasan.
"Suko, engkau bangun?", teriak dara itu kegirangan ketika
melihat Blo'on sadar. Blo'on menggeliat duduk. "Bagaimana dengan kelelawar tadi"," tanyanya.
"Mati" seru Sian-h, "engkau benar2 hebat sekali".
Mata Blo'on segera tertumbuk pada kelelawar yang
menggunduk rebah tak berkutik di tanah.
"Mati?" tanya Blo'on agak tak percaya.
"Ya, lehernya telah putus engkau cekik," Sian-li
menerangkan, "tetapi .... hi, hi, hi ...".
Tibi2 dara itu tertawa mengikik.
Blo'on melongo. "Mengapa engkau tertawa?"
"Geli." sahut Sian li .
"Apa yang menggelikan ?"
"Engkau"."
"Aku " Memangnya aku ini kenapa ?" Blo"on makin heran.
"Eigkau sekarang berubah menjadi seekor kerbau tanduk
satu." "Apa " Aku mempunyai tanduk ?"
Sepasang kuncir pada kepalanya yang gundul itu memang
sepintas pandang menyerupai sepasang tanduk. Tetapi
sekarang kuncir yang satu copot, jadi tinggal satu saja.
Blo'on merabah gundulnya : "Keparat, kuncirku hilang satu.
Tentu kelelawar itu yang mengambilnya."
Sian-ii tertawa. "Eh, sumoay, ketika aku bergulat dengan kelelawar tadi,
kemana saja engkau ?" tiba2 Blo'on bertanya.
"Kelelawar itu berhasil mencengkeram kepaIaku. Kukira aku
tentu mati tetapi untunglah yang kena hanya rambutku saja,"
menerangkan dara itu, "aku ditarik keatas lalu dilemparkan."
"Aku pingsan" kata Sian-li pula. "setelah siuman, memang
kulihat engkau sedang bertempur seru dengan kelelawar. Aku
mencari akal bagaimana dapat membantumu. Tiba2 kuteringat
bahwa aku mempunyai korek dari pemberian kakek dari istana
Hay-sim-kiong. Kuteringat pula bahwa kelelawar itu takut akan
api. Aku hendak membuat api tetapi sayang tiada kayu bakar.
Ada beber kerat tulang binatang yang telah menjadi mangsa
kelelawar itu berserakan di tanah. Kukumpulkan lalu kubakar
... " "O. itulah sebabnya mengapa guha itu penuh asap yang
menyesakkan napas ?" Sian-li mengiakan.
"Sekarang bagaimana maksudmu ?" tanya Blo'on.
"Sudah tentu lanjutkan perjalanan menembus terowongan
ini" kata Sian-li. Tetapi ketika Bloon mulai melangkah, tiba2 pula dara itu
berseru : "Berhenti dulu, suko, aku hendak menguliti sayap
kelelawar ini ". "Untuk apa ?" Blo'on heran.
"Kulit sayap kelelawar ini istimewa sekali. Walaupun tipis
dan lemas tetapi tahan dibacok pedang" menerangkan dara
itu. "dapat kita jadikan pakaian tahan senjata."
"Huh, untuk apa harus begitu ?"
"Suko, engkau memang ibarat orang yang baru bangun
tidur ". "Tidak, aku belum tidur !" tukas Blo'on.
"Ea, aku hanya mengatakan perumpamaan saja. Sejak
kehilangan kesadaran pikiran, bukankah engkau seperti orang
tidur yang tak tahu apa2" Nah, sekarang agaknya pikiranmu
sudah mulai terang. Ketahuilah, dunia persilatan itu penuh
dengan orang2 yang berilmu sakti. Tetapi banyak yang berhati
jahat. Misalnya, coba engkau bayangkan, mengapa suhu yang
sudah meninggal dunia itu jenazahnya masih dicuri orang ?"
"Hm, buat apakah mereka mengambil jenazah ayah itu ?"
tanya Blo'on. "Banyak kemungkinan yang dapat ditafsirkan dalam
peristiwa pencurian itu" kata Sian-li, "diantaranya yalah
pembalasan dendam, mencari pengalih, membikin gempar dan
memburu kedudukan" "Memburu kedudukan?" Blo'on heran.
"Ya," sahut si dara, "dengan berhasil menuri jenazah suhu
orang tentu beranggapan bahwa pencuri itu seorang sakti.
Dan dengan hasil besar itu, dia tentu akan mengangkat diri
sebagai permimpin dunia persilatan."
"Apa itu sih pemimpin dunia persilatan" dengus Blo'on. "kita
kan manusia bebas, perlu apa harus dipimpin 7"
"Ah." Sian-li menghela napas, "memang demikian sifat
manusia itu. Bermula orang belajar silat untuk kesehatan, lalu
untuk bela diri. Setelah itu meningkat untuk berkelahi. Dan
setelah merasa paling menang sendiri, dia terus timbul
keinginannya untuk menjagoi, memimpin dunia persilatan
supaya tunduk pada perintahnya."
"Hm. salah mereka sendiri mengapa mau diperintah,"
gumam Blo'on. "Ah. suko, enak saja engkau bicara. Memang tak ada orang
yang mau diperintah tetapi mereka dipaksa harus mau. Barang
siapa membangkang tentu akan digempur atau dibunuh."
"Kurang ajar!'* teriak Blo'on, "masakan orang hendak
memaksa orang harus tunduk pada perintahnya .... eh",
tiba2 Blo'on berhenti, "bukankah ayah juga menjadi pemimpin
dunia persilatan " Apakah dia juga memaksakan kehendak
kepada setiap orang ?"
"Benar," kata Sian li," tetapi suhu menjadi pemimpin dunia
persilatan tetapi segenap ketua partai persilatan dan tokoh
dunia persilatan telah seia-sekata untuk mengangkat suhu
menjadi pemimpin. Hal itu disebabkan karena mereka
megghargai jasa2 suhu selama berjuarg untuk menyelamatkan
kaum persilatan dari gencetan pemerintah Goan."
"O, jadi terdapat dua macam pemimpin dalam dunia
persilatan itu ?" "Ya," sahut Sian-li. "yang baik dan yang buruk. Yang
diangkat oleh orang dan yang mengangkat dirinya sendiri"."
"Kurang ajar, berani benar orang mengangkat dirinya
sendiri....." "Banyak orang2 begitu." kata Sian-li pula, "tergantung
apakah dia kuat bertahan apabila dapat mempertannggung
jawabkan perbuatannya pada tokoh2 persilatan yang akan
menindaknya." "Tetapi apakah setiap hal itu terjadi tentu akan ditindak?"
tanya Blo"on. "Demikianlah cara yang lazim berlangsung dalam dunia
persilatan." "Lalu kalau orang itu baik perbuatannya, apakah dia tetap
ditindak ?" tanya Blo'on.
Sian-li tertawa : "Orang yang mengangkat diri sebagai
penimpin dunia persilatan, pada intinya tentu orang jahat."
"Adakah sekarang ini masih terdapat orang2 yang begitu ?"
"Masih"' sahut Sian-li, "selama dunia persilatan masih ada,
selama itu tentu masih ada pula peristiwa2 semacam itu, Nanti
apabila kita keluar dari sini, engkau tentu akan mengetahui
hal2 semacam itu." "Benar," Blo'on seperti disadarkan," hayo, kita lekas keluar
dan sini saja." Sian-li tetap meminta supaya Blo'on menunggu sebentar. Ia
mengambil pedang lalu mulai mengerati sayap kelelawar itu.
Tetapi gagal karena pedang tak mempan digunakan.
"Ah, mengapa aku lupa ?" tiba2 ia berseru lalu
mengeluarkan pedang pusaka Pek liong kiam pemberian
kakek dari istana Hay sin-kiong.
Dengan mudah dapatlah dara itu menguliti sayap
kelelawar. "Hebat benar pedang itu" Dari mana engkau memperoleh
pedang sehebat itu ?" tanya Blo'on.
Sian li pun menceritakan apa yang diterimanya dari kakek
penunggu istana Hay-sim-kiong.
"O, jadi engkau menyanggupi untuk melakukan pesan
kakek itu ?" tanya Blo'on.
"Ya, karena hal itu selaras dengan pendirian pendekar
utama, Apakah engkau tak mau membantu aku ?"
"Tentu," sahut Blo'on.
Setelah pekerjaan menguliti kedua sayap lelawar itu selesai
Blo'on lalu hendak angkat kaki lagi, Tetapi kembali Sian-li
mencegah. "Eh, mengapa lagi ?" Blo'on mendongkol "apakah engkau
senang tinggal disini?"
"Bukan, suko" sahut Sian-li. "tetapi aku ingat sesuatu".
Dara itu terus menghampiri ke sudut guha. Dan menjemput
sebutir benda hitam sebesar buah kelengkeng.
"Lihatlah ini, suko !"
"Apa?" Blo'on menghampiri, "huh, benda apa Itu ?"
"Tahi kelelawar."
"Tahi kelelawar?" Blo'on kerutkan alis. "buat apa ?"
"Aku belum tahu bagaimana khasiat dari tahi kelelawar ini.
Tetapi kupercaya setiap binatang yang sudah berumur ratusan
tahun dan memiliki bentuk tubuh yang istimewa tentu
mempunyai apa- apa yang istimewa. Yang jelas, tahi kotoran
ini beratnya bukan kepalang. Kalau tak percaya cobalah
engkau pukul kalau kuat"
"Huh, masakan tak mampu" dengus Blo'on Ialu meninju
sebutir tahi kelelawar itu "aduh ..."
Ia menjerit ketika tangannya terasa sakit. Tahi kelelawar itu
kerasnya bukan kepalang. "Lalu bagaimana maksudmu, sumoay ?" tanyanya.
"Tahi kelelawar ini berjumlah ratusan biji, akan kubawa
bersama sayap itu. Kelak tentu ada gunanya"
Demikian setelah selesai berkemas, kedua anak muda itu
segera merayapi lorong terowongan.
"Mudah2an kita bertemu dengan mahluk aneh lagi" kata
Blo'on, "Mengapa "'" Sian-li terkejut.
"Agar mendapat pengalaman lagi"
"Huh. enak saja engkau ngomong !"
Lonceng menangis "Hai, bulan purnama!" tiba2 Blo'on berteriak ketika tiba
diujung terakhir dari terowongan.
Memang kedua anak itu telah muncul didaratan. Saat itu
sudah malam. Untung rembulan sedang purnama sehingga
mereka tahu keadaan di sekeliling tempat itu. Sebuah
pegunurgan pada tepi pantai. Ombak laut bergulung " gulung
memercikkan gelombang warna putih keperak-perakan.
"Dimanakah kita sekarang, sumoay ?"
"Masakan aku tahu "' sahut Sian-li. Dari itu naik ke sebuah
batu yang tinggi dan memandang kesekeliling penjuru.
"Hai.... !" tiba2 ia menjerit. "Kita berada disebuah pulau
karang !" "Apa ?" teriak Blo'on seraya lari menghampiri Setelah
memandang kesekeliling penjuru iapun menjerit, "celaka, kita
akan mati kelaparan disini."
"Ai, suko. jangan cepat2 putus asa," Sian-li menghibur,
"marilah kita selidiki pulau ini. Siapa tahu mungkin terdapat
manusia yang tinggal disini."
Kedua anakmuda itu lalu berjalan. Ternyata pulau itu
sebuah pulau gundul. Pulau karang yang hanya ditumbuhi
beberapa batang pohon jati. Dibagian tengah pulau itu
merupakan pegunungan karang yang tinggi rendah, penuh
dengan guha dan sukar dijelajahi.
Mereka tak menemukan barang seorang manusiapun yang
tinggal disitu.

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sumoay, aku lapar!"
"Ya, makan saja."
Blo'on kerutkan dahi : "Apa yang dimakan?"
Siau-li tertawa mengikik, sahutnya : "Angin."
Muka Blo'on menceberut : "Aku lapar sungguh engkau
ngomong seenakmu sendiri."
"Habis, disini kan sebuah pulau karang yang kosong. Dari
mana kita dapat memperoleh ma ...." tiba2 Sian-li berhenti
dan terus lari. "Hai, hendak kemana engkau ?" Blo'on terkejut, lalu
mengejar. "Ke pantai cari tiram atau kura2."
Tiba dipantai mereka mulai giat mencari binatang laut.
Akhirnya berhasil juga mendapatkan beberapa ekor tiram,
kepiting dan telur kura2.
"Apa kita makan begini saja ?" tanya Blo'on.
"Jangan kuatir" kata Sian-li, "aku mempunyai korek, mari
kita ke hutan jati. Kita cari ranting kering untuk membuat api
dan membakar binatang laut ini".
Demikian kedua anakmurla itu segera membawa hasil
perolehannya ke hutan jati. Disitu mereka membuat api
unggun dau membakar binatang laut itu.
Lumayan juga, malam itu Blo'on dan Sian li dapat mengisi
perut. Dan malam itu mereka tidur dialam terbuka. Keesokan
harinya, semangat merekapun segar kembali.
"Sekarang kita harus cari akal untuk meninggalkan pulau
ini" kata Sian-li. "Ya, terserah bagaimana engkau, sumoay."
"Pohon jati yang tumbuh di hutan ini dapat kita jadikan
perahu. Mari kita bekerja menebang kayu itu" kata Sian-li,
Sehari itu mereka bekerja keras untuk menebang pohon jati
yang kecil. Dengan pedang pusaka Pek liong-kiam, pekerjaan
itu dapat dilakukan dengan mudah.
Setelah dapat membuat tonggak2 kayu yang sama
panjangnya, mereka lalu mulai melubangi, kemudian
menusukkan kayu yang diraut panjang dan kecil mirip tombak,
kelubang beberapa batang kayu tonggak itu.
Karena tak biasa bekerja kasar, sampai hari gelap, belum
juga rakit itu selesai. Malam itu mereka makan tiram dan kepiting bakar serta
tidur dialam terbuka lagi.
Saat itu rembulan bersinar terang. Awan berarak-arak di
langit yang biru. Bintang kemintang memenuhi angkasa. Sunyi
senyap disekeliling penjuru alam. Hanya debur ombak dan
desau angin laut yang sebentar terdengar sebentar sayup2
menghilang. Sambil duduk sandarkan diri pada sebatang pohon jati Sianli
termangu-mangu memandang ke sekeliling penjuru. Tiba2 ia
menghela napas. Blo'on sebenarnya sudah rebahkan diri. Demi mendengar
sumoaynya menghela napas, ia terkejut bangun.
"Mengapa engkau, sumoay ?" tegurnya.
"Tak apa2" sahut Sian-li "hanya, melamun biasa".
"Melamun " Apakah engkau suka melamun" Sian li
berpaling deliki mata : "Siapa yang suka melamun ?"
"Habis mengapa engkau sekarang melamun?", Sian-li
menghela napas, "Dalam keadaan yang sunji, jauh dari pergaulan manusai,
dari sanak keluarga, berada di tempat pulau yang kosong,
mau tak mau hati kita mudah tersentuh. Teringat akan
kehidupan kita ini."
Blo'on mulai tertarik tetapi dia diam saja.
"Siapa pernah mimpi bahwa kita berdua bakal berada
ditempat semacam ini " Siapa pernah menyangka bahwa kita
akan masuk kedalam kerajaan di bawah laut " Dan siapa yang
menduga bahwa apa lagi perjalanan hidup yang akan kita
alami nanti ?" kata dara itu.
"Ah sudahlah sumoay," desuh Blo'on, "jangan suka
melamunkan hal2 yang sudah lampau dan yang akan datang.
Yang lalu kan sudah lewat engkau pikiri, engkau tangisi,
engkau sedihkan juga takkan kembali. Yang akan datang, kan
kita belum mengalami. Perlu apa harus dipikir. Yang penting
kan sekarang ini " Bagimana cara kita tinggalkan pulau kosong
dan bagaimana nanti kita akan menuju."
"Suko, aku tak mau pergi dari pulau ini".
"Apa ?" Blo"on terbelalak demi mendengar kata2 Sian li
yang begitu aneh, "mengapa engkau hendak tinggal disini "
Apakah engkau hendak makan tiram dan kepiting bakar saja?"
Sian-li menghela panas, "Memang kita akan menderita dalam hal makan dan
minum. Tetapi batin kita lebih tentram. Engkau tahu, suko,
dunia ramai itu penuh dengan urusan2 yang ruwet dan
menjengkelkan hati. Manusia2nya itu penuh beraneka ragam.
Kadang mereka itu ada yang baik. Tetapi kadang ada yang
lebih buas dari serigala. Disini menikmati alam yang sunyi,
udara yang ceria dan kehidupan yang tenang damai".
"Engkau salah sumoay," seru Blo'on, "ketenangan dan
kedamaian itu yang membuat adalah manusia itu sendiri. Di
pulau kosong, di hutan belantara di puncak gunung, dikota
ramai di medan pertempuran, engkau akan menemukan
ketenangan itu. Apabila engkau merasa tenang, disitulah
engkau mendapat ketenangan. Kalau engkau merasa tidak
tenang, dimanapun juga engkau takkan mendapat
ketenangan". Sian-li terlongong mendengar kata2 Blo'on. Tak pernah ia
menyangka bahwa sukonya yang semula begitu blo'on, tiba2
sekarang dapat mengucapkan kata2 yang penuh mengandung
falsafah tinggi. Bahkan belum pernah ia mendengar kata2
begitu indah dan tinggi dari lain orang sekalipun dari suhunya
dahulu. "Eh, suko dari mana engkau memperoleh pikiran yang
begitu terang itu ?" serunya sesaat kemudian.
"Dari mana " Huh, tentu saja dari pikiranku sendiri" sahut
Blo'on "karena setiap kali aku dapat merasakan. Apabila aku
merasa tenang, tempat yang kutinggali itu terasa tenang.
Tetapi apabila aku gelisah, tempat yang kutempati itu ikut
tidak enak. Makanpun begitu. Kalau aku lapar dan merasa
enak, tiram dan kepiting bakarpun terasa sedap sekali, Tapi
kalau aku kebetulan marah, nasi putih dengan capjay enak,
tetap terasa tak enak. Maka kukatakan, bukan siapa dan apa,
bukan tempat atau keadaan yang membuat kita tenang tetapi
pikiran hati kita sendiri yang menciptakab ketenangan itu."
"Uah. uah" mulut Sian-li mendecak-decak. "Engkau tak
ubah seperti orang tua yang sedang memberi nasehat kepada
anak kecil. Engkau belum merasakan pengalaman maka
engkau dapat berkata begitu. Coba nanti engkau menghadapi
hal2 yang menderita tentu lain lagi bicaramu."
"Jangan menghina aku" seru Blo'on.
"Buktinya, baru lapar saja engkau sudah kaok-kaok apalagi
kalau menghadapi hal2 yang lebih sukar. Falsafahmu tentu
luntur seketika." Blo'on menyeringai. "Apakah engkau sungguh2 hendak tinggal di pulau ini ?"
tanyanya sesaat kemudian.
"Dan engkau ?" Sian-li balas bertanya.
"Aku masih mempunyai banyak tugas, terpaksa harus
kembali ke dunia ramai".
"Tugas apa ?" "Eh, mengapa ini sumoay " Bukankah kau mengatakan
kalau jenazah ayah dicuri orang". Nah, aku terpaksa harus
mencari pencuri itu."
"Bukan hanya engkau, tetapi aku sebagai murid dari beliau,
juga harus mencari jenasah suhu."
"Kalau begitu engkau tak jadi tinggal di pulau ini?"
Tidak menyahut tetapi Sian-li berbangkit terus lari.
"Hai, hendak kemana engkau sumoay?" teriak Blo'on
terkejut. "Jalan2, engkau tak perlu ikut ... " seru Sian-li seraya
lanjutkan larinya. Saat itu Blo'on memang ngantuk. Sehari penuh dia bekerja
menebang pohon jati, melubangi tonggak2 jati. Saat itu ia
ingin beristirahat. Pulau itu kosong tiada penghuninya. Biarlah sumoaynya
berjalan-jalan sendiri, kiranya tak berbahaya. Maka iapun lalu
rebah lagi di tempat tidurnya, sebuah karang yang datar di
bawah pohon Jati. Tempatnya cukup bersih.
Tak berapa lama Blo'onpun tidur pulas.
Tiba2 ia merasa seperti melihat seorang kakek tua renta
muncul. Tubuhnya kurus dan bungkuk. Kakek aneh itu
berhenti beberapa meter dihadapannya. Tiba2 dia
mengacungkan kedua tangannya dan berteriak keras.
Sedemikian kerasnya sehingga menyerupai aum harimau.
"Hutang jiwa harus bayar jiwa. Engkau telah merampas
jiwaku, sekarang engkau harus dibayar dengan jiwanya ... !"
teriak kakek aneh Ini. Dia meraung lagi sekeras-kerasnya lalu dia mutar-mutar
kedua tangannya, membentuk sebuah lingkaran sinar. Dan
tahu2 kedua tangannya telah berubah menjadi sepasang
sayap. "Kelelawar , . !"' teriak Blo'on ketika memandang dengan
penuh perhatian. Kakek itu memang telah berobah menjadi
kelelawar raksasa mirip dengan kelelawar yang dibunuhnya
dalam terowongan kemarin.
Tetapi ia tak dapat melanjutkan teriakannya karena saat itu
kelelawar telah terbang menyerangnya.
"Setan ... !" Blo'on menghantam. Tetapi lelawar itu
menyeringai. Pukulan Blo'on seperti membentur gumpalan
kapas. Dan sebelum Blo on sempat menghindar, kelelawar sudah
menerkamnya. Kedua sayap binatang itu memeluk tangan dan
tubuh Blo'on sedemikian kuat sehingga Blo'on tak dapat
berkutik lagi. Dan tiba2 pula moncong kelelawar menggigit
tenggorokan Blo"on lalu menghisap darahnya.
"Mati aku ... !" karena takut. Blo'on menjerit sekuatnya dan
membuka mata ... Ah, kiranya ia bermimpi seram.
"Eh, kemana gerangan anak perempuan itu", ia celingukan
kian kemari tetapi tak melihat Sian-li berada di dekat situ.
Saat itu rembulan sudah menjulang dltengah angkasa,
pertanda sudah hampir tengah malam. Ia heran mengapa
sumoaynya tak kembali. Tiba2 ia menggeliat bangun : "Ah, jangan2 dia mendapat
kecelakaan ... " . Cepat ia menuju ke tepi pantai dimana biasanya ia bersama
Sian-li mencari tiram dan telur kura2.
Ah, Sian-li tak tampak disitu. Blo'on makin bingung. Segera
ia mengelilingi sepanjang pantai. Dari barat, keselatan lalu ke
timur. "Aneh benar." desuhnya makin gugup, "kemana saja anak
perempuan itu ?" Segera ia lanjutkan langkahnya menuju kearah utara. Dan
segera ia terkejut ketika jauh di sebelah muka melihat lima
sosok tubuh manusia. Yang dua tengah berlincahan seperti
orang sedang bertempur. Yang seorang tegak beberapa
langkah di samping sambil bercekak pinggang dan yang dua
orang menggeletak rebah di tanah.
Cepat Blo"on kencangkan langkah berlari-lari menghampiri.
Ia duga yang bertempur itu tentulah sumoynya.
"Siluman ... !" tiba2 orang yang bercekak pinggang itu
berteriak kaget ketika Blo'on berlarian tiba.
Memang tak mengherankan kalau orang berteriak demikian.
Karena disebuah pulau karang yang kosong, masakan tiba2
muncul seorang manusia yang aneh. Pakaiannya seperti orang
perempuan tetapi di sana sini compang-camping. \ Wajahnya
sukar diketahui lelaki atau perempuan. Hanya yang jelas
kepalanya gundul. Ada rambut tetapi tumbuhnya aneh, hanya
seuntai rambut seperti ekor kuda. Letakkan dari bagian kanan
mirip dengan tanduk. Dan celakanya begitu datang manusia itu terus menyerang
orang yang sedang bertempur.
"Sumoay, siapa manusia liar ini ?" Blo'on setelah jelas tahu
bahwa Sian-li sedang diserang oleh seorang lelaki pendek.
Sian li hendak menjawab tetapi tak sempat karena orang
lelaki yang bercekak pinggang meloncat menerjang Blo'on.
"Ho, engkau juga manusia ?" teriak orang yang bercekak
pinggang itu, seorang lelaki yang hanya memiliki sebuah mata
karena yang satu ditutup dengan kain hitam. Badannya kekar,
dan penuh dengan bulu yang lebat.
"Mata Satu, engkau berani menyerang aku", teriak Blo"on
seraya menghindar. "Bangsat, engkau berani menghina aku" kalau tidak
keremuk tulangmu, jangan sebut si Ular seribu bisa Kim Seng
!" si mata satu berteriak dan menyerang.
Blo'on terkejut melihat gaya serangan si mata satu yang
begitu dahsyat. Ia tak tahu bahwa lawan telah menggunakan
jurus Ngo-hou tham-lilm atau Harimau lapar menerkam hati.
Tahu2 dada Blo'on tercengkeram.....
Sebenarnya setelah mencengkeram, harus tusukkan jarinya
ke ulu hati. Dan lawan tentu mati seketika karena dadanya
amblong. Tetapi si mata Satu yang menyebut dirinya bernama
Kim Seng tidak demikian. Karena hanya dalam sebuah jurus
saja dia sudah berhasil mencengkeram dada orang maka ia
mengira Blo'on itu tentu seorang pemuda tolol, tidak mengerti
ilmu silat. "Naik," seru si Mata Satu seraya menyentakkan tubuh ke
atas, terus diputar-putar macam bulang-baling.
Setelah puas mempermainkan, tiba2 si Mata Satu hendak
melemparkan Blo'on kearah Sian li.
"Nih, terimalah tubuh kawanmu...... !", serunya terus
melempar. "Ua.....," tiba2 si Mata Satu menjerit kaget dan tahu2
tubuhnyalah yang terangkat keatas dan terus dilemparkan ke
arah musuh yang bertempur dangan Sian li.
Lawan Sian li, siorang pendek, mengira kalau kawanrya, si
Mata Satu itu, tentu dengan mudah dapat menguhancurkan
Blo'on. Ia tahu sampai dimana kesaktian kawannya Ular
seribu-bisa Kim Seng. Ketika Kim Seng berseru hendak melontarkan tubuh Blo"on,
si pendek itupun gembira, mengira Kim Seng tentu sudah
menang. Maka ia makin mendesak Sian-li agar nona itu tak


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sempat menghindar. Dengan demikianlah biarlah tertimpah
tubuh Blo'on yang dilemparkan oleh Seng.
Memang Sian-li tak dapat meloloskan diri dari serangan si
pendek. Dan si pendekpun tahu bahwa sesosok tubuh telah
melayang di udara itu meluncur ke tempatnya.
"Bagus ... " baru hatinya bersorak gembira tiba2 tubuh itu
telah menimpah tepat di atas kepalanya. Bruk ...
"Aduh, Kim Seng ... " maksudnya ia hendak mendamprat
mengapa Kim Seng melontar tubuh orang kepadanya. Tetapi
belum sempai melanjutkan kata2nya, kaki si nona sudah
melayang ke perutnya, duk
... "Aduh ..." orang pendek
itu menjerit tubuhnya terlempar sampai dua tombak jauhnya. Jatuh terbanting ke belakang dengan kepala membentur tanah karang. Prak ... kepalanya pecah dan putuslah jiwa orang itu. Sementara Kim Seng yang menimpah orang pendek itupun berhamburan
jatuh ke tanah. Matanya hancur mumur. Setelah meregang jiwa berapa saat, tubuhnya diam tak dapat berkutik
lagi karena nyawanyapun sudah terbang.
Habis menyelasaikan dua orang itu, dilihatnya kedua orang
yang rebah di tanah itu bangun. Cepat Blo'on lari menghampiri
mencekal tengkuk salah seorang lalu diangkatnya dan hendak
dibanting. "Hai, jangan suko !" Sian li berteriak kaget.
"Mengapa ?" "Dia bukan orang jahat."
"Kalau begitu yang ini saja," kata Blo"on meletakkan orang
itu lalu beralih memegang yang seorang lagi.
"Jangan, dia juga bukan orang jahat," seru Sian-li.
Sambil meletakkan tubuh orang itu, Blo'on bersungutsungut
: "Huh, ini bukan itupun bukan. Tetapi mengapa
mereka menyerang engkau !"
Sian-li menceritakan bahwa ketika ia sedang berjalan-jalan
di pantai untuk menenangkan pikirannya, tiba2 tampak
sebuah perahu besar berlayar mendatangi. Perahu besar itu
tak berani berlabuh merapat pantai melainkan menurunkan
sebuah perahu kecil. "Aku segera bersembunyi di balik karang", menerangkan
Sian li, "untuk melihat siapa dan perlu apa mereka menuju ke
pulau ini." Perahu kecil itu berisi empat orang yalah si Ular seribu-bisa
Kim Seng, Kura hitam Sun Hui dan dia orang awak perahu.
Mereka masing2 manggul empat buah peti besar. Peti2
ditanam disebuah guha. "Eh, aneh benar." kata Sian-li, "selesai menanam peti dan
menuju ke pantai, tiba2 si Mata-satu dan si pendek itu
menyerang kedua orangnya. Kedua orang itu meratap-ratap
minta diampuni jiwanya tetapi tetap tak dihiraukan. Karena
menyaksikan perbuatan yang kejam itu, aku pun cepat keluar
dan menyerang mereka. Si pendek lah yang menyambut aku.
Dia lihay juga. Untung si Mata satu tak ikut mengeroyok, kalau
ikut, mungkin aku sudah rubuh."
"Siapa mereka ?" tanya Blo'on,
"Mana aku tahu " Tanya saja pada kedua orang itu," kata
Sian li seraya menghampiri.
"Siapa engkau " Mengapa engkau hendak dibunuh "
Bukankah mereka kawanmu sendiri "'* kata Sian-li.
"Kami berdua pemilik perahu besar yang dibawa oleh
serombongan orang yang tak kami kenal," kata kedua orang
itu. "Apakah bukan si Mata Satu dan si Pendek itu?" tanya Sian
li, "Bukan, melainkan seorang kongcu putera seorang
hartawan dari kotaraja."
"Apakah dia juga ikut dalam perahumu?"
"Rasanya tidak" sahut tukang perahu itu.
"Mengapa mereka hendak membunuhmu?"
"Aku sendiri juga tak mengerti. Mereka menjanjikan upah
besar untuk pekerjaan berlabuh di pulau ini, menurunkan peti
dan menanam di guha yang mereka tunjukkan, Tetapi setelah
pekerjaan itu, bukan upah yang kami terima melainkan jiwa
kami hendak dicabut."
"Apa sebabnya ?"* tanya Sian-li pula.
"Tukang perahu itu merenung sejenak, katanya
"Kemungkinan besar, peti2 itu tentu berupa harta permata
yang tak ternilai harganya. Mereka hendak menyembunyikan
di tempat ini. Karena takut rahasianya bocor maka aku dan
saudara ini. sebagai orang yang tahu hal itu, harus
dilenyapkan." "Jika begitu, jelas peti itu tentu berisi harta yang tak halal
mungkin dari hasil rampokan atau pencurian." kata Sian-li.
"Tahukah engkau tempat penyimpan peti itu," tiba2 Blo"on
bertanya. Kedua tukang perahu itu mengiakan.
"Mari bawa aku kesana," kata Blo'on.
Mereka menuju kesebuah guha yang cukup rahasia
tempatnya. Kedua pemilik perahu itupun disuruh menggali
lagi peti itu. Ternyata keempat peti besar itu terbuat dari baja murni
yang kokoh. Selelah menggunakan pedang pusaka Pek-liongkiam,
barulah Sian-li dapat membuka salah sebuah.
"Astaga , . !" teriak dara itu ketika melihat apa isi peti.
Bermacam-macam emas permata yang berkilau-kilauan
menyilaukan pandang mata, memenuhi peti. "Kiranya memang
berisi harta permata yang begini hebat."
"Lalu yang ketiga peti itu ?" tanya Blo'on.
"Kurasa untuk sementara lebih baik jangan dibuka.
Tentulah isinya sama saja." kata Sian-li.
"Lalu hendak kita pengapakan peti itu ?" tanya Blo'on pula.
"Harta permata itu entah siapa yang empunya" kata si dara.
"kita selidiki dulu. Apabila pemiliknya seorang hartawan yang
baik hati. kita kembalikan kepadanya. Tetapi apabila milik
kaum hartawan jahat atau pembesar2 yang korup, tak perlu
dikembalikan". "Lalu untuk apa ?" kata Blo'on pula.
"Kita gunakan untuk menolong rakyat miskin dan badan2
amal yang benar2 bekerja untuk kesejahteraan masyarakat".
"Ya, benar sumoay".
"Paman", tiba2 dara itu berkata kepada pemilik perahu,
"ambillah mana yang engkau kehendaki. Setelah itu segera
tanam lagi saja". "Tidak nona", kata pemilik perahu, "bahwa kau dan tuan ini
sudah menolong jiwaku, kami dua saudara sudah merasa
berterima kasih sekali. Mengapa harus mengambil barang
yang bukan milik kita."
"Bagus, paman" seru Sian li, "aku tak minta balas budi
kepadamu. Cukup asal engkau mau menyimpan rahasia
tentang tempat penyimpanan harta ini. Agar jangan diketahui
orang". Kedua tukang perahu itu memberikan janjinya. Bahkan
bersumpah. "Begini, paman" kata Sian-li lebih lanjut, "walaupun si Mata
Satu dan si Pendek sudah mati, tetapi rencana penyimpanan
harta di guha ini tentu sudah diketahui juga oleh pimpinan
mereka. Kurasa lebih baik kita pindahkan peti2 ini ke lain
tempat." "Ya, benar nona" kata kedua pemilik perahu.
Sian li dan Blo'on membantu mengangkati keempat peti itu
kelain tempat. Mereka mencari sebuah tempat yang sukar
diketahui orang dan lalu menanam peti harta karun itu.
Baru mereka hendak beibangkit dari tempat penyimpanan
peti2 itu, sekonyong-konyong Sian li menjerit kaget : "Mereka
datang ... !" Blo"on dan kedua pemilik perahupun cepat berpaling ke
belakang. Ah, ternyata mereka sudah dikepung oleh sepuluh
orang lelaki yang menghunus senjata.
Kedua pemilik perahu gemetar seperti orang kedinginan
ketika tahu siapa pendatang2 itu.
"Ho, bagus, tukang perahu, ternyata engkau sekongkol
dengan pembunuh untuk merampas peti itu !" seru salah
seorang setengah tua. Seorang lelaki yang bermuka brewok
dan kedua tangannya penuh bulu2 lebat.
Tukang perahu makin keras gemetarnya.
"Bilang, siapa yang membunuh Kim Seng dan Seng Hui itu
!" bentak si muka brewok dengan suara menggeledek
sehingga kedua tukang perahu melonjak kaget.
"Aku !" tiba2 Blo'on maju selangkah di hadapan pemilik
perahu. "Engkau ?" si muka brewok rentangkan mata memandang
Blo'on dari atas kepala sampai ujung kaki.
Karena dipandang begitu rupa, Blo'on ikut celingukan
memandang kekanan kiri lalu memandang dirinya sendiri.
"Apa yang engkau cari ?" tegur Blo'on sesaat kemudian.
"Gundulmu !" seru si muka brewok.
"Gundulku ?" kata Bloon seraya mengusap-usap kepalanya
sendiri, "kenapa gundulku ?"
"Berapa banyak yang engkau miliki ?"
"Sudah tentu hanya satu" seru Blo'on.
"Benar ?" "Benar." sahut Blo'on, "satu saja sudah tak dapat kupelihara
masakan harus memelihara dua gundul, kan runyam nanti".
"Juga punya biji mata "." tanya si brewok.
"Sudah tentu punya".
"Berapa biji ?"
"Satu, dua ... dua biji".
"Masih bisa melihat jelas ?"
"Jelas sekali".
"Bisa melihat aku ini siapa ?"
"Engkau " Ha. ha, sudah tentu dapat lihat jelas sekali.
Engkau seorang manusia berbrewok dan rambut kribo seperti
seekor singa." Sian-li tertawa mengikik. Dan andaikata takut kepada si
brewok, tentulah kesembilan orang kawannya itu akan ikut
tertawa gelak2 dengar jawaban Blo'on. Hanya muka mereka
merah karena harus menahan tertawa.
Si Muka brewok merah padam tetapi pada lain saat ia
tenang kembali : "Ya, bolehlah kau mengoceh untuk beberapa
saat. Sebab kalau sudah menjadi mayat, tentulah mulutmu
sudah bungkam" "Ho, mengapa engkau marah " Salahkah jawabanku ?"
tanya Blo'on tanpa menyadari.
"Betapa lembar jiwa yang engkau miliki"," tanya si muka
brewok pula. Blo'on merenung sejenak seperti orang tak mengingat
sesuatu. "Entah, tak tahu, Aku tak dapat melihat cobalah engkau
periksa, berapa banyak jiwa yang aku miliki itu".
Si Muka Brewok ternganga. Apa yang dikatakan pemuda
gundul itu memang benar. Ia sendiri tak pernah melihat.
"Hai, bagaimana, apakah engkau sendiri juga tak tahu",
Kalau tak tahu mengapa ditanya?". Blo'on mengoceh.
"Umumnya orang hanya mempunyai selembar jiwa,"
terpaksa si muka brewok menjawab.
"Siapa bilang ?" bantah Blo'on, "apakah engkau pernah
melihat sendiri ?" Si muka Brewok terlongong lagi.
"Kulihat engkau sudah setengah tua tetapi bicaramu seperti
anak kecil. Kalau aku bilang mukamu brewok, engkau marah.
Tetapi kalau orang bilang, jiwa setiap manusia itu hanya
selembar, engkau percaya walaupun engkau tak pernah
melihat. Engkau ini memang goblok."
Makin merahlah wajah si brewok karena didamprat Blo'on.
"Memang setiap orang, siapapun tak pernah lihat
bagaimana ujud jiwa itu. Tetapi bukankah engkau ini hidup"
Nah, mahluk yang hidup tentu berjiwa."
"Belum tentu, bung," ejek Blo'on "itu kan kata orang.
Mengaoa engkau menelan saja apa yang dikatakan orang ?"
"Engkau ini orang hidup atau mati ?" teriak muka brewok.
"Orang hidup." "Itu berarti engkau mempunyai jiwa. Kalau tidak,
bagaimana engkau dapat hidup?"
"Entah," Blo'on mengangkat bahu, "tahu2 aku sudah
dilahirkan di dunia. Dari dulu ya begini, sekarang begini,
besokpun begini. Aku dapat merasa dari dalam dadaku
menghambur angin. Dan selama angin itu masih berjalan aku
tetap hidup. Kedua kawanmu yang mati itu karena anginnya
habis, mereka mati. Kalau engkau tanya tentang jiwa, aku tak
punya karena tak pernah melihat jiwa itu. Tetapi kalau engkau
tanyakan angin, ya, memang aku punya angin. Tiap hari tentu
keluar melalui mulut dan hidung, ada kalanya juga dari
pantat".". ."Hi, hi, hi ..., .," Sian-li tertawa mengikik.
"Jangan banyak mulut !", bentak si brewok yang merasa
kalah bicara. "Tidak, mulutku hanya satu!" Blo'on balas berteriak,
"Eh, engkau ini manusia waras atau gila," akhirnya setelah
beradu mulut beberapa timbul suatu kesan dalam hati si
brewok. "Engkau sendiri, bagaimana ?" balas Blo"on.
"Aku orang waras."
"Hanya orang gila yang mengatakan aku gila. Kalau orang
waras, tentu tidak "
"Toako, tak perlu banyak bicara dengan orang edan begitu,
lebih baik lekas disatai saja", tiba2 seorang lelaki gemuk
berseru. "Kurang ajar, engkau hendak menyatai aku" Pantasnya
engkau yang bertubuh gemuk seperti babi bunting itulah yang
harus disatai. "Satai babi memang enak rasanya, sayang disini
tak ada kecap," seru Blo'on.
Si Gemuk marah sekali dan terus hendak loncat menerjang
tetapi dicegah oleh si Muka brewok.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu dulu, sute," katanya, "setelah jelas diketahui siapa
mereka, barulah kita turun tangan. Masakan mereka dapat lari
kemana ?" "Engkaukah yang membunuh kedua kawanku?" tanya si
brewok. "Benar" "Benar "'' rupanya si brewok tak percaya bahwa seorang
pemuda yang tampaknya blo'on mampu membunuh Ularseribubisa Kim Seng dan Kura2 hitam Sun Hui yang sakti.
"Masakan kalau tak membunuh, aku mau mengaku
membunuh. Kalau tak percaya tanya saja pada kedua
kawanmu yang mati itu."
Muka Brewok terbeliak seperti orang hendak disambar
kumbang. "Mengapa engkau membunuh mereka ?" tanyanya.
"Karena si pendek hendak mengganggu sumoayku ini," kata
Bblo'on seraya menunjuk Sian-li.
"O, kamu berdua ini suheng dan sumoay. Hai kamu,
mengapa engkau bertempur dengan kawanku yang bertubuh
pendek itu "' seru si brewokan pada Sian-li.
"Dia jahat, karena hendak membunuh tukang perahu yang
telah membantunya!" sahut Sian-li.
"Itu bukan urusanmu !" teriak si brewok "mengapa engkau
ikut campur ?" "Siapa bilang bukan urusanku ?" bantah Sian li. "Setiap
kejahatan yang berlangsung didepan mataku tentu kuurus.
Bahkan setiap orangp wajib untuk mengurus."
"Siapa engkau ini " Mengapa engkau dan budak laki blo'on
ini berada dipulau sini ?"
"Hai muka brewok, jangan bicara seenakmu sendiri,"
bentak Blo'on, "aku tanya padamu, Apakah blo'on itu hina "
Apakah blo"on itu suatu kejahatan ?"
"Tidak hina tetapi gila. Bukan kejahatan tetapi ke-bego-an
!" "Hm, orang gila tidak tentu jahat, Tetapi orang yang
membunuh orang tak berdosa, itu baru jahat. Lebih baik jadi
orang gila daripada jadi orang jahat!" bantah Blo'on.
Mendengar pembicaraan yang tak lekas menuju
sasarannya, si Gemuk menyelutuk : 'Budak gundul, siapakah
sesungguhnya engkau ini" Hayo lekas bilang !"
"Kalau aku tak bilang ?" seru Blo'on.
'Engkau tentu kehilangan gundulmu"
"Wah, wah, sombong benar engkau babi gemuk," seru
Blo'on, "masa gundul orang hendak kau hilangkan".
"Oleh karena itu engkau harus bilang !"
"Harus bilang bagaimana ?" tanya Blo'on.
"Siapakah engkau ini ?"
"Engkau orang gila ! Masakan tak tahu aku apa" Aku kan
sama dengan engkau seorang manusia. Hanya bedanya
engkau seperti babi gemuk."
"Sekali lagi kuperingatkan kepadamu budak," seru si Gemuk
dengan wajah merah, "jangan bicara ngaco belo seperti orang
gila. Lekas jawab siapa namamu ?"
"Blo'on !" "Itu bukan nama " bentak si Gemuk.
"Nama !" balas Bloon.
"Engkau hendak mengolok aku !"
"Aku tak sudi !"
Karena tak tahan lagi, si Gemuk terus loncat menerkam
Blo'on. Ia mengira anak seblo'on itu, sekali terkam tentu dapat
dibekuknya. Tetapi diluar dugaan, karena terkejut dan marah, Blo'on
dorongkan kedua tangannya untuk menolak.
"Uh , ... mulut si Gemuk mendesis kejut ketika tubuhnya
terlempar kebelakang sampai beberapa meter. Seorang
anakbuahnya cepat berusaha untuk menyanggapi agar si
Gemuk jangan terjerembab ketanah. Tetapi diluar dugaan
tubuh Gemuk yang berat dan tenaga dorongan Blo"on yang
luar biasa kuatnya telah menyeret orang2 ikut terdampar ke
belakang. "Bum ....." Si Gemuk hanya menjerit tetapi serentak pun dapat
melonjak bangun. Tetapi orang lebih celaka. Dia jatuh lebih
dulu ditanah, kepalanya sudah benjut, masih ditimpah oleh
tubuh Gemuk yang berat. Seketika orang itu tak berkutik lagi.
Melihat si Brewok marah dan hendak menyerang Blo'on,
Sian li cepat lintangkan pedang Pek-liong kiam menghadang.
"Berhenti " bentak si dara.
Ketika si Brewok hentikan gerakannya, Sian-li mendamprat :
"Kalian memang manusia tak kenal aturan. Mengapa si Gemuk
menyererang sukoku?"
"Karena sukomu mempermainkannya !."
"Siapa yang mempermainkan " Memang nama sukoku itu
Blo'on. Kalau memang namanya gitu habis apakah disuruh
bilang Babi gemuk?".
Si Brewok tercengang. "Blo'on itu namanya yang sungguh ?" katanya menegas.
"Suko" seru Sian-li kepada Blo'on. "mereka tak percaya
namamu Blo'on." "Peduli dengan mereka, sumoay, " seru Blo"on "mereka mau
percaya boleh, tidakpun boleh".
Si Brewok termangu mangu. Tetapi secepatnya ia
menyadari bahwa saat itu kewajibannya yalah membereskan
kedua anakmuda yang telah membunuh kedua teman mereka,
Kim Seng dan Sun Hui "Baik" serunya, "engkau bernama Blo'on atau monyet aku
tak mau mengurus. Pokok sebelum engkau mati, beritahukan
dulu dari perguruan dan murid siapakah kalian ini ?"
"Aku tidak mempunyai guru, bukan hakmu nanya
perguruan." sahut Blo'on.
"Hm, memang sudah kuduga" kata si Brewok "bahwa
engkau tentu tak mau mengaku kalau tak dipaksa. Mungkin
engkau belum tahu siapa diriku ini".
"Buat apa tahu namamu ?" seru Blo'on.
"Memang engkau lebih selamat tidak tahu, karena kalau
tahu tentu engkau akan pingsan."
"Wah. wah" seru Blo'on "aku tak percaya mendengar
namamu saja aku terus pingsan. Kalau percaya boleh coba"
"Aku adalah Algojo berdarah dingin Hun Ti siang-mo tangan
kanan dari Cian-bin-long-kun (Manusia-seribu-muka) Buyung
Kiong yang termasyhur di seluruh kota raja."
"Siapa sih Buyung Kiong itu?" seru Blo'on
"Engkau tak kenal dengan Buyung Kiong?", seru Hun Tiongmo.
"dia adalah seorang yang paling kaya di kota raja.
Pengaruhnya besar dalam istana."
"Apakah isi keempat peti itu ?" tiba2 Sian li menyelutuk.
"Sebenarnya hal itu suatu rahasia besar yang tak boleh
didengar orang" kata si brewok Hun Tiong-mo, "tetapi
mengingat kalian dalam beberapa saat sudah pindah ke lain
dunia, tak apalah, kan kuterangkan. Peti itu berisi harta besar
milik Cian-bin long-kun Buyung Kiong kami diperintah untuk
menanam disini." "O?" seru Sian-li.
"Mengapa harus ditanam disini ?" tanya Blo"on.
"Bagus ternyata walaupun blo"on, engkau dapat
mengajukan pertanyaan yang baik sekali," seru Hun Tiong-mo.
"Suasana kota raja sudah terancam. Sejak baginda Ing Lok
gering (sakit) disana sudah mulai timbul perebutan kekuasaan,
inilah sebabnya maka Cian-bin-long-kun bergegas
menyelamatkan harta kekayaannya."
"Dari mana saja harta kekayaan yang begitu banyak itu ?"
tanya Sian-li. "Itu urusan Cian-bin long-kun !"
"Baik, kelak akan kucari manusia seribu muka itu dan akan
kutanya dari mana dia memperoleh harta benda yang begitu
besar," kata Blo"on.
"Sayang", dengus Hun Tiong mo.
"Apa yang sayang ?"
"Engkau segera pindah ke akhirat".
"Tidak bisa, eh, apakah akhirat itu ?" seru Blo"on pula.
"Akhirat yalah tempat arwah orang2 yang mati".
"Tetepi aku belum ingin mati".
"Raja Akhirat sudah memanggilmu".
"Kapan "- tanya Blo'on.
"Sekarang ini ... " Hun Tiong-mo menutup kata2nya dengan
mengacungkan tangan dan berseru : "Hayo, tangkap setan
gundul dan budak perempuan ini".
Belasan lelaki yang ikut dalam rombongan Tiong-mo segera
berhamburan menyerang Blo"on serta Sian li.
Sian-li tak mau memberi ampun lagi. Segera mainkan
pedang Pek-liong kiam dalam jurus hek liong jut-tong atau
Naga hitam keluar dari gua.
Pedang Pek-liong-kiam segera berhamburan memancarkan
sebuah lingkaran sinar putih yang menyilaukan.
Melihat itu anakbuah Hun Tiong-mo pun mencabut senjata
masing2 dan menyerang si nona.
Tring, tring, tring .....
Terdengar teriak kejut diiring dengan ujung pedang,
tombak berhamburan terbang ke udara karena terbabat oleh
pedang Pek liong kiam. "Pedang pusaka !" teriak orang2 itu.
"Berhenti !" tiba2 B!o"on betteriak.
Sekalian orang terkejut dan berhenti. Mereka tak mengira
bahwa pemuda semacam bloon dapat mengeluarkan suara
teriakan yang jauh lebih dahsyat dari aum harimau.
"Siapa kepala dari orang2 ini ?" seru Bloon pula.
Algojo hati-dingin Hun Tiong-mo menyahut.
"Aku ! Mau apa engkau ?"
"Bukankah engkau hendak menangkap aku dan sunmoayku
?" "Salah!" "Salah " Lalu hendak mengapa ?" tanya Blo"on.
"Mencabut nyawamu !"
"Kurang ajar, ha, ha, ha," Blo'on tertawa. karena merasa
telah disengkelit dengan kata2 orang brewok itu, "Ya, boleh
saja. Asal engkau mampu."
"Untuk mencabut nyawamu, lebih mudah dari membunuh
seekor nyamuk," kata si brewok.
"Sekarang mari kita rundingkan hal itu," kata Blo'on, "kita
akan berkelahi serempak atau satu lawan satu."
"Bebas !" seru si brewok Hun tiong mo
"Pakai senjata atau dengan tinju ?"
"Bebas!' seru Hun Tiong-mo pula.
"Apanya yang bebas" Apakah brewokmu yang tumbuh kera
ngantuk itu ?" seru Blo'on, "jelas kalau pakai senjata, orangorangmu
itu sudah menjerit-jerit ketakutan melihat pedang
pusaka Sumoayku. Masih mulutmu sombong mau berkelahi
bebas. Tidak, bung brewok. Lebih baik kita pakai tinju saja."
"Engkau menghendaki cara apa saja boleh, karena sebentar
lagi engkau harus menghadap raja Akhirat !*
"Ya, jangan kuatir," kata Blo'on, "sekarang begini saja, tak
perlu main silat, karena aku tidak bisa silat."
"Lalu pakai apa ?"
"Gigit-gitan saja. Engkau boleh menggigit aku dan akupun
menggigitmu." "Edan!" seru Hun Tiong-mo mendongkol, "Tidak sudi!"
"Tendang menendang."
"Tidak!" ! "Sikap-menyikap ?"
"Tidak !" "Banting membanting ?"
"Tidaaak!" teriak Hun Tiong-mo jengke.
"Habis bagaimana, coba engkau bilang ?"
"Pukul memukul!" seru Hun Tiong-mo.
"Berkelahi?" "Ya." "Engkau licik, kambing brewok!. Sudah bilang aku tak
mengerti ilmusilat, masih menantang aku berkelahi. Tidak sudi
!". "Kalau begitu serahkan jiwamu saja !"
"Begini" kata Bloon. "Kita pukul-pukulan saja. Engkau boleh
memukul aku tiga kali lalu aku memukulmu tiga kali juga".
"Boleh," serentak si brewok menyambut gembira. Ia yakin
sekali pukul anak blo'on itu remuk tulangnya.
"Aku !" seru Hun Tiong mo.
"Boleh" sahut Blo'on.
Habis berkata Blo'on terus berdiri tegak nunggu pukulan.
"Terimalah ... duk !" serentak Hun Tiong mo memukul.
Tetapi kali ini dia hanya mengenakan lima bagian tenaganya.
Pikirnya cukup dengan tenaga sebesar itu tentulah Blo"on
sudah terjungkal. Tetapi alangkah kejutnya ketika Blo'on diam saja.
"Duk ... " kali ini Hun Tiong mo memukul perut Blo'on
dengan tenaga-dalam delapan bagian.
"Aduh ... " Blo'on terhuyung selangkah ke belakang, Ia
meringis tetapi tak sampai rubuh.
"Yang terakhir" Blo'on berseru ketika si brewok memukul
dadanya. Hun Tiong-mo bergelar Algojo-hati-dingin, karena terkenal
ganas sekali. Ia tergolong seorang jago silat kelas satu.
Karena dua kali memukul tak mampu merubuhkan seorang
pemuda blo'on, marahlah Hun Tiong mo. Kali ini ia
menggunakan sepuluh bagian tenaganya. Jarang ia
menggunakan tenaga sejauh itu kalau tak menghadapi
seorang lawan yang tangguh.
Duk .... "Ua ...ah ... terdengar dua buah jeritan kaget dari Blo'on
dan Hun Tiong-mo. Blo'on terjungkal rubuh kebelakang tetapi
Hun Tiong-mopun terlempar rubuh ke belakang. Dua2nya
jatuh terbanting di tanah.
Makin keras pukulan si brewok Hun Tiong mendarat di dada
Blo'on makin keras pula tenaga dalam Blo'on memancar.
Selunak daging domba, sekeras keping baja. Demikianlah
keanehan dari tubuh Blo'on yang memiliki sumber tenaga
dalam isimewa Ji-ih cin-kang.
"Suko. apakah engkau terluka ?" buru2 Sian-li
menghampiri. "Jangan kuatir, sumoay. Aku tak kena apa2 kucuali tumbuh
sebulir telur di belakang kepalaku," sahut Blo'on seraya
mengusap-usap gundulnya.

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang giliranku kambing brewok !" seru Blo"on
menghampiri ke muka Hun Tiong-mo yang saat itu juga sudah
berdiri tetapi terlongong-longong. Rupanya ia tak habis
mengerti mengapa pukulannya seperti membentur kulit baja
yang dapat membal. "Sekarang aku mau memukul!" Blo'on terus menampar
muka si brewok. Plak ". Karena kasihan melihat si brewok terlongong- longong
maka hanya pelahan saja blo'on menampar. Tetapi tamparan
itu cukup membuat si brewok gelagapan.
"Dan ini yang kedua," kembali Blo'on ulurkan tangannya.
Tetapi tidak memukul melainkan mencengkeram rambut
brewok Hun Tiong-lalu ditariknya.
"Aduh.....!" Hun Tiong-mo menjerit kesakitan karena
brewok pada pipi kirinya tercabut habis.
"Hi, hi, hi ... ," Sian li tertawa geli.
Termasuk si Gemuk dan delapan anakbuahnya, juga geli.
Tetapi karena takut pada Hun Tiong-mo, maka terpaksa
mereka hanya ngangakan mulut tetapi tak bersuara. Kalau toh
bersuara, pun hanya terengah-engah seperti anjing habis lari
.,.... "Celaka !" teriak Blo'on seperti orang digigit anjing.
"Mengapa, suko ?" seru Sian-li yang kaget.
"Rambut brewoknya ini terlalu pendek. Pikirku akan
kupasang di kepalaku untuk pengganti rambut yang hilang
ini," kata Blo'on menunduk ke arah kepalanya.
"Cabut lagi brewoknya yang kanan suko!" sidara yang juga
senang berolok- olok. "Hayo, bersiaplah lagi." seru Blo'on seraya maju ke hadapan
Hun Tiong mo dan terus ulur tangannya ke muka orarg lagi.
Karena mendongkol dan marah dibuat main2 Blo'on, Hun
Tiong-mo terus ayunkan tangan untuk menabas tangan
Blo'on. Karena tak menyangka orang akan berlaku curang,
tangan Blo'on terhantam ke bawah dan menjeritlah ia : "Aduh
...... " Tangan terhantam kebawah, tubuhpun ikut menjorok ke
muka dan duk ....... "Auhhhh .....," Hun Tiong-mo menjerit ketika perutnya
diseruduk kepala Blo'on. Ia rasakan seperti didorong oleh
tenaga ribuan kati, dahsyat sehingga terjerembablah ia ke
belakang. Kepalanya terbanting ke tanah. Darah berhamburan
mengalir dari hidung dan mulut.
Rasa kejut telah membangkitlah tenaga dalam-sakti Ji ih cin
kang dalam tubuh Blo'on. Gundulnyapun segera penuh dengan
tenaga sakti. Benturan pada perut orang, membuat pekakas
perut Hun Tiong mo berantakan, ditambah pula dengau
terbanting ke tanah, pecahlah kepala Algojo hati dingin yang
terkenal ganas itu. Melihat itu si Gemuk marah sekali. Segera ia menyerang
Blo"on seraya memberi perintah pada anakbuahnya.
Sebelum Sian-li sempat membantu Blo"on sudah diserang
oleh sembilan orang jago2 silat. Mereka menggunakan tangan
kosong karena senjatanya sudah kutung.
"Aduh , . aduh ... " teriak Blo'on sarta berusaha untuk
menangkis hujan pukulan. Walaupun kawanan pengeroyok itu terkejut karena setiap
pukulan mereka serasa jatuh pada segumpal tubuh yang
keras namun masih menutupi kejutnya dengan berteriak-teriak
: "Amuk bangsat gundul ini " !"
Bermula ngerilah Blo'on karena dikeroyok itu. Itulah
sebabnya ia mengaduh-aduh berulang kali. Sesaat kemudian
timbullah kemarahannya. "Kurang ajar aku hendak disatai." Dia menggumam.
Kemudian ia marah dan membalas.
Dengan gerak asal bergerak dan asal memukul maka
mengamuklah Blo'on. Bukan gerak tata-kelahinya yang seperti
orang berjoged yang menyebabkan kawanan jago2 silat
menjadi rubuh tetapi adalah tenaga sakti Ji-ih cin kang dalam
tubuh Blo"on yang menyebabkannya, tenaga naga sakti itu
bangkit karena dirangsang oleh kemarahan.
Sembilan jago silat yang termasuk orang2 yang menciutkan
nyali penduduk kota raja. Saat itu menjerit-jerit dan susul
menyusul terpelanting jatuh karena amukan Blo'on yang tak
mengerti ilmu silat tetapi memiliki tenaga sakti Ji-ih cin-kang.
Dalam beberapa kejab, enam orang jago silat telah rubuh
menggeletak di tanah. Kini hanya tinggal tiga orang termasuk
si Gemuk. Tangan-seribu buddha Kam Hok, demikian nama si gemuk
itu juga seorang tokoh silat yang disegani orang. Walaupun
bertubuh gemuk tetapi gerakannya amat gesit sekali. Dan
sesuai dengan geIarannya, maka sepasang tangannya itupun
laksana seribu tangan yang memburu tubuh Blo'on.
Tetapi Kam Hok benar2 terkejut dan bingung melihat
lawannya, la tahu pasti bahwa gerak tangan Bloon itu tidak
tergolong jurus ilmu pukul cabang persilatan manapun juga.
Tetapi ia heran mengapa Blo'on mampu menghamburkan
tenaga dalam yang sakti sekali. Bahkan lebih tinggi dari
seorang jago silat kelas satu.
Sian-li gembira sekali. Karena sudah mendengar keterangan
orangtua penunggu istana Hay-im kiong maka ia tahu bahwa
Blo'on memang memiliki tenaga sakti yang aneh.
"Si gemuk jangan dibunuh, suko !" seru Sian li "nanti kita
sembelih untuk disatai babi".
"Tapi dia terus menyerang aku gencar sekali. Kalau aku
diam, kepalaku bisa hancur!" Bloon bersungut- sungut.
"Kalau begitu....." baru Sian-li hendak memberi usul, tiba2
Blo'on menjerit: "Aduh..!
Karena sedang menangkis pukulan kedua orang anakbuah
si gemuk, Blo'on tak memperhatikan kalau kaki si gemuk
mendupaknya. Ujung kaki si gemuk Karn Hok bersarang pada
lambung dan menjeritlah Blo'on karena rubuh ....
Melihat itu kedua orang tadi terus menerkam, aduh,.
aduh..... Saat iiu Blo'on menggeletak telentang di tanah.. Melihat
dirinva hendak diterkam oleh lawan,, karena ingin membela
diri, kedua kaki serempak ditendangkan. Tendangan itu tidak
mengenai perut kedua orang.
Layang2 putus tali, demikian kiasan dari sebuah benda yang
terlempar melayang-layang di udara. Demikian juga keadaan
kedua orang temannya termakan tendangan Blo'on itu. Tubuh
mereka melayang sampai lima enam tombak dan ....
terlemparlah mereka ke laut.
Tangan-seribu-budha Kain Hok terlongong-longong kesima
melihat peristiwa itu. Hampir tak percaya apa yang disaksikan
saat itu. Hek .... tahu2 ia rasakan lambungnya ditutuk sebuan jari
dan seketika itu ia tak dapat berkutik, berdiri tegak seperu
patung. Blo'on tengel2 bangun lalu menghampiri kedapan si gemuk.
"Hai, babi gemuk, mengapa diam saja ?" teriaknya, "apa
engkau sudah menyerah ?" "Bargsat gundul, sumoaymu
curang!" si gemuk balas berteriak.
"Curang apa ?" Kam Hok hanya tertutuk jalandarahnya yang membuat dia
tak dapat bergerak. Tetapi dia masih dapat bicara,
mendengar. "Apa matamu buta " Bukankah aku tak dapat bergerak
karena ditutuk dari belakang oleh sumoaymu ?"
"O, engkau tak dapat bergerak ?" sambil berkata Blo'on
mendorong tubuh si gemuk. Ia ingin membuktikan benarkah
kata2Kam Hok itu. Bluk..... Kam Hok menjerit karena terjungkal kebelakang, telentang
seperti patung rebah. "Bangun !" teriak Blo'on.
"Bangsat engkau ! Jangan menyiksa aku begini. Kalau mau
bunuh, bunuhlah !" Kam Hok marah.
"Ya, memang aku ingin makan satai-babi, tetapi sayang
disini tak ada kecap. Tunggu saja setelah aku pergi dari sini
dan membeli kecap,aku tentu akan kembali lagi untuk
menyataimu." Kemudian Blo'on berpaling : "Sumoay, engkau apakan
orang gemuk ini ?" "Hi, hi," Sian-li tertawa, "dia memang keberatan sekali akan
badannya. Tentulah dikota dia hidup mewah, tiap hari makan
besar sehingga sampai gemuk seperti babi".
'O benar" seru Blo'on "lalu hendak kita apakan orang gemuk
ini " Apakah tetap hendak engkau sembelih untuk disatai ?"
Sian-li terlawa geli. "Siapa sudi makan daging manusia sekotor itu?".
"Eh, dia berkulit bersih, berpakaian bersih, masakan kotor
?" tanya Blo'on. "Bukan kulit, bukan pula pakaiannya membuat orang itu
bersih, suko" sahut Sian li tapi hati dan perbuatannya.
Darimana dia makan enak tiap hari kalau tidak karena
melakukan kejahatan. Memeras rakyat, menindas yang lemah,
makanan yang diperolehnya dari perbuatan tak halal itulah
yang menjadikan darahnya kotor menjijikan".
"Benarkah itu. sumoay?"
'Engkau tak percaya ?" tiba2 Sian-li hampiri ke tempat si
Gemuk dan secepat kilat mengiris sebelah daun telinga orang
itu. "Aduh ... budak hina bunuhlah aku !" si gemuk menjeritjerit
kesakitan. Tetapi Sian-li tak menghiraukan, katanya pada Blo'on :
"Lihatlah suko, bukankah darahnya berwarna merah hitam "
Inilah tandanya mereka jahat".
"Ho. benar." seru Blo'on, "lalu bagaimana maksudmu ?"
"Nona dan kongcu" tiba2 kedua tukang perahu tadi maju
kehadapan Sian-li, "orang itu jahat dan kejam sekali. Selama
berlayar dalam perahu, dia suka mabuk2an. Sedikit saja
anakbuahnya salah, tentu ditempeleng. Bahkan kami berdua
pun pernah merasakan tangannya. Maka lebih baik dibunuh
saja. Kami sanggup untuk membunuhnya."
"Jangan paman" kata Sian-li. "lebih baik kita berangkat.
Tentulah paman tak keberatan apabila kami berdua numpang
berlayar dalam perahu paman ?"
"Sudah tentu dengan segala senang hati, nona," sahut
pemilik perahu, "hendak menuju kemanakah nona ini ?"
"Ke kota raja" "Baik, baik." kata pemilik perahu, "akan kami antarkan nona
berdua kesana". "Tetapi toako" tiba2 tukang perahu yang satunya membuka
mulut, "bagaimana kalau kaki tangan Cian-bin long kun
mengetahui kedatangan kita tampa membawa rombongan
orang2 ini ?" "Oh. ... " pemilik perahu yang lebih tua mendesus kaget
dan terlongong-longong. "Tak apa paman" kata Sian-li, "paman tak usah
melabuhkan perahu dipantai. Nanti kami berdua akan
menggunakan perahu kecil untuk mencapai daratan "
"Kalau begitu, baiklah nona" seru kedua milik perahu itu
gembira sekali. "Lalu bagaimana dengan si gemuk ?" seru Blo'on.
"Tinggalkan saja dia disini supaya mengobati orangnya
yang entah tertuka entah mati itu" sahut Sian-li.
"Tetapi sumoay, dia kan tak dapat bergerak. Bagaimana dia
akan mengurus kawan-kawannya," tanya Blo'on pula.
"Dua tiga jam lagi, jalandarahnya yang tetutuk itu tentu
akan terbuka sendiri. Dan saat dia sudah dapat bergerak biasa
lagi". "Bagaimana kalau dia dan kawan kawannya mengambil peti
harta itu lagi ?" masih Blo'on bertanya.
"Suko," kata Sian-li tenang2 "engkau tahu binatang semut
?" "Tahu" "Tahu gula ?" "Sudah tentu." "Nah, mati semut karena gula."
"Apa maksudmu ?" tanya Blo'on heran.
"Itu suatu peribahasa, suko. Yang menerangkan bahwa
karena melihat gula, semut sampai lupa diri sehingga mati
ditengah kecimpungan gula itu. Demikian pula dengan
manusia. Mati manusia karena harta".
"O, si gemuk akan mati karena peti harta itu?", tanya
Blo'on. "Tergantung nasibnya." kata Sian-li.
Demikian mereka segera naik perahu kecil untuk menuju
keperahu besar. Dan sesuai dengan rencana, ketika pemilik
perahu tak berani berlabuh di daratan maka Blo'on dan Sian-li
naik perahu kecil menuju ke kotaraja Pak-khia.
"Bagaimanakah rencana kita, sumoay ?" tanya Blo'on dalam
perjalanan. "Di kotaraja kita mempunyai tujuan. Pertama kita
menyelidiki siapakah Manusia seribu-muka Buyung Kiong itu.
Kemudian yang kedua, kita laksanakan pesan orang tua dari
istana di bawah laut, bahwa kitab pusaka To-liong-kiam-sut
milik baginda Tio Kong In pendiri kerajaanSung berada di
keraton. Kita dianjurkan untuk mengambil kitab pusaka itu"
"Wah, kalau begitu kita harus masuk istana," kata Blo'on.
Demikianlah Blo'on. Walaupun ingatannya sudah lebih baik
tetapi dia lupa sama sekali tentang peristiwa2 yang telah
dialaminya sebelum tenggelam di istana bawah laut.
Dia lupa sama sekali bahwa dia pernah mempunyai dua
orang kakek, kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih.
Lupa juga dia akan cerita kakek Lo Kun bahwa dia adalah
putera raja Ing Lok dan lagi ocehan dari kakek Lo Kun yang
mengaku bekas kepala pengawal istana itu.
Pun lupalah Blo'on bahwa sebelum masuk ke istana bawah
laut itu Sian-li itu mengaku sebagai seorang pemuda yang
bernama Liok. Kesemuanya itu tak teringat lagi oleh Blo"on. Yang
diketahuinya adalah apa yang diberikan oleh Sian-li bahwa
Blo"on itu adalah putra dari Kim Thian cong, pemimpin dunia
persilatan yang telah mengundurkan diri dan beristirahat
lewatkan sisa kehidupannya di puncak Giok-li.
"Sumoay. apakah di kotaraja itu terdapat raja?".
"Ya." "Bagaimana muka raja itu ?"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entahlah, aku tak pernah melihat".
"Bagus sumoay" seru Blo'on gembira, kalau begitu kita cari
saja raja itu . , ... -oo0dw0ooTiraikasih website http://kangzusi.com.
Jilid 23 Petualang Sejak menggantikan ayahandanya baginda Hung Wu dari
kerajaan Beng, maka baginda lng-Lok memindahkan ibu kota
ke utara lagi yalah di kota Pakkhia (Peking).
Dahulu kota Pakkhia itu dibangun sebagai kota raja oleh
Kubilai Khan, raja Mongol yang menguasai Tiongkok dan
mendirikan kerajaan Goan. Kota raja Pakkhia itu dinamakan
Kambaluk. Kemudian setelah kerajaan Goan atau Mongol runtuh maka
berdirilah kerajaan Beng. Baginda Hung Wu memindahkan
kotaraja ke Lamkia atau Nanking.
Dan setelah Ing Lok naik tahta, ia memindahkan lagi
kotaraja ke Pakkhia atau Kambaluk. Baginda Ing Lok
mendirikan kota kerajaannya atas dasar yang telah diletakkan
oleh Kubilai Khan dahulu, diperbaiki dan dibangun lagi.
Baginda Ing Lok yang mendirikan tembok besar kota itu.
Tembok itu tingginya sampai lima belas meter dan lebarnya
sama dengan sebuah jalan besar.
Di pusat kota besar itu didirikan lagi sebuah kota lain yang
dinamakan kota Kerajaan. Kota ini mempunyai tembok kota
dan gapura sendiri. Merupakan sebuah kota dalam kota dan
dalam kota kerajaan itu diamlah para menteri, jendral serta
pegawai2 tinggi lainnya. Lebih istimewa lagi, dalam kota kerajaan atau Kota Dalam
itu dibangun lagi sebuah bangunan yang juga dikelilingi
tembok kokoh. Kota ini sebut Kota Terlarang. Dengan
demikian terdapat tiga lapis kota dalam ibukota Pakkhia itu.
Dalam Kota Terlarang itulah didirikan istana dengan
ruangan dan halaman yang luas. Disitulah yang menamakan
dirinya sebagai Thian Cu atau "Putera Tuhan" bersemayam.
Kerajaan Beng berusaha keras untuk mengembangkan lagi
peradaban kuna. Karena sejak kerajaan Goan (Mongol) hal itu
diabaikan. Dalam rangka menghidupkan dan mengembangkan
peradaban lama maka setiap tahun diadakan ujian ilmu
sastera. Di tiap kota dan desa dititahkan untuk mendirikan
sekolah dan perpustakaan.
Kaum sasterawan dan kaum terpelajar mendapat
penghargaan yang tinggi dari kerajaan. Adakalanya mereka
diundang ke istana. Demikian pula pada masa itu telah
dibangun sebuah sekolah tinggi yang disebut Han Lin.
Pada masa kerajaan Beng itu. Bangunan2 banyak didirikan:
Antara lain makam dengan kuil, tembok2 tinggi dan lebar,
gapura2 kuat untuk kota2 yang penting. Begitu pula tiap kota
dan bahkan desa dibangun dengan dikelilingi tembok. Jalan2
dibuat untuk melancarkan hubungan. Jembatan2 yang indah
bangunannya, kadang2 bentuknya seperti setengah lingkaran
sehingga jembatan dan bayangannya yang menumpah pada
permukaan air, nampak indah sekali.
Dan sejak agama Buddha masuk di Tiong-kok, maka
banyaklah didirikan pagoda2. Karena bentuk pagoda itu
berasal dari India maka pagoda2 itu selalu mempunyai tingkat
yang ganjil, lima tingkat sampai tigabelas. Menurut
kepercayaan, bilangan ganjil itu merupakan lambang Yang dan
bilangan genap ialah Im. Ditiap tingkat dari pagoda, di ujung bubungan yang
meruncing keatas, digantungkan genta2 yang bergemerincing
jika tertiup angin. Dan jika pada hari2 perayaan maka
digantungkanlah lentera2. Pagoda adalah pembawa bahagia.
Didirikan sebuah pagoda disebuah kota adalah bertujuan
supaya rakyat selamat. Karena menurut kepercayaan, pagoda
itu dapat mengundang datangnya jin2 dan malaekat yang
baik. Juga jaman Kerajaan Beng itu mempunyai banyak pelukis2.
Banyak cara baru untuk menghiasi barang2 keramik
diketemukan. Kesenian berkembang maju.
Dibagian utara kota Pakkhia, diantara Kerajaan dengan
tembok luar, terdapat dua menara besar yaitu Menara
Gendang dan Menara Genta yang didirikan oleh Kubilai Khan
dulu. Baginda Ing Lok menyuruh memperbaiki menara itu dan
menempatkan sebuah gendang (bedug) besar yang suaranya
dapat terdengar di seluruh kota. Pada hal luas keliling kota
Pakkhia empat belas mil. Gendang itu berbunyi untuk
memberi pertandaan jam2 pada siang sampai malam hari.
Kemudian pada Menara Genta, baginda Lok menginginkan
supaya dihias dengan sebuah genta raksasa yang suaranya
dapat terdengar sampai jauh.
Mengenai pembuatan genta raksasa itu mempunyai cerita
yang menarik. Genta raksasa seperti yang diinginkan memang belum
pernah dibuat orang. Maka baginda menitahkan salah seorang
pegawai yang bernama Kwan Yu untuk membuatnya.
Cerita tentang pembuatan genta itu memang tak terdapat
dalam catatan buku sejarah yang manapun tetapi setiap
rakyat kota raja tentu tahu hal itu.
Setelah mendapat titah baginda, Kwan Yu lalu
mengumpulkan seluruh ahli pembual perunggu dari seluruh
negeri. Kepada ahli2 itu diceritakan tentang titah baginda
supaya membuat sebuah genta raksasa.
"Genta itu harus merupakan genta yang terbesar di dunia.
Sedang emas dan perak harus di campurkan kedalam
perunggunya supaya dapat melantangkan bunyi yang besar
dan berkumandang nyaring." demikian Kwan Yu memberi
petunjuk kepada para ahli itu.
Maka mulailah beratus-ratus ahli itu melebur dan
mencampur bahan2 logam itu lalu dituangkan ke dalam
cetakan yang dibuat daripada tanah liat.
Baginda sendiri datang untuk menyaksikan pembuatan
genta. Baginda dan para mentri serta Kwan Yu berdiri di atas
serambi, melihat ke bawah tempat penuangan logam putih
yang mendidih dan mendesis desis mengeluarkan percikan
api. Dengan upacara yang disertai doa2 mantra, maka
dituangkanlah bahan logam itu kedalam cetakan tanah tadi.
Selesai penuangan itu maka Kwan Yu lalu memberi laporan
kepada baginda. Baginda memuji dan mengucapkan kata2
penghargaan terhadapnya karena pekerjaan itu diselesaikan.
Dan apabila pekerjaan itu sudah selesai, Kwan Yu supaya
menghadap ke istana. Tetapi malang benar. Ketika logam itu sudah dingin dan
diambil dari cetakannya, ternyata hasilnya tidak memuaskan.
Gentanya berlubang kecil2. Tak perlu dicoba, tentulah genta
itu berbunyi jelek atau tidak berkumandang nyaring.
Ketika menerima laporan, murkalah baginda Ing Lok. Kwan
Yu diperintahkan supaya mencoba sekali lagi.
Para ahli menumpahkan seluruh kepandaiannya untuk
mencetak lagi sebuah genta. Tetapi hasilnya tetap buruk juga.
Kwan Yu gemetar karena kecewa dan takut akan mendapat
hukuman raja. Ketika menghadap ke istana, baginda dengan
murka memberi titah Genta harus jadi, jika tidak Kwan Yu
akan dihukum potong kepala.
Dengan amat sedih dan lunglai pulanglah Kwan Yu. Di
halaman ia disambut oleh puteri yang bernama Ko Ay. Puteri
itu amat disayanginya. Umurnya baru enambelas tahun. Ibarat
bunga sedang dalam masa kemekaran yang se-indah2nya.
Memang Ko Ay seorang dara yang cantik rupawan, halus budi
bahasa dan ramah tutur katanya. Ia pandai membuat syair
dan menyulam. Ko Ay merupakan puteri tunggal dari Kwan
Yu. Betapa kesayangan Kwan Yu, dapatlah dibayangkan.
Rupanya sikap dan wajah ayahnya yang murung itu cepat
menarik perhatian Ko Ay. "Mengapa ayah bermuram durja," tanya dara itu.
Kwan Yu lalu menuturkan tentang genta dan titah baginda.
"Oh, ayah, aku ingin menjadi anak laki2 supaya dapat
menolong ayah. Tetapi karena saya hanya seorang anak
perempuan maka saya akan berdoa siang dan malam untuk
ayah, Doa anak kecil untuk orangtuanya selalu dapat
terkabul." Ketika keesokan harinya Kwan Yu menuju ke tempat
pembuatan genta, diam2 Ko Ay dengan bujangnya keluar dari
rumah mencari seorang ahli nujum. Ia menanyakan tentang
genta yang dibuat ayahnya kepada ahli nujum itu.
"Genta itu takkan jadi." kata nujum, "jika logamnya tidak
dicampur dengan darah seorang gadis".
Ko Ay terkejut. "Darah seorang gadis harus dicampurkan dalam logamnya
?" sampai di rumah Ko Ay masih merenungkan ucapan
ahlinujum itu. Menggigillah tubuh Ko Ay memikirkan hal itu, tahu betapa
panas logam yang dilebur itu. iapun tahu bahwa yang
dimaksudkan darah seorang gadis itu adalah darahnya sendiri.
Ah, apakah yang harus ia lakukan "
Maka tibalah saatnya genta itu akan dicetak lagi. Dan kali
ini genta itu harus jadi atau kepala Kwan Yu akan dipenggal.
Ko Ay meminta kepada ayahnya supaya ia diperbolehkan
ikut melihat pembuatan genta itu. Karena Ko Ay meminta
dengan sungguh2, akhirnya Kwan Yu pun meluluskan sang
puteri pergi ke tempat pemasakan logam bersama dengan
bujangnya. Mereka berdiri di serambi tempat raja berdiri tempo hari.
Kwan Yu amat tegang dan Ko Ay berdebar-debar hatinya
ketika melongok ke bawah, ke tempat logam yang sedang
mendidih itu. "Siap !" teriak pemimpin pekerjaan, "tuangkan sekarang .....
!" Dan para pekerjapun segera mengisar tabung tempat
logam mendidih itu supaya miring dan mencurah kedalam
cetakan. "Ayah, aku akan membantumu supaya genta berhasil . , "
tiba2 terdengar lengking seorang anak perempuan.
Dan sebelum pekerja2 itu tahu apa yang terjadi, sesosok
tubuh telah melayang dari atas serambi, terjun ke dalam
tempat peleburan logam yang sedang mendidih itu.
Bum .... "Ko Ay . , " terdengar jerit ayahnya.
Seluruh pekerjapun berteriak ngeri, mereka tak dapat
berbuat apa2 untuk menolong.
Bujang yang berusaha hendak menahan Ko Ay tak berhasil
kecuali hanya dapat menarik sebuah sepatunya saja.
"Ko Ay ..... " Kwan Yu menjerit kalap!. Ia hendak terjun
juga menyusul puterinya. Tetapi dapat dicegah oleh para
pekerja. Kwan Yu meraung-raung bagai orang gila, dan sejak itu ia
menderita sakit ingatan. Baginda diberitahukan bahwa pembuatan genta telah
selesai. Begitu pula tentang peristiwa Ko Ay. Baginda
memerlukan datang untuk menyaksikan genta itu.
Cetakannya diambil dan jadilah sebuah genta raksasa yang
tingginya tiga kali orang. Tak sedikitpun bekas2 Ko-Ay. Panas
logam yang luar biasa tingginya telah melebur tubuh dara itu
sama sekali. Kali ini genta itu sempurna buatannya. Tak ada sebuah
lubang atau bintik pada genta. Genta amat indah dan halus
seperti sutera. Baginda titahkan supaya genta itu
digantungkan pada sebuah tiang besar yang telah disediakan.
Ketika dipukul dengan sepotong kayu, bukan main merdu
suaranya"... Kumandangnya memenuhi rumah2, jalan2, bahkan jauh
sampai ke seluruh kota. Rakyat mendengarkan bunyi genta itu
dengan rasa kagum. Be-pernah mereka mendengar bunyi
genta yang demikian indah kumandangnya.
Hanya suatu hal yang menggemparkan telah terjadi.
Setelah kumandang bunyi genta mengendur rendah,
terdengarlah lengking tinggi seolah -anak menangis. Dan
suara itu seperti membentuk teriakan kata2 : "Sepatu ...
sepatu.." "O", kata orang2 itu. itulah Ko Ay. Ya, suara Ko Ay yang
meminta kembali sepatunya.! Sebab ketika ia terjun kedalam
bejana peleburan Iogam, sepatunya tertangkap oleh
bujangnya. Sekarang genta itu masih dipasang di atas menara di
sebelah utara Kota Kerajaan. Tiap malam bunyi genta itu
terdengar ditiap pelosok kota. Dan juga orang mendengar
suara itu segera mereka harus mengunci pintu rumah dan
gapura kota sampai esok hari.
Pun apabila anak kecil menangis, maka orang tuanya
segera membujuknya ; "Diam, diam lah, dengarkanlah suara
Ko Ay." Demikian sepintas keadaan dalam Kambuha seperti yang
dikatakan oleh Kubilai Khan, kemudian dirobah menjadi
Pakkhia oleh kaisar keraan Beng.
Dan Blo'on mendengarkan dengan penuh perhatian atas
cerita seorang penduduk yang dengan ramah tamah
menerimanya bermalam. Ketika masuk ke kotaraja, haripun sudah malam. Karena
belum tahu keadaan kota, Bio"on dan Sian-li agak bingung.
Untunglah seorang penduduk dengan ramah menolong
mereka dan memberi penginapan.
Bukan saja memberi makan, pun orang itupun
menceritakan juga tentang sejarah kotaraja.
Untuk menghindari ganguan2 yang tak diinginkan maka
Sian li menyaru pula sebagal pemuda. Dan pesan supaya
Blo'on menyebutnya sute, jangan sumoay.
Dalam kesempatan itu Sian-li pun menanyakan keterangan
tentang diri Buyung Kiong yang bergelar Cian-.bin-long-kun
atau Manusia-seribu muka.
"Ah. tuan Buyung Kiong itu seorang kaya yang baik budi.
Suka memberi derma dan menolong orang", kata tuan rumah,
"seluruh kota raja kenal dengan dia".
"Dimanakah tinggalnya ?"
"Tinggal di sebelah timur kota. sebuah gedung yang besar
dan mewah. Dia membuat sebuah tempat yang khusus
disediakan untuk tetamu2"
"Tetamu2 siapa ?"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tuan Buyung Kiong luas sekali pergaulannya. Tiap hari
penuhlah tempat penginapan itu dengan orang2 persilatan.
Bahkan ada yang tinggal disitu sampai berbulan-bulan, makan
dan minum secara cuma2"
"Mengapa dia digelari sebagai Cian-bin-long ?" tanya Sian-li
pula. Tuan rumah mengangkat bahu. 'Entahlah aku sendiri tak
tahu" "Paman, dimanakah sepatu milik Ko Ay itu?", Blo'on
bertanya. Tuan rumah terkejut heran mendengar pertanyaan itu :
"Mengapa ?" "Mengapa engkau tanyakan sepatu itu ?" tanya tuan rumah
dengan nada heran. "Aku kasihan dengan gadis itu. "Dia sudah rela
mengorbankan diri demi kepentingan raja, mengapa raja tak
menyuruh orang untuk mengantarkan sepatu itu ?"
Tuan rumah terlongong. "Bagaimana caranya untuk mengantarkan sepatu itu "
Bukankah Ko Ay sudah jadi satu dengan genta?"
"Sudah tentu genta itu harus dimasak lagi lalu sepatu Ko Ay
dimasukkan kedalam leburan logam. Kan beres." seru Blo'on
seenaknya. Tuan rumah menyalangkan mata memandangi Blo'on
dengan pandang bertanya: "Apakah engkau ini ... "
Sian-li tahu apa yang hendak dikatakan tuan rumah. Kuatir
kalau timbul percekcokan, buru2 menukas.
"Sudahlah suko " katanya, "genta itu baginda yang
menitahkan. Kalau tak ada perintah raja bagaimana orang
berani hendak melebur lagi genta yang sudah jadi itu ?"
"Raja yang tidak adil" Blo'on bersungut-sungut. "kalau aku
ketemu raja itu tentu akan minta supaya sepatu Ko Ay
dikirimkan" Sian li cepat2 tertawa karena ia melihat tuanrumah
melongo. Ia kuwatir tuan rumah itu mengatakan bahwa
Blo'on itu kurang waras!, Dengan tertawa geli itu mudah2an
akan mendapat kesan bahwa Blo'on hanya sekedar bergurau
saja. "Tetapi tidak su ... te " kata Blo'on "aku memang berminat
sungguh2 untuk mencari sepatu itu. Akan kukembalikan
kepada gadis Ko Ay. Aku kasihan sekali kepadanya"
"Sudahlah, suko" seru Sian-li, "besok kita jalan2 di kota ini."
Setelah menginap semalam, keesokan harinya Blo'on dan
Sian-li minta diri lalu mulai ayunkan langkah berjalan jalan
melihat-lihat kotaraja. Memang kotaraja luar, padat dengan penduduk.
Perdaganganpun ramai, toko2, rumah makan, pasar tumpah
ruah dengan barang2 dagangan. Karena selama ini berdiam di
gunung, Sian heran juga melihat kota yang begitu ramai.
Untunglah ia menyaru sebagai seorang pemuda, Kalau tidak
tentulah ia akan menarik perhatian orang.
Apalagi Blo"on. Dia sering menghampiri ke sebuah toko
melihat-lihat barang yang diperdagangkan disitu bahkan ada
kalanya ia memegang memeriksanya.
"Mau beli kain, tuan ?" tegur seorang pelayan toko kain,
"bagus sekali kain itu. Terbuat dari sutera keluaran Hangciu
yang termasyhur, Dan harganya murah, tuan"
"Berapa ?" tanya Blo'on.
"Semeternya hanya lima tail perak".
"Huh, begitu mahal," dengus Blo'on. Letakkan kain ia terus
berputar diri hendak pergi.
"Tuan tawar berapa ". Nanti kami beri murah harganya"
kata pelayan itu. "Tidak punya uang"
"Tidak punya uang?" pelayan toko itu mengulang,
"mengapa engkau berani pegang2 kain dagangan ini ?"
"Apa tidak boleh ?" tanya Blo'on,
"Kain ini barang dagangan yang dijual, bukan untuk dibuat
pegang2 saja. Tahu!" pelayan toko itu deliki mata.
"Habis kalau tak punya uang, apakah harus membeli ?"
balas Blo"on "Kalau tak punya uang jangan pegang2 kain. Hm. dasar
pemuda desa ... " "Eh, engkau menghina aku ?" teriak Blo"on.
"Ya. engkau mau apa?" tantang pelayan toko itu dengan
marah. "Tidak mau apa2. Tidak sudi beli tidak sudi berada di toko
ini" "Keluar !" bentak pelayan itu makin marah seraya maju
mendorong bahu Blo'on. Karena tak bersedia, Blo'on terhuyung dua langkah keluar
Pelayan toko i:u masih muda dan rupanya dia belajar silat
juga. Blo on melangkah masuk lagi, serunya: "Gila, aku tak mau
keluar dari sini dengan cara diusir begitu kurang ajar!"
Pelayan itu makin marah. Dia cepat mendorong tubuh
Blo'on lagi. Tetapi saat itu Blo'on sudah kencangkan tubuh
untuk bertahan. "Huh ... " pelayan mendesuh kejut ketika tak mampu
mendorong tubuh Blo'on, Tubuh Blo"on seperti segunduk batu
karang yang kokoh. Sebenarnya pelayan itu diam2 terkejut. Tetapi karena
sudah terlanjur jual garang, diapun tak mau mundur.
Melangkah maju ia menghantam muka Blo"on.
Plak ... , Karena hendak bertahan diri maka Blo'on asongkan
kepalanya untuk menyambut. Akibatnya pelayan itu menjerit
keras. Tulang tinjunya seakan pecah ketika membentur batok
kepala Blo'on. Jeritan mengaduh dari pelayan itu
menimbulkan kegaduhan. Beberapa pelayan kain terus maju
menghantam Blo'on. Seketika kacaulah keadaan dalam toko
kain itu. Saat itu Sian-li sedang melihat-lihat di lain toko. Walaupun
dia seorang gadis pendekar, tetapi sebagai seorang anak
perempuan, diapun terpikat juga hatinya akan kain2 pada toko
sebelah. Mendengar ribut2 ia keluar dan melihat Blo"on ribut2
dengan pelayan toko. Cepat ia lari menghampiri hendak
mencegah. "Berhenti !" sekonyong-konyong terdengar seseorang
menghardik keras. Nada bentakan itu kuat dan berwibawa, sehingga pelayan2
yang mengerubuti Blo'on berhenti serentak. Mereka segera
berpaling searah suara orang.
Ah, ternyata yang membentak keras itu hanya seorang
pengemis setengah tua. Walaupun bersih tetapi pakaian
pengemis itu sudah banyak dihiasi tambalan.
"Tuan. mengapa ribut mulut dengan pelayan disini ?" tegur
pengemis itu, "Siapa engkau !" hampir serempak Blo"on dan pelayan itu
menegur. "Seorang pengemis yang kebetulan berjalan disini" sahut
pengemis itu, "dan menyaksikan kalian perang mulut. Apa
sebabnya ?" Pelayan menuturkan apa yang telah terjadi.
"O hanya soal sepele itu" kata pengemis.
"Sepele engkau anggap ?" teriak Blo"on. "masakan dia
hendak memaksa aku membeli sutera itu."
"Berapa harganya yang benar ?" tanya pengemis.
"Lima tail perak "
"Lima tail, ah bilang yang benar, sahabat, lima tail perak itu
amat mahal, masakan engkau hendak menggorok leher orang
saja." "Lalu berapa " Cobalah tawar ?"
'"Satu tail perak saja. Aku akan mengambil banyak.
"Ya, memang kalau ambil banyak harganya bisa kurang".
"Sudah, boleh atau tidak !" sahut si pengemis seorang lelaki
setengah tua. Karena jera dengan pengalaman terhadap Blo'on pelayan
itupun sangsi terhadap si pengemis.
"Apakah engkau membawa uang?" tanyanya.
"Untuk membeli semua kain dalam toko ini, tak perlu
memakai uang" sahut si pengemis.
"Apa ?" "Asal engkau tunjukkan tongkatku Bak-kau yang ini kepada
tuan majikanmu, urusan tentu beres."
'Tidak." teriak pelayan, "aku hanya menjual kain dengan
pembayaran uang, bukan tongkat!, kau tentu serupa dengan
pemuda desa itu" "Eh.garang benar engkau" seru si pengemis.
"Memang," sahut pelayan, "terhadap kaum pengemis dan
orang2 yang kantongnya kosong, aku harus tegas. Lekas
engkau keluar !" Habis berkata, pelayan itu bahkan terus maju hendak
mendorong si pengemis. Tetapi tiba2 tengkuknya
dicengkeram Blo'on, "Engkau sendiri yang keluar sana" sekali dorongkan tangan,
Blo'on membuat pelayan itu terlempar ke jalanan dan rubuh
mencium tanah. Seketika gemparlah toko itu. Beberapa pelayan marah
karena kawannya dilempar Blo'on. Mereka terus menyerbu
Blo'on. Tetapi mereka harus mengalami nasib seperti
kawannya yang pertama tadi. Mencium tanah dan babak
belur. "Hai, apakah ribut2 ini, berhenti !" tiba2 terdengar suara
orang berseru keras dan tajam. Memiliki perbawa sehingga
semua orang berhenti berkelahi.
'Toaya, ada pengacau membikin rusuh kita." seorang
pelayan buru2 menghampiri seorang lelaki setengah tua yang
keluar dari dalam." Seorang lelaki berwajah bersih, mengenakan kopiah warna
hitam, baju putih, celana sutra hitam. Tangannya memegang
sebuah pipa huncwe. Dia adalah pemilik toko kain yang terkenal di kota raja.
Namanya Siang Ki Hin. menerima laporan dari pegawainya, ia
terus melangkah maju menghampiri ke tempat Blo'onl
Serempak dengan itu. Sian-li pun muncul ternyata gadis itu
tengah masuk ke sebuah toko, tahu2 Blo'on menghilang dan
tahu2 pula masuk ke toko kain yang paling besar di jalan itu
timbul perkelahian. Ketika ia menghampiri ternyata suhengnya
berkelahi dengan pelayan2 toko itu.
"Maaf, Siang loya." buru2 pengemis tadi menyongsong
kedatangan pemilik toko seraya memberi hormat.
"Ah. Ong thincu, kiranya engkau berkunjung kemari." kata
pemilik toko dengan ramah, "mengapa thiancu minta maaf
kepadaku ?" "Ah, kongcu inilah yang menimbulkan sedikit ribut2 .dengan
para pelayan disini, "pengemis yang disebut Ong thancu itu
menunjuk pada Blo'on. "O, mengapa mereka tak tahu kalau Ong thancu datang "'*
pemilik toko yang bernama Siang Ki Hin segera mendamprat
para pelayan tokonya. "Ah, sebenarnya hanya sedikit salah paham saja tetapi
pelayan tadi telah turun tangan memukul kongcu, sehingga
sampai terjadi keributan. Sekali lagi harap Siang loya suka
memberi maaf." "Ah, janganlah Ong thancu begitu merendah kita kan
bersahabat masakan soal sekecil itu siancu harus minta maaf."
Siang Ki Hin diam2 merasa aneh mengapa pengemis Ong
itu tak mau memperkenalkan kongcu atau tuan muda (Blo"on)
kepadanya. la hendak menanyakan diri pemuda itu kepada si
pengemis. "Maaf Siang loya" tiba2 pengemis itu berkata, "karena
masih ada urusan penting, terpaksa aku mohon diri"
"Ai, Ong thancu. sudah lama kita tak berjumpa. Mengapa
Ong thancu tak mau singgah dulu minum teh ?"
Tetapi pengemis Ong tetap hendak pamit.
"Lain hari. aku tentu akan datang menghadap Siang loya
untuk omong2 sampai puas, lalu pengemis Ong menyeret
tangan Blo"on, "kongcu. mari kita pulang"
Blo"on terbeliak. Ia tak kenal siapa pengemis itu dan
mengapa menyebut dirinya dengar sebutan 'kongcu*.
Blo'on hendak membantah tetapi tangan pengemis itu
sedemikian kuatnya sehingga ia tak bisa untuk membangkang.
Terpaksa ia ikut. Sian-li heran juga melihat gerak gerik pengemis itu. Tetapi
ia diam saja dan terus mengikuti dari belakang.
Mereka keluar dari pintu kota sebelah barat. Dan setelah
berjalan di tempat yang sepi Blo"on bertanya :
"Hai, siapakah engkau ini ?"
"Pengemis Ong."
"Mengapa engkau menarik aku" Hendak kau bawa
kemanakah aku ini ?"
"Pulang " "Pulang ke rumah siapa ?"
"Rumahku." "Dimana ?" "Sebentar kongcu tentu akan tahu sendiri."
Tiba2 Blo'on hentikan langkah, tegurnya. "Tak mau ah, aku
tak kenal padamu, mengapa engkau membawa aku
kerumahmu ?" "Tidak apa2, nanti dirumab kita bicara sejelas2nya".
"Huh, apakah engkau hendak menjadikan aku seorang
pengemis ?" seru Blo'on.
Ong thancu, pengemis setengah tua itu tertawa ringan:
"Hm, engkau kira mudah menjadi pengemis di kotaraja ini ?"
"Apa sukarnya ?" seru Blo'on.
"Tidak mudah, kongcu. Mari ke rumah kanalanku nanti
kuceritakan tentang hal itu"
"Eh, paman apakah engkau kenal dengan orang yang
bernama si Muka-seribu Buyung Kiong, buru2 Blo'on bertanya.
Pedang Dan Kitab Suci 13 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Riang 13

Cari Blog Ini