Ceritasilat Novel Online

Pedang Dewa Naga Sastra 1

Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana Bagian 1


PEDANG DEWA NAGA SASTRA (BUN LIONG SIAN KIAM) Jalanan setapak dikaki bukit
wuming berkelok melinkari lereng
dan "ong-kok" (lembah raja)
jalanan itu becek sebab sudah dua
hari diguyur hujan, aroma tanah
yang basah tercium bercampur
aroma bunga botan yang tumbuh
ditengan hutan yang lebat, butirbutiran air laksana mutiara putih
menghiasi dedaunan yang hijau,
aroma alam itu demikian asri dan
alamiah. Dikejauhan serombongan piauwkiok muncul dari balik bukit,
diatas gerobak nampak berkibar bendera berwarna putih
dengan gambar burung rajawali hitam, rombongan itu adalah
"hek-tiauw-piuwkiok" (ekpedisi rajawali hitam) dua kereta
gerobak dikawal dua belas piauwsu berpakaian hitam bergerak
menuruni jalan yang basah dan becek, enam piauwsu
berusaha menahan laju gerobak saat menuruni jalan menurun,
beberapa kali ringkikan kuda yang menarik gerobak terdengar,
dan akhirnya rombongan sampai dijalanan yang rata.
"terus lanjutkan perjalanan ! dan kita akan istirahat di pinggir
sungai ular." teriak Li-sin pimpinan rombongan yang merupakan
wakil ketua piauwkiok yang dipimpin Cao-bang yang dijuluki
Hek-tiauw-jiauw" (cakar rajawali hitam), rombongan itu terus
melanjutkan perjalanan, ketika tengah hari rombongan itu
1 sampai di bahu sungai ular, sebuah sungai yang dalamnya
hanya sepinggang, rombongan istirahat sambil memebersihkan diri disungai yang
mengalir jernih, kemudian mereka menyiapkan makan siang
"setelah istirahat kita akan memburu perjalanan mumpung jalan
sudah rata dan agak kering, sehingga sebelum malam kita
sampai dipadang "thouw" (kelinci)." ujar Li-sin, para anak
buahnya menganggguk menyetujui.
Tidak lama kemudian mereka pun segera berkemas dan
melanjutkan perjalanan, kuda yang menarik gerobak sudah
dapat berlari cepat, rombongan ini sedang membawa kiriman
berupa enam buah peti besar berisi kain dan pewarna dari kota
Datong menuju kota chongqing, saat malam sudah merambat,
merekapun sampai di padang thouw, lalu mereka mendirikan
tenda untuk melewatkan malam.
"Han-bong, apa rencanamu setelah sampai di chongqing ?"
"saya akan bicara pada pangcu untuk libur selama dua bulan."
"menurut perkiraan bulan ini sudah masuk sembilan, jadi tinggal
menunggu hari, semoga saja sesampai kita di chongqing, saya
dapat menunggui anak saya lahir."
"sekarang istrimu tinggal dengan siapa bong-te ?" tanya
seorang rekannya "sekarang istri saya tinggal bersama seorang pelayan, Lu-twako
"apakah kamu tidak takut meninggalkan istrimu yang hamil tua
?" "berkat usaha pamannya, ayah ibunya sudah dapat menerima."
"sebenarnya saya takut twako, namun saya harus melakukan
pekerjaan saya, dan saya harap perhitungan melahirkan tidak
2 meleset." "ya..sebaiknya setelah kita sampai kamu ambil libur untuk
menunggu istrimu melahirkan, dan kamu tidak usah ke kota,
biar nanti saya akan bicara dengan Gao-twako"
"apakah demikian cukup Li-twako ?"
"tentu sudah cukup, dan Gao-twako akan memaklumi
keadaanmu." "terimaksih Li-twako." ujar Han-bong
Dilema yang dihadapi oleh Han-bong memang dramatis, Hanbong seorang miskin sejak sejak lahir, ayahnya sebagai
piauwsu hek-tiauw tewas dibunuh perampok, saat itu umurnya
lima tahun, dan tiga tahun kemudian ibunya pun meninggal,
karena sering sakit-sakit, lalu Han-bong dipungut Gao-tang
pimpinan cabang hek-tiauw di kota chongqing.
Sejak umur tujuh belas tahun Han-bong sudah ikut mengawal
kiriman keberbagai daerah, suatu hari Toan-gou pimpinan hektiauw cabang kota kangshi memanggil rombongan Han-bong
yang baru tiga hari sampai dikota khangshi dari chongqing
dalam satu pengiriman "besok kalian sudah harus berangkat mengawal keluarga Coatihu (hakim coa) yang hendak menuju tempat gubernur
Chongqing, Coa-tihu adalah adik sepupu istri gubernur
chongqing, mereka terdiri dari enam orang, rombongan ini akan
langsung saya pimpin sendiri, jadi segeralah berkemas !"
perintah Toan-gou, para piauwsu pun bubar.
Keesokan harinya Coa-tihu pun datang dengan kereta bersama
keluarga, lalu mereka turun dan masuk pada kereta miliki Hektiauw, dua puluh empat piauwsu sudah bergegas membentuk
barisan, seorang pemuda keluar terburu-buru dari asrama hek3
tiauw "cepat bong-te ! kita hendak berangkat !" seru Li-sin, Han-bong
masuk kedalam barisan, Toan-gou mendekati Li-sin
"apakah piauwsu dari chongqing sudah lengkap, L-te !?"
"sudah Toan-pangcu "bagaimana piuawsu dari khangshi Lo-te !?" tanya Toan-gou
pada pimpinan rombongan piuawsu dari khnagshi.
"sudah lengkap Toan-pangcu." sahut Lo-hung dengan sigap.
"bagus kalau begitu, sekarang mari kita berangkat !" teriak
Toan-gun, kuda penarik kereta pun bergerak di iringi barisan
piauwsu yang berjalan disisi tiga buah kereta kuda, dari seluruh
piauwsu yang menunggang kuda selain toan-pangcu ada
delapan orang, salah satunya adalah Li-sin dan dua wakilnya,
serta satu juru jalan, kemudian Lo-hung dan dua wakilnya serta
satu juru jalan, sedangkan yang lain enam belas orang berjalan
kaki termasuk Han-bong. Seminggu kemudian rombongan sampai didesa min-cun yang
jaraknya tiga hari perjalanan dari kota Chongqing, rombongan
membuat tenda di luar desa untuk melewatkan malam, saat
malam merambat seorang gadis muda dan cantik keluar dari
tenda dimana Han-bong sedang giliran jaga bersama empat
temannya "piauwsu !" panggil gadis itu, para piuawsu menoleh, lalu Hanbong bangkit dan melangkah mendekati sigadis
"ada apa siocia ?"
"aku"hendak kebelakang tolong temani !"
"baik..marilah siocia, disebelah sana ada sumber air." sahut
Han-bong "mau kemana bong-te ?" tanya kawannya
"siocia hendak kebelakang dan aku akan membawanya ke
4 sumber air disana." jawab Han-bong, keempat rekannya
mengangguk dan kembali pada obrolan mereka.
Han-bong membawa si gadis kesebuah sungai yang jaraknya
kira-kira sepuluh tombak dari tempat rombongan
"hati-hati siocia, jalannya agak sedikit menurun." ujar Han-bong
memperingatkan sambil memegang tangan lembut sigadis
menuntunnya turun kebawah, setelah sampai dipinggir sungai
"aku akan kembali keatas, dan setelah selesai panggil saja, aku
akan turun kembali."
"jangan..! aku takut, kamu disini saja, tapi jangan melihatku."
"baiklah siocia." sahut Han-bong lalu menjauh sedikit dari
pinggir sungai dan membalik tubuhnya membelakangi sungai.
Sigadais segera membuka celananya dan duduk dalam sungai
dan melakukan hajatnya, matanya yang bening selalu menatap
punggung Han-bong, malam itu bulan bersinar terang, suasana
hening hanya dihiasi suara riak sungai yang mengalir menerpa
bebatuan, beberapa lama kemudian sigadis pun selesai, dia
sudah merapikan kembali celananya.
"piuawsu ! aku sudah selesai." seru sigadis, Han-bong lalu
berbalik dan mendekati pinggir sungai
"piauwsu ! siapakah namamu ?" tanya sigadis
"aku Han-bong siocia."
"aku Ouw-eng-lin, terimakasih ya telah menemaniku,:
"sudah tugas saya Ouw-siocia." sahut Han-bong, lalu Han-bong
pun kembali menuntun Ouw-eng-lin naik keatas.
Keduanya pun berjalan kembali ke tempat rombongan, Hanbong berjalan disamping Ouw-eng-lin
"Han-piauwsu, besok kamu berjalan disisi kereta saya yah ?"
"kenapa ouw-siocia ?" tanya Han-bong heran
5 "aku ingin melihat jelas wajahmu." jawab Ouw-eng-lin, Hanbong hendak berkata, namun sudah sampai di tempat
rombongan, dan Ouw-eng-lin pun segera masuk kedalam
tenda. Perkataan Ouw-eng-lin jadi bahan pikiran Han-bong malam itu,
hatinya bertanya-tanya mau apa ouw-eng-lin meminta hal
seperti itu, keesokan harinya rombongan pun berkemas dan
melanjutkan perjalanan, Han-bong pun melakukan seperti yang
diminta Ouw-eng-lin, dia berjalan disisi kereta sebelah jendela
kereta yang ditempati Ouw-eng-lin, matanya menatap kearah
jendela kereta, dan tiba-tiba tirai kereta tersingkap, wajah cantik
dengan sepasang mata bening tepat menatap matanya, hatinya
bergetar hebat, darahnya mengalir cepat, Han-bong berusaha
menenangkan degup jantungnya yang menggelepar
Han-piauwsu apakah itu kamu ?"
"benar ouw-siocia."
"hi..hi". terimakasih telah melakukan hal yang kuminta."
"ada apa sebenarnya siocia?" tanya Han-bong makin heran
"aku ingin melihat jelas wajahmu." jawab Ouw-eng-lin dengan
senyum, Han-bong terkejut, hatinya makin berdegup, dia
mencoba melirik Ouw-eng-lin
"terus sekarang bagaimana ?" tanya Han-bong berlagak bodoh
"hih"hi"ya sekarang sudah jelas." jawab Ouw-eng-lin sambil
menutup tirai. Han-bong garuk kepala yang tidak gatal melihat tirai kereta
yang sudah tertutup, dua hari kemudian pada saat menjelang
malam, rombongan sampai di "san-kiok" (bukit seruni),
rombongan pun istirahat, Ouw-eng-in dan saudari sepupunya
Coa-mei yang berumur delapan tahun turun dari kereta,
6 pemandangan dibukit itu sangat indah, bunga seruni banyak
tumbuh disekitar bukit, "bunga seruninya indah sekali In-cici." seru Coa-mei sambil
berlari mendekati rumpun bunga seruni, ia memetik setangkai
bunga seruni dan menyelipkan dirambutnya.
"apakah kita akan bermalam disini Toan-pang ?" tanya Coa-tihu
"benar taijin, dan besok kita akan lanjutkan perjalanan sehingga
sore hari kita akan memasuki kota Chongqing." jawab Toangou, lalu dengan lantang ia memerintahkan anak buahnya
untuk mendirikan tenda, Han-bong dengan cekatan
mengerjakan perintah ketuanya yang dimandori oleh Li-sin,
setelah semuanya selesai para piauwsu duduk sambil
menunggu malam, bahkan sebagian pergi mandi kesumber air
yang mengalir di kaki bukit.
Han-bong juga hendak menyusul rekan-rekannya untuk mandi,
namun ia berpapasan dengan Ouw-eng-lin yang
memandangnya sambil tersenyum, Han-bong balas senyum,
dan hendak berlalu "Han-piauwsu, apakah kamu hendak mandi juga ?"
"benar Ouw-siocia." sahut Han-bong
"apakah ada tempat untuk wanita ?"
"tentunya ada siocia, siocia bisa agak kehulu sungai."
"ah"aku juga mau mandi cici, ayoklah kita mandi !" sela Coamei
"bisakah Han-piauwsu menemani kami agak kehulu ?" tanya
Ouw-eng-lin, Han-bong nampak sedikit ragu
"bawalah mereka ketempat pemandian piuawsu !" sela Coa-tihu
yang kebetulan mendengar permintaan putrinya, Han-bong
melihat pimpinannya Toan-gou, Toan-gou mengiyakan dengan
mengangguk 7 "baiklah taijin." sahut Han-bong, lalu Han-bong pun membawa
kedua gadis itu ke hulu sungai.
Air sungai itu sangat jernih, Coa-mei sangat gembira dan tidak
sabar ingin mandi, ia segera membuka bajunya, namun ia
berhenti ketika sadar bahwa ada Han-bong disamping mereka.
Kalian mandilah , aku akan mandi agak kehilir."
"jangan".Han-piawsu disini saja, kami takut ditengah hutan
ini." cegah Ouw-eng-lin"
"bagaimana bisa begutu Ouw-siocia." sahut Han-bong.
"Han-piauwsu duduk dan membelakangi sungai, sementara
kami mandi." "lalu aku mandi setelah kalian, begitu ?"
"benar Han-piauwsu."
"hmh"baiklah, tapi kalian harus agak cepat, supaya kita tidak
kemalaman disini." ujar Han-bong, Ouw-eng-lin mengangguk
lembut dengan senyumnya yang aduhai.
Han-bong duduk dan membelakangi sungai, lalu kedua gadis
itu membuka baju, lalu dengan cepat mereka berlari ke dalam
sungai, terdengar tawa coa-mei yang bening saking
gembiranya, Han-bong laksana patung hidup duduk dipinggir
sungai, sesekali Ouw-eng-lin menatap punggung Han-bong
yang demikian berisi, Han-bong memang memiliki tubuh yang
kuat dengan lekukan yang menunjukkan kekekaran, disamping
itu wajahnya juga tampan.
Setelah merasa puas, Ouw-eng-lin dan Coa-mei keluar dari
sungai, dengan kain pengering mereka melap badan mereka,
lalu baju ganti pun dipakai
"kami sudah selesai Han-piauwsu." seru Ouw-eng-lin, Hanbong membalik badannya, dua pasang mata itu bertemu, dan
8 berhenti sesaat, namun kemudian Ouw-eng-lin menunduk.
"kalau begitu sekarang giliranku."
"benar han-piauwsu, kamu mandilah !" sahut Ouw-eng-lin, Hanbong segera membuka bajunya dan menggulung pipa
celananya "apakah kamu tidak mandi Han-piauwsu ?" tanya Ouw-eng-lin
"iihh"ulaaarrr".!" jerit Coa-mei, Han-bong dengan cekatan
melompat kearah Coa-mei dan menariknya kebelakangnya,
dan mundur menjauh, Ouw-eng-lin dan coa-mei menggigil
dibelakang Han-bong "Ouw-siocia pinjam dulu tusuk rambutmu." ujar Han-bong
"kamu hendak apa Han-piauwsu." tanya Ouw-eng dengan
suara bergetar dan memberikan tusuk rambutnya yang terbuat
dari giok, Han-bong memegang erat tusuk rambut sambil
mundur, ular itu terus merayap mendekati mereka, dan ketika
mereka tersudut pada serumpun bamboo, Han-bong dengan
cekatan melompat "crak".crak"crak"." Han-bong menancapkan tusuk rambut
dan mengenai kedua mata ular dan ujung mulutnya sebelah
atas, ular itu kesakitan mencoba mematuk kepala Han-bong,
namun disambut dengan pukulan kuat oleh han-bong, kepala
ular itu mental kesamping, namun ekor ular sudah melilit kaki


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han-bong. Han-bong terguling bersama ular yang menggulung tubuhnya,
sementara Ouw-eng-lin menjerit ketakutan dibalik rumpun
bambu, ia melihat bagaimana Han-bong berjuang keras
melawan lilitan ular besar itu, mulut ular yang sudah buta itu
menganga hendak menelan kepala Han-bong,
"crok?" langit-langit mulut ular tembus, rasa sakit membuat
lilitan ular sedikit mengendur, dengan cepat Han-bong berdiri
dan berlari menghempaskan badannya yang terlilit kerumpun
9 bambu yang banyak bekas potongan para pemburu
"brushhh"." tubuh yang dibungkus lilitan ular menancap di
empat bambu, darah mengalir deras, dan ternyata darah ular
karena tubuhnya tertancap pada bambu, ular itu menggeliat
dan ekornya jatuh tanda kekuatan pilinannya berhenti.
Han-bong melepas lilitan ular dari tubuhnya dan coba berdiri
dan pahanya ternyata luka dihantam bambu yang tembus daru
tubuh ular, dan untungnya hanya setengah dim menusuk
pahanya, dengan tertatih-taih ia berjalan kearah sungai
"kamu terluka Han-piauwsu ?" tanya Ouw-eng-lin berlari
mendapatkan Han-bong "luka ringan saja siocia." Sahut Hanbong sambil membersihkan lukanya, dia sedikit merobek
celananya yang bolong untuk melihat lukanya, darahnya terus
mengalir. "Ouw-siocia tolong ambil daun-daun tumbuhan itu." ujar Hanbong, Ouw-eng-lin segera mencabuti daun tumbuhan yang
ditunjuk Han-bong, lalu memberikannya kepada Han-bong,
Han-bong agak turun kebawah dana duduk disebuah batu, lalu
ia menumbuk daun-daun itu, Ouw-eng-lin mendekati Han-bong
:biar aku han-ko." ujar Ouw-eng-lin sambil memegang tangan
Han-bong yang memegang batu, Han-bong meringis dan
memberikan batu itu pada Eng-lin, Ouw-eng-lin pun
melanjutkan menumbuk daun itu sampai lumat
"sudahlah siocia." ujar Han-bong, lalu meraup lumatan daun itu
dan menempelkannya di atas lukanya, dan spontan Eng-lin
membalut luka itu dengan sapu tangannya, Han-bong terpaksa
membiarkannya "sapu tanganmu akan kotor siocia, sobekan baju saja bisa kita
gunakan." "tidak mengapa Han-ko, apakah Han-ko bisa berjalan ?"
10 "bisa, hari sudah gelap marilah kita segera kembali ke tempat
rombongan." sahut Han-bong, lalu merekapn meninggalkan
sungai, saat mereka berjalan dua tombak, empat rekannya
datang "kamu kenapa Bong-te " apa yang terjadi ?" tanya rekannya
"kami diserang ular Liang-ko, dan untung kami selamat." Jawab
Han-bong, lalu dua rekannya memapahnya berjalan menuju
tempat rombongan "ada apa dengan Bong-te ?" tanya Li-sin
"disungai mereka di serang ular ." jawab rekannya sambil
mendudukkan Han-bong "itu luka bagaimana , Bong-te?" tanya Li-sin
"ini luka karena tertusuk bambu Li-twako, aku tidak apa-apa
dan lukanya sudah saya lamuri dengan rumput obat." jawab
Han-bong "jiwi-siocia tidak apa-apa ?" tanya Li-sin
"kami tidak apa-apa paman." Jawab Coa-mei
"syukurlah, sekarang kembalilah ketenda jiwi-siocia
"boleh Han-ko istirahat didalam tendaku ?" tanya Eng-lin tibatiba
"ah..saya tidak apa-apa siocia, siocia jangan khawatir." sela
Han-bong "benar siocia, siocia tidak usah cemas begitu." sahut Li-sin
sambil senyum "paman"mintalah paman piauwsu mengizinkan han-ko
istirahat di tendaku." pinta
Eng-lin pada Coa-tihu. "haya"tidak bisa begitu Lin-ji, biarlah teman-teman piauwsu
yang mengurusnya." "tapi paman, aku ingin menjaga Han-ko, dia telah
11 menyelamatkan saya dan Mei-moi." bantah eng-lin
"benar, tapi kan teman-teman piuawsu ada yang mengurus dan
menjaganya." "benar ouw-siocia, aku tidak apa-apa, masuklah ketendamu,
lukaku tidak serius kok." sela Han-bong merasa risih dipandangi
rekan-rekannya, terlebih sebutan eng-lin padanya demikian
akrab terkesan begitu perhatian.
"benarkah Han-ko " bagaimana nanti kalau kamu demam ?"
"hehehe..hehehe" kalau ia demam biar aku yang
mengkompresnya siocia." sahut Toan-gou, para piauwsu juga
tidak dapat menahan senyuman.
Eng-lin tertunduk karena malu, baru ia sadar betapa suasana
hatinya mencuat kepermukaan dan diketahui oleh semua orang
":baiklah kalau begitu, kami pergi." ujar Eng-lin sambil menarik
Coa-mei memasuki tenda, lalu semuanyapun bubar dan
kembali ketempat masing-masing
"kamu tidak usah jaga malam ini Bong-te." ujar Li-sin
"baik twako." sahut Han-bong
"memang harus begitu twako, karena kalau tidak kita akan
dimaki siocia." sela rekannya
"heheh..hahah..hahaha?" tawa merekapun meledak, Hanbong jadi risih
"ah..kalian ini ada-ada saja." sahut Li-sin, lalu meninggalkan
mereka, Han-bong merebahkan badannya
"maaf ya Bong-te, ternyata malam ini aku yang menyelimutimu,
hihihi..hehehe"." ujar Liang-gan, tiga kawannya pun ikut
tertawa." "ah..gan-ko becanda saja." sahut Han-bong
"Bong-te, apakah kamu hendak tidur langsung ?"
"eh..memangnya kenapa Gan-ko ?"
12 "eh Bong-te, kamu luar biasa sekali dapat mengambil perhatian
putri gubernur." sela rekannya yang lain
"Ouw-siocia memang orang baik Bao-ko, jadi tidak ada
salahnya jika ia begitu perhatian."
"eh" bong-te aku mau tanya, apakah kamu suka pada siocia
?" "eh..kok Liang-ko bertanya seperti itu ?"
"karena saya lihat sejak kamu menemaninya buang air,
sikapnya berubah, dan dia sering memandangimu dengan
seulas senyum." "Liang-ko bohong, liang-ko hanya menggodaku kan ?"
"siapa bohong, ini serius loh Bong-tem aku sering menangkap
sikapnya yang begitu, jadi menurut pendapat saya, ia pasti
menyukai Bong-te." "ah..sudahlah aku mau tidur."
"eit..tunggu dulu, kamu belum jawab pertanyaanku."
"Liang-ko, apa tidak seperti pungguk merindukan bulan jika aku
menjawab ia aku suka siocia ?"
"heheh"soal pungguk soal belakangan, yang penting kamu
suka kan ?" "benar, lalu bagaimana, apakah ada artinya ?"
"ya ada dong, karena kamu suka dan siocia juga suka, kamu
harus jalin hubungan denganya." ujar Lo-liang, Han-bong
tercenung "liang-ko, aku ini tidak punya apa-apa, orang tuaku sudah tidak
ada lagi, aku terlalu muluk jika mengharapkan siocia."
"kamu salah Bong-te." sela Liang-gan
"salah bagaimana gan-ko ?" tanya Han-bong sambil bangkit
dari tidurnya, sesaat ia meringis kesakitan
"kamu tiduran saja Bong-te." ujar Lo-liang
13 "tidak apa Liang-ko, salah bagaimana Gan-ko ?" tanya Hanbong penasaran
"kamu salah jika perasaan yang kalian miliki tidak didukung
tekad, bagaimanapun cinta tidak pandang bulu, menurut saya
walaupun engkau merasa tidak pantas, kamu harus mempunyai
tekad berusaha mendapatkan siocia, panggilannya tadi
sungguh mesra dan penuh perhatian, han-ko..han-ko." sahut
Liang-gan "hehehe..hihihi?" tawa mereka tertahan
"tapi yang jelas Bong-te, jika kamu tidak menjalankan usahamu
untuk mendapatkan siocia, aku akan menyalahkanmu, karena
kamu bersikap pengecut, yang bersangkutan sendiri sudah
demikian jelas kita lihat tadi, bagaimana perhatiannya padamu,
kalau boleh saya katakan, siocia tidak menyadari keberadaan
kami sehingga gejolak hatinya keluar dengan demikian
nyatanya. tapi jika kamu telah berusaha dan ternyata tidak
berhasil itu perkara lain."
"aku akan pikirkan hal itu Bao-ko
"jangan cuma dipikirkan, tapi tindakan nyata," sela Lo-liang,
Han-bong terdiam "sudahlah Bong-te, kamu istirahatlah." ujar Jiang-bao
"baik Bao-ko." sahut Han-bong dan kembali baring, ketiga
rekannya masih bercakap-cakap dengan asyik.
Keesokan harinya Han-bong terbangun, dan alangkah
terkejutnya ia melihat Eng-lin duduk disampingnya
"eh..ouw-siocia sudah bangun."
"benar"apakah han-ko nyenyak tidurnya ?"
"ngg..lumayan siocia, eh masih pagi sekali, dan baru kita yang
bangun." "Han-ko karena kita akan melanjutkan perjalanan, dan nanti
14 sore kita akan sampai, maka terimalah ini." ujar Eng-lin sambil
menyerahkan tusuk rambut yang digunakan Han-bong
melawan ular. "siocia, apakah aku tidak salah mengerti akan semua ini ?"
"apa yang kamu mengerti Han-ko ?"
"bahwa siocia mencintaiku."
"lalu bagaimana kalau benar Han-ko "
"siocia"a..aku"aduh"apa yang telah kuperbuat sehingga
aku mendapat berkah sebesar ini ?"
"apakah kamu juga mencintaiku han-ko ?"
"tentu saja Ouw-moi, aku mencintaimu sejak aku menemani
saat itu." jawab Han-bong sambil meraih jemari Eng-lin
"kenapa engkau mencintaiku Han-ko ?"
"aku tidak tahu ouw-moi, pokoknya aku cinta padamu." jawab
Han-bong, tiba-tiba Jiang-bao bergerak
"sudahlah han-ko, lain waktu semoga ada pertemuan." ujar
Eng-lin sambil berdiri "apakah aku telah mengganggu siocia ?" tanya Jiang-bao
"hi..hi" tidak twako." sahut Eng-lin sambil berlari ke tendanya,
Jiang-bao tersenyum, sambil memberi jempol pada Han-bong,
Han-bong segera menyimpan tusuk rambut kedalam bajunya.
Tidak lama kemudian para piauwsu pun bangun, demikian juga
keluarga Coa-tihu, barang pun dikemasi dan tenda pun di
gulung, setelah makan pagi, rombongan pun melanjutkan
perjalanan, singkatnya sore hari rombongan itu pun memasuki
kota chongqing, keluarga Coa-tihu diantar persisi dikediaman
gubernur Ouw-Gan, mereka disambut Ouw-gan sendiri, Ouweng-lin keluar dari kereta dan berlari mendapatkan ayah dan
ibunya, dari pelukan ibunya, Eng-lin menatap Han-bong penuh
arti, setelah barang-barang diturunkan dan administrasi
15 perjalanan selesai dibicarakan, rombongan hek-tiauw
meninggalkan kediaman gubernur menuju kantor mereka di
chongqing. Ouw-gan memiliki empat orang anak, dua laki-laki dan dua
perempuan, dua orang sudah berumah tangga, yang masih
lajang adalah Ouw-kiang berumur dua puluh dua tahun,
sementara Ouw-eng-lin berumur sembilan belas tahun, sebagai
anak bungsu Ouw-eng-lin sangat disayang kedua orang
tuanya, setelah pertemuan dengan Han-bong, suasana hati
Eng-lin drastis berubah, terlebih setelah sebulan dia tidak
bertemu dengan Han-bong, dia merindukan pemuda yang telah
merebut cinta kasihnya. Suatu hari pelayan mereka yang bekerja dibagian dapur
menghadap padanya "siocia" ketika aku belanja, seorang pemuda bernama Hanbong menemuiku, dia meminta aku memberikan surat ini pada
siocia." "oh-ya.. mana suratnya ?" sahut Eng-lin spontan dengan raut
wajah ceria, setelah menerima surat langsung ia membaca
isinya Lin-moi kekasihku, sebulan kita tidak bertemu, tidak kuasa
rasanya aku menanggung rindu, sekarang aku berada di sini
sayangku, aku ingin segera bertemu denganmu, datanglah
kekolam ikan ditaman kota saat senja mengarak dilangit biru,
disana aku menunggumu Yang mencintamu Han-bong 16 Eng-lin menciumi surat kekasihnya itu dengan sepenuh hati,
tidak sabar rasa hatinya menunggu sore tiba, siang hari ia
sudah mandi dan merias diri, pelayan kamarnya sibuk
menyiapkan ini dan itu "mei-ling sore ini aku akan keluar, jadi kamu harus ikut aku."
"kita akan kemana siocia ?"
"kita akan ketaman kota menikmati pemandangan kala senja
tiba." "baiklah siocia, kapan kita akan pergi ?"
"sebentar lagi, sambil menunggu sore, kamu panggil Sui-bo
untuk menemuiku di taman belakang."
"baik siocia, aku akan segera kebelakang untuk
menyampaikannya." sahut mei-ling
"Sui-bo kapan kamu belanja kepasar ?"
"saya belanja setiap tiga hari siocia."
"Sui-bo, jika Han-ko memberikan surat atau ingin
menyampaikan sesuatu untukku kamu harus terima ya ?"
"baik siocia, jadi pemuda itu kekasih siocia yah " hihi"hihi"."
"hi..hi"suibo kayak nggak pernah muda saja." sahut Eng-lin
Menjelang sore, Eng-li dan Mei-lin keluar dengan menaiki
kereta menuju taman kota "Bu-siok, kamu tunggu kami disini, kami hendak jalan-jalan."
"baik siocia.." sahut sais kereta kuda milik keluarganya,
keduanya berjalan santai sambil melihat-lihat keramain orang
yang lalu lalang, dikolam ikan Han-bong sudah menunggu, dan
disekitarnya banyak juga muda-mudi yang duduk dipinggir
kolam, ketika melihat Eng-lin, Han-bong berdiri dan melangkah
mendapatkan Eng-lin 17 "kita jalan kesana Lin-moi." Ujar Han-bong, Eng-lin dan
pelayannya menurut saja diajak Han-bong, ternyata Han-bong
membawa Eng-lin kerumah Li-sin yang berada tidak jauh dari
taman kota, istri Li-sian dan istrinya menyambut kedatangan


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han-bong bersama, Eng-lin, karena sebelumnya Han-bong
telah menyusun rencana pertemuannya dengan kekasih
hatinya, Li-sin sangat memaklumi hal itu dan menyediakan
rumahnya untuk tempat pertemuan dua sejoli itu, sementara
Lin-mei bincang-bincanh diruang tengah, Han-bong dan eng-lin
di taman belakang rumah Li-sin.
Kedua sejoli itu saling peluk dan cium, sesaat mereka terlelap
dalam hangatnya pendar kerinduan yang teruar dalam pelukan
dan ciuman, dengan terengah-engah keduanya menyudahi
lumatan-lumatan mesra "Lin-moi sayang, betapa rinduku selama sebulan kita tidak
bertemu." bisik Han-bong mesra
"demikian juga aku Han-ko, tapi waktu kita rasanya singkat,
sebab aku harus sampai dirumah sebelum malam."
"tidak apa sayang, selama kita masih dapat bertemu dan
berduaan seperti ini, cukuplah untu saat ini." sahut Han-bong,
lalu keduanya terlelap kembali dalam hangatnya pelukan cinta.
Dengan buru-buru Han-bong kembali membawa kekasihnya
ketaman kota, dan mereka berpisah ditempat itu, Eng-lin naik
kembali kereta kudanya dan pergi dilepas tatapan mata
kekasihnya, selama enam bulan hubungan mereka baik-baik
saja, dan sekali dalam setiap bulan Han-bong bertemu dengan
Eng-lin, namun tiga bulan berikutnya, saat keduanya bertemu
dirumah Li-sin, Ouw-kiang merasa curiga dan mengikuti
adiknya dengan diam-diam, dia ikut menunggu berasama sais
kereta, hingga Eng-lin kembali diantar Han-bong.
18 Ouw-eng-lin terkejut ketika melihat Ouw-kiang turun dari kereta
"ternyata selama ini kamu menemui kekasihmu yang tidak jelas
juntrungannya, cepat pulang !" bentak Ouw-kiang dengan muka
merah karena marah, Ouw-eng-lin pun masuk kedalam kereta,
Han-bong merasa cemas akan apa yang menimpa kekasihnya,
setelah kekasihnya pergi, Han-bong segera pulang.
Sesampai di rumah, Ouw-eng-lih dihadapkan pada kedua
orang tuanya "ayah Lin-moi telah membuat malu keluarga."
"apa yang dilakukan adikmu Kiang-ji ?"
"dia menjalin hubungan dengan lelaki yang tidak jelas
statusnya." "dengan siapa kamu menjalin hubungan Lin-ji ?"
"dia seorang piauwsu ayah, dia pemuda yang baik dan sangat
mencintai eng-lin, dan eng-lin juga mencintainya." sahut Eng-lin
membela cintanya "cukup"! Ayah tidak mau dengar apapun tentang pemuda itu,
pemuda itu tidak punya status, jangan buat malu keluarga, dan
ayah katakan padamu, jangan sekali-kali kamu berhubungan
berhubungan dengannya." bentak Ouw-gan dengan wajah
bringas "tapi ayah, kami saling mencintai, dan han-ko pemuda yang
baik." "eng-lin"kamu akan sengsara jika hidup dengannya, dia itu
hanya pekerja kasar dan tidak punya masa depan."
"ayah belum tentu Han-ko tidak punya masa depan, Han-ko
pemuda yang gigih, dan juga penuh tanggung jawab."
"cukup eng-lin, ayah tidak mau berdebat, dan mulai hari ini
kamu tidak boleh keluar rumah. !" bentak ayahnya, Eng-lin
berlari dengan tangis berderai masuk kedalam kamarnya.
19 Sejak itu kamarnya di jaga ketat oleh pengawal, sementara
Han-bong mencari kabar tentang Eng-lin pada Sui-bo, hatinya
sedih ketika mendengar bahwa kekasihnya di larang
menemuinya, dan bahkan kamarnya dijaga ketat, dan tiga hari
kemudian Han-bong berangkat keluar daerah untuk mengawal
barang, dan sebulan kemudian ia pun kembali ke chongqing,
lalu ia mencari sui-bo dipasar, Sui-bo menerima sepucuk surat
yang harus disampaikan pada Eng-lin.
Sesampai dirumah, sulit bagi Sui-bo untuk menghadap Eng-lin,
lalu ketika ia bertemu dengan Mei-lin
"Mei-lin..!" panggil Sui-bo
"ada apa sui-bo ?"
"kamu harus berikan surat ini pada siocia."
"baik Sui-bo." sahut Mei-lin dengan cepat menyimpan surat itu
kedalam bajunya, dan saat sore, Mei-lin mempersiapkan baju
ganti Eng-lin "siocia".ada surat dari Han-ko." bisik Mei-lin, mendengar itu
wajah Eng-lin bersinar gembira, surat pun dibuka
"Lin-moi sayang, aku tahu bahwa kamu sulit untuk keluar,
bersabarlah kasih karena ujian dari cinta yang kita bina.
"Lin-moi sayang, bagaimanapun kita akan menunjukkan
kekuatan cinta yang kita miliki, saya sudah memtuskan bahwa
kita harus melanjutkan hubungan kita ini kepelaminan, oleh
karena itu lin-moi kekasihku, laut boleh kering batu boleh
hancur, namun selama hayat masih dikandung badan, aku
akan bersama selalu denganmu.
Lin-moiku sayang".bulan depan aku akan membawamu, jadi
bersiaplah sayang saat hari itu tiba, dan jika saatnya tiba aku
akan sampaikan rencana selanjutnya pada Sui-bo
20 Yang mencintaimu Han-bong Eng-lin dengan hati bangga dan sayang menciumi surat
kekasihnya, hatinya pun merasa lega, dan keyakinan cintanya
makin kokoh, lalu Eng-lin melipat surat Han-bong dan
menyimpanyya, lalu ia pun pergi mandi, sepanjang ia mandi
bayangan demikian indah akan hari-hari bersama dengan
kekasihnya. Seminggu kemudian, keluarga Liu bertamu kerumah guberbur.
"selamat datang Liu ciangkun, silahkan masuk " sambut Ouwgan dengan ramah, sebelumnya Liu-ciangkun sudah
menyampaikan keinginanya untuk mengambil Eng-lin menjadi
mantunya, hal itu sudah disetujui oleh Ouw-gan, dan hari ini
mereka bermaksud mempertemukan Liu-tang dengan Eng-lin.
Eng-lin disuruh keluar ikut menyambut tamu, hatinya mengkal
sekali ketika tahu tujuan dari tamu yang datang, bahkan
sepertinya keluarganya sudah menerima dan setuju.
"lin-ji bawalah tang-ji ke pavilion dibelakang rumah, dan kalian
mengobrolah disana." Perintah ayahnya, Eng-lin terpaksa
menuruti ayahnya dan pergi berduaan ketaman bunga
dibelakang, Liu-tang pemuda yang tampan, cerdas dan
tentunya berstatus tinggi sebagai seorang anak panglima.
"bagaimana kabarmu Lin-moi ?"
"aku baik-baik saja, hanya aku kasihan padamu."
"eh kenapa engkau kasihan padaku." tanya Liu-tang heran
"sebab tidak lama lagi kamu akan menikah dengan seorang
yang tidak mencintaimu, dan dia akan membuat kamu merana."
"hehehe..hehehe"saat ini saja kamu tidak mencintaiku, namun
21 setelah kita menikah kamu pasti akan merasa betah
disampingku." "oh-ya"bagaimana bisa demikian ?"
"karena aku lelaki yang pengertian, dan aku juga penyayang."
"eh..liu-tang kamu katakana tadi kamu penuh pengertian,
bolehkan aku minta sesuatu padamu ?"
"boleh katakanlah apa yang hendak kamu minta pasti akan
kupenuhi." "Liu-tang ! aku sudah mmeiliki kekasih dan kami berencana
menikah bulan depan, jadi aku mohon pengertianmu untuk
menolak pernikahan ini."
"ah..tidak bisa begitu, kamu adalah milikku, orang tua kita
sudah setuju." "cih"pembual, ngomomg katanya penuh pengertian."
"hehehe..hehe" keinginanmu itu sangat merugikan aku."
"jadi..kamu akan tetap mau menikahiku ?"
"jelas dong Lin-moi, kamu demikian anggun dan mempesona."
"simpanlah rayuanmu, aku tidak butuh." sahut Eng-lin sambil
berdiri dan meninggalkan Liu-tang sendirian.
Setelah keluarga Liu pulang, Ibunya datang kekamarnya
"Lin-ji, sebentar lagi kamu akan menikah, bukankah Liu-tang itu
tampan, dan juga cerdas karena kata ayahnya ia baru lulus
nomor satu pada ujian Negara, dan dia akan diangkat menjadi
ajudan menteri bidang pendapatan." Ujar ibunya dengan muka
gembira "mau jadi kaisar kek aku tidak peduli." Jawab Eng-lin ketus."
"Lin-ji kamu tidak boleh begitu, kami hanya inginkan supaya
kamu bahagia." "ibu..aku tidak akan bahagia jika tidak bersama Han-ko.
"hayaa..pemuda itu lagi, kamu benar tidak menggunakan akal
sehatmu Lin-ji, coba piker baik-baik, apa yang kamu dapat jika
22 dengan lelaki yang kerjanya buruh kasar, dan kamu akan
sering ditinggalkan olehnya." ujar ibunya
"ibu".bahagia tidak bisa diukur dengan kekayaan dan jabatan,
tapi bahagia itu bagaimana hati terasa nyaman dan terlindungi."
"Lin-ji kamu jangan keras kepala, setelah kamu menikah
dengan Liu-tang, lambat laun kamu akan dapat mencintainya,
Liu-tang juga adalah pemuda baik, dan katanya belum pernah
bertindak yang menyalahi, dan terlebih ia tidak bermain
perempuan." ujar Ibunya, Eng-lin terdiam, dan tidak lagi
membantah "bagaimana Lin-ji tentu kamu akan menyetujui pernikahan ini
bukan ?" "sudahlah ibu..aku tidak ingin membicarakannya."
"lin-ji ayahmu menunggu persetujuanmu ?"
"jika ayah sudah menerimanya untuk apa lagi minta
persetujuanku, jadilah menurut ayah dan ibu."
"lin-ji kamu jangan begitu keras dengan kami."
"uuu..uu.. ya aku akan diam saja, dan aku harus pengertian
dengan kemauan ayah dan ibu, sementara ayah dan ibu tidak
perlu pengertian pada saya, apalah saya ini, hanya anak yang
mesti ikut kemauan orang tua." sahut Eng-lin dengan tangis
sambil membenamkan wajahnya pada bantal, sesugukannya
demikian sedih. Ibunya terpaksa meninggalkannya, dan tidak berapa lama
ayahnya datang "lin-ji" saya dengar dari ibumu kamu demikian keras kepala."
Bentak ayahnya, Englin bangkit dari tengkurapnya dan
menghapus air matanya "Lin-ji dua minggu lagi kamu akan menikah, dan kamu jangan
berbuat yang macam-macam sehingga membuat malu
23 keluarga., kamu dengar itu ?" tegas ayahnya, Eng-lin hanya
diam dan tidak menjawab "cepat jawab ayah !" bentak Ouw-gan
"ayah aku tidak akan memalukan keluarga, karena aku akan
menikah dengan liu-tang dengan tandu kematian."
"Bangsat"jangan kamu kira kamu akan bisa berbuat
seenaknya." bentak ayahnya dengan emosi yang memuncak
mendengara ancaman anaknya.
"kamu akan dijaga dengan ketat, enam pengawal akan
menjagamu didalam kamar, jangan berbuat nekat Lin-ji !"
"mungkin disini aku tidak dapat bunuh diri, tapi dirumah Liutang aku bunuh diri."
"plak..plak"plak... tidak kusangka kamu dibesarkan begini
hanya untuk melawan orang tuamu, anak sialan"anak durhaka
!" bentak Ouw-gan sambil menampar muka anaknya tiga kali,
Eng-lin terhempas diranjangnya, bibirnya pecah berdarah, air
matanya mengalir deras, dia tertunduk diam, melihat anaknya
yang tertunduk dengan rambut yang awut-awutan hatinya
terenyuh, namun ia menahan hatinya takut kalah dengan
kemauan anaknya. "penjaga..! kalian jaga baik-baik Eng-lin, jaga jangan sampai ia
berbuat nekat " teriak Ouw-gan, empat pengawal masuk, dan
Mei-lin juga masuk. Ouw-gan meninggalkan kamar, empat pengawal itu siaga
didepan ranjang Eng-lin, "siocia bibirmu berdarah, mari kita
obati." ujar Mei-lin, Mei-lin dengan cekatan dan telaten
membersihkan luka dan mengoleskan obat.
"saya ingin istirahat, apa kalian akan tetap menatapku !?" teriak
Eng-lin, "maaf siocia kami hanya menjalankan tugas." sahut seorang
24 dari pengawal, dan keempat pengawal lalu berbalik
membelakangi ranjang. Eng-lin pun istirahat, kepalanya terasa pening akibat menangis
terlalu lama, ditambah lagi tiga tamparan ayahnya, tidak lama
kemudian ia pun pulas dalam tidurnya, saat sore ia bangun,
dan Mei-lin melayaninya untu mandi, dan dibalik ruang
pemandian empat pengawal berjaga, benar-benar Ia dijaga
ketat dari berbuat nekat.
Tiga hari menjelang hari pernikahan, keluarganya sudah sibuk
merias rumah, ahli dekorasi sudah sibuk mendesain pesta
mewah dan meriah, semuanya nampak bergembira, hanya tiga
orang saja yang merasa sedih, yakni Eng-lin, Mei-lin dan Suibo, semenatara itu Han-bong dalam perjalanan pulang dari
Datong ke Chongqing. Saat ia dimandikan oleh empat orang pelayan dengan air
kembang, karena selama tiga hari ia akan terus dimandikan
dengan air kembang, Eng-lin terbayang betapa kekasihnya
Han-bong menghempaskan dirinya ke rumpun bambu tanpa
memikirkan nyawanya, lalu entah darimana kekuatan itu
muncul ia berlari dan melompat dari tingkat atas, semua orang
berteriak terkejut melihat tubuh eng-lin melayang kebawah.
"brak?" tubuhnya menghantam sofa yang kebetulan tumpukan
kain dan tirai ada diatasnya, Eng-lin tidak tewas, namun
kakinya patah, air matanya keluar menahan perih, ibunya
menjerit-jerit mendapatkan putrinya, ayahnya juga terkesima
melihat peristiwa itu, lalu Ouw-gan memerintahkan segera
memanggil tabib. 25 Wan-sinse pun memeriksa keadaan Eng-lin, dan dari hasil
pemeriksaan Wan-sinse, tulang paha Eng-lin remuk dan
lututnya lepas, "bagaimana Wan-sinse ?" tanya Ouw-gan
"siocia tidak terpaksa berjalan pakai tongkat, karena tulang
pahanya remuk dan sambungan lututnya lepas."
"apakah tidak bisa disembuhkan ?"
"tulang pahanya akan bisa saya sembuhkan, namun
persambungan lututnya tidak bisa disambung lagi."
"berapa hari perkiraan sinse tulang pahanya sembuh." dalam
dua minggu tulang pahanya akan membaik kembali." Sahut
Wan-sinse. Kemudian mereka meninggalkan Eng-lin yang terbaring
ditemani Mei-lin

Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"bagaimana Gan-ko " apa yang harus kita lakukan."
"anak ini memang keras, kita teralalu memanjakannya." keluh
Ouw-gan sambil berpikir tindakan selanjutnya.
"sudah".saya bicara kembali dengan Liu-ciangkun." ujar Ouwgan, lalu Ouw-gan memanggil Liu-ciangkun
"Liu-ciangkun, putri kami mengalami kecelakaan sehingga
kakinya patah, bagaimana menurutmu ?"
"tai-jin, hal ini sungguh mengejutkan, lalu bagaimana keadaan
Lin-ji ?" "dia tidak dapat lagi berjalan tanpa dengan bantuan tongkat,
saya hanya pasrah mengikut pendapat Liu-ciangkun"
"Ouw-taijin, undangan telah kita sebar, dan pernikahan akan
dilaksanakan tiga hari lagi, kami tetap berharap pernikahan
tetap dilaksanakan."
"tapi anak kami sudah cacat ciangkun."
"hehe,,hehe,,tidak apa taijin, kami akan tetap menerimanya,
26 karena saya suka dengan menantu saya, jika suatu hari ada
obat untuk kakinya, akan kami usahakan."
"aduh"ciangkun, kalian demikian lapang dada." sahut Ouwgan
"tidak masalah Taijin, upacara pernikahan Lin-ji bisa bisa saja
duduk bersama Tang-ji,"
"baiklah kalau begitu ciangku, saya menjadi lega, jika ciangkun
dapat menerima." ujar Ouw-gan, lalu Liu-ciangkun pun
meninggalkan kediaman Ouw-gan.
Saat sore hari keluarga Ouw-gan heboh, karena Eng-lin hilang
dari kamarnya, semuanya sibuk mencari disetiap pelosok
rumah, apa yang terjadi " ternyata setelah peristiwa pagi hari
itu, para pengawal tidak lagi menjaga kamar Eng-lin, dan saat
peristiwa melompatnya Eng-lin kebawah, dua orang yang
sedang membawa aneka kain masuk, keduanya adalah Jiangbao dan adik istrinya Lou-tin, istri Jiang-bao membuka toko
kain, dan ahli dekorasi memesan kain ditoko istri Jiang-bao,
Jiang-bao tidak ikut mengawal barang ke datong karena istrinya
melahirkan, jadi karena pesanan harus diantar, maka Jiang-bao
dan adik iparnya membawa pesanan ke tempat gubernur,
Jiang-bao terkesima melihat tubuh Ouw-eng-lin yang melompat,
namun hatinya lega melihat tubuh itu jatuh pada tumpukan kain
diatas sofa. Selagi orang sibuk dan cemas, Jiang-bao menemui Sui-bo,
yang ia tahu sering dijumpai Han-bong dipasar, bahkan Sui-bo
pernah diajak Han-bong bicara di toko kain istrinya.
"sui-bo"aku adalah teman Han-bong, tolong sampaikan surat
ini untuk siocia." bisik Jiang-bao, Sui-bo, segera menemui Meilin, dan oleh mei-lin surat itu diberikan kepada Eng-lin setelah
semua keluar 27 "Siocia ada surat dari Han-ko."
"hah..mana"cepat berikan." sahut Eng-lin dengan menekan
suaranya, lalu Eng-lin pun membuka surat
"Ouw-siocia"saya adalah Jiang-bao, ingatkah anda
pertanyaan ini " "apakah aku telah mengganggu siocia "
hihi..hi"tidak twako." Kami akan membawa peti kain untuk
mendekorasi kamar pengantin, jika memang apa yang kulihat
tadi merupakan kegigihan cintamu pada adik kami Han-bong,
maka bersipalah siocia, kami akan membawamu dalam peti
kain." Setelah membaca surat itu Eng-lin pura-pura tercenung
"bagaimana siocia " tanya Mei-lin
"Mei-lin kamu tinggalkanlah aku sendiri, aku lelah dan ingin
sendiri." sahut Eng-lin, Mei-lin bingung namun ia tidak
membantah, lalu ia pun meninggalkan Eng-lin.
Can-mai seorang wanita pi?ata kamar pengantin menyuruh
supaya Jiang-bao dan adiknya mengankat peti kain kekamar
Eng-lin, "kalian angkatlah peti ini kekamar siocia dan sampaikan pada
pelayannya kami akan merias kamar pengantin."
"baik nyonya.." sahut Jiang-bao, lalu ia dan adik iparnya
mengangkat peti keruang atas, dan memasuki kamar Eng-lin.
Eng-lin dengan hati berdebar menatap Jiang-bao
"kamukah itu twako..?" sapanya
"benar Siocia." sahut Jiang-bo, dengan cepat mengeluarkan
seluruh kain dan menumpuknya diatas ranjang, lalu tanpa
bicara Jiang-bao menggendong Eng-lin dan memasukkannya
28 kedalam peti, kerja Jiang-bao luar biasa cepat, dia dan adiknya
mengangkat kembali peti itu keluar
"apakah kamar siocia sudah siap didekorasi ?" tanya Can-mai
pada Jiang-bao sambil asik menata taplak meja.
"sudah nyonya, dan kain yang diperlukan sudah kami tumpuk
diatas ranjang, dan kami juga tidak melihat pelayan siocia,
mungkin sedang membawa siocia kekamar mandi atau kemana
kami tidak tahu." "baiklah kalau begitu." sahut Can-mai, Jiang-bao dan adik
iparnya keluar dari rumah gubernur, dan dengan kereta kuda
Jiang-bao membawa Eng-lin kerumah Lo-liang dipinggir kota,
istri Lo-liang kaget "ada apa ini Bao-ko ?"
"aku titip nona ini disini, nanti setelah Liang-te kembali dari
Datong, ia akan mengerti setelah bicara dengan nona ini, nona
ini adalah kekasih Han-bong-te." sahut Jiang-bao, istri Lo-liang
manggut-manggut dan senyum ramah pada Eng-lin.
"Ouw-siocia, tenagkan dirimu, kamu akan aman disini, dan tidak
akan ada yang tahu bahwa kamu disini, jika Bong-te sudah
menemuimu, kalian susunlah rencana kalian yang terbaik."
"baik twako, terimakasih atas semua dukungan dan usaha
twako dalam membantu saya dan Han-ko."
"tidak apa-apa siocia, adik kami itu luar biasa gigih dan juga
amat baik dan jujur, kami pergi sekarang." sahut Jiang-bao.
Jiang-bao dan adik iparnya kembali ketoko milik mereka, dan
sebagaimana kita tahu sore itu terjadi geger karena Ouw-englin hilang, semua pegawai dekorasi ditanya satu-satu, Can-mai
hendak mengatakan tentang pembawa peti namuin jelas
pembawa peti sudah mengatakan bahwa ia tidak melihat
pelayan dan ouw-siocia, jadi tentunya penjual itu tidak tahu
29 apa-apa. pikir Can-mai "kenapa kamu begitu teledor mei-lin !?" bentak Ouw-hujin
"maaf hujin,.. siocia katanya lelah dan ingin sendirian, jadi aku
pun mematuhinya." "bagaimana sekarang anakku sudah hilang siapa yang berbuat
ini." jerit ouw-hujin dengan cemas, semua pengawal dikerahkan
untuk mencari Eng-lin, Ouw-gan sangat marah dan malu, lalu ia
memangil kembali Lui-ciangkun
"ciangkun, sekali ini aku benar-benar malu dan telah
mengecewakan ciangkun."
"sudahlah taijin, kami juga tidak bisa berkata apa-apa, dan rasa
malu yang akan kami tanggung akan mencoreng nama baik
kami, jelas putri taijin menolak putra kami, dan imbasnya
putraku akan merasa malu dan merasa terkucil, padahal anak
kami itu tidak ada kurangnya bahkan calon pegawai istana
yang akan mengatur pendapatan negara."
"aku tahu ciangkun, jadi menurutmu bagaimana ?"
"saya terus terang saja taijin, untuk menutup rasa malu kami
minta denda empat kali lipat dari anggaran pernikahan ini."
jawab Liu-ciangkun, Ouw-gan tercenung, tiga kali lipat itu
artinya delapan ratus tail emas.
"ciangkun sepertinya anda mengambil kesempatan dari
keadaan kami, tiga kali lipat sungguh tidak pantas."
"menurut taijin berapakah yang pantas ?"
"hanya dua kali lipat yang akan kuberikan padamu."
"jika demikian terserah pada tai-jin, anda sebagai pimpinan
saya, jadi saya harus menerima."
"hmh"baiklah"teriakasih atas pengertiannya." sahut Ouwgan.
30 Dua minggu kemudian Han-bong dan rombongan sampai ke
kota Chongqing, Jiang-bao langsung menemui Han-bong
"bong-te kamu harus siap menghadapi apapun resiko."
"apa maksudmu Bao-ko ?"
"siocia hendak dinikahkan oleh ayahnya, namun pernikahan itu
gagal." "hah"lalu bagaimana dengan Lin-moi."
"untuk sementara ini ia masih aman."
"aman..aman bagaimana maksudnya Bao-ko. ?"
"begini . toko kain istriku dapat pesana kain untuk dekorasi
pernikahan siocia, lalu kami mengantar kain tersebut, tapi
sungguh aku tidak mengira bahwa siocia dalam ketidak
sudiannya menerima pernikahan itu berusaha bunuh diri
didepan semua orang, saya sendiri melihat ia melompat dari
tingkat rumahnya." "lalu apa yang terjadi pada Lin-moi ?" sela Han-bong pucat dan
cemas "siocia selamat, hanya saya dengar tulang pahanya remuk dan
sambungan lututnya lepas."
"auhhh..lin-moi"lin-moi"." jerit Han-bong
"dengarkan dulu kelanjutannya, lalu saya menitip surat pada
juru masak yang selalu kamu temui, dan dalam surat aku
katakan, jika apa yang diperbuatnya itu merupakan kegigihan
cintanya, maka aku siap membantunya keluar dari rumah."
"lalu bagaimana Bao-ko ?"
"kami berhasil membawa siocia keluar dan sekarang ia berada
dirumah Liang-te." "kalau begitu aku harus segera kesana."
"benar bong-te, maka kamu harus lebih mangayominya, dia
telah berkorban banyak untu sebuah cinta yang ia yakini."
"baik twako"terimakasih, dan aku akan segera ketempay
Liang-ko." sahut Han-bong
31 Sesampai dirumah Lo-liang, dua kekasih itu pun bertemu,
kerinduan membuncah seiring deraian air mata, setelah puas
melepas rindu "Bong-te luka siocia harus segera ditangani, jadi saran saya,
segeralah kedesa Gui-meng, disana ada seorang tabib." ujar
Lo-liang prihatin setelah mendengar cerita Ouw-eng-lin
"baik twako"selama kami disana titip rumahku twako." sahut
Han-bong, ternyata Han-bong telah membeli sebuah rumah
dari hasil jerih payahnya selama ini, rumah itu baru dibeli dua
bulan yang lalu, tepatnya dua blok dari kantor Hek-tiauw.
"baik..rumahmu tidak usah kamu cemaskan, kami akan
mengurusnya." jawab Lo-liang.
Han-bong dengan sebuah kereta membawa Eng-lin kedesa
Gui-meng kira-kira dua puluh mil dari kota chongqing, saat
malam Han-bong sampai didesa tersebut, lalu ia segera
menemui Gui-sinshe untuk minta bantuan mengobati Eng-lin,
Gui-sinse memeriksa keadaan Eng-lin dan dia manggutmanggut
"nona ini dapat sembuh dan pulih kembali, namun untuk
sambungan lututnya saya harus dapatkan darah katak merah."
"dimana saya dapatkan katak merah itu shinse ?"
"katak merah itu terdapat di "sui-kok" (lembah air) di sebelah
barat kota Datong, dan katak itu akan muncul hanya pada
malam bulan purnama."
"baiklah shinse aku akan mengusahakan katak merah itu, tapi
shinse tolong obati kekasih saya bagaimana adanya."
"baik anak muda, kamu tidak usaj cemas, kekasihmu ini akan
sembuh jika katak itu kamu dapatkan."
"terimakasih shinse." sahut Han-bong, lalu Gui-sinse pun
melakukan pengobatan, Han-bong dengan setia dan cinta
merawat Eng-lin, seminggu kemudian luka remuk pada paha
32 Eng-lin sudah sembuh, dan diapun sudah dapat berjalan
dengan memakai tongkat. "Han-ko"bagaimana rencana kita selanjutnya ?"
"kita akan menikah didesa ini Lin-moi, saya akan coba bicara
dengan Gui-shinse." sahut Han-bong, lalu Han-bong menemui
Gui-shinse "shinse"saya ucapkan banyak terimakasih atas pengobatan
yang shinse lakukan."
"ah..tidak mengapa Bong-ji, itu sudah merupakan tugas saya."
sahut Gui-shinse "tapi Gui-shinse saya masih ada hal yang hendak saya
sampaikan, dan mungkin akan merepotkan."
"apakah itu Bong-ji ?"
"saya hendak tinggal didesa ini, dan kalau shinse sudi
menolong supaya kami dapat dinikahkah."
"oh"itu hal yang menggembirakan Bong-ji, kapan rencanamu
hendak menikah ?" "saya akan pulang sebentar kechongqing untuk menjual rumah
disana, setelah aku pulang, barulah kami menikah, jadi untuk
sementara, aku menitip calon istriku pada shinse."
"hmh"jika demikian baiklah, aku akan menjaga kekasihmu
sampai engaku menyelesaaikan urusanmu dikota." sahut Guishinse.
"terimaksih shinse, jadi saya akan berkemas malam ini." ujar
Han-bong, Gui-shinse mengangguk lembut sambil senyum.
"Lin-moi, tinggallah bersama Gui-shinse, saya akan pergi
kekota untuk menjual rumah disana, dan hasil penjualannya
akan kita belikan tanah dan rumah di desa ini."
"baiklah Han-ko, berangkatlah..aku akan menunggumu disini."
33 sahut Eng-lin lembut dan mesra, senyumnya demikian indah
karena merupakan gambaran hatinya yang bahagia.
Keesokan harinya Han-bong berangkat kekota chongqing,
dengan kereta kuda, sesampai di kota chongqing Han-bong
menghadap induk semangnya Gao-tang
"Bong-ji"saya dengar dari Lo-liang kamu pergi kedesa Guimeng."
"benar Pangcu, dan saya hendak tinggal disana, dan kalau
boleh, saya akan menunggu rombongan jika rombongan
hendak ke kota Datong."
Itu artinya kamu hanya bisa ikut satu rute Bong-ji."
"untuk sementara biarlah demikian saja pangcu."
"baiklah..jika demikian maumu, lalu apa ada hal lain ?"
"begini pangcu..saya hendak menikah di desa Gui-meng."
"apakah dengan putri gubernur itu ?"
"benar pangcu, jadi saya hendak menjual rumah saya dan
membeli rumah disana dan tanah untuk digarap."
"kepada siapa hendak kamu tawarkan rumahmu itu ?"
"saya akan coba tawarkan kepada teman-teman."
"begini saja berapa kamu beli kemarin rumahmu itu ?"
"saya beli dua tail emas." Jawab Han-bong.
"baik..rumahmu biar saya yang ganti dengan dua tail emas."
sahut Gao-tang "terimakasih pangcu."
"ya.,..lalu kapan engkau akan menikah ?"
"sepulang dari sini, kami akan menikah."
"kalau begitu, karena pengiriman dengan dua rute akan


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berangkat minggu depan, sebaiknya kita mengurus
pernikahanmu." ujar Gao-tang
34 Hati Han-bong sangat bersyukur atas kebaikan semua orangorang dekatnya, keesokan harinya rombongan hek-tiauw
berangkat kedesa Gui-meng, semua biaya pernikahan
ditanggung oleh Guo-tang, pesta sederhana dan meriahpun
dilangsungkan, betapa bahagianya dua sejoli yang dalam
asuhan orang-orang dekat yang peduli dengan mereka.
"Jiang-bao memberi hadiah berupa beberapa gulung kain
pakaian disamping angpao, Lo-liang memberi peralatan dapur
berupa piring dan alat memasak disamping angpao, Liang-gan
berupa dua buah cangkul cap ayam dan bibit jagung, Li-sin
meberikan ranjang disamping angpao, dan seluruh rekannya
yang jumlahnya ratusan memberi kado pernikahan, penduduk
desa dengan meriah menyambut warga baru itu dan ikut turun
memeriahkan pernikahan tersebut, hal ini karena dipihak Hanbong ada Gui-shinse, orang yang dituakan dan dihormati.
Malam pengantin dua sejoli itu masih mamakai rumah Guishinse, rasa bahagia tidak terlukiskan meluap hangat, rasa
syukur yang tidak terperikan kedua pengantin bergumul dalam
ayunan cinta yang terbakar birahi.
"saudara-saudara ini demikian peduli dengan kita Han-ko." ujar
Eng-lin setelah mereka mengaso dari puncak kenikmatan yang
mereka rasakan untuk yang ketiga kalinya.
"benar Lin-moi, kita mungkin tidak akan sanggup membalasnya,
semoga Thian membalas kebaikan mereka dengan balasan
yang berlipat ganda." pinta Han-bong sambil memjamkan mata
Selama dua hari hek-tiauw mengurus Han-bong dan istrinya,
mereka berpisah dirumah baru Han-bong, bahkan Gao-tang
menitipkan keluarga han-bong pada cao-cungcu dan Guishinse, setelah selesai makan pesta syukuran masuk rumah
baru. Hek-tiuaw pun kembali, dan para tetanggapun pulang,
35 tinggal suami istri itu saling pandang dalam isyarat cinta dan
sayang, keduaya berpelukan dengan luapan rasa bahagia.
Dua bulan kemudian, rombongan Hek-tiauw yang hendak ke
Datong lewat, mereka istirahat sebentar sambil menunggu Hanbong berkemas, kemudian Han-bong-pun meninggalkan
istrinya yang cacat dengan seorang pelayan yang digaji oleh
Han-bong, selama dua bulan itu Han-bong sudah
menyelesaikan garapannya dan telah menenam bibit jagung
dari Liang-gan, bahkan selama dua bulan uang sisa pembelian
rumah dan tanah masih ada disamping angpao yang banyak
dari rekan-rekannya, jika diperkirakan, empat bulan suami istri
itu makan dan minum saja tanpa kerja serta menggaji seorang
pelayan, masih teratasi dengan uang tersebut, tapi Han-bong
bukan type lelaki yang malas, ia adalah pemuda tempaan oleh
derita dan kerja keras, hanya seminggu ia berleha-leha dirumah
bermanja dengan istrinya, setelah itu ia sudah mulai
menggarap tanah miliknya dengan telaten dan semangat
membaja, hingga ketika rombongan Hek-tiuaw sampai
didesanya, ia pun sudah berani meninggalkan istrinya untuk
mengawal barang ke Datong.
Ouw-eng-lin juga memahami suami yang menjadi pilihannya,
pertarungan hidup yang keras akan ia hadapi, hidup kedepan
bukan lagi jalan bertabur bunga, kekayaan dan kesenangan
milik orang tuanya sudah tidak termasuk dalam hitungannya,
kesenangan dan kekayaan itu adalah masa lalunya, dia tidak
merasa sungkan untuk meninggalkan itu semua karena
keyakinan cinta yang ia miliki.
Sesampai di kota Datong, setelah semua barang bawaan
diturunkan, dan seminggu lagi mereka akan bertolak kembali ke
36 Chongqing, Han-bong mengambil kesempatan itu untuk pergi
ke Suii-kok "LI-twako"karena seminggu lagi kita akan bertolak, aku masih
punya kesempatan untuk pergi kesui-kok."
"ada apa di sui-kok Bong-te ?"
"menurut Gui-sinshe, istri saya akan pulih kembali jika saya
mendapatkan darah katak merah, dan berkebetulan dua hari
lagi bulan purnama maka saya akan kesana untuk mencari
katak tersebut." "ooh..kalau begitu berangkatlah." sahut Li-sin, lalu han-bong
pun meninggalkan kantor hek-tiauw.
Selama sehari semalam perjalanan Han-bong sampai di Suikok, lembah itu berupa rawa yang besar, dan di pinggir rawa
tumbuh rumpun semak yang tebal, sementara ditengah ada
beberapa bunga teratai yang besar, Han-bong duduk dengan
sabar menunggu malam, ketika malam tiba suara binatang
malam pun terdengar bersahut-sahutan, dan tidak lama rawa
itupun terang oleh sinar rembulan, Han-bong dengan awas
melihat pergerakan kodok yang melompat, dia bersiap untuk
menangkap, namun kodok itu hanya diam ditengah rawa.
Kodok-kodok itu berkumpul diatas sebuah daun teratai yang
lebar dan menengadah ketas sambil mengeluarkan suara
"krook"krookk"krookkk?" Han-bong coba turun kerawa, tapi
sampai lehernya kakinya belum menginjak dasar walhal itu
dipinggir, Han-bong memberanikan diri berenang ketengah
dengan pelan, untuk tidak mengusiik katak merah, rasa dingin
yang menyergap tubuhnya tidak ia pedulikan, dengan hati-hati
ia terus bergerak ketengah, ketika sudah dekat tangannya
hendak menangkap kodok, namun dengan reflek kodok itu
melompat kedalam air dan melarikan diri.
37 Han-bong bertahan didalam rawa menunggu kemungkinan
katak-katak itu muncul kembali, hampir tiga jam Han-bong
berada didalam rawa yang dingin, dan penantiannyapun
membuahkan hasil dua ekor katak melompat ke atas daun
teratai, Han-bong dengan pelan menyelam kebawah daun
teratai, dengan untung-untungan ia menagkap katak itu dari
bawah, dan usahanya berhasil, kedua katak itu ia dapatkan
dalam genggaman kedua tangannya, sambil terus memegang
kedua katak itu, Han-bong kembali berenang ketepi rawa.
Sesampai ditepi, dia berusaha naik dengan merayap dengan
kedua sikunya, karena kedua tangannya terus memegang dua
ekor katak, dan dengan senyum dia terlentang menghadap
langit yang penuh bintang dan cemerlangnya senyum dewi
malam, lalu ia duduk dan memasukkan dua ekor katak itu pada
keranjang ikan yang ia persiapkan dari kota Datong, kemudian
ia pun segera meninggalkan lembah, namun baru sepuluh
langkah "aduh.." han-bong menjerit, kakinya disengat sesuatu, namun ia
tidak melihat binatang yang menggigitnya, namun rasanya
sanagat sakit, Han-bong terpaksa kembali ketepi rawa dan
mengurut-urut kakinya, jantungnya berdegup keras, dia
mencoba mengatur nafasnya, dengan kegigihannya ia
mencoba mengosongkan pikirannya, ia rasakan dinginnya
tanah dan dari bajunya yang basah, ia pejamkan mata sambil
mengatur nafasnya, ia pasrah pada keadaannya, hal itu ia
lakukan sampai ia tertidur pulas.
Keesokan harinya ia bangun, dan kakinya sudah bengkak dan
yang digigit tepat pada perut telapak kakinya, dia melihat bekas
gigitan, dan dari bekas gigitan, binatang yang menggigitnya
adalah kalajengking, Han-bong berdiri dan dengan mengambil
38 sebatang bambu ia meninggalkan lembah, dengan tertatih-tatih
ia menyeret langkahnya menuju kota Datong, untungnya
setelah seharian berjalan, sebuah gerobak yang ditarik sapi
lewat, Han-bong-pun menumpang diatas gerobak yang berisi
tumpukan rumput untuk makanan kuda.
Sesampai dikota, teman-temannya memanggil tabib, dan dua
hari kemudian Han-bong sembuh.
"bagaimana Bong-te, apa kamu sudah sembuh benar ?" tanya
Li-sin "sudah twako.., kita sudah bisa berangkat."
"baik malam ini kita masukkan barang kiriman dan pagi-pagi
sekali kita berangkat." ujar Li-sin, semunya mengangguk dan
langsung bekerja memasukkan barang kiriman kedalam kereta,
dan keesokan harinya merekapun berangkat.
Dua minggu kemudian rombongan sampai didesa Han-bong,
rombongan istirahat sebentar di rumah mungil Han-bong, Englin demikian gembira menyambut suaminya tercinta beserta
teman-temannya, setelah rombongan meninggalkan rumahnya
"Lin-moi aku sudah mendapatkan katak merah yang dikatakan
Gui-shinse, jadi siang ini kita ketempat shinse." ujar Han-bong
dengan gembira. "benarkah Han-ko " kalau begitu marilah kita kesana." sahut
Eng-lin dengan muka cerah, lalu keduanya pergi kerumah Guishinse.
"kakek"katak merah telah saya dapatkan." Ujar Han-bong
sambil menyerahkan keranjang ikan yang diikatkannya di
pinggang "oh-ya"kalau begitu baguslah." sahut Gui-shinse sambil
menerima keranjang tersebut dan membuka untuk melihat
39 isinya, dua katak ekor katak mereha melompat-lompat dalam
keranjang, GUi-sinse tersenyum
"sekarang kalian pulanglah, dan aku akan menggodok darah
katak ini dan besok saya akan kerumah kalian untuk mengobati
istrimu." "baiklah kakek, sekarang kami permisi dulu." sahut Han-bong,
lalu merekapun kembali kerumah.
Keesokan harinya Gui-shinse datang dan mengobati lutut Englin, lutut Eng-lin dilamuru cairan berwarna merah, kemudian
lutut itu dibungkus dengan daun yang dijerang sebelumnya
diatas panas api, aromanya sangat harum.
"tiga kali ramuan obat ini dioleskan istrimu akan sembuh, jadi itu
artinya seminggu bong-ji, bisakah kamu lakukan dua kali lagi ?"
"bisa kakek..saya akan mengoleskannya sekali dalam dua hari."
jawab Han-bong "baiklah kalau begitu, jadi kakek bisa pulang sekarang, oh-ya
istrimu jangan lagi bekerja terlalu berat, karena ia sedang
hamil." ujar Gui-shinse sambil tersenyum, mendengar itu
alangkah bahagianya sejoli itu, setelah Gui-shinse pergi
keduanya saling peluk, Lin-moi sebentar lagi kita akan punya
anak." bisik Han-bong dengan mata berkaca-kaca, Eng-lin juga
merasa bahagia dan jadi menangis ketika melihat mata
suaminya berkaca-kaca. Saat Umur kandungan sudah delapan bulan, Han-bong
melakukan pengawalan kiriman lagi, dan diawal mereka
sedang istirahat di padang kelinci, setelah cukup istirahat,
merekapun melanjutkan perjalanan, dan seminggu kemudian
rombongan hek-tiuaw sampai di desa Gui-meng tempat
kediaman Han-bong, rombongan sebagaimana biasa istirahat
dirumah Han-bong 40 "Li-twako silhkan tehnya diminum, dan ada jagung rebus hasil
panen kedua dari kebun." ujar Eng-lin ramah, rombongan itu
pun menikmati jagung rebus serta teh hangat,
"Lin-moi, kapan akan melahirkan ?"
"tinggal menunggu hari twako."
"Han-bong akan libur untuk menunggu kelahiran anaknya."
"terimaksih twako, jadi saya akan merasa lebih kuat."
"benar..lin-moi, baiklah kami akan segera berangkat, jaga baikbaik istrimu Bong-te, hal izinmu pada Gao-twako, akan saya
sampaikan." "baik dan terimakasih twako." sahut Han-bong.
Seminggu kemudian Ouw-eng-lin melahirkan anak laki-laki
yang sehat dan montok, lengkaplah sudah kebahagiaan
pasangan yang saling mencinta itu, Han-bong memberi nama
pada anaknya dengan nama Han-hung-fei, Han-bong dengan
telaten dan gigih menghidupi keluarganya, jika ia tidak
mengawal pengiriman ia menggarap kebun dan sawahnya, dan
usaha itu selama empat tahun kemudian telah menjadikan Hanbong orang yang sukses, tanahnya sedikit demi sedikit
bertambah, dan tabungan mereka terus bertambah.
Namun setahun kemudian, surga dunia itu lenyap, disebabkan
pemberontakan turpan kuning dibawah pimpinan Wang-mang
berhasil menggulingkan Han-ru-zi yang bergelar kaisar Liu-ying
yang banyak kelemahan (9-23 M), peralihan dari dinasti Hanke dinasti Xin membuat rakyat terlunta-lunta, banyak terjadi
pembersihan dikota-kota dan desa, dan keadaan diperburuk
oleh para rampok dan kalangan kangowu yang berlebel hek-to
untuk meraup keuntungan ditengah ketidak berdayaan rakyat
jelata. 41 Banyak desa dibakar, dan termasuk desa Gui-meng,
segerombolan perampok yang menamakan dirinya "coa-kiangsan-ong" (perampok sungai ular) membumi hanguskan desa
Gui-meng "hahaha..hahaha"jarah semua yang ada !" teriak pimpinan
berbadan kekar dan berkepala botak plotos, anak buahnya
memasuki tiap rumah, jerit histeris dan gelak tawa para
perampok bercambur baur ditengah malam terang oleh sinar
rembulan, sebagian anak buah perampok menyulut api
sehingga warga makin takut dan panik.
"Jiang-bouw pimpinan rampok memasuki rumah Han-bong,
Han-bong dengan pedang ditangan sipa mempertahan harta
dan keluarganya "hahaha..hahaha ternyata ada juga yang punya nyali, heh"!
apa kamu mau melawan !?"
ujar Jiang-bouw dengam tawa jumawa
"enyah kalian dari rumahku !" sahut Han-bong sambil
memasang kuda-kuda."
"serang"!" teriak Jiang-bouw, enam anak buahnya menerjang
Han-bong, Han-bong dengan sekuat tenaga melawan
keroyokan perampok, sementara Ouw-eng-lin dan putranya
Han-hung-fei bersembunyi dalam kamar.
Han-bong bertarung dengan gigih, sebegai piauwsu ia
menguasai teknik bela diri, dua orang perampok telah tewas
diujung pedang Han-bong, namun tubuhnya juga sudah kian
melemah dengan banyaknya darah yang keluar dari luka-luka
sabetan senjata perampok, dua orang perampok tiba-tiba
membakar rumahnya, dengan mengerahkan tenaga terakhir
Han-bong terus melakukan perlawanan dengan gigih ditengah
api yang menyala membakar rumahnya, seorang perampok lagi
42 tewas dibacok Han-bong, namun tiga senjata para perampok
membacok dan menusuk tubuhnya.
Han-bong pun tewas, sementara api makin berkobat membakar
rumah Han-bong, Ouw-eng-lin yang berada diadalam kamar
makin panic karena jilatan api sudah membakar dinding kamar
dan atap "brak" dua perampok menendang pintu kamar, Ouw-eng-lin
menggendong anaknya keluar dari jendela,
"ibu".!" teriak Hang-hung-fei karena ia terjatuh dari gendongan
ibunya dan menggelinding keparit
"lari"feng-ji..cepat lari nak"!" perintah Eng-lin sambil
berusaha melepaskan bajunya yang tersangkut pada gerendel
jendela, namun usaha itu tidak sempat karena kedua perampok
sudah memeganginya dari belakang
"lepaskan..!" teriak Eng-lin berbalik dan mencakar muka


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang perampok "aduhhh.." jerit perampok itu kesakitan, lalu dengan amarah
meluap karena muka berdarah bekas cakaran
"plak..plak?" perampok itu mengayun tangannya menampar
muka Ouw-eng-lin, dan denagn nekat Ouw-eng-lin menjerit
histeris menerjang dan kembali mencakar muka perampok,
bahkan Ouw-eng-lin dapat menjambak rambut perampok,
perampok itu makin marah karena kesakitan
"tuk"mampus kamu perempuan tengik !" rampok memukul
kepala Ouw-eng-lin dengan gagang pedang, Eng-lin merasa
dunia berputar, kepalanya rasanya pening dan sangat sakit,
namun dia harus melawan, lalu sekali lagi dengan nekat ia
menerkam rampok yang memukulnya, rampok itu tidak
menduga akan senekat itu perlawanan Eng-lin, lakasana lintah
tubuh Eng-lin melekat pada tubuh si rampok dan giginya yang
43 tajam menancap dileher si rampok, si rampok menjerit-jerit
kesakitan sehingga mereka berguling-guling dilantai, sementara
kamar itu makin panas oleh nyala api, si rampok berusaha
melepasakan diri, namun Eng-lin tidak mau melepaskan
cakarannya pada punggung dan gigitan yang sudah merobek
leher si rampok "crak".mati kau !" teriak temannya dengan bringas sambil
membacok punggung Eng-lin hingga hampir terbelah. Eng-lin
tewas seketika dengan simbah darah yang memancur,
sirampok juga naas, karena sebelum ia bangkit dari bawah
tubuh eng-lin, atap rumah ambruk, bara api dan tiang rumah
menimpa keduanya, dan perampok yang satunya lagi setelah
membaacok ia berlari kearah jendela yang juga sudah dipenuhi
api, dengan ragu ia melompat keluar, tapi bersamaan dengan
itu, dinding kamar dan atap jatuh menimpanya, ia menjerit-jerit
dibakar sijago merah, sementara Eng-lin dan rampok yang
satunya sudah gosong menghitam.
Hang-hung-fei menangis dibalik semak menyaksikan rumah
mereka yang terbakar "ayah"ibu"ayah".ibu?"." panggilnya lirih pada ayah ibunya
yang tidak akan pernah muncul dari kobaran api, setelah
banyak mendapatkan harta jarahan, Jiang-bouw dan anak
buahnya meninggalkan kota Gui-meng, bau daging terbakar
merebak didalam kampung, mayat-mayat juga banyak yang
bergelimpangan dijalanan.
Keesokan harinya kampung Guimeng hanya tinggal tumpukan
bekas kebakaran, Han-hung-fei keluar dari semak, perutnya
terasa lapar, lalu ia berlari dan mengitari kampung untuk
mencari sesuatu yang dapat dimakan, namun sampai sejauh itu
44 tidak ada pun sesuatu yang dapat dimakannya, kemudian
dengan langkah lunglai ia keluar desa, dan ketika hari hampir
siang, Hung-fei tidak kuasa lagi sehingga dia pun terguling
saking lemasnya, matanya nanar menatap langit yang tiba-tiba
gelap, ternyata langit mendung.
Tidak lama kemudian hujan lebat pun turun, Hung-fei membuka
mulutnya dan merasakan sejuknya air hujan membasahi
rongga mulutnya, tenggerokannyapun basah, setelah menelan
air hujan, setelah tiga kali teguk tenaganya pun mulai bangkit,
namun Hung-fei tetap dengan posisinya, dan saat ia mulai
kedinginan, barulah I bangkit dan merangkak ke bawah sebuah
pohon, dia bersandar sambil memeluk lututnya, rasa laparnya
kian membuat perutnya perih, lalu dengan segenap kekuatan
yang ada Han-hung-fei merangkak masuk kedalam hutan,
sehingga ia sampai di diperkebunan warga, dan kebun mereka
juga berada ditempat itu.
Han-hung-fei mencoba berdiri dan membawa langkahnya
kekebun ayah ibunya, barisan tanaman jagung berjejer, namun
belum mempunyai tongkol jagung, dan dibagian samping
tanaman jagung, ayahnya juga menanam kacang tanah, Hanhung-fei melihat barisan tanaman kacang segera mencabut dan
kacang tanah dan dengan lahap Han-hung-fei memakan
kacang tanah mentah, nikmat dan manis rasanya, akhirnya
Hung-fei merasa kenyang dan puas setelah meminum air yang
ada di sekitar kebun itu.
Han-hung-fei kembali ke jalan besar dengan berbuka baju,
karena bajunya dibuat untuk membungkus kacang tanah,
sesampai dijalan besar, Hung-fei berlari menyusuri jalan yang
becek dan berlumpur karena guyuran hujan, Hung-feng menuju
45 kota chongqing, kadang kalau ia kecapean ia istirahat dan
makan kacang tanah yang dipersiapkannya, akhirnya hung-fei
sampai digerbang kota chongqing saat fajar keesokan harinya.
Ketika gerbang kota dibuka hung-fei langsung memasuki kota
dengan langkah kecilnya, kota masih dalam keadaan sepi,
namun disekitar taman kota para tentara banyak yang sedang
mengadakan patroli, dibeberapa bagian kota banyak
bangunan-bangunan yang runtuh, setelah agak siang aktivitas
kotapun mulai terasa, para pedagang jalanan membuka
dagangannya, toko dan likoan pun sudah banyak yang buka.
Han-hung-fei dengan menelan liur melihat seorang pedagang
gorengan sedang menggoreng tahu, beberapa ibu-ibu sedang
berdiri menunggu pesanan gorengan, setelah ibu-ibu itu pergi
pedagang itu memperhatikan anak kecil yang duduk disamping
gerobakknya "eh" kamu kenapa disini " ibu mu mana ?" tanya si pedagang
sambil mencari-cari mana tahu ada ibu yang panic kehilangan
anak "saya tidak bersama ibu saya paman."
"lalu kamu disini dengan siapa " dimana rumahmu ?"
"aku sendirian, dan aku dari luar kota."
"eh".kamu lari dari rumah ya !?"
"bukan paman"ayah ibuku sudah meninggal karena rumah
kami terbakar, dan rumah kami juga ludes terbakar."
"kasihan kamu nak, siapa namammu ?"
"namaku Han-hung-fei, dan aku sangat lapar paman, bolehkan
aku minta gorengan ?"
"baik nah".makanlah dua goring tahu ini."
"terimakasih paman.." sahut Han-hung-fei sambil memakan
46 tahu goring. "sudah berapa lama kamu di kota ini ?"
"saya baru datang pagi tadi."
"oh"lalu kenapa kamu datang kesini, bukankah lebih baik
kamu tinggal didesa, dan para tetangga kamu dapat membantu
dan mengurusmu." "desa kamu juga terbakar paman, dan banyak orang yang
meninggal." "hah"apakah desa kamu diserang penjahat !?"
"ia paman"aku dan ibu sembunyi dikamar saat orang-orang itu
datang, lalu api membakar rumah kami."
"wah"sengsara betul nasibmu fei-ji, sebaiknya kamu ikut
paman, mengupas pisang kamu bisa kan ?"
"bisa paman, terimakasih paman."
"ya..sekarang kupaslah pisang itu dan letakkan di nampan ini."
ujar sipedagang, sipedagang itu bernama Wan-keng, dia
tinggal di belakang pasar sayur bersama istri dan dua orang
anaknya. Wan-keng dan Han-hung-fei berjualan sampai sore hari,
setelah hari sore, merekapun berkemas untuk menutup jualan,
sete semua peralatan dimasukkan kedalam gerobak, gerobak
itupun dodorong dari tempat itu dan kembali kerumah,
sesampai dirumah wan-keng, gerobak di sorong kesamping
rumah, dan merekapun masuk kedalam rumah yang tergolong
kecil, istri wan-keng menyambut suaminya sambil
menggendong anaknya yang masih berumur tiga bulan.
"siapa anak ini keng-ko ?" tanya Wan-hujin heran
"anak ini dari luar kota, malang nasibnya desanya dibumi
hanguskan penjahat."
47 "lalu kenapa kamu bawa kesini ?" tanya istrinya dengan nada
suara sedikit dipelankan "fei-ji..kamu pergilah mandi dulu, dibelakang ada sumur." ujar
Wan-keng, Hung-fei segera pergi kesumur dibelakang rumah,
setelah hung-fei pergi, Wan-keng menatap istrinya
"aku merasa kasihan padanya, sekecil itu akan menghadapi
kerasnya kehidupan kota, aku takut dia akan terlunta-lunta di
kota ini." "koko ini bagaimana " untuk empat mulut saja kita sudah
kalang kabut, kini ditambah satu mulut lagi." Sahut istrinya tidak
senang "sui-moi"berperasaanlah sedikit, bayangkan jika kita yang
ditimpa kemalangan seperti orang tua anak itu, dan anak kita
yang umur empat tahun lari tunggang langgang
menyelamatkan diri dari ancaman penjahat, dan kemudian
terdampar seorang diri ditempat yang tidak ia kenal."
"ah..kamu ini tidak punya perhitungan, dan hanya
mendahulukan perasaan." sahut istrinya sambil pergi kekamar
untuk menyusukan anaknya, sementara anak sulungnya
bangun dan mendapatkan ayahnya
"ayah pulang?" serunya sambil melangkah mendekati ayahnya
"benar Lin-ji, ayah sudah pulang, kamu sudah mandi ?"
"aku demam ayah sehingga ibu hanya melap badanku."
"oh..kamu sakit nak, sini ayah rasa dulu bagaimana sekarang."
ujar Wan-keng sambil berdiri dan meraba kening anaknya
"sudah minum obat Lin-ji ?" tanya Wan-keng,
"sudah ayah." jawab Wan-lin, saat itu Han-hung-fei muncul
"Lin-ji".ini adalah hang-hung-fei." Ujar Wan-keng pada putrinya
yang berumur tiga tahun. 48 "Fei-ji ini putri paman namanya Wan-lin, nah sekarang lin-ji ajak
fei-ko untuk duduk disini, ayah mau mandi dulu."
"baik ayah"fei-ko sinilah duduk, aku ada mainan baru
dibelikan ayah kemarin." ujar Wan-lin sambil mengambil
mainannya dibawah meja, hung-fei duduk disamping Wan-lin,
keduanyapun bermain bunga terbang yang, dimana sebuah lidi
diujungnya ada bunga kertas, dan jika tali ditarik lidi berkepala
bunga itu terbang dan berputar
"lin-lin..! jangan terlalu rebut, adikmu tidak bisa tidur?" seru
ibunya dari dalam kamar "sebaiknya kita mainnya diluar lin-moi, supaya tidak
mengganggu adikmu yang sedang tidur." ujar Hung-fei, wan-lin
mengangguk, lalu keduanya keluar dan bermain dihalaman.
Tapi baru dua kali mereka bergantian merotar lidi
"lin..lin"kamu itu sakit"kenapa keluar !?" bentak ibunya
"ada apa ini ?" tanya Wan-keng yang tiba-tiba muncul
"lin-lin sedang sakit, malah diajak main keluar rumah."
"sudah, Lin-ji mainnya dilanjut besok yah, mari masuk..!"
"maaf paman"aku tidak tahu kalau Lin-moi sakit."
"ah..tidak apa-apa, tadi paman lupa mengasih tahu bahwa linlin demam." sahut Wan-keng bijak, lalu merekapun makan
malam, setelah selesai makan malam
"sui-moi ! aku kerumah pek-gui dulu untuk mengambil pisang."
"ya"jangan lama-lama koko"!"
"ya..aku hanya sebentar saja." sahut Wan-keng, kemudian
Wan-keng keluar dari rumahnya, yang-sui istri Wan-keng yang
tidak begitu senang melihat kehadiran Han-hung-fei tidak
mengacuhkannya, Wan-lin disuruhnya cepat tidur, dan dia pun
mengunci diri dikamar bersama putranya, tinggallah Han-hungfei diruang tengah sendirian, Han-hung-fei memaklumi Wan-lin
49 cepat tidur karena demam, bosan didalam rumah hang-hung-fei
keluar dan duduk diatas batu sambil merenungi nasibnya.
Fei-ji" kenapa diluar ?" tanya Wan-keng yang muncul dengan
memikul dua tandan pisang
"aku hanya cari angin, dan disini sejuk paman".."
"baik kalau begitu sini Bantu paman, malam kita cuci peralatan
untuk besok, sehingga pagi-pagi sekali kita sudah siap
berangkat." "baik paman?" sahut Hung-fei dengan penuh semangat, lalu
keduanya mengeluarkan peralantan dari gerobak, dan
membawa ke belakang untuk dicuci.
Setelah selesai lalu Wang-fei mengajak Hung-fei untuk
mencacah kol, sementara dia membuat adonan untuk pastel
goreng, disetiap cetakan pastel dimasukkan mie putih yang
sudah dimasak istrinya tadi sore, setelah itu keduanya istirahat
sebentar diteras rumah "bagaimana Fei-ji, apa kamu merasa baik-baik disini ?" tanya
Wan-keng "aku senang berada disini paman, dan senang dapat
membantu paman" "baguslah kalau begitu, dan sekarang kita haraus tidur." sahut
Wan-keng, lalu keduanya masuk kedalam
"kamu tidurlah disini, sebentar paman akan ambil kain selimut."
ujar Wan-keng sambil menggeser kursi, kemudian ia masuk
kedalam kamar untuk mengambilkan kain untuk selimut Hungfei, tidak lama keluatga itu pun tidur.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hung-fei sudah bangun,
kenyataan pahit yang ia alami cepat membentu watak anak ini,
ia tahu diri bahwa ia harus membantu paman yang baik dan
50 rela menampungnya. "kamu sudah bangun Fei-ji ?"
"sudah paman, apakah kita akan berangkat kepasar ?"
"benar, kita sarapannya dipasar saja, mari..!" ujar Wan-keng,
lalu keduanya keluar dan mendorong gerobak.
Sesampai ditempat dimana Wan-keng berjualan, keduanya
membuka gerobak. "Fei-ji, kamu kupas pisang dulu, sementara paman mau
keseberang jalan untuk mengambil tahu."
"baiklah paman?" sahut Hung-fei dan kemudian dengan
cekatan ia pun mengupas pisang, tidak lama kemudian Wankeng datang dengan membawa nampan berisi tahu, lalu Wankeng mulai menggoreng pastel, selesai goreng pastel lalu
menggoreng pisang, sambil menggoreng Wan-keng memotongmotong tahu, setelah goring pisang masak, baru Wan-keng
menggoreng tahu, dan tidak lama kemudian pelanggannya
sudah banyak yang datang.
Han-hung-fei membantu membungkusi gorengan yang dipilih
pelanggan, hari itu pelanggan cukup cepat dilayani, karena
Wan-keng hanya tinggal menggoreng, sementara hung-fei
sambil mengkupas pisang dapat membantu membungkuskan
pesanan pelanggan, sore hari kembali dagangan ditutup dan
keduanya pulang kerumah dengan untung yang lumayan pada
hari itu, ketika melewati toko beras yang belum tutup Wan-keng
membeli sekarung beras dan tepung.
Hari-hari demi hari dijalani, bulan berganti bulan, dan waktu pun
berjalan sudah dua tahun, dagangan Wan-keng semakin maju,
dia sudah dapat menyewa satu kios kecil sehingga ia dengan
hung-fei tidak perlu lagi mendorong gerobak dan membawa
51

Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulang pergi peralatan, peralatan sudah bisa disimpan didalam
kios, bahkan tungku besar dan wajan besar sudah dimilki oleh
Wan-keng, sehingga dengan wajan yang besar Wan-keng
dapat menggoreng banyak dan juga cepat karena apinya besar
dengan bahan bakar kayu api, pelanggannya bertambah
banyak dan dapat dilayani dengan baik.
Han-hung-fei yang sudah tujuh tahun makin cekatan dan mahir
melayani para pelanggan, dan juga keduanya tidak perlu
pulang waktu sore, karena disamping rumahnya juga dekat
dengan pasar, mereka sudah biasa mengerjakan segala
sesuatunya didalam kios, baik membuat adonan pastel,
memasak mie-putih, mencacah kol dan bumbu lainnya, setelah
semua selesai, kios ditutup dan merekapun kembali kerumah,
dirumah keadaan mereka juga sedikit mapan, karena dalam
jangka dua tahun itu rumah kecil Wan-keng sudah ditambah
sebuah kamar dan dapurnya juga diperbesar.
Yang-sui sudah dapat menerima kehadiran Han-hung-fei
setelah setahun kemudian, karena apa yang ditakutkannya
ternyata tidak pernah terjadi, bukan kekurangan yang mereka
hadapi dengan kehadiran Hung-fei, tapi malahan usaha
suaminya sukses dan makin maju, sehingga dapat membeli
kios dipasar yang berdekatan dengan rumah mereka, dan juga
dapat memperbaiki keadaan rumah, Wan-lin semakin akrab
dengan Han-hung-fei yang merupakan kakak angkat baginya
dan adiknya Wan-beng, keduanya sama belajar membaca dan
menulis dibawah pengawasan Wan-hujin, Hung-fei cepat mahir
menulis dan membaca, karena selama setahun ia diajari baik
oleh ibunya yang memang berasal dari keluarga terpandang.
52 Dan Tidak terasa setahun lagi sudah berlalu, pagi itu Wan-keng
dan Han-hung-fei berangkat kepasar dan membuka usaha
sebagaimana biasa, namun saat kesibukan pasar berlangsung,
pasukan tentara mengobrak abrik pasar, semua laki-laki
dewasa ditangkapi karena katanya dicurigai sebagai
pemberontak, Wan-keng diciduk dan pedagang-pedagang
lainnya, terjadi kakacauan besar, bahkan para tentara sengaja
membakar pasar, ditengah kekacauan itu Han-hung-fei dapat
menyingkir dan menyelamatkan diri.
Api besar berkobar melalap kios-kios dalam pasar, bahkan
rumah-rumah yang berdekatan pasar tersebut terancam akan
dilalap sijago merah, Hung-fei berlari ke rumah, sesampai
dirumah keluarga-keluarga yang berada dekat pasar panic dan
sibuk mengeluarkan barang-barang untuk diselamatkan, Wanhujin sibuk membungkusi pakaian-pakaian bagus untuk
diselamatkan "mana pamanmu fei-ji !?" tanya Wan-hujin cemas karena
suaminya tidak pulang. "paman dan para pedagang lain ditangkapi tentara dan
membakar pasar." "aduh..jadi bagaimana ini !?" keluh Wan-hujin panik dan
ketakutan. "cepat bawa adikmu lin-lin keluar, dan jaga mereka, bibi akan
segera keluar setelah membungkus pakaian-pakaian ini."
"baik" " sahut Hung-fei, lalu menggendong Wan-beng dan
memegang tangan Wan-lin, ketiganya keluar rumah, dijalaanan
orang berteriak-teriak karena api sudah melalap rumah paling
ujung, bahkan panasnya sudah tidak tertahankan.
53 Han-hung-fei membawa lari kedua adiknya menjauh dari
sengatan api yang panas, ditengah kekacauan itu orang
berserabutan menyelamatkan diri, Wan-hujin segera keluar dari
dalam rumah dengan menggendong buntalan pakaian, tiga
orang sudah terbakar karena tidak sempat keluar dari kurungan
api, wan-hujin lari kejalan besar, namun gang itu sempit
sementara yang didepan takut untuk melewati gapura yang
terbakar, sementara disisi belakang api sudah mulai mendekat,
akhirnya karena panik yang dibelakang mendorong yang
didepan, dan naasnya gapura itu pun ambrol dengan bara api
menyebaar, teriakan dan lolongan histeris terdengar, lima puluh
orang terjebaak terpanggang oleh api, termasuk Wan-hujin
yang malang. Han-hung-fei menunggu bibinya keluar dari kerumunan orang,
namun karena Wan-hujin tidak kunjung muncul, dia berdiri dan
mendekati kerumunan orang, lalu matanya mencari-cari,
seorang tetangga mendekati Wan-lin sambil menagis
menceritakan bahwa Wan-hujin ikut terjebak didalam api.
"ibu"ibu". Jangan tinggalkan kami ibu"!" jerit Wan-lin,
tangisnya membuat para tetangga menitikkan air mata, hampir
tiga jam Wan-lin menangisi ibunya, Han-hung-fei juga
sesugukan melihat adiknya menangis.
Saat para warga sedang menangisi keadaan, segerombolan
tentara muncul, dan laki-laki dewasa dalam kerumunan itu
segera melarikan diri, para tentara mengejar sambil berteriakteriak menyuruh berhenti, Hung-fei membawa Wan-lin dan
Wan-beng ketempat yang lebih aman disebuah gang dekat
Hek-tiauw-piauwkiok yang sudah setahun tidak beroperasi,
karena Gao-tong ditangkap dan dituduh sebagai pemberontak,
para piauwsu juga ditangkapi oleh tentara.
54 Wan-beng menangis karena lapar, Han-hung-fei memasuki
piauwkiok dan mengetuk pintu, seorang perempuan tua
membuka pintu "kalian ini siapa ?" tanya perempuan itu, dia adalah Gao-hujin,
sejak penangkapan suaminya, kedua putranya juga ikut
ditangkap bahkan seluruh anak buah suaminya sebagian
tertangkap dan sebagian melarikan diri, hingga hanya dia yang
tinggal didalam rumah besar itu.
"nenek saya Han-hung-fei dan ini kedua adik saya Wan-lin dan
Wan-beng, kami sejak tadi pagi belum makan, adiknya saya
menangis karena lapar."
"baik"masuklah nak"." ujar Gao-hujin, kemudian Gao-hujin
menyiapkan makanan untuk tiga anak tersebut, ketiganya
makan dengan lahap. "kalian darimana ?" tanya Gao-hujin
"kami dari dekat sini nek, rumah kami di belakang pasar."
"apakah rumah kalian ikut terbakar ?"
"benar nek, dan ibu saya juga ikut terbakar." sela Wan-lin
"ah..malangnya, lalu ayahmu dimana ?"
"paman ditangkap tentara tadi pagi nek." sahut Han-hung-fei
"kalau begitu tinggallah disini untuk sementara, dan tentunya
kalian sangat lelah, jadi pergilah mandi dan setelah itu
istirahatlah." "baik nenek dan terimakasih" sahut Hung-fei, lalu merekapun
dibawa Gao-hujin untuk membersihkan diri.
"kalian tidurlah dikamar ini !" ujar Gao-hujin sambil membuka
kamar tamu yang ada dalam rumahnya, kamar itu sangat besar
dan ranjangnya ada tiga, Hung-fei meletakkan Wan-beng diatas
ranjang empuk, tidak lama ketiganya tertidur dengan pulas,
malam itu sangat mencekam, bau daging terbakar dari korban
55 kebakaran sangat menyengat, diatas rumah Gao-hujin ada
empat bayangan sedang mengendap-endap, mereka membuka
paksa jendela rumah, dan kemudian mereka masuk
"barang berharga itu dikamar paling belakang." bisik salah
seorang dari mereka yang bertubuh kurus dan mukanya
lonjong seperti kuda, lalu mereka dengan hati-hati mendekati
kamar paling belakang, dan kamar itu disamping kamar Gaohujin, lalu pintu kamar dicongkel, setelah terbuka mereka
memasuki kamar dan memang didalam kamar banyak benda
berupa giok dan guci antic dipajang, bahkan lukisan pun
banyak, benda-benda itu bukan milik Hek-tiuaw-piuawkiok,
benda dikamar itu adalah berang-barang yang hendak dikirim,
namun tidak jadi sejak tertangkapnya Gao-tong, dan yang
empunya barang pun tidak datang karena kekacauan dan
maraknya tuduhan pemberontakan, bahkan mungkin yang
empunya sudah tertangkap atau melarikan diri keluar kota
chongqing. Empat pencuri itu membungkus barang-barang antic tersebut,
namun ketika hendak keluar Gao-hujin memergoki mereka,
"heh..pencuri"..pencuri".buk"aghkk?" teriak gao-hujin,
namun tiba-tiba jeritan itu terputus karena dadanya dipukul
seorang pencuri, Gao-hujin terjungkal pingsan
"apakah dia mati ?" tanya rekannya
"biar saja mampus, ayok kita cepat keluar." sahut pencuri yang
memukuk Gao-hujin, empat pencuri itu keluar rumah dan
melarikan diri. Keesokan harinya Hung-fei bangun, dan terkejut melihat gaohujin tergeletak pingsan
"nenek..nenek" kamu kenapa ?" ujar Hung-fei sambil
56 menggoyang tubuh gao-hujin, gao-hujin membuka matanya
dengan desahan nafas berat
"ah"rumah dimasuki pencuri Fei-ji ." sahut gao-hujin
"ah..aduh".dadaku sakit sekali." keluhnya lirih
"mari aku papah nek, kekamarmu ." ujar Hung-fei, lalu dengan
tertatih-tatih Hung-fei membawa dan membaringkan Gao-hujin
dikamarnya. "sebentar nek, aku ambilkan air minum untuk melegakan rasa
sakit." ujar Hung-fei, lalu hung-fei keluar kamar dan menuju
dapur, ketika ia membawa sepoci air dan cangkir Wan-lin sudah
berada dikamar Gap-hujin "minumlah nek.." ujar Hung-fei memberikan secangkir the
"apa yang diambil pencuri itu nek " tanya Wan-lin
"tidak tahu, mungkin barang-barang yang ada didalam kamar
belakang." Jawan Gao-hujin
"sudahlah, kita biarkan nenek istirahat dan Bantu saya untuk
memasak nasi." sela Hung-fei pada wan-lin, wan-lin
mengangguk dan keduanya keluar dan memasak makanan
didapur. "sekarang bawalah makanan ini kekamar nenek, dan saya
hendak mandi bersama beng-te." ujar Hung-fei, lalu hung-fei
masuk kekamar tamu, dan beng-te masih pulas
"beng-te".beng-te bangun. mari kita mandi." gugah Hung-fei,
Wab-beng bangun dan duduk, lalu tangannya ditarik oleh hungfei dan merekapun mandi, setelah itu mereka makan pagi, Gaohujin tiba-tiba keluar dari kamar
"Fei-ji?" cobalah pergi kepasar dan belikan ramuan ini pada
Can-sinse," ujar Gao-hujin
"baik nek.." sahut Hung-fei sambil menerima ramuan yang
ditulis gao-hujin. 57 Empat pencuri membuka buntalan yang mereka bawa, dua
patung kuda dan sebuah patung macan yang terbuat dari
kemala berharga, kemudian dua buah guci terbuat dari perak,
lalu rosario yang bijinya terbuat dari kayu cendana, lalu tiga
buah pas bunga yang indah, yang jika di uangkan benda-benda
itu setara dengan lima puluh tail emas, "kita akan ke changcung
untuk menjual benda-benda ini." ujar sipencuri bermuka kuda,
"dan kira-kira apa isi kotak ini yah " tanya rekanya sambil
mengangkat kotak warna hitam
"cepat buka supaya kita lihat isinya." sahut tiga rekannya, lalu
simuka kuda pun membuka kotak dan didalamnya ada sebuah
surat, lalu surat dibuka dan isiinya
"Liu-sicu"bersama ini aku kirimkan patung naga yang
didalamnya tentang rahasia pedang, jadi tolong disimpan di
menara Liu." Bao-kuang "bukankah menara Liu itu ada dikota Lokyang Kam-twako ?"
"benar bu-te, tapi patung naga tidak ada kita dapatkan." sahut
simuka kuda yang bernama Kam-cia
"menurutmu pedang apakah itu Kam-twako ?"
"sepertinya itu pedang pusaka. Cu-te" sahut kam-cia, tiba-tiba
mereka dikejutkan oleh munculnya seorang lelaki bemuka
hitam namun rambutnya yang panjang berwarna putih, entah
bagaimana surat itu sudah berpindah tangan
"dimana surat ini kalian dapatkan !?" tanya orang itu
"ka..ka..kami hanya pencuri cianpwe." sahut kam-cia dengan
tubuh menggigil, demikian juga tiga rekannya, adapun sebab
keempat pencuri itu menggigil saking takutnya, karena yang
mendatangi mereka ini adalah salah satu datuk kosen yang
sangat ditakuti. 58 Saat itu dunia persilatan dikuasai enam dattuk yang diakui
kehebatan dan ketinggian ilmu silatnya, enam datuk tersebut
adalah "pek-mou-hek-kwi" (iblis hiitam rambut putih) yang
sekarang berada didepan mereka, datuk ini menguasai wilayah
timur, kemudian "pak-koai-lo" ( tua gila dari utara) datuk yang
menguasai wilayah utara, "Lam-sin-pek" (petir sakti dari
selatan) menguasai wilayah selatan, coa-tung-mo-kai"
(pengemis iblis tongkat ular) penguasa seluruh kaipang di
empat penjuru, kemudian "see-teng-kui" (siluman terbang dari
barat) dan yang terakhir ?"liang-lo-mo" (setan pengacau sukma)
datuk yang menguasai bajak dan rampok.
"sial plintat-plintut, surat ini kamu dapatkan darimana !?" bentak
pek-mou-hek-kwi "kami mencuri di rumah hek-tiauw-piauwkiok." Jawab Kam-cia
"hahaha..hahhaa bagus"kamu urus penciri itu dan aku duluan
pek-mou." Sela suara dari kejauah
"sialan jangan macam-macam mo-kai..!" teriak pek-mou-hekkwi sambil berkelabat kearah datangnya suara, dua bayangan
luar biasa cepat saling berkejaran, lalu dari arah samping
muncul satu bayangan lagi
"apa yang kalian ributkan cecunguk tua." teriak orang itu
"bukan urusanmu "lo-koai" sahut sin-tung-mokai tetap berlari
menuju kota chongqing. Sesampai dikota chongqing sin-tung-mo-kai menuju kediaman
hek-tiaw-piauwkiok, ketiganya bersamaan sampai di kediaman
gao-tong, Gao-hujin sedang duduk bersama Wan-lin dan wanbeng, ketiganya sedang menunggu hung-fei yang sedang
membeli obat, namun yang datang adalah tiga orang lelaki-tua
"cepat tunjukkan patung naga " teriak "pek-mou-hek-kwi"
"aku tidak tahu apa yang kalian maksudkan," sahut Gao-hujin
59 "sialan"perempuan tiada guna"duk"agh?" bentak Pekmou-hek-kwi sambil memukul leher Gao-hujin, malang bagi
gao-hujin, pukulan itu menyebabkan nyawanya melayang.
"kalian ini orang jahat, memukul orang seenaknya." teriak Wanlin sambil memukul Pek-mou-hek-kwi, namun Pek-mou-hek-kwi
menangkap tangan mungil Wan-lin dan melemparnya, tubuh
Wan-lin melayang keluar dan jatuh terhempas ditanah, wan-lin
pingsan, tiga datuk itu berlomba-lomba memasuki kamar-kamar
dalam rumah, mencari patung naga yang disebut dalam surat,
namun semua petu dan lemari sudah dihancurkan tidak ada
patung naga yang mereka cari, ketiganya keluar, lalu dengan
mata yang tajam Wan-beng menatap ketiga datuk itu
"hahah..hahah".wah anak ini lumayan, patung naga tidak ada,
dan aku mendapat seorang murid yang luar biasa." ujar Pak-lokai, kemudian ia menyambar Wan-beng dan berkelabat dari
tempat itu, dua datuk lainnya pun meninggalkan kediaman
Gao-hujin, tidak lama kemudian seorang lelaki tua juga datang,
lelaki tua berjenggot hitam dan berpakaian tosu adalah Lamsin-pek." Lam-sin-pek memasuki kediaman gao-hujin, namun


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah melihat kedalam rumah ia keluar kembali, ketika melihat
Wan-lin yang imut dan cantik ia tertarik, terlebih setelah meraba
tulang kepala, kemudian meraba punggung dan dada, "tulang
yang baik" pikirnya, kemudian wan-lin yang pingsan dipondong
dan Lam-sin-pek pun meninggalkan tempat itu.
Han-hung-fei berlari-lari dan dengan hati-hati menghindari
patroli-patroli para tentara, dengan sebungkus obat
digenggamannya ia sampai kerumah Gao-hujin
"nenek..nenek".." teriaknya sambil berlutut disamping jasad
Gao-hujin sambil mengguncang tubuh Gao-hujin, namun Gao60
hujin tidak memberikan reaksi, Hung-fei mendekatkan
tangannya kehidung Gao-hujin, dan tidak lagi hembusan
nasafasnya "nenek".nenek"kenapa mati".nenek"nenek"." jerit Hungfei dan tangisnya pun bersimbah, kemudian ia teringat dengan
Wan-lin dan wan-beng "lin-moi".beng..te".lin-moi"..lin-moi?" serunya sambil
mencari kesetiap sudut dan ruangan rumah yang sudah acakacakan bekas diobrak-abrik, namun yang ia dapatkan hanya
kesunyian, lalu ia kembali ke depan dan duduk merenung
disamping mayat Gao-hujin, sekarang ia tinggal sendirian,
nenek gao meninggal sementara kedua adik angkatnya hilang
entah kemana rimbanya, Hung-fei bangkit dan mencari-cari alat
untuk menggali kuburan, diruang dapur sebuah cangkul dan
sekop ia dapatkan, lalu dari pintu dapur ia keluar dan menggali
lobang untuk menguburkah Gao-hujin,
Saat sore pekerjaannya selesai, lalu berusaha mengangkat
jasad Gao-hujin, walaupun tertatitih-tatih Hung-fei dapat
membawa jasad Gao-hujin ke belakang rumah dan lalu ia
mengubur jasad tersebut, dimalam tiada bintang Hung-fei
terduduk disamping kuburan gao-hujin, tubuhnya penuh
berlepotan tanah disamping keringat yang membanjir ditengah
malam sunyi dan mencekam itu.
Han-hung-fei kembali kedalam rumah dan membersihkan
badan, dia mengganti bajunya dengan pakaian lelaki dewasa,
pakaian-pakaian kedua putra Gao-tong, pakaian yang
kedodoran itu cukup memberikan kehangatan pada tubuhnya
dari rasa dingin setelah mandi, Hung-fei tertidur pulas karena
61 kelelahan diranjang empuk walaupun kamar itu centang
perenang. Keesokan harinya Hung-fei bangun dan mulai menata kembali
seluruh dalam rumah, sejak itu Hung-fei hidup sendirian di
rumah Gao-tong yang besar, namun sebulan kemudian
ketenangan itu terusik kembali oleh karena hari itu puluhan
orang-orang persilatan mendatangi rumah Gao-tong, ternyata
selama sebulan itu dikalangan liok lim tersebar bahwa rahasia
"Bun-liong-sian-kiam" (pedang dewa naga sastra) tersimpan
dirumah Gao-tong, sehingga para pendekar dari berbagai aliran
dan golongan mendatangi rumah Gao-tong.
Bun-liong-sian-kiam muncul pertama kali pada masa dinasti
zhou dibawah raja Jin-yan yang bergelar Nanwang, Bun-liongsian-kiam adalah milik seorang pertapa sakti dilembah huai,
dan pada masa pemerintahan Kaisar Qin-shihuang, pedang itu
ditetapkan menjadi koleksi pustaka negara hingga sampai pada
pemerintahan Han-gaozu (Liu-bang), namun pada masa
pemerintahan kaisar Hui (Liu-ying), Bun-liong-sian-kiam hilang
dari istana. Setelah dua ratus tahun hilang, tiba-tiba rahasianya muncul dari
rumah Hek-tiuaw piuawkiok, dan para kalangan lioklim gempar
dan berlomba-lomba untuk mendapatkan rahasia keberadaan
Bun-liong-sian-kiam, para pendekar dari berbagai aliran dan
golongan memburu tempat kediaman Gao-tong yang di huni
Han-hung-fei sejak sebulan yang lalu.
Pertama-tama yang datang adalah dua orang lelaki paruh baya,
saat itu Hung-fei sedang menyapu halaman rumah
"he..bocah..apakah kamu yang tinggal disini ?"
62 "benar paman, ada keperluan apakah kedua paman kesini ?"
"apakah kamu tahu dimana parung naga disimpan Gao-pangcu
?" "aku tidak tahu apa-apa paman, aku juga menumpang disini
kurang lebih sebulan."
"untuk apa ditanya padanya suheng, hanya menghabiskan
waktu." ujar rekannya, lalu mereka melangkah hendak masuk
kedalam rumah, tiba-tiba kedua saudara perguruan itu
melompat kebelakang "tunggu dulu..!" sebuah seruan terdengar setelah sebuah pisau
melasat mencegah kedua orang itu memasuki rumah
"ternyata Lu-piauw (pisau terbang Lu) yang usil." ujar si suheng
"benar sekali "tee-tok-siang" (sepasang racun bumi)" sahut
lelaki berbadan kekar dan tinggi serta memakai jubah hitam
"apa maksudmu mencegah kami memasuki rumah ?"
"siapa yang berhak memasuki rumah kita tentukan disini." sahut
Lu-piauw "hahaha,,hahaha"benar, itu cukup adil.." sela suara, dan
ditempat itu muncul seorang laki-laki gemuk dan pipinya
tembam dibibirnya selalu tersungging senyuman
"ternyata "Pak-sin-lun" (roda sakti dari utara) jauh-jauh datang
dari utara." sela Lu-piauw.
"benar sekali Lu-piauw, Bun-liong-sian-kiam demikian
menggugah dan mengiurkan jadi jarak yang jauh akan sepadan
demi untuk mendapatkannya." sahut Pak-sin-lun
"hi..hi".hi".siapapun boleh ikut asal punya kemapuan
menghadapi cambukku." sela sebuah suara lagi dan seorang
nenek bongkok berumur lima delapan tahun muncul
"hahaha..hahaha "kiu-bwee-kui-bo" (biang iblis ekor sembilan)
ikut juga meramaikan perlombaan mendapatkan rahasia bun63
liong-sian-kiam." sahut Pak-sin-lun
"ternyata kalian sudah berkumpul, siapa yang duluan menerima
pukulan tongkatku !?" sela laki-laki paruh baya, kepalanya
botak dan bertelanjang dada.
"tung-kim-pang" (toya emas dari timur) jangan sesumbar
didepanku !" bentak kiu-bwe-kui-bo, enam orang itu saling sorot
untuk mengukur kekuatan lawan, lalu mereka saling terjang,
pertempuran tanpa aturan pun berlangsung, mereka saling
serang, siapa saja yang dekat dengannya, kecuali "tee-toksiang" yang saling membantu menyudutkan lawan, Hung-fei
yang menyaksikan pertempuran itu sembunyi didalam rumah,
hatinya cemas dan bingung, orang-orang itu saling serang
untuk memperebutkan benda yang dia sendiri tidak tahu,
karena didalam rumah tidak patung naga.
Tiba-tiba seorang lelaki bercaping muncul dan berdiri dengan
tenang menonton pertandingan yang acak kadut itu, tempat itu
sudah porak-poranda, hawa pukulan sakti telah meluluh
lantakkan dinding pagar dan kantor piauwkiok, tiba-tiba cambuk
kiu-bwee-kui-bo yang bercabang empat menyerang empat
bagian tubuh orang bercaping
"kamu jangan ambil kesempatan "huangho-hek-peng" (garuda
hitam dari huangho)" teriak kiu-bwee-kui-bo.
"hahaha..hahhaaa"nenek centil memang perhitungan sekali."
sahut huangho-hek-peng sambil melompat dan melayang
menukik menepis empat jiratan cambuk.
Pertempuran yang ramai dan seru berlansung, tujuh orang itu
bergerak cepat dan mengambil keuntungan dari lawan-lawan
yang terdesak, namun pada akhirnya mereka sama-sama
bingung dan kelelahan sendiri, setengah hari sudah
64 pertarungan tanpa juntrungan itu berlangsung, namun belum
ada diantara mereka yang terkapar dan berhenti melawan,
namun luka-luka ringan akibat sabetan senjata tajam, sodokan
toya, bilur cambukan, luka dan memar cakaran dan pukulan
telah masing-masing mereka dapatkan, lalu tujuh orang itu
berhenti dan saling pandang dengan nafas memburu.
Ketika mereka berhenti untuk menarik nafas, tiba-tiba angin
kuat berhembus, seorang kakek tua berpakaian kedodoran
muncul, jenggotnya yang panjang riap-riapan akibat kesiuran
angin yang muncul, tujuh orang itu terdiam dan wajah berubah
pucat setelah melihat kemunculan si kakek, bagaimana tidak
lelaki tua adalah salah satu datuk yang ditakuti oleh dunia
kangowu, kakek itu adalah "see-teng-kui"
"kalian enyah dari sini !" bentak see-teng-kui, dan tanpa
diperintah dua kali tujuh orang itu meninggalkan kediaman
Gao-tong. See-teng-kui masuk kedalam rumah, lalu mengobrak-abrik
semua isi rumah, namun sejauh itu patung naga yang dicari
tidak ditemui, dan saking kesalnya see-teng-kui merobohkan
rumah itu hingga rata dengan tanah, Hung-fei yang sudah
menyingkir dari pintu dapur bersembunyi di samping rumah
kosong disamping rumah Gao-tong dan mengintip dari samping
kearah halaman kediaman Gao"tong yang sedang seruserunya ketujuh orang itu bertempur, Hung-fei mendonggakkan
kepala saat mendengar deru angin dan suara pertempuran
berhenti, namun tidak lama kemudian Hung-fei terkejut melihat
kediaman Gao-hujin berderak bergetar oleh kesiuran angina
yang kuat luar biasa, dan akibatnya rumah itu ambruk menjadi
onggokan diatas tanah, Hung-fei amat takut dan cemas kalaukalau rumah tempat dia bersembunyi akan runtuh juga, dengan
65 lari bak kijang ketakutan Hung-fei lari memasuki gang dan terus
menuju pasar, disatu gang yang sepi Hung-fei duduk istirahat
dan menenangkan nafasnya yang memburu.
Malam itu ia berkeliaran di pasar yang teronggok tumpukan
arang bekas kebakaran, keesokan harinya dengan rasa lapar
karena tidak makan seharian, Hung-fei kembali ketempat
kediaman Gao-hujin, dia mencoba mengais reruntuhan untuk
mendapatkan makanan, sekarung beras dan sekeranjang ikan
kering dikeluarkannya dari reruntuhan, lalu ia membuat api
untuk membakar ikan kering, setelah matang ia makan dan
minum dengan lahap hingga kenyang dan puas.
Han-hung-fei berjalan ketengah reruntuhan untuk mengambil
pakaian yang bisa ia gunakan, beberapa pakaian ia tarik dari
reruntuhan, dam ketika ia hendak kembali ketempat ia
membakar ikan kering disisi bagian kamar tempat penyimpanan
barang ada sebuah benda berkilau ditimpa sinar matahari dari
bawah runtuhan atap, Han-hung-fei melangkah hati-hati
mendekati runtuhan itu, lalu dia mengangkat runtuhan dan
menraih benda itu, dengan susah payah benda itu dapat
dikeluarkannya dan ternyata benda itu adalah patung naga
yang terbuat dari perak, hatinya berdesir dan segera
meneymbunyikan patung itu dibalik tumoukan pakaian yang ia
ambil, matanya mengawasi sekeliling taku-takut kalau ada
orang melihatnya meraih patung naga tersebut.
Han-hung-fei segera keluar dari reruntuhan dan memindahkan
beras serta keranjang ikan kering ketempat tersembunyi
dibelakang rumah kosong, dia termenung sebentar akan apa
selanjutnya yang ia perbuat, dengan ragu-ragu ia
mengeluarkan patung naga dari tumpukan kain, dan
66 memperhatikan benda yang menjadi rebutan orang persilatan
itu, tidak ada yang unik pikirnya setelah meraba memutar
mengguncang patung naga itu, lalu patung itu ia letakkan dan
melipat baju-baju yang diambilnya dan membungkusnya
bersama patung naga tersebut.
kemudian Hung-fei mengambil beras dan dibungkus bersama
ikan kering dan batu api, lalu bungkusan itu dimasukkan
kedalam bungkusan baju, kemudian Hung-fei berdiri dan
memanggul buntalannya dan kembali ke reruntuhan rumah
untuk mengambil sebuah panci kecil, hampir setengah jam
Hung-fei baru mendapatkan panci yang ia cari, setelah panci itu
ia dapatkan lalu ia ikatkan pada pada bungkusan, lalu ia pun
meninggalkan kota chongking.
Han-hung-fei ternyata sudah memutuskan untuk meninggalkan
kota chongqing yang genting dan tidak aman, "aku harus
meninggalkan kota ini pergi kekota cengdu" pikir nya, dengan
langkah mantap ia berjalan sambil memanggul buntalannya
keluar pintu sebelah barat, Hung-fei berhasil keluar setelah
senja, karena ia takut bertemu dengan patroli tentara sehingga
is sering bersembunyi ketika melihat barisan patroli tentara.
Han-hung-fei menyusuri jalan setapak, saat siang hari tiba ia
istirahat dan memasak makanan untuk mengisi perut, dia hanya
makan sekali sehari, namun walaupun demikian bekal yang
dipersiapkannya hanya cukup untuk seminggu perjalanan, Hanhung-fei tidak habis akal walaupun kota cengdu masih jauh,
untuk mengatasi rasa laparnya Hung-fei memakan buah-buah
yang ia dapati dalam hutan, suatu hari setelah perjalanannya
sudah dua belas hari, Han-hung-fei sampai pada sebuah bukit,
ia istirahat sambil menikmati hembusan angin yang sejuk
67 sehingga menghilangkan kegerahannya selama perjalanan
siang hari yang terik, matanya mengantuk menikmati kesejukan
belaian angin, Hung-fei pun terpulas, namun baru sesaat ia
terpulas suara deru hujan mengejutkannya, tubuhnya langsung
basah oleh guyuran air hujan yang lebat, Hung-fei segera
berdiri dan berlari kebawah pohon kayu yang rindang.
Han-hung-fei menduduki buntalannya untuk menjaga jangan
sampai pakaiannya basah ditimpa curahan hujan yang turun
dari celah-celah rerimbunan daun
"krekkk?" terdengar suara aneh dari dalam buntalan, segera
Hun-fei membuka buntalannya, dan ternyata patung naga itu
ujung ekornya patah diduduki oleh Hung-fei, dan pada bagian
yang patah itu ada jarum kecil menonjol, Hung-fei menekan
jarum itu "klk?" setelah suara klik dari mulut patung naga muncul
gulungan kulit, lalu Hung-fei menarik kulit itu yang ternyata
cukup panjang, sepanjang patung naga, setelah gulungan
dibuka ternyata ada tulisan yang berbunyi
Dari lembah huai menuju terbit matahari
Monyet-monyet berebutan buah dan biji
Dari atas bukit orang aneh itu berdiri
turun kebawah sejauh lima puluh kaki
"ternyata yang diperebutkan orang-orang ini berada dilembah
huai" pikirnya, Hung-fei menghafal bait tersebut berulang kali
sepanjang hujan sampai reda ketika malam tiba, dengan rasa
dingin yang menyelimuti Hung-fei melewatkan malam dibawah
pohon dia berteduh, dengan memeluk lutut ia bersandar
kepohon. 68 Keesokan harinya mentari dari ufuk timur membangunkannya,
kicau punai didahan saling bersahutan membuat suasana
dihutan itu riuh, Hung-fei bangun dan melanjutkan perjalanan,
saat siang hari ia sampai pada areal persawahan penduduk
kota cengdu, perutnya sangat lapar, lalu ia masuk kedalam
sawah warga untuk mencari belut, dan usahanya itu berhasil,
tiga ekor belut ia dapatkan, dengan rasa gembira ia membakar
belut dalam tumpukan api, saat membuka bajunya gulungan
kulit yang dikantonginya jatuh, kembaali ia membaca isi


Pedang Dewa Naga Sastra Bun Liong Sian Kiam Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gulungan itu, lalu gulungan kulit itu dilempar ke tumpukan api,
dengan cepat gulungan itu terbakar, setelah melahap habis tiga
ekor belut, ia minum air yang mengairi sawah, bahkan mandi di
parit sawah yang airnya deras mengalir.
Setelah puas mandi, Hung-fei mengganti bajunya dengan baju
bersih, semua bajunya kedodoran karena pakaian orang
dewasa, namun hangat dipakai, dengan menggulung lengan
baju dan celana, Hung-fei melanjutkan perjalanan, malam
harinya ia memasuki kota cengdu, namun kota itu sepi bahkan
terkesan tidak terurus, sebagian besar penduduknya banyak
yang mengungsi ke Yichang dan Wuhan.
Dikota yang sepi dan ditinggalkan sebagian besar
penduduknya tidak ada yang diharapkan, sehingga Hung-fei
melanjutkan perjalanan kekota Yichang, dua bulan kemudian ia
memasuki kota Yinchang, dikota ia banyak menemui anak
sebayanya yang jadi pengemis, dan ia pun ikut-ikutan
mengemis untuk mendapatkan sesuap nasi, karena selama tiga
hari tidak ada orang yang mau menggunakan tenaganya,
sementara perutnya sangat lapar, lalu dengan memelas ia pun
mengedahkan tangan mengemis pada orang yang lalu lalang,
69 dan hari itu ia mendapatkan beberapa send an dapat membeli
sebuah bakpao. Tiga hari kemudian disebuah gang dua orang anak lelaki
berkelahi memperebutkan bakpao curian
"kamu berikan tidak !" bentak anak yang tubuhnya ceking dan
panjang kepada anak yang juga sama kurusnya hanya anak ini
lebih pendek dan lebih muda.
"tidak..!" teriak anak itu terus melawan, dua anak kecil itu
bergulingan. "he"daripada berkelahi sebaiknya kalian bagi !" tegur hung-fei
"enak saja dibagi " bantah sianak yang memiliki bakpao.
"kalian akan terluka sendiri, jadi sebaiknya kalian bagi sehingga
kalian dapat memakannya."
"aku tidak mau bagi..!" sahut anak yang hendak merampas bakpao, lalu menyerang Hung-fei, hung-fei menghindar, dank
arena terus dikejar dan didesak anak tersebut, Hung-jin pun
melawan, keduanya saling pukul, sementara anak yang punya
bak-pao memakan langsung bapaonya hingga habis, dengan
senyum ia meninggalkan perkelahian antara Hung-fei dengan
lawannya. "anak itu sudah pergi." teriak Hung-fei
"ini gara-gara kamu yang usil mencampuri." sahutnya sambil
berdiri dari tubuh Hung-fei, keduanya sama-sama terluka,
"kamu dari mana ?" tanya lawan Hung-fei
"aku dari chongqing, dan kamu darimana " dan siapa namamu
?" "aku dari wuhan."
"lalu namamu siapa " aku Han-hung-fei."
"aku kam-peng." Sahutnya, lalu pergi dari gang itu, Hung-fei
menyusulnya masuk kedalam pasar untuk mengemis lagi.
70 Dua hari kemudian Kam-peng berlari dari kejaran penjual
Pedang Pembunuh Naga 15 Harimau Mendekam Naga Sembunyi Karya Wang Du Lu Pendekar Harpa Emas 2

Cari Blog Ini