Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 3

Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


akan dibunuh!" "Berapa jauhkah tempat kediaman penculik itu?" tanya Han Liong.
"Ia berdiam di bukit Lui-san, kira-kira perjalanan setengah hari dari
sini bila naik kuda cepat. Teecu khawatir terlambat."
144 "Hm, kalau begitu, biarlah aku mewakili suhumu dan mari kita
segera berangkat saja menuju ke Lui san."
"Tapi... susiok," kata Bwee Hwa yang sejak tadi diam saja,
"Penculik itu adalah Ban Hok si Harimau Hitam. Ilmunya sangat
tinggi, sedangkan supek sendiri terluka olehnya dalam
pertempuran!" Dengan kata lain, Bwee Hwa sebenarnya merasa
sangsi apakah susioknya yang muda itu akan dapat melawan Ban
Hok. "Dan lagi, uang tebusannya sangat banyak..."
"Jadi kalian ini pergi mencari Bhok suheng untuk minta diusahakan
uang tebusan?" Kedua nona itu mengangguk.
"Apakah Bhok suheng itu orang kaya dan banyak uang?" Dua
murid keponakannya iu menggeleng-geleng kepala.
"Habis, darimana suhu kalian bisa memperoleh uang itu?" tanya
Han Liong pula. "Maksud teecu hanya minta nasehat dan pikiran suhu, karena
siapa lagi yang harus kami tangisi dan siapa lagi dapat menolong
supek dan puteranya," jawab Bwee Lan.
145 "Nah. kalau begitu sama saja halnya. Suhumu tidak punya uang,
sedangkan aku sendiri, terus terang saja juga tidak punya uang
sedemikian banyak. Tapi mungkin dapat kuusahakan untuk
menolong putera suheng Lie Kiam itu. Dan, kalau kita harus
mencari Bhok suheng dulu, dikhawatirkan kita akan terlambat
untuk menolong jiwa anak itu."
Bwee Lan dan adiknya tak dapat membantah legi, maka mereka
segera berangkat membalapkan kudanya. Di sepanjang jalan,
ternyata Bwee Hwa yang nakal dan suka bicara itu cepat sekali
dapat menjadi akrab dengan Hong Ing yang tidak kalah
cerewetnya! Kedua enci adik itu sedikitpun tidak menyangka
bahwa Hong Ing adalah seorang wanita, karena Han Liong
memperkenalkannya sebagai adiknya laki-laki! Tapi diam-diam
Bwee Lan agak jemu melihat Hong Ing yang dianggapnya seperti
lelaki ceriwis! Ia juga menyesalkan mengapa Bwee Hwa demikian
rapat merendengkan kudanya sambil bicara dengan gembira dan
diselingi senda gurau! Sebaliknya, melihat susioknya, ia merasa
segan karena pemuda itu terlampau pendiam.
Kalau saja Han Liong itu bukan susioknya, demikian pikir Bwee
Lan! Terhadap seorang paman guru tentu saja ia tidak berani
memperlakukan sebagai seorang kawan, karena dalam tingkatan
mereka, Han Liong adalah termasuk "golongan tua!" Ketika mereka
tiba di kaki bukit Lui-san hari telah mulai gelap. Bwee Lan
mengajak susioknya berhenti di depan sebuah rumah sederhana
di kampung Lim-cun di dekat situ, di mana tinggal supeknya yang
menderita luka. Kedatangan mereka disambut oleh seorang wanita
146 yang masih merah matanya karena kebanyakan menangis. Ketika
diperkenalkan, Han Liong tahu bahwa itu adalah isteri suhengnya,
maka ia segara memberi hormat. Segera mereka diantarkan
memasuki kamar Lie Kiam yang tampak berbaring di atas tempat
tidur dengan wajah pucat.
"Suheng, sutemu datang terlambat sehingga suheng dilukai
orang." Han Liong memberi hormat sambil memandang laki-laki
yang sudah setengah tua yang masih tampak gagah itu. Dengan
agak payah Lie Kiam bangkit duduk, lalu memandang wajah anak
muda itu dengan agak heran.
"Aku telah mendengar dari Bhok suheng bahwa suhu telah
mempunyai seoang murid baru, tapi tak kusangka bahwa ia masih
semuda ini," katanya perlahan.
"Siokhu dipukul orang dan putera siokhu diculik, sebenarnya ada
perkara apakah?" tiba-tiba Hong Ing yang kasihan melihat keadaan
Lie Kiam itu bertanya. Han Liong mengerling adiknya, tapi Lie Kiam
memandangnya lalu bertanya,
"Siapakah anak ini, sute?"
147 "Ia adalah adikku, suheng." Lie Kiam mengangguk-angguk,
kemudian hendak mulai bercerita. Tapi Han Liong cepat berkata
kepada Hong Ing. "Adik Ing, kau lihat suheng perlu mengaso, pula, cerita ita dapat
ditunda kelak, Kini yang perlu ialah menolong puteranya."
Mendengar orang menyebut puteranya, Lie Kiam timbul rasa
khawatir dan sedihnya, maka tiba-tiba ia batuk-batuk dan dari
mulutnya keluar darah! Han Liong segera menghampiri.
"Ah, suheng, kau terluka di dalam," katanya, lalu tanpa minta
permisi lagi, ia membuka baju suhengnya dan memeriksa
dadanya. "Suheng, kau terpukul dan mendapat luka dalam yang berbahaya
juga, selain itu jalan darah di bawah tulang iga kanan telah terotok.
Maaf, suheng, biarlah sute mencoba memulihkan jalan darah itu."
Ia segera menggunakan kedua jari tangan dan telunjuknya
mengurut-urut dada di bawah iga lalu menepuk punggung
suhengnya. Lie Kiam yang terheran-heran kini merasa sakit di
dadanya agak berkurang. "Nah, ini dua butir obat, harap suheng makan dua kali, malam ini
dan besok pagi." Ia menyerahkan dua butir pil pemberian suhunya
yang paham akan ilmu obat-obatan, ialah Pauw Kim Kong.
148 "Eh, sute, darimana kau peroleh kepandaian mengobati ini?" tanya
Lie Kiam. "Dari suhunya yang bernama Pauw Kim Kong!" Hong Ing
menyahut. Lie Kiam terheran mendengar ini. Bukankah sutenya itu
murid suhunya sendiri" Tapi Han Liong segera berkata.
"Biarlah besok saja kita bicara, suheng. Riwayat sutemu ini
panjang untuk diceritakan seketika juga. Yang perlu sekarang
adalah urusan anakmu. Biarlah kedua nona Bwee ini
mengantarkan siauwte merampasnya kembali dari tangan Ban
Hok." "Jangan, sute, ia sangat berbahaya. Kau akan mendapat celaka."
Han Liong tersenyum. "Jangan khawatir, suheng, kurasa ada jalan untuk
mengalahkannya. Pula, biar siauwte mendapat celaka sekalipun,
siauwte tidak akan menyesal, karena siauwte telah memenuhi
kewajiban sebagai saudara seperguruan."
"Tapi adikmu ini lebih baik tinggal di sini saja dan biar Bwee Lan
saja mengantarkan kau. Bwee Hwa juga jangan ikut," kata Lie Kiam
149 pula. Han Liong mengerling ke arah Hong Ing yang tampak
merengut, maka dengan ketawa ia menjawab,
"Biarlah adikku ikut, suheng, karena iapun dapat menjaga dirinya
sendiri." Dengan terpaksa Lie Kiam melepaskan mereka pergi.
Hanya Bwee Hwa saja yang dilarangnya pergi, karena ia tahu akan
tabiat anak itu dan khawatir akan keselamatannya. Untung saja
Han Liong dan dua kawannya bahwa malam itu angkasa diterangi
oleh ribuan bintang sehingga mereka dapat maju dengan cepat ke
tempat kediaman Ban Hok si Harimau Hitam. Terbukti menurut
penuturan Bwee Lan, penculik itu tinggal dalam sebuah kelenteng
tua yang telah tak terpakai lagi. Ketika mereka sampai di depan
kelenteng itu, Ban Hok telah kelihatan berdiri di depan bertolak
pinggang. Tubuhnya tinggi besar dan kulitnya hitam, sehingga di
tempat agak gelap itu hanya tampak putih mata dan giginya ketika
ia menyeringai. Han Liong maju dan tunduk menghormat dan Ban
Hok segera membalasnya. "Apakah siauwte berhadapan dengan Ban-Enghiong?" tanya Han
Liong dengan sopan. "Betul. Dan saudara ini suruhan Lie Kiam si Angin Ribut?"
"Memang siauwte mewakili Lie Kiam suheng untuk menjumpaimu
dan menjemput anaknya." jawab Han Liong.
150 "Ha, ha! Lie Kiam ternyata berpikiran luas juga. Baik, kau boleh
mengambil anak itu, ia sehat dan selamat, tapi lebih dulu serahkan
uangnya padaku!" Matanya berganti-ganti memandang tiga
tamunya ingin tahu segera apakah mereka ini sudah membawa
uang tebusan yang dimintanya.
"Perkara uang mudah, Ban-Enghiong. Tapi cobalah kau sebutkan
alasan-alasanmu menggunakan cara penculikan dan minta
tebusan ini. Karena caramu ini sungguh membikin aku kecewa.
Tak kusangka bahwa namamu yang besar itu tak sesuai dengan
perbuatanmu. Maka kuduga pasti ada apa-apanya di belakang
perbuatanmu ini." "Hm, kau masih muda tapi pandai bicara. Kau tadi bilang bahwa
Lie Kiam itu suhengmu" Baik, dengarlah alasanku mengapa aku
melakukan semua ini. Lima tahun yang lalu ketika aku mencegat
seorang hartawan yang lewat di daerahku dan merampok uangnya
sebanyak sepuluh ribu tail perak, Lie Kiam telah turut campur dan
membela hartawan itu! Kami bertempur dan Lie Kiam telah
memukulku sehingga aku hampir mati. Nah, aku lalu belajar silat
lagi dan sekarang aku menagih hutang. Apakah ini perbuatan
salah" Hutang uang membayar uang, hutang pukulan membalas
pukulan, bukankah ini sudah adil namanya?"
151 "Hm, begitukah" Tapi kenapa kau masih menculik anaknya"
Bukankah itu perbuatan rendah?" ujar Han Liong.
"Penculikan ini hanya untuk menagih uangku yang dulu. Lie Kiam
telah merugikan aku sepuluh ribu tail, kini aku hanya minta lima
ribu, ini masih murah sekali. Sudahlah, jangan banyak cakap,
segera bayar uang itu dan anak Lie Kiam akan kuserahkan
padamu." "Tuan Ban! Kau telah menggunakan kepandaianmu untuk
menjatuhkan suhengku dan menculik anaknya, maka bagaimana
kalau sekarang suheng menggunakan kepandaian pula untuk
mengalahkan kau dan minta kembali anaknya?"
"Boleh, boleh! Kalau ia masih tidak mau mengaku kalah dan ingin
mengadu kepandaian, silahkan! Kalau aku salah, biarlah aku
bersumpah takkan mengganggunya lagi dan anaknya akan
kukembalikan dengan selamat."
"Bagaimana kalau adik seperguruannya mewakilinya berhadapan
dengan kau dan mengadu tenaga?"
"Ha, ha! Sedangkan suhengmu saja tak mampu melawanku, apa
lagi sutenya" Silahkan, siapakah yang akan mewakilinya melawan
aku?" tanyanya sombong.
152 "Aku sendiri." "Kau?"" sepasang mata Ban Hok memandang Han Liong dengan
tajam seakan-akan menaksir anak muda itu, tapi Han Liong hanya
merupakan seorang pemuda yang halus kulitnya dan halus pula
gerak-gerik serta tutur sapanya, maka ia sangat mengganggap
enteng. "Baik, datanglah besok pagi, kita mengukur kepandaian di
waktu terang hari di depan kelenteng ini."
"Baik, tuan Ban, aku percaya bicaramu. Nah, sampai besok!"
Walaupun Hong Ing dan Bwee Lan tidak setuju dengan perjanjian
ini, namun Han Liong segera mengajak mereka pergi. Di tengah
jalan Han Liong menerangkan kepada mereka bahwa sebagai
seorang yang mengerti aturan, ia harus menerima permintaan Ban
Hok untuk bertempur besok karena malam itu terlampau gelap
untuk orang mengadu kepandaian secara jujur. Sesampainya di
rumah Lie Kiam, ternyata suhengnya sedang tidur nyenyak.
"Setelah menelan sebutir pil, ia nampak agak lumayan dan dapat
tidar enak" kata isterinya kepada Han Liong dengan pandangan
berterima kasih. Maka Han Liong lalu beristirahat pula dalam
sebuah kamar yang telah disediakan. Hong Ing pun pergi tidur
dalam kamar lain. Ia mendapat kamar sendiri karena ia lebih dulu
memajukan alasan bahwa ia tidak bisa tidur sekamar dengan lain
orang, walaupun dengan kakaknya sendiri! Keesokan harinya, Han
153 Liong mengajak Hong Ing berangkat. Kedua nona Bwee yang akan
ikut, dilarang oleh Han Liong dengan alasan bahwa Ban Hok
mungkin akan menganggap ia mengandalkan banyak orang untuk
mengeroyok. Dengan cepat mereka tiba di kelenteng tua itu I Betul
saja Ban Hok telah menanti kedatangan mereka. Kini mereka
dapat melihat orang she Ban itu lebih nyata.
Ternyata ia adalah seorang berusia kira-kira empat puluh tahun,
berkulit hitam dengan sepasang mata tajam. Kedua lengan
tangannya yang hitam itu berkilap seakan-akan digosok minyak.
Diam-diam Han Liong terkejut karena ia dapat menduga bahwa
Harimau Hitam itu tentu seorang ahli tangan pasir, ialah ahli silat
yang melatih tangannya dengan pasir dan bubuk besi hingga
kedua lengan itu menjadi sangat berbahaya dan kuat. Pula
tindakan kakinya ketika ia maju melangkah membayangkan
sebuah tenaga Iweekang yang tinggi karena tindakan kakinya
tetap dan berdirinya seakan-akan kedua kakinya berakar! Han
Liong segera memberi hormat yang dibalas oleh Ban Hok.
Sebaliknya Harimau Hitam ini diam-diam tidak berani memandang
ringan kepada Han Liong ketika ia lihat betapa sepasang sinar
mata pemuda itu menyambar-nyambar bagaikan sapasang mata
seekor naga sakti! "Anak muda, betulkah kau hendak mewakili suhengmu melawan
aku!" tanyanya. "Akan kucoba." jawab Han Liong.
154 "Dengan cara apa kau hendak melawanku" Tangan kosong atau
bersenjata?" "Kaulah yang berhak memilih, tuan Ban, karena kaulah tuan
rumahnya. Aku sebagai tamu hanya menurut saja," kata Han
Liong. "Hm, kau masih muda, tapi tahu aturan. Siapakah namamu dan
apa gelarmu?" tanya Ban Hok.
"Aku yang bodoh she Si bernama Han Liong, orang-orang
kampung menyebut aku dan adikku ini Thian-jiauw-siang hiap."
"Eh, jadi adikmu ini juga ahli silat?" tanya Ban Hok dengan
pandangan kagum. "Kalau begitu, begini saja, anak muda. Jangan
sampai kalangan kang-ouw menyebut aku sebagai orang tua
hendak menghina yang muda. Karena suhengmn sendiri tak dapat
melawan aku, maka keterlaluanlah kalau aku melawan kau yang
menjadi sutenya. Baiknya kau majulah bersama-sama dengan
adikmu ini, agar keadaan kita agak berimbang. Nah, marilah kita
coba-coba, kepandaian kita, majulah kalian bersama-sama, kita
bertempur dengan tangan kosong." Han Liong ragu-ragu, tapi
Hong Ing yang merasa gemas melihat kesombongan orang yang
memandang rendah mereka, berkata,
155 "Koko, biarlah aku maju dulu minta pengajaran dari Ban loEnghiong ini." Sebelum Han Liong sempat menjawabnya, Hong Ing
sudah maju selangkah, memasang kuda-kuda dan berkata kepada
Ban Hok. "Nah, marilah aku yang muda minta pelajaran barang lima jurus
darimu, lo Enghiong!" Sikap yang lucu dan berani dari Hong Ing ini


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nembuat Ban Hok tertawa lebar, kemudian melompat mendekati
dan berkata, "Baik, baik, seranglah, anak muda!" Hong Ing tanpa membuang
tempo lagi, segera menggeser kakinya maju dan secepat kilat
melayangkan kepalan kanannya memukul dada lawan dengan tipu
Dewa Suguhkan Arak, Ban Hok yang memandang rendah
lawannya, melihat datangnya pukulan yang cepat ini segera
miringkan tubuh dan menggunakan telapak tangan kiri untuk
memukul lengan lawan. Tapi Hong Ing awas matanya dan cepat gerakannya. Sebelum
tangannya terpukul ia robah gerakannya, menarik kembali kepalan
tangan dan meloncat ke sebelah kanan musuh lalu melayangkan
kepalan kiri dengan tipu Burung Kepinis Mematuk buah.
Gerakannya yang sebat dan cepat sekali ini tidak terduga sedikit
juga oleh Ban Hok sehingga hanya dengan melompat jungkir balik
ke belakang saja, ia dapat menyelamatkan diri dari pukulan. Ia
156 mulai hati-hati dan tidak berani memandang ringan lawannya yang
kecil dan muda itu! Hong Ing terus mendesak maju dengan
mengeluarkan tipu-tipu yang istimewa dari cabang Siauw-lim.
Dikeluarkannya tipu-tipu silat yang berbahaya dan sepasang
kepalan tangannya yang kecil meninju tempat-tempat berbahaya
dari lawan. Ban Hok tadinya hanya ingin mempermainkan lawannya saja, tapi
melihat bahwa lawan kecil ini sedikitpun tak boleh dipandang
ringan, maka ia merasa panas lalu mulai balas menyerang.
Ternyata setelah bertempur lebih dari lima belas jurus, pukulanpukulan silat biasa saja tak dapat mendesak Hong Ing. Ban Hok
merasa malu sekali, lalu mulai mengeluarkan kepandaiannya yang
ditakuti lawan, yaitu pukulan-pukulan tangan pasir. Ketika ia
gerakkan kedua lengannya, terdengar suara berderak-derak dan
kulit lengan yang sudah hitam itu kini bertambah-tambah hitam
bersemu merah. Pukulannya berat dan mendatangkan angin
dingin. Hong Ing sangat terkejut ketika ia berbalik ke samping
mengelak, ternyata angin pukulan lawannya itu menyambar dan
merasa pundaknya tertimpa tenaga kuat! Ia berhati-hati dan tidak
mau menangkis lengan lawannya, tapi karena desakan-desakan
Ban Hok yang gerakannya juga gesit sekali,
Hampir tiada ketika baginya untuk selalu mengelak saja. Han Liong
melihat dengan khawatir. Ia maklum bahwa Jika Hong Ing
menggunakan lengan untuk menangkis, maka sekali saja
lengannya beradu dengan lengan lawan, dapat dipastikan ia akan
mendapat luka berat, kalau tidak, patah lengannya! Maka pada
157 saat Ban Hok melayangkan pukulan mautnya segera ia gerakkan
tubuhnya untuk menangkis dengan tangannya karena Hong Ing
sudah terdesak betul-betul sehingga itulah jalan satu-satunya, Han
Liong menyambar tangan Hong Ing dan merenggutkannya. Gadis
itu merasakan tubuhnya melayang ke atas bagaikan tertiup angin
puyuh, tapi ia dapat turun ke tanah dengan selamat. Hampir saja
gadis itu menegur kakaknya dengan marah, tapi ia sempat melihat
Han Liong berkedip padanya dan Ban Hok berdiri sambil tertawa.
"Bagus sekali gerakanmu. Angin Puyuh Menyambar Pohon itu!
Syukur adikmu tertolong oleh gerakanmu yang cepat dan tangkas!"
ia memuji. Han Liong menjura.
"Adikku mengaku kalah, lo-Enghiong. Kini siauwte mohon
pengajaranmu. Tapi sebelum kita bertanding ilmu silat,
bagaimanakan perjanjian kita?"
"Haruskah dijelaskan lagi" Kalau kau kalah, maka kau harus
penuhi permintaanku yaitu sediakan uang lima ribu tail perak untuk
menebus anak Lie Kiam, sebaliknya kalau aku sampai kalah, kau
boleh ambil kembali anak itu dan habis perkara!"
"Terima kasih, lo-Enghiong. Nah, silahkan!"
"Kaulah yang menyerang dulu, anak muda!"
158 Han Liong segera menggunakan tangan kanannya menyerang
dengan gerakan sembarangan saja, tapi hal ini tidak membuat Ban
Hok berlaku kurang waspada, karena orang gagah ini maklum
bahwa kalau adiknya saja sudah demikian pandai, kakaknya tentu
lebih pandai lagi. Maka, tanpa pikir panjang lagi ia menggunakan
ilmu tangan pasir untuk melayani Han Liong. Pemuda ini sengaja
tidak menangkis atau balas menyerang, tapi pergunakan seluruh
kegesitan tubuhnya, warisan dari Liok-tee-sin-mo Hong In, untuk
berkelit kesana kemari. Ban Hok diam-diam memuji ilmu
meringankan tubuh anak muda itu yang bagaikan seekor burung
kecil berkelebat ke sana ke mari menghindarkan segala
serangannya. Tiga puluh jurus telah lewat tanpa ia mampu
menowel ujung baju pemuda itu, hingga ia merasa sangat kesal
dan berteriak, "He, jangan licik! Tak beranikah kau menyambut
tanganku?" "Maaf, sekarang akan kusambut. Bersiaplah!" seru Han Liong dan
ketika si Harimau Hitam kerahkan seluruh tenaga dalamnya di
sepanjang lengan dan tangan kanannya sambil melayangkan
pukulan ke arah dada Han Liong, anak muda itu mengerahkan
seluruh kekuatannya dan gunakan tangan kiri dengan kepalan
terbuka menumbuk kepalan lawan! Terdengar suara "buk" seakanakan dua benda lunak tapi berat beradu! Han Liong yang sedang
memasang kuda-kudanya merasa tergetar dan terpaksa
menggerakkan kaki kirinya mundur setindak, tapi kesudahannya
sungguh hebat di fihak Ban Hok.
159 Ia terpental ke belakang seolah-olah terdorong oleh tenaga yang
luar biasa besarnya sehingga terhuyung-huyung dan hampir saja
jatuh terjengkang setelah mundur lebih dari enam langkah!
Baiknya Han Liong tidak hendak mencelakakannya dan hanya
gunakan tenaga keras lawan keras untuk memunahkan tenaga
lawan. Sesungguhnya dalam hal lweekang, anak muda itu jauh
lebih tinggi tingkatnya daripada Ban Hok. Kalau saja Han Liong
dalam pertumbukan tenaga itu mempergunakan lweekang lemas
untuk membuat tenaga Ban Hok mental balik, akan celakalah
Harimau Hitam itu. Pasti ia akan terpukul oleh tenaganya sendiri
dan ia akan mendapat luka dalam yang dapat membuat jantungnya
putus! Setelah Ban Hok dapat tetapkan kakinya, ia menghampiri
anak muda itu dengan pandangan heran dan kagum.
"Sungguh tak kusangka Lie Kiam mempunyai sute seperti kau, Si
Enghiong," katanya. "Biar bagaimana jugapun, ilmu silat dan
tenagamu itu membuat aku tidak percaya bahwa kau adalah sute
dari Lie Kiam. Betul kegesitanmu dan gerakan-gerakanmu sama
dengan Lie Kiam, tapi ada juga perbedaannya. Dan tenaga
dalammu ketika kau menyambut pukulanku tadi, ah, tak pantas kau
menjadi adik seperguruan Lie Kiam."
"Bagaimanapun, memang benar siauwte adalah sute dari Lie Kiam
suheng," jawab Han Liong.
"Aku tidak malu mengaku bahwa dalam hal ilmu pukulan, kau lebih
pandai dari aku, tapi aku belum mau mengaku kalah, anak muda.
160 Marilah kita mencoba kemahiran senjata!" Ia lalu melompat ke
dekat pintu kelenteng dan mengambil sebatang toya besi yang
berat. Dalam hal ilmu tangan kosong, Ban Hok ini sudah lebih tinggi
dari Lie Kiam, karena lima tahun yang lalu ketika ia jatuh di tangan
Lie Kiam, ilmu silatnya sudah cukup tinggi dan hanya kalah sedikit
saja dari Lie Kiam yang terkenal gesit, tapi setelah menggembleng
dirinya selama lima tahun dengan sungguh-sungguh, kini dapat
dibayangkan betapa majunya ia. Lebih-lebih dalam ilmu toyanya,
jarang ia menemukan tandingan. Ia sangat membanggakan ilmu
toya gabungan dari Siauw-lim dan Bhok-san-pai yang
dinamakannya Ilmu Toya Lima Iblis Mengamuk.
"Nah, anak muda. Kulihat kau tak bersenjata, maka kau boleh
meminjam pedang yang tergantung di pinggang adikmu itu untuk
melawanku!" Tapi Han Liong tahu bahwa toya lawannya itu
sedikitnya beratnya ada lebih kurang lima puluh kati dan pedang
Hong Ing bukanlah pedang mustika, sedangkan kalau
menggunakan Pek-liong pokiam yang terlilit di pinggangnya itu, ia
merasa belum waktunya. Bila keadaan tidak sangat mendesak dan
perlu, ia tidak mau mengeluarkan pedang pusakanya itu. Selagi ia
memikir-mikir, Hong Ing yang duduk di bawah sebatang pohon
menikmati hawa sejuk sambil nonton pertempuran itu, berkata,
"Koko, ini toyamu tertinggal di tini!" Han Liong menengok heran,
dan ia tersenyum ketika melihat adiknya itu mengangsurkan
sebatang ranting pohon liu yang panjangnya tidak lebih dari tiga
kaki dan besarnya tidak melebihi ibu jari kakinya! Namun ia terima
juga "senjata" itu dan berkata,
161 "Terima kasihi adikku." Lalu dengan tenang ia menghadapi Ban
Hok. Si Harimau Hitam melihat anak muda itu dengan mata merah.
Ia merasa dihina sekali. "Jangan takabur, anak muda. Kau hendak melawan toyaku dengan
ranting itu?" "Memang itulah senjatanya, lo-Enghiong!" dari bawah pohon, Hong
Ing menjawab sambil tertawa. Gadis ini yakin sekali akan ilmu silat
kakaknya, maka ia sengaja menggunakan kesempatan ini untuk
menyaksikan kelihaian kakaknya, sambil hendak memperolokolokkan Ban Hok yang telah mengalahkannya tadi. Jadi dalam hal
ini, sebenarnya Hong Inglah yang berlaku sombong. Maka tak
heran kalau Ban Hok menjadi marah sekali dan tanpa berkata apaapa lagi ia segera memutar toyanya sehingga mengeluarkan suara
angin mendesir, lalu ujung toyanya melayang ke arah dada Han
Liong disertai bentakannya.
"Lihat toya!" Kalau ranting yang diberikan oleh Hong Ing itu sudah
kering, tentu Han Liong tidak berani menggunakannya,
Tapi ranting itu masih hijau dan basah, ia yakin bahwa kayu kecil
itu merupakan senjata yang ulet dan tidak khawatir terpukul patah.
Melihat datangnya luncuran ujung toya lawan, ia segera mengelak
162 ke samping dan menggunakan rantingnya menangkis dengan
meminjam tenaga lawan sehingga toya itu meleset arahnya.
Namun Ban Hok memutar balik toyanya dan menggunakan ujung
sebelah lagi untuk mengemplang kepala! Han Liong
memperlihatkan kegesitannya dengan miringkan kepala dan tubuh
sambil menggunakan rantingnya dari bawah menotok ke arah iga
lawan! Gerakan ini dinamakan tipu Naga Sakti Mengulur Lidah,
tubuhnya merendah dengan pinggang tertekuk bagaikan naga
menggeliat dan ranting itu seakan-akan lidah naga yang menjulur
cepat ke depan! Melihat gerakan yang cepat dan indah ini, tanpa
terasa Ban Hok berseru. "Bagus!" dan ia terpaksa membuang diri ke samping untuk
menghindarkan totokan berbahaya itu, karena untuk menangkis ia
tiada waktu lagi. Ban Hok segera mengeluarkan ilmu toyanya Lima
Iblis Mengamuk dengan mengerahkan semua tenaga dalamnya,
hingga sekejap kemudian toyanya terputar-putar merupakan
lingkaran hitam yang mengurung tubuh Han Liong! Ujung toya
menjadi berpuluh-puluh banyaknya. Tapi dengan menggunakan
keringanan tubuh dan kegesitan warisan keempat gurunya. Han
Liong dapat melayaninya dengan seimbang, Ilmu Pukulan Empat
Bintang dapat ia mainkan di ujung ranting itu dan di sini ternyata
betapa hebatnya ilmu gabungan ciptaan Kam Hong Siansu itu,
karena menggunakan ilmu silat gabungan ini,
Walaupun hanya menggunakan sebatang ranting kecil saja,
namun cukup untuk melayani ilmu Toya Lima Iblis Mengamuk yang
demikian hebatnya! Lebih-lebih lagi karena dalam gerakan163
gerakan Han Liong digunakan ilmu totok warisan suhunya Hee Ban
Kiat si mata satu, maka tak heran bahwa Ban Hok harus berlaku
sangat waspada agar jangan sampai dijatuhkan oleh lawan yang
muda dan hanya menggunakan ranting itu! Demikianlah, mereka
bertempur sampai enam puluh jurus lebih. Mata Hong In yang
menonton dari bawah pohon sampai menjadi kabur rasanya, dan
diam-diam ia memuji dan kagum melihat kehebatan ilmu silat
kakaknya. Matanya berkunang-kunang melihat toya Ban Hok
merupakan gulungan hitam bergerak-gerak cepat dan di tengahtengah gulungan hitam itu tampak berkelebat sinar kecil putih
kehihau-hijauan dari ranting Han Liong.
Pada saat itu Han Liong merasa sudah cukup mencoba
kepandaian Ban Hok yang telah menjatuhkan suhengnya itu. Iapun
diam-diam mengaku bahwa baru sekali ini ia menemukan lawan
yang agak tangguh. Maka ia segera mengubah ilmu silatnya. Tibatiba Ban Hok terkejut sekali karena ketika ranting berkelebat dan
menyambar ujung tovanya, ternyata ranting itu seakan-akan
digerakkan oleh tenaga raksasa dan bukan merupakan ranting
kecil lemah lagi, tetapi seakan-akan merupakan sebuah senjata
yang lebih berat daripada toyanya sendiri. Kemudian ranting itu
berkelebat amat cepat dan gerakan-gerakannya tidak terduga
sama sekali dan tahu-tahu ranting itu membesit tangan kanannya
hingga ia merasa seakan-akan tulang lengan itu akan remuk dan
kulitnya bagaikan terbakar! Ia tidak tahan lagi dan tanpa disengaja
toyanya terlepas dari pegangan!
"Aku mengaku kalah!" katanya dengan suara penuh kekecewaan
dan kemenyesalan, sambil memandang pemuda itu dengan penuh
164 keheranan. Sebenarnya tak usah dibuat heran, karena Han Liong
tadi telah menggunakan dua jurus Ilmu dari Pek-liong-kiam-hoat!
Gerakan pertama ketika ia menangkis ujung toya lawan adalah tipu
Naga Putih Mencakar Gunung dan ketika ia membesit lengan
lawan tadi ialah tipu Naga Putih Memukulkan Ekornya. Baru saja
ia menggunakan dua jurus tipu dari Pek-liong-kiam-hoat, ia telah
berhasil mengalahkan Ban Hok, maka dapat dibayangkan betapa
hebatnya ilmu pedang Pek-liong-kiam-hoat itu! Memikirkan hal ini,
Han Liong diam-diam merasa sangat girang dan berterima kasih
kepada Kam Hong Siansu yang telah membimbingnya itu.
"Si Enghiong, kau benar pandai dan gagah. Aku terima kalah.
Hanya yang membuat aku penasaran, mengapa kau yang menjadi
sute dari Lie Kiam setinggi ini ilmu silatmu" Katakanlah, anak
muda, siapa yang mengajar kau ilmu silai tadi" Siapakah gurumu,
selainnya guru Lie Kiam?"
"Ban lo-Enghiong, jangan terlalu memuji. Karena kau jujur, maka
terus terang kukatakan bahwa selain suhuku Lie Kiam, aku masih
mempunyai tiga orang guru lain. Tapi yang mengajar aku dalam
ilmu silat yang kupakai tadi sehingga akau berhasil membuat kau
mengalah, adalah seorang guru lain yang tak dapat kusebut
namanya, karena suhuku itu tidak suka namanya diperkenal
kepada umum." Ban Hok si Harimau Hitam mengangguk-anggukkan kepala.
165 "Pantas..., pantas... Kau jauh lebih hebat dari pada Lie Kiam,
rupanya pelajaranmu begitu luas. Aku tidak usah merasa malu
jatuh dalam tanganmu. Nah, sakarang kau boleh ambil anak itu dan
antar kepada Lie Kiam dan katakan padanya bahwa melihat kau
yang semuda ini tapi sudah berkepandaian begitu tinggi, pula
sikapmu yang sopan santun ini, aku habiskan saja urusan sampai
disini! Biarlah ini menjadi pelajaran bagiku bahwa di dunia ini tidak
ada orang yang paling pandai. Pasti ada yang melebihi kepandaian
seseorang." Hong Ing mendengar ini lalu melompat berlari-lari
masuk ke kelentang. Tak lam kemudian ia keluar lagi menuntun
seorang anak kecil. Ternyata, walaupun bekas seorang perampok
tunggal, Ban Hok adalah seorang laki-laki jujur, ia tidak membikin
susah anak itu, tetapi dirawatnya baik-baik selama berada dalam
tangannya sehingga anak itu tidak mengalami sesuatu


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesengsaraan. Kemudian, setelah menghaturkan terima kasihnya, Han Lion
menggendong anak itu, dan bersama Hong Ing meninggalkan
tempat itu dengan lari cepat. Ketika mereka sampai di rumah Lie
Kiam ternyata suhengnya telah hampir sembuh dan dapat turun
dari pembaringan. Alangkah girang hati Lie Kiam dan isterinya
melihat putera mereka satu-satunya itu pulang dengan selamat.
Dengan ringkas Han Liong menceritakan pengalamannya tanpa
menyebut jalannya pertempuran, tapi Lie Kiam yang merasa tidak
puas lalu bertanya kepada Hong Ing. Sebetulnya sejak tadi juga
Hong Ing merasa tidak puas mendengar cerita Han Liong, tetapi ia
tidak berani bicara karena kakaknya itu berkali-kali memberi tanda
agar ia tidak berkata apa-apa, tapi sekali ini karena Lie Kiam sendiri
166 yang mengajukan pertanyaan tanpa Han Liong berani mencegah
dan melarangnya, Hong Ing segera buka suara dan menceritakan jelas betapa ia
dikalahkan oleh Ban Hok dan betapa dengan sebatang ranting
pohon liu, Han Liong dapat mengalahkan Ban Hok dengan
mudahnya! Ceritanya ini diucapkan dengan kata-kata menarik
diikuti gerekan-gerakan meniru-nirua gerak silat kedua pihak,
penuh dengan pujian-pujian bagi Han Liong yang membuat
pemuda itu menundukkan kepala dengan kemerah-merahan.
Karena kemarin tiada waktu untuk bicara panjang lebar, maka
setelah mendengar cerita itu, Lie Kiam terheran-heran karena ia
merasa mustahil bahwa suhunya telah berlaku berat sebelah dan
memberikan kepandaian istimewa kepada sutenya itu. Maka ia
menuntut kepada sutenya agar menceritakan riwayatnya.
Terpaksa Han Liong menuturkan riwayat pelajaran silatnya yang
didengarkan dengan penuh perhatian oleh Lie Kiam.
Semenjak saat itu, Bwee Lan makin kagum melihat susioknya dan
bahkan Bwee Hwa yang tedinya masih raga-ratu menjadi tunduk
betul. Kedaan nona dari Shoatang itu bahkan dengan tidak malumalu minta kepada susioknya untuk memberi mereka pelajaran
satu dua jurus ilmu silat untuk memperdalam kepandaian mereka.
Tetapi Han Liong dengan halus menolaknya. Ternyata selain nakal
dan galak, Bwee Hwa juga cerdik. Ia menggunakan Hong Ing
sebagai perantara untuk mendesat Han Liong agar suka memberi
pelajaran kepada mereka. Setelah Hon Ing turun tangan, terpaksa,
sebagaimana biasa, Han Liong tak dapat melawan kehendak
167 adiknya yang manja itu, dan ia turunkan juga silat yang diwarisinya
dari suhunya Hee Ban Kiat kepada mereka sebanyak sepuluh
jurus. Tetapi biarpun hanya sepuluh jurus,
Kedua nona itu merasa girang sekali dan belajar dengan rajin dan
bersemangat, karena yang mereka pelajari itu adalah sepuluh
jurus pilihan dari Kiauw-ta-sin-na yaitu gabungan dari Kim-na-hoat
dari (Lanjut ke Jilid 05) Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak
Bernama) Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 05 Siauw-lim-si dan Bu-tong-pai. Kalau sepuluh jurus pukulan ini
dipelajarinya dengan sempurna, maka kelihaiannya melebihi
ratusan jurus ilmu silat cabang lain. Lagi pula, di dalam pukulan
yang paling lihai dari Siauw-lo-ong Hee Bin Kiat si mata ini, Han
Ltoug telah mengadakan pecahan-pecahan dan variasi hingga
sepuluh jurus ini dapat terpecah menjadi puluhan gerakan.
Sebelah tingggal di rumah suhengnya selama setengah bulan, Han
Liong dan Hong Ing berpamit untuk meneruskan perantauan
mereka. Lie Kiam yang merasa sayang sekali kepada sutenya itu
168 tak dapat menahan, hanya memberi pesan agar sutenya berlaku
hati-hati dan jangan mudah mencari permusuhan.
"Sute," katanya kemudian, "kebetulan sekali aku mendapat
undangan dari Siok Houw Sianseng di Kie-lok, Sianseng ini
bukanlah sembarangan orang, bahkan ia ini kawan seperjuangan
almarhum ayahmu. Ia seorang sasterawan yang tubuhnya lemah
tapi pikirannya kuat dan pandai sekali. Tulisannya yang tajam
menyerang hebat pemerintah musuh dan membangkitkan
semangat perjuangan rakyat sehingga ia menjadi musuh
pemerintah. Besok lusa ia merayakan hari perkawinan puterinya.
Maka, kau wakililah aku, sute, sekalian kau belajar kenal dengan
orang tua bijaksana itu. Selain itu, di sana tentu datang semua
hohan dari kalangan kang-ouw hingga kau dapat, memperluas
pengalamanmu." Karena memang tidak mempunyai tujuan tertentu
dalam perjalanannya merantau, Han Liong menerima perintah ini
dengan gembira. Ia membawa surat dari Lie Kiam dan
berangkatlah ia dengan Hong Ing yang masih tetap menyamar
sebagai seorang pemuda yang tampan.
Karena sayangnya kepada mereka, Lie Kiam mengusahakan dua
ekor kuda yang baik untuk sute dan adiknya ini, sehingga mereka
berterima kasih sekali. Jarak antara kota tempat tinggal Lie Kiam
dan Kie-lok tidak jauh, hanya lebih kurang delapan puluh li, maka
sepasang pemuda pemudi tidak sangat tergesa-gesa. Mereka
membiarkan kuda mereka berjalan seenaknya saja. Ketika melalui
sebuah jalan gunung yang sempit, tiba-tiba dari belakang mereka
terdengar suara kaki kuda yang berlari kencang. Han Liong dan
169 Hong Ing menahan kuda mereka dan menanti di pinggir jalan.
Kebetulan di dekat Hong Ing ada bunga mawar gunung yang
sedang mekar harum, maka gadis itu tak dapat menahan hatinya
untuk tidak memetik bunga itu dan menancapkan di lipatan
pengikat rambutnya. Suara kaki kuda dari belakang makin keras kedengarannya dan
sebentar kemudian dua orang penunggang kuda itu dengan
secepat kilat lalu dekat merela karena jalan itu memang sempit.
Ternyata kedua penunggang kuda itu adalah dua orang
perempuan muda yang berwajah hitam dan buruk. Yang menarik
perhatian adalah sarung pedang dan hudtim atau kebutan yang
terselip di punggung mereka. Han Liong dan Hong Ing mencium
bau wangi yang ganjil ketika kedua wanita itu lewat. Tiba-tiba Hong
Ing menjerit perlahan. Ternyata ketika mereka itu lewat cepat di
dekatnya, seorang diantara mereka mengulurkan tangannya dan
sambil tertawa kecil wanita itu menyambar bunga mawar yang
tertancap di rambut Hong Ing!. Hong Ing marah sekali dan ia
segera menyentakkan kendali kudanya untuk mengejar.
"Sudahlah, adik Ing, biarkan saja. Di sini masih banyak bunga, mari
kupetikkan," cegah Han Liong yang tak ingin mencari onar karena
ia maklum bahwa kedua buruk itu memiliki kepandaian tinggi
sehingga lebih baik tidak mencari ribut dengan mereka hanya
karena setangkai bungai! Tapi mana Hong Ing mau menurut.
170 "Orang itu telah menghinaku, kau suruh aku diam saja" Koko,
kalau kau takut, bersembunyilah disini, aku harus memberi
tamparan kepada wanita setan itu!". Dan Hong Ing mencambuk
kudanya mengejar. Karena kudanya bagus dan ia memang pandai
berkuda, sebentar saja ia dapat menyusul.
"He, perempuan busuk, berhenti dulu!" teriaknya marah. Dua orang
perempuan di depannya menahan kuda mereka dan berpaling.
Hong Ing terkejut sekali melihat wajah mereka yang buruk
menjijikkan itu. Agaknya mereka berdua menjadi korban penyakit
kulit yang menyerang wajah mereka sehingga wajah mereka
menjadi hitam serta kulitnya bercacat. Tapi sepasang mata merela
yang indah, bersinar tajam ketika mereka memandang Hong Ing
dengan kagum. "Siangkong mengapa menahan kami?" tanya seorang diantara
mereka yang lebih tua. Hong Ing melihat bahwa bunganya kini
telah berada di atas rambut perempuan kedua, maka ia menunjuk
sambil membelalakkan mata,
"Perempuan ini berlaku keji sekali! Kembalikan bungaku!". Kedua
perempuan itu tertawa geli melihat sikap Hong Ing yang seperti
seorang kanak-kanak direbut bunganya.
"Bunga adalah lambang persahabatan dan rasa suka, mengapa
kau tidak rela kembangmu kuminta?" perempuan itu berkata
171 sambil tersenyum genit. "Siapa sudi menjadi sahabatmu" Ayoh
kembalikan!" Hong Ing membentak marah.
"Sumoi, kembalikan saja, jangan membikin siangkong yang
tampan ini menjadi marah," kata perempuan pertama. Karena
kata-kata sucinya ini, perempuan kembang itu lalu mengambil
bunga mawar itu dari kepalanya, lalu mendekatkan kembang itu ke
hidung dan bibirnya untuk dicium, kemudian ia lemparkan kearah
Hong Ing. "Ini, terimalah tanda mata dariku, siangkong!" katanya sambil
melirik dibuat-buat. "Cis, tak tahu malu!!" Hong Ing semakin marah dan menyampok
kembang itu dengan tangannya hingga berantakan di tanah.
"Memang sudah kuduga kalian bukan orang-baik!" Sambil berkata
begitu Hong Ing mencabut siang-kiamnya dan menyerang.
"Suci, biar kutangkap sitampan ini untuk teman seperjalanan!" kata
perempuan yang muda sambil tertawa genit, tetapi bersamaan
dengan ini ia mencabut kebutannya dan menggunakan kebutan itu
menangkis pedang Hong Ing. Hong Ing makin marah mendengar
kata-kata itu dan kedua tangannya bekerja keras memberi
serangan-serangan berbahaya bergantian. Melihat gerakan
"pemuda" ini, barulah lawannya tidak berani main-main lagi dan
172 melayaninya dengan hati-hati, bahkan kini ia mencabut pedangnya
dan membalas menyerang. Maka bertempurlah Hong Ing dengan perempuan buruk itu dengan
sengitnya. Ternyata lawan ini sangat lihai sehingga sebentar saja
Hong Ing terdesak. Ia terpaksa melompat turun dari kuda lalu
menyerang lagi. Perempuan itupun terpaksa melompat pula dari
kudanya, maka kini mereka berkelahi di atas tanah dengan lebih
seru. Selama bersama dengan Han Liong, Hong Ing telah banyak
mendapat petunjuk dari kakaknya ini sehingga ilmu silatnya
sekarang sudah jauh lebih hebat dari dulu, bahkan ia sudah
mempunyai beberapa tipu gerakan dari pelajaran yang didapat
Han Liong dari gurunya Kim-to Bie Kong Hosiang. Maka gerakan
siang-kiam di tangan Hong Ing sangat hebat, terlebih lagi ketika ia
bersilat dengan ilmu golok yang sudah diubah oleh Han Liong
dalam tipu gerakan Ngo-houw-toan-hun-to atau Lima Harimau
Mencegat di Pintu. Kedua pedangnya berputar-putar cepat.
Pedang kiri merupakan penjaga yang tangguh sedangkan pedang
kanan digunakan untuk menyerang, tetapi lawannya tidak kalah
hebatnya, terutama geeakan kebutan itu membuat Hong Ing
menjadi bingung. Kebutan itu dapat digunakan untuk melilit
pedangnya dan beberapa kail pedang kanannya kena terlilit. Kalau
tenaga dalamnya tidak begitu terlatih atas bimbingan Han Liong,
patti tadi-tadi pedang ditangannya sudah terlepas kena kebutan
lawannya! Sementara itu, kuda yang ditunggangi Hong Ing tadi,
ketika mendengar ribut-ribut pertempuran itu, menjadi terkejut dan
lari sambil meringkik keras! Tetapi Han Liong yang masih berada
173 di atas kudanya mendatangi tempat pertempuran itu, ketika melihat
kuda Hong Ing hendak kabur, sekali tubuhnya bergerak ia sudah
melayang keatas punggung kuda Hong Ing dan menahan
kendalinya. "Bagus!" terdengar pujian dari suci lawan Hong Ing yang melihat
gerakan ini dan menjadi sangat heran serta kagum. Ia maklum
bahwa pemuda kedua ini berkepandaian jauh lebih tinggi dari
pemuda yang sedang bertempur melawan adiknya itu karena dari
gerakannya saja ia sadar bahwa ia sendiri berdua adiknya takkan
dapat melawan pemuda ini. Maka ia segera berkata kepada
adiknya yang sedang berkelahi.
"Sumoi, mundurlah, ayo kita pergi. Lupakah kau akan pesan subo
agar kita jangan mencari onar di jalan" Urusan kecil diperhatikan,
urusan besar bisa gagal!" Dan ia gerakkan hudtimnya yang berbulu
kuning di tengah-tengah antara pedang adiknya dan pedang Hong
Ing. Ujung bulu kebutan yang lemas itu ternyata membawa tenaga
besar yang mengeluarkan angin, sehingga kedua orang yang
sedang bertempur itu terhuyung mundur! Kemudian ia memberi
hormat kepada Hong Ing dan Han Liong sambil senyum, "jiwi
Enghiong harap maafkan kami berdua." Dan dari kedua
kepalannya menyambar uap hitam yang kuat sekali kearah Han
Liong dan Hong Ing. Han Liong terkejut sekali dan maklum akan
keajaiban uap hitam itu, maka ia segera melompat ke depan
melindungi Hong Ing. Ia gerakkan tangan kirinya perlahan kedepan
dan uap itu membentur balik membuat perempuan buruk itu
terhuyung ke belakang! 174 "Maaf tak mengenal Gunnng Thai-san." Perempuan itu berkata dan
menujukan pandang matanya dengan tajam ke arah Han Liong
yang berdiri tersenyum saja. Kemudian ia tarik tangan adiknya dan
mereka berdua melompat ke atas kuda yang segera dipacunya!
"Koko, kenapa kau tidak basmi saja dua siluman perempuan itu?"
kata Hong Ing gemas. "Buat apa mencari permusuhan dengan segala orang yang tak
dikenal" Adik Ing, belajar sabarlah kau. Kau lihat dua orang wanita
tadi, mereka begitu berani. Kau anggap baikkah sikap berani
mereka itu" Kurasa kau tidak ingin seperti mereka bukan?" Hong
Ing hanya melirik dengan merengut, lalu berkata manja.
"Kau mau persamakan aku dengan siluman-siluman buruk itu?""
"Ah, tentu saja tidak, adikku. Kau cantik seperti dewi, sedangkan
mereka itu buruk seperti iblis neraka, mana bisa disamakan"
Hanya harus kau ingat, ilmu silat mereka, terutama yang tua lihai
benar." "Memang lihai, memang lihai"." Hong Ing mengangguk-angguk
dengan sikap menurut dan sabar, karena sebenarnya semua
175 kemarahan dan kegemasannya telah lenyap musnah mendengar
pujian Han Liong yang menyebut ia cantik seperti dewi! Iapun
patuh dan tak membantah lagi ketika Han Liong mengajaknya
melanjutkan perjalanan. Pada keesokan harinya, ketika matahari
telah terbenam, Han Liong dan Hong Ing tiba di Kie-lok dan dengan
mudah saja mereka dapat mencari rumah Siok Houw Sianseng
yang cukup dikenal. Tuan rumah yang berusia lebih kurang lima
puluh tahun itu dan sangat peramah serta halus budi bahasanya.
Ia menyambut mereka dengan gembira. Han Liong menyampaikan
surat Lie Kiam dan segera mereka dipersilakan memasuki ruang
tamu. Biarpun pesta baru akan diadakan pada esok harinya,
namun sudah banyak orang berkumpul di ruang tamu. Mereka ini
ialah tamu-tamu yang datang dari tempat jauh. Lebih kurang lima
meja dikelilingi para tamu. Ada yang berpakaian seperti jago silat,
tapi ada juga yang terdiri dari kaum sasterawan. Tentu saja mereka
itu memilih golongan masing-masing, sehingga rombongan tamu
terbagi menjadi dua, golongan ahli silat dan golongan ahli sastera.
Han Liong dan Hong Ing yang berpakaian seperti kaum
sasterawan, lagi pula karena sikap dan bahasa mereka lemah


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lembut, segera dianggap ahli-ahli sastera dan dipersilakan duduk
di bagian kutu buku yang berkumpul di situ sambil mengonol.
Mereka ini ada yang mempercakapkan kitab-kitab kuno, ada pula
yang membicarakan tentang syair-syair ternama dan hikayat serta
riwayat di tanah air pada zaman dahulu. Ternyata lebih banyak ahli
sastera daripada ahli silat yang berkumpul di situ. Ahli-ahli silat
yang berkumpul hanya ada dua meja terdiri dari dua belas orang,
176 sedangkan kaum sasterawan mengelilingi tiga meja. Hong log
segera tertarik oleh percakapan para ahli tulis itu, karena ia
sendiripun suka akan buku-buku dan kesusasteraan. Han Liong
diam-diam mengerling ke arah meja di seberang, di mana duduk
orang-orang gagah yang sedang bercakap-cakap riuh rendah
sambil minum arak sepuasnya. Tiba-tiba di meja sudut terdengar
tertawa meriah, bahkan ada beberapa orang yang bertepuk
tangan. "Memang sudah sepantasnya Bhok lo-Enghiong membuka
pertunjukan barang sepuluh jurus agar mata kami terbuka. Di
ruangan ini selain Bhok lo-Enghiong, siapa lagi yang patut
menambah pengertian kita?" demikian terdengar suara desakan.
Seorang yang bertubuh tinggi kurus, berusia lebih kurang empat
puluh tahun, berdiri dari kursinya. Ia menjura kepada orang yang
memujinya dengan sikap merendah, tapi dadanya tampak naik,
sehingga orang-orang tahu bahwa diam-diam ia merasa bangga.
"Cuwi," katanya, "Di sini berkumpul orang-orang dari kalangan bun
(sastera) yang halus dan sopan, mana aku berani memperlihatkan
kekasaranku. Juga tuan rumah adalah seorang siucai yang
terhormat, sekailikali aku tak berani kurang ajar!" Lalu ia duduk
kembali. "Mana bisa begitu?" seorang tua bertubuh gagah kuat berkata,
"Bhok Enghiong hendak mengadakan penunjukan silat, ini
bukanlah mengganggu, bahkan membantu tuan rumah
177 meramaikan dan menggembirakan pestanya. Siok Sianseng
adalah seorang sasterawan patriot yang mengutamakan
kegagahan, hingga biarpun beliau bertubuh lemah, tapi jiwanya
termasuk orang gagah juga, apa bedanya dengan kita" Kalau bun
(kesusasteraan) dan bu (kegagahan) tidak disatupadukan, mana
perjuangan akan berhasil" Siok Sianseng, bukankah pendapatku
ini benar?" tanyanya kepada Siok Houw Sianseng yang sedang
menghampiri mereka karena tertarik oleh suara perdebatan itu.
Siok Sianseng menjura dan berkata gembira,
"Kalau para Enghiong merasa gembira dan hendak mengadakan
pertunjukan, sudah tentu hal itu amat menggirangkan dan siauwte
sebelumnya menghaturkan banyak terima kasih!"
"Nah, apa kataku" Ayoh, Bhok Enghiong, silakan kau membuka
pertunjukan lebih dahulu. Tidak mudah kami melihat
menyambarnya Garuda Putih kalau tidak kebetulan berada di
pesta Siok Sianseng!"
Mendengar orang she Bhok itu disebut Garuda Putih, Han Liong
segera memperhatikan. Jadi orang tinggi kurus yang dipuji-puji itu
adalah suhengnya, Bhok Kian Eng si Garuda Putih" Ia lihat Bhok
Kian Eng dengan sikap apa boleh buat berdiri dari kursi dan setelah
mengangkat kedua tangannya ke kepala memberi hormat kearah
para tamu, ia melompat ke tengah ruangan yang lebar dan kosoug
itu. Di situ ia bersilat tangan kosong dan tubuhnya melompat ke
sana ke mari. Memang hebat kepandaian Garuda Putih ini. Gin178
kangnya sudah mahir sekali sehingga ketika ia percepat gerakangerakannya, maka kedua kakinya seakan-akan tak menginjak
lantai! Tubuhnya menjadi bertambah seakan-akan ada dua orang
yang bersilat karena cepatnya gerak tubuhnya. Diam-diam Han
Liong kagum. Tak kecawa Bhok Kian Eng ini menjadi murid dari Liok-tee Sin-mo
Hong In si Iblis Daratan, karena ternyata ilmu meringankan tubuh
yang bebat dari Iblis Daratan itu sedikitnya delapan bagian telah
diwarisinya! Tentu saja semua tamu menyambut ilmu silat yang
lihai ini dengan tepuk tangan riuh, disana-sini terdengar suara
pujian. Bibran para sasterawan yang asing sama sekali akan
pertunjukan seperti itu, juga mau tak mau menjadi tertarik. Mereka
ini heran betul betapa tubuh seorang manusia biasa dapat
bergerak selincah burung garuda hingga mengaburkan mata!.
Maka mereka juga ikut bertepuk tangan memuji. Dengan hati
kecewa Han Liong melihat betapa suhengnya itu mempunyai
watak sombong dan takabur, jauh berbeda dengan Lie Kiam, twasuhengnya. Bhok Kian Eng menghentikan silatnya dan menjura
dengan mulut tersenyum dan dada yang kurus itu terangkat naik!
"Sungguh hebat setali ilmu silatmu, Bhok Enghiong. Baru sekarang
aku menyaksikan sendiri kelihaian Garuda Putih, sungguh
membikin kami gentar. Tapi, sudikah kau memperlihatkan
pertunjukan ilmu sambit kim-chi-piauwmu yang terkenal itu?" Bhok
Kian Eng makin angkuh mendengar pujian orang, maka tanpa
ragu-ragu lagi ia rogoh sakunya,
179 "Lihat, aku hendak memadamkan semua lilin besar di meja-meja
ini!" Dan ia mulai mengayunkan tangannya. Tiap kali ia
mengayunkan tangannya, maka padamlah sebuah lilin di meja
pertama! Demikianlah, dengan bergiliran lilin-lilin besar di semua
meja padam kena sambitan kim-chi-piauw, sedangkan uang logam
yang disambitkan itu sama sekail tidak melukai orang! Ketika lilin
di depan Han Liong kena dan padam, maka tinggal sebuah lilin di
meja para sasterawan di ujung ruangan itu saja yang belum
padam. Bhok Kin Eng mengeluarkan kepandaiannya untuk
sambitan terakhir ini. Ia sengaja berdiri membelakangi meja itu dan
tiba-tiba tangan kirinya bergerak melalui bawah lengan kanan!
Sebuah uang tembaga meluncur cepat ke arah api lilin. Tapi tibatiba seorang sasterawan muda tampak terkejut hingga tangan
kanannya terangkat ke depan.
Uang logam itu tidak mengenai lilin karena buktinya lilin tidak
padam dan senjata rahasia itu entah kemana terbangnya.
Keadaan menjadi sunyi dan Bhok Kian Eng heran sekali mengapa
tidak terdengar tepuk tangan untuk sambitan kali ini, tidak seperti
hasil sambitan sambitan yang tadi. Ia segera menengok dan
wajahnya merah ketika melihat lilin itu masih menyala! Rupanya
sambitannya tidak mengenal sasaran. Maka untuk menutup rasa
malunya, ia ayunkan lagi tangannya, kini tangan itu melalui
selangkang kakinya! Tapi kini semua tamu, kecuali Han Liong yang
telah tahu, merasa terkejut sekali, karena pada saat uang logam
itu akan menyambar api lilin, tiba tiba uang logam yang pertama
datang menyambar dan membentur uang logam kedua hingga
180 menerbitkan suara nyaring dan kedua senjata rahasia itu jatuh ke
atas lantai! Han Liong kagum melihat hal ini. Tadi ia dapat melihat betapa
dengan gerakan Menangkap Burung Terbang, sasterawan muda
yang duduk di meja itu telah berhasil menangkap piauw pertama
tanpa diketahui orang lain dan kemudian setelah piauw kedua
menyambar, ia gunakan piauw pertama itu untuk menyambut
piauw kedua! Tapi gerakan ini tentu saja dapat terlihat oleh semua
orang hingga menimbulkan suara-suara kagum dan heran terkejut.
Bhok Kian Eng merasa malu dan marah sekali, karena merasa
dipermainkan orang. Segera ia menghampiri sasterawan yang
bertubuh tegap berwajah cakap dan berusia lebih kurang tiga puluh
tahun itu, dan dengan senyum dibuat-buat Bhok Kian Eng menjura.
"Saudara telah memperlihatkan kelihaian dan dengan itu memberi
pelajaran padaku, maka janganlah kepalang, siauwte mohon
pengajaran barang dua-tiga jurus." Sasterawan muda itu tertawa,
"Bhok Enghiong terkenal dengan julukan Garuda Putih, ternyata
memang bukan nama kosong belaka. Tadi siauwte telah melihat
ilmu silatmu dan soal kepandaian gin-kang, aku orang she Bie
boleh berguru padamu! Tapi, dengan uang logam memadamkan
api di meja semua orang, bukanlah itu tak mengindahkan orang
lain?" Bhok Kian Eng menundukkan kepalanya dan ia memang
merasa bahwa dirinya bersalah. Tapi ia beradat keras dan tinggi
hati, mana ia mau mengalah begitu saja"
181 "Bie Enghiong, memang siauwte bermata tapi seakan-akan buta,
biarlah kesempatan ini kugunakan untuk mengerti kelihatanmu."
Orang yang ditantangnya secara halus itu berdiri dan
menanggalkan baju luarnya sambil tersenyum,
"Aku Bie Cauw Giok selamanya tak suka bermusuh, tapi juga
selamanya takkan mundur jika hendak dicoba orang. Marilah, Bhok
Enghiong, kutemani kau main-main sebentar untuk menggembirakan pesta Siok Sianseng yang budiman."
Lalu dengan gerakan lincah sekali, ia melompat ke tengah ruangan
dengan ilmu loncat It-ho-ciong-thian atau Burung Hoo Terjang
Langit. Hong Ing melihat ini menjadi kagum karena gerakan ini
menunjukkan gerakan seorang ahli lweekeh. Tapi yang lebih heran
adalah Han Liong. Ketika ia mendengar orang itu menyebutkan
namanya Bie Cauw Giok, tanpa disadarinya, ia bangun dari
kursinya dengan wajah gembira. Karena nama itu bukan lain ialah
nama murid tunggal dari gurunya sendiri, Pauw Kim Kong Bengsan Tojiu si Malaikat Rambut Putih! Jadi, sebagaimana Bhok Kian
Eng maka Bie Cauw Giok inipun bukan lain adalah suhengnya
sendiri! Dan kedua suheng ini sekarang saling berhadapan hendak
bertempur! Tentu saja ia merasa gelisah dan bingung.
Sementara itu, Bhok Kian Eng juga sudah melompat menyusul Bie
Cauw Giok dan segera mereka bertanding mengadu kepalan.
182 Bhok Kian Eng yang berwatak keras segera melancarkan
serangan bertubi-tubi dengan mengeluarkan ilmu silatnya yang
istimewa. Tapi Bie Cauw Giok ternyata bukan orang lemah dan
dapat melayaninya dengan baik sekali. Mereka berdua bergerak
cepat sehingga membuat para penonton menahan nafas dan tak
dapat membedakan mana kawan dan lawan. Han Liong yang
masih berdiri bingung segera dapat mengenal perbedaan mereka
dalam hal kepandaian. Bhok Kian Eng sangat mahir tentang ilmu
meringankan tubuh hingga gerakannya lebih gesit dan cepat,
sedang Bie Cauw Giok mempunyai keuletan luar biasa dan tenaga
dalamnya lebih tinggi daripada lawannya.
Bhok Kian Eng dapat melancarkan serangan lebih sering karena
lincahnya, tapi ia selalu menjaga agar jangan sampai beradu
tangan, karena tadi baru sekali saja berada lengan ia terhuyunghuyung mundar dan lengannya terasa sakit! Maka keadaan
mereka boleh dibilang tak jauh selisihnya. Namun Han Liong yakin
bahwa jika didiamkan saja, seorang di antara mereka pasti akan
terluka, dan ia tak ingin hal ini terjadi. Tanpa raga-ragu lagi ia
melompat kedepan. Orang-orang hanya melihat bayangan
berkelebat di antara kedua orang yang bertanding itu, dan tahutahu Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terhuyung mundur bagai
ditolak oleh suatu tenaga besar! Han Liong menjura kepada
mereka berdua dengan sikap hormat sekali, lalu berkata,
"Siauwte mohon maaf dan harap sudilah suheng berdua
menghentikan permainan-permainan yang berbahaya ini." Bhok
183 Kian Eng dan Bie Cauw Giok yang tadinya merasa marah kini
menjadi terheran-heran. "Eh siapakah kau maka menyebut aku suhengmu?" Bhok Kian Eng
bertanya dengan marah, sedangkan Bie Cauw Giok memandang
makin heran. Kalau orang ini benar-benar sute dari Bhok Kian Eng,
mengapa menyebut suheng pula kepadanya" Tapi diam-diam
kedua orang gagah itu kagum melihat gerakan dan tenaga anak
muda yang telah dengan mudah membuat mereka terhuyung
mundur. Tapi mereka juga mesata amat tidak senang atas
kelancangan anak muda ini.
"Siauwte adahh Si Han Liong. Bukanlah Bhok suheng murid suhu
Liok-tee Sin-mo Hong In dan bukankah suhu Pauw Kim Kong guru
dari Bie suheng?" Untuk kedua kalinya Bhok Kian Eng dan Bie
Cauw Giok terheran-heran karena pemuda itu dapat mengetahui
nama guru mereka. Tentu saja mereka tidak percaya karena mana
bisa jadi, sute mereka masih begitu muda tapi berkepandaian
demikian tinggi" "Bie Enghiong," Bhok Kian Eng berkata kepada Bie Cauw Giok,
"Agaknya orang ini hendak mempermainkan kita dan
memamerkan kegagahannya untuk menghina kita berdua."
184 "Benar begitu kiranya," kata Bie Cauw Giok, "karena mana
mungkin sutemu menjadi suteku pula" Biarlah aku mencobanya
dulu, sampai di mana kepandaian orang yang mengaku suteku ini."
"Tidak, biar aku maju lebih dulu untuk memberi pelajaran
kepadanya," bantah Bhok Kian Eng. Sampai di lini, maka
kesabaran Hong Ing yang dari tadi dirahan-tahan menjadi hilang
melihat kokonya dipandang readah. Dan sekali melompat ia telah
berada di tengah ruangan itu. Semua tamu makin heran melihat
datangnya seorang pemuda yang muda dan cakap, dan dari
gerakannya ternyata memiliki kepandaian tinggi. Suasana menjadi
tegang. "Jiwi Enghiong jangan berebut. Kalau jiwi masih tidak percaya
kepada kokoku ini dan masih menganggap dia seorang sute palsu,
kurasa untuk mencobanya tak perlu seorang demi seorang.
Majulah saja bersama-sama, pasti kokoku akan dapat melayani
jiwi dengan baik." Kata-kata ini mengandung tantangan hebat dan
memandang rendah kedua orang itu, maka wajah kedua orang itu
menjadi merah padam. Han Liong melihat kenakalan Hoag Ing,
buru-buru menunduk memberi hormat dan berkata,
"Jiwi suheng, ia adalah adikku Hong Ing. Maafkan dia yang masih
muda, tetapi biarlah suheng berdua melaksakan seperti yang
diusulkannya. Siauwte akan melayani suheng berdua, tetapi
siauwte akan membuktikan bahwa ilmu silat yang siauwte pakai
dalam permainan ini tiada bedanya dengan ilmu suheng sendiri."
185 Kedua orang itu heran dan tercengang atas keberanian orang
muda ini. Bagaimana seorang dapat melayani mereka berdua
dengan menggunakan dua macam cabang ilmu silat" Tetapi
karena tahu akan ketangguhan lawan, Bhok Kian Eng memberi
tanda kepada Bie Cauw Giok dan berkata,
"Kau sombong sekali, anak mula. Baiklah, mari kita serang dia
bersama-sama, Bie Enghiong, lihat, bagaimana dia akan melayani
kita." "Tetapi tidak adil kalau kita harus maju terentak, Bhok Enghiong,"
bantah Bie Cauw Giok. "Tidak apa, Bie suheng, majulah," kata Han Liong dengan tenang
dan mengambil tempat di tengah, Bhok Kian Eng di kiri dan Bie
Cauw Giok di kanan. Mendengar kata-kata yang bersifat menantang ini, Bhok Kian Eng
dan Bie Cauw Giok tak dapat menahan rasa amarahnya dan maju
melakukan serangan hebat! Han Liong yang telah, dilatih
sempurna oleh Kam Hong Siansu yang menciptakan Ilmu Silat
Empat Bintang, yakni yang mengambil dasar dari pelajaran
keempat guru Han Liong, tentu saja kenal baik gerakan-gerakan
kedua suhengnya itu. Segera ia bergerak dengan gesit, tangan
kanan dipakai menangkis serangan Bie Cauw Giok dan tangan kiri


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis serangan Bhok Kian Eng. Sekaligus ia dapat
186 mempergunakan dua gerakan dari kedua cabang persilatan,
dengan mengandalkan kekuatan ilmu ginkangnya yang tinggi,
sehingga tubuhnya dapat bergerak dengan cepat.
Setelah menyerang beberapa belas jurus, kedua suheng itu
terheran-heran dan terkejut, karena ternyata semua gerakan Han
Liong adalah benar-benar ilmu silat cabang mereka! Bahkan
tangkisan-tangkisan anak muda itu membawa tenaga yang
demikian besar sehingga tiap kali lengan mereka beradu, kedua
orang itu mesata betapa tubuh mereka terpental dan lengan
mereka tergetar hebat. Hal ini membuat mereka heran dan kagum,
lebih-lebih Bie Cauw Giok yang memiliki ilmu tenaga dalam yang
tinggi namun tetap tak berdaya terhadap orang yang mengaku
sutenya itu! Juga Bhok Kian Eng yang mahir ilmu meringankan
tabuh, kagum sekali melihat gerakan Han Liong yang tak kalah
hebatnya jika dibandingkan dengan gurunya, Hong In si Iblis
Daratan sendiri! Tapi kedua orang itu masih belum puas dan
mereka menyerang semakin hebat.
Han Liong terpaksa menggunakan ilmu silatnya Empat Bintang
Untuk melayani kedua suheng ini. Tentu saja kedua lawannya
menjadi bingung karena pemuda ini kini bergerak dalam ilmu silat
yang aneh sekail. Mirip ilmu silat mereka sendiri, tapi toh bukan!
Dan sebentar saja kedua orang itu merasa seakan-akan bukan
sedang bertanding melawan seorang, tapi lebih dari lima orang.
Dimana-mana tampak bayangan pemuda itu mengeroyok mereka!
Sementara itu, Hong Ing yang bermata tajam melihat seSosok
bayangan tubuh melayang-layang di atas genteng. Diam-diam
187 nona ini melayang ke atas mengejar. Alangkah marahnya ketika
dilihatnya bahwa bayangan itu tidak lain dari wanita buruk yang
merampas kembangnya dan bertempur dengannya siang tadi!
Setan perempuan itu sedang mencari-cari dari atas genteng
dengan pedang dan kebutannya di kedua tangan.
"Siluman perempuan, kau berani datang mengacau?" teriak Hong
Ing. Perempuan itu memperlihatkan senyum mengejek.
"Eh, kau juga berada di sini, siangkong" Jangan kau turut campur
urusanku." "Kau kira aku takut padamu?" bentak Hong Ing yang segera
menyerang dengan siang-kiamnya. Lawannya memperdengarkan
suara menghina dan mereka segera bertempur seru. Han Liong
biarpun sedang dikeroyok oleh kedua subangnya, namun ia masih
dapat memperhatikan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Maka
ketika Hong Ing melayang ke atas genteng, hal itu tak terlepas dari
pandanyanya. Ia merata khawatir akan keselamatan adiknya yang
nakal dan suka mencari onar itu, maka sambil berkata,
"Maaf, jiwi suheng, siauwte tak dapat melayani kalian lebih lama
lagi." Tubuhnya lalu melambung ke atas langsung ke tempat Hong
Ing tadi melompat. Tetapi kedua suheng itu yang hendak menuntut
keterangan dan penjelasan dari pemuda ini, segera melompat
mengejarnya! Mereka bertiga melihat betapa Hong Ing terdesak
188 hebat oleh seorang perempuan berwajah buruk yang memainkan
pedang dan kebutan secara dahsyat sekali. Melihat perempuan itu.
Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok berbareng mengeluarkan
seruan kaget, "Ji-siauw-molie!" Tapi Han Liong tak perdulikan sebutan Setan
Perempuan Muda Kedua ini, hanya segera tangannya bergerak
menyambar ke arah perempuan itu. Perempuan itu berseru
terkejut karena kebutannya hampir saja terlepas dari tangannya
ketika terkena sambaran angin pukulan Han Liong. Ia melirik
sekilas dan tertawa menghina.
"Hm, bagus! Kalian semua sudah berkumpul menjaga penberontak
tua she Siok" Baik sekali, kami takkan datang percuma kalau
begini. Nah, tunggulah, besok diwaktu penagntin bertemu, kami
akan kembali main-main dengan kallanl" Sehabis berkata
demikian, ia menggerakkan tubuhnya dan menghilang. Hong Ing
hendak mengejar, tapi Bhok Kian Eig berkata.
"Jangan kejar!" Suaranya menunjukkan kekhawatiran besar, maka
Han Liong dan Hong Ing menjadi heran. Tapi orang she Bhok itu
memberi tanda supaya mereka semua turun. Para tamu di ruang
itu semua tampak pucat dan ketakutan, bahkan para jago silat juga
tampak gelisah. Hanya tuan rumah yang lemah dan tua itu saja
kelihatan tenang dan sedang mencoba untuk menenteramkan hati
para tamunya. Melihat semangat dan ketabahan orang tua she
Siok ini, mau tak mau Han Liong dan Hong Ing merasa kagum juga.
189 "He, anak muda. Sebelum kita bicara lebih lanjut, kami harap kau
memberi penjelasan padaku tentang keadaan dirimu yang
mengaku menjadi suteku ini," kata Bhok Kian Eng.
"Siauwte memang benar murid Liok-tee Sin-mo, dan siauwte
bahkan sudah bertemu dengan twa-suheng Lie Kiam. Kedatangan
siauwte ke sini juga atas suruhan twa-suheng. Mungkin suhu
belum pernah memberitahu kepadamu, suheng, maka tidak kenal
pada siauwte," Bhok Kian Eng menganguk-angguk dan diam-diam
girang mempunyai seorang adik seperguruan yang demikiaa
cekatan, tapi ia masih belum puas mengapa adik seperguruannya
ini lebih pandai darinya!
"Saudara, kalau kau benar sute diri Bhok Enghiong, mengapa kau
juga mengaku menjadi suteku" Bukankah ini aneh dan bohong
belaka?" tiba-tiba Bie Cauw Giok menyela.
"Bie suheng, mana siauwte berani membohong. Dengan
sebenarnya siauwte juga murid dari suhu Pauw Kim Kong yang
mengajarku bersama-sama dengan suhu Hong In, suhu Bie Kong
Hosiang dan juga suhu Hee Ban Kiat!" Mendengar ini, kedua
suheng itu memandangnya heran dan kagum. Hong Ing yang ikut
merasa bangga bahwa kokonya menjadi pusat kekaguman orang,
segera bertindak maju dan memperkenalkan lebih lanjut,
190 \"Tidak hanya koko Han Liong murid keempat cianpwe itu, juga dia
adalah murid dari Kam Hong Siansu."
"Stt, Ing moi...!" Han Liong mencegah, dan semua orang
tercengang mendengar bahwa pemuda cakap itu disebut Ing-moi!
Hong Ing mana mau menurut teguran dan cegahan Han Liong, ia
terus saja menyombong, "Dan tahukah semua Enghiong dan
cianpwe yang berada disini, siapa Han-ko ini" Ia bukan lain ialah
putera tunggal dari almarhum Si Enghiong..."
"Betulkah itu?" tiba-tiba tuan rumah bertanya heran. Orang tua she
Siok int pernah berjuang bahu-membahu dengan Si Cin Hai atau
yang lebih terkenal dengan sebutan Si-Enghiong. Terpaksa Han
Liong tak dapat menyembunyikan diri dan asal-usulnya lagi,
sehingga semua orang mengerumuninya dengan kagum. Juga
Bhok Kian Eng daa Bie Cauw Giok yang tadinya merata
penasaran, kini bahkan merasa bangga mempunyai seorang sute
yang bukan lain adalah putera Si Enghiong yang mereka semua
puja itu.! Kemudian Han Liong bertanya tentang keadaan
perempuan buruk yang datang mengganggu tadi.
"Kau belum kenal dia, sute?" kata Bhok Kien Eng dengan suara
mengandung kepuasan dan kebanggaan bahwa betapaun juga,
dalam kalangan kang-ouw ternyata ia jauh lebih berpengalaman
dari pada sutenya. 191 "Dia itu bernama Kiu Lau yang dijuluki Jie siauw-moli, sebenarnya
iblis wanita itu biasanya keluar berpasangan dengan cicinya yang
bernama Kiu Hwa Twa-moli. Kepandaian silat kedua enci adik itu
memang luar biasa, teristimewa Kiu Hwa, kakak iblis wanita yang
datang tadi, sehingga mereka berdua ditakuti orang banyak di
kalangan kang-ouw. Sebenarnya mereka sendiri tak berapa kejam
atau jahat, tetapi yang membuat orang menjadi takut adalah
mengingat bahwa mereka berdua ini adalah murid dari Loh-san
Sam-moli atau Tiga Iblis Wanita dari Gunung Loh-san."
"Hm, agaknya mereka keluarga iblis-iblit, tapi yang datang tadi iblis
kecil tak berapa hebat kepandaiannya" berkata Hong Ing. Bie
Cauw Giok memandang wajah Hong Ing dengan tajam.
"Sute, kepandaian adikmu ini lumayan juga hingga berani
menahan Jie siauw-moli. Dari mana Lihiap mempelajari permainan
siang-kiam sehebat itu?" Hong Ing mengerling ke arah Han Liong
dengan penyesalan mengapa katak ini kurang hati-hati hingga tadi
membuka rahasianya dan membuat semua orang tahu bahwa ia
sebenarnya adalah seorang gadis! Tapi, mendengar semua orang
juga mengagumi ilmu silatnya, ia terpaksa tersenyum merendah.
"Ah, aku hanya belajar sedikit ilmu silat dari guruku Sang Bouw
Nikouw di kelenteng Bok-sin tang. Mana aku dapat disamakan
dengan Han-ko yang mempunyai banyak guru" Demikianlah
dengan gembira mereka bercakap-cakap dan Han Liong
diperkenalkan kepada para tamu lain. Han Liong bertanya kepada
192 Siok Houw Sianseng mengapa iblis wanita itu datang membikin
gaduh, dan apakah yang menyebabkan tuan rumah itu dimusuhi
oleh Jie-siauw-moli. "Si hiante," jawab Siok Houw yang menganggap Han Liong
sebagai keponakan sendiri, "Aku selamanya belum pernah
bertemu maupun bermusuhan dengan mereka, tapi hal ini juga
terjadi pada almarhum ayahmu. Maka, mudah saja diduga dari
mana dan siapa yang menyuruh mereka datang ke sini
menggangguku. Tak lain menurut dugaanku mereka itu pasti
bekerja untuk pemerintah musuh"
"Ini benar sekali," sambung Bie Cauw Giok, "suhu belum lama ini
juga mengirim kabar padaku bahwa sekarang banyak sekail orang
kalangan liok-lim yang diperalat oleh kaisar untuk membasmi
semua orang yang bersikap memusuhi pemerintahannya. Dan
menurut berita-berita yang kudengar, bahkan sekarang Tiga Iblis
Wanita dari Loh-san itu telah menjadi pembantu yang dipercaya
dari para pengawal istana kaisar. Siok Houw Sianseng menghela
napas. "Aku yang tua dan tak berguna ini tieda harganya untuk
merepotkan para Enghiong. Biarlah mereka datang dan
mengambil jiwaku. Tapi yang membuat aku menyesal ialah
mengapa mereka justeru memilih waktu sekarang" Mengapa
mereka tidak menunggui sampai aku selesai merayakan
perkawinan anakku?" 193 "Siok Sianseng jangan takut. Biar iblis-iblis itu datang, aku orang
she Bhok, pasti akan mengajak mereka adu jiwa." Kata-katanya ini
biarpun terdengar jumawa namun diam-diam Han Liong merasa
girang karena ia mendapat kenyataan bahwa biarpun tabiatnya
kasar, namun subengnya ini ternyata gagah berani dan jujur.
"Bhok twako benar. Kami takkan tinggal diam," Bie Cauw Giok
menghibur Siok Sianseng, "Tapi kita harus berhati-hati, musuh
yang akan datang besok itu bukanlah orang-orang lemah. Harap
Bhok twako berhati-hati dan waspada. Baiknya di sini ada Si sute
dan Lihiap yang merupakan tenaga bantuan tangguh hingga kita
tak usah merasa takut."
"Dua orang wanita itu tak berapa berbahaya," kata Han Liong,
"Terus terang saja aku dan adikku bertemu dengan mereka siang
tadi" Lalu ia menceritakan pengalamannya kepada semua orang.
Melihat Han Liong agaknya tidak takut terhadap kedua iblis wanita
itu, semua orangpun berbesar hati. Setelah itu mereka beristirahat.
Han Liong sekamar dengan kedua suhengnya, sedangkan Hong
Ing bermalam dengan Kim Lian,. puteri Siok Sianseng yang akan
kawin besok harinya. Gadis ini merasa kagum dan senang sekali,
berkenalan dengan nona pendekar itu.
Malam itu semua orang gagah tidur dengan bergiliran tapi
semalam-malaman itu tak terjadi sesuatu. Pada keesokan harinya,
194 udara terang dan cuaca bagus, maka sudah sepantasnya orangorang bergembira. Tapi jika seseorang memperhatikan wajah
orang-orang dalam ramah Siok Sianseng, tentu mereka akan
melihat betapa wajah orang-orang itu mengandung kecemasan
hebat. Tamu-tamu baru datang dari segala tempat sehingga dalam
sekejap saja rumah keluarga Siok penuh orang. Banyak pula jago
silat datang bertamu, maka Bhok Kian Eng menjadi tambah girang
karena mereka ini dapat diharapkan bantuannya bila iblis-lblis itu
datang mengganggu. Hampir semua tamu yang datang, baik ia
sasterawan maupun jago silat, terdiri dari para orang gagah
pencinta bangsa dan pengikut-pengikut Si Enghiong dulu atau
sisa-sisa kaum pemberontak yang dihancurkan oleh pemerintah
bangsa Boan. Ketika rombongan pengantin laki-laki datang menjemput calon
isterinya, keadaan menjadi ramai dan suasana menjadi sangat
meriah, orang-orang lupa sejenak akan ancaman bahaya. Suara
tambur dan gembreng, mercon dan orang-orang tertawa
memenuhi suasana rumah itu. Tiba-tiba tampak tiga bayangan
orang berkelebat! Dua orang tua laki-laki dan seorang wanita
tampak berdiri di depan tuan rumah, lalu menjura memberi
selamat. Semua orang heran karena gerakan mereka demikian
cepatnya sehiniga tahu-tahu sudah berada disitu, entah dari mara
datangnya! Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok diam-diam bersiap
dengan senjata masing-masing. Tetapi Siok Sienseng
memandang mereka dengan wajah girang, sedangkan Han Liong
tiba-tiba meloncat ke depan ketiga orang tua itu dan memberi
hormat sambil berlutut. 195 "Suhu! Ie-ie!!"
"Han Liong, kau juga berada di sini" Syukurlah!" seru ketiga orang
itu terdengar girang sekali seperti suara orang yang terbebas dari
kekhawatiran besar ketika melihat muridnya-pun berada di situ.
Ternyata wanita setengah tua yang kelihatan gagah itu bukan lain
adalah Yo Leng Ing, bibi Han Liong, sedangkan kedua orang tua
ita adalah Siauw lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu dan Kim-to Bie
Kong Hosiang, dua diantara guru-garu Han Liong! Tentu saja
pertemuan ini sangat menggirangkan dan Siok Sianseng merasa
bangga menerima tamu-tamunya yang terdiri dari orang-orang
gagah golongan tua dan patriot-patriot bangsa yang terkenal.
Dihadapan tuan rumah, ketiga orang tua ini tidak menyatakan apaapa, hanya sekedar datang memberi selamat. Tapi ketika
mendapat kesempatan, Hee Ban Kiat menarik tangan Han Liong
ke samping dan berkata, "Han Liong, kita harus waspada, Siok Sianseng akan didatangi
orang-orang jahat" Han Liong menyangka dua iblis wanita yang
datang malam tadi itulah yang dimaksudkan oleh gurunya, tapi ia
bertanya. "Siapakah mereka itu, suhu?"
196 "Loh-san Sam-moli!"
"Oh, Tiga Iblis Wanita dari Loh-san?" bata Han Liong berseru
kaget. Hee Ban Kiat mengangguk,
"Untuk itulah maka aku, Bie Kong Hosiang, dan Yo Toanio datang
kemari. Ketiga iblis itu mempunyai kepandaian dan ilmu silat yang
tinggi pula. Belum tentu kita sanggup melawan dan
mengalahkannya, tapi bagaimanapun juga, kita harus melindungi
Siok Sianseng." Han Liong lalu menceritakan dengan singkat


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa murid ketiga iblis wanita itu semalam telah datang dan
berjanji hendak datang menyerbu hari ini.
Kemudian, ketika Bie Kong Hosiang dan Yo Lee In juga datang ke
sana dan mendengar kisah perjalanannya semenjak berpisah, Han
Liong segera melambaikan tangan kepada Hong Ing. Ia
memperkenalkan gadis yang masih berpakaian laki-laki itu kepada
ie-ienya dan kepada kedua suhunya. Yo Leng In memandang
gadis itu dan diam-diam ia mengakui persamaan wajah anak itu
dengan cicinya. Tetapi karena mengingat bahwa gadis itu adalah
puteri Lie Ban musuhnya, maka ia hanya menyambut dengan
dingin saja. Melihat ketiga orang tua itu bercakap-cakap dengan
Han Liong, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok mendekati mereka.
Hee Ban Kiat dengan matanya yang tinggal satu itu memandang
ke arah mereka. Kedua orang itu sangat terkejut melihat betapa
mata itu bersinar sangat tajam seakan-akan dapat menembus
dada! 197 Han Liong segera mengundang mereka itu duduk dan
memperkenalkan Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok sebagai
murid Liok-te Sin-mo dan Beng-san Tojin! Kedua orang itu segera
memberi hormat kepada mereka. Mendengar bahwa Loh-san
Sam-moli akan datang, kedua orang itu menjadi pucat, tetapi
melihat bahwa kedua guru dan ie-ie Han Liong, yang tinggi ilmu
silatnya itu berada di situ hati mereka agak tenteram. Di antara
mereka semua, hanya Hong Ing saja yang merasa sangat kurang
senang hati!. Menurut anggapannya mungkin ketiga orang tua itu
tak suka padanya, dan ia maklum mengapa mereka demikian.
Maka ia mesata hatinya sangat tersinggung dan berduka. Han
Liong juga dapat merasakan keadaan adiknya ini, maka beberapa
kali ia mengerling ke arah Hong Ing dengan pandangan iba dan
mesra. Melihat pandangan iba dari kakaknya itu, Hong Ing makin merasa
sedih. Dengan menundukkan kepalanya, gadis itu segara berdiri
dan meninggalkan mereka, menghilang diantara orang banyak
yang berkerumun berdesak-desak melihat pengantin. Ketika smua
orang tengah bergembira, tiba-tiba terdengar suara tertawa
nyaring yang mengalahkan semua suara gaduh. Suara itu sangat
merdu dan nyaring, tetapi juta mendatangkan pengaruh yang
menyeramkan. Han Liong berkelebat ke atas genteng, diikuti oleh
kedua gurunya, ie-ienya, dan kedua suhengnya. Juga beberapa
belas jago silat yang berkepandaian tinggi ikut menyerbu naik!
Keadaan menjadi panik. Mereka yang tidak mengerti ilmu silat
198 mencari perlindungan di dalam kamar, tak peduli kamar siapa saja
dimasukinya dan pintu ditutup dari dalam.
Kedua pengantin cepat dibawa orang bersembunyi dalam kamar
pengantin dan dijaga oleh beberapa orang gagah dengan senjata
di tangan! Di atas genteng tampak berdiri tiga orang perempuan
terengah tua yang berpakaian serba hijau dan masing-masng
memegang kebutan dan pedang. Mereka ini adalah Loh-san Sammoli yang terkenal dan ditakui semua orang! Di pinggir mereka
berdiri Kiu-hwa Twa-moli, sedangkan Kiu Lan Siauw-moli sedang
bertempur melawan Hong Ing, Kiu Lan menggunakan hudtim dan
pedang, sedangkan Hong Ing menggunakan siang-kiamnya.
Ketika itu Hong Ing memainkan ilmu pedang pasangan warisan
gurunya dan mencoba berkelahi dengan nekad, terdorong oleh
kedukaan hatinya. Melihat permainan ini, tiba-tiba iblis termuda
berkata sambil kebutkan hudtimnya,
"Berhenti!" Dan heran, sambaran angin hudtimnya cukup untuk
membuat kedua orang yang sedang bertempur itu terhuyunghuyung mundur.
"Eh, nona kecil, apakah hubunganmu dengan Seng Bouw
Nikouw?" Iblis wanita ketiga itu bertanya. Hong Ing biarpun telah
merasakan kehebatan tenaga iblis itu, tapi ia tidak takut, bahkan ia
hendak menggunakan nama gurunya menggertak,
199 "Ia adalah guruku, kau mau apa menanyakan?" Iblis wanita iu
terkejut dan heran, "Kau muridnya" Kalau begitu, bukankah! kau she Lie dan ayahmu
adalah Lie Ban?" Mendengar nama ayahnya disebut-sebut, Hong
Ing menjadi marah. "Apa maksudmu bertanya panjang lebar" Aku bukan kerabatmu!"
"Omitohud! Kami adalah orangmu sendiri, nona! Kau adalah
keturunan Lie Ban, mengapakah kau bisa berada bersama-sama
dengan orang-orang ini" Mereka ini adalah musuh-musuhmu,
nona! Ayah-ibumu juga merekalah yang membunuhnya."
"Jangan banyak cerewet!" Hong Ing berteriak gemas dan
bersamaan itu air matanya mengalir di pipinya karena kata-kata itu
mengingatkannya akan kedua orang tuanya yang meninggal
dunia. Digerakkannya siang-kiamnya lagi dan menyerang Kiu Lan
dengan sengit. Kiu Lan menangkis dan mereka bertempur lagi
mati-matian. Pada saat itulah Han Liong dan kawan-kawannya
sampai disitu. Loh-san Sam-moli sebenarnya bukanlah tiga
saudara. Mereka adalah saudara-saudara seperguruan, yakni
murid-murid dari Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-niang si Dewi
Lima Teratai seorang wanita pertapa yang tinggi ilmu silatnya dan
tinggi pula lima batinnya, dan yang sedang bertapa di Ngo-lian-san.
200 Tiga saudara seperguruan itu oleh gurunya diberi nama Biauw
Niang-niang, Leng Niang-niang, Hai Niang-niang. Mereka bertiga
telah mewarisi kepandaian dari suhunya sehingga kepandaian
mereka sudah boleh dikatakan sempurna dan jarang
tandingannya. Sebenarnya semenjak muda mereka bertiga telah
dididik untuk menjadi orang suci, dan mula-mula mereka juga
patuh menjalankan ibadat. Tapi karena pada dasarnya memang
tidak bersih, Biauw Niang-niang tergoda oleh nafsu dan ia
menyeret kedua adik seperguruannya ke dalam jurang kehinaan,
hingga mereka bertiga berobah menjadi jahat. Bie Kong Hosiang
yang pernah bertemu dengan ketiga iblis wanita ini, segera
menjura dan berkata, "Omitohud! Ketiga Niang-niang yang terhormat berkenan
mengunjungi tempat sahabatku yang buruk ini. Maafkan kami tidak
tahu sehingga tak menyambut dengan sepantasnya." Biauw
Niang-niang tertawa menghina.
"Bie Kong Hwesio!" katanya. "Kau juga berada di sini" Kau
mengaku kawan si pemberontak she Siok itu" Hati-hati, hwesio, ia
adalah seorang pemberontak yang harus menerima hukuman
sekeluarganya. Lebih baik kau pergi saja dari sini, barangkali aku
dapat mengampunkan kau!"
201 "Eh, setan perempuan darimana begini jumawa dan datang-datang
memaki-maki orang" Kalian boleh menakut-nakuti orang lain, tapi
aku Bhok Kian Eng si Garuda Putih sekali-kali tidak takut padamu!"
Sepasang mata Hai Niang-niang, iblis termuda, yang jeli seperti
mata seorang gadis cantik, berkilat memandang ke arah Bhok Kian
Eng, lalu mulutnya tersenyum.
"Hm, beginikah macamnya Garuda Putih" Baiklah, aku akan
membikin kau menjadi garuda tak bersayap!" Dan bersamaan
dengan kata-kata terakhir, tangannya bergerak dan sebuah benda
putih berkilauan menyambar secepat kilat ke arah Bhok Kian Eng!
Huito atau pisau terbang itu menyambar ke arah kaki si Garuda
Putih dengan cepat sekali sehingga jalan satu-satunya bagi Bhok
Kian Eng ialah melompat tinggi untuk menyelamatkan diri dari
tikaman pisau yang sempat mengenai betisnya. Tapi serangan
gelap ini memang diperhitungkan masak-masak oleh
penyerangnya, karena selagi tubuh Bhok Kian Eng masih terapung
di udara, tiba-tiba pisau lain telah terbang menancap di bahu
kirinya! Tanpa ampun lagi si Garuda Putih terbanting ke bawah
genteng! Baiknya ia sudah memiliki tubuh kuat dan mempunyai
kegesitan cukup baik sehingga dalam bahaya maut itu ia masih
sempat berjungkir balik dan jatuh di atas tanah dengan berdiri. Ia
segera roboh karena betisnya yang terkena pisau terasa sakit
sekali. 202 "Sungguh tak tahu malu, menyerang secara pengecut!" teriak Hee
Ban Kiat yang meloncat menyerang Hai Niang-niang. Tetapi Kiu
Hwa twa-moli menangkisnya dan mereka segera bertempur
dengan seru. Hee Ban Kiat seperti biasa tak pernah menggunakan
senjata, tetapi menggunakan sepasang kepalan dan kedua
kakinya yang dapat bergerak cepat dan tak kalah hebatnya dengan
senjata yang bagaimanapun juga. Tapi lawannya, murid kepala
dari ketiga iblis, bukanlah lawan yang ringan. Perempuan buruk ini
menggunakan hudtimnya untuk membalas menyerang dan
mencoba untuk mengalahkan si mata satu.
"Kau mencari mati!" Hai Niang-niang tertawa dingin dan
kebutannya berkelebat ke arah dada Bie Kong Hosiang. Tapi tibatiba sebuah bayangan putih menyambar dan Hai Niang-niang
merasa tenaga yang luar biasa kuatnya menolak kebutannya
hingga terpental. Ia menjerit terkejut dan marah. Ternyata Han
Liong telah mewakili gurunya, dan tadi ia menggunakan ujung
bajunya untuk menyabet dan menangkis kebutan itu! Bukan main
herannya Hai Niang-niang ketika melihat bahwa yang menangkis
hudtimnya secara hebat itu bukan lain hanyalah seorang pemuda
yang belum ada dua puluh tahun usianya. Ia sampai tak percaya
dan sekali lagi ia menggerakkan hudtimnya, kini ke arah kepala
Han Liong. Gerakan hudtim ini mengandung tenaga dalam yang
besar sehingga sebelum kebutan sampai, anginnya telah terasa
menyambar dingin. "Bagus!" kata Han Liong dan Hai Niang-niang merasa kepalanya
pening dan matanya kabur karena tahu-tahu anak muda baju putih
203 itu lenyap dari depannya!. Secepat kilat ia memutar tubuh sambil
memukulkan kebutan dan pedangnya. Benar saja, Han Liong
sudah berada di belakangnya tersenyum den menangkis
sabetannya. "Sungguh lihai!" Leng Niang-niang berseru. Iblis kedua ini tahu
bahwa seorang diri saja sumoinya itu sukar memperoleh
kemenangan, maka ia segera maju menyerang.
Han Liong melibat gerakan Leng Niang-niang lebih hebat dari Hai
Niang-niang, berlaku hati-hati dan ia melayani keroyokan kedua
wanita iblis itu dengan mengandalkan kegesitan dan
kelincahannya. Melihat kedua sumoinya dapat mengimbangi Han
Liong, Biauw Niang-niang tertawa seram, kemudian, in memutar
pedangnya menyerang Bie Kong Hosiang yang menangkisnya
dengan golok. Bie Cauw Giok melihat betapa Hong Ing sangat
terdepak oleh Kiu Lan, segera maju membantu. Beberapa orang
tamu yang juga memiliki kepandaian ikut naik ke atas genteng, dan
segera maju pula menyerbu. Ada yang membantu Bie Kong
Hosiang, ada pula yang membantu Hee Bin Kiat. Tapi tak
seorangpun berani membantu Han Liong karena pemuda itu sudah
tak kelihatan bayangannya lagi, seakan-akan menjadi satu dengan
sinar pedangnya dalam perjuangan mati-matian melawan dua iblis
yang lihai itu. Di dalam pertempuran yang hebat itu, selain Han Liong sendiri,
yang boleh dibilang menang dan mendesak lawannya adalah Hee
204 Ban Kiat. Biarpun Liu Hwa telah mewarisi kepandaian tiga iblis
wanita yaag menjadi gurunya, namun terhadap Hee Ban Kiat si
mata satu ia kalah tenaga, kalah pengalaman dan kalah ulet.
Permainan pedang dan hudtimnya mulai kacau menghadapi silat
tangan kosong si mata satu yang memainkan Kiaw-ta-sin-na-hwat.
Tiba-tiba Kiu Hwa menjerit ngeri dan ia terhuyung-huyung lalu
memuntahkan darah sambil memegang pundaknya. Ternyata
dengan tipu Lutung Sakti Menyambar Hati, Hee Ban Kiat
menyerangnya dan Kiu Kwa menangkis dengan hudtim, tapi Hee
Ban Kiat merobah gerakannya, jari tangannya mencuri masuk
dalam totokan Su-sat-chiu yang luar biasa itu.
Tanpa ampun lagi Kiu Hwa terkena totokan di pundaknya, dan
jiwanya tak tertolong lagi karena yang tertotok adalah urat
kematian. Melihat muridnya terluka, Biauw Niang-niang marah
sekali. Sambil berseru keras ia menangkis golok Bie Kong Hoiiang
dengan kebutan dan pedangnya berkelebat cepat ke arah dua
orang yang membantu hwesio itu. Terdengar bunyi "Traang!!" dan
senjata kedua orang itu terlepas dari tangannya diikuti dengan
suara pekik kesakitan karena Biauw Niang-niang terus memainkan
kebutannya menyabet, yang akibatnya hebat sekali. Seorang
pengeroyok pecah kepalanya sedangkan orang kedua patah
tulang iganya ketika ujung bulu kebutan singgah di dadanya! Bie
Kong Hosiang terkejut sekali melihat kehebatan lawannya. Ia
melompat maju dan memutar goloknya makin cepat dalam ilmu
goloknya Ngo-houw-toan-hun-to yang lihai.
205 Namun Bianw Niang-niang terlalu tangguh baginya. Dengan
tangan kiri yang memegang hudtim, ia dapat menangkis dan
memunahkan semua serangan Bie Kong Hosiang, sedangkan di
tangan kanannya ia menggunakan pedang untuk menyebar maut!
Sambil berkelebat ke sana ke mari ia berhasil melepaskan diri dari
serangan Bie Kong Hosiang dan sekali pedangnya berkelebat,
maka robohlah seorang lagi pengeroyok dengan mandi darah!
Sebentar saja pedang iblis wanita yang ganas dan kejam itu telah
merobohkan lima orang! Lain orang yang tak seberapa tinggi
kepandaiannya menjadi takut mengundurkan diri ke samping.
Sementara itu, setelah berhasil merobohkan Kiu Hwa, Hee Bin Kiat
yang melihat keganasan Biauw Niang-niang segera maju
menyerang dan bersama-sama Bie Kong Hosiang mengeroyok
iblis wanita yang lincah itu.
Kini pertempuran terjadi dalam tiga rombongan, yakni, Hee Ban
Kiat dan Bie Kong Hosiang melawan Biauw Niang-niang, Bie Cauw
Giok dan Hong Ing bertempur mengeroyok Kiu Lan, sedangkan
Han Liong seorang diri dikeroyok oleh Leng Niang-niang dan Hai
Niang-niang. Yo Leng In tadinya membantu Han Liong, tetapi Han
Liong sambil melayani kedua lawannya, minta agar ie-ienya ini
turut menjaga di bawah, takut kalau-kalau ada kawan penjahat
yang menyerbu. Han Liong sejak tadi hanya memainkan ilmu
Pedang Empat Bintang yang cukup kuat untuk dapat melayani
kedua lawan itu tanpa terdesak, tetapi ketika ia mendengar suara
jeritan-jeritan ngeri dari para korban pedang Biauw Niang-niang ia
menjadi marah. Ia merubah gerakan pedangnya dan kini ia
memainkan jurus-jurus teratas dari Pek-liong-kiamsut! Pedangnya
206 berkelebat menjadi puluhan sehingga kedua lawannya amat
terkejut. Sebelum mereka sempat mempelajari gerakan Han Liong.
Tiba-tiba Hai Niang-niang merasa pundaknya amat sakit hingga
hudtimnya terlepas. Ternyata dengan tangan kirinya Han Liong
telah menepuk bahu kirinya hingga sambungan tulangnya pecah!
Tapi pada saat itu juga Biauw Niang-niang berhasil melukai Bie
Kong Hosiang dengan hudtimnya. Kebutan itu telah memukul leher
Bie Kong Hosiang dengan keras sekali, maka kalau lain orang yang
terkena pukulan hebat itu pasti akan mati seketika itu juga.
Untunglah Bie Kong Hosiang adalah seorang yang tinggi ilmu
silatnya, sehingga ia bisa menggerakkan tenaga dalamnya
menangkis pukulan itu dan ia hanya mendapat luka diluar yang
biarpun berat namun tidak sampai membahayakan jiwanya. Han


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liong melihat gurunya terluka segera melompat menahan pedang
Biauw Niang-niang yang hendak disabetkan ke leher Bie Kong
Hosiang. Dengan gemas Biauw Niang-niang menempur pemuda ini
sedangkan Hee Ban Kiat berganti lawan, kini menghadapi Leng
Niang-niang yang tak sepandai Biauw Niang-niang, biarpun
siluman wanita kedua ini masih terlampau berat baginya. Hong Ing
dan Bie Cauw Giok, setelah bertempur mati-matian, akhirnya
berhasil juga membuat Kiu Lan repot dan terdesak. Melihat
pihaknya terdesak hebat, ditambah pula ia sendiri harus
menghadapi Han Liong yang ternyata tangguh dan gagah itu,
Biauw Niang-niang mengeluarkan suara siulan nyaring dan tinggi.
Siulan ini adalah sebuah isyarat, karena Leng Niang-niang, dan
207 juga Hai Niang-niang yang terluka dan hanya menggunakan
sebelah tangan, tiba-tiba ia menyebarkan Bwee hwa-ciam atau
senjata rahasia berbentuk jarum yang jahat itu. Biauw Niang-niang
sendiri juga tebarkan jarum maut mengarah urat-urat kematian
Han Liong. Semua orang terkejut dan dengan teriakan marah Bie Cauw Giok
roboh terguling karena sebuah jarum menancap di pahanya. Juga
Hec Bia Kiat mengeluarkan seruan tertahan ketika hampir saja ia
menjadi korban jarum rahasia yang dilepas oleh Leng Niang-niang.
Kemudian dengan cepat sekali ketiga iblis waniia itu lari. Biauw
Niang-niang dengan tak terduga telah melompat ke dekat Hong Ing
dan sebelum gadis itu sadar, pundaknya telah tertotok dan tubunya
yang tak berdaya itu dipondong dengan ringan sekali oleh siluman
wanita itu! Han Liong terkejut dan lompat mengejar, tapi Leng
Niang-niang mencegat dengan tambasan jarum-jarumnya. Karena
merasa marah dan khawatir sekali akan keselamatan Hong Ing,
Han Liong memutar pokiamnya hingga jarum-jarum tertangkis dan
jatuh semuanya, lalu sekali Pek-liong pokiam bermain, telinga kiri
berikut antibg-anting terbabat putus!.
"Bangsat keji!" Leng Niang-niang berteriak keras dan menyerang
hebat. Tiba-tiba kaki Han Liong melayang dan tepat menghantam
pergelangan tangannya hingga pedangnya terpental jauh,
sedangkan tulang lengannya memperdengarkan suara "krak" dan
patah.! Leng Niang-niang menjerit kesakitan lalu lari! Han Liong
tidak mengejarnya karena ia merasa bingung benar. Biauw Niangniang yang memondong Hong Ing telah lenyap dan ia tidak tahu ke
208 mana iblis itu lari. Lama sekali Han Liong berdiri kesima dan
bingung, ia tak tahu harus mengejar ke jurusan mana, sedangkan
hatinya terasa perih sekali mengingat akan nasib Hong Ing. Tibatiba terdengar suara kaki di belakangnya. Cepat ia berpaling dan
Yo Leng In telah berdiri di depannya. Bibi ini heran melihat betapa
Han Liong berdiri pucat bagaikan kehilangan semangat.
"Liong, lukakah kau?" tanyanya khawatir.
"Tidak, ie-ie, tapi... Hong Ing telah dibawa lari oleh Biauw Niangniang" jawabnya sambil mengerutkan kening. Yo Leng In diamdiam bernafas lega. Memang ia tidak senang melihat puteri
musuhnya itu, maka pikirnya biarlah setan kecil itu dibawa pergi
oleh iblis wanita Biauw Niang-niang, hingga Han Liong tak perlu
berdekatan lagi dengan "Adiknya" itu.
"Sudahlah jangan khawatir. Agaknya iblis-iblis itu menganggap
nona Lie sebagai orangnya sendiri. Rasanya nona itu takkan
diganggu." Ia menghibur sedangkan Han Liong heran mendengar
suara bibinya. Ternyata kerugian pihak Siok Sianseng lebih hebat. Lima orang
tamu yang ikut bertempur mendapat luka
(Lanjut ke Jilid 06) 209 Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak
Bernama) Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 06 berat, bahkan seorang di antaranya telah tewas.
Bhok Kian Eng luka berat, begitu pula Bie Cauw Giok dan Bie Kong
Hosiang. Orang-orang yang terluka oleh jarum iblis itu, lukanya
bengkak dan hitam, tanda bahwa senjata rahasia itu mengandung
racun hebat. Setelah memeriksa dengan teliti, Han Liong lalu
memasukkan pedang Pek-liong-pokiam ke dalam air dan
menggunakan air itu untuk mengobati. Sungguh manjur sekali,
begitu luka dicuci dengan air ini maka semua darah yang
mengandung racun dapat dihisap keluar! Siok Sianseng
menyatakan penyesalannya bahwa begitu banyak orang yang
telah menjadi korban karena membela dia seorang. Lebih-lebih
ketika ia mendengar bahwa nona Hong Ing diculik oleh iblis wanita
itu, ia membanting-banting kakinya dan tanpa disadarinya air
matanya mengalir membasahi pipinya karena merasa sedih dan
marah. "Biarlah... biarlah, aku akan menggunakan sisa hidupku yang tak
berharga ini untuk menyalakan lagi api pemberontakan dan
bersama kawan-kawan seperjuangan menggulingkan pemerintah
musuh yang jahat ini!" Orang tua yang lemah tetapi penuh
210 semangat baja ini berdiri dengan mata bernyala-nyala dan kedua
tangan terkepal. Pada saat itu, seakan-akan semangat ayahnya
menjalar di tubuh Han Liong. Anak muda ini melihat Siok Sianseng
demikian bersemangat, merasa sangat terharu sehingga untuk
sesaat ia melupakan kesedihannya karena terculiknya Hong Ing.
Ia maju dan memegang lengan tuan rumah.
"Paman Siok, jangan khawatir, aku akan membantumu untuk
membasmi perampok-perampok jahanam itu!" Siok Houw
Sianseng memeluk Han Liong dengan terharu, kemudian setelah
para korban dirawat, dan pengantin laki-laki telah pulang
membawa isterinya, Siok Sianseng mengajak Han Liong, Yo Leng
In, Hee Ban Kiat, dan Bie Kong Hosiang untuk berunding.
Semenjak usaha pemberontakan yang dipimpin ayah Han Liong,
Si Enhiong, gagal dan dihancurkan oleh pemerintah Ceng tiauw,
Siok Houw Sianseng melarikan diri dan dengan diam-diam
sasterawan patriot ini menulis sebuah karangan yang berjudul
"Rakyat tak sudi dijajah." Berbulan-bulan Siok Houw dengan
dibantu oleh puterinya menulis karangan ini sampai menjadi lima
belas buah. Ia bermaksud hendak membagi-bagikan karya
tulisannya ini ke segenap penjuru agar disalin oleh para patriot dan
disebarkan di antara rakyat.
Tapi ia seorang lemah dan namanya telah tercatat dalam daftar
hitam pemerintah penjajah, maka ia tak berdaya dan karangannya
itu telah lama sekali tersimpan dalam kopornya. Kini melihat para
orang gagah berkumpul, bahkan disitu ada putera Si Enghtong
yang seakan-akan menjadi pengganti ayahnya, semangat
211 sasterawan tua ini timbul kembali. Apalagi ketika ia mendapat
kenyataan bahwa dirinya diincar dan hampir saja menjadi korban
keganasan kaki tangan kaisar lalim, ia segera mengambil
keputusan untuk mulai lagi perjuangan menentang pemerintah
yang dibencinya itu. Setelah mendengar keterangan Siok
Sianseng tentang karangan dan cita citanya, Han Liong
memajukan dirinya sendiri untuk menjalankan tugas menghubungi
orang-orang gagah di seluruh daratan Tiongkok dan membagibagikan tulisan Siok Sianseng itu. Semua orang setuju dan Siok
Sianseng memberi nasehat,
"Si hiante telah menerima tugas suci ini, maka aku merasa bangga
dan puas, karena keturunan Si Enghiong pasti akan bekerja
dengan sempurna. Hanya saja, hendaknya Si hiante berhati-hati,
karena dengan adanyapenyerangan terhadap rumah tanggaku,
maka besar sekali dugaanku bahwa kaki tangan kaisar kejam itu
telah mendengar tentang tulisanku itu dan tentu mereka akan
bersusah payah dalam usaha mereka merampasnya." Setelah
berunding dan mengambil keputusan bahwa semua orang gagah
yang diundang oleh Han Liong dan yang lain-lain supaya datang
menghadiri pertemuan di puncak Gunung Beng-san, tempat
kediaman Beng-san Tojin, pada Go-gwee Cap-go untuk memilih
seorang Bengcu atau kepala, maka pertemuan itu diakhiri.
Siok Houw membubarkan semua pelayan, dan karena puterinya
telah mengikuti suaminya, sedangkan isterinya telah meninggal
beberapa tahun yang lalu hingga ia hidup seorang diri, maka ia
setuju untuk ikut dengan Hee Ban Kiat bersembunyi di kelenteng
212 Bie Kong Hosiang, ialah kelenteng Kim-kee-tang di bukit Huntiansie, agar ia dapat menyelamatkan diri dari kejaran kaki tangan
pemerintah musuh. Yo Leng In juga pergi untuk mengumpulkan
dan mengundang kawan-kawan seperjuangan lama yang dulu
bersama-sama suaminya dan Si Enghiong pernah mengadakan
pemberontakan dan gagal. Marilah kita tinggalkan dulu Han Liong
yang pergi mencari hubungan dengan orang-orang gagah
sefaham, dan baik kita ikuti keadaan Lie Hong Ing yang dibawa lari
oleh Biauw Niang-niang. Iblis wanita tertua yang lihai itu setelah pergi jauh, lalu menanti
datangnya Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang yang terluka
hebat oleh Han Liong. Kedua sumoi itu datang dengan merintikrintih, hingga Biauw Niang-niang merasa sakit hati sekali kepada
Han Liong. Ia menggunakan kepandaiannya menotok jalan darah
kedua sumoinya untuk mengurangi rasa sakit dan memberi
mereka makan obat bubuk berwarna hijau. Pada saat itu tampak
Kiu Lan datang berlari-lari dengan nafas terengah-engah. Ketiga
gurunya merasa lega melihat bahwa murid ini tidak terluka, tapi
mereka memaki-maki dengan gemas dan marah mendengar
bahwa Kui Hwa telah tewas! Kemudian Biauw Niang-niang
membebaskan Hong Ing dari totokannya, lalu berkata kepada nona
itu. "Sie Siocia, jantan kau salah paham. Gurumu adalah kawan kami
dan almarhum ayahmu juga segolongan dengan kami. Kau
agaknya telah kena dibujuk oleh lawan dan orang-orang yang
sekarang menjadi sahabat-sahabatmu itu. Sebenarnya mereka
213 adalah musuh-musuhmu dan musuh-musuh kami yang harus kita
basmi! Kamilah sahabat-sahabatmu yang sejati." Hong Ing
memang masih merasa marah kepada kawan-kawan Han Liong,
tapi ia juga tidak suka melihat tiga iblis wanita ini lebih-lebih kepada
Kui Lan, ia benci sekali. Maka, mengingat hal ini ia menjadi makin
marah dan berlaku nekat. "Aku tidak mempunyai sahabat! Kalian dan semua orang tadi
adalan orang-orang jahat belaka! Di dunia ini mana ada kawan
baik" Aku tak perduli, aku mau hidup sendiri, kalian jangan
mengganggu aku." "Lie siocia, jangan kau salah duga. Kami adalah pelindungmu. Kau
harus ikut dengan kami ke istana."
"Apa" Istana" Apa maksudmu?"
"Bukankah ayahmu dulu menjadi panglima" Nah, kau yang
menjadi puterinyapun berhak tinggal di Istana Putih yang khusus
dibangun oleh yang mulia kaisar untuk kita. Marilah ikut kami, kau
akan mendapat kemuliaan." Hong Ing tertarik, tapi ia ragu-ragu dan
diam saja. Sementara itu, Kui Lan yang ingat kepada sucinya, tibatiba mencucurkan air mata. Biauw Niang-niang menghela nafas,
karena iblis wanita ini maklum akan perasaan muridnya.
214 "Sudahlah, Kui Lan, tak perlu segala tangis itu. Kui Hwa gugur, tapi
kitapun telah banyak menjatuhkan korban. Sayang tua bangka she
Siok itu terlepas dari ujung pedang kita. Biarlah mari kita pulang
dulu untuk mengumpulkan tenaga bantuan. Mudah saja lain kali
kita membalaskan sakit hati Kui Hwa." Hong Ing diam-diam
menggunakan pikirannya. Agaknya orang-orang inipun tergolong
orang-orang gagah yang hanya berbeda pendirian dengan Han
Liong dan kawan-kawannya. Kalau Han Liong dan kawankawannya memusuhi kaisar, iblis ini bahkan sebaliknya, membela
kaisar. Mana yang betul" Tentu saja Haa Liong yang betul,
kakaknya itu tak pernah bertindak salah. Terhibur hatinya kalau
terkenang kepada Han Liong.
Betapapun juga, pemuda itu tidak membenciya. Biarpun seluruh
dunia membencinya, ia tak perduli, asal Han Liong jangan
membencinya. Dan orang-orang ini, yang ia telah saksikan
kelihaiannya, agaknya juga suka padanya. Tentang permusuhan
bela-membela kaisar itu, ah, ia tidak mengerti dan juga tidak
perduli. Bukankah antara ayah dan ibunya sendiripun ada
perbedaan faham macam ini". Hong Ing mempertimbangkan
untung ruginya kalau ia ikut Biauw Niang-niang. Ia akan belajar silai
tinggi dan akan tahu lebih jelas keadaan mereka, hingga lain kali
kalau bertemu dengan Han Liong, ia dapat memberikan
keterangan. Ruginya" Ia berpisah dari Han Liong! tapi tidak apa,
berpisah untuk sementara. Bahkan nanti kalau bertemu lagi ia
sudah berkepandaian tinggi. Alangkah senangnya untuk
membanggakan kepandaiannya kepada kakaknya itu kelak!
215 "Eh, kalau aku ikut... maukah kau memberi pelajaran silat
kepadaku?" tiba-tiba ia bertanya kepada Biauw Niang-niang.
Wanita tua itu tersenyum.
Kasih Diantara Remaja 14 Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Harimau Kemala Putih 4

Cari Blog Ini