Ceritasilat Novel Online

Pendekar Lengan Buntung 6

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw Bagian 6


amat rukun dan saling mencintai. Hati kita bisa iri dibuatnya. Tapi
tidak dong ya" Jangan iri begitu.
Memang itu kehidupan Tiang Le dan Pei Pei yang penuh dengan
madu cinta kasih, yang berkelimpahan air susu dan madu. Lain
daripada kita tentunya. Sebab setiap manusia itu mempunyai
kehidupan yang berlainan, mempunyai liku-liku yang berlainan
pula! Kehidupan manusia tidaklah sama sejalan dengan orang lain.
Inilah kebesaran Tuhan. Oleh sebab itu kita tak perlu iri.
Mari kita melihat Tiang Le dan Pei Pei yang tengah makan.
Sambil makan itu mereka saling lirik, saling senyum. Kadangkadang Pei Pei menyumpit sebuah ikan atau sayuran dan sambil
bersenyum sumpit yang berisi sayuran itu diletakkan di atas
mangkok dan Tiang Le hanya memandang gadis ini dengan
sayang! 400 Tiba-tiba Tiang Le menahan gerakan sumpitnya di dekat bibir. Ia
menoleh keluar melalui pintu depan, suara derap kaki kuda yang
didengarnya nampak mendatangi dengan amat cepatnya.
Sebentar kemudian lima orang penunggang kuda itu sudah berada
di depan rumah. Meloncat turun dari kuda. Melihat ini Pei Pei
menjadi terkejut dan mengikuti Tiang Le ke depan.
"Kaukah yang telah melukai anak buah Hek-lian-pai?" Orang yang
di depan itu bertanya mengawasi Tiang Le, berkilat matanya
memandang lengan baju yang terjubrai tanpa lengan.
"Cuwi (tuan sekalian) ini siapa dan ada keperluan apakah
gerangan berkunjung ke pondok kami?" Tiang Le bertanya penuh
selidik, ia maju selangkah. Pei Pei mengikuti di belakang Tiang Le.
"Pay-cu, pemuda buntung inilah yang telah mengacau Sian-li-pay
dan yang barusan melukai tiga orang saudara Hek-lian-pay,"
Orang berkumis tikus berjenggot kambing berkata menunjuk ke
arah pemuda lengan buntung.
Orang yang dipanggil Pay-cu adalah seorang setengah tua,
berusia hampir empatpuluh tahun, tubuhnya kurus kering seperti
tinggal tulang terbungkus kulit saja tanpa daging sedikitpun, namun
tubuhnya itu masih nampak gesit dan ini waktu kita lihat ia
melompat turun dari kudanya tadi. Ia memegang sebuah tongkat
hitam berkepala naga. Matanya mencorong tajam menyapu tubuh
Tiang Le. "Ooo, jadi inikah anjing buntung yang kabarnya telah membuat
kacau di pulau Bidadari?" hemm, orang muda buntung,
401 benarkah kau pernah mengacau Sian-li-pay dan barusan melukai
muridku?" Suara kakek Pay-cu Hek-lian-pay itu tinggi melengking.
Tahulah Tiang Le bahwa kakek kurus ini mempunyai tenaga sinkang yang tidak boleh dianggap remeh. Melihat bahwa yang
datang ini adalah Pay-cu Hek-lian-pay sendiri, cepat Tiang Le
memberi hormat menaruh lengan kiri di atas dada.
"Maaf?". kalau tidak salah siauwte berhadapan dengan Pay-cu
Hek-lian-pay yang ke sohor itu. Silahkan masuk!"
"Terima kasih orang muda urusan cukup diselesaikan di sini saja.
Kau tadi sudah melukai tiga orang muridku, untuk ini saja aku yang
tua harus menyeretmu ke markas untuk diadili, baru setelah itu aku
akan membawamu ke Sian-li-pay. Orang muda buntung, sekarang
hendak berkata apa kau?"
"Locianpwe, engkau orang tua kalangan atas dan sebagai Pay-cu
Hek-lian-pay yang cukup bijaksana dan berpandangan luas harap
mempertimbangkan hal ini dan terlebih dahulu memeriksa ke tiga
orang muridmu. Mereka itu hendak mengganggu nona Pei Pei,
menyeret-nyeretnya secara kurang ajar, hemm, baiknya aku cukup
sabar hati. Kalau tidak ada nona ini mencegahnya tentu siangsiang orang-orangmu itu sudah kumampusin!"
Pay-cu Hek-lian-pay yang bernama Teng Kiat dan berjuluk Heksin-tung Pay-cu marah bukan main. Ingin ia sekali gebuk membikin
remuk kepala pemuda buntung ini, akan tetapi sebagai ketua Heklian-pay yang kesohor, tentu saja ia tidak mau melakukan hal yang
akan merendahkan namanya. Ia hanya melotot memandang Tiang
Le lalu membentak, 402 "Bocah setan, berani kau berkata begitu di depan Pay-cu Hek-lianpay" Berani, kau menantangku"!"
Tiang Le menggeleng kepala, tersenyum mengejek.
"Siapa yang berani melawanmu, Pay-cu. Harap jangan panas hati
dulu. Tak pantas sebagai ketua, sikapmu berangasan seperti
kepala perampok. Kau tanyakan dulu kepada tiga orang muridmu,
apa benar mereka itu tukang mengganggu wanita" Hem janganjangan muridmu itu semuanya gila perempuan, jay-hoa-cat
(penjahat pemetik bunga)."
"Jadi kau hendak membela dirimu bahwa kau benar?"
"Tentu saja karena aku tidak bersalah dan muridmu itulah yang
telah kurang ajar kepada nona Pei Pei. Bagaimana dapat dibilang
aku yang salah, muridmu itulah yang bertingkah sok jago
pengganggu perempuan!"
"Keparat berani kau menghina anak murid-muridku!" Ketua itu
membentak. "Tak perduli mereka itu anak muridmu atau anak setan. Siapa saja
yang melakukan perbuatan sewenang-wenang, hem, tanganku
inilah yang menghajarnya!"
"Tanganmu tinggal sebelah, hendak mengandalkan apakah kau
membuka bacot di depan Pay-cu Hek-lian-pay?"
"Tanganku yang sebelah ini memang sudah tidak ada, akan tetapi
yang sebelah ini"..," Tiang Le mengacungkan tangan kirinya:
403 "Tanganku yang satu ini masih mampu memutar batang leher anak
buahmu!" "Bocah buntung, keparat! Kau bermulut besar dan sombong. Kau
menghina muridku, menghina Hek-lian-pay. Apakah kau
mempunyai nyawa rangkap?"
"Nyawaku cuma satu, Pay-cu! Akan tetapi tidak gampanggampang orang hendak mencabut nyawaku?"
Terdengar teriakan marah dan seorang yang di sebelah Pay-cu
Hek-lian-pay sudah mencelat maju. Orang yang berhidung
bengkok ini yang memegang toya adalah sute (adik seperguruan)
dari ketua Hek-lian-pay, lihai sekali permainan toya besinya dan ia
diberi julukan Tiat-pang-hek-lian (Tongkat Besi Berantai Hitam).
Wataknya berangasan dan kasar, mendengar ucapan yang
menantang dari Tiang Le, ia tidak mau sabar lagi.
"Bocah setan! Berani kau menghina Hek-lian-pay?" sambil berkata
demikian toya besi yang berat itu menyambar kepala Tiang Le.
Cepat Tiang Le mendorong Pei Pei ke belakang dan ia sendiri
menggeser kakinya mengelak. Melihat gerakan tongkat yang
mengeluarkan angin berciutan ini tahulah Tiang Le bahwa
lawannya mempunyai tenaga lwekang yang tak boleh dipandang
ringan. Sambil mencelat ke samping tangan kirinya mendorong ke depan,
inilah pukulan Pek-lek-jiu. Kalau saja si kakek hidung bengkok ini
tidak memandang rendah kepada Tiang Le tentu ia akan berlaku
waspada dan siap-siap akan tetapi rupanya karena wataknya yang
404 kasar berangasan itu lupa bahwa ia menghadapi seorang pemuda
luar biasa, pemuda yang telah membuat kacau di Sian-li-pay.
Maka begitu toya hampir mengenai tubuh Tiang Le, kakek hidung
bengkok tertawa senang dan menyabet pinggang lawan. Melihat
gerakan toya itu amat lambat meskipun bertenaga besar, cepat
Tiang Le meloncat ke atas membarengi dengan pukulan tangan
kiri yang menggunakan hawa Pek-lek-jiu, suara toya berdesir di
bawah kakinya akan tetapi begitu tangan kirinya bergerak, tahutahu tubuh si kakek hidung bengkok terhuyung-huyung ke
belakang sambil memegangi dada dan muntah darah segar.
"Sute"..!" Hek-sin-tung Pay-cu meloncat memburu sutenya. Dan
menotok dada yang terluka oleh pukulan Tiang Le.
Sementara itu tiga orang kakek yang memegang pedang dan
ruyung sudah mencelat mendekati Tiang Le sambil membentak:
"Awas pedang!" Dengan cepat orang tua yang berjenggot kambing yang bernama
Sauw Ki membentak sambil menerjang dangan pedangnya.
Gerakan pedangnya amat cepat dan kuat dan mengeluarkan suara
berdesing mengerikan. Cepat Tiang Le menggerakkan kepalanya dan mencelat
menghindarkan ruyung yang menyambar pula dari tangan kakek
berambut putih yang bernama Jin Ho dan bersamaan dengan
gerakan ini, angin pukulan bersiutan diputar-putar oleh kakek
ketiga yang berkaki buntung. Kiranya kakek buntung ini sudah
menggerakkan tangannya memutar-mutar merupakan angin
pukulan jarak jauh. Terkejut sekali Tiang Le.
405 Pei Pei menjerit perlahan melihat tubuh Tiang Le terhuyunghuyung tersambar angin pukulan kakek kaki buntung yang luar
biasa ini. Dikeroyok oleh tiga orang yang berkepandaian hebat ini,
Tiang Le tak dapat membalas dengan pukulan.
Ia hanya dapat mengandalkan keringanan tubuhnya saja,
mencelat ke sana ke mari dengan repot. Akan tetapi belum
limapuluh jurus, ia sudah terdesak hebat. Pukulan-pukulan kakek
kaki buntung ini demikian hebat dan mengetarkan tangannya yang
menangkis. Limapuluh jurus sudah lewat, dan ketiga orang yang mengeroyok
ini menjadi penasaran malu. Masa menghadapi pemuda buntung
yang hanya bisa mengelak ini saja, mereka tidak dapat robohkan.
Sauw Ki tiba-tiba mengeluarkan jeritan nyaring sekali dan
pedangnya melakukan terjangan kilat. Pei Pei menutup mulutnya
dan sebelum tubuhnya menegang, ia tidak dapat lagi melihat
bagaimana Tiang Le mengelak dari sambaran terjangan dari kakek
jenggot kambing yang demikian cepat itu apabila sebuah pukulan
dari kakek buntung membuat Tiang Le terjungkal dan pada saat
itulah bagaikan kilat pedang di tangan Sauw Ki mengejar dengan
cepatnya menubruk. "Desss! Ceppp!" pedang itu menancap di tanah di samping kepala
Tiang Le akan tetapi tubuh Sauw Ki terlempar ke belakang dan
roboh. Ternyata pada detik yang amat berbahaya itu, Tiang Le berlaku
waspada dan dengan sedikit saja ia menggeser kepalanya,
pedang Sauw Ki meluncur amblas di tanah sampai ke gagang.
406 Ketika itulah tangan kiri Tiang Le bergerak ke depan melakukan
pukulan jarak jauh dengan tenaga Pek-in-kang. Keruan saja Sauw
Ki menjerit ngeri dan tubuhnya terjengkang ke belakang.
Sauw Ki bangkit berdiri, akan tetapi tiba-tiba ia muntahkan darah
merah. Ternyata pukulan Tiang Le dalam jarak dekat itu sudah
mendatangkan luka parah di dalam dadanya. Hal ini tidak
mengherankan karena Tiang Le melakukan tenaga Pek-in-kang
dalam jarak yang begitu dekat dan tepat memukul dada lawan!
Pei Pei menarik napas lega melihat Tiang Le bangun dan
terhuyung-huyung. Akan tetapi ia menjerit keras begitu dilihatnya
kakek kaki buntung dan kakek berambut putih sudah
menerjangnya dengan pukulan-pukulan dan serangan ruyung
yang mengeluarkan suara bersuitan keras dan menggetar-getar.
Terkejut sekali Tiang Le, ia melompat membuang diri ke belakang,
akan tetapi kurang cepat pukulan kakek kaki buntung
menyerempet pundaknya. Tiang Le mengeluh dan terlempar ke
belakang. Sebuah pukulan lagi tak dapat dihindarkan, segera
mengerahkan sin-kang ditubuhnya! Matilah aku kali ini, pikir Tiang
Le. Mengangkat tangan menangkis.
Sebaliknya kakek kaki buntung juga berseru kagum. Cepat
menarik kembali lengannya yang terasa panas beradu dengan
lengan kiri pemuda itu. Pada saat itulah ruyung kakek rambut putih Jin Ho menyambar
lambung Tiang Le. Pei Pei menjerit. Tubuh Tiang Le terlempar.
Hebat sekali pukulan ini. Darah mengalir leget dagu pemuda itu.
Pei Pei menubruk dan menangis.
407 "Kokoooo".. Tiang Le?"!"
"Minggir perempuan geladak, biar kumampusi lelaki jobong ini!" si
kakek rambut putih menarik tangan Pei Pei.
Dan si Ruyung dengan sengitnya menghantam lagi. Tiang Le
menggeliat menahan sakit pada lambungnya. Tubuhnya terlempar
lagi. Terbosai lagi. Entah berapa kali ia jungkir balik.
Melihat ini bercucuran air mata Pei Pei melihat penyiksaan yang
menyayat hatinya, tak tahan Pei Pei melihat ini lebih lanjut, ia
menubruk kakek kaki buntung yang siap hendak menghancurkan
kepala Tiang Le yang sudah terkulai setengah pingsan.
"Jangan bunuh dia..... jangan bunuh Tiang Le," Pei Pei merangkul
kaki kakek buntung yang sebelah kanan, akan tetapi begitu kakek
ini mendengus, tubuh Pei Pei terlempar jauh dan pingsan!
Mengingat dua orang kakak seperguruannya ini sudah terluka di
tangan pemuda buntung ini, kakek rambut putih menjadi sengit
bukan main, cepat ia mencabut pedang Sauw Ki yang menancap
di tanah dan menyambitkan pedang itu ke arah Tiang Le.
Bagaikan orang yang setengah ingat, setengah sadar, Tiang Le
bergulingan dan pedang itu menancap di sampingnya,
mengeluarkan suara desingan keras dan menancap di tanah
beberapa senti saja dari tubuh Tiang Le.
Sauw Ki menjadi penasaran dan marah, ruyungnya berkelebat lagi.
Dibarengi pukulan jarak jauh yang menghantam belakang Tiang Le
dan untuk yang kesekian kalinya tubuh Tiang Le mengulet dan
408 jatuh terkulai lemah. Ruyung si kakek berambut putih terangkat ke
atas. Pada saat itu terdengar bentakan keras:
"Tahan!" Hek-sin-tung-paycu ketua Menghampiri Tiang Le. Hek-lian-pay maju ke depan. "Dia sudah mati!"
"Bagus, biar dia jadi nyaho!"
"Mari kita kembali ke markas!" perintah ketua itu.
"Pemuda ini, apakah tidak dibawa untuk diserahkan kepada Paycu Sian-li-pay?" tanya kakek kaki buntung mencongkel tubuh Tiang
Le dengan kakinya. "Tak usah, dia sudah mati untuk apa dibawa-bawa, kecuali kalau
ia masih hidup. Sudahlah, mari kita kembali!" Pay-cu Hek-lian-pay
memapah sutenya yang lemah terluka dan dinaiki ke atas kuda dan
kakek rambut putih mengangkat tubuh Jin Ho yang lemas setelah
muntahkan darah banyak sekali.
Setelah mereka itu pergi, udara menjadi gelap. Awan hitam dengan
cepatnya bergerak menaungi tempat itu dan sebentar itu pula
hujan turun dengan lebatnya.
Mungkin karena tersiram air hujan, itulah yang menyadarkan Pei
Pei. Ia mengeluh perlahan menyebut nama Tiang Le dan
409 beringsut-ingsut gadis itu menghampiri Tiang Le. Hujan turun
membasahi ke duanya. "Kokooo"..!" suara gadis itu demikian menyayat hati. Tangannya
menggerepe mengusap tubuh pemuda buntung itu.

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengguncangkan. Tiang Le membuka matanya. Tersenyum dalam deraian hujan
yang semakin menggila. Matanya melirik dan ia hanya melihat Pei
Pei seorang. Tangan kiri Tiang Le memeluk gadis itu, ternyata
Tiang Le belum mati seperti yang diduga oleh ketua Hek-lian-pay
itu. Ini karena kehebatan tenaga sin-kang Tiang Le. Karena ia tahu tak
mungkin ia bertahan lagi, cepat Tiang Le mengerahkan hawa murni
dan menutup jalan darah dan mematikan raga.
Demikianlah begitu pukulan-pukulan itu menyambar tubuhnya
Tiang Le seakan-akan tidak merasa itu. Ia sudah mematikan
raganya, ia menerima saja tubuhnya digebukin lempar sana
lempar ini, sampai lawannya menduga ia sudah mati!
Dengan cara inilah ia dapat selamat. Ia dapat mengelabui mata
ketua Hek-lian-pay dan orang-orangnya, sehingga mereka itu
menyangka ia sudah mati. Inilah yang terbaik, coba saja kalau ia
masih hidup tentu Pay-cu Hek-lian-pay akan membawanya ke
markas dan untuk diserahkan kepada Sian-li-pay!
Tiang Le mengerahkan tenaganya yang hampir habis. Terasa
badannya begitu sakit-sakit dan tiga kali ia batuk mengeluarkan
410 darah. Pei Pei menangis. Tiang Le bangkit dan mengusap muka
Pei Pei yang basah tersiram air hujan.
"Pei Pei..... jangan menangis aku tidak apa-apa sayang?"
"Kokooo" aku kuatir..... sekali kau kenapa-kenapa!"
"Tidak apa moay-moay, mari kita ke dalam!" Tiang Le memapah
tubuh Pei Pei yang terluka dalam akibat tendangan kakek buntung.
Ke duanya berangkulan! Sampai di dalam kamar itu Tiang Le,
roboh dan dari bibir keluar darah merah!
"Tiang Le?"!" Pei Pei mengangkat kepala Tiang Le dan
direbahkannya. Ia sendiri cepat-cepat bertukar pakaian, sementara
Tiang Le masih pingsan. Tiang Le terluka parah di dalam dadanya. Sering kali ia muntahkan
darah segar. Ini membuat hati Per Pei berkuatir sekali. Gadis itu
menangis di samping Tiang Le.
Demikianlah selama tiga hari itu Tiang Le pingsan tak sadarkan
diri. Mukanya semakin pucat pasi. Napasnya semakin lemah.
Untung pada hari yang kedua itu Pei Pei sudah agak sehat dan
dapat berjalan. Dengan jalan perlahan-lahan ia menuju ke toko
obat. Membelinya obat tambah darah, karena mengira tentu Tiang
Le kekurangan darah karena sering muntah darah.
Pada hari ketiga ini Tiang Le tidak lagi muntah darah. Luka di
dalam dadanya perlahan-lahan sembuh berkat siulan sambil tidur.
Sebetulnya selama tiga hari itu, Tiang Le bukan pingsan, ia hanya
411 siulan mengerahkan hawa murni menyembuhkan luka di dalam
dada. Kalau saja tidak kuat pertahanannya, tentu siang-siang
Tiang Le sudah pecah jantungnya.
Hari keempat dan kelima Tiang Le bisa makan sedikit bubur. Bisa
sedikit-sedikit berbicara dengan gadis perawatnya ini. Ia tahu
bahwa selama ini gadis inilah yang merawatnya dengan setia.
Terharu hatinya apabila dilihatnya Pei Pei sering menangisi dirinya.
Hem, di antara seratus gadis, hanya Pei Pei lah yang patut untuk
dicintai! Hari ketujuh Tiang Le sudah dapat bangkit duduk dan bercakapcakap dengan gadis itu. Pei Pei girang sekali melihat kesehatan
pemuda ini yang semakin hari semakin baik. Ia membawakan
semangkok bubur untuk Tiang Le.
"Makanlah bubur ini koko!"
"Tarulah di meja dulu, aku belum lapar Pei-moay!"
"Koko, bagaimana rasanya, baikkankah?" tanya Pei Pei prihatin.
"Jangan kuatir Pei-moay, aku akan sembuh. Hanya tinggal
lemasnya saja ini".. ah!"
"'Syukurlah koko?"!" Pei Pei setengah berbisik, tak sengaja ia
melirik ke arah lengan kanannya yang buntung.
Tiang Le menarik napas dalam: "Beginilah moay-moay setelah
lenganku buntung, bukan saja aku menjadi seorang pemuda
412 cacad, akan tetapi ahhhh?", tentu arwah suhu akan penasaran
sekali, aku tak dapat membalas dendam, aku murid tak berbakti!"
Mendengar suara Tiang Le yang berputus asa,
bendungan air yang sejak tadi ditahan-tahan. Gadis itu
lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Tiang Le
pembaringan, memeluk kedua kaki pemuda itu dan
tersedu-sedu. pecahlah mengeluh duduk di menangis "Tiang Le.......kookoooo". kau....... kau untuk apa kau melibatkan
dirimu dengan permusuhan yang membahayakan dirimu saja. Biar
lenganmu buntung, biar engkau menjadi pemuda tanpadaksa,
aku".. mencintaimu Kokooo!"
Tak kuat hati Tiang Le, menahan air mata yang turun bertitik-titik
ketika ia menunduk dan memandang kepada Pei Pei yang kusut
rambutnya. Ia mengangkat kepala itu, memandang wajah yang
basah itu! "Pei-moay, kau tahu, dengan lenganku buntung, Aku?" aku tak
dapat lagi mempermainkan pedang. Ahh, moay-moay baru saja
aku hampir binasa oleh Pay-cu Hek-lian-pay itu, karena aku tak
dapat melawan, jangankan untuk melindungimu moay-moay,
setelah lenganku ini buntung, ahh, apa yang dapat kuperbuat lagi."
Pei Pei menggigit bibirnya memandang wajah pemuda yang
tengah diliputi kedukaan besar. Matanya berkaca-kaca. Mereka
berpandangan melalui air mata, kemudian bagaikan besi sembrani
yang saling menarik, ke duanya berangkulan dan bertangisan
dalam pelukan. Dengan air mata mereka membasahi muka
masing-masing. 413 "Pei-moay, aku menjadi orang yang tak berguna kini!"
"Koko! Begitu besar hasratmu untuk bisa bermain pedang?" Pei Pei
bertanya dengan suara tersendat dalam isak.
"Tak mungkin aku bisa bermain pedang lagi, Pei-moay!"
Pei Pei tak menyahut. Air matanya bercucuran deras. Berderai
jatuh dipangkuan pemuda itu. Sambil mengusap air matanya Pei
Pei bangkit berdiri berjalan ke sebuah lemari besi dan
mengeluarkan sebuah kitab tebal yang nampaknya sudah tua dan
kotor. "Koko, kitab ini kudapat waktu aku masih kecil, sebagian sudah
terbakar, kau pelajarilah koko, barangkali berguna untukmu,"
dengan mata basah menyerahkan kitab itu
Dengan dada berdebar Tiang Le menerima buku yang disodorkan
oleh gadis itu, sebuah buku tebal yang sudah lapuk dan berwarna
kekuning-kuningan. Dan di bagian lain nampak bekas lembaranlembaran yang sudah terbakar. Ia heran memandang gadis di
depannya ini. "Pei-moay!?" tanyanya tak mengerti.
Pei Pei meraih buku tua itu dari tangan Tiang Le dan berkata,
"Buku tebal ini adalah milik ayah dulu, sengaja kusimpan baik-baik
karena dengan buku ini mempunyai riwayat dalam hidupku. O ya,
ada lagi sebuah pedang. Pedang itu adalah pedang buntung......
tunggu aku akan mengambilnya."
414 Pei Pei memberikan lagi buku tebal itu kepada Tiang Le dan berlalu
ke lemari besi mengeluarkan sebuah benda yang terbungkus oleh
kain kuning. Pei Pei membuka bungkusan kain kuning itu. Adalah
sebuah pedang pendek, pedang buntung. Akan tetapi begitu
dibuka oleh gadis itu dari sarungnya, nampak sebuah sinar kebirubiruan yang memancar dari kilatan pedang yang telanjang itu.
Debaran dada Tiang Le bertambah kencang. Ia turun dari
pembaringan dan menghampiri Pei Pei. Mengambil pedang
buntung yang mengeluarkan cahaya kebiru-biruan itu.
"Dari mana kau mendapatkan kitab dan pedang ini Pei-moay,"
Tiang Le bertanya heran. Menimang pedang pendek. Hawa dingin yang memancar dari
cahaya sinar pedang itu membuat pemuda itu memperhatikan
lebih seksama. Inilah pedang pusaka buntung, yang pernah
mendiang suhunya ceritakan padanya. Heran, dari mana Pei Pei
mendapatkan semuanya ini?"
"Ceritanya panjang koko".. kitab dan pedang ini mempunyai
riwayat hidupku. Mari kau duduklah koko....... biar sambil duduk ini
kau sambil mendengarkan ceritaku," Pei Pei menarik tangan Tiang
Le memapah duduk di tempat tidur, sedang ia sendiri menyeret
kursi ke dekat tepi pembaringan.
Di depan Tiang Le gadis itu bercerita.
"Ayahku dulu, pada beberapa belas tahun yang lalu adalah
seorang piauwsu, pengantar barang-barang, bernama Cia Teng
415 Kok," demikian Pei Pei bercerita didengar oleh Tiang Le dengan
penuh perhatian. <> Siapakah Cia Pei Pei ini"
Pada tujuh belas tahun yang lalu, gadis yang sekarang bernama
Cia Pei Pei ini masih kecil dan berusia sekitar tiga tahun. Ayahnya
adalah seorang Piauw-su yang gagah perkasa dan jujur, bernama
Cia Teng Kok. Karena kegagahan dan kejujuran inilah yang membuat orang she
Cia ini maju di dalam usaha ekspedisi yang dipimpin olehnya.
Banyak para pedagang menitipkan barang kepadanya untuk
dikirim keluar daerah. Tentu saja karena orang she Cia ini sering bepergian, maka jarang
sekali ia didapati dirumahnya. Piauw-kiok (ekspedisi)nya yang
terkenal itu bernama Kawan Tua. Ekspedisi ini maju pesat di
bawah pimpinan Cia Teng Kok.
Pada suatu hari, ketika mereka itu melalui daerah perbatasan Funian, rombongan ekspedisi ini dikejutkan oleh kedatangan seorang
yang amat tua dan dalam keadaan yang terluka ia berkata
memohon kepada Teng Kok, "Cia-piauwsu, tolonglah?",
kutitipkan ini" kau.... kau selamatkanlah cepat!"
Orang tua yang nampaknya terluka hebat itu dengan tangan
gemetar memberikan sebuah bungkusan. Teng Kok menerimanya
416 bungkusan ini dengan heran: "Lopek..... apa maksudmu dikirim ke
mana barang ini?" Orang tua itu terengah-engah menggoyang-goyangkan tangannya,
"Simpanlah....... simpanlah, ja" jangan sampai terjatuh ke
dalam".. tangan orang-orang jahat?". cepat!"
Sementara suara kaki kuda terdengar mendatangi. Teng Kok yang
cerdik segera memasukkan benda yang terbungkus kain kuning itu
ke balik jubahnya dan orang tua yang nampaknya kelelahan itu
tersenyum dan sekali gerakkan tubuhnya, tahu-tahu tubuh orang
tua itu sudah memapaki orang berkuda, berdiri dengan tegak dan
kaki terpentang. Seorang penungang kuda yang berjambang bauk itu menudingkan
goloknya, membentak: "Orang she Lim, hayo serahkan kitab dan
pedang itu kalau tidak ingin nyawamu melayang!"
"Ha ha ha, Sin-kiam-ong Song Tek Hay kau sudah terkenal sebagai
Raja Pedang Sakti, mengapa masih penasaran mauin pedang
buntung dan kitab, untuk apa?"
"Jangan banyak cerewet, serahkan pedang itu!" Golok di tangan
kiri penunggang kuda bercambang bauk menyambar diiringi sinar
pedang berkelebat dari tangan kanannya. Meskipun orang tua ini
nampak terluka, akan tetapi ia masih cukup gesit untuk
menghindari serangan golok dan pedang mencelat ke kanan dan
balas memukul dengan pukulan tangan kosong.
"Setan! Kau kepingin dimampusin?"
417 "Sin-kiam-ong".. kau mendesakku selalu....... terlalu! Apa kau kira
pedang dan kitab itu ada di tanganku?"
"Jangan banyak cakap, hayo serahkan kitab dan pedang, kalau
kau masih membangkang jangan harap Sin-kiam-ong Song Tek
Hay bertindak keterlaluan kepadamu. Aku sudah cukup sabar Lim
Sin Jian, kalau tidak?" hemm, aku tidak memandang mata lagi
kepadamu orang tua!"
"Ha ha ha, Sin-kiam-ong?"! Kau katakan tidak ingin memandang
mata kepadamu, omong kosong saja kau. Buktinya kau sudah
memaksaku?" aku" aku sudah terluka oleh pukulan Jiu-pekciangmu yang dahsyat itu....... mengapa kau mendesakku sih"
Pedang dan kitab itu tidak ada di tanganku harap kau mengerti
dong!" "Tua bangka bajingan, siapa yang percaya omonganmu! Baik,
kalau kau tidak juga serahkan kitab dan pedang itu, terpaksa
pedangku ini berbicara!"
Amat cepat sekali gerakan si Raja pedang sakti ini sehingga sambil
berseru kaget kakek Lim Sin Jian cepat mengegoskan diri ke
samping, akan tetapi pedang sakti itu demikian cepatnya
menyambar dan berkelebat tahu-tahu tubuh kakek she Lim itu
sudah terhuyung-huyung dan....... dan terjerembab ke depan
sambil memegang dada yang tersambar pedang.
"Berikan kitab dan pedang!"
"Ha ha ha".. kakek she Lim bangkit berdiri sambil memegangi
dada kiri tertawa menuding ke arah Sin-kiam-ong Song Tek Hay,
418 "Kau, kau". jahat dan kejam dan tamak".., tak mungkin
mendapatkan pedang dariku". ha ha."
"Sratt!" sekali pedang orang she Song itu berkelebat darah merah
muncrat dari leher kakek Lim yang tertawa terbahak-bahak.
Sebuah kepala menggelinding jatuh, disusul dengan robohnya
tubuh tua itu berkelonjotan sebentar dan mati!
Melihat adegan ini Cia Teng Kok berseru marah dan menarik
pedangnya, "Orang gila kau keji dan telengas, aku Cia Teng Kok
tak dapat menerima kekejaman ini!"
Song Tek Hay menoleh kepada piauwsu ini dan tertawa:
"Ha ha ha..... kiranya Cia-piauwsu yang berada di sini, pantas si
tua bangka she Lim itu tenang-tenang saja matinya. Nggak
tahunya pedang dan kitab sudah diserahkan kepadamu, ya?"
"Jangan ngaco, tidak ada pedang dan kitab!"
"Kau tidak mengaku, biar aku periksa barang-barangmu ini!"
"Lancang! Siapapun tidak boleh menyentuh barang-barang kiriman
ini..... disini tidak ada pedang dan kitab!" Cia Teng Kok membentak
marah menghadang gerobak kiriman barang. Lima orang anak
buah kepala piauwsu sudah mencabut senjatanya masing-masing.
"Aku tak ingin bertempur orang she Cia, cuma aku inginkan pedang
dan kitab. Biarkanlah aku memeriksa barang-barang ini," berkata
demikian si raja pedang sakti Song Tek Hay mencelat ke atas
419 gerobak barang dan sekali pedangnya bekerja kain terpal yang
menutupi barang-barang itu sudah terobek besar.
"Kurang ajar!" Salah seorang dari ke lima piauwsu itu menerjang
dengan golok di tangan. Akan tetapi hebat memang si raja pedang sakti Song Tek Hay ini,
begitu dari belakang didengarnya suara golok menyambar. Tanpa
melihat ke belakang, pedangnya menyambar dan terdengar
teriakan ngeri dari seorang piauwsu yang terbabat tangan
kanannya dengan pedang, darah merah mengucur deras.


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat kekejaman orang bercambang bauk ini, marahlah hati Cia
Teng Kok dan bersama-sama ke empat anak buahnya mereka
menerjang maju dan mengelebatkan pedangnya menerjang orang
bercambang bauk yang telah membuntungi lengan kawannya.
Akan tetapi, sama seperti tadi begitu si raja pedang bergerak.
Pedangnya berputar cepat dan tahu-tahu ke empat piauwsu telah
mati dengan kepala terpisah dari badannya. Darah merah
membanjiri membasahi pinggiran gerobak barang.
Teng Kok terkejut bukan main melihat kelihaian pedang lawannya
ini. Dengan sengit ia menerjang lagi maju sambil membentak
keras: "Mampus kau!"
"Ha ha ha! Hebat juga permainan pedangmu Cia-piauwsu, akan
tetapi, tetap saja kau akan kehilangan nyawa jika kau tidak
menyerahkan pedang dan kitab itu."
420 Teng Kok tidak menyahut, ia mainkan pedangnya. Pedangnya
berkelebat cepat merupakan sambaran kilat menusuk dada si raja
pedang sakti Song Tek Hay, akan tetapi begitu Tek Hay
mengegoskan tubuhnya sedikit, pedang Teng Kok melesat di
samping iganya dan menyusul sebuah sentilan membuat pedang
Teng Kok terlepas. Melihat bahwa lawannya ini lihay tentu saja bukannya menjadi
mundur malah orang she Cia yang gagah ini menerjang lagi
dengan pukulan tangan kanan kiri dan tendangan kaki. Memang
Teng Kok ini pernah mempelajari ilmu silat dari cabang Bu-tongpay, sedikitnya ia lebih lihay dari pada para piauwsu-piauwsu yang
lain. Oleh sebab itu ia tidak takut menghadapi si raja pedang yang
lihay ini. Melihat kenekatan kepala piauwsu itu. Tek Hay jadi marah dan
begitu pedangnya berkelebat, tahu-tahu tubuh Teng Kok terlempar
dengan kaki kiri buntung. Teng Kok menjerit ngeri dan menahan
sakit. Ia memandang orang bercambang bauk yang demikian lihai
ilmu pedangnya ini. Tiba-tiba pikirannya teringat kepada bungkusan kuning yang tadi
diserahkan oleh orang tua she Lim itu kepadanya. Jangan-jangan
di dalamnya ini adalah pedang dan kitab. Celaka kalau kitab dan
pedang ini terjatuh ke dalam tangan orang yang demikian lihai dan
kejam seperti Tek Hay itu. Berbahaya sekali!
Aku harus menyelamatkan benda yang tersembunyi di dalam
jubahku ini, pikir Teng Kok. Ia merangkak bangun. Seluruh baju
dan celananya yang putih sudah berlopotan oleh darahnya sendiri.
421 Si Raja pedang sakti Song Tek Hay maju menghampiri. Kakinya
menendang sambil membentak: "Cia piauwsu, serahkan pedang
dan kitab itu!" Tubuh Teng Kok terlempar. Sebuah sungai mengalir deras di
sampingnya. Aku harus menyelamatkan diri, pikir Teng Kok, dan
dengan sekali menggerakkan tubuhnya tahu-tahu ia sudah
melompat ke dalam air sungai dan terus tenggelam dengan amat
cepat sekali. "Srat srat srat!" Tek Hay terkejut sekali melihat kenekatan lawan
yang tak diduga-duga mencebur ke sungai. Tiga kali tangannya
bergerak pisau terbang menyambar ke dasar sungai. Nampak
darah merah membubus mengalir bersama-sama air sungai. Tek
Hay berdiri di pinggir sungai mengawasi air yang merah itu.
Ia mempunyai keyakinan tentu kepala piauwsu ini telah tewas,
maka dengan hati kecewa dan marah ia berkelebat meninggalkan
sungai itu. Matikah Cia Teng Kok terbawa arus sungai yang deras itu"
Tidak. Biarpun orang she Cia ini sudah merasakan tubuhnya kaku
dan nyeri, ia tetap mempertahankan diri. Ia pandai sekali berenang
sebab itu, begitu tubuhnya menyelam ke dalam sungai, ia
memberatkan tubuhnya dan berjalan di dasar sungai.
Baru setelah agak jauh, ia mumbul kembali dari permukaan sungai
itu. Dan dengan napas yang terengah-engah ia naik ke atas
sungai. Dan berjalan terpincang-pincang menuju rumah.
422 Beberapa kali ia jatuh pingsan, akan tetapi apabila ia mengingat
kitab dan pedang, ia terus berjalan, jatuh bangun. Dan begitulah
seterusnya menahan rasa nyeri yang hebat. Wajahnya pucat dan
lemah. Kasihan sekali, betapa hebat penderitaan orang she Cia ini.
Berkat semangat dan kemauan untuk sampai di rumah, akhirnya
sampailah ia di rumahnya. Dan pingsan!
Cia Pei Pei, yang baru berusia tiga tahun itu menangis melihat
ayahnya terguling di depan rumah. Can Mama, seorang tua
pembantu rumah tangga Cia piauwsu memburu ke arah tubuh
majikannya dan mengangkatnya. Akan tetapi, tubuh Cia Teng Kok
sudah demikian amat lemah. Napasnya sudah payah sekali.
Wajahnya sudah pucat seperti kertas.
"Ayah"..!" Pei Pei menangis mengguguk melihat keadaan
ayahnya ini. Can Mama cepat mengurut-urut dada majikannya yang sesak
bernapas, pelayan tua ini menjerit kecil kaget melihat kaki
majikannya sudah buntung dan membengkak.
"Loya"..! Loya (tuan) mengapa kau jadi begini?""
"Ayah"..!" Air mata Pei Pei bercucuran. Memeluki ayahnya.
Begitu Cia Teng Kok sadar, ia batuk-batuk dan mengurut-urut
dadanya dibantu Can Mama, pelayannya,
"Pei-jie (anak Pei)".., kasihan".. kau se..... setelah ibumu
meninggal" kau"., kau......."
423 "Ayah?". Ayah"!"
"Loya....... istirahatlah... biar aku cari obat dan panggil shinse... kau
terluka berat, ah, kau jadi begini?". siapakah orangnya yang
membuatmu begini?" "Can Mama"... kau pelayan disini sudah lama, kau baik sekali".
aku terluka berat".. tak mungkin?""
"Loya" jangan berkata begitu. Kau mesti sembuh kasihan Pei Pei
masih kecil".." Can Mama mengurut-urut dada tuannya.
Cia Teng Kok batuk darah, si pelayan tua terkejut bukan main
mengambil kain dan menyusut mulut tuannya yang berlumuran
darah. "Can" Ma" ma" ma aku tak tahan Pei Pei"!" tangan Teng Kok
menggerepe mengusap kepala Pei Pei yang menangis
mengguguk sambil menyebut-nyebut ayahnya.
Can Mama menjadi bingung sekali melihat keadaan tuannya yang
amat menguatirkan ini. Ia bangkit berdiri dan hendak cepat-cepat
memanggil shinse, akan tetapi tangan tuannya menggelenggeleng mencegah.
"Tidak usah".. Can" mama....... tak usah".. kau ke marilah!" Cia
Teng Kok berkata lemah terbatuk-batuk lagi.
"Aku tak dapat lama hidup, kau bawa Pei Pei pergi mengasingkan
diri ke sebuah dusun sunyi dan rawatlah Pei Pei sebagai anakmu,
424 dan kau bawa ini bungkusan. Ini jangan berikan kepada orang lain,
simpan....... ahhh ughh. "Ayahhh".."
"Loya, loya!" Air mata Pei Pei membanjir turun menggigit bibirnya untuk
menahan tangisnya di depan pemuda buntung yang
memandangnya dengan dada penuh haru!
"Setelah ayahku meninggal, aku diajak Can Mama ke tempat ini, di
dusun inilah aku dibesarkan oleh Can Mama, pembantu rumah
tangga ayah yang baik hati.... Akan tetapi, iapun meninggal
beberapa tahun yang lalu".. Bungkusan ini kusimpan"... karena
bungkusan inilah yang membuat ayah mengorbankan nyawanya.
Tiang Le tertunduk membaca huruf yang tertera pada sampul kitab
yang dipegangnya, "Hemm, kitab ini adalah kitab pelajaran silat"
"Memang kitab itu adalah kitab pelajaran silat, akan tetapi aku tak
pernah mempelajarinya. Can Mama melarangku untuk belajar silat.
Can Mama tidak menghendaki aku membalas dendam, makanya
sampai sekarang kitab dan pedang ini kusimpan saja... Koko, kalau
kau berminat boleh kau coba-coba pelajari kitab ini, barang kali
saja berguna bagimu."
"Terima kasib Pei-moay, mudah-mudahan saja!"
Dengan tangan kiri Tiang Le membuka lembaran kitab itu. Ia harus
hati-hati membukanya kalau tidak akan hancur kepingan-kepingan
425 kertas yang sudah tua dan kuning. Sebagian huruf-hurufnya
nampak yang tidak nyata, akan tetapi gambar-gambar yang tertera
di dalamnya masih jelas betul dan mudah dimengerti."
Tiang Le membaca tiga buah kalimat yang membagi bagianbagian dalam buku ini, ia membaca perlahan didengar oleh Pei Pei:
"Sian-tien-jiu, gerak tangan kilat, Tok-pik-kun-hoat, ilmu silat tangan buntung, Ji-cap-it-sin-po, duapuluh satu langkah-langkah ajaib."
Terkejut dan girang hati Tiang Le membaca huruf-huruf itu. Ia
membuka perlahan-lahan lembaran-lembaran yang berisi gambargambar orang bermain silat. Ternyata cocok seperti keadaannya
orang dalam gambar itu juga adalah seorang yang buntung lengan
kanannya, gerakan-gerakannya itu yang menggunakan tangan kiri
disebut Sian-tien-jiu (Gerak tangan kilat) dan bagian gambargambar yang lain memperlihatkan lukisan-lukisan orang bersilat
dengan memakai pedang buntung di tangan kiri dan ilmu silat
pedang itu disebut Tok-pik-kun-hoat dan Tok-pik-kiam-hoat!
Girang sekali melihat kenyataan ini. Dengan serta merta ia turun
ke pembaringan dan menggerak-gerak tangannya menurut
gambar yang dilihatnya. Akan tetapi Pei Pei mencegahnya:
"Koko..... kuharap kau berlatih setelah kau sembuh benar."
Tiang Le mengangkat dagu Pei Pei dan dikecupnya.
"Jangan kuatir Pei-moay..... besok juga pasti aku sudah
sembuh......., besok pagi-pagi sekali aku akan berlatih."
426 "Eh, mengapa secepat itu?"
"Mengapa tidak?"
"Kau masih lemah koko?"" suara Pei Pei cemas.
Tiang Le tertawa, "Justru aku diam saja di ranjang ini yang
membuatku lemas, tidak bergerak tubuhku. Lihat besok pasti aku
akan segar bugar!" "Betulkah koko"!"
"Mengapa aku bohong" Pei Pei badanku lemah karena aku kurang
bergerak, memang selalu banyak istirahat dan tidur melulu juga
nggak baik..... eh kau tahu Pei-moay, ilmu silat tangan buntung
gerak tangan kilat dan langkah-langkah ajaib!"
Setitik air mata Pei Pei meloncat girang melihat kekasihnya
demikian semangat untuk melatih diri dengan kitab pemberiannya.
Dalam hatinya itu ia berdoa: "Koko..... mudah-mudahan kau
berhasil menjadi seorang pendekar lengan buntung, seorang yang
berbakti untuk masyarakat dan bangsa! Ah betapa senangnya........
hatiku, tak ada kesukaran yang besar selain melihatmu bahagia
seperti ini!" "Y" 12 Kong Hwat benar-benar menjadi kewalahan menghadapi gadis
Sian-li-pay ini. Ia seperti seorang ayah yang menghadapi seorang
427 anak perempuan yang nakal, yang sering nyambek dan
membuatnya bingung. Berkali-kali ia menyabarkan hati gadis ini,
namun Sianli-eng-cu Soan Li bukannya menjadi lembut malah
semakin galak. Untung saja setelah nenyeberangi laut Po-hay, kawan-kawannya
Ho Siang, Bwe Lan dan Sian Hwa berpencar. Ho Siang pergi
menyelidiki keadaan Nyuk In kembali ke pulau, sedangkan Bwe
Lan dan Sian Hwa diam-diam mengambil jalan masing-masing
untuk mencari pemuda Lengan Buntung Sung Tiang Le, pemuda
yang amat dikasihi itu. Sedangkan Kong Hwat dibiarkan meneruskan perjalanannya
bersama Han Soan Li yang selama perjalanan itu terus menerus
marah-marah dan kadang-kadang mengajaknya bertempur.
Kadang-kadang Soan Li ngomel memaki-maki Kong Hwat.
"Kau curang! Mengandelkan ilmu setan, menenggelamkan perahu.
Coba sekarang di darat berani kau melayani permainan
cambukku?" "Nona Soan Li sudah dong jangan marah-marah, kau kenapa sih
marah-marah melulu ingat, orang pemarah lekas tua!" Kong Hwat
menggoda, akan tetapi ia harus cepat-cepat menggerakkan
tubuhnya karena tanpa bilang sesuatu apa-apa, Soan Li sudah
menerjang mengirimkan pukulan tangan kiri.
"E, e, e,".. ngamuk lagi jangan gitu ah!"
428 "Kunyuk! Kau menyebut-nyebut namaku Soan Li, Soan Li. Emang
namaku Soan Li! Aku Sianli-eng-cu dari Sian-li-pay kau tahu?" Han
Soan Li merengut. "Memang kau Sian-li-eng-cu, nona gagah perkasa dari Sian-li-pay,
murid Pay-cu Bu-tek Sianli..... akan tetapi aku lebih suka
memanggil namamu Han Soan Li, alangkah indahnya namamu,
lebih indah dari sebutan bidadari yang turun dari langit!"
"Kau memang pengecut!" Soan Li memaki, "beraninya kau di laut
dan secara curang menggulingkan perahu sehingga aku tak
berdaya. Hemm kalau kau gagah, sekarang lawan aku! Kuyakin
sabukku ini akan menjirat lehermu dan mampus!"
Kong Hwat menoleh. Ia berhenti. Merasa bahwa udara di siang hari
ini memang agak panas terik, alangkah nyaman duduk di bawah
pohon ini di antara semilir angin kering berhembus. Berpikir
demikian Kong Hwat duduk di akar sebatang pohon yang menonjol
memandang Soan Li yang tengah merengut.
Melihat gadis galak ini merengut dingin, bibir setengah ditarik dan
pandangan mata yang berapi-api berkilau, Kong Hwat jadi
terpesona memandang si gadis bagaikan orang kena hikmat. Dada
pemuda itu berdebar keras memdenyar-denyar.
Sementara Soan Li jadi bertambah uring-uringan kesal dipandang
seperti itu. Gadis itu membanting-bantingkan kakinya: "Kau
ceriwis!" "Nona Soan Li mengapa kau benci betul denganku?"
429 "Aku harus membunuh kau!!"
"Membunuh?"" Kong Hwat bertanya menudingkan jari
telunjuknya ke dadanya sendiri. Alisnya terangkat naik seperti
orang terperanjat kaget. "Ya, aku harus membunuhmu. Kau pengecut curang!"
"Apanya yang curang, apanya yang pengecut! Aku" Aku
pengecut?" Kong Hwat menggeleng-gelengkan kepala: "Kata
pengecut tidak ada dalam kamus hatiku!"
Soan Li meloncat ke depan, sabuk merahnya bergetar di tangan,
"Bagus" kalau tidak mau dikatai pengecut, hayo lawan aku. Mari
kita bertanding sampai seribu jurus!!"
"Nona".., aku....... aku tidak ingin berkelahi denganmu!"
"Tapi aku harus membunubmu, aku tak senang kau berlaku curang


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menenggelamkan aku ke laut! Hayo hadapi aku!"
"Aku tak sengaja menenggelamkanmu, hanya?" hanya aku
waktu itu ingin menaklukkanmu dan........ dan tidak ingin
melukaimu!" "Artinya kau pengecut, beraninya hanya di air, di darat kau takut,
Hu, manusia pengecut! Pengecut!"
430 Merah wajah Kong Hwat, betapapun ia mengagumi gadis ini dan
tidak ingin berkelahi, akan tetapi bagi seorang gagah seperti dia
pantang dikatai pengecut, Makian ini tak boleh diterima.
Kong Hwat maju selangkah. Ia tersenyum pahit dan berkata: "Kau
terlalu Soan Li, beberapa kali aku selalu mengalah terhadapmu,
namun kau selalu mengataiku pengecut. Aku bukan pemuda
seperti dugaanmu, aku bukan pengecut!!"
"Kalau bukan pengecut mengapa kau tidak berani bertanding
denganku" Takut sabukku ini merenggut nyawamu?"
"Aku tidak takut....... seandainya aku kalah dan nyawaku
melayang, aku akan pergi dengan senang hati, akan tetapi"..
aku" aku tak ingin berkelahi denganmu Sianli, jangan kau
mendesakku. Marilah duduk kita mengobrol di sini?""
"Setan! Aku bukan tukang ngobrol".. Siapa sudi mengobrol
denganmu, ahhh".. tak perlu mengadu lidah, lihat seranganku!"
Sambil membentak demikian Soan Li telah maju menerjang
dengan gerakan sabuk sutera merah yang tiba-tiba meluncur
menjadi kaku seperti sebatang tongkat dan menyerang dahsyat.
Akan tetapi serangan ini membuat Kong Hwat hampir berseru
terkejut karena sabuk sutera yang menerjang seperti tongkat itu
dengan tepat sekali menyerang ke arah jalan darahnya. Ah, tidak
tahunya gadis Sian-li-pay ini adalah ahli tiam-hoat (ilmu menotok
jalan darah) maka ia segera mengelak dengan cepat. Serangan
kedua dan ketiga menyusul cepat dan semua serangan tertuju ke
arah jalan darah yang berbahaya.
431 "Lihay!" Kong Hwat memuji dan iapun segera mencabut
tongkatnya untuk mempertahankan diri karena ternyata gadis ini
betul-betul hendak merobohkannya dan lagi tangguh.
Melihat bahwa pemuda itu hanya melayaninya dengan sebatang
ranting kering di tangan, Soan Li bertambah marah dan terhina.
Masa ia yang terkenal di Sian-li-pay sebagai murid tersayang dari
Bu-tek Sianli kini hanya dihadapi oleh permainan ranting kering di
tangan pemuda itu, betul-betul menghina.
Dengan menjerit keras gadis ini menerjang dahsyat, sabuk
suteranya bagaikan ular merah yang menyambar-nyambar. Akan
tetapi begitu terpukul oleh ranting kering di tangan Kong Hwat
terkejutlah ia karena merasa telapak tangannya menjadi perih dan
sakit. Dasar Soan Li berwatak keras dan pantang menyerah, melihat
bahwa lawannya benar-benar tangguh dan pandai, ia tidak menjadi
sungkan-sungkan lagi. Berkali-kali nampak sinar jarum beracun
menyambar lembut dari tangan kiri si gadis, akan tetapi Kong Hwat
dapat memukulnya runtuh atau dengan kibasan lengan bajunya!
Terkejut sekali ia karena lawannya benar-benar hendak
mengambil nyawanya. Terkejut ia karena permainan sabuk di
tangan gadis itu semakin dahsyat dan terpaksa Kong Hwat
mainkan jurus-jurus ilmu tongkat yang pernah dipelajarinya dari
suhunya Koay lojin yang bernama Fu-niu-san-tung-hoat (ilmu
tongkat dari gunung Fu-niu). Maka bertempurlah mereka dengan
seru! 432 Kong Hwat memainkan tongkat rantingnya dengan cermat dan
hati-hati. Ia kagum juga melihat permainan sabuk sutera dari gadis
Sian-li-pay ini. Sabuk itu kadang-kadang seperti ular hidup yang bermata dan licin,
di lain saat sabuk merah itu seperti tongkat yang keras dan kuat.
Maka ia melawan dengan hati-hati dan waspada.
Sebaliknya melihat bahwa kepandaian pemuda ini demikian lihay
permainan ranting kering sebagai tongkat kecil itu Soan Li menjadi
kesal dan penasaran dan memainkan sabuk suteranya dengan
nekat, seakan ia seorang yang telah terlanjur berbuat sesuatu
kesalahan yang tak mungkin dapat dimaafkan lagi.
Memang aneh betul gadis ini, hatinya sekarang menyesal,
mengapa ia mati-matian untuk memaksa pemuda lawannya ini
bertempur pada hal kepandaiannya ternyata di bawah tingkat
pemuda itu. Hemm, akan tetapi aku tak perlu mengalah, masakan
aku kalah sama dia! Melihat kenekatan gadis ini Kong Hwat lalu memperlihatkan
kepandaiannya berkelahi dengan mempengunakan ilmu tongkat
ciptaan Koay Lojin yang terlihai, sebentar saja gadis itu nampak
sudah terdesak oleh serangan-serangan tongkat ranting Kong
Hwat yang bertubi-tubi itu.
Si gadis bertambah marah ia mengeluarkan lengking tinggi,
lengking yang biasanya untuk memanggil kawannya. Ia
mengeluarkan lengkingan ini karena saking jengkelnya, permainan
sabuknya berkelebat luar biasa, sementara tangan kirinya bersiapsiap melempar sianli-tok-ciam (jarum beracun bidadari).
433 Kong Hwat tahu. Kalau ia mau tentu ia akan dapat mengalahkan
gadis ini secepat mungkin akan tetapi entah mengapa ia tak tega
untuk mengalahkan gadis. Ia tahu gadis ini takkan mudah
menyerah dan lagi keras hati. Bagaimana jadinya kalau ia kalahkan
gadis itu, tentu Soan Li akan bertambah penasaran lagi.
Maka lebih baik ia mengalah saja dari pada Soan Li terus menerus
mengamuk. Pada saat sabuk sutera yang lihai di tangan gadis itu
menyambar tongkatnya, sengaja Kong Hwat menggunakan
gerakan menekan ke bawah dan sebentar saja tongkatnya sudah
dibelit oleh sabuk itu. Soan Li membentak keras membetot kuat tahu-tahu tubuh Kong
Hwat melayang ke atas saking kuatnya tarikan dari ujung sabuk
yang dipenuhi tenaga lwekang tingkat tinggi. Pada saat tubuh
pemuda itu melayang di udara itulah dua kali tangan Soan Li
bergerak, puluhan jarum beracun menyambar pemuda itu.
Kong Hwat terkejut sekali melihat jarum-jarum halus menyambar
ke tubuhnya. Sebetulnya ia tidak menduga sama sekali kalau Soan
Li melemparkan jarum-jarumnya pada saat tubuhnya melayang di
udara. Dengan kaget dan cepat Kong Hwat menggerakkan lengan
bajunya menangkis, beberapa jarum runtuh ke tanah akan tetapi
saking banyaknya jarum-jarum itu menyambar, dua di antaranya
tepat menancap pundaknya.
Kong Hwat mengeluh dan terguling. Kedua tangannya terasa kaku
dan gatal-gatal, segera Kong Hwat mengerahkan lwekang di
pundak, akan tetapi ia menjerit lagi, jarum yang masuk ke bagian
pundaknya demikian luar biasa, tak tahan lagi ia roboh!
434 Pada saat itu terdengar suara tertawa keras. "Ha ha ha, bagus,
bagus sekali Sianli, pemuda inilah yang juga pernah mengacau
Sian-li-pay"... hayo tangkap dia!"
Soan Li menoleh, ternyata yang tertawa itu adalah Thay-lek-huimo dan beberapa anak buah Hek-lian-pay. Seperti kita ketahui
setelah Thay-lek-hui-mo ini gagal menangkap Nyuk In, dengan
uring-uringan ia menyelidik ke sekitar daerah itu. Dan secara
kebetulan sekali ia melihat anak buah Sian-li-pay sedang
bertempur dengan pemuda yang menurut penyelidikannya pernah
mengacau Sian-li-pay. Memang Bu-tek Sanli lihay dan cerdik, ia menyebarkan berita
tentang orang-orang muda yang mengacau di Sian-li-pay itu
dengan cukup jelas sehingga begitu melihat cara pemuda itu
memainkan tongkat rantingnya tahulah ia bahwa pemuda ini tak
salah lagi tentu murid Koay Lojin salah seorang anak muda yang
mengacau Sian-li-pay, maka begitu dilihatnya Kong Hwat roboh
terkena jarum beracun Soan Li....... hwesio gendut ini lalu
menampakkan dirinya! Soan Li yang tidak mengenal Thay-lek-hui-mo menjadi terkejut
sekali. Ia melihat tiga orang anak buah Hek-lian-pay hendak
meringkus Kong Hwat. Dengan marah sekaili ia menggerakkan
sabuk suteranya dan tahu-tahu ke tiga orang itu telah roboh dalam
totokannya. Thay-lek-hui-mo heran sekali memandang gadis yang
diduganya adalah anak buah Sian-li-pay.
"Eh, kenapa kau merobohkan anak buah Hek-lian-pay?"
435 "Kau siapa..... mengapa mencampuri urusanku!" bentak Soan Li
marah. Diam-diam kenapa hatinya menjadi kuatir akan pemuda yang
terkena jarumnya itu. Ia menyesal sekali telah menyambitkan
jarumnya melukai pemuda itu. Akan tetapi sekarang kekesalannya
ini ditumplekkan kepada hwesio gendut ini.
"Nona bukankah kau murid Bu-tek Sianli dari Sian-li-pay, mengapa
kau merobohkan tiga orang Hek-lian-pay?"
"Tidak ada urusannya Sian-li-pay dengan Hek-lian-pay, hayo
kalian pergi, jangan mencampuri urusanku!!"
"Ha ha ha, nona keliru, pinceng betul bukan anggota Hek-lian-pay,
akan tetapi baru saja tadi kami diberi perintah oleh Bu-tek Sianli
untuk menangkap pemuda ini, juga orang-orang Hek-lian-pay
sudah dihubungi oleh Pay-cu itu. Jadi kami berhak menawan
pemuda ini untuk diserahkan kepada Pay-cu Sian-li-pay!"
Thay-lek-hui-mo maju hendak menangkap leher Kong Hwat, akan
tetapi Soan Li sudah menggerakkan sabuk suteranya dan tahutahu tubuh pemuda itu sudah melayang jatuh ke dekatnya. Soan Li
menotok pemuda itu dan mengepitnya.
"Pemuda ini aku yang merobohkannya, tak perlu kau mencampuri
urusan Sian-li-pay lagi, aku hendak membawa dia ke Sian-li-pay!"
Soan Li hendak meloncat pergi, Thay-lek-hui-mo berkelebat dan
tahu-tahu telah berada di hadapannya.
436 "Ha ha ha?" enak betul kau bicara nona, mana boleh kau sendiri
yang membawa pemuda itu, biarlah pinceng dan orang-orang Heklian-pay yang membawanya......."
"Tidak!" Soan Li membentak marah, sementara hatinya berkuatir
bukan main melihat keadaan pundak dan leher Kong Hwat sudah
menghitam dan pemuda itu pingsan dalam kempitannya. Aku
harus cepat menolongnya, kalau tidak bahaya sekali kalau racun
Sianli-tok-ciam itu menjalar ke jantungnya. Amat berbahaya, pikir
Soan Li yang tiba-tiba begitu merasa cemas hatinya. Heran
mengapa ia kini cemas dan kuatir, bukankah ia sendiri yang
melukainya" Aneh! Thay-lek-hui-mo menghampiri Soan Li.
tinggalkan pemuda itu!"
"Nona harap kau "Tidak, aku yang merobohkannya, aku yang berhak membawanya
ke Sian-li-pay, enak saja kau?" setelah pemuda ini kurobohkan
kalian hendak menangkapnya dan menyerahkan kepada Pay-cu,
hem, bagus betul".. aku yang setengah mati melawannya dan
merobohkan, hem, engkau yang hendak menyerahkan kepada
Pay-cu, tidak!" "Ha ha ha, kau keras kepala nona. Kalau kau sendiri tidak
merobohkannya tentu tanganku ini juga yang merobohkan dan
kemudian menyerahkan kepada Sian-li-pay. Sudahlah, kau mau
serahkan kepadaku atau tidak?"
"Tentu saja tidak, karena aku yang bersusah payah
merobohkannya, kamu ini hwesio curang....... sudah ia roboh baru
kalian muncul!" 437 Soan Li sudah bersiap dengan cambuknya. Akan tetapi begitu
merasa leher Kong Hwat demikian panas, ia terkejut bukan main!
Celaka! Ia harus cepat-cepat pergi dari tempat ini dan
menolongnya secepat mungkin! Berpikir demikian, Soan Li
mencelat ke atas pohon. Thay-lek-hui-mo menggerakkan jubahnya dan angin besar
berpusing, menyambar Soan Li yang mencelat ke atas pohon
dengan cepat sekali. Merasa ada angin yang demikian kuat
menyambar ke atas, cepat Soan Li mencelat lagi berpindah pohon,
demikianlah ia terus mencelat dari pohon ke pohonn yang lain.
Sementara Thay-lek-hui-mo menggerakkan tangannya ke atas,
apabila tangan itu terayun terdengar suara keras pohon itu roboh
dan daun bertebaran jatuh. Inilah hebat sin-kang hwesio Iblis
terbang bertenaga seribu itu. Pukulan yang digerakkannya adalah
pukulan-pukulan Gin-san-ciang yang luar biasa hebatnya.
Akan tetapi sebaliknya, sambil mengempit tubuh Kong Hwat, Soan
Li juga memperlihatkan gin-kangnya meloncat-loncat dari atas
pohon ke pohon yang lain. Tentu saja percuma sekali, ia yang telah
mendapat julukan Sian-li-eng-cu atau si Bayangan Bidadari kalau
saja ia tidak dapat menghindari pukulan-pukulan maut dari hwesio
itu. Maka dengan berloncatan dari pohon ke pohon yang lain dalam
hutan itu, sebentar saja, Thay-lek-hui-mo kehilangan jejaknya.
Hanya dari kejauhan didengarnya suara si hwesio itu memaki-maki
dan menyumpah-nyumpah. Soan Li girang sekali bahwa lawannya
kehilangan jejak, dengan cepat sekali ia melarikan diri.
438 Ia terus berlari ke arah selatan hutan. Semakin dalam hutan itu
semakin lebat dan penuh pohon-pohon besar. Akan tetapi Soan Li
tidak memperdulikan ini, ia terus berlari menjauhi suara Thay-lekhui-mo yang memaki-maki kalang kabut. Baru setelah suara itu tak
terdengar lagi, Soan Li menurunkan Kong Hwat dalam
kempitannya. Ternyata Kong Hwat sudah sadar dalam pingsannya, cuma saja ia
merasa tubuhnya demikian kaku dan panas sekali seperti dibakar.
Begitu Kong Hwat siuman, terheran ia begitu ia melihat dirinya di
kempit oleh Soan Li dan membawanya lari dengan amat cepatnya
merasa bahwa gadis itu berhenti larinya. Kong Hwat menoleh ke
arah gadis yang tengah mengempitnya. Tiba-tiba merasa Kong
Hwat sudah bergerak, Soan Li melemparkan kempitan itu dan
keruan saja tubuh pemuda itu terbanting ke tanah.
"Turun kau, keenakan kubawa lari," Soan Li mengomel.
Akan tetapi Kong Hwat tidak menyahut.
Ia merasakan lehernya demikian panas dan gatal-gatal. Ia meraba
leher dan tiba-tiba kepalanya menjadi pening bukan main. Tak
tertahankan ia, dan Kong Hwat memeramkan matanya. Dirasanya
kepala berayun- ayun dan di dalam kegelapan itu tampak bintangbintang berputaran.
Soan Li mendekati pemuda itu. Mendekur di tanah dan memegang
kepala Kong Hwat sambil berkata pelan: "Kau terluka oleh
jarumku"... coba kuperiksa!"
439 Akan tetapi Kong Hwat tak mendengar perkataan lembut itu. Ia
merasa dirinya berada di alam lain. Tak menyadari lagi apa yang
terjadi. Tak tahu ia betapa Soan Li mengusap lehernya perlahan,
membuka bajunya di bagian pundak dan menempelkan bibir itu ke
pundak dan menyedotnya kuat-kuat.
Tiga kali Soan Li menyedot luka di pundak pemuda itu, tiga kali itu
pula Kong Hwat mengeluh perlahan. Mulutnya berbisik: "Aduuh"..
panas?" panas!"
"Diamlah?" Kong Hwat?" diamlah kau, darahmu sudah
keracunan oleh jarumku sendiri, biar kubersihkan darahmu yang
bercampur dengan racun itu," Soan Li berbisik di dekat telinga
pemuda yang mengeluh seperti orang mengigau. Kemudian ia
menyedot lagi luka pemuda itu dan meludah ke tanah.


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Darah merah menyembur dari mulut si gadis itu. Darah yang
bercampur racun hijau yang terdapat pada jarum Sianli-tok-ciam.
Lima kali sudah Soan Li menyedot luka itu, perlahan-lahan jarum
halus yang tadi melesak ke dalam daging menyembul sedikit.
Dengan kuku jarinya yang runcing, gadis itu mencabutnya.
Kong Hwat mengeluh perlahan. Waktu ia membuka matanya,
alangkah herannya melihat gadis yang tadi menyerangnya matimatian itu berjongkok di dekatnya sambil membalut luka di pundak.
Tak mengerti Kong Hwat, bagaikan mimpi rasanya waktu tangan
halus lembut itu meraba pundaknya dan membalut lukanya. Kong
Hwat membuka matanya. 440 Seperti orang kaget Soan Li mencelat menjauhi dan mukanya
menjadi merah untuk seketika ia tertunduk dan menekan
perasaan. "Aku telah melukaimu dengan jarum Sianli-tok-ciam," Soan Li
berkata pelan seperti ia berkata pada dirinya sendiri. Setengah
berbisik. Kong Hwat tersenyum lega. Ia kira gadis itu mencelat hendak
menyerangnya, tidak tahunya Soan Li hanya berdiri tertunduk
seperti orang bingung dan malu. Ia tak berani menentang
pandangan pemuda itu. Ia merasa dirinya bersalah, telah bertindak
keterlaluan melukai pemuda itu.
Kong Hwat menghampiri Soan Li.
"Tidak apa nona, bukankah kau sendiri yang telah merawat lukaku.
Eh, seharusnya akulah yang mengucapkan terima kasih
kepadamu, nona. Terima kasih!" Kong Hwat menjura.
Soan Li mengangkat mukanya. Tiba-tiba wajahnya memerah. Malu
dan jengah. GILA!!! Bukankah tadi aku hendak menangkap
pemuda ini, dan membawanya ke Sian-li-pay" Pikirnya. Mengingat
ini ia mencabut sabuk suteranya dan meloncat ke depan.
"Bagus, kau sudah sembuh Kong Hwat, kita teruskan pertandingan
kita tadi!" Karuan saja Kong Hwat jadi terbelalak heran.
441 "Eeee...... kenapa jadi begitu"... mengapa kita harus bertanding
lagi." Kong Hwat memandang gadis itu dengan mata bodoh.
Si gadis mengedikkan kepalanya, matanya melirik ke arah luka di
pundak si pemuda yang masih dalam balutan: "Mengapa diam
saja, hayo, layani aku lagi!"
"Sudah nona, tak usah bersandiwara, kita tak perlu bertempur
lagi"... bukankah kita sudah bersahabat?"
"Bersahabat?" "Ya. Tentu kita sudah bersahabat. Kau tadi melukaiku dengan
jarummu, akan tetapi kau tidak sengaja bukan" Buktinya....... kau
merawat lukaku." "Ahhh"... jangan banyak bicara, eh, Kong Hwat"... berani tidak
melawan tongkatku?" "Tentu saja aku tidak berani melawanmu nona......." suara Kong
Hwat terdengar penuh perasaan hati.
Sejenak Soan Li terheran dan berdebar hatinya. Pemuda ini begitu
lemahkah hatinya....... mudah mengalah?" Ah tidak! Aku merasa
penasaran sekali!! "Pokoknya aku belum puas kalau belum mengalahkanmu. Hayo
kita bertanding lagi, biar seribu jurus akan kulayani!"
"Nona sudahlah, aku mengaku kalah, eeeh memang aku sudah
kalah, buktinya aku terluka olehmu......."
442 "Aku tak puas!" Soan Li membentak, "Kau tahu....... aku adalah
murid Sian-li-pay....... murid kedua terkasih dari Bu-tek Sianli. Aku
ditugaskan untuk menangkapmu dan kawan-kawanmu, dan si
buntung yang menjadi biang keladi keributan ini. Sekarang
kebetulan kita saling bertemu di sini, hanya berdua saja! Hayo kau
layani aku, kalau tidak terpaksa aku akan menyeretmu untuk
dibawa ke Sian-li-pay. Mau kau kuseret seperti anjing?"
Aneh sekali. Timbul keraguan dan kesangsian di hati Kong Hwat.
Padahal sebelumnya ia seringkali mendengar sepak terjang muridmurid Sian-li-pay yang dikabarkan orang ganas dan berbahaya,
dan ia ingin sekali menghancurkan Sian-li-pay itu!
Eh, siapa sangka, bertemu dengan gadis galak ini, yang bernama
Soan Li, terpesona dan tidak tega untuk mengangkat senjata
menghadapi nona jelita ini. Apalagi setelah ia mendapat perawatan
luka-luka bekas sambaran jarum gadis itu dan merawat
lukanya....... ah, makin tidak tegalah ia menghadapi gadis ini.
"Hayo....... keluarkan tongkatmu........ mau tunggu apa lagi" Aku
segan menghadapi lawan tanpa senjata......." Soan Li mengejek
dan gadis ini sudah berdiri tegak dengan sabuk sutera merah di
tangan, sikapnya gagah menantang, juga amat cantik.
"Nona Soan Li"... aku tak ingin bertempur denganmu. Mengapa
kau ini haus untuk mengalahkanku" Kalau memang kau hendak
main-main dan memamerkan kepandaian denganku sebaiknya tak
usah pakai senjata, biar kita bertempur dengan tangan kosong,
bagaimana?" 443 "Kunyuk! Siapa yang hendak main-main. Memang aku anak
kecil....... Aku sungguh-sungguh hendak bertempur denganmu"..
bukan main-main!" Kali ini saking jengkelnya Soan Li, gadis ini
membanting-bantingkan kakinya dan setitik air mata melintas di
pipi itu. Melihat tingkah laku gadis yang aneh ini. Kong Hwat menjadi
terharu sekali. Ingin sekali pada saat itu ia memeluk gadis yang
telah menjatuhkan hatinya ini dan mencumbunya dan....... dan.......
akan tetapi tidak untuk bertanding.
"Nona Soan Li?", dengarlah omonganku dulu".... Sungguh
mati, aku memang tidak ingin bertanding denganmu....... malah
aku ingin sekali mengikat persahabatan denganmu".. bukan
untuk bertanding....... Nona pada mula pertama aku melihat
engkau....... aku sudah tertarik sekali kepadamu, aku kasihan
kepadamu......." "Kunyuk kau! Siapa minta kasihan darimu" Eh, Kong Hwat
mengapa mendadak sontak kau begitu tertarik kepadaku........
hem, dasar mata lelaki, begitu melihat perempuan ciami atau cantik
lantas saja mulutmu lemas seperti perempuan"... dasar kau mata
keranjang!" Wajah Kong Hwat menjadi merah. Gadis jelita ini selain gagah dan
liar, juga lidahnya amat tajam!
"Nona".. aku bukan mata keranjang, memang sesungguhnya
begitu, begitu melihat engkau"... aku sudah merasa kagum dan
sayang"... ahh salahkah aku kalau aku mencintaimu nona"
444 Apakah seorang laki-laki jatuh cinta terhadap seorang wanita
dikatakan mata keranjang"...?"
"Wah, wah....... begitu muda amat kau jatuh cinta kepadaku, begitu
melihat sudah cinta"... hemm, apalagi itu kalau bukan cinta palsu
yang gampang luntur" Orang muda jangan kau berlagak di
depanku mengobral cinta. Aku tak sudi cinta yang semurah itu!"
Wajah pemuda itu sebentar pucat sebentar merah. Perlahan-lahan
ia menggerakkan tangannya ke balik jubah dan mengeluarkan
tongkat kecil. "Nona, mulutmu tajam dan berbisa?", kau
menuduhku yang bukan-bukan. Menyesal"... aku sudah
mengutarakan isi hatiku kepadamu, hemm, benar aku lemah nona,
cintaku begini murah, tak patut dan tiada senilai hatimu.
"Memang aku terlalu mengalah kepadamu, akan tetapi kau
sombong, angkuh dan tinggi hati, namun aku seorang laki-laki
sejati, dan tak ingin dihina dan diinjak-injak oleh seorang wanita
seperti ini. Kalau kau memang penasaran untuk mengalahkanku,
silahkan maju!" Soan Li tersenyum, "Nah ini baru namanya jantan! Kong Hwat, aku
bukan menuduh cintamu begitu murah, akan tetapi aku juga tak
mau laki-laki gampang jatuh di kakiku....... biasanya yang gampang
jatuh cinta, adalah laki-laki buaya. Kong Hwat aku ingin
mengalahkanmu, dan membawamu ke Sian-li-pay. Nah bersiaplah
kau!" Tangan kirinya bergerak mendorong diikuti dengan gerak sabuk
sutera merah di tangan kanan ketika gadis yang bernama Han
Soan Li itu menyerang dengan hebat.
445 Terkejut hati Kong Hwat. Tak disangkanya gadis ini demikian
ganas dan lihay, serangannya begitu dahsyat. Cepat ia memutar
tongkat menangkis sambil meloncat ke samping menghindarkan
diri dari pada samberan sabuk sutera yang mendatangkan angin
pukulan hebat itu. Tangan kirinya memapaki pukulan tangan kiri si gadis yang
mendorong ke depan. Dua tenaga bertemu di udara. Ke duaduanya terhuyung mundur. Akan tetapi tiba-tiba Soan Li terguling
hampir jatuh" Diam-diam ia kaget dan juga kagum.
Dilain pihak, Kong Hwat juga terkejut dan heran. Ia tadi merasa
betapa tongkatnya terbentur membalik oleh sabuk di tangan gadis
itu dan biarpun ia sudah menghindar, hampir saja ujung sabuk
sutera merah itu menyentuh lambungnya. Akan tetapi, entah
mengapa. tiba-tiba sabuk itu berkibar pergi dan ia merasa ada
sambaran hawa lewat di samping tubuhnya dan melihat gadis itu
hampir jatuh. Ia maklum bahwa gadis ini sangat lihai dan tak boleh
dibuat gegabah! Dengan hati penasaran Soan Li menerjang maju lagi, kini lebih
hebat. Sabuknya tiba-tiba mengejang keras dan diputar di atas
kepala lalu melayang turun ke arah lawan, sedangkan tangannya
meluncur maju menotok ulu hati yang akan mendatangkan maut
apabila mengenai sasaran dengan tepat. Kembali Kong Hwat
menggerakkan pedangnya menangkis sabuk merah sedangkan
tangan kirinya dikebutkan untuk menampar jari totokan yang lihai
itu. 446 "Wuuuttt....... kembali keduanya terhuyung dan alangkah kaget hati
Soan Li ketika ia merasa tadi betapa sabuknya tiba-tiba hilang
kekuatannya dan bahkan membalik dan menyerang dirinya sendiri.
Ia membanting tubuh ke belakang dan bergulingan, wajahnya
pucat. Hebat pemuda ini! Diam-diam Soan Li bertambah kagum dan juga penasaran. Sabuk
sutera merahnya dimainkan lebih cepat lagi. Kong Hwat terkejut
sekali melihat kenekadan gadis ini. Celaka, benar-benar susah
gadis ini, gemas dan liar!
Akan tetapi juga....... hemm, entah perasaan apa yang membuat
Kong Hwat tidak tenang memainkan tongkatnya. Ia menjadi kuatir
dan gelisah melihat kenekatan gadis ini.
"Nona Soan Li".. aku sungguh-sungguh tidak ingin bertempur
mati-matian denganmu....... sudahlah" hentikan serangan?"!"
"Terima ini!" Soan Li membentak dan sudah melompat maju,
sabuknya menyambar merupakan kilatan merah memanjang,
diikuti gerakan tangan kiri yang memukul ke dada Kong Hwat.
Uap hitam menyambar dan agaknya pemuda itu akan celaka kalau
pada saat itu tidak nampak sinar menyilaukan berkelebat dan tahutahu Soan Li memekik kesakitan dan pundaknya terpukul tongkat
di tangan Kong Hwat. Ia roboh dan mengerang kesakitan.
Melihat ini kagetlah Kong Hwat. Kini ia merasa yakin bahwa diamdiam ada orang yang membantunya. Tadi tongkatnya meleset dan
terus menusuk ke arah leher Soan Li, sedangkan sinar yang
berkelebat menghantam sabuk. Baiknya ia masih keburu menarik
447 tongkatnya sehingga tidak menembus lehernya yang indah
melainkan menyeleweng dan menusuk pundak.
Mungkin saking kaget, penasaran dan sakit, Soan Li roboh dan
pingsan! Ketika ia membuka mata, Kong Hwat sedang mengobati
pundaknya. Bukan main heran dan kagetnya hati Soan Li, akan tetapi ia purapura masih pingsan. Dari balik bulu matanya yang lentik ia
memandang wajah tampan itu dengan penuh perhatian memeriksa
lukanya dan kemudian mengobatinya dengan obat bubuk yang
terasa dingin sekali. Melihat gadis itu menggerakkan bulu mata, Kong Hwat cepat
menyelesaikan pengobatan itu dan berkata perlahan: "Maaf"...
maaf, aku menyesal sekali?". bukan maksudku untuk?""
Soan Li sudah meIompat bangun. Mukanya merah dan ia
memungut sabuk sutera merahnya yang menggeletak di atas
tanah. "Maaf....... Soan Li". Aku" aku tak sengaja."
Soan Li berpaling dan mukanya berobah ketika memandang Kong
Hwat. Pandangan matanya masih penuh kekaguman, penuh
keheranan dan penasaran. "Kau hebat sekali. Gerakanmu begitu cepat sehingga aku tidak
tahu bagaimana caranya kau mengalahkanku, aku masih
penasaran, Kong Hwat, mari kita lanjutkan. Kalau kau dapat
mengalahkan aku".. aku berjanji untuk.... tidak ingin
448 menangkapmu lagi untuk diserahkan kepada Pay-cu Sian-li-pay
malahan, aku bersedia melindungimu dari kemarahan Sianli..."
Ia bersenyum dan diam-diam Kong Hwat morat marit hatinya.
Senyum dengan lesung pipit itu bukan main manisnya. Akan tetapi
lagi-lagi gadis ini mengajaknya bertempur lagi. Benar-benar gila!
Rupanya entah mengapa, sesungguhnya ia tidak ingin sekali
bertempur dengan gadis ini.
"Nona Soan Li....... sudahlah, aku tidak ingin hertempur denganmu.
Aku malah minta maaf kepadamu... dan marilah kita habisi di sini
rasa penasaran itu!"
"Kalahkan dulu sabukku, perlihatkan ilmu silatmu, o ya.... aku tak
ingin kau menggunakan ilmu sihir itu!" Sambil membentak
demikian, Soan Li memutar sabuknya.
Akan tetapi baru saja ia hendak menerjang, tiba-tiba berkelebat
sebuah bayangan dan berdiri di depan Soan Li dan menegur:
"Soan Li sumoay, kau terlalu, pemuda ini sudah begitu mengalah
terhadapmu, kau masih saja hendak mendesaknya".., hayo kau
ikut aku!" "Suci"...!" Soan Li terheran melihat gadis yang baru datang itu.
"Sumoay Soan Li marilah ikut aku....... aku memerlukan
bantuanmu, marilah sumoay," Bwe Lan menarik tangan
sumoaynya. Soan Li menoleh kepada Kong Hwat.
"Suciku ini jadi biang kerok! Eh, Kong Hwat, lain kali kita lanjutkan!"
449 Tangan Soan Li ditarik oleh Bwe Lan. Keduanya berlari-lari
meninggalkan pemuda itu. Kong Hwat berdiri bengong, ia menarik napas panjang, bingung
memikirkan keadaan hatinya sendiri. Mengapa setelah gadis itu
pergi dirasakannya dunia ini menjadi sepi dan hilang semangat.
Ah, bayang-bayang barusan tadi itu masih melekat di kisi-kisi
hatinya. Senyum manis berlesung pipit gadis itu, mata berbulu
lentik itu, ahh, mulut yang bagus, bibir yang galak dan cerewet.
Semuanya itu menyelimuti kulit hati Kong Hwat.
Ia benar-benar sudah jatuh hati kepada murid Bu-tek Sianli itu.
Aneh memang cinta tidak mengenal siapa dia. Cinta akan tumbuh
bagi siapa saja, dimana saja dan kapan saja! Ah, Kong Hwat!
Benar-benar kau sudah jatuh hati kepada gadis itu.
Mengapa kau sekarang melamun, memang di dalam sentuhansentuhan cinta itu manusia akan banyak tenggelam ke alam
khayalan. Kong Hwat sekarang tengah berkhayal, mengkhayali
tentang gadis yang bernama Han Soan Li itu!
Apa kata gadis tadi"
"Kalau kau dapat mengalahkan aku, aku berjanji untuk tidak


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkapmu lagi dan menyerahkan kepada Sian-li-pay, malahan
aku bersedia melindungimu dari kemarahan Sianli......." Ucapan
Soan Li masih berdengung-dengung dalam telinga Kong Hwat
ketika ia berjalan perlahan di dalam hutan itu. Kini Kong Hwat telah
menjadi seorang pemuda yang linglung dalam terombang-ambing
asmara. 450 Cinta, betapa berkuasanya engkau merubah watak seseorang!
Ketika Kong Hwat yang melanjutkan perjalanannya memasuki
sebuah rimba belantara, ia berjalan perlahan sambil termenung.
Bayangan Soan Li yang selama ini tidak pernah meninggalkan
bayangan matanya, kini sangat mempengaruhi otaknya, setelah ia
merasa kesunyian seorang diri di dalam hutan yang luas itu.
Bahkan perasaannya seolah-olah ia melihat wajah Soan Li yang
sebenarnya muncul di mana-mana, di tempat-tempat mana yang
dilaluinya. Tiba-tiba saja wajah yang jelita dan galak itu terbayang
disela-sela daun hijau dan di antara kembang-kembang indah.
"Ah, aku sudah menjadi gila!" Kong Hwat mengoceh pada dirinya
sendiri, lalu ia menjatuhkan dirinya di bawah sebatang pohon untuk
beristirahat. Akan tetapi makin celaka, setelah ia berhenti dan duduk, bayangan
Soan Li makin jelas kelihatan dan makin bertambah hebat
mengoda pikirannya! Ia lalu melompat bangun dari duduknya, dan
melanjutkan perjalanannya.
Baru saja beberapa tindak ia melangkah, tiba-tiba telinganya
mendengar suara orang memanggilnya di belakang: "Saudara
Kong Hwat!" Kong Hwat menoleh ke belakang dan tersenyum lebar.
"Aii, Siang-twako, bikin aku kaget saja!"
451 "Makanya kau melamun saja sih" Hemm, aku tahu kau melamunin
nona dari Sian-li-pay yang galak itu, ya?"
"Ahhh kau bisa saja twako, memang sebenarnya aku kaget kau
memanggilku secara mendadak begitu. Eh, kau hendak ke
manakah twako....." Mana kawan-kawan yang lain?" tanya Kong
Hwat melihat Ho Siang datang sendirian saja.
"Mereka mengambil jalan masing-masing Kong Hwat-te, baru saja
kemaren aku menolong nona Nyuk In yang dikeroyok oleh Bu-tek
Sianli dan orang orang Hek-lian-pay, untung aku keburu
menolongnya dan membawanya pergi!"
"Ooooo, ke mana sekarang nona Nyuk In yang kau tolong itu, kok
nggak bersamamu?" "Dia pagi tadi sudah berangkat ke kota raja, katanya hendak
mencari suhengnya yang bernama si Cambuk Sakti Oey Goan"..
Eh Kong Hwat, kulihat kau lesu benar, apa sih yang terjadi
sebenarnya denganmu" Dan mengapa kau berada di dalam hutan
lebat ini" Tadi belum lama ini aku melihat kau bertempur kalang
kabut dengan nona Soan Li dan ia terluka olehmu dan kau
menolongnya. Heran! "Tadinya kau yang terluka dan ditolong oleh nona Soan Li
mengeluarkan jarum sianli-tok-ciamnya yang menancap di
pundakmu. Eh, mendadak setelah kau siuman gadis aneh itu
menyerangmu lagi, mati-matian! Heran Bagaimana ini?"
Sejenak Kong Hwat melongo, kemudian tersenyum maklum dan
meloncat ke samping dan memegang tangan Ho Siang, "Wah
452 kiranya kau yang telah membantuku, Siang-twako" Ah, pantas
saja begitu mudah aku mendapat kemenangan. Mengapa kau
lakukan ini, Siang twako?"
"Hwat lote, ada sebabnya mengapa aku membantumu, seperti juga
engkau aku memang sayang kepada Soan Li dan tidak ingin
melihat dia tersesat. Dia sebetulnya seorang gadis baik meskipun
mempunyai guru atau Pay-cu Sian-li-pay yang amat jahat. Akan
tetapi, ternyata gadis gadis Sian-li-pay tidaklah sekejam Paycunya.
Waktu muncul Thay-lek-hui-mo dan beberapa orang Hek-lian-pay
di hutan itu. Soan Li lah yang membawamu ke tempat ini melarikan
diri dari Thay-lek-hui-mo dan di sini ini, kulihat ia menyembuhkan
luka jarum di pundakmu. Apa ini dikata jahat" Hemm, menurut
tafsiranku....... gadis itu....... merasa suka padamu! Seperti.......
maksudku kau juga cinta sama Soan Li, bukan?"
Ditanya begini langsung Kong Hwat merasa seakan-akan diserang
tusukan pedang yang langsung menembus jantungnya. Wajahnya
menjadi merah sampai ke telinganya dan dengan gagap ia
menjawab: "Aku....... aku tertarik kepadanya."
"Kau cinta padanya, Hwat-lote?"
"Aku".. aku". suka."
"Dan....... cinta padanya?"
453 Akhirnya Kong Hwat mengangguk. Mukanya merah.
"Nah, karena itu kau harus menangkan dia, lote. Soan Li seorang
gadis yang cukup pantas dilindungi. Ia memang berwatak aneh dan
akan tunduk jika dapat memenangkannya, karena itu kau harus
menang!" "Dia lihai twako, belum tentu aku dapat menangkannya!"
"Mengapa tidak?". asalkan kau bersungguh-sungguh untuk
mengalahkannya, tadi itu kulihat kau banyak mengalah terhadap
Soan Li, sedangkan dia mati-matian untuk mengalahkanmu"..
Kong Hwat, kau hadapi dia dengan serius".. kau pasti menang!"
"Baiklah?" akan ku usahakan....... mudah-mudahan jika ia
tertemu denganku lagi tidak terjadi pertempuran".." Kong Hwat
menarik napas panjang. Sesungguhnya ia tak ingin bertempur dengan gadis perkasa yang
meruntuhkan pertahanan hatinya itu. Kong Hwat tersenyum
mengenang Soan Li. "Hwat-lote....... sekarang hendak kemanakah tujuanmu?"
"Entahlah twako, sebetulnya?" aku tidak mempunyai tujuan"....
eh, barangkali aku hendak ke Wu-nian. Aku mempunyai urusan
sedikit di sana......." sahut Kong Hwat pelan.
"Ke Wu-nian" Kabarnya di sana itu tengah terserang bahaya
kelaparan dan wabah penyakit di sepanjang sungai Sin-kiang."
454 "Justru itu aku hendak ke sana, twako?" Limaribu tail emas yang
disumbangkan oleh kaisar sudah kukirim ke Wu-nian dan aku
hendak melihat perkembangannya?".."
"Ahhh!" Ho Siang berseru kagum: "Kiranya kau yang telah berhasil
menyelamatkan sumbangan kaisar yang kabarnya dirampok orang
di kaki gunung Fu-niu tempo hari. Hebat?".! Sumbangan itu kau
serahkan kepada siapakah lote?"
"Tentu saja dengan panitia yang mengurus korban kelaparan dan
wabah penyakit." "Hemm, apakah boleh dipercaya panitia itu" Lote, dalam jaman
sekarang ini hati-hatilah mempercayai orang. Kebanyakan
manusia hatinya nggak jujur setelah melihat uang, apa lagi limaribu
tail emas"... aiiii, bukan sedikit itu!"
Kong Hwat menoleh. Kagetlah hatinya. Ia seakan-akan diingatkan
sesuatu dengan bergetar ia berkata: "Celaka twako....... janganjangan ahh".., hayo cepat kita berangkat ke Wu-nian, kita selidiki
ke sana." Ho Siang mengangguk. Maka berangkatlah kedua orang muda itu menuju Wu-nian.
Mereka berlari dengan amat cepat sekali keluar dari hutan lebat ini
dan terutama Kong Hwat ia ingin cepat-cepat segera sampai untuk
melihat perkembangan panitia korban bencana alam yang
dititipkan uang limaribu tail emas itu. Hatinya kuatir kalau-kalau
uang yang disumbangkan dari kaisar itu akan habis digerogoti oleh
455 tikus-tikus yang bisa melakukan penyelewengan dan korupsi dan
yang mementingkan dirinya sendiri saja!
"Y" Kita tinggalkan dulu Ho Siang dan Kong Hwat yang tengah
berangkat menuju ke Wu-nian, dan marilah untuk sejenak kita
mengikuti pengalaman-pengalaman Nyuk In di Kotaraja yang
hendak menemui suhengnya yang bernama Oey Goan itu.
Telah lama ia mendengar akan tindak tanduk suhengnya yang
menjadi kepala pengawal perajurit di Kotaraja, dan disamping itu
banyak sudah ia mendengar akan perbuatan-perbuatan
suhengnya yang berlaku sewenang-wenang dalam memimpin
barisannya. Oleh karena selentingan-selentingan itulah ia hendak
menyelidiki keadaan suhengnya di Kotaraja.
Sudah barang tentu, nama si Cambuk Sakti Oey Goan sangat
dikenal di Kotaraja. Begitu gadis itu bertanya kepada salah seorang
penduduk, semua orang dapat mengenalnya.
Hanya yang sangat disayangkan adalah Oey Goan ini jarang sekali
bertugas di Kotaraja. Ia sering keluar kota, mengadakan perjalanan
keliling meninjau rakyat dan menjaga keamanan!
Siang hari itu, karena udara demikian panas terik, Nyuk In
memasuki sebuah rumah makan. Rumah makan Hai-lam cukup
besar dan terkenaI di kotaraja. Karena itulah ia memasuki rumah
makan. Begitu ia masuk, dengan ramah tamah seorang pelayan
menghampiri sambil memberi hormat membungkukkan badannya.
456 "Silahkan masuk siocia"... silahkan duduk! Hendak memesan
masakan apakah" Daging babi sekba, Ayam panggang, Kodok
Oh, Baso sapi istimewa, cah ayam......."
"Baso sapi dan bakmi pangsit saja....!" Nyuk In memesan.
Mengambil tempat duduk di sebelah kiri ruangan. Dilihatnya
ruangan itu ada tiga orang lelaki memandangnya. Nyuk In
mengalihkan pandangan pura-pura tidak melihat.
Di pojok sebelah sana, tiga meja jauhnya nampak seorang pemuda
cakap dengan pedang di punggung, bercakap-cakap dengan
seorang wanita muda cantik. Mereka bercakap-cakap amat
perlahan sekali. Akan tetapi tentu saja pendengaran Nyuk In yang tajam dan terlatih
ia dapat juga mendengar pembicaraan dua orang muda itu. Nyuk
In pura-pura tidak melihat, akan tetapi ia memasang telinga!
"Biauw Eng, kau hendak pergi ke Wu-nian, apakah tidak dicari oleh
ayahmu?" tanya pemuda di depan wanita yang dipanggil Biauw
Eng itu. Dan matanya tajam.
"Hok Sun, aku harus ikut kau. Biar aku tinggali surat saja kepada
ayah!" "Nanti ayahmu marah Biauw Eng, lebih baik kau tak usah ikut,
ketahuilah, tugasku amat berat. Aku hendak meninjau Wu-nian dari
dekat dan sekalian hendak membawa barang kiriman dari ayah,
kalau kau ikut, mana ayahmu mengijinkan?"
457 Pemuda yang bernama Hok Sun mengangkat sumpitnya. Makan
bakmi dengan tenang dan gadis yang Biauw Eng nampak merasa
penasasaran dan kurang senang.
"Hok Sun! Pokoknya aku ikut kau."
"Kau memang keras kepala Biauw Eng, terserah padamulah
pokoknya kalau ayahmu marah, aku tidak tanggung jawab, bukan
aku yang mengajakmu, tapi engkau yang memaksa untuk ikut!"
"Aku yang bertanggung jawab. Hendak kulihat Wu-nian yang
dikabarkan orang amat menyedihkan itu". Hok Sun, aku
mendengar kabar, katanya sungai Sin-kiang kuning airnya........
ikan-ikan pada mati, akan tetapi jauh di sebelah selatan katanya
dusun-dusun menjadi telaga karena digenangi air dan hujan turun
terus menerus....... "Hemm, alangkah menyedihkan sekali Tiongkok masa kini.......
Sayang Hong-siang (Kaisar) tidak mau meninjau hanya mengirim
sumbangan-sumbangan saja. Akan tetapi anehnya wabah
penyakit dan kelaparan masih terus merajalela tak ada habishabisnya!
"Sstt....... Eng-moay, bicara jangan sembarang. Tidak boleh kita
menyinggung-nyinggung Hong-siang, kalau ada orang jail
mendengar dan melapor bisa celaka kita!" Hok Sun memasang
telunjuk di bibir. Sementara tiga orang laki -laki yang duduk di meja sebelah depan,
salah seorang di antaranya menggebrak meja: "Lalat-lalat hijau
458 membisingkan telinga saja. Diam! Jangan mengoceh melulu! Disini
rumah makan, untuk makan bukannya untuk mengobrol!"
Nyuk In menoleh ke belakang. Dilihatnya, yang membentak tadi
adalah seorang laki-laki muka hijau, rambutnya diikat, golok di atas
meja melintang. Matanya melotot lebar memandang kedua orang
muda yang duduk di meja ketiga.
Keruan saja Biauw Eng dan Hok Sun menoleh.
"Hem, kiranya tiga orang kasar dari Huang-ho nyasar ke sini, mau
apa dia?" Biauw Eng berkata kepada Hok Sun. Akan tetapi Hok
Sun tidak mau mencari ribut cuma memberi isyarat saja dengan
kedipan mata. Si muka hijau menjadi panas. Dengan kasar sekali ia menarik
bangku sehingga nenimbulkan suara berderit keras dan tiba-tiba
tangannya terangkat. Bangku itu meluncur cepat menyambar Hok
Sun yang membelakanginya. Pelayan-pelayan dan tamu-tamu
hadir di situ terkejut dan berteriak ngeri.
Nyuk In melirik. Dan alangkah terkejut dan herannya semua orang
melihat betapa bangku yang tadi meluncur keras menimpa
belakang pemuda itu, kini bagaikan ada daya sedot yang luar
biasa, bangku bunder itu menancap di punggung Hong Sun.
Pemuda ini menoleh dan berkata kepada tiga orang di
belakangnya. "Sobat, baik sekali hatimu memberikan satu bangku untuk duduk.
Akan tetapi sayang matamu, barangkali sudah buta, tidak melihat
459 bahwa aku sudah mendapatkan tempat duduk mengapa harus
memakai bangku dua, biar kukembalikan kepadamu!"
Dengan menggerakkan tubuh sedikit, bangku yang tadi menempel
di punggungnya terlepas dan bagaikan peluru kendali meluncur
menyambar si muka hijau. Amat cepat sekali luncuran bangku itu
sehingga tak keburu si muka hijau menangkis, mulutnya tersambar
kaki bangku dan keruan saja mengeluarkan kecap.
Sambil mengusap mulut yang berdarah si Muka Hijau membentak
marah, "Setan! Berani kau menghadapi Sam-hauw-huang-ho" Aku
Ong Lun, si Harimau muka Hijau yang telah malang melintang di
sepanjang sungai Huang-ho, kini menghadapi lalat-lalat hijau
seperti kau ini, hem, biarlah kepalanku yang memberi hajaran
kepadamu!" Si Harimau Muka Hijau Ong Lun melangkahkan kakinya dan
kepalan tangannya yang berat penuh bulu itu menyambar ke arah
si pemuda, akan tetapi entah bagaimana caranya, tahu-tahu
terdengar suara "Ngek!" dan tubuh Ong Lun yang tinggi besar
terlempar dan memegangi perut yang terasa melilit kepingin berak.
Ong Lun jadi meringis. Matanya jelalatan dan tiba-tiba dengan
berlari cepat ia memasuki rumah makan. Keruan saja para pelayan
menjadi panik hatinya. Akan tetapi begitu si Harimau Muka Hijau
Ong Lun menerjang pintu kakus yang tertutup dan mendengar
suara keras yang memberobot, keruan saja pelayan-pelayan di situ
jadi tertawa sambil memegangi hidungnya!
460 Dua orang teman si Muka Hijau berdiri saking marahnya. Si gemuk


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendek yang bertubuh seperti buntalan bak-pao, mengangkat
goloknya dan maju menghampiri Hok Sun.
"Tidak kenal dengan kami?" Si gemuk pendek menepuk dadanya.
Melotot memandang Hok Sun. Akan tetapi Biauw Eng telah
menggebrak meja sambil membentak, "Kalian ini gendut pendek
hendak berlagak di sini, hendak mencari mampus, hayo pergi!"
Begitu tangan gadis itu menepuk pinggiran meja, lima pasang
sumpit kayu meluncur cepat menyambar si gendut pendek yang
menjadi gelagapan memutar goloknya menangkis seranganserangan sumpit terbang yang lihai itu. Hebat sekali gerakan golok
si gendut pendek ini, begitu golok diputar terdengar suara
mengaung dan sumpit-sumpit terpotong dua tersambar golok yang
amat tajam itu. Akan tetapi saking kerasnya tangkisan golok si gendut itu,
beberapa potong sumpit yang terbelah dua mental dan meluncur
cepat ke arah temannya, satu batang mengemplang si teman itu
dan satunya lagi dengan kerasnya memukul batang hidung yang
bengkok itu. Amat kerasnya sambaran potongan sumpit itu
menyambar hidung bengkok, sehingga dari dalam hidung itu keluar
kecap melele mengalir ke sela-sela kumis yang jarang dan kaku,
kaya kawat berduri itu. Tentu saja si Hidung Bengkok menjadi marah bukan main. Sekali
tangannya bergerak, tiga buah piauw (pisau terbang) menyambar
si gadis. Akan tetapi Biauw Eng dengan kecepatan luar biasa telah
461 mengangkat tangan kirinya dan menjepit tiga buah pisau terbang
yang meluncur ke arahnya.
"Ah, pisau pemotong lalat saja diunjuk-unjuki kepadaku, terimalah!"
terdengar suara mendesing. Tiga buah pisau terbang menyambar
ke arah si hidung bengkok. Si Hidung bengkok terkejut sekali,
cepat ia membuang diri ke belakang dan bergulingan.
Tiga buah piauw meluncur di atas kepalanya dan menancap dalam
pada tiang penglari. Pisau itu bergoyang-goyang saking kuatnya!
Akan tetapi secara kebetulan sekali si Hidung Bengkok
bergulingan dekat meja Nyuk In. Dengan cepat sekali kaki gadis itu
menendang mencongkel, dan tubuh si hidung bengkok melayang
keluar dan kepalanya beradu dengan patung singa-singaan yang
memang sengaja dipasang sebagai hiasan di muka pintu masuk
rumah makan itu. Keruan saja kepala yang membentur patung batu
itu mengeluarkan jendol sebesar telur bebek.
Dengan menggereng seperti harimau terluka, si Hidung Bengkok
berdiri dan mengangkat patung batu singa-singaan itu sampai di
atas kepalanya. Dan melempar ke arah gadis yang membelakangi
itu! Melihat ini Hok Sun dan Biauw Eng hampir saja mencelat hendak
menyambar batu yang menimpah kepala gadis itu. Akan tetapi, ke
dua orang muda itu tertegun melongo melihat batu singa-singaan
yang besar dan berat itu kini berdiri tertahan di bawah sebatang
sumpit di tangan si gadis.
462 Dengan tersenyum mengejek Nyuk In menoleh keluar dan berkata,
"Hidung bengkok, kurang ajar sekali kau mengganggu aku yang
sedang makan. Minggatlah kau dari sini!"
Batu singa-singaan itu berputar-putar di atas sebatang sumpit dan
dengan cepat sekali meluncur ke arah si Hidung Bengkok yang
sudah siap siaga memasang kuda-kuda menyambut datangnya
luncuran batu itu. Begitu batu itu ditangkapnya, ia terjengkang ke belakang, dadanya
tertindih batu dan untuk beberapa lama muntahkan darah segar.
Melihat kawannya yang hampir semaput ini, si gendut pendek
cepat meloncat keluar dan mengangkat batu singa-singaan yang
menindih temannya. Sementara itu dengan wajah pucat, si muka Hijau keluar dari dalam
rumah makan sambil memegangi perut dan berkata, "Kalian orangorang muda yang hebat, kami Sam-hauw Huang-ho mengaku
kalah, akan tetapi kami mengundang kedatangan kalian di Kotaraja
di kelenteng Sung-thian-hok nanti sore!"
Habis berkata kemudian, bagaikan ular kena penggebuk, ketiga
orang yang dijuluki Tiga Harimau Sungai Huang-ho mengangkat
pantatnya dan pergi meninggalkan rumah makan itu!
Hok Sun dan Biauw Eng kagum sekali melihat demontrasi lwekang
yang tadi dipertunjukkan oleh gadis yang di meja sebelah sana itu.
Cepat Hok Sun dan Biauw Eng menjura sambil berkata, "Lihiap
(pendekar wanita) yang gagah, terimakasih atas bantuanmu
mengusir si Hidung bengkok barusan!"
463 Nyuk In tersenyum dan membalas mengangkat ke dua tangannya.
"Sama-sama....... kalian juga hebat dan luar biasa" entah siapa
jiwie enghiong (tuan muda yang gagah) ini!"
"Namaku Hok Sun she Lim, dan ini temanku Sie Biauw Eng, puteri
tayjin Sie Teng......." memperkenalkan Hok Sun.
"Oo, kiranya aku berhadapan dengan saudara Hok Sun dan nona
Biauw Eng yang gagah, perkenalkanlah namaku Cung Nyuk In.
Hemm, kalian tadi ditantang oleh tiga lalat hijau itu untuk ke
kelenteng Sung-thian-hok nanti sore bukan?"
"Ahh, tiga orang tadi memang tidak tahu diri, nona Nyuk In,
mungkin mereka hendak memanggil teman-temannya untuk
membalas kekalahannya ini," sahut Hok Sun.
"Tiga orang tadi sungguh menyebalkan. Nggak tahu diri!" Biauw
Eng memaki. Merengut! "Biar nanti sore aku juga hendak melihat-lihat di kelenteng Sungthian-hok, sekarang aku permisi," Nyuk In menjura. Meletakkan
beberapa potong perak di meja. Bangkit berdiri.
"Sampai kita berjumpa," kata Nyuk In.
Akan tetapi Biauw Eng menghampiri berkata, "Nyuk In cici, hendak
ke manakah kau".. mampirlah ke rumahku dulu.......!"
"Terima kasih Biauw Eng, aku sudah pesan tempat di sebuah
penginapan di kota ini. Biarlah lain kali aku singgah dirumahmu."
464 "Ahh, nona pakai sungkan-sungkan. Bermalamlah di rumah Biauw
Eng kawanku ini rumahnya besar dan banyak kamar, mengapa
sewa kamar penginapan?" Hok Sun berkata.
"Terimakasih, nanti sore kita bertemu lagi!" sehabis berkata
demikian, Nyuk In berkelebat dan tahu-tahu telah lenyap di tempat
itu. Hok Sun jadi bengong dan heran, tanpa disadarinya mulutnya
berkata: "Hebat, gadis itu?" entah murid siapakah dia?"" Akan
tetapi ia menghentikan kata-katanya begitu menoleh, dilihatnya
wajah Biauw Eng sebentar pucat sebentar merah, merengut!
"Maafkan aku penyesalannya. Eng-moay?"!" Hok Sun menyatakan "Memang kau mata keranjang. Bertemu wanita cantik memuji,
merayu dan?". ahh, menyebalkan!"
"Em, e, e, kok marah?" jangan cemburu dong."
"Siapa yang cemburu, memang kau mata hidung belang!"
"Maafkan aku Eng-moay?".!"
"Sudahlah, aku mau pulang dulu," nada suara Biauw Eng nampak
kesal dan gemetar. Mereka berdua meninggalkan rumah makan itu
465 Hok Sun berjalan di samping Biauw Eng tak henti-hentinya
membujuk supaya itu tidak marah-marah lagi. Akan tetapi Biauw
Eng masih marah-marah ia ketika ia memasuki rumahnya dan
membantingkan diri di kamar, membenamkan dirinya dalam tangis
yang tak bersuara. <> Siapakah Hok Sun dan Biauw Eng"
Para pembaca pernah sekali saja diperkenalkan dengan gadis
yang bernama Biauw Eng ini. Waktu itu Biauw Eng dan ayahnya
yang bernama Sie Tek Peng masih tinggal di sebuah dusun Tingling-bun yang minus dan tengah terancam bahaya kelaparan.
Orang tua she Sie ini, sejak kedatangan mendiang Swie It Tianglo
yang menegur karena pemerasan terhadap orang-orang dusun
yang miskin, sejak itu ia mengundurkan diri dan pindah ke kotaraja.
Karena orang she Sie ini banyak uang, sebentar saja ia sudah
berpengaruh di Kotaraja dan dengan jalan menyogok seorang
pembesar atasan ia berhasil mendapat sebuah kedudukan dan
bekerja di sebuah perpustakaan di Istana Kaisar.
Tentu saja sebagai seorang kutu buku, orang she Sie ini gemar
sekali membaca cerita-cerita sejarah Tiongkok kuno. Pada suatu
hari ia membawa sebuah buku kuno, akan tetapi karena ia tidak
mengerti ilmu silat maka buku kuno itu disimpannya di rumahnya.
Kebetulan diketemui oleh Biauw Eng, anaknya dan dibacanya.
Ternyata buku kuno itu adalah kitab pelajaran silat.
466 Maka dengan diam-diam Biauw Eng mempelajari isi kitab itu di
dalam kamarnya. Ia melatih diri dengan cara bersiulan dan melatih
pernapasan. Baru setelah tiga bulan kemudian ia sampai pada
pergerakan tangan dan kaki bersilat tangan kosong.
Alangkah sukarnya bersilat tanpa bimbingan seorang guru.
Beberapa kali ia melakukan gerakan yang salah dan berlainan.
Kesal sekali hati gadis ini. Akan tetapi tekadnya yang besar untuk
bisa bersilat, ia terus melatih diri di dalam kamarnya.
Dan berkat kesabaran dan ketekunan yang luar biasa inilah
akhirnya Siauw Eng berhasil menguasai kitab pelajaran dari ilmu
silat yang terdapat dalam kitab kuno itu.
Pada suatu malam yang dingin, tatkala semua orang sudah masuk
ke dalam kamarnya dan bersembunyi di balik selimut tebal dan
melelapkan diri dalam tidur yang nyenyak, Biauw Eng masih
berada dikamarnya sedang bersiulan. Meskipun ia nampak seperti
orang tertidur akan tetapi perasaan dan pendengarannya yang
tajam dapat menangkap gerakan-gerakan kaki di atas genteng
rumahnya. Dengan cepat ia meniup lampu dan dari jendela ia melompat ke
atas genteng. Sesosok bayangan berkelebatan dari genteng ke
genteng lainnya dan berhenti di genting rumah yang paling tinggi.
Orang itu celingukan sebentar tiba-tiba ia melayang turun.
Memasuki sebuah kamar dari jendela yang didongkel.
Biauw Eng menanti orang yang berkerudung hitam mukanya itu. Ia
mendekam di balik wuwungan rumahnya. Pada saat itu sebuah
gerakan yang amat gesit berkelebat pula bagaikan seekor walet,
467 bersembunyi. Biauw Eng terkejut sekali melihat bayangan putih itu.
Akan tetapi ia menahan diri!
Tidak lama kemndian sesosok bayangan hitam melayang ke atas
genting dengan gerakan yang luar biasa gesitnya. Bayangan itu
bertubuh langsing dan agak tinggi kurus, pakaiannya tertutup jubah
hitam dan pada mukanya terdapat kerudung hitam yang terbuat
dari pada sutera hitam yang menutup bagian muka sampai di
bawah mata. Matanya yang tidak tertutup berkilat-kilat tajam melirik ke sana ke
mari. Di punggungnya nampak gagang sebuah pedang. Dan pada
saat itu ia menggendong dua buah kantong kain kuning yang besar
dan berat. Sebuah bayangan putih yang tadi bersembunyi di balik wuwungan
berkelebat menyambar buntalan kuning sambil membentak.
"Maling hina, serahkan barang curian itu!"
Dari balik kerudung itu terdengar suara dengusan halus, matanya
tajam menyambar bayangan yang berkelebat menyambar
buntalan pada punggungnya. Dengan sedikit mengegoskan diri ke
samping pemuda baju putih itu menyambar cengkraman angin.
"Tangkap! Tangkap maling".." dari arah bawah terdengar teriakan
beberapa orang penjaga gedung Lim-wangwe yang memiliki
kepandaian silat tinggi mengejar ke atas genteng dengan pedang
dan golok di tangan. Akan tetapi, bayangan hitam di atas genteng itu amat lihay dan luar
biasa. Begitu penjaga-penjaga meloncat ke atas genteng, tiba-tiba
468 tangan bayangan hitam itu bergerak dan angin besar berdesir
menyambar dan keruan saja tiga orang penjaga terpelanting
saking kuatnya angin pukulan itu.
Biauw Eng melompat dan membentak, "Maling hina, lihat pedang!"
Bayangan hitam itu menoleh sejenak dan tertawa lirih. Terkejut
sekali Biauw Eng mendengar suara tawa dari balik kerudung hitam
Itu. Suara tawa seorang wanita yang nyaring dan bersih.
"Ahh, kiranya kau maling perempuan! Hayo menyerah dan berlutut
di depanku!" Sinar pedang berkeredepan menyambar bayangan
hitam, akan tetapi dengan sekali menggeserkan kakinya,
bayangan hitam itu sudah terluput dari serangan pedang Biauw
Eng. Baru saja ia hendak mencelat pergi, sesosok bayangan putih
sudah menerjangnya dengan pukulan dahsyat dari tangan kiri
sedangkan pedang di tangan kanan menyambar luar biasa cepat
dan kuatnya. Terkejutlah bayangan hitam itu. Dengan gerakan
cepat tangannya telah mencabut pedang dan memekik keras
menerjang kedua orang muda yang lihai ini.
Sementara itu penjaga-penjaga di bawah telah memasang obor.
Sinar terang menerangi ke atas. Biauw Eng dapat melihat sinar
mata yang tajam dan tubuh yang langsing dari maling wanita ini. Ia
mainkan pedangnya demikian dahsyat, sedangkan tangan kirinya
menggunakan pukulan ilmu silat kong-ciak-sin-na yang ia dapat
pelajari dari kitab kuno ini.
469 Ketiga orang yang bertempur di atas itu hebat dan seru,
nampaknya berimbang. Apalagi kini setelah ruangan di atas
genting itu sudah menjadi terang benderang oleh para penjaga
yang memasang obor. Lim Wan-gwe dan keluarganya menjadi kaget dan heran bukan
main melihat wanita muda yang luar biasa yang bermain
pedangnya itu. Ia mengenal betul puteri Sie Tek Peng ini, tidak
disangkanya puteri Sie-tayjin yang lemah lembut dapat memainkan
ilmu pedang demikian lihai.
Seorang pemuda baju putih juga lihai ilmu pedangnya. Ia
mendesak hebat kepada maling perempuan yang hebat luar biasa
ini. Pada saat maling wanita mengeluarkan jeritan aneh dan
menggeletar-geletar, lemaslah tubuh Biauw Eng dan pemuda baju
putih itu. Inilah pengerahan sin-kang tingkat tinggi yang luar biasa dan dua
sosok bayangan berkelebat menyerbu Biauw Eng dan pemuda
baju putih, salah satu bayangan hitam yang juga berkerudung, itu
berseru nyaring, suara wanita merdu, "Suci?" lekas lari!"
Mendengar suara ini, maling wanita yang membawa buntalan
kuning di punggungnya meloncat cepat dan dua orang penjaga,
cepat mengeluarkan piauwnya, lalu menggerakkan tangan
mereka. Empat batang piauw ke arah punggung maling wanita
yang melarikan diri itu. Akan tetapi sungguh mengagumkan. Tanpa menoleh lagi bagaikan
punggungnya bermata yang melihat datangnya senjata-senjata
rahasia itu, bayangan hitam itu mengelak ke samping dan ketika
470

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebatang piauw menyambar dekat, ia gerakkan tangan kanannya
menangkap piauw itu tanpa melihat. Betapa tinggi ilmu silatnya dan
ketajaman pendengarannya!
Dua bayangan hitam yang lainnya, juga terdiri dari wanita-wanita
yang memiliki tubuh langsing dan kecil, menggerakkan pedangnya
dan sekali ia melompat jauh dan menghilang di dalam gelap! Para
penjaga masih mencoba dan mencari-cari, akan tetapi ketiga
bayangan hitam itu sudah lenyap dari pandangan mata.
Biauw Eng hendak meloncat pergi, tetapi pemuda baju putih sudah
menghadangnya, menjura, "Terima kasih atas bantuanmu nona!"
Biauw Eng hanya mengerling sebentar dan mencelat pergi.
Demikianlah sejak malam itu, Sie-tayjin telah mengetahui bahwa
anaknya pandai bermain silat. Dan seluruh pembesar-pembesar
istana mengetahui bahwa Biauw Eng mempunyai ilmu pedang
yang hebat dan luar biasa.
Dan pemuda baju putih itu, adalah Lim Hok Sun, putera Lim
Wangwe. Ia adalah murid seorang tokoh sakti Bu-thong-pay
perantauan. Dan karena gin-kangnya tinggi ini, dan kepandaian
yang luar biasa maka orang muda ini dijuluki Hui-eng (si Garuda
Terbang) Lim Hok Sun."
Demikianlah, sejak pertemuan malam itu, Biauw Eng dan Hok Sun
menjadi kawan yang akrab dan secara diam-diam, gadis puteri Sie
Tek Peng ini menaruh hati kepada Hok Sun, si Garuda Terbang.
471 Pada sore hari itu Hok Sun menyamperin Biauw Eng untuk
menepati janji atas undangan tiga orang Sam-hauw-huang-ho di
kelenteng Sung-thian-hok.
Sore hari itu agak sedikit mendung, udara sejuk dan agak basah.
Biauw Eng dan Hok Sun melarikan kudanya keluar Kotaraja
dengan cepat dan membedal kudanya. Sebetulnya tadi itu diamdiam Hok Sun mencari nona Nyuk In yang katanya tinggal di hotel.
Akan tetapi ternyata gadis yang dicarinya itu sudah berangkat!
Memang Nyuk In sudah berangkat. Ia cepat-cepat mencari
keterangan letak kuil kelenteng Sung-thian-hok. Kelenteng tua
yang letaknya seratus lie dari pintu gerbang Kotaraja. Dalam waktu
setengah jam saja ia berlari cepat menggunakan gin-kangnya, ia
telah sampai di halaman depan kelenteng yang nampaknya tidak
terurus. Sangat sepi sekali suasana di tempat ini. Nyuk In berhatihati dan waspada!
Akan tetapi, baru saja ia menginjak pintu depan kelenteng itu, tibatiba menyambar berpuluh-puluh anak panah mengeluarkan suara
mendesing keras. Nyuk In menggerakkan pit dan kipas tahu-tahu
duapuluh batang anak panah telah runtuh di tanah!
Tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu di depan kelenteng
tua itu sudah berdiri tiga orang Sam-hauw-huang-ho yang tadi
dikenalnya di sebuah rumah makan di Kotaraja. Dan di belakang
mereka nampak berdiri banyak orang yang dilihat dari cara
pakaiannya seperti bajak laut. Tahulah gadis itu bahwa lawanlawannya ini tentu golongan bajak dan perampok-perampok jahat.
472 "Ha ha ha, selamat datang nona cantik, ternyata kamu menepati
janji yang bagus! Akan tetapi kenapa kau datang sendiri mana dua
orang lalat hijau itu?" Salah seorang dari Sam-hauw-huang-ho,
yang bertubuh gendut pendek bertanya sambil tertawa mengejek.
Nyuk In maju selangkah, kipas hitamnya bergerak terbuka.
"Tidak perlu dengan dua orang muda yang gagah perkasa itu,
cukup nonamu ini yang akan mengobrak-abrik kumpulan kalian
yang jahat dan mengganggu rakyat saja, eh, Sam-hauw-huang-ho,
apakah kalian ini pemimpin bajak laut?" Nyuk In bertanya. Pit dan
kipas di tangan kanan dan kiri melintang.
Terdengar suara nyaring dan keren dari dalam kelenteng. "Ha ha
ha! Gagah juga kau".. sombong dan tak tahu diri tidak melihat
tingginya gunung dan dalamnya laut. Hayo berlutut kau!"
bentakannya nyaring itu diiringi berkelebat sesosok tubuh dan
tahu-tahu telah berdiri di depan Nyuk In, dan tersentak kaget
melihat kipas dan pit di tangan gadis itu.
"Ahhh....... apakah kau?" gadis yang pernah berkunjung ke Sianli-pay belum lama ini?" gadis berkerudung hitam itu bertanya keren.
Nyuk In dapat melihat tatapan pandangan mata yang tajam dan
berwibawa dari gadis yang berkerudung hitam itu.
"Betul. Aku Cung Nyuk In, pernah mendapat kehormatan datang
ke pulau Bidadari akan tetapi siapa sangka gadis cantik di sana
tidak bisa menghormati tamu, sehingga banyak tamu yang datang
tidak betah tinggal di sana karena nenek galak itu!"
473 "Keparat kau menghina Pay-cu, mampuslah kau!" Suara pedang
ditarik terdengar berdesing.
Tiga orang Sam-hauw Huang-ho berkata hormat sambil menjura.
"Harap Sianli bersabar, biar kami yang memberi hajaran kepada
gadis lancang mulut ini!"
Gadis kerudung itu mendengus. Membiarkan tiga orang harimau
Huang-ho ini maju. Ia sendiri menonton. Ia melihat tiga orang
harimau Huang-ho telah maju menerjang Nyuk In dengan golok
dan pedang. Akan tetapi dengan enaknya saja Nyuk In mengelak
ke kiri dan menggerakkan pitnya memutar menangkis golok.
Terdengar suara keras dan bunga api memercik kecil-kecil dan si
gendut pendek yang memegang golok terkejut hatinya merasa
telapak tangannya perih dan hampir saja goloknya terlepas dari
pegangan tangannya. Ia menggereng marah. Si Hidung Bengkok menggerakkan
tangannya dan tiga buah pisau terbang menyambar amat cepat
mengarah dada si gadis. Melihat kekejaman Si Hidung Bengkok ini, Nyuk In menjadi marah.
Kipasnya bergerak mengebut dan tiga buah pisau terbang yang
menyambarnya mental kembali dan meluncur ke arah si
penyambit. Terdengar suara jeritan ngeri waktu pisau itu tepat menyambar
leher si Hidung Bengkok. Untuk sesaat orang itu berkelojotan dan
napasnya telah putus. 474 Gadis kerudung hitam terkejut sekali melihat kelihaian gadis
berkipas hitam ini. Dengan cepat dilepaskan burung pos yang
membawa tulisan tangannya. Burung itu terbang tinggi dan
sebentar itu pula lenyap dalam pandangan mata. Memang gadisgadis Sian-li-pay ini memakai burung pos sebagai penghubung
memanggil bala bantuan. Melihat si Hidung bengkok sudah mati. Dua orang Sam-hauwhuang-ho menjadi marah. Mereka menerjang maju, diikuti dengan
kawanan bajak yang berjumlah sekitar duapuluh orang itu. Dan
sebentar saja Nyuk In sudah dikeroyok oleh puluhan bajak laut
yang berkepandaian cukup tinggi itu.
Tentu saja merasa dirinya dikeroyok oleh puluhan bajak ini ia
menjadi marah dan sambil mengeluarkan lengkingan tinggi gadis
itu mainkan kipas hitamnya dan pit di tangan kanan dengan amat
hebat luar biasa. Tiap kali kipas itu dikebut, nampak angin besar
menyambar kuat sekali membuat beberapa orang bajak yang di
dekatnya terpental jatuh dan disusul oleh gerakan pit menotok
orang itu. Amat cepat sekali gerakan gadis ini, sehingga bagi pandangan
mata biasa sukarlah mengikuti pergerakan kipas dan pit di tangan
kanan dan kiri gadis itu. Begitu pit bergerak, terlihat beberapa
orang bajak roboh dan dalam keadaan tertotok. Sebentar saja di
tempat itu ada sekitar sepuluh orang bajak yang berkepandaian tak
begitu tinggi telah menggeletak tersambar kipas dan totokan pit!
Biarpun Nyuk In lihay dan luar biasa sekali gerakan-gerakan kipas
pit di tangan kanan dan kiri itu, akan tetapi dikeroyok oleh limabelas
475 orang-orang bajak yang berkepandaian tinggi ini, ia menjadi repot
juga. Sedikit saja ia lambat atau lengah, niscaya tubuhnya akan
hancur tersayat pedang dan golok yang berkelebat saling berganti
dan bertubi-tubi itu! Sementara di atas awan hitam memberat hendak hujan. Angin
bertiup dengan amat kerasnya menggoyangkan pepohonan dan
merontokkan daun-daun yang bertebaran jatuh di tanah dan
melayang lagi tertiup angin.
Nyuk In mainkan pit dan kipasnya dengan cepat dan tubuhnya
berkelebatan ke sana ke mari dengan amat cepat. Pada saat itu,
terdengar suara bentakan nyaring dengan diiringi melayang
sesosok tubuh yang telah terjun ke dalam pertempuran itu dan
menggerakkan pedangnya. Tiga orang bajak laut yang tidak menduga-duga akan serangan
dari orang yang di belakang ini, menjadi terkejut bukan main. Cepat
mereka membuang diri ke samping menghindarkan samberan
pedang yang dapat ditangkap oleh pendengaran telinganya itu.
Akan tetapi betapa kaget hati mereka ketika sebuah angin pukulan
menyambarnya dengan cepat. Tak keburu mereka mengelak,
terpaksa mereka mengangkat tangan menangkis.
"Dess!" Tubuh tiga orang itu terlempar jauh dan mati pada saat itu
juga. Biauw Eng menggerakkan pedangnya lagi, dan matilah salah
seorang yang tak keburu menghadapi sambaran pedang yang
aneh dan amat cepatnya itu.
476 Hok Sun yang telah sampai di situ menjadi kaget setengah mati
melihatkan keganasan Biauw Eng ini. Iapun maju menerjang
mendekati gadis itu sambil berkata: "Eng-moay, jangan
sembarangan membunuh!"
"Tidak perduli," sahut gadis itu dengan suara masih agak ketus dan
marah. Memang entah mengapa gadis ini masih kesal hatinya kepada
pemuda ini. Hatinya merasa panas seperti dibakar ketika tadi
melihat Nyuk In telah berada di kelenteng ini, malah iapun segera
menghadapi musuh-musuhnya dengan gagah perkasa.
Ia menjadi panas, seakan-akan gadis itu hendak memamerkan
kepandaian di depanku, pikirnya. Oleh sebab itulah begitu ia
muncul, dalam segebrakan itu ia telah membunuh tiga orang bajak
yang tak keburu menangkis pukulannya.
Kedatangan dua orang ini, membuat dua orang Sam-hauw-huangho menjadi keder hatinya. Apalagi menghadapi gadis yang baru
datang ini ilmu pedangnya aneh dan kuat, lama kelamaan si gendut
yang pendek sangat terdesak, dan dengan permainan goloknya
menjadi kacau. Bentakan-bentakan Biauw Eng ini membuat
permainan goloknya menjadi lemah.
Pada saat itu ia menerjang membacok, Biauw Eng mencelat ke
atas dan sekali menggerakkan kakinya menendang, golok di
tangan si gendut pendek terlepas dari pegangannya. Dan
menyusul tendangan kedua dari gadis itu dengan sengitnya
membuat si gemuk pendek terjengkang, pedang Biauw Eng
berkelebat menyambar. 477 "Ceepp!" Darah merah muncrat dari dada si gemuk pendek itu,
mulutnya menggereng seperti babi disembelih, kemudian ia
terkulai lemah dan matilah ia dengan mata melotot menakutkan.
Hok Sun kaget sekali melihat keganasan gadis ini, berkali-kali ia
mencegah Biauw Eng, semakin dicegah semakin bernapsu gadis
ini untuk membunuh lawannya!
Nyuk In juga melihat keganasan gadis yang baru datang itu. Akan
tetapi ia tidak bilang apa-apa. Memang sudah sepatutnya bajakbajak laut ini mampus! Pikirnya. Kipasnya menyambar menampar
dan orang ketiga dari Sam-hauw-huang-ho yang bernama Ong Lun
itu terjengkang dan menyusul pit panjang menotok robohkan orang
bajak itu. Sebentar saja habislah duapuluh tiga bajak-bajak laut itu berikut
tiga orang yang berjuluk Sam-hauw-huang-ho. Ong Lun yang
tertotok tak dapat bangun itu memandang gadis berkipas dan
memaki kalang kabut. "Kalian".. bertiga sudah membasmi bajakbajak laut, awaslah kau".. Hay-ong-pang tidak akan membiarkan
penghinaan ini, sebentar lagi Hay-ong-pangcu akan membunuh
kalian". Ahhgg."
Pedang Biauw Eng menyambar leher orang yang tengah memaki
itu. Keruan saja Ong Lun tak dapat meneruskan kata-katanya dan
lehernya putus tersambar pedang.
Hok Sun kaget sekali melihat keganasan Biauw Eng. Ia menoleh,
pandangannya menegur gadis yang menatapnya, pula
menantang. 478 "Kenapa kau tidak senang ia kubunuh-bunuhi mereka semua!"
Biauw Eng menyatakan kemengkalan hatinya.
Hok Sun menarik napas panjang. "Bukan aku tidak senang Engmoay".., akan tetapi tidak seharusnya kau menjatuhi tangan maut
kepada mereka." "Ooo".. jadi kau tidak senang" Apakah perbuatanku membunuhi
mereka ini kau anggap salah" Mereka bajak laut, mereka jahat?"
sudah seharusnya kubunuh! Kau mau apa?"
Akhirnya Hok Sun bo-hwat atau kehabisan akal, menghadapi gadis
ini, dia tahu kalau Biauw Eng sedang marah seperti itu, tak boleh
diganggunya. Akan tetapi yang membuat ia heran, mengapa gadis
ini masih marah terhadapnya"
Padahal ia telah minta maaf tadi siang, hemm, begitu besarkah
cemburu Biauw Eng terhadapnya".. berdebar dada Hok Sun.
Akan tetapi ia tidak meladeni gadis ini.
Waktu ia menoleh dilihatnya Nyuk In sudah berhadapan saling
Pendekar Pengejar Nyawa 1 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Ilmu Ulat Sutera 13

Cari Blog Ini