Ceritasilat Novel Online

Tengkorak Maut 23

Tengkorak Maut Karya Khu Lung Bagian 23


totokanmu itu?" Disinggung soal itu Han Siong Ki teringat kembali akan diri
orang yang kehilangan sukma, dia pun terkenang kembali
tindakan perempuan misterius yang sudah mengutungi lengan
sendiri, sekujur tubuhnya kontan bergetar keras.
Diapun teringat kembali dengan kata-kata yang dipesan
oleh orang yang kehilangan sukma, maka diambilnya
kutungan lengan itu dari sakunya lalu diangsurkan kedepan.
"Apa apaan kau?" tegur pemilik benteng maut dengan
pandangan dia tidak habis mengerti.
"Dia telah membebaskan jalan darahku yang tertotok maka
aku diperintahkan untuk menyerahkan kutungan lengannya
kepada sucou" "Ibumu yang kau maksudkan?" kakek itu bertanya
keheranan. "Bukan" "Lalu siapa?" "Akupun tak tahu siapakah dia, tapi ia menyebut dirinya
sebagai orang yang kehilangan sukma"
"Orang yang kehilangan sukma?"
"Benar, seorang perempuan misterius"
"Ilmu Tiam hiat ning kang hoat (totokan pembeku tenaga)
dari perguruan kami adalah suatu kepandaian ampuh yang tak
dapat dibebaskan oleh siapapun didunia ini, menurut
peraturan perguruan, barang siapa dijatuhi hukuman dengan
kepandaian tersebut, maka kecuali dibebaskan oleh orang
1537 yang melakukan totokan tersebut, murid-murid yang lain tak
dapat membebaskannya, siapakah orang itu" Mengapa ia
menguasai pula ilmu khusus dari perguruan kami itu...."
Sesudah bergumam beberapa saat, ia berpaling kearah
Tonghong-Hui dan tanyanya: "Mungkinkah bibimu?"
Han Siong Kie cukup mengetahui siapa yang disebut
sebagai bibinya Tonghong-Hui, sebab orang itu tak lain adalah
Ang nio cu Tonghong Leng sinenek berbaju merah yang tibatiba
munculkan diri dan mengajak Malaikat hawa dingin Mo siu
ing berduel, dikala ia dikurung jago jago persilatan untuk
menagih balas. Tonghong-Hui segera menggeleng.
"Ketika bibi datang kemari, aku lihat sepasang tangannya
masih utuh, lagipula akupun pernah bertemu dengan orang
yang kehilangan sukma itu, sekalipun paras mukanya
memakai kain cadar, tapi aku yakin kalau orang itu bukan bibi"
"Atau mungkinkah suhu dan sucou telah menerima murid
lagi diluar benteng?" gumam pemilik benteng maut.
Tiba-tiba Han Siong Kie teringat akan satu urusan, cepat ia
menukas: "Ketika cucunda berada dalam lembah kematian, dari mulut
Hekpek siang yau dapat kuketahui bahwa sutay cou
sebenarnya tak lain adalah kokcu dari lembah kematian"
-ooo0dw0ooo- BAB 84 "APA" sutay coumu?" seru pemilik benteng maut dengan
wajah terkesiap bercampur keheranan.
"Benar, ia bernama ouyang Beng."
1538 "Oooh masa ia" ouyang Beng memang nama sutay coumu,
aai.... sungguh tak kusangka ia masih hidup didunia ini,
apakah kau telah menyambanginya..."
"Belum, cucunda tak berjodoh untuk menjumpainya, sebab
sudah hampir lima puluh tahunan sutay sang cou tak pernah
keluar dari tempat pertapaannya, menurut Hekpek siang yau,
orang tua mempunyai kepandaian untuk meramal kejadian
dimasa mendatang, malahan telah tinggalkan pula secarik
kertas...." "Mana kertas itu" Perlihatkan kepadaku"
-000odwo000- Jilid 41 HAN SIONG KIE mengambilnya keluar dan diangsurkan
pada kakek gurunya dengan hormat.
"Banyak tipu muslihat dalam dunia persilatan, bencana
timbulnya dari sesama saudara, bila dendam kusumat telah
jadi terang, itulah saatnya penghianat terbasmi ...." membaca
sampai disitu Pemilik benteng maut berhenti sebentar dengan
dahi berkenyit, lalu terusnya, "Apa maksud kata-kata itu "
sesama saudara " Penghianat " Benar-benar bikin orang jadi
pusing dan tak habis mengerti ... atau raungkin ....ah, tak
mungkin Tak mungkin Anak Ki, maksudmu Hek pek siang yau
....." "Benar, tempo hari Hekpek siang yau berhasil ditundukkan
sutay sangcou dan disekap dalam lembah kematian, menurut
pesannya lima puluh tahun kemudian bila ada orang yang
memasuki lembah ini, maka orang pertama yang ditemui
itulah majikannya .... "
1539 Serta merta Han Siong Kie menceritakan apa yang
dialaminya selama itu kepada kakek gurunya.
Mendengar kisah tersebut, pemilik benteng maut maupun
Tonghong-Hui berdiri dengan wajah tercengang, boleh
dibilang kejadian ini merupakan kejadian paling aneh yang
pernah ditemuinya. Pikiran dan perasaan Han Siong Kie ketika itu sangat kalut
dan tidak tenteram, ia bagaikan berada dalam impian yang
menakutkan. Yaa... kejadian dalam dunia kadang kala memang diluar
dugaan dan membuat orang sukar untuk mempercayainya.
Mimpipun tak pernah ia sangka, musuh besar yang selama
ini dibencinya tak lain tak bukan adalah kakek gurunya sendiri
Lalu siapakah musuh besarnya" siapakah yang telah
mencatut nama sucounya untuk melakukan pembantaian keji
yang sama sekali tak kenal peri kemanusiaan itu"
Apakah tujuan pembunuh itu melakukan pembantaian yang
tak kenal apapun" Mungkinkah otaknya miring"
Siapa pula manusia yang menamakan dirinya orang yang
kehilangan sukma" Benarkah dia anggota perguruan Benteng
maut" darimana ia tahu dengan begitu jelas semua peristiwa,
semua tragedi yang dialaminya selama ini"
Perempuan misterius itu pernah berkata, ia mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan keluarganya, hubungan
apakah itu" Agaknya diapun mempunyai hubungan yang luar biasa
sekali d engan perkumpulan Thian ce kau sebab kalau tidak,
darimana datangnya tanda kebesaran Thian che leng yang
dimilikinya itu" Demi menyelamatkan jiwanya, perempuan itu telah
membinasakan utusan khusus perkumpulan Thian che kau
1540 yang merupakan jago lihay kelas satu dalam perkumpulan itu,
bukan ia hanya membunuh seorang saja, mengapa ia berbuat
demikian" Teka teki suatu teka teki yang sukar dipecahkan....
"Aku harus pergi mencarinya" tak kuasa lagi berseru keras.
"Siapa yang akan kau cari?" tiba tiba pemilik benteng maut
bertanya dengan wajah tertegun"Manusia yang kehilangan sukma. Kemungkinan besar dia
tahu siapa yang mencatut nama sucou untuk melakukan
pembantaian biadab itu, tapi aku lihat perempuan itupun
mempunyai suatu rahasia tertentu yang membuat dia harus
bertindak misterius, baik dalam gerak gerik maupun dalam
perkataan semuanya serba membingungkan hati orang"
"Ehmm, aku pikir asal usul perempuan itu memang patut
dicurigai, memang sepantasnya kalau kau cari orang itu dan
selidiki duduknya persoalan ini sampai jelas"
"Tapi perempuan itu sukar dicari jejaknya, gerak geriknya
ibarat naga sakti yang tampak kepala tak kelihatan ekornya,
sukar untuk diikuti jejak yang sebetulnya.."
"Sucoumu sudah bersumpah tak akan meninggalkan
benteng ini walau setengah langkahpun, lebih baik persoalan
ini kau selidiki bersama bibi gurumu"
Tonghong-Hui merasakan hatinya sedih dan sakit sekali, ia
tertunduk dengan wajah kusut, paras mukanya bertambah
pucat pias sehingga tampak menakutkan sekali.
Paras muka Han Siong Kie yang tampanpun kelihatan
kejang keras, Tonghong-Hui adalah bibi gurunya, apakah
pertanda diri kenyataan tersebut"
Antara dia dan dia tak mungkin akan menikah, selamanya
mereka tak mungkin bersatu, sebab mereka berasal dari
tingkatan yang berbeda, tidak mungkinkah seorang keponakan
menikahi bibinya?" 1541 Yaa cinta Cinta yang murni telah terukir dalam dalam dalam
lubuk hatinya, cinta sehidup semati, sampai dunia kiamatpun
cinta itu tak akan luluh...
"Tidak" ia menjerit sekeras-kerasnya didalam hati, "aku tak
akan menerima kenyataan ini, bila dendamku telah terbalas,
akan kuajak dia untuk pergi jauh dari keramaian dunia, akan
kuajak dia ketempat yang tak didatangi manusia, disana tak
akan berlaku segala tradisi dan adat istiadat yang cuma
berlaku didunia ini, aku hanya tahu dia cinta padaku dan Aku
cinta padanya, aku akan mengawininya dan hidup sampai hari
tua nanti ..... aku harus melakukan ini, walau apapun yang
akan terjadi ....." Tapi bayangan tubuh gadis lain cepat melintas pula dalam
benaknya, itulah bayangan dari Go siau bi.
"Aku telah mempunyai hubungan suami istri dengannya,
walaupun atas nama saja ....."
Pikiran tersebut terasa bagaikan sebilah pisau tajam yang
menusuk lubuk hatinya, dia menggigil dan mundur dengan
sempoyongan. "Mari kita ke benteng sebelah belakang" suara ajakan dari
Pemilik benteng maut memecahkan kesunyian.
Selesai berkata ia lantas beranjak dan menuju ke belakang,
meskipun langkahnya masih gontai seperti orang mabok.
Han Siong Kie merasa amat menyesal, ia tak menyangka
kakek gurunya harus terluka ditangannya, andaikata ..... yaa
andaikata dia mau menuruti nasehat orang yang kehilangan
sukma, seandainya ia mau menuturkan asal usulnya lebih
dahulu, kejadian yang tak diinginkan itu pasti tak akan
dialaminya, kakek gurunya tentu tak akan terluka parah oleh
serangan maut si mi sinkang ilmu andalannya.
Bersama Tonghong-Hui, ia berjalan dibelakang pemilik
benteng maut, mereka berjalan tanpa mengucapkan sepatah
1542 katapun, bahkan siapapun tidak saling berpandangan, tapi
mereka tahu bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu, sebab
mimik wajah masing-masing telah berbicara lebih jelas .....
Setelah melewati barisan rumah batu, mereka menerobos
dalam sebuah taman bunga yang luas dan hebat, dan
akhirnya lima buah gedung besar yang megah dan mentereng
muncul didepan mata, sayang gedung itu sudah berlumut
disana sini hingga menambah seramnya suasana ditempat itu.
Mereka masuk kedalam gedung utama yang berada
ditengah, setelah masuk kedalam ruangan sebuah meja
sembahyangan tampak terletak ditengah ruangan, diatas meja
itu terletaklah sebuah tengkorak kepala manusia yang
berwarna merah darah. Agak bergidik Han Siong Kie menyaksikan adegan itu,
jantungnya terasa berdetak lebih cepat tengkorak merah itu
persis tak ada bedanya dengan tengkorak merah tiruan yang
pernah dilihatnya tempo hari.
"Kalian duduklah dulu" kata pemilik benteng maut
kemudian setelah dia sendiri duduk dikursi yang berada
disebelah kanan- Dengan mulut membungkam Han Siong Kie maupun
Tonghong-Hui mengambil tempat duduknya masing masing.
Setelah semua orang duduk. pemilik benteng maut baru
berpaling kearah Han Siong Kie sambil bertanya:
"Benarkah engkau adalah ahli waris dari Mo tiong ci mo
(Iblis diantara iblis) Tong Ceng?""
"Benar" pemuda itu mengangguk.
"Kalau begitu tentunya engkau juga seorang ciangbunjin
dari perguruan Thian lam bukan?"
"Benar, cucu murid secara resmi telah memangku jabatan
tersebut" 1543 "Bagus, engkau dapat mengalami banyak kejadian yang
hebat dan diluar dugaan, arwah ayahmu dialam baka tentu
akan memandang engkau sambil tersenyum, sekarang
kisahkanlah peristiwa berdarah yang telah menimpa
keluargamu" Dengan air mata bercucuran karena sedih, Han Siong Kie
mengisahkan kembali tragedi yang telah menimpa
perkampungan keluarga Han .....
Mendengar kisah cerita tersebut, pemilik benteng maut
merasakan rambutnya pada berdiri tegak semua bagaikan
landak. mukanya merah darah, sekujur badannya gemetar
keras karena menahan emosi yang meluap-luap.
Terdengar Han Siong Kie berkata lebih jauh:
"Thian che kaucu Yu Pia lam pernah memerintahkan
seorang anak buahnya yang tergabung dalam utusan khusus
perkumpulan Thian che kau untuk menyaru sebagai sucou"
"Ooooh iya" Jangan jangan tragedi berdarah yang
menimpa perkanpungan keluarga Han ada sangkut pautnya
dengan perkumpulan Thian che kau?""
"Aku rasa hal ini tidak mungkin" sahut pemuda itu sambil
menggeleng "sebab apa yang kukatakan barusan belum lama
berselang dalam dunia persilatan utusan khusus perkumpulan
Thian che- kau pun belum lama muncul dalam dunia
persilatan, apalagi orang yang menyaru sebagai sucou telah
tecu bunuh maka tecu rasa hal ini tak mungkin terjadi"
"Apakah engkau tahu apa maksud dan tujuannya menyaru
sebagai diriku....?"" tanya pemilik benteng maut setelah
termenung sejenak. "Aku rasa tujuannya adalah mencatut nama sucou untuk
menakut nakuti musuh musuhnya dan berhasrat untuk
menumpas semua perkumpulan dan partai yang ada didunia
ini" 1544 "Pernahkah engkau dengar seseorang yang bernama sim si
kiat dalam dunia persilatan" Dia adalah toa supekmu"
"Tecu belum pernah mendengar nama orang itu disebut


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang, tecu tidak mengetahuinya"
"Aku rasa engkaupun harus memperhatikan pula beberapa
patah kata yang tercantum dalam surat ramalan yang
dihadiahkan sutay sangcoumu kepadamu itu, menurut catatan
tersebut dikatakan bahwa bencana datangnya dari
persaudaraan, itu berarti ada perebutan diantara sesama
saudara masih ada lagi kata kata yang terakhir, dikala
penghianat terbasmi, penghianat yang dimaksudkan disini
berarti orang sendiri, kau harus tahu bahwa ayahmu suhengte
ada enam orang, ayahmu dan Thio Lin telah mati, ibumu
kawin lagi, sukoh dan siau susiokmu selalu berada dalam
benteng, toa supekmu seorang yakni Sim si kiat yang tak
diketahui jejaknya, maka aku jadi menaruh curiga bahwa
perbuatan ini kemungkinan besar adalah hasil karyanya"
"Tapi.... mungkinkah hal ini terjadi?" seru Han Siong Kie
sambil membelalakkan matanya, "mengapa ia berbuat
demikian" Mungkinkah ia tega membinasakan sesama saudara
seperguruan sendiri?"
"Mungkin atau tidak mungkin sukar untuk dikatakan
sebelum dilakukan suatu penyelidikan yang seksama, maka
kuanjurkan kepadamu, setelah berlalu dari sini nanti, tugasmu
yang pertama nanti bersama bibi gurumu adalah menemukan
jejak dari toa supekmu itu, dua puluh tahun berselang ia
berdiam diperkampungan sim keh ci, kurang lebih lima belas li
diluar kota Tian sah, setelah itu engkau baru selidiki jejak dari
manusia yang kehilangan sukma mengerti. Han Siong Kie
mengangguk: "Perkampungan sim keh ci, lima belas li diluar kota Tiang
sah ...." gumannya seorang diri.
1545 Selama pembicaraan berlangsung, Tonghong-Hui hanya
tertunduk dengan sedih, mulutnya membungkam dalam seribu
bahasa. Kembali suasana diliputi, keheningan .... lama sekali pemilik
benteng maut baru berkata lagi:
"Anak Ki, tahukah engkau siapa nama sucoumu ini?"
"Cucu murid tidak tahu"
Pemilik benteng maut menghela napas panjang, katanya:
"Sucoumu bernama Hou thian it koay (manusia aneh dari
kolong langit) Tong hong Liang"
Setelah mendengar nama itu Han Siong Kie baru mengerti,
tidak aneh ketika gurunya Mo tiong ci mo memerintahkan ia
datang mengunjungi benteng maut tempo hari, dia harus
meneriakkan kata kata sebagai berikut:
"Satu iblis keluar, satu iblis tertumpas, Mo-tiong ci mo
bertemu dengan it hou"
sekarang ia baru mengerti, yang dimaksudkan it hou disitu
adalah julukan dari kakek gurunya.
Menyusul kemudian, pemilik benteng maut simanusia aneh
dari kolong langit Tonghong Liang, menuding tengkorak
kepala manusia berwarna merah darah ywng terletak diatas
meja itu lalu katanya: "Lihatlah, batok kepala ini adalah batok kepala dari sutay
cou mu cu ceng hoa, pemilik benteng maut angkatan kedua"
Ketika perkataan itu diucapkan keluar, bukan saja Han
Siong Kie tertegun saking kaget dan herannya, bahkan
Tonghong Hui sendiripun ikut terkesiap. mungkin sebelumnya
tak pernah mendengar ayahnya menceritakan asal usul dari
Tengkorak berdarah itu. 1546 Paras muka pemilik benteng maut yang sudah berkeriput,
kini tampak keren dan penuh kewibawaan, lalu dengan suara
yang berat dan dalam katanya lebih jauh:
"Sutay sang cou mu Ouyang Beng adalah pendiri benteng
ini, tapi lantaran suatu kesalah pahaman tempo hari ia telah
cekcok dengan sutay sang cou bomu sehingga dalam
gusarnya tay sang cou bo mu itu mencukur rambut dan hidup
sebagai padri diatas bukit Tay huang san..."
"Oooh..jadi su tay sang cou bo itu adalah "Tay huang
sinni?"" seru Han Siong Kie tak tertahan"Benar, Dari mana kau bisa tahu?""
"Cucu murid pernah mendapat jodoh dan bertemu muka
satu kali dengan dia orang tua"
Untuk mencegah agar Go siau bi jangan mencukur
rambutnya jadi pendeta, sianak muda itu telah menyerbu
kekuil Bu cian dibukit Tay huang san, tapi dalam suatu adu
jurus serangan ia telah dikalahkan Tay huang sinni sehingga
harus kawin dengan Go siau bi, tentu saja akibat dari peristiwa
tersebut cukup dalam kesannya terhadap rahib tua itu.
Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau rahib tua
tersebut sebetulnya mempunyai hubungan yang erat sekali
dengannya. Tiba tiba ia teringat kembali akan diri orang yang
kehilangan sukma, otak dari rencana pertarungan tersebut,
jangan jangan dia adalah ..... Berpikir sampai disitu, tak tahan
lagi ia berseru dengan suara keras:
"Aaaah .... tiba tiba saja cucu murid teringat akan satu
kejadian yang patut dicurigai"
"Persoalan apakah itu?"
1547 "Ketika aku berada dibukit Tay huang-san tempo hari,
orang yang kehilangan sukmapun hadir pula didalam kuil
tersebut" "Oooh... iya?" kata pemilik benteng maut seperti orang
tercengang, " kalau begitu, kemungkinan besar orang yang
kehilangan sukma anak murid yang diterima oleh sutay sang
cou bomu itu, maka dari itu diapun mengetahui dengan jelas
semua peraturan serta ilmu silat dari benteng maut kita ini,
dan oleh sebab itu juga dia harus mengutungi telapak tangan
sendiri setelah membebaskan jalan darahmu yang tertotok"
"Tapi .... andaikata dia adalah muridnya sutay sang coubo
semestinya ia panggil sinni sebagai guru bukan" Aku dengar ia
membahasai rahib sakti itu sebagai locianpwe"
"Yaaa, apa gerangan yang sebenarnya terjadi memang sulit
bagi kita untuk menebaknya, siapa tahu dibalik kesemuanya
itu terdapat pula hal lain yang mencurigakan" Apa salahnya
kalau sekalian kau selidiki sampai menjadi terang?"
"Baik, sucou" pemuda itu mengiakan.
"Nah, kalau begitu dengarkan lagi kata kataku berikut ini"
kata pemilik benteng maut, "sejak percekcokan itu, sutay sang
cou mu ouyang Beng juga meninggalkan benteng dengan
marah, semenjak peristiwa itu jejaknya lenyap dengan begitu
saja dari muka bumi, aaai.... Tak kusangka puluhan tahun
kemudian, engkau telah berjodoh dengannya dan berhasil
menemukan kembali jejaknya." Ia berhenti sebentar, lalu
sambungnya kembali: "Empat puluh tahun berselang, sutay cou mu Cu ceng huan
yakni pemilik benteng maut angkatan kedua telah dikerubuti
ratusan orang jago lihay diatas bukit Hua san, kemudian entah
apa yang telah terjadi, tahu tahu kembali kedalam benteng.
Ketika berbicara sampai disini, sinar mata yang buas,
bengis dan penuh perasaan dendam memancar keluar dari
1548 balik mata kakek baju hijau itu, kembali ia berhenti sesaat
lamanya. "Tak terkirakan rasa dendam, benci dan marahku waktu itu,
bahkan hampir mendekati kalap." ia melanjutkan, "aku lantas
gunakan kerangka batok kepala sendiri bagaimanakah musuh
musuh besarnya satu demi satu rontok mencium bumi dan
mampus secara mengerikan"
Han Siong Kie terkesima oleh cerita itu, baginya kisah yang
diucapkan pemilik benteng maut ini benar benar merupakan
suatu kisah yang menawan hati. Ternyata pemilik benteng
maut tidak bicara lagi, ia malah bangkit berdiri.
"Anak Hui, bawa dia pergi bersantap" katanya pada
Tonghong Hui, "setelah itu kau boleh ajak dia keluar dari
benteng untuk melaksanakan pekerjaan, kalian tak perlu
datang menjumpai aku lagi"
Selesai berkata ia putar badan dan masuk kedalam.
Tonghong-Hui maupun Han Siong Kie tidak berbicara lagi,
selesai menangsal perut, mereka bebenah sebentar dan
akhirnya berangkat meninggalkan benteng tersebut.
Perjalanan dilakukan amat lambat, sambil pelan-pelan jalan
bersanding dijalan raya, kedua orang itu terbuai oleh perasaan
masing-masing yang terasa berat dan penuh dengan
penderitaan batin- "Adik Hui" akhirnya pmuda itu membuka suara, "apakah
kau ...." "Aku adalah bibi gurumu" tukas Tonghong Hui sedih, lirih
sekali suaranya membikin hati jadi iba.
Bagaikan disambar listrik bertegangan tinggi Han Siong Kie
bergetar keras, benar, dia adalah bibi gurunya, dia adalah adik
seperguruan ayahnya, kenyataan ini tak mungkin dapat
dirubah walau dengan cara apapunjuga, tapi ... apakah
1549 lantaran persoalan ini, cinta kasih mereka yang telah merasuk
kedalam tulang dapat diabaikan dengan begitu saja"
Tentu saja tidak "Adik Hui, kau ....."
"Ooooh...engkoh Kie" akhirnya Tonghong Hui tak dapat
mengendalikan perasaannya lagi, ia memanggil dengan isak
tangis yang tertahan, air matanya jatuh bercucuran
membasahi pipinya yang putih.
Ia membenci dirinya sendiri, membenci imannya yang
begitu lemah sehingga tak mempunyai keberanian untuk
mengendalikan diri, dengan jelas dia tahu andaikata selangkah
lagi dia maju ke muka maka tubuhnya akan terjerumus
kedalam jurang yang tak terkirakan dalamnya, tapi ia tak
dapat mengendalikan sendiri, ia tak dapat menguasai
keinginannya untuk maju, padahal dia telah menyadari bahwa
akibatnya mengerikan sekali.
Han Siong Kie telah menghentikan langkahnya, ia
menghampiri gadis itu dan menggenggam tangannya erat
erat. "Adik Hui, lihatlah wajahmu layu dan pucat, mengapa musti
kau bersedih hati?" bisiknya.
"Mengapa" mengapa" Tentu saja karena nasibku yang
buruk. apakah aku tak boleh bersedih hati?" sahut nona itu
dengan suara yang mengibakan hati.
"Aaaai.... apakah kita harus pasrah dengan begitu saja"
Adik Hui, mengapa kita tidak mendobrak nasib kita ini"
mengapa tidak kita coba menentang takdir?"
"Tapi.. mungkinkah itu bisa berhasil" mungkin kah kau
dapat merubah takdir?"
Empat mata yang berkaca kaca saling berpandangan tanpa
berkedip. lama... lama sekali akhirnya kedua orang itu saling
1550 berpandangan dan tertawa, sekalipun tertawa mereka adalah
tertawa yang getir, tertawa yang sayu dan penuh penderitaan.
Akhirnya.... merekapun berpelukan dan berciuman dengan
mesra, untuk sementara waktu mereka membuang jauh jauh
semua kenyataan yang terpapar didepan mata, mereka
berusaha menghibur hati masing masing dengan ciuman yang
panjang dan hangat itu Tentu saja ciuman yang panjang dan hangat itu tak dapat
merubah kenyataan yang telah ada, sekalipun dibalik ciuman
itu tersembunyi penderitaan dan tekanan batin yang lebih
dalam, tapi mereka tetap memilih cara itu untuk menghibur
perasaan masing masing. Pada saat itulah tiba tiba terdengar suara helaan napas
panjang yang berat dan penuh kekesalan berkumandang
diudara. Mendengar helaan napas panjang itu, Han Siong Kie berdua
jadi kaget dan segera melepaskan diri dari pelukan, dengan
sinar mata yang tajam diperiksanya sekeliling tempat itu
dengan tatapan tajam, namun tiada sesosok bayangan
manusiapun. Ditepi jalan raya adalah sebuah sungai dengan air yang
mengalir dengan derasnya, sedang disamping sebelah lain
merupakan sebuah hutan rimba yang amat lebat.
Han Siong Kie segera menjejakan kakinya ketanah dan
meluncur kearah hutan itu, dari kejauhan ia saksikan sesosok
bayangan manusia berwarna putih sedang bergerak masuk
kedalam hutan dengan kecepatan seperti sukma gentayangan,
hal ini segera menimbulkan sifat ingin menang daiam hati
anak muda itu, pikirnya: "Aku tak percaya kalau tak dapat menyusul dirimu, akan
kulihat siapa gerangan dirimu yang sebenarnya....."
1551 Karena berpikir begitu, ia percepat gerakan tubuhnya untuk
mengejar masuk kedalam hutan, begitu cepatnya pemuda itu
bergerak hingga sekilas pandangan mirip segumpal asap tipis
yang menggulung. Bayangan putih itu bukan manusia sembarangan, rupanya
ilmu silat yang dimilikipun terhitung tinggi, ini dapat dilihat
kecepatan geraknya yang luar biasa, kendati Han Siong Kie
sudah mempercepat larinya toh tidak berhasil juga
mengurangi selisih jarak diantara mereka.
Kejar mengejarpun segera berlangsung dengan ketatnya,
dalam sekejap mata puluhan li sudah lewat tanpa terasa,
sekilas pandangan Han Siong Kie merasa amat kenal dengan
potongan badan bayangan putih itu, bahkan diapun tahu kalau
orang itu adalah perempuan, hanya ia tak dapat menyebutkan
siapakah dia" Perasaan ingin tahu yang makin menjadi membuat pemuda
itu segan melepaskan mangsanya dengan begitu saja, maka
dikejarnya orang itu dengan ketat.
Bayangan putih itu cukup cerdik juga untuk melepaskan diri
dari pengejaran lawan, setiap kali ia tentu berubah arah
sekalipun tak pernah melewati batas batas hutan tersebut,
kendatipun demikian, oleh karena ia berlarian dengan
menerobosi hutan hutan lebat yang sering kali menutupi
penglihatan orang, maka sekalipun tenaga dalam yang dimiliki
Han Siong Kie lebih lihaypun sulit baginya untuk menyusul
lawannya. Sementara itu, Tonghong Hui sendiri sudah bersiap siap
menyusul Han Siong Kie setelah ditunggunya pemuda itu
belum muncul juga disana...
Tapi baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba dari arah
belakang terdengar seseorang menegur dengan suara lembut:


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona Tonghong, rupanya kau telah melupakan
perkataanku" Bukankah begitu .....?"
1552 Tonghong Hui merasakan hatinya bergetar keras seakan
akan terjerumus kedalam liang es, yang dinginnya bukan
kepalang, sekujur tubuhnya menggigil keras dan bulu
kuduknya pada bangun berdiri tanpa berpaling ia sudah tahu
siapakah orang yang berada dibelakangnya, kontan mukanya
berubah jadi pucat kehijau hijauan, sedih sekali rasanya waktu
itu. Dengan perasaan yang berat, pelan-pelan ia putar badan
dan menghadap kearah orang Benar juga, beberapa meter
dihadapannya berdirilah seorang perempuan berkerudung, dia
tak lain adalah orang yang kehilangan sukma, manusia paling
misterius didunia ini. Dengan kaku Tonghong Hui memandang perempuan
berkerudung itu, hatinya terasa amat pedih dan sakit bagaikan
ditusuk tusuk dengan jarum, begitu sedih hatinya sehingga
untuk sesaat tak mampu mengucapkan sepatah katapun..
"Nona Tonghong, mengapa tidak kau ayunkan pedang
kecerdikanmu untuk memutuskan benang cinta yang masih
membelenggu hatimu" mengapa tidak cepat-cepat kau
putuskan saja semua hubunganmu dengannya?" tegur orang
yang kehilangan sukma dengan suara dalam dan berat.
Sepasang mata Tonghong Hui berubah jadi merah karena
sedih, hampir saja air matanya jatuh bercucuran.
"Cianpwe...." ia berbisik, " Aku... ketika aku berjumpa
dengannya, tiba tiba saja keberanianku hilang.... aku tak
punya keberanian untuk menampiknya, aku ...."
Akhirnya air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya, ia
menjadi sesenggukan dan tak mampu berbicara lagi.
"Nona Tonghong, apakah dia telah tahu apa sebenarnya
hubunganmu dengan dirinya?" orang yang kehilangan sukma
bertanya lagi. "Sudah tahu, tapi.... tapi dia..."
1553 "Adik Hui, kau boleh panggil aku sebagai cicimu dan selama
ini akupun selalu menganggap engkau sebagai adikku sendiri
Janganlah kau anggap tindakanku menceraikan hubungan
kalian adalah suatu perbuatan yang keji. Tidak Aku tidak
bermaksud jahat terhadap kalian, aku berbuat demikian
adalah demi kebaikan kalian sendiri."
"Tidak Aku tak pernah mempunyai pikiran seperti itu, aku
tahu tindakanmu ini benar" Tonghong Hui terisak dengan
sedihnya, "akupun tahu bahwa aku hakekatnya adalah bibi
gurunya, kita tak mungkin bisa bersatu, selama lamanya tak
mungkin dapat bersatu Tapi..."
"Kenapa?" "Hatiku, perasaanku dan semua cintaku, kasih sayangku
telah kupersembahkan kepadanya, bahkan semua.... semua
yang kumiliki telah kuberikan kepadanya .... aku tak punya
apa-apa lagi, aku hanya tahu dia telah mendapatkan semua
yang kumilikinya ......"
"Aku tahu tentang hal ini adikku, justru bila kau mencintai
dirinya maka kau harus tinggalkan dia sendiri, cinta itu adalah
suatu pengorbanan, cinta bukan suatu pengangkangan,
tentunya kau cukup memahami bukan bagaimana
mengerikannya akibat dari hubungan kalian itu" Bukan saja
tiada kebahagiaan yang dapat kalian rasakan, bahkan kau
berdua bakal terjerumus dalam jurang yang tiada terkirakan
dalamnya, dan sekarang aku telah melihat akibat yang
mungkin terjadi aku tak dapat berdiam diri dengan begitu
saja, karena itu adikku ...."
Tonghong Hui menengadah memandang kelangit, seakanakan
dia hendak melimpahkan semua kemurungan, semua
kesedihan dan penderitaannya kepada awan diangkasa...
orang yang kehilangan sukma menghela nafas sedih, kembali
ia berkata lagi: 1554 "Adikku, aku tahu peristiwa ini akan merupakan suatu
penderitaan, suatu siksaan batin yang sukar ditahan, tapi
ketika kau teringat kembali keluarga ji suko mu yang telah
dibantai orang sampai habis, ketika kau teringat kembali
bahwa dia adalah satu satunya keturunan keluarga Han yang
masih hidup, kau harus menyadari dan memakluminya,
apalagi jika ayahmu mengetahui akan peristiwa ini ...."
Ketika mendengar ayahnya disinggung, Tonghong Hui
merasakan sekujur badannya gemetar keras, hampir saja ia
jatuh terjengkang keatas tanah saking lemasnya ....
"Benar, jikanya ayahnya... pemilik benteng maut, manusia
paling aneh dikolong langit Tonghong Liang mengetahui akan
kejadian ini ....oooh sungguh mengerikan sekali akibatnya.
"Laa.. lalu apa... apa yang harus kulakukan?" akhirnya
gadis itu berbisik dengan lirih.
"Berusahalah untuk menjauhi dirinya, berusaha
mengorbankan cinta kasihmu dan kuasahi juga perasaan
cintamu sendiri" "Yaaa .... aku harus menjauhi dirinya, aku harus
mengendalikan perasaan cinta dalam hatiku sendiri ......"
Nada ucapannya amat sedih dan memilukan hati seakan
akan ia sedang menjawab pertanyaan dari orang yang
kehilangan sukma, seakan-akan pula sedang bertanya kepada
diri sendiri. Tiba tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya kalau ia
telah kehilangan pemuda yang dicintainya, lalu apa arti
kehidupan bagi dirinya lagi" Apa pula gunanya ia tetap hidup
didunia yang dirasakan sudah hampa, kosong dan tiada
sesuatu yang dapat dikenang kembali itu"
Diam diam ia mulai menyumpahi nasibnya yang buruk.
menyumpahi nasib jelek yang selalu menimpa dirinya,
mengapa ketika berada di Lian huan tau, Han Siong Kie tidak
1555 sungguh-sungguh mati saja. Mengapa ketika terjun kedalam
jurang didepan lembah kematian, mereka berdua tidak mati
saja bersama-sama" Hidup tak dapat bersatu, mati tak dapat seliang kubur, apa
yang berhasil ia dapatkan" Akhirnya yang diperoleh cuma
khayalan belaka, khayalan belaka, khayalan yang kosong dan
tak berujud ia tak berhasil mendapatkan apa apa....
Tentu saja bukan hasil maya yang dimaksudkan buktinya ia
mendapat pula balasan cinta dari pemuda kekasihnya, meski
cinta itu tak berkelanjutan dan harus terputus ditengah jalan.
"Adikku, apakah engkau sudah berhasil memahami
perkataanku itu...?" tiba-tiba orang kehilangan sukma berkata
lagi, suaranya penuh permintaan maaf, simpatik dan sedih.
"Yaa... aku... Aku telah memahaminya, Aku dapat
menangkap maksudmu...."
"Kalau memang begitu, akan kuberitahumu lagi satu hal
padamu, dia telah mempunyai ikatan perkawinan dengan
nona Go siau bi, dan gadis itu secara resmi telah menjadi
istrinya" "Apa" Dia..... dia.... dia sudah punya istri...."
Tonghong Hui merasa kepalanya bagaikan disambar
geledek. pandangan matanya jadi gelap. kepalanya terasa
tujuh keliling, bibirnya jadi pucat dan hampir saja ia jatuh tak
sadarkan diri .... Ia tak menyangka ....yaa ia tak menyangka ....pemuda
kekasih hatinya itu sudah menikah dengan perempuan lain....
"Sungguhkah itu?" akhirnya dia berbisik.
"Tentu saja, bahkan sutay coubo mu Tay huang sinni
menjadi saksi dalam pertunangan itu, tapi engkau harus
memaafkan perbuatannya itu sebab posisinya ketika itu
didesak karena dia hampir saja nona Go siau bi menelantarkan
1556 masa depannya, bahkan tidak mengurusi dendam sakit
hatinya lagi dan akan mencukur rambut jadi pendeta,
sebaliknya pemuda itu harus melakukan perkawinan tersebut
karena ia tahu ketidakbaktian ada tiga macam, tidak punya
keturunan merupakan ketidakbaktian yang paling utama..."
Ketika mendengar perkataan itu, tiba tiba aja. Tonghong
Hui menengadah dan tertawa tergelak. suaranya tinggi
melengking seperti jeritan kuntilanak ditengah malam buta,
tertawa itu tidak mirip suara tertawa tapi lebih mirip sebagai
suara tangis, suara tangisan yang sangat memilukan.
Berdiri semua bulu kuduk siapapun yang mendengar suara
itu, akan melelehkan air mata orang yang mendengar suara
aneh tersebut .....yaa, suara itu memang terlampau tak sedap
didengar bagi pendengaran manusia biasa.
Tak terkirakan rasa kaget yang dialami orang yang
kehilangan sukma, secara beruntun dia mundur tiga langkah
kebelakang, lalu serunya agak panik: "Adikku, kenapa kau....
kenapa kau....?"?"
-ooo0dw0ooo- BAB 85 "AKU... Kenapa aku..." Haaahhh... haaahhh... haaahhh"
seperti orang gila Tonghong Hui hanya tergelak terus dengan
lengkingnya. "Adikku, engkau harus mengendalikan perasaanmu,
gunakanlah otakmu untuk berpikir, janganlah terpengaruh
oleh emosi, mungkin sebentar lagi Han Siong Kie akan tiba
disini" Tonghong Hui menghentikan suara tertawanya yang lebih
mirip dengan perbuatan orang gila itu, lalu dengan suara yang
memelas katanya: 1557 "Bagaimana dengan aku..." Bagaimana dengan
kehidupanku selanjutnya .... Tanpa dia, aku merasa tiada
berarti hidup didunia ini, aku merasa kehidupan akan kusong,
bagaimana dengan aku?"
"Adikku" orang yang kehilangan sukma hanya bisa
memanggil dengan suara yang pedih.
Tiba tiba Tonghong Hui maju kedepan beberapa langkah,
dengan sinar matanya yang agak liar seperti orang buas
ditatapnya wajah orang yang kehilangan sukma yang
berkerudung itu, lalu dengan suara parau dia berseru lirih:
"Cianpwe ....."
"Jangan sebut aku sebagai cianpwe, panggil saja cici,
sebab sepantasnya kau memanggil enci kepadaku" tukas
perempuan misterius itu dengan suara yang lembut.
"Cici" Tidak. aku lihat usia putrimu orang yang ada maksud
kemungkinan besar sebaya dengan usiaku, mungkin juga ...."
"Sekalipun usia kami jauh berbeda, akan tetapi tingkatan
ayahmu jauh lebih tinggi dari kami semua, karena kau
setingkat dengan aku, dan sepantasnya memanggil cici
kepadamu" "Cici ......." "Apa yang hendak kau katakan lagi" Nah, katakanlah terus
terang... tak usah ragu ragu lagi"
"Tolong sampaikan kepada Han Siong Kie, katakanlah agar
ia tak usah merindukan aku lagi"
"Jadi .....jadi....kau akan meninggalkan dirinya?" seru
perempuan misterius itu kaget.
"Apakah masih ada cara lain yang lebih baik daripada
meninggalkan dirinya?" bukan menjawab Tonghong Hui malah
balik bertanya. 1558 "Dia tak akan tahan menerima kesemuanya ini, kau tak
boleh melakukan segala tindakan secara gegabah dan
mengikuti hawa napsu sendiri"
"Lalu kau anggap aku bisa menahan diri serta
mengendalikan siksaan batinku bila berada disampingnya
terus?" "Adikku...lantas.... lantas kau akan pergi kemana"
Dapatkah kau katakan padaku?"
"Aku telah mempunyai rencana bagiku sendiri, kau tak usah
kuatir...." seru Tonghong Hui sesaat kemudian sambil
menggeratak gigi menahan diri
Tiba tiba ia berbatuk keras, lalu muntah darah segar,
hampir saja tubuhnya roboh terjengkang ke atas tanah.
Orang yang kehilangan sukma berteriak kaget, cepat ia
maju sambil menyambar pinggangnya, kemudian gumamnya
seorang diri: "Mungkinkah aku yang salah" Mungkinkah
tindakan ini keliru ......"
"Tidak, siapapun tidak salah, siapapun tidak keliru,
semuanya ini adalah kehendak Thian, inilah yang dinamakan
takdir" kata Tonghong Hui lirih, ia meronta dan melepaskan
diri dari rangkulan perempuan misterius itu ....
"Takdir?" gumam orang yang kehilangan sukma, "benar,
ketika masalah yang kita hadapi dan tragedi yang kita alami
tak dapat dipecahkan dengan cara apapun, ketika kenyataan
yang terpapar didepan mata tak dapat dirombak lagi, kita
memang harus menyebut kejadian itu sebagai takdir, memang
hanya takdirlah yang tak dapat dirubah lagi"
Perlu diketahui, perasaan Tonghong Hui ketika itu sudah
kaku dan mati, tentu saja ia tak dapat menangkap maksud
yang lebih dalam dibalik perkataan dari orang yang kehilangan
sukma, maka terhadap ucapan tersebutpun dia acuh tak acuh.
1559 "Cici, bukankah engkau mempunyai hubungan yang sangat
akrab dengan benteng maut?" Tiba-tiba dia mengalihkan
pokok pembicaraan itu kesoal yang lain.
"Buat apa kau tanyakan persoalan ini?" dengan hati
terkejut bercampur keheranan orang yang kehilangan sukma
mundur selangkah kebelakang.
"Aku ingin tahu, aku ingin mengerti adakah hubungan
antara engkau dengan benteng maut kami" suasana hening
sejenak ..... "Benar, kami memang memiliki hubungan yang sangat erat
sekali" akhirnya dia menjawab.
"Hubungan yang bagaimanakah diantara kau dengan pihak
kami" desak Tonghong Hui lebih jauh. Tapi orang yang
kehilangan sukma telah gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sekarang belum dapat kuberitahukan kepadamu, tapi
suatu ketika kau akan mengetahui dengan sendirinya" ia
berkata. "Cici, aku ada suatu permintaan lagi, dan permintaan ini
mungkin adalah yang paling akhir, apakah kau bersedia untuk
mengabulkannya bagiku"
"Apa yang kau inginkan?"
"Aku hanya ingin menyaksikan raut wajahmu yang


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya, boleh tidak?"
Untuk sesaat orang yang kehilangan sukma agak tertegun,
menyusul kemudian ia menggeleng.
"Adikku, terpaksa aku harus menyuruh engkau merasa
kecewa, apa yang kau inginkan tak mungkin bisa kupenuhi"
Suasana kembali tercekam dalam keheningan.
"Cici, apakah selama ini secara diam diam kau selalu
berada disisi engkoh Kie dan melindungi keselamatannya?"
tiba-tiba dara itu bertanya lagi dengan lirih.
1560 "Benar" suara dari orang yang kehilangan sukma
kedengaran agak gemetar menahan emosinya.
"Apakah selanjutnya engkau juga akan berbuat demikian?""
"Tentu saja" Tonghong Hui menghela nafas panjang, sedih murung dan
layu paras mukanya ketika itu.
"Cici, aku rasa aku ....aku harus segera pergi" akhirnya dia
berbisik lirih. Tanpa membuang waktu lagi, gadis itu menjejakan kakinya
keatas tanah dan lari dari situ secepat-cepatnya. orang yang
kehilangan sukma berdiri termangu, ia tidak bersuara untuk
mencegah kepergian gadis itu, pun tidak beranjak untuk
menyusulnya, dia hanya memandang bayangan punggungnya
sambil bergumam seorang diri:
"Dari dulu sampai sekarang, cinta memang sumber segala
bencana, cinta akan membuat orang sengsara dan menderita,
siapa yang bermimpi indah dia akan lebih cepat tersadar dari
impiannya aaaaii, benarkah ini yang dinamakan takdir " Atau
mungkin aku yang terlalu mementingkan diri sendiri.... bocah
yang patut dikasihani, semoga kau dapat bertahan
menghadapi percobaan ini, semoga luka luka dalam hatimu
dapat disembuhkan oleh berlalunya sang waktu"
"Adik Hui ...." tiba tiba seruan nyaring berkumandang
memecahkan kesunyian, sesosok bayangan manusia dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat muncul dari balik hutan
belukar dan melayang datang.
Bayangan manusia itu tak lain adalah Han Siong Kie yang
dipancing pergi oleh suara helaan napas tadi, ketika bayangan
putih yang dikejarnya itu sudah hampir tertangkap. tiba tiba
saja perempuan itu berbelok kebalik semak dan kemudian
jejaknya lenyap dengan begitu saja, karena tidak berhasil
menemukan kembali orang itu, akhirnya ia teringat kembali
1561 Tonghong Hui yang masih di tinggalnya ditepijalan raya. Maka
ia terpaksa harus kembali ke tempat semula dengan tangan
hampa. Dari kejauhan dia lihat sesosok bayangan manausia masih
menungu di tepi jalan raya, tanpa memperhatikan lebih
seksama lagi ia segera memanggilnya sebagai adik Hui tapi
setelah diamati lebih seksama barulah pemuda itu sadar
bahwa gelagat tidak beres. Pelanpelan orang yang kehilangan
sukma putar badan dan menghadap sianak muda itu.
"Aaah, cianpwe kiranya kau..." Han Siong Kie segera
berseru. "Nak, memang akulah yang berada disini"
"Dimanakah adik Hui...."
"Nak. tidak sepantasnya kau sebut dia sebagai adik Hui,
kau harus memanggil bibi guru kepadanya" tukas perempuan
itu cepat. Han Siong Kie tertegun dan berdiri dengan bibir pucat, kata
kata tersebut dirasakan olehnya bagaikan tusukan pisau yang
menyayat nyayat hatinya, yaa memang dia adalah bibi
gurunya, sebab adik Hui nya telah pergi jauh meninggalkan
dirinya dikala rahasia hubungan mereka terungkap. ia pergi
bagaikan embun air yang lenyap saja di udara.
Tiba tiba sepasang tangan dan kakinya terasa jadi kaku,
dingin dan kesemutan, ia merasa badannya sukar bergerak
lagi ..... Ia telah mengambil keputusan dihati, takdir yang
dihadapinya sekarang akan dilawan dengan kekuatannya,
selesai membalas dendam dia akan mengajak gadis itu untuk
jauh meninggalkan dunia keramaian, dia akan mengajak dara
itu hidup ditempat yang sepi hingga akhir tua nanti.
"Nak, dia telah pergi" bisikan orang yang kehilangan sukma
itu serasa geledek ditengah hari bolong.
1562 Han Siong Kie terkesiap dan segera sadar kembali dari
lamunannya. "Dia telah pergi" Dia telah pergi kemana?" teriaknya penuh
kegelisahan dan rasa cemas.
"Nak. kau tak usah bertanya kemana ia pergi, sebab
tindakannya itu memang benar, ia memang sudah
sepantasnya meninggalkan dirimu, sebab kalau tidak maka
akibatnya...." "Tidak" jerit Han Siong Kie, ia sudah menjejakkan kakinya
siap berlalu dari situ ....
"Nak, dengarkan dulu kata kataku ini"
Kata kata itu terasa sangat berwibawa dan mempunyai
suatu kekuatan besar yang membuat orang tak dapat
melawan, Han Siong Kie segera menghentikan gerakan
tubuhnya. Pelan pelan orang yang kehilangan sukma mendekatinya,
lalu dibelainya bahu anak muda itu dengan penuh kasih
sayang, katanya lagi dengan suara yang lembut:
"Nak, ketahuilah dia adalah bibi gurumu, saudara
seperguruan dari ayahmu kau tak dapat melanggar tradisi dan
adat yang telah berlaku didaratan kita selama ini, cinta adalah
suatu pengorbanan, cinta belum tentu harus memilikinya,
coba bayangkanlah betapa seram dan mengerikannya akibat
dari hubungan itu bila itu kau lanjutkan, tentunya kau tak
ingin menyaksikan dia musnah bukan" Nak. kau mesti ingat
bahwa pekerjaan yang harus kau lakukan masih terlalu
banyak. untuk sementara waktu lupakanlah persoalan ini, dan
sekarang ikutlah aku masuk kedalam hutan, aku masih ada
beberapa persoalan yang hendak kuberitahukan kepadamu"
Dengan kaku seperti orang yang hilang kesadarannya Han
Siong Kie mengikuti perempuan misterius itu masuk kedalam
1563 hutan, akhirnya mereka berhenti disuatu tempat yang amat
tersembunyi letaknya. Setelah hening sesaat, orang yang kehilangan sukma pun
bertanya: "Nak, apakah engkau sudah mengujungi benteng maut?"
"Sudah" sahut Han-Siong Kie tak acuh.
"Dan engkau telah memahami segala sesuatunya"
"Sudah" kembali pemuda itu mengangguk.
"Dendam kesumat sedalam lautan yang harus kau hadapi
sekarang apakah untuk sementara waktu dapat melupakan
persoalan cintamu dengan perempuan itu...?"
Bagaikan kepalanya dipukul dengan martil besar seketika
itu juga Han Siong Kie menjadi sadar kembali, tiba tiba ia
amat menyesal dan malu, ini dapat terlihat jelas dari wajahnya
yang tampan itu, sontak rasa murung dan sedihnya tersapu
lenyap dengan begitu saja.
"Boanpwe menantikan petunjuk selanjutnya" ia berbisik
dengan kepala tertunduk. Tiba tiba saja pemuda itu teringat akan sesuatu, ia merasa
dapat berjumpa dengan orang yang kehilangan sukma dalam
keadaan begini adalah suatu kejadian yang amat kebetulan,
pelbagai persoalan yang mencurigakan hati pun seketika
berkecamuk dalam benaknya, ia ingin membongkar semua
persoalan itu dan berusaha mendapatkan jawabannya
sehingga semua kecurigaan dan rasa bingungnya dapat
tersapu lenyap. Tapi ...dari manakah dia harus bertanya" Persoalan itu
ratusan banyaknya, apa yang musti ditanyakan lebih dulu?"
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk mendengarkan
dahulu pertanyaan apakah yang hendak diajukan orang yang
kehilangan sukma kepadanya.
1564 "Cianpwe, adakah sesuatu petunjuk yang hendak kau
katakan kepadaku....?" dia bertanya.
"Tidak, bukankah engkau kenal dengan seorang
perempuan maha cantik yang gemar mengenakan baju merah
darah?"" Berdebar jantung Han Siong Kie mendengar perkataan itu,
ia tak menyangka kalau orang yang kehilangan sukma bakal
mengajukan pertanyaan yang amat merikukan hatinya itu.
Tapi ia cukup menghormati perempuan ini, bahkan
mencintainya bagaikan mencintai ibu sendiri sebab andaikata
tiada pertolongan dari mereka berdua mungkin ia sudah
mampus seratus kali. Maka ketika pertanyaan tersebut diajukan kepadanya,
diapun tidak mencoba untuk mengelabuhinya, dengan wajah
merah padam karena jengah ia mengangguk. "Yaaa, aku
kenal dia" "Engkau tahu, siapakah perempuan itu sebenarnya?"
"Ia mengaku bernama Buyung Thay, anak murid dari Toh
hun sian ci" "Engkau tahu berapa usianya tahun ini?" orang yang
kehilangan sukma mendesak lebih jauh.
"Aku pikir.... Aku rasa... paling banter juga baru dua
puluhan .... masa lebih?"
"Nak. kau terkecoh kalau menganggap dia baru dua
puluhan" seru perempuan itu sambil tersenyum, "paling sedikit
usianya tahun ini sudah mendekati empat puluhan, sejak dua
puluh tahun berselang ia sudah tersohor dalam dunia
persilatan sebagai perempuan yang paling cantik, semua jago
lihay angkatan muda jaman itu rata rata pada tergila-gila
kepadanya, dialah yang disebut orang sebagai Hong ho (ratu
tawon) yang tersohor itu"
1565 Dengan hati terperanjat Han Siong Kie mundur selangkah
lebar ke belakang ... Ratu tawon" Nama ini jauh sebelumnya
sudah pernah didengar dari mulut orang lain, dan sekarang
mimpipun ia tak menyangka kalau Buyung Thay yang selama
ini dianggapnya sebagai saudara sendiri tak lain adalah Ratu
tawon, perempuan cabul yang paling jalang, paling rendah
dan paling tak bermoral dari dunia persilatan ....
"Bukankah kecantikannya luar biasa sekali" Dan memiliki
daya pikat yang amat hebat?" kembali orang yang kehilangan
sukma bertanya. Han Siong Kie hanya bisa mengangguk. memang
kecantikan Buyung Thay hakekatnya memang tak bisa
dibantah, sekalipun laki laki berhati sekeras bajapun akan
leleh jika dirayu dan dipikat olehnya.
"Dia telah menipu aku" jerit Han Siong Kie dalam hati, "ia
mengaku kepadaku sebagai seorang gadis yang malang
.....Hmm Bedebah, aku telah kau tipu mentah mentah ...."
Terbayang kembali perbuatannya dengan perempuan itu,
terutama ketika ia melakukan hubungan suami istri dengan
perempuan itu.. Tanpa terasa peluh dingin telah membasahi
sekujur badannya. "Nak. tahukah engkau akan perbuatan perbuatannya
dimasa lalu?" orang yang kehilangan sukma bertanya lebih
jauh. "Tentang soal ini...."
"Dia telah kawin dengan Thian che kaucu, tapi tak lama
kemudian ia telah meninggalkan kembali suaminya untuk
berpetualangan lebih jauh"
Menyinggung soal "ketua Thian che kau Yu Pia lam", Han
Siong Kie merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya
jadi mendidih, tanpa terasa dia terbayang kembali akan ibunya
si siang go cantik ong cui ing yang telah menikah lagi, diapun
1566 teringat akan keturunan Thio susioknya, yakni Thio sau kun,
ketua muda perkumpulan Thian che kau untuk saat ini.
"Cianpwe,jangan kau singgung kembali persoalan-persolan
semacam itu ....." teriaknya dengan gemas. orang yang
kehilangan sukma mengangguk.
"Baiklah nak, aku hanya berharap agar engkau jangan
melakukan perbuatan yang tolol. Mengerti bukan?""
"Boanpwe mengerti"
"Nah, sekarang katakanlah, apa rencanamu selanjutnya
setelah meninggalkan tempat ini?"
"Aku akan mengunjungi perkampungan Sim keh ci di diluar
kota Tiang sah untuk menemukan jejak toa supekku Sim si
kiat" "Kali akan mengunjungi perkampungan Sim keh ci?"" ulang
orang yang kehilangan sukma dengan badan bergetar.
"Benar" "Kau tak usah pergi kesitu lagi, percuma"
"Kenapa?" "Sejak belasan tahun berselang perkampungan Sim keh
ceng telah hancur dan musnah tinggal puing puing yang
berserakan" Agak terkejut Han Siong Kie ketika mendengar berita itu, ia
merasa orang yang kehilangan sukma betul betul seorang
manusia yang misterius, rupanya persoalan apapun diketahui
olehnya, kalau toh perempuan itu mengatakan bahwa
perkampungan Sim keh ceng sudah tinggal puing yang
berserakan, itu berarti apa yang telah terjadi memang
begitulah, tapi bagaimana ia bisa tahu akan persoalan ini?"
1567 "Cianpwe, apakah engkau mengetahui jejak dari toa
supekku" sekarang dia berada dimana?" serunya penuh
emosi. "Tentu saja aku tahu dimanakah toa supek mu kini berada"
"Katakanlah kepadaku, kini dia berada dimana...."
"Pada saat ini kau tak perlu menemukan jejak nya, sebab
hal ini belum terlalu penting" tukas perempuan itu cepat.
"Kenapa?" "Aku hanya mengatakan saatnya belum tiba."
Kembali suatu teka teki yang tak terjawab Tampaknya
orang yang kehilangan sukma menguasahi penuh semua
persoalan yang ingin diketahuinya, tapi perempuan itu segan
untuk mengatakannya keluar, saking gemasnya Han Siong Kie
sampai menggertak giginya keras keras, sekalipun demikian ia
juga tak dapat birbaat apa apa.
"Cianpwe mengapa kau bertindak sangat misterius?" saking


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak tahannya pemuda itu menegur.
"Nak. keadaanlah yang memaksa aku harus berbuat
demikian, mau tak mau terpaksa aku musti simpan dulu
semua rahasia yang tak akan mendatangkan keuntungan
bagimu itu" "Andaikata aku mempunyai banyak persoalan yang hendak
ditanyakan padamu, apakah engkau bersedia pula untuk
menjawab semua pertanyaan itu"
"Ini tergantung pada pertanyaan apakah yang hendak kau
ajukan, kalau aku rasa pertanyaanmu pantas untuk dijawab
tentu akan kujawab sebisanya, tapi kalau tak dapat dijawab,
terpaksa akupun tak dapat memberitahukannya kepadamu"
"Aku ingin tahu siapakah cianpwe sebenarnya?" seru
pemuda itu dengan antusias.
1568 "Sekarang belum dapat kukatakan, tapi waktu sudah tak
akan lama lagi, nantikan saja tibanya kesempatan itu"
"Bagaimana kalau ingin kuketahui peristiwa yang
sebenarnya tentang pembunuhan berdarah yang meliputi dua
ratus anggota keluarga Han?"
"Sama saja, saat terbongkarnya rahasia itu sudah sangat
dekat, tunggu saja sedikit hari lagi"
"Mengapa Thio susiokku bunuh diri" Mengapa dia
melarangku membalas dendam" Apa yang dimaksudkan
sebagai perintah gurunya" Aku tahu pembunuh itu sebenarnya
bukan Pemilik benteng maut tapi dia ....."
"Cukup.... Cukup.... Nak. jawabanku hanya sepatah kata,
tak lama lagi semua rahasia itu akan kau ketahui"
Pada saat itulah tiba tiba dari arah hutan muncul sesosok
bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa, bayangang
itu melayang datang menghampiri dimana mereka berada.
Han Siong Kie merasi amat terperanjat, cepat ia berpaling,
sepasang telapak tangannya disilangkan didepan dada siap
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, tapi
setelah pandangannya dipertegas ia baru tahu bahwa orang
itu tak lain adalah orang yang ada maksud.
Orang yang ada maksud melirik sekejap kearah Han Siong
Kie, lalu menghampiri orang yang kehilangan sukma dan
membisikkan sesuatu disisi telinganya.
"Aaaah....jadi begitulah kejadian yang sesungguhnya?"
bisik orang yang kehilangan sukma kemudian dengan suara
gemetar. "Benar" sahut orang yang ada maksud dengan gelisah.
"Waaah.... waah.... kalau... kalau dia sampai melakukan
kesalahan besar, urusan kan bisa menjadi berabe." keluh
1569 orang yang kehilangan sukma semakin gelisah. Tiba tiba dia
berpaling ke arah Han Siong Kie, lalu katanya pula:
"Nak, sekarang juga berangkatlah ketebing si-sin gan, kau
harus segera berangkat dan mencapai tempat itu sesingkat
mungkin, jangan sampai buang waktu barang sedikitpun
jua...". "Tebing si sin gan" Dimanakah itu letaknya ?" Han Siong
Kie bertanya dengan wajah keheranan"Tebing si sin gan adalah letak markas besar perkumpulan
pat gi pang, tentunya kau mengetahui letaknya bukan" Apa
yang telah terjadi tak usah kuterangkan disini, setibanya
ditempat kejadian kau akan mengetahui dengan sendirinya,
Nah, ayolah cepat berangkat kesitu"
Tak terkirakan rasa kaget yang dirasakan Han Siong Kie
pada saat itu, bibirnya sampai pucat karena terkejut, ia tahu
perkumpulan Pat gi-pang sudah hancur dan lenyap dari
permukaam bumi, sekarang perkumpulan itu sedang
menghimpun kekuatan baru dan akan berdiri lagi dengan
resmi tentu saja calon istrinya Go siau bi yang melaksanakan
tugas pembangunan tersebut.
Sebagai jago yang cerdik dan cukup berpengalaman, ia
lantas mendapat firasat jelek, ia lantas menduga bahwa suatu
kejadian yang tidak beres telah terjadi, maka tanpa banyak
berbicara lagi dia mengangguk.
"Boanpwe akan segera melaksanakan perintah itu Dan
akan kuusahakan secepat-cepatnya tiba ditempat kejadian" ia
berkata. "Ingat nak, kau harus cepat berangkat dan kerahkan
segenap tenagamu untuk mencapai tempat tersebut, sebab
kalau tidak maka akibatnya benar benar sukar dilukiskan
dengan kata-kata" 1570 "Cianpwe tak usah kuatir, boanpwe akan ingat selalu
perkataan itu serta melaksanakan sebaik mungkin."
Sekalipun keheranan, bingung dan diliputi perasaan tidak
mengerti, toh akhirnya berangkat juga Han Siong Kie
meninggalkan hutan lebat itu menuju ke tebing si sin ganperjalanan
dilakukan dengan sepenuh tenaga, sekilas
pandangan tubuhnya ibarat serentetan kilat yang membelah
angkasa belaka, cepatnya bukan kepalang.
Esoknya, ketika tengah hari baru menjelang tiba, Han Siong
Kie sudah berada lima li di luar tebing si sin gan tersebut.
Pada saat itulah, tiba tiba muncul sesosok bayangan, suatu
gerakan yang gesit dan manis bayangan itu jumpalitan
beberapa kali diudara lalu melayang turun tepat dihadapan
mukanya: Dengan suatu gerakan yang cekatan Han Siong Kie
menahan kembali gerakan tubuhnya, cukup dalam sekali
pandangan ia sudah mengetahui bahwa bayangan merah itu
tak lain adalah nyonya cantik berbaju merah itu... Buyung
Thay adanya. Kemunculan perempuan cantik yang sama sekali tak
terduga ini tentu saja mencengangkan pemuda kita, ia tak
menyangka kalau mereka bakal berjumpa lagi dalam keadaan
yang tak diinginkan. "Titi .... mau kemana kau?"" merdu nyaring suara
panggilan itu, bagaikan kicauan burung nuri dipagi hari,
sangat menawan hati siapapun yang mendengarnya.
Han Siong Kie segera merasakan jantungnya berdebar
keras, mukanya jadi merah dan nyaris dia memanggil
perempaan itu juga dengan teriakan "cici"
Untunglah saat itu juga ia teringat kembali dengan kata
kata yang diucapkan orang yang kehilangan sukma belum
lama berselang, teriakan yang sudah berada diujung bibir
1571 serta merta ditelan lagi kedalam perut, dia hanya mengiakan
dengan hambar. "Eeeh... titi, kenapa kau?" kembali Buyung Thay menegur
dengan rupa orang tercengang.
Han Siong Kie menunduk rendah-rendah, sinar matanya tak
berani menatap langsung kearah perempuan itu, sebab ia
merasa bahwa perempuan itu memiliki kecantikan yang luar
biasa serta daya pikat yang sangat hebat, membuat orang jadi
tertarik dan terpesona dibuatnya.
Karena itu untuk menghindari segala kemungkinan yang
tidak diinginkan- ia harus mempertahankan diri, ia tak mau
membalas tatapan perempuan itu dengan tatapan pula.
"Aku tidak apa apa, aku masih ada urusan penting lain
yang harus segera dilaksanakan" katanya dengan suara
dingin. Diluaran ia berkata demikian, sementara dalam hatinya
berpikir lain, ia sedang merasa heran, apa sebabnya dibalik
tubuh yang indah dan mempersonakan hati itu bisa terdapat
sebuah roh yang kotor, sebuah roh yang jalang dan tak tahu
malu. "Eeeh...urusan apa yang bikin kau gelisah" Kejadian apa
toh yang musti kau kerjakan segera?" kembali perempuan
baju merah itu menegur dengan nada merayu.
"Maaf, sekarang aku tak sempat memberi tahukan
kepadamu, lain kali saja bila ada kesempatan kuterangkan
kepadamu, nah, maaf aku harus segera berangkat"
Selesai berkata, pemuda itu menjejakkan kakinya keatas
tanah dan meluncur kembali kedepanBaru saja melangkah maju, bayangan merah itu kembali
berkelebat lewat dan menghalang kembali jalan pergi si anak
muda itu. 1572 "Titi, apakah engkau hendak menuju ke tebing si sin gan?"
tiba tiba perempuan itu menegur dengan roman muka yang
aneh. "Benar, dari mana kau bisa tahu?" Han Siong Kie hampir
maju tersentak kaget karena keheranan.
"Waah, kalau begitu kebetulan sekali Akupun akan menuju
ke tebing si sin gan, kalau ada persoalan lebih baik kita
bicarakan nanti saja."
Han Siong Kie mengerutkan dahinya, sayang waktu tidak
mengijinkan baginya untuk berpikir lebih jauh, diapun tidak
diberi kesempatan untuk bertanya lebih mendetil, sebab
bagaimanapun juga Go siau bi adalah calon istrinya, sedang
orang yang kehilangan sukma berulang kali telah berpesan
kepadanya agar jangan membuang banyak waktu dijalan,
maka dari itu diapun tidak banyak bicara lagi, dengan hati
berdebar keras sekali lagi tubuhnya melejit keudara dan
melayang kearah depan. Buyung Thay tidak ambil diam, dia mengikuti pula
disamping anak muda itu meluncur kedepanSelang sesaat kemudian, mereka sudah berada dibawah
tebing si sin gan, dari kejauhan sudah terlihat dua sosok
mayat yang penuh berpelepotan darah membujur ditengah
tebing, kematian kedua orang itu tampak mengerikan sekali.
"Aduuh celaka...." Buyung Thay segera berteriak dengan
paras muka berubah hebat, "kemungkinan besar kedatangan
kita teriambat satu tindak ...."
Paras muka Han Siong Kie ikut berubah hebat, jantungnya
yang berdebar keras nyaris melompat keluar dari rongga
dadanya, sampai detik ini dia baru menyadari bahwa
hakekatnya dia memang sangat mencintai Go Siau bi,
sekalipun semua perasaan dan hatinya telah dipersembahkan
hanya untuk Tonghong Hui seorang, tapi bagaimanapun juga
1573 Go Siau bi masih menempati suatu posisi juga dalam hati
kecilnya. "Kita harus cepat naik ke atas tebing" teriak pemuda itu
dengan wajah panik. Tanpa membuang waktu lagi ia menerobos masuk lewat
mulut tebing itu, bagaikan sebatang anak panah yang teriepas
dari busurnya, ia menelusurijalan setapak tersebut langsung
meluncur ke puncak tebing itu.
Bentakan nyaring, jerit kesakitan secara lapat-lapat ramai
kedengaran dari tempat kejauhan, agaknya suatu
pertempuran sengit sedang berkobar dengan hebatnya.
Ketika mereka berdua sudah tiba didepan pintu gerbang
dipuncak tebing itu, suara berkobarnya pertarungan
kedengaran makin jelas dan nyata.... jeritan jeritan kesakitan
lebih sering menggelegar di udara.
Sudah puluhan sosok mayat yang terkapar disekitar pintu
gerbang dan sekeliling batuan, mayat-mayat itu kebanyakan
tewas dengan keadaan yang mengerikan, darah segar
berceceran membasahi seluruh permukaan tanah,
pemandangan disitu sangat mengerikan hati.
"Siapa disitu?" tiba tiba bentakan nyaring menggelegar
menyayat kesunyian ditempat itu.
Empat orang laki laki berpakaian ringkas warna hitam
munculkan diri dari balik pintu gerbang dan menghadang jalan
pergi kedua orang itu "Ayoh jawab, kalian adalah saudara saudara dari
perkumpulan ataukah ....." bentak Han Siong Kie lantang.
"Eeh....apakah kedatanganmu bukan lantaran urusan ini?"
terdengar Buyung Thay menyela diri samping,
"mereka orang orang dari perkumpulan Thian che kau..."
1574 Begitu mendengar kata kata "Thian che kau", sontak
sepasang mata Han Siong Kie berubah jadi merah membara,
napsu membunuhnya menyelimuti seluruh roman mukanya
itu, rasa dendam dan sakit hatinya membuat jago muda kita
ini menyeringai seram. Perkumpulan Pat gipang telah musnah ditangan Thian che
kau, sekarang Go siau bi sedang berusaha menghimpun
kembali kekuatan barunya diantara puing puing kehancuran,
tapi mereka tak sudi melepaskan calon istrinya dengan begitu
saja, kesemuanya ini makin mengobarkan rasa dendam dan
sakit hati Han Siong Kie terhadap musuh bebuyutannya ini.
Rupanya keempat orang jago lihay dari perkumpulan Thian
che kau pun sudah mengetahui siapa yang berhadapan
dengan mereka, tak kuasa lagi merekapun berteriak kaget:
"Haaah ...." Manusia bermuka dingin ...."
Tanpa memberi perlawanan apa apa, sontak mereka putar
badan dan melarikan diri terbirit birit kedalam pintu gerbang
itu, sambil kabur, suitan nyaring berkumandang tiada hentinya
memecahkan kesunyian. Hawa napsu membunuh telah menyilimuti seluruh wajah
Han Siong Kie, sudah tentu ia tak sudi membiarkan musuhmusuhnya
kabur dengan begitu saja, ia melompat kedepan
dan mengejar ke belakang keempat orang laki laki kekar tadi
kemudian jari tangannya menyentil kedepan ..... criiit criiiiit
Criiiiit ..... desiran angin tajam dari ilmu Tong kim ci segera
menderu deru dan meluncur ke depanEmpat kali jeritan nyeri yang menyayatkan hati
berkumandang membelah angkasa, hampir pada saat yang
bersamaan empat orang laki laki kekar itu tersambar
punggungnya oleh desiran angin tajam tadi dan menggelepar
diatas tanah dalam keadaan mengerikanSelesai membereskan nyawa keempat orang musuh, Han
Siong Kie sama sekali tidak berhenti, ia melanjutkan gerakan
1575 tubuhnya menerjang kearah mana berasalnya bentakan
bentakan tadi... Angin pukulan menderu deru, ditengah gulungan serangan
yang amat dasyat itu, tampak beberapa sosok bayangan
manusia menerjang keluar dari arena pertarungan dan
meluncur kearah luar dengan begitu kedatangan merekapun
lantas berpapasan dengan Han Siong Kie berdua.
Si anak muda itu segera mendengus dingin, telapak
tangannya disiapkan untuk melancarkan serangan

Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sebelum pukulan mautnya dilepaskan, jeritan ngeri
telah berkumandang saling menyusul, beberapa sosok
bayangan manusia yang sedang menerjang kearah mereka itu
tahu-tahu sudah menggeletak semua dalam keadaan tak
bernyawa lagi, orang-orang itu semuanya berjumlah tujuh
orang akan tetapi tiada perlawanan apa apa yang dapat
dilakukan orang orang itu.
Tanpa sadar Han Siong Kie berpaling kesamping, ia tahu
kematian orang-orang itu pastilah perbuatan dari rekannya,
betul juga, ditemuinya Buyung Thay yang berada
dibelakangnya sedang berdiri dengan wajah mengerikan,
hawa nafsu membunuh telah menyelimuti seluruh mukanya,
membuat perempuan yang amat cantik itu kelihatan lebih
keren dan menakutkan- -ooo0dw0ooo- BAB 86 MAYAT-MAYAT bergelimpangan didepan ruangan ci gi teng,
darah berceceran membasahi lantai membuat suasana terasa
suram dan menggidikan hati.
Ditengah arena berdirilah seorang perempuan yang
rambutnya terurai awut awutan, seluruh badannya telah
1576 basah oleh darah sehingga dipandang dari kejauhan orang itu
mirip seorang manusia berdarah.
Waktu itu, si perempuan berambut panjang itu sedang
melangsungkan pertarungan seru melawan dua orang kakek
yang mempunyai lambang matahari, rembulan dan bintang
diatas dadanya. Sekeliling arena berdirilah ratusan orang jago silat yang
membentuk sebuah dinding manusia disitu, tapi mereka
semua terdiri dari jago jago perkumpulan Thian che kau.
Dilihat dari keadaan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa perkumpulan Pat gi pang yang baru saja berdiri
kembali dengan kekuatan barunya, telah terbasmi kembali dari
muka bumi dengan keadaan yang lebih mengerikan .......
Perempuan yang sedang bertempur itu tak lain adalah
ketua baru dari perkumpulan Pat gi pang yakni Go Siau bi,
sedangkan dua orang lawannya tak lain adalah dua orang
utusan khusus dari perkumpulan Thian che kau.
Waktu itu keadaan Go Siau bi sangat kritis dan berbahaya,
setiap saat dia harus menghadapi keadaan yang
membahayakan jiwanya, walau begitu, si nona yang kosen
masih bertahan terus dengan gigihnya, hanya kebencian serta
perasaan dendam yang meluap luap itulah yang sanggup
mempertahankan dirinya dari kerubutan musuh.
Tiba tiba terdengar bentakan nyaring menggelegar
diruangan, kontan Go Siau bi terdorong mundur lima langkah
dengan sempoyongan, ia muntah-muntah darah lagi, sekujur
badannya makin basah oleh noda merah, malahan badannya
makin gontai, jelas gadis itu sudah kehabisan tenaga dan
makin lemah daya tahan tubuhnya.
Melihat keadaan musuhnya itu, salah seorang diantara
utusan khusus perkumpulan Thian che- kau itu segera tertawa
seram, sambil maju kedepan melancarkan serangan ejeknya
sinis: 1577 "Nah, rasain kau sekarang, bagaimana kalau kehabisan
tenaga dan tak mampu bergerak lagi..."
selangkah demi selangkah dia maju kedepan mendekati
nona yang semakin gontai itu.
Go siau bi mengayunkan sepasang tangannya tapi sesaat
kemudian telah diturunkan kembali, tenaga dalamnya telah
habis mengering, dia tidak bertenaga lagi untuk melancarkan
serangan. Sambil tertawa seram utusan khusus dari perkumpulan
Thian che kau itu maju terus kedepan dan akhirnya berhenti
hanya tiga langkah dihadapan Go siau bi, kembali jengeknya
dengan nada menyeramkan: "Keponakan perempuanku yang manis, sekarang ijinkanlah
kepadaku untuk menghantar sendiri keberangkatanmu ke
alam baka.... haaah.... haaaahh... haaahh...."
Pelan-pelan telapak tangannya diangkat keudara dan siap
diayunkan keatas batok kepala nona itu.
"Thian wi wan" jerit Go siau bi dengan mata merah
membara, "kau adalah binatang terkutuk. sekalipun aku sudah
mati dan menjadi setan, tak nanti kuampuni dirimu....."
Di tengah situasi yang makin gawat, tiba-tiba terdengar
desingan angin berkumandang membelah angkasa dan
langsung menerjang keatas tubuh Thia Wi wan, utusan khusus
dari perkumpulan Thian che kau itu.
Berbareng dengan munculnya serangan tadi, kawanan jago
yang berada disekitar arena sama-sama berteriak kaget:
"Manusia muka dingin...."
"Ciang bun jin perguruan Thian lam "
-ooo0dw0oooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
1578 Jilid 42 DENGAN perasaan ngeri bercampur takut Thia Wi San
melompat mundur sejauh beberapa depa ke belakang, dengan
susah payah ia berhasil juga menghindarkan diri dari sergapan
maut itu. Tatkala sinar matanya dialihkan kembali ke tengah arena,
tampaklah disitu telah bertambah dengan seorang pemuda
tampan berwajah dingin, kaku dan menyeramkan, hawa nafsu
membunuh menyelimuti seluruh roman mukanya, dia tak lain
adalah Han siong Kie. Selama ini Go siau-bi dapat bertahan terus dengan gigih
lantaran dia ditunjang oleh rasa benci, sakit hati dan dendam
yang besar, tapi setelah calon suaminya Han-siong Kie muncul
di depan mata, ia tak dapat menguasai dirinya lagi,
semangatnya langsung menurun secara drastis dan tak ampun
lagi badannya roboh terkulai ke tanah.
Han Siong Kie menggeram marah, teriaknya sambil
menggigit bibir menahan rasa bencinya yang meluap luap.
"Thia Wi wan, akan kucincang tubuhmu jadi berkeping
keping lalu menghancur lumatkan menjadi abu ...."
Ancaman itu diucapkan dengan napsu membunuh yang
amat mengerikan, bikin bulu kuduk orang pada bangun
berdiri.. "Haaaaahhh... haaaahhh... haaaahhh.... " Thia Wi wan
menyeringai dan tertawa seram, " manusia muka dingin, kau
anggap kemampuan itu dapat mewujudkan apa yang kau
inginkan?" Han Siong Kie mendengus penuh kemarahan, secara
beruntun dia lancarkan dua buah serangan berantai yang
amat dahsyat, kedua buah serangan yang dilepaskan dengan
1579 penuh perasaan dendam itu betul betul luar biasa dahsyatnya,
angin yang menderu deru serasa memekikkan telinga.
Thia Wi wan memandang sinis musuhnya, ketika serangan
dahsyat itu menggulung tiba, serta merta menangkisnya dari
kejauhan, sementara utusan khusus yang lainnya menyusup
maju pula berbareng ketika anak muda itu melancarkan
serangannya, ia maju sambil menyodokkan kepalan tinjunya
ke depan, segulung hawa pukulan yang maha dahsyat segera
memancar ke depan dan menghantam punggung samping
Han Siong Kie. "Blaaang...." suatu benturan keras menggelegar diangkasa,
menyusul seseorang mendengus berat.
Dengan muka pias seperti mayat Thia Wi wan mundur
delapan langkah dengan sempoyongan, rupanya ia menderita
kerugian yang cukup besar dalam bentrokan itu.
Tapi pada saat yang bersamaan pula Han Siong Kie kena
terhantam oleh serangan yang dilancarkan musuh dari arah
samping itu, badannya tergoncang keras dan maju satu
langkah lebar kedepan. Meski demikian, utusan khusus perkumpulan Thian che kau
yang melancarkan serangan dari belakangpun tidak
memperoleh keuntungan apa apa oleh daya pantulan tenaga
si mi sinkang yang terpancar keluar dari tubuh Han Siong Kie
itu, dia sendiripun tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih.
Dalam satu gebrakan, dua orang jago lihay dari Thian che
kau berhasil digetarkan sampai mundur dengan sempoyongan,
kejadian ini dengan cepat membuat suasina jadi gempar,
kawanan jago lainnya yang berkeliling diseputar arena samasama
menjerit lengking saking kagetnya.
Target dari Han-siong-Kie pada saat ini adalah menghancur
lumatkan tubuh Thia Wi wan maka selesai dengan serangan
yang pertama, ia menerkam jauh lebih kedepan secara
1580 beruntun ia le-paskan tiga buah serangan berantai dengan
ilmu Mo-mo-ciang-hoat. Ilmu pukulan Mo-mo-ciang-hoat merupakan ilmu sakti yang
khusus dari aliran perguruan Thian lam, sejak Han-siong-Kie
berhasil meyakinkan ilmu sakti Si-mi-siakang pukulan pukulan
tersebut dapat dimainkan dengan lebih kuat dan bertenaga,
tentu saja daya pengaruhnya lipat ganda lebih hebat dari
keadaan biasa. Begitu ketiga jurus serangan itu dilepaskan, jeritan ngeri
yang menyayatkan hati kembali berkumandang memecahkan
kesunyian, sambil muntah darah kental, Thia-Wi-wan
terlempar kebelakang hingga jatuh berjerembab diatas
lantai..... Melihat rekannya terluka, utusan khusus Thian che-kau
yang lain segera melompat ke muka sambil melancarkan
serangan, secara beruntun ia lepaskan tiga buah pukulan
berantai yang kesemuanya tertuju keatas badan Han-siongKie. Diperlakukan secara demikian kasarnya oleh lawan,
kemarahan yang meluap dalam tubuh Han-siong-Kie tak
terkendalikan lagi, begitu serangan musuh baru lewat, dengan
gerakan cahaya kilat lintasan bayangan secepat sambaran
kilat ia membentuk gerakan setengah lingkaran busur diudara,
dengan gerakan tersebut maka terhindarlah jago itu dari
serangan musuh, ia balik menerjang kesamping musuhnya lalu
dengan suatu gera kan cepat melancarkan serangan balasan
dengan ilmu jari Tong-kim-ci.
Serangan ini bakan saja dilakukan dengan kecepatan luar
biasa, tenaga yang menyertai sodokan itupun tak terkirakan
hebatnya. Jeritan ngeri kembali bergenia memenuhi ruangan, bahu
urusan khusus itu tertembus angin serangan itu hingga
1581 berlubang, darah segar bagaikan sumber mata air memancar
keudara dan membasahi separuh bagian tubuhnya.
Sekarang Han siong Kie dapat melihat jelas tampang
musuhnya, ternyata dia tak lain adalah suma Hiong, utusan
khusus yang pernah dijumpainya dalam kuil Bu ho si di pantai
Pek sui tam tempo hari. "suma Hiong" segera tegurnya dengan nada ketus: "hari ini
nyawamu tak akan lolos dari cengkeramanku lagi"
Utusan khusus Thian che kau, suma Hiong mundur
beberapa langkah dengan ketakutan, mukanya jadi pucat pasi
malahan badannya agak gemetar, jelas terpapar diatas
wajahnya betapa ngeri dan takutnya orang itu menghadapi
mara bahaya yang datang mengancam.
Pada saat itulah tiba tiba muncul seorang kakek berbaju
hitam yang diam diam menghampiri Go siau bi tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, telapak tangannya sudah
diangkat ke udara siap di ayunkan keatas tubuh sang nona
yang tak sadarkan diri itu.
Dalam keadaan begini, tentu saja Han Siong Kie sama
sekali tak sempat untuk memperhatikan keselamatan istrinya,
tampaknya nona yang manis itu segera akan mati konyol ....
"Bangsat, rupanya kau pingin mampus" mendadak
seseorang membentak nyaring.
Menyusul bentakan tersebut, jeritan kesakitan yang
memilukan hati berkumandang di udara, tahu tahu kakek itu
sudah menggeletak mampus di atas tanah dengan tulang
kepala hancur berantakan, isi benak bercampur darah tercecer
diatas lantai, sementara disamping Go siau bi tahu tahu sudah
bertambah dengan seorang nyonya cantik berbaju merah yang
bermuka keren. Dengan hati terkejut Han Siong Kie berpaling apa yang
kemudian terlihat membuat hatinya tercekat, hampir saja dia
1582 lupa dengan keadaan Go siau bi, dia lupa kalau mereka masih
berada disarang serigala, untung Buyung Thay turun tangan
tepat pada saatnya, kalau tidak ....entahlah bagaimana
akibatnya. Go siau bi sendiripun dibikin sadar kembali oleh teriakan
yang memilukan hati itu, pelan pelan ia buka matanya lalu
bangkit berdiri "Untuk sernentara waktu janganlah bangun dulu adikku"
Buyung Thay segera memayang tubuh gadis itu, "paling
penting kau musti rawat lukamu dulu, sedang urusan disini..."
"Tidak" Teriak Go siau bi setengah menjerit "aku .... aku
hendak membalas dendam, aku hendak bunuh ......"
Keadaan gadis itu banar benar sangat rapuh, apalagi
setelah melangsungkan pertarungan yang cukup lama, tenaga
dalamnya hampir habis rasa nya, ditambah lagi dengan luka
dalamnya yang cukup parah, membuat keadaannya semakin
lemah sedikit terdesak emosi kembali darah kental muntah
keluar dari mulutnya. Han-siong Kie kebetulan berpaling kesamping ketika
dilihatnya keadaan Go Siau-bi yang begitu lemah, ia sangat
marah, matanya merah berapi api dan hampir saja melotot
keluar, hawa pembunuhan semakin tebal meiyelimuti arena
pertarungan itu. Selang sesaat kemudian sianak muda itu baru berpaling
kearah Buyung Thay, kemudian pesan nya dengan suara
dingin: "Toloug rawatlah nona itu baik baik ! "
Kemudian ia berpaling, ditatapnya Suma Hiong salah
seorang utusan khusus Thian-che-kau itu dengan sinar mata
yang mengidikkan hati. Suma Hiong ketakutan, dengan badan menggigil dia
mundur dua langkah lagi. 1583

Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mau lari kemana kau?"" teriak Han-siong Kie dengan
gusar. Baru saja pemuda itu akan maju sambil menyerang, tibatiba
dari arah samping berkumandang pula suara bentakan
keras bagaikan menggelegarnya guntur ditengah udara:
"Manusia muka dingin, kau tak usah tekebur... inilah
tandinganmu yang piling pantas!"
Han-siong Kie menyusut mundur selangkah kebelakang,
bukannya dia takut, pemuda itu tak ingin bertindak gegabah
sehingga merugikan posisinya sendiri.
Seorang kakek tinggi besar yang berikat kepala wama emas
melayang masuk kedalam arena pertarungan, orang itu
bermata hijau, baik perawakan maupun potongan badannya
amat hebat hingga memberi kesan yang cukup menggidikkan
hati bagi siapapun yang melihatnya.
Kebengisan dan kekejaman Han-si-mo-ong sudah banyak
diketahui orang, kelihayan ilmu silat nya cukup menggetarkan
sukma, banyak orang sudah mengenal kehebatan gembong
iblis tua ini, bahkan selamanya dia hanya turun tangan dalam
satu jurus saja, dan selalu korbannya mampus dalam jurus itu
pula. Han-siong Kie menjengek dingin, ia tetap berdiri tegak
ditempat semula, meski orang lain jera terhadap gembong
iblis itu, ia sama sekali tak takut, malahan kesempatan ini
hendak digunakannya untuk meringkus jago lihay itu. Tapi
sebelum ia sempat menegur, sesosok bayangan merah sudah
melayang masuk kedalam arena, Buyung Tay dengan wajah
yang santai tahu-tahu sudah berdiri satu meter dihadapan Hun
si mo ong. "Enyah kau dari sini" bentak Hun si mo ong sambil
mendengus dingin. 1584 "Enyah dari sini ...." Kenapa aku harus enyah dari sini ....?"
ejek perempuan cantik "Disini tak ada urusanmu, kau boleh segera tinggalkan
tempat ini dan menyingkir jauh jauh"
"Heeeehhh.... heeeehhh.... heeeeehhh... siapa bilang aku
tak ada urusan disini?"
"Bagus Aku peringatkan dirimu kali ini, jika kau berani turut
campur lagi dalam urusan ini, ketahuilah, aku tak akan
melepaskan engkau dengan begitu saja"
"Huuh Andaikata aku mati, lantas siapa yang akan
membereskan jenasah mu" Bukankah kau telah berkata
setelah mati maka jenasahmu ingin di kebumikan disisi
kaburan mendiang guruku?"
Begitu ucapan tersebut diucapkan, air muka Hun si mo ong
seketika itu juga berubah hebat, ia benar-benar dibuat
senyum tak bisa menangispun tidak dapat.
Memang benar, ia pernah mengucapkan kata-kata
semacam itu kepada Buyung Thay, dia berharap setelah mati
jenasahnya bisa dikubur disisi kekasihnya yang paling dicintai.
...Toh hun sian ci. Suatu jerit lengking yang memilukan hati berkumandang
memenuhi seluruh ruangan, Suma Hiong salah seorang utusan
khusus Thian che kau itu sudah dihantam oleh Han Siong Kie
sehingga tewas dengan isi perut hancur tak karuan.
Melihat anak buahnya mampus, Hun si mo ong marah
sekali, sambil mendengus ia menerjang ke depan dan
mengurung tubuh Han Siong Kiee dengan pukulan-pukulan
mematikan. Sementara itu Thia wi Wan telah mendapat kesempatan
untuk mengatur pernafasannya, selang sesaat kemudian
kekuatannya yang banyak berkurang sudah pulih kembali
1585 seperti sedia kala, serta merta ia menerjang kemuka dan
menerkam Go siau bi yang terluka parah itu..
Tak terkirakan rasa kaget dan gusar yang dirasakan
Buyung Thay setelah menyaksikan peristiwa itu segera
bentaknya dengan marah: "Thia-Wi-wan, kau berani berbuat lancang dihadapanku?"
Sreset.... ! sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan
kearah musuhnya, sementara tubuhnya ikut puia menerjang
kemuka. Sekalipun tindakan yang dilakukan perempuan iai cukup
cepat, tapi toh terlambat setengah langkah juga.
Ketika ia tiba ditempat tujuan, serentetan jeritan lengking
telah berkumandang memecahkan kesunyian, Go-Siau-bi
sudah terhajar lagi oleh serangan Thia-Wi-wan sehingga
tubuhnya mencelat jauh kebelakang.
Pada saat yang bersamaan pula, Thia-Wi-wan terbabat oleh
angin pukulan dari Buyung-Thay sehingga tergulung
kebelakang dan mundur dengan sempoyongan..
Sementara itu dipihak lain pertarungan antara Han-siongKie melawan Han-si-mo-ong telah berlangsung dengan
sengitnya, beberapa gebrakan kemudian dapat diketahui
bahwa kekuatan mereka ternyata seimbang.
Diam-diam Han-si-mo-ong merasa amat terperanjat setelah
terjadinya pertarungan itu, bahkan rasa kagetnya sukar
dilukiskan dengan kata-kata ia merasa pemuda itu merupakan
musuh tangguh yang belum pernah dijumpai sebelumnya,
apalagi sebelum kejadian ini belum pernah ada orang yang
bisa lolos dari cengkeramannya dalam satu gebrakan belaka,
maka keadaan itu membuat kecut hatinya.
Bukan Hun-si-mo-ong saja yang merasa kaget bahkan
hampir semua jago lihay perkumpulan Thian-che-kau yang
1586 ikut hadir disekitar gelangang pun merasa. kaget dan
berdebar hatinya. Buyung Thay sendiri tak sempat untuk melukai Thia-Wiwan
lebih jauh buru-buru ia menghampiri Go-Siau-bi dan
memayangnya bangun, tapi setelah nadinya diperiksa paras
mukanya kontan berubah hebat, untuk sesaat dia jadi bingung
dan tak tahu apa yang musti dilakukan...
Han-siong-Kie diam-diam melirik sekejap kearah Go-Siau-bi
yang berada dalam bopongan Buyung-Thay, melihat
keadaannya yang mengenaskan itu hampir meledak dadanya
karena jengkel bercampur marah...
"Jangan-jangan dia sudah ....." pemuda itu tak berani
berpikir lebih jauh, ia merasa tubuhnya bergidik hingga sedikit
menggigil, hawa napsu membuauhnya semakin berkobar.
"Han-si-mo-ong, lihat serangan" bentakan itu sangat keras
dan memekakkan telinga, membuat setiap orang yang hadir
dalam ruangan itu merasa telinganya jadi sakit.
Segumpal asap putih mengepul keluar dari batok kepala
anak muda itu. dengan menghimpun tenaga sakti Si-misinkangnya
mencapai sepuluh bagian ia hantam sekujur badan
Han-si-mo-ong sekeras-kerasnya.
"Haah.....?"! Si-mi-sinkang,....'" jerit Han-si-mo ong dengan
hati terkesiap, cepat dia kerahkan pula segenap tenaganya
untuk menangkis tibanya ancaman tersebut.
Suatu benturan yang disusul ledakan dahsyat tak terhiadar
lagi, pusaran angin berpusing segera memancar keempat
penjuru, oleh daya tolak pukulan tadi Han-siong Kie mundur
selangkah kebalakang, sebaliknya Han-si-mo-ong yang tinggi
besar mundur dua langkah dengan sempoyong.
Kabut warna putih yang tebal kembali menyelimuti seluruh
angkasa, dalam waktu amat singkat Han-siong Kie telah
melancarkan kembali serangan nya yang kedua.
1587 Tak sempat bagi Hun-si-mo-ong untuk menangkis ancaman
maut itu, tergopoh-gopoh dia mundur delapan depa
kebelakang. "Mau lari kemana kau!" bentak anak muda itu dengan
geramnya. Pukulan mautnya yang ketiga telah dilontarkan lagi
kedepan. Karena didesak terus menerus, akhirnya sifat buas Hun-simoong timbul juga, dia balas membentak:
"Jangan tekebur lebih dulu, lihat saja hasilnya nanti kau
yang mampus atau aku yang kabur keakhirat!"
Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya
dia lancarkan pula sebuah pukulan untuk membendung
datangnya ancaman tersebut.
Untuk kedua kalinya ruangan gedung itu digetarkan oleh
benturan keras yang menggelegar diudara.
Kali ini kedua belah pihak sama-sama terdorong mundur
sejauh tiga langkah, paras muka Han siong-Kie pucat pias
seperti mayat, sebaliknya Hun si-mo-ong berdiri dengan noda
darah kental menghias ujung bibirnya, pertarungan ini
sungguh seru dan membetot hati, selama seratus tahun
belakangan belum tentu ada pertarungan seseru saat ini.
Sekali lagi Han-siong Kie berpaling kearah Go Siaa-bi yang
tak diketahui nasibnya, sambil menggertak gigi dia
menghimpun tenaga Si mi sin kangnya mencapai dua belas
bagian, mukanya yang pucat kini berubah jadi merah
membara. Hun si mo ong agak keder juga melihat kelihayan
musuhnya, ia tahu kepandaian silatnya masih bukan tandingan
tawan, tapi sebagai seorang iblis yang disegani orang ia tak
sudi mengunjukkan rasa jerihnya dihadapan orang lain, maka
sambil menggertak gigi terpaksa diapun harus menghimpun
1588 segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menyambut
datangnya ancaman tersebut.
Dalam waktu singkat, suasana dalam gelanggang
pertarungan berubah jadi hening sepi, sedikitpun tak
kedengaran suara. Sekalipun suasana amat hening dan tiada gerakan apa apa
siapapun tahu bahwa tak lama lagi akan terjadi suatu
benturan maha dahsyat yang luar biasa sekali, dan gempuran
tersebut justru akan menentukan nasib mereka semua,
menang atau kalah atau mungkin juga kedua duanya akan
sama-sama terluka parah. Dipihak lain Buyung Thay masih berjongkok diatas tanah
sambil membopong Go siau bi yang tak sadarkan diri
Thia wi wan rupanya masih belum puas dengan
serangannya yang berhasil itu, sepasang matanya yang tajam
bagaikan mata elang itu masih mengawasi terus Go siau bi
yang berada dalam bopongan Buyung Thay itu tanpa
berkedip. agaknya dia pun sudah merasa bahkan kepandaian
silat dari Hun si mo ong masih bukan tandingan dari orang
bermuka dingin. Maka dia harus manfaatkan kesempatan yang ada pada
saat ini untuk melakukan suatu gerakan sebab bila peluang ini
tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya maka selamanya dia akan
kehilangan peluang tersebut .......
Tapi diapun sangsi untuk berpekulasi, ia bukannya tak tahu
sampai dimanakah lihaynya ilmu silat yang dimiliki Ratu tawon
Buyung Thay ...... Akhirnya Thia wi wan ulapkan tangannya sambil
membentak keras: "Anak murid perkumpulan Thian che kau harap perhatikan
baik baik, sekarang juga kalian harus menyerang dengan
sekuat tenaga, kalian cuma boleh maju tak boleh mundur"
1589 Selesai berkata telapak tangannya segera diayun kedepan
lebih dulu menyerang ke arah Buyung Thay, menyusul
kemudian Bayangan manusia menggulung-gulung, serentak setiap
anggota perkumpulan yang hadir disana bersama-sama maju
menyerang. Paras muka Buyung Thay berubah hebat, dengan targan
kirinya dia mengempit Go Siau-bi.
Sementara jarum Toh-hun-ciam yang berada ditangan
kanannya disebar ke muka.
Jeritan-jeritan lengking yang memilukan hati
berkumandang memenuhi angkasa, hampir belasan orang
jago lihay dari perkumpulan Thian-che kau menggeletak diatas
tanah. dalam keadaan mampus, tapi keadaan itu belum juga
berhasil untuk membendung serangan lawan yang mendekati
kalap itu, desingan-desingan tajam dan pukulan-pukulan
dahsyat berhamburan dari sana sini mengurung sekujur
badannya. Posisi BuyungThay waktu itu kurang menguntungkan,
sebab dia harus menggendong Go Siau-bi sambil
melangsungkan pertarungan, bukan saja tenaga dalamnya
mengalami rintangan besar, ditambah pula serangan-serangan
maut dari Thia Wi-wan yang membabi buta membuat ia
kewalahan, dan repotnya bukan kepalang, dia harus
melepaskan tiga buah serangan berantai lebih dulu sebelum
berhasil mengambil jarum Toh hun-ciam genggaman yang
kedua, Kembali tangannya diayun kedepan, belasan orang jago
menjerit kesakitan dan roboh terkapar ditanah, untuk sesaat
serangan kalap dari musub agak terbendung.....
Buyung thay mencaci maki kalangkabut, sambil membentak
secepat kilat ia menerjang kearah Thia-wi Wan dan
menyerang habis habisan. 1590 Thia Wi-wan ketakutan setengah mati, bulu kuduknya
serasa pada bangun berdiri, cepat-cepat ia melompat mundur
sejauh dua kaki untuk menghindarkan diri.
Merasa tubrukannya kosong can tidak rnencapai sasaran,
Buyung Thay melompat ketengah udara dan melayang keatas
atap ruangan Ci-gi-teng tersebut, belasan sosok bayangan
manusia secepat kilat ikut melompat pula keatas, tapi baru
mencapai separuh jalan, banyak diantara mereka yang
menjerit kesakitan dan rontok kembali keatas tanah.
"Layani dia dengan senjata rahasia ! " teriak Thia Wi-wan
penuh kegusaran yang meluap.
Dalam waktu singkat, senjata rahasia beterbangan dari
empat arah delapan penjuru, semua senjata rahasia itu tertuju
kearah Buyung Thay yang masih diudara.
Jarum toh hun ciam memang terhitung senjata yang
ampuh dan mematikan, tapi oleh sebab jarum itu lembutnya
seperti bulu maka jarak serangannya terbatas sekali,
sebaliknya jago-jago perkumpulan Thian che kau yang hadir
rata rata merupakan jago pilihan yang berilmu tinggi, tentu
saja cara mereka untuk melancarkan serangan senjata rahasia
juga bukan permainan enteng, jika Buyung Thay tak mau


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengundurkan diri dari situ, terpaksa dia harus melayaninya
dengan sepenuh tenaga. Keadaan ini dapat dilihat pula oleh Han Siong Kie dengan
jelas, tentunya diapun mengetahui pula betapa gawatnya
situasi disana. Akhirnya baik Han Siong Kiee maupun Hun si mo ong sama
sama melancarkan serangan dengan sekuat tenaga.
Ditengah ledakan dahsyat yang menggelegar diangkasa,
desingan angin tajam memancar keempat penjuru serta merta
semua jago perkumpulan Thian the kau yang sedang
bertarung menghentikan serangan mereka.
1591 Han Siong Kie berdiri kurang lebih lima langkah dari
posisinya semula tubuhnya masih goncang terus tiada
hentinya. Hun-si-mo ong sendiri jatuh tertunduk beberapa meter dari
arena, ia muntah darah berulang kali.
Untuk sesaat suasana jadi sepi dan hening, begitu sepinya
sehingga terasa menggidikkan hati.
Pelan pelan Han Siong Kie maju beberapa langkah
kedepan, kelima jari tangannya direntangkan lebar lebar,
ujung jarinya tertuju kepada Han-si mo ong asal hawa
serangannya dilontarkan kedepan, niscaya gembong iblis tua
itu akan terhajar dada dan perutnya hingga berlobang dan
tewas. "Hun si mo-ong" teriak anak muda itu kemudian, "apakah
engkau ada pesan pesan terakhir yang hendak kau
sampaikan?" Suara teriakan itu penuh dengan keseraman dan hawa
kematian yang sangat tebal.
Han si mo ong menatap sekejap musuhnya dengan sinar
mata berkilat, lalu sambil dikejamkan kembali dia menggeleng.
"Kalau ingin turun tangan, silahkan turun tangan, apa
gunanya musti banyak berbicara?"
Satu ingatan tiba tiba melintas dalam benak Han Siong Kie,
tangannya yang telah terangkat keatas pelan-pelan diturunkan
kembali. "Han si mo ong" katanya kemudian dengan suara berat,
"untuk membalas pertolonganmu tempo hari, aku tak akan
membinasakan dirimu sekarang juga, nah kau boleh pergi
dengan damai hari ini"
"Manusia muka dingin" Han si mo ong membuka kembali
matanya dan berkata dengan lantang, "tempo hari kutolong
1592 jiwamu, ini disebabkan karena kau pernah menolong muridku
si malaikat hawa dingin Mo siu ing, aku pribadi sama sekali
tidak bermaksud untuk menolong kau...."
Kata kata pengakuan yang berterus terang dan blak biakan
ini sungguh mencengangkan orang banyak. tapi dari sini dapat
diketahui bahwa Han si mo ong benar benar seorang jagoan
yang berjiwa besar dan tak sudi tunduk dibawah orang lainHan Siong Kie dengan cepat menukas sambil goyangkan
tangannya. "Kau tak usah banyak bicara lagi, silahkan sejak kini antara
kita berdua sudah tiada hutang piutang lagi, persoalan telah
selesai dan semua hutang telah impas, semoga saja lain waktu
kita jangan bertemu muka lagi ...."
"Manusia muka dingin, kau bakal menyesal bila melepaskan
kesempatan baik hari ini, ketahuilah, aku tak nanti akan
melupakan hutang yang kau lakukan hari ini"
"Heeeh.... heeehh... heehh jangan pandang rendah diriku,
selama hidup aku belum pernah mengenal apa yang
dimaksudkan dengan menyesal, ayoh silahkan pergi dari sini"
Tiba tiba Han si mo ong bangkit berdiri, setelah
memandang sekejap sekeliling ruangan itu, tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari sana.
Sepeninggal Han si mo ong, suasana dalam ruangan itu
jadi gempar, sekarang tiap jago lihay dari perkumpulan Thian
che kau merasa panik, takut dan sukma serasa melayang
tinggalkan raganya, andaikata hukuman bagi pelanggaran
peraturan perkumpulan tidak keras dan mengerikan, niscaya
mereka sudah melarikan diri semenjak tadi.
Rupanya Thia Wi wan si utusan khusus perkumpulan Thian
che kau juga sudah merasakan gelagat yang tak
menguntungkan, cepat dia membentak: "Mundur semua"
1593 Pertama-tama dia yang melompat mundur lebih dahulu dari
arena pertarungan dan meluncur keluar dari sana ......
Melihat pemimpinnya sudah kabur, kawanan jago dari
Thian che kau pun sama sama mengambil langkah seribu,
suasana jadi ribut dan gaduh, keadaan orang orang itu
mengenaskan sekali tampaknya.
"Kembali semua" bentakan nyaring mendadak menggelegar
diudara menyusul kemudian terdengar seseorang mendengus
tertahan. Thia wi wan terlempar kembali kebelakang dengan muka
pucat dan darah menodai ujung bibirnya.
Setelah itu gulungan angin pukulan yang dahsyat kembali
menyapu permukaan tanah seperti melandanya angin ribut,
desingan angin serangan menderu deru, jerit kesakitan
menggema silih berganti, puluhan jago yang berusaha
melarikan diri dari ruangan itu tahu-tahu terlempar kembali ke
belakang dalam keadaan sekarat.
Sisanya yang ada dibelakang buru-buru melompat kembali
kebelakang, siapapun tak berani melanjutkan niatnya untuk
kabur dari tempat celaka itu .....
Untuk sesaat suasana kembali tercekam dalam keheningan
yang mengerikan, begitu hening sampai dengusan napas
semua orang kedengaran nyaring ....
Seluruh jago lihay dari perkumpulan Thian che kau sudah
terdesak kembali ke tengah arena, tapi disamping gerbang
depan kini bertambah lagi dengan dua puluh sosok mayat
lebih, mereka tewas dalam keadaan yang mengerikan,
darahpun berceceran membasahi permukaan lantai.
Han Siong Kie berdiri dengan tegap. mukanya menyeringai
seram dengan hawa pembunuhan menyelimuti wajahnya,
selangkah demi selangkah ia mendekati musuh musuhnya itu,
sementara sinar matanya yang tajam mengawasi kelima puluh
1594 orang sisa jago Thian che kau yang masih hidup itu dengan
garang dan tak berkedip. Sepi ....hening... seperti dikuburan, semua orang merasa
begitu tebalnya hawa maut mengitari sekeliling gelanggang
itu, bikin orang susah bernapas dan tak berani bergerak.
Buyung Thay sudah melayang turun pula ke atas
permukaan bumi, dia berdiri disamping Han Siong Kie.
"Bagaimana keadaannya....?" tanya sianak muda itu
kemudian dengan muka cemas bercampur kuatir.
"Luka dalam yang dideritanya cukup parah, keadaannya
amat serius dan tak boleh di biarkan terlalu lama dalam
keadaan begitu" Han Siong Kie menggigit bibir menahan dendam dan
marahnya, dia berpaling kearah Thia Wi wan lalu ditatapnya
utusan khusus Thian che kau yang dibencinya itu dengan
mata berapi api dan mulutnya menyeringai seram.
Dipandang macam begitu oleh lawannya Thia Wi wan
menggigil ketakutan, giginya sampai saling beradu
gemerutukan, dia bersin beberapa kali, bulu kuduknya telah
bangun berdiri, ditengah kepanikan dan bercucurnya peluh
dingin, tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya.
"Kunyuk Tolol amat aku, mengapa tidak kabur saja dari
sini?" demikianlah pikirnya dalam hati.
Begitu ingatan tadi masuk dalam pikirannya, serta merta ia
geserkan badannya dan mundur ke arah kelompok-kelompok
anak buahnya ..... "Thia Wi wan Bangsat terkutuk mau lari.... heeeeehhh....
heeeehhh... heeeehhh... jangan mimpi disiang hari bolong,
mau terbang dari sinipun jangan harap bisa kau lakukan"
Ditengah bentakan keras Han Siong Kie menerjang
kedepan, selisih jarak yang begitu dekatnya ini semakin
1595 membuat panik Thia Wi wan, tanpa sadar dia ikut mundur
beberapa langkah ke belakang, mukanya yang bopeng seperti
permukaan bulan itu mulai mengejang tiada hentinya. itu
pertanda kalau hatinya sudah ciut dan ketakutan setengah
mati. Tak seorang manusiapun berani berkutik dari tempatnya
semula, apalagi anak murid perkumpulan Thian che kau,
mereka rata rata berdiri dengan muka pucat pasi. Bayangkan
saja, kalau pemimpin mereka yang lihaypun dibikin keok,
apalagi mereka cuma manusia biasa"
"Bangsat, ayoh serahkan jiwa anjingmu...." teriak Han
Siong Kie sambil melontarkan telapak tangannya kedepan.
Pukulan itu sangat dahsyat, angin serangan yang menderu
deru secepat kilat meluncur kemuka dan menghantam dada
Thia Wi wan. Untuk melihat saja ngeri, apalagi disuruh menerima dengan
kekerasan, tentu saja Thia Wi-wan tak berani melakukan hal
itu dengan suatu gerakan tubuh yang gesit dia mengegos
kesamping untuk menghindarkan diri....
Dua jeritan ngeri tiba tiba berkumandang dari arah
belakang, dua orang jago Thian che kau yang tepat berdiri
dibelakang Thia Wi wan jadi setan penasaran, mereka tak
menyangka kalau pukulan dahsyat itu akan menerjang ke
tubuh mereka, tubuh kedua orang itu mencelat ke belakang,
setelah muntah muntah darah akhirnya mereka berkelejet dan
mampus seketika .... Thia wi wan tidak menyia nyiakan kesempatan itu, dia
loncat sepuluh kaki dari tempat semula dan kabur ke atas atap
rumah.... Sayang meskipun gerakan tubuhnya cepat, Han Siong Kie
jauh lebih cepat darinya, dengan gerakan cahaya kilat lintasan
bayangan dia berputar setengah lingkaran busur diatas udara,
1596 kemudian sepasang telapak tangannya dilontarkan keatas atap
rumah dan melancarkan dua buah pukulan berantai.
Didesak terus oleh serangan serangan yang amat dahsyat
itu Thia wi wan tak sanggup berdiri tenang lagi diatas atap
rumah, dia jumpalitan beberapa kali di udara dan melayang
kembali ke tengah arena, kendati lolos dari ancaman maut,
toh sukmanya terasa sudah melayang tinggalkan raganya.
Han Siong Kie ikut melayang turun keatas tanah secepat
kilat sebuah pukulan dahsyat yang disertai ilmu sakti si mi
sinkang dilontarkan ke arah lawan.
Kabut putih yang tebal menyelimuti meluruh angkasa,
jeritan ngeri sekali lagi berkumandaug di angkasa, Thia Wi
wan yang termakan oleh serangan itu berputar kencang
diangkasa sebelum akhirnya terbanting jatuh keatas tanah,
tepat delapan depa didepan Buyung Thay, kontan saja dia
muntah-muntah darah. Kebetulan waktu itu Go siau bi membuka matanya, sinar
matanya yang sayu tepat membentur diatas wajah Thia wi
wan, mendadak gadis itu merasa timbulnya suatu kekuatan
yang tak berwujud dalam badannya, ini membuat
semangatnya berkobar kembali.
Gadis itu meronta bangun dari pelukan Buyung Thay, lalu
dengan suara gemetar serunya: "Turunkan aku kelantai"
Melihat Go siau bi secara tiba tiba sadar kembali dari
pingsannya, Buyung Thay sangat kegirangan, dia menuruti
permintaan nona itu dan menurunkannya keatas tanah.
Dalam pada itu Han Siong Kiee telah tiba pula dihadapan
Thia wi wan, sambil ayun tangannya ia membentak lagi:
"Thia wi-wan bajingan terkutuk sekaranglah saat
kematianmu telah tiba, akan kucincang tubuhmu jadi
berkeping keping" 1597 "Tunggu sebentar" tiba tiba Buyung Thay ulapkan
tangannya dan mencegah anak muda itu melepaskan
serangan mautnya. Agaknya Han Siong Kiee dibikin tercengang oleh tindakan
itu, dia tidak menduga kalau Buyung Thay akan menghalangi
maksudnya untuk membunuh Thia. Wi wan.
"Hey, apa maksudmu dengan perbuatan itu?"" tegurnya
terheran-heran. "Coba lihatlah dia" kata perempuan cantik baju merah itu
sambil menuding kearah Go siau-bi.
Cepat Han Siong Kiee berpaling kesamping, apa yang
kemudian terlihat membuat jantungnya berdebar keras karena
kaget. Ia lihat Go siau bi berdiri angker dihadapannya dengan
muka pucat, matanya memancarkan sinar kebencian dan
perasaan dendam dan hawa pembunuhan menyelimuti
wajahnya, pedangnya sudah dicabut keluar sedang matanya
menatap kearah Thia Wi wan tanpa berkedip.
Sementara Han Siong Kie masih terheran-heran Buyung
Thay telah berkata lebih jauh:
"Tak lama berselang, akupun mempunyai kesempatan
untuk membunuh orang, tapi waktu itu tidak kulakukan hal
ini.... tentu kau masih ingat bukan dengan peristiwa dalam kuil
ditepi jalan Thian lam" Nah, aku memang sengaja memberi
kesempatan kepada nona Go siau bi untuk membunuh sendiri
bangsat itu dengan tangannya, apakah engkau tahu siapakah
sebenarnya orang itu?"
"Tentang soal ini..... tentang soal ini....".
"Nah, kalau engkau kurang tahu minggirlah dulu, nanti
kalau ada kesempatan akan kuberitahukan kepadamu"
1598 Han Siong Kiee tertegun, tapi sejenak kemudian dia
menurut juga dan mundur tiga langkah, meski pikirannya
masih diliputi oleh perasaan bingung dan tak habis mengerti.
Jago-jago Thian che kau yang masih tersisa dalam ruangan
itu semuanya berdiri tertegun pula seperti orang hilang
ingatan, sebenarnya bila mungkin mereka ingin melarikan diri
dari sana, tapi tak seorangpun berani melakukannya, karena
mereka cukup mengerti bahwa tindakan itu mengandung
banyak resiko, siapa tahu kalau bukannya berhasil kabur,
nyawa mereka malah lebih cepat kabur dari tubuhnya ...."
Go siau bi sudah maju beberapa langkah ke depan, meski
dengan sempoyongan, lalu sambil menggigit bibir serunya:
"Thia Wi wan, kau.... kau adalah manusia berhati binatang,


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau manusia terkutuk serigala berkedok orang....."
Thia Wi wan tidak berkata kata, tiba tiba dia bangkit berdiri
dengan badan gontai, sinar matanya sudah pudar tak
bersinar, ini menunjukan bahwa luka dalam yang dideritanya
amat parah. Go siau bi sudah mengangkat pedangnya ke udara, lalu
sambil maju kemuka ia tusuk dada orang.
"Blaaaang...." tiba tiba dengusan tertahan menggema
diangkasa, Go siau bi kembali muntah darah, tubuhnya
terlempar kebelakang dan sekali lagi terkapar ditanah. Han
Siong Kie menjerit kaget, cepat ia melompat kedepan.
-ooo0dw0ooo- BAB 87 PARAS muka Buyung Thay ikut berubah hebat, dengan satu
gerakan yang cepat ia menyambar tubuh Go siau bi lalu
memeluknya erat erat. 1599 "Blaaang,..." Dengan menimbulkan suara nyaring, Thia Wi
wan terjungkal kembali keatas tanah, darah kental meleleh
tiada hentinya dari ujung bibir, hebat juga orang ini, sesaat
menjelang kematianya ia dapat melakukan tindak pembalasan
yang jitu dan dahsyat, peristiwa ini boleh dibilang jauh diluar
dugaan siapapun. Go siau bi memejamkan matanya rapat rapat setelah
mengatur kembali napasnya yang tersengkal, pelan pelan dia
membuka kembali matanya, segumpal tenaga yang tak
berujud seolah olah muncul dalam tubuhnya dan
mempertahankan dirinya hingga tak sampai roboh terjungkal,
agaknya gadis itu berhasrat begitu besarnya untuk
menghujamkan pedangnya keatas ulu hati lawan.
Han Siong Kie betul-betul kelabakan setengah mati,
bibirnya sudah memucat, badannya agak menggigil, untuk
sesaat dia tak tahu apa yang musti dilakukan .....
Go siau bi telah menyingkirkan tangan Buyung Thay yang
memeluk badannya itu, meski dengan sempoyongan dan
bersusah payah, selangkah demi selangkah dia bergeser maju
menghampiri Thia Wi wan yang telah terkapar ditanah itu ......
Pedangnya langsung diangkat keatas, kemudian
dihujamkan keulu hati musuhnya itu keras-keras.
Darah kental bermuncratan keempat penjuru, jerit ngeri
yang memilukan hati mendirikan bulu roma setiap jago yang
hadir disana, tahu-tahu ujung pedangnya sudah menembusi
ulu hati Thia Wi wan hingga tembus ke punggungnya...
Go siau bi kelihatan sangat garang, setelah menusuk dia
cabut kembali pedangnya kemudian menusuk kembali.
Satu kali.... dua kali... sudah ketiga kalinya pedang itu
menembusi badan Thia Wi wan
Dendam kesumat sedalam lautan telah terbalas, hawa
kebencian dan perasaan dendam yang selama ini menopang
1600 kekuatan tubuhnya ikut melemah bersamaan dengan darah
yang mengalir dari tubuh lawan, dengan lemas dicabutnya
pedang yang masih menancap diperut musuhnya itu, tiba tiba
pandangan matanya jadi gelap. .. ia tak mampu berdiri lagi
dan roboh tak sadarkan diri.
"Adik Bi ....." jerit Han Siong Kie keras keras.
Secepat kilat dia menerjang kedepan dan menyambar
pinggangnya yang ramping, lalu diperiksanya denyut nadi dara
itu, tapi apa yang kemudian diketahui membuat hatinya kecut
dan berdebar keras. Napas Go siau bi sudah amat lemah, nadinya sebentar
sebentar terputus, mukanya yang pucat kekuning kuningan
membuktikan betapa seriusnya luka yang diderita gadis
tersebut. Buyung Thay yang berada disampingnya segera mengambil
beberapa biji obat dari sakunya, kemudian dijejalkan ke mulut
Go siau- bi. "serahkan nona itu kepadaku" bisiknya.
Han Siong Kie melotot sekejap kearah kawanan jago Thian
che kau yang masih berdiri kaku dalam ruangan itu, kemudian
menyerahkan Go siau bi ketangan Buyung Thay, setelah itu
dia berpaling kembali kepada musuh musuhnya dan berkata
dengan suara yang datar, berat dan mengerikan:
"Heeehhh.... heeehhh... heeehhh seluruh puncak tebing si
sin gan telah berlumuran darah dari sahabat-sahabat Pat
gipang, hari ini kalian harus mencucinya hingga bersih dengan
darah dari kalian juga, ayoh serahkan nyawa kalian semua"
Suara ucapannya itu sangat mengerikan, membuat
siapapun yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada
bangun berdiri. Tak terkirakan rasa kaget, gugup dan takut yang
mencekam perasaan jago-jago Thian che kau itu, setiap orang
merasakan sukmanya serasa melayang tinggalkan raganya,
1601 mereka jadi panik dan tak tahu apa yang musti dilakukan,
akhirnya sambil menjerit keras masing masing orang
melarikan diri kearah pintu untuk menyelamatkan diri sendiri.
"Haaahhh... haahh... haaahh" gelak tertawanya itu mirip
orang gila yang sudah kambuh penyakitnya mirip pula seperti
terompet kematian yang siap menyambut nyawa-nyawa
manusia dari dunia.... Suatu pembantaian berdarah yang mengerikanpun segera
berlangsung dengan hebatnya. Jerit kesakitan rintihan orang
sekarat bersahut-sahutan tiada hentinya, dalam waktu singkat
darah sudah berceceran membasahi seluruh permukaan
tanah, mayat bergelimpangan setinggi bukit ....
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya suasana pulih
kembali dalam keheningan yang luar biasa, hanya ruangan ci
gi teng telah berubah jadi kuburan masal, mayat terkapar
disana sini, kutungan anggota badan dan darah kental
membasahi semua lantai, mengerikan sekali pemandangan
disekitar tempat itu. Dari seratus orang lebih jago jago lihay yang dikirim
perkumpulan Thian che kau, kecuali Han si mo ong seorang
yang berhasil tinggalkan tempat itu dengan membawa luka,
boleh dibilang sisanya hampir tewas semua dalam markas
besar perkumpulan Pat gi pang. Han Siong Kiee menghela
napas panjang. "Aaaai.... akhirnya perkumpulan Pat gi pang benar benar
harus musnah dari muka bumi, mungkin selamanya tak akan
bisa berdiri lagi dalam dunia persilatan"
Sambil gelengkan kepalanya ia menghampiri Buyung Thay
dengan langkah cepat, kemudian bertanya lagi:
"Bagaimana keadaan lukanya ...."
"Aaaai.... isi perutnya sudah pecah, jalan darahnya ada
separuh bagian telah tersumbat mati, mungkin malaikat turun
1602 dari kahyanganpun belum tentu bisa menyembuhkan
penyakitnya itu." Seperti disambar geledek di siang hari bolong, Han Siong
Kie untuk sesaat lamanya berdiri menjublak. andaikata Go siau
bi benar benar mengalami musibah .....ia tak berani berpikir
lebih jauh, pemuda itu merasa seakan akan terdapat beberapa
puluh bilah badik yang bersama sama menusuk ulu hatinya..
"Mari kita bicarakan lagi di belakang" ajaknya perempuan
itu kemudian sambil beranjak.
Han Siong Kie tidak berkata apa apa, dengan kaku dia
mengikuti di belakang Buyung Thay, setelah melewati ruang ci
gi teng sampailah mereka di sebuah kamar yang indah dan
mungil. Menyaksikan kesemuanya itu, diam diam pemuda kita
berpikir: "Kamar ini tentulah tempat tinggal dari calon istriku Go siau
bi, tapi ....aneh, mengapa Buyung Thay bisa sangat hapal
dengan keadaan di sekitar tempat ini" Jangan-jangan antara
dia dengan Go siau bi mempunyai hubungan yang erat sekali
...." sementara itu Buyung Thay telah membaringkan Go siau
bi diatas pembaringan. Pelan pelan Han Siong Kie menghampiri gadis itu dan
memeriksa semua jalan darah dan urat penting ditubuhnya,
seperti apa yang diucapkan Buyung Thay barusan, separuh
dari jalan darah penting dalam tubuhnya telah tersumbat mati,
ini menyebabkan sekujur badannya dari atas kepala sampai
ujung kaki jadi dingin, seperti seseorang yang dilemparkan
kedalam gudang es. Tanpa terasa lagi dua titik air mata jatuh berlinang
membasahi wajah Han Siong Kiee, katanya sambil menahan
isak tangisnya. "Apa.... apakah dia sudah tak tertolong lagi?"
1603 "Aku mempunyai sebotol Ci goan wan" sahut Buyung Thay
dengan sedih, "obat itu dapat mempertahankan jiwanya
selama tujuh hari dan selama itu dia akan tetap selamat"
"Tujuh hari...." Tujuh hari...." Apa arti dan makna
kehidupannya selama tujuh hari?"
"Yaaa .... kalau hanya tujuh hari saja, hidupnya memang
tidak berarti, tapi siapa tahu dalam waktu sesingkat itu
mungkin akan terjadi suatu peristiwa yang mukjijat....."
"Kemukjijatan" Aaaai.... apakah kita harus menanti tibanya
kemukjijatan" mungkinkah hal itu bakal terjadi?"
"sekalipun kemukjijatan tak mungkin bakal terjadi, tapi aku
percaya adik Bi dapat mati dengan mata meram ...."
Dengan perasaan sedih bercampur kaget dan tercengang
Han Siong Kie berpaling kearah perempuan itu.
"oya... sekarang aku baru teringat, rupanya kau menguasai
Imbauan Pendekar 3 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 10

Cari Blog Ini