Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 7

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 7


diutarakan keluar buat apa engkau selalu ingat dihati?"
00000O00000 57 RASA gusar terlintas diatas wajah Pek Siau-thian, serunya
dengan nada marah. Kesemuanya itu adalah harapan kita,
cita-cita yang kita susun sejak dahulu dan kini beruntung
sekali semua harapan kita menjadi kenyataan, dalam
pertemuan ini dunia persilatan telah memasuki babak baru,
bukankah itu berarti bahwa perjuangan dan usaha kita selama
ini telah mencapai pada hasilnya"
"Darimana engkau bisa berkata begitu?" sela Kho Hongbwee.
Pek Siau-thian berhenti sebentar, kemudian berkata lebih
jauh, "Mulai saat ini, barang siapa menyoren pedang maka itu
berarti bahwa dia adalah anggota perkumpulan Sin-kie-pang,
bukankah itu berarti bahwa dunia persilatan telah bersatu
dibawah perintah kita."
"Bagaimana dengan orang-orang itu?" tanya Kho Hongbwee
sambil menuding ke arah orang-orang yang berada
didalam barak, "apakah mereka juga merupakan anak buah
dari perkumpulan Sin-kie-pang?"
"Semut merupakan binatang terkecilpun ingin hidup apalagi
minusia-manusia yang baru lolos dari kematian, aku rasa
mereka akan jadi seorang manusia yang tahu diri"
Kho Hong-bwee tertawa terkekeh.
"Jadi maksudmu, andaikata mereka tak mau takluk kepada
perkumpulan Sin-kie-pang, maka itu berarti hanya ada satu
jalan kematian saja bagi mereka?"
"Benar! kecuali ditumpas sama sekali, aku rasa tiada jalan
lain yang bisa dilakukan!"
Kho Hong-bwee kembali tertawa.
"Andaikata semua orang telah menjadi anggota
perkumpulan Sin-kie-pang, bukankah itu berarti perkumpulan
Sin-kie-pang sudah tiada tandingannya lagi?"
Perempuan itu betul-betul cantik sekali, meskipun hanya
tertawa namun sudah cukup memancarkan daya tarik dan
daya pesona yang luar biasa, membuat siapapun serasa
terpikat hatinya. Pek Siau-thian sudan lama tak menyaksikan senyuman dari
istri-nya, sekarang ia merasa tertegun dan berdiri melongo,
dalam keadaan demikian tentu saja ia tak dapat menangkap
arti yang sebenarnya dari perkataan itu.
Terdengar Kho Hong-bwee berkata lebih jauh, "Inilah hasil
pengetahuan yang berhasil kutemukan selama belasan tahun
menyucikan diri ditempat terpencil, engkau adalah seorang
manusia yang berambisi besar dan gemar cari pahala,
sekalipun pelaja ran semacam ini dimengerti olehmu, namun
engkau tak dapat menerimanya dengan begitu saja"
"Kita toh suami istri yang saling cinta mencintai" tukas Pek
Siau-thian dengan cepat, ada persoalan apapun bisa kita
bicarakan secara perlahan-lahan, meskipun Sau Tha bodoh
dan tidak cerdas, namun aku bersedia menuruti keinginan
hatimu. Kho Hong-bwee tersenyum simpul.
"Kita adalah orang tua yang sudah mempunyai anak
dewasa, ucapan yang manis serta cumbu rayu yang tak
berguna lebih baik tak usah dibicarakan lagi"
Pek Siau-thian terperangah.
"Sebenarnya apa maksudmu?" ia bertanya.
Kho Hong putar biji matanya yang jeli dan memandang
sekejap ratusan anggota perkumpulan Sin-kie-pang yang
berjajar dihadapannya kemudian dengan santai berkata,
"Perkumpulan Sin-kie-pang didirikan bersama oleh kita
berdua, sudah lama aku mengasingkan diri dan keramaian
dunia sedang engkau sudah menguasai perkumpulan ini
selama belasan tahun lamanya sepantasnya kalau sekarang
engkau memberi kesempatan kepadaku untuk memegang
kekuasaan dalam perkumpulan ini dan memimpinnya secara
muttak selama beberapa lama"
Mula-mula Pek Siau-thian terperangah kemudian menyadari
apa yang dimaksudkan, ia tahu istrinya datang dengan
membawa tujuan tertentu walaupun diluar bicara amat
santai? dalam tujuannya benar-benar serius.
Jago tua ini dibikin serba salah tak tahu apa yang musti
dilakukan olehnya, ia takut wibawa dan gengsinya berkurang
di hadapan ratusan orang anggota perkumpulannya, setelah
berpikir sebentar akhirnya ia memberi hormat dan berkata
dengan serius. Hong Bwee, bagaimanapun juga kita pernah jadi suami
istri, meskipun aku tak becus tapi belum pernah ada niat
melukai hatimu, ini hari adalah saat yang paling penting bagi
kita untuk menentukan kemenangan atau kekalahan,
janganlah disebabkan urusan rumah tangga mengakibatkan
urusan perkumpulan jadi terbengkalai hingga menghancurkan
masa depan sendiri. Kho Hong-bwee gelengkan kepalanya, dengan tegas ia
berseru, "Perkumpulan Sin-kie-pang didirikan oleh kita berdua,
urusan perkumpulan maupun urusan rumah tangga boleh
dijadikan satu!" Paras muka Pek Sian Thian yang berwarna merah seketika
berubah jadi hijau membesi, serunya, "Hong Bwee,
perbuatanmu ini apakah tidak kelewat batas" dengan
tinadakanmu semacam itu, engkau letakkan diriku pada posisi
yang bagaimana?" "Ikutilah perbuatan yang telah kulakukan selama ini,
serahkan tanda perintah Hong-lui-leng kepadaku, lepaskan
tanggung jawab mu atas perkumpulan ini dan pilihlah tempat
yang kecil dan tenang untuk belajar agama ataupun falsafah,
terserah apa kemauanmu dan apa kegemaranmu, pokoknya
yang penting adalah umuk mempelajari ilmu un tuk
menguasai diri dan merenungkan kembali semua perbuatan
yang telah dilakukan selama ini, lima belas tahun kemudian
engkau boleh muncul kembali dan perkumpulan Sin-kie-pang
akan kuserahkan kembali kepadamu.
Mendengar perkataan itu, dalam hati kecilnya Pek Siauthian
segera berpikir, "Susunan kata-katanya begitu teratur
dan lancar, perkataan itiupun diutarakan secara rapi, jelas ia
sudah lama memikirkan masalah ini dan merercanakan sebaikbaiknya...."
Selama suami istri itu ribut sendiri, beratus-ratus orang
yang hadir disitu hanya membungkam sambil mengikuti
dengan seksama, lembah Cu-bu-kok yang begitu luas jadi sepi
dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Haruslah diketahui pada waktu itu kekuatan dari
perkumpulan Thong-thian-kauw, Hong-im-hwie maupun
golongan pendekar boleh dibilang sudah hancur berantakan
sama sekali, dalam keadaan begitu mereka tak memiliki
kekuatan lagi untuk membendung ataupun melawan kekuatan
perkumpulan Sin-kie-pang yang kuat dan dahsyat, andaikata
Pek Siau-thian turunkan perintah untnk membantai semua
orang yang masih tersisa dalam lembah itu, maka orang-orang
itu tak akan memiliki kemungkinan untuk hidup lebih jauh.
Oleh sebab itulah perselisihan paham antara suami istri itu
bukan saja mempengaruhi kelangsungan hidup perkumpulan
Sin-kie-pang pribadi, bahkan sangat mempengaruhi juga nasib
dan kesempatan hidup bagi umat persilatan lainnya.
Posisi Pek Siau-thian pada saat itu benar-benar terdesak
dan dibuat apa boleh buat, hawa amarah yang memuncak
membakar hatinya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, sebab
tindakan yang terlalu berangasan dan tanpa perhitungan yang
masak akan mengakibatkan lelucon yang bakal di tertawakan
orang. Otaknya segera berputar kencang untuk mencari akal
bagus guna mengatasi masalah itu, sementara diluaran ia
berkata, "Perkumpulan Sin-kie-pang dirikan bersama oleh kita
berdua, semua anggota goan loo mengetahui akan persoalan
ini, sebenarnya memang tak jadi soal kalau pucuk pimpinan
perkumpulan ini kuserahkan kepadamu, tapi engkau toh
seorang perempuan, andaikata engkau yang menjadi
pimpinan, aku kuatir para anggota perkumpulan ada yang tak
mau tunduk kepadamu"
Kho Hong hwee berdiam diri sebentar, sedang dalam hati
kecilnya ia berpikir, "Andaikata pada saat ini aku tak mampu
untuk merebut kekuasaan tertinggi itu maka satu-satunya
jalan yang harus kutempuh adalah memancing perpecahan
dalam tubuh perkumpulan tersebut hingga terjadinya
penghianatan diantara para anggota, bagaimanapun juga aku
harus berhasil membubarkan perkumpulan ini, darimana
kejahatan mereka sudah mengakar daging dan mendatangkan
banyak bencana serta malapetakan bagi umat persilatan...."
Berpikir sampai disint, dengan suara dingin ia lantas
berkata, "Kun Gie pernah berkata kepadaku, setelah engkau
mati maka kekuasaan tertinggi dari perkumpulan Sin-kie-pang
akan diserahkan kepadanya, benarkah ucapan itu?"
Pek Siau-thian mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Tentang soal ini sulit sekali untuk dilakukan"
"Seandainya bukan putrimu yang meneruskan kedudukan
tersebut lalu apa gunanya engkau mendirikan dan
membangun perkumpulan itu hingga begini besar dan
megahnya. "Andaikata Kun Gie punyai kemampuan untuk memimpin
dan dihormati oleh setiap anggota perkumpulannya tentu saja
kedudukan ini akan kuserahkan kepadanya kalau tidak maka
terpaksa aku mencari ahli waris yang lain."
Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, Kho
Hong-bwee segera menukas dengan cepat, "Kalau memang
begitu tak usah dibicarakan lagi, kalau memang Kun Gie dapat
menduduki kursi kebesaran tersebut untuk memimpin
perkumpulan apa bedanya antara pria dan wanita" setelah ia
diangkat sebagai ketua siapa yang berani membangkang
perintahnya lagi" dan lagi toh kita punya hubungan suami istri
siapa tak tunduk kepadaku, berarti tidak setia kepadamu, aku
rasa lebih baik serahkan saja kekuasaanmu itu dengan lega
hati." Hawa amarah membakar dalam dada Pek Siau-thian, ia
tahu jika perselisihan ini di lanjutkan maka akhirnya yang rugi
dia sendiri, maka dengan muka masam serunya, "Hong Bwee,
engkau bukanlah seorang perempuan yang bodoh,
sepantasnya kalau engkau lebih mementingkan kepentingan
umum!" "Andaikata aku tidak mementingkan kepentingan umum
dan mengingat bahwa masalah ini adalah masalah besar,
akupun segan untuk berjumpa lagi dengan dirimu."
Pek Siau-thian jadi amat gusar, nafsu membunuh
menyelimuti wajahnya, dengan gemas ia berkata, "Apabila aku
tak sudi menyerahkan kekuasaan ini kepadamu engkau mau
apa?" "Kalau aku tetap bersikeras akan merebut kursi pimpinan
tersebut, engkau mau apa?" balas Kho Hong-bwee dengan
ketus Pek Siau-thian makin mendongkol, ia tertawa dingin tiada
hentinya. "Heehh.... heehh.... heehh....! apabila engkau benar-benar
tak tahu diri, terpaksa aku akan putuskan semua hubungan
diantara kita dan mencabut selembar jiwamu"
Kho Hong-bwee balas tertawa dingin.
"Heeehhh.... heeeehh.... heeehh.... aku ingin bertanya
kepadamu diantara anak buah perkumpulan Sin-kie-pang
apakah ada yang bersedia mewakili dirimu untuk turun tangan
tergebrak melawan aku?"
Mendengar perkataan itu Pek Siau-thian terperangah tanpa
sadar ia berpaling dan memandang sekejap ke arah anggota
perkumpulannya kemudian pikirnya didalam hati, "Andaikata
aku Pek Siau-thian memerintahkan anak buahku untuk
membunuh istri, perbuatanku ini pasti akan tercemoh orang
dan dibuat sebagai suatu lelucon. Heeehhhh.... heeehh....
heeehhh.... keadaanku betul-betul payah sekali"
Ia mengaggap dirinya sebagai seorang pendekar sejati
dengan sendirinya sebagai seorang pendekar tidak pantas
kalau ia suruh anak buahnya untuk nembunuh istri sendiri.
Tapi pikiran lain segera berkecambuk pula dalam benaknya,
ilmu silat yang dimiliki Kho Hong-bwee seimbang dengan
dirinya walaupun selama belasan tahun terakhir ia terlatih
tekun sehingga ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang
pesat, namun Kho Hong-bwee yang telah jadi pendeta tak
mungkin mengesampingkan soal kepanodaiannya, itu berarti
walaupun ada selisih, itu kecil sekail.
Dalam hati ia berpikir kembali.
Aku pernah bertanya kepada Kun Gie kakak beradik,
mereka berdua samai tak pernah melihat ibunya berlatih silat,
kalau di tinjau dari kemampuan Soh-gie yang begitu tak
becus, rasanya ilmu silat yang dimiliki ibunya tak akan
mencapai kehebatan yang luar biasa....
Berpikir sampai disitu, hawa amarah yang berkobar dalam
dadanya mereda separuh bagian, mukanya segara berubah
jadi membesi dengan memperlihatkan kewibawaannya
sebagai seorang suami, serunya kepada Kho Hong-bwee
dengan suara dingin, "Hong Bwee, aku telah mengambil
keputusan yang tegas, meskipun kita suami istri berdua telah
lama saling mencintai tapi aku tak akan mengesampingkan
soal umum karena masalah pribadi, aku rasa lebih baik
beristirahat dahulu kesamping nanti aku akan meminta maaf
padamu," ia berpaling kesamping dan segera membentak,
"Soh-gie, Kun Gie bawalah ibumu untuk beristirahat dahulu
didalam barak" Pek Soh-gie maupun Pek Kun-gie yang mendengar
perkataan itu sama-sama alihkan sorot matanya ke arah ibu
mereka namun kedua orang itu tetap berdiri tegak ditempat
semula tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Kho Hong-bwee tertawa dingin, tiba-tiba ia serahkan
senjata Hud tim didalam gengga-mannya kepada Kun Gie lalu
kepada Pek Siau-thian bentaknya dengan suara dalam.
"Dalam peristiwa yang terjadi pada saat ini, aku rasa tak
mungkin bisa diselesaikan dengan bersilat lidah belaka, lebih
baik kita tentukan siapa kuat siapa lemah dalam adu
kepandaian, siapa lebih unggul dialah yang berhak menduduki
kursi pimpinan!" Pek Siau-thian merasa amat gusar.
"Engkau benar-benar akan bertempur melawan diriku?"
bentaknya. "Hmmm! kalau engkau tak mau undirkan diri, terpaksa aku


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus menyelesaikan masalah ini lewat adu kepandaian!"
"Pertarungan yang diakhiri setelah saling menutul ataukah
bertarung sampai salah seorang diantaranya mampus?" teriak
Pek Siau-thian gemas. "Aku belum akan berakhir jika kemenangan belum sampai
jatuh ketanganku, engkau toh seorang pria sejati, kalah satu
jurus atau setengah gerakan sudah pantas untuk mengaku
kalah sedang aku sebelum mati aku tak akan mengaku kalah"
"Jadi engkau bersikeras untuk mencari kematian?" seru Pek
Siau-thian dengan menggigit bibir.
"Susah untuk dikatakan, andaikata beruntung aku bisa
menangkan setengah jurus atau satu gerakan darimu
bukankah kita dapat hidup lebih jauh?"
Pek Siau-thian menggigit bibirnya hingga berbunyi
gemerutuk, setelah keadaan berubah jadi begini maka
pertarungan antara suami istripun tak bisa dihindari lagi.
Kalau Kho Hong-bwee lebih mengutamakan kenyataan
yakni asal dapat menutulkan pukulannya berarti menang,
maka Pek Siau-thian harus merobohkan perempuan itu hingga
tak mampu bertempur lagi baru bisa di anggap menang,
kejadian itu kalau dipikir kembali sebenarnya memang tidak
adil. Tapi Pek Siau-thian adalah seorang jago persilatan yang
memimpin kolong langit, berada dibawah pandangan banyak
orang tentu saja ia merasa segan untuk menawar syarat yang
diajukkan istrinya, sebaliknya asal ia kena di menangkan
setengah gebrakan saja itu berati jerih payahnya selama ini
serta masa depannya akan hancur dengan begitu saja.
Jadi kalau dibicarakan sesungguhnya maka pertarungan ini
mempanyai sangkut paut yang amat sakit dan perih sekali.
Teringat kembali olehnya, sewaktu suami istri tak akur dan
Kho Hong-bwee pergi dengan hati mendoogkol, kesemuanya
itu dikarenakan perempuan tersebut merasa sangat tak puas
dengan tindak tanduknya yang kejam dan telengas.
Kecuali itu, Kho Hong-bwee sama sekali tak ada tindakan
yang dikatakan kelewat batas, ia amat mencintai istrinya yang
cantik, dalam pandangannya asal suatu hari ia berbasil
menduduki kursi pimpinan tertinggi di kolong langit dan
semua orang yang belajar silat tunduk pada komandonya,
maka pada saat itu istrinya yang ia cintai pasti akan berubah
pikiran dan kembali kedalam pangkuannrya.
Haruslah diketahui, pada waktu itu Pek Siau-thian baru
setengah umur dan cinta asmaranya belum paham, sedang
Khbo Hong Bwee baru berusia tiga puluh tahunan,
kecantikannya belum luntur dan cintanya belum padam, Pek
Siau-thian belum pernah dapat melupakan cinta kasihnya
dengan perempuan itu dan sifatnya itu memang jamak
sebagai seorang pria yang normal.
Tetapi, berada dalam keadaan seperti ini, Pek Siau-thian
merasa tak rela untuk mengundurkan diri dengan begitu saja,
kalau ia tidak ingin roboh maka satu-satunya jalan adalah
berusaha merobohkan istrinya dengan ilmu sebangsa totokan,
agar perempuan itu tak dapat bertempur lagi, atau jika cara
ini tak bisa digunakan, terpaksa harus membinasakan jiwanya.
Pek Siau-thian putar otak habis-habisan berusaha untuk
menemukan jalan yang paling baik, akhirnya dia menghela
nafas panjang dan bergerak kehadapan Pek Soh-gie, katanya,
"Peganglah tanda perintah Hong-lui-leng ini, setelah benda itu
berada ditanganmu berarti pula engkaulah yang memegang
tampuk pimpinan dalam perkumpulan Sin-kie-pang!"
Dengan lembut Pek Soh Gi mengangguk, ia sambut panji
terbuat dari benang emas itu dengan sepasang tangannya,
kemudian dipegang dalam pelukannya.
Gadis ini berwatak lembut dan baik hati ia tak kenal
kejelekan orang dalam kolong langit, dalam perselisihan yang
terjadi antara ayah dan ibunya, iapun tak tahu siapa yang
salah siapa yang benar, gadis itu hanya bisa melelehkan air
mata belaka. Pek Siau-thian melirik sekejap ke arah putri sulungnya,
kemudian berpikir dalam hati, "Andaikata aku kalah, tentu saja
aku harus angkat kaki dan jauh meninggalkan tempat ini,
selamanya tak bisa berjumpa muka lagi dengan mereka
semua, sebaliknya kalau aku binasakan ibunya, sekalipun
gadis ini berhati luhur, tak urung diapun akan membenci diriku
sepanjang masa...." Sorot matanya melirik kembali ke arah putri bungsunya,
lalu berpikir lebih jauh, "Tak nyana budak itu berhasil lolos
dari kematian, mungkin sewaktu tubuhnya jatuh kedalam
jurang kebetulan berhasil disambut oleh ibunya....
Heeh.... heeh.... heeehh.... budak itu mampunyai perasaan
hati yang tak berbeda dengan diriku, ia pasti tak akan
memperdulikan mati hidupku...."
Berpikir sampai disitu, ia segbera menyingkap pakaiannya
dan mengencangkan tali pinggang, lalu selangkah demi
selangkah berjalan menuju ketengah gelanggang.
Orang-orang perkumpulan Sin-kie-pang yang menyaksikan
ketuanya akan bertarung melawan istrinya dengan cepat
daerah sekitar sana dibersihkan dari mayat.
Pek Siau-thian dan Kho Hong-bwee segera terjun kedalam
gelanggang dan berdiri saling berhadapan, masig-masing
pihak memasang kuda-kuda dan siap bertempur.
Pertarungan yang bakal berlangsung pada saat ini jauh
berbeda dengan pertempuran pada umumnya, kedua belah
pibak tidak saling menerjang dengan kekasaran, mereka
bersikap waspada dan tetap saling menanti.
Seluruh perhatian dipusatkan jadi satu, tenaga dalam
dihimpun kedalam telapak dan tubuh merekapun mulai
bergeser ke arah samping.
Suami istri ini sama-sama merupakan jago lihay,
pergeseran tubuh mereka kian lama kian bertambah cepat,
sampai akhirnya bayangan tubuh mereka sudah lenyap tak
berbekas yang tersisa di gelanggang hanya bekas-bekas
telapak kaki yang samar. Ujung kaki kedua orang itu sama-sama menuntul diatas
permukaan tanah yang penuh genangan darah, namun tak
kedengaran sedikit suarapun, darah yang kena terinjak sama
sekali tak berkutik, seakan-akan tak pernah ada orang yang
lewat situ. Lembah Cu-bu-kok yang luas dan lebar seakan-akan jadi
sebuah lembah yang mati, tak kedengaran sedikit suarapua,
beratus-ratus pa sang mata sama-sama ditujukan ketengah
gelanggang tanpa berkedip barang sedikitpun juga.
Walaupun sudah berlarian beberapa saat lamanya, kedua
belah pihak tak ada yang berani turun tangan, mereka takut
kehilangan posisi yang menguntungkan sehingga
mengakibatkan kekalahan fatal.
Sambil berlarian mengelilingi arena, diam-diam Pek Siauthian
berpikir dalam hatinya, "Nama besarku sudah
menggegarkan seluruh kolong langit, jika aku harus tunjukkan
kelemahan dihadapan istri sendiri, bukankah tin-dakanku ini
akan ditertawakan orang....?"
Ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam benaknya,
dengan cepat ia mengambil keputusan, telapak kirinya
berputar melindungi badan sedangkan kedua jari tengahn dan
telunjuk tangan kanannya tiba-tiba melepaskan serangan
tajam. Terdengar Kho Hong-bwee membentak nyaring, tangan
kirinya ditebas kebawah membabat pergelangan musuh,
tangan kanannya menyapu kedepan dan laksana kilat
melancarkan satu pukulan balasan.
Buru-buru Pek Siau-thian merubah gerakan, tangan kanan
menahan serangan lawan dengan gerakan Siang ji bu pit atau
bersatu padu melindungi dinding, sedang tangan kanan
melancarkan serangan dengan Jurus ciong ing po loh atau
burung elang menyambar kelinci, kakinya menyapu keatas
dan menyerang lutut Kho Hong-bwee secara tiba-tiba.
Ketiga jurus serangan itu dilancarkan berbareng dengan
kecepatan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, jikalau
seseorang tak memiliki ilmu silat yang tinggi serta tenaga
dalam sebesar puluhan tahun hasil latihan tak mungkin
serangan itu dapat dibendung.
Tapi Kho Hong-bwee berhasil merebut posisi yang lebih
menguntungkan, jurus serangannya segera berubah dan
memunahkan ke tiga jurus serangan dari Pek Siau-thian itu
hingga lenyap tak berbekas, telapak dan jari menyerang
berbareng secepat kilat ia lancarkan serangan balasan.
Dalam waktu singkat Kho Hong-bwee telah melancarkan
dua tiga puluh jurus serangan, kedua tiga puluh serangan itu
dilancarkan bagaikan hembusan angin puyuh dan hujan badai,
Pek Siau-thian yang kehilangan posisi dengan cepat
mengerahkan segenap kekuatannya untuk mempertahankan
diri, namun ia selalu gagal untuk merebut kembali posisi yang
lebih menguntungkan. Inilah siasat musuh tak bergerak aku tak bergerak, musuh
bergerak aku bergerak lebih dahulu.
Pek Siau-thian adalah seorang pria yang berpandangan
luas, ia tahu sekalipun sekarang dirinya diserang habishabisan,
tapi suatu ketika ia akan mendapat kesempatan baik
untuk rebut kemenangan. Beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah saling
bergebrak hingga mencapai lima enam puluh gebrakan lebih,
kedua belah pihak sama-sama mengerahkan segenap
kemampuannya untuk merobohkan lawan, setiap jurus
pertama belum selesai jurus berikutnya segera menyambung
lebih jauh, pukulan berantai dilepaskan berkesambungan
hingga sukar ditemukan mana kepala mana ekornya....
Para penonton jalannya pertarungan itu sama-sama merasa
terkejut bercampur kagum, serangan berantai dari Kho Hongbwee
susul menyusul bagaikan hujan badai yang melanda
permukaan bumi, tiada lubang kelemahan yang ditinggalkan,
sedangkan Pek Siau-thian sendiri meskipun kehilangan posisi
yang menguntungkan namun dengan sepenuh tenaganya ia
mampu membendung datangnya lima enam puluh serangan
tanpa ada tanda-tanda bakal menderita kalah.
Jurus serangan yang dimiliki kedua orang itu sama-sama
ampuh dan cepatnya perubahan yang dilakukan boleh dibilang
teah mencapai taraf yang sukar diungkapkan dengan katakata.
Para penonton yang ada disamping arena mulai merasakan
pandanngannya jadi kabur dan setiap gerakan sukar diikuti
dengan seksama sebagian besar jago persilatan yang
mengikuti jalannya pertarungan itu hanya merasakan seakanakan
menyaksikan sesosok bayangan manusia yang saling
berputar dengan kecepatan bagaikan kilat, lengan mereka
berdua saling menyambar kesana kemari dan sama sekali
tidak menemukan keindahan ataupun keampuan dari masingmasing
gerakan. Sebaliknya mereka yang memiliki kepandaian yang agak
tinggi, walaupun mengikuti separuh bagian yang atas namun
separuh bagian yang bawah tertinggal jauh, setelah lama
mengikuti jalannya pertarungan mulai merasakan
pandangannya kabur, kepalanya pening dan pandangan
dihadapannya sama sekali jadi samar.
Diantara beberapa ratus orang jago itu hanya ada beberapa
orang saja yang dapat mengikuti semua jalannya pertarungan
dengan seksama, tapi berhubung jarak yang terlampau jauh,
penglihatan merekapun terhitung payah sekali.
Anggota perkumpulan Sin-kie-pang sebagian besat hanya
tahu kalau ilmu silat yang dimiliki pangcunya lihay sekali, tapi
mereka tak tahu sampat dimana taraf kelihayan ilmu silat dari
Pek Siau-thian, terutama sekali kelihayan dari Kho Hong-bwee,
kebanyakan orang merasa banwa peristwa ini benar-benar
ada diluar dugaan. Beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah saling
bergebrak hingga mencapai ratusan jurus banyaknya, Kho
Hong-bwee selalu memimpin pertarungan itu dan sedikit pun
tidak nampak terdesak. Dalam pada itu, Pek Siau-thian sudah kehabisan tenaga
dan mandi keringat, luka ledakan yang dideiitanya akibat
pecahan kotak emas milik Siang Tang Lay merekah kembali
dan terasa amat sakit, kendatipun luka yang diderita olehnya
cuma luka terbakar belaka dan sudah dibungkus dengan
bubuk obat. Dalam pertarungan yang adu cepat dan adu kegesitan ini
sedikit banyak luka-luka yang perih sakit dan panas
merupakan gangguan yang paling besar lama kelamaan
perasaan sakit itu berubah jadi suatu pukulan batin yang
sangat berat. Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, segenap tenaga
murni yang dimilikinya disalurkan lewat permainan jurus
serangan tersebut kian lama serangannya kian semangat ia
berusaha menyelesaikan pertarungan adu cepat ini sesingkat
mungkin. Menghadapi pertarungan semacam ini, seseorang
membutuhkan konsentrasi yang baik dan tak boleh ada pikiran
lain jika pikiran nya sedikit bercabang saja maka segera akan
mengakibatkan kekalahan total.
Pek Siau-thian berpengalaman luas tentu saja mengerti
akan bahaya tersebut kecuali mengerahkan segenap kekuatan
untuk melakukan perlawanan otaknya berputar keras untuk
mencari akal guaa memecahkan persoalan itu.
Dalam pada itu, para jago persilatan ysng menonton
jalannya pertarungan mulai merasa tegang dan tercekat
perasaan hatinya, mereka tahu bahwa pertarungan itu akan
segera berakhir dan siapa menang siapa kalah akan segera
diketahui, masing-masing orang membelalakkan matanya
lebar-lebar, mereka menatap gerak-gerik dua orang itu tanpa
berkedip. Tiba-tiba.... terdengar Kho Hong-bwee membentak nyaring,
sepasang telapaknya berputar kencang melancarkan serangan
berantai, ibaratnya panah yang berhamburan bagaikan hujan
gerimis, jubah pendetanya terungkap lebar, kakinya yang
ramping melepaskan tendangan demi tendangan dengan
kepandaian Kun It tui atau tendangan dibalik gaun.
Tubuhnya yang kecil ramping beterbangan diudara, kakinya
melayang dan meluncur tiada hentinya, tendangan-tendangan
berantai Kun It tui meluncur keluar bagaikan jebolnya
bendungan sungai. Serangan berantai seperti itu berlangsung hampir lima
puluh gebrakan lebih, tubuh Kho Hong-bwee sama sekali tidak
menempel diatas permukaan tanah, seakan-akan beratusratus


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buah tendangan berantai itu dilancarkan dalam satu
hembusan napas. Dibawah gencetan serangan berantai yang lihay dan
bertubi-tubi itu, Pek Siau-thian dipaksa hingga terdesak hebat
dan kerepotan, untuk melindungi diri badannya mundur
kebelakang berulang kali sementara sambaran telapaknya
memancarkan angin pukulan menderu yang sangat
memekikkan telinga. Tiba-tiba Pek Siau-thian membentak keras ditengah
bentakan badannya meluncur kedepan dan tinggalkan
permukaan tanah setinggi dua tiga depa dengan cepat ia
melesat beberapa tombak melewati lingkaran.
Para penonton dibikin makin tegang perhatiannya ditujukan
ketengah gelanggang dan jeritan kaget tiba-tiba bergema
memecahkan kesunyian. Setelah berhasil berdiri tegak, Pek Siau-thian menatap
wajah istrinya dengan paras hijau membesi, kegusaran yang
membakar hatinya benar-benar sudah mencapai puncaknya.
Pertarungan yang barusan berlangsung merupakan
pertarungan sengit yang jarang ditemui dalam masa hidupnya
walaupun ia masih mampu untuk mempertahankan diri,
namun hasil dari pertarungan itu membuat ia bergidik
bercampur ngeri, dan selamanya perasaan tersebut sukar
dilupakan dari benaknya. Kho Hong-bwee sendiri berdiri kurang lebih delapan
sembilan depa dari sisi arena, dadanya naik turun
bergelombang, napasnya tersengkal-sengkal dan keringat
membasahi tubuhnya, didalam pertarungan yang berlangsung
barusan ia telah kerahkan segenap kekuatan yang ia miliki,
tapi sayang usahanya menemui kegagalan dan akhirnya toh
Pek Siau-thian tak berhasil dirobohkan olehnya.
Kedua orang itu segera atur pernapasan untuk menekan
pergolakan darah dalam dada masing-masing. perselisihan
pendapat membuat sepasang suami istri ini terpaksa harus
melupakan cinta kasih antara mereka, membuat perasaan hati
mereka campur aduk tak karuan.
Tapi kedua orang itu mengerti bahwa perpisahan mereka
selama belasan tahun sama sekai tidak mengendurkan
semangat mereka untuk berlatih ilmu, bahkan kepandaian silat
masing-masing pihak berhasil mendapat kemajuan yang cukup
pesat, jika pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh maka
siapapun tak akan merebut kemenangan.
Setelah sunyi beberapa saat, dengan suara dingin Kho
Hong-bwee berkata lagi, "Sau tha hunus senjata tajammu!"
Pek Siau Thiag mengerutkan dahinya, paras muka yang
telah tenang terlintas kembali hawa kegusaran yang amat
tebal, tegurnya, "Dendam permusuhan apakah yang terikat
kita berdua?" "Tidak ada urusan dendam atau permusuhan, yang ada
cuma pengaruh iblis yang tebal, Pek Siau-thian semakin gusar.
"Aku adalah manusia kasar dari dunia sedangkan engkau
adalah dewi dari sorga, maaf aku tak bisa menangkap
perkataanmu yang mengandung arti dalam"
Kho Hong-bwee tertawa getir.
"Teringat ketika diraasa lampau kita punya cita-cita dan
tujuan yang sama" "Benar," tukas Pek Siau-thian, "kalau ada permulaan buat
apa ada ini hari?" Kho Hong-bwee menghela napas panjang dengan sedihnya.
"Pada waktu itu kita masih muda dan tak banyak
pengalaman, jalan pemikiran kita pada waktu itu benar-benar
keliru besar" "Hmmm!" dengus Pek Siau-thian penuh kegusaran,
"meskipun perkumpulan Sin-kie-pang memiliki anggota yang
berpuluh-puluh ribu banyaknya, tapi peraturan perkumpuaan
sangat ketat dan tujuan kita amat jelas, bukan saja tak pernah
membunuh pembesar untuk memberontak, kami pun tidak...."
Kho Hong-bwee ulapkan tangannya memotong ucapan
suaminya yang belum habis, katanya, "Aku ingin bertanya
kepadamu, anggota perkumpulan Sin-kie-pang yang
berjumlah ratusan ribu orang tak pernah menggerakan badan
mereka untuk bekerja, tak pernah menancam padi atau
gandum, kecuali bunuh orang, bakar rumah, menindas kaum
rakjat jelata tiada perbuatan lain yang lebih mulia, darimana
datangnya makanan, minuman serta pakaian bagi orangorang
itu?" Pek Siau-thian mendengus dingin.
"Thian menciptakan manusia, ia pasti memberi kehidupan
bagi ciptaannya, engkau toh sudah belajar agama selama
beberapa lama, kenapa cuma urusan itupun tak tahu" padahal
setiap umat persilatan mengetahui akan soal ini, aku adalah
seorang ahli silat kasar dari dnnia persilatan, sedang engkau
adalah istriku, lebih baik kita tak usah membicarakan
persoalan itu lagi."
"Kalau memang begitu, cabut senjatamu dan mari kita
lanjutkan pertarungan ini!"
"Sebenarnya apa maksudmu?" bentak Pek Siau-thian amat
gusar, "apakah engkau bersumpah tak akan hidup
berdampingan dengan diriku lagi....?"
"Oooh! itu sih tidak, aku hanya menginginkan kau serahkan
panji Hong-lui-leng kepadaku dan segera mengasingkan diri
dari dunia persilatan....!"
Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh, "Cuma,
kalau kau masih mempunyai rasa sayang terhadap istri, asal
kau bubarkan perkumpulan Sin-kie-pang dan menyatakan
mundur dari dunia persilatan, aku akan menemui engkau
untuk berpesiar keempat penjuru mencari dewa belajar ilmu
dan mencari kehidupan yang bahagia serta panjang usia."
Mula-mula Pek Siau-thian terperangah kemudian satu
ingatan berkelebat dalam benaknya, ia bertpikir lebih jauh,
"Meskipun usulnya sangat bagus dan menyenangkan tapi aku
Pek Siau-thian masih muda dan memimpin dunia persilatan
adalah suatu jabatan yang mulia serta patut di banggakan,
kenapa aku harus melepaskan kesempatan yang sangat baik
untuk menguasai seluruh jagad ini untuk mencari pelajaran
dewa yang masih semu itu" bukankah semacam ini
merupakan suatu tindakan yang terlalu bodoh?"
Meskipun paras suaminya berubah tenang, sadarlah Kho
Hong-bwee ia mengalami masalah yang pelik dan sukar ambil
keputusan, segera ujarnya kembali.
"Rembulan setelah bulat akan menjadi lonjong, air setelah
penuh akan meluber nasib buruk yang menimpa perkumpulan
Hong Im bwee serta Thong-thian-kauw merupakan contoh
yang paling bagus, perkumpulan Sin-kie-pang beruntung bisa
utuh dan seluruh kejadian ini boleh dibilang merupakan satu
keuntungan yang luar biasa, jika engkau mundur dalam
keberhasilan maka nama harummu akan dikenang sepanjang
masa, dan tindakan ini merupakan suatu tindakan yang
cerdas!" Terdengar Pek Kun-gie berseru pula dengan sedih.
"Ayah, perkataan dari ibu tak salah, marilah kita bersamasama
mengundurkan diri dari urusan dunia persilatan, cici dan
aku akan berbakti kepada ayah serta melayani dirimu hingga
akhir tua nanti" "Semuda ini sudah harus pergi menunggu ajal, apakah
tindakan ini tidak terlalu awal?" bentak Pek Siau-thian penuh
kegusaran. "Usia manusia sampai berapa ratus tahun" darimana
engkau bisa pastikan terlalu awal atau tidak?" kata Kho Hongbwee.
"Bagaimana dengan perkumpulan Sin-kie-pang?"
"Bagaimanapun toh mereka bukan anak cucumu, lebih baik
dibubarkan mulai sekarang saja!"
Pek Siau-thian tertawa dingin.
"Heehh.... heehh.... heehh.... apa kau anggap d ngan
dibubarkanya orang-orang itu dari ikatan perkumpulan, maka
perbuatan tersebut akan mendatangkan keberuntungan bagi
umat ma-nusia?" Dalam hati Kho Hong-bwee segera berpikir, "Perkataan ini
benar juga, manusia-manusia itu bukanlah termasuk manusia
yang baik, kalau dilepaskan kedalam dunia persilatan mereka
pasti akan membuat banyak keonaran, tapi.... jika
perkumpulan Sin-kie-pang dibiarkan tetap merajai kolong
langit dan perbuatan mereka semena-mena maka lama
kelamaan gejala ini akan mengakibatkan rusaknya
masyarakat, pihak pendekar akan terbasmi dan selamanya tak
bisa bangkit kembali, bencana ini bukan saja amat besar
bahkan terlalu dalam, lebih baik aku usahakan sampai
perkumpulan ini buyar...."
Setelah mempertimbangkan untung ruginya, perempuan itu
segera mengambil keputusan, kepada Pek Siau-thian ia
berkata, "Hukum karma selamanya berlaku dalam dunia,
barang siapa berani melakukan kejahatan dia pasti akan
terima binasa, perkumpulan Sin-kie-pang kita dirikan bersama,
kita pula yang bubarkan bukankah begitu sudah layak"
biarkan mereka ambil langkah sendiri dalam menentukan garis
hidupnya, biarlah mereka mampus jika berani melakukan
kejahatan, setelah orang-orang itu lepas dari pengawasan
kita, toh berarti sudah bukan termasuk tanggung jawab kita
lagi...." "Jadi kasarnya engkau suruh aku bubarkan hasil karya yang
kuperjuangkan dan ku usahakan mati-matian selama dua
puluh tahun ini dengan begitu saja?" seru Pek Siau-thian
ketus. "Yaa.... bicara pulang pergi toh akhirnya engkau lebih
beratkan nama dan kedudukan daripada kemuliaan akhlak,
kalau memang begitu biar kita selesaikan saja masalah ini
dalam pertarungan adu jiwa!"
Perempuan itu tak banyak pikir lagi, ia loloskan sebilah
pedang lemas yang tipis dan ramping dari pinggangnya,
kemudian membentak keras, "Persoalan yang kita hadapi pada
saat ini tak mungkin dapat diselesaikan secara damai, itu
berarti hubungan suami istri kita berduapun ibaratnya pedang
ini" Criing! ditengah dentingan nyaring, Kho Hong-bwee
getarkan pedang lemasnya sehingga ujung pedang seketika
putus beberaoa cun dan meluncur ke arah Pek Siau-thian
dengan kilatan cahaya perak.
Pek Siau-thian bukan orang lemah, ia ayun telapaknya
kedepan dan menjepit ujung pedang yang menyambar ke
arahnya dengan kedua jari tangannya, sementara paras
mukanya berubah jadi pucat kehijau-hijauan dan tak sedap
dipandang. Para jago yang mengikuti jalannya peristiwa itu dari tepi
arena pun segera mengetahui bahwa suami istri dua orang itu
sudah ambil keputusan untuk menempuh jalan hidup yang
berbeda, dalam keadaan begini tak mungkin mereka bisa
diakurkan lagi, dan satu-satunya peristiwa yang bakal terjadi
hanyalah pertarungan sengit yang akan menentukan siapa
menang siapa kalah, siapa hidup siapa mati.
Setelah berhenti beberapa saat lamanya, Pek Siau-thian
masukkan kuntungan pedang dalam jepitan jarinya itu
kedalam saku, kemudian ia menyikap jubah dan loloskan pula
sebuah senjata tajam. Senjata andalannya berupa sebuah tali panjang yang
terbuat dari otot naga, panjangnya satu tombak dua depa,
pada ujung sebelah kiri terkait sembilan lembar pisau tajam
berbentuk bulan sabit, sedang pada ujung lainnya terpasang
sembilan batang duri segi tiga yang amat beracun.
Delapan belas pisau tajam duri segi tiga itu tersebar
disepanjang tali otot tersebut, ada yang berselisih jarak
beberapa cun, ada pula yang berjarak delapan sampai
sembilan cun, nampak nya sangat tak beraturan dan tak tahu
apa kegunaannya. Pek Siau-thian memegang sebilah pisau tajam diantaranya,
tanpa mengucapkan sepatah katapun ia tebas kedua belah
ujung senjatanya itu hingga putus beberapa depa, dengan
begitu senjata tersebut panjangnya makin menyusut hingga
tidak sampai satu tombak, pisau bulan sabit dan duri segi tiga
yang tergantung pada senjata itupun tinggal dua belas
batang. Perbuatan ini dilakukan tentu saja dikarenakan Kho Hongbwee
telah mematahkan pula ujung pedangnya sehingga
senjata itu cacad, ia tak sudi mencari keuntungan dari utuhnya
senjata, karena itu senjata tajam miliknyapun dibikin Cacad
sendiri. Para pendekar dari golongan lurus yang menyaksikan
kejadian itu diam-diam merasa kagum juga, kendatipun
perbuatannya tidak dapat dibenarkan.
Terdengar Kho Hong-bwee berkata dengan ketus.
Dalam pertarungan ini kita harus saling merobohkan lawan
hingga benar-benar tak berkutik, tiada pengecualian dan tiada
keistimewaan bagi kedua belah pihak, pertarungan akan
berjalan secara adil dan tidak berat sebelah, engkau boleh
kerahkan segenap kekuatan yang kau miliki, sedang pedangku
juga tak akan kenal apa artinya belas kasihan.
"Maksudmu setelah merobohkan harus segera bangkit
untuk lanjutkan pertarungan.
Kho Hong-bwee gelengkan kepalanya.
"Kalau engkau sudah roboh, mungkin untuk selamanya tak
akan bisa bangkit kembali!"
Jilid 12 Pek Siau-thian mendendam sambil menggertak gigi,
bentaknya keras-keras, "Ayoh serang.... aku akan mengalah
sejurus bagimu, dan mulai sekarang hubungan kita sebadai
suami istripun putus sampai di sini saja!"
Kho Hong-bwee tertawa, tiba-tiba ia menerjang kedepan
sambil melepaskan serangan, cahaya berkilauan memancar
dari tubuh pedang lemas itu, desingan tajam memekikkan
telinga. Pek Siau-thian putar senjata ototnya dengan disertai
desiran tajam, pisau bulan sabit dan duri segi tiga diatas tali
otot itu di liputi cahaya putih dan baru laksana kilat
melancarkan serangan balasan.
Kho Hong-bwee menggoyangkan pedang lemasnya.
Sreeet! tiba-tiba ia menebas lengan kanan Pek Siau-thian.
Senjata tajam yang dipergunakan suami istri berdua itu
sama-sama tidak lengkap, ketika dilancarkan sama-sama
merasa kurang leluasa, namun jurus serangan yang
dipergunakan sama-sama ganas dan keji, tanpa terasa
pertarungan itupun berlangsung jauh lebih bengis dan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerikan sekali.... ooooOoooo 58 KEDUA orang itu sama-sama bertempur dengan andalkan
kecepatan melawan kecepatan, dalam sekejap, mata dua
puluh gebrakan sudah lewst, kedua belah pihak sama-sama
berusaha untuk merebutkan kedudukan yang lebih
menguntungkan. Dalam pada itu, dari pihak perkumpulan Hong-im-hwie,
hanya malaikat kedua Sim Ciu seorang yang masih sanggup
melakukan pertarungan, dari pihak perkumpulan Thong-thiankauw
hanya Pia Leng-cu seorang, sedangkan dari pihak
golongan pendekar, tenaga dalam yang dimiliki Hoa Hujin
sudah menyusut hingga tak mungkin bisa melakukan
pertarungan lagi, sedang Ciu Thian-hau dari gunung Huan
San, Suma Tiang-cing jago pedang bernyawa sembilan, Chin
Giok-liong, Bong Pay serta harimau pelarian Tiong Liau telah
menderita luka yang parah, kecuali mereka yang telah binasa
dalam pertarungan, hanya Cu Im taysu, Cu Thong dewa yang
suka pelancongan, Tio Sam-koh, Chin Pek-cuan, Biau-nia Samsian
serta Chin Wan-hong delapan orang saja yang masih
sanggup melanjutkan pertarungan.
Tapi kekuatan beberapa orang itu jika di bandingkan
dengan kekuatan perkumpulan Sin-kie-pang yang begitu besar
dan dahsyat ten tu saja ibaratnya telor melawan batu.
Selain itu rombongan manusia aneh yang menyerupai setan
itu masih ada seratus orang lebih, andaikata rombongan
manusia-manusia itu ada minat uniuk bertempur melawan
pihak perkumpulan Sin-kie-pang secara dipaksa mereka masih
mampu melakukan perlawanan tapi kalau berbicara
mengenahi kekuatannya sudah tentu pihak mereka masih
tertinggal jauh sekali. Sekarang dalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang sendiri
terjadi perselisihan, sisa laskar yang kalah perang sama-sama
mengharapkan kemenangan dari Kho Hong-bwee sebab jika
perempuan itu yang menang maka sisa laskar yang kalah
perang itu masih ada kemungkinan untuk melanjutkan hidup,
sebaliknya kalau Pek Siau-thian yang menang maka dia pasti
akan menggunakan tindakan keji untuk membunuh mereka
semua. Kendatipun semua orang berharap agar Kho Hong-bwee
yang menang namun ditinjau dati sisuasi yang terbentang
dabm gelanggang saat itu harapan menang bagi perempuan
itu kelihatan tipis sekali sementara anggota perkumpulan Sinkiepang telah berbaris rapi didepan mulut lembah dan
menyambut jalan keluar mereka.
Dalam keadaan seperti ini kecuali berdiam diri sambil
menantikan perubahan situasi selanjutnya tiada kemungkinan
bagi sisa laskar yang kalah perang itu melarikan diri.
Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian membentak keras,
senjata ruyung emasnya disertai desiran angin tajam
melancarkan serangan yang berkali lipat lebih dahsyat.
Keseriusan dan ketegangan menyelimuti paras Kho Hongbwee
yang cantik jelita, pedang lemasnya terbentang kian
kemari jurus demi jurus dilancarkan tiada hentinya, terhadap
serangan gencar yang dilepaskan oleh Pek Siau-thian ia sama
sekali tak ambil gubris bahkan melihatpun tidak.
Sistim bertempur yang lebih mengutamakan menyerang
daripada pertahanan dan selalu mencari kesempatan untuk
beradu jiwa ini sudah berada dalam dugaan Pek Siau-thian
sebagai seorang ketua perkum pulan besar yang berambisi
tentu saja ia tak sudi beradu jiwa dengan istrinya sendiri tetapi
kepandaian silat mereka berada dalam keadaan seimbang
lama kelamaan ia mulai kepayahan untuk menghadapi cara
bertempur istrinya yang nekad itu, ia mulai keteter bebat.
Dalam sekejap mata kedua oiang itu sudah melangsungkan
kembali pertarungan sengit sebanyak dua puluh gebrakan
namun siapapan gagal untuk merebut kemenangan.
Pek Siau-thian sendiri walaupan tidak ingin mengadu jiwa
dengan istrinya, dalam hati keclnya diapun tak ingin
membinasakan istrinya yang cantik jelita itu ia mulai sadar jika
pertarungan itu dilanjutkan lebih jauh maka akhirnya akan
terjadi tragedi yang menyedihkan bati
Kecemasan dan kejelisahan membuat hatinya jadi
mendongkol sekali. Meskipun begitu toh dia adalah seorang pemimpin yang
cekatan, hatinya yang kalut tidak sampai mengacaukan
permainan jurus serangannya, setelah bertempur beberapa
jurus lagi ia membentak keras, "Tunggu sebentar!"
Tubuhnya loncat kebelakaug dan menyingkir sejauh dua
tombak dari tempat semula.
Kho Hong-bwee menjengek dingin, katanya, "Kalau engkau
bersedia mengaku kalah, ayoh cepat serahkan tanda perintah
Hong-lui-leng tersebut kepadaku!!"
"Heeeh, heeehh heeeh, sekali menjadi suami istri
selamanya tetap saling mencintai, siapa menang siapa kalah
toh sama saja?" "Kalau begitu ayoh cepat serahkaa tanda perintah Hong-luileng
itu kepadaku!" bentak Kho Hong-bwee dengan gusar.
Pek Siau-thian tersenyum.
"Suami istri asalnya tetap satu, serahkan tanda perintah
Hong-lui-leng kepadamu bukanlah suatu perbuatan yang
memalukan!" Ia lantas berpaling sambil membentak, "Soh-gie, serahkan
Hong lui-leng itu kepadaku!"
Pek Soh-gie terperangah, ia maju kedepan dan segera
persembahkan tanda perintah Hong-lui-leng tersebut kepada
ayahnya. Semua orang melongo dan tak tahu apa maksud serta
tujuan dari Pek Siau-thian, melihat wajahnya berseri-seri dan
sikapnya yang santai, mereka tahu bahwa ketua dari
perkumpulan Sin-kie-pang ini sedang menjalankan siasat.
Setelah mencekal tanda perintah itu, Pek Siau-thian
membentak keras, "Pelindung hukum bagian depan, harap
terima perintah!" Dari balik barisan pelindung hukum panji kuning berkelebat
keluar delapan orang kakek tua sambil memberi hormat
mereka berseru, "Hamba siap menunggu perintah!!"
"Jaga hujin baik-baik, kalian tak boleh menang tak boleh
kalah, dan tak boleh melukai hujin barang seujung rambutpun,
siapa berani melanggar akan kupenggal kepalanya."
Mendengar seruan tersebut Kho Hong-bwee jadi amat
gusar dan bentaknya keras-keras, "Pek Siau-thian, engkau
berani perintahkan anak buahmu untuk mengeroyok aku?"
Pek Siau-thian tersenyum "Engkau masih bersikap kekanak-kanakan, apa boleh buat"
hari ini terpaksa aku harus menyusahkan dirimu!"
"Kurang ajar!" bentak Kho Hong-bwee dengan gusar,
tubuhnya menerjang kedepan dan pedangnya langsung
membabat ke tubuh lawan. Pek Siau-thian mengegos kesamping dan melayang
beberapa tombak kebelakang sementara kedelapan orang
kakek tua itu segera maju kedepan dan menghadang jalan
pergi Kho Hong-bwee. Perempuan setengah umur itu jadi amat gusar, dengan
sorot mata yang tajam ia sapu sekejap wajah dari kedelapan
orang kakek itu, lalu bentaknya keras-keras, "Kurang ajar, jadi
kalian benar-benar berani untuk bertempur melawan aku?"
"Hujin harap jangan marah!" kata kedelapan orang kakek
tua itu sambil memberi hormat, "hamba terpaksa harus
berbuat demikian, harap engkau sudi memberi maaf!"
Dalam pada itu, Pek Siau-thian dengan suara lantang
berseru, "Mulai detik ini perkumpulan Hong-im-hwie telah
bubar, enam propinsi di wilayah Kang-pak akan masuk
menjadi wilayah kekuasaan perkumpulan Sin-kie-pang, ketua
Jin! apa yang hendak kau utarakan lagi?"
Jin Hian, Sim Cu dan nenek dewa bermata buta berunding
sebentar dengan suara lirih, kemudian baru berseru, "Mulai
sekarang perkumpulan Hong-im-hwie memang telah bubar,
wilayah Kang-pak mau jadi kekuasaan siapa bukan urusan
kami, kami segan untuk mengurusinya...."
Sejak lengannya kutung, masa depannya pun ikut hancur
berantakan apalagi setelah perkumpulannya ditumpas lawan,
hatinya benar-benar putus asa dan tak punya semangat lagi,
dalam pembicaraan bukan saja suaranya lemah bahkan
nadanya lirih dan membuat hati orang ikut beriba.
Pek Siau-thian berusaha menekan rasa bangga dan
gembiranya didalam hati, ia segera berpaling kesamping lain
dan berteriak pula, "Perkumpulan Thong-thian-kauw telah
bubar, semua kuil akan dibongkar dan wilayah Kanglam akan
dikuasai oleh perkumpulan Sin-kie-pang, kaucu! apakah
engkau ada usul lain?"
Sejak tadi Thong-thian Kaucu telah berunding dengan
paman gurunya Pia Leng-cu, mendengar pertanyaan tersebut
ia segera menjawab dengan suara hambar.
"Perkumpulan Thong-thian-kauw akan tinggalkan wilayah
Kanglam pangcu mau menduduki wilayah tersebut atau tidak
terserah pada kemauanmu sendiri.
Sepasang kakinya yang dihancurkan oleh ledakan kotak
emas milik Siang Tang Lay membuat imam tua itu menderita
jauh lebih parah dari pada keadaan Jin Hian meskipun anak
murid perkumpulannya masih ada beberapa orang namun ilmu
silat mereka rata-rata lemah sekali, meskipun ada Pia Leng-cu
tapi kekuatan pihak perkumpulan Sin-kie-pang terlalu besar
dan tak mungkin bisa dilawan lagi, oleh sebab itulah kecuali
ngaku kalah tiada jalan lain lagi baginya.
Pek Siau-thian gembira sekali sorot matanya yang tajam
segera dialihkan ke arah barak yang di huni para pendekar.
Sebelum ia sempat buka suara Ciu Thian-hau dari gunung
Huang-san telah tertawa terbahak-bahak, teriaknya dengan
cepat, "Golongan pendekar telah ditumpas rata dengan tanah,
dunia persilatan akan dimiliki oleh Pek Siau-thian seorang,
benar-benar mengagumkan.... benar-benar mengagumkan...."
Ucapannya bernada tajam dan penuh mengandung
sindiran. Pek Siau-thian mendengus dingin, diam-diam pikirnya,
"Kelompok manusia-manusia itu binal dan tak takut mati sukar
untuk mendidik mereka jadi penurut, kalau rumput liar tidak
dibasmi sampai akar-akarnya bila angin musim semi
berhembus maka bibit rumput akan tumbuh kembali, lebih
baik kubasmi saja mereka semua hingga tak berbekas.
Setelah mengambil keputusan di hati, ia lantas berkata,
"Bulan sembilan tanggal sembilan nanti perkumpulan Sin-kiepang
akan merayakan hari jadinya yang kedua puluh dikota
Kay hong, semua jago yang ada di kolong langit harus
menghadiri perayaan tersebut apa bila ada yang tak mau pergi
harap menyatakan pendapatnya mulai sekarang.
Ucapan itu bernada perintah dan memaksa orang harus
menuruti kemauan hatinya.
Terdengar Ik cu berkata dengan cepat, "Perayaan sebesar
itu sudah sepantasnya untuk dihadiri, sampai waktunya pinto
pasti akan membawa orang untuk menyampaikan selamat
kepadamu...." Jin Hian dalam baraknya ikut berseru pula, "Mulai detik ini
aku orang she Jin sudah menjadi burung yang terlepas, tentu
saja dengan senang hati aku akan menghadiri perayaan besar
itu." 'Terima kasih aras kesediaan kalian!" seru Pek Siau-thian
dengan angkuh. Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh tertawa dingin dan
berkata, Pek Siau-thian, engkau tak usah sombong, jangan
harap kami bersedia untuk tunduk dibawah perintahmu, mau
bacok, mau cincang ayoh silahkan.
Pek Siau-thian memang ada niat untuk membasmi semua
kelompok pendekat, mendengar ucapan dari Thio Sam-koh
tersebut, ia segera pergunakan kesempatan itu sebaikbaiknya.
Dengan muka membesi bentaknya keras-keras, "Pelindung
panji kuning, ayoh maju dan tekuk mereka semua!!"
Suara sahutan yang gegap gempita bergema memecahkan
kesunyian, Cukat racun Yau Sut dengan memimpin hampir
seratus orang pelindung hukum panji kuning bagaikan air bah
yang menjebolkan tanggul langsung menerjang ke arah
kelompok pendekar. Kho Hong-bwee yang menyaksikan kejadian itu jadi amat
gusar, pedangnya diputar kencang dan membabat seorang
kakek tua di hada pannya, kemudian ia terjang kemuka.
Criing! dengungan nyaring berkumandang memecahkan
kesunyian, seorang kakek tua yang berada disisi kiri
menyentilkan ujung jarinya yang tepat bersarang diujung
pedang Kho Hong-bwee, membuat serangan tersebut segera
menceng kesamping. Kegusaran yang berkobar dalam dada Kho Hong-bwee
memuncak, ia putar pedang emasnya dan.... Sreeet! sekali lagi
ia lancarkan sebuah bacokan maut.
Pek Kun-gie yang selama ini membungkam terus dalam
seribu bahasa, tiba-tiba menyerang dari arah samping.
Kedelapan orang kakek tua itu merupakan jago-jago kelas
satu dalam perkumpulan Sin-kie-pang, mereka disebut sebagai
pelindung hukum bagian depan, tugas mereka adalah
melindungi keselamatan pangcu dan merupakan orang
kepercayaan dari Pek Siau-thian.
Walaupun kedelapan orang itu adalah orang-orang lihay
yang hanya bertahan belaka, namun serbuan Kho Hong-bwee
dan anaknya sama sekali tak mampu untuk menjebolkan
kurungan tersebut. Dipihak lain, Cukat racun Yau Sut dengan memimpin hampr
seratus orang jago lihay, ibarat gulungan ombak ditengah
samudra segera menerjang ke arah barak yang di huni oleh
para pendekar golongan putih.
Para jago dari golongan pendekar yang masih sanggup
berdiri segera munculkan diri untuk menyambut datangnya
serangan tersebut, tapi jumlah mereka tak lebih dari tiga belas
orang, untuk menghadapi serangan sedahsyat itu keadaan
benar-benar bagaikan telur melawan batu.
Tiba-tiba Lan-hoa Siancu berteriak keras, "Li hoa, Ci wi,
kalau kita tidak mengadu jiwa lagi, maka kita akan berbuat
kesalahan besar terhadap Siau long!"
"Benar, bagaimanapun juga kita harus melayani serbuan
mereka dengan sepenuh tenaga!" sahut Li-hoa Siancu.
Sambil berbicara, ketiga orang kakak beradik seperguruan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu segera menyerbu ke depan lebih dahulu dan masingmasing
orang menyebarkan diri untuk membendung serbuan
lawan yang dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra itu.
Terdengar Cukut racun Yau Sut membentak keras.
"Ayoh lancarkan serangan!"
Begitu perintah dilepaskan para jago yang berada di
barisan paling depan sama-sama mengayunkan telapaknya
dan melepaskan satu pu kulan yang maha dahsyat.
Kawanan pelindung hukum yang tergabung dibawah panji
kuning ini merupakan sekawanan jago yang memiliki ilmu silat
yang amat lihay, tenaga pukulan mereka yang bergabung jadi
satu benar-benar amat dahsyat bagaikan gulungan ombak
menghancurkan dermaga, desiran tajam memekikkan telinga
kekuatan serta daya penghancurnya amat mendebarkan hati
orang. Biau-nia Sam-sian yang berada di paling depan dengan
cepat tertumbuk oleh gulungan angin pukulan yang dahsyat
bagaikan angin puyuh itu, badan mereka tak mampu berdiri
tegak dan dengan langkah sempoyongan mundur beberapa
langkah ke belakang. Tio Sam-koh serta Cu Thong sekalian yang menyusul
dibelakangnya tak mampu berdiri pula semua jago terdorong
mundur beberapa langkah dari posisi semula.
Walaupun begitu kepandaian melepaskan racun dari
wilayah Biau memang mempunyai ciri-ciri khas serta
keistimewaan yang luar biasa, tatkala Lan-hoa Siancu bertiga
menerjang maju kedepan tadi, bubuk racun yang dapat
merobohkan orang lain telah dilepaskan secara ber tubi-tubi.
Kendatipun Cukat racun Yau Sut dapat menyaksikan
tingkah laku mereka dengan seksama dan sudah melepaskan
pukulan dari tempat kejauhan namun ada empat orang anak
buahnya yang tetap keracunan serta roboh tak berkutik lagi
diatas tanah. Menyaksikan kelihayan ilmu racun musuh, Cukat racun Yau
Sat merasa amat terperanjat, rasa waspada yang timbul dalam
hati kecilnya makin dipertingkat sambil menahan napas,
perlahan-lahan tubuhnya bergerak kedepan, pukulan demi
pukulan dilancarkan secara bertubi-tubi.
Kekuatan angin pukulan yang maha dahsyat itu bergabung
jadi satu membentuk gelombang serangan yang luar biasa
dahsyatnya, pukulan itu langsung menerjang para jago dari
kalangan lurus, membuat Cu Im taysu serta Cu Thong yang
berkepandaian tinggipun kena didesak mundur kebelakang
hingga tak sanggup mempertahankan kuda-kudanya.
Setelah mundur berulang kali, para jago telah
mengundurkan diri kembali kedalam barak, angin pukulan
dahsyat segera menerbangkan meja dan kursi membuat
keadaan pada saat itu ibaratnya suatu daerah yang ketimpa
angin topan. Dalam barak terdapat beberapa orang jago yang sedang
menderita luka, melihat musuh tangguh menyerbu masuk
kesana, anak murid dari Siang Tang Lay segera melindungi
guru mereka dan menyingkir kesamping, Chin Pek-cuan
membopong putranya Giok Liong, Cu Thong membopong
Bong Pay dan Chin Wan-hong memayang Hoa Hujin
mengundurkan diri dari tempat itu.
Untuk beberapa saat lamanya suasana jadi kalut dan kacau
balau, agaknya para jago segera akan musnah dibantai orangorang
perkumpulan Sin-kie-pang.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari atas atap barak
berkumandang suara bentakan seorang perempuan yang
sangat nyaring, "Pek Siau-thian! kabut yang telah kusebarkan
adalah kabut Kiu tok ciang dari wilayah Biau, kalau engkau
belum juga tahu diri maka pelindung hukummu itu akan
memperoleh ganjaran yang setimpal."
Ucapan itu bernada datar dan tawar tapi setiap patah kata
bergema amat tajam dan nyaring didengar, Cukat racun Yau
Sut sekalian beserta Pek Siau-thian yang berdiri ditempat
kejauhan kontan dibuat terkesiap hatinya mendengar
perkataan itu, sadarlah mereka bahwa ditempat itu sudah
hadir seorang jago persilatan yang berilmu silat amat tinggi.
Sorot mata mereka segera dialihkan ke arah mana
berasalnya suara itu, diatas atap barak duduklah seorang
perempuan muda berdandan suku Biau yang telanjang kaki,
lengannya dan dadanya kelihatan separuh, perempuan itu
berwajah cantik jelita, berkulit putih bersih dan bersikap amat
santai. Tiba tiba jeritan kaget bergema saling susul menyusul,
dalam waktu singkat separuh bagian pelindung hukum dari
panji kuning perkumpulan Sin-kie-pang yang hadir disitu roboh
terkapar keatas tanah dan tak berkutik lagi.
Pek Siau-thian amat terperanjat sekali, panji Hong-lui-leng
digoyangkan berulang kali, bentaknya keras, "Mundur!
mundur.... mundur....!"
Pada waktu itu Cukat racun Yau Sut sekalian sudah dibikin
ketakutan hingga sukma serasa melayang tinggalkan raganya,
mendengar tanda perinlah itu bagaikan gulungan angin topan
mereka segera saling berebut untuk mengundurkan diri dari
situ, seakan-akan mereka sedang mengalirkan diri dari pintu
neraka. Dalam sekejap mata, disamping empat orang yang roboh
terkapar lebih dahulu, diatas tanah telah bertambah dengan
dua puluh tujuh sosok tubuh manusia yang semuanya terdiri
dari jago-jago lihay kelas satu dalam dunia persilatan.
Dalam pertarungan dengan andalkan ilmu silat, untuk
merobohkan seorang musuh merupakan suatu pekerjaan yang
sulit, tapi sekarang dalam waktu singkat ada dua puluh orang
lebih yang roboh tak berkutik lagi, dari sini bisa terbukti bahwa
ilmu racun dari wilayah Biau memang benar-benar mengerikan
sekali. Saking gusar dan mendongkolnya, sekujur badan Pek Siauthian
gemetar keras, sambil menatap perempuan muda
berdandan suku Biau itu dengan sorot mata tajam tegurnya
dengan suara menyeramkan, "Apakah engkau adalah pemilik
lembah Hu liong kok dari wilayah Biau?""
Perempuan cantik suku Biau itu tertawa.
"Tebakanmu sedikitpun tak salah, aku adalah Kiu-tok
Sianci" Sementara itu Biau-nia Sam-sian serta Chin Wan-hong
secara beruntun telah melayang keluar dari dalam barak,
sambil berlarian mereka sama-sama berseru lantang.
"Suhu....!" Dengan sorot mata berkilat, Kiu-tok Sianci menyapu
sekejap ke arah keempat orang itu, kemudian dengan muka
membesi, ujarnya dingin, "Hmm! kalian sudah menurunkan
pamor kalian sendiri, apakah kamu semua masih punya muka
untuk berjumpa dengan aku?"
Telapaknya dikebas kedepan, segulung angin pukulan yang
tajam seketika merobohkan keempat orang itu dari atas barak.
Pek Siau-thian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heehh.... heehb.... heehh.... antara perkumpulan Sin-kiepang
dengan pihak lembah Hu-liang-kok pernah mengikat
janji bahwasanya kedua belah pihak tidak akan saling
mengganggu maupun saling menyerang, dalam kenyataan
engkau telah meracuni anak buahku sebanyak dua puluh
orang lebih, jadi maksudmu tersebut hendak kau batalkan?"
"Tentu saja batal!" jawab Kiu-tok Sianci hambar, "tapi
perjanjian ini batal ditangan orang-orang perkumpulaa Sin-kiepang,
engkau tak usah salahkan kami orang-orang dari
lembah Hu-liang-kok"
"Apa maksudmu?"
Kiu-tok Sianci mendengus dingin.
"Hmm! selama ini pihak lembah Hu-liang-kok kami selalu
menutup diri pergaulan dunia luar, kami tak mencampuri
urusan dari siapapun tapi kalian orang-orang dan pihak
perkumpulan Sin-kie-pang telah meracuni Hoa Thian-hong
dengan racun keji kemudian menghantar masuk kedalam
lembah Hu-liang-kok kami, memaksa aku harus menerima
Chin Wan-hong sebagai muridku. Kalau perjanjian ini hendak
dibatalkan maka kalian perkumpulan Sin-kie-pang yang harus
bertanggung jawab dalam soal ini."
Mendengar perkataan itu Pek Siau-thian terperangah
dibuatnya, meskipun alasan yang dikemukakan sedikit terlalu
memaksa namun kenyataan memang demikian, untuk
beberapa saat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun
tanpa sadar lagi ia melotot sekejap ke arah Pek Kun-gie
dengan pandangan gemas. Setelah suasana hening beberapa saat lamanya, Pek Siauthian
memerintahkan Yau Sut untuk mengirim orang
mengangkut kembali kedua puluh sosok pelindung hukum
panji kuning yang terkapar di tanah.
Cukat racun Yau Sut segera memerintahkan sepasukan pria
kekar berbaju hitam untuk melaksanakan tugas tersebut.
Sepasukan pria kekar berbaju hitam ini merupakan anak
buah dari tiga ruang bagian luar, diantara para jago yang
hadir dalam lembah Cu-bu-kok dewasa ini mereka terhitung
manusia yang berkepandaian rendah dalam pikiran Yau Sut
dengan kedudukan Kiu-tok Sianci yang begitu tinggi dan
terhormat tak mungkin sampai dia melepaskan racun keji
terhadap kawanan manusia itu.
Terdengar Kiu-tok Sianci dengan suara dingin berseru,
"Dalam lingkaran tiga tombak disekitar barak ini tak mungkin
dilalui siapapun, jangan dikata manusia, burungpun tak
mungkin bisa melewati tempat ini, aku harap kalian semua
menghentikan langkah kakimu itu!"
Sebenarnya kawanan manusia baju hitam itu sudah merasa
amat kuatir sekali atas keselamatan jiwa mereka apa lagi
setelah mendengar ancaman dari Kiu-tok Sianci itu, kontan
jantungnya merasa berdebar keras tapi berhubung peraturan
perkumpulan yang begitu ketat, siapapun tak berani
membangkang perintah tersebut.
Begitulah, sekalipun mereka sudah tahu bahwa sebentar
lagi mereka semua akan melangkah masuk kedalam lingkaran
tiga tombak dari sisi barak, namun dengan langkah lebar
orang-orang itu masih tetap melanjutkan perjalanannya.
Bluuk! bluuk! bluuk! sebelum kawatan manusia baju hitam
itu sempat mencapai hadapan para pelindung hukum yang
terkapar diatas tanah, secara beruntun orang-orang itu roboh
terjengkang keatas tanah dan sama sekali tak berkutik lagi.
Kiu-tok Sianci yang duduk diatas atap barak masih tetap
seperti sedia kala, semua orang tak ada yang melihat
bagaimana caranya orang itu melepaskan racun kejinya, dari
sini semakin dapat dibuktikan betapa dahsyat dan luar
biasanya kepandaian melepaskan racun yang dimiliki
perempuan suku Biau ini. Pek Siau-thian merasa terkejut bercampur gusar, pikirnya
didalam hati. "Kabut kiu tok ciang yang ditebarkan disekitar tempat ini
pastilah merupakan sebangsa racun yang tak berwarna
maupun berbau yang melayang diudara sehingga membuat
setiap orang yang tersentuh seketika keracunan dan tak bisa
berkutik lagi, dengan cara apakah aku harus menahan
serangan racun itu?"
Otaknya berputar keras, segala kecerdikannya diserahkan
untuk memecahkan persoalan itu, namun akhirnya toh usaha
itu mengalami jalan buntu.
Karena gelisah bercampur cemas, hawa amarahnya segera
berkobar membakar hatinya, paras mukapun dari merah
padam berubah jadi hijau membesi.
Tiba-tiba terdengar Kho Hong-bwee berkata dengan suara
dingin, "Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, rembulan yang
bulat akhirnya akan lonjong, air yang penuh pasti akan
meluber, sekarang engkau harus mempercayai kebenaran dari
ucapanku itu, ikutilah nasehatku dan serahkan tanda perintah
Hong-lui-leng tersebut kepadaku, biarlah aku yang bereskan
masalah selanjutnya!"
"Hmmm! aku orang she Pek tak rela mengaku kalah
dengan begitu saja!" teriak Pek Siau-thian penuh kegusaran.
Dengan tanda perintah Hong-lui-leng ki nya dia tuding
kemuka, kemudian bentaknya keras-keras, "Yau Sut pimpin
barisan pelindung panji kuning menyerang dari sayap kiri, Ho
Kee-sian pimpin anak buah tiga ruang dalam menyerang
langsung dari bawah mimbar, sisanya siapkan anak panah dan
menunggu perintah!" Ratusan orang anggota perkumpulan Sin-kie-pang samasama
menyabut, suaranya keras bagaikan guntur yang
membelah bumi di siang hari bolong.
Cukat racun Yau Sut serta telapak pembalik langit Ho Keesian
segera tampil ke depan dan membentak, "Ikuti aku!"
Dalam sekejap mata Cukat racun Yau Sut dengan
memimpin enam tujuh puluh orang pelindung hukum panji
kuning menerobos dari bawah barak, mengitari belakang
rombongan manusia-manusia aneh dan menerjang masuk ke
arah barak yang dihuni para jago.
Telapak pembalik langit Ho Kee-sian dengan memimpin
semua pelindung hukum dan Tiang Cu dari tiga ruang dalam
yang berjumlah hampir dua ratus orang dengan melingkari
mimbar menerjang masuk ke arah barak yang dihuni para
pendekar dari sayap kanan.
Kesempurnaan barisan dari orang-orang perkumpulan Sinkiepang serta kedisiplinan mereka melaksanakan perintah,
benar-benar tak dapat dibandingkan dengan kelompok
manusia-manusia lain di kolong langit, serbuan yang
dilaksanakan secara serentak oleh dua tiga ratus orang ini
betul-betul dahsyat ibarat gulungan ombak ditengah samudra,
walaupun serentak namun sama sekali tidak kacau, kecepatan
gerakan mereka serta kecepatan mereka mengepung
sasarannya begitu dahsyat, membuat siapapun yang melihat
jadi terperanjat dan berkobar keras.
Kiu-tok Sianci sendiri diam-diam dibuat serba salah setelah
menyaksikan serbuan te sebut, ia sadar bahwa kemampuan
yang dimilikinya masih belum mampu untuk mengatasi
keadaan tersebut. Dalam keadaan tergesa-gesa ia segera melayang turun dari
atas barak dan langsung menghadang serbuan yang dipimpin
oleh Yau Sut, bentaknya dengan suara lantang, "Lan hoa, Li
hoa! hadang sebelah kanan sebentar lagi Siau Long akan
datang kemari" "Siau Long ada dimana?" teriak Lan-hoa Siancu.
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, telapak


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembalik langit Ho Kee-sian dengan memimpin para jago lihay
dari tiga ruang dalam telah menyerbu masuk ke dalam barak.
Ketika para pendekar mendengar bahwa Hoa Thian-hong
sebentar lagi akan tiba di sana, semua orang merasakan suatu
perasaan gembira yang sangat aneh, mereka semua segera
terjun kedalam gelanggang dan masing-masing orang dengan
penuh semangat menyambut datangnya serangan dari pihak
lawan. Pek Kun-gie sendiri, ketika mendengar dari mulut Kiu-tok
Sianci bahwasanya sebentar lagi Hoa Thian-hong akan muncul
disana, dalam hati kecilnya segera berpikir, "Sekarang orangorang
perkumpulan Sin-kie-pang sedang mengerubuti ibu dan
sahabat-sahabatnya jika dia sampai melihat kejadian ini
mungkin sampai akupun akan dibenci olehnya...."
Ingatan tersebut belum sempat berkelebat dalam benaknya
hingga selesai dengan cepat, gadis itu sudah merampas
sebilah pedang dan langsung lari ke arah mimbar.
Pek Siau-thian jadi amat gusar setelah menyaksikan
tingkah laku putrinya ia membentak keras,
"Budak ingusan...."
Badannya menerjang maju kedepan dan menyambar tubuh
gadis itu. Dengan suara dingin Kho Hong-bwee segera berseru.
"Jangan urusi orang lain kita pun harus bertempur hingga
salah satu diantaranya mampus!"
Sreet....! Sreeet....! dua bacokan pedang memaksa Pek
Siau-thian terpaksa harus mundur dua langkah kebelakang.
Kegusaran yang berkobar dalam benak Pek Siau-thian tak
terkendalikan lagi. Senjata pecut lemasnya segera dikibaskan ke luar dan
melancarkan sebuah serangan balasan.
Suasana pada waktu itu kalut sekali, Pek Siau-thian terlibat
kembali dalam suatu pertempuran yang sengit melawan
istrinya sendiri. Kiu-tok Sianci sendiri menahan serbuan dari
Yau Sut beserta anak buahnya berjumlah tujuh puluh orang
lebih. Berbicara dalam hal ilmu silat, sudah tentu Kiu-tok Sianci
tak mungkin berhasil menghela serbuan jago-jago sebanyak
itu tapi karena pertama ruang gerak disekitar barak itu amat
sempit dan kecil, kedua, semua orang jeri akan nama besar
Kiu-tok Sianci maka sewaktu melihat perempuan itu
menerjang datang semua orang sama-sama menyingkir
kebelakang. Setelah berhasil mendesak mundur para jago, Kiu-tok
Sianci secepat kilat melayang di angkasa dan berputar satu
lingkaran mengitari Hoa Hujin serta Siang Tang Lay sekalian
yang terluka dan tak dapat maju bertempur kemudian tanpa
memperdulikan musuh-musuhnya lagi ia langsung menerjang
ke arah Ho Kee-sian beserta para jagonya.
Yau Sut agak terperangah sewaktu dilihatnya Kiu-tok Sianci
meninggalkan mereka semua dan malahan berpindah ke pihak
lain, sebagai seorang jago yang gampang curiga satu ingatan
berkelebat dalam benaknya membuat ia segera menghentikan
gerakan tubuhnya. Lain halnya dengan para jago lain yang kurang cermat,
orang-orang yang berada dikedua belah sisinya dengan cepat
menerjang ke muka dengan maksud membinasakan Hoa Hujin
sekalian yang sedang terluka.
Siapa tahu baru saja menerjang sejauh beberapa depa ke
arah depan tanpa sempat mendengus berat enam orang jago
sudah roboh tak berkutik lagi diatas tanah.
Diam-diam Cukat racun Yau Sut merasa terkesiap, buruburu
ia perintahkan anak buahnya untuk hentikan gerakan
mereka. Sementara itu Hoa Hujin sekalian tepat berada dihadapan
mereka dan jaraknya hanya dua tiga tombak belaka, mereka
tahu, andaikata orang-orang itu bisa ditangkap maka tanpa
bertempur lebih jauh kemenangan telah berada ditangan
mereka. Tapi tempat dimana Kiu-tok Sianci berputar tadi telah
membentuk sebuah dinding pemisah yang tak berwujud,
siapapun tak punya keberanian untuk melewati dinding
pemisah tersebut. Telapak pembalik langit Ho Kee-sian adalah ketua dari
ruang Thian leng tong pada saat itu dengan pemimpin dua
ratus orang jago dari huan han telah menerjang masuk ke
dalam barak lewat sayap sebelah kanan dengan pukulanpukulan
yang berat dan dahsyat mereka paksa Biu nia Sam
sian sekalian terdesak mundur beberapa langkah kebelakang,
menggunakan peluang yang sangat baik itulah pasukan
segera dipecah menjadi dua bagian dan mengepung
gerombolan para pendekar itu dari sisi kiri maupun kana,
dalam waktu singkat suasana jadi makin kritis bagi pihak
kaum lurus dan nampaknya sebentar lagi mereka akau
berhasil menyerbu masuk kedalam barak.
Pada saat yang gawat itulah Kiu-tok Sianci berhasil
mencapai tempat kejadian, semua orang yang sudah tahu
akan kelihayan ilmu ra cun dari perempuan itu, sama-sama
mengundurkan diri kebelakang setelah melihat kehadirannya.
Apa lacur Pek Kun-gie dengan babatan pedangnya yang
kalap pada waktu itu sudah tiba disitu dan memutuskan jalan
mundur mereka, suasana jadi kalut dan barisanpun jadi kacau,
semua orang berusaha menghindarkan diri dari babatanbabatan
maut gadis itu. Himpit menghimpit terjadi diantara sesama anggota
perkumpulan Sin-kie-pang, banyak orang yang tergelincir
roboh keatas tanah, membuat suasana yang kacau bertambah
kalut rasanya. Dalam pada saat itulah, dari mulut lembah Cu-bu-kok tibatiba
bergema suara bentakan seseorang, "Pek Siau-thian!"
Bentakan tersebut begitu keras ibarat guntur yang
membelah bumi disiang hari bolong, semua orang merasakan
telinganya bergetar keras dan amat sakit rasanya.
Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, andaikata
serangan Kho Hong-bwee secara mendadak tidak mengendor,
mungkin lengan kanannya sudah tertebas kutung.
Pada waktu ilu masih ada seratus dua rasus orang anggota
perkumpulan Sin-kie-pang yang menyumbat mulut lembah,
dengan demikian orang yang berada dalam lembah dapat
untuk melihat pemandangan diluar lembah.
Terdengarlah seseorang dengan nada gemetar berseru
keras, "Lapor pangcu, Hoa Thian-hong telah muncul
kembali!!" Dari suara pelapor yang gemetar dan tersendat-sendat
dapat diketahui bahwa hati orang itu sudah keder dibuatnya.
Pek Siau-thian semakin naik pitam, ia segera membentak
keras, "Kembali yaa kembali, apa yang musti di takuti?"
lepaskan dia masuk kedalam lembah!"
Bagaikan embok laut yang membelah ke samping, para
jago perkumpulan Sin-kie-pang yang menyumbat mulut
lembah sama-sama menyingkir kesamping hingga terbukalah
sebuah jalan lewat. Hoa Thian-hong dengan mencekal pedang bajanya
melangkah masuk kedalam lembah, pelayan tua nya Hoa In
mengikuti dibelakang pemuda itu.
Pada dasarnya Hoa Thian-hong memiliki badan yang kekar
dan wajah yang berwibawa, kini ia nampak jauh lebih
bersemangat dan agung sekali, seakan-akan seorang manusia
yang baru saja muncul dari penggodokan dalam tungku pat
kwa, begitu agung dan berwibawanya membuat setiap orang
dalam lembah itu diam-diam mengaguminya.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat, Pek Siauthian
menatap wajah Hoa Thian-hong tanpa berkedip, ketika
dilihatnya selangkah demi selangkah si anak muda itu
menghampiri kehadapannya, entah apa sebabnya tiba-tiba
muncul suatu perasaan dengki yang aneh sekali dalam hati
kecilnya" Suasana dalam lembah Cu-bu-kok diliputi keheningan yang
luar biasa, sorot mata setiap orang ditujukan keatas wajah
Hoa Thian-hong, orang-orang dari pihak kaum pendekar
termasuk juga Siang Tang Lay dan Kiu-tok Sianci sama-sama
melelehkan air matia karena kegirangan, paras muka mereka
semua menampilkan perasaan lega dan gembira.
Diam-diam Pek Siau-thian menyumpah dalam hati kecilnya,
"Sialan! kenapa aku musti jeri kepadanya?"
Semua perhatiannya segera dipusatkan jadi satu, sambil
menekan pergolakan hatinya, ia berkata dengan ketus,
"Bukankah engkau sudah pilih jalan untuk kabur sejauhjauhnya
dari tempat ini" mau apa engkau datang lagi kemari,
mungkin sudah bosan hidup?"
Hoa Thian-hong menjura dan memberi hormat kemudian
sahutnya, dengan wajah serius, "Aku sama sekali tidak pergi
jauh, ambisi pangcu yang begitu besar sungguh membuat
hatiku merasa sangat kagum"
Bicara sampai disitu, ia merogoh sakunya dan ambil keluar
sebuah kotak kecil terbuat dari kumala sambil diserahkan
ketangan Hoa In, perintahnya, "Serahkan batang Leng-ci ini
untuk ibuku, Hoa In menyambut kotak itu dengan tangannya
dan segera lari menuju ke arah barak, Ci-wi Siancu buru-buru
nampakkan diri dari balik garis yang diselimuti kabut kiu tok
ciang dan menerima kotak kumala tadi, sementara itu Kiu-tok
Sianci telah ambil kembali botol kumala putih dari sakunya dan
berbisik kepada Lan-hoa Siancu dengan suara lirih, "Cepat kita
tarik kembali semua kabut kiu tok cian ini, masalah yang
sedang kita hadapi pada taat ini hanya bisa selesai dengan
menyerahkan semua persoalan tersebut ketangan siau liong!"
Lan-hoa Siancu menerima botol kumala itu dan segera
berlarian keempat penjuru untuk menarik kembali kabut racun
yang telah tersebar luas ditengah udara.
Dipihak lain, Pek Siau-thian telah memandang sekejap ke
arah Hoa Thian-hong dengan pandangan dingin, kemudian
dengan alis mata berkenyit ujarnya, "Seringkali ada pepatah
kuno yang mengatakan, bila dalam suatu negara muncul
seorang yang berbakat, maka keharuman namanya akan
mencapai beberapa ratus lamanya, engkau berbakat bagus,
berkemauan besar, punya keberanian dan rejeki bagus, aku
merasa sangat kagum pada dirimu!"
"Aku hanya seorang pemuda yang belum tamat belajar,
untuk memimpin dunia persilatan selama puluhan tahun
mendatang masih belum pantas untuk tiba gilirannya pada
diriku!" "Hmm! hal ini sudah tentu!" sela Pek Siau-thian dengan
suara dingin. "Tapi juga tidak pada giliran pangcu!, sambung Hoa Thianhong
lebih jauh dengan cepat. "Kurang ajar, aku tidak percaya!" bentak Pek Siau-thian
penuh kegusaran. Hoa Thian-hong menengadah keatas dan tertawa nyaring.
"Haahh.... haahh.... haahh.... kenyataan memang begitu,
sekalipun engkau tidak percaya juga harus mempercayai!"
Sambil menuding ke arah rombongan manusia-manusia
aneh berbentuk setan itu, ia melanjutkan, "Coba pangcu lihat,
danrimana asal mula datangnya rombongan manusia aneh
itu?" Pek Siau-thian melirik sekejap ke arah rombongan manusia
aneh bagaikan setan itu, kemudian jawabnya dengan suara
tawa, "Huuh....! generasi muda dari perkumpulan Kiu-imkauw,
engkau anggap aku adalah manusia macam apa" kau
anggap dalam mataku telah kemasukan pasir?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, paras muka
semua orang yang hadir dalam lembah Cu-bu-kok itu samasama
berubah hebat, sampai-sampai manusia aneh yang
selama ini hanya membungkam terus dan sama sekali tak
pernah mengucapkan sepatah katapun ikut berubah wajah.
Hoa Thian-hong mengangguk tanda membenarkan, setelah
itu tanyanya lagi, "Apakah pangcu tahu, siapakah kaucu dari
perkumpulan Kiu-im-kauw pada generasi yang lalu?"
"Siapa?" bentak Pek Siau-thian.
Hoa Thian-hong tertawa santai.
"Aku sendiripun tak tahu siapakah orang itu, tapi aku
pernah melihat sendiri bahwa orang itu adalah seorang
perempuan, setelah, memberi perintah kepada orang-orang
aneh ini, dia masuk kedalam tandu warna-warni itu dan
digotong masuk kedalam lembah ini, sayang pada itu semua
pikiranku tertuju untuk mendalami kelemahan-kelemahan
dalam permainan pedangku, sehingga duduk persoalan yang
lebih jelas tak sempat kudengar"
"Huuh! kalau cuma seorang perempuan saja, aku rasa
sekali lihay maka kelihayannya tak akan melampaui
kehebatanku dan tak akan melampaui kehebatanmu juga
orang she Hoa....!" Hoa Thian-hong menggeleng dan tertawa.
"Engkau kelitu besar jika mempunyai pikiran begitu,
kesabaran orang ini luar biasa sekali, dan aku merasa tak
mampu untuk menangkan dirinya"
Pek Siau-thian segera mendengus dingin.
"Hmm! kesabaran yang luar biasa" aku rasa orang yang
lain belum tentu mempunyai kesabaran yang luar biasa, aku
telah mengambil keputusan, bila hutang piutang diantara kita
sudah dibikin beres maka segera akan kuundang
kemunculannya. "Ternyata ia sudah punya perhitungan sendiri dalam hati
kecilnya...." pikir Hoa Thian-hong dalam bati, "kemampuannya
menguasai dunia peralatan benar-benar bukan diperoleh dari
hasil untung-untungan....!"
Berpikir sampai disini, dengan muka serius ia lantas
berkata, "Jadi pangcu sudah ambil keputusan untuk
membereskan kelompok kami lebih dahulu?"
"Tentu saja!" Paras muka Hoa Thian-hong berubah jadi serius sekali, ia
berseru, "Aku minta agar pangcu menarik kembali semua anak
buahmu sebab untuk berduel satu lawan satu engkau masih
bukan tandinganku!" Mendengar perkataan itu, Pek Siau-thian merasa amat
gusar sekali tapi sesaat kemudian pelbagai ingatan
berkecamuk dalam benaknya, ia teringat kembali akan
beberapa kali pengalamannya dalam menghadapi serangan
maut Hoa Thian-hong, hal itu membuat semangatnya jadi
kendor. "Bangsat cilik ia sudah pasti telah berhasil menyelami arti


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata yang tercantum dalam catatan kiam keng" pikirnya dalam
hati, andaikata dugaanku tidak keliru mungkin kepandaian
silatku benar-benar sudah bukan tandingannya lagi"
Berpikir sampai disini, dia segera menggertak gigi dan
mengibarkan panji Hong-lui-leng nya.
"Kalian semua mundur kebelakang!" bentaknya keraskeras.
Cukat racun Yau Sut serta Telapak pembalik langit Ho Keesian
yang mendapat perintah itu segera memimpin anak
buahnya masing-masing untuk mengundurkan diri kebelakang,
dua tiga ratus orang jago perkumpulan Sin-kie-pang segera
mengepung sekitar lembah itu dengan rapatnya.
Kho Hong-bwee yang menjumpai keadaan tersebut jadi
gusar sekali, ia segera membentak keras, "Pek Siau-thian,
engkau masih punya muka atau tidak?"
Pek Siau-thian mendengus dingin.
"Hmm! memelihara tentara seribu hari apakah
persoalannya hanya punya muka atau tidak?"
"Haaah haaahh haaah perkataan pangcu memang tepat
sekali" sela Hoa Thian-hong sambil tertawa, "memelihara
tentara seribu hari, yang penting adalah dipergunakan disaat
yang perlu, ini hari silahkan eng kau gunakan segenap tenaga
yang kau miliki" Kemudian sambil berpaling kebelakang dia membentak,
"Hoa In>, mundur dari situ!"
Hoa In terperangah. "Bukankah lebih baik hamba berada disini saja?" serunya
kemudian dengan suara terbata-bata.
"Cepat mundur dari sini! dari pada kehadiranmu
merepotkan aku saja"
Hoa In melongo dan termangu-mangu, akhirnya perlahanlaha
ia mengundurkan diri dari gelanggang dan berjaga-jaga
diluar arena. Sepeninggalnya Hoa In, Hoa Thian-hong alihkan sorot
matanya mengawasi Wajah Pek Siau-thian kemudian dengan
suara dingin katanya, "Dengan pedang baja ini berada
ditangan sekalipun berada diantara seriba prajurit sepuluh ribu
kuda untuk menebas batok kepa la pancu bagiku adalah suatu
pekerjaan yang sangat gampang ibaratnya mengambil barang
dalam saku sendiri aku lihat lebih baik pangcu segera
mengundurkan diri dari tempat ini"
Pek Siau-thian benar-benar merasa amat gusar sekali pecut
lemasnya seketika dikebaskan kedepan melepaskan seranganserangan
gencar yang mematikan. Sejak menyaksikan keadaan ibunya dan saudara
seperjuangan lainnya banyak yang mati atau terluka, hawa
amarah sudah berkobar dalam dada Hoa Thian-hong hingga
mencapai keadaan yang tak terkendalikan lagi, sekarang
pemuda itu betul-betul tak mampu menahan kesabarannya
lagi. Pemuda itu punya tujuan untuk mengalahkan Pek Siau
Than, karenanya ia tunggu hingga senjata pecut lemas pihak
lawannya hampir bersarang diatas tubuhnya dan jurus
serangan yang digunakan Pek Siau-thian sudah mendekati
pada akhirnya, secara tiba-tiba ia baru gerakan pedang
bajanya melepaskan serangan balasan.
Serangan yang dilancarkan kedua orang itu sama cepatnya
dan hanya berlangsung dalam sekejap mata, orang lain belum
sempat mengikuti jalannya pertarungan itu, tahu-tahu cahaya
hitam berkelebat lewat dan pedang baja itu secepat kilat
sudah menghantam diatas pisau berbentuk bulan sabit yang
terikal diatas pecut lemas tersebut.
"Cniing....! benturan nyaring berkumandang memecahkan
kesunyian, pecut lemas yang kena dihantam oleh pedang baja
itu tiba-tiba terpental dan balik menyerang ke arah kepala Pek
Siau-thian sendiri. Sementara itu pisau berbentuk bulan sabit serta duri
beracun yang terikat diatas pecut lemas tadi, setelah
termakan getaran keras dari pedang baja itu seketika patah
semua jadi beberapa bagian ibarat hujan gerimis, semua
patahan dan hancuran senjata itu langsung menyambar ke
arah sekujur badan Pek Siau-thian....
Menghadapi kejadian yang sama sekali tak terduga itu,
ketua perkumpulan Sin-kie-pang ini jadi amat terperanjat
sekali hingga sukmanya terasa melayang tinggalkan raganya,
dalam keadaan kritis dan berbahaya ia tidak memperdulikan
soal kedudukan ataupun gengsi lagi buru-buru badannya
dijatuhkan ke arah belakang dengan gerakan jembatan
gantung ia menghindari serangan lawan lalu tubuhnya
menggelinding ke samping dan meloloskan diri dengan
tergopoh-gopoh. Melesat menghantam tubuh Pek Siau-thian, hancuran pisau
bulatan sabit serta duri beracun itu meluncur terus kebelakang
dan menyambar para jago yang berada disekeliling
gelanggang. Untung para jago yang berada disekitar gelanggang adalah
jago-jago lihay berkepandaian tinggi, kalau tidak niscaya
diantara mereka ada yang roboh karena tersambar oleh
senjata hancuran itu Hoa Thian-hong merasa gusar sekali, dia tak sudi
melepaskan lawannya dengan begitu saja, melihat musuhnya
berhasil lolos dari serangan yang pertama ia segera enjotkan
badan dan berkelebat kehadapan Pek Siau-thian, pedangnya
berkelebat ke arah depan langsung membabat pinggang
lawan. Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, tapi enteng seakan-akan tiada sesuatu benda
apapun, sedikit pun tidak membawa suara desiran barang
sedikitpun jua. Belum sempat Pek Siau-thian bangkit berdiri, sambaran
pedang itu sudah meluncur datang menghajar pinggangnya,
dalam keadaan terkesiap bercampur kaget jago tua dari
perkumpulan Sin-kie-pang ini menjerit kaget.
Dua buah serangan yang dilancarkan Hoa Thian-hong ini
terlalu cepat sekali begitu cepatnya membuat dua tiga ratus
orang anggota perkumpulan Sin kis pang yang mengepung
Hoa Thian-hong disekitar arenapun belum sempat melakukan
sesuatu gerakan apapun. Jikalau pemuda ini ada maksud membinasakan Pek Siauthian,
maka asal pedangnya dilanjutkan babatannya kedepan,
niscaya jago tua itu akan kehilangan jiwanya.
Mendadak, dalam benaknya terlintas bayangan tubuh dari
Pek Kun-gie, pemuda itu jadi sangsi dan ia jadi tak tega untuk
melanjutkan babatannya itu.
Meskipun tak tega membinasakan lawannya, namun rasa
benci dan mendendam masih berkecamuk dalam benak si
anak muda ini, pedang bajanya segera dibelokan keluar
menyambar para pelindung hukum panji kuring yang berjajar
disebelah kanan, sementara kakinya melancarkan sebuah
tendangan kilat yang membuat Pek Sian Thian mendengus
berat, tubuhnya mencelat ketengah udara dan terkapar diluar
gelanggang. Traang....! Traang....! bentrokan nyaring bergema saling
susul menyusul, dimana pedang bajanya berkelebat disitulah
empat lima ba tang senjata tersambar putus.
Pada waktu itulah bentakan keras bergema, orang-orang
yang berkerumun diluar gelanggang mulai mengepang dan
menyerang kedepan. Menyaksikan serangan yang dilancarkan para jago lihay itu,
Hoa Thian-hong merasa gusar sekali, pikirnya, "Kawanan
manusia laknat ini sudah lama melakukan perbuatan jahat,
entah berapa orang baik dan manusia budiman yang menemui
ajalnya ditangan mereka" ini hari kalau aku tidak membantai
beberapa orang diantaranya aku rasa tindakanku ini kurang
adil...." Setelah ambil keputusan dalam hati kecilnya, nafsu
membunuh yang sangat tebal seketika memancar keluar dari
balik matanya sedang baja dibabat kedepan dan langsung
menerjang ke arah Cukat racun Yau Sut yang berada
dihadapannya. Menyaksikan terjangan si anak muda itu Cukat racun Yau
Sut amat terkesiap sehingga keringat dingin mengucur keluar
membasai seluruh tubuhnya untung ia pandai melihat gelagat,
ketika dilihatnya paras muka Hoa Thian-hong berubah jadi
menyeramkan sekali dan langsung menerjang ke arahnya,
buru-buru ia berkelebat kebelakang dan segera
mengundurkan diri kedalam gerombolan orang banyak.
Hoa Thian-hong yang amat gusar jadi tertawa keras,
pedang bajanya menyambar kesana kemari bagaikan
gulungan badai salju, ia terus menerus mengejar Cukat racun
Yau Sut kemanapun dia pergi, daya serangan yang terpancar
keluar dari ujung pedangnya amat dahyat dan berat membuat
siapapun tak sanggup mempertahan diri.
ooooOoooo 59 Pek Siau-thian yang tulang pantatnya kena ditendang
sehingga hampir saja beberapa tulangnya patah, dengan
susah payah melayang turun ditepi gelanggang dengan
sepasang kaki masih menempel diatas tanah.
Setelah berhasil merguasahi diri dan menekan rasa sakit
diatas pantatnya, jago tua dari perkumpulan Sin-kie-pang ini
segera a-lihkan sorot matanya ke arah gelangang.
Ia saksikan juru pikirnya atau Kunsu dari perkumpulannya,
Cukat racun Yau Sut sedang melarikan diri terbirit-birit kesana
kemari dengan penuh ketakutan, sedangkan Hoa Thian-hong
mengejar terus dari belakangnya, pedang baja yang berat
menyambar kian kemari tiada tandingan, setiap jago yang
berpapasan dengannya segera mengun durkan diri atau
berusaha menghindarkan diri, bagi mereka yang agak mundur
kebelakang, setiap kali senjatanya terbentur dengan pedang
baja lawan kontan patah jadi beberapa bagian dan terlepas
dari cekalan, keadaan pada saat itu boleh dibilang luar biasa
sekali Peristiwa yang berlangsung pada saat ini terjadi dalam
waktu yang amat singkat semua jago dibuat terkesiap
menghadapi peristiwa tersebut, bagi mereka yang ada
dibawah barak dan tak dapat melihat jelas keadaan
gelanggang sama-sama memanjat keatas meja, suara bisikan
dan pembicaraan berkecambuk jadi satu membuat suasana
jadi gaduh. Chin Pek-cuan nampak amat girang sekali, sambil mengelus
jenggotnya ia memuji tiada hentinya.
Biau-nia Sam-sian menuding kesana kemari sambil
berkaok-kaok mereka paling banyak bicara dan paling banyak
tertawa. Tio Sam-kohb tersenyum simpul dengan wajah berseri-seri
mendadak ia saksikan Hoa Hujin tetap duduk tak berkutik
ditempat semula dengan nada gusar segera bentaknya, "Hong
ji ayoh cepat bimbing hujin bangun!"
Chin Wan-hong amat terperanjat, buru-buru dia bangunkan
Hoa Hujin dan memayangnya agar bisa melihat jelas keadaan
ditengah gelanggang. Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san walaupun sedang
menderita luka parah, pada saat ini ia berdiri diatas sebuah
meja, makin memandang makin emosi hingga akhirnya tak
sabar lagi ia berteriak keras, "Seng ji! bunuh saja bangsat itu
sampai mampus!" Hoa Thian-hong sendiri setelah mengejar lama sekali
namun tidak berhasil menyusul Cukat racun Yau Sut, hatinya
sudah amat panas sekali apa lagi sekarang setelah mendengar
teriakan tersebut, hawa amarahnya langsung berkobar dan
nafsu membunuhpun menyelimuti seluruh wajahnya, ia tidak
kenal belas kasihan lagi dalam serangan-serangan berikutnya.
Dalam sekejap mata, jeritan ngeri berkumandang tiada
hentinya ibarat harimau diantara domba tak seorangpun yang
dapat membendung ataupun menahan serangan serta
terjangannya. Setelah pemuda itu melakukan pembantaian, para jago
menghindarkan diri dibuatnya, dimana pedang bajanya
meyambar lewat semua orang pada menghindarkan diri
dengan tergopoh-gopoh. Kegusaran yang berkobar dalam benak Pek Siau-thian tak
sanggup dikendalikan lagi, ia tak menyangka perkumpulan Sin
kie pa"ng yang didirikan dengan susah payah dan menguasai
dunia persilatan tanpa tandingan, kini tak mampu menahan
serangan seorang pemuda dengan sebilah pedang bajanya,
dalam keadaan sedih bercampur penasaran timbullah niatnya
untuk berbuat nekad dan mempertahankan hasil karya nya ini
dengan pertaruhan jiwa sendiri.
Dengan cepat ia menyingkap baju dan meloloskan
sepasang pedang pendek yang me-mancarkan cahaya sangat
tajam, sambil mencekalnya ditangan, jago tua itu langsung
menerjang ke arah Hoa Thian-hong.
Sementara itu posisi Cukat racan Yau Sut kian lama kian
terdesak hebat dan hadangan serta tameng yang dia andalkan
pun kian menipis, tatkala dilihatnya Hoa Thian-hong mengejar
terus tiada hentinya seakan-akan pemuda itu sudah ambil
keputusan untuk menghabisi jiwanya, ia makin ketakutan
dibuatnya, sampai-sampai sukmanya serasa melayang
tinggalkan raganya. Dengan cepat ia putar badan dan menerobos sedalam
gerombolan manusia yang ada diluar gelanggang.
Diam-diam Hoa Thian-hong mendengus dingin, pikirnya,
"Sekalipun engkau naik kelangit atau masuk kebumi, ini hari
aku bersumpah akan binasakan dirimu!"
Pedang bajanya diayun kedepan menciptakan sebuah jalan
lewat dan pemuda itu mengjar lebih jauh.
Tiba-tiba Pek Siau-thian menerjang datang dari sisinya,
sambil membentak keras jago tua itu melepaskan satu
serangan kilat ke arahnya.
Menghadapi sergapan tersebut, Hoa Thian-hong merasa
amat gusar ia segera membentak, "Kurang ajar akan kutebas
dulu sebuah lehermu!"
Pedang baja digetarkan keras-keras, dengan jurus Hong ku
cay thian atau burung besar terbang di angkasa, ia balas
melancarkan serangan kilat....
Tenaga dalam yang disalurkan Hoa Thian-hong dalam
pedang bajanya pada saat ini dalam kenyataan tak mungkin
bisa ditandingi oleh Pek Siau-thian.
Terlihatlah pedang baja itu berkelebat lewat dengan
kecepatan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, meskipun


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilepaskan bela kangan namun tiba disasaran lebih duluan,
langsung ujung pedangnya membabat lengan jago tua itu.
"Thian-hong....!" tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie menjerit
lengking dengan nada yang sangat terperanjat.
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela nafas panjang,
pedang bajanya dicukil keatas berulang kali, bukan lengan
yang diarah kini, dia menghajar sepasang pedang pendek dari
Pek Siau-thian.... "Criing! Criing!" dua bilah pedang pendek itu tergetar keras
dan segera mencelat keangkasa.
Paras muka Pek Siau-thian pucat keabu-abuan, ia berdiri
terperangah ditempat semula tanpa sanggup mengucapkan
sepatah kata-pun, tubuhnya kaku bagaikan patung.
Ujung baju lengan kaitannya tersambar robek dan
meninggalkan sebuah bekas darah yang amat dalam.
Sementara itu Cukat racun Yau Sut yang melarikan diri
kedalam kerumunan orang banyak benar-benar sudah pecah
nyalinya, paras muka orang itu sudah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, ketika ia berpaling kebelakang maka
tampaklah Hoa Thian-hong telah menyusul datang dibelakang
tubuhnya. Ia benar-benar terdesak hebat dan tak tahu ke mana ia
harus pergi, dengan sangat ketakutan sorot matanya
berkeliaran kesana kemari berusaha mencari jalan keluar.
Dengan cepat Hoa Thian-hong berkelebat kedepan dan
menghadang jalan pergi orang she Yau itu, sambil tertawa
dingin katanya, "Sehari engkau tak mati, berarti sehari pula
ada umat manusia di kolong langit yang mati ditanganmu!"
Pedangnya segera berkelebat kedepan dan melancarkan
sebuah bacokan maut. Cukat racun Yau Sut benar-benar sudah pecah nyali karena
ketakutan, buru-buru ia gunakan gerakan keledai malas
bergelinding ditanah, dengan menggelinding bercampur
merangkak ia menyingkir sejauh satu dua tombak keluar
gelanggang. Dalam perkiraan Hoa Thian-hong, Cukat racun Yau Sut
pasti tak akan berhasil lolos dan bacokan pedangnya itu, maka
dalam serangan tersebut ia tidak menggunakan seluruh
tenaga yang dimilikinya, tak nyana ternyata orang itu begitu
sudi menggunakan gerakan yang paling rendah dan
memalukan itu untuk menghindarkan diri.
Si anak muda itu jadi penasaran sekali, dengan cepat
badannya berkelebat kedepan dan sekali lagi melancarkan
serangan yang mematikan. Keadaan dari Cukat racun Yau Sat pada waktu itu betulbetul
amat runyam, sukmanya terasa melayang tinggalkan
raga karena ta kutnya, dalam keadaan kritis dan jiwanya
terancam bahaya ia lupa akan segala-galanya, yang dipikirkan
saat ini hanyalah bagaimana caranya selamatkan selembair
jiwanya dari ancaman tersebut.
Mendadak ia putar badan dan kabur ke arah barak dimana
kelompok manusia-manusia aneh bermuka setan berkumpul,
sambil lari mendekati kelompok manusia aneh itu jeritnya
berulang kali. "Kaucu.... tolonglah aku! kaucu.... tolonglah aku!"
Terperangah Hoa Thian-hong mendengar jeritan tersebut,
ia segera menghentikan gerakan tubuhnya dan lupa untuk
mengejar lebih jauh. Keadaan itu benar-benar sangat aneh bampir saja
membuat para jago yang hadir dilembah Cu-bu-kok itu jadi
tertegun dibuatnya, semua orang tahu bahwa Cukat racun Yau
Sut adalah kunsu atau juru pikir dari perkumpulan Sin-kiepang,
berada dihadapan umum bukannya ia minta tolong
kepada pangcu perkumpulannya, malahan minta tolong
kepada orang lain. Hal ini dengan cepat memberi keterangan kepada semua
orang, bahwasanya Cukat racun Yiu Sit bukan lain adalah
mata-mata yang dikirim kelompok manusia aneh itu untuk
menyelinap kedalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang....
Sementara itu tampaklah Cukat racun Yau Sut telah kabur
kedalam barak tersebut, tiba-tiba ia jatuhkan diri dan berlutut
dihadapan kelompok manusia aneh itu sambil beteriak keras,
"Kaucu.... tolonglah aku! kaucu...."
"Bangsat! manusia laknat!" maki Pek Siau-thian dengan
penuh kegusaran. Bersamaan dengan diutarakannya bentakan itu, bagaikan
anak panah yang terlepas dari busurnya ia menerjang maju
kedepan, segenap tenaga dalam yang dimililiknya
dihimpunnya kedalam telapak lalu dihantam keatas balok
kepala Cukat racun Yau Sut dengan sepenuh tenaga....
"Praakk....!" diiringi suara benturan nyaring, batok kepala
Cukat racun Yau Sut terhajar sampai hancur berantakan, isi
benak nya tercecer di mana-mana mengotori seluruh badan
Pek Siau-thian. Pada waktu itulah seorang manusia aneh berbadan
bagaikan prajurit setan tampil ke depan, ditangannya ia
membawa gembrengan dan sebuah alat pukulan dan alat
tersebut dibunyikan bertalu-talu.
Suara gemblengan yang berat dan mantap bergema
diselurub lembah, membuat suasana kacau yang semula
menyelimuti lembah Cu-bu-kok per lahan-lahan pulih kembali
dalam keheningan. "Breeenng-....! Breenng....! Breeenng...." bunyi gembrengan
bergema tiada hentinya, suara yang keras memancar seluruh
lembah Cu-bu-kok dan mendengung ditelinga setiap orang,
begitu keras suaranya hingga terasa amat memekikkan
telinga. Ketika suara gembrengan itu berbunyi untuk ketiga kalinya
dari antara rombongan pelindung panji kuning perkumpulan
Sin-kie-pang tiba-tiba melangkah keluar tiga orang jago
dengan tindakan yang lebar mereka tinggalkan barisan dan
langsung menggabungkan diri dengan rombongan para jago
dari perkumpulan Kiu-im-kauw tersebut.
Ketika Pek Siau-thian mengamati ketiga orang yang keluar
barisan itu ternyata mereka adalah Che It Hun, Lim Kui serta
Ke Teng Pok. Ketiga orang itu disebut orang sebagai Kui im sam kui atau
tiga setan dari per kumpulan Kiu-im-kauw, dahulu memang
merupakan anak buah dari perkumpulan Kiu-im-kauw.
Sewaktu mereka menggabungkan diri dengan perkumpulan
Sin-kie-pang, secara terus terang ketiga orang itu sudah
menjelaskan asal usul mereka dan Pek Siau-thian pun telah
mengetahui siapa yang sedang dihadapi.
Sekarang, meskipun dalam hati merasa gusar sekali karena
ketiga orang jago itu berlalu tanpa pamit, namun hawa
amarahnya masih dapat dikendalikan.
Siapa tahu setelah ketiga orang itu keluar barisan, tindakan
itu diikuti pala oleh dua orang lain, melanjutnya disusul pula
oleh delapan orang. Dibelakang delapan orang itu mengikuti
satu orang, setelah satu orang mengikuti pula dua orang....
Jilid 13 PERISTIWA itu berlangsung amat mendadak dan sama
sekali diluar dugaan siapapun, belum pernah Pek Siau-thian
mengalami pukulan batin seberat ini, ia saksikan dari barisan
pelindung hukum panji kuning secara beruntun sudah empat
puluh orang yang keluar barisan dari barisan tiga ruangan luar
dalam pun ada tiga puluh orang lebih yang tinggalkan barisan.
Orang-orang itu bagaikan dicabut sukmanya oleh raja
akhirat seonang demi seorang keluar barisan dengan sangat
teratur dan mengikuti irama gembrengan yang bergema di
angkasa, pandangan mereka lurus kedepan dan tak pernah
celingukan kemana-mana, setelah tiba dihadapan Tiam cu
istana neraka para jago itu berdiri tegak dengan muka serius
dan penuh rasa hormat. Sekarang Pek Siau-thian dapat memahami apa yang telah
terjadi, urutan orang-orang itu tinggalkan barisan ternyata
persis mengikuti urutan mereka bergabung kedalam
perkumpulan Sin-kie-pang, mereka yang masuk perkumpulan
Sin-kie-pang lebih dahulu sekarang tinggalkan barisan lebih
dahulu, dan mereka yang akhir masuk perkumpulan seka rang
tinggalkan pula perkumpulan pada urutan yang terakhir,
semuanya disiplin dan sedikitpun tidak nampak kacau.
Menanti suara gembrengan itu sudah dibunyikan untuk
kelima belas kalinya, watku itulah baru tak nampak ada
manusia yang tinggalkan barisan, namun diantara jago-jago
lihay yang masih tersisa dalam barisan pelindung hukum panji
kuning perkumpulan Sin-kie-pang hanya tinggal dua puluh
orang saja, bila berbicara tentang ilmu silat mereka, maka
orang-orang itu hanya dapat dikatakan sebagai kelas dua
belaka. Rasa gusar, penasaran dan mendongkol yang berkecambuk
dalam dada Pek Siau-thian sukar dilukiskan dengan kata-kata,
dalam keadaan sedih bercampur malu mendadak ia rampas
sebilah golok dari tangan seorang jago yang berada disisinya
kemudian langsung digorokkan ke arah leher sendiri.
Kebetulan sekali Kho Hong-bwee berada d dekat suaminya,
menyaksikan perbuatannya yang nekad itu, dia jadi amat
terperanjat untuk menyelamatkan jiwanya terang sudah tidak
sempat lagi perempuan itu segera menjerit keras, "Sau Tha!!!"
Tiba-tiba Hoa Thian-hong tertawa tergelak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... Sau Tha artinya masih muda
tapi segalanya sudah tahu. Nah! akhirnya toh engkau harus
menelan kekalahan yang begitu pahit!"
Laksana kilat ia menerjang maju kedepan dan telapaknya
langsung berkelebat merampas golok itu.
Rasa malu dan gusar berkecamuk dalam dada Pek Siauthian,
sepasang matanya tiba-tiba melotot besar dan dua titik
darah kental mengalir keluar membasahi pipinya, dengan
penuh kemarahan, ia mendelik ke arah Hoa Thian-hong dari
sikapnya yang ganas seakan-akan ia hendak melancarkan
terjangan. Tiba-tiba Kho Hong-bwee membentak nyaring.
"Hoa Thian-hong engkau benar-benarr terlalu keji.
Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong, ia teringat
kembali akan peristiwa dimana Pek Kun-gie secara nekad
terjunkan diri kedalam jurang tak terasa lagi hatinya jadi lunak
dan pemuda itu jatuhkan diri berlutut dihadapan Pek Siauthian
dan menjalankan satu kali penghormatan besar.
Meskipun bibirnya berkemak kemik namun tak sepatah
katapun yang dapat diutarakan pemuda ini.
Pek Siau-thian menggertak giginya kencang-kencang
perasaan hatinya sangat kalut dan serba salah, dalam
keadaan seperti itu ia segera melengos ke arah lain.
Tiba-tiba satu jeritan yang lengking dan keras amat
memekikkan telinga bergema diseluruh angkasa.
"Kaucu muncul dalam mimbar!"
Bersamaan dengan berkumandangnya seruan itu, semua
anggota perkumpulan Kiu-im-kauw sama-sama bangkit berdiri
dan menyingkir keke dua belah samping, sementara bocah
perempuan berbaju warna-warni dan berkuncir panjang
dibelakang tandu segera tampil ke depan dan menggulung
horden dimuka tandu itu. Dalam waktu singkat suasana dalam lembah diliputi
kesunyian serta kebeningan yang mencekam, beribu-ribu mata
sama-sama dialih kan ke arah tandu megah tersebut, setiap
orang merasakan suatu perasaan tegang yang sangat aneh.
Tiba-tiba dari balik tandu melangkah keluar seseorang, dia
adalah seorang perempuan berperawakan tinggi besar dan
bermuka bulat bagaikan bulan purnama.
Rambut perempuan itu masih berwarna hitam pekat dan
terurai sepanjang bahu. Ia mengenakan seperangkat jubah
lebar berwarna hitam pekat, tangannya memegang sebuah
tongkat hitam yrng berat dan berukirkan sembilan buah
kepala setan perempuan pada bonggol atasnya, setiap ukiran
kepala setan perempuan itu berambut panjang, bergigi taring
dan kelihatan seram sekali, sedang kepala setan yang berada
dipaling atas melukiskan raut wajah yang hampir mirip dengan
wajah Kiu-im Kaucu tersebut, hanya saja Kiu-im Kaucu itu
kecuali berwajah pucat pias dan bermata menyeramkan
mukanya kelihatan menggidikan hati siapapun yang
memandang. Ketika perempuan baju hitam itu keluar dari tandunya
thamcu istana neraka beserta seluruh jago lainnya termasuk
Che It Hun sekalian yang baru saja menggabungkan diri
segera jatuhkan diri berlutut sambil berseru lantang.
"Hamba sekalian menunjuk hormat untuk kaucu!"
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat, Kiu-im
Kaucu menyapu sekejap ke arah semua anak buahnya yang
berlutut diatas tanah kemudian sambil mengetuk tongkat
kepala setannya ia berjalan menuju kekursi kebesarannya.
Dari sikapnya yang agung dan seram serta langkahnya
yang berat dan mantap, Hoa Thian-hong menyadari bahwa
ilmu silat yang dimiliki ketua perkumpulan Kiu-im-kauw ini
sangat lihay dan otakpun licin sekali, dia merupakan seorang
musuh yang sulit dihadapi.
Menggunakan kesempatan dikala Kiu-im Kaucu sedang
berjalan menuju kekursi kebesarannya, pemuda itu segera
kembali kedalam barak dimana para pendekar berkumpul
Sementara itu Hoa Hujin dan Kiu-tok Sianci sekalian duduk
bersanding pada barisan terdepan sedangkan Biau-nia Samsian
sekalian kaum angkatan muda duduk dibelakangnya.
Hoa Thian-hong langsung masuk kedalam barak dan
memberi hormat kepada para angkatan tua yang duduk
didepan, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu mendadak
Siang Tang Lay berbisik dengan suara lirih, "Anakku tahukah
engkau pedang emas tersebut kini terjatuh ditangan siapa?"
"Aku sama sekali tak tahu!"
"Bukankah dalam saku Yau Sut terdapat sebilah pedang
emas" sela Tio Sam-koh dari samping.
"Oooh! pedang emas itu palsu" tukas Siang Tang Lay
dengan cepat. Sesudah berhenti sebentar, kepada Hoa Thian-hong
ujarnya dengan wajah serius.
"Engkau harus ingat baik-baik, Kitab kiam keng
peninggalan malaikat pedang Gi Ko tersimpan didalam pedang
bajamu itu, pedang baja murni ini sangat kuat dan keras
sekali, tapi pedang emas itu merupakan senjata tertajam di
kolong langit, hanya pedang emas itu saja yang mampu
mematahkan pedang bajamu serta mengambil Kitab Kiam
keng yang tersimpan didalamnya"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, dia angkat
pedang bajanya dan diamat-amati dengan seksama.
Tiba-tiba terdengar bocah perempuan berkuncir panjang
yang berdiri disamping Kiu-im Kaucu berseru kembali dengan
suara lantang, "Ku Ing-ing, harap menerima perintah!"
Serentetan suara sahutan yang merdu bergema dari arah
mimbar, disusul munculnya Giok Teng Hujin serta Pui Che-giok
dua orang. Semua orang terperangah dibuatnya dan diam-diam
mengeluh atas kebodohan sendiri, walaupun pertarungan
sudah berlangsung beberapa hari, ternyata tak seorang
manusiapun yang masih ingat dengan perempuan misterius
itu. Kiu-tok Sianci mengerutkan dahinya, kemudian berkata,
"Lan hoa, coba sadarkan orang-orang yang menggeletak
ditanah, coba lihat diantara mereka masih terdapat mata-mata
dari perkumpulan Kiu-im-kauw?"
Lan-hoa Siancu terima perintah dan langsung keluar dari
barak, dia ambil sebuah botol dan menciumkan obat pemunah
itu di ujung hidung setiap orang yang terkapar di situ.
Pengaruh kabut racun Kiu tok ciang datang amat cepat,
dalam waktu singkat semua orang sudah sadar dan samasama
menggabungkan diri ke arah Pek Siau-thian.
Diantara orang-orang itu ada lima orang pelindung hukum
panji kuning yang tiba-tiba berhenti berlari setelah menjumpai
kehadiran Kiu-im Kaucu disitu, mereka segera putar badan
dan kabur menuju kebarak orang-orang Kiu-im-kauw.
Dalam pada itu Giok Teng Hujin dengan tangan kiri
membopong Soat-ji makhluk aneh kesayangannya, tangan
kanan memegang sumbu obat peledak, perlahan-lahan ia
berjalan kehadapan Kiu-im Kaucu kemudian jatuhkan diri
berlutut. "Tecu Ku Ing-ing dengan membawa serta budak tecu yang
bernama Che Giok mengunjuk hormatt buat kaucu"
Kiu-im Kaucu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeeh.... heeeh.... heeeh.... engkau bagus, engkau bagus,
engkau tidak bagus!"
Paras muka Giok Teng Hujin berubah hebat, sambil
tundukkan kepalanya ia berkata, "Thian Ik-cu telah mengatur
siasat busuk dalam lembab Cu-bu-kok ini, dia sudah menanam
obat peledak di mana-mana dan siap diledakan apabila situasi
pertarungan tak menguntungkan pihaknya hingga semua
orang yang hadir dalam lembah ini mati konyol semua, tecu
telah berhasil menggagalkan siasat busuknya itu"
"Oleh karena itulah aku mengatakan engkau bagus" sahut
Kiu-im Kaucu dengan suara hambar.
Pek Siau-thian yang mendengar perkataan itu perasaan
hatinya kembali berubah ia tak menyangka pertemuan besar
Kian ciau tayhwee yang penuh dengan persoalan dan
peristiwa diluar dugaan ternyata masih tersembunyi suatu
hawa nafsu membunuh yang membahayakan jiwa setiap
orang, diam-diam ia merasa sudah beruntung dapat hldup
sampai waktu itu, kalau masih mempunyai pikiran dan ambisi
yang besar untuk menguasai jagad sebetulnya pikiran itu
terlalu kelewat batas. Tiba-tiba terdengar Thian Ik-cu berseru dengan suara
keras, "Ku Ing-ing! hubungan diantara kita toh erat sekali,
kapan sih aku pernah menyia-nyiakan dirimu?"
Giok Teng Hujin yang masih berlutut dihadapan Kiu-im
Kaucu berubah air mukanya jadi merah padam setelah
mendengar sindiran tersebut, tapi berhubung ia jeri terhadap
pengaruh kaucu nya maka perempuan itu hanya
membungkam terus dalam seribu bahasa.
Tiba-tiba dari sorot mata Kiu-im Kaucu keluar cahaya nafsu
membunuh yang amat tajam, sambil menatap Thian Ik-cu dari
kejauhan, serunya, "Cara kami orang-orang perkumpulan Kiuim Pedang Ular Mas 4 Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo Si Dungu 4

Cari Blog Ini