Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Bagian 1
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pengantar Guna memudahkan para pembaca yang
budiman untuk dapat mengikuti cerita ini secara
baik, kiranya perlu diselami dulu peristiwa sebelumnya.
Secara tak terduga Mahisa Singkir bersama
Sarwiyah terjebak di lembah terasing dan menjadi tawanan Mpu Galuh. Karena
Mahisa Singkir di-paksa kawin dengan Ika Dewi dan Sarwiyah kawin dengan Rakit Cendana.
Kemudian kakak beradik (Rakit Cendana
dan Ika Dewi) itu walaupun tidak berjanji lebih dahulu telah mencampur racun
yang bisa menimbulkan rangsang birahi. Akibatnya Mahisa
Singkir yang tidak menyadari, lalu melakukan
hubungan suami isteri dengan Ika Dewi. Tetapi
sebaliknya bagi Sarwiyah beruntung, ia menyadari perubahan dirinya setelah makan. Maka ketika
Rakit Cendana akan berbuat tidak senonoh, dapat ia pukul dadanya dan roboh tewas.
Berbareng dengan saat tersebut, datanglah
Julung Pujud dan Warigagung dan dapat menolong. Padahal Sarwiyah ini adalah calon isteri Warigagung, maka gadis ini
gembira sekali.
Mahisa Singkir pun tertolong oleh Mpu
Anusa Dwipa dan diajak lari meninggalkan lembah terasing itu.
Dan ternyata lembah terasing itu sedang
diserbu oleh pasukan Majapahit. Perang campuh
terjadi dan kebakaran terjadi di sana sini. Penduduk panik dan kebingungan.
Setelah dapat mereka selamatkan ini, Sarwiyah mereka ajak menjauhi lembah. Lalu di sebuah hutan Julung Pujud bertanya, mengapa
Sarwiyah di lembah terasing itu.
Sarwiyah menceritakan apa yang sudah
terjadi Kakeknya (Si Tangan Iblis) telah tewas dalam tangan Gajah Mada, ketika
berkelahi seorang
lawan seorang. (Peristiwa itu dapat Anda ikuti dalam buku "Mencari Ayah
Kandung".)
Mendengar penuturan ini Julung Pujud
dan Warigagung kaget sekali. Mereka berjanji untuk menuntut balas.
Lalu Sarwiyah menceritakan perjalanannya
sekarang ini berteman dengan adik seperguruannya bernama Mahisa Singkir, dalam usaha mencari Julung Pujud dan Warigagung untuk minta
bantuan. Mendengar penuturan Sarwiyah melakukan perjalanan bersama seorang pemuda berbulan lamanya, tiba-tiba saja Julung Pujud curiga
dan meragukan kesucian Sarwiyah. Maka tibatiba ia memerintahkan kepada muridnya, agar
gadis ini ditangkap lalu ditelanjangi. Sebagai akibatnya Sarwiyah menjadi
pingsan saking malu.
(Baca buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku").
Julung Pujud melakukan perbuatan itu tidak dengan maksud memalukan maupun menghina calon menantunya. Tetapi oleh kecurigaannya, ia ingin memeriksa apakah Sarwiyah masih
gadis suci atau sudah terjamah laki-laki. Tetapi caranya memeriksa sesuai dengan
cara dia sendiri. Mengerikan, dan membuat Warigagung sendiri
merasa tidak tega,
Namun setelah Julung Pujud mendapatkan
bukti, Sarwiyah masih perawan suci, maka kakek
ini menjadi gembira sekali, dan memuji Sarwiyah
yang pandai menjaga diri dan pantas menjadi
menantunya. Namun sebaliknya apabila terbukti
gadis ini sudah tidak suci lagi, ia tidak segan untuk membunuh saat itu juga.
Demikianlah yang terjadi dan telah diceritakan dalam buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku". Dan sekarang, marilah kita
ikuti secara seksama buku berjudi"! "Aji Wisa Dahana" ini.
Dengan cekatan Warigagung segera memutuskan tali-tali yang mengikat Sarwiyah. Adapun
gadis ini terisak-isak, malu, tetapi juga merasa le-ga sekali. Lega, bahwa
Julung Pujud tidak bermaksud menghina. Dan lega bahwa selama ini dirinya pandai menjaga diri. Namun diam-diam tergetar hebat juga jantung gadis ini, jika teringat pengalamannya dalam kamar
tahanan. Hampir
saja dirinya celaka oleh pengaruh racun perangsang yang dicampurkan dalam makanannya oleh
Rakit Cendana. Hanya berkat kekebalan tubuhnya terhadap racun, membuat Rakit Cendana tidak berhasil menjamah dirinya. Ngeri juga apabila teringat pengalamannya dalam
kamar tahanan itu. Sekarang setelah tali-tali yang mengikat
tubuhnya lepas, dengan tubuh gemetaran ia
mendeprok di tanah, dalam usahanya menyembunyikan bagian tubuhnya yang rahasia.
Warigagung segera menolong dengan mengambilkan pakaian Sarwiyah. Kemudian ia menghampiri gadis ini dengan langkah mundur. Agaknya pemuda ini tidak tega melihat calon isterinya bugil seperti itu.
- Pakailah!- katanya halus sambil memberikan pakaian itu.
Sarwiyah melirik ke arah Warigagung dan
Julung Pujud. Gadis ini menjadi lega, ketika melihat guru dan murid itu tidak memandang dirinya. Perhatian mereka kembali tertarik kepada
api yang berkobar di lembah dan juga terdengar
pula sorak sorai yang gemuruh.
Dalam waktu singkat Sarwiyah sudah selesai berpakaian. Gadis ini dadanya lapang. Namun
terasa malu juga, jika teringat keadaannya tadi
ketika sedang diuji oleh Julung Pujud. Ia tidak
tahu, apa yang terjadi dengan dirinya ketika pingsan. Namun diam-diam ia menduga
pula, tentu guru dan murid itu tadi sudah menonton dirinya
dengan mata melotot dan tak berkedip, karena dirinya terikat erat pada sebatang kayu dan terkulai. Apabila menurutkan rasa malu dan penasarannya, ingin sekali dirinya mengamuk. Tetapi
apabila teringat akan tujuannya mencari guru
dan murid ini, maka kemudian ia sadar tidak boleh menurutkan kemarahan hati, dan sebaliknya
malah harus berusaha membuat guru dan murid
ini senang, agar bersedia membalaskan sakit hatinya kepada Gajah Mada.
Sarwiyah sudah melangkah menghampiri
Warigagung dan Julung Pujud. Ia ikut pula memandang ke arah lembah yang sudah menjadi
lautan api. Diam-diam gadis ini teringat kepada
Mahisa Singkir. Lalu di manakah pemuda yang
diam-diam ia cintai itu sekarang"
Sarwiyah amat khawatir akan keselamatan
Mahisa Singkir. Namun demikian manakah
mungkin gadis ini berani menanyakan tentang
pemuda itu" Gadis ini menjadi khawatir apabila
Warigagung dan Julung Pujud menjadi curiga lagi. Khawatir apabila cemburu sekalipun sudah
terbukti saat ini dirinya masih perawan suci. Tetapi apabila teringat akan apa
yang dilakukan Julung Pujud tadi diam-diam Sarwiyah gemetaran
tubuhnya. Sungguh aneh, mengapa mencari bukti kesucian seorang gadis, harus menggunakan
cara demikian"
Api di lembah itu masih terus berkobar.
Langit di atasnya membara dan lembah itu sekarang menjadi lautan api. Jika teringat pengalamannya di lembah tadi, bagaimanapun ia bergidik
ngeri. Entah apa yang dialami dalam kamar tahanan itu, apabila dirinya tidak kebal racun"
- Biadab!- caci makinya dalam hati ia tujukan kepada Rakit Cendana. - Terlalu! Bangsat
Rakit Cendana! Engkau sekarang sudah mampus
dan memetik buah perbuatanmu sendiri yang
terkutuk. - Akan tetapi tiba-tiba timbul rasa kekhawatirannya. Sebab apabila Rakit Cendana menggunakan racun untuk merobohkan dirinya, apakah
tidak mungkin Mahisa Singkir mengalami nasib
yang sama dengan dirinya" Dan apabila perempuan itu sudah menggunakan racun yang merangsang itu, manakah mungkin Mahisa Singkir
dapat bertahan lagi berhadapan dengan Ika Dewi"
Guna menahan gangguan hatinya ini kemudian ia
menundukkan kepalanya. Ia tidak memandang ke
arah lembah yang terbakar itu, malah kemudian
ia menjatuhkan diri dan duduk di atas rumput.
- Kau letih"- Warigagung bertanya.
- Benar.- Sarwiyah mengangguk.
- Setelah kita tiba di rumah, kau bisa melepaskan lelah sesuka hatimu. Dan untuk mencukupi kebutuhanmu, biarlah aku yang akan melayanimu.- - Heh heh hen heh!- Julung Pujud terkekeh. - Engkau akan melayani kebutuhan calon isterimu" Lucu ..... lucu sekali.- Apanya yang lucu"- Warigagung keheranan. - Dimanapun, di dunia ini, sudah kodratnya manusia perempuan yang harus melayani
kebutuhan laki-laki. Tetapi kau malah kebalikannya, akan melayani kebutuhan calon isterimu!- Guru! Antara laki-laki dan perempuan
mempunyai kedudukan yang sama, baik menurut
kodrat sebagai manusia maupun dalam tata hidup. Sebab mereka sama-sama membutuhkan
dan sama-sama pula mengharapkan kebahagiaan
hidup. Perempuan sebagai seorang isteri, harus
memperoleh tempat yang wajar, harus mendapat
penghargaan dari suami. Hanya laki-laki yang tidak tahu diri saja, yang beranggapan kedudukannya lebih tinggi daripada perempuan.Warigagung berhenti sejenak. Setelah menelan ludah ia meneruskan.
- Guru! Sebaliknya, apabila perempuan
yang semau gue, tidak dapat menghormati suaminya, suka menyeleweng, itupun perempuan tidak tahu diri. Perempuan yang demikian manakah mungkin dapat mendidik anak-anaknya secara baik dan menjaga ketenteraman rumah tangganya"- - Heh heh heh heh, engkau seperti burung
beo belajar bicara,- Julung Pujud terkekeh. - Mari sekarang kita pergi. Hemm,
pada fajar ini aku
akan membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis, kakek Sarwiyah.- - Ahhh.....guru akan ke Majapahit dan menantang Gajah Mada untuk bertanding"- Warigagung kaget berbareng heran.
- Tak usah kita terlalu jauh pergi, Anakku.
Hemm, tahukah engkau bahwa pasukan yang
menyerbu lembah ini merupakan pasukan Majapahit"- - Ohhh, Guru akan membunuh mereka"- Mengapa tidak" Aku akan menghancurkan pasukan itu. Hanya satu atau dua orang saja
yang akan aku beri hidup.- Untuk apa"- Agar orang itu dapat memberi laporan kepada Gajah Mada. Dengan perantaraan orang itu
aku akan menantang Gajah Mada berkelahi di
puncak Gunung Tengger pada tiga bulan lagi.
Berkelahi secara ksatrya, seorang lawan seorang.- Ahhh, Guru, manakah mungkin bisa terjadi" Gajah Mada adalah Patih Mangkubumi Majapahit. Seorang yang kedudukannya amat tinggi
dan penting. Manakah mungkin mau datang seorang diri" Dia tentu akan disertai oleh para pengawal dalam jumlah banyak. Guru,
murid menja- di khawatir sekali.- Heh heh heh heh, apakah engkau sekarang menjadi seorang penakut, setelah bertemu
dengan calon isterimu yang manis ini" Heh heh
heh heh jika engkau khawatir keselamatanmu
dan sayang pula akan calon isterimu, biarlah aku seorang diri yang akan
menerjang ke sana.- Ihh, tidak!- Sarwiyah berseru. - Paman,
aku takkan berdiam diri dan aku harus ikut ke
sana.- - Apakah sebabnya"- Kakekku akan penasaran apabila aku
menjadi pengecut dan membiarkan Paman berhadapan dengan bahaya. Apapun yang akan terjadi
aku menyertai Paman dan menghadapi Gajah
Mada!- - Heh heh heh heh, bagus! Engkau calon
menantuku yang terpuji. Hai Wiragagung. Apakah
engkau tidak malu kepada calon isterimu sendiri"- - Guru, baiklah! Di sana Guru akan tahu
apakah aku ini murid yang baik ataukah murid
pengecut.- Julung Pujud terbelalak, namun hanya sejenak dan kemudian ia terkekeh lagi. Katanya.
- Heh heh heh heh, apakah yang akan kau
lakukan di sana"-Jika Guru berhadapan dengan Gajah Mada, apakah murid tidak dapat berhadapan dengan
yang lain" Hemm, biarlah Guru tahu bahwa murid bukan penakut. Murid akan memilih salah
seorang pembantu Gajah Mada yang paling sakti.- Jika engkau sampai tak mampu melawan,
apakah jadinya"
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bukankah taruhannya hanyalah mati"
Apabila toh murid tewas dalam perkelahian itu,
bukankah murid akan mati dengan puas" Murid
mati membela nama baik kakek mertua dan dalam usaha membalaskan sakit hati keluarga.- Ha ha ha ha, engkau jangan mengacau
tak keruan.- Warigagung melongo, tak tahu maksud gurunya. - Hemm, Warigagung! Engkau sekarang
sudah mengerti, dirimu sekarang sudah lain dengan keadaanmu dua tahun lalu mau pun kemarin. Sekarang engkau sudah mempunyai calon isteri cantik jelita. Lalu bagaimanakah dengan Sarwiyah apabila kau tewas dalam
perkelahian itu"Warigagung memalingkan mukanya memandang Sarwiyah. Akan tetapi gadis ini menundukkan kepala, sehingga tidak membalas pandang mata calon suaminya. Warigagung menghela
napas pendek, sekarang ia menjadi ragu sehingga
tidak kuasa membuka mulut.
Tetapi apakah yang terjadi dengan Sarwiyah sekarang ini" Dalam dada gadis ini sekarang terjadilah pergulatan dan pertentangan batin yang hebat sekali.
Apabila mengingat kata-kata kakeknya
yang ingin membalas dendam kepada Gajah Mada, sesungguhnya hati gadis ini terharu berbareng bangga. Dan apabila Julung Pujud dan Warigagung sampai tewas dalam perkelahian itu, seharusnya dirinya sendiri harus pula berani mengorbankan nyawa.
Namun tiba-tiba dalam benak gadis ini terbayang kembali wajah tampan Mahisa Singkir
dan wataknya yang sabar dan sikapnya yang
amat sopan. Dalam dada gadis ini tiba-tiba saja
malah timbul harapannya, agar Warigagung tewas
dalam perkelahian yang direncanakan itu. Sebab
bagaimanapun dalam hatinya tidak sepercikpun
api cinta kepada Warigagung. Ia setuju dipertunangkan dengan pemuda ini tidak lain adalah
hanya menuruti kemauan kakeknya saja. Ternyata sekalipun ia sudah berusaha mencintai Warigagung, usahanya gagal. Api cinta itu tidak pernah menyala dan benih cinta itu tidak mau tumbuh. Lebih lagi sekarang, setelah dadanya terisi oleh bibit cinta kepada Mahisa
Singkir, harapan
satu-satunya sekarang ini tidak lain hanya ingin hidup bersama, membentuk
keluarga bahagia
dengan Mahisa Singkir.
Sarwiyah tidak membuka mulut dan Warigagung mengiakan. Kemudian dua orang muda
ini mengikuti Julung Pujud meninggalkan tempat
ini. Dugaan Julung Pujud bahwa pasukan Majapahit yang dipimpin Mpu Kepakisan belum jauh
pergi memang tepat. Pasukan itu walaupun dalam
waktu singkat sudah dapat melumpuhkan lawan,
sehingga Mpu Galuh dan Hesti Pawana tewas,
namun yang harus diurus memang amat banyak.
- Bagaimanakah Sarwiyah" Bagaimanakah
perasaanmu, jika aku sampai tewas dalam perkelahian untuk membalaskan sakit hati kakekmu"Pertanyaan Warigagung ini membuat Sarwiyah terkesiap. Ia mengangkat mukanya, yang
agak pucat. Melihat wajah Sarwiyah yang pucat itu, Julung Pujud terkekeh gembira. Sebab kakek ini
menduga, kepucatan wajah gadis ini karena rasa
khawatir apabila calon suaminya sampai tewas.
Demikian pula Warigagung, pemuda ini menduga
sama. Lebih lagi ketika melihat gadis ini tidak
membuka mulut dan hanya mampu menggeleng.
Dugaan guru dan murid ini semakin kuat, jelas
gadis ini tidak menginginkan Warigagung sampai
tewas. - Sudah, sudah, Sarwiyah, engkau tak perlu khawatir dan sedih!- ujarnya dengan nada
menghibur. - Semua ini baru merupakan rencana
saja. Aku belum tahu, Gajah Mada sedia ataukah
tidak melayani tantanganku. Hemm, sekarang
marilah kita berangkat. Aku percaya, pasukan
Majapahit itu belum jauh pergi.Pasukan itu lebih dahulu harus membakar
semua jenazah yang tewas, baik pada pihak lawan maupun pihak sendiri. Disamping itu sesuai
dengan perintah Gajah Mada, mereka yang menyerah harus diperlakukan sebaik-baiknya dan
dibawa ke Majapahit
Di antara tawanan yang jumlahnya amat
banyak itu, sebagian besar terdiri atas wanita dan anak-anak. Para tawanan itu
di sepanjang jalan
selalu menangis akibat kesedihan hatinya, oleh
tewasnya suami, ayah atau anaknya. Karena menangis maka perjalanan menjadi lambat sekali.
Beberapa orang prajurit yang bertugas menjaga
para tawanan, mulai naik darah. Mereka kemudian membentak-bentak dan ada pula yang tidak
kuasa lagi menahan tangannya dan main pukul.
Untung hal ini cepat diketahui oleh Rangga
Premana, putera Gajah Mada yang menyertai Mpu
Kepakisan. Sekalipun sekarang ini Rangga Premana menderita luka pada pundaknya, namun
pemuda ini tidak dapat tinggal diam. Ia cepat bertindak sekalipun tanpa
kekerasan, setelah mendengar laporan itu.
Rangga Premana yang semula mengendarai
kuda berjajar dengan Mpu Kepakisan di bagian
depan, pemuda ini menghentikan langkah kudanya untuk menunggu pasukan yang bergerak
di belakang. Ia baru menggerakkan kendali kudanya lagi, setelah pasukan penjaga tawanan itu
tiba di sampingnya. Dengan demikian pemuda ini
sekarang dapat mengawasi langsung semua tawanan. Rangga Premana cukup bijaksana. Ia tidak menegur maupun marah kepada para prajurit, dan ia hanya berdiam diri dan mengikutinya.
Sekalipun demikian, pengaruhnya amat besar.
Para prajurit tawanan itu sekarang tidak berani
main pukul dan galak lagi.
Waktu sudah fajar. Pasukan yang bergerak
menuju Majapahit itu baru tiba di Rambipuji.
Mendadak pasukan itu berhenti dan Rangga Premana yang dibelakang keheranan.
Pada saat itu seorang lurah prajurit berlarian menghampiri Rangga Premana. Setelah
memberi hormat, lurah prajurit ini melapor, perjalanan terhenti. Di depan telah menghadang seorang kakek kerdil yang rambutnya awut-awutan
tidak keruan. Rangga Premana kaget. Ia kemudian berbisik dan menugaskan lurah prajurit itu supaya
mengawasi para tawanan. Kemudian ia menggerakkan kudanya ke depan. Dan ternyata laporan
itu benar belaka, ia melihat Mpu Kepakisan sudah berdiri berhadapan dengan kakek kerdil yang
tertawa terkekeh-kekeh.
- Heh heh heh heh, siapakah engkau kakek
tua"- tanya kakek kerdil ini yang bukan lain Julung Pujud. Mpu Kepakisan memandang tajam kepada
Julung Pujud. Timbul perasaan heran dalam hati
kakek ini, apakah sebabnya Julung Pujud berani
menghadang pasukannya" Orang yang waras
ataukah gila" Namun sebagai kakek yang berjiwa
besar, ia menjawab juga.
- Aku yang disebut orang dengan nama
Mpu Kepakisan. Siapakah engkau dan apa maksudmu menghadang perjalanan kami"Julung Pujud mengerutkan alisnya yang
sudah putih mendengar nama Mpu Kepakisan. Ia
memang sudah pernah mendengar nama ini, dan
terkenal sebagai tokoh sakti mandraguna, yang
menjadi sahabat Gajah Mada.
Namun demikian Julung Pujud tidak menjadi gentar. Kakek ini malah ketawa terkekehkekeh. - Heh heh heh heh, sungguh beruntung
pagi ini aku dapat berhadapan dengan tokoh sakti bernama harum. Ha ha ha ha, kau
ingin tahu namaku" Baik! Aku inilah yang disebut orang
dengan nama Julung Pujud, orang Belambangan.- Kau.....kau.....Julung Pujud"- Mpu Kepakisan kaget. Nama Julung Pujud justru amat terkenal,
semenjak puluhan tahun lalu. Hanya sayang sekali tokoh sakti ini memilih jalan sesat, dan tidak segan-segan mengganas kepada
orang yang sama
sekali tidak berdosa. Julung Pujud melakukan
kekejaman dan membunuh orang justru untuk
hiburan dan kesenangan.
- Heh heh heh heh, kau kaget"- ejek Julung Pujud. - Hemm, apakah maksudmu menghadang
kami"- - Maksudku sudah jelas. Kenapa masih juga bertanya" Aku sengaja menghadang perjalananmu pagi ini bukan lain karena aku tertarik.
Pasukan yang banyak jumlahnya ini dan bergerak
waktu fajar pula, pulang dari mana"Julung Pujud sengaja bertanya dan purapura tidak tahu. Tetapi Mpu Kepakisan yang sekarang ini berkedudukan sebagai panglima, bersikap hati-hati. Ia belum tahu maksud Julung Pujud yang sebenarnya. Kalau berbuat baik adalah
syukur, tetapi kalau jahat tidak boleh sembarangan. - Hemm,- dengus Mpu Kepakisan dingin. Perjalanan kami pada pagi ini tidak ada sangkut
pautnya dengan kau. Maka maafkanlah aku tidak
dapat memberi keterangan.Julung Pujud berjingkrakan saking amat
marah. Ia mendelik dan tiba-tiba rambutnya yang
awut-awutan itu berdiri seperti sapu lidi dan kemudian bentaknya menggeledek.
- Jahanam! Setan Alas! Aku bertanya baikbaik, jawabanmu menyebabkan orang marah.
Huh! Apakah sangkamu aku tidak tahu, kau baru
saja pulang menumpas sarang Mpu Galuh"Mpu Kepakisan kaget sekali mendengar ini.
Tetapi ia malah semakin hati-hati bersikap.
Karena ia cepat dapat menduga kakek kerdil ini tentu salah seorang sahabat Mpu Galuh,
dan agaknya kakek ini menghadang ingin membela Mpu Galuh. - Hemm, kalau sudah menghadang, apakah maksudmu "- Heh heh heh heh, maksudku jelas. Aku
tahu pasukan ini pasukan Majapahit. Dan aku
tahu pula, apa yang kau lakukan ini sesuai perintah jahanam busuk Gajah Mada!- Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!teriak Rangga Premana yang menjadi marah, ketika mendengar kakek kerdil itu berani mencaci
maki ayahnya. Julung Pujud mendelik ke arah Rangga
Premana. Bentaknya.
- Hai orang muda yang lancang mulut. Siapakah engkau ini"- Hemm, dengarkanlah baik-baik. Namaku
Rangga Premana, dan aku putra Maha Patih Gajah Mada - - Kau, kau anak Gajah Mada" Heh heh heh
heh, sungguh kebetulan sekali. Engkau harus kutangkap hidup-hidup!Belum juga lenyap suara Julung Pujud,
kakek kerdil ini sudah melesat ke arah Rangga
Premana. Gerakannya sungguh cepat. Dan karena tubuhnya memang kerdil, maka tubuhnya
hampir tidak tampak.
Rangga Premana terkesiap. Ia sudah meloncat turun dari kuda dan secepat kilat menghunus pedang. Sring......
Seleret sinar panjang dan warna ungu menyambar. Inilah pedang pusaka Tunggul Naga.
Pedang pusaka milik Gajah Mada yang dipinjamkan anaknya supaya dalam tugasnya lebih mantap. Namun demikian sejak Rangga Premana bertugas menyertai Mpu Kepakisan ini ia belum pernah menghunus pedang pusaka itu. Ketika menyerbu ke sarang Mpu Galuh, ia hanya menggunakan pedang biasa. Kenapa" Ia patuh pesan
ayahnya, tidak boleh sembarangan menggunakan
pedang pusaka itu kalau tidak terancam oleh bahaya. Tetapi sekarang ini ia sadar berhadapan
dengan bahaya. Maka tidak ragu-ragu lagi sudah
mencabut pedang pusaka Tunggul Naga itu.
Plakkk!....... Benturan tenaga terdengar cukup keras
dan Rangga Premana terbelalak. Ternyata Mpu
Kepakisan sudah bertindak tangkas ketika melihat Julung Pujud menerjang ke arah Rangga
Premana. Kakek sakti itu tidak mau tinggal diam
dan sudah melompat menyambut pukulan kakek
kerdil itu. Akibat dua orang kakek ini turun ke bumi
dan terhuyung ke belakang beberapa langkah.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian dua orang kakek ini berdiri saling
mendelik. Agak lama mereka tukar pandang seperti sedang menaksir.
- Heh heh heh heh, bagus!- Julung Pujud
terkekeh. - Agaknya engkau cukup alot. Sudah
lama sekali aku tidak pernah bertemu tanding, ha ha ha ha. Pertemuan kita
sekarang ini sungguh
menggembirakan hatiku!Mpu Kepakisan hanya berdiam diri dan
hanya sepasang matanya tak berkedip, siap siaga
menghadapi segala kemungkinan.
Rangga Pramana yang sudah bersiap diri
dengan pedang pusaka, cepat memerintahkan pasukan untuk mundur. Kemudian membentuk barisan bentuknya seperti payung agung. Semua itu
bukan lain guna menjaga segala kemungkinan,
apabila kakek kerdil ini tidak sendirian.
- Hai Mpu Kepakisan! Agaknya engkau
menjadi besar hati berhasil menghancurkan sarang Mpu Galuh. Heh heh heh heh, engkau jangan mimpi. Engkau takkan dapat pulang ke Majapahit dalam keadaan masih bernyawa.- Jangan membuka mulut sembarangan!bentak Mpu Kepakisan. - Apakah maksudmu sebenarnya" Apakah engkau sekarang ini membela
pemberontak itu dan sengaja memusuhi Majapahit"- - Heh heh heh heh, antara aku dan Mpu
Galuh tidak ada hubungan sama sekali. Aku adalah aku, bukan pembela Majapahit dan bukan
pula pemberontak. Akan tetapi aku mempunyai
persoalan pribadi dengan Gajah Mada. Heh heh
heh heh, engkau dan seluruh pasukan harus
mampus pada pagi ini.- Uh sombongnya! Mari kita coba saja, siapakah yang harus roboh dan mampus!Mpu Kepakisan melangkah maju perlahan,
ke arah kiri. Di pihak lain Julung Pujud juga bergerak maju ke arah kiri.
Langkah dua orang kakek sakti ini perlahan saja, tetapi sekalipun demikian merupakan langkah yang
teratur. Be- danya, kalau lingkaran dari langkah yang dibuat
oleh Mpu Kepakisan tidak begitu lebar, lingkaran yang dibuat Julung Pujud lebar.
Untuk beberapa saat lamanya dua orang
kakek ini terus berputaran, seakan dua ekor
ayam jantan yang siap berlaga, saling menaksir
dan saling mencari kesempatan baik guna menerjang. Mpu Kepakisan sadar kakek kerdil yang ia
hadapi sekarang ini bukan tokoh sembarangan,
tetapi tokoh jahat, licik dan penuh tipu muslihat.
Mpu Kepakisan belum lupa terjadinya peristiwa
yang menggemparkan belasan tahun lalu. Tidak
sedikit jumlahnya orang tewas dalam tangan kakek kerdil ini.
Keganasan kakek ini baru kemudian sirap,
setelah Mpu Anusa Dwipa turun tangan. Julung
Pujud dihajar babak belur, dan selanjutnya kakek ini menghilang tanpa kabar.
Sekarang dengan
munculnya Julung Pujud, diam-diam Mpu Kepakisan khawatir juga kalau kekacauan akan timbul
lagi oleh keganasan Julung Pujud.
Dalam kedudukannya sebagai salah seorang pejuang dan membela kepentingan Majapahit, maka merupakan kewajibannya pula untuk
memberantas siapapun yang berbuat jahat.
Tiba-tiba Julung Pujud sudah menggeram
sambil meloncat tinggi, dan dua tangannya bergerak ke depan. Plak!..... plak!
Benturan telapak tangan dua orang sakti
ini di udara terdengar amat nyaring. Dua tubuh
orang sakti itu terpental ke belakang lagi bebera-pa langkah. Mereka kemudian
berdiri tegak saling berhadapan dalam jarak kira-kira empat depa.
Dua pasang mata saling mendelik, tetapi tampak
napas dua orang tua ini agak sesak, dada mereka
kembang kempis.
Apa yang sudah terjadi memang diluar tahu orang yang melihat. Benturan telapak tangan
ini merupakan benturan yang tidak main-main,
tetapi benturan tenaga sakti tingkat tinggi yang hebat sekali. Benturan yang
dilambari tenaga ini akibatnya hebat. Isi dada masing-masing tergun-cang hebat
dan sesak. Ternyata dalam mengukur tenaga tadi, antara Mpu Kepakisan dengan Julung Pujud dalam
keadaan seimbang. Sadar bertemu dengan tanding, masing-masing bertindak lebih hati-hati. Ma-ka setelah sesak dadanya
hilang, Julung Pujud
sudah menerjang maju lagi dengan pukulan dan
cengkeram. Memang bukan sembarang pukulan, karena pukulan ini mengandung racun, yang disebut
ilmu pukulan Wisa Dahana atau Aji Wisa Dahana.
Baik sambaran angin maupun akibat dari pukulan ini akan menyebabkan lawan keracunan dan
panas seperti terbakar.
Sesungguhnya memang Aji Wisa Dahana
yang amat beracun itu, yang selalu dibanggakan
dan mengangkat namanya di tempat cukup tinggi
sebagai tokoh sakti. Disamping itu sekarang ini
Julung Pujud ingin pula agar dapat mengalahkan
Mpu Kepakisan dalam waktu singkat. Dan ia sadar pula, apabila berhasil merobohkan kakek ini, ia masih harus berhadapan
dengan para prajurit
yang banyak jumlahnya dan tidak gampang mengatasi. Disamping semua ini iapun sadar sekarang ini Warigagung hadir. Ia sudah
amat kenal watak
Warigagung yang setia dan patuh kepada guru.
Kalau melihat dirinya dikeroyok orang atau roboh di tangan Mpu Kepakisan, bocah
itu takkan dapat
dicegah lagi, tentu mengamuk. Dan jika sampai
terjadi demikian, keselamatan murid tunggalnya
itu terancam. Pertimbangan-pertimbangan ini menyebabkan Julung Pujud langsung menggunakan Aji
Wisa Dahana yang beracun itu, menghadapi Mpu
Kepakisan. Maksud yang terutama agar dapat
mengalahkan lawan dalam waktu singkat. Tetapi
sungguh sayang, yang ia hadapi sekarang ini seorang tokoh sakti sahabat Gajah Mada yang sakti.
Maka perkelahian secara ksatrya sekarang ini
berlangsung cepat dan sengit,
Saking cepatnya dua kakek ini bergerak,
menyebabkan pandang mata mereka menjadi kabur dan kepala mereka menjadi pening. Jangan
lagi para prajurit itu sanggup mengikuti apa yang terjadi. Malah Rangga Premana
yang telah cukup
tinggi ilmu kesaktiaannya, masih tidak sanggup
untuk mengikuti perkelahian sengit itu.
Tanpa terasa matahari sudah bersinar. Sebagian dari pasukan itu, saking lelah dan mengantuk, telah tertidur di tempat dalam sikap duduk atau berdiri bersandar pada
batang pohon. Para tawanan wanita dan anak-anak pun,
yang semula pada menangis, mendapat kesempatan melepaskan lelah dan tidur di tanah dan rerumputan. Hanya Rangga Premana dan beberapa perwira prajurit Majapahit saja yang masih kuasa
bertahan, sekalipun terasa amat lelah dan mengantuk. Perkelahian antara Julung Pujud dengan
Mpu Kepakisan telah berlangsung hampir setengah hari. Tetapi ternyata dua orang itu masih tetap tangguh.
Diam-diam Julung Pujud heran sekali melihat kegagahan Mpu Kepakisan. Pukulanpukulannya yang mengandung racun hebat, tetapi seperti tidak berdaya terhadap kakek itu. Dan herannya pula mengapa tenaga
lawan tidak juga
berkurang dan serangannya tetap hebat dan berbahaya. Kenyataan yang tidak terduga ini menyebabkan Julung Pujud harus berpikir dan berpikir
lagi. Munculnya matahari bumi, bagaimanapun
akan memberikan keuntungan pihak lawan dan
dirinya rugi. Apabila secara pengecut Mpu Kepakisan memerintahkan para prajurit itu mengeroyok. Walaupun dirinya dapat membunuh puluhan orang, tidak urung keselamatannya sendiri
sulit ia pertahankan.
Sing.....sing.....wir.....wir......
Beberapa sinar hitam tiba-tiba saja menyambar dari tangan kiri Julung Pujud ke arah
Mpu Kepakisan. Sambaran sinar hitam ini mengejutkan kakek itu. Karena itu ia cepat melenting
tinggi di udara sambil mengebutkan telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian. Angin yang dahsyat menyambar ke bawah
hingga sinar hitam
itu semuanya telah runtuh ke tanah.
- Kurang ajar! Lambat sedikit, nyawaku
tentu melayang!- desisnya setelah berdiri di bumi, sambil memandang Julung Pujud
yang berlarian seperti terbang, meninggalkan tempat perkelahian. - Apakah sebabnya tidak Kakek kejar"tanya Rangga Premana sambil menghampiri Mpu
Kepakisan. - Hemm, tak ada gunanya!- sahut Mpu Kepakisan sambil menghela napas lega.
Akan tetapi tiba-tiba kakek ini tubuhnya
limbung, terhuyung dan kemudian jatuh terduduk. Dan kakek ini kemudian bersila di tanah
sambil memejamkan mata.
- Kakek.....kau.....kau terluka!- tanya pemuda ini dengan gugup dan kaget.
Mpu Kepakisan tidak menyahut. Orang tua
ini hanya mengangkat tangan kirinya, memberi
isyarat agar pemuda itu tidak mengganggu dirinya lagi. Melihat isyarat itu
Rangga Premana segera
mundur dan tidak berani mengganggu lagi.
Tak lama kemudian Mpu Kepakisan sudah
membuka matanya, lalu bangkit berdiri. Ketika
melihat Rangga Premana masih berdiri tidak jauh
dari tempatnya duduk dan masih memegang pedang terhunus. Mpu Kepakisan tersenyum, katanya halus.
- Sarungkan pedangmu! Bahaya sudah lewat!- - Apakah Kakek terluka"- tanya Rangga
Premana sambil menyarungkan pedangnya.
- Hemm, tidak!- sahut kakek ini sambil tersenyum. - Akan tetapi pengaruh dari pukulan Julung Pujud yang beracun itu amat berbahaya. Jika tidak dapat kuusir, akan dapat menimbulkan
bahaya bagi diriku.Rangga Premana terbelalak. Kemudian ia
bertanya. - Apakah yang Kakek maksudkan pukulan
beracun itu"- Hemm, Julung Pujud mempunyai nama
harum sejak puluhan tahun lalu, karena memiliki
ilmu pukulan beracun dan berbahaya bagi lawan.
Apabila lawan telah menghirup cukup banyak
hawa beracun dari sambaran pukulannya, orang
itu bisa tewas. Rangga Premana mengangguk-anggukkan
kepala dan diam-diam bergidik. Betapa bahayanya pukulan yang mengandung racun itu.
- Begitu jarum beracun yang digunakan
sebagai senjata rahasia itu, siapapun yang terluka oleh jarum itu, sulit
ditolong lagi jiwanya.- Mpu Kepakisan menambahkan. - Hemm, aku tidak dapat
membayangkan apa yang akan terjadi kalau
saja dia tadi menghamburkan jarumnya yang beracun itu ke arah prajurit. Rangga Premana menghela napas pendek.
Ia mengerti ucapan Mpu Kepakisan. Memang sulit
sekali ia duga, bagaimanakah akibat dari jarum
yang beracun itu, kalau dipergunakan menyerang
para prajurit. Tentu akan segera jatuh korban puluhan orang. Sekalipun demikian
ia merasa lega pula bahwa Julung Pujud sudah melarikan diri,
sebelum menimbulkan korban.
- Hem, aku tahu maksud Julung Pujud
menghadang rombongan kita ini,- ujar Mpu Kepakisan lagi. - Aku hanya mengerti amat sedikit, bahwa Julung Pujud menyinggung
nama ayahmu. Persoalan apakah yang menyebabkan Julung Pujud membenci ayahmu"- Kalau Ayah banyak dimusuhi orang memang tidak mengherankan.- Rangga Premana
menyahut. - Bukankah tidak sedikit orang yang
menjadi iri akan kedudukan Ayah yang terlalu
tinggi di Majapahit" Kakek, semua orang tahu
bahwa Ayah bukan keturunan bangsawan. Sejarah yang belum lama berlalu telah mencatat, tentang terjadinya pemberontakan Dharmaputra.
Pada waktu itu kedudukan Ayah baru sebagai
Bekel Bhayangkara. Jelas bahwa di antara keturunan bangsawan Majapahit selalu dilanda perpecahan, akibat saling berebut kedudukan. Rangga Premana berhenti dan sejenak kemudian lanjutnya.
- Dan kiranya Kakek tidak akan menutup
mata, sikap Ayah yang demikian keras dalam me
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nunaikan tugas. Tidak peduli siapapun apabila
salah harus memperoleh hukuman setimpal. Tentu saja sikap Ayah yang keras dalam usaha membawa Majapahit ke puncak kejayaan ini, menimbulkan rasa tidak senang di hati mereka yang
memang sudah iri hati. Kakek, agaknya peristiwa
ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Bukanlah peristiwa pribadi antara Ayah dengan
orang bernama Julung Pujud itu.Mpu Kepakisan mengangguk-anggukkan
kepalanya. Katanya. - Ya! Orang besar yang jujur dan bijaksana serta mengabdikan
diri secara jujur untuk kepentingan masyarakat dan negara, bi-asanya malah
banyak orang memusuhi. Hal itu
tidak lain, terdorong rasa dengki dan iri hati.
Keinginan untuk memperoleh kedudukan setinggi
itu dengan memfitnah apabila memang perlu.Mpu Kepakisan menebarkan pandang matanya ke arah pasukan dan ia melihat sebagian
besar dari mereka tertidur di tempatnya. Melihat ini ia menghela napas dan
terharu. Ia mengerti
dan sadar, mereka kepayahan. Maka ia biarkan
pasukan ini untuk sementara istirahat.
- Rangga,- katanya lagi. - Perintahkan kepada semua perwira, pasukan kita perlu istirahat di tempat ini juga guna
melepaskan lelah.Rangga Premana melaksanakan pula perintah panglima ini. Dan ternyata kebijaksanaan
Mpu Kepakisan ini disambut oleh seluruh pasukan dengan sorak sorai gembira. Mereka yang tidak bertugas jaga segera berebut untuk tidur
maupun mengaso, memilih tempat di bawah pohon rindang maupun tempat yang rumputnya
tebal. Julung Pujud yang penasaran berlarian cepat seperti terbang.
- Guru! Guru!- Warigagung berteriak memanggil, kemudian bersama Sarwiyah memburu.
Tetapi Julung Pujud tidak segera menghentikan larinya, tetapi mengurangi, hingga dua
orang muda ini dapat mengejar. Kemudian tiga
orang ini berlarian terus tanpa membuka mulut.
Warigagung mengerti, gurunya sedang gelisah,
karena usahanya mengalahkan Mpu Kepakisan
tidak berhasil. Sebaliknya Sarwiyah berdiam diri karena memang takut bicara.
Setelah cukup jauh berlarian dan kemudian masuk ke dalam hutan barulah Julung Pujud mau berhenti, dan kemudian kakek kerdil ini
membantingkan pantatnya di atas sebuah batu.
- Hemm,- Julung Pujud menghela napas.Ternyata Mpu Kepakisan memang cukup atos!- Ohhh .....jadi dia itu tadi yang bernama
Mpu Kepakisan"- Warigagung menatap gurunya
dan keheranan. Pemuda ini sudah cukup kenal sampai di
manakah kesaktian gurunya dan banyak kali pula menyaksikan, setiap berkelahi kebanyakan lawanlah yang akan roboh tak bernyawa atau bertekuk lutut. Tetapi apakah sebabnya kali ini gurunya malah melarikan diri"
- Apakah Paman kalah"- Sarwiyah memberanikan diri bertanya sambil memandang kakek
itu. -Apa" Kalah"! Siapakah yang kalah"!- bentak Julung Pujud sambil mendelik kurang senang. Sarwiyah yang halus perasaannya menjadi
ketakutan lalu menundukkan kepalanya. Melihat
ini Warigagung menjadi iba, kemudian berkata.
- Guru! Kalau Guru tidak kalah, apakah
sebabnya lari"- Huh! Siapakah yang lari"- bentak Julung
Pujud. - Aku tidak lari dan juga tidak kalah. Ta-hu" Aku memang menghentikan
perkelahian itu,
sebelum salah seorang roboh mampus!- Apakah sebabnya"- Hemm, mengapa sebabnya engkau sekarang tambah tolol" Huh, kalau saja siang tadi tidak segera datang, aku akan
masih terus berkelahi. Huh! Kau harus tahu Mpu Kepakisan tidak
sendirian. Engkau harus pandai mengenal gelagat, sebab prajurit itu bisa dia perintahkan men-gurung dan mengeroyok aku. Dan
mungkin bisa pula mereka perintahkan agar menghujani dengan anak panah. Apakah itu tidak berbahaya"
Itulah sebabnya aku tadi lebih baik lari, semua
itu untuk menghindarkan hal-hal yang tidak aku
harapkan.- - Ahhhh.....- tiba-tiba saja Sarwiyah mengeluh. - Kau ada apa"- tanya kakek kerdil ini.
- Tidak apa-apa, paman - sahut Sarwiyah
sekenanya. Tetapi sebenarnya, timbul rasa kecewa dalam hati gadis ini. Apabila baru berhadapan dengan pembantu Gajah Mada saja sudah tidak
mampu mengalahkannya, manakah mungkin kakek ini mampu menghadapi Gajah Mada" Dan
manakah mungkin sakit hati keluarganya dapat
terbalas" Melihat perubahan wajah gadis ini, tibatiba saja Julung Pujud terkekeh. Katanya kemudian. - Hemm, Wiyah! Engkau jangan menjadi
khawatir dan salah sangka. Apa yang sudah terjadi tadi bukannya aku kalah. Akan tetapi aku
menggunakan otakku untuk berpikir, agar tidak
sampai mati konyol. Siapakah yang akan menderita rugi" Tidak urung engkau sendiri. Karena itu sekarang, mari sebaiknya kita
pulang dahulu. Engkau dan Gagung harus segera kawin. Di sana,
engkau akan aku didik, aku gembleng agar engkau menjadi wanita perkasa. Dan yang kelak kemudian hari akan berguna dalam membalas sakit
hati keluargamu, sebab engkau maupun suamimu akan menjadi pembantuku yang bisa aku percaya,- Sarwiyah menjadi sedih mendengar ajakan
ini dan untuk segera kawin dengan Warigagung.
Tiba-tiba saja terbayanglah kembali dalam benaknya, pemuda tampan Mahisa Singkir. Pemuda
yang amat ia cintai itu sekarang bagaimanakah
nasibnya" Sekalipun pemuda itu belum pernah
mengucapkan janji setianya, namun ia sudah merasa pasti bahwa pemuda itu mencintai dirinya.
Kalau mendengar dirinya sudah kawin dengan
Warigagung, apakah pemuda itu tidak merana"
Akan tetapi sebaliknya tidak mungkin ia
dapat menolak kehendak Julung Pujud ini. Ia sudah kalah janji dan hal itu justru sudah memperoleh restu kakeknya. Untung juga Sarwiyah segera memperoleh alasan, katanya.
-Paman, memang sudah seharusnya aku
dan Kakang Warigagung segera kawin. Tapi.....- Tetapi apa" Apakah engkau mau berkhianat"-Julung Pujud mendelik.
- Paman .....ohh..... dengarlah dahulu ...... kata gadis ini. - Yang aku maksudkan, apakah
pada saat aku kawin, Mbakyu Sarindah tidak perlu hadir"- Ohh, heh heh heh heh, tentu. Kakakmu
perempuan itu memang harus hadir, sekalipun
mbakyumu malah belum kawin. Ahh, aku malah
mempunyai pikiran baru.- Pikiran baru tentang apa, Guru"- Warigagung heran. - Betapa baiknya apabila Sarwiyah dan Sarindah dapat rukun dan bersatupadu. Dengan
begitu pembantuku untuk membalaskan sakit hati keluargamu kepada Gajah Mada, bukan hanya
dua orang, tetapi malah tiga orang.-Tentu saja Paman. Selamanya aku dengan
Mbakyu selalu rukun dan bersatupadu. Aku dan
Mbakyu Sarindah bisa disebut satu hati.- Betul, heh heh heh heh. Kalau benar begitu, engkau dan mbakyumu. harus bersedia
membuktikan. Maka sebaiknya engkau maupun
mbakyumu kawin saja dengan Gagung.- Ahhh.....!- Warigagung dan Sarwiyah berseru tertahan hampir berbareng saking kaget.
- Tidak Guru!- bantah Warigagung. - Murid
cukup seorang isteri saja.- Goblok kau Gagung! Mempunyai isteri lebih seorang justru lebih enak, heh heh heh heh.Julung Pujud terkekeh. Agaknya kakek ini
menjadi senang sekali mendapat pikiran seperti
itu. Sebaliknya Sarwiyah menjadi pucat wajahnya. Gadis ini sama sekali tidak menduga apabila Julung Pujud mempunyai maksud
seperti ini. - Tidak Guru, tidak! Kasihan Adik Sarwiyah!- bantah pemuda ini.
- Apakah sebabnya kasihan"! Kalau memang Sarwiyah dan Sarindah suka, tentu saja lebih baik heh heh heh heh. Dengan demikian aku
akan lebih mantap lagi dalam usahaku untuk
membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis.Julung Pujud memandang Sarwiyah. Kemudian ia bertanya.
- Hai Sarwiyah! Bagaimanakah pendapatmu" Apakah engkau tidak setuju dimadu dengan
mbakyumu sendiri "- Hal itu terserah kepada Paman dan
Mbakyu Sarindah. Apabila Mbakyu Sarindah setuju, manakah aku dapat menolak" Karena itu,
sebaiknya Paman bicara langsung dengan
Mbakyu.- Jawaban Sarwiyah ini mempunyai alasan
yang cukup kuat. Ia kenal baik akan watak mbakyunya yang keras hati. Ia yakin mbakyunya tak
mungkin setuju dengan maksud kakek ini. Disamping itu, ia juga yakin, mbakyunya yang cantik jelita itu, manakah sudi
menjadi isteri Warigagung" Sedangkan dirinya sendiripun, apabila tidak kalah janji dengan kakeknya, lebih suka memilih Mahisa Singkir.
- Heh heh heh heh ha ha ha ha, bagus!Julung Pujud gembira sekali mendengar jawaban
ini. - Aku sendiri yang akan bicara dengan dia.
Marilah sekarang kita pergi ke Tosari.- Guru.....- - Ada apa lagi" Huh, laki-laki seperti kau
ini, laki-laki apa" - Guru, murid kasihan kepada Adik Sarwiyah apabila aku harus mempunyai dua isteri.- Apakah alasanmu"- Julung Pujud mendelik. - Guru! Murid mempunyai pendapat begini.
Adalah tidak adil apabila seorang laki-laki beristeri dua orang.- Apakah sebabnya tidak adil" Laki-laki
punya dua atau tiga isteri sudah jamak. Tetapi
sebaliknya, tidak lumrah apabila seorang perempuan mempunyai dua atau tiga orang suami. Heh
heh heh heh.- - Guru! Murid mempunyai pendapat tidak
adil, karena cinta itu tidak bisa dibagi-bagi. Padahal kalau murid mempunyai dua
isteri, bagai- manakah mungkin murid dapat membagi cinta
itu" Apakah ini adil" Kalau isteri memberikan cin-tanya kepada suami secara
utuh, tidak dibagibagi, mengapa suami harus membagi-bagi cinta"
- - Sudah, sudah! Aku tidak mau berbantahan. Kawin dengan dua perempuan sekaligus,
dan ka-kak-adik pula.Warigagung tidak berani membuka mulut
lagi, sekalipun hati tidak setuju. Pemuda ini sudah kenal watak gurunya yang
tidak dapat ia bantah kehendaknya. Ia melirik ke arah Sarwiyah. Dan ia melihat wajah gadis ini menjadi pucat dan tampak kecewa sekali.
Namun demikian ia tidak berani berkata apa-apa, dan hanya menundukkan kepalanya
- Hayo, sekarang kita berangkat ke Tosari!ajak Julung Pujud mantap.
Perintah ini tidak mungkin dapat mereka
bantah pula. Warigagung dan Sarwiyah segera
pula bangkit, mengikuti langkah Julung Pujud.
Untuk singkatnya cerita, mereka sudah tiba di Tosari. Akan tetapi betapa kecewa tiga orang ini ketika tidak dapat ketemu
dengan Sarindah.
Rumah Si Tangan Iblis sudah kosong. Malah sudah banyak yang rusak dan halaman yang semula bersih itu sekarang sudah ditumbuhi rumput
liar. Diam-diam Sarwiyah sedih melihat rumah ini yang sekarang kosong dan rusak.
Tentu saja mereka tidak dapat menemukan
Sarindah, yang sekarang jiwanya sudah terganggu. Sebabnya tidak lain karena selalu menggenggam laki-laki tampan yang sudah menjadi suaminya, bernama Dewa Asmara. Entah ke mana
sekarang Sarindah pergi, dan entah pula di mana
dia berada. Tetapi yang jelas Sarindah seorang gadis
yang keras hati dan bernasib malang. (Baca:
RAHASIA DEWA ASMARA, oleh pengarang dan
penerbit yang sama. Anda akan dapat menjenguk
gadis malang bernama Sarindah ini, dan tahu pula sebabnya Sarindah sampai mendapat gangguan
jiwa). Gajah Mada disamping berkedudukan sebagai Mahapatih (Patih Mangkubumi) Majapahit,
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga merangkap kedudukan Rajajaksa. Dialah
yang mengawasi pelaksanaan Undang-Undang
Raja. Sedangkan sebagai Aspada, Gajah Mada harus menyusun suatu rencana penuntutan lengkap dalam soal-soal sengketa yang penting. Jadi
Patih Mangkubumi Majapahit yang bernama Gajah Mada ini tidak saja menjalankan aturan Undang-Undang Negara, tetapi juga menjaga supaya
aturan itu berjalan dengan baik. Dan kalau perlu menuntut segala pelanggaran
yang terjadi. Gajah Mada seorang yang berpengalaman
luas dalam urusan negara. Ia memperoleh pengaruh luas bukan karena keturunan bangsawan,
bukan karena keturunan ksatriya, akan tetapi
oleh kecakapan dan keberaniannya.
Selama mengabdikan diri di Majapahit, ia
memulai dari kedudukan yang paling bawah dan
berkat ketekunannya dapat mencapai puncak kekuasaannya, sebagai Mahapatih Majapahit. Mulamula Gajah Mada mengabdikan diri di Majapahit
sebagai pesuruh. Kemudian ia menjadi prajurit
Bhayangkara. Kemudian naik tingkat menjadi
Bekel Jayanegara ia diangkat menjadi Patih Dhaha. Akan tetapi semua itu tidak mungkin bisa
terjadi, apabila Gajah Mada tidak memiliki kesetiaan dan semangat pengabdiannya yang diberikan kepada Majapahit. Jadi, kedudukan Gajah
Mada yang mencapai puncak tertinggi itu bukanlah datang dengan sendirinya, tetapi oleh jerih
payahnya sendiri.
Namun sudah lumrah yang terjadi di dunia
ini, kemudian timbul perasaan orang yang menjadi iri hati dan dengki, jika melihat orang lain
mencapai puncak kejayaan. Lebih pula Gajah
Mada bukan keturunan bangsawan Majapahit.
Maka sering kali pula Gajah Mada menghadapi
ancaman bahaya, baik yang terang-terangan
maupun gelap-gelapan. Ia mempunyai banyak
musuh gelap sekalipun ia tidak sadar dimusuhi
orang. Sekalipun demikian berkat kebijaksanaannya, berkat kewaspadaannya, semua usaha orang
yang akan berbuat jahat selalu dapat digagalkan, baik oleh Gajah Mada sendiri
maupun oleh pembantu-pembantunya yang setia.
Disamping itu berkat kecakapan dan kesetiaan pembantu-pembantunya ini, maka sekalipun yang berkuasa di Majapahit seorang raja wakil, Tribhuwanattunggadewi Jayawishnuwarddhani, Gajah Mada dapat mengendalikan
keamanan Majapahit dengan baik.
Dan pagi ini dengan wajah berseri-seri, Gajah Mada menerima kedatangan Mpu Kepakisan
di rumah tempat tinggalnya. Hadir pula Laksamana Nala, Rangga Premana dan Adityawarman.
- Terima kasih atas bantuanmu, Paman
Mpu Kepakisan. Ahh, kalau saja engkau tidak cepat memberi laporan dan cepat bertindak pula,
mungkin sisa-sisa pemberontak Sadeng itu akan
bisa menjadi bibit penyakit yang membahayakan
Majapahit!- Demikianlah ucapan Gajah Mada
dengan halus, setelah mendengar laporan Mpu
Kepakisan, sisa-sisa pemberontakan Sadeng sudah berhasil ditumpas.
Akan tetapi Mpu Kepakisan adalah seorang
pendeta yang tentu saja selalu jujur, dijauhkan
dari hal-hal yang dusta dan kurang patut. Sahutnya kemudian. - Bukan saya yang berjasa dalam masalah
ini.- - Ahh, kalau bukan, lalu siapakah"- Gajah Mada kaget, demikian pula Nala
maupun Adityawarman.
- Apabila tidak ada petunjuk dari Mpu
Anusa Dwipa manakah mungkin saya bisa tahu"- Ahhh..... Mpu Anusa Dwipa"- Benar, Ayah,- Rangga Premana ikut berbicara. - Memang atas petunjuk orang tua itu,
Kakek Kepakisan tahu tentang sisa pemberontak
Sadeng. Disamping itu tanpa adanya petunjuk peta dari Mpu Anusa Dwipa pula, kiranya sulit kita menerobos masuk ke lembah yang
penuh jebakan dan jalan rahasia itu.- Ahh, menarik sekali! Ceritakanlah Rangga, aku ingin sekali mendengar situasi lembah
itu!- ujar Adityawarman.
- Ceritakanlah yang jelas, Rangga,- pinta
Mpu Kepakisan pula sambil mengeluarkan peta
pemberian Mpu Anusa Dwipa.
Tiga orang pimpinan Majapahit itu menjadi
amat tertarik kepada peta yang dibentangkan di
atas meja. Adapun Rangga Premana segera menerangkan segala sesuatunya dengan perlahan tetapi jelas sekali.
- Bukan main!- Mpu Nala menggelenggelengkan kepalanya, kagum sekali. Demikian pula Gajah Mada maupun Adityawarman.
Mereka menjadi kagum atas kepandaian
Mpu Galuh yang memilih lembah itu dan dia
lengkapi dengan jebakan-jebakan pintu rahasia di bawah tanah. Demikian rapi dan
tentu penggara-pannya membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang banyak jumlahnya pula. Sebab, membuat lorong di bawah tanah jauh lebih sulit dibanding membuat jalan di atas tanah
- Benar-benar hebat dan cerdik,- puji Gajah Mada. - Tetapi aku justru lebih tertarik kehe-batan dan kecerdikan Mpu Anusa
Dwipa. Lalu dari manakah orang tua itu memperoleh pengetahuan keadaan lembah itu, kemudian bisa dia tuangkan dalam peta yang jelas dan terperinci seperti itu" Bukan saja pengetahuannya tentang jebakan, tetapi juga tahu semua pintu rahasia. Untuk beberapa jenak lamanya mereka tidak ada yang membuka mulut. Pertanyaan Gajah
mada ini memang tidak mudah dijawab, kecuali
oleh yang berkepentingan sendiri, ialah Mpu Anusa Dwipa. - Entahlah, saya sendiri tidak tahu dari
mana Mpu Anusa Dwipa memperoleh peta ini.
Saya bertemu dengan dia di pinggang Gunung Kelud dan bertemu tidak sengaja!- jawab Mpu Kepakisan. - Ohh, ya, dan secara tidak sengaja pula, aku bertemu dengan gadis jelita
murid Ki ageng Tunjung Biru.....- Ahhhh .....!- Mpu Nala kaget. - Katakanlah, di mana bocah itu sekarang"Mpu Kepakisan dan Rangga Premana heran mendengar pertanyaan Mpu Nala yang begitu
besar perhatiannya kepada bocah perempuan itu.
- Lekas katakanlah, di mana bocah itu"
Dan apakah dia membawa pedang pusaka bernama Tunggul Wulung"- desak Nala.
- Ahh, benar! Mengapa Bendara tahu"Mpu Kepakisan heran.
Sebenarnya Gajah Mada sendiri kaget, tetapi juga gembira mendengar pemberitahuan itu.
Sebab, Gajah Mada segera dapat menduga, tentu
bocah itu Dewi Sritanjung, putri Mpu Nala yang
sudah lama mereka cari.
- Paman Kepakisan!- ujar Gajah Mada halus. - Agar engkau tidak menjadi bingung menghadapi pertanyaan Adimas Nala, maka sedikitnya
dengarlah dahulu ceritaku.Tetapi sebelum memulai ceritanya, Gajah
Mada menatap Nala dan bertanya.
- Adimas Nala, sekarang ini yang hadir hanyalah terbatas dan bisa aku katakan keluarga
sendiri. Bolehkah aku menceritakan hal-ihwal bocah itu"- - Silakan!- sahut Nala. - Aku percaya Bapa
Pendeta akan bersedia merahasiakan peristiwa
ini.- - Ahhh ada apakah"- Mpu Kepakisan keheranan. Rangga Premana tidak membuka mulut. Ia
memandang mereka yang hadir bergantian dengan pandang mata bertanya-tanya. Adapun Adityawarman yang sudah mengetahui perihal ini,
hanya berdiam diri.
Gajah Mada segera menceritakan tentang
peristiwa yang sudah belasan tahun berlalu. Keti-ka secara tidak sengaja, Mpu
Nala kawin dengan
salah seorang puteri Ra Kuti, seorang anggota
Dharma putra yang memberontak dan telah terbunuh mati. Peristiwa itu memang tidak terduga
sama sekali, sebab Mpu Nala mengira, isterinya
seorang gadis desa.
Dari perkawinan ini hamillah si isteri dan
Mpu Nala gembira sekali. Kemudian pada suatu
ketika inginlah Mpu Nala memboyong isteri ini ke Kota Majapahit dan maksudnya
ini pun mendapat
persetujuan isterinya.
Namun sebelum ketentuan waktu boyong
ini mereka laksanakan, tiba-tiba Mpu Nala tahu,
isterinya itu sebenarnya puteri Ra Kuti. Pemberitahuan dari ibu angkat isterinya
ini mengejutkan Mpu Nala, sehingga pada malam harinya Mpu Na-la pergi ke
Majapahit tanpa pengetahuan siapapun. Masalahnya, Mpu Nala merasa kecewa sekali, sudah kawin dengan gadis anak pemberontak.
Akibat penderitaan yang berat, maka kemudian isteri setia ini meninggal dunia pada saat melahirkan anaknya. Bayi yang
lahir itu kemudian dibuang ke sungai oleh para tetangga, yang
akhirnya dirawat oleh Ki ageng Tunjung Biru. Dalam asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, anak tersebut diberi nama Dewi Sritanjung, dan menjadi
seorang gadis jelita dan berilmu tinggi. (Baca: Bu-ku berjudul JASA SUSU HARIMAU, oleh pengarang dan penerbit yang sama).
Pada saat Sritanjung mendapat pendidikan
dan asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, Mpu Nala
sudah cukup lama berusaha mencari anaknya
yang hilang itu, namun belum pernah terkabul
harapannya. Baru kemudian harapannya ini bisa
terkabul dan diketahui Dewi Sritanjung adalah
puterinya yang hilang, setelah bocah ini oleh Ki ageng Tunjung Biru disuruh
pergi ke Kota Majapahit, dan kemudian diboyong ke rumah Mpu Nala. (Agar para Pembaca yang budiman bisa mengetahui lebih jelas peristiwa ini, bacalah buku : MENCARI AYAH KANDUNG).
Akan tetapi pada malam harinya kemudian
bocah ini melarikan diri dari rumah tanpa pamit, seperti telah kita ceritakan di
dalam buku berjudul: TERSIKSA SEPERTI DI NERAKA.
Mendengar penuturan ini Mpu Kepakisan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Apabila ia tahu
sebelumnya, tentu ia berusaha mengajak bocah
itu pergi bersama ke Majapahit.
- Ahhh.....kalau saja aku tahu, tentu dia
sudah kuajak kemari, - ujar Mpu Kepakisan bernada menyesal. - Sayang sekali, hemm, aku tidak
tahu lagi di manakah sekarang bocah itu.- Pergi ke manakah dia"- desak Nala dan
hatinya tegang.
- Maafkanlah saya, Bendara, sungguh aku
tidak tahu ke mana dia, sebab terjadi peristiwa
yang kemudian menyusul.- Peristiwa apakah"Mpu Kepakisan kemudian menceritakan
tentang terjadinya peristiwa menyusul, terbukanya sebuah lubang pintu jebakan, dan semenjak itu dia lenyap.Kiranya para Pembaca yang budiman akan
lebih asyik apabila berkenan membaca pula buku
berjudul: TERKURUNG DI PERUT GUNUNG, oleh
pengarang dan penerbit yang sama.
- Aduhhh.....anakku.....anakku ..... engkau
mati masuk perangkap" Aduhh.....aku lah yang
berdosa.....- Mpu Nala menutupi mukanya dengan dua
telapak tangan dan Adityawarman cepat menghibur. - Belum tentu dia celaka, kenapa engkau
sudah menjadi khawatir" Sudahlah, sebaiknya
persoalan anakmu ini serahkan saja atas kehendak dan perlindungan Dewata Agung (Tuhan).- Saya juga tidak yakin apabila celaka!Rangga Premana ikut pula menghibur, tetapi juga
amat terharu. - Lebih-lebih lagi, Mpu Anusa Dwipa sudah menyanggupkan diri untuk mencarinya.- - Ahhh.....tetapi dia anak yang malang. Dia kasihan sekali karena tidak
sempat mengenal
ibunya sendiri.....- ujar Mpu Nala penuh rasa ses-al.
- Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada. Aku mohon pertolonganmu. Sudilah Paman menugaskan beberapa orang cucumu (muridmu)
ikut serta mencari bocah itu. Cirinya mudah sekali. Apabila ada seorang gadis memiliki pedang
pusaka yang bersinar biru, jelas pedang itu pedang pusaka Tunggul Wulung dan itu pula dia.
Maka bujuklah agar bocah itu suka datang ke Kota Majapahit dan bawalah kemari.- Baiklah! Akan saya usahakan.Untuk beberapa saat lamanya keadaan
hening, tidak seorangpun membuka mulut. Agaknya mereka seperti terpengaruh oleh kekhawatiran Mpu Nala. Guna mengalihkan suasana yang kurang
menyenangkan ini kemudian Gajah Mada memalingkan mukanya kepada Adityawarman.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bendara Adityawarman, saya mohon
khabar tentang Bali. Tidaklah mengherankan
apabila Gajah Mada menyebut Adityawarman
dengan sebutan "bendara" sekalipun kedudukan Gajah Mada di Majapahit demikian
tinggi. Hal ini bukan saja oleh kebiasaan lama, semenjak Gajah
Mada masih berpangkat rendah, memang sudah
menjadi sahabat Adityawarman. Akan tetapi disamping itu juga pengaruh dari keadaan Gajah
Mada sendiri yang merasa bukan keturunan Majapahit, dan juga karena ia memang berjiwa seorang pemimpin yang rendah hati. Dan oleh pengaruh sikap Gajah Mada terhadap Dharmaputra
yang demikian menghargai mereka itu, maka sebaliknya para Dharmaputra Majapahit juga
menghargai Gajah Mada.
- Ahhh, apakah tentang Tatagalapura Gerhastadara itu"- tanya Adityawarman.
- Benar.- - Sudah saya perintahkan untuk membuat
dan sudah selesai pula. Ya, mudah-mudahan
dengan berdirinya pura itu, maka orang-orang
yang berkuasa di Bali mengerti maksud baik Majapahit.- - Benar. Harapan kita memang demikian,Gajah Mada mengangguk-angguk tampak puas.
Perlu kita ketahui, bahwa semenjak Majapahit berdiri, hubungannya dengan Bali terputus.
Bali merasa bukan wilayah Majapahit dan Bali
merasa merdeka di atas rumahnya sendiri. Hal ini tentu saja menjadi perhatian
penuh bagi Gajah
Mada yang bercita-cita mempersatukan Nusantara dan bercita-cita demi kejayaan Majapahit.
Guna menarik perhatian Bali, bahwa Majapahit ingin menyelenggarakan hubungan baik,
maka atas prakarsa Gajah Mada, didirikanlah pura itu, dan bernama Tatagatapura Gerhastadara.
Mendengar itu Mpu Nala bangkit semangatnya, tergugah jiwa kesatrianya sehingga ia terlupa kepada urusan keluarga.
- Tetapi bagaimanakah apabila Bali tetap
membangkang"- tanyanya sambil menatap Gajah
Mada dan Aditywarman bergantian.
- Apabila Bali memang bandel, untuk apa
tidak kita hancurkan"- sahut Adityawarman penuh semangat pula.
Gajah Mada bersenyum. Diam-diam ia
bangga sekali terhadap keperwiraan dua orang
pemimpin ini. Katanya kemudian.
- Benar! Apabila Bali memang bandel, memang tidak ada jalan lain lagi, kecuali kita gunakan kekerasan. Akan tetapi
selama masih bisa kita usahakan dengan jalan damai, bukankah itu
lebih baik"Ciri-ciri kebesaran Gajah Mada memang
seperti itu. Dalam mencapai cita-cita mempersatukan seluruh Nusantara, apabila memang bisa
tercapai akan ia gunakan jalan halus dan damai.
Akan tetapi sebaliknya apabila jalan damai itu
sampai gagal, Gajah Mada akan menggunakan
kekerasan. Menggunakan kekuasaan pasukan
dan perang. - Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada kemudian. - Apakah tidak ada hal-hal yang engkau
sampaikan, sehubungan dengan tugasmu"- Memang ada yang perlu saya sampaikan,
ialah tentang terjadinya peristiwa yang menarik
perhatian saya, sehubungan dengan adanya usaha pencegatan pasukan yang dilakukan oleh Julung Pujud.- - Siapakah Julung Pujud itu,- Adityawarman nampak heran, tetapi juga tertarik.
- Bendara, Julung Pujud adalah seorang
tokoh sakti yang sesat- Gajah Mada menjelaskan.
- Telah belasan tahun lamanya, tokoh itu tidak
pernah muncul. Ahh, menarik sekali, apabila tokoh itu demikian muncul sudah berani menghadang pasukanmu.- Benar! Memang amat menarik. Akan tetapi disamping itu juga membuat saya tak habis pikir. Sebab dari ucapannya jelas sekali, maksud
penghadangan itu ada hubungannya dengan
Nakmas Gajah Mada.- Ahhh, ada hubungan dengan diriku" Tentang apa saja"- Gajah Mada tidak kaget, hanya
tertarik perhatiannya saja. Karena bagi tokoh ini yang sudah terbiasa dimusuhi
orang, sudah menjadi kebal apabila ada orang yang berusaha memusuhinya. - Pada saat menghadang pasukan itu.....- Nanti dulu!- sela Mpu Nala. - Berapakah
jumlah kawan dia yang ikut menghadang"- Waktu itu saya tidak melihat yang lain,
kecuali Julung Pujud seorang saja.- Ahhh.....bukan main! Seorang diri berani
menghadang rombongan pasukan dalam jumlah
banyak. Sungguh menarik!- Benar! Memang itulah hebatnya Julung
Pujud. Dia seorang pemberani. Maka sekalipun
hanya seorang diri, tidak mengherankan pula
apabila berani menghadang kami. Akan tetapi
disamping keberaniannya, dia juga terkenal sebagai seorang pengecut, licik, dan penuh tipumuslihat.- Gajah Mada berusaha
memberi penjelasan.
Dan Mpu Kepakisan segera menambah pula, - Ya! Watak Julung Pujud memang demikian.
Hal itu terbukti setelah merasa tidak mampu
mempertahankan diri saya, dia kemudian melarikan diri. Namun demikian sebelum melarikan diri, diapun berusaha membunuh saya dengan jarum beracun yang selalu dia banggakan keampuhannya.- Mpu Kepakisan berhenti. Sejenak kemudian ia meneruskan.
- Tetapi terus terang bila dia tidak segera
melarikan diri, mungkin saja saya celaka.....- Apakah sebabnya"- Adityawarman kaget.
Demikian pula yang lain kecuali Rangga Premana
yang telah tahu.
- Karena Julung Pujud mempunyai ilmu
pukulan yang beracun. Dari sambaran tangannya
menyebarkan racun yang dapat merobohkan lawan. Apabila hanya dalam waktu singkat, kiranya
saya masih bisa menahan pengaruh dari hawa
beracun itu. Akan tetapi apabila waktunya cukup
lama, memang amat berbahaya. Seperti yang sudah terjadi dengan diri saya, setelah berkelahi
hampir setengah hari, begitu dia pergi saya harus lekas-lekas mengatur
pernapasan.......
- Apakah sebabnya!- Mpu Nala bertanya.
- Semua itu guna mengusir pengaruh dari
pukulan beracun itu.....- Ahhh, berbahaya juga!- Adityawarman
menggumam. - Benar! Julung Pujud memang amat berbahaya!- Gajah Mada membenarkan pendapat itu.
- Dan saya masih ingat pada peristiwa belasan
tahun yang lalu, pada waktu Julung Pujud melakukan keganasannya membasmi orang-orang tidak berdosa. Setelah Mpu Anusa Dwipa turun
tangan, baru Julung Pujud kapok lalu menyembunyikan diri.- Lalu, apakah maksud Julung Pujud
menghadang pasukan itu"- tanya Mpu Nala.
- Seperti yang tadi sudah saya kemukakan,
katanya untuk memusuhi Nakmas Gajah Mada.
Tentang apakah alasannya, saya sendiri kurang
jelas.- - Hemm, bagiku takkan kaget apabila ada
orang yang memusuhi diriku,- ujarnya dengan bibir menyungging senyum. - Tetapi justru banyak
orang memusuhi diriku ini, menimbulkan gairah
dan semangatku untuk mencurahkan seluruh
perhatianku demi kejayaan Majapahit. - Namun persoalan ini tidak cukup kita abaikan demikian saja.- Adityawarman memberikan
pendapatnya. - Sebab, kedudukan Patih Mangkubumi Majapahit merupakan kunci jaya dan hancurnya Negara Majapahit kita.-Benar! Bendara Warman benar! Menurut
pendapat saya, Nakmas Gajah Mada harus lebih
waspada dan hati-hati. Sebab siapa tahu apabila
ada orang ketiga yang berdiri di belakang Julung Pujud" Lebih berbahaya lagi
apabila orang ketiga itu justru merupakan orang dalam.- Mpu Kepakisan mendukung.
- Pendapat Bapa Pendeta beralasan.- Mpu
Nala menjadi tertarik. - Siapa tahu apabila masih ada satu atau dua orang
Dharmaputra yang tidak
puas"- Adityawarman pun menduga seperti itu.
Maka katanya kemudian.
- Ya! Dugaan demikian memang tidak berbantah. Seperti kita ketahui dan diakui pula oleh Paman Gajah Mada, di antara
Dharmaputra memang terdapat perasaan tidak puas, sehubungan
dengan pengangkatan Paman Gajah Mada sebagai
Patih Mangkubumi Majapahit. Alasannya ialah,
Paman Gajah Mada bukan keturunan bangsawan.
Hem. tetapi semua itu menurut pendapatku tidak
beralasan. Dengan kata lain, hanya merupakan
alasan yang mereka cari-cari. Bagi saya, tidaklah tepat apabila kedudukan itu
harus diukur dari
keturunan.- Ia berhenti lalu membasahi bibirnya. Sejenak kemudian baru ia meneruskan. - Lebih-lebih
kedudukan Patih Mangkubumi Majapahit. Walaupun bukan keturunan bangsawan, apabila cakap dan mampu tidak ada halangannya. Dan sebaliknya, walaupun keturunan bangsawan akan
tetapi apabila tidak cakap, tentu saja saya memilih yang pertama.Adityawarman berhenti lagi sejenak. Setelah menghela napas ia meneruskan.
- Timbul pikiran saya, untuk bisa menangkap Julung Pujud dalam keadaan masih hidup
atau mati. Syukur apabila bisa kita tangkap hidup-hidup, dari mulut orang itu kemudian kita
akan memperoleh keterangan-keterangan yang
berharga, dan kiranya cita-cita ini baru terlaksa-na, kalamana kita memperoleh
bantuan Mpu Anusa Dwipa. Ehhh, Bapa Pendeta Kepakisan,
mungkinkah Bapa Pendeta bisa membujuk Mpu
Anusa Dwipa menangkap Julung Pujud"Mpu Kepakisan menghela napas pajang. Ia
tidak segera memberikan jawabannya. Karena ia
cukup kenal akan watak Mpu Anusa Dwipa yang
aneh bin ajaib itu dan yang lain dari yang lain.
Kalau saja Mpu Anusa Dwipa itu seorang yang gila terhadap pangkat dan kedudukan, kekayaan
ataupun harta benda, adalah gampang sekali
mempengaruhi kakek itu dengan macam-macam
usaha dan janji.
Akan tetapi Mpu Anusa Dwipa bukan
orang macam itu. Bukan seorang yang gila terhadap pangkat, kedudukan, harta benda ataupun
kekayaan. Dia tidak membutuhkan apa-apa! Kakek itu hidup bagai burung tanpa sarang. Dia bebas beterbangan ke manapun dia suka. Kadangkala tanpa diminta dia sudah mengulurkan tangan memberi pertolongan kepada orang. Akan tetapi kadang-kadang pula, dia tidak peduli walaupun tahu orang dalam kesulitan. Juga walaupun
Mpu Anusa Dwipa telah mengetahui jelas terhadap watak seseorang dan jelas orang itu jahat,
namun kalau perlu dia bersedia pula memberi
pertolongan maupun sekedar ilmu kesaktian.
Sesudah berpikir sejenak lamanya, baru
Mpu Kepakisan memberi jawaban.
- Hemm, saya kurang yakin dan sulit pula
untuk dapat menduga, bagaimana tanggapannya
apabila saya mengajukan persoalan itu. Dia seorang yang aneh! Dia hidup tidak membutuhkan
apa-apa, jadi sulitlah orang dapat mempengaruhi
maupun menarik perhatian dia. Akan tetapi sekalipun demikian saya akan berusaha juga mencoba, dan juga untuk merundingkan soal ini kepada
dia. Hemm, hanya saja ......
- Nampaknya Bapa Pendeta ragu. Katakanlah!- Adityawarman mendesak.
- Bendara, untuk mencari kakek gendut itu
tidak gampang, Sebab dia tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Dia bagai burung tanpa sarang.- - Ada cara untuk
mengundang dia.- Mpu
Nala mengemukakan pendapatnya.
- Dengan jalan apa"- Gajah Mada tertarik.
- Maklumat Raja Majapahit, guna mengundang Mpu Anusa Dwipa datang ke Majapahit. Pendekar Pengejar Nyawa 14 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Menuntut Balas 23
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama