Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 12
Dengan sekilas kemahiran menggunakan ilmunya yang dipertunjukkan oleh pengemis kaki pincang itu, pun dia telah dapatkan kesimpulan tentu pengemis berewokan tersebut bukanlah orang sembarangan. Ini pula yang menimbulkan maksudnya ingin undurkan diri. Tetapi manakala kemudian mendengar Lim Tiang Hong menyerukan agar pengemis itu tidak membantunya, hatinya jadi tergerak. Ia jadi bersangsi dan tidak mempercayai kekuatan hebat yang dimiliki oleh Lim Tiang Hong. Dia hendak menjajalnya dengan melanjutkan terus pertempuran untuk menguji kekuatannya atau boleh juga dikata untuk mencari kesempatan baik memukul jatuh pemuda itu. Sekalipun orang2nya Hong-hong-tie akan menolong mungkin saat itu sudah tidak keburu lagi.
Setelah mengambil keputusan demikian, Khong Bun Thian ber pura2 gusar dan melanjutkan serangannya, mengarah Lim Tiang Hong. Dia berbuat demikian ini, bagai tak pernah melihat dan mendengar sama sekali akan kedatangan orang2 Hong-hong-tie, cara bertempurnya semakin sengit.
Dalam pada itu, pengemis pincang melakukan serangannya pada orang2 Thian-cu-kauw. Delapan orang laki2 berpakaian perlente orang2nya Tho-hoa-to juga telah menghunus pedang masing2 siap hendak menempur orang2nya Liong-houw Koancu. Tetapi tiba2 lantas terdengar suara Hong-gwat Kongcu: "Kamu semua berdiri menonton saja di samping, tidak boleh ikut campur tangan"
Kedatangan balabantuan itu se-akan2 membangunkan kembali semangat tempurnya Kongcu perlente ini. Pedang di tangannya berputar lagi, dilanjutkan serangan balasan.
Sebaliknya, dipihaknya Liong-houw Koancu, sang pemimpin ini manakala melihat orang2nya Tho-hoa-to pada berdiri disamping dengan tangan menggenggam senjata masing masing, semangatnya patah. Hal demikian ini, sebetulnya membawa pengaruh tidak sedikit.
Sebab Liong-houw Koancu tahu, apabila pertempuran terus dilanjutkan, harapan unggul tipis pihaknya, malah mungkin sekali dia akan mengalami kekalahan mutlak. Begitulah. Liong-houw Koancu yang terkenal amat licik itu, lantas tidak memikirkan nama baik serta kedudukannya sendiri, lalu mengajak kawan2nya kabur dengan dia lebih dahulu panjangkan langkah.
Dengan meratnya Liong-houw Koancu dan kawan2nya, Hong-gwat Kongcu jadi ter-bahak2 tertawa deagan sikapnya yang bangga. Siapa tahu selagi masih tertawa enak2an, mendadak badan Kongcu ini terhuyung2 dan hampir2 jatuh dia ketanah.
Karena sifat tinggi hati Kongcu perlente ini, sifat ingin menang sendiri mania menguasai dirinya, meski dalam pertempuran yang hampir semalaman itu ia telah gunakan hampir habis seluruh tenaganya, ia masih coba pertahankan diri. Sayang, setelah kendor semangatnya, dia sudah tak dapat bertahan lagi. Tapi masih tetap dia hendak bertahan, pedangnya ditancapkan ke tanah, maksudnya ingin menunjang badannya supaya jangan jatuh. Akan tetapi meski badan tidak roboh, mulutnya sudah keluarkan darah hitam.
Delapan orang2 dari pulau Tho-hoa-to tatkala menyaksikan keadaan Kongcunya, tiada satu yang tak terperanjat. Mereka serentak memburu, maksudnya ingin menolong Kongcu perlente itu, tapi Hong-gwat Kongcu mendadak ulapkan tangannya seraya katanya: "Minggir! Sedikit luka2 tak berarti ini masih bisa kutahan, tidak perlu kalian begitu kebingungan!?"
Delapan orang itu kembali terperanjat mendengar kata2 kasar Kongcu perlente itu. Mereka merasa serba salah. Terang Kongcu itu sudah payah sekali kemampuan bertahannya, tapi kalau dilarang memberikan pertolongan, apalah daya mereka"
Tepat pada saat itu ada berkelebat satu bayangan orang dan tahu2 Lim Tiang Hong sudah melayang turun di hadapan Kongcu perlente itu. Tengannya menyodorkaa selembar daun obat, itulah obat mujarab penyembuh segala luka2 yang didapatkan dari Naga raksasa, kepada Hong-gwat Kongcu seraya katanya: "Hai, kau makanlah daun segar ini untuk menyegarkan tenggorokannu, rasanya enak sekali".
Dia berkata sambil sodorkan daun obat itu ke mulutnya Hong-gwat Kongcu.
Si Kongcu yang tiada mengetahui daun tersebut sebetulnya mempunyai khasiat apa, semula tidak bernafsu menerima. Akan tetapi, orang dengan baik hati sudah menyodorkan dimulutnya, lantas dicicipi juga.
Kala itu tetap dia belum tahu kalau Lim Tiang Hong sebetulnya bermaksud baik dalam pemberiannya itu. Sebabnya, pemuda she Lim ini yang memiliki sifat2 setia kawan, ketika melihat kapayahannya Hong-gwat Kongcu, yang segera pula dapat tahu luka Kongcu itu takkan dapat sembuh dalam waktu singkat, lantas merasa tidah enak hati. Pikirnya, Kongcu itu terluka justru karena ingin membantunya. Apalah enaknya ia membiarkan kawan dalam bahaya tanpa memberi pertolongan"
Begitulah, meski ia masih repot dalam menghadapi musuh2nya, dia masih berusaha mendesak hebat semua lawanannya. Dan hanya dalam waktu singkat ia berhasil membuka jalan dan lantas melesat mendekati Hong-gwat Kongcu.
Ketika Lim Tiang Hong tinggalkan musuh2nya, kepada orang2nya Hong-hong-tie lebih dahulu sudah berseru. "Kawanan manusia ini aku serahkan kalian bereskan sajalah"
Tentu saja orang2 itu yang sudah gatal tangan, lantas pada bergerak. Tiga bayangan orang menyerbu ke dalam kalangan dan sebentar kemudian lantas terdengar suara jeritan saling susui yang kemudian menyusul pula berhamburannya darah manusia, sedang sisa2 orang Thian-cu-kauw telah dibikin kucar kacir oleh Gin-sie-siu bertiga.
Khong Bun Thian yang melihat kejadian itu, semangatnya runtuh. Sambil keluarkan siulan nyaring senjata huncwenya diputar, dipakai untuk menahan musuhnya yang kuat, dan setelah itu badannya mencelat menjauhi ketiga lawannya dan kabur masuk rimba.
Lim Tiang Hong tahu bahwa Hong-gwat Kongcu itu beradat tinggi. Apabila kepadanya diberitahukan daun itu sebetulnya adalah obat, tentu dia takkan mau menerima. Maka itulah tadi hanya dikatakan, itu adalah daun yang dapat melegakan tenggorokan.
Hong-gwat Kongcu tapi cerdik dan tahu orang bermaksud baik. Begitu makan obat mujarab itu, ada rasa enak yang mengalir di badannya. Hawa hangat yang tiba2 menyusuri sekujur badannya itu belum lama, mulutnya lantas menyemburkan darah. Kalau dibanding dengan yang tadi, darah itu malah lebih hitam, tetapi setelah itu dirasakan badannya segar nyaman, begitulah memang cepatnya obat mujarab tersebut bekerja.
Maka ia lantas buru2 mengatur pernapasannya supaya obat itu dapat berjalan dengan baik di dalam badannya. Karena dia adalah seorang yang mempunyai latihan cukup tinggi maka sebentar saja luka2 di dalamnya sudah sembuh sama sekali.
.Setelah merasakan segar dan nyaman betul2, baru terbuka matanya, kepada Lim Tiang Hong dia perlihatkan senyum manisnya.
Delapan orang2 nya Tho-hoa-to yang tadi gelisah memperhatikan perubahan sikap Kongcunya, apalagi waktu tadi si Kongcu itu semburkan darah hitam sekali. Kini setelah menyaksikan Kongcu-nya sembuh dengan mendadak dan merah wajahnya, lantas pada ter heran2 bercampur rasa syukur.
Hong-gwat Kongcu begitu membuka mata lantas bertanya: "Pertandaan yang kulepaskan itu apa kalian sudah terima?"
Kata2 itu ditujukan kepada delapan orang perlente dari Tho-hoa-to. Mereka lantas bungkukkan badan ketika menjawab ber-sama2: "Kami semua sewaktu melihat perandaan itu, malam2 juga pergi meninggalkan pulau. Entah Kongcu ada perlukan bantuan kami untuk apakah?"
Hong-gwat Kongcu ulapkan tangannya, dan kemudian berkata: "Sebentar lagi akan kuberitahukan pada kalian"
.Lalu ia berpaling, kepada Lim Tiang Hong berkata: "Saudara selanjutnya mau kemana?"
"Sekarang juga aku mau pergi ke lembah Toanbeng-gay di bukit Ban-kiat-hong. Aku kesana maksudnya mau menyaksikan pertemuan antara orang2nya Siauw lim-pay dengan Pek-tok Hui-mo" demikian Lim Tiang Hong bagai tak dipikir lagi keluarkan jawabannya.
Hong-gwat Kongcu lantas ketawa ber-gelak2. dan kemudian katanya: "Bagus sekali. Bagaimana kalau aku ikut ber-sama2 saudara?"
Lim Tiang Hong nampak kerutkan keningnya, sebentar lalu geleng2kan kepala dan berkata: "Saudara mempunyai kegembiraan begitu besar, sebenarnya sukar aku menolak, tapi aku yang masih punya urusan lain, tidak bisa menemani saudara, kalaupun saudara mau pergi, pergilah sendiri kesana, harap jangan kecil hati".
Hong-gwat Kongcu agaknya merasa kecewa. Ia lantas berkata dengan perlihatkan wajah murungnya: "Kalau saudara merasa tidak bisa berjalan sama2, baiklah kita ambil jalan sendiri2 saja".
Setelah satu sama lain jalankan peradatan dengan masing2 bungkukkan badan, Lim Tiang Hong lantas balik badan. Kini baru dapat dilihatnya Gin-sie-siu sekalian dengan sikap mereka yang hormat sekali, masih berdiri di belakangnya, maka hatinya pemuda kosen itu menjadi tak enak sendiri. Buru2 kepada mereka bertiga berkata dan bersoja: "Ber-kali2 aku menerima bantuan kalian, sebetulnya merasa sangat menanggung budi. Disini sajalah kuucapkan terima kasihku dan sekarang karena harus pergi lagi ke bukit Ban-kiap hong, sampai lain ketika saja kita bertemu kembali"
Gin-sie-siu dan kawan2nya agaknya merasa serba salah. Gin-sie-siu yang agaknya sebagai kepala, berkata: "Kami, telah mendapat titah Kokcu, datang kemari untuk membantu Kongcu dalam segala keperluan. Kokcu suruh kami temani Kongcu kemanapun, kami tidak diperkenankan membiarkan Kongcu seorang diri pergi menempuh bahaya!"
"Aku yakin, masih mampu lindungi diri sendiri. Maksud baik kalian cuma bisa kuterima di dalam hati" Ini adalah kata2 sebagai jawaban Lim Tiang Hong, yang diucapkan sambil perlihatkan senyum manisnya. Setelah mana, tangannya me-lambai2 dan badannya lantas melesat, laksana anak panah lepas dari busurnya, dalam waktu sekejap telah meluncur ke arah timur laut.
Hong-gwat Kongcu yang berdiri disitu, manakala melihat gerakan Lim Tiang Hong yang mengagumkan lalu berkata kepada delapan orang2nya: "Lekas pergi ke daerah Soa-pak. Kalian boleh selidiki orang yang menyaru To-liong Kongcu di sana. Begitu dapat kabar, lekas juga sampaikan padaku! Kau boleh kirimkan berita dengan pertandaan kilat"
Sehabis meninggalkan pesanannya, lantas Kongcu inipun gerakkan badannya melompat ke atas, dan sebentar kemudian telah menghilang jauh dari depan mata orang2nya.
Suatu pertempuran besar2an di dalam rimba persilatan kini telah berakhir.
(dw-kz) Matahari pagi memberi penerangannya yang keemas2an menyoroti bumi, darah segar yang berubah hitam telah berbau amis yang memualkan. Suara burung2 berkicau, dan suara2 binatang2 rimba lain terdengar. Namun suasana dalam rimba itu demikian menyeramkan sekali.
Gim-sie-siu dan Ceng-pao-siu, kedua orang tua dari Hong-hong-tie itu saling berpandangan sesamanya, kemudian dua kepala menggeleng ber-sama2.
Karena suatu pertempuran yang lebih dasyat dan lebih ganas telah membayangi otak2 mereka.
Orang2 Hong-hong-tie ini, bagaikan tiga asap putih muluncur ke angkasa juga meninggalkan tempat tadi menuju ke rimba yang letaknya jauh sekali dari situ.
Kita balik mengamati perjalanan Lim Tiang Hong. Setelah meninggalkan medan pertempuran, pemuda ini terus tujukan langkahnya ke bukit Ban-kiap-hong.
Ditengah perjalanan, pada sebuah pahon besar dipinggir jalan, matanya mendapat lihat satu tanda bagai cap dari satu binatang Kie-lin berwarna merah.
Seketika kakinya berhenti, lantas mengeluarkan cap yang diberikan kepadanya oleh orang pertengahan umur, yang seterusnya dicapkan ke pohon itu juga.
Seketika tertampak lagi satu cap binatang Kie-lin, serupa benar dengan yang mula2. Hal ini menimbulkan kewaspadaan dalam hatinya, diam2 berpikir. "Apa sudah ada orang yang pergi lebih dulu dariku atau ada lain bahaya apa lagi...."
Pemuda ini mana tahu, tanda cap itu sebenarnya tanda atau cap partai dari golongan besar mana, maka iapun tak dapat memastikan siapa gerangan orang yang telah mendahuluinya datang ke sana. Tetapi biar bagaimana, iapun akan pergi ke lembah Toan-beng-gay. Di sana tentu akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Masuk lagi tanda cap binatang Kie-lin itu ke dalam sakunya, tangannya lantas menyentuh itu sampul surat yang ditaruhnya dalam saku yang sama dengan cap itu.
Mengingat kejadian malam tadi dengan kejadian2 berikutnya yang saling susul datangnya, ia belum mendapat kesempatan untuk memeriksa isi simpul surat itu. Hampir terlupa ia pada sampul tersebut, dan kini, begitu diingatkan kembali karena tak sengaja tercekat. Buru2 dikeluarkannya.
Tetapi di dalamnya hanya berisi dua carik kertas biasa saja yang melukiskan dua tubuh manusia. Setiap lembarnya ada tiga macam bentuk dan gerakan manusia yang berlainan. Apabila kertas itu didapatkan oleh orang biasa saja, tentu takkan dapat terpahami bahwa gerak2an serta bentuk2 tubuh yang terlukis dalam bentuk gambaran itu ternyata adalah dua rupa gerakan tipu silat yang kini sudah hilang dari dunia kang-ouw.
Lim Tiang Hong balik2kan beberapa kali dua carikan kertas tersebut, dalam hati merangsang sedikit perasaan.
Dia tersadar dari sesuatu. Dia yang sudah memiliki dasar2 baik dalam berbagai cabang persilatan, apalagi otaknya begitu cerdik, maka segera mengerti bahwa itu sebetulnya adalah dua gerak tipu ilmu silat yang luar biasa ampuhnya.
Dia lalu mulai mempelajari dua tipu silat itu dengan menurut gambar2 dari dua carikan kertas itu.
Diluar dugaannya, kaiau lukisan itu nampak sederhana dan seperti mudah dipelajari, tetapi setelah dipraktekkan menuruti gambar2nya, ternyata sulit sekali. Terus diulang dan diulang sampai sepulah kali lebih, tapi merasa seperti belum dapat menyelami pengupasan gerakan indah tersebut.
Lim Tiang Hong adalah satu pemuda cerdik pandai. Sifat pribadinya teguh dan keteguhan hatinya tidak ada taranya. Dalam segala hal selalu ilmu dipelajarinya sampai pada dasar2nya, tidak pernah berhenti sebelum berhasil.
Oleh karena mempelajari dua macam gerak tipu silat itu, sampai kecantol perjalanannya. Terus duduk dia di bawah pohon besar itu, otaknya terus memikir, tangannya terus bekerja.
Entah berapa lama dalam keadaan demikian, hanya otaknya saja yang agaknya dapat menyadari sedikit, tetap masih dirasakan sulit untuk memahami maksudnya.
Entah itu suatu kejadian yang kebetulan atau boleh jadi semacam reaksi yang timbul dari ketekunannya, ketika diletakkan kedua tangannya di depan dada sambil mengadakan gerakan melingkar dan telapakan tangan dipentang keluar, mendadak merasakan hawa murni di sekujur badannya mengalir, bagai hendak keluar semuanya.
Tepat pula pada waktu itu, angin gunung bertiup santar, membuat daun2 pohon berguguran ke tanah.
Daun2 itu jatuh ke atas kepalanya sejarak tiga kaki masih di-atasnya, se-akan2 membentur semacam kekuatan membalik, tahu2 melayang ke atas kembali dan beterbangan di tengah angkasa dan kemudian menjadi hancur ber-keping2.
Lim Tiang Hong yang mengetahui juga keadaan demikian, seketika itu lalu sadar. Kakinya menotol tanah dan badannya mencelat. Dengan wajah riang berkata sendiri: "Aaa.... aku sekarang paham...."
Kembali latihan semacam tadi diulangnya. Sekarang bagai telah mendapatkan rahasia dari kedua macam tipu silat tadi, barulah ia berjalan dengan tindakan lebar melanjutkan perjalanannya.
Disepanjang jalan, di tempat2 yang dilihat orang, banyak terdapat cap binatang Kie-lin warna merah itu. Sampai pada jalanan yang hampir sampai ke bukit Bankiap-hong, baru tidak kelihatan tanda2 itu.
Sekarang apa yang terbentang dihadapan matanya hanyalah awan dan kabut belaka. Puncak gunung Bankiap hong yang bagai pencakar langit sudah berbayang didepan matanya.
Keadaan disekitar gunung ini sepi sunyi, tiada tertampak bayangan binatangpun juga, jangan kata lagi manusia. Disini timbul kesangsiannya. Pikirnya, "apa waktu yang ditetapkan antara mereka siang atau malam?"
Selagi masih terbenam dalam keraguannya sendiri, telinganya sudah mendengar suara orang berjalan, arah datangnya juga datang dari tempat dimana tadi dilaluinya.
Tak selang berapa lama, dari belakang bukit muncul serombongan padri. Dan Lim Tiang Hong segera dapat mengenali Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang dari Butong-pay yang berjalan paling depan sebagai pemimpin rombongan. Di belakang kedua orang ini terdapat banyak padri2 yang tinggi, pendek, tua maupun muda, berjumlah kurang lebih dua puluh jiwa.
Kawanan padri itu, pernah diketemukan Lim Tiang Hong, sebagai orang2 kuat dari masing2 golongan.
Hui-hui Taysu ketua Siauw lim pay, dari jauh sudah perdengarkan suaranya, sambil menyebut nama Buddha berkata: "Siauw sicu benar saja ada seorang yang boleh dipercaya, ternyata sudah datang lebih dulu dari kami"
"Perintah dari orang tingkatan tua mana bisa tidak diturut?" demikian Lim Tiang Hong menyambuti kata2 Hui-hui Taysu, di-ucapkannya kata2nya itu sambil tersenyum.
Waktu itu, rombongan tersebut telah sampai di hadapannya. Selain daripada Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang kiranya masih ada lagi It-ceng Totiang dari Ngobie pay, Hie-leng Totiang dari Kun-lun-pay, Thay-hie Totiang dari Khong-tong-pay. Keempat orang padri dari bagian penyimpan kitab gereja Siauw lim-sie pun terdapat disitu. Begitupun tiga Tianglo (Pinisepuh) dari Tatmo-ie, boleh dikata hampir hampir semuanya orang2 kuat dari golongan padri maupun inam telah datang ke bukit itu.
Rombongan orang2 itu, hampir kesemuanya mengenali itu pemuda To-liong Kongcu, yang pada waktu akhir2 ini namanya sangat ditonjolkan orang dan sering disebut2 sebagai pendekar. Sikap yang diperlihatkan oleh mereka untuk Kongcu itu, ber-lain2an. Ada yang merasa kagum, ada yang dipenuhi rasa dengki, ada yang mengandung perasaan benci. Demikianlah, orang2 itu memandang si Kongcu dengan kaca mata berlainan.
Lim Tiang Hong tidak ambil mumet perhatian mereka, Dia tampak bersenyum riang, seraya angkat
.1099 tangan bersoja, ia berkata kepada Pek-ho Totiang dan Hui-hui Taysu: "Tay-su dan Totiang, silahkan jalan lebih dulu, boanpwee akan segera menyusul"
Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang pun tidak memaksa minta anak muda itu jalan ber-sama2, mereka menjawab hampir berbarengan "Begltupun baik," sahut mereka, pun dengan wajah ber-seri2.
Dalam perjanjian suatu pertempuran ganas yang sifatnya kejam dan mati hidupnya kedua pihak ini, bagaimana bisa mengajak orang luar jalan ber-sama2"
Lim Tiang Hong mengawasi padri2 dan imam2 itu. Setelah menghilang dalam kabut gunung baru ia kerahkan tenaganya. Dengan gerak badannya laksana asap terbang itu sudah lompat dan mengitari belakang bukit.
Pemuda ini yang pernah mendengar beberapa orang berkata dengan peringatannya. Umumnya mereka itu semua menganggap, perjalanan kebukit Ban-kiaphong itu terlalu sulit untuk ditempuh tapi ini bagi si pemuda malah telah membangkitkan semangatnya. Ingin lebih dulu mengadakan penyelidikan secara diam2.
Dia bukan merupakan orang penting yang diundang dalam perjanjian pertemuan itu, tidak begitu penting juga kiranya apabila datang agak terlambat sedikit.
Ilmu lari pesatnya, It-shia Cian-lie, ditambah lagi dengan kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya, yang sudah mencapai ke taraf tiada taranya, begitu digunakan bagai burung terbang melayang badannya diantara bukit2 itu, bagi orang biasa sukar untuk dapat membedakan itu bayangan orang atau binatang besar.
Puncak gunung Ban-kiap-hong adalah puncak gunung utama dari serentetan puncak-puncak gunung disitu, pun merupakan puncak tertinggi dan paling bahaya keadaannya.
Disebelah kanan lamping gunung tersebut, ada sebuah lapangan yang terbuat dari batu2 cadas, keadaannya amat berbahaya. Itulah dia tempatnya yang dinamakan Toan-beng-gay.
Lim Tiang Hong telah merambat naik melalui lamping gunung sampat tiba di puncaknya.
Dia sembunyi di puncak gunung tersebut, matanya mengawasi keadaan diseputarnya.
Disitu ternyata tiada terlihat sebuah bangunan rumahpun juga, hingga dalam hati diam2 merasa heran. "Disini katanya adalah pusat baru perkumpulan Thian-cukauw" pikirnya, "kenapa tidak ada satu bangunan rumahpun juga?"
Matanya memutar lagi, ke sebelan kanan, lalu menurun ke bawah.
Di dalam lembah di bawah puncak itu, disuatu tempat yang agak rata, terdapat banyak anak buahnya Thian-cu-kauw, sedang repot nampaknya, entah apa yang sedang mereka kerjakan.
Pada saat itu rombongan padri dan imam tadi sudah be-ramai2 memasuki lembah tersebut, setelah disambut, lalu nampak beberapa orang Thian-cu-kauw mengantar rombongan tamunya itu. Kecuali itu, semua sepi sunyi, di dalam gunung itu se-akan2 tak didiami orang sama sekali.
Tetapi si pemuda tidak percaya kalau tempat yang dijadikan pusat perkumpulan yang sedang hendak berkembang pesat itu cuma sebegitu sempit yang bagai tak berpenjaga. Oleh karena itu, timbul was-wasnya dalam hati. Ia kuatirkan rombongan imam dan padri itu.
.1102 Menurut pandangannya, kecuali Hui-hui Taysu dan Pekho Totiang, yang lainnya pasti takkan mampu menandingi Pek-tok Hui-mo. Kini apabila diukur dari kekuatan Pek-tok Hui-mo, itu orang berkedok yang berperawakan tinggi besar, dimasa lampau dan sekarang, selama setengah tahun belakangan ini, dia telah berhasil mempelajari ilmu silat yang terdapat dari kitab Tat-mo-keng sudah tentu lain halnya dengan yang dulu2.
Saat itu hari sudah tengah hari. Teriknya sinar matahari membuat rasa hangat dibadan setiap orang yang berada di bukit itu.
Lim Tiang Hong yang sembunyikan diri memdekam di atas puncak, se-akan2 pemburu sedang mengincar mangsanya dengan sorot mata tajam mengawasi keadaan disekitar tanah perbukitan tersebut.
Tiba2, dari belakang batu cadas itu nampak berkelebat sinar terang.
Lim Tiang Hong yang mempunyai daya tangkap mata sangat tajam, segera dapat mengenali bahwa sinar tadi itu sebenarnya adalah sinar yang keluar dari satu senjata tajam yang memantulkan cahaya matahari.
Dari situ lantas dialihkannya pandangannya ke sekitar batu cadas tersebut.
Kini telah diketahuinya, bahwa batu2 cadas yang berbahaya itu se-olah2 diliputi oleh kabut pembawa maut. Di sekitar tempat itu kiranya telah banyak orang mengurung, tidak perlu disangsikan lagi tentu mereka itu adalah orangnya Thian-cu-kauw
Sebentar kemudian dari mulut lembah nampak melayang masuk seorang padri dan seorang imam. Gerak badan kedua manusia itu demikian gesitnya. Di dalam penglihatan mata Lim Tiang Hong yang begitu tajam pun hanya terlihat lapat2 saja, tahu2 sudah menghilang lagi dari depan matanya.
Imam itu memperlihatkan kelincahannya dengan ilmu meringankan tubuh dari golongan Bu tong-pay, sedangkan padri itu mengeluarkan ilmu entengkan badan yang umum terlihat diperlihatkan orang2 Siauw-lim-pay.
Tiba2 dari sebelah Timur batu cadas itu kembali tertampak delapan orang berseragam hitam, itu adalah orang2nya Tho-hoa-to.
Meskipun Hong-gwat Kongcu suruh orangnya ini pergi, tetapi orang2nya itu agaknya masih merasa kuatir, maka dengan diam2 telah menyelundup masuk ke dalam gunung mengadakan pemeriksaan lebih dahulu.
Lim Tiang Hong yang sembunyikan diri di puncak, dari atas itu dapat memperhatikan keadaan disekitar lembah dengan tegas.
Mendadak terdengar satu suara dari berkibarnya baju tertiup angin. Suara itu meski cukup halus, tetapi bagi pendengaran Lim Tiang Hong cukup nyata. Ketika dengan cepat pemuda ini berbalik, segera dapat terlihat satu bayangan merah.
Ternyata adalah Yong-jie yang telah melayang turun sampai dibelakang badan To-liong Kongcu ini. Gerakannya gesit dan manis, bagaikan geraknya bianglala.
Baru Lim Tiang Hong hendak buka mulut menegur, gadis cilik itu sudah mendahului memberi isyarat dengan telunjuk jari menutup bibirnya sebagai tanda peringatan supaya pemuda itu jangan buka suara. Kemudian dengan jarinya itu pula tangannya menunjuk, yang ditunjuk adalah lembah Toan-beng-gay....
Matanya Lim Tiang Hong yang teramat tajam segera melihat seorang nenek2 perpakaian hitam yang sangat aneh bentuk tubuhnya. Nenek tua ini memimpin empat orang wanita muda dari suku bangsa Biauw yang ke-empat2nya berpakaian terbuka di bagian pundaknya.
Dengan cepat rombongan si nenek itu sudah menuju ke bawah bukit.
Hampir dalam waktu yang bersamaan, dari bawah bukit itu kelihatan melayang naik serombongan orang yang dikepalai oleh seseorang tinggi besar berkedok, yang bukan lain daripada ketua Thian-cu-kauw Pek-tok Hui-mo sendiri.
Disebelah kiri sang keiua ini, berjalan Beng Sie Kiu, sedang disebelah kanannya mengikuti agak kebelakang adalah Lak-chiu Sian-kow yang cantik dan genit. Sedang agak kebelakang lagi dari wanita cantik ini, mengekor serombongan orang2 penting yang sudah terkenal keganasannya, anak2 buah Thian-cu-kauw.
Pek-tok Hui-mo dengan nenek itu nampak bercakap2 beberapa saat, lalu keduanya sama2 pergi ke dalam lembah yang keadaannya rata itu.
Lembah tersebut, adalah sebagai tempat yang akan digunakan sebagai medan pertempuran tidak lama lagi.
.Lim Tiang Hong kini mendadak sadar. Sarang Pektok Hui-mo kiranya berada di dalam sebuah gua di bawah lembah Toan-beng-gay itu. Tatkala ditelitinya dengan seksama wajah perempuan tua pembawa gadis2 suku Biauw itu, se-rasa2 pernah kenal. Tetapi oleh karena berjarak terlalu jauh ia dengan nenek itu, tak dapat matanya melihat tegas.
Setelah mereka berjalan jauh, Yong-jie baru buka mulut, dengan suara perlahan sekali berkata: "Kongcu, kedatanganmu ke Toan-beng-gay ini dengan maksud dan tujuan apakah?"
"Maksudku" Aku mau bikin perhitungan dengan Thian-cu-kauw"
"Tidak adakah lain maksud" Kalau cuma ingin bikin perhitungan dengan Thian-cu-kauw, orang dari pihak kita sudah datang semuanya"
Mendengar ini Lim Tiang Hong kelihatan sangsi sejenak, kemudian baru berkata: "Kali ini, sebagai orang terpenting yang dapat undangan adalah Siauw-lim-pay dengan enam partay golongan Hian-bun lainnya. Maksud dan tujuan mereka datang kemari, yaitu untuk merebut kembali kitab Tat-mo-keng Siauw-lim-pay dan bendera perserikatan milik enam partai besar itu. Sedang kedatanganku, sekedar hanya untuk memenuhi undangan Hui-hui Taysu. Apabila perlu, akan membantu sekedar tenaga bagi pihak mereka untuk bantu merebut kembali kitab Tat-mo keng dan bendera perserikatan itu. Sudah tentu, jikalau menurut keinginanku, memang aku ada maksud hendak menyingkirkan Pek-tok Hui-mo sekalian, Tapi ditengah jaian aku pernah berjumpa dengan seseorang tingkatan tua dari rimba persilatan. Menurut katanya aku tidak boleh turun tangan kejam lebih dulu. Pikirku, didalam soal ini pasti ada sebab2nya, maka aku merasa agak sulit untuk mengambil keputusan tetap"
Yong-jie membuka matanya yang kecil, sambil unjukkan senyumnya yang mengandung kemisteriusan gadis cilik ini berkata: "Cianpwee itu kalau betul telah berpesan begitu padamu, pasti tentu ada maksudnya lebih dalam bukan" Juga seharusnya kau menuruti saja, lagipun Pek-tok Hui-mo barangkali bukan seorang yang gampang2 bisa digulingkan dari kejayaannya"
Lim Tiang Hong mengawasi keadaan dibawah lembah, menjawab dengan suara acuh tak acuh. "Perkataanmu ini, mungkin ada benarnya. Biar bagaimana hari ini orang2 yang memegang peranan penting bukanlah kita. Sekarang kita boleh melihat sebagai penonton dulu, perlu turun tangan atau tidak, kalau tidak terlalu perlu, paling baik memang tidak turun tangan. Kita melihat ilmu kepandaian dari berbagai partay itu, juga ada gunanya"
Buat Yong-jie, yang mendapat kesempatan untuk menonton keramaian, agaknya merasa sangat gembira. Dengan wajah riang ber-seri2, ditariknya lengan baju pemuda disisinya seraya katanya: "Jalan! Kita masih ada tempat yang amat baik untuk menonton keramaian ini. Bukankah itu suatu hal yang amat menyenangkan sekali?"
Sehabis berkata, lebih dahulu bergerak kedua kakinya, dengan menuruni lamping puncak gunung itu badannya melayang turun ke bawah.
Lim Tiang Hong juga tidak tinggal diam. Pemuda ini lantas mengikuti jejak nona cilik itu, hingga kedua orang Itu se-olah2 dua ekor burung yang beterbangan diantara puncak2nya gunung2.
Yong-jie agaknya kenal betul seluk beluk tempat tersebut. Di sepanjang jalan memang ternyata tidak menyumpai apa2, pun tidak menemukan pos2 penjagaannya Thian-cu-kauw.
Dengan perasaan heran Lim Tiang Hong mendadak bertanya: "Apa kau pernah datang kemari?"
"Thian-cu-kauw adalah musuh utama kita. Apa kita boleh kendorkan pengawasan terhadap gerak gerik mereka?"
"Ini sungguh aneh! Bagaimana Thian-cu-kauw bisa menjadi musuh utama bagi Hong-hong-tie mu?"
Lim Tiang Hong meskipun dalam hatinya curiga, akan tetapi disepanjang perjalanan ia tidak mau banyak menanya, maka untuk sementara itu semua hal itu masih merupakan teka teki besar bagi dirinya.
Gerakan kedua orang itu sama2 cepatnya.
Sebentar saja mereka telah mencapai tempat didekat medan pertempuran.
(dw-kz) Bab 29 MARILAH kita tinjau perjalanannya Hui-hui Taysu serta Pek-ho Totiang dengan rombongannya padri dan imam itu.
Dengan hati dan perasaan tegang padri2 dan imam2 ini datang ke tempat berbahaya itu hanya semata2 untuk memenuhi perjanjian. Mereka tahu benar bahwa orang berkedok tinggi besar itu dalam waktu sekejapan bisa mengambil jiwa lima orang ketua dari lima partai besar tanpa berkedip, kepandaian orang tinggi besar itu sudah cukup mengejutkan. Meskipun setengah tahun belakangan ini setiap orang hampir siang hari malam tidak berhentinya melatih ilmu kepandaian masing2, dan dari sebab itu kepandaian mereka maju banyak tentunya. Tetapi siapakah yang dapat mengukur sampai dimana kepandaian yang telah dicapai oleh bakal lawaanya, si orang berkedok itu selama dalam jangka waktu yang sama itu".
Hui-hui Taysu sebagai orang yang sudah mempunyai banyak pengalaman, kecuali membawa empat padri yang beribadat tinggi dari bagian panyimpan kitab, dengan tiga orang Tiang-lo dari partainya, pun masih memerlukan minta bantuan Susioknya, orang yang selama hidupnya itu belum pernah mencampuri urusan dunia kang-ouw. Dimintainya bantuan Susiok itu, supaya apabila keadaan terlalu memaksa, dapat dia memberikan bantuannya.
Setibanya didaerah puncak gunung Ban-kiap-hong, rombongan itu tidak menemukan dimana letaknya pusat perkumpulan Thian-cu-kauw.
Bukan cuma tiada terdapat bangunan rumah, pun tiada tertampak orang2 yang datang menyambut. Maka Hie-leng Totiang dari Kun-lun-pay lalu berkata dengan sengit. "Ini benar2 terlalu kurang ajar! Kita yang memerlukan datang secara laki-laki untuk memenuhi perjanjian, tidak nyana orang2 busuk itu satu orangpun tidak ada yang datang menyambut. Dari sini kita bisa mengetahui perkumpulan itu memang bukannya perkumpulan orang baik2"
Mendadak dari samping jalan yang sedang mereka lintasi muncul dua orang yang lalu berkata disertai dengan roman ketawanya yang garang. "Sekalipun orang2 dari golongan penjahat, juga ada tata tetibnya sendiri. Begitupun dengan kami, dimana ada aturan tidak menyambut orang yang datang diundang" Tuan2 sekalian sesungguhnya terlalu pandang tinggi diri sendiri!"
Tatkala Hie-leng Totiang mengawasi orang itu, segera dapat dikenalinya, kedua orang itu kiranya adalah dua iblis golongan hitam, yakni Hwee-san Koay-khek dan Mo-kiong Toa-nio. Maka imam ini lantas berkata sambil ketawa ber-gelak2 "Selamat bertemu! Aku tidak sangka kalian dua orang ini juga sudah menjadi orang pentingnya Thian-cu-kauw".
Mo-kiong Toa-nio pentang matanya lebar2 dan berkata sambil ketawa dingin: "Hari ini, kalian yang datang kemari adalah tetamu bagi kita pihak tuan rumah. Mata nyonyamu juga merasa tidak perlu adu lidah disini. Silahkan masuk!"
Berkata demikian, kakinya menyingkir sedikit dan tangannya menyilahkan rombongan itu memasuki lembah.
Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang adalah orang2 kang-ouw ulung. Dalam pengalaman sudah boleh dikatakan kawakan. Begitu melihat keadaan lembah yang bagaikan baskom, dengan dikitari oleh tebing2 gunung yang menjulang tinggi, tahu bahwa itulah satu2nya jalanan buat masuk kesitu. Apabila mereka ada niat jahat atau telah rancangkan akal keji, untuk dapat mundur atau keluar dari lembah tersebut, sesungguhnya bukanlah soal yang mudah.
Dua orang itu hampir mempunyai pikiran serupa, hingga satu sama lain saling berpandangan. Sejenak cuma dan kedua orang ini, yang kedua-nya sebagai pemegang jabatan pemimpin atau ketua, sudah barang temtu pada saat itu tidak bisa memperlihatkan perasaan jeri hatinya.
Hui-hui Taysu dengan sikap sungguh2 telah menyebut nama Buddha, lalu berpaling dan memberi pesanan pada empat padri dari bagian penyimpan kitab: "Hui-kak, kau ajak tiga temanmu, tunggu disini saja"
Hui-kak berempat, sudah mengetahui maksud dalam kata2 ketuanya itu, maka seketika menjawab dalam sikapnya yang terlalu hormat. "Kami menurut perintah Ciang-bunjin"
Dan keempat orang ini lantas berdiri sambil lonjorkan kedua tangan masing-masing dan kemudian duduk bersila bagai menutup dengan sengaja mulut lembah tersebut.
(dw-kz) Jilid Ke 12 HWEE-SAN Koay-khek yang menyaksikan perbuatan orang2 Siauw lim-pay itu, ketawa ber-gelak2, kemudian dengan suara yang mengandung ejekan dalam, berkata "Tidak kecewalah Siauw-lim-pay menjadi partai yang memimpin seluruh rimba persilatan. Di dalam segala hal kulihat orang"nya selalu menjaga orang2 yang hendak membokong. Akan tetapi, buat Thian-cu-kauw jauh sekaii berlainan dengan golongan atau partai2 yang lainnya"
Hui-hui Taysu hanya ganda dengan senyumannya, agaknya segan ketua Siauw-lim pay ini berdebat dengan orang Thian-cu-kauw itu.
Terus dengan memimpin rombongannya, berjalan menuju ke dalam lembah.
Di-tengah2 lembah tersebut, oleh pihak tuan rumah telah disediakan satu tempat yang berbentuk semacam tempat untuk bertanding, sedang di kedua sisinya khusus dibuatkan dua tempat untuk mengaso.
.Hui-hui Taysu serta rombongannya, tanpa sungkan2 lagi mengambil tempat duduknya sendiri2.
Hwee-san Koay-khek dan Mo-kiong Toa-nio juga lantas menghampiri dan dengan suara rendah mereka berkata berbareng: "Kaucu kami tidak lama lagi akan datang, harap Taysu dan Totiang suka menunggu sebentar"
Hui-hui Taysu adalah seseorang beribadat tinggi. Dengan sendirinya, kesabarannya luar biasa, agaknya tidak gusar dia mengetahui sikap sombong Kauwcu itu, hanya menyahutinya saja dan selanjutnya duduk menantikan.
Mendadak terdengar suara orang bicara ribut2.
Pek-tok Hui-mo. bersama seorang nenek yang berdandan aneh itu datang ke lembah dengan jalan berendeng. Di belakangnya mengikuti serombongan orang,
Setiba orang2 ini di depan rombongan imam dan padri, lalu sang ketua berkata sambil ketawa: "Kedatangan tuan2 sebagai tamu2 "agung' membuatku si orang she Lim yang mempunyai kesempitan tidak keburu menyambut sendiri harap tuan2 suka memaafkan sebanyak2nya".
Iblis itu meski mulutnya keluarkan kata2 yang demikian merendah, akan tetapi gerak geriknya memperlihatkan wataknya yang jumawa, kemudian tampak dia angkat tangan, mempersilahkan nenek2 itu masuk, sedang ia sendiri berjalan belakangan dan duduk di tempat yang disediakan khusus bagi tuan rumah, kemudian di tempat duduknya ini berkata pula: "Didalam dunia kang-ouw" katanya, "telah ramai tersiar kabar yang mengatakan bahwa aku si orang she Im bermaksud ingin menjagoi dunia kang-ouw. Sebetulnya aku si orang she Im sama sekali tidak mempunyai maksud seperti itu. Benar, Thian-cu-kauw memang pernah turun tangan untuk memberi peringatan pada beberapa orang tertentu, tapi itu hanya suatu perbuatan, sebagai kewajiban untuk menertibkan dunia kang-ouwr saja. Umpama kata, kejadian seperti hari ini. Partai Siauw-limpay dan partai lainnya golongan Hian-bun, kalau tidak sudi bergabung dengan perkumpulan kami, aku si orang she Lim juga takkan memaksa. Cuma, Siauw-lim-pay dan partai2 golongan hian-bun lainnya, karena sudah berani bersikap bermusuhan dengan perkumpulan kami, sudah tentu meski mempunyai kepandaian yang bisa diagulkan. Aku si orang she Im, dengan kebijaksanaanku sekarang memberi kesempatan untuk kalian untuk memperlihatkan kepandaian masing2, biar bagaimana supaya kalian nanti bisa tunduk benar2. Saat itulah kalian akan tahu bahwa perintah dari Thian-cu-kauw seperti juga firman Tuhan yang tidak boleh dibantah"
Perkataan itu boleh dibilang merupakan suatu kesombongan yang tiada ada taranya.
Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang sebagai orang2 yang beribadat tinggi, masih dapat bertahan dalam kesabarannya, tetapi Hie-leng Totiang dan lain2nya, sudah merasa amat terhina, hingga perasaan gusar bagai meluap melewati takaran, dengan mata beringas Hieleng Totiang lebih dulu membentak dengan suara keras: "Tak usah buka mulut besar! Toyamu hari ini jikalau tidak bisa mengambil kembali bendera perserikatan dan kitab Tat mo-keng selamanya tidak akan muncul didunia kang-ouw lagi"
.Pek-tok Hui-mo ketawa ber gelak2, kemudian berkata: "Kau ternyata ada seorang berambekan besar, sungguh hebat!"
Kauwcu ini lalu ulapkan tangannya dan berkata kepada orang2 nya: "Bawa kemari!"
Sebentar kemudian muncul disitu dua anak kecil, membawa nampan warna merah yang di dalamnya terlihat ada kitab Tatmo-keng yang dibalut oleh kain kuning serta bendera perserikatan dari golongan partai Hian-bun.
Kedua rupa barang itu lantas diletakkan di atas meja.
Pada saat ini Pek-tok Hui-mo berbangkit, dengan suaranya yang keras berkata: "Aku si orang she Im selalu memenuhi tiap kata yang pernah keluar dari mulutku. Karena sudah berjanji kepada kalian, minta kalian datang kemari untuk mengambil barang2 ini, sudah tentu aku akan dapat memegang kepercayaan atas nama baikku. Seperti kata satu peribahasa, tuan rumah selalu mengiringi kehendak tamunya, kalian semua hari im adalah tamuku, maka lagi menggunakan cara bagaimana untuk kalian dapat mengambil kembali dua rupa barang ini, boleh terangkan saja"
Hui-hui Taysu jaag menyaksikan kesombongan kauwsu itu, mengetahui hahwa dalam urusan hari itu pasti tak dapat diselesaikan dengan cara damai. Maka seketika itu lantas tertampak berkerut keningnya, dan berkata dengan suara nyaring: "Waktu sudah siang, menurut pikiran pinceng, kita mengadakan dulu tiga babak pertandingan untuk menetapkan siapa yang kalah dan siapa yang menang"
Thian-cu-kauw Kauwcu iiu lantas ketawa ter-bahak2 dan kemudian berkata: "Taysu sesungguhnya memang satu orang gagah yang suka berterus teramg. Bagus, bagus! Dipihak kimi akan diwakili olehku sendiri, Hu Kauwcu Beng Sie Kie dan Kiu-ban-po ini. Untuk pihak kalian, silahkan tunjuklah yang mana saja. Cuma kita harus terangkan lebih dulu, jikalau pihak kalian dapat menangkan dua babak, barang ini boleh kalian ambil kembali, tapi bagaimana andainya pihak kalian tidak mendapat kemenangan?"
Hui-hui Taysu tercengang agaknya, sedang Pek-ho Totiang yang berada di samping Taysu ini lantas menyambuti sambil ketawa panjang: "Apa masih perlu dijelaskan lagi" Menurut hukum alam yang kuat akan tinggal hidup dan yang lemah akan mati. Kalau pihak kami yang kalah, terserah bagaimana kalian suka berbuat"
Oleh karena Pek-ho Totiang sudah pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri kekejaman Kauwcu itu, maka ia tahu apabila pihaknya sendiri mendapat kerugian, sudah tentu tidak ada harapan bisa keluar dari lembah itu dalam keadaan masih bernyawa. Demikianlah tadi ia lantas menyatakan pendepatnya secara sejujurnya.
"Tidak perlu sampai kita menempuh jalan kematian. Asal kalian mau gabungkan diri dengan perkumpulan kami, barang ini sekarang juga beleh kalian ambil kembali" Kata sang Kauwcu dengan suara agak lunak.
Hie-leng Totiang ketua barunya Kun-lun-pay, yang beradat paling beringasan, mendadak lompat dari tempat duduknya dan mencelat ke atas panggung. Dengan suara nyaring imam Kun-lun-pay ini membentak: "Banyak bicara tak berguna! Lebih baik kita tentukan kekuatan kita dalam pertandingan!"
.Thian-cu-kauw Kauwcu mengawasi ketua Kun-lunpay itu dengan sikap acuh tak acuh, lalu berkata dengan suara mengejek: "Segala kepandaian cuma sebegitu juga berani dipertontonkan dihadapan muka kami, benar2 tidak tahu diri! Perbuatan kalian yang dengan gegabah berani memasuki lembah Loan phiau-kok, rekening ini sampai sekarang masih belum kita perhitungankan!"
Sehabis berkata, kepada Hwee-san Koay-khek memberi isjarat tangan dan orang tua ini lantas lompat dari tempat duduknya dan tahu2 sudah berdiri dihadapan ketua Kun-lun-pay itu. Di atas panggung berkata: "Mari, mari! Aku suka mengawani kau main2 beberapa jurus saja".
Hie-leng Totiang yang mengandalkan ilmu pedang Yu-liong Kiam-hoat dari golongan Kun-lun-pay nya, lalu keluarkan pedang, kemudian mempersilakan Hwee-san Koay-khek membuka serangan lebih dulu.
Hwee-san Koay khek lalu mengeluarkan senjatanya yang aneh, berupa payung berapi.
Orangnya Thian cu-kauw ini tanpa sungkan2 lagi sudah pentang payungnya lebar2 dan lantas melancarkan serangan beruntun sampai sebelas kali.
'Payung berapi' itu apabila diputar cepat oleh pemiliknya, di tengah udara lantas bisa menimbulkan kabut warna merah. Keadaan di sekitar situ lantas bisa timbul angin panas, kalau menyentuh badan orang akan merasa bagai terpanggang diapi karena itu pulalah senjata tersebut dinamakan 'payung berapi'
Hie-leng Totiang meskipun sangat gegabah berani menantang lebih dahulu, tetapi sebetulnya imam inipun mengerti bahwa dalam pertandingan itu bukan cuma penting artinya bagi nama baik partainya sendiri, pun hubungannya dengan mati hidupnya enam partai golongan Hian-bun tak dapat dipastikan. Maka pada sesi itu, dalam pertandingan melawan Hwee-san Koay-khek itu, ia bila berlaku hati2 sekali. Pun dalam memainkan pedang Yu-liong-kiam ia kerahkan tenaga seluruhnya. Dengan cepat namun tertampak perlahan, dia telah keluarkan serangan pedangnya sampai dua belas kali.
Karena sangat cepatnya gerakan itu, saat itu cuma kelihatan berkelebatnya sinar pedang yang tersorot sinar matahari, ber-kelebat2 diantara senjata musuh.
Kedua pihak masih merupakan orang2 ternama dalam kalangan persilatan. Petempuran itu boleh dikata sudah sengit sekali.
Dalam pertempuran satu lawan satu, jauh bedanya dengan pertempuran biasa. Boleh dibilang, begitu bergebrak, sudah bertekad untuk adu jiwa.
Kalau Hwee-san Koay-khek dulu pernah dikalahkan oleh pemuda Lim Tiang Hong. berlainan sekali keedaannya dengan waktu ini, sudah timbul niatnya akan menebus kekalahannya dulu itu di hadapan Kauwcunya. Tidaklah mengherankan, apabila pada setiap kali penyerangannya dilakukan dengan sangat kejam dan ganas. Hampir dikeluarkannya seluruh kepandaiannya. Begitupun, kekuatan tenaganya, telah digunakan habis2an.
Pertandingan makin lama nampak makin sengit. Setelah berlangsung kurang lebih enam puluh jurus, permainan Yu-liong Kiam-hoatnya Hie-leng Totiang perlahan2 mulai kendur, sedang hawa panas yang keluar dari payung berapinya Hwee-san Koay-khek makin lama makin terasa panas di tempat sekitarnya.
Hui-hui Taysu dan Pek-ho Totiang sekalian mulai merasa kuatir atas keselamatan kawannya, sedang Hieleng Totiang sendiri agaknya mengerti bahwa hatinya pada saat itu dirasakan tenang bukan main.
Mendadak berubah arah tusukan pelangnya. Setelah beberapa kali menikam terus menerus, memaksa Hwee-san Koay-khek mundur, kemudian baru berhasil sedikit pedangnya sudah meluncur ke depan lagi, mengancam dada lawannya.
Dengan perubahan geraknya itu benar saja dia berhasil dan dapat mengimbangi kekuatan pihak lawan.
Tetapi Hwee-san Koay-khek orangnya sangat licik. Tatkala mendapat tahu lawan merubah siasat, segera mengetahui Hie-leng Totiang yang sudah kerepotan itu ingin memperbaiki posisinya sampai begitu bernapsu dalam tindakannya mengadu jiwa.
Sudah barang tentu, orang yang begitu licik sebagai Hwee-san Koay khek, se-bisa2 terus menghindarkan diri untuk tidak sampai sama2 terluka.
Setelah menantikan sampai Hie-leng Totiang sudah kehabisan benar2, barulah Hwee san Koay-khek mengadakan penyerangan secara gencar.
Diantara sinar2 kelebatan yang merah warnanya, diselangi suara gerakannya, badan Hie-leng Totiang telah dibikin terpental oleh lawannya sampai setinggi setombak lebih untuk kemudian jatuh ke bawah panggung dan tewas jiwanya seketika itu juga.
Gugurnya Hie-leng Totiang menggemparkan keadaan di pihak padri dan imam. Orang2 dari golongan Hian-bun tiada satu yang tak berbangkit, tak seorang yang tiada mencabut senjata.
Pek-ho Totiang yang menyaksikan kemurkaan kawan2nya, dengan sikapnya yang agung berwibawa pun berbangkit, kepada kawan2 seiringnya itu berkata: "Toyu sekalian mohon supaya suka duduk di tempat masing2 dulu, jangan berlaku sembrono dan jangan ulang kesalahan yang sudah2"
Biar bagaimana Pak-ho Totiang adalah kepala rombongan. Ucapan yang keluar dari mulutnya, lantas mendapat perhatian semua bawahsanya semua mata lantas ditujukan memperhatikan apa yang akan dikatakan Totiang tersebut kemudian.
Di pihak Thian-cu-kauw, meskipun Hwee-san Koaykhek sudah mendapat kemenangan, akan tetapi Pek-tok Hui-mo tidak memperlihatkan sikap senangnya. Dengan tindakan lambat2 berjalan keluar dari tempat duduknya. Dihadapan orang2 partai Hian-bun berhenti dan lalu berkata sambil tertawa ter-bahak2: "Tak usah bingung sobat2 sekalian. Kali ini, meskipun pihak tuan rumah mendapat kemenangan, tapi tidak termasuk dalam tiga babak pertandingan yang tadi dijanjikan ini. Kalian boleh pilih lagi 3 orangmu untuk menetapkan kalah menangnya dalam pertandingan nanti"
Selagi Pek-ho Totiang mau buka mulut, dari mulut lembah tiba2 meluncur datang seseorang. Setelah mencapai bumi, orang itu tertawa ber-gelak2 dan kemudian baru berkata: "Sudah lama aku sabetulnya kepingin menyaksikan ilmu silat daerah Tiong-goan. Hari ini sungguh beruntung nasibku, ada banyak kawan berkumpul disini. Siapakah kiranya ingin maju lebih dulu untuk main2 beberapa jurus denganku?"
Orang yang tak memandang dan datangnya secara mendadakan itu benar2 mengejutkan, baik di pihak tuan rumah, maupun untuk pihak imam dan padri. Ketika semua mata ditujukan pada tetamu yang tak diundang itu, ternyata adalah seorang Kongcu yang berdandan sangat parlente. Kongcu ini terus berdiri di tengah2 kalangan sambil mengawasi orang2 di sekitarnya. Sikapnya nampak sombong sekali, agaknya sudah tidak pandang mata semua jago2 yang hadir di situ.
Pek-tok Hui-mo dulu sudah pernah mendapat kabar dari anak buahnya yang mengabarkan, ada seorang Kongcu parlente, pernah bertempur bahu membahu dengan Lim Tiang Hong dalam perlawanan mareka menumpas orang2nja. Kabarnya dia adalah Kongcu dari Tho-hoa-to. Kini melihat dandanannya yang begitu serba mewah, pemuda yang dimaksu itu mungkin adalah dia.
Pulau Tho-hoa-to, yang terletak di luar benua Tiongkok, kabarnya ditinggali oleh satu orang yang berkepandaian sangat tinggi. Oleh karena pada waktu itu kedudukan Pek-tok Hui-mo masih belum cukup kuat, sementara itu tidak pernah sekalipun mempunyai pikiran untuk mencari setori dengan orang kuat itu. Meskipun tahu bahwa sorot mata Kongcu itu ditujukan kepadanya, namun ia berlagak tidak melihat.
Sedang di pihaknya Siauw-lim-pay dan partai2 Hianbun lain2nya lebih2 tidak mau cari setori dengan orang lain sebelum urusannya dengan Thian-cu-kauw boleh dianggap beres. Maka begitulah kedatangan Kongcu parlente tersebut meskipun dia sudah lantas menantang secara terang2an, namun tiada seorangpun yang perdulikan kelakuannya.
Kongcu bardandan sangat mewah itu, memang tiada salah menurut penglihatan Kauwcu dari Thian-cukauw dialah Kongcu dari pulau To-hoa-to yang mengikuti jejaknya Lim Tiang Hong mendaki bukit Ban-kiap-hong. Pemuda parlente ini, begitu melihat begitu banyak orang se-akan2 tidak menggubrisnya, semula menyangka kalau orang2 itu pandang rendah dirinya, maka sikapnya nampak semakin sombong, Dengan cara tak sopan berdongak, ketawa ber-gelak2. Setelah puas dengan ketawanya itu, barulah dia berkata: "Orang kata, dalam dunia rimba persilatan daerah Tiong-goan banyak kedapatan orang2 kuat pandainya, banyak orang2 gagah luar biasanya. Tidak nyana semuanya cuma sebagai kawanan tikus yang kecil nyalinya. Ha, ha, ha...."
Ketika itu di belakang badan Thian cu-kauw Kauwcu mendadak terlihat seorang. Orang ini lantas ulurkan tangannya, menjemput bendara perserikatan golongan Hian-bun kemudian berkata dengan suara nyaring: "Orang2 dari enam golongan Hian-bun dengar! Sekarang aku menitahkan kalian semua lekas tangkap bocah binal itu!"
Pek-ho Totiang sekalian tak pernah menyangka kalau ada orang yang berbuat begitu licik, tapi kala itu semua orang golongan Hian-bun itu sudah berdiri serentak, cuma satu sama lain saling berpandangan dengan mata kesima.
Orang yang saat itu memegang bendera perserikatan, kembali membentak dengan suaranya keras: "Sungguh besar nyali kalian hhhhh! Siapa berani tidak turut perintah sucouw masing2 dan tidak mau turut perintahnya Cawsu-ya!?"
Pek-ho Totiang dengan wajah sedih bungkukkan badan dani menjawab. "Murid tidak berani...."
Dan orang ini lantas berjalan keluar dari tempat duduknya.
Tindakan Pek-ho Totiang itu segera ditetad oleh Itceng Totiang. Thay-hie Totiang dan lain2nya. Semua bertindak lambat2 menghampiri Hong-gwat Kongcu.
.Orang yang menggunakan berdera perserikatan untuk mempengaruhi orang2 dari golongan Hian-bun itu tak lain daripada si licik Liong-houw Koan-cu.
Karena imam busuk ini dahulu pernah menjadi murid golongan Hian-bun, maka tahu juga dia segala rahasia orang baik2 itu. Dia tahu benar bahwa bendera kuning segi tiga yang kecil itu, diatasnya bercapkan tanda ketua partai masing2 dari orang2 golongan Hianbun. Tahu juga dia, disamping itu masih terdapat tulisan2 berupa perjanjian2 yang ditulis oleh Ciang-bunjin partay2 Hian-bun masing2. Maka bagi murid2 golongan Hian-bun, begitu melhat bendera itu, seperti juga menjumpai ketua leluhurnya. Sekarang, karena imam busuk ini keluarkan perintah dengan mengacungkan tinggi2 bendera perserikatan itu, sudah tentu Pek-ko Totiang sekalian tidak berani melawan.
Thian cu-kauw kauwcu yang menyaksikan perbuatan imam busuk itu, diam2 merasa heran sendiri tidak mengerti, kalau bendera sekecil itu mempunyai pengaruh demikian besar. Sebab apabila siang2 dia sudah tahu, niscaya semenjak tadi sudah dikeluarkannya bendera tersebut untuk paksa orang2 golongan Hian-bun supaja gabungkan diri dengan Thian-cu-kauw.
Melihat para imam dan padri itu serentak menghampiri Hong-gwat Kongcu, begitupun kelihatan semuanya siap mengeluarkan serangannya, namun Kongcu parlente ini masih tenang2 saja berdiri dengan sikap agung.
Mendadak terlihat berkelebatnya beberapa sinar pedang, dari luar lembah terdengar beberapa kali geraman. "Siapa berani bergerak!"
Dari luar lembah saat itu muncul lagi delapan laki2 berbadan tegap dengan pakaiannya yang sangat parlente. Delapan orang yang baru datang ini semua bersenjatakan pedang yang lantas berdiri mengambil tempat di kedua sisi Hong-gwat Kongcu.
Pek-ho Totiang dan kawan2nya sebetulnya tidak mau turun tangan terhadap Hong-gwat Kongcu, maka ketika melihat Kongcu itu mendapat bantuan mendadak, semua tercengang dan berhenti bertindak mereka serentak.
.Tetapi saat itu dari pihaknya Thian-cu-kauw kembali terdengar perintahnya Liong-houw Koancu: "tidak perduli siapa yang datang semua mesti dibunuh!"
Dia tahu benar, bahwa orang2 dari Tho-hoa-to sesungguhnya tidak boleh dibuat gegabah. Maka sengaja dia memaksa orang2 dari enam partai Hian-bun untuk tangan untuk pinjam tangan orang lain menyingkirkan lawan2 tangguh.
Sebab, andaikata pihak enam partai yang menderita kerugian yang dirugikan sudah tentu pihak enam partai itu sendiri, sama sekali bukan Thian-cu-kauw. Sebaliknya, apabila pihak Tho-hoa-to tidak menggondol kemenangan, maka dikemudian hari pihak Tho hoa-to tentu akan membuat perhitungan hanya terhadap orang2 golongan Hian-bun itu.
Tetapi bagaimana orangnya yang dipanggil Honggwat Kongcu" Dia adalah orang cerdik pandai luar biasa. Dia segera maklum, tentu itu adalah akal muslihatnya Liong-houw Koan-cu se-mata2, maka dengan alis berdiri lantas keluar perintah dari mulutnya ditujukan bagi orang2nya. "Rebut dulu bendera kecil itu dari tangannya imam biadab itu!"
Begitu mendengar titah Kongcu, empat laki2 berpakaian perlente lantas lompat melesat, semuanya naik ke atas panggung.
Mendadak It-ceng Totiang membentak dengan suara keras "Ke pinggir dulu!"
Dan imam ini lantas hunus pedangnya, mengancam empat orang itu dipaksa balik lagi ke tempatnya
Hong-gwat Kongcu yang menyaksikan kejadian itu, lantas berkata sambil ketawa dingin: "Hee.... ini sungguh aneh! Apa kalian sudi dan mandah saja diperintah oleh musuh?"
Sebetulnya, orang2 dari golongan Hian-bun itu juga sedang merasakan kesulitan mereka sendiri. Sebabnya, didalam perjanjian yang dibuat oleh leluhur2 mereka dahulu, pernah ditetapkan, siapapun yang menerjang orang yang membawa bendera perserikatan, anak murid dari golongan Hian-bun semua diharuskan melindungi secara mati2an. Bagi siapa yang berani langgar peraturan itu, akan mendapat hukuman dari pihak partainya.
Empat orang laki2 berpakaian perlente itu, setelah dengan cara paksa dikirim ke garis belakang kembali, semua lantas merasa gusar. Tetapi semua mereka tidak lantas turun tangan, hanya tujukan mata mereka kepada sang Kongcu untuk menantikan perintah selanjutnya.
Hong-gwat Kongcu bukan tolol. Sudah tentu dia tidak berani turun tangan pada saat itu, se-mata2 untuk menjerumuskan diri didalam tipu muslihat musuh. Maka untuk sementara pihak lawan belum turun tangan, dia pun tidak suka mengadakan penyerangan.
Liong-houw Koan-cu yang menggunakan pengaruhnya bendera pusaka perserikatan partai golongan Hian-bun, ternyata berhasil baik. Ia sudah mengira bahwa kali ini ia akan berjasa besar dalam perkumpulan Thian-cu-kauw. Ketika menyaksikan orang2 dari 6 partay besar itu masih bersangsi tidak mau turun tangan, kembali ia gerakkan bendera dalam tangannya seraya memberi perintahnya: "Kenapa masih belum mau lekas turun tangan....?"
Pada saat ia sedang mengeluarkan perintahnya, mendadak ada berkelebat bayangan merah dan biru. Dengan kecepatan bagaikan kilat meluncur ke atas panggung. Karena kecepatannya, sampai orang2 tidak dapat lihat tegas siapa gerangan bayangan itu....
Thian-cu-kauw Kauwcu dan itu nenek tua pada membentak dengan berbareng dan kemudian berbangkit dari tempat duduknya untuk menubruk dua bayangan itu, tapi usaha mereka itu ternyata telah gagal. Diantara kekalutan itu, terdengar suara jeritan ngeri.
Ternyata dirinya Liong-houw Koan-cu sudah terlempar ke bawah panggung.
Di atas panggung berkelahi, saat itu sudah bertambah seorang pamuda tampan dengan menyoren pedang di pinggangnya dan di belakangnya pemuda itu tertampak seorang gadis cilik baju merah yang rambutnya dikepang dua.
Kedua muda mudi itu, yang satu tangannya memegang bendera perserikatan dari enam partai Hianbun, sedang yang lainnya telah mencekal kitab Tat-mokeng yang terbungkus kain kuning. Ke-dua2 nya berdiri berhadap-hadapan dengan Thian-cu-kauw Kauwcu.
Di dalam rombongan imam dan padri mendadak terdengar orang berseru: "To-liong Kongcu!"
Suara itu kedengarannya bercampur kekagetan dan kegirangan.
.Hong-gwat Kongcu lantas ketawa ber-gelak2 dan berkata: "Saudara Lim, mengapa sampai sekarang baru datang?"
Mulutnya berkata demikian, kakinya menotol tanah dan badannya lantas mencelat ke atas panggung, tahu2 sudah berdiri berendeng dengan Lim Tiang Hong.
Thian cu-kauw Kauwcu ketika tadi sadar bahwa ada orang yang mendadakkan melayang memasuki panggung, segera turun tangan berbareng dengan itu nenek dengan maksud mencegah, Tetapi sungguh tak pernah disangkanya, gerakan kedua orang2 itu demikian gesitnya, bukan cuma berhasil menyambar kitab Tat-mokeng, bahkan bendera perserikatan enam partai yang berada ditangan Liong-houw Koancu pun sekalian telah terampas oleh mereka, bahkan Liong houw Koin-cu yang sedang enak2nya memegang bendera lantas terlempar badannya ke bawah panggung.
Dalam keadaan kaget dan ter-heran2, ia baru dapat lihat kemudiannya bahwa orang itu ternyata adalah Lim Tiang Hong alias To-liong Kongcu.
Si nenek Kiu-pan po yang pun segera mengenali pemuda cakap itu, juga tidak kurang terperanjatnya. Dia memang sudah merasa jeri, tapi saat itu karena dibawah pandangan mata orang banyak, sudah tentu tidak suka perlihatkan kelemanhannya.
Terdengar Thian cu-kauw Kauwcu berkata sambil ketawa dingin: "Binatang, sungguh besar nyalimu hehhl! Berkali2 aku sudah memberi kelonggaran padamu, tidak nyana kau berani unjukkan diri kemari terang2an dan bersikap menantang! Kali ini kau tidak boleh sesalkan aku yang tidak akan pandang hubungan antara ayah dengan anak!"
Gadis cilik baju merah itu, yang bukan iain Yong jie adanya, lantas nyeletuk sambil berludah monyongkan mulutnya: "Cis, tidak tahu malu! Kau berani mengaku menjadi ayah seorang yang seperti ini" Benar2 tidak tahu diri!"
Setelah mana, kitab Tat-mo-keng di tangannya lantas dilemparkan kepada Hui-hui Taysu seraya katanya: "Taysu, ini kukembalikan padamu, kau sambutilah"
Sehabis mengucapkan teriakannya itu, se-olah2 kupu2 terbang, selanjutnya ia menerjang Thian-cu-kauw
.Kauwcu, kemudian nampak tangannya bergerak hendak menampar mulut 'pemimpin' itu.
Tetapi Pek-tok Hui-mo juga bukan anak kecil. Mendadak membuka tangannya yang besar, menyambar tubuh Yong-jie.
Si gadis cilik lalu putar badan, melayang kebelakang sampai tahu2 berada disebelah belakang badan Kauwcu itu. Kembali dengan pentangkan lima jari2 kecilnya mendadakan penyerangan, sedang tangan satunya lagi dengan gerakan akan menjewer telinganya sang Kauwcu tersebut.
Diperlakukan secara demikian oleh satu gadis kecil, Pek-to Hui-mo sampai ber-jingkrak2 bahna gusarnya. Tangannya lalu bergerak, menyambar kesana menampar kelima jurusan, hingga angin yang keluar dan tangan itu bagaikan gelombang air laut menyerbu pantai dengan amat dahsyatnya.
Tetapi Yong-jie masih dengan kegesitan serta kelincahan badannya bagaikan menari, tetap dapat membayangi sang Kauwcu. Sebentar berputaran di sekitar badannya, dan lain saat melayang ke atas, hingga semua serangan Pek-tok Hui-mo tidak berdaya sama sekali dalam usahanya menyentuh badan nona cilik itu.
Tentu saja, dengan gerakannya demikian, gadis cilik itu sendiri tidak berhasil dengan usahanya hendak menampar atau menjewer kuping Kauwcu itu.
Semua kejadian nyata di depan mata itu hanya berlangsung dalam waktu sekejap.
Sebabnya, To-liong Kongcu alias Lim Tiang Hong yang senantiasa memperhatikan kejadian di dalam kalangan, melihat perubahan paras Yong-jie yang telah merah padam dan turun tangan semakin gesit, yang dalam rupa itu kelihatan seperti sedang mendongkol karena usahanya tak berhasil, merasa kuatir juga.
Pek-tok Hui-mo yang berkedudukan sebagai Kauwcu atau pemimpin, ternyata dapat dipermainkan oleh seorang gadis cilik sampai badannya ber-putar2an sendiri seperti gasing, nampaknya pemimpin itu telah gusar sekali, hingga rambutnya yang kuning pada berdiri. Serangan tangannya dilakukan semakin gencar, agaknya kalau dapat ingin ditelan bulat2 itu perempuan kecil yang jail.
.Adapun kekuatiran Lim Tiang Hong itu, ialah setelah melihat sang Kauwcu itu menyerang semakin hebat tadi. Maka ia ini lantas berseru keras': "Yong-jie kau mundur dulu! Sudah tak ada urusan dengan kau!"
Yong-jie agaknya tidak berani untuk tidak menurut. Ketika mendengar seruan, lantas badannya terbang sampai ke sisi pemuda yang memanggilnya, sedangkan kala itu nampak mulutnya yang kecil dimonyongkan dalam rupa tak senang.
Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suasana semakin tegang. Orang2 Thian-cu-kauw telah bangkit semua dari tempat duduknya. Mereka ini semua telah mencabut atau menghunus senjata masing2 dengan mata semua ditujukan kepada To-liong Kongcu. Namun tiada seorangpun yang berani lebih dahulu turun tangan.
Mudah kiranya dimengerti hal itu, sebab orang2nya Siauw-lim-pay dan enam partai Hian-bun lainnya, semua juga sudah mengeluarkan senjata masing2, berdiri berkerumun di bawah panggung. Sedang delapan orang2nya Hong-gwat Kongcu, itu orang2 parlente juga kelihatan sudah akan bergerak. Apabila mereka turun dengan serentak, pihak Thian-cu-kauw pasti akan menyambuti serangan dari tiga jurusan. Keadaan itu sungguh tidak menguntungkan bagi Thian-cu-kauw.
Menurut rencana Pek-tok Hui-mo yang semula, sebetulnya pemimpin ini ingin menggunakan kekerasan kepalannya untuk menundukkan orang2nya golongan Hian-bun itu. Asalkan saja berhasil dia dalam usahanya memaksa Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay menggabungkan diri dengan Thian-cu-kauw, maka impian muluknya akan menjagoi dunia persilatan berarti telah berhasil tiga perempatnya. Siapa nyana siapa sangka, ditengah-tengah keributan lantas menyelak satu Hong-goat Kongcu serta Lim Tiang Hong, hingga dengan sendirinya boleh dikata membuat sekalian rencananya itu gagal sama sekali.
Namun Pek-tok Hui-mo bukan pula orang yang tidak licik. Bahkan kelicikannya tiada berada dibawah Lionghouw Koan-cu atau siapapun. Ia tidak takut benar2 kepada Lim Tiang Hong atau Hong-gwat Kongcu.
Tetapi orang2 yang berdiri dibelakang kedua anak muda itu, sesungguhnya tidak gampang ditaklukkan. Satu adalah Tho-hoa-to tocu yang namanya sudah amat tersohor dan yang lain adalah Kie-lin Kokcu, seorang misterius yang sukar dijajaki kepandaiannya. Kedua orang itu satu tidak berani ia melanggarnya. Maka dalam keadaan demikian, mau tidak mau ia terpaksa kendalikan hawa amarahnya, lantas berkata sambil ketawa2 segan: "Kauwcu mu tidak sudi berurusan dengan kalian anak2 dari tingkatan muda! Kalian silahkan mundur dulu. Nanti setelah aku membereskan persoalan ini dengan Siauw lim-pay dan enam partai Hian-bun yang lainnya, baru kita bicara lagi"
Bagi seseorang berderajat sebagai Pek-tok Hui-mo itu, ucapan demikian sebetulnya telah merupakan ucapan yang paling merendah. Akan tetapi Hong-gwat Kongcu kiranya tidak sudi menerima ucapan demikian, maka seketika itu lantas menjawab sambil ketawa ewa: "Kongcumu sudah lama terima kabar bahwa Thian-cukauw sudah lama bermaksud ingin menjagoi dunia kangouw. Itulah yang mendorong hatiku ingin menjajal. Kalian punya berapa rupa kesaktian sih bolehnya berani berlaku begitu jumawa?"
Pek-tok Hui-mo yang mendengar perkataan Kongcu perlente itu, wajahnya berubah seketika. Sebaliknya bagi Lim Tiang Hong, pemuda ini agaknya tidak inginkan mereka bertempur dan kejadian akan ber-larut2 memanjang, maka ia segera berkata kepada Hong-gwat Kongcu: "Saudara, harap jangan turun tangan dulu. Nanti setelah mereka menyelasaikan persoalan dengan Siauw-lim-pay dan partai yang lainnya, kita nanti bisa membikin perhitungan lagi dengan dia"
Hong-gwat Kongcu agaknya mendengar kata, seketika ia mundur ke samping.
Hui-hui Taysu lalu perdengarkan suaranya yang menyebut nama Buddha kemudian majukan diri dan membentak dengan suara bengis: "Pek-tok Hui-mo! Kau masih berani mengigau"! Sebagai seseorang berkedudukan baik serta agung sebagai kau, ternyata sudah berani menggunakan sejilid buku palsu untuk mergelabui mata lolap"! Apa anggapmu Siauw-lim-pay sudah tidak ada orangnya lagi!?".
Pek-tok Hui-mo yang ber-kali2 dihina orang secara demikian, agaknya sudah benar-benar hilang kesabarannya. Kalau tadi dia masih bisa coba mengendalikan hawa nafsunya se-bisa2, tetapi waktu ini barangkali sudah tak mampu lagi mengandalikan perasaannya, mendongak dia mengangkat muka, kemudian ketawa ber-gelak2.
"Jikalau Lohu tidak sediakan jalan mundur seadiri, bukahkan akan terpedaya oleh kalian". Dengan terus terang, kalian dengarlah kata2ku. Bukan cuma kitab itu saja palsu! Bendera perserikatan itu pun bukanlah barang tulen!"
Pek-ho Totiang kelihatan berubah wajah. Sekilas itu nampak merah membara parasnya, dilain saat keluar kata2nya menyebut nama Buddha dan kemudian lagi terdengar suaranya berkata: "Kau manis dalam ujud binatang! Kau dengan menggunakan akal begitu rendah, bagi sesama manusia apa tidak takut jadi buah tertawaan orang kang-ouw. Dimana sebetulnya kitab Tat-mo-keng dan bendera perserikatan yang benar" Lekas jawab!"
Ciang bunjin dari Bu-tong-pay ini, meskipun biasanya memiliki kesabaran luar biasa, akan tetapi saat itu juga tidak mampu mengendalikan hatinya lagi.
Kiu-ban-po itu nenek yang semenjak tadi belum pernah buka mulut, tiba2 maju kedepan dan menalangi Kauwcunya bicara "Dalam dunia persilatan dimana ada begitu banyak orang yang menggunakan kebijaksanaan yang betul2 luhur. Urusan hari ini, yang menang adalah sebagai orang kuat. Jikalau kalian mempunyai kepandaian bisa menangkan kita, kitab Tat-mo-keng sekalian dengan bendera perserikatan sudah tentu bisa kalian ambil kembali. Tapi kalau tidak.... huhh!! Barang kali jiwa kalian akan melayang di dalam lembah ini!"
Setiap perkataan yang dilontarkan dari mulut orangnya Thian-cu-kauw itu makin lama makin melantur, membikin keadaan jadi makin meruncing.
Sekarang ini kelihatan di dalam lembah tersebut yang satu tidak mengindahkan kedudukan seseorang, juga tidak perdulikan kedudukan sebagai Kauwcu lagi.
Biar bagaimana, satu pertempuran mati dan hidup sudah tak dapat dielakan lagi. Singkatnya, siapa yang kuat hidup dan yang lemah akan jadi kawannya tanah, siapapun tidak berani meramalkan nasibnya sendiri. Apabila Lim Tiang Hong dan Hong-gwat Kongcu tidak muncul secara mendadak tadi, mungkin dalam lembah itu kini teiah jadi suatu pertumpahan darah yang tiada taranya.
.Pek-tok Hui-mo melirik Lim Tiang Hong yang tadi diakui "anak". Dilihatnya pemuda ini dengan sikapnya acuh tak acuh, tengah menikmati pemandangan alam pegunungan di sekitar situ, sedangkan gadis cilik di belakangnya sedikit, bagaikan burung kecil menggelendotkan badannya ke pundak si pemuda. Mana kala Kauwcu ini melirik ingin coba memperhatikan sikap Hong-gwat Kongcu, Kongcu tersebut ternyata tengah balik mengawasinya dengan sikap menantang dengan tangan memegang gagang pedang. Sedang delapan laki2 berdandan parlente, berdiri di kedua sisi Kongcu mewah ini, hingga dalam mata Kauwcu itu diam2 timbul rasa mendelu. Dia coba meng-hitung2 kekuatan sendiri dan kekuatan pihak musuh.
Pihaknya Tho-hoa-to, meski baru turun sembilan orang, tapi siapa yang tahu kalau dibelakangan ada muncul orang2nya lagi"
Pihak Hong-hong-tie, hanya satu gadis cilik yang unjukkan diri, tapi apabila ditinjau dari berbagai sudut, di belakang gadis cilik itu pasti akan banyak lagi datang orang2 kuat sebagai bala bantuan.
.Kini orang2 kuat dari Siauw lim-pay saja sudah dapat diperkirakan berapa jumlah jiwanya, serta dilihat dari sikap mereka yang beringas, maka pertempuran sengit mungkin akan segera terjadi tanpa dapat dihindarkan lagi.
Setelah menelaah satu2 soal, tiba2 Kauwcu ini berkata pada dirinya sendiri sambil kertak gigi: "Tidak perduli apa akibatnya, sekarang kita akan bertindak dan setelah membereskan padri dan imam2 itu, sekalipun masuk lagi kelembah ini orang2 kuat, kerewelan itu masih merupakan urusan belakangan! Apalagi kitab Tatmo-keng sudah berada dalam tanganku, kalau isinya bisa kucamkan baik2, barangkali tidak perlu takuti Kie-lin Kokcu dan Tho-hoa Tocu lagi"
Dengan berdasarkan pendapatnya itu, sehabis Kiuban-po habiskan ucapannya tadi, Kauwcu ini lantas menyambung dengan suara keras: "Aku tetap dengan pendirian semulai! Dengan tiga babak pertandiangan boleh ditetapkan siapa unggul siapa kalah! Perkataan lainnya semua bisa dianggap ucapan2 tak berarti. Sudah lama aku dengar Siauw-lim-pay dalam waktu ratusan tahun selalu memimpin dunia persilatan, maka pun Ciang-bunjin keturunanya pasti memiliki kepandaian yang luar biasa. Oleh karena itu, aku sekarang cuma ingin terima pelajaran dari ciang bunjin pemimpin persilatan itu sendiri!"
Hui-hui Taysu dengan tangan masih mencekal kitab Tat mo-keng palsu itu tidak bisa menahan gelora hatinya yang bagaikan air mendidih agaknya. pun telah maklumi bahwa untuk dapat merebut kembali kitab Tat-mo-keng yang asli akhirnya mesti juga juga ditemui jalan pertempuran mati2an. Maka begitu lekas ucapan Kauwcu itu tertutup, padri ini lantas berkata dan menyebut nama Buddha. "Kalau sicu benar2 inginkan dengan jalan keras membereskan urusan, lolap terpaksa mengiringi saja kehendak sicu".
Sehabis berkata demikian, diam2 telah dikerahkan seluruh kekuatannya. Hawa murninya yang telah mendapat latihan selama beberapa puluh tahun diam2 telah tersalur keseluruh badannya. Sudiah lama padri tua ini tak pernah turun tangan apalagi bertempur mati2an. Sedangkan adu jiwa kali ini, besar sekuli hubungan dengan jatuh bangunnya nama Siauw-lim-pay, maka tidak boleh tidak dia sebagai ketua partai tersebut, mesti bertindak hati2.
Pek-tok Hui-mo ketawa dengan sikap angkuh, kemudian menyusul bentakannya: "Sambuti seranganku!".
Dan ini dibarengi dengan gerak tangannya yang kelihatan seenaknya saja.
Akan tetapi suatu kekuatan tenaga dalam yang lunak dan mengandung hawa dingin lantas meluncur keluar dari tangan itu.
Hui-hui Taysu bersikap hati2 ketika kebutkan lengan jubahnya membuang kesamping serangan lawan. Ilmu serangannnya yang dinamakan Bu-siang Sin-kang (kekuatan yang tak berwujud) telah meluncur keluar, hingga pada saat kekuatan dua jenis tenaga itu saling bentur. Ditengah udara lantas terdengar nyaring, terjadilah suatu kejadian aneh bagai mendadak timbul angin puyuh, yang disertai suara keras nyaring.
Pek-tok Hui-mu perdengarkan ketawanya yang menyeramkan. Mendadak menggeser kakinya maju ke depan, sekaligus tangannya melancarkan serargan sampai dua belas kali dengar beruntun. Hawa dingin laksana hujan es menyerbu sekujur badan Hui-hui Taysu.
Tetapi tidaklah kecewa Hui-hui Taysu menjadi pemimpin suatu partai besar. Setiap gerakannya, baik dalam melakukan penyerangan maupun sewaktu mundur, sikapnya selalu pasif. Betapapun hebatnya serangan lawan, selalu masih dapat dilayani dengan ketenangannya yang luar biasa.
Setiap serangan musuhnya dipunahkan dengan laku seenaknya saja.
Tiga Tiang-lo dari Tot mo-ie tentu kuatirkan keselamatkan jiwa Ciang-bunjin mereka, maka tanpa sadar telah gerakkan kaki mendekati medan pertempuran.
Selagi Hui-hui Taysu dan Pek-tok Hui-mo melangsungkan pertempuran mati2an itu, Kui-pan-po, itu nenek dari daerah Biang-ciang mendadak buka mulut dan keluarkan suaranya yang terdengar macam bebek bertelur: "Kabarnya Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay sama2 memimpin dunia persilatan untuk daerah Kanglam, Kang-pak. Kepandaian silat dua partai itu tentu bukan main hebatnya. Sekarang aku si nenek tua sudah gatal ingin belajar kenal dengan kepalan tangan Bu-tong pay"
Karena nenek ini sudah menantang secara terang2an, Pek-ho Totiang mau tak mau lalu keluar menemui nenek yang sudah gatal tangannya itu. Lebih dulu dia ini mengangguk sebagaimana lazimnya dia perlakukan setiap orang yang mulai bertemu. "Kui-banpo namanya sangat disohorkan orang di daerah Biauwciang, pinto sudah lama dengar itu. Tapi entah ada urusan apakah datang ke daerah Tiong-goan?"
"Se-mata2 cuma ingin belajar kenal dengan kalian orang2 yang anggap diri sebagai pendekar2 rimba persilatan kelas wahid!" demikian Kui-pan-po mengadakan reaksi atas kata2 Pek-ho Totiang.
Nenek tua dari daerah Biauw-ciang ini semenjak mendapatkan sejilid kitab peninggalan dari golongan sesat dilembah Hong-hong Pit-kok, sudah kandung maksud lain menjagoi dunia persilatan. Kebetulan perkumpulan Thian-cu-kauw juga mempunyai maksud serupa, maka kedua pihak lantas adakan kerja sama. Lebih dahulu mereka bermaksud ingin tundukkan Siauwlim-pay dan Bu-tong-pay, kemudian baru satu2 membereskan partai2 lainnya". Maka ketika melihat Pektok Hui-mo sudah turun tangan ia juga lantas terjunkan diri ke dalam kalangan.
Pek-ho Totiang yang mendengar perkataan nenek itu, wajahnya berubah seketika. Sambil ketawa bergelak2 imam ini berkata: "Kau tidak memandang mata partai Bu-tong-pay kami, silakan turun tangan saja!"
Baru imam ini tutup kata2nya, tiba2 merasakan ada angin santer meniup wajahnya. Badannya Kiu-ban-po kala itu sedang berada di atas. Dari tengah udara itu mementang kesepuluh jari tangannya dan menyambar ke arah Pek-ho Totiang.
Sepuluh jari tangan nenek itu semuanya menggenggam kekuatan hawa dari badannya, hingga jari2 itu kelihatan hitam legam bagai pantat kuali. Sambaran angin yang keluar dari jari2nya itu cukup menggetarkan nyali setiap orang.
Pek-ho Totiang sadar sedang berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu sangat jahat pelajaran orang2 sesat, maka buru2 ditutupnya sekujur badannya dengan hawa murninya. Kakinya digeser menyingkir sampai sejauh tiga kaki.
.Kiu-pao-po yang gagal dalam penyerangan pertamanya, tangannya berputaran ditengah udara. Dengan kecepatan bagaikan kilat, kembali menerjang dirinya Pek-ho Totiang.
Pek-ho Totiang mendadak keluarkan bentakan keras. Kedua tangannya diputar laksana titiran, sebentar saja sudah melancarkan 7 kali serangan. Angin bergulung-gulung, suaranya menderu-deru karena hebatnya serangan tersebut.
Diantara suara menderunya angin, terdengar suara ketawanya Kiu-ban-po yang aneh dan tidak enak didengar, sedang badannya nenek itu seolah-olah bayangan setan, beterbangan naik turun dan berputaran. Hawa hitam yang keluar dari sepuluh jari tangannya se olah2 gala gasi, mengurung seputar badannya Pek-ho Totiang.
Orang2 dari golongan 6 partay besar yang menyaksikan kejadian aneh itu semua pada terperanjat. Dengan serentak pada maju. Ada beberapa orang yang tidak sabaran, sudah menyerbu ke dalam medan pertempuran sambil menghunus senjatanya.
Beng Sie Kiu yang menyaksikan keadaan demikian, lantas berkata sambil ketawa ter-bahak2: "Apakah kalian hendak mengeroyok?"
Sehabis berkata tangannya lalu melemparkan sesuatu benda yang ditujukan ke tengah udara. Benda itu lantas mengeluarkan sinar biru, Kemudian ia mengeluarkan perintah kepada orang2nya: "Maju! bereskan dulu kawanan imam yang tidak tahu diri ini!"
Lim Tiang Hong yang berdiri disamping, ketika melihat sinar biru itu hatinya tergerak, sedang Honggwat Kongcu yang kaseran, sudah tidak dapat menahan sabarnya, maka lantas menghunus pedangnya dan selagi hendak menyerbu kemedan pertempuran, sudah dicegah oleh Lim Tiang Hong.
"Untuk sementara kita jangan turun tangan dulu. Kau perintahkan saja orang2mu, supaya menjaga orang2 Thian-cu-kauw yang disembunyikan di sekitar lembah ini" demikian katanya pemuda itu.
Yong-jie yang berdiri di samping menyaksikan keramaian, tiba2 berkata sambil ketawa: "Kongcu, aku lupa sesuatu hal. Aku harus bereskan sekarang juga, kita sampai ketemu dalam lain waktu!''
Tanpa menunggu jawaban orang yang diajak omong, ia sudah gerakkan badannya dan sebentar saja sudah melesat setinggi 7-8 tombak, seolah-olah bianglala diangkasa, hanya kelihatan bayangan merah yang meluncur turun ke bawah gunung dan kemudian sudah hilang dari pemandangan.
Lim Tiang Hong merasakan bahwa nona cilik itu sifat dan kelakuannya agak misterius, tapi ia ada satu pemuda berhati lapang. Kalau orang tidak mengatakan, ia tidak mau menyelidiki rahasia orang lain, terutama bagi orang yang berdiri di pihaknya sendiri.
Hong-gwat Kongcu yang menyaksikan semua gerakan Yong-jie merasa sangat kagum. Ia lantas berpaling dan berkata kepada Lim Tiang Hong: "Hongbong-tie benar2 bukan cuma nama kosong belaka. Sekalipun seorang gadis kecil yang masih belum dewasa, kepandaiannya sudah begitu rupa, sampai aku sendiri juga merasa tidak nempil"
"Saudara terlalu merendahkan diri!" jawab Lim Tiang Hong ketawa.
Tapi, tiba2 ia angkat pundaknya, wajahnya kelihatan beringas. Hong-gwat Kongcu yang
.1156 menyaksikan perubahan sikap kawannya itu, segera tujukan matanya ke arah medan pertempuran, yang ternyata sudah menjadi sangat kalut. Berbareng dengan itu, dari jauh juga nampak berkelebatnya bayangan banyak orang. Suara berteriak-teriak kadengaran sangat riuh. Orang2 yang berpakaian ringkas dengan tidak terhitung jumlahnya pada datang menyerbu ke medan pertempuran.
Saat itu, pertempuran antara Hui-hui Taysu dan Pek-tok Hui-mo per-lahan2 sudah mulai kelihatan siapa yang unggul dan siapa yang asor.
Pek-tok Hui-mo entah menggunakan tipu serangan apa, tiba2 membikin terpental dirinya Hui-hui Taysu dengan satu pukulan sehingga paderi tua sampai mundur 3 kaki.
Tiga Tianglo dari Tat-mo-ie, lalu maju dengan serentak sambil keluarkan bentakan keras.
Sambil keluarkan suara ketawanya yang aneh, Pektok Hui-mo putar tangannya. Tiba2 melancarkan serangannya, kembali membikin terpental Hian-thong Tianglo yang menerjang duluan, jatuh sampai sejauh satu tombak.
.Hian-thian dan Hian-kak yang menyaksikan kejadian itu, seketika nampak tercengang, kemudian maju menyerang dengan berbareng.
Berbareng pada saat itu juga, terdengar suara seruan tertahan dari Pek-ho Totiang. Badannya terhuyung-huyung mundur beberapa tindak, mulutnya mengucurkan darah.
Kiu-ban-po perdengarkan pula suara ketawanya yang aneh. Dengan gerakannya yang luar biasa gesit kembali menerjang Pek-ho Totiang.
Mendadak Hong-gwat Kongcu dengan pedang terhunus datang menyerbu ke arahnya, lalu menyerang dengan ujung pedangnya sampai tujuh kali hingga Kiuban-po terpaksa mundur ter-sipu2
Delapan orang berpakaian parlente juga lantas menyambut kedatangannya orang2 Thian-cu-kauw, maka dalam waktu sekejap saja dalam lembah yang tadinya sunyi itu lantas berubah menjadi medan pertempuran besar2an.
Lim Tiang Hong yang masih berdiri tegak, dengan sorot mata tajam mengawasi Pek-tok Hui-mo. Diawasinya kauwcu ini yang sedang bertempur terus dengan dua Tianglo dari Siauw-lim-sie.
Selagi maksudnya ingin memburu memberi bantuan bagi dua Tiang-lo itu, tiba2 terdengar dua kali suara seruan. Hian-thian dan Hian-kak kembali sudah dibikin rubuh oleh Pek-tok Hui-mo.
Dengan sikap bangga Pek-tok Hui-mo dongakan kepala dan tertawa ter-bahak2.
"Kepandaian ilmu silat Siauw lim-pay juga cuma begitu saja. Nama kosong yang didapat selama beberapa ratus tahun itu entah dengan cara bagaimana didapatinya?" demikian Kauwcu itu sesumbar.
Hui-hui Taysu yang sudah mempunyai kekuatan tenaga dalam cukup sempurna, barusan meski terkena serangan Pek-tok Hui-mo. Tetapi setelah mengatur pernapasannya kini sudah sembuh kembali. Ketika ketua ini menyaksikan gerak tipu yang digunakan oleh Pek-tok Hui-mo yang di beberapa bagiannya mirip dengan ilmu silat golongan Siauw-lim-pay, dia menjadi agak sangsi, apa iblis itu telah dapat mempelajari ilmu silat yang terdapat dalam Tat-mo-keng"
Ketika mendengar ucapan sombong iblis itu, hatinya bagai di-sayat2. Selagi hendak maju lagi untuk adu jiwa, Lim Tiang Hong sudah melayang turun kedepan Pek-tok Hui-mo dan lantas berkata dengan suara dingin: "Kau sudah mencuri pelajaran silatnya orang lain, dan toh masih berani buka mulut besar" Hmm benar2 tidak tahu malu!"
Pek-tok Hui-mo melihat kedatangan Lim Tiang Hong, untuk sesaat merasa terkejut. Kemudian berkata sambil delikkan matanya: "Aku ber-kali2 sudah berikan kau kelonggaran, tidak nyana kau makin melunjak. Apa kiramu aku tidak berdaya membereskan kau si bocah?"
"Semua ucapan kosong tidak gunanya kau keluarkan lagi. Hari ini jikalau kau tidak mau serahkan bendera perserikatan dan kitab Tat-mo-keng, mungkin Thian-cu-kauw akan menjadi berantakan" Demikian kata Lim Tiang Hong, diucapkannya kata2nya sambil ketawa panjang.
Pek-tok Hui-mo adalah seorang buas dan berangasan. Mana mau dia dihina demikian "Apa?"
Saat itu rambutnya yang berwarna kuning nampak pada berdiri, matanya melotot sebesar jengkol.
Tiba2 dia perdengarkan bentakan keras "anak haram! Hari ini kalau bukan kau yang mampus adalah aku yang mati! Aku akan singkirkan kau lebih dulu baru nanti mencari perhitungan lagi dengan Kie-lin Kongcu"
Setelah berkata demikian, lalu terpentang tangannya. Begitu bergerak dengan beruntun telah melancarkan serangannya sampai delapan belas kali.
Dalam waktu sekejapan angin dan hawa dingin sampai meresap ke tulang2, mengurung Lim Tiang Hong.
Hui-hui Taysu yang maklum akan keganasan Pektok Hui-mo, diam2 kuatirkan keselamatan To-liong Kongcu.
Lim Tiang Hong yang tadi terus berdiri sebagai penonton, telah menyaksikan ilmu silatnya yang digunakan oleh Pek-tok Hui-mo.
Terhadap iblis itu pandangannya agak beda. Ia merasa bahwa selama setengah tahun belakangan ini memang benar banyak maju sang kauwcu jahat itu. Maka manakala dadanya diserang secara demikian hebat, dalam hati juga merasa keder. Dengan sangat hati2 sekali ilmunya Siau-yang It-ku Sin-kang disalurkan untuk melindungi badannya, kemudian baru membuka tangannya melakukan serangan balasan.
Dua jago, masing2 dari golongan benar dan golongan sesat itu, setelah bergebrak bukan kepalang kehebatannya. Sebentar saja angin yang ditimbulkan oleh serangan mereka ini, membikin orang2 di sekitarnya terdesak mundur semua.
Pek-tok Hui-mo yang saat itu agaknya telah kalap benar2, bertempur secara main seruduk. Keadaannya tidak banyak beda dengan macan atau beruang yang sedang mengamuk.
Sembari berantam, Lim Tiang Hong diam2 kerjakan otaknya. Pikirnya "Iblis ini sudah pasti adalah itu 'Manusia Buas Nomor Satu' yang suhu maksudkan. Tapi kenapa itu pelajar pertengahan umur melarangku mengambil jiwanya" Dan dia ini ber-kali2 sebut aku anak haram, apa maksudnya sebenarnya...?"
Semua hal itu membuat ia merasa bingung. Oleh karenanya, maka pikirannya terus memikirkan soal itu saja. Apa mau perbuatan demikian justru melanggar pantangan buat orang yang sedang bertempur. Karena
.1162 orang2 yang menghadapi musuh kuat, sedikitpun tidak boleh memikirkan lain kecuali musuh di hadapannya.
Lim Tiang Hong meski sudah mempunyai kepandaian silat luar biasa, akan tetapi kini berhadapan dengan satu musuh tangguh semacam Pek-tok Hui-mo itu, bagaimana boleh berlaku lengah" Maka itu ia lantas terdesak oleh musuhnya sampai keadaannya menjadi sangat bahaya dan ketika dia sadar kemudian, sudah tidak berdaya untuk dapat diikeluarkannya lagi.
Keadaan demikian membikin hati Hui-hui Taysu jadi cemas, tetapi padri itupun tidak dapat berbuat lain daripada menonton saja.
Pada saat itu pertempuran dimedan perang itu makin lama makin kalut dan juga makin dahsyat.
Orang2nya Siauw-lim-pay, Bu-tong-pay dan lain2nya sudah mulai terdesak. Suara jeritan tiada henti2nya keluar dari medan pertempuran, sedangkan orang2nya Tho-hoa to juga terdesak balik ke tempatnya semula.
Orang2nya Thian-cu-kauw bukan saja yang datang kian lama kian banyak tetapi serangannya juga makin ganas.
.Hui-hui Taysu yang menyaksikan keadaan demikian, juga sudah tidak perdulikan kedudukannya lagi. Sambil membentak keras, lantas ia menyerbu ke dalam orang banyak. Tangannya mului bekerja, hingga sebentar saja sudah ada banyak orang2nya Thian-cu-kauw yang dibikin terpental kesana sini.
Beng Sie Ku yang menyaksikan keadaan demikian, lantas berkata sambil perdengarkan suara ketawanya yang aneh: "Kepada gundul, jangan banyak jual laga! Orang2 yang datang hari ini, satupun tidak ada yang akan bisa keluar dari lembah ini dalam keadaan hidup".
Ia lantas lompat menerjang dan melakukan serangan yang amat dahsyat.
"Belum tentu" sahutnya Hui-hui Taysu sambil memuji nama Buddha.
"Duk! duk!" Dua orang itu saling mengadu kekuatan masing2, tapi Beng Sie Kui bukan tandingan Hui-hui Taysu, ia sudah dibikin terpental sampai sejauh 5 kaki. Darahnya bergolak.
Ketua partay Siauw-lim-pay dan pemimpin partay2 besar golongan Hian-bun ini, hari itu benar2 sudah
.meluap kegusarannya. Maka terus melancarkan serangannya dengan tanpa mengenal kesian, hingga sebentar saja sudah ada dua Tancu lagi yang dibikin terpental dari medan pertempuran.
Tiba2 terdengar suara bentakan. Dalam medan pertempuran itu muncul lagi dua iblis. Satu adalah Citsat-sin Khong Bun Thian, satu lagi adalah Liong-tong Kim-ci atau Tikus kuning dari Liong-tong, yang dahulu pernah kalah ditangannya Lim Tiang Hong.
Dua orang itu dengan tidak banyak cingcong lantas menyerbu berbareng kepada Hui-hui Taysu.
Dikerubuti oleh dua iblis yang bukan bangsa sembarangan itu, Hui-hui Taysu terpaksa mundur sampai 8 kaki.
Kedua iblis yang masing2 menjagoi daerahnya sendiri2 itu, sebetulnya jikalau tidak terpaksa, mereka juga tidak akan menggunakan cara pengecut dengan main keroyok demikian. Tapi hari itu keadaannya ada lain. Pertempuran ini sudah merupakan satu pertempuran mati hidupnya masing2 pihak, maka segala tata tertib dan peraturan dunia kang-ouw sudah dikesampingkan semua.
Hui-hui Taysu yang dikeroyok oleh dua iblis itu, meski semula terpaksa mundur, tapi kemudian ia bisa melayani dengan tenang. Semua kepandaiannya ilmu silat golongan Siauw-lim-pay sudah dikeluarkan untuk menghadapi dua musuh tangguh itu.
Mari kita tengok keadaannya Hong-gwat Kongcu. Dengan sebilah pedang panjangnya, ia melayani Kiu-banpo dengan segenap tenaga. Dua lawan itu masing2 sama gesit dan lincahnya, hingga sebentar saja duaratus jurus lebih sudah dilalui, tapi kekuatan mereka berdua nampak masih berimbang.
Tiba2 ia dapat lihat Lim Tiang Hong diserang secara kalap oleh Pek-tok Hui-mo, sehingga terpaksa mundur berulang-ulang. Ia merasa cemas, maka lantas berseru: "Saudara Lim, kau kenapa" Mengapa tidak mau turun tangan kejam?"
Lim Tiang Hong karena tadi terganggu pikirannya, maka telah didesak oleh lawannya. Kini setelah ditegur oleh Hong-gwat Kongcu, seperti orang diketok kepalanya dan ketika ia menyaksikan keadaan dalam medan pertempuran, orang2 dipihaknya sendiri telah berada dalam posisi yang sangat buruk, hingga hatinya sangat cemas dan semangat lantas bangun seketika. Sambil mengeluarkan siulan panjang, ia lantas melancarkan serangan pembalasan.
"Bang! bang! bang!"
Serentetan suara bagaikan ledakan bom, sebentar saja ia sudah mengadu kekuatan sampai 3 kali dengan Pek-tok Hui-mo, yang akhirnya sudah membikin manusia buas itu sampai berkaok-kaok dan terdesek mundur sampai 8 kaki.
Lim Tiang Hong begitu berhasil memperbaiki kedudukannya, kembali melancarkan serangannya secara bertubi-tubi. Tapi mendadak....
Pek-tok Kui-mo lingkarkan dan kedut lengannya yang panjang, kemudian melancarkan serangannya yang aneh. Ini betul2 memang sangat aneh! Serangan itu tidak dilancarkan dari muka melainkan dengan cara memutar-mutar setengah lingkaran.
Dimatanya orang lain, serangan itu nampaknya meski sangat aneh tapi sederhana dan seolah-olah tidak mengandung kekuatan, tapi Lim Tiang Hong yang sudah menyaksikan serangan demikian yang pada sebeiumnya
.sudah ditujukan kepada tiga Tianglo dari Siauw-lim sie, ia sudah tahu kalau serangan itu ada sangat lihay.
Maka, ia lantas angkat tangannya ke depan dada, tangan itu kemudian dipentang lebar dan lantas mendorong keluar....
"Ser! Ser!" Dalam medan pertempuran itu segera timbul angin puyuh.
Dan sungguh aneh. Pek-tok Hui-mo mendadak badannya dirasakan seperti dipagut kalajengking. Ia berteriak-teriak bagaikan orang gila. Tubuhnya melesat satinggi satu tombak lebih. Di tengah udara ia jumpalitan beberapa kali, baru berhasil memunahkan kekuatan tenaga dalam yang luar biasa hebatnya itu. Setelah melayang turun kembali di tanah, masih saja kakinya sempoyongan dan mundur sampai 3 tindak, baru bisa berdiri tegak.
Tapi baru saja berdiri dalam keadaan kesima, mulutnya sudah menyemburkan darah segar.
Tepat pada saat itu, dari jauh tiba2 Kelihatan sinar biru yang meluncur di tengah udara, kemudian disusui oleh serentetan jeritan ngeri dan dua sosok bayangan orang seolah olah asap terbang meluncur turun ke dalam lembah. Lim Tiang Hong yang bermata tajam, segera dapat lihat bahwa dua orang itu adalah satu paderi dan satu imam.
Paderi tua itu begitu tiba di dalam medan pertempuran, lantas berkata sambil memuji nama Buddha "Iblis! Dimana kau taruh itu kitab Tat-mo-keng dan bendera perserikatan! Lekas serahkan kembali padaku!"
Pek-tok Kui-mo mendadak keluarkan suara ketawanya yang menyeramkan. Kemudian ia berkata dengan suara bengis: "Mana bisa begitu gampang ha, ha, ha....."
Ia lalu tertawa pula dan tangannya lantas melemparkan sebuah benda ke udara. Benda itu lantas meledak dan mengeluarkan sinar biru.
Orang Thian-cu-kauw yang sedang bertempur mendadak pada tarik kembali serangan masing2 dan lantas undurkan diri.
Kiu-ban-po bersama empat orang pengawalnya wanita2 Biauw-ciang sebaliknya sudah mengeluarkan
.sebuah buli2 dari dalam sakunya yang lantas dikebaskan ke arah para padri dan imam itu.
Dari mulut buli2 seketika itu keluar asap warna biru dan asap aneh itu dalam waktu sekejapan saja sudah meniup ke arah kawanan padri dan imam itu.
Hui-hui Taysu yang sudah banyak pengalaman segera mengetahui apa adanya arti asap biru itu, maka lantas menyerukan untuk orang2nya dengan: "Itu Banciong Tho hoa-ciang dari daerah Biauw ciang. Semua lekas tutup jalan pernapasan"
Ia sendiri lalu kebutkan lengan jubahnya yang gedombrongan kemudian melancarkan tiga kali serangan dengan kecepatan luar biasa.
Orang2 yang berada dalam medan pertempuran ketika mendengar seruan padri ketua Siauw-lim itu, masing2 juga melancarkan serangan untuk membuyarkan asap yang menyerang muka itu, padahal itu hanya akal muslihatnya Kiu-ban-po saja, yang ingin bikin repot musuh2nya supaya bisa mengundurkan diri dengan aman. Begitulah, manakala semua orang kalang kabut mengusahakan supaya asap itu buyar, orang2nya Thian-cu-kauw sudah kabur semuanya, satupun tak ada yang ketinggalan.
Pada waktu itu di jalan lembah terdengar suara "Srr! Srr! Peletak! Peletok!" yang tak henti2nya.
Dari empat penjuru mendadak menyembur keluar kabut berwarna biru dan dalam waktu sekejap saja sudah membikin gelap keadaan lembah itu.
Bersamaan waktunya dengan peristiwa itu terjadi, suara aneh yang amat menyeramkan kedengaran disana sini. Diatas bukit tiba2 juga meluncur turun banyak benda yang mengeluarkan asap beracun hingga ini membuat keadaan dalam lembah itu menjadi gelap dan orang tak dapat membedakan arah lagi.
Tidak antara lama dari sana sini terdengar suara orang yang jatuh bergedebukan, sebab orang2 yang kepandaian serta kekuatan dalamnya belum cukup sempurna, tak dapat menahan hawa racun itu dan pada jatuh menggeletak di tanah.
Lim Tiang Hong sendiri oleh karena pernah makan nyalinya naga beracun, badannya telah menjadi kebal untuk setiap racur. Manakala menyaksikan keadaan kawannya itu, lantas berseru dengan suara nyaring: "Kabut ini ada racunnya! Cianpwee sekalian supaya suka tutup sementara jalan pernapasan masing2!"
Kemudian dikeluarkan ia seruling emas dari badannya, dan lantas menyusup diantara kabut tebal itu, terus lari ke atas bukit.
Siapa tahu dia menempuh jalan yang tidak benar. Jalanan yang melalui batu2 cadas itu, ternyata adalah satu jalan buntu. Bukit itu, tingginya kira2 seratus tombak lebih, dalam keadaan mendongkol pemuda ini lantas kerahkan seluruh tenaganya, terus melayang ke dalam bukit.
Tidak nyana kakinya baru menginjak lamping bukit, di atas bukit itu terengar suara orang menggeram. Batu besar telah melayang turun meng-gelinding2 laksana air hujan.
Terpaksa pemuda ini gerakkan tangannya, membikin terpental batu2 itu, tetapi tidak urung badannya harus mental balik ke bawah.
Pada saat Lim Tiang Hong melayang turun itu, segera mengetahui bahwa ada empat orang padri yang berjalan memasuki mulut lembah, sedang bertempur sengit dengan orang2nya Thian-cu-kauw. Maka ia lantas berseru dengan suara nyaring, "Lekas menerjang ke ujung barat daya!"
Tangannya lalu bergerak, tiga bilah pedang pendek yang mengeluarkan sinar berkeredapan memecah asap yang mengulek itu, terus meluncur kearah mulut lembah.
Sebetulnya betapapun cemas perasaan hatinya, pun tiada guna berbuat demikian, sebab kawanan padri dan imam itu, kecuali beberapa orang yang masih bisa beigeiak, yang lainnya sudah pada dibikin pingsan oleh kabut beracun itu. Disamping itu, masih ada beberapa orang lagi yang selang berusaha menahan napas dengan duduk bersila bergerak saja tidak berani
Maksud Lim Tiang Hong meluncurkan tiga pedang pendek tadi, se-mata2 hanya untuk memberi tanda jurusan mana yang harus ditempuh oleh kaum padri itu. Tetapi orang yang bisa keluar dengan mengikuti obor sinar pedang itu, hanya Hui-hui Taysu, Pek-ho Totiang, Hong-gwat Kongcu dan satu satu padri tua dan imam tua yang datang belakangan.
Rombongan orang2 yang disebut belakangan ini begitu tiba di mulut lembah segera dapat iihat empat padri dari bagian penyimpan kitab gereja Siauw lim-sie. Dua diantaranya sudah terluka, tetapi semua masih bertempur mati2an dengan orang2nya Thian-cu-kauw yang mengepung mereka.
Hong-gwat Kongcu yang semenjak dijelmakan jadi manusia sampai dewasa itu belum pernah menemui kegagalan atau kerugian semacam itu, lantas menjadi gusar. Dengan pedang panjangnya yang lemas diputar laksana titiran, lalu menerjang orang2 Thian-cu-kauw yang mengepung empat padri penyimpan kitab itu.
Hui-hui Taysu, Pek-ho Totiang, serta lain2nya saat itu juga agaknya telah meluap kegusarannya. Tanpa kenal apa artinya kasihan lagi, semua lantas turun kegelanggang tempur itu sambil ayun tangan masing2.
Tetapi orang2 yang ditugaskan menjaga mulut lembah itu bukanlah orang2 sembarangan. Apalagi di pihaknya Hui-hui Taysu dan kawan2nya meskipun sudah menutup jaian pernapasan mereka, tapi sedikit banyak juga pernah mencium sedikit kabut beracun itu, hingga kekuatan merekapun sedikit banyak terpengaruh juga. Maka sekalipun mereka keiihatannya bertempur mati2an, juga belum berhasil mengundurkan orang2 Thian-cukauw itu.
Kita tengok lagi Lim Tiang Hong.
Pemuda ini setelah meluncurkan tiga bilah pedang pendek ke mulut lembah, badannya sendiri telah melayang mengikuti arah meluncur pedang2nya tadi.
Disitu segera dilihatnya, orang2 yang menjaga mulut lembah itu disamping orang-orangnya Thian-cukauw rendahan, pun masih terdapat Beng Sie Kiu, Khong Bun Thian Liauw-tong Kim-cie, Hwee-san Koay-khek, Mokiong Toa-nio dan beberapa Tancu, boleh dibilang semua mereka adalah orang2 terkuat di kalangan kang-ouw.
Sedang dipihaknya rombongan padri yang hendak menerjang keluar, cuma beberapa orang itu saja dan keiihatannya semuanya telah terkena kabut racun, maka seketika itu hawa amarahnya lantas meluap. Napsu membunuhnya tak dapat dikendalikan lagi. Sambil ketawa dingin, lantas menerjang orang banyak itu.
Sial adalah Mo-kiong Toa-nio. Perempuan ini agaknya tak dapat melihat gelagat, masih mengayun gendewa di tangannya menyambuti kedatangan Lim Tiang Hong.
Oleh karena Lim Tiang Hong saat itu sudah bertekad akan membasmi habis2an kawanan iblis itu, maka ketika mendapat sambutan senjata Mo-kiong Toanio, sengaja tidak berkelit, pun tidak menyingkir, sebaliknya sudah angkat seruling emasnya dan menangkis senjata anehnya Mo-kiong Toa-nio, kemudian terus menyeruduk dan menghajar iblis perempuan itu dengan tangan kirinya.
Setelah sambaran angin hebat meluncur keluar dari tangannya, lantas terdengar satu jeritan ngeri. Mo-kiong Toa-nio si iblis wanita telah diterbangkan badannya ketengah udara untuk selanjutnya melayang turun ke dalam jurang ditepi lembah yang curam itu.
Liai Tiang Hong setelah berhasil bereskan jiwa Mokiong Toa-nio dengan sekali pukulannya, tanpa menoleh pula seruling emasnya kembali dikerjakan, kini diarahkan ke badan Beng Sie Kiu.
Tetapi dasar Beng Sie Kiu orang licik luar biasa, begitu lekas melihat Lim Tiang Hong datang dengan sikap begitu buas, tidak berani menyambuti jojohan seruling anak muda itu, hanya kelitkan badannya dan terus mundur ke samping.
Kini yang sial adalah empat orang Tancu dibelakang wakil ketua Thian-cu-kauw itu. Mereka yang sama sekali takkan menduga wakil ketua itu akan menyingkir, serangan Lim Tiang Hong yang terus melepas kedepan dengan telak menghajar empat orang itu.
Empat2nya seketika itu juga terpental dan ambruk tiada napas lagi, mati seketika itu juga.
Pada saat itu dari luar lembah nampak lari mendatangi tiga orang. Orang2 ini dengan kecepatan bagai angin memburu ke tempat itu, setelah berhadapan dengan Lim Tiang Kong lantas berkata: "Kongcu, harap lekas masuk ke dalam lembah dan tolonglah orang2 itu. Segala kawanan anjing bau busuk ini serahkanlah saja pada kita yang membereskan"
Lim Tiang Hong kenali ketiga orang itu adalah si pengemis Pincang bersama Gin-sie-siu dan Ceng-pao-siu. Dia percaya benar ketiga orang2 Hong-hong-tie ini sudah cakup untuk menghadapi orang2nya Thian-cu-kauw disitu, maka tanpa menjawab apa2 lagi lantas mencelatkan badannya kembali memasuki lembah.
Mendadak hidungnya dapat mengendus bau harum. Sesosok badan kecil yang ceking langsing melayang turun didampingnya yang kemudian menyusul kata2nya itu yang amat merdu: "Tunggu dulu, isap dulu pil ini dalam mulutmu, setelah itu tidak usah kau takuti lagi kabut racun itu"
Bau harum semerbak yang menusuk hidung, suara merdu yang masuk telinga, membuatnya tersadar seketika, mengetahui siapa gerangan yang di dekatnya itu. Dalam girangnya sampai membuatnya seperti orang lupa daratan, lantas ulur tangan dan menarik tangan orang yang putih halus itu seraya katanya dengan nada bersemangat. "Sejak kapan kau datang?"
Wanita yang baru datang kiranya adalah Yu-kok Oey-eng, dengan perlahan melepaskan cekalan tangan Lim Tiang Hong, baru berkata: "Semua boleh dibicarakan nanti belakangan, sekarang yang paling penting tolong orang dulu"
Dengan paksa dimasukannya sebutir pil Pek-co Pietok-tan itu ke dalam mulut si pemuda.
Hakekatnya, Lim Tiang Hong tiadalah membutuhkan obat serupa itu, tetapi merasa tidak enak menolak kebaikan hati nona itu, maka ia mandah dijejali obat itu ke dalam mulutnya.
Yu-kok Oey-eng yang melihat Lim Tiang Hong sudah mengisap obat itu, perlihatkan senyum ramah,
.kemudian dari dalam sakunya mengeluarkan lagi sebutir mutiara liongcu yang lantas diletakkan di tangannya.
Lim Tiang Hong masih mengenali mutiara itu sebagai salah satu dari empat butir Liongcu yang didapatnya dari dalam perut naga raksasa Hong hong Pit-kok. Tetapi sebetulnyalah, dia tiada mengetahui apa kegunaan mutiara tersebut, yang kala itu nampak dibolang-balingkan.
Selagi nenanyakan apa gerangan yang diperbuat si nona, khasiat mutiara itu lantas terbentang didepan mata.
Sebab selagi badan mereka terliputi kabut beracun, mutiara itu mengeluarkan sinarnya yang terang benderang, yang seketika membuat lembah menjadi merah kekuning2an. Dan apa yang membuatnya lebih heran, dimanapun sinar itu memancar, kabut beracun itu se-olah2 saja tersorot sinarnya mentari yang pecah berantakan dan jadi lumer. Sekejap mata saja kabut beracun yang tebal itu sudah musnah tanpa bekas.
Menyaksikan keganjilan demikian, Lim Tiang Hong berseru kaget.
.Yu-kok Oey-eng kembali mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam sakunya yang lantas disesapkan ke tangan Lim Tiang Hong dan berkata seraya tersenyum: "Jangan ribut2, lekas pergi tolong sajalah"
Lim Tiang Hong agaknya baru tersadar bahwa dibawah banyak orang menggeletak yakni orang2 berupa padri maupun imam, maka lantas membuka sumbat botol yang diterimanya. Pil warna hijau lantas dimasukkan sebutir2 di mulut tiap2 orang yang pingsan itu.
Pada saat itu kabut beracun di dalam lembah telah dibuyarkan semua oleh sinar yang keluar dari mutiara Liong-cu itu hingga tertampak kembali alam lembah yang semula.
Ketika menengok kemulut lembah, orang2 Tlhiancu-kauw ternyata telah dibikin tunggang langgang oleh tiga serangkai Hong-hong-tie yang berkepandaian tinggi luar biasa itu. Nampak mereka banyak yang kabur sipat kucing, diikuti oleh orang2 yang agak kuatan di belakang.
Hui-hui Taysu dan lain2nya terlihat sedang pejamkan mata dan bersila. Agaknya mereka tengah berusaha hendak mengeluarkan hawa racun yang masuk ke dalam dirinya. Sedangkan padri dan imam itu yang datang belakangan itu, entah telah kemana, tiada nampak di situ.
Kalau Lim Tiang Hong mengingat kejadian yang amat mengerikan tadi, perasaan gemasnya timbul kembali. Dengan membawakan kegemasannya itu dalam suaranya, berkata anak muda ini: "Kalau sebelumnya aku sudah tahu iblis itu demikian kejam dan jahat, niscaya siang2 sudah kuambil jiwa anjingnya"
Si pengemis pincang mendadak berkata sambil ketawa: "Jikalau bukan karena Kok-cu yang memesan ber-ulang2, apakah Kongcu kira aku si pengemis gampang2 bisa lepaskan manusia muka anjing itu?"
Lim Tiang Hong tercekat, tergerak hatinya agaknya "Kok-cu yang barusan kau sebut tadi siapakah sebetulnya?" demkian tanyanya. "Kenapa dia tidak biarkan kalian habiskan saja riwayat iblis buas itu?"
Pengemis pincang agaknya tidak menduga akan menerima pertanyaan serupa itu, kelihatan bagai gelagapan, matanya terbuka lebar2, tetapi tiada keluar sepatah katapun dari muiutnya.
.Gin sie-siu buru2 menalangi kawannya bicara: "Perkara itu Kongcu dikemudian hari akan tahu sendri, lagipun iblis itu mempunyai banyak kaki tangan, sarangnya bukan cuma satu dua. Kalau kita benar2 ingin merenggut nyawanya, juga bukan suatu perkara mudah. Apalagi masih ada itu nenek Biauw-ciang di sampingnya, lebih2 sukar lagi rasanya. Hari ini, kita sudah dapatkan hasil boleh juga sudah mendapatkan keuntungan besar.
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 8 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Ilmu Ulat Sutera 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama