Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris Bagian 2
ada yang perlu dijelaskan. Kau hanya akan mengumbar kata-kata bualan. Sebaiknya
kita lanjutkan saja pertempuran ini sampai di antara kita
ada yang tergeletak menjadi mayat!"
Geleng-geleng kepala Pendekar Bodoh. Kasihan sekali hatinya melihat keadaan
Bidadari Satu Hati. Pendekar Bodoh dapat melihat darah segar yang kembali
mengalir dari sudut bibir wanita
itu Sebenarnya, luka dalam Bidadari Satu Hati
tadi tidaklah parah. Tapi karena dia terus mengempos tenaga, sebagian tenaga
dalamnya malah memukul isi dadanya sendiri. Dan tentu saja, luka dalamnya semakin lama semakin
parah. Namun, Bidadari Satu Hati jadi nekat. Sebelum gangguan nafsu gairah benar-benar
menguasai jalan pikirannya, cepat dia menerjang.
Sementara pedangnya berkelebat untuk membabat leher, kaki kirinya mempersiapkan
tendangan guna memberikan serangan susulan apabila babatan pedangnya tak mengenai sasaran.
Akan tetapi... ketika bilah pedang Bidadari
Satu Hati berkelebat setengah bagian, Pendekar
Bodoh bergerak amat gesit. Tongkat Dewa Badai
digunakan untuk menangkis dengan disertai sebagian besar aliran tenaga dalamnya.
Dan ketika pedang Bidadari Satu Hati terpental lepas dari cekalan, Pendekar Bodoh
berjumpalitan di udara.
Saat tubuhnya meluncur turun, dua totokan siap
menghentikan perlawanan Bidadari Satu Hati!
Sementara, Bidadari Satu Hati begitu dikuasai oleh keterkejutan saat pedangnya
dibuat lepas dari cekalan oleh senjata Pendekar Bodoh.
Dan keterkejutan itu membuat dia tak bisa bergerak gesit. Akibatnya....
Tuk! Tuk! "Uh...!"
Keluh pendek keluar dari mulut Bidadari
Satu Hati membarengi tubuhnya yang jatuh terjengkang seperti gedebong pisang
ditebang. Totokan Pendekar Bodoh tepat bersarang di pinggang
kiri dan punggung. Membuat tubuh Bidadari Satu
Hati terasa amat lemas tanpa tenaga!
"Maaf atas perbuatanku ini...," ujar Pendekar Bodoh. "Lain waktu bila ada jodoh
untuk bertemu lagi, kuharap kau telah menyadari kekeliruanmu...."
Di ujung kalimatnya, murid Dewa Dungu
itu berkelebat meninggalkan tempat. Karena
menggunakan ilmu 'Lesatan Angin Meniup Dingin', sosok si pemuda lenyap begitu
saja dari pandangan seperti siluman yang dapat menghilang.
Melihat Ibunya jatuh dan tak bergerakgerak lagi, tanpa pikir panjang Kusuma Suci
meloncat keluar dari tempat persembunyiannya.
"Ibuuu...!" teriak khawatir gadis bertubuh
langsing itu. Terkejut bukan main Bidadari Satu
Hati. "Kenapa..." Kenapa kau kembali...?" sahutnya, bernada marah. Namun, dia tak
dapat berbuat apa-apa karena masih dalam pengaruh
totokan. Kusuma Suci tercengang. Ternyata,
ibunya hanya kena totok. Namun meski begitu,
dia tetap saja mengkhawatirkan keselamatan
sang Ibu. Dia pun melangkah mendekati....
Namun, aroma harum kayu cendana yang
ditinggalkan Pendekar Bodoh menghentikan langkah Kusuma Suci. Berkerut kening si
gadis. Setelah itu, mendadak pikirannya jadi linglung. Sehingga, dia hanya dapat
berdiri terpaku beberapa
lama. Pada saat itulah, tiba-tiba muncul sesosok
bayangan tinggi besar. Dalam keadaan terbaring,
Bidadari Satu Hati sempat melihat bahaya yang
mengancam keselamatan putrinya.
"Awaasss...!" teriak wanita berumur tiga
puluh tahun itu, sekuat tenaga.
Mendengar peringatan sang Ibu itu, cepat
Kusuma Suci menyadari keadaan. Tapi terlambat.... Beberapa totokan telah
mendarat di tubuhnya..., dan membuatnya lemas terkulai. Namun sebelum jatuh ke
tanah, si pembokong cepat
menyambar tubuh langsing gadis itu.
"Ha ha ha.....! Sebelum aku membunuhmu,
akan kuhancurkan dulu rasa hatimu, Bidadari
Satu Hati. Putrimu akan kukembalikan dalam
keadaan tanpa kehormatan! Ha ha ha...!"
Sambil tertawa bergelak-gelak, si pembokong berkelebat pergi sambil membopong
tubuh Kusuma Suci. Kejadian itu cepat sekali, sehingga
agak sulit bagi Bidadari Satu Hati untuk mengenali wajah orang yang telah
menculik putrinya.
Namun, mata Bidadari Satu Hati yang tajam sempat melihat keadaan tubuh si
penculik yang ditumbuhi bulu lebat. Sehingga, tercetuslah
satu pikiran bila si penculik adalah Iblis Pemburu
Dosa! "Jahanam!" geram Bidadari Satu Hati yang
sebenarnya menyimpan dendam permusuhan
terhadap Iblis Pemburu Dosa.
Tapi, apa yang bisa diperbuatnya dalam
keadaan lumpuh tertotok seperti itu"
6 PERLAHAN matahari tergelincir ke barat.
Namun, waktu terasa berlalu cepat. Gelap malam
akan segera rebah memeluk bumi. Di kala remang-remang suasana senja menciptakan
keheningan, terlihatlah dua sosok bayangan yang berkelebat cepat sekali.
Bagai bulu burung yang terbang tertiup
angin, amat ringan kedua bayangan itu melesat
melewati bongkah-bongkah batu besar ataupun
akar pepohonan yang menonjol tinggi dari permukaan tanah. Namun ketika hampir
memasuki sebuah dataran bersemak-belukar yang berada di
tepi Tanah Dipertuan Ratu, sosok bayangan yang
di depan menghentikan kelebatan tubuhnya. Sosok bayangan yang di belakang turut
berhenti. Walau keremangan senja mulai menghalangi pandangan, dapatlah dilihat bila mereka
dua orang wanita yang terpaut umur cukup jauh.
Yang satu seorang nenek berumur delapan puluh
tahun, mengenakan pakaian putih penuh tambalan. Dan, yang satu lagi adalah
seorang gadis berumur dua puluh tahun. Si gadis berparas cantik
sekali, mengenakan pakaian putih berkembangkembang.
Menilik garis-garis wajah mereka, siapa lagi
kalau bukan si Dewi Cinta Kasih; Kembang Andini dan cucunya si Putri Hati Lurus
Sekar Telasih. "Kenapa kita berhenti, Nek?" tanya Sekar
Telasih, menyatakan rasa heran. "Bukankah kita
harus cepat-cepat memberi tahu Ibu dan Kusuma
Suci?" "Malam akan segera tiba. Aku khawatir kedatangan kita akan mengejutkan mereka...,"
ungkap Kembang Andini sambil mengarahkan pandangan ke barat. Wajah sang mentari
sudah tak tampak lagi. Hanya semburat cahayanya yang
samar-samar terlihat.
Setelah menarik napas panjang, nenek
yang rambutnya dibiarkan tergerai itu menyambung kalimatnya. "Ah! Kau benar. Kedatangan kita yang mendadak memang akan
membuat mereka terkejut. Tapi, kita harus cepat-cepat memberi
tahu. Mereka akan gembira sekali. Aku yakin!"
Mengangguk Sekar Telasih.
Walau sikap gadis itu biasa-biasa saja,
namun di dalam hatinya ada sesuatu yang bergemuruh dan melonjak-lonjak. Dia tak
sabar untuk segera menjumpai ibu dan adiknya yang telah
cukup lama berpisah. Rasa rindu membuatnya
tak sanggup untuk menunggu berlama-lama.
Maka tanpa pikir panjang lagi, Sekar Telasih segera berkelebat mendahului
Kembang Andini. Dan, si nenek pun bergegas menyusul.
Jadilah mereka berlomba untuk dapat berlari lebih cepat dengan mengerahkan
seluruh kemampuan ilmu peringan tubuh. Agaknya, Kembang Andini pun menyimpan
kerinduan terhadap
putri angkatnya beserta cucunya yang satu lagi.
Semakin ke dalam, semak-belukar yang
menghadang semakin berkurang. Maka, semakin
cepatlah mereka berkelebat. Memasuki Tanah Dipertuan Ratu, nyaris tak ditemukan
lagi semakbelukar lebat. Hanya jajaran pohon yang terlihat.
"Ibu...! Ibu...!" teriak Sekar Telasih yang tak
dapat menahan rasa hatinya. Karena tak ada sahutan, dia berteriak lebih keras.
"Ibu...! Ibu...! Kesuma...!"
Tetap tak ada sahutan.
Dalam keremangan malam, Sekar Telasih
menatap nanar sebuah gubuk bambu yang berdiri
di tengah-tengah Tanah Dipertuan Ratu. Di gubuk bambu itulah Ibu dan adiknya
tinggal. Sekar Telasih telah berteriak keras, kenapa tak ada sahutan dari mereka"
Mendadak, hati Sekar Telasih jadi tak
enak. Mungkinkah telah terjadi apa-apa pada diri
ibu dan adiknya"
Rasa tak enak itu menjalar pula ke hati
Kembang Andini. Dengan jantung berdegup lebih
cepat, si nenek melangkah seraya mengetuk daun
pintu. Tiga kali. Empat kali. Sampai tujuh kali, tetap tak ada sahutan!
Terdorong rasa tak sabar, Sekar Telasih
membuka. Daun pintu terkuak diiringi suara derit
batang bambu yang bergesekan. Namun..., tak
ada siapa-siapa di dalam. Di serambi, di dapur...,
tetap tak ada siapa-siapa.
Kosong! "Perasaanku tak enak, Nek...," cetus Sekar
Telasih. "Apakah mereka sedang pergi ke suatu
tempat?" Kembang Andini tak menyahuti.
Nenek yang tampak amat uzur itu melangkah keluar. Dengan benak terus digeluti
tanda tanya, Sekar Telasih mengekor ke mana pun si
nenek pergi. Dan akhirnya setelah mereka menyisiri Tanah Dipertuan Ratu,
terkejutlah mereka
manakala melihat sesosok tubuh tergolek lemah
di tanah dalam keadaan pingsan.
Sosok tubuh yang ditemukan Kembang
Andini dan Sekar Telasih itu seorang wanita berumur tiga puluh tahun. Mengenakan pakaian ketat serba hitam.
Dia Bidadari Satu Hati!
"Ibuuu...!" pekik parau Sekar Telasih seraya meloncat dan memeluk tubuh Bidadari
Satu Hati. Kembang Andini yang telah memeriksa
keadaan Bidadari Satu Hati tampak menarik napas panjang. Si nenek masih bisa
menunjukkan sikap tenang walau hatinya berdebar-debar bukan main.
"Tenanglah...," ujar si nenek. "Dia cuma
terkena totokan dan menderita luka dalam yang
tak seberapa parah..."
Tanpa berkata apa-apa lagi, nenek yang
raut wajahnya selalu muram-durja itu melepas
pengaruh totokan di tubuh Bidadari Satu Hati.
Dan tak lama kemudian, Bidadari Satu Hati pun
tersadar dari pingsannya.
"Jahanam kau, Iblis Pemburu Dosa!" geram
wanita itu tiba-tiba. "Lepaskan Kusuma! Lepaskan...!"
"Tenanglah! Tenanglah...!" sambut Kembang Andini sambi! memegangi lengan
Bidadari Satu Hati yang hendak meloncat bangkit.
Mendengar suara serak si nenek yang penuh getaran, Bidadari Satu Hati dapat
menyadari keadaan. Ditatapnya lekat wajah si nenek dengan
sejuta tanda tanya dan pengharapan.
"Ibu Kembang Andini...."
"Ya. Ini aku, Puspa Kencana...," sergap si
nenek, menyebut nama kecil Bidadari Satu Hati.
"Aku datang bersama Sekar Telasih. Lihat itu...."
"Kau... kau tidak apa-apa, Bu...?" sahut
Sekar Telasih, masih menyiratkan kekhawatiran.
"Oh, Sekar... Adikmu...."
"Kenapa dengan Kusuma?" Kembang Andini yang bertanya. Lewat cahaya rembulan si
nenek melihat rasa khawatir yang berlebihan di mata Puspa Kencana.
"Tolonglah dia, Bu! Dia diculik Iblis Pemburu Dosa!"
Mendengar keterangan itu, melonjak kaget
Kembang Andini. Begitu pula Sekar Telasih yang
tak lain kakak Kusuma Suci.
"Ah! Bagaimana ceritanya" Bagaimana dia
bisa datang ke tempat ini" Diakah yang membuatmu terluka dalam?" Kembang Andini
mencecar pertanyaan.
Puspa Kencana alias Bidadari Satu Hati beringsut duduk. Diambilnya napas panjang
beberapa kali untuk mengusir rasa sesak di dadanya.
Teringat pedang mustikanya yang terlepas dari
cekalan saat bertempur dengan Pendekar Bodoh
beberapa waktu lalu, wanita berpakaian serba hitam itu meloncat berdiri.
"Kau hendak ke mana?" tanya Kembang
Andini, khawatir sambil memegangi lengan Puspa
Kencana. Bidadari Satu Hati tak menjawab.
Dia terus mengedarkan pandangan. Ketika
melihat sebilah pedang berwarna hijau yang tergeletak di dekat bongkahan batu, dia segera meloncat untuk memungutnya.
"Binatang itu harus kubunuh!" geram Puspa Kencana dengan segudang dendam
kemarahan. "Jangan gegabah!" tukas Kembang Andini.
"Kau menderita luka dalam."
"Aku tahu, Bu. Tapi, aku bisa merasakan
keadaan tubuhku sendiri. Luka dalamku tidak
seberapa parah. Aku masih mampu bertempur
seribu jurus!"
"Kita pergi ke Gurun Selaksa Batu sekarang juga?" cetus Sekar Telasih. Gurun
Selaksa Batu adalah tempat kediaman Iblis Pemburu Dosa.
"Tentu saja! Kusuma Suci harus segera
diselamatkan," Jawab Puspa Kencana, tegas.
"Namun, kita harus berhati-hati. Binatang keparat itu mempunyai seorang anak
buah berilmu tinggi. Dia seorang pemuda remaja, tapi ilmu kesaktiannya hebat luar biasa.
Bahkan, dia mempunyai 'Tenaga Beruang Merah'. Dialah yang telah
membuatku lumpuh dengan ilmu totoknya."
Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kaget bukan main Dewi Cinta Kasih.
Bayangan buruk segera berkelebat di benaknya.
Kalau anak buah Iblis Pemburu Dosa mempunyai
'Tenaga Beruang Merah', itu berarti Perkumpulan
Beruang Merah berada diambang kehancuran.
Kalau anak buahnya saja sudah sedemikian hebat, apalagi Iblis Pemburu Dosa
sendiri. Sementara, setahu Dewi Cinta Kasih, 'Tenaga Beruang Merah' adalah ilmu menghimpun tenaga dalam yang
belum ada tandingannya di dunia ini. Ilmu itu
hanya dapat dikuasai Salya Tirta Raharja. Tapi
kenapa ada orang lain yang bisa menguasainya"
Terlebih lagi, dikuasai oleh musuh! Bagaimana
bisa begitu"
"Dapatkah kau katakan siapa pemuda yang
mempunyai 'Tenaga Beruang Merah' itu?" tanya
Kembang Andini akhirnya.
"Aku sendiri tak tahu. Tapi sebelum bertempur, Kusuma Suci mengatakan bila dia
bernama Seno Prasetyo dan bergelar Pendekar Bodoh...."
Sekali lagi Kembang Andini dihantam keterkejutan. Kali ini si nenek sampai
mendelikkan mata. Detak jantungnya pun terasa telah berhenti.
Sementara nenek berkulit putih itu masih
terpukau dalam keterkejutan, Sekar Telasih menyatakan ketidakpercayaannya. Tegas
sekali Sekar Telasih berkata....
"Tak mungkin! Hal itu tak mungkin Bu...!
Kedatanganku bersama Nenek Andini justru untuk memberitahukan bahwa Seno
Prasetyo mempunyai jodoh untuk menjadi ketua Perkumpulan
Beruang Merah."
"Ah! Mana bisa begitu?" tukas Bidadari Satu Hati. "Pemuda itu memiliki 'Tenaga
Beruang Merah', sementara aku yakin dia tak membawa
kalung 'Permata Dewa Matahari', bagaimana aku
percaya kalau dia punya jodoh untuk menjadi ketua perkumpulan" Dia bisa memiliki 'Tenaga Beruang Merah' tentu karena perbuatan
liciknya. Entah bagaimana caranya, tapi aku yakin kalau
dia telah mencuri ilmu itu!"
"Anakku...," sebut Kembang Andini, seperti
mendesah. "Kau percaya pada keyakinan yang
pernah kutanamkan pada dirimu dulu, bukan"
Orang yang tak berjodoh menjadi ketua perkumpulan tak akan bisa menemukan atau
mendapatkan kalung 'Permata Dewa Matahari'. Kau masih percaya pada keyakinan
itu, Anakku?"
"Ya. Aku percaya, Bu," jawab Puspa Kencana. "Tapi, aku pun yakin bila Seno
Prasetyo tak akan dapat menunjukkan kalung 'Permata Dewa
Matahari' karena dia memang tak memilikinya."
"Kau keliru. Pada mulanya aku pun tak
percaya. Tapi, Seno Prasetyo dari dalam sumur
tempat Tuan Salya Tirta Raharja memperdalam
ilmu kesaktiannya. Kemunculan pemuda itu dengan membawa ini...."
Di ujung kalimatnya, Kembang Andini
mengeluarkan kalung 'Permata Dewa Matahari'
yang tersimpan di lipatan bajunya. Karena di
tempat gelap, bandul kalung itu langsung memancarkan sinar kebiruan.
"Astaga!" kesiap Puspa Kencana. Sejenak
wanita ini jadi lupa pada Kusuma Suci yang diculik Iblis Pemburu Dosa.
"Bagaimana kalung itu
bisa berada di tanganmu, Bu?"
"Seno Prasetyo yang membawanya. Namun,
dia tinggalkan karena ada kesalahpahaman dengan Sekar Telasih...," ujar Kembang Andini, yang
kemudian menceritakan perihal pertemuannya
dengan Pendekar Bodoh dengan singkat
"Aku percaya kau tak pernah berbohong,
Bu," sahut Bidadari Satu Hati di akhir cerita ibu
angkatnya. "Tapi, kita harus tetap membuktikan
kebenarannya. Untuk mengetahui siapa ketua baru sudah muncul atau belum, kita
lihat bunga wijaya kusuma yang selama ini kutunggu...."
Tanpa menanti persetujuan Kembang Andini dan Sekar Telasih, bergegas Bidadari
Satu Hati menyarungkan pedangnya seraya berkelebat
ke utara. Kembang Andini dan Sekar Telasih yang
dapat membaca jalan pikiran wanita itu segera
menyusul. *** "Ya, Tuhan...," sebut Bidadari Satu Hati.
Wanita berparas cantik itu berdiri terpaku.
Kedua bola matanya terbelalak menatap salursalur bunga wijaya kusuma. Pohon
bunga yang batang dan daunnya sama-sama berwarna hijau
itu tumbuh di sela-sela batu, dekat mulut sebuah
gua. "Pohon ini berbunga! Pohon ini berbunga!"
seru Bidadari Satu Hati lagi, setengah tak percaya.
Kembang Andini dan Sekar Telasih pun
tampak diam terpukau. Dengan melihat pohon
wijaya kusuma yang mulai tumbuh kuncupkuncup bunga, mereka jadi semakin yakin bila
ketua baru Perkumpulan Beruang Merah telah
muncul. Sebenarnya, dua tahun yang lalu, Puspa
Kencana dan Kusuma Suci tinggal bersama Kembang Andini dan Sekar Telasih di
dekat sumur tua tempat Salya Tirta Raharja memperdalam ilmu kesaktian, terpaut ratusan
tombak jauhnya dari Tanah Dipertuan Ratu. Mereka berempat
sama-sama menunggu kemunculan Salya Tirta
Raharja yang memperdalam ilmu kesaktian guna
menumpas anak keturunan Saka Wanengpati.
Namun kemudian, Kembang Andini mendapat bisikan gaib yang mengatakan bila di
Tanah Dipertuan Ratu terdapat pohon bunga wijaya kusuma aneh. Pohon itu tak mau
berbunga jika Salya Tirta Raharja belum muncul atau ada orang
lain yang punya jodoh menggantikan Salya Tirta
Raharja untuk menggantikan kedudukannya sebagai Ketua Perkumpulan Beruang Merah.
Karena yakin akan kebenaran bisikan gaib
itu, Kembang Andini membagi tugas. Dia dan Sekar Telasih tetap menunggu
kemunculan Salya
Tirta Raharja di dekat sumur tua. Sementara,
Puspa Kencana dan Kusuma Suci ditugasi menunggu pohon wijaya kusuma di Tanah
Dipertuan Ratu. Dan setelah dua tahun berlalu, pohon wijaya kusuma itu benar-benar tumbuh
kuncupkuncup bunga. Oleh karenanya, mau tidak mau
Puspa Kencana harus percaya bila Seno Prasetyo
memang punya jodoh untuk menggantikan kedudukan Salya Tirta Raharja sebagai
ketua Perkumpulan Beruang Merah. Namun, kenapa kemunculan pemuda itu di Tanah
Dipertuan Ralu begitu
banyak mengundang tanda tanya" Setelah si pemuda pergi, kenapa muncul Iblis
Pemburu Dosa yang kemudian menculik Kusuma Suci"
Karena teringat putrinya itulah, wajah
Puspa Kencana langsung memucat. "Soal Seno
Prasetyo bisa kita bicarakan lain waktu. Kusuma
Suci membutuhkan pertolongan kita!" ujarnya seraya berkelebat pergi. Jelas bila
dia hendak menuju ke Gurun Selaksa Batu, tempat kediaman
Iblis Pemburu Dosa.
7 DENGAN sejuta pikiran yang tak mengenakkan hati, Kusuma Suci menatap nyalang
sosok manusia yang berdiri di hadapannya. Dalam
keadaan terbaring telentang, putri kedua Puspa
Kencana itu berusaha membebaskan diri dari
pengaruh totokan. Namun, hawa murni yang diguna-kan untuk menormalkan kembali
peredaran darah-nya selalu berbalik, sehingga dia tetap tak
dapat membebaskan diri dari pengaruh totokan
yang membuat tubuhnya terasa amat lemas tanpa tenaga.
Yang dapat dilakukan gadis cantik itu
hanya berteriak panik. Tapi, sampai kering kerongkongannya, teriakannya tak akan membuahkan apa-apa. Desau angin yang
berhembus kencang di Gurun Selaksa Batu mampu menelan teriakan si gadis.
Wajar sekali bila Kusuma Suci tampak begitu ketakutan. Sosok manusia yang telah
melarikannya ke Gurun Selaksa Batu mempunyai wajah
dan bentuk tubuh amat buruk. Dia seorang lelaki
berambut putih riap-riapan. Tubuhnya tinggibesar tapi bungkuk. Hanya mengenakan
selembar cawat merah, sehingga bulu-bulu berwarna hitam-kekuningan yang tumbuh lebat di
sekujur tubuhnya terlihat jelas.
Lebih buruk lagi, sosok manusia berbulu
mirip kera itu berhidung amat pesek, nyaris
hanya berupa dua lubang. Sementara, kedua bola
matanya senantiasa melotot besar seperti hendak
keluar dari rongganya. Mulutnya pun amat lebar
dan bergigi kecil-kecil seperti gigi ikan. Gusi, lidah, dan rongga mulutnya
berwarna merah darah.
Wajah yang cukup menggidikkan itu masih
ditambah lagi dengan adanya tanduk yang tumbuh di antara riap-riap rambut. Ujung
tanduk lelaki berumur sekitar lima puluh tahun itu melengkung ke depan dan
tampak runcing berkilat.
Dia Wanara Kadang atau Iblis Pemburu
Dosa! Tersiram cahaya rembulan temaram, keturunan Saka Wanengpati itu tampak
menyeringai dingin. Ditatapnya lekat-lekat wajah dan tubuh
Kusuma Suci yang elok menawan, laksana seekor
buaya lapar yang hendak menelan mangsanya
bulat-bulat. "Jahanam! Lepaskan aku!" geram Kusuma
Suci, mengumpulkan keberanian.
Wanara Kadang tak menyahuti. Matanya
semakin tajam menatap wajah cantik Kusuma
Suci. Dia biarkan rambutnya yang semakin riapriapan tertiup angin. Dan manakala
Kusuma Suci balas menatap tajam, mendadak dia tertawa bergelak-gelak.
"Ha ha ha...! Kau cantik sekali! Kau amat
mirip dengan ibumu. Hmmm.... Tanpa kuberi tahu, kau pasti sudah tahu apa yang
kulakukan kepadamu, bukan?"
"Jahanam...!" geram Kusuma Suci lagi, mulai timbul keberaniannya. "Keparat kau,
Iblis Pemburu Dosa! Aku tahu kau keturunan Saka
Wanengpati. Kalau hendak membuat perhitungan
dengan anggota Perkumpulan Beruang Merah,
kenapa kau berbuat licik seperti ini" Lepaskan
aku! Ku tantang kau untuk mengadu jiwa!"
"Ha ha ha...!" sergap Iblis Pemburu Dosa
dengan suara tawanya yang serak parau. "Rupanya, kau punya nyali juga, Anak
Manis. Beberapa kata yang kau ucapkan benar. Aku memang
bermaksud membuat perhitungan dengan seluruh anggota Perkumpulan Beruang Merah
yang masih tersisa. Karena, tak ada lagi yang dapat kulakukan untuk membasmi anak
keturunan Buana Seta. Salya Tirta Raharja pun kukira sudah
menjadi santapan rayap dan cacing tanah! Ha ha
ha...! Namun, untuk membunuh orang-orang tolol
itu adalah persoalan mudah. Aku ingin mencabikcabik rasa hati mereka terlebih
dulu! Ha ha ha...!"
Sambil tertawa bergelak, tangan kiri Wanara Kadang mengibas. Gerakannya pelan,
namun tiupan angin yang ditimbulkan sudah cukup
mampu untuk menyingkap kain bawah Kusuma
Suci yang berwarna biru.
Sementara Kusuma Suci memekik kaget
karena bagian tubuhnya yang terlarang dilihat
orang, Wanara Kadang tertawa bergelak lebih keras. Bola matanya pun melotot
makin besar, tak
berkedip menatap kulit mulus Kusuma Suci. Begitu tawanya terhenti, napas Wanara
Kadang langsung terdengar memburu. Aliran darahnya tiba-tiba berdesir tak karuan....
Kusuma Suci yang sudah tahu adanya api
permusuhan antara anak keturunan Saka Wanengpati dengan anak keturunan Buana
Seta, bergidik ngeri bukan main. Mati bukanlah hal
yang menakutkan baginya. Tapi, kalau mati dengan keadaan ternoda" Bagi Kusuma
Suci, hal seperti itu jauh lebih menakutkan dari siksa neraka
sekalipun! Dia pun tak bisa membayangkan betapa
hancur perasaan ibunya setelah mengetahui akhir dari nasibnya. Begitu pula
dengan perasaan
neneknya yang juga sangat menyayanginya. Perasaan adiknya pula. Dan, anggota
Perkumpulan Beruang Merah lainnya pasti akan merasakan hal
yang sama. Perasaan mereka akan teriris pedihperih!
Membayangkan apa yang akan segera terjadi pada dirinya, hati Kusuma Suci jadi
dikuasai ketakutan lagi. Sementara, Wanara Kadang yang
tengah menikmati kehalusan kulit si gadis dengan
tatapan matanya jadi kecewa. Angin yang tibatiba bertiup kencang mengembalikan
kain bawah Kusuma Suci. Bagian bawah tubuh si gadis tertutup lagi.
"Haram jadah!" maki Wanara Kadang, menumpahkan rasa kesal.
Tapi tiba-tiba..., lelaki berbulu lebat mengeluarkan suara menggerendeng yang
tak jelas apa maksudnya. Terbelalak mata Kusuma Suci
seketika. Bukan karena mendengar suara aneh
yang keluar dari mulut Wanara Kadang, melainkan karena melihat gumpalan api yang
menyembur dari ujung tanduk lelaki berbulu lebat itu!
Wuusss...! Menjerit dan memekik Kusuma Suci terejam rasa takut dan ngeri. Gumpalan api yang
menyembur dari ujung tanduk Wanara Kadang
membakar kain bawahnya.
Dan..., api panas berwarna merah menyala
itu cepat sekali merambat ke atas. Tentu saja Kusuma Suci semakin menjerit keras
karena merasa kepanasan. Namun sebelum panasnya api turut membakar tubuh si gadis, cepat Wanara Kadang
mengibaskan telapak tangannya.
Hawa dingin menebar. Api yang membakar
Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pakaian Kusuma Suci langsung padam. Tinggallah tubuh si gadis yang hampir
telanjang. Hebatnya, kulit tubuh Kusuma Suci yang sempat terjilat api tak
sedikit pun terdapat luka ataupun melepuh. Tubuh si gadis tetap halus mulus
tanpa noda! Dan karena semburan api tadi membuat
Kusuma Suci hampir telanjang, tak dapat lagi iblis Pemburu Dosa menahan gejolak
hasratnya. Dengan napas berdebur kencang, dia langsung
bergerak menerkam. Dan..., rasa takut dan ngeri
di hati Kusuma Suci membuatnya jatuh pingsan.
Tapi.... Slaps...! Slaps...!
Dari atas bongkahan batu besar tiba-tiba
melesat seberkas sinar kebiruan. Sinar itu melesat cepat sekali. Begitu menerpa
tanah langsung membuat tabir yang melindungi tubuh Kusuma
Suci! Wanara Kadang yang tak menduga akan
datangnya tabir berupa sinar biru itu, tak sempat
menghentikan luncuran tubuhnya lagi. Diiringi
suara berdentum cukup keras, tubuh Wanara
Kadang terpental balik lalu jatuh terbanting ke
tanah berbatu-batu!
"Jahanam!" geram lelaki bertampang amat
buruk itu. "Kalau hendak membuat perkara dengan Iblis Pemburu Dosa, bukan
sekarang waktunya. Biarkan aku mewujudkan keinginanku dulu, Bangsat!"
Wanara Kadang sudah tahu kalau ada
orang yang hendak menghalangi niatnya. Tapi,
hasratnya yang sudah bergolak naik membuatnya
lupa diri. Dia tak peduli pada kehadiran seseorang yang telah berdiri sekitar
sepuluh tombak dari hadapannya.
Dengan mengerahkan segenap tenaga dalamnya, Wanara Kadang berusaha menjebol
tabir biru yang melindungi tubuh Kusuma Suci. Sesaat
tampak Wanara Kadang menyorongkan kedua telapak tangannya ke depan. Tapi saat
menyentuh tabir biru yang berupa sinar itu, ia memekik parau. Telapak tangannya terasa
menyentuh bara api yang amat panas. Sehingga, terpaksa Wanara
Kadang meloncat mundur karena rasa panas itu
terus menjalar ke sekujur tubuhnya.
"Jahanam...!" geram Wanara Kadang, lebih
keras. Merasa dipermainkan orang, mendidih naik
darah lelaki berumur lima puluh tahun itu. Begitu cepatnya dia dikuasai hawa
amarah, hingga dia jadi lupa pada Kusuma Suci yang masih tergeletak pingsan tak jauh dari
hadapannya. Dengan
mengeluarkan suara menggereng laksana harimau hendak menerkam mangsa, dia
meloncat mendekati seorang lelaki yang berdiri terbungkuk
di atas bongkahan batu besar.
Lelaki itulah yang telah menyelamatkan
kehormatan Kusuma Suci. Saat tubuh Iblis Pemburu Dosa telah mendarat di tanah,
tabir biru yang melindungi tubuh Kusuma Suci langsung
lenyap. Orang yang membuat tabir sinar itu sengaja melenyapkannya karena Iblis
Pemburu Dosa tak lagi berbahaya bagi si gadis.
"Berani menginjakkan kaki di Gurun Selaksa Batu ini saja sudah merupakan
kesalahan besar. Apalagi, kau telah sengaja menggangguku!"
ujar Wanara Kadang. "Punya nyawa rangkap pun
jangan harap kau dapat meloloskan diri dari tangan mautku!"
Orang yang berdiri di atas bongkahan batu
cuma tersenyum tipis. Setelah menggaruk kepalanya yang tak gatal, terdengarlah
suara tawa terkekeh-kekeh dari mulutnya.
Tersiram cahaya rembulan, dapatlah dikenali bila dia seorang kakek tua-renta
bertubuh kurus-kering. Rambutnya putih panjang, digelung
ke atas dan dilingkari sebuah gelang perak. Raut
wajahnya mencerminkan sifat welas-asih. Tapi,
tatapan matanya tampak kosong seperti orang berotak bebal.
Anehnya, pakaian kakek yang tampak sudah amat uzur itu senantiasa menebarkan
aroma harum kayu cendana, walau telah kusut kumal
karena termakan umur. Menilik ciri-ciri itu, siapa
lagi dia kalau bukan Turangga Seta yang lebih dikenal dengan julukan Dewa Dungu!
"He he he...," tawa kekeh si kakek. "Aku tak
mengenalmu. Kau pun pasti belum mengenalku.
Jadi, kita sama-sama tak mengenal. He he he....
Malam-malam begini aku berada di tempat ini karena kebetulan saja. Jelasnya, aku
tersesat. Aku sedang mencari muridku. Apakah kau tahu" Eh!
Eh! Geblek benar aku ini! Kau belum mengenalku, kau pasti tak mengenal pula
muridku. Tapi...,
kulupakan dulu soal muridku itu. Aku ingin tahu,
kenapa kau bisa punya wajah dan bentuk tubuh
begitu buruk" Tapi, kenapa kelakuanmu lebih
buruk lagi?"
Kalimat Dewa Dungu nyerocos panjang seperti orang gila yang sedang ngomel.
Namun, ujung kalimat si kakek jelas bermakna sindiran.
Iblis Pemburu Dosa yang tak dapat menahan hawa amarah mengeluarkan suara
menggerendeng keras. Lalu....
Wuusss...! Ujung tanduk lelaki berbulu lebat itu menyemburkan gumpalan api merah menyalanyala. Namun, Dewa Dungu malah tertawa terkekehkekeh. Hebatnya, udara yang keluar dari
mulut si kakek mampu memadamkan gumpalan api yang
hendak membakar tubuhnya!
"Jahanam...!" umpat Wanara Kadang, seperti hendak menghalau rasa sesak di
dadanya akibat desakan hawa amarah. "Datang ke Gurun
Selaksa Batu ini agaknya kau berbekal kepandaian hebat. Namun, tak ada yang
perlu kau pamerkan lagi! Sekarang juga nyawamu akan kuantar ke neraka!"
Usai berkata, Iblis Pemburu Dosa memutar-mutar kedua tangannya di depan dada.
Jelas sekali bila dia hendak mengeluarkan ilmu 'Lima
Pukulan Pencair Tulang'.
Mengingat kehebatan ilmu pukulan itu,
dapatkah Dewa Dungu menghindari lubang
maut" Sementara, ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang' yang dimiliki Iblis Pemburu Dosa
selain hebat luar biasa, juga teramat kejam. Walau tenaga
dalam lawan lebih unggul sampai tiga tingkat,
jangan harap dapat bertahan dari gempuran ilmu
pukulan sesat itu!
8 DEWA Dungu tampak tersenyum-senyum,
lalu menyambung senyumnya itu dengan tawa
panjang terkekeh-kekeh. Si kakek belum dapat
mengukur seberapa tinggi ilmu kesaktian Iblis
Pemburu Dosa. Oleh karenanya, dia tidak berani
gegabah. Kalau dia selalu menampakkan senyum
dan tawa, itu karena sifatnya yang selalu riang
gembira. Semakin panas hati Wanara Kadang melihat Dewa Dungu bersikap tenang, padahal dia
bermaksud mengeluarkan salah satu ilmu kesaktiannya yang terhebat. Maka, semakin
kuat dorongan nafsu Wanara Kadang untuk segera menyudahi riwayat kakek bertubuh
kurus kering itu.
Tapi, alangkah kecewanya Iblis Pemburu
Dosa. Walau dia berkali-kali berusaha menyarangkan pukulan, tak satu pun
serangannya yang
mengenai sasaran. Kelebatan tubuh Dewa Dungu
terlalu cepat untuk dapat dikejar kepalan tangan
Iblis Pemburu Dosa. Ilmu peringan tubuh Dewa
Dungu yang bernama 'Lesatan Angin Meniup Dingin' memang unggul dua tingkat.
Sehingga, Iblis
Pemburu Dosa laksana mengejar-ngejar asap kelabu yang tak pernah bisa
disentuhnya. "Jahanam!" geram Wanara Kadang untuk
kesekian kalinya. "Menilik tingkah-lakumu, agaknya kau sengaja hendak
mempermainkan aku.
Hmm.... Boleh-boleh saja kau turuti kata hatimu
itu. Tapi..., bagaimana kalau aku menantangmu
mengadu tenaga?"
Dewa Dungu menyambut tantangan lelaki
berbulu lebat itu dengan suara tawa. "He he he....
Mengadu tenaga" Apa kau tak takut mati" He he
he.... Tapi..., kalau aku yang mati" Hiii...! Aku
memang sudah amat tua, tapi aku belum mau
mati...." "Jangan banyak cakap!" sergap Iblis Pemburu Dosa, keras membentak. "Kalau takut,
segera enyah dari hadapanku! Kalau berani, segera
kau kerahkan seluruh tenaga dalammu!"
Dewa Dungu yang pada dasarnya berjiwa
jantan, pantang menolak tantangan. Apalagi, tantangan itu berasal dari seseorang
yang nyatanyata punya perilaku jahat. Maka, walau si kakek
masih menyambuti ucapan Wanara Kadang dengan suara tawanya yang cempreng, segera
dia mengalirkan kekuatan tenaga dalam ke tangan
kanan. Wanara Kadang yang melihat pergelangan
tangan Dewa Dungu bergetar langsung bersorak
girang dalam hati. Tanpa pikir panjang lagi, cepat
dia keluarkan ilmu 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut'. Sesaat bola mata Wanara
Kadang tampak berbinar. Dia sudah yakin benar akan kedahsyatan ilmu kesaktiannya. Walau tenaga
dalam lawan unggul sampai tiga tingkat, sang lawan itu
tetap akan mati dengan perut jebol!
"Sudan siapkah kau, Orang Edan"!" ujar
Iblis Pemburu Dosa. Suaranya terdengar menggeram walau hatinya girang bukan
main. Kemenangan seakan telah berada di pelupuk matanya.
"He he he.... Mestinya yang menanyakan
itu aku. Aku sudah siap sedari tadi. He he he...,"
sahut Dewa Dungu diiringi suara tawanya yang
berderai panjang.
Mendengus gusar Wanara Kadang. Diambilnya ancang-ancang untuk segera meloncat ke
depan. Tapi sebelum adu tenaga itu benar-benar
terjadi, mendadak....
"Tunggu...!"
Terdengar sebuah teriakan keras menggelegar. Begitu kerasnya, sampai-sampai
suara teriakan itu membahana panjang di seantero Gurun
Selaksa Batu. Di lain kejap, berkelebat sesosok bayangan.
Saat berhenti, dapatlah dilihat bila dia seorang
pemuda remaja berpakaian biru-biru dengan ikat
pinggang kain merah. Parasnya tampan, namun
menyiratkan sinar keluguan dan kejujuran.
"Seno Prasetyo...!" seru girang Dewa Dungu
seraya melonjak-lonjak seperti anak kecil yang
baru mendapat mainan kesukaannya.
"Kakek Turangga Seta...!" balas si pemuda
yang memang Seno Prasetyo adanya.
Pemuda bertubuh tinggi tegap itulah yang
telah menggagalkan niat Dewa Dungu untuk
mengadu tenaga dengan Iblis Pemburu Dosa.
"Aku tak menyangka bila Kakek berada di
tempat ini...," lanjut Seno seraya berlutut di depan Dewa Dungu. "Kakek dapat
berdiri tegak, bahkan berniat pula mengadu tenaga, agaknya
kedua kaki Kakek sudah sembuh...."
"He he he...," tertawa Dewa Dungu dengan
bola mata terus berbinar-binar. "Bangunlah. Bangunlah.... Kau murid yang baik.
Kau punya peradatan bagus. Tapi, nanti saja kita lanjutkan bicara. Aku masih
punya sedikit urusan dengan orang
jahat itu...."
Bergegas Pendekar Bodoh bangkit. Setelah
membungkuk hormat kepada gurunya, dia tatap
lekat-lekat Sosok Iblis Pemburu Dosa. Walau belum pernah melihat langsung,
Pendekar Bodoh yakin bila orang yang ditatapnya itu memang Iblis
Pemburu Dosa. Kembang Andini pernah menceritakan bagaimana ciri-ciri keturunan
Saka Wanengpati itu.
Sementara, Iblis Pemburu Dosa yang melihat kehadiran Seno jadi terkejut bukan
main. Tempo hari, bukankah pemuda itu telah terjeblos
ke lubang jebakan yang amat dalam" Bagaimana
dia bisa selamat"
Wanara Kadang tak mampu menjawab pertanyaan yang berkecamuk di benaknya, Namun,
dia tak mau peduli. Wanara Kadang yakin, saat
ini dengan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang'
dan 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut' tak akan
ada orang yang sanggup mengalahkannya. Termasuk Pendekar Bodoh dan kakek berbaju
kumal yang disebut si pemuda sebagai Turangga Seta
itu! "Hmmm.... Tampaknya, kalian guru dan
murid. Kebetulan sekali kalau begitu. Ku tantang
kalian untuk mengadu tenaga bersama-sama...,"
ujar Iblis Pemburu Dosa, jumawa.
"Boleh! Boleh!" sambut Pendekar Bodoh
tanpa pikir panjang, ucapannya terdengar amat
lugu. "Eh! Eh!" ucap Dewa Dungu sambil menepuk bahu muridnya itu. "Aku sudah
menyanggupi tantangannya. Tak perlu kau turut campur. Urus
saja gadis itu!"
Terperanjat kaget Seno saat mengarahkan
pandangan ke tempat yang ditunjukkan Dewa
Dungu. Tersipu malu si pemuda melihat sosok
tubuh nyaris telanjang milik Kusuma Suci yang
tergeletak sekitar dua puluh tombak dari tempatnya berdiri. Jantung Seno
langsung berdegup
kencang. Berbagai dugaan buruk segera membayang di benaknya.
Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukankah itu putri Bidadari Satu Hati
yang baru kujumpai sore tadi?" desis Seno. "Kenapa dia berada di tempat ini?"
"Orang buruk rupa itu hampir menodainya...," beri tahu Dewa Dungu. "Kita berbagi
tugas saja. Aku mengurus penjahat jelek ini. Kau
mengurus gadis itu. Ambil sesuatu untuk menutupi tubuhnya. Jangan sampai dia
masuk angin. He he he...."
"Ah! Tidak! Tidak!" tolak Pendekar Bodoh,
tegas. "Kakek saja yang mengurus gadis itu. Selain malu, sebenarnya yang punya
urusan dengan Iblis Pemburu Dosa adalah aku. Lagi pula, Kakek
belum tahu kalau orang jahat itu punya ilmu sesat yang amat menggiriskan. Kalau
sampai bersentuhan kulit, setiap lawannya akan mati dengan perut jebol atau
tulang-belulangnya mencair.
Harap Kakek mau mengerti...."
"Ya! Ya! Aku bisa mengerti. Kau cegah aku
mengadu tenaga, mungkin karena kekhawatiranmu itu. Tapi,.., kau sendiri apa
punya ilmu untuk
menundukkan orang jahat itu?"
"Jangan khawatir...," sahut Seno, yakin sekali. "Kakek urus saja gadis itu. Aku
akan...." "Jahanam...!" bentak Iblis Pemburu Dosa
tiba-tiba. "Ku tantang kalian berdua, kenapa malah berunding yang tak ada ujungpangkalnya"
Mati saja kalian berdua!"
Di ujung kalimatnya, Wanara Kadang menerjang ganas. Tangan dan kakinya bergerak
bersamaan untuk menghajar tubuh Pendekar Bodoh
dan Dewa Dungu!
"Aku yang akan melayaninya! Kakek harus
mau mengurus gadis itu!" seru Pendekar Bodoh.
Cepat pemuda lugu itu mengambil tindakan. Dewa Dungu yang sedang
terlongongbengong didorongnya ke arah Kusuma Suci. Sementara, dia sendiri
langsung berkelit untuk
menghindari tendangan Wanara Kadang.
Pendekar Bodoh segera terlibat pertempuran seru melawan Iblis Pemburu Dosa. Dewa
Dungu tampak menggerutu panjang-pendek. Dorongan Pendekar Bodoh tadi hampir
membuatnya jatuh telungkup. Untung dia langsung meloncat
jauh sambil mencari keseimbangan tubuhnya. Selain pukulan Wanara Kadang dapat
dihindari, dia pun dapat mendarat sigap di tanah.
Namun ketika melihat sosok tubuh Kusuma Suci, si kakek malah berdiri termangu
sampai beberapa lama. Berulang kali dia menggarukgaruk kepalanya yang tak gatal.
"Uh! Uh!" keluh kakek tua renta itu, entah
apa yang dikeluhkannya.
Plok! Plok! Dua kali kakek berbaju kumal itu menggaplok kepalanya sendiri. "Aku sudah
terlalu tua untuk melihat pemandangan seperti itu! Uh! Uh!
Andai kesempatan ini kudapatkan lima puluh tahun yang lalu, tentu aku akan
senang sekali. Tapi.... Uh! Uh...!"
Sambil terus menggerutu, Dewa Dungu
melangkah. Gerutuan si kakek semakin keras
terdengar ketika langkah kakinya semakin dekat
dengan tubuh Kusuma Suci yang masih tergolek
pingsan. Walau melihat dengan mata disipitkan,
dia tahu kalau keadaan Kusuma Suci tidaklah
mengkhawatirkan. Si gadis cuma pingsan tanpa
menderita luka apa pun.
Sesaat kemudian, Dewa Dungu tampak sibuk merogoh-rogoh saku bajunya. Sibuk
sekali dia, sampai-sampai wajahnya terlihat amat tegang. Padahal....
"Uh! Mana kain kumalku"! Mana"! Mana"!"
ucap si kakek, ganti merogoh-rogoh saku celananya.
Kakek itu semakin tampak sibuk. Celananya yang gedombrongan ternyata banyak
terdapat saku maupun lipatan-lipatan tersembunyi.
Namun setelah apa yang dicarinya dapat ditemukan, tersenyum senanglah dia.
Ditimangnya sebentar lipatan kain merah
jambu yang tampak sudah amat kusut. Lebarnya
cuma seperempat telapak tangan. Namun ketika
lipatannya dibuka, ternyata kain itu cukup lebar
untuk dapat menyelimuti tubuh Kusuma Suci
yang nyaris telanjang.
Di lain kejap, terlihatlah Dewa Dungu duduk mendeprok di dekat bongkahan batu
besar, sekitar sepuluh tombak jaraknya dari tempat Kusuma Suci terbaring pingsan. Si
kakek tengah asyik menyaksikan pertempuran antara Pendekar
Bodoh melawan Iblis Pemburu Dosa. Sesekali dia
tertawa bergelak-gelak melihat Iblis Pemburu Dosa yang harus berloncatan ke
sana-sini karena
mengejar bayangan Pendekar Bodoh, yang sedari
tadi belum memberikan serangan balasan. Si pemuda terus berkelebatan dengan ilmu 'Lesatan
Angin Meniup Dingin'-nya, menunggu kesempatan untuk menerapkan ilmu ataupun
jurus yang didapatkannya dari kitab peninggalan Salya Tirta
Raharja. Belum begitu lama Dewa Dungu menyaksikan pertempuran yang menyenangkan hatinya
itu, mendadak indera pendengarannya yang tajam
mendengar suara kelebatan orang berlari cepat.
Ketika menoleh ke belakang, samar-samar Dewa
Dungu melihat tiga sosok bayangan yang berkelebat ke arahnya, atau tepatnya
menuju ke tempat
Iblis Pemburu Dosa yang sedang mencecar Pendekar Bodoh dengan serangan
mematikan. "Hei! Hei!" teriak Dewa Dungu ketika tiga
sosok bayangan yang dilihatnya telah mendekat.
Tiga sosok bayangan semuanya wanita.
Mereka tak lain Kembang Andini, Puspa Kencana,
dan Sekar Telasih. Sementara, begitu melihat sosok Dewa Dungu, Kembang Andini
langsung mendekati kakek tua renta itu.
"Aku tahu yang tengah bertempur itu Iblis
Pemburu Dosa dan Pendekar Bodoh. Apakah kau
datang bersama muridmu itu?" ujar si nenek.
"Ah! Tidak! Semua terjadi hanya kebetulan.
Tapi, kedatanganmu ini tentu tidak kebetulan karena ada orang yang benar-benar
membutuhkan pertolonganmu," sahut Dewa Dungu.
"Pertolongan" Siapa yang membutuhkan
pertolonganku?"
"Lihat itu!"
Kembang Andini, Puspa Kencana, dan Sekar Telasih menoleh bersamaan, mengarahkan
pandangan ke tempat yang ditunjukkan Dewa
Dungu. Walau samar-samar, mereka bertiga masih dapat mengenali sosok Kusuma Suci
yang tengah tergolek pingsan.
"Gadis itu tak apa-apa! Dia hanya butuh
pakaian!" seru Dewa Dungu. "Setelah kau tolong
dia, bergegaslah kemari. Kita saksikan pertempuran yang begitu mengasyikkan itu!
Lekaslah, Andini! Aku ingin kau menjadi saksi kehebatan muridku!"
9 LIMA belas jurus berlalu cepat. Belum juga
Seno melihat kesempatan untuk menerapkan ilmu ataupun jurus yang pernah
dipelajarinya dari
kitab peninggalan Salya Tirta Raharja. Karena desakan rasa jengkel, tanpa pikir
panjang Seno mengeluarkan salah satu ilmu pukulan 'Dewa
Badai Rontokkan Langit', yakni 'Pukulan Inti Dingin'. Begitu dialiri tenaga
dalam, pergelangan tangan kanan si pemuda langsung berubah warna
menjadi kuning keemasan.
Terperanjat Iblis Pemburu Dosa. Mendadak, hawa dingin malam dirasakannya semakin
dingin dan membekukan tulang. Terhantam keterkejutan yang menyesakkan dada,
tanpa sadar Iblis Pemburu Dosa meloncat jauh ke belakang.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Pendekar Bodoh. Saat tubuh Iblis Pemburu
Dosa masih melayang di udara, cepat si pemuda menyorongkan telapak tangan
kanannya ke depan!
"Hiaahh...!"
Wuussh...! Tanpa dapat dibendung lagi, lapisan salju
kuning keemasan keluar bergumpal-gumpal dari
telapak tangan Pendekar Bodoh. Dan..., tepat
menerpa tubuh Iblis Pemburu Dosa!
Diiringi jerit melengking panjang, tubuh
Wanara Kadang terlontar jauh, lalu jatuh terbanting di atas tanah berbatu-batu.
Sesaat kemudian,
dapatlah dilihat bila tubuh lelaki berbulu lebat itu
telah terbungkus lapisan salju kuning keemasan
wujud dari 'Pukulan Inti Dingin' Pendekar Bodoh
Hingga lima tarikan napas, tak ada lagi
tanda-tanda kehidupan pada diri Wanara Kadang.
Seno sempat menatap heran. Kenapa begitu mudah membunuh keturunan Saka
Wanengpati itu"
Mengingat riwayat Salya Tirta Raharja yang
mengasingkan diri di gua bawah tanah untuk
memperdalam ilmu kesaktian, Seno tak yakin bila
Iblis Pemburu Dosa telah mati. Segala jerih-payah
Salya Tirta Raharja bukankah untuk menumpas
keturunan Saka Wanengpati yang nyata-nyata jahat" Kalau Iblis Pemburu Dosa
begitu mudah dibunuh, sungguh tak sebanding dengan jerih
payah Salya Tirta Raharja yang sampai harus
mengorbankan nyawanya.
Terdorong rasa tidak percayanya, Seno melangkah mendekati tubuh Wanara Kadang yang
masih terbungkus lapisan salju. Namun belum
genap sepuluh tindak, dia terhenyak. Lapisan salju yang membungkus tubuh Wanara
Kadang tibatiba ambyar dan berpentalan ke udara. Lalu....
Terdengar suara tawa bergelak-gelak seiring melentingnya tubuh Wanara Kadang.
Ternyata, lelaki bertampang amat buruk itu memang belum mati. Ketika mendarat di
tanah, dapatlah dilihat bila dia dalam keadaan segar-bugar tanpa
kurang suatu apa. 'Pukulan Inti Dingin' Pendekar
Bodoh benar-benar tak membuatnya cedera sedikit pun!
"Ha ha ha...!" tawa gelak Wanara Kadang.
"Bocah gemblung! Ilmu pukulanmu tidaklah sehebat keberanianmu. Mana dapat kau
membunuhku" Andai kau dapat menghitung bulu-bulu
tubuhku, kau pasti akan tahu bila tak ada sehelai
pun yang rontok. Ilmu pukulanmu benar-benar
payah! Ha ha ha...!"
Nyengir kuda Seno.
Tak dapat dia menutupi kekagumannya.
Selama ini, belum ada orang yang mampu menahan "Pukulan Inti Dingin'-nya apalagi
jika orang itu sampai terkena dengan telak. Namun, karena
Seno sudah tahu cerita kejahatan Iblis Pemburu
Dosa, rasa kagumnya segera lenyap tanpa tersisa.
Maka sebelum iblis Pemburu Dosa mengawali serangan lagi, bergegas dia persiapkan
bagian ilmu pukulan 'Dewa Badai Rontokkan Langit' lainnya,
yaitu "Pukulan inti Panas".
Wanara Kadang boleh tak mempan
'Pukulan Inti Dingin'. Tapi kalau tubuhnya diterpa hawa panas yang mempunyai
daya penghancur dahsyat, masih mampukah dia bertahan" Seno tidak begitu yakin.
Namun, apa salahnya kalau dicoba"
"Apa katamu tadi" Bulu-bulu tubuhmu tak
ada yang rontok?" ujar Pendekar Bodoh, seperti
mengajak bercanda. "Ah! Mana aku percaya"
Mendekatlah kemari. Akan kucoba untuk menghitung...."
Mendengus gusar Wanara Kadang.
Dia bukanlah anak kecil yang mudah dibodohi. Pergelangan tangan kiri Seno telah
berubah warna menjadi putih berkilat. Dia tahu bila si
pemuda telah mempersiapkan ilmu pukulan lainnya. Mana mau dia mendekatinya
begitu saja"
Apalagi, udara malam yang dingin mendadak berubah panas menyengat. Udara panas
itu menebar dari pergelangan tangan Seno.
"Hmmm.... Kalau begitu maumu, baiklah...," sambut Iblis Pemburu Dosa seraya
melangkah mendekati Seno. Namun, baru mendapat
tiga tindak, tiba-tiba dia memekik parau. Sepuluh
jari tangannya yang terkepal siap menjatuhkan
'Lima Pukulan Pencair Tulang'.
Melihat tubuh Wanara Kadang yang melesat cepat ke arahnya, ringan saja Seno
menjejak tanah. Dengan berjumpalitan tiga kali di udara,
tahu-tahu tubuh si pemuda telah berada di belakang Wanara Kadang.
"Aku di sini, Tampang Jelek!" seru Seno.
Kecewa bukan main Iblis Pemburu Dosa
ketika sosok Pendekar Bodoh lenyap dari pandangannya. Dan saat mendengar ejekan
si pemuda, bergegas dia membalikkan badan. Namun....
"Terimalah ini...!"
Wuusss...! Hentakan telapak tangan kiri Seno menimbulkan lidah-lidah api putih yang
menyebar ganas. Seluruh tempat di Gurun Selaksa Batu nyaris berubah terangbenderang. Begitu terangnya lidah-lidah api putih yang
keluar dari telapak tangan Seno, pandangan Iblis
Pemburu Dosa terasa telah menjadi buta. Belum
sempat ia menyadari keadaan, mendadak tubuhnya terlontar! Jerit panjang keluar
dari mulut lelaki bertampang buruk itu karena terejam hawa
panas luar biasa!
Tubuh Wanara Kadang tak sampai terlontar jauh. Bongkahan batu besar telah
menahan. Hebatnya, batu sebesar kerbau itu retak, lalu pecah menjadi beberapa bagian.
Sementara, Wanara
Kadang terus menjerit-jerit dan berkelojotan di
tanah. Namun, peristiwa yang cukup menggidikkan itu tak berlangsung lama. Mendadak,
lidahlidah api yang menyelubungi tubuh Wanara Kadang padam. Dan..., lelaki itu
bangkit tanpa menderita luka apa-apa. Bahkan, bulu-bulu tubuhnya
pun tetap seperti semula, tak terbakar ataupun
rontok! "Astaga...!" kesiap Seno.
Terbelalak lebar mata pemuda remaja itu.
Mulutnya pun sampai terbuka beberapa lama.
"Manusia atau silumankah dia?" katanya dalam
hati. "Hmmm.... Dua kali kau menyarangkan
Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukulan jarak jauh. Kini akulah yang akan memukulmu!" seru Iblis Pemburu Dosa.
Usai berkata, Wanara Kadang cepat menerjang Pendekar Bodoh yang masih berdiri
terpukau. Namun ketika mendengar suara angin berkesiur, Pendekar Bodoh menyadari
keadaan. Bergegas dibuangnya tubuh ke kanan untuk menghindari pukulan beruntun
Wanara Kadang. Didahului suara menggerendeng, mendadak ujung tanduk Wanara Kadang menyemburkan
gumpalan api merah menyala-nyala. Pendekar Bodoh yang sudah berada dalam
kewaspadaan penuh, bergegas mengibaskan telapak tangannya untuk menciptakan
tiupan angin kencang. Sengaja dia tidak menggunakan Tongkat
Dewa Badai-nya. Ilmu ataupun jurus yang terdapat dalam kitab peninggalan Salya
Tirta Raharja tak terdapat gerakan yang memakai senjata, semuanya berdasarkan gerakan tangan
kosong. Kibasan telapak tangan Pendekar Bodoh
yang disertai sebagian besar tenaga dalamnya
terbukti dapat menimbulkan tiupan angin kencang bergemuruh, tak kalah hebat
dibanding dengan kibasan Tongkat Dewa Badai. Hebatnya,
tiupan angin kencang itu bukan saja mampu menahan semburan api yang berasal dari ujung tanduk Wanara Kadang, tetapi juga
mampu membalikkan arah semburannya!
Namun..., Iblis Pemburu Dosa malah tersenyum senang melihat gumpalan api yang
menyerbu balik ke arahnya sendiri. Gumpalan api
merah menyala-nyala yang menyembur ganas itu
menutupi pandangan Iblis Pemburu Dosa maupun Pendekar Bodoh. Akan tetapi, Iblis
Pemburu Dosa yang mempunyai ilmu kebal hebat tampak
meloncat sebat, menembus gumpalan api yang
masih melayang di udara!
Wesss...! "Saat kematianmu telah tiba!" seru Wanara
Kadang, yakin sekali.
Terkejut bukan main Seno.
Mata murid Dewa Dungu itu terbelalak melihat sosok tubuh Iblis Pemburu Dosa yang
berkelebat cepat. Namun, dalam keterkejutan itu Seno
malah melihat gerakan atau jurus puncak dari
ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang' yang tengah
diterapkan Iblis Pemburu Dosa.
Cepat pikiran Pendekar Bodoh bekerja.
Daya ingatnya melayang ke pelajaran yang terdapat dalam kitab peninggalan Salya
Tirta Raharja. Dan ketika kelebatan tubuh Iblis Pemburu Dosa
sudah begitu dekat untuk menyarangkan 'Lima
Pukulan Pencair Tulang', Pendekar Bodoh mengalirkan 'Tenaga Beruang Merah' ke
kedua tangannya.
"Hiaaahh...!"
Wut! Wut! Wuutt...!
Tiga pukulan Wanara Kadang berhasil dikelitkan dengan baik. Namun... pada
pukulan ketiga dan keempat, tiba-tiba kedua tangan Seno
bergerak cepat sekali. Menangkap pergelangan
tangan Wanara Kadang seraya menelikung sekuat
tenaga! Krak! Krakk! "Wuaahh...!"
Terdengar suara keretak tulang patah. Tubuh Wanara Kadang jatuh terbanting di
tanah diiringi jerit kesakitan yang menyayat hati. Kedua
pergelangan tangannya tampak bengkok tidak
pada tempatnya. Karena, tulang kedua lengan itu
memang telah patah!
"Luar biasa! Luar biasa!" desis Seno, berdiri
terpukau menatap Wanara Kadang yang terus
mengeluh kesakitan. "Sepertinya, aku tak menyadari apa yang telah kulakukan.
'Tenaga Beruang
Merah' luar biasa. Aku tak merasakan apa-apa
ketika bersentuhan kulit dengan Iblis Pemburu
Dosa...." Senang rasa hati Seno melihat kedua lengan Wanara Kadang yang telah patah. Dalam
keadaan seperti itu, mudah bagi Seno untuk menamatkan riwayatnya. Namun...,
benarkah begitu"
Ternyata tidak! Mendadak, Wanara Kadang
bangkit lagi. Kedua lengannya yang patah diludahinya bergantian. Di lain kejap,
kedua lengan keturunan Saka Wanengpati itu dapat bekerja normal kembali seperti sediakala!
"Ya, Tuhan...," sebut Pendekar Bodoh yang
melihat Iblis Pemburu Dosa menggerak-gerakkan
ke dua tangannya dengan bebas.
10 KALI ini akal pikiran Iblis Pemburu Dosa
benar-benar dikuasai amarah dan segudang nafsu membunuh. Cairan darahnya yang
menggelegak naik membuat bola matanya berubah merah
berkilat. Tajam sekali menatap sosok Pendekar
Bodoh yang tengah berdiri terlongong-bengong.
Pijakan kaki lelaki bongkok itu berdebam
keras ketika melangkah mendekati Pendekar Bodoh. Permukaan tanah bergetar.
Bersama debu yang mengepul tebal, bongkah-bongkah batu bergeser tempat.
"Jika aku tak dapat membunuhmu, terkutuklah aku sebagai keturunan Saka
Wanengpati. Jahanam kau, Bocah Edan!" geram Wanara Kadang.
"Kalau aku tak dapat membunuhmu, di
alam baka sana pastilah Kakek Salya Tirta Raharja mengutukku...," sahut Pendekar
Bodoh menirukan nada ucapan Wanara Kadang, namun terdengar amat lugu.
"Heh"! Ada hubungan apa kau dengan keparat itu?"
"Tak seberapa jauh dari tempatku berdiri
ini, bukankah aku pernah terjeblos ke lubang jebakan" Aku yakin kaulah yang
menjebakku. Namun..., tahukah kau bila di dalam lubang itu aku
justru mendapat keberuntungan?"
"Keberuntungan apa, heh"!"
"Aku menemukan tempat Kakek Salya Tirta
Raharja memperdalam ilmu kesaktian. Kau pasti
tahu benar riwayat keturunan Buana Seta itu.
Sayang, dia kutemui sudah dalam keadaan meninggal dunia. Tapi, dia meninggalkan
sebuah kitab yang amat berharga. Kitab itu membeberkan
kelemahan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang'
dan 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut', juga berisi
tentang cara-cara meredam kedahsyatan dua ilmu kebanggaanmu itu...."
"Omong kosong!" sergap Iblis Pemburu Dosa, "Kalau kau memang sudah tahu
kelemahan dua ilmu kebanggaanku, kenapa kau tak juga dapat membunuhku?"
Nyengir kuda Seno.
Sampai beberapa lama, pemuda lugu itu
tak tahu apa yang harus dikatakannya untuk
menyahuti ucapan Iblis Pemburu Dosa. Kenapa
dia belum juga bisa membunuh lelaki berbulu
itu" Apakah petunjuk dalam kitab peninggalan
Salya Tirta Raharja keliru" Atau, dia sendiri yang
kurang sempurna dalam menguasainya"
"Uh! Bukankah aku belum mencoba
'Tenaga Pembetot Jiwa' yang menjadi puncak kehebatan 'Tenaga Beruang Merah'...?"
pikir Seno. "Kenapa kau diam saja"!" sentak Wanara
Kadang. "Apa kau telah menjadi gentar, heh"! Apa
kau hendak berubah niat untuk pergi dari tempat
ini" Hmmm.... Kalau tadi-tadi, bolehlah kau kubiarkan lolos, tapi sekarang"
Jangan harap kau
dapat pergi dari Gurun Selaksa Batu dalam keadaan bernyawa!"
Akan tetapi... sebelum keturunan Saka
Wanengpati itu memulai serangannya, mendadak
Seno menghadapkan telapak tangannya ke depan.
Lalu..., dari sepuluh jari tangan si pemuda melesat garis-garis sinar merah!
Srratt...! Weerrr...!
"Hek...!"
Sepuluh larik sinar itu langsung membelit
tubuh Iblis Pemburu Dosa yang terlambat menghindar. Akibatnya, Iblis Pemburu
Dosa tak dapat lagi menggerakkan tubuhnya. Telapak kakinya
melekat erat di permukaan tanah. Sementara, kedua tangan dan kakinya yang
terbelit juga tak
dapat digerakkan, walau dia telah mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya untuk memutuskan garis-garis sinar yang melesat dari
jemari tangan Seno. "Jahanam!" geram Wanara Kadang, keras
menggelegar. "Jangan main-main seperti ini! Ku
tantang kau bertempur secara jantan!"
"Lho! Bukankah kita telah bertempur secara jantan" Apa kau tak merasa?" sahut
Pendekar Bodoh. Mendadak, murid Dewa Dungu itu menggerakkan kedua tangannya. Gerakan si pemuda
se- perti tak mengandung tenaga, tapi akibatnya
sungguh di luar dugaan. Tubuh Wanara Kadang
langsung terpental jauh!
Dan sebelum tubuh lelaki berbulu lebat itu
jatuh ke tanah, garis-garis sinar merah yang semula lenyap, tiba-tiba melesat
lagi dari jemari
tangan Pendekar Bodoh.
"Hih...!"
Srattt...! Weerrr...!
Memekik parau Wanara Kadang. Kali ini
garis-garis sinar wujud dari 'Tenaga Beruang Merah' itu membelit tubuhnya lebih
erat. Dalam keadaan melayang di udara, tubuh Wanara kadang terseret, lalu jatuh berdebam
tiga tombak dari hadapan Pendekar Bodoh!
Namun... mendelik mata Pendekar Bodoh.
Si pemuda terhantam keterkejutan yang menyesakkan dada. Ketika jatuh ke tanah,
seharusnya tubuh Wanara Kadang hancur-lebur menjadi debu. Tapi, kenapa tubuh lelaki berbulu
lebat itu tak mengalami luka apa-apa"
"Tenaga Beruang Merah'-nya belum sempurna...," desis Kembang Andini yang
menyaksikan pertempuran dari jarak cukup jauh.
"O, begitu?" sahut Dewa Dungu yang berada di dekat si nenek.
Tanpa pikir panjang, bergegas kakek berbaju kumal itu bangkit seraya berkelebat
cepat. Si kakek mendarat tepat di belakang Pendekar Bodoh.
"Atur hawa murnimu, kubantu kau melenyapkan binatang menjijikkan itu!" seru Dewa
Dungu seraya menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung Seno.
Sejenak si pemuda nyengir kuda.
Namun mengingat tugas dari mendiang
Salya Tirta Raharja yang tengah diembannya, cepat pemuda itu mengatur hawa murni
untuk menerima saluran tenaga dalam dari Dewa Dungu.
Saat merasakan hawa hangat mengalir dari punggungnya yang ditempeli telapak
tangan Dewa Dungu, dia keluarkan lagi 'Tenaga Beruang Merah'. Tampak kemudian....
Iblis Pemburu Dosa masih merangkak
bangkit ketika sepuluh jari tangan Pendekar Bodoh mengeluarkan garis-garis
merah. Tentu saja
lelaki berperangai jahat itu tak dapat menghindar
ketika tubuhnya menjadi sasaran. Karena, setengah bagian tenaganya telah musnah,
membuat dia tak bisa bergerak gesit lagi.
Sesaat kemudian, tubuh Wanara Kadang
tampak terpental jauh. Ketika 'Tenaga Beruang
Merah' kembali menyeretnya, dia pun cuma dapat
memekik panjang merasakan ajal yang telah dekat. Lalu....
Wesss...! Bummm...! Keras sekali tubuh Iblis Pemburu Dosa terbanting ke tanah. Permukaan tanah
sempat terguncang,
Dan..., tubuh keturunan Saka Wanengpati
itu tak tampak lagi karena telah hancur-lebur
menjadi debu yang mengepul di angkasa!
*** Malu-malu matahari menampakkan diri.
Perlahan namun pasti, semburat sinarnya mulai
menerangi bumi. Hari yang baru berganti, disambut lesatan aneka burung yang
terbang riang di
angkasa luas. Dipimpin Kembang Andini, Puspa Kencana,
beserta Sekar Telasih, dan Kusuma Suci menjatuhkan diri di hadapan Pendekar
Bodoh. Hikmat sekali mereka bersujud dan menghaturkan sembah.
"Hei! Hei! Apa-apaan ini"!" tegur Seno sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"He he he...," tertawa terkekeh Dewa Dungu. "Aku sudah mendengar cerita tentang
dirimu dari Kembang Andini. Kau berjodoh untuk menjadi Ketua Perkumpulan Beruang Merah.
Hal itu merupakan anugerah Tuhan yang tiada taranya.
Jangan bersikap tolol seperti itu, ah!"
"Uh! Uh!" keluh Seno. "Aku tak mau disembah-sembah orang. Kalaupun aku memang
punya jodoh untuk menjadi Ketua Perkumpulan
Beruang Merah, bersikaplah biasa saja. Lagi pula,
aku belum benar-benar menjadi ketua. Bukankah
saat ini Perkumpulan Beruang Merah masih berupa nama saja?"
Di ujung kalimat itu, Seno menekuk tubuh
seraya menepuk bahu Kembang Andini.
Nenek berkulit putih itu bangkit perlahan.
Puspa Kencana dan Sekar Telasih mengikuti.
Demikian juga dengan Kusuma Suci yang telah
memakai baju luar kakaknya.
"Anggota Perkumpulan Beruang Merah
yang tampak memang baru kami berempat...,"
ujar Kembang Andini kemudian. "Tapi, Tuan jangan khawatir...."
"Sudah berkali-kali kubilang, jangan panggil aku 'tuan'. Risih hatiku mendengar
sebutan itu," sela Pendekar Bodoh.
"Ya. Ya, Seno...," sambut Kembang Andini,
tampak sungkan sekali. Nenek ini memang sangat
setia kepada Perkumpulan Beruang Merah. Sehingga, tak enak rasa hatinya jika
harus memanggil pemimpinnya dengan sebutan sembarangan. Si nenek pun selalu
menanamkan pengertian
kepada Puspa Kencana, Sekar Telasih, dan Kusuma Suci, bahwa mereka semua harus
setia dan rela mati demi kebesaran panji-panji perkumpulan.
"Kau jangan khawatir, Seno...," lanjut
Kembang Andini. "Anggota Perkumpulan Beruang
Merah yang tampak memang baru kami berempat. Namun, seperti yang kukatakan tempo
Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hari, satu candra lagi aku pasti akan dapat mengumpulkan anggota lainnya. Mereka semua
akan setia kepadamu, Seno...."
Lain benar dengan nenek berpakaian putih
penuh tambalan itu yang terus berkata-kata,
Puspa Kencana dan kedua putrinya cuma diam
membisu. Mereka bertiga telah menyadari kesalahan yang mereka perbuat beberapa
waktu lalu. Bahkan, Puspa Kencana yang pernah punya niat
membunuh Pendekar Bodoh malah berdiri terbungkuk dengan kepala menunduk dalam.
"Aku bangga sekali! Aku senang sekali!" seru Dewa Dungu tiba-tiba.
Seperti orang gila, mendadak kakek berpakaian kumal itu melonjak-lonjak dengan
bola mata berbinar. Mulutnya pun tak henti berseru.
"Aku bangga sekali! Aku senang sekali! Muridku telah jadi orang besar! Gembira
sekali rasa hatiku! Selain berjiwa ksatria, muridku juga berjiwa besar. Dia tak sombong! Dia
tetap seperti dulu...!"
Entah apa lagi yang akan diucapkan kakek
tua renta itu. Yang jelas, Pendekar Bodoh jadi
amat canggung dan malu dibuatnya. Si pemuda
cuma nyengir kuda beberapa lama.
Selagi Dewa Dungu masih melonjak kegirangan, Kembang Andini mengeluarkan kalung
'Permata Dewa Matahari' dari balik lipatan bajunya. Bergetar tangannya ketika
menyerahkan kepada Pendekar Bodoh.
"Kalung mustika ini adalah lambang kekuasaan di Perkumpulan Beruang Merah. Kau
harus membawanya, Seno...," ujar Kembang Andini.
"Ah! Kau bawa dulu saja, Nek...," tolak Seno. "Kau pasti memerlukan kalung itu.
Bukankah kau hendak mengumpulkan anggota lainnya?"
Kedua tangan Kembang Andini yang memegang kalung 'Permata Dewa Matahari' bergerak
turun kembali. Si nenek merasakan kebenaran
ucapan Seno. Jika kalung 'Permata Dewa Matahari' berada di tangannya, akan
semakin mudah untuk meyakinkan anggota Perkumpulan Beruang
Merah lainnya bahwa sang ketua baru pengganti
Salya Tirta Raharja telah muncul, dan mereka wajib bersatu lagi untuk kembali
mengharumkan nama perkumpulan.
"Urusan perkumpulan sebaiknya kau tangani dulu, Nek," ujar Seno kemudian. "Bukan
aku hendak melempar tanggung jawab. Aku masih
punya urusan lain..."
"Baiklah," sambut Kembang Andini. "Kuterima tugas ini dengan senang hati."
Seno mengangguk-angguk.
Lalu, pemuda remaja itu menatap lekat wajah Dewa Dungu yang telah berdiri diam
di dekatnya. "Kita pergi, Kek...," ajaknya.
"Ke mana?" tanya Dewa Dungu.
"Aku juga belum tahu. Kita ikuti saja langkah kaki kita," Pendekar Bodoh
menjawab asal saja. "O, begitu.... Baiklah. Ayo!" Dewa Dungu
segera meraih pundak muridnya. Seperti dua sahabat yang akan pergi bertualang.
Dan..., melangkahlah Seno bersama gurunya. Kembang Andini beserta Puspa Kencana
dan kedua putrinya segera pula meninggalkan
Gurun Selaksa Batu....
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Si Racun Dari Barat 2 Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Bangau Sakti 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama