Ceritasilat Novel Online

Sepasang Alap Alap Bukit 1

Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar Bagian 1


http://cerita-silat.mywapblog.com
daftar judul cersil bag 6 :301 Lauw Pang vs Hang Ie302 Serigala dari Kunlun303
Walet Besi304 Putri Ular Putih305 Pendekar cinta - Dendam kesumat306 Pendekar
cinta - Rahasia lukisan kuno307 Pendekar cinta - Bidadari thiansan308 Pendekar
Asmara Tangan Iblis309 Pusaka Para Dewa310 Pengelana Tangan Sakti311 Walet Emas
Perak312 Misteri Pulau Neraka313 Dendam Sejagad314 Jago Kelana315 Sabuk
Kencana316 Pendekar Pemanah Rajawali317 Rajawali sakti dari langit selatan318
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan319 Drama Permusuhan Luar Biasa320 Meteor
Kupu kupu dan Pedang321 Pedang Langit & Golok Naga322 Pendekar Mata Keranjang323
Pendekar Lembah Naga324 Pendekar Penyebar Maut325 Pedang 3 Dimensi326 Playboy
Dari Nanking327 Pedang Sinar Emas328 Raja Silat329 Kisah Pengelana di Kota
Perbatasan330 Si Penakluk Dewa Iblis331 8 jurus Lingkaran Dewa 1332 8 Jurus
Lingkaran dewa 2333 Ilmu Sakti Bu Kek Kang Sinkang334 Kisah Asmara ching
ching335 Ilmu Sakti Ulat Sutera336 Pahlawan Harapan337 Pedang Tanduk Naga338
Pendekar Muka Buruk339 Lentera Maut340 Pendekar Guntur341 Pendekar Bego342
Rahasia Kampung Setan343 Anak Pendekar344 Makam Bunga Mawar345 Dewi Sungai
Kuning346 Suling Pusaka Kumala347 Si Rajawali Sakti348 Si Naga Merah Bangau
Putih349 Pengemis Tua Aneh350 Nona Berbunga Hijau351 Kisah Dewi Kwan Im352
Pahlawan Dan Kaisar353 Sam Po Kong Tokoh Ceng Ho bahariwan Muslim354 Sam Pek Eng
Tay355 Maling Budiman Berpedang Perak356 Pedang Naga Hitam357 Dua Singa
Betina358 Mestika Golok Naga359 Pendekar Cengeng360 Kemelut Kerajaan Mancu
Oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Widarto
Gambar sampul oleh Soeryadi
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak
dalam episode: Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar
128 hal ; 12 x 18 cm
1 Kicau riang burung hutan menyambut gemblra datangnya sang pagi. Matahari
bersinar lembut menyinari bumi. Angin bertiup semilir membawa angin sejuk saat
dua sosok tubuh melangkah perlahan-lahan memasuki mulut hutan.
Dua sosok tubuh itu ternyata adalah sepasang muda-mudi. Yang satu adalah seorang
pemuda berambut putih keperakan dan berpakaian ungu. Sementara yang satunya lagi
seorang wanita cantik jelita berpakaian serba putih dan berambut panjang terurai
hingga ke punggung.
Muda-mudi ini melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Sesekali keduanya menarik
napas dalam-dalam sambil mengembangkan dada, menghirup udara pagi yang bersih
sebanyak-banyaknya.
Mendadak keduanya serentak menolehkan kepala ke satu arah. Jelas seperti ada
sesuatu yang menarlk perhatian mereka.
"Kau juga mendengar suara itu, Melati?" tanya pemuda berambut putih keperakan
sambil menolehkan kepala, memandang wajah gadis berpakaian putih di sebelahnya.
"Ya," sahut gadis berpakaian putih yang ternyata adalah Melati seraya
menganggukkan kepala. "Sepertinya ada pertempuran, Kang Arya."
"Benar," pemuda berambut putih keperakan yang tidak lain adalah Arya Buana alias
Dewa Arak membenarkan dugaan tunangannya.
"Arahnya dari sebelah sana, Kang," ucap Melati lagi. Telunjuk tangan kanannya
menuding ke Selatan.
"Kalau begitu mari kita ke sana," ajak Arya ke arah yang ditunjukkan gadis
berpakaian putih. Tanpa diberi tahu oleh Melati pun sebenarnya pemuda berambut
putih keperakan ini sudah mengetahui asal, suara itu.
Sesaat kemudian sepasang muda-mudi ini telah melesat cepat meninggalkan tempat
itu. Cepat bukan main gerakan keduanya. Melati dan Dewa Arak seperti saling
berlomba menuju ke arah asal suara yang tadi mereka dengar.
Tentu saja kalau Arya mau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan
tubuh yang dimilikinya, Melati akan tertinggal. Tapi pemuda berambut putih
keperakan ini tidak mau melakukannya. Ilmu lari cepatnya hanya dikerahkan
sebatas mengimbangi lari gadis berpakaian putih itu.
Sesaat kemudian, asal suara yang mereka dengar telah terlihat. Tampak di
kejauhan, dalam jarak sekitar sepuluh tombak, seorang wanita berpakaian merah
menyala bersenjata tongkat pendek berujung runcing tengah berhadapan dengan
empat orang bersenjata golok.
Arya segera memegang tangan Melati begitu melihat gadis berpakaian putih itu
sudah bersiap-siap campur tangan.
"Jangan turun tangan dulu sebelum kita tahu jelas masalahnya," bisik Dewa Arak
menasihati. Mendengar teguran itu, sekujur urat-urat syaraf dan otot-otot Melati yang tadi
menegang penuh kekuatan seketika melemas kembali.
"Mengapa, Kang Arya?" tanya Melati, pelan dan lembut. Tapi jelas ada nada
penasaran dalam suaranya.
Dewa Arak geli mendengar adanya tuntutan dalam suara gadis itu. Sekuat tenaga
ditahannya perasaan geli yang bergejolak itu. Pemuda berambut putih keperakan
ini tahu betul sifat keras Melati. Sungguhpun sejak akrab dengannya, sifat gadis
berpakaian putih ini telah berubah drastis, namun tidak berarti seluruh sifat
kerasnya hilang. Justru sikap keras Melati itulah yang membuatnya gembira.
"Uhk...!"
Arya berpura-pura batuk untuk menghilangkan perasaan gelinya.
"Kita belum tahu masalah mereka, Melati," jawab Arya sabar. "Kita belum tahu
siapa yang salah dan benar. Tunggu saja dulu. Kita lihat perkembangannya nanti."
Melati pun terdiam, Dan dengan sendirinya suasana pun jadi hening karena Dewa
Arak tidak melanjutkan ucapannya lagi. Tanpa bercakap-cakap lagi, kaki mereka
dilangkahkan mendekati tempat pertarungan. Kini mereka memperhatikan
jalannya pertempuran dari balik sebatang pohon.
"Para pengeroyok gadis itu..., sepertinya bukan orang baik-baik, Kang," ucap
Melati lagi setelah mulai dapat melihat jelas wajah empat orang itu.
Tidak ada sahutan sama sekali dan mulut Dewa Arak yang berada di sampingnya.
Melati jadi heran. Kepalanya ditolehkan dan seketika wajah gadis berpakaian
putih ini menyemburat merah.
Dewa Arak seperti orang tersihir! Menatap tanpa berkedip ke depan. Rupanya Arya
begitu tenggelam dalam kesibukannya memandang hingga tidak mendengar ucapannya!
desis Melati dalam hati.
Tanpa menoleh pun Melati telah tahu apa yang telah membuat Arya sampai
terkesima. Apa lagi kalau bukan wanita berpakaian merah menyala itu" Kontan perasaan
cemburu Melati bergolak
"Dasar laki-laki mata keranjang...!" desis gadis berpakaian putih itu.
Tentu saja ucapan Melati yang mendesis dan penuh hawa cemburu membuat Arya
tersadar dari terkesimanya. Dengan gugup pandangannya dialihkan ke arah
tunangannya. "A... apa katamu tadi, Melati?" tanya Dewa Arak agak tersendat-sendat. Memang,
meskipun kata-kata yang diucapkan gadis itu tertangkap oleh telinganya, tapi
Arya ingin memastikan kebenarannya dengan mendengarnya satu kali lagi.
Penglihatan yang baru saja disaksikan amat mengejutkan hatinya. Apalagi ditambah
dengan kata-kata makian Melati.
"Kau..., laki-laki mata keranjang...!" ucap Melati lagi dengan berani. Gadis ini
memang mempunyai watak aneh. Mudah marah. Tapi mudah pula baik kembali. "Di
depanku saja kau berani bersikap seperti itu. Apalagi kalau di belakangku!"
"Sabar dulu, Melati," ucap Dewa Arak menenangkan, tahu mengapa gadis berpakaian
putih ini marah padanya. "Tenang, dan lihat baik-baik gadis berpakaian merah
itu." Mendengar nada suara yang penuh kesungguhan itu, mau tidak mau Melati menuruti
permintaan Dewa Arak Meskipun masih dengan perasaan marah dan mendongkol,
pandangannya dialihkan ke depan Ke arah gadis berpakaian merah. Dan seketika
sepasang mata gadis berpakaian putih ini terbelalak lebar.
Pemandangan yang disaksikan benar-benar membuat Melati terkejut bukan main.
Bahkan bukan hanya terkejut saja. Tapi sekaligus terkesima.
Gadis berpakaian merah yang tengah bertarung itu memiliki raut wajah dan bentuk
tubuh yang sama dengannya. Tak ada bedanya sedikit pun! Bedanya, gadis itu
memakai pakaian merah dan berambut digelung ke atas. Kalau saja gadis itu
berpakaian putih dan berambut terurai lepas, tentu Melati sama sekali tidak bisa
membedakan dengan dirinya.
"Ttt.. ti... tidak mungkin...!" desis Melati terbata-bata. Ucapannya yang
gemetar menjadi pertanda besarnya perasaan tegang yang melanda hatinya.
"Apanya yang tidak mungkin, Melati?" tanya Dewa Arak, meskipun sudah mengetahui
maksud ucapan tunangannya. Kembali pandangan Arya tertuju pada gadis berpakaian
merah. "Katakan kalau aku salah lihat, Kang...," pinta Melati dengan suara menggigil
bagai orang diserang demam.
Arya menggelengkan kepala.
"Tenanglah, Melati," hibur Arya, lembut. Digenggamnya jari-jari gadis itu,
seolah-olah dengan cara itu bisa memberi kekuatan pada tunangannya.
"Tapi, Kang...," Melati masih mencoba membantah.
"Semua akan kita ketahui nanti, Melati," potong Dewa Arak cepat "Barangkali
gadis itu ada hubungannya denganmu...."
Melati tercenung seketika begitu mendengar ucapan tunangannya. Memang sejak
pertama kali melihat gadis berpakaian merah, ada perasaan aneh yang menyeruak
dalam hatinya. Perasaan yang membuatnya tegang bukan main. Benarkah ucapan
tunangannya kalau wanita berpakaian merah itu ada hubungan dengannya"
Tapi, Melati mencoba membantah. Dari cerita yang telah didengar, dia tahu kalau
orang tuanya telah meninggal dalam keadaan menyedihkan. Dan dia ditemukan oleh
seorang tokoh sesat yang kemudian memeliharanya. Tokoh itu berjuluk Raja Racun
Pencabut Nyawa (Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode
"Dewi Penyebar Maut").
*** Sementara itu, pertarungan antara gadis berpakaian merah dengan empat orang
pengeroyok berlangsung semakin seru. Gadis berpakaian merah itu ternyata
memiliki kepandaian yang cukup tinggi, sehingga empat pengeroyok yang terdiri
dari orang-orang kasar mengalami kesulitan meringkusnya.
Tapi, pandang mata Arya dan Melati yang tajam segera mengetahui kalau lambat
laun gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan para pengeroyoknya.
"Haaat...!"
Salah seorang pengeroyok yang bertubuh tinggi kurus berteriak nyaring. Berbareng
dengan itu, golok di tangannya berkelebat cepat, membabat leher gadis berpakaian
merah. "Hih...!"
Gadis berpakaian merah menarik kaki kanan ke belakang seraya mendoyongkan
tubuh. Sehingga sambaran golok, lewat setengah jengkal di depan lehernya.
Namun sebelum gadis itu melancarkan serangan balasan, pengeroyok yang berambut
abu-abu menusukkan golok ke arah pelipis dari samping kanan. Sementara dari arah
lain seorang lainnya membabatkan golok ke arah tengkuk.
Kecepatan gerak gadis berpakaian merah memang patut dipuji. Mendapat serangan
susulan yang datang berbarengan itu dia tidak menjadi gugup. Tubuhnya cepat
dirundukkan sehingga kedua serangan lewat di atas kepala. Dan pada saat yang
bersamaan, tongkat di tangannya ditusukkan ke arah laki-laki bertubuh kekar yang
berada di kanan.
Laki-laki bertubuh kekar terkejut bukan main melihat lawannya masih mampu
mengirimkan serangan balasan dalam keadaan terjepit itu. Dengan sebisa-bisanya
pengeroyok ini mencoba mengelak. Tapi....
Crasss...! Ujung tongkat gadis berpakaian merah sempat menyerempet perutnya. Terdengar
jerit kesakitan dari mulut laki-laki bertubuh kekar yang disusul dengan
mengalirnya darah segar dari bagian yang terkena tusukan tongkat
Tapi sebelum gadis berpakaian merah sempat melancarkan serangan susulan,
pengeroyok yang bertubuh tinggi besar sudah menerjang sambil menggulingkan
tubuhnya. Dan dari bawah, kaki kanannya yang besar dan kokoh melakukan sapuan ke arah kaki
gadis itu Bukkk..! Telak dan keras sekali sapuan si tinggi besar mengenai sasaran. Dan seketika itu
juga gadis berpakaian merah terpelanting jatuh.
Melihat keadaan yang sudah menguntungkan, para pengeroyok tidak mau menyianyiakannya. Bagai berlomba mereka melesat saling mendahului mengirimkan
serangan. Gadis berpakaian
merah tentu saja tahu bahaya besar yang mengancam
keselamatannya. Maka gadis ini segera bergulingan di tanah mengelakkan hujan
serangan para pengeroyok. Sehingga serangan lawan-lawannya mengenai tempat
kosong. Para penyeroyok menjadi geram melihat gadis berpakaian merah masih mampu
menyelamatkan diri. Maka sambil menggertakkan gigi, mereka bergerak mengejar
sambil terus menghujani dengan serangan-serangan mematikan sebelum gadis itu
berhasil memperbaiki posisi.
Singgg, singgg...!
Suara desingan senjata yang berkelebatan cepat ke arah berbagai bagian tubuh
gadis berpakaian merah terdengar merobek udara.
Dan memang, gadis berpakaian merah ini tidak sempat memperbaiki posisinya yang
sudah mengkhawatirkan. Sambil terus bergulingan di tanah, tongkatnya diputar
menghalau setiap serangan yang datang.
Tranggg, tranggg...!
Bunga api memercik ke sana kemari, ketika gadis berpakaian merah berhasil
menangkis dua buah serangan lawan yang meluruk deras ke arahnya. Namun sebelum
dia sempat menarik napas lega, tahu-tahu serangan dari lawan lainnya kembali
menyambar tiba.
Desss! "Ah...!"
Gadis berpakaian merah itu memekik kesakitan ketika tendangan lawan menghantamnya. Telak dan keras sekali tendangan itu mengenai pergelangan tangan
kanannya. Seketika itu juga tongkatnya terlepas dari pegangan dan terlempar
jauh. Dan di saat itulah serangan dari pengeroyok yang terakhir datang menyusul.
Menusuk deras ke arah dada.
Kini, sudah tidak ada kesempatan lagi bagi gadis berpakaian merah untuk berbuat
sesuatu. Mengelak sudah tidak ada waktu, sedangkan menangkis pun sudah tidak
mungkin. Posisi kedua kaki dan tangan kirinya tidak memungkinkan lagi untuk menangkis
serangan. Tambahan lagi tangan kanannya masih terasa lumpuh. Kini yang dapat dia lakukan
hanya berdiam din menanti datangnya maut
Di saat gawat itulah, Dewa Arak yang memang sudah sejak tadi bersiap sia ga
untuk menolong, melesat cepat ke depan. Dan selagi tubuhnya berada di udara,
kedua tangannya digerakkan ke depan. Perlahan saja kelihatannya. Tapi akibatnya
luar biasa. Ada hembusan angin keras yang keluar dari tangan itu, dan memotong
arah serangan yang mengancam gadis berpakaian merah.
"Heh..."!"
Si penyerang terkejut bukan main ketika merasakan hembusan angin keras yang
bukan hanya membuat serangannya tertahan. Tapi juga membuat kuda-kudanya
tergempur, dan tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.
Penyerang yang ternyata adalah laki-laki kekar ini menggertakkan gigi menahan
geram. Dadanya terasa sesak bukan main akibat hembusan angin keras yang mendadak
muncul, seiring dengan sepasang matanya yang melihat sesosok bayangan ungu yang


Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melesat di depannya. Untung bagi laki-laki ini karena Dewa Arak tidak berniat
mencelakainya. Pemuda itu hanya berniat memunahkan serangan saja.
Laki-laki kekar ini menatap ke depan dengan sinar mata penuh amarah. Begitu juga
ketiga orang temannya. Mereka sadar, ada orang berkepandaian tinggi yang telah
menyelamatkan gadis berpakaian merah.
Keempat pengeroyok menatap Dewa Arak penuh selidik. Tapi, Arya sama sekali tidak
peduli. "Kau tidak apa-apa, Nisanak?" tanya pemuda berambut putih keperakan seraya
menatap wajah gadis berpakaian merah lekat sekali.
Kembali keterkejutan yang amat sangat melanda hati Arya. Begitu dekat, gadis ini
semakin nampak jelas kemiripannya dengan Melati. Tapi, dengan pandainya Dewa
Arak berhasil menyembunyikan perasaan terkejutnya.
"Tidak," sahut gadis berpakaian merah seraya bergerak bangkit. "Terima kasih
atas pertdonganmu, Kisanak"
"Keparat..!"
Suara makian laki-laki tertubuh kekar memaksa Arya mengalihkan perhatian. Dengan
tenang ditatapnya empat pengeroyok gadis berpakaian merah yang memandangnya
dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Siapa kau, Keparat"! Mengapa mencampuri urusan kami"!" tanya laki-laki bertubuh
kekar. Suaranya terdengar kasar dan keras.
"Aku Arya, seorang pengembara," sahut Dewa Arak kalem. "Aku tidak bermaksud
mencampuri urusan kalian. Aku hanya tidak bisa membiarkan orang berbuat
sewenang-wenang di depan mataku."
"Keparat! Kalau begitu, kau harus mampus...!"
Setelah berkata demikian, laki-laki bertubuh kekar itu segera melompat
menerjang. Golok di tangannya terayun deras ke arah kepala Arya dari atas ke bawah. Rupanya
laki-laki kasar ini ingin membelah tubuh Dewa Arak menjadi dua bagian.
Tiga orang rekan laki-laki bertubuh kekar tidak tinggal diam. Mereka pun segera
menerjang ke arah pemuda berambut putih keperakan dengan senjata terhunus. Dalam
sekejap saja empat buah serangan telah menganeam Dewa Arak
Tapi Arya bersikap tenang. Dengan mudah semua serangan itu dielakkan. Dan begitu
kedua tangannya bergerak, terdengar pekik-pekik kesakitan yang disusul
bertumbangannya tubuh empat pengeroyok. Senjata-senjata mereka telah tidak
berada lagi di tangan.
Berpentalan entah ke mana.
Dewa Arak memandangi orang-orang kasar yang tergolek di depannya. Semuanya hanya
dapat merintih-rintih. Arya telah membuat mereka tidak mampu bangkit untuk
sementara, tanpa luka-luka yang berarti.
Empat orang kasar itu segera sadar kalau pemuda berambut putih keperakan yang
mengaku bernama Arya mempunyai kepandaian mukjizat. Dan mereka pun sadar kalau
pemuda itu terlalu sakti untuk mereka lawan. Tanpa membuang-buang waktu lagi,
mereka segera bangkit. Melangkah tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Arya sama sekali tidak mempedulikan mereka. Dibiarkan saja empat orang kasar itu
melangkah terseok-seok meninggalkan tempat itu. Rupanya pemuda berambut putih
keperakan ini memang tidak ingin mencari permusuhan.
*** Begitu empat orang kasar tadi telah melesat kabur, Melati segera keluar dari
tempat persembunyiannya. Dada gadis berpakaian putih ini berdebar tegang tatkala
melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Tegang menghadapi kenyataan yang
akan dihadapi. Benarkah gadis berpakaian merah itu ada hubungan dengannya"
Apabila dugaan itu benar, bukankah asal-usul dirinya akan terungkap kembali. Dan
bukan tidak mungkin kalau dia akan berjumpa dengan orang tuanya. Langkah gadis
berpakaian putih ini oleng begitu teringat orang tuanya.
Tapi ketika teringat cerita yang dulu didengarnya, timbul perasaan ragu dalam
hati Melati. Bukankah kedua orang tuanya telah tewas secara mengerikan" Dan dia
pun selamat dari maut karena dipungut anak oleh Raja Racun Pencabut Nyawa.
Ternyata bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan terkejut dengan pertemuan
itu. Gadis berpakaian merah itu pun dilanda perasaan yang sama.
2 "Ih..."
Terdengar seruan terkejut dari mulut gadis berpakaian merah ketika melihat gadis
berpakaian putih yang melangkah menghampirinya. Mulut gadis itu terlongong.
Sementara sepasang matanya terbelalak lebar bagaikan melihat hantu. Jelas kalau
gadis berpakaian merah itu dilanda keterkejutan yang amat sangat
Selama beberapa saat Melati dan gadis berpakaian merah saling tatap penuh
selidik. Baik sepasang mata Melati, maupun sepasang mata gadis berpakaian merah merayapi
tubuh masing-masing mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan dengan
jantung berdebar keras, keduanya mendapat kenyataan kalau mereka benar-benar
persis satu sama lain. Baik Melati maupun gadis berpakaian merah bagaikan tengah
bercermin! Bukan hanya Melati dan gadis berpakaian merah saja yang dilanda perasaan
terkejut Dewa Arak pun dilanda perasaan serupa. Beberapa kali kepala Arya
menoleh ke arah wajah kedua gadis itu bergantian. Dan dengan hati ngeri pemuda
berambut putih keperakan ini terpaksa harus mengakui, andaikan keduanya
mengenakan pakaian dan model rambut yang sama, dia tidak bisa membedakan mana di
antara kedua gadis itu yang menjadi tunangannya.
Mereka berdua begitu mirip, bagaikan pinang dibelah dua saja layaknya.
"Kenalkan, Nisanak," ucap Dewa Arak yang terlebih dulu sadar dari perasaan
terkesimanya. "Ini kawanku, namanya Melati."
Ucapan Arya menyadarkan kedua gadis itu dari keterpakuannya. Cepat gadis
berpakaian merah mengulurkan tangan.
"Ibuku memberiku nama Seruni. Tapi..., aku lebih suka dipanggil Mawar," ucap
gadis berpakaian merah.
"Aku Melati." Gadis berpakaian putih menyahuti seraya menjabat tangan yang
terulur ke arahnya.
Kini Dewa Arak baru dapat mengetahui perbedaan kedua gadis yang begitu mirip
itu. Suara Melati terdengar agak keras. Dan sikapnya pun agak tidak pedulian.
Sedangkan Mawar mempunyai suara yang halus dan sifat agak pendiam.
Menilik dari pembawaannya, Dewa Arak bisa memperkirakan kalau gadis berpakaian
merah itu punya sifat pengalah. Dan inilah patokan Arya untuk membedakan mana di
antara mereka yang menjadi kekasihnya bila suatu saat mereka mengenakan pakaian
dan dandanan yang sama.
"Siapakah para pengeroyokmu tadi, Mawar" Dan mengapa kau bentrok dengan mereka?"
Melati mulai membuka percakapan. Gadis berpakaian putih ini memang ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara dirinya dengan gadis berpakaian merah.
"Mereka adalah berandalan-berandalan yang selalu mengacau desa-desa di sekitar
hutan ini," jawab Mawar halus. "Ayah dan ibu tidak senang melihat tindakan
mereka. Berkali-kali ayah dan ibuku berhasil menggagalkan usaha kejahatan yang
akan mereka lakukan.
Sayang, ayah tidak tega membunuh mereka."
"Maksudmu.., ayahmu membebaskan mereka, Mawar?" Arya ikut ambil bagian dalam
pembicaraan. "Benar," Mawar menganggukkan kepala. "Ayah hanya memberi sedikit pelajaran agar
mereka jera."
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepala. Ada rasa kagum menyelinap dalam
hatinya mendengar penuturan Mawar. Ternyata ayah gadis berpakaian merah ini
adalah seorang yang bijaksana. Pantas saja kalau sikap anaknya begitu lembut dan
pendiam. "Hm...," Melati berdehem sebentar sebelum berbicara. Memang sejak tadi gadis
berpakaian putih ini sibuk memutar otak, mencari kata-kata yang tepat untuk
menanyakan perihal Mawar.
Dewa Arak tentu saja tahu kalau tunangannya tengah mencari cara untuk mengetahui
perihal gadis berpakaian merah. Maka begitu mendengar deheman Melati, dia pun
menghentikan ucapannya.
"Kalau begitu..., ayahmu terhitung seorang pendekar juga, Mawar?" Melati mulai
berusaha mencari keterangan mengenai keluarga gadis itu.
"Menurut cerita ibu.., dulunya ayah memang seorang pendekar. Bahkan terhitung
pendekar yang agak kejam pada tokoh golongan hitam.... Tapi, setelah menikah
dengan ibu, ayah
mulai menjauhi keributan. Ayah tidak ingin mencari permusuhan karena mengkhawatirkan nasib keluarganya."
'Tapi..., setidak-tidaknya..., ayahmu tentu juga mendidik anak-anaknya menjadi
seorang pendekar," sambut Melati lagi setelah termenung beberapa saat. "Terbukti
kau telah memiliki kepandaian cukup tinggi."
"Ah.... Kau bisa saja, Melati," sahut Mawar dengan wajah merona merah. Risih
karena mendapat pujian.
"Aku tidak sembarangan memuji, Mawar," Melati menyambung lagi. "Kalau kau rajin
berlatih, tidak sampai tiga bulan, empat pengeroyok tadi sudah bukan tandinganmu
lagi." "Betulkah itu, Melati?" tanya Mawar setengah tak percaya. Sepasang matanya
menatap gadis berpakaian putih itu meminta kepastian.
Melati menganggukkan kepala.
"Apakah saudara-saudara kandungmu yang lain juga memiliki kepandaian sepertimu?"
Melati kini langsung pada sasarannya.
"Saudara-saudara kandungku?" Mawar mengerutkan alis. Tampak jelas kalau gadis
berpakaian merah ini merasa heran mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak mengerti
maksudmu, Melati."
"Jadi..., kau sama sekali tidak punya saudara kandung?" kini Melati yang ganti
terkejut "Kau..., anak satu-satunya?"
Mawar menganggukkan kepala.
"Ah...!"
Hampir berbareng terdengar seruan terkejut dari mulut Melati dan Dewa Arak.
Jawaban gadis berpakaian merah itu benar-benar di luar dugaan. Untuk sesaat Dewa
Arak dan Melati saling pandang. Bingung. Rupanya dugaan mereka keliru. Gadis ini
sama sekali tidak punya hubungan apa-apa dengan Melati!
"Mengapa" Apa ada yang salah dalam jawabanku?" tanya Mawar yang merasa agak
heran melihat Arya dan Melati terkejut setelah mendengar jawabannya.
"Tidak, Mawar," Dewa Arak mewakili menjawab.
Suasana menjadi hening begitu Dewa Arak menyelesaikan ucapannya. Ketiga orang
itu sama-sama berdiam diri. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Tapi, keheningan itu tidak berlangsung lama. Karena sudah dipecahkan oleh suara
Mawar kembali. Suara yang bemada sendu. Ada nada kesedihan dan kesepian yang
terkandung di dalam ucapan itu.
"Sebenarnya..., aku punya seorang saudara kandung...."
Melati dan Dewa Arak terjingkat bagai disengat kalajengking mendengar ucapan
itu. Dengan pandang mata terbelalak, sepasang muda-mudi ini menatap wajah gadis
berpakaian merah itu lekat-lekat. Pandang mata yang menyorotkan keheranan dan
keterkejutan. Tapi, Mawar tidak tahu. Karena gadis itu menundukkan kepalanya.
Jelas, ada sesuatu yang terjadi pada saudara kandungnya.
"Aku..., aku tidak mengerti maksud pembicaraanmu, Mawar," ucap Melati terbatabata. Jantungnya berdetak keras dilanda ketegangan yang menggelegak.
Dan ini diam-diam membuat hati tunangan Dewa Arak ini menjadi heran. Mengapa
pertemuan dengan Mawar membuat dia jadi sukar mengontrol diri"
"Ibu pernah bercerita padaku...," sambung Mawar lagi, tanpa mempedulikan ucapan
Melati. Tapi, gadis berpakaian putih itu sama sekali tidak tersinggung.
Pendengarannya dipasang tajam-tajam untuk menyimak ucapan yang keluar dari mulut
gadis berpakaian merah ini. Sementara jantungnya semakin berdetak kencang.
Bahkan deru napasnya pun memburu, sehingga beberapa kali Melati terpaksa menahan
napasnya. Khawatir kalau-kalau ucapan yang akan keluar dari mulut Mawar tidak
terdengar. Bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan serupa. Dewa Arak pun mengalami
hal yang sama. Pemuda berambut putih keperakan ini merasakan kedua telapak
tangannya mendadak dingjn. Jantungnya pun berdetak keras. "Mungkinkah asal-usul
Melati akan tersingkap?" tanya Arya dalam hati dengan ketegangan yang memuncak
"Kalau aku punya seorang saudara kandung...." Pelan dan sendu suara yang
terdengar dari mulut Ma war. Tapi, tidak demikian akibatnya bagi Dewa Arak dan
Melati. Ucapan Mawar terdengar bagaikan ledakan halilintar di telinga mereka. Dugaan
kalau gadis ini punya hubungan dekat dengan Melati timbul kembali. Tapi, lidahlidah mereka terasa kelu. Sehingga tidak mampu berkata-kata. Kecuali
mendengarkan dengan jantung yang semakin berdetak kencang.
"Saudara kembar...." Kembali terdengar suara dari mulut Mawar.
"Uh...!"
Terdengar seruan lirih dari kerongkongan Melati. Tubuh gadis ini seketika
terhuyung karena kedua kaki yang menopang tubuhnya menggigil keras bagai orang
terserang demam.
Dewa Arak buru-buru bergerak mencekal tangan Melati sebelum tunangannya roboh ke
tanah. Telapak tangan gadis itu dirasakan dingin sekali. Dingin seolah-olah yang
dipegangnya bukan tangan manusia, melainkan sebongkah batu es! Sekilas Arya
melirik wajah Melati. Dan seketika hati pemuda ini pun terkejut begitu melihat
wajah tunangannya pucat sekali! Pucat seperti tak dialiri darah!
Arya segera meremas perlahan tangan gadis itu untuk memberi kekuatan batin pada
Melati mendengar berita yang amat penting dalam sejarah hidupnya.
Melati menoleh seraya memberikan senyum pada Dewa Arak. Karena perasaan tegang
yang melanda, senyumnya tidak mirip senyuman. Tapi mirip seringai kesakitan.
Tapi Mawar, sepertinya tidak tahu kalau ucapan demi ucapan yang keluar dari
mulutnya membuat hati kedua muda-mudi di hadapannya terkejut. Rupanya gadis
berpakaian merah ini terlalu tenggelam dalam lautan kesedihannya.
"Lalu... apa yang terjadi dengan saudara kembarmu, Mawar?" desak Melati dengan
suara serak dan parau. Hatinya sudah tak sabar mendengar ucapan yang keluar
sepotong demi sepotong dari mulut gadis berpakaian merah itu.
"Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk memeliharaku dan saudaraku
bersama-sama, saudara kembarku kemudiam diberikan kepada adik ibuku. Tapi,
sebelumnya ibuku telah memberikan nama untuk saudara kembarku. Delima namanya."
"Lalu..., apakah ada tanda-tanda khusus yang dapat dijadikan patokan bagi ibumu
untuk mengenali bayi itu apabila dia sudah besar nanti?" tanya Arya. Pemuda
berambut putih keperakan yang biasanya mampu bersikap tenang itu pun kini hampir
tidak bisa menguasai diri. Suaranya terdengar agak bergetar.
"Karena punya banyak tanda-tanda khusus itulah yang menyebabkan saudara kembarku
yang diberikan pada adik ibuku. Bukan aku."
"Kau tahu tanda-tanda khusus yang dimiliki saudara kembarmu?" Kini Melati yang
ganti bertanya. Suaranya bergetar dan kedua kakinya agak menggigil. Arya pun
terpaksa memegang lengan tunangannya. Khawatir kalau gadis itu akan roboh
pingsan. Mawar menganggukkan kepala.
"Ibu pernah memberitahuku,"
jawab gadis berpakaian merah masih tetap menundukkan kepala. "Tapi, sayangnya aku hanya ingat satu. Pada pangkal lengan
kanan terdapat tanda hitam sebesar kacang kedelai."
"Mawar...!"
Melati berseru keras. Ditubruknya gadis berpakaian merah yang masih saja
menundukkan kepala. Mawar segera mendongakkan kepalanya. Wajahnya dipenuhi
butiran-butiran air mata. Rupanya gadis berpa kaian merah ini menangis.
"Akulah saudara kembarmu, Mawar! Akulah Delima...!" seru Melati seraya memeluk
gadis berpakaian merah erat-erat.
"Delima...!"
Mawar berseru pula. Kedua tangannya balas memeluk tak kalah erat
"Jadi..., kau Delima..., Melati?" tanya gadis berpakaian merah seraya
mengendurkan pelukannya.


Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melati alias Delima menganggukkan kepalanya. "Aku memiliki tanda seperti yang
kau sebutkan pada pangkal lengan kananku."
"Ah...! Sungguh tidak kusangka," desah Mawar.
Beberapa saat lamanya kedua gadis yang sama-sama cantik itu saling berpelukan
erat Wajah Mawar bersimbah air mata. Sedangkan Melati yang memang berwatak
keras, sama sekali tidak mengucurkan air mata. Hanya saja sepasang matanya yang
bening tampak merembang berkaca-kaca.
Dewa Arak hanya dapat menatap kejadian yang terpampang di depannya dengan hati
terharu. Dadanya pun terasa sesak. Turut merasakan keharuan kedua gadis yang
ternyata saudara kembar itu.
Arya sama sekali tidak mengganggu mereka. Dibiarkan
saja mereka saling
menumpahkan kerinduan. Bahkan diam-diam pemuda berbaju ungu ini bersyukur
melihat Melati berhasil menjumpai keluarganya.
"Mana ayah dan ibu?" tanya Melati begitu telah berhasil menguasai perasaannya.
Wajah gadis berpakaian putih ini terlihat lebih berseri-seri dari sebelumnya.
"Ah...! Kau benar, Melati! Sudah lama ayah dan ibu mencari-carimu. Mari...!
Mari, kuantar kau menemui mereka!"
Setelah berkata demikian, Mawar segera menyusut air matanya. Kemudian menuntun
Melati yang tanpa banyak membantah mengikuti ajakan saudara kembarnya.
Saking gembiranya, Melati sampai melupakan Dewa Arak. Dia tidak teringat lagi
adanya pemuda berambut putih keperakan itu di situ. Tapi Arya sama sekali tidak
marah. Pemuda ini memaklumi keadaan yang dialami tunangannya. Maka tanpa banyak bicara,
dia pun segera mengikuti langkah kedua gadis yang telah mendahuluinya.
*** Melati dan Mawar bergegas meninggalkan bekas tempat pertarungan. Sementara di
belakang keduanya, dalam jarak sekitar tiga batang tombak, berjalan Dewa Arak
Langkah Melati dan Mawar terhenti ketika di depan mereka, dalam jarak sekitar
lima tombak, berdiri dua sosok tubuh. Wajah kedua penghadang tidak tampak jelas
karena tertutup topeng harimau. Menilik dari sikapnya, jelas kalau kedua orang
bertopeng harimau itu mempunyai niat tidak baik
Arya segera mempercepat langkahnya. Hebatnya, sekali langkah saja tubuh pemuda
itu sudah berada di sebelah Melati dan Mawar.
"Maaf, Kisanak berdua, kami ingin lewat," ucap Dewa Arak pelan.
"Hmh...!"
Hanya suara dengusan yang menyambut ucapan Arya. Melati yang memang
mempunyai sifat keras, langsung meluap amarahnya. Tapi, Arya segera menyentuh
lengan tunangannya, menyuruh gadis berpakaian putih itu bersabar. Akhirnya
dengan terpaksa Melati menelan kemarahannya.
"Kalian hanya bisa lewat dari sini setelah jadi mayat!" tandas orang bertopeng
harimau yang bertubuh pendek kekar.
"Hhh...!"
Arya menghela napas berat. Pemuda berambut putih keperakan ini sadar kalau
pertempuran tidak mungkin bisa dielakkan lagi. Meskipun begitu, pemuda ini masih
mencoba bicara baik-baik.
"Apa kesalahan kami sehingga Kisanak berdua hendak membunuh kami?"
"Tidak usah banyak bicara, Dewa Arak! Kesalahanmu sudah terlalu banyak! Kau dan
perempuan liar itu harus mati!" tegas orang bertopeng harimau yang satunya lagi
seraya menunjuk Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau itu menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang
bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar telah menerjang Melati. Rupanya si
penyerang sudah mengetahui kelihaian gadis berpakaian putih itu. Terbukti,
sekali menyerang dia sudah mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang tongkat.
Ujung tongkat itu berbentuk logam tipis dan tajam berbentuk bulan sabit. Senjata
itu langsung disodokkan ke leher Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang
bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar itu telah menerjang Melati.
"Mawar! Cepat menyingkir!" Melati segera mendorong gadis berpakaian merah itu.
Dan sekaligus merendahkan tubuhnya menghindari serangan itu.
Singgg...! Suara mendesing nyaring mengawali tibanya serangan laki-laki bertubuh pendek
kekar. "Mawar! Cepat kau menyingkir!"
Sambil berkata demikian, Melati segera mendorong tubuh gadis berpakaian merah
itu. Dan hampir berbareng, tubuhnya direndahkan sehingga serangan tongkat berujung
bulan sabit lewat di atas kepalanya.
Tapi ternyata serangan laki-laki bertubuh pendek kekar tidak hanya sampai di
situ saja. Begitu serangannya berhasil dielakkan, tahu-tahu kaki kanannya telah
mencuat ke arah perut. Dan karena saat itu Melati tengah membungkuk, tendangan
itu jadi mengancam dadanya.
Lagi-lagi Melati mempertunjukkan kelihaiannya. Cepat kakinya digedorkan ke
tanah. Dan dengan meminjam tenaga tekanan pada tanah, tubuhnya melenting ke belakang.
Untuk yang kedua kalinya, serangan laki-laki bertubuh pendek kekar kembali
mengenai tempat kosong.
"Hup!"
Manis dan indah sekali gerakan gadis berpakaian putih ketika mendaratkan kedua
kakinya di tanah. Dan begitu kedua kakinya menyentuh tanah, di tangannya telah
tergenggam sebatang pedang terhunus.
Wunggg, wunggg...!
Terdengar suara menggerung keras seperti ada naga mengamuk begitu Melati mulai
memainkan pedangnya. Inilah 'Ilmu Pedang Seribu Naga', ilmu andalan gadis
berpakaian putih itu.
Tampak jelas kalau laki-laki bertubuh pendek kekar terkejut begitu Melati mulai
memainkan jurus-jurus pedang. Meskipun tertutup topeng, tapi bisa dilihat dari
gerakannya yang terhenti secara mendadak.
Tapi hanya sesaat saja laki-laki bertubuh pendek kekar itu dilanda perasaan
terkejut Sekejap kemudian dia sudah melompat menerjang kembali. Tongkat berujung
bulan sabit di tangannya diputar-putar cepat di depan dada. Baru kemudian
meluruk cepat ke arah Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih ini tidak menjadi gugup melihat serangan itu.
Serangan lawannya segera disambut dengan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'. Sesaat
kemudian, kedua orang itu sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit.
*** Begitu melihat rekannya sudah terlibat pertarungan dengan Melati, orang
bertopeng harimau yang satu lagi segera meloloskan senjatanya. Sebuah tongkat
kayu jati berukir yang panjangnya tak sampai setengah tombak.
Semula orang bertopeng harimau itu memegangnya dengan tangan kanan. Tapi sesaat
kemudian tongkat itu digenggamnya dengan kedua tangan. Masing-masing pada ujungujungnya. Singgg, singgg...!
Suara berdesing nyaring terdengar begitu kedua tangan yang menggenggam tongkat
itu ditarik ke arah berlawanan. Ternyata hanya di luarnya saja kelihatan seperti
tongkat pendek, tapi di dalamnya adalah sepasang pedang pendek.
"Haaat...!"
Seraya mengeluarkan teriakan nyaring, orang bertopeng harimau itu segera
menyerang Dewa Arak Kedua pedang pendek di tangannya menusuk deras ke arah kedua
sisi pinggang Arya.
Cepat bukan main gerakannya. Bahkan ada suara mendesing nyaring mengawali
tibanya serangan itu. Dewa Arak yang sadar kalau lawan memiliki kepandaian
tinggi, tidak berani bertindak gegabah. Segera guci araknya dijumput dan
dituangkan ke mulut.
Gluk... gluk... gluk..!
Terdengar suara tegukan begitu arak melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat
kemudian ada hawa hangat menyebar di perut pemuda berambut putih keperakan itu.
Lalu merayap ke atas kepala.
Tapi di saat itulah serangan laki-laki bertopeng harimau tiba. Dengan jurus
'Delapan Langkah Bela-lang', Dewa Arak mengelakkannya. Arya segera melangkahkan
kaki kanan ke depan, kemudian memutar tubuh ke belakang dengan bertumpu pada
kaki kanan. Sesaat kemudian, tubuh pemuda ini sudah berada di belakang lawan.
Dan secepat tubuhnya berada di belakang lawan, secepat itu pula gucinya
diayunkan ke punggung orang bertopeng harimau.
"Heh..."!"
Orang bertopeng harimau terkejut begitu melihat serangannya mengenai tempat
kosong karena lawan mendadak lenyap. Sesaat orang bertopeng ini kebingungan.
Tapi, begitu mendengar sambaran angin di belakangnya, segera diketahuinya kalau
lawan berada di belakang dan tengah melancarkan serangan ke arah punggungnya.
Luar biasa! Tiba-tiba saja tubuh orang bertopeng itu melenting ke atas, sehingga
serangan Dewa Arak mengenai tempat kosong. Dan dari atas, tubuhnya berputar
setengah lingkaran ke belakang. Tahu-tahu, tubuhnya sudah berada di atas Dewa
Arak. Dan dari belakang, tangan kanannya menyabet ke arah tengkuk.
Singgg...! 3 Arya terperanjat. Walaupun begitu, pemuda berambut putih keperakan ini tidak
menjadi gugup. Cepat laksana kilat tubuhnya dirundukkan sehingga serangan itu
lewat sejengkal di atas kepala.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara kaki orang bertopeng itu hinggap di tanah, tepat di belakang
Dewa Arak Begitu mendarat, dia langsung menusukkan pedang pendeknya ke arah
punggung Dewa Arak
Tapi gerakan Arya masih lebih cepat daripada gerakan orang bertopeng. Tubuhnya
berbalik cepat seraya mengayunkan gucinya.
Tranggg...! Bunga api memercik tinggi ke udara begitu guci berbenturan dengan pedang pendek.
Telak dan keras sekali benturan yang terjadi.
Orang bertopeng menggeram keras begitu merasakan sekujur tubuhnya bergetar
hebat. Bahkan kedua tangannya pun seperti lumpuh. Dan tanpa dapat ditahan lagi,
tubuhnya terhuyung-huyung dua langkah ke belakang. Sementara Dewa Arak hanya
tergetar saja. Jelas, kalau dalam adu tenaga dalam tadi Dewa Arak masih lebih
unggul ketimbang lawannya.
Sambil mengeluarkan teriakan keras, orang bertopeng harimau sudah kembali
melancarkan serangan. Sepasang pedang pendeknya berkelebatan mencari sasaran.
Tapi, Dewa Arak bukanlah lawan yang mudah dipecundangi. Sehingga pertarungan
sengit pun tidak bisa dihindarkan lagi.
Kini di hutan itu terjadi dua pertarungan sengit Pertarungan antara Dewa Arak
dan Melati menghadapi dua orang bertopeng harimau.
Mawar hanya dapat memperhatikan jalannya pertarungan dengan wajah gelisah. Gadis
berpakaian merah ini tahu kalau keempat orang yang tengah bertarung memiliki
tingkat kepandaian yang berada jauh di atasnya. Dan dia tidak mungkin dapat ikut
ca mpur tangan di dalamnya. Jangankan untuk ikut bertarung, memperhatikan
jalannya pertarungan saja kepalanya sudah terasa pening bukan main.
*** Melati menggertakkan gigi. Gadis berpakaian putih ini penasaran bukan main
setelah sekian lama bertarung dia tidak mampu merobohkan lawan. Dan sebagai
akibatnya, permainan pedangnya kian dahsyat. Rupanya Melati sudah tidak segansegan mengeluarkan jurus-jurus andalan dari 'Ilmu Pedang Seribu Naga'.
Orang bertopeng bertubuh pendek kekar terkejut bukan main melihat permainan
pedang Melati mendadak berubah dahsyat Laki-laki bertubuh pendek kekar ini pun
tahu kalau lawan telah mengeluarkan jurus-jurus andalannya. Beberapa jurus
kemudian, akhirnya dia mulai terdesak.
'Ilmu Pedang Seribu Naga' yang dimiliki Melati memang sebuah ilmu pedang yang
luar biasa. Ilmu pedang itu terdiri dari tiga puluh enam jurus. Dan tiap-tiap
jurus terdiri dari tiga sampai tujuh gerakan. Delapan dari tiga puluh enam jurus
itu merupakan jurus-jurus andalan. Dan jurus-jurus inilah yang kini digunakan
Melati untuk mendesak lawannya.
Kini orang bertopeng itu hanya bisa bertahan dan mengelak. Hanya sesekali saja
dia sempat balas menyerang. Amukan serangan gadis berpakaian putih itu
membuatnya sukar untuk melancarkan serangan balasan.
Bukan hanya Melati saja yang berhasil mendesak lawan. Dewa Arak pun, dengan
keistimewaan ilmu 'Belalang Sakti'nya perlahan-lahan mulai dapat mendesak
lawannya. Hanya saja beberapa kali sewaktu pemuda berambut putih keperakan ini melancarkan
serangan, dengan gerakan yang luar biasa, orang bertopeng harimau mampu
mengelak. Diam-diam Arya terpaksa mengakui kalau ilmu meringankan tubuh lawan
tidak berada di bawahnya.
Suatu keuntungan buat orang bertopeng itu karena Dewa Arak sedapat mungkin
berusaha tidak menjatuhkan tangan maut padanya. Dan sedikit banyak, ini justru
menambah berat tugas Arya. Lawan yang dihadapinya bukan lawan ringan. Lebih
mudah menjatuhkan tangan maut ketimbang meroboh kannya tanpa luka yang terlalu
parah. Hal itulah yang menyebabkan Dewa Arak agak lama menjatuhkan lawannya. Padahal
pemuda berambut putih keperakan ini memiliki banyak keunggulan dibanding
lawannya. Baik dalam hal tenaga dalam maupun mutu ilmu silat
Melatilah yang lebih dulu mendesak lawan. Karena gadis berpakaian putih ini
memang tidak segan-segan menjatuhkan serangan maut pada lawan-lawannya.
"Haaat..!"
Disertai pekikan nyaring, Melati melompat cepat ke arah lawan seraya menusukkan
pedang ke arah dada. Cepat bukan main gerakan itu. Apalagi serangan itu
dilancarkan pada saat laki-laki bertubuh pendek kekar baru saja mengelakkan
sebuah serangan.
Meskipun begitu, orang bertopeng itu mencoba menyelamatkan selembar nyawanya.
Dengan sebisa-bisanya dia mencoba mengelak. Tapi....
Cappp! Ujung pedang Melati menancap telak di pangkal lengan kiri orang bertopeng
harimau itu. Rupanya usaha terakhir laki-laki bertubuh pendek kekar itu berhasil
juga menyelamatkan nyawanya dari ancaman maut. Meskipun usahanya tidak berhasil
sepenuhnya. Terdengar jerit kesakitan dari mulut laki-laki bertubuh pendek kekar, seiring
dengan mengalirnya cairan merah kental dari luka di pangkal lengannya.
Melati tidak mau memberi kesempatan lagi. Cepat laksana kilat pedangnya kembali
menyambar. Dan repotlah orang bertopeng itu pontang-panting menyelamatkan diri.
Orang bertopeng yang satunya lagi rupanya tahu bahaya besar yang mengancam
rekannya. Maka seketika itu juga sepasang pedang pendek di tangannya meluncur
bertubi-tubi ke arah berbagai bagian tubuh Dewa Arak. Menilik dari serangannya
yang lebih mementingkan penyerangan daripada pertahanan, Arya tahu kalau lawan
mengajaknya mengadu nyawa.
Tentu saja Dewa Arak tidak mau meladeni. Cepat dia bergerak mengelak. Kali ini
rupanya Arya tertipu. Laki-laki bertubuh kekar itu ternyata sama sekali tidak mempedulikannya lagi. Begitu melihat Dewa Arak mengelak dengan menggulingkan
tubuhnya, dia pun segera melompat cepat ke arah.... Mawar!
"Hup!"
Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang luar biasa, dan tanpa gadis berpakaian
merah itu sempat berbuat sesuatu, orang bertopeng sudah berada di belakangnya.
Dan langsung menodongkan dua ujung pedang pendeknya di leher gadis itu.
"Perempuan liar! Hentikan! Atau..., kau ingin aku menggorok leher wanita ini!"
teriak orang bertopeng, keras. Sepasang matanya menatap ke arah Melati yang
tinggal melakukan serangan terakhir pada laki-laki bertubuh pendek kekar yang
sudah tergolek tidak berdaya di tanah. Ujung pedang Melati berada di lehernya.
Mendengar bentakan bemada penuh ancaman, Melati cepat menolehkan kepala. Dapat
dibayangkan betapa terkejutnya hati gadis berpakaian putih ini melihat saudara
kembarnya terancam bahaya maut
"Tahan emosimu sebentar, Melati," ucap Dewa Arak yang tahu-tahu telah berada di
sebelahnya. "Bagaimana ini bisa terjadi, Kang?" tanya Melati dengan suara penuh perasan
heran. "Dia menipuku, Melati," sahut Arya pelan. "Sungguh tidak kusangka kalau dia akan
berbuat selicik itu."
"Jangan harap kau akan mati enak kalau kau melukainya, Keparat!" desis Melati
penuh ancaman. Sementara sepasang matanya menatap tajam penuh amarah.


Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"He he he...," orang bertopeng tertawa terkekeh. "Aku berjanji tidak akan
melukainya, asal kau bersedia memenuhi permintaanku!"
"Keparat busuk! Katakan apa permintaanmu!" sambut Melati dengan wajah merah
padam. "Ingat, kalau kau berbuat macam-maca m, aku tidak segan-segan
Untuk membunuhmu!"
"Mudah saja, Wanita Liar!" Melati menggeram. Gadis berpakaian putih ini memang
paling tidak suka bila dimaki seperti itu. Tapi kini apa dayanya" Orang
bertopeng itu menyandera saudara kembarnya!
"Keparat! Katakan cepat apa maumu!" sergah Melati keras.
"Bebaskan kawanku! Dan aku berjanji akan membebaskan temanmu ini!" jawab orang
bertopeng, keras.
"Apa jaminannya kalau kau tidak akan mengingkari janji?" ejek Melati sambil
tetap menempelkan ujung pedang di leher laki-laki bertubuh pendek kekar.
Sementara Dewa Arak mengawasinya.
"Kehormatanku sebagai datuk jaminannya!" tegas orang bertopeng itu tegas.
"Hmh..., siapa percaya bualanmu"!"
"Alap-Alap Bukit Gantar bukanlah seorang pengecut. Aku tidak akan menjilat
ludahku sendiri yang telah jatuh ke tanah dengan mengingkari janji!"
Baru saja Melati hendak membuka mulut, Dewa Arak sudah menyentuh tangannya.
"Bebaskan lawanmu, Melati," ucap pemuda berambut putih keperakan itu. Suaranya
pelan tapi bernada memerintah.
"Tapi, Kang.... Bagaimana kalau dia ingkar janji?" ucap Melati dengan perasaan
cemas. Suaranya tidak segarang tadi, tapi pelan penuh kekhawatiran.
Arya tersenyum lebar seraya menggelengkan kepala.
"Seorang datuk mempunyai harga diri, Melati. Harga diri bagi seorang datuk lebih
berharga daripada nyawa. Aku percaya pada janji Alap-Alap Bukit Gantar. Bebaskan
orang itu, Melati."
Dewa Arak mengucapkannya dengan suara agak keras. Dan itu memang disengajanya.
Pemuda berambut putih keperakan ini bermaksud mengikat orang bertopeng yang
mengaku berjuluk Alap-Alap Bukit Gantar dengan janji yang diucapkannya sendiri.
Walaupun sebenarnya Arya sendiri yakin kalau tanpa disindir pun orang bertopeng
itu akan memenuhi janjinya.
Kini Melati tidak membantah lagi. Todongan ujung pedangnya segera dilepaskan.
"Minggatlah kau, Keparat!" hardik gadis berpakaian putih itu dengan perasaan
geram. Sepasang mata yang berada di baiik topeng harimau teriihat memancarkan sinar
berapi. Jelas makian Melati membuat kemarahannya bergolak. Tanpa berkata apa-apa
lagi, laki-laki bertubuh pendek kekar itu bangkit berdiri. Kemudian berjalan
menuju ke arah rekannya.
Melihat Melati telah membebaskan temannya, orang bertopeng segera memenuhi
janjinya. Terbukti, todongan pada Mawar juga dilepaskan. Kemudian didorongnya
tubuh gadis itu dengan keras sampai hampir jatuh tersungkur.
"Jahanam!" Melati memekik keras. Hampir saja gadis berpakaian putih itu melompat
ke arah orang bertopeng. Tapi, untung saja Arya cepat mencekal tangannya.
"Melati...!"
Mawar menghambur ke arah saudara kembarnya. Dan kembali dua saudara kembar yang
baru bertemu setelah sekian lamanya berpisah, berpelukan.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Melati," ucap gadis .berpakaian merah itu,
pelan. "Lupakanlah, Mawar," sahut Melati cepat "Di antara saudara tidak ada istilah
pertolongan."
"Bagaimana kalau kita melanjutkan perjalanan," ucap Arya setelah melihat hari
sudah mulai panas karena matahari sudah berada di atas kepala.
Melati dan Mawar pun teringat kembali pada tujuan perjalanan mereka semula.
Sesaat sepasang mata mereka memandang berkeliling.
"Kedua orang itu sudah pergi," ucap Arya seperti mengetahui pandangan mereka.
Melati dan Mawar mengangguk-anggukkan kepala.
"Siapakah mereka sebenarnya, Kang Arya?" tanya Melati. "Dan mengapa mereka
memusuhi kita?"
Pemuda berambut putih keperakan itu mengangkat bahu.
"Aku juga tidak tahu, Melati. Tapi, orang yang menyandera Mawar menyebut dirinya
Alap-Alap Bukit Gantar. Hhh...l Kau pernah berurusan dengan mereka, Melati?"
Gadis berpakaian putih itu menggelengkan kepala.
"Mendengarnya pun baru kali ini, Kang."
Arya mengernyitkan dahinya. Jelas ada sesuatu yang dipikirkannya.
"Sudahlah, Kang. Lebih baik kita lupakan dulu masalah itu. Sekarang, yang
penting menemui orang tuaku dulu," ujar Melati menasihati. Pemuda berambut putih
keperakan itu pun mengangkat bahu. Tapi, dituruti juga saran tunangannya.
*** "Ayah...!" panggil Mawar begitu memasuki pintu pagar.
Seorang laki-laki setengah baya berpakaian hitam, yang tengah duduk di bangku
teras segera bangkit Lalu bergegas melangkah ke arah Mawar.
"Mari, Melati...," ajak Mawar pada saudara kembarnya, seraya menarik tangan
gadis berpakaian putih itu menyambut ayahnya.
Di tengah-tengah halaman yang cukup luas, ayah dan anak itu berpelukan.
"Dari mana saja kamu, Mawar?" tanya laki-laki berpakaian hitam sambil melepaskan
pelukan. Mawar kemudian menceritakan semua kejadian yang menimpanya secara
singkat "Ini ayahku, Melati," ucap Melati memperkenalkan laki-laki setengah baya yang
berdiri di hadapannya.
Melati mengerutkan alisnya yang berbentuk indah. Diam-diam gadis berpakaian
putih ini merasa kecewa melihat orang yang diperkenalkan Mawar sebagai ayah
gadis itu, yang berarti adalah ayahnya juga.
"Inikah ayahnya?" ucap gadis berpakaian putih itu dalam hati. Sungguh berbeda
jauh dengan apa yang dibayangkannya semula.
Semula Melati membayangkan akan bertemu dengan seorang laki-laki bertubuh tegap,
berwajah gagah, dengan rambut yang telah memutih sebagian. Tapi ternyata yang
dilihatnya adalah seorang laki-laki setengah baya, bertubuh agak kurus, berwajah
tirus. Sepasang matanya selalu berputar liar. Usianya sekitar lima puluh lima
tahun. "Ayah..., lihat siapa yang kubawa...?" ucap Mawar pada laki-laki setengah baya
berpakaian hitam yang sejak tadi memperhatikan Melati tanpa berkedip. Sepasang
matanya membelalak lebar. Seolah-olah tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Berkali-kali sepasang matanya menatap Mawar dan Melati bergantian.
"Tidak salahkah penglihatanku, Mawar?" tanya laki-laki berpakaian hitam itu
dengan suara yang bergetar. Berkali-kali tangannya mengucek-ucek matanya. Jelas
kalau laki-laki berwajah tirus ini merasa ragu dengan apa yang dilihatnya. "Kau
dengan gadis itu seperti pinang dibelah dua."
"Dia adalah saudara kembarku, Ayah...," jawab Mawar dengan senyum mengembang.
"Ya, Tuhan...! Jadi..., dia Delima...?" Laki-laki berpakaian hitam itu berseru
tak percaya. Mawar menganggukkan kepalanya.
"Delima..., Anakku...!" laki-laki setengah baya berpakaian hitam itu memanggil
dengan suara berdesah. Perlahan-lahan kakinya melangkah maju dengan kedua tangan
terkembang. "A..., Ayah..."!" sahut Melati dengan suara serak. Terasa kaku panggilan yang
keluar dari mulut gadis berpakaian putih itu. Karena sejak kecil dia tak pernah
mengenai orang yang pantas dipanggilnya ayah. Meskipun ada sedikit kekecewaan,
mengapa ayahnya tidak seperti yang dibayangkan, tapi tak u rung ada keharuan
yang menyeruak di hati Melati. Biar bagaimanapun juga laki-laki di hadapannya
ini adalah ayahnya. Ayah kandungnya!
Tak pelak lagi, ayah dan anak yang telah sekian belas tahun berpisah ini saling
berpelukan erat
"Delima.,., Anakku...," ucap laki-laki berpakaian hitam itu setengah berdesah.
Diusap-usapnya rambut gadis berpakaian putih itu penuh kasih sayang.
"A..., Ayah...!" suara Melati serak Sepasangnya matanya merembang berkaca-kaca.
Bahkan ada dua tetes air bening yang mengalir di pipi yang putih, hahis, dan
mulus itu. Beberapa saat lamanya ayah dan anak itu saling berpelukan erat, melepaskan
Riwayat Lie Bouw Pek 11 Si Pedang Kilat Karya Gan K L Si Penakluk Dewa Iblis 1

Cari Blog Ini