Ceritasilat Novel Online

Goa Terkutuk 3

Pendekar Slebor Goa Terkutuk Bagian 3


menepuknya tiga kali, sangat lembut. Dan bibirnya keluar
suara pelan, "Rawangi... datanglah...."
Belum lagi desisannya habis,. mendadak bau wangi yang
sangat kuat menebar di tempat itu. Si Tua Naga Merah
seketika bersiaga. Begitu pula dengan Sri Kasih. Bau wangi
itu begitu menyengat hingga sangat mengherankan sekali.
Namun sikap Andika tetap tenang saja.
"Ah, ternyata janji gadis itu benar...," desisnya pelan.
Dari aroma wangi yang kuat itu perlahan-lahan dari
kejauhan memancar cahaya merah yang cukup kuat dan
bagai mengambang cahaya itu mendekati ketiganya.
Si Tua Naga Merah alihkan pandangan dan tak berkesip
menatap cahaya merah itu, sementara Sri Kasih bersiaga.
"Andika... ada apakah kau memanggilku?" dari balik
cahaya merah itu terdengar suara begitu lembut sekali. Dan
perlahan-lahan cahaya yang diselingi bau wangi yang kuat,
menghilang. Sebagai gantinya, muncul satu sosok tubuh
jelita nan ramping yang mengenakan pakaian warna merah
menerawang, hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang
sempurna. Di balik pakaian yang menerawang itu terdapat dua helai
kain berwarna biru yang menutupi auratnya. Wajah sosok
yang muncul secara aneh itu begitu cantik sekali, tak
ubahnya wajah dewi-dewi dalam dongeng. Bibirnya tipis
tersaputkan pemerah yang menawan. Hidungnya bangir
bagai melengkapi kecantikannya. Matanya bersinar lembut
dengan bulu mata lentik dan alis hitam. Rambutnya yang
indah mengkilat hitam tergerai panjang. Kedua pipinya
bening sehalus pualam.
(Oodwkz-ray-novooO)
9 Andika tarik napas sekali lagi. Wajahnya sedikit cerah.
Ia mendekat dan berkata, "Terima kasih atas kehadiranmu,
Rawangi...."
Sosok jelita nan ramping yang dipanggil Rawangi itu
tersenyum. "Janji telah kuucapkan. Aku pasti akan muncul bila kau
memanggil namaku, Andika."
Andika perlihatkan senyumnya yang bagus. Gadis
penghuni Gerbang Neraka ini memang telah menjanjikan
padanya ketika secara tak sengaja ia memasuki Gerbang
Neraka, bila Andika membutuhkan bantuannya, maka ia
akan hadir. (Untuk lebih mengetahui siapa Rawangi dan
pengalaman apa yang dialami Andika, silakan baca :
"Bunga Neraka").
"Maafkan aku yang telah merepotkanmu, Rawangi.
Tetapi terus terang, aku membutuhkan bantuanmu untuk
menyelidiki tentang Dewi Putih Hati Setan yang mendiami
Goa Terkutuk."
"Baiklah... kau tunggulah sebentar Andika."
Gadis cantik itu memejamkan kedua matanya. Andika
geleng-geleng kepala melihat kesempurnaan yang ada pada
gadis itu. Sementara Si Tua Naga Merah ubah sikapnya dan
penuh siaga menjadi tenang. Sedangkan hal yang lain
dirasakan oleh Sri Kasih. Mendadak sesuatu yang tak
pernah disadarinya di hatinya bergejolak. Ia rasa hatinya
panas membara hingga tanpa disadarinya pula kedua
pipinya merona. Hatinya benar-benar jengkel melihat
kehadiran gadis berpakaian menerawang itu.
"Tidak sopan!" pikirnya dengan gelisah.
Sementara itu perubahan pada tubuh Rawangi tampak
jelas terjadi. Dan sikapnya yang berdiri tegak sambil
memejamkan matanya, mendadak tubuhnya bergetar.
Makin lama makin hebat. Tampak sekali kalau ia berusaha
menenangkan dirinya. Dan getaran itu berangsur-angsur
melambat dan lama kelamaan tubuhnya normal kembali.
Ketika ia buka kedua mata, terdengar tarikan napasnya.
"Sulit untuk menembus diri Dewi Putih Hati Setan itu,
Andika...." katanya dengan suara yang terdengar letih
sekali, seolah habis melakukan perjalanan yang jauh.
"Meskipun demikian aku bisa menangkap kekejaman dan
ketinggian ilmu yang dimilikinya. Dalam aliran darahnya,
ada semacam gumpalan sebesar sawo mentah, yang
berfungsi sebagai pusat pengendali tenaga miliknya. Kulihat
pula ada kilatan cahaya hitam di sekujur tubuhnya, yang
bisa melontarkan sinar hitam sangat dahsyat. Nampaknya,
ia telah meminum sebuah ramuan yang entah apa bisa
mempertahankan keremajaan kulitnya. Aku yakin, wanita
itu berusia lebih kurang delapan puluh tahun."
Andika yang mendengarkan dengan seksama, bertanya,
"Kau mengatakan ada gumpalan sebesar sawo mentah. Di
manakah letaknya?"
"Sulit. kukatakan, karena gumpalan itu bergerak terus
menerus." "Rawangi...," desis Andika yang tiba pada satu pikiran.
"Apakah itu merupakan kelemahan dan Dewi Putih Hati
Setan?" "Kemungkinannya iya. Tetapi bisa juga tidak. Karena,
sekujur tubuhnya bagai dialiri kilatan hitam."
Andika angguk-anggukkan kepalanya. Si Tua Naga
Merah yang sejak tadi juga mendengarkan bertanya,
"Apakah kau melihat sebuah pecut di dekatnya?"
Rawangi menoleh pada si nenek. "Kau benar, Nek.
Senjata itu memang sebuah pecut yang di ujungnya seperti
ada puluhan duri tajam."
"Kalau begitu, gadis itu memang Dewi Putih Hati
Setan." Rawangi putar lagi kepalanya pada Andika, "Adakah
yang bisa kubantu lagi?"
Andika yang masih memikirkan tentang kelemahan
Dewi Putih Hati Setan tersentak, "Oh! Y a, ya... tahukah
kau jalan masuk ke Goa Terkutuk?"
Rawangi terdiam kembali. Matanya terpejam. Tak lama
kemudian ia membuka matanya dengan desahan seolah
habis melakukan perjalanan yang jauh.
"Aku melihat dua puluh buah sinar hitam yang
melingkari Goa Terkutuk. Sinar itu jelas berasal dari
kekuatan penghuni Goa Terkutuk., Aku yakin, tak seorang
pun yang bisa menembus sinar-sinar hitam yang merupakan
sebuah pintu, kecuali Si penghuni Goa Terkutuk. Maafkan
aku, Andika...."
"Tidak apa-apa."
"Kalau kau ingin bantuan, aku bisa menahan sinar hitam
itu untuk beberapa saat."
Andika mengulapkan tangannya., "Tidak! Aku tidak
ingin merepotkanmu lebih lama lagi, Rawangi. Aku tahu,
kau sangat dibutuhkan oleh penduduk di Gerbang Neraka.
Terima kasih atas bantuanmu, Rawangi."
Rawangi perlihatkan senyumnya. Matanya yang teduh
bersinar sedih.
"Untukmu, aku rela melakukan apa saja, Andika."
Sudah tentu seperti itu dan Andika yakin sekali akan
kebenaran ucapan Rawangi. Ia tahu, kalau gadis yang
berasal dari sebuah alam yang disebut Gerbang Neraka
memang mencintainya. Bahkan pernah sekali berharap
untuk menikah dengannya.
"Teima kasih atas bantuanmu."
"Kalau begitu... aku permisi." Sehabis berkata begitu,
dari tubuh Rawangi memancar cahaya merah yang cukup
menyilaukan. Sinar itu bergerak bagai meninggalkan
mereka dan semakin lama lenyap dari pandangan.
Terdengar desisan lembut bersama angin, "Aku merindukanmu, Andika...."
Bersamaan dengan itu, cahaya merah tadi pun lenyap
dari pandangan. Andika tarik napas pendek.
"Sekali waktu... aku pernah pula merindukanmu,
Rawangi.... "
Lain yang dialami oleh Andika dan si Tua Naga Merah,
lain pula yang dialami oleh Sri Kasih. Gadis yang sejak tadi
terdiam dengan menahan getaran hatinya yang tak
menentu, kali ini hembuskan napas perlahan. Ia senang
karena gadis jelita berpakaian menerawang tadi sudah
berlalu dan hadapannya.
Diam-diam ia melirik pemuda tampan dari Lembah
Kutukan yang masih terdiam. Satu pertanyaan mendesis
galau dalam hatinya, "Apakah gadis Itu kekasih, Kang
Andika?" Andika mengangkat wajahnya, menatap Si Tua Naga
Merah. "Nek... tahukah kau di mana gumpalan darah yang
dimaksudkan oleh gadis dari Alam Gerbang Neraka?"
Si Tua Naga Merah menggelengkan kepalanya. "Aku
tidak tahu sama sekali soal itu."
Andika mendesah.
"Untuk mencari tahu, kita memang harus ke Goa
Terkutuk kembali. Karena, aku masih menunggu siapa
orang yang dimaksud oleh Dewi Putih Hati Setan. Selama
orang itu belum muncul, akan banyak korban lain yang
berjatuhan." .
Dan selagi semuanya terdiam, dicamuk oleh pikiran
masing-masing, mendadak saja satu gemuruh angin
kencang menderu hebat laksana topan badai.
Ketiganya tersentak dengan wajah terperangah!
(Oodwkz-ray-novooO)
Bummm!! "Monyet pitak! Setan itu lagi yang berseliweran!!" maki
Andika sewot sambil bergulingan, ketika ia berdiri tegak
bukan hanya ia yang terperangah, melainkan juga si Tua
Naga Merah dan Sri Kasih.
Mata mereka seperti melompat keluar dengan mulut
ternganga. Kening mereka berkerut-merut. Di hadapan
mereka, sebuah kepala menyeringai sedang mengapung di
udara. Wajah Dewi Putih Hati Setan, hanya saja tanpa
tubuh. Darah menetes dari lehernya yang penuh luka.
Matanya melotot bersinar merah. Lidahnya yang panjang
terjulur keluar bersama air liur yang bercampur darah.
Lidah itulah yang menggebubu tadi.
"Iblis gentayangan!!" maki Andika bergidik. Sementara
tanpa sadar Sri Kasih yang berdiri di sampingnya
memegang tangannya erat-erat. Kalau tidak dalam suasana
mengejutkan ini, sudah pasti mulut Andika yang usil
berbicara, "Mengapa tidak peluk sekalian saja?"
Si Tua Naga Merah lebih bisa menguasai keadaan. "Ilmu
apa lagi yang telah dimilikinya?" desisnya dalam hati.
Potongan kepala itu menyeringai.
"Sebelum kuhadapi Caping Dewa Sakti, aku ingin
menguji kemampuan ilmu baruku ini ajian 'Pengembang
Mata'!" Srrrttt! Lidah penuh darah itu melesat ke arah si Tua Naga
Merah yang menyongsong dengan ajian 'Surya Darah'.
Namun ia jadi tersentak sendiri, karena lidah panjang itu
meliuk menghindar dan melilit wajahnya bagai dililit
puluhan ular berbisa ditambah dengan tusukan menyayat
yang membuatnya berteriak keras terhuyung ke belakang.
Sebisanya ia untuk melepaskan wajahnya dari lilitan
lidah yang mengeluarkan bau busuk. Namun, tenaganya
bagaikan lumpuh dan perlahan-lahan ia merasa ada yang
keluar dari tubuhnya dan tersedot oleh lidah itu.
Melihat maut siap menjemput si nenek Andika segera
bertindak dengan tangan memapas. Akan tetapi, sebelum
tangannya mengenai lidah panjang yang tengah melilit
wajah si Tua Naga Merah, bagai tambah memanjang lidah
itu melihat tangannya yang membuatnya menjerit.
"Tak sia-sia aku berdiam puluhan tahun di Goa
Terkutuk!" suara dingin itu menggelegar.
Sri Kasih yang telah meloloskan cambuknya pun
menggerakkannya, namun tubuhnya terhantam kepala
Dewi Putih Hati Setan yang melayang laksana bom ke
arahnya. Tubuhnya terpental deras ke belakang dan muntah
darah. Tulang iganya terasa patah. Ia meringis kesakitan
sampai mengeluarkan air mata.
"Pendekar Slebor... aku akan membuat perjanjian
denganmu daripada nyawamu dan nyawa nenek keparat itu
kucabut!" potongan kepala itu berbicara.
"Arwah jahanam! Siapa sudi membuat perjanjian
denganmu"!"
Wuusss!! Kepala tanpa jasad itu mencelat ke udara mengeluarkan
suara menggidikkan. Sambil melayang di udara potongan
kepala itu umbar tawa yang mengerikan.
"Pemuda keparat! Bila saja kau mau, bersekutu
denganku, nyawamu akan kuampuni! Tetapi kau telah
lancang bicara! Darahmu akan kusedot habis hingga kau
mati kehabisan darah!"
Didahului tawa yang tak berkesudahan potongan kepala
itu melayang ke atas, dan menukik menimbulkan angin
bergemuruh ke arah batok kepala Andika.
Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan yang
tangan kanannya penuh darah dan kulitnya dirasakan
terkelupas segera jatuhkan tubuh dan bergulingan. Kaki
kanannya cepat menendang sebuah pohon di dekatnya yang
langsung tumbang.
Potongan kepala yang membuka mulut dengan
memperlihatkan taring sekeras besi itu terus melurup ke
arah batang pohon yang meluncur ke arahnya. Lilitan
lidahnya pada tangan Andika dan tubuh si Tua Naga
Merah dilepaskan.
Braaakkk! ! Pohon itu hancur berantakan dihantam lidah besi kepala
Dewi Putih Hati Setan. Begitu pohon itu hancur, potongan
kepala itu kembali membubung tinggi dan menukik lagi ke
arah Andika yang sedang berusaha bangkit.
Namun

Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum taring-taring sekeras besi itu menghujam di batok kepala Andika, si Tua Naga Merah
sudah kelebatkan tubuh.
Des! Potongan kepala itu terpental terkena ajian 'Surya
Darah'. dan mengeluarkan pekikan yang sangat keras.
Begitu mencelat ke belakang, potongan kepala itu langsung
berputar, dan kali ini sasarannya diubah.
Mengarah pada si Tua Naga Merah yang terperangah
dan langsung buang tubuh.
Wusss!! Lidah itu bergerak laksana kilat, membuat si Tua Naga
Merah kalang kabut. Sebisanya ia kibaskan tangan yang
telah terangkum ajian 'Asap Dewa', yang segera
membubung asap putih yang tebal.
Lidah terjulur itu langsung tertarik dengan cepat. Lalu
potongan kepala itu memburu dikawal angin deras yang
menggebubu ke arah si Tua Naga Merah yang lagi-lagi
gulingkan tubuh hindarkan serangan itu.
Melihat hal itu, Andika yang tengah mengalirkan hawa
murninya pada tangan kanannya yang terasa panas,
langsung memburu pula ke arah potongan kepala Dewi
Putih Hati Setan.
"Kalau begitu caranya, aku sulit menemukan di mana
letak gumpalan darah seperti yang dikatakan oleh
Rawangi!" desisnya dengan perasaan kacau.
Ajian 'Guntur Selaksa' sudah menderu dahsyat. Namun
yang membuatnya terperangah, karena pukulannya itu
bagai ceplos belaka. Dan karena dorongan tenaganya
sendiri, tubuhnya tersuruk ke depan, justru mengarah pada
si Tua Naga Merah!
(Oodwkz-ray-novooO)
Andika memekik keras, sebisanya ia membuang
tubuhnya agar jotosan tangannya tak mengenai si nenek. Sri
Kasih yang melihat keadaan yang tak menguntungkan itu,
cepat kelebatkan tubuh dan tendang kaki Andika, hingga
pemuda itu tersuruk dan jotosannya yang tak sengaja
mengarah pada si Tua Naga Merah berpindah arah,
menghantam sebatang pohon yang langsung menjadi
serpihan didahului dengan ledakan bagai salakan petir.
"Busyet kau, Bor! Kira-kira dong!" maki si nenek dengan
menggemborkan pipi peotnya. "Bisa-bisa aku yang kau
kirim ke akhirat lebih dulu!"
Bersamaan dengan itu, potongan kepala mengerikan
menderu dahsyat ke arah Andika, menghantamnya, hingga
terpental sepuluh tombak. Tulang iganya bagai patah,
muntah darah dialaminya lagi.
"Pendekar Slebor, kini saatnya kau akan mampus!!" Lalu
menggebubu potongan kepala Dewi Putih Hati Setan.
Dalam keadaan kritis bagi Andika, pemuda pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan masih sempat loloskan kain
bercorak catur dan mengebutnya sekuat tenaga.
Wuuuttt!! Potongan kepala yang siap kirim Andika ke akhirat,
bagai naik dua tombak hindari serbuan angin yang
mengeluarkan suara bagai ribuan tawon marah, lalu
melurup dengan jeritan yang keras.
Andika bagai lumpuh kedua kakinya melihat mulut yang
penuh taring sekeras besi itu membuka lebih lebar, siap
mencaplok kepalanya. Dalam keadaan kritis pemuda
urakan itu jatuhkan tubuh dengan kedua lutut ditekuk,
kepalanya ditundukkan namun tangannya mengibas.
Wuusss!! Kain bercorak catur itu tepat melurup di potongan kepala
Dewi Putih Hati Setan. Bagai menemukan kekuatannya
kembali, Andika melilitkannya dengan kuat. Potongan
kepala itu bagai bandul ajaib bergerak ke sana kemari
dengan menyentak. Andika yang telah mengeluarkan
seluruh tenaga dalamnya, harus terpelanting beberapa kali
dengan tubuh menghajar pohon.
Sakitnya tidak ketulungan lagi. Tangannya yang masih
mempertahankan kain bercorak catur yang melilit potongan
kepala itu terasa kesemutan. Namun sekuatnya ia berusaha
agar kain itu tidak terlepas.
Akan tetapi, justru ia yang melepaskannya, karena panas
bak api neraka mengalir dan seperti membakar tangannya.
Tubuhnya mencelat ke belakang lima tombak dengan
tangan bagai melepuh. Potongan kepala itu menggereng
keras sambil bergoyang-goyang, kain bercorak catur milik
Andika terlepas entah ke mana.
Lalu terlihatlah seringaian yang luar biasa seramnya.
Taring-taring tajam itu lebih membuka, "Kini ajalmu telah
tiba, Pendekar Slebor!!"
Habis berkata begitu, potongan kepala Dewi Putih Hati
Setan menderu dahsyat ke arah Andika yang rasanya tak
mampu untuk berbuat apa-apa lagi.
Sri Kasih memekik keras penuh rasa kekhawatiran. Si
Tua Naga Merah hanya terperangah tanpa mampu berbuat
apa-apa. Akan tetapi, keanehan terjadi. Karena sebelum serangan
yang dilancarkan oleh potongan kepala itu menghantam
hebat Pendekar Slebor, tiba-tiba saja potongan kepala itu
berbelok arah dan terdengar makiannya yang keras.
"Keparat! Caping Dewa Sakti, kini ajalmu telah tiba!!"
Sebuah caping kusam menderu keras bak bumerang yang
keluarkan getaran dahsyat halangi serbuan potongan kepala
itu dan dengan indahnya, berbalik pada satu tempat. Dan
dengan santainya, sosok bongkok yang berdiri dengan
kepala menggeleng-geleng menangkapnya. Mata kelabunya
tak berkesip menatap potongan kepala yang mengambang
di depannya. Perasaannya tak menentu.
"Kehebatannya semakin menjadi-jadi," desisnya.
Di sisi sosok bongkok itu, berdiri Gumilang!
(Oodwkz-ray-novooO)
10 Bagaimana itu bisa terjadi" Bagaimana tahu-tahu
Gumilang bisa muncul bersama seorang kakek bongkok"
Di satu tempat sepi, di sebelah timur Goa Terkutuk,
dengan hati sedih bercampur geram. Gumilang menguburkan mayat kakang yang dikasihinya. Meskipun
dendam begitu besar di hatinya, Gumilang merasa tak akan
mampu untuk menghadapi Dewi Putih Hati Setan. Apalagi
setelah membenarkan kata-kata Pendekar Slebor agar dia
jangan bertindak gegabah.
Dengan berat hati, akhirnya Gumilang memutuskan
untuk meninggalkan tempat itu. Dengan hati sedih,
perlahan-lahan Gumilang berdiri. Sepasang matanya tak
lepas dari makam Suryopati yang baru dibuatnya.
"Kakang, aku yakin kau tak menginginkan semua ini
terjadi. Aku pun yakin, kau tak ingin aku menjadi pengecut.
Akan tetapi, seperti yang kau katakan, bila kita mati
bersama, maka tak ada lagi yang akan melanjutkan
keturunan keluarga kita. Meskipun demikian, secara tidak
langsung aku sudah menunjukkan sifat pengecutku,
Kakang. Maafkan aku, kupikir... ini adalah jalan yang
terbaik." Sekali lagi lelaki berpakaian putih-putih berwajah kelimis
itu tarik napas panjang. Menatap langit, kelam.
"Pendekar Slebor dan Tua Naga Merah, terima kasih
atas bantuan kalian. Pertemuan ini tak akan pernah
kulupakan."
Lalu dengan berat hati penuh penyesalan, Gumilang pun
melesat meninggalkan tempat itu. Di satu tempat
dihentikan larinya. Keraguannya kembali muncul dan
menusuk seluruh relung hatinya. Tali sukmanya bagaikan
berdenting. "Oh, apakah aku telah melakukan satu tindakan yang
salah" Aku telah memperlihatkan ketidakberdayaanku,
kepengecutanku dan rasa ketakutanku. Apakah ku harus
kembali lagi untuk membalaskan sakit hati kedua
orangtuaku dan Kakang Suryopati pada Dewi Putih Hati
Setan" Namun, apa yang bisa kulakukan?" desisnya dengan
kebimbangan yang makin menjadi.
Rasa bimbang itu makin menyergap erat, makin
membuatnya bagai berada dalam lingkaran api yang
membuatnya sulit untuk keluar.
Tiba-tiba kedua tangannya mengepal. Rahangnya
merapat dan tatapannya semakin tajam. Wajahnya tegang
bukan main. "Tidak, aku harus kembali lagi ke sana! Biar
bagaimanapun juga, aku harus membalaskan sakit hati
kedua orangtuaku dan Kakang Suryopati! Mati secara
ksatria lebih baik dari seorang ksatria." Kepalanya perlahanlahan tengadah, yang tampak hanyalah pucuk-pucuk pohon
Jati. Namun sesuatu yang lain singgah di hatinya. Seperti
melihat Suryopati lelaki itu berkata, "Maafkan aku,
Kakang. Amanat yang kau sampaikan kepadaku, tak bisa
kujalani. Aku bukan orang pengecut. Kakang, bila memang
ini sudah tulisan Yang Kuasa, kita akan bersama-sama
lagi...." Gumilang pun menundukkan kepalanya. Tekadnya bulat
sudah untuk kembali lagi, namun sebelum dia beranjak,
terdengar suara di belakangnya, "Keputusan yang berada di
persimpangan jalan, memang sangat sulit untuk kita ambil.
Kenyataan semacam ini tak bisa kita hindari dalam setiap
kehidupan, karena bila kita hindari maka dia akan semakin
mengejar dan semakin dalam bersemayam."
Secepat kilat Gumilang membalikkan tubuh. Kedua
tangannya siap untuk menyerang.
"Kemarahan terkadang tak bisa kita hindari. Namun,
kemarahan hanyalah batu ujian dalam kehidupan.
Kesabaran akan mampu mengalahkannya."
"Kakek bongkok! Siapa kau, hah" Apa urusanmu
mencampuri urusanku"!" bentak Gumilang dengan sipitkan
mata. Kakek bongkok yang baru datang itu berpakaian kumal
dengan tudung kepala berbentuk caping. Wajahnya tertutup
caping itu. Di tangan kanannya ada sebuah tongkat yang
seharusnya dipergunakan untuk membantunya melangkah.
Namun tongkat itu seakan tak ada fungsinya.
"Ah, tak ada maksudku untuk mencampuri urusanmu.
Aku hanya kebetulan saja lewat tempat ini. Sementara
tujuanku masih jauh," kata si kakek dengan sikap tenang,
bijaksana dan penuh senyuman di mata dan bibirnya.
"Lekas tinggalkan tempat ini! Uruslah segala urusanmu!!"
Orang tua itu memperlihatkan senyum.
"Baik, baik... aku akan melakukannya. Karena urusanku
ini akan bertambah besar. Orang muda, bila kau memang
kesulitan untuk menentukan pilihanmu, tekadkan di
hatimu, kalau salah satu keputusan itu bila kau lakukan,
akan mendatangkan kebaikan padamu. Bila kau tinggalkan,
akan mendatangkan hal yang sama pula."
Setelah berkata begitu, si kakek bongkok itu balikkan
tubuh dan mulai melangkah.
"Tunggu!!"
Si kakek berbalik dan tersenyum.
"Orang muda, bukankah tadi kau mengatakan uruslah
urusanku" Nah, aku sudah hendak melakukannya."
"Siapakah kau sebenarnya, Kek?"
Si kakek menyeringai. Gumilang berusaha untuk melihat
wajahnya, namun tetap ketutupan oleh caping bambu yang
usang itu. "Suaramu sudah melembut sekarang. Berarti, kau
memang bukan orang yang tidak sabaran."
Mendengar kata-kata itu, Gumilang jadi tidak enak
sendiri. Sesungguhnya, dia berbuat seperti ini karena
perasaannya sedang kacau. Perlahan-lahan lelaki yang
dalam kebimbangan itu mendesah, "Apa yang kau katakan
itu benar, Kek. Ini semua dikarenakan aku sedang risau."
Dengan penuh kebijaksanaan, si orang tua lagi-lagi
memperlihatkan senyumnya. Kedua pipinya yang penuh
kerut, bagai tertarik keluar.
"Tidak perlu bingung. Hhmm, kalau kau ingin tahu siapa
namaku, aku sendiri tidak tahu. Otakku sudah melupakan
nama pemberian kedua orangtuaku dulu. Tetapi, kau bisa
memanggilku seperti orang-orang rimba persilatan memanggilku, Caping Dewa Sakti. "
Gurnilang terdiam. Matanya mati berusaha melihat
wajah si kakek yang berjuluk Caping Dewa Sakti.
Dirasakan satu ketenangan merambati hatinya yang benarbenar tanpa disadarinya berada di dekat si kakek ini.
"Maafkan atas kekasaranku tadi, Kek."
"Sudahlah. Siapakah yang sedang kau risaukan tadi"
Kulihat, tak ada sosok siapa pun di sini. Kalaupun kau
memang sedang merasa sedih, mengapa?"
Entah mengapa perasaan tenang di hati Gumilang
semakin menjadi-jadi. Tanpa diminta kedua kalinya
diceritakan apa yang dialaminya. Kali ini, didengarnya
suara bagai tersedak dari Caping Dewa Sakti, membuat
Gumilang menatap tak berkesip pada wajah yang tertutup


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

caping kusam. "Aku terlambat," begitu kata si kakek.
"Apa maksudmu, Kek?"
"Kita tak perlu membicarakannya sekarang, yang
terpenting, kita harus mencari Dewi Putih Hati Setan.
Wanita itu benar-benar menurunkan terornya. Ah, aku
yang salah, aku yang salah." Si kakek menggelenggelengkan kepalanya dengan wajah gelisah. Diangkat lagi
kepalanya dan menatap Gumilang yang masih tak mengerti
melihat perubahan sikap si kakek. "Aku tak boleh buang
waktu lebih lama! Pegang tanganku!"
Tak mengerti apa yang diinginkan oleh Caping Dewa
Sakti, Gumilang memegang tangan keriput si orang tua.
Dan begitu tangannya memegang, tubuhnya dirasakan
bagai terbang ke alam sukma. Saking takjubnya, Gumilang
tak mampu keluarkan suara apa pun kecuali setiap kali dia
menarik napas, setiap kali pula kelebatan itu dirasakan
makin cepat. Apa yang dikatakan oleh Caping Dewa Sakti memang
terbukti. Gumilang melihat si Tua Naga Merah sedang
meringis tak berdaya. Dilihatnya pula seorang gadis jelita
yang sedang berusaha untuk bangkit namun tak kuasa
dilakukannya. Yang membuat pandangannya bagai melihat
wanita telanjang namun penuh dengan kejijikan, ketika
melihat sebuah potongan kepala wanita cantik yang sedang
mencecar Pendekar Slebor yang tengah kibaskan kain
bercorak catur di tangannya.
"Kita belum terlambat," telinganya mendengar desisan
Caping Dewa Sakti.
Gumilang merasa kepalanya berpendar-pendar. Rasa
pusing datang mendadak. Potongan kepala itu tengah
melayang-layang mengerikan dengan leher bagai tercacah
teteskan darah dililit lidah panjang memerah penuh darah
serta gigi-giginya yang keras setajam besi.
Gumilang bagai tersedak dan hilang napasnya ketika
melihat Pendekar Slebor terlempar ke belakang setelah
lepaskan kain bercorak catur yang dipegangnya. Dan
potongan kepala darah itu melurup ke arah Pendekar Slebor
dengan keluarkan suara gerengan penuh hawa kematian.
Saat itulah Caping Dewa Sakti kibaskan tangannya.
Caping kusamnya melesat cepat menggebubu keluarkan
deru angin bak topan prahara.
(Oodwkz-ray-novooO)
Potongan kepala Dewi Putih Hati Setan tertarik ke
belakang dengan tatapan tak berkedip. Namun di saat lain
sudah terdengar geramannya, begitu melihat sosok bongkok
di hadapannya. Sesaat wajah itu tampak tegang.
"Caping Dewa Sakti, kematian sudah siap menerpa! Kau
tak akan pernah luput dari kematian!"
Caping Dewa Sakti yang sudah kenakan caping
kusamnya lagi, melangkah tiga tindak. Mata lembutnya tak
berkesip menatap potongan kepala di depannya.
Pendekar Slebor yang merasa terbebas dari belenggu
kematian itu berdiri tegak dan menyambar kain bercorak
caturnya yang tersangkut di ranting sebuah pohon.
Si Tua Naga Merah yang melihat dan mendengar semua
itu, merasa kepalanya jadi pusing. Caping Dewa Sakti,
rupanya nama besar itu bukanlah dongeng belaka. Apa
yang pernah diceritakan gurunya dulu memang suatu
kenyataan. Dan kini ia bertemu dengan Caping Dewa Sakti.
"Dewi... rupanya dendammu padaku makin membesar
saja. Tak pernah pupus. Kau telah menyiksa dirimu sendiri,
Dewi Putih Hati Setan."
"Jangan banyak bacot. Orang Tua Hina! Semua ini
terjadi gara-garamu sendiri!"
"Sepak terjangmu dululah yang membuat aku harus
turun tangan dan hentikan semuanya."
"Secara tidak langsung kau telah menghinaku!!"
"Itulah kenyataannya. Au tak bisa berdiam diri melihat
kejahatan yang kau turunkan."
"Kini semuanya sudah siap di akhiri bersama dengan
kematianmu!"
Habis berkata begitu, tiba-tiba saja lidah penuh darah itu
terjulur dengan kekuatan dahsyat.
Wuuuttt! Caping Dewa Sakti tak beranjak dari berdirinya. Tak
berusaha menghalau juluran lidah itu ke arah capingnya.
Capingnya terpental ke atas, namun dalam waktu beberapa
detik caping itu bagai mengenali tuannya bertengger lagi di
kepalanya. "ilmu semacam itukah yang kau pelajari sekian tahun di
Goa Terkutuk?" suara Caping Dewa Sakti penuh ejekan.
Yang lain termasuk Pendekar Slebor menahan napas
melihat sikap yang diperlihatkan oleh si kakek bongkok.
Dan orang-orang yang sedang melongo itu semakin
terlongoh-longoh dengan kening mengerut. Karena, tak
melihat bagaimana cara Caping Dewa Sakti menghindar,
tahu-tahu saja tubuhnya sudah lenyap dari pandangan dan
telah berada di sebelah kiri sambil masih perdengarkan
tawanya. Masih setengah terkekeh mendadak saja Caping Dewa
Sakti gerakkan kepalanya. Bagai anak panah yang
dilepaskan dengan tarikan seluruh tenaga dalam, caping
kusamnya melayang dan menderu hebat.
Memapas arah potongan kepala Dewi Putih Hati Setan
yang sedang menggebubu. Potongan kepala itu tiba-tiba
melenting setengah lingkaran, lebih tinggi dari apungannya
di udara tadi. Dan menderu lagi. Namun, Caping Dewa
Sakti telah meluncur dengan jotosan ke muka.
Des! Potongan kepala itu terpental dan mengeluarkan
gerengan keras.
"Kuundang kau ke Goa Terkutuk, Manusia Hina!!"
Lalu.... Wusssssh! Potongan kepala aneh itu telah menghilang. Andika yang
melompat mengejar, ditahan oleh Caping Dewa Sakti
dengan satu gerakan tangan yang mengeluarkan angin
dingin. Terheran-heran Andika berbalik dan menatap lakilaki bongkok aneh itu.
"Mengapa?" serunya langsung. "Tak seharusnya manusia
keparat itu dibiarkan hidup lebih lama lagi."
Caping Dewa Sakti tersenyum. "Dia hanya membalas
dendam, dan dendam itu ditujukan kepadaku. Tak ada
sangkut pautnya dengan kalian."
Apa yang dikatakan Caping Dewa Sakti memang benar.
Itu bertanda Caping Dewa Sakti tidak ingin yang lainnya
terlibat dalam urusan dendam mengerikan.
(Oodwkz-ray-novooO)
11 Mereka tiba di tempat yang agak terbuka. Di balik semak
di hadapan mereka terdapat sebuah goa. Sejenak terasa
kengerian yang lebih mendalam di hati Andika. Entah
mengapa begitu matanya melihat kembali Goa Terkutuk,
bulu kuduknya meremang.
Kegelapan goa itu seolah pancarkan kebengisan dan
kekejaman yang sangat luar biasa. Begitu mereka tiba,
mendadak saja terdengar kesiur angin dahsyat bergulunggulung ke arah mereka, yang serabutan berlompatan
menyelamatkan diri. Gumilang yang terlambat menghindar, terpelanting deras dan menabrak sebuah
pohon. Lelaki berpakaian putih-putih itu pingsan saat itu
juga. Sri Kasih merasa dadanya sesak, padahal ia terkena tak
secara langsung, hanya terkena sambarannya saja. Andika
merasakan tubuhnya menggigil. Ia alirkan tenaga dalamnya
dengan cepat. Hal yang sama pun dialami oleh si Tua Naga
Merah. Hanya Caping Dewa Sakti yang tampaknya tetap
berdiri tegar. Kedua matanya yang masuk ke dalam menatap tak
bergeming goa di depannya.
"Setelah nyawamu kucabut, Manusia hina, yang lain pun
akan segera menyusulmu!" terdengar suara penuh gelegar
dahsyat itu. Habis suara itu, mendadak saja berdesing angin
bak topan prahara ke arah Caping Dewa Sakti. Angin itu
muncul bersamaan bergeraknya satu sosok tubuh dari
dalam Goa Terkutuk.
Caping Dewa Sakti hanya geleng-gelengkan kepalanya.
Kejap lain jotosannya sudah dilancarkan akan tetapi
kelebatan sosok tubuh yang cepat itu justru mengejutkannya. Karena, sesuatu yang keluarkan sinar
hitam berkelebat.
Ctaaar! ! Menerbangkan kerikil dan membuat tempat itu semakin
berdebu. Sesaat Caping Dewa Sakti mundur beberapa tindak.
Pandangannya mulai dibaluri kemarahan. Namun, sebelum
si kakek bongkok ini bertindak, Andika sudah mengemposkan tubuh sambil menggerakkan tangannya
yang memegang kain bercorak catur.
Ctaaar! Suara keras terdengar bersamaan dengan itu kain pusaka
bercorak catur melilit sinar hitam yang bergerak-gerak yang
keluar dari Pecut Sakti Bulu Babi yang dikibaskan oleh
sosok tubuh jelita yang tak lain Dewi Putih Hati Setan.
Dewi Putih Hati Setan mundur dua tombak. Tangannya
dirasa kesemutan. Matanya hampir lompat keluar tak
percaya dengan apa yang dialaminya. Pecut Sakti Bulu Babi
yang dibanggakannya dapat dikalahkan oleh kain bercorak
catur di tangan Pendekar Slebor.
Dewi Putih Hati Setan yang geram karena keinginannya
untuk segera membunuh Caping Dewa Sakti telah
terhalang, segera putar kepala dan tatapan bengis pada
Andika yang cuma nyengir saja.
"Keparat!"
suara itu terdengar keras sementara Pecut,Sakti Bulu Babi di tangannya semakin pancarkan
sinar warna hitam. Pecut itu tak bertangkai pada hulunya.
Mengikat erat pada tangan Dewi Putih Hati Setan. Suara
geramannya menyusul, "Kau akan mampus, Setan Muda!!"
Tiba-tiba saja pecut itu menggebubu lagi dengan
pancarkan sinar hitam menggidikkan. Andika yang
memang sudah siap untuk menerjang segera bergerak
dengan kecepatan laksana setan. Tangannya yang
mengandung kekuatan penuh digerakkan.
Bummm! Pecut itu terlilit oleh kain pusakanya dan ketika ia coba
tarik, justru tubuhnya yang tersentak ke depan.
"Monyet pincang! Bisa mampus aku kalau wanita jalang
itu hantamkan pukulannya!"
Masih dalam posisi tubuh dibawa oleh pecut yang
pancarkan sinar hitam itu, Andika buat satu gerakan aneh.
Ia justru tambah tenaganya sendiri hingga tubuhnya lebih
cepat melesat ke arah Dewi Putih Hati Setan yang siap
hantamkan pukulannya. Bersamaan dengan itu, Andika
langsung lompat ke kanan dengan lepaskan kain bercorak
catur yang di pegangnya.
Wusss! "Setan alas!!" maki gadis cantik berhati kejam itu sambil
buang tubuh karena lesatan kain bercorak catur yang melilit
pada ujung pecutnya bagai meteor belaka.
Keterkejutannya makin menjadi. Karena Andika sudah
buat satu gerakan menyerang kembali. Tubuhnya meluncur
deras! Wuutttt!! Dalam keadaan terjepit, Dewi Putih Hati Setan masih
memperlihatkan kelasnya. Selagi ia melompat menghindar
lesatan kain bercorak catur, ia gerakkan tangan kirinya.
Wuuutt! Des! Pukulan Andika yang mengandung tenaga dalam tinggi
dipapasi dengan cepat. Menyusul kibasan Pecut Sakti Bulu
Babi ke arahnya, cepat. Keras menimbulkan angin maut.
Sing! Sing! Bum! Bum! Bukan hanya Andika saja yang harus tunggang-langgang
dibuatnya, yang lain pun segera berlompatan dan melihat
tanah yang mereka pijak tadi sudah membentuk lobang
dengan mengeluarkan asap.
Saat itu, tiba-tiba saja si Tua Naga Merah yang masih
terluka dalam berkelit dua kali hindari serangan yang
mengerikan. Begitu merasa ada kesempatan, ia segera
berdiri tegak. Kedua tangannya dikatupkan di dada dan
ditepuknya tiga kali.
Terlihatlah asap putih perlahan-lahan mengepul dan
semakin lama semakin banyak. Ajian 'Asap Dewa' sudah
dikeluarkannya.
Dengan hebatnya, asap putih
itu

Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergulung-gulung semakin tebal dan menutupi ruang
serangan dari sinar hitam yang sulit untuk ditembus.
Setelah berkali-kali melakukan, terdengar gerengan
dahsyat, "Kau juga akan mati, Perempuan Peot!!"
Dengan kalap Dewi Putih Hati Setan gerakan tangannya
berkali-kali. Desingan sinar hitam itu semakin lama
semakin banyak dan bertubi-tubi. Sebisanya si Tua Naga
Merah mempertahankan ajian 'Asap Dewa'-nya. Perlahanlahan terlihat tubuhnya bergetar hebat dengan darah yang
mengalir dari hidung dan mulut.
Andika terperangah melihatnya.
"Kacau, nampaknya si Tua Naga Merah tidak akan
mampu bertahan lebih lama lagi. Aku harus berbuat sesuatu
kalau tak ingin keselamatan si Tua Naga Merah terancam."
Berpikir seperti itu, Andika mencoba menerobos asap
putih itu dan menderu ke arah Dewi Putih Hati Setan.
Akan tetapi, justru tubuhnya yang digenjot cepat itu
terpental ke belakang. Tak mampu terobos asap putih tebal
milik si Tua Naga Merah. Seolah ada dinding yang tebalnya
sepanjang lengan manusia dewasa yang menghalanginya.
Begitu tubuhnya terlontar ke belakang, getaran tubuh si
Tua Naga Merah semakin kuat. Darah yang mengalir dari
hidung dan mulutnya semakin banyak.
Tiba-tiba terdengar teriakannya yang setinggi langit.
Bersamaan dengan itu tubuhnya terpental deras.
"Aaakhhhh!!"
Sri Kasih yang sudah cemas sejak tadi, dan harus
menghindari serangan sinar hitam membabi buta, langsung
bergerak dan menangkap tubuh gurunya. Namun akibatnya, justru ia yang terpental bersama dengan tubuh
gurunya. Brak! Sri Kasih masih bisa mengendalikan keseimbangannya
hingga meskipun terjatuh namun tidak terlalu deras. Tak
pula dirasakan tubuh gurunya yang menindih yang
membuat napasnya makin terasa sesak. Segera ia balikkan
tubuh gurunya dengan tergesa dan hati cemas.
Dilihatnya di bahu kanan gurunya sebuah lobang kecil
yang mengalirkan darah dan mengepulkan asap.
"Guru!" desisnya dan segera dialirkannya tenaga
dalamnya untuk memberikan tambahan tenaga pada
gurunya yang sedetik kemudian jatuh pingsan. Rasa panik
semakin muncul di hati Sri Kasih. Ia masih terus
melakukan tindakan penyelamatan yang menurutnya tepat.
Sementara itu, begitu tubuh si Tua Naga Merah
terpental, seketika ajian 'Asap Dewa' yang dikerahkannya
untuk menahan serangan Dewi Putih Hati Setan, lenyap.
Dan ini memudahkan sinar hitam yang berasal dan Pecut
Sakti Bulu Babi itu terus meluncur, menyerang membabi
buta pada Andika.
"Setan betul!!" makinya dan menghindar lagi dengan
cepat. Sementara Andika berjumpalitan, Caping Dewa Sakti
memperhatikan tak berkedip. "Pemuda berpakaian hijau
pupus ini benar-benar keras kepala! Biar kulihat dulu, apa
yang akan terjadi dengannya!"
Sementara itu Dewi Putih Hati Setan sambil terus
mempergencar serangannya pada Pendekar Slebor. "Kau
telah menjelma menjadi monyet buduk, Pendekar Slebor!!
Dan kau kakek bongkok keparat! Giliranmu akan tiba!"
"Hal ini tidak boleh dibiarkan," pikir Andika masih
menghindar. "Bila tidak segera dihentikan, tenagaku dan
yang lainnya akan terkuras kayak monyet habis nandak!
Aku harus memotong serangannya!"
Memikir sampai di sana, mendadak saja kenekatannya
muncul. Tiba-tiba Andika lentingkan tubuhnya ketika sinar
hitam itu kembali mengarah kepadanya, dan tangannya
dengan gerakan yang sangat cepat bergerak, melilit sekujur
tubuhnya dengan kain pusaka warisan Ki Saptacakra.
Dengan masih berputar di udara itu, tubuhnya membentuk
satu pusaran dan menderu ke arah Dewi Putih Hati Setan
yang cukup kaget melihat kenekatan Andika. Ia makin
menambah tenaganya. Namun sinar hitam yang melesat ke
arah Andika bagai terpental kembali begitu mengenai
tubuhnya. Ini dikarenakan pusaran tubuhnya yang sangat
cepat dibantu dengan kesaktian kain bercorak catur
miliknya. Suara keras menggelegar menyadari serangan sinar
hitam itu tak berguna lagi terdengar, "Keparat! Kau harus
mampus!!" Tiba-tiba saja terdengar suara berderak yang sangat
keras. Dan bumi bergoyang seketika. Bahkan Andika yang
masih berputar di udara itu tiba-tiba ambruk. Tubuhnya
bagai tersedot oleh gaya gravitasi bumi.
Segera ia berdiri. Dan kedua matanya terbuka, mulutnya
menganga. Ia melihat Dewi Putih Hati Setan tengah
pancarkan tenaga dalamnya dan memulai Ilmu baru yang
diciptakannya! (Oodwkz-ray-novooO)
Caping Dewa Sakti yang lihat pula akan keanehan itu,
segera melenting di sisi Andika. Ia berkata pelan,
"Menyingkirlah! Yang diinginkan hanyalah nyawaku!
Selamatkan si Tua Naga Merah dan muridnya! Bawa pula
tubuh Gumilang!"
Andika putar kepalanya dan kerutkan kening. Ia sadar,
dengan perkataan seperti itu, secara tidak langsung Caping
Dewa Sakti memberitahukannya
kalau lawan mengeluarkan ilmu yang sangat luar biasa.
Tetapi bagi Andika, ia tak akan mundur bila belum
melihat kezaliman di depan matanya terhenti. Dengan
keras kepala ia menggeleng, "Aku akan tetap di sini. Kita
coba untuk hancurkan manusia itu!"
"Terlalu berbahaya! Cara ia pergunakan Pecut Sakti Bulu
Babi-nya, lain dengan puluhan tahun lalu. Kali ini
tenaganya lebih tinggi dan aku yakin, ilmunya makin
bertambah. Menyingkir dari sini Andika."
Andika tidak mengiyakan dan tidak pula menolak. Ia
justru berkata-kata, "Menurut Rawangi, kelemahannya ada
pada gumpalan darah di tubuhnya. Sialnya, kita akan
kesulitan menentukan di mana letak gumpalan darah itu!"
"Siapa, Rawangi?"
"Wah! Terlalu panjang menceritakannya!"
"Biarpun kau mencarinya, kau akan terlambat menemukannya. Karena, tubuhmu sudah hancur!" terdengar suara menggelegar yang sangat dahsyat. Kaki
kanan Dewi Putih Hati Setan melangkah.
Bum! Andika merasa tubuhnya goyang, begitu pula dengan
Caping Dewa Sakti. Untungnya mereka memiliki tenaga
dalam yang tinggi. Hingga keseimbangannya masih terjaga.
Sementara itu, Sri Kasih bergetar dadanya.
"Astaga! Apakah ada gempa bumi?" desisnya sambil
berpegang pada sebatang pohon yang daun-daunnya
berguguran. Ia melihat tubuh gurunya yang pingsan
terjingkat sejenak. Mendadak ia teringat akan Gumilang.
"Gila, di mana dia sekarang?"
Segera Sri Kasih berkelebat dan begitu menemukan
Gumilang yang pingsan segera dibawanya ke tempat di
mana gurunya pingsan pula.
Di tempat yang agak terbuka, Andika mendesis, "Luar
biasa! Seumur hidupku aku baru melihat kehebatan tenaga
dalam seperti itu!"
"Dan kau akan merasakan kedahsyatannya! Bersiaplah
Andika!" Andika cuma mengangguk-anggukkannya. Ia merasa
bulu kuduknya meremang dan tubuhnya menjadi dingin.
"Benar-benar sinting! Bagaimana caranya menghentikan
manusia keparat itu?" desisnya dengan kepala berpendar
pusing. "Biar bagaimanapun juga, aku harus menemukan
gumpalan darah yang ada pada tubuhnya!"
Dan mendadak saja ia bersama Caping Dewa Sakti,
bergulingan hindari satu serangan yang benar-benar
mencengangkan. Karena, tubuh Dewi Putih Hati Setan
sudah bergerak secepat kilat. Gerakannya menimbulkan
gemuruh yang sangat dahsyat sekali. Saat itu benar-benar
terasa bagai kiamat. Belum lagi ketika kedua kakinya
melangkah dan memijak tanah. Andika sampai terpental ke
atas sepuluh hasta!
"Gila! Kekuatan apa yang sebenarnya dimiliki oleh
wanita itu?" makinya sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya agar tidak terjatuh. Namun begitu
kedua kakinya hinggap di tanah, tiba-tiba saja dengan
bengis Dewi Putih Bati Setan sudah melesat lagi ke
arahnya. Wusss! Andika cepat merebahkan tubuhnya di tanah. Namun
tak mungkin punggungnya terserempet angin yang kuat.
Perih sekali dirasakannya. Bersamaan dengan luputnya
serangan itu, datang lagi satu serangan melalui injakan kaki
Dewi Pulih Hati Setan yang bagai bertambah ribuan kali
dan mampu mematahkan seluruh tulang Pendekar Slebor
dalam sekali injak.
Segera Andika bergulingan cepat kalau tidak ingin
ajalnya segera tiba.
Bummm! Suara dentuman keras terdengar begitu kaki gadis kejam
itu menginjak tanah di mana ia rebah tadi.
Kekuatan injakannya itu membuat Andika terpental ke
atas dan menukik ambruk ke tanah. Sakitnya sudah tak
ketulungan lagi. Bahkan Andika merasa sudah tak sanggup
lagi untuk bangkit.
Samar matanya melihat bagaimana Dewi Putih Hati
Setan sedang mencecar Caping Dewa Sakti yang
menghindar dan kesulitan untuk membalas. Karena setiap
kali ia menghindar dan hinggap di tanah, getaran dahsyat
yang mampu membuat aliran darahnya kacau dirasakannya. "Seluruh dosa-dosamu akan kau tebus hari ini, Manusia
Keparat!!" suara menggelegar itu terdengar bersamaan
dengan tangan yang bergerak menghantam.
Caping Dewa Sakti mencoba bergulingan di saat
bergulingan ia hantamkan kakinya ke kaki Dewi Putih Hati
Setan. Des! Tubuh Dewi Putih Hati Setan terhuyung sesaat.
Wajahnya terlihat agak pias. Namun, perempuan sesat yang
menyimpan dendam setinggi langit, bergerak kembali
dengan hebatnya.
Caping Dewa Sakti menarik napas pendek. Kejap
berikutnya dia menggeser tubuhnya ke kanan, bersamaan
dengan itu tongkatnya pun digerakkan.
Wuutt! ! Gebrakan Dewi Putih Hati Setan tertahan beberapa saat.
Kepiasan yang dibaluri kemurkaan tampak di wajahnya.
Lalu mendadak saja dia menggereng keras, "Kau memang
berilmu tinggi! Tetapi cita-citaku adalah untuk menuntut
balas semua! Bersiaplah, Kakek Keparat!"
Caping Dewa Sakti terdiam sesaat. Belum lagi dia
menentukan jalan pikirannya, Dewi Putih Hati Setan sudah
keluarkan suara kembali.
"Inilah ilmu terakhir yang kupelajari dari Kitab Pusaka
Rembulan Mambang! 'Raksasa Memetik Rembulan'!"
(Oodwkz-ray-novooO)
12 Caping Dewa Sakti yang berdiri tegak, membatin resah.
"Dendam rupanya telah membuat perempuan ini menjelma
menjadi iblis! Rasanya, terpaksa aku harus menurunkan
tangan juga!"
Tetapi sebelum si kakek bongkok melakukannya,
mendadak saja satu sosok tubuh berkelebat dengan cepat,
melenting setengah lingkaran melewati kepala Dewi Putih
Hati Setan. Andika yang masih menahan sakit telah
melakukan tindakan yang memerlukan keberanian luar
biasa. Saat ia berada tepat di kepala Dewi Putih Hati Setan
yang terkesiap kaget, tangannya yang sudah terangkum
ajian 'Guntur Selaksa' menjotos kepala itu.
Des! Dewi Putih Hati Setan keluarkan suara erangan yang
luar biasa. Tubuhnya sempoyongan. Andika yang sudah
hinggap di tanah memperhatikan dengan seksama.
"Gila, kalau sejak tadi tak satu serangan pun yang
mampu membuatnya bergetar seperti itu, kali ini bahkan
tubuhnya sempoyongan," desisnya dan otaknya yang cerdik


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera tahu apa kelemahan yang dimiliki oleh Dewi Putih
Hati Setan. "Kepalanya! Ya, kepalanyalah kelemahannya!!
Pasti gumpalan darah yang dimaksud oleh Rawangi berada
di dalam kepalanya!"
Andika berkelit dengan lincah ketika dengan gerengan
setinggi langit yang getarkan jantung Dewi Putih Hati Setan
menderu dengan amukan dahsyat.
Andika cepat berkelit yang dilanjutkan dengan lompatan
yang cukup tinggi dan kali ini kaki kanannya menendang
kepala Dewi Putih Hati Setan.
Des! Tangan Dewi Putih Hati Setan masih sempat menahan
serangannya. Meskipun kakinya terasa remuk, Andika tak
mau hentikan serangan. Bersamaan kakinya terhantam,
masih berada di udara ia putar tubuhnya. Tangannya
dikibaskan kembali.
Des! "Keppaarrraaattt!!" suara keras itu kali ini terdengar
bagai suara jauh dari lobang sumur. Tubuh Dewi Putih Hati
Setan semakin bergetar hebat. Dari hidungnya mengalir
darah segar. Caping Dewa Sakti yang melihat hal itu, mendesah
pendek, "Tindakan pemuda dari Lembah Kutukan ini
memang tepat! Terpaksa semua memang harus dilakukan!"
Lalu dilihatnya Pendekar Slebor menghantamkan serangannya ke kepala Dewi Putih Hati Setan. Yang makin
lama makin bergetar hebat dengan erangan dahsyat
mengerikan. Menyusul satu serangan yang dilakukan Andika melalui
kain pusaka bercorak catur yang dialiri dengan ajian
'Guntur Selaksa'. Bukan hanya membuat Dewi Putih Hati
Setan sempoyongan, bahkan ambruk dengan suara
berdebam keras.
"Injak kepalanya, Andika!!" seru Caping Dewa Sakti
yang baru menyadari kalau kepalalah kelemahan dari
wanita kejam itu.
Tanpa diperintah pun Andika memang akan melakukan
tindakan itu. Dengan lincahnya kedua kakinya bagai
melompat jangkit menginjak kepala Dewi Putih Hati Setan.
Suara berderak terdengar bersamaan dengan lolongan
yang menggetarkan sukma. Akan tetapi, yang dialami oleh
Andika pun tak kalah mengerikannya.
Tangan kiri Dewi Putih Hati Setan masih sempat
tangkap sebelah kakinya dan bagai sebuah kerikil tubuh
Andika dilontarkan jauh beberapa tombak. Dan berhenti
dengan tulang bagai patah setelah menabrak sebuah pohon.
Namun kekeraskepalaan Andika memaksanya membuat ia
tetap berdiri dan siap menyerang kembali. .
Akan tetapi apa yang dilihatnya kemudian membuatnya
terbelalak. Begitu pula dengan Caping Dewa Sakti yang
telah siap untuk membantu Andika.
Keduanya melihat tubuh Dewi Putih Hati Setan bergetar
sangat dahsyat dan terdengarlah ledakan yang sangat kuat.
Tubuhnya pecah dan berpentalan bagai meteor!
Andika cepat merebahkan tubuhnya. Sementara Caping
Dewa Sakti masih berdiri tegak. Pecahan daging dan tulang
yang meluncur ke arahnya tertahan. Sementara sebagian
menghajar pepohonan yang kembali tumbang berdebam. .
Setelah beberapa saat, hujan pecahan daging, dan tulang
yang berasal dari tubuh Dewi Putih Hati Setan mereda.
Sebagai gantinya, keduanya melihat sosok transparan
penuh amarah dan darah yang mengalir dari mulutnya
menyeringai. "Dewi Putih Hati Setan!" desis Caping Dewa Sakti
dengan suara berat. Sosok transparan itu perlihatkan wajah
tua penuh kerut merut dan Caping Dewa Sakti meyakinkan
diri kalau sosok transparan itulah sesungguhnya wajah dari
Dewi Putih Hati Setan yang sudah menua.
"Bila sekarang aku gagal mencabut nyawamu, Orang
Bongkok, lain kesempatan kau pasti kudapatkan! Dan kau
Pendekar Slebor, kau telah menorehkan dendamku
padamu! Kau pun tak akan luput dari sasaran kematian!"
Diiringi dengan tawa yang menggema keras, sosok
transparan yang merupakan arwah penasaran dari Dewi
Putih Hati Setan perlahan-lahan lenyap dari pandangan.
Tinggal keduanya yang menghela napas panjang.
(Oodwkz-ray-novooO)
"Rupanya dendamnya padaku akan semakin panjang,
entah kapan akan selesai...," desis Caping Dewa Sakti
dengan kepala tertunduk.
Andika tak segera menjawab. Ia masih merasa aneh
dengan semua yang dihadapinya ini. Tiba-tiba didengarnya
suara dari belakang, "Andika! Di manakah Dewi Putih Hati
Setan?" Andika menoleh dan melihat Sri Kasih dan si Tua Naga
Merah yang sudah pulih dari pingsannya mendekat. Ia
hanya menganggukkan kepalanya. Perasaannya masih tak
menentu. Pertama, bingung sekaligus takjub dengan
kesaktian Dewi Putih Hati Setan. Kedua, saat ajalnya tiba
pun wanita itu berubah menjadi arwah penasaran yang
masih mendendam pada Caping Dewa Sakti.
Si Tua Naga Merah mendesah pendek, "Maafkan aku...
karena tak kuasa membantu kalian."
"Sudahlah, Nek... toh semuanya sudah berakhir," kata
Sri Kasih. "Apakah kau masih menginginkan Pecut Sakti
Bulu Babi untukku, Nek?"
Si Tua Naga Merah gelengkan kepalanya. Matanya lekat
menatap pada Pecut Sakti Bulu Babi yang tergeletak di
tanah. Sementara itu Andika melangkah perlahan seolah tak
menyadari ada mereka di sana. Sri Kasih hendak
memanggil, tetapi Caping Dewa Sakti melarangnya,
"Biarkan pemuda itu berlalu. Karena, dia masih
dipusingkan dengan apa yang terjadi barusan.
"Tetapi, Kek..."
"Sri Kasih," potong si Tua Naga Merah. "Bila kau
memang mencintainya, kau kuizinkan untuk mengikutinya."
Kali ini terlihat Sri Kasih menjadi serba salah. Ia
menunduk dengan wajah memerah. Lalu desisnya malu,
"Nenek...."
Diperhatikannya sosok pemuda yang mulai dicintainya
itu melangkah. Ah, mengapa ia tak sempat lagi bercakapcakap dengan Andika" Akankah ia bertemu kembali" Sri
Kasih semakin menundukkan kepalanya.
Tiba-tiba kepalanya terangkat ketika mendengar suara
Pendekar Slebor, "Sialan! Aku kan belum sempat mencium
Sri Kasih sebagai ucapan selamat berpisah!!"
"Memalukan!!" justru terdengar desisan Sri Kasih
bernada gembira.
Yang lainnya tertawa. Seperti hendak, melakukan apa
yang dikatakannya, Andika berlari ke arah Sri Kasih. Gadis
itu tertawa dan menghindar.
"Eh, memaksaku main kucing-kucingan ya" Awas kau!"
seru Andika sambil mengejar.
Si Tua Naga Merah dan Caping Dewa Sakti tertawa.
Membiarkan Pendekar Slebor dan Sri Kasih dalam
urusannya. Setelah itu, Caping Dewa Sakti melangkah untuk
mengambil Pecut Sakti Bulu Babi yang tergeletak. Namun
alangkah terkejutnya laki-laki bangkok itu ketika ia pegang
pecut itu, telah berubah menjadi asap.
"Gila!" desisnya.
Si Tua Naga Merah pun memperhatikan dengan kening
berkerut. Ia mendesis, "Aku yakin.... Kitab Pusaka
Rembulan Mambang pun lenyap begitu saja bersamaan
matinya Dewi Putih Hati Setan...."
Keduanya terdiam, lalu memutuskan untuk menemui
Gumilang. SELESAI Wasiat Darah Di Bukit Toyongga 2 Gento Guyon 16 Mbah Pete Seruling Perak Sepasang Walet 11

Cari Blog Ini