Pendekar Rajawali Sakti 154 Pangeran Dari Kegelapan Bagian 2
"Paman, apa yang terjadi" Kenapa banyak orang-orang berkumpul di depan rumah?" tanya Rangga, ketika berpapasan dengan seorang laki-laki tua penduduk desa ini.
"Apakah kalian tidak tahu?" laki-laki tua itu malah balik bertanya.
Rangga dan Nirmala menggeleng.
"Ah! Kalian pasti bukan penduduk desa ini. Tadi pagi ada kerusuhan. Dan dia telah membunuh beberapa orang desa!" sahut laki-laki itu.
"Kerusuhan" Kerusuhan bagaimana?"
"Dia meminta makanan dengan paksa. Lalu, membunuh lima orang penduduk desa."
"Siapa dia yang kau maksud, Paman?"
"Tidakkah kalian mengerti juga" Siapa lagi ka-lau bukan Pangeran dari Kegelapan! Iblis terkutuk itu selalu membuat kerusuhan di mana-mana. Setiap tempat yang dilalui, selalu saja ada korban yang mati. Huh! Mudah-mudahan orang seperti itu mati disambar geledek!"
Rangga tercenung, seraya menoleh ke arah Nirmala.
"Kau dengar" Iblis itu kembali membuat ulah Huh! Mendengar namanya saja, sudah menggigil tubuhku untuk mencincangnya!" dengus Nirmala geram.
'Telah tiga desa yang kita lalui selama sehari. Dan semuanya menjadi korban iblis itu. Hm.... Dia memang iblis terkutuk! Membunuh tanpa alasan jelas, dan hanya sekadar mengumbar nafsu belaka!" timpal Rangga ikut-ikutan geram.
"Heaaa...!"
"Minggir! Minggiiir...! Pasukan Kerajaan Pring-sewu akan melewati desa ini!"
Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang sambil berlari-lari memberitahukan yang lain.
Orang-orang Desa Branjangan segera terkejut. Mereka cepat bersimpuh saat melihat iring-iringan berkuda melewati jalan utama desa ini.
"Ayo!" ajak Rangga, langsung menggamit le-ngan Nirmala. Dan mereka segera bersembunyi di balik sebuah kandang yang terlindung dari peng-lihatan orang.
"Kenapa" Kau kelihatan takut dengan pasukan kerajaan..."
"Bukan. Aku hanya tidak terbiasa berlutut begitu!" sahut Rangga enteng.
Nirmala memandangnya sesaat, lalu menggeleng lemah seraya menghela napas pendek. Kemudian pandangannya dialihkan ke depan, dimana pasukan kerajaan tengah lewat di tempat itu.
"Barang siapa yang bisa menunjukkan di mana tempat orang yang menamakan dirinya Pangeran dari Kegelapan harap melapor pada prajurit kerajaan! Orang itu pembunuh, dan musuh nomor satu pihak kerajaan...!" teriak seorang prajurit sambil memukul mukul kentongan.
"Musuh kerajaan" Apa maksudnya?" tanya Nirmala dengan wajah bingung.
"Entahlah. Mungkin pihak kerajaan telah mendengar pembunuhan-pembunuhan yang dilakukannya belakangan ini. Sehingga, dia dianggap meresahkan masyarakatsahut Rangga menduga.
"Iblis terkutuk yang menamakan dirinya Pangeran dari Kegelapan telah membunuh putra mahkota kerajaan, yaitu Kanjeng Gusti Raden Mas Arya Kertajaya! Maka barang siapa yang mengetahui iblis itu berada, harap segera melapor. Barang siapa yang tidak melapor, dianggap bersekutu dengannya. Dan orang itu akan dijatuhi hukuman berat!" teriak prajurit Kerajaan Pringsewu?? melanjutkan pengumumannya.
"Gila! Dia mencari kematiannya sendiri!" desis Nirmala.
"Orang itu mungkin tidak waras. Apa urusannya dia membunuh putra mahkota kerajaan?" tanya Rangga pada diri sendiri.
"Hanya orang tidak waras yang berani melakukan hal itu!" umpat Nirmala.
"Mungkin juga. Tapi orang itu suka usil. Dan mungkin ada niat untuk mencari nama..."
"Apa maksudnya?"
"Seseorang yang baru muncul dalam dunia persilatan, berusaha mensejajarkan namanya dengan tokoh-tokoh besar lainnya. Orang itu akan membuat kegemparan. Dan mungkin menurutnya, dengan membunuh putra mahkota, akan menimbulkan kegemparan...," sahut Rangga.
'Dan niatnya berhasil."
"Sepertinya begitu...."
Kedua anak muda itu segera keluar dari persembunyiannya setelah pasukan Kerajaan Pringsewu meninggalkan desa ini. Kini para penduduk kembali pada kegiatannya semula.
"Huh! Apa pun yang dilakukannya, dia harus mati di tanganku!" dengus Nirmala.
Rangga tersenyum mendengar kata-kata Nirmala yang diucapkan dengan nada geram.
"Pihak kerajaan ikut campur. Dan urusannya tidak ringan. Iblis itu telah membunuh putra mahkota. Tentu mereka akan menggunakan segala cara untuk menangkap dan menghukumnya. Mungkin juga, dengan menggunakan jago-jago bayaran...," kata pemuda itu mengemukakan pendapatnya.
"Huh! Sudah kukatakan. Apa pun caranya, keparat itu harus binasa di tanganku!" sahut Nirmala tidak peduli.
Dia segera melompat ke punggung kudanya, meninggalkan tempat itu. Rangga mengikutinya dari belakang.
? *** ? Dua orang penunggang kuda menggebah tung-gangannya perlahan-lahan. Yang seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tujuh tahun. Kulitnya kuning langsat, berwajah tampan. Rambutnya pendek dan memakai ikat kepala kembang-kembang dengan warna dasar merah. Di pinggang bagian belakang terselip sebuah keris. Sedang di sebelahnya adalah seorang laki-laki tua berusia sekitar enam puluh tahun. Dia memakai sorban putih, berselempang kain putih pula. Sebagian dadanya yang kurus terlihat.
Laki-laki tua itu dikenal sebagai Empu Sat-yawaraga. Beliau ahli membuat senjata yang amat terkenal di seantero kerajaan. Bahkan kemasyhuran namanya melambung sampai di negeri-negeri tetangga. Setiap senjata buatannya selalu memiliki pamor, dan seperti mengandung kekuatan gaib. Sehingga, membuat pemakainya merasa lebih digdaya karena percaya diri.
Pemuda di samping Empu Satyawaraga dikenal bernama Kuncara. Dia adalah abdi terdekat Ki Samparan, seorang kerabat Kerajaan Pringsewu yang memiliki hubungan erat dengan Gusti Prabu Darma Kameswara. Keris yang terselip di pinggang Empu Satyawaraga adalah pesanan beliau beberapa waktu yang lalu.
Keris itu disetesaikan Empu Satyawaraga dalam waktu lebih kurang setahun. Dan selama mengerjakannya, sang empu tidak menerima pesanan lain. Dia perlu bertapa beberapa lama, sebelum menempa logam dan mengisinya dengan daya-daya kesaktian, sehingga keris itu memiliki pamor hebat.
Eyang Satyawaraga sendiri selain dikenal sebagai ahli pembuat senjata, dia pun memiliki ilmu kanuragan hebat yang diakui tokoh-tokoh persilatan.
"Hieee...!"
Mendadak Kuncara menghentikan laju kuda-nya. Demikian juga Eyang Satyawaraga, saat di depan mereka berjalan seseorang berpakaian gembel bertopi lebar dari anyaman bambu yang menghalangi wajahnya. Tangannya tampak memegang tongkat runcing.
"Dasar gembel tidak tahu diri! Jalan seenaknya.
Kau kira jalan ini milik bapak moyangmu, he"!" bentak Kuncara, galak.
Eyang Satyawaraga mengangkat tangan untuk memberi isyarat agar Kuncara tidak bersikap demikian.
"Huh! Untung saja aku berjalan bersama sang empu. Kalau tidak, sudah kuhajar kau! Ayo, minggir cepat!" lanjut pemuda itu dengan wajah bersungut-sungut.
"Kisanak berdua, maafkan aku. Aku minta se-dekah dari kalian...," ujar gembel itu dengan nada datar.
"Kurang ajar! Dasar gembel busuk tidak tahu adat! Sudah bagus aku tidak menghajarmu! Eh, malah berani minta-minta segala!" hardik Kuncara semakin geram saja.
"Kuncara, jangan begitu. Mungkin dia belum makan. Berilah sedekah kalau kau memiliki uang...," ujar Eyang Satyawaraga.
'Tapi, Empu. Gembel ini amat menjengkel-kan!"
"Mungkin saja dia tidak tahu sopan-santun. Dan kau yang mengerti, hendaknya menyadarinya. Nah, berikanlah barang beberapa keping uangmu...."
"Huh!" kesal Kuncara.
Namun begitu, pemuda itu tidak bisa membantah. Dirogohnya koceknya. Dan dia bermaksud mengeluarkan beberapa kepingan uang untuk gembel yang menjengkelkannya itu.
"Kisanak, kau salah. Aku tidak bermaksud meminta uangmu...!" kata gembel itu, datar.
'Dasar gembel kurang ajar! Jadi apa maumu"!"
"Aku ingin kepalamu!"
"Apa"! Keparat! Kau hendak mempermain-kanku, he"! Kurang ajar!" geram Kuncara dengan wajah berkerut menahan geram.
Sepasang mata pemuda itu melotot lebar. Dan dengan serta-merta dia melompat turun, untuk menghajar gembel itu. Namun sebelum dilakukannya, gembel ini telah lebih dulu mencelat ke arahnya sambil mengayunkan tongkat.
"Hiiih!"
"Heh"!"
Kuncara terkesiap. Gembel itu ternyata berge-rak secepat kilat. Dan bahkan pemuda itu sendiri sampai terkesima, hingga tidak menyadari kalau maut tengah membayanginya. Namun saat itu juga, Eyang Satyawaraga mencelat. Disambarnya keris pemuda itu untuk menangkis senjata si gembel.
Tak! Trak! Wut! "Uhhh..."
Dua sabetan tongkat gembel itu berhasil ditangkis Eyang Satyawaraga. Dan saat gembel ini berbalik melakukan tendangan, Eyang Satyawaraga mendorong tubuh Kuncara. Akibatnya, pemuda itu terlempar dari punggung kudanya. Orang tua itu sendiri cepat menangkis sambil berputar di udara.
Tap! "Hup!"
Mendadak si gembel mencelat ke belakang. Demikian pula halnya Eyang Satyawaraga. Kedua bahu orang tua itu turun naik menandakan kalau pernapasannya kalang kabut. Baru sekali ini dia merasakan kalau gerakan lawan begitu cepat.
"Ha ha ha...! Ternyata apa yang kudengar ten-tang dirimu tidak salah, Kunyuk Peot. Kau boleh juga...!" ujar gembel itu sambil tertawa lebar.
Kuncara bangkit dengan muka penasaran. Didekatinya Eyang Satyawaraga.
"Siapa orang itu, Empu" Apakah kau menge-nalnya?" bisik pemuda itu.
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu...."
"Huh! Kalau dia macam-macam, biar kuadu-kan pada prajurit kerajaan. Dia akan diringkus dan mendapat hukuman berat!" dengus Kuncara.
"Dengan cara apa kau hendak memberitahu pihak kerajaan?"
'Tentu saja dengan berkuda! Sementara dia kau hadang, aku akan memberitahu pihak kerajaan. Jarak kita tidak jauh lagi dari sini!"
"Dia menginginkan kita berdua. Dan tidak akan membiarkan kau pergi begitu saja."
"Apakah kau tidak bisa menghadangnya barang sesaat?"
Orang tua itu tidak menjawab, tapi malah tersenyum tipis.
"Aku akan buktikan!" sahut Kuncara berse-mangat. Langsung diambilnya keris yang berada dalam genggaman Eyang Satyawaraga.
Pemuda itu cepat melompat ke punggung ku-danya. Dan dia bermaksud pergi dari situ. Namun sebelum kudanya berlari, gembel itu langsung melompat menyerang.
"Yeaaa...!"
? *** ? Eyang Satyawaraga tidak bisa membiarkan begitu saja. Langsung orang tua itu melompat menghadang serangan si gembel.
"Hup!"
Wut! Bet! Ujung tongkat di tangan si gembel melayang-layang menyambar ke arahnya. Namun, orang tua itu bergerak gesit menghindarinya meski sedikit kerepotan. Dan ternyata, si gembel tidak terus mendesaknya, saat orang tua itu mencelat ke samping. Bahkan dia menghantam satu pukulan jarak jauh ke arah Kuncara.
"Hiiih!"
"Kuncara, awaaas...!" teriak Eyang Satyawaraga memperingatkan.
"Hup! Uts...!" Kuncara melompat dari kudanya. Namun aki-batnya, justru kudanya yang menjadi korban. He-wan itu meringkik keras, langsung terjungkal roboh. Sambil meringkik-ringkik kesakitan kuda itu berusaha bangkit, namun tidak juga berhasil.
"Ha ha ha...! Kau kira begitu mudah meninggalkanku, Bocah" Kalau ingin pergi, tinggalkan dulu kepalamu di sini!" kata orang bertopi lebar itu seraya menuding ke kakinya.
"Setan! Gembel busuk! Apa kau kira aku takut denganmu, he"!" sahut Kuncara, garang.
"Aku tidak peduli kau takut atau tidak. Namun, kau boleh bicara lagi setelah kepalamu kucabut!" desis orang bertopi lebar itu seraya melompat menyerang Kuncara.
Kali ini, laki-laki bercaping itu tidak peduli apakah Eyang Satyawaraga akan menghalangi atau tidak. Tapi, agaknya dia telah memperhitungkannya. Terbukti, saat Eyang Satyawaraga bermaksud melindungi pemuda itu, maka serangkum angin kencang berbau busuk menerpanya. Orang tua itu kaget, namun cepat melompat menghindar. Pada hal pada saat yang sama, ujung tongkat si gembel mengancam keselamatan Kuncara.
Tring! Kuncara terkejut setengah mati. Kerisnya tahu-tahu terpental disambar tongkat si gembel, saat berusaha menangkis. Belum sempat keterkejutannya hilang, ujung tongkat laki-laki bercaping itu telah menyambar ke leher.
Cras! "Aaakh...!"
Kepala Kuncara menggelinding, setelah sempat menjerit sesaat. Dari pangkal lehernya tampak mengucur darah segar! Kemudian dia ambruk, tak berkutik lagi.
"Heh..." Biadab...!" desis Eyang Satyawaraga dengan mata terbelalak lebar, begitu menjejakkan kakinya di tanah.
Laki-laki tua itu amat terperanjat dengan gerakan si gembel yang cepat tak terkira.
"Ha ha ha...! Sekali aku menginginkan sesuatu, maka harus terpenuhi!" ujar laki-laki berbaju gembel itu tertawa keras.
"Kisanak! Siapa kau sebenarnya"! Dan, apa yang kau inginkan dari kami?" tanya orang tua itu datar.
"Kematian!"
"Hm.... Kurasa aku belum pernah mengenal-mu sebelumnya. Dan tidak ada alasan untuk membunuhku dan pemuda itu...!" sentak Eyang Satyawaraga.
'Pangeran dari Kegelapan tidak perlu alasan untuk meminta kemaban kalian!"
"Pangeran dari Kegelapan"! Hm... Jadi, kau orangnya" Kudengar kau telah membunuh putra mahkota kerajaan...."
"Ha ha ha...! Kini berita lebih cepat menyebar ketimbang angin. Bahkan tua bangka sepertimu yang hidup terkucil pun tahu hal itu," kata laki-laki bercaping yang ternyata Pangeran dari Kegelapan.
"Aku banyak punya hubungan dengan pihak kerajaan...."
"Apa"! Ha ha ha...! Bagus! Jadi kau bermaksud menangkapku" Ayo, tangkaplah! Atau, barangkali kau ingin menakut-nakutiku"! Ha ha ha...! Tua bangka busuk! Ayo tunggu apa lagi" Tangkaplah aku!" ejek Pangeran dari Kegelapan.
"Hm.... Sebenarnya aku tidak ada urusan denganmu. Dan, sama sekali tidak ikut campur tangan dalam urusanmu dengan orang-orang kerajaan. Namun kau telah membunuh Kuncara. Padahal, dia dalam perlindunganku. Maka aku tidak bisa berdiam diri melihat kenyataan ini," sahut Eyang Satyawaraga, datar.
'Tua bangka! Kau terlalu banyak mulut! Tidak usah cerewet! Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan!" bentak Pangeran dari Kegelapan.
"Baiklah kalau itu yang kau mau. Bersiaplah!" sahut Eyang Satyawaraga.
Orang tua itu mencabut keris yang terselip di pinggang, bersiap menyerang. Sengaja itu dila-kukannya untuk mengimbangi senjata Pangeran dari Kegelapan. Sebab dalam beberapa gebrakan tadi, dia bisa merasakan kalau tongkat di tangan Pangeran dari Kegelapan bukanlah senjata sembarangan. Sehingga, dia tidak mau gegabah meladeninya dengan tangan kosong.
"Yeaaat!"
Keris itu menyambar bagaikan kilat. Namun tenang sekali Pangeran dari Kegelapan menangkis dengan tongkatnya.
Trang! Wut! Sementara ujung keris itu terus berkelebat ke bawah mengikuti gerakan pemegangnya.
"Haiiit!"
Pangeran dari Kegelapan terkesiap. Dan dia cepat melompat ke belakang. Dia merasakan hawa panas tajam menyambar dekat perut. Meski telah mengibaskan tongkat untuk menangkis, namun orang tua itu berusaha menghindari bentrokan senjata. Keris itu bergerak gesit, dan terus mengancam leher.
"Uts!"
"Huh! Ke mana pun kau berlari, akan kukejar! Kau harus menebus jiwa Kuncara!" desis Eyang Satyawaraga.
Pangeran dari Kegelapan melompat ke belakang sambil membentak nyaring.
"Ha ha ha...! Apakah kau merasa telah mampu mengalahkanku, Tua Bangka" Dasar kunyuk bu-duk! Kau boleh bermimpi di akherat sana!" ajak Pangeran dari Kegelapan.
Setelah berkata demikian, laki-laki bercaping itu melompat menerjang disertai bentakan nyaring.
"Yeaaa...!"
Eyang Satyawaraga terkesiap. Gerakan Pangeran dari Kegelapan kian gesit dan cepat Kerisnya dikibaskan untuk memapak.
Bet! Trang! "Uhhh..."
Saat senjata mereka beradu, orang tua itu merasakan kalau tenaga dalam Pangeran dari Ke-gelapan mulai menindih tenaga dalamnya yang disalurkan lewat keris.
"Hiiih!"
Ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan sema-kin lincah saja bergerak dengan arah tak terduga. Dan ini membuat Eyang Satyawaraga kewalahan.
"Heaaa...!"
? *** ? 6 ? Pangeran dari Kegelapan melompat gesit, menyerang Eyang Satyawaraga dengan ayunan tongkatnya.
Orang tua itu berusaha menangkis. Namun siapa duga bila ternyata tongkat itu ternyata adalah sarung sebilah pedang kecil yang amat tajam.
Dengan memegang tongkat di tangan kiri, tangan kanan Pangeran dari Kegelapan mencabut pedang tipis itu. Dan begitu cepat dia mengibaskan pedangnya membabat tenggorokan orang tua itu, tanpa bisa dielakkan lagi.
Eyang Satyawaraga terkesiap. Namun tidak ada yang bisa dilakukannya lagi. Dan...
Cras! "Aaakh...!"
Orang tua itu menjerit tertahan. Tubuhnya terkulai lesu dengan leher nyaris putus. Darah segar memancur deras dari lukanya. Orang tua itu lantas ambruk dengan nyawa melayang.
Trek! Pangeran dari Kegelapan menyarungkan pedangnya. Tubuhnya berbalik seraya mendekati mayat orang tua itu.
"Huh, Kunyuk Busuk! Kau hanya banyak mu-lut. Kehebatanmu yang digembar-gemborkan ha-nya omong kosong!" dengus Pangeran dari Kegelapan sinis seraya meludahi mayat itu.
Baru saja Pangeran dari Kegelapan bertindak seperti itu...
"Itu dia! Kejar! Ringkus, dan jangan biarkan lotos...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan beberapa orang yang berlari kencang mendekati tempat ini.
Pangeran dari Kegelapan menoleh. Matanya disipitkan dengan wajah sinis. Ternyata lebih dari tiga puluh prajurit Kerajaan Pringsewu telah berada di tempat itu. Meski ada kesempatan baginya untuk kabur, namun tidak dilakukannya. Dia malah berdiri dengan sikap siap menyambut.
"Lihat! Dia telah membunuh Empu Satyawaraga dan seorang abdi Gusti Samparan!" teriak salah seorang prajurit Kerajaan Pringsewu.
"Kurang ajar! Hei, menyerahlah. Agar kami tidak bertindak keras padamu!" sentak prajurit yang lain.
"Menyerah" Ha ha ha...! Kunyuk-kunyuk du-ngu! Kalian kira siapa aku" Pangeran dari Kege-lapan tidak mungkin menyerah pada kunyuk-kunyuk seperti kalian!" sahut Pangeran dari Kegelapan, jumawa.
"Bangsat! Kalau begitu jelas kau can mati. Ayo, ringkus dia!" sahut prajurit itu seraya memberi perintah pada kawan-kawannya.
"Yeaaa ...!"
Srang! Tanpa diperintah dua kali, para prajurit Kerajaan Pringsewu itu langsung menghunus senjata dan berlompatan menyerang.
Pangeran dari Kegelapan berputar sambil mengayunkan tongkat. Akibatnya, beberapa buah pedang dan tombak melayang.
Trang! Bret! "Aaa...!"
Kelebatan tongkat Pangeran dari Kegelapan, disusul pekik kematian beberapa prajurit. Lima orang ambruk dan tewas dengan luka lebar di leher.
"Kurang ajar! Jangan beri hati. Bunuh dia!" teriak prajurit tadi membakar semangat kawan-kawannya.
"Heaaa...!"
Kembali para prajurit Pringsewu menyerang penuh nafsu. Namun yang diserang kelihatan te-nang-tenang saja. Dan begitu para prajurit sedikit lagi mendekat, Pangeran dari Kegelapan memutar tubuhnya sambil mengayunkan tongkat.
Cras! Cras! Dan kembali beberapa orang menjadi korban ujung tongkatnya. Melihat keganasan dan kehe-batan laki-laki gembel itu, sebagian prajurit menjadi ciut nyalinya. Namun karena beberapa kawannya yang lain membakar semangat mereka, maka serangan terhadap Pangeran dari Kegelapan diteruskan.
"Yaaat!"
"Huh! Dasar kunyuk-kunyuk tidak tahu diri! Kalian hanya mengantar nyawa sia-sia. Tidak ada seorang pun yang mampu membunuhku!" dengus laki-laki gembel berbaju penuh tambalan ini.
Pangeran dari Kegelapan melenting ke atas kepala lawan-lawannya. Lalu dihalaunya semua senjata mereka. Dan dengan kecepatan yang tidak mampu diikuti mata biasa, ujung tongkatnya me-nyapu ke arah tenggorokan.
Cras! "Aaa...!"
Beberapa prajurit lagi menjadi korban. Kali ini sasarannya adalah bagian tenggorokannya. Se-hingga, mayat-mayat yang ambruk itu terlihat menyedihkan. Kepala mereka nyaris putus dan darah segar mengalir dari leher yang terluka.
"Bagaimana ini" Jumlah kita semakin menipis. Sedang, iblis ini belum juga tertangkap?" bisik seorang prajurit yang agaknya memimpin pasukan ini, kepada kawan terdekatnya.
"Entahlah... Aku sendiri tidak tahu. Apa kita harus kembali dan melaporkan kegagalan ini" Kanjeng Panglima tentu akan menghukum kita dengan berat."
"Masih lebih baik ketimbang mati sia-sia!" sahut prajurit yang lain.
"Gila! Jadi kau ingin menyingkir, he"!" dengus prajurit yang diajak bicara.
"Bukan begitu, tapi..."
"Kunyuk-kunyuk buduk! Kenapa kalian diam"! Ayo, serang aku! Bukankah kalian ingin menangkapku" Ayo, serang! Atau barangkali semua prajurit kerajaan berjiwa pengecut?"
Kata-kata prajurit itu terhenti ketika Pangeran dari Kegelapan membentak nyaring.
Kepala pasukan prajurit itu belum sempat menjawab ketika sesosok tubuh berkelebat, lalu berdiri tegak membelakangi mereka.
Orang yang baru muncul itu memakai jubah hitam pudar. Rambutnya panjang sepunggung, tanpa pengikat kepala. Dia langsung menatap tajam Pangeran dari Kegelapan.
"Pangeran dari Kegelapan, kau boleh berha-dapan denganku saat ini!" ujar orang yang baru muncul itu.
? *** ? Laki-laki bertopi lebar yang terbuat dari anyaman bambu itu mendengus. Kedua tangannya memegang tongkat yang ujungnya menyentuh tanah.
Orang yang baru muncul ini adalah tokoh berusia sekitar lima puluh tahun. Dahinya lebar dengan kedua kelopak mata agak menyipit. Hi-dungnya bulat, sedikit lebar. Tubuhnya besar, dengan dada bidang lebar. Satu-satunya senjata yang dimilikinya hanya sebatang tongkat yang hampir mirip dengan milik Pangeran dari Kegelapan.
"Hm... Memang telah lama kutunggu-tunggu saat seperti ini, Keparat! Akhirnya kau muncul juga di hadapanku!" dengus Pangeran dan Kegelapan.
"Aku bisa menduga, siapa kau sebenarnya...," ujar tokoh yang baru muncul.
"Syukurlah kalau benar begitu. Hm.... Nama Malaikat Tongkat Maut tidak akan pernah hilang dari benakku. Kau membunuh keluargaku, membunuh anak istriku. Serta, merusak mukaku! Aku akan membalasnya sampai tuntas, berikut bunga-bunganya!" desis Pangeran dari Kegelapan.
"Kalian adalah keluarga bajingan! Dan kau mendidik istri dan anakmu dengan cara salah. Kau suruh mereka merampok, membunuh, dan mengganggu setiap orang. Persis apa yang kau lakukan sekarang. Kalian memang bajingan, Karta! Dan sedikit pun aku tidak menyesal akan apa yang telah kulakukan terhadapmu. Hm, sungguh menyesal kala itu aku tidak langsung membunuhmu!" sahut tokoh yang ternyata bergelar Malaikat Tongkat Maut.
'Tidak usah banyak mulut! Sekarang ten-tukan saja, siapa di antara kita yang akan mati hari ini!" timpal Pangeran dari Kegelapan yang bernama asli Kartawijaya.
"Kau boleh mulai!"
Tanpa banyak bicara lagi, Pangeran dari Kegelapan melompat secepat kilat menyerang.
"Huh!"
Trang! Bet! Tongkat Pangeran dari Kegelapan berkelebat menyambar. Namun, Malaikat Tongkat Maut tidak kalah gesitnya menghindar dan sesekali menangkis. Bahkan kini mulai balas menyerang. Dan setiap kali tongkat mereka saling beradu, terlihat pijaran bunga api. Ini menandakan kalau kedua tongkat itu terbuat dari bahan logam kuat atau baru yang amat keras.
"Yeaaa...!"
Tubuh Pangeran dari Kegelapan mencelat ke sana kemari. Dia berusaha mendesak Malaikat Tongkat Maut secepat mungkin. Sehingga dalam waktu singkat Malaikat Tongkat Maut mulai keteter.
"Huh!"
Malaikat Tongkat Maut mengkertak rahang. Lalu tubuhnya mencelat ke belakang. Ternyata Pangeran dari Kegelapan tidak berusaha menyusul, seperti membiarkan si Malaikat Tongkat Maut mengeluarkan jurus baru yang bisa diandalkan.
"He he he...! Mau menggunakan jurus 'Tongkat Maut Menyapu Bulan " Kau akan menyesal di akherat sana bila menyadari kalau semua ilmu silatmu hanya seujung kuku!"
"Huh! Kau boleh tertawa sepuas hatimu! Tapi setelah kepalamu berpisah dari tubuh, baru tawamu terhenti!" dengus Malaikat Tongkat Maut seraya melompat menerjang.
Trang! Tring! Tongkat Malaikat Tongkat Maut menyambar Pangeran dari Kegelapan cepat mengincar leher. Namun, mendadak berbelok mencecar dada. Lalu, secepat kilat berpindah menyambar perut. Sehingga apa yang disebutnya sebagai jurus 'Tongkat Maut Menyapu Bulan' sebagai jurus andalan, bukanlah omong kosong. Hanya saja, Malaikat Tongkat Maut kini ketemu batunya. Biasanya jurus itu bisa diandalkan. Bahkan jarang ada tandingannya. Dan kali ini, kelihatan sama sekali tidak berguna.
Pangeran dari Kegelapan bukan saja mampu menghidar atau menangkis, namun juga mampu mencari titik kelemahan jurus Malaikat Tongkat Maut. Sehingga, dengan mudah pertahanan musuh bebuyutannya itu terdesak. Dan kini, Malaikat Tongkat Maut tampak kewalahan.
"Heaaa...!"
Trang! Wut! Malaikat Tongkat Maut menerjang disertai bentakan keras. Tongkatnya yang berada di tangan kiri dan ternyata juga berisi pedang kecil tipis itu menyambar ke arah leher.
Pangeran dari Kegelapan cepat menunduk ke belakang. Tangan kanannya juga cepat mencabut sebilah pedang kecil dari tongkatnya dan terus menyambar dada.
"Hup!"
Malaikat Tongkat Maut mencelat ke samping, menghindari pedang tipis Pangeran dari Kegelapan. Namun pedang kecil yang berada dalam tongkat Pangeran dari Kegelapan terus menyambar ke arah tengkuk. Dan...
Cras! Malaikat Tongkat Maut tidak sempat menjerit. Kepalanya kontan putus dipapas senjata Pangeran dari Kegelapan.
Trek! Bruk! Tepat kebka pedang tipis Pangeran dari Kegelapan kembali masuk ke dalam warangka, tubuh Malaikat Tongkat Maut ambruk dengan darah segar menyembur dari pangkal lehernya.
Pangeran dari Kegelapan berdiri tegak mem-perhatikan sambil mendengus sinis.
"Satu kesalahan besar yang kau lakukan terhadapku, Kunyuk! Aku berusaha meniru senjatamu sampai hal sekecil-kecilnya. Dan kau kira aku tidak tahu siasatmu dalam mengeluarkan pedang dari tongkat itu" Kini kau boleh mengutukku dari akherat sana. Tapi, aku tidak peduli. Kau telah mampus di tanganku. Terbalaslah sudah dendamku meski kematianmu terlalu cepat!"
Meski terasa puas, namun tidak seperti yang terlihat. Pangeran dari Kegelapan masih berdiri di dekat mayat lawannya seraya sesekali mendesah kesal. Kematian lawannya memang terlalu cepat dan di luar rencananya. Dia tidak menginginkan ke matian Malaikat Tongkat Maut secepat itu, me-lainkan kematian secara perlahan-lahan. Namun amarah terlalu meluap saat melihat kesempatan di depan mata. Maka langsung dipancung kepala Malaikat Tongkat Maut.
Pangeran dari Kegelapan menarik napas sesak, lalu berpaling. Dan dia melihat para prajurit kerajaan yang tinggal sedikit lagi, tunggang-langgang menyelamatkan diri dari tempat ini. Pangeran dari Kegelapan tidak mempedulikannya dan terus saja melangkah meninggalkan tempat ini.
? *** ? Menjelang lewat tengah hari, Rangga dan Nirmala memasuki sebuah desa. Penduduknya cu-kup ramai dan kelihatan tenang. Keduanya mampir ke sebuah kedai. Tidak banyak orang yang berada di dalamnya. Hanya dua orang lelaki yang tengah asyik berbincang-bincang, serta seorang laki-laki lain yang duduk agak ke pojok. Mereka berdiri mengambil tempat yang tidak jauh dari pintu depan.
"Mau makan apa, Kisanak...?" tanya seorangpelayan.
Rangga menyebutkan pesanannya. Demikian pula Nirmala. Pelayan kedai itu segera berlalu untuk menyiapkannya.
"Apakah kau yakin dia akan melewan desa ini?" tanya gadis itu dengan nada sungguh-sung-guh.
"Tidak. Tapi, tempat ini merupakan desa ter-dekat setelah terakhir dia membunuh prajurit-prajurit kerajaan" "
"Tempat ini tidak jauh dari istana kerajaan. Apakah menurutmu para prajurit kerajaan akan mengejarnya ke sini?"
"Mungkin saja."
"Dari mana mereka menduga kalau iblis itu akan melewati desa ini?"
"Kau lihat desa ini" Begitu tenang dan damai. Rasanya, mereka mungkin belum menjadi korban iblis itu...."
"Tapi itu tidak cukup alasan kalau iblis itu akan ke sini!"
"Dia akan ke sini!" Rangga menegaskan.
"Dari mana kau bisa begitu yakin?"
"Hanya perasaan. Dan biasanya, perasaanku benar. Lagi pula telah terbukti, kalau selama ini Pangeran dari Kegelapan sama sekali tidak merasa gentar kalau dirinya dikejar-kejar. Dia malah semakin mendekati ibukota kerajaan..."
"Hm... Aku tidak bisa percaya sesuatu dengan alasan perasaan. Rasanya kita hanya buang-buang waktu bila berharap dia datang ke sini!"
"Tidak juga. Coba lihat di luar sana!"
Pendekar Rajawali Sakti 154 Pangeran Dari Kegelapan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nirmala menoleh. Dan dia melihat lebih dari empat puluh prajurit kerajaan di kejauhan. Berada paling depan beberapa tokoh yang tidak mengenakan seragam prajurit. Mereka terlihat seperti tokoh-tokoh silat saja layaknya.
"Apa yang mereka lakukan di desa ini"'" tanya Nirmala, seraya menerima pesanan dari pelayan kedai.
"Mungkin seperti kita juga?" Menunggu keparat itu?"
"Apa lagi?"
"Hm... Sepertinya mereka telah menyiapkan sesuatu?"
"Maksudmu, tokoh-tokoh silat itu" Mereka mungkin orang upahan, karena pihak kerajaan telah mengetahui kehebatan lawannya"
"Bisa jadi..."
Kedua anak muda ini menunggu perkembang-an yang terjadi sambil menyantap hidangan yang tersedia.
Tampaknya, para prajurit kerajaan itu hanya berputar-putar di sekitar desa ini, lalu menunggu di suatu tempat. Para penduduk yang melihat gelagat itu buru-buru menyingkir ke dalam rumah masing-masing, setelah mengetahui akan terjadi pertumpahan darah di sini. Hanya beberapa orang saja yang berani keluar dari rumahnya.
"Maaf, Kisanak. Aku tidak bermaksud mengusir kalian. Tapi sepertinya ada keributan sebentar lagi. Dan aku tidak mau terlibat dalam keramaian itu. Sehingga bermaksud menutup kedai ini..," ujar pemilik kedai ini dengan wajah ketakutan dan was-was.
Nirmala melirik Rangga. Dan pemuda itu hanya mengangkat bahu.
"Tidakkah kau lihat kami tengah makan" Kalau mau tutup, silakan saja. Tapi biarkan kami menyelesaikan makan ini dulu"," sahut gadis itu.
"Eh! Kalau begitu, baiklah..."
Pemilik kedai itu segera memanggil dua orang pembantunya, dan mulai menutup kedai ini. Pe-ngunjung yang lain telah meninggalkan tempatnya. Sehingga, yang ada saat ini hanya Rangga dan Nirmala.
"Hm, agaknya dugaanku benar...," gumam Rangga.
"Apa.'"
"Coba lihat..." ujar Pendekar Rajawali Sakti, menoleh keluar.
Nirmala menoleh. Dan dia melihat seseorang berjalan pelan dari arah yang berlawanan dengan para prajunt kerajaan yang tengah berkumpul.
Orang itu berbaju penuh tambal dan kelihatan dekil. Kepalanya mengenakan topi lebar terbuat dari anyaman bamboo. Langkahnya pelan, namun mantap. Dan sesekali, ujung tongkatnya diketukkan ke tanah.
Melihat kehadiran orang itu, para prajurit Kerajaan Pringsewu langsung bersiaga. Mereka segera menghampiri dengan setengah berlari, membuat barisan pengurungan.
Melihat dirinya dikepung, laki-laki gembel itu menghentikan langkah. Dan dia sama sekali tidak menoleh ke sekelilingnya.
"Jahanam! Aku tidak boleh terlambat!" desis Nirmala dengan wajah geram.
Gadis itu hendak melompat keluar, namun Rangga cepat menangkap pergelangan tangannya.
"Duduklah dulu. Dan, habiskan makananmu...!"
"Huh! Aku tidak bernafsu makan lagi setelah melihat bajingan terkutuk itu!"
"Kalau begitu, diamkan dulu perutmu. Dan, biarkan makanan yang masuk ke dalamnya dicerna lebih dulu..."
"Jangan halangi aku, Rangga! Aku telah bersumpah akan menuntut balas terhadapnya. Dia harus mati di tanganku!" sentak Nirmala berusaha melepaskan diri dari cekalan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku mengerti. Tapi, tidakkah kau melihat apa yang terjadi di sana...?"
"Prajurit-prajurit itu" Huh! Aku tidak peduli!"
"Kau mungkin tidak peduli. Namun, mereka peduli!" tegas Rangga dengan kalimat ditekan sedemikian rupa, agar gadis itu tidak terlalu mengikuti hawa nafsu amarahnya.
"Apa maksudmu?"
'Mungkin saja mereka tidak suka ada orang yang mencampuri urusannya. Dan dalam hal ini, prajurit-prajurit itu bisa menangkapmu lebih dulu sebelum meringkus lawan yang sebenarnya. Dan lebih dari itu, ada hal yang lebih penting. "
Pemuda itu tersenyum. Ditunggunya tanggap-an Nirmala. Dan ketika melihat gadis itu terdiam tanpa berusaha melepaskan diri dari cekalannya, kata-katanya dilanjutkan.
"Mereka belum tentu dapat meringkusnya dengan mudah. Nah! Kau bisa mencuri kesempatan, saat dia kecapaian atau tenaganya terkuras banyak. Itu lebih baik ketimbang kau menghadapinya saat ini?"
Nirmala terdiam, langsung dipikirkannya akal yang dikemukakan Rangga. Kemudian perlahan-lahan gadis itu kembali duduk di bangkunya, dan memandang tajam ke arah peristiwa yang terjadi tidak jauh di depan.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notes by Pendekar Rajawali Sakti
Bahasa Indonesia
s ? 2017 . 154. Pangeran Dari Kegelapan Bag. 7 dan 8 (Selesai)
1. Januar 2015 um 08:06
7 ? Dua orang yang berada paling depan melangkah mendekati laki-laki gembel itu. Mereka adalah Ki Sapta Wiguna dan Ki Karmapala. Selama ini mereka berdua dikenal sebagai sesepuh para prajurit kerajaan. Sebab, banyak murid mereka yang menjadi prajurit kerajaan, ataupun yang menjadi pelatih ketangkasan dalam ilmu kanuragan dan ke digdayaan lainnya.
Ki Sapta Wiguna terkenal ahli memainkan pedang yang termashur. Sedangkan Ki Karmapala sangat ahli menggunakan tombak. Dan sesungguhnya, mereka berdua adalah dua saudara seperguruan. Perbedaan usia mereka pun tidak menyolok. Ki Sapta Wiguna berusia lima puluh tahun, sedang Ki Karrnapala berusia sekitar empat puluh tujuh tahun.
Bersama para prajurit Kerajaan Pringsewu mereka bersiap menyerang gembel bertopi lebar itu. Agaknya kedua orang tua ini menyadari kalau musuh yang dihadapi tidak bisa dianggap enteng. Berita apa yang terdengar belakangan ini tentang kematian tokoh-tokoh silat di tangan orang itu, telah membuktikan kalau tokoh berjuluk Pangeran dari Kegelapan ini memiliki kepandaian hebat. Sehingga, mereka terpaksa merencanakan sesuatu dalam penyerangan kali ini.
"Kaukah Pangeran dari Kegelapan itu?" tanya Ki Sapta Wiguna, datar.
"Kau tengah bicara dengannya!"
"Bagus! Kau tahu, apa kesalahanmu sehingga kami datang ke sini?"
"Huh! Kau kira aku bersalah terhadap kalian" Tidak! Sekali-sekali tidak pernah aku merasa bersalah terhadap kalian!"
"Kau telah membunuh Empu Satyawaraga. Bahkan entah berapa rakyat tidak berdosa menjadi korbanmu. Maka, hari ini sudah sepatutnya kau mendapat hukuman!" tegas Ki Sapta Wiguna lantang.
"Ha ha ha ..! Segala kunyuk busuk datang hendak mengadiliku. He, Kunyuk! Enyahlah dari hadapanku, sebelum kalian menyesal. Sebab bila kalian memaksa, maka aku tidak segan-segan mengirim ke akherat!" sahut tokoh yang memang Pangeran dari Kegelapan, jumawa.
"Sombong! Iblis keparat, dosamu telah lewat takaran! Bila kau tidak menyerah, maka terpaksa kami membunuhmu!" umpat Ki Karmapala, men-dengus sinis.
"Ha ha ha. .! Besar juga nyalimu, Kunyuk! Aku telah memperingatkan. Dan ternyata, kalian memang orang yang keras kepala. Maka berdoalah sebelum malaikat maut menjemput...!"
"Huh! Keparat sombong ini semakin membuat perutku mual saja, Kakang! Sebaiknya kita ringkus saja dia sekarang!" dengus Ki Karmapala semakin gemas mendengar ucapan Pangeran dari Kegelapan.
"Ya! Aku pun berpikir begitu. Pimpinlah seba-gian pasukan, sementara aku akan memimpin pasukan yang lain," sahut Ki Sapta Wiguna.
"Baik, Kakang!"
Kedua sesepuh Kerajaan Pringsewu ini membagi pasukan menjadi dua bagian. Dan mereka bersiap menyerang.
"Ringkus dia!" sentak Ki Karmapala, memberi perintah.
"Yeaaa...!"
Beberapa prajurit melompat menyerang. Saat yang sama, beberapa prajurit lain di bawah pimpinan Ki Sapta Wiguna menyerang dari arah yang berlawanan.
"Hup!"
Pangeran dari Kegelapan melompat ke atas. Namun saat itu juga, beberapa utas tambang melesat, berusaha menjerat kedua kaki, pinggang, dan leher. Gembel bertudung lebar itu mendengus sinis, dan cepat mengibaskan tongkatnya.
Tes! Tes! Tambang-tambang itu kontan putus ditebas ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan. Namun serangan lain telah menunggu dari regu pemanah yang memang sejak tadi telah dipersiapkan.
"Mampusss...!"
Set! Set! Trak! Tak! Pangeran dan Kegelapan tidak kalah gesit untuk menghindar dan menangkis belasan batang anak panah yang melesat ke arahnya. Tongkatnya berkelebat menghantam. Maka anak panah-anak panah itu berpatahan dan jatuh tanpa mampu menyentuh sasaran.
"Heaaa".!"
Baru saja Pangeran dari Kegelapan mematah-kan serangan regu pemanah, kedua orang tua yang memimpin pasukan Kerajaan Pringsewu melompat. Mereka menyerang bersamaan dengan senjata di tangan. Sedangkan para prajurit ikut mengeroyok dengan mengincar kelemahan lawan.
Trang! Bet! "Uts!"
Sejauh ini, Pangeran dari Kegelapan masih mampu mengimbangi serangan dengan mantap. Tongkatnya sesekali menangkis, dan balas menyerang ganas.
Namun sejurus kemudian, Pangeran dari Kegelapan membentak nyaring. Lalu, tubuhnya berputar, dan mencelat ke arah para prajurit Kerajaan Pringsewu.
"Heaaat...!"
Bret! Cras! Ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan langsung menyambar, menghantam semua senjata prajurit. Lalu tongkatnya terus menyapu ke arah dada dan leher.
"Aaa...!"
"Heh"!"
? *** ? Ki Sapta Wiguna dan Ki Karmapala terkesiap. Mereka seperti kecolongan. Sebab sekali Pangeran dari Kegelapan mengamuk, maka sekitar tujuh prajurit kerajaan tewas dalam keadaan mengerikan.
"Bangsat"!" maki Ki Karmapala, langsung melompat menerjang.
Bet! Wuk! Tombak Ki Karmapala membabat deras ke arah laki-laki gembel itu. Namun, Pangeran dari Kegelapan menyambutnya dengan tenang. Bahkan sedikit pun tidak merasa kerepotan. Malah setelah Ki Sapta Wiguna ikut membantu saudara seperguruannya, tetap saja tidak mampu mendesak.
"Paman, biarkan aku ikut membantu...!" teriak seseorang, seraya ikut menyerang Pangeran dari Kegelapan.
"Ah, Raden Samparan! Kenapa repot-repot tu-run tangan segala" Serahkan saja bangsat ini ke-pada kami!" seru Ki Sapta Wiguna ketika melihat siapa yang telah membantu.
"Tanganku sudah gatal ingin menghukumnya. Aku sama sekali tidak bermaksud merendahkan kemampuan Paman berdua!" sahut laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun itu lantang.
"Raden! Ini bisa membahayakan diri Raden scndiri...!" ujar Ki Karmapala.
"Tidak, Paman. Aku bisa menjaga diri!" sahut Raden Samparan mantap.
Kedua orang tua itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, melihat kenekatan Raden Samparan. Meski tahu kalau Raden Samparan memiliki ilmu olah kanuragan hebat, tetap saja merasa khawatir. Musuh yang dihadapi bukanlah lawan enteng. Dan salah-salah, Raden Samparan bisa binasa. Padahal beliau adalah adik bungsu Kanjeng Gusb Prabu.
"Ayo, cepat ringkus penjahat ini!" teriak Ki Sapta Wiguna kepada para prajurit.
"Baik. Gusti...!"
Para prajurit langsung menyerang Pangeran dari Kegelapan kembali setelah sesaat berjaga jaga.
"Heaaat" !"
"Huh!"
Wuk! Bet! Pangeran dari Kegelapan hanya mendengus sinis. Tubuhnya langsung melompat ke sana kemari, menghindari senjata lawan-lawannya. Dan sesekali dia menangkisnya. Dengan sikapnya seolah-olah ingin menunjukkan kalau lawan-lawannya sama sekali tidak berarti.
"Yeaaat...!"
Namun beberapa saat kemudian, Pangeran dari Kegelapan mulai mengamuk dan tongkatnya mulai mencari korban.
Bret! Cras! "Aaa...!"
Beberapa orang prajurit kembali tewas disam-bar tongkat Pangeran dari Kegelapan. Meski kedua tokoh tua itu berusaha menyerangnya sekuat daya, bahkan dibantu Raden Samparan, tetap saja tidak mampu mendesak. Buktinya Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dari setiap serangan dengan mudah.
Bret! Bret! Kembali tongkat Pangeran dari Kegelapan ber-kelebat. Bahkan beberapa buah senjata para prajurit kerajaan terpental, lalu terdengar pekik kematian. Lebih dari tujuh orang kembali tewas disambar ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan.
"Kurang ajar! Bangsat pengecut, ayo hadapi kami! Jangan kau ladeni mereka!" teriak Raden Samparan, langsung menghunus pedang.
Wut! Bet! Pedang Raden Samparan menyambar ping-gang. Lalu pedang itu terus bergerak menikam jantung. Tapi, Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dengan gesit. Dan dia mencelat sambil melakukan gerakan berputar di atas kepala Raden Samparan.
"Jadi kau ingin mampus lebih dulu, he"!" desis Pangeran dari Kegelapan disertai ayunan tongkat.
Dengan sebisanya Raden Samparan mengang-kat pedangnya, memapak tongkat yang mengan-cam kepala.
Trak! Baru saja Raden Samparan menangkis, tanpa diduga Pangeran dari Kegelapan yang telah mendarat di tanah mengibaskan tongkatnya secara mendatar menyambar pinggang.
Bret! "Uhhh...!"
Masih untung, tongkat Pangeran dari Kegelapan hanya sedikit menggores kulit. Sebab kalau Raden Samparan tidak cepat mengelak, bukan mustahil jiwanya tak bakal selamat.
"Kurang ajar! Orang ini tak boleh dikasih hati!" desis Ki Karmapala geram seraya melompat menerjang.
"He he he...! Jadi selama ini kalian tidak sepenuh hati melawanku" Kasihan. Padahal, aku ingin benar mencabut kepalamu " sahut Pangeran dari Kegelapan, mengejek.
"Hiiih!"
Setelah berkata demikian, Pangeran dari Kegelapan berkelebat cepat ke arah Ki Karmapala. Dan meski saudara seperguruannya serta yang lain ikut membantu, tetap saja Ki Karmapala kerepotan menangkis semua serangan yang memang ditujukan ke arahnya.
"Kau akan tahu...! Akan tahu bagaimana nik-matnya mampus di tangan Pangeran dari Kege-lapan. Dan sebentar lagi, hal itu akan kau rasakan. Ha ha ha...!"
"Huh, banyak mulut! Keparat sombong! Se-baliknya kaulah yang akan mampus di tanganku!" sahut Ki Karrnapala, mendengus sinis.
Pangeran dari Kegelapan tidak mempedulikan. Dan tiba-tiba saja tubuhnya berbalik. Langsung diserangnya Ki Sapta Wiguna dan Raden Samparan bersama.
"Heaaat...!"
"Heh"!"
Kedua orang itu terkejut. Dengan sebisa mungkin, mereka menghindar dan menangkis serangan. Dan dalam keadaan begitu, Ki Karmapala menggunakan kesempatan untuk menyerang selagi Pangeran dari Kegelapan lengah.
"Yeaaat...!"
"Hup!"
Pangeran dari Kegelapan sama sekali tidak menoleh ke belakang. Tubuhnya hanya membungkuk, dan sedikit dimiringkan. Lalu tahu-tahu, tongkatnya bergerak ke belakang. Dan...
Bles! "Aaa..!"
? *** ? Ki Sapta Wiguna serta yang lainnya terkejut. Mereka mendengar Ki Karmapala memekik setinggi langit, dengan tubuh gemetar dan wajah berkerut menahan sakit yang hebat.
"Huh!"
Plas! Pangeran dari Kegelapan menyentak tongkatnya, dan langsung melompat ke depan. Tampak tubuh Ki Karmapala yang tadi berada di belakang nya, ambruk tidak berkutik dengan darah mengucur deras dari luka di dada kiri. Tongkat Pangeran dari Kegelapan agaknya tepat menancap jantung dan tembus ke punggungnya.
Bruk! "Karmapala...!" seru Ki Sapta Wiguna kaget, melihat Ki Karmapala ambruk mencium tanah de-ngan tubuh bersimbah darah.
Sesaat, Ki Sapta Wiguna tidak tahu apa yang harus dilakukannya, selain memandang mayat adik seperguruannya dengan mata berkaca-kaca dan wajah murung. Lama dia tercenung sampai dikagetkan jerit kematian para prajurit kerajaan.
Ki Sapta Wiguna menoleh. Dan dia melihat para prajurit menjadi bulan-bulanan Pangeran dari Kegelapan. Meski Raden Samparan berusaha membantu, namun tidak bisa berbuat banyak. Dalam waktu singkat, jumlah para prajurit Kerajaan Pringsewu semakin berkurang. Dan saat ini hanya ada sekitar kurang dari dua puluh orang.
"Iblis keparat itu harus mati di tanganku! Dia harus menebus kematian Karmapala!" dengus Ki Sapta Wiguna dingin.
Orang tua itu bangkit dengan dada penuh amarah. Matanya menatap tajam. Hela napasnya terasa kasar. Lalu disertai bentakan nyaring, tubuhnya melompat menerjang Pangeran dari Kegelapan.
"Heaaat..!"
Ki Sapta Wiguna seperti tidak mempedulikan dirinya lagi. Orang tua itu menyerang membabi buta dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki.
"Kubunuh kau! Kubunuh kau, Keparat! Yeaaa...!"
"Huh! Cari mampus! Kau hanya akan menyu-sul kawanmu saja, Kunyuk Dungu!" dengus Pangeran dari Kegelapan.
Dalam keadaan begitu, agaknya Ki Sapta Wiguna tidak memikirkan pertahanan dirinya lagi. Yang ada di benaknya adalah, bagaimana menjatuhkan Pangeran dari Kegelapan secepatnya. Maka dengan demikian, laki-laki bercaping itu memanfaatkan kesempatan untuk mendesaknya habis-habisan. Meski Raden Samparan dan para prajurit berusaha membantu, tetap saja tidak berarti banyak.
"Heaaa...!"
Trang! Tring! Wut! Satu sambaran tongkat Pangeran dari Kegelapan berhasil ditanglas pedang Ki Sapta Wiguna. Namun ujung tongkat itu terus melesat ke tenggo-rokan.
Dengan gerakan cepat Ki Sapta Wiguna kembali menangkis sebisa-bisanya.
Trang! Ki Sapta Wiguna memang berhasil menangkis, tapi hanya sekadar membelokkan arah gerakan tongkat itu, ke arah dadanya sendiri. Akibatnya....
Cras! "Uhhh..!"
Ki Sapta Wiguna mengeluh tertahan, begitu ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan yang bukan main cepatnya, tidak urung menyambar dadanya. Masih untung hanya tergores sedikit. Sebab pada saat itu, serangan Pangeran dari Kegelapan terganggu oleh serangan Raden Samparan dan para prajurit kerajaan.
"Yeaaa!"
Trang! Bet! Pangeran dari Kegelapan mencelat ke arah orang tua itu. Dan dia juga berusaha menangkis beberapa buah senjata lawan-lawannya yang lain. Tapi serangan utamanya tetap tertuju pada Ki Sapta Wiguna.
"Ajalmu telah tiba, Kunyuk!" dengus Pangeran dari Kegelapan.
Ki Sapta Wiguna terkesiap saat melihat tongkat Pangeran dari Kegelapan berkelebat cepat. Dia berusaha menghindar sebisanya. Namun karena keadaan tubuhnya telah begitu lelah, sehingga gerakannya jadi lambat. Akibatnya"
Cras! "Aaa...!"
Ki Sapta Wiguna memekik keras, begitu ujung senjata Pangeran dari Kegelapan berhasil memapas buntung pergelangan tangannya. Dan belum lagi dia berbuat sesuatu, ujung tongkat itu terus bergerak ke dada.
Bret! "Aaakh!"
Beberapa buah tulang rusuk Ki Sapta Wiguna berpatahan, terbabat tongkat Pangeran dari Kege-lapan. Orang tua itu jatuh terhuyung-huyung dan jatuh menggelepar-gelepar seperti ayam disembelih. Kemudian dia tewas dengan mata melotot.
"Ha ha ha...! Dasar kunyuk tidak tahu diri. Dikiranya mampu membunuhku, he"! Phuih! Kau rasakan sendiri akibatnya!"
"Bajingan keparat! Jangan dulu takabur. Aku masih ada, Iblis! Dan aku masih sanggup memenggal kepalamu!" desis Raden Samparan, mendengus geram.
"Heeeh! Bangsat...! Rupanya nyalimu masih ada juga, he"! Baik! Kau boleh menyusul kedua kawanmu ke akherat!"
"Huh! Kaulah yang akan kukirim ke neraka!"
Pangeran dari Kegelapan tidak banyak bicara. Perhatiannya kini terpusat pada Raden Samparan. Meski beberapa prajurit masih menyerang, namun dianggap sepi. Bahkan tanpa menoleh lagi, dia mampu menangkis dan membinasakan prajurit kerajaan.
"Mampusss...!" desis Pangeran dari Kegelapan seraya melompat dan mengayunkan senjata ke arah Raden Samparan.
Trang! "Uhhh"!"
Raden Samparan menangkis. Namun, diam diam dia mengeluh tertahan. Tangannya terasa ke semutan. Dan belum lagi bersiap diri untuk menyambut serangan, ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan telah menyambar ke arah wajah.
"Hup!"
Raden Samparan cepat melompat ke belakang. Sementara Pangeran dan Kegelapan telah siap menerjang sebelum kedua kakinya menyentuh tanah.
"Yeaaa...!"
'Kurang ajar! Mau mampus barangkali...!" dengus Pangeran dari Kegelapan saat beberapa prajurit menyerang dari samping kiri dan kanan, serta dari belakang.
Trang! Bret! "Aaa"!"
Para prajurit Kerajaan Pringsewu memekik nyaring. Senjata-senjata mereka terpental dan mereka jatuh ke tanah dengan tubuh bermandikan darah.
"Bangsat..!" Raden Samparan memaki geram menyaksikan mayat-mayat prajurit yang dibantai Pangeran dari Kegelapan.
Raden Samparan tidak mempedulikan cara-cara ksatria lagi. Langsung diterjangnya saat Pangeran dari Kegelapan membelakangi.
"Yeaaat..!"
Namun ternyata indera keenam Pangeran dari Kegelapan tajam sekali. Tanpa menoleh lagi, di-tangkisnya pedang Raden Samparan sampai terpental. Bahkan langsung menendang tepat ke dada.
Trang! Des! Raden Samparan menjerit kesakitan. Tubuhnya kontan terjungkal ke belakang. Dan kini Pangeran dari Kegelapan telah siap menghabisinya.
"Yeaaa...!"
Pada saat yang gawat, mendadak berkelebat sesosok tubuh dan langsung menangkis tongkat Pangeran dari Kegelapan.
Trang! Pangeran dari Kegelapan tidak merasakan apa-apa, selain arah tongkatnya yang sedikit melenceng. Sehingga jiwa Raden Samparan terselamatkan. Namun akibatnya bagi sosok yang baru muncul amat mengkhawatirkan. Tubuh sosok itu terhuyung-huyung ke belakang.
Untung saja Pangeran dari Kegelapan tidak melanjutkan serangan. Dia hanya menatap tajam pada sosok yang menggagalkan serangan pada Raden Samparan.
? *** ? 8 ? "Hm... Kukira anjing kerajaan lagi yang muncul. Rupanya bocah manis yang ingin mampus!" gumam Pangeran dari Kegelapan, enteng.
"Bajingan busuk! Tidak ingatkah kau padaku" Beberapa hari lalu kau telah merusak harga diriku. Dan hari ini, aku akan menuntut balas atas perbuatanmu!" dengus seorang gadis manis sambil menghunus pedang.
Pangeran dari Kegelapan tertawa kecil sambil mengamati gadis itu seksama. Lalu pandangannya beralih pada seorang pemuda yang tahu-tahu sudah berdiri tak jauh dari gadis itu.
Wajah pemuda itu tampan. Rambutnya pan-jang, memakai rompi putih. Di belakangnya tersandang sebilah pedang berhulu kepala burung. Sinar mata pemuda itu tajam menusuk, seperti menembus celah-celah topinya yang lebar dan terus menghujam ke jantung. Tidak terasa, Pangeran dari Kegelapan terkesiap barang sekejap.
"Hm.... Banyak sudah gadis yang menjadi korbanku. Dan semuanya tiada yang istimewa. Lalu, siapakah kau sebenarnya?" tanya Pangeran dari Kegelapan, langsung mengalihkan perhabannya pada sosok gadis itu.
Mendengar jawaban Pangeran dari Kegelapan yang bernada mengejek dan menganggap sepele, bukan main geramnya gadis itu.
"Bajingan keparat! Aku murid Padepokan Mawar Merah yang kau nodai di dekat Lembah Seribu Dara!"
"Entahlah... Aku tak pernah mengingat-ingat-nya secara khusus. Tapi bila kedatanganmu ke sini karena kurang puas atas layananku, maka hari ini aku bisa memuaskanmu...." sahut Pangeran dari Kegelapan, makin membuat panas gadis yang tak lain dari Nirmala.
"Iblis busuk! Tutup mulut kotormu itu! Keda-tanganku ke sini untuk memancung kepalamu!" bentak Nirmala.
Nirmala agaknya tidak dapat menahan diri lagi. Langsung dia melompat menyerang.
"Yeaaa...!"
Namun Pangeran dari Kegelapan telah melompat lincah, menghindari serangan Nirmala. Bahkan sesekali tertawa mengejek.
"He he he...! Dengan kepandaian seperti ini, kau hendak membunuhku" Kau hanya bermimpi, Cah Ayu! Lebih baik tinggal bersamaku dan mengurusi segala keperluanku!"
"Cis! Bajingan bermulut kotor! Kau kira aku tidak mampu membunuhmu, he" Aku telah bersumpah atas nyawa guru dan kawan-kawanku, serta atas nama kehormatan diriku, bahwa kau harus mati di tanganku!" dengus Nirmala.
"Ha ha ha...! Kau bermimpi kalau hendak membunuhku. Dan sumpahmu tidak akan pernah terlaksana!"
"Tutup mulutmu...!"
Nirmala berusaha mendesak Pangeran dari Kegelapan lewat permainan ilmu pedang tertinggi yang dimilikinya. Namun, laki-laki bercaping itu menghadapi dengan angina-anginan. Bahkan dia lebih mudah lagi meladeni setiap serangan gadis itu, karena Ki Samparan serta para prajurit kerajaan tidak ikut menyerang pula.
Beberapa kali Nirmala mengeluh tertahan. Wajahnya berkerut saat kedua senjata mereka beradu. Namun gadis yang keras hati itu sama sekali tidak peduli lagi. Dia memang telah bertekat untuk bertarung mati-matian
Sementara pemuda yang tadi berdiri tidak jauh di dekatnya, memandang pertarungan itu sambil sesekali mendecah dan menggeleng lemah. Disadari kalau gadis itu tidak akan mampu membuktikan kata-katanya. Kepandaian Pangeran dari Kegelapan beberapa kali lipat di atasnya. Dan meski Nirmala berusaha mendesak mati-matian, tetap saja tidak mampu. Bahkan Pangeran dari Kegelapan terlihat main-main menghadapinya.
Pemuda yang tidak lain dari Pendekar Rajawali Sakti itu, sebelumnya telah menawarkan diri untuk menggantikannya dalam melawan Pangeran dari Kegelapan. Namun, Nirmala menolak mentah-mentah. Dia tidak peduli, meski Rangga telah memperingatkan kalau lawan yang dihadapi bukanlah tandingannya. Sejak tadi, Pendekar Rajawali Sakti telah mengamati, bagaimana Pangeran dari Kegelapan menghabisi musuh-musuhnya. Dan tingkat kepandaian seperti itu sama sekali tidak dimiliki Nirmala.
"Yeaaa...!"
Bet! Trang! Kali ini terlihat kalau Pangeran dari Kegelapan mulai mendesak Nirmala. Sabetan pedang gadis itu yang ditujukan ke leher dan pinggang, dengan mudah ditangkisnya. Malah ujung tongkatnya terus menyambar ke arah dada gadis itu.
Nirmala melompat ke belakang. Namun pada saat itu pula Pangeran dari Kegelapan terus mengejar dengan sebelah kaki menuju ke perut. Begitu cepat gerakannya, sehingga Nirmala tak mampu menghindar. Dan"
Des! "Aaakh!"
Gadis itu menjerit keras, langsung terjungkal ke belakang.
"Sekarang kau boleh menyusul guru dan kawan-kawanmu di akherat sana!" bentak Pangeran dari Kegelapan, langsung melompat menerjang.
Tendangan yang tadi dilakukan Pangeran dari Kegelapan sangat keras. Sehingga, gadis itu sampai terguling-guling. Dari mulutnya tampak keluar cairan merah segar. Jangankan untuk menghindar dari serangan. Untuk bangkit pun, gadis itu merasa sulit. Sehingga, hanya keberuntungan saja yang bisa menyelamatkan dirinya.
? *** ? Pada saat yang gawat bagi Nirmala, mendadak berkelebat sesosok tubuh yang langsung menangkis serangan. Seketika terjadi pertarungan singkat dalam tempo cepat. Mereka saling menyerang dan menangkis. Bahkan orang-orang yang berada di situ pun tidak mampu mengetahui, apa yang terjadi. Barulah ketika kedua orang yang bertarung melompat ke belakang untuk mengambil jarak mereka bisa mengenali siapa orang yang telah menahan serangan si Pangeran dari Kegelapan.
"Hm... Aku telah menduga, kau akan meno-longnya. Tapi kau hanya mencari mati, bila men-campuri urusanku, Bocah!" dengus Pangeran dari Kegelapan, memandang sinis pada pemuda yang berdiri di depannya.
"Akan kita lihat, siapa yang mencari mati dalam urusan ini," sahut pemuda yang tidak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Selama ini, belum pernah ada korbanku yang kubiarkan hidup. Mereka mati dan tidak sempat menyesali perbuatannya."
"Tidak perlu menakut-nakutiku seperti itu, Ki-sanak. Telah banyak yang kudengar tentang dirimu. Dan, semakin bersemangat hatiku ingin melenyapkan orang sepertimu," sahut Rangga, disertai senyum kecil.
Pendekar Rajawali Sakti 154 Pangeran Dari Kegelapan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bedebah! Bocah pentil! Rupanya kau belum kenal denganku, he"!" dengus Pangeran dari Ke-gelapan dengan wajah geram.
"Kenapa tidak" Kau hanyalah segelintir iblis durjana yang mengotori mayapada! Dosamu kele-wat takaran. Dan, tidak ada lagi yang bisa kau perbuat untuk menebusnya selain kematianmu."
"Setan...!" maki Pangeran dari Kegelapan.
Pangeran dari Kegelapan segera melompat bagaikan kilat, bermaksud menggebrak Pendekar Rajawali Sakti dengan sekali serangan.
"Hiyaaat..!"
Bet! Wuk! Ujung tongkat Pendekar Rajawali Sakti menyambar ke leher. Lalu tubuhnya yang berputar coba mengecoh, sambil melepaskan tendangan keras.
Rangga yang langsung mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' mencelat ke samping. Langsung ditangkisnya tendangan Pangeran dari Kegelapan dengan mantap. Bahkan ketika Pangeran dari Kegelapan mengayunkan senjata untuk merobek perut, pemuda itu cepat melompat ke belakang.
"Hup!"
Pangeran dari Kegelapan tidak berhenti sampai di situ. Tongkatnya beberapa kali mengincar bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang mematikan. Namun, sejauh itu Rangga mampu mengimbanginya dengan mantap. Permainan tongkat Pangeran dari Kegelapan dapat diimbangi dengan pedang yang baru saja dipungutnya di tanah ketika habis melompat ke belakang tadi.
Trang! "Hiiih!"
Pangeran dari Kegelapan mendengus geram. Serangannya diperhebat. Sehingga dalam waktu singkat terlihat Rangga agak keteter. Namun, pemuda itu segera menyadari kalau tidak boleh se-terusnya begitu. Maka segera dikerahkan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'.
Seketika tubuhnya berkelebat cepat. Gerakan-nya cepat bukan main dalam mengerahkan jurus jurusnya. Dan apabila dengan pedang di tangan, jurus ini bukan saja mampu membingungkan. Tapi, juga mampu mendesak. Dan yang terlihat dalam pertarungan memang begitu adanya.
"Hiyaaat"!"
Trang! Tring! "Hiiih!"
Pelan-pelan keadaan kini kembali terbalik. Pendekar Rajawali Sakti yang semula mulai terdesak, gerakannya cepat dan sulit diduga, membuat Pangeran dari Kegelapan kalang kabut. Laki-laki bercaping itu berusaha bertahan sekuat daya untuk melindungi diri dari hujaman serangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaat!"
Rangga menerjang. Ujung pedang di tangannya menyambar-nyambar ke seluruh tubuh Pangeran dari Kegelapan.
Pangeran dari Kegelapan mendengus geram. Namun dia tidak mampu berbuat apa-apa. Meski berusaha menangkis, tetap saja pemuda itu mampu lolos dan mengancam keselamatan jiwanya. Lagi pula, percuma saja bila berusaha memapaki pedang pemuda itu. Setiap kali terjadi benturan senjata, maka tangannya bergetar. Dan ini menandakan kalau tenaga dalam Pendekar Rajawali Sakti sangat tinggi.
Sekali lagi, terjadi benturan senjata. Bahkan pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti me-nyambar ke perut Pangeran dari Kegelapan cepat melompat ke belakang. Namun secara tidak terduga, Rangga menyambar tudung lebar yang dikenakannya.
Pras! Bret! "Heh"!"
Pangeran dari Kegelapan terkejut. Dalam se-kejapan mata, caping lebarnya hancur menjadi kepingan-kepingan kecil, dibabat pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan kini, wajah yang asli terlihat jelas.
Mereka yang berada di tempat itu terkejut. Dan Pendekar Rajawali Sakti sendiri tertegun, sehingga hanya berdiam diri barang sesaat. Sedang, Nirmala memalingkan muka melihat pemandangan yang menakutkan.
Apa yang terlihat memang menakutkan, sekaligus membuat rasa kasihan. Kulit wajah Pangeran dari Kegelapan rusak berat, seperti bekas disayat-sayat benda tajam. Kelopak matanya hilang, sehingga terlihat hanya kedua biji matanya yang dikelilinggi warna merah yang selalu berair. Hidungnya pun tidak ada. Dan yang tersisa hanya dua lobang hidung yang rata dengan permukaan kulit. Demikian pula kedua bibirnya. Yang terlihat hanya gusi-gusi yang menghitam dan gigi-gigi yang ompong.
"Kurang ajar! Kau akan mampus...!" desis Pangeran dari Kegelapan geram, seraya melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
"Kisanak! Aku menyayangkan kejadian ini. Meski jalan tobat masih ada, namun banyak orang yang tidak akan rela membiarkan kau hidup berkeliaran membuat bencana! Dan, masih ada kesempatan untuk itu, dengan menyerah dan membiarkan para prajurit kerajaan membawamu ke istana untuk menerima hukuman" ujar Rangga enteng.
Pemuda itu menyadari kalau Pangeran dari Kegelapan tidak mungkin bisa dinasihati. Dan itu sama artinya dengan menghina. Dan ternyata, dugaannya memang benar.
"Bocah keparat! Kubunuh kau...! Yeaaa...!"
Pangeran dari Kegelapan langsung meluruk dengan tongkat menyambar-nyambar.
Wuk! Tapi Pendekar Rajawali Sakti tak kalah sigap. Cepat Rangga menangkis. Namun, mendadak ta-ngan kanan Pangeran dari Kegelapan mencabut gagang tongkat. Maka, dari situ melesat sebilah pedang tipis menyambar ke dada, membuat Pendekar Rajawali Sakti terkesiap, dan cepat melompat ke belakang. Tapi....
Bret! "Akh...!"
Meski sempat menghindar, namun tidak urung kulit dada Pendekar Rajawali Sakti terserempet juga. Rangga mengeluh tertahan.
"Sial!" rutuk Rangga, geram.
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat menerjang. Dan kali ini, langsung digunakannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang mampu me-mecah belah jiwa orang yang dihadapi.
Demikian pula yang dialami Pangeran dari Kegelapan saat ini. Meski sesekali berhasil menangkis, namun lebih banyak pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti seperti mempengaruhi jiwanya. Bahkan, sepertinya dia kehilangan semangat bertarung. Dan dia tak tahu harus berbuat apa.
"Yeaaa...!"
Bahkan ketika Pendekar Rajawali Sakti meng-gunakan kesempatan itu, Pangeran dari Kegelapan hanya terkesiap. Tubuh Rangga berkelebat cepat sambil membabatkan pedang di tangannya.
Pangeran dari Kegelapan berusaha mencelat ke atas, saat Pendekar Rajawali Sakti menyambar kedua kakinya. Dan dia terus bergerak ke atas. Namun Rangga berhasil membabat pinggangnya.
Wuk! Cras! "Aaakh...!"
Laki-laki berwajah busuk itu terus mencelat ke belakang, dan mendarat ringan di tanah. Darah segar tampak mulai mengucur dari pinggang. Tapi Rangga tidak membiarkannya begitu saja. Pendekar Rajawali Sakti terus bergerak, tak memberi kesempatan bagi Pangeran dari Kegelapan untuk bersiaga.
Sebisanya, Pangeran dari Kegelapan mampu menangkis.
Trang! Tapi selanjutnya, laki-laki berwajah buruk itu tidak mampu menangkis gerakan senjata Pendekar Rajawali Sakti yang menyambar ke dada.
Bret! "Aaakh...!"
Pangeran dari Kegelapan memekik nyaring. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap lukanya.
"Nirmala! Kau boleh mendapat bagianmu!" teriak Rangga.
Gadis itu terkesiap. Demikian pula dengan Pangeran dari Kegelapan. Namun, laki-laki berwajah buruk itu tidak sempat berpikir. Sebab dengan tiba-tiba, satu tendangan keras dari Pendekar Rajawali Sakti menghantam pinggangnya. Seketika tubuhnya tersungkur persis di dekat Nirmala.
"Huh! Hari ini kau akan terima balasan dariku, Keparat!" dengus Nirmala, langsung melompat menerjang disertai sambaran pedang.
Cras! "Aaa...!"
Pedang gadis itu cepat menyambar dada kiriPangeran dari Kegelapan. Laki-laki berwajah buruk itu berusaha bangkit. Namun, kembali Nirmala menghujamkan pedangnya.
Crab! "Aaa...!"
Laki-laki berwajah buruk itu memekik setinggi langit. Dia berusaha membalas gadis itu dengan mengayunkan tongkat. Namun sebelum sempat mengerahkan sisa-sisa tenaganya"
Cras! Crab! Crak!
Lebih dari tujuh buah anak panah menancap di punggung Pangeran dari Kegelapan. Laki-laki itu menggeram hebat.
"Itu untuk para prajurit kerajaan yang menjadi korbanmu!" desis Raden Samparan yang berdiri di dekat Pangeran dari Kegelapan.
Raden Samparan kembali melompat dengan mengayunkan pedang. Pangeran dari Kegelapan berusaha menangkis. Namun, sia-sia saja. Sebab tongkatnya terpental, begitu beradu dengan pedang Raden Samparan. Dan...
Cras! Cras! "Aaakh..!"
Kembali Pangeran dari Kegelapan memekik keras. Kedua lengannya putus tersambar pedang Raden Samparan.
"Itu untuk korban-korban lain yang kau bunuh dengan kejam!" desis Raden Samparan.
Raden Samparan bermaksud melanjutkan serangan, namun Nirmala keburu mencegah.
'Tahan, Kisanak! Kali ini dia menjadi bagian-ku!"
Gadis itu tidak menunggu jawaban Raden Samparan. Dia langsung mendengus sinis, seraya mendekati Pangeran dari Kegelapan.
"Tidak ada manusia yang kekal di muka bumi ini. Dan hari ini, kesombonganmu akan berakhir dengan kematianmu sendiri!"
Selesai berkata begitu, pedang di tangan Nirmala berkelebat cepat. Pangeran dari Kegelapan bukannya tidak mampu mengelak. Namun, tenaganya telah terkuras habis. Dan dia tidak mampu berkelit lagi.
Cras! "Ukh...!"
Pangeran dari Kegelapan hanya mengeluh pelan. Kepalanya putus dan bergulir di tanah, ketika pedang Nirmala menebas lehernya. Darah segar mengalir pelan dari leher. Sudah terlalu banyak darahnya yang terbuang.
Laki-laki berwajah buruk meregang nyawa, lalu diam untuk selamanya.
"Itu untuk kehormatanku yang kau renggut!" desis Nirmala sambil membersihkan lumuran darah di batang pedangnya, dengan baju Pangeran dari Kegelapan yang telah terkapar.
Kemudian gadis itu menengadah. Wajahnya-terlihat berseri-seri haru.
"Guru, dan saudara-saudaraku! Lihatlah! Hari ini aku telah berhasil membunuh keparat ini! Te-nangkanlah arwah kalian di alam Sana. Mudah-mudahan kalian bisa merasa tenteram...!" seru Nirmala keras.
Gadis itu menyarungkan pedang, kemudian menoleh sekilas pada Pangeran dari Kegelapan yang tergeletak tidak berdaya. Lalu kepalanya berpaling dan bermaksud menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Namun, pemuda itu sudah tidak ada di tempatnya. Pergi, entah ke mana.
"Ke mana" Ke mana pemuda itu...?" tanya Nirmala pada para prajurit kerajaan.
"Siapa yang kau maksud, Nisanak?" tanya Raden Samparan ramah.
"Pemuda itu..! Apakah kalian tidak melihat-nya?"
"Maksudmu, pemuda yang berompi putih itu?"
"Ya! Aku belum mengucapkan terima kasih atas bantuannya...," sahut gadis itu masghul.
"Nisanak! Menurut seorang prajurit, dia telah pergi ketika kita berebut hendak membunuh Pangeran dari Kegelapan," jelas Raden Samparan.
"Pergi" Tanpa pamit denganku...?" gumam Nirmala.
Gadis itu merasa kecewa mendengar berita ini. Entah apa yang dirasakannya. Mungkin karena belum sempat mengucapkan terima kasih secara langsung. Atau juga, ada sesuatu yang lain. Tidak ada yang tahu, selain dirinya sendiri. Bahkan dia begitu terhanyut dalam pikirannya sendiri. Kini kakinya berjalan pelan, meninggalkan tempat ini tanpa mempedulikan seruan Raden Samparan.
Laki-laki itu menghela napas panjang, lalu hanya menggeleng lemah. Dan dia segera mengajak para prajurit kerajaan untuk membereskan keadaan di tempat ini.
? ? SELESAI ? ? Scan by Clickers
Edited by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Kisah Si Bangau Putih 7 Pendekar Gila 36 Balada Di Karang Sewu Mawar Maut Perawan Tua 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama