Ceritasilat Novel Online

Kelelawar Hijau 2

Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau Bagian 2


tidak mau diperistri Bagas Pati.
Melihat ancaman itu yang telah terbukti pada anak
angkatnya, akhirnya Miranti menyerah dengan syarat, Kemala
Dewi yang masih kecil jangan dibunuh. Kemudian, Bagas Pati
membawa Miranti ke Pulau Karang Hantu tempat tinggalnya
selama ini. Sekitar tujuh tahun mereka hidup di Pulau Karang Hantu.
Namun, Miranti tetap tidak tenang karena se lalu teringat anak
angkatnya dan menyimpan dendam pada Bagas Pati. Pada
saat itu, nama besar Bagas Pati terkenal di seluruh penjuru
tanah Jawa ini. Sampai kemudian, muncul Empat Pendekar
Sesat di Karang Hantu. Miranti yang mengetahui kehadiran
mereka yang hendak menjajal kehebatan Raja Penyihir segera
menemukan akal untuk membalas dendam.
Miranti lantas membujuk Bagas Pati dan Empat Pendekar
Sesat agar pertarungan dilaksanakan di Pulau Kambangan.
Dan nyatanya, semua tokoh itu setuju. Mereka lantas
berangkat ke Pulau Kambangan. Tak lupa, Miranti mengajak
anak angkatnya yang telah berubah menjadi ular.
Setelah tiba di Pulau Kambangan, mereka bersiap-siap
melakukan pertarungan yang akan digelar esok harinya.
Mulanya, Miranti segera membuat ramuan khusus. Karena Puri
Kambangan adalah tempat tinggalnya, tak heran kalau dia
langsung menuju ruang rahasia tempat membuat ramuan
obat-obatan. Di tempat itu dibuatnya racun yang tak
mematikan, tapi mampu melemahkan seseorang. Namanya,
racun 'Patah Jiwa'.
Berkat racun 'Patah Jiwa' yang dibubuhkan Miranti pada
makanan, pada pertarungan yang telah ditentukan. Bagas Pati
kalah. Sesuai perjanjian, Raja Penyihir harus menyerahkan tiga
buah kitab yang sedang digarapnya. Tepat tiga tahun kitabkitab itu selesai. Namun bersamaan dengan itu, Miranti lenyap
entah ke mana bagai tertelan bumi. Nasibnya sampai
sekarang tak diketahui.
Waktu terus berlalu. Sejak hilangnya Miranti, secara aneh
salah satu dari Empat Pendekar Sesat malah menghambakan
diri pada Bagas Pagi. Sementara tiga lainnya tidak melarang.
Sedangkan satu dari Empat Pendekar Sesat yang bernama
Manik Kanginan rupanya tahu keberadaan Kemala Dewi.
Manik Kanginan mengerti betul kalau ular sanca yang
berada di taman adalah penjelmaan Keala Dewi. Dan kabar itu
memang sudah menyebar di kalangan rimba persilatan. Maka
tak heran kalau kehadiran Manik Kanginan menjadi ancaman
besar bagi Kemala Dewi. Sebab, bila berhasil mencuri tongkat
Ular Sendok dan berhasil pula mengembalikan Kemala Dewi
seperti manusia biasa kembali Manik Kanginan akan
menjadikannya tumbal demi ilmu Kelelawar Hijau' yang
sedang dipelajarinya. Berarti, Kemala Dewi harus menyerahkan kehormatannya.
Kini segala cerita Kemala Dewi menjadi semakin jelas bagi
Rangga. Manik Kanginan tidak lain adalah manusia Kelelawar
Hijau. Dia memperkosa dan membunuh gadis-gadis adalah
demi memenuhi tumbal yang dibutuhkan. Sedangkan bola api
merah dan .kuning, tidak lain dari Sumantri dan Giling Wesi.
Bila Sumantri mencuri harta benda penduduk, maka Giling
Wesi mempelajari ilmu aneh yang membuat siapa pun yang
dikehendaki menjadi linglung.
Sedangkan tujuan Lesmana bergabung dengan Bagas Pati
inilah yang tidak jelas. Yang pasti, semua tokoh yang telah
menyebar kesengsaraan bagi penduduk Desa Susukan dan
desa-desa lain berada di Puri Kambangan.
''Penjelasanmu sangat berarti bagiku. Dewi. Mereka adalah
orang-orang yang kucari. Tapi, bagaimana agar mereka tidak
mengetahui kehadiranku?" tanya Rangga.
"Banyak ruangan-ruangan tertentu yang dapat dijadikan
tempat persembunyian sementara. Kemarilah ikuti aku!" ajak
Kemala Dewi. Ular sanca itu kemudian merayap meninggalkan taman,
dan terus menelusuri lorong yang terletak di sebelah kiri.
Sedangkan Rangga terus mengikuti dari belakang.
0odwo0 Sementara itu di pinggiran pantai Pulau Kambangan
tampak seorang perempuan tua berwajah seram dan berbibir
tebal, melompat turun dari perahunya yang sangat kecil.
Pakaiannya yang serba hitam berkibar-kibar diterjang angin
pantai. Perempuan tua ini membiarkan perahunya begitu saja.
Sebentar matanya memandang ke tengah-tengah pulau. Dari
pinggir pantai itu, dia dapat melihat Puri Kambangan yang
terkenal angker. T idak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
"Segala setan dan dedemit! Di sinilah awal semua
malapetaka itu terjadi. Hhh..., sayang! Mengapa sebelum
datang kemari aku tidak memberitahu dulu Ki Belalang" Dia
pasti mencari-cari aku. Mudah-mudahan saja urusan di sini
cepat selesai!" desah perempuan yang tidak lain Nyai Sekar
Tanjung. Kemudian Nyai Sekar Tanjung melangkah menuju Puri
Kambangan. Namun belum juga meninggalkan pantai tiba-tiba
terdengar desiran halus di belakangnya.
"Hup...!"
Nyai Sekar Tanjung segera melompat, menghindari
serangan sinar hijau yang meluruk ke arahnya.
Crep! Crep! Serangan sinar hijau itu tidak mengenai sasaran, dan
langsung menancap di batang pohon bakau. Nyai Sekar
Tanjung segera memeriksanya. Dan dia terkejut, karena sinar
hijau itu ternyata sebuah senjata rahasia berbentuk pisau
yang pada bagian hulunya terdapat ukiran kelelawar berwarna
hijau. "Kelelawar Hijau!" desis Nyai Sekar Tanjung kaget. "Berarti
bangsat pemerkosa itu memang tinggal di tempat ini."
Nyai Sekar Tanjung segera meningkatkan kewaspadaannya. Dengan sudut matanya dicobanya meneliti.
Dan.... Wut! Wut! "Hiyaaa...!"
Tap! Nyai Sekar Tanjung terpaksa berjumpalitan di udara ketika
senjata rahasia itu meluncur kembali ke arahnya. Salah satu
senjata berhasil ditangkapnya. Secepat kilat, dilemparkannya
ke arah datangnya senjata rahasia.
Grosak! Begitu senjata rahasia itu menembus hutan bakau, satu
sosok bayangan hijau keluar dari tempat persembunyiannya.
Kalau tidak, mungkin sudah celaka terkena serangan senjata
rahasianya sendiri.
"Ha ha ha... ! Ternyata kau mampu menghindari senjata
dengan baik, Nenek Peot. Kau telah datang di daerah
terlarang. Berarti kau harus mati!" kata sosok yang baru saja
mendarat di tanah berpasir Dia tidak lain adalah Manik
Kanginan alias Kelelawar Hijau. itu bisa dibuktikan dengan
senjata rahasianya yang berupa pisau dengan ukurin sayap
kelelawar pada hulunya.
"Hik hik hik...! Daerah terlarang tersembunyi dalam
celanamu, bukan di Pulau Kambangan ini! Walaupun kau tidak
memakai jubah kebesaranmu, melihat senjata tadi pasti tidak
salah kalau kau adalah Kelelawar Hijau, " duga Nyai Sekar
Tanjung. "Ha ha ha...! Apa yang kau katakan memang betul. Lalu
kalau sudah berjumpa, kau mau apa?" desis Manik Kanginan
memandang remeh Nyai Sekar Tanjung.
"Aku datang ke pulau terkutuk ini semata-mata ingin
membunuh dan menghancurkan tempat ini!" sahut perempuan tua itu tegas.
"Bicaramu memang mudah.... Bisakah katamu dibuktikan
dengan tindakanmu?" ejek Manik Kanginan.
"Tentu saja! Aku tidak dapat membiarkan tindakanmu yang
sewenang-wenang!"
"Ha ha ha...! Kalau Raja Penyihir dapat kukalahkan, apa
susahnya membunuh manusia rongsokan sepertimu?" tantang
Manik Kanginan jumawa.
Nyai Sekar Tanjung merasa tidak perlu lagi basa-basi
dengan Kelelawar Hijau. Tiba-tiba jari telunjuknya diacungkan
ke arah Kelelawar Hijau
Set! Seketika seleret sinar berwarna kuning melesat dari ujung
jemari Nyai Sekar Tanjung. Manik Kanginan sempat terkesiap,
karena tidak menyangka perempuan tua ini dapat berbuat
seperti itu. Jika seseorang dapat mengirimkan pukulan jarak
jauhnya dengan mempergunakan satu jari, berarti memang
tidak dapat dianggap sepele.
"Heaaa...!"
Sambil menggenjot tubuhnya sehingga berjumpalitan di
udara, Kelelawar Hijau menghentakkan tangannya melepaskan
pukulan dahsyat yang menahan serangan. Maka tidak dapat
dihindari lagi, benturan yang sangat keras terjadi.
Blarrr! "Heh...!"
Masih dalam keadaan mengambang di udara, Manik
Kanginan terdorong mundur. Namun kakinya masih sempat
dijejakkan dengan baik di atas tanah. Wajah Kelelawar Hijau
berubah pucat. Napasnya memburu, pertanda jalan darahnya
agak terganggu.
Sementara kaki Nyai Sekar Tanjung sendiri sempat amblas
ke dalam tanah sedalam mata kaki.
"Monyet tua yang satu ini ternyata memang tidak bisa
dianggap enteng!" dengus Manik Kanginan.
"Setan alas itu rupanya cukup tangguh juga! Pantas
kawanku si Belalang tidak bisa bertindak sendiri!" gerutu Nyai
Sekar Tanjung. Selanjutnya tanpa memberi kesempatan lagi barang sedikit
pun, Nyai Sekar Tanjung meluruk menerjang Manik Kanginan
yang langsung berusaha menyelamatkan diri.
0odwo0 Melihat Kelelawar Hijau berhasil menghindari serangan,
Nyai Sekar Tanjung langsung mengerahkan rangkaian jurus
andalannya yang terdiri dari tiga bagian ini. Tentu saja jurusjurus yang dipergunakan sangat berbahaya. Terbukti, Manik
Kanginan terpaksa mengerahkan sebagian kemampuan untuk
menghindari setiap gempuran yang menimbulkan deru angin
tajam. "Hiyaaa! "
Sambil berteriak keras, Nyai Sekar Tanjung lagi-lagi
mengirimkan tendangan menggeledek ke arah Manik
Kanginan. Kaki kirinya meluncur deras ke arah bagian
terlarang laki-laki itu.
"Hup!"
Kelelawar Hijau terpaksa berguling-gulingan sambil
menghantamkan tangan ke arah perempuan tua ini.
Set! Set "Uts...!"
Nyai Sekar Tanjung terpaksa menarik kembali kakinya,
ketika senjata rahasia Manik Kanginan meluncur ke arah
kakinya. Begitu serangan senjata rahasia itu luput, kembali
dikirimkannya pukulan jarak jauh.
"Hiaaat!"
"Heh...!"
Sinar kuning kembali meluncur deras ke arah Manik
Kanginan. Namun dengan cepat Kelelawar Hijau memutar
tubuhnya. Aneh.... Tahu-tahu dia telah memakai jubah
kelelawarnya yang berwarna hijau. Dan saat jubah itu
direntangkan, maka terlihatlah bagian lebarnya yang mirip
sayap. Kedua tangan Kelelawar Hijau yang sudah terentang
selanjutnya bertaut deras. Hebat sekali akibat yang
ditimbulkannya. Angin
kencang disertai hawa panas
bergulung-gulung menerjang sinar kuning milik Nyai Sekar
Tanjung. Akibatnya....
Glam...! "Aaa...!"
Sebuah ledakan terdengar menggelegar disertai pekikan
menyayat begitu dua kekuatan bertenaga dalam tinggi
bertemu. Tampak Nyai Sekar Tanjung terguling-guling.
Sedangkan Manik Kanginan hanya tergetar mundur saja.
Kini, nyatalah sudah kehebatan Manik Kanginan, setelah
kembali dalam wujud kelelawarnya. Nyai Sekar Tanjung
tampaknya harus berusaha dengan segenap kemampuan yang
ada untuk menjatuhkan Kelelawar Hijau.
"Harus ada cara!" pikir Nyai Sekar Tanjung, begitu bangkit
berdiri. Tiba-tiba saja perempuan tua ini melompat mundur
beberapa tombak Segera dirapalnya mantra-mantra gaib yang
dimiliki. Tak lama, kabut tipis mulai menyelimuti tubuh Nyai
Sekar Tanjung. Manik Kanginan tampak terkesiap me lihat perubahan yang
terjadi pada diri perempuan tua ini. Sebelum perubahan pada
diri Nyai Sekar Tanjung menjadi wujud yang jelas, Kelelawar
Hijau tiba-tiba menerjang sambil me lepaskan pukulan paling
ampuh. Wuuut! "Heh...?"
Nyai Sekar Tanjung terkesiap, karena tidak sempat lagi
menghindari serangan kilat yang datangnya tidak disangka

Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangka. Apalagi ketika itu, dirinya sedang berubah menjadi
burung hantu! Untuk menarik balik mantranya, juga sudah
tidak sempat. Maka tanpa dapat ditahan lagi....
Glarrr! "Aaagkh...!"
Tepat sekali pukulan jarak jauh Kelelawar Hijau
menghantam Nyai Sekar Tanjung. Perempuan tua itu menjerit
keras dan jatuh terpelanting. Tubuhnya hangus dan tidak
bangun-bangun lagi.
Manik Kanginan boleh berbangga hati, karena sekarang
ilmu yang dipelajarinya dari Kitab Kelelawar Hijau sudah
hampir mendekati kesempurnaan. Tinggal satu lagi kesucian
gadis sebagai tumbal, maka dia akan menjadi Kelelawar Hijau
yang tidak terkalahkan.
0odwo0 Untuk sampai kamar yang ditempati Bagas Pati ternyata
memang sulit. Apalagi, Raja Penyihir tidak pernah
meninggalkan kamarnya. Kalaupun itu terjadi, pasti selalu
digantikan Lesmana. Sebenarnya, Kemala Dewi yang berwujud
ular itu merasa heran juga mengapa antara Bagas Pati dan
Lesmana yang jelas-jelas bekas musuh dapat bekerja sama
dengan baik. Bahkan mereka tampak mesra, seperti layaknya
sepasang kekasih. Apakah mungkin Bagas Pati mempunyai
kelainan dan suka berhubungan dengan kaum sejenisnya
sendiri" Kumala Dewi mengesampingkan persoalan itu. Yang jelas,
persoalan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana dapat
mencuri Tongkat Ular Sendok sebelum didahului Manik
Kanginan yang tergila-gila ingin mendapatkan tubuhnya!
Padahal dia bersama Rangga hanya dapat bergerak pada
malam hari saja.
"Kita harus mencari cara yang lebih baik, agar dapat
mengambil tongkat itu untuk mengembalikan wujudmu seperti
semula. Tapi, orang-orang itu tidak pernah meninggalkan
kamar!" kata Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti meneliti kamar yang dijadikan
tempat bersembunyi. Dinding yang dijadikannya tempat
bersandar diketuknya.
Tak! Tak! "Heh...!"
Rangga terkejut Ternyata, di belakang dinding seperti
berongga. Atau mungkin saja memang ada satu ruangan lain
seperti ruangan rahasia"
"Kemala Dewi! Apakah kau tahu, apa yang terdapat di balik
dinding ini?" tanya Rangga. pada ular sanca yang melingkar
tidak jauh di depannya.
"Aku belum pernah me lihatnya, Rangga!" sahut Kemala
Dewi mendesis. 0odwo0 6 Rangga menganggukkan kepala. Keningnya berkerut
pertanda sedang memikirkan apa yang harus dilakukannya.
Jika memang benar di balik dinding ada sebuah ruangan lain,
bukan mustahil ruangan itu menghubungkan ke kamar Bagas
Pati. Dan tentu akan lebih mudah baginya mencuri Tongkat
Ular Sendok. "Kemala Dewi..., bagaimana jika kita jebol dinding ini?"
tanya Pendekar Rajawali Sakti
"Sekarang aku baru ingat! Memang ada ruangan lain di
balik dinding ini. Dulu dipergunakan sebagai tempat
penyiksaan bagi anggota puri yang menyalahi aturan!" jawab
Kemala Dewi, menerangkan.
"Kalau kita berhasil menjebolnya, apakah ada lorong yang
menghubungkan langsung ke kamar yang ditempati Raja
Penyihir?" bisik Rangga.
"Memang.... Lorong itu berhubungan langsung dengan
kamar Bagas Pati. Dulu ketika ibu angkatku masih ada, beliau
yang menempati kamar itu, " jelas sosok ular sanca yang
tetap bergelung di depan Rangga. .
Akhirnya tanpa berkata lagi, Rangga mulai membongkar
dinding batu marmer itu. Pekerjaan ini tidak mudah, sehingga
terpaksa sebagian tenaga dalam yang dimilikinya dikerahkan.
Tidak lama setelah itu terlihatlah sebuah lubang cukup besar.
"Benar! Ada ruangan lain di sini!" seru Rangga kegirangan.
Pendekar Rajawali Sakti semakin memperbesar terowongan
agar tidak sulit dimasuki. Setelah dianggap cukup, Rangga
segera menerobos masuk.. Sedangkan Kemala Dewi mengikuti
tidak jauh di belakangnya.
"Lihat...!" seru Rangga.
Ular sanca di belakang Rangga menjulurkan kepalanya
lebih tinggi. Di depan mereka, terlihat mayat yang telah
mengering. Wajahnya keriput. Dan, ada bekas luka tusuk pada
bagian dada dan perutnya. Mayat yang sudah kering itu jelas
mayat laki-laki.
"Bukankah ini mayat Raja Penyihir?" tanya Rangga, ingin
memastikan. . Kemala Dewi tidak bisa langsung menjawab. Dia kaget,
karena di ruangan itu ternyata ada mayat orang yang sangat
ditakutinya! Kalau begitu, siapa laki-laki tua renta yang
memiliki penampilan seperti Bagas Pati" Atau mungkin
memang ada dua Bagas Pati"
"Bagaimana ini bisa terjadi, Kemala" Raja Penyihir ada dua"
Sangat mustahil!" desis Rangga, penasaran.
Kemala Dewi bergerak mendekati. Sambil mendesis-desis
dia berusaha meneliti wajah mayat dengan seksama.
"Benar, ini Raja Penyihir yang asli! T ampaknya kematiannya
sekitar dua atau tiga tahun yang lalu!" tegas Kemala Dewi,
mendesis. "Berarti yang di atas sana Raja Penyihir palsu! Aku yakin
telah terjadi sesuatu yang tidak beres antara Ibu angkatmu,
dengan Raja Penyihir!" duga Rangga, penuh keyakinan.
"Maksudmu..?" tanya Kemala Dewi.
"Mungkin ibumu masih ada hingga sampai saat ini.
Sedangkan Raja Penyihir memang sudah mati beberapa tahun
yang lalu kalau benar dugaanku berarti ibu angkatmu telah
menggantikan kedudukan Bagas Pati," duga Rangga lagi.
"Artinya, laki-laki tua renta yang kita lihat sebagai Bagas
Pati, sebenarnya seorang perempuan yang memakai
kedok...?" tukas Kemala Dewi dengan suara bergetar.
"Ya..., mungkin saja itu Ibu angkatmu...!" kata Rangga
dengan sangat hati-hati.
"Rasanya sulit dipercaya! Kuakui, ibuku memang sangat
membenci Raja Penyihir. Terlebih-lebih, setelah kekalahannya,
tapi untuk apa memakai kedok Raja Penyihir segala?"
"Barangkali karena ada rencana tersendiri!" tebak Pendekar
Rajawali Sakti.
"Aku tetap tidak percaya jika belum membuktikannya
sendiri!" tandas Kemala Dewi bersikeras.
"Kalau benar telah membunuh Bagas Pati, tentu dengan
tongkat sihir di tangannya dia bisa membebaskan aku dari
pengaruh sihir. Sehingga, aku kembali pada wujudku semula
sebagai manusia!"
Rangga terdiam. Memang apa yang dikatakan Kemala Dewi
masuk akal juga. Jika benar orang di balik kedok Bagas Pati
adalah lbu angkat Kemala Dewi, tentu sekarang ini ular sanca
jadi-jadian itu telah dibebaskan dari pengaruh sihir. Bukan
membiarkannya terus menderita, menjadi ular sanca.
Sebuah kemungkinan terlintas dalam pikiran Rangga.
"Menurutmu, bukankah Manik Kanginan menginginkan
dirimu?" tanya Rangga.
"Memang!" jawab Kemala Dewi, tegas.
"Kalau benar orang di balik topeng Raja Penyihir itu adalah
Ibu angkatmu, mungkin dia menyadari betapa berbahayanya
keadaanmu jika sampai kembali menjadi manusia seperti
semula. Di pulau ini, kau akan menjadi bahan rebutan. itu
lebih baik bagi Manik Kanginan yang menginginkan
kegadisanmu dari ilmu yang dianutnya. Sementara, ibu
angkatmu tidak mungkin dapat melindungimu. Bahkan dia
juga terpaksa menyerahkan tiga kitab ciptaan Bagas Pati pada
Empat Pendekar Sesat," tegas Pendekar Rajawali Sakti secara
panjang lebar. "Sudahlah.... Sebaiknya kita mulai bergerak ke sana!"
desak Kemala Dewi.
Rangga mengangguk 'setuju. Namun belum sempat
melangkah kan kakinya, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki
seseorang mendekati terowongan yang dibuat Rangga.
0odwo0 Suara langkah kaki semakin bertambah dekat. Sampai
kemudian, muncul seorang laki-laki berbaju merah dalam
terowongan itu. Lalu, terlihatlah kepalanya yang botak. Lakilaki berbaju merah ini tidak lain dari Sumantri yang berhasil
mempelajari Kitab Wijaya Arta.
Ketika masuk ke dalam ruangan, dia terkejut melihat
pemuda berompi putih berada di situ bersama seekor ular
sanca yang cukup besar. Lebih kaget lagi, setelah melihat
mayat Raja Penyihir.
Karena mata Sumantri agak lamur, dia langsung
menyangka kalau pemuda berompi putih inilah yang telah
membunuhnya. . "Siapa kau"!" tanya Sumantri, dengan Sikap waspada.
"Aku Rangga. Kedatanganku kemari untuk mencari
Kelelawar Hijau!" tegas Rangga.
"Kau datang bersama ular ini, ingin mencari saudara
seperguruanku" Mana mungkin aku membiarkan saudaraku
dicelakai orang lain. Kau harus berhadapan denganku!"
dengus Sumantri.
"Lebih baik menyingkir dari hadapanku!" gertak Pendekar
Rajawali Sakti tegas.
"Tidak bisa. Kau telah memasuki puri ini. Telah membunuh
Raja Penyihir yang menjadi sekutu kami. Kau harus kami
bunuh!" teriak Sumantri.
Rangga sebenarnya ingin membantah tuduhan Sumantri.
Tapi tiba- tiba saja Kemala Dewi mendesis dengan bahasa ular
pada Pendekar Rajawali Sakti agar membiarkan tuduhan itu.
Rangga bergerak mundur. Sekarang dia yakin kalau orang
ini satu dari Empat Pendekar Sesat. Berarti dia juga
merupakan orang yang harus disingkirkan.
Sementara itu, Kemala Dewi dalam wujud ularnya segera
menyingkir mencari tempat perlindungan. Dia khawatir, bila
terjadi pertarungan akan terkena pukulan nyasar.
"Kau akan mati di tanganku, Rangga! Aku harus
membunuhmu! Karena, kau hampir membuat Kelelawar Hijau
tewas di tanganmu!" bentak laki-laki berkepala botak ini
seraya meluruk menerjang dengan tendangan kilat. Dengan
cepat Rangga menyambut dengan tangan kanannya.
Plak! "Ufh...!"
Akibatnya, tidak ringan bagi kedua belah pihak. Rangga
sendiri sempat bergetar dan terhuyung mundur. Sedangkan
Sumantri jatuh terduduk. Kakinya seperti membentur batu
karang. Namun tanpa menghiraukan rasa sakit yang diderita,
dia bangkit berdiri dan kembali melancarkan serangan ganas.
Suara teriakan dan benturan tenaga dalam begitu
membahana. Namun, itu hanya memantul di situ-situ saja.
Jadi, ruangan itu ternyata kedap suara. Sehingga tidak
mungkin terdengar sampai ke ruangan lain.
Dengan jurus-jurus aneh, Sumantri melompat seraya
mengirimkan pukulan tangan kosong ke arah Rangga.
Serangan cepat ini rasanya mustahil dihindari. Tapi berkat
jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', serangan itu selalu bisa
dihindari Rangga.
Pemuda berompi putih ini begitu melihat serangan
lawannya gagal sempat melihat kesempatan yang cukup baik.
Tanpa banyak waktu lagi, kakinya langsung terjulur. Begitu
cepat, sehingga....
Buk! "Ughhh...!"
Kontan Sumantri terpelanting begitu kaki Pendekar Rajawali
Sakti mendarat telak di perut. Tubuhnya langsung menabrak
tembok. Sedangkan darah mengucur dari sudut-sudut
bibirnya. "Heaaa...!"
Penuh kemarahan Sumantri bangkit berdiri. Tiba-tiba
dicabutnya senjata tombak yang pada salah satu sisinya
terdapat kaitan seperti clurit. Senjata itu diputar cepat,
sehingga mengeluarkan bunyi menderu tajam, mengganggu
pendengaran. Dengan senjata berbentuk aneh inilah dia
berusaha mendesak dan menjatuhkan Pendekar Rajawali
Sakti. Namun, Rangga juga tidak tinggal diam. Sambil
menghindari sabetan dan sodokan senjata Sumantri,
dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. '
"Hiyaaa...!"
Rangga meluruk dengan kedua tangan mengibas-ngibas
bagai sayap. Begitu senjata Sumantri bergerak ke lehernya,
langsung disampok dengan tangannya yang kokoh.
Plak! Senjata Sumantri kontan terlepas. Dan tiba-tiba, Pendekar
Rajawali Sakti menyodokkan siku kanannya ke dada.
Desss... ! "Aaakh.._!JI
Akibatnya pemuja kekayaan ini jatuh terjengkang. Karena
pada saat menghantam tadi, Rangga mempergunakan
setengah tenaga dalamnya. Maka tidak ampun lagi beberapa
tulang rusuk Sumantri patah.
Rangga tidak ingin mengulur-ulur waktu. Segera tubuhnya
berkelebat sambil mengirimkan tendangan susulan.
"Heh"!"
Tidak disangka-sangka, ternyata Sumantri menyodokkan
senjata ke arahnya. Untung Rangga cepat melompat ke
samping menghindarinya. Walaupun begitu, sebagian rompi
putihnya robek juga terkena sabetan senjata itu.
Sring! Begitu bisa menguasai keadaan, Rangga mencabut Pedang
Pusaka Rajawali Sakti. Pedang berhulu kepala burung ini
langsung memancarkan sinar biru berkilauan, membuat
ruangan menjadi terang benderang.
"Heh..."!"


Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumantri terperangah ketika me lihat pedang bersinar biru
berkilauan itu. Namun belum juga rasa terperangahnya hilang,
Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat dengan pedang
menyambar deras. Dengan sebisanya, Sumantri mempergunakan senjatanya untuk menangkis. Akibatnya....
Tring! Senjata Sumantri patah menjadi dua bagian.
Sementara, luncuran senjata di tangan Rangga sudah tidak
mampu dielakkan lagi. Hingga....
Cres! "Aaa...!"
Terdengar suara jeritan panjang dari mulut Sumantri.
Tubuhnya langsung roboh, begitu senjata Rangga menebas
lehernya. Darah mengucur deras dari bagian luka.
0odwo0 Rangga segera menyusul Kemala Dewi yang telah
menemukan kamar yang ditempati Bagas Pati. Dari celahcelah pintu, ular sanca ini mengintip sesuatu yang menarik
hatinya. Sebuah pelita menerangi kamar mewah, yang di tengahtengahnya terdapat. sebuah ranjang. Di ranjang itu duduk
seorang laki-laki tua berumur ratusan tahun. Wajahnya
keriput. Rambutnya serba putih. Tangannya memegangi
tongkat hitam berhulu kepala Raja Ular Sendok. Entah, apa
yang sedang dipikirkannya. Yang jelas, tidak lama dia duduk
mencangkung seperti itu. Tongkatnya mulai diketuk-ketuk ke
lantai. Dari pintu lain yang terbuka, muncul seorang laki-laki
berpakaian serba biru. Laki-laki tua renta itu memperhatikannya sekejap dengan sikap acuh.
"Ketua memanggilku?" tanya laki-1aki berumur lima puluh
tahun itu sambil menundukkan kepala.
"Benar. Sekarang, sudah saatnya bagimu untuk mengetahui siapa aku. Tapi kau harus berjanji tidak akan
menceritakan pada saudara-saudara seperguruanmu!" ujar
laki-laki ini, tegas berwibawa.
Aneh! Suara laki-1aki ini tidak lagi serak dan kasar.
Melainkan, telah berubah halus seperti suara perempuan.
Tatapan matanya pun teduh penuh hasrat.
"Mengenai hal itu tidak usah kau ragukan, Ketua. Aku tidak
akan bicara pada siapa pun...!" sahut laki-laki berbaju biru.
"Menurutmu, siapakah aku, Lesmana?" tanya laki-laki tua
renta ini. "Aku tidak dapat memastikannya. Mau kukatakan Bagas
Pati, memang banyak persamaannya. Wajah Ketua sangat
mirip. Tapi aku yakin, Ketua bukan Raja Penyihir. Sebab
sampai saat ini, Ketua tidak menurunkan kitab apa-apa
kepadaku. Walaupun begitu entah mengapa aku suka
mengabdi padamu!" kata laki-laki berbaju biru yang memang
Lesmana terus terang.
"Ternyata kau mempunyai mata yang tajam. Aku memang
bukan Bagas Pati. Karena, Bagas Pati telah kubunuh sekitar
tiga tahun yang lalu, setelah menyelesaikan tiga kitabnya. Aku
tidak sanggup menerima perlakuannya. Dan aku muak melihat
ketuaannya.. .!" desis laki-laki tua renta yang bersuara
perempuan ini. "Jadi Ketua seorang perempuan, bukan" Tidak salah jika
aku tergila-gila padamu. Sehingga, aku rela berpura-pura
mengabdi padamu untuk mendapatkan perhatianmu!" tegas
Lesmana, terus terang.
"Hi hi hi...! Kau tidak menyesal karena selama ini hanya
menemani seorang perempuan dan tidak mendapat apa-apa"
Sementara, saudara seperguruanmu berhasil mempelajari
kitab sakti sesuai pilihan mereka."
Lesmana tersenyum. Sesungguhnya dia telah lama curiga
kalau laki- laki tua ini adalah Bagas Pati yang palsu. Karena,
dia sendiri pernah me lihat mayat Bagas Pati yang
sesungguhnya. Kecurigaan itu makin beralasan, ketika Miranti
menghilang. Waktu itu, Lemana hanya diam saja. Karena dia tahu betul,
Bagas Pati palsu sebenarnya seorang perempuan cantik yang
tidak lain Miranti bekas istri paksaan Raja Penyihir. Apalagi,
Lesmana pernah melihat kecantikan Miranti ketika terjadi
penyerbuan dulu di Pulau Karang Hantu. Begitu melihat,
Lesmana telah jatuh cinta.
"Aku sama sekali tidak menyesal, Miranti," sahut Lesmana
langsung menyebut nama perempuan yang bersembunyi di
balik topeng Bagas Pati itu.
"Aku sudah lama mengetahui penyamaranmu. Karena itu,
aku bersedia menjadi pelayanmu. Semata-mata kulakukan
semua itu bukan karena mengharap kau mau menurunkan
berbagai kitab, tapi karena aku menyukaimu. Sejak pertama
kita bertemu yang tidak disengaja dulu di Karang Hantu!" jelas
Lesmana tanpa malu-ma lu
Mata di balik topeng Bagas Pati berkaca-kaca. Miranti
sendiri memang harus mengakui sejak pertama bertemu
Lesmana, tidak dapat melupakannya. Bahkan Raja Penyihir
yang sangat dibenci dibunuhnya, semata-mata karena sangat
mencintai Lesmana. Tidak peduli apakah Lesmana berasal dan
golongan sesat ataupun golongan lurus. Bagi Bagas Pati palsu,
pengakuan seperti itu telah ditunggunya sejak lama. Kini
masing-masing pihak sudah sama mengetahui isi hati satu
sama lain. Sikap Lesmana tidak lagi sebagaimana sikap
seorang hamba pada rajanya. Melainkan, telah berubah
seperti sikap seorang kekasih pada perempuan yang
dicintainya. "Mendekatlah kemari, Lesmana!" pinta Miranti manja.
Lesmana langsung mendekati, dan duduk di pinggir ranjang
di s isi Miranti.
"Tidakkah kau rindu padaku?"
"Oh..., sudah sekian lama aku menunggumu Adalah dusta
besar jika aku tidak merasa rindu padamu. Tapi, tolonglah kau
tanggalkan topeng Raja Penyihir yang menjijikkan itu!" pinta
Lesmana. Wajah di bi1lik topeng tertawa manja. Miranti bangkit
berdiri dan segera meletakkan tongkat penyihir di bawah
meja. Tidak lama, mulai ditanggalkannya perlengkapan
penyamaran yang dipakainya. Ternyata, di balik topeng
keriput, wajah Miranti sangat cantik. Bahkan seperti seorang
gadis baru berumur dua puluhan. Kulitnya putih agak
kemerah-merahan. Rambutnya hitam panjang. Hati Lesmana
bergetar melihat semua ini.
Miranti selanjutnya menanggalkan bagian pakaiannya yang
terbuat dari kulit beruang. T ernyata, di balik pakaian luar yang
menggambarkan penampilan Bagas Pati tubuhnya tidak
memakai pelindung apa-apa. Sehingga. membuat mata
Lesmana melotot melihat pemandangan yang sungguh
menakjubkan di depannya.
Miranti tersenyum penuh tantangan yang tidak mungkin
ditampik Lesmana yang telah menunggunya selama bertahuntahun. "Lesmana. Apakah kau hanya ingin memandangiku seperti
itu" Tidak rindukah kau pada apa yang kau lihat?" tanya
Miranti menantang.
Namanya juga Lesmana. Mendapat aba-aba dari orang
yang sangat digila-gilainya, tentu saja tidak membuang-buang
waktu lagi. Dengan cepat, diraihnya Miranti dalam pelukannya.
Miranti rupanya sama gilanya. Sehingga, dia pun'
membalas perlakukan Lesmana dengan tidak kalah panasnya.
Entah, apa yang terjadi selanjutnya. Namun hal ini tentu
saja dilihat oleh dua pasang mata yang sedang menunggu
kesempatan untuk mengambil Tongkat Ular Sendok. Wajah
salah satunya berubah merah, dan cepat-cepat berpaling ke
lain arah. Sedangkan yang satunya lagi karena berwujud seekor ular,
tentu saja sulit ditafsirkan.
0odwo0 7 "Kini kau lihat sendiri, siapa Bagas Pati palsu itu," kata Pendekar Rajawali
Sakti. "Dia ternyata ibu angkatmu, tepat
seperti dugaanku. Dan ternyata, orangtua angkatmu itu tidak
lebih hanya seorang perempuan berjiwa rendah...!"
"Aku tidak menyangka dia mau berbuat terkutuk seperti
itu!" dengus Kemala Dewi, merasa jijik.
"Kau redakan dulu amarahmu. Setelah itu, cepat ambil
Tongkat Ular Sendok selagi mereka tenggelam dalam asmara!
Kau pasti berhasil melakukannya," ujar Rangga memberi
dorongan semangat.
"Mengapa bukan kau saja, Rangga?" tanya Kemala Dewi,
mendesis. "Keberadaan yang demikian, mendukung rencana kita
untuk mengambil tongkat itu," jelas Rangga.
Kemala Dewi akhirnya dapat memakluminya.
Selagi dua insan berlainan jenis itu tenggelam dalam lautan
birahi, maka Kemala Dewi yang masih tetap berwujud seekor
ular merayap melalui pintu kecil yang terdapat di sudut
ruangan. Tidak lama, Kemala Dewi telah sampai dekat tongkat yang.
tergeletak di bawah kolong ranjang.
Segera digigitnya tongkat itu. Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Kemala Dewi kembali ke
tempat semula. "Kau berhasil, Dewi...!" sambut Rangga begitu Kemala
Dewi menyerahkan tongkat itu. Pendekar Rajawali Sakti
menimang-nimang tongkat :penyihir yang telah berhasil dicuri
"Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini. Sebentar lagi, Jika
mereka selesai, pasti segera mencari tongkatnya yang hilang!"
sahut ular sanca ini gelisah.
"Ya..., kita cari tempat yang aman untuk memulihkanmu.
Jika telah berhasil, nanti kita akan memancing orang-orang itu
untuk mendapat ganjaran yang setimpal!" desis Rangga.
Dengan diikuti Kemala Dewi, Rangga menuju ruangan
semula tepat mereka menemukan mayat Bagas Pati tadi. Di
tempat itulah Pendekar Rajawali Sakti mencoba mengembalikan Kemala Dewi seperti sediakala.
"Bagaimana caranya, Dewi?" tanya Rangga. Pendekar
Rajawali Sakti memang tidak tahu, bagaimana cara
mempergunakan Tongkat Ular Sendok itu untuk dapat
mengembalikan Kemala Dewi seperti semula.
"Bagian hulu tongkat harus diputar-putar di atas kepalaku.
sebanyak tujuh kali. Kemudian bagian ujung tongkat
dihentakkan ke lantai sebanyak tujuh kali pula!" jelas Kemala
Dewi. "Hanya itu saja?" sahut Rangga.
''Ya..., hanya itu...!"
Rangga kemudian memutar-mutar tongkat di tangannya di
atas kepala ular sanca di depannya. Dan mendadak ruangan
itu kemudian bergetar. Sebuah kekuatan aneh memancar dari
hulu tongkat. Terlihat, cahaya seperti pelangi.
Tubuh Rangga sendiri sempat bergetar pula. Namun
putaran tongkat di tangannya tidak dihentikan. Kemudian
terdengar suara desisan panjang.
Ular sanca jelmaan Kemala Dewi meliuk-liuk. Wujudnya
tidak terlihat, karena sinar putih laksana perak telah
mengurung ular ini.
Melihat perubahan itu, Rangga segera menghentakkan
tongkat di tangannya ke lantai sebanyak tujuh kali pula.
Plas! "Heh..."!" seru Rangga tertahan.
Mata Pendekar Rajawali Sakti membelalak lebar ketika
melihat seorang gadis cantik berbaju putih sekarang telah
berdiri di depannya. Untuk sesaat lamanya Rangga terpesona
melihat kecantikan Kemala Dewi yang telah berwujud menjadi
manusia kembali. Dan dengan kembalinya Kemala Dewi, maka
ular sanca tadi hilang begitu saja.
Tanpa diduga-duga Rangga, tiba-tiba Kemala Dewi
menghambur ke dalam pelukan Rangga. Gadis itu menangis di
dada Pendekar Rajawali Sakti yang kokoh dan bidang.
Pemuda berompi putih ini, menyadari Kemala Dewi
menangis karena haru. Maka dibiarkannya gadis itu
menumpahkan segala perasaannya.
"Tanpa bantuanmu, aku akan menjadi ular selamalamanya, Rangga. Aku telah berhutang nyawa kepadamu!"
ucap Kemala Dewi sambil menjauhkan wajahnya dari dada
Rangga. "Kau tidak menghutangkan apa-apa. Jangan berkata
begitu.... Aku sendiri tidak bisa menjaga nyawaku!" sahut
Pendekar Rajawali Sakti, bijaksana.
"Sebagaimana janjiku, jika aku bebas dari pengaruh sihir
Bagas Pati, aku akan mengabdikan diri pada orang yang
membebaskan aku. Kini hidupku sepenuhnya milikmu!" kata
Kemala Dewi pasrah.
"Mana bisa begitu..." Tidak..!" bantah Rangga. "Hidup
seseorang adalah milik orang itu sendiri!"
"Aku telah berjanji pada diriku sendiri," desah Kemala


Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewi. Rangga akhirnya tidak tahu, apa yang harus dikatakan.
Malah, Tongkat Ular Sendok diserahkannya pada Kemala
Dewi. "Tugas yang harus kita selesaikan cukup banyak. Mari kita
cari mereka!" ajak Rangga, langsung disetujui Kemala Dewi.
0odwo0 Giling Wesi sebenarnya merasa heran ketika tidak melihat
Sumantri berada di dalam kamarnya. Dia tidak tahu, ke mana
perginya adik seperguruannya. Padahal, belum pernah dia
pergi tanpa sepengetahuannya. Biasanya, mereka selalu
bersama-sama. Hal itu telah ditanyakan pada Manik Kanginan.
Dan ternyata, adik seperguruannya yang kedua ini juga tidak
mengetahui ke mana perginya Sumantri.
Merasa khawatir, Giling Wesi segera melakukan pemeriksaan ke seluruh Puri Kambangan yang mempunyai
lebih dari dua lusin kamar. Sampai kemudian Sumantri
ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di sebuah kamar
yang berdekatan dengan kamar Raja Penyihir. Dan dia
semakin terkejut lagi ketika melihat mayat Raja Penyihir telah
mengering. "Apa yang terjadi di tempat ini" Sumantri tewas.... Siapa
yang telah membunuhnya?" desis Giling Wesi, menahan
marah. ''Yang satunya ini adalah Raja Penyihir. Jadi s iapa lakilaki tua yang selalu dikawal Lesmana itu" Aku yakin Lesmana
dalam bahaya!"
Dengan penemuannya, Giling Wesi mencoba akan
menghubungi Manik Kanginan dan Lesmana.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, segera ditinggalkannya
ruangan itu. Dia berjalan me lintasi taman yang tidak terurus,
Pada saat itulah langkahnya terhenti.
"Gadis cantik! Bagaimana mungkin di sini ada gadis cantik"
Aku tidak melihat gadis secantik ini sebelumnya," gumam
Giling Wesi sambil menelan ludah.
Penuh semangat laki-laki berpakaian kuning menghampiri
gadis berbaju putih yang tidak lain Kemala Dewi Langkahnya
berhenti satu tombak di depan gadis itu. Matanya tajam,
memperhatikan dengan seksama. Air liurnya menetes, begitu
melihat kecantikan Kemala Dewi.
''Betapa beruntungnya aku telah menemukan gadis
secantikmu. Kurasa kita dapat bersenang-senang sebentar
sebelum aku me laporkan kematian Sumantri pada Manik
Kanginan!"
"Tua bangka tidak tahu malu! Jangan coba-coba mendekati
aku jika, tidak ingin celaka!" dengus Kemala Dewi, jijik.
"Ha ha ha...! Semakin marah, wajahmu semakin cantik.
Lebih baik turuti kemauanku kalau tidak ingin kubuat
linglung...!" ancam Giling Wesi.
Rupanya Kemala Dewi bukan gadis penakut. Matanya
langsung memelototi Giling Wesi dengan perasaan tidak
senang. "Pendekar Rajawali Sakti! Sebaiknya bereskan keledai jelek
ini!" ujar Kemala Dewi sambil melirik ke satu arah.
Dari bagian semak-semak taman, melompat keluar seorang
pemuda berompi putih mendekati Kemala Dewi.
Giling Wesi tampak terkejut melihat kemunculan pemuda
yang memang Pendekar Rajawali Sakti. Sebab jauh
sebelumnya, dia sudah mendengar cerita dari Manik Kanginan
tentang kehebatan pemuda yang satu ini.
"Huh...! Kaukah orangnya yang berjuluk Pendekar Rajawali
Sakti?" tanya Giling Wesi.
"Matamu awas juga," sahut Rangga, kalem.
"Apakah kau yang telah membunuh saudara seperguruan
kami?" "Kalau keledai gundul di dalam ruangan itu yang kau
maksudkan, memang aku yang membunuhnya!" dengus
Pendekar Rajawali Sakti. sinis.
"Bangsat! Kau harus menerima pembalasan yang setimpal
dariku...!" teriak Giling Wesi.
"Heaaa...!"
Seketika laki-laki berbaju kuning melompat ke depan.
Tangannya menjulur meluncur deras ke bagian leher Rangga.
"Uts...!"
Secepatnya Rangga menghindar ke samping, sehingga
serangan itu tidak mengenai sasaran. Bahkan Pendekar
Rajawali Sakti malah sempat melakukan tendangan berputar.
"Hup...!"
Namun serangan balik yang dilakukan Pendekar Rajawali
Sakti pun tidak mengenai sasaran, karena Giling Wesi sudah
lebih dulu melompat ke belakang sejauh satu tombak.
"Heaaa...!"
Merasa serangannya gagal, Giling Wesi segera mempergunakan jurus simpanan yang hanya dipergunakan
bila menganggap lawannya terlalu berat.
Tiba-tiba saja laki-laki ini berjumpalitan ke udara. Begitu
meluruk, tangannya terjulur membentuk cakar. Sedangkan
kaki kiri melepaskan tendangan menggeledek ke bagian dada.
Pendekar Rajawali Sakti terpaksa meliuk-liukkan tubuhnya
sambil menggeser kakinya dengan lincah dengan jurus
'Sembilan Langkah Ajaib'. Gerakan yang sangat cepat dalam
menghindar ini membuat serangan Giling Wesi selalu
mengenai angin kosong.
Namun setelah sekian puluh jurus terlewatkan, Giling Wesi
tiba-tiba merubah jurus silatnya. Perubahan ini membuat
Rangga terpaksa menguras tenaga. karena serangannya
terlihat semakin berbahaya saja.
"Heaaa...!"
Tiba-tiba Giling Wesi meluruk ke depan. Tangannya terjulur
menghantam kepala Rangga.
"Uts...!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat tarik kepalanya ke belakang.
Tetapi tidak disangka-sangka, juluran tangan itu hanya tipuan
saja. Karena tiba-tiba, laki-laki berbaju kuning ini menarik
tangannya, disusul tendangan menggeledek. Dan....
Der! "Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti berteriak tertahan. Tubuhnya
terlempar, ketika tendangan kaki Giling Wesi dengan telak
menghantam dada. Darah kental menetes di sudut-sudut
bibirnya. Jelas Rangga menderita luka dalam yang tidak
ringan. Melihat lawannya dapat dilukai, Giling Wesi menjadi
sombong dan merasa sebentar lagi dapat membunuh
Pendekar Rajawali Sakti. Dugaan ini telah membuatnya
berlaku ceroboh dan bertindak kurang hati-hati.
Saat itu, Giling Wesi segera mencabut senjatanya yang
berbentuk gada berduri. Tubuhnya seketika me luruk, dengan
gada berduri berputar-putar. Pada saat yang sama Rangga
melenting ke atas sambil mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Begitu gada berduri menyambar angin
kosong, Rangga segera meluruk me lepaskan hantaman telak
ke kepala dengan tangannya yang mengibas bagai sayap.
Dan.... Prak! "Aaa...!"
Giling Wesi ambruk ke tanah disertai jeritan keras.
Sedangkan senjatanya sempat terlempar dari tangannya. Dia
tidak bangun-bangun lagi dengan kepala pecah mengeluarkan
darah. Kemala Dewi sempat tercengang melihat kehebatan
Rangga. Kini hatinya semakin yakin kalau hanya kepada
Rangga dia pantas menjadi abdi setia setelah dirinya
dibebaskan dari pengaruh sihir Bagas Pati.
"Kau hebat. Kakang...!" seru Kemala Dewi. Dan untuk
pertama kalinya, tanpa malu-ma lu dia memanggil 'kakang'
pada Rangga. "Kebetulan saja dia kalah cepat dari aku. Giling Wesi cukup
lumayan untuk mengisi api. neraka!" sahut Rangga, seraya
menatap mayat Giling Wesi.
"Sekarang sudah saatnya bagi kita untuk mencari Ke lelawar
Hijau...!" Kemala Dewi mengingatkan.
Pendekar Rajawali Sakti mengangguk setuju.
Mereka berjalan beriringan menuju ruangan lain.
0odwo0 Sementara itu Miranti bersama Lesmana sedang kelabakan
oleh hilangnya Tongkat Ular Sendok. Mereka mencari-cari ke
seluruh ruangan, namun tidak juga ditemukan.
"Pakai pakaianmu, Miranti! Kita harus menemukan tongkat
itu kembali kalau tidak ingin konyol di tangan saudarasaudaraku!" desak Lesmana khawatir.
"Bukankah kita bersatu untuk menghadapi mereka?" tanya
Miranti. seakan perlu ketegasan.
"Memang betul," jawab Lesmana. "Tapi, tanpa tongkat
penyihir itu, kepandaian kita kalah jauh bila harus berhadapan
dengan saudara-saudaraku. Apalagi sekarang dia telah
berhasil mempejalari K itab Kelelawar Hijau. Dulu saja sebelum
itu, ilmunya sudah tinggi. Dan sekarang aku tidak dapat
membayangkannya, jika penyamaranmu diketahui!"
Miranti segera memakai pakaiannya yang dari kulit
beruang. Pakaian yang seperti dikenakan Bagas Pati dulu.
Setelah itu, dikenakannya pula topeng yang menyerupai wajah
Bagas Pati. Sehingga, dalam waktu sebentar penampilannya
telah berubah menjadi penampilan seorang laki-laki tua renta.
Sosok Raja Penyihir.
"Bagaimana" Apakah tidak mencurigakan?" tanya Miranti.
"Memang tidak mencurigakan. Tapi, tanpa tongkat itu, kau
sama saja dengan badut konyol," dengus Lesmana.
"Lalu. ke mana kita harus mencarinya?" tanya Miranti alias
Raja Penyihir palsu pada kekasihnya.
"Aku sendiri tidak tahu." sahut Lesmana bingung.
Miranti terdiam. Alis matanya berkerut. seakan ada sesuatu
yang sedang dipikirkannya.
"Pasti ada seseorang yang mencuri tongkat peny ihir
milikku. Kita harus mencarinya!" tegas Miranti
"Mari ikuti aku!" ajak Lesmana. "Jika saudara-saudara
seperguruanku yang mencurinya, paling tidak aku masih dapat
memintanya. Tapi kalau sampai jauh ke tangan orang lain,
kita berdua bisa berubah menjadi patung batu."
Apa yang dikatakan Lesrnana memang tidak berlebihan.
Bila tongkat itu jatuh ke tangan pencuri, maka si pencuri
dapat berbuat apa saja terhadap orang lain. Kini keadaan
mereka berdua benar-benar terancam, itulah sebabnya Miranti
langsung mengajak Lesrnana untuk mencari tongkat penyihir
yang telah dicuri.
Mereka terus meneliti kamar demi kamar. Anehnya, Miranti
tidak menemukan siapa pun di setiap kamar itu. .Tiba-tiba,
benaknya teringat ruangan di bawah tempat terdapat bekasbekas ruangan tahanan. Ke sanalah tujuan Miranti dan
Lesmana. Setelah menuruni tangga batu, mereka sampai di dalam
sebuah ruangan lain tempat Miranti pernah menyimpan mayat
Bagas Pati di situ. Tapi, ternyata pada salah satu dinding
kamar itu jebol. Dan tampaknya masih baru.
Miranti berdiri tegak dengan kening berkerut dalam. Jelas
ada orang yang telah berusaha masuk ke situ. Mereka berdua
selanjutnya masuk ke dalam lubang besar yang batunya
berantakan. Begitu sampai di situ, betapa terkejutnya Miranti
dan Lesmana ketika menemukan mayat Sumantri yang telah
membeku. "Seseorang telah masuk ke sini, Lesmana!" seru Miranti
terkejut. Bahkan hampir tidak percaya.
"Menurutmu, orang itu penghuni puri ini juga?" tanya
Lesmana cemas. "Jelas! Orang luar tidak mungkin mengetahui tempat
rahasia ini," sahut Miranti merasa pasti. "Sekarang hilangnya tongkat penyihir
milikku, sudah terjawab. Orang itu pasti
masuk ke kamar kita melalui pintu yang di depan itu"
"Tapi siapa?" tanya Lesmana bingung.
"Sudah kukatakan penghuni puri ini juga," jawab Miranti.
"Sumantri sudah tewas. Siapa" Kakang Manik Kanginan,
atau Kakang Giling Wesi?" tebak Lesmana.
"Entahlah.... Aku tidak tahu!" sahut Miranti. "Sebaiknya kita
cari yang lainnya!"
0odwo0 8 Manik Kanginan yang bermaksud melihat ular sanca di
tempat persembunyiannya,
dikejutkan lagi dengan ditemukannya mayat Giling Wesi
"Kakang! Siapa yang telah membunuhmu?" desis Manik
Kanginan sambil memeluk mayat Giling Wesi
Hati laki-laki berjuluk Kelelawar Hijau ini begitu panas.
Amarah telah menggelegak dalam dadanya.
''Hmm..., aku harus menghubungi saudara-saudara
seperguruanku!" lanjut Ke lelawar Hijau.
Manik Kanginan bangkit berdiri sambil membopo mayat
Giling Wesi. Namun pada saat itu, dia melihat Lesmana dan
Bagas Pati palsu berjalan cepat ke arahnya.
"Siapa yang kau bopong itu, Kakang?" tanya Lesmana
terkejut. Minik Kanginan menggeram tidak jelas. Dipandangnya adik
seperguruannya ini penuh selidik.
"Aku baru saja menemukan mayat Kakang Sumantri dalam
sana!" lapor Lesmana, begitu melihat Manik Kanginan cuma
diam membisu. "Sandiwara apa yang kau mainkan di depanku, Lesmana"
Apakah kau tergila-gila pada perempuan di balik topeng Bagas


Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pati itu?" sindir Manik Kanginan. "Asal tahu saja, aku tadi sempat mengintip
perbuatanmu dengan Bagas Pati palsu yang
ternyata seorang wanita cantik. Sejak lama aku curiga, melihat
kau sudi mengabdi pada musuh kita yang tak memberimu
kitab. Tak tahunya...?"
Miranti dan Lesmana tidak dapat menutupi rasa kaget
karena tidak menyangka Manik Kanginan mengetahui
penyamaran Miranti.
"Tidak kusangka rupanya kau berkomplot dengan
perempuan itu untuk membunuh saudara-saudaramu sendiri,
Lesmana!" lanjut Manik Kanginan gusar, langsung menuduh.
"Kakang salah sangka. Justru kami baru mengetahuinya,
setelah melakukan pemeriksaan ke sini!" bantah Lesmana
tidak terima. "Aku sudah lama curiga padamu. Dan tidak pernah
kusangka, kalau akhirnya kau tega membunuh saudaramu
sendiri Lesmana! Sekarang cabutlah senjatamu. Aku harus
membalaskan kematian saudara-saudaraku!" tegas Manik
Kanginan. "Kakang salah sangka! Aku tidak akan mencabut senjataku,
karena memang tidak membunuh Kakang Giling Wesi maupun
Sumantri. Kami sampai ke tempat ini, justru ingin mencari
Tongkat Ular Sendok yang telah dicuri seseorang!" bantah
Lesmana tetap bersikeras.
''Siapa mau dengar ocehanmu. Lesmana"!" bentak Manik
Kanginan. Kelelawar Hijau meletakkan kembali jenazah Giling Wesi di
atas bangku batu.
Begitu tegak, kedua tangannya
dikembangkan lebar-lebar. Sehingga, bagian jubahnya yang
lebar itu membentuk sayap kelelawar berwarna hijau.
"Kau jangan sembarangan menuduh. Manik Kanginan!
Seharusnya kaulah yang kami curigai. Bukankah kau
bermaksud mencuri tongkat Ular Sendok untuk memenuhi niat
busukmu menguasai makhluk ular sanca yang di dalam lubang
rahasia! Tahukah kau, bahwa sanca sihiran Bagas Pati yang
sudah mati itu tidak lain adalah anak angkatku?" sela Miranti
tiba-tiba saja.
Manik Kanginan yang berjuluk Kelelawar Hijau terkejut
juga. Keningnya berkerut dalam. Tidak disangka olehnya kalau
Miranti juga mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikannya dari siapa pun.
"Sekarang kau malah memutar balikkan kenyataan dengan
menuduh kami telah membunuh saudara-saudaramu. Apakah
ini lucu?" desis Miranti disertai senyum mengejek.
"Tidak ada yang lucu. Kalau benar tongkat itu sudah tidak
ada di tanganmu. merupakan suatu keuntungan bagiku untuk
melenyapkan kalian!"
"Bangsat keji!" teriak Miranti.
Sambil berteriak Miranti tiba-tiba meluruk deras ke arah
Manik Kanginan. Tendangan serta pukulan keras dilancarkan.
Ketika meluncur secara menakjubkan wanita ini bersalto ke
udara. Gerakan aneh ini adalah lanjutan dari gerak tipuan
yang membuat Manik Kanginan sempat terkecoh. Akibatnya....
Buk! "Heh..."!"
Ketika kaki Miranti menghantam telak dada, anehnya
Kelelawar Hijau tidak merasakan apa-apa.
Tapi ketika Miranti menjejakkan kakinya di atas tanah,
barulah Manik Kanginan jatuh terpelanting.
ddDWcc Manik Kaningan menyangka apa yang dilakukan Miranti
tidak lain adalah permainan sihir juga. Padahal yang
sesungguhnya wanita ini telah mempergunakan jurus-jurus
dari Puri Kambangan yang dikenal mempunyai banyak tipuan.
"Hiyaaa...!"
Kelelawar Hijau melompat ke depan sambil mengirimkan
pukulan jarak jauhnya.
Wusss... ! Melihat segulung angin kencang disertai hawa dingin
menusuk menyerang dirinya, Miranti tidak tinggal diam.
Tangannya cepat dikibaskan. Seketika, meluruk pula angin
kencang, memapak serangan Manik Kanginan. Dan....
Blarrr! Masing-masing kontan terlempar sejauh dua batang
tombak. Namun Manik Kanginan cepat bangkit berdiri.
Sementara Miranti yang sempat terluka dalam mencoba
memasang kuda-kudanya. Pada saat itu pula Kelelawar Hijau
melemparkan senjata rahasianya.
Set! Set! Set! Bukan main cepatnya luncuran senjata rahasia berhulu
kelelawar berwarna hijau itu, membuat Miranti terkesiap.
Sejengkal lagi salah satu senjata rahasia itu mengenai
tubuhnya, tiba-tiba berkelebat bayangan biru disertai kilatan
cahaya putih yang tidak lain sambaran pedang milik Lesmana.
Dan.... Tang! Trang! Senjata-senjata rahasia itu dibuat berpentalan oleh
Lesmana. Walaupun, laki-laki itu sendiri sempat terdorong
mundur, karena begitu kuatnya tenaga dorong senjata
Kelelawar Hijau.
Miranti dapat terhindar dari maut. Dan apa yang dilakukan
Lesmana hanya membuat Kelelawar Hijau menjadi marah.
"Kau memang bajingan, Lesmana! Rupanya kau benarbenar bersekongkol dengan perempuan keparat itu!" desis
laki-laki berpakaian serba hijau ini.
"Aku sendiri sebenarnya tidak menghendaki kejadian
seperti ini. Tapi aku terpaksa membelanya, karena kami telah
berjanji sehidup semati!" sahut Lesmana. tenang namun
tegas. "Bagus sekali! Kau tega mengkhianati saudara seperguruanmu sendiri hanya demi wanita yang tidak
berharga di mataku!" cibir Manik Kanginan.
"Kita sama-sama tidak berharga dan sama busuknya. Kau
melukai Miranti, maka aku akan membunuhmu!" geram
Lesmana. "Kalau begitu, kalian berdua memang pantas mati di
tanganku!" bentak Kelelawar Hijau.
Tiba-tiba Manik Kanginan merentangkan kedua tangannya
kembali. Tubuhnya berputar-putar dengan jubah terkembang
membentuk sayap. Dan disertai teriakan menggelegar,
tubuhnya meluruk deras ke arah Lesmana dan Miranti.
Sepasang kekasih ini tentu saja tidak tinggal diam.
Lesmana segera memutar senjatanya dengan mengerahkan
jurus-jurus pedang andalan. Sedangkan Miranti dengan jurusjurus dari Puri Kambangan.
Pertarungan tentu saja berlangsung semakin seru. Apalagi
mengingat masing-masing bermaksud membunuh satu sama
lain. "Hiyaaa!"
"Haiti!!"
Dikepung sedemikian rupa, tidak membuat semangat Manik
Kanginan menjadi kendor. Apalagi mengingat telah berhasil
menamatkan Kitab Kelelawar Hijau. Sehingga secara
menakjubkan serangan-serangan gencar dua lawannya
berhasil dipatahkan.
Tangan Miranti tiba-tiba te1julur mencengkeram ke arah
dada. Namun dengan gerakan indah. Kelelawar Hijau
meliukkan tubuhnya. Sehingga, serangan ganas wanita itu
luput. Bahkan kemudian Manik Kanginan melakukan serangan
balik dengan sebuah tinjunya yang menderu. Lalu...
Buk!! "Aaa..!"
Miranti berteriak menyayat ketika tinju Kelelawar Hijau
menghantam dadanya yang menonjol. Tubuhnya terbanting
keras di tanah. Dadanya hancur dan langsung berubah
menghitam. Dia tewas seketika sebelum sempat mengucapkan
selamat tinggal pada Lesmana, kekasihnya.
Kelelawar Hijau melompat mundur. Sementara, Lesmana
begitu me lihat kematian kekasihnya, tampak berteriak
menggelegar. Dia menjadi sangat marah. Sedangkan tatapan
matanya berubah nyalang diwarnai keinginan membunuh yang
berkobar-kobar.
"Kau harus mengakui, bahwa aku bukanlah lawanmu!"
teriak Manik Kanginan mengingatkan.
Namun, mana mau Lesmana mendengar ucapan saudara
seperguruannya yang telah membunuh kekasihnya. Segera
dikerahkannya jurus-jurus terhebat dari seluruh jurus pedang
yang dimiliki. 0odwo0 Apa yang terjadi di tengah-tengah taman ini memang tidak
lepas dari perhatian Rangga dan Kemala Dewi. Mereka terus
menunggu, sampai salah seorang di antaranya tewas.
"Kurasa Lesmana tidak mungkin mampu menghadapi
saudara seperguruannya!" cetus Ke mala Dewi, berbisik .
"Ya.... ilmu pedang Lesmana memang hebat. Tapi, Manik
Kanginan menjadi sangat istimewa setelah berhasil menguasai
Kitab Kelelawar Hijau peninggalan Bagas Pati," sahut Rangga
tanpa mengalihkan perhatiannya dari pertempuran.
"Manik Kanginan kuakui hebat Tapi, kurasa dia tidak dapat
mengalahkanmu, Kakang!" puji Kemala Dewi tanpa sadar.
Rangga hanya tersenyum. Padahal, Pendekar Rajawali Sakti
tak pernah menganggap remeh calon lawannya yang sangat
handal. Apalagi, Manik Kanginan punya lusinan senjata rahasia
yang dapat dipergunakan dalam keadaan terdesak.
"Kau terlalu memuji, Dewi. Apakah tidak melihat, ibu
angkatmu yang tewas di tangannya?" tukas Rangga. "O, ya....
Kulihat, kau tidak begitu sedih me lihat kematian orang yang
telah membesarkanmu?"
"Memang betul Miranti telah membesarkan aku," jawab
Kemala Dewi. "Tapi sejak dulu dia jarang memperhatikan aku.
Dia lebih sayang pada murid-muridnya yang tewas di tangan
Bagas Pati. Mungkin karena itu juga, mengapa dia begitu
membenci laki-laki ahli s ihir tersebut!"
"Berarti kau tidak tahu, di mana orangtuamu?" tanya
Rangga tertarik
"Orang tuaku sudah tidak ada. Mereka tewas pada awal
Bagas Pati melakukan pembunuhan besar-besaran pada waktu
dulu," jelas Kemala Dewi lirih.
"Aku prihatin mendengarnya!" kata Rangga tulus.
"Semuanya sudah berlalu, Kakang. Mereka yang telah tiada
tidak mungkin kembali lagi," desah Kemala Dewi, berusaha
tegar. Sementara itu perkelahian antara Lesmana melawan Manik
Kanginan berlangsung semakin seru.
Kelelawar Hijau sendiri beberapa kali sempat tersayat
pedang Lesmana. Tapi senjata itu hanya menimbulkan luka
ringan saja. Lesmana sendiri sudah menguras segenap kemampuannya.
Pedang di tangannya terus meluncur mengarah pada bagianbagian tubuh saudara seperguruannya.
Set! "Haiiit!"
Dengan baik Manik Kanginan kembali dapat menghindari
tusukan senjata Lesmana. Dan tiba-tiba tubuhnya berjumpalitan. Sementara Lesmana menggeser langkahnya ke
samping kiri. "Hiih...!"
Dan secara tidak diduga, Kelelawar Hijau memutar kaki
kanannya, lalu meluncur tepat pada bagian perut Lesmana.
Desss... ! "Hugkh...!"
Lesmana jatuh terduduk. . Dari mulutnya mengucurkan
darah kental berwarna kehitam-hitaman. Pedang di tangannya
terlepas, sehingga memerlukan waktu untuk mengambilnya.
Lesmana menggapai senjata yang tergeletak tidak jauh
darinya. Pada saat itu pula Manik Kanginan melemparkan
senjata rahasianya ke arah Lesmana yang masih adik
seperguruannya.
Set! Set! Cepat sekali luncuran senjata rahasia itu, sehingga
Lesmana tak sempat menghindar. Dan....
Jeb! Jeb! "Aaa...!"
Lesmana kontan jatuh telentang. Tangannya menggapai
bermaksud mencabut senjata di bagian perutnya. Tetapi,
niatnya tidak pernah tercapai karena jiwanya keburu
melayang! "Ha ha ha...! Walaupun tidak bangga telah membunuh
saudara seperguruanku sendiri tapi aku harus menghentikannya agar tidak menyusahkan kelak di kemudian
hari!" dengus Manik Kanginan puas.
"Iblis sepertimu memang selalu tertawa setelah membunuh
siapa saja. Sekarang sudah saatnya giliranmu untuk
mempertanggungjawabkan nyawa dan kehormatan gadisgadis yang telah menjadi korbanmu!"
"Heh..."!"
Manik Kanginan terkejut ketika tiba-tiba terdengar sebuah


Pendekar Rajawali Sakti 191 Kelelawar Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara. Sungguh tidak disangka, masih ada orang lain di
tempat itu. Maka segera diputar tubuhnya dengan mata
mencari-cari. Tak lama, Manik Kanginan me lihat satu sosok bayangan
putih berkelebat dan mendarat manis di depannya.
Kini di depan Kelelawar Hijau telah berdiri seorang pemuda
berompi putih yang pernah menyerangnya ketika berada di
Desa Susukan berapa pekan lalu.
"Sudah bosan hidup kau rupanya, sehingga berani datang
ke sarang harimau?" bentak Manik Kanginan sambil melotot
"Justru saudara-saudaramu dan kau sendiri yang bosan
hidup!" jawab sosok yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti
tenang.. Manik Kanginan tentu saja kaget mendengar jawaban
Rangga. Kini baru disadari kalau yang membunuh dua saudara
seperguruannya tidak lain adalah Pendekar Rajawali Sakti.
Tanpa banyak bicara lagi Kelelawar Hijau ini langsung
mempersiapkan serangan. Kemarahannya jelas tidak dapat
ditahan lagi. Apalagi, mengingat ular sanca yang berada
dalam lubang rahasia, tentu Pendekar Rajawali Sakti yang
telah menyelamatkannya. Menyadari lawannya memiliki ilmu
kepandaian sangat tinggi, segera dikerahkannya jurus
'Kelelawar Hijau' yang dipelajarinya dari K itab Kelelawar Hijau.
"Matilah kau! Hiyaaa...!"
Sambil me lompat ke depan Manik Kanginan segera
melepaskan senjata rahasianya yang langsung meluncur deras
ke arah Rangga. Namun, pemuda berompi putih ini sudah
berjumpalitan menghindar. Sehingga, serangan lawan hanya
mengenai tempat kosong.
Manik Kanginan jadi penasaran melihat pemuda itu dapat
lolos dari serangan senjata rahasianya. Maka dengan lebih
cepat, kembali dia melemparkan senjata rahasianya.
Rangga mempercepat gerakannya, mempergunakan Jurus
'Sembilan Langkah Ajaib'. Dan lagi-lagi dia berhasil
menghindari serangan senjata itu.
Namun tidak disangka, Manik Kanginan telah mengembangkan kedua tangannya, sejajar bahu. Secepat itu
pula, kedua tangannya dikatupkan, lalu dihentakkan ke depan.
Wusss....! Segulung sinar hijau berhawa panas melabrak ke arah
Rangga, Pendekar Rajawali Sakti berusaha menghindarinya,
namun terlambat. Sehingga....
Glarrr! "Aaagkh...!"
Rangga menjerit kesakitan ketika sinar hijau itu
menghantam bahu kanannya. Sekujur tubuhnya terasakan
panas bukan main. Darah mengucur dari sudut-sudut bibirnya,
pertanda dia menderita luka dalam yang tidak ringan. Maka
segera dikerahkannya tenaga dalam untuk mengobati luka.
"Kini benar-benar kau rasakan, betapa hebatnya pukulan
'Kelelawar Hijau'.:.!" desis Manik Kanginan bangga.
"Pukulanmu
memang hebat. Sayang, tindakanmu melampaui batas. Apa pun yang terjadi, aku terpaksa
membunuhmu!" kata Rangga, dingin penuh perbawa.
0odwo0 Setelah me lihat kenyataan yang dialam i, Rangga tidak mau
bersikap gegabah. Segera serangannya ditingkatkan dengan
mempergunakan rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'.
Kini akibatnya segera dapat dirasakan Manik Kanginan.
Bahkan permainan silatnya terasa tidak berkembang.
Walaupun seluruh kemampuannya telah dikerahkan, namun
dia hanya dapat bertahan sambil sesekali membalas serangan.
Pada satu kesempatan tiba-tiba saja Rangga meluncur
deras dengan tubuh berjumpalitan. Lalu dengan mempergunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa',
kakinya menghantam kepala Kelelawar Hijau.
Duk! "Hugkh...!"
Manik Kanginan kontan terhuyung-huyung
sambil memegangi kepala yang seperti remuk. Sejuta kunang-kunang
bertabur di matanya. Tetapi, Kelelawar Hijau seperti
mempunyai nyawa rangkap saja. Malah dia balas menyerang.
Jubahnya menyambar-nyambar ganas. Serangannya bagai
orang dirasuki setan.
"Heaaa...!"
Manik Kanginan meluruk memburu Pendekar Rajawali
Sakti. Jubahnya yang seperti sayap kelelawar menyambar ke
arah Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti dengan segenap
tenaga berusaha menghindar. Sayang dia kalah cepat dengan
sambaran jubah Manik Kanginan. Tidak terelakkan lagi....
Prat! "Aaagkh!"
Rangga kembali terpelanting namun cepat bangkit Dadanya
seakan remuk, terhantam jubah Kelelawar Hijau Dalam
keadaan telentang begitu, Manik Kanginan yang tak memberi
ampun lagi meluruk deras ke arahnya, dengan maksud
menyudahi pertempuran. Dalam keadaan yang gawat Rangga
cepat memasang kuda-kuda kokoh. Cepat dibuatnya beberapa
gerakan tangan yang kemudian berakhir menakup di depan
dada. Tenaga dalamnya telah dikerahkan secara penuh.
Bahkan, kedua tangannya telah terbungkus sinar warna biru
sebesar kepala bayi. Lalu....
Sambil berteriak menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti
menghentakkan kedua tangannya ke depan. Maka seketika
meluncur sinar biru ke arah Kelelawar Hijau yang tengah
meluruk. Dan....
Blarrr... ! "Aaa...!"
Manik Kanginan menjerit keras dengan suara merobek
langit. Tubuhnya kontan hancur terkena ajian yang dilepaskan
Pendekar Rajawali Sakti.
Tidak seorang pun yang dapat mengenali Kelelawar Hijau
lagi, karena tubuhnya hancur menjadi serpihan daging yang
terbakar, berbau sangit.
Rangga sejenak memandangi mayat Manik Kanginan. Pada
saat itu Kemala Dewi keluar dari tempat persembunyiannya.
"Kau tidak apa-apa, Kakang?" tanya Kemala Dewi khawatir.
"Seperti yang kau lihat!" sahut Rangga seraya berbalik.
"Kini kau telah bebas dari ancaman siapa pun, Dewi. Kau tidak
mungkin tinggal di tempat terpencil ini. Ka...!"
"Dia bisa tinggal bersamaku di Desa Susukan!" terdengar
suara yang disusul munculnya seseorang. Dia tidak lain Ki
Belalang. Rangga tersenyum melihat kehadirannya. Sedangkan Kemala Dewi memperhatikan Ki Belalang dengan
kening berkerut.
"Bagaimana, Rangga?" tanya Ki Belalang.
"Semuanya sudah berakhir, Ki. Sekarang aku punya tugas
untukmu, Ki...!"
"Tugas apa" Kalau sanggup, pasti aku bersedia
menolongmu!'' jawab Ki Belalang.
"Tolong beri perlindungan pada Kemala Dewi. Jika nanti
kudengar kalian menyakiti seujung rambut saja. Aku akan
mencarimu dan melakukan perhitungan!" kata Pendekar
Rajawali Sakti, kalem.
"Ho ho ho...! itu masalah sepele! Aku senang Kemala Dewi
mau tinggal bersamaku!" ujar Ki Belalang menyanggupi,
seraya menatap Kemala Dewi. Kemudian Ki Belalang menoleh
untuk mengucapkan rasa terima kasih pada Pendekar Rajawali
Sakti. Tapi Rangga sudah tidak ada di sampingnya. Entah kapan
perginya. "Dia pergi, Ki," desah Kemala Dewi, merasa kehilangan.
"Relakanlah.... Mungkin nanti kau dapat bertemu
dengannya," ujar Ki Belalang.
0odwo0 SELESAI Segera menyusul:
PUSAKA LIDAH SETAN
Eng Djiauw Ong 6 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Sepasang Walet Merah 1

Cari Blog Ini