Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku Karya Ahmad Rifa I Rif An Bagian 2
*** Dunia kedinasan dikejutkan dengan banyak borok beberapa waktu terakhir. Hampir setiap hari, berita korupsi tidak jua mundur dari berita utama di media.
Kita agaknya bisa sedikit berbangga, sedikit saja, karena ada satu prestasi hebat bagi pemerintah Indonesia dalam penanganan masalah korupsi. Konon, beberapa tahun yang lalu China ditetapkan oleh para peneliti sebagai negara paling korup di dunia, kemudian disusul Indonesia, India, Brasil, dan Peru.
Tahun berikutnya China masih menduduki tempat teratas dan disusul oleh India, Brasil, Peru, dan Filipina. Atas hasil penelitian itu, ketika Konferensi Asia-Afrika-Amerika-Australia-Eropa di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), seorang delegasi China menyatakan keheranannya kepada seorang pejabat Indonesia yang menemuinya bersama beberapa pejabat negara-negara itu.
Delegasi China, Pak, dulu korupsi di Indonesia hampir menyamai negeri kami, tapi negara Anda bisa keluar dari lima besar, apakah sudah ada gerakan anti korupsi besar-besaran di pemerintahan Anda"
Delegasi India, Brasil, Peru, dan Filipina pun tertarik menimpali, Kami juga terkejut mendengar itu, bagaimana bisa" Dengan senyum ramah dan nada ceria sang pejabat Indonesia menjawab, Ooo& itu mudah saja, semua gampang diatur. Delegasi China, Caranya bagaimana"
Pejabat Indonesia, Caranya, siapkan uang sepantasnya dan berikan pada para peneliti itu dengan permintaan supaya negara saya diturunkan dari peringkat lima besar. Delegasi China, Oooo& begitu, ini baru namanya koruptor sejati& benar-benar hebat, tidak sampai terpikir oleh kami, padahal masuk akal juga, hasil penelitian pun bisa di korupsi. Anda tersenyum sinis membaca tulisan di atas"
Jangan! Sungguh jangan tersenyum. Karena yang kita senyumi itu adalah watak buruk bangsa kita. Umat kita. Ingat, sebesar apa pun yang dikorupsi, ia tetaplah kotor. Yang dikorupsi sebesar jarum ataupun linggis, sebesar serpihan kayu ataupun ratusan ribu gelondong kayu, ia tetaplah penghambat perjalanan kita menuju surga-Nya.
Saya jadi teringat esai Cak Nun yang cukup menggelitik dan kritis, judulnya Selilit Sang Kiai . Kisah tentang seorang kiai yang setelah wafatnya agak terhambat kariernya sebagai penghuni surga. Sebabnya, ketika ia diminta memimpin kenduri, ia lantas makan sangat lahap sehingga ada selilit (sisa makanan) di antara dua giginya.
Dikisahkan, waktu itu belum ada teknologi tusuk gigi sehingga setiap penderita selilit terpaksa mengatasinya dengan cara klasik. Dan kiai itu pun sambil berjalan pulang mengambil seserpih kayu dari pagar halaman kebun seseorang untuk mencongkel selilit dari sela-sela giginya.
Ternyata, kejadian itu dipersoalkan oleh para malaikat, sebab statusnya memang jelas pencurian. Ia telah mengambil biarpun seserpih kayu milik orang lain tanpa izin. Pikir saja, seserpih kayu sudah menjadi penghalang jalan shiratal mustaqim. Bagaimana bila ratusan ribu gelondong kayu Kalimantan yang dicuri, agaknya jalan menuju surga bukan lagi terhambat, tapi barang kali longsor.
Layak memang jika lidah Melayu menyebut perbuatan itu korupsi . Saya yakin bukan kebetulan jika ia memang berakar dari bahasa Latin: Corruptio, yang artinya busuk, kotor . Bagaimanapun ia didefinisikan, dari sudut pandang apa pun hukum, sosial, budaya, apalagi agama ia tetaplah busuk. Sedikit pun jangan sampai tergoda melakukan korupsi, sebebas dan senyaman apa pun posisimu untuk melakukan itu. Allah dan rasul-Nya bukan hanya melarang, tapi sampai pada tahap melaknat penyuap dan penerima suap.
Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan. (HR. Abu Daud)
Lalu bagaimana dengan orang yang mengetahui kasus korupsi tapi membiarkannya"
Rasulullah melaknat penyuap, penerima suap, dan orangorang yang menyaksikannya. (HR. Thabrani)
Demi Allah, tidak akan diraih bahagia dalam kebusukan harta hasil korupsi. Ia adalah tabir yang akan menghijab jiwa dengan Allah. Doa tidak akan dikabulkan oleh Allah. Segala permohonan akan ditolak-Nya.
Ada seorang lelaki yang melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya penuh debu. Ia mengangkat tangannya ke langit seraya bedoa, Ya Rabb, ya Rabb! sedangkan tempat makanannya haram, tempat minumannya haram, pakaiannya haram, dan juga makanannya haram, maka bagaimana doanya akan dikabulkan" (HR. Muslim)
Harta haram akan mengalir dalam pembuluh darah. Ia adalah virus yang akan menyebar dalam tubuh, dalam daging orangorang yang disayangi, karena mereka diberi makanan dari hasil busuk itu. Dan cukuplah menjadi alasan Allah untuk membakar daging-daging busuk itu dalam panasnya api neraka. Daging yang tumbuh dari barang haram tidak akan masuk surga. Neraka lebih pantas sebagai tempat tinggalnya. (HR. Al-Baihaqi)
Andaikan kita mau lebih banyak merenung, tentu setiap ibadah mahdhah bisa menjadi cambuk tersendiri bagi jiwa-jiwa yang lengah dari karakter muslim. Shalat menjadi kendaraan untuk mendekati perbuatan yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Zakat menjadi media untuk kita merasa bahwa ada hak mustahik (penerima zakat) di dalam harta yang kita dapatkan. Apalagi haji, mabrur tidaknya kita dinilai dari bagaimana sikap kita kepada orang lain. Menjadi mudarat atau maslahatkah ia" Membuat sengsara atau menciptakan kebahagiaankah ia"
Demikian juga dengan puasa. Puasa adalah wahana pelatihan bagi jiwa agar kita punya malu. Mengingat rasa malu menjadi salah satu karakter yang langka di tengah kehidupan yang mendewakan kebebasan seperti sekarang. Para koruptor tetap bisa senyam-senyum di depan kamera televisi. Para artis yang terlanjur tercoreng mukanya dengan kasus video porno tetap percaya diri untuk tampil. Para wakil rakyat masih tidak malu berdebat kusir dengan membawa nama rakyat. Para lurah, bupati, wali kota, gubernur, dan pejabat tinggi lainnya juga tidak malu meskipun nyata-nyata ia tidak mampu memenuhi janji kampanyenya.
Yukio Hatoyama, Perdana Menteri Jepang, mundur akibat keputusannya mempertahankan pangkalan militer AS di Okinawa. Dalam kampanyenya dulu, Hatoyama telah berjanji akan memindahkan pangkalan militer AS ke luar Pulau Okinawa, kalau perlu ke luar wilayah Jepang. Setelah ia merasa tidak mampu menenuhi janji kampanyenya, Hatoyama, yang mungkin tidak pernah mengenal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, kini dengan tegas mengambil keputusan yang bijak untuk mengundurkan diri. Ah, andai para pembesar negeri ini bisa berlaku demikian juga. Salut. Negeri kita dihuni oleh mayoritas muslim maka dapat diprediksi siapakah yang sebenarnya mendominasi jabatan pegawai negeri di Indonesia, tentu juga seorang muslim. Tetapi mengapa praktik kotor tetap menjangkit di institusi pemerintahan" Mengapa tindakan korupsi tetap mendominasi di negeri yang mayoritas muslim ini" Bukankah dalam Islam amatlah populer sabda Rasul yang mengatakan bahwa malu adalah sebagian dari iman" Apakah mereka tidak malu kepada Allah yang mereka yakini keberadaan-Nya" Apakah mereka tidak malu kepada Allah yang selalu melihat-Nya" Apakah mereka tidak malu jika kelak di hari kebangkitan segala yang mereka kerjakan akan ditampilkan secara sempurna tanpa sensor sedikit pun" Dan saat itu segenap penduduk padang Mahsyar akan menjadi penonton.
Pengaruh puasa bagi seorang muslim yang kebetulan bekerja sebagai pegawai negeri tentu sangat banyak. Puasa adalah metode untuk latihan jujur. Meskipun tidak ada satu pun manusia yang melihat kita meneguk sedikit air, misalkan saat berkumur dalam wudhu, namun perasaan bahwa Allah melihat itu tidak lekang dari pikiran kita. Perasaan selalu diawasi oleh Allah itulah yang penting.
Jika puasa dihayati oleh para abdi negara, saya yakin tren grafik korupsi di negeri ini akan menurun. Meskipun peluang untuk melakukan korupsi telah terbuka lebar, mereka tetap tidak akan berani melakukannya karena ada rasa takut bahwa Allah selalu mengawasinya. Meskipun ada peluang untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui oleh orang lain, tetapi kehadiran Allah dalam jiwanya selalu menutup niat buruk itu. Apabila demikian seterusnya, lahirlah para abdi negara yang tangannya terpelihara dari uang yang bukan haknya. Lisannya jauh dari sikap penjilat. Hatinya tumbuh sifat wara . Ia akan berati-hati terhadap amanah yang telah diberikan kepadanya. Dan hadirlah negeri yang dijanjikan itu, baldatun thayyibatun wa rabbun ghaf"r (negara yang adil dan makmur di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun).
Renungan Hari ke-13 Dahsyatnya Niat
Autolisis tidak akan terjadi ketika tidak ada niat berpuasa. Saat kita lapar dan tidak berniat untuk berpuasa, otak langsung meresponsnya dengan cara memerintahkan organ-organ pencernaan untuk bersiap-siap menerima makanan.
ebagaimana telah kita kupas pada topik Miracle of Fasting, salah satu manfaat puasa adalah untuk mengaktifkan autolisis. Penjelasan mengenai autolisis pun telah dijabarkan pada pembahasan topik tersebut.
Sekarang, apa hubungan niat berpuasa dengan autolisis" Ternyata autolisis hanya akan aktif apabila: kadar glikogen dalam darah berkurang, otak menyimpulkan kita lapar, tapi kita berniat tidak makan alias berpuasa. Nah, saat ketiga hal tersebut telah terjadi dalam tubuh kita, autolisis baru dapat terjadi. Autolisis tidak akan terjadi ketika tidak ada niat berpuasa. Karena saat kita lapar dan tidak berniat untuk berpuasa, otak langsung meresponsnya dengan cara memerintahkan organorgan pencernaan untuk bersiap-siap menerima makanan. Liur, lambung, hati, usus, ramai-ramai mengeluarkan enzim dan beraktivitas. Bila tidak ada makanan masuk, lambung dan usus akan sakit. Jika sudah begitu, kita bisa terkena maag, radang usus, atau penyakit pencernaan lainnya. Bermula dari Niat
Segala amal itu bergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Berapa sering Anda membaca hadis yang saya kutip di atas" Saya kira tidak terhitung. Hadis itu adalah hadis yang pertama dikutip oleh Imam Nawawi dalam Hadis Arbain. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis ini muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah untuk mengawini seorang wanita bernama Ummu Qais. Dalam hati lelaki itu telah terbesit niat yang salah. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah. Ia berhijrah bukan untuk Allah, tetapi demi Ummu Qais. Dan karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.
Niat. Dari sanalah semua bermula. Segala yang Anda kerjakan menjadi dosa jika niatnya tidak benar. Ya, setiap amal yang meskipun telah dibenarkan syariat tetapi tanpa niat yang benar tidak akan berarti apa-apa menurut Islam. Misalnya saja sedekah. Sedekah tentu saja sangat dianjurkan dalam agama kita. Apalagi sedekah jariah, pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang bersedekah jariah itu telah meninggal dunia. Sebagaimana sabda Rasul, bahwa jika anak Adam meninggal dunia, semua pahalanya akan terputus, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.
Bahkan, dalam sebuah hadis Qudsi yang ditakhrij oleh Tirmidzi disebutkan, Ketika Allah menciptakan bumi, bumi itu goyang, maka Dia menciptakan gunung-gunung, lalu bumi itu menjadi tetap (tidak bergoyang). Maka Malaikat heran terhadap kehebatan gunung, mereka bertanya, Wahai Tuhanku, adakah makhluk-Mu yang lebih hebat daripada gunung" Dia berfirman, Ya, besi. Mereka bertanya, Wahai Tuhanku, adakah makhluk-Mu yang lebih hebat daripada besi" Dia berfirman, Ya, api. Mereka bertanya, Wahai TuhanKu, adakah makhluk-Mu yang lebih hebat daripada api" Dia berfirman, Ya, air. Mereka bertanya, Wahai Tuhanku, adakah makhluk-Mu yang lebih hebat daripada air" Dia berfirman, Ya, angin. Mereka bertanya, Wahai Tuhanku, adakah dari makhluk-Mu yang lebih hebat daripada angin" Dia berfirman, Ya, anak Adam yang tangan kanannya menyedekahkan sesuatu dengan tersembunyi dari tangan kirinya. Bagaimana jika yang terbesit di hati orang yang bersedekah adalah niat agar dianggap saleh, niat pamer, atau agar dipuji sebagai dermawan" Tentu saja di hadapan Allah sedekah itu tidak ada harganya. Bahkan ancaman Allah pun ditujukan pada mereka. Sebagaimana Rasulullah bersabda, Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya, Wahai R asulullah, apakah syirik kecil itu" Beliau menjawab, Riya. Allah berfirman kepada mereka di hari kiamat, tatkala memberi balasan amal-amal manusia, Pergilah kepada orangorang yang kalian berbuat riya di dunia, apakah kalian mendapatkan kebaikan di sisi mereka" (HR. Ahmad dan Al-Baghawy)
Apa pun profesi (yang halal tentunya) yang kita jalankan saat ini belum tentu dicatat sebagai kemuliaan. Belum tentu juga menjadi satu kehormatan. Menjadi pelajar, karyawan, pegawai negeri, guru, sopir, pembantu rumah tangga, petani, pedagang, atau kiai, bergantung bagaimana niat kita menjalankan semua peran itu. Seorang ulama pun yang tiap saat berceramah di depan umat belum tentu lebih mulia derajatnya di sisi Allah daripada seorang pegawai yang tiap hari bekerja di kantor. Kita mengenal ada yang namanya ulama Su , ulama yang ilmunya ditujukan untuk meraih dunia. Ia berceramah bukan dengan niat dakwah. Ia mempelajari agama untuk mencari perhatian penguasa. Ia belajar agama untuk mencari popularitas. Ceramahnya tajam bersemangat, berapi-api, ternyata jauh dari keikhlasan. Ia berusaha menghafalkan ribuan hadis, ribuan ayat, hanya untuk kesombongan dan untuk mencari kesenangan dunia semata. Padahal, sejak lama Rasulullah telah mengingatkan, Janganlah kamu mempelajari suatu ilmu dengan tujuan mengungguli ilmu para alim dan mencela orang bodoh, dengan harapan agar kamu bisa memalingkan wajah manusia kepadamu. Barang siapa yang berbuat demikian maka tempatnya adalah di neraka. (HR. Ibnu Majah) Menjadi apa pun Anda; pelajar, mahasiswa, petani, pedagang, atau pegawai negeri, itu adalah pilihan profesi. Yang jelas, pilihan profesi yang sedang Anda geluti itu berpotensi menjadi ladang pahala jika niat yang ada di jiwa kita adalah mencari pahala. Ia berpotensi berbuah rida Allah jika niat yang kita bawa adalah memang mencari rida-Nya. Ia pun berpotensi menjadi jalan kita menuju surga jika yang kita niatkan menggapai surga.
Begitu pun sebaliknya. Pilihan profesi itu bisa saja tidak bernilai pahala, melainkan berpotensi menjadi dosa jika niat yang terbersit dalam hati ternyata niat yang salah.
Renungan Hari ke-14 Halal
Daging yang tumbuh dari barang haram tidak akan masuk surga. Neraka lebih pantas sebagai tempat tinggalnya. (HR. Al- Baihaqi)
ernyata masih banyak masyarakat kita yang merasa aneh melihat kehidupan sekelilingnya. Mengapa orang yang hidupnya lebih makmur, kaya raya, punya banyak perusahaan, penghuni perumahan elite, masih didominasi oleh nonmuslim, ya" Sementara itu, orang-orang Islam masih banyak yang hidup dalam kemiskinan, di perusahaan ia lebih banyak jadi buruh, hidupnya pun pas-pasan. Apa ada yang salah"
Allah Mahaadil. Ia pun konsisten dengan hukum-hukum-Nya yang biasa kita sebut sebagai sunnatull"h. Ia akan mengaruniakan ilmu bagi yang semangat belajar. Ia akan mengaruniakan harta bagi yang bekerja keras. Siapa pun dia; Islam atau kafir, shalat atau tidak, bahkan beragama atau tidak. Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang dicintai-Nya maupun yang tidak dicintai& . (HR. Ahmad) Allah tidak pilih kasih untuk urusan dunia. Segalanya berlangsung sesuai sunnatullah. Siapa yang menanam ia akan menuai. Siapa yang memberi, ia akan menerima. Siapa yang berusaha ia akan mendapatkan apa yang diusahakannya. Siapa yang bekerja untuk dunia, ia akan memperoleh dunia. Begitulah hukum alam bekerja.
Tetapi mari perhatikan hadis itu sekali lagi. Coba perhatikanlah bagaimana hadis itu membagi manusia menjadi dua golongan, yang dicintai-Nya dan yang tidak dicintai-Nya . Artinya, karunia harta tidak terkait dengan cinta-Nya. Cinta-Nya terkait pada hidayah-Nya ditujukan kepada siapa. Bagi yang dikaruniai hidayah untuk melakoni hidup di dalam indahnya aturan Islam, berbahagialah ia, karena ia termasuk orang yang dicintai Allah.
& Tetapi Dia hanya memberi agama kepada orang yang dicintai-Nya. Tidaklah seseorang mengusahakan harta haram, kemudian menafkahkannya lalu diberkahi, dan menyedekahkannya lalu diterima. Dan tidaklah ia meninggalkannya di belakangnya kecuali harta itu akan menjadi bekalnya ke neraka. (HR. Ahmad)
Karena kita seorang muslim, ada aturan Islam yang harus kita ikuti. Tidak semua harta yang kita peroleh boleh diambil. Tidak semua cara boleh dipakai. Tidak setiap strategi boleh digunakan. Semua dibatasi dengan sebuah aturan yang jelas dan indah. Termasuk masalah harta. Syaratnya harus halal. Rasulullah telah mewanti-wanti, Dunia itu manis dan hijau. Barang siapa berusaha di dalamnya secara halal lalu menafkahkannya pada jalan yang benar, niscaya Allah akan mengganjarnya dan mewariskan surga baginya. Dan barang siapa berusaha di dalamnya melalui cara yang haram dan membelanjakannya pada jalan yang tidak benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke tempat yang hina. Berapa banyak orang yang menceburkan diri pada apa-apa yang haram yang disenangi hawa nafsunya, mengakibatkan ia masuk neraka pada hari kiamat nanti. (HR. Al-Baihaqi)
Pada topik pembicaraan terdahulu, kita sudah mengetahui kisah yang diceritakan Rasulullah tentang seorang musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanannya di tengah padang pasir yang diselimuti teriknya matahari. Semestinya orang ini memiliki banyak syarat untuk dikabulkan doanya oleh Allah.
Ia musafir, bertauhid (berharap kepada Allah), serta mengangkat tangannya pada Allah. Allah pun malu jika ada tangan yang terangkat memohon pada-Nya lalu Ia tidak mengabulkan. Tetapi apa kata Sang Rasul"
Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan, sementara makanan yang ada di perutnya dari barang haram, pakaian yang dipakainya dari barang haram. (HR. Muslim) Begitulah, salah satu syarat dijawabnya doa kita terkait dengan halal tidaknya makanan yang masuk ke dalam perut kita.
Ada lagi kisah terkait hubungan doa dengan halalnya makanan yang kita makan. Suatu hari, salah seorang sahabat yang telah dijanjikan surga, Sa ad ibn Abi Waqqash, pernah meminta kepada Rasulullah dengan permintaan yang sangat cerdas. Ya Rasulullah& , katanya, doakanlah pada Allah agar doadoaku ini mustajab! Rasulullah tidak langsung mengiyakan. Beliau tersenyum kepadanya kemudian menjawab, Wahai Sa ad, bantulah aku dengan memperbaiki makananmu. Bantulah aku dengan memperbaiki makananmu. (HR. Hakim) Mari kita jadikan momentum Ramadhan ini sebagai salah satu bulan latihan menjaga perut kita maupun keluarga kita dari barang haram, meski besarnya hanya sebutir zarah. Ramadhan ini, mari bersama belajar melatih diri menjadi wara , lebih hati-hati terkait harta yang kita peroleh.
Rasulullah dengan keras memberi petuah, Daging yang tumbuh dari barang haram tidak akan masuk surga. Neraka lebih pantas sebagai tempat tinggalnya. (HR. Al-Baihaqi)
Renungan Hari ke-15 Jemaah Facebook-iyah Jangan-jangan kita lebih menikmati teriknya siang di bulan Ramadhan hanya untuk ber-facebook ria daripada melakukan aktivitas produktif. Lebih intens update status daripada menyempatkan untuk iktikaf. Kita lebih memilih chatting daripada membaca Al-Qur an.
acebook. Siapa yang tidak mengenal situs jejaring sosial tersebut. Facebook menjadi fenomena tersendiri saat ini, tidak terkecuali di Indonesia. Beberapa tahun yang lalu, melejitnya jumlah pengguna Facebook di Indonesia ini ternyata menarik perhatian para ulama dan kiai untuk membahas hukum penggunaan Facebook.
Rupanya para tokoh Islam sedikit khawatir bahwa meluasnya jejaring sosial tersebut dapat berdampak negatif bagi umat muslim. Sebenarnya Facebook punya kemiripan dengan berbagai media elektronik lain, seperti televisi, radio, telepon, handphone, serta internet. Semua media tersebut pada dasarnya bebas nilai, kecuali setelah diisi dengan berbagai konten. Kalau kontennya bermuatan positif, tentu hukumnya halal. Sebaliknya, kalau kontennya bermuatan negatif, tentu saja hukumnya menjadi haram atau setidaknya menjadi makruh.
Islam dan Teknologi Sebelum membahas terlalu jauh, mari kita pahami bersama tentang definisi kata teknologi itu sendiri. Menurut etimologi, teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains dan digunakan untuk kesejahteraan dan kenyamanan umat manusia.
Sangat sederhana bukan" Dari pengertian itu paling tidak kita dapat menemukan kata-kata kunci tentang teknologi, yaitu ilmu, sains, dan digunakan untuk kesejahteraan umat manusia.
Kita bahas lebih detail kata-kata kunci di atas untuk menemukan relasi yang erat antara teknologi dan Islam.
v" Ilmu, Itu yang Pertama
Rukun pertama dari teknologi adalah ilmu. Tidak perlu berdebat, Islam sangat menjunjung tinggi umatnya yang semangat untuk mencari ilmu. Dengarlah Ibnu Abbas ra., yang telah berkata, Orang-orang yang berilmu mempunyai derajat sebanyak tujuh ratus kali derajat di atas orang-orang mukmin. Jarak di antara dua derajat itu terbentang sejauh lima ratus tahun.
Takjublah kita, betapa tingginya perhatian Islam terhadap ilmu saat kita menyadari bahwa kata ilmu telah terulang 854 kali dalam Al-Qur an. Ya, inilah agama kita, agama fitrah yang mengajarkan umatnya untuk cerdas. Inilah Islam, agama yang seharusnya menjadi kebanggaan di dada kita. Inilah Islam, agama yang kita yakini kebenarannya dengan ikhlas, ia telah mengajari pemeluknya agar menjadi pengajar, pelajar, pendengar ilmu, dan pencinta ilmu. Ya, inilah Islam, agama yang dengan tegas dan lantang membahasakan kepada kita bahwa kaum yang bodoh, pasti menjadi orang yang celaka. Jadilah kamu pengajar, pelajar, pendengar ilmu, atau pencinta ilmu, dan janganlah kalian menjadi orang yang kelima (selain yang empat), kamu pasti menjadi orang yang celaka. (HR. Al-Baihaqi)
Ingatlah wahai generasi muda, Islam tidak pernah menghalangi umatnya untuk maju. Tidak pernah sekali pun. Tidak ada satu perintah pun yang mendekatkan kita pada kejahiliahan. Juga tidak ada satu larangan pun yang mendekatkan kita kepada ilmu.
Tentu kau juga tidak ragu bahwa inilah agama yang sejak awal kali turunnya sudah menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap perintah menuntut ilmu. Iqro . Bacalah! Amati kawan, wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus kita baca, kenapa" Karena Al-Qur an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi rabbika, bermanfaat untuk kemanusiaan.
Iqra , bacalah, telitilah, renungilah, dalamilah, ketahuilah segala ilmu yang bermanfaat. Bacalah alam karena banyaknya ayat kauniyah dalam kalam Ilahi juga satu pertanda bahwa kita harus mendalaminya. Bacalah sejarah karena kisah yang terbentang di sana begitu sayang untuk terabaikan. Bacalah segala hal, dulang banyak informasi tentang segala ilmu. Jelajahi berbagai tempat di belahan dunia. Kenali berbagai kecanggihan teknologi. Teladani biografi tokoh-tokoh dunia. Tilik berita sosial-politik dan perkembangan gaya hidup. Semuanya. Karena ilmu, terlalu sayang untuk tidak digapai. Ilmu, sebagai penghibur di waktu sunyi. Teman dalam pengasingan. Pembicara di kala seorang diri. Memberi petunjuk di kala senang dan sedih. Senjata terhadap musuh. Dengan ilmu dapat diketahui barang halal dari yang haram. Ilmu iman beramal. Dan amal itulah yang menyertainya. (HR. Ibnu Abdil Barri)
Ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain dalam rangka menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan Al-Qur an dalam surah Al-Baqarah ayat 31 dan 32:
Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam, nama-nama (benda-benda) semuanya. Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat seraya berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar (menurut dugaanmu). Mereka (para malaikat) menjawab, Mahasuci Engkau tiada pengetahuan kecuali yang telah engkau ajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ah, indah. Sungguh indah Islam memberi umpama. Engkau wahai penuntut ilmu, telah dikaruniai-Nya derajat yang lebih tinggi dibanding para ahli ibadah. Ya, seperti terangnya bulan purnama dibanding kerlip bintang-bintang.
Kelebihan orang yang berilmu atas ahli ibadah ialah seperti kelebihan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang-gemintang. (HR. Ibnu Majah)
v" Sains, Iman pun Makin Teguh
Sains. Kamus ilmiah populer mendefinisikannya sebagai kata yang dipakai untuk menunjukkan bermacam-macam pengetahuan yang sistematik dan objektif serta dapat diteliti kebenarannya. Bedanya dengan ilmu, sains lebih khusus dengan adanya tambahan syarat: sistematik, objektif, dan bisa diteliti faktanya. Seperti Neil Amstrong yang telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Juga berbagai penemuan lain yang membuat kita terkagum-kagum akan kebesaran Allah.
Ya, berkali kita hanya bisa terkagum dan senantiasa terkagum saat menyaksikan fenomena sains telah menjadi bukti besarnya kekuasaan Allah.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya). (QS. An-Nahl [16]: 12) Memang inilah salah satu tujuan kita mempelajari sains. Agar kita terkagum dengan kebesaran dan kekuasaan Allah. Agar kekaguman itu bermetamorfosa menjadi peneguh keimanan kita.
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman" (QS. Al-Anbiya [21]: 30)
Ayat di atas dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar), yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Sains modern saat ini telah memungkinkan pengamatan radiasi latar alam semesta dan benda-benda langit, para ilmuwan akhirnya memperoleh pemahaman bahwa alam semesta memiliki suatu permulaan (Big Bang) dan kemudian mengalami perluasan. Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS. Adz- Dzariyat [51]: 47)
Pada saat mengisyaratkan pergeseran gunung-gunung dari posisinya, sebagaimana kemudian dibuktikan para ilmuwan informasi itu dikaitkan dengan kemahahebatan Allah Swt. Ini menunjukkan bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah Swt.
v" Demi Kesejahteraan Manusia
Saat ini, gaya hidup masyarakat kita telah berkelimpahan dengan teknologi. Mulai dari handphone hingga notebook mungil sudah banyak diciptakan. Tidak usah bersusah-susah ke kantor pos kalau hanya untuk mengirim pesan kepada rekan yang berada di kota lain bahkan negara lain, saat ini sambil tiduran di kamar kita sudah bisa saling kirim message lewat ponsel kita. Tidak usah bertahun-tahun melatih burung mer"pati kalau hanya untuk mengantar surah kepada sahabat kita nan jauh di sana, karena saat ini cukup dengan teknologi e-mail, kita sudah mampu saling berkirim surah secepat kilat. Begitulah. Teknologi telah membawa kita pada kehidupan yang serbamudah dan cepat. Tidak usah takjub jika menyaksikan secara langsung di dalam kamar tidur kita pidato Obama yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, karena televisi bukan barang gaib saat ini. Tidak usah heran jika pengetahuan si mbah dukun telah terkalahkan oleh teknologi pencarian data oleh si mbah Google atau Yahoo. Ya, hal yang sulit bahkan dikira mustahil di masa lampau mungkin saat ini telah menjadi hal yang biasa saja. Semua itu berkat teknologi. Itulah salah satu unsur yang harus dipenuhi oleh teknologi, yaitu diciptakan demi kesejahteraan umat manusia. Teknologi harus bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ia harus menjadi alat yang dapat mempermudah manusia menjalani aktivitasnya. Bukan malah memperalat manusia sehingga ia justru semakin diperbudak oleh teknologi.
Amati dan pahami kembali isi ayat 12 dari surah An-Nahl. Ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur an sejak dini telah memperkenalkan istilah sakhkhara yang arti harfiahnya menundukkan . Maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya, harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah kendali manusia. Bukankah manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah" Tentu hal terbalik jika seorang khalifah tunduk dan merendahkan diri kepada sesuatu yang telah ditundukkan Allah kepadanya. Jika khalifah tunduk atau ditundukkan oleh alam, ketundukan itu tidak sejalan dengan maksud dan ketentuan Allah Swt.
Jemaah Facebookiyah Tidak selamanya teknologi selalu membawa kebaikan. Meskipun begitu banyak kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi, tetapi begitu banyak pula yang direnggutnya. Begitu sarat manfaat yang ditawarkannya, tetapi begitu sarat pula tabu yang dilanggarnya. Kita harus menerima kenyataan sebagai sebuah keniscayaan hidup di era modern ini, ketika kita menyaksikan lenyapnya satwa, pepohonan, air jernih, dan keindahan alam, digantikan oleh realitas baru berupa perumahan mewah, mal, salon, ataupun restoran. Pergantian itu menciptakan ekosistem baru yang bertentangan dengan ekosistem semula. Kicau burung yang membawa kedamaian telah berganti dengan suara MP3 di Winamp. Kokok ayam di pagi hari telah terganti dengan nada dering handphone. Suara serangga pun telah tersubstitusi dengan deru kendaraan. Inilah kehidupan modern yang mengubah konsep silaturahmi yang indah dengan saling mengunjungi dan bersalam-salaman berganti dengan pesan SMS, Kami sekeluarga mengucapkan minal "idzh"n wal f" iz"n, mohon maaf lahir batin. Inilah realitas hidup di era teknologi serbacanggih yang berhasil mengubah petak umpet menjadi game-game perang. Meskipun kita sadari bersama bahwa tidak selamanya kita harus bingung akibat teknologi baru yang terus bermunculan. Teknologi itu sesuatu yang netral. Tidak bisa disebut sebagai sumber keburukan, juga tidak selamanya menjadi sumber kebaikan. Ibarat sebilah pisau, ia bisa menjadi kebaikan, juga terkadang berdampak keburukan, bergantung siapa yang memegangnya. Kalau bilah pisau itu dipegang oleh perampok, ia akan beralih fungsi menjadi alat pembunuhan, media kejahatan. Tentu berbeda jika pisau itu dipegang oleh ibu kita di dapur untuk mengiris bawang.
Lalu bagaimana menyikapi Facebook atau jejaring sosial yang telah bertaburan di internet"
Selama ini mungkin banyak pihak yang merasa keberadaan Facebook menghawatirkan karena banyaknya penyalahgunaan serta banyaknya tabu agama yang dilanggar oleh beberapa pengguna Facebook. Beberapa di antaranya adalah bahwa Facebook digunakan sebagai sarana untuk bergosip, ngegame, mengedarkan video mesum, chatting membicarakan hal yang tidak bermanfaat, lihat-lihat foto lawan jenis, atau menulis status-status tidak penting yang hanya akan buangbuang waktu semata. Dan untuk beberapa kasus, memang hal itu terjadi.
Tapi tentu saja kita juga tidak bijak jika mengatakan bahwa semua pengguna Facebook pasti melakukan kemaksiatan dan kemungkaran seperti yang disebutkan di atas. Karena selama ini begitu banyak manfaat yang bisa diambil dari Facebook. Facebook menjadi penghubung kawan yang lama tidak bertemu. Facebook bisa menambah saudara, membentuk komunitas sesuai minat, menyambung tali silaturahmi, mempermudah bisnis, meng-update informasi-informasi terbaru, bahkan sering kali digunakan sebagai sarana dakwah.
Ber-Facebook dengan Cerdas
Harus tetap diakui bahwa Facebook ataupun media komunikasi yang lain menyimpan banyak celah untuk bermaksiat. Terlepas dari status dasarnya yang memang halal, namun tidak menutup kemungkinan aktivitas kita dalam mengelola Facebook muncul potensi kemaksiatan. Maka kehati-hatian harus tetap menjadi pegangan.
Mungkin berikut sedikit tip agar Facebook tidak menjadi mudarat. Pertama, luruskan niat. Awali dengan niatan-niatan mulia yang tidak menjauhkan kita dari keridaan Allah Swt. Misalnya, niat berdakwah, meningkatkan ukhuwah, menambah teman dan jaringan, menambah pengetahuan, menabur inspirasi, dan lain-lain.
Kedua, pastikan yang kita tulis dalam akun Facebook tidak ada kebohongan sama sekali. Tidak ada toleransi untuk kedustaan. Misalnya, dusta dalam profil atau menceritakan sesuatu yang tidak dialami dalam status.
Ketiga, penggunaan Facebook sebaiknya dilakukan seefektif mungkin. Jangan berlebihan. Bahkan, jika itu membuat kita lalai dari ibadah atau menurunkan prestasi kerja dan produktivitas, maka dengan sendirinya Facebook menjadi musuh berbahaya yang mengancam masa depan kita dunia akhirat. Yang saya khawatirkan adalah jangan-jangan kita lebih menikmati teriknya siang di bulan Ramadhan hanya untuk ber- Facebook ria daripada melakukan aktivitas produktif. Lebih intens update status daripada menyempatkan untuk iktikaf. Kita lebih memilih chatting daripada membaca Al-Qur an.
Renungan Hari ke-16 Laron Mendekati Pelita Ketika dakwah tertampilkan dengan indah dan santun, semoga cahaya akan datang kepada sebanyak mungkin manusia. Dan manusia-manusia itu akan berkumpul mendekati cahaya, mengitarinya seperti laron-laron yang senantiasa berkerumun di sekitar pelita.
audaraku, jangan ada tindakan pemaksaan kehendak dalam relasi sosial. Apalagi sampai pada tindak kekerasan, karena Tuhan dan Rasul kita sejak dulu telah melarang itu. Tuhan kita menghendaki perbedaan pemahaman dan penafsiran yang terjadi bisa menjadi rahmat, bukan malah menjadi azab.
Saudaraku, tidak jarang kita terjebak dalam sikap mutlakmutlakan dalam menyikapi perbedaan. Merasa pemahaman Islam yang kita yakinilah yang paling benar, sedangkan yang selain kita salah, sehingga harus dipaksa menuju pendapat yang kita yakini. Tentu saja kecenderungan ini salah satu pertanda realitas sosial yang tidak sehat. Sikap menganggap hanya keyakinan kita sendiri yang benar dan yang lain salah, itu muncul hanya karena ekspresi naluri kemanusiaan kita yang senantiasa ingin mempertahankan kebenaran yang kita yakini. Namun, saudaraku, apakah lantas naluri itu menyebabkan kita dengan mudah memberi label pada orang-orang yang sependapat dengan kita sebagai kawan serta memberi label pada orang-orang yang tidak sependapat dengan kita sebagai lawan " Apakah lantas naluri itu menyebabkan kita mudah tersinggung, cepat jengkel, gampang marah, dan spontan naik pitam ketika melihat ada pemahaman baru yang disodorkan kepada kita"
Saudaraku, kebenaran Islam itu sangatlah luas, dan kita hanyalah salah satu orang yang berusaha menjadi salah satu penghuni di luasnya kebenaran itu. Tentu bukan hal yang bijak jika kita mempersempit Islam sebatas pemahaman kita tentangnya. Mungkin kemusliman kita ini masih belum ada apa-apanya dibanding dengan yang dikehendaki Allah. Maka alangkah indahnya jika kita senantiasa berada dalam kesiapan menerima nilai-nilai kebenaran yang mungkin dulu belum kita insafi.
Saudaraku, banyak hal yang belum kita tahu. Banyak pengalaman yang belum kita serap hikmahnya. Banyak tafsir yang masih belum kita renungi. Banyak ilmu yang belum kita amalkan. Apa-apa yang kita tahu tidak lebih dari sebutir zarah dibanding realitas kebenaran yang disediakan oleh Allah. Maka, saudaraku, ketika kita telah meyakini sebuah kebenaran, agaknya kalimat berikut bisa menjadi bahan renungan, Apa yang telah saya yakini, inilah yang menurutku benar, tapi mungkin ada salahnya. Sedangkan apa yang Anda yakini itu menurut saya salah, tapi mungkin ada benarnya. Dengan kesadaran itu, semoga kita bisa menjadi manusia yang santai menyikapi perbedaan pendapat. Tidak mudah menutup diri jika datang kebenaran-kebenaran baru. Tidak mudah membatasi diri pada pemahaman-pemahaman lama yang masih memiliki peluang terhadap kesalahan.
Saudaraku, satu yang pasti, semua manusia mendambakan kebaikan. Seperti tumbuhnya tunas pohon yang ditempatkan dalam gelap, ketika tunas itu menjumpai seberkas cahaya dari sebuah lubang kecil sekali pun, ia akan tumbuh menuju cahaya itu. Begitulah jiwa manusia. Pada hakikatnya tidak ada orang yang mau berada di jalan yang sesat. Secara fitrah, nurani manusia senantiasa mendambakan cahaya. Hati manusia senantiasa mendamba datangnya hidayah.
Maka, ketika kita melihat kezaliman, yang kita benci janganlah orangnya. Bencilah kezalimannya karena mungkin jiwa orang itu belum menjumpai berkas cahaya. Mungkin ia masih berproses mencari cahaya. Bantulah dia. Cintai dia. Jangan malah dijauhi. Bahkan seharusnya kadar cinta kita kepadanya jauh lebih tinggi. Mengapa" Karena ia masih membutuhkan cahaya. Bersabarlah dengan proses setiap manusia. Jangan pernah berpikiran final. Temanilah orang yang belum shalat agar ia segera shalat. Dampingilah orang yang suka berjudi agar perlahan ia meninggalkan judinya. Temanilah para koruptor agar ia segera bertobat.
Mudah memang kalau hanya diungkapkan dengan kata. Saya percaya memang hal ini sangat sulit jika diaplikasikan dalam perbuatan. Tapi sulit bukan berarti harus ditinggalkan sama sekali, bukan"
Mari kita belajar dari prinsip dakwah Rasulullah. Dakwah Rasulullah dilakukan dengan sangat santun, sehingga wajar bisa dengan cepat diterima dan menyebar di seluruh Jazirah Arab. Metode dakwah beliau yaitu bil hikmah, dengan hikmah. Berdakwah dengan tegas, arif, dan jelas agar umat dapat memahami kebenaran dengan jelas.
Lalu dengan mau idhatul hasanah, yaitu memberi nasihat yang baik, dengan menyenangkan, menyejukkan, tidak menyakitkan, dan tidak memaksa agar seseorang tertarik untuk mengikuti ajakan kepada kebenaran, melainkan berdasarkan kesadaran dan hasil proses pemikirannya, bukan dengan doktrinasi, apalagi hasil pemaksaan.
Ketika harus berdebat untuk menyampaikan kebenaran pun, perintah kesantunan masih berlaku. Berdebatlah dengan cara yang baik, wa j"dilhum billat" hiya ahsan, karena adakalanya dakwah lebih mengena bila dilakukan dengan diskusi, tukar-pendapat, dan dialog. Dengan metode dakwah seperti itu, insya Allah keberhasilan dakwah terbuka lebar dan mudah tersebar dalam waktu yang relatif singkat. Dalam surah QS. An-Nahl ayat ke 125 Allah telah berfirman, Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah , dan pelajaran yang baik dan berdebatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmulah yang lebih tahu tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ketika dakwah tertampilkan dengan indah dan santun, semoga cahaya akan datang kepada sebanyak mungkin manusia. Dan manusia-manusia itu akan berkumpul mendekati cahaya, mengitarinya seperti laron-laron yang senantiasa berkerumun di sekitar pelita.
Ulama Saling Mendakwahi Saya punya kekhawatiran yang terpendam sejak lama, jika kebenaran itu tunggal dan bersifat mutlak, mengapa masih ada perdebatan mengenai kebenaran dalam agama kita" Jika di dunia ini kebenaran adalah tunggal, maka bukankah seharusnya ia disepakati bersama, dan tidak ada yang akan berbeda pendapat tentangnya"
Bukan! Kebenaran yang diturunkan oleh Allah memang tunggal. Tetapi pemahaman kita terhadap kebenaran itulah yang bisa jadi beragam.
Lalu mari kita tilik fenomena yang terjadi. Ternyata banyak kelompok yang saling klaim bahwa pemahaman kelompoknyalah yang benar, sehingga ia dengan mudah menyalahkan paham lain yang berbeda dengan paham kelompoknya. Bahkan, penganut paham yang berbeda dengannya dianggap sebagai orang yang belum memahami agama secara benar sehingga wajib diingatkan dan didakwahi agar tidak berlarutlarut berada dalam kesalahannya.
Sekarang mari sejenak berpikir, jika golongan A menganggap hanya pahamnya saja yang benar dan menganggap kelompok selain A salah, tentu kelompok A akan melihat kelompok lain sebagai objek dakwah. Karena kelompok A menganggap kelompok lain sebagai orang yang belum benar dalam memahami agama. Begitu pun kelompok B, mereka tentu menganggap kelompoknya sudah benar, sehingga mereka memandang kelompok selain B (termasuk A) yang justru pemahaman tentang keislamannya yang salah. Maka kelompok B juga merasa berkewajiban untuk mengingatkan kelompok A dan kelompok lain yang telah mereka anggap sebagai kelompok yang kurang mengerti tentang Islam yang benar.
Selanjutnya, apa yang terjadi" Jika antarkelompok keagamaan masing-masing merasa kelompoknya yang paling benar dan menganggap yang tidak sama dengan kelompoknya itu salah, maka yang ada adalah budaya saling mendakwahi. Apakah hal ini salah" Bukankah Al-Qur an telah memberi perintah untuk memberi nasihat kepada orang yang salah, berdakwah kepada orang yang belum paham, dan menjelaskan kepada yang belum mengerti.
Namun, perlu diingat bahwa pada masing-masing kelompok ada orang yang dianggap ilmunya paling tinggi dari anggota lain. Ia biasa disebut ulama, orang yang berilmu. Pada beberapa kelompok keislaman, ada yang menyebutnya kiai, ustaz (guru), syekh, murabbi, dan lain sebagainya. Semua panggilan itu intinya sama. Mereka adalah orang yang dipercaya ilmunya lebih dari yang lain.
Jika antarkelompok saling bertentangan, biasanya yang paling diandalkan untuk memberi teladan dakwah kepada kelompok lain adalah ulama masing-masing. Jika sudah demikian, tidak usah terkejut jika menyaksikan ulama yang satu berdakwah kepada ulama yang lain. Ustaz menceramahi kiai. Kiai menceramahi syekh. Syekh berdakwah kepada ustaz dan seterusnya. Masing-masing punya paham keagamaan yang mereka yakini kebenarannya. Demi menguatkan pendapatnya, kadang kala mereka mengungkapkan dalil yang sebenarnya sama, tapi pemahaman mereka terhadap dalil itu berbeda. Saat Rasulullah masih hidup, ketika seorang muslim tidak mengerti tentang sesuatu, ia bisa dengan mudah menanyakannya kepada Rasul. Maka wajar jika tidak ada perselisihan antar kaum muslimin di zaman Rasul. Karena ketika ada perbedaan pendapat, Rasul yang memberi jawaban. Saat ini, Rasulullah telah tiada. Apa yang dijadikan pedoman bagi kita umatnya" Al-Qur an dan sunah Rasul. Jika berpegang teguh pada keduanya, cukuplah kita punya tongkat yang bisa mengantarkan pada kebenaran.
Nah, masalah pun muncul. Al-Qur an dan hadis yang sama pun dipakai oleh para ulama saat ini. Akan tetapi, mengapa masih banyak ulama dan kelompok yang berselisih paham" Jawabannya karena ada permasalahan hidup selalu berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia. Dari zaman ke zaman selalu ada kasus-kasus baru yang tidak ada di zaman Rasul dan mesti dipecahkan pada saat ini. Ternyata dalam merumuskan pemecahan permasalahan yang ada, muncul cara pandang yang berbeda. Pada akhirnya, tiap-tiap orang akan memiliki kesimpulannya masing-masing.
Apakah Budaya Saling Mendakwahi Itu Salah" Mari renungi satu ayat yang telah kita hafal sejak kecil berikut,
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al- Ashr [103]: 2 3)
Mari kita pahami kalimat & nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran& Itulah anjuran Al-Qur an. Kita diperintahkan oleh Allah untuk saling menasihati. Bukan hanya karena kita adalah tempat salah dan lupa, tetapi juga karena kita ada yang berbeda. Jika tidak ada perbedaan, mustahil ada saling menasihati. Jika perintah menasihati hanya pada kemungkar"an, maka kalimat perintahnya tentu, dan nasihatilah supaya menaati kebenaran .
Budaya saling menasihati bukan hal yang buruk saya kira. Karena ketika kebenaran tidak bisa disepakati, saling menasihati adalah sebuah keniscayaan. Sebagai contoh, kita gunakan contoh yang telah kita bahas bersama, yaitu kebenaran yang dianut A berbeda dengan kebenaran yang dianut B. Oleh sebab itu, demi menaati perintah Allah, maka sikap yang muncul adalah A akan menasihati B menuju kebenaran yang dianut A dan B akan menasihati A agar menaati kebenaran yang dianut oleh B.
Inilah budaya yang seharusnya kita bangkitkan di umat ini, saling menasihati. Jika orang lain menerima konsep kebenaran yang kita yakini, alhamdulillah. Doa kita semoga kebenaran yang kita yakini itulah yang sungguh-sungguh kebenaran. Namun, jika mereka tidak sepakat dengan yang kita yakini, maka cukuplah. Semoga Allah memaklumkan masing-masing dari kita yang benar-benar serius ingin menjadi orang yang benar.
Intinya, jadilah orang yang senantiasa terbuka terhadap kebenaran. Bukan orang yang menjadi budak nafsu, budak kuasa, budak kepentingan, budak harta, budak pujian, sehingga menutup diri meski sudah menyadari dirinya berada di jalan yang salah. Carilah kebenaran, sungguh tunas-tunas nurani yang suci akan cenderung untuk selalu menuju cahaya. Dan ingat, hidayah Allah akan tertuju pada jiwa yang senantiasa berusaha mencari pelita. Pelita yang memberi cahaya hingga maut menjemput. Pelita yang akan menerangi perjalanan kita hingga Izrail datang memanggil, hingga Ridwan menyambut kita di pelataran surga.
Allah, semoga kami adalah bagian dari hamba-Mu yang menikmat karunia itu. Amin.
Wallahu a lam. Renungan Hari ke-17 Nuzulul Qur an: Saatnya Merenungi Kedahsyatan Al-Qur an
Jika ada yang hendak memalsukan Al-Qur an, pasti hanya orang bodoh yang usil atau orang usil yang bodoh. Karena kehilangan satu alif saja, para pembacanya pasti akan protes.
uku bestseller yang paling the best sekalipun, insya A llah tidak akan mampu menandingi jumlah cetak dan penjualan Al-Qur an. Bahkan Guinnes Book of World Record, buku rekor dunia, yang begitu memikat minat warga dunia, rasanya belum mampu untuk mencatat rekor hebat ini.
Al-Qur an sendiri secara harfiah memiliki arti yang memang dahsyat bacaan sempurna . Ratusan juta manusia yang tidak mengerti artinya pun bisa dengan mudah melafalkan ayatayatnya setiap hari. Bahkan, ada sebagian muslim yang mengkhatamkan 30 juz dalam satu rakaat shalat.
Sebutkan, kitab agama lain manakah yang sanggup dihafal di luar kepala oleh pemeluknya" Al-Qur an, kata-katanya yang begitu indah, mempermudah pemeluknya untuk menghafalnya di luar kepala. Ribuan otak merekamnya. Bahkan yang tidak memahami artinya sekali pun sanggup menghafal hingga detail huruf dan tanda baca, tanpa cela. Jika ada yang hendak memalsukan Al-Qur an, pasti hanya orang bodoh yang usil atau orang usil yang bodoh. Karena kehilangan satu alif saja, para pembacanya pasti akan protes.
Al-Qur anul Karim. Kalamull"h yang diturunkan secara berangsur. Pertama diturunkan di Jabal Nur, (bukit cahaya), tepatnya di gua hira, pada malam 17 Ramadhan. Muhammad, Sang Rasul terpilih, menerima ayat pertama Iqro (bacalah) dengan ketakutan. Maka dalam naungan Nuzulul Qur an, mari kita renungi dan salami samudra Iqro .
Iqra Iqro , bacalah. Ayat pertama yang diturunkan oleh Allah ini mengungkap makna yang sungguh luas. Iqra terambil dari akar kata yang berarti menghimpun . Dari kata menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Demikian etimologi yang disampaikan M. Quraisy Shihab dalam Wawasan Al-Qur an. Apa yang dibaca, kapan harus membaca, di mana dianjurkan membaca, materi apa yang harus dibaca" Semua tidak ditentukan oleh-Nya. Hal ini menunjukkan keluasan makna yang harus bisa dipetik oleh orang-orang mukmin. Seolah Allah ingin berucap: Bacalah apa pun, di mana pun, kapan pun, materi apa pun, tapi dengan satu syarat, bacaan itu harus Bismi Rabbika. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. (QS. Al- Alaq [96]: 1)
Ya, budaya baca adalah budaya yang ditanamkan sejak awal turunnya Al-Qur an. Namun fenomena berkebalikan justru menimpa bangsa yang berpenduduk muslim terbesar. Di Indonesia, budaya baca benar-benar merosot tajam. Amati beberapa data berikut.
Data International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 menempatkan Indonesia di urutan ke-29 setingkat di atas Venezuela dalam hal kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV dari 30 negara di dunia. Begitu juga dengan studi Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan Education in Indonesia from Crisis to Recovery tahun 1998.
Hasilnya, kemampuan membaca anak-anak kelas VI sekolah dasar kita hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hong Kong (75,5). Tentu bukan hasil yang membanggakan.
Menurut data majalah komputer aktif (Maret 2003) berdasarkan survei Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60% remaja usia 15 19 tahun dan pascaremaja lebih senang mengirim dan membaca SMS daripada membaca buku, majalah atau koran. Dan menurut penelitian Siemens Mobile Phone, 58% orang Indonesia lebih suka mengirim SMS daripada membaca buku.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, wajar jika kita menyaksikan bangsa kita susahnya bukan main untuk diajak maju. Tentu kita layak malu pada generasi masa lampau yang kecintaan pada ilmu sedemikian dahsyat. Lihatlah Hasan Al-Lu lui yang tidak bosan memeluk erat bukunya. Saya melakukan perjalanan selama empat puluh tahun, kata beliau, dan saya tidak pernah tidur siang, tidak pula pada malam hari dan tidak pula bersandar, kecuali buku selalu saya letakkan di dada. Budaya baca di bangsa kita yang rendah tentu menjadi masalah besar. Bagaimana tidak, ilmu yang tertulis indah dalam teks buku tidak terjamah oleh mata kita. Bagaimana mungkin generasi Islam akan bangkit tanpa memiliki semangat baca yang tinggi" Padahal, melalui bukulah jendela dunia terbuka di mata kita. Dan generasi masa lampau mewariskan ilmunya melalui goresan tintanya yang menjadi buku saat ini.
Dengan kalimat indah, Al-Jahish bertutur kepada kita, Buku adalah teman duduk yang tidak akan memujimu dengan berlebihan. Ia sahabat yang tidak akan menipumu. Ia adalah teman yang tidak membuatmu bosan. Ah, kecintaan kepada buku adalah karunia indah bagi hati-hati yang tawadhu . Membacalah agar intelektualitas kita menajam. Membacalah agar pikiran kita terbuka. Membacalah agar jendela dunia tersaksikan di depan mata. Membacalah agar kita tidak cemburu pada mereka. Ya, mereka, generasi masa lampau yang tidak pernah letih mengisi usianya dengan membaca. Jika kantuk menyerang sebelum saatnya tidur, kata Ibnu Al- Jahm, maka aku akan mengambil salah satu buku dari bukubuku hikmah. Dengan buku itu akan kurasai gelora untuk mendapatkan nilai-nilai dan adanya kecintaan terhadap perbuatan-perbuatan baik yang menyeruak ketika aku mendapatkan sesuatu yang menarik.
Dengan membaca, kita bisa mendulang banyak informasi tentang banyak hal. Menjelajahi berbagai tempat di belahan dunia tanpa perlu mengelilinginya, mengenal berbagai kecanggihan teknologi tanpa perlu meneliti, meneladani biografi tokoh-tokoh dunia tanpa perlu berjumpa, termasuk menilik berita sosial-politik dan perkembangan gaya hidup tanpa perlu turun langsung jadi wartawan. Semuanya bisa dengan mudah dan cepat kita peroleh dengan membaca koran, buku, atau majalah.
Pada masa kejayaan Islam, negara sangat memperhatikan minat baca rakyatnya. Mari kita amati bagaimana khalifah Al-Makmun memikat hati rakyatnya untuk cinta membaca.
Al-Makmun mendorong penerjemahan berbagai karya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab. Ditambah sarana perpustakaan yang punya koleksi buku lengkap, tempatnya nyaman, bahkan dapat makan dan fotocopy tulisan gratis. Hasilnya, mayoritas masyarakat jadi kecanduan membaca dan melahirkan banyak pemikir Islam. Inilah salah satu bentuk penghargaan Islam terhadap budaya baca.
Pada masa sebelum kemerdekaan, setiap siswa didorong untuk jadi pembaca aktif. Seperti yang terjadi pada seorang remaja daripadang yang masuk sekolah dagang menengah di Batavia pada tahun 1919. Kewajiban membaca buku sastra di sekolahnya membuat ia ketagihan membaca. Di kemudian hari ia lebih banyak baca buku ekonomi sebelum akhirnya jadi ekonom dan ahli koperasi. Sementara di AMS Surabaya, seorang siswa sebaya juga menjadi penggemar buku. Kasur, kursi, dan lantai kamarnya ditebari buku. Ia menunjukkan minat besarnya pada buku-buku politik, sosial, dan nasionalisme hingga akhirnya ia menjadi politikus. Anda tahu siapa kedua remaja itu" Mereka adalah proklamator negeri ini. Muhammad Hatta yang ahli ekonomi dan Soekarno sang politikus besar.
Al-Qur an Panduan Hidup Berapa banyak dari kita yang lancar membaca Al-Qur an" Berapa banyak dari kita yang mampu membaca Al-Qur an secara fasih, lengkap dengan aturan tajwid yang benar" Berapa banyak dari kita yang bersedia membaca terjemah Al-Qur an"
Berapa banyak dari kita yang mau men-tadabburi terjemah yang telah dibaca" Berapa banyak dari kita yang mau belajar tafsir Al-Qur an" Dan pertanyaan terakhir, berapa banyak dari kita yang mengamalkan ajaran Al-Qur an.
Astaghfirullah, Al-Qur an tak jarang hanya kita anggap sebagai alat pengusir setan agar tidak berani masuk rumah. Al- Qur an tak jarang hanya digunakan sebagai penghias buffet dan rak buku. Tiap pagi kita membuka hari dengan membaca koran, tapi untuk membaca Al-Qur an, kita jarang yang mau menyempatkan diri.
Kita sering bilang bahwa Al-Qur an adalah panduan hidup kita. Tapi membaca Al-Qur an saja kita tak sempat, apalagi merenungi maknanya. Apalagi belajar tafsirnya. Lalu bagaimana mungkin kita bisa menjadikan Al-Qur an sebagai panduan hidup, jika isinya saja kita tak paham" Mari jawab, bagaimana kita bisa berkata bahwa Al-Qur an adalah pedoman hidup kita, padahal mempelajari apa yang diajarkan oleh Al- Qur an saja kita tak minat"
Nuzulul Qur an semoga menjadikan kita sadar, bahwa Allah sangat sayang kepada kita. Dia tidak ingin kita hidup di dunia ini tersesat ke jalan hidup yang salah. Allah ingin agar hamba-hamba-Nya menitih jalan lurus, shir"tal mustaq"m, maka diturunkanlah panduan hidup berupa Al-Qur an. Karena Al- Qur an adalah panduan hidup kita, mari kita pelajari dengan serius. Mari menyempatkan untuk membacanya setiap hari, merenungi setiap kalimatnya, mempelajari tafsirnya, sehingga kita bisa mengamalkan kandungan dari Al-Qur an.
Renungan Hari ke-18 Need, bukan Want Kalau selama ini jenis makanan yang kita nikmati standarnya adalah kelezatan, ia hanya mengisi nafsu lidahmu. Setelah masuk ke dalam perut, samalah nasib sate kambing dengan tempe. Berakhir dalam lubang toilet.
alah satu efek puasa terhadap perkembangan jiwa seorang muslim adalah berubahnya cara pandang manusia dalam menyikapi dunia. Ketika masih begitu banyak manusia yang mendasari hidupnya dengan memperturutkan keinginan-keinginannya, seorang muslim dikader oleh Allah agar belajar mengontrolnya. Ketika masih begitu banyak manusia yang hidup dengan mengikuti nafsunya, seorang muslim diajari oleh Allah agar bisa mengendalikannya.
Dunia, Ujian Iman Perlahan atau dengan akselerasi yang lebih besar, angin akan menghempas, arus akan menerpa, badai akan menerjang keimanan kita. Sebab, keimanan manusia tidak diciptakan untuk ditahan dalam tempurung baja yang terkunci rapat dan aman. Iman diciptakan oleh Allah dan ditempatkan ke dalam organ yang tidak statis. Ia justru bernaung di hamparan organ yang mudah berubah, bolak-balik, naik turun, yaitu di dalam kalbu, di hati manusia.
Mengapa Allah menaungkan iman di dalam organ abstrak yang labil dan mudah sekali berubah" Mengapa tidak diciptakan saja organ statis dan stabil yang melindungi dari hawa nafsu dan hembusan kotor masuk ke dalamnya, supaya iman itu aman, sehingga selamatlah kita semua"
Ah, terlalu iseng mempertanyakan hal khayal semacam ini" Tapi topik ini menarik untuk dilanjutkan. Pernahkah kau berpikir, Saudaraku, mengapa iman diciptakan demikian"
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman , sedang mereka tidak diuji lagi" (QS. Al-Ankabut [29]: 2)
Nah, terjawablah pertanyaan iseng itu. Kalau iman sudah terjaga dalam hamparan organ yang tidak mungkin ditembus oleh rayuan kotor hawa nafsu, lalu untuk apa kita diciptakan di jagat raya ini" Dunia yang penuh sesak oleh segala kesenangan semu dan bujuk rayu sengaja diciptakan untuk menggoda hati kita yang selalu berbolak-balik. Apakah kita bisa bertahan dengan rayuannya yang sering kali melalaikan"
Formulasi Tokoh Anutan Ummar bin Khattab ra., masuk ke dalam rumah Rasulullah saw. Di dalamnya, Umar melihat Rasulullah sedang tidur terlelap beralaskan tikar yang kasar. Lantas Umar pun duduk. Rasulullah saw., hanya memakai sehelai kain sarung dan tidak memakai selain itu. Saking kasarnya tikar itu, tampak garisgaris tikar membekas di sisi tubuh beliau.
Lantas matanya memperhatikan lemari Rasulullah. Dia hanya menemukan segenggam gandum, juga terdapat sehelai daun untuk menyamak kulit di pojok ruangan dan selembar kulit yang belum disamak bergantung di dinding. Maka bercucuranlah air matanya keluar.
Nabi saw., bersabda: Apa yang membuatmu menangis, wahai Ibnu Khattab"
Umar menjawab: Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis" Tikar ini telah memberi bekas-bekas guratan di sisi tubuhmu. Di lemarimu tiada yang dapat kulihat selain apa yang dapat kulihat. Padahal Kaisar Romawi dan Kisra Persia berada di antara buah-buahan dan sungai yang mengalir. Engkau adalah Rasul Allah, hamba-Nya yang suci dan hanya lemari inilah yang kau miliki.
Nabi bersabda: Wahai Ibnu Khattab, apa kamu tidak rida bagi kita akhirat dan bagi mereka dunia"
Umar pun menjawab: Baiklah (aku rida). (HR. Muttafaq A laih)
Begitu pun yang dirasakan Abdullah Ibnu Mas ud, saat melihat Rasullah saw., tertidur di atas tikar yang kasar. Dan di saat baginda Rasulullah terbangun, tampaklah garis-garis tikar membekas di tubuhnya.
Lantas Abdullah Ibnu Mas ud berkata: Wahai Rasululah, seandainya Engkau memerintahkan kami untuk menghamparkan karpet bagimu, niscaya kami lakukan.
Rasul pun bersabda: Apalah aku dan dunia ini" Aku dan dunia ini ibarat seorang musafir yang berteduh di bawah pohon untuk beristirahat, lalu kemudian pergi meninggalkannya. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Formulasi indah bagi keseluruhan proses jiwa dalam menentukan sikap terhadap dunia telah terjawab di sini. Ketika matahari terik, berteduhlah sejenak di bawahnya. Tetapi yang namanya berteduh, jangan lama-lama kau terlelap di naungannya. Ingat tempat yang hendak kau tuju. Keindahan naungannya kelak lebih kekal dan hakiki, dalam keridaannya tentu.
Hidup Memang Pilihan Di awal telah disinggung bahwa dunia adalah ujian keimanan. Kita sering salah mengerti, banyak yang salah memahami dalam menyikapi dunia. Padahal relasi yang terjadi antara ujian dan sesuatu yang diuji adalah bukanlah menghindari, memisahkan, atau menjauhi. Sebab, dunia itu diciptakan sebagai mazra atul akhirat, ladang untuk kehidupan akhirat. Ia ladang, maka tanamilah benih kemuliaan. Ia sawah, maka jangan biarkan ia tandus. Suburkan dengan takwa. Sebenarnya, segalanya bergantung sikap kita, ingin senangsenang di dunia" Silakan. Tetapi ingat, Allah sudah lebih dulu menyiapkan jawaban terhadap alternatif yang bakal kita pilih.
Tuhan itu Rahman, Maha Pengasih. Jika Anda mau berusaha keras, insya Allah Ia akan memberi apa yang Anda inginkan. Siapa pun Anda; mau beriman atau tidak, mau bertakwa atau tidak, kafir ataupun ateis, siapa pun Anda, siapa pun saya, siapa pun mereka. Nggak percaya" Coba kita buka mushaf sejenak.
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balas"an pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS. Huud [11]:
15) Tetapi ingat, selain Rahman, Allah juga memiliki sifat Rahim, ia Maha Penyayang. Tidak semua orang disayang oleh Allah. Ia hanya memberikan sayang-Nya bagi hamba-hamba yang mendamba rida-Nya dan berjalan dijalan takwa. Jibril pernah mengatakan kepada Rasulullah, silakan kau cari dunia, silakan kau menikmatinya, silakan bersenang-senang di dalamnya, tetapi ingatlah, suatu saat engkau akan mati. Sedangkan bagi mereka yang hanya mengharap kesenangan dunia, firman Allah pun berlanjut,
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Hud [11]:16)
Sang Pengembara Terkadang sempat juga jiwa ini rapuh. Rapuh dalam langkah, tidak meng-Esakan Allah, Zat yang memang Maha Esa. Enggan menunggalkan cinta kepada Zat yang memang layak dicinta. Lupa menghamba kepada Zat yangg memang Maha Kuasa. Terkadang dunia melalaikan, terkadang cinta kepada-Nya terduakan. Pastilah Dia cemburu. Padahal dengan cinta ia telah mengingatkan jiwa yang lupa itu, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain A llah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah& . (QS. Al-Baqarah [2]: 165)
Tidak ngerikah dengan ancaman yang difirmankan oleh-Nya, Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al- Baqarah [2]: 165)
Akankah qalb yang tidak hentinya berbolak-balik, dan naik turun ini menjadi hati yang terpilih menjadi golongan hati hamba-hamba beriman" Hati hamba-hamba yang tangguh melempar kebobrokan peradaban, mengikis kejahilan zaman, dan mengubur sesatnya akhlak. Hati hamba-hamba yang mengikhlaskan dirinya terjun dalam indahnya dakwah, menginsvestasi kemuliaan, menebar kasih sayang, dan menjadi segelintir hamba yang akan meraih cinta-Nya. Ataukah justru kalbu yang tiada hentinya berbolak-balik dan naik turun ini, menjadi hati yang terlempar dalam kubangan gelap, berkumpul dengan jiwa-jiwa yang lalai, kacau tidak terpancar sinar hidayah-Nya. Bahkan, ia merongrong niat kebaikan, menghendaki jalan kebenaran mati, menebar kekacauan pemikiran, memecah ukhuwah, berteriak keras menaikkan potensi kemaksiatan, membingungkan umat. Musafir. Ya, kita ini hanyalah seorang pengembara. Dunia ini hanyalah halte, tempat peristirahatan sejenak untuk melepas penat dan mengumpulkan energi untuk melanjutkan perjalanan. Oleh sebab itu, jangan sampai kita tergila-gila dengan halte. Istirahatlah sejenak, duduklah sebentar, minumlah beberapa teguk air, makanlah beberapa suap nasi, agar energi terbangkitkan untuk melanjutkan pengembaraan. Jalan kita masih panjang. Mengemban amanat khalifah fil ardh sangatlah berat, meskipun ringan bagi hati yang penuh keikhlasan. Jadi manfaatkan segala yang tersarang dari dunia hanya untuk satu misi: ibadah.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah [2]: 195)
Need, bukan Want Persis, beginilah analogi keteraturan pembagian tugas penciptaan. Rawatlah untamu yang mengangkutmu menuju Baitullah agar ia menaikkan efisiensi menggapai harapan tuannya. Hiasi dan beri asupan gizi secara teratur agar ia memudahkan dan mempercepat langkahnya menuju cita muliamu. Demikian Al-Ghazali menganalogikan dunia. Raga, harta, pangkat, prestasi, gelar akademis, itulah untamu. Tuannya adalah hatimu.
Kebutuhan jasmaniah sebetulnya sederhana dan sekadarnya. Cukuplah makanan untuk sahur dan berbuka, cukuplah sandang sekadar menutup aurat dan tidak menyakitkan mata orang lain yang memandang, cukuplah tempat tinggal sekadar tempat berteduh, mengendapkan lelah, dan membangkitkan tenaga baru untuk berjuang lagi di hari esok. Sayang. Nafsu sering kali memegang kendali. Makanan-makanan nafsulah yang cenderung minta lebih. Ialah yang menolak nalar efektivitas, efisiensi, dan kesederhanaan sebuah kebutuhan.
Ingatlah formulasi kesehatan hidup, Makanlah setelah lapar, berhentilah sebelum kenyang . Cukuplah itu, sehatlah engkau.
Tentu saya pikir formulasi itu bukan hanya mengatur akhlak makan seorang muslim. Ia bisa dieksplorasi sebagai rumus makro yang menyangkut segala proses kehidupan. Karena makan pun ternyata memiliki makna luas.
Makanan itu bisa dianalogikan sebagai uang, bisa juga berbentuk jabatan. Mungkin ia berwajah politik, bisa juga bertopeng kekuasaan. Bisa berwujud popularitas, bisa juga berupa penghormatan. Semua itu makanan. Tentu dalam perspektif luas.
Ketika tren dan mode semakin bertakhta sebagai alat ukur kebutuhan, maka buanglah jauh-jauh formulasi itu. Sebab, jelas mereka memberi makanan hanya bagi kebutuhan-kebutuhan nafsu. Bukan lagi memenuhi kebutuhan bagi sifat kemanusiaan yang bernaung pada jiwanya.
Mode pakaian, merek handphone, merek mobil, itulah wajah makanan nafsu. Apalagi hegemoni iklan yang semakin membooming-kan arus pergeseran nafsu tersebut. Bergeser, dari need menjadi want. Dari kebutuhan, menjadi keinginan. Dari fenomena itu, satu kata yang layak terlontar untuk menyebutnya adalah pemborosan. Tidak ringan mengikis kecenderungan itu. Para setan menjadikan ini sebagai salah satu jalan yang sangat efektif untuk memprospek manusia menjadi best friend-nya. Untuk mendampinginya di jalan kesesatan. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra [17]: 27)
Seperti Rasulullah. Cukuplah makanan itu sekadar menyuplai energi dan ghirah perjuangan yang baru. Cukuplah pakaian itu menutup aurat dan menampakkan keindahan dan keanggunan pemakainya, bukan kemewahan. Cukuplah rumah itu menjadi tempat peristirahatan yang menenangkan, tempat gurau dan senyum memekar bersama istri tercinta, menjadikan hati damai dan lisan dengan lembut bergumam bait" jannat", rumahku laksana surga bagiku.
Subh"nallah, indah sekali. Apakah rumahmu sudah menjadi surga bagimu, Saudaraku"
Kalau selama ini jenis makanan yang kita nikmati standarnya adalah kelezatan, ia hanya mengisi nafsu lidahmu Setelah masuk ke dalam perut, samalah nasib sate kambing dengan tempe. Berakhir dalam lubang toilet. Mulai sekarang beralih"lah menjadi hamba yang menikmati syukur dengan memilih makanan standar gizi. Agar ia efektif. Agar ia barakah. Dan jatah untuk kelezatan bisa kita ikhlaskan untuk memenuhi hak perut-perut saudara kita yang masih banyak bertahan dalam keroncongan.
Kalau standar pakaian kita masih merek dan kemewahan, rasanya tertutup mata kita yang rela memandang saudara-saudara kita yang untuk menutup aurat pun masih susah. Betapa visionernya kita jika kita mampu menyisihkan uang yang sebelumnya untuk membeli merek dan kemewahan itu sebagai tambahan bidadari di alam kubur kita kelak, tentu berasal dari jelmaan sedekah kita saat ini.
Kalau tegak berdiri dengan megah dan mewah rumah yang kita dambakan, alangkah mulianya jika detik ini kita mengubah standar dambaan itu. Cukuplah rumah yang menenangkan tamu, cukuplah yang mendamaikan dan mengistirahatkan penghuninya. Sebab, masih berceceran saudara kita yang hanya mampu tinggal di bawah jembatan, di trotoar, dan di tepi sungai kumuh. Mereka bertahan hidup dalam ketidaktenangan.
Apabila kita mampu mengalihkan standar kita, beralihlah dari kebahagiaan diri menjadi kebahagiaan bersama. Bergeserlah dari kemenangan seorang muslim menjadi kemenangan umat. Karena kita adalah saudara, diikat kuat dengan tali tauhid, dianyam indah dengan jalinan ukhuwah. Satu sakit, pedihlah yang lain. Satu jatuh, yang lain siap membangunkannya.
Renungan Hari ke-19 Kontribusi
Menjadi apa pun kita, terserah, tetapi satu yang utama. Ya, hanya satu. Bagaimana kita bisa menjadikan peran yang kita pilih itu sebagai media pengabdian terbaik kita kepada Sang Pencipta. Bagaimana agar dengan peran itu kita bisa berkontribusi kepada sebanyak mungkin manusia.
enomena yang sama bisa dipahami secara berbeda ketika fenomena itu telah masuk ke kepala orang yang berbeda. Hal itu terjadi karena adanya pengaruh wawasan, tingkat pendidikan, luasnya pergaulan, dan beragam faktor lain yang turut membentuk pola pikir dan cakrawala pandangnya terhadap sesuatu yang ia temui.
Misalkan saja, ketika mengamati fenomena kemiskinan di masyarakat kita. Ketika Anda menanyakan apa sebab mendasar kemiskinan masih menjadi permasalahan besar di negeri kita, orang yang tiap saat bergumul dengan dunia entrepreneurship kebanyakan akan menjawab, Orang menjadi miskin karena mereka tidak memiliki semangat kewirausahaan, kegigihan, dan ketekunan yang tinggi untuk sukses. Untuk menguatkan pendapatnya, para wirausaha, motivator, atau penulis-penulis buku tentang entrepreneurship akan menyodorkan contoh-contoh para wirausahawan sukses, yang lahir dari keluarga miskin namun kini bisa menjadi orang kaya karena ketekunan, motivasi, semangat, dan inovasinya dalam berusaha.
Lain lagi jika pertanyaan itu diajukan kepada para agamawan. Coba tanya, Pak Kiai, kenapa ya umat Islam, kok, kebanyakan miskin" Kemungkinan besar jawaban beliau-beliau begini, Kekayaan maupun kemiskinan itu adalah ujian dari Allah. Kalau diuji dengan kekayaan, jangan sombong. Kalau diuji dengan kemiskinan, hadapilah dengan kesabaran. Karena Innall"ha ma as sh"bir"n. Gusti Allah itu bersama dengan orangorang yang sabar. Mungkin ada juga yang akan menjawab, Orang hidup dalam kemiskinan itu karena ibadahnya kepada Allah kurang benar. Karena Allah sudah menjanjikan bahwa orang yang menetapi shalat lima waktu secara khusyuk, tidak akan pernah dihinggapi hidup susah .
Berbeda lagi jika Anda bertanya kepada para aktivis sosial, misal LSM atau aktivis pergerakan mahasiswa. Mereka akan mengemukakan pendapat bahwa kemiskinan itu lahir karena kesalahan sistem pemerintahan yang menaungi masyarakat yang miskin itu. Jika pendapat para entrepreneur dan para agamawan cenderung memandang fenomena kemiskinan sebagai problematika personal, maka aktivis sosial kebanyakan melihat bahwa kemiskinan adalah problematika sosial. Oleh karena itu, mereka cenderung memiliki motivasi yang besar untuk menuntut. Mereka tidak akan pernah menyalahkan masing-masing individu yang miskin. Mengapa" Karena bagi mereka kemiskinan itu adalah kesalahan para pengemban amanah yang lebih besar, yaitu pemerintah atau birokrat yang menaungi masyarakat miskin itu.
*** Tidak perlu mengambil kesimpulan pendapat mana yang benar dan mana yang salah, karena masing-masing kepala menyimpan pola pikir tersendiri yang tidak mudah untuk diubah. Tidak juga perlu mencela latar belakang orang, karena masing-masing latar belakang selalu menyimpan dua kutub kemungkinan: kekurangan dan kelebihan. Yang butuh kita pikirkan bersama adalah bagaimana cara kita berkontribusi untuk mengatasi fenomena kemiskinan ini sesuai kemampuan yang kita miliki.
Para wirausahawan mungkin memilih jalan juang dengan cara memperluas lapangan kerja untuk mengatasi kemiskinan. Mereka berpendapat jika lapangan kerja sebanding dengan jumlah penduduk, kemiskinan pasti bisa diatasi. Maka para wirausahawan berlomba-lomba untuk memperluas cakupan bidang usaha yang ditekuni, mendidik calon-calon entrepreneur baru, mewabahkan virus kewirausahaan, mendirikan sekolah-sekolah bisnis, mendidik pelaku usaha kecil menengah, dan beragam usaha lain, yang intinya, bagaimana menciptakan wirausahawan baru untuk memperluas lapangan kerja, hingga jarak antara jumlah penduduk dan jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak terlampau jauh. Saya salut dengan para entrepreneur sukses saat ini. Mereka banyak yang memiliki niatan yang tinggi untuk berbagi. Kebanyakan mereka tidak tahan untuk tidak berbagi ilmu suksesnya kepada banyak orang. Mereka begitu antusias menularkan kiat-kiat suksesnya kepada orang lain, agar suksesnya diikuti. Banyak nama yang bisa kita jadikan rujukan. Nama Purdi E. Chandra tentu tidak asing dalam dunia entrepreneurship di dalam negeri. Pemilik Primagama itu bahkan mendirikan Entrepreneur University (EU) sebagai komunitas untuk menularkan ilmu-ilmu bisnisnya. Ada lagi YEA (Young Entrepreneur Academy) yang didirikan Ippho Santosa, salah satu penulis buku-buku tentang teknik-teknik gila marketing. Dan banyak lagi komunitas-komunitas yang dibentuk untuk menebarkan virus entrepreneurship ini.
Lain lagi dengan para dai, kiai, ulama, ustaz, dan beragam sebutan untuk tokoh agama kita. Mereka akan menawarkan solusi kesabaran bagi yang miskin, dan menasihatkan sedekah bagi yang kaya. Diharapkan dari sikap hidup demikian akan mendekatkan keadaan pada titik equilibrium, di mana jarak antara orang kaya dan orang miskin tidak terlampau tajam. Namun ada kekurangan. Di satu sisi ide ini tampak rasional, namun di sisi lain akan menghambat kreativitas si miskin. Hal ini tampak ketika kita menyaksikan para pengemis begitu nyamannya hidup dari hasil meminta-minta. Mereka menjadi ketagihan menjadi tangan di bawah. Pola pikir yang hadir bisa saja: Minta-minta aja bisa hidup makmur, kenapa susahsusah kerja keras"
Ada lagi tokoh agama yang berpendapat bahwa cara untuk mengatasi kemiskinan suatu bangsa adalah dengan cara mengurangi kuantitas maksiat bangsa tersebut. Maka ketika ada musibah datang, banyak-banyaklah kita mengadakan istighosah akbar, zikir bersama, doa bersama, dan ritual-ritual lain yang mendekatkan kita kepada Sang Pencipta. Dan ini tentu saja baik.
Sebentar. Tidak semua menganggap positif, ada beberapa kawan yang justru menanggapi negatif ketika menyaksikan ritual-ritual agama seperti istighosah akbar, zikir bersama, atau doa bersama. Saya pernah mendengar kalimat ini terlontar dari lisan seorang kawan: Agama selama ini sering kali hanya dijadikan sebagai pelarian saat manusia menghadapi masalah.
Saya katakan kepadanya, Bukan tujuan pelarian, tapi media pengentasan. Sebagai salah seorang yang mengimani keberadaan Allah, tentu kita yakin bahwa mendekatkan diri pada agama memiliki dampak besar terhadap perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Karena jujur, ketika ditimpa masalah, spontanitas yang paling sering muncul dan paling mudah adalah dengan cara kita ungkapkan masalah itu kepada Tuhan, kemudian kita lanjutkan dengan doa. Setelah itu, baru kita mengurai masalah itu satu per satu melalui usaha fisik. Itulah solusi yang ditawarkan para entrepreneur dan agamawan. Lain halnya dengan pendapat para anggota pergerakan sosial. Orang-orang yang bergabung dalam komunitas LSM, organisasi kemasyakatan, dan dunia pergerakan sosial biasanya memiliki konsepsi perlawanan yang tinggi terhadap berbagai kasus yang menimpa dhu af" . Bagi mereka kemiskinan tidak lagi dipandang sebagai problematika yang disebabkan oleh kesalahan masing-masing orang miskin. Kelompok ini meyakini bahwa kemiskinan adalah akibat dari ulah oknumoknum birokrasi yang rusak. Kemiskinan disebabkan oleh sistem pemerintahan yang telah bobrok oleh kasus-kasus kotor. Korupsi yang menggurita, jual beli kekuasaan, keadilan yang tidak jarang digadaikan, itulah yang akhirnya membuat negara bangkrut dan masyarakat yang jadi korbannya. Keyakinan itu akhirnya menghadirkan satu semangat yang tertanam subur, tradisi menuntut. Solusi yang mereka tawarkan adalah dengan menuntut lembaga pemerintahan atau birokrasi yang terkait agar bertanggung jawab terhadap kondisi yang menurut mereka disebabkan oleh kesalahan birokrasi itu. Komunitas LSM atau pergerakan mahasiswa sebenarnya memiliki peran yang penting dalam melakukan fungsinya sebagai social control. Dengan mindset mereka yang cenderung idealis, diharapkan kualitas mereka dalam memandang permasalahan sosial bisa lebih kritis daripada masyarakat pada umumnya. Kehadiran LSM saya kira memang untuk itu. Mengawasi kinerja birokrasi agar sesuai, atau paling tidak mendekati kondisi ideal.
*** Lalu dari semua itu, manakah jalan penuntasan kemiskinan yang paling efektif" Cara yang ditawarkan wirausahawan, tokoh agama, atau para pejuang LSM" Saya yakin masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka budaya yang perlu dihadirkan adalah budaya saling menghormati jalan juang yang dipilih oleh masing-masing orang. Para entrepreneur tidak usah menyindir jalan juang yang dipilih teman-teman dari pergerakan, misalnya dengan melontarkan kalimat sinis, Ah, kalian itu sukanya nuntuuut aja. Berjuang yang nyata, donk! Tokoh agama juga tidak perlu menuduh para entrepreneur sebagai orang yang kerja melulu sampai lupa meminta kepada Tuhan. Para LSM juga tidak usah menghina tokoh agama misalnya dengan mencerca, Para kiai bisanya cuma ngajak rakyat berdoa, doank, nih! Doa nggak bisa menyelesaikan masalah bangsa. Turun ke jalan donk! Tidak usah demikian, karena setiap pilihan insya Allah memiliki efektivitas yang luar biasa jika niatan suci yang diusung oleh masing-masing orang adalah pembelaan terhadap mustaz afin.
Ada yang memilih hidup dalam dunia seni. Ia mengabdikan segala kreativitasnya demi syiar. Ia perjuangkan nilai kesenian yang tidak melanggar batasan syar i. Ia menjadi seniman yang bertakwa. Seniman yang memanfaatkan fitrah manusia yang pada hakikatnya menyukai keindahan untuk diarahkan pada jalan yang Allah ridai. Silakan pilih peran itu jika Anda yakin bahwa memang dari peran itu Anda dapat berbuat banyak untuk umat.
Ada yang memilih mengabdikan hidupnya sebagai pengajar; menjadi guru, dosen, trainer, atau ulama. Jika mereka berusaha menyampaikan ilmunya kepada orang lain tanpa berpikir banyak tentang imbalan materi yang akan diperolehnya, merekalah para pejuang. Para mujahid peradaban.
Ada yang menekuni dunia tulis-menulis. Silakan tulis sebanyak mungkin kebenaran yang Anda yakini. Tebarkan bacaan yang menyehatkan, mencerahkan, menggugah, menginspirasi kepada kebaikan dan menggetarkan jiwa pembaca. Dan memang langka. Tidak banyak kita menjumpai penulis seperti itu. Alhamdulillah, dari sedikit manusia langka itu, ternyata sejarah mengabadikan salah satu di antaranya. Ibnu Taimiyah namanya. Mari kembali mengenang sosok pengajar, penulis, dai, yang buku-bukunya terwariskan hingga kini itu. Kalimatnya sungguh menggetarkan jiwa, Apa yang dilakukan musuhmusuhku kepadaku" Katanya, Demi Allah, jika mereka memenjarakanku, inilah rehat yang nikmat. Jika mereka membuangku ke negeri lain, itulah tamasya yang indah. Jika mereka membunuhku, aku pun disambut sebagai syahid. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, tulisan-tulisannya banyak yang dimusnahkan oleh penguasa zalim waktu itu. Banyak dari buku-bukunya yang dibakar. Tetapi sungguh, warisan ilmu yang terbingkai dalam jiwa yang ikhlas, esok akan terbukti sebagai warisan abadi yang memuliakan penebarnya. Dan ingat hadis nabi yang menyatakan bahwa ilmu yang bermanfaat akan menjadi aliran pahala saat kita telah dijemput ajal. Maka peran penulis silakan disambut. Semoga ikhlas menebar ilmu menjadi satu pondasi yang tidak tergoyahkan.
Ada pula yang memilih jalan sebagai insinyur. Mari jadikan jalan itu sebagai jalan juang yang prospektif untuk menyejahterakan masyarakat dan kaum tertindas. Sungguh, tangis dan jerit masyarakat masih belum reda oleh ulah para insinyur yang dulu lahir dari rakyat jelata, tetapi setelah diwisuda, tanpa rasa berdosa melaksanakan proyek penataan kota dengan menggusur rumah bekas tetangganya dulu. Miris sekali. Ia mungkin lupa pada asalnya. Dialah Amru bin A sh yang dulu sedang menjabat sebagai gubernur sempat berkucuran keringat dingin saat mendapat kiriman tulang dari Umar bin Khattab yang dibawa oleh rakyatnya yang kebetulan beragama Yahudi. Kisah berawal dari keteguhan seorang Yahudi yang saat itu rumahnya akan digusur oleh Amru. Ia bersikeras tidak bersedia untuk dipindahkan dari rumahnya, yaitu sebuah gubuk reyot dan beberapa lahan pertanian.
Amru merasa risih, Pantaskah di sebelah kantor gubernur ada gubuk reot. Milik Yahudi pula" Akhirnya Amru bin A sh mengancam si Yahudi, jika ia tidak mau menjual tanahnya, Amru akan menggusurnya.
Mendapat ancaman itu si Yahudi memutuskan melaporkan kepada Khalifah Umar di Madinah. Setelah memperoleh laporan itu, Umar menyuruh si Yahudi untuk mengambil sepotong tulang dari tempat sampah. Tulang itu diberi garis lurus dengan ujung pedang Umar. Si Yahudi diminta Umar untuk menyampaikan tulang itu kepada Amru bin A sh.
Amru bin A sh mendadak berkucuran keringat saat mendapat kiriman tulang itu.
Si Yahudi bingung, mengapa Gubernur Amru bin A sh begitu merinding hanya dengan menerima kiriman sepotong tulang"
Seketika Amru bin A sh menjelaskan kepada si Yahudi bahwa goresan garis lurus dengan ujung pedang pada tulang itu adalah peringatan keras dari Umar. Seolah-olah Umar sedang berkata kepada Amru, Hai Amru bin A sh, luruslah kamu dalam menjalankan tugasmu. Jika kau membelok, aku tidak akan segan-segan meluruskanmu dengan pedang ini. Si Yahudi takjub dengan keadilan dan keindahan ajaran Islam. Seketika itu juga ia mengucap dua kalimat syahadat. Saudaraku. Selamat datang di bumi Allah. Selamat datang di pagelaran sandiwara dunia. Di sini sungguh banyak peran yang bisa diambil. Banyak tugas hidup yang bisa dipilih. Tugas kita diciptakan bukan untuk menerima peran, tetapi memilih peran. Menjadi apa pun kita, terserah, tetapi satu yang utama. Ya, hanya satu. Bagaimana kita bisa menjadikan peran yang kita pilih itu sebagai media pengabdian terbaik kita kepada Sang Pencipta. Bagaimana agar dengan peran itu kita bisa berkontribusi kepada sebanyak mungkin manusia. Itu saja.
Wallahu a lam. Renungan Hari ke-20 Madinah Bergetar oleh Entrepreneur
Melampaui The Qashflow Quadrant-nya Robert T. Kiyosaki, "Rasulullah telah menunjukkan sembilan dari sepuluh pintu rezeki yang ada dalam perniagaan. Bahkan, sembilan dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga adalah wirausahawan.
umi Madinah bergetar, terdengar suara gemuruh dan hiruk-pikuk. Getaran begitu dahsyat hingga membuat Ummul Mukminin, Sayyidatina Aisyah, bertanya, Suara apa ini" Apa yang sedang terjadi di Madinah" Orangorang menjawab, Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya, dengan iring-iringan tujuh ratus unta bermuatan penuh membawa sandang, pangan, dan keperluan-keperluan penduduk. Ummul Mukminin berkata, Semoga Allah melimpahkan keberkahan bagi Abdurrahman bin Auf dengan baktinya di dunia serta pahala yang besar di akhirat.
Abdurrahman bin Auf adalah teladan agung bagi dunia entrepreneur dalam sejarah kemanusiaan. Kehidupannya adalah inspirasi dan motivasi yang dihadirkan Sang Pencipta sebagai teladan dalam sejarah, dia dibina oleh manusia terhebat, Muhammad saw., dari sumber Yang Mahahebat, dan tumbuh berkembang di lingkungan dan masyarakat hebat yang berhubungan langsung dengan langit melalui perantaraan wah"yu yang diturunkan melalui Jibril.
Seluruh kesempurnaan seorang entrepreneur sejati ada padanya; personalitas, karakter, mental, moral, dan spiritual yang berkembang berdasarkan ajaran Islam.
Perilaku bisnis yang dijalankan Abdurrahman bin Auf mengikuti alur dan aturan main yang diajarkan Allah dan rasul- Nya. Dan terbukti, ketundukan itu telah mengantarkannya kepada taraf seorang pengusaha sejati yang tidak dapat disaingi atau dikalahkan oleh pengusaha-pengusaha nonmuslim di zamannya.
Mengenai kebesarannya sebagai seorang entrepreneur, Khalid M. Khalid menukilkan bahwa, Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan ketakjuban dan keheranan, hingga dia berkata: Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak.
Entrepreneur, Sang Pembelajar Sejati Semangat entrepreneurship, menurut Ir. Ciputra, merupakan instrumen penting untuk menghapuskan kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa. Para entrepreneur selalu membuka lapangan kerja, bukan mencari kerja. Mereka efektif menyerap lonjakan jumlah pengangguran yang menggelisahkan bangsa.
Seorang pengusaha mempunyai kemungkinan melakukan perjuangan dalam bidang ekonomi, al-Jihad al-Iqtishody. Negeri kita Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam, saat ini ternyata hanya memiliki entrepreneur sejumlah 450.000 orang (0,18 %). Jumlah tersebut jauh di bawah jumlah standar minimal, yaitu 1.250.000 orang (2%) dari jumlah penduduk 250 juta. Oleh karena itu, wajar jika bangsa Indonesia belum bisa keluar dari krisis ekonomi dan problema pengangguran yang telah mengarah pada tindakan negatif. Kondisi tersebut memberikan tantangan sekaligus tuntutan bagi kita untuk mengembangkan potensi kewirausahaan itu. Bukan hanya untuk kita atau keluarga, tetapi juga untuk bangsa dan umat yang secara tidak langsung menunggu hasil usaha kita.
Selaras dengan itu, sembilan dari sepuluh pintu rezeki, kata Rasulullah, ada dalam perniagaan. Bahkan, sembilan dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga adalah wirausahawan. Melampaui The Qashflow Quadrant-nya Robert T. Kiyosaki, Rasulullah telah menunjukkan bahwa bisnisman dan investor sebagai dua hal yang harus menjadi pilihan kerja seorang muslim. Bukan self employee, apalagi employee. Mengapa" Karena kita hidup di dunia ini harus menjadi pembelajar abadi. Belajar itu harus Minal mahdi ila lahdi. Jadi nilai pekerjaan bukan hanya terletak pada jumlah harta yang bisa ia kumpulkan, tetapi pembelajaran kehidupan yang ia peroleh dari rangkaian usaha yang dilakukannya. Ada pembelajaran istimewa yang hanya ada dalam diri seorang pengusaha.
1. Risiko adalah Tantangan
Nilai seorang manusia tidak dapat diukur di saat ia berada di zona nyaman, melainkan bagaimana ia menghadapi tantangan dan kontroversi.
(Martin Luther King Jr.) Sepakat atau tidak, saya tertarik mengutip kalimat Purdi E. Candra, bahwa untuk menjadi pengusaha tidak perlu pintar dan memiliki embel-embel gelar. Sebab jika terlalu pintar malah akan terlalu banyak berhitung dan melihat banyak risiko yang harus dihadapi, sehingga nyalinya malah ciut. Anda boleh setuju atau tidak dengan kalimat Pak Purdi. Yang jelas semua keputusan yang kita pilih itu selalu mengandung risiko. Semuanya. Keputusan apa pun itu. Orang yang sedang memanjat pohon kelapa, ia berisiko jatuh, yang sedang tidur pulas di kamarnya pun berisiko tertimpa bangunan. Lho" Iya, hal itu mungkin saja kita alami, kalau terjadi gempa" Lupa, ya, bagaimana gempa tektonik memorak-porandakan Yogyakarta dalam 57 detik di awal 2006 yang silam. Apalagi secara geografis, posisi Indonesia memang terletak di wilayah rawan gempa. Begitupun keputusan finansial kita. Kalau menjadi pegawai, risiko yang kita kenal paling di-PHK. Tetapi dengan berbisnis, kita akan banyak belajar tentang arti sebuah risiko. Ucapan selamat menjadi entrepreneur, akan dibarengi ucapan selamat bertemu dengan banyak risiko. Insya Allah, dunia entrepreneurship menjadi pelajaran yang membuat Anda semakin matang.
2. Jiwa Merdeka Seorang wirausahawan tidak punya atasan. Jadi, kalau lagi ingin kerja, ya, kerja. Kalau ada aktivitas yang lain, ya, boleh saja. Tidak ada bos yang memarahi. Yang ada, dimarahi relasi atau pelanggan, itu lain lagi ceritanya. Betapa hebat Anda, jika hanya Allah dan diri Anda sendirilah yang menentukan nasib usaha Anda. Bukan atasan, bukan CEO, bukan bos. Tentu Anda akan bebas mengendalikan dan mengembangkan kreativitas Anda, tanpa dibatasi oleh orang lain.
3. Pembelajaran Menjadi Leader
Bagaimana sosok CEO (Chief Execitive Officer) atau pemimpin perusahaan yang ideal" Tentu saja banyak sekali jawabannya. Namun, yang pasti, ada satu jawaban yang sangat sederhana dan insya Allah banyak yang setuju. CEO ideal adalah seseorang yang mampu menggabungkan semua sifat terbaik yang terdapat dalam diri manusia.
Gordon Selfridge membedakan antara orang yang bertipe pemimpin dan orang yang bertipe bos dengan bahasa yang indah. Seorang bos mempekerjakan bawahannya, tetapi seorang pemimpin mengilhami mereka. Seorang bos mengandalkan kekuasaannya, tetapi seorang pemimpin mengandalkan kemauan baik. Seorang bos menimbulkan ketakutan, tetapi seorang pemimpin memancarkan kasih. Seorang bos mengatakan aku , tetapi seorang pemimpin mengatakan kita . Seorang bos menunjukkan siapa yang bersalah, tetapi seorang pemimpin menunjukkan apa yang salah. Seorang bos tahu bagaimana sesuatu dikerjakan, tetapi seorang pemimpin tahu bagaimana mengerjakannya. Seorang bos menuntut rasa hormat, tetapi seorang pemimpin membangkitkan rasa hormat. Seorang bos berkata, Pergi! , tetapi seorang pemimpin berkata, Mari kita pergi! Maka jadilah seorang pemimpin dan bukan seorang bos.
Kita memiliki satu teladan sepanjang masa yang menjadi pelopor kepemimpinan abadi. Dialah sang Rasul Muhammad. Pelajari sirah nabawi dan ambil hikmah bagaimana prinsip kepemimpinan beliau.
Ary Ginanjar Agustian dalam buku bestseller-nya, ESQ (Emotional Spiritual Quotien), telah merangkum lima tangga kepemimpinan yang harus dilalui oleh pemimpin secara bertahap, di mana tidak boleh ada satu tangga yang terloncati untuk menuju tangga berikutnya.
Pemimpin yang dicintai Pemimpin yang dipercaya
Pemimpin yang menjadi pembimbing Pemimpin yang berkepribadian
Pemimpin yang abadi Semoga dengan menjadi wirausahawan, kita belajar bagaimana memimpin manusia. Belajar menjadi leader.
4. Agar Menghargai Silaturahmi
Love your customer, respect your competitor. Cintai pelanggan Anda dan hormatilah para kompetitor Anda. Begitulah kalimat pembuka yang digunakan oleh pak Hermawan Kartajaya saat mengungkapkan tentang prinsip pertama dalam konsep The 10 Credos of Compassionate Marketing yang sedang dikembangkannya. Apa pun bidang usaha yang ditekuni oleh seorang usahawan, pada hakikatnya adalah sebuah pelayanan kepada konsumennya, bahkan juga bentuk penghormatan kepada kompetitornya.
Kompetitor akan memperbesar pasar. Sebab tanpa kompetitor, industri tidak akan berkembang. Sebagai contoh, orang yang menjual martabak, di suatu tempat, kalau tidak ada orang yang menjual martabak di sebelah-sebelahnya, maka pasar pemartabakan mungkin tidak akan besar. Jadi, your competitor will increase your market.
Itu alasan pertama. Kedua, kompetitor adalah tempat Anda belajar. Tentu dari mereka ada yang bagus dan ada yang tidak. Yang bagus silakan ditiru. Istilah kerennya benchmarking. Yang jelek, jangan sampai kita mengikuti produk yang terbukti gagal itu. Cukuplah dari kompetitor kita belajar banyak hal. Di sinilah pelajaran silaturahmi amat bermakna. Benarlah Rasulullah Muhammad yang memberi teladan, bahwa silaturahmi memperluas rezeki kita.
5. Kreatif Kelola Dana Kalau seorang pegawai atau karyawan punya utang, begitu ada uang untuk membayar, biasanya pasti terpikir cepat-cepat uang itu ia gunakan untuk membayar utangnya meskipun belum jatuh tempo. Mengapa" Karena ia khawatir uang itu kalau tidak cepat-cepat dipakai melunasi utang, takutnya akan terpakai untuk kebutuhan yang lain.
Tetapi tidak begitu dengan seorang usahawan. Waktu seminggu pun uang itu masih bisa diputar untuk menghasilkan laba yang lebih besar lagi.
6. Penghargaan Terhadap Waktu
Seorang pegawai negeri, mungkin akan sulit memahami peribahasa time is money. Ia masuk kerja atau tidak, gajinya tetap segitu. Ia bolos atau datang telat ke kantor, pemasukan bulanannya tetap segitu. Tidak ada yang berbeda.
Tentu berbeda dengan seorang usahawan. Seorang pengusaha amat dianjurkan menghargai waktu yang ada. Tidak kerja, ya, pemasukannya berkurang. Apalagi pengusaha baru yang belum punya karyawan. Tidak kerja, ya, tidak ada pemasukan. Oleh karena itu, seorang pengusaha sangat menghargai waktu, baginya waktu adalah uang, time is money.
7. Menuai Pengalaman Sekolah entrepreneur adalah sekolah kehidupan. Banyak hal yang harus kita tahu dari perjalanan bisnis. Dalam bisnis, kita berperan sebagai subjek yang turun langsung. Dengan begitu, kita yang lebih tahu tentang ilmu usaha daripada para pegawai yang menjadi salah satu objek yang dikendalikan dalam usaha.
Begitulah, seorang bisnisman harus selalu belajar, belajar, dan belajar. Ia harus mengikuti perkembangan berita. Ia tidak boleh menggunakan pendekatan lama dalam menentukan usahanya ke depan. Keadaan dari waktu ke waktu selalu berubah, sehingga pembelajaran abadi sangat dibutuhkan di sini.
8. Peka untuk Syukur dan Sabar
Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku Karya Ahmad Rifa I Rif An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Posisi pekerjaan aman (meskipun saya kurang setuju jika pegawai dikatakan aman dalam pekerjaan) terkadang tidak baik dalam perkembangan hati. Tidak ada surprise yang membuat kita berbeda dari keadaan normal. Tidak ada kejutan-kejutan yang membuat kita bersyukur atau sebaliknya, harus bersabar. Dengan gaji yang tetap, tidak ada saat-saat indah menikmati kelebihan atau saat-saat gundah menyikapi kerugian.
Berbeda dengan para usahawan. Situasi bisnis yang dinamis akan menjadi pelajaran yang berharga bagi hati kita. Ketika bisnis lancar dan keuntungan melimpah, inilah waktunya untuk menyungkur sujud mengucap syukur. Ketika bisnis lagi seret atau ditimpa kerugian, inilah saatnya untuk belajar sabar. Demikianlan hidup, dinamis tidak selalu stabil . Di sinilah letak keindahan hidup seorang muslim. Jika diberi nikmat ia bersyukur, jika mendapat cobaan ia bersabar. Bila sedang kesulitan maka hendaknya ia memperhatikanlah orang yang lebih sulit darinya. Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya. Sebuah cerita yang disampaikan Salim A. Fillah cukup inspiratif mengenai sikap para pedagang Pasar Beringharjo yang unik. Saat dagangan mereka laris, mereka bersedekah sebagai tanda syukur. Mereka punya satu harapan indah, agar dengan syukur itu, nikmatnya ditambah sama Allah. Saat pasar sedang sepi, bukannya mereka tidak bersedekah, nilai sedekah justru mereka tambahi. Untuk menjemput temannya (rezeki) yang masih di awang-awang, begitu alasan para pedagang itu.
Tentu beda cerita kalau kita seorang pegawai yang mempunyai gaji tetap. Waktu gajian setiap bulan, sudah ditetapkan. Pengeluaran pun sudah dialokasikan ke berbagai jalur; kebutuhan dapur segini, untuk bayar air dan listrik segini, untuk bayar sekolah anak-anak segini, dan untuk ditabung segini. Nah, sisanya, untuk sedekah segini. Seorang usahawan tidak demikian, ada sedekah saat lapang, ada sedekah saat sempit. Saat itulah ia merasakan indahnya sedekah.
9. Memaknai Kerja Keras Ini juga yang membedakan seorang pegawai dengan pengusaha. Seorang pegawai, ia mau kerja keras atau tidak, gajinya tiap bulan akan selalu tetap. Berbeda dengan usahawan. Kalau ia mau kerja keras, pemasukannya akan meningkat. Ababila ia kerja bermalas-malasan, penghasilannya pun akan berkurang. Karena itulah, insya Allah pengusaha lebih bisa memaknai arti kerja keras.
10. Merasakan Nikmatnya Memberi Manfaat Manusia terbaik adalah manusia yang memberi kemanfaatan bagi banyak orang. Seperti yang kita bahas pada topik sukses di pembahasan berikutnya. Maka, jadikan usaha Anda sebagai ladang kebaikan bagi saudara-saudara kita yang masih membutuhkan kehadiran bisnis kita: bagi para karyawan, bagi keluarganya, bagi partner bisnis, dan bagi konsumen. Semoga mereka semua merasakan manfaat dari bisnis yang kita geluti.
Renungan Hari ke-21 Night of The Thousand Moon
Dalam mencari Lailatul Qadar kita seolah sedang bermain undian dengan Allah. Malam 21 Ramadhan masjid membludak, malam 22 kembali sunyi. Malam 23 ramai iktikaf, malam 24 sepi. Malam 27 berbondong-bondong menginap di masjid, malam 28 menikmati tidur nyenyak di rumah. Malam 29 semakin rajin, malam 30 waktunya bubar. Good Bye Ramadhan, kini saatnya pesta.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu" Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr [97]: 1 5)
Menjelang malam sepuluh hari terakhir Ramadhan, apalagi malam-malam ganjil, masjid-masjid biasanya ramai jemaah. Entah di malam ganjil yang mana karunia Lailatul Qadar turun, tapi semoga banyak dari kita yang memperolehnya. Semoga tepat di malam itu kita sedang getol-getolnya melaksanakan ibadah kepada Allah Swt., sehingga kita tercatat sebagai hamba yang mengisi seribu bulan dengan aktivitas pengabdian kepada-Nya.
Lailatul Qadar memang istimewa. Dikisahkan dengan indah di dalam Al-Qur an bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun menaburi langit hingga terbit fajar.
Khairum min alfi syahrin, malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Betapa agungnya karunia-Nya kepada kita, hamba-hamba-Nya yang tidak juga kian cerdas menyikapi keagungan-Nya. Berkali-kali Allah menunjukkan kasih sayang- Nya dan pengampunan-Nya kepada kita, tetapi bagaimana cara kita menyambutnya" Ah, kita seolah sedang bermain undian dengan Allah. Malam 21 Ramadhan masjid membludak, malam 22 kembali sunyi. Malam 23 ramai iktikaf, malam 24 sepi. Malam 27 berbondong-bondong menginap di masjid, malam 28 menikmati tidur nyenyak di rumah. Malam 29 semakin rajin, malam 30 waktunya bubar. Good Bye Ramadhan, kini saatnya pesta.
Manusia Harimau Jatuh Cinta 2 Animorphs - 9 Senjata Rahasia Cassie Bentrok Di Kali Serang 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama