Ceritasilat Novel Online

Hijaunya Lembah Hijaunya 20

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 20


sabar lagi. Dengan nada keras ia bertanya "He, anak-anak
muda. Katakan terus terang, apakah kalian semuanya anakanak
Talang Amba?" "Apa pedulimu" jawab anak muda yang bertempur
melawannya, "Aku hanya ingin tahu sebelum kalian terbunuh" geram
pengawal itu "Jangan sombong" jawab lawannya "menyerah sajalah.
Seandainya kau menang atasku, apakah kau akan menang
melawan sekian banyak orang". Jika, kau membunuhku,
maka kawan-kawanku akan menjadi sangat marah. Kau
akan dapat menduga, akibat dari kemarahan kawankawanku
itu. Mungkin kalian berdua akan mengalami satu
keadaan yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya"
"Persetan" teriak salah seorang dari kedua pengawal itu
"Aku akan membunuh kalian semuanya"
Kedua anak muda yang melawan kedua orang pengawal
itu tidak berbicara lebih banyak lagi. Tetapi tiba-tiba saja,
hampir berbareng mereka telah meningkatkan seranganserangan
mereka. Tombak pendek ditangan salah seorang
nnaki muda itu telah berputar pula. Namun tiba-tiba ujung
tombak itu telah mematuk dada.
Tetapi lawannya tidak membiarkan dadanya terkoyak.
Dengan tangkasnya ia menangkis dengan pedangnya yang
besar dan panjang. Namun anak muda yang menggenggam
tombak itu cukup tangkas. Tombaknya tiba-tiba saja
bagaikan menggeliat. Dengan cepat serangannya telah
berubah mendatar menyambar lambung.
Pengawal Pangeran Lembu Sabdata itupun menggeram.
Namun ia masih sempat meloncat selangkah surut,
sehingga ujung tombak itu tidak mengenainya. Meskipun
demikian, pengawal itupun menyadari, bahwa lawannya
benar-benar memiliki kemampuan bermain dengan
tombaknya, sehingga dengan demikian iapun menyadari
bahwa lawannya bukan seseorang yang tidak mengenal
takut karena tidak mengerti persoalan yang dihadapi.
Lawannya itu mengerti sepenuhnya bahwa apa yang harus
dilakukan dan mengerti pula nilai kemampuan pengawai itu
dalam ilmu pedang. Demikianlah, maka pertempuran itupun semakin lama
menjadi semakin sengit. Anak muda yang membawa
sepasang trisula itupun telah membingungkan lawannya.
Kedua trisula di kedua tangannya berputar dengan cepat.
Setiap kali ujung-ujungnya menyambar beruntun susul
menyusul. Namun kemudian menyambar menyilang
dengan ayunan yang deras.
Kedua orang pengawal itupun kemudian meyakini,
bahwa mereka memang berhadapan dengan dua orang yang
memiliki kemampuan yang tinggi. Sehingga karena itu,
maka salah seorang dari kedua pengawal Pangeran Lembu
Sabdata itupun menggeram "Apakah kalian prajurit
Singasari atau Gagelang?"
Ternyata anak-anak muda itu tidak lagi ingkar. Seorang
diantara mereka, anak muda yang membawa trisula itupun
menjawab "Ya. Kami adalah prajurit Singasari. Karena itu
menyerahlah. Petugas kalian telah gagal mengamati
Kabuyutan Talang Amba. karena mereka tidak melihat
kehadiran kami. Justru para petugas sandi dari Singasarilah
yang berhasil mengawasi mereka"
"Gila" geram pengawal itu "Meskipun kau prajurit
Singasari namun kau tidak akan mampu melawan kami"
"Jangan kehilngan akal. Kemampuanmu tidak lebih baik
dari kemampuanku, sementara itu di sekitar arena ini, anakanak
muda telah mengepungmu. Sebagian diantara mereka
memang anak-anak muda Talang Amba. Tetapi yang lain
adalah kawan-kawanku, para prajurit dari Singasari" jawab
anak muda yang bersenjata trisula itu.
Kedua orang pengawal itu tidak menjawab. Tetapi
senjata-senjata mereka masih terus berputar, menyambar,
mematuk dan kadang-kadang justru langsung menebas
leher. Namun lawan-lawannya ternyata memiliki kecepatan
gerak yang dapat mendahului kecepatan sambaran pedang
mereka, sehingga dengan demikian, maka senjata mereka
tidak mampu menyentuh tubuh lawannya itu.
"Menyerahlah" tiba-tiba anak muda yang membawa
trisula itu berdesis. Para pengawal itu mengumpat. Tetapi anak muda yang
membawa tombak itupun menyambung "apakah kau tidak
dapat melihat kenyataan yang bakal kau hadapi" Jangan
menunggu kami kehilangan kesabaran, sehingga kami akan
melakukan tindakan yang barangkali tidak kalian duga
sebelumnya. Karena itu, pikirkanlah"
Kedua orang pengawal itu sama sekali tidak
menghiraukan. Mereka bertempur terus dengan garangnya,
meskipun mereka harus. menghadapi satu kenyataan,
bahwa mereka tidak akan dapat mengalahkan lawan
mereka masing-masing. Apalagi jika anak-anak muda yang
lain ikut turun pula ke medan.
Dalam pada itu. Pangeran Lembu Sabdata menjadi
semakin gelisah. Setiap kali ia mengumpat Di padukuhan
kecil yang ditujuknya, belum nampak tanda-tanda asap
yang mengepul. "Apakah mereka telah menjadi gila" geram
Pangeran Lembu Sabdata. Para pengawalnyapun menjadi tegang. Namun mereka
memang tidak melihat asap selembarpun. Apalagi sepercik
api di udara. Sementara itu, pertempuran di padukuhan padukuhan di
sekitar padukuhan indukpun menjadi semakin sengit.
Namun agaknya anak-anak muda Talang Amba dan
kekuatan yang membantu mereka berhasil mendesak lawan
mereka semakin lama semakin jauh dari padukuhan.
Dengan demikian, maka rencana Pangeran Lembu Sabdata
untuk menyelesaikan padukuhan-padukuhan itu sebelum
tengah hari, menjadi semakin jauh dari satu kenyataan yang
dapat terjadi. Dalam pada itu, maka kemarahan yang hampir tidak
terkendali rasa-rasanya membuat kepala Pangeran Lembu
Sabdata hampir meledak. Namun ia tidak dapat berbuat
banyak. Pasukan yang dibawanya dan dianggap akan dapat
menyelesaikan persoalannya dengan Kabuyutan Talang
Amba itu ternyata telah kandas.
"Tidak ada pilihan lain" gumam Pangeran Lembu
Sabdata di dalam dirinya "selagi pertempuran itu masih
berlangsung. Aku tidak akan dapat berbuat lain kecuali
menyingkir dari medan"
Karena itu. maka dipanggilnya kepercayaannya, seorang
Senopati yang mengawalnya dan seorang yang dianggapnya
menjadi pelindungnya. "Apakah yang dapat aku lakukan sekarang?" bertanya
Pangeran Lembu Sabdata kepada pengawal pengawal
terpilihnya itu. "Terserah kepada Pangeran" jawab orang yang
dianggapnya dapat menjadi pelindungnya, karena orang itu
memiliki ilmu yang sangat tinggi. Lalu orang itupun justru
bertanya "Apakah Pangeran akan memerintahkan aku
memasuki arena?" "Apakah ada gunanya?" bertanya Pangeran Lembu
Sabdata. "Mungkin ada Pangeran" jawab orang itu "tetapi sudah
tentu sairgat terbatas, karena aku hanya seorang diri. Yang
dapat aku lakukan adalah membuat korban sebanyakbanyaknya
dipihak lawan, sebelum aku sendiri tentu akan
mati pula di peperangan, kecuali jika aku melarikan
Pangeran Lembu Sabdata mengerutkan keningnya. Lalu
katanya "Kau tidak usah memasuki arena, jika akhirnya
kaupun akan mati. Sekarang, kita mengambil jalan terbaik
yang dapat kita tempuh"
Pengawal-pengawalnya itupun mengerti, bahwa
Pangeran Lembu Sabdata ingin menghindar dari arena
pertempuran itu. Seperti pada pertempuran yang pernah
terjadi antara orang-orang Gagelang dengan orang-orang
Talang Amba yang juga disisipi oleh prajurit Singasari,
maka Pangeran Lembu Sabdata akan meninggalkan arena.
Karena itu, maka pengawal-pengawalnya yang terpilih
itupun kemudian telah mempersiapkan diri. Pengawalnya
yang dianggapnya memiliki ilmu yang tinggi dan akan
dapat melindunginya itupun bertanya "Apakah Pangeran
ingin keluar dari negara ini?"
"Ya, Aku tidak mau terkurung dalam lingkungan yang
tidak aku duga sebelumnya karena kedunguan orang-orang
yang aku percaya itu" berkata Pangeran Lembu Sabdata.
Pengawalnya itu mengangguk-angguk. Tanpa
menghiraukan nasib para pengikutnya yang lain, maka
Pangeran Lembu Sabdata telah bersiap-siap untuk
menyingkir dari medan. Namun ternyata pengalaman orang-orang Talang Amba
dan para prajurit Singasari telah mem berikan pelajaran
tentang sikap Pangeran yang licik itu. Karena itulah, maka
di padukuhan-padukuhan kecil di sekitar padukuhan yang
menjadi medan pertempuran itu, ditempatkan beberapa
orang prajurit Singasari dan anak-anak muda Talang Amba
yang dapat mengawasi seluruh jalan keluar dari Talang
Amba. Bahkan beberapa orang telah ditugaskan oleh Senopati
prajurit Singasari yang memimpin pasukan yang bertugas di
Talang Amba itu beberapa orang khusus untuk
menemukan, dimana pimpinan tertinggi pasukan Pangeran
Lembu Sabdata itu berada.
Karena itulah, maka akhirnya Senopati dari Singasari itu
mengetahui, bahwa Pangeran Lembu Sabdata berada di
belakang medan diluar salah satu padukuhan yang menjadi
ajang pertempuran itu. "Biarlah kami menyelesaikannya" berkata Senopati itu
kepada Ki Sanggarana. Tetapi ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
bergeser mendekat sambil berkata "Kami pernah kehilangan
Pangeran itu ketika pertempuran serupa ini terjadi. Biarlah
kami menjumpainya sekali lagi. Meskipun demikian, kami
mohon untuk dapat diawasi agar Pangeran itu tidak akan
dapat melarikan diri untuk kedua kalinya"
"Kami tidak hanya sekedar mengawasi. Tetapi kami
akan menyertakan beberapa orang bersama kalian" berkata
Senopati itu "Pangeran Lembu Sabdata di bayangi deh beberapa
orang pengawal. Tentu pengawal pengawal
kepercayaannya" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak berkeberatan.
Sehingga dengan demikian, maka bersama beberapa orang
merekapun telah berusaha untuk dapat menutup jalan
keluar bagi Pangeran Lembu Sabdata apabila hal itu akan
dilakukannya lagi. Namun dalam pada itu, sebelum Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat meninggalkan tempatnya, maka seorang
prajurit Singasari yang mengamati keadaan sekelompok
pemimpin dan pengawal-pengawalnya itu dengan tergesagesa
datang memberikan laporan kepada Senopati dari
Singasari itu "Orang yang kita duga sebagai pimpinan
tertinggi pasukan lawan itu, bersiap-siap untuk
meninggalkan medan" "Jadi mereka akan melarikan diri" bertanya Senopati itu.
"Satu kemungkinan besar" jawab pengamat itu.
"Apakah mereka sudah mulai bergerak?" bertanya
Senopati itu pula. "Ya. Dua orang kawanku mengamati mereka" jawab
pengamat itu. "Baiklah. Kita akan mengikutinya. Tetapi mereka tidak
akan dapat terlepas dari pengawasan anak-anak muda yang
berada di padukuhan-padukuhan kecil" jawab Senopati itu.
"Tetapi apakah kekuatan mereka cukup untuk menahan
Pangeran itu" desis prajurit Singasari yang memberikan
laporan itu. Mereka ternyata tidak membuang waktu lagi. Senopati
itupun kemudian memberikan aba-aba untuk bergerak. Atas
petunjuk prajurit yang memberikan laporan itu, maka
merekapun langsung menuju kesasaran.
Tetapi seperti yang sudah dilaporkan, Pangeran Lembu
Sabdata memang sudah meninggalkan tempatnya. Satu
diantara dua orang prajurit Singasari yang mengawasinya
masih ditinggal ditempatnya oleh kawannya yang lain, yang
mengikuti arah Pangeran Lembu Sabdata yang menyingkir
itu. "Kita menuju ke padukuhan kecil itu" berkata pengawas
yang ditinggalkan "mereka memasuki padukuhan itu"
"Apakah anak-anak muda dan prajurit Singasari di
padukuhan itu cukup kuat untuk menahannya agar
Pangeran itu tidak melarikan diri?" bertanya Mahisa Murti.
"Aku tidak tahu" jawab pengawas itu "tetapi beberapa
pengawal Pangeran Lembu Sabdata nampaknya memiliki
kemampuan untuk menerobos kekuatan yang ada di
padukuhan-padukuhan kecil"
"Jadi cara Pangeran itu melepaskan diri agak berbeda"
berkata Mahisa Pukat "pada pertempuran terdahulu,
Pangeran itu seorang diri menyelinap di antara
pertempuran itu sendiri. Sekarang ia membawa beberapa
orang pengawal untuk melindunginya"
"Medannyapun berbeda" sahut Mahisa Murti "pada
pertempuran itu, kita belum mempunyai pengalaman,
sehingga tidak ada orang yang bertugas untuk
mengamatinya jika ia melarikan diri. Apalagi waktu itu
Pangeran itu tidak menyatakan dirinya sebagaimana
seorang Pangeran, sehingga sulit untuk mengamatinya"
Demikianlah, maka kelompok kecil itupun telah segera
menyusul ke padukuhan kecil yang ditunjukkan oleh
prajurit Singasari yang mengawasi Pangeran Lembu
Sabdata. Mereka menjadi agak tergesa-gesa ketika mereka
menerima laporan bahwa Pangeran Lembu Sabdata
ternyata telah dikawal oleh beberapa orang yang mungkin
akan mampu menerobos kekuatan anak-anak muda dan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa orang prajurit yang ada di padukuhan kecil itu.
Dalam pada itu, Pangeran Lembu Sabdata yang tidak
menyangka bahwa di padukuhan-padukuhan kecil itu
masih ada beberapa orang anak-anak muda yang berjagajaga,
maka tanpa ragu-ragu maka bersama pengawalnya,
iapun telah memasuki padukuhan itu.
Namun kelompok itu menjadi terkejut karenanya, ketika
mereka telah bertemu dengan beberapa orang anak muda
yang agaknya memang telah menunggu.
"Anak Setan" geram Pangeran Lembu Sabdata
"siapakah kalian he?"
"Kami adalah anak-anak Talang Amba" jawab salah
seorang anak muda. Lalu "siapakah kalian"
"Minggir" geram Pangeran Lembu Sabdata aku hanya
akan lewat. Aku tidak mau terlibat kedalam pertempuran
yang tidak aku ketahui ujung pangkalnya itu"
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Mereka sudah
mendapat pemberitahuan dari padukuhan sebelah, bahwa
ada beberapa orang pengikut Pangeran dari Kediri yang
ingin melarikan diri, sehingga terpaksa menahan mereka
dengan kekerasan. Sementara itu dari padukuhan yang lain
anak-anak muda itu mendengar bahwa ada dua orang yang
akan membakar rumah dan bahkan seisi padukuhan.
Karena itu, maka mereka telah bersiaga sepenuhnya.
Sekelompok orang yang akan lewat itupun tentu orangorang
yang akan melarikan dari medan.
Dengan demikian, maka pemimpin anak-anak muda
yang ada di padukuhan itupun kemudian berkata "Ki
Sanak. Dalam keadaan yang kalut ini, kami tidak akan
dapat membiarkan seorangpun meninggalkan Kabuyutan
Talang Amba" "Kalian jangan mengada-ada. Apakah hak kalian
menahan kami?" bertanya Pangeran Lembu Sabdata.
"Kami adalah pengawal Kabuyutan ini. Kami
mempunyai hak untuk berbuat sesuatu sepanjang hal itu
memberikan kemungkinan keselamatan bagi Kabuyutan
Talang Amba" jawab pemimpin dari anak-anak muda itu.
"Baiklah" Pangeran Lembu Sabdata menjadi tidak sabar.
Anak-anak muda itu akan dapat memberikan isyarat
kepada kawan-kawannya di padukuhan itu atau bahkan di
padukuhan lain. Dengan demikian, maka mungkin
Pangeran Lembu Sabdata dan para pengawalnya akan
menjumpai hambatan yang akan dapat mengganggu usaha
mereka untuk menyingkir dari pertempuran itu. Karena itu,
maka katanya selanjutnya "jika kalian tidak mau minggir,
maka kami akan menunjukkan kepada kalian bahwa kalian
tidak akan mampu menahanku disini"
"Jangan memaksa Ki Sanak. Kami tidak akan
membiarkan seorangpun keluar dari Kabuyutan ini. Jika
kemudian ternyata bahwa kalian tidak bersalah atau tidak
tersangkut dalam pertempuran itu, maka kalian akan kami
biarkan meninggalkan Kabuyutan ini setelah kami
mendapat perintah yang demikian dari Ki Buyut di Talang
Amba" jawab pemimpin dari anak-anak muda itu.
Dalam pada itu, pengawal Pangeran Lembu Sabdatapun
menjadi tidak sabar. Seorang Senopati pengawal dari Kediri
yang ikut menjadi pengawal Pangeran itupun kemudian
membentak "Minggir. Atau kami harus membunuh?"
Anak-anak muda itupun menyadari, bahwa tidak ada
cara lain kecuali dengan kekerasan. Karena itu, maka tanpa
perintah dari siapapun, merekapun telah bergeser
memencar. Seakan-akan merekapun telah mengepung
sekelompok orang yang ingin meninggalkan medan itu.
Tetapi Senopati yang garang itu tidak memberikan
kesempatan lagi. Tiba-tiba saja iapun telah mencabut
pedangnya. Dengan nada tinggi ia berkata "Kita akan
lewat. Jika anak-anak itu tidak mau minggir, maka bukan
salah kita jika kita nanti membunuh mereka"
Tidak ada yang menyahut atau bertanya Orang-orang di
dalam kelompok itupun telah mencabut senjata mereka
masing-masing. Kecuali seorang tua yang dianggap oleh
Pangeran Lembu Sabdata akan dapat menjadi
pelindungnya dalam keadaan yang paling sulit. Baginya
senjata tidak akan memberikan arti apa-apa.
Menghadapi orang-orang yang telah bersenjata itu, maka
anak-anak muda yang mengepung mereka itupun telah
mencabut senjata mereka pula. Namun dalam pada itu,
anak-anak muda yang berasal benar-benar dari Talang
Amba memang menjadi gelisah melihat sikap yang garang
dari orang-orang yang akan lewat itu. Namun anak-anak
muda yang berasal dari para prajurit Singasari yang
membaurkan diri, sama sekali tidak gentar melihat lawanlawan
mereka yang nampaknya memang meyakinkan.
Sejenak kemudian, Senopati dari Kediri yang berada di
paling depan itupun telah melangkah maju. Pedangnya
teracu ke depan. Seolah-olah tanpa menghiraukan anakanak
muda yang melingkarinya ia melangkah terus.
"Sekali lagi, aku peringatkan" berkata pemimpin anak
muda itu "berhenti atau kami akan memaksa kalian dengan
kekerasan" Senopati itu sama sekali tidak menjawab. Ia melangkah
terus dengan pedang teracu, sementara para pengawal yang
lainpun telah mengacukan senjata mereka pula. Agaknya
mereka benar-benar bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Tidak ada pilihan lain dari anak-anak muda itu, yang
sebenarnya adalah seorang prajurit Singasari, telah siap
sepenuhnya. Keteganganpun telah menjadi semakin memuncak.
Senopati yang berjalan di palihg depan masih tidak
menghiraukan anak-anak muda di sekitarnya, bahwa yang
kemudin berdiri di hadapannya.
Namun anak-anak muda yang terdiri dari para prajurit
dari Singasari itu akhirnya tidak mau menyibak. Ketika
Senopati itu mendekati mereka, maka merekapun telah
menggerakkan ujung senjata mereka pula. Yang memegang
tombak telah merundukkan tombaknya, sementara yang
menggenggam pedang telah menjulurkan pedangnya pula.
Senopati yang berdiri di paling depan itupun
mengumpat. Anak-anak muda itu memang harus
dikejutkan agar mereka menyadari apa yang sebenarnya
mereka hadapi. Karena itu, tiba-tiba saja Senopati itu telah memutar
pedangnya, menyambar ujung sepucuk tombak yang sudah
merunduk. Senopati itu ingin melontarkan tombak itu,
sehingga terlepas dari. genggaman anak muda yang berdiri
dihadapannya. Namun Senopati itu terkejut bukan buatan. Ketika ia
menyambar tombak itu dengan pedangnya, maka tombak
itu telah berputar pula secepat gerakan pedangnya, sehingga
dengan demikian maka ujung tombak itu tidak dapat
disentuhnya dengan pedangnya.
"Gila" geram Senopati itu.
Namun iapun segera sadar, bahwa anak-anak muda yang
berada di padukuhan itupun tentu berbaur pula dengan
prajurit Singasari atau pengawal dari Gagelang, yang
memiliki kemampuan seorang prajurit.
Karena itulah, maka iapun justru berhenti. Dengan
wajah yang tegang, serta tatapan mata yang membara ia
bergumam "Anak-anak sblis itu ada disini pula"
"Apa?" bertanya Pangeran Lembu Sabdata.
"Ada orang-orang Singasari atau Gagelang yang ada
disini sebagaimana dipadukuhan-padukuhan yang menjadi
ajang pertempuran itu" berkata Senopati itu.
Sementara itu, orang tua yang menjadi pelindung dan
pengawal terpercaya dari Pangeran Lembu Sabdata itupun
berkata "Jika demikian, kita justru harus cepat sedikit agar
kita segera keluar dari padukuhan kecil ini, sebelum mereka
berbuat terlalu banyak"
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" bertanya Pangeran
Lembu Sabdata. "Menghancurkan mereka" jawab orang tua itu "jumlah
mereka tidak terlalu banyak dibandingkan dengan mereka
yang ada di medan" Lembu Sabdata tidak menjawab. Ia yakin akan
perhitungan pengawalnya yang paling dipercayanya itu,
dan yang dianggapnya memiliki kemampuan yang tidak
ada batasnya. Karena itu, yang dilakukannya kemudian adalah
meneriakkan aba-aba untuk menghancurkan anak-anak
muda yang telah menghalangi perjalanan mereka.
Dengan demikian, maka pertempuranpun tidak dapat
dihindarkan lagi. Para pengawal Pangeran Lembu Sabdata
itu tidak mengekang diri sama sekali. Mereka dengan
garangnya telah menyerang anak-anak muda yang berada di
sekeliling mereka. Serangan itu memang mengejutkan. Anak-anak muda
yang sebenarnya adalah prajurit Singasari itupun segera
menempatkan diri di paling depan. Sementara anak-anak
muda Talang Amba yang serba sedikit juga sudah
menerima latihan-latihan olah kanuragan itu. segera
menyusun diri dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka
menyadari, bahwa kemampuan mereka sama sekali belum
seimbang dengan kemampuan para pengawal yang
melindungi Pangeran Lembu Sabdata itu.
Dalam pada itu, pertempuranpun segera membakar
padukuhan kecil itu, Pangawal Pangeran Lembu Sabdata
yang terlalu sedikit itu ternyata memiliki kemampuan yang
sulit dibendung. Senopati yang berdiri dipaling depan telah
memecahkan kepungan anak-anak muda yang menahan
mereka, sementara seorang tua yang menjadi pengawal
terpereaya Lembu Sabdata itupun memiliki kemampuan
yang aneh. Tiga orang anak muda tiba-tiba saja telah terpelanting
dari arena. Tubuh mereka yang membentur dinding
halaman membuat mereka pingsan. Tulang-tulang mereka
serasa retak dan tubuh merekapun rasa-rasanya menjadi
hancur. Sementara itu, Pangeran Lembu Sabdata sendiri telah
bertempur pula dengan tangkasnya. Kemampuannya
memang mengejutkan, sehingga lawannyapun harus
menjadi sangat berhati-hati menghadapinya.
Demikianlah, perlahan-lahan tetapi pasti. Pangeran
Lembu Sabdata dan beberapa orang pengawal khususnya
itu maju terus. Anak-anak muda yang mengepungnya,
menjadi gelisah. Bahkan anak-anak muda yang berasal dari
prajurit Singasaripun menjadi cemas juga menghadapi
lawan mereka yang luar biasa. Senopati yang tangguh dan
seorang tua yang aneh telah membuat kepungan anak-anak
muda itu retak. Meskipun demikian, anak-anak muda itu masih berusaha
menghambat langkah Pangeran Lembu Sabdata dan para
pengawalnya. Tetapi setiap kali satu dua orang telah
terlempar dan jatuh pingsan. Bahkan ada diantara mereka
yang menjadi parah dan kehilangan harapan untuk dapat
keluar dari padukuhan itu dengan selamat.
Kecemasan telah mencengkam anak-anak muda itu.
Bukan saja karena kawan-kawan mereka telah menjadi
korban, tetapi juga karena mereka tidak berhasil menahan
beberapa orang yang ingin melarikan diri dari medan.
Justru menurut pengamatan mereka adalah orang-orang
terpenting diantara orang-orang yang menyerang
Kabuyutan Talang Amba itu.
Namun betapapun mereka berjuang, ternyata
kemampuan para pengawal Pengawal Pangeran yang akan
melari kan diri itu melampauinya.
Tetapi anak-anak muda Talang Amba dan prajuritprajurit
Singasari yang ada di padukuhan itu sama sekali
tidak menyerah. Meskipun beberapa orang telah terlempar
dari arena dan bahkan korban jiwa telah jatuh, namun
anak-anak muda itu dengan sepenuh kemampuan telah
menghambat gerak Pangeran Lembu Sabdata dan para
pengiringnya. Tetapi kekuatan di padukuhan-padukuhan kecil itu
memang tidak cukup besar. Di padukuhan-padukuhan kecil
itu sekelompok anak-anak muda Talang Amba dan
beberapa prajurit Singasari sebenarnya hanya bertugas
untuk mengamati keadaan, menahan satu dua orang yang
akan melarikan diri dan apabila diperlukan bersama-sama
dengan mereka yang ada di padukuhan-padukuhan lain
memasuki arena dari belakang pasukan lawan. Terutama
apabila pasukan Talang Amba benar-benar terdesak.
Namun pasukan di padukuhan kecil itu ternyata harus
menghadapi meskipun hanya sekelompok kecil, tetapi
ternyata mereka adalah orang-orang yang memiliki
kemampuan yang sangat tinggi.
Demikianlah, maka akhirnya Pangeran Lembu Sabdata
berhasil mendesak lawannya mendekati pintu gerbang eluar
dari padukuhan kecil itu. Beberapa saat lagi mereka akan
meninggalkan padukuhan kecil itu untuk selanjutnya
menjauhi Kabuyutan Talang Amba.
Sementara itu, sekelompok prajurit Singasari yang
dipimpin oleh seorang Senopati bersama Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah mendekati padukuhan kecil itu. Mereka
menyadari, bahwa yang ada di padukuhan-padukuhan kecil
itu bukannya satu pasukan yang kuat untuk mengatasi
keadaan yang gawat. Karena itu, maka justru semakin dekat
dengan pintu gerbang padukuhan itu, mereka menjadi
semakin cemas. Bahkan sekelompok kecil pasukan itupun
telah berlari-lari kecil memasuki gerbang padukuhan.
Demikian mereka melangkah masuk, maka merekapun
menjadi semakin tegang. Mereka melihat beberapa sosok
tubuh yang terbaring. "Pingsan" desis seseorang yang kemudian berjongkok
disamping salah seorang dari tubuh yang terbaring itu.
Namun seorang yang lain yang menempelkan telinganya di
dada seorang anak muda yang menelantang di pinggir jalan
itu telah menggelengkan kepalanya sambil berdesis "Anak
Ini telah meninggal"
Senopati yang memimpin sekelompok kecil pasukannya


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu bersama dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itupun
menyadari apa yang telah terjadi. Karena itu, maka
merekapun segera berlari menyusuri jalan padukuhan kecil
itu. Pada saat itu, Pangeran Lembu Sabdata dan
pengiringnya telah memecahkan hambatan terakhir. Anakanak
muda Talang Amba dan beberapa orang prajurit
Singasari yang ada di padukuhan itu dengan kekuatan
terakhir telah berusaha menutup jalan keluar. Tetapi
mereka tidak berdaya. Senopati yang memimpin
pengawalan Pangeran Lembu Sabdata itu telah dengan
garangnya bertempur untuk membuka jalan keluar.
Sementara itu, seorang tua, pengawal terpercaya Pangeran
Lembu Sabdata itu ternyata benar-benar orang yang luar
biasa. Tanpa kesulitan mereka menyingkirkan orang-orang
yang berusaha menghambatnya keluar bersama Pangeran
Lembu Sabdata. Apalagi Pangeran lembu Sabdata
sendiripun bertempur dengan kemampuannya yang tinggi.
Sementara itu orang-orangnya yang lain telah melindungi
Pangeran itu dari sergapan-sergapan dari segala arah.
Namun demikian mereka berhasil memecahkan
kepungan terakhir itu, maka sekelompok anak-anak muda
yang lain telah dating menghampiri mereka.
"Gila" geram Senopati dari Singasari itu "hampir saja
kita kehilangan lagi"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ternyata tidak sabar
lagi. Dengan serta merta merekapun menyusup diantara
anak-anak muda Talang Amba yang mengalami kesulitan
menahan sekelompok orang yang akan meninggalkan
padukuhan kecil itu. Ternyata kehadirannya telah mengejutkan Pangeran
Lembu Sabdata. Ia mengenal anak-anak muda itu. Seorang
diantaranya pernah bertempur melawannya
Namun kini ia bersama dengan seorang pengawalnya
yang terpercaya. Karena itu, maka iapun segera dapat
menguasai perasaannya. Bahkan dengan geram iapun
kemudian berkata "Anak-anak inilah yang pertama-tama
harus dibinasakan. Ia bukan anak Talang Amba. Bukan
pula prajurit Singasari. Mereka adalah petualang-petualang
yang selalu membuat keributan di mana-mana.
Pengawalnya yang memiliki kemampuan yang tidak ada
bandingnya itupun mengangguk-angguk. Kemudian
katanya "Baiklah Pangeran. Biarlah aku memusnahkan
keduanya" Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun segera
mempersiapkan diri. Ternyata bahwa para pengiring
Pangeran Lembu Sabdata itupun segera bersiap
menghadapi lawan-lawannya yang baru. Sementara itu,
maka Senopati dari Singasari yang datang bersama Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat itupun telah bersiap-siap pula.
Bahkan ia masih sempat berkata Ki Sanak Sebaiknya kalian
mengurungkan niat kalian untuk meninggalkan tempat ini.
Tidak ada jalan yang akan dapat kalian lalui"
"Persetan" Pangeran Lembu Sabdatalah yang menjawab
"minggir, atau kami akan membunuh kalian"
"Jadi kau akan melarikan diri lagi Pangeran?" bertanya
Mahisa Pukat "langkah-langkah yang licik itulah agaknya
yang kau lakukan selama ini. Kau korbankan orangorangmu,
sementara kau lari meninggalkan medan.
Telinga Pangeran Lembu Sabdata bagaikan tebakar.
Dengan garang ia berkata "Hanya orang-orang gila yang
menurutkan dirinya untuk dibantai.
Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Nampaknya
Pangeran Lembu Sabdata sama sekali tidak menghargai lagi
sifat kesatria yang harus disandang oleh seorang prajurit.
Namun demikian Mahisa Pukat masih berkata "Itukah
pendirian Pangeran" Pangeran lebih menghargai perasaan
takut daripada sifat seorang prajurit"
"Aku berdiri diatas naluri kemanusiaanku" jawab
Pangeran Lembu Sabdata " setiap orang tentu ingin
mempertahankan hidupnya"
"Tetapi tanpa mengorbankan orang lain seperti yang
Pangeran lakukan sekarang" potong Mahisa Murti "Jika
Pangeran sempat melihat, para pengikut Pangeran di
padukuhan-padukuhan di sekitar padukuhan induk
Kabuyutan Talang Amba itu telah bertempur
mengorbankan diri mereka untuk satu tugas yang Pangeran
bebankan diatas pundak mereka. Sementara itu Pangeran
sendiri telah berusaha melarikan diri dari arena dengan
membiarkan para pengikut Pangeran itu menjadi korban di
peperangan" "Aku tidak memerintahkan kepada mereka untuk mati"
jawab Pangeran Lembu Sabdata "adalah salah mereka
sendiri jika mereka tidak berhasil mempertahankan hidup
mereka" "Dan Pangeran dengan licik melarikan diri" sambung
Mahisa Murti. "Sudah aku katakan. Aku tidak mau mati. Karena itu
aku menghindarkan diri dari kemungkinan untukmati. Jika
disini aku dihambat, maka aku menghancurkan hambatan
itu dari pada aku yang akan terbunuh" jawab Pangeran
Lembu Sabdata. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak mempunyai pilih
an lain. Karena itu, maka merekapun segera menempatkan
diri. Sementara itu Senopati yang memimpin para pengiring
Pangeran Lembu Sabdata itu sudah-berhadapan dengan
Senopati Singasari yang ada diantara sekelompok kecil
orang-orang yang berusaha menyusul Pangeran Lembu
Sabdata itu. Sedangkan Mahisa Pukatpun telah
menempatkan dirinya berhadapan dengana Pangeran
Lembu Sabdata. Namun dalam pada itu, seorang tua yang justru
merupakan orang yang berilmu sangat tinggi, agaknya
terlepas dari perhatian orang-orang yang memburu
Pangeran Lembu Sabdata itu. Mahisa Murti dan kemudian
menghadapi seorang pengawal telah di gamit oleh seorang
anak muda yang telah bertempur melawan sekelompok
pengawal Pangeran itu sebelumnya.
"Orang itu memiliki ilmu iblis" desis anak muda itu.
"O" Mahisa Murti mengangguk-angguk "Aku akan
menghadapinya. Orang tua itukah yang kau maksud?"
"Jangan sendiri" berkata anak muda yang sebenarnya
adalah seorang prajurit Singasari "orang itu benar-benar
seorang yang berilmu sangat tinggi"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Ia percaya kepada
anak muda itu, setelah anak muda itu mengatakan tentang
dirinya sendiri dan apa yang dilihatnya sebelumnya, maka
Mahisa Murtipun telah berada di dalam sekelompok kecil
prajurit Singasari menghadapi pengawal Pangeran Lembu
Sabdata yang memiliki ilmu yang sangat tinggi itu.
Dalam pada itu, maka para pengawal Pangeran Lembu
Sabdata tidak dapat berbuat lain daripada bersungguhsungguh.
Mereka memperhitungkan kemungkinkan yang
lebih buruk yang dapat terjadi. Mungkin dalam waktu yang
singkat, ada lagi sekelompok lawan yang menyusul mereka.
Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdata menganggap
bahwa ia harus segera dapat menyelesaikan pertempuran itu
secepatnya. Karena itu, maka ketika pertempuran itu mulai berkobar,
terdengar Pangeran itu berteriak "Cepat. Kita selesaikan
anak-anak yang keras kepala ini"
Aba-aba itu lebih tertuju kepada para pengawalnya,
karena ternyata ia sendiri tidak segera dapat mengalahkan
lawannya. Bahkan ketika Mahisa Pukatpun telah
mengerahkan kemampuannya pula, maka Pangeran Lembu
Sabdata mulai merasakan tekanan lawannya itu menjadi
semakin berat. Tetapi orang tua yang menjadi pengawal dan sekaligus
pelindung Pangeran Lembu Sabdata itu memiliki ilmu yang
tidak terlawan oleh anak-anak muda Talang Amba dan para
prajurit Singasari termasuk Mahisa Murti. Bahkan ketika
Pangeran Lembu Sabdata telah meneriakkan aba-aba untuk
mempercepat penyelesaian, maka orang itupun menjadi
semakin garang. Dalam waktu yang singkat, seorang anak muda telah
terlempar. Orang tua itu nampaknya tidak bersenjata, tetapi
luka ditubuh anak muda yang terlempar itu bagaikan
terkoyak oleh tajamnya pedang bermata eri pandan.
"Mengerikan" desis kawan-kawannya. Tetapi mereka
tidak dapat meninggalkan lawan mereka. Bagaimanapun
juga, orang tua itu harus dihadapi.
Namun sejenak kemudian, seorang lagi telah terlempar.
Tidak nampak adanya luka-luka ditubuhnya. Namun
demikian ia terbanting jatuh, maka ia hanya dapat
menggeliat. Kemudian tubuh itu bagaikan membeku.
Pertempuran itupun telah dicengkam oleh ketegangan.
Mahisa Murti dengan pedang ditangan telah berusaha
untuk memancing perhatian orang tua itu kepadanya.
Namun setiap kali, orang tua itu masih sempat
mengarahkan setangannya kepada anak-anak muda yang
lain. Namun dalam pada itu, ketika Mahisa Murti berusaha
untuk menyelamatkan seorang anak muda yang kehilangan
keseimbangannya, tiba-tiba orang itu justru telah
menyerangnya. Sambil menjulurkan pedangnya Mahisa
Murti meloncat jauh kebelakang. Meskipun ia berhasil
keluar dari jangkauan serangan yang mematikan, namun
ternyata pundaknya telah terkoyak pula.
Mahisa Murti menggeram. Ia tidak menduga bahwa
orang tua itu benar-benar memiliki kemampuan yang jarang
ada bandingnya, melampaui perhitungannya semula. Justru
karena orang itu tidak bersenjata.
Dalam pada itu, orang yang memiliki ilmu yang
mencengangkan itu, memandang Mahisa Murti dengan
tatapan mata yang menyala. Dengan nada berat ia berkata
"Agaknya kau adalah orang yang paling berbahaya diantara
anak-anak muda gila ini. Karena itu, maka kaulah yang
harus lebih dahulu mati. Baru kemudian kawan-kawanmu
yang dungu, yang tidak mau menyingkir dari arena ini"
Mahisa Murti menjadi tegang. Pedangnya masih didalam
genggamannya. Namun ia sadar, bahwa orang yang
dihadapinya adalah orang yang luar biasa.
Mahisa Murti memang tidak menyadari. Sementara
Mahisa Pukat bertempur melawan Pangeran Lembu
Sabdata, serta Senopati yang memimpin pasukan Singasari
itu berhadapan dengan seorang Senopati dari Kediri yang
menjadi pengikut Pangeran Lembu Sabdata, maka beberapa
orang prajurit Singasari dan anak-anak muda Talang Amba
telah membantu Mahisa Murti menghadapi orang yang
memiliki ilmu tidak terlawan itu. Tetapi seperti yang sudah
terjadi, maka sekelompok kecil diantara anak-anak muda
itu sulit untuk dapat melawan orang yang memiliki ilmu
yang luar biasa itu. Sementara mereka masih harus
berhadapan dengan pengawal-pengawal Pangeran Lembu
Sabdata yang lain. Tetapi Mahisa Murti pantang untuk menarik diri dari
pertempuran apapun yang terjadi. Sementara anak-anak
muda yang lain telah menjadi korban. Apapun yang terjadi,
maka iapun harus mengerahkan segenap kemampuan yang
ada padanya, karena Mahisa Murti bukannya tidak berilmu
sama sekali. Namun dalam pada itu, dalam keadaan yang paling
gawat, selagi orang tua yang menjadi pelindung Pangeran
Lembu Sabdata itu siap menerkam, maka terasa tubuh
Mahisa Murti terdorong kesamping. Seorang yang
terengah-engah beidiri dismpingnya sambil berkata
"Hampir saja aku terlambat. Untunglah bahwa aku tertarik
untuk melihat lingkaran pertempuran ini"
"Ki Waruju" desis Mahisa Murti.
Ki Waruju tidak menjawab. Ia sadar, bahwa orang yang
sedang dihadapi oleh anak-anak muda itu adalah orang
yang sangat berbahaya. Namun ia merasa dirinya
berkewajiban untuk melibatkan dirinya langsung
menghadapi orang itu. Orang tua itu memandang Ki Waruju dengan tatapan
mata yang bagaikan menyemburkan api. Dengan suara
geram ia bertanya "Jadi kaulah yang menempatkan dirimu
pertama kali untuk mati?"
Ki Waruju menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Biarlah kita yang tua-tua ini bermain-main dengan maut.
Aku kira memang lebih baik orang tua-tua ini yang mati di
medan dari pada anak-anak muda yang masih memiliki
kemungkinan di masa depan yang panjang"
Orang tua itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Jika kau ingin mati, maka aku akan membunuhmu. Tetapi
yang perlu kau ketahui, anak-anak muda itupun akan mati
jika mereka masih tetap menghambat perjalanan kami"
"Seharusnya kalian tidak melarikan diri. Kalian lebih
baik memasuki arena yang gawai bagi pasukan kalian.
Sebentar lagi pasukan kalian akan pecah dan dihancurkan"
"Karena itu, kami akan menyingkir" jawab orang tua itu
tanpa ragu-ragu. "Kau sampai hati melakukan sementara orang-orangmu
terbunuh" desis Ki Waruju.
"Apa pedulimu Nah, bersiaplah unluk mati sekarang ini"
berkata orang tua itu sambil bergeser.
Ki Waruju telah bersiap sepenuhnya. Sebenarnyalah
bahwa Ki Warujupun bukan orang kebanyakan. Ia
memiliki ilmu melampaui orang kebanyakan. Ia telah
berhasil menempatkan diri berhadapan dengan Ki Sarpa
Kuning. Sejenak kemudian, keduanyapun telah terlibat dalam
pertempuran. Dalam benturan pertama, maka pengawal
Pangeran Lembu Sabdata itupun segera menyadari, bahwa
lawannya itu bukan sekedar sebagaimana anak-anak muda
Talang Amba atau bahkan prajurit Singasari yang ada
diantara anak-anak muda itu.
"Anak iblis" pengawal tua itu mengumpat. Namun
dengan demikian iapun telah meningkatkan
kemampuannya menghadapi orang yang bernama Ki


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waruju itu. Pertempuran antara dua orang berilmu tinggi itupun
menjadi semakin seru. Keduanya memang memiliki
kelebihan sehingga dengan dahsyatnya benturan-benturan
telah terjadi. Dalam pada itu, dalam lingkaran pertempuran yang lain,
kedua belah pihak telah mengerahkan kemampuan mereka.
Pangeran Lembu. Sabdata ternyata sekali lagi membentur
kekuatan yang dapat mengimbanginya. Sementara orang
yang diharapkan akan dapat melindunginya itupun telah
mendapat lawannya sendiri.
Sementara itu, anak-anak muda Talang Amba dan
prajurit Singasari yang ada diantara mereka, yang semula
bertempur dalam satu kelompok melawan pengawal
terpercaya Pangeran Lembu Sabdata itu, telah bebas dari
tugas mereka. Setelah mereka menyaksikan pertempuran
antara dua orang tua itu sejenak, serta atas keyakinan
mereka bahwa Ki Waruju akan mampu bertahan untuk
waktu yang cukup lama bahkan mungkin mampu
mengimbanginya, maka beberapa orang diantara mereka
telah menarik diri dan menghadapi lawan yang lain.
Kecuali beberapa orang yang mendapat tugas khusus untuk
mengamati pertempuran itu.
"Jika perlu sekali, berikan isyarat" berkata seorang
prajurit Singasari. Anak-anak muda yang mendapat tugas untuk mengamati
pertempuran itupun mengangguk. Mereka sadar, jika Ki
Waruju mengalami kesulitan, maka beberapa orang prajurit
Singasari akan membantunya melawan orang yang
memiliki ilmu yang luar biasa itu.
Ternyata bahwa pertempuran antara kedua orang itu
kemudian merupakan pertempuran yang sangat dahsyat.
Keduanya memiliki ilmu yang sulit dicari bandingnya.
Sehingga dengan demikian maka anak-anak muda yang
mengamati pertempuran itupun tidak lagi jelas, apakah
keduanya masih tetap seimbang atau salah seorang diantara
mereka telah berhasil mendesak lawannya.
Di bagian lain dari pertepuran itu, maka anak-anak
muda Talang Amba dan prajurit Singasari yang ada
diantara mereka telah berhasil mengepung para pengikut
Pangeran Lembu Sabdata. Para pengawalnya ternyata telah
mendapat tandingnya, sementara Pangeran Lembu Sabdata
sendiri berjuang untuk melawan serangan-serangan Mahisa
Pukat. "Kau tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk
melarikan diri Pangeran" geram Mahisa Pukat.
"Aku tidak akan melarikan diri. Aku akan
membunuhmu" geram Pangeran Lembu Sabdata.
Namun ternyata bahwa Mahisa Pukat telah
mendesaknya. Serangan-serangannya datang bagaikan
badai yang mengamuk. Sementara kepungan anak-anak
muda Talang Amba dan para prajurit Singasari yang ada
diantara mereka menjadi semakin rapat. Sedangkan
beberapa orang prajurit Singasari yang datang bersama
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, bertempur dengan
serunya melawan para pengawal Pangeran Lembu Sabdata.
Bagaimanapun juga, jumlah pengawal Pangeran Lembu
Sabdata yang tidak seberapa itu tidak mampu menembus
kepungan anak-anak muda Talang Amba serta para prajurit
Singasari yang ada diantara mereka. Apalagi setelah
pengawal terpercaya Pangeran Lembu Sabdata terikat
dalam pertempuran melawan Ki Waruju.
Dalam pada itu. Pangeran Lembu Sabdatapun menjadi
gelisah. Sebenarnyalah bahwa ia memang ingin menghindar
dari Talang Amba. Namun agaknya jalan telah tertutup
Beberapa orang pengawalnya ternyata telah menghadapi
lawan yang tangguh, sedangkan orang yang dianggapnya
akan dapat menjadi pelindungnya telah menemukan lawan
yang seimbang. Ketika seorang pengawalnya mengeluh oleh goresaan
dihaturnya, maka Pangeran Lembu Sabdatapun menjadi
semakin gelisah. Tetapi para pengawal Pangeran Lembu Sabdata itu telah
menimbulkan korban diantara anak-anak muda Talang
Amba. Karena itu. maka menghadapi mereka, anak-anak
muda Talang Amba itupun menjadi garang.
Setelah orang yang memiliki kemampuan tidak terlawan
bagi anak-anak muda Talang Amba itu terikat dalam
pertempuran maka kekuatan para pengawal itu seakan-akan
menjadi jauh susut. Mereka segera merasa mengalami
kesulitan. Anak-anak muda Talang Amba dan para
prajurityang ada diantara mereka dalam waktu yang singkat,
benar-benar telah menjepit mereka dari segala arah
dengan kemarahan yang memuncak. Apalagi jika mereka
mengingat kawan-kawan mereka yang terlempar dari arena,
membentur dinding dan tidak akan dapat bangkit untuk
selama-lamanya. Mahisa Murti yang terluka itupun telah menyempatkan
diri untuk mengobati lukanya, sekedar untuk mengurangi
arus darahnya. Dengan demikian maka iapun kemudian
telah siap pula untuk tampil lagi di peperangan, meskipun ia
sadar, bahwa ia harus berhati-hati agar darah di lukanya itu
tidak justru mengalir semakin deras.
Namun menurut pengamatan Mahisa Murti, maka Ki
Waruju yang turun di medan itu, telah dapat mengimbangi
kemampuan pengawal Pangeran Lembu Sabdata yang
paling dipercaya dan yang diharapkan dapat
melindunginya. Bahkan sekali-sekali Ki Waruju berhasil
mengejutkan lawannya dengan serangan-serangannya yang
cepat dan tiba-tiba. "Gila" geram pengawal Pangeran Lembu Sabdata.
Dengan jantung yang berdegupan orang itu harus
berloncatan. Sambaran serangan Ki Waruju terdengar
berdesing di-telinganya, sehingga dengan demikian orang
itu menyadari bahwa lawannya memang memiliki kekuatan
yang mampu mengimbanginya.
Pengawal itupun kemudian harus mengerahkan
kemampuannya. Ketika la melawan anak-anak muda yang
bertempur dalam kelompok kecil melawannya, maka ia
merasa sebagai seekor harimau diantara domba-domba
yang marah. Tanpa kesulitan, maka ia dapat melemparkan
lawannya seorang demi seorang. Bahkan kadang-kadang
dua orang sekaligus. Namun ketika ia bertemu dengan
orang yang bernama Ki Waruju itu, maka rasa-rasanya ia
benar-benar dihadapkan kepada kekuatan dan kemampuan
yang sulit untuk diatasinya.
Namun demikian, dengan segenap kemampuan orang itu
berusaha untuk mempengaruhi perhatian Ki Waruju.
Dengan kemampuan yang ada padanya, maka orang itu
dengan sengaja telah menghantam dinding halaman dan
dahan-dahan pepohonan. Dengan demikian maka ia dapat
menunjukkan kekuatannya yang luar biasa. Dahan-dahan
bei patahan dan dinding halamanpun menjadi roboh pula
karenanya. Orang-orang yang menyaksikan kekuatan dan
kemampuannya itu menjadi ngeri karenanya. Kadangkadang
memang timbul pertanyaan apakah Ki Waruju akan
dapat mengimbanginya. Sebenarnyalah dengan demikian pengawal Pangeran
Lembu Sabdata itu berusaha selain mempengaruhi
perhatian Ki Waruju, tetapi juga menggertaknya agar
hatinya menjadi kecut. Dengan demikian, maka gairah
pertempurannya-pun akan menjadi susut pula karenanya.
Ki Waruju memang tertarik juga memperhatikan
kekuatan yang luar biasa itu. Iapun melihat dinding yang
roboh dan dahan yang berpatahan. Namun semuanya itu
tidak membuatnya gentar dan apalagi mempengaruhi
kemampuannya bertempur sehingga kehilangan
pengamatan diri. Tetapi justru membuatnya menjadi
semakin berhati-hati dan mendorongnya untuk
mengerahkan segenap kemampuan yang ada padanya.
Dengan demikian maka pertempuran antara pengawal
Pangeran Lembu Sabdata yang terpercaya itu melawan Ki
Waruju menjadi semakin seru. Ternyata Ki Waruju justru
berusaha mengimbangi kemampuan lawannya. Untuk
meyakinkan anak-anak muda Talang Amba agar mereka
tidak menjadi cemas, maka kemudian Ki Warujupun telah
melakukan hal yang sama. Jika serangannya atas lawannya
dihindari dan tenaganya itu membentur dinding halaman,
maka dinding itupun telah roboh karenanya. Sementara
ayunan tangannya yang menggetarkan udara dengan
suaranya yang berdesing telah meruntuhkan dedaunan dan
mengguncang pepohonan. "Anak iblis" geram pengawal Pangeran Lembu Sabdata
"ada juga orang Talang Amba yang memiliki ilmu iblis ini"
Ki Waruju tidak menyahut. Tetapi dengan demikian,
maka anak-anak muda Talang Amba yang semula merasa
ragu atas kemampuannya, telah bersorak bagaikan
meruntuhkan langit Ternyata dipihak merekapun terdapat
orang yang memiliki ilmu yang nggegirisi.
Dalam pada itu, selagi kedua orang raksasa itu
bertempur dengan dahsyatnya, maka anak-anak muda
Talang Amba dan beberapa orang prajurit Singasari yang
ada diantara merekapun telah berhasil mendesak lawanlawan
mereka, bahkan perlahan-lahan mereka telah
mematahkan perlawanan para pengawal Pangeran Lembu
Sabdata. Bagaimanapun juga kemarahan menghentak-hentak di
jantung Pangeran itu, namun ia benar-benar tidak berhasil
mengatasi kemampuan Mahisa Pukat, sementara para
pengawalnya tidak mendapat kesempatan untuk
membantunya dan apalagi mengamankannya: Bahkan
pengawalnya yang terpercaya, yang dianggap sebagai
pelindung oleh Pangeran Lembu Sabdatapun telah terlibat
dalam satu pertempuran yang tidak dapat diatasinya.
Sementara itu. Senopati yang memimpin para pengawal
Pangeran Lembu Sabdata itupun telah mengalami kesulitan
melawan seorang Senopati dari Singasari yang
membaurkan diri dengan anak-anak muda Talang Amba.
Bahkan beberapa saat kemudian, Senapati yang memimpin
para pengawal Pangeran Lembu Sabdata itupun telah
kehilangan kesempatannya untuk dapat memenangkan
pertempuran itu. Ketika senjata lawannya menggores
ditubuhnya, maka rasa-rasanya titik-titik darah yang
terlepas dari tubuhnya bagaikan terlepasnya harapanharapan
yang telah di-bangunkannya bersama Pangeran
Lembu Sabdata pada saat mereka menuju Talang Amba.
Tetapi Senapati itu adalah seorang prajurit. Karena itu
maka bagaimanapun juga, ia sama sekali tidak
menunjukkan kelemahannya. Meskipun ia menjadi semakin
terdesak, tetapi tidak ada tanda-tanda kesediaannya untuk
menyerah. Namun tidak seharusnya kemenangan anak-anak muda
Talang Amba dan para prajurit Singasari itu ditandai
dengan pembunuhan tanpa ampun. Karena itu, maka
mereka berusaha untuk menguasai lawannya dalam
keadaan hidup sejauh dapat mereka lakukan.
Dalam pada itu, maka Senapati yang memimpin prajurit
di Talang Amba itu masih juga berusaha berseru "Dengar
orang-orang yang sesat, apakah kalian tidak ingin
menyerah" Ada beberapa hal yang dapat kita bicarakan.
Mungkin sesuatu yang berarti. Bukan bagi kita masingmasing,
tetapi bagi Singasari dan wilayah-wilayahnya.
"Persetan dengan Singasari" justru terdengar Pangeran
Lembu Sabdata berteriak "Kita justru ingin menghancurkan
Singasari" "Itulah yang ingin kita ketahui. Alasan-alasan yang
barangkali masuk akal dan dapat dipertimbangkan" jawab
Senopati itu. "Kalian ingin menjebak kami" Pangeran Lembu Sabdata
itu masih saja berteriak.
"Tidak. Tetapi jika kalian berkeras, kami tidak
mempunyai pilihan lain kecuali menghancurkan kalian.
Sebab kita masing-masing tentu sudah mengetahui,
bagaimana akhir dari pertempuran ini" Senapati dari
Singasari itu berteriak pula.
Untuk beberapa saat masih tidak ada jawaban.
Pertempuran diantara kedua pihak itupun masih
berlangsung dengan sengitnya. Namun para pengikut
Pangeran Lembu Sabdata itu sudah benar-benar kehilangan
kesempatan untuk dapat memenangkan pertempuran itu
dan apalagi meninggalkan padukuhan kecil itu.
Dalam pada itu, Ki Warujupun telah meningkatkan
kemampuannya pula. Ia merasa bahwa lawannya telah
sampai kepuncak kemampuannya, sehingga dengan
menghentakkan kemampuan pada puncak ilmunya, maka
Ki Waruju akan dapat menguasai lawannya itu
sepenuhnya. Demikianlah, pertempuran itupi benar-benar telah
sampai pada batas penyelesaian. Satu satu dua orang
pengawall Pangeran Lembu Sabdata telah kehilangan
keseimbangan untuk melawan. Diantara mereka telah
tergores leh senjata Bahkan ada pula diantara mereka yang
tidak akan dapat bangkit lagi untuk selamanya.
Dalam pada itu, pertempuran di padukuhan-padukuhan
di sekitar padukuhan indukpun berangsur semakin sengit.
Tetapi seperti yang terjadi di padukuhan kecil itu, para
pengikut Pangeran Lembu Sabdata benar-benar telah
kehilangan harapan untuk keluar dari arena sebagai
pemenangnya. Perlahan-lahan mereka telah terdesak justru semakin
jauh dari padukuhan yang ingin mereka jadikan karang
abang. Padukuhan yang ingin mereka musnahkan sebelum
tengah hari, kemudian mereka akan langsung menuju ke
padukuhan induk. Namun dalam pada itu, kekuatan Kabnyutan Talang
Amba sebenarnyalah memang telah diletakkan di
padukuhan-padukuhan di sekitar Padukuhan induk. Para
pemimpin di Talang Amba dan para Senopati dari Singasari
memang memperhitungkan bahwa, pasukan yang akan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang Kabuyutan Talang Amba tentu akan menjajagi
padukuhan-padukuhan di seputar padukuhan induk itu.
Tiga padukuhan yang cukup besar, sehingga dengan
demikian maka kekuatan yang ada di padukuhan induk,
justru kekuatan yang tidak banyak berarti.
Beberapa saat kemudian, maka anak-anak muda Talang
Amba dan prajurit dari Singasari memperhitunglran bahwa
pasukan yang menyerang Kabuyutan Talang Amba itu
sebentar lagi akan dapat mereka pecahkan. Karena itu,
maka untuk mencegah mereka melarikan diri, maka para
penghubung yang sudah di tugaskan sejak semula segera
mempersiapkan isyarat untuk memberikan aba-aba kepada
para prajurit Singasari yang-berbaur dengan anak-anak
muda Talang Amba di padukuhan-padukuhan kecil agar
mempersiapkan diri, menghalangi sejauh mungkin dapat
mereka lakukan atas para pengikut Pangeran Lembu
Sabdata yang akan melarikan diri. Dalam pada itu, maka para prajurit Singasari yang ada di
Talang Amba dan anak-anak muda Kabuyutan itupun telah
mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk
memecahkan perlawanan para pengikut Pangeran Lembu
Sabdata. Demikianlah, akhirnya para pengikut Pangeran Lembu
Sabdata itu tidak dapat bertahan lagi. Ketika pasukan
Talang Amba bersama para prajurit dari Singasari yang
membaur diantara mereka mendesak dengan sepenuh
kekuatan, maka pasukan yang menyerang Kabuyutan
Talang Amba itupun. telah terdesak semakin jauh, sehingga
akhirnya gelar merekapun telah terkoyak karenanya.
Pada saat yang demikian, maka para penghubung yang
telah menyiapkan isyarat itupun segera melontarkan anak
panah dari busur-busur mereka. Tidak ditujukan kepada
para pengikut Pangeran Lembu Sabdata, tetapi anak panah
itu telah meluncur ke udara.
Sejenak kemudian, maka panah sendaren itu telah
bersuit dengan nyaringnya di udara.
Ternyata suara panah sendaren itn mengumandang di
padukuhan-padukuhan kecil di tlatah Kabnyutan Talang
Amba. Beberapa buah panah sendaren telah mencapai
padukuhan kecil yang Sedang dicengkam oleh pertempuran
antara Pangeran Lembu Sabdata dan para pengikutnya
melawan kekuatan Kabuyutan Talang Amba.
Beberapa orang pemimpin anak-anak muda Talang
Amba di padukuhan kecil itu serta para prajurit dari
Singasari segera menyadari apa yang terjadi. Karena itu,
maka merekapun harus segera mempersiapkan diri
menghadapi segala kemungkinan.
Dalam pada itu, maka anak-anak muda Talang Amba
yang sudah tidak terlibat dalam pertempuran serta beberapa
orang prajurit Singasari segera mempersiapkan diri
menghadapi keadaan yang baru. Sementara itu, para
prajurit yang datang kemudian bersama Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat masih tetap bertempur melawan Pangeran
Lembu Sabdata dan para pengawalnya.
Namun akhirnya para pengawal Pangeran Lembu
Sabdata tidak mampu lagi bertahan. Beberapa orang telah
menjadi korban, yang lain terluka berat, sementara ada
yang karena putus asa segera melemparkan senjatanya.
Dengan demikian maka kekuatan Pangeran Lembu
Sabdata telah dipatahkan. Namun Pangeran Lembu
Sabdata sendiri masih juga berusaha mempertahankan
dirinya dari serangan-serangan Mahisa Pukat.
Tetapi Pangeran itupun sudah tidak berpengharapan lagi.
Yang dilakukannya kemudian adalah justru ungkapan dari
keputus-asaannya. Tetapi di bagian lain, pengawalnya yang paling
dipercaya masih tetap bertempur dengan garangnya
menghadapi Ki Waruju. Tetapi, betapapun tinggi ilmunya,
namun orang itu sudah tidak berbahaya, lagi bagi orang
lain. Setelah Ki Waruju melepaskan segenap
kemampuannya dan justru mulai menekan lawannya, maka
orang itu tidak dapat berbuat apapun lagi terhadap orang
lain kecuali lawannya yang ternyata memiliki kemampuan
lebih baik daripadanya. Karena itu, maka yang kemudian bertempur di
padukuhan kecil itu seakan-akan tinggallah Pangeran
Lembu Sabdata melawan Mahisa Pukat dan pengawalnya
yang paling terpercaya itu melawan Ki Waruju. Yang lain
sama sekali sudah tidak berdaya lagi, sehingga senjata
merekapun telah dikumpulkan oleh anak-anak muda
Talang Amba. Namun agaknya Mahisa Pukat tidak memberi
kesempatan kepada orang lain untuk mencampuri
pertempuran itu. Karena itu, maka Mahisa Murtilah yang
kemudian mencegah para prajurit Singasari untuk
membantu Mahisa Pukat. "Amati saja, dan jangan beri kesempatan Pangeran itu
lari lagi dari pertempuran" berkata Mahisa Murti.
Sementara itu. tidak ada orang yang akan dapat
mencampuri pertempuran antara Ki Waruju melawan
pengawal Pangeran Lembu Sabdata yang terpercaya itu.
Karena itu, maka yang terjadi seakan adalah perang tanding
yang nggegirisi. Dalam pada itu, panah sendaren itu telah mengejutkan
Pangeran Lembu Sabdata. Ia tidak mengerti arti dari isyarat
tersebut sehingga karena itu, maka iapun menduga bahwa
isyarat itu diberikan justru karena kehadirannya di
padukuhan itu. Karena itu, maka kegelisahan di hatinyapun menjadi
semakin memuncak. Ia sadar, babwa para pengawalnya
tidak ada lagi yang masih bertempur kecuali pengawalnya
yang paling terpercaya. Pengawalnya yang dianggapnya
akan dapat melindunginya.
Namun dalam pada. itn. Pangeran Lembu Sabdata
masih berpengharapan. Jika pengawalnya itu kemudian
berhasil mengalahkan lawannya, maka yang lain tidak akan
dapat menghalanginya untuk meninggalkan arena itu,
sekaligus meninggalkan padukuhan yang akan dapat
menjadi neraka baginya itu.
Sejenak kemudian Pangeran Lembu Sabdata justru
berusaha untuk bertempur semakin sengit. Dihentakkannya
kemampuannya menghadapi Mahisa Pukat.
Namun sebenarnyalah Mahisa Pukatpun telah mencapai
puncak kemampuannya pula, sehingga Pangeran Lembu
Sabdata tidak berhasil mengalahkannya dengan segera.
Bahkan dalam pada itu, Pangeran Lembu Sabdata yang
sekali-sekali sempat berpaling kearah pertempuran antara
kepercayaannya melawan Ki Waruju itupun sempat pula
melihat, bahwa orang yang dianggapnya akan dapat
melindunginya itu telah terdesak. Bahkan dalam satu
benturan yang dahsyat, maka kepercayaannya itu telah
terlempar beberapa langkah dan jatuh berguling ditanah.
Meskipun orang itu segera meloncat bangkit, namun
dengan demikiun, naka Pangeran Lembu Sabdatapun
dengan jantung yang , berdebaran melihat satu
kemungkinan yang pahit akan dapat terjadi atas
kepercayaannya itu. Sementara itu. ia sendiri tidak dapat berbuat banyak.
Ketika ia sampai kepuncak ilmunya, ternyata lawannyapun
masih juga mampu mengimbanginya.
Benturan demi benturanpun telah terjadi. Namun tidak
ada harapan setitikpun bagi Pangeran Lembu Sabdata
untuk dapat mengalahkan lawannya.
Dalam pada itu. puncak kemampuan kepercayaannyapun
tidak berhasil melampaui kemampuan ilmu Ki Waruju.
Ketika keduanya terlibat dalam benturan kekuatan dalam
puncak ilmu masing-masing, maka ternyata kepercayaan
Pangeran Lembu Sabdata itu telah jatuh berguling,
sementara Ki Waruju terdorong dua langkah surut. Namun
Ki Waruju masib dapat mempertahankan
keseimbangannya, sehingga ia tidak terjatuh karenanya.
Sementara itu, beberapa orang diantara anak-anak muda
Talang Amba dan para prajurit Singasari yang ada di
padukuhan itupun telah mempersiapkan diri menghadapi
segala kemungkinan. Meskipun kekuatan mereka telah
susut, karena ada diantara mereka yang menjadi korban
melawan para pengawal Pangeran Lembu Sabdata, serta
yang lain harus mengamati para tawanan, namun para
prajurit yang datang kemudian bersama Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat yang sudah tidak lagi bertempur akan dapat
membantu mereka, sementara dua orang masih tetap
mengamati Pangeran Lembu Sabdata yang bertempur
melawan Mahisa Pukat, agar tidak sempat melarikan diri
dari arena. Dalam pada itu, gelar perang pasukan para pengikut
Pangeran Lembu Sabdata telah tidak tertolong lagi. Gelar
itu sudah benar-benar terkoyak dan beberapa orang mulai
melarikan diri dari arena.
Dalam pada itu, anak-anak muda Talang Amba dan para
prajurit Singasari tidak mau melepaskan mereka. Dengan
cepat mereka berusaha menguasai keadaan Sebagian dari
anak-anak muda Talang Amba dan prajurit Singasari
berusaha untuk mengejar mereka, sementara yang lain me
nguasai beberapa orang yang akan menjadi tawanan.
Sementara itu, yang menggelisahkan mereka yang
melarikan diri itu, karena tiba-tiba disetiap padukuhan telah
terdengar suara kentongan dengan irama titir, sementara
beberapa orang anak muda telah keluar dari padukuhanpadukuhan
kecil untuk menghadang mereka yang
melarikan diri dalam keadaan yang tercerai berai serta
kecemasan yang i mencekam jantung. Sehingga dengan
demikian, maka mereka yang melarikan diri itu tidak dapat
lagi berpikir secara jernih menghadapi keadaan yang
berkembang demikian cepat diluar dugaan.
Orang-orang yang melarikan diri itu tidak sempat
berpikir. bahwa kemampuan anak-anak muda yang tersebar
di padukuhan-padukuhan itu tentu tidak cukup untuk
menahan mereka, jika mereka mengundurkan diri dengan
teratur. Tetapi orang-orang yang menjadi pengikut
Pangeran Lembu Sabdata itu telah melarikan diri terpecahpecah
dan tercerai berai sehingga mereka tidak lebih dari
kekuatan-ke-kuatan kecil yang terpecah-pecah.
Sebagian dari kekuatan kecil yang terpecah-pecah itu
telah jatuh ketangan mereka yang mengejarnya. Sementara
yang lain karena dengan tiba-tiba saja mereka telah
berhadapan dengan sekelompok anak-anak muda di sebuah
padukuhan kecil, maka merekapun segera melemparkan
senjata mereka dan menyerah.
Demikianlah, sebagian terbesar dari para pengikut
Pangeran Lembu Sabdata itupun telah menyerah. Meskipun
ada juga sebagian dari mereka yang berhasil menyusup
diantara padukuhan-padukuhan kecil dan hilang di bulakbulak
panjang, namun jumlah mereka sama sekali tidak
berarti. "Namun demikian, orang-orang itu akan dapat
memberikan laporan kepada saudara-saudara Pangeran
Lembu Sabdata yang mempunyai pendirian yang sama"
berkata Ki Sanggarana. "Ya" jawab salah seorang Senopati dari Singasari "tetapi
biar sajalah. Kita sudah berusaha sejauh jauh dapat kita
lakukan. Namun kemungkinan yang demikian memang
sulit untuk dielakkan"
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Namun sebagian
besar dari para pengikut Pangeran Lembu Sabdata memang
sudah tertangkap. Demikianlah, pergolakan itu tidak berlangsung lebih
lama. Pasukan Singasari yang berbaur dengan anak-anak
muda Talang Amba segera menguasai keadaan. Sementara
itu, para pemimpin dari para pengikut Pangeran Lembu
Sabdatapun telah tertangkap pula.
Ki Sanggarana dan para pemimpin Talang Amba dan
Singasari yang mendapat laporan tentang Pangeran Lembu
Sabdatapun segera datang ke padukuhan kecil itu.
Sementara itu, dengan putus asa Pangeran Lembu Sabdata
masih bertempur terus tanpa menghiraukan kenyataan yang
dihadapinya. Namun dalam pada itu, Mahisa Pukatlah yang berusaha
menyesuaikan diri. Ia mengerti, bahwa ia dapat dengan
cepat-mengakhiri pertempuran jika ia tidak berusaha untuk
tetap membiarkan Pangeran Lembu Sabdata tertangkap
hidup dan utuh. Karena itu, maka Mahisa Pukatpun berusaha untuk
bertempur secara khusus. Dibiarkannya Pangeran Lembu
Sabdata yang gelisah, cemas dan putus asa itu mengerahkan
segenap kemampuannya yang sudah tidak terarah lagi,
sehingga akhirnya akan kehabisan tenaga dan berhenti
dengan sendirinya. Namun agar dijaga bahwa Pangeran itu
jangan mendapat kesempatan untuk membunuh diri dengan
cara apapun. Mungkin dengan bertempur membatu buta
tetapi mungkin benar-benar membunuh diri dalam arti yang
sebenarnya. Mahisa Murti yang terluka menunggui saudaranya yang
sedang bertempur itu. Setelah ia sempat menaburkan obat
pada lukanya, maka lukanya itu tidak lagi mengucurkan
darah. Di luar padukuhan, beberapa orang anak muda Talang
Amba dan prajurit Singasari telah berhasil menawan
beberapa orang lagi yang berusaha melarikan diri. Dengan
demikian, maka merekapun segera mengumpulkan
tawanan-tawanan mereka menjadi satu.
Beberapa saat kemudian, maka Ki Sanggarana dan
beberapa orang Senopati yang membaurkan diri
sebagaimana orang-orang Talang Amba telah sampai ke
padukuhan kecil itn pula. Dengan jantung yang berdebaran
mereka melihat Pangeran Lembu Sabdata masih juga
bertempur tanpa menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya. Seakan-akan nalarnya benar-benar telah menjadi
gelap. Tetapi yang tidak kalah menarik adalah pertempuran


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antara Ki Waruju dengan pengawal Pangeran Lembu
Sabdata yang paling terpercaya. Orang itupun sama sekali
tidak ingin menyerah bagaimanapun keadaannya. Ia sadar,
bahwa tidak lagi ada harapan untuk melepaskan diri atau
apalagi menang. Tetapi karena Pangeran Lembu Sabdata
sendiri masih juga bertempur, maka kesetiaannya tidak
membenarkannya untuk berbuat lain. Juga harga dirinya
sebagai seorang laki-laki akan pudar jika ia menyerah.
Sehingga yang paling baik baginya dalam keadaan yang
demikian adalah bertempur sampai tuntas. Bahkan iapun
sadar, seandainya ia memenangkan pertempuran melawan
orang yang bernama Ki Waruju itu, maka tidak akan dapat
keluar dari arena itu kecuali hanya namanya.
"Tetapi namaku tidak akan ternoda" berkata orang itu di
dalam hatinya "Aku mati di peperangan dengan sikap
seorang laki-laki. Aku mati dalam peperangan tanpa
menyerahkan diri dalam keadaan yang bagaimanapun
juga" Dengan demikian, maka orang itupun telah
menghentakkan sisa-sisa kemampuannya untuk
menunjukkan bahwa ia lebih menghormati namanya
daripada jiwanya. Ki Warujupun akhirnya tidak dapat mengekang diri lagi.
Ia mengalami kesulitan untuk menyelesaikan pertempuran
itu sebagaimana dilakukan oleh Mahisa Pukat. Orang itu
memiliki ilmu yang tinggi, sehingga jika Ki Waruju
melakukan sedikit saja kesalahan, maka kemungkinan yang
paling buruk akan dapat terjadi atasnya.
Karena itu, maka tidak ada pilihan lain dari Ki Waruju
untuk berbuat sejauh dapat dilakukannya. Dikerahkannya
segenap kemampuan yang ada padanya untuk segera
menyelesaikan pertempuran itu.
Benturan-benturan ilmupun segera terjadi dengan
dahsyatnya. Keduanya justrutidak lagi terlalu banyak
bergerak. Tetapi keduanya seakan-akan tidak lagi berusaha
untuk menghindari serangan-serangan lawannya. Mereka
justru membenturkan ilmu mereka dalam setiap
kesempatan. Nampaknya keduanya memang ingin segera
menyelesaikan pertempuran itu, bagaimanapun juga
akibatnya. Ki Waruju mengetahui bahwa pertempuran yang
sebenarnya antara para pengikut Pangeran Lembu Sabdata
dan orang-orang Talang Amba serta para prajurit Singasari
sudah selesai, nampaknya juga menjadi jemu untuk
bertempur sendiri. Sementara itu, lawannyapun telah
menjadi jemu pula menjadi tontonan dan apabila keadaan
memaksa, maka orang-orang yang menontonnya itu akan
dapat ikut serta memasuki arena dan mencincangnya.
Karena itu, maka tanpa perhitungan yang mapan, orang
itupun telah berusaha untuk membentur-benturkan dirinya
dalam puncak ilmunya. "Jika aku harus mati, biarlah segera terjadi" geram orang
itu. Ki Waruju nampaknya menanggapi cara yang ditempuh
oleh lawannya. Iapun dengan dahsyatnya telah menyerang
lawannya tanpa mengenal surut.
Orang-orang yang menyaksikan benturan ilmu dalam
tataran yang sangat tinggi itu termangu mangu. Bahkan
para Senopati dari Singasaripun menjadi berdebar-debar.
Mereka melihat dinding-dinding halaman yang tersentuh
salah seorang dari keduanya menjadi pecah berderakan.
Dahan-dahan pepohonan berpatahan dan daun-daunan
berguguran. Benturan-benturan yang terjadi bagaikan telah
mengguncang udara Talang Amba dan tanahpun bagaikan
digetarkan oleh gempa. Benturan-benturan yang semakin lama menjadi semakin
sengit itupun akhirnya mencapai puncaknya. Ketika
pengawal Pangeran Lembu Sabdata itu menyerang dengan
segenap sisa kekuatan dan kemampuannya. Namun Ki
Waruju memang tidak ingin menghindar atau mengelak.
Dengan sepenuh kemampuannya pula ia sengaja
membentur serangan itu. Sejenak kemudian maka benturan dua kekuatan yang
mengungkapkan ilmu yang tinggi itu telah terjadi. Benturan
yang seakan-akan telah menggetarkan seluruh padukuhan
kecil itu. Ketegangan benar-benar telah mencengkam. Orangorang
yang menyaksikan benturan itu, seakan-akan merasa
dada mereka menjadi sesak. Seolah-olah adalah mereka
sendiri yang telah membentur ilmu yang luar biasa itu.
Beberapa saat kemudian suasana benar-benar menjadi
beku. Baik Ki Waruju maupun orang yang menjadi
kepercayaan Pangeran Lembu Sabdata itu telah terlempar
surut. Dengan susah payab Ki Waruju berusaha untuk
mempertahankan keseimbangannya. Sejenak ia berdiri
terhuyung-huyung. Dadanya serasa terhimpit oleh kekuatan
yang tiada taranya. Matanya menjadi berkunang-kunang,
sementara pepohonan di sekitaranya bagaikan bergoyang.
Untuk sesaat Ki Waruju masih tetap berdiri tegak.
Namun akhirnya Ki Waruju tidak dapat mengelakkan diri
dari kenyataan tentang dirinya. Perlahan-lahan iapun telah
berjongkok, bahkan kemudian duduk bersila. Ia tidak dapat
berbuat lain kecuali berusaha untuk memusatkan nalar
budinya, melawan himpitan yang menindih isi dadanya.
Dengan segenap kemampuan ilmu yang ada padanya, Ki
Waruju berusaha untuk mengatur pernafasannya. Jika ia
berhasil, maka ia akan dapat menguasai sebagian besar dari
kesulitan di dalam dirinya.
Beberapa orang bergeser mendekatinya. Tetapi tidak
seorangpun yang mengganggunya. Mereka membiarkan Ki
Waruju berusaha dengan ilmunya untuk memperbaiki
keadaannya. Sementara itu, lawan Ki Waruju yang juga terlempar
beberapa langkah surut, sama sekali tidak mampu lagi
mempertahankan keseimbangannya. Dengan serta merta
orang tua itu jatuh terpelanting. Sesaat, orang itupun
berusaha untuk bangkit. Namun orang itu telah terjatuh
kembali. Ketika beberapa orang mendekatinya, orang itu masih
menggeliat. Bahkan terdengar ia mengumpat. Namun
akhirnya orang itupun terdiam.
Darah mengalir dari sela-sela bibirnya. Matanyapun
kemudian terpejam dan nafasnya terhenti sama sekali.
Tidak ada yang mampu menolongnya. Pengawal yangy
setia itu telah mati sebagai seorang prajurit yang tangguh di
medan pertempuran sebagaimana dikehendakinya. Hal itu
akan lebih baik baginya daripada menjadi seorang tawanan.
Suasana menjadi hening sejenak. Pangeran Lembu
Sabdata yang mengetahui keadaan pengawalnya yang
teroer-caya dan yang diharapkan akan dapat
melindunginya, benar-benar menjadi putus asa. Pangeran
itu telah kehilangan semua yang ada padanya.
Kegagalannya kali ini jauh lebih menyakitkan hati dari yang
pernah dialaminya ketika ia datang ke Talang Amba
bersama orang-orang Gagelang.
Orang-orang telah dikirimnya lebih dahulu untuk
mengamati keadaan di sekitar Talang Amba, sama sekali
tidak berarti apa-apa. Mereka gagal untuk melihat keadaan
yang sebenarnya. Orang-orangnya itu tidak dapat melihat,
sepasukan prajurit Singasari telah memasuki Talang Amba
dan membaurkan diri mereka dengan anak-anak muda
Talang Amba. Sebagaimana peristiwa yang pernah terjadi
terdahulu. Karena itu, maka tidak ada pilihan lain dari Pangeran
Lembu Sabdata untuk menghentikan semua
perlawanannya. Dengan wajah yang kecut Pangeran itu
telah meletakkan senjatanya.
"Tetapi jangan menjadi berbangga atas kemenangan
kalian kali ini" geram Pangeran Lembu Sabdata "Jika pada
suatu saat, Kediri bangkit dan menguasai Singasari kembali,
maka Talang Amba akan menjadi abu. Para pemimpin di
Kediri mengetahui, bahwa Talang Amba adalah alas
perlawanan yang paling berbahaya bagi Kediri"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
datar ia bertanya "Apakah kau masih juga bermimpi bahwa
Kediri dan Singasari akan saling berbenturan?"
"Aku yakin" jawab Pangeran Lembu Sabdata " ketidakpuasan
telah membakar jantung setiap kesatria di Kediri"
Mahisa Murti yang telah terluka itupun melangkah
mendekat. Dengan nada dalam ia bertanya "Pangeran.
Apakah menurut pendapat Pangeran, benturan kekuatan itu
akan menjadi cara penyelesaian yang paling baik bagi
hubungan antara Singasari dan Kediri?"
"Aku tidak melihat cara lain untuk membangunkan
kembali kebesaran yangtelah pudar pada masa yang paling
buruk bagi Kediri. Tingkah laku Akuwu Tumapel yang
lahir dari antara orang-orang yang dimusuhi oleh peradaban
itu benar-benar menyakitkan hati. Karena itu, Singasari
yang dibangun diatas harga diri orang-orang Kediri yang
saat itu dikorbankan, harus ditebus dengan segala cara"
geram Pangeran Lembu Sabdata.
"Dengan segala cara?" bertanya Mahisa Murti.
"Ya. Dengan segala cara" jawab Pangeran Lembu
Sabdata tegas. "Jadi Pangeran termasuk salah satu diantara orang-orang
yang dapat mempergunakan cara apapun untuk mencapai
maksudnya?" bertanya Mahisa Murti pula.
Pangeran Lembu Sabdata menjadi ragu-ragu. Namun ia
sudah melakukannya. Meskipun demikian Pangeran Lembu Sabdata. itu tidak
menjawab. Dengan wajah yang merah oleh kemarahan
yang menghentak-hentak di dada, ia terpaksa harus berdiri
membeku diantara anak-anak muda Talang Amba dan para
prajurit Singasari yang berbaur diantara anak-anak niuda
itu, yang telah menggagalkan usahanya untuk kedua
kalinya. "Pangeran" tiba-tiba terdengar suara Ki Sanggarana
"marilab. Kita angggap saja permusuhan ini telah berakhir.
Kami persilahkan Pangeran untuk pergi ke padukuhan
induk" "Tidak seorang kesatriapun dari Kediri yang akan
menganggap bahwa permusuhan dengan Singasari sudah
berakhir dengan kekalahan kecil ini. Kecuali mereka yang
tidak mempunyai kepribadian sama sekali" geram Pangeran
Lembu Sabdata. "Baiklah hal itu kita lihat dikemudian hari" berkata Ki
Sanggarana pula "tetapi pertempuran yang terjadi kali ini di
Talang Amba telah berakhir. Telah banyak korban yang
jatuh sehingga kita harus merenunginya, apakah
permusuhan yang demikian itu masih perlu dilanjutkan"
Pangeran Lembu Sabdata tidak menjawab. Tetapi ketika
ia mengedarkan pandangan matanya, ia melihat beberapa
orang pengikutnya telah menjadi tawanan pula.
Sejenak kemudian, maka Pangeran Lembu Sabdata
itupun telah dibawa oleh para prajurit Singasari dan anakanak
muda Talang Amba ke induk padukuhan. Tidak
banyak yang dikatakan oleh Pangeran itu. Banyak
pertanyaan yang tidak dijawabnya ketika ia berada di banjar
Kabuyutan Taiang Amba. Namun dalam pada itu, setiap terdengar ia mengancam
"Pada satu saat akan datang pasukan yang kuat untuk
menggilas kalian. Meskipun disini ada prajurit-prajurit
Singasari segelar sepapan, namun mereka tidak akan gagal
lagi. Kalian akan ditangkap dan dihukum gantung. Kecuali
jika kalian membunuh diri di medan"
Ancaman itu memang menggetarkan jantung Ki
Sanggarana. Agaknya Pangeran itu benar-benar
mendendam, sementara ia tentu tidak berdiri sendiri. Tentu
ada orang lain di Kediri yang berpendirian seperti Pangeran
Lembu Sabdata, meskipun mungkin tidak terlalu banyak.
Demikianlah ketika para tawanan telah ditempatkan di
tempat yang terjaga dengan baik, yang sebagian besar
diletakkan di banjar-banjar padukuhan, maka para
pemimpin di Talang Amba telah berbincang dengan
sungguh-sungguh bersama dengan para Senopati dari
Singasari. Mereka tidak dapat mengabaikan ancaman
Pangeran Lembu Sabdata, karena hal yang demikian itu
memang dapat terjadi. Tetapi sedang Senopatipun kemudian berkata "Kita tidak
akan tinggal diam. Kita akan menelusur sampai ke
sumbernya. Kita sudah tahu, bahwa Pangeran yang telah
melakukan hal ini adalah Pangeran Lembu Sabdata.
Pimpinan prajurit Singasari tentu akan berbuat sesuatu.
Tidak perlu Sri Maharaja turun tangan dalam persoalan
yang tidak begitu berarti ini"
"Jangan salah menilai" desis Ki Waruju "persoalan ini
bukan persoalan yang tidak begitu berarti. Mungkin
persoalan yang terjadi di Talang Amba ini dapat dianggap
persoalan kecil. Tetapi dalam hubungannya dengan
peristiwa yang terjadi di tempat lain, maka persoalan ini
adalah persoalan yang besar dan gawat bagi Singasari. Aku
bukan seorang prajurit. Bukan pula seorang pemimpin
pemerintahan. Tetapi aku mohon hal ini mendapat
perhatian yang sewajarnya"
Senopati itu mengerutkan keningnya. Tetapi sebelum ia
menjawab, seorang Senopati yang lain telah menyahut
"Kau benar Ki Waruju. Persoalan ini menyangkut daerah
yang luas dan menyangkut masalah-masalah yang gawat.
Karena itu, aku sependapat, persoalan ini tidak boleh
dianggap sebagai persoalan yang tidak begitu berarti. Tetapi
untuk menanganinya tidak harus dilakukan oleh Sri
Maharaja sendiri" Ki Waruju mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab lagi. Namun dalam pada itu, yang dibicarakan oleh para
Senopati adalah masalah para tawanan yang harus mereka
bawa ke Singasari. Ada beberapa hal yang mungkin terjadj.
Perjalanan ke Singasari dari Talang Amba adalah
perjalanan yang panjang, sehingga banyak hal dapat terjadi


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di perjalanan, karena mereka harus membawa tawanan
yang cukup banyak. "Kita akan menghubungi Singasari sebelum kita
membawa mereka" berkata seorang Senopati.
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Agaknya jalan
itu adalah jalan yang paling baik. Mungkin Singasari akan
mengambil satu kebijaksanaan yang lain dari yang
direncanakan oleh. para Senopati di Talang Amba. Bahkan
mungkin Singasari akan mengirimkan beberapa orang ke
Talang Amba untuk mempelajari keadaan. Atau Singasari
akan mengirimkan sepasukan pengawal yang akan
membawa para tawanan itu bersama-sama prajurit
Singasari yang berada di Talang Amba.
Dengan demikian, maka para pemimpin Talang Amba
dan para Senopati akhirnya bersepakat untuk menempatkan
para tawanan untuk sementara di Talang Amba dibawah
pengawasan ketat anak-anak muda Talang Amba sendiri
dan para prajurit Singasari itu tetap berada dalam kesiagaan
tertinggi, karena kemungkinan yang buruk masih
mungkin terjadi. Para Pangeran yang sependapat dengan
Pangeran Lembu Sabdata dan para pengikutnya dengan
kekerasan, setelah orang-orang yang sempat melarikan diri
kembali kepada Para Pangeran itu serta melaporkan apa
yang telah terjadi di Talang Amba, tentang kegagalan serta
akibat yang parah dari para pengikut Pangeran Lembu
Sabdata itu. Sementara itu, para Senopati di Talang Ambapim telah
menunjuk. sekelompok kecil diantara mereka untuk pergi
ke Singasari. Melaporkan semua peristiwa yang terjadi dan
menerima perintah tentang para tawanan yang masih
berada di Talang Amba. Namun dalam pada itu, sebelum kelompok kecil itu
berangkat ke Singasari, maka Talang Amba telah dikejutkan
sekali lagi hadirnya beberapa orang berkuda.
Para petugas di padukuhan-padukuhan kecil yang
melihat kehadiran beberapa orang berkuda itupun segera
bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Beberapa
orang telah berdiri di pintu gerbang. Yang lain berada di
banjar d-alam kesiagaan penuh. Sedangkan kentonganpun
telah siap untuk dibunyikan apabila perlu. Beberapa orang
penghubung berkuda telah siap pula melakukan tugas
mereka untuk menghubungi padukuhan-padukuhan lain.
Tetapi agaknya sekelompok orang berkuda itu tidak
menunjukkan tanda-tanda untuk melakukan tindak
kekerasan. Ternyata ketika mereka mendekati pintu
gerbang, kelompok itupun segera berhenti. Dua orang
diantara mereka mendekati anak-anak muda yang bertugas
di pintu gerbang dengan senjata ditangan.
Kedua orang itupun telah mengangkat tangan kanan
mereka. Dengan demikian, keduanya menunjukkan sikap
damai mereka, karena dalam keadaan yang demikian
mereka tidak akan menggapai hulu senjata mereka.
Karena itu, maka anak-anak muda yang bertugas di pintu
gerbang telah menanggapi sikap mereka dengan baik pula.
Dua orang diantara anak-anak muda itupun kemudian
bergeser mendekat sambil mengangguk hormat.
Menilik pakaian yang dikenakan maka orang-orang
berkuda itu bukannya orang kebanyakan. Mereka tentu
orang-orang terhormat, dan bahkan para bangsawan.
"Kami mohon maaf Ki Sanak" berkata salah seorang
anak muda yang bertugas di regol "apakah aku boleh
bertanya tentang Ki Sanak dan keperluan Ki Sanak" Hal ini
terpaksa kami lakukan karena keadaan Kabuyutan kami
pada saat-saat terakhir ini agak suram oleh peristiwaperistiwa
yang tidak kami kehendaki"
"Kami mengerti anak muda" jawab salah seorang dari
kedua penunggang kuda yang mendekat "kami adalah
sekelompok orang-orang Kediri dan Singasari"
Anak-anak muda itu mengerutkan keningnya. Tiba-tiba
saja diluar sadarnya ia berpaling kearah seorang anak muda
yang lain, yang berdiri diantara anak-anak muda di dekat
regol padukuhan kecil itu.
Anak muda yang dimaksud itupun kemudian melangkah
maju. Ketika ia berada dua langkah dari kedua orang yang
mengaku orang Kediri dan Singasari itupun ia berhenti.
Sejenak anak muda itu memperhatikan kedua orang
berkuda itu, kemudian orang-orang lain yang berhenti
beberapa langkah dari kedua orang berkuda itu.
Namun akhirnya ia berkata "Kami mengenali sebagian
dari tuan-tuan sebagai pimpinan prajurit di Kediri menilik
pakaian dan kelengkapan tuan-tuan, sedangkan yang lain
dari Singasari. "Ya. Aku adalah Pangeran Singa Narpada, dari Kediri"
berkata salah seorang dari kedua orang berkuda.
"Kami sudah mendapat laporan tentang semua peristiwa
yang terjadi di Kabuyutan Talang Amba ini" berkata
Pangeran yang menyebut dirinya Singa Narpada "Karena
itu, kami ingin menemui Pangeran Lembu Sabdata"
Anak muda yang sebenarnya adalah seorang prajurit dari
Singasari itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Pangeran Lembu Sabdata sekarang adalah
seorang yang dalam keadaan khusus karena perbuatannya"
"Katakan saja, bahwa Pangeran LembuJSabdata
menjadi tawanan di Talang Amba" sahut orang berkuda
itu. "Ya tuan. Agaknya memang demikian" jawab anak
muda itu "karena itu, untuk menemuinya diperlukan ijin
tersendiri dari Ki Sanggarana, yang memangku jabatan
Buyut di Talang Amba ini"
"Baiklah. Apakah aku diijinkan untuk memasuki Talang
Amba dan berbicara dengan Ki Sanggarana?" bertanya
orang yang menyebut dirinya Pangeran Singa Narpada itu.
"Kami akan mempersilahkan dua diantara tuan-tuan
untuk pergi ke padukuhan induk" jawab Senopati itu "
selebihnya kami mohon maaf, bahwa tuan-tuan masih
harus menunggu sampai ada perintah lebih lanjut dari Ki
Sanggarana" "Baiklah" jawab Pangeran Singa Narpada "kami berdua
akan menemui Ki Sanggarana"
Anak muda yang sebenarnya adalah seorang Senopati
muda dari Singasari itupun kemudian mengatur beberapa
orang penghubung berkuda untuk mengantarkan kedua
orang itu ke padukuhan induk. Tempatorang penghubung
itu, dua diantaranya adalah prajurit Singasari. Jika terjadi
sesuatu, maka segalanya supaya diatur sebaik-baiknya.
Demikianlah, maka beberapa diantara orang-orang
berkuda itu harus menunggu. Mereka dipersilahkan
memasuki sebuah halaman rumah yang tidak begitu besar
dan dipersilahkan untuk duduk dipendapa. Sementara itu,
beberapa orang anak muda mengawasi mereka
darikejauhan. Namun dalam pada itu, Senopati muda dari Singasari itu
telah berbisik kepada pemimpin anak-anak muda di
padukuhan itu "Aku mengenal salah seorang perwira dari
Singasari yang juga seorang Pangeran"
Anak muda Talang Amba itu mengangguk-angguk.
Katanya "Kenapa mereka tidak mengirimkan orang yang
telah kita kenal dengan baik. Mahisa Bungalan misalnya"
Senapati muda dari Singasari itu menggelengkan
kepalanya. Jawabnya "Entahlah. Mungkin karena disini
tertawan Pangeran Lembu Sabdata, maka Singasaripun
mengirimkan satu atau dua orang perwira tinggi yang juga
seorang Pangeran. Demikian juga agaknya Kediri.
Sementara yang lain adalah pengawal-pengawal mereka"
Anak-anak muda Talang Amba mengangguk-angguk.
Seorang diantara mereka berkata "Tetapi apakah kau yakin
bahwa sekelompok orang berkuda itu benar-benar akan
membawa satu penyelesaian. Bukan sekedar untuk
memberikan pertolongan kepada satu pihak.
"Aku kira, mereka benar-benar akan membawakan satu
penyelesaian" jawab Senapati muda dari Singasari. Tetapi
iapun kemudian melanjutkan "Tetapi segalanya kita tunggu
dari hasil pertemuan mereka dengan Ki Sanggrana.
Anak-anak muda Talang Amba hanya menganggukangguk
saja. Sementara itu, dua orang diantara orang-orang berkuda
itu telah diantarkan ke padukuhan induk untuk bertemu
dengan Ki Sanggarana. Sebenarnya kedatangan kedua orang berkuda itu telah
mengejutkan Ki Sanggarana. Dengan jantung yang
berdebaran, keduanya telah dipersilahkan duduk di
pendapa. "Seorang diantara mereka mengaku bernama Pangeran
Singa Narpada" berkata salah seorang dari empat orang
yang mengantar kedua orang itu kepada Ki Sanggarana.
"Apa maksudnya" " bertanya Ki Sanggarana.
"Itulah yang harus kita ketahui dengan pasti. Menurut
keterangannya mereka ingin dengan Pangeran Lembu
Sabdata yang tertawan itu" jawab anak muda yang
mengantarkan kedua orang berkuda itu.
Ki Sanggarana mengangguk. Namun kemudian ia tidak
menemui kedua tamunya itu seorang diri atau hanya
bersama Ki Sendawa dan para bebahu Kabuyutan. Tetapi
Ki Sanggarana juga mengajak Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. Selain kedua orang anak muda itu, Ki Sanggarana
juga mengundang Ki Waruju untuk ikut serta berbicara
tentang para tawanan. Dalam pada itu, maka orang-orang Talang Amba itupun
menjadi berdebar-debar. Apakah yang telah mereka lakukan
itu salah, sehingga orang-orang yang datang itu ingin
menangkapnya dan memenjarakannya.
Tetapi para prajurit dari Singasari akan menjamin
langkab kami tersebut. Jika langkah itu salah, maka prajuritprajurit
Singasari itupun akan terkena akibatnya pula.
Justru karena itu, maka para pemimpin dari Kabuyutan
Talang Amba itu menjadi tenang. Mereka telah melakukan
satu perlawanan terhadap orang-orang Kediri dalam angka
mempertahankan hal mereka terhadap ancaman orang lain.
Apalago mereka sadar, babwa Pangeran Lembu Sabdata
telah mempergunakan cara yang paling buruk untuk
menghancurkan wilayah Singasari. Bukan hanya untuk satu
saat. Tetapi untuk waktu yang lama. Bahkan mungkin
sekali keadaan tidak akan tertolong lagi. Jika hutan itu
benar-benar menjadi gundul, maka tanah dilerang bukit itu
akan hanyut. Jika yang tersisa adalah batu-batu padas dan
batu-batu hitam, maka gunung itu tidak akan dapat
ditanami lagi untuk selamanya. Gunung itu kelak akan
menjadi lambang kehancuran bagi kesuburan tanak
Kabuyutan Talang Amba. Sehingga yang kemudian
terbentang dibawah bukit batu yang gundul adalah tanah
yang gersang. Padang yang luas tidak berpohon dan bahkan
rerumpuranpun tidak akan dapat tumbuh lagi.
Impian buruk yang mengerikan itu harus dicegah. Tiga
atau empat keturunan lagi tidak boleh mengutuk leluhur
mereka karena kedengkian serupa itu.
Demikianlah, maka Ki Sanggarana bersama beberapa
orang itupun telah duduk dipendapa. Sementara itu.
Pangeran Singa Narpada telah memperkenalkan dirinya
pula, sedangkan yanglain adalah Pangeran Kuda Kertapati.
"Kedatangan Pangeran ke Kabuyutan ini telah
mengejutkan kami" berkata Ki Sanggarana kemudian.
"Ya Ki Sanggarana. Kamipun menyadari bahwa
mungkin sekali kahadiran kami akan mengejutkan orangorang
Talang Amba. Tetapi barangkali Ki Sanggarana
sudah dapat menduga keperluan kami datang ke Kabuyutan
ini" "Pangeran" jawab Ki Sanggarana "memang di
Kabuyutan ini telah tumbuh persoalan antara kami, orangorang
Talang Amba yang mendapat perlindungan dari para
prajurit dari Singasari dengan orang-orang dari Kediri.
Tetapi sudah barang tentu kami tidak dapat menyebut
mereka adalah para pengawal dari Kediri, karena kamipun
mengerti, tidak semua orang Kediri atau katakan bahwa
yang terjadi itu sama sekali tentu bukan sikap resmi Kediri"
"Ya, ya Ki Sanggarana" jawab Pangeran Singa Narpada
Pangeran Lembu Sabdata memang tidak mewakili sikap
Kediri yang sebenarnya. Ia bertindak atas namanya sendiri,
sedangkan apa yang dilakukannyapun bukan sikap
kebanyakan orang orang Kediri"
"Kami memang sudah menduga" jawab Ki Sanggarana
"karena itu sikap kamipun tidak kami tujukan kepada
Kediri, sebagaimana para prajurit Singasari. Mereka
mendapat perintah untuk melindungi Kabuyutan ini dari
kerusuhan-kerusuhan yang terjadi. Sementara itu, para
perusuh dapat saja dilakukan oleh orang-orang dari Kediri,
atau oleh orang-orang dari Singasari atau Gagelang atau
tempat-tempat lain" Pangeran Singa Narpada mengangguk-angguk Katanya
"Aku mengucapkan terima kasih atas pengertian itu"
Ki Sanggaranapun mengangguk-angguk pula. Namun ia
masih tetap berdebar-debar. Langkah yang akan diambil
oleh para bangsawan di Kediri itu.
Sementara itu Pangeran Singa Narpada itupun berkata
"Ki Sanggarana. Aku datang ke Kabuyutan ini bersama
beberapa orang kawan. Kami ingin melihat apa yang
sebenarnya telah terjadi. Dengan demikian maka kami akan
dapat mengambil satu kesimpulan yang tepat. Tidak hanya
berdasarkan atas laporan-laporan saja"
"Apakah Pangeran sudah berhubungan dengan para
pemimpin di Singasari?" bertanya KiSanggarana.
"Ada dua orang bangsawan dari Singasari yang
menyertai perjalanan kami, karena kami ingin melihat
persoalan ini dalam keseluruhan. Juga dalam hubungan
dengan hadirnya para prajurit dari Singasari" jawab
Pangeran Singa Narpada. Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Baiklah Pangeran. Kita akan dapat membicarakannya.
Tetapi karena disini hadir prajurit dari Singasari yang
berbaur dengan anak-anak muda Talang Amba, maka
Senapati yang memimpin pasukan Singasari itupun akan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ikut pula berbicara diantara kita"
"Tentu" sahut Pangeran Singa Narpada "semua pihak
yang berkepentingan dengan penyelesaian yang harus
diambil sebaik-baiknya ikut dalam pembicaraan ini"
"Baiklah Pangeran" berkata Ki Sanggarana kemudian
"dimanakah kawan-kawan Pangeran?"
"Mereka terhenti di padukuhan kecil di ujung Kabuyutan
ini. Para peronda hanya mengijinkan kami berdua Ki
Sanggarana lebih dahulu untuk mendapatkan ijin memasuki
Kabuyutan" jawab Pangeran itu.
"O" Ki Sanggarana mengangguk-angguk "kami mohon
maaf Pangeran. Itu hanyalah karena sikap hati-hati dari
anak-anak kami" "Kami mengerti" jawab Pangeran Singa Narpada
"Karena itu kami berusaha untuk mematuhi ketentuan
mereka. Demikianlah, maka Ki Sanggarana itupun
mempersilahkan orang-orang berkuda itu untuk datang ke
rumahnya. Kedua Pangeran itu berkeberatan ketika Ki
Sanggarana akan memerintahkan anak-anak muda
menjemput mereka. "Biar kami berdua sajalah kembali ke Padukuhan kecil
itu. Untuk membuktikan bahwa kami telah bertemu dengan
Ki Sanggarana, ada juga baiknya satu atau dua orang pergi
bersama kami" berkata Pangeran Singa Narpada.
Sejenak kemudian, maka dua orang pengawal di rumah
Ki Sanggarana itupun telah mengantarkan kedua Pangeran
itu kembali ke padukuhan kecil di ujung Kabuyutan.
Mereka, memanggil kawan-kawan mereka untuk bersamasama
menemui Ki Sanggarana dan orang-orang Kediri yang
tertawan. Sementara itu, Ki Sanggaranapun telah mempersiapkan
diri untuk menerima mereka. Bahkan dengan sikap berhatihati
Ki Sanggarana telah berbicara dengan Senapati
Singasari yang berada di Talang Amba, agar para prajurit
Singasaripun bersikap hati-hati pula.
"kami mengharap Senapati ikut menentukan sikap"
berkata Ki Sanggarana. "Jika benar ada diantara mereka satu atau dua orang
Senapati dari Singasari, mungkin aku akan dapat
mengenalinya" berkata pemimpin tertinggi dari para
pengawal yang berada di Talang Amba.
"Apakah, para prajurit yang berada di padukuhanpadukuhan
kecil itu mungkin tidak mengenal seorang
Senapati dari Singasari?" bertanya Ki Sendawa.
"Mungkin sekali Ki Sendawa" jawab Senapati itu " tata
keprajuritan Singasari cukup luas. Ada beberapa kesatuan
yang terpisah. Mungkin terpisah tempatnya dan mungkin
terpisah tugas-tugasnya"
Ki Sendawa mengangguk-angguk. Tetapi ia dapat
mengerti, bahwa Singasari yang luas itu tentu mempunyai
tata keprajuritan yang luas pula.
Dalam pada itu, maka Pangeran Singa Narpada bersama
sekelompok perwira dan bangsawan diiringi oleh beberapa
orang prajurit telah memasuki padukuhan induk. Mereka
langsung pergi ke rumah Ki Sanggarana, yang menerima
mereka di pendapa bersama beberapa orang babahu
Kabuyutan itu, Mahisa Murti, Mahisa Pukat, Ki Waruju
dan beberapa orang Senapati terpenting dari pasukan
Singasari yang ada di padukuhan itu. Untuk mempermudah
hubungan diantara mereka,, maka para Senapati yang
semula membaurkan diri diantara anak-anak muda Talang
Amba itu telah mengenakan pakaian keprajuritan mereka.
Demikianlah, ketika iring-iringan itu memasuki halaman
rumah Ki Sanggarana, maka para Senapati terpenting dari
pasukan Singasari yang ada di Talang Amba segera melihat,
bahwa diantara mereka yang datang itu memang terdapat
beberapa orang perwira tinggi dari Singasari.
"Agaknya persoalan ini benar-benar ingin diselesaikan
dengan tuntas" berkata Senapati itu di telinga Mahisa
Murti. "Agaknya memang harus demikian" jawab Mahisa
Murti "Jika Kediri tidak mengambil sikap terhadap para
Pangerannya, maka persoalannya akan dapat semakin
berlarut-larut" "Nampaknya kali ini Kediri bersungguh-sungguh"
berkata Senapati itu pula.
"Mereka mungkin akan dapat segera mengatasi
persoalan yang timbul pada para Pangeran" jawab Mahisa
Murti pula "tetapi mereka harus juga memperhatikan benih
yang sudah mereka tebarkan. Yang sudah bergerak bukan
saja terbatas kepada para Pangeran. Tetapi tentu ada satu
dua orang Akuwu yang masih mempunyai pendirian seperti
AkuwuGagelang yang ternuh itu.
Senopati itu mengangguk-angguk. Ternyata sikap itu
telah berkembang. Tidak hanya pada para Pangeran dan
pengikutnya di Kediri. Tetapi beberapa orang Akuwu
agaknya telah terpengaruh pula seperti di Gagelang yang
terbunuh itu. Sementara itu Mahisa Murtipun telah herkata pula
"Selain para Akuwu, mana mungkin pula sikap itu sudah
merambat diantara para pemimpin Padepokan. Ada
diantara mereka yang dengan sadar atas cita-cita beberapa
orang Pangeran di Kediri, tetapi ada pula yang menyatakan
ikut serta dengan mereka hanya karena janji"
Senopati itu masih mengangguk-angguk. Iapun mengerti,
bahwa ada beberapa orang diluar lingkungan istana Kediri,
yang terlibat. Nama Ki Sarpa Kuning dan para pengikntnya
adalah salah satu contoh dari mereka yang berada dibarisan
Pangeran Lemhu Sabdata. Dalam pada itu, maka para tamu dari Kediri dan
Singasari itupun segera dipersilahkan untuk naik ke
pendapa. Ki Sanggarana bersama beberapa orang telah
menerima mereka. Sementara itu dengan tidak
menimbulkan kesan yang dapat menarik perhatian, maka
beberapa orang anak muda Talang Amba mengamati
halaman rumah Ki Sanggarana itu. Segala kemungkinan
masih akan dapat terjadi. Meskipun diantara mereka
terdapat beberapa orang bangsa-wan dari Singasari, namun
yang tidak terduga itu dapat saja megejutkan Talang Amba.
Setelah Ki Sanggarana mempersilahkan tamunya untuk
duduk dengan baik, maka iapun kemudian mulai bertanya
tentang kedatangan para Pangeran dan perwira dari Kediri
dan Singasari itu. "Kami telah mendapatkan laporan dari Talang Amba"
berkata Pangeran Singa Narpada.
"Demikian cepatnya" desis Ki Sanggarana.
"Disamping para prajurit Singasari yang dikirim untuk
membantu Talang Amba, maka telah dikirim pula beberapa
orang petugas sandi dari Singasari untuk melihat apakah
yang terjadi disini. Bersamaan dengan itu, maka semua
persoalan telah dikirim pula ke Kediri. Karena itu, maka
beberapa orang pemimpin di Kediri telah datang ke
Singasari. Dan bersama-sama kami telah datang kemari"
jawab salah seorang perwira tinggi dari Singasari yang
berada diantara para tamu itu.
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Kerucigaannya
menjadi semakin susut. Beberapa orang Senopati terpenting
Singasari yang ada diantara mereka yang menerima tamu
dari Kediri dan Singasari itupun mengangguk-angguk.
Agaknya merekapun mempercayai sepenuhnya keterangan
itu. Dalam pada itu, maka Ki Sanggaranapun kemudian
bertanya "Setelah tuan-tuan sampai ke Talang Amba,
apakah yang dapat kami lakukan untuk membantu tugas
tuan-tuan?" "Kami ingin berbicara dengan beberapa orang yang
tertawan. Bukankah diantara mereka yang tetawan terdapat
Pangeran Lembu Sabdata?" jawab Pangeran Singa
Narpada. "Ya Pangeran. Sebenarnya kami tidak ingin menawan.
Tetapi kami hanya memperlakukannya secara khusus,
karena Pangeran Lembu Sabdata terlibat dalam satu
tindakan kekerasan terhadap Talang Amba" sahut Ki
Sanggarana. Pangeran Singa Narpada tersenyum. Katanya "Tidak
ada istilah lain yang lebih baik daripada tawanan. Memang
adimas Pangeran Lembu Sabdata harus mengalami
perlakuan yang demikian"
Ki Sanggarana tidak menjawab. Tetapi ia menganggukangguk
mengiakan. Karena itu, maka Pangeran Singa
Narpada itupun kemudian bertanya "Jadi apakah menurut
Ki Sanggarana, kami akan diperkenankan menemui adimas
Lembu Sabdata?" Ki Sanggarana mengangguk-angguk kecil. Meskipun
nampak ragu-ragu, namun iapun kemudian berkata
"Baiklah Pangeran. Jika hal itu Pangeran kehendaki, maka
kami tidak berkeberatan. Pertemuan itu akan dapat
dilakukan di pendapa ini"
"O" Pangeran Singa Narpada mengangguk-angguk.
"Jadi Ki Sanggarana akan membawa dimas Pangeran
kemari?" "Jika Pangeran Lembu Sabdata bersedia, Pangeran"
jawab Ki Sanggarana. "Baiklah. Agaknya itu memang lebih baik. Tetapi yang
ingin kami temui bukannya sekedar Pangeran Lembu
Sabdata. Itulah sebabnya kami membawa beberapa orang
kawan dalam perjalanan ini selain beberapa orang
pengawal" berkata Pangeran Singa Narpada.
"Jadi siapa saja yang ingin Pangeran temui?" bertanya Ki
Sanggarana. "Yang terpenting memang hanya adimas. Pangeran
Lembu Sabdata" jawab Pangeran Singa Narpada "tetapi
kami ingin juga melihat tawanan yang ada di Talang Amba.
Kami ingin melihat pihak mana sajakah yang terlibat.
Apakah mereka hanya para pengawal Kediri dan dengan
cerdik telah diperlakukan sebagai para pengikut adimas
Lembu Sabdata atau masih ada pihak-pihak lain. Dengan
demikian, maka kami akan mendapatkan sedikit gambaran,
siapa sajakah yang telah terlibat. Sehingga kami akan dapat
mengambil langkah-langkah yang bermanfaat bagi satu
usaha mencari penyelesaian"
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Diluar sadarnya
maka iapun berpaling kepada Senopati yang memimpin
seluruh sasukan Singasari yang ada di Talang Amba.
Katanya "Bagaimana Ki Sanak. Ki Sanaklah yang telah
menangkap mereka" Senopati itu mengangguk. Katana "Aku percayakan
semuanya- kepada para Senopati yang memiliki tanggung
jawab lebih besar yang sekarang telah hadir disini.
Ki Sanggarana mengangguk-angguk. Iapun mengerti,
bahwa dengan hadirnya beberapa orang perwira tinggi dari
Singasari, maka Senopati yang ada di Talang Amba akan
menyerahkan segala sesuatunya kepada mereka.
Demikianlah, maka segala persiapanpun segera
dilakukan. Sementara itu, Ki Sanggarana masih sempat
menjamu tamu-tamunya samhil menunggu para prajurit
Singasari dan anak-anak muda Talang Amba yang akan
menghubungi Pangeran Lembu Sabdata dan orang-orang
yang tertawan yang diletakkan dibeberapa tempat, terutama
di banjar-banjar padukuhan.
Tetapi di banjar padukuhan induk itu telah terjadi satu
perselisihan antara Pangeran Lembu Sabdata dan Senopati
yang datang kepadanya, memberitahukan akan kehadiran
Pangeran Singa Narpada yang ingin bertemu dengan
Pangeran Lembu Sabdata. "Jika ia ingin bertemu dengan aku, biarlah orang itu
datang kemari" jawab Pangeran Lembu Sabdata.
"Pangeran" berkata Senopati itu "mereka mengharap
agar Pangeran bersedia untuk datang ke pendapa rumah Ki
Sanggarana. Kita akan dapat berhicara dengan baik
sebagaimana hubungan antara sesama. Bukankah Pangeran
Singa Narpada itu termasuk sanak kadang Pangeran
sendiri" sehingga dengan demikian, maka pertemuan itu
akan menjadi pertemuan yang akan dapat memberikan
beberapa pemecahan terhadap masalah yang sedang
dihadapi oleh Pangeran"
"Aku tidak pernah berhubungan dengan Pangeran Singa
Narpada sebelumnya" jawab Pangeran Lemhu Sabdata.
"Pangeran berdua adalah kadang sentana dari Kediri"
berkata Senopati itu. "Tetapi sikap dan pandangan kami berbeda. Aku bukan
penjilat seperti kakangmas Pangeran Singa Narpada. Buat
apa aku datang menemuinya. Aku sudah tahu apa yang
akan dikatakannya. Dan akupun sudah tahu apa yang akan
dianjurkannya kepadaku. Tentu suatu pengkhianatan
terhadap cita-cita yang agung bagi Kediri, sebagaimana
sudah mulai merata dikalangan para hangsawan di Kediri
selain beberapa orang penjilat seperti kakangmas Singa
Narpada itu" jawab Pangeran Lembu Sabdata.
"Terserahlah, apa yang akan Pangeran katakan terhadap
Pangeran Singa Narpada. Tetapi sekarang kami persilahkan
bersama kami pergi ke rumah Ki Sanggarana. Jarak dari
banjar ini ke rumah itu sangat dekat"
"Tidak. Sudah aku katakan, bahwa aku tidak akan pergi"
bentak Pangeran Lembu Sabdata "jangan mengatakan
sekali lagi tentang hal itu. Aku muak mendengar. Jika kau
ingin ikut dengan penjilat itu lakukan. Tetapi jangan ajak
aku" "Aku mendapat perintah" berkata Senopati itu.
"Tutup mulutmu" Pangeran Lembu Sabdata hampir
berteriak "sudah aku katakan. Jangan menyebutnya lagi"
Senopati itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
iapun berkata "Aku mendapat perintah, bagaimana
mungkin aku tidak menyebutnya"
"Diam. Diam kau iblis. Aku tidak mau kau
mengatakannya. Aku muak. Atau aku harus membungkam
mulutmu" Pangeran Lembu Sabdata itu berteriak.
Namun dalam pada itu Senopati itu menjadi jengkel.
Karena itu maka katanya lebih keras lagi "Bersiaplah. Kau


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus datang ke pendapa rumah Ki Sanggarana. Sekarang,
Kau harus menemui Pangeran Singa Narpada dari Kediri
dan beberapa orang Senopati dari Singasari"
Kemarahan Pangeran Lembu Sabdata telah memuncak.
Karena itu maka tiba-tiba saja telah meloncat menerkam
Senopati itu. Tetapi Senopati itu memang sudah menduga. Ia sudah
bersiap. Demikian Pangeran Lembu Sabdata meloncat,
iapun melocat pula menghindar.
Namun dalam sekejap, maka beberapa orang prajurit
Singasari yang menjaga banjar itu telah mengacungkan
senjata mereka dari beberapa arah. Bahkan sepucuk tombak
telah menyentuh tubuh Pangeran Lembu Sabdata itu.
Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdatapun tidak
memburu Senopati yang menghindar itu. Bagaimanapun
juga, ia tidak akan dapat keluar dari lingkaran ujung senjata
di sekitarnya. Apalagi yang menggenggam senjata adalah
prajurit-prajurit Singasari.
"Nah Pangeran" berkata Senopati itu "Kau harus
menyadari kedudukanmu disini. Kau tidak berada di
istanamu di Kediri. Dan kami bukan abdimu yang kau
anggap tidak berharga. Dengar, dengan sekali lagi. Mau
atau tidak mau. Kau dipanggil menghadap ke rumah Ki
Sanggarana. Kau akan diperiksa sebagai seorang tawanan
yang kalah perang" Pangeran Lembu Sabdata menggeretakkan giginya.
Tetapi ketika ia bergerak, maka ujung-ujung senjata telah
melekat dikulitnya. "Pengecut" geram Pangeran itu "Kau bersembunyi di
belakang kecoak-kecoak ini"
"Kau jangan membuat hatiku semakin sakit Pangeran.
Kau telah dikalahkan dalam peperangan. Kau sudah
melepaskan senjatamu dan kati adalah tawanan. Sekarang
dengar perintahku. Pergi ke rumah Ki Sanggarana. Jika kau
tidak puas dengan perlakuan ini, adukan kepada saudarasaudaramu
yang ada di pendapa itu" jawab Senopati itu.
Wajah Pangeran Lembu Sabdata menjadi merah padam.
Tetapi terasa ujung senjata masih melekat dikulitnya.
Bahkan salah seorang diantara mereka yang membawa
tombak telah menekankan ujur tombaknya sambil berkata
"Marilah Pangeran. Mereka sudah menunggu di pendapa"
Pangeran Lembu Sabdata menggeram. Kemarahannya
bagaikan membakar seisi dadanya. Tetapi ia tidak dapat
berbuat apa-apa. Senjata-senjata sudah menekan kulitnya.
Nampaknya prajurit-prajurit Singasari dan anak-anak muda
Talang Amba itu tidak hanya sekedar bermain-main.
Mereka benar-benar akan melakukan apa yang mereka
katakan, karena Pangeran Lembu Sabdata bagi mereka
memang tidak lebih dari seorang tawanan.
Karena itu, mau tidak mau, maka Pangeran Lembu
Sabdata itupun telah melangkah. Demikian mereka turun
ke halaman, maka Senopati yang memerintahkannya pergi
ke rumah Ki Sanggarana itupun berkata "Jangan biarkan
Pangeran itu lari atau melakukan hal-hal yang dapat
menimbulkan keributan. Tetapi juga jangan menjadi
tontonan orang disepanjang jalan. Biarlah Pangeran itu
berjalan sendiri" Pangeran Lembu Sabdata mengumpat. Namun orangorang
yang mengacukan senjatanyapun telah bergeser dan
mengambil jarak. Dengan demikian, maka para prajurit
Singasari dan beberapa orang anak muda Talang Amba
itupun kemudian sekedar mengiringi Pangeran itu tanpa
menimbulkan kesan yang dapat menarik perhatian, seakanakan
mereka sedang menggiring seorang tawanan.
Pangeran Lembu Sabdata memang tidak berbuat sesuatu.
Ia sadar, bahwa para prajurit Singasari dan anak-anak muda
Talang Amba itu akan dapat menjadi kasar iika mereka
tersinggung. Mungkin mereka akan dapat mempelakukannya
dengan kasar pula dan menghinakannya di
depan orang-orang Talang Amba.
Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdatapun berusaha
untuk berbuat sebagaimana dikehendaki oleh Senopati dari
Singasari itu, agar segala sesuatunya tidak justru membuat
dirinya semakin kecil. Ketika mereka memasuki halaman rumah Ki Sanggarana
yang memang tidak begitu jauh dari banjar, maka jantung
Pangeran Lembu Sabdata rasa-rasanya memang akan
meledak, la melihat beberapa orang saudaranya berada di
pendapa. Beberapa orang Perwira dan pengawal.
Ketika Pangeran Lembu Sabdata mendekati pendapa,
maka orang-orang yang berada di pendapa itupun telah
beringsut. Mereka telah memberikan tempat kepada
Pangeran Lembu Sabdata yang diantar naik ke pendapa.
"Marilah adimas" Pangeran Singa Narpada
mempersilahkan. Sementara Ki Sanggaranapun telah
menyongsongnya dengan penuh hormat. Sama sekali tidak
tercermin sikapnya kepada seorang tawanan.
Pageran Lembu Sabdatapun kemudian naik ke pendapa
dan duduk ditempat yang sudah disediakan, disebelah
Pangeran Singa Narpada. "Marilah adimas" berkata Pangeran Singa Narpada pula
"sudah cukup lama kita tidak bertemu"
Pangeran Lembu Sabdata tidak menjawab. Tetapi
kepalanya menunduk dalam-dalam. Namun demikian
giginya terkatup rapat-rapat.
Dengan demikian Pangeran Lembu Sabdata berusaha
untuk menahan diri, agar tidak dengan serta merta
mengumpat-umpat dihadapan beberapa orang saudaranya
itu. Beberapa saat kemudian, maka Pangeran Singa Narpada
itupun berkata "Adimas. Ada beberapa hal yang ingin aku
bicarakan. Aku minta dengan sangat, agar adimas dengan
ikhlas bersedia untuk memberikan keterangan sebaikbaiknya.
Karena aku datang tidak atas kehendakku sendiri.
Tetapi aku mewakili semua kadang di istana Kediri.
Pangeran Lembu Sabdata masih tetap bediam diri.
Tetapi dadanya rasa-rasanya bagaikan meledak.
"Adimas" berkata Pangeran Singa Narpada "Yang ingin
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 14 Satria Gendeng 12 Pewaris Keris Kiai Kuning Lukisan Darah 2

Cari Blog Ini