Ceritasilat Novel Online

Busur Emas Panah Perak 1

Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen Bagian 1


Pagi Hari. Sinar matahari yang keemas2an membuyarkan embun tebal yang menyelubungi padang rumput di daerah oh"lantai.
Luas sekali padang rumput itu- Tak dapat dilihat dimana ujungnya-Suasana sunyi sepi.
Selainnya suara unggas yang berkicauan menyambut pagi yang sangat cerah itu, terdengar dikejauhan suara cengklangnya kaki kuda mendatangi.
Cuaca terang benderang. Bukan kepalang indahnya pemandangan alam ketika itu, Padang rumput yang sangat luas itu bagaikan permadani bewarna hijau.
Tetesan embun yang masih menempel pada rumput" Inipun berkilau"kilauan bagaikan butir"butir intan yang berserakan.
Suara congklangnya kaki kuda terdengar makin dekat.
Tak lama kemudian tampak dua penunggang kuda yang melarikan kudanya masing"masing menyusuri jalan disepanjang padang rumput.
Penunggang kuda yang jalan di muka adalah seorang laki laki yang sudah berusia lanjut.
Melihat pakaiannya yang ringkas serta dipinggangnya tergantung sebilah pedang dapat dipastikan orang tua itu seorang pendekar kalangan kangouw.
Wajahnya sangat keren tetapi tampaknya tegang- Penunggang kuda yang berada d sebelah belakang adalah seorang pemuda yang berwajah tampan dan sikapnya gagah sekali- Usia pemuda itu lebih kurang duapuluh tahun.
Sipemuda pun berpakaian ringkas sementara pada punggungnya menggemblek senjata Tiat Pi"pe {Senjata besi berbentuk gitar) Walaupun pemandangan alam sangat menakjubkan.
namun kedua penunggang kuda itu tak menghiraukan- Masing masing tenggelam dalam pikirannya sendiri- Mereka melarikan kudanya menyusuri jalan itu yang menuju ke daerah pegunungan Danub- "Untuk pertama kali aku diajak suhu ke luar daerah Gek bun"koan" kata sipemuda di dalam hatinya, "Aku tidak berani menanyakan maksud kepergian ini, jika suhu sendiri tidak memberi tahukan hendak turut serta dalam perlombaan mengadu silat dengan perwira2 dan pendekar2 bangsa Mongol" Ternyata penunggang kuda yang berjalan di muka itu adalah suhunya sipemuda yang bernama Lie It Tauw hergelar Sin jin (Si Tangan sakti).
Di daerah Tieng gean Lie It Tauw berhasil mengharumkan namanya karena kepandaiannya yang sukar menemukan tandingan- Para pendekar kang"ouw baik dari kalangan putih maupun hitam semua menghermati Lie Tay hiap.
Tetapi karena Lie It tidak mau tunduk di bawah kekuasaan pemerintah penjajah Ceng, ia telah mengajak isteri dan puterinya yang masih kecil meninggalkan tieng"goan untuk menetap diluar kota Giek bun kean yang terletak diperbatasan antara Tiong"goan dan Mongolia.
"Soal apakah yang mencekam.jiwa suhu, hingga, ia menjadi orang yang sangat pendiam?" kata pula si pemuda di dalam_hatinya.
"rupanya diwaktu berusia muda suhu mengalami kepedihan sangat hebat." Makin lama mereka makin mendekati pegunungan Danub.
Baik sang guru maupun sang murid tidak menghiraukan pemandangan di daerah pegunungan itu dimana tampak puncak gunung Danub menjulang tinggi keangkasa masih diselubungi dengan awan tebal.
"Ah, aku memikirkan suhu, sedangkan aku sendiri masih mempunyai persoalan yang belum dapat dipecahkan" kata pula sipemuda di dalam hatinya.
"bagaimanakah keturunanku" Siapakah orang tuaku" Apakah aku mempunyai saudara atau tidak?" "berulang kali jika habis berlatih silat aku menanyakan soal keturunanku kepada suhu, namun suhu tidak menjawab, dia hanya meng geleng2kan kepalanya.
Apakah suhupun tak mengetahui keturunanku" Namun aku tidak berani mendesak kuatir orang tua itu akan gusar.
Pernah aku menanyakan kepada subo {ieteri suhu} namun ia pun tidak dapat memberi jawaban." Sipemuda menarik napas dalam2 "bilakah aku dapat memecahkan rahasia keturunan ku?" katanya pula di dalam hati.
Memang sedari kecil Heo Hauw Ceng San tidak mengenal orang tuanya.
Ia dibesarkan dan dididik oleh Lie It Tauw.
Belum pernah pula ia meninggalkan tempat tinggalnya di daerah luar pintu tembok besar Giek bun"koan" Heo Hauw Ceng San hidup di dalam kesunyian.
Selain sang suhu dan subo serta puterinya kedua orang tua itu yang bernama Lie Lian San, ia tidak mengenal orang lain.Sang suhu Lie It Tauw selalu berdiam diri, ia berbicara hanya diwaktu mengajarkan silat.
Jangan kata tertawanya sedangkan senyumnya belum pernah tampak dibibirnya.
Wajahnya senantiasa tampak dingin dan sewaktu waktu tegang.
Isterinya Lie It Tauw pun jarang bicara dengan Heo Hauw Ceng San.Hanya sang puteri yang selalu mengganggu tetapi Heo Hauw eong"5an sangat sebal kepada Lie"lian"5an yang bukan saja rupanya jelek tetapi adatnya pun bagaikan setan.
Heo Hauw Ceng San selalu menahan sabarnya menghadapi gadis yang beradat keras itu.
Apa pula diwaktu sama2 berlatih silat si pemuda sampai menelan ludah untuk menahan sabarnya jika tidak ia sudah"menampar puterinya sang suhu itu yang mau menang sendiri dan tak segan2 mendamprat orang.
Yang membikin Heo Hauw Ceng San pada akhir2 ini bertambah tidak kerasan tinggal dirumah suhunya, yalah si gadis yang bagaikan setan itu menyintai dirinya- Seringkali Heo Hauw Ceng San mengambil keputusan akan meninggalkan rumah suhunya namun maksud itu selalu ia batalkan mengingat budi suhu dan subnnya yang merawat dan membesarkan dirinya ber"tahun2- Maka bukan kepalang girangnya Heo Hauw Ceng San ketika suhunya memberitahukan bahwa orang tua itu akan mengajak dia pergi kearah oh"lantai untuk menc ari pengalaman.
Pada malam harinya dengan berindap indap Li Lian San mencari.
Heo Hauw Ceng San di dala m kamar tidurnya.
"Aku rela melepaskan kau mengikuti ayah ke oh"lantai karena wanita Mongolia rata2, bertubuh gemuk.
Mereka tidak suka merawat dirinya, hingga tidak ada yang cantik.
Maka, hatiku merasa lega.
Tetapi jika ayah mengajak kau ke Tiong"goan.
hm tidak mudah aku melepaskan engkau," kata Li Lian San sambil mengerlingkan matanya.
"Mengapa aku tidak boleh pergi ke Tiong"goan?" tanya Heo Hauw Ceng San, "Ayah akan melarang kau pergi ke Tiong"goan karena disana berkuasa pemerintah penjajah Ceng dan aku melarang kau pergi ke Tiong"goan karena dirana terdapat hanyak wanita cantik." sahut si jelek.
"Aku tidak akan membantah larangan suhu, tetapi laranganmu.--adalah soal apa aku dengan wanita cantik?" tanya Heo Hauw Ceng San sambil mengkerutkan keningnya.
Li Lian San menyengkan mulutnya, "Ada soal apa?" mengulangi sigadis "bila kau bertemu dengan wanita cantik, hatimu akan tertawan dan kau akan melupakan Li Lian San" Heo Hauw Ceng San tidak mau bersitegang diwaktu tengah malam itu.
namun di dalam_hatinya ia berkata: "Perempuan tidak tahu malu! Dia mengira aku menyintai.dirinya.
Carilah pemuda yang kau dapat jajah, Heo Hauw Ceng San tidak mau dijajah oleh siapa pun juga?" Si pemuda melihat ke atas pembaringan, lalu merebahkan dirinya membelakangi si gadis.
Lie Lian San mencibirkan bibirnya.
"Aku memberikan kau doa restu,semoga kau lekas kembali- Harap kau melindungi ayah diperjalanan-" Dengan kata2 itu si gadis meninggalkan kamar si pemuda.
"Hm, dia ingin menjajah aku".
Siapakah yang kesudian mempunyai isteri semacam_Li Lian San," kata Heo Hauw Ceng San di dalam hatinya sambil mengeprak kudanya karena ia sudah ketinggalan jauh dengan suhunya.
Memang Heo Hauw Ceng San merasa girang diajak pergi oleh suhunya.
Untuk sementara ia dapat meninggalkan gadis berparas jelek dan berwatak setan itu.
la akan mendapat kesempatan untuk menghibur hatinya yang selalu terbenam di dalam kesunyian- Lagipula ia dapat berjumpa dan berkenalan dengan pendekar dan orang2 gagah di daerah Mongolia.
Tetapi ketika ia meninggalkan rumah, tak tahu sebab apa ia merasakan hatinya pedih: bukan karena ia meninggalkan Li Lian San, bukan karena ia meninggalkan subonya, juga bukan karena ia meninggalkan kampung halamannya.
Entah sebab karena apa mendadak ia merasa sedih.
Apakah itu bukan firasat yang melaporkan bencana, entahlah.
Padang rumput di daerah oh"lantai ternyata sangat luas.
Padang rumput itu terus menjalar sampai dipegunungan Danub.
Tiba di daerah dipegunungan itu Heo Hauw Ceng San melupakan kesedihannya- Ia sangat girang melihat orang berbondong2 menuju kelembah dimana terdapat tenda tenda yang biasa dibuat oleh rakyat gembala yang disebut Mongol pauw- Di muka tenda tenda rakyat gembala tampak tenda tenda yang lebih besar namun bentuknya sama dengan Mengel pauw.
Kain tendanya dari pada kain tebal beraneka warna bahkan ada yang disulam dengan benang sutera.
Dikeempat penjuru terdapat jendela jendela.
Itulah tenda tenda perkemahan keluarga bangsawan- Di atas tenda2 berkibar kibar bendera beraneka corak dan warna karena bendera bendera itu adalah lambang dari keluarga masing2.
Tidak heran saat itu lembah Danub dikunjungi banyak orang, karena saban lima tahun satu kali di tempat itu diadakan sayembara perlombaan mengadu silat- Hari perlombaan itu merupakan hari raya bagi masyarakat Mongol.
Semua busu yang ternama dari berbagai Khan [kepala suku) yang terdapat di daerah mongolia akan turut dalam sayembara itu.
Sementara para bangsawan Mongel mengajak keluarga mereka mengunjungi oh"lantai untuk menyaksikan pertunjukan sayembara perlombaan itu.
Heo Hauw Ceng San mengikuti suhunya turun kelembah untuk membuat tenda, Makin lama hatinya makin gembira, namun sang suhu tetap bersikap dingin.
Tiba2 Heo Hauw Ceng San terpesena melihat gadis2 bangsawan suku Mongol, tak diduga olehnya gadis mongol itu bertubuh langsing langsing dan sangat meng gairahkan serta kulitnya putih bagaikan salju, walaupun gadie gadis itu memakai kain penutup muka daripada sutera putih, namun terbayang wajah nan cantik perm ai itu.
Teringatlah Heo Hauw Ceng San akan kata Lie Lian San.
Aku rela melepaskan kau mengikuti ayah ke oh"lantai karena wanita2 Mongolia bertubuh gemuk- Mereka tidak suka merawat dirinya hingga tidak ada yang cantik.
Heo Hauw Ceng San tersenynm didalam hatinya.
Memang banyak orang mengira wanita suku Mongol tidak memiliki keindahan tubuh dan kecantikan, karena apa yang mereka lihat hanya gadis2 rakyat gembala.
Pada umumnya wanita gembala itu tubuhnya besar.
Mereka mengenakan pula celana daripada kain kapas yang sangat tebal hingga lebih gemuk tampaknya.
Rambut mereka dikepang dua kebelakang sedang dibagian muka rambut itu terurai tidak terurus.
Wajah mereka hitam karena setiap hari dibakar oleh sinar matahari.
Tak heran gadi52 itu tidak cantik karena penghidupan mereka dari hasil menggembala, mana mereka mempunyai kesempatan untuk merawat muka dan tubuhnya.
Tetapi lain halnya dengan gadis bangsawan dan wanita beribadah yang berdiam di"kuil di daerah Mongolia.
Sedari kecil mereka mandi dengan susu kambing, maka kulit mereka putih bagaikan lemak kambing atau batu kumala putih.
Jika berpergian selalu mengenakan topi yang lebar pinggirnya untuk menahan sinar matahari,sementara wajah mereka dikerudungi dengan kain penutup muka untuk menjaga serangan pasir yang tertiup angin.
Rambut yang hitam bagaikan bulu burung gagak terkulai pada bahu mereka.
Sering wanita"wanita itu memakai baju berwarna putih untuk menutupi tubuh mereka yang langsing.
Bila mereka liwat melintasi padang2 rumput, tidak ada seorang pemuda yang tidak terpesona.
Mereka memiliki sepasang kaki yang wajar dan tubuh mereka sehat.
Dibandingkan dengan wanita2 tionggoan pada itu yang mengikat kedua kakinya hingga keoil dan diwaktu berjalan tubuh mereka jadi ber"goyang2 bagai kaki itik, tampak nyata perbedaannya dengan wanita2 Mongol yang berjalan secara wajar namun penuh gaya.
apapula diwaktu gadis2 Mongol itu sedang menunggang kuda.
Sikap mereka sangat gagah dan bertambah cantik.
Disitulah tampak"perbedaan antara kecantikan yang wajar dari alam dan kecantikan buatan manusia.
Heo Hauw Ceng San mengikuti gurunya masuk ke dalam.gelanggang perlombaan.
Ia merasakan kedua matanya silau menyaksikan pemandangan yang beraneka ragam.
Pada kedua belah tepi terdapat belasan panggung"panggung untuk para penonton.
Dimuka panggung itu terdapat kain merah dituliskan huruf huruf2- Sayembara Mengadu Kepandaian Ilmu Silat.
Di atas panggung duduk berjajar wanita yang berparas cantik dengan berpakaian sangat mewah- kembali Heo Hauw Ceng San terpesona melihat wanita cantik itu,namun ia tidak sempat untuk melihat lebih lama karena perlombaan sudah di mulai.
Tampil ke dalam gelanggang para penunggang suku mongol untuk mempertunjukan kemahiran mereka menunggang kuda sambil memanah.
Bergiliran satu demi satu para penunggang kuda itu beraksi ,sebentar2 terdengar sorak para penonton dan teriakan2, gegap gempita.
kemudian acara diganti dengan perlombaan mengadu silat tangan kosong.
Kebanyakan mereka mengadu gulat atau yudo: Heo Hauw Ceng San menyaksikan perlombaan itu dengan penuh perhatian.
Lie It Tauw tetap berdiam diri, namun kedua matanya terus memandang ke arah gelanggang perlombaan.
akhirnya tampil kemuka acara mengadu silat dengan mempergunakan golok serta perisai.
Setiap kali acara diganti suara gemuruh para penonton bagaikan gunung ambruk.
Semua wajah para penonton tampak gembira,begitupun Heo Hauw Ceng San yang selama hidupnya baru pertama kali menyaksikan sayembara itu.
Pada petang hari barulah dibuka acara perlombaan mengadu ilmu silat istimewa dari para tamu yang datang dari tempat jauh.Dengan membawa Tiat pi"pe nya Heo Hauw Ceng San masuk ke dalam gelanggang.
Senjata yang berbentuk gitar itu merupakan senjata yang sangat istimewa dari Lie It Tauw Sin jin kim keng.
Lie It Tauw telah menurunkan dengan sungguh sungguh ilmu silat yang ia gubah sendiri dan disebut Pi pe Sam Leng atau Tiga macam Cara mempergunakan senjata gitar besi.
Ia menyuruh muridnya turut dalam perlombaan mengadu kepandaian di daerah oh"lantai itu dengan maksud mempertunjukkan ciptaanya di luar daerah perbatasan sebelah utara.
Karena Lie It Tauw lebih senang memperkembangkan usahanya di luar daerah Tiong"goan yang tidak dikuasai oleh penjajah Ceng.
Diiringi tampik sorak yang sangat riuh, Heo Hauw Ceng San melangkah ke tengah tengah gelanggang lalu memberi hormat kepada para penonton di atas panggung di keempat penjuru.
Heo Hauw Ceng San lalu mengangkat tinggi2 senjata Tiat Pi pe-Sepasang senjata itu beratnya masing2 lebih kurang lima puluh kati.
Kemudian tampak Heo Hauw Ceng San mundur tiga langkah- Segera tiat Pi"pe digerakkan, mula2 perlahan makin lama makin cepat bagaikan sepasang sayap burung yang menggelepar turun naik.
Heo Hauw Ceng San mengelurkan tiga puluh enam jurus dari ilmu silat yang dinamakan Pan bu pi pe.
Deru angin keras bagaikan tofan melanda samudra mendesir2 dilapangan perlombaan.
Apapula ketika permainan Heo Hauw Ceng San sedang cepatnya, para penonton hanya melihat segumpalan bayangan hitam.berputar2.
Tampik sorak riuh rendah dan teriakan yang gegap gembira menyambut pertunjukan Heo Hauw Ceng San yang sukar mencari tandingannya- kemudian tampak Heo Hauw Ceng San bergulingan dan berjumpalitan dilapangan- hingga tiba di muka panggung tanah.Panitia perlombaan di atas panggung meminta Heo Hauw Ceng San mendaftarkan namanya dan mempertunjukkan senjatanya kepada pembesar2 yang hadir.
Melihat senjata aneh yang berbentuk gitar itu para pembesar merasa kagum dan memerintahkan Heo Hauw Ceng San mempertunjukkan pula permainannya.
Para penonton bertepuk tangan tak henti2mya, sementara wajah"wajah yang cantik sama memandang ke arah pendekar yang datang dari tanah tiong"goan Itu.
Suara suara yang mengelu"elukan Heo Hauw Ceng San terdengar disana sini.
Begitu Heo Hauw Ceng San menerima kembali senjata Tiat pi"pa nya dari ketua panitia, dengan gaya gerak Ceng"thing"eui atau capung menetel air, tubuhnya mencelat ke tengah lapangan, Tiba di"tengah2 lapangan, mendadak Ceng San berjungkir balik-Lalu tampak tubuhnya berputar2 kemudian mencelat keudara sementara kedua senjata membentang kekanan kiri bagaikan sayap burung.
Deru angin medesir2 disekitar tubuhnya- Dilihat sepintas lalu tampaknya Heo Hauw Ceng San bagaikan sedang terbang,akhirnya dengan mempergunakan daya putarnya perlahan ia hinggap pula di atas bumi.
Kali ini tempik sorak para penonton gemuruh bagaikan gunung ambruk.
Para perwira suku mongol menatap dengan sinar mata kagum dan iri hati menyaksikan kehebatan permainan Heo Hauw Ceng San.
Pemuda itu memberi hermat ke arah panggung di kedua penjuru sambil mengucapkan terima kasihnya.
"Para pembesar, anggota2 panitia serta hadirin yang kami muliakan dengan ini kami menghaturkan berlaksa2 terima kasih atas sambutan yang hangat terhadap pertunjukan kami yang masih jauh dari sempurna.
Maka untuk membalas sambutan yang hangat itu kami akan gembirakan para hadirin dengan permainan kami yang tidak ada harganya untuk ditonton, adalah...
menjatuhkan burang" diudara dengan kedua mata tertutup" Ucapan terima kasih Heo Hauw Ceng San di sambut dengan gegap gempita dikedua barisn panggung.
Bila panggung itu dibuatnya bukan daripada kayu yang kuat pasti sudah roboh.
Se konyong seorang laki2 yang sudah berusia lanjut menghampiri Heo Hauw Ceng San dengan membawa sehelai kain hitamd Dia bukan lain Sln jiu kim keng Lie It Tauw.
Ia menutup kedua mata muridnya dengan kain hitam itu.
"Hati2lah, burung merpati liar yang akan dilepas pada sayapnya dibubuhi bubuk bersinar.
Dari balik kain hitam ini remang2 kau masih dapat melihat" pesan sang guru.
Heo Hauw Ceng San menganggukkan kepalanya.
Di dalam.keadaan mata tertutup Heo Hauw Ceng San membuka pintu rahasia pada senjata Tiat pi pe dimana terdapat sebuah tombol di dalam tubuh senjata anen Tiat pi pe yang kosong terdapat enam buah jarum yang dapat dilontarkan bila menekan tombol.
Enam buah jarum itu yang merupakan senjata rahasia dikuasai oleh sebuah per yang sangat keras maka bila dilontarkan melesatnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.
Senjata rahasia itu pada umumnya dilontarkan dalam keadaan bahaya.
Jarum itu dapat dibubuhi racun yang dapat mencelakai orang yang kena tertusuk.
Tetapi karena Heo Hauw Cen San sedang mempertunjukkan kepandainnya bukan sedang bertempur, maka jarum2 itu tidak mengandung bisa- Tengan Heo Hauw Ceng San membulang balingkan Tiat pi penya,tigapuluh eker burung merpati liar dilepaskan eleh Lie It Tauw.
burung itu terbang berserabutan memenuhi angkasa., Secepat kilat Heo Hauw Ceng San mengacung kan senjatanya lalu menekan tombol rahasia- "kena!" seru sipemuda.
Berbareng mencelat enam jarum dari dalam Tiat pi pe menembus udara.
Lalu Heo Hauw Ceng San mengambil senjatanya yang kedua, seperti dengan senjata yang pertama dari dalam tubuh senjata kedua itu meluncur pula enam buah jarum ke udara mencari sasaran burung2 merpati liar.
Para raja pangeran"pangeran serta busu mongol belum pernah menyaksikan suatu pertunjukan yang hebat itu Mereka terdiam untuk sesaat begitupun para penonton tidak ada yang bersuara.
Tetapi ketika panitia mengambil burung yang jatuh ditanah dengan sangat gemuruh para penonton bersorak sorai gegap gempita.
Suara teriakan yang mengelu"elukan pendekar Tiong goan terdengar bagaikan ada gempa bumi- Dua belas burung merpati terluka karena tertusuk jarum Heo Hauw Ceng San.
Heo Hauw Ceng San diperintahkan naik ke panggnng dimana berduduk para remaja Mongol.
Kemudian panitia mengumumkan maklumat yang berbunyi.
Busur Emas dan Panah Perak kepunyaan putri Dhlianghai Kengeu akan diserahkan kepada pendekar Heo Hauw Ceng San dari negara Ceng"goan.
Kembali terdengar suara lempik sorak yang sangat riuh diseluruh lapangan.
Di dalam tenda Lie It Tauw sudah menantikan muridnya.
Begitu Hee Hauw Ceng San melangkahkan kakinya masuk ia di peluk oleh sang guru.
Belum pernah tampak wajah sang guru sedemikian girangnya, namun jika dipandang dengan seksama dibalik kegembiraan itu masih bersembunyi kedukaan, "San ji, aku sangat bangga mempunyai murid engkau.
Kau akan dihadiahkan Busur Emas dan Panah Perak dari puteri Mongol berarti kau mendapat suatu kehormatan yang sangat besar.
Suatu kehormatan yang tak mudah didapatkan oleh perwira2 suku Mongol.
Sebentar puteri 0h"lantai sendiri yang akan menyerahkan hadiah itu kepadamu.
Lekaslah kau ganti pakaian," kata sang guru.
Bukan kepalang gembiranya Hee Hauw Ceng San.
Cepat2 ia menukar pakaiannya dengan pakaian yang paling bagus.
Se"konyong2 masuk dua orang pelayan ke dalam tenda.
Kedua pelayan itu menjura ke pada Hee Hauw Ceng San sambil berkata: "Hee Hauw enghiong pangeran kami hendak berjumpa dengan kau" Belum sempat Hee Hauw Ceng San menyahut tiba2 terdengar tindakan kaki perwira2 Mongol mengawal seorang pemuda masuk ke dalam tenda.
Tampak pemuda itu baru berusia dua belas atau tiga belas tahun, namun tubuhnya tinggi besar serta sikapnya gagah perkasa.
Sinar matanya ber"kilau2 bagaikau bintang timur yang bercahya diangkasa malam, sedangkan kedua alisnya tebal berbentuk pedang.
Jiwa kepahlawanan tampak nyata pada wajah pemuda itu.
Segera Hee Hauw Ceng San melangkah maju Ternyata pemuda itu adalah putera mahkota kerajaan Ohlinghai yang bernama Longma Sian.
Putera tunggal raja Mongol Ohlianghai.
Sedari masih kecil pangeran Longma Sian selalu berpenyakitan.
Pada suatu hari baginda menerima kunjungan seorang imam wanita dari suku Uighur.
Imam wanita itu meminta sri baginda menyerahkan putera tunggalnya untuk dibawa ke gunung Altai, Dan menjanjikan sri baginda bahwa ia sanggup mengobati pangeran cilik itu supaya tetap sehal dan kuat.
Lebih jauh ia akan menurunkan ilmu keperwiraan agar pangeran kelak menjawdi perwira utama diseluruh daerah Mongo1., Ohlianghai Khan menyetujui permohonannya si"imam.
Betul saja janji imam wanita itu, setelah beberapa tahun pangeran Longma Sian tinggal di pegunungan Altai ia itidak menderita sakit2 pula.
Dengan memiliki tubuh kuat dan gagah perkasa pangeran Longma Sian kembali ke istana Ohlinghai.
Sri baginda merasa sangat gembira mendapat kembali putra tunggalnya dalam keadaan sehat walafiat.
Jauh benar bedanya sang pangeran ketika ia meninggalkan istana.
Saat itu juga sri baginda memerintahkan kepada pengawal pripadinya untuk mencari keterangan siapakah gerangan imam wanita itu yang berdiam digunung Altai karena sang puterapun tak mengetahui.
Dari seorang perwira yang kenamaan sri baginda mendapat keterangan bahwa imam wanita suku Uighur itu ialah Hian Hian Lie Kiam Kek (ahli pedang wanita dari golongan Hian Hian pay).
Bahwa ahli pedang wanita itu memiliki ilmu pedang yang disebut Cit sat kiam.
Pernah Hian Hian Lie kiam kek mengalahkan guru ilmu pedang, di lima negara kecil di daerah See hek.
Mendengar keterangannya perwira itu sri baginda bertambah gembira, maka beliau memerintahkan putera tunggalnya untuk terus berguru kepada Hian Hian Lie"kiam kek dan tinggal di gunung Altai.
Mendengar akan diselenggarakan sayembara perlombaan mengadu kepandaian silat di Oh"lantai maka pangeran Longma Sian turun gunung untuk menyaksikan perlombaan bersama ayahnya Walaupun pangeran Longma Sian masih berusia sangat muda, namun ia sangat gemar akan ilmu silat.
Terutama ilmu2 silat yang istimewa.
Maka ketika Hee Hauw Ceng San mempertunjukan ilmu silat dengan mempergunakan senjata aneh ia memperhatikannya dengan seksama.
Ia merasa kagum kepada pendekar dari Tiong-goan itu, maka ia memerlukan berkunjung ke tenda Hee Hauw Ceng San untuk belajar kenal.
Dalam suasana persahabatan pangeran Longma Sian bercakap2 dengan Hee Hauw Ceng San sekonyongz terdengar suara tambur berbunyi....
"Saudara Hee Hauw, silahkan keluar untuk menerima hadiah.
II Sebentar malam aku akan berkunjung pula lalu bermohon diri.
kata sang pangeran yang Tiba di gelanggang perlombaan, Hee Hauw Ceng San mendengar orang memanggil namanya.
Tampak dua orang perwira menyambut kedatangannya dan memimpin ia ke arah panggung sebelah kiri.
Tanah di muka tangga panggung ditutupi permadani tebal berwarna merah.
Hee Hauw Ceng San melangkah di atas permadani merah lalu mendaki tangga.
Ketika ia menengadah tampak berdiri di atas tangga seorang gadis Mongol yang sangat rupawan.
Wajah sigadis dikerudungi sehelai sutera tiwpis.
Pada lehernya tampak kalung rangkaiwan mutiara yang besar2.
Si pemuda terpesona! Tadi ia sudah bawnyak melihat banyak wanita Mongol yang canttk2 namun gadis yang berdiri di atas tangga itu terlebih cantik.
Hati Hee Hauw Ceng San berdebar keras.
Kedua kakinya ia rasakan berat untuk melangkah.
Ketika itu Hee Hauw Ceng San lupa akan kata2 putri suhunya yang mengatakan bahwa wanita2 Mongol tidak ada yang berparas cantik, bila mengingat pasti ia tertawa di dalam hatinya, karena di hadapannya berdiri seorang gadis yang mempunyai kecantikan melebihi bidadari dan bagaikan bulan dikala purnama.
Kedua matanya terus menatap ke arah wawjah nan jelita itu Sementara kakinya perlahan lahan bertindak menyusuri tangga.
Tiba tiba bau harum semerbak bagaikan harumnya seribu bunga menyambar hidungnya Hee Hauw Ceng San.
Dengan mata yang bersinar redup2 puteri Mongol itu memandang wajah pemuda Tiong goan.
Tiba2 kedua bibir sigadis yang bagaikan delima merekah bergerak, sicantik bersenyum.
Senyuman puteri Mongol yang dapat membetot sukmanya para pemuda.
Bila Hee Hauw Ceng San tidak memegang lankan tangga, pasti ia sudah jatuh ke bawah karena tidak dapat menahan goncangan hatinya yang membikin ia pusing sejenak.
Hee Hauw Ceng San ingin mengucapkan sepatah dua patah kata, namun ia tidak sanggup berbicara karena ia merasakan lehernya bagaikan disumbat.
Bagaikan orang yang sudah terbang semangatnya ia berdiri di hadapan sang putri.
"Apakah pendekar gagah yang berdiri di hadapanku bernama Hee Hauw enghiong" Busur Emas dan Panah Perak milikku hari ini aku hadiahkan kepadamu.
Terimalah hadiahku dan terima juga doa restuku agar kau senantiasa sehat walafiat dan dilindungi oleh sekalian malaikat," kata sang putri dengan suara merdu.
Sicantik menghampiri sipemuda lalu mengecup keningnya.
Hee Hauw Ceng San kesima.
Tiba2 terdengar suara seorang gadis berkata: "Sombong benar.
Dia tidak 1ekas.2 mengucapkan terima kasih kepada kongcu," Pemuda itu baru tersadar dari kesimanya.
Kini ia baru melihat bahwa di sisinya si cantik berdiri dua pelayan sambil memegang nenampan dimana terdapat Busur Emas dan Panah Perak.
Merah padam wajah Hee Hauw Ceng San ketika itu.
Cepat2 ia menyambuti busur dan panah itu, lalu ia jatuhkan dirinya berlutut di hadapan puteri mongol mengucapkan terima kasihnya yang tak terhingga.
Puteri mongol tersenyum Sementara, kedua matanya bersinar penuh kemesraan.
000000000 SANG SURYA telah terbenam di ufuk barat.
Cuaca sudah mulai gelap, namun padang rumput dipegunungan Danub terang bederang karena dari tenda2 para pengunjung sayembara keluar Cahaya pelita dan obor.
Hee Hauw Ceng San duduk dibagian depan tendanya dan tidak jauh pun duduk suhunya.
Saat itu sipemuda bagaikan tak menghiraukan gurunya karena, pikirannya sedang mel yang dan semangatnya belum pulih kembali sedari ia bertemu dengan puteri Mongol nan cantik jelita itu.
Lama sekali Hee Hauw Ceng San terbenam dalam pikirannya.
Sementara Lie It Tauw tak menegur.
orang tua itu se-akan2 mengetahui apa yang sedang dipikirkan muridnya.
Tiba2 Hee Hauw Ceng San menoleh ke arah gurunya.
"Suhu, siapakah gerangan nama puteri Mongol yang memberi hadiah kepadaku?" tanyanya.
Pada wajah Lie It Tauw tak tampak perubahan apa2 ketika ia menyahut: "Ceng San, gadis itu adalah kakaknya pangeran Longma Sian.
Sebentar bila pangeran datang berkunjung kau boleh menanyakan kepadanya" Hee Hauw Ceng San tidak sempat untuk melamun pula, karena di muka tenda sudah terdengar tindakan kaki orang mendatangi.
Si-tangan sakti Lie It Tauw bangkit berdiri untuk masuk ke bagian belakang "Ceng San, kau temarii pangeran Longma Sian, aku perlu beristirahat" kata sang guru.
Sang murid menganggukkan kepalanya.
Betul saja pendatang itu pangeran Longma Sian adanya.
Namun pangeran kini mengajak pengawal dan beberapa pelayan yang membawa hidangan lezat2.
Dengan wajah berseri pengeran Longma Sian memberi hormat kepada Hee Hauw Ceng San yang segera dibalas oleh pemuda kita.
"saudara Hee Hauw yang budiman, bila tak keberatan malam ini aku akan mengadakan perjamuan kecil di dalam tenda saudara.
Dengan tergesa2 aku memerintahkan pe1ayan2ku membuat hidangan untuk menyuguhkan saudara karena belum tentu kapan kita akan berjumpa pula, maka kesempatan ini aku tidak mau menyia2kan dengan begitu saja.
Aku ingin mempererat persahabatan kita, supaya kelak bila berjumpa pula kita sudah menjadi sahabat yang kekal." kata sang pangeran.
Bukan kepalang girangnya Hee Hauw Ceng San mendengar bicaranya Longma Sian dan betapa sang pangeran itu sangat menghargai dirinya.
"Pangeran menghargai diriku terlampau tinggi.
Sudah tentu aku menerima dengan sangat gembira persahabatan pangeran", sahut Hee Hauw Ceng San yang segera mempersilakan tamunya duduk.
Dalam suasana ramah tamah, tamu dan tuan rumah itu bersantap sambil memperbincangkan soal keperwiraan.
Gelak tertawa pangeran Longma Sian sebentar2 terdengar.
Dalam waktu sekejap kedua pemuda itu yang berlainan bangsa sudah merasa cocok satu sama lain.
Mendadak Hee Hauw Ceng San mengingat akan kata2 gurunya yang menyuruh ia menanyakan kepada Longma Sian nama putri Mongol yang tadi memberi ia hadiah istimewa.
"Kata orang gadis yang tadi siang memberi aku hadiah Busur Emas dan Panah Perak adalah putri raja Ohlianghai yang juga menjadi kakak pengeran.
Bila pangaran tidak menjadi gusar atas kelancanganku, aku yang rendah ingin sekali mengetahui nama putri raja tersebut, supaya dikelak kemudian hari aku dapat membalas budi kakak pengeran yang sebesar gunung dan sedalam lautan itu," bertanya Hee Hauw Ceng San dengan wajah merah membarah bahna jengahnya.
Pangeran Longma Sian tersenyum.
"Saudara Hee Hauw yang budiman, kami kakak beradik tidak suka menonjol2kan kedudukan kami sebagai putri dan putra raja.
Aku harap da lam percakapan saudara tidak memakai terlampau adat istiadat.
Sudah tentu aku memberitahukan nama kakakku.
Ayahku telah memberi nama kakakku Piat Ki." ' II "Piat Ki! Longa Piat K1 kata Hee Hauw Ceng San di dalam hatinya.
Nama sang putri itu sangat merdu terdengar ditelinganya.
"Hari ini sungguh hari yang sangat mujur bagiku," kata Hee Hauw Ceng San entah kepada pangeran Longma Sian entah kepada dirinya sendiri.
"Aku sangat berterima kasih kepada guruku yang mengajak aku ke daerah 0h"lantai sehingga aku dapat turut dalam seyembara perlombaan mengadu kepandaian silat dan berhasil menggondol hadiah Busur Emas dan Panah Perak." Pangeran Longma Sian tersenyum.
"pangeran," kata Hee Hauw Ceng San, "harap kau sudi mohonkan maafku kepada kakak pangeran, karena terlampau gembira aku telah menjadi gugup dan lupa akan adat istiadat tidak lantas menghaturkan terima kasih ketika putri mempersembahkan Busur Emas dan Panah Perak.
Sampaikan juga kepada putri bahwa selama hidupku aku tidak akan melupakan hadiah kehormatan yang kuterima hari ini." "Memang hadiah Busur Emas dan Panah Perak itu diberikan kepadamu atas usulnya sendiri karena ia sangat memuji akan kepandaianmu.
Aku harap kau jangan menceritakan pula kepada orang lain", kata Longma Sian.
Mereka ber"cakap2 hingga jauh malam.
Meskipun hari sudah larut namun dilembah pegunungan itu masih ramai suara orang ber bicara dan ringkik kuda2.


Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara terompet Mongol sebentar2 mengalun di udara.
"Malam ini rembulan sedang purnama dan angin tidak meniup keras.
maka pemuda2 bangsaku sedang melatih kuda masing2.
Jika saudara Hee Hauw mempunyai kegembiraan, marilah kita keluar ber"jalan2," mengajak sang pangeran.
Keruan saja Hee Hauw Ceng San menerima dengan gembira ajakan pangeran Longma Sian, karena iapun ingin menikmati pemandangan daerah 0h"lantai diwaktu malam- Ia masuk sebentar untuk meminta persetujuan gurunya.
Tidak lama kemndiaa mereka menjalankan kuda masing2 melalui tenda2 Mongol pauw sambil menatap ke angkasa yang tak terbatas diselubungi kegelapan malam.
Sang putri malam sedang bertandang.
Cahayanya yang halus gilang- gemilang menerangi padang rumput yang luas terbentang.
Tiba di atas lamping gunung Hee Hauw Ceng San menunjuk ke arah sebuah bukit yang tampak di kejahuan.
"Pangeran, daerah apakah itu?" pendekar muda kita bertanya kepada Longma Sian.
"Itulah daerah yaug sangat istimewa bagi pemuda pemudi Mongol." sahut Longma Sian sambil bersenyum.
"Apakah pemandangan alam disana sangat indah?" bertanya pula Hee Hauw Ceng San "Bukan saja pemandangan alamnya sangat menakjubkan, namun di lembah bukit itu terdapat sebuah mata air yang disebut sumber bidadari dan airnya disebut In goan sui atau Air perangkap jodoh.
Mata air itu berbuncal2 lalu mengalir mengikuti aliran yang berliku2 diantara batu2 gunung.
Pada hari libur, tampak banyak pasangan merpati yang sedang berpacaran menuju sumber bidadari untuk meminum Air perangkap jodoh," menerangkan pangeran Longma Sian.
"Apakah khasiatnya Air perangkap jodoh itu?" Hee Hauw Ceng San bertanya sambil bersenyu.
"Menurut cerita orang2 dahuiu, bila sepasang muda mudi yang sedang bertunangan meminum secegluk air In goan sui, perjodohan mereka tidak akan menemukan rintangan dan pernikahan mereka akan berlangsung dengan baik," kata Longma Sian.
"Hm", gumam.Hee Hauw Ceng San.
"Sudah tentu tempat itu sangat romantis, bukan"' "Tepat kata2mu saudara Hee Hauw.
Marilah kita menuj u ke sana," mengajak sang pangeran.
"Tetapi aku belum mempunyai kekasih" sahut Hee Hauw Ceng San berkelakar.
"Tidak apa" sahut pula sang pangeran.
"Walaupun saudara belum mempunyai pasangan apa salahnya saudara meminum air Perangkap jodoh.
Mungkin air itu lain khasiatnya bagi pemuda Tionggoan" "Apa khasiatnya bagiku?" tanya Hee Hauw Ceng San dengan wajah berseri seri.
"seorang pemuda yang berasal dari negara Tionggoan dan masih menyendiri bila meminum air In goan sui akan segera menemukan jodohnya, tetapi....
ada syaratnya," kata sang pangeran dengan suara sungguh2.
"Dan syaratnya?" Hee Hauw Ceng San mendaki kudanya ke sisinya Longma Sian.
"Pemuda Tionggoan itu harus menuju ke sumber Bidadari dengan dikawani oleh seorang pangeran suku Mongol" sahut Longma Sian, lalu tertawa terbahak bahak.
Hee Hauw Ceng San memukul pundak sang pangeran.
Iapun tertawa. Belum pernah Hee Hauw Ceng San tertawa sedemikian riangnya.
Kedua pemuda itu melarikan kudanya di jalan yang ber liku2.
Dengan cepat mereka melintasi lamping2 gunung dan jurang", yang sangat curam.
Baik si pemuda Tionggoan maupun si pemuda Mongol sangat mahir menunggang kuda.
Sesaat kemudian mereka tiba di kaki bukit yang dituju.
Bukit itu seluruhnya terdiri dari batu2 gunung.
"saudara Hee Hauw, sedapatnya kita jangan menerbitkan banyak suara.
Mungkin di dalam lembah terdapat pasangan muda mudi yang tengah bercumbuan.
Tidak perlu kita mengagetkan mereka," kata Longma Sian.
"Cocok!" sahut Hee Hauw Ceng San.
"Biarlah mereka terbenam terus di dalam buaian asmara." Mereka memutari bukit menuju ke mulut lembah.
Kini kedua pemuda itu tidak berbicara.
Hanya congklangnya kaki kuda masing2 terdengar berirama bergema perlahan di lamping bukit.
Walaupun jalan menuju ke lembah sangat curam namun kedua pemuda itu tidak mendapatkan kesukaran karena jalan itu terang benderang karena sinar sang Ratu Malam.
Tiba2 telinga mereka mendengar suara gemericiknya air.
Hee Hauw Ceng San berpaling, ke arah itu.
Tampak air yang sangat jernih dengan cepat mengalir diselah"se1ah batu gunung.
"Apakah itu aliran air dari sumber Bidawdari?" tanya Hee Hauw Ceng San.
"Tidak salah terkaanmu.
Memang itulah Air Perangkap Jodoh.
Marilah kita rnenuja ke subernya," kata Longma Sian Ternyata di lembah itu sunyi sepi.
Tidak tampak pasangan muda-mudi yang tadi dikatakan sang pangeran..
Mereka menyusuri jalan kecil, maka mereka tidak dapat menjalankan kudanya berendeng.
Pangeran Longma Sian jalan di muka sementara Hee Hauw Ceng San, mengikuti tidak jauh di belakangnya.
Se-konyong2 Longma Sian menarik tali kekang.
Hee Hauw Ceng San pun menghentikan jalan kudanya.
"Ada apa?" tanya pemuda itu terperanjat.
Pangeran menempelkan jarinya ke bibirnya dan bibir itu tampak bersenyum.
"Di dekat sumber air In goan sui tampak bidadari sedang melamun," kata Longa Sian.
Hee Hauw Ceng San menatap mengikuti pandangan Longma Sian.
Benar saja di dekat sumber Bidadari tampak seorang wanita berwpakaian hijau muda tengah berjongkok memandang aliran air.
Wajahnya yang cantik bukan buatan berbayang ber"gerak2 di atas permukaan air yang mengalir amat derasnya.
Tidak salah kata pangeran Longma Sian, wanita yang cantik rupawan itu benar2 bagaikan bidadari yang turun dari kayangan.
Di"se1ah2 batu2yang berserakan ditepi sungai kecil tumouh rumput yang tebal dan berwarna hijau.
Cahaya sang Ratu Malam yang ber-kilau2an tampak terbalik dari permukaan sungai menyinari wanita cantik dan tempat di sekitarnya.
Tiba2 Hee Hauw Ceng San terperanjat.
Hatinya berdebar. Dia mengenali sicantik. "Longma Piat Ki" ia berseru.
Tak dapat ditahan kata2 itu sudah mencetus keluar dari mulutnya.
segera Hee Hauw Ceng San lompat turun dari atas kudanya.
"Ha ha ha" tawa Longma Sian.
"tidak salah saudara Hee Hauw.
bidadari itu adalah kakakku" Sang pangeranpun lompat dari kudanya lalu menghampiri "Longma Piat Ki.
"Ci"ci, pendekar gagah tionggoan berada di sini! Sangat kebetulan kaupun datang kesumber bidadari" Mendengar seruan adiknya.
Longma Piat Ki bangkit berdiri.
Gerakannya tampak sangat luwes.
Melihat Hee Hauw Ceng San wajahnya sang puteri segera berubah merah.
"Dengan siapa kau kemari" Aku merasakan kepalaku pening maka seorang diri aku lalu menuju kemari.
Aku tengah menikmati bulan purnama yang berkilau- kilauan di permukaan air In-goun sui.
Karena asyiknya memandang, aku tidak mengetahui kedatanganmu" sahut Longma Piat Ki.
Hee Hauw Ceng San insyaf sebetulnya sang putri mengenali dirinya.
hanya ia berpura"pura saja menanyakan adiknya.
Cepat2 pemuda kita menghampiri lalu berlulut memberi hormat kepada putri mongol.
"Kongcu, aku yang rendah Hee Hauw Ceng San yang tadi siang menerima hadiah Busur Emas dan Panah Perak dari kongcu.
Aku datang ke tempat ini karena mengikuti ajakannya pengeran.
Harap kongcu suka maafkan bahwa aku telah mengejutkan kongcu" kata pemuda Tionggoan itu "Cici.
kebetulan sekali aku mengajak saudara Hee Hauw kemari.
Jadi siang kau telah mengagumkan permainannya yang mempergunakan Kiat pi pe.
namun kau belu.menyaksikan permainannya yang disebut Hiong ciauw kang atau kekuatan cakar naga" kata Longma Sian "Sudah berapa lamakah Hee Hauw enghiong tinggal di daerah Koan-goan" tanya sang putri dengan suara merdu.
"Pan dai benar saudara berbicara dalam bahasa mongol bagaikan orang mongol aseli saja.
Siapakah gerangan guru saudara?" "Sedari kecil aku yang rendah mengikuti guruku yang bernama Lie It Tauw dan mempunyai gelaran si"tangan"sakti tinggal di luar tapal batas Giok"bun"koan.
Oleh karena pemerintah penjajah Boan-cu hendak menangkap guruku maka beliau telah melarikan diri II dari negara Tiong-goan, jawab Hee Hauw Ceng San.
"Oh, kiranya guru saudara seorang pendekar yang tersohor di dalam dunia Bu-lim" Guru kami Hian Hian Li"hiap pernah menceritakan tentang guru saudara.
Katanya pada duapuluh tahun yang lalu ketika beliau hadir dalam upacara penyambutan Kitab suci di kota Lhasa di propinsi Tibet, beliau menyaksikan kepandaian sin jiu kim kong Lie It Tauw mempertunjukkan ilmu In li lok gan atau burung belibis turun dari awan" kata putri Mongol.
"Terima kasih atas penghargaan kongcu terhadap guruku" kata Hee Hauw Ceng San.
"Memang sudah lama kimi kakak beradik berharap bahwa suatu ketika akan dapat menyaksikan ilmu Liong jiauw kang" kata pula Longma Piat Ki "kebetulan saudara Hee Hauw berada disini, jika sekiranya saudara tidak keberatan kami sangat berharap saudara suka mempertunjukkan ilmu tersebut untuk memperluas pengetahuan kami" Kini Hee Hauw Ceng San baru mengetahui bahwa putri raja Ohlianghai itu paham juga ilmu silat.
"Kongcu adalah seorang murid dari Hian Hian Li"hiap, sayang sekali kepandaianku masih sangat cetek, hingga aku tak berani memperlihatkan keburukan kepandaianku di hadapan kongcu dan pangeran" sahut pemuda itu.
"saudara Hee Hauw!" sela Longma Sian.
"Biasanya cici jarang sekali memuji kepan"daian orang.
Kini ia memohon saudara, mempertunjukkan kepandaian saudara, sungguh saudara mengecewakan kami bila saudara menolak".
Atas desakan pangeran Longa Sian pewmuda Tionggoan itu tidak dapat menolak pula.
Ia menengadah ke angkasa.
Pada mawlam hari sukar menemukan burung belibis yang terbang.
"Tenaga dalamku masih jauh dari semapurna, maka belum dapat menyamakan daya tenaga dalam.guruku.
Beliau dapat menangwkap burung yang terbang pada jarak puluhan tombak.
Maka aku akan memperlihatkan ilmu Kan te sinhi atau Mencari ikan di dasar sungai.
Tetapi umpama permainanku tidak menyenangkan kongcu dan pangeran, aku harap kalian jangan metertawakan" kata murid Lie It Tauw.
Demikian Hee Hauw Ceng San menuju, ke tepi sungai.
Sesaat lamanya ia memandang ke dalam permukaan air yang sangat jernih itu.
Kemudian ia berdiri di atas tumpukan batu kedua telapak tangannya diangkatnya.
Ia menyalurkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya.
Saat itu tampak sinar gemerlapan pada aliran air yang paling atas, sekupulan ikart berenang mendatangi.
Segera ia menurunkan bahunya, kedua lengannya yang sudah mengeras perlahan lahan menurun.
Jari2nya merupakan cakar2 yang tampaknya sangat dahsyat.
Kedua telapak tangannya menekan ke bawah hingga beberapa dim di atas permukaan air.
Mendadak terdengar suara keras bagaikan suara batu dilontarkan ke dalam sungai.
Menyusul suara itu lima atau enam ekor ikan lompat mengikuti muncratnya air lalu jatuh di atas batu2 di tepi sungai.
Ikan2 iiu berkelepakan. Pangeran Longma bertepuk tangan, "sungguh suatu kepandaian yang sangat tinggi.
Tenaga telapak tangan saudara dahsyat luar biasa ditambah dengan kepandaian saudara memainkan senjata Tiat pipe sungguh merupakan sepasang kepandaian yang tak ada taranya" memuji Longma Sian.
Ketika itu puteri Mongol pun tidak bersikap malu2 pula.
Ia menegur adiknya: "A-Sian kau hanya menyuruh orang mempertunjukkan kepandaiannya dan bagaimana dengan kepandaianmu" Setelah aku meninggalkan gunung Al"tai untuk kembali keistana aku tidak pula melihat kepandaianmu.
Bagaimana jika malam ini kau mempertunjukan kepandaiaumu itu kepada kami?" "Ah, mengapa cici menjadi jahat.
Apakah Cici merasa senang aku ditertawakan saudara Hee Hauw.
Bagaimana dengan mempunyai kepandaian yang tak seberapa berani membuka pertunjukan didepan pemuda Tianggoan.
Sedari cici meninggalkan aku suhu hanya mengajarkan aku ilmu hui-kiam (ilmu pedang terbang) begitupun aku belum.melatih dengan sempurna" kata sang adik.
"Sudah lama aku mendengar tentang ilmu pedang terbang dari daerah See hek yang termashur.
Sayang sekali guruku tidak pandai akan ilmu tersebut, maka selama hidupku belum pernah aku menyaksikan kelihayan ilmu pedang terbang.
Jika pangeran tidak keberatan aku mohon pangeran suka mempertunjukkannya untuk memberuntungkan pandanganku," memohon Hee Hauw Ceng San.
Kini pangeran Longma Sian tidak sungkan2 pula.
Diambilnya sembilan pisau terbang dari dalam kantong kulit yang tergantung di sela kudanya.
Panjangnya pisau terbang itu lebih kurang hanya lima dim namun sinarnya kehijau hijauan menyilaukan mata.
"Guruku dapat melepaskan tigapuluh enam bilah pisau dengan kedua tangannya, namun aku hanya mampu melepaskan sembilan pisau dengan sebelah tanganku," menerangkan pangeran.
Longma Sian menghampiri tepi sungai di mana airnya berkerosokan mengalir di antara batu2 gunung yang berserakan di dalamnya.
Mendadak pangeran menggerakan tubuhnya dan pada saat itu juga pisau2 terbang melesat mendatar dari dalam tangannya.
Pisau2 terbang itu kerkelebat2 menyambar permukaan air.
Kemudian tampak beberapa ikan yang perutnya sudah ditembusi pisau terbang jatuh di tepi sungai.
Hee Hauw Ceng San menghampiri.
Ia berjongkok untuk meneliti ikan2 itu" Ternyata pada tiap pisau terdapat ikan yang ditembusi perutnya.
"Sungguh hebat kepandaian pangeran.
Ilmu timpukan Jan cu Hak eng tepat sekali dipergunakannya" memuji pemuda itu.
Putri Mongol tersenyum. "Tadi saudara Hee Hauw mengatakan bahwa guru saudara tidak mahir akan ilmu pedang terbang, tetapi mengapakah saudara dapat menyebut nama sebuah tipu ilmu pisau terbang.
Rupanya saudara Hee Hauw ingin menyembuyikan kepandaian saudara.
Ternyata saudara pun pandai akan ilmu pedang terbang namun tidak suka mempertunjukan di hadapan kami" kata Longma Piat Ki.
Di dalam hati, Hee Hauw Ceng San memuji akan kecepatan jalan pikiran puteri mongol.
Maka cepat2 ia menyahut: "Aku meyakinkan ilmu melontarkan jarum dari dalam senjata Tiat pi pe.
Sedikit banyak ilmu itu hampir bersamaan dengan ilmu melontarkan pisau terbang maka aku dapat mengenali gerakan itu.
Sesungguhnya aku belum pernah melatih ilmu melontarkan pisau terbang".
Sang putri tidak berkata2 pula.
Ia bersenyum sambil mengerlingkan matanya.
Dalam pada itu pangeran Longma Sian sudah mengambil pisau2 terbangnya.
Mendadak tubuhnya bergerak menengadah, lalu tampak tangan kanannya terayun.
Hee Hauw Ceng San menyaksikan melesatnya sembilan bilah pisau beruntun2 dengan menebitkan suara desiran angin.
Pisau2 itu bergemerlapan menembus angkasa setinggi tujuh atau delapan tombak, kemudian menukik dan turun kembali yang segera ditanggapi oleh Longma Sian.
Dalam waktu sekejap kesembilan bilah pisau terbang itu sudah berada kembali di dalam tangan pangeran.
Tak henti2nya Hee Hauw Ceng San memuji akan kelihayannya pangeran Longma Sian.
Longma Sian sudah memutar pula tubuhnya sembilan pisau yang berwarna kehijau hijauan melesat dari tangannya.
Dengan menerbitkan suara mendesir"desir pisau2 itu memutar membuat lingkaran di sekitar tubuhnya untuk kembali di dalam.tangan kanannya.
Pangeran Longma Sian mengulangi permainan itu beberapa kali.
Karena cepatnya gerakan pisau2 itu, yang tarlihat di sekitar tubuh pangeran hanya sinar lingkaran yang gemerlapan kehijau2an.
Tiba2 pangeran Longma Sian berteriak keras.
Sinar lingkaran itu berubah bentuk.
Laksana bintang berpindah sinar itu menembus ke dalam hutan, tetapi dalam waktu sewkejap pisau2 itu kembali ke dalam tangan kanannya sang pengeran.
Di dalam hatinya Hee Hauw Ceng San memuji kepandaiannya pangeran Mongol.
Dawlam usia semuda itu ia sudah mahir memawinkan ilmu Hwe hong to hoat yang bukan kepalang dahsyatnya.
Ilmu Hwe hong to hoat adalah semacam ilmu pisau yang pada saat dilontarkan mengandung suatu tenaga yang tak kelihatan, hingga pisau itu dapat berbalik sendiri di tengah jalan lalu kembali ke tempat asalnya Untuk mempelajari ilmu Hwe hong to hoat sedikitnya harus berlatih selama lima tahun.
Ketika itu seorang putri Mongol, seorang pangeran dan seorang pemuda Tionggoan berkumpul ditengah malam buta di bawah sinar bulan yang sedang purnama.
Karena sangat riangnya sehingga mereka menjadi lupa akan kedudukanya masing masing, mereka tertawa amat bebasnya.
Pangeran Mongol dan sipemuda Tionggoan sudah memperlihatkan kepandainnya masing2 yang sangat menakjubkan, namun bagaimana dengan putri Mongol" Dimasa kecilnya Longma Piat Ki belajar ilmu surat dan membacanya kepada seorang Budha hidup yang dipanggil oleh sri baginda ke istana.
Pendeta itu bernama Nonaputan, seorang ahli sastera yang memiliki juga tenaga dalam dari perguruan Ceng hay"pay di See cong (Tibet).
selama lima tahun pendeta Nonaputan menjadi gurunya putri Longma Piat Ki.
Bukan saja Nonaputan mengajarkan sang putri pelbagai bahasa daerah See hek (daerah barat), namun sang pendeta mengajarkan juga muridnya kepandaian memanah serta menunggang kuda.
Dalam usia sepuluh tahun Longma Piat Ki sudah dapat berlompat serta berjumpalitan di atas punggung kuda.
Kemudian ketika Hian Hian Li"hiap mengajak Longma Sian ke gunung Altai, raja Khan yang mengetahui Hian Hian Li"hiap memiliki kepandaian tinggi dan namanya tersohor di daerah See hek, memerintahkan agar puterinya dihantarkan ke gunung Altai untuk belajar silat bersama"sama Longma Sian.
Hian Hian Li"hiap mengajarkan sang puteri permainan petung Cen"liong kun (Patung naga hijau).
Puteri Longma Piat Ki kembali ke istana ketika ia berusia lima belas tahun.
Ketika itu sang puteri sudah berada diambang pintu kedewasaan, maka puteri remaja harus mempelajari adat bangsawan Mongol dan mengutamakan kewanitaan untuk mempersiapkan diri dalam pernikahan.
Dari mulut ke mulut orang menyiarkan berita bahwa di dalam istana raja Ohlianghai terdapat seorang puteri yang mempunyai kecantikan bagaikan bidadari Sebagaimana sekuntum.bunga hendak mekar dikerubungi oleh kumbang2, begitupun istana sri baginda Oii tianghai mendapat kunjungan para pemuda suku Mongol yang hendak mempersunting si bunga jelita.
Diantara pemuda2 yang melamar itu terdapat putera raja Khan Casogedu yang bernama Huhalan dan saudara muda raja Khan Cunger yang bernama Kahpitun.
Kedua pangeran ini yang paiing tergila gila kepada puteri raja Ohlianghai.
Dua kali mereka datang sendiri ke istana Ohlianghai untuk meminang, namun sri baginda Ohlianghai tidak segera menerima.
Dalam sayembara perlombaan mengadu, kepandaian pangeran Huhalan dan.pangeran Kahpitan pun turut serta.
Kedua"duanya sangat mengidam-idamkan Busur Emas dan Panah Perak itu telah digondol oleh seorang Pemuda dari negara Tionggoan, bahkan yang menyerahkan hadiah tersebut putri Longma Piat Ki sendiri dan pula atas kehendaknya sendiri.
Dapat dibayangkan bagaimana gusar dan mendongkolnya kedua pemuda bangsawan itu Sedari masih kecil Longma Piat Ki sudah memiliki rasa keperwiraan.
Ia mengagumkan pendekar dan orang2 gagah dari negara tetangga.
Ketika suku bangsa Mongol menyerbu ke daerah Tiong goan dan menjajah Tionggoan (kerajaan Goan) banyak terjadi pernikahan campuran antara kedua bangsa tersebut karena mereka menyukai adat istiadat bangsa Han.
Mengingat akan hal itu di dalam hati puteri remaja timbul keinginan akan bersuamikan seorang pemuda nan gagah perkasa dan sopan santun dari negara Tionggoan.
Keruan saja ketika Longma Piat Ki melihat wajah serta tubuh Hee Hauw Ceng San yang cakap serta gagah dan ilmu kepandaiannya yang sangat istimewa sang puteri sudah lantas jatuh hati.
seorang diri ia pergi ke Suber Bidadari untuk diam diam.menceguk air perangkap jodoh.
Putri cantik itu bermohon kepada Dewa Asmara agar menggerakkan hatinya Hee Hauw Ceng San dan menuntun dia ke sampingnya untuk menjadi pasangannya seumur hidup.
Diluar dugaannya pada malam itu ia bertemu kembali dengan pemuda idamannya.
Apakah dewa Asmara yang menuntun si pemuda ke Sumber Bidadari" pikir Longma Piat Ki.
Ternyata dewa asmara mengabulkan permohonannya.
Sering kali puteri mongol mencuri pandang dengan lirikan matanya wajah pemuda tampan itu.
Saban melirik hatinya berdebar debar karena pemuda Tionggoan itu bukan saja bersikap gagah namun tutur bahasanyapun so an santun, sangat berbeda dengan sikapnya pemudaz suku mongol yang pada umumnya kasar2 "Cici, apakah yang kau sedang pikirkan?" tiba2 terdengar Longma Sian bertanya.
Longma Piat Ki tidak lantas menyahut.
Sang putri sedang terbenam dalam.pikirannya maka ia tidak mendengar pertanyaan saudaranya.
"Cici, apakah yang kau pikirkan?" tanya Longma Sian untuk kedua kali.
"Apakah kau tidak dengar seruanku?" Longma Piat Ki baru tersadar dari lamunannya.
"Aku kira kau masih mempertunjukkan kepandaianmu" sahut sang putri kemaluan karena Hee Hauw Ceng San berdiri tidak jauh dari dirinya.
"Kau ingin aku berbuat apa?" "Aku hendak meminta kau mempertunjukkan kepandaianmu.
sahut sang adik. "Pada masa yang lampau kau sering bermain permainan Burung menyelinap di daiam rimba.
Sudikah kau mempertunjukkan permainan II itu di hadapan saudara Hee Hauw?" Tampak wajah pemuda kita keheran heranan.
"Pangeran, ilmu apakah yang dise"but Burung menyelinap ke dalam rimba?" tanyanya.
Longma Sian tertawa. "Ketika masih kecil cici telah mempelajarkan ilmu Ginkang dari seorang pendeta Lhama yang dipanggil oleh ayah ke istana.
Di rimba pegunungan Altai seringkali cici mencelat ke atas sebuah pohon untuk menangkap burung, maka aku menamakan ilmu Ginkang itu Hui ciauw tho lim atau Burung menyelinap ke dalam rimba Aku harap saudara Hee Hauw tidak mentertawakan" menerangkan sang pangeran.
MERAH padam.wajah cantik sang puteri.
Ia melototkan kedua matanya ke arah adiknya lalu berkata: "Hee Hauw enghiong, jangan mendengarkan ocehannya.
Itu hanya permainan ketika kami masih kanak2, tidak layak untuk dipertunjukkan di hadapan orang." Pangeran Longma Sian memang belum meninggalkan sifat ke"kanak2an.
Dengan nada suara meratap bagaikan seorang anak kecil yang dimanja ia berkata: "Saudara Hee Hauw ciciku pintar sendiri, dia sudah menyaksikan pertunjukan kita, tetapi dia tidak mau memperlihatkan permainannya.
Lekas saudata Hee Hauw, bila kau yang memohonnya pasti ciciku akan meluluskan." Sambi tertawa cepat2 Hee Hauw Ceng San bertindak maju lalu memberi hormat kepada puteri Mongol.
"Kongcu yang berbudi, di lembah ini kita hanya bertiga saja maka menurut pendapat aku yang rendah tidak halangannya kongcu mempertunjukan ilmu meringankan tubuh, agar aku dapat memperluas pengalamanku.
Aku datang dari tempat jauh tidak merasa kecewa sudah dapat turut serta mengikuti sayembara perlombaan dan bagaimana rasa besarnya kegembiraanku ketika aku mendapatkan hadiah Busur Emas dan Panah Perak dari kongcu.
Kegembiraan aku itu bertambah sepuluh kali lipat ketika aku bertemu kembali dengan kongcu di sumber bidadari ini.
Dan kini jika aku dapat menyaksikan ilmu Ginkang kongcu rasanya kegembiraanku itu akan bertambah seribu kali bahkan selaksa kali." Longma Piat Ki ingin menyahut, namun kata2nya kandas di lehernya.
Bagaimana sang puteri dapat menolak permintaannya pemudaw yang di idamzkan.
"Kau akan menertawakan." Akhirnya puteri berkata sangat perlahan.
Namun kedua matanya menatap ke arah ikat pinggang Hee Hauw Ceng San.
Melihat clcinya memandang ikat pinggang Hee Hauw Ceng San, sang adik mengetahui maksud hati kakaknya yang tidak diutarakan, "Ah,cici ingin mempertunjukkan kepandaiannya!" seru pangeran Longma Sian.
"Saudara Hee Hauw lekas lepaskan ikat pinggangmu dan berikan kepadaku.
Kami kakak beradik akan mempertunjukkan Cay hong hui iouw atau Pelangi terbang".
Pangeran Longma Sian tidak memakai ikat pinggang, maka ia meminjam kepunyaannya Hee Hauw Ceng San.
Segera Hee Hauw Ceng San melepaskan ikat pinggangnya yang panjangnya, lebih kurang satu tombak enam kaki dan terbuat daripada sutera hijau.
Ia tidak mengerti permainan apa yang sang puteri dan pangeran ingin mempertunjukkan ikat pinggangnya.
Di dalam hatinya pemuda itu berpikir: "Sungguh aneh2 permainannya bangsa Mongol.
Tadi pangeran mengatakan ada ilmu yang bernama Burung menyelinap ke dalam rimba kini ia membutuhkan ikat pinggangku untuk mempertunjukkan apa yang dinamakan Pelangi terbang.
Ah, biarlah sesuka hati mereka bermain dan aku akan mendapat ketika memandang lebih lama wajah cantik dari puteri Mongol yang senyumnya sudah membetot sukmaku." Dalam pada itu Longma Piat Ki sudah melepaskan baju luarnya yang terbuat dari kain tipis.
Kini sang puteri tampak dalam pakaian yang ringkas lengan pendek.
Hee Hauw Ceng San terpesona menyaksikan Longma Piat Ki dalam pakaian ringkas yang memperlihatkan potongan tubuh aseli sang puteri yang sangat menggairahkan.
Longma Piat Ki insyaf bahwa dirinya sedang dikagumi sedemikian rupa oleh Hee Hauw Ceng San yang berdiri bagaikan sudah hilang semangatnya.
Maka ia menyerukan adiknya: "A"sian, lekas mulai!" Longma Sian menggerakkan ikat pinggang hijau itu hingga me-lingkar2 bagaikan ular naga, juga seperti pelangi diangkasa.
Angin pegunungan sepoi2 mendesir perlahan.
Sementara itu Piat Ki sudah membentangkan kedua lengannya dan tubuhnya mulai berwputar, berbareng dengan terdengarnya seruan perlahan tubuh yang indah itu tampak membubung ke udara setinggi satu tombak, kemudian terlihat pinggang yang langsing itu melekuk dan sang puteri turun ke bumi dengan mempergunakan gaya gerak Ceng theng tiam cui atau Capung menotol air.
Pada lain saat sang puteri ber"lompat2an dengan gaya indah di atas ikat pinggang yang bergelombang2 bagaikan ombak.
Gerakan Longma Piat Ki ketika itu bagaikan dewa Lok sui sin sian yang tengah berjalan dengan perlahan menginjak ombak kecil atau bawgaikan burung srigunting yang terbang meliwati pohon2 atau boleh dikatakan juga bagaikan kupu2 yang berterbangan dengan asyik di atas kuntum2 bunga.
Karena gerakwan kaki sang putri turun naik sedemikian cepatnya, maka benar2 tampak putri Mongol itu bagaikan terbang di udara.
Hee Hauw Ceng San menyaksikan permainannya Longma Piat Ki dengan kedua mata tak berkedip.
Tiba2 terdengar putri Mongol berseru: "Ganti!" Segera tampak Longma Sian merubah gerakan ikat pinggang itu yang kini bergerak merupakan lingkaran besar bagaikan roda.
Secepatnya kilat Longma Piat Ki berjalan di atas ikat pinggang mengikuti lingkaran.
Taiipak tubuhnya makin lama makin membumbung ke udara.
Sejenak kemudian tubuh yang langsing itu hinggap pula di bumi.
Wajah sang putri sedikitpun tak berubah.
Tampaknya tenang2 saja tidak terlihat tanda tanda letih dan napasnya tidak memburu.
Hee Hauw Ceng San sangat kagum akan kewpandaian puteri Mongol.
Ia melangkah menghampiri lalu membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada sang puteri.
"Benar2 aku sangat beruntung pada malam ini dapat menyaksikan suatu pertunjukkan ilmu Ginkang yang tak ada taranya.
Kepandaian yang kongcu miliki hanya terdapat di alam sorga, hanya bidadari2lah yang dapat menandingi kongcu.


Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara didunia fana tak seorang pun yang mempunyai kepandaian seperti kongcu.
Sungguh pertemuan kita pada malam ini akan membawa kesan yang mendalam bagiku yang se-lama2nya tak dapat aku lupakan!" Kedua bibir puteri Mongol yang merah bagaikan delima merekah bergerak untuk merupakan senyuman.
Tiba2 sang puteri mengulurkan kedua tangannya.
Hee Hauw Ceng San terperanjat! Itulah tanda pertanyaan cinta gadis Mongol kepada kekasihnya.
Jantung pemuda itu memukul lebih keras, hingga dadanya melonjak, namun nyalinya menjadi besar.
Dengan menekuk lututnya ia menyambuti angsuran tangan sicantik, lalu menciumi ber"ulang2 kedua tangan yang halus itu.
Wajah sang puteri merah padam bagaikan mawar merah melepas kuntum.
Ia hendak berkata namun tidak sepatah kata dapat keluar dari bibirnya.
Sang puteri merasakan dirinya sedang berjalan di atas awan menuju ke sorga ketujuh.
Sementara sang Ratu Malam tampak bersenyum.
Kedua muda mudi itu terdiam, dalam kesunyian agaknya mereka lebih menikmati rayuan asmara.
Saat itu dua hati sedang bertemu, dua hati yang sama dahaga akan cinta.
Apakah khasiatnya air In goan sui demikian berpengaruhnya, belum lama diminum kini sudah terlihat buktinya" Apakah tangannya dewa Asmara yang menuntun pemuda Tionggoan itu kepangkuannya sang puteri" Entahlah! Tiba2 terdengar suara debur kaki kuda, dengan cepat mendatangi.
Longma Sian yang sengaja menjauhkan dirinya kini berlari lari menghampiri kakaknya.
"Cici, lekas naik ke atas kuda! Huhalan datang kemari!" Belum lenyap kata2 Longma Sian atau sudah nampak dua ekor kuda putih dengan cepat berlari menuju ke arah mereka.
Dengan sekali lompat kuda2 itu melewati aliran sungai.
Hee Hauw Ceng San menoleh.
Ternyata pendatang2 itu dua orang perwira bangsawan.
Pada kepalanya kedua perwira itu terdapat topi emas.
Bulu ekor ayam hutan ditancapkan pada topi2 itu.
Mereka berpakaian baju"perang yang lemas terbentuk sisik ikan.
Pada pinggang mereka tersoren pedang panjang.
Pemuda itu tidak mengetahui bahwa kedua pendekar suku Mongol itu masing masing telah memperoleh gelar kehormatan Hui houw Busu (perwira"harimau terbang) dan Kim say Busu (perwira singa mas).
Buru saja Hee Hauw Ceng San hendak melompat ke atas kuda tunggangnya untuk meninggalkan tempat itu atau terdengar suara orang, membentak pemuda itu urungkan maksudnya, ia menoleh pula.
Seorang diantara kedua perwira itu yang pada bajunya di bagian dada bersulamkan kepala harimau menunjukan dengan cambuk ke arahnya sambil terseru "Hei! Kura2 kecil, apakah kau tidak tahu akan derajatmu berani mendekati kongcu.
Lihatlah cambuk Ciokcu mu!" Belum sempat Hee Hauw Ceng San menyahut cambuk siperwira harimau terbang sudah menggeletar ke arahnya.
Sebenarnya Hee Hauw Ceng San tidak ingin menyusahkan putri Mongoi maka cepat2 ia hendak meninggalkah tempat itu.
Tetapi tidak dinyana dengan tiba2 ia menerima serangan cambuk.
Secepat kilat ia membalikan tubuhnya, wberbareng ia mengulurkan tangannya untuk menangkis serangan cambuk yang sudah berada di atas kepalanya terlambat! Lengannya tidak luput terkena juga sabitan cambuk hingga ia rasakan nyeri dan bengkak diba gian kulitnya.
Menurut adat kebiasaan bangsa mongol bila dua orang perwira hendak bertempur, masing2 berdiri berhadapan dengan senjata.
Bilamana mereka mengusiri budak sebawahannya barulah mereka mempergunakan cambuk untuk memukul.
Maka kelakuan perwira yang mendapat gelar kehormatan harimau terbang terhadap Hee Hauw Ceng San adalah suatu penghinaan yang sangat besar.
Saat itu juga Hee Hauw Ceng San naik darah.
Ia lompat ke atas punggung kudanya lalu membentak: "Siapakah engkau, berani mencambuk aku?" Menyaksikan sipemuda sudah naik pitam.siperwira harimau terbang menarik tali kekangnya untuk mundurkan kudanya beberapa Sementara siperwira satunya lagi yang pada kedua lengan bajunya bersulamkan lukisan singa emas mendamprat: "Anjing buduk yang bernyali besar! Apakah kau berani bertempur dengan aku?" Tidak menantikan jawaban lawannya si Singa Emas sudah menghunus pedang panjangnya.
Tampak kedua boleh pihak segera akan bertempur.
Mendadak berkelebat bayangan hijau melingkar2 di angkasa lalu turun ke bawah.
Setelah bergoyang2 dua kali orang itu sudah berada ditengah2 kedua orang yang hendak bergebrak.
orang itu yang menjadi juru pemisah bukan lain pangeran Longma Sian yang memainkan ikat pinggang hijau sebagai senjata.
"Kalian jangan bertempur!" seru Longma Sian dengan lantang dan penuh kewibawaan.
"Apakah kalian sudah tak mengenal kesopanan berkelahi di hadapan kongcu" Dan lupa akan kedudukan kalian sebagai perwiraw bangsawan suku Mongol?" Menurut adat kebiasaan suku Mongol, bila kedua orang hendak bertempur dan di tempat itu hadir juga seorang wanita yang dihormati harus meminta persetujuannya wanita itu dahulu.
Jika tidak akan dianggap orang kasar yang tidak terhormat.
Mendengar teguran Longma Sian, perwira yang lengan bajunya bersulamkan singa emas segera hentikan gerakan tangannya.
Tetapi kedua matanya tetap melotot ke arah Hee Hauw Ceng San.
"orang biadab yang tak tahu akan kedudukan diri, kau berani bergebrak dengan anak raja" Sebenarnya segan aku mengotori pedang pusakaku dengan darahnya orang dari hutan, tetapi jika di tempat ini tidak hadir putri Longma Piat Ki aku sudah belah tubuhmu hinga berkeping2," teriak perwira singa mas itu lalu membuang ludah dengan sikap menghina ke arah pemuda Tionggoan.
Yang tadi mencambuk Hee Hauw Ceng San siperwira harimau terbang yang bernama Kahpitan adalah saudara muda raja Khan daerah Cunger.
Iapun sudah menghunus pedangnya dan kini ia masukkan pula pedangnya ke dalam sarung yang tergantung di pinggangnya.
"Huhalan," kata perwira Harimau terbang.
"Bagaimanapun anjing buduk ini tidak boleh dibiarkan hidup.
Tadi siang kita telah mencari dia kemana2 siapa sangka kita menemukan dia disini.
Jika kau hendak membunuh dia, bunuhlah.
Kau tak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan tak usah banyak bicara dengan kaum rendah!" Putri Mongol bersenyum.
Sang putri insyaf bahwa Kahpitan dan Huhalan mengandung perasaan jelus dan iri hati kepada Hee Hauw Ceng San karena pemuda Tionggoan sudah berhasil merebut hadiah Busur Emas dan Panah Perak.
Dengan ditemukannya Hee Hauw Ceng San di lembah sumber Bidadari sudah pasti kedua perwira itu tidak akan mengasih lewat ketika yang baik dengan percuma.
Pada wajah"wajah kedua orang itu berbayang napsu membunuh.
Sebentar bila sang puteri sudah meninggalkan tempat itu, pasti mereka akan menurunkan tangan jahat mereka membunuh Hee Hauw Ceng San.
Maka pertempuran sudah tidak dapat dihindarkan pula.
Longma Piat Ki merasa bingung.
Ia tidak dapat membantu Hee Hauw Ceng San, walauwpun hatinya ingin berbuat demikian.
Bila ia membantu pemuda Tiong"goan itu pasti Kahpitan dan Huhalan akan menyiarkan berita busuk dan sang puteri akan dipandang rendah oleh rakyatnya sendiri.
Namun Longma Piat Ki tiwdak berputus asa.
Ia memeras otaknya untuk memperoleh suatu daya.
Longma Piat Ki mengajak adiknya naik ke atas kuda masing"masing.
Tiba-tiba berkelewbat suatu daya yang baik di dalam benaknya sang puteri.
Ia menjalankan kudanya menghampiri Longma Sian.
Dengan sorotan matanya ia memberi isyarat kepada sang adik.
Pangeran Longma Sian segera mengerti akan tanda isyarat kakaknya, la menjalankan! kudanya kehadapan kedua perwira bangsawan Mongol itu.
"Pangeran Huhalan dari kerajaan Casogedu, pangeran Kahpitan dari kerajaan Cunger dan pendekar Hee Hauw Ceng Sen dari negara Tiong"goan, kongcu Longma Piat Ki dari kerajaan Ohlianghai memperingati bila kalian mengadu keperwiraan dengan tidak memakai aturan bangsa Mongol, kalian akan merendahkan derajat dan gelaran "II C kalian seru pangeran Longma Sian.
Kedua mata Kahpitan terbuka lebar"lebar "Apa?" serunya "Pangeran tidak dapat menyamakan derajatnya anak kura"kura biadab ini dengan perwira bangsawan suku Mongol.
Ka"mi bukan hendak mengadu keperwiraan dengan dia, kami hanya ingin membunuh mati anjing buduk itu yang sudah begitu sombong berani menantang kami.
Silahkan pangeran dan kongcu meninggalkan tempat ini, supaya kami dawpat segera menghabiskan riwayatnya." Tampak wajah puteri Mongol tegang bahna gusarnya.
"Sikap pangeran terhadap seorang tamu Sungguh merendahkan derajat dan martabatnya suku bangsa Mongol!" seru Longma Piat Ki lantang tetapi merdu "Suku bangsa Mongol terkenal di negara"negara tetangga sebagai bangsa yang ramah tamah dan menghormati tamu tawmunya.
Bagaimana pangeran dapat memandang rendah seorang pendekar dari negara tetangga" "Lagipula tadi siang di dalam seyembara mengadu kaperwiraan baik anggota"anggota panitia maupun orang"orang bangsawan Mongol serta para hadirin semuanya telah mengakui bahwa Hee Hauw Enghiong turut serta dalam sayem bara tersebut sebagai pendekar dari negara Tiong" goan.
"Kalian tidak seharusnya dengan, mengwandalkan kedudukan bangsawan kalian menghiwna orang sedemikian rupa jika kalian henwdak bertempur, aku bersedia menjadi wasitnya.
Tetapi jika kalian berbuat serampangan dan diketahui oleh kepala daerah Ohlantai aku berani pastikan ia tidak dapat memaafkan kalian".
Memang sebelum sayembara dibuka oleh ketua panitia, kepala daerah Ohlantai dimana sayembara itu diadakan telah mengeluarkan maklumat: Barang siapa diantara perwira-perwira yang merasa tidak puas dengan kekalahannya, untuk menghindarkan peristiwa saling dendam diantara perwira-perwira yang datang dari pelbagai daerah, maka perwira itu diberi kesempatan untuk mengadu keperwiraannya dengan orang yang keluar sebagai pemenang.
Tapi pertempuwran itu harus dilaksanakan menurut undang"undang yang sudah ditetapkan, bahwa terlebih dahulu harus diangkat seorang yang mempunyai kedudukan tinggi untuk bertindak sebagai wawsit.
Dengan demikian barulah pertempuran itu dianggap syah dan terhormat.
Mendengar kata-kata puteri Longma Piat Ki yang mengunkit"ngunkit maklumat kepala daewrah Ohlantai, Kahpitan dan Huhalan tidak bewrani mengeluarkan suara pula.
"Jika pangeran Kahpitan dan pangeran Huhalan tidak mempunyai maksud bertempur, aku harap kalian meninggalkan tempat ini dengan segera" kata puteri Mongol penuh kewibawaan.
"Tapi jika benar"benar hendak bertempur, maka kahan harus mentaati perintahku!" Di dalam hatinya Hee Hauw Ceng San me"muji akan ketangkasan dan keberaniannya puteri pujaannya.
Saat itu juga ia menyatakan persewtujuannya.
Sementara kedua perwira bangsawan suku Mongol itu menatap dengan sinar mata mengwhina kerah pemuda Tiong"goan.
Mereka hanya menganggukkan kepalanya masing-masing"mewnyatakan taat kepada perintah kongcu.
Sejenak puteri Longma Piat Ki memandang ke arah dua belah pihak, lalu ia mengangkat kepalanya.
"Hee Hauw enghiong dari negara Tiong"goan, aku memerintahkan engkau menuju ke sebelah kiri!" Setelah mengeluarkan perintah sang puteri mengibaskan cambuknya melarikan kudanya menghampiri sebidang tanah yang tumbuh rumput.
Ia menghentikan kudanya ditengah"tengah padang rumput itu.
Perlahan-lahan namun penuh gaya sang puteri turun dari atas kudanya lalu berlutut di atas padang rumput.
Tiba-tiba kepalanya menengadah memandang langit dan mulutnya berkemak-kemik berdoa dengan penuh hikmat dan bersumpah akan menjalankan tugas nya sebaik"baiknya Kedua perwira bangsawan Mongol dan Hee Hauw Ceng San mengikuti teladannya puteri rawja Ohlianghai.
Mereka bersumpah akan bertemnpur menurut peraturan yang ditetapkan oleh wasit.
Saat itu pemuda-pemuda serta perwira"perwira Mongol telah melarikan kudanya di bawah sinar bulan purnama beruntun-runtun pulang ke masing"masing tendanya Tidak seorangpun diantara mereka yang mengetahui bahwa di atas padang rumput dekat sumber Bidadari akan diadakan pertempuran.
Selesai berdoa dan bersupah Longma Piat Ki lompat ke atas kudanya.
Hee- hauw Ceng San menghampiri dan berkata: "Kongcu, aku yang rendah mohon perkenan kongcu agar di perbolehkan pulang ke tenda untuk mengambil senjata." Belum.sempat sang puteri menyahut, pawngeran Huhalan sudah menyelak: "Anjing bu"duk itu hendak melarikan diri! Kongcu jangan sampai kena dipedayakan olehnya!" Habislah kesabaran Hee Hauw Ceng San.
Ia menggretakkan giginya, kedua matanya mewlotot.
"Aku orang she Hen"hauw bukan bangsa cecunguk yang bicaranya plintat"plintut.
Bila kongcu perkenankan aku pergi mengambil senjataku, di dalam.waktu sekejap aku sudah bawlik kembali untuk membinasakan kalian!" seru pemuda kita.
Terdengar suara sang puteri berseru dewngan lantang: "Aku perkenankan! Aku men"jamin Hee Hauw enghiong akan segera kembali untuk memenuhi janjinya!" Betul saja tidak lama kemudian tampak Hee Hauw Ceng San kembali.
Ia melarikan kudanya bagaikan terbang menuju ke lembah Sumber Bidadari.
Ketika kudanya melompati aliran sungai, tampak wajah Hee Hauw Ceng San masih tetap gusar.
Menyaksikan kedua mata pemuda Tiong"goan yang bersinar buas, Huhalan dan Kahpitan segera memegang pedangnya dalam sikap waspada dan siap sedia menghadapi segala kewmungkinan.
Kegusaran kedua perwira bangsawan itu tiba dipuncaknya ketika mereka menyaksikan sipemuda yang mereka menamakan anjing buwduk dan anak kura"kura ternyata kembali ke tendanya bukan untuk mengambil senjatanya namun tampak pada punggungnya mendukung Busur Emas dan tangannya memegang Panah Perak.
Sepasang senjata miliknya puteri cantik rupawan Longma Piat Ki yang mereka idam-idamkan.
Itulah suatu hinaan yang tak terhingga bagi mereka.
Longma Piat Ki pun terpeianjat.
Menyaksikan dalam sayembara perlombaan mengadu ke perwiraan Hee Hauw Ceng San mempergunakan senjata Tiat"pi"penya, maka sang puteri mengira pemuda Tionggoan itu meminta perkenannya untuk pulang ke tendanya bermaksuk untuk mengambil senjata gitar besi.
Tetapi Hee Hauw Ceng San bukan membawa Tiat"pi-penya untuk menghadapi kedua lawannya, dan sang puteri menjadi terperanjat.
Ia merasa kuatir akan keselamatan pemuda yang dicintainya, namun berbareng ia merasa puas bahwa kekasihnya menghargai tinggi pemberiannya.
Cepat Cepat puteri Mongol menekan perasaannya.
Ia membusungkan dadanya. "Pangeran Huhalan, pangeran Kahpitan dan pendekar Hee Hauw Ceng San, kalian telah bersumpah bahwa dalam pertempuran kalian tidak mengenal rasa kasihan atau budi kecintaan.
Barang siapa yang terluka atau binasa tidak akan menyesal atau mengeluh atau menaruh dendam.
Sebagai wasiat aku memperkenankan Cara bawgaimana kalian hendak bertempur.
Satu lawan satu atau dua lawan satu?" bertanya Longa Piat Ki.
Pandangan sang puteri ditujukan ke arah kedua perwira bangsawan Mongol untuk menantikan jawaban.
Pangeran Khapitan mencelat ke muka: "Aku yang terlebih dahulu akan membereskan" orang ini! Lekas maju!" Dengan kedua tangannya memegang Panah Perak, Hee Hauw Ceng San membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada wasit Longma Piat Ki.
"Mengapakah kau tidak membawa senjatamu?" bertanya sang puteri.
Hee Hauw Ceng San tersenyum, "Dewasa ini sebatang Panah Perak pemberian kongcu merupakan suatu senjata yang tak ada taranya bagiku.
Silahkan kongcu memberi perintah." kata Hee Hauw Ceng San.
Iapun sudah siap sedia untuk menghadapi lawan"lawannya.
Dengan sorot matanya Longma Piat Ki memperingati sipemuda Tiong-goan berhati"hati.
Segera sang wasit menghitung: "Satu...
dua... tiga!" Pangeran Khapitan yang sudah tidak sabar menantikan lebih lama Segera menubruk lawannya sambil berseru: "Jaga pedangku!" Dengan penuh tenaga pedang itu berkelebat menyambar tubuh Hee Hauw Ceng San.
Perwira Mongol itu mahir dalam ilmu menunggang kuda dan memanah, tetapi dalam pertempuran dengan mempergunakan pedang ia kurang terlatih.
Betul gerakan pedangnya sawngat cepat namun ia tidak memperhatikan tinwdakan kakinya.
Hee Hauw Ceng San, dapat melihat kelemahan fihak lawan.
Cepat-Cepat ia gerakkan tubuhnya mencelat ke samping.
Pedang si Harimau terbang membabat tempat kosong.
Berbareng ia mendengar suara: "Trang!" Pedangnya mental ke sisi karena sampokan pangkal panah Hee Hauw Ceng San.
Cepat-Cepat Khapitan membalikan tangannya, kini pedangnya berkelebat"kelebat menye rang secara miring.
Serangan pedang yang saangat dahsyat itu menerbitkan deru angin kewras.
Angin yang diterbitkan pedang si Harimau terbang bergulung" gulung ke arahnya, Hee hauw Ceng San melompat tinggi.
Tubuhnya membumbung ke angkasa, hingga pedang lawan itu menyambar"nyambar di bawah kedua kakinya.
Belum lagi kedua kakinya menginjak tanah, Panah Perak di tangan Hee Hauw Ceng San berkelebat bercahaya karena sinar rembulan, lalu secepat kilat menotok ke arah bahu si Harimau terbang.
Rupanya pemuda kita mempergunakan Panah Perak itu sebagai Pan"koan"pit atau alat berbentuk pinsil untuk menotok jalan darah.
Saat itu juga perwira yang galak bagaiwkan harimau tergetar seluruh tubuhnya.
Kedua tangan dan kakinya mendadak menjadi lemas.
Ternyata totokan pemuda kita tepat mengenai sasarannya.
Saat siperwira terhuyung"huyung, Hee Hauw.
Ceng San hinggap di tanah.
Ia tidak mau mengasi lewat kesempatan yang baik itu.
Secepat kilat tangannya bergerak, pangkal Panah Perak menyambar ke arah pedang siperwira.
Pedang panjang terlepas dari tangan si Harimau terbang dan terlempar jauh.
Ketika itu juga pangeran Kahpitan yangg sedemikian sombongwnya merasakan otot"otot dan tulang"tulangnya linu, kedua matanya memutih.
Robohlah dia di atas padang rumput.
"Hentikan!" seru wasit Longma Piat Ki.
Segera Hee Hauw Ceng San berdiri tegak sambil memegang dengan kedua tangannya Pawnah Perak yang ia gunakan sebagai senjata.
Bukan kepalang gusarnya pangeran Huhalan menyaksi kan kawannya telah dipecundangi dalam beberapa gebrak saja oleh seorang pemuda Tiong-goan yang tidak ternama.
Secepat kilat ia menyambar ruyungnya yang digantungkan disela kuda tunggangannya.
Tanpa menantikan perintah wasit ia menyerbu ke arah Hee Hauw Ceng San.
Ruyung yang dinamakan Kiu ciat-kong"pian ia bulang"balingkan.
Dengan sangat lincah Hee Hauw Ceng San menggerakan tubuhnya ke kanan kiri untuk berkelit menghindarkan serangan ruyung Huhalan.
Tiba"tiba si Singa emas merubah Cara sewrangannya.
Dengan gaya berombak ombak ruwyung menyambar nyambar ke arah pemuda kita.
Kini Hee hauw Ceng San tidak dapat berkelit pula Terpaksa ia gerakan Panah Perak ke kawnan kiri, hingga cahaya bagaikan bayangan perak yang melindungi tubuhnya.
Hee Hauw Ceng San insyaf ia tidak boleh memandang sebelah mata serangan Huhalan, karena permainan ruyung itu mengandung tipu-tipu yang aneh aneh dan istimewa.
Pada lain saat tampak ekor ruyung itu melesat lempang, lalu bergulung"gulung untuk kemudian melurus.
Hee Hauw Ceng San menyampok dengan panahnya.
Apa mau ekor ruyung itu membelok maka jadi menempel pada Panah Perak yang digenggam keras oleh Hee Hauw Ceng San.
Pangeran Huhalan memiliki tenaga yang sangat besar, maka ia dapat mengikut sampowkan senjata Hee Hauw Ceng San.
Tiba"tiba Hee Hauw Ceng San menarik dengan keras.
Tetapi pada lain saat ia kuatir Panah Perak akan patah bila mengikuti tekanan ruyung yang bagaikan besi berani.
Cepat-Cepat ia kendorkan pegangannya.
Sekonyong"konyong si Senga emas berteriak mengguntur.
Pada saat itu juga ruyungnya menggulung senjata lawanya.
Panah Perak membubung ke udara terlepas dari pegangan Hee Hauw Ceng San.
Kemudian ruyung itu memutar"mutar turun untuk menyambar batok kepala Hee Hauw Ceng San.
Menyaksikan Hee Hauw Ceng San dalam bahaya, pangeran Longma Sian terperanjat tak terkira.
Tapi dengan tiba"tiba tampak Hee Hauw Ceng San mengulurkan kedua tangannya ke kiri ke kanan, lalu Secepat kilat kedua tangan itu bergerak dalam gaya Kan"tee"moa hie atau gaya gerak Menyambar ikan didasar lautan.
Ia menyanggah ruyung yang sedang menurun lalu sambil mengerahkan tenaga dalamnya ia patahkan ruyung itu yang masih digenggam oleh Huhalan.
Secepat kilat tangan Hee Hauw Ceng San menyanggah pula ke udara untuk menangkap jatuhnya Panah Perak, dan dalam sekejap Panah Perak itu sudah berada pula ditangannya.
Puteri Mongol sangat kagum.menyaksikan gerakan pemuda pujaannya yang sedemikian Cepat dan gesit.
Dalam pada itu pangeran Huhalan si Singa emas insyaf bahwa ia tidak dapat menjatuhkan pendekar Tionggoan yang ia pandang sebelah mata.
Maka ditimpuknya ruyung yang sudah patah itu ke arah wajah musuhnya.
Patahan ruyung bagaikan burung terbang melesat di udara.
Hee Hauw Ceng San tidak sempat untuk berkelit, namun pemuda kita tidak menjadi gugup menghadapi serangan yang tiba tiba itu.
Segera ia menengadah dan membungkukkan tubuhnya ke belakang.
Patahan ruyung itu tepat lewat di atas dadanya dengan memperdengarkan deru angin keras.
Pada detik itu juga pemuda kita secepat kilat mengulur tangannya untuk menangkap pangkal ruyung.
Kemudian ia memutar tubuhnya dan senjata mendadak ia melonwtarkan patahan ruyung itu ke arah kaki Huhalan Patahan ruyung tempat mengenakan sawsarannya.
Si Singa emas menjerit lalu roboh di atas padang rumput.
Hee Hauw Ceng San sebagai pendekar dari Tiong-goan tidak memalukan negaranya.
Dalam waktu tidak lama ia berhasil merobohkan dua perwira bangsawan suku Mongol yang sombong, "gagah" bagaikan harimau dan "galak" bagaikan singa.
Segera wasit Longma P'iat Ki mengamumr kan berakhir nya pertempuran mengadu keperwiraan tersebut.
Lalu memerintahkan Hee Hauw Ceng San membebaskan totokan jalan darah di bahunya pangeran Kahpitan.
Dalam pada itu pangeran Huhalan yang tadi galak bagaikan singa merangkak bargkit berdiri.
Wajahnya merah membarah bahna muwlutnya.
Segera ia menghampiri pangeran Kahwpitan untuk membantu si Harimau terbang naik ke atas kudanya.
"Malam ini Hee Hauw enghiong telah berwlaku murah hati, dengan tidak menurunkan tawngan jahatnya untuk mencelakai kalian.
Sebawliknya kalian jangan menyimpan rasa dendam hati," kata pangerang Longma Sian.
Kedua perwira itu tak menghiraukan akan kata"kata Longma Sian.
Mereka melarikan kuda masing"masing bagaikan terbang.
Sesaat kemudian mereka telah menghilang di dalam gewlapnya malam.
Perlahan-lahan Longma Piat Ki menghamnpiri Hee Hauw Ceng San.
"Esok pagi kau suwdah harus meninggalkan daerah Ohlantai.
Kedua perwira dari negara tetangga yang kau telah pecundangi pasti tak akan melepaskan kau begitu saja," kata sang puteri setengah berbisik yang terdengarnya sangat merdu di telinga sipemuda.
Pemuda kita memandang wajah cantik ruwpawan itu.
Tak disadarinya ia memegang tawngan sang puteri.
"Kongcu sangat memperhatikan diriku," kata Hee Hauw Ceng San.
"Bagaimana aku dapat membalas budi kongcu yang sangat besar itu.
Malam ini kita berpisahan, entah kapan kita akan berjumpa pula?" Sang puteri menjadi terharu.
Ia menengawdah memandang langit yang hitam kelam di mana sang ratu malam sedang bertandang dengan meganya.
"Beberapa hari lagi aku akan pergi menghantarkan adikku kegunung Altai.
Setelah melintasi pegunungan Danub kira"kira empat ratus li lagi terletak kota Uliasutai.
Kiwta dapat berjumpa pula disana," kata puteri Mongol, lalu menghampiri kuda tunggangnya.
Tidak lama kemudian tampak sang puteri, pangeran Longma Sian dan Hee Hauw Ceng San melarikan kudanya masing"masing menuju ke"perkemahan.
Sang ratu malam perlahan lahan bergerak ke arah barat.
Cuaca di pegunungan itu makin suram.
Dari kejauhan sebentar"sebentar terdewngar suara ringkik kuda yang membikin suasana bertambah seram di daerah luar perbatasan itu.
Longma Piat Ki mempercepat lari kudanya untuk merendengkan dengan kudanya Hee Hauw Ceng San yang berjalan di muka.
"Aku senantiasa mengagumi pendekar dan orang"orang gagah dari daerah Tiaong"goan.
Tak ku kira malam ini dapat berjumpa dengan seorang pendekar Tiong goan, maka bukan kewpalang gembiranya hatiku.
Entah bagaimana perasaan Hee Hauw enghiong pada malam ini?" tanya Longma Piat Ki.
Hee Hauw Ceng San memperlambat lari kudanya.
"Aduhai kongcu yang rupawan, kongcu menanyakan perasaanku pada malam ini" Apa kah kongcu tidak dapat melihat pada sinar mataku yang terbayang wajah kongcu.
Perasaanku pada malam ini bagaikan aku sedang bermimpi berjalan di atas taburan bunga mawar dan di bawah sinar sang purnama serta di sisiku melang kah dengan sangat agungnya seorang puteri yang mempunyai kecantikan melebihi bidadari.
Mimpi aku membawa kesan yang mendalam bagiku dan tak akan kulupakan selama jantungku masih berdenyut.
Aku kuatir akan sadar dari mimpiku itu, tetapi ketika kongcu menga takan bahwa kita dapat berjumpa pula dikota Uliasutai, aku merasakan hatiku lega.
Maka kini harapan ku satu"satunya bahwa selekasnya kita akan berjumpa pula." Sang puteri menerima kata"kata Hee Hauw Ceng San dengan hati puas.
Kedua matanya memandang redup"redup ke arah pemuda kita dan tersungginglah senyuman manis di kedua bibirnya.
Tiba"tiba pangeran Longma Sian menuwsuk dengan cambuknya.
"Disanalah perkemahan kami." serunya untuk menyadarkan kedua mempati yang sedang tenggelam di dalam gewlombang asmara.
Benar-benar Hee Hauw Ceng San agak ter peranjat mendengar seruan Longma Sian.
Ia mengeluh di dalam hatinya menjalankan kudanya lari terlampau Cepat, hingga tahu tahu su dah tiba di muka benceng pertahanan Ohlantai.
Di muka bentengan itu tampak perkemahan raja Ohlianghai.
Bangunan kemah kerajaan itu sangat megah dan mentereng.
Dan dimukanya terdapat tenda"tenda Mongol"pauw yang diwdiami oleh pasukan kerajaan Ohlianghai.
Hee Hauw Ceng San lompat dari atas kudanya.
Ia menghampiri pangeran Longma Sian untuk mengucapkan selamat malam.
Sang pangeran pun mengucapkan selamat malam kepada pemuda kita, lalu Cepat larikan kudanya menuju ketendanya.
Rupanya ia memberi kesempatan kepada Hee Hauw Ceng San untuk mengucapkan kata"kata perpisahan kepada kakak perempuannya.
Sang puteri masih berduduk di atas kudanya.
Perlahan-lahan Hee Hauw Ceng San menghampiri.
Dua pasang mata remaja bertemu pandang.
Untuk sesaat mereka tidak dapat berkata kata.
Kata"kata tak perlu diucapkan dalam keadaan demikian, karena sinar mata saja sudah cukup mencerminkan cinta.
Dalam pada itu dari dalam tenda perkemahan sang puteri keluar dua orang dayang perempuan menyambut kedatangan junjunganwnya.
Mereka bertekuk lutut di sisi Longma Piat Ki.
Tiba"tiba sang puteri mengulurkan kedua tangannya ke arah pemuda kita.
Cepat-Cepat Hee Hauw Ceng San menjura lalu memegang kedua lengan sang puteri untuk diturunkan dari atas kuda.
Sang puteri mengikuti gerakan tangannya Hee Hauw Ceng San lalu ia menjatuhkan dirinya di dalam pewlukannya pemuda pujaannya.
Kedua dayang yang masih berlutut Segera bangkit berdiri.
Dengan tundukkan kepala mereka menuntun kuda tunggangannya sang puteri untuk meninggalkan tempat itu.
"Hee Hauw heng, lekaslah kembali ke tendamu." bisik Longma Piat Ki di telinga sipemuda.
Sepasang mata yang basah bagaikan terkena embun memandang tak puas"puasnya wajah pemuda Tiong-goan itu.
Hee Hauw Ceng San memeluk lebih erat tubuh sang puteri.
"Budi kecintaan kongcu tak dapat aku lupakan, tetapi sayang kedudukan dan derajat kita bedanya bagaikan langit dan bumi," kata sipemuda.
Perlahan-lahan sang puteri melepaskan dirinya dari dalam pelukan Hee Hauw Ceng San.
"Berangkatlah esok pagi.
Kelak kita akan berjumpa pula.
Aku masih mempunyai banyak kata"kata yang aku hendak ucapkan kepadamu," kata Longma Piat Ki.


Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian sang puteri membalikkan tubuhnya untuk bertindak ke dalam tenda perkemahannya.
Dengan hati berat, Hee Hauw Ceng San lompat ke atas punggung kudanya.
Saat itu puteri Longma Piat Ki tonjolkan kepalanya ke luar dari tenda.
Ia melambai"lambaikan tawngannya.
"Hee Hauw Ceng, janganlah melupakan janjimu.
Kita akan berjumpa pula dikota Ulia-sutai!" seru Longma Piat Ki.
Hee Hauw Ceng San menganggukkan kepalanya.
Tiba tiba ia menggebrak kudanya.
Sang kuda berjingkat lalu lari bagaikan terbang.
Hee Hauw Ceng San menoleh.
Tampak puteri raja Khan Ohlianghai, masih menonjolkan kepalanya keluar tenda.
Senyuman yang merawankan hati menghantarkan pendekar Tiong-goan itu meninggalkan kemah kerajaan.
Fajar belum menyingsing. Matahari belum.menonjolkan dirinya dari balik pegunungan di sebelah timur.
Embun tebal masih menyelubuwngi, daerah Ohlantai.
Namun Si-tangan sakti Lie It Tauw sudah mengajak muridnya pergi.
Setelah melintasi penjalanan beberapa rawtus li, barulah Hee Hauw Ceng San bertanya kepada gurunya.
"Apakah suhu kuatir dikejar Huhalan." "Aku tidak takut kapada Huhalan atau Khapitan," sahut Li It Tauw, "Yang aku kua-tirkan kini kita melintasi daerah pegunungan Danub.
Di atas puncak mana berdiam seorang wanita ahli pedang yang namanya tersohor dan dimulai di daerah Mongolia Barat.
Pendekar wanita itu bernama Pek Lian Sian.
Dia seorang iman wanita, namun ada kalanya dia suka menyamar sebagai iman laki-laki.
Maka dalam kawlangan rimba persilatan ia mendapat julukan Im"yang"yauw-li atau siluman banci." "Mengapa kita harus takut siluman Banci itu" Apakah dia musuh suhu?" tanya Hee Hauw Ceng San.
Lie It Tauw tidak lantas menyahut.
Ia terdiam sejenak. Di dalam medan perlombaan mengadu keperwiraan aku memperoleh berita bahwa raja Khan dari daerah Casogede mengutus puteranya yang bernama Huhalan sepulangnya dari daerah Ohlantai singgah di puncak gunung Danub untuk menganugrahi gelar Hwatsu kewpada Pek Lian Sian," menerangkan sang guru.
"Ada hubungan apakah penganugrahan Hwatsu itu dengan kita?" sang murid bertanya "Soal itu tidak ada hubungan apa"apa dengan kita, tetapi peristiwa engkau dengan Huhalan disumber Bidadari yang kini menguatirkan aku- Jika kita bertemu dengan siluman banci Pek Lian Sian ada kemnngkinan kita akan.menga1ami bencana," kata Lie It Tauw dengan nada penuh kekuatiran- Daerah pegunungan Danub itu luas sekali- Barisan bukit yang dimulai dari padang rumput daerah Ohlantai sambung menyambung ribuan li hingga di daerah Asia Tengah- Puncak gunung Danub yang tinggi menjulang ke angkasa dari kejauhanpun sudah terlihat- Setelah.menempu perjalanan beberapa hari tampak di hadapan mereka seorang tua dan seorang pemuda.menunggang seekor unta ja1an.mendatangi- Pada belakang unta itu tergantung kantong senjata- Lie It Tauwzmenatap ke arah pendatang itu- Iarmenerka usia orang tua itu lebih dari enam puluh tahun, namnn sikapnya masih terlihat gagah.
Sementara sipemnda yang berwajah tampan berusia lebih kurang tujuh belas tahun- Tiba"tiba Lie It Tauw terperanjat! Ia mengenali orang tua itu- Cepat ia menarik tali kekang untuktmenghentikan larinya sang kuda- orang tua itu pun sudah.mengenali Lie It Tauw- "Lie-hian-tit, tak kusangka kita berwjumpa di tempat ini!" seru orang tua itu.
Segera Lie It Tauw lompat turun dari salah kudanya, lalu berlutut di pinggir jalan, "Susiok, tit"jie pun tidak:menyangka dapat bertemu dengan su"siok di daerah luar perbataswan- Bagaimanakah dengan kesehatan su"siok, tit"jie harap su"siok baik-baik saja- Tit"jie sewdang menemuh perja1anan.mela1ui pegunungan Danub dengan.mmrid tit"jie," menerangkan Lie It Tauw- Ternyata orang tua itu adalah paman seperguruannya Sitangan sakti Lie It Tauw- Sin-jiu"kimrkong Lie It Tauw'memberi isyarat dengan.matanya kepada.mMridnya- Hee Hauw Ceng San.mengerti isyarat gurunya.
namun ia tidak tahu siapa orang tua itu yang dipanggil su"siok oleh gurunya- Cepat"cepat ia mengikuti teladan gurunya berlutut di hadapan si orang tua- Dengan sinar mata tajam orang tua itu.memandang wajah Hee Hauw Ceng San- Ia tersenyum- WA"tauw," katanya kepada Lie It Tauw- "Muridmu ramannya lebih cakap dan lebih ganteng daripada Hee Hauw Liongku."
Lie It Tauw berpaling memandang sipemuda yang masih bercokol dipunggung unta.
"Su siok, jika tit jie tidak salah dengar saudara kecil itu she Hee Hauw" Sungguh kebetulan Sekali muridkupun she Hee Hauw." Orang tua itu tak menyahut, ia hanya tersenyum.
Tiba"tiba wajahnya berubah tegang.
Ia menjadi gusar kepada muridnya yang masih bercokol di belakangnya.
"Babi tolol! Mengapakah kau tidak lekas-lekas turun dan memberi hormat kepada suhengmu!" bentak si orang tua sambil memukul ke belakang dengan ranting bambu penghalau unta.
Si pemuda berjumpalitan di atas panggung unta lalu hinggap ditanah.
Ranting bambu memukul tiga kali punggungnya, maka sipemuda memanggut tiga kali kepada Lie It Tauw.
"Sute yang baik." kata Lie It Tauw.
"Kau berasal dari daerah mana?" Si orang tua yang menjawab pertanyaan Lie It Tauw.
"Ia sendiripun tidak mengetahui berasal dari mana.
Aku dapat beli dia dari seorang di daerah See-liang.
Pada lengan tangannya terdapat huruf yang ditata berbunyi: Hee Hauw Liong dan Thian Sat.
Aku kira dia keturunan Hee Hauw San dari jaman Sam Kok dan keluarga itu telah berasimilasi dengan suku bangsa See liang." Mendengar penuturannya si orang tua, Hee Hauw Ceng San berseru: "Lo Kong-kong pada lengan sun"tit"jie pun terdapat tulisan" Ia segera menggulung lengan bajunya.
Tampak huruf-huruf Hee Hauw Ceng San dari Thian Sat..
Hee Hauw Liong pun memperlihatkan iengannya dimana ditata lima huruf.
Gaya tulis an huruf huruf itu serupa dengan huruf huruf dilengan Hee Hauw Ceng San.
Jelaslah kedua tulisan itu dibuat oleh satu orang.
Lie It Tauw merasa heran.
"Hm, rupanya kalian terikat kekeluargaan," kata siorang tua.
"It Tauw bukankah kau datang dari daerah Ohlantai" Pada beberapa hari yang lalu aku pergi ke kota Giok Bun Moan untuk mencari kau, aku kira kau pergi ke daerah Mongolia Barat.
Kini aku sudah merasa sangat panas, lebih baik kita beristirahat di pesanggrahan yang tidak jauh dari tempat ini.
Aku mempunyai suatu soal penting yang hendak kutanyakan kepadamu" Lie It Tauw mengiakan lalu lompat ke atas punggung kudanya.
Segera mereka menuju ke pesanggrahan.
Orang tua yang menunggang unta itu bernama Thia Jie Liong.
Dia adalah saudara seperguruannya suhu Lie It Tauw.
Di dalam kawlangan kang-ouw Thia Jie Liong mendapat gelaran Tiat-jiauw"liong (Naga berkuku besi).
Gerakan tangannya yang disebut Jiauw Liong atau Kuku naga sangat tersohor di daerah barat laut.
Sementara gurunya Lie It Tauw mempunyai gelaran Tiat-jiauw sin atau Malaikat berkuku besi.
Tiat"jiauw"sin dan Tiat"jiauw"liong kakak beradik seperguruan, pada masa mudanya tersohor sebagai dua pendekar aneh di gurun pasir daerah See-liang.
Mereka muncul dan menghilang tidak berketentuan.
Sudah belasan tahun Lie It Tauw tidak bersua dengan su"sioknya, maka pertemuan itu sangat menggirangkan paman dan keponakan Seperguran itu.
Matahari sudah turun ke arah barat Angin pegunungan di daerah gurun pasir itu meniup sepoi-sepoi.
Akhirnya mereka tiba di tempat beristirahat.
Tenda-tenda perkemahan banyak terdapat di sana sini.
Mereka memilih tempat sedikit jauh dari perkemahan-perkemahan itu.
Lie It Tauw Ceng San serta dibantu oleh Hee Hauw Liong membuat tenda untuk beristirahat.
Ketika tenda perkemahan itu selesai di buat cuaca sudah mulai gelap.
Tidak lama lagi malam akan tiba.
Hee Hauw Ceng San menyalakan beberapa buah lilin sebagai penerangan.
Tidak lama kemudian mereka duduk bercakap"cakap sambil minum arak yang dibawa oleh Thia Jie Liong di dalam kantong sediatanya.
Thia Jie Liong meminum araknya lalu berwtanya kepada Lie It Tauw: "Apakah kau tahu siapa gerangan Pek Lian Sian?" "Dia seorang imam wanita di daerah peguwnungan Danub.
Ada apakah II maka su"siok berwtanya, sahut Lie It Tauw.
Mendadak wajah Thia Jie Liong berubah suram.
"Ia menyuruh muridnya mencari dikau.
Kau harus berhati hati!" memperingati si Naga berkuku besi.
Kata-kata Jie Liong masih bergema di dalam tenda tiba"tiba di luar tenda berkelebat bayangan orang.
Cepat-Cepat Thia Jie Liong mengangkat cawan araknya.
"Ah. dia sudah datang!" serunya.
"Prak!" Sebilah senjata gelap mengenakan tepat cawan yang dipegang Thia Jie Liong.
Si tangan sakti Lie It Tauw pun melihat sinar berkelebat masuk ke dalam.tenda menyamabar ke arahnya.
Ia hendak menggulingkan tuwbuhnya untuk menghindarkan serangan gelap itu, tetapi sang susiok Thia Jie Liong sudah menghadang meluncurnya senjata gelap itu dewngan cawan araknya.
Pecahan cawan arak berantakan di tanah bersama Sebilah pisau terbang.
Lie It Tauw insyaf bayangan tadi adalah itu orang yang menyerang dirinya secara gelap.
Cepat-cepat ia menyambar senjata Tiat"pi-pe yang terletak di sisinya.
Dimatikannya api lilin"lilin lalu mencelat keluar tenda.
Diluar tenda cuaca gelap gelita.
Langit hitam kelam, karena bulan bintang tidak berwtandang.
Mendadak terdengar suara mendesis di dekatnya.
Cepat"cepat ia menggoyangkan Tiat"pi"penya untuk menentang serangan gelap.
Dua bilah pisau terbang dapat ditangkisnya hingga jatuh ke tanah.
Kemudian terdengar pula suara desiran angin beruntun-runtun.
Enam buah senjata tajam melesat menyerang dengan berbawreng.
Lie It Tauw insyaf pendatang itu mempunyai ilmu sangat tinggi.
Bahwa serangan pertama dua bilah pisau terbang itu hanya merupakan serangan cobaan untuk mengetahui kepandaiannya sang lawan.
Kini enam bilah pisau terbang dengan berbareng dilontarkan ke arahnya merupakan serangan yang tulen.
Pisau"piwsau itu berputar"putar menyambar dahsyat tak terkira.
Jika hendak ditangkis dengan berbareng bukan pekerjaan yang mudah.
Percuma Lie It Tauw mendapat gelaran si Tangan sakti bila tidak mampu menghadang serangan pisau terbang tersebut.
Demikianlah ketika dilihatnya sinar melesat ke arahnya bawgaikan bintang beralih, cepat cepat ia miringkan tubuhnya.
Berbareng tangan kirinya mewnyambar senjata gelap yang meluncur pertama.
Dalam sekejap pisau terbang itu sudah berada di tangannya.
Kemudian secepat kilat satu demi satu pisau"pisau terbang itu disampoknya dewngan pangkal pisau yang sudah berada di tangannya Sekonyong konyong dari jarak puluhan tombak dimukanya berkelebat bayangan sesosok tubuh manusia keluar dari belakang sebuah tenda perkemahan.
Lie It Tauw menjadi gusar.
Ia yakin orang itulah yang melontarkan senjata senjata gelap ke arahnya.
Cepat cepat ia menjejakkan kakinya di tanah lalu melesat dengan mengerahkan ilmu lari cepat yang disebut Kip heng Gin kang mengejar bayangan tersebut.
Penyerang gelap itu lari melalui tenda tenda perkemahan hingga bayangan tubuhnya sebentar terlihat sebentar menghilang di dalam gelap.
Bahna sangat gusar Lie It Tauw hendak mengejar terus, tetapi si Naga berkuku besi Thia Jie Liong dan Hee Hauw Ceng San sudah menyusul.
"Jangan dikejar!" seru Thia Jie Liong kepada Lie It Tauw.
"Nampaknya sipenyerang gelap itu seperti Ui Bin Jilay Pakute dari kuil Ki"tay"si.
Aku kira ia datang tidak sendiri, maka Hiat"tit harus berhati"hati." Lie It Tauw tidak membantah.
Segera ketiga orang itu kembali ketenda perkemahan.
Bukan kepalang terkejutnya mereka, melihat Hee Hauw Liong rebah terhampar di tanah.
Cepat-cepat Thia Jie Liong menghampiri untuk membangungkan muridnya.
Kisah Tiga Kerajaan 7 Novel The Chamber Karya John Grisham Bulan Jatuh Dilereng Gunung 8

Cari Blog Ini