Ceritasilat Novel Online

Iblis Dunia Persilatan 1

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone Bagian 1


Tubuh Gardapati Terombang-ambing diantara
derasnya air sungai, hingga akhirnya sampai disebuah
air terjun yang tinggi dan curam, bisa dipastikan
bahwa tubuhnya akan jatuh diantara air terjun yang
tinggi. Untunglah, tubuhnya terbawa oleh pohon kayu yang
besar yang kebetulan hanyut, hingga itu tidaklah
terlalu membahayakan nyawanya,
"Wungg..." Tubuh Gardapati melayang jatuh
"Byurrshhh!" Gardapati tampak berputaran diudara, ketika hendak
tiba dipermukaan air, kebetulan posisi Gardapati
adalah berdiri. seandainya yang jatuh adalah kepala
dahulu niscaya jika tidak mati, pasti akan hilang
ingatan. Tubuhnya tenggelam tertelan air diiringi
sebuah pancuran air yang meloncat kelangit.
Ketika tenggelam itu secara beruntung tubuhnya
masuk kedalam goa air. tubuhnya terus terseret arus...
hingga menggelinding di batu berlumut.
Aneh,... ternyata didalam sana air tidak masuk,
bahkan udarapun tampak mengalir dengan lancar,
Gardapati tampak tergolek dihadapan seorang tua
berjenggot putih berlumuran darah. Bajunya putih
dengan bercak-bercak merah, rambutnya awutawutan. matanya hijau membara, tak salah dia
adalah Iblis Bermata Hijau adanya.
Ternyata lorong gua dalam air itu terhubung dengan
Jurang Mulut Dewa neraka adanya.
"Bwahaha....... Ternyata tuhan telah mengabulkan
keinginanku. dalam beberapa tahun kedepan, maka
dunia persilatan akan banjir darah.. huaahhhaaaa...!?"
Kakek itu tertawa terbahak-bahak.
Diperhatikannya tubuh bocah itu, susunan tulang,
hawa pembunuhan, maupun dendam telah menjadi
satu diwajahnya. rahangnya tampak keras pertanda
bahwa ia adalah seorang yang keras akan
pendiriannya. Semakin diperhatikan, semakin kagumnya kakek itu,
seraut wajahnya yang sudah lesu memancarkan
gairah yang menggelegak bak lahar yang siap
meletus. Tiba-tiba mata kakek itu menangkap suatu kulit
binatang yang terpegang erat oleh bocah itu, merasa
penasaran. kakek itu segera mengambil gulungan
kulit itu, dan membukanya.
"Kitab Dewa Dunia Persilatan" baca kakek itu,
seketika itu juga wajahnya berubah sumringah, lalu
tergelak-gelak. dan berkata lantang. "Terpujilah kau
Anak Iblis..haha" Diambilnya tubuh Gardapati dan diberikan saluran
tenaga dalam demi mencari kesembuhan.
Seperminum kopi kemudian, tampak tubuh Gardapati
menggelepar-gelepar, dari ubun-ubun Iblis bermata
hijau mengepul asap hijau keputihan,...
Kondisi mereka semakin memuncak hingga akhirnya
Iblis bermata Hijau Merentangkan kedua tangannya
dengan telapak terbuka, kemudiaan ditarik keatas
kepala hingga menyatu dan ditarik sejajar dengan
dada seperti menyembah, perlahan dilepaskan dan
diletakan di paha. Sementara itu, Gardapati muntah-muntah, dari
mulutnya menyembur air yang demikian deras, terus
berulang-ulang hingga Gardapati telentang tak kuat
menahan beban tubuhnya. Iblis bermata hijau biarkan saja Gardapati telentang,
malahan ia lebih memilih untuk bersemadi.
Setelah sekian lama, Gardapati mulai sadar
pikirannya, ia celingukan melihat tempat di
sekelilingnya, lalu ia bangkit dan ia terkejut melihat
seorang kakek-kakek didepannya yang berlumuran
darah dan mengepul asap hijau.
Gardapati berpikir sejenak, ia tahu kakek itu yang
telah menyelamatkan hidupnya, dengan tekad yang
membaja Gardapati bersujud dihadapan kakek itu.
Empat kentongan kemudian, Iblis bermata hijau
tersadar dari semadinya. ia sedikit kaget juga melihat
ada seorang yang bersujud dihadapannya, namun
wajahnya tetap biasa seolah tak terjadi apa-apa,
malahan ia bangkit dan meninggalkan Gardapati yang
bersujud. Ia masuk kesalah satu ruangan di bawah jurang itu,
dan sungguh luar biasa, didalamnya terdapat ratusan
mayat yang menggeletak, namun bukan mayat
melainkan tengkorak-tengkorak yang berserakan. dan
anehnya semua tengkorak itu berubah menjadi
warna hitam. Iblis bermata hijau, langkahkan kakinya menuju sudut
ruangan, kakinya melangkah kekanan dua kali dan
kekiri satu kali, lalu maju dua langkah kedepan.
"drekk...dreekk,,...!" rak yang dipenuhi dengan puluhan
kitab yang berjejer itu bergerak membuka dan
membukalah sebuah goa lain.
Iblis bermata hijau masuk kedalam goa itu dan
memperhatikan kitab-kitab yang berjejer disana,
wajahnya tersenyum bangga, diambilnya dua buah
kitab yang terbuat dari kitab kambing. adapun kitab
itu bertuliskan "Iblis Panah Asmara"
Sementara tangannya yang lain mengambil sebuah
kitab yang terbuat dari kain. adapun tulisannya
adalah. "Lipat Hawa Murni"
Setelah dibolak-balik kitab itu segera dikembalikan
ketempatnya dan pergi kesudut ruangan, diambilnya
kitab lain dan dibacanya judul kitab itu. "Sabda Dewa
dan Iblis" Dibukanya kitab itu, dihalaman pertama terdapat
sederetan tulisan. adapun tulisan itu yakni "Dilarang
mempelajari ilmu ini kecuali jika orang yang
mempelajarinya memiliki dua sipat, bila mempelajari
tanpa mengindahkan ilmu ini maka ia akan mati gila"
Iblis bermata hijau tertawa bangga, lalu ia kembali
dimana tadi Gardapati bersujud. kekagumannya
bertambah ketika menyaksikan gardapati tetap
bersujud ditempatnya. Waktu terus bergulir bagaikan roda, roda kehidupan
yang semakin melaju tetap, tanpa seorangpun yang
dapat menghentikannya. Sudah Lima hari lima malam Gardapati bersujud,
lututnya sudah nyeri, perutnya terasa melilit menahan
lapar, tapi ia keraskan hati dan teus berdiam.
"Muridku Bangunlah, sudah lima hari kau bersujud
disana...!" Iblis bermata hijau menegur.
Mendengar kata murid Gardapati sungguh merasa
bahagia, segera ia bangkit dan.... dunia
berputar...berputar laksana gasing, lututnya goyah...
blukk... ia Pingsan. "Hahaha..... "Iblis bermata hijau bergelak tawa dan
membawa tubuh Gardapati kesebuah pembaringan
dari batu. ** Malam semakin larut... hewan malam bersahutsahutan..menambah kengerian dimalam itu, Seorang
gadis cilik berlari ngos-ngosan, wajahnya tampak
menyiratkan ketakutan yang dalam. ia terus berlari
tanpa menghiraukan keadaannya yang sudah mandi
keringat. Siapakah dia" Dari bajunya yang kuning langsat bisa ditebak bahwa
dia adalah Astadewi adanya. rupanya setelah
membunuh Mayasari ia segera kabur melarikan diri,
dari pikirannya saja ia bisa menebak bahwa dirinya
bisa celaka. tanpa pikir panjang itulah ia kabur terbiritbirit, Setelah berlari selama tiga hari tiga malam sampailah
ia dihutan yang dikeramatkan oleh segenap umat
persilatan, sebab hutan itu tak lain adalah tempat
diama Jurang Mulut Dewa Neraka adanya.
Tentu saja Astadewi tak mengetahui hal itu, segera ia
mencari sebuah goa dimana dirinya akan tinggal.
setelah kutatang kutiting mencari kemana-mana
akhirnya ia menemukan goa yang cukup nyaman,
goa itu lumayan dalam. Astadewi masuk dan
membersihkannya maka terciptalah sebuah goa
istana yang baru. Malam itu, ia tak ingin berbuat apa-apa, yang ingin
dilakukannya hanyalah tidur untuk menebus
kelelahannya,... Tak menunggu waktu yang lama Astadewi telah
dibuai oleh sang dewi tidur, mulutnya yang mungil
tampak sunggingkan senyuman kepolosan
sebagaimana wajah yang dimiliki anak seusianya,
wajahnya yang cantik itu begitu lugu ketika cahaya
dewi malam menyinari wajahnya. dimalam yang
gelap dan dingin itu. Perlu diketahui bahwa Astradewi tidur menjelang
kentongan tiga, jadi tak salah bila tak begitu lama
fajar telah menyingsing..
Matahari pagi bersinar kekuningan, suara burung pagi
bersahut-sahutan, mengusik kesadaran seorang gadis
cilik berusia sepuluh tahunan itu.
Gadis itu celingukan dan segera bangkit, dilihatnya
disisi goa ada air sungai yang mengalir, Astadewi
segera melepaskan bajunya dan mandi disana...
Setelah selesai, Gadis cilik itu segera memakai
bajunya sendiri lalu duduk bersila.
Perlahan dibukanya kitab yang ia curi di perguruan
Teratai putih itu, "Kitab Asmara Teratai Putih... diciptakan oleh Dewi
Iblis Perajah Sukma" desis Astadewi sambil membuka
lembaran pertama, wajahnya merah seketika
ternyata cara mempelajari ilmu itu harus dalam
keadaan telanjang, semakin dibuka semakin
Astadewi gelisah ternyata selain harus telanjang, ilmu
itu juga menuntut hubungan badan.
Astadewi yang berumur masih belia tentu saja tak
bisa membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, tanpa beban ia pelajari ilmu yang menurut ia
mudah dan tak memerlukan lelaki.
Astadewi terus berlatih hingga waktu terus bergulir
tak terasa waktu semakin merambat
* Kuarungi jagat raya yang disaksikan mega bisu
Laut masih biru, Langitpun masih kelabu
Kubernyanyi diantara kesetiaan samudra
Kubersenandung dibawah payung langit
Ombak beriak menggulung keangkara murkaan
Sang raja siang tetap berjalan belenggang kangkung
Pagi di timur sore dibarat,
Ayunan dayungku tetap mantap
Meski raga ini tak lagi kuat...
Hidup ini titipan... Titipan sang pencipta yang suci...
Terdengar nyanyian merdu yang serak serak basah
dari seorang kakek kakek yang asyik mendayung
sebuah rakit dari bambu. Caping lebar menutupi
sebagian wajahnya. hanya jenggot putihnya saja
yang menjuntai menyentuh dadanya.
"Srettt....seekor anak ikan gajah menghampiri sikakek,
membuat sikakek tertegun, jika seandainya saat itu
ada burung yang terbang di depan mulut kakek itu
pasti akan masuk tertelan. Caping lebarnya segera
dibuka demi melihat apa yang ada didepannya,
wajahnya yantg sudah berkeriput menampakan
usianya yang sudah uzur tampak terkejut.
"Apakah aku sudah gila dimakan usia"Pikir Kakek itu.
Apa yang anda lakukan jika anda melihat seorang
bayi sedang tiduran diatas seekor ikan gajah dan
mengunyah seekor ikan mentah yang merupakan
ikan paling langka dimuka bumi" Mimpipun tidak
Sikakek belum pernah melihat seorang bayi seperti
yang dilihatnya sekarang. bayi yang belum berumur
seminggu menurut taksirannya sedang asyik
memakan ikan mentah" dan hidup diantara samudera
yang ganas tak berujung diatas Ikan gajah"
Setelah sembuh dari terkejutnya sikakek mengambil
bayi itu dari punggung seekor ikan gajah yang diam
dalam BELAIAN SAMUDRA, diperhatikannya bayi itu,
ternyata dilehernya menjuntai sebuah kalung
berbentuk kujang yang sepertinya bisa dibuka tutup.
Nyatalah bayi itu ternyata anak dari pasangan Rangga
dan Dewi. seorang warga biasa yang tak mengerti
sebuah ilmu silat apapun. Mereka bukanlah orang
berdarah biru, juga bukan keturunan pendekar... lalu
mengapakah anaknya bisa seajaib itu" Siapa bilang
jika ksatria harus berdarah biru" juga siapa yang
mengatakan bahwa seorang pendekar besar harus
berasal dari keturunan dari keluarga pendekar
kondang" pada hakikatnya manusia tetaplah manusia
yang tercipta dari saripati tanah, kemudian
beregenerasi melalui segumpal darah, lalu menjadi
zigot dan hidup dialam kandungan selama sembilan
bulan. Kehendak ilahi memanglah tidak bisa diduga oleh
seorang manusia. jikalau harus mati, matilah ia tapi
jika ia berkehendak hidup maka hiduplah ia. seperti
halnya yang terjadi dengan bayi itu. bayi yang mungil
dan menggemaskan namun memancarkan hal yang
gaib dari tubuhnya. Kakek itu mengambil dan membuka kalung bayi itu,
sehelai kertas terlipat rapi didalamnya. ketika dibuka


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

munculah beberapa bait tulisan indah namun sediit
kacau, nampaknya surat itu dibuat dengan tergesa
gesa. "Siapapun yang menemukanmu jikalau engkau masih
hidup anakku, putra dari Rangga dan Dewi, seorang
manusia lemah yang tak berdaya ini, anggaplah ia
keluargamu. engkau hidup diantara amukan langi t
dan bumi, kilat menyambar sembilan kali mengiringi
kelahiranmu. Anakku dalam mimpiku aku melihatmu
tertawa diantara belaian samudra, engkaupun dapat
hidup diantara amukan ombak ganas yang
menerjangmu, dalam mmpi itu aku juga melihat
keluarga kita mati tersambar kilat kesepuluh. tapi
tampaknya engkau adalah sang pilihan, hingga
engkau masih tertawa ketika kilat menyambarmu.
mintalah sebuah nama kepada orang yang
menemukanmu yang seharusnya kau panggil kakek.
Samudra adalah Ibumu, Gunung adalah Ayahmu.
Langit adalah Atap rumahmu, bumi adalah alasmu,
jendelamu adalah cakrawala, gurumu adalah makhluk
ciptaan tuhan dan tuhanmu adalah Allah yang maha
esa" Sikakek tertegun, diulang ulangnya surat itu, ya... ia
akhirnya paham mengapa ia masih hidup meski
menjelang usia uzur. usianya hampir mencapai Tiga
ratus tahun, benar benar usia yang sungguh luar biasa
sebagai manusia, ia jelajahi dunia dan mengarungi
samudra, mencari arti sebuah kehidupan.... ia ingin
mati, tapi bukan mati bunuh diri layaknya seorang
pengecut... dulu ia adalah ksatria, ksatria yang sangat
terkenal dengan kesaktian olah kanuragannya.
mungkin gara gara mempelajari sebuah ilmu
kejayaan, membuatnya susah mati....
TIDAK....Setangguh apapun manu
"Akh...Segarnya..!" Seorang gadis cantik berusia lima
belas tahunan menggeliat rindu. seluruh tubuhnya
yang hanya dibalut oleh kulit kujang itu menggerakgerakan tubuhnya, Rambut dan bagian tubuhnya tampak basah
sepertinya ia sehabis mandi, wajah gadis itu lugu dan
manis, matanya sayu seakan berharap bahwa ada
orang yang akan menemaninya tidur, lesung pipit
gadis itu terlihat ketika ia sedang tersenyum.
Siapakah Gadis cantik itu" dia tak lain dan tak b ukan
Astradewi adanya. "Huh.... Segarnya,....! Lima Tahun telah berlalu, hanya
sepuluh jurus lagi yang belum ku kuasai, apakah aku
memang tega menghancurkan perawanku ya?"
Gumam Gadis itu. "Akh... Sudahlah lagipula aku pikir perawanku ini
cukup setimpal dengan ilmu yang akan ku pelajari"
Gumamnya lagi. Mendadak... "Kakang Lihat ada Goa!" terdengar suara lelaki
berkata,. "Benar Adimas, Kita istirahat disana saja. aku pikir
penduduk kampung takan berani bila mengejar kita
kesini" Kata yang satunya lagi.
Astadewi coba mengintip, dilihatnya yang dipanggil
kakang itu seorang lelaki dengan berewok yang
memenuhi wajahnya, bajunya hanya jubah merah
model terbuka memperlihatkan dadanya yang bidang,
kekar, dan berbulu lebat.
Sedang yang satunya lagi adalah seorang lelaki
berambut pelontos alias tak berambut, bertolak
belakang dengan kawannya itu, bajunya sama yaitu
jubah merah terbuka, hanya yang satu ini memiliki
perut buncit. Dada Astadewi bergemuruh, antara senang dan takut,
senang ia akan segera dapat mangsa untuk
mempelajari ilmunya sedangkan ia takut sebab ia
belum pernah melakukannya.
Astadewi segera masuk kedalam menunggu dengan
harap-harap cemas, sedangkan kedua orang itu
semakin dekat dengan goa.
"Kretek" Saking gugupnya Astadewi menginjak ranting tempat
ia memasak. membuat dua orang yang akan masuk
itu waspada segera. "Sreng....!" Lelaki berambut pelontos mencabut
pedangnya, ?"Ada orang kakang! sebaiknya aku gunakan racun
pemabuk saja kakang,"
"Tidak Adimas, jangan dahulu, kita lihat dulu siapakah
orangnya, kita dua maling macan masakah takut
menghadapi orang" cegah lelaki berewok.
Ketika masuk, matanya melotot melihat gadis cantik
yang lugu dan menggairahkan bersender didinding
goa. "Hei,.. seorang gadis, untung aku tak gunakan racun!"
Lelaki berambut pelontos itu tertawa ketika melihat
gadis cantik berkulit indah hanya memakai baju dari
kulit kijang sehingga tak bisa menutupi tubuhnya
yang mulai tumbuh. "cah ayu, siapakah dirimu, mengapa kau sendirian
disini?" Tanya Lelaki berewok sambil nyengir
memperlihatkan giginya yang kuning.
"Anu...anu Tuan!" Astadewi berlagak ketakutan,
padahal hatinya berharap lelaki itu melakukan
sesuatu. "haha... sungguh kebetulan, kita sedang ingin
bersenang-senang. cah ayu, ayo kita bersenangsenang... aku yakin aku akan membuatmu merasakan
indahnya surga dunia,haha... aku yakin tubuhmu akan
menyentak-nyentak seperti cacing kepanasan" Lelaki
berewok itu berkata sambil mendekati Astadewi.
Astadewi diam ditempat, dia tak mundur ataupun
melakukan apapun saking gugupnya. bagaimanapun
ia belum berpengalaman. Lelaki berambut pelontos itu tak sabar, ditariknya baju
kulit kujang astadewi dengan kekerasan sampai lepas
dari tubuhnya.. "Brettt,.,,!" maka tak ampun lagi dada mulus dan baru
tumbuh itu menyembul keluar...
Secara reflek Astadewi menyilangkan tangannya
untuk menutupi bagian intimnya itu.
"Tuan... Anu....jangan !" Astadewi tergagap, sungguh
malu ia telanjang dihadapan orang.
Lelaki berambut pelontos itu tak peduli kesusahan
orang, ia menubruk tubuh astadewi hingga keduanya
jatuh dan berguilingan dilantai. menggumulinya
hingga Astadewi menjerit karena sakit, tapi Astadewi
tak melawan, ia biarkan lelaki berambut pelontos itu
melakukan aksinya, setitik air bening keluar dari mata
indahnya menahan sakit. Lelaki berambut pelontos itu lucuti pakaian yang
dimilikinya, hingga terdengar nafas memburu yang
bersahut-sahutan, lelaki berambut pelontos itu dengan
buasnya menciumi tubuh Astadewi, Astadewi tiba-tiba
merasakan sesuatu ditubuh bagian bawahnya, dan..
"brettt...!" "Akhrrgghhh....! Astadewi menjerit kesakitan
mendapat perlakuan itu. tapi ia tak memberontak,
sambil menahan sakit ia gigit bibir bawahnya.
Setelah sekian lama, tubuh lelaki ambruk ditubuh
diatas tubuh Astadewi, Atadewi dan lelaki berambut
pelontos itu tampak terkulai lemah, nafas mereka
masih ngos-ngosan. Tampak Lelaki Berambut pelontos itu menggulingkan
tubuhnya kesamping, dan posisinya digantikan
dengan Sibrewok. Sibrewokpun segera melakukan hal yang sama
seperti kawannya, sehingga Astadewi mendapat
tugas tambahan, namun kali ini ia tak terlalu
menderita bahkan terlihat ia mulai menikmatinya.
Tanpa mengenal lelah, kedua lelaki itu mengerjai
tubuh Astadewi sigadis berusia lima belas tahunan itu.
Menjelang tengah hari ketiganya menghentikan aksi
dan tertidur dalam posisi tak berubah, yakni Astadewi
tidur telentang dengan diapit dua lelaki itu dalam
keadaan tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh
mereka. Mungkin karena lelah atau apa, ketiganya tertidur,
hingga sang mentari telah tiba diufuk barat sana,
sebab diantara mereka tenaga dalam Astadewi yang
paling tinggi, ia bangun untuk yang pertama kalinya,
Astadewi celingukan... segera ia bangkit dan
membersihkan diri di pemandian yang ia buat sendiri
di goa itu. lalu memakai baju kulit kijangnya, ia tak
menyalahkan kedua lelaki itu, ia juga tak merasa
menyesal melakukan itu. Astadewi melesat pergi keluar, dan hanya butuh
sepertanakan nasi saja ia sudah kembali menenteng
kijang yang cukup besar. Astadewi segera menguliti dan membersihkan kijang
itu tanpa mempedulikan dua orang lelaki yang baru
saja mengerjai tubuhnya. Tak begitu lama segera tercium bau harum daging
terbakar, rupanya Astadewi memanggang tubuh
kijang itu. Dan akibat wangi itu, Kedua lelaki itu mendusin dari
tidurnya, keduanya bangun dan saling berpandangan,
dilihatnya gadis yang tadi mereka kerjain sibuk
mengipasi api yang dipakai untuk memanggang
hewan buruannya. Tanpa kata, keduanya bangun dan mengambil baju
masing-masing, namun suara merdu bak burung nuri
itu mencegahnya. "hihi... kalian bersihkan dulu tubuh kalian sana... tuh
diair itu!" Astadewi menegur sambil menunjuk dimana
ia mandi tadi. Kedua lelaki itu kembali berpandangan, keduanya
sungguh tak mengerti akan kebaikan gadis berwajah
lugu itu. bila orang lain mungkin mereka akan dibunuh
ketika tidur tadi. tapi gadis itu..... malah menyuruh
mereka mandi, adakah gadis seaneh itu". ada... tapi
jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
Bagai kerbau dicocok hidungnya mereka bangun dan
berjalan keair, melihat itu Gadis itu malah tertawa
cekikikan dan mengalihkan pandangannya.
"Kakang!" Lelaki berambut pelontos itu berkata heran.
"Gadis yang lemah lembut, lugu namun aneh, bila
gadis lain yang di perkosa seperti tadi barangkali kita
akan mati sekarang" Ucap lelaki berewokan sambil
geleng-geleng, tak lama kemudian terdengarlah suara
gemericik air, sepertinya keduanya sedang mandi.
Setelah selesai keduanya bergerak mendekati gadis
cantik itu dan duduk berhadapan.
"Maafkan kami Nona, ...!" Ucap Lelaki berewokan
lembut, namun selembutnya mereka tetap saja
ucapannya begitu garang. Astadewi tersenyum saja tanpa menjawab. ia
teruskan panggangan hewan buruannya.
" Nona...!" Panggilnya lagi.
"Ya, Tuan!" Astadewi menjawab.
"Kau benci kepada kami?" tanyanya.
Astadewi menggeleng dan menjawab singkat "Tidak"
"Lalu apakah kau tak menerima permintaan maaf
kami" Lelaki Berewok tadi memelas, sehingga
wajahnya yang garang terlihat lucu.
Astadewi tertawa cekikikan" Baik saya terima asal
kalian membantuku. bagaimana?"
"Membantu apa nona" demi membalas kebaikan
nona, matipun aku siap!" Lelaki berambut pelontos
menyerobot bicara,. "Benarkah?" Mata Astadewi berbinar,
"Tentu Nona" Jawab Lelaki berambut Pelontos.
"Tapi, Saya masih berusia lima belas tahu, apakah
saya pantas memerintah kalian?" tanya Astadewi.
"Nona, ingatlah pepatah mengatakan "kecil tak boleh
disangka anak, besar tak boleh disangka bapak, jadi
katakanlah apa yang harus kami bantu" Ucap Lelaki
berewok bijak. Maksudnya adalah pengetahuan dan pengalaman
tidak memandang segi usia, adakalanya orangmuda
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
banyak dibandingkan oleh orang yang usianya lebih
tua darinya. Astadewi manggut-manggut, lalu berkata malu-malu.
"Saya hanya meminta kita dapat mengulangi yang
tadi, hanya dengan posisi yang saya minta"
Kedua lelaki tadi melongo mendengar ucapan itu,
sungguh mereka tak mengira bahwa akan
mendengar ucapan itu dari seorang gadis cantik dan
lugu itu. Namun sepertinya pengalaman lelaki
berewok itu cukup banyak, ia berpikir bahwa gadis itu
mustahil akan melakukan sesuatu tanpa ada
maksudnya. ia ingat kata pepatah Dijual dahulu maka
dibeli, maksudnya adalah memikirkan dengan matang
sebelum melakukan pekerjaan.
"Apakah Nona sedang mempelajari suatu ilmu?"
tanyanya. Astadewi tersenyum malu, wajahnya memerah ia
mengangguk-anggukan kepalanya dan berkata.
"Tapi jangan khawatir, itu tidak akan mencelakai kita
bertiga, saya rasa takan ada yang dirugikan, malah
ada harapan tenaga dalam kalian akan bertambah!"
"Kau jangan khawatir nona, meski kami seorang
maling namun ucapan kami adalah ucapan seorang
lelaki sejati, kami tidak akan menelan ludah kami


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri" "Terimakasih.." Ucap Astadewi lirih.
"Nona, Pepatah mengatakan Tak kenal maka tak
sayang, maka dari itu bolehkah aku mengetahui
namamu?" Astadewi tersenyum manis, lalu menjawab
"Astadewi, dan siapakah kalian bedua?"
"Aku Danenra, dan ini adik angkatku Adi Praja" lelaki
berewok memperkenalkan dirinya sekaligus
memperkenalkan orang yang berada disampingnya.
"Akh, sudah matang.. mari makan!" Astadewi alihkan
pembicaraan. lalu bangkit dan berjalan tertatih, sebab
ia merasakan organ intimnya cukup perih.
Melihat itu, Danenra segera membantu "Biar aku saja
yang membawakan" Ucapnya.
Astadewi tersenyum dan mengecup pipi Danenra,
namun wajah lugunya sama sekali tak hilang, tak ada
kesan jalang dari sikapnya, semua serba lugu dan
polos, bahkan berkesan anggun. oleh sebab itulah
suatu saat nanti ia akan memiliki gelar Dewi Asmara
berwajah lugu. "Mari Makan,!" Ucap Astadewi sambil memotong Paha
kijang itu dan dimakannya sendiri.
Kedua lelaki itu tertawa terbahak-bahak, "kau mau
dada kijang ini Dewi" Danenra menawarkan. tak ada
kata sungkan lagi dalam kata-katanya, bahkan kali ini
mereka bercakap-cakap seperti orang yang sudah
kenal puluhan tahun. "hihi, Kakang Danenra, melihat wajahmu itu aku ingat
kata pepatah" Astadewi tertawa.
"Apa itu" tanya Adi Praja penasaran.
"Bukan tanahnya menjadi padi..hihi"
"hahaha... kakang benar sekali apa yang dikatakan
Nimas Dewi, kau sama sekali tak memiliki tampang
seperti orang yang baik hati, haha!" Adi Praja tertawa
berkakakan, sementara Danenra tersenyum saja,
semenjak itulah Astadewi mempelajari kesepuluh
jurus dari apa yang belum dikuasainya itu bersama
dua orang yang awalnya memperkosa dirinya,
Seperti orang yang mengantuk disorongkan bantal
saja Astadewi memanfaatkan kesemuanya menjadi
sebuah hal yang bermanfaat, seperti kata orang,
Siapa melejang siapa patah.
* Uap mengepul dari sebuah lautan lepas, adakah
mungkin bila sebuah lautan mengepulkan uap"
mungkin itu adalah suatu kejadian yang sangat
langka..tapi, kini telah terjadi, jika hanya uap biasa,
itulah biasa...tapi kini,... sebuah uap yang muncul dari
dalam air, uap itu ketika berada didalam air bukanlah
sesuatu uap yang seperti muncul dari permukaan, uap
itu berbentuk bulat menggumpal seperti es, ketika
sampai dipermukaan uap itu berubah menjadi sebuah
asap... benar benar fenomena yang begitu luar biasa.
Jika ditelusuri kejadian awalnya mengikuti gumpalangumpalan uap yang mengepul kelangit maka kita
akan menjumpai uap-uap dalam bentuk gumpalan,
semakin dalam....dan semakin dalam... sesampainya
didasar samudra terdapat tonjolan besar layaknya
sebuah gunung. Seperti halnya yang kita ketahui.. Jika gunung
maupun hal lainnya juga terdapat didalam lautan...
begitulah yang terjadi sekarang, ternyata uap itu
berasal dari sebuah gua disekitar kaki gunung itu.
Dalam Gua itu cukuplah terang, lorong lorongnya
berkelok kelok hingga kita bisa menjumpai sebuah
ruangan yang begitu megah dan indah.
Entah mengapa, dalam Gua itu Air tidaklah dapat
masuk . . . Seorang kakek duduk terpejam mengheningkan
cipta.. adakah didalam Gua dalam Lautan terdapat
Oksigen (Udara)" Mungkin Ja
wabannya adalah Ya..! atau juga bisa Tidak..! Tapi sang maha Pencipta sangatlah begitu berkuasa,
jika ia berkehendak membuat saluran udara dalam
gua didasar samudra maka terjadilah.
"Gara.... Hari ini cukuplah...." Kakek itu membangunkan
semadi seorang bocah berusia lima tahun yang asyik
bermeditasi didalam sebuah kolam sebesar kubangan
kerbau. Air itu begitu jernih, saking jernihnya sampai-sampai
seperti tak berair, air itu rasanya tawar tak bera sa,
bagaimanakah dalam dasar sebuah samudra ada air
tawar"..... entahlah segalanya serba mustahil tapi
itulah kenyataannya. Kakek yang biasa dipanggil dengan Eyang Begawan
Sutrasno oleh Pemuda yang dipanggil Gara atau
Sagara Angkara itu berkata bahwa air itu bernama
AIR MURNI DASAR BUMI. Air itu tercipta hasil dari penyubliman dari Air laut, Air
laut itu berasal dari samping kanan Kolam Air dengan
jarak sepuluh Tombak. karena panas bumi dan
gunung berapi, air laut itu menguap dan menjadi
tetesan-tetesan air seperti embun kemudian lambat
laun menjadi semakin banyak lalu akhirnya
berkumpul dalam sebuah kubangan batu sehingga
jadilah sebuah kolam sebesar kubangan kerbau.
Bocah laki-laki itu bangkit, lalu memakai pakaiannya.
Setelah semua selesai bergegas ia duduk dihadapan si
kakek. "Eyang, sebenarnya kekuatan apakah yang membuat
kita bisa bergerak?" adakah mungkin bila bocah
berusia lima tahun berkata layaknya seorang dewasa.
Tapi, ini nyata, jika bukan Sagara Angkara siapakah
lagi yang akan bertindak seperti itu.
"Energi... Atau Ki dalam kebudayaan Jepun. Chi dalam
kebudayaan Cina, Prana dalam kebudayaan Hindu,
Qudra dalam kebudayaan Arab"
"Apakah Energi Atau Ki, Chi, Prana dan Qudra itu
eyang?" "Energi Atau Ki, Chi, Prana dan Qudra adalah nafas
kehidupan yang dipancarkan kepada kita dari Yang
Wujud, Yang Maha Perkasa dan Baqa, yang
memelihara seluruh manusia beserta seluruh ciptaanNya. Energi yang mengatur pola pikir dan emosi kita
adalah sumber dari kekuatan hidup kita dan
merupakan faktor yang menggerakkan dalam seluruh
mahkluk hidup. Ia berputar melalui tubuh kita dan
dapat pula digunakan sebagai kekuatan maupun
untuk penyembuhan. Itulah yang merupakan sumber
dari seluruh pergerakan di dunia ini. Bila tubuh
manusia kehilangan nafas kehidupan ini, maka energi
asal (atau kekuatan hidup) akan meninggalkannya,
membiarkan tubuhnya untuk membusuk. Tubuhnya
kembali ke asalnya yang bersifat bumi, dan rohnya
kembali ke asal dari energi rohaniah yang bersifat
malaikat. Energi ini tak pernah hilang dan tetap ada,
tanpa rahasia dari sifat alamiahnya dimengerti oleh
ilmu pengetahuan dan alopati.
"Dimanakah adanya Energi Rohaniah itu Eyang?"
"Energi rohaniah yang tak diketahui ini berada di
belakang kehidupan setiap titis darah dari mahkluk
yang bergerak, pergerakan di balik setiap sel hidup,
dan kekuatan penggerak dari gugusan-gugusan
bintang dan galaksi-galaksi. Ia membawa kekuatan
yang lengkap dan sempurna yang nyata, aktif dan
berkesinambungan. Gerakan dari kekuatan ini adalah
asli karena tak sesuatupun dapat tumbuh atau hidup
di seluruh dunia ini tanpa luput dari pengaruhnya."
Eyang Begawan Sutrasno menghentikan
penuturannya sebentar lalu melanjutkan.......,
"Hal ini terutama dapat diterapkan di bumi, ditempat2 yang tidak ada pepohonan, rumput, sayuran
dan benar-benar tak ada kehidupan yang dapat
terwujud tanpa halangan dari energi yang tak
nampak dan tak diketahui ini. Dengan energi inilah
sebuah tanaman kecil, dapat menyeruak di tengah
gurun pasir yang demikian luasnya. Kekuatan hidup
rohaniah yang energetik ini memegang organ-organ
pembuluh darah, dan seluruh bagian tubuh berada di
tempatnya. Bila daya hidup tubuh menghilang, maka
hubungan antara organ tubuh menjadi berubah dan
terganggu, yang akan mengarah kepada kesakitan,
disfungsi organ dan gangguan kesehatan secara
menyeluruh." "Bagaimana cara kerja Energi asal (Kekuatan Hidup)
itu Eyang?" "Energi Asal atau Kekuatan hidup yang bersifat energi
rohaniah tersebut menciptakan medan energi di
sekitarnya seperti magnet yang di-charger (diberi
muatan) dengan kuat atau elektrod. Kekuatan ini
merefleksikan energinya melalui sekujur tubuh
manusia dan menjadi kekuatan penggerak hidup di
belakang seluruh aktiviti dan prosesnya. Kekuatan
hidup tersebut tidak hanya memberikan energi
kepada tubuh namun juga memberinya identiti.
Seperti sebuah atom yang diberi ciri oleh susunan
elektron-elektron, proton dan neutronnya"yang
sekaligus merupakan komponen energinya - demikian
pula kekuatan hidup rohaniah memberikan energi dan
identiti pada jasadnya."
Begitulah keseharian mereka, Eyang Begawan
Sutrasno selalu memberikan metode pembelajaran
seperti itu, ia tak pernah memberinya pembelajaran
ilmu silat, tapi, ia membukakan apa Hakikat Ilmu silat
itu. seperti halnya pembicaraan barusan, yang
menyaksud sebuah energi, atau penunjang Tenaga
dalam. Siang berganti malam, malam berganti siang, sehari
telah berlalu.... seorang bocah berusia lima tahun
bersemadi diatas langit-langit gua layaknya seekor
kelelawar, tapi ini beda, jelas-jelas berbeda, jika
seekor kelelawar mestinya bergelantungan dengan
kakinya, tapi bocah ini, lain dari yang lain, ia duduk
bersia diatas langit-langit gua layaknya langit-langit itu
adalah lantainya. Setelah membua matanya, bukannya takut, bocah itu
malah bernyanyi-nyanyi kecil,
Aku adalah kelelawar, Bagiku dunia ini terbalik,
kaki dikepala, kepala dikaki
bumi langitku, langit bumiku
mataku layaknya orang buta,
tapi tuhan sayang padaku telingaku layaknya mataku,
Aku hidup dalam kegelapan,
tapi hatiku secerah mentari
la...lala...laaaa akulah sang kelelawar.....
Sebenarnya nyanyian itu adalah syair seorang
Pujangga Silat bernama Aram Widiawan, Syair itu
tercipata ketika dia melihat seekor kelelawar yang
asyik bergelantungan mencari mangsa ditengah
malam. saat itu tenaga dalam beliau sudah musnah
dan lebih suka mendalami kesustraan. namun
pengetahuannya tentang ilmu silat tidaklah musnah,
maka dimasukannya berbagai ilmu silat kedalam syair
itu. Eyang Begawan Sutrasno mendapatkan syair berusia
ratusan tahun lalu itu, ia temukan disebuah lembah
bernama Lembah Langit darah dimana Aram
Widiawan dan keluarganya mengasingkan diri.
Eyang Begawan Sutrasno tahu, jika murid sekaligus
cucu angkatnya menyukai Syair, maka dari itu selain
mengajarkan Hakikat ilmu Silat, ia juga mengajarnya
dengan ilmu kesusteraan. maka dari itu, dalam tangan
Sagara Angkara Syair apapun akan berubah menjadi
sesuatu ilmu silat yang dahsyat, apalagi Syair
mendiang Aram Widiawan yang sudah mengandung
silat.... "Uhuk....brutttsss darah segar termuntah dari
mulutnya, ia jatuh telentang menimpa cadas,
tubuhnya tergores luka, ia tergolek pingsan.
"Hem...Sungguh Anak yang cerdas alang kepalang
dan keras kepala.." Eyang Begawan Sutrasno berkata
sambil memangku bocah itu dan beranjak kesebuah
pembaringan dari batu, Riupanya semenjak tadi,
Eyang Begawan Sutrasno sudah memperhatikan
muridnya itu dengan diam-diam. didudukannya bocah
itu, kemudian ia menempelkan telapak tuanya
dipunggungnya. ia meramkan mata sambil
mengerahkan tenaga murninya.
Seperminum teh kemudian, dari ubun-ubun keduanya
muncul uap putih. tampaknya keduanya sedang
mencapai puncak penyembuhan.
Tak lama kemudian, Bocah itu membuka matanya,
lalu Eyang Begawan Sutrasno cepat menarik
tangannya... "Berbaliklah" Sagara Angkara berbalik dan tersenyum.
"Bagaimana Keadaanmu Gara?" dengan penuh kasih
sayang Eyang Begawan Sutrasno mengelus elus
kepala Sagara Angkara. "Saya baik-baik saja Eyang, Eyang jangan terlalu
mengkhawatirkan saya." Sagara Angkara
meyakinkan. Sambil meringis serba salah.
"Haha...... ada yang ingin kau tanyakan Gara?" Eyang
Begawan Sutrasno mengerti akan kebiasaan cucu
sekaligus muridnya itu. "Ya eyang..." tersipu Sagara Angkara


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tanyakanlah....."
"Bagaimana caranya Eyang mengobati saya!"
Eyang Begawan Sutrasno tersenyum. yah....ini adalah
salah satu sifat yang ia sukai dari bocah itu... bertanya
sampai-sampai hal-hal yang selalu terlewatkan oleh
seorang manusia biasa, apalagi bocah seusianya.
"Dengan Penyaluran Tenaga dalam melalui telapak
tangan" "bagaimana Teknik penyembuhan melalui tenaga
dalam bekerja?" "Teknik-teknik penyembuhan Tenaga dalam
melibatkan medan energi yang terdapat di sekitar kita
masing-masing. Setiap orang memiliki suatu medan
energi atau suatu aura yang mengitari dan
menembusi tubuh fisikal. Medan ini sangat erat
berhubungan dengan kesehatan manusia."
"Saya belum mengerti eyang"
"Energi penyembuhan menggunakan tenaga dalam
beranalogi dengan air terjun. Bila sebuah air terjun
disalurkan dengan cara yang tepat, maka
kekuatannya dapat digunakan untuk menghasilkan
energi dan memberikan penerangan. Demikian pula,
bila aliran darah disalurkan dengan tepat melalui
sistem yang seimbang maka kekuatan penggerak dari
energi tersebut akan menguatkan energi dari organorgan yang lemah. Dalam organ-organ yang kekuatan
hidupnya telah melemah dan berkurang,
penyembuhan menggunakan tenaga dalam akan
menambah dan mengaktifkan kekuatan-kekuatan
vital ini. Teknik penyembuhan menggunakan tenaga
dalam memungkinkan energi hidup untuk menyebar
dengan cepat untuk mengaktifkan anggota yang sakit
dan menyembuhkannya." Eyang Begawan Sutrasno
menuturkan penjelasannya.
Pada Zaman sekarang Teknik Penyembuhan Tenaga
dalam bisa dilihat dalam reaksi atom, di mana
kekuatan yang dahsyat dibebaskan dari energi
internal atom tersebut. Energi yang dihasilkan secara
geometris meningkat, sejalan dengan atom yang
diaktifkan dan berenergi menyebarkan energinya ke
sekitarnya, membangun reaksi berantai dari
pembebasan energi. Prinsip yang sama dari reaksi atom tersebut
digunakan oleh para Pendekar maupun tabib Zaman
dahulu untuk memusatkan dan mengaktifkan
kekuatan hidup yang terdapat dalam diri si pesakit.
Mirip dengan cara yang digunakan ahli perubatan
modern yang mengarahkan laser untuk
menyembuhkan bagian tubuh yang terserang, para
Pendekar maupun tabib Zaman dahulu mengakses
reaksi berantai serupa dari energi yang terdapat di
da lam tubuh, menyalurkannya ke bagian yang
terserang untuk menyembuhkan sakit dan
penderitaan. Bila satu organ mulai sembuh, yang
lainnya mengunakan energi yang dibebaskan untuk
mengaktifkan dan membebaskan energi dalamnya,
yang pada gilirannya akan membangun
keseimbangan fisiologi dan bebas dari rasa sakit.
"Lalu Bagaimana Eyang?"
"Penyembuhan menggunakan Tenaga Dalam memiliki
tiga Fasa yaitu Gaya Universal--atau energi kosmik-meliputi energi-energi dari planet-planet, bintangbintang, serta galaksi-galaksi, dan apapun yang
berada di sekitar kita yang membangkitkan medan
energi. Gaya yang menyebar ke seluruh bagian yang
sangat luas ini memelihara jiwa kita, roh dan energi
dalam dari masing-masing individu dan dalam setiap
makhluk hidup. Melalui proses perenungan dari
Penyembuhan menggunakan Tenaga Dalam ,
seseorang dapat mengakses energi penggerak yang
terdapat dalam setiap sel di dalam tubuh. Energi
tersebut disalurkan ke korteks otak, yang merupakan
pusat proses dari pikiran kita. Dari sana akan
difokuskan dan disalurkan secara intens di dalam inti
batang otak, yang diaktikan dan dirangsang dengan
kekuatan hidup yang sudah terfokus. Pada gilirannya,
impuls dikirimkan ke sistem syaraf otonom, mengatur
fungsi tubuh, memeliharanya dalam keseimbangan,
dan bebas dari rasa sakit. Konsentrasi energi di dalam
otak menyusun fasa pertama dari Penyembuhan
menggunakan Tenaga Dalam. Proses ini pada
gilirannya nanti akan merangsang syaraf vagus untuk
mengirimkan impuls listrik ke sistem jantung ke
simpul sinoatrial, melalui saluran antar simpul, melalui
simpul atrioventrikular, menuruni Bundles of His, lalu
keluar dari serat Purkinje, lalu ke dalam dinding
miokardial untuk memulai sistol. Perpindahan energi
yang mengisi jantung ini adalah fasa kedua dari
Penyembuhan menggunakan Tenaga Dalam.
Keadaan-keadaan seperti sakit dada karena
kurangnya bekalan darah ke jantung, kegagalan
jantung, cardiomiopath y dan tekanan darah tinggi,
sebagai tambahan dari banyak penyakit jantung yang
berkaitan dengannya, disembuhkan dan pesakit
kemudian dapat sihat kembali dan terbebas dari rasa
sakit. Energinya kemudian di pamkan bersamaan
dengan darah keluar dari jantung melalui sistem
vascular dan dikirimkan ke seluruh tubuh dalam fasa
ketiga dari Penyembuhan menggunakan Tenaga
Dalam.uhuk...uhuk...."
Eyang Begawan Sutrasno berhenti bertutur diselang
batuknya yang mulai menyerang, memang untuk saat
ini usia Eyang Begawan Sutrasno terlalu uzur untuk
memiliki seorang murid. Melihat Eyangnya tampak menderita, bagaimanapun
Sagara Angkara mengerti Eyangnya sudah mencapai
usia yang sangat tinggi untuk ukuran seorang
manusia. Apalagi Eyangnya barusan membantunya
mengobati tenaga dalam yang meliar.
"Sebaiknya kita hentikan saja Eyang...!"
"Haha....Kau mengkhawatirkan keadaan fisiku Gara,
jangan Khawatir setidaknya aku masih bisa hidup
sepuluh duapuluh tahunan lagi..haha?" Mulut berkata
seperti itu, tapi hati Eyang Begawan Sutrasno Terharu
nian atas perhatian murid tunggalnya itu.
"Nah, Gara dengarlah penuturan ku kembali. Fokus
utama dari fasa ketiga ini adalah aorta, yang
merupakan saluran bagi gelombang energi yang
menyembuhkan yang dibawa oleh darah. Seiring
dengan mengalirnya darah dari jantung, mula-mula
dia dialirkan balik ke jantung melalui pembuluhpembuluh arteri koroner dalam suatu reaksi rantai
yang berkesinambungan dan meningkatkan energi di
dalam jantung itu sendiri, dengan cara yang mirip
dengan matahari meningkatkan cahayanya melalui
reaksi intinya sendiri. Siklus ini menghasilkan energi
lebih dan lebih banyak lagi, yang dituangkan keluar
sistem vaskular dengan titik-titik fokus pada arte riarteri utama, membekali otak melalui arteri karotid. Ia
juga berjalan melewati arteri-arteri subclavian menuju
ujung-ujung bagian atas, sirkulasi splanchnic menuju
perut, melewati arteri-arteri renal menuju ginjal, dan
melalui pembuluh-pembuluh panggul menuju ke
ujung-ujung bagian bawah. Volume titisan darah yang
besar bagaikan air terjun yang terjadi dari sungai
yang amat besar menuruni sisi jurang dari sebuah
gunung yang tinggi. Seluruh tumbuhan dan binatang
di sekitar daerah aliran airnya menjadi terawat dan
terhidup dengan baik, dan setiap sel di dalam tubuh
tersembuhkan ketika gelombang energi rohaniah vital
mencapainya. Sebuah jantung yang sehat akan
menguatkan tubuh yang lemah, namun bila
jantungnya lemah dan berpenyakit--walaupun dalam
tubuh orang yang masih muda--tubuh tak akan sehat
dan berusia panjang. Kerana itu, memelihara jantung
kita menjadi prioriti pertama bagi kita. Lebih jauh lagi,
memelihara otak juga merupakan prioriti penting
lainnya untuk menjaga aliran arahan dari otak agar
berfungsi dengan semestinya...... Nah, kau paham
Gara?" "Ya, eyang Gara mengerti..."
"Tidurlah sana..! besok kita lanjutkan.."
* Waktu terus berputar, tak kerasa lima purnama telah
berlalu, Gardapati yang mencari Perempuan untuk
menyempurnakan ilmunya kini sedang duduk
berhadapan dengan Iblis bermata Hijau. yaitu gurunya
sendiri. "Tinggal berapa gadis yang kau butuhkan untuk
menyempurnakan ilmumu Muridku"." Tanya Iblis
bermata Hijau. "Tinggal satu lagi Eyang guru,..."
"Muridku jangan sampai kau Lelap kemalingan, tetap
hati-hati jangan melakukan hal yang sama dalam
melakukan setiap tindakan!" Iblis bermata hijau
memberi nasihat. Maksud dari Lelap kemalingan adalah bila tidak hatihati dalam melakukan segala sesuatu akan mendapat
kesusahan. "jangan Khawatir Eyang Guru, Muridmu selalu
menghela lembu dengan tali, menghela manusia
dengan akal, jadi Muridmu yakin sampai saat ini
belum pernah ada seorangpun yang curiga pelakunya
adalah muridmu ini.! "
"Haha... kau memang muridku yang terbaik, kapan
kau akan melakukan tugas terakhirmu itu Muridku"
"Saat malam nanti Eyang Guru,"
"Ingat muridku jangan sampai kau pilih-pilih ruas
terpilih pada buku."
"Jangan Khawatirkan itu Eyang Guru, selama ini
muridmu tak pernah memilah memilih, jika ada
kesempatan muridmu selalu memanfaatkannya
meskipun itu harus mengambil dari kesempitan"
"Haha... Kau boleh berlatih sekarang, aku hendak
bersemadi" Iblis bermata hijau memerintah.
"Baik Eyang Guru!" Gardapati segera berlutut
menyembah dan beranjak keluar goa, ditatapnya
langit diatas jurang, timbul niatnya untuk menaiki dan
melihat ada apa yang ada diatsanya.
Gardapati kerahkan ilmu Ngambang Anginnya, yaitu
ilmu peringan tubuh yang luar biasa dahsyatnya,
yakni bisa melayang hingga beberapa puluh tombak
seperti terbang. "Hupp..." Wuss.... Tubuh Gardapati melesat tinggi, dalam jarak empat
puluh tombak dirinya melayang pada akar pohon
yang menggantung dan kembali melesat keatas.
Sebenarnya, ilmu Ngambang angin adalah imu yang
menekankan pada elemen api, seperti yang diketahui,
Api merupakan gas yang memiliki suhu yang sangat
tinggi. Bentuk api (seperti pada peristiwa
pembakaran) cenderung untuk menguncup karena
pengaruh dari gaya gravitasi bumi terhadap susunan
ion-ion yang tereksitasi pada bagian bawah sangat
besar. Ion-ion yang tereksitasi ini memiliki panas yang
sangat tinggi dibandingkan dengan lingkungan
sekitarnya, sehingga memiliki berat jenis yang lebih
ringan dibandingkan dengan udara sekitar. Akibatnya
ia akan cenderung untuk menuju ke atas udara
(bergerak melawan gravitasi bumi).
Maka dari itu, dengan memanaskan bagian udara di
dalam tubuh agar lebih panas dari udara di luarnya
sehingga tubuh akan mengembang dan dapat naik
(terbang). "Jlegggg...!" Secara luar biasa Gardapati dapat tiba dimulut jurang,
wajahnya celingukan, rupanya dirinya berada
dilapangan yang sangat luas, ia merasakan udara
begitu sejuk merasuk kedalam jiwanya, langit
berubah menjadi orange kemerahan, awan-awan
berubah menjadi kuning keemasan, menyaksikan itu,
tak tahan Gardapati untuk menikmati keindahannya,
ia duduk disalah satu batu, kakinya diselonjoran,
hingga tak sadar ia ketiduran...
** "Selamat Tinggal Kakang Danenra, Selamat tinggal
Kakang Adi Praja, semoga dilain waktu kita dapat
bersua kembali" Seorang Gadis cantik berbaju kulit
kujang berkata dengan wajah yang sedih, matanya
berkaca-kaca. "Nimas Dewi, Ingatlah.. Tidak ada penjamuan yang
tak bubar, kau tak usah bersedih hati, Apabila air
surut, batu karang itu kelihatan, berjalanlah selangkah
melihat surut!" Ucap Danenra sambil merengkuh tubuh
Astadewi. "Baik kakang!" Ucapnya lirih, bahkan hampir tak
terdengar, seandainya itu terjadi ketika Danenra dan
Adi Praja baru datang mustahil akan mendengar itu.
namun Adi Praja dan Danenra sekarang bukanlah
yang dulu, kini tenaga dalam merek berlipat ganda
akibat persetubuhan dengan gadis lugu itu.
"Nimas Dewi!" Adi Praja kali ini yang memeluk tubuh
Astadewi setelah lepas dari Danenra. bahkan Adi
Praja nekat melumat bibir mungil Astadewi membuat
pemiliknya merah malu. "Nimas Dewi Pakailah gelar Dewi Asmara berwajah
lugu bila kau berkelana dalam dunia persilatan nanti,
itu sangat cocok untukmu, selain itu, kami juga dapat


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui keberadaanmu hingga kita dapat bersua
lagi!" Ucap Adi Praja menasihati.
"terimakasih Kakang!"
"Selamat tinggal kekasihku!" Adi Praja membalikan
tubuh dan melesat dahulu. sedangkan danenra
menyerahkan sebuah bungkusan kecil yang entah
apa isinya. "Nimas Dewi, ini adalah sebuah kitab yang entah apa
namanya, otak kakang terlalu bebal hingga tidak bisa
membacanya, semoga suatu saat nanti akan berguna
untukmu!" Danenra lalu mengecup pipi Astadewi dan
melangkah mengejar Adi praja yang sudah pergi
dahulu,. "Fyuhhh...!" Astadewi hembuskan nafas,
bagaimanapun kebersamaan mereka bukan hanya
hubungan yang biasa, sedikit-sedikit ia merasakan
kesedihan pula ketika dua orang itu memutuskan
untuk kembali berkelana di dunia persilatan.
** "Emhhh.....!" Seorang Pemuda tampan berbaju kelabu
membuka matanya, sungguh kaget tak kepalang
hatinya ketika ia menyaksikan seorang gadis mungil
berusia lima belas tahunan sedang menari di tengah
lapangan. Gadis itu memakai baju dari kulit kujang berbentuk
terusan, sehingga ketika gadis itu mengangkat
kakinya paha yang putih mulus beserta isinya akan
terpampang dengan jelas, peluh sebesar jagung
tampak menetes pelan dari dahinya, kewajahnya dan
terus turun kelehernya yang jenjang, dan mengalir
hingga menghilang di lekukan menonjol dibagian
dada, Ketika gadis itu mengangkat tangannya, maka
gundukan yang mengintip tampak menyembul indah
disela-sela baju kulit kujangnya, terpesona bukan
kepalang hati Pemuda berbaju kelabu yang tak lain
adalah Gardapati itu. Diperhatikannya tarian gadis itu, dan sungguh
kagumnya Gardapati melihatnya, sekilas saja ia dapat
melihat tarian erotis itu bukan hanya tarian yang
sangat indah dan merangsang gairah.
Namun berupa gerakan silat yang mematikan,
sampai-sampai ia yang berada didalam jarak tiga
puluh tombakpun merasakan gelegak gairah yang
menyesatkan aliran darahnya itu.
Seandainya Gardapati tidak mempelajari ilmu yang
sealiran. barangkali ia akan gila diamuk berahinya
sendiri, untunglah Gardapati mampu membendung
hasratnya yang menggebu itu dengan ilmu yang
disebut dengan Berahi Daun keladi, yakni suatu ilmu
yang dapat menangkal imu sejenis tarian gadis itu.
Ilmu Berahi daun keladi tidak menentang jurus itu,
ilmu itu malah membiarkan ikut kedalam dan
membiarkannya terombang-ambing namun seperti air
yang menetes di daun keladi, maka berahi itupun
sama, hanya mampir dan lewat sebagiamana air itu
sendiri. Gadis itu yang tak lain adalah Astadewi tak sadar
bahwa ada yang memperhatikan setiap gerakan
tubuhnya, ia terus saja bergerak laksana air yang
mengalir, jurus-jurus dalam kitab Kitab Asmara Teratai
Putih terus saja ia praktekan.
Kadang pinggulnya bergoyang, tubuhnya meliuk
kekanan kekiri, tangannya terus saja melakukan
tarian-tarian, namun tarian itu terlihat begitu jalang,
genit dan liar, tapi hebatnya wajah Astradewi
tetaplah lugu dan polos seperti seorang anak kecil
seakan gerakannya itu adalah hanya tarian biasa.
Mengapa Astradewi berada disana"
Setelah berpisah dengan Danenra dan Adi Praja
Astradewi merasakan kesepian yang dalam, maka
diputuskannya untuk berjalan-jalan. dan sampailah ia
di lapangan rumput itu, merasa terpesona sekelebat
ide muncul dalam benaknya, tanpa melihat kondisi
sekitar Astradewi segera melatih Jurus-jurus dalam
Kitab Asmara Teratai putih yang dipelajarinya itu.
Dimulai dari Jurus pertama yakni Gadis cantik jatuh
cinta dilanjutkan dengan jurus kedua Panah Asmara
memabukan raga dan seterusnya hingga dalam jurus
ke dua belas yakni Tarian Ranjang bergoyang
Astadewi terpergok Gardapati tanpa ia sadari
sebelumnya. Perlu diketahui bahwa jurus Asmara teratai Putih
terdiri dari dua puluh lima jurus berikut cara melatih
tenaga dalam yang dinamakan Tenaga Sakti Berahi
Gadis liar. Pada saat mencapai jurus ke dua puluh lima yakni
Puncak surga dunia terlihat Astradewi menggeliat liar
seperti cacing kepanasan, tangannya bergerak tak
beraturan seperti orang yang gila, mulutnya mendesis
lirih, kakinya menendang dengan kecepatan kilat,
saking cepatnya bahkan gerakan kakinya tak terlihat,
jika bukan Gardapati mustahil orang akan mengetahui
bahwa kaki itu menenang kemana-mana, rumput
tersibak dan angin berseliweran, tak lama kemudian
semuanya kembali seperti semula.
Gardapati diam mematung terpesona ketika melihat
mata sayu gadis itu, wajahnya yang lugu tanpa salah
begitu memikat hatinya, setelah agak sadar Gard apati
segera bertepuk tangan. "Plok...Plokk...!"
Mendengar suara keplokan, meski ringan, tapi wajah
Astradewi segera berubah. diliriknya sumber suara itu,
wajahnya tiba-tiba pucat, lalu berubah kemerahan
hingga akhirnya menunduk malu.
Tapi itu tak berlangsung lama, didekatinya pemuda
berbaju kelabu yang menurutnya sangat tampan itu,
wajar saja selama ini ia bergaul dengan Danenra dan
Adi Praja yang jauh dari kata tampan itu.
"Siapa Kau...! mengapa kau mengintipku berlatih"
Bentaknya garang, namun wajah lugunya yang cantik
tak bisa mendukung kata-kata garangnya itu. bahkan
ditelinga Gardapati, suara itu bak burung nuri yang
sedang berkicau. begitu memabukan telinganya.
"Maafkan kekhilapanku Nona, maafkan aku yang
rendah Gardapati ini, bukan maksudku untuk
mengintip silat nona yang begitu memabukan jiwa
dan raga, namun nonalah yang tak memperhatikan
keberadaanku sebelumnya, ketika aku datang dan
tidur disini, dilapangan ini tak ada siapa-sipa, dan
ketika aku bangun dari lelapku itu ku melihat seorang
bidadari yang lugu menari dengan indahnya, sampai
aku tak mampu untuk berdiri" Goda Gardapati.
Meski menggoda namun ucapan itu diucapkan
sewajar-wajarnya tanpa ada nada rayuan gombal,
sehingga ucapan itu seperti diucapkan setulustulusnya. Mendengar ucapan seperti itu, hati kesal Astradewi
mendadak mencair seperti salju yang terkena
hangatnya sinar mentari. "Kalau begitu mengapa kau tak segera bangun dan
kita mengobrol secara baik-baik,!" Astradewi berkata
lebih lembut. "Maafkan aku wahai bidadari berwujud perempuan,
kau terlalu indah untukku, sampai aku tak bisa
menopang berat tubuhku ini, lututku goyah, hatiku
berantakan.. maafkan aku!" Gardapati berusaha
menggombal, tapi namanya juga perempuan,
perempuan manakah yang tak suka di puji, meski
tahu dirinya dibohongi ia percaya juga. wajahnya
merah seperti kepiting rebus. menyaksikan
mangsanya terkena jerat, Gardapati segera berkata,
"Oh.... betapa merahnya wajahmu itu, tak sabarku
ingin membelainya dalam angan, lihatlah tingkahmu
yang menggemaskan ini ingin ku mendekapnya
dalam rindu, duduklah wahai kasih, duduklah diantara
belaian rumput yang lembut laksana sutera ini, itupun
jika kau berkenan aku takan pernah memaksa orang
seindah dirimu untuk mengikuti kehendakku, aku tahu
aku hanyalah sebutir debu dalam hamparan kerikil"
Suara itu menggetar-getar dan mendayu-dayu, tidak
salah, ucapan itu dilembari dengan ilmu sabda Dewa,
jadi tidak salah bila perasaan Astradewi melayanglayang seperti terbang keawan.
"Akh...kakang....!" Desis Astradewi lirih, matanya sayu.
tanpa malu ia duduk dihadapan Gardapati sehingga
paha indahnya terpampang dengan jelas, bila berdiri
saja baju kulit kujangnya itu berada lima jari diatas
lutut bisa dibayangkan bila ia duduk bersila.
Mata Gardapati bersinar-sinar memancarkan gairah,
tapi ia tak melakukan sesuatu. ia memang merasakan
sesuatu getaran dalam hatinya terhadap gadis satu
ini, maka ia tak melakukan hal yang akan
menyinggung perasaan gadis itu.
Bukan hanya Gardapati yang merasakan getaran
aneh itu, Astradewipun merasakan hal yang sama.
tak sepatah katapun keluar dari mulut mungilnya,
jangankan bersuara, menatap mata pemuda iu saja ia
tak berani. "Adik Manis siapakah gerangan namamu!" Gardapati
memecah keheningan. "Astradewi,.... dan kangmas?" tanyanya malu-malu.
Kangmas, sebuah sebutan sederhana namun begitu
manis ditelinga Gardapati, meski ia sudah meniduri
sembilan puluh sembilan perempuan, namun selama
ini ia belum merasakan apa yang dinamakan dengan
cinta. Dan anehnya ia merasakan nya sekarang, dengan
seorang gadis yang baru saja ia tahu namanya, cinta
memang aneh, tak perlu mengenal lama, terkadang
cinta pada pandangan pertama begitu indahnya,
pikiran melayang anganpun melambung.
"Gardapati...!" Jawabnya lirih, tangan Gardapati
bergerak dan memegang punggung telapak tangan
Astradewi. Keduanya bertatapan, Astradewi sama sekali tak
memindahkan ataupun berontak, seperti kena sihir
saja ia membiarkan tangannya dipegang dan
diremas-remas. Mendapat angin, Gardapati segera menarik tangan itu
sehingga tubuh gadis itu tertarik dan melekat
ditubuhnya, ia peluk gadis itu dengan sejuta kasih dan
sayang. Astradewi tersenyum malu di samping leher Pemuda
yang memeluknya, direbahkan tubuhnya dengan
sejuta kehangatan, dilingkarkannya tangan mungil itu
dileher Gardapati. Sedangkan Gardapati melingkarkan tangannya
dipunggung gadis itu, keduanya saling diam
merasakan semilir angin yang berhembus, rumput
bergoyang dengan indahnya seakan menjadi saksi
bisu cinta kedua insan itu itu.
* "Benarkah kakang menerimaku yang sudah ternoda
ini" Tanya Astradewi ragu.
"Wahai Nimas Dewi, seperti yang kakang katakan,
cinta itu bermacam-macam cara untuk menikmatinya,
Kakang juga sudah tak perjaka, seperti yang sudah
kakang tuturkan kepadamu tadi, cinta kakang kepada
Nimas Dewi tidak sama dengan cinta lainnya, cinta
kakang murni dari hati, kakang tidak akan pernah
mempermasalahkan masa lalumu itu, bahkan
sekarangpun kakang takan melarang engkau
bersetubuh dengan orang lain, siapapun itu
orangnya,... kakang tahu, cinta Nimas Dewi hanya
untuk kakang! Kakang bukanlah orang egois yang
menuntut macam-macam, kakang hanya minta
perasaan Nimas Dewi, Perasaanmu ini" Gardapati
menunjuk dada Astradewi. "Masakah kakang rela aku di gerayangi orang lain?"
Astradewi bertanya heran.
"Tentu, tentu kakang tak rela, apakah kamu pikir
kakang tidak cemburu melihat kamu dikerjai orang
lain" tidak Nimas Dewi tidak, tentu kakang cemburu,
namun cemburu kakang tidak sama dengan orang
lain. bila orang lain melarang maka kakang ingin lebih,
kakang ingin kamu lebih menikmatinya, kakang ingin
melihat kepuasanmu kakang ingin merasakan
kebahagiaanmu.. ingatlah Nimas Dewi, setiap orang
memiliki cara pemuasan yang berbeda, kakang ingin
kamu merasakan, merasakan kamu terpuaskan oleh
orang lain, kakang cinta Nimas Dewi seperti ini...
Kakang tahu, ilmu yang Nimas Dewi pelajari
menuntut hubungan badan, maka dari itu kakang beri
kebebasan kepada dewi untuk mencari dan
menikmati." "Cup... " Gardapati mengecup pipi gadis itu. membuat
pemiliknya merah merona. "Terimakasih kakang, kakang benar-benar lelaki yang
jarang ada didunia ini, takan ada lagi orang seperti
kakang, Dewi juga mencintai kakang"
Astradewi memeluk tubuh kekar Gardapati.
"Nimas Dewi, bagaimana... apakah Nimas Dewi
bersedia menjadi perempuan yang kakang
maksudkan" Gardapati memelas.
"Tentu kakang,... Dewi bersedia melayani kakang...
Dewi bersedia menjadi perempuan yang seperti
kakang inginkan!" Astradewi memperkencang
pelukannya.

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mari Dewi, kita temui guru.... kakang tak sabar
melihat engkau menjerit kepuasan, kakang sudah tak
sabar melihat tubuh indahmu itu!"
Dan tanpa diperintahkan untuk yang keseratus
kalinya, Gardapati memeluk tubuh Astradewi dan
meloncat kedalam jurang Mulut Dewa Neraka.
Berkat Ilmu Peringan tubuh yang dinamai Ngambang
angin, yang juga dipergunakan Iblis bermata hijau
dulu ketika ia meloncat kejurang itu. Gardapati dan
Astadewi dapat turun dengan mulusnya. dan berdiri
diatas batu berlumut hijau di dasar jurang sana,
Mata Astradewi celingukan melirik daerah sekitarnya,
sudah tahunan ia berada di atas hutan dimana jurang
ini berada, tak pernah selintas pikiranpun dibawah
jurang ini akan ada kehidupan lainnya.
Dituntunnya tangan gadis itu untuk mengelilingi
segenap tempat itu, pertama Gardapati mengajaknya
keruang perpustakaan, seperti biasa dengan menekan
tombol rahasianya maka terbukalah sebuah ruangan
lain, lalu mereka masuk kedalamnya.
"Nimas Dewi, disinilah semua ilmu yang kakang
pelajari, milik kakang adalah milik dewi juga, bila
dewi berkenan mempelajarinya!"
"terimakasih kakang!"
"Mari kita pergi ketempat lain,!" Ajak Gardapati sambil
memutar lukisan di dinding,
"Drettt...drett....!
Sebuah ruangan lain terbuka, Astadewi diam tak
dapat bersuara, ia kaget ternyata didalam jurang
terdapat pesawat rahasia seperti di bekas
Perguruannya teratai putih.
"Inilah Ruang Racun! kau berminat mempelajarinya
Nimas Dewi" "Lain kali saja kakang!" tolak Astradewi halus, lalu
Gardapati menginjak pedal disudut ruangan hingga
membukalah sebuah ruangan lainnya,
"Inilah Ruangan senjata" begitulah keduanya terus
berputar-putar, menjelajahi setiap sudut ruangan itu,
ruangan Harta, ruangan obat dan lain sebagainya
telah mereka kunjungi. sampai akhirnya Gardapati
mengajak Astradewi kekamarnya.
Keduanya bertatapan mesra, lalu saling mendekatkan
wajah, hingga tak sadar bahwa mereka telah
melucutkan pakaian masing-masing hingga tak ada
sehelai benangpun yang melekat di tubuh, keduanya
bergumul ria, seakan tidak hari esok lagi, desahan
nafas seirama dengan gerakan tubuh mereka, mereka
bergumul bukan sembarang bergumul, jika Astadewi
menggunakan teknik melatih Jurus Asmara teratai
putih , maka Gardapati menggunkan teknik Iblis Panah
Asmara. Entah mengapa kedua ilmu itu saling melengkapi, tak
ada jurus yang tak ada pasangannya, hingga
keduanya terkulai kelelahan.
Gardapati menatap wajah lugu gadis disampingnya
dan berkata. " Ternyata ilmu yang kita pelajari
serumpun Nimas Dewi"
Astradewi tersenyum malu, wajahnya disusupkan di
dada bidang Gardapati kekasihnya itu. namun tibatiba gardapati bangun berdiri, tentu saja Astradewi
mengkernyit tak mengerti.
"Ayo!" Gardapati menjulurkan tangannya pada Gadis
itu. Meski tak mengerti, Astradewi menurut juga, ia
bangkit sambil bertanya keheranan. "Hendak
kemanakah kita sekarang kakang?"
"Kita akan menemui Eyang Guru..!" Gardapati
memberikan bocoran. "Baiklah kakang, Dewi hendak berpakaian dahulu"
"Tidak usah kekasihku, kau cantik seperti ini!"
Gardapati tiba-tiba mengangkat tubuh Astradewi dan
memayangnya, dengan keadaan telanjang bulat
keduanya berjalan menyusuri lorong di dasar jurang
Mulut dewa Neraka itu. Gardapati mendorong salah satu pintu ruangan dan
masuk, didalamnya ternyata ada seorang kakek tua
beruban dengan mata hijau menyala, tak salah dia
adalah Iblis bermata hijau adanya,
"Eyang Guru,... Murid menemui guru!" Gardapati
menurunkan tubuh telanjang Astradewi dan berlutut,
kemudian Astradewi mengikuti kekasihnya itu
berlutut. "Diakah yang terakhir muridku?" tanya Iblis bermata
Hijau. "Benar Eyang Guru"
Iblis bermata Hijau tatapi tubuh Astradewi dan
bergerak mendekati, lalu ia merengkuh tubuhnya
untuk ia gumuli. Ciuman dibalas ciuman, rengkuhan dibalas
rengkuhan... Ada ubi ada talas, ada budi ada balas,
seperti kesetanan ketiganya bergumul menjadi satu.
* Sejak saat itulah Astradewi tinggal bersama Gardapati
sebagai perantara antara Gurunya Iblis bermata Hijau
dan muridnya Gardapati. Astradewi tak menyesal menjadi kekasih Gardapati,
disana ia selalu mendapatkan kepuasan batin maupun
tubuh dari Guru barunya dan tentunya kekasihnya itu,
ilmu silat dan tenaga dalamnya meningkat pesat
laksana busur panah yang di lepaskan untuk
membidik. Waktu bergulir laksana air mengalir,.. tak kerasa satu
tahun telah berlalu, saat ini Gardapati berusia dua
puluh tahunan sedangkan Astradewi enam belas
tahunan, kini keduanya sedang berlatih tanding, tubuh
gadis berbaju kulit kijang itu melayang-layang diudara
menyerang lawannya yang pemuda berbaju kelabu.
"Hiat...." "Blegaarrr!" dentuman nyaring ketika kedua tangan
mereka beradu, Astradewi meloncat kebelakang dan
mencabut sebuah pedang beronce merah, pedang itu
berwarna putih kemerahan serasi dengan wajahnya
yang selalu merah merona.
Astradewi lintangkan pedangnya didepan muka,
sementara tubuhnya melayang dengan kaki diatas
dan kepala sedikit merunduk, kakikirinya disilang
menekuk di kaki kanan, lalu menjejak dinding jurang,
perlu diketahui bahwa jurang Mulut dewa berbentuk
elips, jadi mereka bisa berloncatan dengan
berlandaskan dinding jurang.
"Hiahhh... Awas Pedang Dewa Neraka memenggal
kepala!" teriak astradewi sambil memutar pedangnya
setengah lingkaran dan disabetkan kepada lawannya,
kecepatannya laksana kilat, sekali gebrak ia lancarkan
sembilan belas tusukan, tujuh sabetan dan enam
belas putaran. Gardapati juga tidak kalah gesitnya, ketika Astradewi
menyerbu. pedang ia juga cabut dari warangkanya,
bentuk pedangnya sama dengan Astradewi hanya
saja warna ronce pedang Gardapati itu berwarna
kelabu. Tubuh gardapati meloncat dengan memutar tubuhnya
laksana gasing, ia papaki setiap serangan dari
Astradewi sehingga terdengar dentingan nyaring.
"trang...! trang...! trang...!
"Kau hebat kakang, awas kali ini aku akan
menggunakan jurus Pedang Neraka Iblis" teriak
Astradewi. "Baik Nimas Dewi, aku akan papaki dengan jurus
Pedang Surga Dewa hati-hati"
"Hiaaatttt...!" Keduanya berteriak mengguntur,
desingan nyaring suara benda tajam menggores
udara terdengar menggiriskan seakan benda logam
yang di goreskan pada kaca.
Tampak pedang Keduanya yang bersinar perak milik
Gardapati dan orange kemerahan milik astradewi
hendak beradu diudara, sebelum pedang itu bera du
terdengar suara bentakan nyaring...
"Hentikaannnn!"
Keduanya terkejut, Gardapati kurangi tenaga
dalamnya begitupula dengan Astradewi, pedang yang
terlanjur disabetkan tidak bisa dihentikan, kaki sudah
terlangkahkan, tangan terjembakan. namun mereka
sudah mencapai tarap dapat mengendalikan tenaga
sekehendak hati, tak panas punggung saja mereka
dapat melakukan bulat segiling, pecah setepik.
Pedang itu tidak beradu namun bergesekan, Gardapati
sodorkan gagang pedang miliknya begitupula dengan
Astradewi. "Sleppp...Sleppp!"
Sungguh indah dipandang mata, lambat bila dikata,
cepat dalam fakta. "Apa kalian hendak meruntuhkan jurang ini?" Bentak
Iblis bermata hijau marah.
"Maaf Eyang Guru kami keasyikan" Astradewi
mewakili. "haha..... dasar murid-murid edan.! pergilah kalian lihat
dunia, kacaukan,... hancurkan haha!"
"Maksud Eyang Guru?" Gardapati terkejut seakan
mendapatkan firasat tertentu, ia ingat ucapan gurunya
semalam yang menyruh mereka untuk berkelana
dalam dunia persilatan. "Keputusanku sudah bulat, aku sudah memegang
erat, menggenggam teguh, aku sudah menuturkan
apa yang menjadi keinginanku, muridku lakukan apa
yang menjadi harapanku maka aku akan bahagia!"
"Eyang" Teriak Gardapati kaget ketika melihat tangan
hijau Iblis bermata hijau mengepruk kepalanya.
"Prakkkk..." belum sempat Gardapati menyelesaikan
ucapannya, Iblis bermata hijau telah mengepruk
kepalanya sendiri hingga ambrol,
Gardapati dan Astradewi berpandangan, pedih benar
hati mereka, namun sepedih-pedihnya mata
memandang, pedih juga kulit merasai.
Maksudnya adalah betapapun pedihnya orang yang
melihat, lebih pedih lagi orang yang mengalami
penderitaan tersebut. Gardapati tahu penderitaan gurunya, dari mulai sejak
kecil hingga ia berusia dua puluh tahun itu,
didekatinya mayat gurunya, dia tak menangis hanya
tampak berkomat-kamit sebentar.
Tanpa kata keduanya segera menguburkan mayat
guru mereka. meski baru satu tahun, Astradewi juga
merasakan kehilangan, apalagi Gardapati yang sudah
lama berkumpul. Bau lembab dalam jurang berhembus lewat,...
Gardapati pandangi wajah lugu nan cantik milik
Astradewi, dipegangnya wajah Astradewi dengan
kedua tangannya, perlahan wajahnya mendekat..
Dan terjadilah sebuah pergulatan lidah yang tajam,
keduanya enggan melepaskan kenangan indah itu,
tangan mereka bergerilya,. satu-persatu pakaian
mereka lepas, hingga tak satu benangpun melekat,
diatas pusara Iblis bermata hijau, keduanya bergumul
seru, desahan nafas memburu berdentang seirama
dengan bunyi lainnya, mereka tak peduli burung yang
menyaksikan mereka. mereka tak pedulikan apapun.
yang mereka pedulikan adalah kenikmatan yang
sesaat, gilakah mereka" pasti orang lain yang melihat
akan menganggap gila, namun itulah wasiat Iblis
bermata hijau. lalu siapakah yang gila" apakah Iblis
bermata hijau" apakah mereka" atau apakah zaman"
zaman gila" entahlah... semua serba semu....
* Di Goa bawah dasar samudera.
Sagara Angkara berjalan-jalan disudut gua dimana ia
tinggal... melihat air laut yang begitu jernih ia berniat
bermain-main air, segera ia turun
"Gjeburr..." airnya begitu sejuk, membuat Sagara
Angkara terlena. yang begitu indah belum tentu itu
tak berbahaya. Mendadak air berputar kencang membentuk lingkaran
dimana Sagara Angkara bermain-main. tentu saja itu
membuat Sagara Angkara Panik.. ia ingin berteriak
tapi mulutnya terkunci, mana saja Sagara Angkara
ketakutan setengah mati. Mendadak penglihatannya semakin semu, dunia
berubah gelap dan gelap... Sagara Angkara segera tak
sadarkan diri, Ombak masih menggulung lambat laun
semakin tenang dan tenang.....
Matikah Sagara Angkara"
** Kubuka Mata dengan perlahan, kupejamkan kembali
kukumpulkan ingatanku, mengingat semua yang telah
terjadi kubuka lagi dengan perlahan,dunia masih semu
pikiranku melayang,apa yang telah terjadi.....
tanyaku dalam hati, namun raga ini belum juga
mengerti pikiranku mulai terkumpul,ya aku masih mengingat
namun aku tak dapat merasaka,kubuka mataku lagi,
Ternyata aku sedang menatap payung biru yang
maha luas Kau Sudah bangun anakku?" Sebuah Suara berat
penuh kasih sayang menegur didekat telinganya.
Sagara Angkara terhenyak, ditatapnya langit-langit
tampak batu karang bertonjolan, pikirannya
melayang, ia segera bangkit duduk dan menampar
pipinya.

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Plakkk!?" konstan saja pemilik suara tadi yang tak lain
dan tak bukan adalah Eyang Begawan Sutrasno
terkejut. "Ada apa Gara" mengapa kau tampar pipimu sendiri?"
"Eyang Gara serasa bermimpi, mengapa Gara berada
disini?" "Kau terseret air laut disana, dan terpingsan maka dari
itu Eyang membawamu kemari, mungkin kau pingsan
selama empat hari. Eyang sempat khawatir akan
keadaan mu itu?" "Bwahahahaha...!" Sagara Angkara memegangi
perutnya karena geli. "Mengapa kau malah tertawa hah?" Bentak Eyang
Begawan Sutrasno pura-pura Marah.
"Maaf Eyang,." "Sudahlah kau ini menggangu saja, istirahat sana,
lihat matamu begitu merah. esok hari kita akan
meninggalkan tempat ini"
"Apa" hendak kemanakah kita Eyang" Sagara
Angkara terperanjat. "Kita Akan berkelana, mengarungi lautan, mendaki
gunung menyebrangi sungai"
"Hore.... berarti kita akan melihat dunia luar Eyang!"
"Sudah Tidur sana!" Perintah Eyang Begawan Sutrasno
Lagi. ** "Kakang Garda, apa kau sering bermain kemari,
lihatlah banyak sekali orang berkeliaran, wah yang itu
mukanya kaya babi, yang itu...yang itu!" Astradewi
tertawa sambil menunjuk orang yang berlalu lalang,
Wajahnya yang lugu dan kekanakan rupanya tidak
terlalu menyinggung perasaan orang. malah
tingkahnya itu mendapat sambutan yang hangat dari
sekelilingnya. bajunya yang hanya terbuat dari kulit
kijang sangat minim ditubuhnya, membuat orang
betah memandang. "Gadis itu kayanya baru keluar gunung!"Ucap salah
satu penduduk desa yang kebetulan melihatnya,
kawannya menyetujui, "Kakang Gadis itu laksana janda baru bangun tidur
saja! haha" "kau benar dimas, ingin sekali aku mendekapnya!
haha...!" Berbagai ucapan keluar dari mulut orang, namun
dengan wajah lugunya Astradewi melayani mereka
dengan senyuman, kadang dirinya meloncat-loncat
seperti anak kecil, merengek manja ataupun tindakan
lainnya. "Kakang Aku lapar!" Astradewi menggelayut manja.
"Kauingin makan apa Nimas Dewi?" tanya Gardapati
lirih. "Emch,,... Kijang bakar" Astradewi menjawab.
"Mana ada, kamu pikir ini dihutan, bagaimana kalau
ayam bakar saja?" "Terserah kakang saja..!"
Gardapati segera mengamit lengan Astradewi dan
berjalan menuju salah satu rumah makan yang cukup
mewah. Namun ketika hendak masuk pelayan rumah makan
itu malah menghentikannya. Alis Gardapati
menjungkit laksana golok lengkung,
"Mengapa kau mencegat kami Pelayan edan."
Gardapati mendengus marah.
"Heu, mau apa kau datang kesini" apakah kau tak
tahu tuan muda Adhigana sedang berkunjung"
"Memang dia itu siapa sampai melarangku untuk
masuk" apakah dia sudah makan besi dan emas
sehingga berani segitu jumawanya" Gardapati
membentak. Sebelum pelayan itu menjawab, seorang lelaki gemuk
berpakaian perlente warna perak menyela tak senang
dengan ucapan Gardapati barusan.
"Anak muda, siapakah kau " tahukah kau bahwa
segala penyakit itu berasal dari mulut?"
"Huh, untuk apa kau tahu siapakah aku, tampangmu
sama sekali tak cukup pantas untuk mengetahui
siapakah namaku!" Dengus Gardapati dingin.
"Kurang ajar, bocah ingusan tak punya mata". Kontan
lelaki itu naik pitam, telapaknya menghajar tiang
hingga berbekas sebuah telapak tangan sedalam tiga
inchi. "Pentang mata ingusan mu itu, coba tengok siapakah
aku" ketahuilah bocah ingusan yang baru turun
gunung, Aku Si Bangsawan Sepuluh Nyawa pemimpin
dari sepuluh desa diwilayah ini".
Menyaksikan keadaan itu, pelayan itu jadi kaget dan
ketakuan. sambil menahan badan yang gemetar
keras ia mundur kebelakang, sadar bahwa dua orang
itu bakal adu kepalan.. Gardapati mendengus dingin, ia membisiki Astradewi
untuk mundur sejenak, dan dituruti dengan patuh. tak
ada kekhawatiran sedikitpun dimatanya, ia tahu
bahwa kekasihnya itu adalah seorang yang cukup
mampu untuk menghadapi lawan.
"Baiklah, bila kau menjual maka aku akan membeli.
cabut senjatamu sebab aku hanya akan membe rimu
kesempatan sebanyak tiga kali. selebihnya aku yang
akan memimpin di desa ini mulai sekarang. ayo, kita
lihat kemampuanmu!" Gardapati berkata tak kalah
Jumawanya. "Anak ingusan cari mati ya!" Si Bangsawan Sepuluh
Nyawa berkata gusar sambil mencabut pedang
besarnya dan diputar-putar sehingga terdengar
dengungan nyaring. "Jaga saja kepalamu!"
"Kretek..." Gardapati menyatukan kedua jarinya
berusaha untuk pemanasan.
"Terimalah ini!" Si Bangsawan Sepuluh Nyawa gusar
dan membacokan pedangnya. terdengar bunyi
mengerikan ketika pedang itu disabetkan.
Jarak Gardapati dan Si Bangsawan Sepuluh Nyawa
adalah sepuluh tombak, tanpa mendekatipun pedang
itu mengeluarkan hawa kuning panas menerjang
Gardapati. "Wusss... Crakkk...!"
Gardapati mengelak kekiri dan melihat tanah yang
merekah akibat serangan itu.
"seranganmu lumayan juga!" gumam Gardapati. lalu
ia mulai menyerang tak sekerdipan mata saja
tubuhnya sudah berada didepan Sibangsawan
Sepuluh nyawa. "Tapi, seranganmu terlalu biasa!"
"Duaaakkkk!" Kaki kanan Gardapati menghajar tubuh
lawan dan ditahan dengan sikut, belum hilang
kagetnya tiba-tiba gardapati sudah ada dibelakang
dan menghantamkan kakinya ke sambungan lutut.
"Ekh, dibelakang... ukghhh" Sibangsawan Sepuluh
Nyawa kaget, tapi lututnya terlanjur dihajar lawan.
tubuhnya tanpa ampun jatuh tersuruk.
Gardapati tak lanjutkan serangan, ia kembali
ketempatnya tadi sebelum ia bertarung dengan
kecepatan angin. "Hebat.... anak itu hebat sekali!" terdengar gumaman
para penduduk yang melihat pertarungan itu.
"ukh, ketua terdesak, ayo kita bantu!" Seorang lelaki
berkumis tipis berkata kepada kawannya, bajunya
seperti pelajar pada jaman itu. sepertinya ia
sekomplotan dengan Si Bangsawan sepuluh Nyawa.
"Tunggu dulu, Ketua belum mulai, tunggu dan lihat
saja!" seru kawannya yang memakai baju pelajar
berwarna hijau tua. "Anak ingusan, sudah selesai, kesabaranku telah
habis... Sekarang Giliranku!" bentak Si Bangsawan
Sepuluh Nyawa. "Set... Srakkk"
Si Bangsawan Sepuluh Nyawa tarik kaki kirinya
kebelakang, tubuhnya merendah sedikit, tenaga
dalamnya dilipat gandakan. luar biasa akibatnya, pasir
dan debu berterbangan, "Trakkkk.....!"
Tiba-tiba batang pedang itu berubah menjadi tiga
bagian, rupanya pedang itu telah dipasangi ndengan
pesawat rahasia. dengan kekuatan tenaga dalamnya
pedang itu diputar di kedua sisi badan,
"Wungg,....!" "Jurus Badai Hawa... Anak ingusan terimalah ini"
"Patttzz" Sekelebatan hawa pedang bergulung-gulung
menyerang Gardapati, dengan kemampuan yang
dimilikinya Gardapati berkelebatan menghindar,
"Gayamu saja selangit, kemampuanmu hanya kelas
tiga! terima ini jurus kedua" dengus Gardapati, kaki
kanannya dikembangkan kesamping,
"Dukkk..!" Dengan telak, tendangan itu mampir di leher Si
Bangsawan Sepuluh Nyawa. tanpa ampun tubuhnya
itu sempoyongan mengikuti arah tendangan keras itu.
"Pukulan terakhir.......!" Gardapati merendah sehingga
tangan kirinya sejajar demngan lutut, sementara
tangan kanan yang diselipkan dipinggang
dihantamkan kemuka, dipertengahan jarak
telapaknya membuka. "Duaaarrrr.........!"
Sekelebatan hawa kemerahan berbentuk telapak
tangan menghantam tubuh Si Bangsawan Sepuluh
Nyawa. bukan hanya itu, tubuh itu juga terseret
hingga membentur dinding Rumah makan yang
melarang Gardapati masuk,
Seketika itu juga, Rumah makan itu ambrol dengan
dinding hancur berbentuk telapak tangan raksasa.
hancuran debu mengepul diudara, jeritan ketakutan
terdengar dimana-mana. namun mana mungkin
Gardapati perduli dengan semua itu.
Ia ajak Astradewi masuk ke rumah makan yang
hancur berantakan itu, dibawah tatapan kagum, gusar
dan macam-macam mengiringi langkah mereka.
Bagaimana dengan Si Bangsawan Sepuluh Nyawa"
bila rumah makan saja hancur berantakan, apalagi
tubuh manusia yang terkena langsung, yang hanya
terbuat dari darah dan daging"
"Kakang kau memang seperti lebah, mulut membawa
madu, pantat membawa sengat hihi" Astradewi
cekikikan. Maksudnya adalah berwajah tampan namun bersikap
atau berhati jahat, itu memang bisa dilihat dari wajah
Gardapati yang tanpa emosi setelah membunuh.
sekilas saja orang sudah yakin bahwa Pemuda ini
bukan pemuda baik-baik. Gardapati hanya tersenyum menanggapi ucapan
Astradewi. ia keluarkan Sekepal permata dari
sakunya dan berkata, "siapkan makanan yang terbaik untuk kami, dan
belikan dua stel pakaian dalam untukku dan
kekasihku ini, lengkap dengan dua stel jubah luar
berwarna Kelabu, mengenai warna jubah kekasihku
ini silahkan kau tanyakan sendiri"
Pelayan yang tadi melarangnya untuk masuk berdiri
menjublak, matanya mendelong seperti orang tidak
percaya, ia tak berani melarang lagi, jika pemimpin
desa itu saja dapat dibunuh apalagi dirinya" seraya
menelan air liur lehernya yang terputus putus ia
berkata: "baik.... baik....... tuan, nona ..... hamba akan
menyiapkan". Tanpa di tanya, Astradewi berkata, "Aku minta yang
serba Nila saja" "Segini cukup" sekalian ganti rugi atas rumah
makanmu yang hancur!" ucap Gardapati.
"Cukup ... cukup... bahkan masih ada sisanya". meski
tidak cukup, apalah daya pelayan itu" tak cukuppun ia
akan berkata cukup. sebab ia masih sayang akan
nyawanya, masih untung bila orang yang
menghancurkan rumahnya itu mengganti rugi, jika
tidak" "Bagus, segera lakukan perintahku dan sisanya boleh
kauterima sebagai persenan, ayoh cepat pergi, tak
usah berterima kasih lagi".
Betapa bingungnya hati sipelayan itu, dengan wajah
berseri dan ketakutan ia ambil permata indah itu tadi
dan segera ia menyuruh yang lain untuk persiapkan
makanan serta barang keperluan dari Pemuda edan
itu. Meski rumah makan itu hancur, namun bagian dapur
tidaklah kenapa-napa. bahkan lantai dua masih bisa
dikatakan utuh. sebab telapak raksasa itu hanya
menjebol dan membentuk telapak tangan dibagian
lantai dasar saja. dan kebetulan dibagian bawah tidak
ada seorangpun. hanya dilantai dua saja terdapat tiga
orang manusia. mungkin mereka adalah kawan dari
Tuan muda Adhigana seperti yang dikatakan pelayan
tadi dimuka. Orang yang tadi berkata hendak membantu diam
mematung, ia tak berani berulah, ia sadar
kemampuan diri tidak mencukupi, untuk apa
menyorongkan daging dimulut singa"
Sebentar saja, kabar pertarungan itu menyebar
kemana-mana, orang persilatan yang penasaran
berbondong-bondong mendatangi, bagaimanapun
kabar angin selalu dilebih-lebihkan. yang tadi sebesar
kepalan kini sebesar bola, yang sebesar bola menjadi


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebesar roda, dan begitu seterusnya.
Langit cerah, semilir angin mengibarkan rambut dua
orang pemuda pemudi yang bagaikan dewa dewi
sedang bersantap, diluar orang melongok mengintip,
tak ada yang berani mengganggu. mengapa"
entahlah... mungkin takut, atau bisa juga segan,
kepada siapa mereka segan" kepada Tuan Adhigana
yang menjublek dipojok ruangan atau kepada
Gardapati dan Astradewi. tak ada yang tahu....
"Nimas Dewi, bagaimana enak?" tanya Astradewi.
"Enak kakang.... emchh...! kakang rasa-rasanya bakal
ada kejadian menarik" Astradewi berkata sambil
menyuapkan daging ayam kemulut manisnya.
"Musuh jangan dicari-cari, bersua jangan dielakan
adiku!" Gardapati acuh.
Jelas sekali maksudnya adalah, jangan mencari
permusuhan, tetapi jika permusuhan itu datang
jangan pula berasa takut.
"Tuan, nyonya ini pakaian kalian!" tiba-tiba pelayan itu
datang memberikan seperangkat pakaian kepada
Gardapati. "Silahkan undurkan diri"
"Baik tuan," Namun tiba-tiba Gardapati ingat waktu sudah senja,
tak ada salahnya bila mereka menginap di desa itu,
segera saja ia mencegah kepergian pelayan itu
"Tunggu, tolong siapkan ruang ganti untuk kami dan
sekalian carikan penginapan yang nyaman"
"B...baik satu kamar atau dua"
"Satu saja" Tanpa berpaling lagi, pelayan itu undurkan diri dari
tempat itu, Gardapati dan Astradewi tak hiraukan
keadaan, keduanya tetap makan dengan santainya.
"Kau hebat sobat, sungguh aku merasa kagum
padamu!" sebuah suara l
elaki terdengar menegur mereka. Astradewi berpaling dan tersenyum kekanakkanakan. sedangkan Gardapati hanya mengangkat
bahunya saja lalu kembali makan, tingkahnya yang
tak memandang sebelah matapun tentu saja
membuat Tuan Muda Adhigana merasa tersinggung
juga. Tapi ia sembunyikan kedongkolannya itu dalam
senyuman kecut. "Boleh aku ikut bergabung dengan kalian?" Sapanya
lagi. "Boleh, asal kau bersujud dan memanggilku tuan tiga
kali?" Gardapati bergumam lirih, namun suaranya cukup
terdengar ditelinga Tuan Muda Adhigana. seketika
wajahnya memerah. jika selama ini dia yang harus
disembah masakah sekarang dia harus yang
menyembah. Dua kakek yang bersama Tuan Muda Adhigana gusar
bukan kepalang melihat tuannya dipermalukan,
mereka maju dan berdiri dihadapan Meja Gardapati.
"Anak muda, apakah engkau tidak pernah diajari
sopan santun oleh gurumu!" Sapa seorang kakek
berambut panjang, rambutnya itu sudah memutih
keperak-perakan, bajunya ungu muda serasi dengan
kulitnya yang hitam. sepasang trisula tampak
menggantung dipinggangnya.
Sementara satunya lagi seorang kakek dengan baju
hijau pupus yang kedodoran, kakek yang satu ini
hanya sebagian saja yang memutih, sementara yang
lainnya masih hitam. jenggotnya sedagu
menggantung di dagunya. sebilah golok panjang
terselip dipinggangnya dibungkus kain hijau daun.
Dalam dunia persilatan mereka biasa dipanggil
dengan Sepasang Tetua dari Gunung Sapto Argo.
dinamakan dari gunung sapto Argo dikarenakan
mereka tinggal disana, entah mengapa kali ini mereka
datang ke desa itu. desa yang dikenal dengan Desa
Cadas Ngelir. desa terdekat pada Jurang Mulut Dewa
Neraka. Dan diluar dugaan, mereka yang dihormati didunia
persilatan dengan kebijaksanaan akan mendapat
sebuah jawaban yang tak pernah mereka dengar
sebelumnya, mimpipun mereka tak menyangka akan
mendapat jawaban itu dari Gardapati itu.
"Sopan santun hanya membuat suasana menjadi
kaku. adat istiadat hanya sebuah alat untuk
mengekang saja, aku sama sekali tak pernah
mengerti dan tak pernah mau mengerti apa yang kau
maksudkan itu" Jawab Gardapati kalem,
"Akh kakang garda, menurutku Sopan santun hanya
sebuah teori saja, buktinya banyak sekali orang yang
mengabaikannya, contohnya kakang!" Sela Astradewi.
"haha.... ya, kau benar sekali adiku yang manis!"
"Brakk....!" sebuah meja hancur terkena sebuah
hajaran. Kakek berbaju pupus marah, wajahnya merah
membara, ingin sekali ia menghajar pemuda itu.
"Jangan marah-marah lantas menghancurkan peranti
orang lain, jika tersinggung minumlah ini dan
tenangkan diri, anggap saja ini permintaan
maafku!"Gardapati mengangkat gelas berisi tuak dan
dijentika dengan ibu jarinya.
"Ctakrr" "Wirrr,.." Gelas itu memutar dan segera menuju
kearah Kakek berbaju hijau pupus itu. benar-benar
pameran tenaga dalam tingkat tinggi, apalagi
Gardapati sama sekali tak memandang kakek itu.
Kakek berbaju hijau pupus tahu maksud lawan, ia
kerahkan tenaga dalamnya pada telapak tangan dan
menangkap gelas itu. "Sial, mengapa meski tergenggam gelas ini tak
berhenti jua" batinnya menggerutu.
Betapa terkejutnya hati Kakek berbaju ungu muda
melihat gelas itu tak berhenti meski ditangkap
adiknya, malahan gelas itu jatuh menghantam lantai.
padahal ia tahu sampai taraf mana kemampuan
tenaga dalam adiknya itu, sungguh ia tak menyangka
bahwa ia akan melihat adiknya dipecundangi orang,
apalagi orang yang mempercundanginya adalah
seorang bocah muda yang sama sekali tak terkenal
namanya. "Ck..ck..ck... Minuman untuk minta maafpun tak
diterima, menyebalkan.. apa ini yang dinamakan
sopan santun!" Dengus Gardapati dingin.
"Brengsek, lancang sekali kau menghinaku bocah..
cepat turun dari kursimu!" Bentak kakek berbaju hijau
pupus marah. "Kau saja yang duduk dikursi kakek" Astradewi
mewakili. "Apa" dua bocah brengsek, terima ini Jurus golok
Pembelah bumi" "Syattt.... Blaarrrr..drak..drakk"
Meja tempat Gardapati dan Astadewi hancur
berantakan terkena sabetan itu, makanan berserakan
kemana-mana. Astradewi mendelong wajah lugunya terlihat begitu
sedih, ia segera bergumam lirih" mengapa kau
menghancurkan makanan ini, kan sayang untuk
dibuang" Melihat itu, Tuan Muda Adhigana kaget sekaligus
kagum, jika gadis biasa barangkali akan mengkeret
melihat tebasan itu, tapi gadis itu malah
menyayangkan makanan, sungguh dua orang yang
sangat aneh, Tuan Muda Adhigana mundur
kebelakang, ia tahu pertarungan bakal terjadi.
Gardapati mendengus "Untung aku sudah kenyang,
kau kurang ajar sekali orang tua, apa golokmu itu
hanya kau ciptakan untuk menebas meja makan,
sungguh patut disayangkan, golok setajam itu
pemakainya sama sekali tak becus menggunakannya
benar benar suatu perbuatan memegang ikan dan
tangan itu menjadi amis"
Merah sekali wajah kakek itu, sebenarnya
maksudnya adalah untuk memperingati mereka
namun ia sama sekali tak menyangka jika peringatan
itu dijadikan lawan untuk memojokan dirinya, dia
tahu secara halus lawan telah mengatakan bahwa ia
sudah mencemarkan dirinya sendiri.
Saking marahnya ia menjadi kalap, dan tanpa
peringatan apa-apa ia menyerang Gardapati, dalam
pikirannya ia berpendapat melawan perempuan
hanyalah perbuatan orang hina saja, maka ia
menyerang Gardapati. "Benar-benar kakek gila-gila bahasa!" Ucap Gardapti
pedas sambil menghindar tebasan yang berupa hawa
itu, "huh..tap" "Aku berada dikepala temanmu, apa yang kau tebas
barusan hanyalah angin belaka, sehebat-hebatnya
sebuah jurus bila tak kena apalah gunanya"
"Kurang Ajar" Kakek berbaju ungu muda mencabut
trisulanya dan menusukan trisulanya keatas kepala,
tubuhnya melenting sejajar dengan lutut,
"Apa....! hilang!" batin Kakek berbaju ungu itu, namun
dia melihat adiknya sedang menatap keatas langitlangit, ternyata Gardapati sedang ongkang-ongkang
kaki disana. "kukira kalian seorang kosen, tak kusangka hanya
pandai memutar dan menyabet pedang belaka, orang
kelas tiga juga dapat melakukan hal itu. Apa kalian
dari golongan putih". membokong orang apakah itu
yang disebut terhormat" apakah itu yang disebut
aliran putih" aku yang berada didalam golongan hitam
saja merasa malu untuk kalian haha....!"
"hup.... Teps...! tubuhnya mendarat dengan ringan
dilantai rumah makan itu, kebetulan ia turun
dihadapan pelayan yang tadi ia suruh mencari
penginapan untuknya. "Nimas Dewi, mari kita pergi... kakang lelah ingin
tidur" "Baik kakang" Suaranya bergema tubuhnya sudah
berada dihadapan Gardapati, lalu tanpa kata mereka
pergi meninggalkan rumah makan itu.
"Kakang...!" Kakek berbaju hijau pupus berpaling
kepada kakek berbaju ungu muda.
"Sudahlah adik, kita bukan tandingan mereka,
menantang mereka sama saja dengan
menghancurkan nama baik yang sudah kita pupuk,
sungguh disayangkan jika mereka berada di golongan
hitam" keluh Kakek berbaju ungu muda sambil duduk
melamun di kursi. wajahnya keruh seakan menderita
sesuatu, hari ini mereka benar-benar di pecundangi
secara besar-besaran. ** Keesokan harinya didesa dimana Astadewi dan
Gardapati yang pertama kalinya berkelana...
Angin gunung berseliweran lembut, cuaca begitu
hangat, dijalanan desa tampak orang berlalu lalang
dengan ramai. "Cklang...cklangg..tep..tep"
Suara orang berjalan terdengar sangat ringan di
telinga, meski ditempat itu berseliweran orang lalu
lalang, namun terdapat lima orang yang paling
mencolok diantara mereka. dari dandanannya yang
menggendol pedang bisa ditebak bahwa mereka
adalah kaum persilatan. terdengar seorang
Perempuan berbicara, "Meski terpencil, desa ini bisa dikatakan cukup ramai
juga. penduduknya tampak begitu bergairah"
"Hem... ini daerah perbatasan antara jawa bagian
barat dengan Jawa Bagian tengah, jadi tidak salah
bahwa banyak sekali orang berseliweran dimari."
seorang lainnya yang memakai pakaian biru bersulam
kepala harimau dengan golok bersilang menjawab.
"Apa benar bahwa di desa ini telah muncul pendatang
baru yang memiliki kemampuan hebat?" lelaki
setengah baya berpakaian serba emas dengan
gambar Rajawali berkata. "Selinting kabar bahwa pendatang itu dapat
menggunakan hawa telapak dewa, aku takut jika dia
orang yang dikatakan oleh Iblis bermata hijau, apalagi
menurut kabar yang kudengar pemuda itu juga telah
mempercundangi Sepasang tetua dari gunung sapto
Argo."kali ini yang berkata adalah pemuda berusia
tiga puluh tahunan dengan baju bergambar sulaman
pedang bersinar perak. Mendengar itu, Pemuda lainnya yang memakai
pakaian putih bersulam bintang jatuh berkomentar.
"Hoam.... aku takut jika kabar terlalu diberi garam dan
merica, kekhawatiran saudara terlalu dibesarbesarkan! hanya gara-gara ucapan Iblis bermata hijau
semua jagoan dunia persilatan dibuat resah"
"Baik itu benar atau tidak, untuk keamanan dunia
persilatan keberadaan kita disini cukup berarti, jangan
sampai tuan-tuan merasa kecil hati" Perempuan
berbaju putih bergambar teratai berwarnaputih
berkata. "Benar, ada baiknya jika kita lima perguruan aliran
putih bersatu. meski orang yang dikatakan oleh Iblis
bermata hijau itu sangat hebat, tapi dengan kekuatan
gabungan kita masakah harus kalah telak?"
Semua terdiam mendengar ucapan lelaki berbaju
keemasan bersulam rajawali itu. dalam hatinya
mereka berpikir. "Benar juga, meski Pendatang baru
itu sangat hebat, tapi berlebihan jika semua jago


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikumpulkan," Siapakah sebenarnya mereka"
Tak lain dan tak bukan mereka adalah wakil dari lima
perguruan partai Aliran putih, adapun mereka adalah:
Dihyanti, dari perguruan Teratai putih, seorang yang
ahli dalam senjata rahasia.
Jiwatrisna dari partai Bintang kemukus seorang juru
pikir dalam partainya, Rangga dari Partai Golok Harimau yang ahli dalam
senjata golok dan terkenal akan kecerdikannya.
Ki Aswa dari Perguruan rajawali emas yang terkenal
akan kematangannya dalam berpikir, bahkan dia
diberi julukan sebagai rajawali berotak kancil.
Dan yang terakhir adalah Graha sewatama, meski
masih muda namun dia adalah pewaris dari
perguruan Pedang bumi, jadi bisa dibayangkan
kemampuannya dalam olah kanuragan.
Mereka berjalan dalam keramaian lalu lintas jalan dan
berdiri dihadapan sebuah rumah makan dimana
telapak tangan yang terkenal itu berada.
"Akh... itu bukan Jurus yang ada dalam Kitab Dewa
iblis dan Iblis Dewa, itu jurus telapak merah darah
dari kitab Dewa dunia persilatan, bocah itu....." Desis Ki
Aswa. "Ada apa ki" apa aki mengenal siapa pendatang baru
itu?" Tanya Graha Sewatama.
"sebenarnya aku malu untuk mengatakannya, Jikalau
tak salah, dia adalah murid murtad dari perguruan
kami, dia kabur membawa Kitab Dewa Dunia
persilatan yang merupakan titipan dari Maharaja
ketika seluruh jagoan dunia persilatan berkumpul di
Jurang Mulut dewa Neraka"
"benar-benar jurus yang hebat, lihatlah... ini adalah
potongan tulang manusia" Jiwatrisna bergumam
sambil mengendus sebuah tulang putih yang tertutup
oleh batu hancuran dinding rumah makan.
"Sadis.......!" Dihyanti bergumam.
* Sementara Itu, di pintu gerbang penginapan....
Gardapati dan Astradewi tampak keluar dengan
pakaian barunya, wajah Astradewi yang lugu tampak
indah dipadukan dengan baju berwarna nila seakan
menjadikan daya tarik tersendiri bagi yang
memandang, Sedang Gardapati berwajah tampan
dengan mata bersinar kehijau-hijauan, gayanya santai
namun gagah, dan itu semua ditunjang dengan badan
yang kekar dan kokoh menjadikannya pemuda yang
dapat mengikat lawan sejenisnya dengan mudah.
keduanya berjalan santai di koridor halaman rumah
penduduk orang terdengar mereka mengobrol ringan
mengenai tujuan mereka. "Nimas Dewi, benarkah kau hendak membalas
dendam kepada kakak seperguruanmu Dewani,
sekalian kepada Perguruan teratai putih atas segala
perlakuan mereka?" "ia kakang, rasanya sungguh penasaran bila tidak
dibalaskan, ketika aku berada disana, aku sama sekali
tak diperlakukan dengan adil, oleh karenanyalah aku
nekat mencuri kitab itu. dan yang terpenting aku
hendak bertemu dengan mbakyuku. Apa kakang
searah denganku?" "Tentu Nimas Dewi, aku searah denganmu, aku juga
hendak membalas dendam kepada Perguruan
Rajawali Emas juga musuhku yang lain.....! Ada ubi
ada talas, Ada budi ada balas, berat memang bila kita
memusuhi Suatu perguruan yang besar namun bila
tidak kita lakukan kemanakah harga yang kita
terapkan untuk kita sendiri "
"Berarti keadaan kita sama kakang... Ayo kita cari
makan dahulu aku sudah lapar...!"
Gardapati tersenyum, lalu mengamit lengan Astradewi
dan bergerak menuju rumah makan yang tak kalah
mewahnya dengan yang kemarin.
Begitu masuk, keduanya segera dihadapkan dengan
sebuah situasi yang cukup rumit. setiap mata
memandang kearah mereka. bahkan Utusan Lima
Perguruan juga berada dalam kedai itu.
"Itu dia, dia yang telah menggemparkan dunia
persilatan itu..." "Jika kita bisa mengalahkan dia, maka kita akan
terkenal diseluruh dunia!"
"Jangan lewatkan kesempatan ini!"
Terdengar dengungan macam tawon pindah rumah
dalam kedai itu. Astradewi dan Gardapati tentu bukan
orang bodoh, mereka tahu kini mereka telah menjadi
sasaran lawan, Tenaga disiapkan kewaspadaan
ditingkatkan. Dibalik kebahagiaan para pendekar itu, ternyata ada
yang merasa di rugikan yaitu pemilik rumah makan
itu. ia tampak ketakutan bila rumah makan yang
merupakan tempat usahanya akan hancur, wajahnya
kusut masai, tak ada yang bisa dilakukan, hanya
memegang kepala sedikit meringankan beban...
"Hancurlah usahaku....." Batinnya sedih.
"Tak kita sangka urusan bakal panjang seperti ini,
seperti anjing hutan yang lapar, dan kita menjadi
mangsanya. Sepertinya bakal ada darah yang akan
mengalir lagi kakang!" Astradewi bergumam sambil
menyelipkan tangannya kebalik baju, memegang
pedang beronce. dari roncenya yang kemerahmerahan jelas bahwa Astradewi siap betarung.
"Nimas Dewi" "Ya kakang...!?" Astradewi tersenyum semangat.
"hati-hati" "Ya, tentu saja kakang" Jawabnya berseri-seri.
"jangan sampai kau menjadi sandera" Ucap Gardapati
sambil berguyon, tangan kanannnya ditarik
dipinggang, sementara tangan kirinya memegang
serangka pedang. "Jangan khawatir Kakang, aku masih sanggup
menjaga diri.... sekalian aku ingin menguji
kemampuanku ini" Suasana mendadak hening, setombak dari tubuh
Gardapati tercium hawa panas menyengat, hawa
pembunuhan menebal kemana-mana. semua orang
bersiap dengan senjata masing-masing.
Perlu diketahui bahwa kemunculan Gardapati telah
menyebar kemana-mana, bila mereka dapat
mengalahkannya, pasti itu dijadikan batu loncatan
untuk terkenal, maka tak heran semua orang
berduyun-duyun mengeroyoknya.
"Srat...Srat..." Terdengar desiran nyaring ketika orangorang itu bergerak, mata Gardapati mencorong tajam,
ia biarkan lawan terdepan dekat dengannya, dan
begitu dekat... "Srattt... Arghhh.....! Serang..!"
Satu persatu nyawa berlayangan, mayat bertumpuk,
kecepatan Gardapati bagai lesus sebuah cahaya,
sekali bergerak nyawa melayang, sehingga terdengar
bunyi.. "Srat,,. cress..cress..Urghh"
Astradewi tak kalah garangnya, meski wajahnya lugu
dan kekanak-kanakan, namun serangannya bertolak
belakang dengan wajahnya itu, serangannya beg itu
ganas bagai iblis gentayangan, tak salah itu memang
jurus-jurus pedang dalam Kitab Iblis Dewa dan dewa
Iblis. meski terdiri dari tiga jurus namun begitu
mematikan dan mengerikan, sekali gerak maka darah
selalu muncrat.... Trangg.... Terdengar benturan nyaring antara pedang Astradewi
dengan lawan, Astradewi gusar lawan membokong
dirinya dari belakang, ia sisipkan pedangnya
dipunggung, tubuhnya berputar sekaligus menebas...
"Crassshh...!" Tubuh lawannya terpotong dua,
Tak ada seorangpun yang dapat melihat teknik
pedang keduanya, bertahan sekaligus menyerang,
semuanya kebagian vital, benar-benar jurus pedang
yang maha dahsyat. Menyaksikan itu, Utusan lima perguruan terbenam
dalam pikiran masing-masing, meski dua ekor
harimau, namun bila dikepung anjing hutan tak urung
akan gugup juga, namun itu semua tak berlaku bagi
gardapati dan Astradewi, sungguh mencengangkan...
ini bukan pertarungan lagi,... namun Lebih tepatnya
dikatakan PEMBANTAIAN. "Crass....!" Bruak,,,.,,, Drakkk...!"Gardapati tersenyum
dingin, wajahnya gelap akan pembunuhan.... mayat
bergelimpangan di sekitarnya...
"Siapa lagi yang akan maju...!" Ucapnya menggelegar,
tantangan itu terdengar bagai halilintar disetiap telinga
yang mendengarnya, buruan menantang pemburu...
ini mungkin yang dinamakan Lawan yang ingin
ditantang........ Siapakah yang takan tercengang.......
Semua tak ada yang bergerak, diam ditempat bagai
mesin yang dinyalakan seketika dengan ribuan daya
yang menanggungnya... sampai suatu ketika
terdengar bentakan yang entah darimana datangnya.
"jangan menyerah... nanti juga dia akan kehabisan
nafas, saat itu tiba maka kita akan berbangga...!"
Seketika orang-orang yang seperti anjing hutan lapar
itu maju kemuka dan.... "Set,.....!" Ki Aswa lintangkan pedang menahan
pergerakan orang-orang itu.....
"Kalau tidak mau mati lekas mundur... siapapun yang
membangkang harap lawan kami dulu!" Bentaknya
garang. Saiapakah yang tak kenal lima orang itu" siapa yang
tak mengenal pamor lima perguruan golongan putih"...
meski bersungut-sungut semua mandah akan perintah
lalu mundur.. "Gardapati..... benarkah itu kau...!" Ki Aswa menegur
Gardapati yang diam ditempat membentuk kudakuda. "Hemmm..." Gardapati tersenyum lalu menjawab.
"Kakang... sudah lama kita tak bersua, sepertinya
gaya yang mengatasnamakan perguruan dari dalam
dirimu tak pernah surut juga!"
Ki Aswa merah padam mendengar sindiran halus itu,
belum ia menjawab terdengar Astadewi juga
berkomentar. "Berpura-pura sebagai utusan golongan tuhan dan
melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa
memikirkan perasaan orang lain memang takan
pernah hilang dari benak mereka kakang.... Dengan
mengatasnamakan Golongan Putih lantas memba ntai
orang. tanpa tahu kesulitan orang, benarkah gagak
jahat karena hitam" benarkah bangau suci karena
putih" benar-benar suatu hukum yang kejam"
Merah wajah kelima orang itu, dalam dunia persilatan
mungkin baru kali pertamanyalah mereka disindir
setajam itu. "Kurang Ajar!" Rangga dari Partai Golok Harimau marah bukan
kepalang, goloknya dicabut dan diputar dahsyat.
Whoss.....whoss...whosss....! suaranya benar-benar
menggiriskan, hawa golok berseliweran laksana ular
yang membelit-belit. "Rasakan jurus Harimau menggeleng ini...."
"Tap....!" Rangga jejakan kaki sambil meloncat
keudara dalam keadaan golok masih diputar,
"Heaaaa...!" Dengan kekuatan yang mahadahsyat
golok itu dibacokan kepada Astradewi. mencorong
mata Gardapati melihat itu, laksana angin dia
bergerak dan menangkis golok itu dengan
pedangnya... "Trangg....!" Dua benda logam beradu diudara,
"Trak,...Trakk....!" Dua benda logam tajam itu
bergesekan, keduanya tak ada yang mengalah,...
keduanya saling dorong mendorong untuk mencapai
sebuah kemenangan. "Apakah ini yang dinamakan dengan Golongan putih"
mengapa hanya menyerang seorang gadis.... biarlah
kuwakili rasa malu untukmu!" Gardapati berkata
marah. "Huh...!" Kepalang marah menjadi kalap... Rangga
gesekan kedua tangan yang memegang pedangnya
hingga golok itu berputar dahsyat mengirimkan suatu
hawa panas menyengat dan suara yang mendengung
akibat gesekannya dengan udara.
"Wukk..wuk....!"
"Ukh!" Gardapati terdorong mundur dua langkah,
serangan lawan itu ]jauh diluar dugaannya,
bagaimanapun pengalaman Gardapati tidaklah
memadai. sungguh jauh bila dibandingkan lawan
yang sudah malang melintang bertahun-tahun.
"Lumayan jug a dia bisa menangkisnya" Batin Rangga.
sementara mulutnya berkata "Coba tangkis
seranganku kali ini"
Wirrr....." Jurus Belitan Ekor Harimau...." Pekik rangga
mengguntur. Wusss..... dari goloknya itu keluar sinar kekuningan
yang menggulung-gulung bagai ular yang berputar.
Tak salah itulah jurus Belitan Ekor harimau, sebuah
jurus rahasia Perguruan Golok harimau yang
mengandalkan tenaga dalam diatas rata-rata.
"Hiaattt.... Wusss....! Sinar itu menyabet kearah lawan.
Gardapati papaki dengan pedang melintang...


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tranggg...!" "Apa.. Kuat sekali...!" Batin Gardapati terperanjat.
"Srakk....!" Kembali tubuh Gardapati terdorong
mundur.. Trang..Trang.... Rangga tak membiarkan Gardapati mendapatkan
posisi menguntungkan, dengan goloknya yang besar
ia terus cecar Gardapati hingga puluhan jurus....
Namun, Gardapati entah mengapa hanya keluarkan
jurus-jurus itu saja, entah sebenarnya ia mempunya
rencana apa.. tak ada yang tahu...
"Wusss.... Trang...Trak...Srekkk!?" dengan dahsyat
Rangga adukan kekerasan dengan pedang Gardapati.
Pedang dan golok itu sungguh luar biasa, akibat
pertarungan keduanya rumah makan itu berguncang...
Suatu ketika keadaan Gardapati tampak terdesak
hebat hingga ia mepet dengan dinding... Dengan
cekatan ia meloncat keatas dan membabatkan
pedangnya kepunggung lawan...
"Trangg...." "Serangan sia-sia" Dengus Rangga.. Gardapati diam
saja, ia meloncat balik dengan memanfaatkan
serangannya, namun Rangga sabetkan pedangnya itu
hingga menembus dinding..
"Teppp...!" Gardapati berdiri gagah, pedangnya
disarungkan ke serangkanya, sedangkan Golok
Rangga tertahan oleh sebuah dinding kayu yang
cukup besar, sehingga goloknya itu tak bisa digerakan
dan tepat diantara leher Gardapati.
"Apa dia bodoh" mengapa ia malah menyarungkan
pedangnya! Golok Si Harimau Haus darah sudah jelas
tertahan didinding kayu itu, mengapa ia tak
menggunakan kesempatan itu untuk melukainya."
Gumam Dahyanti heran. ternyata gelar dari Rangga
dari Perguruan Golok harimau adalah harimau haus
darah. "Dia pintar, dengan itu saja sudah membuktikan
bahwa pemuda itu dapat membunuh Si Harimau haus
darah jika ia ingin. namun ia enggan melakukannya."
Jiwatrisna menjelaskan membuat Dahyanti dan yang
lain manggut-manggut paham.
Sebagai orang yang terkenal cerdik, Rangga tahu
maksud lawan, gusarnya tak dapat ia tahan lagi,
segera ia membentak "Kurang ajar... Kau menghinaku!"Drakk...Drakk...
Rangga tambahi tenaga dalamnya kegolok, hingga
goloknya menembusi tiang dan hendak memenggal
kepala Gardapati. Gardapati merunduk menghindari tebasan golok.
golok lewat diatas kepalanya, pedangnya dicabut dan
diletakan dileher Rangga hingga meneteskan darah....
"Settt....! Rangga yang mengerahkan tenaga dalamnya sama
sekali tak menyangka akan kejadian itu, tubuhnya
yang terbawa gaya pedang membalik memunggungi
lawan, keringat dingin mengucur deras dari
tengkuknya. "Salahmu sendiri.... ketahuilah meski aku tidak
mengetahui pedas dilada, namun kesombonganmu itu
lah yang membuatmu kalah" Gardapati berkata
dingin. "Sungguh beda.... meski terdapat banyak aliran ilmu
silat ditanah jawa, namun kali ini benar-benar beda,
pedang itu tak memiliki keistimewaan, sebaliknya
pedang itu memang sesuai fungsinya untuk
menebas...aku Rangga, Siharimau haus darah benarbenar dipecundangi besar-besaran!" batin Rangga
dalam hati. Mendadak..... terdengar bentakan keras "Apa kau
sudah melupakan kami" suara bentakan itu
bersamaan datangnya dengan sekelebatan sinar
berwarna perak menyambar wajah Gardapati, namun
sekelebatan sinar lainnya memapaki..
"trang......!" "klontrang.... Crepp!"
Tampak keempat utusan lainnya juga mulai turun
tangan, di tangan mereka juga terselip berbagai
senjata yang bermacam-macam.
Segera Gardapati meloncat mundur dan bersalto lalu
berdiri disamping Astradewi. Gardapati tersenyum lalu
berkata. "Terimakasih atas bantuannya Nimas Dewi"
"Sama-sama kakang... tampaknya urusan sudah tak
bisa di damaikan... bagaimana bila kita berpencar
dahulu dan melakukan cita-cita masing-masing lalu
bertemu dimalam Suro Empat purnama nanti. bila kita
bersama terlalu mencolok perhatian...." bisik Astradewi
dengan mengerahkan ilmu penyampai suaranya.
"Begitupun baik!" Jawab Gardapati sambil
memandang kepada lawan. Kedua belah pihak berpandangan, Dahyanti
mengerutkan alis melihat pedang pandak yang ia
lemparkan tergeletak dilantai begitu saja.
Betapa terkejutnya ketika ia melihat dibatang
pedangnya tertancap sebuah sumpit dari bambu. bila
bukan seorang ahli manakah mampu melakukan itu.
"Luar biasa...!" desis nya lirih.
Dia tak bisa berlama-lama pandangi pedang
pandaknya sebab Astradewi dan Gardapati telah
mulai menyerang.... Graha sewatama gunakan pedangnya dengan jurus
Tiga bayangan pedang bumi...
Srettt.....! Tiga hawa pedang menerjang keduanya, Gardapati
mendengus dingin... ia sabetkan pedangnya pada
hawa pedang itu... Trang...... "Apa, Hawa pedangku terbelah dua!" Gumam Graha
Sewatama. "Drakk...Drakkk..Blarrr!" Hawa pedang itu
menghancurkan dinding rumah makan, Gardapati
putar pedang dan sabetkan pedangnya sekaligus
kepada Rangga, Ki Aswa, Graha Sewatama dan
Jiwatrisna..... "Wirr....Srattt...!"
"Tranggg.....!"
Pedang itu tertahan oleh empat macam senjata
berbeda. sedangkan Astradewi nyelonong masuk dan
menusuk Dahyanti, jubahnya mekar dan pedangnya
berkelebat.... Srettt,....! Trang.... Wusss tubuh Astradewi terlempar
kearah selatan, sedangkan Gardapati juga yang
melawan Empat orang sekaligus tampak kewalahan,
ia bersalto diudara. dengan memanfaatkan benturan
pedang dirinya, mudah saja ia berjumpalitan dan
mendarat dengan selamat. Astradewi diselatan dan Gardapati di Utara...
keduanya bersebrangan....
"Sampai jumpa Nimas Dewi" Gardapati berkelebat di
jendela dan menghilang....
"Sampai jumpa kakang Garda!" seperti halnya
Gardapati, Astradewi juga berkelebat lenyap...
Gusar bukan kepalang keempat orang utusan
perguruan golongan putih melihat buruan kabur....
mereka hendak mengejar, namun Ki Aswa
menghentikannya. "Jangan dikejar...lihatlah pakaian
kalian...!" Keempatnya tertegun dan menatap pakaian mereka,...
keringat dingin mengucur.... mereka kini sadar mereka
Pendekar Remaja 4 Naskah Laut Mati Makhtutat Al Bahri Al Mayit Karya Ahmad Osman Kisah Pedang Di Sungai Es 3

Cari Blog Ini