Ceritasilat Novel Online

Tikam Samurai 31

Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 31


"Beri yang masih hidup itu obat atau kotoran apapun namanya, agar dia tetap hidup dan bisa
diinterogasi. Kita harus tahu dari mana mereka masuk Vietnam, berapa jumlahnya. Di mana markas mereka,
ke mana saja tim pembebas tawanan ini dikirim?" ujar si Kapten sambil menatap ke langit, ke arah helikopter
itu menghilang. Si Sersan menurunkan ransel bertanda palang merah yang tersandang di punggungnya. Kemudian
mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat dari plastik tebal. Dari kotak itu dia mengeluarkan sebuah jarum
injeksi. Kemudian mengambil sebuah botol pendek sebesar ibu jari. Ujung jarum dia tusukkan ke sumbat botol,
dan cairan bening di botol berpindah ke tabung injeksi. Masih di bawah tatapan mata belasan tentara yang lain,
Sersan itu membuka lengan baju Si Bungsu. Semua mereka, termasuk si Kapten, pada tertegun ketika melihat
di balik lengan baju lelaki itu terselip tiga batang samurai kecil, dan beberapa lempengan baja tipis, bundar dan
amat amat tajam. "Yakuza"!?" desis beberapa tentara tersebut.
Dalam Neraka Vietnam -bagian-646
"Laksamana, apakah isyarat itu dari Si Bungsu?" ujar Florence di radio. "Nampaknya ya, Ami"." "Pesawat
ini akan menjemputnya?" "Ya"." "Boleh saya ikut?" "Jika Anda memang tidak ingin menunggu di kapal"."
"Boleh saya ikut?"" tanya Ami Florence kembali. "Silahkan?" jawab Laksamana Lee. "Harap Anda beritahu
pilotnya?" ujar Ami Florence, kemudian memberikan radio itu kepada pilot. "Yes, Sir?" ujar pilot membuka
percakapan. "Bawa Nona itu bersamamu"." "Yes, Sir!" "Kalian boleh berangkat sekarang" "Yes, Sir"."
Pilot itu kemudian menoleh kepada Ami Florence. "Kami mendapat kehormatan terbang bersama Anda,
Mam"." "Terimakasih, saya juga mendapat kehormatan terbang bersama Anda, Mayor?" sahut Ami. Heli itu
segera mengudara, membelah malam pekat dan dingin, dengan guruh menderam-deram di langit Philipina.
"Kemana tujuan kita?" tanya Ami Florence kepada dokter Angkatan Laut yang menyertai misi itu, beberapa
saat setelah pesawat itu terbang di atas lautan. "Ke sebuah titik di suatu koordinat di Laut Cina Selatan, Mam?"
jawab dokter berpangkat Kapten itu. "Pulau atau kapal?" "Kapal, Mam"." "Kapal selam?" "Yes, Mam"." "Berapa
orang yang dijemput." "Tiga belas, Mam"."
Ami Florence menarik resleting jaket kulitnya secara penuh ke atas, menutupi leher di bawah dagunya.
Mencegah hempasan angin yang menerpa masuk dari celah pintu heli tempur besar itu. "Apa di antara yang
dijemput ada Si Bungsu?" "Kita tidak mendapat konfirmasi satu nama pun, Mam"." jawab pilot. "Saya harap
dia ada di antara yang akan kita jemput. Saya, dan juga semua awak USS Alamo, ingin bertemu dengannya,
Mam," sambung si dokter.
Sebagaimana awak kapal USS Alamo lainnya, dokter itu juga mendapat cerita tentang kehebatan lelaki
dari Indonesia bernama Si Bungsu itu, yang tersebar dari mulut ke mulut di USS Alamo. Ami Florence ingat
coklat yang dia bawa dari hotel. Dia ambil coklat itu dari tasnya, kemudian mengulurkan dua buah kepada pilot
dan co-pilot, dengan memukulkan coklat itu ke bahu kedua orang tersebut dari belakang. "Hai, terimakasih,
Mam!" ujar pilot, demikian juga copilot, setelah mengambil coklat tersebut. Ami kemudian mengambil
beberapa bungkus coklat lagi, lalu membagi-bagikannya kepada seluruh yang ada dalam heli tersebut.
Semuanya menerima dengan senyum dan ucapan terima kasih. Lalu dalam deru pesawat yang membelah
malam pekat itu mereka menikmati coklat pemberian Ami Florence.
Di kapal selam Sea Devil, Thi Binh sadar dari pingsannya. Saat dia membuka mata, hal pertama yang
melintas dalam ingatannya adalah Si Bungsu. "Bungsu?" desisnya. Duc Thio yang memeluk kepala anaknya,
menatap anak gadisnya itu dengan mata berlinang. Sebuah firasat yang amat buruk, yang amat tak dia ingini
terjadi, menusuk hulu jantung Thi Binh tatkala melihat mata ayahnya yang berkaca-kaca. "Bungsu?"" desisnya
lagi perlahan. Matanya nanap memandang ayahnya. Duc Thio menunduk, kemudian menggeleng. Air mata mengalir di
pipinya yang tua. Thi Binh tiba-tiba merasa ada yang menggenggam tangannya. Dia tahu siapa orangnya,
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 681
sebelum dia melihat wajah orang yang menggenggam tangannya itu. Dia menolehkan kepala perlahan dan
segera menampak wajah Roxy, yang juga bersimbah air mata. Tak mampu bicara sepatah pun. "Bungsu?""
desisnya. Roxy menggigit bibir. Memejamkan mata sesaat sembari mempererat genggaman tangannya pada
tangan Thi Binh. Han Doi melemparkan tatapannya ke langit-langit kapal selam. Apa yang akan dia berikan
jawaban, kalau Thi Binh bertanya padanya tentang Si Bungsu" Thi Binh akhirnya berusaha duduk, kendati
dadanya yang tertembak terasa amat sakit. Sakit sekali. Namun dia ingin duduk. Dia ingin menatap wajah orang
yang di dalam kapal itu. Roxy lah akhirnya yang menolongnya untuk duduk. Dirangkulnya bahu Thi Binh.
Kemudian diluruskannya posisi gadis itu perlahan.
Sebelum posisi tubuhnya duduk dengan baik, matanya menyapu semua yang berada dalam kapal selam
itu. Tak ditemukannya wajah orang yang dia cari. Semua juga menatap padanya, kemudian pada menunduk.
Kolonel MacMahon, Letnan Duval, para wanita yang dibebaskan Si Bungsu dari sekapan di goa itu. Mereka
dicekam kebisuan yang menyesakkan dada. Dan akhirnya Thi Binh hanya mampu memeluk Roxy. Lalu
menumpahkan tangisnya di pelukan gadis Amerika itu. Kolonel MacMahon yang tersandar dengan bahu dan paha berbalut perban, tiba-tiba merasa menjadi orang tak
berguna. Merasa menjadi orang bodoh yang tak tahu berterima kasih.
Dalam Neraka Vietnam -bagian-647
Namun apa yang harus dia perbuat dalam posisi amat kritis seperti yang terjadi dalam pertempuran di
padang lalang di ujung senja tadi" Dia memejamkan mata sesaat. Namun cepat-cepat matanya dia buka. Karena
bayangan pertempuran di padang lalang itu tiba-tiba seperti menyergap seluruh isi kepalanya.
Bayangan saat dia membopong salah seorang wanita yang terluka kena tembakan. Bedilnya
memuntahkan peluru menembak ke arah dua tentara Vietnam yang muncul tiba-tiba dari balik pohon. Dan saat
itu dia rasa pedih yang amat sangat menghantam bahunya. Dia tahu dia tertembak. Namun dia tetap berlari
mengerahkan sisa tenaganya, dengan tetap memikul tubuh perawat yang terluka, mendekati helikopter.
Beberapa langkah lagi, tiba-tiba kakinya tertembak. Dia tersungkur, untunglah seorang tentara di dekat
helikopter itu sempat menyangga tubuhnya dan mengambil alih tubuh perawat itu.
Dia masih berusaha memutar tegak dan menembakkan bedilnya. Namun yang terdengar hanya suara
"klik" beberapa kali. Dia kehabisan peluru! Lalu saat itu tubuhnya ditarik dengan kuat ke atas heli. Kemudian
semuanya berjalan amat cepat. Heli mengapung, lalu suara tembakan. Samar-samar dia melihat sesosok tubuh
muncul dari belukar di bahagian selatan. Orang itu menembak dan berlari ke tengah medan tempur. Dari
pakaiannya dia segera tahu, orang itu adalah Si Bungsu. Orang yang sudah mempertaruhkan nyawanya untuk
membebaskan mereka. Lelaki tangguh dari Indonesia itu dia lihat berlari menyongsong arah peluru sembari menembakan
bedilnya ke arah tentara Vietnam yang muncul di berbagai penjuru. Dia tahu, lelaki itu berusaha mengalihkan
sasaran tembak dari heli kepada dirinya. Kemudian heli yang mereka naiki mulai mengudara dengan cepat,
meloloskan diri dari lobang jarum. MacMahon mendengar pertanyaan pilot yang juga komandan penjemputan
mereka, tentang beberapa jumlah peluru yang ada di dua senapan mesin yang ada di heli.
MacMahon mendengar jawaban kedua pemegang senapan mesin itu, bahwa peluru mereka masingmasing hanya tinggal beberapa butir. Pilot nampaknya berada dalam pilihan yang amat rumit, antara turun
menjemput Si Bungsu dengan risiko 99,99 persen tertembak dan semua mereka terbunuh. Atau meloloskan
diri, tapi dengan demikian berarti membiarkan lelaki yang telah menyelamatkan nyawa mereka itu menjadi
sasaran tembak tentara Vietnam. MacMahon tak sempat berfikir, dia hanya tahu pilot kemudian memutuskan
untuk menyelamatkan nyawa yang lebih banyak. Yaitu nyawa mereka yang ada di heli.
Turun ke tengah kancah pertempuran dengan peluru hanya beberapa butir, memang bukan pilihan yang
berakal sehat. Tetapi juga bukanlah berakal sehat membiarkan orang yang sudah menolong mereka demikian
banyak tinggal sendiri menghadapi cecaran peluru belasan tentara Vietnam. Lalu dari atas heli yang sudah
semakin tinggi. MacMahon melihat Si Bungsu kehabisan peluru. Dia mencampakkan bedilnya, kemudian
mengangkat tangan ke udara. Lalu tubuh lelaki itu tersentak-sentak beberapa kali.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-648
MacMahon hapal benar sentakan lelaki dari Indonesia itu karena hantaman peluru. Dia merasa bulu
tengkuknya berdiri tatkala tubuh lelaki itu masih tegak dengan kedua tangan masih mengacung keudara.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 682
Lalu".Padang lalang di bawah sana makin lama makin mengecil. Tentara Vietnam dan lelaki dari
Indonesia itu terlihat seperti titik-titik kecil, sampai akhirnya lenyap sama sekali dari pandangan, dan dia
sendiri terkulai akibat darah yang terlalu banyak mengalir dari luka di dada dan di pahanya. Itulah rekaman
terakhir dari peristiwa itu, yang tak bisa lenyap dari fikiran MacMahon. Kini dia menatap hiba, pada Thi Binh
yang kini terisak dalam pelukan Roxy. "Apakah"Apakah dia mati..?" bisik Thi Binh dalam pelukan Roxy.
Roxy tak segera menjawab. Lehernya terasa tersekat untuk mengeluarkan kata-kata. Fikirannya
merayap perlahan ke medan pertempuran di padang lalang di Vietnam sana, tempat terakhir dia melihat Si
Bungsu dari kejauhan. Saat dia membawa tubuh Thi Binh yang pingsan menerobos hujan peluru menuju heli.
Saat heli mulai mengapung dia melihat Si Bungsu muncul dari arah selatan. Lalu melihat tubuh lelaki itu
tersentak-sentak beberapa kali kena tembakan, lalu dia tak ingat apa-apa lagi karena jatuh pingsan.
Fikirannya juga merayap ke saat-saat terakhir berada dekat Si Bungsu. Yaitu di balik batu besar yang
mereka jadikan pertahanan dari gempuran tentara Vietnam, seusai mereka menghancurkan barak tentara
Vietnam tersebut. Saat di balik batu besar tersebut mereka yang menahan gempuran tentara Vietnam itu hanya
berjumlah empat orang. Si Bungsu, dia, Thi Binh dan Duval. Lalu Si Bungsu menyuruh mereka duluan
meninggalkan tempat itu, menyusul rombongan MacMahon.
Dialah yang pertama meninggalkan tempat itu bersama Duval. Namun baru bergerak beberapa meter,
dia menyuruh Duval kesungai Dangkal yang akan mereka ikuti alurnya. Dia sendiri berbelok dan sembunyi di
balik batu besar. Tak lama disana dia melihat Thi-thi lewat. Roxy segera meninggalkan tempat
persembunyiannya. Kembali ke batu besar tempat tadi mereka bertahan. Di sana hanya tinggal Si Bungsu
sendirian. Dia melihat Si Bungsu menembak dengan senapan mesin ringan yang di tinggalkan Thi-thi. Dari
belakang dia rangkul tubuh Si Bungsu. Si Bungsu kaget setengah mati. Namun Roxy tak memberi kesempatan.
Di dekapnya lelaki dari Indonesia itu dengan erat. Kemudian bibirnya melumat bibir Si Bungsu. Sebelum Si
Bungsu sadar apa yang teerjadi, Roxy sudah melepaskan pelukannya. Kemudian gadis itu berkata.
"Aku menyayangi Thi-thi. Aku tahu dia mencintaimu. Aku tak peduli engkau mencintai dia atau tidak. Aku
tahu apa yang aku lakukan ini tidak pantas, apalagi aku dan Thi-thi sudah saling mengakui bersaudara. Namun
tak seorangpun yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi setelah ini. Sesal akan kubawa mati, jika aku tak
menyampaikan padamu kalau aku mencintaimu. Mungkin terasa konyol dan bodoh. Kenalpun kita baru sehari
tapi aku mencintai mu Bungsu"."
Demikian cepat kata-kata itu dia ucapkan, setelah itu dia berbalik badan dan berjalan menunduknunduk menuju sungai menyusul Duval dan Thi Binh. "Apakah Si Bungsu tertembak mati?" tiba-tiba Roxy di
kejutkan dari lamunannya dengan bisikan Thi Binh yang ada dalam pelukannya. Roxy mengangkat kepala
menatap orang-orang yang berada di kapal selam kecil itu. Semua pada menatap padanya dengan tatapan
kosong. Diusapnya rambut Thi Binh kemudian berbisik.
"Kita tak tahu apakah dia sudah mati atau bagaimana, kita semua menginginkan dia masih hidup adikku.
Namun selain tuhan, tak seorangpun diantara kita, yang tahu bagaimana nasibnya kini?" "Mengapa dia tidak
ada diantara kita, apakah?"" "Keadaan waktu demikian kritisnya, Thi-thi. Demikian kritisnya. Si Bungsu
menghadangkan dirinya pada tentara Vietnam untuk memberi kesempatan kita lolos.." "Dan kita semua
selamat, karena dia mengorbankan dirinya?" bisik Thi Binh.
Roxy tak menjawab. Ada nada protes dalam pernyataan gadis itu. Dia ingin menjawab "ya", karena
memang begitulah adanya. Tapi jawaban "ya" sekaligus akan mengungkapkan semua yang ada dalam kapal
selam ini hanya mementingkan diri sendiri. Meninggalkan orang menyelamatkan mereka sendirian
menghadapi maut, Dalam Neraka Vietnam di padang lalang itu. "Terima kasih Roxy, engkau telah
menyelamatkan aku dengan membawa ke helikopter, setelah aku tertembak.." bisik Thi Binh, yang masih
memeluk Roxy. Roxy tak menjawab. Dia membelai rambut Thi Binh.
"Dua kali engkau menyelamatkan nyawaku. Pertama di belantara saat kita bertempur melawan tentara
Vietnam, tak jauh dari barak mereka yang kita hancurkan itu. Kemudian ketika aku tertembak di dekat danau,
dalam pertempuran terakhir itu. Terimakasih, hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikanmu padaku Roxy.
Aku juga berhutang nyawa pada Bungsu, dia juga yang telah menyembuhkan aku dari sipilis"." ujar Thi Binh
perlahan. "Kita semua berhutang nyawa dan mencintainya, adik ku?"ujar Roxy perlahan. "Kenapa tak kau biarkan
saja aku tinggal, setelah tertembak. Agar aku bisa mati bersama dia.."ujar Thi Binh. "Aku tak ingin kau mati
adikku?"jawab Roxy. "Tanpa Si Bungsu, Sebenarnya aku sudah mati?"Roxy menarik nafas. Di ciumnya kepala
Thi Binh dengan lembut. "Kita akan kemana,Roxy?"tanya Thi Binh setelah beberapa saat sepi. "Menuju dunia
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 683
bebas, Thi-thi?" "Amerika?"" "Ya, ke Amerika..!" "Apakah disana tak ada peperangan?" "Ada, tapi hanya
peperangan antara polisi dengan para bandit dijalanan adikku?"
Thi Binh berdiam diri beberapa saat. Lalu dia meminta dirinya kembali dibaringkan di tempat tidur yang
ditempelkan di dinding dengan engsel khusus. Roxy membaringkan tubuh gadis Vietnam cantik itu perlahan.
Thi Binh menggenggam tangan Roxy. "Apakah engakau memang mau menjadi kakakku?" bisik Thi Binh
perlahan. Roxy tak menjawab. Dia sangat terharu. Di ciumnya kening dan mata gadis berusia enam belas tahun
itu dengan lembut. Kemudian dia duduk dan memandang lurus pada Thi Binh. "Di hutan Vietnam itu kita sudah
berjanji untuk menjadi kakak adik yang saling mencintai. Kau ingat adikku?"" ujar Roxy. Thi Binh mengangguk.
"Tak ada yang akan berubah dengan perjanjian kita itu, adikku.." ujar Roxy. Thi Binh tersenyum, kemudian dia
memejamkan mata. Kapal selam Sea Devil milik SEAL, pasukan khusus Angkatan laut Amerika itu bergerak dengan cepat
membelah air, dibawah permukaan laut China selatan. Akan halnya Thi Binh, rasa lelah dan pengaruh bius yang
di berikan padanya membuat dia terjatuh kedalam tidur yang pulas. Lelah dan kantuk juga menyerang Roxy
dalam posisi duduk dekat pembaringan Thi Binh, dia menelungkupkan bagian atas tubuhnya disisi
pembaringan, tak lama kemudian dia juga tertidur.
Dalam Neraka Vietnam -bagian-649
Ketika Sea Devil sedang berlayar di bawah laut luas, dan ketika Ami Florence dalam penerbangan dengan
heli menuju titik pertemuan untuk melakukan embarkasi para tentara yang dibebaskan itu, Mayor Murphy
Black yang semula gagal mengontak USS Alamo, akhirnya mendapat sambungan radio. Dengan permintaan
maaf dan rasa menyesal yang amat mendalam, dia melaporkan tidak menemukan Si Bungsu di padang lalang
Vietnam itu. Di mana pertempuran terakhir terjadi antara pasukan Vietnam dengan pelarian itu.
Black juga menuturkan kondisi kritis saat menentukan pilihan, antara turun menjemput Si Bungsu
dengan peluru hanya beberapa butir, dan harus menghadapi gempuran belasan tentara Vietnam. Yang
risikonya jelas semua awak heli maupun tentara yang sudah dibebaskan itu akan tertawan kembali, atau
terlebih dahulu menyelamatkan belasan pelarian yang sebagian dalam keadaan terluka.
"Orang Indonesia itu nampaknya sengaja memancing tembakan ke arahnya, agar kami bisa lolos dari
serangan maut. Saya sudah kembali ke lokasi itu, namun kami hanya menemukan dua mayat tentara Amerika
dan beberapa mayat di padang lalang itu. Tak ada tanda-tanda sama sekali tentang nasib Si Bungsu. Menurut
analisa saya, kendati tertembak beberapa kali, namun lelaki tangguh itu masih hidup. Paling tidak, tentara
Vietnam akan berusaha menyelamatkan nyawanya untuk mengorek keterangan. Siapa saja dan dimana
pasukan yang mencari anggota MIA saat ini berada. Saya rasa, dia sekarang berada di suatu tempat yang amat
dirahasiakan dan dijaga dengan amat ketat untuk diinterogasi," papar Mayor Black.
Laksamana Lee tak menjawab sepatah pun. Selain mengatakan "oke" kemudian mematikan radio. Lama
Laksamana ini terdiam sambil tangannya masih memegang handel radio. Matanya menatap ke arah layar
komputer besar, yang memperlihatkan posisi kapal selam Sea Devil yang tengah membawa bekas tawanan
yang selamat dan posisi helikopter yang akan menjemput mereka, yang di dalamnya terdapat Ami Florence.
Salah seorang di antara tak banyak mata-mata kelas satu Amerika semasa perang Vietnam yang panjang itu,
yang besar sekali jasanya untuk Amerika.
Laksamana Lee teringat pada Kolonel MacMahon, adik kelasnya semasa di West Point, Akademi Militer
Amerika. Lenyapnya MacMahon, Komandan SEAL di Vietnam dalam pertempuran laut di lepas pantai Da Nang
menyebabkan heboh di kalangan angkatan bersenjata Amerika. Kini Kolonel itu termasuk salah seorang yang
berhasil dibebaskan Si Bungsu. Dia lalu meminta dihubungkan ke Sea Devil. "Komandan Sea Devil di sini, Sir!"
ujar Kapten Callahan, begitu diberitahu perwira radio USS Alamo bahwa Laksamana Lee akan bicara. "Ada
gangguan dalam pelayaran Anda, Callahan?" "No, Sir! Sejauh ini aman. Radar kami juga tidak menangkap
adanya kapal perang Vietnam dalam jarak lima puluh kilometer dari posisi kami, Sir"." "Baik, saya harap juga
begitu"." "Thanks, Sir"." "Apakah Kolonel MacMahon di kapal Anda, Callahan?" "Yes, Sir! Kolonel MacMahon
ada di kapal ini"!" "Saya dengar dia tertembak. Kalau dia tidak sedang istirahat, saya ingin bicara dengannya,
bisa?" "Yes, Sir! Saya bisa antarkan radio ke tempat tidurnya agar Anda bisa bicara langsung padanya. Harap
Anda menunggu, Sir"."
Kapten menyuruh seorang letnan navigasi untuk menghantarkan radio kepada MacMahon. Kolonel itu
sedang berbaring dan sejak tadi hanya diam menatap ke arah pembaringan Thi Binh dan Roxy di ujung sana,
melihat seorang letnan SEAL mendatanginya. Letnan itu memberi hormat kepada komandan tertinggi mereka,
yang sudah dua tahun lenyap dan baru saja dibebaskan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 684
"Komandan USS Alamo ingin bicara dengan Anda, Sir?" ujar letnan itu sambil menyerahkan radio kecil
tanpa tali. "Laksamana Lee?"" ujar MacMahon perlahan mengambil radio dari tangan si Kapten. Tak lama
kemudian Laksamana Lee mendengar suara di radio. "MacMahon di sini, Laksamana"!" "Hei MacMahon,
senang mendengar lagi suaramu"!" MacMahon tertawa renyah. "Senang juga mendengar suaramu, Lee"."
"Bagaimana kondisimu, MacMahon?" "Agak membaik Lee"." "Luka di bahu dan dadamu membaik?" "Ya, agak
lebih baik"." "Masih sempat bermain catur?"
MacMahon tertawa perlahan mendengar pertanyaan kakak kelasnya itu. Soalnya, ketika di West Point
dulu, bahkan setelah sama-sama bertugas pun, mereka sering bertanding catur. "Saya harap bisa segera
bertemu Anda, untuk main catur lagi, Lee"." "Ya saya harap juga begitu. MacMahon"!" "Ya?"" "Engkau kenal
seorang lelaki Indonesia bernama Si Bungsu?" "Dia yang membebaskan kami, Lee"." "Apa yang terjadi dengan
dia?" MacMahon tak segera bisa memberikan jawaban. Dia menatap ke pembaringan Thi Binh dan Roxy. Kedua
gadis itu masih tidur pulas. "Dia tertinggal di medan tempur, Lee"." "Nampaknya keadaan demikian kritis,
sehingga dia tak sempat kalian bawa bersama"." "Maaf Lee. Kondisi saat itu memang sangat kritis". Engkau
juga mengenalnya, Lee?" "Tidak. Sebulan yang lalu dia mengantarkan Ami Florence, kau ingat dia?" "Ya, orang
kita yang di Da Nang"."
"Nah, setelah terlibat pertempuran yang amat tak seimbang dengan beberapa kapal patroli Vietnam, dia
berhasil merebut sebuah kapal patroli. Kemudian mengantarkan Ami dan abangnya ke USS Alamo tapi dia tidak
naik ke kapal saya. Begitu Ami turun dia langsung pergi. Lewat radar kami melihat dia menghancurkan tiga
kapal patroli Vietnam lainnya. Dari Ami saya mendapat cerita, bahwa dia datang ke Vietnam atas permintaan
milyader AR. Anda masih ingat AR, MacMahon?" "Alfonso Rogers, milyader yang ikut menyumbang pembelian
kapal-kapal Angkatan Laut. Satu diantaranya kapal yang kini Anda komandani, Lee"."
"Anda benar, MacMahon. Anda ingat siapa nama anak tunggal milyader itu?" "Roxy Rogers. Dia ada
bersama saya di kapal ini. Hanya saja saya baru tahu bahwa Roxy adalah anak Alfonso Rogers dari penjelasan
Si Bungsu, saat membebaskan kami dari tahanan Vietnam. Kami beruntung berada satu tahanan dengan Roxy.
Jika tidak, kami tentu belum akan bebas?" ujar MacMahon. "Well, berapa hari Anda mengenal Si Bungsu, Mac
Mahon?" "Satu hari, Lee"." "Satu hari?" "Efektifnya hanya beberapa jam"." "Maksudmu?"
"Dia datang ke goa tempat kami disekap subuh hari. Kemudian membawa kami ke tempat tiga teman
Vietnamnya yang menanti sekitar satu kilometer dari barak tentara Vietnam. Kemudian kami berbagi regu.
Satu regu disuruhnya duluan bersama wanita-wanita yang bertugas di ketentaraan sebagai anggota palang
merah dan bahagian logistik, untuk menuju ke danau dan membawa jam tangannya yang bisa memancarkan
isyarat. Kemudian dia bersama tiga orang lainnya, Letnan Duval, Roxy dan seorang gadis Vietnam bernama Thi
Binh menyelusup ke barak-barak Vietnam.
Dalam Neraka Vietnam "bagian 650
Mereka berhasil menghancurkan gudang senjata dan membunuh komandannya, seorang Kolonel. Saya
sendiri bertugas mencegat Vietnam yang memburu rombongan pertama. Artinya, saya hanya mengenal lelaki
dari Indonesia itu sekitar tiga atau empat jam, Lee?" tutur MacMahon. "Dia seorang yang amat perfect dalam
pertempuran laut"." "Sama perfectnya dengan pertempuran darat, Lee. Saya melihat dengan mata kepala saya
sendiri, bagaimana dia mempergunakan samurai kecilnya untuk membunuh seorang Vietnam dari jarak
sepuluh meter. Sebelumnya, saat kami akan keluar dari goa, dia membunuh sekaligus empat tentara dengan


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samurai kecilnya itu. Kemudian juga saat dia menghadang tembakan belasan tentara Vietnam, dalam upaya
agar heli yang kami tompangi bisa lolos. Barangkali ada delapan atau sembilan tentara Vietnam yang dia
rubuhkan sebelum akhirnya senjatanya kehabisan peluru, dan dia mengangkat tangan"."
"Apakah Vietnam langsung menangkapnya?" "Tidak"." "Apa yang terjadi?" "Dari atas heli, kami melihat
tubuhnya beberapa kali diterjang peluru. Setelah itu" dari ketinggian saya hanya melihat tubuh mereka seperti
titik kecil di bawah. Saya rasa Vietnam menangkapnya. Jika dia masih hidup, untuk beberapa saat dia belum
akan dibunuh, sampai Vietnam yakin tak ada rahasia apapun yang bisa dikorek dari mulutnya mengenai
operasi yang dilakukan Amerika saat ini di Vietnam"." "Saya rasa dia juga tak akan segera dibunuh Vietnam?"
ujar Laksamana Lee. Mereka sama-sama terdiam beberapa saat. "MacMahon"." "Ya, Lee"."
"Saya harus mengabarkan pada Ami Florence bahwa Si Bungsu tak ada bersama kalian. Gadis itu kini
berada dalam heli khusus yang saat ini sudah tak begitu jauh dari posisi kalian. Dia berharap lelaki dari
Indonesia itu ada bersama kalian. Baiklah, kita bertemu di Subic kelak, MacMahon"." "Terima kasih, Lee. Dan
saya benar-benar menyesal, tidak bisa membawa Si Bungsu bersama kami. Saya juga akan menyampaikan maaf
saya pada Nona Ami"."
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 685
Hubungan dan percakapan di antara kedua teman lama itupun putus. Ada beberapa saat Laksamana Lee
tegak mematung di anjungan USS Alamo. Dia harus menghubungi segera Ami Florence, namun bagaimana dia
akan memulai percakapan, untuk memberitakan bahwa Si Bungsu tak ada di antara orang-orang yang akan dia
jemput itu" Kalau saja dia sudah mendapat laporan dari Mayor Black sebelum Ami ikut dengan heli itu tadi,
barangkali dia bisa memberitahunya. Tapi sampai gadis itu naik ke pesawat, hubungan antara USS Alamo
dengan Mayor Black sengaja diputus untuk beberapa saat.
"Hubungkan saya dengan helikopter?" ujarnya perlahan. "Yes, Sir"!" ujar perwira radio. "Kapten John
Gregor Sir"!" ujar pilot heli di radio. "Kapten"." "Yes, Sir"!" "Sebentar lagi perwira navigasi akan memberikan
koordinat di mana Anda harus melakukan embarkasi"." "Yes, siap Sir"!" "Bisa saya bicara dengan Nona Ami
Florence?" "Siap, bisa Sir!"
Dalam Neraka Vietnam -bagian-651
Pilot menolehkan kepala ke belakang. Ke arah Ami yang sedang berpeluk tangan dan menatap ke langit
gelap lewat kaca di sampingnya. "Nona Florence"." Ami tersentak. Menatap ke arah pilot yang memanggilnya.
"Ya?"" "Silahkan Anda menggeser duduk ke mari. Laksamana di USS Alamo ingin bicara dengan Anda, Mam"."
Ami Florence merasa jantungnya berdegup. Dia berjalan dengan menunduk di dalam heli itu, mendekat ke
belakang tempat duduk pilot. Kemudian duduk di sebuah bantalan besar di sana. "Sir, ini Nona Florence?" ujar
pilot. Dia segera memberi isyarat pada copilotnya untuk membuka headphone di copilot agar menyerahkan
head phonenya pada Florence. Ami memasang headphone itu ke kepalanya. Kemudian membetulkan letak kap
radionya di telinga. "Yes, Laksamana?"" ujarnya membuka pembicaraan. "Florence?"" "Ya"." "Maaf, saya tidak
tahu harus memulai dari mana"." Hati Florence makin berdebar. Firasat buruk merayapi hulu jantungnya. Ini
pasti mengenai Si Bungsu, bisik hatinya. "Mengenai Bungsu?"" ujarnya antara terdengar dan tidak. "Sekali lagi
maaf, Florence. Ya, mengenai Bungsu"."
Florence merasakan tubuhnya tiba-tiba menggigil dan berkeringat dingin. Dia tak mampu bicara sepatah
pun. Dia seperti menanti vonis hukuman mati. "Florence?"" himbau Laksamana Lee. Tak ada sahutan!
"Florence. Anda masih di sana, Mam?"" "Yy.. Ya" Laksamana"." "Dengan permintaan maaf saya harus
menyampaikan pada Anda, Mam. Bahwa Si Bungsu tidak berada di Sea Devil, kapal selam yang kini sedang
Anda tuju"." Ami Florence tak bicara. Namun masih ada sedikit harapan, Si Bungsu dikatakan tidak berada di Sea
Devil, tidak dikatakan sudah mati. Dia menunggu kepastian lebih lanjut. "Dia tidak berada di Sea Devil, berarti
masih berada di suatu tempat, Laksamana?" "Ya, Mam. Dia masih berada di suatu tempat, di belantara Vietnam
sana"." "Masih" masih"." "Ya Mam, dia masih hidup! Itu dipastikan oleh laporan Mayor Murphy Black,
komandan gugus tugas khusus dari SEAL yang ditempatkan di Teluk Kompong Sam, yang menjemput dengan
helikoptertawanan yang berhasil dibebaskan Si Bungsu"." Florence menghapus keringat di dahinya. Dia
menarik nafas panjang. Kendati dia sangat kecewa orang yang dicintainya itu tidak berada di Sea Devil, namun
dia bahagia lelaki itu kini masih hidup.
"Dia sendirian di Vietnam sana, Laksamana?" Laksamana Lee tak segera menjawab. "Laksamana?" "Maaf.
Dia tertawan oleh Vietnam. Namun Mayor Black memastikan bahwa dia masih hidup. Tubuhnya tidak terdapat
di antara mayat-mayat yang bergelimpangan di padang lalang di mana pertempuran terakhir pecah saat
mereka akan dijemput helikopter"." Sekali lagi Ami Florence menghapus peluh dingin di wajahnya. "Dia
tertawan oleh Vietnam?" ujarnya perlahan. "Ya, Nak. Cerita lengkapnya bisa engkau tanya pada Kolonel
MacMahon di Sea Devil, salah seorang dari 17 pasukan Amerika yang dibebaskan Si Bungsu, termasuk Roxy
Rogers"." Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 686
Ami Florence seperti tercekik sesuatu di kerongkongannya mendengar kabar dari Laksamana Lee. Dia
masih terdiam sambil memegang radio yang hubungannya masih terbuka dengan USS Alamo. Lewat radio
Laksamana Lee dapat mendengar gadis itu menarik nafas berat dan panjang. "Saya sangat menyesal, Nak.
Sepanjang laporan yang saya peroleh, baik dari Kolonel MacMahon maupun Mayor Murphy Black, Komandan
SEAL yang menjemputnya, lelaki dari Indonesia itu sengaja menjadikan dirinya umpan. Agar para tawanan bisa
lolos. Dalam Neraka Vietnam -bagian-652
Amerika tidak hanya berhutang budi padanya. Sekaligus benar-benar merasa malu, karena tak bisa
mengeluarkan lelaki perkasa itu dari neraka Vietnam. Saya sangat menyesal"." Tak ada jawaban apapun dari
Ami Florence. "Ami, Anda masih di situ, Nak?" "Ya"." "Saya sangat menyesal, Nak"." "Terimakasih,
Laksamana?" ujar Ami nyaris tak terdengar, sembari memutuskan hubungan radio.
Kolonel MacMahon masih menanti beberapa saat. Dia tahu hubungan dengan Ami sudah diputus gadis
itu. Dia benar-benar ikut menyesal. "Kapten Gregor?" ujarnya Laksamana Lee perlahan memanggil pilot heli
tersebut. "Yes, Sir!" "Nona Florence masih di sana?" Pilot heli menolehkan kepalanya sedikit ke belakang
melihat Ami masih menunduk sambil memegang radio yang tadi diberikan co-pilot kepadanya. "Ya, dia masih
di sini, memegang radio, Sir!" "Baik, jangan ganggu dia. Gunakan radio pada Anda saja. Perwira navigasi akan
memberi petunjuk di mana Anda harus menjemput para bekas tawanan itu"." "Yes, Sir!"
Namun saat itu Ami Florence mengulurkan radio di tangannya kepada co-pilot. "Terimakasih?" ujarnya
pelan. "Yes, Mam?" jawab co-pilot. Ami masih duduk di belakang pilot. Tatapannya kosong. "Saya ikut menyesal
mengenai Bungsu, Mam?" ujar pilot kepada Ami yang sejak tadi memang ikut mendengar percakapan antara
Laksamana Lee dengan Ami Florence lewat headphone di kepalanya. Ami menatap ke arah pilot tersebut.
"Terimakasih?" ujarnya perlahan.
Gadis itu berusaha untuk tersenyum. Namun dia tak mampu menahan air matanya untuk tidak mengalir.
Dia dan abangnya, Le Duan, sebenarnya sudah harus menjalani program khusus di Amerika. Setelah mengikuti
program khusus antara tiga sampai empat bulan itu, dia akan ditempatkan di salah satu negara bahagian
Amerika atau bisa saja di suatu negara lain yang dia pilih. Program khusus itu antara lain menyangkut
pekerjaan yang cocok, dan latihan di program tersebut.
Bisa saja dia ditempatkan di kemiliteran atau polisi. Atau menjadi intelijen di FBI atau CIA yang memang
sudah amat dia kuasai. Namun dia sudah bertekad, begitu keluar Vietnam dia akan meninggalkan dunia
spionase. Akan hidup sebagai dosen atau penerjemah atau mungkin sekretaris eksekutif. Masa program itu dia
minta undur. Dia ingin jika dia pergi ke Amerika, atau ke ujung dunia manapun, Si Bungsu ada bersamanya.
Atau lebih konkret lagi, dia ingin pergi kemana pun Si Bungsu pergi.
Dia sudah meminta agar abangnya pergi duluan ke Amerika untuk mengikuti program khusus itu.
Kepada Le Duan dia katakan terus terang, bahwa dia hanya mau pergi kalau bersama Si Bungsu. Le Duan hanya
menarik nafas panjang mendengar ucapan adiknya. Dia tahu sikap adiknya yang bengal dan kadang-kadang
bikin pusing. Susah sekali jatuh hati. Namun begitu ada lelaki yang mampu menaklukkan hatinya, maka jatuh
hatinya separoh mampus. Kini saat itu nampaknya tiba. Hati adiknya kepincut separoh mampus kepada lelaki
dari Indonesia itu. "Kita akan pergi bersama, Ami. Saya akan menunggumu?" ujar Le Duan di salah satu hotel di Manila,
saat Ami menawarkan dia pergi duluan ke Amerika. "Tapi, saya akan menunggu Si Bungsu"." "Ya, kita samasama menunggunya?" ujar Le Duan sambil tersenyum. Ami membalas senyumnya. "Ami"." "Ya?"" "Apakah
kau yakin dia juga mencintaimu?" Ami tertegun. Tak bisa segera menjawab. "Kau yakin dia juga mencintaimu,
seperti engkau mencintainya, Ami?" "Aku.. aku ingin menjawabnya "ya", Le"." "Aku juga ingin seperti itu,
Adikku. Aku ingin dia mencintaimu, seperti engkau mencintainya. Tapi apakah kau yakin?" "Menurutmu, Le?"
"Aku tahu dia menyukaimu, Ami?" "Apakah dia mencintaiku?" Le Duan tak bisa menjawab. "Bagaimana,
bagaimana kalau?" "Kalau dia tidak mencintaiku, Le?" "Ya, Ami"."
Ami tertunduk. Dia memang tak pernah memikirkan bagaimana jika Si Bungsu tidak mencintainya.
Sementara dia mencintai lelaki itu sepenuh hati. "Le?" "Ya?"" "Apakah menurutmu, aku akan bunuh diri jika
dia tidak mencintaiku?" Le Duan menatap adiknya. Ami Florence menatap abangnya. "Bagaimana menurutmu,
Le?"" Le Duan menggeleng perlahan. "Kenapa kau yakin aku tak akan bunuh diri?" "Kau takkan bunuh diri,
Ami"." "Kenapa?"" "Karena lelaki itu juga mencintaimu"!"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 687
Ami menatap abangnya. Le Duan mengangguk. Ami memeluk abangnya. Le Duan mendekap kepala
adiknya. Membelainya perlahan. Ami tak mampu menahan air matanya. "Terimakasih, Le" terimakasih. Hanya
engkau saudaraku satu-satunya yang tersisa dari perang panjang yang menghancurkan negeri kita?" bisik Ami.
Le Duan tak mampu bicara sepatah pun, seluruh keluarga mereka memang sudah punah dimakan
perang Vietnam yang tiga belas tahun itu. Kini hanya tinggal mereka berdua. Dia sangat menyayangi adiknya
ini. Mereka berempat bersaudara. Hanya Ami yang wanita. Dua saudara lelaki mereka sudah meninggal. Juga
orang tua mereka. "Saya akan menunggu kabar dari Si Bungsu, Le. Saya yakin dalam seminggu dua ini akan ada
kabar mengenai dirinya"." "Kita akan menunggunya bersama, Ami"." ujar Le Duan.
Lamunan Ami Florence terputus ketika dia mendengar suara ribut di sekitarnya. Dia segera mengetahui
helikopter yang dia tompangi sudah mengapung cukup rendah di atas laut. Di bawah sana dia melihat sebuah
benda hitam memanjang. Sebuah kapal selam yang tak begitu besar. Tak ada siapa pun di atas deknya yang
mengapung. Sekitar setengah meter dari permukaan air helikopter diturunkan di dek tersebut. Kapten kapal
dengan pilot heli saling berhubungan dengan radio. Begitu heli mendarat, petugas kesehatan dan petugas yang
lain segera berhamburan turun.
Pada saat itu sebuah pintu dekat menara pendek di kapal selam itu terbuka. Lalu dua orang tentara
Amerika dari kesatuan SEAL segera muncul. Mereka berdiri di tepi pintu keluar masuk ke kapal selam itu.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-653
Di dalam kapal selam itu, bahagian radar mengawasi seluruh penjuru dengan seksama. Sementara dua
orang letnan yang bertugas menjaga tombol-tombol penembak peluru kendali dan torpedo juga siaga di
tempatnya. Siap menunggu perintah dari Kapten mereka. Di USS Alamo Laksamna Lee dan seluruh awak di
ruang komando siaga. Bahagian radar menyapu lautan dalam radius 100 kilometer persegi dari kapal selam
dan heli yang sedang memindahkan muatan itu.
Dari radar di ruang komando USS Alamo itu semua mereka bisa melihat, dalam radius lebih dari 100
kilometer, tak ada kapal perang sebuahpun di laut gelap tersebut. Dalam radius 100 kilometer persegi mereka
hanya melihat dua titik yang berdempetan di layar monitor radar. Kedua titik kecil itu adalah kapal selam Sea
Devil dan helikopter penjemput bekas tawanan. Namun beberapa saat kemudian perwira radar berseru sambil
menunjuk sebuah titik di tenggara yang mendekat ke arah kedua titik pertama dengan cepat sekali.
"Torpedo"!" ujar perwira radar. "Empat buah torpedo"!" seru perwira radar tatkala melihat di monitor
muncul tiga titik lagi seperti berbaris menuju ke dua titik tersebut. "Sea Devil"!" panggil Laksamana Lee. "Yes,
Sir"!" "Kalian lihat sesuatu?"" "Yes, Sir! Saya dan Kapten Johan Gregor, pilot heli melihat empat buah torpedo
datang dari jarak jauh, Sir"!" "Kalian bisa mengatasi?" "Siap" bisa, Sir!" "Pemindahan penumpang sudah
selesai?" "Orang terakhir sudah naik ke helikopter, heli siap meninggalkan Sea Devil, Sir!" "Good luck!" "Thank
you, Sir!" Begitu pembicaraan antara Komandan USS Alamo usai, terdengar panggilan dari pilot helikopter.
"Roy?" panggil pilot pada Kapten Sea Devil. "Yap, John"." "Kami pergi. Engkau bisa menyelesaikan keempat
cucut yang datang itu?" "Yap, berangkatlah"." "Good luck, Roy!" "Good luck, Callahan!"
Helikopter yang memang sudah mengapung sekitar sepuluh meter dari dek Sea Devil itu segera berputar
dan melaju ke arah laut lepas dengan kecepatan penuh. Sementara Sea Devil membuka seluruh katup
memasukkan air secara maksimal. Bersamaan dengan deru air masuk ke tanki dengan tambahan bobot secara
drastis, kapal selam tersebut mulai menyelam.
Baik di layar radar Sea Devil maupun di layar radar USS Alamo dan di helikopter, melihat empat titik
yang datang dari tenggara itu semakin dekat. Keempat torpedo itu nampaknya berasal dari kapal perang
Vietnam yang berada di lepas pantai sekitar Saigon yang sudah berubah nama menjadi Kota Ho Chi Minh.
"Menyelam dengan kecepatan penuh!" seru Kapten Sea Devil sambil menarik tuas yang berfungsi
menurunkan sirip kapal selamnya. Kapal itu menukik ke dasar samudera, kemudian membuat tikungan tajam
ke kiri, ke arah selatan Vietnam. Awak kapal selam tersebut bersuit panjang sambil berpegangan agar tidak
terjatuh dalam manuver kapal selam kecil bertenaga amat kuat itu. Di helikopter dan di USS Alamo orang-orang
menatap layar radar tanpa seorang pun berani berkedip. Mereka melihat Sea Devil tiba-tiba lenyap dari radar.
Sedetik kemudian keempat titik yang datang dari arah tenggara itu melintas di titik tersebut.
Mereka menunggu apakah ke empat titik itu juga lenyap pada titik pertama yang hilang tadi. Jika itu yang
terjadi berarti Sea Devil hancur dihantam ke empat torpedo itu. Namun empat titik itu terus melaju ke arah
utara. Makin lama makin jauh, sampai akhirnya lenyap. Mereka semua terdiam. Adalah Laksamana Lee yang
pertama mencoba membuka hubungan radio dengan Sea Devil. "Kapten Callahan"!" "Yes, Sir!"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 688
Jawaban Kapten kapal selam itu segera disambut sorak gembira dan tepuk tangan semua awak USS
Alamo yang ada di ruang komando, juga Laksamana Lee. Pilot helikopter juga tersenyum dan bersalaman
dengan copilotnya. Mereka memacu heli itu dalam gelap dengan panduan kompas, menuju ke arah Filipina.
"Anda ada di mana, Kapten?" "Siap, kami tak pergi jauh. Ada di dalam komputer Anda, Sir!" jawab Kapten Sea
Devil. Jawabannya disambut gelak tawa awak USS Alamo. "Tapi Anda tak kelihatan di komputer ini, Kapten"."
"Siap, apakah kami perlu menampakkan diri, Sir?"
Tawa riuh kembali pecah dalam ruang komando itu. Suara tawa riuh itu terdengar jelas oleh Kapten Sea
Devil. "Baik, Anda menyelesaikan tugas dengan baik, Nak. Selamat berenang. Good luck!" "Terimakasih, Sir!"
jawab Kapten Callahan. Lalu ketika dia mendengar nada "blip" tanda hubungan radio diputus dari USS Alamo,
dari kedalaman lima belas meter di Laut Cina Selatan itu dia juga mematikan hubungan radionya. Lalu memacu
kapal selam itu kembali ke Teluk Kompong Sam, di mana kesatuan mereka, unit kecil pasukan SEAL yang
tangguh itu, ditempatkan secara rahasia sejak setahun yang lalu.
Di salah satu ruangan VIP rumah sakit tentara di sebuah kota di Philipina, MacMahon menatap Ami
Florence yang duduk di sisi pembaringannya dengan diam. Suasana sepi mencekam sejak dia usai menuturkan
pertemuannya dengan Si Bungsu, dan bagaimana mereka terpisah dalam pertempuran terakhir itu. "Saya yakin
dia masih hidup, Florence?" ujar MacMahon sambil memegang tangan Ami. "Sampai Vietnam tahu tak ada
rahasia yang bisa dikorek dari mulutnya?" ujar Ami lirih.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-654
MacMahon tak dapat memberi komentar. "Saya akan menemui gadis yang bernama Thi Binh itu?" ujar
Ami sambil membetulkan selimut MacMahon, lalu bangkit. MacMahon memegang tangannya. "Dia masih anakanak, Florence. Negeri kalian diamuk perang. Banyak keluarga yang remuk redam. Jika dia mencintai seseorang
itu karena dia ingin dilindungi. Tidak lebih dari itu. Kau faham maksudku, Nak?"" ujar MacMahon. Ami
Florence tertegak diam. Menatap si Kolonel yang memang sudah dia kenal cukup dekat saat perang masih
berkecamuk di Vietnam. "Terimakasih Mac?" ujarnya sambil membungkuk, kemudian mencium pipi MacMahon. Lalu dia
melangkah perlahan keluar. Menutup pintu. Melangkah menelusuri koridor berudara sejuk masuk ke ruangan
VIP yang lain. Thi Binh yang berada di pembaringan menatap kedatangannya dengan mata berbinar. "Hai, Thithi"." "Hai, Ami"."
Ami membungkuk, mencium kedua pipi gadis itu. Namun ketika dia akan bangkit, lehernya ditahan oleh
kalungan kedua lengan Thi-thi. Mereka bertatapan dalam jarak yang tak sampai satu jengkal. "Ada apa?" ujar
Ami dalam bahasa Vietnam sambil tersenyum dan menatap mata gadis itu nanap-nanap. "Menatapmu
membuat rinduku pada Si Bungsu jadi terobati"." ujar Thi Binh. Dug!
Jantung Ami seperti akan copot mendengar ucapan itu. Mukanya segera saja berubah. Namun gadis itu
masih tersenyum. Dia melepaskan kalungan tangannya di leher Ami. Namun kini ganti memegang tangannya,
dan menariknya duduk di sisi pembaringannya. "Dari Bungsu, saya mendengar banyak sekali cerita tentang
Kakak?" ujar Thi Binh. Dug! Lagi-lagi jantung Ami berdegup.
"Ya" saat pertama dia datang ke rumah kami, dia bercerita tentang Kakak. Bahkan ketika di perjalanan
pun, saat melewati danau yang banyak buayanya, di rakit dia juga bercerita tentang Kakak?" ujar Thi Binh
separoh membual. Ami terperangah. Dia tahu gadis centil yang cantik ini separoh membual. Namun dia tak
kuasa mencegahnya. Dia dibuat geram, marah, gondok, jengkel, senang dan gemas. Semua campur aduk jadi
satu. Namun dia memang datang untuk mencari cerita tentang keberadaan Si Bungsu di Vietnam setelah
berpisah dengannya di USS Alamo. Ami Florence mengumpulkan semua cerita, menyimak dengan diam sambil
menyimpan dalam memorinya segala data dan detil yang penting tentang Si Bungsu saat-saat terakhir lelaki
yang dicintainya itu di Vietnam. Cerita tentang itu dia dapat dari tiga orang, yang memang berada bersama Si
Bungsu pada saat-saat terakhir.
Ketiga mereka adalah Letnan Duval, Roxy dan Thi Binh. Sebab dengan ketiga orang inilah Si Bungsu
bersama-sama bertempur tak jauh dari barak tentara Vietnam, sebelum dia menyuruh Duval, Roxy dan Tin
Binh berangkat duluan menyusul rombongan Kolonel MacMahon. Kemudian Ami mencari informasi tentang
pasukan SEAL di bawah pimpinan Mayor Murphy Black di Teluk Kompong Sam. Yaitu orang yang kali terakhir
kembali ke tempat pertempuran guna mencari Si Bungsu. Namun dari seluruh cerita yang dia himpun,
muaranya tetap satu. Si Bungsu hilang atau tertawan dalam pertempuran terakhir itu. Artinya lelaki itu masih
hidup di salah satu tempat di belantara Vietnam di sana.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 689
Kini dia berada di sisi pembaringan Thi Binh. Dia ingin mendengar cerita yang lebih lengkap tentang Si
Bungsu dari gadis kecil ini. Setelah lama saling menatap, akhirnya Thi Binh bicara perlahan kepada Ami
Florence. "Sebenarnya, sayalah yang banyak bercerita dan bertanya tentangmu pada Si Bungsu, Ami"." "Kau
bertanya tentang diriku kepada Si Bungsu" "Ya"." "Darimana engkau mengetahui aku mengenal Si Bungsu"."
"Dari mimpiku"." Ami tersenyum. Merasa kena diakali oleh gadis kecil nakal ini.
"Ami, kau pernah merasa datang ke dalam mimpiku?" Ami Florence menggeleng. Thi Binh menatapnya.
"Berbulan-bulan saya, juga belasan wanita Vietnam lainnya, dijadikan budak pemuas nafsu oleh puluhan
tentara Vietkong. Suatu hari saya mulai diserang Vietnam Rose, sipilis! Saya demam dengan panas yang amat
tinggi. Dalam sakit dan hampir mati itu, saya berdoa meminta Tuhan membantu saya, membunuh orang-orang
yang memperkosa saya"." Thi Binh terhenti, air mata mengalir di pipinya. Ami Florence tertegun mendengar
derita dahsyat yang dialami gadis kecil ini.
"Suatu malam, dan malam-malam berikutnya, ke dalam mimpi saya datang seorang lelaki yang memakai
senjata seperti ninja. Di malam yang lain, lelaki itu saya lihat lagi di dekat sebuah kapal perang yang besar
bersama seorang gadis indo-Vietnam yang cantik dan abangnya. Gadis indo itu menangis tatkala pemuda ninja
dari Indonesia itu tidak naik ke kapal perang besar itu bersamanya, melainkan pergi dengan boat kecil dan saat
itu dia berkata "sabarlah Thi-thi" saya akan datang membantumu" Gadis indo di dalam mimpi saya itu adalah
engkau Ami. Saya sudah meilhatmu dan abangmu dalam mimpi saya, Ami?" tutur Thi Binh.
Ami Florence ternganga mendengar cerita yang dahsyat itu. Dia hampir-hampir tak mempercayai
pendengarannya. "Bukan hanya engkau yang tak percaya, Nona. Semula Si Bungsu pun tak percaya atas apa
yang dituturkan Thi-thi tentang mimpinya. Tapi dari mana dia tahu tentang ninja, tentang Indonesia, tentang
kapal perang besar, gadis indo yang cantik yang ternyata dirimu, jika mimpi itu tak pernah ada?" Ami menoleh
ke arah suara di belakangnya. Ternyata tanpa diketahui sejak tadi di ruangan itu sudah ada Duc Tio dan Han
Doi. "Aku tahu, engkau mencintainya. Aku juga"." Dug!
Hati Ami Florence bedegup mendengar pernyatan Thi Binh. "Dia memang patut mendapat cinta banyak
orang, Thi-thi"." "Termasuk kita?"" "Termasuk kita"!" "Kau tidak marah aku mencintainya, Ami?" Ami
Florence menggeleng. Kemudian memeluk gadis kecil itu. Air matanya merembes, mengingat entah bagaimana
nasib lelaki yang sedang mereka bicarakan. Entah masih hidup, sedang disiksa, entah sudah mati.
Si Bungsu membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah dunia yang serba terbalik. Ada orang-orang,
api unggun, rumah-rumah bambu semuanya berada dalam posisi terbalik. Selain itu ada rasa sakit"
Dalam Neraka Vietnam -bagian-655
Selain itu ada rasa sakit yang Si Bungsu rasakan di seluruh tubuhnya. Ada suara orang berbicara lambatlambat. Masih dalam mata terpejam, dia akhirnya tahu kalau dia berada di tengah-tengah orang Vietnam.
Karena pembicaraan yang sampai ke telinganya itu dalam bahasa Vietnam.
Perlahan dia membuka mata. Ada api unggun yang terbalik, sekitar sepuluh depa dari tempatnya dia
berada. Saat membuka mata kedua kalinya inilah dia baru tahu kalau yang terbalik bukanlah orang-orang, api
unggun atau rumah. Tapi dirinyalah yang terbalik, kepala kebawah kaki diatas. "Aku masih hidup.." bisik


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya. Dia kembali memejamkan mata. Untuk sementara tak ingin membuka mata. Biar orang-orang Vietnam
itu menyangka kalau dia masih pingsan. Dari penglihatannya yang sepintas tadi, dia tahu kalau dia kini berada
di daerah barak yang dia hancurkan tadi pagi. Pagi tadi" Apakah peristiwa itu tadi pagi, atau"." Si Bungsu
mencoba kembali menyusun ingatannya.
Di mulai saat dia meninggalkan Lok Ma, Sersan pencari jejak Vietnam yang dia totok sehingga tak bisa
bergerak tanpa menciderai orang tersebut. Dengan cepat dia melangkah kearah danau yang pernah dia
tempuh, yang menurut rencana, akan mereka pakai tempat berkumpul untuk meloloskan diri. Dia harus
dengan cepat menyusul rombongan MacMahon dan Duval yang datang kemudian bersama Roxy dan Thi Binh.
Ada yang dia khawatirkan kalau-kalau regu pemburu yang lain mengejar dari arah danau itu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 690
Dia yakin, bahaya menghadang rombongan MacMahon. Kekhawatirannya terbukti saat dia berada tak
jauh dari danau tempat berkumpul pelarian itu. Masih di dalam belantara, dia sudah mendengar tembakan
sahut bersahut. Saat sampai di pinggir padang lalang dia melihat heli yang sedang menaikan pelarian itu.
Beberapa tentara dekat heli dia lihat terjungkal. Dia berlari dan menghamburkan tembakan kesegala penjuru,
ke arah tentara Vietnam. Dia tak berusaha berlindung, karena ingin mengalihkan semua perhatian tentara Vietnam itu
kepadanya, agar heli itu bisa mengudara, menyelamatkan para pelarian. Beberapa tentara Vietnam yang
mendekati heli itu terjungkal kena pelurunya. Taktiknya berhasil, belasan tentara Vietnam itu berbalik arah
padanya, hingga mereka lupa kalau heli itu bisa lolos. Tapi mereka harus menembaki lelaki yang baru datang
itu agar mereka tak kena tembakan dan mati konyol.
Dia makin merengsek kearah tengah padang itu. Dia menjadikan dirinya umpan peluru. Dan saat itu heli
itu berhasil mengudara. Namun heli itu masih dalam jangkauan tembakan dan belum aman. Dan dia kembali
berhasil menembak beberapa tentara Vietnam yang mencoba menembaki heli itu. Namun bahunya kena
tembakan sebuah peluru, dia tersentak kebelakang. Tapi dia berusaha untuk tidak rubuh, dan kembali
menembak. Heli itu berhasil meloloskan diri, tapi kembali perutnya dihajar peluru. Dia tersentak lagi kebelakang
dan masih berusaha untuk menembak, tapi "klik" pelurunya habis. Dia melemparkan senjatanya dan
mengangkat tangan tinggi-tinggi keudara, tapi perang kali ini Dalam Neraka Vietnam,yang sangat buas. Meski
sudah menyerah tetap saja dua peluru menghantam perut dan bahunya, dia tersentak-sentak kebelakang.
Kepalanya terdongak kelangit dan sepintas dia melihat heli sudah jadi sebuah titik di langit merah
bagian selatan sana. Lalu belasan tentara itu mengepungnya dengan senapan mengarah padanya. Dia masih
manusia biasa, walau tadi beberapa peluru telah menghantam tubuhnya. Dia bisa bertahan mungkin karena
dua hal. Pertama, karena tubuhnya amat terlatih, kenyal dan liat. Kedua, dia tahu tawanan yang dia tolong
membebaskannya itu lolos dari maut. Lalu setelah dia melihat heli itu lolos, daya tahan tubuhnya sampai ke
batas, dia rubuh bagaikan batang pisang yang di tebang. Di sinilah dia kini, di suatu tempat yang tak pernah dia
kenal sebelumnya, Dalam Neraka Vietnam.
Dia merasa kalau pasti ada sesuatu yang akan dilakukan tentara Vietnam itu terhadap dirinya sehingga
dia masih di biarkan hidup. Jika tak salah ada empat atau lima peluru yang menghajar tubuhnya dalam
pertempuran senja itu. Kendati tidak ada yang mengenai tempat mematikan, namun dia sebanarnya tak
mungkin hidup. Mengingat begitu banyak peluru dan darah yang keluar. Dia yakin pasti tentara Vietnam itu
menginginkan sesuatui dari dia. "Sesuatu" itu di pastikan informasi. Mereka pasti ingin mengorek informasi
tentang tentara Amerika dari dia.
Mungkin mereka menyangka kalau dia di tugaskan untuk membebaskan tentara-tentara Amerika yang
di tawan tentara Vietnam. Tapi ada untungnya juga dia diduga bagian dari tugas itu. Jika tidak, pasti dia sudah
dihabisi, atau ditinggalkan saja bergelimpang di padang lalang tersebut. Dan akan mati kehabisan darah,
kemudian akan jadi santapan harimau atau biawak di padang lalang dekat danau itu.
Dia tidak tahu, apakah lebih baik di makan harimau dan habis di santap belatung di padang lalang itu,
atau tergantung disini. Sebab dia sudah mendengar akan kebuasan dan sadisnya tentara Vietnam melakukan
tawanan mereka. Sehingga tentara Amerika yang berhasil dibebaskan, banyak yang mengalami cacat fisik dan
cacat jiwa. Kini dia berada di tengah tentara Vietnam itu, yang tengah penuh amarah karena tawanan mereka
berhasil meloloskan diri.
Hanya sejauh manakah pemahaman tentara Vietnam itu, kalau dia bukanlah bagian dari misi atau
operasi pembebasan tentara Amerika. Dia tak tahu mana yang terbaik. Kalau tentara Vietnam itu mengetahui
kalau dia bagian dari operasi itu atau datang sendirian, kalau orang-orang ini menyangka dia bagian dari
operasi, pasti mereka akan mengorek informasi sebanyak mungkin. Untuk itu dia haqqul yakin kalau siksaan
berat akan dia terima. Dan kalau mereka tahu dia datang sendirian, pasti amarah tentara-tentara Vietnam itu
telah diubun-ubun. Karena melalui dua tangannyalah para tawanan itu berhasil meloloskan diri dan
menghancurkan barak-barak mereka. Dan terbunuh juga Komandan mereka yang berpangkat Kolonel.
Sungguh sulit membayangkan siksaan seperti apa yang akan dia terima. Perlahan dia membuka mata,
dan memandang kakinya yang terikat di sebuah kayu sebesar paha, dan kedua tangannya juga terikat
terpentang kekiri dan kekanan yang diikatkan kedua buah pohon. Tali yang mengikatnya adalah tali dari kulit
kayu khusus yang di pintal. Kukuh dan kenyal. Setiap dia menggerakkan kaki atau tangan, ikatannya kian
mencengkam dan semakin menyakitkan. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat dia memejamkan mata dan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 691
tertidur. Lebih tepatnya dia pingsan lagi dari pada di bilang tidur. Sebab di gantung dengan posisi itu, mungkin
tak seorangpun akan bisa tidur betapun lelahnya.
Si Bungsu tidak menyadari kalau darah sudah menetes dari hidung, telinga dan mulutnya. Panas yang
menyengat dan suara burung yang bersahut-sahutan membuat dia kembali membuka matanya, tapi setelah
matanya terbuka kembali dia memejamkannya karena tak tahan silau cahaya matahari.
Kaki dan tangannya telah menjadi mati rasa. Ketika dia kembali berusaha membuka matanya pelanpelan, dia tak melihat apa-apa selain silau cahaya. Dia buka matanya agak lebar, ada sedikit bayangan rumah
dan pohon, kemudian orang berjalan, namun amat samar-samar. Saat dia menarik nafas dia rasakan sesuatu di
hidungnya. Saat itulah dia menyadari kalau ada yang melapisi selaput matanya, sehingga dia tak bisa melihat
dengan jelas adalah darah yang mengalir dari hidungnya.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-656
Di mulutnya dia rasakan sesuatu yang kental dan asin. Dia coba merasakannya dengan ujung lidah.
Darah ternyata tidak hanya mengalir dari hidung, tetapi juga dari mulutnya. Si Bungsu menarik nafas. Dia
menyadari siksaan yang dialaminya sekarang baru "tahap pembukaan". Siksaan yang lebih dahsyat akan
menantinya setelah ini. Dia yakin akan hal itu. Dia terbatuk, nafasnya sesak. Dan orang-orang Vietnam yang
berada di rumah-rumah yang terbuat dari bambu, yang berada di sekitar tempat Si Bungsu digantung pada
menoleh. Mereka saling berbisik atau bicara, mengatakan tawanan itu sudah sadar. Tiga tentara berjalan ke
arahnya. Dia tahu jumlahnya tiga orang karena pendengarannya masih berfungsi dengan amat baik. Jarak
antara tempat dia digantung dengan ketiga orang yang melangkah itu sekitar dua puluh depa. Dua di antara
yang datang itu memakai sepatu tentara. Yang satu lagi, memakai sepatu karet. Dia bisa menandai perbedaan
dari geseran langkah ketiga orang tersebut. Dia menarik nafas, mensyukuri pendengarannya masih bisa
diandalkan. Dibukanya mata, namun yang terlihat hanya bayangan yang amat kabur. Darah masih tetap
menutupi kornea matanya. Seseorang bicara kepadanya. Dia tak faham karena orang itu bicara dalam bahasa Vietnam. Sebenarnya
orang itu tidak bicara, melainkan membentak. Dia mencoba untuk tersenyum. Apakah pula gunanya orang ini
membentak dirinya, pikirnya. Orang itu nampaknya memang seperti sepakat dengan apa yang difikirkan Si
Bungsu. Tak ada gunanya membentak, lebih baik menerjang! Si Bungsu mendengar desahan angin ke arah
tubuhnya, sebelum tendangan sepatu tentara itu menghajar dadanya. Darah segar segera menyembur dari
mulutnya akibat tendangan itu.
Dia tak tahu apakah ada tulang dadanya yang patah. Namun sakitnya luar biasa. Seseorang dia dengar
berbicara, bukan orang yang menendangnya. Dia kenal suara itu. Suara Lok Ma! Orang yang menendangnya itu
kemudian membentak lagi. Kali ini bentakkan bukan ke arahnya, melainkan pada Lok Ma. Lok Ma mendekat,
menjambak rambutnya, lalu bicara padanya dalam bahasa Inggris. "Kawan, saya harus melakukan ini padamu.
Jangan sebut namaku. Jangan sampai orang-orang ini mengetahui engkau mengenalku. Tetaplah pura-pura
pingsan"." Si Bungsu tiba-tiba merasa punya "teman" dalam kondisi yang kritis itu. Dia tahu, Lok Ma bicara dalam
bahasa Inggris tentu karena kedua orang lainnya itu tak mengerti bahasa Inggris. Dia membuka mata. Namun
yang kelihatan hanya bayang-bayang kabur. Jika dia melihat dengan jelas wajah Lok Ma, bukan karena
penglihatannya sudah menjadi terang, tetapi wajah lelaki itu menjadi jelas karena rekamannya ada dalam
ingatannya. "Tolong hapus darah di mataku?" ujarnya dengan suara bergetar menahan sakit. Lok Ma bercarut kesal.
Orang ini disuruh agar terus pura-pura pingsan agar tidak disiksa, malah ngomong minta tolong. Namun Lok
Ma merasa kasihan juga melihat darah yang mengalir dari hidung dan mulut lelaki tangguh ini. Dia berteriak
ke arah barak. Bicara dalam bahasa Vietnam. Tak lama kemudian seorang kanak-kanak datang membawa
sebuah panci alumunium putih yang biasanya dipakai tentara sebagai tempat ransum yang sudah penyokpenyok, berisi air dan sebuah kain lap yang sudah compang camping.
Lok Ma membasahkan kain lap compang camping itu ke air di tempurung kelapa tersebut. Kemudian
dengan kain lap yang sudah dibasahi itu dia bersihkan darah yang mengalir dari hidung dan mulut Si Bungsu.
Dengan hati-hati dia bersihkan darah yang menempel di mata lelaki tersebut. Beberapa saat kemudian Si
Bungsu bisa melihat ketiga lelaki yang berada di depannya. Dari posisinya sekarang, ketiga lelaki itu dia lihat
seperti anak-anak sedang dalam posisi senam standen di sekolah. Kaki di atas, kepala di bawah. Kendati dalam
keadaan sekarat dan nyawanya di ujung tanduk, namun rasa geli melihat seolah-olah ketiga orang itu kakinya
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 692
berada di bahagian atas, Si Bungsu tak dapat menahan senyumnya. Yang dia gelikan sebenarnya bukan ketiga
orang itu, melainkan dirinya sendiri. Apa yang dikhawatirkan Lok Ma segera terjadi. Lelaki tinggi besar
berpangkat Kapten, yang tadi menghantam dadanya, hingga dia muntah darah, kini menjadi berang melihat
tawanan tersebut senyam-senyum segala.
Kaki kanannya yang besar itu terhayun. Lok Ma terpaksa memiringkan tubuhnya ke kanan, agar tak
terkena tendangan si Kapten. Akibatnya bukan main, kaki bersepatu besar itu menghajar kepala Si Bungsu dari
bawah. Seperti orang menendang bola yang sedang jatuh dari operan. Tendangan itu menghajar persis di ubunubun Si Bungsu. Saking kerasnya tendangan itu, seiring suara berderak, mungkin dari tulang leher, tubuh Si
Bungsu yang tergantung terangkat sampai setengah meter.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-657
Saat jatuh usai ditendang itu membuat cengkeraman tali pengikat kaki dan tangannya semakin
mengencang. Tubuh Si Bungsu tak sempat berkelonjotan. Lok Ma melihat mata lelaki itu hanya tinggal
putihnya. Wajahnya sudah seperti mayat. Lok Ma, Sersan pencari jejak itu merasa bulu tengkuknya merinding
melihat demikian kuatnya tendangan si Kapten. Suara berderak akibat tendangan itu dipastikan dari salah satu
sumber. Jika tidak tulang leher yang patah, pastilah tempurung kepala Si Bungsu yang pecah.
Yang manapun di antara kedua kemungkinan itu yang terjadi, akibatnya sama saja. Mati! Belasan tentara
Vietnam yang sedang membersihkan senjata di depan pondok-pondok, maupun belasan penduduk sipil lelaki
dan wanita serta anak-anak menyaksikan peristiwa itu. Mereka berdiam diri. Lok Ma menggertakkan
gerahamnya. Dia berdiri menatap pada si Kapten dengan mata berapi dan berkata dengan nafas sesak.
"Kita diperintahkan untuk menjaga orang ini tetap hidup, agar komandan bisa menanyainya. Saya rasa
dia sudah harus dikubur sekarang. Saya tak ikut bertanggung jawab!" ujar Lok Ma sambil meninggalkan tempat
itu. "Binatang seperti ini tak boleh dibiarkan hidup. Lebih cepat dia mati lebih baik?" sergah si Kapten.
Nada suara perwira bertubuh tinggi besar itu terdengar memancarkan kepuasan setelah dia melihat
tubuh lelaki yang sudah menimbulkan banyak sekali korban di pihaknya itu hanya terayun-ayun kecil, dan
matanya hanya kelihatan bahagian putihnya. Kapten sadis yang tadi menendang dada Si Bungsu, sehingga dia
muntah darah itu, dan yang sebentar ini menendang kepalanya sehingga dia semaput, adalah Kapten yang
memburunya seusai dia bertahan bersama Letnan Duval, Roxy dan Thi Binh. Yang memerintahkan agar Lok
Ma bersama dua orang lainnya membuat jebakan untuk membunuh Si Bungsu.
Usai pertempuran di padang lalang dekat rawa luas itu, di mana para pelarian lolos bersama helikopter
karena Si Bungsu memberikan perlindungan, sisa pasukan Vietnam itu menyingkir jauh sekali. Mereka
sungguh terkejut tatkala mendapati masih ada pasukan Amerika yang menusuk ke jantung Vietnam dan
melibatkan diri dalam peperangan. Padahal negara ini kini sudah sepenuhnya milik Vietnam. Artinya,
kehadiran tentara Amerika tanpa izin di wilayah tersebut merupakan suatu pelanggaran atas kedaulatan
Vietnam. Apalagi jika mereka datang lagi memerangi Vietnam. Benar-benar sebuah pelanggaran hukum
internasional yang amat berat.
Tapi karena mereka tidak memiliki radio, karena radio yang berada di barak sudah dihancurkan oleh Si
Bungsu dan teman-temannya, diperlukan waktu yang cukup lama untuk bisa melaporkan kasus pelanggaran
berat pihak Amerika itu ke ibukota. Ketika laporan itu akhirnya sampai ke kota Ho Chi Minh, nama baru untuk
Hanoi, Amerika sudah mempunyai jawaban. Jawaban pihak Amerika justru membuat pemerintah Hanoi
kebakaran jenggot. Pentagon, markas besar angkatan bersenjata Amerika, yang sudah dilapori oleh Laksamana
Lee, Komandan USS Alamo, justru menyerang balik penguasa di Hanoi.
Amerika memasuki Vietnam untuk membebaskan tentara dan warga negaranya yang ditawan secara
semena-mena dan tidak berkeperimanusiaan. Vietnam ternyata melakukan kebohongan besar, mengatakan
mereka tidak menawan seorang pun tentara Amerika.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-658
Kasus ini membuktikan secara amat konkret kebohongan Vietnam tersebut. Amerika tidak hanya
melakukan protes keras, tetapi tetap akan melakukan segala tindakan yang diperlukan. Akan terus mencari,
dan membebaskan tentara dan warga negaranya yang hilang selama peperangan, selama Vietnam tetap
melakukan kebohongan seperti sekarang.
Dalam pernyataan berikutnya, diuraikan pengalaman tawanan perang tersebut, bersumber dari
penuturan MacMahon dan kawan-kawannya, yang direkam di rumah sakit militer di pangkalan Subic. Sebuah
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 693
cerita yang menegakkan bulu roma, tentang kekejian dan kebiadaban Vietnam menyiksa para tawanan, lelaki
dan perempuan. Pernyataan di atas sebenarnya tidak disetujui oleh Kementerian Luar Negeri Amerika. Namun
para jenderal tak peduli, terutama dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut.
Mereka yang belum habis marahnya akibat pukulan yang mereka terima di Vietnam itu, mengancam
Kementerian Luar Negeri AS, agar mengirim pernyataan yang amat di luar kezaliman dan tatakrama diplomatik
itu. Namun pernyataan itu pula yang menyebabkan penguasa Vietnam yang memang sengaja menyembunyikan
ratusan tentara Amerika yang mereka tawan selama peperangan, segera memindahkan tempat-tempat
tahanan dan memperketat penjagaan.
Bersamaan dengan itu, Kolonel MacMahon dan Laksamana Lee secara rahasia ditempatkan di Teluk
Kompong Sam di selatan Kamboja untuk melakukan penerbangan dan operasi intensif mencari tempat
disekapnya lelaki Indonesia bernama Si Bungsu itu. Mayor Black diperintahkan untuk berusaha maksimal
membebaskan lelaki yang sudah membebaskan belasan tentara Amerika tersebut. Pada saat itu nyawa Si
Bungsu seperti tergantung di sehelai benang yang amat rapuh. Luka yang belum sembuh akibat lima peluru
yang bersarang di sekujur tubuhnya diakhiri dengan dua tendangan Kapten Vietnam bertubuh besar itu.
Terutama tendangan ke ubun-ubunnya benar-benar mengantarkan nyawa lelaki dari Situjuh Ladang
Laweh itu ke bibir liang lahat. Dia tidak pernah sadar sejak dihantam tendangan maut Kapten Vietnam tersebut.
Pada puncak kritis, dia mengalami mimpi atau mungkin sebuah halusinasi yang dahsyat. Yang kalau saja
dialaminya ketika dia berada dalam kesadaran penuh, pasti akan mengguncang jiwanya. Dalam mimpi atau
halusinasi itu, rasanya dia memasuki sebuah taman indah yang amat semerbak dan dihiasi bunga serba putih.
Di taman itu ada ayah, ibu dan kakaknya. Ketiga mereka berpakaian sutera serba putih yang amat indah.
Ibunyalah yang pertama datang menyongsongnya dengan pelukan dan deraian air mata. Dipeluknya anak
Bungsunya itu seperti takkan dia lepas. Ayah dan kakaknya menatap dia dengan senyum namun berdiam diri.
"Lama benar engkau merantau dan menderita seorang diri, Bungsu anak Bunda. Sekarang, janganlah
pergi lagi dari ibu, ayah dan kakakmu, Nak. Di sinilah bersama kami. Di luar sana, di rantau-rantau yang jauh
entah di ujung dunia mana, engkau berkelana seorang diri. Tanpa ibu dan ayah, tanpa kakak dan sanak saudara.
Engkau anak seorang penghulu pucuk di kampungmu, keluargamu dihormati orang negeri. Namun lihatlah
keadaanmu kini, Bungsu mata hatiku. Tak ada yang menanakkan nasi untukmu, tak ada yang akan mengurut
kepalamu jika engkau pening dan demam. Tak ada yang menungguimu kala engkau sakit. Tak ada tempatmu
mengadu, Anakku. Tetaplah disini bersama Bunda, Ayah dan Kakakmu, buyung buah hatiku?" ujar bundanya.
Si Bungsu tak mampu berbicara sepatah pun. "Pertemuan" itu amatlah dahsyat baginya. Saat berada
dalam pelukan bundanya, saat berada di antara ayah dan kakaknya, dia seperti mendapatkan kembali masa
kecilnya yang hilang. Separoh lenyap karena perangainya sendiri. Sementara yang separoh lagi lenyap
direnggut kekejian balatentara Jepang. Belasan tahun hidup sendiri, dia tak pernah tahu bagaimana rasanya
meneteskan air mata. Air matanya seperti sudah kering dihisap gurun derita sepanjang jalan hidupnya yang
sunyi. Terpental dari suatu negeri ke negeri lain. Terhempas dari muara nasib yang satu ke muara nasib yang
lain. Kini, dalam dekapan bundanya yang penuh kasih sayang, dia merasakan betapa air matanya merembes,
membasahi lengan baju sutera bundanya. Tubuhnya terguncang menahan isak yang tak mampu dia bendung.
Tangis haru dan bahagia yang belum pernah dia rasakan selama puluhan tahun. "Oo, betapa rindunya Bunda
padamu Buyung sibiran tulang. Betapa rindunya kakak dan ayahmu, ingin bersua denganmu?" bisik bundanya
dengan suara bergetar. Dalam Neraka Vietnam-bagian-659
Kemahiranmu mempergunakan samurai, membuat Ayah bangga. Kendati tak pernah kuajar, kini engkau
adalah pesilat tangguh, yang puluhan kali lebih hebat dari ayah. Kami bangga padamu, Nak?" bisik ayahnya
dengan suara yang benar-benar menggambarkan rasa bangga dan bahagia.
Dengan mata basah Si Bungsu menatap wajah ayahnya. Yang menatapnya dengan senyum dan mata
yang juga basah. "Jangan katakan bahwa Ayah tak pernah mengajar saya bersilat. Semua yang saya ketahui
tentang samurai dan gerak silat yang hanya separoh-separoh, saya pelajari dari gerakan yang ayah lakukan
tatkala ayah bertarung dengan Saburo Matsuyama. Semuanya. Ayahlah satu-satunya guru saya. Darah yang
mengalir dalam tubuh saya adalah darah Ayah?" ujar Si Bungsu. Ayahnya tertawa renyah. Suaranya yang
bernada bariton, berat berwibawa, membuat Si Bungsu merasa sangat bangga dan terlindungi.
"Ternyata engkau tak hanya pandai bersilat dan bersamurai, tapi juga pandai membawa diri. Mandi di
hilir-hilir, berkata di bawah-bawah, Buyung. Ayah bangga mempunyai anak seperti engkau?" ujar ayahnya
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 694
sembari mengusap kepala Si Bungsu. Si Bungsu ingin menangis mendengar ucapan ayahnya. Namun dia tak
ingin terlihat menjadi lemah. Dia tersenyum, kendati air mata membasahi pipinya. Kemudian dia bangkit,
berjalan ke arah kakaknya. Dia duduk berlutut di depan kakaknya. Si kakak memeluk kepala adiknya.
"Ampuni adikmu ini, Kak. Yang tak bisa membelamu, ketika engkau dinistai serdadu Jepang itu?"
bisiknya. "Apa yang telah engkau lakukan, Adikku, lebih dari segala-galanya. Tentang apa yang mereka lakukan
pada Ayah, Ibu dan Kakak, kelak akan tiba saatnya masa perhitungan. Biarlah Hakim Yang Maha Agung
menimbangnya dan menghukum. Karena Dia memang Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Adil dan Maha
Menghukum. Kakak bangga mempunyai adik seperti engkau. Kini tetaplah bersama kami di sini?" bisik
kakaknya, sembari mencium kepala adik kesayangannya itu. Bundanya mendekat. Kemudian kembali memeluk
Si Bungsu. Lalu membawa anak lelakinya itu berdiri. "Marilah kita pergi bersama-sama?" ujar si ibu.
Si Bungsu dibimbing ibu dan kakaknya melangkah ke arah taman yang lain. Namun Ayahnya memanggil
mereka perlahan. Mereka berhenti. Datuk Penghulu yang berwibawa itu menatap pada istri dan anak
perempuannya. Dengan wajah yang amat jernih, perlahan dia memberi isyarat dengan gelengan kepala. "Belum
saatnya dia bersama kita sekarang. Masih banyak hal yang harus dia selesaikan di tempat lain?" ujar ayahnya.
"Tetapi?" ibunya ingin protes.
"Kita tak boleh melawan kodrat Yang Maha Pencipta. Kehadiran seseorang di suatu tempat dalam suatu
peristiwa dan kejadian, sudah diatur ketika orang itu masih berada dalam rahim Bundanya. Dia harus
menyelesaikan seluruh takdir yang sudah disuratkan untuknya. Mari kita antar dia ke gerbang darimana tadi
dia datang?" ujar ayahnya perlahan dan dengan suara yang demikian teduh. Dengan berat hati si ibu
membimbing anaknya ke gerbang darimana Si Bungsu tadi masuk ke taman yang amat indah itu.
"Di sini Bunda akan menantimu, Buyung sibiran tulang. Di sini Ayah dan Kakakmu menanti
kedatanganmu kelak. Pergilah dengan doa dan kasih sayang yang tak bertepi dari kami. Terutama dari
Bundamu ini, Buyung anakku" Pergilah. Jangan sekali-sekali engkau menoleh ke belakang" pergilah!" bisik
bundanya, sembari untuk kali terakhir kembali mencium wajah anaknya, mencium kepalanya. Air matanya
membasahi rambut, dan menyelusup ke ubun-ubun Si Bungsu.
Hal pertama yang dirasakan Si Bungsu saat siuman dari pingsannya yang panjang, dari masa kritisnya
yang sudah berada di ambang maut, adalah rasa sejuk dan nyaman yang melenyapkan seluruh sakit di ubunubunnya yang kena tendangan itu. Air mata bundanya seperti menyelusup lewat ubun-ubunnya yang retak.


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengalir perlahan lewat pembuluh darah di otaknya. Mungkin tak banyak orang yang bisa percaya akan
perjumpaan secara halusinasi seperti yang dia alami. Yang dalam dunia kedokteran disebut sebagai saat-saat
"transendental".
Di alam metafisik itu secara ajaib dan amat luar biasa "air mata" seorang ibu mampu mengobati semua
luka dan melenyapkan rasa sakit anaknya, yang sudah tak lagi punya harapan untuk hidup. Hanya beberapa
orang, termasuk kaum sufi dan ulama, yang percaya bahwa hal-hal gaib seperti itu merupakan bahagian dari
kebesaran Yang Maha Pencipta. Namun kendati kejadian seperti itu bukanlah sesuatu yang khayali, lalu
dibelokkan untuk melakukan ziarah dan memuja kuburan. Kejadian itu adalah salah satu cara dari Yang Maha
Pencipta menunjukkan kebesaran-Nya.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-660
Bahwa apa yang musykil bagi manusia, hanya sesuatu yang teramat mudah bagi-Nya. Tak ada yang tak
mungkin bagi-Nya. Karenanya, Allah menginginkan agar umat manusia lebih iman dan lebih tawakal. Selain
rasa sejuk yang menjalar dari ubun-ubun ke seluruh pembuluh darahnya, hal lain yang pertama dirasakan Si
Bungsu, yang siuman dari pingsan dari masa kritisnya yang mencekam, adalah bau yang amat busuk. Bau yang
menusuk hidung. Dia dengar dengus yang menjijikkan. Ketika membuka mata, yang pertama tertatap oleh
matanya adalah jerajak bambu sebesar-besar lengan.
Bambu yang seolah-olah menjadi loteng tempatnya berada dengan bermacam daun kering yang
dijadikan atap. Ada beberapa saat dia membiarkan dirinya tertelentang diam. Kemudian matanya melirik ke
kanan. Tak sampai sedepa di kanan, dia lihat jerajak batang bambu yang sama. Dia melirik ke kiri, ke bawah
kakinya, jejarak bambu yang sama tetap terlihat. Aku berada dalam kurungan yang terbuat dari bambu, bisik
hatinya, sembari bangkit untuk duduk. Begitu dia duduk, dia segera melihat bahwa dirinya dikurung dalam
kurungan yang kukuh. Kurungan yang ditaruh dalam kandang babi. Suara dengus dan pekik babi yang belasan ekor itulah yang
terdengar olehnya sebelum dia membuka mata. Begitu juga bau busuk yang amat menusuk hidung, yang
membuat dia ingin muntah. Bau apalagi kalau bukan bau taik, kencing dan makanan babi itu. Rasa dingin di
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 695
punggungnya ternyata karena dia terbaring menelentang di atas lumpur di kandang babi itu. Babi-babi itu pada
menjulurkan kepala dari sela-sela tiang bambu kurungannya. Menatap padanya, mungkin dengan perasaan heran. Sungguh suatu hal yang tak
pernah terbayangkan olehnya, dalam hidupnya dia akan mengalami penghinaan seperti ini. "Hei, kamu hidup
kembali?" Tiba-tiba sebuah suara serak dan lemah terdengar dari arah kanan. Dia menoleh, dan di kanannya, hanya
berjarak sekitar tiga depa dari dia, ada lagi sebuah kandang bambu seperti yang dia tempati. Tidak, tidak
sebuah, ada dua tiga buah. Masing-masing berisi seorang manusia. Dan semuanya jelas tentara Amerika. Itu
dapat segera ditandai dari pakaian seragam compang-camping yang masih melekat di tubuh mereka. Bedanya
antara tempat dia ditahan dengan orang-orang itu adalah tinggi rendahnya tempat tahanan. Kurungan yang dia
tempati ditaruh di atas tanah kandang tersebut. Sementara kurungan yang lain nampaknya sengaja digali
sedalam satu meter. Semua kotoran kandang babi itu dialirkan ke tempat tawanan tersebut. Hal itu
menyebabkan mereka berendam sepanjang hari di dalam air kotoran babi yang ketinggiannya mencapai perut.
Nampaknya untuk sementara kurungan yang dia tempati lebih lumayan. "Kami sangka kau takkan hidup. Kami
dengar Kapten gorilla itu menendang dada dan kepalamu. Sudah belasan tawanan tentara Amerika yang mati
disiksa gorilla haus darah itu?" ujar tentara kurus kerempeng dan pucat, dari kubangan di sebelah Si Bungsu.
Ada beberapa saat dimana semua yang dia lihat, yang dia dengar dan dia rasakan lewat seperti bayangbayang. Matanya melihat apa yang ada di hadapannya, telinganya mendengar semua suara, indera
penciumannya mengendus semua bau. Namun hanya sampai di sana. Belum satupun yang masuk ke rekaman
otaknya. Fikirannya masih berada di dalam impian dahsyat bertemu ayah, ibu dan kakaknya yang baru saja
lewat. Impian itu demikian nyata dan demikian jelas. Perlahan dia raba kepalanya. Ada perban di sana, dililitkan
dari ubun-ubun ke bawah dagunya. Saat itulah dia baru sadar sepenuhnya, bahwa apa yang dia alami sebentar
ini adalah sebuah mimpi. Mimpi yang amat luar biasa. Dia yakin, sekali pun yang baru dia alami adalah mimpi,
namun dia amat bahagia. Dalam Neraka Vietnam-bagian-661
Dia bisa bertemu kembali dengan ayah, ibu dan kakaknya. Meski hanya dalam mimpi, namun mimpi itu
seolah demikian nyata. Dua hari setelah itu, dia melihat dua tentara Vietnam datang dari arah depan kandang
babi itu ke tempatnya. Salah seorang di antara mereka nampak menjinjing sebuah ransel dengan tanda palang
merah. Kedua tentara itu tak dapat menyimpan rasa kagetnya, ketika melihat lelaki yang biasanya secara
rutin mereka beri obat dengan cara injeksi itu sudah duduk dan kelihatan demikian sehatnya. Padahal, hampir
tak seorang pun yang meyakini bahwa lelaki ini akan bisa hidup. Kalaupun hidup, dia akan cacat seumur hidup.
Beberapa langkah sebelum memasuki kandang mereka berhenti. Bicara sebentar. Kemudian yang seorang
kembali ke arah barak. Yang membawa ransel dengan tanda palang merah masuk ke kandang setelah terlebih
dahulu menutup hidung dan mulutnya dengan kain seperti yang dipakai para dokter ketika melakukan
pembedahan di rumah sakit.
Tentara yang baru datang itu tak masuk ke kurungan penyekapan Si Bungsu. Dia hanya tegak menatap
dari jarak sekitar dua depa dari kurungan. Beberapa ekor babi yang semula bertemperasan ketika dia masuk
ke kandang itu, kini pada mendekat. Berseliweran di sekitar dirinya. Lalu saat itu datang empat orang tentara
lainnya. Selain masing-masing membawa bedil, salah seorang dari mereka membawa sebuah tongkat pendek
dan seutas tali. Ketika mereka masuk, mereka menendangi dan memukul babi-babi yang mencoba mendekati mereka.
Lalu yang seorang memerintahkan Si Bungsu untuk keluar, dengan menghardikkan satu-satunya kata dalam
bahasa Inggris yang dia kuasai, yaitu kata "out!". Di bawah tatapan mata empat sampai lima tawanan Amerika,
yang berada dalam kurungan bambu dan berjejer dalam kandang babi itu, Si Bungsu berdiri perlahan. Dia
merasa dirinya amat enteng dan sehat sekali. Sebenarnya, "mimpi dan air mata" ibu yang menyebabkan dia
sadar, setelah puluhan hari berada dalam keadaan koma, secara ilmiah bisa ditelusuri.
Selama dia koma, tentara Vietnam tetap memberinya semacam obat agar dia tetap bertahan hidup untuk
dikorek keterangannya. Obat-obat itu hari demi hari bekerja menyembuhkan bahagian-bahagian dalam
tubuhnya yang cedera. Baik karena luka bekas tembakan peluru maupun bekas hantaman kaki Kapten gorilla
itu. Hanya saja, semua obat yang diberikan dan diterima oleh tubuhnya, secara psikologis ternyata ditolak oleh
jiwanya. Penolakan jiwa bawah sadar inilah yang membuat obat-obat kedokteran tidak berdaya. Secara
kejiwaan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tubuh orang-orang sakit parah melakukan penolakan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 696
terhadap obat. Ada yang karena hidupnya tertekan berkepanjangan. Tergeletak sakit, atau mati sekalipun,
merupakan istirahat atau pembebasan dirinya dari rasa tertekan.
Kesembuhan fisik baginya tak lain dari kembalinya dia ke dalam hidup yang penuh tekanan. Karenanya,
kendati dia tetap diobati, diinjeksi, diinfus, proses kesembuhannya sangat lama. Karena jiwa dan bawah
sadarnya memang tak menginginkan kesembuhan. Ada pula yang alam bawah sadarnya tidak menginginkan
kehidupan, karena dia tak tahu untuk apa dia hidup. Orang dari kelompok ini bisa saja dari kalangan orangorang berada, namun tak punya landasan agama yang kuat. Hari-hari dalam hidupnya berlalu tanpa manfaat
untuk siapapun. Begitu dia jatuh sakit, dia merasa mendapat jalan keluar dari perasaan hidup tanpa guna.
Makin lama dia tergeletak sakit, makin tenteram perasaannya. Karena sebagai orang sakit, dia merasa memang
layak tak bisa mendatangkan manfaat untuk siapapun.
Ada yang alam bawah sadarnya melakukan penolakan terhadap obat, karena dia memang tak mampu
lagi menahan rasa sakit berkepanjangan. Daripada menderita menjadi langganan rumah sakit terus, lebih baik
mati. Akan meringankan beban keluarganya dan membebaskannya dari rasa menderita berkepanjangan. Akan
halnya Si Bungsu entah ke kelompok mana dia masuk. Atau barangkali ada kelompok lain, yang memang
beragam alasan, alam bawah sadar seseorang menolak obat-obat.
Hanya saja ketika alam bawah sadarnya berada di titik tertinggi penolakan, saat mana nyawanya berada
di ujung tanduk, sebab jika masih terjadi penolakan maka kemungkinan yang terbuka baginya hanya satu, yaitu
terhentinya semua sistem dan mekanisme kehidupan pada tubuhnya. Jika itu yang terjadi, manusia
menyebutnya sebagai suatu kematian. Pada saat berada di titik kritis tertinggi itulah, mimpi yang hanya Tuhan
yang tahu itu terjadi pada dirinya. Air mata sang ibu, merupakan "obat" yang mendorong daya hidupnya kembali
menyala. "Obat" yang datang kepadanya dari alam metafisik, dari alam gaib. Pada orang-orang tertentu, mimpi
bukan hanya sekedar permainan tidur. Banyak manusia yang mengalami mimpi sebagai isyarat bahkan
petunjuk atas sesuatu. Hanya saja, bagi orang-orang yang beriman, isyarat dan petunjuk itu menjadikan dia
semakin yakin akan kekuasaan Tuhan. Sementara, sebahagian lagi keyakinannya bukan pada Tuhan yang
menciptakan semua denyut kehidupan di muka bumi, termasuk menciptakan mimpi itu. Yang dia yakini justru
mimpi tersebut. Bagi orang-orang seperti ini, tidak jarang dia terperosok menjadi musyrik. Mengeramatkan
dan minta perlindungan dan rezeki pada makam atau tempat-tempat keramat lainnya.
Akan halnya Si Bungsu, begitu keluar dari kerangkeng bambu berlumpur amat busuk itu, kayu sebesar
lengan yang panjangnya sedepa yang tadi dibawa seorang tentara, segera diletakkan di bahunya. Kedua
tangannya diikat, dengan posisi terbentang ke kiri dan ke kanan, ke kayu tersebut dengan erat. Kedua kakinya
diikat pula dengan tali yang terbuat dari kulit kayu.
Tali dari kulit kayu yang mengikat tangan dan kakinya itu dalam keadaan basah. Teknik mengikat
dengan kulit kayu khusus, yang liat dan kenyal seperti yang dilakukan pada Si Bungsu saat itu, adalah cara yang
lazim dilakukan Vietkong. Kulit kayu basah itu semakin kering semakin mengencang cengkeramannya pada
bahagian tubuh yang diikat. Ikatan pada kedua kaki tahanan, yang rentang talinya dibuat tak lebih dari
sejengkal, membuat si tahanan benar-benar dalam kesulitan. Usahkan untuk melarikan diri, akibat amat
pendeknya rentang tali yang mengikat kedua pergelangan kaki, untuk melangkah saja sangatlah sulitnya.
Dalam Neraka Vietnam -bagian-662
Ketika dia di dorong dibawah todongan senjata agar bergerak cepat, maka tak ada cara lain yang
dilakukan Si Bungsu selain melompat-lompat dengan kedua kakinya bergerak sekaligus. Semua tentara
Amerika yang berada dalam kerang di kandang babi itu menatap dengan diam pada tawanan tersebut. Mereka
tak mendapat informasi apapun tentang lelaki tersebut. Semua tentara dan penduduk yang mendekat ke
tempat mereka di sekap pada tutup mulut. Penduduk kampung disini adalah orang Vietnam Selatan yang pada
masa perang berpihak pada Amerika.
Apapun yang terjadi pada tawanan mereka harus tutup mulut atau tak ikut campur. Mereka takut akan
siksaan dari tentara Vietnam Utara itu, yang kini menguasai seluruh negeri mereka. Sudah pemandangan biasa
bila ada Ayah, ibu dan seluruh anak-anaknya di tembaki, jika dicurigai telah berkhianat.
Kecurigaan pihak Vietkong pada penduduk tidak di perlukan bukti. Jika saja ada salah satu pihak
vietkong yang merasa mencurigai satu orang atau satu keluarga melakukan pengkhianatan, dia menembaki
orang atau keluarga itu. Dalam situasi ini, rasa suka atau tak suka amat menentukan kelangsungan hidup
seseorang atau satu keluarga, bisa hidup atau harus di akhiri nyawanya. Itulah sebabnya pihak vietkong dengan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 697
leluasa memperkosa wanita-wanita dari pihak selatan. Tak peduli dia masih gadis atau sudah punya suami. Jika
menolak, pasal penghianatan sudah bisa membinasakan seseorang atau satu keluarga.
Itulah sebabnya, setelah Vietkong memenangkan peperangan. Jutaan orang-orang selatan berbondongbondong keluar dari Vietnam menuju perbatasan ke kamboja dengan melewati hutan belantara yang ganas,
dan ada juga dengan kapal-kapal kecil mengarungi lautan untuk mencari negara yang mau menampung
mereka. Itulah sebabnya mereka di sebut "orang-orang perahu"
Si Bungsu memasuki sebuah rumah yang paling besar di kampung itu. Sekali pandang dia bisa
mengetahui kalau desa itu adalah kampung yang di bangun oleh kelurga-keluarga petani yang mengungsi dari
kota-kota yang sedang terjadi pertempuran. Namun perang dengan cepat berakhir, semua tanah Vietnam kini
di kuasai Vietkong. Setelah dia masuk, seorang tentara berpangkat Letnan Kolonel sedang duduk dengan beberapa orang
perwira lainnya. Termasuk Kapten gorila itu dan Lok Ma. Ada sebuah kursi reot di depan mereka. Si Bungsu
disuruh duduk disana. Di meja reot tanpa alas itu dia lihat beberapa benda yang dia kenal. Senjata-senjata kecil
yang selama ini dia pakai dalam berbagai pertarungan. Beberapa bilah samurai kecil, beberapa lempengan baja
tipis yang sangat tajam. Beberapa diantaranya ada yang sebesar uang logam yang disisinya ada gerigi yang
sangat tajam. Sebagiannya bundar biasa, dengan pinggiran yang setajam pisau cukur. Dia lihat ada lima buah samurai
kecil dan enam buah besi bulat itu terletak diatas meja. Letnan Kolonel itu sepertinya sangat terpelajar, berbeda
dengan si Kapten gorilla yang menghantam dadanya sampai dia muntah darah dan menendang ubun-ubun nya
sampai dia koma. "Ini punya mu Tuan?" ujar Overste itu membuka interogasi itu dengan bahasa inggris yang fasih.
"Ya..Tuan.." jawab Si Bungsu. "Engkau salah seorang yang ikut membebaskan tawanan tentara Amerika yang
kami tawan sembilan minggu yang lalu?" Si Bungsu tertegun. "Maksud tuan?" Letnan Kolonel itu menatapnya
dengan tajam. Lok Ma berbisik kepada overste itu dengan bahasa Vietnam. Overste itu mengangguk pelan usai
lok Ma berbisik. "Dua bulan yang lalu, sekitar seratus meter dari sini, tujuh belas orang tentara Amerika di bebaskan
teman-temannya. Apa anda termasuk salah seorangnya?" Si Bungsu menarik nafas panjang, berarti selama itu
pula dia pingsan. "Saya bukan bagian yang membebaskan itu, tuan"." jawabnya pasti. Overste itu menatap dia
dengan tajam, kemudian dia melanjutkan ucapannya.
"Saya ingin menjelaskan, kalau saya sendiri membebaskan mereka. Ada tiga orang Vietnam yang jadi
penunjuk jalan. Jika mereka di hitung, maka yang membebaskan tawanan itu kami berempat. Namun
sesungguhnya, selain sebagai penunjuk jalan, mereka tak berperan apapun. Pembebasan itu sepenuhnya
tanggung jawab saya.." overste itu menatapnya dengan tajam. "Demikian hebatnya kau, sehingga bisa
menghancurkan sepuluh tentara Vietnam?"desis overste itu.
Sebelum ucapanya selesai, dengan cepat tangannya menyambar salah satu samurai kecil Si Bungsu
diatas meja. Dan dengan cepat dan mahirnya dia lemparkan kearah dada kanan Si Bungsu, dari arah lemparan
dada sebelah kanan bukan sebelah kiri dimana jantungnya, Si Bungsu tahu overste itu hanya ingin
menyiksanya. Dia terkejut dengan gerakan lemparan itu yang tiba-tiba dan amat cepat.
Namun saat itu pula tubuhnya seolah-olah menunduk ke meja, terdengar suara berdetak halus. Dan saat
dia meluruskan badanya dan menengok kebelakang dia lihat samurai itu tertancap didinding tempat tangannya
terikat. Semua yang ada di ruangan yang dindingnya terbuat dari bambu itu pada terdiam. Tak ada seorang pun
yang tahu, termasuk overste itu kalau lemparan itu meleset karena kebetulan. Gerakan merunduk kemeja itu
telah di perhitungkan Si Bungsu. Si Bungsu kembali duduk dengan lurus di kursinya. Overste itu menyuruh Lok
Ma mencabut samurai kecil itu yang tertancap didinding tempat Si Bungsu diikat. Lok Ma melangkah kearah Si
Bungsu mencabut samurai kecil tersebut. Dan kembali meletak di meja di depan letnan Kolonel tersebut.
"Apa pangkat tuan di ketentaraan Amerika.." ujar Letkol itu. "Saya bukan tentara Amerika tuan, dan juga
bukan warga negara Amerika?" Letnan Kolonel itu kembali menatapnya dengan tajam. Dia hampir tak yakin
kalau orang yang punya kemahiran seperti lelaki ini bukan dari Pasukan Khusus Amerika. "Jika bukan
kebangsaan Amerika, lalu apa kebangsaan tuan?" "Indonesia?" "Indoneesia?" "Ya, Indonesia.." "Engkau tentara
Indonesia?" "Bukan,Tuan?"
Dalam Neraka Vietnam-bagian-663
Overste itu kembali menatap Si Bungsu. Tak ada tanda sedikit pun bahwa orang ini berdusta atas setiap
kata yang diucapkannya, bisik hati si overste. "Engkau ke Vietnam bersama tentara PBB yang dari Indonesia?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 698
Si Bungsu kini yang tertegun mendengar pertanyaan overste tersebut. Dia tidak tahu, bahwa sejak
beberapa bulan yang lalu, ratusan tentara Indonesia memang sudah berada di Vietnam. Dia memang tak pernah
mendengar bahwa dalam proses menciptakan perdamaian di Vietnam, setelah Amerika angkat kaki dalam
perang belasan tahun yang melelahkan itu, Indonesia diminta menjadi salah satu negara yang mengirimkan
pasukan perdamaian di bawah bendera PBB. Masuknya Indonesia menjadi anggota pasukan ICCS (International
Commission of Control and Supervision) yang disepakati di Paris.
Kesepakatan itu ditanda tangani di Paris tanggal 23 Januari 1973. Masuknya Indonesia atas permintaan
langsung pihak yang bertikai, yaitu Vietnam Utara dan Amerika Serikat. Ada tiga negara lainnya yang menjadi
anggota ICCS, yaitu Kanada, Hongaria dan Polandia. Ada empat tugas utama yang dipercayakan ke pundak
pasukan ICCS, yaitu : 1) Mengawasi/mencegah pelanggaran-pelanggaran dan menjaga status quo. 2)
Mengawasi evakuasi pasukan. 3) Mengawasi evakuasi alat-alat perang dan 4) Mengawasi pertukaran tahanan
perang. Kontingen pasukan Indonesia pertama yang datang ke Vietnam diberi nama GARUDA IV. Garuda I
sampai III ditugaskan di bawah bendera PBB ke berbagai negara yang dilanda kemelut sebelum perang
Vietnam, seperti Kongo misalnya. Komandan Garuda IV ke Vietnam adalah Letjen HR. Dharsono. Jumlah
pasukan Garuda IV adalah 290 orang, tiba di Vietnam pada 28 Januari 1973. Markas besar pasukan ICCS adalah
Kota Hanoi, Ibukota Vietnam Utara. Di kota itu mereka semua bertugas. Bulan Juli tahun yang sama Garuda IV
ditarik dari Vietnam digantikan oleh Garuda V.
Pada Juli 1975, setelah seluruh proses evakuasi dan pertukaran tawanan perang usai, dan seluruh
Vietnam sepenuhnya berada di tangan Vietkong (Vietnam Utara), Indonesia menarik pasukan perdamaiannya
dari Vietnam. "Maaf saya tak tahu apa yang Tuan maksud dengan pasukan Indonesia di Vietnam?" jawab Si
Bungsu dengan polos. Kembali letkol itu menyelidik Si Bungsu dengan tatapan matanya yang tajam. "Apa
pendidikan Anda?" "Maksud Tuan, sekolah?" "Ya, sekolah. Tamatan sekolah mana Tuan?" "Saya hanya tamat
sekolah rakyat. Sewaktu muda saya lebih suka berjudi. Kemudian saya mengembara?" jawab Si Bungsu apa
adanya tentang dirinya. "Darimana Tuan belajar bahasa Inggris, sehingga bisa berbicara demikian fasih?"
Si Bungsu menarik nafas. Bagaimana dia harus menjelaskan bahwa dia tak hanya fasih berbahasa
Inggris, tapi juga Jepang. Dan itu tanpa menduduki sekolah formal. "Saya belajar dengan mendengar orang
bicara, kemudian mencobanya. Barangkali ingatan saya sangat kuat terhadap kata-kata?" ujarnya dengan
jujur. "Siapa yang memerintahkanmu untuk datang membebaskan para tawanan Amerika itu?" lanjut si Overste
mengalihkan bahasan interogasi. "Saya tidak diperintah, melainkan dibayar oleh seseorang, Tuan"."
"Maksudmu?" "Di Dallas saya berkenalan dengan seorang milyader. Dengan bayaran tinggi dia meminta saya datang
kemari, mencari anak gadisnya yang hilang dalam peperangan dua tahun yang lalu. Nama anak gadisnya itu
adalah Roxy Rogers. Gadis itu ada di antara tawanan yang saya bebaskan itu"." "Engkau membunuh Kolonel
Van Truang, komandan di barak yang kalian hancurkan itu?" "Tidak secara langsung, tapi kenyataannya dia
memang mati setelah baraknya meledak.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-664
Si Bungsu terdiam sesaat, namun akhirnya dia memutuskan bercerita apa adanya. Sudah tak akan
membahayakan Thi Binh lagi. Gadis itu, ayahnya dan sepupunya tentu sudah berada di suatu tempat jauh dari
Vietnam. Di suatu negara yang tak terjangkau oleh kekejaman negeri yang masih saja menggelegak seperti
Dalam Neraka ini. "Seorang gadis Vietnam asli, yang bernama Thi Binh yang menembak Kolonel itu dengan howitzer
sehingga tubuhnya hancur berkeping. Saya memang berjanji padanya untuk memberi kesempatan untuk
membalas dendam. Kolonel itulah yang memperkosanya pertama kali, dan selama dua minggu berturut-turut
setelah itu, ketika dia di tangkap dan diseret ke barak-barak itu. Setelah Kolonel itu puas dia serahkan pada
perwira-perwira bawahannya. Kemudian di jeblos kan ke barak yang di huni wanita-wanita penghibur. Dia
harus melayani kebuasan lelaki tiap hari. Sampai akhirnya dia dipulangkan karena sakit sipilis. Untung saya
bisa mengobatinya dengan dedaunan, seminggu setelah itu dia sembuh sama sekali, itulah yang terjadi,Tuan?"
"Dan dia sembuh?" "Sembuh total, Tuan.." "Hanya dalam beberapa hari dia sembuh oleh ramuanmu?"
"Seminggu, Tuan?" "Siapa kontakmu di negeri ini?" "Seorang Indo Vietnam-Perancis, bernama Ami Florence?"
"Dimana dia Tuan temui?"" "Di sebuah bar, di kota Da Nang?" "Dia mata-mata Amerika?" "Ya, salah satu matamata yang sangat di andalkan"." "Dimana dia sekarang?" "Sudah melarikan diri dengan speedboat, bersama
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 699
abangnya bernama Le Duan.." "Lari hanya dengan speedboat?" "Sebuah kapal perang Amerika menanti mereka
di Laut China Selatan.."overste itu menatap Si Bungsu dengan tajam.
"Engkau tahu nama kapalnya..?" "USS Alamo?" "Dari mana kau tahu?" "Mereka melakukan kotak radio,
dua hari sebelum melarikan diri.." "Dimana dia melakukan kontak radio?" "Disebuah terowongan bawah tanah.
Pintu masuknya ada di lantai bar itu. Tapi bar itu sudah hancur oleh bom waktu yang mereka pasang.." "Tuan
tahu semua detil pelarian itu?" "Tidak semua, hanya saat mereka melakukan kontak radio.." ujar Si Bungsu
mencoba mengelak dari pertanyaan detil. "Tuan mengenal anggota pasukan saya ini?" tiba-tiba overste itu
mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk Lok Ma.
Ada beberapa saat Si Bungsu ragu menjawab. Namun akhirnya dia memutuskan bicara apa adanya. Dia
yakin, betapa genting dan ruwetnya situasi saat ini, dia tetap percaya pada nalurinya. Bahwa keterusterangaan
akan lebih mudah menyelesaikan persoalan. "Ya,Sersan Lok Ma?" "Dimana anda mengenalnya?" "Didalam
hutan, saat dia dan dua orang lainnya di tugaskan menjebak saya.." "Lalu apa yang terjadi..?" "Saya


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melumpuhkan mereka, ketiganya?" "Lok Ma adalah andalan kami dalam mencari jejak dan memburu orang.
Bagaimana kamu bisa melumpuhkannya..?" "Bahwa Lok Ma adalah pencari jejak dan pemburu ulung saya akui
kebenarannya. Namun hutan ibarat rumah bagi saya. Dan dalam Penyergapan yang di pasang Lok Ma, ternyata
saya lebih beruntung?" "Engkau menyergap mereka dengan menodongkan bedil?" "Tidak, Tuan saya
melumpuhkan mereka?" "Tuan melumpuhkannya dengan tangan kosong?"" tanya overstye itu, sambil
meyelidik sampai dimana kemampuan lelaki ini. Si Bungsu menari "nafas. Menunduk sesaat kemudian berkata.
"Saya lumpuhkan mereka dengan lemparan hulu samurai kecil ketempat yang melumpuhkan. kecuali
Lok Ma. Dai sedang mencari tahu keberadaan dua anak buahnya yang saya lumpuhkan, ketika saya menyelusup
tegak setengah depa di belakangnya tanpa dia ketahui?" "Lalu dia melepaskan kamu pergi begitu saja..?"
"Tidak. Jelas dia ingin membunuh saya. Tapi saya katakan padanya, setiap gerakan yang di buat sama dengan
bunuh diri. Karena, maaf, gerakan saya lebih jauh cepat dari yang mampu dia lakukan. Dia lalu saya totok,
sehingga tak bisa bergerak.," "Kenapa ketiga orang itu tidak tuan bunuh?"
Si Bungsu kembali tak segera menjawab. Ada beberapa saat dia menatap Letnan Kolonel itu "Ini bukan
perang saya, tuan. Negeri saya tak terlibat didalamnya. Maka saya pikir,tak pantas saya mengotori tangan saya
dengan darah orang-orang Vietnam?" Letnan Kolonel itu mendahak. dahaknya yang kental dia semburkan
dengan kecepatan yang luar biasa ke arah Si Bungsu. Si Bungsu tak bergerak sedikitpun. Dan dahak kental itu
hanya sejari dari telinga Si Bungsu. Dia tak mengelak, karena dia tahu dahak itu tidak secara langsung bukan
diarahkan padanya. "Maaf, paru-paru tuan sangat parah, Ludah tuan berwarna kehitaman.." letnan Kolonel itu tertegun.
Namun hanya sesaat. Kemudian ketika dia bicara, suaranya terdengar mendesis tajam. "Tak pantas melumuri
tanganmu dengan darah orang Vietnam, katamu" Cis!, setelah belasan orang terbunuh di tangan mu, termasuk
seorang Mayor dan enam orang terbunuh di timpa batu besar yang kau tembak beruntun dengan howitzer
yang kau curi dari barak senjata kami" Itu yang kau maksud tak ingin melumuri tanganmu dengan darah orang
Vietnam?" Dalam Neraka Vietnam-bagian-665
"Belasan orang lainnya dipastikan sudah terbunuh, jika saya tidak berobah pendirian dalam belantara
itu, saat dijebak oleh Lok Ma?" ujar Si Bungsu perlahan.
"Alangkah sombongnya?" desis overste tersebut.
"Selain Lok Ma dan dua anggotanya, barangkali juga ada dua belas sampai lima belas orang lainnya yang
terlibat pertempuran di padang lalang itu, yang tak saya cabut nyawanya, kendati saya mampu. Mereka hanya
saya tembak bahu atau tangannya, sekedar mereka tidak bisa menembak helikopter yang akan meloloskan diri
itu. Termasuk Kapten bertubuh seperti gorilla di samping Tuan sekarang?" tutur Si Bungsu dengan datar dan
tenang, tanpa ada kesombongan sedikit pun di dalam nada suaranya.
Kali ini overste itu benar-benar terdiam. Si Bungsu menoleh pada belasan tentara yang tegak di pinggir
dinding. Beberapa di antaranya bahu dan tangan mereka terlihat masih terbalut perban. Kemudian dia
menatap kembali pada overste tersebut. Overste itu, bersama tiga atau empat perwira lainnya, juga menatap
padanya. "Jika saya benar-benar haus darah, mereka takkan ada di sini saat ini. Barangkali mayat mereka sudah
dirobek-robek binatang buas di tepi danau penuh buaya dimana pertempuran saat helikopter menjemput itu
terjadi?" ujar Si Bungsu perlahan. Ketika semua orang masih terdiam, tatkala melihat Kapten bertubuh gorilla
yang dua kali menghantamnya ketika dia masih tergantung dengan kepala ke bawah tempo hari, mendekatinya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 700
Sebuah rencana separoh gila tiba-tiba melintas di kepala Si Bungsu. Dia menatap lurus kepada si Kapten
bertubuh besar itu dan berkata.
"Seorang prajurit tangguh, tidak ditentukan oleh besarnya badan. Tetapi ditentukan oleh sejauh mana
memiliki otak. Apalagi jika sudah menjadi perwira, haruslah memakai otaknya ketimbang otot. Amatlah mudah
melumpuhkan orang bertubuh besar. Bahkan dengan tangan terikat sekali pun. Untuk membuktikannya, tentu
saja jika ada orang bertubuh besar di ruang ini yang berani bertarung dengan saya dalam keadaan kedua tangan
saya terikat seperti sekarang, saya bersedia melayaninya?" ujar Si Bungsu dalam nada perlahan, dengan
sedikit senyum di bibirnya.
Bukan main hebatnya akibat ucapan Si Bungsu terakhir. Kapten bertubuh gorilla itu sampai menggeram
dan menggigil menahan amuk. Namun beberapa prajurit Vietnam yang memang membenci Kapten pemberang
dan amat suka melekatkan tangan bila sedikit saja tersinggung itu, merasa senang si Kapten diberi hajaran
seperti itu di depan orang ramai. Kapten itu bicara separoh berbisik kepada si overste. Kendati dia bicara
dengan suara yang ditekannya serendah mungkin, karena segan pada si overste, namun semua orang
mengetahui bahwa Kapten itu emosinya nyaris tak bisa dia kendalikan. Sambil bicara matanya berkali-kali
menatap penuh amarah kepada Si Bungsu.
"Apakah memang engkau mampu mengalahkan orang dalam perkelahian tangan kosong, dengan kedua
tanganmu terikat seperti sekarang?" tanya overste itu. "Mampu! Tapi lawan saya harus yang bertubuh paling
besar. Sebab hanya orang-orang bertubuh besar yang dengan mudah bisa dikalahkan. Kecuali jika dia
penakut?" ujar Si Bungsu menambah bensin, mengompori si Kapten bertubuh besar itu. "Bagaimana jika Anda
kalah?" ujar si overste. "Yang harus dibuat perjanjian adalah bagaimana kalau saya menang?" ujar Si Bungsu.
"Engkau tawanan di sini! Kalah atau menang bagimu adalah mati!" sergah Kapten gorilla itu dengan penuh
emosi. "Kalau begitu siapa pun lawan saya harus mati. Agar bersama-sama ikut mati dengan saya?" ujar Si
Bungsu dengan tenang dan menatap tepat-tepat ke mata si Kapten, yang juga sedang menatap kepadanya
dengan tatapan mata seperti menyemburkan api. "Kau berani bertarung dengan Kapten Bunh Dhuang dalam
keadaan kedua tanganmu terikat seperti sekarang?" tanya overste tersebut. "Tidak hanya tangan. Dengan
kedua kaki saya yang juga diikat dengan jarak langkah hanya sejengkal, saya berani!" jawab Si Bungsu. "Kau
berani melawannya dengan tangan dan kakimu terikat seperti sekarang?" ulang overste itu. "Sebaiknya Tuan
tidak bertanya pada saya. Karena tadi saya yang mengajukan tantangan. Sebaiknya tanyakan pada Kapten itu,
apakah dia benar-benar berani melawan saya?" ujar Si Bungsu, lagi-lagi dalam nada yang amat tenang, namun
dengan ejekan yang hampir meledakkan paru-paru si Kapten saking berangnya.
Kapten itu langsung berdiri. Membuka sabuk pinggangnya yang berpistol dan berpisau.
Menghempaskan pistol dan pisaunya itu di meja. Kemudian mendekati Si Bungsu yang masih duduk di
kursinya. Selangkah dari kursi Si Bungsu, Kapten itu berdiri dengan tangan terkepal dan muka merah. "Tegak
kau, monyet"!" desisnya sembari menendang kaki kursi.
Si Bungsu masih saja duduk dengan tenang. Barulah saat sepatu lars si Kapten sejari lagi dari kaki
kursinya dia berdiri. Kaki kursi yang terbuat dari kayu sebesar lengan itu langsung patah, dan kursi itu
tercampak ke belakang. Menghantam dinding dan menimbulkan suara berderak, lalu rontok ke lantai dalam
keadaan porak poranda. Kini mereka tegak berhadapan dalam jarak tak sampai sedepa. Semua orang menatap
tak berkedip. Mereka kenal benar kemahiran Kapten Bunh Dhuang dalam karate, judo dan jujitsu. Dalam
seluruh resimen tak ada yang mampu menandinginya.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-666
Dia jawara saat masih menjadi mahasiswa akademi militer Vietnam Utara. Kalau kini ada orang yang
demikian besar mulut sanggup mengalahkan Kapten itu, sungguh akan menjadi mimpi buruk yang takkan
pernah dilupakan oleh si penantang. Jika dia menyatakan mampu mengalahkan si Kapten dengan tangan dan
kaki terikat, peristiwa ini tak hanya akan menjadi sekedar mimpi buruk, tetapi suatu tindakan bunuh diri. Atau
apakah orang ini sengaja ingin bunuh diri karena tak tahan menderita selama di tahanan, dan lebih tak tahan
lagi menghadapi siksaan di hari-hari berikutnya"
Jika itu yang dia inginkan, maka keinginannya itu pasti bisa dia dapat dalam waktu takkan kurang dari
lima menit. Cara dia membuat si Kapten menjadi lahar amarah, memang jalan tersingkat menuju kematian.
Kapten Bunh Dhuang yang amarahnya sudah sampai ke ubun-ubun, tak ingin membuang waktu sedikit pun.
Sebenarnya, jika dapat dia ingin lelaki yang kini dalam posisi terikat kedua tangannya itu dia telan dengan
rambut-rambutnya sekalian. Demikian marah dan bencinya dia pada lelaki tersebut. Usahanya untuk
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 701
membunuh lelaki tersebut sebenarnya sudah dia lakukan dengan dua tendangan ketika si lelaki terikat dengan
kepala ke bawah. Tendangan pertama menghajar dadanya, yang menyebabkan lelaki itu muntah darah. Dia ingin saat itu
lelaki yang sudah mengobrak-abrik markas mereka itu tidak hanya sekedar muntah darah. Dia berharap yang
dimuntahkannya adalah jantung, hati dan parunya sekaligus! Mampus sekalian. Karena tendangan pertama ke
dada hanya menyebabkan muntah darah, dia menendang lagi untuk kali kedua, dengan sepenuh kekuatan dan
keahlian menendang yang dia miliki. Dengan tendangan kedua itu dia berharap otak lelaki tersebut
berhamburan. Dia ingat pada suatu hari yang amat kritis, di mana dia berserobok dengan seekor harimau yang akan
menerkamnya. Dia tendang kepala harimau besar itu sekuat tenaga dan secepat kemampuannya. Akibatnya
harimau itu mati dengan mulut, hidung dan telinga bersemburan darah. Itu bukan mengada-ngada. Kapten
Bunh Dhuang memang memiliki keahlian beladiri yang nyaris tak ada tandingannya dalam pasukan Vietnam.
Kini dia berhadapan kembali dengan lelaki yang hanya koma setelah dia tendang dua kali tempo hari.
Mereka tegak berhadapan. Dia lihat lelaki itu tegak menyamping padanya. He" he" dia coba-coba
memasang kuda-kuda, pikir si Kapten yang merasa geli melihat usaha lelaki kurus itu. Matanya menatap
kepada para perwira dan prajurit yang berada dalam ruangan berukuran sekitar 7 x 7 meter persegi itu. Tibatiba saja timbul niatnya untuk memberikan tontonan yang menarik, sekaligus mendemonstrasikan kemahiran
beladirinya. Dia akan malu juga kalau orang ini mati, sementara tangan dan kakinya terikat. Dia pasti akan
Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara 2 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Cowok Rasa Apel 3

Cari Blog Ini