Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang Bagian 2
Tiga jurus yang berlalu Wiro tak bisa berbuat apa-apa selain bertahan dengan
gigih. Keris di tangan lawan laksana curahan hujan dan berubah jadi puluhan
banyaknya. Menusuk, menyambar dan memapak ke pelbagai bagian tubuh Wiro Sableng.
Jurus ke empat dan ke lima Sampai seterusnya keadaan Wiro semakin buruk.
Bagaimanapun dia berkelebat cepat tapi sia-sia saja! Sinar hitam senjata lawan
laksana Jaring atos yang tak sanggup ditembusnya!
Pagar Alam yang menyaksikan pertempuran Hu menjadi pusing karena tak dapat lagi
menyaksikan gerakan-gerakan mereka yang bertempur saking cepatnya! Mayang
sendiri yang lebih tinggi ilmu kepandaiannya mengedipkan matanya beberapa kali!
Diam-diam gadis ini leletkan lidah melihat hebatnya pertempuran yang berjalan!
Siapakah pemuda berambut gondrong yang bersedia mengorbankan keselamatan dan
Jiwanya itu untuk menolong dia bersama ayahnya"! Ilmunya tinggi, tapi apakah
sanggup bertahan menghadapi Gempar Bumi yang ganas dari bertubi-tubi itu"
Setahunya tak satu orang pun yang sanggup menghadapi Gempar Bumi bila Keris Si
Penyingkir Jiwa itu sudah berada dalam tangannya! Dan melihat kenyataan
bagaimana si pemuda terdesak hebat maka mengeluhlah sang dara.
Pagar Alam sendiri kembali menjadi cemas!
"Saudara! Ambil golok ini sebagai senjatamu!" seru Mayang sambil melemparkan
goloknya yang tadi telah dirampas oleh Gempar Bumi tapi kemudian oleh Gempar
Bumi dibuang begitu saja ke tanah.
"Terima kasih saudari, aku tak perlu senjata menghadapi tikus berkumis melintang
ini!" jawab Wiro.
"Tapi kau terdesak saudara!! seru Pagar Alam dari atas kereta.
"Dan pertempuran ini tidak adil!" menyambungi Mayang. "Dia pakai senjata, kau
bertangan kosong!"
Maka meski Wiro tidak mau diberikan senjata namun sang dara melemparkan juga
golok itu kepadanya. Wiro Sableng mau tak mau segera menyambut senjata itu.
Tapi: "Traang!"
Keris Si Penyingkir Jiwa lebih cepat. Golok yang dilemparkan mental ke udara
dalam keadaan patah dua!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
59 "Sialan!" maki Wiro. Kalau tidak cepat-cepat dia menarik tangannya pasti senjata
lawan menyambar tangan itu! Sesaat kemudian terjadi lagi pertempuran seru dan
Wiro makin kepepet!
Tiba-tiba Pendekar 212 bersuit nyaring! Tubuhnya lenyap dalam satu kelebatan
yang sukar dilihat mata.
Dengan merobah jurus-jurus ilmu silatnya maka dia mulai membuka serangan. Dari
sela bibirnya terus menerus melesat suara siulan yang nyaring tak menentu dan
menyakitkan telinga! Permainan silat Gempar Bumi agak mengendur sedikit akibat
pengaruh siulan Pendekar 212. Tapi begitu dia tutup jalan pendengarannya maka
pengaruh yang mengacaukan itupun lenyap dan kembali dengan gencar laki-laki ini
mendesak lawannya!
Di samping memaki habis-habisan Wiro juga mengagumi keampuhan senjata sakti di
tangan lawan. Setiap serangannya selalu kandas laksana menghadang tembok kukuh
yang tak kelihatan! Tubuh lawan seperti terbungkus oleh satu kekuatan yang tidak
nampak! Dan Pendekar 212 dalam keadaan kepepet itu mulai pikir-pikir untuk
keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212!
Tapi sebelum maksudnya itu kesampaian tiba-tiba dia ingat! Bagaimana kalau dia
mengeluarkan jurus-jurus silat yang diajarkan Tua Gila kepadanya"! Ah, benarbenar tolol sekali dia! Mengapa tidak dari tadi dia mengeluarkan "Ilmu Silat
Orang Gila" dan sekaligus untuk menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu silat
yang diajarkan oleh Tua Gila itu"!
Pendekar 212 membentak nyaring. Tubuhnya lenyap.
Gempar bumi mengiringi gerakan lawan itu dengan tawa mengejek. "Keluarkan
seluruh ilmu kepandaianmu!
Dalam tiga jurus di muka nyawamu tak bisa diselamatkan lagi tikus busuk!" Dan
sebelum Wiro bergerak dia telah menyerang lebih dulu dengan satu tusukan yang
ganas cepat! Wiro Sableng gerakan kedua kakinya dalam gerakan yang aneh dan tak teratur
kelihatannya. Tubuhnya diliukkan ke samping laksana batang padi dihembus angin
sedang kedua tangan bergerak ke kiri ke kanan juga dalam gerakan yang tak
teratur! Tapi justru gerakan yang acak-acakan ini berhasil melewatkan tusukan
senjata lawan! Dengan gemas Gempar Bumi kirimkan lagi satu serangan yang lebih cepat dan lebih
ganas! Suara keris menderu.
Sinar hitam berkiblat! Wiro mencak-mencak kian ke mari!
Wuut! Ujung keris di tangan Gempar Bumi menderu ke Banjir Darah di Tambun Tulang
-Dewi kz 60 muka pemuda itu dan kelihatannya dalam kejap itu juga akan menghunjam di
wajahnya! Pagar Alam mengeluarkan seruan tertahan.
Mayang menutup wajahnya, tak berani menyaksikan bagaimana keris itu akan
menancap di muka pemuda yang diharapkan bakal menolong dirinya!
Tapi aneh! Sedetik lagi ujung senjata Gempar Bumi akan menemui sasarannya, dalam satu
gerakan tak menentu kelihatan kepala Pendekar 212 seperti disentakkan oleh satu
tenaga besar ke belakang. Dan ini membuat tusukan keris Gempar Bumi hanya
menghantam tempat kosong!
Gempar Bumi kertakkan rahang. Segera dia lipat gandakan tenaga dalam serta
keluarkan seluruh tipu-tipu serangan ilmu silatnya! Wiro bergerak cepat.
Jingkrak kiri lompat kanan. Mundur terhuyung-huyung dan maju laksana babi
celeng! Tangan dan kaki menyambar tiada menentu dan tiada terduga! Bagaimanapun
Gempar Bomi percepat serangan dan keluarkan segala jurus yang terlihay dari ilmu
silatnya, tetap saja dia tak sanggup mendesak lawan seperti yang sudah-sudah.
Beberapa kali dia menusuk dengan seluruh tenaga tapi Cuma menghantam tempat
kosong hingga tubuhnya tersaruk ke muka dan beberapa kali hampir membuatnya kena
dihantam kaki dan tangan tawan!
Diam-diam sambil mundur Gempar Bumi perhatikan ilmu silat aneh yang dimainkan si
pemuda. "Buuk!"
Gempar Bumi tertatih-tatih sampai sembilan langkah ke belakang diusapnya dadanya
yang kena dipukul lawan dengan tangan kiri dan pada sela bibirnya kelihatan
darah kental berlelehan! Gempar Bumi seka darah itu dengan ujung lengan baju.
Nafasnya sesak, cepat-cepat diaturnya jalan darah dan pernafasan. Kedua matanya
menyorot ganas.
"Tikus busuk! Kalau aku tidak salah lihat kau telah memainkan jurus-jurus silat
orang gila. Apakah kau muridnya Tua Gila!"
"Kau tak ada hak bertanya, monyet berkumis!"
jawab Wiro Sableng!"
"Keparat! kau dengarlah! Hari ini kuampuni jiwamu!
Tapi jika kau berani muncul lagi di depan hidungku jangan harap ada ampunan yang
kedua kalinya!"
Wiro tertawa mengejek.
Gempar Bumi berpaling pada Pagar Alam dan berkata: Banjir Darah di Tambun Tulang
-Dewi kz 61 "Pada tanggal tiga bulan mendatang kudengar kau akan meresmikan berdirinya
perguruan Kejora! Hari itu aku akan datang Untuk mengambil anakmu! Dan jangan
harap belas kasihan dariku kalau kau berani berlaku seperti yang sudah-sudah!
Niscaya kau akan mampus berdarah!"
"Manusia anjing tidak bermaki! Apakah hajaran yang kau terima hari ini tidak
membuat kau insyaf"!' hardik Pagar Alam.
Gempar Bumi tidak menyahuti hardikan itu tapi berpaling pada Wiro Sableng dan
berkata: "Apa yang kuterima hari ini kelak akan kubayar berikut bunganya dalam
waktu singkat! Sekarang katakan kau punya nama agar tidak susah aku mencarimu!"
"Mau tahu namaku" Baiklah. Ini...' Tiba-tiba Wiro Sableng hantamkan tangan
kanannya ke muka.
Karena tiada menduga. Gempar Bumi tak sempat berkelit Tapi anehnya pukulan jarak
jauh lawan itu tidak mencelakakannya sekalipun dirasakannya angin itu menyambar
dadanya. Tapi sewaktu dia memandang ke dadanya terkejutlah laki-laki ini. Pada
dada kiri baju hitamnya terpampang tiga buah angka. Angka : 212!
Gempar Bumi tidak tahu apa artinya tiga deretan angka tersebut. Namun kepandaian
untuk membuat angka-angka seperti itu dalam jarak jauh demikian rupa bukan
kepandaian sembarangen. Nyali Gempar Bumi menciut lumer. Tanpa banyak bicara
lagi dia segera berkelebat meninggalkan tempat itu!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
62 Begitu Gempar Bumi lenyap maka Mayang segera menjura di hadapan Wiro Sableng dan
mengucapkan terima kasih atas pertolongannya. Wiro senyum-senyum malu kemudian
menganggukkan kepala pada Pagar Alam.
"Orang muda," kata Pagar Alam, "Pertolonganmu sangat besar terhadap kami ayah
dan anak! Kami mengucapkan terima kasih. Boleh aku tahu nama dan dari mana kau
datang?" "Namaku Wiro. Aku datang dari Pulau Jawa."
"Ah... ternyata kau orang perantauan. Pantas permainan silatmu hebat! Tapi
melihat kau tadi mengeluarkan ilmu silat orang gila aku jadi heran. Setahuku
pencinta ilmu silat itu adalah seorang tua aneh yang diam di satu pulau di
sebelah barat Pulau Andalas ini, jadi bukan dari Pulau Jawa."
Wiro Sableng menuturkan riwayat perjalanannya secara singkat.
Pagar Alam angguk-anggukkan kepala.
"Kau beruntung, Wiro. Tak sembarang orang diberi anugerah ilmu kepandaian
seperti itu oleh Tua Gila si orang aneh. Bahkan jarang sekali dia memperlihatkan
diri, dicaripun sukar!"
Wiro Sableng memandang ke kaki Pagar Alam yang terebus air mendidih sewaktu
mengadakan pertunjukan mencari uang di pasar tadi. Lalu dikeluarkannya sebutir
pil dan diberikannya pada laki-laki itu.
"Telanlah, mungkin bisa menolong lukamu itu."
Pagar Alam menerima pil itu, menelitinya sebentar lalu menelannya tanpa raguragu. Setengah menit kemudian rasa sakit pada kedua kakinya lenyap sama sekali,
meskipun keadaan kedua kaki itu diluarnya tidak ada perubahan apa-apa.
"Terima kasih Wiro," kata Pagar Alam sementara Mayang mengangkat adiknya yang
mulai siuman ke atas kereta. Malin si Kusir bendi juga sudah sadarkan diri dan
duduk menjelepok di tanah sambil mengurut-urut tulang Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
63 iganya yang patah dan merintih kesakitan. Wiro memeriksa keadaan kusir bendi
ini, mengurut dadanya di beberapa bagian lalu memberikan sebutir pil. Kalau saja
dia dulu sudah mempelajari ilmu pengobatan pada Kiai Bangkalan pastilah dalam
waktu yang singkat dia sanggup mengobati penderitaan Pagar Alam dan si kusir
bendi. 'Kalau aku boleh tanya, urusan apakah yang telah membuatmu sampai menginjakkan
kaki di Pulau Andalas ini?" tanya Pagar Alam.
"Hanya sekedar ingin berkelana saja," jawab Wiro tak mau menerangkan maksud
perjalanannya. Tapi kemudian dia ingat tanpa mencari keterangan dan penduduk
setempat tak mungkin perjalanannya mencari pembunuh Kiai Bangkalan akan mudah
dilakukan. Maka bertanyalah Pendekar 212: "Aku berniat pergi ke bukit Tambun
Tulang. Mungkin kau bisa memberi petunjuk jalan mana yang musti kutempuh agar bisa lekas
sampai disitu"!"
Pagar Alam, Mayang dan si kusir bendi sama-sama terkejut.
"Kau mau pergi ke Tambun Tulang, Wiro...?"
"Ya. Menurut si Tua Gila, orang yang tengah kucari mungkin berada di situ..."
tanpa disadari oleh Wiro walau tadi dia menyembunyikan maksud perjalanannya tapi
kini diungkapkannya sendiri.
"Siapakah orang yang kau cari itu?" tanya Pagar Alam.
"Aku sendiri tak tahu siapa orangnya. Tapi dia telah membunuh seseorang dan
mencuri sebuah kitab penting!"
"Tambun Tulang adalah bukit maut bagi penduduk sekitar sini," kata Malin.
Dan Pagar Alam menyambungi: "Tak ada seorangpun yang berani berada dekat-dekat
ke bukit itu. Bukit Tambun Tulang dan daerah sekitarnya di bawah kekuasaan Datuk
Sipatoka. Seorang manusia bermuka setan berhati iblis!
Sejak usia belasan tahun dia telah menebar kejahatan dan membunuh ratusan
manusia tanpa dosa! Setiap manusia yang jadi korbannya atau anak-anak buahnya
dikumpulkan di satu tempat hingga lambat laun, bertahun-tahun kemudian tempat
itu telah menjadi sebuah bukit putih yang terdiri dari timbunan tulang belulang
manusia!" "Tua Gila ada menerangkan hal itu padaku," ujar Wiro.
"Dan manusia yang kau hajar tadi adalah tangan kanan pembantu utama Datuk
Sipatoka. Di samping dia Datuk Sipatoka masih mempunyai beberapa pembantu
berkepandaian tinggi, memiliki beberapa puluh anak buah Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
64 yang kerja mereka bukan lain daripada merampok dan memeras penduduk, melarikan
perempuan-perempuan desa tak perduli apakah istri orang, apalagi anak-anak
gadis! Kemudian dari itu Datuk Sipatoka memelihara pula puluhan ekor harimau
yang taat dan tunduk pada segala perintahnya! Beberapa tokoh dunia persilatan
pernah turun tangan dan datang ke sana. Sampai saat ini mereka tidak kembali.
Kabar beritapun tidak diketahui.
Apalagi kalau bukan meregang nyawa di bukit Tambun Tulang" Dua buah partai silat
belum tiga bulan yang lalu, secara serempak menyerbu ke Tambun Tulang. Hasilnya"
Ratusan manusia mati percuma di sana! Kau saksikan sendiri kehebatan keparat
bernama Gempar Bumi itu! Dan Datuk Sipatoka mungkin sepuluh kali dari itu tinggi
ilmunya! Kejahatan Datuk Sipatoka dan orang-orangnya sudah lewat batas, tak bisa
dibiarkan lebih lama lagi. Tapi siapa manusianya yang sanggup menghadapi dia dan
anak-anak buah serta harimau-harimau peliharaannya itu"!
Kehidupan penduduk sekitar sini selalu dicekam rasa ketakutan setiap hari!"
Wiro Sableng menghela nafas dalam. Kalau kejahatan di atas dunia sudah demikian
besarnya, mengapa tokoh utama seperti Tua Gila tidak mau turun tangan atau
mungkin pernah tapi tidak membawa hasil"
Tengah Wiro berpikir-pikir begitu Pagar Alam berkata:
"Kurasa memang ada kemungkinan bahwa Datuk Sipatoka pembunuh dan pencuri yang
kau maksudkan. Dan sesudah kau tahu siapa dia, apakah kau masih hendak meneruskan niat pergi ke
Tambun Tulang?".
Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya.
"Sekali pergi pantang bagiku untuk kembali pulang."
Pagar Alam mengagumi keberanian pemuda ini.
"Kami hendak meneruskan perjalanan. Kuharap kau sudi ikut sama-sama dan mampir
di rumahku. Kita bisa bicara banyak hal dan siapa tahu aku dapat membantumu
dalam usahamu pergi ke Tambun Tulang."
Wiro menimbang sebentar. Kemudian dia ingat akan ucapan Gempar Bumi sebelum
pergi tadi yaitu bahwa laki-laki itu akan kembali pada tanggal tiga bulan di
muka pada hari peresmian berdirinya Perguruan Kejora. Maka diapun menerima
permintaan Pagar Alam lalu naik ke atas bendi. Karena Maljn masih sakit,
terpaksa Wiro yang pegang tali kekang kuda penarik bendi. Seumur hidupnya baru
kafi itulah Pendekar 212 menjadi kusir bendi!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
65 Ketika hari menjelang pelang, Wiro minta diri pada Pagar Alam dan keluarganya
untuk meneruskan perjalanan. Sebenarnya Pagar Alam ingin menahan pemuda ini
sampai tanggal tiga bulan di muka yaitu pada hari dia meresmikan berdirinya
Perguruan Kejora yang dipimpinnya. Namun sebagai seorang laki-laki berhati
jantan yang tidak ingin memaksakan diri untuk mengandalkan orang lain, Pagar
Alam membatalkan niatnya itu.
Pendekar 212 pun meneruskan perjalanan. Belum lagi seratusan meter dia
meninggalkan rumah Pagar Alam, disadarinya bahwa dia tidak sendirian. Telinganya
yang tajam telah sejak lama mendengar suara orang mengikutinya dengan sembunyisembunyi. Karena khawatir orang itu adalah Gempar Bumi yang berniat hendak
membokongnya maka Wiro pun berhenti dan memutar tubuh seraya berseru: "Manusia
tukang kuntit, tak usah sembunyi! Segera perlihatkan tampangmu!"
Suara Pendekar 212 bergema di seanfero rimba belantara. Tapi tak satu orang pun
yang muncul! Wiro jadi penasaran. Sekali meneliti saja dia sudah tahu di mana si
penguntit berada yaitu di belakang sebatang pohon jati yang besarnya tiga
pemeluk tangan.
"Ayo lekas keluar! Kalau tidak jangan menyesali"
Tetap saja orang yang sembunyi di balik pohon tidak mau keluar.
Tanpa menunggu lebih lama Wiro segera hantamkan tangan kanannya ke pohon jati
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Satu gelombana angin besar menderu laksana topan"
"Kraak!"
Batang jati yang besarnya tiga pelukan tangan manusia itu patah lalu tumbang
dengan mengeluarkan suara dahsyat ribut! Dan pada kejap patahnya pohon itu
sesosok tubuh melompat sebat!
"Ah... kau!" seru Wiro ketika dia melihat siapa adanya orang itu. "Untung saja
kau tidak kena celaka?"
Nyatanya dia bukan lain dari Mayang, anak gadis Pagar Alam.
"Kenapa kau ikuti aku"!" tanya Wiro.
Paras sang dara memerah jengah.
"Aku tidak mengikutimu, saudara Wiro " kata Mayang.
"Lalu"!" tanya Wiro dan dia tahu kalau si gadis berdusta
"Aku ingin balas dendam pada si keparat Gempar Bumi!"
Wiro angguk-anggukkan kepala macam orang tua.
"Kau memang seorang gadis berhati jantan! Kupuji Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 66 keberanianmu! Tapi kau pergi dalam keadaan ayahmu masih sakit begitu rupa...?"
"Ibu bisa merawat ayah sendirian. Lagi pula lukanya tidak berat..." , '
"Soalnya bukan adanya ibumu atau luka ayahmu yang tidak berat itu. Tapi apa kau
lupa bahwa walau bagaimanapun ilmu kepandaianmu tak sebanding dengan Gempar
Bumi" Sekali kau mencarinya bukankah itu sama saja dengan sengaja mengantarkan
diri"! Apalagi se: minggu dimuka ayahmu akan meresmikan Perguruan Kejora! Kau
tentu sangat dibutuhkannya...!"
"Tapi... tapi...."
Wiro tertawa dan melangkah ke hadapan gadis itu
"Kembalilah pulang...."
"Tapi apakah... apakah kau tidak akan kembali lagi...
maksudku tidak akan mampir lagi ke rumah?"
Wiro kembali tertawa.
"Tentu aku akan mampir lagi," sahut Wiro. Dia maklum akan perasaan gadis ini.
Dan gadis yang diamuk perasaan seperti Mayang bukan baru sekali ini ditemui oleh
Pendekar 212. Soalnya apakah dia bersedia melayani dan menurutkan kata hatinya.
Diam-diam Wiro Sableng ingat pada Permani. Mayang tidak kalah kecantikannya
dengan Permani, dan juga telah banyak Pendekar 212 menemui gadis-gadis cantik
tapi entah mengapa dia tak bisa melupakan Permani!
"Aku berjanji akan kembali," kata Wiro meyakinkan Mayang. Tapi dara itu tak
beranjak dari hadapannya.
Wiro mengeluh dalam hati. Kalau lama-lama berdiri berhadap-hadapan seperti ini
bisa celaka pikirnya. Ditepuknya bahu Mayang seraya berkata: "Pulanglah. Di lain
hari aku akan mampir menyambangimu." Habis berkala begitu Wiro berkelebat dan
lenyap dari hadapan Mayang.
Sang dara hela nafas panjang. Gemuruh hatinya kini berubah menjadi satu
kekecewaan, namun juga satu harapan Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
67 Mulutnya terkatup rapat-rapat sehingga kedua rahangnya menonjol dan pelipisnya
menggembung. Sepasang matanya memandang menyorot tak berkedip ke bawah bukit kecil, ke arah
sebuah kampung yang kini hanya tinggal musnahannya saja berupa rerun-tuhan
rumah-rumah yang telah jadi debu! Jelas dilihatnya mayat-mayat yang
bergelimpangan di sana sini, mayat-mayat manusia dan binatang-binatang yang mati
tertambus hidup-hidup di dalam api! Dan yang paling menusuk matanya ialah mayat
anak-anak yang menemui kematian mereka secara mengenaskan dalam pelukan ibu
mereka! Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan dalam landasan kemusnahan itu! Kemusnahan
yang telah dilakukan oleh manusia-manusia jahat tanpa rasa belas kasihan sama
sekali! Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng ingat akan kampung-kampung yang
dimusnahkan Dewi Siluman di Pulau Madura tempo hari. Dan kemusnahan kampung yang
hari ini disaksikannya tidak ada beda, malah lebih membuat luapan amarah
menggejolak, darahnya laksana api disiram dengan minyak!
"Siapakah manusia-manusia keparat yang membuat kebiadaban begini rupa"!" tanya
Wiro Sableng padadirinya sendiri. Untuk menjawab pertanyaan itu, pemuda ini
segera menuruni bukit dan memasuki kampung yang telah musnah itu.
Penyelidikannya tak membawa '
hasil apa-apa. Dan hati kemanusiaannya memaksa dia untuk menggali beberapa buah
lubang lalu menguburkan mayat-mayat yang bergeletakan di sana sini. Rata-rata
semua menemui kematian akibat tusukan atau bacokan senjata tajam!
Wiro melanjutkan perjalanan sewaktu matahari ter-gelincir ke Barat. Kalau daerah
sekitar situ berada di bawah kekuasaan Datuk Sipatoka, pastilah yang berbuat
ganas itu Datuk Sipatoka atau anak-anak buahnya! Dan Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
68 ini mendorong Wiro Sableng untuk mempercepat perjalanannya Menjelang senja dia
berhenti di sebuah anak sungai dangkal berair jernih. Wiro membuka pakaian dan
langsung masuk ke dalam sungai. Betapa sejuknya air sungai itu. Tengah dia
asyik-asyik mandi mendadak sepasang telinganya mendengar suara hiruk pikuk pekik
manusia banyak sekali di kejauhan! Ketika dia memandang ke arah datangnya suara
itu maka tampaklah langit di arah itu kemerahan-merahan!
"Kebakaran," pikir Wiro. Disudahinya mandinya lalu naik ke darat dan berpakaian
dengan cepat. Sesaat kemudian dia sudah berlari sekencang angin ke jurusan
langit malam yang merah menyala!
Ketika Pendekar 212 sampai ke tempat kejadian Hu, yang dilihatnya bukan cuma
kebakaran! Beberapa orang berpakaian hitam bertempur melawan penduduk kampung.
Perempuan dan anak-anak berpekikkan dan lari menyelamatkan diri. Kira-kira
setengah lusin mayat telah bergelimpangan di tanah! Wiro segera maklum apa yang
terjadi. Kebakaran itu adalah kebakaran yang dise-ngaja dan pelakunya adalah
manusia-manusia be r seragam hitam. Mereka bukan saja membakar rumah-rumah
penduduk dan membunuh sewenang-wenang tetapi juga merampok! Dan ketika Wiro
memandang berkeliling, dari dalam sebuah rumah yang telah setengahnya dimakan
api kelihatan seorang laki-laki berpakaian hitam tengah menyeret seorang
perempuan muda yang meronta dan menjerit-jerit!
Mendidihlah amarah Pendekar 212!
"Keparat betul!" bentak Wiro. Dia melompat dan menghantam dengan tinju kanan!
Laki-lakt berpakian hitam yang tengah menyeret perempuan muda tiada menyangka
akan mendapat serangan begitu rupa! Karenanya dia tak sanggup mengelak, sama
sekali! Tubuhnya mencelat! Pekiknya setinggi tangit! Begitu jatuh di tanah dia
tak berkutik lagi sebab.
kepalanya yang kena hantam rengkah bermandikan darah dan air otak!
Wiro menyerbu ke tengah-tengah manusia-manusia berseragam pakaian hitam lainnya
yang tengah menempur habis-habisan penduduk yang coba mempertahankan hak dan
harta serta nyawa dan keselamatan pribadi serta keluarga mereka! Dua orang
tergelimpang dihantam tendangan dan tinju kirinya. Yang lima orang lainnya
terkejut! Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
69 "Bedebah! Siapa kau"!" teriak salah seorang dari!
mereka. Begitu habis berteriak orang ini melihat sesuatu menyambar di hadapannya.
"Awas!" teriak kawan-kawannya.
Tapi orang itu tak keburu berkelit ataupun menangkis. Yang dilihatnya berkelebat
ialah pukulan tangan kanan Wiro Sableng yang melayang tepat-tepat ke keningnya!
"Praak!"
Orang itu menjerit!
Keningnya pecah! Nyawanya lepas!
Bukan saja empat kawannya menjadi kaget tapi juga tergetar hati masing-masing!
Setelah memberi tanda serempak mereka menyerbu! Pendekar 212 Wiro Sableng
diserang dari empat penjuru!
"Setan-setan kesasar! Keganasan kalian cukup sampai hari ini! Makan ini!"
Wiro kirimkan dua pukulan dua tendangan!
"Wutt... wutt... wutt... wutt!" Keempat serangannya hanya mengenai tempat
kosong! Wiro terkejut! "Bangsat, apakah mereka ini punya ilmu melenyapkan
diri"!" maki Wiro dan memandang berkeliling! Dalam pada itulah empat angin
pukulan tahu-tahu melanda ke arahnya dengan ganas!
Pendekar 212 menggereng macam harimau lapar!
Kedua tangannya kiri kanan menghantam berkeliling!
Dua gelombang angin pukulan yang dahsyat membadai berputar! Dua orang pengeroyok
terpekik! Tubuh mereka berpelantingan. Satu menghantam pohon, pinggangnya patah,
nyawanya lepas! Yang satu lagi begitu jatuh di tanah coba berdiri tapi terus
muntah darah dan kojor di situ juga!
Dua orang lainnya seputih kertas pucat paras mereka. Yang satu tanpa pikir
panjang segera ambil langkah seribu.
Kawannya melompat ke balik sebatang pohon dan keluarkan satu suitan nyaringi
"Monyet hitam! Tempat larimu adalah ke akhirat!"
teriak Wiro seraya hantamkan tangan kanannya ke arah laki-laki yang ambil
langkah seribu!
Belum lagi angin pukulan Wiro sampai orang itu telah memekik macam dihadang
setan! Kemudian pekiknya lenyap dan tubuhnya mencelat beberapa tombak.
Terguling di tanah tanpa nyawa lagi!
Wiro Sableng segera pula hendak kirimkan pukulan maut ke arah laki-laki yang
bersembunyi di balik pohon.
Sekaligus dia hendak hantam pohon dan orangnya! Tapi Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
70 baru tangan kanan diangkat, tahu-tahu empat bayangan hitam melompat di
hadapannya dan serentak meng-urungnya.
Wiro memandang berkeliling dengan cepat. Keempat manusia berpakaian dan
berdestar serba hitam itu rata-rata berbadan tegap dan bertampang ganas.
Keempatnya memelihara kumis melintang. Dan pada dada pakaian masing-masing
terpampang gambar kepala harimau warna kuningi Wiro teringat pada .manusia
bernama Gempar Bumi, pembantu utama Datuk Sipatoka.
Ada perbedaan gambar harimau yang terpampang di dada pakaian keempat orang ini
dengan yang dilihatnya pada dada pakaian yang dikenakan Gampar Bumi. Perbedaannya ialah pada besar kecilnya. Gambar kepala harimau di pakaian Gempar
Bumi besar sedang pada keempat manusia ini agak kecil! Ini mungkin berarti bahwa
keempatnya adalah pembantu-pembantu Datuk Sipatoka juga tapi dari tingkat yang
lebih rendah dari Gempar Bumi!
''Pemuda keparat! Melihat tampangmu nyata kau bu-kan penduduk sini! Lekas
katakan siapa kau"!" membentak salah seorang dari empat manusia berkumis
melintang. Wiro mendengus.
"Kau tak layak bertanya! Lebih bagus kau tanyakan bagaimana caranya cepat-cepat
pergi ke neraka!" Dan habis berkata begitu Wiro pukulkan tangan kanannya dalam
jurus serangan Kunyuk Melempar Buah yang di-perbawa dua perlima tenaga dalamnya!
Yang diserang terkejut melihat datangnya angin keras ke arahnya dan dengan serta
merta pukulkan pula tangan kanannya ke depan memapasi serangan lawan!
Dalam pada itu ketiga kawannya tidak tinggal diam.
Serentak ketiganya menyerbu Pendekar 212 dari tiga jurusan! Seorang diantaranya
mencengkeram dengan kedua tangan dari belakang!
Sekali melihat bagaimana pukulan kunyuk melempar buahnya sanggup dipapasi lawan
dan melihat pula gerakan tiga orang lainnya dalam melancarkan serangan itu Wiro
segera maklum bahwa keempatnya berkepan. daian tinggi yang tak bisa dianggap remeh! Kalau dinilai masing-masing setiap
dua manusia yang mengeroyok-nya itu sebanding dengan kepandaian Gempar Bumi.
Dengan kata lain saat itu dia menghadapi dua. lawan berkepandaian setinggi
Gempar Bumi. Pertempuran hebat berkecamuk!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
71 Wiro andalkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengelit serangan-serangan lawan
yang sangat ganas dan bertubi-tubi. Tubuhnya merupakan bayangan-bayang putih
yang coba didesak oleh keempat manusia berpakaian hitam-hitam itu! Karena telah
pernah bertempur melawan Gempar Bumi maka sedikit banyaknya Wiro mengerti,
gerakan-gerakan lawan! Dan ini banyak menolongnya Meski pada empat jurus
pertamanya dia kena didesak namun jurus-jurus selanjutnya dia mulai berada di
atas angin. Serangan-serangannya membuat keempat pengeroyok mundur terus-terusan
dan dalam jurus ke delapan salah seorang dari mereka terjungkal ke luar kalangan
pertempuran dengan tulang dada dan beberapa tulang iga ringsek dilanda tendangan
kaki kanan Wiro Sableng! Nafasnya sesak, mulutnya megap-megap.
Dari kerongkongannya terdengar suara seperti orang tercekik dan; sesaat kemudian
tubuhnya tak bergerak lagi!
Kematian seorang kawan mereka membuat tiga manusia baju hitam lainnya menjadi
tergetar. Apalagi sesudah dalam jurus-jurus selanjutnya mereka dipaksa bertahan
mati-matian dalam desakan hebat serangan berantai Pendekar 212!
Salah seorang berseru memberi tanda. Wiro menyangka mereka hendak melarikan diri
maka dia siapkan pukulan jarak jauh untuk melabrak ketiganya bila mereka benarbenar hendak kabur! Tapi dugaannya meleset! Ketiga anak buah Datuk Sipatoka itu
dalam gerakan yang aneh yaitu lompatan-lompatan macam katak me-nyerbunya dari
tiga jurusan! Wiro pukulan kedua tangannya berkeliling! Tiga lawan gerakkan
kedua kaki dan dalam keadaan tubuh melayang di udara mereka membuat satu
lompatan lagi, begitu-Wiro hendak menghantam ke atas, ketiganya tahu-tahu sudah
melesat ke bawah dan entah kapan mereka menggerakkan tangan mereka tahu-tahu
tiga bilah keris hitam menderu ke arahnya! Satu menusuk ke kepala, yang dua
lainnya membabat dari dua jurusan yang berlawanan!
Wiro terkesiap kaget melihat serangan yang hebat ini! Dengan cepat segera dia
keluarkan jurus pertahanan yang terlihay dari "Ilmu Silat Orang Gila" yaitu yang
dinamakan jurUs "Orang Gila Melenggang ke Awan!"
Kedua tangannya dikembangkan ke atas sedang kedua kakinya menjejak ke tanah
mengandalkan tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh! Laksana panah le-Banjir
Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
72 pas dari busurnya, tubuh Wiro Sableng melesat meleng- , gang lenggok ke atas;
dua kembangan tangan yang mendatangkan angin bukan saja sanggup menangkis
tusukan keris yang datang dari atas tapi sekaligus membuat lawan terpelanting
laksana daun kering dihembus angin!
Meskipun tubuhnya selamat namun tak urung pakaiannya masih sempat dirobek oleh
ujung keris salah seorang lawan yang menyerang dari samping!
"Edan!" maki Wiro. Segera dia siapkan jurus serangan Kunyuk Melempar Buah yang
mengandalkan sete- , ngah bagian tenaga dalamnya!
Sementara itu salah seorang dari lawan-lawannya yang bermata awas berseru: "Kawan-kawan! Kulihat bangsat Ini mengeluarkan
Jurus ilmu Silat Orang Gila!
Pastilah dia muridnya Si Tua Gila! Ingat bahwa Datuk kita punya dendam kesumat
terhadap Tua Gila pada empat puluh tabun yang lalu"! Kalau kita musnahkan
muridnya ini pasti kita mendapat pahala besar dari Datuk! Mari!"
Serentak dengan itu dan diikuti oleh kedua kawannya maka menyeranglah dia! Tapi
kali ini ketiganya dibikin terkejut. Karena begitu mereka bergerak Wiro
hantamkan tangan kanannya ke depan! Dua orang berseru keras dan melompat ke
samping! Yang seorang lagi terlambat untuk selamatkan diri. Kedua tangannya
ditelak-kan ke muka dada laksana seorang yang berusaha menahan tindihan benda
berat yang tak kelihatan di depan dadanyal Wiroputar sedikit telapak tangannya!
Laki-laki di depan sana menjerit keras! Tubuhnya mental dan ketika menggeletak
di tanah kelihatan bagaimana seluruh tubuh laki-laki ini terutama dari bagian
dada ke atas hancur memar laksana buah pepaya dibantingkan ke batu!
Pucat pasilah wajah dua anak buah Datuk Sipatoka lainnya! Mereka saling memberi
isyarat. Lalu mengeruk satu. pakaian masing-masing dan sedetik kemudian enam
puluh batang jarum hitam yang mengandung bisa jahat beterbangan ke arah Pendekar
212! Jarum-jarum ini bentuknya sama dengan senjata rahasia milik Gempar Bumi.
.Wiro gerakkan tangan kanannya! Sebagian dari jarum-jarum itu mental yang
sebagian lagi berbalik ke arah pemiliknya! Salah seorang dari mereka tiada
menduga hal ini hingga terlambat untuk selamatkan diri!
"Akhhh...." Jerit maut ke luar dari mulutnya. Belasan jarum menembus tubuh dan
jantungnya. Nyawanya lepas saat itu juga! Yang seorang lagi masih untung! Begitu
lolos dari bahaya maut segera putar tubuh untuk am-Banjir Darah di Tambun Tulang
-Dewi kz 73 bil langkah seribu! Tapi perbuatannya ini sia-sia saja karena lebih cepat dari
itu satu totokan telah menyambar punggungnya, membuat dirinya tegak kaku kejap
itu juga! "Monyet hitam, sekarang kau akan jadi penunjuk Jalanku! Kau musti antarkan aku
ke sarang majikanmu yang bernama Datuk Sipatoka Itu!"
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak terdengar jerHan perempuan yang disusul oleh teriakan seorang lakilaki. "Tolong! Anakku...
anakku!" Wiro berpaling cepat! Masih sempat dilihatnya sesosok bayangan hitam memboyong
lari seorang gadis dan lenyap dikegelapan malam!
Wiro kerenyitkan kening, gigit bibir. Hatinya memaki. Dia berpaling pada lakilaki. di hadapannya dan berkata: "Monyet hitam! Keadaan memaksaku membuat
nasibmu lebih baik dari kambrat-kambratmu yang lain!
Kau kulepaskan hidup-hidup! Tapi jangan lupa sampaikan pesanku pada Datukmu
bahwa disatu hari dalam waktu yang singkat aku akan membuat perhitungan dengan
dia! Bila dia menanyakan siapa aku, ini kutuliskan namaku di keningmu!" Kemudian
dengan ujung jarinya Wiro menggurat angka 212 di kuIH kening laki-laki itu!
Lalu tanpa tunggu lebih lama dia berkelebat ke jurusan lenyapnya laki-laki yang
memboyong gadis tadi!
Namun satu teriakan memanggil membuat dia hentikan lari!
"Wiro!"
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
74 Wiro Sableng membalik dengan cepat. Terkejutlah dia! Yang berseru memanggil
namanya bukan lain daripada Pagar Alam. Laki-laki ini berdiri terhuyung-huyung
dengan sebatang pedang pendek menancap di dadanya! Wiro melompat dan dengan
cepat mem-bopong tubuh laki-laki itu ke langkan sebuah rumah.
Darah membasahi pakaian hitam Pagar Alam dan me-nodai pakaian Wiro sendiri!
Melihat kepada keadaannya tak mungkin tertolong lagi. Nafas Pagar Alam tinggal
satu-satu. Parasnya pucat tanpa darah. Sedang kedua matanya mulai mengabur.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini, bapak?"" tanya Wiro. Kemudian pendekar ini
mengutuki dirinya sendiri.
Dalam keadaan begitu masakan dia ajukan pertanyaan demikian rupa.
"Wiro, tolonglah selamatkan anakku.... Mayang dilarikan oleh.... Gempar Bu...
mi...." "Bedebah itu lagi!" desis Wiro dengan geraham-geraham bergemeletukan!
"Kej... kejar dia, Wiro...."
"Tapi kau sendiri, pak...."
Pagar Alam kumpulkan sisa-sisa tenaganya yang ada untuk dapat membuka mulut dan
mengeluarkan suara.
"Diriku tak... usah kau pikirkan nak. Tak ada harapan.... Yang perlu Mayang.
Nasib dan... dan dirinya kuserahkan padamu. Kuharap kalian...."'
Pagar Alam tak dapat meneruskan kata-katanya. Kepalanya terkulai. Kedua matanya
terbalik dan nafasnya lepas meninggalkan tubuh. Perlahan-lahan Wiro membaringkan jenazah Pagar Alam di langkan rumah. Dipandanginya tubuh tanpa nafas
itu beberapa ketika. "Nasib dan dirinya kuserahkan padamu. Kuharap kalian...."
Meski Pagar Alam tak sempat menyelesaikan ucapannya, tapi Wiro tahu apa
kelanjutan kata-kata yang hendak disampaikan laki-laki itu. Tanpa menunggu lebih
lama pemuda ini segera meninggalkan tempat itu dengan cepat, lenyap di jurusan
perginya manusia yang telah Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
75 melarikan Mayang!
Hampir satu jam lamanya Wiro melakukan pengejaran.
Tapi sia-sia belaka. Di malam gelap begitu rupa mana mungkin mencari dan
mengejar seseorang yang tak diketahui ke mana perginya! Akhirnya di satu
pesawangan yang gelap gulita Wiro menghentikan larinya. Di sekitarnya hanya
suara jangkrik yang kedengaran, yang sekali-sekali ditimpali oleh suara ketekung
kodok. Lapat-lapat terdengar pula suara burung hantu mengerikan sementara angin
malam bertiup dingin mencucuk sampai ke tulang-tulang sumsum.
Wiro Sableng garuk-garuk kepala, menghela nafas kesal. Ke-mana dia harus
meneruskan pengejaran" Jika menunggu sampai siang pasti Mayang sudah tertimpa
celaka dan tak ada artinya menyelamatkan dara itu!
Mungkin Gempar Bumi melarikan Mayang langsung ke Tambun Tulang" Ini berarti dia
musti lekas-lekas melakukan pengejaran ke sana. Dan sekaligus untuk membuat
perhitungan dengan Datuk Sipatoka. Tapi bagaimana kalau Gempar Bumi tidak
membawa gadis itu ke sana" Dan merusak kehormatan Mayang di tengah jalan"!
Pendekar 212 banting-banting kaki karena gemas!
Gemas karena tak bisa berbuat apa-apa, sedangkan dia tahu gadis itu pasti akan
mendapat celaka malam ini juga! Dirusak kehormatannya oleh Gempar Bumi! Pan
apakah lagi yang lebih berharga bagi seorang gadis kalau bukan kehormatannya"!
Wiro Sableng memandang ke langit di atasnya yang hitam gelap. Tak ada bulan, tak
ada satu bintang pun yang kelihatan. Dan tubuh pemuda ini bergetar bila dia
membayangkan apa yang bakal dilakukan oleh Gempar'
Bumi terhadap Mayang. Atau apakah kebejatan itu telah dilakukan oleh Gempar
Bumi"! "Kalau betul-betul Hu dilakukannya, akari kupatahkan batang lehernya! Akan ku
patah k ani" kata Wiro dengan hati menggeram! Dihantamkan tinjunya dan "Brak!"
sebatang pohon yang tak punya dosa apa-apa patah tumbang ke bumi!
Di malam sunyi dan gelap itu sesosok tubuh berlari laksana angin kencangnya. Di
bahu kanannya terpang-gul seorang dara berpakaian hitam dalam keadaan tak
berdaya. Dara ini bukan lain Mayang. Dan laki-laki yang tengah memboyongnya lari
itu adalah Gempar Bumi!
Beberapa jam berlari, menjelang tengah malam baru dia berhenti hanya sekedar
untuk beristirahat kemudian Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
76 dia lari lagi hingga akhirnya memasuki sebuah lembah yang dialiri sebatang anak
sungai. Sepanjang anak sungai ini penuh dengan pohon tembakau. Di salah satu
bagian tepinya kelihatan sebuah pondok. Setengah dari dasar pondok ini berada di
tebing sungai, setengahnya lagi di atas sungai, ditopang oleh dua buah tiang
yang terbuat dari kayu yang tahan air. Gempar Bumi membawa Mayang ke pondok ini.
Dua puluh tombak dia akan mencapai pondok, pintu pondok tiba-tiba terbuka. Dan
diterangi oleh sinar pelita yang ada di dalam pondok, kelihatan sesosok tubuh
berpakaian hitam berdiri di ambang pintu dengan rangkapkan kedua tangan di muka
dada. Ketika melihat orang yang datang dengan membawa sesosok tubuh pada
bahunya, laki-laki ini kerenyitkan kening.
"Gempar Bumi, siapakah yang kau bawa ini"!"
orang itu bertanya begitu Gempar Bumi sampai di hadapannya.
Gempar Bumi menyeringai.
"Sati! Malam ini biarlah aku yang menghuni pondokmu!"
Ketika mengetahui yang dipanggul Gempar Bumi adalah tubuh seorang dara berparas
jelita, laki-laki bernama Sati menelan ludahnya.
''Dari mana kau dapat, Gempar Bumi?" tanya Sati dan matanya meneliti tubuh dan
paras Mayang penuh arti.
"Semprul! Dari mana aku dapat bukan urusanmu!
Lekas pergi!"
Mata Satj tidak berpindah dari paras Mayang. Perintah Gempar Bumi tidak
diperdulikannya malah dia melangkah lebih dekat kemudian membisikkan sesuatu ke
telinga Gempar B,umi,
Marahlah Gempar Bumi mendengar bisikan Sati.
"Kalau kau tak lekas berlalu dari hadapanku, kupatahkan batang lehermu!"
Sati menjadi takut. Dengan langkah berat akhirnya ditinggalkannya tempat itu.
Gempar Bumi masuk ke dalam pondok yang berlantai papan. Sebagian dari lantai
ditutup dengan tikar pandan.
Mayang dibaringkannya di atas tikar. Setelah menutup pintu dan memeriksa isi
pondok. Gempar Bumi duduk di hadapan Mayang lalu membuka jalan suara gadis ini.
Begitu jalan suaranya dibuka maka mendampratlah Mayang.
"Manusia keparat! Lepaskan totokan ku...!"
"Ah, kau masih saja bersikap galak," kata Gempar Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 77 Bumi. "Bedebah! Lepaskan totokan ku!"
"Kalau kau masih keras kepala terpaksa kutotok jalan suaramu kembali!" mengancam
Gempar Bumi dan diulurkannya tangan kanannya.
"Jangan sentuh!" teriak Mayang.
Gempar Bumi ganda tertawa Dibelainya pipi gadis itu.
Mayang memaki habis-habisan sampai suaranya serak.
"Dengar Mayang, kalau kau mau bersikap lunak aku akan kawini kati secara baikbaik, tapi...' "Siapa sudi kawin dengan manusia anjing macammu!"
potong Mayang. "Tapi kalau kau berkeras kepala macam ini jangan menyesal akan kuperlakukan
Secara kasar!"
"Manusia anjing, lebih bagus kau bunuh aku siang-siang! Saat ini juga...."
"Eh, apakah kau tidak takut mati"!"
"Lebih baik mati daripada jadi korban kebejatanmu!"
Gempar Bumi tertawa mengekeh.
"Mati muda adalah mati yang paling rugi! Kalau kau inginkan mati biarlah nanti
terserah pada putusan Tuhan!
Yang penting kau harus hidup dulu bersama-samaku.... Kau akan merasakan betapa
indahnya hidup ini nanti. Betapa nikmatnya... betapa...."
"Tutup mulutmu bedebah! Bila kau menyentuh tubuhku lalu membiarkan aku hidup,
niscaya sampai kelautan api pun akan kucari kau! Akan kupenggal batang lehermu!"
Gempar Bumi tertawa gelak-gelak.
"Kurasa nanti itu kau mencariku bukan untuk membunuh tapi untuk mengajak kembali
menikmati segala keindahan hidup itu! Ha... ha... ha... ha!"
"Keparat! Kalau aku betul-betul panjang umur akan kupancung lehermu! Akan
kucincang seluruh tubuhmu sampai lumat!"
"Ilmu silatmu ilmu silat kampungan!" ejek Gempar Bumi: "Menghadapiku beberapa
jurus saja sudah tak sanggup, bagaimana mungkin kau hendak mencincangku"!"
"Kalau tidak aku ada orang lain yang akan me-lenyapkanmu dari muka bumi ini!"
"Aha... siapa kira-kira orangnya"!" tanya Gempar Bumi sambil puntir-puntir ujung
kumisnya yang tebal melintang.
"Guruku!"
"Gurumu"!" Gempar Bumi tertawa membabak. "Perempuan tua renta yang bernama Inyak
Nini itu" Kepan-Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
78 daiannya cuma lima enam kali saja lebih tinggi dari kau!
Dalam sepuluh jurus, mungkin kurang, pasti sudah jadi mayat dia kalau berani
berhadapan denganku!"
Mayang mendengus.
"Kalaupun guruku kalah masih banyak orang-orang.
sakti berilmu tinggi yang sewaktu-waktu sanggup mem-bunuhmu! Juga melabrak
majikanmu yang bernama Datuk Sipatoka itu!"
"Begitu" Aku ingin tahu siapa saja orang-orang sakti itu"!" ujar Gempar Bumi.
"Di antaranya pemuda berambut gondrong yang mempecundangimu tempo hari!" sahut
Mayang. Berubahlah paras Gempar Bumi. Dia memang tak pernah melupakan pemuda itu. Selama
menjadi pembantu utama Datuk Sipatoka yang ditakuti di delapan penjuru angin
Pulau Andalas belum pernah dia menghadapi lawan yang setangguh itu, bahkan
memaksa dia untuk mengundurkan diri dengan muka tebal karena malu.
"Ah, kalau cuma bangsat muda itu siapa takutkan dia" Tempo hari aku sengaja
menghentikan pertempuran karena ada urusan yang lebih penting! Kalau diteruskan
niscaya tidak kuampunkan jiwanya...."
"Justru pemuda itulah yang masih memberi kelonggaran padamu untuk ambil langkah
seribu!" Gempar Bumi menggeram dalam hati. Tiba-tiba tangannya diulurkan kembali dan kali
ini dengan cepat menyelusup ke balik baju hitam yang dikenakan Mayang!
Gadis ini berteriak dan memaki! Sebaliknya dengan seringai nafsu yang mengembang
kempiskan cuping hidungnya, jari-jari tangan Gempar Bumi menggila di atas dada
sang dara! Bagaimana Mayang dan ayahnya sampai di kampung yang tengah dimusnahkan anak-anak
buah Datuk Sipatoka itu" Dan sampai Gempar Bumi berhasil me-laksanakan niatnya
melarikan si gadis"
Seperti telah diceritakan sebelumnya. Pagar Alam hendak meresmikan berdirinya
satu perguruan yang di-namakannya Perguruan Kejora, Tapi karena adanya maksud
Gempar Bumi untuk datang pada hari peresmian itu dan mengadakan kekacauan serta
terutama sekali hendak melarikan Mayang, mau tak mau Pagar Alam mengundurkan
peresmian berdirinya Perguruan Kejora.
Dia harus mencari seorang yang dapat diandalkan yang sanggup menghadapi Gempar
Bumi dan kawan-kawannya. Karena itu sesudah luka pada kedua kakinya sem-Banjir
Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
79 buh bersama Mayang laki-laki ini dengan mengendarai dua ekor kuda berangkat ke
Danau Maninjau, tempat kediaman Inyak Ninik, guru Mayang.
Di tengah jalan mereka berhenti dan menginap di sebuah kampung. Justru pada
malam itu pula anak-anak buah Datuk Sipatoka di bawah pimpinan Gempar Bumi
mendatangi kampung itu, merampok dan membakar serta melarikan gadis-gadis dan
istri penduduk kam pung! Gempar Bumi tidak menduga kalau di kampung itu terdapat
pula Mayang dan Pagar Alam di tengah-tengah penduduk. Tentu saja ini sangat
menggembirakan Gempar Bumi. Gadis itu berada di depan matanya kini, tak perlu
dia menunggu berlama-lama! Ketika dia hendak menyergap Mayang mendadak
didengarnya suara suitan nyaring di sebelah Barat kampung! Gempar Bumi kaget,
demikian juga empat anak buahnya! Suitan itu adalah tanda bahaya!
Bersama keempat orang itu Gempar Bumi cepat menuju ke Barat kampung. Mayang bisa
diringkusnya nanti. Itu soal mudah. Dia ingin tahu bahaya apakah yang tengah
dihadapi anak-anak buahnya di bagian Barat sana! Dan sewaktu dia sampai di
bagian Barat kampung, berubahlah parasnya.
Untung saja malam itu gelap hingga keempat anak buahnya tak dapat melihat
perobahan parasnya itu!
Seorang pemuda berpakaian putih, berambut gondrong tengah mengamuk dengan hebat.
Dan pemuda ini bukan lain pemuda yang telah mempecundanginya tempo hari!
Meski dia membawa anak-anak buah yang berkepandaian tinggi namun untuk
menghadapi Wiro Sableng saat itu Gempar Bumi tidak mempunyai nyali! Dilain hal
kalau dia melibatkan diri menempur si pemuda, mungkin tak akan kesampaian lagi
sekali ini niatnya untuk melarikan Mayang.
Maka tanpa tunggu lebih lama Gempar Bumi segera perintahkan keempat anak buahnya
untuk menyerang Wiro Sableng.
"Bunuh bangsat itu!" demikian dia memerintah! Dan dari tempat gelap dia
memperhatikan jalannya pertempuran. Dan bukan main terkejutnya Gempar Bumi
ketika dalam tempo yang singkat Wiro berhasil mempereteli anak-anak buahnya satu
demi satu! Padahal keempat anak buahnya itu berkepandaian hanya dua tingkat saja
di bawah kepandaiannya! Nyali Gempar Bumijadi tambah mencair! Ketika anak
buahnya yang ketiga jatuh menjadi korban Wiro Sableng tidak tunggu lebih lama
saat itu juga Gempar Bumi segera tinggalkan tempat itu.
Mayang dan ayahnya ditemuinya tengah bertempur Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 80 melawan beberapa anak buahnya dari tingkatan yang lebih rendah. Akan Pagar Alam,
begitu melihat kemunculan Gempar Bumi, tersiraplah darahnya! Dia tahu apa
artinya ini, maka segera saja dengan sebilah pedang pendek laki-laki ini
melompat ke hadapan Gempar Bumi dan menyerangnya dengan satu tebasan yang
dahsyat! Walau bagaimanapun Gempar Bumi bukan tandingan Pagar Alam, meski dia bersenjata
golok dan lawan bertangan kosong namun Pagar Alam dalam dua jurus saja sudah
kena didesak oleh Gempar Bumi. Melihat ayahnya terdesak. Mayang segera
memberikan bantuan!
Tetapi saja pertempuran tidak berjalan seimbang. Gempar Bumi berhasil merampas
pedang di tangan Pagar Alam dan dengan senjata itu dia mendesak kedua beranak!
Dalam satu gebrakan yang hebat Gempar Bumi berhasil menyelundupkan pedangnya dan
menancap dengan tepat di dada Pagar Alam. Sesaat kemudian Mayang berhasil
ditotoknya hingga tak bisa bersuara tak bisa bergerak. Dengan memboyong Mayang.
Gempar Bumi kemudian meninggalkan tempat itu. Pagar Alam dalam keadaan tak
berdaya dan bergumul dengan maut hanya bisa berteriak minta tolong! Dan
teriakannya ini terdengar oleh Pendekar 212 Wiro Sableng yang kemudian segera
melakukan pengejaran....
Darah di tubuh Gempar Bumi laksana air mendidih bergejolak. Tangannya
menggerayang di sekujur tubuh Mayang yang tak bisa berbuat suatu apa selain
berteriak dan menangis.
Sementara itu Sati yang disuruh meninggalkan pon-doknya berlari di kegelapan
malam tanpa tujuan. Ingatannya masih tertuju pada gadis itu. Tak dapat
dilupakan-nya parasnya yang jelita, kulitnya yang mulus kuning langsat dan
potongan tubuhnya yang montok padati Ingatan kepada Mayang membuat larinya
kadang-kadang tertegun-tegun. Hatinya mendorong-dorong agar kembali ke pondok
itu. Siapa tahu Gempar Bumi berubah haluan dan berbaik hati mau memberikan
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedikit bagian kepadanya! Kalaupun tak dapat bagian mengintip pun jadilah. Dan
semakin besar rasa yang mendorong-dorong di hati Satt, Akhirnya laki-laki ini
memutar tubuhnya, dan kembali lari menyusuri jalan yang sebelumnya telah ditempuhnya. Kembali ke pondok di tepi sungai itu!
Ketika sampai di pondok itu segera Sati mencari sebuah lobang tempat mengintip
dengan hati-hati sekali.
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
81 Sekujur tubuhnya menggigil, lututnya goyah, darahnya memanas dan seperti
menyungsang mengalirnya ketika dari lobang di dinding pondok dia menyaksikan
pemandangan yang terpampang di depan matanya, di bawah penerangan pelita.
Gadis itu terhampar di atas tikar, menangis serak.
Sebagian tubuhnya tak kelihatan, tertutup oleh tubuh Gempar Bumi yang mandi
keringat! Dan keduanya tanpa selembar pakaianpunl Berkali-kali Sati meneguk
ludahnya. Seperti hendak diterjangnya saja dinding pondok di hadapannya dan menerobos
masuk ke dalam, menggulung tubuh gadis itu.
"Ah, tentu dia sudah tidak gadis lagi!" desis Sati.
"Keparat betul si Gempar Bumi ini!"
Mendadak Gempar Bumi menghentikan segala gerak yang dibuatnya laki membalik
dengan cepat Sepasang matanya memandang liar berkeliling dan tiba-tiba tangan
kanannya dipukulkan ke dinding pondok sebelah kanan.
"Braakl"
Dinding itu berlobang besar.
Di luar pondok seseorang terdengar berteriak: "Keterlaluan kau Gempar Bumi!
Kawan sendiri diserang!"
"Sati keparat! Kau berani kembali dan mengintip"
Kau akan terima hukuman berat dariku!" teriak Gempar Bumi marah sekali. Dengan
cepat dia mengenakan pakaian hitamnya lalu melompat ke pintu. Namun sebelum
pintu itu sempat dibukanya, di atasnya terdengar suara sesuatu yang ambruk dan
ketika Gempar Bumi memandang ke atap pondok, sesosok tubuh melayang turun dan
satu sinar putih berkiblat melanda ke arahnya!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
82 Terkejut Gempar Bumi bukan alang kepalangl
Dihadapannya berdiri seorang perempuan tua renta berpakaian putih. Tubuhnya
sangat bongkok sedang di tangan kanannya tergenggam sebilah pedang yang terbuat
dari perak dan berkilauan ditimpa sinar pelita.
Begitu melihat perempuan ini, Mayang berseru:
"Guru!"
Si perempuan tua lemparkan sebuah mantel untuk menutupi tubuh Mayang.
Mendengar seruan Mayang tadi Gempar Bumi maklum kini bahwa perempuan tua di
hadapannya bukan lain Inyak Nini, guru gadis yang barusan saja dirusak
kehormatannya! Nama Inyak Nini sudah sering didengarnya, tapi baru kali ini dia
berhadapan. Tak bisa dia menduga sampai di mana kehebatan perempuan ini walau
sebelumnya di hadapan Mayang dia telah menganggap Inyak Nini seorang lawan
enteng yang bisa dirobohkan-nya di bawah sepuluh jurus!
"Manusia bejat!" suara Inyak Nini bergelar.
"Kau harus bayar dengan kau punya jiwa atas perbuatan yang kau telah lakukan
terhadap muridku!"
Gempar Bumi tertawa sedingin angin malam.
"Apa kau masih belum tahu berhadapan dengan siapa, nenek-nenek bongkok"!"
Inyak Nini meludah ke lantai. Ludahnya merah karena susur yang senantiasa
menyumpal di mulutnya.
"Nama Gempar Bumi terlalu sering kudengar! Terlalu memuakkan untuk didengar! Dan
malam ini aku akan menumpas segala kemuakan itu!"
Tanpa banyak cakap lagi, Inyak Nini melompat ke muka. Pedang perak di tangan
kanannya berkiblat.
Angin tebasan menderu! Gempar Bumi mengelak dengan sebat lalu selipkan satu
serangan balasan, tapi senjata lawan membalik ganas membuat dia melompat mundur
dan memasang kuda-kuda baru! Ternyata Inyak Nini bukan lawan yang bisa dibuat
main-main. Tiba-tiba sesosok bayangan hitam muncul di am-Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 83 bang pintu. "Gempar Bumi, biaraku yang hadapi setan tua ini!"
kata orang yang di ambang pintu. Dia bukan lain daripada Sati.
"Sati keparat!" bentak Gempar Bumi- "Kau tetap di tempatmu dan awas kalau berani
lari! Kau akan terima hukuman dariku!"
Menciut hati Sati. Maksudnya hendak menghadapi Inyak Nini adalah sebagai penebus
kesalahannya. Ternyata Gempar Bumi tidak mau ambil perduli dan tetap akan
menjatuhkan hukuman terhadapnya. Dia berpikir-pikir untuk Jari tapi itu tentu
membuat Gempar Bumi akan bertambah-tambah kemarahannya! Karenanya Sati berdiri
di ambang pintu itu dengan hati yang tidak enak dan serba salah!,
Pondok itu tidak seberapa besar karenanya tanpa senjata agak sukar juga bagi
Gempar Bumi menghadapi amukan Inyak Nini. Pedang perak bersiuran kian kemari,
memapas dan membacok, sedang tusukan-tusukan ganas meluncur berulang kali! Namun
mata Gempar Bumi yang tajam segera melihat kelemahan-kelemahan jurus ilmu pedang
yang dimainkan oleh lawannya. Segera dia menggempur tempat-tempat pertahanan
yang lemah ini hingga pertempuran berjalan berimbang beberapa lamanya!
"Tua renta sialan! Makan ini!" teriak Gempar Bumi.
Tangannya mengetuk saku, sedelik kemudian puluhan jarum mendengung laksana
tawon, menyambar ke arah Inyak Nini! Inyak Nini terkejut! Serta merta dia putar
per dangnya. Belasan jarum hitam mental dan luruh ke lantai.
Tapi beberapa di antaranya tak sanggup dipapasinya dengan pedang, dan terus
menembus dagingnya!
Inyak Nini menggerung macam serigala dan menyerbu dengan dahsyat! Dia sudah tahu
keganasan racun yang terendam di jarum hitam itu. Meski dia telah kerahkan
tenaga dalamnya untuk menutup beberapa jalan darah yang penting agar racun jahat
itu tidak merambas ke jantungnya namun tetap saja rangsangan jarum bermembobolkan jalan darah, terus mengalir menuju jantung! Inyak Nini sadar bahaya
besar yang mengidap dalam dirinya. Dalam tempo dua puluh empat jam jika tidak
terdapat pertolongan pasti jiwanya melayang!
Gempar Bg#i tertawa sewaktu mengetahui senjata rahasianya berbasil menemui
sasaran di beberapa bagian tubuh lawan.
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
84 "Perempuan tua! Lebih baik kau bunuh diri sebelum racun jarum itu menghancurkan
kau punya jantung!"
"Manusia dajal kau musti menyertaiku ke akhirat!"
teriak Inyak Nini lalu menggembor dan menyerang dengan dahsyat.
"Braak!"
Sambaran pedang Inyak Nini mengenai tempat kosong dan menghantam dinding pondok
hingga hancur bobol! Gempar- Bumi pergunakan kesempatan ini untuk menyerang dari
samping! Tapi "Buuk!" Tahu-tahu tendangan kaki kanan Inyak Nini bersarang di
bahunya! Tubuhnya terhuyung-huyung beberapa langkah dan bahunya sakit bukan
main! "Perempuan bedebah!" maki Gempar Bumi. Mulutnya komat kamit, tubuhnya membungkuk
hampir sebungkuk Inyak Nini sedang kedua tangan terkembang kemuka dengan sepuluh
jari-jari menekuk!
Inyak Nini maklum kalau lawan hendak keluarkan jurus ilmu silat yang hebat. Maka
tidak menunggu lebih lama dia mendahului menyerang dengan pedang di tangan!
Dalam detik itu pula Gempar Bumi keluarkan suara keras macam harimau meraung dan
tubuhnya berkelebat ke depan! Gerakan kedua tangannya asing seka?
bagi Inyak Nini, suara seperti harimau meraung yang ke luar dari mulut Gempar
Bumi membuat perempuan tua itu terkesiap dan bergidik!
Kemudian terdengarlah pekik perempuan tua itu!
Dan menyusul pula pekik Mayang yang melihat paras gurunya berlumuran darah
mengerikan! Inyak Nini terhuyung-huyung sampai lima langkah ke belakang. Kulit mukanya
terkelupas dalam lima guratan yang dahsyat, parasnya berselomotan darah sedang
pedang perak di tangan kanannya sudah berpindah ke dalam tangan kanan Gempar
Bumi! Sungguh dahsyat jurus "Mencakar Kepala Ular Naga, Merampas Busur Pemanah", yang telah dilancarkan Gempar Bumi tadi.
Jurus itu adalah salah satu jurus terhebat dari "Ilmu Silat Harimau".
"Apakah masih belum mau bunuh diri"!" ejek Gempar Bumi.
Inyak Nini tidak menjawab. Lututnya menekuk dan tubuhnya perlahan-lahan turun ke
bawah macam orang hendak roboh. Tapi mendadak diiringi satu lengkingan dahsyat
perempuan ini melompat ke muka, hantamkan kedua tinju kiri kanan dan lancarkan
dua tendangan su-Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
85 sul menyusul! Ini adalah satu serangan percuma saja.
Rasa marah, dendam kebencian yang bertumpuk di hati Inyak Nini membuat dia lupa
memperhitungkan bahwa lawannya tidak lagi bertangan kosong saat itu, tapi
menggenggam pedang perak miliknya sendiri!
Sekali Gempar Bumi memutar pedang, maka terdengarlah raungan Inyak Nini. Kedua
lengannya terbabat putus, salah satu kakinya luka parah!
Mayang menjerit lalu menangis tersedu-sedu!
Inyak Nini terhampar di lantai pondok. Tubuhnya berkelojotan beberapa detik
kemudian diam tak berkutik lagi
Gempar Bumi melangkah cepat-cepat ke hadapan tubuh Mayang dan memanggul gadis
yang telah hilang keperawanannya itu.
"Bunuh aku! Bunuh aku keparat!"
"Kau terlalu banyak rewel!" hardik Gempar Bumi dan menotok jalan darah di leher
Mayang hingga Mayang di samping, kaku tak bisa bergerak kini juga tak dapat
keluarkan suara!
Di ambang pintu Gempar Bumi hentikan langkahnya dan memandang dengan sorot mata
melotot pada Sati yang berdiri dengan paras pucat.
"Kesalahanmu terlalu besar Sati...!"
Sati menjatuhkan dirinya dan menangis macam anak kecil. "Harap kau sudi
mengampuni aku. Gempar Bumi," pintanya.
"Aku ampuni jiwamu! Tapi lekas korek salah satu matamu yang suka mengintip itu!
Lekas!" "Gempar Bumi!" Sati menggerung dan bersujud.
"Keparat! Lekas korek matamu," bentak Gempar Bumi. "Atau aku sendiri yang akan
mengorek kedua-duanya sekaligus"!"
Sati maklum tak ada lagi keringanan baginya. Daripada hilang dua mata atau
hilang jiwa lebih baik dia cepat-cepat mengorek salah satu matanya! Dengan jarijari tangan kanan Sati kemudian menusuk mata kirinya.
"Craas!"
Biji mata itu mencelat ke luar bersama busaian darah. Sati terduduk di ambang
pintu; merintih-rintih menahan sakit yang tiada taranya!
"Itu lebih bagus bagimu daripada mampus!" kata Gempar Bumi pula. Lalu dengan
tubuh Mayang di bahunya dia segera hendak tinggalkan tempat itu. Namun
langkahnya terhenti. Kedua kakinya laksana dipakukan Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
86 ke tanah! Di Timur pondok terdengar suara orang membentak.
"Manusia jahanam! Berani bergerak satu langkah saja kupecahkan batok kepalamu!"
Waktu suara teriakan orang di malam buta itu belum habis gemanya ketika tahutahu sesosok tubuh sudah berdiri tujuh langkah di hadapan Gempar Bumi!
Paras Gempar Bumi mendadak sontak berubah pucat putih laksana kain kafan! Mayang
dengan susah payah coba putar mata memandang ke muka! Satu harapan muncul di
hatinya sewaktu melihat bahwa yang datang itu benarlah orang yang diduganya.
Kalau saja mulutnya sanggup bersuara pastilah dia akan berseru memanggil nama
orang itu! "Turunkan gadis itu...! Cepat!"
"Bangsat! Dia milikku! Kalau kau inginkan dia silahkan ambil sendiri!" jawab
Gempar Bumi. Lalu tak ayal lagi segera dia cabut Keris "Si Penyingkir Jiwa".
"Dajal bermuka manusia, kali ini jangan harap ada ampun bagimu!" Orang ini
hantamkan tangan kanannya ke arah kaki Gempar Bumi. Satu gumpalan angin yang
bertenaga tiga perempat tenaga dalam menyambarde-ngan cepat! Gempar Bumi buruburu melompat. Tengkuknya terasa dingin ketika memandang ke bawah dan melihat
bekas angin pukulan lawan! Tanah dan pasir ber-muncratan. Sebuah lobang besar
kelihatan di tanah! Itulah akibat pukulan "Kunyuk Melempar Buah" yang telah
dilepaskan oleh si pendatang tadi yang bukan lain Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212 Wiro Sableng adanya!
Menghadapi lawan tangguh berkepandaian tinggi dengan memanggul tubuh Mayang
tentu saja sangat berbahaya bagi Gempar Bumi. Maka sebelam Wiro kembali
lancarkan serangan. Gempar Bumi sudah meletakkan tubuh Mayang di tanah.
Sesaat kemudian terjadilah pertempuran yang hebat!
Kalau dalam pertempuran pertama dulu kelihatannya agak seimbang itu adalah
karena Wiro masih memberi hati terhadap Gempar Bumi. Tapi hati ini tak ada lagi
segala macam belas kasihan di hati Pendekar 212 Wiro Sableng.
Melihat tubuh Mayang yang hanya tertutup sehelai mantel dia sudah tahu apa yang
dilakukan Gempar Bumi terhadap gadis itu!
Sebenarnya, di satu tempat pada malam itu Wiro sudah berniat menghentikan
pengejarannya terhadap Gempar Bumi. Sementara dia mencari tempat yang baik untuk
tidur Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
87 tapi lapat-lapat didengarnya suara teriakan, suara pekik raungan. Suara itu
didengarnya sampai berulang kali dan dari arah yang sama! Penuh curiga, Wiro
laksana terbang segera lari ke jurusan sumber suara. Dia berada beberapa puluh
tombak, di satu pedataran tinggi sewaktu di ambang pintu sebuah pondok yang
diterangi oleh pelita dilihatnya berdiri seorang laki-laki berpakaian hitam,
memanggul sesosok tubuh! Meski dalam jarak sejauh itu Wiro tak dapat melihat
jelas tampang manusia itu namun dia yakin, orang ini pastilah Gempar Bumi!
Keris hitam di tangan Gempar Bumi laksana puluhan buah banyaknya. Serangannya
mencurah seperti hujan deras! Tak jarang sekaligus dia mengirimkan beberapa buah
tusukan dalam satu jurus serangan! Betapapun hebatnya Gempar Bumi, namun segala
kehebatannya Hu hanya sepuluh jurus saja sanggup diperlihatkannya. Jurus-jurus
berikutnya dia telah kena didesak hebat oleh permainan silat "Orang Gila" yang
mulai dikembangkan Wiro. Dalam keadaan terdesak Gempar Bumi lepaskan...
senjata rahasianya. Tapi tiada guna Sekali Wiro hantamkan telapak tangan kirinya
ke muka jarum-jarum hitam itu bermentalan kian ke mari!
"Aku minta tangan kirimu dulu, Gempar bumi!" kata Wiro. Tubuhnya maju cepat ke
muka dalam gerakan yang terhuyung-huyung. Gerakan ini bagi Gempar Bumi merupakan
suatu gerakan yang sangat mudah untuk diserang! Segera dia tusukkan Keris
Penyingkir Jiwa ke dada lalu setengah jalan robah menusuk ke kepala! Namun dalam
gerakan yang tak teratur Wiro berhasil mengelit tusukan itu.
Dan Gempar Bumi memekik keras sewaktu tahutahu tangan lawan telah mencengkeram lengan kirinya!
Gempar Bumi menusuk lagi dengan kalap. Tapi tubuhnya terbanting ke kanan dan
"Kraak!"
"Suara "kraak" itu disusul dengan suara pekikan setinggi langit dari mulut
Gempar Bumi! Lengan kirinya sebatang bahu tanggal, daging dan urat-urat
berbusaian! Darah memancur! Laki-laki ini menjerit-jerit kesakitan!
"Berteriaklah memanggil majikanmu Datuk Sipatoka!" ejek Wiro. Tiga jari tangan
kirinya menyusup ke depan.
"Kraak!"
Untuk kedua kalinya terdengar lagi pekik Gempar Bumi. Dua buah tulang iganya
yang sebelah kanan patah!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
88 "Kau akan mampus dengan menderita lebih dulu, Gempar Bumi keparat! Kau akan
terima imbalan atas dosa-dosa kejimu!" Kembali dengan mengeluarkan jurus-jurus
silat Orang Gila yang dipelajarinya dari Tua Gila, Wiro tusukkan lagi dua jari
tangan kanannya.
"Craas!"
, Gempar Bumi melolong.
Biji matanya yang sebelah kanan berbusaian keluar.
Tubuhnya terhuyung nanar.
"Sati! Bantu aku!" teriak Gempar Bumi.
Tapi Sati sudah sejak lama terhampar di muka pintu pondok dalam keadaan pingsan!
"Kenapa tidak minta bantuan pada setan-setan penghuni sekitar tempat ini"!
Bukankah kau manusia tu-runan iblis juga hah"!" bentak Wiro dan melangkah
mendekati Gempar Bumi.
Gempar Bumi mundur terus. Tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu dan tak ani pun
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi tubuhnya tergelimpang jatuh punggung menimpa sesosok tubuh. Muianya
disangkanya, tubuh yang terhimpit badannya itu adalah tubuh Sati tapi ketika
ditolehnya ternyata tubuh Mayang.
Satu pikiran terlintas di kepala Gempar Bumi. Meski bagaimanapun dia tak ada
harapan untuk hidup!
"Pemuda keparat! Kau inginkan perempuan ini!
Ambillah!" teriak Gempar Bumi dan serentak dengan itu di-hunjamkannya Keris Si
Penyingkir Jiwa ke dada Mayang!
Laksana orang kemasukan setan Wiro Sableng meraung! Seantero bergetar! Sinar
putih melesat menyambar ke arah Gempar Bumi! Laki-laki ini coba membuang diri ke
samping untuk menghindarkan Pukulan Sinar Matahari itu tapi sia-sia saja!
Sebagian dari tubuhnya kena tersambar dan hangus hitam! Gempar Bumi menjerit.
Terguling di tanah sampai enam tombak dan mengerang kesakitan. Meski dalam
beberapa kejap mata lagi Gempar Bumi akan segera menghembuskan nafas penghabisan namun Wiro masih belum puas. Dia melompat ke muka, mencengkeram rambut
dan dada Gempar Bumi. Terdengar suara patahnya tulang leher manusia terkutuk
itu! Tamatlah riwayat kedurjanaan Gempar Bumi!
Wiro Sableng lari menghampiri Mayang. Dipangku-nya gadis ini. Darah telah
membasahi dada yang tiada tertutup apa-apa. Wiro tak mem perduIikan darah yang
membasahi pula pakaiannya.
"Mayang..." bisiknya.
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
89 "Mayang," panggil Wiro lebih keras. Diusapnya kening dan rambut perempuan itu.
Sepasang mata Mayang membuka sedikit. Yang kelihatan lebih banyak putihnya
daripada hitamnya.
"Wi... ro...." Mata yang sudah mengabur itu masih sanggup juga mengenali wajah
di depannya. "Sakit sekali rasa... nya...."
"Kau... kau akan kuobati. Kau akan sembuh," kata Pendekar 212 tersendat-sendat
karena dia tahu kata-katanya itu tak bakal menjadi kenyataan.
Mayang juga tahu ajalnya akan sampai. Seulas senyum muncul di bibirnya. Dan pada
kejap matanya di-tutupkan, nafasnya berhenti. Malaekat maut telah mengambil
nyawanya. Dia mati dengan senyum masih membayang di bibirnya yang mungil dan
agak membuka sedikit. Wiro tak tahu entah sudah berapa lama dia merang-kuli
tubuh yang tidak bernafas dan mulai mendingin itu.
Dia baru sadar ketika di ufuk Timur kelihatan sinar terang. Ternyata fajar telah
menyingsing. Dipandanginya lagi wajah Mayang dikeheningan pagi yang segar.
Perlahan-lahan ditundukkannya kepalanya dan diciumnya bibir yang membuka itu
dengan segala rasa kasih dan mesra. Kemudian diangkatnya tubuh Mayang, dibawanya
ke pondok. Di pintu pondok tergelimpang tubuh Sati yang masih dalam keadaan
pingsan. Wiro gerakkan kaki kanannya. Tubuh Sati mencelat mental, dadanya remuk.
Dan kalau tadi tubuhnya tak bergerak karena pingsan maka kali ini tubuh itu tak
berkutik lagi tanpa nafas!
Di dalam pondok Wiro menemui mayat seorang perempuan tua: Dia tak tahu siapa
perempuan tua ini adanya tapi sepintas lalu saja Wiro sudah maklum bahwa
perempuan tua itu seorang yang berilmu tinggi dan dari golongan putih. Karenanya
sesudah menggali kubur untuk Mayang, digalinya lagi sebuah kubur lain untuk
perempuan tua itu. Dan bila sang surya muncul menerangi ja-gad raya maka di muka
pondok di tepi sungai itu kelihatanlah dua buah kuburan saling berdampingan....
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
90 Matahari berada di titik tertingginya tanda saat itu tengah hari tepat. Angin
dari barat bertiup keras, menggoyang dan melambai-lambaikan segala daun-daun
pepohonan hingga menimbulkan suara gemerisik yang keras. Pendekar 212
Wiro Sableng berdiri di satu pedataran tinggi. Tak d i perdu I ikannya keterjkan
sinar matahari. Tak diacuhkannya butir-butir keringat yang turun mendekati alis
matanya yang tebal. Juga tak di perdulikannya hembusan angin yang keras. Seperti
tak terdengar di telinganya suara gemerisik daun-daun pepohonan. .
Sepasang mata dan perhatian Pendekar 212 tertuju lurus-lurus ke muka. Jauh di
hadapannya menjulang sebuah bukit putih. Oi sebelah Timur kaki bukit putih
tampak sebuah bangunan besar yang juga berwarna putih, dikelilingi oleh pagar
tinggi putih. Wiro memandang lagi ke bukit putih itu. Dia tahu bukit itu kalau
didekati bukan lain dari tumpukan tulang belulang dan tengkorak manusia yang
jadi korban Datuk Sipatoka dan anak buahnya! Berapa ribukah manusia yang telah
menjadi korban keganasan itu"! Berapa ribukah tulang belulang dan tengkorak
manusia ditumpuk demikian rupa hingga kemudian menjadi sebuah bukit yang
mengerikan" Bukit Tambun Tulang"!
Wiro memperhatikan baik-baik rumah besar dan sekitarnya. Rumah besar ini beratap
seperti tanduk kerbau.
Pada masing-masing ujung terdapat sebuah tangga sedang di bagian samping
terdapat lagi empat buah tangga yang menghubungkan tanah dengan pintu rumah
besar. Yang membuat Wiro Sableng merasa aneh ialah karena matanya tidak melihat seorang
manusia pun baik di dalam atau di luar pagar putih yang tinggi itu! Kenapa
suasana begini tenangnya di tempat yang dikabarkan paling mengerikan dan membawa
maut"! Atau mungkin itu bukan bukit Tambun Tulang yang di hadapannya"!
Wiro tak mau membuang waktu lebih lama untuk Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi
kz 91 tenggelam dalam Segala macam pikiran begitu rupa. Di-perbaikinya letak Kapak
Maut Naga Geni 212 yang tersisip di pingang di balik baju putihnya. Kemudian
diambilnya buntalan yaag terletak dekat kakinya dan sekali berkelebat dia sudah
melompat sejauh delapan tombak, terus lari laksana tiupan angia menuruni lereng
pedataran tinggi.
Ketika dia sampai ke pagar putih itu suasana masih tenang-tenang saja seperti
sediakala. Dan waktu memandang ke muka terkejutlah Wiro. Ternyata pagar putih
itu terbuat dari susunan tulang belulang dan tengkorak manusia! Wiro tekaakaa
telapak tangan kirinya ke pagar tulang belulang dan "jeodareng. Astaga! Pagar
itu kokoh luar biasa! Wiro lipat gandakan tenaga dalamnya!
Tetap saja pagar itu tak bergerak apalagi bobol!
Wiro memandang berkeliling lalu mendongak ke atas. Menurut taksirannya pagar itu
setinggi dua puluh tombak lebih. Bagian atasnya rata oleh susunan tengkorak
kepala manusia. Wiro melompat ke cabang sebuah pohon besar. Dia melompat-lompat
di atas cabang itu beberapa kali untuk menambah daya lenting cabang lalu dengah
satu gerakan yang lebih keras maka tubuhnya terlempar melesat ke atas susunan
tengkorak. Setelah meneliti beberapa saat lamanya baru Wiro melayang turun ke
halaman dalam Begitu kakinya menginjak tanah kembali dia meneliti keadaan sekitarnya. Rasa
ngeri menyelinap di hati pendekar ini sewaktu mengetahui bahwa rumah besar yang
terletak tiga puluh tombak di hadapannya ternyata dari tiang-tiang sampai ke
atapnya terbuat dari tulang belulang dan tengkorak manusia!
Belum lagi Pendekar 212 sempat menindas rasa ngeri ini mendadak semua pintu dan
jendela-jendela rumah besar terpentang lebar! Terdengar suara mengaum dahsyat
laksana halilintar! Tanah yang dipijak Wiro Sableng bergetar hebat! Sekejap
kemudian dari pintu-pintu dan jendela-jendela rumah besar berserabutan ke luar
puluhan ekor harimau besar, mengaum memperlihatkan taringnya yang besar runcing
lalu serempak menyerbu ke arah Wiro Sableng!
Wiro sadar kalau dia lelah masuk ke dalam perangkap kematian! Segera dia
songsong serangan harimau itu sekaligus! dengan dua pukulan "Kunyuk Melempar
Buah!" Belasan harimau terdorong dan terpelanting tapi sesaat kemudian dengan
serempak mereka telah me-Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
92 nyerang kembali! Dan sewaktu sekilas Wiro memandang berkeliling kejutnya bukan
olah-olah! Seluruh halaman itu telah penuh dengan harimau! Dia merasa laksana
berada di tengah lautan harimau! Dan kesemua binatang itu sama-sama menyerbu,
bersirebut Cepat untuk merobek atau menerkam tubuhnya!
Melihat gelagat maut ini Wiro segera cabut Kapak Naga Geni 212. Kapak di tangan
kanan dan Pukulan Sinar Matahari siap di tangan kiri maka Wiro Sableng mulai
bergerak menghadapi puluhan harimau!
Melihat kilauan dan angin deras ganas yang keluar dari Kapak Naga Geni 212,
binatang-binatang itu tampak tertegun dan bersurut mundur. Tapi cuma beberapa
ketika saja. Sesaat kemudian mereka sudah menggerung dan menyerbu kembali. Wiro
kiblatkan Kapak Naga Geni 212 dan hantamkan tangan kiri! Lima ekor harimau
mengaum dahsyat dan rebah bermandikan darah kena disambar Kapak Naga Geni 212.
Kira-kira selusin lainnya mati hangus dilanda Pukulan Sinar Matahari! Jika dia
menghadapi seorang manusia mungkin dia sudah bertempur seratus jurus lebih!
Puluhan ekor harimau telah dttewaskannya! Namun yang masih tinggal menyerang
lebih ganas lagi laksana kemasukan roh gaib karena melihat genangan darah kawankawan mereka! Wiro putar terus Kapak Naga Geni 212 dan tangan kirinya tiada henti memukul ke
depan atau ke belakang.
Akhirnya lima belas ekor harimau yang masih hidup yang menjadi ngeri melihat
amukan pemuda ini bersurut mundur. Setelah sama-sama menggerung kesemuanya
melompat masuk ke dalam rumah besar dan di saat itu pula semua jendela serta
pintu tertutup kembali! Melihat ini Wiro segera tahu bahwa seseorang telah
menggerakkan alat rahasia untuk membuka dan menutup pintu!
Tapi di mana orangnya sembunyi dia tidak tahu. Dan agaknya Wiro tidak
memperdulikan lagi hal itu. Tubuhnya terasa letih! Keringat membasahi
pakaiannya. Tulang-tulangnya laksana bertanggalan dari persendian.
Kejurusan mana saja dia memandang hanya bangkai-bangkai harimau yang kelihatan.
Dan suasana yang di-liputi kesunyian itu membuat Wiro benar-benar jadi bergidik!
Keletihan membuat dia duduk terhenyak di tanah.
Sambil mengatur jalan nafas dan darah serta mengem-balikan tenaganya kedua
matanya senantiasa berlaku awas. Entah perangkap apa lagi yang bakal meng-Banjir
Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
93 hadangnya! Bila dirasakannya kekuatannya sudah putih maka Wiro segera menyelidiki keadaan
rumah besar tempat sarang harimau-harimau itu. Tak kelihatan tanda-tanda adanya
manusia di situ tapi Wiro yakin bahwa setiap gerak pasti tengah diawasi orang
dari tempat yang ter-sembunyi! Sementara itu kedua kakinya telah kotor oleh
genangan darah harimau dan tanah yang sudah menjadi lumpur akibat darah
binatang-binatang itu!
Wiro Sableng akhirnya hentikan penyelidikan. Dia mendongak ke atas, dengan
kerahkan tenaga dalam dia berteriak:
"Datuk Sipatoka! Beginikah caranya kau menyambut tamu yang datang untuk
menyelesaikan urusan" Harap ke luar perlihatkan dirimu...!"
Baru saja Wiro berteriak begitu tiba-tiba dirasakannya tanah berlumpur yang
dipijaknya bergetar. Kedua kakinya laksana disedot! Wiro melompat ke salah
sebuah tangga rumah besar yang terbuat dari tulang! Kejutnya bukan alang
kepalang. Halaman di mana bergelimpangan puluhan harimau itu kelihatan mencekung
memanjang dari Utara ke Selatan dan pada pusatnya membentuk sebuah lobang besar.
Telinganya menangkap suara berkereketan. Astaga rumah besar di mana dia berada
sedikit demi sedikit amblas sedang bangkai-bangkai harimau bergelindingan ke
pusat cekungan.
"Gendeng betul!" maki Wiro. Cepat-cepat dia melompat ke atas atap rumah yang
berbentuk tanduk ker bau dan dari sini melompat lagi ke puncak pagar tengkorak!
Sewaktu dia sampai di atas puncak pagar da memandang ke bawah, seperti mimpi dia
rasanya. Rumah besar dan bangkai-bangkai harimaa lenyap! Yang kelihatan kini
ialah sebuah halaman rata yang tertutup rumput hijau! Wiro menggosok matanya
Digigitnya bibirnya. Terasa sakit. Dia tidak bermimpi! Tapi bagaimana keanehan
ini bisa terjadi"!
Dalam selubungan rasa heran dan terkejut itu tiba-tiba dia melihat sebuah pintu
di kaki pagar sebelah Timur. Tadi sama sekali tidak dilihatnya pintu itu, kini
kenapa tahu-tahu sudah terpampang begitu rupa! Lagi-lagi, keanehan yang tak bisa
dimengerti oleh Wiro. Dan mendadak pintu itu terbuka. Wira cepat raba Kapak Naga
Geni 212-nya. Ampun! Yang muncal bukan bahaya yang dikhawatirkannya tapi dua orang gadis
jelita berpakaian kuning bergemerlapan ditimpa sinar matahari. Keduanya
melangkah di halaman berumput dan berhenti cepat di Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
94 tengah-tengah. Mereka mendongak ke arah ujung pagar tempat Wiro berdirj dengan
bantalan di tangan kiri lalu salah seorang di antaranya berseru.
'Tamu berpakaian putih-putih silahkan turun!"
"Kalian siapa"!" tanya Wiro.
"Kami adalah pesuruh-pesuruh Datuk Sipatoka!"
"Kalau begitu katakah padanya bahwa aku hendak bertemu dengan dia."
'Turunlah! Kami antarkan kau padanya!"
Wiro berpikir sejenak. Seruan dara jelita itu kerasnya bukan main, menggetarkan
pagar tulang belulang di mana dia berada. Bukan mastahil dengan mengandalkan
kedua dara berbaju kuning ini musuh hendak memasang perangkap baru baginya!
"Suruh saja Datuk Sipatoka datang ke sini!" ujar Wiro.
Jelas kelihatan pembahan pada wajah kedua dara berpakaian kuning.
"Nyalimu besar sekali! Tapi mengapa disuruh turun untuk diantar menghadap Batak
Sipatoka kau tak mempunyai keberanian sama sekali"!"
"Sialan! Kalau aku tak punya keberanian masakan mau datang kemari"! Lekas
panggil Datukmu! Katakan aku membawa oleh-oleh bagus untuknya!"
Kedua dara berpakaian kuning kerutkan kening. Yang seorang, yang sejak tadi
berdiam diri saja tiba-tiba buka mulut keluarkan suara:
"Sekali kau bisa datang ke sini jangan kira sanggup ke luar hidup-hidup!"
Wiro Sableng tertawa. "Setiap ada datang musti ada pergi! Setiap ada masuk musti
ada keluar!"
Si dara baju kuning mendengus.
"Apa matamu buta, tidak melihat keadaan sekitarmu"!"
Wiro tersentak dan memandang berkeliling. Tak ada hal-hal yang mencurigakan yang
dilihatnya. Tapi hidungnya mencium hawa aneh yang membuat sendi-sendi di sekujur
tubuhnya menjadi linu kesemutan dan jantungnya bergetar.
Ditelitinya lagi keadaan sekelilingnya. Dan kali ini terkejutlah dia! Sekeliling
pagar tinggi itu terselimut semacam asap tipis yang tak akan kelihatan bila
tidak diperlihatkan sungguh-sungguh. Asap tipis aneh inilah yang mengeluarkan
hawa yang tercium oleh Wiro.
Di bawahnya terdengar suara bergelak sang dara baju kuning.
"Sekali kau berani melompat coba menerobos Asap Seribu Tulang itu, kau akan
lumpuh cacat seumur hidup!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
95 Lekas turuni"
Wiro tahu bahwa ucapan itu bukan sekedar untuk menakut-nakutinya. Dia telah
rasakan sendiri kehebatan asap itu. Pemandangannya agak berkunang-kunang sedang
debaran jantungnya bertambah keras! Heran, padahal dia telah digembleng demikian
rupa hingga kebal terhadap segala macam racun tapi mengapa asap seribu tulang
itu masih sanggup mempengaruhinya"!
Dengan kertakkan rahang Wiro Sableng melompat turun. Untuk beberapa detik
lamanya dia saling pandang memandang dengan kedua dara baju kuning. Dan dalam
hatinya Wiro berkata: "Buset, gadis-gadis begini cantik jadi pesuruh Datuk
Sipatoka! Geblek betul!" Agaknya kedua gadis pun lelah terpesona melihat
kegagahan tampang Pendekar 212. Namun yang seorang segera membentak:
"Lekas ikut kami!"
"Awas! Kalau kalian menjebakku, kalian akan mampus percuma!" peringatkan Wiro.
Kedua gadis tak berkata apa-apa dan melangkah menuju pintu di sebelah Umur, Wiro
mengikuti di belakang penuh waspada. Tangan kanannya senantiasa siap dekat hulu
Kapak Naga Geni 212 untuk menjaga segala kemungkinan yang ada! Mereka memasuki
pintu di sebelah Timur pagar tulang belulang. Begitu masuk begitu pintu tertutup
dengan sendirinya. Wiro melipat gandakan kewaspadaannya. Sepuluh langkah
meninggalkan pintu terdapat tangga tulang yang menurun ke bawah, disusul oleh
sebuah lorong sepanjang dua puluh tombak. Lorong itu kemudian bercabang dua.
Kedua dara baju kuning membelok ke kiri. Wiro mengikuti.
Tengkuknya terasa dingin sewaktu memasuki lorong ini.
Lorong ini baik bagian lantai maupun atas serta samping dilapisi dengan tulangtulang manusia, dihias dengan beberapa tengkorak kepala yang dibuat sedemikian
rupa hingga seperti bunga!
Lewat sepeminum teh Wiro merasa tambah tidak enak.
"Ini ke mana"!" tanyanya.
"Jangan banyak tanya! Ikut sajalah!" sentak dara baju kuning paling muka.
Tak lama kemudian lorong Hu sampai juga ke ujungnya.
Sebuah pintu gerbang kelihatan di depan, dikawal oleh dua orang dara berbaju
kuning dan dua ekor harimau yang luar biasa besarnya, jauh lebih besar dari
harimau-harimau yang Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
96
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah dihadapi Wiro sebelumnya! Ketika Wiro memandang ke bagian atas pintu
gerbang tulang belulang ilu, di situ terdapat rentetan huruf-huruf yang terbuat
dari tulang-tulang iga manusia yang berbunyi : ISTANA SIPATOKA.
Pintu gerbang Hu diberi hiasa gaba-gaba untaian tulang-tulang manusia. Kedua
gadis menyibakkan gaba-gaba ini laju memberi jalan pada Wiro Sableng.
Pendekar 212 tak segera masuk. Dia memandang ke dalam dengan mata menyelidik dan
terkesiap. Di hadapan pintu gerbang itu terhampar sebuah halaman berumput yang
dihias arca-arca besar yang terbuat dari tulang belulang! Di seberang halaman
berumput kelihatan bagian depan sebuah bangunan yang sangat indah yang atapnya
berbentuk tanduk kerbau. Seluruh bangunan terbuat dari tulang putih, diukirukir. Meskipun indah tapi keindahan itu dibayangi kengerian bagi Pendekar 212.
"Ayo masuk!" seru dara baju kuning.
Wiro menggigit bibir. Meski hatinya bimbang untuk masuk tapi sudah terlambat
untuk kembali. Dengan kuat-kan hati besarkan nyali tapi juga penuh waspada
Pendekar 212 memasuki pintu gerbang Istana Sipatoka.
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
97 Sampai di hadapan tangga gedung besar dari tulang belulang kedua gadis baju
kuning hentikan langkahnya.
'Terus masuk ke ruang tengah. Datuk Sipatoka telah menanti kedatanganmu!" kata
salah seorang dari dara-dara baju kuning.
"Kalian sendiri mau ke mana?"
"Apa urusanmu"!"
Wiro memaki dalam hati. Sepasang matanya meneliti suasana sebentar lalu menaiki
tangga. Dilewatinya ruangan muka dan sesaat kemudian dia sudah berada di satu
ruangan tengah yang amat luas. Kira-kira dua puluh orang kelihatan duduk di
ujung dalam ruangan, di atas kursi-kursi yang terbuat dari tulang-tulang kaki,
tulang iga dan tulang punggung manusia! Semuanya berpakaian hitam, hanya seorang
yang berpakaian lain dari yang lain.
Orang yang berpakaian lain dari yang lain ini duduk di deretan terdepan sebelah
tengah. Tubuhnya cebol sekali, demikian cebolnya hingga kedua kakinya tidak
mencapai lantai ruangan! Tidak berpadanan dengan tubuhnya yang cebol itu,
kepalanya amat besar sekali, demikian juga telinganya. Rambutnya panjang
menjulai bahu, kumis tebal melintang dan janggut macam janggut kambing! Sepasang
matanya yang merah menyorot tajam, keseluruhan air muka manusia ini membayangkan
kebengisan! Inikah Datuk Sipatoka" Pikir Wiro. Kalau betul maka melesetlah dugaannya.
Sebelumnya dia menduga manusia bernama Datuk Sipatoka itu bertubuh tinggi kekar,
tapi nyatanya cebol begitu rupa.
Di samping potongan tubuh dan raut wajahnya yang bengis itu ada beberapa hal
yang menjadi perhatian Wiro Sableng. Yang pertama ialah pakaian manusia cebol
ini. Dia mengenakan jubah pendek macam rok bertangan panjang yang terbuat dari kulit
harimau, kuning berbelang hitam. Di seluruh pakaiannya ini bergantungan puluhan
keris-keris emas berhulu gading, tanpa sarung dan panjangnya kira-kira tiga
perempat jengkal! Itulah hal Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
98 kedua yang menarik perhatian Wiro. Hal ketiga ialah kedua tangan manusia ini
yang berwarna hitam legam tanda dia memiliki semacam ilmu pukulan yang hebat dan
mengandung racun jahat!
Wiro berdiri di tengah ruangan besar itu, sejauh dua puluh tombak dari deretan
kursi terdepan. Suasana sesunyi di pekuburan. Tak ada yang bergerak, tak ada
yang buka suara. Hanya pandangan-pandangan mata yang saling bentrokan dengan
pandangan mata Wiro Sableng! Ketika hampir setengah peminum teh suasana masih
sunyi juga, Wiro akhirnya berkata:
"Apakah aku berhadapan dengan Datuk Sipatoka dari Tambun Tulang"!"
Si tubuh cebol kepala besar memandang lekat-lekat pada Wiro lalu tengadahkan
kepala dan tertawa gelak-gelak! Suara tertawanya demikian dahsyat hingga
menggetarkan sekujur tubuh Wiro Sableng dan menyendat-nyendat jalan darahnya.
Buntalan di tangan kirinya kalau saja tidak dipegangnya erat-erat pastilah akan
terlepas! Wiro kaget bukan main! Cepat-cepat dia kuasai jalan darah dan kerahkan tenaga
dalam untuk menolak gempuran suara tawa yang dahsyat itu.
"Istana Sipatoka di bawah bukit Tambun Tulang!
Siapa datang jangan harap bisa pulang!" si cebol kepala besar tiba-tiba
keluarkan suara. Kata demi kata yang di-ucapkannya itu laksana genta yang
memukul jalan pendengaran Wiro Sableng hingga kembali pendekar ini merasa
tergetar sekujur tubuhnya. Cepat-cepat pula Wiro lipat gandakan tenaga dalamnya
kembali. Dan di hadapan sana Datuk Sipatoka kembali buka suara. Ucapan-ucapannya laksana
bait-bait pantun.
"Delapan puluh lima harimau pengawal Istana Sipatoka telah musnah! Halaman luar
banjir darah! Entah apa pangkal sebabnya. Hingga tamu tak dikenal berbuat
demikian rupa"!"
Wiro kerenyitkan kening mendengar ucapan-ucapan berpantun ini. Setelah merenung
sejenak maka dia pun menjawab dengan ucapan berpantun pula!
"Jauh berjalan menyeberangi samudera. Mengarung maut mengadu jiwa. Kalau tidak
ada pangkal sebabnya.
Masakan mau berbuat sedemikian rupa?"
Semua orang kelihatan saling berpandangan sedang Datuk Sipatoka sendiri naikkan
sepasang alis matanya.
Dan saat itu Wiro berkata pula:
"Delapan puluh lima harimau mati percuma! Pemiliknya Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
99 bertanya berpura-pura. Kenapa tamu tak dikenal berbuat begitu rupa" Padahal dia
yang memulai silang sengketa"!"
Datuk Sipatoka berbatuk-batuk lalu menjawab:
"Silang sengketa apa gerangan adanya! Berhadapan pun baru hari ini! Kalau sudah
bosan hidup katakan saja!
Mengapa datang sengaja mencari mati"!"
Wiro tertawa mengekeh.
"Datuk Sipatoka! Aku muak bicara berpantun-pantun macam orang main sandiwara
tapi untuk mengusut urusan yang telah kau buat di Pulau Madura!"
"Urusan apa, hai orang gila"!" tanya Datuk Sipatoka yang saat itu masih merah
mukanya karena ucapan Wiro tadi.
"Di Pulau Madura kau telah membunuh seorang bernama Kiai Bangkalan dan mencuri
sebuah kitab miliknya!"
Paras Datuk Sipatoka berubah. Lalu dia tertawa gelak-gelak untuk melenyapkan
perubahan paras itu!
"Jangan bicara tak karuan di sini! Apa kau punya bukti atas tuduhanmu itu"!"
"Dua buah keris yang menancap di mata Kiai Bangkalan sama dengan keris-keris
yang bergelantungan dipakaianmu!" sahut Wiro Sableng.
"Ocehanmu bagus sekali!" tukas Datuk Sipatoka.
Wiro menyeringai.
"Kita akan lihat aku yang mengoceh atau kau yang berkicau macam burung
kehilangan sarang!" Habis berkata begitu Wiro keruk saku bajunya dengan tangan
kanan dan melemparkan sebuah benda ke hadapan kaki Datuk Sipatoka. Benda itu
adalah robekan kulit harimau yang ditemui Wiro dipertapaannya Kiai Bangkalan di
Pulau Madura tempo hari.
"Itu adalah robekan pakaianmu yang kutemui di tempat Kiai Bangkalan! Apakah kau
masih mau mungkir"
Terlalu pengecut seorang sepertimu mencoba untuk mungkir!"
Air muka Datuk Sipatoka membesi.
"Katakan siapa namamu dan apa sangkut pautnya dengan Kiai Bangkalan"!"
"Namaku telah kusampaikan beberapa hari yang lalu lewat seorang anak buahmu,"
sahut Wiro seraya memandang berkeliling lalu menunjuk pada seorang laki-laki
yang di keningnya tertera tiga buah angka 212. Laki-laki inilah yang memiliki
pondok di tepi sungai yang telah dipergunakan Gempar Bumi untuk memperkosa
Mayang." Datuk Sipatoka tidak palingkan kepala. Dia memang telah mendapat laporan dari
anak buahnya itu tapi tidak Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
100 menyangka kalau inilah pemudanya yang telah "mengukir"
tiga buah huruf itu di kening anak buahnya!
"Dan tentang sangkut pautnya dengan Kiai Bangkalan, bukan urusanmu untuk
menanyakan!"
"Pemuda nyalimu setinggi gunung! Kau toh tidak mempunyai tiga kepala enam
tangan"! Mungkin hendak mengandalkan ilmu silat dan kesaktian" Jauh-jauh datang
ke mari hanya untuk mencari mati!"
Wiro tertawa dingin.
Ini membuat Datuk Sipatoka menjadi naik darah. Dia memandang berkeliling. Namun
sebelum dia memerintah anak buahnya untuk turun tangan Wiro Sableng memotong:
"Datang jauh-jauh aku tidak bertangan kosong, Datuk.
Sengaja aku membawa oleh-oleh untukmu!"
Setelah berkata begitu Wiro lemparkan buntalan yang sejak tadi dipegangnya di
tangan kiri. "Apa ini"!".sentak Datuk Sipatoka.
"Silahkan buka sendiri!" jawab Wiro seenaknya.
Meski hatinya teramat geram namun Datuk Sipatoka berikan isyarat pada seorang
anak buahnya. Anak buahnya ini segera berdiri dari kursi, melangkah dan
membungkuk membuka ikatan buntalan yang terletak dihadapan kaki Datuk Sipatoka.
Begitu buntalan terbuka maka gemparlah seisi ruangan!
Yang terbungkus dalam buntalan itu ternyata adalah kepala manusia! Matanya
sebelah kanan hanya merupakan rongga besar yang tergenang darah beku dan
serabutan urat-urat. Seluruh muka berselimutkan darah yang mengering! Meski
kepala itu sudah demikian rusak dan busuk namun tak ada satu orang pun di
ruangan tersebut yang tak mengenalinya! Kepala itu adalah kepala Gempar Bumi!
Pembantu utama Datuk Sipatoka!
Datuk Sipatoka dikungkung pelbagai macam rasa.
Marah, heran, dan entah apa lagi! Mungkin juga dirinya dirayapi rasa ketakutan!
Gempar Bumi adalah pembantu utamanya yang berkepandaian sangat tinggi di antara
anak buahnya! Tapi tokh dia mati demikian rupa! Dan siapa lagi kalau bukan
pemuda di hadapannya itu yang telah membunuh Gempar Bumi!
"Bedebah bernama 212! Tak ada jalan lain! Kematianmu terpaksa kupercepat!" Datuk
Sipatoka memandang berkeliling lalu memerintah dengan suara menggeledek:
"Semua yang ada di sini serbu bedebah itu! Hancur lumatkan tubuhnya hingga jadi
debu!" Maka dua puluh orang laki-laki berseragam hitam Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 101 berlompatan dari kursi masing-masing. Enam orang di antaranya adalah pembantupembantu kelas satu dengan gambar kepala harimau kuning besar di dada
pakaiannya. Selebihnya pembantu-pembantu biasa tetapi yang tingkat kepandaiannya
tak bisa dianggap sepele!
Ketika menyerbu pembantu-pembantu biasa dan pembantu-pembantu kelas dua langsung
mencabut keris.
Pembantu-pembantu kelas satu hanya mengandalkan tangan kosong!
Melihat serbuan yang laksana air bah ini Wiro Sableng bersuit nyaring dan cabut
Kapak Naga Geni 212
sedang tangan kiri sudah memutih laksana perak oleh aji Pukulan Sinar Matahari!
Begitu tawan menyerbu Wiro segera bergerak.
Terdengar suara pekikan! Dua orang pembantu kelas satu terhuyung-huyung, muntah
darah dan rubuh! Tiga orang pembantu kelas dua terduduk di lantai dan rebah tak
berkutik lagi. Empat orang pembantu-pembantu biasa mencelat mental dan jatuh
bergelimpangan di lantai tanpa nafas!
Datuk Sipatoka kaget luar biasa. Anak-anak buahnya demikian juga bahkan Pendekar
212 Wiro Sableng ikut terkejut!
Waktu lawan-lawan menyerbu, Wiro memang sudah gerakkan kedua tangan tapi sama
sekali belum menghantam! Dirasakannya satu sambaran angin luar biasa dahsyatnya
di atas kepalanya lalu beberapa penyerangnya roboh!
Datuk Sipatoka keluarkan sebuah lonceng kecil dan menggoyang-goyang nya beberapa
kali. Empat puluh dara-dara jelita berseragam kuning muncul dengan pedang di
tangan. Mereka adalah pesuruh-pesuruh istana tapi yang sekaligus merangkap
peliharaan Datuk Sipatoka!
"Lepaskan asap seribu tulang! Tutup semua jalan keluar!"
perinlah Datuk Sipatoka pada dara-dara itu. Begitu perintah dikatakan begitu
keempat puluh gadis itu lenyap dari pemandangan Wiro Sableng.
Datuk Sipatoka memandang ke langit-langit ruangan di belakang Wiro lalu
membentak: "Orang yang sembunyi di atas loteng silahkan turun perlihatkan diri!"
Wiro Sableng kerenyitkan kening sewaktu dari atas loteng terdengar suara tertawa
bergelak. Dia rasa-rasa pernah mendengar tawa macam begitu tapi tak bisa menduga
dengan pasti siapa orangnya!
"Sipatoka, kau belum layak melihat diriku!" kata orang Banjir Darah di Tambun
Tulang -Dewi kz
102 yang di atas loteng.
Datuk Sipatoka mendelik. Dia berpaling pada keempat jago kelas satu dan memberi
isyarat! Keempat anak buahnya ini segera melompat ke langit-langit. Tangan kanan
memegang keris sedang tangan kiri menghantam.
Empat larik angin pukulan yang dahsyat menderu ke atas!
Langit-langit yang terbuat dari tulang bobol hancur berantakan! Tapi bersamaan
dengan jatuhnya hancuran tulang-tulang itu, keempat jago kelas satu itupun
terhempas ke lantai, mengeluh panjang laki muntah darah dan konyol!
Geraham-geraham Datuk Sipatoka bergeme Makan.
Anak-anak buahnya saling pandang dengan muka pucat! Dan di loteng tepat di atas
Kepala Datuk Sipatoka kembali terdengar suara tertawa bergelak!
"Kurang ajar!" geram Datuk Sipatoka. Tangan kanannya bergerak mencabut sepuluh
keris emas kecH
yang bergantungan di jubah kulit harimaunya! Sekejap kemudian senjata-senjata Hu
laksana kilat melesat ke loteng di atas kepalanya!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
103 Tapi betapa terkejutnya Datuk Sipatoka. Masih setengah jalan tahu-tahu laksana
ranting-ranting kering dilanda angin puting beliung ke sepuluh keris itu
berpelantingan ke bawah. Dua buah melesat ke arah Datuk Sipatoka, selebihnya
bermentalan ke arah pembantu-pembantunya yang duduk di kursi! Sekali mengebut
kan jubah kulit harimaunya maka mentallah kedua keris yang menyerang Datuk
Sipatoka. Tapi tidak demikian dengan pembantu-pembantunya! Suara pekik
melengking raungan laksana hendak meruntuhkan langit-langit. Delapan orang
terkulai di kursi masing-masing tanpa bisa bergerak lagi. Mereka adalah dua
orang pembantu kelas satu, empat orang pembantu kelas dua dan dua orang pembantu
biasa! Tubuh-tubuh mereka ditancapi keris kuning milik Datuk mereka sendiri! Ada
yang menancap tepat di ubun-ubun, ada yang di muka, di dada dan di perut!
Paras Datuk Sipatoka kelam membesi. Mulutnya berkomat kamit. Janggut dan
kumisnya laksana kawat meranggas karena amarah! Kedua tangannya yang hitam
saling digosok-gosokkan satu sama lain. Sedetik kemudian dari kedua tangannya
itu mengepullah asap hitam yang berbau busuk!
"Manusia di atas loteng tahukah kau pukulan apa yang sebentar lagi hendak
kulepaskan jika kau tetap berkeras kepala tidak mau unjukkan diri"!"
Orang di atas loteng tertawa gelak-gelak.
"Dari tempatku ini aku dapat melihat jelas, Sipatoka!
Cuma Ilmu Pukulan Hawa Neraka siapa yang takutkan"
Sayang ilmu itu adalah ilmu kesaktian paling hebat yang terakhir kau miliki
Sayang..." dan orang itu tertawa lagi gelak-gelak lalu menyambungi: "Tapi jika
kau mau mengadakan perjanjian aku bersedia muncul unjukkan diri!"
"Perjanjian macam mana"!" tanya Datuk Sipatoka seraya hentikan menggosok-gosok
kedua telapak tangannya. Sampai saat itu dia masih tetap duduk di kursi
kebesarannya! "Kau bertempur sampai seratus jurus melawan pemuda Banjir Darah di Tambun Tulang
-Dewi kz 104 pakaian putih rambut gondrong itu...!"
Wiro Sableng tersentak kaget.
"Lalu"!" bentak Datuk Sipatoka.
"Jika pemuda itu menang, kau harus bunuh diri! Sebelum bunuh diri kau harus
pesankan pada anak-anak buahmu, pada seluruh isi Istana Sipatoka ini untuk
memusnahkan semua bangunan yang ada di sini dan agar mereka semua kembali ke
jalan yang benar!"
"Jika dia yang kalah apa imbalannya?" tanya Datuk Sipatoka.
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pertama kau boleh bunuh pemuda itu, juga boleh tamatkan riwayatku. Kedua buku
Seribu Macam Ilmu Pengobatan yang kini ada padaku silahkan kau miliki untuk
selama-lamanya!"
Berubahlah paras Datuk Sipatoka. Dia tidak terkejut pada syarat-syarat
perjanjian yang dikatakan. Tapi begitu mengetahui bahwa buku Seribu Macam Ilmu
Pengobatan berada di tangan orang yang di atas loteng itu kagetlah dia! Wiro
Sableng sendiri terkesiap karena justru kedatangannya ke Tambun Tulang adalah
untuk mencari buku itu!
"Kurang ajar!" terdengar makian Datuk Sipatoka menggeledek. "Darimana kau ambil
buku itu"!"
"Dari dalam kamarmu tentu!" sahut orang di atas loteng dan tertawa mengekeh.
"Bagaimana"!"
Dalam hati Datuk Sipatoka mengutuk habis-habisan. Jika orang itu dapat masuk ke
dalam Istana Sipatoka dan mencuri kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan dari dalam
kamarnya, nyatalah kepandaiannya luar biasa sekali dan dia telah saksikan
sendiri tadi! Menurut pandangan Datuk Sipatoka kalau bertempur melawannya belum
tentu dia bisa dikalahkan oleh orang sakti itu. Tapi untuk mengalahkan lawan
bukan hal yang mudah pula bagi Datuk Sipatoka. Dan karena menganggap Wiro
Sableng seorang pemuda yang tak perlu begitu ditakutkan maka dia pun mendongak
ke loteng dan berseru:
"Aku terima perjanjianmu!"
"Bagus! Tapi harap kau sampaikan dulu pesanmu pada seluruh isi istana ini!"
sahut orang yang masih bersembunyi di balik loteng.
"Kentut apa kati kira pemuda tengik itu pasti akan mengalahkah aku"!" teriak
Datuk Sipatoka marah.
"Belum tentu memang! Tapi kalau kau tak bersedia menerima persyaratan berarti
perjanjian balai. Dan terpaksa buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan kubawa pergi!"
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
105 "Kurang ajar!" maki Patuk Sipatoka geram. Tapi dia kerahkan juga tenaga dalam
dan berteriak hingga mengumandang ke seluruh pelosok Istana Sipatoka.
"Seluruh isi Istana Sipatoka. kalian dengarlah pesan Datukmu ini! Aku akan
bertempur melawan seorang pemuda tengik yang kesasar datang ke tempat kita! Jika
aku kalah maka kalian harus memusnahkan segala apa yang ada di sini dan kalian
kembali ke dunia luar, ke dalam jalan yang benar. Sekian!" Datuk Sipatoka
memandang ke atas dan berseru: "Nah orang di atas loteng, puaskah kati
sekarang"!"
"Puas... puasi" sahut orang itu. Sekejap kemudian diiringi dengan suara tertawa
gelak-gelak maka bobollah langit-langit ruangan dan sesosok tubuh berpakaian
putih berkelebat dan hampir tak dapat disaksikan oleh mata saking cepatnya tahutahu orang ini sudah duduk menjelepok seenaknya di sudut ruangan! Di pangkuannya
ada sebuah kitab. Seisi ruangan terkejut. Wiro sampai ternganga dan garuk-garuk
kepala: "Tua Gila-.." desis Pendekar 212 laki cepat-cepat menjura hormat.
"Ah! Kau masih saja pakai segala macam peradatan yang membikin muak perutku!"
kata orang yang duduk di sudut ruangan yang memang Tua Gila adanya!
"Hadapi si cebol itu! Kalau nasibmu baik kau menang tapi kalau tidak kau akan
mampus, aku akan konyol!" Sehabis berkata keras begitu Tua Gila pergunakan ilmu
menyusupkan suara memberi bisikan pada Wiro. "Kapak di tangan kanan. Pukulan
Sinar Matahari di tangan kiri! Sekali-kali jangan pukul bagian tubuhnya! Jika
dia pergunakan Ilmu Pukulan Hawa Neraka, tangkis dengan Pukulan Sinar Matahari
dan hantam dengan Pukulan Dewa Topan Menggusur Gunung yang kuajarkan padamu!"
"Ayo Sipatoka kau tunggu apa lagi"!" Tua Gila membentak.
Dan Datuk Sipatoka melompat turun dari kursinya.
Gerakannya seringan kapas! Setelah meneliti Wiro sejenak dia bertanya: "Maumu
dengan tangan kosong atau pakai senjata"!"
Wiro ingat nasihat Tua Gila. Maka dia pun menjawab:
"Kalau kau punya senjata silahkan dikeluarkan!"
Datuk Sipatoka tertawa sinis dan cabut sebilah keris hitam yang bercabang tiga!
Sinar senjata ini hitam menggidikkan!
"Mulailah!" kata Datuk Sipatoka.
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
106 Wiro tertawa. "Kau tuan rumah silahkan mulai lebih dulu!" Lalu Wiro cabut Kapak
Naga Geni 212. Datuk Sipatoka sunggingkan seringai mengejek. Meski dia belum bisa mengukur
ketinggian ilmu lawannya namun dia merasa yakin akan membereskan si pemuda di
bawah dua puluh jurus! Tubuhnya dibungkukkan hingga makin tambah cebol
kelihatannya. Dari mulutnya terdengar suara menggoreng macam suara harimau.
Mula-mula perlahan lalu mendadak sontak keras menggedetek, menggetarkan seantero
ruangan! Baiknya Wiro Sableng sudah kerahkan tiga perempat dari tenaga dalamnya
hingga suara bentakan dahsyat itu tidak mempengaruhinya!
Tiba-tiba tubuh Datuk Sipatoka berkelebat lenyap! Tahu-tahu keris hitam
bercabang tiga sudah berkelebat hanya tinggal satu jengkal dari muka Wiro
Sableng! Wiro terkejut lekas-lekas melompat ke samping. Meski tangan kirinya mempunyai
kesempatan leluasa menjotos tubuh lawan tapi karena ingat akan ucapan Tua Gila
tadi maka hal itu tidak dilakukannya!
Hampir keris bercabang tiga itu lewat di sampingnya tiba-tiba dengan sebal Datuk
Sipatoka menusuk ke perut sedang tangan kiri lepaskan satu pukulan yang hebat!
Wiro geser kaki kanan. Sambit miringkan badan Kapak Naga Geni 212 dibabatkan ke
bawah! Meski senjatanya adalah senjata mustika sakti namun melihat Kapak lawan
yang agaknya bukan sembarang senjata pula maka Datuk Sipatoka tak berani ambil
keputusan untuk adu senjata!
Tarik pulang tangan kanan Datuk Sipatoka lipat gandakan pukulan tangan kirinya
hingga angin pukulan yang ke luar laksana topan prahara! Di lain pihak Wiropun
sudah menangkis dengan pukulan Kunyuk Melempar Buah yang mengandalkan seluruh
bagian tenaga dalamnya!
Terdengar suara seperti letusan sewaktu kedua angin pukulan itu saling beradu
dengan segala kehebatannya.
Istana Sipatoka bergetar. Wiro Sableng terhuyung-huyung sampai tujuh langkah.
Datuk Sipatoka jika tidak lekas-lekas pergunakan ilmu mengentengi tubuhnya,
meski dia tak sempat terhuyung ke belakang namun mungkin akan terhenyak jatuh
duduk di lantai tulang!
Terkejutlah manusia cebol ini. Tidak disangkanya tenaga dalam lawan begitu
hebat, lebih tinggi sekitar satu dua tingkat dari tenaga dalamnya sendiri! Dan
diam-diam dia mulai menyangsikan apakah dia akan sanggup
mengalahkan pemuda itu di bawah dua puluh jurus sebagaimana yang dipastikan
semula! Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
107 Jurus kedua dibuka kembali oleh Datuk Sipatoka dengan serangan yang lebih ganas
dari pertama tadi. Dia meraung macam harimau ketika serangannya yang sekali ini
pun berhasil dielakkan lawan. Jurus ketiga, Datuk Sipatoka keluarkan ilmu silat
yang pating diandaikannya yaitu ilmu Silat Harimau! Wiro telah pernah menghadapi
ilmu Silat Harimau yang dimainkan Gempar Bumi. Waktu itu kalau dia tidak
mengeluarkan ilmu Silat Orang Gila yang diajarkan Tua Gila pastilah dia kena
dicelakai. Dan kini Datuk Sipatoka memainkan Ilmu Silat Harimau yang jurusjurusnya aneh berbahaya dan lima kali lebih hebat dari yang dimainkan Gempar
Bumi! Dan dari mulut Pendekar 212 Wiro Sableng keluar suara suitan keras yang disusul
dengan siulan tinggi tak menentu luar biasa Wiro mulai keluarkah jurus-jurus
pertahanan dari ilmu Silat Orang Gila! Dalam tempo yang singkat lima belas jurus
sudah berlalu. Datuk Sipatoka merutuk dalam hati dan perhebat serangannya!
Tiba-tiba mengiang suara halus laksana suara nyamuk di telinga Wiro Sableng.
"Goblok! Mengapa cuma bertahan" Apa tidak mampu menyerang"!" Itulah dampratan
yang dilontarkan Tua Gila yang duduk enak-enak di sudut ruangan.
Wiro juga sadar. Meski dia bisa bertahan tapi kalau tak membalas serangan tawan
lama-lama dirinya bisa dicelakai juga. Dia pegang hulu Kapak Naga Geni 212 di
tangan kanan lebih erat. Lalu memasuki jurus ke enam belas untuk pertama kalinya
dia menyerang dengan mempergunakan Jurus Kepala Naga Menyusup Awan.
Kapak Naga Geni 212 mendengus laksana suara ribuan tawon. Sinar pulih berkiblat.
Kepala kapak menderu ke bawah lalu laksana seekor naga yang memunculkan
kepalanya dari dalam lautan sen jala itu melesat ke arah batang leher Datuk Sipatoka!
Sang Datuk sengaja tidak berkelit. Keris cabang tiga ditusukkannya ke depan, ke
arah bawah ketiak tawan karena dia berkeyakinan bahwa tusukan senjatanya akan
lebih cepat menemui sasarannya daripada senjata lawan!
Pendekar 212 tidak bodoh. Dia sudah memperhitungkan kerugian posisinya bila dia
meneruskan serangannya.
Karenanya dengan cepat Wiro geser kedua kaki dan berkelit. Begitu berkelit
begitu dia susul dengan jurus serangan baru yang dinamakan Kincir Padi Memutari
Kapak Naga Geni 212 mengaung dahsyat dan berkiblat dalam bentuk putaran yang
sangat kecil! Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
108 Datuk Sipatoka berseru keras dan tundukkan kepala untuk menghindarkan diri dari
sambaran senjata lawan.
Tapi sedetik kemudian mata kapak telah menyambar ke bahu kirinya! Sang Datuk
melompat ke kanan dan dia memaki keras sewaktu sesaat kemudian senjata lawan
telah memapas ke pinggul terus ke arah kedua kakinya!
Satu-satunya jalan untuk mengelakkan serangan yang berputar itu ialah melompat
ke luar dari kalangan pertempuran. Meskipun ini akan memberi pandangan pada
orang-orangnya bahwa dia mulai kewalahan menghadapi si pemuda berambut gondrong
tapi Datuk Sipatoka terpaksa melompat ke luar dari kalangan pertempuran. Bila
dia sudah lepas dari serangan yang berputar itu dia akan segera balas menyerang.
Tapi kejutnya bukan alang kepalang karena ketika baru saja dia keluar dari
kalangan pertempuran tahu-tahu senjata lawan memburu dalam jarak yang sangat
dekat dan sangat cepat. Mengelak pasti kasip! Tiada jalan lain daripada
menangkis. Datuk Sipatoka palangkan keris mustikanya
'Traang!" Bunga api memercik.
Datuk Sipatoka tersurut tiga langkah. Salah satu cabang kerisnya patah dan
mental! Tangannya tergelar hebat! Wiro sendiri merasakan tangan kanannya yang
memegang gagang Kapak Naga Geni 212 menjadi pedal sakti. Dia tidak perduli,
malah dengan mempergunakan tiga perempat tenaga dalamnya dia lepaskan Pukulan
Sinar Matahari!
Beberapa orang anak buah Datuk Sipatoka menyingkir seketika melihat selarik
sinar pulih yang silau dan luar biasa panasnya menderu di depan mereka!
Meski dalam keadaan kepepet, Datuk Sipatoka tidak kehilangan akal! Serta merta
dia jatuhkan diri sama rata dengan lantai dan berbarengan dengan itu tangan
kirinya cabut sepuluh keris-keris emas yang; bergantungan di pakaiannya lalu
dilemparkan ke muka!
Pukulan Sinar Matahari menyambar ke atas tubuh Datuk Sipatoka. Keris emas
melesat di bawah sinar pukulan yang dilepaskan Wiro lalu menyambar dengan ganas
ke arah sepuluh bagian tubuh Pendekar 212.
Wiro Sableng kiblatkan Kapak Naga Geni 212 dalam Jurus Tameng Sakti Menerpa
Hujan. "Trang... trang... trang!"
Suara itu terdengar berturut-turut sampai sepuluh kali.
Dan ke sepuluh senjata mustika yang dilemparkan Banjir Darah di Tambun Tulang Dewi kz 109 Datuk Sipatoka mental patah tersambar Kapak Naga Geni 212! Oikejap yang hampir
bersamaan Pukulan Sinar Matahari yang tak berhasil menerpa tubuh Datuk Sipatoka
terus melanda dinding Istana Sipatoka. Dinding yang terbuat dari tulang yang
kokoh itu bobol berkeping-keping. Atap istana turun ke bawah hampir runtuh!
"Kurang ajar!" rutuk Datuk Sipatoka seraya melompat bangun. Seluruh ilmu
simpanannya telah dikeluarkannya.
Mereka telah bertempur hampir enam puluh jurus dan ternyala dia tak sanggup
menumbangkan lawannya malah nyawanya hampir saja dilalap mentah-mentah!
"Kematianmu dalam saat ini juga, keparat!" desis Datuk Sipatoka. Kerisnya
dimasukkan ke balik pinggang.
Kedua tandannya yang hitam digosok-gosokkan satu sama lain. Sedetik kemudian
asap hitam mengepul dari kedua tangan itu. Asap hitam yang berbau busuknya
bangkai manusia! Wiro tutup indera penciumannya. Sesuai dengan ucapan Datuk
Sipatoka. Kapak Naga Geni 212 dimasukkan kembali ke dalam pakaiannya. Pukulan
Sinar Matahari disiapkan di tangan kiri sedang telapak tangan kanan sudah terisi
aji pukulan "Dewa Topan Menggusur Gunung".
Kepulan asap hitam yang busuk luar biasa itu semakin banyak memenuhi ruangan.
Anak-anak buah Datuk Sipatoka yang ada di tempat itu sudah sejak tadi menyingkir
karena mereka maklum akan kedahsyatan Pukulan Hawa Neraka yang hendak dilepaskan
pemimpin mereka. Kalaupun lawan tak sampai mati oleh pukulan itu tapi tubuhnya
akan berbau busuk seumur hidup!
"Orang muda, sekalipun kau punya seribu macam ilmu kesaktian, jangan harap kali
ini kau bisa larikan diri dari liang neraka!"
"Wiro berdiri dengan siap saja. Meski kewaspadaan penuh tapi suara siulan tak
teratur dari sela bibirnya sampai saat itu masih mengumandang, membuat Datuk
Sipaloka merasa dirinya dianggap sepi saja!
Suasana sehening di pekuburan sewaktu perlahan-lahan Datuk Sipatoka angkat kedua
tangannya ke atasi Kemudian suara menggeledek keluar dari mulutnya. Serentak
dengan itu kedua tangan dipukulkan ke muka, dua larik sinar hitam pekat yang
busuk, menggidikkan menyambar ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng!
Sewaktu Datuk Sipatoka memukul ke depan, Wiro juga telah memukulkan tangan
kirinya ke muka. Sinar putih menyilaukan melesat ke depan, sekaligus memapasi
dua sinar hitam. Terdengar letupan yang dahsyat!
Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
110 Masing-masing pihak tersurut lima langkah ke belakang.
Sinar putih dan sinar hitam masih kelihatan di udara karena kedua orang yang
bertempur masih belum turunkan tangan masing-masing. Tiga sinar itu laksana tiga
ekor naga yang berpalun-paiun, berkelahi dan saling gempur dengan dahsyat!
Masing-masing sudah keluarkan keringat dingin dan urat-uraft leher menegang
biru! Wiro membentak dam dorongkan lagi tangan kirinya.
Tubuh Datuk Sipatoka tergontai-gontai. Wiro membentak lagi sampai beberapa kali.
Datuk Sipatoka laksana ditekan dinding baja. Dia mundur terus menerus dan
bertahan dengan sekuat tenaga. Ketika untuk ke lima kalinya Wiro membentak lagi
dan dorongkan kembali tangan kirinya Datuk Sipatoka tak sanggup bertahan lebih
lama. Tubuhnya terhampar jatuh duduk di lantai. Ilmu Pukulan Hawa Nerakanya
buyar dan lenyap sedang Pukulan Sinar Matahari Wiro terus menyerampang salah
satu kakinya! Datuk Sipaloka meraung terguling-guling. Wiro tidak memberi hati.
Tangan kanan didorongkan kini. Dan satu gelombang angin yang luar biasa hebatnya
menyapu tubuh Datuk Sipatoka membuat tubuh itu terguling-guling di halaman
berumput Istana Sipatoka. Tangan dan kaki tanggal dari persendiannya sedang
kepala hancur memar! Itulah kehebatan ilmu Pukulan Dewa Topan Menggusur Gunung
yang telah dilepaskan Wiro Sableng tadi!
Suasana yang hening menggidikkan itu dirobek oleh suara tertawa Tua Gila. Orang
tua ini berdiri dari duduknya dan berkata: "Pertempuran hebat! Luar biasa sekali
untuk disaksikan!" Kemudian Tua Gila memandang berkeliling dan berseru: "Empat
puluh perempuan-perempuan muda yang ada di luar Istana harap segeramasuk!"
Sesaat kemudian ke empat puluh, pesuruh Datuk Sipatoka yang terdiri dari
perempuan-perempuan muda belia itu masuk ke dalam, istana. Melihat kolega-kolega
mereka yang ada di dalam istana, yaitu sisa-sisa pembantu Datuk Sipatoka pada
berlutut di lantai maka ke empat puluh perempuan-perempuan ini pun berlutut pula
di hadapan Tua Gila dan Wiro Sableng.
"Berdiri semua!" bentak Tua Gila.
Serempak semua orang itu berdiri.
"Kalian semua sudah dengar pesan perjanjian Datuk keparat itu, . "
Semua orang mengiyakan.
"Begitu kami pergi, kalian segera memusnahkan istana..bejat ini. Hancurkan semua
yang ada rata dengan Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
111 tanah..Lalu tinggalkan tempat ini dan pergi ke mana kalian rnau asal saja
menempuh jalan kehidupan yang benar!
Kalau kelak kutemui atau kudengar ada di antara kalian.
Yang coba-coba untuk kembali jadi orang jahat atau memperhamba diri pada orang
jahat, pasti tak ada ampunan bagi kalian!"
Tua Gila berpaling pada Pendekar 212 dan
menyodorkan buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan, yang kulitnya sudah robek.
"Ambillah. Kau rupanya memang berjodoh dengan kitab ini,.."
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wiro menerima kitab itu lalu menjura sambil berkata
"Banyak terima kasih atas segala, bantuan mu, Tua Gila"'
Kemudian ketika dia angkat kepalanya ternyata si orang tua sudah lenyap dari
hadapannya! Hanya kumadang suara tertawapya yang terdenga di kejauhan! Wiro
Sableng, hela nafas dalam dan garuk-garuk kepala.
TAMAT Banjir Darah di Tambun Tulang -Dewi kz
112 Kisah Pedang Bersatu Padu 7 Pedang Siluman Darah 12 Pembalasan Surti Kanti Iblis Penebus Dosa 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama