Ceritasilat Novel Online

Batu Pembalik Waktu 2

Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu Bagian 2


dari yang tegak di hadapan Penolong Budiman membentak.
Lalu pancarkan kentut.
"Brut prett!"
"Sobatku, aku tidak menyangka sekeji ini budi pekertimu! Menggagahi gadis yang
tidak berdaya!"
Orang kedua ikut membentak.
"Hantu Selaksa Angin! Wiro! Tidak! Tunggu! Biar aku..."
Bayangan kuning berkelebat Satu tendangan melabrak ke arah dada Si Penolong
Budiman. Untung orang ini bertindak cepat jatuhkan diri. Dia berguling menjauh
namun mendadak satu sinar kuning menyerupai tombak berkiblat, menderu ke arah
batok kepala Si Penolong Budiman!
"Tahan serangan!" teriak Latampi alias Si Penolong Budiman.
Tapi tombak kuning itu terus menderu. Malah dari samping satu tangan datang
melesat menjambak rambutnya membuat Latampi tak mungkin menghindarkan diri dari
hantaman cahaya kuning berbentuk tombak yang adalah ilmu pukulan sakti milik
Hantu Selaksa Angin bernama Tombak Kuning Pengantar Mayatl
"Wiro! Lepaskan jambakanmu!" teriak Latampi.
"Kau dan nenek itu salah sangka!"
Pendekar 212 hanya menyeringai. Dia sengaja menarik rambut Latampi hingga sosok
orang ini ter-betot ke arah datangnya sinar kuning!
Tak ada jalan lain bagi Si Penolong Budiman. Dari pada menemui ajal secara
mengenaskan begitu rupa mau tak mau dia harus menyelamatkan diri dengan balas
menghantam. Tangan kanannya bergerak.
"Wuuttt!"
Selarik sinar hitam berbentuk kipas dipenuhi cahaya-cahaya terang seperti
tebaranbunga api berkiblat di udara!
118 BATU PEMBALIK WAKTU 28
"Pukulan Menebar Budi!" teriak Pendekar 212.
Tahu keganasan pukulan sakti itu dia segera lepaskan jembakannya pada rambut Si
Penolong Budiman. Lalu melompat satu tombak ke belakang seraya lepaskan pukulan
Benteng Topan Melanda Samudera.
"Bummm!"
"Bummm!"
Dua letusan menggelegar di tempat itu. Air telaga muncrat setinggi tiga tombak.
Belasan burung belibis menjerit keras ketakutan lalu beterbangan ke udara.
Wiro jatuh terhenyak di tanah. Mukanya pucat dan dadanya berdenyut sakit Hantu
Selaksa Angin ter-sandar ke sebatang pohon. Lututnya goyah lalu nenek ini jatuh
berlutut. Di bagian lain Si Penolong Budiman terpental dan terguling-guling di
tanah. Mukanya me-ngelam. Sosoknya menghuyung ketika dia coba berdiri. Di sela
bibirnya tampak lelehan darah.
"Masih hidup manusia keji ini rupanya!" kertak Hantu Selaksa Angin. Dia
menggebrak ke depan sambil kembali menghantam. Kali ini tidak kepalang tanggung
dia lepaskan pukulan Salju Putih Latinggimerul
"Nenek jubah kuning! Harap kau suka mundur!
Biar aku yang menyingkirkan kekejian dari bumi Negeri Latanahsilam ini!" Satu
suara membentak nyaring.
Satu bayangan biru berkelebat ke arah Si Penolong Budiman. Orangnya bukan lain
adalah Luhcinta!
"Butt prett!"
"Wahai! Kau yang diperlakukan keji, memang pantas kalau kau yang menghabisinya!"
kata Hantu Selaksa Angin lalu menarik pulang serangannya dan menyingkir ke
samping, memberi jalan pada Luhcinta.
"Luhcinta! Tahan seranganmu! Jangan teruskan!
Aku harus menerangkan sesuatu padamu!" teriak Si Penolong Budiman.
"Berikan keteranganmu pada semua roh jahat yang tergantung antar langit dan
bumi!" jawab Luhcinta.
Lalu gadis ini hamburkan serangan berantai yang hebat sekali.
"Bukk... bukkk... bukkk!"
Si Penolong Budiman tidak berkelit tidak pula menangkis. Sepertinya dia pasrah
menerima hantaman lawan.
Tiga pukulan keras melanda tubuh Si Penolong Budiman, membuatnya kembali
terjengkang di tanah dan muntahkan darah segar!
Dengan muka pucat, mulut dan pakaian berselomot darah Si Penolong Budiman
merangkak di tanah lalu bangkit berdiri.
"Luhcinta, kau tidak memberi kesempatan untukku bicara! Aku tidak menyesal kalau
harus mati di tanganmu.... Bunuhlah, aku tidak akan melawan!
118 BATU PEMBALIK WAKTU 29
Mungkin ini satu-satunya cara untuk menebus kekeliruan dan dosa besarku di masa
lalu!" Kalau saja Luhcinta tidak sedang dilanda amarah, kata-kata Si Penolong Budiman
itu pasti akan menjadi satu tanda tanya besar baginya. Namun saat itu luapan
amarah tengah menyungkup dirinya. Dia melihat sendiri, juga ada beberapa orang
menyaksikan betapa tadi Si Penolong Budiman berbuat keji terhadapnya!
Kata-kata yang diucapkan Si Penolong Budiman itu malah dianggap sebagai
tantangan oleh Luhcinta.
"Selama ini kasih sayang adalah pegangan hidup-ku! Tapi aku tidak akan pernah
menyesal membunuh makhluk keji sepertimu!"
Didahului satu pekik dahsyat Luhcinta melesat ke depan. Dua tangannya bergerak.
Satu menghantam-kan pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi, satunya lagi melepas
pukulan bernama Kasih Mendorong Bumi. Sekalipun Si Penolong Budiman memiliki
ilmu kesaktian setinggi langit sedalam samudera namun tidak mungkin baginya
menyelamatkan diri dari dua pukulan maut itu. Apalagi saat itu dia seperti
memang sengaja memasang diri, siap untuk dihabisi!
Sesaat lagi Si Penolong Budiman akan dibantai oleh dua pukulan sakti yang
dilepaskan Luhcinta anak kandungnya sendiri, tiba-tiba dua bayangan berkelebat
sebat. Satu teriakan keras menggelegar di Seantero tempat!
"Luhcinta! Tahan seranganmu! Jangan bunuh orang itu! Dia Latampi! Ayahmu
sendiri!" 118 BATU PEMBALIK WAKTU 30
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
6 SEMUA orang yang ada di tempat itu tersentak kaget!
Luhcinta sendiri merasa kalau ada setan kepala tujuh menghambur keluar dari
dalam tanah hendak
mencekiknya, atau ada halilintar turun dari langit menyambar di puncak
hidungnya, tidak akan seluar biasa itu kaget dirinya.
Gerakan dua tangan si gadis serta merta tertahan.
Mukanya sepucat kain kafan. Dua matanya memandang membeliak ke arah Latampi yang
dari merangkak dengan susah payah berusaha bangkit berdiri tapi hanya mampu
tegak berlutut Mukanya tak kalah pucat dan pandangannya mengarah sayu pada
Luhcinta. "Luhcinta.... Kau...." Si Penolong Budiman tak Kuasa meneruskan ucapannya. Dua
tangannya diulurkan ke depan. Dua lututnya beringsut di tanah. Dua matanya
berkaca-kaca. Luhcinta seperti melihat hantu. Gadis ini bersurut ke belakang. Tubuhnya huyung.
Dia tak kuat lagi menahan diri. Tubuhnya tersungkur ke depan. Tiba-tiba ada
sepasang tangan merangkulnya. Memandang ke samping Luhcinta melihat satu wajah
dan tubuh yang dipenuhi katak-katak hijau.
"Guru..." desis Luhcinta.
"Muridku, tabahkan hatimu, kuatkan jiwamu menghadapi kenyataan ini...."
Luhcinta menarik ke samping kiri. Dia melihat sosok Hantu Penjunjung Roh
memandang padanya.
Nenek ini kelihatan tersenyum, tapi senyum itu begitu sayu. Sambil memegang
kepala gadis itu si nenek berkata. "Cucuku, kau telah sampai diakhir
perjalananmu. Rahasia besar yang selama ini menjadi beban kehidupanmu kini telah
tersingkap...."
"Nek..." suara Luhcinta bergetar. "Orang itu. Dia...."
Hantu Penjunjung Roh usap kepala cucunya. Lalu ditolongnya gadis itu bangkit
berdiri. "Ya, dia.... Dia adalah Latampi. Dia anak kandungku. Dia ayah yang
selama ini kau cari. Aku akan memapahmu kepadanya.
Bersimpuhlah di hadapannya, lalu peluk dan rangkul dia. Ayah yang kau cari
selama ini kau temukan....
Berkah para Dewa telah sampai atas diri kalian berdua...." Waktu berkata itu
Hantu Penjunjung Roh tidak dapat lagi menahan kucuran air matanya.
Luhcinta merasa dua kakinya seolah seberat batu raksasa. Dia tak sanggup
melangkah. Bibirnya bergetar.
118 BATU PEMBALIK WAKTU 31
Sepasang matanya mulai basah. "Nek. saya....
Saya tidak bisa mempercayai semua ini.... Si muka tanah liat ini. Sebelumnya dia
telah berbuat keji atas diri saya.... Tak mungkin Nek.... Tak mungkin.... Saya
tidak pernah mengharapkan seorang ayah sekeji dirinya!"
"Luhcinta, aku dan gurumu Hantu Laekatakhijau sudah menyelidik, sudah mendapat
bukti-bukti bahwa orang itu adalah Latampi ayah kandungmu. Jangan kau berani
berkata tidak mungkin. Yang Kuasa telah memperlihatkan kebesaran dan kasih
sayangNya pada kalian hingga hari ini kalian dipertemukan satu sama lain...."
Hantu Penjunjung Roh terus memapah Luhcinta.
Di depan sana Pendekar 212 Wiro Sableng garuk-garuk kepala. Sesaat dia tampak
bingung. Lalu dia melangkah mendekati Si Penolong Budiman dan menolong orang ini
berdiri. Seperti apa yang dilakukan Hantu Penjunjung Roh, Wiro kemudian membantu
Si Penjunjung Roh melangkah mendekati Luhcinta.
Hantu Selaksa Angin menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya itu dengan mata
basah. Sejak tadi dia menahan diri agar tidak memancarkan kentut.
Sementara Hantu Laekatakhijau guru Luhcinta ter-sengguk-sengguk menahan tangis.
Beberapa saat kemudian ayah dan anak itu tegak berhadap-hadapan, hanya terpisah
dua langkah. Keduanya saling memandang berhamburan air mata.
"Anakku Luhcinta..." ucap Latampi dengan suara bergetar dan dada menggemuruh.
Dua tangannya diulurkan hendak menyentuh bahu gadis itu. "Apa yang aku lakukan
bukan kekejian berselubung nafsu mesum. Aku terpaksa menekan urat besar di
dadamu. Aku terpaksa harus menyedot racun jahat lewat mulutmu.
Hanya itu satu-satunya jalan menolong dirimu dari racun jahat yang ditebar kaki
tangan Hantu Muka Dua...."
Luhcinta sendiri tegak tak bergerak. Telinganya terbuka, tapi dia seolah tidak
mendengar apa yaru diucapkan Latampi. Mulutnya ikut terbuka. Bibirnya
bergeletar. Ingin ia mengucapkan kata "Ayah" tetapi lidahnya serasa kelu. Tak
ada ucapan, tak ada suara yang keluar. Pada saat itulah tiba-tiba sekilas
bayangan hitam masa lalu terpampang di depan matanya, menghujam di dalam benak
Luhcinta. Yakni berupa kenyataan bahwa ayah kandungnya itu sebenarnya adalah
kakak kandung dari ibunya sendiri, sang ibu yang bernama Luhpiranti memang
melahirkan dirinya, tapi dia merupakan anak yang terlahir diluar nikah.
Lalu sang ayah sendiri tidak pula syah menjadi ayahnya karena dia adalah kakak
kandung ibu yang
melahirkannya! Luhcinta memandang ke arah Pendekar 212 Wiro 118 BATU PEMBALIK WAKTU 32
Sableng. Dalam keadaan seperti itu ingin sekali dia berlari ke dalam pelukan
pemuda itu. Bicara dengannya.
Agaknya hanya Wirolah satu-satunya tempat dia menceritakan kemalangan hidup
mengadukan nasib.
Namun hatinya menjadi perih bila dia ingat bahwa Wiro telah kawin dengan
Luhrembulan dan menjadi milik orang lain. Air mata semakin deras mengucur jatuh
ke pipi Luhcinta. Tubuhnya bergetar hebat.
Tiba-tiba satu teriakan keras keluar dari mulutnya.
'Tidak! Tidak!"
Seperti ada kekuatan gaib memasuki dirinya, Luhcinta meronta keras melepaskan
pegangan dua nenek di kiri kanannya lalu melompat meninggalkan tempat itu.
"Luhcinta!" teriak Hantu Penjunjung Roh me manggil. Hantu Laekatakhijau coba
mengejar. Pendekar 212 tak tinggal diam. Dia berusaha menghalangi tapi hanya
sempat menyentuh punggung gadis itu.
Latampi sendiri jatuh berlutut di tanah, menutupi wajahnya dengan dua tangan
menahan gemuruh tangis yang seolah hendak meledakkan tubuhnya!
"Luhmasigi," kata Hantu Laekatakhijau pada Hantu Penjunjung Roh. "Cucumu berada
dalam keadaan kalut kacau pikiran. Keadaannya bisa berba-haya. Kita harus
mengejarnya."
Tanpa banyak bicara lagi dua nenek itu segera berkelebat ke arah lenyapnya
Luhcinta. Hantu Selaksa Angin memandang pada Wiro.
"Kau tidak ikutan mengejar gadis itu?"
Wiro tak bisa menjawab. Dia memang ingin sekali mengejar Luhcinta. Bukan saja
untuk menyelamatkan si gadis tapi juga untuk membicarakan masalah per-kawinannya
dengan Luhrembulan.
Tanpa setahu Hantu Selaksa Angin dan Wiro ataupun Latampi yang masih berlutut
menahan tangis, di balik serumpun semak belukar tiga sosok saling berdesakan
bersembunyi mengintai. Mereka adalah Naga Kuning, Betina Bercula dan si kakek
tukang kencing Si Setan Ngompol.
"Aneh, apa yang terjadi sebelumnya di tempat ini!
Orang berjubah hitam yang berlutut di tanah sesenggukan itu, bukankah dia Si
Muka Tanah Liat yang dikenal dengan julukan Si Penolong Budiman" Setan apa yang
masuk ke dalam tubuhnya hingga dia berlaku aneh seperti itu"!"
Mendengar ucapan Naga Kuning, Betina Bercula kepalkan dua tinjunya. "Memang dia!
Terakhir sekali kita melihatnya waktu dia menolong Luhcinta. Waktu itu lapisan
tanah liat hitam tidak lagi menutupi wajahnya! Aku mengenali wajahnya! Ingat
bagaimana dia menggebuki kita beberapa waktu lalu"!" Biar aku ganti menghajarnya
saat ini juga!"
118 BATU PEMBALIK WAKTU 33
"Tunggu!" bisik Setan Ngompol sambil menahan pundak dua temannya. "Kita intip
saja dulu. Agaknya telah terjadi satu peristiwa besar di tempat ini. Jika kita
keluar mungkin semua keanehan ini tidak akan tersingkap...."
Saat itu si nenek muka kuning terdengar berkata.
"Wiro, kata orang gadis itu mencintaimu. Apa kau tidak mencintai dirinya" Kau
harus mengejar dan menolongnya.... Aku tidak akan mengadu pada istrimu yang
bernama Luhrembulan itu! Hik... hik... hik!" Hantu Selaksa Angin tertawa
menggoda. "Sstt... Nenek itu bicara tentang seorang gadis.
Kau bisa menduga siapa gadis itu adanya?" Naga Kuning memandang pada Setan
Ngompol. Kakek ini menggeleng. "Jangan-jangan sebelumnya Luhcinta berada di
tempat ini!"
"Si nenek muka kuning tadi menyebut nama Luhrembulan. Rupanya dia juga sudah
tahu kalau Wiro sudah kawin dengan gadis itu!" kata Betina Bercula perlahan.
"Hai! Gadis itu sudah lari jauh! Kau tidak mau mengejar dan menolongnya?" Hantu
Selaksa Angin kembali bertanya pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
Murid Eyang Sinto Gendeng ini jadi garuk-garuk kepala berulang kali. "Dalam
bingungnya gadis itu bisa saja melihat diriku seperti hantu. Tadi kita berdua
telah menolongnya. Saat ini kita tidak bisa berbuat banyak. Dua nenek tadi sudah
mengejar. Lagi pula aku punya kewajiban padamu untuk mencari Lasedayu.
Nenek suamimu itu belum kita temukan!"
Nenek muka kuning tersenyum. "Tidak kusangka hatimu sebaik itu. Sampai-sampai
mengorbankan gadis cantik yang mencintaimu demi menolong nenek keriput
sepertiku!"
"Aku berbuat baik kepada siapa saja yang aku suka Nek," kata Pendekar 212 pula.
"Hemm.... Begitu" Aku suka pada orang yang mau bicara jujur sepertimu. Lalu
bagaimana dengan lelaki malang itu?" tanya si nenek sambil memandang pada
Latampi. Wiro menarik nafas dalam lalu melangkah mendekati Si Penolong Budiman.
Dipandangnya pundak Latampi seraya berkata. "Sahabatku, maafkan kesalah pahaman
kami berdua. Hidup ini memang penuh dengan hal tak terduga. Tidak semuanya
sesuai dengan kehendak kita. Aku percaya, Gusti Allah Yang Maha Kuasa akan
menolongmu!"
Latampi tidak dapat lagi menahan tangisnya. Tubuhnya berguncang keras. Lelaki
ini akhirnya meratap memilukan sambil bersujud di tanah. Wiro dan si nenek
memperhatikan dengan perasaan sedih.
118 BATU PEMBALIK WAKTU 34
Murid Sinto Gendeng memandang dengan sangat haru. Dia lalu meraba ke balik
pakaiannya dan merasa lega. "Untung obat ini masih ada padaku...." Dari balik
pakaiannya Wiro keluarkan satu kantong kecil. Kantong itu diletakkannya di
tanah, di depan kepala Si Penolong Budiman.
"Sahabatku, kau tertuka parah. Dalam kantong kecil ini ada dua butir obat.
Mudah-mudahan mujarab menyembuhkan lukamu. Aku tahu, luka di tubuh akan sanggup


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau hadapi. Namun luka hati agaknya memang sulit ditahan. Kuatkan jiwamu,
tabahkan hatimu sahabatku!"
Tangis Si Penolong Budiman meledak. Ratapannya menyayat hati. Karena tidak tahan
melihat semua itu Wiro segera memberi isyarat pada Hantu Selaksa Angin. Keduanya
lalu tinggalkan tempat itu. belum jauh berjalan si nenek berkata.
"Kau memang pantas berbuat baik pada Si Penolong Budiman itu. Siapa tahu satu
hari dia kelak akan menjadi ayah mertuamu! Hik... hik... hik!"
"Butt prett!"
"Mulutmu enak saja bicara Nek!" gerutu Wiro mendengar ucapan si nenek muka
kuning. Hantu Selaksa Angin tersenyum geli. "Tadi aku dengar kau lagi-lagi menyebut nama
Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Kapan kau mau menerangkan siapa adanya Gusti Allah
itu. Lalu dimana aku bisa me-nemuiNya?"
Kini Wiro yang tertawa. "Nanti Nek, kalau kau sudah bertemu dengan suamimu
Lasedayu, pada saat itulah kau akan merasakan kekuasaan dan kasihnya Gusti
Allah...."
"Jadi aku harus bertemu dulu dengan kakek sial itu, baru bisa tahu Gusti Allah?"
Wiro tersenyum. Sulit baginya menerangkan pada Hantu Selaksa Angin. Sebaliknya
karena tidak mendapat jawab si nenek muka kuning lalu pancarkan kentutnya.
"Buttt prett!"
Habis kentut tiba-tiba si nenek berbalik.
Wiro memandang dengan heran lalu bertanya.
"Ada apa Nek?"
"Bicara soal Gusti Aliahmu itu, aku jadi ingat pada perintah guruku Datuk Tanpa
Bentuk Tanpa Ujud.
Bukankah aku harus mewariskan semua ilmu kepan-daianku padamu" Sampai saat ini
tidak satu ilmu kesaktianpun yang aku berikan. Aku takut melanggar perintah...."
"Kau tak usah keliwat memikir hal itu Nek," jawab Wiro yang sejak sebelumnya
memang tidak mau menerima ilmu kepandaian apapun dari si nenek. "Kau 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 35
sudah punya niat menjalankan perintah tapi aku berterima kasih dan menolak
pemberian ilmu itu. Berarti kau tidak melanggar perintah, apalagi merasa berdosa...."
"Aku memang tidak merasa berdosa. Tapi merasa berhutang! Ini membuat aku merasa
tidak tenteram.
Bagiku hutang jauh lebih berat dari pada dosa! Aku tahu kau orangnya suka jahil.
Jadi yang cocok untukmu adalah ilmu Menahan Darah Memindah Jazad."
"Nek, jangan kau bergurau. Aku sudah bilang aku ngeri dengan ilmu kepandaianmu
yang satu itu."
Si nenek mendongak ke langit. "Mendung di mana-mana...." katanya. "Sebentar lagi
pasti hujan akan turun! Dengar Wiro, aku akan berikan ilmu itu padamu sebelum
hujan mencurah!"
"Tidak Nek, terima kasih...."
Tapi saat itu Hantu Selaksa Angin tiba-tiba sekali telah merangkul tubuh
Pendekar 212. Wiro berusaha meronta lepaskan diri. Tapi anehnya semakin dia
bersikeras mengeluarkan tenaga semakin dia tak bisa bergerak malah nafasnya
mulai megap-megap.
"Apa yang hendak kau lakukan Nek..." Kau mau membunuh aku"!" tanya Wiro.
"Perlu apa aku membunuhmu"!"
"Kau... mungkin... mungkin kau tiba-tiba kema-sukan setan mesum. Kau hendak
berbuat tidak se-nonoh padaku..."!"
"Anak gila! Kau kira aku ini nenek bejat seperti Hantu Santet Laknat hah"!"
Wiro jadi tersentak mendengar si nenek menyebut nama itu.
"Dengar Wiro. Aku akan memberikan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad sekarang
juga padamu!"
"Nek! Jangan paksa diriku!"
"Kuremukkan tulang belulangmu jika kau berani membantah!" mengancam Hantu
Selaksa Angin. Lalu butt prett! Nenek ini pancarkan kentutnya. Bersamaan dengan
itu dia memperkencang pelukannya hingga Wiro merasa sekujur tubuhnya seperti mau
remuk. "Ilmu Menahan Darah Memindah Jazad tidak susah menguasainya Kerahkan tenaga
dalammu, pusatkan ke perut, tahan nafas sambil menggosokkan ibu jari tangan kiri
atau tangan kananmu pada empat jari lainnya. Kalau sudah kau lakukan, bagian
tubuh manusia yang mana saja bisa kau pindahkan kemana kau suka! Kau dengar
Wiro?" Di balik semak belukar Naga Kuning dan kawan-kawannya yang diam-diam terus
menguntit Wiro dan si nenek, menggamit Si Setan Ngompol. "Kau dengar apa yang
dikatakan nenek tukang kentut itu" Ternyata tidak sulit menguasai ilmu Menahan
Darah Memindah 118 BATU PEMBALIK WAKTU 36
Jazad itu! Aku juga pasti bisa melakukannya...."
"Kalau orang tidak memberikan ilmu langsung padamu, jangan jahil mencoba-coba.
Nanti bisa kapiran salah kaprah!" kata Setan Ngompol pula.
"Ah, kau cuma iri. Kaupun sebenarnya inginkan ilmu itu!" menggoda Naga Kuning.
"Jangan kau bicara tak karuan!" bentak Setan Ngompol delikkan mata.
"Dengar Kek," Naga Kuning masih belum berhenti mengganggu orang. "Kalau aku
dapatkan ilmu itu, nanti barangmu akan aku tukar dengan barang kuda.
Agar kau sembuh tidak ngompol-ngompol lagi! Hik...
hik... hik!"
"Setan alas kau!" rutuk Setan Ngompol.
Betina Bercula ikut-ikutan mengganggu si kakek.
"Naga Kuning, kalau barangnya sudah kau tukar dengan-punya kuda, jangan lupa
memberi tahu aku. Ingin sekali aku melihatnya! Hik... hik... hik...!"
Sementara itu murid Sinto Gendeng tidak menjawab pertanyaan si nenek muka
kuning. Saat itu dia sudah kelagapan tak bisa melepaskan diri dari pelukan
kencang si nenek. Hantu Selaksa Angin kembali kerahkan tenaganya.
"Kreekkk!"
Tulang punggung Wiro bergemeletak. Sang pendekar mengeluh kesakitan.
"Sudah Nek, aku.... Terserah padamu saja! Tapi lepaskan pelukanmu! Aku tak
tahan...."
"Heh, kau tak tahan" Tak tahan apa" Kau mulai terangsang rupanya dalam
pelukanku" Dasar pemuda cabul!" Si nenek membentak.
"Bukan terangsang Nek. Tapi tak tahan bau ketiakmu!
Hidungku mau tanggal rasanya!" jawab Wiro.
"Hii... hik... hik!" Hantu Selaksa Angin tertawa cekikikan mendengar kata-kata
Wiro itu. "Sekarang aku akan tunjukkan bagaimana cara mengembalikan bagian tubuh
atau benda apa saja kau pindahkan...."
Naga Kuning memasang telinganya tajam-tajam, berusaha mencuri dengar petunjuk
apa yang hendak dikatakan si nenek pada Wiro. Tapi saat itu tiba-tiba di langit
mendung berkiblat petir. Cahaya putih bersabung laksana merobek langit.
Bersamaan dengan itu suara guntur menghunjam menggetarkan bumi memekakan
telinga. Naga Kuning tidak dapat mendengar apa yang dikatakan nenek muka kuning
pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Geledek jahanam! Budek telingaku! Aku tak bisa mendengar apa yang diucapkan
nenek itu!" Naga Kuning memaki marah sambil bantingkan kaki.
Setan Ngompol menyeringai. Sejak tadi kakek ini sudah jengkel pada si bocah.
Sekarang dia siap mela-118 BATU PEMBALIK WAKTU 37
kukan pembalasan. Dia susupkan telapak tangan kirinya ke dalam celananya yang
basah oleh air kencing.
Lalu tangan yang berselomotan air kencing pesing itu dipeperkannya ke muka Naga
Kuning seraya berkata.
"Makanya, jangan suka jahil mencuri rejeki mendengar ucapan orang! Mendingan kau
terima dulu hadiah dariku!"
"Kakek sialan!" rutuk Naga Kuning sambil me-ludah-ludah dan seka mukanya
berulang kali. 118 BATU PEMBALIK WAKTU 38
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
7 SATU cahaya merah melesat dari langit, membuat Peri Angsa Putih yang tengah
duduk di bawah keteduhan pohon besar di tepi kelokan sungai terkejut Cepat-cepat
dia menyembunyikan benda yang sejak tadi dipegangnya ke balik pakaian putihnya.
Satu sosok terbungkus gulungan kain sutera merah tahu-tahu sudah berada di
hadapan Peri Angsa Putih. Bau harum mewangi memenuhi udara di tempat itu.
"Wahai, kau terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ini Peri Angsa Putih?"
Satu suara parau menegur.
"Peri Sesepuh!" seru Peri Angsa Putih ketika menyadari siapa yang tegak di
hadapannya. Lalu dia menjura memberi hormat.
"Keterkejutanku rasanya sangat beralasan wahai Peri Sesepuh. Aku berada di
tempat terpencil begini rupa. Bagaimana kau bisa mengetahui kehadiranku di sini.
Kemudian, bukankah sejak beberapa purnama ini kau diketahui mengucilkan diri
menjauhi alam manusia dan alam Peri" Mengapa kini kau mendadak muncul" Apakah
pengucilan dirimu telah berakhir?"
Yang tegak di hadapan Peri Angsa Putih adalah seorang perempuan luar biasa
gemuk, berkulit putih.
Mukanya yang bulat gembrot sungguh tidak sedap untuk dipandang. Selain hidung
yang pesek lebar serta bibir tebal, pada pipi kirinya ada tahi lalat hitam
sebesar telur burung dara. Makhluk ini mengenakan kain berwarna merah tipis yang
digelungkan ke sekujur tubuhnya secara sembrono hingga beberapa bagian lekuk
tubuhnya yang terlarang kadang-kadang tersingkap jelas. Ketika dia tersenyum
kelihatan gigi-giginya yang besar. Ketika dia mengangkat tangan kirinya agak
tinggi untuk mematik gulungan rambutnya, bulu ke-tiaknya kelihatan berserabutan
seperti ijuk! Dalam kisah di Negeri Latanahsilam si gemuk berpakaian sutera merah tipis ini
dikenal sebagai Peri Sesepuh yang merupakan Peri pimpinan dari segala Peri yang
ada di Negeri Atas Langit Dalam Episode berjudul "Rahasia Mawar Beracun"
dikisahkan bagaimana Peri Sesepuh terbongkar rahasianya sebagai Peri yang hendak
mencelakai Pendekar 212 Wiro Sableng dengan sekuntum mawar kuning beracun.
Akibat perbuatannya itu Peri Angsa Putih dan Peri Bunda, juga Luhjelita hampir
terkena tuduhan sebagai 118 BATU PEMBALIK WAKTU 39
pelaku. Malu karena perbuatan jahatnya diketahui, Peri Sesepuh akhirnya
meninggalkan Negeri Atas Angin dan memencilkan diri di satu tempat yang tidak
satu orang atau Peripun mengetahui.
"Kerabatku Peri Angsa Putih, tidak heran kalau kau sampai terkejut. Diriku ini
memang sengaja muncul dari alam pengasingan karena beberapa hal. Aku harap kau
mau membagi waktu, bersabar hati mendengar apa yang hendak aku katakan...."
"Aku akan mendengar apa yang akan kau ucapkan, wahai Peri Sesepuh," kata Peri
Angsa Putih pula.
Namun dalam hati Peri Angsa Putih merasa curiga.
"Jangan-jangan dia mengetahui kalau Batu Pembalik Waktu berada di tanganku,"
pikir Peri Angsa Putih.
"Pertama sekali aku merasa risau mendengar apa yang terjadi dengan Peri Bunda.
Sewaktu aku meninggalkan Negeri Atas Langit kepadanyalah aku perca-yakan untuk
mewakili diriku selama aku bersunyi diri di tempat pengucilan. Ternyata kini
satu musibah besar menimpa dirinya. Dia diketahui hamil berbadan dua. Diketahui
pula bahwa pemuda asing bernama Wiro Sableng itulah yang telah melakukan
perbuatan keji itu!" Peri Sesepuh terdiam sebentar lalu melanjutkan ucapannya
dengan pertanyaan. "Wahai Peri Angsa Putih, gerangan tindakan apakah yang telah
atau akan dilakukan oleh kita kaum Peri?"
Peri Angsa Putih tak segera menjawab.
"Wahai, apakah ada keraguan dalam lubuk hatimu untuk melakukan sesuatu pada
pemuda itu?" tanya Peri Sesepuh.
Peri Angsa Putih masih diam.
"Hemm.... Atau mungkin rasa cintamu terhadapnya semakin mendalam hingga kau...."
"Peri Sesepuh, aku sudah lama melupakan pemuda itu," kata Peri Angsa Putih pula.
"Begitu?" Peri Sesepuh menatap tajam ke dalam sepasang mata biru Peri Angsa
Putih. Hatinya tak percaya akan apa yang barusan dikatakan kerabatnya itu.
"Terus terang aku juga telah melupakan semua kejadian di masa lalu. Tetapi hati
sanubari kita tidak terlalu jauh berbeda dengan hati nurani manusia biasa, Halhal yang lama tetap akan menjadi kenangan sedang semua hal yang kita hadapi saat
ini merupakan satu kenyataan. Lalu segala hal di masa mendatang merupakan satu
tantangan. Kerabatku Peri Angsa Putih, saat ini aku tidak berkewenangan untuk
turun tangan mengambil tindakan. Peri Bunda yang menjadi wakilku justru yang
ditimpa musibah memalukan itu.
Berarti hanya kau seorang kini yang bisa dipercaya untuk berbuat sesuatu.... Kau
harus mencari pemuda asing itu. Kau harus meminta pertanggung jawabnya!
118 BATU PEMBALIK WAKTU 40
Kalau Peri Bunda sampai melahirkan sungguh sangat memalukan. Dan seribu kali
lebih memalukan kalau tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan siapa ayah
anak yang dilahirkannya itu! Walau kemudian orang itu harus menemui kematiannya!
Peri Angsa Putih, tanggung jawab besar terletak di pundakmu!"
"Aku memang sudah berniat mencari pemuda itu.
Membawanya ke Puri kebahagiaan, mempertemukannya dengan Peri Bunda sebelum Peri
Bunda melahirkan."
"Aku gembira mendengar kau sudah memasang niat begitu rupa," kata Peri Sesepuh
sambil angguk-anggukkan kepala.
Sebenarnya Peri Angsa Putih ingin agar peri gemuk itu cepat-cepat
meninggalkannya. Namun Peri
Sesepuh malah kembali membuka ucapan.
"Aku pernah mengimpikan dirimu, Peri Angsa Putih. Dalam mimpi kulihat kau duduk
di atas sebuah tebing tinggi di sebuah teluk. Bulan purnama empat belas hari
bersinar indah di langit. Tiba-tiba bulan itu meluncur turun ke pangkuanmu.
Agaknya satu berkah atau satu anugerah berupa sebuah benda sangat berharga akan
jatuh ke haribaanmu. Atau mungkin benda itu sudah berada di tanganmu?"
"Benda apa maksudmu Peri Sesepuh" Bisakah kau menerangkan?" balik bertanya Peri
Angsa Putih. Suaranya datar dan agak tercekat. Hal ini karena kekhawatiran yang muncul
mendadak. Khawatir Peri Sesepuh benar-benar telah mengetahui kalau Batu Pembalik
Waktu itu ada di tangannya.
"Wahai, benda itu bisa saja berupa sebuah logam, berbentuk sebilah senjata.
Mungkin juga berupa benda yang kelihatannya tidak berharga sama sekali. Seperti
sebuah batu. Padahal benda itu menyimpan satu kesaktian maha dasyat...."
Peri Angsa Putih tersenyum. "Kalau aku memiliki benda atau senjata sakti pasti
akan kuberi tahu semua sahabat para Peri dan akan kusimpan di dalam almari
penyimpanan benda-benda pustaka di Negeri Atas Langit..."
"Kalau begitu mimpiku hanya merupakan bunga tidur yang tak ada artinya..." kata
Peri Sesepuh pula sambil tersenyum. Di mata Peri Angsa Putih senyum peri gemuk
itu seperti satu isyarat rasa tidak percaya.
"Peri Sesepuh, aku ingin pergi ke Puri Kebahagiaan tempat Peri Bunda
mengasingkan diri selama kehamilannya. Maafkan kalau aku tidak bisa bicara
berlama-lama...."
Peri Sesepuh mengangguk. "Kau boleh segera pergi wahai kerabatku. Namun ada satu
hal lagi yang ingin kukatakan. Pada hari lima belas bulan dua belas 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 41
mendatang, pergilah ke Istana Kebahagiaan. Atas undangan Hantu Muka Dua disitu
akan berkumpul semua tokoh utama Negeri Latanahsilam. Tapi berhati-hatilah.
Satu hal besar menurut firasatku akan terjadi di tempat itu."
"Aku memang sudah mendengar berita undangan itu. Dan aku juga sudah memutuskan
untuk pergi..."
Peri Sesepuh tersenyum. "Selamat tinggal Peri Angsa Putih. Aku akan kembali ke
tempat pengasing-anku. Jangan lupa kewajibanmu mencari pemuda yang telah
mencemari kehidupan kita bangsa Peri. Sudah sejak lama kaum kita dipermalukan
dan dipaksa ber-tekuk lutut di depan kaki laki-laki bangsa manusia.
Kalau tidak diambil tindakan tegas, kejadian seperti itu akan terulang berkalikali...." "Aku tahu apa yang harus dilakukan," kata Peri Angsa Putih pula lalu menjura
lebih dahulu sebelum Peri Sesepuh meninggalkan tempat itu. Sikap Peri Angsa
Putih ini dirasakan oleh Peri Sesepuh sebagai satu cara halus sengaja
menyuruhnya pergi lebih cepat
Peri Angsa Putih menghela nafas lega. "Peri Sesepuh..." katanya dalam hati.
"Apakah semua ucapanmu itu bisa kau jamin kebenarannya. Aku tahu, sampai saat
ini kau masih menaruh hati terhadap pemuda asing bernama Wiro Sableng itu. Aku
sendiri selama ini selalu hidup menipu diri. Kebencian yang kuperlihatkan di
depan semua orang seolah membakar diriku sendiri. Wiro.... Kalau kau tahu
bagaimana sebenarnya hati ini. Aku bahkan tidak perduli kau sekarang ini milik
siapa. Aku tidak akan perduli sekalipun kau kawin sepuluh kali dalam sehari.
Hatiku telah terlanjur luluh, seolah melebur masuk ke dalam aliran darahmu.
Dewa manapun tak ada yang sanggup untuk menarik melepas mengeluarkannya."
Lama Peri Angsa Putih duduk termenung dalam kesendiriannya di bawah pohon di
kelokan sungai itu.
Begitu dia ingat akan batu sakti yang ada di balik pakaian putihnya, benda itu
segera dikeluarkannya.


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil memandangi batu berwarna tujuh itu, dalam hatinya Peri Angsa Putih
berkata. "Wiro, aku terlalu cinta padamu. Tubuh dan cinta-ku saat ini seolah terbelah
dua. Belahan pertama ingin memberikan batu ini padamu. Agar kau bisa kembali ke
negeri seribu dua ratus tahun mendatang, Tanah Jawa tanah kelahiranmu. Tetapi
belahan kedua tidak menginginkan aku kehilangan dirimu. Wiro, maafkan diriku
kalau Batu Pembalik Waktu ini tidak akan ku-berikan padamu. Apapun yang akan
terjadi. Aku terlalu takut kehilanganmu..." Peri Angsa Putih cium batu sakti itu
sambil pejamkan matanya penuh khidmat.
118 BATU PEMBALIK WAKTU 42
Namun dia tersentak kaget ketika mendadak di tempat itu membahana satu suara
tawa bergelak. 118 BATU PEMBALIK WAKTU 43
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
8 SATU bayangan merah berkelebat. Udara di tikungan sungai itu mendadak menjadi
panas. Memandang ke depan terkejutlah Peri Angsa Putih. Yang tegak di depannya adalah
seorang kakek dengan sekujur tubuh mulai dari kepala sampai kaki dikobari api.
"Lamanyala!" desis Peri Angsa Putih.
Angsa Putih besar yang mendekam tak jauh dari tempat itu mengeluarkan suara
halus. Suara binatang tunggangannya ini merupakan satu pertanda kurang baik bagi
sang Peri. Dia segera mengawasi ke depan.
Kobaran api dalam mata makhluk bernama Lamanyala menjilat ke luar. Ketika dia
membuka mulutnya, kobaran api juga melesat keluar dari mulut itu.
"Peri Angsa Putih, Peri tercantik dari Peri yang ada di Negeri Latanahsilam.
Sungguh heran aku menemukan kau bersunyi diri di tempat seperti ini. Gerangan
apakah yang tengah menyelimuti hatimu hingga bersepi-sepi seorang diri?"
Peri Angsa Putih tatap sosok makhluk yang dikobari api itu. Dalam hati dia
berkata. "Puluhan tahun diketahui makhluk ini bukan makhluk yang ramah.
Puluhan tahun dikenal dirinya berhati culas. Tugasnya menyelamatkan Jimat Hati
Dewa gagal. Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir berhasil merampas dan menelan
jimat sakti itu. Tidak heran kalau para Dewa menarik kembali jabatannya sebagai
wakil para Dewa di Negeri Latanahsilam. Kini dia muncul bersikap ramah setelah
sekian lama tidak diketahui dimana beradanya. Keadaan dirinya sungguh
mengerikan. Setahuku dia mempunyai hubungan sangat dekat dengan Hantu Muka Dua. Dia yang
konon memberi ilmu kesaktian pada Hantu Muka Dua, menyuruh mem-bangun Istana
Kebahagiaan dan memberikan gelar Hantu Segala Keji, Segala Tipu dan Segala Napsu
pada Hantu Muka Dua. Kini tahu-tahu dia muncul di sini.
Aku harus berlaku hati-hati."
"Wahai!" berucap Lamanyala. "Benar rupanya ada sesuatu menutupi hati dan
mengganjal jalan pikiranmu. Hingga aku menyapa dan bertanya tidak juga kau
sahuti. Peri Angsa Putih, jika ada kesulitan harap kau suka memberi tahu padaku.
Siapa menduga kalau aku bisa menolongmu...."
Peri Angsa Putih akhirnya tersenyum. "Kau sa-118 BATU PEMBALIK WAKTU 44
ngat baik, Lamanyala. Lama kita tidak bertemu. Apa kabar beritamu. Apa pula yang
membuatmu tahu-tahu sampai di tempat ini?"
"Langkah orang memang tidak bisa diduga. Aku mencarimu untuk menanyakan apakah
kau sudah mendengar kabar yang tersiar mengenai undangan besar di Istana
Kebahagiaan pada hari lima belas bulan dua belas mendatang?"
"Aku memang sudah mendengar," jawab Peri Angsa Putih.
"Apakah kau berkehendak menghadirinya?"
"Wahai, mengapa kau bertanyakan hal itu Lamanyala?"
"Tidak ada maksud buruk tersembunyi. Mengingat kini kau satu-satunya Peri yang
dianggap sebagai pimpinan tertinggi di Negeri Atas Langit, maka hal itu
mendorong diriku ingin mengetahui...."
"Aku memang sudah memutuskan untuk hadir.
Kecuali jika terjadi sesuatu yang tidak memungkinkan kedatanganku ke sana.
Bagaimana dengan dirimu sendiri" Apakah kau akan pergi ke sana?"
Lamanyala mengangguk. Kobaran api di atas
batok kepalanya naik ke atas. Peri Angsa Putih bangkit dari duduknya. Dia
menatap ke dalam sungai lalu melangkah mendekati angsa putih tunggangannya.
Sambil mengusap punggung binatang itu Peri Angsa Putih berkata.
"Lamanyala, aku senang bertemu denganmu. Namun karena ada kepentingan lain, aku
minta izin meninggalkan tempat ini lebih dulu...."
"Wahai, kau rupanya sedang terburu-buru. Agaknya banyak hal yang harus kau
lakukan sejak tanggung jawab Negeri Atas Langit berada di pundakmu. Peri Angsa
Putih, aku melihat bulu angsa tungganganmu ada yang rusak. Agaknya pernah
terjadi sesuatu dengan binatang itu beberapa waktu lalu?"
Peri Angsa Putih terkejut mendengar pertanyaan Lmanyala. Seperti diceritakan
sebelumnya akibat pukulan dua nenek sakti Hantu Penjunjung Roh dan
Hantu Lembah Laekatakhijau, memang ada bagian sayap angsa putih itu yang cidera.
"Mata makhluk ini tajam sekali. Agaknya dia tengah menyelidiki diriku..."
membatin Peri Angsa Putih. Lalu dia menjawab.
"Angsa putih tungganganku tidak kurang suatu apa.
Hanya memang beberapa waktu lalu bulunya sempat rusak akibat angin keras selagi
terbang di udara...."
Tentu saja Peri Angsa Putih tidak mau menerangkan bentrokannya dengan dua nenek
sakti itu. "Selamat tinggal Lamanyala! Mudah-mudahan kita bisa bertemu di Istana
Kebahagiaan pada hari lima belas bulan dua belas!"
118 BATU PEMBALIK WAKTU 45
"Peri Angsa Putih, tunggu dulu!" seru Lamanyala.
Dua kali melangkah makhluk ini sudah berada di depan sang Peri. "Aku belum
menjelaskan maksud pertemuan kita ini...."
"Hemm.... Kalau begitu kau hadir karena sengaja mencari diriku...."
"Tidak salah. Tapi jangan kau menaruh curiga.
Aku datang membawa maksud baik...."
"Katakanlah maksud baik yang bagaimana?"
Dari balik pakaiannya yang dikobari api Lamanyala keluarkan seuntai kalung
terbuat dari butir-butir batu yang dikobari nyala api berwarna biru aneh.
Peri Angsa Putih terkejut melihat benda itu.
"Kalung Api Buana Biru..." katanya menyebut nama benda itu. Setahu Peri Angsa
Putih kalung itu adalah benda keramat milik para Dewa yang semasa jabatan
Lamanyala sebagai Wakil Para Dewa memang pernah diberikan pada Lamanyala. Kini
setelah dia tidak men-jabat sebagai Wakil Para Dewa, apakah kalung itu masih
boleh berada di tangannya"
Kobaran api dalam mata Lamanyala menjilat keluar. "Peri Angsa Putih, melihat air
mukamu, mendengar desah ucapanmu, aku bisa membaca apa yang ada dalam hatimu dan
apa yang terlintas dalam pikiranmu. Kau tentu bertanya-tanya mengapa pusaka Para
Dewa ini masih berada di tanganku. Bukankah harus kukembalikan karena aku tidak
lagi menjadi Wakil Para Dewa?"
Peri Angsa Putih tidak menjawab. Dan Lamanyala menjawab sendiri ucapannya tadi.
"Kalung Api Buana Biru ini masih berada di tanganku. Belum sempat aku kembalikan
pada Para Dewa. Ketika aku punya niat untuk mengembalikannya, seorang utusan
Dewa me-nemuiku. Dia memberi tahu agar benda sakti keramat ini diberikan
padamu...."
"Aku terkejut mendengar ucapanmu itu! Aku tidak menyangka!" kata Peri Angsa
Putih pula karena dia tahu kalung di tangan Lamanyala bukan benda sembarangan.
"Aku sudah menduga kau pasti akan terkejut!"
kata Lamanyala. Namun agaknya begitu garis tangan nasib peruntunganmu. Rejekimu
besar sekali dan aku mana berani menahan kalung ini lebih lama. Makanya saat ini
aku akan menyerahkannya padamu...."
Peri Angsa Putih menatap kalung di tangan Lamanyala. Hatinya kembali membatin.
"Setahuku telah berulang kali Para Dewa meminta makhluk ini mengembalikan kalung
itu. Dicari-cari makhluk ini entah menyembunyikan diri dimana. Adalah aneh kalau
hari ini katanya Para Dewa meminta agar kalung itu diserahkan padaku...."
118 BATU PEMBALIK WAKTU 46
Lamanyala maju satu langkah dan mengulurkan Kalung Api Buana Biru itu pada sang
Peri. Peri Angsa Putih tidak berani menyambutinya, malah ajukan pertanyaan.
"Lamanyala, kalau aku boleh bertanya siapa adanya orang yang dipercaya menjadi
Utusan Para Dewa yang membawa berita bahwa kalung ini harus diberikan padaku?"
"Wahai! Aku ingin sekali mengatakan siapa orangnya padamu. Tapi Para Dewa
berpesan agar hal itu tidak kukatakan pada siapapun, termasuk padamu...."
Perlahan-lahan Peri Angsa Putih gelengkan kepalanya dan berkata. "Aku tidak
berani menerima kalung keramat itu. Harap kau tidak memaksa..." Sang Peri lalu
hendak bertindak naik ke punggung angsa putihnya.
"Peri Angsa Putih, tunggu. Jangan pergi dulu.
Aku belum mengatakan keseluruhan pesan Utusan Dewa itu..." kata Lamanyala.
Peri Angsa Putih berbalik. Dia tegak tak bergerak.
Menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh makhluk kobaran api.
"Agaknya Para Dewa sudah memaklumi kalau kau akan merasa tidak enak atau
keberatan menerima benda begini berharga. Itu sebabnya pada sang Utusan, Para
Dewa berkata bahwa kalung ini diberikan padamu dengan syarat kau balas
menyerahkan sesuatu pada para Dewa...."
Sepasang alis Peri Angsa Putih naik ke atas. "Aku harus menyerahkan sesuatu"
Sesuatu apa?"
"Mohon maafkan. Utusan Para Dewa tidak mengatakan benda apa yang harus kau
serahkan. Yang jelas sesuatu apa saja yang kau miliki...."
"Aku tidak memiliki benda berharga yang bisa dijadikan penukar kalung keramat
itu. Kalaupun aku punya apa-apa tetap saja aku tidak, berani menerima kalung
itu. Harap kau bisa memaklumi Lamanyala.
Harap kau suka menyampaikan pada Utusan Para Dewa itu...."
"Peri Angsa Putih, aku tidak memaksa. Tapi harap kau mau berpikir sebentar.
Mungkin kau terlupa. Kau pasti memiliki sesuatu yang sangat berharga...."
"Lamanyala, aku tidak ingin meneruskan pem-bicaraan ini," kata Peri Angsa Putih
pula. Hatinya mulai tidak enak.
"Wahai kerabatku. Aku hanya menjalankan perintah. Bagaimana jadinya jika aku
tidak berhasil melakukan tugas ini. Harap kau mau berpikir. Di dirimu pasti ada
sesuatu yang sangat berharga...."
"Kau tidak meminta aku memberikan diriku atau kehormatanku, bukan"!"
118 BATU PEMBALIK WAKTU 47
Lidah api membersit dari mata dan mulut Lamanyala. "Maafkan diriku Peri Angsa
Putih. Maka aku berani berbuat dan meminta seperti itu. Terus terang, Para Dewa
pasti melihat sesuatu dalam dirimu yang aku tidak dapat melihatnya. Cobalah kau
memikirkan sekali lagi...."
Peri Angsa Putih terdiam dalam kejengkelan hati nya. "Jangan-jangan makhluk ini
meminta Batu Pembalik Waktu yang ada padaku sebagai penukar Kalung Api Buana
Biru..." pikir Sang Peri. "Lebih baik aku tidak memperdulikan dirinya!" Peri ini
lalu melompat ke atas angsa putihnya. Melihat hal ini Lamanyala cepat gerakkan
tangan kirinya. Mulutnya menghem-bus ke depan.
"Bleeppp.... Wussss!"
Lingkaran api setinggi kepala mengurung Peri Angsa Putih dan angsa
tunggangannya. Kejut sang Peri bukan alang kepalang.
"Lamanyala! Mengapa kau melakukan ini" Apa maumu sebenarnya"!" berseru Peri
Angsa Putih. "Wahai! Aku hanya menjalankan tugas. Kemur-kaan Para Dewa yang yang aku takutkan
jika aku tidak berhasil melakukan tugas. Menyerahkan kalung ini dan meminta
sesuatu darimu!"
"Kau carilah Utusan Dewa itu. Biar nanti aku yang bicara dengan dia. Saat ini
aku tidak punya waktu lagi!" Peri Angsa Putih mengusap kuduk angsa tunggangannya
seraya berkata. "Naik. Melesat ke atas!"
Angsa Putih itu keluarkan suara menguik. Siap melayang naik karena memang bagian
ataslah yang aman sementara kobaran api mengurung sekelilingnya.
"Wusss.... Bleepp!"
Lamanyala kembali meniup dan gerakkan tangan kirinya. Kini kobaran api
menggebubu di sebelah atas kepala Peri Angsa Putih.
Marahlah Peri cantik ini. Sepasang matanya yang biru siap membersitkan dua larik
cahaya biru untuk menghantam sosok Lamanyala. Tapi dia masih bisa bersabar diri.
Sambil meraba ke pinggangnya dia berkata. "Padaku ada selendang biru. Kau boleh
ambil benda ini. Dan kau tidak perlu menyerahkan kalung sakti itu padaku!" Peri
Angsa Putih menarik gulungan selendang biru panjang yang melilit di pinggangnya.
"Ah! Hati dan pikiranmu rupanya mulai terbuka!
Tapi harap maafkan diriku wahai Peri Angsa Putih.
Menurut Dewa itu aku tidak boleh menerima apapun yang berbentuk kain atau
pakaian darimu. Berarti kau harus menyerahkan benda lain pengganti kalung
keramat ini!"
"Lamanyala! Silat lidahmu hanya menghabiskan waktuku saja! Jika Utusan Dewa
tidak mau menerima 118 BATU PEMBALIK WAKTU 48
pemberianku berupa selendang biru ini, maka harap dia suka menerima dua bola
mataku!" Habis berkata begitu Peri Angsa Putih kedipkan dia matanya dan putar
kepalanya. Begitu mata dikedipkan maka melesatlah dua larik cahaya biru. Begitu kepala
diputar maka cahaya biru itu bergulung menghantam kobaran api di sekeliling dan
di atas Peri Angsa Putih.
"Wuussss! Wussss!"
"Buummm! Bummm!"
Cahaya biru menyabung menyambar kobaran api.
Dua letusan dahsyat menggoncang tempat itu. Air sungai memercik sampai setengah
tombak. Daun-daun pohon yang kering berkobar diterjang api. Peri Angsa Putih
menggebrak tunggangannya, berusaha menerobos kobaran api yang terkuak lebar di
sisi sebelah kanan. Namun baru saja dia berhasil berkelebat keluar, selagi
tunggangannya mengapung setinggi satu tombak di udara tiba-tiba satu benda menyala menghantam dari kanan. Ternyata Lamanyala telah menerjangnya dengan satu
serangan dahsyat!
Mau tak mau Peri Angsa Putih terpaksa selamatkan diri dengan melompat turun dari
punggung angsa-nya. Dia tegak berkacak pinggang dengan mata membeliak marah pada
makhluk kobaran api di depannya.
"Peri Angsa Putih. Kau sungguh bodoh. Tidak mau menerima kalung sakti ini.
Berarti aku terpaksa meminta benda yang aku inginkan itu secara cuma-cuma dari
dirimu!" "Makhluk keparat! Aku sudah tahu keculasanmu!
Yang aku belum tahu benda apa yang kau inginkan dariku!" Membentak Peri Angsa
Putih. Lamanyala tertawa bergelak. "Aku inginkan Batu Pembalik Waktu!"
Kaget Peri Angsa Putih bukan alang kepalang.
"Bagaimana makhluk ini bisa tahu kalau Batu Pembalik Waktu ada padaku" Mungkin
dia berserikat dengan Peri Sesepuh" Tapi Peri itu sendiri tidak tahu kalau batu
tersebut ada padaku. Atau mungkin aku salah menduga...."
118 BATU PEMBALIK WAKTU 49
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
9 KAU menyebut batu apa"!" tanya Peri Angsa Putih.
Lamanyala tertawa bergelak. "Kau tidak tuli.Tapi biar kuulang sekali lagi.
Serahkan padaku Batu Pembalik Waktu!"
"Aku tidak mengerti! Kau meminta sesuatu yang tidak aku miliki!"
Kembali Lamanyala tertawa gelak-gelak. Kobaran api melesat dari dua mata, dua
liang telinga dan mulutnya.
"Setahuku bangsa Peri tidak pernah berdusta!
Entah dirimu! Ha... ha... ha...!" Lamanyala memasukkan kalung batu biru ke balik
pakaiannya. "Siapa berdusta!" Bentak Peri Angsa Putih.
Gelak tawa Lamanyala semakin menjadi-jadi.
"Peri Angsa Putih, dengar ucapanku ini. Wajahmu cantik, tubuhmu mulus. Aku tidak
ingin membuatmu menjadi seorang peri cacat... Keluarkan cepat batu sakti itu.
Serahkan padaku. Aku akan tinggalkan tempat ini. Kau juga boleh pergi dengan
aman...." "Makhluk dajal tak tahu diuntung. Geroak di badanmu rupanya tidak cukup
membuatmu ingat diri!
Atau mungkin kau minta sisi tubuh kirimu aku buat berlobang besar seperti sisi
sebelah kanan"!"
"Peri Angsa Putih. Kau berani mengancam. Aku jadi tidak ragu-ragu lagi
menjatuhkan tangan keras terhadapmu. Cuma aku masih berbaik hati. Aku tahu Batu
Pembalik Waktu itu ada padamu. Serahkan padaku. Apa sulitnya...."
Peri Angsa Putih mendengus. "Sekarang aku tahu.
Semua yang kau ucapkan tadi hanya karanganmu belaka! Kau sebenarnya perampok
yang mencoba berbasa-basi!"
"Terima kasih atas pujianmu itu! Ha... ha... ha!"


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Habis berkata begitu Lamanyala dorongkan dua tangannya. Dua gelombang angin
panas datang menerpa Peri Angsa Putih. Peri ini berteriak keras. Selagi dia
melesat ke udara, dua gelombang api menyusul menggulung ke arahnya.
"Makhluk durjana! Kau minta barang bukan milik-mu! Biar aku memberikan ini
padamu!" Peri Angsa Putih silangkan dua lengannya lalu saling digosokkan satu
sama lain. Begitu kepalanya dianggukkan maka laksana air bah, melesatlah cahaya
biru pekat. Memapas ke arah dua gelombang kobaran api!
118 BATU PEMBALIK WAKTU 50
"Pukulan Membalik Langit Menggulung Bumil"
teriak Lamanyala. Makhluk kobaran api ini cepat melesat ke udara. Tengkuknya
bergidik ketika melihat bagaimana cahaya biru dengan dahsyatnya menggulung dua
gelombang kobaran apinya. Kobaran api ini kemudian melesat membalik menghantam
ke arah dirinya sendiri!
"Wussss! Wussss!"
Untungnya Lamanyala telah lebih dulu melompat ke udara selamatkan diri. Di
belakangnya rumpunan semak belukar, sebuah batu besar dan dua pohon langsung
tenggelam disapu dua gelombang api, am-blas hitam menjadi arang!
Peri Angsa Putih tegak berkacak pinggang. "Kau masih bisa selamatkan diri.
Jangan harap kali kedua aku menghantam kau bisa lolos dari kematian!"
"Peri sombong! Jangan kira aku takut padamu!
Makan ini!" teriak Lamanyala. Lalu tangan kanannya dipukulkan ke arah sang Peri.
Tak ada cahaya, tak ada sinar atau suara. Tapi Peri Angsa Putih tahu satu
serangan dahsyat menghantam ke arahnya. Sambil kibaskan ujung lengan pakaian
putihnya Peri ini cepat singkirkan diri ke samping kiri.
"Setttt... wuut! Blass!"
Batu setinggi pinggang di sebelah sana kelihatan bergetar sesaat lalu diam lagi.
Lamanyala meniup ke arah batu itu. Batu besar langsung mengepul dan menebar
menjadi debu! Itulah ilmu yang disebut Peng-hancur Karang Membentuk Debu. Ilmu
kesaktian ini pernah diajarkan Lamanyala pada Hantu Muka Dua ketika Hantu Muka
Dua masih bertapa di satu pulau karang. (Baca Episode berjudul "Hantu Muka Dua")
"Aku kagum melihat permainan sulapmu!" kata Peri Angsa Putih mengejek kehebatan
ilmu pukulan sakti Lamanyala tadi. "Tapi sayang aku bukan anak kecil yang bisa
dibuat gembira dengan ilmu murahan begitu rupa!"
Walau hatinya sakit diejek begitu rupa namun Lamanyala keluarkan suara tertawa
"Jika kau tidak senang dengan ilmu sulapku, kau pasti akan senang melihat Hantu
Api Menari! Peri Angsa Putih, buka matamu. Lihat baik-baik...!"
Lamanyala susun dua tangannya di atas kepala.
Ketika perlahan-lahan tangan itu diturunkan, kobaran api di kepala dan sekujur
tubuhnya menjadi menipis.
Sosoknya yang cacat berubah menjadi sosok utuh, tapi pakaiannya lenyap entah
kemana. Hingga di balik api tipis itu Lamanyala terlihat bertelanjang bulat.
Dengan sepasang mata memandang galak tak berkesip pada Peri Angsa Putih,
Lamanyala mulai menggerakkan dua kaki dan sepasang tangannya. Dia benar-118 BATU
PEMBALIK WAKTU 51
benar menari! Melihat keadaan tubuh lelaki yang serba bugil walau tertutup api tipis, Peri
Angsa Putih menjadi merah mukanya.
"Makhluk kurang ajar! Ilmu iblis apa yang kau perlihatkan padaku!" bentak sang
Peri. Justru disinilah kesalahan Peri Angsa Putih. Siapa saja yang menyaksikan
sosok Hantu Api Menari sekali-kali tidak boleh terpengaruh. Kalau sampai
terpengaruh maka hawa aneh akan merasuk masuk ke dalam tubuhnya dan dalam alam
diluar sadar orang itu akan ikut menari.
Lebih celakanya dia akan membuka pakaiannya satu persatu agar dapat bersama
bugil dengan sang hantu!
Perlahan-lahan Peri Angsa Putih mulai menggerakkan kaki dan sepasang tangannya
menirukan gerak tari Lamanyala. Sesaat kemudian ketika Lamanyala menari
mengelilinginya Peri Angsa Putih gerakkan dua tangannya membuka ikatan pinggang
pakaian sutera putihnya. Sebagian dada dan perutnya yang putih mulus tersingkap.
Pada saat itu pula sebuah benda yang sejak tadi disimpannya di balik pinggang,
meluncur jatuh ke tahan. Sepasang mata Lamanyala yang telah berubah menjadi
Hantu Api Menari mengawasi. Benda yang jatuh itu ternyata adalah Batu Pembalik
Waktu! Sebaliknya Peri Angsa Putih sendiri tidak menyadari apa yang terjadi. Dia
terus saja menari lemah gemulai dan kini siap membuka dada pakaiannya. Hampir
tubuh sebelah atas sang Peri tersingkap lebar tiba-tiba satu hawa dingin
menyeruak dan seke-lompok kabut aneh berwarna kebiru-biruan memenuhi tempat itu!
Saat itu juga gerak Hantu Api Menari mendadak berubah menjadi kaku. Semakin
dingin udara semakin bertahan gerakannya. Pada puncaknya sosok Lamanyala hanya
bisa tertegun. Sementara itu Peri Angsa Putih yang kembali pulih kesadarannya
terpekik keras.
Cepat-cepat dia menutup dadanya yang hampir tersingkap lalu mengikat pinggang
pakaiannya kembali.
Tidak menunggu lebih lama Peri ini melompat ke depan, kirimkan dua pukulan keras
ke kepala dan dada Lamanyala.
Lamanyala mencelat dua tombak. Terguling di tanah lalu wusss! Sosok Lamanyala
kembali ke ujud-nya semula. Kobaran api besar kembali terlihat membungkus
tubuhnya. Dari mulutnya ada darah mengucur. Pipi kiri makhluk ini di bekas yang
terkena jotosan Peri Angsa Putih kelihatan menggembung biru. Dua tulang iganya
sebelah kiri patah remuk!
"Peri jahanam! Kau tak bakai selamat dari tanganku!"
teriak Lamanyala marah. Dia menggebrak ke depan melompati lawan. Selagi Peri
Angsa Putih ber-118 BATU PEMBALIK WAKTU 52
tindak mundur tiba-tiba Lamanyala berbalik dan membungkuk. Apa yang
dilakukannya" Tidak lain menyambar Batu Pembalik Waktu yang tadi jatuh dari
balik pakaian Peri Angsa Putih. Namun belum sempat dia menyentuh batu sakti itu,
tiba-tiba satu tangan aneh dingin mencekal pergelangan tangan kanannya yang
hendak mengambil batu. Seperti diketahui sekujur tubuh Lamanyala termasuk
lengannya diselu-bungi api. Jangankan dipegang, berada dekat saja orang lain
pasti sudah kepanasan. Namun nyatanya tangan yang mencekalnya itu tidak cidera.
Dengan kertakkan rahang dan mata melotot Lamanyala ulurkan tangan kiri untuk
mengambil Batu Pembalik Waktu.
Tapi lagi-lagi sebelum dia sempat menyentuh tiba-tiba tangan kanannya dibetot
keras. Sesaat kemudian tubuhnya mencelat jungkir balik di udara.
Satu tangan kurus mengambil Batu Pembalik Waktu yang tergeletak di tanah. Lalu
terdengar suara orang berseru.
"Peri Angsa Putih! Cepat kau simpan benda itu baik-baik!"
Belum habis kata-kata itu terucap, Peri Angsa Putih melihat batu tujuh warna
melesat ke arahnya.
Dengan cepat dia segera menyambuti. Batu Pembalik Waktu kini kembali berada di
tangan Peri Angsa Putih.
Sebenarnya saat itu dia bisa segera meninggalkan tempat itu namun sang Peri yang
merasa menerima budi orang tidak mau berlaku begitu.
Sebagai makhluk berkepandaian tinggi walau dilempar ke udara dan terbanting ke
tanah seharusnya Lamanyala masih sanggup jatuh dengan dua kaki menjejak tanah
lebih dulu. Tapi anehnya saat itu dia tidak mampu berbuat begitu. Persendian
tangan dan kakinya laksana kaku. Dia terkapar tertelungkup di tanah. Dadanya
serasa remuk. Dengan pandangan mata keliangan, rahang menggembung dia memandang
beringas ke depan. Dia melihat satu kepala hampir menyentuh tanah. Dia tak bisa
jelas melihat wajah orang itu karena tertutup janggut, kumis dan rambut putih.
Lamanyala kerahkan seluruh tenaga dalamnya hingga kobaran api di kepala dan
sekujur tubuhnya mengeluarkan suara berdesir-desir.
"Makhluk aneh! Mengapa kepalanya ada di bawah!
Jangan-jangan dia adalah..." Lamanyala merutuk dalam herannya. Perlahan-lahan
dia berusaha bangkit berdiri. Saat itulah meledak tawa berkekehan!
Memandang ke depan Lamanyala terkesiap kaget melihat seorang kakek yang berdiri
kaki ke atas kepala ke bawah. Dua tangannya dipergunakan sebagai kaki.
"Lasedayu. Hantu Langit Terjungkir! Benar dia rupanya!" Lamanyala menyebut nama
itu sampai lidah 118 BATU PEMBALIK WAKTU 53
apinya bergetar saking geramnya.
"Makhluk api Lamanyala! Kau beruntung. Rupanya ada orang yang menolongmu keluar
dari kubangan busuk!
Ha... ha... ha! Kita bertemu lagi! Hari ini hari penentuan! Kau atau aku yang
bakal mampus!"
"Kakek Hantu Langit Terjungkir! Harap kau jangan mencampuri urusan kami!"
Berseru Peri Angsa Putih.
"Peri cantik. Dosa makhluk api ini atas diriku setinggi langit sedalam lautan!
Jadi biar aku yang memberi pelajaran padanya!" kata makhlukyang barusan muncul
dan bukan lain memang Hantu Langit
Terjungkir alias Lasedayu.
Kalau tidak merasa segan terhadap Hantu Langit Terjungkir mungkin saat itu Peri
Angsa Putih tidak perdulikan ucapan si kakek dan terus saja menyerang Lamanyala.
Walau demikian Peri Angsa Putih segera loloskan selendang birunya. Bagaimanapun
juga dia tidak ingin Lamanyala lolos dari tangannya.
"Makhluk salah kaprah!" hardik Lamanyala. "Kau hanya bisa menghitung dosa orang!
Dosamu sendiri berserabutan! Tidak heran kalau kutuk menyengsarai dirimu! Hari
ini biar deritamu kuhabisi bersama nyawamu!"
Hantu Langit Terjungkir tertawa gelak-gelak.
"Ujudmu lebih buruk dari setan alas. Tapi kesom-bonganmu lebih tinggi dari
Gunung Latinggimeru!
Sungguh kau makhluk tak tahu diri! Setelah menyik-saku dengan kutukanmu, kini
kau inginkan nyawaku!
Ha... ha... ha! Kau terlambat bertindak Lamanyala! Hari ini kau yang lebih dulu
mendapat kesempatan menemui para kerabatmu di alam roh! Ha... ha... ha!"
"Makhluk salah ujud! Makhluk semacammu tidak pantas hidup di Negeri Latanahsilam
ini! Kebetulan kau datang mencari mati!" kertak Lamanyala lalu dida-hului dengan
melancarkan satu pukulan tangan ko-song, dia berkelebat melompati Hantu Langit
Pertarungan Dua Naga 1 Pendekar Gila 2 Kumbang Hitam Dari Neraka Pusaka Negeri Tayli 11

Cari Blog Ini