Ceritasilat Novel Online

Bola Bola Iblis 2

Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis Bagian 2


dari daun kering tampak hangus di bagian bahu. Begitu juga di bagian punggung
yang tadi kena jotosan Naga Kuning, kelihatan berlubang hitam.
"Wiro, jangan-jangan kita memang benar-benar berhadapan dengan hantu," ujar Naga
Kuning. "Aku tadi mengerahkan tenaga dalam penuh. Pukulanku hanya sanggup
melubangi pakaiannya. Padahal batu karang saja bisa ambrol berkeping-keping!
Makhluk apa dia kalau bukan hantu"!"
"Jangankan cuma tangan," sahut Wiro. "Kapak saktiku saja tidak mempan! Aku masih
penasaran! Bangsat itu telah menciderai kawan kita Si Setan Ngompol!" Kapak Naga
Geni 212 dipentang keatas. Tangan kiri bersilang di depan dada memancarkan sinar
putih menyilaukan pertanda murid Sinto Gendeng itu telah mengerahkan hampir
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Didahului teriakan menggelegar tubuh Pendekar 212 melesat ke arah pohon di mana
Hantu Tangan Empat tegak berdiri di atas salah satu cabang sambil terus
mengumbar tawa bergelak. Tangan kiri melepas pukulan Sinar Matahari. Tangan
kanan memutar Kapak Maut Naga Geni 212. Suara gelegar pukulan Sinar Matahari dan
gaung suara seperti ratusan tawon mengamuk yang keluar dari Kapak Maut Naga Geni
212 bergabung menjadi satu.
"Wuusss!"
"Kraakk!"
Pohon besar di mana Hantu Tangan Empat berada dilalap sinar putih panas. Di lain
kejap pohon itu telah dilamun api. Lalu bagian batang yang kena sambaran kapak
sakti putus amblas dan terbakar. Bagian atas tumbang mengeluarkan suara
menggemuruh. Apa yang terjadi kemudian dan sempat disaksikan Naga Kuning dari bawah pohon
sungguh luar biasa. Hantaman pukulan Sinar Matahari dan sambaran Kapak Maut Naga
Geni 212 bukan saja tidak sanggup membakar dan melukai Hantu Tangan Empat, malah
sambil tertawa bergelak sementara Wiro melayang ke atas pohon Hantu Tangan Empat
malah melayang turun dengan empat tangan terkembang. Dari mulutnya mengumbar
tawa Bola Bola Iblis 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bergelak. Sesaat lagi tubuh Wiro dan tubuh Hantu Tangan Empat siap untuk
bertabrakan. Tapi anehnya sosok Wiro seolah melewati bayang-bayang. Seperti menembus makhluk
yang terbuat dari asap. Dia lewat begitu saja!
Saking kagetnya Wiro jadi hilang keseimbangan dan hampir terpeleset jatuh
sewaktu berusaha menginjakkan kakinya di cabang pohon besar.
"Aneh atau gila ini namanya! Jelas-jelas aku tadi mau tabrakan dengan keparat
itu! Mengapa aku seolah hanya melewati angin"!" Kuduk Pendekar 212 jadi dingin dan
bulu kuduknya merinding. "Hanya hantu yang memiliki tubuh seperti itu..." desis
murid Sinto Gendeng.
Di bawah pohon Naga Kuning juga terkejut besar melihat apa yang terjadi. Selagi
dia tertegun bengong tahu-tahu sosok Hantu Tangan Empat melayang lewat di
depannya, menukik ke arah Setan Ngompol yang masih tergeletak di tanah. Satu
dari dua tangan kiri dipukulkan ke batok kepala Setan Ngompol sedang tangan
kanan sebelah bawah menyambar ke arah pinggang.
"Naga Kuning! Awas! Dia hendak membunuh Setan Ngompol dan merampas batu tujuh
warna!" teriak Wiro dari atas pohon lalu dengan cepat melompat turun seraya
tangan kirinya lepaskan pukulan jarak jauh mengandung tenaga dalam tinggi dalam
jurus yang disebut Tangan Dewa Menghantam Tanah. Ini merupakan salah satu dari
enam jurus ilmu silat yang bersumber pada Kitab Putih Wasiat Dewa berintikan
Delapan Sabda Dewa yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh.
Di bawah sana begitu mendengar teriakan Wiro dan melihat sendiri apa yang hendak
dilakukan Hantu Tangan Empat, Naga Kuning serta merta melesat memotong gerakan
Hantu Tangan Empat. Kepalanya ditandukkan ke tubuh sebelah kanan lawan. Tangan
kanan menusuk ke ulu hati. Sementara itu dari atas datang menyambar pukulan
jarak jauh yang dilepaskan Wiro.
"Dukkkk!"
"Bukkkk!"
"Wussss!"
Kepala Naga Kuning mendarat telak di sisi kanan Hantu Tangan Empat membuat
makhluk dari masa seribu dua ratus tahun silam ini terdorong satu tombak. Di
saat yang sama tangan kanan Naga Kuning yang menggebuk menghunjam di ulu hatinya. Dari
mulut Hantu Tangan Empat keluar jeritan keras. Tapi itu bukan jeritan kesakitan
melainkan jeritan kemarahan. Dia berputar ke arah Naga Kuning. Empat tangannya
melesat ke depan. Begitu cepatnya gerakan tangan-tangan ini hingga Naga Kuning
tidak sempat menghindar.
Rambutnya yang jabrik kena dijambak. Bahu kirinya diremas. Dua tangan lainnya
mencengkeram di batang leher.
"Anak celaka! Mampus kataku harus mampus!" kertak Hantu Tangan Empat. Lalu empat
tangannya bergerak. Tangan yang menjambak membetot ke atas. Dua tangan yang
mencengkeram siap mematahkan batang leher Naga Kuning. Bahu yang dicengkeram
pasti akan hancur luluh. Sekejapan lagi kepala Naga Kuning akan tanggal, pukulan
yang dilepaskan Wiro mendarat di punggung Hantu Tangan Empat.
Untuk ke dua kalinya makhluk ini berteriak marah. Pakaiannya yang terbuat dari
daun hancur berantakan hingga bagian belakangnya nyaris bertelanjang. Namun
tubuhnya tidak cidera sedikit pun. Dan empat tangannya yang mencekal tubuh Naga
Kuning tidak satu pun dilepaskan. Ketika hantaman pukulan Wiro membuatnya
terdorong keras ke Bola Bola Iblis 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
depan dan jatuh saling tindih dengan Naga Kuning, empat tangan itu tetap
mencengkeram. Dengan menyeringai makhluk berwajah seram luar biasa itu menoleh ke arah Wiro
yang saat itu telah menjejakkan kakinya di tanah.
"Kau boleh menghantamku dengan seribu pukulan! Jangan harap kau bisa menolong
bocah ini!" Lalu tanpa perdulikan Wiro lagi Hantu Tangan Empat berpaling pada
Naga Kuning. "Tanggal kepalamu!" teriak Hantu Tangan Empat. Tangan yang menjambak membetot ke
atas, dua tangan yang di leher mencengkeram ganas. Sesaat lagi kepala Naga
Kuning benar-benar akan dibuat tanggal terjadilah hal yang aneh. Hantu Tangan
Empat mendadak merasakan rambut, leher dan bahu Naga Kuning licin sekali seolaholah diselimuti sejenis minyak. Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga, jambakannya
pada rambut jabrik si bocah terlepas. Sepuluh jari tangannya yang mencekik leher
melejit kian kemari seolah terbenam dalam lumpur licin. Begitu juga tangannya
yang hendak menghancurkan bahu seperti berada di atas batu yang dilumuri minyak.
Setiap dicoba menekan tangan itu hanya meluncur di atas pakaian hitam Naga
Kuning. Apa yang sebenarnya terjadi. Seperti diketahui Naga Kuning bukanlah seorang anak
biasa. Keadaannya saat itu memang terlihat seperti seorang bocah. Padahal
sebenarnya dia adalah seorang kakek sakti mandraguna yang telah berusia 120
tahun dan menjadi orang kepercayaan Kiai Gede Tapa Pamungkas, satu makhluk
setengah roh setengah manusia.
(Baca serial Wiro Sableng Tua Gila Dari Andalas terdiri dari 11 Episode).
Satu dari sekian banyak ilmu yang dimiliki Naga Kuning adalah yang disebut Ilmu
Ikan Paus Putih. Dengan mengerahkan ilmu ini maka tubuh serta pakaiannya akan
berubah sangat licin hingga tak ada satu kekuatan pun yang bisa memegang
sosoknya. "Anak jahanam! Jangan kau coba mengakali diriku!" bentak Hantu Tangan Empat.
Dari mulutnya melesat satu pekikan keras. Dua puluh jari tangannya mendadak
sontak berubah menjadi besar. Selain itu pada setiap jari mencuat gerigi-gerigi
tajam dan runcing!
Hantu Tangan Empat tertawa mengekeh. "Sekujur tubuhmu boleh berubah selicin
belut! Apa sekarang masih sanggup lolos"!"
Naga Kuning mencibir. Kepalanya digoyangkan. Tubuhnya digeliatkan.
"Huppp!" Si bocah berteriak keras. Saat itu juga tubuhnya terlepas dari
cengkeraman empat tangan. Dia melompat menjauhi lawan. "Ha-ha! Aku mampu lolos!
Apa katamu sekarang"!" ujar Naga Kuning seraya tertawa mengejek ha-ha hi-hi.
Dalam kagetnya Hantu Tangan Empat juga marah sekali. Dia melompat mengejar.
Empat tangannya kembali berkelebat. Saat itu Naga Kuning tetap tegak di
tempatnya. Namun tangannya dengan cepat membuka pakaian hitamnya di bagian dada. Begitu
tubuhnya tersingkap di dada anak ini kelihatan terpampang gambar naga bergelung
berwarna kuning memiliki sepasang mata berwarna merah. Naga Kuning usap dadanya
yang bergambar sosok naga itu.
Lompatan Hantu Tangan Empat mendadak sontak jadi tertahan. Dua matanya yang
memberojol seolah mau keluar dari rongganya menatap tak berkesip. Ada getaran
aneh masuk ke dalam tubuhnya lewat sepasang mata. Hantu Tangan Empat mundur satu
langkah. Lalu mundur lagi dua langkah ketika dilihatnya bagaimana gambar naga di
dada Naga Kuning seolah berubah hidup, membesar lalu bergerak keluar dari rongga
dada si bocah dengan mulut membuka besar memperlihatkan lidah hijau bercabang
serta gigi-gigi besar runcing siap menerkam! Dari liang hidung naga kuning ini
keluar semburan asap biru.
Bola Bola Iblis 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro yang menyaksikan kejadian itu tersentak kaget. Untuk beberapa lamanya dia
tegak tertegun tak bergerak seolah terkena sirap. Setan Ngompol yang masih
terhantar di tanah dalam keadaan kesakitan dan barusan mencoba bangkit berdiri
langsung rebah ke tanah sambil terkencing-kencing! Baik Wiro maupun Setan
Ngompol yang sudah cukup lama mengenal anak itu baru kali ini mengetahui kalau
Naga Kuning memiliki satu ilmu yang begitu hebat tapi mengerikan.
"Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh!" teriak Hantu Tangan Empat tercekat. Serta
merta sosoknya yang angker berubah kembali ke asal. Tangannya yang tadi empat
kini kembali menjadi dua. Dia mundur dengan sangat ketakutan. Sepuluh jari
disusun. Dua tangan dirapatkan lalu diletakkan di atas kening. Sikapnya seperti
orang menyembah.
"Ampun.... Wahai Naga Hantu.... Aku mohon maaf. Aku tidak tahu kalau berada kau
dalam tubuh anak itu. Aku mohon ampun beribu ampun!" Ketika punggungnya tertahan
sebatang pohon besar, Hantu Tangan Empat jatuhkan diri berlutut. Dua tangan
terus menerus melakukan sikap menyembah.
Naga Kuning tidak perduli. Dia maju dua langkah. Ular naga kuning yang keluar
dari tubuhnya meluncur di udara, menyambar ke arah Hantu Tangan Empat. Jeritan
Hantu Tangan Empat setinggi langit begitu binatang ini menggelung di pohon besar
sekaligus melibat tubuhnya.
"Jangan bunuh diriku! Mohon ampun beribu ampun wahai Naga Kuning! Jangan biarkan
Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh membunuhku! Jangan... tolong!"
"Kreekek!"
"Kraaakk!"
Batang pohon berderak hancur. Hantu Tangan Empat berusaha bertahan. Gelungan
ular naga kuning semakin keras siap menghancurkan dan melumat tubuhnya mulai
dari kaki sampai kepala. Darah mengucur dari mata, telinga, hidung dan mulutnya.
Sosok Hantu Tangan Empat boleh dikatakan tidak terlhat lagi, lenyap dalam
gelungan naga kuning.
"Naga Kuning! Tahan!" Tiba-tiba Pendekar 212 Wiro Sableng berseru sambil
mengangkat kapak saktinya.
"Eh, apa maumu Wiro"!" tanya Naga Kuning.
"Lepaskan dia! Jangan dibunuh!!"
"Eh, kau sudah gila"! Atau sudah kerasukan hantu temannya kakek itu"!" ujar Naga
Kuning. "Kau betul!" Setan Ngompol ikut berteriak sambil pegangi perutnya sebalah bawah.
"Aku hampir mampus di tangannya! Kau tadi hendak dibunuhnya! Tahu-tahu sobat
kita satu ini menjadi gila memintamu tidak membunuh makhluk itu! Benar-benar
gila! Otakmu pasti sudah sableng Wiro!"
* * * Bola Bola Iblis 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH iro melangkah mendekati Naga Kuning dan bicara cepat tapi perlahan. "Jangan jadi
orang tolol seumur-umur! Jika dia memang bangsanya hantu apa kau kira kau W
benar-benar bisa membunuhnya" Dia bisa punya seribu nyawa. Muncul lagi dalam
ujud lain. Mungkin datang bersama puluhan temannya! Apapun kesaktianmu, apa kau
kira bisa selamatkan diri dari pembalasannya"! Dia mengaku salah, takut dan
minta ampun. Kalau dia bisa kita manfaatkan jadi sahabat...."
"Gila! Hantu hendak kau jadikan sahabat! Hari ini kau berteman besok kau mampus
dicekiknya!"
"Dengar Naga Kuning, aku melihat keanehan di balik semua ini. Aku minta sekali
lagi agar kau melepaskannya! Apa untungnya membunuh hantu"!"
Naga Kuning mencibir. Dia melirik ke arah Setan Ngompol. Lalu berkata. "Baik,
aku akan bebaskan makhluk itu. Jangan menyesal kalau begitu bebas kau yang
duluan ditelannya!"
"Aku yakin dia tidak akan melakukan hal itu," jawab Wiro.
"Asal kau mau tanggung saja akibatnya!" kata Naga Kuning.
"Bocah! Jangan ikut-ikutan sableng! Jangan dengar apa yang dibilangnya! Bunuh
makhluk itu!" kata Setan Ngompol.
"Lakukan apa yang aku katakan Naga Kuning!" kata Wiro dengan suara keras.
"Baik... baik!" jawab Naga Kuning seraya mencibir. Tangan kanannya diusapkan ke
dada. Ular naga kuning besar menderu keras. Asap biru membuntal keluar dari
lubang hidungnya. Mulutnya membuka lebar dan kepalanya ditegakkan ke atas.
Perlahan-lahan binatang jejadian ini lepaskan gelungannya dari pohon dan tubuh
Hantu Tangan Empat.
Lalu sosoknya melayang mundur di udara, bergerak ke arah Naga Kuning. Buntutnya
bergerak masuk ke dalam dada anak itu, menyusul bagian tubuhnya yang lain dan
akhirnya bagian kepalanya yang menyeramkan ikut lenyap. Kini yang kelihatan
adalah gambaran naga kuning bergelung bermata merah terpampang di dada si bocah.
Di bawah pohon sosok Hantu Tangan Empat tergeletak dengan muka bergelimang
darah. Salah satu bahunya remuk dan beberapa tulang iganya patah. Tulang pahanya
sebelah kiri retak. Dari mulutnya terdengar suara mengerang. Lalu tubuh itu
bergerak, berusaha bangkit dan duduk di tanah. Sepasang matanya yang basah oleh
darah menatap ke arah Naga Kuning. Dua tangan dirapatkan di atas kepala. Sambil
membungkuk Hantu Tangan Empat berkata pada si bocah. "Terima kasih kau telah
mengampuni selembar nyawaku...." Lalu kakek ini beringsut ke arah Pendekar 212
Wiro Sableng. "Terima kasihku juga padamu wahai Pendekar 212. Kalau tidak karena
gerak hati dan kehendakmu tentu aku sudah menemui ajal saat ini. Hantu Tangan
Empat tidak akan melupakan budi baikmu."
Habis berkata begitu kakek ini letakkan dua tangannya di atas tanah. Kepalanya
diturunkan hingga keningnya menyentuh tanah. Lalu "dess... desss!"
Asap putih mengepul dari tanah yang disentuh dua tangannya. Bersamaan itu
tubuhnya terangkat ke atas lalu melesat ke udara. Seolah amblas masuk ke dalam
langit sosok Hantu Tangan Empat kemudian lenyap tanpa bekas.
"Makhluk aneh...." ujar Wiro.
Bola Bola Iblis 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Seumur hidup baru sekali ini melihat ada sebangsa hantu yang bisa minta maaf
dan berterima kasih!" ujar Naga Kuning pula.
Kedua orang itu lalu mendekati Setan Ngompol yang saat itu tengah berusaha
bangkit berdiri. Wiro memberikan sebutir obat sedang Naga Kuning memeriksa
bagian-bagian tubuh Setan Ngompol yang terluka sambil mengalirkan hawa sakti
dari tubuhnya ke dalam badan si kakek untuk mempercepat penyembuhan.
"Setan Ngompol," kata Wiro. "Hantu Tangan Empat mengincar batu yang terselip di
pinggang kolormu. Dari mana kau dapat benda itu. Boleh aku melihat?"
Setelah duduknya tenang dan nafas serta peredaran darahnya lancar kembali, Setan
Ngompol lalu menuturkan riwayat batu yang didapatnya di Telaga Gajahmungkur itu.
Batu kemudian diambilnya dan diserahkan pada Wiro.
Setelah memperhatikan batu berwarna tujuh itu sejenak Wiro berkata. "Hantu
Tangan Empat menyebut batu ini sebagai Batu Sakti Pembalik Waktu. Satu nama yang
aneh. Apa khasiat batu ini sebenarnya?"
"Aku sendiri baru tahu kalau batu itu bernama begitu. Soal khasiatnya mana aku
mengerti," jawab Setan Ngompol.
"Aku menaruh kira batu itu sesuatu yang sangat berharga bagi Hantu Tangan Empat.
Katanya Hantu Muka Dua menugaskan dirinya untuk mencari batu tersebut. Rencana


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah disusun sejak lima ratus tahun silam.... Aku jadi ingin melihatnya." Naga
Kuning ulurkan tangan. Wiro serahkan batu tersebut pada si anak. Lama Naga
Kuning memperhatikan batu itu. Dielus dan dibolak balik berulang kali.
"Bentuknya hampir tidak beda dengan batu pengasah pisau. Memiliki tujuh warna
depan belakang. Bagian sebelah sini ujungnya bulat seperti kepala manusia. Di
pinggiran kiri kanan ada tonjolan seperti telinga orang. Jangan-jangan batu ini
mengandung satu rahasia besar. Mungkin merupakan satu senjata sakti
mandraguna...."
"Aku tidak setuju pendapatmu," kata Setan Ngompol. "Kalau itu senjata sakti
mengapa aku masih terus-terusan ngompol?"
"Jangan tolol. Batu sakti tak ada sangkut pautnya dengan penyakitmu Kek! Walau
batu itu kau tempelkan di bawah perut dekat anumu!" kata Wiro pula.
"Mungkin juga di dalam batu ini ada sesuatu petunjuk. Peta harta karun atau....
Bagaimana kalau kita pecahkan saja"!"
"Itu batu milikku! Jangan kau berani lancang memecahkannya! Kembalikan padaku!"
teriak Setan Ngompol.
Naga Kuning mencibir. "Cuma batu jelek begini saja disayang-sayang!" Batu pipih
tujuh warna diulurkannya pada Setan Ngompol. Sewaktu mengembalikan batu ini Naga
Kuning acuh tak acuh memegang hanya dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kanannya, pada tonjolan berbentuk telinga. Jari-jari tangannya menekan sedikit
lalu batu digoyang-goyang. Pada saat itulah tiba-tiba terjadi satu hal aneh.
Dari dua tonjolan di kiri kanan batu melesat tujuh larik sinar seperti cahaya
pelangi disertai terdengarnya suara mendesing keras. Dua kumpulan sinar ini lalu
bergerak bergelung ke satu arah, bersambung satu dengan yang lain hingga
akhirnya membentuk satu lingkaran cahaya besar yang berputar terus menerus
dengan ketinggian dua kali tinggi manusia. Terkurung dalam putaran lingkaran
cahaya Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol seolah berada dalam sebuah tong besar
yang berputar dan tembus pandang.
"Astaga! Apa yang terjadi! Tubuhku terangkat ke atas!" teriak Naga Kuning.
Bola Bola Iblis 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tubuhku juga!" seru Setan Ngompol terkejut dan langsung terkencing.
Wiro memandang ke tanah. Ternyata tubuhnya juga saat itu perlahan-lahan
terangkat ke atas.
"Jangan-jangan ini pekerjaan tipu dayanya Hantu Tangan Empat!" teriak Setan
Ngompol dengan muka pucat.
"Sudah kubilang bangsa hantu mana bisa dipercaya!" kata Naga Kuning.
Dalam bingungnya ketiga orang itu bergerak kian kemari, berusaha menerobos
lingkaran cahaya tujuh warna. Tapi tidak berhasil. Malah mendadak muncul hawa
sejuk dan ketiganya seolah terkena sirap, hanya bisa tegak berdiri tak mampu
bergerak sementara tubuh mereka terangkat ke udara. Makin lama makin cepat.
Demikian cepatnya hingga mereka tidak dapat lagi melihat keadaan di sekeliling
atau di bawah mereka. Yang masih bisa mereka lihat hanyalah langit putih di atas
kepala! "Celaka! Apa yang terjadi!" seru Naga Kuning.
Setan Ngompol tak bisa mengeluarkan suara. Yang keluar hanya kencingnya.
"Gila! Kita melesat ke langit!" teriak Wiro yang saat itu masih memegang Kapak
Maut Naga Geni 212 di tangan kanannya.
* * * Bola Bola Iblis 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN alam keadaan basah kuyup karena diguyur hujan lebat Lahopeng hentikan
tunggangannya biawak raksasa di depan goa di puncak bukit. Dengan cepat dia
Dmelompat turun lalu masuk ke dalam goa. Bau harum tapi angker menggidikkan
menusuk hidung Lahopeng. Di lantai, dinding dan langit-langit goa yang
dilewatinya bertebaran tulang-belulang dan tengkorak manusia.
Di ujung dalam goa ada sejenis asap tipis seperti kabut menutupi pemandangan.
Samar-samar di balik kabut tipis itu tampak duduk seorang nenek kurus yang
tubuhnya sebelah bawah ditimbuni tumpukan jerami kering. Di sekelilingnya ada
selusin pendupaan berasap, sumber bau harum angker. Orang ini walau sosoknya
berwujud manusia tapi mukanya mirip-mirip seekor burung gagak. Selain muka itu
tertutup bulu-bulu hitam, hidung dan mulutnya jadi satu berbentuk paruh burung.
Sepasang matanya hitam kecil tanpa alis, menatap setiap apa yang ada di
hadapannya dengan pandangan dingin menggidikkan.
"Sudah lama tidak ada tamu yang datang! Orang bagus bermuka biru siapakah
dirimu! Maksud apa kedatanganmu"!" Nenek bermuka burung gagak menegur. Suaranya
aneh. Kecil tapi keras menyentak.
Orang yang barusan masuk rapatkan dua tangan di atas kepala lalu membungkuk dan
duduk bersila. "Aku Lahopeng. Penduduk Latanahsilam. Maksud kedatanganku untuk
meminta tolong padamu wahai Hantu Santet Laknat."
"Hemmm..." nenek bermuka burung gagak hitam yang disebut sebagai Hantu Santet
Laknat bergumam. Mulutnya yang berbentuk paruh burung dipencongkan ke kanan.
"Nama dan riwayatmu pernah kudengar wahai anak muda. Aku bisa menebak saat ini
kau tengah berada dalam satu masalah besar."
Lahopeng susun sepuluh jari di atas kepala dan mengangguk. "Tebakanmu benar
adanya wahai Hantu Santet Laknat."
"Wahai Lahopeng, pertolongan apa yang kau maukan. Imbalan apa yang bisa kau
berikan...."
"Aku ingin kau membunuh seseorang. Dan ini imbalan yang bisa kuberikan...."
Lahopeng mengeluarkan sebuah kantong kulit, membuka ikatannya lalu menebar isi
kantong itu di lantai goa di hadapan nenek Hantu Santet Laknat.
Sepasang mata si nenek kelihatan membuka berkilat ketika melihat butir-butir
batu permata aneka warna yang ditebar Lahopeng di depannya. "Wuuuttt!" Tangan
kiri Hantu Santet Laknat bergerak. Sekali menyambar semua butiran batu permata
yang ada di lantai disapunya bersih. Mulut paruh burungnya dibuka lebar. Semua
batu yang dipegangnya dimasukkan ke dalam mulut. Sekali mulutnya menelan dan
tenggorokannya bergerak maka semua batu permata itu amblas ke dalam perutnya.
Lahopeng tercekat melihat apa yang dilakukan si nenek. Sebaliknya Hantu Santet
Laknat tertawa cekikikan sambil mengusap air liur yang berlelehan di mulutnya
seolah barusan dia habis menyantap makanan lezat.
"Wahai Lahopeng, sudah kutelan imbalan darimu. Sekarang katakan siapa yang ingin
kau santet?" Bertanya Hantu Santet Laknat.
Bola Bola Iblis 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Seorang bernama Lakasipo. Aku ingin kau membunuhnya saat ini juga wahai Hantu
Santet Laknat...."
Si nenek luruskan lehernya, menatap angker pada Lahopeng lalu tertawa panjang.
"Aku sudah tahu riwayat dirimu. Aku sudah menduga siapa yang kau inginkan
nyawaku! Hik... hik... hik. Lebih dari itu bukankah kau dulu pernah bercinta dengan istri
Lakasipo, Kepala Negeri Latanahsilam itu?"
"Aku mendengar kabar perempuan itu telah menemui ajal. Bunuh diri di jurang
Bukit Batu Kawin satu hari yang lalu..." kata Lahopeng dengan suara sedih.
"Aku ikut bersedih atas nasib malangmu wahai Lahopeng. Kemauan para Dewa dan
takdir para Peri tak bisa dihindari. Dengar baik-baik wahai Lahopeng. Sebelum
aku melakukan apa pintamu, perlu aku mengetahui keadaan korban. Ilmu kepandaian
apa yang dimiliki Lakasipo?"
"Dia punya beberapa ilmu kesaktian. Tapi cuma dua yang aku tahu wahai Hantu
Santet Laknat."
"Dua sudah bagus dari pada tidak tahu sama sekali. Katakan ilmunya yang dua
itu!" "Pertama yang disebut ilmu Lima Kutuk Dari Langit. Apa saja yang terkena
hantaman ilmu ini sosoknya akan ciut mengkeret, hitam gosong dan mati! Ilmunya
yang ke dua adalah Kaki Roh Pengantar Maut. Ini ilmunya yang sangat berbahaya.
Benda apa saja yang terkena tendangan kedua kakinya pasti hancur. Makhluk
bernyawa apa saja yang terkena tendangannya pasti menemui ajal. Hanya itu yang
aku ketahui wahai Hantu Santet Laknat.... Harap kau segera membunuhnya!"
"Akan kulihat dulu keadaan. Akan kuperhatikan dulu suasana di langit dan di
bumi. Akan kujajagi dulu hawa udara. Akan kutanyakan dulu pada para Peri dan Dewa.
Kalau nasib peruntunganmu baik, aku akan menyantetnya mampus dalam sekejapan
mata saja. Harap kau suka menunggu dan tidak bergerak di tempatmu!"
Si nenek bermuka burung gagak hitam lalu ambil enam buah pendupaan berasap.
Enam pendupaan yang sangat panas itu diletakkannya satu persatu di atas
kepalanya, disusun tiga tingkat. Walau pendupaan itu panas bukan main tapi baik
tangan maupun rambut serta kepala si nenek sama sekali tidak cidera sedikit pun.
Lalu dia angkat dua tangannya ke atas, dikembangkan lebar-lebar. Mulutnya
meracau aneh. Mata kecilnya memandang ke langit-langit goa. Lalu perlahan-lahan
dipejamkan. Kepulan asap dari enam pendupaan yang disusun di atas kepala semakin
membuntal. Hawa harum aneh semakin menusuk hidung membuat Lahopeng hampir sulit
bernafas. Menunggu tak berapa lama si nenek hentikan racauannya. Secara aneh satu persatu
pendupaan di atas kepalanya melayang turun, kembali ke tempatnya semula.
"Wahai Lahopeng, nasib buruk bagimu! Mendapat petunjuk aku. Lakasipo tidak bisa
dibunuh secara langsung dengan ilmu santetku!"
Berubahlah tampang pemuda bernama Lahopeng. "Mengapa begitu wahai Hantu Santet?"
"Pertama para Peri ternyata memberikan perlindungan padanya. Dua para roh yang
ada di sekitar Negeri Latanahsilam ternyata berpihak padanya. Ke tiga ilmu
kesaktiannya yang bernama Kaki Roh Pengantar Maut sulit ditembus...."
Lahopeng seperti dihenyakkan ke lantai goa mendengar ucapan si nenek. Tapi si
nenek sendiri keluarkan tawa cekikikan. "Lahopeng anak muda malang. Wahai kau
jangan Bola Bola Iblis 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dulu berputus asa. Hantu Santet Laknat masih bisa mencari jalan. Memang Lakasipo
tak bisa segera dibunuh. Tapi apa salahnya kalau dirinya dibuat mati tidak hidup
pun tidak!"
"Tidak mengerti aku ucapanmu wahai Hantu Santet...."
"Kau memang tidak perlu mengerti. Yang jelas kau tak perlu takutkan pembalasan
dendam dari Lakasipo. Selama langit terkembang dan bumi terbentang di atas
Latanahsilam, orang itu tidak akan bisa mengganggumu. Dia akan menemui ajal
secara perlahan-lahan.
Sekarang kau boleh pergi. Pulanglah ke rumahmu wahai Lahopeng!"
Sebenarnya banyak yang hendak ditanyakan Lahopeng tapi pemuda ini takut si nenek
akan menjadi kesal dan marah. Dia sudah mendengar banyak tentang keanehan si
tukang santet ini. Orang yang minta tolong bisa saja bukan ditolong malah
akhirnya dibunuhnya! Setelah memberi penghormatan dengan menyusun tangan di atas
kepala dan membungkuk dalam, Lahopeng segera tinggalkan goa di puncak bukit itu.
* * * Dua hari dua malam lamanya Lakasipo menyiapkan makam batu untuk istrinya di
lereng Bukit Latinggihijau. Sore itu pekerjaannya selesai. Sebuah makam batu
sedalam lima jengkal siap menerima jenazah Luhrinjani yang telah diawetkan
dengan sejenis bubuk kayu yang diramu dalam cairan hingga tidak rusak dan busuk.
Tubuhnya terasa sangat letih.
Kakinya seperti tidak menginjak bumi lagi sedang dua tangannya penuh luka. Namun
Lakasipo merasa puas. Semua keletihan dan rasa sakit terhibur dengan selesainya
makam batu itu.
Disaksikan oleh sang surya yang sebentar lagi akan segera tenggelam, Lakasipo
mendukung jenazah Luhrinjani. Perlahan-lahan dia melangkah mendekati lubang
batu. Dengan hati-hati jenazah istri yang hanya sempat dikawininya selama tiga hari
itu diturunkan ke dalam lubang. Pada saat itulah cuaca mendadak sontak berubah.
Gulungan awan hitam menutupi langit. Di utara petir sabung menyabung. Gelegar
suara guntur menggetarkan lereng bukit Latinggihijau. Lalu hujan yang sangat
lebat turun mendera bumi.
"Petunjuk buruk apa yang hendak diberikan para Dewa dan Peri padaku..."
membatin Lakasipo seraya memandang ke langit. Sesaat gerakannya menurunkan
jenazah Luhrinjani terhenti. Udara cepat sekali menjadi gelap. Lakasipo
memandang ke dalam lubang batu. Air hujan melai menggenangi makam itu. Lakasipo
segera membungkuk.
Dengan hati-hati jenazah Luhrinjani dimasukkannya ke dalam lubang batu. Kilat
kembali menyambar. Sesaat keadaan di tempat itu menjadi terang benderang.
Lakasipo melihat satu keanehan. Sepasang mata Luhrinjani yang sejak tadi
tertutup terlhat terbuka dan wajahnya tampak tersenyum.
"Luhrinjani..." desis Lakasipo. Cahaya kilat lenyap. Bukit Latinggihijau kembali
tenggelam dalam kegelapan. Sesaat Lakasipo masih terkesiap. Namun begitu
sadarkan diri dia segera mengangkat sebuah batu pipih besar dan meletakkannya di
atas makam sebagai batu penutup. Enam buah batu besar kemudian disusunnya di
atas batu penutup makam.
"Wahai Luhrinjani.... Apapun yang telah kau lakukan sebelum ajalmu, aku Lakasipo
telah melupakan den memaafkan semuanya. Di bawah hujan lebat ini, dalam gelapnya
udara, disaksikan oleh bukit dan makammu! Disaksikan para Peri dan Dewa, aku
Lakasipo Bola Bola Iblis 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bersumpah untuk membalaskan sakit hati kematianmu. Akan kucari Lahopeng. Akan
dia kubunuh! Bila dendam terbalas nanti aku akan menyusul dirimu. Kau lihat
sendiri Luhrinjani. Aku sudah menyiapkan satu makam untuk diriku di samping
makammu!" Lakasipo melirik ke arah sebuah makam kosong yang sengaja dibuatnya di sebelah
kubur Luhrinjani. Sebelumnya memang lelaki itu telah membuat sebuah makam untuk
dirinya sendiri.
"Wahai Luhrinjani, akau akan meninggalkanmu. Aku akan kembali dan sering-sering
melihatmu. Tenanglah dalam tidurmu. Para Dewa dan para Peri akan menghiburmu.
Selamat tinggal wahai Luhrinjani...." Lakasipo mencium batu makam di bagian
kepala lalu bangkit berdiri. Sesaat sebelum pergi dipandanginya makam batu itu.
Di bawah hujan yang mulai mereda, Lakasipo menuruni bukit Latinggihijau,
mendapatkan kuda berkaki enam tunggangannya yang ditinggalkan di bawah bukit.
Dalam gelapnya udara Lakasipo mendera binatang itu, memacunya sepembawa sang
tunggangan. Belum lama menunggangi kudanya tiba-tiba lelaki ini melihat satu bayangan putih
melintas di depannya. Kuda besar kaki enam bertanduk dua mendadak sontak
hentikan larinya. Empat dari enam kakinya diangkat ke atas. Dari mulut binatang
aneh ini keluar ringkikan keras. Dua matanya yang merah memancarkan sinar aneh.
Lakasipo cepat mengusap tengkuk binatang itu seraya berbisik. "Laekakienam....
Tenanglah. Tak ada yang perlu ditakutkan." Lakasipo memandang berkeliling,
menduga-duga berada dimana dia saat itu. Menurut perkiraannya dia menjelang
mencapai kaki bukit Latinggihijau, kira-kira setengah hari perjalanan dari
Negeri Latanahsilam. Sudut mata Lakasipo menangkap sesuatu di sebelah kiri.
Kudanya yang bernama Laekakienam kembali gelisah. Lakasipo cepat berpaling.
Bayangan putih itu! Lakasipo kembali melihatnya.
Dia memperhatikan dengan dada berdebar dan mata terbuka lebar. Di kejauhan sana,
di antara kerapatan pepohonan dia melihat sosok seorang perempuan berpakaian
aneh berwarna putih. Sosok itu meliuk-liuk seperti asap atau kabut tertiup
angin. Ketika dia memperhatikan wajah perempuan itu terkejutlah Lakasipo. Wajah
itu adalah wajah Luhrinjani.
"Wahai Luhrinjani.... Bagaimana mungkin! Barusan saja aku menguburmu di makam
batu..." desis Lakasipo.
Sosok putih di depan sana tiba-tiba melambai-lambaikan tanganya seperti
memanggil Lakasipo. Lalu sayup-sayup ada suara.
"Lakasipo.... Lakasipo suamiku.... Datanglah kemari. Tolong diriku.... Keluarkan aku
dari alam gelap ini. Lakasipo kemarilah...."
"Wajah itu wajah Luhrinjani. Suara itu suara Luhrinjani..." ujar Lakasipo.
"Lakasipo kemarilah.... Turun dari kudamu. Datang kemari. Tolong diriku wahai
suamiku...."
Mula-mula Lakasipo masih diselimuti rasa takut, heran dan bimbang. Matanya
digosok berulang kali. "Aku tidak bermimpi. Itu memang Luhrinjani..." desis lelaki
ini. Lalu da bergerak turun dari kuda kaki enam tunggangannya. Setengah berlari
lelaki ini segera mendekati sosok putih Luhrinani. Dia berlari di sela-sela
pepohonan, melompati semak belukar. Tidak memperhatikan lagi jalan yang
dilaluinya.

Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wahai Lakasipo suamiku.... Lekaslah. Larilah lebih cepat. Jarak kita hanya
tinggal dekat...." Di depan sana sosok Luhrinjani kembali berseru.
Bola Bola Iblis 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Lakasipo melompati serumpunan semak belukar pendek. Tapi begitu turun ke tanah,
dua kakinya amblas masuk ke dalam dua buah lubang sedalam pangkal betis. Kalau
tidak cepat mengimbangi diri lelaki ini pasti jatuh tersungkur di tanah. Dia
tarik dua kakinya.
Tapi alangkah terkejutnya Lakasipo. Dia sama sekali tidak sanggup mengeluarkan
kedua kakinya. Lalu dia mendengar suara menggelegak seperti air mendidih. Ketika
dia memandang ke bawah tambah kagetlah Kepala Negeri Latanahsilam ini. Di dalam
dua lubang dilhatnya ada cairan aneh berwarna kelabu menyembul berbuih-buih.
Begitu gejolak buih berhenti, cairan itu berubah menjadi keras, memendam
sepasang kaki Lakasipo ke tanah.
"Wahai.... Apa yang terjadi..."!" ujar Lakasipo. Dia membungkuk. Meraba cairan beku
yang membenam dua kakinya.
"Batu..." desis Lakasipo begitu tangannya menyentuh. "Tidak bisa jadi...!" Laki-laki
ini gerak-gerakkan kakinya berusaha melepas diri. Tak berhasil. Dia memukul
dengan tangan kanannya berulang kali. "Dukkk... dukkk... dukkk!" Batu itu tak
sanggup dihancurkan. Maka dia segera kerahkan ilmu kesaktian Lima Kutuk Dari
Langit. Lima sinar hitam menggidikkan menghantam batu di sebelah kanan.
"Wussss! Buummmm!"
Sinar hitam berbalik mental ke udara mengeluarkan suara dentuman keras. Tapi
batu keras yang memendam kaki Lakasipo hanya bergeming sedikit saja. Jangankan
hancur, retak saja tidak!
Lakasipo tidak mau menyerah. Kini dia kerahkan ilmu kesaktian Kaki Roh Pengantar
Maut. Cahaya hitam keluar dari kakinya kiri kanan. Tapi segera meredup lenyap.
Malah lelaki ini mengeluh kesakitan karena pendaman batu seperti mencengkeram
membuat kedua kakinya sebatas pangkal betis ke bawah sakit bukan kepalang.
"Celaka, tak bisa aku melepaskan diri! Apa yang terjadi dengan diriku" Pasti ada
orang jahat...." Lakasipo ingat pada sosok putih Luhrinjani yang tadi ada di
depannya. Ketika dia memandang ke depan justru dilihatnya sosok itu bergerak seperti
melayang mendekatinya.
"Luhrinjani.... Wahai...."
Tiba-tiba terdengar suara berdentringan. Sosok Luhrinjani ternyata memegang
sebuah rantai di tangan kanannya. Pada kedua ujung rantai ini ada penjapit besi
besar. "Luhrinjani.... Betul kau yang ada di hadapanku ini?" ujar Lakasipo begitu sosok
putih itu sampai di hadapannya.
Luhrinjani tersenyum. Justru pada saat itu pula wajah perempuan itu berubah.
Mula-mula pada mulutnya. Mulut itu mencuat menonjolkan gigi-gigi mengerikan.
Lalu kulit wajahnya seolah leleh hingga tinggal tulang tengkorak. Menyusul dua
matanya berubah menjadi sepasang rongga mengerikan. Rambut hitam juga lenyap.
Yang tinggal hanyalah kepala licin plontos sebuah tengkorak mengerikan. Dua
tangannya yang tersembul dari balik pakaian putih berubah menjadi tulang
belulang menggidikkan.
Lakasipo menjerit keras saking kaget dan takut.
Sosok tengkorak merunduk. Dengan satu gerakan cepat makhluk ini memasang dua
japitan rantai besi pada pangkal betis Lakasipo kiri kanan. Selesai memasang
jepitan rantai makhluk ini berdiri kembali, melangkah mundur menjauhi Lakasipo.
"Kau bukan Luhrinjani. Kau makhluk jahat jejadian...!" teriak Lakasipo.
Bola Bola Iblis 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Lakasipo..." sosok aneh itu berucap. "Takdir buruk jatuh padamu! Kau akan
terpendam dalam dua batu bernama Bola-Bola Iblis seumur hidupmu. Tubuhmu akan
rusak, busuk dan hancur. Kau akan menemui kematian secara tersiksa... perlahanlahan!" "Makhluk jahanam! Kau pasti suruhan orang! Katakan siapa yang menyuruhmu!"
teriak Lakasipo.
Kau akan mendapatkan jawaban lama sekali Lakasipo..." jawab makhluk bermuka
tengkorak. "Setelah sosokmu berubah menjadi jerangkong dan rohmu melayang di
langit hampa!"
Mendengar jawaban itu Lakasipo hantamkan tangan kanannya. Lima Larik sinar hitam
menderu. Itulah pukulan sakti Lima Kutuk Dari Langit.
"Bummmm!"
Pukulan sakti menghantam telak sosok putih di depan sana.
"Braaakkk! Byaaarrr!"
Sosok putih itu hancur berantakan. Serpihan tulang tengkorak dan tulang
jerangkok bertaburan di udara lalu berubah menjadi asap dan lenyap tanpa bekas.
Lakasipo meraung keras. Seperti orang gila dia menghantam dengan pukulan-pukulan
sakti kian kemari. Namun akhirnya dia lemas sendiri dan jatuh terduduk di tanah.
* * * Bola Bola Iblis 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN ingkaran cahaya tujuh warna berbentuk tabung besar laksana sambaran kilat
menukik ke bawah menghunjam ke bumi. Sejarak dua ratus tombak dari permukaan
tanah Ldaya jatuhnya berubah menjadi perlahan. Akhirnya bagian bawah lingkaran
cahaya menyentuh tanah. Bersamaan dengan itu lingkaran tujuh warna lenyap. Maka
kelihatanlah tiga sosok tegak saling tertegun yakni Pendekar 212 Wiro Sableng,
si bocah Naga Kuning dan si kakek Setan Ngompol.
Untuk beberapa lamanya mereka kelihatan seperti berada dalam sirapan. Tidak
bergerak, tidak bersuara. Wiro masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212 di tangan
kanan. Naga Kuning masih memegang batu tujuh warna yang disebut Batu Sakti
Pembalik Waktu. Sedang Setan Ngompol tegak terbungkuk sambil pegangi bagian
bawah perutnya dengan tangan kiri.
Sesaat kemudian, seolah terbangun dari tidur ketiga orang itu sama-sama
tersadar. "Eh, kita berada dimana saat ini?" Wiro yang pertama sekali membuka mulut lalu
memandang berkeliling. Begitu memandang begitu sang pendekar jatuh terduduk dan
berseru kaget. Setan Ngompol terkencing dan berteriak. "Apa yang terjadi denganmu Wiro"! Apa
yang terjadi dengan kita"!"
"Lihat! Lihat sekeliling kalian! Buka mata kalian lebar-lebar!" jawab Wiro
dengan suara keras tapi bergetar.
Naga Kuning dan Setan Ngompol sama memandang berkeliling. Barulah keduanya
kaget. Berseru tegang dan jatuh terduduk di samping Wiro.
"Pohon-pohon raksasa... batu-batu sebesar rumah.... Rumput setinggi manusia. Ya
Tuhan, di mana kita berada"!" seru Naga Kuning.
Seperti yang mereka saksikan sendiri, saat itu mereka berada di satu tempat
asing yang pepohonannya besar tinggi luar biasa. Di sekitar mereka rerumputan
tumbuh setinggi bahu. Lalu di sebelah sana ada sederet batu-batu sebesar rumah.
Suara deru angin pun terdengar aneh kencang menakutkan. Ketiga orang itu sampai
terhuyung-huyung terkena sambarannya.
Wiro memandang pada Naga Kuning. Memperhatikan batu tujuh warna yang masih
berada dalam genggaman anak ini.
"Batu celaka itu!" seru Wiro. "Kau ingat apa namanya yang disebut Hantu Tangan
Empat"!"
"Batu Sakti Pembalik Waktu..." jawab Naga Kuning dengan lidah serasa kelu.
"Ya Tuhan.... Sesuatu telah terjadi dengan kita! Jangan-jangan...."
Mendadak ada suara menggeresek di samping kanan mereka. Ketiganya cepat menoleh.
"Tiga ekor kucing!" ujar Setan Ngompol dan tentu saja sambil memancarkan
kencingnya. Matanya dan juga mata Wiro serta Naga Kuning sama-sama mendelik. Di
sela-sela rerumputan bergerak tiga sosok binatang sebesar kucing.
"Besarnya memang sebesar kucing. Tapi binatang-binatang ini bukan kucing! Coba
kalian perhatikan!" kata Wiro lalu memperhatikan lebih teliti tapi tak berani
mendekati. Bola Bola Iblis 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Semut!" teriak sang pendekar kemudian. "Tiga ekor binatang ini bukan kucing
tapi semut! Paling tidak menyerupai semut!"
"Jangan ngacok! Mana ada semut sebesar kucing!" kata Naga Kuning pula.
"Kawan-kawan.... Kurasa kita tidak berada lagi di dunia kita. Lihat pohon-pohon
raksasa itu! Lihat batu-batu sebesar rumah di sebalah sana. Rasakan tiupan angin
yang membuat kita terhuyung-huyung. Lalu semut-semut sebesar kucing itu. Lihat....
Gila! Di sebelah sana ada puluhan lagi bergerak ke jurusan tiga temannya ini!"
Wiro melangkah mundur. Naga Kuning begitu melihat langsung lari menjauh. Setan
Ngompol melompat, tapi terserandung jatuh. Berteriak ketakutan sambil terkencing
lalu lari sambil menubruk Wiro hingga keduanya jatuh bergulingan. Malang bagi
Pendekar 212 waktu bergulingan selangkangan Setan Ngompol menempel di mukanya!
"Kakek sialan! Jaga barangmu! Jangan sampai kuremas hancur!" teriak Wiro marah
dan pergunakan baju putihnya untuk mengusapi mukanya yang basah oleh air
kencing. "Aku tidak sengaja! Aku...."
Wiro lemparkan tubuh Setan Ngompol ke samping sambil terus mengomel panjang
pendek. "Sebaiknya kalian berdua jangan bertengkar. Aku khawatir kita berada dalam
bahaya besar. Jika makhluk disela-sela rumput dan yang merayap di tanah itu
benar semut apa kalian bisa membayangkan berapa besar makhluk-makhluk lainnya
yang pasti ada di sekitar sini?"
"Wuuttt... wuuttt... wutttt!"
Tiba-tiba ada angin deras menerpa dari atas. Ketiga orang ini sama berteriak
kaget dan jatuh terjengkang. Dari balik rerumputan mereka melihat ke atas. Tiga
benda besar tampak melayang cepat di udara. Kepakan sayap mereka menimbulkan
angin kencang yang membuat tiga orang itu tersapu jatuh ke tanah!
"Burung-burung raksasa..." ujar Naga Kuning. "Apa kataku! Kita berada di antara
makhluk-makhluk aneh!"
"Kita harus tinggalkan tempat ini! Mencari tempat yang aman!" kata Setan
Ngompol. "Tapi kita mau kemana?" ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala. Untuk menjaga
segala sesuatunya Wiro masih terus menggenggam kapak saktinya.
Baru saja Wiro berkata begitu tiba-tiba ada suara menghentak-hentak keras
sekali. Tanah di mana mereka berada bergetar hebat. Untuk kesekian kalinya ketiga orang
ini jatuh berpelantingan.
"Apa yang terjadi?" desis Setan Ngompol dengan muka pucat.
"Gempa.... Pasti gempa!" menyahuti Naga Kuning. Lalu dia berpaling pada Wiro.
"Wiro bukankah kau memiliki ilmu kesaktian bernama Menembus Pandang. Kau bisa
melihat di mana kita berada. Kau bisa mengetahui apa saja yang ada di sekitar
kita!" "Betul! Kita harus segera cari selamat!" kata Setan Ngompol lalu dengan cepat
diambilnya batu tujuh warna dari tangan Naga Kuning.
Wiro mengangguk lalu kerahkan tenaga dalamnya ke kepala. Sepasang matanya
melihat ke arah kejauhan, menembus rerumputan tinggi yang menghalang di
sekitarnya. Sementara itu suara hentakan keras tadi semakin dahsyat. Sebelum tubuhnya
terbanting ke tanah murid Sinto Gendeng ini masih sempat melihat sesuatu di
kejauhan yang membuatnya berteriak ketakutan.
Bola Bola Iblis 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa yang kau lihat!" tanya Naga Kuning sambil menjatuhkan diri di samping Wiro.
Setan Ngompol segera pula mendekati kedua orang itu.
"Binatang raksasa aneh. Tubuhnya setinggi bukit! Bentuknya menyerupai kuda. Tapi
memiliki tanduk dan berkaki enam. Tiga di kiri tiga di kanan...."
"Kau jangan menakut-nakuti kami!" kata Setan Ngompol sambil menahan kencing.
"Siapa yang menakut-nakuti!" bentak Wiro jadi jengkel.
Saat itu tiba-tiba suara hentakan berubah menjadi suara menggemuruh. Bumi
laksana terbalik-balik porak poranda. Debu menggebubu menutupi seantero tempat.
"Wuutttt!"
Satu makhluk luar biasa besarnya menderu melewati mereka. Rerumputan hancur
luluh. Pasir dan bebatuan beterbangan. Sebuah batu sempat menyerempet kening
Pendekar 212 hingga luka dan mengucurkan darah.
Di tanah kelihatan lubang-lubang besar. Tiga orang itu mencelat bermentalan dan
sama-sama berseru tegang. Setan Ngompol hampir terperosok ke dalam salah satu
lubang kalau tidak cepat ditolong Naga Kuning. Tanpa diketahui oleh Setan
Ngompol Batu Sakti Pembalik Waktu yang barusan diselipkannya di pinggang celana
kolornya jatuh ke dalam lubang. Ketiga orang itu terbatuk-batuk akibat debu yang
memasuki jalan pernafasan. Muka mereka bercelemongan debu.
"Itu!" teriak Wiro sambil menunjuk ke arah kejauhan. "Itu binatang raksasa yang
aku lihat. Dia barusan lewat di tempat ini!"
Walau binatang itu sudah lari jauh namun Setan Ngompol dan Naga Kuning masih
sempat melihat. Keduanya menggigil ketakutan. Wiro kembali kerahkan ilmu
kepandaiannya untuk melihat jauh. Lalu mengatakan apa yang dilihatnya. "Kuda
raksasa itu lari ke jurusan sana. Aku melihat sebuah batu besar, mungkin bukit
batu. Ah, bukan...
bukan bukit batu. Benda itu bergerak.... Astaga! Ya Tuhan...!" Dua mata Wiro
terbelalak. Tubuhnya gemetaran.
"Katakan apa yang kau lihat!" tanya Naga Kuning.
"Ada makhluk raksasa di sebelah sana. Duduk di tanah. Kepalanya seperti
menyondak langit. Mukanya tertutup rambut lebat, janggut dan kumis panjang. Dua
kakinya terbenam ke tanah. Ada seuntai besi besar mengikat kakinya. Gila.... Dia
menyeringai melihat kedatangan kuda raksasa. Gigi-giginya sebesar jendela!"
Tiba-tiba kembali tanah bergetar dahsyat dua kali berturut-turut.
"Apa yang terjadi?" tanya Setang Ngompol. "Apa yang kau lihat Wiro"!"
"Kuda raksasa itu. Ternyata dia membawa dua buah bola besar. Astaga bukan bola
tapi dua butir buah kelapa sangat besar. Kelapa-kelapa itu dijatuhkannya di
tanah di hadapan manusia raksasa. Itu barusan yang menimbulkan getaran hebat.
Raksasa membelah buah kelapa dengan hantaman tangan. Dia meneguk air kelapa....
Tobat!" "Apa yang tobat!" tanya Setan Ngompol.
"Ada sesuatu terbang di atas kepala raksasa itu...."
"Pasti burung!" kata Naga Kuning.
"Bukan...." Wiro kedipkan matanya beberapa kali. "Bukan burung. Tapi seekor
kelelawar sebesar tetampah! Raksasa pergunakan tangan kirinya menangkap
kelelawar. Lalu...." Wiro perlihatkan muka jijik dan ngeri. "Raksasa melahap mentah-mentah
kelelawar itu! Habis! Tak ada yang tersisa!"
Bola Bola Iblis 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Hueekk!" Setan Ngompol muntah. Bukan cuma dari mulut tapi juga dari bawah perut
alias terkencing-kencing.
"Lebih cepat kita meninggalkan tempat ini lebih baik!" kata Naga Kuning dengan
wajah memucat. Dia menarik tangan Wiro. Setan Ngompol sudah bergerak lebih dulu.
"Tunggu! Kalian semua jangan bergerak! Sembunyi di balik rumput lebat...."
"Memangnya ada apa?" tanya Naga Kuning.
"Ssstttt! Jangan bicara keras-keras. Manusia raksasa itu kulihat tengah memasang
telinga. Matanya memandang liar kian kemari seperti mencari-cari. Hidungnya
mengendus-endus membaui sesuatu! Dia... dia tegak berdiri. Memandang ke arah sini!
Celaka! Lekas berlindung!"
Wiro mendorong Naga Kuning dan Setan Ngmpol ke balik rumput lebat. Dari celahcelah rumput dengan muka pucat dan dada berdebar ketakutan mereka menyaksikan
satu sosok tinggi besar luar biasa berdiri berkacak pinggang. Rambutnya kotor
panjang awut-awutan. Kumis dan jenggotnya riap-riapan tak karuan. Matanya yang
merah memandang ke jurusan di mana tiga orang itu bersembunyi.
"Kudaku Laekakienam, sayup-sayup aku mendengar suara halus. Seperti ada makhluk
yang bicara. Apakah kau juga mendengar?"
Bagi Wiro dan dua kawannya, suara makhluk raksasa seolah suara guntur
menggelegar. Ketiganya tekap telinga masing-masing sementara suara raksasa itu
membuat mereka tergoncang-goncang.


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuda kaki enam yang di ajak bicara luruskan leher dan gerakkan daun telinganya.
Lalu binatang ini meringkik keras. Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol berteriak
kaget. Tubuh mereka kembali bermentalan di sela-sela rerumputan. Suara teriakan ketiga
orang ini tertangkap oleh makhluk raksasa. Dia memandang ke bawah, ke arah
kelebatan rerumputan di mana Wiro dan dua kawannya bersembunyi.
"Aha! Aku melihat sesuatu.... Mungkin serangga atau kutu daun.... Tapi...." Si raksasa
membungkuk. Matanya dibuka lebar-lebar memandang tak berkesip ke arah
rerumputan. Dia hendak bergerak maju tapi tertahan oleh kedua kakinya yang
tertanam ke batu. Dia terpaksa membungkuk lalu meniup.
Bagi Wiro dan dua kawannya tiupan itu tidak beda dengan angin puting beliung.
Rerumputan tersibak dan ketiganya terpelanting berkaparan.
"Wahai, ada tiga makhluk aneh di sela rerumputan!" seru makhluk raksasa yang
suaranya bagi Wiro dan dua kawan seolah gelegar guntur. Merasa senasib
seketakutan ketiganya saling berangkulan. Pada saat itulah makhluk raksasa
ulurkan tangannya menyambar tubuh ketiga orang itu.
"Mati kita semua!" jerit Naga Kuning.
"Pecah barangku!" teriak Setan Ngompol.
Wiro tak bisa berteriak karena salah satu jari tangan raksasa tepat menekan
mukanya. Kepalanya serasa remuk. Makhluk raksasa perlahan-lahan duduk kembali di tanah.
Tangan kanannya yang menggenggam dibuka. Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
bergeletakan di atas telapak tangannya.
Bola Bola Iblis 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH iga makhluk aneh cebol! Ha... ha... ha!" Suara tawa makhluk raksasa membuat
ketiga orang yang ada di atas telapak tangan bergulingan. Setan Ngompol malah
sempat Tjatuh, tapi lekas di sambut kembali oleh makhluk raksasa itu. Untuk
beberapa lamanya ketiganya tertelentang di atas telapak tangan, tak bergerak dan
telinga masing-masing seolah mau pecah.
"Wahai makhluk-makhluk aneh, kalian dari mana datang! Mengapa sosok kalian
sekecil ini! Perutku masih lapar...."
Tiga orang di atas tangan tergoncang-goncang. "Kalau dia terus bicara hancur
telinga kita bertiga!" teriak Naga Kuning.
"Wahai, kau si cebol yang bicara! Apa yang barusan kau ucapkan"!" Makhluk
raksasa bertanya seraya gerakkan tangan kanannya sedikit hingga tiga orang itu
terlempar ke atas lalu cepat disambut kembali. Bagi si raksasa melemparlemparkan Wiro ke udara mungkin hanya sekedar permainan. Tapi bagi ketiga orang
itu sangat menyakitkan. Tubuh mereka jatuh saling tindih dan kepala pada benjut
karena beradu! "Wahai, makhluk yang paling cebol! Kau tidak menjawab pertanyaanku! Apa mau aku
tindis seperti kutu di kepalaku"!"
Wiro menepuk bahu Naga Kuning. "Lekas kau jawab pertanyaannya tadi! Kalau dia
sampai marah kita bertiga bisa dibunuhnya!"
"Aku mati ketakutan! Aku tak ingat apa pertanyaannya tadi!" jawab Naga Kuning.
"Bocah sialan! Sudah! Biar aku saja yang bicara!" kata Pendekar 212. Lalu
perlahan-lahan dia coba bangkit. Kapak di tangan kanannya digoyang-goyangkan.
Lalu dia berteriak.
"Hai!"
"Kau mau bilang apa" Suaramu tidak kedengaran wahai orang cebol!"
Wiro garuk kepalanya dan berteriak kembali. Tapi tetap saja tidak terdengar apa
yang diucapkannya. Makhluk raksasa gerakkan tangan kanannya ke dekat telinganya.
Telinga raksasa itu seolah sebuah goa mengerikan bagi Wiro dan kawan-kawannya.
"Hai! Apa sekarang kau bisa mendengar"!" teriak Wiro.
Raksasa menyeringai. "Suaramu masih kecil tapi kudengar sudah bisa!"
"Hai! Tanganmu jangan digoyang-goyang. Kami bertiga bisa jatuh! Kalau bicara
jangan keras-keras! Telinga kami bisa pecah!"
Raksasa itu tertawa gelak-gelak. Akibatnya Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
kembali berpelan-tingan. Tahu apa yang terjadi si raksasa hentikan tawanya, lalu
bicara perlahan. "Wahai makhluk-makhluk cebol lekas katakan siapa kalian
bertiga! Sosokmu menyerupai diriku tapi mengapa kecil begini" Jari tanganku saja
lebih besar dari kalian!"
"Kami manusia biasa.... Kami bukan orang cebol!" teriak Naga Kuning.
Raksasa tekap mulutnya dengan tangan kiri lalu tertawa. "Manusia biasa adalah
seperti diriku ini! Kalian hanya tiga ekor kutuyang menyerupai manusia! Kalian
bukan manusia benaran!"
"Kami manusia benaran, kau yang raksasa. Ini pasti negeri raksasa!" ujar Wiro.
"Huh"! Apa katamu" Di Negeri Latanahsilam tidak ada makhluk bernama raksasa!"
Naga Kuning membisikkan sesuatu ke telinga Wiro. "Kau benar Naga Kuning, biar
aku tanyakan..."
Bola Bola Iblis 41
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Wahai tiga makhluk cebol! Perutku masih lapar. Walau sosok kalian tidak
mengenyangkan tapi lumayan dari cuma makan angin!"
"Mati aku!" kata Setan Ngompol lalu terkencing. Merasakan ada sesuatu membasahi
tangannya si raksasa kerenyitkan alis dan mengendus-endus berutang kali.
"Hai!" teriak Wiro. "Kami bertiga tidak akan mengenyangkan perutmu! Tidak ada
gunanya membunuh dan menelan tiga ekor kutu seperti kami! Kami tidak sengaja
kesasar ke tempat ini! Dengar dulu! Caramu bicara mengingatkan kami pada
seseorang. Mungkin dia juga berasal dari tempat ini. Orang itu mengaku bernama
Hantu Tangan Empat!"
Raksasa gerakkan tangan kanannya ke depan mata. Melihat mata besar luar biasa
itu Wiro dan kawan-kawan merasa ngeri bukan main. Apalagi dari lubang hidungnya
yang sebesar lubang sumur selalu menyambar hembusan nafas panas.
"Hantu Tangan Empat! Bagaimana kalian tahu nama itu! Kalian mengenal orang itu?"
bertanya makhluk raksasa.
"Kami bertemu dengan Hantu Tangan Empat beberapa waktu lalu di dunia kami!"
jawab Naga Kuning.
"Mustahil dia bisa berada di luar Latanahsilam. Kecuali jika kau bisa
menceritakan apa yang terjadi wahai manusia kutu!"
"Sialan! Kita terus-terusan dikatakannya manusia kutu!" kata Wiro pada dua
temannya, Walau mengomel namun kemudian Wiro menceritakan pertemuannya dan
kawan-kawan dengan Hantu Tangan Empat.
Si raksasa manggut-manggut berulang kali. "Ceritamu menarik! Aku memang mengenal
Hantu Tangan Empat. Kami sama-sama berasal dari Negeri Latanahsilam...."
"Berarti negeri seribu dua ratus tahun silam!" kata Setan Ngompol yang bicara
untuk pertama kalinya.
"Eh, bagaimana kau tahu hal itu?"
"Hantu Tangan Empat yang mengatakan sewaktu bertemu. Berarti antara negeri kami
dan negeri ini terpaut sejauh seribu dua ratus tahun silam!"
"Hemmm.... Apakah Hantu Tangan Empat berhasil menemukan benda yang dicarinya"
Lalu bagaimana sampai kalian bisa kesasar ke tempat ini?" tanya si raksasa pula;
"Hantu Tangan Empat tidak berhasil menemukan benda yang dicari," jawab Wiro.
"Dia seperti ketakutan terhadap sesuatu lalu lenyap menggaibkan diri. Perihal
bagaimana kami bisa kesasar ke tempat ini kami bertiga juga tidak mengerti."
Wiro sengaja tidak menceritakan batu sakti tujuh warna yang ada pada Setan
Ngompol. "Aneh, kalian bertiga sungguh aneh...."
"Kau juga aneh! Mengapa tubuhmu seperti raksasa begini!"
"Aku bukan raksasa! Aku manusia biasa! Tubuhmu yang sekecil kutu hingga
menganggap aku raksasa!"
"Apa kau bisa mempertemukan kami dengan Hantu Tangan Empat?" tanya Wiro.
"Mengapa kalian ingin menemuinya?"
"Mungkin dia bisa menolong mengembalikan kami ke alam kami semula...."
"Hantu Tangan Empat memang sakti, banyak ilmunya. Tapi untuk mengembalikan
kalian ke alam kalian semula dia tidak akan mampu melakukan. Para Peri dan Dewa
sekalipun tidak bisa melakukan!"
"Celaka kita bertiga!" seru Setan Ngompol lalu kembali terkencing-kencing. Naga
Kuning dan Wiro Sableng terdiam tak bisa mengeluarkan ucapan barang sepatah pun.
Bola Bola Iblis 42
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tunggu dulu," kata Setan Ngompol. "Aku teringat pada satu ujar-ujar yang
mengatakan begini. Setiap ada jalan masuk tentu ada jalan keluar. Setiap ada
pintu masuk pasti ada pintu keluar."
"Ujar-ujar itu hanya berlaku di duniamu, tidak di dunia kami! Ada jalan masuk
belum tentu ada jalan keluar. Ada pintu masuk belum pasti ada pintu keluar.
Kecuali jika kalian bisa menemukah benda yang dicari Hantu Tangan Empat itu."
"Maksudmu Batu Sakti Pembalik Waktu?" tanya Naga Kuning.
Makhluk raksasa anggukkan kepala,
"Kalau batu itu yang kau maksud, ada pada temanku kakek berkuping lebar ini!"
"Berkuping lebar dan bau!" kata si raksasa pula sambil menyeringai.
"Setan Ngompol! Lekas keluarkan batu saktimu. Perlihatkan padanya!"
Setan Ngompol segera meraba pinggang kirinya. Tangannya berpindah ke pinggang
kanan. Seluruh pinggang diraba. Tidak percaya si kakek singkapkan baju atasnya,
merorotkan celana kolornya, bahkan selinapkan tangannya sampai ke bawah perut.
Mukanya pucat "Celaka! Batu itu lenyap!"
Naga Kuning dan Pendekar 212 Wiro Sableng terkejut besar. Lalu ikut bantu
menggeledahi aurat si kakek. Tetap saja Batu Sakti Pembalik Waktu tidak
ditemukan. "Jangan-jangan jatuh di kawasan rerumputan tadi..." kata Wiro. "Kita harus
mencarinya sampai dapat!"
"Batu itu besarnya tak sampai seujung jari kelingkingku! Bagaimana mungkin
kalian bisa menemukan"!" ujar makhluk raksasa.
"Bagimu sebesar ujung kuku jari. Bagiku dan kawan-kawan sebesar lengan!" jawab
Wiro. Lalu cepat menyambung ucapannya. "Kuharap kau mau berbaik hati. Menurunkan
kami bertiga di tempat tadi...."
"Kalau itu maumu wahai kutu cebol, silahkan saja.... Tapi ingat sebentar lagi
hari akan gelap. Siang akan berganti malam. Di sekitar sini banyak binatang
buas. Kalian bertiga mungkin tidak akan disantap. Tapi kalau sempat terpijak,
maka kalian akan mati percuma!"
"Kalau begitu aku minta kau berbaik hati sekali lagi. Turunkan kami ke tanah.
Jika tidak dapat kau boleh mengambil kami kembali!" kata Wiro pula.
Makhluk raksasa membungkuk. Tangannya diulurkan dekat-dekat ke tanah yang
ditumbuhi rumput. Jari-jarinya yang menggenggam dibuka. Ketiga prang itu
menggelinding jatuh. Memang dengan keadaan . tubuh mereka yang begitu kecil
bukan satu bal yang mudah untuk mencari batu tujuh warna itu. Setelah mencari
cukup lama termasuk meneliti ke dalam lubang-lubang bekas injakan kaki kuda,
mereka tak berhasil menemukan.
Sementara itu hari mulai gelap.
"Manusia-manusia cebol! Kalian bertiga akan terus mencari atau ikut bersamaku
kembali"!" Makhluk raksasa bertanya. Suaranya yang keras membuat tiga orang yang
berada di sela-sela rerumputan itu tersentak kaget dan terhenyak ke tanah.
"Kami memilih tetap di sini! Kami akan mencari batu itu sampai dapat!" jawab
Setan Ngompol. Tentu saja suaranya tidak sampai ke telinga si makhluk raksasa."
"Jangan berlaku tolol Setan Ngompol. Kita bisa mati kedinginan di tempat serba
asing dan aneh ini!" kata Naga Kuning.
"Jangan bicara," kata Wiro tiba-tiba. "Aku mendengar ada langkah-langkah berat
mendatangi. Lekas sembunyi ke balik rumput!
Bola Bola Iblis 43
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Tak lama menunggu Wiro dan kawan-kawannya melihat satu sosok besar berwarna
hijau berbenjol-benjol menyeruak di antara rerumputan. Sepasang kaki depan
memiliki kuku-kuku hitam panjang menghunjam ke tanah. Satu mulut besar dengan
lidah hijau bercabang dua terbuka mengerikan. Lalu sepasang mata merah bergerak
liar kiah kemari.
"Kodok..." bisik Naga Kuning dengan suara bergetar. "Kodok raksasa...."
"Jangan bicara, jangan berani bergerak!" bisik Wiro. Tapi terlambat.
Katak,raksasa hijau di depan mereka telah mengetahui kehadiran ketiganya di
balik rerumputan. Binatang ini ulurkan kaki depannya lalu turunkan kepalanya ke
bawah. Dengan satu gerakan luar biasa cepatnya mulut binatang ini menyambar.
Sesaat lagi Wiro dan dua kawannya akan menjadi lahapan kodok raksasa, tiba-tiba
satu tangan menyambar dan membawanya tinggi-tinggi ke udara. Selamatlah ketiga
orang ini dalam genggaman makhluk raksasa,
Wiro megap-megap sementara Naga Kuning tertelentang tak bisa berkata-kata.
Sedang Si Setan Ngompol duduk menungging di atas telapak tangan makhluk raksasa,
beser habis-habisan!
"Terima kasih, kau sudah menyelamatkan kami dari kodok raksasa itu..." kata Wiro
megap-megap. Lalu sambungnya, "Kurasa kita bisa bersahabat...."
Makhluk raksasa tertawa bergumam. "Apa untungnya dengan kalian bersahabat!
Paling-paling kalian bertiga hanya kujadikan barang mainan. Kalau bosan sudah
dan tak berguna lagi kalian kulempar ke mana aku suka!"
"Kami makhluk tak berdaya mau berkata apa! Tapi siapa tahu diantara kita bisa
saling tolong menolong! Kulihat kakimu seperti dipendam ke dalam batu. Lalu
masih ada sebuah rantai besi. Di negeri kami jika seseorang diperlakukan seperti
dirimu maka dia adalah seorang penjahat maha buas! Apa kau juga seorang penjahat
besar di negeri ini"!"
"Makhluk cebol keparat! Kau tahu apa tentang diriku! Sekali lagi kau berani
bilang penjahat besar aku ini, kulumat kalian bertiga!" Makhluk raksasa marah
bukan kepalang.
"Sahabatku, jangan marah dulu!" kata Wiro. "Mengapa tidak kau ceritakan pada
kami apa yang telah terjadi dengan dirimu" Kami bertiga berasal dari tanah Jawa.
Kami tidak tahu dimana saat ini kami berada. Mengapa makhluk di sini semua
besar-besar. Namaku Wiro Sableng. Anak ini bernama Naga Kuning. Kakek itu biasa dipanggil
dengan sebutan Si Setan Ngompol!"
"Pantas dari tadi aku mencium bau pesing. Pasti kau sudah mengencingi tanganku
berulang kali!" kata makhluk raksasa tapi raut wajahnya tidakmenunjukkan
kemarahan. ''Wahai tiga manusia cebol. Tak ada salahnya aku memperkenalkan diri. Aku
Lakasipo. Aku adalah Kepala Negeri Latanahsilam. Diriku sampai berada dalam
keadaan seperti ini tidak ada salahnya aku ceritakan pada kalian."
* * * Bola Bola Iblis 44
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS endengar riwayat yang dituturkan Lakasipo Wiro dan kawan-kawannya jadi terdiam
untuk beberapa lama. Namun begitu mereka ingat nasib mereka sendiri, M ketiganya
kembali menjadi gelisah.
"Sobatku Lakasipo..." akhirnya Wiro membuka mulut. "Kau sudah bisa mengira-ngira
siapa yang mencelakaimu sampai jadi begini?"
"Siapa lagi kalau bukan Lahopeng si keparat itu! Tapi dia tidak bekerja
sendirian. Pasti ada yang membantu. Kesaktiannya tidak sampai pada kemampuan untuk
mencelakai diriku seperti ini."
"Kau juga tahu siapa yang membantunya?" Naga Kuning ganti bertanya.
"Di Negeri Latanahsilam satu orang hanya yang mampu berbuat sejahat ini! Seorang
dukun durjana dikenal dengan nama Hantu Santet Laknat! Aku bersumpah untuk
membunuhnya!"
"Sahabat Lakasipo, melihat keadaan dirimu sudah berapa lama kau dipendam di
tempat ini?" Setan Ngompol ikut bertanya. Sampai saat itu dia lebih banyak
memejamkan mata. Takut pandangannya membentur ke bawah, membuatnya jadi gamang
dan terkencing-kencing.
"Kalau aku tidak berhitung salah, mungkin sudah enam kali bulan purnama!"
"Lama sekali! Bagaimana kau bisa bertahan hidup...?" tanya Wiro pula.
Lakasipo menggoyangkan kepalanya ke arah kuda tunggangannya. "Kudaku yang setia
itu. Dia yang mencarikan makanan untukku di hutan sekitar sini...."
"Kuda aneh. Kakinya saja enam..." kata Naga Kuning sambil goleng-goleng kepala.
"Selama enam bulan kau tidak berhasil meloloskan diri. Bagaimana mungkin kau


Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan membalas dendam?" tanya Wiro.
Lakasipo mehgheja nafas dalam. "Jika ini memang pekerjaan si dukun laknat Hantu
Santet, berarti aku terpaksa menunggu sampai dia menemui ajal. Begitu mati
ilmunya akan leleh dan aku akan terbebas. Tapi berapa lama baru dia akan mampus"
Orang di sini rata-rata hidup sampai sampai ratusan tahun. Hantu Santet kurasa
baru berusia sembilan puluh tahun!"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi saling pandang mendengar ucapan
Lakasipo itu. "Tapi setiap hari aku selalu berdoa memohon pertolongan para Dewa dan para Peri.
Aku tidak putus asa. Disamping itu diam-diam aku berusaha meningkatkan tenaga
dalamku dengan melakukan samadi berhari-hari. Satu ketika kelak aku bisa memutus
rantai dan mencabut dua kakiku yang terpendam dalam batu celaka ini!"
Wiro terdiam sambil garuk-garuk kepala. Tidak sadar meluncur saja ucapannya.
"Kalau saja keadaan tubuhku sebesar dirimu, mungkin aku bisa menolong
membebaskan dirimu...."
Lakasipo tertawa bergelak hingga tiga orang yang ada di telapak tangannya itu
terpental-pental ke udara. "Ilmu kepandaian apa yang kau miliki manusia cebol!
Yang harus kau pikirkan justru bagaimana kau bisa keluar dari alam ini! Kecuali
kalau kalian bertiga memang sudah pasrah hidup seumur-umur di tempat ini!"
Bola Bola Iblis 45
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kami akan berusaha. Tapi kalau bisa kami ingin menolong dirimu lebih dulu..."
kata Wiro pula.
"Aku tidak mengharapkan hal itu," kata Lakasipo. "Malam datang sudah. Aku harus
melakukan doa dan semedi pada para Peri dan para Dewa...."
"Kami akan berdoa dan memohon pada Tuhan Yang Masa Kuasa...."
"Tuhan...?" ujar Lakasipo. "Makhluk apa itu" Apa dia sesakti Peri dan Dewa?"
Wiro hendak tertawa bergelak. Tapi Setan Ngompol cepat membisiki. "Jangan kau
bersilat lidah dengan dia soal yang satu ini. Kita berada di alam seribu dua
ratus tahun silam. Lakasipo mana mengenal Tuhan!"
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepalanya. "Lakasipo, kalau kau mau memberi izin
kami bertiga akan mencoba. Harap kau menurunkan kami ke tanah, tepat di depan
dan antara kedua kakimu!"
"Makhluk-makhluk cebol yang sombong!" kata Lakasipo, Tapi dia menurut juga.
Perlahan-lahan dia turunkan tangan kanannya ke tanah. Begitu tangan dimiringkan
maka menggelindinglah sosok Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol ke tanah.
Lakasipo letakkan kepalanya di tanah. "Apa yang hendak kalian lakukan sobatsobatku kutu boncel?"
Wiro angkat tangan kanannya yang memegang kapak sakti.
"Pertama akan kucoba memutus rantai besar itu dengan senjata ini. Mungkin butuh
lebih dari sepuluh bacokan untuk memutusnya!"
"Hemmm, aku tidak mau merendahkan seorang sahabat. Aku berterima kasih ada yang
coba mau menolong! Lakukanlah!" Lakasipo angkat kepalanya. Dia duduk dengan kaki
terkembang. Pendekar 212 kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Kapak Maut Naga Geni 212
mengeluarkan cahaya panas menyilaukan. Di mata Lakasipo cahaya itu tidak lebih
dari satu percikan api kecil jauh di tengah lautan atau padang pasir!
Wiro berteriak keras. Kapak Naga Geni 212 dihantamkan ke pertengahan rantai besi
yang menggeletak di tanah antara dua kaki Lakasipo. "Traanggg!" Bunga api
memercik. Wiro terpekik. Tubuhnya terpental sampai tiga tombak. Kapak Naga Geni 212 lepas
dari pegangannya. Mukanya seputih kertas.
"Wahai sobatku! Apa kataku. Kau tidak berhasil!" berucap Lakasipo.
Pendekar 212 merasa sangat malu. Cepat-cepat dia ambil kapaknya kembali. Ketika
dia memandang ke arah rantai, pemuda ini jadi kaget. "Lihat, hantaman kapak
telah meretakkan satu mata rantai!"
"Wahai sobatku, jangan terlalu gembira. Sebelum kau bisa memutus salah satu mata
rantai, senjatamu itu mungkin sudah hancur dan tanganmu sudah tanggal dari
persendian! Jangan keliwat memaksa. Biar para Dewa dan para Peri yang menolongku!"
"Aku belum menyerah!" kata Wiro seraya simpan Kapak Maut Naga Geni 212 di balik
pinggang pakaiannya.
"Apalagi yang hendak kau lakukan Wiro?" tanya Setan Ngompol.
Wiro tak menjawab. Dia tegak dengan kaki terkembang di depan rantai besi.
Mulutnya tertutup rapat. Sepasang matanya menatap tepat-tepat ke arah rantai
besi besar. Tiba-tiba dari mulutnya keluar satu teriakan keras.
"Sepasang Pedang Dewa!" Saat itu juga dari dua mata Pendekar 212 melesat keluar
dua larik sinar hijau menyilaukan. Sinar hijau ini laksana sepasang pedang
panjang yang sangat tajam, bergabung menjadi satu lalu dengan kecepatan yang
sulit dilihat mata Bola Bola Iblis 46
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membabat ke pertengahan rantai besi besar yang tergeletak di tanah. Bagi Wiro,
Naga Kuning dan Setan Ngompol kilauan sinar hijau itu merupakan satu hal yang
luar biasa. Tapi di mata Lakasipo yang keadaan, tubuhnya seperti raksasa
dibanding ketiga orang itu, kilauan cahaya sakti yang disebut Sepasang Pedang
Dewa itu tidak lebih dari percikan sinar sepanjang jari telunjuknya! Padahal
ilmu kesaktian itu adalah ilmu sangat langka yang didapat Pendekar 212 Wiro
Naga Sakti Sungai Kuning 14 Pendekar Naga Geni 20 Berakhir Di Ujung Fajar Pendekar Pedang Sakti 8

Cari Blog Ini