Ceritasilat Novel Online

Peri Angsa Putih 2

Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih Bagian 2


karena ada tiga orang saudara saya membutuhkan pertolongannya."
Sepasang mata biru Peri Angsa Putih kembali menatap wajah dan sosok Lakasipo,
lalu seperti tadi pandangannya beralih pada benda yang menempel di bahu kanan
lelaki itu. Dalam hati sang Peri berkata. "Lakasipo, sudah lama aku mendengar nama dan
riwayat hidupnya. Baru sekali ini aku melihat jelas keadaannya. Ternyata dia
seorang lelaki berperawakan kekar, berwajah jantan dan gagah. Tidak heran ada
kecemburuan terselubung di hati Hantu Muka Dua. Kalau sampai lelaki ini jatuh ke
tangan si nenek Hantu Santet Laknat, heh.... Aku melihat dua kaki itu. Walau
mungkin menyengsarakan dirinya namun dia memiliki sesuatu yang luar biasa....
Sangat disayangkan kalau lelaki segagah ini jatuh ke tangan Hantu Santet Laknat
atau mungkin.... Aku menyirap kabar seorang gadis sakti bernama Luhjelita
menginginkan dirinya. Entah untuk maksud jahat atau maksud baik. Bisa saja
Luhjelita berhasil memikat hatinya dibanding dengan Hantu Santet Laknat Mungkin
aku perlu menemui Peri Bunda dan berterus terang 104 Peri Angsa Putih
39 padanya...."
DI dalam jaring di atas bahu Lakasipo, kakek Setan Ngompol berbisik pada Wiro
dan Naga Kuning. "Hai, apakah kalian tidak melihat sejak tadi gadis cantik di
atas angsa putih itu memperhatikan diriku"'
Naga Kuning tertawa cekikikan. Wiro tekapkan tangannya ke mulut menahan tawa.
"Tua bangka edani Kalau sampai Peri itu jatuh olnta padamu, aku berani digantung
kaki ke atas kepala ke bawahi"
"Aku berani disunat sekali lagi sampai habisi" kata Wiro pula.
Setan Ngompol tertawa cekikikan. "Kalaupun dia tidak suka padaku, apa kalian
mengira Peri itu suka pada aalah satu dari kalian" HuhI"
Di atas angsa putih Peri Angsa Putih hendak berkata. Tapi mendadak urungkan
niatnya karena tiba-tiba matanya melihat ada sesosok tubuh berpakaian Jingga
mendekam sembunyi di bawah sebatang pohon yang dikelilingi semak belukar lebat.
"Heh.... Baru disebut sudah muncul. Ternyata dia memang benar-benar mencari
Lakasipo. Luhjelita, gerangan apa maksudmu sebenarnya" Jika kau ber-makaud baik
mungkin kau akan mengecewakan diriku.
Jika kau berniat jahat jelas-jelas itu tidak berkenan di hatiku...."
Di balik pohon besaryang dikelilingi semak belukar lebat dan terletak tak jauh
dari Lakasipo berada memang mendekam sosok seorang gadis berkulit halus,
berwajah cantik yang bukan lain adalah Luhjelita. Di sebelahnya mendekam pula
sosok seekor kura-kura raksasa coklat bersayap yang selama ini menjadi
tunggangannya. Seperti dituturkan sebelumnya Hantu Muka Dua yang menganggap gadis itu sebagai
kekasihnya telah 104 Peri Angsa Putih
40 memerintahkan Luhjelita mencari dan membunuh Lakasipo. Seperti Peri Angsa Putih,
selama ini Luhjelita tidak pernah bertemu muka dan melihat jelas sosok dan wajah
Lakasipo. Ternyata lelaki itu memiliki wajah gagah walau sepasang kakinya
berbentuk aneh, terbungkus oleh bola-bola batu.
"Kalau dia segagah ini, apakah sampai hatiku membunuhnya..."' membatin
Luhjelita. "Ah! Bagaimana ini!" Luhjelita garuk-garuk rambutnya berulang kali.
Lalu dia memandang ke atas. "Heh.... Peri Angsa Putih.... Sepertinya dia telah
tahu kehadiranku di tempat ini. Apakah aku harus terus bersembunyi atau langsung
saja menghadang Lakasipo. Tapi membunuh lelaki itu sepertinya...."
"Lakasipo...." Tiba-tiba terdengar suara Peri Angsa Putih dari atas sana.
"Setahuku kau dilahirkan sebagai anak tunggal. Bagaimana sekarang kau bisa
berkata punya tiga orang saudara"'
"Panjang ceritanya wahai Peri Angsa Putih. Tapi jika kau sudi mendengarkan
penuturan saya...."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Tidak sekarang wahai Lakasipo. Pertolongan
apa yang dibutuhkan tiga saudaramu itu"'
"Mereka ingin kembali ke dunia mereka. Dunia seribu dua ratus tahun mendatang
bagi kita. Jika itu tidak mungkin, mereka ingin agar diri mereka bisa dirubah
menjadi sebesar manusia di negeri Latanahsilam ini...."
"Aneh kedengarannya. Saudaramu berasal dari dunia seribu dua ratus tahun setelah
dunia kita. Lalu saudaramu ingin dirubah menjadi sebesar kita. Me-mangnya
bagaimana keadaan diri mereka...?"
"Sulit bagi saya memberi tahu wahai Peri Angsa Putih kalau tidak menerangkan
dari pangkal ceritanya...."
104 Peri Angsa Putih
41 "Beberapa waktu lalu Peri Bunda pernah menceritakan tentang makhluk aneh sebesar
jari kelingking yang entah bagaimana tahu-tahu berada di dunia kita....
Merekakah yang dimaksudkan oleh Peri Bunda?"
"Saya yakin memang mereka wahai Peri Angsa Putih...." Lakasipo lalu ambil jaring
akar kayu yang menempel di bahu kanannya. Wiro, Naga Kuning dan setan Ngompol
diletakkannya di telapak tangan kiri lalu diperlihatkannya pada Peri Angsa
Putih. Naga Kuning langsung menjura. Setan Ngompol terbungkuk-bungkuk tekap bagian
bawah perutnya.
Hanya Pendekar 212 Wiro Sableng yang tetap tegak sambil rangkapkan dua tangan di
depan dada. Pari Angsa Putih tundukkan kepalanya, meman-tang ke bawah. "Heh.... Tiga
saudaramu memang aneh-aneh wahai Lakasipo. Ada yang sikapnya tengil, ada yang
bau dan ada yang bersikap mau gagah sendirl...."
"Harap maafkan mereka wahai Peri Angsa Putih.
Mareka berasal dari alam dunia yang berbeda dengan kita.."
"Jika keadaan dan sikap mereka seperti ini, aku khawatir Hantu Tangan Empat tak
akan mau menolong mereka," kata Peri Angsa Putih pula.
Mendengar kata-kata sang Peri hampir terlompat ucapan dari mulut Wiro bahwa
Hantu Tangan Empat Mati mau menolong. Karena waktu di alam dunia mereka, dia
pernah menolong kakek itu. Tapi karena tadi dirinya sudah disindir sebagai
seorang yang bersikap mau gagah sendiri, murid Sinto Gendeng akhirnya memutuskan
diam saja. "Perl Angsa Putih, menurut tiga saudaraku, dan setahuku sendiri, Hantu Tangan
Empat selalu bersikap 104 Peri Angsa Putih
42 baik pada semua orang. Aku yakin kakek itu mau menolong tiga saudaraku. Kalau
saja Peri mau menunjukkan di mana dia berada...."
"Aku tak mungkin memberitahu tanpa ijinnya..."
kata Peri Angsa Putih pula.
"Lakasipol" teriak Wiro. "Dari ucapan Peri Angsa Putih aku yakin dia tahu di
mana Hantu Tangan Empat Itu berada. Kau harus memaksanya. Ini kesempatan satusatunya bagi kami untuk bisa kembali ke dunia kami!"
"Peri Angsa Putih, saya harap kau mau bermurah hati menolong tiga saudaraku
ini...." "Maafkan aku wahai Lakasipo. Saat Ini aku belum bisa menjanjikan apa-apa. Entah
di kemudian hari...."
Wiro hentakkan kaki kanannya di atas telapak tangan Lakasipo. "Lakasipol Katakan
pada Peri itu, setahuku yang namanya Peri bersifat murah hati, penuh hasrat
menolong. Peri yang satu ini Peri sungguhan atau apa..."'
"Aku tak berani memaksanya wahai saudaraku...."
"Kalau begitu biar aku yang bicara dengannya!
Angkat diriku lebih ke atas...."
"Jaraknya terlalu jauh Wiro...."
"Kalau begitu minta dia turun lebih dekat ke sini,"
kata Wiro pula.
Tapi Lakasipo mana berani memerintah Peri Angsa Putih.
Di atas punggung tunggangannya Peri Angsa Putih mendengar ucapan-ucapan
Lakasipo. Dia menimbang-nimbang seketika lalu ketika dia siap hendak berucap
tiba-tiba dari balik semak belukar melompat sosok tubuh seorang gadis berpakaian
Jingga. "Lakasipo! Kita belum pernah bertemu muka! Apakah diriku cukup layak menemuimu
untuk membicara-104 Peri Angsa Putih
43 kan satu urusan sangat penting"'
"Dukk... dukkk!"
Lakasipo sampai tersurut dua langkah saking kagetnya.
Sambaran angin orang yang barusan berkelebat bukan olah-olah kerasnya pertanda
dia memiliki ilmu kepandaian tinggi. Memandang ke depan Lakasipo tercekat
melihat seorang gadis berpakaian Jingga, berwajah cantik dan memiliki kulit
putih mulus serta rambut digulung ke atas.
Potongan tubuhnya yang padat elok membuat nafas Lakasipo seolah tertahan
beberapa lamanya.
"Wahai gadis berpakaian Jingga. Siapakah engkau dan urusan sangat penting apa
yang kau maksudkan?"
bertanya Lakasipo.
Di atas sana paras Peri Angsa Putih langsung berubah ketika melihat siapa yang
muncul. "Gadis genit tukang rayu itu! Akhirnya berani juga ia memunculkan diri
mendahuluiku! Kalau Lakasipo sampai terpikat dia bisa celaka... Bagaimana aku
memotong pembicaraan mereka dan memberi ingat lelaki itu."
"Lakasipo!" Peri Angsa Putih berseru. "Pembicaraan kita belum selesai. Harap kau
tidak membuat urusan baru dulu!"
Di atas telapak tangan Lakasipo Pendekar 212
Wiro Sableng cepat membaca keadaan. "Heh... Peri Angsa Putih seolah merasa
tersisih dengan kemunculan si cantik berpakaian Jingga ini. Mungkin juga ada
rasa cemburu. Mungkin aku bisa pergunakan kesempatan agar dia tidak kehilangan
muka!" Habis berpikir begitu Wiro hentakkan kakinya ke telapak tangan Lakasipo
lalu berteriak.
"Lakasipo! Jika kau tidak perdulikan Peri di atas sana, jangan harap ada yang
mampu menolong diriku dan kawan-kawan. Kalau sampai kami tidak tertolong karena
ulahmu, jangan kira kami masih mau meng-104 Peri Angsa Putih
44 anggap dirimu sebagai saudara!"
Diancam seperti itu Lakasipo jadi bingung. Sementara itu didepannya Luhjelita
mulai merayu dengan melontarkan senyum-senyum memikat. Malah dengan beraninya
sambil memegang lengan Lakasipo gadis ini berkata. "Lakasipo, namaku Luhjelita.
Aku datang untuk memberitahu kabar yang kusirap. Ada seseorang inginkan
jiwamu...."
"Siapa"!" tanya Lakasipo.
"Tak bisa kukatakan di sini...."
"Jika kau bermaksud baik mengapa berahasia segala"!" sergah Lakasipo.
"Lakasipo!" Di atas sana Peri Angsa Putih berseru keras. "Jika kau tidak merasa
perlu meneruskan pembicaraan denganku, aku siap pergi...."
Wiro kembali hentakkan kaki kanannya ke telapak tangan Lakasipo dan berteriak
mengancam. "Lakasipo!
Cukup kita bersaudara sampai di sini! Turunkan aku dan kawan-kawan ke tanah!
Biar kami memilih jalan sendiri!"
"Wiro, tunggu...." Lakasipo memandang ke depan.
"Luhjelita, saat ini aku...."
Gadis cantik di depan Lakasipo tersenyum manis lalu berkata. "Aku tidak akan
mengganggumu. Aku tidak mau mengecewakan tiga makhluk aneh yang kau sebut
saudaramu Ku. Aku akan tinggalkan tempat ini.
Tapi satu hari di muka, pada saat matahari terbit kutunggu dirimu di Goa Pualam
Lamerah. Kau akan menyesal seumur-umur jika tidak menemuiku..."
Tanpa menunggu jawaban Lakasipo, Luhjelita segera putar tubuh dan berkelebat
tinggalkan tempat itu.
Sebelum berlalu dari tepi telaga dia melirik ke atas sana dan mengulum senyum
penuh arti pada Peri Angsa Putih. Dalam hati gadis ini berkata. "Peri Angsa 104
Peri Angsa Putih
45 Putih, dengan segala kecantikan dan kelebihan de-rajatmu jangan mengira kau
bakal mendapatkan Lakasipo. Hatiku terlanjur jatuh padanya pada pandangan
pertama...." Luhjelita kembali ke balik semak belukar lebat di bawah pohon
besar, langsung naik ke punggung kura-kura lalu melayang terbang dan lenyap di
udara. * * * 104 Peri Angsa Putih
46 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
6 DI ATAS punggung angsa putih, Peri Angsa Putih luruskan jari telunjuk tangan
kanannya. Jari ini diarahkan pada telapak tangan Lakasipo di atas mana Wiro dan
dua kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah satu hal yang
luar biasa. Seperti tersedot tubuh Wiro melesat ke atas. Belum sempat sang
pendekar sadar apa yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas telapak
tangan kiri Peri Angsa Putih.
Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang Peri menatap memperhatikan sosok
Wiro yang hanya sebesar jari kelingking Ku. Melihat keadaan Wiro sedekat dan
sejelas Ku, sikap Peri Angsa Putih yang semula tidak acuh kini jadi berubah.
"Wahai, rupanya orang ini masih muda belia. Rambutnya gondrong. Wajahnya cakap.
Ternyata dia lebih gagah dari Lakasipo. Murah senyum. Kulitnya kuning bersih.
Pandangan matanya lucu. Suka garuk-garuk kepala. Tubuhnya penuh otot Heh... ada
guratan tiga angka di pertengahan dadanya. Lalu ada sebuah benda terselip di
pinggang celananya. Pakaiannya walau dekil tapi bukan terbuat dari kulit kayu
atau dedaunan seperti yang dimiliki orang-orang di Latanahsilam. Sikapnya
seenaknya saja, malah agak kurang ajar. Terhadap diriku dia seolah menganggap
sama rata saja. Tapi mengapa aku mulai tertarik padanya...?"
"Terima kasih, kau tadi telah menyelamatkan mukaku dari malu besar..." kata Peri
Angsa Putih. 104 Peri Angsa Putih
47 Hembusan nafasnya waktu bicara tadi membuat Wiro terpental hingga hampir jatuh
terjungkal ke tanah. Sang Peri maklum kalau dia harus bicara perlahan di jarak
sedekat itu. "Sosok cebol, makhluk apa kau sebenarnya" Siapa dirimu" Apakah kau punya nama?"
Murid Eyang Sinto Gendeng menyeringai. "Kau boleh memanggil saya Si Cebol, Si
Kontet atau Si Katai!
Suka-sukamulah wahai Peri Angsa Putih...."
Peri cantik itu tertawa lebar mendengar kata-kata Pendekar 212. "Mendengar tutur
bicaramu jelas kau bukan penduduk Latanahsilam, walau kau bicara coba meniru
logat orang sini. Pakai wahai segala! Aneh terdengarnya. Apa benar kau berasal
dari dunia seribu dua ratus tahun lebih tua dari dunia kami?"
"Saya dan kawan-kawan memang berasal dari dunia lain. Kami kesasar datang ke
sini...." "Bagaimana bisa kesasar?"
"Itu yang masih kami selidiki. Tapi saat ini yang kami inginkan adalah kembali
ke dunia kami. Jika tidak mungkin, jika nasib kami harus tetap mendekam di
negeri ini maka kami ingin agar sosok kami bisa dibuat sebesar sosok orang-orang
yang ada di sini. Kalau tidak bahaya akan selalu mengikuti kemana kami pergi."
"Katamu kau datang kesasar ke negeri ini. Berarti sulit mencari jalan pulang.
Untuk memenuhi keinginanmu menjadi sebesar kami, siapa pula yang bisa
melakukannya?"
"Hanya ada satu orang. Hantu Tangan Empat!"
jawab Wiro. "Mengapa kau begitu yakin kakek satu itu bisa menolongmu"' tanya Peri Angsa
Putih. "Kami pernah bertemu dengannya di Tanah Jawa...."
104 Peri Angsa Putih
48 "Tanah Jawa" Di mana itu?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Negeri asai kami.
Sulit bagaimana menerangkannya padamu. Waktu berada di Tanah Jawa, sosok Hantu
Tangan Empat sama besarnya dengan sosok tubuh kami. Kalau dia berada di sini
tentu sosoknya sama besar dengan orang-orang di sini. Berarti dia punya ilmu
membesar dan mengecilkan tubuh...."
"Kau cerdik!" kata Peri Angsa Putih seperti memuji.
"Tidak, itu jalan pikiran wajar-wajar saja," jawab Wiro polos. "Peri Angsa
Putih, melihat kepada wajahmu yang cantik dan tutur bicaramu yang sopan, saya
tahu kau seorang Peri baik hati. Tetapi mengapa kau tidak mau menolong diriku
mempertemukan dengan Hantu Tangan Empat"'


Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Soalnya aku tidak tahu di mana dia berada."
Wiro tersenyum. 'Tadi saya dengar kau berkata tidak mau membawa saya pada kakek
itu tanpa ijinnya. Bagi saya berarti kau tahu di mana Hantu Tangan Empat berada.
Malah saya menduga kau punya hubungan dekat dengan orang tua itu.... Seingat
saya Hantu Tangan Empat hidungnya mancung bagus. Hidungmu juga mancung bagus.
Mungkin itu Embanmu atau...."
"Apa itu Emban"' tanya Peri Angsa Putih.
Wiro jadi garuk-garuk kepala lagi. "Maksud saya mungkin dia kakekmu...."
Peri Angsa Putih kembali tertawa. "Kalau aku tidak mau menolongmu, apa yang akan
kau lakukan"'
'Ya, bagaimana ya" Tapi saya tidak percaya suara mulutmu sama dengan suara
hatimu " Peri Angsa Putih tersenyum. Makin banyak bicara dengan makhluk di atas telapak
tangannya itu makin senang hatinya.
"Makhluk cebol yang tak mau memberitahu nama...."
104 Peri Angsa Putih
49 "Nama saya Wiro. Wiro Sableng!" ujar Wiro.
Peri Angsa Putih tertawa cekikikan.
"Ada yang lucu wahai Peri Angsa Putih"'
"Kau tahu apa arti sableng di negeri Latanahsilam ini"' tanya Peri Angsa Putih.
Wiro menggeleng.
"Di Latanahsilam sableng artinya kencing kuda!
Hik... hik... hikl" Sang Peri tertawa cekikikan.
"Sialan!" maki Wiro sambil garuk-garuk kepala.
"Masih bagus artinya cuma kencing kuda. Kalau anunya kuda...!"
Kembali Peri Angsa Putih tertawa cekikikan walau kali ini wajahnya kelihatan
kemerahan. "Lakasipo tak pernah memberi tahu," ujar Wiro pula. "Dia cuma memberi tahu kata totok yang artinya dada perempuan. Tapi tidak
dijelaskan apa dada gadis yang masih montok bagus atau punyanya nenek-nenek yang
sudah peot!"
Walau paras Peri Angsa Putih menjadi merah namun dia tak dapat menyembunyikan
tawanya. "Baiklah makhluk aneh bernama Wiro Sableng.
Aku berjanji akan mempertemukanmu dengan Hantu Tangan Empat. Mudah-mudahan dia
bisa menolongmu.
Kita berangkat sekarang...."
"Tunggu!" seru Wiro. 'Yang perlu ditolong bukan cuma saya seorang. Tapi juga dua
orang kawanku yang masih ada di atas telapak tangan Lakasipo itu...."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Wahai! Aku hanya bersedia menolong kau
seorang. Perihal dua kawanmu itu biar mereka mencari pertolongan sendiri."
"Maafkan saya wahai Peri Angsa Putih. Kalau dua kawanku tidak ikut, lebih baik
aku tidak pergi bersamamu. Lebih baik kami bertiga seumur-umur berada dalam
keadaan seperti ini. Jika nasib baik mungkin 104 Peri Angsa Putih
50 satu ketika ada yang bisa menolong kami...."
Peri Angsa Putih tatap wajah Pendekar 212 sambil hatinya berkata. "Pemuda cebol
ini ternyata berhati luhur. Setia kawan. Padahal tadi aku cuma ingin me nyelami
budi pekertinya yang sebenarnya. Ternyata dia benar-benar baik."
"Wiro, kau tak usah khawatir. Kalau kau ingin dua kawanmu turut serta tidak jadi
masalah. Mereka biar saja ikut bersama Lakasipo. Kau ikut naik angsa
bersamaku...."
'Terima kasih Peri Angsa Putih. Tapi mohon maafmu.
Jika kau sudi, bawa saya dan dua kawanku sekalian.
Kalau tidak biar Lakasipo yang membawa kami bertiga...."
Peri Angsa Putih kembali tatap wajah Wiro. Lalu senyum nampak menyeruak di
wajahnya yang cantik.
Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah.
Sosok Naga Kuning dan Setan Ngompol serta merta tersedot ke udara.
"Wahai Lakasipo, aku akan membawa tiga saudaramu ini ke satu tempat. Kau
menyusul dengan kuda kaki enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga akhirnya
kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti di cabang sungai sampai kau
mendapat petunjuk lebih lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat wahai
Lakasipo. Hindari pertemuan dengan Luhjelita di Goa Pualam Lamerah!"
Rupanya Peri Angsa Putih telah sempat mendengar ucapan Luhjelita tentang rencana
pertemuan di satu goa bernama Pualam Lamerah.
"Saya... saya akan perhatikan apa yang kau katakan wahai Peri Angsa Putih," ujar
Lakasipo pula. Sesaat angsa putih dan penunggangnya lenyap di udara. Lakasipo segera melangkah
ke tempat dia meninggalkan Laekakienam. Namun baru menindak dua 104 Peri Angsa
Putih 51 langkah tiba-tiba lima gadis cantik menghadang langkahnya. Mereka ternyata
adalah Luhtinti dan empat gadis yang berasal dari tempat kediaman Hantu Muka
Dua. Lakasipo hampir lupa kalau mereka masih ada di situ.
"Lakasipo, aku ingin kau membawa aku serta..."
kata Luhtinti. "Kami berempat juga," kata salah satu dari empat gadis. "Kau telah menolong
kami. Kini diri kami adalah milikmu. Bawa kami bersamamu!"
"Wahai! Walau kudaku besar tapi enam orang menungganginya sekaligus mana
mungkin!" kata Lakasipo. Lalu dia pandangi empat gadis di depannya.
"Kalian, bukankah penduduk sekitar sini" Sekarang kalian bebas. Sebaiknya pulang
kembali ke tempat asal masing-masing...."
Empat gadis itu sama-sama terdiam. Akhirnya yang satu berkata. "Jika itu
kehendakmu, kami menurut saja. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas
pertolonganmu." Bersama tiga kawannya gadis ini letakkan dua tangan di atas
kepala lalu bersurut mundur dan tinggalkan tempat itu.
"Aku tak punya tempat kediaman, tak punya orang tua ataupun sanak saudara.
Apakah kau akan me-nyuruhku pergi juga seperti mereka wahai Lakasipo"'
bertanya Luhtinti, si gadis hitam manis.
"Luhtinti, mengadakan perjalanan bersamaku berarti menjatuhkan sebagian bahaya
dan malapetaka atas dirimu. Aku tak mau...."
"Kalau tidak kau tolong, aku sudah lama mati di tempat ini wahai Lakasipo.
Sekarang apa artinya bahaya atau malapetaka bagiku" Kematian pun jika menghadang
akan kuhadapi...."
Lakasipo menarik nafas panjang. Akhirnya di-pegangnya pinggul ramping Luhtinti
lalu gadis hitam 104 Peri Angsa Putih
52 manis ini dinaikkannya ke atas kuda berkaki enam yang jadi tunggangannya.
104 Peri Angsa Putih
53 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
7 KARENA Goa Pualam Lamerah terletak di satu arah perjalanan yang menuju ke tempat
pertemuan yang dikatakan Peri Angsa Putih maka Lakasipo alias Hantu Kaki Batu
merasa tidak ada salahnya dia mampir ke goa itu guna menemui gadis cantik
bernama Luhjelita.
Ada beberapa hal aneh yang ingin disingkapkan Lakasipo. Pertama mengapa Peri
Angsa Putih me-larangnya bertemu dengan Luhjelita. Ke dua, siapa Luhjelita
sebenarnya dan apakah benar keterangan gadis itu bahwa ada seseorang ingin
membunuhnya"
Semakin keras terasa panggilan larangan Peri Angsa Putih sebaliknya bertambah
kuat pula hasrat Lakasipo untuk menemui Luhjelita.
Saat itu sebenarnya Lakasipo ingin berada sendirian. Namun Luhtinti masih terus
saja ikut bersama-nya walau sudah didesak berulang kali agar gadis itu kembali
ke tempat asal kediamannya atau diantar ke satu tempat. Kalau tidak karena
kasihan rasanya mau Lakasipo meninggalkan gadis itu begitu saja di tengah jalan.
Kini kehadirannya seolah menjadi beban bagi dirinya.
Beberapa saat setelah matahari terbit pagi itu, udara mendung menyungkup
sepanjang perjalanan.
Sebelum mencapaitujuannya hujan lebat turun. Karena ingin cepat-cepat sampai di
Goa Pualam Lamerah, Lakasipo terus saja memacu kuda kaki enamnya.
Di bawah hujan lebat yang mendera, dalam ke-104 Peri Angsa Putih
54 adaan basah kuyup Lakasipo akhirnya memasuki satu daerah bebukitan penuh dengan
batu-batu berwarna putih kelabu. Inilah kawasan bukit batu pualam di mana Goa
Pualam Lamerah terletak.
Tidak sulit bagi Lakasipo mencari goa itu karena berada di puncak salah satu
bebukitan dan dari kejauhan telah kelihatan batu-batunya yang berwarna merah.
Lakasipo tinggalkan kuda kaki hitam enamnya di mulut goa lalu melompat turun.
Sebelum masuk ke dalam goa batu merah itu dia mengelus leher kudanya seraya
berbisik. "Laekakienam, harap kau berjaga-jaga di tempat ini. Aku punya firasat
kurang enak. Beri tahu aku jika terjadi sesuatu...."
Lakasipo berpaling pada Luhtinti yang masih berada di atas punggung Laekakienam.
"Ayo turun. Ikut aku masuk ke dalam goa...."
"Wahai. Aku menunggu di sini saja...."
"Di bawah hujan lebat begini rupa?"
"Tak jadi apa," kata Luhtinti sambil menyibakkan rambutnya yang basah.
Lakasipo pandangi wajah gadis itu. Seolah baru Sadar dia melihat ternyata
Luhtinti memiliki wajah cantik dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping
wajah Luhtinti mengingatkan Lakasipo pada wajah Luhsantini, istri Latandai alias
Hantu Bara Kaliatus yang malang Ku. Sebelumnya perempuan Ku bersikeras akan ikut
kemana Lakasipo pergi. Setelah diberi peringatan, apa lagi keadaannya yang
cidera di tangan kanan, dan setelah dijanjikan akan segera ditemui baru
Luhsantini mau ditinggalkan di Latanahsilam. (Baca Hantu Bara Kaliatus)
Kuda hitam besar usap bahu Lakasipo dengan ujung lidahnya tanda mengerti apa
yang barusan di-104 Peri Angsa Putih
55 katakan Lakasipo.
"Luhtinti, kau dan Laekakienam tunggu di sini. Aku tak akan lama...."
Luhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati dia berkata. "Jika yang kau temui
adalah seorang gadis bernama Luhjelita, kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya." Ingin Luhtinti memperingatkan lelaki itu agar berhati-hati.
Namun entah mengapa ucapan itu tidak keluar dari mulutnya.
Lakasipo balikkan badan lalu melangkah masuk ke dalam goa. "Dukk... duukkk...
dukkkk". Kaki-kaki batu yang melangkah menimbulkan suara dan getaran keras di
lantai goa. Setelah menempuh sebuah lorong sepanjang dua belas tombak dia sampai
ke sebuah ruangan batu berwarna merah muda. Ruangan ini kosong melompong. Tak
ada pintu tak ada perabotan.
Ini adalah ujung buntu dari Goa Pualam Lamerah.
"Kosong, tak ada orang tak ada apapun. Jangan-jangan gadis itu menipuku. Atau
mungkin ini satu jebakan" Atau bisa jadi dia belum sampai di tempat ini...."
Pikir Lakasipo. Dia dudukkan diri di lantai batu.
Menunggu sesaat sambil mengeringkan rambut dan badannya yang basah. Setelah
duduk cukup lama Lakasipo jadi kesal. Di luar goa tidak terdengar lagi suara
menderu pertanda hujan telah reda. Lakasipo bangkit berdiri. Ketika dia hendak
melangkah meninggalkan ruangan itu tiba-tiba di atasnya ada suara berdesir.
Memandang ke atas Lakasipo terkejut. Sebagian langit-langit batu dilihatnya
bergerak turun.
Langit-langit yang turun ini berbentuk sebuah tonggak empat persegi panjang
setinggi dua tombak. Di atas tonggak batu ini tegak berdiri sosok gadis cantik
berpakaian jingga. Sebelumnya Lakasipo melihat rambutnya tergulung. Kini rambut
gadis itu tergerai lepas 104 Peri Angsa Putih
56 menutupi bagian dadanya. Kalau saja rambut itu tidak menjulai di depan dada
niscaya Lakasipo bisa melihat kelembutan dada yang membukit karena hanyaditutupi
dedaunan aneka warna.
"Luhjelita..." desis Lakasipo.
"Wahai gembiranya hati ini. Ternyata kau masih ingat namaku dan sudi
menyebutnya..." kata Luhjelita sambil lemparkan senyum dikulum. Dia membuat
gerakan dengan tangan kirinya. Tonggak batu tempat dia berdiri secara aneh
secara perlahan-lahan bergerak miring ke kiri. Kini tonggak batu besar itu
berubah seolah menjadi tempat ketiduran. Luhjelita duduk di salah satu ujungnya.
"Harap maafkan diriku wahai Lakasipo. Aku telah membuatdirimu bersusah payah,
kehujanan dan basah kuyup untuk datang ke sini...."
Lakasipo balas tersenyum.
"Apakah kau datang seorang diri ke Goa Pualam Lamerah ini wahai Lakasipo"'
"Ada seorang gadis menunggu di luar goa bersama kuda hitamku..." jawab Lakasipo.
"Heh.... Apakah dia itu seorang Peri atau seorang gadis berkulit hitam manis
bernama Luhtinti?"
"Dia Luhtinti...."
"Mengapa kau membiarkannya saja sendirian di luar sana"'
"Aku sudah mengajaknya masuk tapi dia tidak mau."
"Wahai! Mungkin dia tidak suka melihat diriku!"
kata Luhjelita pula lalu tertawa berderai. Dalam hati Luhjelita berkata.
"Luhtinti gadis cerdik. Wajahnya cantik. Sebelum dia menjadi sainganku lebih
baik siapa dirinya kuberitahu pada Lakasipo."
"Luhjelita, waktu di tepi telaga kemarin kau me-104 Peri Angsa Putih
57 ngatakan ada seseorang yang ingin membunuhku...."
"Hal itu memang akan kita bicarakan wahai Lakasipo.
Duduklah di atas batu ini, di sampingku. Banyak yang akan kita bicarakan. Aku
tak mau kau menjadi lelah karena berdiri terus-terusan...."
Lakasipo duduk di atas batu di sebelah Luhjelita.
Tapi dia sengaja menjaga jarak, tidak terlalu dekat.
"Sebelum kujelaskan siapa yang ingin membunuhmu, terlebih dahulu perlu
kuberitahu siapa adanya Luhtinti, gadis cantik yang berada di luar goa sana....
Dia adalah gadis culikan Hantu Muka Dua yang kemudian dipelihara dan diberikan
tugas sebagai mata-mata...."
"Mata-mata...." Mata-mata apa maksudmu wahai Luhjelita"'
"Apa kau tidak pernah menyirap kabar bahwa sejak lama Hantu Muka Dua memaklumkan
diri sebagai Raja Di Raja segala Hantu di Negeri Latanahsilam ini"'
"Memang pernah kudengar hal itu. Tapi kukira dia akan mendapat banyak
tantangan.... Tidak semua para Hantu suka dan mau tunduk padanya," kata
Lakasipo. "Benar. Namun jika ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari kepandaian semua
Hantu digabung jadi satu, apa daya mereka" Menantang berarti hancuri Luhtinti
dijadikan mata-mata untuk menyirap kabar, menyelidik segala sesuatunya. Karena
kabarnya Hantu Muka Dua telah membangun satu Istana Batu di mana dia akan
bertahta sebagai Raja Di Raja Para Hantu Negeri Latanahsilam.... Aku khawatir
Luhtinti sengaja ikut denganmu dalam rangka tugasnya sebagai mata-mata Hantu
Muka Dua."
Lakasipo terdiam. Dengan suara perlahan dia kemudian berkata. "Gadis itu
menunjukkan sikap sebagai sangat berhutang budi padaku. Aku menyelamatkan-nya di
Telaga Lasituhitam. Dia seolah ingin memper-104 Peri Angsa Putih
58 hambakan diri padaku walau terus terang aku tidak suka...."
"Suka atau tidak suka jangan sampai kau tertipu.
Kau tahu salah satu sifat Hantu Muka Dua adalah Segala Tipu. Hal itu pasti sudah
diajarkannya pada gadis mata-mata itu."
Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan Laekakienam. Lakasipo
memandang ke arah lorong keluar. Ketika dia hendak berdiri Luhjelita memegang
lengannya. "Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa perlu kau risaukan wahai
Lakasipo. Pembicaraan kita masih panjang. Apa mau diputus begitu saja" Bahkan
aku masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat hendak membunuhmu...."
Mendengar kata-kata Luhjelita itu ditambah sentuhan jari-jari tangan halus dan
hangat di lengannya membuat Lakasipo yang hendak berdiri kembali duduk di batu
panjang. Luhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya masih memegangi lengan
Lakasipo. "Tidakkah kau merasa dingin Lakasipo?" tanya Luhjelita. Hembusan nafasnya
menghangati wajah lelaki itu.
"Aku habis kehujanan. Memang terasa dingin. Tapi sedikit. Tak jadi apa...."
"Jika kau kedinginan dan perutmu terasa lapar, kebetulan aku membawa dua bungkus
kecil wajik ketan. Gurih dan manis...." Luhjelita lalu keluarkan dua bungkusan


Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil daun pisang dan diperlihatkannya pada Lakasipo. "Ambillah. Kau satu aku
satu...." "Terima kasih wahai Luhjelita. Aku tidak lapar...."
Luhjelita tersenyum. Dua bungkus wajik itu di-simpannya kembali.
104 Peri Angsa Putih
59 "Kapan kau akan menceritakan siapa yang ingin membunuhku"' tanya Lakasipo.
"Ohh... soal Ku! Pasti akan kuceritakan. Sekarang juga!" Jawab Luhjelita seraya
tertawa lebar dan dengan manja letakkan kepalanya di bahu Lakasipo. "Kau kenal
nama Hantu Santet Laknat bukan?"
Lakasipo mengangguk.
"Kau juga kenal seorang bernama Latandai yang kemudian dijuluki Hantu Bara
Kaliatus?"
"Ya, aku kenal. Lebih dari kenal..." jawab Lakasipo.
"Hantu Bara Kaliatus adalah murid Hantu Santet Laknat. Dia telah mendapatkan
satu ilmu kesaktian dahsyat bernama Bara Setan Penghancur Jagat. Itu saja sudah
jadi malapetaka bagi Negeri Latahasilaml Tapi yang sangat berbahaya ialah bahwa
Hantu Santet Laknat telah mencuci otak lelaki itu. Menjadikannya budak
kekuasaannya dan akan melakukan apa saja yang diperintahkannya. Salah satu
perintah si nenek Hantu Santet Laknat adalah membunuhmu!"
Berubahlah air muka Lakasipo mendengar keterangan Luhjelita itu. "Aku pernah
bertempur melawan Hantu Bara Kaliatus ketika dia hendak membunuh Luhsantini
istrinya sendiri. Peri Bunda turun tangan hingga lelaki itu menerima hukuman
mengerikan. Dia lenyap entah kemana.... Tapi aku tidak pernah mengira kalau
Hantu Santet Laknat juga memberi perintah padanya untuk membunuhku!"
"Antara kau dan Hantu Santet Laknat pasti ada satu silang sengketa besar. Coba
kau ingat-ingat...."
Lakasipo pandangi wajah cantik jelita di sampingnya.
Yang dipandangi membalas dengan senyum mesra dan kembali letakkan kepalanya di
bahu Lakasipo. Sesaat Lakasipo elus-elus kepala gadis itu. Lalu berkata.
"Kemungkinan Hantu Santet Laknat merasa khawatir aku'
104 Peri Angsa Putih
60 akan membalas dendam. Karena keadaan dua kakiku sampai ditimbun bola-bola batu
begini rupa adalah akibat pekerjaan santetnya. Seorang pemuda keji bernama
Lahopeng telah membayarnya agar aku disantet begini rupa. Yang lebih terkutuk
Hantu Santet Laknat memperalat roh istriku untuk mencelakai diriku!" (Baca
serial Wiro Sableng berjudul'Bola Bola Iblis") Waktu berkata-kata itu dada
Lakasipo tampak turun naik pertanda darahnya dibakar oleh dendam kesumat. Lama
Luhjelita terdiam. Tidak disangkanya Lakasipo mempunyai riwayat hidup yang
begitu hebat tetapi juga menyedihkan. Sebelumnya Luhjelita hanya mendengar
sedikit saja dari riwayat Lakasipo. Rasa hiba muncul di hati gadis ini. Semakin
jauh dia dari maksud semula yang diperintahkan Hantu Muka Dua yaitu membunuh
Lakasipo! "Aku yakin dugaanmu tidak meleset. Pasti Hantu Santet Laknat memperalat Latandai
alias Hantu Bara Kaliatus untuk membunuhmu sebelum kau melakukan pembalasan..."
kata Luhjelita pula.
"Wahai Luhjelita, hanya itu semuakah yang hendak kau sampaikan padaku?" bertanya
Lakasipo setelah ke duanya sama berdiam diri beberapa lamanya.
"Masih ada satu hal lagi. Ini yang paling penting.
Hantu Muka Dua juga ingin membunuhmu...."
Lakasipo sampai bangkit tertegak mendengar kata-kata Luhjelita itu. Sepasang
mata mereka saling ber-tatapan. Kalau Lakasipo memandang dengan perasaan kaget
penuh tanda tanya sebaliknya Luhjelita menatap-nya dengan senyum dan segala
kemesraan. "Wahai Luhjelita, bagaimana... dari mana kau tahu Hantu Muka Dua inginkan
jiwaku"!"
Pertanyaan Lakasipo yang tiba-tiba ini membuat Luhjelita tak segera bisa
menjawab. Tentu saja tak 104 Peri Angsa Putih
61 mungkin baginya mengatakan bagaimana hubungannya selama ini dengan Hantu Muka
Dua. Walau Hantu Muka Dua menganggapnya sebagai kekasih padahal sebenarnya dia
tidak menyukai orang itu, mungkin saja perasaan curiga dan tidak enak akan
muncul di hati Lakasipo terhadapnya. Karenanya Luhjelita mencari akal dalam
memberikan jawaban.
"Gadis yang datang bersamamu itu, seperti kataku dia adalah mata-mata Hantu Muka
Dua. Dia pasti tahu lebih banyak dariku.... Mengapa tidak kau tanyakan padanya"'
"Heh.... Begitu" Akan kutanyakan sekarang Jugal"
kata Lakasipo. Luhjelita cepat lingkarkan dua tangannya di pinggang Lakasipo. "Jangan kesusu
wahai Lakasipo. Te-nangkan sedikit hatimu. Jika kau bertanya seperti memaksa
mungkin kau tidak akan mendapat jawaban yang kau inginkan. Sekarang, apakah kau
masih tidak lapar"'
Luhjelita lalu keluarkan kembali dua buah wajik yang dibungkusdaun pisang. "Aku
perempuan, perutku kecil. Kau ambil wajik yang besar."
Lakasipo tersenyum. "Kau gadis baik. Kau telah memberitahu sesuatu yang sangat
berharga, yang bisa membuat aku bedaku hati-hati. Aku tak tahu bagaimana
membalas semua budimu...."
Luhjelita tertawa merdu. Dia rangkul pinggang Lakasipo erat-erat lalu tempelkan
kepalanya ke perut lelaki itu.
Di luar sana kembali terdengar suara ringkikan Laekakienam. Membuat Lakasipo
lagi-lagi palingkan kepala. Lalu terdengar suara benda hancur.
"Hatiku tidak enak. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kudaku...."
104 Peri Angsa Putih
62 "Lakasipo, ambillah wajik yang besar ini. Kau ingin aku membuka bungkus daun
pisangnya"' kata Luhjelita seolah tidak mendengar ucapan Lakasipo tadi.
"Biar kubuka sendiri," kata Lakasipo akhirnya sambil mengambil wajik yang
diberikan si gadis. Keduanya duduk berdampingan di atas batu besar. Hanya sesaat
setelah menelan habis wajik itu Lakasipo berkata.
"Wajikmu enak. Tapi mengapa tubuhku mendadak merasa letih dan kepalaku jadi
berat. Mataku seperti mengantuk...."
Luhjelita merangkul tubuh Lakasipo. "Kau kecapaian wahai Lakasipo. Banyak
pekerjaan berat yang telah kau lakukan. Kau perlu istirahat. Kalau kau suka kau
boleh tidur di atas batu ini.... Mari kutolong kau berbaring."
Perlahan-lahan Luhjelita baringkan tubuh Lakasipo di atas batu besar. Gadis ini
ikut membaringkan dirinya di samping lelaki itu. Luhjelita gerakkan tangan
kirinya. Batu besar keluarkan suara berdesir lalu bergerak naik ke atas langitlangit ruangan.
104 Peri Angsa Putih
63 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
8 PENDEKAR 212 Wiro Sableng dan Naga Kuning gamang ketakutan setengah mati dibawa
terbang angsa putih. Si Setan Ngompol tergeletak pucat seperti mau pingsan. Dari
bawah perutnya terus-menerus mengucur air kencing. Saat itu ketiganya berada
dalam gulungan kain putih tipis di pinggang Peri Angsa Putih. Ketiganya tak
berani memandang kebawah padahal pemandangan dari ketinggian seperti itu indah
sekali. "Mau dibawa kemana kita ini...." Setan Ngompol tiba-tiba bersuara.
"Diam sajalah..." menyahuti Naga Kuning. "Bukankah kau ingin buru-buru kembali
ke Tanah Jawa" Peri yang membawa kita berniat hendak menolong kau masih saja
banyak tanyai"
Terbang membumbung tinggi di udara beberapa lamanya Laeputih akhirnya turun
merendah. Mereka melewati beberapa gugusan bukit-bukit yang tertutup hutan
lebat, melayang di atas sebuah sungai besar lalu turun di lamping satu bukit
batu terjal di atas mana terdapat lima buah air terjun.
Dari lamping batu itu ada satu tangga menuju ke bawah. Peri Angsa Putih periksa
gulungan pakaian di pinggangnya. Wiro dan kawan-kawannya tampak terbujur tak
bergerak entah pingsan entah tertidur. Peri Angsa Putih melompat turun dari
tunggangannya lalu dengan cepat menuruni tangga batu. Di satu tempat di bawah
air terjun di ujung kiri dia berhenti dan 104 Peri Angsa Putih
64 memandang berkeliling.
"Bertahun-tahun aku tak pernah ke sini. Memang tak ada perubahan. Tapi apakah
aku berada pada air terjun yang benar"' Peri Angsa Putih berkata dalam hati
sambil memandang berkeliling. Deru air terjun membuat terbangun Wiro dan dua
kawannya. "Astaga! Berada di mana kita ini!" seru Naga Kuning sementara Setan Ngompol
terdiam cemas menahan kencing. Wiro memperhatikan sekelilingnya lalu memandang
ke atas. "Air terjun! Kita berada di bawah air terjun raksasa!
Di sebelah sana kulihat ada beberapa air terjun lagi.
Apakah ini daerah tempat kediaman Hantu Tangan Empat?"
Pandangan Peri Angsa Putih membentur sebuah tonjolan di lamping batu. 'Tonjolan
batu itu.... Kuharap aku tidak salah." Gadis bermata biru melangkah mendekati
dinding batu. Dengan tangan kanannya yang disertai pengerahan tenaga dalam gadis
ini tekan kuat-kuat tonjolan batu itu. Sesaat menunggu terdengar suara benda
berat bergeser. Lalu terlihat salah satu bagian dari dinding batu di bawah air
terjun kelima di ujung kiri bergeser membentuk sebuah lobang empat persegi
seukuran tinggi dan besar sosok manusia.
Selagi Wiro dan kawan-kawannya keheranan melihat apa yang terjadi, Peri Angsa
Putih dengan cepat menyelinap masuk ke dalam lobang di dinding batu. Begitu dia
berada di sebelah dalam, dinding batu yang tadi bergeser bergerak kembali
menutup lobang. Keadaan di tempat itu serta merta menjadi gelap gulita. Tangan
di depan mata pun tidak kelihatan.
Setan Ngompol tak berani membuka mulut. Tapi kencingnya muncrat terus-terusan.
104 Peri Angsa Putih
65 "Wiro..." terdengar Naga Kuning berbisik. "Bukankah kau memiliki ilmu yang
disebut Menembus Pan dang. Coba kau pergunakan untuk melihat di mana kita
berada. Siapa tahu kau bisa melihat sosok Hantu Tangan Empat yang kita cari...."
'Tak ada gunanya. Sebelumnya waktu mencari Batu Sakti Pembalik Waktu aku pernah
pergunakan ilmu itu.
Tapi Negeri Latanahsilam ini seolah mempunyai daya tolak aneh hingga aku tak
mampu mempergunakan ilmu tembus pandang itu.... Atau mungkin keadaan tubuhku
yang begini kecil tidak memungkinkan aku mempergunakan kesaktian itu.... Kita
berharap yang terbaik sajalah sobatku. Aku tidak yakin Peri Angsa Putih
mendustai kita...."
"Aku tak berani menduga. Semakin cantik gadis di Negeri Latanahsilam ini semakin
banyak urusan yang kita hadapi..." kata Naga Kuning pula.
Dalam gelap Peri Angsa Putih berjalan setengah berlari. Makin jauh jarak yang
ditempuhnya makin terang keadaan di sekitarnya. Sementara itu di atas terdengar
suara seperti ada air yang mengalir terus menerus.
"Kau dengar suara itu?" bisik Naga Kuning.
'Ya, seperti suara aliran air. Kukira ada sungai besar di atas kita..." jawab
Wiro. Ketika keadaan menjadi terang benderang Wiro dan kawan-kawannya dapatkan mereka
berada di sebuah bukit ditumbuhi rumput berwarna aneh. Rumput yang biasanya
hijau, di sini berwarna biru! Peri Angsa Putih berlari cepat menuju puncak bukit
di mana terdapat satu bangunan berbentuk gapura besar. Pada kiri kanan gapura
ada patung lelaki bermuka raksasa yang pada bahunya mendukung seorang perempuan
berwajah cantik. Bagi Wiro dan kawan-kawannya patung 104 Peri Angsa Putih
66 yang sangat tinggi itu seperti hendak menyapu langit.
Di kejauhan terdengar suara tiupan seruling. Demikian kerasnya bagi Wiro dan
kawan-kawannya, hingga telinga mereka menjadi sakit dan terpaksa harus cepatcepat menekap telinga masing-masing.
Ternyata Peri Angsa Putih berlari ke arah orang yang meniup seruling. Orang ini
kelihatannya seperti duduk bersila di atas sebuah batu rata, tetapi jika
diperhatikan kenyataannya sosoknya mengapung setinggi setengah jengkal dari atas
batu tersebut. Dia meniup suling sambil pejamkan mata seolah benar-benar
menikmati permainannya.
Melihat wajah dan sosok orang yang meniup suling, Wiro, Naga Kuning dan Setan
Ngompol menjadi kaget tapi sama berseru kaget.
"Hantu Tangan Empat!"
Yang duduk mengapung di atas batu itu adalah seorang tua berambut, berkumis dan
berjenggot putih riap-riapan. Kening, hidung, pipi dan mulut serta dagu-nya sama
rata. Pakaiannya kulit kayu yang dikeringkan.
Orang tua berwajah aneh inilah yang dulu pernah ditemui Wiro di Tanah Jawa.
Setan Ngompol dekati Wiro sambil menahan kencing. "Wiro, ketika berada di Jawa
dulu aku ingat betul.
Kehadirannya dari alam seribu dua ratus tahun lalu adalah untuk membunuh kita!
Tapi hal itu urung dilakukannya. Sekarang dia berada di negerinya sendiri.
Bukankah mudah saja baginya sekarang menghabis-kan kita"!"
Wiro terdiam sesaat mendengar ucapan si kakek.
"Bahaya bisa mengancam dari segala penjuru, secara tidak terduga," kata murid
Sinto Gendeng pula. 'Tapi aku percaya pada Peri Angsa Putih. Kalau dia tidak
bermaksud menolong kita apa perlunya dia membawa 104 Peri Angsa Putih
67 kita jauh-jauh ke sini...."
"Jangan kau lekas percaya, Pendekar 212. Kalau Peri Angsa Putih membawa kita ke
sini justru hendak menyerahkan kita pada Hantu Tangan Empat, bukankah berarti
celaka bagi kita semua?"
Hati Pendekar 212 jadi tidak enak mendengar kata-kata Setan Ngompol itu. Memang
kalau dipikirnya bukan mustahil hal seperti itu bisa saja terjadi. Namun ketika
pandangan matanya membentur gambar ular naga kuning yang ada di dada Naga Kuning
maka dia menjawab tenang. "Sewaktu di Tanah Jawa dulu kakek itu takut setengah
mati dan tunduk pada Naga Kuning karena naga siluman yang keluar dari badannya.
Kita bisa andalkan ilmu kepandaian anak ini untuk meng-hadapi Hantu Tangan Empat
jika dia memang nanti berniat jahat hendak membunuh kita."
Peri Angsa Putih berdiri tak bergerak di hadapan orang tua yang asyik meniup
suling itu. Dia tidak berani mengganggu keasyikan orang maka dia berdiri saja
menunggu sampai si kakek selesai meniup sulingnya.
Hal itu diketahui oleh Wiro dan kawan-kawannya.
Mungkin mereka terpaksa menunggu agak lama. Tapi cepat atau lambat akhirnya
kakek itu pasti akan me-nyudahi permainannya.
Ternyata Hantu Tangan Empat baru menghentikan tiupan sulingnya hampir tengah
hari. Padahal Peri Angsa Putih menunggu sejak pagil Dalam keadaan mata masih
terpejam orang tua ini selipkan sulingnya di pinggang pakaiannya yang terbuat
dari kulit kayu.
Peri Angsa Putih jatuhkan diri berlutut. Melihat sikap gadis ini Wiro merasa
heran. Kedudukan seorang peri bagaimanapun juga adalah jauh lebih tinggi dari
seorang manusia seperti si kakek sekalipun punya nama besar dan disebut Hantu
Tangan Empat. Lalu 104 Peri Angsa Putih
68 mengapa si gadis jatuhkan diri seolah sangat meng-hormat orang tua itu"
"Wahai kakek yang kusebut dengan nama Hantu Tangan Empat, jika kau telah selesai
meniup suling, berkenan kiranya menerima kedatanganku. Aku Peri Angsa Putih."
Sepasang mata si kakek yang duduk mengapung di atas batu perlahan-lahan terbuka.
Begitu dia melihat siapa yang berlutut di hadapannya, senyum menyeruak di
wajahnya yang rata. Lalu dia berbatuk-batuk beberapa kali.
"Cucuku Peri Angsa Putih! Wahai! Belasan tahun kau tak pernah muncul. Ternyata
kau semakin cantik saja. Dan syukur kau tidak tersesat sampai di tempat ini!" Si
kakek tertawa mengekeh. "Wahai, angin apa yang melayangkan dirimu hingga muncul
hari ini di hadapanku?"
"Angin baik disertai permohonan permintaan berkah darimu wahai kakekku!"
Di dalam gulungan kain putih tipis Naga Kuning berkata. "Peri ini menyebut Hantu
Tangan Empat kakek.
Si orang tua menyebutnya cucu.... Bagaimana ini bisa begitu?"
"Ini satu keanehan yang sudah kuduga sebelumnya,"
jawab Wiro. "Antara Peri Angsa Putih dan Hantu Tangan Empat ada semacam hubungan
atau pertalian darah...."
Hantu Tangan Empat pandangi wajah Peri Angsa Putih sesaat lalu berkata. "Adalah
aneh! Wahai! Biasanya para Peri yang datang membawa berkah. Kini justru engkau
sebagai Peri yang memohon berkah pada kakek jelek dan tolol seperti diriku ini!"
"Kek, jangan kau merendah seperti itu. Kalau aku tidak yakin kau bisa menolong
tidak nanti aku datang 104 Peri Angsa Putih
69

Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari...."
"Baiklah wahai cucuku. Katakanlah berkah pertolongan apa yang hendak kau
mintakan padaku"'
bertanya Hantu Tangan Empat.
Peri Angsa Putih tidak segera menjawab. Dia mem buka gulungan pakaian putihnya
di sebelah pinggang di mana Wiro dan kawan-kawannya berada. Ke tiga orang ini
kemudian diletakkannya di atas rumput biru, di depan batu datar di hadapan si
kakek. Hantu Tangan Empat sampai melesat satu tombak ke udara saking kagetnya melihat
ke tiga makhluk kecil di atas rumput itu. Dari atas sambil memandang ke bawah
dia berkata dengan suara gemetar.
"Wahai cucuku Peri Angsa Putih. Katamu kau datang meminta berkah pertolongan
padaku. Tapi tahukah engkau bahwa kau sebenarnya membawa bencana padaku!"
* * 104 Peri Angsa Putih
70 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
9 PERI Angsa Putih heran bercampur terkejut melihat sikap dan mendengar kata-kata
Hantu Tangan Empat. "Wahai kakekku, gerangan apa yang membuatmu berucap seperti
itu" Bencana apa yang bisa ditimbulkan oleh tiga makhluk sebesar jari kelingking
ini" Jika mereka berniat jahat terhadapmu, aku yang pertama kali akan turun
tangan. Sekali remas saja mereka hancur dalam genggamanku!"
Perlahan-lahan sosok Hantu Tangan Empat yang tadi naik satu tombak ke udara
turun ke bawah dan kembali mengapung setengah jengkal dari atas batu rata.
Sepasang matanya masih memandang lekat-lekat pada sosok Wiro, Naga Kuning dan
Setan Ngompol yang ada di rumput biru.
"Cucuku.... Wahai. Aku sengaja memencilkan diri di tempat ini untuk menjauhi
kemurkaan Hantu Muka Dua atas diriku. Dan kemurkaan Hantu Muka Dua pada diriku
berasal muasal pada diri ke tiga makhluk ini, yang dulu pertama sekali kutemui
di Tanah Jawa, tanah yang seribu dua ratus tahun lebih maju dari dunia kita....
Aku tak ingin melihat mereka. Singkirkan mereka dari pandangan mataku! Mereka
hanya akan menimbulkan celaka bagi dirikul Bagi dirimu juga! Bahkan bagi Negeri
dan semua orang yang ada di Latanahsilam ini!"
Mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat 'itu Peri Angsa Putih jadi terdiam. Tapi
dua matanya yang biru beralih, kini ditujukan pada Wiro dan kawan-kawannya 104
Peri Angsa Putih
71 sementara Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang mendengar ucapan si kakek
jadi saling pandang dan diam-diam merasa geram. Tiba-tiba Peri Angsa Putih ambil
ke tiga orang itu dan letakkan di atas telapak tangannya.
"Tiga makhluk cebol! Kau sudah dengar ucapan Hantu Tangan Empat Dia tak mau
menolong diri kalian.
Wahai, aku terpaksa membawa kalian pergi dari sini...."
Naga Kuning membuka mulut hendak berteriak.
Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng cepat mendahului.
Dia sengaja kerahkan tenaga dalam agar suaranya terdengar oleh Hantu Tangan
Empat. "Peri Angsa Putih, kami sangat berterima kasih padamu. Kau telah bersusah payah
membawa kami jauh-jauh ke tempat ini. Jika kakekmu tidak mau menolong kami padahal kau belum memberi tahu pertolongan apa yang kami minta - bagi kami tidak
jadi apa. Dunia kami dengan duniamu memang beda.
Sifat penduduk di sini dan penduduk di negeri kami juga berbeda. Di negeri kami
menolong orang lain adalah satu kehormatan. Tapi di negerimu yang ter-belakang
seribu dua ratus tahun dari negeri kami menolong orang merupakan satu
malapetaka...."
"Kalau perlu orang yang minta tolong harus disingkir dihabisi!" Menimpali Naga
Kuning. Wiro teruskan ucapannya yang terpotong. "Ketahuilah, jika ada yang harus
disingkir dihabisi orangnya adalah Hantu Muka Dua. Makhluk itu telah menjadikan
kakekmu sebagai budak suruhannya! Hantu Muka Dua menugaskan kakekmu pergi ke
dunia kami untuk mencari sebuah batu sakti bernama Batu Sakti Pembalik Waktu.
Sekaligus dia juga ditugaskan membunuh kami bertiga. Karena katanya semua
rencana itu telah dilihatnya sejak lima ratus tahun lalu! Kebetulan batu 104
Peri Angsa Putih
72 sakti itu memang ada pada salah satu dari kami. Tapi kakekmu gagal
mendapatkannya. Dia kembali bukan saja dengan berharnpa tangan tapi hampir tewas
di tangan kawanku Naga Kuning ini. Kalau saja dia tidak berbaik hati berbudi
luhur mungkin kakekmu sudah dibunuhnya!"
"Kami meminta tolong kakekmu sekarang bukan sebagai imbalan pengampunan itu!"
Naga Kuning kembali bicara. Saat itu kelihatan muka Hantu Tangan Empat menjadi
sangat merah. "Peri Angsa Putih," Wiro lanjutkan lagi kata-katanya.
"Aku kasihan pada kakekmu. Saking takutnya pada Hantu Muka Dua dia sampai
sembunyikan diri di tempat ini.
Apakah dia tidak punya ilmu dan kemampuan melawan makhluk jahat seperti Hantu
Muka Dua itu" Apakah semua para Hantu di sini mau menjadi budak Hantu Muka Dua"
Apa gunanya kakekmu menyandang nama Hantu Tangan Empat kalau otaknya mungkin
cuma dipergunakan seperempat saja!"
Paras Peri Angsa Putih bersemu merah mendengar sindiran yang ditujukan pada
kakeknya itu. Hantu Tangan Empat sendiri merah mengelam tampangnya.
Rahangnya menggembung tanda dia berusaha menahan gejolak amarah.
"Peri Angsa Putih, kami mohon kau membawa kami keluar dari tempat ini. Antarkan
kami ke tempat di mana sungai bercabang dua. Tempat perjanjianmu dengan
Lakasipo!"
Saat itu saking geramnya Naga Kuning usap-usap dadanya yang tersingkap dan
terasa panas. Pada dada anak ini terpampang gambar seekor naga. Sejak tadi Hantu
Tangan Empat tak berani menatap ke arah anak ini. Karena seperti diketahui,
dalam serial Wiro Sableng berjudul "Bola Bola Iblis" ketika kakek ini hendak 104
Peri Angsa Putih
73 membunuh Naga Kuning, anak itu singkapkan dadanya. Gambar atau jarahan naga
kuning yang ada di dadanya tiba-tiba laksana hidup bergerak keluar, makin lama
makin besar dan siap menerkam Hantu Tangan Empat. Melihat kejadian itu Hantu
Tangan Empat ketakutan setengah mati lalu jatuhkan diri mengambil sikap seperti
menyembah. Berulang kali kakek ini minta maaf dan mohon ampun. Dia menyebut naga
yang keluar dari tubuh Naga Kuning sebagai Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh. Tapi
ular naga itu telah keburu menyerangnya dan membelitnya ke sebatang pohon.
Ketika binatang jejadian ini hampir menghancur remuk sosok Hantu Tangan Empat,
Wiro berteriak keras meminta agar Naga Kuning jangan membunuh kakek itu.
Walau kalap namun Naga Kuning mau juga mendengar teriakan Wiro. Selamatlah nyawa
Hantu Tangan Empat!
Wiro sempat memperhatikan gerakan tangan Naga Kuning mengusap dadanya berulang
kali. Cepat dia berbisik. "Jangan penolakan Hantu Tangan Empat kau jadikan
alasan untuk mengeluarkan ilmumu dan menyerang dirinya. Jika dia tak mau
menolong berarti nasib kita yang sial...."
"Sebaliknya kita segera tinggalkan tempat ini Wiro...."
"Ya, sebelum kukencingi habis-habisan tangan Peri yang cantik ini!" kata Setan
Ngompol pula. "Wiro, biar aku membujuk kakekku. Siapa tahu hatinya bisa dilembutkan..." kata
Peri Angsa Putih sangat pelan seraya mendekatkan telapak tangannya ke wajahnya
hingga dia bisa melihat Pendekar 212
lebih jelas. Wiro menyeringai. "Terima kasih. Kau baik sekali.
Tapi ada satu ujar-ujar di negeri kami. Jangan memaksa orang yang tidak mau.
Kalaupun dia akhirnya mau, di 104 Peri Angsa Putih
74 dalam hatinya akan ada umpat dan penyesalan di kemudian hari."
Peri Angsa Putih tersenyum. "Aku senang sekali mendengar kata-katamu yang bagus
itu wahai Wiro.
Tapi apa salahnya kalau aku coba membujuk dirinya.
Kurasa kakekku saat ini sedang dalam pikiran kacau...."
Peri Angsa Putih kedipkan matanya.
Wiro garuk-garuk kepala. "Apa pendapatmu Naga Kuning?" tanya Wiro.
"Terserah kau saja. Aku muak melihat tampang kakek itu. Ingin kukentuti lobang
hidungnya!" jawab Naga Kuning perlahan hingga tidak terdengar oleh Peri Angsa
Putih dan Hantu Tangan Empat.
"Kalau aku lebih baik segera saja pergi dari sini!"
kata Setan Ngompol.
Peri Angsa Putih dekatkan dirinya pada si kakek lalu berkata. "Kek, aku mohon
kau...." "Sudahlah!" Hantu Tangan Empat memotong ucapan cucunya. 'Tanyakan pertolongan
apa yang diinginkannya?"
Paras Peri Angsa Putih jadi berseri-seri. Dia angkat tangan kirinya. "Wiro,
kakekku bertanya. Pertolongan apa yang kalian inginkan?"
"Kami minta agar bisa dikembalikan ke negeri kami...." Wiro tidak teruskan
ucapannya karena tiba-tiba dia melihat wajah sang Peri berubah seperti murung.
"Peri Angsa Putih, apakah aku salah berucap hingga hatimu tidak senang?" tanya
Wiro. Si gadis tak menjawab. Wajahnya bersemu merah dan dia coba menyembunyikan
perubahan itu dengan tersenyum. Ketika mendengar permintaan yang diucapkan Wiro
tadi, entah mengapa hatinya mendadak menjadi seperti sedih. "Aku suka pada
orang-orang ini.
Terutama dengan yang bernama Wiro. Wahai bagai-104 Peri Angsa Putih
75 mana aku mencegah agar mereka tidak kembali ke dunia mereka...?" Suara Ku
menyeruak muncul di lubuk hati sang Peri. Diam-diam sang Peri merasa malu
sendiri. "Peri Angsa Putih, mengapa kau diam saja?" Wiro bertanya. Sang Peri tersenyum.
Dia berpaling pada Hantu Tangan Empat. "Kek, mereka minta dikembalikan ke negeri
asal mereka. Bisakah kau melakukannya?" Kata-kata itu diucapkan Peri Angsa Putih
perlahan sekali hampir tak bersemangat.
Hantu Tangan Empat menatap paras cucunya sesaat lalu memandang pada ke tiga
orang yang ada di atas telapak tangan kiri Peri Angsa Putih itu. Si kakek
gelengkan kepalanya. "Tidak mungkin.... Hal itu tidak mungkin dilakukan. Kecuali
kalau Batu Sakti Pembalik Waktu ditemukan....".
'Tapi kakekmu bisa masuk ke dalam duniaku. Jika itu dilakukannya sekali lagi
sambil membawa kami...."
Hantu Tangan Empat yang mendengar ucapan Wiro itu berkata. "Ilmu kepandaianku
hanya mampu membawa diriku sendiri. Itu pun hanya bisa kulakukan seratus tahun
sekali...."
Peri Angsa Putih pejamkan matanya. Dalam hati ia merasa gembira mendengar katakata Hantu Tangan Empat itu.
"Kalau begitu.... Apakah kau bisa menolong membesarkan tubuh kami. Jadi sebesar
sosok orang-orang yang ada di negeri ini?" tanya Wiro.
Sesaat Hantu Tangan Empat terdiam. Membuat Wiro dan dua kawannya jadi berdebar
dan tak sabar menunggu jawaban.
"Hal itu hanya bisa kulakukan jika diizinkan oleh Peri Sesepuh dan dia sendiri
menyaksikan upacara 104 Peri Angsa Putih
76 permohonan itu..." jawab Hantu Tangan Empat.
"Siapakah Peri Sesepuh itu?" tanya Wiro. "Apa sama dengan Peri Bunda?"
"Peri Sesepuh adalah pemimpin dari semua Peri dan adalah atasan Peri Bunda...."
"Kakekmu tampaknya bersedia menolong. Tapi bagaimana memberi tahu dan
menghadirkan Peri Sesepuh" Apakah kau bisa membantu?" tanya Wiro pada Peri Angsa
Putih. Peri Angsa Putih memandang ke langit. Saat itu matahari tengah menggelincir
menuju titik tertingginya.
"Waktu kita hanya sedikit. Peri Sesepuh mempunyai kebiasaan melakukan sesuatu
sebelum jatuh tengah hari tepat. Akan aku usahakan bicara dengan Peri Sesepuh.
Kuharap dia mau menolong. Aku juga akan menghubungi Peri Bunda minta bantuannya
membujuk Peri Sesepuh. Peri Sesepuh suka rewel dan sulit diajak bicara...."
Peri Angsa Putih letakkan Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol di atas rumput
biru. Lalu dia bangkit berdiri dan melangkah ke satu tempat sunyi di sebelah
kanan puncak bukit. Di tempat ini dia berlutut sambil letakkan dua tangan di
atas kening. Mulutnya tampak bergerak-gerak namun tidak sedikit suara pun yang
terdengar. Sampai lama ditunggu Peri Angsa Putih masih saja terus berlutut di puncak bukit
sebelah sana. "Lama sekali. Apa yang dilakukan Peri itu..." Jangan-jangan dia tidak bisa
menghubungi Peri Sesepuh...."
"Mungkin sang Peri Sesepuh sedang pergi kencing di sungai...!" kata murid Sinto
Gendeng antara bergurau dan jengkel tidak sabaran.
Sosok Peri Angsa Putih nampak bergerak bangkit.
104 Peri Angsa Putih
77 Ketika dia kembali ke tempat Hantu Tangan Empat tubuhnya penuh keringat.
Sepertinya dia barusan telah melakukan satu pekerjaan berat dan memakan tenaga.
"Nasib kalian baik. Peri Sesepuh memberi ijin dan bersedia turun ke bukit ini
Amarah Pedang Bunga Iblis 1 Dewa Arak 44 Tawanan Datuk Sesat Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 10

Cari Blog Ini