Ceritasilat Novel Online

Kutukan Sang Badik 1

Wiro Sableng 132 Kutukan Sang Badik Bagian 1


BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
Sumber: Kitab 212 (Bastian Tito)
EBook: Syauqy_arr@yahoo.co.id
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
1 EMBAH Welirang terletak di tenggara kawasan Bukit Menoreh, tak jauh dari sebuah
desa kecil sepi
L penduduk bernama Imoyudan. Sepanjang pagi asap kuning yang berbaur dengan
kabut menggantung di udara membuat pandangan mata kadang-kadang hanya bisa
menembus jarak beberapa tombak saja. Bau belerang tercium di mana-mana. Siapa
saja yang berada di sekitar lembah, apa lagi berani menuruni sampai ke bawah,
akan mengalami sesak nafas bahkan bisa jatuh pingsan akibat sengatan uap
belerang yang menyumbat jalan pernafasan-nya. Namun saat itu di bibir lembah
sebelah timur kelihatan sepasang muda-mudi asyik bercakap-cakap sambil
memasang mata dan telinga, seolah-olah tidak terganggu oleh asap dan kabut
serta-bau belerang yang begitu santar.
Kalau tidak memiliki kepandaian tinggi, tidak mungkin keduanya bisa berbuat
seperti itu. Sang pemuda yang berambut gondrong berpakaian
serba putih dan bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng adanya berdiri di
bibir lembah, menatap ke arah danau kecil menyerupai kawah berair kuning pekat
di dasar lembah. Dari danau kecil inilah berasalnya asap berbau belerang yang
menyatu dengan kabut.
Beberapa saat berlalu, Wiro alihkan pandangan ke bagian lembah di atas dan
seputar danau belerang yang hampir seluruhnya tertutup oleh batu-batu cadas
berwarna kuning dan coklat. Murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede itu tidak
melihat dengan pandangan mata biasa karena penglihatannya di sana-sini akan
terhalang kabut.
Dia menerapkan llmu Menembus Pandang yang didapatnya dari Ratri Duyung yang saat itu berada di sampingnya. Seperti Wiro Sang
Ratu juga telah
mengerahkan ilmu yang sama untuk menyelidik keadaan seantero Lembah Welirang.
Seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya
berjudul "Meraga Sukma" kedua orang ini baru saja keluar dari dasar kawasan
samudera selatan. Sesuai petunjuk Kakek Segala Tahu dengan diantar Ratu Duyung
Wiro telah menemui Nyi Roro Manggut dan berhasil mendapatkan ilmu yang disebut
Meraga Sukma. Konon hanya dengan ilmu inilah Pendekar 212 akan mampu
menyelamatkan dan membebaskan Suci gadis alam roh yang lebih dikenal dengan nama
Bunga dari sekapan guci tembaga Iblis Kepala Batu Alis Empat.
"Ratu, kau melihat sesuatu?" tanya Wiro.
Ratu Duyung yang memiliki bola mata berwarna biru gelengkan kepala lalu berkata.
"Lembah di bawah kita tidak seberapa besar. Tapi ternyata tidak mudah untuk
mencari tahu dimana bagian lembah yang dijadikan sarang tempat kediaman dan
persembunyian oleh Iblis Kepala Batu Alis Empat."
"Kita sudah tahu, kawasan Lembah Welirang ini adalah sarang kediaman Iblis itu.
Jika sulit mencari, dari pada membuang waktu lebih baik kita hancur leburkan
lembah ini. Masakan makhluk jahanam itu tidak akan muncul unjukkan diri."
Ratu Duyung tersenyum mendengar ucapan Wiro.
Sambil memegang mesra lengan sang pendekar dia
berkata. "Bagi kita berdua memang mungkin saja melakukan hal itu. Tapi apakah dengan cara
seperti itu kita akan mampu menyelamatkan gadis alam roh itu dari dalam sekapan
guci tembaga Iblis Kepala Batu?"
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Kau benar juga..." kata Wiro kemudian.
Iblis Kepala Batu Alis empat alias Iblis Kepala Batu Pemasung Roh adalah
dedengkot golongan hitam rimba persilatan yang pernah menjadi tokoh silat
Istana. Dia telah menculik dan menyekap Bunga dalam sebuah guci kecil terbuat
dari tembaga dan sampai saat itu Pendekar 212
Wiro Sableng masih belum rnampu membebaskan gadis alam roh yang mencintainya
itu. Harapannya kini tergantung pada ilmu Meraga Sukma yang telah didapatkan-nya
dari Nyi Roro Manggut.
"Kita musti menuruni lembah. Tapi sebaiknya kita menunggu sampai, matahari
bersinar terik, membuat asap dan kabut menipis. Walau kita menerapkan Ilmu
Menembus Pandang, bisa melihat segala sesuatunya dengan cukup jelas, tetap saja
berbahaya. Kita tidak melihat orang yang kita cari. Tapi saat ini mungkin dia
tengah memperhatikan gerak-gerik kita. Sesuatu bahaya tak terduga bisa saja
terjadi secara mendadak dan kita..."
Ucapan Ratu Duyung terputus karena tiba-tiba sekali Wiro menarik lengannya,
membawanya berlindung ke balik serumpunan semak belukar setinggi dada di pinggir
lembah. "Ada apa?" bisik Ratu Duyung.
"Aku mendengar suara orang berlari," jawab murid Sinto Gendeng. Sejak dia
menerima masukan hawa aneh dari Naga Biru yang diam di dasar samudera tempat
kediaman Nyi Roro Manggut, pendengaran dan penglihatan Wiro menjadi lebih peka.
Selain itu tubuhnya terasa lebih ringan.
Wiro menyibakkan semak belukar lalu menunjuk ke arah lembah sebelah selatan.
"Lihat, ada orang berlari di pinggiran lembah sebelah sana. Mungkin dia bergerak
ke arah kita. Aku seperti mengenali..."
Ratu Duyung memandang ke arah yang ditunjuk Wiro.
Memang benar. Di arah selatan bibir lembah seorang berpakaian serba hitam tengah
berlari kencang. Dari rambutnya yang panjang melambai tertiup angin jelas dia
adalah seorang perempuan.
"Jangan-jangan orang itu gurumu, Eyang Sinto Gendeng." kata Ratu Duyung pula.
Wiro garuk kepalanya, buru-buru menjawab.
"Tidak mungkin. Kalau orang itu Eyang Sinto Gendeng dari sini aku pasti sudah
bisa mencium bau pesing tubuh dan pakaiannya. Lagi pula di atas kepalanya ada
lima tusuk konde. Orang yang lari itu tidak ada tusuk kondenya tapi ada warna
aneh kemerah-merahan. Apakah kau tak bisa menduga siapa dia adanya?"
"Aku akan menerapkan llmu Menembus Pandang kembali," kata Ratu Duyung pula.
Sepasang matanya yang biru memandang tak berkedip, mengikuti sosok tubuh yang
berlari. Ilmu Menembus Pandang yang dimiliki Sang Ratu satu tingkat berada di
atas ilmu yang sama yang dimiliki Wiro.
"Ahhh...." Ratu Duyung keluarkan suara mendesah halus dan panjang. "Asap merah
berbentuk kerucut terbalik di atas kepala. Siapa lagi kalau bukan orang yang kau
sebut Hantu Penjunjung Roh, makhluk dari negeri seribu dua ratus tahun silam."
"Aku sudah mengira. Nenek itu adalah saudara Iblis Kepala Batu Alis Empat. Dia
muncul di sini pasti menemui saudaranya itu. Mungkin mau memheritahu kalau kita
akan mendatanginya di lembah ini."
"Sebelum dia menemukan saudaranya, aku akan menghajarnya lebih dulu," kata Ratu
Duyung. "Ingat peristiwa di pantai waktu kita baru saja keluar dari tempat
kediaman Nyi Roro Manggut" Nenek jahat itu memukulku, membuatku hampir menemui
ajal." "Ratu Duyung, kuharap kau mau bersabar. Nenek itu bisa kita jadikan penunjuk
jalan. Secara tidak sadar dia akan memandu kita ke tempat kediaman Iblis Kepala
Batu Alis Empat!"
Ratu Duyung terdiam lalu berkata perlahan. "Aku menurut saja apa katamu."
Saat itu orang yang lari dari arah selatan telah berada di pinggir lembah
sebelah timur, tak jauh dari tempat mereka sembunyi di balik semak-semak.
Ternyata dia memang Hantu Penjunjung Roh yang nama aslinya adalah Luhniknik. Di
atas kepalanya asap merah berbentuk kerucut terbalik bergerak turun naik.
Sepasang bola matanya juga berbentuk aneh yakni tidak bulat tapi menyerupai segi
tiga yang bisa keluar masuk.
Si nenek tegak tak bergerak di tepi lembah. Sepasang matanya berputar liar
mencari-cari. Lalu terdengar suara-nya menggerendeng.
"Gila! Bagaimana aku bisa mengetahui di mana beradanya Hantu Pemasung Roh."
Hantu Pemasung Roh adalah nama panggilan saudaranya selagi masih diam di negeri
1200 silam. Di tanah Jawa dia lebih dikenal dengan julukan Iblis Kepala Batu
Alis Empat atau Iblis Kepala Batu Pemasung Roh. Sesuai dengan julukannya dia
memang memiliki ilmu kesaktian menculik dan memasung makhluk-makhluk gaib,
termasuk makhluk alam roh seperti Bunga.
Karena kehebatannya ini pula dia diambil oleh pihak Istana menjadi salah seorang
tokoh silat Istana. Namun banyak tokoh silat golongan putih yang juga bekerja
untuk Kerajaan merasa tidak suka terhadap Iblis Kepala Batu. Karena tindakan dan
perbuatannya lebih sering dirasakan sebagai satu kejahatan.
Si nenek berpikir. Lalu berucap dalam hati. "Terpaksa aku mengeluarkan suitan
rahasia! Dia mungkin tak suka dan marah. Apa boleh buat! Lagi pula perduli
setan! Aku kakaknya!"
Si nenek mendongak ke langit pagi. Lidahnya ditekuk demikian rupa. Sesaat
kemudian dari dalam mulutnya melesat keluar suitan nyaring. Dua kali berturutturut. Hantu Penjunjung Roh menunggu. Tak ada jawaban.
Dia memperhatikan, matanya menyusuri seluruh bagian lembah. Tak ada yang
kelihatan bergerak. Sebagian pandangannya tertutup oleh asap kuning dan kabut.
Kembali si nenek mendongak dan keluarkan suitan. Kali ini walau cuma satu kali
tapi suitannya panjang dan keras hingga menggetarkan seantero lembah.
Belum lenyap gema suitan si nenek tiba-tiba di bagian bawah sebelah barat danau
kecil berair kuning pekat kelihatan satu cahaya berwarna biru menyambar. Sesaat
kemudian menyusul terdengar dua kali suara suitan.
Hantu Penjunjung Roh menyeringai. Sekali berkelebat dia sudah menuruni Lembah
Welirang sejauh tiga tombak.
Seperti sebuah bola karet yang membal tubuhnya membuat gerakan melompat
berulangkali ke bawah tembah. Di lain saat dia sudah berada di pinggiran danau
berair kuning. Wiro memberi isyarat pada Ratu Duyung. Kedua orang ini segera keluar dari balik
semak belukar lalu dengan hati-hati tetapi cepat mengikuti Hantu Penjunjung Roh.
Semakin dalam ke dasar Lembah Welirang semakin santar tebaran bau belerang. Wiro
dan Ratu Duyung terpaksa mengatur cara bernafas masing-masing agar tidak sesak.
Ketika mereka sampai di pinggiran danau kuning sebelah barat sosok nenek yang
mereka ikuti lenyap seolah ditelan batu-batu cadas kuning coklat. Di situ udara
terasa panas hingga dua orang itu kucurkan keringat. Wiro melirik pada Ratu
Duyung. Dalam pakaiannya yang serba ketat dan basah oleh keringat, tubuh gadis
cantik ini seolah terbayang tercetak, memperlihatkan liku-liku yang indah luar
biasa. Sebelum hatinya tergetar murid Sinto Gendeng alihkan pandangan ke jurusan
lain sambil garuk-garuk kepala.
"Kemana lenyapnya nenek itu?" ucap Wiro sesaat kemudian.
"Aku sudah melihat," jawab Ratu Duyung. Gadis ini menunjuk ke depan.
"Perhatikan batu cadas kuning yang dari sini kelihatan seperti kepala gajah
dengan belalai ditekuk ke dalam.
Nenek itu lenyap tepat ketika berada di samping batu itu.
Pasti di situ ada celah atau terowongan batu." '
"Berarti kita sudah berada dekat sarang Iblis Kepala Batu Alis Empat," kata Wiro
sambil kepalkan tinju. "Mari."
Kedua orang itu memutari danau kecil hingga akhirnya sampai di depan batu yang
tadi mereka lihat dari seberang.
Ternyata dibalik batu cadas menyerupai kepala gajah itu tidak terdapat celah
atau terowongan seperti yang mereka sangkakan.
"Edan!" maki Wiro jengkel dan penasaran.
"Wiro, lihat!" Mendadak Ratu Duyung berkata sambil menunjuk ke balik sebuah
gundukan batu coklat beberapa langkah di depan mereka. Nyaris terlindung di
balik batu coklat itu hampir sama datar dengan tanah dan bebatuan di
sekelilingnya kelihatan sebuah lobang besar. Cukup besar untuk dimasuki dua
orang sekaligus.
Wiro dan Ratu Duyung segera dekati lobang. "Nenek itu pasti masuk ke sni. Aku
akan masuk menyelidik. Ratu, kau menunggu di sini."
"Tidak, kita masuk sama-sama," jawab Ratu Duyung.
"Kita tidak tahu ada apa di dalam lobang itu. Bukan mustahil ada jebakan,
senjata rahasia, binatang buas atau ular berbisa."
"Siapa takut" Jauh-jauh datang kesini apakah aku hanya akan jadi penonton?"
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala.
"Dengar..."
"Biar aku yang masuk duluan!" kata Ratu Duyung nekad ketika melihat Wiro raguragu. "Tunggu," Wiro cepat pegang lengan Ratu Duyung.
Kedua orang itu sama-sama bergerak ke tepi lobang mereka segera menerapkan Ilmu
Menembus Pandang.
Samar-samar mereka melihat bagian dalam lobang yang merupakan tangga batu
menurun, lalu ada satu lorong panjang. Terlihat bayangan seseorang lari ke ujung
lorong lalu lenyap.
Wiro memberi isyarat pada Ratu Duyung.
"Aku masuk duluan. Kau mengikuti di belakang. Hati-hati!"
Ratu Duyung mengangguk.
Dengan gerakan cepat dan enteng Pendekar 212 Wiro Sableng masuk ke dalam lobang.
Ratu Duyung menyusul.
Mendadak Wiro merasakan tangga batu yang dipijaknya bergetar. Lalu telinganya
menangkap suara berdesing halus.
"Awas senjata rahasia!" seru Wiro.
*** WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
2 engan cepat Wiro menarik tangan Ratu Duyung.
Keduanya jatuhkan diri di tangga. Di sebelah atas Dtiga benda memancarkan cahaya
merah begemerlap melesat dari dinding lobang sebelah kiri ke arah kanan. Hanya satu
jengkal dari depan hidung Wiro dan serambut di depan dada Ratu Duyung!
"Wutt! Wutt! Wuttt!"
"Srett!"
Ujung dada pakaian Ratu Duyung robek. Gadis ini terpekik, mukanya pucat. Untung
hanya pakaiannya yang robek.
"Blaarr! Blaarr! Blaar!"
Tiga benda itu menghantam dinding batu sebelah
kanan. Amblas masuk ke dalam batu. Lalu tiga ledakan inenggelegar. Asap
mengepul, hancuran batu dan pasir mengguyur.sosok ke dua orang yang saat itu
jatuh bergedebukan di lantai lorong gelap di depan tangga sebelah bawah.
Untuk beberapa lamanya kesunyian menggantung
dalam ketegangan di lorong batu. Wiro dan Ratu Duyung keluarkan keringat dingin.
Sambil menyeka pasir di wajahnya Wiro berkata perlahan.
"Ratu, sepanjang lorong ini pasti dipenuhi peralatan rahasia yang bisa membunuh
kita sebelum sampai ke ujung sana. Barusan saja kita hampir tewas. Selanjutnya
harus berhati-hati. Kerahkan Ilmu Menembus Pandang."
Ratu Duyung mengangguk. Kedua orang itu sama
bangkit berdiri lalu sambil menerapkan Ilmu Menembus Padang mereka mulai
melangkah ke arah depan.
Tiba-tiba Ratu Duyung pegang lengan Wiro dan berbisik.
"Bagian atas lorong batu, sekitar tujuh langkah dari sini. Coba kau perhatikan.
Ada lekukan aneh. Aku rasa di situ ditanam senjata rahasia."
"Aku sudah melihat," jawab Wiro. "Senjata rahasia yang disembunyikan di tempat
itu hanya akan bekerja kalau pemicunya disentuh. Berarti ada alat rahasia lain
di depan kita yang berhubungan dengan senjata rahasia di atas lorong..."
Wiro dan Ratu Duyung segera menyusuri setiap jengkal lantai dan dinding lorong
di depan mereka dengan pandangan mata yang dialiri ilmu Kesaktian.
"Lantai sebelah tengah, dua langkah dari hadapan kita!
Gila!" Maki Pendekar 212. Kalau tadi mereka tidak berhenti untuk meneliti
keadaan lebih dulu, niscaya salah satu dari mereka telah menginjak lantai lorong
itu. Di bawah lapisan batu lantai samar-samar kelihatan sebuah benda berbentuk
bulat, mungkin terbuat dari besi. Pada salah satu pinggiran benda bulat ini
terdapat alat pengait yang berhubungan dengan tali kaku yang kemungkinan terbuat
dari kawat. "Kita harus hancurkan senjata rahasia di atas atap lorong." Bisik Ratu Duyung.
"Kalou sudah hancur sekalipun alat pemicu kita injak tak akan terjadi apa-apa."
"Kalau begitu biar aku hantam," kata Wiro sambil angkat tangan kanannya.
"Biar aku saja yang melakukan," kata Ratu Duyung.
Lalu gadis ini bergerak ke samping kanan Wiro.


Wiro Sableng 132 Kutukan Sang Badik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepalanya didongakkan ke arah atap lorong batu yang ada lekukan aneh. Tiba-tiba
Ratu Duyung sentakkan kepalanya, dua mata dikedipkan. Bersamaan dengan itu dua
larik sinar biru memancar berkiblat keluar dari sepasang mata Sang Ratu.
Menyambar bersilangan, menghantam bagian atas lorong batu. Itulah ilmu kesaktian
yang disebut Sepasang Pedang Dasar Samudera.
"Bummm!"
"Bummm!"
Dua letusan dahsyat menggoncang lorong batu. Ketika bagian atap amblas,
kepingan-kepingan benda aneh jatuh ke bawah, bertaburan dengan suara
berkerontangan di lantai lorong.
Wiro meniup keras ke depan. Membuat kepulan asap dan taburan batu serta pasir
mencelat mental. Begitu keadaan di dalam terowongan kembali agak terang, kedua
orang ini baru dapat melihat jelas benda apa yang tadi jatuh bertaburan di
lantai. Ternyata di situ terlihat puluhan kepingan besi putih yang setiap
pinggirannya memiliki ketajaman seperti golok yang selalu diasah setiap hari.
"Aku pernah mendengar Iblis Kepala Batu memiliki senjata rahasia berbentuk
piringan baja. Pinggirannya tajam luar biasa. Jangankan leher manusia, tiang
baja seatos apapun bisa dibabat putus! Yang hancur ini pasti senjata rahasia
berbentuk piringan maut itu." Berkata Ratu Duyung.
"Kau hebat," memuji Wiro. "Kalau tadi kita salah melangkah, saat ini sudah jadi
bangkai dengan kepala dan sekujur tubuh terkutung-kutung..."
"Jangan memuji," bisik Ratu Duyung. "Kita masih harus bergerak menuju ujung
lorong di sebelah depan sana.
Barusan aku sudah menerapkan Ilmu Menembus Pandang.
Kelihatannya tidak ada lagi peralatan rahasia sampai di ujung lorong batu ini.
Tapi kita tetap harus berhati-hati..."
Wiro mengangguk. Sambil melangkah dia berkata. "Si nenek berjuluk Hantu
Penjunjung Roh itu tentu sudah diberi tahu seluk beluk tempat ini. Kalau tidak
pasti dia lebih dulu celaka dari kita."
"Berarti antara dua kakak adik itu ada persekutuan jahat. Jadi, walau dulu
semasa berada di negeri aneh itu kau bersahabat dengan si nenek, di sini kuharap
kau jangan terlalu mempercayainya. Bagaimanapun juga seorang saudara akan
membela saudaranya lebih dulu dari pada menolong orang lain walau saudaranya
salah. Itu hukum alam yang terkadang sulit dicerna, tetapi merupakan kenyataan
yang tak japat dipungkiri."
Wiro mengamati wajah jelita Ratu Duyung dengan
penuh kagum. "Aku tidak menyangka kau bisa bicara seperti seorang penyair agung.
Aku berterima kasih."
Sambil berkata Wiro membelai pipi Sang Ratu. Entah mengapa sejak kepergian
mereka bersama ke dasar samudera pantai selalu muncul rasa sayang dalam lubuk
hati Pendekar 212 terhadap gadis bermata biru itu.
Mungkinkah karena dia telah menerima budi yang begitu besar"
Sentuhan jari-jari tangan Wiro pada pipinya itu membuat Ratu Duyung seribu
bahagia. Dipegangnya tangan sang pendekar. Ditarik dan didekatkannya ke wajahnya
lalu diciumnya penuh mesra. Dalam hati gadis ini berkata.
"Wiro, kemanapun kau pergi, apapun yang kau lakukan, aku rela mati berdua
bersamamu."
*** Kepala kerbau dan kulit tubuh yang dikeringkan
merupakan tikar terhampar di tengah ruangan. Di atas kepala kerbau terletak
sebuah pelita aneh. "Terbuat dari sejenis kayu berminyak yang ditancapkan dalam
sebuah jambangan batu. Nyala api pelita menerangi seluruh ruangan, termasuk dua
orang yang duduk berhadapan di atas tikar kulit kerbau dan sebuah guci terbuat
dari tembaga yang terletak di atas sebuah meja batu di sudut ruangan.
Orang pertama seorang kakek bermuka kebiruan,
mengenakan sehelai celana hitam komprang. Di sebelah atas dia tidak mengenakan
apa-apa. Sekujur dada sampai ke leher dan juga dua tangannya penuh ditumbuhi
bulu. Di sudut bibir mencuat taring lancip. Masing-masing matanya memiliki dua
alis, satu di atas satu dibawah. Kepala kakek ini berbentuk segi empat, berwarna
kelabu kehitaman, sangat keras tidak beda dengan batu. Dulu di atas kepala itu
ada sebuah pendupaan yang selalu menyala dan menebar bau kemenyan. Pendupaan itu
salah satu kekuatan penunjang bagi si kakek. Namun beberapa waktu lalu pendupaan itu hancur
dihantam pedang Sutri Kaliangan, puteri Patih Kerajaan. (Baca Episode berjudul
"Mayat Persembahan") Kakek angker ini bukan lain adalah Iblis Kepala Batu Alis
Empat yang juga dikenal dengan nama Iblis Kepala Batu Pemasung Roh.
Di hadapan si kakek muka biru bertaring lancip dan berkepala seperti batu duduk
orang kedua yakni seorang nenek berjubah gelap. Di atas kepalanya ada asap merah
berbentuk kerucut terbalik. Sepasang mata si nenek yang tidak bulat tapi
berbentuk segi tiga dan bisa keluar masuk, memperhatikan kakek di depannya.
"Hantu Pemasung Roh," si nenek berucap. "Jika kau tidak menuruti nasihatku,
jangan salahkan diriku kalau terjadi apa-apa dengan dirimu, dan aku tidak bisa
menolongmu."
"Luhniknik," Iblis Kepala Batu menyebut si nenek dengan nama aslinya. "Kau
adalah kakakku. Kalau kau tidak mau menolong diriku sungguh keterlaluan. Tapi
sudahlah, aku tidak mau lagi membicarakan hal ini. Walau kau paksa sekalipun aku
tidak akan membebaskan gadis dari alam roh yang aku sekap dalam guci itu.
Tekadku sudah bulat untuk menjadikannya gadis peliharaanku. Kau tahu aku hanya
bisa bergairah pada makhluk seperti dia."
"Kau membuatku marah!" Kata Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh.
"Kau yang membuat aku marah!" tukas Iblis Kepala Batu. "Aku sudah mengatakan
agar kau tidak perlu mencari diriku. Kau malah datang ke sini. Dan kau
mengeluarkan suitan di dalam lembah! Kau mengundang perhatian orang! Aku punya
firasat dirimu diikuti pemuda itu! Aku juga menaruh curiga! Jangan-jangan kau
pernah menyebut tempatku ini secara sembrono! Sungguh tolol perbuatanmu!" "Tolol
atau apapun yang hendak kau katakan, justru aku datang untuk menolongmu!
Ketahuilah, Pendekar 212
memiliki satu ilmu kesaktian yang bisa membuatmu tidak berdaya dan sengsara
seumur-umur."
Iblis Kepala Batu berdiri, melangkah seputar ruangan, memegang guci tembaga di
atas meja batu sesaat lalu berkata. "Aku menyirap kabar, dua gadis sahabat
Pendekar 212 Wiro Sableng yaitu Bidadari Angin Timur dan Anggini pernah
menghajarmu beberapa waktu lalu, membuatmu hampir sekarat! Heran, mengapa kau
kelihatannya masih membela pemuda itu?"
"Aku tidak ada maksud membela pemuda itu. Justru aku ingin menolongmu jika kau
memang mau bertobat!"
Iblis Kepala Batu tertawa bergelak.
"Tobat adalah perbuatan orang-orang tolol! Perbuatan orang-orang yang mau
mampus! Aku bukan makhluk tolol!
Aku belum dan tidak akan menemui kematian!"
"Kau terlalu takabur. Ketinggian ilmumu bukan segala-galanya. Diibaratkan kau
seperti gunung, jangan lupa tingginya gunung masih belum apa-apa dibanding
dengan tingginya langit."
"Sudah, jangan terlalu banyak mengoceh di hadapanku. Kau pernah menerangkan.
Katamu Pendekar 212
mendapatkan ilmu bernama Membelah Bumi Menyedot Arwah dari seseorang di Negeri
Latanahsilam. Apa itu yang menakutkanmu" Aku menaruh curiga, jangan-jangan
dibalik semua usahamu membujuk diriku ada terselip maksud culas. Mungkin kau
telah mendengar tentang harta karun yang aku pendam di satu tempat" Ha... ha...
ha!" "Segala macam harta karun apa perduliku!" jawab Hantu Penjunjung Roh dengan
sorotan mata dan wajah marah. "Ketahuilah, ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah
tidak seberapa hebatnya dibanding dengan ilmu yang baru saja didapatnya dari
seorang sakti di dasar samudera kawasan selatan. Aku menyirap kabar bahwa
Pendekar 212 kini memiliki ilmu yang disebut Meraga Sukma."
"Ilmu apa itu" Aku baru mendengar." Kata Iblis Kepala Batu acuh saja.
"Aku sendiri tidak dapat memastikan. Tapi aku yakin dengan ilmu itu dia akan
mengobrak-abrik sarangmu ini.
Bahkan mampu membebaskan gadis alam roh yang kau sekap dalam guci itu."
Iblis Kepala Batu tertawa bergelak.
"Pemuda itu boleh punya seribu ilmu kepandaian dan kesaktian. Tapi Iblis Kepala
Batu Alis Empat bukan tandingannya! Kau akan menyaksikan sendiri bagaimana aku
bakal membantainya. Sekarang keluarlah dari ruangan ini. Aku mau bersenangsenang dulu dengan gadis dari alam roh itu. Aku sudah memberi waktu memberi
hati. Tapi dia masih keras kepala. Saatnya dia harus melayani diriku!"
"Apa maksudmu?" tanya Hantu Penjunjung Roh dengan mata mendelik.
Iblis Kepala batu menyeringai. "Jangan pura-pura tidak tahu. Aku mau meniduri
gadis itu! Kalau kau tak mau keluar dari sini, silahkan menonton!"
Si nenek merutuk habis-habisan sedang Iblis Kepala Batu sambil tertawa bergelak
melangkah mendekati meja batu di mana terletak guci tembaga tempat Bunga
disekap. Sesaat ketika Iblis Kepala Batu ulurkan tangan hendak mengambil guci tembaga
tiba-tiba di luar sana terdengar letusan keras. Tiga kali berturut-turut.
Langkah Iblis Kepala Batu terhenti, gerakannya tertahan. Kepala diangkat, mata
membeliak. "Dugaanku tidak meleset. Tiga letusan itu adalah bekerjanya peralatan senjata
rahasia pertama di lorong batu. Berarti ada orang yang masuk ke sini. Aku
berharap saat ini dia sudah jadi mayat. Tapi...." Iblis Kepala Batu gelengkan
kepala. Tampangnya yang kebiru-biruan mendadak berubah. "Tiga letusan tadi bukan
letusan kematian.
Itu letusan hancurnya tiga senjata rahasia yang kupasang di lorong."
"Menurutmu, sejak kau memasangi tiga senjata rahasia itu tidak pernah ada satu
orangpun bisa melewati dengan selamat. Sekarang ada orang mampu melewatinya.
Dia pasti Pendekar 212 Wiro Sableng. Kau bisa mengukur sampai dimana kehebatan
pemuda itu. Apa hal ini tidak membuatmu mau berpikir sekali lagi?"
Iblis Kepala Batu menyeringai. Belum lenyap seringai di wajahnya yang biru
mendadak dua letusan menggelegar di luar sana, menggetarkan ruangan di mana
mereka berada. Disusul suara benda keras jatuh berkerontangan.
Tampang Iblis Kepala Batu bukan saja berubah tapi juga menunjukkan kemarahan!
Dia bangkit berdiri. Taringnya mencuat di sudut bibir. Dia sudah maklum apa yang
terjadi. Senjata rahasia kedua yang dipasangnya di dalam terowongan pasti telah
dihancurkan orang. Iblis Kepala Batu melangkah ke dinding di hadapannya.
Telinganya ditempelkan di dinding.
"Pemuda itu tidak sendirian. Ada seseorang bersamanya," kata Iblis Kepala Batu
memberitahu Hantu Penjunjung Roh. "Pertama sekali aku akan melumpuhkan mereka
dengan asap beracun! Setelah itu kau bisa menyaksikan bagaimana aku menyiangi
tubuh mereka!"
Sambil menyeringai Iblis Kepala Batu melangkah mendekati sudut ruangan sebelah
kanan. Di situ ada sebuah tonjolan batu berwarna merah. Iblis Kepala Batu
pergunakan ibu jari tangan kanannya untuk menekan tonjolan batu. Secara aneh
dinding batu itu bergeser ke bawah, membentuk satu celah yang amat kecil, kurang
dari ketebalan ujung kuku. Lalu menyusul terdengar suara mendesis panjang.
Iblis Kepala Batu menyeringai, memandang pada
saudaranya. Hantu Penjunjung Roh angkat kepala, coba mencium. Wajah si nenek
berubah kaget. "Kau mengeluarkan Asap Penyiksa Roh!" ucap si nenek setengah berteriak. "Gila!
Makhluk alam roh saja bisa mati berkali-kali terkena asap jahat itu. Apa lagi
manusia biasa! Hentikan perbuatanmu!"
Iblis Kepala Batu ganda tertawa.
"Mereka mencari mati! Aku hanya memberikan apa yang mereka minta! Ha... ha...ha!"
*** WIRO dan Ratu Duyung melangkah dengan hati-hati
mendekati ujung terowongan batu. Tinggal beberapa langkah dari ujung terowongan
Wiro hentikan langkah sambil mengangkat tangan memberi tanda.
"Ada suara orang bicara..."
Ratu Duyung angkat kepalanya sedikit, memasang
telinga baik-baik lalu mengangguk.
"Ada dua orang. Aku yakin mereka adalah Iblis Kepala Batu dan saudaranya si
nenek yang kepalanya ada asap merah. Tunggu apa lagi. Kita harus segera menyerbu
mereka." "Saatnya aku mengeluarkan llmu Meraga Sukma," kata Wiro pula. Dia mencari tempat
yang rata lalu duduk bersila.
Dua tangan dirangkapkan di depan dada. Mata dipejamkan. Pikiran dikosongkan.
Bibirnya bergetar ketika melafalkan Basmallah tiga kali berturut-turut. Kemudian
dalam hati Wiro mengucapkan Meraga Sukma. Juga sebanyak tiga kali.
Ratu Duyung memang pernah mendengar ilmu yang disebut Meraga Sukma itu. Namun
seumur-umur dia belum pernah melihat cara atau kejadiannya seseorang menerapkan
ilmu tersebut. Gadis ini sampai tersurut dua langkah ketika melihat bagaimana
dari sosok kasar Wiro yang duduk bersila tidak bergerak perlahan-lahan keluar
satu sosok samar yang ujudnya menyerupai Wiro. Mula-mula ujud ini tampak
bergoyang-goyang seperti asap. Namun saat demi saat berubah utuh hingga tidak
beda dengan sosok Wiro yang asli. Kalau tidak menyaksikan sendiri Ratu Duyung
tidak akan tahu mana Wiro yang sebenarnya dan mana Sukma yang keluar dari dalam
tubuh sang pendekar.
Kini ada dua Wiro. Satu yang masih tetap duduk bersila di lantai terowongan
batu, satunya lagi sukmanya yang tengah melangkah menuju mulut terowongan
laksana melayang.
"Luar biasa, apakah dia juga bisa bicara seperti aslinya?" Ratu Duyung bertanyatanya dalam hati. Ketika Wiro sampai di ujung terowongan, sesaat Ratu Duyung
jadi bingung. Apakah dia akan tetap berdiri di tempat itu menunggui sosok Wiro
yang asli dan masih tetap dalam keadaan duduk bersila, mata terpejam lanpa gerak
sama sekali. Atau dia harus mengikuti Sukma Wiro di sebelah sana.
Selagi bimbang seperti itu Ratu Duyung melihat Wiro yang di ujung terowongan
menggerakkan tangan, memberi isyarat agar mendatanginya. Tidak menunggu lebih
lama Ratu Duyung melangkah cepat menghampiri.
Di ujung terowongan, seperti diduga semula, di
sebelah kanan terdapat sebuah ruangan batu. Tapi ketika Sukma Wiro sampai di
situ, ruangan itu ternyata kosong.
Padahal tadi dia jelas mendengar ada suara dua orang bercakap-cakap di tempat
itu. Sukma Wiro memeriksa setiap sudut ruangan batu. Mulai dari lantai, empat
dinding dan langit-langit. Tak ada lobang, atau celah barang sedikitpun.
Apa lagi pintu.
Ratu Duyung sampai pula di ruangan dimana Sukma Wiro berada.
"Kosong. Tak ada siapa-siapa. Aneh..." kata Ratu Duyung.
"Di belakang salah satu dinding batu pasti ada ruangan lain. Mereka berada di
situ." Sukma Wiro dan Ratu Duyung kerahkan Ilmu Menembus Pandang. Tapi di tempat itu ilmu tersebut ternyata tidak bekerja.
"Tidak bisa tembus..." ucap Ratu Duyung seraya memandang pada Sukma Wiro.
Sukma Wiro kembali perhatikan empat dinding batu di sekelilingnya. Lalu dia
berkata. "Ratu, kalau tidak salah kau memiliki ilmu kesaktian yang disebut
Menyirap Detak Jantung. Apakah kau bisa mengetahui di balik dinding sebelah mana
mereka berada?"
"Akan kucoba," jawab Ratu Duyung. Lalu gadis ini kembangkan dua tangannya dengan
telapak dibuka menghadap ke arah dinding batu di depannya. Sepasang mata
dikecilkan setengah terpejam. Tak terjadi apa-apa. Berarti ruangan di balik
dinding itu kosong. Ratu Duyung berputar, kini menghadap ke dinding sebelah
kiri. Sesaat kemudian sepuluh jari tangan Ratu Duyung kelihatan bergerak-gerak.
Gadis ini letakkan dua tangannya di atas dada. Sesaat kemudian dia buka lebarlebar dua matanya yang setengah terpejam, menatap ke arah Wiro.
"Aku berhasil menyirap. Ada dua detak jantung di balik dinding batu ini."
"Pasti mereka, Iblis Kepala Batu dan Hantu Penjunjung Roh," kata Wiro. "Kita
harus bisa masuk ke ruang di balik dinding itu. Bagaimanapun caranya!"
Ratu Duyung mengangguk. Sejak tadi gadis cantik bermata biru ini terkesima tapi
juga merasa lega. Ternyata ujud sukma sang pendekar bisa bicara seperti ujud
aslinya. Tiba-tiba dari belakang dinding terdengar suara tawa bergelak disusul ucapan
lantang keras. "Aku mengenali! Itu suara tertawanya Iblis Kepala Batu!" kata Sukma Wiro. Lalu
tangan kanannya diangkat, siap untuk dihantamkan.
"Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ratu Duyung!" Keluar suara dari balik dinding
batu. "Kalian telah sampai di liang akhirat! Aku mengucapkan selamat jalan ke
neraka! Ha... ha... ha!"
Belum lenyap gema suara ucapan, di sebelah atas ruangan terdengar suara
mendesis. Sukma Wiro dan Ratu Duyung sama mengangkat kepala, memperhatikan
dinding ruangan batu sebelah atas. Dari sebuah celah sangat kecil, menguak
antara ujung dinding dan ujung langit-langit ruangan membersit keluar cahaya
kuning yang kemudian berubah menjadi asap.
"Asap beracun!" teriak Pendekar 212 begitu dia mencium bau yang menyengat


Wiro Sableng 132 Kutukan Sang Badik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidung. "Ratu, kembali ke terowongan!"
Kedua orang itu berkelebat ke mulut terowongan dari mana tadi mereka datang.
Tapi terlambat. Sebelum mereka bisa keluar dari ruangan, satu dinding batu
secara aneh bergerak bergemuruh dan braak! Lobang terowongan yang merupakan
satu-satunya jalan keluar tertutup rapat.
"Kurang ajar!" Maki Sukma Wiro.
"Kita terjebak!" ujar Ratu Duyung dengan wajah berubah.
"Jangan panik," kata Sukma Wiro sambil pegang tangan si gadis.
*** WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
3 I SAMPING Sukma Wiro, Ratu Duyung mulai
tersengal. Sesaat kemudian dadanya terasa ' sesak Ddan gadis ini mulai batukbatuk. "Ratu bertahanlah.
Jangan panik. Kita harus bisa keluar dari tempat ini!" kata Sukma Wiro sambil
memegang lengan Ratu Duyung. Kedua orang itu segera menutup jalan pernafasan dan
pencium-an. Tapi berapa lama mereka bisa bertahan"
Wiro perhatikan dinding di atasnya. Tepat pada
pertemuan langit-langit ruangan. Sepanjang dinding sebelah atas kelihatan
membersit asap kuning. Berarti ada celah memanjang di atas sana.
Dia berpaling pada Ratu Duyung memberi isyarat agar gadis itu bergerak menjauh
ke belakangnya. Lalu dengan cepat tangannya hendak mencabut senjata sakti Kapak
Maut Naga Geni 212 yang terselip di pinggang di balik pakaian.
"Wiro, kau mau melakukan apa?" tanya Ratu Duyung.
"Aku mau menjebol dinding itu dengan kapak sakti ini."
"Tunggu, aku punya firasat. Kalau dinding ini tidak tembus llmu Menembus
Pandang, berarti senjata atau pukulan sakti apapun tidak bakal sanggup
menghancur-kannya..."
"Lalu apa yang harus kita lakukan" Berdiam diri saja sampai akhirnya kita mati
pengap di ruangan celaka ini"!"
"Pasti ada cara! Pasti! berpikirlah Wiro! Putar otakmu!"
Ratu Duyung batuk-batuk. Dia semakin sulit bernafas.
Sukma Wiro menggaruk kepalanya habis-habisan. Dia tak bisa berpikir. Dalam
keadaan seperti itu otaknya tak bisa bekerja.
"Wiro, ingat Nyi Roro Manggut! Ingat Ilmu Meraga Sukma yang kau dapat dari dia.
Ilmu itu... pasti... pasti kau bisa melakukan sesuatu dengan ilmu itu!" Dengan
suara tersengal-sengal Ratu Duyung keluarkan ucapan.
Sukma Wiro kembali menggaruk kepala. Dia membayangkan pertemuan dengan Nyi Roro Manggut beberapa waktu lalu. Dia coba
mengingat setiap ucapan Nyi Roro Manggut makhluk sakti berpenampilan sebagai
seorang nenek cebol berhidung pesek bermata juling. Tapi ujud sebenarnya adalah
seorang perempuan muda luar biasa cantik dan bagus tubuhnya.
"Aaah...." Sukma Wiro keluarkan suara mendesah panjang.
"Wiro, kau ingat sesuatu" Kau menemukan sesuatu dalam alam pikiranmu?" Ratu
Duyung bertanya sambil mengguncang bahu Sukma Wiro. .
Sukma Wiro anggukkan kepala. Di telinganya saat itu mengiang suara ucapan Nyi
Roro Manggut ketika dia berada di dasar samudera, di tempat kediaman makhluk
sakti itu. "Sosok yang duduk bersila di atas batu merah panas itu adalah sosokmu yang asli.
Yang berdiri di sini adalah sukmamu. Inilah yang disebut ilmu Meraga Sukma. Si
pemilik bisa meninggalkan tubuh kasarnya, melanglang buana dengan sukmanya yang
bisa menembus ke mana-mana, bahkan masuk ke dalam lobang semut, lolos melewati
lobang jarum sekalipun."
Sukma Wiro menatap ke arah dinding di hadapannya.
Dia membayangkan wajah Nyi Roro Manggut. Hatinya bimbang, dirinya diselubungi
keraguan. Apakah dia memang mampu melakukan hal itu" Lalu mulutnya bergetar
mengucapkan Basmallah. Saat itu juga dalam dirinya muncul satu keyakinan dan
satu kekuatan yang bersumber pada satu kekuasaan yakni kekuasaan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Tanpa keraguan sedikitpun dia melangkah ke arah dinding batu. Ratu Duyung
menyaksikan dengan mata tak berkesip hati tercekat sementara ruangan semakin
dipenuhi asap kuning.
Sukma Wiro melangkah terus ke arah dinding. Tinggal satu langkah lagi dari
hadapan dinding. Lalu sosok itu siap saling berbenturan dengan dinding batu.
Tapi apa yang terjadi" Dinding batu itu seolah udara kosong. Sosok Sukma Wiro
melangkah menembusnya lalu lenyap dari pemandangan Ratu Duyung. Sang Ratu
tercekat kaget.
"Wiro!"
Ratu Duyung mengejar. Tapi sosok Sukma Wiro telah lenyap dan Sang Ratu hanya
memegang dinding batu.
*** Di dalam ruangan dimana dia berada Hantu Penjunjung Roh keluarkan suara kaget
ketika dia melihat bagaimana sosok Pendekar 212 Wiro Sableng keluar dari dalam
dinding batu. Adiknya, Iblis Kepala Batu Alis Empat tak kalah terkejutnya.
Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi. Seseorang, sanggup masuk ke dalam
ruangan dengan cara menembus dinding batu! Apakah ini yang disebut Ilmu Meraga
Sukma seperti yang dikatakan kakaknya" "Pendekar 212 Wiro Sableng! Kau bisa
selamat dari pendaman liang batu. Juga bisa lolos ketika kupendam dalam liang
tanah. Tapi hari ini jangan harap kau bisa selamatkan diri dari kematian. Kau
datang berdua. Tapi rupanya kau lebih suka memilih mati sendiri-sendiri. Kau
mampus di sini dan sahabatmu meregang nyawa di ruang sana! Ha... ha... ha!"
Sukma Wiro berdiri di tengah ruangan dengan sikap tenang. Sewaktu memasuki
ruangan itu tadi dia telah sempat melihat dimana beradanya guci tembaga tempat
Bunga disekap. Yakni di atas sebuah meja batu di salah satu sudut ruangan. Untuk
tidak membuat orang curiga, Sukma Wiro sengaja berdiri membelakangi guci tembaga
itu. Dia tahu kalau dia harus bertindak cepat. Pertama mengambil guci dan kedua
demi menyelamatkan Ratu Duyung yang berada di ruangan sebelah yang disirami asap
beracun. Iblis Kepala Batu Alis Empat sudah bisa menduga apa yang ada di benak Pendekar
212 saat itu. Karenanya secepat kilat dia melesat ke arah meja batu untuk
mengambil guci tembaga. Namun lebih cepat dari gerakan, sang Iblis, tubuh Sukma
Wiro berkelebat laksana siuran angin. Di lain kejap Sukma Wiro telah menghadang
gerakan Iblis Kepala Batu.
Iblis Kepala Batu merutuk marah. Sukma Wiro tidak mau membuang waktu. Dia
langsung hantamkan pukulan Kilat Menyambar Puncak Gunung ke arah kepala lawan.
Ketika Iblis Kepala Batu menghindar Sukma Wiro susul dengan serangan Tangan Dewa
Menghantam Batu Karang.
"Jahanam kurang ajar!" damprat Iblis Kepala Batu.
"Aku mau tahu sampai dimana kehebatanmu!"
Lalu tanpa tedeng aling-aling Iblis Kepala Batu sengaja sambuti pukulan Sukma
Wiro dengan jotosan Iblis Tunggal Menjebol Tembok Roh. Pukulan ini bisa juga
dilancarkan dengan dua tangan sekaligus dan disebut Dua Iblis Menjebol Tembok
Roh. "Buukk!"
Dua pukulan mengandung kesaktian tinggi beradu
keras di udara. Sosok Sukma Wiro merasakan tubuhnya terangkat ke atas. Sebelum
terpental dia masih sempat keluarkan ilmu oppo yakni ilmu menghancur tulang yang
didapatnya dari Nenek Neko ketika dia terpesat ke Negeri Sakura.
"Kreek... kreekkk!"
Iblis Kepala Batu terpental sampai punggungnya
menghantam dinding batu lalu jatuh terduduk di lantai ruangan. Dadanya
berguncang hebat, seperti melesak akibat hantaman tenaga dalam lawan yang
membanjiri tubuhnya sewaktu terjadi bentrokan jotosan tadi. Sambil menahan sakit
Iblis Kepala Batu membatin heran.
"Aneh, pemuda jahanam itu mengapa tenaga dalamnya seperti berlipat ganda?"
Seperti diketahui, ketika berada di dasar samudera Wiro telah bertemu dengan
naga batu yang bisa menjelma hidup dan disebut dengan nama Naga Biru. Saat itu
makhluk sakti yang telah mendekam selama ratusan tahun di dasar samudera ini
menelan Kapak Naga Geni 212.
Ketika Wiro menyelipkan kapak sakti itu kembali dia merasa ada hawa aneh
mengalir dari dalam kapak
memasuki tubuhnya sehingga dia merasa tubuhnya lebih enteng dan tenaga dalamnya
jauh lebih besar.
Terhuyung-huyung Iblis Kepala Batu bangkit berdiri.
Matanya mendelik ketika sadar apa yang terjadi dengan tangannya. Empat dari lima
jari tangannya telah hancur dimakan cengkeraman Ilmu Koppo!
"Jahanam.... " rutuk Iblis Kepala Batu. Sekali dia pergunakan tangan kiri
mengusap tangan kanan yang remuk itu maka secara aneh empat jari tangan yang
hancur kembali utuh! Dengan keluarkan suara menggereng Iblis Kepala Batu Alis
Empat melompat ke hadapan Wiro. Dua tangannya dipentang. Kini dia siap
melancarkan pukulan Dua Iblis Menjebol Tembok Roh.
Saat itu Sukma Wiro tengah berusaha berdiri. Ketika dilihatnya lawan datang
dengan menghantamkan dua tangan sekaligus Sukma Wiro cepat bergerak mundur dan
menyusup masuk ke dalam dinding batu.
"Bukk! Buukkk!"
Dua jotosan maut Iblis Kepala Batu menghantam
dinding ruangan. Walau tidak sampai jebol tapi dinding itu hancur dan geroak
besar di dua tempat.
Selain marah besar melihat serangannya tidak
mengenai sasaran, Iblis Kepala Batu kembali terheran-heran menyaksikan bagaimana
lawan bisa menghindar selamatkan diri dengan menyusupkan tubuh masuk ke dalam
tembok. Selagi dia terheran bingung seperti itu tibatiba dari dalam tembok satu
tangan mencuat melancarkan serangan dahsyat. Inilah pukulan yang disebut Tangan
Dewa Menghantam Matahari. Yakni pukulan pertama dari enam pukulan inti Kitab
Putih Wasiat Dewa.
"Praakkk!"
Bagaimanapun atosnya kcpala Iblis Kepala Batu Alis Empat, namun dihantam jotosan
yang mengandung hawa sakti serta tenaga dalam luar biasa tinggi itu tak ampun
Iblis Kepala Batu terpental ke dinding, roboh ke lantai dengan kepala pecah.
Perlahan-lahan dari dalam dinding batu Sukma Wiro bergerak keluar.
Si nenek Hantu Penjunjung Roh yang sejak tadi diam saja memperhatikan jalannya
perkelahian meraung keras.
Dia melompat menubruk sosok Iblis Kepala Batu, meraung sekali lagi lalu
berpaling pada Sukma Wiro.
"Pemuda jahat! Kau membunuh saudaraku!"
"Nek, kematian mungkin adalah penyelesaian terbaik bagi dirinya," menyahuti
Sukma Wiro. Lalu dengan cepat dia melompat menyambar guci tembaga di atas meja
batu. Setelah dapatkan guci ini Sukma Wiro segera hendak berkelebat menerobos dinding
ke arah ruangan dimana tadi dia meninggalkan Ratu Duyung.
Tiba-tiba terdengar suara tawa mengekeh.
"Siapa bilang aku mati!" Satu suara berucap lantang.
Itu adalah suara tawa dan ucapan Iblis Kepala Batu Alis Empat. Tubuhnya yang
tadi tergeletak tak berkutik dan dalam keadaan kepala pecah kini perlahan-lahan
bangkit berdiri.
Apa yang telah terjadi" Sesaat setelah kepalanya pecah dan tubuhnya tergeletak
di lantai batu, sewaktu Sukma Wiro berkelebat menyambar guci tembaga, tangan
kanan Iblis Kepala Batu bergerak mengusap muka dan kepalanya. Ajaib luar biasa!
Begitu kepala dan wajahnya diusap, kepala yang pecah dan muka yang hancur itu
kembali utuh seperti semula!
Sukma Wiro melengak kaget.
"Aneh, apakah sewaktu kepalanya pecah tadi nyawanya belum melayang"! Mustahil
bangsat ini punya nyawa cadangan!" membatin Sukma Wiro.
Hantu Penjunjung Roh sampai ternganga. Tidak percaya kalau saudaranya punya ilmu
kesaktian seperti itu.
"Pantas... pantas dia bicara begitu sombong! Tidak takut pada siapapun. Ternyata
dia memiliki ilmu aneh!"
"Pendekar 212! Aku ampuni selembar nyawamu! Tapi lekas serahkan guci itu
padaku!" Tiba-tiba Iblis Kepala Batu membentak. Taringnya mencuat tajam di sudut
bibir. Sukma Wiro mendengus.
"Kau boleh punya selusin nyawa. Siapa takut dirimu!"
"Kalau begitu terima kematianmu!" Kertak Iblis Kepala Batu. Sepasang matanya
dipentang nyalang. Dia maju beberapa langkah mendekati Sukma Wiro.
Hantu Penjunjung Roh tiba-tiba melompat di antara kedua orang itu.
"Kalian gila semua! Hentikan perkelahian ini! Pendekar 212! Kau sudah dapatkan
apa yang kau inginkan! Lekas tinggalkan tempat ini! Dan kau Hantu Pemasung Roh!
Bertobatlah berbuat kejahatan!"
"Perempuan celaka! Sejak semula kehadiranmu di ranah Jawa ini hanya mengacau
saja! Rupanya kau ingin ikutan mati bersama pemuda jahanam itu!"
"Hantu Pemasung Roh. Dengar, kau boleh punya ilmu setinggi langit sedalam
lautan! Tapi jika datang hari apesmu, kau bakal menerima kematian secara
sengsara!"
"Perempuan celaka! Menyingkir dari hadapanku!"
bentak Iblis Kepala Batu.
"Tidak!" jawab si nenek malah sambil bertolak pinggang.
Sebelumnya Wiro telah beberapa kali bertempur
nelawan Iblis Kepala Batu. Salah satu diantaranya ketika dia berusaha menolong
Sutri Kaliangan, puteri Patih Kerajaan. Waktu itu sebelum diculik dan dilarikan
oleh Iblis Kepala Batu Alis Empat Sutri Kaliangan sempat berteriak.
"Wiro! Alis kiri sebelah kanan bawah! Alis kiri sebelah bawah...!"
Wiro dan Naga Kuning serta nenek berjuluk
Gondoruwo Patah Hati pernah pula membicarakan serta memecahkan apa maksud ucapan
Sutri Kaliangan itu.
namun mereka tidak bisa menemukan apa makna atau apa yang hendak disampaikan
puteri Patih Kerajaan itu dengan ucapannya tersebut.
Kini berada di tempat itu, dalam keadaan genting tegang begitu rupa, suara
teriakan Sutri Kaliangan itu seolah terngiang kembali di telinga Sukma Wiro.
Sepasang mata Iblis Kepala Batu Alis Empat memandang nyalang tak berkesip ke
arah Hantu Penjunjung Roh, lalu ke sebelah belakang di mana Sukma Wiro berdiri.
Tibatiba Iblis Kepala Batu meluarkan bentakan keras. Sosoknya naik ke udara
setinggi lima jengkal. Dua matanya memancarkan kilatan aneh. Sesaat kemudian
dari sepasang mata itu menyambar keluar dua larik cahaya menyilaukan.
"Sepasang Sinar Pemasung Roh" teriak Hantu Penjunjung Roh. Dia cepat merunduk.
Dua larik cahaya menyambar lewat di atas kepalanya, terus menghantam ke arah
Sukma Wiro. Namun Sukma Wiro sendiri yang sudah menyadari datangnya bahaya,
cepat melompat ke kiri, masuk menembus dinding batu.
"Wusss! Wusss!"
"Blummmm!"
"Blummmmm!"
*** WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
4 UA larik cahaya menyilaukan menghantam dinding.
Dua dentuman keras mengguncang ruangan batu
Ditu. Pecahan batu dinding berhamburan. Sesaat
ruangan itu diselimuti hamburan batu, pasir dan debu. Dua larik cahaya yang
menghantam dinding berbalik ke tengah ruangan. Lalu terdengar satu pekik
mengenaskan! "Nek!"
Sukma Wiro berteriak. Dalam udara yang masih
tertutup hamburan pasir dan debu yang berasal dari hancuran dinding, Sukma Wiro
berkelebat ke arah Iblis Kepala Batu yang saat itu berdiri tertegun, serasa
tidak percaya menyaksikan bagaimana kilatan cahaya panas yang keluar dari kedua
matanya telah berbalik menghantam kakaknya sendiri yaitu Hantu Penjunjung toh.
"Iblis jahanam! Kau inginkan guci ini! Ambillah!" teriak Sukma Wiro seraya
ulurkan guci tembaga di angan kirinya ke muka Iblis Kepala Batu Alis Empat.
Masih terkesiap menyaksikan apa yang terjadi lengan kakaknya, Iblis Kepala Batu
secara di luar sadar ulurkan tangan kanan menyambuti guci tembaga yang
diserahkan Sukma Wiro. Pada saat itulah tiba-tiba tangan kanan Sukma Wiro
secepat kilat berkelebat nenyambar ke arah mata kiri Iblis Kepala Batu Alis
Empat. Saat itu juga satu raungan keras keluar dari mulut Iblis ini. Matanya
sebelah kiri, termasuk dua buah alis merah yang berada di sebelah atas dan bawah
kini berada dalam genggaman tangan Sukma Wiro.
"Kembalikan mataku! Kembalikan alisku!" teriak. Iblis Kepala Batu. "Aku
bertobat! Aku minta ampun!"
Sukma Wiro menyeringai.
"Kau inginkan mata dan sepasang alismu. Ambillah!"
Kalau tadi Sukma Wiro pergunakan Ilmu Menahan Darah Memindah Jasad untuk


Wiro Sableng 132 Kutukan Sang Badik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membetot lepas mata dan dua alis kiri Iblis Kepala Batu, kini dia pergunakan
Ilmu Meraga Sukma untuk membenamkan mata dan dua alis itu ke dalam dinding batu!
Iblis Kepala Batu merasakan sekujur badannya lemas.
Seolah tidak bertulang lagi sosoknya jatuh ke lantai. Dia berusaha bangkit,
merangkak mendatang Sukma Wiro.
"Kembalikan mataku! Kembalikan alisku! Tolong Pendekar 212, aku bersumpah! Aku
bertobat!"
Sukma Wiro menyeringai. Kini dia tahu apa arti ucapan Sutri Kaliangan. Alis mata
kiri sebelah bawah Iblis Kepala Batu, di situlah letak kekuatan dan
kekebalannya. Tanpa alis yang satu kini keadaannya tidak beda seperti seekor
cacing tanah. Sukma Wiro mendekati sosok Hantu Penjunjung Roh yang tergeletak di lantai.
Sebagian tubuhnya, dari dada sampai pinggang kelihatan hancur dan bergelimang
darah. Orang lain cidera parah seperti itu mungkin sudah menemui ajal. Walau masih bisa
bertahan hidup namun Sukma Wiro bisa menduga umur nenek satu ini tak bakal lama
lagi. "Pendekar 212.... Aku tak ingin mati di ruangan celaka ini. Bawa aku keluar...."
Suara si nenek perlahan sekali dan sepasang matanya setengah terpejam.
"Nek, aku bisa keluar menembus dinding, tapi tidak mungkin membawa tubuh
kasarmu..."
Si nenek menunjuk lemah ke arah dinding di mana terdapat tonjolan batu berwarna
merah. "Tekan... tekan batu merah itu. Sebuah pintu rahasia akan terbuka di sudut
kanan. Semburan Asap Penyiksa Roh akan berhenti. Pintu yang menutupi... mulut
terowongan akan terbuka. Tekan cepat..."
Sukma Wiro selipkan guci tembaga di pinggang. Lalu membungkuk di samping Hantu
Penjunjung Roh.
"Nek, mengingat apa yang telah kau lakukan terhadap sahabatku Ratu Duyung,
rasanya tidak perlu aku bersusah payah menyelamatkan dirimu dari ruangan ini.
Tapi biarlah urusan hutang piutangmu dengan gadis itu kalian selesai-kan
sendiri." Sukma Wiro lalu panggul sosok si nenek lalu melangkah ke sudut ruangan, menekan
tonjolan batu merah di dinding. Di ruang sebelah semburan asap kuning beracun
serta merta berhenti. Lalu berbarengan dengan itu terdengar suara berdesir di
dinding sebelah kanan. Sebuah pintu membuka. Tanpa tunggu lebih lama Sukma Wiro
melompat keluar dari ruangan itu. tapi ada dua tangan tiba-tiba mencekal
kakinya. "Pendekar 212... Aku bertobat! Aku minta ampun!
Jangan tinggalkan aku dalam ruangan ini!"
"lbiis keparat!" rutuk Sukma Wiro ketika melihat yang memegangi dua kakinya
adalah Iblis Kepala Batu Alis Empat. Kaki kanannya disentakkan ke atas lalu
tumitnya dihantamkan ke kening orang.
"Praakk!"
Untuk ke dua kalinya kepala Iblis Kepala Batu Alis Empat pecah. Kali ini dia tak
punya kemampuan lagi untuk mengusap dan membuat utuh kepala itu. Dari mulutnya
keluar suara raungan menggidikkan lalu... hekk! Suara itu terputus. Sosok Iblis
Kepala Batu terkapar di lantai tak berkutik lagi. Kali ini dia benar-benar telah
menemui ajal! Sukma Wiro melompat melewati pintu di dinding batu.
Dia sampai di satu ruangan yang dipenuhi asap kuning.
Saat itu tak ada lagi asap yang menyembur dari celah di sebelah atas. Sukma Wiro
ingat di ruangan inilah dia meninggalkan Ratu Duyung.
"Ratu! Ratu Duyung!"
Sukma Wiro memandang berkeliling mencari-cari sambil kerahkan Ilmu Menembus
Pandang. Dia bisa melihat pintu mulut terowongan yang sebelumnya tertutup kini
berada dalam keadaan terbuka. Sebagian asap kuning merambat keluar lewat mulut
terowongan itu.
"Ratu! Ratu Duyung!" Sukma Wiro kembali berteriak.
Lalu pandangan Sukma Wiro membentur sesosok
tubuh tergeletak di lantai. Sosok Ratu Duyung. Secepat kilat Sukma Wiro
menyambar tubuh Ratu Duyung, me-manggulnya di bahu kiri sementara si nenek
berada di bahu kanan. Sukma Wiro lari sepanjang terowongan menuju keluar. Dia
tidak sadar kalau barusan telah melewati sosok kasarnya di dekat mulut
terowongan yang masih berada dalam keadaan tak bergerak, duduk, bersila, mata
terpejam. Sampai di luar, di udara terbuka di dasar Lembah Welirang Sukma Wiro baringkan
dua tubuh yang,
dibawanya ke tanah. Saat itu matahari hampir mencapai puncaknya. Teriknya cahaya
sang surya membuat kabut dan asap kuning jauh berkurang hingga udara di tempat
itu lebih bersih dibanding pagi sebelumnya.
Saat itulah Sukma Wiro baru menyaksikan dengan
jelas bagaimana wajah dan kulit tubuh Ratu Duyung kelihatan berwarna kuning.
Ketika kelopak mata Ratu Duyung dibalikkannya, bagian mata yang seharusnya putih
juga kelihatan kuning. Sukma Wiro dekatkan telinganya ke dada si gadis. Masih
ada detakan jantung pertanda gadis itu masih hidup. Sukma Wiro membuat beberapa
kali totokan di bagian tubuh tertentu Ratu Duyung. Gadis ini kemudian
ditengkurapkannya. Perlahan-lahan dengan mengerahkan tenaga dalam dia mengurut
sekujur tubuh sebelah belakang. Beberapa saat berlalu. Dua kaki Ratu Duyung
kelihatan bergerak. Sukma Wiro keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212. Senjata yang
bisa menyedot segala macam racun ini diusapkannya berulang kali ke seluruh tubuh
Ratu Duyung sebelah depan dan belakang. Kapak yang tadinya berwarna putih dan
dilingkari cahaya tipis kemerahan kini berubah kekuning-kuningan pertanda
senjata sakti ini berhasil menyedot racun jahat yang ada di tubuh si gadis.
Semakin kuning warna kapak sakti semakin putih tulit wajah dan tubuh Ratu
Duyung. Tiba-tiba Ratu Duyung menggeliat lalu batuk keras berulang kali. Dari
mulutnya mengalir cairan kuning. Sukma Wiro kembali melakukan beberapa kali
totokan. Cairan kuning semakin banyak keluar dan akhirnya terhenti sama sekali.
Sukma Wiro membuka kelopak mata Ratu Duyung. Tak ada lagi bagian mata yang
berwarna kuning. Lalu ia merenggangkan bibir gadis itu. Di dalam mulut si tadis
ternyata masih ada cairan berwarna kuning. Wiro buka mulut Ratu Duyung lebih
lebar. Lalu dia lekatkan mulutnya ke mulut si gadis. Tanpa ragu-ragu dia
kemudian menyedot cairan di dalam mulut Ratu Duyung berulang kali hingga bersih
sama sekali. Tiba-tiba tangan yang sejak tadi kaku bergerak
melingkar ke leher Sukma Wiro. Satu suara halus terdengar.
"Wiro.... Kita berada dimana" Apa yang terjadi?"
"Ah, syukur. Kau siuman," kata Sukma Wiro lalu dengan cepat melepas totokan dan
membuat totokan baru.
Sosok Ratu Duyung di dudukkannya di tanah, disandarkan ke satu lamping batu.
"Ratu, aku gembira kau selamat..."
"Wiro, Iblis Kepala Batu?"
"Dia sudah mati. Mudah-mudahan mati benaran."
"Apa maksudmu mati benaran?"
"Sudah, nanti saja aku ceritakan."
"Guci tembaga?"
"Aku berhasil mendapatkan." Sukma Wiro lalu keluarkan guci tembaga dan
diperlihatkannya pada Ratu Duyung.
Ratu Duyung pegang guci tembaga itu sambil tersenyum lalu berbisik. "Simpan guci itu baik-baik. Kita harus segera mengeluarkan
Bunga dari dalamnya."
"Segera, tapi tidak di tempat ini. Kita mencari tempat yang baik di luar
lembah." Ratu Duyung mengangguk.
"Pendekar 212..."
Ada suara memanggil. Hantu Penjunjung Roh.
"Ratu, kau tunggu sebentar. Aku akan menolong nenek itu." kata Sukma Wiro pula.
Ketika dia hendak bangkit berdiri Ratu Duyung pegang lengan sang pendekar.
"Nenek jahat itu, kau masih mau menolongnya?"
"Umurnya tak lama lagi. Aku..."
"Jangan seperti menolong anjing terjepit Wiro. Begitu dia kau bebaskan, kau akan
digigitnya..."
"Aku akan berhati-hati. Kau tak usah kawatir," kata Wiro pula lalu menghampiri
si nenek. Keadaan Hantu Penjunjung Roh saat itu ternyata
sudah sangat payah. Nafasnya tinggal satu-satu. Sepasang matanya yang merah
seolah masuk ke dalam. Asap merah berbentuk kerucut terbalik di atas kepalanya
tinggal tipis dan bergoyang-goyang.
"Pendekar 212, nyawaku tak lama lagi. Ada sesuatu ingin kukatakan padamu.
Dekatkan telingamu ke mulutku."
Sukma Wiro yang merasa tidak tega melihat keadaan si nenek, tidak sampai hati
kalau tidak memenuhi permintaannya. Sebagian tubuh Hantu Penjunjung Roh hancur
laksana dipanggang. Sukma Wiro dekatkan telinga kirinya ke mulut si nenek.
"Bicaralah Nek..." bisik Sukma Wiro.
"Pemuda jahanam! Kau telah membunuh adikku!
Kalau bukan karena dirimu, aku juga tidak bakal menemui ajal saat ini! Sekarang
giliranmu untuk mampus, ikut kami berdua ke alam akhirat!"
Sukma Wiro tersentak kaget.
"Nek...!"
"Hekkk!"
Dua tangan Hantu Penjunjung Roh yang tadi terkulai lemas, kini laksana japitan
besi mencekik batang leher Sukma Wiro.
Sebelum lidahnya terjulur Sukma Wiro cekal dua
lengan si nenek. Tapi cekikan Hantu Penjunjung Roh luar biasa kuatnya. Sulit
dilepaskan! Sukma Wiro mulai megap-megap. Inilah satu keanehan. Kalau Sukma Wiro
bisa menembus dinding batu, mengapa melepaskan diri dari cekikan saja tidak
bisa" Pasti Hantu Penjunjung Roh memiliki ilmu penangkal bekerjanya Ilmu Meraga
Sukma atas dirinya.
"Nenek setan! Hutangmu padaku masih belum aku tagih! Sekarang kembali kau
memperlihatkan kebejatan budi! Orang telah menolongmu! Kau malah hendak
membunuhnya!" Satu suara memaki. Satu kaki bergerak menendang.
"Bukkk!"
Sosok tubuh Hantu Penjunjung Roh mencelat mental lalu byuuur! Tubuh si nenek
jatuh ke dalam danau kecil berair kuning. Untuk beberapa lamanya tubuh si nenek
kelihatan mengapung. Lalu terjadi satu keanehan. Laksana leleh tubuh Hantu
Penjunjung Roh berubah menjadi cairan putih. Cairan ini kemudian berubah menjadi
asap, naik ke udara bersama sisi kabut dan asap belerang lalu sirna dari
pandangan mata.
Sukma Wiro merasa tengkuknya dingin menyaksikan kejadian itu.
"Wiro, kau tak apa-apa?" Ratu Duyung yang kini telah berlutut di samping Wiro
bertanya. Gadis inilah yang tadi menendang tubuh si nenek.
Sukma Wiro usap-usap lehernya yang kelihatan merah bekas cekikan Hantu
Penjunjung Roh. Sambil geleng-geleng kepala dan garuk-garuk rambut Sukma Wiro
berkata. "Tadinya aku kira dia minta dicium sebelum mati. Tahu-tahu..."
"Tahu-tahu hampir saja kau mencium anjing yang kau lepaskan dari jepitan!"
Ratu Duyung tertawa lebar, mengusap rambut
gondrong sang pendekar sambil berkata.
"Dasar sableng! Dalam keadaan seperti ini kau masih bisa bergurau!"
"Aku memang jelas sableng. Jadi harap kau jangan ikut-ikutan sableng!"
Ratu Duyung menutup mulut menahan tawa. "Sebaiknya kita segera tinggalkan tempat
ini. Mencari tempat yang baik untuk mengeluarkan Bunga." Sukma Wiro melompat ke
atas batu cadas.
"Hai tunggu dulu!" Ratu Duyung berseru.
"Ada apa?" tanya Sukma Wiro.
"Aku mau tanya dulu..."
"Hemm, tanya apa?"
"Sosokmu yang sekarang ini Wiro benaran atau sukmamu yang gentayangan dalam Ilmu
Meraga Sukma?"
Sukma Wiro terkejut!
"Astaga!" ucapnya. "Untung kau mengingatkan!"
"Aku tak mau jalan bersama dengan makhluk gaib atau jejadian sepertimu!" kata
Ratu Duyung pula sambil tersenyum.
Sukma Wiro garuk-garuk kepala.
"Aku harus kembali ke terowongan. Tubuh kasarku masih tertinggal di sana! Kau
tunggu di sini."
"Ya... ya cepatlah. Aku kawatir sosok kasarmu yang ada di sana diboyong hantu
terowongan!"
Sukma Wiro kepalkan tinjunya.
Ratu Duyung tertawa-tawa memperhatikan Sukma
Wiro berlari kembali ke arah lobang jalan masuk menuju terowongan di balik batubatu cadas. *** WIRO SABLENG KUTUKAN SANG BADIK
5 AK lama setelah meninggalkan Lembah Welirang,
kedua orang itu sampai di satu pedataran rumput.
T Walau rumput yang tumbuh adalah rumput liar,
diseling alang-alang namun pemandangan di tempat ini cukup indah. Jauh di bawah
pedataran kelihatan sebuah sungai kecil meliuk-liuk di antara kehijauan rimba
belantara. Wiro yang sudah kembali pada ujud aslinya hentikan larinya. Saat itu sang surya
telah condong ke barat. Wiro duduk di batang pohon tua yang tumbang dan
melintang di ujung pedataran rumput. Berdampingan dengan Ratu Duyung.
"Sejak tadi aku mendengar suara sayup-sayup.
Mungkin sekali suara Bunga dari dalam guci..." kata Pendekar 212. Lalu dia
keluarkan guci tembaga yang di-selipkan dibalik pinggang.
"Saatnya kita mengeluarkan dia dari dalam guci," kata Ratu Duyung pula.
Wiro anggukkan kepala. Guci tcmbaga ditimangtimang, diperhatikan beberapa sat lalu dengan jari jarinya dia mengetuk-ngetuk
badan guci. "Bunga! Aku Wiro! Aku bersama Ratu Duyung. Apakah kau bisa mendengar suaraku?"
Angin sepoi-sepoi bertiup di pedataran.
Di antara suara dedaunan yang saling bergesekan, tiba-tiba dari dalam guci
terdengar suara halus.
"Wiro! Kau menunggu apa lagi" Lekas keluarkan aku dari dalam guci!"
Wiro dan Ratu Duyung tampak lega mendengar suara gadis dari alam roh itu.
Wiro letakkan guci tembaga di atas batang pohon.
Sesaat diperhatikannya benda hitam yang menyumpal dan menutup mulut guci. Dengan
hati-hati dia tarik benda itu.
Begitu penutup guci lepas, terdengar satu letupan kecil.
Lalu dari dalam guci mengepul keluar asap putih. Perlahan-lahan asap ini sirna
ditiup angin pedataran rumput.
"Bunga, penutup guci sudah aku buka. Mengapa kau masih belum keluar?" Wiro
bertanya setelah beberapa saat menunggu.
"Kaki dan tanganku terbelenggu ke dasar guci!"
"Apa"!"
"Dua hari lalu Iblis Kepala Batu membelenggu tangan dan kakiku ke dasar guci.
Kau harus memecah guci ini untuk bisa membebaskan diriku!"
"Kurang ajar!" kata Wiro geram sekali.
Di sampingnya Ratu Duyung berkata. "Kau harus mengeluarkan Ilmu Meraga Sukma
kembali untuk bisa masuk ke dalam guci itu. Jika kau belah dari luar aku
khawatir Bunga akan cidera."
Wiro mengangguk. "Aku ingat ucapan Kakek Segala Tahu. Untuk bisa membebaskan
Bunga, katanya aku harus jadi kentut!"
"Jadi kentut"!" Ratu Duyung bertanya heran. "Pasti kau bergurau lagi."
"Tidak. Maksud kakek itu aku harus jadi angin dan nasuk ke dalam guci." Habis
berkata begitu Pendekar 212
Wiro Sableng duduk bersila di rumput. Dua tangan dirangkapkan di depan dada.
Mata dipejamkan. Pikiran dikosongkan. Lalu dia mengucapkan Basmallah, dan
merapal kata Meraga Sukma sebanyak tiga kali. Sesaat kemudian, seperti yang
pernah disaksikan Ratu Duyung sebelumnya, dari tubuh kasar Wiro bergerak keluar
satu sosok samar menyerupai asap. Asap ini bergelung ke udara membentuk sosok
kecil Pendekar 212 Wiro Sableng, meliuk-liuk lalu menukik turun dan masuk ke
dalam guci. Ratu Duyung kerahkan Ilmu Menembus Pandang. Tapi ilmu itu tidak bisa menembus
dinding guci. Dia tidak bisa melihat apa yang terjadi. Sayup-sayup didengarnya
suara orang bicara. Lalu ada suara berkerontang halus. Tak lama kemudian ada
asap membubung keluar dari dalam guci.
Asap membentuk dua sosok tubuh. Yang pertama sosok Wiro dalam keadaan memegang


Wiro Sableng 132 Kutukan Sang Badik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penyamaran Raden Sanjaya 2 Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak Pedang Pembunuh Naga 5

Cari Blog Ini