Ceritasilat Novel Online

Topan Di Gurun Tengger 2

Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger Bagian 2


bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng. Murid Sinto
Gendeng ini hanya mengenakan celana putih bertelanjang dada.
Siapapun yang melihat sulit mempercayai. Mana ada ceritanya
manusia menunggang harimau! Dan seekor harimau putih langka
pula! Di satu bagian tebing bukit batu yang sempit dan cukup
terjal murid Sinto Gendeng tepuk tengkuk harimau besar putih
bermata hijau. "Datuk Rao sahabatku berhentilah. Tunggu aku disini sampai
aku menemuimu kembali ..."
Datuk Rao Bamato Hijau, begitulah nama harimau putih
besar bermata hijau tunggangan Wiro hentikan lari. Kepala
merunduk ke tanah berbatu-batu, ekor dikibas-kibas dan dari
mulut binatang ini keluar suara menggereng perlahan. Harimau
inilah yang terlihat dalam cermin sakti Putri Duyung dalam bentuk
titik putih berkedip-kedip.
Seperti diketahui Datuk Rao Bamato Hijau adalah seekor
harimau gaib sakti peliharaan datuk Rao Basaluang Ameh,
seorang tua di tanah Minang yang konon telah menemui kematian
seratus tahun silam. Karena kesaktiannya yang luar biasa orang
menganggap dirinya setengah roh setengah dewa.
Selain memberi ilmu kesaktian pada Wiro melalui Kitab Putih
Wasiat Dewa, Datuk Rao Basaluang Ameh juga menjadikan
harimau gaib peliharaannya sebagai sahabat dan sekaligus
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
33 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito pelindung Pendekar 212 Wiro Sableng. Selama ini Wiro jarang
meminta bantuan binatang gaib sakti itu. Namun ketika dalam
kacau pikiran dan baru saja sembuh dari penyakit kelainan jalan
darah yang dideritanya, sewaktu meninggalkan rumah panggung
di tepi Kali Progo murid Sinto Gendeng ingat pada sang datuk.
Bagaimana sampai Wiro bisa bersama sang harimau sakti"
Dalam perjalanannya di satu tempat Wiro hentikan lari, duduk
bersila di tanah, menutup mata mengheningkan cipta sambil
mulutnya berucap.
"Sahabatku Datuk Rao Bamato Hijau datanglah. Aku perlu
bantuanmu."
Hanya berselang beberapa lama di tempat itu tiba-tiba
muncul kabut putih. Di dalam kabut itu tampak kilatan dua cahaya
hijau dan samar-samar muncul satu sosok putih besar disertai
suara menggereng. Walau suara gerengan ini halus perlahan
namun cukup membuat tanah dan bebatuan bergetar.
Perlahan-lahan kabut tipis sirna.
Wiro membuka kedua matanya. Begitu melihat sosok
harimau putih besar telah berdiri dihadapannya dia segera
bangkit, merangkul leher dan mengusap kepala binatang yang
muncul secara gaib ini lalu berkata.
"Datuk sahabatku, terima kasih kau mau datang."
Harimau putih besar menggereng halus seolah bertanya apa
yang bisa diperbuatnya lalu ulurkan lidah menjilati tangan sang
pendekar. "Datuk, aku perlu pertolonganmu. Pikiranku sedang kacau.
Aku bermaksud menemui Eyang Sinto Gendeng di Gunung Gede.
Tapi ada sesuatu yang harus aku ambil di Teluk Losari di arah
utara. Aku ingin cepat-cepat sampai dan berada di dua tempat itu.
Apakah kau mau mengantarkan diriku?"
Sebagai jawaban harimau putih besar rundukkan tubuh ke
tanah. Wiro segera saja naik ke punggung binatang gaib itu.
"Wusss!"
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
34 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Sekali berkelebat harimau besar sudah melesat jauh belasan
tombak. *** DICERITAKAN sebelumnya ketika Wiro meninggalkan rumah
panggung tempat dirinya dirawat, secara diam-diam Purnama
mengikuti. Namun gadis dari alam 1200 tahun silam ini terhalang
dengan kemunculan mahluk tanpa wajah yang memaksa ikut
bersamanya. Purnama menolak. Mahluk tanpa wajah menyerang
dan berhasil membuat gadis itu terpendam di dalam tanah.
Untung Setan Ngompol dan Ki Tambakpati menemui dan
menolongnya. Purnama tidak habis mengerti mengapa mahluk
tanpa wajah itu selalu berniat mencelakai dirinya. Apa karena
keterkaitannya dengan Wiro"
Sewaktu Purnama melanjutkan mengejar Pendekar 212, dia
merasa heran karena jarak orang yang dikejar kini berada
setengah harian di depan sana. Hal ini diketahuinya setelah dia
menerapkan ilmu kesaktian bernama Nafas Sepanjang Badan.
"Aneh, kalau dia berlari biasa mengandalkan ilmu kesaktian,
bagaimana mungkin jaraknya denganku kini terpisah begitu
jauh?" Purnama hentikan lari. Untuk kedua kalinya gadis ini
kerahkan Ilmu Nafas Sepanjang Badan.
"Aku mencium ada bau mahluk lain bersama Wiro. Bukan
manusia, bukan juga seekor kuda yang mungkin jadi
tunggangannya. Lalu mahluk apa ini" Jin" Setahuku Wiro tidak
memelihara mahluk semacam itu. Aku harus mencari tahu."
Cukup lama Purnama merenung. Dia tidak dapat
memastikan, dia tidak mampu memantau keberadaan harimau
putih gaib yang jadi tunggangan Pendekar 212.
"Aku harus melipat gandakan Ilmu meringankan tubuh dan
tenaga dalam agar ilmu lari Segara Angin yang kumiliki bisa dua
kali lebih cepat! Aku harus meminta tambahan kekuatan gaib dari
alam roh seribu dua ratus tahun silam."
Setelah menghirup udara dalam-dalam lalu melepas nafas
panjang, Purnama pergunakan ilmu lari Segara Angin. Karena
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
35 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito sekali ini dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh dan tenaga
dalam dua kali lipat ditambah masuknya kekuatan gaib alam roh
ke dalam tubuhnya maka sosok gadis ini melesat lenyap seolah
berubah jadi bayang-bayang. Meskipun demikian, setelah
mengejar cukup lama Purnama hanya mampu mempersingkat
jarak seperempat hari perjalanan.
"Ilmu Segara Angin tidak dapat mengejarnya. Kalau sampai
matahari terbenam aku tidak dapat mempersingkat jarak, bisabisa aku akan kehilangan jejak ..." Untuk kedua kalinya gadis dari
Latanahsilam ini hentikan lari. Dia mendongak ke langit, pejamkan
mata dan hirup udara dalam-dalam. "Apakah aku tidak salah
menduga" Wiro bergerak ke utara. Ke arah pantai. Jika dia terus
menerus bergerak lurus ... Astaga! Dia menuju Teluk Losari
tempat kediamanku! Mengapa kesana" Bukan ke Gunug Gede?"
Dada si gadis berdebar. "Tidak mungkin dia mencariku. Dia tahu
waktu dia meninggalkan rumah panggung aku masih berada di
tempat itu." Jantung si gadis berdetak keras. "Hanya ada satu
cara untuk bisa mengejarnya. Aku harus kembali ke alam roh.
Tapi apakah aku tidak akan terjerat di alam sana" Bagaimana
kalau aku tidak dapat lagi kembali ke bumi?" Purnama merenung
bimbang. Akhirnya gadis dari alam 1200 tahun silam ini berkata
dalam hati. "Aku serahkan semua pada Yang Maha Kuasa.
Tuhanku sama dengan Tuhan Wiro. Masakan Dia tidak akan
menolong diriku?"
Purnama susun sepuluh jari di atas dada, telapak saling
dirapatkan. Lalu dua tangan diangkat ke atas. Dua tangan
bergetar keras. Ketika dua tangan memancarkan cahaya kebiruan
saat itu pula tubuhnya lenyap. Yang tertinggal hanya cahaya
ditebari ratusan percikan bunga api biru.
Mendadak dari arah langit sebelah utara tiba-tiba wuuss!
Melesat cahaya tiga warna. Merah, biru, dan hijau. Namun
Purnama telah terlebih dulu lenyap masuk ke dalam alam roh.
Tebaran ratusan percikan bunga api berwarna biru yang terkena
hantaman tiga cahaya menggelegar dahsyat. Tanah bergetar,
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
36 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito pepohonan berderak. Ranting-ranting berpatahan dan dedaunan
rontok luruh! Jauh di atas langit, satu sosok berpakaian selempang kain
putih tersentak dua langkah ke belakang. Rambut putih awutawutan berjingkrak ke atas seperti mau terserabut tanggal.
Sepasang mata mendelik marah. Mulut mengutuk menyerapah.
"Kurang ajar. Gadis itu keburu masuk ke alam roh! Kalau
saja jin peliharaanku Rajip Kupal tidak dimusnahkan oleh keparat
Deewana Khan gadis itu tak akan bisa lolos. Kepingan emas
tongkat sakti milikku ada padanya. Berbahaya, sangat berbahaya.
Aku harus dapat merampasnya ..."
*** DI SATU telaga kecil Ratu Duyung hentikan lari lalu
keluarkan cermin bulat sakti. Kalau sebelumnya dia melihat lima
titik di dalam cermin yaitu dua di sebelah kiri dan tiga di arah
kanan, kini tinggal tiga titik yang terlihat yaitu yang di sebelah
kanan. Tiga titik ini makin lama makin meredup kecil.
"Wiro, mahluk gaib, dan Purnama ..." ucap gadis bermata
biru ini dalam hati. Dia menatap pada Naga Kuning si bocah
berambut jabrik dan Gondoruwo Patah Hati si nenek berwajah
setan. "Dengan kecepatan lari yang kita miliki saat ini, kita tidak
mungkin mengejar Wiro. Kita harus mencari akal. Aku harus
melakukan sesuatu ..." memberitahu Ratu Duyung pada dua
sahabatnya itu.
"Dengan ilmu kesaktian yang Ratu miliki, apakah Ratu
hendak pergi mendahului kami?" bertanya Gondoruwo Patah Hati.
Ratu Duyung menggeleng. "Kesaktianku kali ini tidak dapat
menandingi Wiro. Entah ilmu kesaktian apa yang dipergunakannya. Aku ingat batu sakti Batu Mustika Angin Laut
Kencana Biru milik Nyai Roro Kidul pernah meminjamkan batu
mustika sakti itu pada Nyi Roro Manggut sewaktu menyelamatkan
Wiro yang terjebak racun maut dalam menyelidiki bangunan
istana Seribu Rejeki Seribu Sorga. (Baca serial Wiro Sableng
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
37 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito berjudul "Sang Pembunuh"). Kalau aku bisa memiliki batu sakti
itu, dalam beberapa kejapan mata pasti aku bisa mengejar Wiro."
Ratu Duyung menghelas nafas dalam. "Mungkinkah Nyai Roro
mau meminjamkan batu sakti itu?" Ratu Duyung bimbang sesaat.
Hati kecilnya berkata. "Aku harus menempuh cara paling cepat
untuk dapat menghubungi Nyai Roro. Aku harus bersentuhan
dengan air. Kebetulan ada telaga ..."
Ratu Duyung berpaling pada Naga Kuning dan Gondoruwo
Patah Hati. "Sahabat berdua, kalian tunggu aku di sini."
"Memangnya kau mau kemana?" tanya Naga Kuning.
"Ratu, kau mau berbuat apa?" si nenek ikut bertanya.
Tanpa menjawab pertanyaan dua orang itu Ratu Duyung
melompat masuk ke dalam telaga. Dalam sekejapan tubuhnya
lenyap di bawah permukaan air.
"Eh, mengapa dia masuk ke dalam telaga?" ujar Naga
Kuning. "Kalau cuma berniat mandi, mengapa Ratu Duyung tidak
mengajakku" Nek, kau tunggu di sini. Aku mau ikutan mandi,"
kata Naga Kuning sambil melangkah mendekati telaga.
"Bocah geblek!" kata Gondoruwo Patah Hati sambil jambak
rambut jabrik Naga Kuning. "Jangan kau berani mengganggu apa
yang dilakukan gadis itu! Aku yakin Ratu Duyung tengah
melakukan sesuatu! Bukan mandi!"
"Kau selalu cemburu. Kalau tidak percaya padaku, ikutan
saja mandi sekalian. Tapi ada syaratnya. Sebelum masuk ke
dalam telaga kita berdua harus sama-sama menanggalkan
pakaian!" kata Naga Kuning pula lalu tertawa gelak-gelak.
Gondoruwo Patah Hati yang nama aslinya Ning Intan Lestari
dan berpenampilan seorang gadis cantik dan sebenarnya adalah
kekasih Naga Kuning menyeringai. Tangan kanan masih
menjambak rambut Naga Kuning, kini tangan kiri menjewer
telinga bocah itu dan memuntirnya hingga Naga Kuning terpekik.
"Bocah konyol," berkata si nenek. "Lain waktu kalau urusan
sudah selesai aku terima tantanganmu! Aku bawa kau masuk
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
38 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito mandi ke dalam telaga. Akan aku gosok tubuhmu mulai dari
ubun-ubun sampai ke ujung kaki. Sampai kulitmu terkelupas!"
"Hik ... hik ... hik ..." Naga Kuning tertawa cekikikan lalu
wajahnya ditempel dan diusapkannya ke perut Gondoruwo Patah
Hati hingga nenek ini terpekik kegelian dan lepaskan jambakan
serta jeweran. Tiba-tiba di langit dari arah selatan melesat sebuah benda
bercahaya biru terang. Di atas telaga benda ini menukik turun,
berputar tiga kali lalu melesat masuk ke dalam air.
"Benda apa tadi itu ...?" ucap Naga Kuning.
Gondoruwo Patah Hati tidak menyahut. Dia pegangi
perutnya yang masih terasa geli. Tiba-tiba dari dalam telaga
melesat keluar sosok Ratu Duyung. Dipertengahan dadanya
tampak ada satu benda bercahaya biru terang. Dengan wajah
berseri dia berkata memberi tahu.
"Aku berhasil mendapatkan Batu Mustika Angin Laut
Kencana Biru dari Nyai Roro Kidul. Kalian berdua lekas pegang
tanganku kiri kanan. Dalam beberapa kejapan mata kita bisa
sampai di tempat dimana Wiro berada."
Baru saja ratu Duyung keluarkan ucapan tiba-tiba dilangit


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muncul satu bayangan putih. Bersamaan dengan itu melesat
cahaya tiga warna.
"Awas serangan gelap!" Gondoruwo Patah Hati berteriak.
"Mahluk tanpa wajah!" teriak Ratu Duyung. "Lekas
menyingkir!"
Naga Kuning melompat ke kiri sementara Gondoruwo Patah
hati bergerak ke kanan. Keduanya sama-sama mengangkat
tangan ke atas sambil kerahkan tenaga dalam penuh. Gondoruwo
Patah Hati lepaskan pukulan sakti yang disebut Pukulan Batu
Naroko sedang Naga Kuning menghantamkan pukulan Naga
Murka Merobek Langit.
Ditempatnya berdiri Ratu Duyung keluarkan cermin sakti,
ditengadahkan ke langit sedang tangan kanan melepas pukulan
sakti yang disebut Genta Biru Menatap Langit.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
39 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Dari dalam cermin sakti berkiblat cahaya putih menyilaukan.
Dari tangan kanan sang Ratu melesat cahaya biru berbentuk kipas
terbuka disertai lapat-lapat terdengar suara genta aneh.
"Bumm .... bummm .... bumm!"
Tiga ledakan keras berdentum di udara terbuka.
Di langit cahaya merah, kuning, dan biru tercabik-cabik,
membentuk kepulan asap dan musnah. Naga Kuning dan
Gondoruwo Patah Hati jatuh terduduk di tanah. Wajah masingmasing tampak pucat. Untungnya mereka tidak mengalami cidera.
Ratu Duyung merunduk setengah berlutut. Mulut merapal
mantra sakti. "Gaib atau nyata kembalilah ke tempat asalmu!"
Habis berucap Ratu Duyung meniup ke udara. Selarik
cahaya biru pekat dan angker melesat. Sesaat kemudian di atas
langit terdengar suara raungan aneh disertai sapuan satu cahaya
kuning. "Sahabat berdua kita harus segera tinggalkan tempat ini
sebelum mahluk jahanam itu menyerang lagi!" kata Ratu Duyung.
Lalu dia pegang lengan kiri Gondoruwo Patah Hati dan cekal
tangan kanan Naga Kuning. Sekali dia menghentakkan kaki kanan
ke tanah maka laksana terbang ke tiga orang itu melesat ke utara.
"Ratu! Jangan tinggi-tinggi! Jangan kencang-kencang! Aku
gamang. Bisa terkencing-kencing! Ingat waktu kau membawaku
mencebur jurang di Seratus Tiga Belas Lorong Kematian"!" Teriak
Naga Kuning. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Kematian
Kedua"). "Anak konyol! Kau berisik saja! Kalau mau kencing, kencing
saja!" berteriak Gondoruwo Patah Hati. "Syukur-syukur ada setan
lewat. Biar dipencet kantong menyanmu!"
Naga Kuning yang memang kegamangan pejamkan kedua
mata dan tekap bagian bawah celana hitamnya. Dasar bocah
nakal mulutnya berucap menyahuti kata-kata si nenek.
"Nek, kalau aku kencing beneran nanti kau yang nyebokin
ya"!"
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
40 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Gondoruwo Patah Hati pencongkan mulut lalu memaki.
"Anak kurang ajar! Enak saja mulutmu bicara!"
*** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
41 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito E N A M Langit di atas Teluk Losari disaput cahaya kuning kemerahan
sinar sang surya yang tengah menggelincir menuju ufuk
tenggelamnya. Di lamping bukit batu yang membujur dari barat
ke arah timur membentuk sebagian tepian teluk, Purnama melihat
sosok Pendekar 212 melangkah cepat, sesekali melompat di atas
bebatuan. Saat menjelang matahari tenggelam itu pemandangan
di teluk indah sekali. Namun Purnama sama sekali tidak
memperhatikan hal itu. Pikirannya serta mata dipusatkan pada
Pendekar 212 yang tengah diikutinya.
"Tempat kediamanku di atas bukit. Agaknya Wiro tidak
menuju ke sana." Purnama terus menguntit dan memperhatikan.
Tadinya dia ingin berteriak memanggil pemuda itu. Namun dia
kemudian memutuskan untuk mengikuti secara diam-diam. Saat
itu gadis dari alam 1200 tahun silam ini telah keluar dari alam roh
dan kembali membentuk diri dalam ujud manusia biasa.
Di satu celah bebatuan sosok Wiro lenyap. Purnama
berkelebat cepat mengejar. Namun gadis ini hampir terpekik keras
ketika tiba-tiba di hadapannya entah dari mana datangnya telah
berdiri seekor harimau putih besar. Empat kaki terpentang kokoh
di atas batu bukit. Kepala agak merunduk. Sepasang matanya
yang hijau menatap tak berkesip. Dari mulut keluar suara
gerengan halus. Purnama dapat merasakan bagaimana gerengan
sangat perlahan itu membuat bukit batu yang dipijaknya terasa
bergetar. Harimau putih ini pasti memiliki kesaktian luar biasa!
Purnama tegak tak bergerak. Bahkan bernafaspun dia seolah
tertahan. "Aku memang tidak lama diam di tempat ini. Tapi tak
pernah ada harimau berkeliaran. Ini bukan binatang biasa.
Jangan-jangan harimau putih ini peliharaan Wiro. Hem ... aku
tahu sekarang ini rahasianya. Pasti mahluk ini yang membawa
Wiro laksana kilat ke tempat ini."
Walau terasa menyeramkan namun Purnama melihat
harimau putih bermata hijau tidak menunjukkan sikap buas,
apalagi hendak menyerang menerkam dirinya. Bahkan sesaat
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
42 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito kemudian binatang ini merundukkan badan dan berbaring di atas
batu menyisakan jalan tidak seberapa lebar di sisi kanan.
Sementara di sebelah kiri menjulang dinding batu yang tinggi dan
terjal. Di bawah sana terbentang Teluk Losari dengan ombak
bergulung menderu, membentur dasar lamping batu, menimbulkan suara debur gemuruh tiada henti. Dari tempatnya
berdiri Purnama bisa melihat celah batu dimana tadi Wiro
menyusup masuk dan lenyap.
"Aku tak pernah menyelidik kawasan ini. Agaknya ada satu
rongga batu di bawah sana. Mungkin sebuah goa. Aku harus
kesana, aku harus segera menemui Wiro. Tapi harimau putih
besar itu menghadang jalan. Aku bisa saja melompat diatasnya.
Tapi ... apakah dia tidak akan menyerangku?"
Purnama maju beberapa langkah. Dia menatap harimau
besar yang sejak tadi memperhatikan dirinya dengan sepasang
matanya yang hiaju. Gadis ini berlutut dua langkah di hadapan
harimau putih hingga kepala mereka berada di ketinggian yang
sama. Purnama berusaha menahan rasa dingin ditengkuknya yang
merinding. "Harimau putih, aku tahu kau sahabat Pendekar Dua Satu
Dua Wiro Sableng. Aku juga sahabat Wiro. Berarti kita berdua
juga adalah sahabat. Jangan kau menaruh sangka buruk. Aku
perlu menemui Wiro sekarang juga. Aku harus menyerahkan
sesuatu padanya. Aku perlu bicara dengan dia. Harap kau mau
memberi aku lewat."
Perlahan-lahan Purnama luruskan tubuh lalu selangkah demi
selangkah dia berjalan di sisi kanan harimau putih. Pada saat dia
tepat berada di samping binatang ini tiba-tiba harimau besar
menggereng halus dan bangkit berdiri. Purnama merasa nafasnya
terbang. Terlebih ketika harimau itu panjangkan leher dan
membuka mulut lebar-lebar.
"Celaka, kalau binatang ini menyerangku apakah aku harus
melawan?" Purnama takut dan bingung.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
43 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Harimau putih membuka mulut lebar-lebar, ulurkan lidah lalu
merunduk menjilati tangan kiri si gadis. Purnama melepas nafas
lega. Dengan tangan kanannya dia usap-usap bagian kepala
diantara dua mata harimau seraya tundukkan kepala dan berucap
perlahan. "Aku berterima kasih kau mau bersahabat denganku ..."
Harimau putih menggereng perlahan. Purnama usap leher
binatang ini lalu menindak dua langkah. Pada langkah ketiga
dengan cepat dia membuat lompatan, melesat kebagian bawah
lamping bukit batu yang ada celahnya dimana tadi Wiro terlihat
menyusup masuk dan lenyap.
Apa yang diduga Purnama ternyata benar. Diantara dua
buah batu yang membentuk celah terdapat sebuah goa. Pada
jarak enam langkah dari mulut goa di sebelah dalam lorong goa
membelok ke kiri. Di bagian ini hawa terasa agak hangat karena
angin yang bertiup dari arah teluk tidak langsung masuk. Selain
itu bagian dalam goa yang seharusnya gelap tampak ada cahaya
cukup terang. Dengan berdebar Purnama meneruskan langkah
melewati belokan goa.
Begitu melewati belokan dan memandang ke depan, gadis
ini keluarkan suara tercekat dan cepat hentikan langkah.
Wajahnya mendadak berubah merah dan panas. Tubuh bergetar
dan jantung berdebar keras. Seharusnya dia cepat bersurut
mundur, paling tidak memalingkan kepala. Namun dua hal itu
tidak satupun mampu dilakukan. Sepasang mata terpentang lebar.
Ujung goa merupakan sebuah ruangan berbentuk segitiga.
Di salah satu dinding goa terdapat satu batu sebesar kepala
memancarkan sinar aneh. Sinar dari batu inilah yang membuat
ruangan itu menjadi cukup terang. Di tengah ruangan Pendekar
212 Wiro Sableng berdiri tanpa pakaian, membelakangi Purnama.
Keberadaan sang pendekar seperti inilah yang membuat Purnama
tercekat hentikan langkah. Di lantai goa tampak celana putih kotor
yang sebelumnya dipakai Wiro. Lalu ada satu kantong lain
berwarna biru. Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
44 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Tiba-tiba Wiro membalikkan tubuh.
Purnama terperangah. Dua bola mata membesar. Lutut
terasa goyah dan dada bergoncang keras. Aliran darah dalam
tubuh mengalir deras.
"Purnama, sudah lama kau berdiri di situ?" Wiro bertanya.
Suaranya terdengar datar.
Purnama tak dapat menjawab. Sepasang matanya masih
tidak berkedip memandangi sosok telanjang sang pendekar. Mulai
dari kepala sampai ke ujung kaki. Saat itulah gadis ini sempat
melihat ada satu tanda putih di bagian bawah pusar Wiro.
Purnama sadar. Perlahan-lahan gadis ini tundukkan kepala
dan mundur satu langkah. Dia merasa berdosa telah memergoki
dan melihat Wiro dalam keadaan tidak berpakaian seperti itu.
Namun dia juga berpikir bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana
mungkin Wiro bersikap setenang itu. Sama sekali merasa kaget
atau malu dan berusaha menutupi aurat atau membalikkan tubuh.
Malah dia mengajukan pertanyaan pula! Ada satu kelainan dalam
sikap dan jalan pikirannya. Dia seperti seorang anak kecil yang
tidak memiliki rasa malu ketika kedapatan dalam keadaan
telanjang. Apakah ini akibat dari penyakit aneh yang dideritanya"
Kehilangan kejantanan"
Seperti tidak mengacuhkan Purnama perlahan-lahan Wiro
membungkuk. Dari dalam kantong biru dia mengeluarkan sehelai
baju dan sepotong celana panjang putih. Tenang saja dihadapan
Purnama Wiro mengenakan baju dan celana itu. Dari kantong kain
Wiro kemudian mengeluarkan pula beberapa benda lalu disimpan
di dalam saku kecil dibalik pinggang celana. Sesaat Wiro
berpaling, menatap ke arah Purnama. Lalu dia membungkuk
disudut lantai. Pada salah satu bagian lantai terdapat satu
gundukan batu cukup besar. Wiro dorong gundukan batu.
Ternyata gundukan batu ini bisa digeser ke samping. Di lantai
terlihat sebuah lobang. Dari dalam lobang ini Wiro keluarkan
sebuah benda. Purnama yang terus memperhatikan melihat
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
45 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito benda yang dipegang Wiro adalah sebuah kitab tebal terbuat dari
daun lontar. "Kitab Seribu Pengobatan!" ucap Purnama dalam hati. "Jadi
goa ini adalah tempat rahasia dia menyimpan barang-barang
berharga miliknya. Luar biasa. Goa ini dekat sekali dengan tempat
kediamanku di atas sana. Tapi aku tidak pernah mengetahui.
Sejak kapan hal ini terjadi?"
"Wiro, aku sengaja mengikutimu sampai kesini ...."
"Aku tahu. Aku dalam perjalanan ke Gunung Gede. Aku
mampir dulu kesini untuk mengambil kitab ini dan beberapa
barang berharga milikku yang kusimpan di goa ini..."
"Wiro, ada sesuatu yang harus aku serahkan padamu. Ini
menyangkut perkara besar yang terjadi beberapa waktu
belakangan ini."
"Perkara apa?" tanya Wiro.
"Malapetaka perkosaan atas diri puluhan gadis. Munculnya
mahluk-mahluk aneh yang bukan mustahil menjadi dalang dari
semua bencana ini, termasuk penyakit yang kini kau derita..."
"Aku tidak sakit. Aku merasa sehat-sehat saja. Bukankah
sewaktu di rumah panggung di dekat Kali Progo kau dan para
sahabat telah menyembuhkan diriku?"
"Betul, tapi menurut Setang Ngompol dan Ki Tambakpati kau
masih mengidap satu penyakit lain ..."
"Penyakit apa?"
Purnama tak sanggup memberikan jawaban.


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tak usah menerangkan. Aku sudah tahu. Ki Tambakpati
pernah mengatakan padaku. Seseorang telah menganiaya diriku
hingga aku kehilangan kejantanan. Aku tidak berharga lagi hidup
sebagai seorang lelaki ..."
"Wiro, aku harap kau tidak berputus asa. Di dunia ini tidak
ada penyakit yang tidak ada obatnya. Selain itu kita sudah punya
dugaan siapa manusia jahat yang telah melakukan perbuatan
terkutuk itu. Dia telah memperkosa dan membunuh puluhan
gadis. Kami menduga ada sesuatu yang lebih besar di balik semua
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
46 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito perbuatannya itu. Tidakkah kau punya niat untuk mencari dan
membuat perhitungan dengan orang yang telah mencelakai
dirimu?" Wiro masukkan Kitab Seribu Pengobatan ke dalam kantong
biru. Dia memperlihatkan sikap hendak melangkah ke mulut goa,
siap meninggalkan tempat itu.
Dari balik pakaian birunya Purnama cepat-cepat mengeluarkan dua buah kitab yang didapatnya dari Deewana
Khan. Satu berbentuk utuh tapi kosong tak ada tulisan. Satunya
hangus bekas terbakar dan masih menyisakan beberapa baris
tulisan. "Wiro, seorang asing bernama Deewana Khan menyerahkan
dua kitab ini padaku. Katanya dia muncul dari alam kematian atas
kehendak para Dewa. Kitab yang terbakar ini adalah asli Kitab
Jagat Pusaka Dewa sedang yang masih utuh merupakan salinan.
Kitab utuh ini tak bisa dibaca isinya dengan mata biasa. Untuk
bisa membaca isi dan petunjuk didalamnya seseorang harus lebih
dahulu bersamadi selama seratus hari. Menurut orang asing itu
sebenarnya kitab yang asli akan diserahkan pada seseorang
pemuda. Namun pemuda itu telah tersesat dan berada dibawah
pengaruh kekuasaan insan jahat. Pemuda itu telah menimbulkan
malapetaka terkutuk di negeri ini. Deewana Khan mengatakan
insan-insan jahat itu hanya bisa dibasmi berdasarkan petunjuk
rahasia yang ada dalam kitab yang terbakar ..."
"Orang bernama Deewana Khan itu, apakah kau sempat
menyelidik siapa dia adanya?" bertanya Wiro.
Purnama menggeleng. "Dia orang asing. Mungkin dari India.
Fasih berbahasa negeri ini. Aku punya dugaan dia tahu latar
belakang semua kejadian keji ini. Yang penting dia punya niat
baik ...."
"Kitab itu sudah hangus terbakar, bagaimana bisa
mendapatkan petunjuk?"
Purnama menatap Wiro sesaat. Gadis ini merasa lega.
Dengan mengajukan pertanyaan seperti itu merupakan satu
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
47 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito pertanda bahwa jalan pikiran sang pendekar tidak keseluruhannya
bermasalah. "Kitab ini memang sudah hangus terbakar. Namun masih
tersisa beberapa baris tulisan. Kau mampu membacanya. Wiro,
menurut orang asing itu hanya dirimu yang mampu membuka
petunjuk rahasia dalam kitab. Wiro kita harus menyelematkan
banyak orang yang akan jadi korban perkosaan dan pembunuhan.
Selama ini telah puluhan gasis jadi korban. Selain itu yang lebih
penting adalah mengobati dirimu ..."
Wiro terdiam beberapa lama lalu berkata.
"Purnama, aku tidak mau terlibat dengan semua urusan
yang kau katakan. Aku harus menemui guruku Eyang Sinto
Gendeng untuk menyerahkan Kitab Seribu Pengobatan. Selain itu
aku sudah memutuskan untuk menjadi pertapa."
Purnama gelengkan kepala berulang kali. Sepasang matanya
mulai berkaca-kaca.
"Wiro setiap saat kau bisa menemui gurumu. Jika kau
memang ingin jadi pertapa kapan saja kau bisa melakukan. Tapi
ada satu hal penting yang lebih dulu harus kau lakukan.
Menyelamatkan puluhan gadis dari kemungkinan bencana
pemerkosaan dan pembunuhan. Menyelamatkan rimba persilatan
tanah Jawa dari kehancuran. Kau .... kau menghadapi semua ini
dengan keputusasaan. Apakah gurumu Eyang Sinto Gendeng
pernah mengajarkan hal itu padamu" Kau masih hidup. Tapi kau
sengaja mencari mati dalam kehidupanmu. Kau bunuh diri secara
perlahan-lahan Wiro. Kau harus tahu Wiro, tidak ada hal paling
memalukan bagi seorang pendekar selain bunuh diri!"
Murid Sinto Gendeng tegak tak bergerak di ruang batu
berbentuk segi tiga yang diterangi cahaya memancar dari batu
aneh di dinding. Tempat itu mulai terasa sejuk karena diluar sang
surya telah tenggelam dan malam merayap datang.
Dengan berurai air mata Purnama mendekati Wiro,
memegang lengan kiri pemuda itu lalu berkata dengan suara
bergetar. Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
48 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Tadi aku bertanya. Tidakkah kau punya niat untuk
membuat perhitungan dengan orang yang telah mencelakai
dirimu" Tapi kau tidak menjawab. Wiro, kalau kau memang ingin
mati dalam hidupmu, kalau kau memang ingin bunuh diri, aku
mohon bisa ikut bersamamu ke alam baka. Aku tidak ingin berada
seorang diri dimuka bumi ini untuk selama-lamanya ..."
Pendekar 212 Wiro Sableng tatap wajah Purnama beberapa
lama. Pertemuan pandangan mata dengan mata si gadis yang
basah menimbulkan berbagai rasa di dalam lubuk hatinya. Wiro
angkat kepala, menatap langit-langit goa. Lalu tangan kanannya
bergerak ke atas menggaruk kepala! Melihat hal ini Purnama
terkesiap. Ini satu tanda bahwa Wiro telah kembali pada jati
dirinya yang asli. Kesukaan menggaruk kepala! Saking
gembiranya, walau menangis bercucuran air mata Purnama
memeluk sang pendekar dan menciumi wajahnya berulang kali.
"Aku tahu kau pasti sembuh. Aku tahu kau, kita dan para
sahabat pasti mampu menumpas orang-orang jahat penimbul
bencana malapetaka keji di negeri ini ..."
Purnama memeluk semakin kencang. Tubuhnya merapat
panas di tubuh Wiro. Beberapa bagian tertentu tubuh mereka
saling menempel bergeseran.
Dipeluk dan dicium begitu rupa Wiro hanya diam saja.
"Ya Tuhan, dia benar-benar telah kehilangan kejantanannya.
Tubuhnya sama sekali tidak mengeluarkan getaran. Tidak ada
gelora hawa panas. Kupeluk dan kucium dia seperti tidak
bergairah. Apakah aku harus berbuat lebih jauh yang menyalahi
adat...?" Purnama turunkan tangan kanannya ke bawah. Gerakan
tangan itu sesaat terhenti di perut Wiro. Ketika Purnama
menggerakkan tangannya lebih ke bawah tiba-tiba terdengar Wiro
berkata. "Purnama, aku mau melihat dan meneliti dua kitab yang kau
bawa itu ...."
*** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
49 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito T U J U H Purnama pejamkan mata, tarik nafas panjang dan lepaskan
rangkulannya. Dia cepat-cepat menyerahkan dua buah kitab pada
Wiro. Mula-mula Wiro meneliti kitab dari Kitab Jagat Pusaka Dewa.
Seperti dikatakan Purnama kitab yang terdiri dari tiga halaman itu
tidak memiliki tulisan sama sekali, kosong.
"Kau perlu waktu seratus hari untuk bersamadi kalau kau
ingin melihat dan membaca isi kitab ini. Kau tak mungkin
melakukan itu sementara orang-orang jahat itu bisa leluasa
menebar malapetaka keji."
"Kau benar. Aku tidak akan bersamadi," kata Wiro pula. Dia
mengembalikan kitab utuh dan mengambil kitab yang hangus
terbakar. Sampul kitab nyaris musnah. Halaman pertama kitab ini
terbakar habis. Halaman kedua yang masih tersisa pada bagian
sebelah bawah terdapat serangkai tulisan namun tak bisa terbaca
karena hitam dan gosong. Halaman ketiga atau halaman terakhir
terlihat banyak tulisan namun sebagian besar tulisan itu hilang tak
terbaca atau dalam keadaan putus-putus.
KITAB JAGAT PUSAKA DEWA
Halaman Ketiga Bunga.. .anj... Bunga Bertuah
Wahai an.. manusia
Setiap ...u ..sakt... memil... .ant..g..
Tak ada ilmu kesakt...
Yang tak ..mili.. pant....n
.ilama..a ilmu kes...ian
Dipergun.kan ..tuk ....ikan
...n didap.. ber..h serta .anju...n
Bilam... ..mu .esakt...
..perg..ak.. unt.. .eja..t.n
Akan did..at bala dan kut.k..
.ohon t ..nja di guru. .engge.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
50 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Akan ..nyap Kemba.. ke.empa. .sa.
J.uh d. da..r ..wa gunu.. ..omo
Kes..tian akan ..nyap
Berkah .kan ..snah
D.ri ..sar k.wah itulah
Jika cip.. di.eningk..
Pe..n.uk akan .atang
Bunga put.. bu... h.r.m
Bu..a suci bunga ber..h
Men.ad. b.. busuk b.. kem..ian
P.neb.s seri.. dos. s.rib. nista
Para dewa ..lah membi rah.t
....pa manusia ..rtin.. k keji
Para ..wa mem.... ilmu kes...ian
Meng... .anu... berl.u ..lan.t
..hai anak ....sia
Camkan ... .ni .a.k-baik
..nga .an.... Bu... ...tuah
Wiro perlihatkan halaman kitab yang terbakar pada Purnama
dan menyuruh gadis itu membaca rangkaian tulisan yang masih
tertera. Setelah memperhatikan sejenak dan coba membaca
Purnama berkata.
"Aku tak bisa membacanya. Tulisan ini seperti bergerak,
bergoyang dan guram ..."
Wiro membaca kembali tulisan di kitab hangus sampai
beberapa kali. Dari berdiri kali ini dia duduk menjeplok di lantai
goa. Purnama ikutan duduk dihadapannya, berusaha menolong
tapi tidak tahu mau melakukan apa.
"Aku butuh waktu untuk mencari tahu dan menyambung
potongan kata yang hilang. Kalau tidak berhasil maka rahasia di
balik tulisan ini tidak akan terungkap. Kalau berhasil masih butuh
waktu untuk mengartikan dan mengungkap semua apa yang
tersurat. Aku tak bisa menduga berapa lama waktu yang
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
51 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito diperlukan. Mungkin satu hari, mungkin lebih ...." kata Wiro
sambil menggaruk kepala berulang kali.
"Aku akan menemanimu di tempat ini sampai rahasia itu
terpecahkan." kata Purnama pula.
Wiro duduk bersila dan letakkan kitab hangus di atas
pangkuan. Ketika Wiro mengambil sikap bersamadi, diam-diam gadis ini
kerahkan ilmu Nafas Sepanjang Badan. Dadanya berdebar ketika
lewat penciuman dia mengetahui ada beberapa orang diluar goa,
tak jauh dari sosok harimau putih berada. Dari penciuman itu
Purnama bahkan mampu mengetahui siapa saja orang-orang itu.
Dia berharap Wiro segera mampu memecahkan petunjuk dalam
kitab yang hangus. Namun sampai lewat tengah malam dan udara
di dalam goa masih terasa sangat dingin, Wiro masih dalam sikap
bersamadi. Setiap hembusan nafasnya mengepulkan uap berasap
putih. Purnama kemudian melihat tubuh pemuda itu mulai
bergetar. Ada hawa dingin luar biasa memancar keluar dari tubuh
Wiro yang membuat Purnama mulai menggigil. Selain itu dari
ubun-ubun murid Sinto Gendeng mengepul asap putih menebar
bau aneh. Purnama merasa tengkuknya merinding ketika dia
mengenali. Dadanya berdebar. Lantas saja dia berucap dalam
hati. "Bau kembang tanjung ...."
Hawa dingin dan hamparan bau bunga tanjung membuat
sosok Purnama berguncang keras. Di hadapannya getaran pada
tubuh Wiro tampak semakin kencang. Bahkan rambutnya yang
gondrong perlahan-lahan berjingkrak ke atas. Tarikan dan
hembusan nafas terdengar cepat. Pakaian basah, wajah penuh
butir-butir keringat.
"Hawa dingin itu bisa membunuh Wiro. Ada tekanan kuat
mendesak keluar. Tubuhnya bisa meledak! Aku harus melakukan
sesuatu!" Tulang di sekujur tubuh Purnama berkeretekan ketika gadis
ini bergerak bangun. Kakinya seperti diganduli batu besar dan
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
52 TOPAN DI GURUN TENGGER


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bastian Tito berat hingga dia terhuyung-huyung ketika melangkah. Dia
berjalan ke belakang Wiro yang sampai saat itu masih duduk
bersila di lantai goa dengan tubuh terguncang-guncang,
memancarkan hawa dingin serta mengepulkan asap dari ubunubun. Purnama angkat dua tangan ke atas. Telapak saling
dirapatkan. Mata menatap tak berkesip ke arah bagian belakang
kepala Wiro. Bibir bergetar, mulut berucap perlahan.
"Kekuatan api alam roh, cahaya panas alam gaib. Datanglah!
Ada seorang anak manusia yang perlu diselamatkan dari
kematian."
Baru saja Purnama selesai berucap tiba-tiba ada kilatan
cahaya merah melesat di langit malam, masuk ke dalam goa dan
menyambar dua tangan yang terpentang ke atas. Saat itu juga
dua tangan gadis dari Latanahsilam ini berubah merah seperti
bara menyela! Didahului teriakan keras Purnama turunkan tangan.
Telapak tangan kanan ditempel di atas kepala sedang telapak
tangan kiri ditekankan ke punggung di bawah leher Wiro.
"Cess!"
"Cess!"
Begitu telapak tangan menempel di kepala dan punggung
terdengar suara seperti batu api masuk ke dalam air. Satu
kekuatan dahsyat mengandung hawa dingin melesat keluar dari
tubuh Wiro, menghantam Purnama membuat gadis ini terpekik
dan terjengkang di lantai goa, tubuh panas dingin.
Wiro sendiri saat itu rebah ke lantai, berkelojotan beberapa
kali lalu terkapar diam tak berkutik. Melihat ini Purnama langsung
menjerit dan bangkit menghampiri. Dia mengguncang tubuh
sambil memanggil nama pemuda itu berulang kali namun Wiro
tetap diam saja.
"Celaka! Apakah aku telah kesalahan tangan"!" Purnama
berucap setengah menangis. Gadis ini dekapkan telinga kirinya ke
dada Wiro. Belum sempat dia mendengar suara degup jantung
tiba-tiba dua tangan merangkul punggungnya.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
53 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Terima kasih. Kau bertindak tepat pada waktunya. Kalau
tidak saat ini aku sudah menemui ajal ..."
"Wiro .... Kau yang barusan bicara?" Purnama seperti tidak
bicara. Dia angkat kepalanya dari dada Wiro dan melihat sang
pendekar memandang padanya dengan wajah pucat penuh
keringat. "Purnama, dengar. Aku telah mendapat petunjuk. Tapi
hanya sebagian saja. Kita harus pergi ke Gunung Bromo saat ini
juga." "Pergi ke Gunung Bromo?" ujar Purnama.
"Ya. Kita langsung masuk ke kawahnya. Kita berangkat
sekarang juga. Kurasa saat ini sudah hampir pagi." Wiro berusaha
bangun. "Tunggu," bisik Purnama. "Aku bahagia, aku gembira
melihat kau seperti ini. Tadinya aku mengira ... Wiro, izinkan aku
menciummu." Lalu tidak menunggu lebih lama gadis itu tindih
tubuh sang pendekar dan menciumi setiap bagian dari wajah
Wiro, mulai dari kening, mata, pipi, dan leher. Bahkan dia juga
mengecup bibir Wiro berulang kali. Tidak dapat dipastikan apakah
semua itu benar-benar dilakukan karena luapan rasa bahagia atau
ada tersembunyi gairah alamiah yang dalam keadaan berdekatan
berhimpitan seperti itu memang sulit untuk dihindari. Apalagi
gadis dari Latanahsilam ini sejak lama telah memendam rasa cinta
yang membara terhadap sang pendekar.
*** DENGAN mengandalkan kesaktian Batu Mustika Angin Laut
Kencana Biru milik Nyai Roro Kidul, Ratu Duyung bersama Naga
Kuning dan Gondoruwo Patah Hati berhasil sampai di Teluk
Lohsari tak lama setelah Wiro dan Purnama masuk di dalam goa
pada petang hari yang sama.
Untuk meyakinkan dimana beradanya Pendekar 212, di satu
tempat Ratu Duyung hentikan lari lalu keluarkan cermin bulat
sakti. Ketika dia melihat ke dalam cermin, gadis bermata biru ini
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
54 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito terpekik. Cermin sakti terlepas dan hampir jatuh ke tanah kalau
tidak lekas ditanggapi Naga Kuning.
*** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
55 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito D E L A P A N ADA APA Ratu" Bertanya Gondoruwo Patah Hati pada Ratu
Duyung yang saat itu kelihatan berdiri tegang. Dada yang busung
turun naik. Wajah merah dan untuk beberapa lamanya dia tak
mampu bersuara apalagi menjawab.
Naga Kuning yang memegang benda sakti milik Ratu
Duyung segera melihat ke dalam kaca. Sesaat tampang bocah ini
tampak berkerut. Lalu mulut sunggingkan seringai.
"Hik ... hik .." Naga Kuning menahan tawa geli. Kepala
digelengkan lalu keluarkan suara berdecak ck ... ck ... ck berulang
kali. "Oala! Besar amat! Bulunya hitam rimbun! Ha ha ha!" tawa
Naga Kuning meledak lepas.
Gondoruwo Patah Hati melirik ke arah Ratu Duyung. Sampai
saat itu gadis bermata biru ini masih dalam keadaan tegang dan
memalingkan wajahnya ke arah lain. Si nenek melangkah
mendekati Naga Kuning.
"Hai! Kemarikan cermin itu! Aku mau melihat ada apa
didalamnya!"
Bukannya menyerahkan tapi Naga Kuning terus saja
memperhatikan ke dalam cermin bulat sambil tertawa-tawa dan
goyang-goyangkan tangan kiri lalu melangkah mundur menjauhi
si nenek. "Apa kataku"!" ucap si bocah pula. "Kini terbukti dari alam
gaib itu memang ingin menjajal kejantanan Wiro! Mungkin juga
dia ingin mengobati. Itu sebabnya dia membawa Wiro ke tempat
sunyi ini. Tapi burung tekukurnya kenapa layu menunduk saja"!
Ha... ha ... ha!"
"Bocah geblek! Kau ini bicara apa"! Apa yang kau
tertawakan"! Kemarikan cermin itu!" bentak Gondoruwo Patah
Hati. "Sstt ... Tunggu dulu Nek, aku lagi asyik nih. Ada tontonan
bagus!" jawab Naga Kuning lalu melompat dan duduk di atas satu
gundukan batu. Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
56 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Bocah kurang ajar! Kalau kau tidak berikan cermin itu
padaku kukepruk kepalamu!" Gondoruwo Patah Hati mengancam
lalu melompat ke atas batu.
Naga Kuning cepat sembunyikan cermin bulat di balik
punggungnya. "Nek, kalau kau mau ikutan melihat apa yang ada
di dalam cermin boleh saja. Silahkan duduk disampingku! Tapi
aku tidak akan menyerahkan cermin padamu!"
Si nenek mengalah, duduk di sebelah Naga Kuning. Si bocah
keluarkan cermin bulat dari balik punggung lalu diperlihatkan
pada Gondoruwo Patah Hati. Begitu melihat ke dalam cermin
wajah si nenek langsung mengkerut. Mata mendelik dan nafas
berhembus kencang. Tubuhnya mendadak panas. Saat itu di
dalam cermin masih kelihatan Wiro tengah berdiri tanpa pakaian
di hadapan Purnama.
"Oo edan!" Si nenek berucap setengah memaki. Wajah
mendongak mata dipejamkan, kepala digeleng-geleng. "Ini tidak
mungkin! Tidak bisa terjadi kalau gadis itu tidak menjebaknya!
Dasar perempuan gatal! Wiro tidak mungkin mau berbuat seperti
itu! Mau telanjang bulat di hadapan seorang gadis!"
"Kau masih bicara tidak mungkin Nek. Kau kan sudah lihat
sendiri di dalam cermin!" ujar Naga Kuning.
Gondoruwo Patah Hati turunkan kepala, buka mata dan
mendeliki si bocah.
Naga Kuning tertawa. "Sudah Nek, temani saja Ratu
Duyung. Biar aku sendirian yang melihat apa yang terjadi. Nanti
aku ceritakan bagaimana kelanjutan tontonan asyik ini padamu."
Gondoruwo Patah Hati melompat turun dari atas batu.
Sampai disamping sang Ratu nenek ini berkata.
"Ratu, kita harus mendatangi goa dimana Wiro dan gadis itu
berada. Kelihatannya sebuah goa tak jauh dari sini."
Ratu Duyung belum sempat menjawab, di atas gundukan
batu Naga Kuning berkata. "Nah ... nah ... Kalian berdua jangan
khawatir. Wiro sekarang sudah pakai celana dan baju. Dia asyik
ngobrol dengan Purnama ..."
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
57 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Ratu, kau harus segera mengambil cermin sakti itu dari
tangan Naga Kuning!"
"Seharusnya begitu Nek. Tapi aku rasa ada baiknya kalau
ada orang memantau apa yang terjadi. Yang penting bukan aku.
Biar saja anak itu memperhatikan terus." Ratu Duyung menolak
karena khawatir akan melihat lagi sesuatu yang menusuk mata
dan hatinya di dalam cermin.
"Aku tidak setuju dengan pendapatmu. Bagaimana kalau kita
bertiga masuk saja ke dalam goa menemui dua orang itu. Kita
harus bertindak cepat sebelum kejadian gila itu berkelanjutan!"
"Hai!" Naga Kuning tiba-tiba berseru.
"Anak kurang ajar! Ada apa"! Apa yang kau lihat"!" bentak
Gondoruwo Patah Hati.
"Purnama memeluk dan menciumi Wiro. Tapi Wironya diam
saja. Tololnya dia! Kalau aku pasti aku balas memeluk dan
mencium! Hik ... hik ... hik!"
Gondoruwo Patah Hati tak dapat lagi menahan diri. Nenek
ini melompat ke atas gundukan batu dan merampas cermin sakti
dari tangan Naga Kuning. Si bocah coba berkelit tapi si nenek jitak
kepalanya. Selagi Naga Kuning meringis kesakitan Gondoruwo
Patah Hati cepat merampas cermin sakti lalu menyerahkan pada
Ratu Duyung sambil berkata.
"Ratu, aku tahu hatimu sangat terguncang. Apa yang terlihat
di cermin mungkin saja bukan begitu kenyataannya..."
"Cermin itu tidak pernah berdusta, Nek." jawab Ratu
Duyung. Suaranya bergetar.
"Kalaupun itu terjadi, pasti ada sesuatu sebab musababnya.
Aku tahu Purnama itu gadis rada-rada gatal. Bisa saja dia punya
maksud nakal mau menjebak Wiro...."
Wajah Ratu Duyung tampak tidak berubah. "Aku tidak tahu
Nek. Aku masih percaya Purnama adalah gadis baik ..."
"Kalau begitu tenangkan hatimu. Simpan kembali cermin
ini." kata Gondoruwo Patah Hati pula.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
58 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Untuk sementara biar kau pegang dulu Nek." jawab Ratu
Duyung. "Lalu apa yang akan kita lakukan?" tanya si nenek pula.
Ratu Duyung tak menjawab. Gondoruwo Patah Hati
berpaling ke arah gundukan batu. Ternyata Naga Kuning tak ada
lagi di atas gundukan batu itu.
"Eh, kemana perginya anak konyol itu"!" si nenek
celingukan. "Aku khawatir dia mendahului masuk ke dalam goa."
Ratu Duyung memandang ke langit. Sebentar lagi malam
segera datang. "Nek, kau mungkin benar. Ada baiknya kita masuk
ke dalam goa dimana Wiro berada ..."
Kedua orang itu berkelebat cepat ke arah lamping bukit batu
yang memagari sebagian Teluk Losari.
Di satu tempat mereka menemui Naga Kuning cengengesan
duduk menjeplok di tanah. Sekitar enam langkah di hadapan si
bocah berbaring seekor harimau putih. Sepasang mata hijau
binatang ini menatap tak berkesip ke arah Naga Kuning lalu
berputar menatap Ratu Duyung dan Gondoruwo Patah Hati.
"Aku ingat, harimau putih ini peliharaan seorang sakti di
negeri seberang ..." kata Ratu Duyung pula.
"Setahuku dia adalah sahabat dan pelindung Wiro. Kalau aku
tidak salah namanya Datuk .... ah aku lupa nama panjangnya.
Sekarang aku mengerti mengapa Wiro mampu bergerak luar biasa
cepat. Pasti binatang ini yang membawa Wiro ke tempat ini."
Harimau putih Datuk Rao Bamato Hijau menggereng halus.
Ekor menyentak ke kiri dan ke kanan, kepala diulurkan ke arah
Naga Kuning membuat anak berambut jabrik ini menggeser
duduknya ke belakang.
"Waktu aku mencoba lewat harimau ini menghalangi."
memberitahu Naga Kuning.
"Untung Cuma dihalangi. Kalau aku jadi harimau itu sudah
aku geragot lehermu!" kata Gondoruwo Patah Hati yang masih
jengkel pada Naga Kuning.
Ratu Duyung melangkah menghampiri harimau putih.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
59 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Ratu, hati-hati ...." mengingatkan Gondoruwo Patah Hati.
Dua langkah di hadapan harimau putih Ratu Duyung
berhenti. "Datuk ... kami semua yang ada disini adalah sahabat Wiro.
Kami tahu dia ada dalam sebuah goa di lamping bukit batu
sebelah sana. Kami mohon kau mau memberi jalan." Habis
berkata begitu Ratu Duyung ulurkan tangan membelai kuduk
harimau putih. Binatang itu bergerak bangkit menggereng halus
seperti mengerti akan ucapan orang dia gelengkan kepala.


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, kau tidak mengizinkan kami menemui Wiro. Kami
datang membawa urusan sangat penting ..."
Untuk kedua kalinya harimau putih bernama Datuk Rao
Bamato Hijau menggereng halus dan gelengkan kepala.
"Ratu, kau ajak terus dia bicara. Nanti aku akan mencoba
melesat melewatinya." berbisik Gondoruwo Patah Hati.
"Tidak, jangan lakukan itu Nek. Kalau Datuk tidak
mengizinkan kita lewat pasti ada sebabnya ..."
"Binatang ini agaknya bersekongkol dengan Purnama." bisik
nenek lagi. "Kita tidak bisa berbuat lain. Seorang sahabat tidak mau
memberi jalan. Kita terpaksa menunggu di tempat ini sampai Wiro
muncul keluar dari goa." Ratu Duyung berkata lalu memberi
isyarat pada Gondoruwo Patah Hati dan Naga Kuning. Ketiganya
mencari tempat rata dan duduk bersandar ke lamping bukit batu.
Malam turun membawa kegelapan. Di langit tak ada rembulan tak
nampak bintang. Angin laut yang menderu ke arah teluk terasa
dingin. Selama menunggu di tempat itu tidak satupun diantara
ketiga orang itu bicara. Mereka berdiam diri dalam pikiran masingmasing. Naga Kuning telah menguap beberapa kali. Sementara
Gondoruwo Patah Hati yang masih memegang cermin sakti milik
Ratu Duyung tidak dapat menahan hati. Dia berusaha tanpa
diketahui kedua orang didekatnya melihat ke dalam cermin. Saat
itu di dalam goa Purnama pada keadaan menindih tubuh Wiro,
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
60 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito memeluk dan menciumi sang pendekar. Si nenek mendelik dan
keluarkan seruan seperti tercekik.
"Ada apa Nek?" tanya Ratu Duyung.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa kedinginan."
jawab Gondoruwo Patah Hati lalu batuk-batuk berulang kali.
Dari samping Naga Kuning cucukkan jari telunjuknya ke iga
si nenek seraya berbisik.
"Kau dusta. Jangan kira aku tidak tahu apa yang barusan
kau lakukan. Ayo ceritakan apa yang kau lihat dalam cermin."
"Bocah sinting! Tutup mulutmu!" tukas si nenek. Lalu
berpaling ke jurusan lain. Pikirannya merenung. Ingat sewaktu
peristiwa dia dan Wiro serta beberapa sahabat rimba persilatan
lainnya menyerbu 113 Lorong Kematian. Waktu itu Gondoruwo
Patah Hati jatuh berguling-guling saling tindih dengan Wiro. Entah
bagaimana kejadiannya mulut mereka saling beradu dan terjadi
ciuman bibir dengan bibir. Wiro hendak menyeka bibirnya tapi
dilarang oleh si nenek yang sebenarnya memiliki perujudan
seorang gadis cantik bernama Ning Intan Lestari. Saat itu si nenek
bahkan sempat berterus terang pada Wiro bahwa kalau saja dia
tidak keburu jatuh cinta pada Naga Kuning, bocah konyol yang
perujudan aslinya adalah seorang kakek sakti bernama Kiai Paus
Samudera Biru, maka Wirolah penggantinya. Celakanya kejadian
cium-mencium itu sempat terlihat oleh Dewa Tuak yang ada
ditempat itu. Wiro sendiri berharap kegilaan si nenek hanya
sampai disitu dan selanjutnya dia menjaga jarak karena
bagaimanapun juga dia harus menghormati Naga Kuning. (Kisah
ini dapat dibaca dalam serial Wiro Sableng berjudul "Kematian
Kedua"). "Ratu, sebaiknya aku kembalikan saja cermin sakti ini
padamu. Kalau aku pegang terus-terusan aku khawatir rusak atau
pecah ..."
Ratu Duyung terpaksa menerima kembali cermin sakti
miliknya. Tanpa memperhatikan permukaan cermin, benda itu
disimpan di balik pakaian. Kalau saja dia melihat ke dalam cermin
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
61 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito dimana saat itu Purnama masih menindih, memeluk dan mencium
Wiro entah bagaimana jadinya.
*** SAPUTAN cahaya kuning tampak di ufuk timur pertanda tak
lama lagi sang surya akan segera muncul menerangi jagat.
"Fajar sudah menyingsing. Sebentar lagi pagi datang.
Sampai saat ini Wiro masih mendekam di dalam goa bersama
gadis alam gaib bernama Purnama itu. Apa sebenarnya yang
mereka lakukan" Aku tidak dapat membayangkan!" kesunyian di
tempat itu dipecah oleh suara ucapan Naga Kuning.
Ratu Duyung diam, Gondorueo Patah Hati tak bersuara.
Tiba-tiba harimau putih bermata hijau bangkit dari berbaringnya.
Kepala mendongak buntut bergerak kian kemari.
"Aku merasa ..."
Ucapan Ratu Duyung terputus. Gadis bermata biru ini cepat
berdiri diikuti Naga Kuning dan Gondoruwo Patah Hati. Dari arah
lamping bukit batu terjal di sebelah depan berkelebat satu
bayangan putih dan satu bayangan biru gelap. Tak lama
kemudian di samping harimau putih telah berdiri Pendekar 212
Wiro Sableng dan Purnama. Melihat ketiga orang yang berada di
depan gundukan batu, Wiro segera mendahului menegur.
"Sahabat bertiga, aku gembira melihat kalian ada di sini ..."
"Kami memang mengikutimu." jawab Gondoruwo Patah Hati.
"Kami tahu kau dan Purnama ada di dalam goa. Tapi
sahabatmu harimau putih ini tidak mengizinkan kami mendatangimu ke dalam goa ..."
"Di dalam goa aku dan Purnama bekerja keras semalam
suntuk ..." menerangkan Wiro tanpa diminta karena dari wajah
tiga orang dihadapannya dia maklum ada bayangan rasa
bertanya-tanya mengapa dia berada dalam goa dan apa yang
dilakukannya. Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
62 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Naga Kuning cepat-cepat tutup mulut menahan tawa geli
yang mau tersembur. Wajah dipalingkan ke arah laut, hati
berkata. "Kerja keras semalam suntuk. Kerja apa" Hik ... hik ...
hik! Pasti kerja yang enak-enak!"
Purnama memperhatikan Naga Kuning. Cepat-cepat dia
membuka mulut. "Kami berusaha mengungkapkan petunjuk pada
sebuah kitab yang sudah hangus terbakar."
"Petunjuk apa?" bertanya Ratu Duyung.
"Petunjuk bahwa aku harus pergi ke dasar kawah Gunung
Bromo ...."
"Apa perlunya kau pergi ke sana?" Naga Kuning yang
bertanya. "Aku harus bersamadi, mengheningkan cipta untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut. Petunjuk tentang bunga tanjung
..." "Bunga tanjung" Kok aneh kedengarannya" Kenapa bukan
bunga mawar?" Naga Kuning keluarkan mulut usil.
Yang menjawab Purnama tapi tidak langsung ditujukan pada
bocah berambut jabrik itu.
"Sahabatku Ratu Duyung, kurasa kau juga tahu bahwa
munculnya bunga tanjung bersamaan dengan sekian banyak
perkosaan dan pembunuhan atas diri belasan gadis ..."
Ratu Duyung mengangguk perlahan. "Sahabat Bunga
pernah bercerita tentang pohon tanjung. Semua gadis yang
diperkosa dan dibunuh ditempeli bunga tanjung dikeningnya ..."
"Selain itu aku punya firasat petunjuk itu juga bisa
mengungkap rahasia serta penyembuhan penyakit yang diderita
Wiro." Purnama sambung ucapannya.
"Lalu kalian sekarang mau melakukan apa?" Gondoruwo
Patah Hati bertanya.
"Petunjuk dalam kitab hangus itu belum seluruhnya
terungkap. Ada pesan bahwa kami harus segera pergi ke Gunung
Bromo." menerangkan Wiro.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
63 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Gunung Bromo" Sangat jauh dari sini. Apa yang akan kalian
lakukan disana?" tanya Ratu Duyung.
"Sumber petunjuk ada disana. Ratu, aku tidak dapat
menerangkan lebih banyak. Kuharap kau dan dua sahabat mau
bergabung. Ikut bersama kami." Jawab Pendekar 212 lalu
mengusap tengkuk Datuk Rao Bamato Hijau. Sesaat dia
memandang ke arah dada Ratu Duyung. Ada sebuah benda
dibalik pakaian sang Ratu memancarkan cahaya kebiruan. Wiro
pernah melihat benda bercahaya seperti itu dibalik pakaian Nyi
Roro Manggut sewaktu pembantu utama Nyai Roro Kidul itu
menyelamatkan dirinya dari jebakan racun maut di satu bangunan
bekas Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga. (Baca serial Wiro
Sableng berjudul "Sang Pembunuh").
Wiro naik ke punggung harimau putih besar. Purnama
menyusul hendak duduk di belakang sang pendekar. Namun
sebelumnya dia berpaling dulu pada Ratu Duyung dan berkata.
"Ratu, kalau kau ingin pergi lebih dulu besama Wiro silahkan ...."
Ratu Duyung tersenyum menyembunyikan perasaan cemburu serta air muka yang berubah. Dia cepat gelengkan
kepala dan berkata.
"Kau lebih tahu urusannya. Silahkan pergi duluan ..."
Purnama naik ke punggung harimau putih, duduk di
belakang Wiro sambil gelungkan dua tangan di pinggang sang
pendekar. "Ratu ..." Wiro berkata.
Ratu Duyung saat itu tegak memandang tak berkesip ke
arah dua orang di atas harimau. Telinganya seperti tersumbat
oleh rasa cemburu.
"Ratu, berjanjilah kita akan bertemu di Gunung Bromo." kata
Wiro lalu dia usap kepala Datuk Rao Bamato Hijau. Didahului
gerengan yang menggetarkan bukit batu Teluk Losari, sekali
Tusuk Kondai Pusaka 17 Pendekar Rajawali Sakti 54 Pembalasan Mintarsih Si Tangan Sakti 6

Cari Blog Ini