Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 21

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 21


" Diantara kita tidak ada lagi yang dapat dengan cepat menyediakan minuman dan
makanan hangat. Bahkan tidak ada yang dapat memperhitungkan, apa yang perlu
disediakan buat kita untuk
hari-hari mendatang " jawab Rumeksa.
" Ah - desis Rara Wulan " kalian tidak boleh terbiasa menjadi manja. "
Anak-anak anggauta Gajah Liwung itu tertawa. Namun terasa bahwa perpisahan itu
tentu akan memberikan kesan tersendiri.
Pagi-pagi benar Rara Wulan bangun. Ia masih membantu kakek penunggu rumah di
Sumpyuh itu untuk menyediakan makan dan minum. Terutama bagi Rara Wulan sendiri.
Ki Lurah Branjangan dan Glagah Putih yang akan berangkat ke Tanah Perdikan Menoreh.
" Biarlah aku menyertainya " berkata Sabungsari - selama ini Ki Jayaraga akan tinggal
bersama kalian. Aku akan mengawani Glagah Putih nanti kembali ke Sumpyuh. Tentu saja
hanya sekedar menjadi kawan bercakap-cakap, karena jika terjadi sesuatu, ia akan dapat
menyelesaikan sendiri. "
" Ah, tentu tidak " sahut Glagah Putih " aku sangat berterima kasih jika kau bersedia
menemani aku diperjalanan kembali dari Tanah Perdikan Menoreh. "
Keempat orang yang akan berangkat itu memang tidak tergesa-gesa. Karena itu,
mereka baru berangkat setelah matahari mulai naik.
Empat ekor kudapun telah berderap meninggalkan Sumpyuh. Glagah Putih memang
menjadi berdebar-debar. Ia akan merasakan satu perpisahan. Tetapi hal itu tentu akan
lebih baik bagi Rara Wulan dan baginya sendiri.
Meskipun di Mataram masih sering terjadi keributan namun mereka berempat tidak
menemui hambatan apapun diperjalanan. Dengan lancar mereka menyeberangi Kali Praga
untuk mulai menjelajah bulak-bulak persawahan di Tanah Perdikan Menoreh. Sedangkan
jalan yang mereka tempuhpun masih juga nampak ramai oleh orang-orang yang hilir
mudik. Ketika mereka mulai memasuki padukuhan-padukuhan maka orang-orang yang melihat
kehadiran mereka mulai menyapa Glagah Putih, anak muda yang sudah agak lama tidak
nampak di Tanah Perdikan.
Glagah Putih hanya dapat menjawab singkat-singkat saja. Sambil tersenyum ia selalu
berkata " Nanti, kita akan berbicara panjang. Aku akan berceritera tentang sebuah
perjalanan yang menarik. "
Rara Wulan yang pernah berada di Tanah Perdikan Menoreh, belum pernah
memperhatikan sikap anak-anak muda kepada Glagah Putih. Ternyata Glagah Putih itu
telah dikenal setiap orang meskipun hanya diseputar Tanah Perdikan. Namun Rara Wulan
ikut merasakan kehangatan keraguan Glagah Putih dengan anak-anak muda bahkan
dengan semua orang di Tanah Perdikan itu.
Dalam pada itu Ki Lurah Branjangan bertanya " Apakah kita akan langsung ke rumah
Agung Sedayu atau kita akan singgah di barak Pasukan Khusus itu" "
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Kemudian Rara Wulanlah yang menjawab "
Kita pergi langsung ke rumah mbokayu Sekar Mirah. Baru kakek pergi ke barak Pasukan
Khusus itu. " Ki Lurah Branjangan mengangguk angguk. Katanya " Baiklah. Kita akan langsung ke
rumah mbokayumu Sekar Mirah. Ia tentu akan terkejut melihat kau datang. "
Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian keempat ekor kuda itu telah memasuki
padukuhan induk. Beberapa orang yang berjumpa tentu menyapa dengan hangat.
Sebagian dari mereka masih juga mengenali Rara Wulan yang pernah berada di Tanah
Perdikan. Sebenarnyalah Sekar Mirah memang terkejut. Tetapi kemudian ia merasa gembira
mendapat seorang tamu yang dikenalinya dengan baik, bahkan yang telah meminta ilmu
kepadanya, meskipun baru setitik kecil, yang berniat untuk selanjutnya pada satu
kesempatan berguru kepadanya.
- Marilah, silahkan duduk - Sekar Mirahpun menyambut mereka dengan suaranya yang
ceria. Sejenak kemudian, maka keempat orang itupun telah duduk dipendapa. Ketika Glagah
Putih akan langsung pergi ke belakang. Sekar Mirah mencegahnya. Katanya - Kau temani
tamu-tamu kita dahulu. Aku akan pergi ke dapur. ~
Namun demikian Sekar Mirah berada didapur bersama pembantu dirumahnya. Rara
Wulanpun telah berada didapur pula. Ketika Sekar Mirah mempersilahkannya ke pendapa,
Rara Wulan menjawab - Aku disini saja. "
Sekar Mirah hanya tersenyum saja. Ia sudah mengenal sifat gadis itu. Karena itu, maka
dibiarkannya Rara Wulan ikut sibuk mempersiapkan hidangan bagi tamu-tamunya.
Setelah minum minuman hangat dan makan makanan secukupnya, ternyata Ki Lurah
Branjangan segera minta diri untuk pergi ke barak Pasukan Khusus di Tanah Perdikan
Menoreh. Namun sebelum ia meninggalkan rumah itu, Ki Lurah telah menyerahkan Rara
Wulan kepada Sekar Mirah.
Dengan terus terang Ki Lurah mengatakan apa yang telah dialami oleh keluarga Rara
Wulan. Juga hubungannya dengan Glagah Putih. Tetapi juga persoalan yang belum selesai
dengan Raden Arya Wahyudewa.
" Bahkan mungkin masih ada anak-anak muda yang lain yang lain yang tidak merasa
segan memburunya " berkata Ki Lurah Branjangan.
" Apalagi mereka yang merasa mempunyai dukungan dari kelompok-kelompok anakanak
muda yang tidak bertanggung jawab. "
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah Ki Lurah. Karena Glagah Putih
adalah adikku, maka aku akan menganggap Rara Wulan sebagai adikku pula. Mudahmudahan
persoalan yang berhubungan dengan anak-anak muda itu tidak sampai
mengikutinya ke Tanah Perdikan ini. Jaraknya cukup jauh, sehingga setelah satu dua
bulan mereka akan melupakannya. "
" Mudah-mudahan " desis Ki Lurah " nanti, aku juga akan menyampaikannya kepada
Agung Sedayu di barak. "
" Silahkan Ki Lurah. Kakang Agung Sedayu tentu akan segera pulang kalau ia tahu
dirumah ada tamu " namun Sekar Mirahpun menjadi ragu, sehingga ia bertanya kepada
Glagah Putih - Berapa hari kau tinggal di Tanah Perdikan" "
" Besok kami akan kembali. " jawab Glagah Putih.
" Begitu cepat" " bertanya Sekar Mirah.
" Kami mempunyai tugas di Mataram, meskipun tugas itu kami susun sendiri. " jawab
Glagah Putih. " Baiklah - berkata Sekar Mirah " kakangmu Agung Sedayu akan menyesuaikan
dirinya dengan rencanamu. Hari-hari terakhir, kakangmu banyak kesibukan di baraknya.
Di pasukannya itu telah diterima limapuluh orang baru, sehingga kakangmu menjadi
sibuk. Tetapi nanti jika mereka sudah mapan, maka pekerjaannya akan menjadi biasa
kembali. " " Jika demikian " berkata Sabungsari ~ apakah tidak lebih baik kita juga pergi ke
barak saja" -- Glagah Putih termangu-mangu. Namun kemudian iapun mengangguk sambil berkala Baiklah. Kita akan pergi ke barak. Keduanyapun kemudian telah minta diri pula. Nampaknya mereka tidak ingin terlalu
banyak menunggu Agung Sedayu, sehingga merekalah yang datang ketempat Agung
Sedayu yang baru sibuk itu.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Ki Lurah Branjangan, Glagah Putih dan
Sabungsaripun telah meninggalkan rumah itu menuju ke barak Pasukan Khusus.
Kedatangan mereka ke barak Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh
diterima dengan gembira oleh Agung Sedayu. Apalagi Ki Lurah Branjangan memang masih
mempunyai tugas di barak itu.
Secara khusus Agung Sedayu telah menerima mereka setelah ia menghentikan
kesibukannya sejenak. " Kami tidak ingin mengganggu " berkala Sabungsari.
" Aku juga perlu beristirahat. Apalagi para pemimpin yang lain dari barak ini dapat
menanganinya. Hanya karena mereka orang-orang baru, kadang-kadang aku sendiri
langsung berada diantara mereka agar mereka lebih banyak mengenal aku sebagai
pemimpin Pasukan Khusus ini. " jawab Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Ki Lurahpun telah mcnceriterakan kepentingan mereka datang ke
Tanah Perdikan. Mereka mengantarkan Rara Wulan yang untuk sementara perlu
disembunyikan meskipun Rara Wulan sendiri tidak senang mendengar istilah itu. Namun ia
mengakui bahwa ia memang bersembunyi.
Dengan singkat pula Ki Lurah menceriterakan apa yang telah terjadi di Mataram, diluar
kegiatan mereka sebagai anggauta Gajah Liwung, terutama yang menyangkut keluarga
Rara Wulan. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Jika demikian biarlah ia disini.
Ia justru akan dapat menjadi teman Sekar Mirah menunggui rumah. Sejak Rara Wulan
kembali ke Mataram pada kunjungannya yang terakhir beberapa hari itu. Sekar Mirah
memang sering menanyakan keselamatannya, karena Sekar Mirah tahu bahwa Rara
Wulan ada didalam sebuah kelompok anak-anak muda yang telah membebani diri mereka
sendiri dengan tugas-tugas yang sangat berat, yang kadang-kadang harus berani
menyentuh kemungkinan yang paling buruk sekalipun. "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya - Baru setelah aku berbicara dengan kedua
orang tuanya aku menyadari bahwa yang dilakukan oleh Rara Wulan itu sangat
membahayakan keselamatannya, bahkan kadang-kadang ia harus mempertaruhkan
nyawanya Jika sesuatu terjadi, betapa kedua orang tuanya menyesal. - Untung Ki Lurah belum terlambat menyadari - desis Agung Sedayu sambil tersenyum.
-Ah, jangan membuat aku berdebar-debar. Kadang-kadang aku juga menyesal jika aku
teringat akan tingkah laku gadis bengal itu. " jawab Ki Lurah.
Namun dalam pada itu Agung Sedayupun merasa bahwa ia akan ikut bertanggung
jawab setelah Ki Lurah menyebut-nyebut nama Glagah Putih.
- Kau adalah kakak sepupunya sebagaimana Untara " berkata Ki Lurah Branjangan agaknya kalian tentu akan dapat membantu Ki Widura.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Tentu saja Bukankah itu wajar sekali" Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Desisnya " Tentu kedua orang tua Rara
Wulan akan berterima kasih. Bagaimanapun mereka hidup dilingkungan orang-orang yang
masih menganggap bahwa kedudukan itu termasuk satu syarat yang penting untuk
menjaga martabat seorang Tumenggung, seorang Senapati Pasukan Khusus, seorang
apalagi, maka keluarga Rara Wulan akan merasa bangga. Bukan karena kedudukan itu
akan mampu mempengaruhi kehidupan Rara Wulan kelak, karena hal itu akan sangat
tergantung kepada yang menjalaninya, tetapi orang-orang disekelilingnya akan
menganggap bahwa keluarga Tumenggung Purbarumeksa benar-benar keluarga yang
terhormat. " Agung Sedayu justru tertawa. Katanya kemudian " Bagaimanakah tanggapan mereka,
maksudku para tetangga, keluarga yang lain, sanak kadang, jika akhirnya mereka tahu,
bahwa bakal menantu Ki Tumenggung adalah anak padesan yang tidak lebih dari seorang
petani kecil yang miskin" "
Ki Lurah Branjangan juga tertawa. Katanya ~ Tidak apa-apa. Untuk menutupi
kekurangan itu, biarlah mereka yang berani menghinakan calon menantu itu diadu saja
berkelahi. Jika mereka tidak dapat mengalahkan petani kecil itu, mereka harus tetap
menghormati. - Sabungsaripun tertawa berkepanjangan.
Namun Agung Sedayupun kemudian berkata - Baiklah. Aku persilahkan kalian melihatlihat
di barak ini sebentar. Nanti akupun akan segera kembali. Aku akan menemui Rara
Wulan pula. - Ternyata Agung Sedayu justru telah mengajak tamu-tamunya untuk melihat kegiatan
para prajurit dan Pasukan Khusus dalam latihan-latihan. Terutama lima orang prajurit baru
yang sedang ditempa untuk menjadi bagian yang serasi dari Pasukan Khusus Mataram di
Tanah Perdikan Menoreh. Beberapa orang perwira muda telah mendapat tugas untuk memberikan bimbingan
langsung kepada limna orang prajurit itu. Latihan-latihan yang cukup berat, agar prajuritprajurit
yang baru itu dalam waktu dekat memiliki kemampuan yang pantas bagi seorang
prajurit dari Pasukan Khusus.
- Dalam waktu tiga bulan mereka harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar
seorang prajurit - berkata Agung Sedayu " kemudian dalam waktu enam bulan
berikutnya, mereka ditempa untuk memahami kemampuan khusus bagi seorang prajurit
khusus. Namun mereka baru akan melakukan pendadaran setelah mereka setahun berada
di barak ini. Pendadaran pertama. Jika mereka mampu, maka mereka akan ditetapkan
menjadi seorang prajurit. Namun mereka masih harus menempuh latihan latihan -yang
lebih khusus. " Menjelang matahari turun kepungung bukit, maka Agung Sedayupun telah
menyelesaikan tugasnya untuk hari itu. Setelah berkemas sejenak, serta memberikan
beberapa pesan kepada para pembantunya, maka iapun telah meninggalkan barak itu
bersama Sabungsari dan Glagah Putih. Sementara Ki Lurah Branjangan justru akan tinggal
di barak itu. Namun dalam kesempatan yang pendek, sebelum Agung Sedayu pulang, Ki Lurah telah
menyerahkan Rara Wulan kepada keluarga Agung Sedayu sebagaimana dikatakannya
kepada Sekar Mirah. "Besok aku akan datang untuk melihat anak itu " berkata Ki Lurah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Sekar Mirah akan menjaganya dengan
baik. " Demikianlah, beberapa saat kemudian maka Agung Sedayu, Sabungsari dan Glagah
Putih telah meninggalkan barak itu. Disepanjang perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih
sempat berceritera tentang kelompok Gajah Liwung yang masih saja dibayang-bayangi
oleh kelompok lain yang juga menyebut nama kelompoknya dengan Gajah Liwung.
- Jadi mereka juga masih saja melakukan kegiatan" - bertanya Agung Sedayu yang
juga mengetahui kegiatan kelompok itu.
- Masih, meskipun para prajurit sudah berusaha untuk mendesak mereka. Tetapi nama
Gajah Liwung benar-benar sudah terkoyak-koyak. - jawab Sabungsari.
- Jika perlu kalian dapat mengusulkan kepada Ki Wirayuda untuk mengganti saja nama
kelompok kalian - berkata Agung Sedayu kemudian.
" Memang juga terpikir oleh kami. Tetapi kami masih melihat kemungkinan untuk
memperbaiki nama kelompok kami. desis Glagah Putih.
" Baiklah. Sebaiknya memang kalian pertimbangkan dengan baik. Carilah
kemungkinan-kemungkinan yang paling menguntungkan bagi kalian dan tujuan kelompok
yang kalian bentuk. -berkata Agung Sedayu kemudian. Namun kemudian katanya ~
Dengan kepergian Rara Wulan bukankah anggauta kalian berkurang seorang" "
" Tidak - sahut Sabungsari " anggauta kami jumlahnya tetap. Sejak Rara Wulan
meninggalkan kelompok kami, kami telah mendapatkan anggauta baru. " Siapa" - bertanya Agung Sedayu.
" Ki Jayaraga " jawab Sabungsari.
Agung Sedayu tertawa. Katanya - Ia punya janji khusus dengan Podang Abang. "
" Ya. Ki Jayaraga memang mempunyai cara tersendiri untuk menghadapi Podang
Abang. Seandainya Ki Jayaraga ingin menyelesaikannya, hal itu sudah dapat dilakukan.
Tetapi nampaknya Ki Jayaraga ingin membuat perhitungan tanpa diganggu oleh orang
lain. " jawab Sabungsari.
Agung Sedayu mengangguk-anggguk. Katanya - Orang-orang seperti Ki Jayaraga
kadang-kadang memang mempunyai kebiasaan yang kurang dimengerti orang lain. Ia
masih menjunjung harga diri sebagai seorang laki-laki jantan. Karena itu, apapun yang
terjadi nampaknya Ki Jayaraga ingin berhadapan langsung sejak awal dengan Podang
Abang. " " Ya - Glagah Putih mengangguk-angguk " ia akan merasa kecewa jika penyelesaian
yang dibuatnya dengan Podang Abang dikotori oleh tangan orang lain.
" Karena itulah maka ia masih tetap tinggal di Mataram. " berkata Agung Sedayu "
apalagi ia tahu bahwa orang-orang yang menemani kelompok mereka juga dengan nama
Gajah Liwung itu mempunyai sangkut paut dengan Podang Abang itu. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Namun mereka tidak berbincang lagi. Mereka harus
menjawab orang-orang yang pulang dari sawah dan menyapa mereka dengan ramah.
Beberapa saat kemudian, merekapun telah memasuki padukuhan induk dari langsung
menuju kerumah Agung Sedayu.
" Nanti lewat senja kita menghadap Ki Gede " berkata Agung Sedayu kemudian.
Demikianlah, maka ketiga orang itupun telah memasuki rumah Agung Sedayu dan
langsung naik kependapa. Sekar Mirah dan Rara Wulan yang melihat kehadiran merekapun telah ikut pula duduk
dipendapa sambil menghidangkan minuman hangat yang memang telah disiapkan dan
beberapa potong makanan. Untuk beberapa saat mereka berbicara tentang
perkembangan keadaan di Mataram. Sedikit-sedikit Agung Sedayu juga menyinggung
rencana Rara Wulan untuk berada di Tanah Per-dikan Menoreh.
" Mudah-mudahan disini Rara Wulan tidak terganggu " berkata Agung Sedayu yang
telah mendengar beberapa nama anak-anak muda yang banyak memperhatikan Rara
Wulan. Bahkan dua tiga orang anak Tumenggung, anak saudagar-saudagar kaya dan
anak-anak orang yang berpengaruh.
Rara Wulan mengangguk kecil. Setelah ia mengetahui perasaan Glagah Putih, maka
Rara Wulan benar-benar ingin mendapatkan ketenangan. Ia tidak mau lagi diganggu oleh
anak-anak muda dengan cara mereka masing-masing. Membujuk, janji-janji yang kadangkadang
tidak masuk akal dan ada yang mengancam. Ketika Rara Wulan memasuki
kelompok Gajah Liwung, ia memang merasa terpisah dari suasana itu, Namun iapun
memasuki satu keadaan yang kadang-kadang memang membahayakan jiwanya.
Karena itu, maka Rara Wulan merasa, bahwa yang paling baik baginya untuk
sementara adalah tinggal di Tanah Perdikan Menoreh.
Ketika kemudian senja turun maka Agung Sedayu serta tamu-tamunya telah berbenah
diri, maka merekapun telah pergi menghadap Ki Gede. Semula Rara Wulan tidak ingin ikut
bersama mereka karena Sekar Mirah tidak ikut pula. Tetapi Sekar Mirah berkata Kau akan menjadi penghuni Tanah Perdikan ini Rara. Karena itu, ada baiknya kau
memperkenalkan diri kepada Ki Gede. Mungkin pada suatu saat kau mempunyai
kepentingan dengan Ki Gede Menoreh. "


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rara Wulan akhirnya telah ikut bersama Sabungsari dan Glagah Putih menghadap Ki
Gede untuk melaporkan kehadirannya di Tanah Perdikan itu.
Ki Gede dengan senang hati menerima Agung Sedayu dan ketiga orang yang
bersamanya. Ketika Agung Sedayu kemudian mengatakan bahwa cucu Ki Lurah
Branjangan itu akan berada di Tanah Perdikan, maka Ki Gede mengangguk-angguk sambil
berdesis " Mudah-mudahan kau kerasan disisi Rara. ~
- Aku sudah merasakan betapa sejuk dan damainya Tanah Perdikan ini, Ki Gede jawab Rara Wulan. - Tetapi yang sekali-sekali pernah bergejolak pula. " sahut Ki Gede.
- Untuk memberikan satu suasana yang baru - desis Sabungsari.
Ki Gede masih mengangguk-angguk. Katanya - Kita memang ingin Tanah ini selalu
diliputi oleh ketenangan dan kedamaian. Tetapi bukan semacam orang yang tertidur
nyenyak. " Sabungsari mendengarkan keterangan itu dengan sungguh-sungguh. Sementara Ki
Gede berkata " Itulah sebabnya dipermukaan air yang mengalir kadang-kadang ada riakriak
kecil yang memberikan warna para permukaan itu. Meskipun di Tanah Perdikan ini
harus tetap dipertahankan ketenangan dan kedamaian, namun didalam setiap jantung
harus ada gejolak yang menggetarkan suasana kehidupan Tanah Perdikan ini dalam
bingkai ketenangan dan kedamaian itu. Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Mereka mengerti maksud Ki Gede.
Apalagi bagi Glagah Putih yang ada didalam rangkuman kehidupan di Tanah Perdikan itu,
meskipun untuk sementara ia berada di luarnya. Tetapi hanya untuk waktu yang pendek,
karena beberapa lama kemudian iapun akan kembali lagi memasuki lingkungan yang
tenang dan damai namun tetap bergerak dalam putaran yang meningkat.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayulah yang kemudian berkata " Rara Wulan tentu
akan kerasan tinggal di Tanah Perdikan ini, karena kakeknyapun berada disini. "
- Ki Lurah Branjangan" " bertanya Ki Gede.
- Ya. Bukankah Ki Lurah untuk sementara juga berada di barak Pasukan Khusus itu" "
desis Agung Sedayu. Ki Gede mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia berkata - Mudah-mudahan
kehadiran kalian menjadi pertanda Tanah Perdikan Menoreh akan menjadi semakin ramai.
" Rara Wulan tersenyum. Katanya " Bukankah Tanah Perdikan berkembang dengan
pesat" - Rara Wulan tersenyum. Katanya " Bukankah Tanah Perdikan ini berkembang dengan
pesat" " Ki Gedepun tersenyum. Dengan wajah yang terang Ki Gede menjawab " Kita bersamasama
mengharap. Agaknya memang telah disediakan oleh Yang Maha Agung tanah yang
cukup, air dan berjenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan. Kemampuan dan
ketrampilan memanfaatkan nalar dan budi. Jika ternyata kita tidak berhasil, maka itu
adalah karena kesalahan kita sendiri. "
Bukan hanya Rara Wulan yang mengangguk-angguk. Tetapi juga Agung Sedayu,
Sabungsari dan Glagah Putih.
Demikianlah, beberapa saat lamanya mereka berbincang-bincang Namun ketika malam
menjadi semakin malam, maka Agung Sedayupun telah mohon diri untuk kembali
kerumahnya bersama Glagah Putih, Rara Wulan dan Sabungsari.
- Sampai kapan kau berada di Mataram, Glagah Putih" -bertanya Ki Gede,
- Tidak akan terlalu lama lagi Ki Gede"jawab Glagah Putih.
- Padukuhan-padukuhan telah merindukanmu. Bendungan-bendungan serta susukansusukan
yang mengairi sawah dari bulak-bulak yang membentang. Apalagi saat ini Ki
Jayaraga juga sedang pergi. " berkata Ki Gede kemudian.
- Aku akan segera kembali Ki Gede " desis Glagah Putih. Tiba-tiba saja iapun-telah
merindukan padang-padang rumput yang hijau terbentang di bawah lereng-lereng
pegunungan. Hutan yang hijau lebat dihuni oleh berjenis binatang buas. Sawah, ladang
dan pategalan. Tetapi untuk sementara Glagah Putih memang belum dapat meninggalkan Mataram.
Hampir diluar sadarnya Glagah Putih telah bertanya ~ Apakah Ki Waskita tidak ada di
Tanah Perdikan" - ~ Beberapa hari yang lalu Ki Waskita ada disini. Tetapi sekarang Ki Waskita sedang
kembali. Mungkin dalam waktu dekat ia akan kembali menengok Tanah Perdikan ini jawab Ki Gede. " Ki Waskita telah menjadi semakin tua " desis Agung Sedayu " seperti Kiai
Gringsing agaknya ia sudah harus lebih banyak beristirahat. " Ya " Ki Gede mengangguk-angguk. Namun kemudian nada kata-katanya merendah
~ Akupun harus sudah banyak beristirahat. "
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun ia tidak menjawab.
Sejenak kemudian, maka Agung Scdayupun telah meninggalkan rumah Ki Gede.
Demikian pula Sabungsari, Glagah Putih dan Rara Wulan yang mengikutinya.
Malam itu Agung Sedayu, Sabungsari serta Glagah Putih masih sempat berbincang
beberapa lama. Sementara Rara Wulan masih juga berbicara panjang lebar dengan Sekar
Mirah diruang dalam. Namun ketika malam menjadi semakin larut, maka Agung
Sedayupun telah mempersilahkan Sabungsari dan Glagah Putih beristirahat.
Tetapi Glagah Putih masih juga ingin melihat-lihat pliridannya sejenak. Sudah agak
lama ia tidak turun kesungai.
" Aku ikut ~ berkata Sabungsari.
Ketika mereka berdua kemudian membangunkan pembantu dirumah Agung Sedayu itu,
maka anak itu dengan segan keluar dari biliknya " Belum waktunya " berkata anak itu.
" Sudah. Kiia akan membuka pliridan itu - berkata Glagah Putih.
Tetapi karena Glagah Putih membawa seorang kawannya, anak itu tidak membantah.
Iapun telah membawa peralatan untuk menutup pliridan.
- Belum tengah malam " anak itu berdesis. Kemudian menguap.
Glagah Putih telah membantu membawa icir bambu serta kepis, sementara anak itu
membawa cangkul. Ternyata suasana malam disungai memang mempunyai pengaruh tersendiri. Rasarasanya
menjadi diam. Namun tidak sedang tidur nyenyak. Aliran air sungai itu terdengar
gemercik. Bergerak dalam irama yang tidak menimbulkan kegaduhan atas pepohonan dan
dedaunan yang sedang menunduk terkantuk-kantuk. Gemericik air itu masih memberikan
ciri gerak yang tidak henti-hentinya dengan iramanya sendiri.
Ikan yang kemudian didapatkan dari pliridan itu memang tidak begitu penting bagi
Glagah Putih dan Sabungsari. Namun suasana malam yang hening sepi dialiri oleh irama
gemericik air yang mapan, memang menimbulkan kesan yang sangat dalam.
Hampir diluar sadarnya Sabungsari berkata - Kita masing-masing, termasuk kakang
Agung Sedayu tentu pernah menjalani laku dengan berendam didalam air dimalam hari.
Suasana ini memang menimbulkan kerinduan pada laku seperti itu. ~
- Anak itu hampir setiap malam berendam disungai ini jika ia membuka dan menutup
pliridan. Meskipun tidak semalam suntuk, tetapi dua kali disetiap malam ia turun. Kadangkadang
anak itu telanjang dan terjun langsung kcdalam air, memasang icir sambil
berendam. Kemudian menutup pintu pliridan dan menggiring ikan di air sambil
merangkak. " berkata Glagah Putih " kawan-kawannya telah banyak yang menjadi jemu
setelah anak-anak yang lain muncul menggantikan mereka. Namun anak itu masih saja
bertahan sampai sekarang. "
- Baginya itu merupakan satu permainan yang mengusikkan. Jika saja pada suatu saat
itu menjadi bagian dari laku. Ia akan mendapatkan kesempatan yang baik untuk memiliki
ilmu dan kemampuan. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Anak itu sudah beberapa kali menyatakan
keinginannya untuk mendapatkan latihan olah kanuragan. Tetapi Glagah Putih sendiri
masih seperti seekor burung yang terbang ke sana kemari dan yang hanya sekali-sekali
hinggap disarangnya itu. Demikianlah, menjelang dini hari ketiganya telah selesai membenahi alat-alat mereka.
Tidak terlalu banyak ikan yang mereka dapatkan. Sebagian justru udang. Namun turun
kesungai di malam hari memang menyenangkan.
Ketika mereka berjalan menyusuri jalan setapak pada tanggul sungai, mereka bertemu
dengan dua orang anak yang baru turun. Mereka adalah kawan-kawan pembantu dirumah
Agung Sedayu itu. - Kalian baru turun" " bertanya pembantu di rumah Agung Sedayu itu.
- Kau sudah selesai" " bertanya kedua orang anak itu hampir berbareng.
- Ya " jawab pembantu itu.
- Terlalu cepat Belum waktunya " berkata seorang diantara kedua anak yang baru
turun. - Aku sudah mengatakannya. Tetapi selisihnya tidak terlalu banyak"jawab anak itu "
satu mangsa lagi, ikan akan menjadi lebih banyak. "
Kedua anak itu tidak menjawab. Tetapi mereka telah berjalan dengan cepat menuruni
tanggul. Tetapi tiba-tiba saja keduanya berhenti. Pembantu dirumah Agung Sedayu yang sedang
naik itupun berhenti. Mereka mendengar suara beberapa orang yang datang dari arah
hulu. Kedua orang anak yang turun itu tiba-tiba saja telah bergeser naik sambil berdesis Ternyata mereka datang. - Siapa" " bertanya pembantu dirumah Agung Sedayu.
- Anak dari Kademangan Purwa. " jawab anak yang ditang-gul kecil itu.
- Kenapa dengan anak Kademangan Purwa" " bertanya pembantu kecil itu.
- Tadi siang Wida berkelahi dengan anak Kademangan Purwa. Tetapi oleh Ki Bekel
Pengkol, Wida dan lawannya sudah dinyatakan damai. Mereka berjanji dihadapan Ki Bekel
Pengkol untuk tidak saling mendendam. Tetapi ketika mereka keluar dari regol halaman
rumah Ki Bekel anak Kademangan Purwa itu masih mengancam -.- jawab anak itu.
- Wida dimana sekarang" " bertanya pembantu dirumah Agung Sedayu itu.
- Mudah-mudahan ia tidak turun. Anak Kademangan Purwa itu tahu bahwa Wida
mempunyai sebuah pliridan yang cukup besar diatas pengkolan sungai itu. " jawab anak
itu. " Nampaknya mereka menuju ke pengkolan sungai itu. " berkata pembantu dirumah
Agung Sedayu " He, semua lebih dari sepuluh orang. "
- Lebih. Lima belas orang. " desis anak yang kembali naik keatas tanggul itu " untung
mereka belum melihat aku. "
- Pengecut. " desis pembantu kecil itu " aku akan menantang anak itu, seorang lawan
seorang. " - Sst - Glagah Putih telah menggamitnya - jangan berkelahi, Itu tidak baik. Ki Bekel
Pengkol sudah dengan susah payah mendamaikan mereka. "
- Tetapi buktinya mereka datang juga " desis pembantu kecil itu.
- Sekarang, cegah Wida agar tidak turun. Mudah-mudahan ia belum terlanjur pergi ke
sungai. - berkata Glagah Putih.
Merekapun terdiam ketika sekelompok anak-anak lewat dibawah tanggul menyusuri
pasir tepian. Ternyata bukan hanya anak-anak saja. Tetapi juga beberapa orang anakanak
muda. - Curang " desis pembantu kecil itu ~ mereka mengajak anak muda. Jika anak-anak
muda padukuhan kita ini tahu, maka mereka akan menjadi lumat disini. "
- Tetapi berkelahi itu tidak baik - berkata Glagah Putih kemudian " baiklah. Kalian
tunggu disini. Biarlah aku yang mencari Wida. Bukankah Wida adik Nama yang kau
maksud" Anak itu mengangguk. Kemudian Glagah Putihpun berkata kepada Sabungsari - Tolong, tunggui anak-anak ini.
Aku akan menemui Wida. "
Sejenak kemudian Glagah Putihpun telah pergi meninggalkan ketiga anak-anak itu
duduk diatas tanggul bersama Sabungsari. Sepeninggal Glagah Putih maka Sabungsaripun
berkata " Orang yang berkelahi itu kalah atau menang, kedua-duanya menjadi kesakitan.
Apalagi kalian sudah sering bermain bersama. Kenapa harus berkelahi. "
- Bukan kami. Tetapi Wida " jawab anak itu. Sabungsari mengangguk-angguk sambil
tersenyum. Katanya - Ya, maksudku Wida. Sebaiknya kalian tidak berkelahi. Pembantu kecil dirumah Agung Sedayu itu menjadi curiga. Iapun kemudian bertanya
menyelidik"Apakah kau juga tidak pernah berkelahi" "
" Tidak. Tentu tidak " jawab Sabungsari " aku dan Glagah Putih selalu menghindari
perkelahian, karena perkelahian itu tidak menguntungkan sama sekali. Apalagi jika
melibatkan banyak orang seperti ini. "
. " Tetapi Glagah Putih sering, setidak-tidaknya pernah berkelahi " desis pembantu
kecil itu. Sabungsari tertawa tertahan. Apalagi ketika anak itu berkata
- Bahkan Ki Agung Sedayu dan Nyi Sekar Mirahpun pernah berkelahi. "
" Dimana" " bertanya Sabungsari.
- Dirumah " jawab anak itu.
- Berkelahi diantara mereka" - bertanya Sabungsari kemudian.
" Tidak. Berkelahi dengan orang lain ~ jawab anak itu " dalam waktu-waktu
senggang mereka latihan berkelahi di sanggar. Nah, untuk apa mereka berlatih jika tidak
untuk berkelahi" - Sabungsari hampir tidak dapat menahan tertawanya yang meledak. Katanya - Cerdas
juga kau he" Tetapi jika mereka berkelahi itu karena terpaksa. Mereka tidak mempunyai
pilihan lain untuk melindungi diri mereka daripada berkelahi, karena orang lain ingin
mencelekai mereka. "
- Bagaimana jika hal seperti itu terjadi pada Wida" Jika ada sekelompok orang
mencarinya dan menjumpainya di pliridan disebelah pengkolan itu untuk kemudian
menyerangnya" - bertanya anak itu pula.
Sabungsari masih tertawa sambil mengangguk-angguk. Katanya " Jika keadaan
memang menjadi demikian, apaboleh buat. Tetapi pada mulanya sekali, perkelahian itu
harus dicegah. Anak-anak yang mencari Wida itu datang, setelah Wida berkelahi lebih
dahulu dengan orang-orang itu. Nah, kenapa Wida harus berkelahi itulah soalnya.
Mungkin perkelahian itu dapat dicegah sehingga anak-anak itu tidak perlu mencarinya. "
Anak itu mengangguk-angguk. Tetapi hampir tidak dapat didengar oleh orang lain ia
berdesis - Yang terjadi sudah lewat dari saat-saat Wida berkelahi. "
Sabungsari yang masih tertawa menepuk bahu anak itu sambil berkata - Sudahlah. Kita
menunggu Glagah Putih. - Namun yang tiba-tiba datang berlari-lari adalah dua orang anak yang hampir saja
meloncat turun dari atas tanggul. Tetapi salah seorang dari ketiga orang anak-anak yang
duduk bersama Sabungsari itu telah memanggil mereka.
- He, kau disini" - bertanya anak itu.
- Ada apa" " bertanya salah seorang anak yang duduk bersama Sabungsari.
- Mereka datang. Wida berkelahi. Tetapi Wida hanya berlima saja. Ternyata mereka
datang hampir duauluh orang"berkata anak yang datang itu.
Sabungsari tidak dapat mencegah ketiga anak yang tiba-tiba saja sudah meloncat
berlari bersama kedua orang anak yang baru datang itu.
Namun Sabungsari tidak membiarkan mereka. Iapun telah bangkit dan mengikuti
mereka pula. Tentu bukan hanya tiga orang anak itu. Mereka pasti memanggil kawankawan
mereka yang lain lagi, sehingga yang akan berkelahi tentu melibatkan banyak
anak-anak dan remaja. - Pergilah lebih dahulu " teriak seorang diantara anak-anak yang memanggil ilu - aku
akan memanggil kawan yang lain. Saat seperti ini mereka pasti berada di pliridan seperti
kalian. " - Kau hampir terlambat. Aku hampir pulang - jawab pembantu dirumah Agung Sedayu.
Tetapi kawannya berteriak - Kami baru datang. ~
Tiga orang anak itupun telah berlari menuju ke pengkolan, sementara dua orang yang
lain masih akan memanggil kawan-kawan mereka.
Ketika ketiga orang anak itu sampai ke sebelah pengkolan, maka mereka melihat di
tepian beberapa orang anak telah berkelahi melawan anak-anak Kademangan Purwa yang
datang menyerang itu. Sementara itu Glagah Putih ternyata telah berada diantara mereka
untuk memisah. Tetapi karena Glagah Putih hanya seorang diri, maka ia menjadi terlalu
sibuk. Sabungsari dengan tergesa-gesa telah turun pula. Demikian cepatnya ia sampai
ketepian dan ikut bersama Glagah Putih memisahkan anak-anak yang sedang berkelahi
itu. Tetapi Sabungsari dan Glagah Putih memang mengalami banyak kesulitan, karena
anak-anak itu tiba-tiba saja telah berkelahi berpencaran. Beberapa orang anak yang lain
menghambur turun dari tebing. Ternyata mereka adalah kawan-kawan Wida.
- Sulit sekali memisahkan mereka " berkata Glagah Putih.
- Ya ~ jawab Sabungsari " mereka berkelahi seperti orang mabuk. "
Bahkan beberapa orang anak-anak muda yang datang dari Kademangan Purwa telah
memukuli Glagah Putih dan Sabungsari sambil berteriak-teriak - Bantu adik-adikmu itu. Tetapi Glagah Putih menjawab - Tidak. Aku ingin melerai perkelahian ini. Kau dengar.
" - Aku koyakkan mulutmu " teriak seorang anak muda.
Glagah Putih benar-benar menjadi bingung. Namun ia masih mempunyai akal. Tiba-tiba
saja Glagah Putih justru bergeser mengambil jarak dari anak-anak yang berkelahi itu.
Tanpa dilihat oleh seorangpun diantara mereka, karena perhatian mereka tertuju kepada
lawan-lawan mereka, Glagah Putih telah melepaskan ilmunya menghantam tebing sekitar
sepuluh langkah dari mereka.
Tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh. Tebing itu runtuh berguguran.
Anak-anak yang berkelahi itu terkejut bukan buatan, Apalagi ketika mereka mendengar
Glagah Putih tiba-tiba saja berteriak " Gempa, Ada gempa. Tinggalkan tempat ini, atau
kalian akan tertimbun tebing." Ternyata anak-anak itu benar-benar menjadi ketakutan. Selagi gema runtuhnya tebing
itu masih terdengar, merekapun telah berlari-lari menjauh. Anak-anak dari Kademangan
Purwapun berlari-lari meninggalkan pengkolan sungai itu dan kembali ke kademangan
mereka. Sementara Wida dan kawan-kawannya telah berlari-larian meninggalkan sungai


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, memanjat tebing disebelah bawah, yang agak jauh dari tebing yang runtuh itu.
Demikian anak-anak itu hilang didalam kegelapan, maka Sabungsari tertawa. Katanya
" Akalmu memang banyak Glagah Putih. Glagah Putih menarik nafas panjang sambil berkata " Aku sudah menjadi bingung. Aku
kira aku tidak berhasil melerai mereka. "
" Kita cari anak-anak yang bersamaku tadi " berkata Sabungsari kemudian.
" Kepis ikan, icir, cangkul dan peralatan lainnya agaknya masih ditinggal ditempat
kalian menunggu tadi. " berkata Glagah Putih.
-Ya. Anak-anak itu bertiga tadi. " jawab Sabungsari.
Keduanya kemudian telah melangkah kembali menyusuri te-pian kctcmpat Sabungsari
dan ketiga orang anak menunggu Glagah Putih. Ternyata ketiga orang anak itu sudah
berada disana. Dengan nafas terengah-engah mereka menjadi gelisah menunggu
Sabungsari dan Glagah Putih.
Ketika Sabungsari dan Glagah Putih kemudian datang, maka kedua orang anak yang
semula menunggu bersama Sabungsari itu telah minta diri.
" Kami akan pulang saja. Biar malam.ini kami tidak membuka pliridan. Jantung kami
masih berdebar-debar. Bukan karena anak-anak Kademangan Purwa, tetapi karena gempa
yang menggugurkan tebing itu. " berkata salah seorang dari mereka.
Sementara itu Glagah Putih menjawab " Kami memang sudah akan pulang ketika
perkelahian itu terjadi. "
Demikianlah, maka mereka semuanya telah meninggalkan sungai itu. Disepanjang
jalan, anak-anak itu masih berbicara tentang gempa yang sebelumnya tidak pernah terjadi
sehingga menggugurkan tebing. Jika terjadi gempa, rasa-rasanya tanah terguncang.
Hanya itu. Namun diperjalanan kembali itu, Sabungsari dan Glagah Putih yang berjalan dibelakang
mereka telah berbincang pula tentang kemugkinan-kemungkinan yang dapat terjadi
antara anak-anak yang tengah bermusuhan itu. "
" Kita laporkan kepada kakang Agung Sedayu. "jawab Glagah Putih
" Tetapi hal ini tentu bukan tugas Pasukan khusus itu " berkata Sabungsari
kemudian. " Maksudku, kakang Agung Sedayu tentu akan melaporkannya kepada Ki Gede. Tugas
ini agaknya akan dibebankan kepada Prastawa. Ia akan dapat menangninya dengan baik
Para pengawal akan memberikan beberapa petunjuk kepada anak-anak itu dan tentu saja
orang tua mereka " jawab Glagah Putih.
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Aku sempat melihat dalam keremangan
malam, anak dirumah kakang Agung Sedayu itu berkelahi seperti seekor harimau yang
terluka. Tentu saja harimau kecil. Tetapi nampaknya ia sudah pernah mengenal meskipun
hanya kulitnya saja, sedikit tentang kemampuan kanuragan.
" Hanya permainan saja " jawab Glagah Putih - kadang-kadang ia merengek minta
diajari berkelahi. Tetapi sudah aku katakan setiap kali bahwa ia tidak boleh berkelahi. ~
" Anak itu memang nakal -- berkata Sabungsari sambil tersenyum " Tetapi ia
mempunyai bekal alami yang baik. "
~ Tetapi perkelahian antara anak-anak itu akan sangat mencemaskan. Namun agaknya
Prastawa mampu mengatasinya " desis Glagah Putih kemudian. Lalu katanya " Di
Kotaraja anak-anak muda saling berkelahi dibawah nama beberapa macam kelompok
yang saling bermusuhan. Disini anak-anak sudah mulai berkelahi.
Sabungsari mengangguk-angguk. Tetapi ia berdesis " Satu masalah bagi orang-orang
tua. Mereka memang tidak boleh berpangku tangan menghadapi persoalan seperti ini.
Sudah tentu juga para bebahu Tanah Perdikan dan Kademangan-kademangan. "
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. Memang banyak masalah yang sedang
dihadapi. Di tanah Perdikan harus segera dibentuk satu kelompok khusus yang harus
menangani persoalan-persoalan yang menyangkut anak-anak nakal. Sementara di Kotaraja
para prajurit sibuk menghadapi kelompok-kelompok anak-anak muda yang tidak
bertanggung jawab. Dengan demikian, maka rasa-rasanya Glagah Putih dan Sabungsari itu ingin segera
kembali ke Mataram untuk membantu mengatasi keadaan dengan cara mereka. Tetapi
kelompok yang juga menyebut nama kelompoknya Gajah Liwung itu benar-benar sudah
melampaui batas kenakalan anak-anak muda. Mereka bukan saja tidak bertanggungjawab
tetapi justru melakukannya dengan sadar dan perhitungan.
Ketika mereka kemudian sampai dirumah Agung Sedayu, maka rumah itu sudah sepi.
Lewat pintu butulan yang terbiasa dipergunakan oleh Glagah Putih jika ia pergi ke
sungai membuka atau menutup pliridan, mereka masuk ke ruang dalam dan langsung
kebilik mereka masing-masing setelah mencuci kaki dan tangan mereka di pakiwan.
Pagi-pagi sekali keduanya telah bangun dan sebagaimana kebiasaan mereka. Ternyata
Agung Sedyupun juga telah bangun dan membantu membersihkan halaman. Sementara
itu, Sekar Mirah dan Rara Wulan telah berada di dapur pula.
Ketika Sabungsari kemudian meminta air untuk mengisi pakiwan, maka Glagah Putih
telah sibuk membersihkan longkangan.
Pembanlu kecil dirumah Agung Sedayu itu masih menguap sekali-sekali sambil
mengusap matanya. " Kau masih mengantuk " desis Glagah Putih yang melihatnya berjalan tertatih-tatih.
Tetapi ketika anak itu melepaskan tangannya yang menggosok matanya, Glagah Putih
melihat mata anak itu kemerah-merahan. Pipinya agak membiru.
" Kenapa matamu he" " bertanya Glagah Putih.
" Bukankah semalam aku berkelahi" " anak itu menjawab dengan nada tinggi.
Glagah Putih tersenyum. Katanya"Nah, bukankah berkelahi itu hasilnya seperti itu"
Kalah atau menang. Apa yang kau dapatkan dari perkelahian" "
" Apa pula yang pernah kau dapatkan dari perkelahianmu jika kau menang" " anak
itu ganti bertanya. " Aku tidak pernah berkelahi " jawab' Glagah Putih.
" Bohong. Kau adalah orang yang paling sering berkelahi dan pembohong pula "
geram anak itu. Glagah Putih tertawa. Katanya"Jika aku harus berkelahi, tentu karena terpaksa. "
" Kau kira aku tidak terpaksa" " sahut anak itu.
Glagah Putih tertawa semakin keras. Tetapi anak itu telah pergi ke sumur untuk
mencuci mukanya yang memar di pipinya dan matanya yang kemerah-merahan.
Glagah Putih memperhatikan anak itu sambil tersenyum. Sejenak kemudian anak itu
telah mendapatkannya pula sambil berkata"Biarlah aku yang menyapu halaman samping.
Setelah tamumu mandi, kau sajalah yang menimba air. Tanganku sakit. Tetapi anak yang
kena pukulanku itu tentu pingsan sampai dirumah. "
" Darimana kau tahu" " bertanya Glagah Putih.
" Aku yakin. Sayang, ada gempa bumi semalam. Jika tidak, maka anak-anak jahanam
dari Kademangan Purwa itu akan menjadi sampah yang hanyut disungai itu " berkata
anak itu. " Bukan main " Glagah Putih bertepuk tangan perlahan-lahan.
Tetapi anak itu berkata dengan nada keras " Kau menghina kami" " Lihat, besok
kamilah yang akan datang ke Kademangan Purwa. "
" Perlukah itu" " bertanya Glagah Putih.
" Bukan kami yang memulainya " jawab anak itu.
Glagah Putih menggeleng sambil berkata"Itu tidak perlu. Namun Glagah Putih tidak
menunggu anak itu menjawab. Ia pun segera pergi ke pakiwan untuk menimba air,
sementara Sabungsari hampir selesai mandi. Derit senggot timba yang seperti sebuah
timbangan yang panjang itu terdengar dengan irama yang teratur.
Menjelang matahari terbit, ternyata semuanya sudah berbenah diri. Sekar Mirah telah
menghidangkan minuman hangat ke pendapa, sedang Rara Wulan membawa beberapa
potong makanan. " Duduk sajalah disitu " minta Agung Sedayu kepada Rara Wulan.
" Aku akan membantu mbokayu didapur " jawab Rara Wulan.
"Jika demikian, biarlah mbokayumu berada di sini pula" berkata Agung Sedayu.
Sekar Mirah mengerti maksud Agung Sedayu. Karena itu, maka iapun telah ikut pula
duduk bersama Agung Sedayu, Sabungsari, dan Glagah Putih.
" Sebentar lagi aku harus berangkat ke barak " berkata Agung Sedayu " aku
berusaha untuk menegakkan paugeran. Karena itu, maka aku sendiri harus tetap tegak
diatas paugeran, meskipun hal-hal yang terkecil sekalipun. Misalnya, aku tidak boleh
terlambat sampai ke barak sesuai dengan waktu yang sudah dijanjikan. " Agung Sedayu
berhenti sejenak. Lalu katanya " karena itu, maka aku ingin berbicara dengan Glagah
Putih dan Rara Wulan sebelum aku berangkat. Bukankah aku tidak akan mempunyai
kesempatan lagi hari ini, karena menurut pengertianku, Sabungsari dan Glagah Putih hari
ini akan kembali ke Mataram. "
" Ya kakang " jawab Glagah Putih " kami akan kembali ke Sumpyuh pagi ini. "
"Nah, karena itu, maka biarlah aku berbicara serba sedikit tentang kalian berdua "
desis Agung Sedayu. Rara Wulan dan Glagah Putih hanya menundukkan kepalanya saja, karena justru Agung
Sedayu akan berbicara tentang mereka berdua.
" Aku sudah mendengar bahwa kalian telah mengambil ketetapan hati untuk pada
suatu saat nanti, menempuh hidup bersama " berkata Agung Sedayu " nah, selagi
masih ada kesempatan, kalian dapat menilai keputusan kalian. Tidak tergesa-gesa dan
harus bersungguh-sungguh. Apakah yang mendorong kalian untuk mengambil keputusan
itu. Untuk itu kalian harus jujur kepada diri sendiri. Kejujuran itu akan banyak membantu
menentukan bahwa keputusan yang kalian ambil benar. "
Glagah Putih dan Rara Wulan masih saja menunduk. Sementara itu Agung Sedayupun
berkata selanjurnya " Tentu masih akan banyak hambatan yang akan kalian hadapi.
Karena itu, maka masa-masa sebagaimana kalian jalani bukanlah sekedar masa langit
selalu cerah dan bulan bersinar terang. "
Glagah Putih mengangguk kecil, sementara Rara Wulan masih saja tetap menunduk.
Ternyata Agung Sedayu tidak terlalu banyak memberikan pesan. Katanya " Kalian
tentu sudah mendengar orang tua Rara Wulan dan barangkali Ki Lurah Branjangan.
Karena itu, maka aku tidak perlu berbicara terlalu banyak. Namun karena Rara Wulan
akan tinggal disini, maka Rara Wulan harus mempersiapkan diri untuk benar-benar
menjadi seorang murid yang baik. "
Rara Wulan mengangguk. Sementara Agung Sedayupun berkata selanjutnya " Apakah
mbokayumu Sekar Mirah telah memberitahukan kewajiban seorang murid serta laku yang
harus dijalani" Yang menuntut kesungguhan dan ketabahan" "
Rara Wulan mengangguk lagi sambil menjawab - Sudah kakang. " Baiklah. Jika Rara Wulan sudah mendengarnya, maka Rara Wulan dapat ditinggalkan
disini. Karena jika Rara Wulan merasa berkeberatan, maka ia akan tinggal disini benarbenar
sekedar bersembunyi. Tetapi ternyata tidak. Ia akan tinggal disini, mungkin
bersembunyi, tetapi sekaligus berguru kepada Sekar Mirah, meskipun harus diakui bahwa
ilmu Sekar Mirahpun masih harus dikembangkan terus, karena apa yang sudah dicapainya
masih jauh dari cukup " berkata Agung Sedayu kemudian.
Rara Wulan mengangguk sambil menjawab " Aku akan melakukan segala kewajiban
yang dibebankan diatas pundakku sebagai seorang murid. ~ Baiklah ~ berkata Agung Sedayu - jika demikian, maka biarlah Rara Wulan tinggal
disini. Aku yakin bahwa Rara Wulan akan berhasil. Sementara itu, kita berdoa agar
persoalan-persoalan yang rumit dalam kehidupan Rara Wulan dalam hubungannya dengan
anak-anak muda itu akan segera berlalu. "
Demikianlah, maka Agung Sedayupun kemudian telah minta diri untuk pergi ke barak.
Ia tidak boleh terlambat, agar tidak mengurangi wibawanya sebagai seorang pemimpin
yang harus menegakkan segala macam ketentuan dan paugeran dibaraknya.
Iapun telah mengucapkan selamat jalan kepada Sabungsari dan Glagah Putih yang pagi
itu juga akan kembali ke Mataram untuk melanjutkan tugas yang telah mereka susun
sendiri. Sepeninggal Agung Sedayu, maka Sabungsari dan Glagah Putihpun telah berbenah diri
pula. Mereka telah minta agar Agung Sedayu menyampaikan kepada Ki Lurah Branjangan
bahwa keduanya minta diri untuk langsung kembali ke Sumpyuh tanpa singgah lagi di
barak Pasukan Khusus itu.
Sekar Mirah tidak dapat menahan mereka lebih lama lagi. Sabungsari yang dianggap
bertanggung jawab atas kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung itu, merasa perlu
untuk segera berada ditempatnya kembali.
Demikian matahari memanjat langit semakin tinggi, maka Sabungsari dan Glagah
Putihpun telah siap untuk berangkat. Rara Wulan yang akan ditinggalkan di Tanah
Perdikan Menoreh itu merasa juga seakan-akan ia akan menjadi terlalu jauh dengan
orang-orang yang paling dekat dihatinya. Ayah dan ibunya, kakeknya dan anak muda
yang bernama Glagah Putih itu. Bahkan kawan-kawannya dalam kelompok Gajah Liwung
yang telah melakukan berbagai macam kegiatan yang berbahaya. Rasa-rasanya anggauta
kelompok itu telah mengikat diri menjadi satu keluarga yang mempertaruhkan hidup dan
mati bersama-sama. Tetapi Rara Wulanpun kemudian menganggap bahwa jalan yang akan ditempuh itu
adalah jalan yang telah dipilihnya.
Namun tersentuh juga hatinya ketika Sabungsari mengucapkan selamat tinggal kepada
Rara Wulan atas nama seluruh kelompok Gajah Liwung.
Tetapi Sekar Mirah telah menghiburnya " Glagah Putih adalah anak Tanah Perdikan ini
meskipun ia lahir di Jati Anom seperti kakaknya Agung Sedayu. Dan akupun dilahirkan di
Sangkal Putung. Namun rasa-rasanya aku adalah anak Tanah Perdikan ini. Dan pada
suatu saat kaupun akan merasa menjadi anak Tanah Perdikan ini dengan segala macam
ujud kehidupan yang sederhana. "
Rara Wulan mengangguk kecil.
Demikianlah, sejenak kemudian, maka dua orang penunggang kuda telah berderap
meninggalkan padukuhan induk Tanah Perdikan. Mereka memang tidak menghadap Ki
Gede lagi. Tetapi mereka telah berpesan pula sebagaimana pesan mereka kepada Ki Lurah
Branjangan, bahwa mereka mohon diri. Selebihnya tentang anak-anak nakal di Tanah
Perdikan. Udara pagi memang terasa segar. Langit nampak cerah. Beberapa ekor burung terbang
lewat menyilang perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih.
Beberapa orang anak muda yang melihat mereka meninggalkan Tanah Perdikan lagi
merasa heran, kenapa demikian cepatnya.
" Kami belum mendapat kesempatan untuk mendengarkan ceriteramu " berkata
seorang anak muda. " Dalam waktu dekat, aku telah berada di Tanah Perdikan ini lagi. " jawab Glagah
Putih. Anak-anak muda itu hanya dapat mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putih dan
Sabungsari tersenyum saja sambil melanjutkan perjalanan mereka kembali ke Mataram.
Beberapa saat kemudian, maka Glagah Putih dan Sabungsari itupun telah mendekati
lintasan penyeberangan Kali Praga disisi Utara. Keduanya berniat menyeberang di lintasan
penyeberangan itu. Namun ketika keduanya berbelok melalui jalan yang menuju ke penyeberangan,
diantara beberapa orang yang juga melewati jalan itu, Sabungsari dan Glagah Putih
merasa telah diikuti oleh dua orang berkuda. Mereka tidak begitu menghiraukan keduanya
ketika mereka menelusuri jalan panjang ditengah-tengah bulak meskipun mereka sudah
mengetahui bahwa ada dua orang berkuda dibelakang mereka. Tetapi ketika keduanya
juga berbelok sebagaimana Sabungsari dan Glagah Putih, maka keduanya mulai
memperhatikannya. " Agaknya kudamu memang menarik banyak perhatian orang-orang yang senang
secara berlebihan terhadap kuda. " berkata Sabungsari.
" Sudah beberapa kali hal seperti itu terjadi " berkata Glagah Putih.- sebenarnya aku
menjadi jemu terhadap orang-orang seperti itu. Aku sudah beberapa kali diganggu orang
dalam perjalanan karena mereka tertarik kepada kuda ini. "
" Kenapa tidak kau jual saja kudamu dan kau belikan dua ekor kuda yang tentu juga
cukup baik. " berkata Sabungsari sambil tertawa.
Glagah Putihpun tertawa. Katanya " Nampaknya hanya Raden Rangga sajalah yang
pantas untuk mempergunakan kuda sebaik ini. "
Sabungsaripun menyambung " Dan kau lebih pantas memakai kuda-kuda kerdil dari
Kademangan Watucengkir. Keduanya tertawa berkepanjangan.
Dalam pada itu kedua orang yang diduga mengikuti Sabungsari dan Glagah Putih itu
masih berkuda beberapa puluh langkah dibelakang mereka.
Namun tiba-tiba saja Sabungsari berkata - He, aku liba-tiba saja menjadi perasa.
Mungkin keduanya sama sekali tidak menghiraukan kita. "
" Mungkin sekali " jawab Glagah Putih.
"Sejak ada persoalan dengan Rara Wulan - sambung Sabungsari.
" Ah " Glagah Putih berdesah.
Namun Sabungsari masih saja tertawa. Tetapi akhirnya Glagah Putihpun tersenyum
pula meskipun wajahnya agak terasa panas.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, keduanya telah sampai ke tepian. Mereka
seakan-akan tidak menghiraukan sama sekali kehadiran kedua orang berkuda yang
mereka duga telah mengikuti mereka.
Beberapa saat kemudian, maka empat orang berkuda dan beberapa orang yang lain
telah berada diatas rakit. Perlahan-lahan rakit itu mulai bergerak. Beberapa tukang satang
mendorong rakit itu dengan satang mereka yang panjang menyeberangi Kali Praga.
Ternyata diatas rakit penyeberangan itu tidak terjadi sesuatu meskipun Sabungsari dan
Glagah Putih sudah bersiap-siap. Tetapi mereka memang sudah memperhitungkan, bahwa
tidak akan ada keributan diatas rakit. Sabungsari dan Glagah Putih menduga, bahwa
orang-orang yang memperhatikan mereka berdua itu tertarik kepada kuda Glagah Putih
sebagaimana pernah terjadi. Karena itu, maka mereka tidak akan berbuat sesuatu yang
dapat mengguncang rakit dan apalagi sampai terbalik, karena dengan demikian kuda yang
sangat baik itu akan dapat hanyut di arus Kali Praga.
Demikian mereka turun dari rakit setelah membayar upah penyeberangan, maka kedua
orang itu mulai mengikuti lagi perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih. Meskipun
Sabungsari dan Glagah Putih berpura-pura sibuk di tepian agar kedua orang itu berangkat
lebih dahulu, namun ternyata kedua orang itu tetap menunggu.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Mereka ternyata masih muda " berkata Sabungsari. " Seumurmu " jawab Glagah
Putih. - Ya. Kau memang lebih muda. Tetapi kau lebih dahulu mendapat pasangan dari aku. ~
jawab Sabungsari. - Ah " Glagah Putih hanya dapat berdesah, sementara Sabungsari tertawa sambil
berkata " Jangan mengeluh. Kau harus bersukur untuk itu. "
- Baiklah. Aku memang merasa bersukur " jawab Glagah Putih.
- Kau mulai merajuk " Sabungsari tertawa semakin keras.
Glagah Putih termangu-mangu. Tetapi ketika ia memandang berkeliling, beberapa
orang telah berpaling kepada mereka. " Kita menjadi tontonan disini " desisnya.
Karena itu, maka Glagah Putih tidak menunggu lagi. Iapun segera meloncat
kepunggung kudanya yang besar dan tegar. Disusul pula oleh Sabungsari. Keduanya
ternyata telah berkuda lebih dahulu dari orang yang sebenarnya mereka tunggu, dan yang
ternyata kemudian telah mengikuti mereka lagi.
Akhirnya Sabungsari dan Glagah Putih merasa tidak enak juga. Mereka mulai
memperhatikan keduanya dengan sungguh-sungguh. Apalagi karena beberapa simpangan
telah mereka lalui, dan kedua orang itu masih saja berkuda dibelakang mereka.
Karena itu, ketika mereka menjadi semakin jauh dari Kali Praga, maka Sabungsaripun
berkata " Marilah kita jebak mereka.
Glagah Putih mengangguk. Desisnya " Tetapi kita jangan mendahului berbuat apaapa.
" Sabungsari tidak menjawab. Tetapi keduanya telah mempercepat derap kuda mereka.
Semakin lama semakin cepat.
Ternyata kedua orang itu juga mempercepat laju kuda mereka. Nampaknya mereka
berusaha memelihara jarak dengan Sabungsari dan Glagah Putih.
Disebuah simpang empat, dengan cepat Sabungsari dan Glagah Putih berbelok. Justru
tidak kearah yang sebenarnya ingin mereka lalui.
Kedua orang yang mengikutinyapun ternyata telah berbelok pula di tempat yang sama
dan kearah yang sama pula.
Tetapi mereka terkejut. Ternyata Sabungsari dan Glagah Putih berhenti beberapa puluh
langkah saja dari simpang ampat itu. Demikian kedua orang itu berpacu dengan
kecepatan tinggi Sabungsari dan Glagah Putih telah menarik kendali kuda mereka. Mereka
telah berbalik kembali ke simpang ampat dan berbelok kearah yang sebenarnya. Kuda
mereka tidak lagi berlari cepat. Tetapi seakan-akan dengan sengaja menunggu kedua
orang yang dengan serta merta telah menarik kendali kuda mereka, sehingga kuda-kuda
mereka berdiri diatas kedua kaki belakangnya sambil meringkik.
Namun keduanya tidak dapat ingkar lagi. Keduanya memang merasa terjebak. Karena
itu, maka keduanya telah menyusul Sabungsari dan Glagah Putih.
Bahkan seorang diantara mereka berkata " Berhentilah sebentar Ki Sanak. "
Sabungsari dan Glagah Putih memang menghentikan kuda mereka. Bahkan keduanya
telah memutar kuda-kuda mereka, sehingga sejenak kemudian, mereka telah saling
berhadapan. Tiba-tiba saja seorang diantara kedua orang yang mengikutinya itu bertanya " Apakah
aku berhadapan dengan anak muda yang bernama Glagah Putih" "
" Ya --jawab Glagah Putih. Ia mulai curiga, bahwa salah seorang dari kedua orang
yang mengikutinya itu mempunyai kepentingan pula dengan Rara Wulan.
Namun tiba-tiba saja seorang diantara mereka berkata " Aku sangat tertarik kepada
kudamu. " " Kenapa" " bertanya Glagah Putih.
" kudamu bagus sekali. Aku ingin memilikinya " jawab orang itu.
Tetapi Glagah Putih menggeleng sambil menjawab " Tidak. Kau tentu mempunyai
persoalan lain. Jika kau memang tertarik kepada kudaku, kau tidak akan bertanya lebih
dahulu siapa aku. - Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian tersenyum sambil berkata
" Penalaranmu tajam sekali. Aku memang tidak mempersoalkan kudamu. Aku ingin
berbicara dengan anak- muda yang bernama Glagah Putih. "
" Apa yang ingin kau bicarakan" " bertanya Glagah Putih.
" Tetapi siapakah kawanmu itu" " bertanya orang itu.
" Apakah itu penting" " Glagah Putih justru bertanya.
Kedua orang itu saling berpandangan sejenak. Namun salah seorang diantara mereka
kemudian berkata " Baiklah. Itu memang tidak penting. Agaknya karena itu pula kau
tidak bertanya siapakah kami. "
" Ya " jawab Glagah Putih " dugaanmu tepat. " Glagah Putih berhenti sejenak, lalu
iapun bertanya pula " Sekarang, apa yang kalian kehendaki" "
" Aku tidak mempunyai alasan yang pantas untuk membuat persoalan denganmu. Aku
sudah mencoba untuk mempersoalkan kudamu. Tetapi ternyata kau tanggap, bahwa
persoalan yang sebenarnya tidak ada pada kudamu itu. " jawab orang itu.
" Lebih baik kau katakan persoalan yang sebenarnya " geram Glagah Putih yang
hampir kehilangan kesabaran.
Tetapi kedua orang itu justru tersenyum. Seorang diantara mereka berkata "
Sebaiknya kita tidak bertanya persoalan apa yang sebenarnya ada diantara kita. Yang
penting, kami berdua ingin berkelahi melawan kalian berdua. Itu saja. "
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Orang-orang itu ternyata adalah orang-orang
aneh. Mereka tidak mau mengatakan persoalan yang sebenarnya ada diantara mereka.
Tetapi dugaan Glagah Putih dan bahkan juga Sabungsari, persoalannya tentu berkisar
pada Rara Wulan. Kedua orang itu tentu orang-orang upahan untuk memburu Glagah
Putih karena hubungannya dengan Rara Wulan.
" Tetapi siapa yang mengetahui bahwa ada semacam ikatan batin antara Glagah Putih
dan Rara Wulan selain orang-orang Gajah Liwung dan keluarga Rara Wulan sendiri" bertanya Sabungsari didalam hatinya.
Namun apapun persoalan yang sebenarnya, Glagah Putih dan Sabungsari memang
harus berhati-hati. Tetapi agaknya masih ada yang ingin diketahui oleh Glagah Putih. Karena itu, maka
iapun bertanya " darimana kau tahu, bahwa aku adalah Glagah Putih" "
"Itu juga tidak penting"jawabsalahseorangdari kedua orang itu sambil tersenyum.
Bahkan katanya kemudian " Sekarang kita akan berkelahi. Kita harus mencari tempat
agar kita dapat berkelahi sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh orang lain. "
Glagah Putih memang menjadi heran. Demikian pula Sabungsari. Rasa-rasanya sikap
kedua orang itu tidak wajar. Mereka begitu saja menantang untuk berkelahi tanpa sebab.
Tetapi ternyata Glagah Putih justru tertarik kepada sikap kedua orang itu. Demikian
pula Sabungsari. Karena itu, maka Sabungsaripun tiba-tiba saja telah menjawab ~ Satu
tawaran yang menarik. Marilah. Kita akan berkelahi tanpa sebab. Agaknya akan sangat
menyenangkan. Apapun yang akan terjadi atas kita. "
Demikianlah, keempat orang itu justru telah berkuda bersama-sama. Mereka telah
mencari tempat yang baik untuk berkelahi, meskipun perkelahian itu terjadi tanpa sebab
yang mapan bagi Glagah Putih dan Sabungsari. Tetapi sebenarnyalah keduanya yakin,
bahwa tentu keduanya telah mendapat tugas dari orang lain. Diupah atau tidak, Persoalan
yang paling mungkin dari sebab persoalan itu adalah Rara Wulan.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah berada disebuah padang perdu yang agak
jauh dari jalan menuju ke Mataram. Tempat yang agaknya jarang sekali dikunjungi orang.
" Nah " berkata salah seorang dari kedua orang itu " kita akan dapat leluasa
bermain-main disini. "
Sabungsari dan Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ketika kedua orang itu turun dari
kuda mereka, maka Sabungsari dan Glagah Putihpun telah turun pula dari punggung
kudanya. Sebenarnyalah Glagah Putih memang lebih senang kedua orang itu tidak menyebut
alasan dari perkelahian itu. Bagaimanapun juga rasa-rasanya agak kurang menarik jika ia
harus berkelahi karena seorang perempuan.
- Tetapi aku tidak berkelahi memperebutkan seorang perempuan - berkata Glagah Putih
didalam hatinya - aku membela diri dan seandainya persoalannya menyangkut Rara
wulan, maka aku bertempur untuk mempertahankan hak. Hak untuk menentukan
pasangan hidup yang telah disepakati bersama dengan seorang perempuan. "
Sejenak kemudian, maka Sabungsari dan Glagah Putih masing-masing telah
berhadapan dengan seorang lawan.
- Bersiaplah - berkata salah seorang diantara kedua orang itu - kita akan mengukur
kemampuan kita. Apakah benar anak muda yang bernama Glagah Putih itu memiliki
kemampuan yang jarang ada bandingnya. Sementara itu, agar kawanmu tidak
mengganggu, maka kawanku akan mengikatnya pula dalam perkelahian. "
" Aku tidak peduli " jawab Glagah Putih " pokoknya kita berkelahi. Bukankah begitu"
" Orang itu mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian tersenyum sambil
menjawab " Ya. Pokoknya kita berkelahi. ~
Glagah Putihpun kemudian telah bersiap. Ia sadar, melihat sikap orang itu, maka orang
itu tentu orang yang berilmu tinggi. Karena itu, maka Glagah Putihpun sejak semula telah
menjadi sangat berhati-hati.
Sejenak kemudian, maka kedua orang itupun telah mulai bergerak. Orang yang
berhadapan dengan Glagah Putih maupun yang berhadapan dengan Sabungsari.
Demikian pula Glagah Putih dan Sabungsari. Keduanyapun telah mulai mengimbangi
gerak lawan-lawan mereka masing-masing.
Ketika seorang diantara mereka berempat mulai menyerang, maka seranganpun
kemudian telah datang susul menyusul dari kedua belah pihak, sehingga pertempuranpun
menjadi semakin lama semakin cepat.
Sepeti yang diperhitungkannya, maka lawan Glagah Putih adalah seorang yang memiliki
ilmu yang tangguh. Dengan tangkasnya ia berloncatan berputaran. Tangannya yang
sekali-sekali mengembang, membuatnya seperti seekor burung yang beterbangan
menyambar-nyambar mangsanya.
Tetapi Glagah Putih tidak pula kalah tangkasnya. Kaki" ya seakan-akan tidak
menyentuh tanah. Tubuhnya menjadi seringan kapas.
Dengan demikian, maka pertempuran itupun menjadi bagaikankan sepasang burung
sikatan yang berlaga diudara.
Sementara itu, Sabungsaripun telah berusaha mengimbangi kemampuan lawannya
pula. Ternyata kedua orang itu memiliki unsur-unsur gerak yang bersamaan, sehingga
baik Sabungsari maupun Glagah Putih segera mengetahui, bahwa keduanya adalah
saudara seperguruan. Namun dalam pada itu, lawan Glagah Putih ternyata lebih dahulu berusaha
meningkatkan kemampuannya. Bukan saja ia bergerak lebih cepat, tetapi kekuatannyapun
serasa telah berlipat pula.
Tetapi kemampuan Glagah Putihpun selalu mengimbanginya. Iapun mampu
membangunkan kekuatan cadangan didalam dirinya dengan sebaik-baiknya sehingga
tataran demi tataran ia mampu melawan kekuatan yang dibangunkan oleh lawannya.
Demikian pula dengan Sabungsari. Ternyata ia tidak mudah ditekan oleh lawannya.
Setiap kali" Sabungsari justru luput dari garis-garis serangan lawannya. Bukan saja
mampu menghindar, tetapi iapun mampu menangkis serangan-serangan itu dengan
membentur kekuatan lawannya dalam keseimbangan.
Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi semakin cepat dan keras. Setiap kali
terjadi benturan, maka kedua belah pihak harus mengakui, bahwa lawannya memang
memiliki ilmu yang mapan.
Namun nampaknya masih ada selapis kelebihan pada Sabungsari. Sabungsari yang
sebaya dengan lawannya itu agaknya memiliki pengalaman yang lebih luas. Dengan
demikian, maka dalam keadaan yang rumit, maka setiap kali Sabungsarilah yang mampu
mengatasi persoalannya, sehingga sekali-sekali lawannya harus berloncatan mengambil
jarak. Namun Sabungsari tidak membiarkannya lepas dari serangan-serangannya. Setiap kaH
lawannya berloncatan mundur, Sabungsari selalu berusaha memburunya, sehingga
kadang-kadang lawannya harus melakukan hentakan-hemtakan untuk melepaskan libatan
serangannya. Tetapi Sabungsari memang ingin tahu, seberapa jauh tingkat kemampuan lawannya
yang telah dengan tanpa ragu-ragu menantangnya. Bahkan tanpa sebab. Seakan-akan
dengan penuh keyakinan akan dapat memenangkan pertempuran itu.
Semakin lama maka tekanan Sabungsaripun terasa menjadi-semakin berat. Meskipun
agaknya lawannya telah meningkatkan ilmunya. Meskipun demikian, belum berarti bahwa
Sabungsari dengan pasti akan dapat memenangkan pertempuran itu. Apalagi ketika terasa
oleh Sabungsari, bahwa lawannya telah merambah pada ilmunya yang lebih dalam.
Tiba-tiba saja Sabungsari merasakan perubahan pada tatanan gerak lawannya, ia tidak
lagi banyak menghamburkan tenaganya dengan loncatan-loncatan dan langkah-langkah
panjang yang tidak banyak berarti. Tetapi geraknya menjadi telah lamban, namun lebih
mantap. Seakan-akan kekuatan tenaga cadangannya semakin bertambah-tambah lagi.
Namun Sabungsari tidak segera merasa terdesak. Ia masih mampu mengimbanginya.
Sabungsari masih dapat meningkatkan tenaga cadangan didalam dirinya, sehingga
kekuatan yang dibangunkannya masih mampu mengimbangi kekuatan lawannya.
Demikian pula lawan Glagah Putih. Semakin lama terasa bahwa Glagah Putih semakin
menguasai arena pertempuran. Meskipun lawannya mampu bergerak dengan kecepatan
yang tinggi, tetapi Glagah Putih rasa-rasanya masih mampu mengatasinya. Demikian pula
ketika lawannya itu mengerahkan semua kekuatannya. Seperti lawan Sabungsari, maka
lawan Glagah Putihpun menjadi semakin mengurangi tatanan geraknya. Nampaknya
memang menjadi lebih lamban. Tetapi menjadi lebih mantap dan berat.
Namun hal itu sama sekali tidak mampu mengatasi kemampuan Glagah Putih. Dengan
meyakinkan. Glagah Putih perlahan-lahan mampu mengatasi lawannya. Mendesaknya dan
kadang-kadang membuat lawannya kehilangan arah.
Tetapi lawannya tidak segera dapat ditundukkan. Kadang-kadang sesuatu yang
mengejutkan telah terjadi.
Ketika keringat mereka yang bertempur itu telah membasahi seluruh tubuh, maka
pertempuran itu menjadi semakin rumit. Tidak lagi banyak tatanan gerak yang
menghentak-hentak. Tetapi setiap gerak rasa-rasanya mempunyai arti yang menentukan
akhir dari pertempuran itu.
Ternyata lawan Glagah Putih itu seorang yang sangat liat. Glagah Putih yang berhasil
mendesaknya, tidak segera mampu menundukkannya. Beberapa kali Glagah Putih berhasil
mengenai tubuhnya, sehingga orang itu tergetar dan bahkan terlempar jatuh. Namun
iapun segera bangkit kembali dan pertempuranpun berkelanjutan terus.
Demikian pula lawan Sabungsari. Beberapa kali lawan Sabungsari harus berloncatan
surut mengambil jarak. Namun rasa-rasanya tenaganya masih tetap utuh seperti saat
mereka bertempur. Karena itulah, maka baik Sabungsari maupun Glagah Putih telah mengerahkan
kemampuan mereka. Dengan demikian, maka keduanya semakin mendesak lawannya
dengan serangan-serangan mereka yang mampu menembus dan menggetarkan
pertahanan kedua orang lawan mereka yang menantang berkelahi tanpa sebab itu.
Ketika kemampuan Sabungsari dan Glagah Putih sampai ke-tataran tertinggi,
sebenarnya bahwa mereka justru menguasai medan. Serangan keduanya berkali-kali
mengenai lawan-lawan mereka yang menyeringai menahan sakit. Sehingga dengan
demikian Sabungsari dan Glagah Putihpun mengetahui dengan pasti lawan keduanya tidak
memiliki ilmu kebal. Meskipun demikian, daya tahan tubuh kedua orang itu benar-benar diluar perhitungan.
Perasaan sakit disetiap benturan itu seakan-akan dalam waktu singkat telah tidak terasa
lagi. Tetapi justru karena itu, maka Sabungsari dan Glagah Putih telah mengerahkan
kekuatan dan kemampuan mereka sehingga keduanya menjadi semakin mendesak
lawannya. Serangan-serangan mereka semakin mengarah ke tempat-tempat yang paling
berbahaya pada tubuh lawannya.
Namun bukan berarti bahwa lawan-lawan mereka tidak mampu mengenai Sabungsari
dan Glagah Putih. Beberapa kali serangan lawan merekapun telah mampu mengenai
keduanya. Tetapi serangan-serangan itu tidak berhasil membendung arus serangan
Sabungsari dan Glagah Putih. Sehingga akhirnya, kedua orang lawan Sabungsari dan
Glagah Putih itu benar-benar telah terdesak dan kehilangan setiap kesempatan. Seranganserangan
mereka tidak lagi mengarah. Sementara Sabungsari dan Glagah Putih menekan
semakin berat. Sabungsari dan Glagah Putih sempat berpikir untuk mempergunakan ilmu pamungkas
mereka jika kedua orang tidak segera dapat mereka tundukkan.
Namun keduanya ternyata tidak perlu mempergunakannya. Glagah Putih yang tangkas
itu berhasil mendesak lawannya dengan serangan-serangan beruntun, sehingga akhirnya
lawannya itu tidak mampu menghindarinya lagi.
Pada saat yang demikian, Glagah Putih melihat lawannya berdiri tegak dangan kedua
kakinya yang sedikit merendah pada lututnya. Sementara itu satu kakinya telah ditariknya
setengah langkah kebelakang. Sedangkan kedua tangannya bersilang didadanya.
Glagah putih yang memburunya telah menghentikan langkahnya. Ia mengira bahwa
lawannya itu telah bersiap-siap melontarkan ilmunya yang paling dahsyat, sehingga
Glagah Putihpun merasa perlu untuk melakukannya.
Tetapi ternyata orang itu melakukannya. Bahkan kemudian ia telah menarik kakinya
dan berdiri tegak menghadap kearah Glagah Putih.Kedua tangannya yang bersilangpun
telah diangkatnya perlahan-lahan, kemudian kedua telapak tangannya berputar
menghadap kedepan ketika kedua tangannya tepat berada disisi tubuhnya. Namun kedua
telapak tangan itupun kemudian telah dite-lakupkannya didepan dadanya dan perlahanlahan
diturunkannya sehingga akhirnya kedua tangan orang itu tergantung disisi
tubuhnya. Glagah Putih mengetahui dengan pasti, bahwa yang dilakukan oleh lawannya itu adalah
isyarat bahwa ia menghentikan pertempuran.
Sementara itu, ternyata lawan Sabungsaripun telah melakukan hal yang sama pula.
Sebelum Glagah Putih yang termangu-mangu itu bertanya, maka lawannyalah yang
telah mendahului berkata " Aku menyerah. Teranyata yang aku dengar tentang Glagah
Putih itu benar. Bukan sekedar ceritera ngaya-wara. Bahkan seorang kawannyapun
memiliki ilmu yang sangat tinggi pula. Kawanku yang berniat sekedar mengikatnya dalam


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkelahian agar tidak mengganggumu, ternyata bahwa kawanku itu tidak mampu
menguasainya. " - Siapakah kalian " - bertanya Glagah Putih - kami tahu bahwa kalian adalah dua orang
saudara seperguruan. Bukan sekedar kawan. Sehingga kalian tentu mempunyai maksud
yang jelas dengan tingkah laku kalian ini. Bahkan mungkin atas nama perguruan kalian. "
Lawan Glagah Putih itu mencoba untuk tersenyum, meskipun ia harus sadar mengatur
pernafasannya yang terengah-engah.
- Bahwa kami mencarimu, bukanlah karena niat kami sendiri - jawab lawan Glagah
Putih itu. - Siapa mengupahmu " - desak Glagah Putih.
Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Merekapun kemudian bergeser dan berdiri
berdekatan, sementara Sabungsari masih berdiri beberapa langkah dari Glagah Putih.
Agaknya Sabungsari masih tetap berhati-hati menghadapi kedua orang yang tidak mereka
kenal. Mungkin yang mereka lakukan itu hanya satu sikap yang berpura-pura, sehingga
pada saat Glagah Putih lengah, mereka akan menyerang tiba-tiba.
Karena itu, Sabungsari tetap mengambil jarak dari Glagah Putih sehingga jika perlu,
maka ia akan dapat membantu anak muda itu.
Namun kedua orang itu agaknya tidak berniat untuk bertempur lagi. Keduanya berdiri
saja ditempatnya. Seorang diantara keduanya kemudian menjawab pertanyaan Glagah
Putih.- Kami memang datang karena kami harus datang menemuimu. Tetapi kami sama
sekali bukan orang upahan. "
- Jadi, apa maksudmu mengikutiku " - bertanya Glagah Putih.
- Kami berdua memang saudara seperguruan. Kami datang atas perintah guru kami. jawab seorang dintara mereka. Agaknya ia adalah yang tertua diantara keduanya.
- Apakah perintah gurumu itu " Membunuh kami berdua atau apa " - bertanya Glagah
Putih. Ia menjadi semakin curiga bahwa keduanya telah mendapat perintah dari gurunya
yang langsung berhubungan dengan Rara Wulan.
Orang itupun kemudian menjawab " Tidak. Perintah guruku sangat sederhana. Kami
berdua diminta untuk memperkenalkan diri. "
" Memperkenalkan diri " Sekedar memperkenalkan diri " Aku tidak mengerti ~ sahut
Glagah Putih. " Ya. Benar-benar memperkenalkan diri. Namaku Lenggana. Adik seperguruanku ini
namanya Paripih. Kami diperintahkan oleh guru kami Ki Ajar Gurawa untuk menemui
seorang anak muda yang bernama Glagah Putih. Kami sekedar ingin memperkenalkan diri
serta jika diperkenankan, membantu usahamu mengatasi gejolak di Mataram dengan
caramu. " jawab orang itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian bertanya " Membantu
aku " Apa yang akan aku lakukan " ~
" Kami sudah banyak mendapat banyak keterangan tentang kelompok Gajah Liwung.
Bukan Gajah Liwung yang timbul kemudian, tetapi Gajah Liwung yang dipimpin oleh orang
muda yang bernama Sabungsari. " jawab orang itu.
" Apakah kau sudah mengenal Sabungsari " - bertanya Glagah Putih.
" Belum. Kami belum mengenalnya. Kami hanya mendapat petunjuk dari guru tentang
anak muda yang bernama Glagah Putih. Ciri-cirinya serta beberapa hal tentang persoalan
yang sedang dihadapinya. " jawab orang itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Sekilas ia memandang Sabungsari. Namun
dengan kedip matanya Glagah Putih dapat mengerti bahwa untuk sementara sebaiknya
Glagah Putih tidak menyebut namanya.
Karena itu, Glagah Putih justru berkata " Aku belum mengenal gurumu. Darimana
gurumu mengetahui tentang aku dan tentang persoalan-persoalan yang sedang aku
hadapi " " ~ Aku tidak tahu. Tetapi guruku minta aku mempergunakan cara ini untuk
memperkenalkan diri kepadamu. Cara yang barangkali lebih sesuai bagimu daripada aku
datang sambil membungkuk hormat serta menyampaikan salam guruku dengan cara yang
sudah banyak dilakukan orang lain. " jawab Lenggana.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Gurunya tentu termasuk orang aneh juga,
sehingga ia memilih satu cara yang khusus untuk memperkenalkan diri.
Namun sebelum pembicaraan mereka selesai, terdengar suara orang tertawa pendek
tertahan-tahan. Dengan serta merta Glagah Putih dan Sabungsari segera bersiap. Tentu
orang yang berilmu tinggi yang mampu mendekat tanpa diketahui oleh mereka.
Yang muncul dari balik rimbunnya dedaunan adalah seorang yang bertubuh tinggi
tegap dan berdada bidang. Tubuhnya nampak kuat seakan-akan terbuat dari baja. Otototot
yang menghiasi wajah kulitnya, membuat menjadi semakin nampak perkasa.
Meskipun rambutnya yang mencuat dari bawah ikat kepalanya sudah nampak memutih,
namun orang itu masih menunjukkan sikap seorang laki-laki pilihan. Matanya yang
memancarkan keyakinan diri menunjukkan betapa orang itu percaya akan dirinya sendiri.
Tetapi keseluruhan wajahnya memberikan kesan yang lembut dan bersahabat.
" Maaf anak-anak muda " berkata orang itu. Suaranya lunak dan diantar oleh senyum
dibibirnya " kami telah dengan sengaja mengganggu anak muda. Terutama angger
Glagah Putih. " " Apa maksud Ki sanak dengan segala permainan ini " " bertanya Glagah Putih.
" Akulah yang disebut Ajar Gurawa. " berkata orang itu " aku sama sekali tidak
bermaksud buruk. Bahwa aku berani melakukan permainan itu, benar-benar terdorong
oleh satu keinginan untuk menyerahkan kedua muridku itu agar mereka dapat membantu
angger. Bukankah dengan cara itu angger sekaligus dapat menilai, apakah keduanya
pantas menjadi anggauta kelompok Gajah Liwung atau tidak " "
Glagah Putih justru termangu-mangu sejenak. Sementara orang itu melangkah semakin
dekat. Namun bagaimanapun juga Glagah Putih dan Sabungsari masih tetap berhati-hati
menghadapi orang-orang yam-sebelumnya belum dikenalnya itu.
Dalam pada itu, maka Ki Ajar Gurawa itupun bertanya
" Nah, bagaimana menurut pendapatmu" Apakah kedua orang muridku itu pantas
untuk membantumu" Menurut penilaianku, meskipun keduanya masih belum dapat
disejajarkan dengan kemampuanmu serta kawanmu itu, namun kedua orang muridku
serba sedikit memiliki kekuatan, kemampuan dan ketrampilan. Memang keduanya belum
merambah terlalu dalam pada ilmu yang memiliki kedalaman seperti ilmumu yang mampu
kau lontarkan dari jarak tertentu, namun untuk menghadapi anak-anak nakal aku kira
bekalnya sudah cukup. "
Glagah Putih memang menjadi bimbang. Namun ia tidak mau menyebut Sabungsari
sebagai pimpinan kelompok itu ada pula disitu. Namun dengan nada dalam ia berkata "
Ki Ajar. Kami tentu akan sangat mengucapkan terima kasih atas kesediaan kedua orang
murid Ki Ajar. Tetapi kami sama sekali bukan apa-apa. Kami tidak memiliki kelompok
apapun apalagi yang Ki Ajar sebut kelompok Gajah Liwung. "
Ki Ajar Gorawa tersenyum. Katanya " Aku sudah mengira. Tidak terlalu mudah untuk
memasuki kelompok Gajah Liwung. Meskipun kedua orang muridku sudah
memperkenalkan dirinya dengan cara yang khusus, namun kau tentu masih juga
membuat banyak pertimbangan untuk menerimanya. Juga karena kerahasiaan kelompok
itu sendiri. " " Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Ki Ajar
" berkata Glagah Putih.
" Baiklah. Marilah kita melanjutkan perjalanan. Kita akan menemui seseorang yang
mungkin akan dapat meyakinkanmu, bahwa kami berdua akan dapat kau terima menjadi
anggota kelompokmu. " berkata orang itu.
" Di Mataram kita akan menemui siapa" " bertanya Glagah Putih " aku tidak akan
mau menemui orang-orang yang tidak aku kenal dengan baik. Sudah lebih dari sepuluh
kali aku dijebak orang. Karena itu, aku harus menjadi semakin berhati-hati. "
Orang itu tertawa. Katanya " kita akan menghadapi seseorang yang tentu sudah kau
kenal dengan baik. "
" Siapa" " desak Glagah Putih.
" Ki Patih Mandaraka " jawab orang itu.
Dahi Glagah Putih berkerut karenanya. Sementara orang itu berkata " Aku telah
bertemu dengan Ki Patih Mandaraka, karena kebetulan aku mengenalnya sejak lama.
Ternyata Ki Patih adalah seorang yang baik. Meskipun ia sudah menjabat pangkat
tertinggi di Mataram, namun ia masih tetap mengenaliku dan menerima aku dengan
ramah. Ketika aku bercerita tentang kedua orang muridku yang ingin mendapatkan
pengalaman dalam kehidupan yang serba rumit ini khususnya dalam dunia kanuragan,
maka Ki Patih menganjurkan agar kedua orang muridku, Lenggana dan Paripih
berhubungan dengan Glagah Putih. Lewat Ki Wirayuda kami mendapat banyak keterangan
tentang Glagah Putih dan keadaannya yang terakhir. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Jika keterangan itu diberikan oleh Ki
Wirayuda, maka keterangan tentang dirinya itu tentu lengkap.
Tetapi Glagah Putih masih belum yakin akan kebenaran dari kata-kata orang itu. Ia
juga tidak yakin, bahwa Ki Patih Mandaraka tahu apa yang dilakukannya. Iapun tidak
yakin bahwa orang itu mengenal Ki Wirayuda.
*** JILID 268 NAMUN Ki Ajar Gurawa itu berkata " Untuk menghilangkan keragu-raguanmu, mariah
kita bertemu dengan Ki Patih Mandaraka. Glagah Putih tidak dapat menolak. Ia memang ingin membuktikan apakah orang itu
tidak berbohong. Demikianlah, maka sejenak kemudian, lima orang telah berkuda menuju ke Mataram. Ki
Ajar ternyata juga membawa seekor kuda yang disembunyikannya ditempat yang sepi.
Glagah Putih dan Sabungan membiarkan ketiga orang itu berkuda didepan. Ia benarbenar
ingin membuktikan apakah Ki Ajar Gurawa itu benar-benar mengenal Ki Patih
Mandaraka. Demikian mereka memasuki Kotaraja, maka jantung Glagah Putih dan Sabungsari
menjadi berdebar-debar. Dengan perlahan-lahan Sabungari berkata - Nampaknya kita
benar-benar menuju ke rumah Ki Patih. "
- Ya - desis Glagah Putih - tetapi biarlah kita menghadap Ki Patih Mandaraka. Akupun
ingin tahu, apakah hubungannya antara Ki Patih dan Ki Wirayuda, sehingga orang itu
telah merambat dari Ki Patih ke Ki Wirayuda, sebelum menemui kita. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Dihadapan Ki Patih aku tidak akan dapat
bersembunyi lagi jika benar Ki Patih mengethui apa yang bersama-sama kita lakukan. -Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Kita baru akan tahu nanti. "
Tetapi seperti yang dikatakan oleh Sabungsari, mereka benar-benar menuju ke rumah
Ki Patih Mendaraka. Orang terpenting di Mataram setelah Panembahan Senapati. Bahkan
kedudukannya lebih penting dari para Pangeran, adik dan putera-putera Panembahan
Senapati sendiri. Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian, mereka telah memasuki regol halaman rumah
Ki Patih Mandaraka. Mereka menuntun kuda mereka melintasi halaman, setelah menjawab
beberapa pertanyaan dari seorang prajurit yang bertugas di regol.
" Kami harus menunggu digardu itu " berkata orang yang menyebut dirinya Ki Ajar
Gurawa. Mereka berlimapun kemudian telah pergi ke gardu disebelah gandok kiri. Beberapa
orang prajurit bertugas di gardu itu. Dalam keadaan yang tenang, biasanya tidak nampak
beberapa orang prajurit yang berjaga-jaga di gardu itu. Biasanya hanya dua atau tiga
orang saja. Namun nampaknya Mataram memang belum tenang setelah perang dengan
Madiun berakhir. Sebab keadaan kota Mataram sendiri yang sering diganggu oleh anakanak
nakal dan bahkan kemudian orang-orang yang mengku dari kelompok Gajah Liwung
yang kuat yang sengaja datang dari luar Kotaraja Mataram, maka hubungan Mataram
dengan Pati yang nampaknya telah disaput oleh mendung yang semakin menebal. Sejak
Adipati Pati meninggalkan madiun mendahului pasukan Panembahan Senapati yang masih
akan menuju ke Timur, maka Adipati Pati itu tidak mau lagi datang ke Mataram. Bahkan
Pati mulai menunjukkan sikap bermusuhan dengan Mataram.
Pemimpin prajurit yang bertugas memang mempersilahkan mereka menunggu.
- Ki Patih baru saja datang dari paseban " berkata pemimpin prajurit itu " Kami akan
menyampaikannya kepada Pelayan Dalam. "
Ki Ajar Gurawa bersama kedua muridnya serta Glagah Putih dan Sabungsari kemudian
duduk di gardu itu untuk menunggu, apakah Ki Patih dapat menerima mereka atau tidak.
Ternyata Ki Patih sama sekali tidak berkeberatan. Ketika ia mendengar Ki Ajar Gurawa
ingin menghadap, maka Pelayan Dalam itupun telah diperintahkannya untuk membawa Ki
Ajar Gurawa itu keserambi.
Demikian kelima orang tamu itu menghadap, maka Ki Patih-pun telah menyambut
mereka sambil menyapa " Jadi Ki Ajar telah bertemu dengan Glagah Putih dan
Sabungsari. - - Sabungsari" Pemimpin kelompok Gajah Liwung yang Ki Patih maksudkan" - bertanya
Ki Ajar. - Ya. Apakah Ki Ajar belum mengenal orang itu" " bertanya Ki Patih pula.
Ki Ajar memang termangu-mangu sejenak. Namun panggraitanya yang tajam segera
membuatnya tanggap. Sambil memandang Sabungsari yang duduk disebelah Glagah
Putih, Ki Ajar itu-pun berkata ~ Jadi anakmas inikah yang bernama Sabungsari" - Ya - Ki Patih tertawa ~ nampaknya Sabungsari belum memperkenalkan dirinya. "
Sabungsari tertawa pula tertahan. Katanya sambil mengangguk hormat " Aku memang
belum memperkenalkan diriku Ki Patih. - Nah, sekarang kalian telah mengenal semuanya. Sabungsari dan Glagah Putih,
sementara itu mereka berdua tentu sudah mengenal Ki Ajar Gurawa bersama kedua
muridnya. " berkata Ki Patih.
- Sudah Ki Patih - Sabungsari dan Glagah Putih menjawab hampir bersamaan.
- Aku memang sudah mengira bahwa kalian tentu akan datang pada suatu saat. Aku
yakin bahwa Sabungsari dan Glagah Putih tidak akan percaya begitu saja kepada
Lenggana dan Paripih. Bahkan ternyata juga kepada Ki Ajar Gurawa. Tetapi itu wajar
sekali - berkata Ki Patih Mandaraka.
- Kami berdua sama sekali belum pemah mengenal mereka, Ki Patih. Kami takut kalaukalau
mereka justru menyalahgunakan nama Ki Patih - berkata Sabungsari.
- Ya, ya. Aku mengerti. " jawab Ki Patih. Lalu katanya selanjurnya " Tetapi bukankah
Ki Ajar Gurawa telah menceriterakan niat kedua muridnya untuk bergabung dengan
kalian" - - Ya Ki Patih " jawab Sabungsari.
- Kalian berkeberatan" " bertanya Ki Patih pula.
- Jika hal ini telah diketahui oleh Ki Patih, sudah tentu kami tidak akan berkeberatan "
jawab Sabungsari. Ki Patih tersenyum. Ia sempat bertanya - bagaimana kedua murid Ki Ajar itu dapat
bertemu dengan Glagah Putih" - Ancar-ancar itu ternyata dapat segera kami kenali. Tidak ada seorangpun yang
memiliki kuda setegar kuda Glagah Putih.
Apalagi ketika kami menjumpainya di Tanah Perdikan Menoreh ~ jawab Ki Ajar Gurawa.
Dengan singkat Ki Ajar Gurawa sempat menceriterakan bagaimana caranya kedua
muridnya memperkenalkan diri kepada Glagah Putih dan Sabungsari.
- Satu cara yang bagus. " desis Ki Patih.
Namun Ki ajar itu berkata ~ Meskipun jantungku hampir terlepas ketika Glagah Putih
yang mulai kehilangan kesabaran berdiri tegak dengan tangan mulai terangkat untuk
bersilang didadanya. Untunglah muridku tanggap dan segera menghentikan pertempuran.
Demikian pula adiknya yang bertempur melawan Sabungsari. ~
Ki Patih tertawa. Katanya - Nah, untuk seterusnya terserah kepada Sabungsari dan
Glagah Putih. - Tetapi Sabungsari ternyata telah memberanikan dirinya untuk bertanya - Tetapi
ternyata Ki Patih telah mengetahui kegiatan kami selama ini. Ki Patih Mandaraka tersenyum. Katanya - Bukankah aku mengenal seorang prajurit
sandi yang bernama Ki Wirayuda" "
Sabungsari mengangguk-angguk kecil. Sementara Ki Patih berkata selanjutnya " Aku
memang telah memberikan persetujuan ketika Wirayuda memberitahukan kepadaku
tentang sebuah kelompok yang menamakan diri kelompok Gajah Liwung. Ki Wirayuda
dengan terperinci telah melaporkan tentang tujuan dari kelompok ini serta pendukungpendukungnya.
" Sabungsari masih saja mengangguk-angguk.
- Aku memang bukan seorang yang mempunyai kebebasan mutlak untuk menempuh
segala macam cara menanggapi perkembangan keadaan di Mataram dan lingkungannya.
Namun aku mencoba dengan cara yang tidak sesuai sepenuhnya dengan paugeran untuk
mengatasi gejolak yang terjadi. Aku lebih condong menilai siapakah orang-orang yang
melakukannya daripada cara yang akan dipergunakannya. Dengan menilai siapakah
orangnya, maka sudah termasuk didalamnya cara yang dipakainya, batas-batas tindakan
yang diambil serta usaha untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku didalam
tata kehidupan. Seandainya yang melakukannya orang lain, mungkin aku akan
berkeberatan atau bahkan sangat berkeberatan. Tetapi setelah aku mendengar namanama
Sabungsari, salah seorang perwira yang terpercaya di Jati Anom yang turun
kedalam kelompok ini atas ijin Untara, Glagah Putih yang dilepas oleh Agung Sedayu serta
beberapa orang lain yang dapat dipercaya, maka aku yakin bahwa kelompok ini akan
melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan niatnya sejak semula. Karena itu, ketika terjadi
kematian dalam satu benturan dengan kelompok lain, maka dengan cepat Ki Wirayuda
menghubungi kalian. Namun Ki Wirayuda menilai bahwa korban benturan itu memang
tidak mungkin dihindarkan. Sementara itu, Ki Wirayuda juga sudah melaporkan tentang
peti-peti yang diketemukan oleh kelompok kalian dan sekarang telah tersimpan dengan
baik dalam bangsal perbendaharaan. Jika pada suatu saat diketahui siapa pemiliknya,
maka benda-benda berharga itu dapat dikembalikan. Jika tidak mungkin, maka bendabenda
berharga itu dapat dipergunakan untuk kepentingan orang banyak. " Ki Patih
Mandaraka menjelaskan. Sabungsari mengangguk-angguk semakin dalam. Ternyata apa yang dilakukan oleh
kelompoknya sudah diketahui oleh Ki Patih Mandaraka, meskipun hal itu bukan berarti
bahwa dengan sendirinya Panembahan Senapati juga sudah mengetahui.
Namun dalam pada itu Ki Patih telah berkata selanjurnya menyebut dirinya Gajah


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liwung itu benar-benar satu kelompok yang kuat. "
Dalam pada itu, Ki Ajar Gurawa telah menyela " Apakah menurut Ki Patih Mandaraka,
kelompok yang juga menyebut namanya Gajah Liwung itu ada hubungannya dengan sikap
Pati" " - Agaknya tidak ~ jawab Ki Patih Mandaraka ~ angger Adipati Pati termasuk seorang
laki-laki yang mempunyai harga diri yang tinggi. Aku kira angger Adipati tidak akan
bekerja sama dengan kelompok-kelompok seperti itu. Meskipun dalam perang, banyak
cara yang dapat ditempuh, yang kadang-kadang lepas dari penalaran. - Maksudku, bukan sebagai alat dari Adipati Pati untuk mengganggu Mataram. Tetapi
orang itu telah menangkap kemelut yang terjadi diperbatasan antara Pati dan Mataram,
maka orang-orang itu telah mempergunakan kesempatan untuk memancing ikan saat air
keruh. - berkata Ki Ajar Gurawa.
Tetapi Ki Patih menggeleng sambil menjawab " Aku belum dapat memastikan, apakah
sikap mereka mempunyai hubungan tidak langsung dengan persoalan yang timbul antara
Pati dan Mataram. Tetapi aku yakin, bahwa tidak ada hubungan langsung antara mereka
dengan Pati dalam persoalan ini. "
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " Sayang sekali bahwa Pati tidak dapat
mengendalikan diri sehingga hubungan yang terjalin sejak Ki Gede Pemanahan dan Ki
Penjawi itu harus pecah. Kedua saudara seperguruan itu telah menempuh satu jalur
kehidupan yang panjang dalam derap langkah yang serasi. - Bukankah aku orang ketiga diantara mereka. " sela Ki Patih.
- Ki Patih waktu itu, sebagai Ki Juru Martani, menjadi panutan mereka berdua - jawab
Ki Ajar Gurawa. Ki Patih Mandaraka menarik nafas dalam-dalam. Katanya ~ Ya Ki Ajar tentu tahu benar
akan hal itu. " - Meskipun aku berdiri diluar lingkaran persaudaraan Ki Patih dengan Ki Gede
Pemanahan dan Ki Penjawi, tetapi aku merasa bahwa aku sangat dekat berhubungan
dengan mereka. " berkata Ki Ajar Gurawa.
- Karena itu, aku percaya kepadamu Ki Ajar ~ sahut Ki Patih - sehingga aku setuju
kedua muridmu bergabung dengan kelompok Gajah Liwung untuk mendapatkan
pengalaman yang lebih luas. ~
Ki Ajar Gurawa itupun mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia berdesis - Terima
kasih Ki Patih. Kami, aku dan murid-muridku akan menjunjung tinggi kepercayaan ini. ~
- Serahkan kedua muridmu dengan penuh kepercayaan pula kepada Sabungsari dan
Glagah Putih - berkata Ki Patih Mandaraka.
- Tentu Ki Patih ~ jawab Ki Ajar Gurawa - aku telah mempercayakan kedua muridku
kepada mereka. Apalagi setelah aku melihat, betapa keduanya memiliki ilmu yang sangat
tinggi. - Ki Patih Mandarakapun mengangguk-angguk. Dengan demikian, ia yakin bahwa
kelompok Gajah Liwung akan menjadi semakin kuat.
Namun dalam pada itu Glagah Putihpun berkata " Sebenarnyalah Ki Patih. Gurupun
sekarang berada diantara kami, kelompok Gajah Liwung. "
- Siapa". " bertanya Ki Patih.
" Ki Jayaraga " jawab Glagah Putih.
Ki Patih Mandarakapun mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putih berkata " Guru
mempunyai kepentingan khusus dengan Ki Podang Abang Yang ternyata orang yang
justru melindungi kelompok yang juga mengaku kelompok Gajah Liwung itu. Ada
semacam perhitungan yang akan dibuat oleh Podang Abang ketika mereka bertemu.
Namun perhitungan itu agaknya masih tertunda. Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Katanya " Ada baiknya gurumu berada
didalam lingkungan kelompok itu. Ia akan dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan
bagi kalian jika kalian menghadapi persoalan yang gawat, selain Ki Wirayuda. "
" Jika demikian " tiba-tiba Ki Ajar Gurawa menyambung " aku akan ikut sama sekali
didalam kelompok itu. - Ki Patih tersenyum. Namun katanya " Baiklah. Jika kau memang sudah berniat.
Agaknya baik juga kau ikut mengawasi anak-anak itu. Dengan demikian maka kelompok
ini akan semakin terikat pada suaranya. Gejolak perasaan akan lebih terkendali. ~ Tetapi segala sesuatunya tergantung kepada Sabungsari dan Glagah Putih - berkata
Ki Ajar Gurawa. " Tentu kami akan sangat bergembira menerima Ki Ajar, Ki Jayaraga tidak akan
merasa kesepian. " berkata Sabungsari.
Ternyata bahwa Ki Ajar Gurawa benar-benar menyatakan dirinya untuk menemani Ki
Jayaraga. Dengan demikian, maka Ki Ajar Gurawa telah menyatakan diri untuk ikut
bersama-sama dengan anak-anak muda itu menuju ke Sumpyuh.
" Namun kami berdua masih harus menghadap Ki Wirayuda - berkata Sabungsari.
~ Untuk apa" - bertanya Ki Patih.
" Kami harus melaporkan bahwa ada perubahan dalam susunan anggauta kami. jawab Sabungsari. ~ Ki Wirayuda sudah tahu bahwa dua orang murid Ki Ajar Gurawa akan menjadi
anggauta Gajah Liwung. Tetapi Ki Wirayuda memang belum tahu bahwa Ki Ajar sendiri
akan ikut pula didalamnya. - berkata Ki Patih kemudian.
" Bukan kedua murid Ki Ajar itu Ki Patih " berkata Sabungsari " Jadi siapa" "
bertanya Ki Patih. ~ Rara Wulan, cucu Ki Lurah Branjangan, telah mengundurkan diri dari kelompok Gajah
Liwung"jawab Sabungsari.
" Cucu Ki Lurah Branjangan" " bertanya Ki Patih " kenapa"
- Nampaknya gadis itu telah mendekati satu masa peralihan. Dari seorang gadis
menjadi seorang perempuan yang utuh. - jawab Sabungsari.
Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya " Apaboleh buat. Alasan itu kuat sekali. Namun
lepas dari alasan itu, aku sependapat bahwa didalam kelompok ini tidak ada seorang
gadis. Tugas-tugas yang berbahaya serta kemungkinan-kemungkinan buruk akan dapat
terjadi. Mungkin salah seorang diantara kalian tertangkap. Nah, bayangkan jika yang
tertangkap itu seorang gadis. ~
Bulu tengkuk Sabungsari dan Glagah Putih memang meremang mengingat bahaya yang
pernah mereka hadapi bersama dengan Rara Wulan. Seperti yang dikatakan oleh Ki Patih,
apa jadinya jika Rara Wulan tertangkap. Sementara itu ada diantara orang-orang dari
kelompok yang juga mengaku bernama Gajah Liwung yang dengan sengaja telah
menculik gadis-gadis sebagaimana pernah dibebaskan oleh kelompok Gajah Liwung yang
dipimpin oleh Sabungsari itu.
Namun kini Rara Wulan tidak lagi ikut dalam kegiatan yang berbahaya itu. Ia sudah
aman berada di Tanah Perdikan, meskipun mungkin ada juga orang yang mengetahuinya.
Yang menjadi persoalan bagi Rara Wulan kemudian bukan lagi kelompok-kelompok lain
yang mungkin menangkapnya, tetapi anak-anak muda yang pernah tertarik kepadanya.
Bahkan pernah melamarnya kepada orang tuanya.
Tetapi serba sedikit Rara Wulan mempunyai bekal untuk melindungi dirinya sendiri.
Karena itu, maka bersama-sama dengan Sekar Mirah, agaknya tidak ada yang dapat
mengganggunya lagi. Meskipun sebenarnya masih juga ada dua atau tiga orang anak muda yang
mendendam kepada Rara Wulan. Sikap Rara Wulan yang ramah telah menimbulkan salah
paham sehingga ada di antara anak-anak muda yang kemudian merasa dipermainkan oleh
Rara Wulan. Tetapi pada umumnya mereka tidak tahu, kemana Rara Wulan bersembunyi.
Demikianlah, maka Ki Patih Mandaraka menyatakan bahwa mereka tidak perlu melapor
khusus kepada Ki Wirayuda.
- Aku akan mengatakannya " berkata Ki Patih itu kemudian.
- Terima kasih Ki Patih " Sabungsari membungkuk hormat.
Dengan demikian, maka beberapa orang yang menghadap Ki Patih itupun segera
mohon diri untuk pergi ke Sumpyuh, sarang kelompok Gajah Liwung yang untuk
sementara menanggalkan namanya lebih dahulu.
Ki Patih Mandarakapun telah melepas mereka sampai ke tangga serambi. Kemudian,
kelima orang itupun langsung menuju ke halaman.
Beberapa saat kemudian, kelima orang itu telah meninggalkan halaman Kepatihan.
Kuda-kuda itupun telah berderap diatas jalan-jalan dikota Mataram.
Namun dalam pada itu, Glagah Putih telah melihat seseorang mengawasinya dengan
tatapan mata yang tidak berkedip. Seorang yang telah dikenalnya sebelumnya.
" Untunglah orang itu tidak melihat kita keluar dari regol Kepatihan - desis Glagah
Putih. Sabungsari mengangguk kecil. Namun Sabungsari justru menarik kekang kudanya,
sehingga kudanyapun menepi mendekap orang itu yang termangu-mangu.
" Apakah ada yang kau tunggu Ki Podang Abang" " bertanya Sabungsari.
Orang itu mencoba tersenyum. Katanya " Tidak. Aku hanya sekedar berjalan-jalan
saja. Tiba-tiba saja aku melihat kalian. Nampaknya kalian mempunyai satu keperluan di
kota ini. " " Aku memang tinggal di kota ini " jawab Sabungsari.
Podang Abang tersenyum. Katanya " Aku memang belum menemukan sarangmu.
Tetapi barangkali aku dapat titip pesan, sampaikan kepada Ki Jayaraga. Aku
menunggunya. " " Ki Jayaraga tahu benar kalau Ki Podang Abang menunggunya - jawab Sabungsari "
mungkin Ki Podang Abang dan Ki Jayaraga selalu berselisih jalan. Nah, apakah Ki Podang
Abang berpesan saja kepadaku, kapan dan dimana Ki Podang Abang ingin bertemu
dengan Ki Jayaraga" "
" Aku tidak dapat menentukan " jawab Ki Podang Abang -jika demikian maka kalian
akan dapat berbuat curang. Kalian akan datang dengan seluruh pengikut kalian. Sabungsari tertawa. Katanya " Bukankah kita pernah menimbang kemampuan" "
Ki Podang Abang justru tertawa. Katanya - Nah. Salamku buat Ki Jayaraga. " Aku akan menyampaikannya " jawab Sabungsari.
Namun tiba-tiba saja Podang Abang itu bertanya - Sekarang kalian akan pergi kemana"
" Hampir saja Sabungsari menjawab, bahwa mereka akan pergi ke Sumpyuh. Untunglah
bahwa ia segera menyadarinya. Karena itu, maka jawabnya " Aku akan melihat-lihat
suasana. Meskipun aku tinggal dikota ini, tetapi aku jarang mendapat kesempatan untuk
melihat-lihat karena kesibukannku. - Kesibukan" Apa kerjamu selanjutnya" " bertanya Podang Abang.
~ Bukankah aku seorang pande besi" Aku membuka pande besi di pinggir pasar.
Disana ada lima pande besi berjajar masing-masing dalam gubugnya. Aku yang ditengahtengah.
Tetapi kau tentu tidak akan menemukan aku disana hari itu, karena aku ada
disini. " jawab Sabungsari.
Ki Podang Abang mengerutkan keningnya. Namun ketika Sabungsari tertawa, Ki
Podang Abangpun tertawa pula. Katanya " Sebut saja pekerjaan yang jarang dilakukan
orang. " Sabungsari masih tertawa. Namun kemudian iapun berkata " Baiklah. Aku akan
meneruskan perjalanan. "
- Silahkan. Pada suatu saat, aku akan membuat penyelesaian dengan Ki Jayaraga itu. ~
berkata Podang Abang. - Pada suatu saat ~ Sabungsari mengulang.
Ki Podang Abang mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak berbicara apapun lagi.
Sementara itu, Sabungsaripun telah meneruskan perjalanannya. Yang lain berhenti
beberapa langkah daripadanya. Demikian Sabungsari mulai bergerak, yang lainpun telah
bergerak pula. Demikian mereka mulai meninggalkan tempat itu, Podang Abangpun telah pergi pula
kearah yang berlawanan. " Itulah Podang Abang " berkata Glagah Putih kepada Ki Ajar Gurawa.
" Jadi orang itukah yang mempunyai persoalan dengan Ki Jayaraga" " bertanya Ki
Ajar Gurawa. - Ya. Ia seorang yang berilmu sangat tinggi. Kehadirannya di Mataram tidak begitu
dimengerti. Apakah maksudnya yang sebenarnya. Apakah sekedar ingin merampok dan
menyamun sebagaimana dilakukannya sekarang, atau ada maksud yang lain. Misalnya
dalam hubungannya dengan Pati. " sahut Sabungsari - meskipun menurut penilaian Ki
Patih, bahwa Adipati Pati tidak akan melakukan cara yang licik, namun segala sesuatunya
akan dapat terjadi. Mungkin hubungan tak langsung atau untuk kepentingan yang lain.
Yang lain mengangguk-angguk. Pendapat Sabungsari memang masuk akal. Agaknya Ki
Patih Mandaraka masih saja dibayangi oleh sikap dan persahabatannya dengan ayah
Adipati Pati. Sementara itu Ki Ajar Gurawa berkata " Pendapat Ki Patih dapat dimengerti. Apalagi
mereka yang telah mengenal Ki Penjawi, saudara seperguruan Ki Gede Pemanahan,
ayahanda Panembahan Senapati, serta saudara seperguruan pula dengan Ki Patih
Mandaraka yang waktu itu bernama Ki Juru Martani seperti yang telah aku katakan. Tetapi
kita juga melihat kemungkinan seseorang itu berubah sikap. Karena sesuatu hal yang
sangat berkesan didalam hatinya, maka kemungkinan itu dapat terjadi. "
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Merekapun sependapat, bahwa
dalam keadaan yang rumit, mungkin saja terjadi perubahan sikap.
Namun mereka tidak berbicara berkepanjangan. Merekapun kemudian telah menuju ke
pintu gerbang kota. Mereka tidak ingin diikuti oleh Podang Abang dengan cara apapun
juga. Karena itu, maka demikian mereka keluar dari Kotaraja, merekapun telah berderap
semakin cepat menuju ke Sumpyuh.
Namun kemudian merekapun yakin, bahwa tidak seorangpun sempat mengikuti
mereka. Bahkan mengawasi dari jarak yang jauh. Apalagi mereka tidak mengambil jalan
yang langsung menuju ke sasaran. Tetapi mereka telah mengambil jalan melingkar,
karena jarak beberapa ratus patok tidak menjadi persoalan bagi kuda-kuda mereka.
Ketika mereka sampai di sarang mereka, maka mereka telah disambut oleh kawankawan
mereka kelompok Gajah Liwung termasuk anggauta yang tertua, Ki Jayaraga.
Yang pertama dilakukan oleh Sabungsari adalah memperkenalkan Ki Ajar Gurawa
bersama kedua muridnya kepada Ki Jayaraga dan para anggauta kelompok itu.
- Anggauta kita akan bertambah dengan dua orang - berkata Sabungsari.
" Tiga orang - sahut Ki Ajar Gurawa ~ aku telah menyatakan diri untuk menjadi
anggauta Gajah Liwung untuk menemani Ki Jayaraga. "
Ki Jayaraga tertawa. Katanya " Tetapi jangan menggeser kedudukanku sebagai
anggauta yang tertua disini. "
" Mudah-mudahan tidak. Mudah-mudahan umurku lebih muda dari Ki Jayaraga. "
jawab Ki Ajar Gurawa. Ketika mereka kemudian berbincang-bincang agak panjang, sekali-sekali diselingi
dengan kelakar yang segar, Sabungsari dan Glagah Putih mulai melihat bahwa Ki ajar
Gurawa termasuk seorang yang gembira. Caranya memperkenalkan murid-muridnya
kepada Glagah Putihpun aneh pula. Agaknya Ki Ajar dapat bergaul dengan baik dan sesuai
dengan Ki Jayaraga dan jika ada Ki Lurah Branjangan.
Dengan demikian, maka kelompok kecil itupun menjadi semakin kuat. Namun
Sabungsaripun kemudian berkata " Kami masih harus mulai lagi dari awal sejak sarang
kami yang pertama dibakar hangus. Karena itu, untuk sementara kita tidak berbuat
sesuatu kecuali menunggu satu perkembangan yang memungkinkan kita bergerak. "
" Kita akan mengamati keadaan lebih dahulu - berkata Ru-meksa.,
Namun dalam pada itu, beberapa orang anggauta yang lain telah menanyakan Rara
Wulan. Apakah ia benar-benar tidak akan hadir lagi diantara anggauta-anggauta kelompok
Gajah Liwung" - " Kedua orang tuanya berkeberatan " Sabungsarilah yang menjawab " jika kelak
bekalnya sudah cukup, maka ia akan turun lagi kedalam kegiatan kita yang berbahaya ini.
~ Tetapi yang lain tertawa sambil berkata " Sebaiknya ditanyakan saja kepada Glagah
Putih. - Wajah Glagah Putih memang menjadi kemerah-merahan. Namun ia hanya tersenyum
saja mendengar kata-kata itu. Bahkan beberapa orang yang lain mulai mengganggunya
pula. Demikianlah, maka sejak saat itu, anggauta kelompok itu menjadi bertambah banyak.
Tetapi rasa-rasanya tanpa Rara Wulan kelompok itu menjadi kering. Seperti sekelompok
anak-.anak yang kehausan ditinggal ibunya pergi untuk waktu yang tidak ditentukan.
Rasa-rasanya tidak ada lagi yang menyediakan minuman bagi mereka. Menyapa dengan
suara lembut meskipun Rara Wulan niga sering marah, serta suara tertawanya yang sejuk.
Tetapi mereka tidak dapat minta agar gadis itu berada kembali diantara mereka.
Dihari-hari berikutnya, maka kelompok itu telah mulai mengadakan pengamatan.
Namun setiap kali mereka harus memperhatikan dua kemungkinan yang dapat terjadi atas
mereka. Mereka di curigai dan ditangkap prajurit atau mereka masuk kedalam perangkap
kelompok yang juga menyebut dirinya dengan nama Gajah Liwung serta Podang Abang.
Sementara itu Ki Jayaraga dengan penuh kewaspadaan telah mempersiapkan dirinya pada
setiap saat menghadapi Podang Abang itu.
Dalam pada itu, kelompok-kelompok yang lain, yang sebelum kehadiran kelompok yang
menamakan dirinya Gajali Liwung termasuk kelompok yang besar, ternyata telah
menghentikan sebagian besar kegiatan mereka. Dari Ki Wirayuda, Rumeksa mendapat
keterangan, bahwa telah terjadi benturan yang pahit antara kelompok yang menamakan
dirinya Sidat Macan. Tiga orang dari kelompok Sidat Macan terbunuh. Nampaknya orangorang
dari kelompok yang menyebut dirinya Gajah Liwung itu jauh lebih kuat dari
lawannya. Disaat kelompok Sidat Macan mencoba muncul di gelanggang, maka peristiwa
yang pahit itu telah terjadi. Meskipun hal itu dirahasiakan oleh kelompoknya namun
prajurit sandi berhasil mencium baunya.
Dengan demikian maka kelompok Macan Putih, kelompok Klabang Ireng dan kelompokkelompok
yang lain lagi, untuk sementara merasa lebih baik mutlak menghentikan
kegiatan mereka. Keterangan itu memang menarik perhatian. Justru karena kelompok-kelompok yang
lain mutlak menghentikan kegiatan mereka, maka kelompok Gajah Liwung merasa
terpanggil untuk turun kegelanggang.
- Tanpa lawan sama sekali, maka kelompok yang juga menyebut namanya kelompok
Gajah Liwung akan menjadi, semakin ganas. " berkata Naratama.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Tetapi para prajurit sandi tidak akan merasa terganggu oleh kehadiran kelompokkelompok
yang lain. sehingga mereka akan lebih mudah untuk bertindak. - desis IVanawa
- Prajurit Pajang akan bertindak sesuai dengan paugeran. Kadang-kadang, dengan
Golok Halilintar 3 Vladd Spaceboy Karya Hilman Hariwijaya Amanat Marga 5

Cari Blog Ini