Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 28

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 28


aku jatuh dari kuda dan lawanku tidak, maka aku dapat dinyatakan kalah. "
" Bukankah ketika kau memasuki lingkaran pertandingan kau sudah mengetahui
peraturan dan ketentuan-ketentuannya"
" bertanya perwira itu.
Anak muda dari kelompok Macan Putih itu termangu-mangu sejenak. Namun seorang
kawannya telah datang mendekatinya sambil berkata - Sudahlah. Bukankah kau akan ikut
pada putaran terakhir jenis panahan dalam rangkaian pertandingan ini.
" Tetapi aku tidak mau begitu saja dianggap kalah dari anak Sidat Macan " geram
anak muda itu. " Disini tidak ada kelompok Macan Putih atau Sidat Macan atau Kelabang Ireng atau
kelompok apapun juga. Karena itu jangan sebut-sebut nama kelompok itu meskipun kami
tahu, kalian tetap memakai ciri-ciri kelompok kelompok itu. ~ jawab perwira itu.
Anak muda itu nampaknya masih akan berbicara lagi. Tetapi kawannya telah
menariknya dan membawanya pergi.
Namun diluar gawar anak muda itu masih berkala ~ Seharusnya kau bantu aku
menjelaskan persoalannya. Tetapi kau justru membawa aku pergi. " Aku tidak mau terjadi pertengkaran. Dua orang kawan kita dan kau sendiri telah
termasuk diantara mereka yang akan ikut dalam putaran terakhir. Jika terjadi persoalan
dan kita, kelompok Macan Putih dianggap gugur, maka kita akan kehilangan harapan
untuk memenangkan satu saja diantara beberapa jenis yang dipertandingkan " jawab
kawannya. " Kenapa kita begitu mudahnya dianggap gugur" -bertanya anak muda yang tidak
mau mengaku kalah itu. " Kita sudah melanggar paugeran " jawab kawannya - kita telah memakai pertanda
kelompok kita. Agaknya hal itu
dimaafkan. Tetapi kita tidak boleh menentang keputusan para pengamat sepanjang
mereka masih tetap berpegang pada paugeran. Ternyata keputusan yang diberikan
kepadamu itupun sesuai dengan paugeran, Dan bukankah kita sudah membaca bersamasama"
" " Aku akan mengatakannya kepada ayah - berkata anak muda yang tidak mau kalah
itu - biar perwira yang memberikan keputusan tidak adil itu dipanggil dan dihukum. - Jangan sekarang. Maksudku, selama pertandingan ini berlangsung. Ayahmu,
meskipun seorang Tumenggung, tetapi tidak berwenang mencampuri tugas para perwira
yang ditunjuk. Bukankah kita tahu bahwa kegiatan ini langsung berada dibawah tanggung
jawab Ki Patih Mandaraka"- - berkata kawannya.
Anak muda yang tidak mengaku kalah itu terdiam. Iapun menyadari bahwa ia tidak
akan dapat berbuat apa-apa. Keputusan para pengamat itu dianggap mutlak.
Dalam pada itu, di alun-alun telah terjadi pertandingan berikutnya. Tidak kalah serunya,
meskipun tidak disertai dengan dendam dan kemarahan.
Sedangkan pertandingan yang ketujuh telah hadir di arena seorang anak muda yang
mengenakan pertanda kelompok Kelabang Ireng. Namun lawannya adalah seorang anak
muda yang mewakili Kademangannya.
Penonton sempat bersorak dan berteriak-teriak. Namun kemudian anak muda yang
mewakili sebuah Kademangan itu, kehilangan keseimbangannya ketika kudanya terkejut.
Tongkat lawannya ternyata lepas dari sasaran dan mengenai lambung kuda, sehingga
kuda itu telah melonjak. Penunggangnyapun ternyata terkejut pula sehingga ia justru
telah terlepar jatuh. Ketika seorang prajurit menolongnya, anak muda itu memang menyeringai menahan
sakit. Namun kemudian ia mampu bangkit berdiri dan berjalan sendiri menepi sambil
menuntun kudanya yang dengan cepat telah dipegangi oleh seorang prajurit.
Beberapa saat kemudian, maka telah turun pula ke arena dua orang anak muda yang
akan terlibat dalam pertandingan diurutan terakhir. Namun keduanya justru tidak terlalu
banyak menunjukkan kelebihan, sehingga sorak dan teriakan para penonton tidak lebih
gemuruh dari pertandingan sebelumnya.
Seorang dari kedua orang anak muda yang bertanding ternyata kurang menguasai
kudanya, sehingga pertandingan itu tidak berjalan terlalu lama.
Ketika seorang diantara kedua orang anak muda itu terjatuh, maka pertandingan di
putaran pertama itu dinyatakan selesai. Para
perwira yang bertugas tidak begitu sulit untuk menyatakan siapakah anak muda yang
akan turun ke pertandingan berikutnya. Mereka tidak perlu menilai sebagaimana hari
sebelumnya. Meskipun demikian, seorang perwira masih juga naik ke-panggung kecil untuk
menyebut nama-nama dari delapan orang yang akan memasuki arena pertandingan di
putaran berikutnya. Sabungsari yang ada diluar arena bersama dengan Glagah Putih itu sempat berdesis "
Dari enambelas orang peserta, yang ikut ke putaran berikutnya adalah dua dari kelompok
Sidat Macan, seorang saja dari Macan Putih dan bahkan dua orang dari Kelabang Ireng.
Tiga orang diantaranya mewakili Kademangan atau dari kelompok yang lain. "
- Kemarin kita tidak menemui seorangpun dari kelompok Kelabang Ireng yang ikut
dalam putaran berikutnya " desis Glagah Putih.
- Ya. Disini justru ada dua - berkata Sabungsari.
Sementara itu, perwira yang berada di atas panggungan kecil itupun telah
memberitahukan putaran terakhir bagi beberapa jenis pertandingan. Panahan, paseran,
ketrampilan berkuda dengan kemampuan membidikkan lembing, serta sodoran. Demikian
pula pertandingan bagi para remaja.
Baru kemudian perwira itu berkata - Setelah semuanya berakhir, akan dilakukan
pertandingan yang sangat khusus. Pertandingan melawan seekor lembu jantan. Ada lima
ekor lembu jantan yang telah disediakan. Diharapkan ada lima orang yang menyatakan
diri untuk ikut serta dalam pertandingan ini. Tetapi sampai pertandingan yang lain sudah
hampir memasuki putaran berikutnya, untuk pertandingan melawan lembu jantan ini
masih belum ada yang menyatakan ikut serta. Karena itu, untuk pertandingan terakhir itu
nanti, masih diberikan kesempatan untuk menyatakan diri sampai sehari sebelum
pertandingan. Jika tidak ada yang ikut serta, maka pertandingan itu akan dibatalkan. Hari
yang sudah ditentukan itu akan dipergunakan oleh beberapa orang prajurit untuk
mempertunjukkan ketrampilan dan kemampuan mereka. Para penonton memang merasa kecewa, bahwa acara pertandingan yang terakhir
masih belum terisi. Nampaknya masih belum
ada seorang pun diantara anak-anak muda yang merasa mampu untuk menandingi
seekor lembu jantan yang liar. Apalagi setelah mereka melihat lima ekor lembu jantan
yang sejak beberapa hari telah berada disudut alun-alun itu. Lembu-lembu itu bukan saja
dimasukkan kedalam pagar yang sangat kuat, namun setiap lembu telah diikat dengan
dua buah tali yang besar yang dianyam dari serabut kelapa, pada patok-patok yang kuat
pula. Anak-anak muda yang melihat kelima ekor lembu jantan yang liar itu memang menjadi
berdebar-debar. Mereka memang sudah menduga bahwa tidak akan ada yang berani
melawan lima ekor lembu jantan itu.
Demikianlah, ketika dihari berikutnya terjadi pertandingan putaran kedua untuk
panahan dan paseran yang dapat dilakukan bersama-sama serta pertandingan untuk
anak-anak remaja, maka alun-alun tidak dibanjiri oleh penonton sehingga hampir padat.
Hanya beberapa orang yang bersungguh-sungguh serta benar-benar berniat pada
panahan sajalah yang banyak berada di alun-alun.
Meskipun demikian sekali-sekali juga terdengar para penonton itu bersorak, jika ada
anak panah yang mengenai kepala dari sasaran sehingga mendapat nilai terbanyak.
Yang justru sangat meriah adalah pertandingan bagi anak-anak remaja. Pertandingan
pada putaran terakhir untuk jenis bergulat diatas jerami telah benar-benar menarik
perhatian. Setiap kali terdengar suara tertawa dan sorak yang meledak jika kedua orang yang
sedang bergulat itu terjatuh, kemudian berguling-guling. Keduanya berusaha untuk
menekan lawannya dengan tangannya, mengunci lawan sehingga tidak mampu bergerak
lagi, sehingga kawannya akan mengembik seperti kambing dibarengi dengan sorak
penonton. Tetapi anak-anak yang keras kepala, meskipun sudah tidak mungkin dapat
melepaskan diri, tidak mau juga mengembik. Jika terjadi demikian maka para prajurit
yang mengamati pertandingan itu dapat menghentikan pertandingan yang menyatakan
pemenangnya. Juga sebaliknya jika seseorang yang ikut dalam pertandingan tidak sempat
mengembik karena tertekan wajahnya pada jerami atau karena hal-hal lain, maka para
prajuritpun harus tanggap dan segera menghentikannya.
Namun pertandingan bagi anak-anak remaja itu ternyata menumbuhkan gairah bagi
anak-anak yang sebaya atau bahkan lebih kecil untuk mencoba melakukannya juga
dibawah pengawasan anak-anak yang lebih besar di padukuhan-padukuhan.
Karena itu maka gema dari pertandingan yang diselenggarakan di alun-alun itu telah
memasuki padukuhan-padukuhan, justru pada anak-anak remaja.
Dengan demikian, maka pada hari pertama pertandingan putaran kedua itu, telah dapat
ditentukan siapakah yang menjadi pemenangnya. Seorang yang dianggap terbaik dalam
jenis panahan adalah seorang anak yang masih sangat muda. Bukan anak muda yang
termasuk dalam kelompok-kelompok yang ada di Mataram. Bukan dari kelompok Macan
Putih, bukan pula dari kelompok Sidat Macan dan bukan pula dari kelompok Kelabang
Ireng dan kelompok-kelompok yang lain. Tetapi anak muda itu adalah anak seorang
Demang yang sangat pendiam. Anak muda yang tidak pernah pergi kemana-mana sampai
batas Kademangannya. Namun sejak kecil ia memiliki kemampuan bidik yang tinggi.
Ketika nama itu dinyatakan oleh seorang perwira yang bertugas mengamati
pertandingan panahan itu, masih pula terdengar sorak yang meledak. Meskipun pada
umumnya, para penonton telah mengetahui siapa yang bakal disebut sebagai pemenang,
namun pengumuman resmi itu telah memberikan kegembiraan kepada Ki Demang dan
keluarganya. Ternyata anaknya yang penurut dan tidak pernah berbuat hal-hal yang dapat
menimbulkan persoalan itu mampu menggapai kemenangan sehingga mendapatkan
kedudukan di tataran tertinggi dalam kemampuan memanah.
Ternyata bukan hanya anak Ki Demang itu saja yang mendapatkan kedudukan di
tataran tertinggi. Pada jenis paseran, adik Ki Demang juga mendapat kedudukan tertinggi.
Tetapi adik Ki Demang ini memiliki kebiasaan dan sifat yang sangat berbeda dengan
kemenakannya. Adik Ki Demang adalah seorang anak muda yang tergabung dalam
kelompok-kelompok anak-anak muda yang sering menimbulkan persoalan bagi orang
banyak. Anak muda itu tergabung dalam kelompok Kelabang Ireng. Anak muda itu memang
memiliki kemampuan melontarkan paser. Bahkan paser-paser kecil yang
ujungnya sangat runcing. Kadang-kadang pada ujungnya dipasang duri kemarung yang
sangat tajam dan panjang. Atau dipasang duri yang diambilnya dari tanaman bebondotan
hutan. - Tetapi kemenangan adiknya itu sama sekali tidak menambah kegembiraan keluarga Ki
Demang yang selalu dibuat pening oleh adiknya itu. Tetapi bahwa anaknya juga menang
telah memberikan imbangan pada perasaannya. Apalagi bahwa anaknya sama sekali tidak
tertarik untuk berbuat seperti pamannya.
Namun dalam pada itu, anak-anak muda yang tergabung dalam kelompok Kelabang
Ircng telah bersorak-sorak kegirangan karena seorang diantara mereka telah
mendapatkan gelar sebagai pemenang utama dalam pertandingan jenis paseran.
Tetapi anak-anak muda yang ternyata dari kelompok-kelompok yang lain telah berteriak
pula " Permainan yang hanya pantas bagi perempuan. Kami, laki-laki tidak pantas untuk
bermain paser-paseran seperti itu. "
Suasana memang menjadi sedikit hangat. Namun para prajurit yang sudah
memperhitungkan hal seperti itu, dengan cepat menguasai keadaan, sehingga tidak
terjadi hal-hal yang dapat membakar suasana.
Para pemenang remajapun telah diumumkan pula. Sambutan para penonton justru
lebih meriah meskipun anak-anak muda dari kelompok-kelompok tertentu tidak
menghiraukannya lagi. Tetapi orang-orang tua yang anaknya terlibat telah menunggui
anak-anaknya sampai selesai. Ternyata meskipun bukan anak-anak mereka sendiri yang
menjadi pemenangnya, namun dengan ikhlas mereka menyatakan kegembiraannya.
Dalam pada itu, ketika kemudian sampai pada giliran putaran kedua pertandingan
melontarkan lembing sambil berkuda dihari berikutnya, maka alun-alun itupun menjadi
penuh kembali. Lima orang akan turun ke medan. Kemudian, beberapa orang prajurit
akan memamerkan kepandaian mereka naik kuda sambil mempermainkan senjata untuk
memberikan kemungkinan pada pertandingan ditahun yang akan datang.
Pertandingan putaran kedua itu dimulai ketika matahari mulai memanjat langit. Seperti
biasanya, maka terdengar bunyi bende untuk pertama, kedua dan ketiga kalinya.
Kemudian seorang perwira memberikan aba-aba kepada peserta pada giliran pertama.
Demikianlah, anak-anak muda yang ikut dalam putaran terakhir adalah anak-anak
muda yang terpilih. Karena itu, maka pertandingan di putaran kedua itupun telah sedikit
dikembangkan. Setiap anak muda tidak hanya melontarkan sebuah lembing. Tetapi tiga
buah dari arah yang berbeda. Dari satu arah mereka melemparkan sebuah lembing.
Kemudian memungut lembing kedua diujung arena yang panjang itu. Sambil berpacu
kearah yang berlawanan, maka ia akan melontarkan lembing itu. Dan lembing yang ketiga
harus diambilnya ditempat mereka mulai. Arah kudanyapun sama seperti arah yang
pertama ditempuh. Karena itu, sejak anak muda yang mendapat giliran pertama menghentakkan kendali
kudanya dan berpacu pada arah pertama, sorakpun telah mengguruh. Tepuk tangan dan
teriakan-teriakan keras mengikuti jalannya pertandingan. Lembing pertama yang
dilontarkan oleh anak muda digiliran pertama itu telah tepat mengenai sasarannya dan
hinggap pula dengan mantap. Kemudian kuda itu berlari terus sampai keujung arena yang
panjang itu. Dengan tangkasnya kudanya berputar sementara tangan penunggangnya
telah menggapai lembing yang memang sudah disediakan tertancap di tanah.
Sekejap kemudian kuda itu telah berlari lagi kearah yang berlawanan. Lembing kedua
itu harus dilontarkan pula kesasaran. Namun sasaran itu pada lontaran lembing kedua
berada di sisi kiri dari arah kudanya, sehingga menjadi agak sulit. Namun peserta pada
giliran pertama itu ternyata benar-benar mempunyai kemampuan bidik yang tinggi.
Lembing kedua itupun tepat mengenai bagian kepala meskipun sasarannya berbeda.
Orang-orangan yang dike-nainya dengan lembing kedua bukan orang-orangan yang
dikatainya dengan lembing pertama.
Sorakpun mengguruh, sementara kuda itu masih tetap berpacu untuk menggapai
lembing ketiga. Namun ketika lembing
ketiga itu dilontarkan dari arah sebagaimana arah lari kudanya saat melemparkan
lembingnya yang pertama, yang seharusnya tidak sesulit lembing kedua, ternyata lembing
itu tidak tepat mengenai bagian kepala dari orang-orangan itu. Tetapi lembing itu agak
lebih rendah sehingga hanya mengenai bagian badannya saja.
Tetapi anak muda yang mendapat giliran pertama ini telah menanam harapan jika saja
peserta berikutnya tidak dapat melampauinya.
Dengan cara yang telah dikembangkan itu, maka beberapa orang perwira telah
memberikan nilai bukan saja sasaran yang dikenai oleh ketiga batang lembing. Tetapi juga
ketangkasan dan kemampuannya berkuda.
Namun dengan demikian, waktunyapun menjadi lebih lama dari cara sebelum
dikembangkan dengan tiga batang lembing.
Demikianlah, maka orang yang keduapun telah bersiap-siap. Setelah isyarat bende
ketiga berbunyi, maka peserta digiliran kedua itupun telah bersiap sepenuhnya. Karena
itu, maka ketika aba-aba diberikan, kuda itupun segera meluncur seperti anak panah.
Penonton benar-benar menjadi gembira melihat pertandingan itu. Mereka bersoraksorak
dengan kerasnya. Bahkan anak-anak muda yang mengenali pesertanya, telah
meneriakkan namanya pula sambil melonjak-lonjak dan melambai-lambaikan tangannya.
Tetapi peserta pertandingan itu sama sekali tidak sempat memperhatikan mereka. Jika
pemusatan pikirannya terganggu, maka lembingpun tidak akan dapat mengenai sasaran.
Ternyata peserta kedua itu juga memiliki ketangkasan yang seimbang dengan peserta
yang pertama, sehingga untuk menentukan siapakah yang lebih baik diperlukan
kecermatan para perwira yang bertugas.
Demikian pula peserta yang ketiga. Bahkan peserta keempat dan kelima. Semuanya
menunjukkan bahwa mereka benar-benar pantas untuk ikut dalam putaran kedua. Bahkan
lebih baik dari yang mereka lakukan diputaran pertama, karena diputaran kedua
pertandingan itu telah dikembangkan.
Ketika peserta kelima telah menyelesaikan pertandingan,
maka seperti yang sudah diumumkan, maka akan dilakukan pameran ketangkasan dari
para prajurit Mataram. Dengan cepat, beberapa orang prajurit yang bertugas telah membersihkan arena dari
beberapa orang-orangan yang dipasang disebelah jalur arena yang panjang. Namun
orang-orangan yang kemudian dipasang adalah batang-batang pisang yang ditanam.
Tidak hanya satu batang, tetapi beberapa potong.
Sementara para perwira bertugas menilai kelima orang yang mengikuti pertandingan
melemparkan lembing sambil berpacu di atas punggung kuda, maka beberapa orang
prajurit telah siap di-punggung kuda mereka dengan pedang telanjang ditangan.
Demikianlah, satu-satu prajurit itu memacu kudanya. Dengan tangkasnya seorang
prajurit telah mengayunkan pedangnya disaat kudanya berlari. Beberapa batang pisang
telah terpotong sekaligus oleh pedang prajurit itu.
Dibelakangnya disusul pula seorang prajurit yang lain. Seperti yang kedua, maka
pedangnya telah memotong batang-batang pisang itu. Namun yang ketiga tidak
melakukan hal yang sama. Tetapi keduanya berputar-putar di sekitar batang pisang itu.
Prajurit yang menunggang kuda itu benar-benar menunjukkan ketangkasan bermain
pedang. Namun pameran ketangkasan itu tidak berlangsung terlalu lama. Para prajurit itu
sekedar memberikan satu kemungkinan untuk melakukan pertandingan lain dikesempatan
mendalang. Dalam pada itu, seorang perwira telah naik kesebuah pang-gungan kecil. Sebelum
menyebutnya, siapakah yang terbaik dari kelima peserta itu, maka perwira itu berkata Kelima peserta dianggap peserta yang terbaik dari seluruh peserta. Mereka dapat merasa
bangga untuk kali ini. Tetapi mereka harus bersiap mempertahankan keperkasaannya di
pertandingan mendatang. Karena itu, dituntut latihan-latihan yang terus-menerus dan
ajeg. "

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang tersenyum adalah Sabungsari dan Glagah Putih. Jika anak-anak muda itu benarbenar
tertarik untuk berlatih, maka maksud dari pertandingan itu tentu akan dapat
dicapai. Anak-anak muda itu akan terikat pada hari-hari latihan. Mereka tidak akan
berkeliaran dijalan-jalan dan berkelahi yang satu dengan yang lain.
- Nampaknya perwira itu telah memberikan arah bagian bagi anak-anak muda dan
remaja sebagaimana dimaksudkan. - berkata Sabungsari.
- Kau akan ikut berlatih, sehingga tahun depan kau akan ikut dalam pertandingan" bertanya Glagah Putih. Sabungsari tertawa. Dengan nada rendah ia menjawab " Aku sudah terlalu tua untuk
ikut serta. Apalagi tahun depan. - Tentu tidak"jawab Glagah Putih"bukankah tidak ada batas umur untuk itu. "
Sabungsari hanya tertawa saja. Apalagi ketika perwira yang ada di panggungan kecil itu
meneruskan kata-katanya " Nah, waktu yang setahun bahkan mungkin kurang, akan
memberikan peluang bagi kalian untuk menjadi orang terbaik dalam pertandingan jenis ini. "
Anak-anak muda sudah menjadi gelisah. Mereka ingin tahu siapakah yang terpilih untuk
menjadi orang terbaik. Pada pertandingan sodoran dihari berikutnya, para penonton akan
sudah mengetahui siapa pemenangnya meskipun belum diumumkan. Tetapi pertandingan
yang baru saja dilakukan, semuanya harus menunggu para petugas menyebutkan.
Karena itu, maka beberapa orang mulai berteriak " Sebut pemenangnya. "
- Sebut pemenangnya " sahut yang lain. Bahkan beberapa orang sekaligus.
Perwira itu tersenyum. Namun kemudian iapun berkata " Baiklah. Dengarkan.
Pemenangnya adalah peserta pada urutan
Perwira itu sengaja berhenti sambil memandang berkeliling. Namun ketika ia melihat
kegelisahan yang semakin memuncak diantara para penonton, iapun kemudian
menyebutkannya. - Pemenangnya adalah peserta pada urutan ke dua berkata perwira itu.
Alun-alun itu rasa-rasanya telah meledak. Sorak yang mengguruh rasa-rasanya akan
meruntuhkan langit. Sabungsari mengangguk-angguk kecil sambil tersenyum. Ia memang sudah mengira bahwa anak-anak muda itulah yang memenangkan pertandingan. Justru anak muda dari kelompok yang banyak dikenalnya. Kelompok Sidat Macan.
Anak-anak muda dari kelompok itu telah berteriak-teriak dengan gembira. Kemenangan
kawannya itu adalah kemenangan mereka. Mereka dapat berbangga bahwa salah seorang
dari mereka memiliki ketrampilan berkuda serta melemparkan lembing dari atas punggung kuda.
Seperti yang sudah dilakukan oleh para prajurit, merekapun dengan cepat berusaha
menguasai keadaan sebelum terjadi sesuatu. Anak-anak dari kelompok Macan Putih
ternyata merasa sakit hati. Namun kenyataan itulah yang mereka hadapi. Jika mereka
tidak mengakuinya, maka mereka akan dianggap melawan keputusan dari beberapa orang
petugas yang dianggap mengetahui dengan baik tugas mereka. Apalagi jika mereka
berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan keributan. Maka mereka akan langsung
berhadapan dengan para prajurit.
Betapapun kecewanya kelompok-kelompok yang lain harus menerima keputusan itu.
Apalagi karena para prajurit sudah berbuat seadil-adilnya. Bahwa anak muda dari
kelompok Sidat Macan itulah yang terbaik.
Anak-anak muda tidak termasuk dalam kelompok-kelompok yang manapun cukup
merasa bangga bahwa mereka telah termasuk dalam sekelompok kecil anak-anak muda
yang ikut pada putaran terakhir.
Yang mereka nanti-nanti kemudian adalah hari berikutnya. Sodoran pada putaran
kedua dan tentu sekaligus pada putaran ketiga. Dalam pertandingan sodoran, mereka
tidak perlu menunggu seorang perwira mengumumkan siapakah pemenangnya. Mereka
akan dapat langsung melihat, siapakah yang terakhir masih tetap berada dipunggung kuda.
Sebenarnyalah dihari berikutnya alun-alunpun menjadi semakin penuh. Lingkaran
arenapun menjadi semakin luas.
Ada delapan orang yang ikut pada pertandingan diputaran kedua. Mereka akan menjadi
ampat pasang dalam pertandingan sodoran. Untuk menentukan lawan masing-masing
maka telah dilakukan undian bagi mereka.
Para perwira yang mengawasi pertandingan itu telah memerintahkan bahwa peraturan
harus dipatuhi. Sebelumnya para perwira tidak begitu keras terhadap mereka yang
mempergunakan tanda-tanda atau ciri-ciri kelompok mereka masing-masing. Tetapi pada
pertandingan sodoran itu, semua tanda dan ciri-ciri itu harus dilepas.
" Siapa yang berkeberatan untuk melepaskan tanda dan ciri kelompok masing-masing,
dinyatakan gugur. " berkata perwira yang memimpin pertandingan itu.
Anak-anak muda ini terpaksa melepas tanda-tanda dan ciri-ciri yang sebenarnya
menjadi kebanggaan mereka. Namun mereka memang tidak dapat berbuat lain karena
para prajurit nampaknya bersungguh-sungguh.
Sebenarnyalah para prajurit berusaha untuk mengurangi suasana yang dapat menjadi
panas jika dua orang anak muda dari kelompok yang berbeda akan bertanding.
Ketika saatnya mulai, maka bendepun telah berbunyi untuk yang pertama kali, kedua
dan ketiga. Dua orang peserta yang mendapat undian digiliran pertama akan memasuki
arena. Mereka sudah tidak lagi mengenakan tanda-tanda atau ciri kelompok mereka.
Namun kedua orang anak muda itu ternyata sudah saling mengetahui, bahwa seorang
dari kelompok Sidat Macan, sedangkan yang seorang lagi dari kelompok Kelabang Ireng.
Ketika seorang perwira memberikan aba-aba, maka kedua orang anak muda itu dengan
segera menggerakkan kendali kudanya. Keduanya langsung saling menyerang.
Yang membekali pertandingan itu bukan saja niat untuk menjadi peserta yang terbaik.
Tetapi bahwa keduanya berasal dari dua kelompok yang berbeda, agaknya ikut membakar
jantung mereka berdua. Dengan demikian, maka sodoran itu menjadi cepat dan bahkan keras.
Beberapa orang petugas khusus telah berada di arena pula. Mereka mengamati
pertandingan itu dengan seksama. Sehingga
dengan demikian, maka kehadiran mereka memang mempengaruhi kedua peserta yang
sedang bertanding itu, bahwa keduanya tidak boleh melanggar paugeran pertandingan.
Namun meskipun demikian, pertandingan itu memang merupakan pertandingan yang
semakin keras. Tetapi justru karena itu, maka pertandingan itu menjadi menarik bagi para penonton.
Mereka berteriak-teriak memacu agar yang bertanding di arena itu menjadi semakin
garang. Ternyata pertandingan antara anak muda dari kelompok Sidat Macan dan kelompok
Kelabang Ireng itu menjadi semakin seru. Beberapa kali keduanya hampir terjatuh dari
kuda mereka. Namun akhirnya, pemenangnya berhasil mendorong lawannya sehingga tidak lagi
mampu bertahan duduk diatas punggung kuda. Anak muda dari kelompok Sidat Macan
itulah yang kemudian justru lebih dahulu tergelincir ketika ujung tongkat lawannya
mampu menyusup pertahanan perisainya dan langsung menekan dadanya. Meskipun anak
muda dari kelompok Sidat Macan itu kemudian sempat memukul tongkat itu dengan
perisainya, namun tidak mampu menyelamatkannya sehingga ia pun benar-benar telah
terjatuh menyentuh tanah.
Sekali lagi terdengar sorak yang gemuruh. Para penonton langsung dapat melihat,
bahwa anak muda dari kelompok Kelabang Ireng itulah yang menang.
Beberapa orang diluar arena berteriak-teriak nyaring " He, ternyata kami bukan
sekedar perempuan yang pantas bekerja dida-pur. Bukan sekedar memenangkan paseran.
Tetapi juga sodoran. Tetapi suara lain menjawab " Kau belum menang. Masih ada dua putaran lagi. "
Namun anak-anak Kelabang Ireng itu menjawab " Kami pasti menang. "
Suara-suara itu terdiam dengan sendirinya ketika kemudian pertandingan kedua mulai.
Disusul yang ketiga dan kemudian yang keempat.
Dari delapan orang yang ikut dalam putaran kedua, telah disisihkan empat orang di
antaranya. Ampat orang yang lain akan ikut dalam pertandingan di putaran berikutnya.
Ternyata dari ampat orang yang terpilih untuk bertanding di putaran berikutnya adalah
anak-anak muda yang ternyata dari kelompok Macan Putih, seorang dari kelompok Sidat
Macan, seorang dari kelompok Kelabang Ireng dan seorang dari sebuah Kade-mangan
Kotaraja. Ampat orang itulah yang akan ikut dalam putaran berikutnya untuk memilih dua orang
terbaik. Dua orang terbaik itu akan bertanding dikeesokan harinya sebagai puncak
pertandingan. Namun sebelum pertandingan putaran berikutnya dilakukan oleh ampat orang yang
akan bertanding dalam dua pasang, para peserta, terutama yang akan bertanding lagi
mendapat kesempatan untuk beristirahat. Mungkin mereka memerlukan perawatan jika
ada diantara mereka yang mengalami kesakitan atau bahkan cidera diputaran
sebelumnya. Namun dalam pada itu, selagi mereka beristirahat, seseorang yang tidak dikenal, yang
masih juga terhitung muda, telah naik dengan serta merta keatas panggungan yang
terbiasa dipergunakan oleh para perwira untuk memberikan pengumuman-pengumuman
atau pemberitahuan bukan saja kepada para peserta, tetapi kepada mereka yang
menonton pertandingan itu.
Dengan lantang orang itu berkata " Prajurit Mataram ternyata telah mengada-ada. Apa
artinya pertandingan-pertandingan ini" Tentu kalian sedang mempersiapkan diri untuk
memanggil anak-anak muda menjadi prajurit yang akan kalian hadapkan untuk melawan
Pati. Cara ini adalah cara yang tidak wajar. Cara yang dilakukan untuk menyembunyikan
niat yang sebenarnya. Apalagi dengan pertandingan melawan seekor sapi jantan. Itu
sama artinya dengan membunuh orang. Aku tahu, pertandingan yang terakhir adalah satu
cara untuk membunuh anak-anak muda dari kelompok-kelompok yang tidak disukai.
Karena itu, pertandingan bertarung dengan lembu jantan adalah tidak masuk akal. "
Namun orang itu tidak sempat berbicara lebih panjang. Dua orang prajurit telah naik
pula kepanggungan dan menarik orang itu untuk turun.
Tetapi adalah diluar dugaan, bahwa tiba-tiba saja beberapa orang telah menyerang
kedua orang prajurit itu, sehingga terjadi keributan. Ternyata pada kesempatan itu,
mereka yang membuat keributan itu telah melarikan diri dan tenggelam kedalam lautan
manusia yang sedang menunggu pertandingan sodoran putaran berikutnya.
Peristiwa itu terjadi begitu tiba-tiba dan cepat, justru pada saat beristirahat. Perhatian
para prajurit terutama tertuju kepada anak-anak muda dari kelompok-kelompok bersaing.
*** JILID 273 DENGAN demikian, maka orang-orang yang tiba-tiba saja membuat kekacauan itu telah
hilang dari penilikan para prajurit yang terkejut.
Bukan saja para prajurit, tetapi orang-orang yang menyaksikan pertandingan itupun
terkejut. Bahkan Sabungsari dan Glagah Putih juga terkejut. Demikian pula Ki Ajar Gurawa
dan anggauta Gajah Liwung yang lain. Mereka tidak sempat melihat kemana orang-orang
itu melarikan dirinya. Yang mereka tahu, orang-orang itu bagaikan titik-titik air yang
terhempas diderasnya ombak lautan. Hilang.
Namun seorang perwira segera naik ke panggung. Dengan lantang ia berkata Jangan menjadi resah dengan satu permainan kasar dari orang-orang tidak dikenal.
Kita akan melanjutkan pertandingan pada putaran berikutnya. Ampat orang akan
bertanding sodoran untuk memperebutkan tempat pada putaran terakhir. Demikianlah, menjelang putaran berikutnya, maka para prajuritpun telah menebar.
Mereka berada diantara para penonton. Bahkan para petugas sandi berkeliaran menyusup
disegala sudut. Selain mereka, para anggauta Gajah Liwungpun telah berjaga-jaga
menghadapi kemungkinan buruk yang dapat terjadi.
Para penonton memang menjadi gelisah. Tetapi ketika mereka melihat prajurit yang
ada diantara mereka, maka mereka menjadi lebih tenang.
Namun dalam pada itu, ketika pertandingan itu diteruskan dan dua pasang peserta
akan tampil di arena, maka para penonton itu sudah agak melupakan orang-orang yang
telah membuat pertandingan itu terganggu.
Ketika kemudian waktu beristirahat sudah dianggap habis, maka telah turun ke arena
peserta pertama dari kedua pasang peserta sodoran itu.
Yang turun ke arena pada giliran pertama itu adalah seorang anak muda dari kelompok
Kelabang Ireng melawan anak muda yang dikirimkan oleh sebuah Kademangan.
Demikian bende ketiga berbunyi, maka perwira yang memimpin pertandingan itupun
telah memberikan aba-aba.
Sejenak kemudian, maka sodoran itupun telah dimulai. Justru karena pesertanya adalah
peserta terakhir, maka sodoran itu telah berlangsung dengan sangat serunya. Ternyata
anak dari Kademangan diluar Kotaraja itu juga memiliki ketrampilan yang tinggi. Anak
muda dari kelompok Kelabang Ireng itu menjadi amat marah. Beberapa kali ia berusaha
untuk mendorong anak muda itu setelah tongkatnya berhasil untuk mendorong anak
muda itu setelah tongkatnya berhasil menyusup pertahanan perisainya. Namun anak
muda dari Kademangan itu sempat pula menyelamatkan diri. Bahkan tongkatnyapun
beberapa kali berhasil menusuk tubuh lawannya, sehingga anak muda dari kelompok
Kelabang Ireng itupun beberapa kali telah terayun hampir kehilangan keseimbangannya.
Namun akhirnya ternyata bahwa yang terbaik diantara merekalah yang menang. Anak
muda dari Kademangan itu tubuhnya memang sangat liat. Betapa ia terdorong oleh
tongkat lawannya, namun ia masih mampu menggeliat dan menyelamatkan diri.
Karena itu, maka mereka telah bermain cukup lama, anak muda dari kelompok
Kelabang Ireng itulah yang justru benar-benar kehilangan keseimbangan, sehingga jatuh
dari punggung kudanya. Namun anak muda itu segera bangkit. Kemarahannya hampir saja tidak terkendali,
sehingga hampir saja ia meloncat kembali ke punggung kudanya.
Tetapi ketika sorak orang-orang yang menyaksikan pertandingan itu menggelegar
menggetarkan udara alun-alun itu, maka ia mulai berpikir. Apalagi ketika tiga orang
prajurit telah berdiri disektamya. Seorang dengan tangkas menangkap kendali kudanya,
seorang membantunya namun lebih banyak menariknya minggir. Sementara yang seorang
lagi mengamati suasana. Anak-anak Kelabang Ireng hampir tidak percaya bahwa kawannya itu dapat dijatuhkan
oleh seorang anak muda yang tidak mengenakan ciri kelompok apapun sejak permulaan.
Namun itu sudah menjadi satu kenyataan, sehingga mereka tidak dapat berbuat sesuatu.
Bagian terakhir dari putaran itu adalah anak muda yang ternyata seorang dari
kelompok Sidat Macan dan seorang lagi dari kelompok Macan Putih. Pertandingan yang
semacam pertandingan ulangan yang terjadi antara kedua kelompok yang memang
sedang bersaing itu. Ketika pertandingan itu dimulai, maka penonton benar-benar telah tenggelam dalam
suasana ketegangan. Keduanya telah mengerahkan segenap kemampuan mereka,
sehingga dengan demikian maka pertandingan itu benar-benar menjadi puncak
pertandingan sodoran. Tetapi akhirnya, pertempuran itupun berakhir pula. Anak muda dari kelompok Sidat
Macan itu telah kehilangan keseimbangan. Ketika ia berusaha mendorong lawannya, maka
lawannya justru dapat mengelak. Bahkan dengan tangkas mengendalikan kudanya
berputar searah dengan lawannya. Dari samping dengan cepatnya anak muda itu
menusukkan tongkatnya mengenai lambung bagian atas.
Maka berakhirlah pertandingan yang sangat seru itu, karena anak muda dari kelompok
Sidat Macan itu telah terdorong jatuh.
Dengan demikian maka telah diumumkan bahwa pertandingan terakhir sodoran akan
dilakukan dua hari kemudian. Yang akan dipertandingkan dihari berikutnya adalah
pertarungan antara lembu-lembu jantan melawan mereka yang telah menyatakan diri
untuk melakukannya, yang ternyata ada lima orang, sebanyak lembu yang disediakan.
Para perwira memang menjadi agak heran ketika pada hari terakhir itu justru ada lima
orang yang menyatakan diri mengikuti pertandingan yang memang berbahaya itu. Justru
setelah seseorang naik dengan tiba-tiba keatas panggungan kecil dan menyatakan bahwa
pertandingan melawan lembu jantan adalah pembunuhan.
- Kita harus berhati-hati - kala seorang perwira kepada para penyelanggara yang lain.
Yang bertanggung jawab alas pertandingan sodoran justru berkata - Semula aku
mengira bahwa pertandingan sodoran dihari terakhir antara anak muda dari Macan Putih
itu akan berhadapan dengan anak muda dari Kelabang Ireng. Namun ternyata tidak. Aku
merasa bahwa tugas kita menjadi agak ringan setelah hari ini, anak-anak muda dari
kelompok Sidat Macan telah habis. Demikian pula dari kelompok Kelabang Ireng dan
kelompok-kelompok yang lain, sehingga tugas kita dihari terakhir menjadi lebih ringan.
Namun tiba-liba telah timbul persoalan baru, justru karena ada lima orang yang tiba-tiba
mcnyatakan diri untuk ikut dalam pertandingan yang berbahaya itu. Namun perwira yang bertanggung jawab dalam pertandingan melawan lembu jantan
itu berkata - Kita akan berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya. Seperti yang kita
rencanakan, bahwa arena akan dilingkari oleh prajurit bersenjata. Kecuali untuk menjaga
agar lembu jantan itu tidak keluar dari arena, juga untuk melindungi mereka yang
bertanding di arena. Lima orang prajurit akan turun ke arena setiap putaran pertandingan.
Jika keadaan gawat, maka para prajurit akan memancing perhatian lembu-lembu jantan
itu. Semua prajurit, baik yang ada di dalam arena, maupun yang melingkari arena adalah
prajurit berperisai disamping bersenjata.
- Kita jadi teringat pada upacara rampogan " berkata seorang perwira yang lain ~
acara itu akan menarik jika diselenggarakan untuk menutup acara ini. - Kita belum siap untuk menyelenggarakannya. Apalagi rampogan memang tidak
termasuk rencana. Dalam satu dua hari ini, kita belum tentu berhasil menangkap seekor
harimau jantan yang garang untuk menyelenggarakan acara rampogan. " jawab yang
lain. Namun ketika mereka kembali berbicara tentang lima orang yang akan mengikuti
pertandingan melawan lima ekor lembu jantan, maka mereka sepakat untuk berbicara
dengan Ki Wirayuda. - Justru saat mereka memberikan pernyataan kesediaan mereka itulah yang
mencurigakan ~ berkata seorang perwira ketika mereka menghadap Ki Wirayuda sambil
melaporkan bahwa seseorang telah mengganggu jalan pertandingan meskipun segera
dapat diatasi. Namun orang itu kemudian hilang diantara para penonton.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Nampaknya persoalan antara kelompok
tidak menimbulan masalah. Meskipun kadang-kadang terasa sedikit banyak, namun
dengan cepat dapat diatasi. Yang kemudian harus mendapat perhatian adalah orang lain
yang justru ingin membuat acara-acara dibagian akhir menjadi berkesan buruk. "
- Jadi bagaimana dengan kelima orang itu" " benanya perwira yang bertanggung


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab pada pertandingan yang berbahaya itu.
- Apakah kalian melihat kemungkinan buruk akan terjadi" ~ bertanya Ki Wirayuda.
- Memang mungkin sekali terjadi. Tetapi kami sudah mempersiapkan kelompokkelompok
prajurit pilihan untuk menguasai keadaan. ~ jawab perwira itu.
" Baiklah. Jika demikian, acara itu dapat dilanjutkan. Tetapi kita semuanya harus
berhati-hali.Kita harus benar-benar bersiap menghadapi segala kemungkinan. - berkata Ki
Wirayuda kemudian. Para perwira itu mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah mereka memang sudah
bersiap. Demikianlah, disisa hari itu, serta di malam harinya, para petugas telah mempersiapkan
segala keperluan pertandingan yang paling berbahaya dihari berikutnya. Lima ekor lembu
jantan masih terikat ditempatnya. Dikeesokan harinya, satu demi satu lembu jantan yang
masih liar itu akan diturunkan kearena.
Namun malam itu Ki Wirayuda telah berbicara dengan anggauta Gajah Liwung
termasuk Ki Ajar Gurawa. Ki Wirayuda ternyata memberikan pesan khusus agar mereka
ikut berhati-hati. - Ada sejumlah petugas sandi yang akan berada diantara penonton. Tetapi kami masih
memerlukan bantuan kalian. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi becok. Tetapi bahwa
tiba-tiba saja di hari terakhir terdapat lima nama yang menyatakan diri untuk bertarung
dengan lembu jantan yang liar itu memang sangat menarik perhatian. - berkala Ki
Wirayuda. Para anggauta Gajah Liwung itu mengangguk-angguk. Sabungsari yang diserahi
tanggung jawab atas kelompok yang menamakan diri Gajah Liwung itu sempat
memberikan beberapa pesan tentang isyarat-isyarat diantara mereka.
" Kehadiran orang-orang yang tidak dikehendaki di alun-alun memang menarik
perhatian. Seseorang yang tiba-tiba muncul di-panggungan serta pernyataan kelima orang
untuk mengikuti pertandingan yang berbahaya itu memang harus mendapat perhatian
yang khusus - berkata Sabungsari kemudian.
-- Karena itu kami, para petugas, minta bantuan kalian. - berkata Ki Wirayuda
kemudian. Anak-anak muda dari kelompok Gajah Liwung serta Ki Ajar Gurawa itupun
mengangguk-angguk. Mereka sadar sepenuhnya, bahwa dengan demikian, Ki Wirayuda
serta para perwira yang bertugas menganggap bahwa persoalannya menjadi sangat
gawat menurut perhitungan mereka.
" Besok aku sendiri juga akan berada di alun-alun " berkata Ki Wirayuda. Lalu
katanya pula - Malam ini aku akan melaporkannya kepada Ki Patih. Mudah-mudahan Ki
Patih masih bersedia menerima kedatanganku. Jika tidak, maka besok pagi-pagi sebelum
pertandingan dimulai aku akan menghadap lagi. Anak-anak muda anggauta Gajah Liwung dan Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk
pula. Dengan nada dalam Sabungsari kemudian berkata " Ki Wirayuda. Sejauh dapat
kami lakukan, maka kami akan melakukannya. - Terima kasih. Tetapi sekali lagi aku pesan, berhali-hatilah. Kita tidak tahu apa yang
akan terjadi. - Sahut Ki Wirayuda.
Sabungsaripun sekali lagi memberikan pesan tentang isyarat diantara mereka agar
mereka dapat saling membantu jika diperlukan. Ia sengaja menyebut isyarat itu agar Ki
Wirayuda juga dapat mengetahuinya.
Demikianlah maka anak-anak muda dari kelompok Gajah Liwung itupun segera minta
diri. Mereka tidak kembali ketempat tinggal mereka karena terlalu jauh. Sebagian dari
mereka akan pergi kerumah Ki Lurah Branjangan. Sebagian akan tetap berada di rumah Ki
Wirayuda sedangkan yang lain akan berada dirumah Ki Ajar Gurawa yang lebih dekat
daripada tempat tinggal mereka.
Pagi-pagi menjelang matahari terbit, Sabungsari, Glagah Putih dan dua orang lainnya
yang bermalam dirumah Ki Lurah Branjangan telah berada di alun-alun. Sejenak kemudian
telah datang pula dua orang yang bermalam dirumah Ki Wirayuda. sementara yang lain
datang lebih siang bersama Ki Ajar Gurawa. Namun mereka masih terhitung datang cukup
pagi. Karena itu mereka mendapat tempat sebagaimana mereka kehendaki. Sabungsari
dan Glagah Putih berada di dekat arena yang memang agak luas. Kemudian Ki Ajar
Gurawa akan melihat-lihat diseputar arena bersama kedua orang muridnya. Sedangkan
dua orang yang lain akan mengawasi lembu-lembu jantan yang terikat dipinggir alun-alun.
Selebihnya akan menjadi penghubung diantara mereka.
Demikianlah, ketika matahari mulai naik, maka terdengar beberapa pengumuman dari
para prajurit yang menyelenggarakan pertandingan di alun-alun itu. Seorang perwira telah
naik ke atas panggungan dan minta agar para pengunjung membantu agar pertandingan
dapat berlangsung dengan baik.
" Lima orang akan memasuki arena pertandingan - berkata perwira itu yang kemudian
menyebut nama kelima orang yang telah menyatakan diri untuk mengikuti pertandingan.
Setiap orang yang namanya disebut segera tampil keatas panggungan kecil itu. Orang
yang dipanggil pertama kali ternyata seorang yang pantas untuk bertarung dengan seekor
lembu jantan yang liar. Namun orang kedua, ketiga dan selanjutnya agaknya meragukan,
apakah mereka benar-benar akan menusuki gelanggang pertarungan dengan seekor
lembu jantan yang nampak masih liar dan garang. Keempat orang itu nampaknya agak
kurang meyakinkan. Baik tubuhnya maupun sikapnya.
Ketika hal itu disebut-sebut oleh Glagah Putih, maka Sabungsaripun menganggukangguk
kecil. Nampaknya kedua anak muda itu berbicara bersungguh-sungguh. Mereka
tidak lagi bergurau sebagaimana kebiasaannya mereka. Ketika Naratama berdiri didekat
mereka, dipinggir arena, Sabungsari berkata - Tolong, awasi dengan ketat orang-orang
yang mendekati lembu-lembu jantan itu selain para petugas. "
Naratama mengangguk kecil. Sementara itu Sabungsari berdesis - Orang yang
mengikuti pertandingan itu agak kurang meyakinkan. "
Sejenak kemudian Naratama telah hilang diantara penonton. Meskipun agak sulit,
namun ia berhasil menyusup mendekat kepinggir alun-alun, tempat lembu jantan itu diikat
dengan kuatnya. Setiap kali pertandingan akan dimulai, maka enam orang prajurit akan membawa
seekor lembu jantan ke arena. Dua utas tali yang kuat disebelah kiri dan kanan masingmasing
akan dipegangi oleh tiga orang. Tali itu akan ditebas hingga putus diarena apabila
lembu itu sudah berhadapan dengan seorang peserta.
Sejenak kemudian, maka perwira yang berada dipanggungan telah mempersilahkan
kelima orang peserta itu turun dan mengisyaratkan bahwa pertandingan akan segera
dimulai. Ketika bende kemudian berbunyi sekali, maka sepasukan prajurit telah mengitari arena
dengan tombak panjang ditangan kanan dan perisai yang kuat ditangan kiri. Mereka
berbaris berjajar rapat mengelilingi arena. Mereka juga harus berusaha menghalau lembu
jantan itu kembali ke tengah-tengah arena. Adapun arena itu sendiri ternyata telah
dibatasi bukan saja dengan gawar lawe, tetapi dengan patok-patok bambu rendah yang
cukup kuat, sehingga lembu-lembu liar itu tidak akan dapat menyerang orang-orang yang
berada diluar arena. Sejenak kemudian, maka bendepun telah berbunyi dua kali. Sekelompok prajurit telah
mengambil seekor lembu jantan yang diikat dengan kuatnya dipinggir alun-alun. Enam
orang prajurit memegangi dua utas tali yang kuat disebelah kiri dan kanan. Kemudian
beberapa orang prajurit yang lain ikut mengawalnya membawa masuk ke arena.
Ketika bende berbunyi tiga kali. maka lembu jantan itu sudah berada diarena. Tetapi
tali-talinya masih tetap dipegang oleh enam orang prajurit.
Namun sudah mulai tampak, bagaimana lembu jantan yang masih liar itu berusaha
membebaskan diri, sehingga enam orang itu harus tetap memeganginya dan menahan
gerak lembu liar itu dengan sekuat tenaga.
Perwira yang memimpin pertandingan itu telah memberikan isyarat kepada peserta
yang mendapat giliran pertama untuk bersiap. Seorang yang bertubuh tinggi tegap dan
tangan serta kakinya nampak kuat seperti kaki lembu jantan itu sendiri.
Sorot matanya yang tajam, seakan-akan bersembunyi dibawah alisnya yang tebal.
Kumisnya melintang dibawali hidungnya yang besar.
Orang itu tiba-tiba saja telah berteriak aku sudah siap. - Para prajurit yang membawa
lembu liar itu masuk ke arena kemudian telah memotong tali yang panjang ini dibarengi
sorak penonton yang gemuruh.
Lembu jantan itupun segera merunduk. Kepalanya menunduk dalam-dalam. Tetapi
sama sekali bukan untuk memberi hormat.
Orang yang telah bersiap untuk bertanding itu tidak mau didahului dan diserang lembu
itu dengan tanduknya. Tetapi tiba-tiba saja ia telah meloncat menggapai kepala lembu itu.
Kedua tangan nya dengan kuatnya telah menangkap kedua tanduk lembu jantan itu dan
berusaha untuk memutarnya.
Tetapi lembu yang besar dan kuat itu meronta. Untuk beberapa saat orang yang
bertubuh tinggi besar dan tegar itu masih berusaha untuk memilin kepala lembu. Namun
tiba-tiba lembu itu berhasil mengibaskan kepalanya, sehingga orang itu telah terlempar
dan jatuh berguling. Beberapa orang prajurit dengan cepat berusaha melindunginya sampai orang itu
bangkit. Beberapa tombak panjang telah diarahkan ke lembu jantan itu sambil berlindung
dibalik perisai yang kuat. Namun orang itu dengan cepat bangkit sambil berteriak -Aku
tidak apa-apa. Biarkan aku menyelesaikannya sendiri.
Ketika para prajurit itu menyibak, maka orang itu berusaha untuk menarik perhatian
lembu jantan itu. Dengan marah lembu jantan itu berlari dengan menundukkan
kepalanya, Tanduknya sudah siap mengoyak tubuh orang yang dianggapnya
mengganggunya itu. Namun ketika lembu jantan itu berlari kencang untuk membentur
dengan kepalanya yang bertanduk kearah lawannya, orang yang bertubuh tinggi kekar itu
meloncat tinggi, sehingga lembu itu berlari dibawahnya tanpa menyentuhnya. Bahkan
lembu jantan itu telah membentur patok-patok bambu yang kuat dan rapat yang
mengelilingi arena. Ketika para prajurit akan menghalau lembu itu ketengah dengan menyentuhnya dengan
ujung tombak panjang, maka orang yang bertempur melawan lembu jantan itu telah lebih
dahulu menarik ekor lembu itu sekuat tangannya.
Lembu itu menjadi semakin marah. Dengan serta merta lembu itu membalikkan
tubuhnya dan langsung menyerang, Tetapi orang itupun bergerak cepat. Dengan
tangkasnya ditangkapnya kepala lembu itu dan berusaha untuk memutarnya.
Sekali lagi lembu itu berusaha mengibaskan orang yang memegangi kepalanya dengan
kuatnya itu. Ternyata bahwa kekuatan lembu jantan itu memang luar biasa sehingga
kelika sekali lagi lembu itu mengibaskan lawannya, maka orang itupun telah terpental
pula. Dengan kerasnya orang itu telah membentur patok-patok bambu diseputar arena
sehingga orang itu menyeringai kesakitan, namun dengan tangkasnya orang itupun
bangkit berdiri tepat pada saat lembu itu menyerangnya.
Sambil menjatuhkan dirinya orang itu berhasil menghindari serangan lembu jantan
yang garang itu. Para prajurit memang menjadi berdebar-debar. Merekapun semakin bersiaga untuk
menjaga, agar orang yang ikut dalam pertandingan itu tidak mengalami cidera yang
parah. Setelah berguling beberapa kali, maka orang itupun telah bangkit berdiri. Namun
temyata punggung orang itu merasa kesakitan.
Seorang perwira dengan cepat bertanya - Apakah pertandingan harus dihentikan" " Tidak - teriak orang itu - aku harus dapat membunuh lembu jantan itu. ~
Dengan demikian maka pertandingan itupun diteruskan sesuai dengan keinginan orang
itu. Namun kemudian ternyata bahwa memang sulit untuk menunjukkan lembu jantan
yang masih sangat liar itu. Usaha orang itu untuk mematahkan leher lembu jantan itu
tidak juga berhasil. Sabungsari dan Glagah Putih memang menjadi tegang. Menundukkan seekor lembu
jantan yang masih liar memang dibutuhkan bukan sekedar kekuatan. Tetapi juga
kemampuan ilmu yang tinggi. Kemampuan menyalurkan kekuatan didalam diri yang
diasah dengan laku yang tekun.
" Apalagi menundukkan Kebo Danu sebagaimana dilakukan Mas Karebet pada waktu
itu - tiba tiba saja Sabungsari berdesis.
Namun dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putih terkejut. Mereka melihat satu
isyarat yang meskipun samar. Orang yang ada di arena itu, telah mengayunkan tangannya
dengan gerakan yang khusus.
Para prajurit yang bertugas tidak begitu menghiraukan gerak tangan peserta itu.
Mereka lebih memperhatikan pertarungan yang semakin sengit dan berbahaya.
Sabungsari dan Glagah Putih juga tidak begini cepat menanggapi isyarat itu seandainya
tidak ada seorang yang dengan cepat meninggalkan tempatnya. Adakah kebetulan bahwa
orang itu berdiri tidak terlalu jauh dari Sabungsari dan Glagah Putih.
" Ada sesuatu yang penting untuk diperhatikan desis Sabungsari.
Glagah Putihpun segera tanggap. Dengan tepat iapun bergeser. Bersama Sabungsari ia
mengikuti orang yang menyusup diantara penonton yang tercengkam oleh pertarungan
didalam arena itu. Namun Sabungsari dan Glagah Putih tidak dapat berjalan secepat orang itu. Para
penonton yang merasa didesak oleh orang itu justru telah mengumpannya. Sementara
Sabungsari dan Glagah Putih akan lewat. Karena itu, maka orang-orang yang berdesakan
itu pada umumnya tidak mau memberikan jalan kepada mereka.
Dengan demikian, maka beberapa saat kemudian, maka Sabungsari dan Glagah Putih
telah kehilangan orang itu. Namun keduanya bergeser terus. Mereka memperhitungkan
sesuatu akan terjadi di sekitar arena itu.
Sejenak kemudian, terdengar orang-orang yang memperhatikan pertarungan diarena
itu bersorak-sorak ketika orang yang bertubuh tinggi kekar itu sekali lagi dapat meraih dan
berpegang pada tanduk lembu jantan itu dengan erat. Dengan sekuat tenaga orang itu
berusaha untuk memilin kepala lembu jantan itu. Namun lembu jantan yang liar itu
ternyata masih tetap memiliki kekuatannya dengan seutuhnya. Sehingga karena itu, maka
sekali lagi orang itu telah terlempar jatuh. Namun dengan tangkasnya ia telah meloncat
bangkit kembali. Tetapi dalam pada itu, alun-alun itu telah dikejutkan oleh teriakan-teriakan nyaring.
Para penonton yang ada dialun-alun itupun menjadi kacau balau. Mereka berteriak-teriak
sambil berlari-larian. Saling berdesakan dan bahkan mereka tidak menghiraukan lagi
ketika satu dua orang terjatuh dan terinjak-injak.
- Gila. Apa yang terjadi " geram Sabungsari. Ia tidak lagi berusaha menyusup sambil
minta maaf kepada orang-orang yang terdesak. Tetapi iapun segera menyibak orangorang
yang berdiri disepanjang langkahnya.
Glagah Putihpun telah bergegas untuk melihat apa yang telah terjadi.
" Lembu jantan itu terlepas. Lembu jantan itu terlepas - terdengar orang-orang
berteriak-teriak. Sabungsari tidak tertahankan lagi. Iapun segera berlari menuju ketempat ampat ekor
lembu jantan itu terikat.
Ketika ia mendekat pinggir alun-alun itu, maka suasana benar-benar telah kacau balau.
Beberapa orang prajurit berusaha menahan lembu jantan telah terlepas dari ikatannya.
Sementara itu beberapa orang prajurit telah terkapar disekitar tempat lembu jantan itu
ditambatkan. " Apa yang terjadi" " bertanya Sabungsari kepada seorang prajurit yang berusaha
mengurangi keributan. " Lembu itu terlepas. Keempat-empatnya " jawab prajurit
itu. " Bagaimana itu terjadi" - bertanya Sabungsari.
" Sekelompok orang telah menyerang kawan-kawan yang bertugas. Sementara yang
lain memutuskan tali-talinya, sehingga lembu liar itu mengamuk. Beberapa orang prajurit
berusaha menahan lembu-lembu itu. " jawab prajurit itu.
Sabungsaripun dengan cepat menuju ke tempat yang ditunjuk oleh prajurit itu. Ia
melihat beberapa orang prajurit berusaha untuk menahan kerbau-kerbau liar. Tetapi
justru beberapa orang prajurit telah terkapar. Senjata para prajurit yang melukai lembulembu
jantan yang liar itu, membuat lembu-lembu jantan itu semakin mengamuk.
Glagah Putihpun telah meloncat mendekati seekor lembu jantan. Dengan cepatnya ia
memburu lembu yang mengejar beberapa orang yang berlari-larian sambil berteriak teriak
Dengan tangkasnya Glagah Putih meloncat kepunggung lembu liar itu langsung
menangkap tanduknya. Tetapi karena Glagah Putih tidak mapan, maka dengan sekali
kibas, Glagah Putih terlempar jatuh.
Namun lembu itu telah berhenti. Ia memutar tubuhnya menghadap kepada Glagah
Putih. Sejenak kerbau itu merunduk. Namun kemudian kakinya mulai bergerak untuk
membenturkan kepala dengan tanduknya yang runcing itu kcarah orang yang telah berani
melawannya itu. Tetapi Glagah Putihpun telah dengan cepat meloncat Sebelum kerbau itu berlari
menyerangnya, Glagah Putih telah meloncat menjangkau kepala kerbau jantan yang liar
itu. Sementara itu, Sabungsaripun telah memburu seekor kerbau yang lain. Iapun berusaha
untuk menjinakkan kerbau itu. Namun seperti Glagah Putih, maka Sabungsaripun telah
terlempar pula dan jatuh menimpa seorang prajurit yang berusaha membantunya.
Kekacauan itu ternyata telah beruntun. Sementara terdengar teriakan-teriakan yang
mengerikan, maka orang yang bertarung di-arenapun seakan-akan menjadi gila. Iapun
dengan serta merta telah membuka pintu arena, sehingga lembu jantan yang liar itu
sempat berlari keluar. Namun disekitar arena itu terdapat banyak prajurit bersenjata
tombak dan perisai. Tetapi lembu jantan itu benar-benar liar. Beberapa ujung tombak memang menyentuh
tubuhnya. Tetapi demikian garangnya lembu itu berlari menyibak para prajurit. Mereka
masih berusaha menahan lembu itu dengan tombak-tombak panjang mereka. Namun
beberapa buah tombak justru menjadi patah.
Luka-luka ditubuh lembu itu membuat lembu itu semakin liar. Sementara itu, orang
yang melawannya di arena mempergunakan kesempatan itu untuk menghilang
dikeributan para penontonnya.
Para prajuritpun berlari-larian untuk mengekang suasana. Tetapi mereka memang
kurang memperhitungkan kemungkinan lembu-lembu jantan itu terlepas. Para prajurit


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mataram tidak berpikir, bahwa ada tindakan yang demikian kasarnya tanpa menghiraukan
korban yang bakal jatuh. Ki Wirayuda yang ada di alun-alun itu segera menghubungkan peristiwa itu dengan
laporan tentang beberapa orang yang kemarin mengganggu pertandingan. Namun Ki
Wirayuda juga menghubungkan dengan kegagalan Podang Abang dan orang-orang yang
bekerja bersamanya. Ketika para prajurit mengejar lembu jantan yang lepas dari arena dengan tombaktombak
panjang, maka seseorang telah melompat dari antara orang-orang yang
berdesakan, langsung kepunggung lembu itu. Sementara itu dua orang anak muda telah
berusaha untuk menggapai tanduk lembu jantan itu.
Ternyata Ki Ajar Gurawapun telah bertindak cepat. Ia tidak mau membiarkan korban
berjatuhan. Karena itu, bersama dua orang muridnya ia telah berusaha untuk menguasai
lembu jantan liar yang terluka itu.
Disisi lain dari alun-alun itu, Glagah Putihpun sedang bertarung dengan seekor lembu
liar yang terlepas. Demikian pula Sabungsari pada jarak yang jauh. Sementara para
prajurit berusaha menguasai dua ekor lembu jantan yang lain yang berlari-larian diantara
orang-orang yang menjerit-jerit ketakutan.
Beberapa orang anggauta Gajah Liwung yang lainpun tidak tinggal diam. Merekapun
segera berusaha untuk mencapai tempat yang menjadi kacau.
Namun satu hal yang membuat jantung beberapa orang perwira yang menyaksikan
menjadi berdegup keras. Ternyata anak-anak muda yang sedang menonton yang masih
mempergunakan ciri-ciri kelompoknya tidak tinggal diam. Anak-anak muda yang memakai
ciri harimau di lengan bajunya yang merupakan ciri dari kelompok Macan Putih, mereka
yang memakai ciri Sidat Macan yang loreng-loreng, dan mereka yang mempergunakan ciri
Kelabang berwarna hitam dan yang lain-lain, telah turun membantu para prajurit untuk
menjinakkan lembu-lembu jantan yang mengamuk itu. Mereka berusaha untuk ikut serta
menguasai lembu-lembu jantan yang semakin liar, sedangkan yang lain membantu
perempuan dan anak-anak yang terdesak diantara orang-orang yang berlari-larian.
Beberapa saat kemudian, maka Ki Ajar Gurawa serta kedua orang muridnya yang
dibantu oleh para prajurit dengan tombak-tombak panjang serta perisai ditangan kiri telah
dapat menguasai seekor dari lembu jantan itu. Namun tidak ada pilihan lain. Lembu jantan
itupun terkapar mati diantara keributan yang terjadi.
Dalam pada itu, Sabungsaripun sedang berusaha untuk menguasai seekor diantara
lembu-lembu jantan itu. Dengan kuutnya ia berusaha memegangi tanduk lembu jantan
itu. Seperti orang yang bertarung diarena, maka Sabungsaripun telah berusahu memutar
kepala lembu itu untuk menjatuhkannya. Tetapi lembu jantan yang liar dan marah itu
justru telah mengibaskannya dengan sekuat tenaga.
Sabungsari terlempar dengan derasnya dan jatuh diatas tanah berdebu. Sementara itu
lembu yang liar itu dengan mata yang merah membara telah memburunya.
Namun sabungsari segera bangkit. Ia tidak sempat berdiri tegak. Tetapi ia berlutut
disatu kakinya. Dengan tajamnya ia memandang lembu jantan yang berlari kearahnya
dengan kepala merunduk dan siap untuk mengoyak tubuh Sabungsari dengan tanduknya.
Beberapa orang yang sempat melihat menjerit ngeri. Mereka sudah membayangkan
bahwa anak muda itu akan hancur diterjang oleh lembu jantan liar yang sedang
mengamuk itu. Namun dugaan mereka ternyata keliru. Lembu jantan yang berlari itu, tiba-tiba saja
telah menyuruk dan jatuh berguling ditanah. Kaki depannya seakan-akan menjadi lumpuh
dengan tiba-tiba. Bahkan lembu jantan itu hanya sempat menggeliat. Kemudian setelah
melenguh tinggi lembu itupun menjadi lemas dan mati.
Beberapa orang tidak tahu apa sebabnya, maka lembu itu tiba-tiba mati. Namun
beberapa orang prajurit mencoba untuk menilai kemampuan anak muda itu. Seorang
perwira yang sempat menyaksikan, seakan-akan melihat sekilas cahaya memancar dari
mata anak muda itu menimpa kepala lembu jantan yang sedang merunduk itu.
Sebenarnyalah Sabungsari telah membunuh lembu itu dengan sorot matanya. Ia tidak
dapat berbuat lain. Jika ia tidak melakukannya, maka ia sendirilah yang akan ditumatkan
oleh lembu jantan itu. Sementara itu, Glagah Putih masih bertarung dengan seekor lembu jantan yang lain.
Beberapa kali ia terlempar. Namun ia selalu meloncat bangkit dan menerkam lembu
jantan itu pada kepalanya.
Beberapa orang yang semula berlarian dan saling melanggar, sebagian ada yang
sempat dan berani menyaksikan pertarungan antara Glagah Putih dan lembu jantan itu.
Pertarungan diluar arena pertandingan.
Ketika Glagah Putih kemudian berhasil menerkam kepala lembu itu, satu tangannya
memegangi moncongnya, yang lain memegangi tanduknya, maka Glagah Putih telah
menghentakkan tenaga dalam yang ada di dalam dirinya dialasi dengan ilmu yang
disadapnya lewat Agung Sedayu, puncak ilmu dari cabang perguruan Ki Sadewa,
sementara bertumpu pada kemampuan yang disalurkan oleh Raden Rangga dengan
getaran ilmunya kedalam urat-urat nadinya, serta berpijak pada inti kekuatan bumi yang
diwarisinya dari ilmu Ki Jayaraga, maka anak muda itu telah menghentakkan kepala lembu
jantan itu. Tulang-tulang leher lembu jantan itu berderak patah. Sementara itu lembu jantan
itupun telah meronta dan berguling ditanah dengan sisa kekuatannya.
Ternyata Glagah Putih tidak mampu bertahan. Ketika lembu itu berguling, maka Glagah
Putihpun telah ikut berguling pula. Demikian kerasnya, sehingga tulang-tulang
punggungnya serasa akan patah.
Tetapi kepala lembu jantan itu tidak terlepas dari tangannya.
Sejenak kemudian, keduanya terdiam. Orang-orang yang menyaksikan menjadi tegang.
Namun dalam pada itu, dua orang anggauta Gajah Liwung telah berlari-lari
mendekatinya. Rumeksa dan Pranawa. Dengan cekatan keduanya berusaha mengangkat
kepala lembu jantan yang terletak diatas tubuh Glagah Putih. Baru kemudian keduanya
berusaha untuk mengangkat Glagah Putih.
Ternyata Glagah Putihpun telah mampu bangkit dan berdiri: Ia memang menggeliat.
Namun iapun kemudian berdesis - Aku tidak apa-apa Orang-orang yang menyaksikannyapun kemudian telah mendekat, mereka melihat
lembu jantan itu mati. Ketika seorang diantara mereka yang menyaksikan lembu itu mati, maka iapun
berteriak " Lembu itu mati. - Ya, lembu itu mati - sahut yang lain.
Tiba-tiba sorakpun terdengar gemuruh. Orang-orang yang menyaksikan itu tidak ingat
lagi, bahwa mungkin masih ada lembu jantan yang lain yang mengamuk.
Tetapi suasanapun kemudian berhasil dikuasai oleh para prajurit. Lima ekor lembu
jantan telah terbunuh. Dua diantaranya terbunuh oleh para prajurit dan anak-anak muda
dari berbagai kelompok yang tiba-tiba saja terpanggil untuk ikut bertanggung jawab.
Namun dalam pada itu, yang masih luput dan perhatian para prajurit adalah beberapa
orang yang ada diantara mereka yang mulai menjadi tenang. Meskipun sebagian dari
mereka yang menonton pertandingan di alun-alun sudah meninggalkan tempat, namun
masih cukup banyak rakyat Mataram yang masih berada di alun-alun untuk melihat apa
yang akan berlangsung kemudian setelah kelima ekor lembu jantan itu terpaksa dibunuh.
Diantara mereka yang masih berada di alun-alun adalah justru bukan orang Mataram.
- Lihat, ikuti dan awasi terus. Dua orang diantara anak-anak muda di Mataram, berhasil
membunuh masing-masing seekor lembu jantan seorang diri. Yang lain dibunuh oleh
banyak orang, sehingga sama sekali tidak menarik perhatian. - seorang yang sudah
separo baya menjatuhkan perintah. Lalu katanya ~ Mereka adalah anak-anak muda yang
telah kerasukan iblis sehingga mampu melakukannya. "
Orang-orang yang mendapat perintah tidak menjawab. Mereka langsung menyusup
diantara orang banyak. Mereka berusaha untuk dapat mengawasi dua orang yang telah
membunuh lembu jantan yang liar itu tanpa bantuan orang lain, bahkan untuk
mengetahui nama dan kedudukan mereka.
Sabungsari dan Glagah Putih memang tidak sempat untuk merasa perlu bersembunyi
diantara orang banyak. Bahkan keduanya telah bertemu dan berbicara langsung dengan K
i Wirayuda yang menyaksikan lembu-lembu jantan yang terbunuh.
Dengan pengamatan yang teliti dan dilakukan oleh beberapa orang, maka mereka
mengetahui bahwa anak-anak muda yang telah membunuh lembu-lembu jantan itu
bernama Sabungsari dan Glagah Putih.
Sementara itu, ketika keadaan sudah menjadi tenang kembali, maka Ki Wirayuda
sendiri telah berdiri diatas panggungan kecil disisi arena pertandingan. Dengan lantang Ki
Wirayuda berbicara langsung kepada orang-orang yang masih berada di alun alun
sementara beberapa orang prajurit masih sibuk merawat orang-orang yang terluka karena
peristiwa yang tidak mereka duga sebelumnya itu.
" Aku berterima kasih kepada kalian semuanya " berkata Ki Wirayuda - terutama
kepada anak-anak muda yang selama ini kami kira tidak dapat berbuat lain kecuali
melakukan kerusuhan, kenakalan dan berkelahi satu sama lain. Namun dalam keadaan
gawat dan tiba-tiba, ternyata aku melihat nurani mereka yang sebenarnya. Tidak kurang
dari nurani para prajurit. Dengan tangkas mereka telah berbuat sesuatu. Bukan
memanfaatkan kerusuhan ini untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok mereka
masing-masing. Tetapi mereka telah ikut menenangkan suasana. Mereka membantu
melumpuhkan lembu-lembu jantan yang mengamuk itu. Yang lain membantu perempuan
dan anak-anak yang terdesak dan terinjak-injak. Mereka membantu mengamankan
barang-barang berharga dan menguasai keadaan. Anak-anak muda dari berbagai kelompok yang masih ada dialun-alun itu mendengarkan
kata-kata Ki Wirayuda. Beberapa orang justru terkejut mendengarkan pujian bagi mereka.
Selama itu mereka hanya mendengar umpatan, cuci maki, dan siap bermusuhan. Baik
dengan anak-anak muda dari kelompok yang lain, maupun anak-anak muda yang bekerja
sama dengan para prajurit. Bahkan mereka selalu dikejar-kejar oleh para prajurit itu
sendiri. Namun Ki Wirayuda itu berkata selanjutnya " Anak-anak muda yang telah terbangun
dari tidur mereka itu telah menunjukkan kenyataan diri mereka yang sebenarnya.
Kenakalan yang mereka lakukan selama ini, adalah sikap pura-pura. Mungkin karena
kecewa, mungkin karena gejolak kemudaan mereka yang ingin mendapat perhatian dan
pujian, mungkin karena dirumah mereka tidak mendapat ketenangan karena sikap orang
tua mereka. Namun ternyata mereka tetap anak-anak Mataram yang baik. " Ki Wirayuda
berhenti sejenak. Pandangannya beredar keseputar tempat ia berdiri. Dilihatnya anakanak
muda itu mendengarkan sesorahnya. Maka katanya " anak-anak muda Mataram
yang baik. Dengarlah. Kali ini kalian telah melakukan sesuatu di saat kita semuanya
terancam. Karena itu, maka kalian hendaknya tetap menjunjung tinggi panggilan ini. Lain
kali yang akan mengancam Mataram bukan sekedar lima ekor lembu jantan. Tetapi
sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab sebagaimana terjadi. Mereka telah
berusaha untuk merampok dan bahkan membunuh Ki Patih Mandaraka. Lain kali mereka
berusaha untuk menghancurkan Kotaraja dan bahkan menghancurkan Mataram. Nah, aku
harapkan bahwa kalian tetap merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu, sebagaimana
kalian lakukan hari ini tanpa mengenal takut menghadapi bahaya yang dapat mengancam
jiwa kalian. Sehingga kalian adalah anak-anak muda Mataram yang ikut menjadi pilar-pilar
yang menyangga tegaknya Mataram. Bukan hanya dapat mengganggu dan meresahkan
saudara-saudara kalian sendiri. Kenakalan itu sudah lampau. Kalian harus menatap
bahaya yang mengancam Mataram. Aku tidak mengatakan dari mana. Tetapi mungkin
justru dari kita sendiri. "
Demikian Ki Wirayuda berhenti berbicara, maka orang-orang yang masih berada di
alun-alun itu bertepuk tangan dengan riuhnya.
Tepuk tangan itu memang telah menggelitik hati anak-anak muda yang mendengarkan
sesorah Ki Wirayuda. Mereka mulai bertanya kepada diri sendiri. Apa yang telah mereka
lakukan selama ini. Namun dalam pada itu, orang yang separo baya itu telah mendapat laporan tentang
Sabungsari dan Glagah Putih.
Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya orang itu berkata - Baiklah. Awasi kedua
orang itu. Kalian harus mendapat keterangan dimana rumah mereka, dan apa hubungan
mereka dengan Ki Wirayuda. Bahwa Ki Wirayuda tidak menyebut nama mereka secara
khusus memang harus menjadi perhitungan. Seandainya ke duanya anak-anak muda dari
kelompok-kelompok yang bersaing, Ki Wirayuda tentu akan menyebutnya dan
mengucapkan terirna kasih secara khusus. Tetapi keduanya sama sekali tidak disebutsebut.
Justru karena itu, agaknya keduanya adalah orang-orang yang sangat dekat
dengan Ki Wirayuda sendiri sehingga ia tidak merasa perlu untuk mengucapkan terima
kasih kepadanya. ~ Orang-orang yang memberikan laporan tentang kedua anak muda itu menganggukangguk.
- Pergilah. Kita harus dapat menangkap kedua anak muda itu. Awasi sejak sekarang.
Jangan sampai luput dari perhatian kita. Kita sudah gagal mengacau halaukan alun-alun
ini. Para prajurit kemudian mampu menguasai keadaan. Tetapi aku tidak mau bahwa di
Mataram ada anak muda yang mampu melawan bahkan membunuh seekor lembu jantan
seorang diri. Apalagi dalam keadaan yang tiba-tiba ini, dua orang anak muda sekaligus
telah melakukannya. - berkala orang separo baya itu.
Orang yang berada dibawah perintah orang separo baya itupun telah memencar.
Mereka harus mengikuti Sabungsari dan Glagah Putih tanpa melepaskan sekejappun.
Mereka harus tahu di-mana keduanya tinggal.
Orang separo baya itupun kemudian berdesis " Keduanya harus dibinasakan.
Kemampuan mereka membuat aku tersinggung. Muridku yang ada di arena itu tidak
sempat menyelesaikan pertarungannya dengan lembu jantan liar itu. "
Namun orang itupun tahu, bahwa muridnya memang tidak akan mungkin dapat
mengalahkan lembu jantan itu. Apalagi ia tidak ingin lembu jantan itu diselesaikan di
arena, karena apa yang dilakukannya adalah sekedar satu cara untuk mendapat
kesempatan melepaskan lembu-lembu jantan yang lain untuk mengacaukan alun-alun.
Jika para prajurit tidak mampu menguasai keadaan, maka tentu akan timbul keresahan di
Mataram. Kepercayaan mereka kepada kemampuan prajurit Mataram akan runtuh,
sehingga prajurit Mataram di mata orang-orang Mataram sendiri tidak akan bernilai sama
sekali. Tetapi yang terjadi ternyata tidak seperti yang diharapkan. Bahkan anak-anak muda
Mataram semakin meyakini harga diri mereka, karena ada diantara mereka yang mampu
membunuh lembu jantan liar itu seorang diri. Bahkan dua orang anak muda telah
melakukan bersama-sama. Sementara itu, Ki Wirayuda telah menutup pertandingan-pertandingan yang telah
diselenggarakan oleh para prajurit dibawah tanggung jawab langsung Ki Patih Mandaraka.
Ki Wirayuda juga membatalkan pertandingan pada putaran terakhir antara dua orang
peserta sodoran yang telah melampaui putaran-putaran sebelumnya.
- Kami memang telah menyediakan hadiah-hadiah untuk para pemenang. Kami akan
membagikan hadiah-hadiah itu dalam upacara yang khusus. Para pemenang supaya
menghubungi para penyelenggara untuk memberitahukan tempat tinggal mereka dengan
jelas. Pada suatu hari, mereka akan dipanggil untuk menghadiri upacara khusus itu.
Sedangkan permainan sodoran, dianggap bahwa kedua orang yang seharusnya mengikuti
putaran terakhir sebagai pemenang bersama. - berkata Ki Wirayuda.
Dalam pada itu. orang yang berumur separo baya itu telah menyentuh seorang anak
muda yang berdiri disisinya sambil berdesis " Sekarang. "
Anak muda itu telah melangkah maju sambil berteriak - Tidak. Itu tidak adil. Ki Wirayuda mengerutkan keningnya. Ia hampir menutup sesorahnya. Tetapi ia masih
memberi kesempatan anak muda itu berbicara lagi " Aku harap pertandingan pada
putaran terakhir itu tetap dilaksanakan, meskipun pada hari ini telah terjadi kekacauan.
Aku datang dari Grobokan. Aku datang terlambat sehingga aku tidak dapat ikut menjadi
peserta. Tetapi aku ingin setelah putaran terakhir, menantang penantangnya bermain
sodoran, apakah pemenang sodoran dari Mataram ini memang seorang yang memiliki
kemampuan bermain watang serta memiliki ketrampilan naik kuda. "
Ki Wirayuda menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya -Kami sudah mengambil
keputusan, sodoran putaran terakhir ditiadakan. Itu saja. " Aku tantang kedua-duanya bergantian. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa anak
muda dari Grobogan tidak kalah tangkasnya dari anak muda Mataram, ~ teriak anak
muda itu. Namun tiba-tiba saja Ki Wirayuda bertanya " Apakah benar kau anak muda dari
Grobogan" " Anak muda itu terkejut mendengar pertanyaan Ki Wirayuda. Untuk sesaat ia terdiam.
Namun kemudian ia berteriak " Ya Aku anak muda dari Grobogan. Aku sengaja datang
untuk membuktikan kelebihanku dari anak-anak muda Mataram. Ki Wirayuda memang termaangu-mangu sejenak. Namun beberapa orang anak muda
telah mendesak maju. Diantara mereka adalah kedua orang anak muda yang seharusnya
memasuki putaran terakhir yang batal itu,
Anak muda dari kelompok Macan Putih yang lebih dahulu mendekati panggungan
berkata " Ki Wirayuda. Biarlah aku melayani anak muda yang menurut pengakuannya itu
datang dari Grobogan. - Ki Wirayuda mengerutkan keningnya. Seorang perwira yang menunggui pertandingan
sodoran telah berkata " Anak muda ini adalah salah satu dari antara dua orang anak
muda yang seharusnya memasuki putaran terakhir pertandingan sodoran. Ki Wirayuda termangu-mangu sejenak. Namun anak muda itu mendesak " Aku kira,
aku akan mendapat kesempatan untuk menutup mulutnya. Anak-anak Mataram bukan
hanya sekedar mampu bermain-main dengan kawan sendiri. Tetapi ia juga mampu
bermain dengan para tamu yang datang khusus untuk ikut bermain. Ki Wirayuda masih saja termangu-mangu. Namun perwira itu mendekat dan berdesis "
Anak itu memang menunjukkan kemampuannya yang tinggi. - Tetapi kita tidak boleh hanyut dalam arus perasaan seperti anak-anak mudha itu berkata Ki Wirayuda. ~ Apakah kita akan membiarkan anak-anak muda itu merasa direndahkan" - bertanya
perwira itu. Ki Wirayuda masih ragu-ragu sejenak. Sementara itu anak muda yang mengaku datang
dari Grobogan itu berteriak lagi " Kecuali jika anak-anak Mataram tidak lebih dari seorang
perajuk. - - Ki Wirayuda " anak muda dari kelompok Macan Putih jtu mendesak " beri aku


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesempatan. " Ki Wirayuda memang menjadi tegang, Namun kemudian katanya - Baiklah. Tetapi
segala sesuatunya harus diatur sebaik-baiknya. - Arena bekas pertandingan dengan lembu jantan liar yang tidak masuk akal itu masih
dapat dipergunakan -- berkata anak muda dari Grobogan itu.
Namun seorang prajurit tiba-tiba saja berteriak " kenapa tidak masuk akal" Dua orang
anak muda Mataram dapat membunuhnya meskipun diluar arena. "
- Persetan dengan pembunuh lembu liar itu " geram anak muda yang mengaku dari
Grobogan itu " turunkan anak muda Mataram yang dianggap terbaik dalam permainan
watangan. Aku ingin mencoba kemampuannya. Kemampuan anak-anak muda Mataram
pada umumnya. ~ - Apakah kau benar berasal dari Grobogan" Bukan dari Jipang atau dari Pajang atau
dari Demak. Atau malahan dari Pati" -bertanya Ki Wirayuda.
- Sudah aku katakan. Aku datang dari Grobogan. ~ jawab anak muda itu.
Ki Wirayuda akhirnya tidak mempunyai keberatan yang dapat dikemukakan lagi.
Apalagi ketika anak muda dari kelompok Macan Putih itu mendesak.
- Beri aku kesempatan - berkata anak muda dari kelompok Macan Putih itu.
Ki Wirayuda termangu-mangu. Namun kemudian ia bertanya - Apakah kau membawa
seekor kuda atau ada kuda yang sudah kau kenal baik, sehingga kau akan dapat
mengendalikan dengan baik pula" - Aku dapat mempergunakan kuda yang manapun, asal memang kuda tunggangan "
jawab anak muda itu. Ki Wirayuda mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian bertanya kepada anak
muda yang mengaku dalang dari Grobogan itu " Kau membawa kuda" "
~ Bukankah disini ada banyak kuda para prajurit" - anak muda itu justru bertanya.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Iapun kemudian berkata kepada seorang perwira Kita selenggarakan sodoran secara khusus. Anak itu telah menyinggung perasaan anakanak
muda di Mataram. " Demikianlah, sejenak kemudian maka di arena bekas arena pertandingan melawan
lembu jantan yang liar itu telah dipergunakan untuk melakukan pertandingan sodoran.
Namun nampaknya suasananya sudah berbeda. Bukan sekedar pertandingan untuk
melihat siapakah yang terbaik. Namun anak muda yang mengaku dari Grobogan itu ingin
menjajagi kemampuan anak-anak muda dari Mataram.
Namun ternyata Ki Wirayuda tidak yakin, bahwa anak muda itu berasal dari Grobogan.
Bisa saja ia mengaku darimanapun juga- berkata Ki Wirayuda didalam hatinya.
Sejenak kemudian, dua orang anak muda sudah siap. Mereka tidak mempergunakan
kuda yang sudah terbiasa dengan penunggangnya. Namun kuda-kuda yang mereka
pergunakan adalah kuda yang cukup baik.
Orang-orang yang masih berada di alun-alun justru ingin menyaksikan apa yang akan
terjadi. Meskipun alun-alun itu sudah tidak terisi penuh lagi, karena sebagian dari orangorang
yang menonton pertandingan telah berlari keluar dari alun-alun.
Sabungsari dan Glagah Putihpun telah berada dipinggir arena. Disisi yang lain, Ki Ajar
Gurawa dan kedua muridnya juga memperhatikan pertandingan itu. Namun nampaknya
salah seorang murid Ki Ajar itu terluka dikeningnya meskipun tidak terlalu dalam.
Beberapa orang prajurit telah berada didalam arena pula, sementara yang lain siap
memberikan aba-aba. Keadaan memang menjadi tegang. Para perwira dan prajurit-pun nampak mengerutkan
dahi mereka. Sementara kedua orang anak muda dipunggung kuda itu seakan-akan sudah
tidak sabar lagi. Bahkan anak muda yang mengaku dari Grobogan itu sempat berteriak - He, apakah
kami boleh langsung bertempur atau masih harus menunggu aba-aba" "
Perwira yang sudah siap memberikan aba itu justru menarik nafas dalam-dalam. Ia
mendengar pesan Ki Wirayuda, bahwa para prajurit tidak boleh hanyut dalam perasaan
mereka. Karena itu, maka perwira itupun tidak menjawab, la langsung memberikan aba-aba
kepada kedua orang anak muda itu untuk mulai dengan permainan sodoran.
Namun demikian aba-aba itu diberikan, maka dengan kasar anak muda yang mengaku
dari Grobogan itu langsung menyerang. Untunglah anak muda dari kelompok Macan Putih
itu cukup tangkas, sehingga ia sempat menggeliat. Tongkat lawannya terjulur sejenak dari
tubuhnya. Anak muda dari kelompok Macan Putih itu dengan cepat berusaha mengambil jarak.
Kemudian ketika lawannya memutar kuda menghadap kearahnya, anak muda dari
kelompok Macan Putih itu telah membalas menyerang.
Ternyata sejak mereka mulai, kedua orang anak muda itu telah mengerahkan
kemampuannya. Berganti-ganti keduanya menyerang. Namun keduanya cukup tangkas
untuk menangkis atau menghindari serangan itu.
Ketika tongkat anak muda yang mengaku dari Grobogan itu mengenai dada anak muda
dari kelompok Macan Putih, hampir saja anak muda itu terlempar dari kudanya. Namun
ternyata ia masih mampu dengan tangkas memperbaiki kedudukannya, sambil menggeser
kudanya menjauh. Namun lawannya tidak membiarkannya. Dengan cepat iamemburunya.
Tetapi anak muda dari Kelompok Macan Putih itu cukup cerdik. Ketika ia sudah mapan,
maka ia justru menyentuh perut kudanya dengan tumitnya, sehingga kudanya meloncat
berlari justru menyongsong lawannya.
Lawannya memang agak terkejut. Tetapi tongkat anak muda dari kelompok Macan
Putih itu sudah terjulur.
Ketika anak yang mengaku dari Grobogan itu berusaha menangkis serangan itu, maka
tongkat itu tiba-tiba saja telah berputar sehingga sasarannya beralih, sehingga tongkat itu
tidak menyentuh perisai lawannya. Tetapi demikian kuda lawannya lewat, tongkat itu telah
memburunya dan mengenai lambung.
Anak muda dari Grobogan itu ternyata tidak menduga bahwa lambungnya akan
terdorong demikian kerasnya. Karena itu, maka anak muda itu telah kehilangan
keseimbangannya dan jatuh dari punggung kudanya.
Para penonton telah bersorak gemuruh. Anak-anak muda dari kelompok-kelompok yang
lainpun telah bersorak pula. Mereka ternyata tidak lagi membatasi diri dalam kelompokkelompok.
Namun mereka melihat anak muda dari kelompok Macan Putih itu telah
mewakili anak-anak muda dari Mataram.
Tetapi anak muda yang mengaku dari Grobogan itu dengan tangkasnya telah meloncat
bangkit. Ia tidak lagi mengikuti paugeran dalam pertandingan sodoran. Tetapi meskipun ia
sudah terjatuh dari kudanya, namun ia masih menyerang dengan tongkatnya sambil
berlari memburu. Namun anak muda dari kelompok Macan Putih itu dengan tangkas berputar
mengelakkan serangan itu dan melarikan kudanya menjauh.
Sementara itu beberapa orang prajurit dengan cepat masuk ke arena untuk
menghentikan pertandingan itu.
" Aku belum kalah " teriak anak muda yang mengaku dari Grobogan itu.
" Siapa yang telah jatuh dari kuda, ia dinyatakan kalah - berkata prajurit yang melerai itu.
" Itu peraturanmu. Peraturan watangan. Tetapi aku tidak sekedar ingin bermain
watangan. Aku ingin membuktikan apakah sebenarnya kelebihan anak-anak muda
Mataram ~ jawab anak muda itu.
" Kami tidak menyelenggarakan pertandingan seperti itu. " jawab prajurit itu.
Namun anak muda dari kelompok Macan Putih itu justru turun dari kudanya sambil
berkata " Biarlah. Apa yang dikehendakinya. "
Prajurit itu termangu-mangu. Namun anak muda dari kelompok Macan Putih itu telah
maju mendekat. Anak muda yang mengaku dari Grobogan itu telah melemparkan tongkat dan
perisainya. Demikian pula anak muda dari kelompok Macan Putih yang melihat lawannya
melepaskan alat-alatnya. Prajurit yang melerai itu justru melangkah surut. Sebenarnyalah iapun ingin melihat,
apa yang dapat dilakukan oleh anak muda yang mengaku dari Grobogan itu.
Demikianlah keduanyapun telah berhadapan dengan tidak bersenjata atau
mempergunakan alat apapun. Namun anak muda dari kelompok Macan Putih itu adalah
anak muda yang paling dibanggakan oleh kelompoknya. Ia memang memiliki kelebihan
dari kawan-kawannya, bahkan dari anak-anak muda dari kelompok yang lain.
Sejenak kemudian keduanya berhadapan. Ki Wirayuda yang ada diluar arena itupun
menjadi tegang. Ia menganggap anak muda yang mengaku dari Grobogan itu sebagai
anak muda yang berani, karena apa yang dilakukannya itu, dilakukannya di alun-alun
Mataram. Beberapa orang prajurit masih tetap berada di arena. Mereka akan mengamati
perkelahian yang akan berlangsung tanpa senjata. Meskipun demikian, perkelahian tanpa
senjata itu akan dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang diantara mereka, apabila
kedua-duanya tidak dapat mengekang diri lagi.
Karena itu, Ki Wirayudapun telah berpesan kepada seorang perwira agar menjaga
perkelahian. - Jangan ada yang harus mengorbankan jiwanya ~ desis Ki Wirayuda.
Sejenak kemudian, maka perkelahian itupun berlangsung. Keduanya memang anakanak
muda yang tangguh. Karena itu, maka perkelahian itu merupakan perkelahian yang
sengit. Keduanya saling menyerang dan saling mendesak. Meskipun keduanya masih
terbatas pada kemampuan olah kanuragan dengan kekuatan kewadagan mereka
seutuhnya. Namun anak muda dari kelompok Macan Putih itu cukup trampil. Bahkan ia
mampu bergerak lebih cepat dari lawannya, sehingga beberapa kali seranganserangannya
dapat mengenai lawannya. Dengan demikian, maka anak muda yang menyatakan diri dari Grobogan itu mulai
terdesak. Semakin lama keadaannya menjadi semakin sulit. Bahkan kemudian hampir
tidak mampu berbuat sesuatu lagi.
Dua orang prajurit dengan cepat melerai perkelahian itu. Anak muda dari kelompok
Macan Putih itupun telah didorong mundur.
Namun para prajurit itu tidak sempat menyatakan, bahwa anak muda yang mengaku
datang dari Grobogan itu kalah, karena tiba-tiba saja telah terdengar suara seseorang
tertawa berkepanjangan. Semua orang berpaling kearah suara itu. Ternyata seorang anak muda yang lain, yang
sedikit lebih tua dari anak muda yang mengaku datang dari Grobogan itu telah meloncat
dan bertengger diatas pojok-pojok bambu yang semula membatasi arena pertarungan
dengan lembu jantan yang liar itu,
- Bagus - berkata anak muda itu ~ satu diantara anak-anak muda Mataram ternyata
memiliki kemampuan yang cukup. Namun sayang, anak muda itu nafasnya terlalu pendek.
Aku tidak ingin menantangnya di arena ini. Namun ingat, persoalan kita belum selesai.
Kita memerlukan satu arena yang jujur untuk membuktikan tingkat kemampuan kita yang
sesungguhnya. Bahkan anak-anak muda yang telah berpura-pura mampu membunuh
lembu-lembu jantan seorang diri itu. Lembu-lembu jantan yang nampaknya liar itu tentu
sudah diberi makan dengan campuran racun yang perlahan-lahan dapat membunuhnya.
Karena itu, demikian mudahnya anak-anak muda itu membunuhnya. "
Ketika seorang perwira prajurit menggeram dan bangkit untuk menanggapi orang itu,
Ki Wirayuda dengan cepat menggamitnya sambil berkata " Biarkan saja anak itu. Sebenannyalah anak muda yang bertengger diatas patok-patok bambu itu segera
mengajak kawannya yang berada didalam arena. - Marilah. Kita tidak dapat berbuat apaapa
disini. Mereka ternyata tidak berkelahi dengan jujur. "
~ Apa yang tidak jujur" " bertanya prajurit yang bertugas di-arena itu.
" Kalian telah mempengaruhi secara jiwani, sehingga kawanku tidak dapat berkelahi
dengan mengerahkan segenap kemampuannya. Wajah-wajah kalian yang mengancam
dan keikut sertaan para prajurit diarena ini. " jawab anak muda itu.
" Bohong " Jawab prajurit itu.
Namun seorang perwira telah menahan prajurit itu agar tidak berbuat sesuatu sesuai
dengan pesan Ki Wirayuda.
Kedua orang anak muda itupun kemudian telah meninggalkan arena. Namun persoalan
itu tentu belum selesai. Anak-anak muda itu ternyata masih juga bersikap mengancam.
- Mungkin mereka tidak bersungguh-sungguh - berkata Ki Wirayuda " sekedar
mempertahankan harga diri. Namun bukan berarti kita harus kehilangan kewaspadaan. "
Ki Wirayuda berhenti sejenak, lalu " Aku ingin bertemu dengan semua pemimpin
kelompok anak-anak muda yang ikut dalam segala pertandingan di alun-alun ini. Hari ini
juga. Mereka harus datang kerumahku sebelum senja. "
Demikianlah, maka segala macam pertandingan telah diakhiri. Namun baik para prajurit
maupun orang-orang yang menyaksikan pertandingan sampai perkelahian anak muda
yang mengaku dari Grobogan itu dengan anak muda dari kelompok Macan Putih selesai,
menganggap bahwa persoalannya masih belum selesai.
Dalam pada itu, orang yang separo baya yang telah mengemudikan anak-anak muda
itu telah berbicara dengan mereka sambil melangkah meninggalkan alun-alun dalam arus
orang banyak. Dengan anak muda yang bertengger di patok-patok bambu yang
mengelilingi arena ia berkata " Bagus. Kita telah memberikan kesan bahwa kita terlalu
lemah. Namun pada saatnya kita akan memberikan peringatan kepada orang-orang
Mataram. Bukan sekedar mengalahkan. Tetapi kedua orang yang dapat membunuh lembu
liar itu harus mati. Kematian mereka akan menimbulkan kesan yang sangat mengerikan
bagi anak-anak muda Mataram. Anak-anak muda terbaik mereka dapat kita bunuh,
apalagi yang lain. Keresahan dan ketakutan itu sangat berarti untuk menjatuhkan
ketahanan jiwani Mataram, terutama anak-anak mudanya yang baru saja dibangkitkan
kebanggaannya oleh orang-orang Mataram yang tentu merupakan persiapan untuk
memanggil mereka kedalam lingkungan keprajuritan. Namun dalam pada itu, seorang diantara anak-anak muda yang menyertainya bertanya
- Apakah selain kedua orang itu tidak ada lagi anak-anak muda Mataram yang perlu
mendapat perhatian khusus. "
- Tentu ada. Bahkan banyak " jawab orang yang sudah separo baya itu ~ tetapi kedua
orang itu sudah cukup untuk memberikan contoh bahwa ada orang lain yang lebih tinggi
tataran ilmunya dari pada mereka. "
- Tetapi kapan kita akan melaksanakannya" ~ bertanya anak muda itu.
- Orang-orang kita sedang mengawasinya. Mereka akan memberikan laporan. Kapan
kita dapat bertindak. - jawab orang yang sudah separo baya itu.
- Aku akan melakukannya. Aku ingin menunjukkan bahwa aku mempunyai kelebihan
dari seekor lembu jantan yang liar. Betapapun kuatnya seekor lembu jantan yang liar,
namun ia tidak memiliki ilmu untuk membunuh anak muda yang sombong itu. " berkala
anak muda itu. - Anak muda itu sama sekali tidak sombong, la melakukan yang seharusnya dilakukan.
Jika ia tidak berbuat demikian, maka korban tentu akan menjadi semakin banyak. - sahut
orang yang sudah separo baya itu. Namun katanya kemudian ~ Tetapi bukan kau yang
akan menghadapinya. Kau tidak akan mampu membunuhnya. Bukankah ada diantara kita
orang yang benar-benar berilmu tinggi" ~
- Apakah anak muda itu terlibat dalam pertempuran yang menggagalkan usaha Ki
Wanayasa dan Ki Podang Abang sehingga mereka justru dihancurkan di Kepatihan
Mataram" " bertanya anak muda itu.
- Sudah tentu aku tidak tahu - jawab orang yang sudah separo baya itu, Namun
katanya - Tetapi Ki Wanayasa dan Ki Podang Abang yang berilmu tinggi itu ternyata masih
belum mampu menguasai diri. Mereka tidak mempunyai perhitungan yang mapan untuk
melakukan rencananya. Meskipun dua orang Rangga dari Mataram sendiri membantu
mereka, namun menyerang Kepatihan adalah satu pikiran yang bodoh. Hasilnya adalah
kehancuran mereka sendiri. "
" Kita tentu mempunyai rencana yang lain " berkata anak muda itu.
--Tentu. Kita akan membuat Mataram menjadi resah. Kegelisahan dan ketakutan akan
menyusut kepercayaan rakyat Mataram terhadap kepemimpinan Panembahan Senapati
dan Ki Patih Mandaraka. Kita harus memanfaatkan pertentangan yang ada diantara para
pemimpin Mataram dan persaingan yang ada diantara para pemimpin Mataram dan
persaingan pengaruh diantara anak-anak muda. Bukan mematikan mereka sebagaimana
dilakukan oleh Wanayasa yang dungu itu. Kelompok-kelompok anak muda itu harus ditiup
agar menjadi besar dan pertentangan diantara mereka akan menumbuhkan akibat yang
lebih parah. " berkata orang yang sudah separo baya itu. Namun katanya kemudian Tetapi kita memang tidak mengakui bahwa ada hubungan antara Wanayasa dan Podang
Abang dengan Pati. Mereka adalah orang-orang yang bekerja atas kehendak mereka
sendiri untuk mendapatkan pujian dan kedudukan. " Dan kita" " bertanya anak muda itu.
" Kita sama sekali tidak membutuhkan pujian dan kedudukan. Kita lakukan semuanya
ini karena kita tidak ingin melihat Mataram semakin berkuasa. Anak Pemanahan itu harus
dihancurkan. Kedudukannya seharusnya tidak lebih dari anak Paman Penjawi. Meskipun
kebetulan Panembahan Senapati yang semasa kecilnya itu bernama Sutawijaya dan
bergelar Mas Ngabehi Loring Pasar itu diangkat menjadi putera Sultan Hadiwijaya. Tetapi
hubungan antara anak dan ayah itu sudah dihapuskannya sendiri. Juga hubungan antara
guru dan murid, karena landasan ilmu Sutawijaya itu berasal dari Sultan Hadiwijaya.
Bukan saja ilmu Kanuragan, tetapi juga berbagai macam ilmu yang lain. Antara lain ilmu
pemerintahan dan kasampumaning urip. Bahkan hubungan antara kawula dan Gustipun
telah diputuskannya saat dia menyatakan perang melawan Kangjeng Sultan. Dan perang
itu memang terjadi di Prambanan berkata orang yang sudah separo baya itu.
Anak muda itu mengangguk-angguk. Sementara orang itu berkata - Adipati Pati terlalu
lunak sikapnya menghadapi Panembahan Senapati. Seharusnya ia bertindak atas nama
ayahnya, Penjawi, mengangkat derajadnya sendiri sejajar dengan Senapati di Mataram itu. "
Tidak ada yang menyahut. Sementara itu mereka telah berjalan semakin jauh dari alunalun.
Orang separo baya itu berkata -Aku bermalam di rumah Ki Winih. Jika kalian
memerlukan aku, hubungi aku dirumah itu. "
" Baik --jawab salah seorang diantara anak-anak muda itu --kami akan membagi diri.
Aku dirumah pamanku, Ki Pucang Doyong. Yang lain dirumah Kerta Ireng. "
Orang yang sudah separo baya itu mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah. Berhatihatilah.
Kita berada disatu lingkungan yang bagi kita sangat berbahaya. Apalagi kita sudah
mulai menyulut apinya. Tetapi yang kita lakukan perlu mendapat penilaian lagi.
Selanjutnya kita harus memilih langkah yang lebih baik dari yang sudah kita lakukan. Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Namun sejenak kemudian merekapun telah


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpencar menuju ke tempat mereka masing-masing.
Sementara itu, maka para prajurit telah membenahi alun-alun. Membersihkan patokpatok
dan gawar. Melepas panggungan dan mengatur kembali sebagaimana sebelum
dipergunakan. Ketika senja turun, maka dirumah Ki Wirayuda telah menjadi ramai. Beberapa orang
anak muda telah berkumpul. Anak-anak muda dari berbagai macam kelompok yang
sebelumnya saling bersaing dan saling bermusuhan. Diantara mereka hadir Sabungsari
dan Glagah Putih. Kepada anak-anak muda itu Ki Wirayuda memberikan beberapa petunjuk tentang
keadaan yang sedang berkembang di Mataram, sehingga anak-anak muda itu harus
mengambil tempat sesuai dengan kedudukan mereka sebagai pilar-pilar penyangga masa
depan. - Sekarang kalian melihat sendiri, apa yang terjadi di Mataram. Belum lama berlalu,
Kepatihan telah diserang. Sekarang mereka telah menampakkan dirinya meskipun samar.
Apa yang mereka lakukan memang belum dapat dijadikan alasan untuk menangkap
mereka. Tetapi dalam keadaan seperti ini kita semuanya merasa bahwa harga diri kita
sudah disentuh. Selama ini kita masing-masing selalu memandang hari-hari itu milik kita
sendiri. Setiap kelompok merasa bahwa dirinya memiliki kesempatan untuk berbuat apa
saja tanpa menghiraukan kepentingan orang lain. Tetapi sekarang kita harus mulai
menyadari, apa yang sebenarnya atas diri kita. Diri kita dalam keutuhan Mataram. Jika
kita masing-masing merupakan anggauta badan yang sama, cubitan pada kita akan terasa
sakit oleh kita semuanya, sebagaimana luka dilengan akan terasa sampai keujung kaki.
Sebaliknya luka ditumit, seluruh badan akan merasa terganggu pula. Karena itu, aku
minta kalian dapat menempatkan diri dengan tepat saat sekarang ini. Apalagi kalian
adalah anak-anak muda yang memiliki kekuatan. Sedangkan kekuatan itu sangat
diperlukan oleh Mataram sekarang ini. " berkata Ki Wirayuda.
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk kecil. Mereka memang merasa bahwa harga
diri mereka sebagai anak-anak muda Mataram telah tersinggung. Karena itu, maka
mereka dapat lebih mudah memahami keterangan Ki Wirayuda.
" Nah " berkata Ki Wirayuda - aku minta bantuan kalian. Kalian tahu apa yang harus
kalian lakukan dalam keadaan gawat seperti sekarang ini. Kalian akan dapat merenung,
apakah yang sebaiknya kalian lakukan besok, lusa dan seterusnya. Apakah Macan Putih,
Kelabang Ireng, Sidat Macan, Panji Mas dan yang lain-lain itu masih perlu ada" Apakah
kalian menyadari bahwa kelompok-kelompok kalian itu akan dapat menjadi celah-celah
yang akan dapat dipergunakan untuk membelah persatuan anak-anak muda Mataram" Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Kesadaran bahwa selama ini mereka telah
melakukan tindakan yang membuat para pemimpin pemerintahan dan keprajuritan
menjadi sibuk dan bahkan merasa terganggu, mulai menyusup di jantung mereka.
Beberapa saat kemudian, Ki Wirayuda masih memberikan beberapa penjelasan tentang
kelompok-kelompok anak muda yang sama sekali tidak menguntungkan itu.
Ketika kemudian mereka pulang, maka mereka benar-benar merenungkan kata-kata Ki
Wirayuda itu. Karena itulah, maka para pemimpin kelompok itu telah memanggil kawankawan
mereka dan mulai saling bertanya - Apakah yang telah kita lakukan bagi Mataram"
Sementara itu setelah pembicaraan antara Ki Wirayuda dan anak-anak muda itu selesai,
maka Sabungsari dan Glagah Putihpun telah minta diri. Berdua mereka berjalan menuju
ke rumah Ki Lurah Branjangan.
Ketika mereka sampai dirumah itu, maka mereka menemukan Ki Ajar Gurawa dan
kedua orang muridnya berada di rumah Ki Lurah itu pula.
" Aku akan ikut bermalam di sini. Apakah diperkenankan" -berkata Ki Ajar Gurawa.
Sabungsari dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak. Namun sambil tersenyum
Sabungsari menjawab - Siapakah yang harus mengambil keputusan diantara kita" Glagah Putihpun tertawa. Tetapi katanya " Yang memiliki rumah ini tidak ada
sekarang. Apa salahnya kita bermalam disini. Penunggu rumah ini sudah mengenal
siapakah kita. - " Siapa lagi yang akan bermalam di sini" - bertanya Ki Ajar Gurawa.
" Tidak ada. Yang lain berada di rumah Ki Wirayuda meskipun tidak ikut dalam
pertemuan itu. Mereka diijinkan bermalam dirumah itu. Justru karena banyak anak-anak
muda disana, maka kehadiran mereka tidak menarik perhatian lagi. - jawab Sabungsari.
Malam itu mereka memang bermalam di rumah Ki Lurah Branjangan. Orang yang
dipercaya menunggui rumah itu telah menyediakan makan dan minuman mereka. Namun
karena agaknya orang itu tidak mempunyai banyak uang, maka Sabungsari telah memberi
uang kepadanya untuk keperluan para anggauta Gajah Liwung itu.
Dalam pada itu, Ki Winih, orang yang sudah separo baya itu duduk bersama dua orang
kawannya. Mereka masih berbincang tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat
mereka lakukan. Tetapi merekapun mulai menilai langkah-langkah yang sudah mereka
lakukan dialun-alun. Mereka tertegun sejenak ketika mereka mendengar pintu rumah itu diketuk orang.
-- Siapa" " bertanya salah seorang yang ada di dalam.
" Pintu tiga, tujuh bersama-sama -- jawab yang di luar. Seorang diantara ketiga orang
itu bangkit untuk membuka pintu. Dua orang anak muda melangkah masuk dan duduk
pula di ruang dalam bersama ketiga orang itu.
" Ada apa" ~ bertanya orang yang separo baya itu.
" Kiai Manuhara ~ berkata salah seorang diantara anak-anak muda itu " kami sudah
mengetahui rumah anak muda yang bernama Sabungsari dan Glagah Putih itu. "
" Dimana" - bertanya salah seorang yang ada di ruang dalam itu.
Anak muda itupun segera memberikan ancar-ancar rumah yang disangkanya rumah
Sabungsari dan Glagah Putih.
Namun orang itupun kemudian berkata " Itu rumah Ki Lurah Branjangan. ~
Orang yang sudah berumur separo baya dan dipanggil Kiai Manuhara itu mengerutkan
keningnya. Namun kemudian iapun bertanya - Kau lihat anak-anak muda itu masuk
kerumah itu" - " Ya " jawab anak muda yang memberikan laporan.
. ~ Awasi terus rumah itu - berkata Kiai Manuhara.
" Apakah kita tidak ingin bertindak cepat" - bertanya anak muda itu - kita selesaikan
mereka. Justru selagi kesan tentang lembu jantan liar yang terbunuh itu masih melekat
pada orang-orang Mataram. Malam harinya, dua orang pembunuh lembu jantan itu telah
terbunuh. " Kiai Manuhara termangu-mangu sejenak. Namun iapun bertanya " Apakah hanya ada
dua orang anak muda itu di rumah Ki Lurah Branjangan" " Kami hanya melihat dua orang anak muda itu masuk ke rumah itu. Karena kami
tidak mengawasi orang lain, jadi kami tidak tahu apakah ada orang lain atau tidak. "
- Apakah sekarang mereka masih diawasi" " bertanya Kiai Manuhara.
- Masih. Keduanya masih tetap diawasi. Maksudku, rumah itu kini berada dalam
pengawasan terus - jawab anak muda itu.
Kiai Manuhara mengangguk-angguk. Katanya " Ada baiknya keduanya kita selesaikan
sekarang. Tetapi kita harus mempunyai bahan yang cukup. Lihat dengan teliti, siapa saja
yang berada di rumah itu. Aku akan bersiap-siap dengan hati-hati agar kita tidak gagal.
Jika membunuh dua orang kanak-kanak saja kita sudah gagal, lalu apa yang dapat kita
lakukan kemudian. Karena itu, keberhasilan kita akan dapat menjadi ukuran akan
keberhasilan kita dimasa-masa mendatang. Kita harus membuat Mataram menjadi kota
yang penuh dengan keresahan, ketakutan dan ketidak-pastian.
Anak-anak muda yang datang menemui Kiai Manuhara itu mengangguk-angguk.
Sementara itu, Ki Winih sendiri, seorang diantara mereka yang duduk diruang dalam itu
berkata " Ki Lurah Branjangan sendiri tidak ada dirumah. Ia berada di Tanah Perdikan
Menoreh. Untuk sementara Ki Lurah diperbantukan kepada Agung Sedayu. Lurah prajurit
dalam pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Kiai Manuhara mengerutkan keningnya. Katanya - Satu sasaran yang menarik. Setelah
membunuh anak-anak itu, maka menghancurkan pasukan khusus di Tanah Perdikan itu
tentu akan menimbulkan pengaruh yang besar. "
- Siapa yang akan dapat menghancurkan mereka di Tanah Perdikan Menoreh"
Seandainya kau akan mencoba, maka kau harus membawa prajurit segelar sepapan.
Darimana kau mendapatkannya" Apakah kau akan membawa dari Pati kemari" - bertanya
Ki Winih. Kiai Manuhara termangu-mangu sejenak. Namun katanya -Aku bukan seorang yang
mudah menjadi putus asa. Padepokan Jati Kenceng mempunyai kekuatan yang besar. "
Tetapi Ki Winih tertawa. Katanya " Aku pernah berada di padepokanmu. Akupun
pernah melihat kekuatan Pasukan Khusus itu.
Tiga padepokanmu tidak akan dapat mengimbangi kekuatan Pasukan Khusus yang
meskipun tidak terlalu besar, tetapi memiliki kemampuan yang sangat tinggi. -Kau mulai menghina padepokanku. " desis Kiai Manuhara.
- Apakah kau juga sudah mulai berpikir seperti Ki Wanayasa sehingga pasukannya
dihancurkan meskipun Ki Podang Abang bersamanya" " bertanya Ki Wiriih.
Kiai Manuhara tidak menyahut. Namun kemudian iapun berkata kepada anak muda
yang datang kepadanya " Lihat rumah itu. Jika yang ada hanya kedua orang anak muda
itu, maka dua orang Putut padepokanku akan aku tugaskan untuk membunuh mereka
berdua. - - Kau jangan kehilangan akal seperti itu - berkata Ki Winih
- Kedua orang anak muda yang mampu membunuh lembu jantan yang liar itu tentu
bukan anak muda kebanyakan. Kedua Putut itu tentu tidak akan mampu berbuat banyak.
Apalagi jika dirumah itu ada orang lain. "
Kiai Manuhara tersenyum. Katanya " Putut dipadepokanku, bukannya cantrik yang
karena telah lama berguru dengan tekun, kemudian diangkat menjadi Putut tanpa
pendadaran. Putut-pututku adalah orang-orang pilihan. Satu diantaranya adalah orang
yang berkelahi melawan lembu jantan liar itu. Jika saja ia tidak dengan sengaja
melepaskan lembu jantan itu, maka iapun akan dapat membunuhnya. "
Ki Winih mengangguk-angguk. Namun kemudian ia berdesis
- Tetapi aku sekedar memperingatkanmu. "
Kiai Manuharapun kemudian sekali lagi berkata kepada kedua anak muda yang
melaporkan kepadanya tentang Sabungsari dan Glagah Putih - Pergilah. Lihat rumah itu.
Apapun yang akan aku lakukan kemudian, adalah tanggung jawabku.
Kedua orang anak muda itupun segera berangkat menuju ke-rumah Ki Lurah
Branjangan. Keduanya segera menghubungi kawan mereka yang memang ditinggalkan
untuk mengawasi rumah itu, apabila Sabungsari dan Glagah Putih keluar lewat regol
halaman. " Tidak ada seorangpun yang keluar dari rumah itu " berkata anak muda yang
mengawasi regol. " Aku akan masuk ke halaman lewat dinding samping. Aku harus melihat apakah ada
orang lain dirumah itu " berkata anak muda yang telah menghubungi Kiai Manuhara.
" Hati-hatilah " desis kawannya yang mengawasi regol halaman.
Sejenak kemudian, maka dua orang anak muda telah berusaha memasuki halaman
rumah Ki Lurah Branjangan lewat dinding samping halaman. Mereka meloncat dalam
kegelapan dan dengan sangat berhati-hati memasuki halaman belakang yang terlindung
oleh dedaunan. Baru kemudian, mereka merayap mendekati rumah yang masih nampak terang oleh
sinar lampu minyak. Karena sebenarnyalah Sabungsari, Glagah Putih, Ki Ajar Gurawa dan
kedua orang muridnya masih berbincang-bincang dipringgitan.
Dengan demikian, maka kedua orang pengikut Kiai Manuhara itu dapat langsung
melihat dari samping rumah Ki Lurah. Ketika mereka mendekati rumah itu, mereka
langsung mendengar beberapa orang yang sedang berbicara, meskipun tidak terlalu
keras. Namun sekali-sekali mereka mendengar suara tertawa.
Dengan mudah, mereka dapat langsung menemukan sumber suara itu, karena berlima
mereka berada di pringgitan. " Untunglah, kita tidak meloncat dinding depan rumah "
desis salah seorang di antara dua orang pengikut Kiai Manuhara.
Kawannya mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab. Mereka berusaha untuk dapat
mendengarkan percakapan antara kelima orang yang duduk dipringgitan. Seorang
diantaranya bukan lagi anak muda. Tetapi justru rambutnya yang tergerai dibawah ikat
kepalanya, sudah mulai memutih.
Seorang di antara anak muda itu telah menarik kawannya untuk berlindung kedalam
kegelapan ketika kawannya itu menjadi terlampau berani melangkah semakin dekat
dengan pendapa dan pringgitan rumah Ki Lurah Branjangan itu.
Namun agaknya anak muda itu ingin mendengar apa saja yang diperbincangkan oleh
orang-orang yang ada dipringitan itu. Karena itu ia berdesis - Kita tidak mendengar apaapa
disini. Tetapi kawannya yang menariknya ke kegelapan itu menyahut perlahan-lahan. - Kita
tidak perlu mendengarkan pembicaraan mereka. Yang penting kita segera kembali dan
Pena Wasiat 25 Trio Detektif 39 Misteri Kejaran Teror Piala Api 3

Cari Blog Ini