13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 3
Kiai Warangka menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam Kiai Warangka menjawab - Adhi Timbang Laras. Sebenarnyalah per"tanyaan serupa telah menjalari relung-relung di dadaku. Tetapi aku ti"dak tahu kepada siapa aku harus bertanya. Murid utama guru hanyalah tiga orang. Aku, kau dan Serat Waja. Jika kau tidak tahu dan aku tidak tahu, apakah guru justru menyerahkan kepada Serat Waja dan Serat Waja tidak memberitahukan kepada kita " - Mustahil kakang - sahut Kiai Timbang Laras - murid tertua adalah kakang. Tentu kakang adalah orang yang paling tahu tentang warisan bagi perguruan kita itu. - Timbang Laras. Seingatku, aku sudah pernah mengatakan ke"padamu, bahwa aku tidak pernah mengetahui bahwa perguruan kita ini mempunyai warisan dari guru. - Kakang. Waktu itu aku belum bersungguh-sungguh ingin mengetahui serba sedikit tentang warisan itu. Tetapi sekarang aku di"hadapkan pada sebuah rencana yang besar bagi padepokanku, se"hingga aku ingin mengetahuinya, apakah warisan itu dapat membantu rencanaku untuk mengembangkan padepokanku. - Aku berkata sebenarnya Timbang Laras. Bahkan aku justru ingin bertanya kepadamu, apakah kau pernah mendengarnya bahwa guru telah meninggalkan warisan bagi perguruan kita. - Kakang. Jika aku bertanya tentang warisan itu, sama sekali ti"dak untuk kepentinganku sendiri. Tetapi juga untuk kepentingan per"guruan. Jika salah satu dari perguruan kita berkembang, bukankah itu juga berarti bahwa ilmu yang ditinggalkan guru itu akan berkembang pula " - Aku mengerti Timbang Laras. Akupun merasa ikut berbahagia jika padepokanmu akan berkembang sesuai dengan rencanamu. Tetapi sekali lagi aku katakan, bahwa aku tidak mengerti sama sekali, apakah yang pernah diwariskan oleh guru bagi kita semuanya selain ilmu yang telah kita kuasai. - Kakang - berkata Timbang Laras - apakah sebenarnya kebe"ratan kakang bahwa aku dan perguruanku dapat berkembang " Apakah warisan itu lebih baik dimakan ngengat daripada aku pergunakan " - Sebaiknya kita mengundang Serat Waja untuk berbicara bersama-sama. Jika ia pernah mendengar, mungkin kita dapat menelu"suri bersama-sama. - Aku sudah cukup lama menunggu kakang. Jangan Membiar"kan aku selalu dibayangi oleh kegelisahan karena rencana-rencanaku yang tidak dapat berjalan sesuai dengan keinginan kami sepadepokan.
- Sekarang aku menyerahkan segala kebijaksanaan kepadamu, Timbang Laras. Apakah sebaliknya yang harus aku lakukan jika aku benar-benar tidak mengetahui dimana letak warisan itu. Tetapi aku mengusulkan, agar kita memanggil Serat Waja. Ia tidak akan berkebe"ratan untuk datang jika ia berada di rumahnya. - Serat Waja adalah seorang pengembara. - Tetapi satu kali ia akan pulang karena ia mempunyai istri dan anak. - Kakang, kita sudah sama-sama menginjak usia senja. Nampak"nya tidak baik jika kita harus bertengkar. - berkata Timbang laras. Lalu katanya kepada Ki Jayaraga. - Bukankah begitu Ki Jayaraga.
- Ya, ya Kiai - jawab Ki Jayaraga agak tergagap menerima per"tanyaan yang tiba-tiba itu.
Kiai Warangka menarik nafas dalam-dalam. Dengan sareh iapun berkata - Timbang Laras. Aku juga bukan orang yang ingin berteng"kar. Sebenarnyalah aku merasa sedih karena aku tidak dapat menun"jukkan warisan sebagaimana kau sebut-sebut itu. - Aku tidak mengira bahwa kakang benar-benar bersikap keras. Aku yang telah mengenal sifat dan watak kakang, sebenarnya tidak da"pat mengerti, kenapa sifat dan watak kakang itu berubah. - Aku menyerahkan segala-galanya kepadamu, Timbang Laras. Apa yang sebaiknya harus aku lakukan, justru karena aku benar-benar tidak tahu apa yang kau maksudkan. - berkata Kiai Warangka kemu"dian. Lalu katanya pula - bahkan aku minta, kau sebutkan, apa yang kau tetahui tentang warisan itu. Katakan, bahwa aku hanya sekedar berpura-pura. Tetapi jika kau mau mengatakannya apa yang kau de"ngar tentang ujud warisan itu, mungkin akan dapat membantu ingat"anku untuk mengetahui, dimana kira-kira warisan itu sekarang ini. Timbang Laras termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ka"tanya - Baiklah. Aku akan menyebutkannya, meskipun sebenarnya kakang tentu sudah mengetahuinya. Warisan itu tersimpan dalam se"buah peti tembaga yang besar dan berat. Bukankah kita sering melihat peti tembaga itu di sanggar khusus guru semasa hidupnya. Kiai Warangka mengangguk-angguk, Katanya - Aku ingat ten"tang peti tembaga itu. - Sanggar khusus guru itu berada di padepokan ini. Nah, bukan"kah wajar jika aku bertanya kepada kakang, dimana peti tembaga itu sekarang. " Dahi Kiai Warangka nampak berkerut. Sambil mengangguk-angguk ia berkata - Ya. Di sanggar khusus guru itu terdapat sebuah peti tembaga. Tetapi kaupun tentu ingat, Timbang Laras bahwa aku ti"dak segera menggantikan kedudukan guru setelah guru wafat. Kita bertiga harus mengambil perguruan ini dari tangan seorang yang mengaku, adik seperguruan guru. - Tidak, kakang. Aku tidak ikut berperang padasaat terjadi ben"turan antara kakang dengan paman Naipada. Waktu itu aku sedang mengembara di pesisir Utara Bahkan pada saat aku merasa jenuh de"ngan pengembaraan itu dan menetap disuatu tempat yang sekarang menjadi padepokan itu, aku tidak lagi tahu menahu perkembangan pa"depokan ini. Baru kemudian pada satu hari aku telah menghubungi ka"kang kembali. Namun kakang tidak pernah lagi berbicara tentang peti tembaga ini. - Kau seharusnya juga memikirkan satu kemungkinan yang da"pat terjadi pada saat-saat peralihan itu. - Paman Narpada tidak berhasil menguasai padepokan ini sepe"nuhnya. Menurut nalar, paman Narpada tidak akan sempat membawa peti yang besar dan berat itu. - Mungkin saja paman Narpada tidak sempat membawa itu ke"luar. Tetapi dalam kekisruhan yang terjadi saat itu, mungkin ada tangan-tangan lain yang melakukannya. Aku sendiri saat itu memutus"kan perhatianku untuk mengambil kembali warisan terbesar guru. Yaitu padepokan ini tanpa memikirkan kemungkinan adanya warisan yang lain. - Tetapi setelah segala-galanya dapat kakang atasi, kakang tidak pernah menyebut-nyebutkan tentang peti tembaga itu. Kakang tidak pernah mengatakan kepadaku, bahwa kita telah kehilangan. Kakang nampaknya, merasa tenang-tenang saja meskipun peti tembaga itu ti"dak lagi berada dilemparnya. - Baiklah, Timbang laras. Alu akan memerintahkan dua orang cantrik untuk menemui Serat Waja. Aku ingin ia ada diantara kita un"tuk membicarakan tentang peti tembaga itu. Mungkin Serat Waja mengetahui apa yang terjadi, setidak-tidaknya mengingat sesuatu yang dapat kita pergunakan untuk menelusuri arah hilangnya peti lem"baga itu. - Untuk sementara, aku dapat menyetujuinya kakang, Tetapi aku tidak akan dapat menunggu terlalu lama. Rencanaku harus berjalan se"cepatnya. - Besok pagi-pagi kedua orang cantrikku akan berangkat. Jika Serat Waja ada dirumah, maka besok lusa ia akan berada disini. - Tidak perlu secepat itu kakang. Aku mempunyai waktu sepe"kan. Besok aku akan minta diri. Sepekan lagi aku akan datang kemari. Meskipun aku harus menempuh perjalanan panjang, tetapi itulah yang terbaik bagiku. Dalam keadaan sekarang ini. aku tidak dapat mening"galkan padepokanku terlalu lama. - Bukankan tidak akan lebih dari dua hari " - bertanya Kiai Wa"rangka.
- Jika besok pagi-pagi aku pulang, maka besok malam aku sudah berada di padepokan. Sepekan lagi aku akan datang kemari. Mudah-mudahan adi Serat Waja sudah berada disini. - Baiklah - berkata Kiai Warangka - aku akan berusaha untuk menghadirkan Serat Waja sebelum sepekan. Seperti aku katakan, jika ia ada dirumah, maka besok lusa ia sudah berada di sini. - Jika demikian, besok aku akan mina diri, kakang. Aku sempat berada dirumah selama empat hari. Itu sangat penting bagiku justru saat-saat penting bagi padepokanku. - Kalian besok akan mendapat tambahan dua orang pengiring lagi, Timbang Laras. - Dua orang pengiring " -bertanya Timbang Laras dengan kerut dikening.
- Ya. Aku mempunyai dua orang tamu yang mengaku datang dari padepokanmu.- Wajah Kiai Timbang Laras itu menjadi tegang. Namun kemu"dian iapun bertanya - Apakah mereka berada di sini sekarang " Kiai Warangka menganggul-angguk. Dengan datar ia menjawab - Ya. Mereka ada disini sekarang. - Jika benar mereka mengaku orang-orangku, apakah aku dapat bertemu dengan mereka " - Tentu - jawab Kiai Warangka - biarlah kau nanti diantar ke"pada mereka. Ki Jayaraga melihat ketegangan diwajah Kiai Timbang Laras. Tetapi Ki Jayaraga masih tetap berdiam diri. Ia tidak ingin mencampuri persoalan yang terjadi antara kedua orang saudara seperguruan itu.
Jika ia terlibat didalamnya adalah karena tugas yang dibebankan oleh Ki Gede Menoreh justru karena ada sekelompok anak muda yang mengaku berasal dari padepokan Kiai Warangka. Namun kemudian merekapun mengaku bahwa mereka adalah anak-anak muda yang se"dang menjalani pendadaran di padepokan Kiai Timbang Laras. - Kenapa mereka berada disini " - bertanya Kiai Timbang Laras dengan kerut didahinya.
- Kakang. Ijinkan aku menemui mereka. - Kau tentu akan diantar kepada mereka. Tetapi masih ada satu pertanyaan lagi, Timbang Laras. Bukan dari aku. Tetapi dari Ki Jaya"raga. - Pertanyaan apa " - Kiai Timbang Laras memandang Ki Jaya"raga dengan sorot matanya yang membayangkan berbagai macam per"tanyaan.
- Maaf, Kiai - berkata Ki Jayaraga - aku tidak mengerti, dimana letak kesalahannya. Tetapi beberapa hari yang lalu, sekelompok anak muda nampak berada di Tanah Perdikan Menoreh. Karena kami, orang-orang Tanah Perdikan Menoreh belum mengenal mereka, maka kami telah membawa mereka ke banjar untuk sekedar berbincang. Ternyata mereka mengaku datang dari padepokan Kiai Timbang La"ras. Mereka adalah anak-anak muda yang sedang mengalami penda"daran sebelum mereka diterima menjadi cantrik di padepokan Kiai Timbang Laras. - O - Kiai Timbang Laras mengangguk-angguk - jadi mereka berkeliaran sampai ke sedemikian jauh " - Apakah yang mereka lakukan itu atas kehendak mereka sendiri atau atas perintah Kiai Timbang Laras " - bertanya Ki Jayaraga.
Kiai Timbang Laras tersenyum. Katanya - Ternyata mereka ti"dak layak untuk diterima menjadi cantrik di padepokanku. Agaknya mereka terlalu dungu untuk dapat menerima berbagai macam ilmu dan pengetahuan - Kiai Timbang Laras itu berhenti sejenak. Lalu iapun bertanya - apa lagi yang mereka katakan " Kiai Jayaraga menarik nafas. Ia memang merasa ragu Ketika ia berpaling memandangi Kiai Warangka, maka Kiai Warangka itupun berkata - Nah, mumpung Ki Jayaraga bertemu dengan Timbang La"ras. Barangkali banyak hal yang akan ditanyakan. Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian kata"nya - Kiai. Ketika kami bertanya kepada mereka, mula-mula mereka mengaku cantrik dari padepokan Kiai Warangka. Namun Kemudian mereka telah berterus terang bahwa mereka adalah anak-anak muda yang sedang menjalani pendadaran di padepokan Kiai Timbang Laras.
Wajah Kiai Timbang Laras menegang. Dengan suara yang berat ia berdesis - Bukan hanya dungu, tetapi mereka benar-benar tidak pu"nya otak. - Apa yang seharusnya terjadi, Kiai Timbang Laras " - bertanya Ki Jayaraga.
- Aku menyesal bahwa hal itu telah terjadi. Aku dapat mem"bayangkan bahwa mereka tidak sekedar berada di Tanah Perdikan Me"noreh. Tetapi mereka tentu sudah berbuat sesuatu yang tercela.Ki Jayaraga termangu-mangu sejenak. Tetapi ia menunggu, apa yang akan dikatakan oleh Kiai Timbang Laras.
- Ki Jayaraga - berkata Kiai Timbang Laras kemudian - aku memang memerintahkan agar mereka melakukan sedikit perjalanan untuk mengenal satu lingkungan tertentu sebelum mereka dapat aku terima untuk menjadi cantrik di padepokanku. Aku memberikan arah kepada mereka yang antara lain memang aku sebut Tanah Perdikan Menoreh. Aku telah mengatakan kepada mereka, bahwa padepokan Kiai Warangka, saudaraku seperguruan letaknya tidak terlalu jauh dari Tanah Perdikan Menoreh. Itulah agaknya yang telah memberikan ga"gasan kepada mereka untuk mengatakan bahwa mereka datang dari padepokan Kiai Warangka. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Alasan itu memang masuk akal. Apalagi melihat perubahan wajah yang terjadi pada Kiai Tim"bang Laras. Sementara itu, Kiai Timbang Laras itupun berkata - Baik Ki Jayaraga. Jika aku bertemu dengan mereka, sepulangku dari pade"pokan ini, aku akan berbicara dengan mereka.. - Kiai akan mendapat keterangan yang lebih terperinci dari me"reka. - Tetapi nampaknya mereka tidak dapat dipercaya. Meskipun demikian keterangan mereka memang sangat aku perlukan. - Kiai Timbang Laras berhenti sejenak. Namun Kemudian iapun bertanya - Apa yang telah mereka lakukan di Tanah Perdikan Menoreh. " - Seperti biasanya yang dilakukan anak-anak muda, Kiai. Meski"pun agak sedikit berlebihan. - Aku mengerti. Tetapi anak-anak itu benar-benar bodoh. Seha"rusnya mereka tahu, bahwa isi dari Tanah Perdikan Menoreh adalah ilmu dan kemampuan yang sangat tinggi. Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah Ki Jayaraga itupun berkata - Tidak ada apa-apa di Tanah Perdikan Meno"reh, Kiai. Yang terjadi hanyalah sedikit terkejut dan heran. Sehingga harus bertanya kepada anak-anak muda itu.- Biarlah, Ki Jayaraga. Aku tentu akan berbicara dengan mereka.. Mereka yang telah melakukan kesalahan itu, tidak akan dapat kau ter"ima sebagai cantrik di padepokanku. Ki Jayaraga mengangguk-angguk kecil. Katanya dengan ragu-ragu - Untunglah bahwa mereka masih mempunyai kejujuran untuk mengaku bahwa merela datang dari padepokan Kiai Timbang Laras, sehingga tidak terjadi geseran antara Tanah Perdikan ini dengan pade"pokan Kiai Warangka. Sebenarnyalah kerena anak-anak itulah maka aku berkunjung ke padepokan ini. Tetapi tanpa persoalan itu, aku akan telah lama sekali tidak mengunjungi Kiai Warangka, masih juga be"lum datang kemari. Kiai Timbang Laras tersenyum. Katanya - Ki Jayaraga tentu akan panjang umur. Segala sesuatunya diterima dengan baik, bahkan dipandang dari sisi yang bermanfaat. Ki Jayaraga tersenyum pula. Katanya - Doakan saja Kiai, agar aku benar-benar panjang umur. Kiai Timbang Laras mengangguk-angguk. Namun kemudian ia"pun berkata kepada Kiai Warangka - Kakang, sekarang apakah aku dapat menemui kedua orang yang mengaku dari padepokan itu " - Tentu, Timbang Laras. Marilah, biarlah aku sendiri mengan"tarmu. Apakah Ki Jayaraga juga akan ikut bersama kami " - Baiklah, Kiai. Aku akan ikut. Demikianlah, maka Kiai Timbang Laras, Kiai Warangka dan Ki Jayaraga telah pergi ke tempat kedua orang dari Padepokan Kiai Tim"bang Laras itu disimpan.
Ki Timbang Laras yang berjalan disebelah Kiai Warangka men"jadi berdebar-debar. Sementara Ki Jayaraga berjalan dibelakang me"reka.
Ki Timbang Laras merasa heran, bahwa ketika ia melihat-lihat padepokan itu, rasa-rasanya tidak ada sebuah ruanganpun yang dilam-pauinya. Ternyata bahwa dugaannya itu salah. Tentu masih ada bebe"rapa ruang yang terlampaui. Salah satunya adalah tempat kedua orang cantriknya ditahan.
.Ketika mereka sampai ke ruang tempat kedua cantriknya itu di"tahan, Kiai Timbang Laras termangu-mangu sejenak. Rasa-rasanya ia sudah, berjalan melewati bangunan itu.
- Terlalu banyak bangunan di padepokan ini - berkata Kiai Tim"bang Laras didalam hatinya.
Dua orang cantrik yang duduk di serambi ruang itupun bangkit berdiri ketika mereka melihat Kiai Timbang Laras, Kiai Warangka dan Ki Jayaraga datang ketempat itu.
- Silahkan, Timbang Laras -.berkata Kiai Warangka kepada adik seperguruannya itu. Lalu katanya kepada cantrik yang berjaga-jaga diserambi itu - Buka selaraknya. Cantrik itupun kemudian membuka selarak pintu itu. Ketika pintu itu kemudian membuka selarak pintu itu, Ketika pintu itu kemu"dian dibuka, kedua orang yang ada didalam bilik itu terkejut. Dengan serta merta mereka bangkit berdiri.
Tetapi wajah mereka segera menjadi pucat Yang berdiri dimuka pintu adalah Kiai Timbang Laras.
- Jadi kalian bermalam disini " - bertanya Kiai Timbang Laras.
Jantung kedua orang itu seakan-akan telah berhenti berdetak. Mereka memandangi wajah Ki Timbang Laras sejenak. Namun mata mereka rasa-rasanya menjadi kabur sehingga keduanya menunduk dalam-dalam.
Kiai Timbang Laras melangkah masuk. Sementara Kiai Wa"rangka dan Ki Jayaraga menunggu diluar.
Tidak seorangpun pengiring Kiai Timbang Laras yang ada di pa"depokan ikut menemui orang itu.
- Apa yang kalian lakukan disini " - bertanya Kiai Timbang La"ras.
Kedua orang itu menjadi bingung. Mereka tidak tahu bagaimana harus menjawab.
- Aku telah berbicara dengan Kiai Warangka dan Ki Jayaraga, dari Tanah Perdikan Menoreh. Sekarang aku ingin mendengar ja"waban kalian, kenapa kalian berada disini " Kedua orang itu benar-benar bingung. Apa yang harus dikatakan"nya.
- Jawablah yang sebenarnya. Kalian tidak usah takut. -Kedua orang itu tidak melihat orang lain didepan pintu. Meski"pun mereka tahu diluar ada orang yang menunggu mereka, tetapi ja"raknya tentu tidak terlalu dekat. Karena itu, maka seorang diantaranya menyahut perlahan sekali - Bukankah Kiai memerintahkan kami mengawasi padepokan ini " - Ya. Tetapi tidak masuk kedalamnya - desis Kiai Timbang Laras.
Kedua orang itu masih saja ragu-ragu. Meskipun demikian, seo"rang diantara mereka berkata - Aku telah terjebak oleh Ki Jayaraga itu. - Kenapa hal itu dapat terjadi " Perlahan-lahan dan dengan hati-hati orang itu menceritakan ba"gaimana keduanya mengawasi Ki Jayaraga. Namun justru merekalah yang telah ditangkap.
Adalah diluar dugaan bahwa Kiai Timbang Laras itu tertawa. Ka"tanya - Betapa dungunya cantrik-cantrik dari padepokanku. Tetapi baiklah, Kiai Warangka sudah mengisyaratkan bahwa besok kalian dapat kembali bersamaku. Kedua orang itu saling berpandangan sejenak. Sementara Kiai Timbang Laraspun berkata - Kita akan membicarakan persoalan ini di padepokan kita sendiri. Kedua orang itu tidak menjawab.
Karena keduanya hanya berdiam diri, maka Kiai Timbang Laras itupun berkata - Diluar ada Ki Jayaraga dan Kiai Warangka. Tetapi nampaknya mereka tidak akan berbicara apa-apa sekarang ini. Entahlah besok menjelang kalian meninggalkan padepokan ini. Kedua orang itu masih saja berdiam diri. Tetapi mereka menjadi sangat berdebar-debar. Mereka selalu meragukan sikap Kiai Timbang Laras. Jika Kiai Timbang Laras nampak tersenyum-senyum, berbicara dengan manis dan bahkan sekali-kali menepuk bahu, maka kemudian yang terjadi justru sebaliknya. Kemarahan yang ditahan dibalik sikap manisnya itu pada suatu saat akan dapat meledak.
Namun malam itu Kiai Timbang Laras memang tidak berbuat apa-apa. Bahkan kemudian ditepuknya bahu kedua orang cantriknya yang tertawa di padepokan Kiai Warangka itu.
Kiai Timbang Laras tidak berbicara lebih panjang lagi. Iapun ke"mudian telah meninggalkan kedua orang cantriknya itu.
Kiai Warangka dan Ki Jayaraga tidak menemui kedua orang itu. Merekapun kemudian telah meninggalkan barak itu kembali ke ba"ngunan utama.
Tetapi mereka tidak berbincang terlalu lama lagi. Kiai Warangkapun kemudian mempersilahkan Kiai Timbang Laras untuk beristira"hat.
Sebelum Kiai Timbang Laras masuk kedalam biliknya, maka ia sempat berbicara dengan para pengiringnya sejenak. Namun kemu"dian Kiai Timbang Laras itupun berkata - Beristirahatlah. Aku juga akan beristirahat.Sejenak kemudian, maka padepokan Kiai Warangkapun menjadi sepi. Ki Jayaraga dan Kiai Warangka sendiri juga segera masuk keda"lam bilik mereka.
Dalam pada itu, malam itu juga pasukan Mataram yang menuju ke Pati sedang beristirahat pula diperjalanan.
Tetapi malam itu Glagah Putih ternyata tidak sempat beristirahat karena ia mendapat tugas untuk menghubungi pasukan induk yang di"pimpin oleh Panembahan Senapati.
Glagah Putih telah mendapat tugas bersama seorang prajurit ma"lam itu. Mereka harus memberikan laporan dan sekaligus mendapat"kan keterangan tentang keberadaan pasukan induk dan pasukan yang satu lagi, yang melalui jalur paling kanan.
Lewat tengah malam, maka Glagah Putih telah melarikan kuda"nya melalui jalan-jalan yang belum pernah dikenalnya. Tetapi mereka telah mendapat petunjuk dan ancar-ancar kemana mereka harus pergi.
Meskipun malam gelap pekat, namun Glagah Putih dan prajurit yang terpilih untuk menjadi penghubung itu akhirnya dapat menemu"kan tujuan mereka. Ketika mereka sampai kesebuah padang perdu, maka mereka merasa bahwa mereka telah menempuh arah yang benar. Apalagi ketika mereka melihat dua batang pohon raksasa di sebelah sebuah batu yang besar. Tidak jauh dari kedua pohon raksasa itu terda-pas sebuah kolam yang mata airnya terhitung deras, sehingga dari be-lumbang itu mengalir sebuah parit yang mengalir menuju kesebuah sungai.
- Sayang - berkata Glagah Putih - jika saja air itu dimanfaatkan, maka padang perdu ini akan menjadi sawah yang subur. Tetapi prajurit itu menyahut - Orang-orang didaerah ini merasa mempunyai kelebihan tanah garapan. Sawah yang adapun kadang-kadang tidak tergarap. - Darimana kau tahu " - bertanya Glagah Putih.
- Aku mendapat banyak penjelasan tentang lingkungan ini. Te"tapi aku juga belum pernah melihat sebelumnya.Di dini hari, Glagah Putih dan seorang prajurit yang pergi bersa"manya telah sampai ketujuan. Sebuah padukuhan yang tidak begitu besar. Namun ternyata prajurit Mataram justru tidak berada di dalam padukuhan itu. Mereka justru menebar di luar padukuhan.
Sekelompokjprajurit telah menghentikan Glagah Putih dan kawan"nya ketika mereka mendekati peristirahatan para prajurit Mataram itu.
- Sebut angkamu " - bentak seorang prajurit yang langsung menjulurkan tombak kedalam Glagah Putih, sementara prajurit yang lain meletakkan ujung tombak dipundaknya.
- Tujuh - jawab Glagah Putih dan kawannya hampir berbareng.
- Buah yang telah matang " - Kapuk randu - sahut kedua orang penghubung itu.
Ujung-ujung tombak itupun kemudian telah merunduk. Dengan nada yang lebih dalam, prajurit itu bertanya - Siapa nama pengiringmu " - Bintang api- jawab Glagah Putih, sementara kawannya menja"wab - Mega-mega. Para prajurit yang menghentikan Glagah Putih dan prajurit yang berkuda bersemanya itu berkata - Teruslah. Kalian akan bertemu de"ngan perwira penghubung yang akan menerima kalian.Glagah Putih dan prajurit itupun menggerakkan kendali kudanya untuk berjalan terus. Tetapi kuda-kuda itu tidak lagi berlari. Tidak ter"lalu jauh dihadapan mereka nampaknya sekelompok kecil prajurit yang juga berjaga-jaga.
Glagah Putih dan Prajurit itupun segera menghadap. Menunjuk"kan pertanda yang mereka bawa serta beberapa pesan yang harus mereka sampaikan.
Sejenak kemudian, maka diantara oleh dua orang prajurit, Glagah Putih telah menghadap seorang perwira yang memang bertugas seba"gai penghubung. Dari perwira itu Glagah Putih mendengar pesan-pesan dari pasukan induk serta pasukan yang berjalan lewat sisi kanan dari pasukan induk itu.
Ternyata bahwa Glagah Putih yang prajurit yang menyertainya itu mendapat kesempatan yang beristirahat beberapa lama. Karena itu, maka Glagah Putihpun mendapat kesempatan pula untuk bertemu dan berbicara dengan Agung Sedayu meskipun hanya sebentar.
Ketika kemudian Glagah Putih harus kembali ke pasukannya, maka Agung Sedayupun berpesan - Berhati-hatilah. - Ya, kakang - jawab Glagah Putih.
Beberapa saat kemudian, maka Glagah Putih telah berpacu kem"bali melintasi bulak-bulak panjang, padang perdu, menyebemagi su"ngai dan melintasi jembatan-jembatan.
Sebelum fajar, Glagah Putih telah berada di pasukannya kembali. Berdua, Glagah Putihpun segera melaporkan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
Namun kemudian Glagah Putih tidak sempat beristirahat. Demi"kian laporannya selesai, makapasukannyapun siap bergerak melanjut"kan perjalanan.
Karena itulah, maka Glagah Putih dan prajurit itu telah mempergunakan waktunya sebaik-baiknya untuk berbenah diri seria makan pagi.
Rasa-rasanya Glagah Putih hanya sempat menelan saja nasi dan lauk-pauknya. Karena aba-aba untuk bersiap dan berangkat telah ter"dengar.
- Lambungku akan dapat menjadi sakit - desis Glagah Putih ke"pada Prastawa.
- Duduk sajalah diatas kudamu - sahut Prastawa - jangan kau serahkan kembali dahulu kuda itu. Baru setelah nasi itu turun sampai kedalam perut, kau serahkan kuda itu kembali.
- Apakah yang bertanggung jawab atas kuda ini tidak mencari"nya " - bertanya Glagah Putih.
- Kalau ia datang untuk mengambil, serahkah saja. Tetapi kau sudah sempat beristirahat sejenak. Ternyata Glagah Putih setuju*. Ia tidak segera menyerahkan kuda"nya. Tetapi ia justru naik kuda berada di belakang pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh.
Untuk beberapa lama Glagah Putih dapat menikmati kuda yang tidak segera dikembalikannya. Namun ketika matahari menjadi sema"kin tinggi, seorang petugas penghubung telah datang menghubungi Prastawa dan menyampaikan perintah agar kuda yang dipergunakan Glagah Putih segera dikembalikan.
- Maaf, Ki Sanak. Aku masih letih sehingga untuk beberapa lama aku masih pinjam kuda ini. - Kuda itu akan dipergunakan oleh petugas yang lain. - Baiklah - jawab Glagah Putih sambil menyerahkan kuda itu. - silahkan. Untuk selanjutnya, Glagah Putih harus berjalan kaki. Tetapi lam"bungnya tidak akan terasa sakit.
0o0 Pagi itu, dipadepokan Kiai Warangka dekat dengan padukuhan Kronggahan, Kiai Timbang Laras telah minta diri. Seperti yang dika"takan oleh Kiai Warangka, maka pengiring Kiai Timbang Laras telah bertambah dengan dua orang.
Tetapi karena keduanya tidak mempunyai kuda, maka keduanya harus bergabung dengan pengiring Kiai Timbang Laras yang lain.
- Kuda itu akan membawa beban terlalu berat - berkata seorang Putut yang ada diantara para pengiring Kiai Timbang Laras itu - ka"rena itu, setiap kali kalian harus berganti kuda. Kedua orang itu tidak menjawab. Ketika sekilas ia memandang wajah Kiai Timbang Laras, maka darahnya terasa tersirap sampai ke kepala.
Tetapi Kiai Timbang Laras itupun kemudian tersenyum sambil berkata - Kita tidak akan berpacu terlalu cepat. Kuda yang membawa beban rangkap itu memang harus bergantian. Beberapa saat kemudian, maka Kiai Timbang Laras itupun telah minta diri. Kiai Warangka dan Ki Jayaraga mengantar mereka sampai ke gerbang padepokan.
- Sepekan lagi aku sudah berada disini lagi, kakang - berkata Kiai Timbang Laras.
Kiai Warangka mengangguk sambil menjawab - Baik, Timbang Laras. Hari ini aku akan memerintahkan cantrikku untuk pergi mene"mui Serut Waja. Tidak sampai sepekan lagi, ia sudah akan berada di sini. Demikianlah, maka sejenak kemudian, Kiai Timbang Laras telah meninggalkan padepokan itu. Mereka memagg tidak memaculah me"ninggalkan padepokan itu. Mereka memang tidak memacu kudanya terlalu cepat. Dua ekor diantara kuda-kuda itu harus membawa beban rangkap, sehingga kudanya tidak akan dapat berpacu sebagaimana kuda yang lain juga.
Tetapi ternyata kedua ekor kuda itu tidak harus membawa beban rangkap terlalu lama. Ketika mereka sudah melewati dua buah padu"kuhan, Kiai Timbang Laras memberi isyarat agar iring-iringan itu ber"henti.
Para pengiringnyapun segera menarik kekang kudanya. Mereka memang bertanya-tanya didalam hati, apa maksud Kiai Timbang La"ras menghentikan perjalanan mereka itu.
Ketika Kiai Timbang Laras meloncat turun, maka para pengiring-nyapun segera berloncatan turun pula.
- Perjalanan kita masih jauh - berkata Kiai Timbang Laras.
Para pengiringnya termangu-mangu sejenak. Sementara itu, ke"dua orang yang telah tertawan di padepokan Kiai Warangka menjadi sa"ngat berdebar-debar. Ketika mereka memandang wajah Kiai Timbang Laras, jantung mereka seakan-akan telah berhenti berdetak. Senyum yang mereka lihat melekat dibibir Kiai Timbang Laras itu bagaikan ta"jamnya ujung welat yang teracu ke perut mereka.
Para pengiringnya menjadi bingung ketika Kiai Timbang Laras itu berkata - Marilah. Kita lanjutkan perjalanan. Naiklah ke kuda ka"lian masing-masing. Perintah itu terdengar aneh ditelinga para pengiringnya. Namun tanpa bertanya lebih jauh, maka merekapun segera berloncatan naik ketika Kiai Timbang Laras telah meloncat naik pula. Tetapi sekali lagi Kiai Timbang Laras itu berkata - Naiklah ke punggung kuda masing-masing. Dalam waktu sekejap, para pengiringnya telah berada dipunggung kudanya. Namun dua orang yang telah tertawa di padepokan Kiai Warangka itu masih tetap berdiri termangu-mangu.
Para pengiring Kiai Timbang Laras yang semula berada di satu punggung kuda dengan orang-orang itu termangu-mangu. Bahkan seorang diantara mereka berkata - Cepat. Kenapa kau diam saja " Tetapi yang menyahut adalah Kiai Timbang Laras - Naiklah ke-punggung kuda kalian masing-masing. Barulah para pengiring itu jelas maksudnya. Kiai Timbang Laras tidak ingin membawa kedua orang itu bersamanya.
- Marilah. Kita lanjutkan perjalanan. Namun sebelum kuda-kuda itu berlari-lari, Kiai Timbang Laras itupun berkata - Aku ingin berbicara dengan kalian berdua. Sebelum kedua orang itu sempat menjawab, Kiai Timbang Laras telah melarikan kudanya, meneruskan perjalanannya kembali kepade-pokannya.
Para pengiringnyapun kemudian telah menyusulnya pula. Sekali-sekali mereka masih berpaling memandang kedua orang yang berdiri termangu-mangu itu.
Kawan-kawannya yang melarikan kuda mereka mengikuti Kiai Timbang Laras, tidak tahu pasti, apakah kesalahan kedua orang ka"wannya itu. Namun bahwa keduanya berada di padepokan Kiai Wa"rangka, memang telah menimbulkan pertanyaan di hati kawan-kawannya itu.
Kedua orang yang ditinggalkan itupun berdiri termangu-mangu. Sejenak mereka diam memantung. Namun kemudian seorang diantara merekapun berkata - Apa yang akan kita lakukan " - Kita- harus kembali ke padepokan. Kita dapat menduga, apa yang akan terjadi atas diri kita, karena kesalahan yang pernah kita buat.- Apakah kita harus kembali ke padepokan " - Kita dapat saja tidak kembali dan mencoba untuk melarikan diri. Tetapi kita akan menjadi buruan seumur hidup kita. Jika kita ter"tangkap, maka nasib kita akan menjadi lebih buruk lagi. Kawannya menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Baiklah. Kita akan kembali ke padepokan dengan berjalan kaki. - Bukankah kita juga berjalan kaki ketika kita pergi ke padu"kuhan Kiai Warangka " Kawannya mengangguk-angguk. Katanya - Ya. Kita tidak mem"punyai pilihan. Demikianlah kedua orang itupun segera melanjutkan perjalanan mereka. Berjalan kaki itu sendiri bagi mereka tidak menjadi soal, ka"rena mereka tidak akan kehabisan nafas di perjalanan. Tetapi yang me"risaukan mereka, apakah yang akan mereka alami nanti, jika mereka telah berada di padepokan.
Meskipun demikian, mereka melangkah terus, karena mereka ti"dak dapat kembali atau mencari jalan lain.
Panas matahari semakin teras menyengat tubuh. Langit nampak tenang. Angin yang kering bertiup mengguncang dedaunan.
Pohon turi yang tumbuh di tanggul parit mulai berbunga. Bunga"nya yang putih nampak menyembul diantara daunnya yang hijau rim"bun.
Kedua orang cantrik dari padepokan Kiai Timbang Laras itu berjalan terus. Keringat mereka mengalir semakin banyak, sehingga baju mereka menjadi basah.
0o0 Dalam pada itu, pasukan Mataram yang berada di perjalanan, me"rayap maju terus. Ketiga jalur pasukannya masih tetap berada sesuai dengan rencana. Meskipun terik matahari terasa membakar, namun para prajurit Mataram dan para pengawal yang ikut didalam pasukan itu masih tetap maju dengan derap langkah keprajuritan.
Seperti juga yang direncanakan, maka sedikit lewat tengah hari, pasukan itu berhenti. Para petugas segera mempersiapkan makan dan minum bagi para prajurit yang memang sudah mulai haus dan lapar itu.
Di dalam pasukan yang berjalan di jalur paling kiri, Glagah Putih duduk di bawah sebatang pohon yang rindang. Silirnya angin mem"buat matanya sedikit terkatub. Setelah makan dan minum, maka mata Glagah Putih rasa-rasanya tidak lagi dapat dibuka.
-'Kau memang letih - berkata Prastawa - semalam kau tidak sempat tidur. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Jika akut ti"dur disini, maka aku tentu akan ditinggal oleh seluruh pasukan ini. -Prastawa tersenyum. Katanya - Aku akan membangunkanmu. - Jika aku hanya tidur sekejap, maka kepalanya justru akan menjadi pening. - sahut Glagah Putih.
Prastawa mengangguk-angguk. Katanya - Jika demikian, beris"tirahatlah baik-baik meskipun kau tidak tidur. Sebenarnyalah meskipun waktu beristirahat tidak lama, tetapi ternyata ada juga beberapa prajurit dan pengawal yang sempat tidur, meskipun mega-mega dilangit nampak menyilaukan mata.
Tetapi rencana yang sudah tersusun, tidak berubah. Pada saat yang ditentukan, pasukan itu harus bergerak lagi. Mereka yang baru saja sempat memejamkan mata harus bergerak lagi. Mereka yang baru saja sempat memejamkan mata harus segera bangkit dan meneruskan perjalanan.
Demikianlah, maka sejenak kemudian pasukan itupun segera mempersiapkan diri. Terdengar aba-aba dari setiap. Senapati kesatuan yang ada didalam pasukan itu, disambung oleh pemimpin kelompok.
Beberapa orang prajurit dan pengawal yang baru saja sempat me"mejamkan matanya, dengan malasnya bangkit berdiri. Dipaksakannya membuka matanya lebar-lebar mengamati senjatanya.
Seorang prajurit yang mengantuk hari meraba-raba senjatanya dari ujung sampai kepangkalnya. Ia harus yakin bahwa yang diperang itu adalah senjata. Bukan sekedar sepotong kayu. Meskipun sepotong kayu dapat dipergunakannya sebagai senjata, tetapi tentu lebih mantap jika ia bersenjatakan tombak bertangkai pendek.
Demikianlah, maka sejenak kemudian perintah berikutnya telah diteriakkan. Semua kesatuanpun telah bersiap. Sehingga ketika terde"ngar perintah yang ketiga, maka pasukan itupun mulai bergerak. Derap kaki para prajurit dan pengawalpun rasa-rasanya telah menggetarkan bumi.
Dalam pada itu, tiga pasang mata mengamati gerak pasukan itu dengan seksama. Dari jarak yang agak jauh mereka menyaksikan pa"sukan itu bergerak maju, merayap menyusuri jalan yang berkelok-kelok, seperti seekor ular naga yang panjang.
- Gila orang-orang Mataram - gerak salah seorang dari ketiga orang itu.
- Mereka sedang dalam perjalanan membunuh diri. Mereka tidak mengira bahwa pasukan Pati sudah siap menunggu, seperti mulut see"kor buaya yang sedang menganga. - Ada dua kemungkinan. Orang-orang Mataram itu dengan som"bongnya menganggap dirinya orang-orang yang memiliki ilmu yang tidak tertandingi sehingga mereka berani datang ke Pati dengan pasu"kan yang kecil itu, atau orang-orang Mataram demikian bodohnya se"hingga mereka mengira bahwa Pati yang telah mereka kalahkan di Prambanan itu tidak mampu lagi untuk bangkit
Tetapi kawannya yang menyahut - Atau kita yang terlalu bodoh sehingga menyangka bahwa pasukan Mataram yang pergi ke Pati ha"nya satu pasukan itu " Kenapa kita tidak memperhitungkan bahwa mungkin ada pasukan lain yang juga sedang bergerak ke Pati " Kawannya mengangguk-angguk. Orang yang pertama diantara mereka berkata dengan nada rendah - Ya. Memang mungkin. - Kita harus melaporkannya agar Pati mengirimkan petugas sandi lebih banyak lagi. Dengan demikian, maka semua jalur yang mungkin dilalui pasukan Mataram dapat diawasi.
Ketiga orang itupun kemudian sepakat. Seorang diantara mereka akan kembali ke Pati untuk memberikan laporan, sehingga dua orang yang lain akan tetap mengamati pasukan Mataram. Jika perlu, maka seorang berikutnya akan kembali untuk memberikan laporan pula.
Dengan tergesa-gesa orang yang ditugaskan untuk memberikan laporan ke Pati, telah meninggalkan kawan-kawannya untuk kembali mendahului mereka. Sedangkan kedua orang kawannya akan tetap mengikuti gerak maju para prajurit Mataram.
Petugas sandi dari Pati merasa memiliki kelebihan waktu. Ke"cuali pasukan Mataram itu tentu berjalan lebih lamban dari perjalanan"nya yang seorang diri, maka di malam hari pasukan itu tentu akan ber"henti.
Dengan demikian, maka petugas sandi itu yakin, bahwa ia akan datang lebih dahulu sampai ke Pati.
Sementara itu, maka induk pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Panembahan Senapati bergerak maju pula. Ditelusuri"nya jalan-jalan yang menembus bulak-bulak panjang dan pendek seria padukuhan-padukuhan besar dan kecil. Pasukan induk Mataram me"mang kelihatan lebih besar dari kedua pasukan yang berjalan disisi kanan dan disisi kiri pasukan induk itu pada jarak yang agak jauh.
Tetapi hubungan antara pasukan induk dan kedua pasukan yang lain berjalan dengan lancar sebagaimana mereka rencanakan.
Namun sebenarnyalah para petugas sandi dari Pati tidak sedang tertidur disarangnya. Karena itu, maka petugas sandi yang sudah di tempa dengan sungguh-sungguh sebelum diterjunkan kedalam tugas"nya itu tidak mengecewakan.
Ketika petugas sandi yang melihat pasukan disisi Barat itu meng"irimkan laporannya ke Pati melalui salah seorang diantara mereka, maka ternyata sudah ada petugas sandi dari kesatuan yang lain yang te"lah menghadap Kangjeng Adipati di Pati.
Ternyata ketiga pasukan yang menuju ke Pati itu sudah diketahui oleh para petugas sandi dan yang kemudian dilaporkan kepada Kang"jeng Adipati Pati.
Dada Kangjeng Adipati Pragola bergetar mendengar laporan itu. Bukan karena Kangjeng Adipati menjadi ketakutan. Tetapi kemarah"annya benar-benar telah membakar jantungnya.
Bahwa Panembahan Senapati telah mendahului menyerang Pati, membuat jantungnya bagaikan membara sehingga darahnya telah mendidih memanasi kepalanya.
- Alangkah sombongnya Panembahan Senapati, sehingga ia ber"ani datang menyerang Pati. Kemenangannya di daerah Timur mem"buatnya menjadi tekebiir. Ia menyangka bahwa Pati dapat dilindas se"bagaimana ia melindas Madiun. Para Panglima dan Senapati Pati tidak ada yang berani memberi tanggapan. Mereka tidak berani mengatakan keadaan yang sebenarnya dari pasukan Pati. Meskipun Pati berhasil mengumpulkan prajurit, pengawal dan bahkan semua orang laki-laki yang masih mampu mengangkat senjata, tetapi sebagian dari mereka adalah orang-orang baru sama sekali. Orang-orang yang sebelumnya seakan-akan sama sekali. Orang-orang yang sebelumnya seakan-akan sama sekali belum pernah menyentuh senjata.
Meskipun para Senapati Pati sempat memberikan latihan dasar bagi mereka tentang keprajuritan, tetapi yang mereka dapatkan baru sebagian kecil dari landasan yang seharusnya dimiliki oleh seorang yang turun ke medan perang.
Selain itu, gairah mereka untuk bertempurpun tidak terlalu tinggi. Orang-orang di sebelah Utara Gunung Kendeng, yang dengan resmi menjadi wilayah Pati, tidak melakukan tugas keprajuritan mereka de"ngan sepenuh hati.
Dengan demikian,maka para Senapati Pati itu sebenarnya sudah mengetahui kerapuhan yang terdapat didalam pasukannya. Tetapi me"reka tidak dapat memberitahukan dengan terbuka kepada Kangjeng Adipati.
- Jika kita tetap berdiam diri, maka jika perang benar akan terjadi lagi, maka kita akan mengalami kesulitan. Pasukan Mataram akan de"ngan mudah menerobos memasuki celah-celah yang rapuh dari per"tahanan kita. - berkata salah seorang Senapati Pati.
- Kita harus mengisi kekurangan itu. Aku yakin jumlah manusia yang berhasil kita kumpulkan lebih banyak. Serba sedikit kita juga su-! dah melakukan latihan-latihan. Maka di sisi yang dianggap kurang, jumlah manusianya harus dipadatkan. Sementara itu, di seluruh medan, inti kekuatan pasukan kita akan bertumpu pada para prajurit Pati. - sahut kawannya, juga seorang prajurit.
- Itu sudah menjadi kewajibannya. Tetapi apakah prajurit Pati jumlahnya cukup memadai. - Pertempuran yang akan terjadi memang saru pertempuran yang besar - berkata Senapati yang lain - Tetapi kita mempunyai peng"alaman yang dapat dipercaya. Namun Senapati yang lain berkata - Kau kira para prajurit Mata"ram tidak mempunyai pengalaman yang tuas " Para Senapati itu mengangguk-anagguk. Mereka menyadari bahwa para prajurit Mataram adalah prajurit yang memiliki dasar ke"mampuan yang tinggi, ketabahan dan keterikatan yang kuat akan tugas dan kewajibannya.
Tetapi sebagai seorang Senapati Pati, maka mereka tidak dapat menyerah sebelum berjuang.
- Kami juga prajurit - berkata para Senapati itu didalam hatinya. Meskipun demikian, mereka tidak akan dapat ingkar dari ke"nyataan.
Dalam pada itu, maka Patipun telah menyusun pertahanan yang disesuaikan dengan gerak pasukan Mataram. Para petugas sandi dari Pati sudah memberikan laporan yang lebih terperinci dari pasukan Mataram yang semakin mendekat
Laporan-laporan itu kemudian telah dibahas oleh Kangjeng Adi"pati dengan para Panglima dan para Senapati. Mereka telah memper"siapkan pertahanan untuk menghadapi pasukan Mataram yang dibagi menjadi tiga. Pati telah membagi pasukannya menjadi tiga pula. Kang"jeng Adipati sendiri akan memimpin pasukan induk untuk mengha"dapi pasukan yang terbesar yang tentu dipimpin sendiri oleh Panem"bahan Senapati. Kemudian pasukan yang akan menghadpai kekuatan Mataram disisi kiri dan kanan yang merupakan sayap-sayap dari selu"ruh kekuatan Mataram yang menuju ke Pati.
Mataram yang membagi pasukannya sejak berangkat yang tentu akan tercermin didalam gelar yang akan dipasang kemudian.
Tetapi Kangjeng Adipati sama sekali tidak menjadi cemas. Ia ter"lalu yakin akan kekuatan pasukan Mataram.
Seorang Senapati telah mencoba untuk secara tidak langsung memperingatkan kepada Kangjeng Adipati, bahwa jumlah orang tidak akan menentukan kemenangan, meskipun diakuinya bahwa jumlah itu akan berpengaruh.
Pasukan Mataram yang menyerang Madiun jumlahnya jauh lebih kecil dari pasukan yang telah disiapkan oleh Madiun. Tetapi ternyata Mataram menembus memasuki dinding kota.
Tetapi Kangjeng Adipati tidak tanggap akan peringatan itu. Se"tiap kali Kangjeng Adipati berkata - Prajurit Pati akan tersebar diseluruh medan dan akan menjadi penggerak perlawanan pasukan Pati. Demikianlah, maka Patipun telah berada dalam kesiagaan tertinggi. Pati telah menyusun pasukannya yang akan ditempatkan di-induk pasukan dan disayap-sayapnya.
Pati akan menyongsong pasukan Mataram dengan gelar perang. Tidak sekedar bersembunyi di belakang dinding kota.
Namun beberapa orang Senapati yang berpengalaman telah menghadap Kangjeng Adipati dan memohon agar prajurit Pati ber"tahan dibelakang dinding kota.
- Kau kira kita semuanya pengecut seperti kalian " - bentak Kangjeng Adipati.
- Sama sekali tidak, Kangjeng - jawab Ki Tumenggung Wira-baya - tetapi sebaiknya kita tidak kehilangan perhitungan. -Perhitungan apa " Jumlah kita lebih banyak. Prajurit Pati memi"liki banyak kelebihan dari prajurit Mataram. Kita bertempur di atas tanah kita sendiri. Apalagi " - Jika kita bertempur dari balik dinding, maka kita dapat menyu"sut korban sebanyak-banyaknya. Sementara itu, jika kita cukup tram-pil, kita akan dapat menelan korban lebih banyak lagi. - Kita bukan pengecut - bentak Kangjeng Adipati.
- Bukan Kangjeng. Seperti sudah kami katakan, bukan karena kita pengecut. Tetapi sebagaimana kita di Prambanan bertempur di be"lakang benteng kayu gelugu itu, justru karena kita memperhitungkan banyak kemungkinan. - Itu tidak akan terulang lagi. - Kangjeng, keputusan untuk bertahan dibelakang benteng di pe"sanggrahan itu justru merupakan satu keputusan yang bijaksana. Ka"rena dengan demikian, Kangjeng telah menyelamatkan banyak sekali jiwa prajurit Pati. Kangjeng Adipati merenung sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Apakah kita harus menarik diri dari gelar perang dan-ber"tahan dibelakang dinding kota " - Tentu itu yang terbaik bagi Pati sekarang, Kangjeng. Kangjeng Adipati termangu-mangu sejenak. Kemudian katanya - Jika kita berada dibelakang dinding kita maka ruang gerak kita sa"ngat terbalas. Kita tahu bahwa pasukan Mataram membawa bekal yang cukup banyak bagi pasukannya. DiPati mereka dapat mengambil beras, padi dan jagung sekehendak hati mereka. Dengan demikian maka pasukan Mataram itu tidak akan kehabisan bahan makanan. Ber"beda dengan kita yang berada dalam keterbatasan. Jika Mataram mengepung dinding kita untuk waktu yang lama, kita akan dapat keha"bisan pangan. - Kita masih mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan bahan pangan. Setidak-tidaknya dalam dua hari. Sementara kita, dapat meninggalkan beberapa kelompok kecil prajurit yang dengan suka"rela menyatakan diri untuk mati dalam peperangan. - Apa yang akan mereka lakukan " - bertanya Kangjeng Adipati Pati.
13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Mereka akan mengacaukan persediaan makan para prajurit Mataram. Sasaran mereka adalah lumbung-lumbung yang mereka ba"ngun untuk sementara selama perang. Petiati-petiati yang penuh de"ngan Pati, beras dan jagung. Menghalangi para prajurit Mataram yang berusaha mengumpulkan bahan makanan baru. Kangjeng Adipati Pati mulai berpikir tentang kemungkinan - ke"mungkinan yang dapat terjadi di Pati. Tetapi sesuatu telah bergejolak didalam hatinya, apabila ia harus menarik pasukannya untuk bertem"pur di belakang dinding kota. Seakan-akan Pati telah bersembunyi un"tuk sekedar menyelamatkan diri.
Dalam pada itu, para penghubung telah memberikan laporan bahwa prajurit Mataram telah menjadi semakin dekat.
- Apakah hari ini mereka akan sampai ke Pati. - Tidak. Belum hari ini. Mereka bergerak dengan sangat lamban, karena mereka membawa beberapa buah petiati berisi pangan. - Kapan mereka akan sampai " - Dua hari lagi - jawab prajurit itu - secepat-cepatnya esok sore.
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Sejenak dipandanginya beberapa Panglima dan Senapati yang datang menghadapnya.
Ternyata bahwa beberapa orang Tumenggung itu berhasil meya"kinkannya, sehingga katanya - Aku minta waktu sampai nanti sore. - Segala sesuatunya terserah kepada Kangjeng Adipati. - Aku akan mempertimbangkan buruk dan baiknya. - Ya, Kangjeng. - Namun demikian, para Senapati itu mulai berpengharapan. Jika mereka bertahan dibelakang dinding kota, maka mereka akan menda"pat kesempatan lebih baik. Dari atas dinding kota mereka dapat ber"buat lebih banyak dari pasukan Mataram yang berada diluar dinding.
Meskipun Kangjeng Adipati Pati masih belum memberikan keputusan, tetapi para Senapati itu berpendapat hampir pasti, bahwa Pati tidak akan menyongsong pasukan Mataram dalam gelar perang.
Dengan demikian, maka para Senapati itupun telah memerintah"kan para pemimpin pasukan untuk menyesuaikan diri Mereka harus mempersiapkan senjata lontar sebanyak-banyaknya. Bahkan para Se"napati itupun telah memerintahkan untuk melihat semua pintu ger"bang dan memperkuatnya. Pintu-pintu gerbang yang cacat harus se"gera diperbaiki.
- Jika pasukan Pati bertahan didalam dinding kota, maka pintu gerbang akan menjadi sasaran utama para prajurit Mataram.
Sementara itu, para Senapati setelah menghubungi beberapa pa"depokan yang terpercaya. Pati menawarkan tugas yang sangat berba-hanya kepada mereka.
Dengan tergesa-gesa Ki Tumenggung Wirabaya telah memang"gil beberapa pemimpin padepokan. Kepada mereka Ki Tumenggung Wirabaya memberitahukan apa yang akan terjadi di Pati.
Sebagian para pemimpin padepokan itu sudah mengetahui bahwa para prajurit dari Mataram telah bergerak menyerang Pati.
- Apakah yang harus kami lakukan " - bertanya salah seorang pemimpin padepokan itu.
Ki Wirabaya termangu-mangu sejenak. Namun kemudian kata"nya - Pati memerlukan bantuan kalian. - Kami sudah berjanji untuk hidup dan mati bagi kejayaan Pati. - Terima kasih - berkata Ki Tumenggung Wirabaya. Lalu katanya - Saat ini kalian dapat membuktikan kesediaan kalian hidup dan mati bersama Pati. - Kami menunggu perintah Ki Tumenggung. Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Dengan nada berat Ki Tumenggung kemudian berkata - Kangjeng Adipati Pati sudah me"mutuskan bahwa Pati akan bertahan dibelakang dinding kota. Karena itu, maka kekuatan terbesar akan segera ditarik masuk ke dalam kota.
- Apakah kami juga harus ikut masuk kedalam kota. - Tidak. Justru karena itu, kami ingin bicara langsung dengan ka"lian. Bukan sekedar mengirimkan penghubung untuk menghubungi kalian. - Tugas apakah yang akan dibebankan kepada kami " - bertanya salah seorang dari para pemimpin padepokan itu.
- Kira-kira dalam dua hari ini pasukan Mataram akan sampai di Pati. Mereka tentu akan mengepung kota, karena pasukan Pati akan bertahan dibelakang dinding kota. Sementara itu, pasukan Mataram tentu akan berkemah tidak terlalu jauh. Mereka akan membuat lumbung-lumbung pangan untuk menyimpan persediaan pangan bagi para prajurit Mataram. Baik induk paskannya, maupun pasukan yang akan menjadi sayap-sayap gelarnya. Para pemimpin padepokan itu mendengarkan keterangan Ki Tu"menggung Wirabaya dengan saksama. Sementara itu Ki Tumenggungpun berkata selanjurnya - Karena para prajurit dan pengawal yang disiagakan Pati akan berkumpul di dalam dinding kota, maka kami memerlukan kelompok-kelompok kecil yang tetap berada di luar kota. Kami memang akan meninggalkan beberapa kelompok prajurit yang akan kami titipkan pada beberapa padepokan, agar semua gera"kan dapat dikendalikan dengan pasti. Para pemimpin padepokan itu menunggu dengan.berdebar-debar.
Ki Tumenggung itu memandangi wajah-wajah pemimpin pade"pokan itu dengan tajamnya. Kemudian katanya dengan nada berat -Yang kami harapkan mungkin melampaui kemampuan kalian. Tetapi kesempatan irii adalah kesempatan yang baik, jika kalian ingin menun"jukkan bantuan kalian kepada Pati. - Ki Tumenggung berhenti seje"nak, lalu katanya pula - Salah satu sandaran kekuatan pasukan itu ada"lah dukungan pangan dan perlengkapannya. Nah, dari sisi inilah kami akan memperlemah pasukan Mataram. - Maksud Ki Tumenggung, kami harus berusaha menghancur"kan persediaan pangan dan perlengkapan mereka " - bertanya salah seorang dari mereka.
- Tetapi - sahut Ki Tumenggung - tetapi untuk melakukannya tentu diperlukan syarat-syarat khusus. - Syarat apa yang ki Tumenggung maksudkan " - bertanya pe"mimpin padepokan yang lain.
- Terutama kesediaan untuk berkorban. Bayangan maut selalu mengikuti setiap langkah. Salah seorang pemimpin padepokan itu tertawa. Katanya - Apa"kah Ki Tumenggung meragukan kesetiaan kami " - Bukankah kami sudah menyatakan kesediaan kami untuk bertempur melawan Mata"ram dengan segala macam cara " - Aku tahu - jawab Ki Tumenggung Wirabaya - tetapi tugas yang satu ini adalah tugas yang sangat berat. Karena itu, harus dipilih orang-orang yang benar-benar berani dan bersedia untuk melakukan tugas itu dengan batas mati. - Bukankah sejak semula kami sudah menyatakan kesediaan kami untuk mati - "
- Aku mengerti. Justru karena itu, kami telah memanggil untuk berbicara dengan para pemimpin padepokan. - sahut Ki Tumeng"gung.
Pembicaraan itu kemudian berlangsung semakin bersungguh-sungguh. Mereka mulai merambah pada tugas-tugas yang harus me"reka lakukan bersama dengan beberapa kelompok prajurit Mereka harus berusaha membakar dan memusnahkan pangan dan perleng"kapan yang tentu dijaga ketat oleh para prajurit Mataram.
- Kalian harus memukul dan lari - berkata Ki Tumenggung Wi"rabaya - tetapi setiap kali kalian tentu meninggalkan korban. Satu, dua dan bahkan mungkin lima orang sekaligus. - Tidak, Ki Tumenggung - jawab salah seorang pemimpin pade"pokan - Kami tidak akan meninggalkan korban sebanyak itu. Asal prajurit Mataram tidak mampu menangkap angin.maka tugas-tugas kami akan dapat kami lakukan dengan baik. Bahkan pangan dan per"lengkapan itu dalam waktu singkat terbakar habis. - Bagus - sahut Ki Tumenggung Wirabaya - namUn tugas ka"lian tidak terbatas pada pembakaran bahan pangan dan perlengkapan itu saja. Para pemimpin padepokan itu termangu-mangu sejenak. Baru se"jenak kemudian seorang diantara mereka berdesis - Jadi, apalagi yang harus kami lakukan " - Mencegah Pasukan Mataram mengambil bahan pangan ke padukuhan-padukuhan disekitar kota ini. Pemimpin padepokan itu tertawa. Katanya - Kami akan melaku"kan dengan sebaik-baiknya. - Ingat, pasukan Mataram dibagi menjadi tiga. Yang ditengah adalah pasukan induk. Pasukan yang terkuat. Kemudian pasukan yang lebih kecil disisi kiri dan kanan, yang dipersiapkan untuk menjadi sayap jika terjadi perang gelar. Tetapi Kangjeng Adipati Pragola telah setuju untuk bertahan dibelakang dinding kita, meskipun semula agak berkeberatan. Para pemimpin padepokan itu mengangguk-angguk. Sementara Ki Tumenggung Wirabaya berkata - Aku akan memberikan beberapa kelompok prajurit untuk membantu kalian. Demikianlah, maka untuk selanjurnya Ki Tumenggung telah me"nyerahkan kepada para pemimpin padepokan itu untuk mengatur diri. Mereka telah mendapat gambaran bahwa prajurit Mataram telah dipe"cah menjadi tiga.
- Waktunya tinggal sedikit sekali. Dalam satu dua hari ini me"reka akan sampai dan membuat perkemahan disekitar kota. - berkata Ki Tumenggung - nah, terserah kepada kalian, apa yang akan kalian lakukan. Demikianlah, maka Ki Tumenggungpun telah memerintahkan dua orang Lurah prajurit pilihan untuk menunuk beberapa kelompok prajurit yang akan diperbantukan kepada para pemimpin kelompok itu. Mereka akan menyatu dalam ujud cantrik-cantrik padepokan un"tuk melakukan tugas yang berat itu.
Demikianlah, malam itu, Kangjeng Adipati akhirnya memang memutuskan untuk memerintahkan menarik semua kekuatan untuk bertahan dibelakang dinding kota. Para pemimpin kesatuan harus mempersiapkan prajurit dan pengawal sebaik-baiknya.
Malam itu juga para Panglima di Pati telah menyusun kerangka pertahanan sebaik-baiknya. Mereka telah mengatur penempatan pasu"kan serta pembagian wilayah. Semua dinding kota, pintu-pintu ger"bang utama dan gerbang-gerbang yang lain harus diteliti kembali, agar tidak mudah dipecahkan oleh pasukan Mataram. Di tempat-tempat yang lemah, pertahanan harus diatur dengan cermat agar tidak menjadi lubang-lubang yang akan disusupi oleh para prajurit Mataram.
- Kita hanya mempunyai waktu satu hari - berkata salah seorang Panglima prajurit Pati.
Malam itu juga perintah Kangjeng Adipati dan keputusan perte"muan para Panglima telah sampai kepada semua Senapati sampai ke pemimpin kelompok-kelompok prajurit dan pengawal di Pati.
Dengan demikian, maka dengan cepat, mereka telah menempat"kan diri sesuai dengan keputusan itu.
Dalam pada itu, para petugas telah memindahkan lumbung-lumbung padi seluruhnya kebelakang dinding kota. Panggung telah dibuat dimana-mana, sementara segala jenis senjata telah dipersiapkan pula.
Para prajurit Pati telah mempersiapkan lorong-lorong untuk me"lakukan perang brubuh jika para prajurit Mataram berhasil memasuki dinding kota.
- Segala tempat akan menjadi tempat pembantaian. Sudut-sudut lorong, simpang tiga dan simpang empat, regol-regol halaman dan kebun-kebun yang rimbun. - berkata seorang Panglima - kita berada di kampung halaman sendiri. Kita menguasai medan jauh lebih baik dari orang-orang Mataram.
Dengan demikian, maka dalam waktu yang singkat, jebakan-jebakanpun telah dipersiapakan. Jika pasukan Mataram memasuki di"nding kota, mereka akan mendapat sambutan jauh lebih baik dari sam"butan yang pernah mereka berikan ketika prajurit Mataram memasuki benteng pesanggrahan Kangjeng Adipati Pati di Prambanan.
Dalam pada itu, malam itu, pasukan Mataram berhenti dan beris"tirahat ditempai yang memang sudah mereka rencanakan. Tiga pasu"kan yang besar berada ditiga padukuhan yang tidak terlalu dekat.
Para prajurit dan pengawal mempergunakan waktu istirahat mereka dengan sebaik-baiknya. Selain yang bertugas, maka demikian mereka selain makan malam, mereka telah mencari tempat yang ter"baik untuk tidur.
- Besok, pasukan ini masih akan berjalan sehari lagi. Kita masih akan bermalam di perjalanan. Sedangkan di hari" berikutnya kita masih akan melanjutkan perjalanan mendekati Pati.
Namun malam itu juga Panembahan Senapati mendapat laporan bahwa Pati telah menarik semua kekuatannya kebelakang dinding kota.
- Jadi kita tidak akan memasang gelar perang - berkata Panem"bahan Senapati.
Laporan itu menjadi pasti,ketika petugas sandi yang lainpun telah memberikan keterangan yang sama. Pati telah menarik semua kekuat"annya ke dalam dinding kota.
-Satu tugas yang berat - berkata Panembahan Senapati - Dimas Adipati akan memanfaatkan penguasaan mereka atas medan. - Ya ngger - Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk " karena itu, maka setiap prajurit dan pengawai harus diperingatkan, agar me"reka tidak mudah terjebak. Semua gerakan harus diperhitungkan de"ngan cermat dan berhati-hati.
Panembahan Senapatipun kemudian berkata - Besok pagi-pagi sebelum kita berangkat, aku akan berbicara dengan para Panglima dan Senapati. - Pasukan yang akan dikedua jalur kita dan kenanpun harus mengetahui pula - sahut Ki Patih Mandaraka.
Malam itu, Panembahan Senapati telah memerintahkan untuk menghubungi kedua pasukan yang terpisah. Panembahan Senapati te"lah memberikan beberapa pesan sehubungan dengan keputusan Pati untuk menarik semua pasukannya kedalam dinding kota.
Beberapa ekor kudapun telah berderap memecah kesunyian ma"lam. Para penghubung yang mendapat perintah untuk menyampaikan perintah Panembahan Senapati itu berpacu menembus dinginnya angin malam.
Disepanjang perjalanan, mereka hampir tidak berbicara. Mereka harus mencari tujuan secepatnya. Bahkan tidak mustahil, bahwa dise"panjang perjalanan mereka akan menjumpai hambatan.
Tetapi para penghubung, baik yang menghubungi pasukan yang berjalan disebelah kiri maupun pasukan yang beriringan disebelah kanan, tidak menemui kesulitan apapun diperjalanan. Mereka dapat dengan selamat sampai ketujuan serta menyampaikan perintah Pa"nembahan Senapati kepada Panglima kedua pasukan itu.
Dengan demikian, maka para Panglima harus menyampaikan perintah untuk mempersiapkan diri menghadapi pertahanan Pati itu kepada setiap prajurit dan pengawal yang ada didalam pasukannya.
Demikianlah, ketika fajar menyingsing, maka ketiga pasukan itu sudah siap untuk mulai bergerak lagi. Tetapi para Panglima dan bah"kan Panembahan Senapati sendiri telah memanggil para Senapati un"tuk memberikan penjelasan tentang kedudukan lawan mereka di Pati.
Pasukan Mataram akan menentukan langkah-langkahnya selelah pasukan Mataram berada di perkemahan.
Hari itu, pasukan Mataram bergerak sebagaimana direncanakan.
Iring-iringan yang berjalan lamban, karena didalamnya terdapat bukan saja para prajurit dan pengawal, teuipi juga bahan pangan dan perleng"kapan.
Segala-galanya berjalan sebagaimana direncanakan. Malam ber"ikutnya, pasukan Mataram itu masih bermalam satu malam lagi diperjalanan. Para penghubung berkuda masih juga berpacu dari satu pasukan ke pasukan yang lain untuk memberitahukan kedudukan me"reka masing-masing.
Dihari berikutnya, maka setiap pasukan telah mempersiapkan diri untuk memasuki hari terakhir dari perjalanan yang panjang dan lamban itu. Jarak perjalanan mereka tidak terlalu jauh lagi. Mereka akan menyelesaikan perjalanan mereka menjelang tengah hari.
Para petugas sandi telah memperkuat laporan-laporan mereka se"belumnya, bahwa pasukan Pati memang telah ditarik masukan keda-lam dinding kota.
Namun seperti juga para petugas sandi dari Mataram yang selalu mengawasi gerak para prajurit Pati, maka para petugas sandi dari Pati-pun selalu mengawasi setiap gerak pasukan Mataram. Para petugas sandi dari Pati itupun selalu memberikan laporan setiap perkem"bangan.
Namun disamping para petugas sandi yang terdiri dari para praju"rit sandi, beberapa orang cantrik dari beberapa padepokan telah meng"awasi gerak pasukan mataram itu pula. Para pemimpin padepokan yang mendapat tugas untuk memperlemah kedudukan pasukan Mata"ram dengan menghancurkan persediaan bahan pangan dan peralatan yang lain.
Karena itu mereka selalu mengamati, dimana pasukan Mataram itu akan berkemah.
Seperti yang direncanakan, maka menjelang tengah hari, pasukan Mataram telah sampai ketempat yang mereka tetapkan untuk menjadi Iandasan seluruh kekuatan Mataram. Ditempai itu, pasukan Mataram dari ketiga pasukan akan membangun perkemahan. Jarak dari ketiga pasukan itu, yang satu dengan yang lain tidak lagi terlalu jauh, se"hingga hubungan diantara mereka menjadi lebih mudah dan lebih cepat
Tetapi para prajurit Mataram yang letih itu tidak segera memba"ngun perkemahan. Hari itu mereka beristirahat di sebuah padukuhan terdekat
Namun sambil beristirahat, para prajurit Mataram itu telah mene"liti kemungkinan untuk menjadikan padukuhan itu menjadi perke"mahan mereka.
Ternyata padukuhan itu memang sudah kosong. Sebelumnya, Pati telah memperingatkan kepada penghuninya untuk mengungsi, ka"rena padukuhan itu berada di jalur lintasan pasukan Mataram. Baik pa"dukuhan yang berada dilintasan jalan pasukan induk, maupun kedua pasukan yang lain, yang berada di sebelah kiri dan kanan dari pasukan induk itu.
Ketika kedua pasukan yang berada disisi sebelah kiri dan sebelah kanan'itu melaporkan, bahwa mereka berada disebuah padukuhan yang dapat mereka jadikan landasan pasukan Mataram, maka Panem"bahan Senapati menyatakan, bahwa tidak ada keberatannya sama se"kali jika mereka membangun perkemahan disebuan padukuhan yang kosong.
Bahkan pasukan indukpun akan membangun perkemahan dise"buah padukuhan yang kosong pula.
Tetapi hari itu, ketika pasukan itu masih belum mulai memba"ngun landasan itu.
Para prajurit Mataram itu tiba-tiba merasa sangat letih setelah mereka menempuh perjalanan panjang dan lamban. Karena itu, maka mereka masih membiarkan segala sesuatunya seperti ketika mereka datang. Mereka membiarkan bahan pangan dan peralatan masih tetap berada didalam petiati. Mereka masih belum membagi tempat bagi se"tiap kesatuan, setiap kelompok dan tempat khusus bagi para pemimpin pasukan. Mereka belum menentukan tempat-tempat para prajurit ha"rus berjaga-jaga.
Karena itu, maka dihari pertama itu, para pemimpin pasukan te"lah menugaskan untuk mengadakan penjagaan sebaik-baiknya.
Lebih banyak pengawasan akan menjadi lebih baik bagi pasukan yang berada di medan yang kurang kita pahami. Penjagaan tidak hanya dilakukan disudut-sudut padukuhan atau di mulut-mulut lorong. Tetapi juga ditempat-tempat yang dianggap rawan. Para prajurit harus meronda setiap kali mengelilingi padukuhan dengan diam-diam. Me"reka harus menguasi benar sebutan-sebutan sandi, agar tidak terjadi salah paham.
Demikianlah, maka para prajurit dan pengawal itu masih saja ber"serakan dipadukuhan yang akan mereka jadikan landasan loncatan menyerang Pati.
Namun dalam pada itu, para prajurit yang bertugas menebar diseluruh padukuhan, di regol-regol dan ditempat-tempat yang dianggap rawan.
Sebagian dari mereka terbaring di pendapa-pendapa rumah yang kosong didalam padukuhan itu. Tetapi untuk sementara mereka berada di rumah-rumah sekitar banjar padukuhan. Untuk sementara pula para pemimpin pasukan itu mempergunakan banjar sebagai tempat para pe"mimpin pasukan melakukan tugas mereka.
Ketika matahari mulai miring disebelah Barat, maka sebagian dari para prajurit itu sempat tidur terbujur lintang sambil memeluk sen"jata mereka.
Tetapi sementara itu, mereka yang bertugaspun telah melakukan tugas mereka dengan bersungguh-sungguh meskipun mereka juga me"rasa letih sebagaimana para prajurit yang tertidur nyenyak itu.
Tetapi disiang hari itu tidak ada peristiwa penting yang terjadi. Padukuhan-padukuhan disekitar padukuhan itupun nampak sunyi. Penghuninya tentu juga pergi mengungsi sebagaimana padukuhan yang dipergunakan oleh para prajurit Mataram itu.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka para prajurit dan pengawalpun menjadi semakin bersiaga. Mereka yang tertidur telah bangun. Mereka segera mandi dan berbenah diri.
Dalam pada itu, para pemimpin mereka telah sempat menentukan beberapa hal yang harus dilakukan para prajurit dan pengawal. Mereka telah menugaskan sekelompok orang untuk mengatur dimana kesatuan-kesatuan yang ada di dalam pasukan itu akan tinggal. Selan"jutnya mengatur tugas untuk berjaga-jaga, serta tugas tugas lainnya yang harus ditangani bersama.
Dengan demikian maka orang yang mempunyai tugas khusus itu telah mengamati rumah-rumah yang ada dipadukuhan itu. Mereka juga mengamati regol-regol serta jalan-jalan serta lorong lorong kecil yang dapat dipergunakan untuk lewat masuk dan keluar padukuhan itu. Merekapun mengamati tempat-tempat yang rawan serta kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi.
Dengan bahan itulah, maka sekelompok orang yang mendapat tu"gas khusus itu telah menyusun berbagai macam ketentuan yang ber"laku bagi para prajurit dan pengawal yang ada didalam pasukannya yang akan berlaku sejak hari kedua.
Sementara itu, pasukan induk yang dipimpin oleh Panembahan Senapati sendiri justru mempergunakan tiga buah padukuhan yang berdekatan. Bukan saja karena jumlah mereka terlalu banyak untuk satu dan bahkan dua buah padukuhan. Tetapi dengan menempatkan mereka di tiga padukuhan, maka mereka akan merasa menjadi lebih te"nang. Mereka masing-masing akan dapat saling mengamati. Para pe"tugas di satu padukuhan akan dapat melihat padukuhan yang lain dari Jarak yang cukup. Tidak terlalu dekat, tetapi juga tidak terlalu jauh.
Buku 303 KETIKA malam turun menyelimuti padukuhan-padukuhan yang dipergunakan sebagai tempat berkemah para prajurit Mataram itu, maka suasanapun menjadi sepi. Para prajurit masih belum ma"pan sesuai dengan pembagian tempat yang sedang disusun. Tetapi mereka masih menebar disekitar banjar padukuhan. Sementara itu, para prajurit dan pengawal ang berjaga-jagapun masih mereka laku"kan sebagaimana sebelumnya. Namun dimalam hari jumlah prajurit dan pengawal yang berjaga-jaga menjadi berlipat.
Para prajurit dan para pengawal dari Mataram itu masih belum tahu apa yang berada disekitar mereka, sehingga mereka benar-benar harus waspada
Sebenarnyalah, ketika malam turun maka beberapa orang yang mendapat tugas dari para pemimpin di Pati untuk melemahkan kedu"dukan Mataram di perkemakannya, telah bersiap-siap melakukan tu"gas mereka. Tetapi mereka menyadari, bahwa mereka masih belum dapat berbuat banyak dimalam itu, karena para prajurit dan pengawal dari Mataram tentu masih berada dalam kesiagaan tertinggi karena mereka berada di tempat yang asing dan sangat berbahaya.
Karena itu, maka yang mereka lakukan malam itu adalah seke"dar melihat-lihat dan mengamati keadaan. Mungkin mereka dapat melihat dan menemukan tempat tempat yang lemah yang dapat mere"ka pergunakan untuk mulai dengan tugas-tugas mereka.
Ketika malam menjadi semakin malam, di padukuhan yang di"pergunakan untuk berkemah Induk Pasukan Mataram, telah mendapat pengawasan yang ketat dari para petugas sandi dari Pati. Dua orang pemimpin padepokan yang berilmu tinggi, berusaha untuk mendekat. Dengan kemampuannya yang tinggi, maka orang tua mampu menyusup diantara para prajurit dan pengawal yang bertugas, sehing"ga berdua mereka dapat masuk ke satu diantara ketiga padukuhan yang dipergunakan untuk berkemah.
Malam yang kelam ternyata telah melindungi keduanya. Ke"mampuan mereka menyerap bunyi kemerisik kakinya didaun kering, membuat para prajurit dan pengawal yang bertugas, tidak mendengar langkah mereka menyusup dan kemudian meloncati dinding paduku"han.
Demikian mereka berada di dalam kebun yang terhitung tuas di padukuhan itu, maka mereka merasa mang gerak mereka menjadi le"bih lapang. Penjagaan tidak lagi seketat diatas padukuhan.
Diam-diam kedua orang itu bergerak menyusuri kebun dan ha"laman. Mereka meloncati dinding dari kebun dan halaman yang satu ke yang lainnya. Merekapun kemudian tertegun ketika mereka meli"hat beberapa buah petiati di halaman banjar.
- Bahan pangan mereka masih ada didalam petiati - desis seo"rang diantara mereka.
- Mereka belum sempat menyimpannya didalam ruangan yang mereka pergunaan sebagai lumbung. - Atau mereka sengaja membiarkan bahan pangan mereka te"tapi berada didalam petiati, sehingga setiap saat dapat mereka bawa bergerak dengan letuasa"- "
- Tentu tidak - jawab kawannya - apalagi setelah mereka mengetahui bahwa Pati akan bertahan didalam dinding kota. Gerak pasukan Mataram menjadi sangat terbatas. Kawannya mengangguk-angguk. Sementara yang lain berkata selanjutnya - Tetapi kita tidak dapat berbuat banyak hari ini. Di ban"jar itu terdapat banyak prajurit yang berjaga-jaga. - Besok mereka akan lengah. Kita akan mulai bergerak. -Karena itu, maka kedua orang itu tidak berbuat sesuatu selain mengamati pasukan yang ada didalam padukuhan itu.
Merekapun menyadari, bahwa induk pasukan dari Mataram itu tidak hanya berkemah di satu padukuhan, tetapi mereka berkemah di tiga padukuhan.
Setelah malam menjadi semakin larut, maka mereka berdua-pun segera keluar dari padukuhan yang terbesar diantara ketiga padu"kuhan yang dipergunakan itu.
- Berhati-hatilah. Menurut dugaan dan pengamatan para petu"gas sandi. Panembahan Senapati dan beberapa orang berilmu tinggi ada di padukuhan itu. Jika kita terjebak, maka sulit bagi kita untuk dapat melepaskan diri.Kawannya tersenyum. Katanya - Sebenarnya, seberapa ting"ginya ilmu Panembahan Senapati " Apakah dalam perang tanding yang jujur, seorang lawan seorang, Panembahan Senapati mampu mengalahkan Kangjeng Adipati Pragola. - Panembahan Senapati juga seorang yang pilih tanding. - Ia dikelilingi oleh orang-orang berilmu. Jika perlu, mereka akan bertempur didalam satu kelompok. Nah, kelicikan seperti itulah yang diperhitungkan oleh Kangjeng Adipati Pragola. Kawannya tidak menjawab. Sambil mengangguk ia mengama"ti padukuhan terbesar yang terbentang dihadapannya.
Demikianlah, kedua orang itupun bergeser semakin dekat. Dengan ketajaman penglihatan mereka, keduanya dapat melihat dima"na para prajurit berjaga-jaga, sehingga dengan demikian, keduanya mencoba untuk menembus penjagaan sebagaimana mereka lakukan di padukuhan sebelah.
Ternyata apa yang dapat mereka lakukan di padukuhan sebelah, dapat pula mereka lakukan di padukuhan yang lebih besar itu. Mere"ka berduapun ternyata dapat menyusup masuk kedalamnya.
Namun keduanya memang harus sangat berhati-hati. Nampak"nya penjagaan dipadukuhan yang lebih besar itu, lebih ketat dari pa"dukuhan sebelah, sehingga dengan demikian, maka keduanya menjadi semakin yakin, bahwa Panembahan Senapati memang berada di pa"dukuhan itu.
Namun karena itu pula, maka keduanya tidak terlalu lama be"rada di padukuhan itu. Mereka tidak ingin ditangkap oleh para prajur"it pilihan yang tentu berada disekitar rumah yang dipergunakan oleh Panembahan Senapati.
Ditengah malam, kedua orang itu telah berada diluar padukuhan. Mereka merayap menjauhinya setelah mereka melihat beberapa hal yang ada didalam padukuhan itu.
Menjelang fajar, beberapa orang pemimpin padepokan itu te"lah berkumpul. Mereka melaporkan tugas mereka masing-masing. Mereka telah menyampaikan hasil pengamatan mereka, yang seba"gian besar hampir sama Bahwa bahan pangan masih berada di petiati. Bahkan para prajurit dan pengawal masih berada di sembarang tem"pat. Namun penjagaanpun berada di mana-mana pula.
Seorang diantara para pemimpin padepokan itu berkata - Mu"lai esok, semuanya akan berubah. Jika keadaan semakin teratur, maka penjagaan akan menjadi semakin kendor. Dalam dua hari ini, kita hanya dapat mengamati mereka. Jangan berbuat sesuatu. Jika kita mengganggu mereka, maka penjagaan akan menjadi semakin ke"tat. Kesempatan kita untuk melaksanakan tugas kita akan menjadi semakin sempit. Karena itu, kita tidak boleh tergesa-gesa. - Aku setuju - jawab pemimpin padepokan yang lain - tetapi jika kita terlalu lama bertindak, maka Pati sudah pecah. Pasukan Mataram sudah berhasil memasuki dinding kota. - Tidak semudah itu. Dinding kota Pati tidak terbuat dari gudir. Di belakang dinding para prajurit sudah siap dengan berbagai macam senjata. Aku yakin bahwa pasukan Mataram tidak akan dapat memasuki kota dalam sehari. Kemudian jika bahan pangan mereka berhasil kita bakar, pasukan Mataram tidak akan mampu bergerak lagi. Pasukan Patilah yang akan keluar dari kota untuk menghancur"kan pasukan Mataram di perkemahannya. - Kita harus melihat persoalannya dengan pertimbangan yang wajar. Kita tidak boleh terpengaruh oleh kesetiaan kita kepada salah satu pihak, agar penilaian kita benar dan berdasarkan atas penalaran. - Bagaimana mungkin kita terlepas dari unsur kesetiaan" - de"sis seorang yang lain.
- Kita tidak akan meninggalkannya. Tetapi untuk menilai keadaan, kita jangan terkecoh oleh perasaan seperti itu. Kita harus mempergunakan penalaran yang wajar. Kawan-kawannya mengangguk-angguk, sementara orang itu berkata - Namun setelah kita mendapatkan penilaian yang wajar, maka kita akan berpijak pada kesetiaan kita untuk menentukan lang"kah. Bukan sekedar membabi buta. Tetapi berperhitungan. Para pemimpin padepokan itu mengangguk-angguk. Seorang diantara mereka berkata - Hari yang akan datang, dan malam nanti, kita akan menentukan langkah-langkah yang paling baik. Besok mal"am kita akan mulai menjalankan tugas kita. - Tetapi bukan berarti bahwa kita harus berdiam diri di hari ini. Kita dapat menyerang prajurit dan pengawal Mataram diluar perkemahan mereka. Kita dapat menyerang dan kemudian menyingkir dari arena.- Tetapi sekali lagi. Kita jangan memasuki perkemahan, teta"pi kita harus melakukannya diluar perkemahan, sehingga mereka ti"dak merasa perlu untuk memperkuat penjagaan di perkemahan mere"ka.Pagi itu para pemimpin padepokan itu telah membuat bebera"pa rumusan tentang tugas-tugas yang akan mereka emban bersama beberapa kelompok prajurit yang ditinggalkan di padepokan-padepokan.
Dalam pada itu, ketika matahari terbit, maka para prajurit Mataram telah diperintahkan untuk mengatur perkemahan mereka masing-masing. Beberapa orang yang bertugas khusus untuk menata perkemahan itu, telah membagi tempat tinggal bagi para prajurit dan pengawal. Kemudian merekapun menentukan rumah yang akan mere"ka pergunakan sebagai lumbung bahan pangan serta tempat untuk menyimpan peralatan.
Selain itu, merekapun telah menentukan pula, tempat-tempat yang harus mendapat pengawasan khusus serta penjagaan yang rapat, selain regol-regol padukuhan.
Ketika matahari mulai memanjat naik, maka para prajurit dan pengawalpun mulai bekerja keras. Selain mengatur tempat-tempat bagi perkemahan kesatuan mereka, maka para prajurit dan pengawal harus membantu pula memindahkan bahan pangan dari petiati-petiati ke dalam lumbung serta menyimpan peralatan di tempat-tempat pen"yimpanan termasuk cadangan senjata.
Di perkemahannya, Glagah Putih, Prastawa dan para pengawal Tanah Perdikan Menoreh juga ikut menjadi sibuk pula. Selain men"gatur dan membersihkan dua rumah yang akan mereka tempati, seba"gian dari mereka ikut pula memindahkan bahan pangan kedalam se"buah rumah yang mereka pergunakan sebagai lumbung.
0o0 Dalam pada itu, jauh dari perkemahan itu, Ki Warangka di se"buah padukuhan dekat padukuhan Kronggahan tidak terlalu jauh dari Tanah Perdikan Menoreh, telah menerima Ki Jagaraga. Sementara itu adik seperguruan Kiai Warangka, yang disebut Serat Waja, telah be"rada di padepokan itu pula. Demikian Ki Jayaraga kemudian telah di"perkenalkan dengan Serat Waja Mereka bersama-sama menunggu kedatangan Kiai Timbang Laras, yang bermaksud datang lagi ke padepokan itu untuk membicarakan tentang peti tembaga yang besar yang pernah dilihatnya berada di sanggar guru mereka.
- Aku juga pernah melihat peti itu, tetapi kemudian aku tidak menghiraukannya lagi - berkata Serat Waja.
- Tetapi apakah kau juga menuduh aku menyembunyikan peti itu yang menurut dugaan Timbang Laras berisi harta warisan" - Aku tidak pernah berpikir sekian jauhnya, kakang. Sean"dainya benar peti itu berisi harta benda yang bernilai tinggi, aku juga tidak menuduh kakang telah menyembunyikannya. - Terima kasih. Serat Waja. Dugaan kakangmu itu membuat hatiku menjadi sedih. Seandainya akhirnya aku dapat membuktikan bahwa peti itu tidak aku miliki, namun tuduhan itu menyatakan, bahwa tidak ada lagi kepercayaan diantara kita. Serat Waja mengangguk-angguk. Katanya - Tetapi itu bukan salah kakang Warangka. Nampaknya kakang Timbang Laras telah kehilangan akal. Kebutuhan yang besar yang mendesaknya, telah me"maksanya untuk menanyakan tentang warisan itu. - Rencananya melampaui kemampuan yang dapat disediakan"nya. Ia ingin mengembangkan padepokannya. - Sebenarnya ia mempunyai rencana yang baik. Tetapi ia me"nempuh cara yang keliru. Ia tidak mengingat dukungan yang ada, se"hingga ia telah mencari-cari dengan tanpa mempetiulikan nilai-nilai yang lain. Nilai-nilai persaudaraan dan kepercayaan. - Jika rencananya itu wajar, maka ia tentu tidak akan menem"puh cara yang kasar seperti itu - berkata Ki Jayaraga - mungkin ren"cananya itu sedemikian mendesaknya, sehingga ia tidak dapat menge"lak lagi. Kiai Warangka mengangguk-angguk. Dengan nada berat ia berdesis - Lalu rencana apa yang telah dibuatnya. Menurut keteran"gannya ia akan mengembangkan padepokannya. - Jika hanya sekedar mengembangkan padepokannya, maka kakang Timbang Laras tidak akan kehilangan akalnya seperti itu. - Kita memang tidak akan mudah untuk mengetahuinya. Bahkan Kiai Timbang Laras sendiri agaknya tidak mau mengatakannya -sahut Ki Jayaraga.
- Ya. Agaknya memang demikian - berkata Serat Waja sambil mengangguk-angguk.
- Kita hanya dapat menunggunya - desis Kiai Warangka ke"mudian.
Sebenarnyalah, Kiai Warangka, Serat Waja dan Ki Jayaraga hanya dapat menunggu kedatangan Kiai Timbang Laras. Dengan sek"edar meraba-raba, mereka tidak akan menemukan persoalan yang seb"enarnya.
Menurut perhitungan Kiai Warangka, maka pada hari itu, Kiai Timbang Laras akan datang lagi ke padepokan Kiai Warangka. Kare"na itu, maka seisi padepokan itu telah bersiap-siap menerimanya. Jika Kiai Timbang Laras datang sambil tersenyum, maka Kiai Wa"rangka juga akan menerimanya sambil tersenyum. Tetapi jika Kiai Timbang Laras datang dengan senjata telanjang, maka Kiai Warangka harus melindungi padepokannya.
Seperti ketika Kiai Timbang Laras datang ke padepokan itu beberapa hari sebelumnya, maka orang-orang padepokan itu menduga bahwa ia akan datang tidak terlalu pagi.
Namun ternyata hari itu Kiai Timbang Laras masih belum me"nampakkan diri. Ketika senja turun, maka Kiai Warangkapun me"nganggap bahwa Kiai Timbang Laras tidak akan datang pada hari itu.
- Mungkin besok - berkata Kiai Warangka.
Serat Waja mengangguk-angguk. Diluar sadarnya, iapun men"gulang - Mungkin besok. Ketika malam kemudian menyelimuti padepokan Kiai Wa"rangka, maka Kiai Warangka, Serat Waja dan Ki Jayaraga yakin, bahwa Kiai Timbang Laras tidak akan datang hari itu.
Namun sebenarnyalah, Kiai Timbang Laras telah berada disek"itar padepokan Kiai Warangka. Dengan diam-diam, Kiai Timbang Laras dan beberapa orang kepercayaannya, malam itu telah merayap mendekati padepokan.
Namun Kiai Timbang Laras tidak melihat sesuatu yang luar biasa
- Agaknya mereka memang tidak ingin menjebak aku - desis Kiai Timbang Laras. .
Tetapi orang yang berjambang dan berkumis lebat yang ada disebelahnya berdesis - Kau jangan terlalu percaya kepada saudara se"perguruanmu. - Tetapi kakang Warangka bukan seorang yang licik - jawab Kiai Timbang Laras.
- Itu menurut penilaianmu. Tetapi siapa tahu, jika perubahan itu terjadi didalam dirinya. Sifat dan watak seseorang memang dapat berubah. Mungkin karena satu peristiwa yang telah mengguncang ji"wanya. Tetapi mungkin juga karena pamrih yang berlebihan sehing"ga seseorang dapat melupakan saudara seperguruannya. Bahkan sauda"ra kandungnya sendiri. Kiai Timbang Laras termangu-mangu sejenak. Namun kemu"dian katanya - Tetapi bukankah kita tidak melihat sesuatu di padepo"kan itu" Tidak ada penjaga-penjaga yang khusus. Tidak ada isyarat apapun yang menunjukkan bahwa kakang Warangka akan menjebak aku. - Mudah-mudahan kau benar - orang berjambang dan berku"mis lebat itu.
- Aku yakin - gumam Kiai Timbang Laras kemudian.
- Jika demikian, pergilah besok menemui kakang seperguru"anmu itu. Tetapi bagaimanapun juga kau harus berhati-hati. Seseo"rang yang sudah mulai dengan kecurangan, maka ia akan dapat berbu"at curang jauh lebih besar lagi. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.Kiai Timbang Laras mengangguk-angguk. Katanya - Aku ti"dak mencemaskan kakang Warangka. - Tetapi ingat, Kiai Timbang Laras. Saudara seperguruanmu sudah mulai curang sejak awal. Sejak ia mengingkari warisan yang menurut pendapatmu seharusnya ada didalam sanggar khusus guru"mu. Pengingkarannya itu sendiri sudah merupakan satu pertanda bu"ruk bagimu. Kiai Timbang Laras termangu-mangu sejenak. Namun kemu"dian iapun berkata - Besok kita temui kakang Warangka. Ia harus berbicara tentang warisan guru. - Jika ia tetap menolak" - Aku berharap, kakang Warangka tidak menolaknya. - Seandainya itu terjadi" Jika ia tidak ingin menyembunyikan"nya, maka ia tentu sudah mengatakannya. - Jika kakang Warangka tetap berkeras, apa boleh buat. Aku akan memaksanya. - Kita tidak usah mengharapkan benturan antara Kiai Warang"ka dengan Tanah Perdikan Menoreh. - Orang-orangmu ternyata sangat dungu - desis Kiai Timbang Laras.
- Jangan hiraukan anak-anak itu. Aku sudah menghukum me"reka - sahut orang yang berjambang dan berkumis lebat itu.
- Dua orangku sendiri telah terjebak pula. Untunglah menurut pengertian orang-orangmu, mereka sedang dalam pendadaran untuk memasuki padepokanku. - desis Kiai Timbang Laras.
- Yang penting sekarang, bagaimana rencanamu dapat kau laksanakan. - berkata orang berjambang dan berkumis lebat itu.
- Kau tidak perlu berpura-pura dihadapanku - berkata Kiai Timbang Laras - meskipun aku harus mengatakan hal seperti itu ke"pada kakang Warangka. Orang berjambang dan berkumis lebat itu tertawa. Katanya -jangan tersinggung. Bukankah sudah menjadi kesepakatan kita" - Aku tahu. Tetapi aku tidak senang kau berpura-pura itu. - Tetapi bukankah benar bahwa semua itu telah menjadi ren"canamu"- Kenapa kau masih mengatakannya" - geram Kiai Timbang Laras. '
Orang berjambang dan berkumis lebat itu tertawa lagi. Tetapi ia harus menahan tertawanya agar tidak meledak-ledak.
Kedua orang, itupun kemudian menjauhi padepokan Kiai Wa"rangka bersama orang-orangnya. Mereka akan bermalam di. tempat yang sudah mereka siapkan. Esok, mereka akan datang ke padepokan Kiai Warangka tanpa menunjukkan kesan, bahwa mereka telah ber"malam semalam di padang perdu. Mereka harus menunjukkan seolah-olah mereka baru datang dari padepokan Kiai Timbang Laras.
0o0 Dalam pada itu, malam itu diperkemahan prajurit Mataram, suasana nampak tenang. Tetapi beberapa orang pemimpin padepokan yang setia kepada Kangjeng Adipati Pati sibuk mengamati perkema"han orang-orang Mataram. Mereka harus menentukan tempat-tempat yang akan menjadi sasaran serangan mereka. Para pemimpin padepo"kan itu sudah bersepakat, bahwa malam itu mereka harus menemu"kan sasaran. Esok malam, lewat tengah malam, mereka akan men"yusup ketengah-tengah perkemahan dan membakar lumbung-lumbung padi orang-orang Mataram.
Tetapi sebelum hal ini terjadi, para pemimpin kelompok itu sepakat, bahwa tidak seorangpun boleh melakukan serangan didalam padukuhan yang dipergunakan sebagai pesanggrahan itu. Jika hal itu terjadi, maka penjagaan akan menjadi semakin rapat sehingga seran"gan yang sebenarnya akan mengalami kesulitan.
Tetapi serangan terhadap orang-orang Mataram itu boleh dilak"ukan diluar padukuhan. Jika hal itu terjadi, maka perhatian para Sen"apati prajurit Mataram itu akan tertuju keluar, sehingga perhatian kedai am justru akan berkurang.
Malam itu, padukuhan-padukuhan yang dijadikan tempat per"kemahan itu memang tidak terusik. Suara-suara malam terdengar di kebun dan halaman. Suara cengkerik dan bilalang. Angkup nangka yang tertiup angin malam. Kelopak kelelawar dan kokok ayam jantan
Ditempat-tempat yang telah ditentukan, para prajurit dan pen"gawal berjaga-jaga dengan kewaspadaan yang tinggi. Tidak ada yang terlepas dari pengamatan mereka. Seakan-akan tidak selembar daun ilalangpun yang luput dari penglihatan para prajurit dan pengawal yang bertugas itu.
Namun, sebenarnyalah ada yang lolos dari pengawasan mere"ka. Para pemimpin padepokan masih juga ada yang menyusup mem"asuki padukuhan itu untuk meyakinkan diri, bahwa mereka akan da"pat melakukan tugas mereka dihari yang ditentukan. Tetapi mereka tidak berbuat apa-apa.
Menjelang fajar, maka para prajuritpun telah bangun. Beberapa orang diantara mereka segera mandi dan berbenah diri di sumur. Teta"pi ada diantara mereka yang pergi ke sungai atau susukan yang tidak jauh dari padukuhan mereka. Di perkemahan pasukan Mataram sebe"lah kiri, tempat para prajurit dan para pengawal yang antara lain, pengawal Tanah Perdikan Menoreh, beberapa orang prajurit telah menyusup keluar dari padukuhan. Mereka mengetahui, bahwa tidak jauh dari padukuhan ini terdapat sebuah sungai. Air sungai yang jer"nih itu terasa segar ketika beberapa orang prajurit itu mencebur dan membenamkan diri dikala mereka mandi.
Tetapi ternyata beberapa orang diantara mereka tidak kembali kepadukuhan. Beberapa orang yang terakhir berada di sungai itu, bu"kan saja tidak kembali ke padukuhan tempat mereka berkemah, tetapi mereka tidak akan pernah dapat kembali ke Mataram.
Ketika matahari terbit, maka pemimpin kelompoknya mulai mencarinya, para pemimpin kelompok yang harus meneliti anak bu"ahnya itu mendapatkan beberapa orangnya yang tidak ada ditempai.
Hilangnya beberapa orang prajurit itu telah menggemparkan seisi perkemahan yang berada di sisi sebelah kiri itu. Beberapa orang yang juga mandi disungai mengatakan, bahwa ketika mereka kemba"li, memang masih ada beberapa orang kawannya yang tertinggal.
Nampaknya mereka masih belum selesai berendam di air yang segar itu.
Seorang Senapati kemudian telah membawa beberapa kelom"pok prajurit pergi ke sungai untuk mencari kawan-kawannya yang hilang.
Senapati dan para prajurit itupun terkejut ketika mereka sam"pai ditepian. Mereka melihat beberapa orang kawan mereka terbujur diatas pasir.
Para prajurit itupun segera berlari-larian. Darah mereka serasa mendidih didalam jantung ketika mereka melihat kawan-kawannya mereka itu terbunuh dengan luka diseluruh tubuh.
- Pembunuhan yang biadab - geram Senapati yang memim"pin beberapa kelompok prajurit itu.
Namun tiba-tiba terdengar seorang prajurit berteriak - Masih ada yang hidup. Senapati itupun kemudian telah berlari-lari mendekat. Iapun kemudian berjongkok disisi sebuah tubuh yang terbaring diam. Pa"kaiannya yang basah kuyup menunjukkan bahwa orang itu semula tentu terbaring didalam air. Masih nampak bekas di pasir tepian, or"ang itu merangkak keluar dari air dan kemudian terbaring ditepian.
- Apa yang terjadi" - bertanya pemimpin kelompok prajurit yang terluka parah itu.
Dengan suara yang hampir tidak terdengar prajurit itu menjaw"ab - Kami tiba-tiba saja diserang oleh tiga orang. - Hanya tiga orang" - bertanya Senapati yang berjongkok dis-ampingnya.
- Ya - desis orang itu - tetapi begitu tiba-tiba. Segalanya ter"jadi sebelum kami sempat menyadari keadaan. Mereka bersenjata pedang dan keris.- Apakah mereka mengatakan sesuatu ketika mereka menye"rang kalian dengan tiba-tiba itu " Namun Senapati itupun berkata - Bawa orang itu ke perkema"han. Mudah-mudahan nyawanya dapat tertolong. Jangan kehilangan waktu. Keadaannya sudah demikian parahnya. Beberapa orang prajuritpun telah mengangkat tubuh yang su"dah menjadi sangat lemah itu. Sementara Senapati yang memimpin beberapa kelompok prajurit itu berkata - Kita bawa tubuh-tubuh yang telah membeku itu semuanya ke perkemahan. -Ampat orang telah terbunuh. Seorang terluka parah. Ketika tubuh-tubuh prajurit yang gugur itu dibawa memasuki perkemahan, maka darah para prajurit dan pengawal yang menyaksi"kannya telah menggeletak. Kemarahan telah mencengkam isi dada mereka.
Seorang prajurit tiba-tiba saja berteriak - apalagi yang kita tunggu" Besok kita memasuki kota. Beberapa orang kawannya telah menyahut pula, sehingga sua"ranya terdengar gemuruh memenuhi padukuhan.
Tetapi para Senapati tidak dapat menentukan sikap sendiri. Segalanya harus tunduk kepada perintah Panembahan Senapati.
Prajurit yang masih hidup itupun segera ditangani oleh seo"rang tabib yang memang berada didalam pasukan Mataram untuk me"rawat para prajurit yang terluka. Dengan seksama tabib itu memerik"sa keadaan prajurit yang terluka berat itu. Untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya, maka prajurit itu telah mendapat cairan obat yang berwarna kuning kecoklatan.
Setelah minum obat itu, maka keadaan prajurit itu menjadi le"bih baik. Sementara tabib itu dapat merawat luka-lukanya
Kepada Senapati yang mengambilnya dari tepian, prajurit yang keadaannya menjadi sedikit membaik itu sempat berceritera, apakah yang telah terjadi di tepian.
Bersama beberapa orang kawannya ia pergi ke sungai untuk mandi. Mereka tidak sabar menunggu pakiwan yang jumlahnya ku"rang memadai bagi sekian banyak orang. Karena itu, maka ia memi"lih mandi di sungai yang tidak begitu jauh. Airnya jernih, segar dan terasa sedikit hangat
Ketika kawan-kawannya selesai mandi, maka lima orang ma"sih berada di sungai. Ketika mereka baru berpakaian, tiba-tiba saja tiga orang berloncatan dari balik gerumbul perdu. Kerem angan pagi masih menyaput penglihatan mereka atas ketiga orang itu. Namun yang terjadi kemudian adalah demikian cepatnya, sehingga mereka berlima tidak sempat memberikan perlawanan yang berarti. Merekapun terpelanting dan jatuh terbaring di tepian ketika ujung-ujung pedang dan keris mengoyak kulit mereka.
Prajurit yang masih hidup itupun terdorong jatuh kedalam air. Untunglah bahwa wajahnya tidak terbenam kedalam air. Betapa peti"ihnya, prajurit itu berusaha untuk menahankannya.
Karena ia tidak bergerak sama sekali, maka iapun telah disang"ka mati sebagaimana kawan-kawannya. Sementara itu darah dari tu"buhnya yang mengalir mewarnai air sungai di keremangan pagi itu membuat lawannya tidak lagi melihat, apakah ia masih hidup.
Baru ketika ketiga orang itu pergi, maka prajurit itu berusaha merangkak kepasir tepian.
Beberapa lama ia menunggu. Ketika jantungnya mulai diceng"kam oleh perasaan putus-asa, maka ia tinggal dapat menyerahkan se"gala-galanya kepada Yang Maha Agung.
Justru pada saat yang demikian, maka kawan-kawannya telah datang menolongnya.
- Kita harus segera membuat laporan ke induk pasukan - ber"kata Senapati yang telah mencari para prajurit yang hilang itu.
Dengan tergesa-gesa Panglima pasukan yang bergerak disisi sebelah kiri itu menyusun laporan. Kemudian diperintahkannya dua orang penghubung berkuda untuk pergi ke induk pasukan, memberi"kan laporan tentang ampat orang prajurit yang telah gugur. Yang le"bih penting dari laporan tentang gurunya para prajurit itu adalah pemberitahuan tentang serangan-serangan gelap yang dapat terjadi di-mana-mana.
Demikianlah, maka dua orang prajurit telah diperintahkan un"tuk pergi ke pasukan induk.
Namun dalam pada itu, serangan gelap seperti itu tidak hanya terjadi di pasukan yang berada disisi sebelah kiri.
Pada malam itu juga, tiga orang peronda keliling di padukuhan induk juga telah terbunuh ketika mereka mengamati keadaan di bulak yang memisahkan satu padukuhan dengan padukuhan lainnya yang dipergunakan oleh pasukan induk. Sedangkan di pasukan yang berada disebelah kanan, dua orang prajurit yang pergi ke parit diluar padukuhan dimalam hari karena tidak dapat bertahan sampai esok, sementara yang seorang lagi karena perutnya sakit, tidak pula kembali ke padu"kuhan.
Baru dipagi hari mereka diketemukan sudah tidak bernyawa lagi.
Laporan-laporan itu membuat para Senapati di padukuhan in"duk menjadi marah. Mereka telah mengeluarkan perintah agar pasu"kan Mataram dimanapun berada, lebih memperhatikan keadaan diluar padukuhan. Mereka harus mengawasi setiap gerak. Jangan keluar pa"dukuhan dalam kelompok-kelompok yang terlalu kecil, sehingga ti"dak sempat memberikan perlawanan. Jika perlu setiap kelompok per"onda dilengkapi dengan kentongan yang meskipun kecil, tetapi suaranya akan dapat didengar dari kejauhan.
Namun peristiwa-peristiwa itu telah memperingatkan orang-orang Mataram, bahwa Pati tidak sekedar berperisai dinding-dinding kota. Kekuatannya masih juga tersebar diluar dinding. Bahkan mam"pu menyerang para prajurit Mataram.
Karena itulah, maka para prajurit Mataram menjadi semakin berhati-hati Tetapi sebenarnyalah perhatian mereka lebih tertuju keluar padukuhan.
Dalam pada itu, hari itu, para prajurit Mataram telah melaku"kan persiapan-persiapan terakhir. Jika perintah untuk menyerang itu datang, maka pasukan itu seluruhnya akan segera bergerak menuju kepintu-pintu gerbang kota. Pintu gerbang utama dan pintu-pintu gerbang yang lain.
Tetapi ternyata perintah untuk menyerang yang mereka harap"kan akan datang pada hari itu masih belum mereka terima
13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panembahan Senapati memang menunda perintah untuk men"yerang. Beberapa orang petugas sandi melihat prajurit Pati berkelia"ran diluar dinding kota, sehingga Panembahan Senapati telah meme"rintahkan untuk memastikan, apakah pasukan Pati akan bertahan dibelakang dinding kota atau menyongsong pasukan Mataram dalam gelar perang.
Sejalan dengan itu, maka para Senapati telah memerintahkan para prajurit untuk lebih berhati-hati. Mereka tidak boleh berkeliaran diluar padukuhan yang mereka pergunakan sebagai tempat berkemah.
0o0 Sementara itu, maka di padepokannya, Kiai Warangka masih saja menunggu kedatangan adik seperguruannya. Ia masih berharap bahwa pada hari itu, Kiai Timbang Laras akan datang.
Ketika matahari mencapai puncak langit, maka Kiai Warang"ka, Serat Waja dan Ki Jayaraga tidak lagi mengharap, bahwa hari itu Kiai Timbang Laras akan datang. Dengan nada rendah Kiai Warangka berkata - Ternyata Timbang Laras masih saja sulit untuk dimenger"ti. Sejak masih bersama-sama tinggal diperguruan, aku tidak dapat memahaminya. Kadang-kadang ia bersikap wajar, sangat wajar. Teta"pi kadang-kadang aku tidak mengerti sama sekali, apa yang dikehen"dakinya. - Ciri wanci, kakang. Rasa-rasanya tidak akan dapat berubah sampai akhir hayatnya. Kiai Warangka mengangguk-angguk. Katanya - Ia masih juga sempat mengombang-ambingkan perasaanku sekarang ini. Bukankah dengan demikian, aku akan selalu merasa gelisah, sebelum persoalan"nya menjadi jelas" Serat Waja mengangguk-angguk. Katanya - Sebaiknya kita ti"dak usah memikirkannya lagi. Jika ia ingin datang, biarlah ia datang, jika tidak, biar sajalah ia tidak datang. - Jika Timbang Laras jujur, aku dapat berbuat demikian. Teta"pi jika Timbang Laras tidak jujur, maka akan dapat terjadi sesuatu yang mengejutkan. Dengan licik, ia masih saja dapat menyalahkan aku. - Sudahlah kakang - sahut Serat Waja - jangan hiraukan lagi. Jika besok Kiai Timbang Laras itu tidak datang juga, maka bi"arlah aku pergi ke padepokannya untuk mendapatkan penjelasan, apa"kah yang sebenarnya terjadi, dan apa yang sebenarnya dikehendaki. - Apakah Ki Serat Waja perlu pergi ke padepokan Kiai Tim"bang Laras - bertanya Ki Jayaraga.
- Sebenarnya memang tidak, Ki Jayaraga. Karena segala sesu"atunya dimulai dari Kiai Timbang Laras. Tetapi sebagai saudara se"perguruan, kami masih ingin saling menghormati. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ia ber"kata - Aku mengerti, Kiai Warangka, Ki Serat Waja dan Kiai Tim"bang Laras adalah saudara seperguruan. Sayang, sikap Kiai Timbang Laras tidak mencerminkan sikap seorang saudara seperguruan. Tetapi memang tidak berarti bahwa sikap itu harus dibalas dengan sikap yang sama. Kiai Warangka menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Mudah-mudahan Timbang Laras segera menyadari, bahwa ia telah menapak pada jalan yang keliru. Namun dalam pada itu, pembicaraan itu telah terputus. Seo"rang cantrik telah datang menghadap dengan tergesa-gesa.
- Kiai, kami telah melihat kedatangan Kiai Timbang Laras bersama beberapa orang pengiringnya. - O - Kiai Warangka mengangguk-angguk - biarlah mereka masuk kedalam padepokan. Aku akan menerimanya di pendapa ban"gunan utama padepokan itu. Cantrik itupun segera pergi ke pintu gerbang padepokan. Para cantrik yang bertugaspun segera telah membuka pintu gerbang itu demikian petugas yang berada di panggungan memberikan isyarat akan kedatangan mereka
Dua orang putut telah menunggu dibelakang pintu gerbang. Dengan hormat, keduanya telah mempersilahkan Kiai Timbang Laras dan pengiringnya memasuki pintu gerbang itu.
Kiai Timbang Laras dan orang yang berjambang dan berkumis lebat itu berjalan dipating depan. Diserahkannya kuda mereka kepada para pengiringnya. Sementara seorang cantrik telah menunjukkan, di"mana kuda-kuda itu harus ditambatkan.
Sejenak kemudian, Kiai Timbang Laras dan pengiringnya te"lah dipersilahkan naik ke pendapa diterima oleh Kiai Warangka, Serat Waja dan Ki Jayaraga
Tetapi orang yang berjambang dan berkumis lebat itu terkejut melihat Ki Jayaraga ada dipadepokan itu. Tetapi Ki Jayaragapun terkejut pula melihat kedatangan orang itu.
- Setan tua Apa yang kau lakukan disini - geram orang ber"jambang dan berkumis lebat itu.
- Kau Jatha Andhapan - desis Ki Jayaraga.
- Namaku bukan Jatha Andhapan. Kau tahu itu. Atau kau sengaja menghina aku " - Nama itulah yang aku kenal sejak kau berada dipesisir Uta"ra. Kau tidak usah malu memakai gelarmu yang pernah kau bangga-banggakan itu. Sebelum orang berjambang itu menyahut, Kiai Timbang Laraspun berkata - Apakah kan pernah mengenal Ki Jayaraga " - Aku pernah mengenal iblis tua itu. Ia adalah biang dari se"gala macam perampok, penyamun dan bahkan bajak laut yang ganas sekali dilaut Utara. Ia adalah orang yang paling dibenci, tetapi juga paling ditakuti. Kiai Timbang Laras mengerutkan keningnya. Namun kemudian Kiai Warangkapun berkata - Marilah. Silahkan duduk. Nanti kita akan bercerita tentang banyak hal. Tetapi Kiai Timbang Laras itu masih bertanya kepada orang berjambang itu - Kau berkata sebenarnya " - Untuk apa aku harus berbohong "
- Jadi kakang sengaja memanggil orang itu " Ketika aku ber"kunjung kemari beberapa hari yang lalu, kakang sama sekali tidak menyinggung tentang masa lampau orang yang dianggapnya sebagai sahabatnya itu.- Duduklah. - desis Kiai Warangka.
Kiai Timbang Laraspun kemudian duduk disebelah orang yang disebut Jalha Andhapan itil. Dibelakangnya, duduk pula beberapa or"ang pengiringnya.
Demikian mereka telah duduk, maka dengan serta-merta Kiai Timbang Laraspun mengulangi pertanyaannya - Kenapa kakang te"lah memanggil dan berhubungan dengan orang itu " - Sebenarnya aku ingin mempertanyakan keselamatan kalian, keadaan padepokan kalian dan kenyamanan perjalanan kalian. Tetapi Timbang Laras tergesa-gesa ingin mengetahui, kenapa Ki Jayaraga berada disini. - Aku baru tahu sekarang, bahwa Ki Jayaraga adalah pemim"pin segala macam penjahat di tanah ini! - Aku mengenal Ki Jayaraga bukan baru hari ini - jawab Kiai Warangka - aku mengenalnya sudah sejak lama. Aku mengetahui bahwa beberapa orang muridnya menjadi perampok, penyamun dan bahkan bajak laut di laut Utara, juga tidak baru hari ini. Karena itu aku sama sekali tidak terkejut. Tetapi tentu saja dengan beberapa keterangan. - Keterangan untuk mencuci noda-noda di tangannya - geram orang yang disebut Jatha Andhapan.
Ki Jayaraga tertawa. Katanya - Jatha Andhapan. Kita saling mengenal dengan baik. Aku tidak menyembunyikan kenyataan ten"tang diriku kepada orang-orang disekitarku. Aku mengatakan sejujur"nya siapa aku. Nah. Apakah kau juga akan mengatakan siapakah kau yang sebenarnya " Tentu saja kau tidak akan dapat berbohong karena aku ada disini. Wajah orang itu menjadi tegang. Tetapi hampir berteriak ia menyahut - Namaku bukan Jatha Andhapan. Kau kira aku tidak mengerti arti kata andhapan " - Bukankah kau berbangga dengan nama itu" - bertanya Ki Jayaraga.
Orang yang berjambang dan berkumis lebat itu menggeram. Se"mentara Kiai Warangka berkata - Sebaiknya kita tidak usah memper"soalkan masa lalu kita masing-masing. Kita dapat duduk dan berbin"cang dengan baik tanpa saling mencurigai. - Kiai Warangka - berkata orang yang disebut Jatha Andha"pan itu - Tidak seorangpun yang dapat mempercayai Jayaraga lagi. Seandainya kita tidak mempersoalkan masa lalu Jayaraga, maka kita akan terjebak. Ia dapat mengambil keuntungan dengan cara apapun juga dari persoalan yang timbul pada orang lain. - Ki Jayaraga ada disini atas undanganku. Ia tamuku. Karena itu, aku harus menghormatinya. Lebih dari itu, kehadirannya disini atas pengetahuan Ki Gede Menoreh, sehingga Ki Jayaraga dapat mengatas-namakan dirinya pemimpin Tanah Perdikan itu. - Alangkah bodohnya Kepala Tanah Perdikan Menoreh yang dapat dikelabuhi olehnya. - Aku tidak pernah mengelabuinya - berkata Ki Jayaraga - Ki Gede Menoreh mengetahui siapa aku sebenarnya. Ki Gede tahu bahwa tidak seorangpun dari murid-muridku yang menjadi orang dal"am arti yang sesungguhnya. Mereka telah terperosok kedalam kehidupan yang kelam. Aku tidak ingkar. Menuntut Balas 16 Anugerah Bidadari Karya Sherls Astrella Leukimia Kemping 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama