Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 1
BALADA PADANG PASIR
TONG HUA Diterjemahkan oleh Grace Tjan
Hari-hari berlalu dengan cepat
bagai angin malam padang pasir,
dalam sekejap mata seribu li telah
kulalui, aku hanya beristirahat sejenak setelah terluka, namun
rerumputan di padang rumput telah melayu tiga kali, dan
dedaunan hutan pohon huyang
telah menguning tiga
kali pula. Lebih dari tiga tahun ini, selama lebih dari seribu siang
dan malam, aku telah mengikuti kawanan serigala, mengembara
dari ujung utara ke ujung selatan padang pasir, dan kembali dari
ujung selatan ke ujung utara padang pasir lagi. Di tengah
keasyikan bermain, aku seakan tak pernah meninggalkan
kawanan serigala, enam tahun yang kulewatkan bersama A Die
seakan telah terkubur di bawah pasir kuning, namun sayang
sekali, hanya seakan-akan saja.....
Di tengah malam yang gelap gulita, saat seribu satu suara telah
menjadi sunyi senyap, di samping api unggun, aku dan Lang
Xiong duduk dan berbaring, ia telah tidur nyenyak,
namun aku sama sekali tak bisa tidur. Di siang hari aku kembali
melihat pasukan Xiongnu, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun
ini, derap kaki kuda mereka sekonyong-konyong membangkitkan
masa lalu yang telah lama terkubur.
-----------------Sembilan tahun sebelumnya, Xiyu
. Seseorang berbaring di padang pasir, aku menatap matanya, ia
pun menatapku. Seekor kadal merayap di wajahnya, namun ia
tak bergeming, dengan penuh rasa ingin tahu aku menepuknepuk pipinya dengan cakarku, ia masih tak bergerak, namun
bibir bawahnya sedikit tertarik, seakan tersenyum.
Aku memperhatikannya sejak mentari berada di tengah angkasa
sampai mentari tenggelam, akhirnya aku paham kenapa ia tak
bergerak-gerak, ia akan segera mati kehausan.
Sampai sekarang aku masih tak mengerti, kenapa aku ingin
menolongnya" Kenapa dengan begitu bersusah payah, aku
menangkap seekor kambing dan memberikannya padanya"
Kenapa tanpa sebab yang jelas, aku mencari seorang ayah untuk
diriku sendiri" Apakah karena dalam pandangan matanya ada
sesuatu yang akrab denganku, namun juga asing" Setelah ia
minum darah segar, setelah tubuhnya kembali kuat, ia melakukan
sesuatu yang biasa dilakukan orang ---- membalas air susu
dengan air tuba. Ia mengikatku dengan seutas tali, lalu
membawaku meninggalkan kawanan serigala di Gurun Gobi yang
luas dan liar, membawaku ke kemah-kemah yang didiami
manusia. Ia telah minum darah kambing segar, namun ia tak
mengizinkanku minum darah segar dan daging mentah lagi. Ia
memaksaku berjalan tegak meniru dirinya, memaksaku
menirukannya berbicara, dan berkeras agar aku memanggilnya 'A
Die' , oleh karenanya aku tak jarang berkelahi
dengannya, namun ia tak kenal takut, setiap kali aku kalah
berkelahi dan kabur ke padang pasir, ia selalu menangkap dan
membawaku pulang.
Aku amat menderita, namun aku tak paham kenapa ia bersikap
seperti itu padaku, kenapa ia begitu menginginkan aku menjadi
manusia" Apakah menjadi serigala tak cukup baik" Ia berkata
padaku, bahwa aku sebenarnya seorang manusia, bukan seekor
serigala, oleh karenanya, aku harus menjadi manusia. Ketika aku
mulai belajar menulis, aku mulai sedikit memahami masa laluku:
aku adalah seorang anak yang dibuang atau hilang, kawanan
serigala membesarkanku dan membuatku menjadi seekor
serigala cilik, akan tetapi ia hendak menjadikanku seorang
manusia. "Aku tak mau menyisir rambut!", sambil berteriak keras-keras aku
melemparkan sisir, lalu mencari sesuatu di sekelilingku untuk
melampiaskan amarah. Lenganku sudah sakit karena pegal,
namun ternyata aku belum dapat membuat sebuah kepangan
pun, tadinya dengan kegirangan aku hendak melihat wajahku
yang jelita setelah rambutku disisir dan dikepang di air danau,
namun ternyata makin disisir, rambutku makin berantakan, maka
sekarang aku hanya dapat memendam kekesalan.
Langit tinggi dan awan jarang, mentari memancarkan sinarnya
yang hangat dan angin bertiup sepoi-sepoi, hanya ada seekor
kerbau yang cukup besar sedang minum air di tepi danau. Sambil
mengelembungkan pipiku, aku memandang kerbau hitam itu,
diam-diam aku berlari ke belakang tubuhnya, lalu melayangkan
sebuah tendangan ke pantatnya, hendak menendangnya hingga
tercebur ke danau. Kerbau itu melenguh, tubuhnya tak bergerak,
aku tak puas dan kembali menendangnya, ekornya mengibas,
dan ia berbalik menatapku. Mendadak aku sadar bahwa keadaan
sedikit tak menguntungkan, dan bahwa aku telah melampiaskan
kemarahanku pada sasaran yang salah. Seharusnya aku
menganiaya sesuatu yang lebih lemah dariku, kerbau itu adalah
sebongkah batu yang keras, sedangkan aku adalah sebutir telur
yang rapuh. Aku memutuskan untuk mendahului sang kerbau, aku
membungkuk dan mengeluarkan sebuah lolongan serigala,
dengan harapan agar wibawa serigala dapat membuatnya
ketakutan dan lari tunggang-langgang, biasanya kalau aku
melakukan hal ini, anak kuda atau kambing yang mendengarnya
selalu lemas kakinya atau melarikan diri, namun ia justru
melenguh panjang, lalu mengarahkan tanduknya padaku, ketika
ia sedang mendengus marah dan menggali tanah dengan
kakinya, aku berbalik, melolong mengenaskan dan mulai berlari
sekencang-kencangnya. Akhirnya aku mengerti kenapa kalau
orang memaki seseorang yang keras kepala dan bodoh, mereka
menyebutnya 'niu piqi'
. Diantara serigala dan kerbau, siapa yang larinya lebih cepat"
Sambil berteriak-teriak, aku berpikir tentang hal ini sampai
pantatku merasakan tanduk kerbau, aku mengelus pantatku yang
nyeri, dan tak punya waktu lagi untuk berangan-angan, hanya
memusatkan perhatian untuk berlari menyelamatkan nyawa.
Aku tiba-tiba berbelok ke kiri, lalu tiba-tiba berbelok ke kanan, lalu
ke kiri..... "Kakak kerbau, aku bersalah, jangan kejar aku lagi, ya, aku tak
akan berani menendangmu lagi, setelah ini aku hanya akan
menganiaya kambing saja". Aku sudah sangat kecapaian dan
hampir terjerembab, akan tetapi suara derap kaki kerbau ini tak
berubah, rupanya ia menginginkan nyawaku.
"Kerbau bau, kau kuperingatkan, jangan anggap aku seekor
serigala yang sebatang kara saja, aku punya banyak kawan, kami
dapat melahapmu", namun suara derap kaki kerbau tak berubah,
ancaman itu tak mempan, aku hanya dapat terus berlari dengan
wajah masam. Napasku terengah-engah, dengan terbata-bata aku berkata,
"Kalau kau.....melukaiku.....A.....A.....Die akan memasak dan
memakanmu, jangan kejar.....aku.....lagi".
Perkataan yang baru selesai kuucapkan itu nampaknya benarbenar ampuh, di kejauhan dua orang berjalan berendeng pundak,
salah seorang diantara mereka adalah A Die. Aku berlari
menghampiri mereka sambil berteriak keras-keras. Agaknya ini
adalah untuk pertama kalinya A Die melihatku begitu
bersemangat melihatnya, dari kejauhan aku membuka sepasang
lenganku lebar-lebar, hendak menerjang ke dalam pelukannya.
Dengan penuh semangat, tanpa memperhatikan sebabnya, ia
segera melangkah ke depan, lalu setengah berlutut untuk
memelukku. Setelah ia melihat kerbau di belakangku, ia segera
hendak menghindar, namun sudah terlambat. Lelaki yang berada
di sampingnya cepat-cepat menghadang di depan A Die, berdiri
menghadapi kerbau itu.
Aku membuka mata lebar-lebar, memandang sang kerbau
menerjang ke arahnya, kulihat tanduk kerbau hampir
menyentuhnya, namun sepemantikan api kemudian, sepasang
lengannya mengayun ke depan dan mencengkeram kedua
tanduk kerbau itu, sang kerbau yang marah menerjang ke depan
dengan sekuat tenaga, kakinya menginjak-injak tanah hingga
rerumputan patah dan debu berterbangan, namun ia sama sekali
tak bergeming. Melihatnya, aku terpana, satu-satunya pikiran
dalam benakku adalah: andaikan ia seekor serigala, ia akan
menjadi pemimpin kawanan serigala kami.
A Die memelukku dan melangkah minggir, lalu tersenyum dan
memuji, "Aku sering mendengar orang memuji wangye sebagai
pejuang nomor satu di kalangan bangsa Xiongnu, ternyata nama
besar anda bukan nama kosong belaka". Pemuda itu
menelengkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum, "Hanya
sedikit kekuatan kasar untuk menundukkan seekor kerbau liar,
mana bisa dibandingkan dengan ilmu sastra tuan?"
A Die melihat bahwa aku meronta-ronta hendak turun, maka ia
melepaskanku, "Aku hanya tahu teori-teori mati dalam buku,
namun wangye telah memahaminya dari alam sendiri".
Aku melangkah ke sisi lelaki itu, lalu menendang sang kerbau,
"Ayo kejar aku! Kau masih ingin mengejarku tidak" Kejar tidak"
Kutendang kau dua kali karena mengejarku sampai hampir
mampus!" Sang kerbau yang telah dijinakkan oleh pemuda itu tiba-tiba
bangkit dengan penuh tenaga, sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya dan mengibaskan ekornya, ia meronta bangkit. A Die
memburu ke arahku, lalu mohon maaf pada sang pemuda, "Gadis
kecil ini wataknya agak licik dan bandel, membuat wangye repot
saja, ayo cepat beri hormat pada wangye".
Aku berdiri tanpa bergeming, menatapnya tanpa berkedip, saat
itu aku masih tak tahu bagaimana membedakan wajah seseorang
yang tampan dan buruk rupa, akan tetapi rupa yang begitu
tampan itu dapat kumengerti, setelah dengan terpesona
memandangnya selama beberapa saat, aku berseru, "Wajahmu
memang sangat tampan, apakah kau lelaki yang paling ganteng
diantara bangsa Xiongnu" Tapi Yu Dan juga sangat tampan,
setelah ia dewasa, entah dia atau kau yang lebih tampan?"
Ia menghela napas beberapa kali, memandang A Die sambil
menahan tawa, lalu berbalik dan memusatkan perhatiannya untuk
menjinakkan si kerbau kecil. Dengan wajah jengah, A Die
menutupi mulutku, "Mohon maaf pada wangye, hamba kurang
pandai mendidiknya".
Kebuasan sang kerbau sedikit demi sedikit menghilang, pemuda
itu perlahan-lahan melepaskan pegangannya dan membiarkan
kerbau hitam itu pergi, ia berbalik dan melihat A Die menutupi
mulutku dengan salah satu tangannya, sedangkan tangannya
yang lain menelikung lenganku, aku pun menendangi A Die.
Dengan agak bersimpati, ia memandang A Die, "Lebih sulit
daripada menjinakkan seekor kerbau liar".
Membandinganku dengan kerbau liar" Di tengah kesibukanku,
aku baru saja sempat memelototinya. Untuk sesaat ia tertegun,
lalu tersenyum sambil menggeleng-geleng, ia pun berkata kepada
A Die, "Urusan taifu sudah selesai, aku mohon diri dahulu".
Begitu ia pergi, A Die mengempitku di bawah lengannya dan
memaksaku pulang ke kemah. Aku pernah melihat para
pengembala di padang rumput menghajar anak-anak mereka
yang bandel dengan cambuk, apakah A Die juga akan melakukan
hal itu" Aku bersiap untuk bertengkar habis-habisan dengan A
Die, namun ia hanya mengambil sebuah sisir, lalu menyuruhku
duduk. "Rambutmu berantakan! Pangeran Raja Bijak Kiri tentunya
adalah lelaki paling tampan diantara bangsa Xiongnu, tapi kau
tentunya adalah wanita terjelek di padang rumput!"
Aku segera menjadi tenang, aku memutar cermin perunggu dan
memperhatikan diriku dengan seksama, "Apakah aku masih lebih
jelek dari dengan nenek tua ompong yang kita lihat kemarin?"
"Ya".
"Lebih jelek dari bibi gendut yang jalannya cepat tapi tak majumaju itu?"
"Ya".
Sambil mencibir aku memandangi diriku di cermin itu, di antara
rambutku yang lebat dan kusut-masai terselip beberapa helai
rumput, di ujung hidung dan pipiku nampak beberapa noda hitam
lumpur, benar-benar menyedihkan, hanya sepasang mataku yang
bagai danau musim semi atau bintang dingin, berkilauan dengan
cemerlang. A Die menyeka wajahku hingga bersih, dengan teliti ia mencabuti
helai-helai rumput itu, lalu menyisir rambutku yang kusut dengan
sisir. "Kita akan membuat dua kepangan, aku akan terlebih
dahulu menjalin sebuah kepangan, lalu kau juga belajar membuat
yang satu lagi, setelah kepangan jadi, kau pasti akan menjadi
nona tercantik yang pernah kulihat". Sambil mengepang
rambutku, A Die berbicara sembari tertawa.
---------Ranting-ranting kering di tengah api unggun bergemeretak, lelatu
berterbangan, membangkitkan ingatanku, di sampingku, setelah
mengulet dengan kemalas-malasan, Lang Xiong kembali
menelungkup di tanah. Aku menepuk-nepuk punggung Lang
Xiong dan kembali terkenang akan masa silam.
Tahun itu aku berusia tujuh atau delapan tahun, aku baru setahun
tinggal bersama A Die, hari itu, untuk pertama kalinya aku
berhasil membuat sebuah kepangan dengan baik, dan juga untuk
pertama kalinya berjumpa dengan Yizhixie: sahabat A Die,
paman Putra Mahkota Yu Dan, adik Junchen Shanyu[6], Raja
Bijak Kiri Xiongnu. Karena ia sering mencari A Die, kami menjadi
akrab, asalkan pergi berburu ia selalu mengajakku.
---------"Yu Jin, kalau kau masih tak bisa menghafalkan kitab Kebijakan
Negara, walaupun rambutmu sudah rapi, malam ini kau tak boleh
ikut jamuan makan malam". Tanpa mengangkat kepalanya, A Die
yang menyebalkan berkata seraya menulis-nulis sambil
menunduk. Aku pernah mendengar Yizhixie berkata bahwa rambutku mirip
bulu domba yang baru dicukur, dengan lemas aku berhenti
mengikat rambutku dan memandangi bilah-bilah bambu[7] di
hadapanku, lalu mulai mengigiti jariku, "Kenapa kau tak mengajar
Yu Dan" Bukankah Yu Dan muridmu" Atau kau bisa menyuruh
Yizhixie menghafalkannya, ia pasti senang, ia paling suka
membaca buku orang Han, aku hanya suka berburu bersama
Yizhixie". Begitu aku menyelesaikan perkataanku, aku melihat A
Die menatapku dengan tajam, dengan ragu-ragu aku berkata, "Yu
Dan tak mengizinkanku memanggilnya putra mahkota, Yizhixie
pun berkata bahwa aku boleh tak memanggilnya pangeran.
Karena mereka bisa langsung memanggil namaku, kenapa aku
tak boleh melakukan hal yang sama?"
A Die sepertinya menghela napas dengan pelan, ia melangkah ke
hadapanku, lalu berjongkok, "Karena aturan yang berlaku di dunia
ini, mereka dapat langsung memanggil namamu, tapi kau harus
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggunakan gelar mereka. Di tengah kawanan serigala, apakah
kau tak pernah melihat bagaimana serigala kecil menghormati
serigala dewasa" Jangankan bicara kedudukan, umur Putra
Mahkota Yu Dan pun lebih tua empat atau lima tahun
dibandingkan denganmu, sedangkan Pangeran Raja Bijak Kiri
lebih tua tujuh atau delapan tahun dibandingkan denganmu, kau
harus menghormati mereka".
Setelah berpikir sejenak, aku merasa bahwa perkataan A Die
cukup masuk akal dan mengangguk-angguk, "Baiklah! Setelah ini
aku akan memanggil Yu Dan putra mahkota, dan juga memanggil
Yizhixie Pangeran Raja Bijak Kiri, tapi malam ini aku ingin makan
daging domba panggang dan ingin ikut jamuan makan malam,
aku tak mau menghafalkan Kebijakan Negara, Yu Dan adalah
muridmu, biar dia saja yang menghafalkannya".
A Die melemparkan tanganku dari bibirku, lalu mengambil sapu
tangan dan mengelap tanganku, "Sebentar lagi kau akan berumur
sepuluh tahun, kenapa belum dewasa juga" Pangeran Raja Bijak
Kiri ketika seumurmu sudah maju ke medan perang".
Aku mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dan mendengus dengan
puas diri, "Ketika kami mengejar kelinci, ia tak bisa dibandingkan
denganku". Mendadak aku teringat pada perjanjian diantara aku
dan Yizhixie, dengan menyesal aku menutup mulutku, lalu
berkata dengan murung, "Aku berjanji pada pangeran untuk tak
memberitahu orang lain, kalau tidak ia tak akan membawaku
pergi bermain, kau sama sekali tak boleh membiarkannya tahu".
Sambil tersenyum A Die bertanya, "Kebijakan Negara?"
Dengan kesal aku memukuli meja keras-keras, sambil menatap A
Die dengan mata terbelalak, aku berkata, "Penjahat, kau memang
kutu buku penjahat, sekarang aku akan pergi menghafalkannya".
Sang Shanyu memerintah seseorang untuk memanggil A Die,
walaupun sebelum keluar rumah ia berulangkali menyuruhku
untuk menghafalkannya dengan baik, namun aku tahu, dan dia
pun lebih tahu lagi, bahwa perkataannya akan hanya bagai angin
lalu yang membelai telingaku saja, dengan putus asa A Die
memandangiku untuk beberapa saat, lalu menggeleng dan
berlalu. Begitu ia keluar, aku langsung dengan gembira melompat
keluar dari kamar, mencari keasyikan!
Di sebuah lereng yang sepi, Yizhixie berbaring dengan tenang di
tengah rerumputan, sambil berjingkat-jingkat aku melangkah ke
sisinya, hendak mengejutkannya, namun dengan tak disangkasangka, sekonyong-konyong ia bangkit dan menangkapku, dan
malahan mengejutkanku. Aku tertawa terbahak-bahak, lalu
memeluk lehernya, "Yi........wangye, kenapa kau berada di sini"
Kudengar kau akan menikahi seorang putri, perjamuan malam ini
khusus diadakan untukmu".
Yizhixie memelukku dan menaruhku di atas pangkuannya, "Kau
diomeli A Diemu lagi, ya" Aku sudah ratusan kali berkata
padanya bahwa kami bangsa Xiongnu tak memperdulikan hal-hal
semacam itu, tapi ia selalu berhati-hati dan terlalu banyak
peradatan. Ya, aku akan menikahi seorang putri".
Aku memandangi wajahnya, "Kau tak senang, ya" Apakah putri
itu tak cantik" Kata Yu Dan ia putri tunggal seorang jenderal
besar, banyak sekali orang yang ingin menikahinya! Kalau usia
Yu Dan tidak masih terlalu muda, Shanyu pasti ingin
menikahkannya dengan Yu Dan".
Ia tertawa dan berkata, "Gadis bodoh, kecantikan bukan
segalanya. Aku bukannya tak senang, tapi tak ada sesuatu yang
patut dijadikan alasan untuk bergembira".
Aku tertawa dan berkata, "Kata A Die, suami istri harus saling
berhadapan seumur hidup, berhadapan seumur hidup berarti
harus melihatnya setiap hari, kalau begitu, bagaimana bisa tak
cantik" Saat aku mencari suami, aku akan mencari seorang pria
yang paling tampan. Hmm......", aku memperhatikan raut
wajahnya yang seksama, lalu dengan ragu-ragu berkata, "Paling
tidak tak lebih jelek darimu".
Tawa terbahak-bahak Yizhixie menggesek kedua sisi wajahku,
"Kau umur berapa" Kenapa kau begitu tergesa-gesa ingin
meninggalkan A Diemu?"
Senyumku membeku di wajahku, dengan kesal aku bertanya,
"Apakah kau dan Yu Dan tahu berapa usia kalian?" Ia
mengangguk dengan pelan, aku menghela napas dan berkata,
"Tapi aku tak tahu! A Die juga tak tahu berapa sebenarnya
usiaku, ia hanya berkata bahwa umurku kurang lebih sembilan
atau sepuluh tahun, kalau ada orang yang bertanya berapa
usiaku, aku selalu tak bisa menjawab".
Sambil tersenyum ia mengengam tanganku, "Ini adalah suatu hal
yang paling bagus di kolong langit ini, kenapa kau justru tak
senang" Coba kau pikir, kalau orang lain bertanya berapa usia
kami, kami terpaksa menjawab dengan jujur, kami hanya punya
satu pilihan, namun kau dapat memilih usiamu sendiri, bagus
bukan?" Mataku menjadi berbinar-binar, dengan bersemangat aku
berkata, "Benar! Benar! Aku dapat menentukan sendiri berapa
umurku! Kalau begitu, seharusnya aku berumur sembilan atau
sepuluh tahun" Aku ingin berumur sepuluh tahun supaya dapat
membuat Mudaduo memanggilku jiejie".
Sambil tertawa ia menepuk kepalanya, lalu memandang ke
kejauhan, aku menarik-narik lengannya, "Ayo menangkap
kelinci!", namun ia tak langsung menyanggupinya seperti dahulu,
ia memandang ke arah timur, tertegun tanpa berkata apa-apa.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk menjulurkan leherku dan
melihat ke kejauhan, hanya ada kerbau dan domba, dan burung
elang yang terkadang terbang di cakrawala, tak ada yang
berbeda dengan biasanya, "Kau sedang lihat apa?"
Yizhixie tak menjawab dan malahan bertanya, "Di tenggara ada
apa?" Untuk sesaat aku mengerutkan dahi, "Kau akan bertemu kerbau
dan domba, lalu gunung, ada padang rumput, dan Gurun Gobi,
kalau terus berjalan, kau akan kembali ke Dinasti Han, kampung
halaman A Die, kabarnya di sana sangat indah".
Rasa terkejut muncul dengan sekilas di mata Yizhixie, "A Die
yang memberitahumu tentang semua itu?"
Aku mengangguk-angguk, sudut-sudut bibirnya terangkat, namun
senyumnya agak dingin, "Padang rumput, danau, gunung dan
sungai kita juga sangat indah". Aku mengangguk setuju, lalu
berkata dengan lantang, "Yangzhishan kita paling indah,
Qilianshan kita paling subur".
Yizhixie tersenyum dan berkata, "Kau mengatakannya dengan
sangat baik. Yang selalu melihat ke tenggara adalah Dinasti Han,
Dinasti Han bukan ancaman serius, akan tetapi kaisar Dinasti
Han sekarang ini sangat berbeda".
"Apakah wajahnya lebih tampan darimu?", dengan penuh rasa
ingin tahu aku memandang ke timur.
"Sangat disesalkan bahwa selama bertahun-tahun lamanya,
ternyata aku hanya dapat melihat saja saat ia sedikit demi sedikit
mendesak ke barat, sehingga daerah kekuasaan Dinasti Han
sedikit demi sedikit bertambah luas. Seorang Wei Qing saja
sudah membuat kami pusing, kalau setelah ini muncul lagi
beberapa jenderal ulung, mengingat watak dan ketamakan kaisar
Han sekarang ini, kami khawatir bahwa ia akan memerangi kami
untuk merebut Yanzhishan dan Qilianshan kita, saat itu kita tak
akan dapat duduk di sini dan memandangi tanah di kaki kita ini.
Sayang sekali orang-orang bangsa kita tertarik pada kemakmuran
dan kekayaan Dinasti Han, serta perlakuan baik dari kaisarnya,
kemusnahan bangsa kita berada di depan mata, tapi mereka
masih bertekad mendekati Han". Pandangan matanya terpaku ke
depan, ia berbicara dengan perlahan, sepertinya dengan putus
asa dan sedih. Aku memandang ke arah timur, lalu memandanginya, seakan
tanpa sadar, aku mengangkat tanganku ke mulutku, sambil
mengigit jari, aku menatapnya tanpa berkedip. Dengan lembut
tangannya mengelus mataku, lalu untuk sesaat berhenti di
bibirku, ia menggeleng dan tersenyum, "Kuharap beberapa tahun
lagi, kau akan dapat memahami makna perkataanku, dan masih
mau duduk di sisiku dan mendengarkan aku berbicara".
Ia menarik tanganku, menyeka tanganku dengan lengan bajunya
sendiri, lalu menarikku hingga bangkit, "Aku pergi dulu.
Perjamuan malam ini diadakan untukku, aku harus berdandan
dahulu, walaupun hanya untuk berpura-pura, namun tak jelek.
Akan tetapi, tak sedikit orang yang akan tak menyukainya.
Bagaimana denganmu?"
Aku memandang ke sekelilingku, lalu dengan agak bosan
berkata, "Aku akan pergi mencari Yu Dan, siang ini akan ada
pertandingan menunggang kuda dan memanah, aku akan pergi
melihat keramaian, mudah-mudahan aku tak terpergok A Die".
Suasana perjamuan makan malam yang santai dan riang gembira
menjadi sunyi senyap ketika aku masuk, sambil mengusung baki
berisi kepala domba, aku berlutut di hadapan Yizhixie, dengan
kebingungan aku memandang sang Shanyu yang berusaha
menahan tawa, memandang A Die yang wajahnya nampak putus
asa, lalu memandang Yu Dan yang nampak murka, dan akhirnya
memandang ke arah Yizhixie. Dahinya yang berkerut perlahanlahan menjadi licin, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun,
namun sepertinya sinar matanya ramah, sehingga tanganku yang
gemetar di bawah pandangan mata begitu banyak orang
perlahan-lahan menjadi tenang.
Yizhixie bangkit dan menghormat kepada Junchen Shanyu,
"Yang Mulia, Yu Jin belum pernah melihat seseorang yang
segagah elang jantan seperti Shanyu, dan mengira seekor angsa
adalah seekor elang, menurut adik, pahlawan yang berada dalam
hati orang-orang yang hadir di sini hari ini tentunya adalah Putra
Mahkota Yu Dan, siang ini putra mahkota berhasil memanah
semua sasarannya, dan kepandaian berkudanya pun sama
hebatnya, di kemudian hari ia tentunya akan menjadi satusatunya pemimpin kawanan serigala di padang rumput". Saat ia
membungkuk dan mengambil baki dari tanganku, tak nyana ia
mengedipkan matanya ke arahku dengan cepat sembari
tersenyum, setelah itu, ia berbalik dan berjalan ke depan meja Yu
Dan, menekuk sebelah lututnya dan berlutut di hadapannya, lalu
sambil menunduk, mempersembahkan kepala domba itu dengan
kedua tangannya.
Semua orang tertawa, bertepuk tangan dan berteriak-teriak
dengan riuh rendah, mereka berebut untuk memuji Yu Dan,
berkata bahwa ia mirip sang Shanyu semasa muda, lalu mereka
satu persatu maju dan bersulang dengannya. Yu Dan berdiri di
depan Yizhixie yang sedang berlutut, mengambil pisau perak
yang diberikan kepadanya, mengiris daging kepala domba di baki
itu, lalu melemparkan irisan daging itu ke dalam mulutnya sendiri.
Dari awal sampai akhir, Yizhixie terus bersikap rendah hati,
berlutut dengan sikap merendah.
Akhirnya, di sudut-sudut bibir sang Shanyu muncul seulas
senyum puas, ia mengangkat cawan arak, melangkah maju dan
menarik Yizhixie agar bangkit, setelah itu, sambil tersenyum, ia
dan Yizhixie bersama-sama minum secawan arak.
Agaknya aku adalah satu-satunya orang yang tak tersenyum di
tempat itu, dengan murung aku bersandar pada A Die sambil
menyaksikan adegan yang tak benar-benar kupahami itu, kalau
saja aku tak bertindak dengan gegabah, Yizhixie tak usah berlutut
di hadapan orang banyak seperti ini, harus berlutut di hadapan Yu
Dan yang usia dan kedudukannya lebih muda darinya, dan
tubuhnya lebih pendek dari dirinya.
Sambil tersenyum, A Die menepuk-nepuk pipiku, lalu berkata
dengan suara pelan, "Anak manis, jangan bermuram durja,
tersenyumlah. Lebih baik kau mempelajari apa kesalahanmu,
sehingga kelak kau tak mengulanginya. Perbaikilah kesalahanmu
dengan sepenuh hati, dan pahamilah kenapa pangeran bertindak
seperti itu, menurut ilmu strategi dalam Kebijakan Negara, ia
harus melakukannya. Nampaknya aku telah gagal mengajari
putriku, aku pun harus menegur diriku sendiri".
Aku tak bisa menunggang kuda, tak bisa pergi ke tempat jauh
untuk bermain, sedangkan kedua orang yang tak memperdulikan
larangan A Die dan bersedia mengajakku pergi jauh, yang
seorang hendak kuhindari karena aku telah bersalah padanya,
dan yang seorang lagi marah padaku dan tak hendak
menemuiku. Ketika melihat Yu Dan memberi minum kuda di tepi danau, aku
mendengus, tanpa memperdulikannya, aku pergi ke tepi danau
untuk bermain air. Setelah menatapku tanpa berkedip untuk
beberapa saat, Yu Dan berlagak tak melihatku, "Kau tak bisa
berenang, jangan meninggalkan tepi danau, hati-hati jangan
sampai terjatuh".
Aku kembali melangkah ke depan untuk dengan hati-hati mencari
tahu seberapa dalam airnya, dan apakah aku dapat terus berjalan
ke depan, Yu Dan mencengkeram kerah bajuku, lalu
melemparkanku ke tepi danau, aku pun berkata dengan marah,
"Kau sendiri tak bisa berenang, nyalimu kecil, aku sendiri tak
takut". Yu Dan tersenyum dan berkata, "Jelas-jelas aku yang seharusnya
marah padamu, tapi kau malahan yang marah padaku". Ketika
mengingat kejadian hari itu, diam-diam aku merasa agak malu.
Yu Dan menyuruhku untuk mempersembahkan kepala domba,
tapi aku tak memberikannya pada sang Shanyu dan malahan
memberikannya pada Yizhixie, sehingga membuat sang Shanyu
tersinggung dan merepotkan pahlawanku. Aku menunduk dan tak
berkata apa-apa.
Sambil tersenyum, Yu Dan menarik tanganku dan berkata, "Kalau
kau sudah tak marah, ayo cari tempat untuk bermain".
Aku mengulum bibirku seraya mengangguk-angguk, sambil
bergandengan tangan kami berdua berlari seakan terbang.
.................
Ketika berusia sepuluh tahun, untuk pertama kalinya, karena
Yizhixie, aku memikirkan secara mendalam tulisan yang A Die
setiap hari perintahkan padaku untuk kuhafal, dan juga untuk
pertama kalinya mengamati Yizhixie, Yu Dan dan sang Shanyu,
dan mulai memahami bahwa walaupun mereka adalah kerabat
yang paling dekat, namun kemungkinan besar dapat berubah
menjadi saudara-saudara yang bermusuhan seperti yang
digambarkan dalam buku-buku bangsa Han.
...................
Setelah sang putri istri Yizhixie selesai menyisir rambut, ia
berpaling ke arah Yizhixie, lalu bertanya sembari tersenyum,
"Wangye, gelung ini adalah gaya rambut permaisuri Shanyu yang
baru kupelajari, apakah aku telah melakukannya dengan benar?"
Yizhixie yang sedang membaca buku mengangkat kepalanya dan
dengan tanpa ekspresi melihat gelung sang putri, senyum di
wajah sang putri sedikit demi sedikit memudar, ketika ia sedang
gelisah, Yizhixie mengambil setangkai bunga yang berada di atas
meja, bangkit dan melangkah ke hadapannya, lalu
menancapkannya di pelipisnya. Sambil memegang bahu sang
putri, ia tersenyum dan berkata, "Kalau begini, kecantikan
wajahmu barulah tak sia-sia". Wajah sang putri menjadi merah
padam, ia menengadah memandang Yizhixie, tubuhnya dengan
lemas bersandar pada tubuh Yizhixie.
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mengerutkan keningku dan menghela napas, lalu berbalik
hendak pergi, namun di belakangku terdengar sebuah suara yang
menegur dengan lembut, "Siapa yang mengintip di luar?" Yizhixie
meninggikan suaranya, "Jin Yu, masuklah".
Untuk beberapa saat aku berdiri di luar kemah sembari mencubiti
pipiku sendiri, aku memaksa diriku untuk tersenyum manis, dan
setelah itu baru masuk ke dalam kemah dan menghadap sang
putri. Seberkas rasa terkejut berkelebat di mata Yizhixie, setelah
itu, seraya tersenyum ia menonton aku dan sang putri bertanya
jawab. Sang putri bertanya, "Dari mana wangye tahu bahwa Yu Jinlah
yang berada di luar?"
"Dialah yang suka keluar masuk semua kemah, para prajurit tak
terlalu memperdulikannya, selain dia, siapa lagi yang diam-diam
mengintip dari luar?" Yizhixie melangkah ke depan meja dan
duduk, lalu kembali mengambil gulungan bambu.
Sang putri bangkit dan berkata, "Yu Jin, ikut aku menemui
permaisuri, ia mempunyai banyak mainan Dinasti Han, ayo kita
belajar memainkannya, lalu aku akan membuatkanmu sebuah
gelung cantik, bagaimana?"
Sambil tersenyum aku menggeleng, "Gelung itu hanya dapat
dibuat oleh orang yang tangannya sangat terampil, hanya orang
yang sangat cerdas saja yang dapat mempelajarinya, aku terlalu
bodoh dan tak dapat mempelajarinya, aku hanya suka mengejar
kelinci". Sang putri tertawa, lalu membungkuk dan mencium wajahku,
"Mulutmu sangat manis, kenapa sebelum ini aku mendengar
orang berkata bahwa watakmu licik dan bandel" Tapi semakin
lama mengenalmu aku semakin suka padamu. Karena kau tak
pergi, maka aku terpaksa pergi sendirian, akan tetapi janganjangan hari ini pangeran tak punya waktu untuk menemanimu
menungang kuda dan berburu".
Sang putri membungkuk pada Yizhixie, lalu menyingkapkan tirai
dan keluar, aku mengangkat lengan bajuku untuk menyeka
tempat yang dicium sang putri, Yizhixie memandangiku, ia
menggeleng-geleng seraya tersenyum. Aku menghela napas
dengan pelan, lalu berbalik hendak pergi, namun Yizhixie bangkit
dan berkata, "Tunggu aku". Aku berpaling memandangnya, ia
melangkah maju dan menarik tanganku, "Aku masih punya waktu
untuk keluar berjalan-jalan".
Ia mengajakku menaiki lereng bukit sampai ke sebuah tempat
yang tinggi, "Aku sudah begitu lama tak melihatmu, saat bertemu
ayahmu pun aku tak melihat sosokmu. Apakah kau sudah
berbaikan dengan Yu Dan?" Aku segera menggeleng.
"Kalian bertengkar lagi, ya" Kalau kau memakai ilmu berpurapura seperti yang kau lakukan barusan ini terhadap Yu Dan, kau
pasti akan dapat membuat Yu Dan girang", goda Yizhixie.
Sejak pernikahan agung itu, seluruh padang rumput tahu
bagaimana kau begitu sayang pada sang putri, agar tak
membuatmu susah, aku sengaja mendekatinya, akan tetapi,
kenapa kau melakukannya" Apakah seperti yang dikatakan Yu
Dan, bahwa kau selalu bersikap mesra pada sang putri hanya
karena pasukan ayahnya yang amat besar" Atau karena kau
ingin membuatnya senang, gelung apapun yang kau sukai
menjadi tak penting" Aku memandang pemandangan di
hadapanku, lalu dengan tak bersemangat berkata, "Kau juga
berpura-pura, kau jelas-jelas tak menyukai gelungnya, tapi
berkata bahwa kau menyukainya".
Yizhixie menarik jubahnya dan duduk di tanah, lalu menarikku
hingga duduk di sisinya, ia memandangiku untuk sesaat, lalu
menghela napas dengan pelan dan berkata, "Yu Jin, kau sudah
mulai dewasa".
Aku memeluk lututku dan ikut menghela napas, "Malam itu,
apakah kau bersusah hati" Semuanya salahku, aku sudah
mematuhi perkataan A Die dan menegur diriku sendiri".
Yizhixie memandang ke kejauhan dan tersenyum, ia tak berkata
bahwa dirinya tak bersusah hati, namun juga tak berkata
sebaliknya. Aku memusatkan pandanganku pada raut wajahnya,
ingin mengetahui apakah saat ini ia gembira atau tidak.
"Kali ini, kenapa kau bertengkar dengan Yu Dan?", dengan
enteng ia membuka mulut.
Aku mencibir dan mengerutkan dahiku, dan untuk beberapa saat
tak berkata apa-apa, ia terkejut dan berpaling, lalu tertawa dan
bertanya, "Sejak kapan kau jadi begitu pemalu?"
Aku menggigit-gigit bibirku, "Kata Yu Dan, kau bersedia
membawaku bermain ke tempat jauh karena A Die, benar tidak?"
Yizhixie menunduk dan tertawa, dengan tegang aku
memandangnya, dengan cemas menantikan jawabannya, akan
tetapi ia hanya tersenyum-senyum saja. Aku menatapnya dengan
geram, ia terbatuk pelan, menahan tawanya, memandangi
mataku untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba membungkuk dan
berbisik di telingaku, "Karena matamu". Ia menatapku tanpa
berkedip untuk beberapa lama dengan penuh perhatian, seakan
sedang dengan perlahan mengeluarkan isi hatinya,
pandangannya tertuju ke mataku dan tak dapat dihindari, namun
aku tak memahaminya.
Mataku" Dengan ragu aku meraba-raba mataku, aku berpikir
untuk beberapa saat dengan penuh konsentrasi, namun masih
sama sekali tak paham, akan tetapi, batu besar yang selama ini
menekan hatiku telah terjatuh. Aku tertawa terkekeh-kekeh,
asalkan bukan karena A Die aku senang, aku hanya ingin orang
lain baik padaku karena diriku sendiri.
.......... Hatiku terasa pedih, sambil menaruh kepalaku di lutut, aku
menghela napas dengan pelan. Si bodoh Yu Jin, kenapa setelah
kejadian itu aku baru mengerti, hari itu Yizhixie dapat mengambil
hati sang putri, kenapa tak bisa mengambil hatiku si gadis kecil
itu" Mungkin perkataan Yu Dan seluruhnya benar, hanya saja
aku tak mau mendengarkannya, A Die pun tertipu oleh Yizhixie.
Ternyata Yu Dan yang impulsif adalah orang yang paling cerdik
diantara kami semua, Yu Dan, Yu Dan.....bulan telah terbenam,
api unggun telah meredup, memancarkan cahaya merah yang
menyilaukan, namun sama sekali tak memberikan kehangatan,
seperti matahari terbenam saat Yu Dan mengajakku mengambil
sarang burung hari itu.
.......... 'Kebijakan Negara', 'Urusan Negara', 'Kelemahan Dan Kekuatan',
'Shiyu', 'Changshu', 'Xiushu', dengan panik aku berpikir, apakah
aku harus menghafalkan kitab-kitab itu seumur hidupku"
Sebenarnya A Die hendak menyuruhku menghafalkan berapa
banyak kitab" Kenapa aku harus seharian menghafalkan kitabkitab tentang bagaimana negara-negara berperang, dan
bagaimana para pejabat bersiasat itu"
"Yu Jin", Yu Dan melambaikan tangannya memanggilku dari luar
kemah, aku menghempaskan gulungan bambu ke lantai, lalu
melompat keluar kemah, "Kita akan pergi bermain ke mana?"
Setelah bertanya, aku baru ingat bahwa aku lupa menghormat
padanya, maka aku segera dengan asal menghormat.
Yu Dan mengetuk kepalaku, "Kita tak banyak peradatan seperti
orang Han, jangan meniru guru dan menjadi seorang wanita
bodoh". Aku balik meninjunya, "Tapi ibumu orang Han, apakah
dia seorang wanita bodoh?"
Yu Dan menarik tanganku, sambil berlari ia berbicara, "Karena ia
dinikahkan pada ayahanda, ia sudah menjadi wanita Xiongnu".
Yu Dan menarikku untuk menaiki kuda, kami berdua
menunggang seekor kuda pilihan, "Kenapa guru tak
memperbolehkanmu belajar menunggang kuda?"
"Karena selama dua tahun pertama aku selalu ingin kabur,
bagaimana ia bisa memperbolehkanku belajar menunggang
kuda" Kau bukannya juga membantu A Die mengejarku!
Sekarang ia merasa bahwa waktuku lebih baik digunakan untuk
banyak membaca buku".
Yu Dan tertawa dan berkata, "Ayahanda berkata bahwa tahun
depan aku dapat menikahi seorang istri, beliau bertanya apakah
putri Raja Bijak Kanan cukup baik. Aku ingin bicara pada ayah
agar kau dapat kujadikan permaisuriku".
Aku menggeleng dan berkata, "Benar, begitu aku lebih tinggi
sedikit, dan begitu kungfuku sudah lebih lihai, aku akan
menjelajahi kolong langit, pergi bermain ke segala tempat, selain
itu, Shanyu dan A Die pasti tak setuju kau menikahiku. Kau
adalah putra mahkota dan akan menjadi Shanyu, putri Raja Bijak
Kanan cocok untukmu".
Yu Dan menarik kekang kuda hingga kuda berhenti, lalu setengah
memondongku turun dari kuda, "Aku akan mohon kemurahan hati
ayahanda, kalau kau menikah denganku, kau akan menjadi
permaisuri bangsa Xiongnu dan akan dapat pergi bermain
kemanapun kau suka, tak ada orang yang dapat memerintahmu,
dan juga tak ada orang yang dapat memaksamu menghafalkan
kitab". Aku tersenyum dan membantahnya, "Tapi ibumu belum pernah
pergi ke tempat jauh! Aku jarang melihatnya tersenyum,
sepertinya ia tak seberapa bahagia. Di kitab-kitab bangsa Han
tertulis bahwa seorang kaisar pun tak boleh berbuat sekehendak
hatinya". Dengan sikap merendahkan Yu Dan berkata, "Itu kebodohan
mereka, aku tak mungkin sudi diperintah orang".
Aku menggeleng seraya tersenyum, "Memangnya Pangeran Raja
Bijak Kiri bodoh" Ia pernah berkata padaku bahwa di dunia ini
orang tak dapat menghindari kewajiban, ia memuji perkataan
orang Han itu".
Yu Dan memelototiku, lalu menunduk dan melangkah pergi,
"Yizhixie, Yizhixie! Hah!"
Sambil memandang punggungnya, aku mengerenyitkan wajahku,
lalu mengikutinya sambil melompat-lompat, "Dia adalah
pamanmu, walaupun kau putra mahkota, namun kau tak dapat
langsung memanggil namanya, kalau sampai terdengar A Dieku,
kau pasti akan kena tegur".
Dengan kesal Yu Dan bertanya, "Kenapa kalian selalu memujimujnya" Pangeran Raja Bjiak Kiri pemberani dan pandai
bertempur, Pangeran Raja Bijak Kiri tulus dan , Pangeran Raja
Bijak Kiri cerdas dan suka belajar......"
Aku bertepuk tangan dan tertawa terbahak-bahak, "Ada orang
yang matanya merah karena iri".
Yu Dan tertawa-tawa sinis, "Aku iri bagaimana" Cepat atau
lambat, begitu melihatku ia harus berlutut".
Hatiku mendadak terasa pedih, aku cepat-cepat mengenggam
tangannya seraya berkata, "Jangan marah, aku tak berkata
bahwa ia lebih baik dibandingkan denganmu, walaupun ia punya
kelebihan, kau pun tentunya juga punya kelebihan sendiri,
sekarang kau tak sedikitpun berada di bawahnya, di kemudian
hari kau pasti akan lebih unggul darinya".
Kemarahan Yu Dan berubah menjadi senyuman, "Tak usah
menyebut-nyebut dia, aku akan mengajakmu mencari burung,
kau tak usah memanggilku pangeran segala".
Sambil membungkuk, kami berdua berjalan di tengah semaksemak sehingga tak terlihat, kami berusaha keras untuk tak
mengeluarkan suara apapun, setelah berjalan dengan diam untuk
beberapa saat, kami mendengar sebuah suara pelan dari
samping, kami berdua saling memandang, lalu diam-diam
bangkit, namun apa yang kami lihat membuat aku dan Yu Dan tak
berani bergeming.
Ibu Yu Dan dan A Die sedang duduk berendeng pundak, wajah
mereka berdua pucat pasi, air mata ibu Yu Dan jatuh berucuran,
tiba-tiba ia bersandar di bahu A Die, lalu menangis tersedu-sedan
dengan suara tertahan.
Aku bertanya-tanya, siapa yang berani menganiayanya, kenapa
ia tak pergi mencari Shanyu dan mengadu sambil menangis
padanya" Tangan Yu Dan yang mengenggam tanganku gemetar,
ia menarik tanganku dan hendak pergi, namun suara A Die
terdengar bertanya dengan lantang, "Siapa itu?" Aku ketakutan
dan hendak cepat-cepat lari, namun anehnya saat itu Yu Dan tak
hendak pergi dan malahan menarikku keluar dari semak-semak,
dengan wajah pucat pasi, ia berdiri di hadapan A Die dan ibunya
dengan tenang. A Die memandangku dan Yu Dan, di matanya nampak rasa
sedih, akan tetapi wajah sang permaisuri nampak tenang, dengan
hambar ia memandangi kami untuk beberapa saat, lalu dengan
tak disangka-sangka, ia mengangkat kepalanya dan berlalu,
dengan sama sekali tak berpaling lagi.
Aku memandang A Die, lalu memandang Yu Dan, mula-mula aku
sangat ketakutan, namun sekarang aku hanya merasa kesal,
sambil menghentakkan kakiku, aku berkata, "Apa yang kalian
lihat" Seperti jangkrik aduan saja, saling memelototi satu sama
lain. Yu Dan, kalau kau ingin tahu, tanyalah saja, A Die, kalau kau
ingin memberi penjelasan, bicaralah".
A Die membuka mulutnya, namun ketika ia baru saja hendak
berbicara, Yu Dan melemparkan tanganku, bagai asap yang
tertiup angin, ia lari dan menghilang. A Die menarik napas
panjang, setelah berdiri tanpa berkata apa-apa untuk beberapa
lama, ia menarikku dan berjalan pergi, "Aku menyuruhmu
menghafalkan kitab dengan seksama, kenapa kau lari keluar?"
Aku menarik lengannya, separuh tubuhku ditarik olehnya,
sehingga aku hanya dapat melangkah dengan melompat-lompat
dengan satu kaki, "Aku bosan menghafal kitab, dan kebetulan
putra mahkota mencariku untuk bermain, maka aku pun pergi.
Barusan ini, kenapa permaisuri menangis sambil bersandar di
bahumu" Kenapa putra mahkota begitu marah?"
A Die tersenyum getir dan berkata, "Urusan diantara lelaki dan
perempuan ini, kalaupun kubicarakan, kau tak akan paham".
"Kalau kau tak bicara, aku lebih-lebih tak paham lagi, bukankah
kau sering berkata bahwa aku tak paham perasaan manusia"
Sekarang waktunya mengajariku!"
A Die mengelus-elus rambutku, lalu mengajakku duduk di tepi
danau, pandangan matanya terarah ke air danau, namun sinar
matanya nampak hampa dan putus asa, "Aku dan permaisuri
sudah saling kenal semasa kecil, saat itu ia belum menjadi
seorang putri, hanya seorang gadis keluarga pejabat saja, aku
pun juga bukan aku sekarang ini, melainkan seorang pemuda
yang penuh ambisi, aku dan dia.......aku dan dia......"
Dengan lirih aku berkata, "'Sang ksatria dan sang gadis, saling
bersenda gurau, menghadiahi setangkai bunga peoni', kau dan
dia saling menghadiahi bunga peoni".
A Die menepuk punggungku dan berkata, "Kau sudah membaca
dan memahami kitab Shijing, hadiah yang kami berikan satu
sama lain bukan bunga peoni, tapi maksudnya sama".
"Kalau begitu, kenapa ia sekarang menjadi istri sang Shanyu"
Kenapa ia tak menjadi istrimu" Bukankah setelah saling
menghadiahi bunga peoni, kalian akan menjadi sepasang burung
yang terbang berpasangan?"
A Die tertawa pelan, "Kenapa" Apakah aku harus menceritakan
versi panjang atau pendeknya?" Walaupun ia tertawa, namun
mendengarnya, aku merasa agak takut. Aku pergi ke sisinya dan
menyusupkan kepalaku di pangkuannya.
"Dari sudut pandang urusan negara, karena saat itu Dinasti Han
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak dapat mengalahkan bangsa Xiongnu, demi keamanan rakyat
jelata, dan untuk menghindari korban jiwa, keluarga kekaisaran
harus melaksanakan heqin[8], akan tetapi kaisar tak sudi
berpisah dengan putri-putrinya sendiri, maka beliau memilih putri
dari kalangan pejabat biasa yang cantik parasnya dan berbakat,
memberinya gelar putri raja, lalu menikahkannya dengan bangsa
Xiongnu. Sedangkan aku sendiri penakut dan terlalu berhati-hati,
dan tak berani melawan titah yang mengasingkan dirinya ke
ujung dunia, ia pun tak bisa mengecewakan ayah ibunya, oleh
karenanya, ia terpaksa menjadi istri Shanyu. Andaikan sang
Shanyu memperlakukannya dengan baik, walaupun bangsa
Xiongnu belum berbudaya dan terbelakang, dan tak mengerti
aturan sopan santun, tak apa-apa. Akan tetapi sang Shanyu
adalah seorang leaki yang tak mengerti cara mengagumi bunga,
sehingga permaisuri menangis karena tak berdaya mengubah
nasibnya sendiri. Putra mahkota marah karena bagaimanapun
juga, ia adalah seorang Xiongnu dan tak dapat memahami
banyak hal, dan tak bisa memahami kesedihan ibundanya". A Die
menghela napas dengan pelan, "Andaikan aku lahir beberapa
tahun lebih lambat, saat kaisar yang sekarang berkuasa, mungkin
segalanya tak akan menjadi seperti sekarang".
Aku merasa bahwa perkataan itu sudah akrab di telingaku,
setelah berpikir untuk sesaat, aku ingat bahwa dua tahun
sebelumnya, pada hari pertunangan Yizhixie itu, di lereng bukit itu
ia menghela napas dengan pelan dan menyesali dirinya mengapa
tak lahir beberapa tahun lebih awal, sehingga ia tak bisa
menempur kaisar Dinasti Han, dan hanya dapat melihat Dinasti
Han berekspansi ke barat. Ternyata seorang kaisar Dinasti Han
dapat membuat A Die dan Yizhixie ingin dilahirkan lebih cepat
atau lambat. Ketika A Die melihatku berpikir dengan bersungguh-sungguh, ia
bertanya, "Apakah kau mengerti?"
"Separuh-separuh, perkataanmu tentang kaisar dan Shanyu,
Dinasti Han dan Xiongnu dapat kupahami, tapi aku tak mengerti
kenapa Yu Dan begitu marah, nanti aku akan memikirkannya
dengan seksama, agar aku dapat membujuk Yu Dan agar tak
marah. A Die, kau menyuruhku menghafalkan kitab-kitab ini,
apakah karena kau tak ingin aku hanya menjadi setangkai
bunga?" "Benar, aku tak mencari orang untuk mengajarimu menjahit dan
menyulam, dan juga tak mengajarimu memasak dan mengurus
rumah tangga, aku tak tahu apakah perbuatanku ini benar atau
tidak. Semua keterampilan itu dimiliki oleh permaisuri, tapi ia
masih teraniaya, di istana aku dapat membantu Yu Dan dengan
sekuat tenaga untuk merebut kekuasaan, namun aku tak berdaya
mencampuri urusan istana belakang".
Sambil mengoyang-goyangkan lengan A Die dan
memandangnya, aku berkata, "Aku tak mau menjadi bunga yang
lemah lembut, aku ingin menjadi pohon yang tinggi besar, aku tak
akan membiarkan orang menganiayaku".
A Die membelai-belai rambutku, "Watakmu benar-benar tak mirip
bunga, oleh karenanya aku lebih-lebih lagi ingin agar kau
bersikap waspada dan memperhatikan sifat-sifat manusia, serta
dapat bersiasat. Kalau hanya kuat, namun tak mau
memperhatikan orang lain, kau tak akan dapat melindungi dirimu
sendiri, kalau begitu, kau benar-benar lebih baik tetap berada
diantara kawanan serigala saja".
Dengan pelan aku mengumam pada diriku sendiri, "Memangnya
siapa yang ingin jadi manusia?"
A Die tersenyum dan berkata, "Masih diam-diam menggerutu lagi,
sekarang kau sudah menjadi manusia dan tak bisa kembali lagi,
maka berusahalah sekuat tenaga menjadi manusia!"
Aku berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lalu
tiba-tiba merasa girang, "Setelah Yu Dan menjadi Shanyu,
bukankah permaisuri akan dapat menikahimu?"
A Die memandangi tepi danau untuk beberapa lama, lalu dengan
perlahan menggeleng, "Saat Yu Dan menjadi Shanyu, aku akan
sudah membawamu pulang ke Zhongyuan, kau adalah putriku,
jelas tak bisa tinggal di Xiongnu. Aku hanya menyuruhmu belajar
menulis huruf Han dan membaca kitab-kitab Han, dan tidak
menyuruhmu belajar bahasa Xiongnu karena alasan ini. Dia.....dia
akan menjadi ibu suri, Yu Dan adalah anak yang berbakti,
kehidupannya akan sangat baik".
Dengan heran aku bertanya, "Kenapa kau tak menikahi
permaisuri" Apakah kau tak ingin menikahinya" Bangsa Xiongnu
tak punya banyak aturan seperti orang Han, maka permaisuri
bangsa Xiongnu akan dapat menikahimu!"
"Sekali terlewat, maka akan terlewat seumur hidup, dalam banyak
hal dalam kehidupan manusia, tidak ada kesempatan untuk
berbalik". A Die berbicara hampir seperti mengumam pada dirinya
sendiri, aku mengoyang-goyangkan lengannya, "Kenapa tak bisa
berbalik?"
"Setelah kita kembali ke Zhongyuan dan kau telah tumbuh
dewasa, bertanyalah padaku lagi". A Die menarikku hingga
bangkit, "Mari pulang! Pelajaran hari ini sama sekali tak boleh
kurang sedikitpun, kalau tidak jangan berpikir untuk makan".
Setelah itu, tak sampai setahun kemudian, Junchen Shanyu
dengan tak disangka-sangka meninggal dunia.......
Aku mendadak bangkit, menarik napas dalam-dalam, lalu
memandangi mentari yang sedang menyingsing di ufuk timur.
Ternyata aku masih tak bisa mengingat semua kenangan masa
lalu itu dengan tenang, dan masih merasa sedih karenanya.
Masa lalu bagai api unggun yang telah hampir padam di atas
tanah, hanya meninggalkan abu yang hitam legam, akan tetapi
kalau ingin langsung menyapu abu itu, tanganku akan terbakar,
akan tetapi pada suatu hari, abu itu pasti akan menjadi dingin
juga. Nasehat A Die yang terakhir kembali tergiang di telingaku, "Yu
Jin, A Die mohon maaf padamu, kupikir aku dapat melihatmu
menikah dan melahirkan anak, tapi sekarang.......sekarang A Die
tak bisa menemanimu pulang ke Zhongyuan, pulanglah sendiri.
Kali ini kau seekor kelinci, dan mereka serigala, kau harus lari,
larilah dengan sekuat tenaga, larilah ke Zhongyuan dan kau akan
aman. Kau pasti akan hidup, berjanjilah pada A Die, tak peduli
apapun yang kau hadapi, kau harus berusaha sekuat tenaga
untuk hidup, dan hidup dengan penuh kebahagiaan, satu-satunya
cita-cita A Die adalah agar kau hidup dengan baik".
Mentari dengan riang gembira melompat ke atas padang rumput,
sambil menghadap ke arah sinar mentari yang indah, aku berkata
dengan lirih, "A Die, hidupku amat baik, sangat bahagia, kau pun
berbahagialah dengan permaisuri, Yu Dan, kaupun demikian".
A Die selalu tak menginginkan aku menjadi serigala, selalu
mendambakan agar aku kembali ke Zhongyuan, namun
sebenarnya, tanpa melarikan diri ke Zhongyuan pun aku sudah
aman, di bumi Xiyu, tak seorang pun dapat menangkap diriku
saat ini, sekalipun ia adalah Yizhixie, Shanyu kerajaan Xiongnu
saat ini. Lang Xiong bangkit menyambut sang mentari yang sedang terbit,
di bawah sinar mentari bulu keperakan di sekujur tubuhnya
berkilauan. Ia mengangkat kepalanya, menjulurkan lehernya dan
melolong, lolongan panjangnya mengema diantara langit dan
bumi. Aku pun melolong menemani Lang Xiong, dengan wajah
penuh senyum aku mengangkat sepasang tanganku, seakan
hendak memeluk sang mentari, memeluk hari yang baru.
Burung-burung kecil di hutan terbang berhamburan, sambil
memekik mereka menerjang ke langit biru. Di tengah dinginnya
kabut, sinar matahari fajar menemani tarian riang dedaunan yang
luruh di tengah hutan, awan lembayung melayang-layang di
angkasa bersama burung-burung. Sambil tertawa terbahak-bahak
aku menendang Lang Xiong, "Coba lihat, siapa yang sampai ke
Yueya Quan dahulu". Sebelum lolongan selesai, aku
telah memburu ke mata air itu.
Dalam waktu tiga tahun, Lang Xiong telah tumbuh hingga setinggi
pinggangku. Aku memanggilnya Lang Xiong sama sekali bukan
karena ia lebih tua dariku, Lang Xiong hanyalah panggilan yang
dengan asal kuciptakan. Sebenarnya, saat aku kembali ke sisi
Lang Xiong, umurnya belum genap setahun, seekor serigala kecil
yang baru saja dapat berburu sendiri, namun sekarang ia adalah
raja kawanan serigala kami. Walaupun di belakang punggung
kawanan serigala aku sering menendangnya, sebenarnya aku
sangat menghormatinya.
Lang Xiong seakan dapat merasakan apa yang kupikirkan,
dengan kesal ia mendengus beberapa kali ke permukaan air, lalu
menunduk dan minum air. Lang Xiong selalu menganggap dirinya
serigala yang paling tampan dan gagah di kolong langit,
kepandaiannya berkelahi tiada duanya, begitu melihatnya para
serigala jantan langsung tunduk padanya, sedangkan serigala
betina langsung menggelepar, tapi sayang ia bertemu denganku
yang tak menganggapnya, sehingga ia hanya dapat menghela
napas dan berpikir, setelah ia lahir, kenapa aku juga harus lahir di
dunia ini"
Agar mudah membedakan mereka, aku mencoba untuk memberi
nama untuk setiap serigala berdasarkan usia dan jenis kelamin
mereka, yaitu serigala nomor satu, dua, tiga....dan seterusnya,
sampai tak terhitung lagi. Ketika aku baru tiba, aku hanya
membutuhkan nama 'serigala nomor sembilan puluh sembilan',
namun saat ini karena aku dan Lang Xiong telah malang
melintang di segala penjuru, aku sudah tak kuasa menghitung
lagi dan hanya ingat bahwa serigala terakhir adalah 'serigala
nomor sembilan belas ribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilan', dan peristiwa itu telah terjadi hampir dua tahun yang
lalu. Saat aku sadar bahwa ketika melihat seekor serigala aku
harus berpikir lama untuk mengingat namanya, mau tak mau aku
menghentikan usahaku untuk menamai mereka.
Bertahun-tahun yang silam, Dinasti Qin mengunakan siasat
'memerangi musuh yang dekat dan berkawan dengan yang jauh'
dan akhirnya berhasil mempersatukan dunia, kurasa
keberhasilanku dan Lang Xiong untuk mempersatukan dunia
serigala, hanya tinggal soal waktu saja. Bagaimanapun juga aku
seorang manusia, hidungku tak bisa dibandingkan dengan hidung
Lang Xiong, bagiku, mengingat-ingat wajah setiap serigala benarbenar sulit.
Andaikan A Die tahu bahwa aku menerapkan ilmu strategi yang
diajarkannya padaku pada kawanan serigala, ia entah akan
tertawa atau menangis" Seandainya dahulu aku sedikit lebih
cepat mengerti, dan dapat membantu A Die, apakah semuanya
akan menjadi seperti ini"
"Dunhuang di bulan empat indah pemandangannya, berdandan
cantik di tepi Yueya Quan......", Lang Xiong yang berbaring
dengan kemalas-malasan di sampingku melirikku dengan dingin,
setelah mendengus keras-keras, dengan sikap merendahkan ia
memejamkan matanya, sebagaimana aku tak menganggapnya
luar biasa gagah, Lang Xiong pun tak pernah menganggap
wajahku cantik, kalau dibandingkan dengan induk serigala yang
bulunya berkilauan terkena air, jangan-jangan di mata sang
serigala aku buruk rupa.
Dengan geram aku memelototinya, sambil mengepang rambutku,
aku bernyanyi, "Air Yueya Quan amat jernih, kulempar batu untuk
mengetahui dalamnya, ingin memukul serigala tapi jeri pada
cakarnya, hatiku bimbang......"
Ketika aku bercermin di air, riak air yang berkilauan memantulkan
bayangan seorang wanita cantik. Dalam waktu tiga tahun, gadis
kecil A Die telah berubah menjadi seorang putri yang jelita,
walaupun aku tak bisa memuji diriku sendiri sebagai seorang
putri, namun aku tahu bahwa aku cantik. Aku membuat bayangan
wajah lucu di permukaan air, lalu dengan puas menganggukangguk, aku pun melolong, untuk memberi isyarat pada Lang
Xiong untuk kembali. Lang Xiong mengulet, lalu berlari-lari kecil di
depanku. Kami berdiri di sebuah tempat tinggi di Mingsha Shan,
memandangi sebuah rombongan pedagang di kejauhan yang
berjalan di jalan yang berlika-liku, nampaknya mereka telah
bersiap untuk mendirikan kemah dan beristirahat. Aku berpikir
tentang garam yang hampir habis dan gaunku yang sudah
compang camping, aku berjongkok, lalu dengan wajah yang
sangat manis memandang ke arah Lang Xiong, begitu melihat
wajahku yang sangat aneh itu, ia tiba-tiba mundur, wajahnya
mengerenyit dan ia memandangku dengan kesal.
Aku mengeram pelan ke arahnya, menyuruhnya pulang terlebih
dahulu, aku bermaksud merampok rombongan pedagang itu.
Tanpa dapat berbuat apa-apa, ia melirikku, ia merasa bahwa aku
sama sekali tak bisa diajak berunding, akhirnya, ia memberi
isyarat bahwa ia akan mengikutiku. Aku memburu ke depan dan
memeluk lehernya seraya tersenyum, ia memejamkan matanya,
berlagak tak suka kupeluk, namun ia menempelkan tubuhnya
erat-erat ke tubuhku.
Sejak meninggalkan A Die, tak ada orang yang mementang
lengannya untuk memelukku, tapi untung saja aku mempunyai
Lang Xiong, walaupun ia tak dapat memelukku, tapi aku dapat
memeluknya. Kami berdua dengan sembunyi-sembunyi mengendap-endap
mendekati perkemahan rombongan pedagang itu. Rombongan itu
sangat kecil, kira-kira hanya terdiri dari sepuluh orang. Aku
merasa heran, sebelumnya aku belum pernah melihat rombongan
yang begitu kecil. Apa yang mereka perdagangkan" Aku terus
memikirkan hal ini, sehingga Lang Xiong menjadi tak sabar, dari
belakang ia mengigit pantatku dengan pelan, aku jengah
sekaligus geram, aku pun berbalik dan menjewer kupingnya.
Ketika ia melihat bahwa aku benar-benar marah, ia menelengkan
kepalanya, matanya yang besar berkilauan, ia sama sekali tak
mengerti. Mau tak mau aku menghela napas dengan pelan, sang
raja serigala yang perkasa menemaniku di sini untuk mencuri
ayam, aku hanya seorang gadis kecil dan tak bisa melawan
seekor serigala besar, namun kali ini membiarkannya. Dengan
galak aku memperingatkannya untuk tak lagi menyentuh
pantatku, kalau tidak aku tak akan memperbolehkannya makan
daging panggang, setelah berbicara, aku berpaling dan kembali
mengamati rombongan pedagang itu.
Seorang lelaki bertubuh besar berpakaian hitam dengan gesit
mengangkat sebuah kursi roda,
sedangkan seorang lelaki lain yang berpakaian ungu
membungkuk dan menyingkap tirai kereta kuda, sesuatu yang
putih berkilauan masuk ke dalam pandangan mataku.
Warna putih itu tak berkilauan seperti salju, namun lembut,
nyaman dan tenang, bagai diterangi oleh sinar rembulan malam
musim gugur, warna putihnya agak kekuningan. Wajah seorang
pemuda perlahan-lahan nampak dengan jelas, alis dan matanya
jernih bagai riak sungai tenang yang berkilauan, perawakannya
anggun bagai anggrek atau pohon kumala. Ia hanya duduk
dengan tenang, namun aku merasa telah melihat bulan terangbenderang terbit dari Tian Shan, dan merasakan angin musim
semi membelai Gurun Gobi.
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lelaki berpakaian ungu itu mengangsurkan tangannya, hendak
memapah pemuda dalam kereta itu turun, namun sambil
tersenyum hambar, pemuda itu dengan lembut mendorong
tangannya pergi, dengan bertumpu pada sepasang tangannya
sendiri, ia dengan perlahan beringsut turun dari kereta. Dengan
tak percaya aku membelalakkan mataku lebar-lebar dan
memandanginya, apakah Langit iri pada manusia yang begitu
sempurna ini"
Ketika ia berpindah dari tepi kereta ke kursi roda, kursi roda itu
sedikit tergelincir di atas pasir, namun untung saja ia berhasil
menahannya dengan berpegangan pada atap kereta kuda. Sang
lelaki tinggi besar berpakaian ungu beberapa kali menjulurkan
tangan hendak membantunya, namun setelah dilirik oleh si lelaki
berpakaian hitam, ia menarik tangannya.
Orang biasa hanya perlu melompat saja kalau turun dari kereta,
namun pemuda itu harus bersusah payah selama setengah
sepeminuman cawan teh, akan tetapi, sejak awal sampai akhir,
senyum selalu terkulum di bibirnya, gerakan yang sebenarnya
menyedihkan itu dilakukannya dengan anggun, walaupun dalam
keadaan tergesa-gesa, ia tetap tenang. Pemuda itu menengadah
dan memandang ke keempat penjuru Mingsha Shan yang
berbukit-bukit, lalu mengalihkan pandangan matanya ke Yueya
Quan yang melengkung dan terhampar dengan tenang di tengah
gunung pasir itu. Air mata air itu memantulkan langit biru cerah,
jernih berkilauan bagai kumala. Di matanya sekilas muncul rasa
kagum, selama ribuan tahun, pasir kuning bergulung-gulung,
namun tak dapat menelan mata air yang melengkung seperti
bulan sabit itu.
Langit biru, pasir kuning, air hijau, tiada angin bertiup, tiada suara,
pemandangan tenang yang sudah biasa kulihat itu, karena si baju
putih, menjadi lebih lembut, ternyata pemandangan alam pun
dapat terasa sepi.
Aku terpaku menatapnya sehingga lupa akan tujuanku datang ke
sana. Tiba-tiba aku sadar kenapa aku berada di sana, untuk
sesaat aku bimbang, mencuri atau tidak" Aku segera merasa
bahwa tak ada alasan yang melarangku melakukannya. Pemuda
itu akan membuat perhatian semua orang terpusat padanya,
bagaimana aku dapat melewatkan kesempatan yang begitu
bagus seperti ini"
Sang lelaki kekar berbaju hitam dan lelaki kekar berbaju ungu
berdiri di belakang pemuda itu bagai sepasang pagoda besi, tak
bergeming. Orang-orang lain sedang sibuk, mendirikan kemah,
membuat api unggun dan memasak. Aku memastikan bahwa tak
ada orang yang menaruh perhatian pada kami, lalu memberi
isyarat pada Lang Xiong untuk menungguku di tempat ini.
Dengan perlahan, aku merayap ke arah unta-unta mereka. Aku
akan mencari tahu barang apa yang mereka jual, melihat apakah
mereka mempunyai barang-barang yang kuinginkan, janganjangan aku harus menunggu mereka makan untuk mengetahui
dimana garam disimpan, kalau tidak, akan sangat sukar
mencarinya. Di Gurun Gobi kebanyakan rombongan pedagang mengandalkan
unta untuk menempuh perjalanan panjang membawa barangbarang dagangan mereka. Unta bersifat penurut, dari dahulu aku
telah mengetahui watak mereka, selain itu, dari kawanan serigala,
aku telah belajar ilmu bergerak dengan diam-diam, mereka
sangat sukar menemukanku, namun karena ceroboh, ternyata
aku melupakan kuda penarik kereta mereka. Tali kekangnya telah
dilepas, dan ia sedang dengan santai makan jerami. Ketika aku
baru saja mendekati unta-unta itu, nampaknya mereka tak
memperhatikanku, namun si kuda bau tiba-tiba mengangkat
kepalanya dan meringkik panjang, tak nyana, kuda juga dapat
menggunakan ilmu perang, ternyata tahu siasat memancing
musuh ke dalam dan lalu menangkapnya dengan sekali pukul.
Kedua lelaki kekar berpakaian hitam dan ungu itu segera
menghadang di depan si pemuda berbaju putih, sedangkan lelakilelaki lain berlari ke arahku dan mengepungku. Aku memelototi
kuda bau itu, matanya jelas penuh tawa, akan tetapi aku tak bisa
membuat perhitungan dengannya, yang penting kabur. Aku
berlari keluar dengan cepat, tanpa bersuara Lang Xiong
sekonyong-konyong melompat dan menerkam dua lelaki yang
mengejarku. Ketika aku dan Lang Xiong sedang hendak melarikan diri, sebuah
suara yang lembut dan agak acuh tak acuh terdengar di
belakangku, "Nona, kalau kau berkeras melarikan diri, tujuh anak
panah yang dapat ditembakkan dengan susul-menyusul dalam
busur silangku ini tak ada jeleknya untuk digunakan".
Langkah kakiku melambat, lalu berhenti. Lang Xiong segera
berbalik ke arahku dan mengeram pelan, ia tak mengerti bahwa
keadaan kami sedang runyam. Tanpa dapat berbuat apa-apa,
aku mengerutkan dahiku, menyuruhnya melarikan diri dahulu, lalu
berbalik dan menghadang di depan tubuhnya.
Pemuda berbaju putih itu memegang sebuah busur silang kecil
yang terbuat dari besi. Melihatku berbalik, ia menurunkan busur
silang yang tepat membidik ke arahku itu, lalu mengamatiku.
Lelaki berbaju ungu di sampingnya menunjuk cap kepala serigala
yang tertera di pantat unta mereka dengan ibu jarinya, lalu
tertawa sinis dan berkata, "Kau ini buta atau sudah makan nyali
beruang" Tak nyana kau berani menyerang kami" Begitu melihat
kami, begal-begal gurun pasir akan menghindar jauh-jauh".
Karena aku tak mau mengikutinya melarikan diri, Lang Xiong
menjadi amat kesal, namun ia masih tak mau kabur sendirian dan
dengan sekali melompat, melompat ke depanku, lalu dengan
bengis menatap semua manusia di hadapanku, bersiap untuk
menyerang dengan ganas.
Si lelaki berbaju ungu memandangi Lang Xiong untuk beberapa
saat, lalu menjerit kaget, "Itu serigala, bukan anjing serigala!"
Begitu mendengarnya, wajah semua orang lainnya berubah pucat
pasi, lalu dengan tegang memperhatikan sekeliling mereka.
Serigala di gurun pasir selalu muncul secara bergerombol, seekor
serigala tak usah ditakuti, namun sekawanan serigala dapat
membinasakan sebuah pasukan kecil. Namun hari ini mereka tak
usah takut, karena kecerobohanku, di sekitar tempat itu hanya
ada aku dan Lang Xiong saja, untuk memanggil serigala-serigala
lain perlu waktu.
Sang pemuda berbaju putih mengangkat busur silangnya ke arah
Lang Xiong, namun matanya menatapku. Aku cepat-cepat
menghadang di hadapan Lang Xiong, "Mohon jangan......jangan
lukai dia.....akulah, akulah yang hendak mencuri.......barangbarang kalian, bukan dia".
Sejak kembali ke kawanan serigala, kecuali sesekali mencuri
dengar percakapan rombongan pedagang, aku sudah tiga tahun
lebih tak berbicara kepada manusia. Walaupun aku sering
berbicara pada Lang Xiong, namun entah karena tegang atau
kenapa, bicaraku terbata-bata.
Sang pemuda berbaju putih bertanya dengan lembut, "Hanya ada
seekor serigala saja?" Diam-diam aku merasa geram, kalau ada
serigala lain, apakah aku akan membiarkanmu bertanya-tanya
padaku" Otakku segera berputar, apakah aku harus mengatakan
yang sebenarnya atau berbohong" Setelah
mempertimbangkannya beberapa kali, aku merasa bahwa
sebaiknya aku tak menipu pemuda itu, selain itu, naluri seorang
wanita memberitahuku bahwa sebenarnya ia telah menerka
keadaanku yang sebenarnya, dan ia hanya bertanya-tanya untuk
menenangkan orang-orang di sisinya.
"Hanya ada.....seekor ini saja". Begitu perkataanku terdengar,
wajah semua orang menjadi lega, lalu mereka memandangiku
dan Lang Xiong dengan penuh rasa ingin tahu dan heran, mereka
tak mengerti bagaimana aku bisa tinggal bersama serigala.
Sambil menarik busur silangnya, pemuda itu berkata, "Kendalikan
serigalamu". Aku mengangguk-angguk, namun aku lantas
berbalik dan berkata pada Lang Xiong untuk menyerang kalau ia
ingin menyerang. Setelah itu aku bertanya pada pemuda itu,
"Kalian ingin memotong tanganku yang mana?" Aku pernah
mendengar para pedagang berkata bahwa setelah ditangkap,
seorang pencuri seringkali dipotong tangannya sebagai pelajaran.
Si lelaki berpakaian ungu bertanya, "Apa yang hendak kau curi?"
Aku menunduk memandang gaunku yang compang-camping, lalu
memperhatikan pakaian si pemuda berbaju putih yang indah,
dengan terbata-bata aku berkata, "Aku ingin.....aku
ingin.....sebuah gaun". Dengan terkejut si lelaki berbaju ungu
membelalakkan matanya, dengan tak percaya ia mencecarku,
"Hanya itu?" Aku berkata, "Dan garam". Sang lelaki berbaju ungu
berkata dengan dingin, "Kami mempunyai beberapa ratus cara
untuk membuatmu berkata dengan jujur, kau lebih baik......."
Si pemuda berbaju putih berkata, "Ambil seperangkat baju wanita
yang diberikan pada kita di Danau Shanshan itu, lalu timbang
garam kita secukupnya untuk dipakai beberapa hari, sisanya
berikan padanya". Wajah si lelaki berbaju ungu sedikit berubah, ia
membuka mulut dan berkata, "Jiu Ye
". Pemuda itu
meliriknya, dan ia pun segera menutup mulutnya. Tak seberapa
lama kemudian, seorang pria memberikan seperangkat pakaian
wanita berwarna biru muda kepadaku, dengan kebingungan aku
menerimanya, dan juga mengambil sebuah guci kecil berisi
garam, sambil terpana memandang pemuda berbaju putih itu.
Sang pemuda berbaju putih tersenyum dan berkata, "Rombongan
kami lelaki semua, tak ada pakaian wanita, hanya ada baju ini,
yang dihadiahkan kepadaku oleh seorang kawan ketika kami
melewati Luolan, kuharap kau menyukainya". Aku merabanya
dengan jari jemariku, rasanya lembut dan licin bagai gajih
kambing, tentunya ini adalah kain sutra yang paling berharga, aku
merasa bahwa hadiah ini terlalu mahal dan bermaksud
menolaknya, namun akhirnya aku tak dapat menahan godaan
untuk memilikinya, dan dengan jengah mengangguk-angguk.
Ia sedikit mengangguk, "Kau boleh pergi". Aku tertegun sejenak,
memberi hormat kepadanya, lalu memanggil Lang Xiong dan
pergi. Sebuah ringkikan kuda terdengar dari belakangku, aku menoleh
memandang kuda itu, namun aku telah menerima kebaikan
orang, dan sekarang tak bisa bertengkar dengan majikannya,
akan tetapi Lang Xiong tak memberi muka pada siapapun,
mendadak ia berbalik, bulu di sekujur tubuhnya berdiri tegak, lalu
ia mendongak dan melolong panjang, sebelum lolongannya
selesai, beberapa ekor unta telah terjatuh di pasir, sedangkan
kuda itu, walaupun tak terjatuh, namun keempat kakinya gemetar.
Aku tak dapat menahan tawaku, kalau kau tak menunjukkan
kekuatan serigalamu, bukankah kuda itu akan mengira bahwa
dirinya adalah raja padang pasir" Kau mana bisa mengundang
amarah raja serigala yang memerintah laksaan ekor serigala"
Mungkin karena dikejutkan oleh tawa kerasku yang bebas lepas,
pemuda berbaju putih itu nampak tertegun, ia mengawasiku
tanpa berkedip, di bawah pandangan matanya, wajahku
memerah, aku segera menghentikan tawaku, dan ia pun segera
mengalihkan pandangan matanya. Sambil mendesah kagum ia
memandang Lang Xiong, "Walaupun kuda ini bukan Hanxue
Baoma , namun ia adalah kuda jantan pilihan, kata
orang ia dapat seorang diri melawan harimau atau macan tutul,
ternyata semuanya itu hanya omong kosong belaka".
Untuk menghiburnya aku berkata, "Belum tentu omong kosong
belaka, harimau dan macan tutul biasa tak dapat dibandingkan
dengan Lang Xiongku". Setelah selesai berbicara, aku segera
menyuruh Lang Xiong pergi. Aku melihat bahwa ia memandang
kuda jantan pilihan itu dengan penuh selera, kalau tak pergi entah
kekacauan apa yang akan terjadi.
Setelah berjalan jauh, aku berpaling melihat mereka, di samping
pasir kuning dan air hijau zamrud, pakaian putih itu menjadi
sebuah pemandangan di tengah padang pasir yang sulit
dilupakan. Aku tak tahu apakah ia dapat melihat diriku, akan
tetapi aku masih dengan sekuat tenaga melambaikan tanganku
ke arahnya, lalu baru bersembunyi di balik bukit pasir.
Di samping api unggun hanya ada aku dan Lang Xiong, karena
takut pada api, serigala-serigala lain bersembunyi jauh-jauh,
dahulu Lang Xiong juga takut pada api, namun lalu aku perlahanlahan mengajarinya agar terbiasa dengan api, akan tetapi
serigala-serigala lain tak punya keberanian seperti Lang Xiong.
Usahaku memaksa serigala-serigala lain untuk berbaring di
samping api tak hanya tak berhasil, tapi malahan membuatku
ditakuti oleh anak-anak serigala dalam kawanan itu, aku menjadi
senjata rahasia bagi ibu-ibu serigala untuk menakut-nakuti anak
serigala yang tak mau tidur di malam hari, begitu mereka berkata
akan menyerahkan anak-anak mereka padaku, anak-anak
serigala yang bandel itu langsung menjadi patuh.
Aku membeberkan gaun itu dan memperhatikannya dengan
seksama, gaun itu entah diwarnai dengan tanaman apa sehingga
mempunyai warna biru yang bagai mimpi. Jahitannya sangat rapi,
lengan bajunya penuh bersulam mega berarak, ikat pinggangnya
penuh rumbai-rumbai mutiara kecil, begitu mengikatkannya dan
berjalan, rumbai-rumbai mutiara itu melambai-lambai dan
menonjolkan pinggang pemakainya. Wanita Luolan harus
menutupi wajahnya dengan kain sutra tipis sepanjang tahun, oleh
karenanya terdapat juga sehelai kain sutra penutup wajah yang
berwarna sama, di ujungnya tergantung sebutir mutiara besar
yang bulat, begitu cadar itu dikenakan, mutiara itu akan tepat
bertengger di atas rambut dan menjadi sebuah bando. Di rumah
saat tak usah memakai cadar, cadar itu akan mengantung di
belakang kepala dan menonjolkan rambut yang hitam legam,
bersama dengan bando mutiara di atas kepala, ia menjadi hiasan
rambut yang luar biasa.
Aku menoleh melirik Lang Xiong, lalu bertanya, "Bukankah gaun
ini terlalu berharga" Menurutmu kenapa Jiu Ye itu dapat memberi
seorang asing sebuah barang yang begitu berharga" Setelah
bertahun-tahun ternyata begitu melihat barang bagus aku masih
tak kuasa menolaknya......" Lang Xiong sudah biasa
mendengarkan ocehanku, ia terus memejamkan matanya dan
tidur dengan tenang, tak menghiraukanku.
Aku menjewer kupingnya, namun ia tak bergeming, aku pun
terpaksa menghentikan ocehanku, bersandar padanya dan
perlahan-lahan tenggelam dalam alam mimpi.
----------------------------------Bulan purnama tiba. Aku selalu terheran-heran terhadap
kesukaan serigala pada sang rembulan, pada saat itu, mereka
selalu sangat bersemangat, bahkan sampai ada serigala yang
melolongi bulan itu semalaman penuh, oleh karenanya saat ini
padang pasir dipenuhi lolongan liar, para musafir yang agak
penakut jangan-jangan semalaman ini tak bisa tidur.
Langit biru tua yang gelap bagai tenda, sinar rembulan bagai air
yang turun dengan deras dan jatuh di padang pasir tak berbatas
yang berbukit-bukit, dan membuatnya bermandikan cahaya putih
keperakan yang lembut. Aku memakai gaunku yang paling
berharga dan berjalan-jalan di tengah padang pasir bersama
Lang Xiong. Gaun biru itu melayang-layang naik turun bersama dengan
langkahku, rambutku yang hitam legam bersama bando mutiara
dan sapu tangan sutra berkibar-kibar di tengah tiupan angin. Aku
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menanggalkan sepatuku dan menapak di atas pasir yang masih
menyisakan kehangatan, rasa hangat segera naik dari telapak
kakiku ke hatiku. Sejauh mata memandang nampak langit yang
tak bertepi, untuk sesaat, aku merasa bahwa seluruh bumi dan
langit ini adalah milikku, untuk sesaat, aku dapat terbang bebas
sesuka hatiku. Aku tak kuasa menahan diri untuk tak mendongak
ke arah rembulan dan berteriak keras-keras, Lang Xiong pun
segera melolong menyahutiku, di tengah kegelapan malam
serigala yang tak terhitung banyaknya saling melolong
bersahutan. Kurasa aku sedikit paham keistimewaan malam ini bagi serigala,
rembulan milik kami, padang pasir pun milik kami, rasa kesepian,
angkuh dan sedih terkandung dalam lolongan panjang ke arah
rembulan itu. Aku dan Lang Xiong mendaki ke puncak sebuah bukit pasir yang
telah aus berlubang-lubang, sambil membusungkan dada ia
berdiri, memandang seluruh gurun pasir. Ia adalah raja wilayah
ini, ia sedang memperhatikan dengan seksama daerah
kekuasaannya. Walaupun aku juga ikut menghela napas penuh
perasaan, namun aku tak mau merusak suasana hatinya saat ini,
maka aku pun berdiri dengan diam di belakangnya, lalu
menengadah menikmati sang rembulan.
Lang Xiong mengeram dengan suara rendah, aku pun segera
memandang ke kejauhan, akan tetapi daya pandang dan daya
dengarku tak sebaik dirinya, aku tak bisa melihat dan mendengar
apa yang menurutnya tak biasa itu, kecuali suara lolongan anak
serigala, bagiku malam itu masih sebuah malam yang tenang dan
indah. Beberapa saat kemudian, aku sedikit demi sedikit dapat
mendengar suara-suara yang tersembunyi dalam kegelapan
malam itu, semakin lama semakin dekat, seakan seribu ekor kuda
sedang mencongklang mendekat, Lang Xiong tertawa mengejek,
ia merasa bahwa mereka tak banyak jumlahnya. Beberapa saat
kemudian, aku sedikit demi sedikit dapat melihat dengan jelas,
seperti kata Lang Xiong, di bawah cahaya malam, sebuah
rombongan pedagang yang terdiri dari belasan orang sedang
berjalan di depan kami, sedangkan di belakang mereka beberapa
ratus orang sedang mengejar mereka, sepertinya mereka bukan
pasukan tentara, tentunya mereka adalah para bandit padang
pasir. Untuk waktu yang lama, derap kaki kuda bergemuruh di pasir
kuning, sinar rembulan pun jauh lebih redup, Lang Xiong nampak
kesal pada gerombolan manusia di kejauhan itu karena mereka
merusak malam milik para serigala itu, namun ia tak ingin
berkelahi, ia mengeleng-gelengkan kepalanya, lalu berbaring.
Dalam kawanan serigala ada berbagai peraturan untuk bertahan
hidup, peraturan nomor satu adalah kecuali kalau makanan
sangat sedikit, atau untuk melindungi diri sendiri, serigala selalu
berusaha untuk menghindari menyerang manusia, hal ini bukan
karena mereka takut, melainkan hanya suatu cara untuk
menghindari masalah.
Aku mengenakan sepatu, memakai cadar, lalu duduk menonton
pertempuran satu lawan satu di kejauhan yang hasilnya sudah
jelas itu. Kabarnya, begitu hendak merampok, para bandit padang
pasir tak akan berhenti kalau tak mati, apalagi dalam
pertempuran yang berat sebelah seperti ini. Diantara rombongan
pedagang di depan sudah ada dua orang yang terkena bacokan
hingga terjatuh dari kuda, kaki kuda yang mengikuti mereka
menginjak-injak mayat mereka, lalu terus maju sambil meringkik.
Sekonyong-konyong, kaki seekor kuda ditebas hingga putus oleh
para bandit, darah segar pun menciprat, dengan terhuyunghuyung kuda itu maju ke depan, lalu terjerembab di atas tanah,
orang yang menungganginya pun terjatuh, nampaknya ia juga
akan tewas terinjak-injak kuda di belakangnya, namun orang di
depannya mendadak memutar kudanya, menarik orang yang
terjatuh itu, lalu terus menerjang ke depan, akan tetapi kudanya
nampak telah menjadi lambat larinya, orang yang ditolongnya itu
meronta-ronta hendak melompat turun dari kuda. Orang yang
menolongnya nampaknya amat kesal, ia mengayunkan
tangannya dan memukul tengkuk orang itu, orang itu pun pingsan
dan terkulai lemas di atas punggung kuda.
Mataku seakan diselimuti kabut darah yang pekat, hidungku
sepertinya dapat mencium bau darah yang samar-samar, suara
derap kuda yang memenuhi langit tiga tahun lalu pun kembali
terngiang di telingaku. Mau tak mau aku bangkit, lalu memandang
ke bawah dengan pandangan mata kosong.
-------------------Yu Dan dan aku menunggang kuda terbaik di seluruh Xiongnu,
kami telah melarikan diri dua hari dua malam, namun belum
sampai di Dinasti Han, dan masih belum dapat melepaskan diri
dari pasukan pengejar. Para pengawal Yu Dan tewas satu demi
satu, hanya kami berdua yang tersisa. Aku juga khawatir bahwa
kami akan segera terjatuh dari kuda dan tanpa sadar terinjakinjak oleh kaki kuda. Yinzhixie, apakah kau benar-benar ingin
membunuh A Die dan kami" Kalau kau telah membunuh A Die,
aku akan membencimu.
"Yu Jin, aku akan menusuk paha kuda supaya kuda berlari lebih
cepat, setelah kita berhasil meloloskan diri dari pasukan pengejar,
aku akan menurunkanmu dari kuda, kau larilah sendiri. Ketika kau
masih kecil, bukankah kau menjadi serigala di alam liar ini" Kali
ini, kembalilah menjadi serigala, kau pasti akan dapat
menghindari para pemburu di belakangmu".
"Lantas kau bagaimana" Kata A Die, dia ingin kita bersama-sama
lari ke Zhongyuan".
"Bukankah aku punya kuda" Aku bisa kabur lebih cepat darimu,
tunggu sampai aku sampai di Zhongyuan, aku akan datang
menjemputmu". Wajah tersenyum Yu Dan masih berseri-seri, aku
memandang wajahnya, namun mau tak mau merasa takut dan
menggeleng-geleng.
Akan tetapi Yu Dan menurunkanku dari kuda, aku berlari di
tengah padang pasir mengejarnya seraya berteriak dengan
tersedu sedan, "Jangan tinggalkan aku, kita lari bersama". Yu
Dan berbalik dan memohon, "Yu Jin, sekali ini dengarkan
perkataanku, ya" Turutilah aku sekali ini saja, aku pasti akan
datang menjemputmu, cepat kabur!"
Aku memandanginya dengan tertegun untuk beberapa saat,
menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk-angguk dengan
sekuat tenaga, setelah itu berbalik dan lari secepat-cepatnya, di
belakangku, Yu Dan memacu kuda ke arah yang berlawanan.
Ketika aku berpaling, aku melihat bahwa di tengah kegelapan
malam, kami berdua terpisah makin jauh, ia berpaling melihatku,
melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum, akhirnya kami
masing-masing menghilang di tengah padang pasir.
Aku hanya ingat bahwa kuda itu larinya cepat, namun aku lupa
bahwa kuda yang telah berlari dua hari dua malam, dan yang
terus mengalirkan darah dari pahanya, seberapa lama dapat
terus berlari dengan cepat" Selain itu, masih ada bau anyir darah
yang akan menarik perhatian pasukan pengejar yang tak tahu
bahwa aku telah melarikan diri seorang diri, mereka pasti akan
dapat mengejarnya.
.....................
Nampaknya para bandit padang pasir makin lama makin
bersemangat mengikuti permainan ini, akan tetapi mereka belum
membunuh seorang pun, hanya dengan perlahan maju dari dua
sisi, mulai mengepung rombongan pedagang.
Lingkaran para pengepung tak lama kemudian perlahan-lahan
bersambung, mendadak aku mengambil keputusan, kali ini aku
akan mengubah takdir yang telah digariskan Langit, aku melirik
Lang Xiong, lalu memekikkan sebuah lolongan serigala ke arah
depan. Lang Xiong mengoyang-goyangkan tubuhnya, lalu
perlahan-lahan bangkit, ia mendongak, suara lolongannya makin
lama makin keras, memanggil kaumnya.
Seketika itu juga, suara lolongan serigala ramai terdengar di
seluruh alam liar, satu demi satu, para serigala muncul di bukitbukit pasir yang tinggi maupun yang rendah, semakin lama
semakin banyak, di tengah kegelapan malam, berpasang-pasang
mata hijau berkilauan bagai lentera yang menerangi jalan ke
gerbang neraka.
Aku tak tahu para perampok padang pasir itu tergolong bangsa
apa, aku tak bisa memahami teriakan-teriakan mereka, namun
mereka segera berhenti mengejar rombongan pedagang itu, dan
cepat-cepat bergerombol, lebih dari seratus orang bergabung
menjadi satu dan mencari jalan untuk menyelamatkan nyawa
mereka, akan tetapi keempat penjuru dipenuhi serigala, tak ada
tempat yang longgar. Kawanan serigala menatap mereka dari
kejauhan, mereka pun tak berani dengan gegabah menyerang
kawanan serigala itu. Para bandit yang mencari rezeki di padang
pasir juga disebut bandit serigala, mereka tentunya sangat paham
betapa menakutkannya suatu pengejaran mati-matian.
Rombongan pedagang itu segera berkumpul menjadi satu,
walaupun mereka kecil dan lemah, namun mereka mempunyai
tekad kuat untuk bertahan hidup. Aku mulai meragukan
pendapatku sendiri, di sampingku ada para bandit padang pasir
yang namanya saja membuat bulu kuduk orang berdiri,
sedangkan di sekelilingku ada lebih dari selaksa ekor serigala,
rombongan pedagang biasa jika menghadapi situasi semacam ini
mana bisa setenang sebuah pasukan tentara"
Lolongan serigala telah berhenti, para bandit pun tak lagi
berteriak-teriak, di tengah malam yang sunyi senyap muncul
sebuah ironi, nasib orang memang tak dapat diramal! Dengan
begitu cepat, para bandit berubah peran dari pemburu menjadi
buruan. Kuduga bahwa mereka hendak menggunakan api,
namun sayang di sekitar mereka tak ada kayu bakar, dan
kalaupun mereka membawa obor dan menyalakannya, mereka
masih tak bisa menerobos kawanan serigala.
Kawanan bandit itu satu demi satu menyalakan obor, aku
menepuk-nepuk Lang Xiong, "Nampaknya mereka sudah tak lagi
ingin membunuh, perintahkan kawanan serigala untuk memberi
mereka jalan keluar". Lang Xiong mengerahkan wibawanya,
serigala-serigala pun berpencar membuka jalan.
Pada mulanya, di tengah kekacauan, tak ada orang yang
memperhatikan kami yang bersembunyi di tempat tinggi, namun
begitu lolongan Lang Xiong terdengar di tengah kegelapan
malam, semua orang serta merta memandang ke arah kami.
Lang Xiong melangkah ke depan dengan jumawa, lalu berdiri di
depan tebing, dengan angkuh ia mengangguk ke rombongan
manusia di bawahnya, bulu-bulu keperakannya yang berdiri tegak
bagai jarum memancarkan sinar perak di bawah cahaya
rembulan, ia sangat berwibawa.
Dengan kesal aku menendangnya, masih berlagak saja! Ai,
malam ini entah berapa banyak hati serigala betina yang akan
hancur berkeping-keping di sini.
Saat ini, kawanan serigala telah membuka jalan, kawanan bandit
tertegun dan tak nyana tak bergerak, untuk sesaat mereka
memandang kami, lalu memandang jalan yang bebas dari
serigala itu, mereka entah sedang mempelajari aku dan Lang
Xiong, atau sedang menimbang-nimbang apakah jalan itu aman
atau tidak. Aku menjadi tak sabar, tanpa perduli apakah mereka dapat
memahami bahasa Han atau tidak, aku berteriak keras-keras,
"Kami telah memberi kalian jalan keluar, tapi kalian masih tak
mau kabur?" Para bandit terdiam sesaat, lalu tiba-tiba berteriak
sambil mengayunkan golok mereka, melompat turun dari kuda,
lalu mulai bersujud pada kami. Aku tertegun sesaat, lalu segera
merasa lega, walaupun para bandit itu takut pada serigala,
namun mereka memuja kekuatan, kekejaman dan keuletan
serigala, mereka memanggil diri mereka sendiri perampok
serigala, mungkin serigala adalah totem sakti mereka. Setelah
selesai bersujud, mereka dengan cepat naik kuda, lalu lari jauhjauh melalui jalan yang tak ada serigalanya itu.
Setelah debu yang bergulung-gulung sirna, aku melolong panjang
untuk memerintah kawanan serigala di bawah untuk meneruskan
apa yang sedang mereka lakukan, malam belum lewat separuh,
kalian yang berduka teruslah berduka, kalian yang gembira
teruslah bergembira, yang sedang bercumbu silahkan
meneruskan, sama sekali tak usah memperdulikanku. Kawanan
serigala tak sebegitu segan padaku seperti pada Lang Xiong,
mereka serentak mendengus dan menyeringai ke arahku, lalu
berpencar sendiri-sendiri. Di telinga manusia, suara mereka
terdengar seperti lolongan riuh-rendah yang liar.
Aku memandang rombongan pedagang di bawah sana, aku sama
sekali tak ingin berbicara dengan mereka dan menyuruh Lang
Xiong untuk pergi. Ketika aku baru saja melompat turun dari bukit
dan belum berjalan jauh, derap kaki kuda terdengar di
belakangku, "Terima kasih banyak atas budi baik nona
menyelamatkan jiwa kami". Aku berbalik dan sedikit mengangguk,
namun lalu berlari, hendak menghindari mereka.
"Nona, mohon tunggu dulu! Saat kami dikejar perampok kami
telah kehilangan arah, mohon agar nona menunjukkan jalan bagi
kami". Karena mereka berkata demikian, aku terpaksa menyuruh Lang
Xiong berhenti, kuda mereka menghindari Lang Xiong jauh-jauh
sambil meringkik-ringkik, bagaimanapun juga, mereka tak mau
maju selangkah pun, maka aku menyuruh Lang Xiong tetap
tinggal di tempatnya semula dan menahan sikap agresifnya, dan
juga menahan bau serigala di tubuhnya sendiri. Aku melangkah
ke arah mereka, dan mereka segera turun dari kuda. Mungkin
karena aku mengenakan pakaian Luolan, mereka menghormat
dengan adat Luolan kepadaku, dan juga menggunakan bahasa
Luolan untuk menyapaku. Aku membuka cadarku, "Walaupun aku
mengenakan pakaian Luolan, namun aku bukan orang Luolan.
Bahasa mereka pun tak kumengerti".
Seorang lelaki bertanya, "Kau orang Han Agung?" Untuk sesaat
aku bimbang, apakah aku orang Han" A Die berkata bahwa
putrinya pasti seorang Han, kalau begitu aku semestinya adalah
orang Han, maka aku pun mengangguk.
Sebuah suara terdengar dari belakang rombongan itu, "Kami
adalah rombongan pedagang dari Chang'an yang datang untuk
membeli rempah-rempah, nona entah berasal dari mana?" Ketika
memandang ke arah asal suara itu, aku mengenalinya sebagai
orang yang menolong kawannya itu.
Tak nyana, ia hanya seorang pemuda berusia enam atau tujuh
belas tahun, perawakannya tinggi dan tegap bagai pohon cemara
hijau, berwibawa dan kuat bagai mentari yang bersinar terik, di
bawah alisnya yang bagai pedang, sepasang matanya yang
berbinar-binar bagai bintang dingin sedang menatapku dengan
penuh rasa ingin tahu, di wajahnya nampak senyum acuh tak
acuh. Aku menghindari pandangan matanya yang setajam mata
pedang, menunduk dan memandang ke tanah.
Ia tahu aku tak senang, namun sama sekali tak perduli dan terus
menatapku, seorang lelaki setengah baya di sisinya segera
melangkah maju, sambil tersenyum ia berkata, "Budi besar sulit
dibalas dengan kata-kata, pakaian nona mewah, sikap nona luar
biasa, sebenarnya kami tak berani menawarkan hadiah yang
biasa, namun kami kebetulan memiliki giwang mutiara yang
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mungkin dapat melengkapi pakaian nona, mohon agar nona sudi
menerimanya". Selagi berbicara, lelaki separuh baya itu telah
mengusung sebuah kotak brokat kecil, lalu memberikannya
padaku. Aku menggeleng, "Benda ini tak ada gunanya bagiku, namun
kalau kalian mempunyai seperangkat baju wanita, kalian boleh
memberikannya padaku". Lelaki-lelaki itu saling memandang
dengan kebingungan.
Aku berkata, "Tak apa kalau kalian tak mempunyainya. Kalian
hendak pergi ke mana?" Lelaki paruh baya itu berkata, "Kami
hendak pergi ke Kota Dunhuang, lalu kembali ke Chang'an".
Dengan mengumam aku berkata, "Dari tempat ini ke Yueya Quan
di Mingsha Shan perlu empat hari perjalanan, aku hanya dapat
memandu kalian ke sana".
Begitu mendengarnya, wajah mereka nampak khawatir, hanya
pemuda itu yang masih tersenyum acuh tak acuh. Sang lelaki
paruh baya bertanya, "Kami kenal jalan dari Yueya Quan ke
Dunhuang. Tapi, apakah ada jalan pintas" Unta-unta kami telah
dirampok ketika bandit menyerang kami, sebagian besar
makanan dan air telah hilang, kami khawatir sisa air kami tak
akan cukup untuk mencapai Yueya Quan". Aku berkata,
"Menurutku, kecepatan adalah takdir kita. Kalian punya kuda,
tentunya dapat tiba dua hari lebih cepat". Begitu mendengarnya,
wajah mereka nampak jauh lebih lega.
Mereka memutuskan untuk beristirahat dan makan dahulu, untuk
memulihkan tenaga setelah sehari semalam dikejar bandit, lalu
baru meneruskan perjalanan. Ketika mereka minta pendapatku,
aku berkata, "Sepanjang hari aku mengembara di padang pasir,
aku tak punya kerjaan, terserah pada kalian saja untuk
mengaturnya". Namun diam-diam aku terkejut, orang-orang ini
mampu bertahan dari kejaran sehari semalam para bandit, kalau
saja bandit-bandit itu tak menguasai wilayah itu, entah siapa yang
menang atau kalah.
Aku menyuruh Lang Xiong untuk pergi, namun juga menyuruhnya
untuk memerintah beberapa ekor serigala untuk mengikutiku
dengan diam-diam. Lang Xiong tak memahami hubunganku
dengan manusia, ia agak bingung, tapi ia menjilat tanganku, lalu
berlari pergi dengan anggun.
Rombongan pedagang itu mengambil air dan makanan, lalu
duduk di tanah, aku mengambil sedikit jarak dengan mereka,
duduk di atas sebuah bukit pasir sambil memeluk lutut. Walaupun
banyak orang, namun suasana masih sunyi senyap penuh rasa
jengah, aku merasa bahwa mereka bukan rombongan pedagang
biasa, namun hal itu tak ada hubungannya denganku, oleh
karenanya aku enggan menyelidiki siapa mereka sebenarnya.
Dan mereka juga menghindariku, entah karena aku bersama
Lang Xiong, atau karena jati diriku mencurigakan, seorang wanita
berpakaian Luolan mewah, yang muncul di Xiyu dan mengaku
sebagai orang Han, tapi tak memberitahukan asal-usul dirinya.
Lelaki paruh baya yang tadi hendak memberiku giwang mutiara
itu berjalan ke sisiku sambil tersenyum, lalu memberiku sebuah
roti, begitu mencium bau jintan, mau tak mau aku menelan ludah,
dengan jengah aku menerimanya, "Terima kasih, dashu".
Lelaki paruh baya itu tersenyum, "Seharusnya kamilah yang
harus mengucapkan terima kasih,
panggil saja aku Paman Chen". Sambil menunjuk setiap orang ia
memperkenalkan mereka padaku, "Ini Wang Bo, ini Tu Zhuzi,
ini......." Setelah memperkenalkan semua orang padaku, ia lalu
memandang pemuda yang duduk di depan semua orang tanpa
berkata apapun itu, untuk sesaat ia bimbang dan tak berkata apaapa. Dengan heran aku memandang pemuda itu, seulas senyum
muncul di sudut bibirnya, "Panggil aku Xiao Huo".
Kulihat semua orang memandangku sambil tersenyum ramah,
aku berpikir sejenak dan berkata, "Namaku Yu......namaku Jin Yu.
Kalian boleh memanggilku A Yu". Selain dengan Jiu Ye yang
kebetulan bertemu denganku di Yueya Quan, aku sudah tiga
tahun lebih tak pernah bergaul dengan orang banyak. Begitu
nama itu terlontar dari mulutku, aku tiba-tiba memutuskan untuk
menganti namaku, sejak saat ini tak ada Yu Jin, hanya ada Jin
Yu. Setelah beristirahat, rombongan pedagang itu bersiap untuk
meneruskan perjalanan, mereka menyuruh dua orang yang
tubuhnya relatif kecil untuk bersama-sama menaiki seekor kuda,
lalu memberikan seekor kuda untukku. Aku berkata, "Aku tak bisa
menunggang kuda". Ketika mendengarnya, belasan orang
menatapku tanpa berkata apa-apa, Xiao Huo berpikir sejenak,
lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Kau dan aku naik seekor
kuda!" Begitu perkataannya terdengar, semua orang
memandangku dengan tegang.
Aku bimbang sejenak, lalu mengangguk. Wajah semua orang
yang tegang menjadi lega, mereka saling memandang dengan
gembira, setelah itu mereka teringat akan diriku dan
memandangku dengan sedikit minta maaf. Walaupun adat Xiyu
bebas, namun lelaki dan wanita yang tak saling kenal
menunggang kuda bersama sangat jarang terlihat. Tapi Xiao Huo
nampak tenang, ia hanya menghormat kepadaku sambil
tersenyum, "Terima kasih banyak Nona A Yu!"
Setelah menaiki kuda, Xiao Huo menarikku ke atas punggung
kuda. Aku mengenggam tangannya dan diam-diam berpikir
bahwa ini adalah tangan yang sehari-hari biasa mengenggam tali
kekang dan senjata, kasar penuh kapalan, mengungkapkan
watak yang keras dan pemberani. Selain itu, dari letak
kapalannya, aku tahu bahwa ia tentunya telah bertahun-tahun
berlatih memanah. Aku duduk di belakangnya, tubuh kami berdua
duduk dengan tegak, sang kuda tak bergeming, orang-orang lain
dengan sembunyi-sembunyi melirik kami, namun mereka tak
menyuruh kami berjalan dengan lebih cepat, dan hanya berkuda
dengan perlahan di depan kami.
Ia berkata, "Kita tak bisa begini, begitu aku memacu kuda, kau
pasti akan terjatuh". Walaupun nada bicaranya acuh tak acuh,
namun punggungnya mengkhianatinya dan memberitahuku
bahwa ia agak tegang. Diam-diam aku tertawa, rasa jengah
dalam hatiku berubah menjadi ejekan, ternyata kau sama sekali
tak setenang penampilanmu itu. Aku sedikit bergeser ke depan,
lalu mencengkeram baju di kedua sisi pinggangnya dan berkata,
"Begini juga boleh".
Ia langsung memacu kuda, semua orang pun ikut melarikan kuda
mereka. Setelah berpacu untuk beberapa lama, ia tiba-tiba
berbisik, "Kau harus memikirkan cara lain, bajuku sudah menjadi
seperti ini karena kau tarik-tarik, kalau terus begini aku akan
masuk ke Kota Dunhuang dengan dada telanjang".
Sebenarnya aku sudah merasa bajunya melorot dalam
cengkeramanku, tapi karena aku ingin melihat apa yang akan
dilakukannya, aku diam-diam bersiap untuk jatuh dari kuda.
Sambil menahan tawa aku berkata, "Kenapa kau ingin aku yang
memikirkannya" Kenapa kau sendiri tak memikirkannya?"
Ia tertawa pelan dan berkata, "Tentu saja aku punya cara, tapi
kalau kukatakan, aku akan seperti mengambil manfaat darimu,
oleh karenanya aku ingin melihat apakah kau punya cara lain
yang lebih baik?"
Aku berkata, "Aku tak punya ide yang cemerlang, katakan saja
caramu, kalau masuk akal aku pasti akan menurutinya, tapi kalau
tak masuk akal, kau bertelanjang dada saja!"
Ia tak berkata apa-apa, tapi mendadak menjulurkan tangannya ke
belakang dan menarik lenganku, lalu menaruh tanganku di
pinggangnya. Aku tak begitu paham watak kuda dan tak berani
meronta dengan keras, aku ditarik ke depan olehnya hingga
tubuhku menempel erat di punggungnya. Sekarang sebuah
lenganku ditarik olehnya, lalu memeluk pinggangnya, karena
terguncang-guncang bersama gerakan kuda, anggota tubuh kami
saling bergesekan, sehingga postur kami berdua nampak sangat
intim. Telingaku terbakar, aku agak jengah dan juga agak marah,
sambil berpegangan pada pinggangnya, aku duduk tegak,
"Seperti inikah perlakuan kalian orang Chang'an terhadap sang
tuan penolong?" Tanpa sedikitpun memperdulikanku, ia berkata,
"Masih sedikit lebih baik daripada membiarkanmu terjatuh dari
kuda". Aku hendak membantahnya, namun tak menemukan
alasan yang cocok, aku mendengus dengan dingin dan terpaksa
terus duduk tanpa berkata apa-apa, namun amarah dalam hatiku
sukar sirna. Aku tak bisa menahan diri untuk tak mengerahkan
tenaga di tanganku, lalu mencubit pinggangnya keras-keras,
namun ia sepertinya sama sekali tak merasakannya, dan terus
berkonsentrasi memacu kuda, sambil mengelembungkan pipiku
aku berpikir bahwa orang ini benar-benar pandai menahan sakit.
Setelah beberapa lama, aku merasa malu sendiri dan perlahanlahan melepaskannya.
Karena kembali menunggang seekor kuda dengan orang lain,
pikiranku kembali melayang, kemarin malam aku tak tidur, seperti
saat kecil dahulu, tanpa sadar aku memeluk pinggang Xiao Huo,
berbaring di punggungnya dan tertidur, saat tiba-tiba tersadar,
seketika itu juga, pipi hingga leherku seakan terbakar, aku cepatcepat menegakkan tubuhku, hendak melepaskannya. Xiao Huo
seakan telah menebak maksudku dan mengenggam tanganku,
"Hati-hati nanti jatuh". Aku menahan rona merah di wajahku dan
dengan berpura-pura tak terjadi apa-apa melepaskan
pinggangnya, akan tetapi dalam hatiku muncul berbagai perasaan
yang sukar dijelaskan.
Setelah menunggang kuda yang mencongklang dengan cepat
seharian, kami turun dari kuda untuk beristirahat, melihatku
menunduk dan sama sekali tak berkata apa-apa, Xiao Huo duduk
di sisiku, lalu tertawa pelan dan berkata, "Kulihat kau ini seorang
yang sangat waspada, tapi kenapa kau begitu percaya padaku"
Apa kau tak takut aku akan menculik dan menjualmu?"
Wajahku kembali terbakar, aku menatapnya, lalu bangkit dan
pergi menghindar, mencari tempat lain untuk duduk. Sebenarnya
memang aneh, aku jelas-jelas tahu bahwa identitasnya
bermasalah, tapi aku malahan tak merasa bahwa ia akan
mencelakaiku, aku merasa bahwa karena orang ini angkuh, ia
pasti tak akan menggunakan muslihat jahat.
Ia mengambil makanan dan kembali duduk di sisiku, tanpa
berkata apa-apa, ia memberiku beberapa lembar roti, aku
meliriknya, lalu menerima roti itu tanpa berkata apa-apa, entah
sejak kapan sinar waspada di matanya menghilang, hanya tersisa
sebuah senyuman di wajahnya.
Mungkin karena rindu kampung halaman, orang-orang dalam
rombongan pedagang itu berbicara tentang Chang'an, dengan
rinci mereka bercerita tentang keramaian di Chang'an, yang jalanjalannya begitu lebar dan rapi, di mana rumah-rumah dibangun
dengan begitu indah, dimana pasar begitu ramai dan menarik, di
mana terdapat para sastrawan yang paling berbakat, penyanyi
dan penari yang paling cantik, jenderal yang paling perkasa,
wanita jelita yang paling luhur budinya, arak yang paling wangi,
hidangan yang paling lezat, semua benda yang paling bagus di
dunia dapat ditemukan di sana, di sana seakan semua yang kau
kehendaki tersedia.
Aku mendengarkan mereka sambil tertegun, berbagai perasaan
muncul dalam hatiku, semuanya itu telah akrab namun sekaligus
asing denganku, kalau semuanya terjadi sesuai dengan rencana
A Die, mungkin hari ini aku telah berada di Chang'an
bersamanya, dan tak mengembara sebatang kara di Gurun Gobi.
Ketika banyak orang, Xiao Huo sangat sedikit berbicara, ia selalu
mendengarkan orang lain berbicara tanpa berkata apa-apa,
setelah kami kembali berdua menunggang kuda ia baru berkata
padaku, "Yang mereka bicarakan hanya sisi gemerlapan
Chang'an, tak semua orang dapat menikmati segala yang mereka
ceritakan itu". Aku mendengus untuk menunjukkan bahwa aku
memahami maksudnya.
Dua hari kemudian, aku melambaikan tangan untuk
mengucapkan selamat tinggal di tepi Yueya Quan.
Karena telah mempunyai sebuah ide baru, ketika mereka kembali
mengucapkan terima kasih padaku, dengan sopan aku bertanya
apakah kalau uang bekal perjalanan mereka banyak, mereka
dapat memberiku sedikit uang sebagai tanda terima kasih padaku
karena telah menunjukkan jalan pada mereka.
Setelah tertegun sejenak, Xiao Huo mengangkat alisnya dan
tersenyum, lalu memberiku sekantung uang perak, untuk sesaat
ia bimbang, hendak mengatakan sesuatu, namun akhirnya
mengurungkan niatnya, dengan amat bersungguh-sungguh ia
berkata, "Chang'an sama sekali tak seperti Xiyu, kau harus selalu
berhati-hati". Aku mengangguk-angguk, mengambil uang yang
diberikan kepadaku dan berlalu.
Setelah berjalan jauh, aku tak kuasa menahan diri lagi dan
berpaling. Aku mengira bahwa aku hanya akan dapat melihat
punggungnya yang berlalu, akan tetapi, tak nyana, ia masih
belum pergi, masih duduk di punggung kuda, memandangiku dari
kejauhan. Ketika tanpa sengaja pandangan mata kami berdua
bertemu, di wajahnya muncul rasa terkejut sekaligus girang,
hatiku bergetar, aku cepat-cepat berpaling dan berlari ke depan.
Sejak berpisah dengan Xiao Huo dan rombongan pedagang itu,
aku mengembara bersama kawanan serigala dari Gurun Gobi ke
padang rumput dan dari padang rumput kembali ke Gurun Gobi,
namun di malam hari aku sering menimang-nimang uang perak
itu sambil termenung.
Aku enggan meninggalkan Lang Xiong dan kawanannya, dan
juga enggan meninggalkan padang pasir, padang rumput dan
hutan pohon huyang, akan tetapi, apakah aku harus hidup
bersama kawanan serigala di sini seumur hidupku" Seperti kata
A Die, aku telah menjadi manusia dan tak bisa sepenuhnya
menjadi serigala.
Setelah memikirkannya berulang-ulang, aku memutuskan untuk
pergi. Kehidupan serigala Lang Xiong akan melintasi berbagai
puncak, di masa depan akan muncul tantangan yang tak terhitung
banyaknya, mungkin kerajaan serigala terbesar dalam sejarah
Xiyu menantinya. Akan tetapi kehidupan manusiaku baru saja
dimulai, hidupku telah didapatkan dengan susah payah, tak
perduli apakah masa depan akan asam atau manis, pahit atau
pedih, aku harus mencicipinya. Seperti kata lagu-lagu gembala,
pedang pusaka yang tak diasah tak akan menjadi tajam,
tenggorokan yang tak digunakan untuk bernyanyi tak akan
menghasilkan suara yang merdu. Hidup manusia yang tak diisi
pengalaman bukankah amat membosankan" Bagai langit malam
yang tak berbintang. Aku ingin pergi melihat-lihat Chang'an,
melihat-lihat Han Agung dalam cerita A Die, mungkin aku akan
dapat menjadi wanita cantik Han dalam angan-angan A Die.
Kota Dunhuang aku membayar sejumlah uang, dan sebuah
rombongan pedagang yang menuju ke Chang'an setuju
membawaku ikut serta. Aku membawa seluruh harta bendaku
dan bersama empat orang lain berdesakan dalam sebuah kereta.
Dari keseluruhan hartaku itu, yang berharga hanya seperangkat
pakaian Loulan.
A Die telah bercerita tentang banyak tempat di Chang'an, aku pun
sudah amat sering membayangkan rupa kota Chang'an, akan
tetapi aku masih terkagum-kagum melihat kemegahannya. Jalan
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sedang kulewati kuperkirakan lebarnya sekitar lima belas
zhang, jalan itu dibagi menjadi tiga bagian dengan parit-parit air,
bagian tengahnya selebar enam atau tujuh zhang, sedangkan
kedua jalan di sampingnya lebarnya kurang lebih empat zhang.
Saat pertama kali memasuki kota, sang kusir kereta
memberitahuku dengan wajah penuh rasa bangga bahwa bagian
tengah jalan adalah jalan untuk kereta kekaisaran, khusus untuk
digunakan oleh sang Putra Langit, sedangkan kedua bagian jalan
di sisinya untuk digunakan oleh para pejabat dan rakyat jelata.
Sejauh mata memandang, rumah-rumah megah berderet-deret
bagai sisik ikan, teritisan atap mereka seakan dapat sambung
menyambung hingga akhir cakrawala, di sepanjang tepi jalan
yang lebar ditanam berbagai jenis pepohonan seperti pohon huai,
elm dan cemara yang rimbun menghijau dan ranting serta
daunnya lebat, sehingga membuat kota raja semakin anggun.
Aku mengendong buntalanku dan terus berjalan di sepanjang
jalan itu, tenggelam dalam keasyikan melihat-lihat Kota Chang'an
untuk pertama kalinya, sudut sebuah rumah, sebuah jembatan
lengkung, semua membuatku berseru keheranan, kurasa aku
baru mulai memahami perasaan A Die, orang yang sejak kecil
terbiasa melihat pemandangan yang begitu megah tentunya sulit
untuk menyukai kemah yang sederhana dan kasar, suatu tempat
dimana hanya ada sapi dan domba.
Entah sudah berapa lama aku berjalan, ketika hari telah gelap,
aku baru sadar bahwa aku harus mencari tempat untuk
beristirahat, kalaupun aku menemukan penginapan yang paling
murah, uang di tangan hanya cukup untuk tinggal belasan hari
saja. Selagi dengan seksama menghitung uang perak di bawah
cahaya lentera minyak jarak, mau tak mau aku merindukan harihariku di Xiyu yang tak memerlukan uang, setelah ini, bagaimana
aku dapat mencari uang"
Selagi termenung di bawah cahaya lentera, aku mendadak
teringat bahwa aku harus membayar uang minyak untuk lentera
itu, maka aku segera membereskan barang-barangku, lalu
mematikan lentera dan pergi tidur. Di tengah kegelapan, setelah
khawatir untuk beberapa saat, aku pun tersenyum. Kota
Chang'an begitu besar, dapat menghidupi begitu banyak orang,
masa aku kalah dengan orang lain" Aku punya tangan dan kaki,
masa bisa mati kelaparan" Benar-benar seperti orang dari Qi
yang takut langit akan runtuh
! Akan tetapi setelah memutari Kota Chang'an tiga kali, aku mulai
ragu-ragu, apakah aku benar-benar dapat menghidupi diriku
sendiri" Untuk menjadi gadis pelayan, penari atau penyanyi,
seseorang harus menjual diri, tentu saja aku tak dapat menjual
diri dan membiarkan orang lain menguasai hidupku. Menyulam
atau menjahit, aku sama sekali tak bisa. Keterampilan yang harus
dikuasai kaum wanita justru sama sekali tak kukuasai. Yang lebih
merepotkan lagi, aku tak punya penjamin, ada sebuah toko yang
mendengar bahwa aku dapat mengerjakan pembukuan, namun
mereka hanya bersedia membayarku sepertiga dari upah seorang
lelaki, majikan wanita yang cerdik itu kasihan padaku, tapi ketika
ia bertanya, 'apakah ada orang di Kota Chang'an yang bersedia
menjadi penjaminmu"', aku menggeleng, sehingga membuatnya
menggeleng dengan amat menyesal. Mereka tak bisa
memperkerjakan orang yang tak jelas asal-usulnya.
Aku mencoba untuk mencari Xiao Huo dan yang lainnya, paling
tidak mereka dapat menjadi penjaminku, akan tetapi, semua
orang di rumah dan kantor dagang yang kutanyai semua
menggeleng. Mereka tak pernah mengenal pedagang rempahrempah itu, aku merasa kecewa dan tak berdaya, dan agak kesal
pada Xiao Huo, ternyata ia membohongiku.
Menjelang hari Chongyang
, toko-toko mengantung
zhuyu di pintu mereka, para penjual bunga pun telah
menaruh zhuyu diantara dagangan mereka, kedai-kedai arak
menumpuk guci-guci arak seruni di depan toko mereka untuk
menarik perhatian para pejalan kaki yang berlalu-lalang, semua
orang tenggelam dalam kegembiraan hari raya, namun aku sudah
tak punya satu sen pun. Sejak kemarin aku tak makan apapun,
malam ini pun aku tak tahu harus tidur di mana.
Udara dipenuhi aroma zhuyu yang kuat dan keharuman bunga
seruni yang anggun dan halus, wajah gembira semua orang,
sama sekali tak ada hubungannya denganku, aku sebatang kara
di tengah jalan yang ramai penuh orang yang berlalu-lalang.
Sambil mengendong buntalanku, aku berjalan ke luar kota. Di
sebelah barat ada sebuah hutan baihua
, aku merencanakan untuk bermalam di sana malam ini, paling tidak
aku akan dapat membuat api unggun untuk sedikit
menghangatkan diri, dan kalau beruntung mungkin dapat
menangkap seekor kelinci atau binatang lain. Tidur di alam
terbuka adalah sesuatu yang biasa bagiku, akan tetapi aku tak
bisa mati kelaparan.
Ketika hatiku sedang susah, aku berpikir apakah aku tak salah
telah datang kemari, aku berpikir bahwa kalau aku mengadaikan
pakaian Loulan dalam buntalan itu, aku akan dapat memperoleh
cukup uang untuk pulang ke Xiyu, namun aku merasa sangat tak
sudi melakukannya, jangan-jangan A Die tak akan habis pikir
bagaimana putri bangsa Hannya, yang telah dibesarkannya
dengan seksama, ternyata tak bisa mencari penghidupan di Kota
Chang'an milik Dinasti Han.
Kitab Mudjidjad 19 Kisah Flarion Putera Sang Naga Langit Karya Junaidi Halim Pendekar Binal 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama