Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 5
dan tidak terlalu memikiri julukan yang jelek itu!"
Setelah itu Ouw Lo Si lalu menghampiri si pemuda dan berkata
lagi. 315 "Wei siohiap, pada dewasa ini di kalangan Bu-lim telah terbit suatu
rahasia yang besar serta penting, apakah kau mengetahui hal ini?"
"Tidak! Rahasia besar dan penting apakah?"
"Justru orang yang memegang kunci untuk membuka tabir rahasia
ini, adalah Wei siohiap sendiri!"
"Aku"!"
"Ya! Tetapi coba kau ceritakan dulu,
memperoleh sarung tangan ajaib itu?"
darimana gurumu "Sangat menyesal sekali aku tidak dapat menjawab pertanyaan
Ouw Locianpwee itu, karena aku tidak mengetahui dari mana Suhu
memperoleh benda pusaka itu."
"Aku percaya keterangan Wei siohiap itu, tetapi apakah Siohiap
bersedia menjawab dengan sejujurnya pertanyaan-pertanyaan
yang aku akan tanyakan selanjutnya?"
"Tentu! Mengapa tidak!"
"Baiklah kalau begitu! Nah! Berada dimanakah gurumu sekarang
ini?" "Kita berpisah di kota Bo-ouw setelah Suhu memerintahkan kita
berdua mencari semacam buah di pegunungan Oey-san ini, aku
tidak tahu dia berada dimana sekarang."
316 Dengan demikian Ouw Lo Si mengetahui bahwa Yu Leng tidak
berada di situ, maka dengan perasaan lega ia berkata lagi.
"Agar Wei siohiap dan Siauw Siocia dapat mengetahui rahasia
besar yang tadi telah aku katakan, dengarlah baik-baik
keteranganku ini."
Maka setelah berkata begitu Ouw Lo Si lain bercerita dari awal
sehingga akhir tentang apa saja yang telah terjadi di markas Kongya Coat.
"O......" Siauw Bie berseru kaget setelah mendengar kisah itu
seluruhnya. "Kakakku Siauw Cu Gie juga telah turut dalam
pertemuan itu, tetapi ia sungkan menceritakan apa yang telah
terjadi di sana!"
Siauw Bie tidak mengetahui bahwa Siauw Cu Gie sesungguhnya
tidak mengetahui apa yang telah terjadi, karena tatkala pertemuan
berlangsung ia sedang rebah di suatu lereng gunung sambil
mengerahkan tenaganya untuk membebaskan diri dari totokan
seseorang yang berkulit tangan merah!
"Betul, semua orang yang hadir di situ telah diancam agar jangan
menceritakan apa yang mereka telah lihat!" kata Ouw Lo Si.
,,Siapa yang telah mengancam, sehingga semua orang menuruti
saja ancamannya itu?" tanya Wei Beng Yan.
"Yu Leng! Guru Wei siohiap!"
"Ha, ha, ha! Guruku"!"
317 "Mengapa Wei siohiap tertawa?" tanya Ouw Lo Si heran.
"Ketika pertemuan itu berlangsung dua tahun yang lalu," sahut Wei
Beng Yan, "guruku tengah mengawasi rembulan sambil menangis
sedih di dalam lembah Yu-leng-kok! Bila Ouw Tay-hiap
mengatakan guruku telah hadir di sana, bukankah itu suatu omong
kosong besar?"
"Tetapi orang itu sendirilah yang telah mengaku bahwa dia adalah
suami Thian-hiang-sian-cu!"
"Tidak mungkin! Aku belum pernah mendengar ada orang yang
mampu hadir di dua tempat yang berlainan dalam waktu yang
bersamaan!"
Ouw Lo Si segera dapat melihat bahwa Wei Beng Yan sudah
sangat tertarik oleh kisahnya itu, maka dengan bernapsu ia berkata
lagi. "Wei siohiap, dulu gurumu terkenal sebagai si Naga Sakti Ji Cu
Lok, dia tidak pernah mengingkari janji, kesatria dan sakti. Ia
pernah berjanji bahwa jika ia sudah mewariskan ilmu silatnya
kepada seseorang, ia akan membunuh diri menyusul isterinya di
alam baka. Tetapi sekarang ternyata ia telah mengingkari janjinya
itu! Malah ia telah mengganas dengan membunuh-bunuhi orang
yang tidak bermusuhan terhadapnya!"
Wei Beng Yan menundukkan kepalanya bingung.
318 "Aku harus menyelidiki benar tidaknya hal ini," katanya, "guruku
berjanji menjumpai aku di atas puncak Ci-sin-hong satu bulan lagi,
pada waktu itulah aku akan menanyakannya tentang hal ini!"
"Wei siohiap," kata Ouw Lo Si, "jika Yu Leng betul bukan gurumu
yang asli, berhati-hatilah terhadap dia itu, karena dapat dipastikan
bahwa ilmu silatnya lihay sekali. Nah, sampai di sini sajalah. Aku
selalu berdoa agar kau berhasil dalam usahamu menuntut balas!"
sambil memberi hormat kepada Wei Beng Yan.
"Terima kasih, akupun tidak akan lupa kepada ketiga sampul surat
Ouw Tay-hiap!" kata Wei Beng Yan sambil membalas memberi
hormat. Setelah Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu berlalu, Siauw Bie lalu
berkata. "Yan koko, apakah kau percaya omongan si kakek tadi?"
"Aku harus percaya, meskipun aku tidak dapat
seluruhnya!"
percaya "Aku tidak percaya sama sekali obrolan kakek pincang itu!"
"Tetapi Bie moay, apa yang telah dituturkannya itu telah banyak
bukti kebenarannya!"
"Yan koko, kau seorang yang jujur serta luhur, sehingga kau
menganggap semua orang sama jujur serta luhurnya seperti kau!
Padahal kau tidak mengetahui bahwa si Ahli nujum kipas baja itu
319 di kalangan rimba persilatan terkenal sebagai seorang jago silat
yang licik!"
"Bie moay, Ouw Tay-hiap telah berlaku baik terhadapku, ia tentu
tidak mau melihat aku dipermainkan oleh satu penipu!"
"Jadi kau percaya kepada si pincang itu dan mencurigai keaslian
gurumu sendiri?"
"Aku tidak dapat melupakan budi guruku, tetapi mengapa dia kini
demikian berubah" Mengapa......"!
Sebetulnya Siauw Bie pun percaya omongan Ouw Lo Si, meskipun
tidak seluruhnya. Tetapi karena khawatir Wei Beng Yan nanti
bentrok dengan Yu Leng, maka ia telah menganjurkan agar si
pemuda tidak mempercayai keterangan si kakek.
"Ouw Tay-hiap telah membantu banyak sehingga aku berhasil
masuk dan keluar lagi dari lembah Yu-leng-kok dalam keadaan
hidup. Ia adalah seorang sahabat kita!" kata Wei Beng Yan.
"Meskipun demikian, Yan koko harus berhati-hati menghadapi
segala sesuatu demi keselamatan kita berdua....."
"Jangan gelisah, aku akan bertindak demikian rupa sehingga
keretakan antara guru dan murid tidak terjadi!"
Kemudian karena cuaca sudah mulai gelap, dan merasa letih
sekali, mereka lalu mencari tempat yang agak tinggi untuk
beristirahat dan melewati sang malam di situ.
320 "Y" Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu setelah berlalu dari pegunungan
Oey-san itu, segera melanjutkan perjalanan mereka ke kota Cengyo.
"Ouw Si-ko," kata Khouw Kong Hu sambil berlari di samping si
kakek pincang, "aku betul-betul mengagumi otakmu yang lihay itu.
Yu Leng mungkin akan mati tanpa kita turun tangan sendiri!"
Tetapi Ouw Lo Si tidak menjadi girang dengan pujian itu, ia
menghela napas dan berkata.
"Hiantee, mungkin siasatku itu tidak akan berhasil seluruhnya!"
"Mengapa tidak?"
"Aku telah memperhatikan wajah Siauw Bie bahwa ia tidak percaya
akan omonganku, aku khawatir ia membujuk Wei Beng Yan
sehingga siasatku itu kandas sama sekali!"
"Jika sampai kejadian demikian bagaimana?"
"Kita tidak akan menunggu sampai kejadian demikian! Kita harus
bertindak menurut rencanaku yang kesatu atau yang kedua, yalah
pergi ke kuil Cit-po-sie dan menanyakan Bak Kiam Taysu cara
menggunakan Tok-beng-oey-hong! Lalu, jika tidak berhasil
mendapat keterangan, kita akan mencari Pek Tiong Thian untuk
menanyakan dimana letaknya goa Long-ya!"
321 Setelah itu, meskipun merasa khawatir nanti Bak Kiam Taysu jadi
curiga dan menuduh mereka telah mencuri kedua benda mukjizat
itu, Khouw Kong Hu menurut juga kehendak saudara angkatnya
itu. Delapan hari mereka telah mengadakan perjalanan tanpa
menjumpai rintangan, maka pada hari kesepuluh mereka sudah
melewati tapal batas propinsi Ho-peh, lalu mereka mengambil jalan
ke jurusan barat untuk menuju ke pegunungan Ngo-tay-san yang
terletak di propinsi San-si.
Malam harinya, ketika mereka sudah berada di tepi hutan yang
lebat dengan pohon-pohon yang besar dan rindang, tiba-tiba
mereka melihat beberapa puluh cahaya lampu merah.
"Apa itu?" tanya Khouw Kong Hu sambil menunjuk ke arah cahaya
itu. Ouw Lo Si menegasi keadaan hutan pohon cemara, dari mana
cahaya merah tadi memancarkan sinarnya, tiba-tiba parasnya
berubah kaget dan berseru.
"Lentera kertas merah!"
"Apakah......?"
"Sstt! Jangan bicara terlalu keras, ikutilah jejakku!" sahut Ouw Lo
Si sambil berjalan ke arah cahaya tadi.
Di hadapan mereka hanya tampak satu jalan yang sempit dan
agaknya jarang ditempuh orang. Akhirnya setelah dengan susah322
payah dan berjalanan lebih kurang satu lie, mereka melihat satu
batu gunung yang besar menghadang di pinggir jalan gunung yang
sempit itu. Mereka jadi terkejut sekali waktu dapat melihat delapan
huruf tertulis di atas batu gunung itu!
Adapun huruf-huruf yang tertera di situ adalah;
"Jalan ini sudah tertutup! Yang lancang masuk. MATI!"
Lagi-lagi Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu jadi terbengong
mengawasi huruf-huruf itu, yang juga bergaya tulisan sama benar
dengan tulisan yang mereka lihat di markas Kiu It dan di tepi sungai
Tiang-kang! Meskipun si kakek terkenal cerdik sekali, namun dalam keadaan
demikian ia tampaknya mati akal.
"Apakah Yu Leng pun sudah berada di sini"!" tanyanya di dalam
hati, "Jika dia betul-betul sudah datang dia tentu ingin menjumpai
Bak Kiam Taysu untuk menuntut Tok-beng-oey-hong dan Cu-gantan, kedua benda mujizat isterinya!"
"Si-ko," Khouw Kong Hu berbisik, "si penghuni lembah Yu-leng-kok
pun sudah berada di sini rupanya!"
Ouw Lo Si menatap saudara angkatnya dan menyahut dengan
suara rendah. "Dia tentu datang untuk menuntut kedua mustika isterinya dari Bak
Kiam Taysu. Kita justru datang untuk menanyakan cara
323 menggunakannya Tok-beng-oey-hong yang kini berada di dalam
kantongku!"
Setelah berpikir dan mempertimbangkan masak-masak, si kakek
lalu berkata lagi.
"Hiantee, kita harus meneruskan perjalanan kita ini, kita harus
masuk ke dalam kuil Cit......"
"Tang!! Tang!! Tang!!"
Demikianlah suara genta yang gaduh dan gencar itu telah
memotong ucapan si kakek, suara itu adalah suatu pemberitahuan
tentang datangnya bahaya, yang terdengar datang dari atas
puncak Beng-keng-ya di mana kuil Cit-po-sie terletak!
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu segera mengetahui di kuil tersebut
telah terbit peristiwa yang gawat!
Tatkala itu suasana di sekitar jalan gunung sudah menjadi gelap
sekali, ditambah dengan terdengarnya suara genta yang gaduh itu,
maka suasana yang memang sudah gelap itu menjadi kian
menyeramkan saja!
"Hiantee," kata Ouw Lo Si dengan suara rendah, "tadi kita melihat
lentera kertas merah, sekarang terdengar suara tanda bahaya aku
merasa pasti Yu Leng sudah mengamuk di dalam kuil Cit-po-sie!
Menurut pendapatku, ini justru saat yang paling baik untuk kita
bersembunyi di sekitar kuil agar dapat melihat segala sesuatu,
mungkin saja kita akan mendapat keterangan yang kita perlukan"
324 Tetapi maksud kita ini mungkin akan membawa malapetaka
kepada kita sendiri! Bagaimana pendapatmu?"
"Aku selalu menurut saja pendapat Si-ko!"
"Baiklah, kita harus lebih berhati-hati lagi, karena di sini lebih
berbahaya daripada di gedung ke tiga saudara Tie!"
Setelah itu si kakek segera meloncat mendahului saudara
angkatnya, kemudian setelah melalui beberapa tikungan, mereka
sudah tiba di bawah kaki jurang yang curam. Itulah jurang Bengkeng-ya.
Mereka menoleh ke atas, dan melihat sinar lampu yang bercahaya
terang berbareng dan mendengar lagi suara genta yang gaduh
sekali. Di suatu bagian jurang itu ia melihat tangga tali, yang aneh yalah
di tiap dua meter sepanjang tangga tali itu telah digantungi lentera
kertas merah, yang menerangi jurang tersebut.
Tanpa ragu lagi si kakek telah meloncat dan menyambret tangga
tali itu, lalu lincah seperti seekor kera ia sudah mulai mendaki ke
atas diikuti oleh Khouw Kong Hu yang pun sudah berhasil
menyambret tangga tali itu.
Ketika sudah berada di tengah-tengah, tanpa disengaja Ouw Lo Si
telah keliru menginjak anak tangga, sebelah kakinya yang pincang
terjeblos dan membikin tangga itu tergoncang keras dan
membentur jurang itu sendiri, sehingga salah satu lentera kertas
325 tergencat pecah dan apinya berkobar lalu menyambar bagian atas
tangga tali yang sedang mereka injak itu.
Perlu dijelaskan di sini bahwa tangga itu memang sengaja
dipasang di situ untuk dipergunakan sebagai pintu keluar atau
masuk ke kuil Cit-po-sie, dan baru ditukar setiap lima tahun sekali,
maka api dengan mudah saja menjalar di atas tali yang sudah
kering itu. Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu. jadi kelabakan, meskipun mereka
pandai menggunakan ilmu meringankan tubuh, tetapi jika tangga
terbakar putus, mereka pasti mati terbanting dari tempat setinggi
itu! Khouw Kong Hu yang berada di bawah saudara angkatnya, segera
mengerahkan tenaga dalamnya dan tiba-tiba tampak tubuhnya
melonjak ke atas untuk menyambret tali di sebelah atasan tangan
Ouw Lo Si, yang juga segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melonjak dan menjambret kedua kaki Khouw Kong Hu. Berbareng
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan itu, tangga yang barusan mereka injak itu putus dan jatuh
ke bawah sambil terbakar terus!
"Aii," seru Ouw Lo Si, "baiknya Hiantee bertindak cepat jika
tidak......"
Lalu sambil menahan desiran angin santar yang mendampar
tubuh, mereka mengerahkan seluruh tenaga dan cepat sekali
mereka sudah tiba di atas jurang.
326 Kemudian tanpa berkata-kata Ouw Lo Si segera menyelidiki lebih
jauh keadaan di sekitar tempat itu, sebelum menghampiri kuil yang
terletak tidak jauh dari tempat di mana mereka kini tengah berdiri.
Genta di dalam kuil masih berbunyi dengan gencar sekali, seolaholah suara isak tangis minta tolong yang menyayatkan hati. Di
suatu tempat tampak sebuah patung dewa yang sudah roboh, dan
dapat dilihat dengan jelas bahwa patung itu telah dirobohkan oleh
suatu pukulan tenaga dalam yang dahsyat sekali!
Lama juga mereka meneliti keadaan sekitar tembok kelenteng itu
dalam suasana yang gelap dan gaduh oleh suara genta.
Setelah merasa cukup aman, mereka lalu menghampiri pintu kuil,
setibanya di sana mereka dapat melihat sehelai papan mereka
yang bertulisan.
Cit-po-sie. Pintu kuil yang besar dan kokoh tertutup rapat.
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu jadi berdiri menjublek ketika
mengingat bahwa mereka kini tak dapat mundur lagi. Bukankah
bagian bawah tangga tali yang tadi mereka gunakan sudah
terbakar putus dan jatuh ke bawah jurang"
Jika Yu Leng pada saat itu mendadak muncul dan mengetahui
maksud kedatangan mereka di situ, tentu mereka akan menjadi
mangsanya yang empuk tanpa dapat melarikan diri!
327 Ouw Lo Si segera mengerahkan seluruh tenaga dalamnya dan
tiba-tiba dengan tinjunya ia memukul tembok di dekat pintu itu.
Pukulannya itu demikian cepat dan keras, sehingga tembok itu
toblos, dan satu lobang besar lebih kurang tigapuluh centimeter
tampak di tembok yang melingkari kuil itu!
Ouw Lo Si yang cerdik tidak memukul pintu kuil, karena ia merasa
yakin akan membikin orang-orang yang berada di dalam kuil
menjadi kaget jika daun pintu yang besar itu berhasil ia gempur
roboh dengan tinjunya, suara ambruknya papan jati yang besar itu
pasti akan menerbitkan kegaduhan lebih hebat dari pada robohnya
batu-batu bata dari tembok yang barusan ia gempur itu, sehingga
perbuatannya itu kepergok.
delapanBeLAs Dengan hati-hati sekali, Ouw Lo Si lalu menengok melalui lobang
itu, jantungnya berdebar keras, karena ia telah membayangkan
bahwa ia akan melihat banyak mayat di pekarangan kuil tersebut.
Tetapi dugaannya itu ternyata tidak benar, keadaan di dalam
pekarangan kuil yang luas itu sepi, tidak tampak seorang manusia
pun, lampu-lampu di dalam kuil masih menyala terang benderang,
di tengah-tengah ruangan, di atas meja yang tinggi tampak tiga
patung Hud-co (Dewa), tengah berdiri dengan sikap yang angker
sekali! "Hiantee," Ouw Lo Si berbisik, "Cit-po-sie telah diserang!"
"Tetapi kita tidak melihat mayat-mayat!" sahut Khouw Kong Hu.
328 "Ayoh kita masuk ke dalam kuil!"
Ouw Lo Si yang selalu bertindak dengan hati-hati tidak menyahut.
Ia hanya mencabut pohon kecil untuk dibuat tedeng agar kehadiran
mereka di situ tidak mudah dilihat orang.
Kemudian tampak pintu ruangan dalam kuil mendadak terjeblak,
seolah-olah diterjang angin santar, diikuti dengan keluarnya
banyak pendeta yang berbaris dalam dua barisan, jumlah mereka
lebih kurang duapuluh orang, mereka rata-rata berusia setengah
abad, mengenakan jubah warna abu-abu dan berwajah kecut
masam! Mereka berbaris rapih sekali menuju ke ruang depan, untuk
kemudian duduk bersila di hadapan meja sembahyang.
Sejenak kemudian tampak seorang pendeta yang berusia sudah
lanjut berjalan menuju ke meja sembahyang dan herdiri di hadapan
pendeta-pendeta tadi sambil mengepal kedua tinjunya dan
berkata. "Kita telah memperoleh kabar bahwa seorang tamu telah datang
ke kuil kita ini, tetapi mengapa dia belum mengunjukkan dirinya?"
"Hiantee," kata Ouw Lo Si dengan suara rendah, "pendeta itu
adalah Bak Kiam Taysu!"
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu mengira Yu Leng dan Bak Kiam
Taysu, telah bertempur di dalam kuil Cit-po-sie, tetapi setelah
mendengar ucapan pendeta itu, mereka segera mengetahui
bahwa meskipun Yu Leng sudah berada di dalam kuil, namun ia
329 belum memperlihatkan dirinya, dan pertempuran hebat belum
terjadi! Setelah lewat lagi beberapa saat lamanya, mereka menjadi heran
melihat Yu Leng belum juga muncul di situ, dan akhirnya mereka
jadi khawatir kalau-kalau gerak gerik mereka telah diketahui oleh
Yu Leng yang entah dimana bersembunyinya!
"Hei kau yang sudah datang di kuil ini," terdengar Bak Kiam Taysu
berkata, "Mengapa masih juga bersembunyi! Apakah kau ini dari
golongan bajingan atau pencoleng sehingga takut memperlihatkan
dirimu?" Baru saja selesai ucapan itu, tiba-tiba terdengar suara orang
tertawa berkakakan yang datangnya dari ruangan dalam kuil!
Bak Kiam Taysu dengan kaget menoleh ke arah suara tertawa tadi,
ia jadi terkejut ketika melihat orang yang tertawa tadi. Disalah satu
dari empat tiang kayu yang besar sekali, yang menahan atap
ruangan tengah kuil itu, tampak seorang yang tengah menjepitkan
kedua kakinya di atas tiang itu.
Orang itu mengenakan pakaian warna abu-abu, tiang-tiang
tersebut juga dicat abu-abu sehingga dalam suasana malam ia
sukar dilihat. Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu juga terkejut mendengar suara
tertawa orang itu, karena dia itu bukan lain daripada Yu Leng yang
menutupi wajahnya dengan selembar kain hitam.
330 Sambil tertawa berkakakan Yu Leng melompat turun dengan lincah
sekali, sejenak kemudian ia sudah berdiri beberapa puluh tombak
saja di hadapan Bak Kiam Taysu.
"Kita dapat mendengar tentang kedatangan seorang tamu yang
bernama Yu Leng ke kuil kita ini!" kata Bak Kiam Taysu sambil
membelalakkan matanya. "Tetapi sepanjang pengetahuanku Yu
Leng belum pernah menutupi wajahnya, dan bersikap demikian
konyol dengan merusak patung dewa kita!"
"Aku datang di sini dengan maksud menanyakan Tok-beng-oeyhong dan Cu-gan-tan!" sahut Yu Leng sambil tertawa mengejek.
Bak Kiam Taysu heran mendengar Yu Leng ingin menanyakan
kedua benda mujizat yang telah dicuri orang itu.
"Apakah kau tidak mengetahui bahwa pusaka isterimu itu telah
dicuri orang dari dalam kuilku ini"!" tanyanya.
"Hm! Memang cerdik sekali siasatmu itu, tetapi jangan coba
menipu aku!"
"Aku tidak pernah bermaksud menipu!"
"Mengapa kau menyiarkan kabar bohong!"
"Kabar bohong tentang apa"!"
"Tentang tercurinya kedua benda pusaka isteriku dari kuilmu ini!"
"Jadi kau tidak percaya bahwa kedua benda itu telah dicuri orang?"
331 "Ha, ha, ha,! Tentu..... tentu aku tidak percaya!"
Bak Kam Taysu menjadi gusar sekali mendengar ucapan yang
sangat mengejek itu, tetapi ia berusaha menahan hawa
amarahnya dan berkata dengan tenang.
"Kuil Cit-po-sie telah kehilangan kedua benda mujizat itu, dan
kehilangan itu telah mencemarkan nama baik kita! Apakah kau kira
kita demikian gegabahnya menyiarkan kabar bohong yang justru
merugikan kita sendiri!"
"Untuk membuktikan kebenaran kata-katamu itu, aku terpaksa
harus menggeledah tempat menyimpan benda-benda berharga
kuil ini!"
Bak Kiam Taysu jadi berjingkrak mendengar permintaan yang
melampaui batas itu.
"Kau sudah gila barangkali!" bentaknya gusar, "kuil Cit-po-sie
senantiasa berbuat kebaikan, dan tidak memperkenankan
sembarang orang datang, apalagi untuk menggeledah!"
"Hei hwesio! Apakah kau tidak kenal aku ini siapa" Aku sudah
datang dan aku tidak suka dilarang untuk berbuat kehendak
hatiku!" "Namamu sudah terkenal di kalangan Bu-lim dan mungkin aku
bukan tandinganmu! Tetapi aku tidak bersedia dihina orang! Aku
melarangmu atau siapapun untuk bertindak sewenang-wenang di
daerah kekuasaanku ini!"
332 "Hei hwesio! Apakah kau tidak sayang kuilmu yang sudah seratus
tahun usianya ini?"
Bak Kiam Taysu memejamkan kedua matanya seraya mendoa,
"O-mi-to-hud!...... O-mi-to-hud!"
Setelah itu ia membuka lagi matanya dan berkata.
"Aku tetap melarang segala penggeledahan!"
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu menyaksikan pemandangan itu
dengan hati berdebar-debar, mereka yakin bahwa pertarungan
antara Bak Kiam Taysu dan Yu Leng tidak dapat dielakkan lagi.
Mereka merasa sangat menyesal tidak dapat membantu,
mengingat kepandaian mereka masih sangat "terbatas" terhadap si
penghuni lembah yang sangat lihay itu. Mereka hanya dapat
menonton seperti apa yang mereka pernah lakukan ketika berada
di dekat gedung ke tiga keluarga Tie.
"Mungkin kita akan menyaksikan pembunuhan kejam lagi!" Ouw Lo
Si berbisik kepada saudara angkatnya.
Tetapi tiba-tiba terdengar tindakan kaki yang enteng sekali, yang
datangnya tepat dari belakang mereka. Belum lagi keburu berbalik,
mereka sudah mendengar suara orang menegur.
"Kedua tay-hiap sudah datang ke kuil Cit-po-sie ini, tetapi mengapa
masih berdiam di luar?"
333 Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu yang tengah mengalami
ketegangan jiwa, mendadak berbalik dan melepaskan jotosan
keras ke arah orang yang menegur tadi! Dan terdengarlah suara.
"Phess......"
Mereka jadi terperanjat ketika merasa seolah-olah telah menjotos
segumpalan kapas yang empuk sekali!
Orang yang diserangpun agaknya kaget sekali dengan serangan
yang tiba-tiba itu, sehingga ia tidak keburu berkelit, maka lekas ia
mengerahkan ilmu tenaga dalamnya untuk menerima serangan
tinju kedua orang itu!
Ouw Lo Si dan Kouw Kong Hu segera dapat melihat dengan
samar-samar, seorang pendeta yang sudah lanjut usianya,
bertubuh tinggi besar, mukanya merah dan mengenakan jubah
warna abu-abu, tengah berdiri tepat di belakang mereka sambil
bersenyum simpul!
Ouw Lo Si jadi tidak mengerti jotosannya yang barusan
dilancarkan, yang sanggup menghancurkan batu, telah kandas di
perut pendeta itu, tanpa membikin si pendeta sendiri tergoyah atau
menderita luka! Iapun melihat satu wajah yang angker serta gagah,
yang menunjukkan watak yang luhur, penuh kasih sayang dan jiwa
yang besar! "Di dalam kuil sudah datang seorang tamu," kata pendeta tua itu
dengan tenang sekali, "jika kedua tay-hiap juga turut masuk, maka
kita dapat berkumpul bersama-sama!"
334 Lalu ia mempersilahkan Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu
mengikutinya masuk ke dalam.
Entah mengapa, ucapan yang ramah itu telah membikin Ouw Lo Si
dan Khouw Kong Hu menurut saja mengikuti pendeta itu.
Setibanya di dalam, tampak Bak Kiam Taysu dan Yu Leng sudah
berdiri berhadap-hadapan, dan saling mengawasi tajam. Suasana
sudah genting sekali!
Namun, begitu si pendeta tua bertindak masuk bersama-sama
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu ketegangan menjadi agak reda
juga, sejenak kemudian terdengar Bak Kiam Taysu berkata.
"Susiok (paman guru)! Mengapa kaupun turut datang?"
"Aku telah mendengar suara genta, dan diberitahukan juga tentang
kedatangan Ji Cu Lok, si Naga Sakti!" sahut si pendeta tua. "Aku
mempunyai hubungan sangat baik dengan tamu kita ini, maka aku
ingin mengetahui juga urusan apakah yang begitu penting
sehingga telah memaksa dia berkunjung ke kuil kita ini?"
Setelah berkata begitu, si pendeta lalu bertindak lagi dengan sikap
ramah-tamah dan tenang seperti orang yang ingin menyambut
kedatangan seorang kawan lama!
"Ah! Kalau begitu dia ini susiok Bak Kiam Taysu?" pikir Ouw Lo Si,
"mungkin juga kedua pendeta ini dapat mengimbangi Thay-yangsin-jiauw!"
335 Kemudian tampak si pendeta kebut lengan bajunya sebagai isyarat
agar Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu berdiri di pinggir tembok dekat
tiang besar, lalu ia menghampiri Yu Leng dan berkata.
"Ji Cu Lok, limapuluh tahun yang lalu kita pernah bertemu dan
berhubungan baik. Semenjak itu kita tidak pernah berjumpa lagi,
apakah kau masih ingat namaku?"
Yu Leng tidak menyahut.
"Meskipun aku telah menyimpan diri di atas jurang Beng-keng-ya
yang terpencil ini," kata lagi si pendeta tua, "namun aku senantiasa
mengikuti perkembangan di kalangan Bu-lim dengan seksama.
Aku mengetahui juga bahwa semenjak isterimu meninggal dunia
kau -- Ji Cu Lok tidak ingin hidup lagi. Tetapi sekarang ternyata kau
masih juga bergentayangan dan mengingkari janjimu sendiri
dengan berkedok sehelai kain hitam!"
"Ha, ha, ha! Aku datang di sini dengan maksud mengambil kedua
benda pusaka isteriku yang tidak ada gunanya bagi kalian. Jika
kalian tidak sudi mengembalikan, akupun tidak dapat banyak
bicara!" "Sudah berpuluh-puluh tahun aku tidak pernah bermusuhan
kepada siapapun, sekarang akupun tidak sudi bermusuhan
terhadap Ji Cu Lok!"
"Kalau begitu, mengapa kau masih ingin mengangkangi kedua
benda pusaka itu?"
"Kita tidak pernah bermaksud demikian!"
336 "Kembalikanlah, sekarang!"
"Ji Cu Lok! Bukankah tadi Bak Kiam telah mengatakan bahwa
kedua benda itu telah dicuri orang"!"
"Ternyata kau sama gilanya seperti si Bak Kiam itu! Apakah kau
ingin aku mempercayai keteranganmu itu!"
"Kenyataannya memang demikian!"
Setelah mendengar keterangan itu, sambil tertawa Yu Leng lalu
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergerak-gerak dengan aneh, dan dengan tiba-tiba ia mengirim
jotosannya menyerang Bak Kiam Taysu.
Jotosan itu dahsyat sekali dan pasti dapat merobohkan tembok,
tetapi itu bukan jurus Thay-yang-sin-jiauw!
Bak Kiam Taysu sudah siap, dengan gesit ia melompat mundur
satu meter mengelakkan jotosan maut itu, dan setelah itu ia pun
balas menyerang dengan mengirim tinjunya ke arah dada lawan.
Tetapi untuk kagetnya semua orang, dengan tiba-tiba tampak Bak
Kiam Taysu terdampar mundur beberapa langkah ke belakang
dengan paras kaget dan pucat!
Si pendeta tua jadi kaget sekali melihat kenyataan demikian.
"Hei Ji Cu Lok!" katanya. "kau tidak pernah belajar ilmu silat tenaga
luar, apakah ilmu silat yang kau lancarkan tadi, ilmu silatmu yang
baru?""
337 Ouw Lo Si yang ingin membalas dendam terhadap Yu Leng,
dengan berani lalu berkata.
"Taysu! Meskipun ia mengaku bahwa dia suami Thian-hiang-siancu, tetapi sebenarnya dia bukan Ji Cu Lok!"
Si pendeta menjadi heran sekali mendengar keterangan itu.
"Kalau begitu, siapakah dia ini sebenarnya?" tanyanya. "Aku.....
aku tidak tahu......."
"Hei pendeta!" kata Yu Leng sambil tertawa. "Apakah kau percaya
omongan si pincang itu?"
"Aku percaya atau tidak itu terserah kepadaku sendiri!" sahut si
pendeta, "Sekarang aku hanya minta kau enyah dari sini!"
"Jika Yu Leng tidak diberi hajaran di sini," pikir Ouw Lo Si, "Maka
kesempatan sebaik ini sukar didapat lagi, lagi pula aku takkan luput
dikejar-kejar olehnya!"
Setelah itu ia lalu berkata lagi.
"Taysu! Dia pasti bukan Yu Leng asli! Jangan lepaskan dia begitu
saja!" "Ji Cu Lok! Aku minta kau enyah dari sini!"
"Aku akan berlalu dari sini," kata Yu Leng, lalu sambil menunjuk
Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu ia melanjutkan, "Setelah melihat
mayat kedua jahanam itu!"
338 "Hei anjing!" bentak Khouw Kong Hu yang sudah tidak dapat
menahan sabar. Bentakan itu dibarengi dengan meluncurnya tiga
batang jarum Yan-bie-tin ke arah Yu Leng yang sangat ia benci.
Tetapi dengan tiba-tiba saja jarum yang ampuh itu berserakkan di
lantai kuil digeprak lengan jubah si pendeta tua!
Justru pada saat itu, Yu Leng yang licik dan kejam meloncat
secepat kilat menerkam si pendeta tua, yang mendadak mundur
mengelakan terkaman lawannya sambil berseru kaget.
"Ciam-hua-giok-siu!"
Ouw Lo Si tidak menunggu lagi, dengan kipas bajanya ia
menyerang Yu Leng dengan jurus Ceng-hong-ci-lay (Angin topan
menyapu dorna), dengan maksud menotok jalan darah di bagian
lambung dan jidat musuhnya!
Khouw Kong Hu pun sudah menyerang dengan gaitan bajanya,
bersamaan dengan itu Bak Kiam Taysu juga sudah menerjang,
hanya sikapnya menyerang agak ganjil, kedua tinjunya dipasang
di depan dada, lalu ia menerjang tepat seperti seekor banteng
menubruk mangsanya!
Ketiga orang yang terkenal lihay ilmu silatnya telah menyerang,
dan dapat digambarkan betapa hebat serangan serentak mereka
itu! Tetapi Yu Leng dengan mudah saja sudah mencelat di udara untuk
turun di belakang Bak Kiam Taysu, sambil mencakar dengan
sarung tangan ajaibnya!
339 "Awas!" seru Ouw Lo Si yang melihat serangan itu.
Bak Kiam Taysu yang sedang menunduk tidak keburu mengelak,
meskipun ia sudah memutar tubuhnya sedikit, tetapi cakaran Yu
Leng kena juga menjambret bahunya sehingga ia terhuyung
dengan tindakan berat!
Serangan Yu Leng yang aneh itu ternyata belum mau sudah
sampai di situ, setelah melukai Bak Kiam Taysu, sarung tangan
mautnya telah sekaligus menyapu Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu!
Si kakek yang lebih tinggi sedikit kepandaiannya, dengan susah
payah dapat juga mengelakkan diri, tetapi tiba-tiba terdengar
Khouw Kong Hu menjerit dan tubuhnya terlempar menubruk
tembok kelenteng!
Setelah itu, Yu Leng lalu menyerang si pendeta tua, yang masih
belum mau melawan, hanya terdengar ia berseru.
"O-mi-to-hud!"
Sambil mengebat langan bajunya menangkis serangan lawannya
itu. "Hei pendeta!" Yu Leng membentak, "Apakah kau takut melawan
aku?" "Aku minta kau dengan hormat meninggalkan kelentengku ini!"
kata si pendeta tenang.
"Aku akan membikin kau mau juga melawan aku! Lihatlah!"
340 Setelah berkata begitu, Yu Leng segera meloncat ke arah ke
duapuluh pendeta yang sedang berdiri menonton pertarungan itu.
Tampak ia mengangkat tangannya dan menyerang!
Dalam waktu yang singkat saja ke duapuluh orang itu sudah roboh
menjadi mayat! Tetapi si pendeta tua masih tidak mengubris perbuatan Yu Leng
yang gila itu, sehingga Ouw Lo Si agak mendongkol.
"Jika Taysu masih tidak mau turun tangan, " katanya, "semua orang
di dalam kuil ini akan binasa!"
Si pendeta masih berdiri tenang, hanya matanya mengawasi Yu
Leng, seolah-olah ia ingin mengintip hati Yu Leng, kawannya dulu,
yang kini sudah berubah banyak sekali.
"Apakah gunanya ilmu silat yang lihay dan memelihara rohani
berpuluh-puluh tahun!" Ouw Lo Si berkata lagi, "jika Tay-su masih
tidak mau turun tangan, Cit-po-sie yang telah Taysu bina dengan
susah payah ini akan musnah!"
Tiba-tiba si pendeta menoleh ke arah si kakek pincang dan
berkata. "Tay-hiap, aku minta kau berlalu saja dari sini!"
Ouw Lo Si jadi girang sekali, ia menduga si pendeta akan melawan
juga akhirnya. Ia merasa pasti Yu Leng akan hancur, meskipun si
pendeta sendiri tidak akan luput daripada ancaman cakaran
sarung tangan ajaib itu. Maka lekas-lekas ia menyeret Khouw Kong
Hu yang terluka parah dan membujuk Bak Kiam Taysu, yang juga
341 sudah menderita luka cukup parah, ke suatu sudut ruangan yang
besar itu. "Hai pendeta bangkotan!" kata Yu Leng sambil tertawa mengejek.
"Kau sudah berusia sangat lanjut dan mungkin kau sudah lebih dari
seratus tahun mengecap kesenangan di dunia ini, maka tibalah
waktunya kini untuk kau naik ke sorga!"
"Kau dapat membunuh aku, tetapi aku yakin kaupun takkan hidup
lama!" sahut si pendeta tua.
Yu Leng tertawa berkakakan, tetapi tiba-tiba ia mengangkat sarung
tangannya dan menerjang si pendeta tua yang pada waktu itu
hanya terpisah kira-kira empat meter.
Loncatan dan serangan Yu Leng itu meskipun hebat dan ganas,
tetapi tanpa sarung tangan ajaib di tangannya, terjangan itu tidak
akan berarti sama sekali bagi si pendeta tua yang memang sangat
tangguh itu. Ouw Lo Si yang menyaksikan gerak serta gaya loncatan itu, tibatiba jadi terkejut sekali, ia mendadak jadi teringat akan suatu
peristiwa, yalah peristiwa yang pernah terjadi di tempat Kong-ya
Coat yang pernah memperlihatkan kelihayan sarung tangan
tersebut, maka ia merasa pasti serangan Yu Leng akan berhasil
memusnahkan tenaga dalam si pendeta tua itu.
Jika kekhawatirannya betul-betul terjadi, maka iapun hanya
menanti giliran untuk dibunuh oleh Yu Leng yang telengas itu.
342 Si pendeta tua tiba-tiba melangkah mundur beberapa langkah,
tampak tubuh Yu Leng terapung di udara sejenak, ketika turun
ternyata ia telah menyerang tempat kosong!
"Hei!" si pendeta berseru kaget, "apakah benar-benar kau ingin
membunuh aku?"
Yu Leng tertawa berkakakan, kemudian ia membentak karena
merasa heran serangannya tadi tidak membawa hasil.
"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya.
"Aku sudah tua dan linglung, sehingga aku sendiri lupa siapa
namaku!" sahut si pendeta yang diam-diam merasa kaget
mengetahui Yu Leng tidak kenal kepadanya.
"Kau sudah mau mati berani mengejek aku begitu!"
"Tidak salah jika kau dikatakan menyamar sebagai Ji Cu Lok! Kau
telah berhasil meniru nada suara, gerak gerik dan bentuk tubuhmu
kebetulan sekali mirip Ji Cu Lok, tetapi kau tidak mampu meniru
satu hal yang membuat aku dapat mengenali bahwa kau bukan Ji
Cu Lok!" Ucapan itu membikin Yu Leng terkejut sekali, matanya yang
menyala-nyala menatap si pendeta tua untuk kemudian disapukan
ke arah Ouw Lo Si, Khouw Kong Hu dan Bak Kiam Taysu
"Hiantee," bisik Ouw Lo Si dalam suasana yang tegang itu,
"bagaimana luka di dalam tubuhmu, apakah kau dapat
menggerakkan tubuhmu untuk melarikan diri?"
343 "Aku...... aku kira tidak......" sahut Khouw Kong Hu sambil meringis
menahan sakit. Ouw Lo Si menghela napas mendengar jawaban yang
mengecilkan hatinya itu, iapun dapat melihat bahwa Bak Kiam
Taysu juga sudah terluka parah dalam pertempuran satu gebrakan
saja tadi. "Pendeta tua!" terdengar Yu Leng membentak lagi, "Matamu lihay,
tetapi belum begitu lihay untuk mengenali bahwa aku sebetulnya Ji
Cu Lok yang asli!"
"Hei anjing!" bentak Khouw Kong Hu yang sudah menganggap
jiwanya tidak dapat tertolong lagi, "Jika kau betul Ji Cu Lok,
lucutilah topengmu itu!"
"Akupun ingin melihat wajah Ji Cu Lok yang telah menghilang lama
sekali," kata si pendeta tua.
"Aku hanya dapat mengatakan bahwa aku Ji Cu Lok, mau percaya
atau tidak itu terserah!" sahut Yu Leng.
"Caramu yang congkak itu memang mirip Ji Cu Lok, tetapi ada satu
yang kau tidak dapat menirunya!" kata si pendeta tua.
"Aku tidak perlu meniru-niru!"
"Mungkin kau tidak mengetahui bahwa Ji Cu Lok seorang yang
berterus terang, dia tidak pernah menutup mukanya dengan kain
hitam seperti seorang perampok pengecut!" kata si pendeta tua
sambil mengebat lengan bajunya ke arah muka Yu Leng.
344 Hembusan angin kebatan lengan baju itu dahsyat sekali, dan......
berhasil menyingkap kain hitam yang menutupi muka Yu Leng
yang lekas-lekas menjaga mukanya dengan sarung tangan ajaib.
Sewaktu kain hitam tersingkap ke atas Ouw Lo Si dapat melihat
dengan samar-samar sesuatu yang luar biasa, yalah muka yang
mirip dengan muka kuda dan pucat pasi.
"Aku merasa pernah melihat muka yang menjijikan itu!" katanya
dalam hati. "Pendeta jahanam!" Yu Leng membentak lagi, "aku bersedia
mengampuni selembar jiwamu jika kau mengabulkan
pemintaanku!"
Dangan tiba-tiba saja, si pendeta yang dari tadi berwajah masam,
jadi tertawa berkakakan mendengar ucapan itu.
"Mati atau hidup, bagiku tidak ada bedanya!" sahutnya, tetapi aku
ingin juga mendengar permintaanmu itu, katakanlah!"
"Aku akan berlalu dari sini, jika kau mengembalikan kedua benda
pusaka isteriku, Tok-beng-oey-hong dan Cu-gan-tan!"
"Kau mungkin tidak mengerti ucapan Bak Kiam, baiklah aku yang
mengulangi, ke dua benda pusaka telah dicuri orang!"
"Jika begitu aku terpaksa harus memusnahkan kelenteng ini!"
"Pengacau! Bandit!" si pendeta berseru kalap.
345 Kata-kata yang kasar itu sebetulnya tidak atau belum pernah
dipergunakan oleh si pendeta tua itu, kalau sampai ia
mengucapkan juga kata-kata yang kasar itu, dapat dibayangkan
betapa gusar dia itu.
"Jika kedua benda pusaka itu masih ada di sini," kata lagi si
pendeta tua, "aku sudah dari tadi mempergunakan atas dirimu!"
Mendengar begitu, Yu Leng jadi berpikir sebentar, kemudian
sambil menuding si pendeta ia berkata lagi.
"Siapa pencurinya?"
"Tong-coan-sam-ok!"
"Ha, ha, ha! Apakah kau menganggap aku seorang bocah ingusan
yang percaya saja keteranganmu itu" Tong-coan-sam-ok mana
mampu berbuat demikian!"
Tiba-tiba tampak si pendeta tua melangkah maju, dan agaknya ia
sudah ingin menyerang Yu Leng ketika terdengar Khouw Kong Hu
berkata. "Taysu! Bagaimana mempergunakan Tok-beng-oey-hong?"
Pertanyaan itu bukan saja memhuat Ouw Lo Si terkejut tetapi Yu
Leng pun mendadak merandek.
"Hai bajingan!" bentaknya, "kalian agaknya sangat tertarik kepada
benda pusaka isteriku itu, apakah kalian yang telah mencurinya?"
346 "Celaka!" pikir Ouw Lo Si, tetapi lekas-lekas ia menyahut.
"Jika kedua benda pusaka itu berada di tanganku, kau takkan
dapat bertindak sewenang-wenang di markas Kiu It!"
"Aku bertindak sewenang-wenang di markas Kiu It?"
"Bukan saja itu, kaupun telah membunuh Ceng Sim Lo-ni dan
kedua Saudara Kim di tepi sungai Tiang-kang!"
"Bajingan! Jangan kau sembarang menuduh orang!"
"Apakah kau masih ingat dengan tulisan yang tergores di tanah.
Kematian bagi yang menganiaya"!"
"Kematian akan menimpa atas dirimu, jika
mengembalikan kedua benda pusaka isteriku itu!"
kau tidak "Mengapa kau jadi berbalik menuntut dari kita?"
"Karena kau sudah bersekongkol dengan pendeta bangkotan itu!"
"Hee, hee, hee! Betul-betul lucu kau ini, karena merasa tidak
sanggup melawan Taysu itu, kau jadi mengalihkan perhatianmu
kepadaku!"
Baru saja selesai ucapan Ouw Lo Si itu Yu Leng sudah meloncat
ke arah si pendeta tua sambil mengayunkan tangannya yang
memegang sarung tangan ajaib.
347 Si pendeta tidak jadi gugup menghadapi serangan itu dengan
tenang-tenang saja tampak ia mengangkat tangannya untuk
menyodok dada lawannya.
Yu Leng menangkis serangan yang mengandung tenaga tidak
kurang daripada limaratus kati itu, dan dengan tiba-tiba saja
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ruangan di situ menjadi tergoncang, seolah-olah gempa bumi
sedang mengamuk. Semua alat perabotan di dalam ruangan,
berikut tiga patung Hud-co jadi tergoyah untuk kemudian roboh!
Bahkan Ouw Lo Si, Khouw Kong Hu dan Bak Kiam Taysu tidak
dapat berdiri tegak, mayat-mayat ke duapuluh pendeta yang tewas
ditampar Yu Leng tadi, bergerak-gerak seolah-olah mereka mulai
hidup kembali! Si pendeta tua yang melihat serangannya tidak membawa hasil,
segera merubah taktik berkelahinya. Mendadak tampak ia
membentang kedua lengannya ke atas dan ke bawah, silih berganti
tangannya yang kiri dan kanan yang sebentar-sebentar menyodok
atau mencengkeram, tetapi Yu Leng dengan lincah dapat
mengelakkan serangan-serangan itu.
Justru pada saat kedua lengan si pendeta dirapatkan kembali
itulah, ia menyerang dada si pendeta dengan sarung tangannya.
Si pendeta rupanya sudah mengetahui akan datangnya serangan.
Ia lekas-lekas melancarkan jurus Thian-tee-hap-it (Langit dan bumi
bersatu padu), untuk menjepit sodokan maut itu.
Jepitan itu hebat sekali, seolah-olah sepasang cing-kong kepiting
raksasa saja tampaknya, namun dalam waktu yang pendek jepitan
348 itu berubah lagi, terbentang lebar untuk kemudian menerjang
sambil mendobrak jenggot dan menggebuk pinggang Yu Leng!!
"Ai!" Yu Leng berseru kaget sambil menyerang dengan jurus Sianjin-cit-to (Dewa menunjukkan jalan), tetapi ternyata jurusnya itu
tidak berhasil mengenakan si pendeta tua, bahkan jika ia tidak
lekas-lekas mundur, janggut dan pinggangnya pasti hancur
meskipun si pendeta sendiri tidak akan luput dari kematian!
Diam-diam Yu Leng bergidik berbareng memuji lawannya yang
tidak salah telah disohori kelihayan ilmu silatnya.
sembilanBeLAs Setelah lompat mundur dan semangatnya pulih kembali, Yu Leng
dengan cepat sudah menyerang lagi, tinju kirinya meluncur untuk
menyerang dada lawannya, dan waktu si pendeta mengelak
sekonyong-konyong ia mengepret dengan Ciam-hua-giok-siu.
Si pendeta melompat mundur ke belakang sambil mengangkat
tangan untuk melindungi mukanya, namun tiba-tiba ia terhuyung
dan tubuhnya mendampar tiang kelenteng. Belum lagi ia keburu
memperbaiki posisinya, sekonyong-konyong sarung tangan ajaib
telah mencengkeram tenggorokannya.
"Jahanam......" si pendeta menggeram, lalu tubuhnya yang tinggi
besar itu roboh terbanting di lantai!
"Ha, ha, ha! Sekarang tiba giliranmu, bangsat!" bentak Yu Leng
sambil menoleh ke arah Ouw Lo Si.
349 Ouw Lo Si sebetulnya sudah ingin berlalu dari situ, ketika
pertempuran masih berlangsung dengan sengitnya, tetapi ia tidak
tega meninggalkan saudara angkatnya yang sudah terluka parah.
"Hei pincang!" Yu Leng membentak lagi, "Ayoh, keluarkan kedua
benda pusaka isteriku!"
"Mengapa kau tidak segera mengambil sendiri, jika kau sudah
merasa yakin aku yang memegang kedua benda pusaka itu?"
tanya Ouw Lo Si dengan berani.
Aku akan mengambil setelah kau menjadi mayat! Tetapi...... agar
kau tidak jadi setan penasaran, aku ingin menjelaskan mengapa
kau harus mati!"
"Aku tidak mengerti!" tanya Ouw Lo Si yang sudah mengetahui
bahwa Yu Leng suka dipuji-puji. Maksud daripada pertanyaan itu
hanya untuk mengulur waktu saja, sambil memikiri jalan keluar dari
kematian yang sudah di ambang pintu itu.
"Mula-mula aku tidak percaya bahwa Tong-coan-sam-ok dapat
mencuri kedua benda pusaka itu, tetapi kini aku percaya," sahut Yu
Leng. "Mengapa kau masih mencurigai aku?"
"Ha, ha, ha! Pincang, aku mengetahui siapa kau sebenarnya, kau
sudah lama tinggal di dekat lembah Yu-leng-kok, kau pun tentu
mengetahui bahwa Tong-coan-sam-ok ingin mengembalikan
kedua benda pusaka isteriku dengan maksud menjilat, tetapi aku
350 tidak menjumpai kedua benda itu di tubuh mereka, tentu kau yang
telah mengambilnya!"
"Untuk menjilat siapa?"
"Aku! Yu Leng......."
"Hee, hee, hee! Untuk menjilat Yu Leng alias Ju Cu Lok, bukan
kau!" Meskipun berkata demikian sebetulnya Ouw Lo Si merasa heran
juga Yu Leng mengetahui semua itu. Ia tidak rela menyerahkan
kedua benda yang kini berada disakunya, ia bertekad memiliki
kedua benda yang mujijat itu. Tetapi waktu melihat bahwa Yu Leng
yang kini mengancamnya memiliki kepandaian demikian
dahsyatnya, ia merasa ragu juga untuk menuduh Yu Leng ini Ji Cu
Lok yang palsu!
"Jadi kau berkesimpulan bahwa aku mengambil kedua benda itu,
lalu pergi ke dalam lembah dan menyerahkan kedua benda itu
kepadamu?" tanyanya untuk memancing keterangan.
"Seharusnya memang demikian, tetapi kau yang tamak tidak
berbuat begitu, aku tidak pernah menjumpaimu di dalam lembah?"
Ouw Lo Si menjadi bingung mendengar keterangan itu.
"Mengapa dia mengetahui semua ini," pikirnya. "Apakah dia betul
Ji Cu Lok yang asli?"
351 Ketika itu Khouw Kong Hu sudah dapat memulihkan kembali
tenaganya, ia berbangkit dan dengan satu kedipan mata ia
memberi isyarat kepada saudara angkatnya untuk menyerang Yu
Leng. Melihat isyarat itu tanpa ragu-ragu lagi Ouw Lo Si segera
menerjang dengan kipas bajanya dibarengi dengan kerkelebatnya
gaitan baja Khouw Kong Hu.
Yu Leng menjadi gusar sekali melihat kedua orang itu masih berani
menyerangnya, ia mengegos sambil balas menyerang dengan ke
dua jari tangannya, sehingga Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu yang
memang bukan tandingannya roboh tertotok dadanya.
Setelah itu, Yu Leng lalu menghampiri kedua lawannya yang sudah
tidak berdaya, kemudian tangannya merogo saku, dan
menggeledah seluruh tubuh Khouw Kong Hu. tetapi ia tidak dapati
apa pun kecuali beberapa jarum Yan-bie-tin.
"Aha! Jarum Yan-bie-tin!" katanya dengan suara mengejek.
"Anjing! Jika kau ingin membunuh, bunuhlah!" bentak Khouw Kong
Hu. "Ha, ha, ha! tidak usah kau khawatir, pintu akhirat sudah
terbentang lebar menantikan kedatanganmu!" kata Yu Leng sambil
memukul punggung Khouw Kong Hu yang jadi tersungkur di lantai.
Yu Leng lalu berjongkok dan membuka kedua sepatu Khouw Kong
Hu. "Jika aku tidak berhasil mencari di dalam kedua sepatumu ini,"
katanya, "aku akan memeriksa di dalam batok kepalamu!"
352 Dengan tiba-tiba saja keringat dingin Ouw Lo Si mengucur deras,
karena ia memang menyembunyikan kedua benda pusaka Thianhiang-sian-cu itu di dalam sepatunya!
Yu Leng memeriksa terus, ia bahkan membeset kulit sol sepatu
Khouw Kong Hu. "Ha, ha, ha!" Khouw Kong Hu mengejek, "kau betul-betul seekor
anjing gelandangan sehingga sepatuku kau serbu juga. Ha, ha,
ha!" Ejekan itu membikin Yu Leng murka sekali, ia menepuk punggung
Khouw Kong Hu dan membebaskan totokannya sendiri.
"Hei anjing!" bentak Yu Leng setelah melihat Khoaw Kong Hu dapat
berdiri. "Kau dijuluki si Gaitan baja tinju besi, jika kau dapat lari, kau
aku bebaskan!"
Mengapa Yu Leng memerintahkan Khouw Kong Hu melarikan
diri"! Bukankah ia dapat dengan mudah saja membunuh selagi
korbannya tidak berdaya"!
Itulah kebiasaan Yu Leng yang kejam serta keji, ia selalu ingin
mempermainkan korbannya, seperti kucing mempermainkan tikus
sebelum kucing itu sendiri membunuh sang tikus!
"Hanya seorang pengecut yang melarikan diri!"sahut Khouw Kong
Hu dengan berani.
"Nah! Kau jagalah seranganku ini!" kata Yu Leng sambil mengebat
sarung tangan ajaibnya.
353 Khouw Kong Hu melompat ke samping, tetapi hembusan angin
sarung tangan itu demikian dahsyatnya, sehingga ia roboh
terbanting di lantai setelah tubuhnya yang tinggi besar itu terapung
di udara. Ia sudah nekad sekali, begitu mencapai lantai, meskipun
masih merasa pusing, sambil bergulingan ia melepaskan satu
tendangan ke arah kaki Yu Leng.
Apa yang terjadi kemudian"
Begitu kaki Khouw Kong Hu beradu, ia merasa tulang kakinya itu
retak, patah! Ouw Lo Si terkejut sekali, karena ia mengetahui bahwa tendangan
saudara angkatnya itu dapat menendang mati seekor kerbau
namun sekarang ternyata kaki saudara angkatnya sendiri yang
patah. Karena rasa herannya, ia lalu memperhatikan. Ilmu silat Yu Leng
tidak dapat diragukan lagi memang sangat lihay, tetapi tiap-tiap kali
Yu Leng meloncat ia selalu mendengar suara logam berbunyi!
Mendadak ia jadi teringat akan peristiwa di tepi sungai Tiang-kang
bahwa kaki Yu Leng tidak mempan digores oleh pedang kedua
sandara Kim. "Apakah dia ini demikian sakti, sehingga kakinya berubah menjadi
semacam logam!" pikirnya dalam hati, tetapi ketika ia mengingat
bahwa yang mengetahui kebiasaannya menyimpan barang-barang
berharga di sepatu hanya Khouw Kong Hu, dan Kiu It saja, ia
menjadi kaget sekali.
354 Kiu It sudah lama mati, dan Pek Tiong Thian yang selalu erat
hubungannya dengan Kiu It, telah terluka urat kedua kakinya
sehingga ia menjadi lumpuh dan tidak muncul lagi di kalangan
Bulim. Tidak dapat diragukan lagi bahwa Kiu It juga pernah
memberitahukan segala rahasia kepada Pek Tiong Thian,
termasuk kebiasaannya menyimpan barang berharga di dalam
sepatu. "Apakah dia ini Pek Tiong Thian?" pikir Ouw Lo Si.
Baru saja berpikir begitu, Yu Leng sudah membentak lagi.
"Sekarang tiba gilirannya si pincang!"
"Hei jahanam!" Ouw Lo Si balas membentak. "Apakah kau pun
bersedia bertempur dengan aku sekali lagi?"
Yu Leng merandek mendengar ucapan itu.
"Tentu!" sahutnya.
"Bebaskanlah totokanmu di tubuhku ini!"
Tanpa menunggu lagi Yu Leng segera menepuk punggung Ouw
Lo Si yang segera bergerak dan menyerang dengan dua jari
tangannya ke arah kain penutup muka Yu Leng dan ia berhasil!
Ouw Lo Si jadi berdiri menjublek sambil memegangi kain hitam
yang berhasil dijambretnya tadi, dihadapannya tampak satu wajah
355 yang pucat seperti mayat, dengan hidung bengkok seperti patok
burung garuda, dan kedua mata bersinar seperti burung kokok
beluk. "Pek Tiong Thian!" seru Khouw Kong Hu karena kagetnya.
Memang orang itu ternyata bukan Yu Leng alias Ji Cu Lok, dia itu
bukan lain daripada adik seperguruan Cia It Hok, Pek Tiong Thian!
"Jahanam!" Khouw Kong Hu membentak "Tidak heran jika kedua
saudara Kim dari partai Kong-tong telah kau bunuh dengan kejam!"
"Ketiga saudara Kim dan Kiu It sudah berada di akherat, mereka
tengah menantikan kedatangan kalian berdua di sana!" kata Pek
Tiong Thian sambil tertawa seram.
Disebutnya nama Kiu It membuat Khouw Kong Hu dan Ouw Lo Si
murka sekali, namun mereka merasa jeri dan tidak berdaya
menghadapi musuh Kiu It itu. Si Ahli nujum kipas baja harus
menggunakan otaknya untuk lolos dari iblis itu.
"Jika kenalan lama saling bertemu," katanya kemudian,
"seharusnya mereka beriang hati. Sebagai seorang sahabat,
sebelum kau membunuh kita berdua, aku hanya minta kau
menjelaskan sesuatu.
"Pincang! tidak percuma kau diberi nama julukan si Ahli nujum
kipas baja, kau barusan telah mengingusi aku sehingga topengku
terbuka. bagus, bagus! Atas kelicikanmu itu, aku akan memberikan
ketika untuk kau menanyakan sesuatu."
356 "Si-ko!" kata Khouw Kong Hu, "Apa gunanya kita banyak cing-cong
kepada bajingan ini?"
"Sabar Hiantee," sahut Ouw Lo Si tenang, "kita memang akan mati
tetapi kita harus mati secara tidak penasaran! Aku hanya ingin
saudara Pek menjelaskan sesuatu."
Melihat wajah Ouw Lo Si yang bergerak-gerak tidak wajar itu,
Khouw Kong Hu segera mengetahui bahwa saudara angkatnya itu
ingin melaksanakan suatu tipu muslihat.
Sepanjang pengetahuannya, saudara angkatnya itu sangat cerdik,
mungkin lebih cerdik daripada musuh besar yang mereka tengah
hadapi itu. "Bagaimanakah Ouw Si-ko ingin meloloskan diri?" tanyanya dalam
hati. ?"Bukankah disamping ilmunya lihay, si bangsat she Pek ini
memiliki Ciam-hua-giok-siu?"
Namun, si kakek pincang masih bersikap tenang luar biasa,
sejenak kemudian terdengar berkata.
"Saudara Pek, setelah Kiu It berpisah dengan kita, ia lalu
bergabung dengan kau, dan di kalangan Bu-lim kalian berdua
terkenal sebagai "Sepasang Garuda", tetapi mengapa kau begitu
tega membunuh kawanmu yang terakrab itu" Bahkan kau
membunuh juga orang-orang yang datang untuk memberi hormat
kepada puterinya yang sedang merayakan hari ulang tahun!"
357 "Pertanyaan yang telah kuduga!" sahut Pek Tiong Thian sambil
bersenyum getir, "Kiu It telah menghianati aku di waktu aku sangat
perlu dengan pertolongannya!"
"Mengapa kau menuduh Kiu It sebagai pengkhianat?"
"Apakah kau mengetahui bahwa beberapa tahun yang lalu, tiga
partai silat telah bergabung untuk menggempur partai Tiang-pek?"
Ouw Lo Si mengangguk.
"Ketika itu, karena aku masih lumpuh dan harus berjalan dengan
bantuan tongkat ketiak. Aku tinggal di suatu rumah gubuk yang
terpencil sedikit jauh dari markas partaiku. Pada suatu hari karena
merasa sangat putus asa, aku telah menghajar satu batu gunung
sehingga batu tersebut terpental, ternyata di bawah batu itu
terdapat sebuah kitab yang berjudul Jit-gwat-po-lek (Kitab catatan
ilmu sakti)!"
"Kitab itu adalah ciptaan Tiang-pek Sang-jin, guru besar partai
Tiang-pek, yang sudah lenyap selama seratus delapanpuluh tahun
lebih!" kata Ouw Lo Si dengan paras kaget. "Tidak heran kau
dengan mudah saja dapat menyamar sebagai Ji Cu Lok!"
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm! sebetulnya ilmu Thay-yang-sin-jiauw pun berasal dari kitab
itu, tetapi ternyata Ji Cu Lok telah lebih dulu menyobek lembaranlembaran catatan ilmu yang dahsyat itu!" kata Pek Tiong Thian
penasaran. "Namun, aku merasa yakin betul bahwa apa yang aku
telah pelajari dari kitab itu pasti dapat mengimbangi keampuhan
Thay-yang-sin-jiauw!"
358 "Ada hubungan apa antara kitab itu dengan Kiu It, sehingga kau
mengatakan kawan karibmu itu mengkhianatimu?"
"Meskipun aku telah berhasil mempelajari isi kitab Jit-gwat-po-lek,
tetapi aku tidak dapat mempergunakan ilmu-ilmu yang dahsyat itu,
karena kedua kakiku masih lumpuh. Aku mengetahui bahwa di
suatu puncak pegunungan Kun-lun-san, di daerah Long-ya, ada
seorang sakti yang dapat membuat obat yang disebut Cai-cauleng-cou dan katanya obat itu dapat menyembuhkan kedua kakiku.
Aku telah meminta pertolongan Kiu It untuk menukar Ciam-huagiok-siu dengan obat itu, tetapi ia telah berkhianat dan memberikan
benda pusaka itu kepada Kong-ya Coat!"
Mendengar penuturan itu, Ouw Lo Si segera mengetahui bahwa
Kiu It telah dibunuh karena dianggap telah mengkhianati Pek Tiong
Thian. Tidak terduga karena telah diingusi oleh Kong-ya Coat,
orang she Kiu itu harus memikul segala akibat ketololannya!
"Kiu Ji-tee!" Ouw Lo Si berseru dalam hati, "kau berkawan
sembarangan saja sehingga seorang jahanam kau anggap
sebagai nabi!"
Setelah itu ia mengawasi Pek Tiong Thian dan berkata.
"Hei orang she Pek! sebenarnya yang harus kau bunuh bukan Kiu
It!" "Siapa lagi kalau bukan dia?"
"Kong-ya Coat!"
359 "Mengapa kau dapat mengatakan demikian?"
"Karena Kiu It telah ditipu oleh orang she Kong-ya yang licik itu!"
Pek Tiong Thian jadi menjublek sejenak, namun setelah berpikir
sebentar ia lalu berkata lagi.
"Aku tidak mengerti!"
"Ketika Kong-ya Coat mengetahui bahwa kau telah bersekongkol
dengan Kiu It, ia lalu menukar tanda-tanda yang melekat di ketiga
kotak sehingga ia berhasil membawa lari Ciam-hua-giok-siu yang
tulen!" Pek Tiong Thian terkejut juga mendengar keterangan itu, tetapi ia
tiba-tiba tertawa berkakakan dan berkata lagi.
"Hai pincang! Kau memang terkenal cerdik tetapi aku tak dapat kau
tipu!" "Meski kau percaya pun, Kiu It tidak akan hidup lagi! Tetapi kau
sekarang sudah tidak lumpuh, apakah kau sendiri telah berhasil
memperoleh obat dari orang sakti yang kau maksud itu" "
"Ha, ha, ha.! Tidak! Aku tidak pernah bertemu dengan orang sakti
itu!" "Tetapi mengapa.......?"
"Aku telah membuntungkan kedua betisku dan...... aku sekarang
berbetis besi!"
360 Ouw Lo Si maupun Khouw Kong Hu jadi terbelalak mendengar
keterangan itu.
"Pantas salah satu dari kedua saudara Kim tidak berhasil
menggores betismu!" pikir Khouw Kong Hu.
"Hei pincang!" Pek Tiong Thian membentak lagi, "sekarang sudah
tiba giliranmu untuk digeledah!"
"Apakah betul, kau sebagai seorang yang memiliki kepandaian
demikian tinggi masih mau memeriksa sepatuku juga?" tanya Ouw
Lo Si dengan paras tidak berubah.
"Jika perlu, isi perutmu pun aku akan geledah!"
"Yah, jika demikian, periksalah!" Ouw Lo Si berlagak menantang
dengan hati berdebar-debar. "Tetapi ingat, namamu sebagai
seorang yang berkepandaian tinggi akan tercemar, bahwa kau,
Pek Tiong Thian yang memiliki kepandaian setaraf dengan Yu
Leng, masih sudi menggeledah sepatuku!"
Pek Tiong Thian jadi ragu-ragu juga mendengar ucapan si kakek
pincang yang lihay itu, karena memang memeriksa sepatu
seseorang adalah suatu perbuatan yang dipandang hina oleh
orang-orang yang berkecimpungan di kalangan Kang-ouw!
"Disamping resiko itu," Ouw Lo Si melanjutkan, "kau tidak akan
menemui apapun dalam sepatuku. Kecuali...... hee, hee, hee,
kecuali hawa "harum semerbak" kakiku yang pincang!"
361 "Jadi memang benar kau yang telah mengambil kedua benda itu?"
tanya Pek Tiong Thian yang sudah mulai terkena siasat si kakek
pincang. "Ya!"
"Dimana kau sembunyikan kedua pusaka isteriku itu?"
"Di suatu tempat yang tenteram dan aman, di mulut lembah Yuleng-kok!" sahut Ouw Lo Si mendusta. Dengan jawaban ini si kakek
pincang telah mempunyai suatu rencana untuk meloloskan diri dari
cengkeraman Pek Tiong Thian.
"Baiklah, jika kau bersedia menghantar aku ke tempat itu, aku akan
membebaskan jiwamu berdua. Bagaimana?"
"Aku akan menghantar kau kesana!" sahut Ouw Lo Si sambil
melirik kepada saudara angkatnya. "Tetapi, jika kau sudah
memperoleh kedua benda itu, kau jangan coba-coba menahan aku
lagi karena aku sudah siap sedia menghadapi kemungkinan itu!"
Si kakek berkata begitu hanya untuk menggertak sambel saja,
karena menurut pengalamannya, bahwa betapapun jahat serta
kejamnya seseorang, dia pasti mempunyai kelemahan, yalah takut
mati!! "Apakah, kita berangkat sekarang?"
"Hee, hee, hee! Rupanya kau sudah sangat keranjingan kepada
kedua benda pusaka itu! Apa kau kira aku dapat bergerak dalam
keadaan ditotok begini?"
362 Tanpa menunggu lagi, Pek Tiong Thian segera menepuk pinggang
si kakek pincang, yang segera dapat berjalan untuk menghampiri
Khouw Kong Hu sambil berkata.
"Hiantee, apakah kau dapat berjalan?"
Ouw Lo Si mengatakan itu sambil memberi isyarat dengan gerak
gerik tangannya.
Melihat isyarat itu, Khouw Kong Hu segera mengetahui bahwa
saudara angkatnya tidak menghendaki ia mengikut, tetapi ketika
mengingat lukanya, ia berpendapat lebih baik lekas-lekas berlalu
saja dari kuil Cit-po-sie itu. Di samping itu ia tidak mau saudara
angkatnya menghadapi bahaya seorang diri saja, jika mesti mati,
ia lebih suka mati bersama-sama.
"Tentu saja aku dapat berjalan!" sahutnya sambil menahan sakit.
"Kalau begitu, ayolah kita berangkat sekarang!" kata Ouw Lo Si.
"Tidak!" bentak Pek Tiong Thian yang jadi merasa curiga dirinya
akan ditipu oleh kedua lawannya itu, "lebih baik dia yang sudah
terluka parah tinggal di sini saja!"
Ouw Lo Si memang tidak menghendaki saudara angkatnya itu turut
serta, ia telah berdusta kepada Pek Tiong Thian dengan
mengatakan bahwa kedua benda pusaka Thian-hiang-sian-cu
berada di dekat mulut lembah Yu-leng-kok, dengan perhitungan
bahwa dalam perjalanan ke lembah yang seribu lie lebih jauhnya
itu, ia mungkin dapat kesempatan untuk meloloskan diri. Jika
363 Khouw Kong Hu yang terluka ikut serta, bukankah ia jadi tidak
dapat bergerak lebih leluasa"
Maka ia merasa girang sekali mendengar ucapan Pek Thong Thian
itu. Tetapi Khouw Kong Hu yang kurang cerdik jadi gusar.
"Hei Ji Cu Lok gadungan!" bentaknya, "apakah kau tidak takut akan
pembalasanku di kemudian hari?"
Pek Tiong Thian mengetahui bahwa Khouw Kong Hu terkenal
sebagai si Tinju besi gaitan baja, ditambah dengan senjata Yanbie-tin nya, dia itu sangat ditakuti oleh banyak orang di kalangan
Kang-ouw, tetapi dia yang telah memiliki ilmu-ilmu dahsyat dari
kitab Jit-gwat-po-lek, memandang remeh akan kepandaian orang
yang berkaliber seperti Khouw Kong Hu itu.
"Ha, ha, ha! Membikin pembalasan" Ha, ha, ha!" katanya sambil
mengejek. "Sembuhkan saja tulang kakimu yang patah itu!"
"Hiantee, kau tunggu saja di sini. Aku akan lekas kembali!" kata
Ouw Lo Si sambil berjalan diikuti oleh Pek Tiong Thian.
Ketika sudah tiba di dekat tangga tali untuk turun dari jurang Bengkeng-ya, Pek Tiong Thian segera memeriksa keadaan di
sekitarnya, kemudian ia berkata.
"Hei pincang! Apakah perlu aku gendong kau untuk turun dari
jurang ini?"
"Kau betul-betul sangat memandang rendah kepadaku! Aku dapat
turun sendiri! Ayohlah!"
364 "Ha, ha, ha! Jika kau telah menghantar aku ke tempat sembunyinya
kedua benda pusaka isteriku, kau mau matipun aku tidak
keheratan, tetapi jangan sekarang, jangan sekarang. Ha, ha, ha!"
Pek Tiong Thian lalu mencari jalan lain. Jalan itu juga sangat curam
serta berliku-liku, namun lebih mudah ditempuhnya. Setelah lewat
dua jam, barulah mereka tiba di kaki gunung untuk segera
meneruskan perjalanan mereka ke lembah Yu-leng-kok.
Pada hari keenam berkat ilmu meringankan tubuh jung baik,
mereka sudah tiba di luar lembah yang dimaksud itu.
Warung arak di mana Ouw Lo Si telah tinggal terpencil banyak
tahun masih berdiri. Mereka segera menghampiri warung itu,
sebelum masuk Pek Tiong Thian tiba-tiba berkata.
"Pincang! ajalmu sudah hampir tiba, hati-hati jika kau mendusta!"
Ouw Lo Si jadi berdebar-debar mendengar ancaman itu, karena
memang kedua benda pusaka yang diingini Yu Leng tetiron itu
berada dalam sepatunya! Namun ia masih dapat bersikap tenang,
bahkan sambil bersenyum ia berkata.
"O..... suasana di sini membuat aku teringat akan peristiwaperistiwa yang lalu! Aku sudah tinggal di sini sepuluh tahun lebih
sambil membuka warung arak, justru dalam warung inilah aku telah
menyimpan kedua benda pusaka Thian-hiang-sian-cu! Mari. kita
masuk!" duapuLuh 365 Ouw Lo Si membuka pintu bekas warung araknya, mereka
melangkah masuk dan dapat menyaksikan keadaan di dalam
warung itu agak kacau, selain itu mereka dapat melihat juga satu
orang sedang tidur nyenyak di pinggir satu meja. Begitu
mendengar kedatangan Ouw Lo Si dan Pek Tiong Thian, orang itu
jadi tersadar, dan sekonyong-konyong ia lalu menyanyi.
"Arak yang harum tersedia di dalam guci. Dan hanya diminum untuk melupakan kepedihan hati,
Pakaian dan tubuh yang kotor dapat dicuci, Namun perbuatan yang terkutuk dibawa mati!"
Setelah bernyanyi, orang itu lalu berkata.
"Ouw Lo Si, arak yang kau simpan disini betul sangat lezat
rasanya"!"
Sambil memegang guci arak orang itu berbangkit dan berkata lagi.
"O.... kau datang ke sini sambil mengajak lain orang, siapa dia itu?"
Ouw Lo Si mengawasi orang itu yang sudah setengah mabuk, yang
mengenakan pakaian compang-camping, yang bukan lain dari
pada Si Lam Tojin si pemabuk dari partai Kiong-ka-pang!
"Si Lam," kata Ouw Lo Si. "Jika kau suka minum arak, kau
dipersilahkan minum sekenyangnya. Mari aku perkenalkan kepada
seorang sahabat!"
366 Dengan satu lirikan tajam Si Lam Tojin sudah dapat mengenali
orang yang dikatakan seorang sahabat itu. Kemudian sambil
bersenyum dingin ia berkata.
"Meskipun aku seorang miskin, tetapi aku tidak sembarangan
berkawan. Aku tidak sudi diperkenalkan kepada orang yang tidak
jujur!" Ucapan itu sangat menyinggung perasaan Pek Tiong Thian yang
sudah tidak memakai kain hitam untuk menutupi mukanya.
Si Lam Tojin sudah mengetahui bahwa Pek Tiong Thian dulunya
adalah seorang yang jahat, kejam serta licik, tetapi ia tidak
mengetahui bahwa Pek Tiong Thian telah berubah demikian
liciknya sehingga ia berhasil menyamar sebagai Ji Cu Lok.
Mendengar jawaban si pemabuk itu, segera terlintas suatu
muslihat di otak Ouw Lo Si yang cerdik itu.
"Inilah ketika yang baik untuk aku meloloskan diri!" pikirnya
kemudian sambil nyengir penuh arti ia berkata.
"Si Lam, kau mungkin sudah mengenal siapa kawanku ini, tetapi
mungkin kau tidak mengetahui dia sekarang sudah......"
Belum lagi selesai kata-kata itu, Ouw Lo Si tiba-tiba jadi merandek
ketika merasa tulang punggungnya tersentuh oleh jari tangan Pek
Tiong Thian. Ia sebetulnya ingin membongkar rahasia penyamaran
Pek Tiong Thian. Jika ia meneruskan mungkin jari yang sudah
mengancam itu akan menewaskan jiwanya!
367 Maka lekas-lekas ia mengalihkan ucapannya itu.
"Si Lam, apakah kau berada sendirian saja dalam warungku ini?"
Si Lam bukan seorang anak kecil, persambungan kata-kata yang
tidak berjuntrungan dan perubahan wajah Ouw Lo Si yang
mendadak itu, telah membuatnya menduga bahwa tentu ada apaapa yang kurang beres dengan kedua orang yang baru datang itu.
Tetapi dengan wajah dan sikap seolah-olah ia tidak mengetahui hal
itu ia menyahut.
"Aku sedang menantikan beberapa orang sahabatku di sini!"
"Bagus!" seru Ouw Lo Si dalam hati, "Lebih banyak orang yang
datang lebih besar lagi kesempatanku untuk meloloskan diri!"
Setelah menoleh kepada Pek Tiong Thian ia lalu berkata kepada
si pemabuk. "Siapakah gerangan yang kau nantikan itu?"
Acuh tak acuh Si Lam menenggak araknya dari dalam guci,
kemudian menghela napas dan berkata.
"Semua orang yang bakal datang di sini, aku rasa tidak asing lagi
bagimu!" "Bolehkah aku mengetahui?" Ouw Lo Si mendesak.
368 "O...... tentu saja, tentu saja boleh! Mereka adalah Kong-ya Coat
alias si Dewa sakti, Siauw Cu Gie alias si Raja naga dari lima
telaga, Liong Kie Thian alias si Naga sakti dan isterinya, Leng Cui
alias si Burung cenderawasih dari propinsi Kwi-ciu! Coba
bayangkan betapa ramainya jika mereka semua sudah berkumpul
di sini!" Ouw Lo Si girang bukan main mendengar disebutnya nama-nama
itu, karena orang-orang yang bakal datang itu adalah jago-jago silat
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelas wahid, yang tidak dapat diragukan lagi akan keistimewaan
ilmu mereka masing-masing!
Dengan hati berdebar-debar ia lalu menanya lagi.
"Apa maksud kedatangan mereka di sini?"
"Masuk kedalam lembah Yu-leng-kok dan membikin penyelidikan!"
"Penyelidikan"! Bukankah lembah itu sudah tertutup" Dan barang
siapa yang berani masuk akan dibunuh"!"
Belum lagi Si Lam Tojin menjawab pertanyaan itu, ketika terdengar
bunyinya senjata dikeluarkan dari serangkanya dibarengi dengan
suara bentakan.
"Yang takut mati tidak dipaksa untuk masuk ke dalam lembah!"
Ouw Lo Si dan Pek Tiong Thian berbalik dan dapat melihat seorang
yang berusia setengah abad bertubuh tegap dan berwajah tampan,
sudah berdiri di dalam warung arak itu sambil memegang sebilah
pedang di tangan kanannya.
369 Di sampingnya tampak seorang wanita yang herusia kira-kira
tigapuluh tahun dan berparas cantik. Mereka yang sudah lama
berkecimpungan di kalangan Kang-ouw pasti sudah mengenal
siapa mereka itu. Mereka adalah Liong Kie Thian dan isterinya dari
propinsi Kwi-ciu!
Melihat kedatangan kedua orang itu Ouw Lo Si segera berbisik,
seolah-olah ia bertindak untuk kebaikan Pek Tiong Thian yang
ingin ia jerumuskan itu!
"Saudara Pek, lebih baik kita menunggu dulu sebelum mengambil
kedua benda pusaka Thian-hiang-sian-cu itu, bagaimana kau
pikir?" "Betul!?" sahut Pek Tiong Thian dengan suara rendah, "kita akan
menanti kedatangan mereka semua, setelah itu aku akan
membasminya!"
Ouw Lo Si merasa lega mendengar jawaban itu, karena jika Pek
Tiong Thian mendesaknya untuk mengambil juga benda pusaka
yang dimaksud itu, siasatnya tentu akan kandas!
"Saudara Pek," bisiknya lagi, "angkatlah ancaman jari tanganmu di
punggungku, atau mereka akan merasa curiga......"
Ucapan yang beralasan itu dituruti saja oleh Pek Tiong Thian,
maka Ouw Lo Si lalu berjalan untuk mencari tempat duduk, diikuti
oleh Pek Tiong Thian sendiri.
370 Si Lam Tojin yang sudah mengetahui bahwa Ouw Lo Si berada di
bawah pengawasan Pek Tiong Thian yang ia tidak sukai itu, segera
menanya kepada Liong Kie Thian.
"Apakah kau tidak menjumpai Kong-ya Coat dan Siauw Cu Gie di
jalan?" Liong Kie Thian menghampiri meja,
pedangnya di atas meja itu ia menyahut.
setelah meletakkan "Tidak, aku kira mereka sudah tiba di sini."
Apakah sebenarnya yang hendak diselidiki oleh Si Lam Tojin,
Kong-ya Coat, Liong Kie Thian beserta isteri dan Siauw Cu Gie"
Maksud kedatangan ke lima tokoh persilatan itu bukan lain
daripada untuk menyelidiki Yu Leng! Yu Leng yang dulunya
terkenal sebagai seorang gagah yang belum pernah mengingkari
janji, apa lagi sumpahnya!
Bukankah Yu Leng telah bersumpah untuk membunuh diri setelah
berhasil mewariskan ilmunya yang dahsyat"
Mengapa sekarang dia bukan saja telah menginjak-injak
sumpahnya sendiri, bahkan perbuatan-perbuatannya jadi seperti
seorang yang otaknya miring!
Perbuatan-perbuatan yang gila inilah yang telah membangkitkan
rasa curiga ke lima tokoh persilatan yang telah disebutkan di atas,
tentang keaslian Yu Leng alias Ji Cu Lok, sehingga mereka
371 bergabung untuk membikin penyelidikan ke dalam lembah Yuleng-kok.
Kemudian terdengar Si Lam Tojin berkata.
"Saudara Liong apakah dalam perjalananmu ke sini kau tidak
melihat bekas-bekas keganasan Yu Leng?"
"Tidak," sahut Liong Kie Thian.
"Ketika aku lewat di pegunungan Ngo-tay-san beberapa hari yang
lalu, di kaki jurang Beng-keng-ya aku telah melihat banyak lenteralentera merah. Mungkin sekali Yu Leng telah berkunjung ke kuil
Cit-po-sie di atas jurang itu!"
"Betul!" terdengar suara orang dari luar warung arak, "si pemabuk
telah menduga tepat Bak Kiam Taysu pun sudah tewas!"
Berbareng dengan itu, tampak seorang yang bertubuh kurus
jangkung, berjenggot panjang, sudah masuk ke dalam warung arak
itu. Orang itu bukan lain dari pada Kong-ya Coat dari Tan-kwi-sancong.
"Saudara Kong-ya," kata Si Lam Tojin dengan paras kaget, "dari
mana kau ketahui bahwa Bak Kiam Taysu telah tewas?"
Kong-ya Coat terkejut dapat melihat Ouw Lo Si dan Pek Tiong
Thian juga berada dalam warung arak itu, tetapi ia segera
menyahut. 372 "Rupanya ada orang yang naik ke atas jurang Beng-keng-ya dan
masuk ke dalam kuil Cit-po-sie, aku tidak dapat naik dari tangga
tali, karena tangga itu telah terbakar putus. Aku naik dengan
mengambil jalan lain dan jadi terkejut sekali ketika melihat Bak
Kiam Taysu dan beberapa puluh pendeta sudah menjadi mayat!"
Dengan tiba-tiba saja wajah Ouw Lo Si berubah mendengar
keterangan itu, ia merasa sangat khawatir akan keselamatan
Khouw Kong Hu. "Kong-ya tay-hiap," katanya gelisah. "di samping Bak Kiam Taysu
dan muridnya, apakah kau melihat juga mayat orang lain?"
Kong-ya Coat berpikir sejenak, kemudian ia menyahut.
"Ada!"
"Mayat siapakah itu?" Ouw Lo Si menanya lagi dengan cepat.
"Seorang pendeta tua! Aku tidak kenal siapa pendeta yang sudah
sangat tua itu."
Barulah mereda ketegangan paras Ouw Lo Si ketika mendengar
jawaban itu, ia merasa yakin Khouw Kong Hu sudah dapat berlalu
dari kuil Cit-po-sie.
Kong-ya Coat lalu berjalan menghampiri satu kursi yang berada di
hadapan Pek Tiong Thian.
"Saudara Pek," katanya sambil menatap beringas, "kaupun berada
di sini?" 373 "E...... kau masih ingat kepadaku?" sahut Pek Tiong Thian.
Kong-ya Coat tidak mengetahui bahwa ilmu silat Pek Tiong Thian
kini sudah banyak lebih lihay daripada beberapa tahun yang lalu.
Dengan nada mengejek ia berkata lagi.
"Saudara Pek, kau sudah lama tinggal di pegunungan Tiang-peksan, apakah maksud kedatanganmu di sini?"
"Urusan pribadiku tidak perlu orang lain usil-usil!" sahut Pek Tiong
Thian dengan angkuh, "apakah betul kau dan kawanmu itu
menyelidiki tentang keaslian Yu Leng!"
"Ya, apakah kau pun ingin turut serta?"
"Orang dapat menggunakan nama Yu Leng, tetapi apakah orang
dapat memalsukan ilma silatnya" Ha, ha, ha, aku kira kalian semua
akan menjadi mayat di dalam lembah keramat itu!"
Liong Kie Thian jadi mendongkol mendengar jawaban itu, yang
seolah-olah mengecilkan semangat mereka berlima.
"Kong-ya tay-hiap," katanya sambil mengawasi Pek Tiong Thian
"apa gunanya kau bicara dengan orang yang pernah dibikin
lumpuh kakinya" Dulu, jika dia tidak meminta ampun sambil
berlutut, mungkin dia sudah tiada lagi di dunia ini!! Tidak perlu kita
memandang orang semacam dia itu!"
"Liong Kie Thian!" bentak Pek Tiong Thian yang merasa sangat
tersinggung karena peristiwa kakinya dibikin lumpuh di sebut374
sebut. "Isterimu, Leng Cui sangat cantik, apakah kau ingin dia
menjadi janda?"
Bukan main gusarnya Liong Kie Thian, ia mengambil pedangnya
yang tergeletak di atas meja, kemudian setelah menyuruh Kong-ya
Coat mundur ia berjalan menghampiri Pek Tiong Thian.
Si Lam Tojin menepuk meja dan berkata sambil tertawa.
"Ouw Lo Si," katanya. "Aku telah mengatakan tadi bahwa warung
arakmu ini akan menjadi ramai! Sekarang sudah mulai terbukti!"
Pek Tiong Thian berbangkit dari tempat duduknya, lalu sambil
menepuk pundak Ouw Lo Si ia berkata.
"Tunggu sebentar di sini, dan jangan coba lari!"
Setelah itu ia lalu menatap Liong Kie Thian dan berkata.
"Kau keliru jika merasa dapat mengalahkan orang lumpuh!"
"Ha, ha, ha! Aku justru ingin memberikan ketika kepadamu untuk
menyerangku tiga kali. Ayohlah hunus senjatamu, aku tidak akan
balas menyerang!"
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan sambil mengambil tempat
duduk lagi. "Aku akan melawanmu sambil duduk," katanya congkak, "Jika
dalam tiga jurus aku tidak mampu mengambil jiwamu, kau panggil
saja aku anjing!"
375 Semua orang yang berada di situ menjadi terkejut melihat
kesombongan orang she Pek itu, kecuali Ouw Lo Si yang sudah
mengetahui tentang Ji Cu Lok gadungan itu.
"Si Naga sakti menjadi mayat dalam tiga jurus"! tanya Si Lam Tojin
sambil membelalakan matanya. "Pek Tiong Thian! Kau betul-betul
terlalu sombong!"
Liong Kie Thian tidak lagi dapat menahan hawa amarahnya.
Seperti seekor harimau terluka ia meloncat dan menusuk dada Pek
Tiong Thian yang baru saja duduk dengan jurus Kiun-liong-hie-cui
(Seratus naga bermain di air).
Pek Tiong Thian tidak gentar, ia tetap duduk dengan sikap yang
tenang sekali sambil menanti serangan itu. Tetapi tiba-tiba saja
Liong Kie Thian sendiri yang jadi terhuyung sambil melepaskan
pedangnya! Mengapa dapat kejadian demikian"
Harus diketahui bahwa jurus Kian-liong-hie-cui sangat
menakjubkan. Tampak pedang Liong Kie Thian berputar-putar
sambil mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata, dan dengan
tiba-tiba ujung pedang yang tengah mendesing-desing itu
menusuk ke arah dada!
Tetapi satu sentilan dengan jari tengah tangan kiri Pek Tiong Thian
yang dilancarkan secepat kilat dan pada saat yang tepat pula, telah
mengelakkan tusukan maut itu. Liong Kie Thian terjerumus ke
depan, dan pada saat itu pula ia merasa pundaknya digedor keras
sehingga ia terhuyung ke samping. Tanpa terasa lagi ia sudah
376 melepaskan pedangnya karena merasa tangan kanannya menjadi
lumpuh dan kepalanya pusing .
Ia lekas-lekas berbalik dan dengan tangan kirinya menyerang ke
arah pinggang lawannya!
Pek Tiong Thian dengan tenang sekali mengulur tangannya untuk
menjambret tinju yang tengah meluncur ke arah pinggangnya itu.
Mendadak terdengar Liong Kie Thian menjerit seram, karena
tangannya patah-patah!
Hanya dalam dua jurus saja, orang-orang yang menonton segera
dapat melihat bahwa Pek Tiong Thian betul-betul telah
membuktikan kata-katanya tadi!
Leng Cui tidak dapat melihat suaminya dianiaya demikian rupa,
sambil berseru keras ia menyerang dengan sepasang goloknya.
Pek Tiong Thian tiba-tiba melepaskan pegangannya dan
mendorong tubuh Liong Kie Thian ke arah turunnya sepasang
golok, sehingga Leng Cui terkejut dan tidak keburu menarik pulang
goloknya itu yang tanpa dapat ditahan lagi sudah membela pundak
suaminya sendiri!
"A a a h h......!" Liong Kie Thian menjerit seram, darah segera
mengucur membasahi tubuhnya.
"Ha, ha, ha! Burung cenderawasih dari propinsi Kwi-ciu dan si
Naga sakti sebetulnya merupakan pasangan yang sempurna!" kata
Pek Tiong Thian, "Sebelum aku mengirim kalian ke neraka,
mengapa tidak berpelukan dulu di sini"! Ha, ha, ha!"
377 Setelah itu cepat laksana kilat ia telah mengambil pedang Liong
Kie Thian yang kemudian dipatahkan dan dilontarkan ke arah
sepasang suami isteri itu.
Pada saat itu, Leng Cui yang gelisah karena goloknya sudah
melukai pundak suaminya sendiri, dan Liong Kie Thian yang sudah
pusing kepalanya dan lumpuh tangan kanannya, tak dapat melihat
sambitan maut itu. Kedua potong pedang yang sudah patah itu
tepat nancap ditenggorokan kedua orang suami isteri itu, yang lalu
roboh tidak berkutik lagi!
Lagi-lagi Yu Leng gadungan telah mengambil dua korban jiwa,
dalam pertempuran hanya dua atau tiga jurus itu!
duapuLuh satu Melihat cara Pek Tiong Thian melontarkan pedang yang telah
dipatahkannya itu, Kong-ya Coat yang pernah mendengar
keterangan Ouw Lo Si tentang pembunuhan di tempat Kiu It,
segera dapat memastikan bahwa Pek Tiong Thian adalah Yu Leng
atau Ji Cu Lok gadungan!
"Ah!!" serunya, "kalau begitu kau?"
"Ha, ha, ha! Memang aku!" kata Pek Tiong Thian.
Pada saat itu Siauw Cu Gie juga sudah tiba Ia terperanjat melihat
mayat Liong Kie Thian dan isterinya yang menggeletak di lantai
berlumuran darah. Ia meneliti keadaan di situ dan ketika dapat
melihat sinar mata Pek Tiong Thian, jantungnya berhenti
berdenyut, karena sinar mata yang kejam itu tidak asing lagi
378 baginya. Ia jadi teringat akan peristiwa di dekat markas Kong-ya
Coat ketika ia sedang berjalan-jalan dan menjumpai orang yang
menutupi mukanya dengan selembar kain hitam, yang telah
menotoknya dengan sentilan batu kecil!
"Kau!!" serunya dengan suara menggetar.
"Ha, ha, ha! Kalian telah mengenali aku," kata Pek Tiong Thian,
"maka kalian tidak usah pergi ke dalam lembah Yu-leng-kok lagi!"
"Jahanam!" kata Kong-ya Coat sambil mundur beberapa langkah.
"Aku tidak menduga jika ilmu silatmu kini sudah banyak maju!
Dimanakah Ji Cu Lok sekarang?"
"Ha, ha, ha! Ji Cu Lok sudah berada di akhirat!"
"Apakah dia mati di tanganmu?"
"Ji Cu Lok mati di tanganku! Dan kalianpun akan mati, karena ingin
membongkar rahasia Ji Cu Lok!"
Setelah menyaksikan Liong Kie Thian dan Leng Cui dibunuh, Si
Lam Tojin dan Kong-ya Coat sudah bersiap sedia untuk
menggempur Yu Leng gadungan itu, dan semangat mereka jadi
bertambah ketika melihat Siauw Cu Gie pun sudah tiba di situ.
Mereka hanya merasa sangsi, apakah mereka dapat mengalahkan
Pek Tiong Thian yang kini berilmu demikian dahsyatnya. Selagi
memikiri siasat untuk mengeroyok, Pek Tiong Thian sudah
mengangkat meja untuk kemudian dilemparkan ke arah mereka
sambil sekaligus menerkam!
379
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terkaman yang dilakukan sambil menggerak-gerakkan kedua
tangan itu adalah jurus yang Pek Tiong Thian dapat pelajari dari
kitab Jit-gwat-po-lek ketika ia bersembunyi di dekat markas partai
Tiang-pek. Sebelum ia meloncat menerkam, hembusan angin yang
diterbitkan oleh gerak itu saja sudah membuat Siauw Cu Gie
terpental keluar dari dalam warung arak!
Pek Tiong Thian mengejar dan berhasil menghajar pundak
lawannya, kesempatan yang baik itu telah dipergunakan oleh
Kong-ya Coat untuk menotok jalan darah di punggung Pek Tiong
Thian, dibarengi dengan meluncurnya tinju Si Lam Tojin yang
mengarah batang leher.
Tetapi dengan satu gaya yang menakjubkan sekali, Pek Tiong
Thian telah mengegosi kedua serangan yang tidak kelihatan itu.
Dalam sekejapan saja mereka kini sudah berada di luar warung
arak. Pek Tiong Thian jadi kaget sekali ketika melihat Ouw Lo Si
tidak kelihatan mata hidungnya.
"Pincang!" serunya seram, "ke manapun kau akan mabur, kau
takkan luput dari tanganku! Awas!"
Setelah itu ia lalu mengeluarkan sarung tangan ajaibnya dan
menyerang Siauw Cu Gie.
Siauw Cu Gie yang telah terkena hembusan angin pukulan tadi
mengegos, meloncat dan berbareng berusaha menangkis, tetapi
entah bagaimana, serangan yang tadinya diarahkan ke dada itu,
sekonyong-konyong berubah jadi suatu cengkeraman yang
menyerang muka.
380 "Aduh!"
Hanya suara itu saja yang masih dapat keluar dari mulut Siauw Cu
Gie, setelah itu kepalanya terkulai dan roboh di tanah tidak berkutik
lagi, karena Ciam-hua-giok-siu telah menghancurkan batok
kepalanya! Melihat kejadian yang mengkirikkan bulu roma itu, Kong-ya Coat
dan Si Lam Tojin tidak berhenti menyerang. Bahkan mereka
agaknya menjadi tambah sengit.
Kong-ya Coat tiba-tiba berseru.
"Ai!"
Tampak pedangnya berputar sejenak, untuk kemudian meluncur
ke arah pinggang Pek Tiong Thian.
Bersamaan dengan itu, guci arak Si Lam yang dipergunakan
sebagai senjata, juga berputar-putar kian kemari untuk akhirnya
menumbuk kepala Yu Leng gadungan.
Serangan serentak kedua jago silat kelas wahid itu, yang seolaholah gelombang raksasa mendampar bibir pantai sambil
menerbitkan suara angin menderu itu, ternyata tidak berhasil
mengenai sasarannya!
Tampak Pek Tiong Thian meloncat ke
membungkukkan tubuhnya untuk mengelakan
kemudian sambil tertawa berkakakan seram, ia
dan berhasil mengelakan tumbukan guci arak,
samping seraya tusukan pedang,
lagi-lagi meloncat
tetapi setelah itu,
381 seperti seekor macan tutul ia berbalik dan mencengkeram tangan
yang memegang pedang.
Gerak berbalik dan mencengkeram pedang lawan, dilakukan
dengan aneh sekali. Misalnya jurus itu dilancarkan oleh orang lain
maka sudah dapat dipastikan bahwa tangan orang itu akan
tertabas putus. Betapa tidak, karena Kong-ya Coat adalah seorang
ahli pedang yang begitu jauh belum pernah menjumpai seseorang
yang dapat mengimbangi keahliannya mempergunakan senjata
tersebut. Melesetnya tusukan itu telah membuat Kong-ya Coat menjadi
kehilangan akan kepercayaan atas dirinya sendiri!
Begitupun telah terjadi dengan Pek Tiong Thian, ia juga merasakan
suatu perasaan yang boleh dikatakan sama! Karena semenjak
keluar dan tempat bersembunyinya, jurus mencengkeramnya itu
belum pernah gagal mengambil korban, misalnya waktu melawan
Bak Kiam Taysu dan Susiok pendeta itu sendiri, dan Siauw Cu Gie,
ketiga lawannya itu telah ditewaskan oleh jurus maut yang dahsyat
itu! "Hei Dewa sakti!" bentak Pek Tiong Thian, "tidak kunyana ilmu
silatmu telah menampakkan banyak kemajuan!"
Baru saja selesai mengatakan begitu, tiba-tiba ia merasa suatu
hembusan angin di atas kepalanya dan melihat juga berkelebatnya
pedang ke arah betisnya. Lekas-lekas ia menangkis ke atas,
sehingga Si Lam Tojin yang menyerang dengan guci arak
terdampar mundur beberapa langkah ke belakang, tetapi Pek
Tiong Thian tidak menghiraukan sama sekali akan tusukan pedang
382 ke arah betisnya, karena ia menganggap si penyerang akan
terkejut sendiri melihat tusukannya tidak membawa akibat yang
mengerikan. Ternyata Pek Tiong Thian salah hitung!
Begitu mengetahui tusukannya tidak membuat Pek Tiong Thian
menjerit kesakitan, Kong-ya Coat tidak menunggu sedetikpun, ia
segara merubah jurusnya dengan apa yang dinamakan Hek-liongcui-cu (Naga hitam mengejar mustika), cepat laksana kilat
pedangnya telah meluncur untuk menusuk ke arah pinggang!
Serangan yang cepat itu betul-betul di luar dugaan Pek Tiong Thian
yang baru saja memukul Si Lam Tojin, sehingga ia tidak
mempunyai kesempatan apa-apa lagi untuk mengelak, ia hanya
merasa ujung pedang lawannya menyelusup dalam ke dalam
ginjalnya! Mungkin jika Pek Tiong Thian menyaksikan cara bagaimana Kongya Coat telah pertunjukkan kemahirannya mempermainkan
pedang di markas partai Tiang-pek dulu, ia tentu akan
membereskan si ahli pedang she Kong-ya ini terlebih dulu daripada
si pemabuk yang bersenjata guci arak!
"Kong-ya Coat!" serunya menggetar, "baik sekali gerakanmu
barusan!" Bukan main terkejutnya Kong-ya Coat melihat lawannya tidak
tewas terkena tusukan pedangnya, karena ia telah mengeluarkan
apa saja yang dimilikinya untuk membasmi jahanam itu, namun
ternyata si jahanam sangat kuat, sehingga tidak menjadi lumpuh
383 meskipun telah ditusuk pinggangnya, suatu anggota tubuh yang
cukup mematikan.
Pek Tiong Thian pelahan-lahan mengeluarkan Ciam-hua-giok-siu
sambil memperlihatkan senyum iblisnya.
"Si Lam!" Kong-ya Coat berseru nyaring sambil melangkah
mundur. "kau gempur jahanam ini dari belakang!"
Setelah itu tampak ia meloncat dan menusuk sehebat-hebatnya ke
arah jantung Pek Tiong Thian tanpa menghiraukan Ciam-hua-gioksiu yang menerjang kepalanya!
Serangan yang nekad itu belum pernah dilakukan oleh Kong-ya
Coat, karena biasanya dengan jurus Naga hitam mengejar mustika
saja, ia sudah dapat merobohkan lawan. Disamping itu Kong-ya
Coat sudah mampunyai suatu firasat bahwa ia bakal mati di tangan
jahanam she Pek itu, maka sebelum ditewaskan, ia bertekad
memberikan "hadiah" dengan tusukannya ke arah jantung itu.
Mandadak terdengar Pek Tiong Thian maupun Kong-ya Coat
menjerit seram!
Pek Tiong Thian terdorong mundur sambil menutupi dadanya yang
sudah mengeluarkan darah!
Sedangkan Kong-ya Coat terjerumus ke depan dengan batok
kepala hancur, otaknya berserakan di tanah tercampur dengan
darah yang merah segar!
384 Maksud Kong-ya terkabulkan! Coat untuk mati bersama-sama tidak Ia pernah menjagoi di kalangan Bu-lim sehingga berhasil merebut
Ciam-hua-giok-siu, tetapi sungguh di luar dugaan semua orang
bahwa ia harus mati dicakar oleh sarung tangan ajaib itu sendiri!
Pek Tiong Thian berdiri terpaku sambil mengawasi Kong-ya Coat
yang roboh tengkurap tepat di depan kedua kakinya. Ia baru
terkejut ketika mendengar Si Lam Tojin berkata dengan suara
parau. "Jahanam! Ajalmu sudah tiba!" sambil menumbuk kepala lawannya
dengan guci arak.
Pek Tiong Thian yang selalu memandang rendah kepandaian
siapapun, acuh tak acuh bertindak ke depan, dan guci arak lewat
di belakang kepalanya.
"Hai pemabuk!" bentaknya gusar, "apakah kau kira aku telah
terluka parah" Kau keliru, ha, ha, ha! Kau keliru!"
"Kau masih harus melakukan satu pertempuran lagi!! Bersiaplah!"
Mendadak kedua mata Pek Tiong Thian menyala ditantang secara
demikian angkuhnya. Kedua tangannya bergerak untuk menotok
dada dan menepuk pinggangnya sendiri untuk sekedar menahan
mengucurnya darah dari kedua luka tusukan pedang Kong-ya
Coat, lalu ia melangkah maju dan membentak.
385 "Anjing! Aku ingin melihat sampai dimana kelihayanmu itu," Si Lam
Tojin mengangkat guci araknya sambil berkata. "Hari ini Maka hari ini Aku Dan persetan dengan hari esok!"
ada aku arak, mabuk, beriang-gembira,
Setelah itu ia lalu menuang arak dari dalam guci ke mulutnya.
Justru pada saat ia mendongak itu Pek Tiong Thian telah
menerkam! Si Lam Tojin memang sengaja bersikap begitu untuk mengejek Pek
Tiong Thian, dan ketika merasa lawannya sudah menerkam, lekaslekas ia menyemburkan arak yang sudah berada di dalam
mulutnya, sambil berseru.
"Awas! Arak beracun!"
Pek Tiong Thian dapat melihat semburan arak, ia menarik napas
dalam-dalam untuk kemudian meniup dengan penuh tenaga dan
berhasil membuyarkan serangan arak itu tetapi tiba-tiba ia meringis
sambil menekap dadanya yang masih mengeluarkan darah.
"Jika si pincang masih berada di sini, celakalah aku sekarang!"
pikirnya. Apa yang dikhawatirkan oleh Pek Tiong Thian itu tidak mungkin
terwujutkan, karena Ouw Lo Si yang tidak menduga pertarungan
akan berkesudahan demikian rupa, telah melarikan diri demi
kepentingan dirinya sendiri.
386 Sungguh sayang Ouw Lo Si telah bertindak terburu napsu, kalau
saja ia menunggu beberapa saat lagi, maka sakit hati Kiu It
sekeluarga pasti dapat ia balaskan di depan warung araknya itu.
Betapapun dahsyatnya tenaga dalam Pek Tiong Thian, tetapi oleh
karena bekas tusukan pedang Kong-ya Coat di dua bagian
tubuhnya telah mengeluarkan banyak darah, maka ia menjadi letih
juga. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan, ia
lekas-lekas mengerahkan seluruh tenaganya untuk disalurkan ke
satu bagian tertentu saja, yalah tangan kanannya yang memegang
Ciam-hua-giok-siu, ia berdiri tegak sambil menanti serangan
selanjutnya. Si Lam Tojin yang tidak mengetahui hal ini, hanya dapat melihat
bahwa sekujur tubuh lawannya sudah basah dengan darah, ia
merasa yakin lawannya itu telah terluka parah dan hanya menanti
mati. Ia melangkah mundur untuk kemudian melancarkan suatu pukulan
yang menentukan, tetapi........ tiba-tiba ia tergelincir dan roboh
tertelentang, meskipun ia masih sempat juga melontarkan guci
arak ke arah lawannya.
Kesempatan yang baik itu, telah dipergunakan sebaik-baiknya oleh
Pek Tiong Thian. Setelah sarung tangannya menghajar guci arak,
ia langsung menerkam sambil mencakar dada Si Lam Tojin yang
sudah terlentang di tanah.
Pada saat yang gawat itu, tampak Si Lam Tojin menggerakkan
tubuhnya untuk duduk dengan nekad melepaskan tinjunya dan......
387 "Kraakkkk!!!"
Tinju Si Lam Tojin hancur bertabrakan dengan Ciam-hua-giok-siu
yang tanpa berhenti pula telah menghajar dadanya!
"Ha, ha, haaaaa......"
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan kalap karena merasa terharu
akan kemenangannya yang terakhir! Namun setelah itu ia
tersungkur ke depan dengan tindakan terhuyung sambil menekap
dadanya, lalu pelahan-lahan ia bertekuk lutut dan roboh di tanah!
Ia merasa bangga sekali telah berhasil sekaligus menewaskan ke
lima lawannya yang mempunyai kedudukan kelas tertinggi di
kalangan Bu-lim, ia hanya merasa kecewa lembaran-lembaran
yang berisikan ilmu Thay-yang-sin-jiauw dalam kitab Jit-gwat-polek telah dirampas oleh Ji Cu Lok, kalau tidak, mungkin Kong-ya
Coat tidak akan mampu melukainya.
Setelah beristirahat entah berapa lama, tiba-tiba tampak ia
berbangkit dan membeset pakaian Kong-ya Coat untuk membalut
lukanya, kemudian dengan tindakan limbung ia berjalan
meninggalkan tempat itu untuk menuju ke pegunungan Oey-san,
memenuhi janjinya kepada Wei Beng Yan yang sedang mencari
buah yang berwarna kuning.
Marilah kita tengok Wei Beng Yan dan Siauw Bie di pegunungan
Oey-san di sebelah selatan propinsi An-hwei.
388 Pemandangan di sekitar pegunungan tersebut sangat indah,
dihiasi dengan pohon-pohon cemara, dan puncak-puncak yang
senantiasa diliputi oleh awan.
Rembulan bersinar terang di angkasa raya. Di bawah sebuah
pohon cemara di atas puncak Ci-sin-hong, tampak seorang
pemuda dan pemudi tengah duduk berdampingan di atas satu batu
gunung yang besar.
Si pemuda dengan paras gelisah mendongak ke atas sambil
memeluk dengkulnya, sedangkan si pemudi tengah menundukkan
kepalanya dan termenung.
Sejenak kemudian terdengar suara si pemuda yang bukan lain
Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada Wei Beng Yan.
"Bie moay, setengah bulan lagi guruku akan datang di sini,
sedangkan kita belum berhasil menemukan buah yang herwarna
kuning. Aku khawatir dia akan marah nanti."
Siauw Bie mengangkat
bersenyum manis.
kepalanya dan menyahut sambil "Yan koko, jangan gelisah tidak keruan, dalam waktu setengah
bulan ini aku yakin kita akan berhasil mencari buah tersebut."
Wei Beng Yan berbangkit sambil mengusap-usap pedang pusaka
ayahnya yang tergantung pada tali pinggangnya. Kemudian cepat
bukan main ia menghunus pedang itu dan menghajar batu gunung
yang berada di hadapannya.
389 "Jika aku tidak berhasil membalas dendam, aku tidak ingin hidup
lagi dalam dunia ini!" bentaknya keras. "Pedang ini belum dinodai
darah musuh-musuh ayahku, mengapa aku harus menahan malu
dan ingin hidup terus?"
Suara keluhan itu bergema ke seluruh pegunungan itu.
Siauw Bie lekas-lekas berbangkit dan menghampiri kekasihnya
sambil menghibur.
"Yan koko, kau selalu memikiri urusan membalas dendam,
sehingga kau selalu bermuram durja saja dibuatnya."
Siauw Bie melangkah maju lagi, kemudian sambil menaruh
tangannya di pundak Wei Beng Yan, ia melanjutkan,
"Yan koko, kita masih muda, kesempatan untuk menunaikan
sumpah itu masih banyak. Kau berteriak-teriak di malam hari
begini, bukankah suaramu yang keras itu akan mengejutkan
orang?" "Setelah aku mempertimbangkan dengan teliti, mau tak mau kini
harus percaya juga peringatan kakek Ouw. Aku telah
membahayakan diri dengan masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok,
tetapi..... setelah aku berhasil memperoleh ilmu-ilmu yang dahsyat
DIA melarang aku membunuh kedua jahanam Soat-hay-sianghiong! Orang yang sekarang menutupi mukanya dan melarang aku
menuntut balas mungkin bukan guruku, Ji Cu Lok!"
duapuLuh dua 390 Paras Siauw Bie yang manis menggiurkan tiba-tiba berubah jadi
gelisah tatkala mendengar ucapan itu. Menurut kehendaknya, tidak
perduli apakah Yu Leng palsu atau tulen, yang penting yalah Yu
Leng dan Wei Beng Yan jangan sampai bertarung!
Baru saja ia ingin menghibur, tiba-tiba terdengar suara orang
mengulangi kata-kata Wei Beng Yan tadi.
"Pedang belum dinodai darah musuh, mengapa ingin hidup
menahan malu......?"
"Yan koko, apakah itu gema suaramu?"
"Tidak mungkin!" sahut Wei Beng Yan kaget. "Aku mengucapkan
kata-kata itu sudah agak lama."
Setelah celingukan kanan kiri, ia lalu berseru.
"Hei! Siapa yang telah mengulangi ucapanku tadi?"
Tetapi yang terdengar hanya gema suara teriakannya sendiri
setelah itu suasana menjadi sunyi.
Baru saja Wei Beng Yan ingin berteriak lagi, ketika terdengar suara
seruling mengalun tinggi membawakan suatu irama yang sedih
serta menyayatkan hati, sehingga Wei Beng Yan jadi teringat akan
sumpahnya yang belum terlaksanakan. Mendadak ia memukul
dadanya sendiri bahna kecewa.
"Bie moay! Ayoh kita cari orang yang berseruling itu!"
391 "Yan koko, jangan......!"
"Bie moay, bukankah kau pernah bilang bahwa kau takkan mau
berpisah dari aku" Ayohlah......"
"Ya! Bukankah jika kau tidak pergi berarti aku senantiasa berada
didampingnya"!"
"Bie moay, lebih banyak kita mengenal orang di kalangan Bulim,
lebih baik lagi untuk kita sendiri...... ayohlah ikut aku."
"Tidak! Aku tidak mau mengenal orang itu! Yang pasti takkan
membawa kebaikan......"
"Mengapa kau berprasangka demikian?"
"Ai! Itulah suara seorang wanita! Apa faedahnya berkenalan
dengan seorang wanita?"
"Ha......! Kau rupanya sudah mulai cemburu ya" Tetapi percayalah,
aku hanya seorang tawananmu...... seorang tawanan asmara!"
Siauw Bie girang bukan main mendengar pernyataan yang
memang ia tunggu-tunggu itu, karena begitu jauh Wei Beng Yan
belum pernah menumpahkan isi hatinya, meskipun gerak-geriknya
tidak dapat diragukan lagi bahwa pemuda itu sangat mencintai
dirinya. Sekonyong-konyong ia berbalik dan melarikan diri.
Wei Beng Yan mengejar dan berhasil menangkap serta memeluk
tubuh Siauw Bie yang tiba-tiba merasa seolah-olah suatu aliran
listrik mengalir ke seluruh jantungnya!
392 "Bie moay, jika kau tidak memperdulikan aku, siapakah yang akan
berbuat demikian?"
Siauw Bie bersenyum sambil mendongak, kemudian pelahanlahan meletakan kepalanya di dada Wei Beng Yan, dada yang
tergetar keras seperti bedug dipalu tatkala malam takbiran!
Suara alunan seruling yang menyayatkan hati terdengar lagi,
membuat kedua muda mudi itu tersadar dari impian mesra.
"Bie moay, ayohlah kita tengok orang yang berseruling itu!"
"Ayohlah....." Siauw Bie akhirnya meluluskan juga.
Mereka lalu mendengarkan lagi dengan teliti suara seruling itu,
yang rupanya bergema dari puncak gunung di seberang. Wei Beng
Yan menarik tangan Siauw Bie untuk turun dari puncak Ci-sinhong, kemudian sambil mendengarkan lagi ia berteriak dengan
suara yang lantang.
"Siapakah gerangan yang berseruling di malam terang bulan yang
indah ini?"
Suara seruling mendadak mereda sejenak, tetapi tidak lama
kemudian mengalun lagi.
Wei Beng Yan agaknya mendongkol tegurannya tidak dihiraukan,
segera ia mengajak Siauw Bie mengejar ke arah suara itu, setelah
membelok di suatu lereng gunung, di atas tanah yang rata di kaki
sebuah puncak, tampak tiga rumah gubuk yang dilingkar oleh
393 pagar bambu. Sinar pelita yang berkelap kelip menerangi ruangan
dalam rumah-rumah gubuk itu.
"Heran," kata Wei Beng Yan dengan suara rendah, "di tempat yang
terpencil ini masih ada manusia yang tinggal."
"Maaf jika aku tidak dapat menyambut sebagaimana mestinya!"
terdengar lagi suara dari rumah gubuk itu.
"Yan Koko, itulah suara yang telah mengulangi ucapanmu tadi,"
bisik Siauw Bie sambil mengikuti Wei Beng Yan yang sudah
berjalan menghampiri gubuk itu.
"Jika kedua Siohiap sudi berkunjung ke dalam gubukku ini,
silahkan masuk," suara itu mengundang.
Wei Beng Yan segera mendorong pintu dan melangkah ke dalam,
tiba-tiba ia menjadi terkejut ketika melihat sesuatu dalam rumah itu.
"Yan koko. mengapa kau?" tanya Siauw Bie.
Wei Beng Yan tidak menyahut, ia berdiri terpaku mengawasi dua
patung sebesar dan setinggi manusia biasa, yang dibuat dari tanah
liat. Wajah kedua patung itu bukan saja mirip benar dengan wajah
manusia hidup, bahkan pakaian yang dikenakannya pun agaknya
sering diganti.
Sebuah patung merupakan seorang laki-laki yang berusia
setengah abad, sedangkan patung yang satunya lagi, adalah
patung seorang wanita yang juga menunjukkan usia setengah
abad. 394 Kedua patung tersebut berdiri berhadap-hadapan di satu sisi
ruangan seolah-olah sedang pandang memandang dengan rasa
penuh kasih sayang.
"Bie moay," bisik Wei Beng Yan, "apakah kau ketahui patung siapa
ini?" "Tidak,"
"Patung yang pria, adalah patung guruku, Ji Cu Lok!"
"Ji Cu Lok"! Yu Leng"!" Siauw Bie menanya dengan suara rendah.
"Kalian tidak usah khawatir, kedua patung itu aku sendiri yang
buat!" kata suara dari dalam, yang agaknya sudah menduga akan
keheranan kedua tamunya.
"Aku merasa kagum sekali akan kemahiran Siocia membuat kedua
patung ini, yang demikian hidup tampaknya!" Wei Beng Yan
memuji sambil melangkah masuk.
Di dalam tampak seorang gadis tengah duduk bersila di atas
tapang. Paras muka dan bentuk tubuhnya membuat Siauw Bie
terperanjat, karena penghuni rumah itu betul-betul seorang wanita
muda cantik serta menggiurkan sekali.
Wei Beng Yan pun tidak kalah terperanjatnya, tetapi ketika dapat
firasat Siauw Bie senantiasa menatapnya, ia lekas-lekas berkata.
"Aku Wei Beng Yan," sambil membungkukkan tubuhnya, lalu ia
menunjuk kepada Siauw Bie dan melanjutkan.
395 "Dan siocia ini bernama Siauw Bie. Aku harap kunjungan kita yang
tiba-tiba ini tidak mengganggu siocia."
"Tidak sama sekali," sahut si gadis sambil bersenyum lembut.
"tetapi untuk menyambut kedua Siohiap pada malam yang sejuk
ini, aku hanya dapat menyuguhkan air teh hangat saja, karena aku
tidak mempunyai arak."
Wei Beng Yan masih terpesona melihat kecantikan gadis itu, yang
menurut taksirannya baru berusia kira-kira sembilanbelas tahun.
Di bawah sinar lampu pelita yang cukup terang, tampak gadis itu
mengenakan pakaian serba putih dengan tali pinggang berwarna
perak. Rambutnya yang tebal hitam diikat dengan pita hijau,
parasnya putih segar.
Kecantikan, kesederhanaan serta keluwesannya telah membuat
Wei Beng Yan seolah-olah melihat seorang puteri dari kahyangan!
Siauw Bie juga seorang gadis cantik jelita, dan jika ingin
diperbandingkan bolehlah dikatakan bahwa kecantikan kedua
gadis itu semua sama dengan setali tiga uang! Hanya kecantikan
Siauw Bie agak kurang menonjol.
Pada detik itu juga rasa cemburu Siauw Bie sudah mulai
berkembang. Sebelumnya ia memang selalu merasa khawatir dan
sungkan mengikuti Wei Beng Yan mencari orang yang meniup
seruling, maka begitu melihat si penghuni rumah gubuk itu
merupakan saingan berat baginya, suatu rasa khawatir akan
kehilangan kekasihnya segera terbayang dalam otaknya.
396 Wei Beng Yan bukan seorang pemuda hidung belang, tetapi
manusia atau pria manakah yang demikian santri sehingga tidak
tergiur atau sedikitnya merasa tertarik tatkala melihat seorang
gadis cantik"!
Wei Beng Yan masih terpesona memandangi gadis yang berada
di hadapannya itu, wajahnya jadi memerah ketika mendengar
teguran. "Yan koko, mengapa kau tidak menanyakan nama siocia itu?"
"Kita telah...... memperkenalkan diri, siapakah nama siocia jika aku
boleh menanya?" katanya tersipu-sipu.
Gadis itu rupanya sudah dapat melihat perasaan cemburu Siauw
Bie, tetapi sambil bersenyum ia lalu menyahut.
"Aku bernama To Siok Keng."
Setelah itu ia melonjorkan kedua kakinya untuk turun dari tapang
sambil menyilahkan kedua tamunya duduk.
Semua perabotan dalam rumah gubuk itu terbuat daripada bambu
yang sederhana, tampak sebuah seruling yang berwarna hitam
mengkilap tergantung di dinding.
"Kedua Siohiap rupanya tengah menikmati suasana sunyi
tenteram di malam terang bulan ini," To Siok Keng berkata lagi
setelah mereka bertiga sudah mengambil tempat duduk. "Bolehkah
aku mengetahui kalian dari partai mana?"
397 Siauw Bie yang selalu dimanjakan oleh kakaknya, Siauw Cu Gie,
merasa tersinggung mendengar pertanyaan itu, meskipun To Siok
Keng tidak bermaksud lain daripada ingin mengetahui. Tetapi
memang menurut peraturan yang lazimnya berlaku di kalangan
Bu-lim, pertanyaannya yang paling belakang merupakan suatu
tantangan untuk mengadu silat.
Wei Beng Yan yang dapat melihat perubahan paras Siauw Bie.
Lekas-lekas berkata untuk membelokkan pertanyaan To Siok
Keng. "Siocia," katanya sambil melirik Siauw Bie untuk kemudian
menatap si gadis she To. "ada hubungan apakah antara siocia
dengan kedua orang yang patungnya kini berdiri di depan?"
"O...... aku membuat kedua patung itu untuk menunjukkan rasa
hormatku terhadap kedua orang itu. Apakah Wei siohiap juga
mengenal wajah patung-patung itu?"" kata To Siok Keng.
Wei Beng Yan menanya dengan maksud mengorek keterangan
sebanyak-banyaknya tentang patung yang merupakan gurunya -Yu Leng yang sudah mulai ia curigakan keasliannya, tetapi
mendengar pertanyaan gadis itu yang diucapkan dengan nada
lemah lembut itu terpaksa menjawab pertanyaan itu, meskipun
pertanyaannya sendiri belum dijawab.
"Wajah patung yang pria mirip betul dengan wajah Ji Cu Lok Tayhiap," sahutnya "tetapi siapakah patung yang satunya lagi?"
"Bila Wei siohiap menjumpai Ji tay-hiap dan dimana?"
398 Baru saja Wei Beng Yan ingin menjawab, Siauw Bie sudah
mendahului berkata dengan paras masam.
"To siocia, rupanya kau dilahirkan untuk menjadi seorang hakim,
sehingga Yan koko ku menjadi gugup menghadapi pertanyaanpertanyaanmu yang tidak keruan juntrungannya itu!"
Paras To Siok Keng menjadi merah sekali ditegur demikian pedas,
tetapi ia tidak menjadi gusar.
"Siauw siocia," katanya sambil tetap bersenyum, "maksud dari
pada pertanyaanku tadi yalah, jika Wei siohiap mengenal Ji tayhiap sebelum dia itu tinggal di dalam lembah, Wei siohiap pasti
mengenal juga wajah patung yang wanita. Aku tidak mempunyai
lain maksud!"
"Hm! Tidak mempunyai maksud lain!" Siauw Bie berkata sambil
menyindir. "To siocia," Wei Beng Yan menyelakkan kata-katanya untuk
mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, "aku adalah
murid Ji tay-hiap!"
Wajah To Siok Keng yang senantiasa berseri-seri tadi, berubah
Tengkorak Maut 11 Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon Rahasia Si Badju Perak 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama